Referat MYELOMENINGOCELE Oleh: Alfatun Jamiah, S. Ked 1830912320006 Pembimbing: Dr. dr. Ardik Lahdimawan, Sp.BS BAGIAN/SMF ILMU BEDAH FAKULTAS KEDOKTERAN UNLAM/RSUD ULIN BANJARMASIN Agustus, 2020 DAFTAR ISI DAFTAR ISI .............................................................................................. ii DAFTAR GAMBAR.................................................................................. iii DAFTAR TABEL ...................................................................................... iv BAB I PENDAHULUAN ........................................................................... 1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................ 3 A. Definisi........................................................................................ 3 B. Epidemiologi ............................................................................... 4 C. Etiologi dan Faktor Risiko ........................................................... 4 D. Patofisiologi ................................................................................ 5 E. Tanda dan gejala .......................................................................... 7 F. Diagnosis ..................................................................................... 8 G. Tatalaksana.................................................................................. 10 H. Komplikasi .................................................................................. 15 I. Pencegahan ................................................................................... 17 J. Prognosis ...................................................................................... 18 BAB III PENUTUP.................................................................................... 20 DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 21 ii DAFTAR GAMBAR 2.1 Mielomeningokel ........................................................................................ 3 2.2 Intervensi pembedahan intrauterin .............................................................. 12 2.3 Posisi saat operasi ....................................................................................... 13 2.4 Setelah operasi ............................................................................................ 13 iii DAFTAR TABEL 2.1 Dosis penggunaan Cerebrolysin dan Nandrolone ....................................... 14 iii BAB I PENDAHULUAN Kelainan kongenital merupakan kelainan dalam pertumbuhan bayi yang timbul sejak kehidupan hasil konsepsi. Kelainan kongenital dapat merupakan sebab penting terjadinya abortus, lahir mati atau kematian segera setelah lahir. Defek tuba neural menyebabkan kebanyakan kongenital anomali Sistem Saraf Pusat (SSP) akibat dari kegagalan tuba neuralis menutup secara spontan antara minggu ke-3 dan ke-4 dalam perkembangan di uterus. Meskipun penyebab yang tepat masih belum diketahui, ada beberapa bukti yang menyatakan bahwa penyebab defek pada tuba neural ini antara lain seperti radiasi, obat-obatan, malnutrisi, bahan kimia, dan ada kelainan genetik yang dapat mempengaruhi perkembangan normal SSP. Defek tuba neuralis meliputi spina bifida okulta, meningokel, mielomeningokel, ensefalokel, anensefali, sinus dermal, diastematomiela, dan lipoma yang melibatkan konus medullaris.1 Kegagalan penutupan tuba neuralis terjadi sekitar minggu ketiga setelah konsepsi. Pada kondisi ini memungkinkan eksresi substansi janin (misal; afetoprotein, asetilkolinesterase) ke dalam cairan amnion, yang berperan sebagai penanda biokimia defek tuba neuralis, sehingga skrining prenatal serum ibu untuk a -fetoprotein, telah terbukti merupakan metode yang efektif untuk mengetahui kehamilan yang