ANALISIS KEPERCAYAAN DIRI SEBAGAI FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PEMEROLEHAN BAHASA KEDUA (BAHASA DAERAH GORONTALO) (Dibuat untuk memenuhi tugas akhir semester mata kuliah Psycholinguistics oleh Bapak Dr. Suleman Bouti, M.Hum) Disusun oleh: DEWI ANGGRIANI FARID 321417137 JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA INGGRIS FAKULTAS SASTRA DAN BUDAYA UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO 2020 KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya kepada kita semua. Shalawat serta salam semoga tercurah kepada Rasulullah SAW beserta keluarganya. Alhamdulillah, dengan ridha Allah yang maha kuasa, saya bisa menyelesaikan penelitian ini dengan tepat waktu. Terima kasih juga saya ucapkan kepada Bapak Dr. Suleman Bouti, M.Hum sebagai dosen pengampu untuk mata kuliah ini. Beliau telah membantu kami dengan usaha, ilmu, dan waktunya sehingga kami bisa membuat penelitian kami menjadi lebih baik. Dalam penyusunan jurnal ini, saya menyadari sepenuhnya bahwa penelitian ini masih jauh dari kesempurnaan karena pengalaman dan pengetahuan penulis yang terbatas. Oleh karena itu, kritik dan saran dari semua pihak sangat saya harapkan demi terciptanya penelitian yang lebih baik lagi untuk masa mendatang. Semoga penelitian berjudul “Analisis Kepercayaan Diri Sebagai Faktor yang Mempengaruhi Pemerolehan Bahasa Kedua (Bahasa Daerah Gorontalo)” ini bisa menambah wawasan para pembaca dan bisa bermanfaat untuk perkembangan dan peningkatan ilmu pengetahuan. Gorontalo, 30 April, 2020. Dewi Anggriani Farid DAFTAR ISI COVER KATA PENGANTAR DAFTAR ISI PENDAHULUAN 1. Latar Belakang 2. Rumusan Masalah 3. Tujuan Penelitian METODE PENELITIAN KAJIAN TEORI 1. Pengertian Self-Esteem 2. Karakteristik Self-Esteem HASIL DAN PEMBAHASAN KESIMPULAN DAFTAR PUSTAKA PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Bagaikan jembatan, bahasa diciptakan sebagai penghubung banyak aspek dalam kehidupan kita. Bahasa membantu kita agar dapat saling memahami antar sesama makhluk dengan yang lainnya. Sejak manusia dilahirkan, bahasa sudah menemaninya sebagai alat untuk menyampaikan apa yang kita pikirakan dan apa yang kita rasakan. Bahasa yang diterima pertama kali sejak lahir disebut bahasa pertama atau bahasa Ibu. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, bahasa ibu adalah bahasa pertama yang dikuasai manusia sejak lahir melalui interaksi dengan sesama anggota masyarakat bahasanya, seperti keluarga dan masyarakat lingkungannya. Pemerolehan bahasa pertama (B1) terjadi apabila anak yang awalnya tidak menguasai suatu bahasa, menjadi menguasai satu bahasa. Pada masa pemerolehan bahasa anak, anak lebih mengarah pada fungsi komunikasi daripada bentuk bahasanya dan melalui proses anak mulai mengenal komunikasi dengan lingkungannya secara verbal. Pemerolehan bahasa pertama sangat berpengaruh pada kognitif dan perkembangan sosial anak. Seiring bertambahnya usia, pengetahuan juga pengalaman pada anak tentunya akan berkembang. Dengan banyaknya kesempatan menemukan hal baru, tidak memungkiri anak akan mendapatkan ketertarikan untuk menguasai bahasa lain sesudah bahasa pertamanya yang disebut juga dengan bahasa kedua. Dilansir dari situs Kompasiana, bahasa kedua diperoleh setelah penguasaan bahasa pertama. Pemerolehan bahasa kedua berbeda dengan pemerolehan bahasa pertama. Perbedaan ini terletak dari proses pemerolehannya. Penguasaan B1 melalui proses pemerolehan sedangkan penguasaan B2 melalui proses pembelajaran. Pembelajaran B2 dapat diperoleh melalui pendidikan formal maupun informal hanya dengan cara sengaja dan sadar. Hal ini berbeda dengan pemerolehan bahasa pertama yang sifatnya alamiah serta dengan cara tidak sengaja dan tidak sadar. Kanak-kanak cenderung lebih mudah menguasai bahasa lain bahkan mengganti bahasa yang sudah dikuasainya dengan bahasa baru. Berbeda dengan orang dewasa atau mereka yang masa kritisnya sudah lewat tidak akan mudah