BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Baterai ion-litium semakin banyak digunakan pada berbagai alat elektronik maupun alat-alat industri di seluruh dunia. Logam-logam seperti Ni, Co, Cu dan Li pada baterai ion-litium bekas ini akan terdeposit pada lingkungan dan dapat membahayakan terhadap kesehatan manusia (Bankole et al, 2013) sehingga recovery komponen-komponen tersebut merupakan teknologi yang penting untuk dilakukan. Recovery litium secara kimiawi telah banyak dilakukan, akan tetapi masih banyak meninggalkan bahan kimia berbahaya pada proses leachingnya. Dewasa ini telah banyak penelitian mengenai recovery litium dengan menggunakan berbagai metode yang lebih ramah terhadap lingkungan yakni bioleaching yang memanfaatkan mikroorganisme yang dapat merecovery litium. Bioleaching memanfaatkan kemampuan mikroorganisme mengubah padatan logam yang terdapat pada limbah menjadi logam yang terlarut (Willner, J. et al, 2013). Logam tersebut dapat larut terhadap asam seperti asam sulfat (H2SO4) yang dihasilkan oleh bakteri. Terdapat beberapa mikroorganisme yang mampu melakukan proses bioleaching ataupun akumulasi terhadap litium. Tsuruta (2005) telah melakukan identifikasi kemampuan recovery litium terhadap 70 strain dari 63 spesies (20 bakteria, 18 actinomycetes, 18 fungi, dan 14 yeasts). Dari berbagai jenis bakteri, yang paling sering digunakan untuk bioleaching logam adalah bakteri asidofil dan mikrobia kemolitotrof. Bakteri yang dimanfaatkan untuk proses bioleaching umumnya tumbuh pada kondisi pH rendah. Acidithiobacillus ferrooxidans merupakan bakteri yang paling sering digunakan dalam bioleaching logam. Bakteri ini memanfaatkan energi yang dihasilkan dari oksidasi atau reduksi senyawa besi dan sulfur pada lingkungan asam untuk pertumbuhannya. Bakteri ini dapat menghasilkan asam disebabkan oleh kemampuannya untuk mengoksidasi senyawa sulfur atau besi. Hasil Bioleaching litium menggunakan Acidithiobacillus ferrooxidans memiliki perbedaan sesuai dengan sumber energi yang dimanfaatkannya. Xin et 1 al. (2009) menunjukkan bahwa pada sistem leaching dengan campuran bakteri pengoksidasi sulfur dan besi yang menggunakan media mengandung sumber energi sulfur pada kondisi pH 1.54 menghasilkan ekstraksi litium tertinggi dibandingkan medium yang mengandung sumber energi FeS2 pada kondisi pH 1.69 atau campuran S+FeS2. Sulfur mudah didapat dan memiliki harga relatif murah serta mudah larut dalam larutan sehingga mudah bereaksi dengan bakteri, kriteria ini yang memanfaatkan sulfur digunakan sebagai sumber energi pada pertumbuhan bakteri. Beberapa penelitian bioleaching litium menggunakan bakteri asidofil dan mikrobia kemolitotrof seperti Acidithiobacillus ferrooxidans dan masih belum ada penelitian yang menggunakan isolat lokal sebagai agen bioleaching litium. Kalimantan merupakan daerah tambang yang memiliki tanah masam. Kondisi ini memungkinkan terdapat beberapa organisme yang mampu hidup pada tanah kalimantan dalam kondisi pH rendah. Terdapat lima isolat bakteri dengan kode FW 1, FW 2, FW 3, SK 2, dan SW 5 yang berhasil diisolasi dari tanah Kalimantan. Bakteri ini dimungkinkan dapat memproduksi asam sulfat sehingga nantinya dapat melarutkan litium. Sehingga pada penelitian ini bertujuan untuk melakukan proses bioleaching baterai ion litium dengan menggunakan isolat lokal yang ditumbuhkan pada medium pertumbuhan yang mengandung sumber energi sulfur (S). 