Uploaded by User61108

jurnal lutfi

advertisement
JFL
Jurnal Farmasi Lampung
FRAKSI ETANOL EKSTRAK DAUN MAJA (Crescentia cujete L.) SEBAGAI
ANTIMIKROBA TERHADAP PERTUMBUHAN Staphylococcus aureus,
Escherichia coli DAN Candida albicans
ETHANOL FRACTION MAJA LEAF (Crescentia cujete L.) AS
ANTIMIKROBIAL AGAINS Staphylococcus aureus,
Escherichia coli AND Candida albicans
Siti Nurjanah, Yuli Wahyu Trimulyani, Lutfi Hadi Surya
Jurusan Farmasi MIPA, Universitas Tulang Bawang Lampung
Email : [email protected]
081272591744
Abstract
Maja plants (Crescentia cujete L.) are tropical shrubs used as traditional medicine for
illnesses. Its alkaloid, flavonoids, saponin, tannin, and phenol are potentially as antimicrobial.
The research’s goals are to prove the antimicrobial activity of ethanol fraction of maja leaf
(Crescentia cujete L.) against Staphylococcus aureus, Escherichia coli and Candida
albicans. The extraction process of maja leaf is done by maceration method using 70%
ethanol solvent. The extract obtained was then fractionated with ethanol, chlorophome and
n-hexane solvents by comparison (1: 1: 1). The characteristics test of simplicia carried out
was water content test, ash content test, and insoluble ash content test in acid. The
antimicrobial activity test used 2 different methods, namely the method of pitting for bacteria
and the method of disc for fungi with each concentration of 10%, 20%, 30%, 40%, 50%,
positive control of streptomycin for bacteria and ketoconazole for fungi while for negative
control using aquadest. The water content test results on maja leaf simplicia obtained 8.4%
moisture content indicating that the shrinkage level in simplicia within the normal range does
not exceed the standard value of medicinal plant simplicia which is <10%. The levels of maja
simplicia leaf obtained were 6.6% and still within the normal range not exceeding the
standard set value of <8.6%. The levels of insoluble ash from maja leaf simplicia meet the
standard requirements of 2.3% and do not exceed the standard requirements of 2.9%. The
highest antimicrobial activity of the ethanol fraction of maja leaf at a concentration of 50%
with a inhibition zone of 46.10 mm for Staphylococcus aureus, 41.15 mm for Escherichia coli
and 19.90 mm for Candida albicans.
Keyword : Antimicrobials, Staphylococcus aureus, Escherichia coli, Candida albicans, maja
plants, inhibitory zones.
Abstrak
Tanaman Maja (Crescentia cujete L.) merupakan tanaman perdu tropis yang berkhasiat
sebagai obat berbagai penyakit. Kandungan senyawa alkaloid, saponin, tanin, dan polifenol
yang terkandung didalam daun maja diduga berpotensi sebagai antimikroba. Tujuan
penelitian ini adalah untuk membuktikan adanya aktivitas antimikroba fraksi etanol daun
maja (Crescentia cujete L.) terhadap Staphylococcus aureus, Escherichia coli dan Candida
albicans. Proses ekstraksi daun maja dilakukan dengan metode maserasi menggunakan
pelarut etanol 70%. Ekstrak yang di peroleh kemudian difraksinasi dengan pelarut etanol,
klorofom dan n-heksan dengan perbandingan (1:1:1). Pengujian karakteristik simplisia yang
dilakukan adalah uji kadar air, kadar abu, dan kadar abu yang tidak larut dalam asam.