belajar bahasa lain, apalagi mengganti bahasa yang sudah dinuranikannya dengan bahasa lain (Chaer, 2003: 243). Adapun faktor yang mempengaruhi pemerolehan Bahasa (Language Acquisition) selain factor usia salah satunya ialah faktor kepribadian yang terdiri dari self-esteem, ihnhibition, risk-taking, anxiety, emphaty, dan motivasi. Dalam penelitian ini, penelitian akan berfokus pada self-esteem atau kepercayaan diri sebagai faktor penghambat pemerolehan bahasa kedua. Self-esteem (Harga Diri) adalah evaluasi yang di buat oleh individu dan biasanya berhubungan dengan penghargaan terhadap dirinya. Roman (dalam Coetzee, 2005) menjabarkan Self-esteem sebagai kepercayaan diri seseorang, mengetahui apa yang terbaik bagi diri dan bagaimana melakukannya. Clemens dan Bean (1995) juga menyatakan Selfesteem adalah penilaian-penilaian seseorang tentang dirinya sendiri dari berbagai titik pandangan yang berbeda, apakah individu tersebut sebagai orang yang berharga dan sebaiknya. Dalam penelitian ini, peneliti ingin membuktikan bahwa orang dengan self-esteem tinggi tidak semuanya bisa menguasai bahasa kedua dengan bagus. Penelitian ini akan dilakukan dengan menyebarkan kuisioner dan melakukan observasi secara langsung mengenai alasan-alasan yang membuat orang dengan self-esteem tinggi masih juga tidak bisa menguasai bahasa kedua, yang mana adalah bahasa daerah Gorontalo. 2. Rumusan Masalah Rumusan masalah adalah bagian terpenting di dalam sebuah penelitian, dimana masalah-masalah ini merupakan pondasi atau alasan dibalik pembuatan penelitian ini. Masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Apakah self-esteem benar-benar dapat mempengaruhi pemerolehan atau penguasaan bahasa kedua seseorang? 2. Apa saja alasan yang membuat orang dengan self-esteem tinggi tidak bisa menguasai bahasa kedua? 3. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan pembuatan penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Untuk menyelidiki apakah self-esteem dapat mempengaruhi pemerolehan bahasa (language acquisition) seseorang. 2. Untuk mengetahui alasan apa saja yang membuat orang dengan self-esteem tinggi tidak bisa menguasai bahasa kedua. METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif (Quantitative Research) dengan datanya yang bersumber dari jawaban-jawaban responden atas survey atau angket yang telah disebarkan oleh peneliti. Populasi dari penelitian ini adalah semua responden yang telah menjawab survei terssebut. Untuk sampelnya, peneliti akan mengambil semua respondennya karena data mereka akan sangat berguna untuk penelitian ini. Selanjutnya, data akan dianalisis dengan peneliti sebagai instrumen utama dan satu-satunya yang akan mengidentifikasi masalah dan menganalisisnya. KAJIAN TEORI 1. Pengertian Self-esteem Harga diri adalah istilah yang digunakan dalam psikologi untuk mencerminkan evaluasi atau penilaian keseluruhan seseorang dari nilainya sendiri. Harga diri meliputi kepercayaan (misalnya, "Saya kompeten" atau "Saya tidak kompeten") dan emosi seperti kemenangan, keputusasaan, kesombongan, dan rasa malu. Harga diri seseorang dapat tercermin dalam perilaku mereka, seperti dalam sikap asertif, rasa malu, kepercayaan diri atau kehati-hatian. Harga diri dapat diterapkan secara khusus pada dimensi tertentu (misalnya, "Saya percaya saya adalah penulis yang baik, dan merasa bangga akan hal itu secara khusus") atau memiliki jangkauan global (misalnya, "Saya percaya saya adalah orang yang baik, dan merasa bangga pada diri saya secara umum"). Dalam kehidupan sehari-hari, self esteem secara umum dapat diartikan sebagai menghargai diri atau harga diri. Self esteem seseorang merupakan cermin bagaimana orang lain memandang dirinya atau nilai apa yang diberikan orang lain pada dirinya sebagai manusia. Menurut Severe (2002) harga diri adalah sikap atau pendapat seseorang tentang diri sendiri. Orang yang punya harga diri yang sehat menghargai dirinya