Uploaded by mulianakarya

LAPORAN HASIL PKL C ORGANIK

advertisement
LAPORAN HASIL PKL
“HUBUNGAN KANDUNGAN C-ORGANIK DALAM ASAM ORGANIK
PUPUK CAIR ORGANIK (SNN) TERHADAP HASIL PENGUJIAN
PUPUK TSP”
Oleh
Karya Muliana
16307141044
PROGRAM STUDI KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
YOGYAKARTA
2019
HALAMAN PENGESAHAN
LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN
PT. INDMIRA
YOGYAKARTA
“HUBUNGAN KANDUNGAN C-ORGANIK DALAM ASAM ORGANIK
PUPUK CAIR ORGANIK (SNN) TERHADAP HASIL PENGUJIAN
PUPUK TSP”
(Peroiode 3 januari 2019 - 2 februari 2019)
Disusun Oleh
Karya Muliana (16307141044)
Menyetujui
Menyetujui
Dosen Pembimbing
Pembimbing Lapangan
Das Salirawati, M.Si
Fajar Adani Wahyu S., S.Si
NIP.196510161992032001
Mengetahui
Mengetahui
Kajurdik FMIPA UNY
Koordinator PKL Prodi Kimia UNY
Jaslin Ikhsan, Ph.D
Endang Dwi Siswani, M.T
NIP.196806291993031001
NIP.195411201987022001
Mengetahui
Manager CBS di Perusahaan
ii
Atin Saraswati, S.Si
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur kita panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan rahmat serta hidayat-Nya, sehingga penyusun dapat menyelesaikan
laporan PKL ini. Kegiatan PKL dilaksanakan tanggal 3 januari-2 Februari 2019
yang berlokasi di PT. Indmira Yogyakarta. Penulisan laporan PKL ini dibantu
oleh berbagai pihak, oleh karena itu penyusun mengucapkan terimakasih kepada :
1. Bapak Drs. Jaslin Ikhsan, M.App.Sc., Ph.D. selaku Ketua Jurusan
Pendidikan Kimia UNY.
2. Ibu Ir.EndangDwi Siswani,M.Tselaku Koordinator PKL Prodi Kimia UNY.
3. Ibu Das Salirawati, M.Si. selaku Dosen Pembimbing PKL yang selalu
memberikan bimbingan dan arahan selama pembuatan laporan PKL ini.
4. Ibu Fajar Adani Wahyu Suryajati selaku pembimbing lapangan PKL yang
telah memberikan banyak pengetahuan dan bimbingan serta arahan selama
kegiatan PKL .
5. Lutfi Widya Astuti selaku staff QC yang telah banyak memberikan bantuan
dan pemahaman saat berlangsungnya kegiatan PKL.
6. Keluarga saya tercinta yang selalu memberikan dukungan, cinta dan kasih
saynagnya untuk saya.
7. Dan semua pihak yang telah membantu atas terselesaikannya laporan
kegiatan PKL ini.
Penyusun menyadari bahwa penulisan laporan ini jauh dari kata sempurna,
oleh karena itu penyusun mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari
pembaca. Akhir kata, semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang
membaca.
Yogyakarta, 24 Januari 2019
iii
Penyusun
ABSTRAK
Kegiatan Praktek Kerja Lapangan ini bertujuan untuk mengetahui hubungan
kandungan C-organik terhadap hasil pengujian TSP pada pupuk organik cair
(SNN) . Kegiatan PKL dilaksanakan pada tanggal 3 Januari sampai 2 Februari
2019 yang berlokasi di Pabrik PT. Indmira yang berada di Jalan Besi Jangkang
km 3. Metode dasar yang digunakan pada PKL ini adalah metode observasi,
wawancara, dan analisa sumber data primer dan sekunder. Teknik analisa data
yang digunakan pada pengamatan ini adalah.. Hasil dari pengamatan ini adalah
semakin tinggi kandungan C-organik dalam asam organik pada pupuk cair
organik (SNN) maka semakin banyak busa yang dihasilkan pada pengujian TSP
maka dapat disimpulkan asam organik dapat melarutkan posfat pada TSP
sehingga pupuk cair SNN ....