1.2 Permasalahan 1. Bagaimana pola pertumbuhan isolat bakteri pada medium pertumbuhan yang mengandung sumber energi sulfur (S0)? 2. Apakah isolat bakteri dapat menghasilkan asam sulfat dengan medium pertumbuhan yang mengandung sumber energi sulfur (S0)? 3. Bagaimana pertumbuhan isolat bakteri dalam berbagai konsentrasi serbuk baterai? 4. Bagaimana kemampuan isolat bakteri dalam melakukan proses bioleaching baterai ion litium dengan medium pertumbuhan yang mengandung sumber energi sulfur (S0)? 2 1.3 Keaslian Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan isolat lokal yang diperoleh dari tanah masam Kalimantan dengan medium yang mengandung sulfur sebagai sumber energi pada proses bioleaching litium. Sedangkan Mishra et al (2008) menggunakan bakteri Acidithiobacillus ferrooxidans dengan menggunakan sumber energi sulfur. Xin et al. (2009) menggunakan campuran bakteri pengoksidasi sulfur dan besi pada mediumnya dan menambahkan 4g sumber energi yang berbeda [sulfur(S), pirit (FeS2) dan campuran sulfur+pirit ] pada medium bioleaching litium. Li et al (2013) menggunakan bakteri Acidithiobacillus ferrooxidans pada medium bioleaching yang mengandung sumber energi FeSO4 untuk mengetahui pengaruh pH larutan, potensial redok pada proses bioleaching LiCoO2. 1.4 Tujuan Penelitian 1. Untuk mengetahui pola pertumbuhan isolat bakteri pada medium pertumbuhan yang mengandung sumber energi sulfur (S0)? 2. Untuk mengetahui apakah isolat bakteri dapat menghasilkan asam sulfat dengan medium pertumbuhan yang mengandung sumber energi sulfur (S0)? 3. Untuk mengetahui pertumbuhan isolat bakteri dalam berbagai konsentrasi serbuk baterai? 4. Untuk mengetahui kemampuan isolat bakteri dalam melakukan proses bioleaching baterai ion litium dengan medium pertumbuhan yang mengandung sumber energi sulfur (S0)? 1.2 Manfaat Penelitian 1. Memberikan kotribusi terhadap ilmu pengetahuan mengenai proses bioleaching litium dari baterai ion litium bekas menggunakan isolat lokal dari tanah masam Kalimantan. 2. Dapat memberikan masukan mengenai pemanfaatan bakteri lokal yang mampu melakukan bioleaching litium. 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Baterai Ion Litium Baterai ion litium terdiri dari katoda, anoda, separator dan campuran elektrolit yang terdiri dari larutan garam litium, LiPF6 (Scrosati & Garche, 2010). Pada bagian katoda umumnya terdapat bahan LiCoO2 atau Li(Ni1/3Mn1/3Co1/3)O2 atau LiMPO4 tergantung pada jenis baterai. Baterai dengan katoda berbahan Li(Ni1/3Mn1/3Co1/3)O2 umumnya lebih stabil dan relative lebih mahal dibandingkan baterai berkatoda LiCoO2. Pada bagian anoda mengandung karbon grafit dan PVdF atau PTFE. Campuran larutan elektrolit terdiri dari LiPF6 dan pelarut organic DMC dan EC yang dilarutkan dengan rasio 1:1:1 (Bankole et al., 2013). Gambar 1. Struktur baterai ion litium silinder (Nishi, 2001) Secara umum komposisi baterai ion litium bekas terdiri dari Al foil (1525%), karbon (0.1-1%), Cu foil (5-15%), dietil karbonat (DEC, 1-10%), etilen karbonat (EC, 1-10%), metiletil karbonat (MEC, 1-10%), LiPF6 (1-5%), grafit (1030%), LiCoO2 (25-45%), PVDF (0.5-2%), steel, nickel, and polymers (Changes, A. & S. Jolanta, 2015). Selama proses discharge, ion litium akan 4 bergerak dari elektroda negative kearah elektroda positif melalui elektrolit dan separator dan akan mengalami reaksi balik jika baterai digunakan kembali. LiMO2 + 6C Li1-xMO2 + LixC6 (M= Mn,Ni/Co) Gambar 3. Skema diagram reaksi kimia pada baterai ion litium Bankole et al, 2013) 2.1.2 Mekanisme Bioleaching Ion Litium Dalam proses bioteknologi, proses kelarutan logam terjadi berdasarkan interaksi antara mikroorganisme dan logam. Hal ini mirip dengan siklus biogeokimia sehingga proses ini membutuhkan energi dan biaya yang cukup rendah dan ramah lingkungan (Jadhav & Hocheng, 2012). Mikroorganisme kemolitoautotrof dapat mengoksidasi atau mereduksi senyawa besi ataupun sulfur dan menghasilkam larutan asam yang dapat melarutkan logam (Valdes et al, 2008). Wu & Ruan (2007) menjabarkan mengenai reaksi yang terjadi antara interaksi mikrobia dengan logam adalah sebagai berikut. FeS2 + 5O2 + 4H+ Fe3+ + 2SO42- + 2H2O (proses mikrobia) FeS2 + Fe2(SO4)3 3FeSO4 + 2S (∆Gf = -60,3) (proses kimia) FeS2 + 7Fe2(SO4)3 + 8H2O 15FeSO4 + 8H2SO4 (∆Gf =-543,02) (proses kimia) S + 1½ O2 + H2O H2SO4 (proses mikrobia) 2Fe2+ + ½ O2 + 2H+ 2Fe3+ + H2O (proses mikrobia) 5 S + 3Fe2(SO4)3 + 4H2O 4H2SO4 + 6FeSO4 (∆Gf =-241,36) (proses kimia) 2FeSO4 + 2LiCoO2 + 4H2SO4 Fe2(SO4)3 + 2CoSO4 + Li2SO4 + 4H2O (proses kimia) Baterai ion litium mengandung elektroda senyawa logam litium oksida seperti LiCoO2 (Scrosati et al., 2010). Xin et al (2009) menunjukkan bahwa pada sistem leaching yang menggunakan sulfur sebagai sumber energi, ion Co2+ dalam bentuk CoO dilepaskan oleh larutan asam yang dihasilkan sedangkan Co3+ dalam bentuk LiCoO2 tahan terhadap reaksi asam. Li et al. (2013) menyatakan bahwa persen bioleaching LiCoO2 pada larutan dipengaruhi oleh pH dan nilai potensial redoks. Maksimum kisaran pH pada proses bioleaching adalah 1,0-3,0 (persamaan 1-5) sedangkan potensial redoksnya adalah 0,3-0,6 V. Diagram sistem Li-Co-H2O pada gambar 1. menunjukkan bahwa LiCoO2 menjadi CO2+ dan Li+ saat potensial redoks berkisar antara -0.3 sampai 1.8 V dan pH di bawah 7.8 (Wen et al., 2005). Hal ini menujukkan bahwa proses bioleaching terjadi pada daerah tersebut. Gambar 1. Diagram sistem Li-Co-H2O (konsentrasi laritan ion dalam 10-1 mol L-1) Acidithiobacillus ferrooxidans merupakan bakteri gram negatif bersifat chemolithoautotrof, mampu mengoksidasi senyawa Fe2+ dan sulfur dengan oksigen bertindak sebagai aseptor elektron. Energi yang dihasilkan dari proses oksidasi dimanfaatkan untuk pertumbuhan selnya serta proses fiksasi CO2 (Rawlings, 2002). Secara umum proses bioleaching dengan menggunakan 6 Acidithiobacillus ferrooxidans terjadi pada pH sekitar 2,1 karena proses oksidasi Fe2+ dan LiCoO2 (persamaan 1 dan 2) merupakan proses konsumsi proton sehingga terjadi kenaikan pH. Pada proses bioleaching Co tidak terlalu dipengaruhi oleh nilai pH (persamaan 3-5) 4Fe2+ + O2 + 4H+ 4 Fe3+ + 2H2O2 (1) 4LiCoO2 + 12H+ → 4Li+ + 4Co2+ + 6H2O + O2 (2) Fe3+ + H2O → Fe(OH)2+ + H+ (3) Fe(OH)2+ + H2O → Fe(OH)2+ + H+ (4) Fe(OH)2+ + H2O Fe(OH)3 + H+ (5) 2LiCoO2 + 3H2O → 2Co(OH)2 + 2LiOH + ½ O2 + 2e 2.1.3 Bakteri Agen Bioleaching Mikroorganisme kemolitoautotrof dapat mengoksidasi atau mereduksi senyawa besi ataupun sulfur dan menghasilkam larutan asam yang dapat melarutkan logam (Valdes et al, 2008). Acidithiobacillus ferrooxidans merupakan bakteri gram negatif bersifat chemolithoautotrof, mampu mengoksidasi senyawa Fe2+ dan sulfur dengan oksigen bertindak sebagai aseptor electron. Energi yang dihasilkan dari proses oksidasi dimanfaatkan untuk pertumbuhan selnya serta proses fiksasi CO2 (Rawlings, 2002). Bakteri asidofil mampu bertahan hidup pada kondisi lingkungan yang ekstrim dengan pH sangat rendah. Akan tetapi pH internal dari bacteria asidofil sekitar 6,5 (Valdes et al, 2008). Protein yang berada di luar membrane dalam berfungsi pada pH 1-2. Sehingga terdapat mekanisme khusus terhadap perbedaan kondisi tersebut. Adsorpsi mikrobia melibatkan proses penempelan mikrobia terhadap mineral dan ekskresi zat polimer ekstraseluler (EPS) yang memediasi proses adsorpsi. Langkah selanjutnya adalah pembentukan koloni bakteri yang tertanam pada EPS atau biofilm. Zat EPS mengandung ion Fe3+ dengan konsentrasi tinggi menyebabkan zat ini berspotensial sebagai lokalisasi proses reaksi solubilisasi logam sulfida (Sand and Gehrke, 2006). 7 2.2 Dasar Teori Baterai ion litium mengandung elektroda senyawa logam litium oksida seperti LiCoO2 (Scrosati et al, 2010). Xin et al (2009) menunjukkan bahwa pada sistem leaching yang menggunakan sulfur sebagai sumber energi, ion Co2+ dalam bentuk CoO dilepaskan oleh larutan asam yang dihasilkan sedangkan Co3+ dalam bentuk LiCoO2 tahan terhadap reaksi asam. Dalam proses bioteknologi, proses kelarutan logam terjadi berdasarkan interaksi antara mikroorganisme dan logam. Hal ini mirip dengan siklus biogeokimia sehingga proses ini membutuhkan energi dan biaya yang cukup rendah dan ramah lingkungan (Jadhav & Hocheng, 2012). Mikroorganisme kemolitoautotrof dapat mengoksidasi atau mereduksi senyawa besi ataupun sulfur dan menghasilkam larutan asam yang dapat melarutkan logam (Valdes et al, 2008). Acidithiobacillus ferrooxidans merupakan bakteri gram negatif bersifat chemolithoautotrof, mampu mengoksidasi senyawa Fe2+ dan sulfur dengan oksigen bertindak sebagai aseptor electron. Energi yang dihasilkan dari proses oksidasi dimanfaatkan untuk pertumbuhan selnya serta proses fiksasi CO2 (Rawlings, 2002). Bakteri ini hidup pada lingkungan dengan pH rendah. Hasil Bioleaching litium menggunakan A. ferrooxidans memiliki perbedaan sesuai dengan sumber energi yang dimanfaatkannya. Xin et al. (2009) menunjukkan bahwa Recovery litium (Li) tertinggi terjadi pada pH 1.54 dengan sulfur sebagai sumber energi dan Recovery litium (Li) terendah terjadi pada pH 1.69 dengan FeS2 sebagai sumber energi. 2.3 Hipotesis 1. Isolat bakteri memiliki pola pertumbuhan yang berbeda sesuai dengan komposisi medium yang digunakan. 2. Isolat bakteri yang ditumbuhkan dalam medium yang mengandung sumber energi sulfur dapat menghasilkan asam sulfat dengan kadar yang berbeda sesuai dengan konsentrasi sulfur yang ditambahkan. 8 3. Isolat bakteri yang ditumbuhkan dalam medium yang mengandung sulfur mampu melakukan proses bioleaching terhadap litium. 