sendiri. Mereka dapat mengendalikan tingkah laku mereka sendiri. Sedangkan orang yang memiliki harga diri yang buruk mempunyai rasa hormat yang rendah terhadap dirinya sendiri. Mereka tidak yakin terhadap tindakan dan keputusan mereka. Dr Stanley Coopersmith (1967: 4-5), mendefinisikan harga diri sebagai penilaian pribadi atas kelayakan yang dinyatakan dalam sikap yang dipegang individu terhadap dirinya sendiri, dan menunjukkan sejauh mana individu meyakini dirinya mampu, signifikan dan layak.) Dalam teorinya, Rosenberg menjelaskan bahwa Self Esteem yang memiliki arti kata penghargaan diri adalah suatu sikap positif atau negatif terhadap objek tertentu, dimana objek tersebut tiada lain adalah dirinya itu sendiri. Selain Rosenberg ada beberapa ahli psikologi lain yang juga mengemukakan pendapatkan terkait pengertian Self Esteem yang berbeda dengan konsep diri dalam psikologi. 2. Karakteristik Self-esteem yang dimiliki oleh individu Terdapat beberapa karakter individu dengan self-esteem tinggi maupun rendah. Menurut Coopersmith (1967) karakteristik yang dimilki oleh seseorang yang memiliki selfesteem tinggi dan rendah yaitu: a) Individu dengan self-esteem Tinggi Individu ini cenderung puas dengan karakter dan kemampuan diri. Adanya penerimaan dan penghargaan diri yang positif ini memberikan rasa aman dalam menyesuaikan diri atau bereaksi terhadap stimulus dan lingkungan sosial. Individu dengan self-esteem yang tinggi lebih bahagia dan lebih efektif dalam menghadapi tuntutan lingkungan ketimbang individu dengan self-esteem yang rendah. Individu self-esteem yang tinggi lebih suka mengambil peran yang aktif dalam group sosial dan untuk mengekspresikan pandangannya secara terus menerus dan efektif. Tidak banyak bermasalah dengan rasa takut dan perasaan yang saling bertentangan, tidak terbebani dengan keraguan diri (self-doubt) dan gangguan kepribadian, individu dengan self-esteem yang tinggi terlihat bergerak secara langsung dan realistis untuk tujuan pribadinya. Individu dengan self-esteem yang tinggi lebih mandiri dalam menyesuaikan diri dengan situasi, menunjukkan kepercayaan diri yang besar bahwa mereka akan berhasil. Menurut Coopersmith (1967) individu dengan self-esteem yang tinggi lebih tegas, mandiri, dan kreatif. Individu tersebut juga kurang suka menerima definisi sosial mengenai realita kecuali mereka menyampaikan dengan pengamatan mereka sendiri, dimana lebih fleksibel dan imaginatif, dan mampu untuk menemukan solusi orisinil terhadap suatu masalah. b) Individu dengan self-esteem sedang Self-esteem sedang menunjukkan gejala atau ciri yang mempunyai penilaian tentang kemampuan, harapan-harapan dan kebermaknaan dirinya bersifat positif, sekalipun lebih moderat. Mereka memandang dirinya lebih baik dari pada kebanyakan orang tetapi tidak sebaik individu dengan self-esteem tinggi. c) Individu dengan self-esteem rendah Individu dengan self-esteem yang rendah memiliki rasa kurang percaya diri dalam menilai kemampuan dan atribut-atribut dalam dirinya. Penelitian yang dilakukan oleh Maracek dan Mettee (dalam Calhoun & Acocella, 1995) menunjukkan bahwa orang dengan harga diri rendah akan menolak penggunaan secara penuh kemampuan dasarnya. Kemungkinan mereka tidak memandang secara tinggi kemampuan dasarnya. Kekurang percayaan terhadap diri tersebut dapat membuat individu tidak mampu untuk mengekspresikan diri dalam lingkungan sosialnya. Mereka kurang mampu melawan tekanan untuk menyesuaikan diri dan kurang mampu untuk merasakan stimulus yang mengancam. Individu tersebut menarik diri dari orang lain dan memiliki perasaan tertekan secara terus menerus. HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Self-Esteem Terhadap Pemerolehan Bahasa Kedua Tidak dapat dipungkiri bahwa self-esteem memang menjadi salah satu faktor yang dapat mempengaruhi pemerolehan bahasa kedua. Self-esteem merupakan sikap seseorang dalam menilai dirinya sendiri. Orang yang menilai