Kata kunci : Asam Organik, C-Organik, TSP
iv
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Praktek Kerja Lapangan merupakan aktivitas akademis sebagai bentuk
pembelajaran mahasiswa untuk mengembangkan dan meningkatkan tenaga
kerja yang berkualitas. Dengan mengikuti kegiatan PKL mahasiswa diharapkan
dapat menambah pengetahuan serta pengalaman untuk bekalnya nanti saat
terjun langsung didunia kerja.
Prodi Kimia UNY mewajibkan mahasiswanya untuk melaksanakan PKL, agar
mahasiswa dapat mengaplikasikan ilmu yang telah diperoleh dibangku
perkuliah dan menerapkannya di dunia kerja yang sebenarnya.
Aplikasi pemupukan yang berimbang sangat penting dilaksanakan untuk
mencegah kehilangan salah satu hara pada pupuk. Pemupukan berimbang
artinya pemberian pupuk ke dalam tanah untuk mencapai status semua hara
esensial seimbang dan optimum dalam tanah untuk meningkatkan produksi dan
mutu hasil pertanian, efisiensi pemupukan, kesuburan tanah serta menghindari
pencemaran lingkungan. Di indonesia sendiri efisiensi pupuk dapat dikatakan
rendah misalnya efisiensi unsur N dan P. Efisiensi pupuk posfat adalah yang
paling terendah untuk bisa diserap oleh tanaman. Masalah ini dapat
dihilangkan dengan pengaplikasian kombinasi antara pupuk organik dan pupuk
anorganik. Karena jika menggunakan salah satu pupuk saja efisiensi
kandungan unsur hara tidak akan terpenuhi.
Di PT. Indmira menggunakan pengujian TSP sebagai salah satu parameter
yang sangat penting untuk menentukan rilis atau tidaknya pupuk organik cair
yang diproduksi. Ini dikarenakan pupuk TSP termasuk kedalam pupuk jenis
slow release artinya pupuk yang lambat melepaskan kandungan unsur hara
terutama posfat untuk diserap tanaman, untuk itu pupuk TSP perlu
dikombinasikan dengan pupuk organik cair yang telah diketahui mengandung
5
asam-asam organik yang penting untuk tumbuhan. Kandungan asam organik
pada pupuk cair tersebut yang dapat membantu pupuk TSP untuk mudah
melepaskan kandungan unsur haranya terutama posfat.
Oleh karena itu
penyusun tertarik untuk mngetahui hubungan kandungan C-organik dalam
asam organik pada hasil pengujian TSP di PT. Indmira.
1.2 Rumusan Masalah PKL
1. Bagaimana hubungan kandungan C-organik dalam asam organik dengan
pengujian TSP pada pupuk organik cair SNN ?
2. Bagaimana mekanisme asam organik dalam melarutkan posfat pada
pupuk TSP ?
1.3 Tujuan PKL
Kegiatan PKL di PT. Indmira bertujuan untuk menambah wawasan
mahasiswa dalam praktek kerja diperusahaan, adapun tujuan yang
diharapkan oleh mahasiswa dan perusahaan yaitu :
1. Mahasiswa dapat mengetahui hubungan kandungan C-organik dalam
asam organik terhadap hasil pengujian TSP sebagai parameter release
produk di PT. Indmira
2. Mahasiswa dapat mengetahui mekanisme pelarutan posfat pada TSP
oleh asam organik pada pupuk organik cair SNN
1.4 Manfaat PKL
Manfaat dari pelaksanaan PKL di PT Indmira bagi mahasiswa adalah agar
mahasiswa dapat
6
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
Bahan organik adalah kumpulan beragam senyawa-senyawa organik kompleks
yang sedang atau telah mengalami proses dekomposisi, baik berupa humus hasil
humifikasi maupun senyawa-senyawa anorganik hasil mineralisasi dan termasuk
juga mikrobia heterotrofik dan ototrofik yang terlibat dan berada didalamnya
(Nabilussalam, 2011).
Namun demikian kehadiran bahan organik dalam tanah mutlak dibutuhkan
karena bahan organik merupakan bahan penting dalam menciptakan kesuburan
tanah, baik secara fisika, kimia maupun dari segi biologi tanah (Lengkong dan
Kawulusan, 2008).
