Peluang Implementasi Arah Dasar Pastoral KAJ Tahun 2011-2015 dalam KELUARGA Oleh: Rm. Ignas Tari, MSF Secara mendasar, keluarga merupakan persekutuan hidup bersama antara suami-isteri, antara orang tua-anak dan sanak saudara. Persekutuan hidup bersama sebuah keluarga dilandasi cinta kasih di antara pribadi-pribadi di dalamnya. Setiap pribadi di dalam keluarga terus menerus berusaha menanamkan, menumbuhkan, mengembangkan dan akhirnya menyempurnakan keluarga yang dijiwai oleh cinta kasih, bahkan kalau perlu dengan mengorbankan kesenangan-kesenangan pribadi. Maka identitas atau ciri dasar sebuah keluarga adalah menemukan kekhususannya pada cinta kasih. Dengan cinta kasih sebagai semangat dasarnya, keluarga memiliki beberapa tugas perutusan yaitu: 1. Membangun persekutuan hidup bersama berdasarkan cinta kasih, 2. Bekerjasama dengan Allah Pencipta dalam meneruskan kehidupan melalui keterbukaan terhadap anak dan mendidik setiap anak yang lahir, 3. Ikut bertanggungjawab dalam mengembangkan Gereja masyarakat Memperhatikan tugas-tugas pokok keluarga kristiani tersebut, kita dapat menemukan beberapa peluang implementasi Arah Dasar Pastoral KAJ Tahun 2011-2015 dalam kehidupan keluarga. Keluarga-keluarga perlu memperhatikan dan mengembangkan berbagai dimensi iman dan hidup menggereja melalui: 1. Mengembangkan semangat persekutuan hidup suami-isteri dan antara orang tua dengan anak-anak. Hal ini bisa dilakukan misalnya dengan menggiatkan doa-doa bersama di dalam keluarga. Doa keluarga memiliki tiga ciri/sifat khasnya sendiri. Pertama, doa keluarga merupakan doa yang dipersembahkan bersama. Kedua, doa keluarga merupakan doa yang dipersembahkan bersama oleh suami dan isteri. Ketiga, doa keluarga merupakan doa yang dipersembahkan oleh orang tua bersama dengan anak-anaknya. Bagaimanapun, kehidupan keluarga sejatinya ditopang oleh kehadiran Allah sendiri di dalamnya. Allah adalah pusat keluarga. Tanpa kehadiran Allah, yang pada dasarnya mempersatukan semua anggota di dalam keluarga, keluarga akan kehilangan jati dirinya. Tanpa kehadiran Allah, keluarga tidak akan bisa hidup, bertumbuh dan kemudian berbuah. Doa bersama dalam keluarga berarti menghadirkan Allah di tengah keluarga. 2. Membiasakan diri dengan mengusahakan tercapainya kepenuhan hidup secara Katolik dalam sakramen-sakramen dan hidup doa. Dalam hal ini, doa pribadi, doa bersama di dalam keluarga dan doa-doa liturgis merupakan bentuk konkret yang bisa dilakukan oleh keluarga untuk mencapai kepenuhan hidup Katolik tersebut. Selain itu, kaum muda perlu disiapkan sejak dini melalui kebiasaan-kebiasaan baik dalam keluarga untuk membangun perkawinan dan hidup berkeluarga yang baik. 3. Mengambil bagian dalam tugas Gereja mewartakan Injil. Keluarga sebagai Gereja rumah tangga merupakan tempat bagi anak-anak dan kaum muda untuk menerima katekese yang memadai mengenai iman kristiani. Barangkali, keluargakeluarga perlu menghidupkan ritual keluarga seperti penyesalan atas dosa/kesalahan dan pengampunan timbal balik antar anggotanya. Selain itu, keluarga tak hanya menjadi tempat di mana Injil diwartakan, tetapi lebih-lebih menjadi pendamping keluarga-keluarga lain. Sarana yang sederhana dan efektif dalam mendampingi keluarga-keluarga ialah bantuan yang berasal keluarga-keluarga kristiani yang satu kepada keluarga kristiani yang lain. Di dalamnya, nilainilai kristiani diteruskan dari keluarga kristiani yang satu kepada keluarga kristiani yang lain sehingga keluarga-keluarga makin berkembang dalam nilai-nilai perkawinan kristiani. 4. Mengamalkan cinta kasih dengan berbagai macam gerak pelayanan. Keluarga merupakan komunitas yang dibangun berdasarkan persekutuan pribadi-pribadi atas dasar cinta kasih yang berada dalam sebuah lingkup teritorial paroki. Persekutuan sebuah keluarga bukan sebuah persekutuan yang tertutup. Keluarga-keluarga diharapkan membuka diri terhadap keluarga-keluarga yang lain baik yang seiman maupun yang tidak seiman. Mengamalkan hidup berdasarkan semangat cinta kasih seharusnya mendorong keluargakeluarga mengembangkan sikap hidup bersatu dan berbagi rasa dengan keluarga-keluarga lain. Membuka pintu rumah bagi keluarga-keluarga lain dalam lingkup RT/RW dengan sikap ramah, mengembangkan praktik hidup bertetangga yang murah hati dengan kesediaan hadir pada peristiwa-peristiwa kehidupan seperti kelahiran, perkawinan, sakit, kematian, dsb., dan dengan kesadaran mendalam bahwa kita semua adalah saudara sesama ciptaan Tuhan dan sesama sebangsa-setanah air. Sikap hidup keluarga-keluarga seperti ini akan sungguh-sungguh memberi makna hadirnya Gereja secara nyata bagi keluarga-keluarga lain. 5. Memberikan kesaksian iman melalui perkataan dan perbuatan. Keluarga-keluarga mempunyai peran yang penting dalam mewariskan nilai-nilai kristiani melalui perkataan dan dengan perbuatan. Orang tua harus mengajarkan anak-anaknya bahwa cinta dan penghargaan terhadap kehidupan orang lain merupakan sesuatu yang mulia dan luhur. Orang tua mesti menunjukkan dengan teladan hidupnya bahwa ia mau hidup berdampingan dengan orang lain secara damai, menolong tetangga yang membutuhkan bantuan. Orang tua perlu mengajarkan anak-anaknya bahwa kesetiaan merupakan hal yang sangat mendasar dalam membangun kebersamaan. Orang tua mesti menyatakan kesetiaan itu satu sama lain. Orang tua mengajarkan anak-anaknya bahwa hidup sederhana itu baik. Ajaran itu harus disertai sikap sederhana yang ditunjukkan dalam praktik hidup sehari-hari. Memilih jalan kaki kalau jarak yang ditempuh memang dekat merupakan contoh hidup yang sederhana itu. Ajaran mengenai nilai kesederhanaan menjadi tidak banyak berpengaruh bagi anak-anak kalau orang tua justru memilih naik mobil ketika berkunjung ke rumah tetangga yang sesungguhnya bisa ditempuh dengan berjalan kaki. Itu berarti, nilai-nilai harus diajarkan dan dihidupi sejak awal di dalam keluarga, dan orang tua bertanggungjawab dalam mewariskan nilai-nilai itu kepada anakanaknya.