berisiko atau tidak untuk janin yang mengalami defek tuba neuralis.s1 1 Defek tuba neural atau spina bifida ada yang tertutup dan terbuka. Mielomeningokel adalah spina bifida yang terbuka dimana kelainan ini tidak ditutupi oleh membrane baik seluruhnya atau sebagian. Spina bifida terbuka sekitar 80% dan yang paling sering adalah mielomeningokel. Insiden di United States 0.2-0.4 setiap 1000 kelahiran. Namun meningkat 20 kali di negara Cina.2 Hal ini tergantung dari faktor suku, geographis dan nutrisi. .Saat ini, jumlah pasien mielomeningokel yang bertahan hidup jumlahnya lebih besar dikarenakan perbaikan manajemen terhadap komplikasi yang berat. Bagaimanapun penatalaksanaan secara khusus dibutuhkan untuk mencegah, merawat dan memonitor komplikasi yang mungkin dapat mempengaruhi kualitas kehidupan.1 2 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Definisi Myelomeningocele (MM)/ mielomeningokel merupakan salah satu bentuk malformasi dari medulla spinalis, akar saraf, meningen, vertebra dan kulit. Mielomeningokel menggambarkan bentuk disrafisme yang paling berat yang melibatkan kolumna vertebralis dan bentuk paling serius dari spina bifida serta terjadi akibat dari kegagalan penutupan tuba neural saat perkembangan janin.1,2 Mielomeningokel banyak terletak di punggung bagian bawah, akan tetapi dapat terjadi di sepanjang tulang belakang. Hal ini memungkinkan sebuah kantung kecil meluas melalui lubang pada tulang belakang. Kantung ini ditutupi dengan membran. Kantung ini mengandung cairan cerebrospinal (CSF) dan jaringan yang melindungi tulang belakang (meningens). Kantung ini juga mungkin berisi bagian-bagian dari medulla spinalis dan saraf.1 Gambar 2.1 : Mielomeningokel 3 B. Epidemiologi Mielomeningokel adalah tipe spina bifida yang paling sering yaitu 86,8%. Dimana tipe spina bifida yang umum ini, prevalensinya dipengaruhi oleh variasi geografi. Di Afrika Selatan insidensinya 0,77-6,1 setiap 1000 kelahiran.insidensi di Nigeria tinggi yaitu 7 setiap 1000 kelahiran. Ada estimasi di United States 3,5 kasus setiap 1000 kelahiran dilaporkan sudah terdiagnosis saat prenatal dan kehamilannya diterminasi elektif. Selain tergantung geografi insiden mielomeningokel juga berhubungan dengan histori individual obsteri. Pada primigravida insidensinya tinggi, yaitu 52,1% kasus.3 Variasi gender pada mielomeningokel untuk Nigeria dilaporkan laki laki banding perempuan yaitu 1,1:1. Sedangkan British melaporkan distribusinya laki-laki banding perempuan 1,2:1. Sedangkan di Jepang dilaporkan bahwa perbandingannya laki-laki banding perempuan 1:1,1 dan perepmpuan lebih dominan juga di Hungaria yaitu 1:1,2.3 C. Etiologi dan Faktor Risiko Penelitian secara intensif pda mekanisme molekul dan sel bertanggung jawab atas kegagalan penutupan neural tube. Beberapa data mengakumulasikan bahwa ini merupakan hal yang kompleks dan tidak hanya dijelaskan oleh satu faktor atau suatu mekanisme saja. Genetik dan lingkungan bertanggung jawab atas kelainan mielomeningokel ini. Abnormalitas kromosom: Trisomi 13 dan 18, triploidy, mutasi satu gen 4 Defek penutupan tuba neural mielomeningokel dipengaruhi oleh beberapa hal predisposisi berikut: 4 1. Faktor predisposisi genetik : Resiko berulang pada yang pernah menderita sebelumnya (meningkat sampai 3-4%). Pada dua kehamilan abnormal sebelumnya (meningkat sampai sekitar 10%) 2. Faktor nutrisi : Pengunaan suplemen asam folat selama hamil pada ibu sangat mengurangi insiden defek tuba neural pada kehamilan yang beresiko. Agar efektif, penambahan asam folat harus dimulai sebelum pembuahan dan dilanjutkan sampai paling tidak minggu ke-12 kehamilan saat neuralis selesai. Defisiensi asam folat meningkatkan risiko 2-8 kali. Selain itu juga defisiensi zinc, vitamin C, vitamin B12. 