Karbon diperlukan mikroorganisme sebagai sumber energi dan nitrogen diperlukan
untuk membentuk protein.Apabila ketersediaan karbon terbatas (nisbah C/N terlalu
rendah) tidak cukup senyawa sebagai sumber energi yang dapat dimanfaatkan
mikroorganisme untuk mengikat seluruh nitrogen bebas.Apabila ketersediaan
karbon berlebihan (C/N > 40) jumlah nitrogen sangat terbatas sehingga menjadi
faktor pembatas pertumbuhan organisme (Wallace and Teny, 2000
Kelarutan senyawa fosfor anorganik secara langsung mempengaruhi ketersediaan P
untuk pertumbuhan tanaman (Rosmarkam dan Yuwono, 2002)
Kelarutan fosfat alam dalam tanah dipengaruhi oleh sifat fisik dan kimia fosfat
alam itu sendiri, tanah, dan tanaman (Balai Penelitian Tanah, 2012; Rajan dkk.,
1996 dalam Hartatik dan Idris, 2008). Tingkat kelarutan akan menentukan kualitas
fosfat alam yang digunakan secara langsung sebagai pupuk.
Fosfor selalu diserap oleh tanaman sebagai H2PO4-, HPO42-, dan PO43- yang
terutama berada di dalam larutan tanah (Indranuda, 2004).
Rumus kimia TSP yaitu Ca(H2PO4)2. Sifat umum pupuk Triple Super Phosphate
(TSP) sama dengan dengan pupuk DS. Kadar P2O5 pupuk ini sekitar 44–46%,
walaupun secara teoritis dapat mencapai 56%.
7
Bahan organik merupakan perekat butiran lepas dan sumber utama nitrogen, fosfor
dan belerang. Bahan organik cenderung mampu meningkatkan jumlah air yang
dapat ditahan didalam tanah dan jumlah air yang tersedia pada tanaman. Akhirnya
bahan organik merupakan sumber energi bagi jasad mikro. Tanpa bahan organik
semua kegiatan biokimia akan terhenti (Doeswono,1983) Kandungan organik tanah
biasanya diukur berdasarkan kandungan C-organik kandungan karbon (C) bahan
organik bervariasi antara 45%-60% dan konversi C organik menjadi bahan = % Corganik x 1,724. Kandungan bahan organik dipengaruhi oleh arus akumulasi bahan
asli dan arus dekomposisi dan humifikasi yang sangat tergantung kondisi
lingkungan (vegetasi, iklim, batuan, timbunan, dan praktik pertanian). Arus
dekomposisi jauh lebih penting dari pada jumlah bahan organik yang ditambahkan.
(Foth,1994).
Terdapat beberapa pengertian mengenai C-organik yakni merupakan bagian dari
tanah yang merupakan suatu sistem kompleks dan dinamis, yang bersumber dari
sisa tanaman dan atau binatang yang terdapat di dalam tanah yang terus menerus
mengalami perubahan bentuk, karena dipengaruhi oleh faktor biologi, fisika, dan
kimia. C-organik juga merupakan bahan organik yang terkandung di dalam maupun
pada permukaan tanah yang berasal dari senyawa karbon di alam, dan semua jenis
senyawa organik yang terdapat di dalam tanah, termasuk serasah, fraksi bahan
organik ringan, biomassa mikroorganisme, bahan organik terlarut di dalam air, dan
bahan organik yang stabil atau humus (Supryono dkk, 2009)
C-organik=
(N K2Cr2O7 x V K2Cr2O7) - (N FeSO4 x V FeSO4)
x 0,33
berat sampel x 0,77
Auksin adalah hormon yang pertama ditemukan pada tanaman dan salah satu dari
agen pemberian isyarat kimia yang mengatur perkembangan tanaman. Umumnya
auksin secara alami terdapat dalam bentuk asam indole-3-acetic (IAA). Salah satu
peran terpenting dari IAA pada tanaman adalah sebagai hormon kunci dari berbagai
aspek pertumbuhan dan perkembangan tanaman (Aryantha et.al., 2004). Pada taraf
yang rendah IAA merangsang pemanjangan akar, sedangkan pada taraf yang tinggi
IAA menghambat pemanjangan akar, namun demikian taraf IAA yang tinggi dapat
8
merangsang peningkatkan pembentukan akar lateral dan adventif (Patten dan Glick,
2002; Silva dan Davies, 2007)
Salah satu zat pengatur tumbuh yang sering digunakan adalah giberelin yang
banyak berperan dalam mempengaruhi berbagai proses fisiologi tanaman.
