LAPORAN PENDAHULUAN “TRAUMA KEPALA” Chindy Oktavinita P07220216009 POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTRIAN KESEHATAN KALIMANTAN TIMUR 2020 A. Pengertian Trauma kepala atau trauma kapitis adalah suatu ruda paksa (trauma) yang menimpa struktur kepala sehingga dapat menimbulkan kelainan struktural dan atau gangguan fungsional jaringan otak (Sastrodiningrat, 2009). Menurut Brain Injury Association of America, cedera kepala adalah suatu kerusakan pada kepala, bukan bersifat kongenital ataupun degeneratif, tetapi disebabkan oleh serangan atau benturan fisik dari luar, yang dapat mengurangi atau mengubah kesadaran yang mana menimbulkan kerusakan kemampuan kognitif dan fungsi fisik (Langlois, RutlandBrown, Thomas, 2006). Trauma kepala merupakan kejadian cedera akibat trauma pada otak, yang menimbulkan perubahan fisik, intelektual, emosi, sosial, ataupun vokasional (pekerjaan). Anak kecil usia dua bulan hingga dua tahun, individu usia 15 hingga 24 tahun, dan lanjut usia merupakan kelompok yang beresiko tinggi mengalami trauma kepala. Risiko pada laki-laki dua kali lipat risiko pada wanita (Kowalak, 2011). Trauma kepala adalah perdarahan yang berasal dari vena menyebabkan lambatnya pembentukan hematoma karena rendahnya tekanan, laserasi arterial ditandai oleh pembentukan hematoma yang cepat karena tingginya tekanan (Engram, 2007). Beberapa pengertian diatas dapat diambil kesimpulan trauma kepala adalah trauma pada otak, yang menimbulkan perubahan fisik, intelektual, emosi, sosial, ataupun vokasional (pekerjaan) yang menimbulkan perdarahan yang berasal dari vena menyebabkan lambatnya pembentukan hematoma. B. Etiologi Penyebab trauma kepala dibagi menjadi cedera primer yaitu cedera yang terjadi akibat benturan langsung maupun tidak langsung, dan cedera sekunder yaitu cedera yang terjadi akibat cedera saraf melalui akson meluas, hipertensi intrakranial, hipoksia, hiperkapnea / hipotensi sistemik. Cedera sekunder merupakan cedera yang terjadi akibat berbagai proses patologis yang timbul sebagai tahap lanjutan dari kerusakan otak primer, berupa perdarahan, edema otak, kerusakan neuron berkelanjutan, iskemia, peningkatan tekanan intrakranial dan perubahan neurokimiawi (Hickey, 2003). Menurut Kowalak (2011), Etologi trauma kepala dapat meliputi: 1. Kecelakaan kendaraan atau transportasi. 2. Kecelakaan terjatuh. 3. Kecelakaan yang berkaitan dengan olahraga. 4. Kejahatan dan tindak kekerasan. C. Manifestasi Klinis Menurut Reissner (2009), gejala klinis trauma kepala adalah seperti berikut: 1. Tanda-tanda klinis yang dapat membantu mendiagnosa adalah: a) Battle sign (warna biru atau ekhimosis dibelakang telinga di atas os mastoid) b) Hemotipanum (perdarahan di daerah membran timpani telinga) c) Periorbital ecchymosis (mata warna hitam tanpa trauma langsung) d) Rhinorrhoe (cairan serobrospinal keluar dari hidung) e) Otorrhoe (cairan serobrospinal keluar dari telinga) 2. Tanda-tanda atau gejala klinis untuk yang trauma kepala ringan: a) Pasien tertidur atau kesadaran yang menurun selama beberapa saat kemudian sembuh. b) Sakit kepala yang menetap atau berkepanjangan. c) Mual atau dan muntah. d) Gangguan tidur dan nafsu makan yang menurun. e) Perubahan keperibadian diri. f) Letargik. 