Uploaded by User61115

92400819003 - AHMAD ATHOUL KARIM

advertisement
MOTIVASI KYAI DALAM MENDIRIKAN LEMBAGA
PENDIDIKAN PESANTREN
(Studi Kasus Pondok Pesantren Al-Ma’ruf)
TESIS
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Metodologi Penelitian
Manajemen
Dosen Pengampu:
Dr. Hj. Munifah, M.Pd.
Oleh :
AHMAD ATHO’UL KARIM
NIM: 924.008.19.003
PROGRAM PASCASARJANA
MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
KEDIRI
2020
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. KONTEKS PENELITIAN
Secara historis, pesantren juga mengandung makna kemurnian
Indonesia, bukan hanya bermakna keagamaan. Karena awal mula suatu
lembaga pesantren sesungguhnya telah ada sejak zaman Hindu-Budha, dan
Islam datang sebagai penerus, pelestari, serta perombak sistem pendidikan
yang lebih dahulu berkembang di Indonesia, seperti sistem pendidikan Hindu
atau Budha.
Menurut catatan sejarah Islam di Indonesia, pesantren telah berdiri
pada abad ke-13 yang mana saat itu masih sebatas tempat mengaji dan belajar
di bangunan kecil seperti gubuk. Setelah beberapa abad, pendidikan Islam
semakin berkembang dengan adanya beberapa tempat pengajian. Dari ini,
kemudian berdirilah tempat-tempat menginap atau asrama bagi para santri,
yang mana disebutlah Pesantren.
Sejarah berdirinya Indonesia tidak lepas dari keikutsertaan Pesantren
dan para tokohnya yang menata dan mewarnai pola kemasyarakatan yang
mana berbasis agama dan budaya.
Pesantren di Indonesia tidak seperti Pesantren di Turki dan Mesir,
seperti ungkapan Ayzumardi Azra dalam pengantarnya di buku Bilik-Bilik
Pesantren karya Nur Cholis Majid, dimana sistem pendidikan klasik yang ada
di Turki pada era Musthafa kemal Ataturk dan Mesir pada era Gamal Abdul
Nashir yang membekukan sistem Madrasah dan Kuttab, kemudian mengganti
kebentuk sistem pendidikan umum. Situasi-situasi sosiologis dan politis yang
mengitari pesantren di Indonesia, serta perbedaan-perbedaan tersebut pada
gilirannya membuat pesantren mampu bertahan sampe saat ini.
Ada dua kelompok pesantren yaitu pesantren salaf (tradisional) dan
khalaf (modern). Secara garis besar, ciri-ciri dua kelompok tersebut tidak ada
perbedaan, namun secara kenyataan terdapat perbedaan-perbedaan terlebih
jika dilihat dari apa yang diajarkan.
Pesantren salaf (tradisional) merupakan suatu kelompok pesantren
2
yang masih menggunakan sistem pendidikan klasikal, seperti sorogan,
wetonan/bandongan, kajian dari permintaan masyarakat atau permintaan
santri kepada kyainya untuk diajarkan kitab-kitab tertentu, dan lain
sebagainya, serta mempertahankan kitab-kitab klasik Islam (kitab kuning).
Namun disisi lain, santri-santri dari pesantren salaf dinilai lambat
dalam merespon arus modernisasi. Kebanyakan cenderung tekstual serta
terlihat klasik dan kurang mampu dalam aspek literasi, karena terlalu rapat
menutup diri dari perkembangan zaman. Sehingga masyarakat muslim
Indonesia mempertanyakan reputasi pesantren, karena mayoritas pesantren
terkesan elitis, jauh dari realita sosial, bahkan ada yang mengatakan bahwa
lulusan pesantren kalah Islami dengan kelompok hijrah. Ditambah lagi,
problem sosialisai dan aktualisasi ini dengan problem keilmuan, diantaranya
terjadinya kesenjangan, keterasingan dan differensiasi pembedaan antara
keilmuan pesantren dengan dunia modern. Belum lagi pesantren yang
dihadapkan kepada masalah-masalah globalisasi, yang dapat dipastikan telah
menjadi tanggung jawab yang berat bagi pesantren.