Krishnamoorthy (1981), Salisbury dan Ross (1992) dan Hopkin (1995) melaporkan
bahwa giberelin berperan dalam pembentangan dan pembelahan sel, pemecahan
dormansi biji sehingga biji dapat berkecambah, mobilisasi endosperm cadangan
selama pertumbuhan awal embrio, pemecahan dormansi tunas, pertumbuhan dan
perpanjangan batang, perkembangan bunga dan buah, pada tumbuhan roset mampu
memperpanjang internodus sehingga tumbuh memanjang. Wattimena (1992)
menyatakan
giberelin
eksogen
yang
umum
digunakan
dan
tersedia di pasaran adalah GA3 (giberelin-3), yang dikenal juga dengan nama asam
giberelat.
Sitokinin merupakan senyawa derifat adenin yang dicirikan oleh kemampuannya
menginduksi pembelahan sel (cell division) pada jaringan (dengan adanya auxin).
Berikut adalah struktur dari sitokinin :
Keadaan ini akan meningkatkan ketersediaan fosfat dalam larutan tanah. Asamasam
organik sangat berperan dalam pelarutan fosfat karena asam organic tersebut relatif
9
kaya akan gugus-gugus fungsional karboksil (-COO−) dan hidroksil (-O−) yang
bermuatan negatif sehingga memungkinkan untukmembentuk senyawa komplek
dengan ion(kation) logam yang biasa disebut chelate (Wagner & Wolf, 1998)
Keadaan ini akan meningkatkan ketersediaan fosfat dalam larutan tanah.
10
O
O
O
‫װ‬
‫װ‬
‫װ‬
R-C-O-Al-O-C-R + H2PO4- + 2 H2O +
AlPO4.2H2O + 3 R-C-OH
H+
‫׀‬
R-C-O
(variscite) (asam organik)
‫װ‬
O
Al-chelate
Sedangkan reaksi pelarutan fosfat dari Ca-P
pada tanah basa oleh asam organik sebagai berikut:
O
O
O
‫װ‬
‫װ‬
‫װ‬
3 (R- C-O-Ca-O-C - R) + 2 H2PO4- + 5
Ca3(PO4)2 + 9 R-C-OH
H+
‫׀‬
R-C-O
trikalsium
fosfat
asam organik
‫װ‬
O
Ca-chelate
Fosfor (P) termasuk unsur hara makro yang sangat penting untuk pertumbuhan
tanaman, namun kandungannya di dalam tanaman lebih rendah dibanding nitrogen (N),
kalium (K), dan kalsium (Ca). Tanaman menyerap P dari tanah dalam bentuk ion fosfat,
terutama H2PO4- dan HPO42- yang terdapat dalam larutan tanah. Ion H2PO4- lebih banyak
dijumpai pada tanah yang lebih masam, sedangkan pada pH yang lebih tinggi (lebih
besar dari 7) bentuk HPO42- lebih dominan. Disamping ion-ion tersebut, tanaman dapat
menyerap P dalam bentuk asam nukleat, fitin dan fosfohumat (Havlin et al., 1999).
Tanaman menyerap sebagian besar unsur hara P dalam bentuk ion ortofosfat primer
(H2PO4-) dan sejumlah kecil diserap dalam bentuk ion ortofosfat sekunder (HPO42-).