Pengujian aktifitas antimikroba menggunakan 2 metode berbeda yaitu sumuran untuk
bakteri dan cakram untuk jamur dengan masing-masing konsentrasi 10%, 20%, 30%, 40%,
50%, kontrol positif streptomisin untuk bakteri dan ketokonazol untuk jamur sedangkan
untuk kontrol negatif menggunakan aquadest. Hasil uji kadar air pada simplisia daun maja
JFL
Jurnal Farmasi Lampung
didapat kadar air 8,4% menunjukan bahwa kadar susut pada simplisia dalam batas normal
tidak melebihi dari nilai standar simplisia tumbuhan obat yaitu <10%. Kadar abu simplisia
daun maja yang didapat yaitu 6,6% dan masih dalam batas normal tidak melebihi dari nilai
standar yang telah ditetapkan yaitu <8,6%. Kadar abu tidak larut asam simplisia daun maja
memenuhi standar syarat yaitu 2,3% dan tidak melebihi nilai syarat standar yaitu 2.9%. Hasil
aktivitas antimikroba fraksi etanol daun maja paling besar pada konsentrasi 50% dengan
zona hambat sebesar 46.10 mm untuk Staphylococcus aureus, 41,15 mm untuk Escherichia
coli dan 19.90 mm untuk Candida albicans.
Kata kunci : Antimikroba, Staphylococcus aureus, Escherichia coli, Candida albicans,
tanaman maja, zona hambat.
PENDAHULUAN
Indonesia merupakan Negara dengan
keanekaragaman hayati yang dapat diolah
menjadi berbagai macam obat [1]. Salah
satu tanaman yang dapat di olah sebagai
obat adalah tanaman maja. Tanaman
maja (Crescentia cujete L) salah satu
tanaman yang sering digunakan sebagai
obat tradisional.
Tanaman ini berbentuk pohon dengan
tinggi dapat mencapai 10 meter. Bentuk
batang silindris, beralur, warna putih
kehitaman. Daun tersusun mejemuk,
menyirip, tiap helainya lonjong, ujung
meruncing, panjang daun 10 -15 cm,
bertangkai pendek [1]. Buah maja dapat
mengatasi sakit pernapasan seperti asma,
bronchitis, dan urethritis. Daun maja
digunakan untuk diuretik dan mengobati
tumor, selain itu juga digunakan untuk
mengobati hipertensi (tekanan darah
tinggi). Buah dan bijinya yang diperas
dipakai untuk mengobati diare, sakit perut,
pilek, bronchitis dan asma [1].
Tujuan dari penelitian ini untuk menguji
apakah fraksi etanol ekstrak daun maja
(Crescentia cujete L) dapat berfungsi
sebagai
antimikroba
terhadap
Staphylococcus aureus, Escherichia coli
dan Candida albicans.
METODE PENELITIAN
Alat dan bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini
adalah satu set alat evaporator, desikator,
pemanas
listrik,
timbangan
digital,
blender, alat-alat gelas, kertas saring,
thermometer, kapas, gunting, sarung
tangan, masker, pisau, pinset, kamera,
spuit, batang pengaduk.
Bahan yang digunakan dalam penelitian
ini adalah tanaman maja (Cresecentia
cujete L), aluminium foil, etanol, media
Nutrien Agar (NA) dan Nutrient Broth
(NB), SDA (Sabouroud dextrose Agar),
Bakteri
Staphylococcus
aureus,
Escherichia coli, Candida albicans, etanol
96% (C2H6O), kloroform (CHCl3), nheksan (CH3(CH2)4CH3), aquades.
Determinasi
Determinasi tanaman dilakukan di
Fakultas Biologi Universitas Lampung. Uji
ini bertujuan untuk membuktikan bahwa
jenis tanaman yang digunakan dalam
penelitian telah sesuai dengan yang
dimaksudkan, sehingga tidak terjadi
kesalahan penggunaan tanaman.
Uji Karakteristik Non Spesifik Simplisia
Pengujian karakteristik simplisia yang
akan dilakukan meliputi uji parameter non
spesifik, batas minimal standar uji yang
akan dilakukan adalah tiga pengujian
antara lain kadar air, kadar abu dan kadar
abu yang tidak larut dalam asam [2] .
1. Penetapan Kadar Air
Masukkan lebih kurang 10 gram
simplisia dan ditimbang dan timbang
seksama dalam wadah yang telah ditara.
Kemudian cawan dan sampel dikeringkan
pada suhu 105ºC selama 5 jam,
didinginkan dan ditimbang, lanjutkan
pengeringan dan timbang pada jarak 1
jam sampai perbedaan antara 2
penimbangan berturut-turut tidak lebih dari
0,25%, kadar air tidak lebih dari 10% [2].