3. Tanda-tanda atau gejala klinis untuk yang trauma kepala berat: a) Simptom atau tanda-tanda cardinal yang menunjukkan peningkatan di otak menurun atau meningkat. b) Perubahan ukuran pupil (anisokoria). c) Triad Cushing (denyut jantung menurun, hipertensi, depresi pernafasan). d) Apabila meningkatnya tekanan intrakranial, terdapat pergerakan atau posisi abnormal ekstrimitas. D. Pathway/WOC TRAUMA KEPALA TRAUMA TAJAM KULIT KEPALA TRAUMA TUMPUL TULANG KRANIAL JARINGAN OTAK PERDARAHAN, HEMATOMA, KERUSAKAN JARINGAN KOMPENSASI TUBUH: VASODILATASI & BRADIKARDI ALIRAN DARAH KE OTAK MENURUN PENEKANAN SARAF SISTEM PERNAPASAN ANEMIA PERUBAHAN POLA NAPAS HIPOKSIA RR MENINGKAT GANGGUAN PERTUKARAN GAS HIPOKSIA JARINGAN POLA NAPAS TIDAK EFEKTIF GANGGUAN SIRKULASI SPONTAN E. Pemeriksaan Penunjang 1. Pemeriksaan darah tepi lengkap 2. Pemeriksaan protein S 100 B (bila tersedia fasilitas pemeriksaan), bertujuan untuk menilai adakah indikasi pemeriksaan CT-scan dan untuk menentukan prognosis. 3. Radiografi kranium: untuk mencari adanya fraktur, jika pasien mengalami gangguan kesadaran sementara atau persisten setelah cedera, adanya tanda fisik eksternal yang menunjukkan fraktur pada basis cranii fraktur fasialis, atau tanda neurologis fokal lainnya. Fraktur kranium pada regio temporoparietal pada pasien yang tidak sadar menunjukkan kemungkinan hematom ekstradural, yang disebabkan oleh robekan arteri meningea media (Ginsberg, 2007) 4. Pemeriksaan CT scan kepala CT-Scan adalah suatu alat foto yang membuat foto suatu objek dalam sudut 360 derajat melalui bidang datar dalam jumlah yang tidak terbatas. Bayangan foto akan direkonstruksi oleh komputer sehingga objek foto akan tampak secara menyeluruh (luar dan dalam). Foto CT-Scan akan tampak sebagai penampang-penampang melintang dari objeknya. Dengan CT-Scan isi kepala secara anatomis akan tampak dengan jelas. Pada trauma kapitis, fraktur, perdarahan dan edema akan tampak dengan jelas baik bentuk maupun ukurannya (Sastrodiningrat, 2009). Menurut (Irwan, 2009) indikasi pemeriksaan CT-scan pada kasus trauma kepala adalah seperti berikut: a) Bila secara klinis (penilaian GCS) didapatkan klasifikasi trauma kepala sedang dan berat b) Trauma kepala ringan yang disertai fraktur tengkorak. c) Adanya kecurigaan dan tanda terjadinya fraktur basis kranii. d) Adanya defisit neurologi, seperti kejang dan penurunan gangguan kesadaran. e) Sakit kepala yang hebat. f) Adanya tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial atau herniasi jaringan otak. g) Kesulitan dalam mengeliminasi kemungkinan perdarahan intraserebral (Irwan, 2009). F. Penatalaksanaan Medis 1. ABC (Airway, Breathing, Circulation) a) Airway dengan jalan nafas dibebaskan dari lidah yang turun ke belakang dengan posisi kepala ekstensi kalau perlu dipasang oropharyngeal tube atau nasopharyngeal tube. b) Breathing dengan memberikan O2 dengan menggunakan alat bantu pernafasan misalnya Nasal Kanul, Simple Mask/Rebreating Mask, Mask Nonrebreating, Bag-Valve-Mask, dan Intubasi Endotrakea. c) Circulation pada cedera kepala berat terjadi hipermetabolisme sebanyak 2-2,5 kali normal dan akan mengakibatkan katabolisme protein. Proses ini terjadi antara lain oleh