Dalam konteks dilematis ini, pilihan terbaik bagi santri di pesantren
adalah mendialogkannya dengan paradigma dan pandangan dunia yang telah
diwariskan oleh generasi pencerahan Islam. Bahwasanya pesantren perlu
memosisikan warisan masa lalu sebagai teman dialog bagi modernitas dengan
segala produk yang ditawarkannya, maka dari itu pesantren harus membaca
khazanah lama dan baru dalam frame yang terpisah. Dengan menghadirkan
warisan lama pesantren dan dihadapkan dengan masa kekinian.
Bisa jadi warisan lama tersebut terkesan basi, namun tidak menutup
kemungkinan masih ada potensi untuk dikembangkan pada masa sekarang
atau bahkan masa depan. Sebenarnya sekarang ini telah berlangsung proses
dialektika antara tradisi dan modernitas, terutama dilingkungan pesantren
yang masih kuat mengusung tradisi. Oleh karena itu, pesantren tersebut pada
masa yang akan datang bukan tidak mungkin menjelma menjadi sebuah
institusi yang dapat diandalkan baik itu di bidang ilmu agama ataupun ilmu
pengetahuan.
Oleh karena itu, penting bagi pesantren sebagai sebuah lembaga
3
Tafaqquh
Fiddin untuk melestarikan
dan
memodifikasi
paradigma:
“Mempertahankan warisan lama yang masih relevan dan mengambil hal
terbaru yang lebih baik” kalau perlu malah mengkreasi hal baru tersebut
menjadi lebih baik.
Secara geologis, pemilihan tempat di Kediri dikarenakan Kediri
merupakan salah satu Kota dan Kabupaten yang memiliki banyak pondok
pesantren salafi dan juga di kenal akrab dikalangan masyarakat akan pondok
pesantren salafinya. Oleh karena itu menjadi sala satu acuan orang tua untuk
menempatkan anaknya di Pondok Pesantren.
Dari fenomena-fenomena tersebut baik secara historis maupun
geografis, maka dari itu inisiatif penulis untuk memilih judul “Motivasi Kyai
dalam Medirikan Lembaga Pendidikan Pesantren (Studi Kasus Pondok
Pesantren di Kediri)”.
B. FOKUS PENELITIAN
Penelitina ini di fokuskan pada motivasi Kyai dalam mendirikan
lembaga pendidikan Pesantren yang meliputi:
1.
Bagaimana Peran Lembaga Pendidikan Pesantren dalam Pandangan
Masyarakat?
2.
Bagaimana Motivasi Kyai dalam mendirikan Lembaga Pendidikan
Pesantren di era sekarang?
C. TUJUAN PENELITIAN
1.
Untuk mendeskripsikan lembaga pendidikan pesantren dalam pandangan
masyarakat.
2.
Untuk mendeskripsikan motivasi Kyai dalam mendirikan Lembaga
Pendidikan Pesantren di era sekarang.
D. KEGUNAAN PENELITIAN
1.
Bagi
masyarakat
sebagai
wawasan
dalam
mendirikan
lembaga
pendidikan pesantren.
2.
Bagi peneliti dapat dijadikan input referensi dan dikembangkan untuk
4
penelitian yang berkaitan dengan penelitian ini.
E. PENELITIAN TERDAHULU
1.
Dengan hasil: Tipologi Kyai di Lirboyo antara lain Kyai pasif, Kyai
adaptif, dan Kyai progresif. Upaya pengembangan pendidikan agama
Islam di Lirboyo sangat bervariasi, Kyai pasif masih mengunakan
metode sorogan dan wetonan, Kyai adaptif masih memakai kurikulum
DEPAG, dan kyai progresif telah mengadopsi kurikulum DEPAG dan
Diknas.1
2.
Dengan hasil: pendidikan di Pondok Pesantren sangat mendukung dalam
proses pembangunan SDM baik secara individu maupun masyarakat
umumnya. Sistem pendidikan pondok pesantren memungkinkan untuk
selalu berkembang di tengah-tengah kehidupan masyarakat.2 (Perbedaan:
peneliti lebih ke kepemimpinan Kyai, sedangkan tesis ini lebih ke SDM)
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. MOTIVASI
Pengertian Motivasi adalah suatu dorongan atau alasan yang menjadi
dasar semangat seseorang untuk melakukan sesuatu untuk mencapai tujuan
tertentu. Arti motivasi juga dapat didefinisikan sebagai semua hal yang
menimbulkan dorongan atau semangat di dalam diri seseorang untuk
mengerjakan sesuatu.
