Prosiding Seminar Nasional II Tahun 2016, Kerjasama Prodi Pendidikan Biologi FKIP dengan Pusat Studi Lingkungan dan Kependudukan (PSLK) Universitas Muhammadiyah Malang Malang, 26 Maret 2016 HUBUNGAN KEKERABATAN FAMILIA POLYPODIACEAE DI JALAN UTAMA PERKEBUNAN KALIBENDO KABUPATEN BANYUWANGI BERDASAR MORFOLOGI FROND PADA FASE SPOROFIT The Phenetic Relationship Among Polypodiaceae Familia Members On The Main Road Of Kalibendo Plantation Banyuwangi Based On Morphological Frond In Sporophytes Phase Ifa Muhimmatin, Firda Maulidiyah, Nur Laila, Nurin Farihah Program Studi Pendidikan Biologi Universitas 17 Agustus 1945 Banyuwangi Jl. Adi sucipto No. 26 Banyuwangi Telp. 0333-416440 [email protected]; [email protected]; [email protected]; [email protected] Abstrak Tumbuhan paku anggota familia polypodiaceae di perkebunan Kalibendo terdiri dari banyak jenis, namun pengamatan secara subyektif seringkali sulit membedakan tiap jenis karena anggota familia polypodiaceae mempunyai banyak kesamaan. Usaha agar tiap jenis dapat dilihat secara obyektif ialah dengan mendeskripsikan ciri morfologi frond dan membandingkannya. Frond pada tumbuhan paku di fase sporofit merupakan bagian yang dominan dan mudah diamati. Tujuan penelitian ini ialah mengetahui hubungan kekerabatan beberapa anggota familia polypodiaceae di Perkebunan Kalibendo kabupaten Banyuwangi berdasar morfologi frond pada fase sporofit. Penelitian dilaksanakan dengan menjelajah kawasan tepi jalan utama Perkebunan Kalibendo, Banyuwangi untuk menginventarisir seluruh spesies tumbuhan paku yang tergolong dalam familia polypodiaceae. Karakter tumbuhan paku yang dideskripsi ialah morfologi frond pada fase sporofit. Data hasil karakterisasi dianalisis berdasarkan analisis cluster (Hierarchical Cluster Analysis) menggunakan program SPSS 16 dan metode WPGMA (Weighted Pair Group Method with Arithmetic Mean). Hasil penelitian menunjukkan bahwa di perkebunan Kalibendo terdapat 11 jenis anggota familia polypodiaceae, yang terbagi dalam 6 genus. Seluruh jenis tersebut hidup di lingkungan dengan pH tanah 5,8 - 6; kelembaban tanah 1 – 3,5; ketinggian 527 m – 600 m dpl; suhu 27o – 29,5oC; dan intensitas cahaya 110 – 534 x100 LUX pada siang hari. Hasil deskripsi terhadap 38 ciri morfologi frond didapat fenogram yang menunjukkan bahwa tumbuhan F (Adiantum diaphanum) dengan tumbuhan G (Adiantum raddianum) mempunyai hubungan kekerabatan tertinggi dengan persentase ketidaksamaan 10,5% namun mempunyai persentase ketidaksamaan terbesar yaitu 39,6% terhadap seluruh tumbuhan lain. Kata Kunci: hubungan kekerabatan, polypodiaceae, morfologi frond, Kalibendo Abstract Polypodiaceae family member consist of many species, but subjective observations often blur the distinction between species because each member of polypodiaceae have a lot in common. The distinction between species can be viewed objectively by describing and comparing the frond morphological characteristics. Frond in sporophyte phase was a dominant part and easily observed. The purpose of this study was to determine the phenetic relationship among Polypodiaceae family members on the main road of Kalibendo plantation Banyuwangi based on morphological frond in sporophytes phase. This study was conducted by exploring along the edge of the main road of Kalibendo Plantation, Banyuwangi to invent all fern species that become member of Polypodiaceae family. Fern characteristics