dirinya kurang baik, dapat mempengaruhi kinerjanya dalam berbagai aspek yang ia lakukan termasuk dalam penguasaan bahasa kedua. Sebaliknya, orang yang menilai dirinya lebih baik, maka rintangan seperti apapun akan mudah untuk dihadapinya. Dalam penelitian ini, peneliti ingin menyelidiki apakah benar self-esteem benar-benar dapat mempengaruhi penguasaan atau pemerolehan bahasa kedua oleh seseorang. Manakah Kepribadian Anda Di Bawah Ini? 74 tanggapan 8 (8, 11%) Berani, tidak takut, dan tidak meragukan diri sendiri 17 (17, 23%) Berani, tidak takut, tetapi masih mengganggap diri sendiri tidak lebih baik dari orang-orang tertent 49 (49, 66%) Tidak berani, takut, dan menganggap diri tidak cukup baik dibanding orang lain Gambar 1. Kepribadian Responden Dari diagram di atas, diketahui bahwa hampir 50% dari responden, lebih tepatnya 49 orang dari total 74 responden memiliki self-esteem yang sedang/medium. Diikuti oleh responden yang memiliki self-esteem tinggi berada di urutan kedua dengan jumlah 17 orang. Sedangkan sisanya, 8 orang responden menjawab jawaban ketiga yang mengidentifikasi bahwa mereka adalah orang-orang dengan low self-esteem atau harga diri rendah. Lalu, apakah dengan self-esteem yang tinggi memungkinkan mereka bisa menguasai bahasa kedua yang dalam hal ini adalah bahasa daerah Gorontalo? Perhatikan diagram di bawah ini. Bagaimana Kemampuan Anda dalam Berbahasa Gorontalo? 74 Tanggapan 7 (10%) Sangat fasih 23 (31%) Cukup fasih Kurang fasih 23 (31%) Hanya tahu beberapa kata Tidak bisa sama sekali 21 (28%) Gambar 2. Kemampuan Responden Dalam Berbahasa Daerah Gorontalo. Diagram di atas menunjukkan bahwa kemampuan responden dalam berbahasa daerah Gorontalo terbagi menjadi lima tingkat. Kita bisa mengelompokkan untuk tingkatan sangat fasih dan cukup fasih menjadi satu tingkat yang sama. Namun, apakah untuk kedua tingkat tersebut diisi oleh orang yang memiliki self-esteem tinggi? Mari kita lihat data berikut ini. Tingkatan Kemampuan Jumlah Responden dengan Self-esteem Total Berbahasa Gorontalo Low Medium High Sangat fasih - 4 3 7 Cukup fasih - 14 9 23 Kurang fasih 3 15 3 21 Hanya tahu beberapa kata 5 17 1 23 Tidak tahu sama sekali - - - 0 Total 8 50 16 74 Responden Data di atas menunjukkan bahwa orang yang menguasai Bahasa daerah Gorontalo dengan sangat fasih dan cukup fasih paling banyak memiliki self-esteem yang tinggi dan sedang. Hasil survei tidak mengidentifikasi orang yang memiliki low self-esteem atau harga diri rendah mengusai Bahasa Gorontalo dengan fasih. Ini membuktikan bahwa self-esteem yang tinggi membuat seseorang mampu menguasai suatu Bahasa. Namun, dari data di atas juga menunjukkan bahwa 3 orang dengan harga diri tinggi (High self-esteem) berada di tingkat kurang fasih dan terdapat 1 orang dengan kemampuan berbahasa Gorontalo di tingkat hanya tahu beberapa kata. Dari jawaban surveinya, satu orang tersebut menjawab bahwa ia adalah penduduk asli Gorontalo. Kedua orangtuanya juga berasal dari Gorontalo. Hal yang membuat ia kurang fasih berbahasa Gorontalo padahal self-esteemnya tinggi adalah jarangnya pemakaian Bahasa tersebut. Ia juga menjawab bahwa ia tidak menggunakan Bahasa Gorontalo kepada siapapun. Ini menunjukkan bahwa ada faktor lain yang menjadi penghambat orang tersebut hanya tahu beberapa kata saja. Bisa jadi, faktor kurangnya motivasi yang menjadi penyebabnya. Hasil survei juga menunjukkan, responden dengan self-esteem rendah dan sedang banyak menempati tingkat kemampuan berbahasa Gorontalo yang kurang fasih dan hanya tahu beberapa. Ada banyak faktor penyebabnya, termasuk tingkat self-esteem seseorang. Jadi, hal ini membuktikan bahwa Self-esteem benar-benar dapat mempengaruhi pemerolehan Bahasa kedua (Second language acquisition). Alasan Responden dengan High Self-Esteem Kurang Bisa Menguasai Bahasa Kedua (Bahasa Daerah Gorontalo) Seperti yang sudah dijelaskan di atas, terdapat tiga orang dengan self-esteem tinggi menempati kemampuan berbahasa Gorontalo yang kurang fasih. Berikut ini adalah ulasan jawaban mereka. 