JFL
Jurnal Farmasi Lampung
Kadar air dapat dihitung menggunakan
rumus :
π‘π‘’π‘Ÿπ‘Žπ‘‘ π‘Žπ‘€π‘Žπ‘™ π‘ π‘–π‘šπ‘π‘™π‘–π‘ π‘–π‘Ž − π‘Ÿπ‘’π‘Ÿπ‘Žπ‘‘π‘Ž π‘π‘’π‘›π‘–π‘šπ‘π‘Žπ‘›π‘”π‘Žπ‘›
π‘π‘’π‘Ÿπ‘Žπ‘‘ π‘ π‘–π‘šπ‘π‘™π‘–π‘ π‘–π‘Ž
2. Penetapan Kadar Abu
Lebih kurang 2-3 gram yang telah
digerus
dan
ditimbang
seksama,
masukkan kedalam krus silikat yang telah
dipijarkan, lalu ratakan. Sampel dipijarkan
perlahan-lahan sampai arang habis,
dinginkan, timbang. Jika cara ini arang
tidak dapat dihilangkan, saring dengan
kertas saring bebas abu. Pijarkan hingga
bobot tetap, kemudian timbang. Hitung
kadar abu yang tidak larut dalam asam
terhadap bahan yang dikeringkan diudara,
kadar abu tidak lebih dari 8,6% [2]. Kadar
abu dapat dihitung menggunakan rumus :
πΎπ‘Žπ‘‘π‘Žπ‘Ÿ π‘Žπ‘π‘’ =
π΅π‘’π‘Ÿπ‘Žπ‘‘ 𝐴𝑏𝑒
100%
π΅π‘’π‘Ÿπ‘Žπ‘‘ π‘†π‘–π‘šπ‘π‘™π‘–π‘ π‘–π‘Ž
3. Penetapan Kadar Abu yang Tidak Larut
dalam Asam
Abu yang diperoleh pada penetapan
kadar abu, didihkan dengan 25 mL HCl
encer selama 5 menit, kumpulkan bagian
yang tidak larut dalam asam, saring
dengan kertas saring, cuci dengan air
panas, pijarkan hingga bobot tetap. Hitung
kadar abu yang tidak larut dalam asam
terhadap bahan yang telah dikeringkan
diudara, kadar abu yang tidak larut asam
tidak lebih dari 2,9% [2]. Kadar abu yang
tidak
larut
asam
dapat
dihitung
menggunakan rumus :
π‘Žπ‘π‘’ π‘‘π‘–π‘‘π‘Žπ‘˜ π‘™π‘Žπ‘Ÿπ‘’π‘‘ π‘Žπ‘ π‘Žπ‘š =
π΅π‘’π‘Ÿπ‘Žπ‘‘ π‘Žπ‘π‘’
100%
π΅π‘’π‘Ÿπ‘Žπ‘‘ π‘†π‘–π‘šπ‘π‘™π‘–π‘ π‘–π‘Ž
Pembuatan ekstrak dan fraksi daun
maja
Simplisia kering daun maja ditimbang 800
g, selanjutnya ekstrak dibuat dengan cara
maserasi menggunakan cairan penyari
etanol 70% dengan 7 kali remaserasi.
Selanjutnya maserat diuapkan dengan
menggunakan rotary evaporator hingga
diperoleh ekstrak cair.
Ekstrak yang diperoleh difraksinasi
dengan ditambahkan pelarut etanol dan nheksan dengan perbandingan 1:1 hingga
didapat fraksi etanol dan fraksi n-heksan.
Kemudian fraksi etanol difraksinasi
kembali dengan penambahan pelarut
kloroform dengan perbandingan 1:1
hingga didapat fraksi etanol dan kloroform.
Kemudian fraksi etanol yang diperoleh
diuapkan dengan rotary evaporator hingga
didapat fraksi cair.