3. Faktor lingkungan : seperti polusi udara dan juga asap rokok, produk desinfektan, pestisida, organic solvent, polycyclic aromatic hydrocarbon. 4. Penggunaan obat-obatan mielomeningokel : Asam tertentu juga meningkatkan valproat, carbamazepine, resiko methotrexate, antikonvulsan menyebabkan defek tuba neural pada sekitar 1–2% kehamilan jika obat tersebut diberikan selama kehamilan.1,2 D. Patofisiologi Disrafisme tulang belakang terjadi akibat migrasi sel abnormal dan diferensiasi neural tube selama trimester pertama kehamilan. Pembentukan tabung saraf melibatkan neurulasi primer dan proses neurulasi sekunder. Selama neurulasi primer, neuroektoderm melipat dengan bagian ujung ekor menutup kirakira pada hari ke 27. Pada saat yang sama, mesoderm bermigrasi dan membentuk elemen vertebral posterior dan ektoderm bermigrasi membentuk kulit. 5 Patofisiologi mielomeningokel adalah penutupan tabung saraf yang gagal selama neurulasi primer yang menghasilkan massa kistik dari elemen saraf termasuk dural, arakhnoid, sumsum tulang belakang, akar saraf, cairan serebrospinal melalui tulang dan cacat kulit. Neurulasi sekunder yang dimulai sekitar hari ke-28, mendorong perkembangan saraf lebih lanjut yang membentuk tulang belakang ekor dan ujung filum. Cacat pada tahap ini menghasilkan cacat tabung saraf tertutup. Masalah disjungsi prematur di mana tabung saraf secara prematur terpisah dari ektoderm di atasnya sebelum penutupan tabung saraf dapat membentuk disrafisme tulang belakang yang terkait dengan lipoma seperti lipomeningocele, lipomyelomenigocele atau lipoma sumsum tulang belakang. Kegagalan disjungsi primer memungkinkan hubungan antara ektoderm dan neuroektoderm dan biasanya dimanifestasikan sebagai sinus dermal.5 Beberapa jenis disrafisme tulang belakang ditemukan. Spina bifida cystica adalah jenis disrafisme tulang belakang di mana kista menonjol melalui cacat tulang pada elemen posterior tulang belakang. Isi kista mungkin termasuk dura, arachnoid, sumsum tulang belakang, dan / atau saraf tulang belakang dan cairan tulang belakang terkait. Ini paling sering terjadi di tulang belakang lumbar atau lumbosakral. Myelomeningocele, meningocele, myeloschisis adalah jenis spina bifida cystica yang berbeda, yang pertama adalah yang paling umum. Cacat tulang belakang terisolasi adalah bentuk disrafisme tulang belakang tersembunyi yang paling umum dan paling parah. Contoh lain termasuk kista neurenterika, sindrom notochord split, malformasi tulang belakang split, kista meningeal sakralis, lipoma 6 tulang belakang, sindrom regresi ekor, saluran dan kista sinus dermal dorsal, dan sindrom tali pusat. 6 E. Tanda dan gejala Luas dan tingkat defisit neurologis mielomeningokel tergantung pada lokasi mielomeningokel. Kelainan sistem kongenital yang multiple sering terjadi pada pasien dengan mielomeningokel. Mielomeningokel dapat menyebabkan gejala yang meliputi: 7 Benjolan tanpa atau dengan kantung yang terbuka pada punggung yang ada sejak lahir. Jika terbuka maka ada tanda-tanda infeksi.7 Adanya caira serebropinal keluar dari benjolan punggung. Jika terlalu banyak cairan serebrospinal di kepala bisa disertai hidrosefalus. Gangguan motorik: kelemahan anggota gerak bawah Gangguan sensorik: misalnya bayi tidak dapat merasakan panas atau dingin Gangguan otonom: inkontinensia urin atau inkontinesia alvi. Gangguan neurogenic bladder (NGB) dibagi menjadi 3 kategori yaitu: hyperreflexia atau detrusor overactivity (DO), underactive detruso,, dan noncontractile detrusor. Namun yang paling sering adalah yaitu DO sekitar 45% pasien mielomeningokel mengalami ini.8 Malformasi struktur kromosom mesodermal yang berhubungan dengan abnormalitas kromosom termasuk trisomi 13 dan 18, triploidi, dan mutasi gen tunggal. 