1. Responden pertama: responden ini mengaku bahwa ia kurang fasih dalam menggunakan Bahasa Gorontalo padahal ia adalah penduduk asli. Dari jawabannya, ia juga menyebutkan bahwa ia kadang memnggunakan Bahasa Gorontalo. Ketika sampai pada pertanyaan “Apa yang membuat anda kurang percaya diri Ketika berbahasa Gorontalo?”, responden ini hanya menjawab dengan “percaya diri”. Peneliti tidak dapat mengidentifikasi jawabannya dengan jelas. Namun, dapat dikatakan bahwa responden ini memiliki fakor penghambat lain dalam penguasaan Bahasa Gorontalo, yakni tidak adanya motivasi dan kurangnya penggunaan Bahasa tersebut. 2. Responden kedua: Responden ini merupakan penduduk asli Gorontalo. Dari jawabannya, ia mengaku kurang fasih berbahasa Gorontalo dan kadang saja menggunakannya. Ketika sampai pada pertanyaan “Apa yang membuat anda kurang percaya diri Ketika berbahasa Gorontalo?”, responden ini hanya menjawab dengan “Kurang fasih”. Walaupun jawabannya singkat, namun kurang fasih dapat menunjukkan pelafalan yang belum benar, kurangnya kosa kata yang diketahui dan kurangnya penggunaanya. 3. Responden ketiga: Responden ketiga ini juga merupakan penduduk asli Gorontalo dengan self-esteem yang tinggi. Namun, kemampuan berbahasa gorontalonya adalah kurang fasih. Pada suatu pertanyaan survei, ia menjelaskan bahwa menurutnya, seseorang dalam mengusai suatu bahasa apapun itu harus mempunyai kepercayaan diri yang tinggi. Apabila orang tersebut kurang kepercayaan diri, maka dia susah untuk memperlajari, memahani dan mengerti bahasa tersebut. Peneliti setuju dengan pendapat responden ini. Namun, mengapa ia yang memiliki kepercayaan diri yang tinggi kurang fasih dalam berbahasa Gorontalo? Pada pertanyaan “Apa yang membuat anda kurang percaya diri Ketika berbahasa Gorontalo?”, responden ini menjawab dengan “Yang membuat saya kurang percaya diri yaitu cara pengucapan masih kurang baik”. Itulah alasan mengapa ketiga responden dengan high self-esteem malah tergolong ke dalam tingkat yang kurang fasih. Ada beberapa alasannya, namun ketiganya tidak terlalu kuat. Yang paling mendominasi adalah alasan pelafalan yang masih kurang baik sehingga membuat mereka kurang fasih. KESIMPULAN Dari uraian dan hasil survei di atas, dapat disimpulkan bahwa self-esteem dapat menyebabkan seseorang kurang mampu menguasai bahasa kedua. Dengan self-esteem yang rendah, semua hal yang akan kita hadapi terlihat sangatlah berat dan menjadikannya sebagi beban. Sedangkan, self-esteem yang tinggi dapat membantu seseorang untuk menghadapi permasalahan apapun. Semua masalah akan terasa mudah dengan self-esteem yang tinggi. Namun, dalam pemerolehan atau penguasaan Bahasa kedua, self-esteem bukanlah satu-satunya faktor yang menjadi penghambat. Walaupun dalam survei ini terbukti bahwa orang yang mampu menguasai Bahasa daerah Gorontalo cenderung memiliki self-esteem tinggi, namun tidak dapat dipungkiri bahwa sebagian lainnya masihlah berada di tingkat bawah. Ada beberapa faktor lain yang ditemukan oleh peneliti, yakni kurangnya motivasi dalam penggunaan Bahasa Gorontalo. Walaupun orang yang memiliki self-esteem tinggi membuatnya mudah untuk menguasai suatu bahasa, akan tetapi jika orang tersebut tidak memiliki motivasi dalam mempelajarinya maka tidak membuat orang tersebut mampu untuk menggunakannya. REFERENSI file:///C:/Users/backspace/Downloads/4259-8470-2-PB.pdf https://www.dictio.id/t/apa-yang-dimaksud-dengan-harga-diri-atau-self-esteem/4675/2 https://olievaccess.blogspot.com/2017/04/faktor-faktor-yang-mempengaruhi.html https://www.dbs.com/spark/index/id_id/site/pillars/2019-perbedaan-self-love-selfconfidence-dan-self-esteem-mana-yang-lebih-penting.html https://www.kompasiana.com/ekadamayanti/5517d41f813311a0669deb1a/pembelajara n-bahasa-kedua http://mywidiarti.blogspot.com/2017/02/bahasa-pertama-dan-bahasa-kedua-anak.html