Uji daya antibakteri
Siapkan cawan petri steril kemudian
tambahkan media NA lalu tuangkan 100
µL suspensi bakteri S. aureus dan E. coli
dan biarkan hingga media memadat. Buat
beberapa lubang pada media dengan
menggunakan
blue
tip.
Kemudian
masukan larutan uji dengan konsentrasi
10%, 20%, 30%, 40%, 50%, antibiotik
streptomisin sebagai kontrol positif dan
aquades sebagai kontrol negatif ke dalam
lubang–lubang
tersebut
dengan
menggunakan mikro pipet. Semua cawan
petri diinkubasi selama 24 jam pada suhu
37º C. Selanjutnya dilakukan pengamatan
dan pengukuran zona hambat yang
terbentuk disekeliling lubang sumuran
dengan menggunakan jangka sorong.
Uji daya antijamur
Siapkan cawan petri steril kemudian
tambahkan media SDA biarkan memadat,
lalu tuangkan 100 µL suspensi jamur
Candida albicans diatas media SDA yang
telah padat, ratakan menggunakan cotton
bud. Kemudian rendam kertas cakram
dalam larutan uji dengan berbagai
konsentrasi yaitu 10%, 20%, 30%, 40%,
50%, antibiotik ketokonazol sebagai
kontrol positif dan aquadest sebagai
kontrol negatif selama ± 60 menit.
Kemudian letakkan diatas media SDA
yang telah berisi suspensi jamur Candida
albicans. Semua cawan petri diinkubasi
selama 48 jam pada suhu 37º C.
Selanjutnya dilakukan pengamatan dan
pengukuran zona hambat yang terbentuk
disekeliling
kertas
cakram
dengan
menggunakan jangka sorong.
JFL
Jurnal Farmasi Lampung
Analisis Data
Data hasil uji dianalisis dengan metode
One Way Anova dengan uji lanjut Duncan
dan LSD menggunakan software SPSS
versi 24 [3].
HASIL DAN PEMBAHASAN
Ekstrak dan fraksi daun maja
Simplisia kering daun maja ditimbang 800
g, selanjutnya ekstrak dibuat dengan cara
maserasi menggunakan cairan penyari
etanol 70%. Pengambilan senyawa aktif
yang terkandung di dalam daun maja
dilakukan dengan metode maserasi.
Metode ini termasuk dalam ekstraksi cara
dingin yang dapat dilakukan tanpa
menggunakan
pemanasan
sehingga
kerusakan pada zat yang tidak tahan
terhadap pemanasan dapat terhindari.
Selain itu keuntungan lainnya adalah zatzat dalam sel-sel simplisia akan tertarik
sempurna dari pelarut yang sesuai.
Maserat di rotary evaporator sehingga
mendapatkan ekstrak cair sebanyak 350
ml.
Kemudian
dilakukan
fraksinasi
terhadap ekstrak dengan berbagai jenis
pelarut
dengan
berbagai
tingkat
kepolarannya yaitu n- heksan (non polar),
kloroform (semipolar), dan etanol (polar).
Pelarut
n-heksan
digunakan
untuk
menarik senyawa yang bersifar non polar,
pelarut kloroform untuk menarik senyawa
yang bersifat semipolar dan pelarut etanol
untuk
menarik
senyawa
polar.
Penggunaan ketiga pelarut tersebut untuk
mendapatkan senyawa yang murni. Fraksi
etanol yang didapat lalu dipekatkan
menggunakan hotplate dan menghasilkan
40 ml.
Bakteri Staphylococcus aureus
Hasil uji daya antibakteri fraksi etanol
daun
maja
terhadap
bakteri
Staphylococcus
aureus
menunjukan
adanya zona hambat, dengan ditandai
adanya zona bening disekitar lubang
sumuran pada masing-masing konsentrasi
(10%, 20%, 30%, 40%, 50%) dan pada
kontrol positif, tetapi pada kontrol negatif
tidak menunjukkan zona bening.
10%
30%
50%
(-)
20%
(+)
40%
(A)
(B)
Gambar 1. Hasil uji daya antibakteri fraksi
etanol daun maja terhadap bakteri
Staphylococcus aureus. A (Konsentrasi
10%, 20%, 30%, 40%). B (Konsentrasi
50%, kontrol positif (+) streptomisin dan
kontrol negatif (-) aquades).