Kemasaman tanah sangat besar pengaruhnya terhadap perbandingan serapan ion tersebut
yaitu makin besar H2PO4- makin besar sehingga makin banyak diserap tanaman
dibandingkan dengan HPO42- , hal inilah salah satu faktor yang menyebabkan tanaman
lebih banyak menyerap bentuk H2PO4- dibandingkan dengan bentuk HPO42- (Tisdale et
al., 1985)
Fosfor (P) dalam pupuk dinyatakan dalam bentuk oksidanya yaitu P2O5. Pupuk TSP
mengandung P sebesar 44% P2O5.Rumus kimianya Ca(H2PO4). Sifat umum pupuk Tripel
superfosfat (TSP) sama dengan dengan pupuk DS yaitu pupuk ini dianggap tidak
mengandung gipsum, dalam pembuatannya digunakan asam fosfat yang berfungsi
sebagai pengasam dan untuk meningkatkan kadar P. Pupuk ini telah lama digunakan di
Indonesia baik oleh petani maupun di perkebunan besar. Sifatnya berupa tepung kasar
berwarna putih kotor. Pupuk ini berwarna abu-abu coklat muda; sebagian P larut air;
reaksi fisiologis: sedikit asam. Bahaya meracun sulfat relatif kecil dan sulfidanya yang
berasal dari reduksi sulfat juga rendah (Firkah, 2008).
2
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Lokasi PKL :
Lokasi kegiatan PKL ini dilakanakan di Pabrik PT. Indmira Jl. Besi
Jangkang, Sukoharjo, Ngaglik, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa
Yogyakarta 55581
3.2 Desain PKL
Praktik Kerja Lapangan (PKL) di PT. Indmira bagian Quality Control
dilaksanakan selama 4 minggu mulai dari tanggal 3 Januari sampai 2
Februari 2019
Tabel 1. Rencana kegiatan dan jadwal pelaksanaan PKL
No
Minggu KeKegiatan PKL
1
1
2
3
4
Pengenalan Profil Perusahaan dan
pembagian divisi
2
Praktik (pada bidang/bagian relevan)
3
Penyusunan Konsep laporan
4
Penyempurnaan Laporan
Tabel 1. Rencana kegiatan dan jadwal pelaksanaan PKL
3.3 Objek PKL
Objek PKL yang diteliti pada kegiatan PKL di PT. Indmira adalah pupuk
organik cair SNN.
3
3.4 Metode Pengumpulan Data
Ada beberapa metode yang dilakukan pada kegiatan ini, diantaranya :
a. Observasi
Observasi merupakan teknik pengumpulan data, dimana peneliti
melakukan pengamatan secara langsung ke objek penelitian untuk
melihat dari dekat kegiatan yang dilakukan dan mencatat data
dengan sistematis.
b. Wawancara
Wawancara merupakan salah satu metode untuk mendapatkan
suatu informasi dengan cara tanya jawab dengan masalah yang
diangkat.
c. Mencata analisis data.
Metode ini digunakan untuk menemukan sebuah informasi melalui
data-data yang dapat dipercaya/dipertanggungjawabkan.
3.5 Instrumen
Spektrofotometer
3.6 Teknik Analisa Data
Teknik Analisa Data yang digunakan pada kegiatan PKL kali ini yaitu :
4
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada pengamatan kali ini bertujuan untuk mengetahui hubungan kandungan
organik dalam asam organik pada pupuk cair SNN terhadap hasil pengujian TSP
di PT. Indmira. Pengamatan ini dilakukan berdasarkan analisis data hasil
pengujian TSP dengan data hasil kadar C-organik pada pupuk cair SNN dengan
kode batch SNN 051118, SNN 281118, SNN 151118, SNN 121118, dan SNN
241118. Penetapan kadar C-organik pada hasil data dilakukan dengan metode
Walkley and Black dengan instrumen spektrofotometeri. Pada kali ini penyusun
tidak praktek secara langsung untuk menetapkan kadar C-organik, karena
penetapan ini dilakukan di luar perusahaan (lembaga eksternal) sehingga
penyusun hanya menganalisis data C-organik yang sudah didapatkan.
Di PT. Indmira untuk menentukan produk pupuk organik cair dapat dirilis atau
tidak, menggunakan salah satu parameter yang sangat penting yaitu pengujian
TSP. Pengujian TSP ini dilakukan untuk mengetahui seberapa besar kelarutan
posfat dalam asam organik yang terkandung dalam pupuk cairnya untuk diserap
oleh tanaman. Ini dikarenakan pupuk jenis TSP termasuk kedalam jenis pupuk
yang slow release artinya TSP hanya melepaskan unsur hara misalnya unsur
posfat (P) dengan lambat untuk diserap tanaman sehingga pupuk TSP sangat
dianjurkan untuk dikombinasikan dengan pupuk organik cair untuk membantu
mengefisiensikan pelepasan unsur posfat untuk diserap oleh tanaman. Prosedur ini
dilakukan dengan cara menimbang 20 gram pupuk TSP dan kemudian
dicampurkan kedalam erlenmeyer yang sudah diisi dengan pupuk organik cair 100
mL kemudian mengamati reaksi yang terjadi antar pupuk TSP dengan pupuk
organik cair yang digunakan. Kemudian mencatat hasilnya dengan cara
mengamati busa/gelembung-gelembung yang muncul pada reaksi tersebut.