Secara etimologi kata motivasi berasal dari bahasa Inggris, yaitu
“motivation”, yang artinya “daya batin” atau “dorongan”. Sehingga
pengertian
motivasi
adalah
segala
sesuatu
yang
mendorong
atau
menggerakkan seseorang untuk bertindak melakukan sesuatu dengan tujuan
Taufio Lubis, “Peran Kyai dalam Pengembangan Pendidikan Agama Islam di Lirboyo”, Tesis
(2012).
2
Dadan Muttaqien, “Sistem Pendidikan Pondok Pesantren (Sebuah Alternatif Mengatasi
Kegagalan Sistem Pendidikan Barat)”, Tesis (1999).
1
5
tertentu.3
Menurut Weiner (dikutip Elliot et. al.) pengertian motivasi adalah
kondisi internal yang membangkitkan seseorang untuk bertindak, mendorong
individu mencapai tujuan tertentu, dan membuat individu tetap tertarik dalam
kegiatan tertentu. Menurut Uno, arti motivasi adalah dorongan internal dan
eksternal dalam diri seseorang yang diindikasikan dengan adanya; hasrat dan
minat; dorongan dan kebutuhan; harapan dan cita-cita; penghargaan dan
penghormatan.4 Menurut Henry Simamora pengertian motivasi adalah sebuah
fungsi dari pengharapan individu bahwa upaya tertentu akan menghasilkan
tingkat kinerja yang pada gilirannya akan membuahkan imbalan atau hasil
yang dikehendaki. Menurut A. Anwar Prabu Mangkunegara definisi motivasi
adalah suatu kondisi yang berpengaruh membangkitkan, mengarahkan dan
memelihara perilaku yang berhubungan dengan lingkungan kerja. Menurut G.
R. Terry pengertian motivasi adalah sebuah keinginan yang ada pada diri
seseorang yang merangsangnya untuk melakukan berbagai tindakan.
1.
Jenis-Jenis Motivasi
a.
Motivasi Intrinsik
Pengertian motivasi intrinsik adalah keinginan seseorang
untuk melakukan sesuatu, yang disebabkan oleh faktor dorongan
yang berasal dari dalam diri sendiri tanpa dipengaruhi orang lain
karena adanya hasrat untuk mencapai tujuan tertentu.
b.
Motivasi Ekstrinsik
Definisi motivasi ekstrinsik adalah keinginan seseorang untuk
melakukan sesuatu yang disebabkan oleh faktor dorongan dari luar
diri sendiri untuk mencapai suatu tujuan yang menguntungkan
dirinya.
2.
Faktor-Faktor Motivasi
1) Faktor Internal (Intern)
Faktor internal adalah faktor motivasi yang berasal dari dalam
3
Parta Ibeng, Pengertian Motivasi, Jenis, Faktor, dan Menurut Para Ahli (2018),
https://pendidikan.co.id/pengertian-motivasi-jenis-faktor-dan-menurut-para-ahli/.
4
Saban Echdar, dkk., “Bussiness Ethics And Entrepreneurship: Etika Bisnis dan Kewirausahaan”,
E-book (2019), h. 247.
6
diri seseorang. Motivasi internal timbul karena adanya keinginan
individu untuk memiliki prestasi dan tanggung jawab di dalam
hidupnya.
2) Faktor Eksternal (Ekstern)
Faktor eksternal adalah faktor motivasi yang berasal dari luar
diri seseorang. Motivasi eksternal timbul karena adanya peran dari
luar, misalnya organisasi, yang turut menentukan perilaku seseorang
dalam kehidupannya.
B. PONDOK PESANTREN
Syaikh Maulana Malik Ibrahim atau Sunan Gresik merupakan orang
pertama yang membangun lembaga pengajian yang merupakan cikal bakal
berdirinya pesantren sebagai tempat mendidik dan menggembleng para santri.