described based on morphological frond in sporophytes phase. The results 819 Prosiding Seminar Nasional II Tahun 2016, Kerjasama Prodi Pendidikan Biologi FKIP dengan Pusat Studi Lingkungan dan Kependudukan (PSLK) Universitas Muhammadiyah Malang Malang, 26 Maret 2016 are analyzed based on Hierarchical Cluster Analysis using SPSS 16 program and WPGMA (Weighted Pair Group Method with Arithmetic Mean) method. The results showed that there are 11 fern species of polypodiaceae family member were found from 6 genus. All fern spesies living in pH from 5.8 to 6; soil moisture 1 to 3.5; 527 m - 600 m above sea level; temperature 27° - 29.5°C; and the light intensity 110-534x100 LUX at noon. The results of 38 morphological frond description obtained phenogram that indicates that Adiantum diaphanum and Adiantum raddianum has the highest percentage of relationship with dissimilarity only 10,5%; but had the larger dissimilarity (39,6%) toward all other fern. Key words: phenetic relationship, polypodiaceae, frond morphology, Kalibendo PENDAHULUAN Perkebunan Kalibendo merupakan perkebunan kopi, karet, dan cengkeh yang terdapat di Desa Kampunganyar Kecamatan Glagah, Kabupaten Banyuwangi. Perkebunan seluas 822,96 Ha tersebut mempunyai ketinggian antara 500 hingga 825 meter di atas permukaan laut dengan topografi datar hingga berombak, dan iklim tipe B dalam skala Schmidt-Ferguson (daerah basah, hujan tropis). Perpaduan antara topografi, ketinggian, dan iklim di perkebunan Kalibendo akhirnya mempengaruhi jenis vegetasi yang tumbuh. Victoria et, al., (2012) menyatakan bahwa keragaman spesies tumbuhan paku dipengaruhi oleh suhu rendah, kelembapan tinggi, dan area yang sedikit terjamah. Area tepi jalan utama di Perkebunan kalibendo merupakan salah satu area yang tidak dialihfungsikan menjadi area penanaman, sehingga area ini menjadi tempat ideal tumbuhnya berbagai jenis tumbuhan paku dari suku polypodiaceae. Polypodiaceae merupakan nama takson pada tingkat suku (familia) yang merupakan salah satu familia tumbuhan paku terbesar dan mempunyai habitat di daerah tropis (Chiou dan Farrar, 1997). Eames (1936) mengatakan bahwa dari semua tumbuhan paku yang hidup, sebagian besar adalah anggota Polypodiaceae, sehingga Polypodiaceae adalah suatu suku yang disebut sebagai paku-pakuan umum. Dalam klasifikasi tumbuhan, batasan anggota dari suku Polypodiaceae belum jelas karena terdapat perbedaan pendapat diantara ahli taksonomi. Perbedaan pendapat tersebut akibat dasar klasifikasi dan pemilihan ciri taksonomi yang berbeda-beda. Suatu organisme yang sama, dengan pemilihan sifat atau ciri taksonomi yang berbeda dapat menghasilkan versi klasifikasi yang berbeda. Sehingga organisme yang mana saja yang termasuk anggota suatu kelompok adalah tergantung pada dasar yang digunakan untuk mengelompokan (Ariyanto, 2014). Christensei dalam Ariyanto (2014) mengelompokan jenis-jenis anggota suku Polypodiaceae ke dalam 15 subfamilia. Pengelompokan ini menggunakan karakter morfologi seperti letak sori pada daun, bentuk sporangium, bentuk spora, morfologi rhizom, dan pertulangan daun. Ilmuwan lain seperti Smith et, al., (2006) yang menggunakan pendekatan molekuler menyatakan bahwa familia Polypodiaceae terdiri dari 35-40 genus dengan 600 spesies. Beberapa faktor yang dijadikan dasar klasifikasi Polypodiaceae oleh para ahli taksonomi secara umum adalah morfologi sporofit, jumlah kromosom, gametofit, dan gametangia. Morfologi sporofit meliputi perawakan, rhizoma, petiola, susunan daun, dan spora (Crabe et, al., 1973). 