Sebelum membahas reaksi yang terjadi perlu diketahui spesifikasi pupuk organik
cair dan pupuk TSP terlebih dahulu.
Pupuk Organik Cair SNN merupakan pupuk organik cair hasil ekstraksi bahan
organik yang berasal dari limbah alam, limbah tanaman dan limbah ternak. SNN
5
dapat digunakan pada tanaman semusim, tahunan dan perkebunan. SNN
mengandung 60 – 90 unsur makro, unsur mikro, zat perangsang tumbuh dan asam
– asam organik yang dibutuhkan oleh alam dan isinya. Kandungan unsur SNN
merupakan hasil ekstraksi dari suatu proses fermentasi sehingga cepat terserap
oleh tanaman karena sudah dalam bentuk ion unsur.
Gambar 1. Pupuk Cair Organik SNN
Beberapa manfaat SNN untuk tanaman yaitu :

Memenuhi kebutuhan unsur tanaman.

Menggantikan fungsi pupuk kandang, kompos dan punya keunggulan
komparatif dari segi budidaya.

Merangsang mikroorganisme tanah yang menguntungkan untuk membuat
pupuk lebih efektif dan, dengan demikian, mengurangi penggunaan pupuk.

Memperbaiki kondisi tanah yang rusak (tidak subur) akibat salah cara
budidaya

Dengan aroma yang khas, SNN mampu mengurangi tingkat serangan
hama (Indmira, 2019).
Selain itu pupuk organik cair ini memiliki bahan aktif yaitu C-organik, mikroba
penambat Nitrogen, pelarut posfat dan dekomposer. Dengan adanya mikroba
dalam pupuk organik cair ini menyebabkan adanya aktivitas mikroorganisme yang
6
menghasilkan hormon-hormon pertumbuhan, misalnya auksin, giberelin, dan
sitokinin. Berikut adalah struktur-struktur hormon pertumbuhan yang dihasilkan
mikroorganisme dalam pupuk cair tersebut :
Gambar 2. Struktur Hormon Auxin
Gambar diatas merupakan struktur hormon auxin dengan nama indole-3-acetic
acid, hormon ini adalah salah satu hormon yang dihasilkan oleh aktivitas
mikroorganisme didalam pupuk organik cair SNN, hormon berikutnya adalah
hormon giberelin atau asam giberelat, berikut struktur kimianya :
Gambar 3. Struktur kimia hormon giberelin (asam giberelat)
Dan yang terakhir adalah hormon sitokinin, berikut struktur kimia dari hormon
sitokinin :
7
Gambar 4. Struktur kimia hormon Sitokinin
Untuk mengetahui persamaan reaksi dari percobaan ini maka perlu diketahui
kandungan utama dari pupuk organik cair SNN.
SNN pada proses pembuatannya dibuat secara aerob artinya pupuk ini dibuat
melalui proses biokimia yang melibatkan oksigen. Berikut adalah reaksi biokimia
oleh mikroba aerob pada SNN :
Bahan organik + O2 ------> H2O + CO2 + hara + humus (asam humat) + energi
Melalui reaksi diatas sudah dapat diketahui bahwa kandungan yang ada pada
pupuk cair organik SNN ini adalah humus/asam humat yang akan bereaksi dengan
pupuk TSP pada percobaan ini. Berikut adalah struktur hipotetik dari asam humat
menurut Fuchs (Stevenson, 1994):
Gambar 5. Struktur kimia asam humat
Di alam, asam humat terbentuk melalui proses fisika, kimia, dan biologi dari
bahan-bahan yang berasal dari tumbuhan maupun hewan melalui proses
humifikasi. Oleh karena strukturnya terdiri dari campuran senyawa organik
alifatik dan aromatic, diantaranya ditunjukkan dengan adanya gugus aktif asam
karboksilat dan quinoid, maka asam humat memiliki kemampuan untuk
menstimulasi dan mengaktifkan proses biologi dan fisiologi pada organisme hidup
di dalam tanah. Setelah mengetahui kandungan dari SNN maka selanjutnya perlu
diketahui kandungan dari pupuk TSP. Pupuk TSP merupakan pupuk anorganik
penyedia posfor. Rumus kimia dari pupuk ini adalah Ca(H2PO4)2.