7 F. Diagnosis a. Anamnesis Pada anamnesis ditemukan tanda dan gejala yang sudah disebutkan di atas. Perlu digali juga apakah ibu rutin memeriksakan kehamilannya. Pernahkah melakukan skrining seperti tes AFP dan USG. Digali mengenai apakah ibu mengkonsumsi suplemen seperti asam folat dan vitamin. Gali mengenai factor risiko. b. Pemeriksaan Fisik7 Pada pemeriksaan fisik yaitu status lokalis pada lesi: - Pada mielomeningokel yang terbuka terdapat anatomi berupa palcode. - Jika yang terutup kantungnya terbungkus kulit normal - Dapat terlihat cairan serebrospinal keluar dari benjolan yang ada - Defisit neurologis yang berat, deformitas tulang spinal dan ekstremitas - Defisit neurologis yang terjadi berupa gangguan sensabilitas dan motoric distal dari level anatomis mielomeningokel berupa paraparesis/paraplegia dan juga terjadi inkontinensia uri dan alvi - Status neurologis mencakup: kekuatan motorik, reflex fisiologis, reflex patologis - Lihat tanda infeksi pada defek yang terbuka c. Pemeriksaan Penunjang 1. USG Prenatal dan Skrining Alpha Fetoprotein (AFP) Dilakukan skrining awal AFP dan USG untuk diagnosis prenatal dari neural tube. AFP merupakan protein yang diproduksi bayi sebelum lahir, dari 8 alirah darah janin ke ibunyaSerum AFP ibu srutin diperiksa antara minggu ke 15 dan 20-22 kehamilan dan kelipatan 2.5 batas ambang dari nilai median. Dengan sensitivitas 85% dalam mendeteksi neural tube.3 Pemeriksaan AFP juga dapat dilakukan dengan mengambil caiarn amnion dengan amniosintesis. AFP yang tinggi pada amnion memungkinkan janin mengalami spina bifida.1 Pada trimester pertama pemeriksaan USG juga rutin dilakukan pada minggu ke 11-14 dari kehamilan. Mielomeningokel dapat terdeteksi pada USG fetus sebelum minggu ke 12 post menstruasi dengan penyimpangan tulang belakang atau tonjolan posterior di punggung janin. Deteksi spina bifida ini dapat ditemukan 80-90% menggunakan USG.9 2. TORCH : skrining infeksi TORCH untuk penyebab kelainan kongenital sistem saraf pusat. 3. CT scan kepala untuk melihat kelainan intrakranial lainnya termasuk adanya hidrosefalus (skrining): insiden mielomeningokel dengan hidrosefalus dilaporkan 57-86%. Patofisiologi hidrosefalus terkait mielomeningokel tidak sepenuhnya dijelaskan. Namun, satu teori mengatakan aliran cairan serebrospinal yang tidak tepat yaitu keluar dari in-utero melalui defek mielomeningokel menyebabkan drainase CSF yang tidak normal.10 4. MRI Lumbosakral MRI terutama digunakan untuk membedakan struktur yang herniasi dengan jaringan di sekitarnya. Selain itu juga dapat digunakan untuk evaluasi adanya tethered cord syndrome (kelainan neurologis yang disebabkan oleh perlekatan jaringan yang membatasi pergerakan sumsum tulang belakang di 9 dalam tulang belakang. Keterikatan ini menyebabkan peregangan abnormal pada sumsum tulang belakang).11 Selama periode tindak lanjut setelah operasi untuk disrafisme tulang belakang, seperti myelomeningocele (MMC) atau lumbosacral lipomatous malformation (LLM), sebagian pasien menunjukkan kerusakan neurologis dan fenomena sekunder, seperti perubahan motorik, sensorik atau sfingter, deformitas kaki dan tulang belakang, nyeri, dan spastisitas. Manifestasi klinis ini disebabkan oleh efek penambatan pada struktur saraf di lokasi operasi sebelumnya.12 Diagnosis banding untuk spina bifida mielomeningokel ini antara lain: caudal regression syndrome (agenesis sacral), sacrococcygeal teratoma, multiple vertebral segmentation disorder, VACTREL (Vertebra anomalies, anal atresia, cardiac abnormalities, tracheosophageal atresia, renal abnormalities and limb defect). G. Tatalaksana 1. Pembedahan a. Sebelum Kelahiran