Hasil penelitian uji daya antibakteri
terhadap
Staphylococcus
aureus
menunjukkan bahwa fraksi etanol daun
maja mempunyai zona hambat terkecil
pada konsentrasi 10% dengan rata-rata
diameter zona hambat 31.43 mm dan
zona hambat terbesar pada konsentrasi
50% dengan rata-rata diameter zona
hambat 40.20 mm.
Bakteri Escherichia coli
Hasil uji daya antibakteri fraksi etanol
daun maja terhadap bakteri E. coli
menunjukan adanya zona hambat,
dengan ditandai adanya zona bening
disekitar lubang sumuran pada masingmasing konsentrasi (10%, 20%, 30%,
40%, 50%) dan pada kontrol positif, tetapi
pada kontrol negatif tidak menunjukkan
zona bening.
10%
30%
50%
(-)
20%
(+)
40%
Gambar 2. Hasil uji daya antibakteri fraksi
etanol daun maja terhadap bakteri E. Coli.
A (Konsentrasi 10%, 20%, 30%, 40%) B
(Konsentrasi 50%, kontrol positif (+)
streptomisin dan kontrol negatif (-)
aquades).
Hasil penelitian uji daya antibakteri
terhadap E. coli menunjukkan bahwa
fraksi etanol daun maja mempunyai zona
JFL
Jurnal Farmasi Lampung
hambat terkecil pada konsentrasi 10%
dengan diameter zona hambat 28.06 mm
dan zona hambat terbesar pada
konsentrasi 50% dengan diameter zona
hambat 34.45 mm.
Tabel 1. Rata-rata diameter zona hambat
fraksi etanol daun maja terhadap bakteri
S. aureus dan E. coli
10%
20%
(+)
30%
50%
(-)
40%
(A)
Tabel 1. Rata-rata diameter zona hambat
Perlakuan
Kontrol (-)
10%
20%
30%
40%
50%
Kontrol (+)
Zona Hambat (mm)
S.aureus
E.coli
0,00±0,00a
31.43±10,90b
32.33±10,28b
38.07±11,78b
38.85±10,48b
40.20±9,87b
44.23±3,55b
0,00±0,00a
28.06±7.93b
28.88±7,80bc
30.60±8,31bc
32.21±8,42bc
34.45±9,52bc
44.36±0,97c
Hal ini menunjukan bahwa semakin tinggi
konsentrasi fraksi daun maja maka
diameter zona hambat semakin besar.
Fraksi etanol daun maja dengan
konsentrasi 10%, 20%, 30%, 40% dan 50
%
menunjukkan
bahwa
bakteri
Staphylococcus aureus yang merupakan
bakteri gram positif memiliki diameter
zona
hambat
yang
lebih
besar
dibandingkan dengan Escherichia coli
yang merupakan bakteri gram negatif. Hal
ini menunjukkan bahwa gram negatif
membutuhkan penghambatan yang lebih
kompleks karena memiliki lipid, lipoprotein
dan lipopolisakarida yang berfungsi untuk
mempertahankan permeabilitas sel dari
zat kimia lain sehingga dapat menahan
dan memperlambat masuknya antibakteri
ke dalam sel [3].
Jamur Candida albicans
Hasil uji daya antijamur fraksi etanol daun
maja terhadap jamur Candida albicans
menunjukan adanya zona hambat,
dengan ditandai adanya zona bening
disekitar kertas cakram pada masingmasing konsentrasi (10%, 20%, 30%,
40%, 50%) dan pada kontrol positif, tetapi
pada kontrol negatif tidak menunjukkan
zona bening.
(B)
Gambar 3. Hasil uji daya antijamur fraksi
etanol daun maja terhadap Candida
albicans A (Konsentrasi 10%, 20%, 30%,
40%) B (Konsentrasi 50%, kontrol positif
(+) streptomisin dan kontrol negatif (-)
aquades).