820 Prosiding Seminar Nasional II Tahun 2016, Kerjasama Prodi Pendidikan Biologi FKIP dengan Pusat Studi Lingkungan dan Kependudukan (PSLK) Universitas Muhammadiyah Malang Malang, 26 Maret 2016 Penelitian telah banyak dilakukan untuk mengungkap hubungan kekerabatan anggota familia polypodiaceae berdasar jumlah kromosom, morfologi spora (Sunanda & Pal, 1970), maupun gametofitnya. Hubungan kekerabatan ialah sistem pengklasifikasian berdasar deskripsi karakter-karakter tertentu yang mirip untuk menunjukkan hubungan (Rincon et, al., 1996). Dalam hubungan kekerabatan, sebaiknya karakter yang dideskripsikan ialah karakter yang mempresentasikan seluruh daur hidup organisme tersebut, namun penelitian ini hanya meneliti kekerabatan anggota famili polypodiaceae berdasar morfologi frond pada fase sporofit. Morfologi frond pada fase sporofit dipilih untuk dijadikan karakter pembeda karena frond pada tumbuhan paku di fase sporofit merupakan bagian yang dominan dan mudah diamati oleh pebelajar. Frond sebenarnya merupakan bagian tumbuhan paku yang biasa disebut daun. Frond terdiri dari petiole atau tangkai daun; dan blade atau bagian yang melebar seperti lembaran daun (Stensvold, 2010). Menurut Negi, et, al., (2009), anggota familia polypodiaceae mempunyai ciri frond isomorphic maupun dimorphic, lamina tunggal atau majemuk, tepi lamina dapat lurus atau bergelombang, urat daun bebas atau reticulate, dan sori terdapat pada bagian bawah lamina. Pemilihan frond sebagai subyek karakterisasi dan hubungan kekerabatan antar anggota kelompok polypodiaceae ini diharapkan dapat mempermudah pebelajar untuk mempelajari anggota familia polypodiaceae yang hidup di Perkebunan Kalibendo. METODE PENELITIAN Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari hingga Februari 2016. Penelitian untuk menginventarisir jenis tumbuhan paku familia polypodiaceae dilaksanakan dengan metode jelajah di sepanjang jalan utama perkebunan kalibendo, kabupaten Banyuwangi. Penentuan genus dari tumbuhan paku yang ditemukan yaitu melakukan determinasi menurut Steenis (2003) dan Tjitrosoepomo (1989). Faktor fisik lingkungan diukur dengan menggunakan GPS, termometer, soiltester, dan luxmeter. Tumbuhan paku yang ditemukan kemudian dideskripsi berdasar karakter morfologi frond pada fase sporofit. Karakter morfologi frond yang dideskripsi meliputi warna, tekstur, bentuk, dan ukuran frond. Hasil deskripsi morfologi frond dibuat skoring untuk kemudian dianalisis berdasarkan analisis cluster (Hierarchical Cluster Analysis) menggunakan metode numerik pada program SPSS 16; kemudian diolah menggunakan metode WPGMA (Weighted Pair Group Method with Arithmetic Mean) untuk menghasilkan phenogram hubungan kekerabatan. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil dari proses jelajah di sepanjang jalan utama perkebunan Kalibendo, ditemukan 11 jenis tumbuhan paku familia polypodiaceae yang terbagi dalam 6 genus. Genus tersebut antara lain Nephrolepis (3 jenis), Pteris (3 jenis), Blechnum (1 jenis), Pityrogramma (1 jenis), Adiantum (2 jenis), dan Davallia (1 jenis). Tumbuhan paku familia polypodiaceae tersebut ditemukan pada daerah yang terbuka hingga terlindung pada ketinggian antara 527 m hingga 600 m dpl, dengan pH tanah dari 5,8 hingga 6; dan kelembapan tanah dari 1 hingga 3,5. Pada