Keuntungan teoritis dari perbaikan mielomeningokel dalam kandungan adalah bahwa tabung saraf ditutupi dan dilindungi beberapa bulan sebelum kelahiran. Dasar untuk mengantisipasi peningkatan fungsi neurologis adalah pemulihan dari placode saraf yang displastik di dalam kanal tulang belakang yang terisolasi dari cairan ketuban dan mencegahnya cedera secara bersamaan. Sebelum dilakukan operasi pasien dan tim bedah melakukan evaluasi secara detail termasuk :13 10 1. Pemeriksaan USG : penilaian panjang servikal, lokasi plasenta, usia gestasi, derajat kifosis janin, level lesi mielomeningokel, ukuran ventrikel lateral, malformasi Chiari, posisi kaki dan telapak kaki, pergerakan ekstremitas bawah, dan ada atau tidaknya plasenta previa, atau kontraindikasi lain baik janin atau ibu untuk operasi.13 2. Ekokardiogram pada janin: untuk mengeliminasi adanya defek truktural jantung.13 3. MRI pada otak dan tulang belakang janin: untuk mengkonfirmasi menguatkan temuan sonografi (contohnya identifikasi cortical heterotopias, yang mana sulit dideteksi melalui USG).13 4. Pemeriksaan fisik ibu dan konsultasi dengan anestesiologi dan perinatologi. 5. Evaluasi psikososial: untuk skrining apakah ibu ada anxietas atau depresi).13 Operasi janin yang berhasil membutuhkan beberapa teknik eksekusi penting. Ini termasuk: 1) pengoptimalan lokasi histerotomi; 2) pembukaan rahim gravid yang banyak vaskular dan perfusi dengan minimal perdarahan sekaligus mencegah pemisahan membran chorioamniotic; 3) stabilitas janin selama prosedur; 4) memelihara relaksasi rahim dan mengobati kontraksi secara agresif; 5) di akhir prosedur untuk mencapai kedap air, penutupan histerotomi setelah infus ulang cairan ke dalam rongga ketuban; dan 6) berikan secara agresif tokolisis intraoperatif untuk pencegahan persalinan prematur, sebelum ekstubasi. 11 Pada umunya jika sudah tercapai lokasi mielomeningokelnya, prosedur operasi sama dengan postnatal. 13 Gambar 2.2 : Intervensi Pembedahan Intrauterin b. Setelah Kelahiran7 Pembuatan tubing, rekonstruksi durameter dan kulit (pembedahan sebaiknya dilakukan dalam 48-72 jam).7 pembedahan dilakukan segera mungkin dikarenakan mengancam nyawa. Idealnya 48 jam pertama kehidupan dilakukan pembedahan ini dapat menurunkan risiko infeksi, dan kemudahan perawatan dari kebocoran CSF. Beberapa penelitian lain melaporkan bahwa sampai 72 jam, tetapi jika lebih maka akan meningkatkan risiko infeksi. Bahkan bias menyebabkan komplikasi termasuk meningitis dan ventrikulitis.3 12 Gambar 2.3 : posisi saat operasi Gambar 2.4 : setelah operasi Pasien mielomeningokel yang disertai dengan hidrosefalus perlu dilakukan diversi cairan serebropinal (ventriculo shunt).7 Dianjurkan untuk serial CT scan kepla atau USG kepala setiap 1-3 minggu.7 2. Konservatif Evaluasi klinis serial pasien harus dilakukan, terutama gejala dan tanda adanya kompresi pada medulla spinalis dan batang otak. Pasien mielomeningokel dengan neurogenic bladder segera dilatih clean intermittent catheterization (CIC), antibiotik profilaksis, dan antikolinergik untuk mencegah disfungsi renal.7 Antibiotik spektrum luas seharusnya diberikan sampai dengan tulang belakang menutup untuk mengurangi resiko infeksi ke sistem saraf pusat. Pada penelitian retrospektif pada anak dengan penutupan tulang belakang setelah anak berumur lebih dari 48 jam, ventirkulitis terjadi lebih sedikit pada anak yang diberikan antibiotik profilaksis dibandingakan dengan anak yang tidak diberikan antibiotik dengan perbandingan 1 : 19%.1 Mielomeningokel merupakan spina bifida yang berat dimana mengakibatkan kelemahan bahkan tidak mampu berjalan, masalah kontrol 13 bladder dan usus. Sehingga pasien mielomeningokel perlu alat atau bantuan untuk