karena meningkatnya kadar epinefrin dan norepinefrin dalam darah dan akan bertambah bila ada demam. Setekah 3-4 hari dengan cairan perenteral pemberian cairan nutrisi peroral melalui pipa nasograstrik bisa dimulai, sebanyak 2000-3000 kalori/hari. 2. Medikasi No Nama Obat Dosis 1. Diuretik osmotik Dosisnya 0,5-1 g/kgBB, Untuk mencegah (mannitol 20%) diberikan dalam 30 menit. rebound Pemberian diulang setelah 6 Keterangan jam dengan dosis 0,250,5/kgBB dalam 30 menit 2. Loop diuretic Dosisnya 40 mg/hari IV (furosemid) Pemberiannya bersama manitol, karena mempunyai efek sinergis dan memperpanjang efek osmotik serum manitol 3. Diazepam Dosisnya 10 mg IV dan bisa Diberikan bila ada diulang sampai 3 kali bila kejang masih kejang 4. Analgetik Dosisnya 325 atau 500 mg Untuk mengurangi (asetaminofen) setiap 3 atau 4 jam, 650 mg demam serta mengatasi setiap 4-6 jam, 1000 mg nyeri ringan sampai setiap 6 sedang akibat sakit kepala 5. 6. 7. Analgetik (kodein) 30-60 mg, tiap 4-6 jam Untuk mengobati nyeri sesuai kebutuhan ringan atau cukup parah Antikonvulsan Dosisnya 200 hingga 500 mg Untuk mencegah (fenitoin) perhari serangan epilepsi Profilaksis Biasanya digunakan setelah Tindakan yang sangat antibiotik 24 jam pertama, lalu 2 jam penting sebagai usaha pertama, dan 4 jam untuk mencegah berikutnya pasca operasi terjadinya infeksi pasca operasi 3. Pembedahan Evakuasi hematoma atau kraniotomi untuk mengangkat atau mengambil fragmen fraktur yang terdorong masuk ke dalam otak dan untuk mengambil benda asing dan jaringan nekrotik sehingga risiko infeksi dan kerusakan otak lebih lanjut akibat fraktur dapat dikurangi. 4. Mobilisasi Pada pasien trauma kepela berat mobilisasi bisa dilakukan dengan pemasangan servical colar. Servical colar sendiri adalah alat penyangga tubuh khusus untuk leher. Alat ini digunakan untuk mencegah pergerakan tulang servical yang dapat memperparah kerusakan tulang servical yang patah maupun pada trauma kepala. Alat ini hanya membatasi pergerakan minimal pada rotasi, ekstensi, dan fleksi. G. Komplikasi Komplikasi akibat trauma kepala: 1. Gejala sisa trauma kepala berat: beberapa pasien dengan trauma kepala berat dapat mengalami ketidakmampuan baik secara fisik (disfasia, hemiparesis, palsi saraf cranial) maupun mental (gangguan kognitif, perubahan kepribadian). Sejumlah kecil pasien akan tetap dalam status vegetatif. 2. Kebocoran cairan serebrospinal: bila hubungan antara rongga subarachnoid dan telinga tengah atau sinus paranasal akibat fraktur basis cranii hanya kecil dan tertutup jaringan otak maka hal ini tidak akan terjadi. Eksplorasi bedah diperlukan bila terjadi kebocoran cairan serebrospinal persisten. 3. Epilepsi pascatrauma: terutama terjadi pada pasien yang mengalami kejang awal (pada minggu pertama setelah cedera), amnesia pascatrauma yang lama, fraktur depresi kranium dan hematom intrakranial. 4. Hematom subdural kronik. 5. Sindrom pasca concusio : nyeri kepala, vertigo dan gangguan konsentrasi dapat menetap bahkan setelah cedera kepala ringan. Vertigo dapat terjadi akibat cedera vestibular (konkusi labirintin) (Adams, 2000). H. Pengkajian Keperawatan 1. Identitas Meliputi nama, jenis kelamin (laki-laki beresiko dua kali lipat lebih besar daripada risiko pada wanita), usia (bisa terjadi pada anak usia 2 bulan, usia 15 hingga 24 tahun, dan lanjut usia), alamat, agama, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, golongan darah, no. register, tanggal MRS, dan diagnosa medis. 