8
Kedua kandungan dari pupuk SNN dan pupuk TSP sudah diketahui maka
selanjutnya membuat persamaan reaksi kedua pupuk tersebut. Berikut adalah
persamaan reaksi dari uji TSP :
Ca(H2PO4)2 +
Dari persamaan diatas dapat diketahui bahwa ketika pupuk TSP dicampurkan
maka kandungan Ca(H2pO4)2 akan bereaksi dengan asam humat dan membentuk
Ca-khelat dan juga posfat dalam bentuk ion asam posfat dan juga gas hidrogen.
Asam humatdalam pupuk cair SNN akan meng-chelate Ca dan mengakibatkan
posfat terlepas dari ikatan Ca(H2PO4)2 sehingga menghasilkan posfat dalam
bentuk ion asam posfat yang terlarut sehingga bisa diserap oleh tanaman. Keadaan
ini akan meningkatkan ketersediaan posfat untuk tanaman. Pada produk dari
persamaan reaksi diatas menghasilkan gas hidrogen, gas hidrogen inilah yang
diindikasikan sebagai busa pada pengujian TSP. Namun untuk mengetahui dengan
pasti perlu dilakukan pengidentifikasian gas agar kita mengetahui apakah gas
yang terbentuk benar-benar gas hidrogen atau gas lainnya. Cara ini dapat
dilakukan dengan mendekatkan api pada ujung erlenmeyer yang ditutup, jika ada
hidrogen maka akan terjadi semacam letupan kecil dan timbul nyala api berwarna
kuning menandakan adanya gas hidrogen yang dilepaskan
Produk yang paling penting dari reaksi diatas adalah ion asam posfatnya. Ini
dikarenakan ion asam posfat yang terbentuk adalah bentuk posfat tersedia yang
akan diserap oleh tumbuhan. Ion asam posfat H2PO4- atau dikenal dengan
ortoposfat primer ini adalah bentuk yang paling mudah diserap oleh tanaman.
Ortofosfat merupakan bentuk fosfat yang dapat dimanfaatkan secara langsung
oleh tanaman, sedangkan polifosfat harus terlebih dahulu mengalami hidrolisis
membentuk ortofosfat sebelum dimanfaatkan sebagai sumber posfor.
Fungsi dari posfor pada tanaman yaitu untuk merangsang pertumbuhan akar,
benih dan tanaman muda selain itu posfor juga berfungsi sebagai bahan
pembentukan sejumlah protein dan membantu asmilasi dan pernapasan serta
mempercepat pembuangan serta pemasakan biji dan buah. Kekurangan posfor
pada tanaman sendiri dapat mengakibatkan rusaknya tanaman tersebut dengan
9
gejala kekurangan yaitu seluruh warna dau menjadi tua dan sering nampak
mengilap kemerahan, kemudian tepi daun, cabang dan batang terdapat warna
ungu yang lambat laun berubah menjadi kuning dan gejala terakhir yaitu biasanya
buah yang dihasilkan lebih kecil dan tidak menarik (Lingga dan Marsono, 2013).
Setelah membahas produk yang dihasilkan dalam percobaan ini, perlu juga
diketahui tentang C-organik dalam asam humat yang menjadi salah satu reaktan
dari percobaan ini.