bergerak seperti kruk atau kursi roda. Pengobatan menggunaan Cerebrolysisn dilaporkan bermanfaat dan aman untuk anak-anak dengan variasi gangguan neuropsikiatri termasuk atropi otak, retardasi mental, gangguan perkembangan pervasive, cerebral palsy, dan sindrom rett.14 Cerebrolysin adalah obat peptidergic yang mana berisi neuropeptida biologi aktif termasuk brain-derived neurothropic factor, dan faktor neurotropik siliar. Itu adalah sebuah saraf growth factor seperti aktivitas pada neuron, dan efikasi growth promoting dari populasi saraf yang berbeda baik dari perifer dan ssstem saraf pusat. Cerebrolysin sebagai agen neurotropik dan neuroprotektif. Ini berfungsi untuk menunda progresi dari gangguan otak. Menghambat atau mengurangi kematian sel yang disebut apoptosis. Selain itu juga ada Nandrolone decanoate yang merupakan sebuah anabolic steroid dengan efek menguatkan otot. Telah dilaporkan penggunannya aman dan bias mengobati variasi atropi otak pada anak, cerebral palsy, achondroplasia.14 Tabel 2.1 : Dosis penggunaan Cerebrolysin dan Nandrolone 14 3. Rehabilitasi Pembedahan diikuti tindakan multidisiplin yang melibatkan bidang psikiatri, rehabilitasi medik, ortopaedi, dan urologi.7 Harapan fungsional rehabilitasi pada tahun pertama, telah dikembangkan untuk pasien dalam setiap kelompok di tingkat lesi untuk membantu tujuan langsung terapi fisik dalam konteks perkembangan yang sesuai dari bayi sampai dewasa. Dalam mengelola kasus bayi baru lahir dengan mielomeningokel, terapi fisik membentuk dasar dari fungsi otot. Selama anak berkembang, terapi fisik memantau keselarasan bersama, ketidakseimbangan otot, kontraktur, postur, dan tanda disfungsi neurologi progresif. Ahli terapi fisik juga menyediakan perawatan dalam penanganan dengan instruksi dan teknik posisi dan merekomendasikan peralatan posisi orthothik untuk mencegah kontraktur jaringan lunak.Program terapi harus dirancang untuk paralel pencapaian normal tonggak motoric kasar.1 H. Komplikasi 1. Disfungsi kandung kemih (bladder) Sebagian besar pasien dengan mielomeningokel mengalami inkontinensia kandung kemih. Tujuan pencegahan ditujukan untuk mencegah infeksi dengan penerapan drainase kandung kemih menggunakan kateterisasi intermiten atau kateter yang menetap. Stimulasi kandung kemih telah terbukti meningkatkan pengosongan kandung kemih dan mengurangi infeksi.15 2. Disfungsi usus 15 Mielomeningokel dikaitkan dengan disfungsi sfingter anal yang menyebabkan inkontinensia usus. Pengosongan usus yang dibantu mengurangi hambatan yang terkait dengan aktivitas sosial, termasuk menghadiri sekolah dan hubungan pribadi.15 3. Imobilitas Kebanyakan pasien myelomeningocele memiliki kelemahan yang signifikan, yang menyebabkan defisit ambulasi yang parah atau paraplegia. Bracing menggunakan orthosis eksternal dapat membantu memaksimalkan mobilitas mereka dan memastikan perkembangan perkembangan yang mendekati normal. Pada anak usia di atas 1 tahun, penggunaan standing frame dapat mengurangi risiko osteoporosis dan pembentukan kontraktur pada ekstremitas bawah. Kursi roda dapat memberikan mobilitas untuk anak-anak dan orang dewasa. 4. Infeksi Karena kandung kemih neurogenik, banyak yang mengalami kolonisasi urin dan infeksi. Shunt juga rentan terhadap infeksi. Ketika pintasan dipasang, infeksi dapat terjadi secara dangkal pada kulit atau intraabdominal, karena banyak dari pasien ini memiliki beberapa prosedur abdomen. Hampir semua pasien dengan mielomeningokel juga memiliki malformasi Arnold-Chiari II, ditandai dengan turunnya vermis serebelar melalui foramen magnum, elongasi dan kusut medula, perpindahan kaudal sumsum tulang belakang dan medula, dan obliterasi cisterna magna. Penurunan otak belakang