siang hari, area jalan perkebunan Kalibendo mempunyai suhu antara 27o hingga 29,5o C; dengan intensitas cahaya 110 hingga 534x100 821 Prosiding Seminar Nasional II Tahun 2016, Kerjasama Prodi Pendidikan Biologi FKIP dengan Pusat Studi Lingkungan dan Kependudukan (PSLK) Universitas Muhammadiyah Malang Malang, 26 Maret 2016 LUX. Victoria et, al., (2012) menyatakan bahwa kondisi fisik lingkungan yang mendukung tumbuhnya keragaman jenis tumbuhan paku ialah suhu rendah, kelembapan tinggi, dan area yang sedikit terjamah. Tumbuhan paku yang berhasil didapat kemudian diidentifikasi bagian morfologi frondnya untuk menentukan hubungan kekerabatan antar jenisnya. Morfologi frond pada fase sporofit dipilih untuk dijadikan karakter pembeda karena frond pada tumbuhan paku di fase sporofit merupakan bagian yang dominan dan mudah diamati oleh pebelajar. Karakter morfologi frond yang dideskripsi meliputi warna, tekstur, bentuk, dan ukuran frond, seperti pada Tabel 1 berikut. Tabel 1. Deskripsi Frond pada Tumbuhan Paku yang Ditemukan Kode Nama Tumbuhan Deskripsi Frond Tumb . A Nephrolepis hirsutula Tumbuhan ini memiliki daun majemuk, anak daunnya duduk saling berhadapan. Bangun anak daunnya memanjang dengan pangkal membulat, ujung meruncing, tepi rata. Warna daun muda ialah hijau dan daun yang sudah tua berwarna hijau tua. Permukaan daun licin berambut, tangkai daun memiliki trikoma, warna tangkai daunnya berwarna hijau tua. Letak sorusnya ditepi dan bentuknya seperti bangun ginjal. B Pteris vittata Tumbuhan ini berdaun majemuk dan duduk anak daun saling berhadapan. Bangun daun memanjang, pangkalnya membulat, ujungnya meruncing. Tepi daun rata dengan warna daun hijau muda dan permukaann licin. Pemukaan tangkai daun memiliki trikoma dengan warna tangkai cokelat. Letak sorusnya berada di tepi daun. C Pteris longifolia Tumbuhan ini merupakan tumbuhan berdaun majemuk dengan duduk anak daun saling berhadapan. Bangunnya belah ketupat, pangkalnya tumpul, ujungnya runcing, dengan tepi daun rata. Warna daun hijau tua dengan permukaannya kasap, permukaan tangkai daunnya memiliki trikoma, warna tangkai daun coklat. Sorus berada di tepi. 822 Prosiding Seminar Nasional II Tahun 2016, Kerjasama Prodi Pendidikan Biologi FKIP dengan Pusat Studi Lingkungan dan Kependudukan (PSLK) Universitas Muhammadiyah Malang Malang, 26 Maret 2016 D Pityrogramma calomelanos E Nephrolepis exaltata F Adiantum diaphanum G Adiantum raddianum H Davallia denticulata I Nephrolepis biserrata J Pteris ensiformis K Blechnum orientale Tumbuhan ini berdaun majemuk dengan duduk anak daun berhadapan. Bangunnya memanjang, pangkal daunnya membulat, ujung meruncing, tepi bercangap, warna hijau muda. Permukaan daun licin, permukaan tangkai daun kasar berwarna cokelat, letak shorus menyebar. Tumbuhan ini berdaun majemuk dengan duduk anak daun saling berhadapan, bangunnya bulat telur dengan pangkal membulat. Ujung meruncing, tepi beringgit, warna hijau tua. Permukaan daunnya licin sedangkan permukaan tangkainya kasar. Warna tangkai hijau tua, letak sorus berada di tepi. Tumbuhan ini duduk anak daunnya berseling. Bangunnya lanset, pangkalnya tumpul, ujung runcing, dan tepi beringgit. Warna daun hijau muda, permukaan daun licin, permukaan tangkai licin, warna tangkai hitam dan letak sorus berada di ujung lekukan tepi daun. Tumbuhan ini berdaun majemuk, duduk anak daunnya berseling. Bangunnya delta, pangkal rompang, ujungnya