9 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Alat dan Bahan Peralatan gelas yang digunakan pada penelitian ini adalah petridish, Erlenmeyer, beaker glass, gelas ukur dan. Bahan yang digunakan adalah aquades, aquabides, (NH4)2SO4, KH2PO4, MgSO4.7H2O, CaCl2, FeSO4.7H2O dan sulfur. 3.2 Sampel Penelitian Isolat bakteri yang digunakan diperoleh dari isolasi bakteri dari tanah masam Kalimantan. Sedangkan limbah baterai litium diperoleh dari teknik kimia UGM 3.3 Prosedur Kerja 3.3.1 Analisis Kandungan Serbuk Baterai Ion Litium Bekas Limbah baterai ion litium sebelumnya dihaluskan terlebih dahulu kemudian dianalisis kandungan litium dan logam lainnnya dengan menggunakan AAS (Atomic Absorption Spectrophotometer). 3.3.2 Penyimpanan dan Peremajaan Bakteri Isolat bakteri ditumbuhkan dalam medium 9K yang mengandung (NH4)2SO4 2g, KH2PO4 1g, MgSO4.7H2O 1g, CaCl2 0,25g, FeSO4.7H2O 0,18g dan aquabides 1000 mL. Penyimpanan dilakukan pada medium miring dalam suhu 4 0 C. 3.3.3 Pembuatan Kurva Pertumbuhan Untuk pertumbuhan bakteri, berbagai konsentrasi (2, 4 dan 6 gram/100 mL) sulfur ditambahkan ke dalam medium 9K dengan pH awal 4 dan diinokulasi pada suhu 30 0C dengan medium tanpa penambahan sulfur sebagai kontrol perlakuan. Pada tahap ini dilakukan uji pengukuran asam sulfat dan pH. Pengulangan dilakukan sebanyak tiga kali. 10 3.3.4 Uji Ketahanan Bakteri terhadap Serbuk Baterai Uji ketahanan bakteri terhadap serbuk baterai dilakukan dengan menggunakan isolat dan komposisi medium yang menghasilkan asam sulfat tertinggi. Serbuk baterai dengan berbagai konsentrasi (0,5 , 1, 2 dan 3g/100mL) ditambahkan ke dalam medium 9K dengan pH awal 4 dan diinokulasi pada suhu 30 0C dengan medium tanpa penambahan penambahan isolat sebagai kontrol. Pengulangan dilakukan sebanyak tiga kali. 3.3.5 Bioleaching Litium Pada proses bioleaching litium menggunakan komposisi medium dengan hasil ketahanan bakteri terhadap serbuk baterai paling optimum. Lima mL inokulum ditambahkan pada 95 mL medium bioleaching pada Erlenmeyer 250 mL, diinkubasi pada suhu 30 0C 120 rpm. Medium tanpa penambahan inokulum digunakan sebagai kontrol. Pada tahap ini dilakukan uji pengukuran asam sulfat, pH dan konsentrasi litium pada filtrat. Pengulangan dilakukan sebanyak tiga kali. 3.3.6 Uji Konsentrasi Asam Sulfat Konsentrasi asam sulfat diukur menggunakan metode gravimetri. BaCl2 10% ditambahkan pada medium kontrol dan sampel kemudian endapan putih (BaSO4) yang terbentuk disaring dan ditimbang sehingga didapat berat kering dari BaSO4 dan konsentrasi asam sulfat diketahui melalui perbandingan mol yang didapat. 3.3.7 Uji Konsentrasi Litium Pengukuran konsentrasi Litium dilakukan pada larutan medium bioleaching baik yang mengandung inokulum bakteri dan tidak (kontrol). Larutan medium disentrifugasi kemudian supernatant diuji menggunakan ICP untuk mengetahui litium yang terlarut pada larutan. 11 Aktivitas Agsts Sept Okt Nov Des Jan Feb Pembuatan proposal Pesiapan bahan dan alat Peremajaan isolat bakteri Pembuatan kurva pertumbuhan Uji ketahanan bakteri terhadap serbuk baterai litium Bioleaching litium Analisis hasil penelitian Penyusunan laporan hasil penelitian 12