melalui foramen magnum dapat menyebabkan kompresi batang otak, penyebab 16 utama kematian pada anak-anak dengan mielomeningokel. Presentasi klinis malformasi ini tergantung pada usia anak, tetapi biasanya termasuk disfungsi otak kecil, pusat pernapasan meduler, dan saraf kranial IX dan X serta hidrosefalus. Penambatan (theatered) adalah fiksasi sumsum tulang belakang akibat perlengketan antara saraf yang sebelumnya terpapar elemen dan jaringan sekitarnya, menyebabkan ketegangan pada sumbu saraf. Diagnosis dikonfirmasi secara radiografik, biasanya setelah pasien mengalami perburukan fungsi neurologis yang progresif. Meskipun pembedahan dapat membatasi kerusakan lebih lanjut pada beberapa pasien, penurunan fungsional mungkin tidak dapat diubah pada orang lain. Intervensi in utero mungkin memegang kunci untuk membalikkan herniasi otak belakang, membatasi kebutuhan ventrikuloperitoneal karena hidrosefalus dan mencegah hilangnya pirau fungsi terlambat karena tambatan. I. Pencegahan Pencegahan mielomeningokel ada yang primer dan sekunder. Pencegahan primer diarahkan pada modifikasi faktor-faktor intrauterin yang telah diketahui mempengaruhi terjadinya neural tube defect (NTD) sehingga mendorong tabung saraf untuk penutupan. Hal yang paling penting dan berhasil dikendalikan adalah defisiensi asam folat (minimal 1 bulan sebelum konsepsi dan selama trimester pertama secara full). Selain itu juga suplementasi vitamin B dan C dan zat micronutrient seperti zinc. Demikian pencegahan mielomeningokel hampir identik dengan upaya untuk memastikan wanita usia subur memiliki level folat serum yang memadai.16 17 Pencegahan sekunder melibatkan penghentian kehamilan janin yang diketahui mengidap NTD. Diagnosis dengan menggunakan tes AFP dan AFP cairan amnion dan asetilkolinesterase. Selain itu juga dengan menggunakan USG karena AFP hanya meningkat pada defek neural yang terbuka. Jika diketahui ada kelainan, maka dapat dilakukan termination of pregnancy for fetal anomaly (TOPFA). Namun beberapa Negara termasuk Afrika menganggap ini illegal. J. Prognosis Anak yang dilahirkan dengan mielomeningokel yang diobati secara agresif, kisaran mortalitas adalah sekitar 10 - 15%,dan sebagian besar kematian terjadi sebelum usia 4 tahun. Paling tidak 70% dari yang bertahan hidup memiliki intelegensi normal, tetapi masalah belajar dan gangguan kejang lebih lazim daripada populasi biasa. Episode meningitis atau ventrikulitis sebelumnya mempengaruhi secara merugikan quosien intelegent (IQ) akhir.1 Prognosis disrafisme tulang belakang bervariasi dari kasus ke kasus. Ini tergantung pada banyak faktor, seperti tingkat kerusakan neurologis, adanya kelainan bawaan, waktu pengobatan, dan tingkat perawatan. Biasanya, lesi yang lebih rendah dan tidak parah memiliki hasil yang lebih baik dibandingkan dengan lesi yang lebih tinggi dengan hidrosefalus. Pasien dengan lesi yang lebih rendah dan lebih kecil dapat dirawat di jalan. Mayoritas pasien dengan mielomeningokel memiliki kecerdasan normal, meskipun 60% memiliki beberapa ketidakmampuan belajar. Mereka dengan lesi yang lebih tinggi cenderung mengembangkan hidrosefalus yang signifikan dan tidak berkinerja baik secara akademis. Kebanyakan anak dengan mielomeningokel 18 membutuhkan perawatan seumur hidup yang difokuskan pada saraf dan sumsum tulang belakang yang rusak. Anak-anak biasanya diikuti dengan kunjungan klinik dua kali setahun selama masa kanak-kanak dan setiap tahun selama masa dewasa.17 Menurut statistik, 40% hingga 50% anak dengan cacat parah meninggal saat masih bayi. Pasien dengan lesi yang lebih tinggi dan lebih kecil dan tidak ada hidrosefalus memiliki harapan hidup lebih lama. Gagal ginjal adalah penyebab kematian paling umum di antara pasien-pasien ini. Harapan hidup pasien ini telah meningkat pesat seiring dengan waktu berkat layanan perawatan kesehatan yang lebih baik. Namun, sebagian besar pasien ini tetap bergantung pada orang tua dan pengasuh mereka bahkan di masa dewasa. Saat ini, mayoritas pasien dengan mielomeningokel memiliki harapan hidup yang mendekati normal jika tidak mengalami komplikasi sistemik. 