runcing, tepi beringgit dan warna hijau muda. Permukaan daun licin, permukaan tangkai licin, warna tangkai daun hitam dan sorusnya terletak pada ujung lekukan tepi daun. Tumbuhan ini berdaun majemuk dan duduk anak daunnya berseling. Bangunnya segitiga, pangkal daun rompang, ujung daun meruncing, tepi daun bercangap, warna daun hijau. Permukaan daun licin, permukaan tangkai daun licin, warna tangkai daun cokelat tua dan sorusnya terletak ditepi. Tumbuhan ini berdaun majemuk dan duduknya saling berhadapan, bangunnya jorong, pangkal daun membulat, ujungnya tumpul, tepinya berombak warna hijau. Permukaan daun licin, permukaan tangkai memiliki trikoma, warna tangkai daun coklat tua, sorus di tepi daun Tumbuhan ini berdaun majemuk dengan duduk anak daun berhadapan, bangun daun jantung, pangkalnya berlekuk, ujung meruncing, tepinya bergerigi halus, warna daunnya hijau dengan permukaan daun licin. Permukaan tangkai daunnya licin, warna tangkainya coklat dan letak sorusnya menyebar Tumbuhan ini berdaun majemuk dengan duduk daun berseling, bangunnya delta, pangkal rompang, ujungnya meruncing, tepinya meruncing, warna hijau tua. Permukaan daun 823 Prosiding Seminar Nasional II Tahun 2016, Kerjasama Prodi Pendidikan Biologi FKIP dengan Pusat Studi Lingkungan dan Kependudukan (PSLK) Universitas Muhammadiyah Malang Malang, 26 Maret 2016 licin, permukaan tangkai daunnya trikoma, warna tangkai daun coklat dan letak sorusnya menyebar Hasil deskripsi frond pada fase sporofit kemudian dijadikan dasar untuk menentukan tingkat kemiripan antar tumbuhan. Perhitungan hasil kemiripan atau indeks similaritas dilakukan dengan menggunakan aplikasi SPSS versi 16 dengan rumus Simple Matching Coeficient. Adapun tahapan analisa hubungan kekerabatan sebagai berikut: (1) skoring hasil pengamatan 38 karakter menggunakan skor 1 dan 0; (2) memasukkan data skoring dalam aplikasi SPSS. Hasil pengukuran kemiripan diperoleh dalam bentuk similarity matrix, namun kami ubah menjadi dissimilarity matrix dan data tersebut tersaji dalam Tabel 2. Tabel 2. Dissimilarity Matrix (Matriks Ketidaksamaan) A B C D E F G 0 A 18.42 0 B 26.32 21.05 0 C 31.58 26.32 42.11 0 D 26.32 18.42 36.84 26.32 0 E 50 39.47 39.47 39.47 39.47 0 F 39.47 34.37 39.47 39.47 10.53 0 G 50 H 42.11 47.37 47.37 36.84 36.84 39.47 21.05 31.58 31.58 36.84 36.84 31.58 44.74 44.74 I 31.58 42.11 42.11 36.84 31.58 39.47 39.47 J K 28.95 34.21 28.95 28.95 34.21 42.11 31.58 H 0 31.58 26.32 28.95 I 0 31.58 39.47 J 0 39.47 K 0 Tabel 2 menunjukkan bahwa nilai similaritas tertinggi terdapat pada hubungan kekerabatan antara F dengan G, yang ditunjukkan oleh angka ketidaksamaan yang paling kecil yaitu 10,53%. Sedangkan nilai similaritas terendah terdapat pada hubungan kekerabatan antara A dengan F dan G, yakni dengan angka ketidaksamaan terbesar 50%. Sokal dan Sneath (dalam Fatimah, 2013) menyatakan bahwa semakin banyak persamaan karakter yang dimiliki maka semakin besar nilai similaritasnya, berarti semakin dekat hubungan kekerabatannya diantara kelompok OTUs (karakter yang dipilih dari tiap jenis) yang diperbandingkan. Jadi berdasar karakter morfologi frond, anggota familia polypodiaceae yang dikarakterisasi tersebut menunjukkan kesamaan yang tinggi antar jenisnya, yakni antara 50% hingga 89,47%. Selanjutnya matriks ketidaksamaan diolah menggunakan metode WPGMA (Weighted Pair Group Method with Arithmetic Mean) yang dirumuskan oleh