Tujuannya adalah agar para santri menjadi juru dakwah yang mahir sebelum
mereka diterjunkan langsung di masyarakat luas. Usaha Syaikh menemukan
momuntem seiring dengan mulai runtuhnya singgasana kekuasaan Majapahit
(1293–1478 M). Islam pun berkembang demikian pesat, khususnya di daerah
pesisir yang kebetulan menjadi pusat perdagangan antar daerah bahkan antar
negara.5
Hasil penelusuran sejarah ditemukan sejumlah bukti kuat yang
menunjukkan bahwa cikal bakal pendirian pesantren pada awal ini terdapat di
daerah-daerah sepanjang pantai utara Jawa, seperti Giri (Gresik), Ampel
Denta (Surabaya), Bonang (Tuban), Kudus, Lasem, dan Cirebon. Kota-kota
tersebut pada waktu itu merupakan kota kosmopolitan yang menjadi jalur
penghubung perdagangan dunia, sekaligus tempat persinggahan para
pedagang dan muballig Islam yang datang dari Jazirah Arab seperti
Hadramaut, Persia, dan Irak.6
Lembaga pendidikan pada awal masuknya Islam belum bernama
pesantren sebagaimana dikemukakan oleh Marwan Saridjo sebagai berikut:
Pada abad ke-7 M. atau abad pertama hijriyah diketahui terdapat komunitas
5
Alwi Shihab, Islam Inklusif (Cet. I; Bandung: Mizan, 2002), h. 23.
Fatah Syukur, Dinamika Pesantren dan Madrasah (Cet. I; Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2002), h.
248.
6
7
muslim di Indonesia (Peureulak), namun belum mengenal lembaga
pendidikan pesantren. Lembaga pendidikan yang ada pada masa-masa awal
itu adalah masjid atau yang lebih dikenal dengan nama meunasah di Aceh,
tempat masyarakat muslim belajar agama. Lembaga pesantren seperti yang
kita kenal sekarang berasal dari Jawa.7
Mengenai sejarah berdirinya pesantren pertama atau tertua di
Indonesia terdapat perbedaan pendapat di kalangan peneliti, baik nama
pesantren maupun tahun berdirinya. Berdasarkan hasil pendataan yang
dilakukan oleh Depatremen Agama pada 1984-1985 diperoleh informasi
bahwa pesantren tertua di Indonesia adalah Pesantren Jan Tanpes II di
Pamekasan Madura yang didirikan pada tahun 1762.8 Tetapi data Departemen
Agama ini ditolak oleh Mastuhu.9 Sedangkan menurut Martin van Bruinessen
seperti dikutip Abdullah Aly bahwa Pesantren Tegalsari, salah satu desa di
Ponorogo, Jawa Timur merupakan pesantren tertua di Indonesia yang
didirikan tahun 1742 M.10 Perbedaan pendapat tersebut karena minimnya
catatan sejarah pesantren yang menjelaskan tentang keberadaan pesantren.
Pondok Pesantren merupakan rangkaian kata yang terdiri dari pondok
dan pesantren. Kata pondok (kamar, gubuk, rumah kecil) yang dipakai dalam
bahasa Indonesia dengan menekankan kesederhanaan bangunannya. Ada pula
kemungkinan bahwa kata pondok berasal dari bahasa arab “fundÅ«k” yang
berarti ruang tempat tidur, wisma atau hotel sederhana. Pada umumunya
pondok memang merupakan tempat penampungan sederhana bagi para
pelajar yang jauh dari tempat asalnya.11 Sedangkan kata pesantren berasal
dari kata dasar “santri” yang dibubuhi awalan “pe” dan akhiran “an” yang
berarti tempat tinggal para santri.12 Menurut beberapa ahli, sebagaimana yang
7
Marwan Saridjo, Pendidikan Islam dari Masa ke Masa: Tinjauan Kebijakan terhadap Pendidikan
Islam di Indonesia (Cet. I; Jakarta: Yayasan Ngali Aksara, 2010), h. 17-30.
8
Departemen Agama RI., Nama dan Data Potensi Pondok-Pondok Pesantren Seluruh Indonesia
(Jakarta: Depag RI., 1984/1985), h. 668.
9
Mastuhu, Dinamika Sistem Pendidikan Pesantren: Suatu Kajian tentang Unsur dan Nilai Sistem
Pendidikan Pesantren (Jakarta: INIS, 1994), h. 19.
10
Abdullah Aly, Pendidikan Islam Multikultural di Pesantren: Telaah terhadap Kurikulum Pondok
Pesantren Modern Islam Assalam Surakarta (Cet. I; Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2011), h. 154156.
11
Manfred Ziemek, Pesantren dalam Perubahan Sosial (Cet. I; Jakarta: P3M, 1986), h. 98-99.