2. Riwayat kesehatan a) Keluhan Utama Biasanya terjadi penurunan kesadaran, nyeri kepala, adanya lesi/luka dikepala b) Riwayat Kesehatan Sekarang Biasanya pasien datang dengan keadaan penurunan kesadaran, konvulsi, adanya akumulasi sekret pada saluran pernafasan, lemah, paralisis, takipnea. c) Riwayat Kesehatan Masa Lalu Biasanya klien memiliki riwayat jatuh. d) Riwayat Kesehatan Keluarga Biasanya ada salah satu keluarga yang menderita penyakit yang sama sebelumnya. 3. Pemeriksaan primer a) Airway management/penatalaksanaan jalan napas: 1) Kaji obstruksi dengan menggunakan tangan dan mengangkat dagu (pada pasien tidak sadar). 2) Kaji jalan napas dengan jalan napas orofaringeal atau nasofaringeal (pada pasien tidak sadar). 3) Kaji adanya obstruksi jalan nafas antara lain suara stridor, gelisah karena hipoksia, penggunaan oto bantu pernafasan, sianosis. 4) Kaji jalan napas definitive (akses langsung melalui oksigenasi intratrakeal). 5) Kaji jalan napas dengan pembedahan (krikotiroidotomi). b) Breathing/pernapasan: 1) Kaji pemberian O2. 2) Kaji nilai frekuensi napas/masuknya udara (simetris)/pergerakan dinding dada (simetris)/posisi trakea. 3) Kaji dengan oksimetri nadi dan observasi. c) Circulation/sirkulasi: 1) Kaji frekuensi nadi dan karakternya/tekanan darah/pulsasi apeks/JVP/bunyi jantung/bukti hilangnya darah. 2) Kaji darah untuk cross match, DPL, dan ureum + elektrolit. 3) Kaji adanya tanda-tanda syok seperti: hipotensi, takikardi, takipnea, hipotermi,pucat, akral dingin, kapilari refill>2 detik, penurunan produksi urin. 4. Pemeriksaan sekunder a) Penampilan atau keadaan umum Wajah terlihat menahan sakit, tidak ada gerakan, lemah, lemas. b) Tingkat kesadaran Kesadaran klien mengalami penurunan GCS <15. c) Tanda-Tanda Vital Suhu Tubuh : Biasanya meningkat saat terjadi benturan (Normalnya 36,5- 37,5°C) Tekanan Darah : Hipotensi dapat terjadi akibat cedera otak dengan tekanan darah sistolik <90 mmHg (Normalnya 110/70-120/80 mmHg) Nadi : Biasanya cepat dan lemah pada keadaan kesakitan dan TIK meningkat (Normalnya 60-100 x/menit) RR d) : Biasanya menurun saat TIK meningkat (Normalnya 16-22) Pemeriksaan Nervus Cranial a. Nervus I : Penurunan daya penciuman. b. Nervus II : Pada trauma frontalis terjadi penurunan penglihatan karena edema pupil. c. Nervus III, IV, VI : Penurunan lapang pandang, reflex cahaya menurun, perubahan ukuran pupil, bola mata tidak dapat mengikuti perintah, anisokor. d. Nervus V : Gangguan mengunyah karena terjadi anastesi daerah dahi. e. Nervus VII, XII : Lemahnya penutupan kelopak mata, hilangnya rasa pada 2/3 anterior lidah. 