Sokal & Michener (1958) untuk menghasilkan phenogram hubungan kekerabatan. Hasil Phenogram hubungan kekerabatan jenis tumbuhan paku tersaji pada Gambar 1. Gambar 1 merupakan phenogram yang menunjukkan bahwa dari seluruh anggota familia polypodiaceae yang ditemukan di perkebunan Kalibendo, jenis yang berkerabat 824 Prosiding Seminar Nasional II Tahun 2016, Kerjasama Prodi Pendidikan Biologi FKIP dengan Pusat Studi Lingkungan dan Kependudukan (PSLK) Universitas Muhammadiyah Malang Malang, 26 Maret 2016 paling dekat berdasar karakter morfologi frond ialah tumbuhan F (Adiantum diaphanum) dengan tumbuhan G (Adiantum raddianum) dengan persentase ketidaksamaan hanya 10,5%. Kedua tumbuhan ini tergabung dalam genus yang sama, yaitu dalam genus Adiantum sehingga kedua tumbuhan tersebut mempunyai morfologi frond mirip dari segi warna, ukuran, tekstur, dan letak sorus; sedang perbedaannya ialah terletak pada bentuk frondnya. Kedua tumbuhan Adiantum yang ditemukan tersebut memang mempunyai kekerabatan paling dekat, namun mempunyai ketidaksamaan sebesar 39,6% terhadap seluruh tumbuhan lain, sehingga dapat dikatakan kedua jenis ini mempunyai kekerabatan paling jauh terhadap seluruh jenis tumbuhan lain. Gambar 1. Phenogram Hubungan Kekerabatan Jenis Tumbuhan Paku Tumbuhan lain yang mempunyai hubungan kekerabatan dekat ialah tumbuhan A, E, dan B dengan persentase ketidaksamaan sebesar 18,4%. Tumbuhan A dan E merupakan tumbuhan yang berasal dari satu genus yaitu genus Nephrolepis, sedang B merupakan tumbuhan dari genus Pteris. Ketiga tumbuhan tersebut kemudian mempunyai persentase ketidaksamaan sebesar 28,1% dengan tumbuhan C (tumbuhan genus Pteris). Tumbuhan lain yang mempunyai hubungan kekerabatan dekat ialah tumbuhan H dan J dengan persentase ketidaksamaan 26,3%; kemudian kedua tumbuhan tersebut mempunyai persentase ketidaksamaan sebesar 31,6% terhadap tumbuhan I. Hubungan kekerabatan yang ditampilkan pada Gambar 1 menunjukkan bahwa tumbuhan yang secara taksonomi dinyatakan dekat, misal satu genus; ternyata tidak selalu mempunyai hubungan kekerabatan yang dekat jika dilihat berdasar karakter morfologi frondnya. Hal ini karena untuk menentukan takson tertentu dari suatu tumbuhan, 825 Prosiding Seminar Nasional II Tahun 2016, Kerjasama Prodi Pendidikan Biologi FKIP dengan Pusat Studi Lingkungan dan Kependudukan (PSLK) Universitas Muhammadiyah Malang Malang, 26 Maret 2016 diperlukan karakterisasi dari berbagai sudut pandang ciri, baik pada fase sporofit maupun pada fase gametofit. Ariyanto (2014) dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa tipe stomata tidak dapat dijadikan dasar klasifikasi Polypodiaceae pada tingkat subfamilia, genus, maupun pada tingkat jenis. Namun meski demikian, studi hubungan kekerabatan familia polypodiaceae di perkebunan Kalibendo berdasar karakter morfologi frond pada fase sporofit dapat dilakukan sebagai latihan dalam proses pembelajaran. PENUTUP Hasil dari proses jelajah di sepanjang jalan utama perkebunan Kalibendo, ditemukan 11 jenis tumbuhan paku familia polypodiaceae yang terbagi dalam 6 genus. Tumbuhan paku tersebut ditemukan pada daerah yang terdedah maupun terlindung, suhu rendah, kelembapan tinggi, dan area yang sedikit terjamah. Phenogram yang dihasilkan dari hasil karakterisasi morfologi frond menunjukkan bahwa jenis tumbuhan yang berkerabat paling dekat ialah tumbuhan F (Adiantum diaphanum) dengan tumbuhan G (Adiantum