C-organik pada pupuk organik merupakan sebuah indikator telah terjadinya proses
dekomposisi dalam pengomposan dan kematangan kompos. C-organik yang
dihasilkan pupuk digunakan sebagai sumber energi bagi mikroorganisme. Energi
dibutuhkan mikroorganisme untuk tumbuh dan memperbanyak diri. Hal ini
mempengaruhi aktivitas mikroorganisme mendekomposisi bahan organik untuk
menghasilkan C-organik. C-organik ini dapat menurun kadarnya apabila
pengomposan dilakukan terlalu lama. Hal tersebut diduga terjadi karena selama
proses dekomposisi berlangsung akan terjadi kehilangan C-organik akibat
menguapnya CO2 sebagai hasil perombakan bahan-bahan organik yang terdapat
pada bahan pupuk. Hal tersebut di dukung dengan pernyataan Jurgens (1997)
dalam Kurniawan et al., (2012) secara umum nilai C organik turun secara
bertahap selama proses pengomposan, hal ini disebabkan oleh lepasnya
karbondioksida melalui respirasi mikroorganisme.
Pada pengamatan kali ini pupuk cair yang digunakan adalah pupuk cair organik
merk SNN dengan kode batch SNN 051118, SNN 281118, SNN 151118, SNN
121118, dan SNN 241118. Dimana sampel-sampel yang digunakan sudah
diketahui kandungan C-organiknya.
Berikut adalah data kadar C-organik dengan hasil TSP yang sudah dicatat :
No.
1
2
3
4
5
6
Nama Sampel
SNN 051118,
SNN 281118
SNN 151118
SNN 171118
SNN 211118
SNN 261118
Kadar C-organik (%)
0.05
0.06
0.07
0.08
0.09
0.10
10
Hasil TSP (mL)
130
140
145
150
150
150
Tabel 2. Hasil Pengamatan TSP dan Kadar C-organik pada sampel SNN
Kemudian untuk mengetahui hubungan dari hasil TSP dengan kadar C-organik
pada sampel dibuat suatu grafik dengan variavel x adalah adalah hasil TSP dan
variabel y adalah kandungan C-organik dari sampel. Berikut adalah grafik dari
hubungan kedua variabel :
Hubungan kenaikan busa dengan kadar c-organik pada
POC SNN
Kenaikan busa (mL)
155
y = 3,7143x + 130,33
R² = 0,8521
150
145
140
y
135
Линейная (y)
130
125
0
2
4
6
8
Kadar C-organik (%)
Dilihat dari grafik diatas dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi kadar Corganik pada sampel SNN dengan berbagai kode batch maka kenaikan busa pada
pengujian TSP semakin tinggi. Ini dikarenakan terjadinya kesetimbangan reaksi.
Kesetimbangan reaksi memiliki banyak faktor salah satunya adalah konsnetrasi
reaktan. Apabila konsnetrasi reaktan diperbesar maka kesetimbangan akan
bergeser kearah produk dan tentunya akan menambah konsnetrasi produk juga.
Jika dilihat dari persamaan reaksi, ketika C-organik pada asam organik dengan
kadar yang lebih tinggi direaksikan dengan pupuk TSP maka busa /gas hidrogen
yang dihasilkan juga akan tinggi pula. Ini sesuai dengan hasil pengamatan yang
sudah dilakukan.
Di PT. Indmira, parameter pengujian TSP ini memiliki range tersendiri disetiap
produknya. Untuk produk SNN sendiri memiliki range 125-150 mL. Apabila hasil
pengukuran kurang dari batas tersebut maka produk akan dianggap menurun
kualitasnya namun apabila melebihi batas tersebut produk dikatakan belum
sempurnanya proses fermentasi pada pupuk cair tersebut. Ini dikarenakan
11
kandungan C(karbon) yang terlalu tinggi yang diakibatkan proses perombakan
oleh mikroorgasnisme yang belum maksimal. Sehingga produk yang dicek
haruslah sesuai dengan standar.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
B. SARAN
12
DAFTAR PUSTAKA
Patten, C.L. and B.R. Glick. 2002. Role of Pseudomonas putida indole acetic acid
Silva, T. and P.J. Davies. 2007. Elongation rates and endogenous indoleacetic acid levels
in roots
of pea mutants differing in internode length. Physiol. Plant. 129 : 804 -812
Aryantha, I.N.P., D.P Lestar dan N.P.D. Pangesti. 2004. Potensi isolat bakteri penghasil
IAA
dalam peningkatan pertumbuhan kecambah kacang hjau pada kondisi hidroponik.
J.Mikrobiol.Indones. 9 : 43 – 46.
13
Download