5. f. Nervus VIII : Penurunan pendengaran dan keseimbangan tubuh. g. Nervus IX, X, XI : Jarang ditemukan. h. Nervus XII : Jatuhnya lidah kesalah satu sisi, disfagia dan disartia. Pemeriksaan Head to Toe a. Pemeriksaan Kepala Tulang tengkorak : Inspeksi (bentuk mesocepal, ukuran kranium, ada deformitas, ada luka, tidak ada benjolan, tidak ada pembesaran kepala) Palpasi (ada nyeri tekan, ada robekan) Kulit kepala : Inspeksi (kulit kepala tidak bersih, ada lesi, ada skuama, ada kemerahan) Wajah : Inspeksi (ekspresi wajah cemas dan menyeringai nyeri, keadaan simetris, tidak ada lesi) Palpasi : (tidak ada kelainan sinus) Rambut : Inspeksi (rambut tidak bersih, mudah putus, ada ketombe, ada uban) Palpasi (rambut mudah rontok) Mata : Inspeksi (simestris, konjungtiva warna pucat, sclera putih, pupil anisokor, reflex pupil tidak teratur, pupil tidak bereaksi terhadap rangsangan cahaya, gerakan mata tidak normal, banyak sekret) Palpasi (bola mata normal, tidak ada nyeri tekan) Hidung : Inspeksi (keadaan kotor, ada rhinorhoe (cairan serebrospinal keluar dari hidung), ada pernafasan cuping hidung, tidak ada deviasi septum) Palpasi sinus (ada nyeri tekan) Telinga : Inpeksi (Simetris, kotor, fungsi pendengaran tidak baik, ada otorrhoe (cairan serebrospinal keluar dari telinga), battle sign (warna biru atau ekhimosis dibelakang telinga di atas os mastoid), dan memotipanum (perdarahan di daerah membrane timpani telinga)) Palpasi (tidak ada lipatan, ada nyeri) Mulut : Inspeksi (keadaan tidak bersih, tidak ada stomatitis, membran mukosa kering pucat, bibir kering, lidah simetris, lidah bersih, gigi tidak bersih, gigi atas dan bawah tanggal 3/2, tidak goyang, faring tidak ada pembekakan, tonsil ukuran normal, uvula simetris, mual-muntah) Palpasi (tidak ada lesi, lidah tidak ada massa) Leher dan Tenggorok : Inspeksi dan Palpasi (Tidak ada pembesaran jvp, tidak ada pembesaran limfe, leher tidak panas, trakea normal, tidak ditemukan kaku kuduk) b. Pemeriksaan Dada dan Thorak · Paru-paru : 1) Inspeksi : Pergerakan dinding dada simetris, tidak ada batuk, nafas dada cepat dan dangkal, sesak nafas, frekuensi nafas <16 x/menit. 2) Palpasi : Suara fremitus simetris, tidak ada nyeri tekan. 3) Perkusi : Sonor pada kedua paru. 4) Auskultasi : Suara nafas tidak baik, ada weezing. · Jantung : 1) Inspeksi : Bentuk simetris, Iktus kordis tidak tampak 2) Palpasi : Iktus kordis teraba pada V±2cm, tidak ada nyeri tekan, denyut nadi Bradikardia 3) Perkusi : Pekak, batas jantung kiri ics 2 sternal kiri dan ics 4 sternal kiri, batas kanan ics 2 sternal kanan dan ics 5 axilla anterior kanan 4) Auskultasi : BJ I-II tunggal, tidak ada gallop, ada murmur, Irama nafas tidak teratur, tekanan darah menurun c. Pemeriksaan Abdomen 1) Inspeksi: permukaan simetris, warna coklat, permukaan normal 2) Auskultasi: bising usus normal 3) Palpasi: tidak ada nyeri, tidak ada benjolan, kulit normal, hepar tidak teraba, limpa tidak teraba, ginjal tidak teraba, tidak ada ascites, tidak ada nyeri pada titik Mc. Burney 4) Perkusi: tidak ada cairan atau udara, suara redup d. Pemeriksaan Genetalia Inspeksi : Terjadi penurunan jumlah urin dan peningkatan cairan e. Pemeriksaan Ekstremitas 1) Inspeksi : Adanya perubahan-perubahan warna kulit, kelemahan otot, adanya sianosis 2) Palpasi : Turgor buruk, kulit kering I. Diagnosa Keperawatan (SDKI) 1. Gangguan sirkulasi spontan b.d perdarahan intrakranial (D.0007) 2. Pola napas tidak efektif b.d hambatan upaya napas (D.0005) 3. Gangguan pertukaran gas b.d ketidakseimbangan ventilasi-perifer (D.0003) J. Kriteria hasil (SLKI) No Diagnosa Keperawatan 