12
Zamakhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren: Studi tentang Pandangan Kyai (Cet. VII; Jakarta:
LP3ES, 1997), h. 18.
8
dikutip oleh Zamakhsyari antara lain: Jhons, menyatakan bahwa kata santri
berasal dari bahasa Tamil yang berarti guru mengaji. Sedangkan CC. Berg
berpendapat bahwa istilah ini berasal dari istilah shastri yang dalam bahasa
India berarti orang yang tahu buku-buku suci agama Hindu, atau seorang
sarjana ahli kitab suci agama Hindu. Kata shastri berasal dari kata shastra
yang berarti buku-buku suci, buku-buku agama, atau buku-buku tentang ilmu
pengetahuan.13
Berdasarkan uraian tersebut jelas bahwa dari segi etimologi pondok
pesantren merupakan satu lembaga kuno yang mengajarkan berbagai ilmu
pengetahuan agama. Ada sisi kesamaan (secara bahasa) antara pesantren yang
ada dalam sejarah Hindu dengan pesantren yang lahir belakangan. Antara
keduanya memiliki kesamaan prinsip pengajaran ilmu agama yang dilakukan
dalam bentuk asrama.
Secara terminologi, KH. Imam Zarkasih mengartikan pesantren
sebagai lembaga pendidikan Islam dengan sistem asrama atau pondok, di
mana kyai sebagai figur sentral, masjid sebagai pusat kegiatan yang
menjiwainya, dan pengajaran agama Islam di bawah bimbingan kyai yang
diikuti santri sebagai kegiatan utamanya.14 Pesantren sekarang ini merupakan
lembaga pendidikan Islam yang memiliki ciri khas tersendiri. Lembaga
pesantren ini sebagai lembaga Islam tertua dalam sejarah Indonesia yang
memiliki peran besar dalam proses keberlanjutan pendidikan nasional. KH.
Abdurrahman Wahid, mendefinisikan pesantren secara teknis, pesantren
adalah tempat di mana santri tinggal.15
13
Ibid.
Amir Hamzah Wiryosukarto, et al., Biografi KH. Imam Zarkasih dari Gontor Merintis Pesantren
Modern (Ponorogo: Gontor Press, 1996), h. 51.
15
Abdurrahman Wahid, Menggerakkan Tradisi; Esai-esai Pesantren (Cet. I; Yogyakarta: KIS,
2001), h. 17.
14
9
BAB III
METODE PENELITIAN
A. RANCANGAN PENELITIAN
Penelitian ini termasuk jenis penelitian kualitatif karena memusatkan
pada rasa keingintahuan serta tidak menggunakan penghitungan seperti yang
ada pada penelitian kuantitatif. Pendekatan yang digunakan adalah
pendekatan fenomenologis, yaitu pendekatan yang berpendapat bahwa
kebenaran sesuatu diperoleh dengan cara menangkap fenomena dari objek
yang diteliti. Data dan fakta dikumpulkan dari latar yang alami (natural
setting) secara mendalam dengan harapan dapat memperoleh gambaran
tentang motivasi Kyai dalam mendirikan Lembaga Pendidikan Pesantren
yaitu di pondok pesantren salafi di Kediri.
B. DATA,
SUMBER
DATA,
METODE,
DAN
INSTRUMEN
PENELITIAN
Data yang akan di cari dalam penelitian ini yaitu data tentang
motivasi Kyai dalam mendirikan Lembaga Pendidikan Pesantren yaitu di
pondok pesantren salafi di Kediri. Data tersebut dapat diperoleh dari
beberapa sumber baik berupa tindakan, kata-kata, maupun dokumendokumen yang berkaitan dengan fokus penelitian yang akan diteliti melalui
observasi, wawancara, dan dokumentasi. Dalam penelitian ini peneliti
menggunakan dua sumber data yaitu: yang pertama, sumber data primer
adalah data yang langsung dikumpulkan oleh peneliti dari sumber pertama.
Adapun yang menjadi sumber adalah pengasuh Pondok Pesantren di Kediri
beserta keluarganya. Yang kedua, sumber data sekunder adalah sumber data
yang langsung dikumpulkan peneliti sebagai penunjang dari sumber data
primer, atau dapat juga dikatakan data yang tersusun dalam bentuk
dokumen-dokumen. Dalam penelitian ini, dokumentasi merupakan data
sekunder. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah wawancara,
observasi, serta dokumentasi. Sebab bagi peneliti kualitatif, fenomena dapat
dimengerti maksudnya secara baik jika dilakukan interaksi dengan subjek
10
melalui wawancara mendalam dan observasi pada latar dimana fenomena itu
terjadi. Disamping itu, untuk melengkapi data diperlukan dokumentasi
tentang bahan-bahan yang ditulis atau tentang subjek.