19 BAB III PENUTUP Meningomyelocele (MM)/ mielomeningokel merupakan salah satu bentuk malformasi dari medulla spinalis, akar saraf, meningen, vertebra dan kulit. Mielomeningokel menggambarkan bentuk disrafisme yang paling berat yang melibatkan kolumna vertebralis dan bentuk paling serius dari spina bifida serta terjadi akibat dari kegagalan penutupan tuba neural saat perkembangan janin.1,2 Defek penutupan tuba neural mielomeningokel dipengaruhi oleh faktor genetic, nutrisi terutama asam folat, dan lain-lain. Gejala yang timbul termasuk gangguan immobilitas, neurogenic baldder, dan juga dapat terjadi infeksi jika defeknya terbuka. Diagnosis skrining menggunakan tes AFP dan USG. Intervensi yang dilakukan yaitu pembedahan. Pembedahan ada yang dilakukan intrauterine atau sebelum janin dilahirkan dan setelah kelahiran. 20 DAFTAR PUSTAKA 1. Wati nur winda. mielomeningokel. SMF bedah FK Universitas Mulawarman. 2012: 1-23. 2. Sahni M, Ohri A. Meningomyelocele. NCBI. 2015. Di akses pada tanggal 14agustus2020. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books.NBK536959/#_NBK536959_pubdet_ 3. Ntimbani jimmy, Kelly Adrian, Lekgwara Patrick. Myelomeningocele-A literature review. Interdiciplinary Neurosurgery Elsevier. 2020; 19:1-4 4. Akalan N. Myelomeningocele (open spina bifida)-surgical management. department of neurosurgery Hacettepe University School Medicine. 2011; 113-141. 5. Eagles ME, Gupta N. Embryology of Spinal Dysraphism and its Relationship to Surgical Treatment. Can J Neurol Sci. 2020 Apr 21;:1-34. 6. Holmes LC, Li V. Occult Spinal Dysraphism. Pediatr Rev. 2019 Dec;40(12):650-652. 7. Lahdimawan Ardik. Buku Ajar Ilmu Bedah Saraf. Edisi 1. Zukzez Express Banjarbaru:2019. 8. Weiss Dana A, et al. Neurological dysfunction of the bladder from myelomeningocele. Neurosurgical Focus. 2019; 47(4): 1-8. 9. A.S. Trudell, A.O. Odibo, Diagnosis of spina bifida on ultrasound: always termination?. Best practice and research obstetrics and gynaecology. 2014 ;28: 367–377. 10. Carthy David J, Sheinbergh Dallas L, Luther Evan, Crea Heather J. Myelomeningocele-associated hydrocephalus: nationwide analysis and systematic review. Neurosurgigal focus. 2019; 47(4): 1-11. 11. Hayashi T, Takemoto J, Ochiai T, Kimiwada T, Shirane R, Sakai K, et al:.Surgical indication and outcome in patients with postoperative retethered cord syndrome. Journal Neurosurgeon Pediatric. 2013; 11: 133– 139. 12. Ji Yeoun Lee, Kyung Hyun Kim, Kyu Chang Wang. Retethering: A neurosurgical viewpoint. Journal Korean Neurosurgery. 2020; 63(3): 346357. 21 13. Gupta Nalin, et al. open fetal surgery for myelomeningocele. Journal neurosurgeon ped. 2012; vol 9: 265-273. 14. Al Mosawi Aamir Jalal. New medical therapies for the treatment of myelomeningocele. Surgical medicine open acces journal. 2019; 2(5): 1-5. 15. Waleed Iftikhar; Orlando De Jesus. Spinal Dysraphism And Myelomeningocele. Stat pearls publishing NCBI. Jan 2020. Di akses tanggal 16agustus 2020 https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK557722/ 16. Rabiu Taophee Bamidele, Adeleye Amos Olufemi. Prevention of myelomeningocele: African prespective. childs Nerv Syst. 2013; 29: 15331540. 17. Netto JM, Bastos AN, Figueiredo AA, Pérez LM. Spinal dysraphism: a neurosurgical review for the urologist. Rev Urol. 2009 Spring;11(2):71-81 22