1. Gangguan sirkulasi spontan 2. Pola napas tidak efektif 3. Gangguan pertukaran gas Kriteria Hasil a. Tingkat kesadaran 5 (meningkat) b. Frekuensi nadi 1 (meningkat c. Tekanan darah 1 (meningkat d. Frekuensi napas 1 (meningkat) e. Saturasi oksigen 1 (meningkat) a. Dispnea 5 (menurun) b. Penggunaan otot bantu napas 5 (menurun) c. Pemanjangan fase ekspirasi 5 (menurun) d. Frekuensi napas 5 (membaik) e. Kedalaman napas 5 (membaik) a. Tingkat kesadaran 5 (meningkat) b. Dispnea 5 (menurun) c. Bunyi napas tambahan 5 (menurun) d. Gelisah 5 (menurun) e. Takikardia 5 (membaik) K. Intervensi Keperawatan (SIKI) No Diagnosa Keperawatan 1. Gangguan sirkulasi spontan 2. Pola napas tidak efekfik Intervensi Observasi: a. Identifikasi kelas syok untuk estimasi kehilangan darah b. Monitor status hemodinamik c. Monitor status oksigen d. Monitor kelebihan cairan e. Monitor nilai BUN, kreatinin, protein total, dan albumin jika perlu Terapeutik: a. Pasang jalur IV berukuran besar (mis, no 14 atau 16) b. Berikan infus cairan kristaloid 1 – 2 L pada dewasa c. Berikan infus cairan kristaloid 20 mL/kgBB pada anak Kolaborasi: a. Kolaborasi penentuan jenis dan jumlah cairan (mis, kristaloid, koloid) b. Kolaborasi pemberian produk darah Observasi: a. Monitor pola napas (frekuensi, kedalaman, usaha napas) b. Monitor bunyi napas tambahan (mis, gurgling, mengi, wheezing, ronkhi kering) c. Monitor sputum (jumlah, warna, aroma) Terapeutik: a. Pertahankan kepatenan jalan napas dengan headtilt dan chin-lift (jaw trust jika curiga trauma servikal) b. Posisikan semi fowler atau fowler c. Lakukan fisioterapi dada (jika perlu) d. Berikan oksigen Kolaborasi: 3. Gangguan pertukaran gas a. Kolaborasi pemberian bronkodilator, ekspectorant, mukolitik (jika perlu) Observasi: a. Monitor kecepatan aliran oksigen b. Monitor posisi alat terapi oksigen c. Monitor aliran oksigen secara periodik dan pastikan fraksi yang diberikan cukup d. Monitor efektifitas terapi oksigen (mis, oksimetri, analisa gas darah) jika perlu e. Monitor tanda-tanda hipoventilasi Terapeutik: a. Pertahankan kepatenan jalan napas b. Berikan oksigen tambahan, jika perlu c. Gunakan perangkat oksigen yang sesuai dengan tingkat mobilitas pasien Kolaborasi: a. Kolaborasi penentuan dosis oksigen b. Kolaborasi penggunaan oksigen saat aktivitas dan tidur L. Daftar Pustaka 1. http://nindajunita96.blogspot.com/2017/09/konsep-askep-trauma-kepala.html 2. http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/25734/Chapter%20II.pdf?sequ ence=3&isAllowed=y 3. https://id.scribd.com/doc/176551293/Pathway-trauma-kepala 4. http://eprints.umm.ac.id/41729/3/jiptummpp-gdl-cantikmaha-48503-3-babii.pdf Trauma kepala atau trauma kapitis adalah suatu ruda paksa (trauma) yang menimpa struktur kepala sehingga dapat menimbulkan kelainan struktural dan atau gangguan fungsional jaringan otak (Sastrodiningrat, 2009). Menurut Brain Injury Association of America, cedera kepala adalah suatu kerusakan pada kepala, bukan bersifat kongenital ataupun degeneratif, tetapi disebabkan oleh serangan atau benturan fisik dari luar, yang dapat mengurangi atau mengubah kesadaran yang mana menimbulkan kerusakan kemampuan kognitif dan fungsi fisik (Langlois, Rutland-Brown, Thomas, 2006)