raddianum) dengan persentase ketidaksamaan hanya 10,5%. Tumbuhan lain yang mempunyai hubungan kekerabatan dekat ialah tumbuhan A, E, dan B dengan persentase ketidaksamaan 18,4%. Ketiga tumbuhan tersebut kemudian mempunyai persentase ketidaksamaan sebesar 28,1% terhadap tumbuhan C. Tumbuhan lain yang mempunyai hubungan kekerabatan dekat ialah tumbuhan H dan J dengan persentase ketidaksamaan 26,3%; dimana kedua tumbuhan tersebut mempunyai persentase ketidaksamaan 31,6% terhadap tumbuhan I. Penelitian ini menunjukkan bahwa karakterisasi morfologi frond tidak dapat digunakan untuk mengetahui dasar klasifikasi, namun studi hubungan kekerabatan familia polypodiaceae di perkebunan Kalibendo berdasar karakter morfologi frond pada fase sporofit dapat digunakan sebagai latihan dalam proses pembelajaran. Penelitian lebih lanjut diharapkan dapat meneliti hubungan kekerabatan anggota familia polypodiaceae berdasar karakter yang lebih kompleks, baik pada fase sporofit maupun pada fase gametofitnya. DAFTAR PUSTAKA Ariyanto, J. 2014. Taksonomi Polypodiaceae Ditinjau dari Type Stomata. Prosiding Seminar Nasional XI Pendidikan Biologi FKIP UNS. Tema: Biologi, Sains, Lingkungan, dan Pembelajarannya (hal. 189-194). Chiou, W. L. & Farrar, DR. 1997. Antheridiogen Production and Response in Polypodiaceae Species. American Journal of Botany, 84 (5): 633-640. Crabe, J. A., Jermy, A. C. and Thomas, R. A. 1973. The Phylogeni and Classification of Ferns. London: Academic Press Linnean Society. Earnes, A. J. 1936. Morphology of Vascular Plants: Lower Groups. London: Mc. Grawhill Publications inc. Fatimah, S. 2013. Analisis Morfologi dan Hubungan Kekerabatan Sebelas Jenis Tanaman Salak (Salacca Zalacca (Gertner) Voss Bangkalan. Jurnal Agrovigor, 6 (1): 1-15. Negi, S., Lalit M.T,, Pangtey, Y.P.S., Kumar, S., Martolia, A., Jalal, J; Upreti, K. 2009. Taxonomic Studies On The Family Polypodiaceae (Pteridophyta) Of Nainital Uttarakhand. New York Science Journal, 2 (5) 47-83. Rincon, F., Johnson, BJ., Crossa, S. T. 1996. Cluster analysis, an approach to sampling 826 Prosiding Seminar Nasional II Tahun 2016, Kerjasama Prodi Pendidikan Biologi FKIP dengan Pusat Studi Lingkungan dan Kependudukan (PSLK) Universitas Muhammadiyah Malang Malang, 26 Maret 2016 variability in maize accessions. Maydica Journal, 41 (1): 307-316. Smith, A.R., Pryer, K.M., Schuettpelz, E., Korall, P., Schneider, H., Wolf, P.G. 2006. A Classification for Extant Fern. Journal of Taxon. 55(3): 705-731. Stensvold, M. 2010. Ferns of the National Forests in Alaska. United States Department of Agriculture, (online) (http://www.fs.fed.us/wildflowers/regions/alaska/index. html/, diakses tanggal 13 Februari 2016). Steenis, CGGJ Van. 2003. Flora Untuk Sekolah di Indonesia. Jakarta: Pradnya Paramita. Sunanda Pal & N. Pal.1970. Spore Morphology and Taxonomy of Polypodiaceae. Journal of Grana, 10 (2), 141-148. DOI: 10.1080/00173137009427394. Tjitrosoepomo, G. 1989. Taksonomi Tumbuhan (Schyzophyta, Thallophyta, Bryophyta, Pteridophyta). Yogyakarta: GMU Press. Verdoorn, F.R. 1938. Manual Pteridophyta. The Hague Mortinus Nijhoff. 8 (2): 20-21. Victoria L.M., Catapang, Joanne P.D., Reyes; Medecilo, M.P. 2012. Factors Influencing Species Diversity of Ferns in Mt. Makulot, Cuenca, Southern Luzon, Philippines. Proceeding 2nd International Conference on Environment and Industrial Innovation IPCBEE, 35 IACSIT Press, Singapore. 827