Hasil penelitian uji daya antijamur
terhadap Candida albicans menunjukkan
bahwa
fraksi
etanol
daun
maja
mempunyai zona hambat terkecil pada
konsentrasi 10% dengan diameter zona
hambat 14.99 mm dan zona hambat
terbesar pada konsentrasi 50% dengan
diameter zona hambat 18.83 mm.
Tabel 2. Rata-rata diameter zona hambat
fraksi etanol daun maja terhadap jamur
Candida albican.
Tabel 2. Rata-rata diameter zona hambat
Perlakuan
Zona Hambat
Candida albicans
Kontrol (-)
0 ±0,00a
Kontrol (+)
23.20±2,54b
10%
14.99±0,30c
20%
16.51±0,63cd
30%
17.92±0,06de
40%
18.44±0,73de
50%
18.83±1,05e
Senyawa
yang
berperan
dalam
menghasilkan zona hambat pada Candida
albicans adalah senyawa triterpenoid dan
steroid yang terkandung dalam fraksi daun
maja. Senyawa triterpenoid merupakan
senyawa yang bersifat toksik, ketika
senyawa aktif terserap oleh jamur
patogen, senyawa ini dapat menimbulkan
kerusakan pada organel-organel sel
menghambat kerja enzim dalam sel, dan
pada akhirnya terjadi penghambatan
pertumbuhan jamur patogen. Sedangkan
JFL
Jurnal Farmasi Lampung
pada senyawa steroid dapat berfungsi
sebagai antijamur karena sifat lipofilik
yang
dimiliki
oleh
steroid
dapat
menghambat perkecambahan spora dan
perbanyakan miselium pada jamur [4].
Hasil penelitian menunjukkan bahwa
fraksi etanol daun maja memilki daya
hambat
antimikroba
terhadap
Staphylococcus aureus, Escherichia coli
dan Candida albicans. Hal tersebut
dikarenakan
didalam
daun
maja
mengandung senyawa fenol, flavonoid,
saponin dan senyawa alkaloid yang
bersifat sebagai antimikroba. Berdasarkan
penelitian sebelumnya pada ekstrak daun
maja memiliki rata-rata diameter zona
hambat
sebesar
7,07
mm
pada
Staphylococcus aureus, 6,70 mm pada
Escherichia coli dan 6,77 mm pada
Candida
albicans.
Uraian
tersebut
menunjukkan bahwa fraksi etanol daun
maja menghasilkan diameter zona hambat
yang lebih besar dibandingkan ekstrak.
Hal ini disebabkan karena pada fraksi
etanol daun maja mengandung metabolit
sekunder yang lebih murni dan jumlah
kandungan senyawa metabolit sekunder
yang memberikan aktivitas antimikroba
lebih banyak tertarik pada fraksi etanol,
yaitu senyawa alkaloid, flavonoid, fenol
dan saponin [5].
DAFTAR PUSTAKA
[1].
[2].
[3].
[4].
Hartati, Irma Suryani, dkk. 2017.Uji
aktivitas antimikroba ekstrak daun
Crescentia cujete L terhadap
Staphylococcus aureus, Escherichia
coli dan Candida albicans. (skripsi).
Makasar:
Universitas
Negeri
Makasar
Parameter Standar Umum Ekstrak
Tumbuhan Obat. 2000. Jakarta:
Departemen Kesehatan Republik
Indonesia. p 5-11.
Santoso Singgih. 2017. Menguasai
Statistik dengan SPSS 24. Jakarta:
PT. Gramedia
Eni Purwani dkk. 2009. Respon
Hambatan Bakteri Gram Positif dan
Negatif Pada Ikan Nila (Oreochromis
niloticus) Yang Diawetkan Dengan
[5].
Ekstrak Jahe (Zingiber officinale).
Jurnal Kesehatan. Vol. 2 (1) : 61-70
Rahayu, T dan T. Rahayu. 2009. Uji
Antijamur
Kombucha
Coffee
Terhadap Candida albicans dan
Trichopython
mentagrophytes.
Jurnal Penelitian Sains & Teknologi,
Vol. 10 (1) : 10 – 17.
Download