C. PENGECEKAN KEABSAHAN DATA
Analisis yang dilakukan berupa mengidentifikasi data, menyeleksi
data, dan klasifikasi data, serta menyusun data. Adapun tekniknya
adalah:mengacu pada konsep Milles dan Huberman yaitu interactive model
yang mengklasifikasikan analisis data dalam tiga langkah, yaitu: reduksi
data, penyajian data, dan kesimpulan. Dalam rangka memperoleh data yang
tepat dan objektif, maka dalam memenuhi data digunakan teknik pengecekan
sebagai berikut: triangulasi sumber, triangulasi teknik, dan triangulasi
waktu.
BAB IV
TEMUAN PENELITIAN
Pada dasarnya temuan yang dihasilkan dari penelitian ini yaitu:
1.
Para remaja yang meneruskan pendidikan di lembaga pedidikan
pesantren di sebagian masyarakat bisa diharapkan hasilnya di bidang
agama.
2.
Lulusan lembaga pendidikan pesantren di pandangan masyarakat sangat
baik sebagai penghidup agama tetapi lemah di tuntutan zaman.
3.
Bagi Kyai, ilmu pesantren sebagai bekal di kehidupan sosial masyarakat
dan kehidupan akhirat.
4.
Pendidikan umum tidak menjamin subtansi dalam beribadah.
11
BAB V
PEMBAHASAN
12
BAB VI
KESIMPULAN
13
DAFTAR PUSTAKA
Aly, Abdullah. 2011. Pendidikan Islam Multikultural di Pesantren: Telaah
terhadap Kurikulum Pondok Pesantren Modern Islam Assalam Surakarta
(Cet. I; Yogyakarta: Pustaka Pelajar).
Departemen Agama RI. 1984/1985. Nama dan Data Potensi Pondok-Pondok
Pesantren Seluruh Indonesia (Jakarta: Depag RI.).
Dhofier, Zamakhsyari. 1997. Tradisi Pesantren: Studi tentang Pandangan Kyai
(Cet. VII; Jakarta: LP3ES).
Echdar, Saban. dkk. 2019. “Bussiness Ethics And Entrepreneurship: Etika Bisnis
dan Kewirausahaan”, E-book.
Ibeng, Parta. 2018. Pengertian Motivasi, Jenis, Faktor, dan Menurut Para Ahli.
https://pendidikan.co.id/pengertian-motivasi-jenis-faktor-dan-menurutpara-ahli/.
Lubis,Taufio. 2012. “Peran Kyai dalam Pengembangan Pendidikan Agama Islam
di Lirboyo”. Tesis.
Mastuhu. 1994. Dinamika Sistem Pendidikan Pesantren: Suatu Kajian tentang
Unsur dan Nilai Sistem Pendidikan Pesantren (Jakarta: INIS).
Muttaqien, Dadan. 1999. “Sistem Pendidikan Pondok Pesantren (Sebuah
Alternatif Mengatasi Kegagalan Sistem Pendidikan Barat)”. Tesis.
Saridjo, Marwan. 2010. Pendidikan Islam dari Masa ke Masa: Tinjauan
Kebijakan terhadap Pendidikan Islam di Indonesia (Cet. I; Jakarta:
Yayasan Ngali Aksara).
Shihab, Alwi. 2002. Islam Inklusif (Cet. I; Bandung: Mizan).
Syukur, Fatah. 2002. Dinamika Pesantren dan Madrasah (Cet. I; Yogyakarta:
Pustaka Pelajar).
Wahid, Abdurrahman. 2001. Menggerakkan Tradisi; Esai-esai Pesantren (Cet. I;
Yogyakarta: KIS).
Wiryosukarto, Amir Hamzah. 1996. Biografi KH. Imam Zarkasih dari Gontor
Merintis Pesantren Modern (Ponorogo: Gontor Press).
Ziemek, Manfred. 1986. Pesantren dalam Perubahan Sosial (Cet. I; Jakarta:
P3M).
14
Download