Uploaded by User58250

Laporan Perekonomian Provinsi Riau Mei 2019

advertisement
LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI RIAU
LAPORAN PEREKONOMIAN
PROVINSI RIAU
MEI 2019
website : www.bi.go.id
LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI RIAU
VISI BANK INDONESIA :
bank sentral yang berkontribusi secara nyata terhadap perekonomian
Indonesia dan terbaik diantara negara emerging markets
MISI BANK INDONESIA :
1. Mencapai dan memelihara stabilitas nilai Rupiah melalui efektivitas kebijakan
moneter dan bauran kebijakan Bank Indonesia.
2. Turut
menjaga
stabilitas
sistem
keuangan
melalui
efektivitas
kebijakan
makroprudensial Bank Indonesia dan sinergi dengan kebijakan mikroprudensial
Otoritas Jasa Keuangan.
3. Turut mengembangkan ekonomi dan keuangan digital melalui penguatan kebijakan
sistem pembayaran Bank Indonesia dan sinergi dengan kebijakan Pemerintah serta
mitra strategis lain.
4. Turut mendukung stabilitas makroekonomi dan pertumbuhan ekonomi yang
berkelanjutan melalui sinergi bauran kebijakan Bank Indonesia dengan kebijakan
fiskal dan reformasi struktural pemerintah serta kebijakan mitra strategis lain.
5. Memperkuat efektivitas kebijakan Bank Indonesia dan pembiayaan ekonomi,
termasuk infrastruktur, melalui akselerasi pendalaman pasar keuangan.
6. Turut mengembangkan ekonomi dan keuangan syariah di tingkat nasional hingga di
tingkat daerah.
7. Memperkuat peran internasional, organisasi, sumber daya manusia, tata kelola dan
sistem informasi Bank Indonesia.
NILAI-NILAI STRATEGIS ORGANISASI BANK INDONESIA :
Nilai-nilai Strategis Bank Indonesia adalah: (i) kejujuran dan integritas (trust and integrity);
profesionalisme (profesionalism); (ii) keunggulan (excellence); (iv) mengutamakan
kepentingan umum (public interest); dan (v) koordinasi dan kerja sama tim (coordination
and teamwork) yang berlandaskan keluhuran nilai-nilai agama (religi).
GE
LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI RIAU
Kata Pengantar
KATA
PENGANTAR
LAPORAN Perekonomian Provinsi (LPP) Riau ini merupakan kajian triwulanan yang
berisi analisis perkembangan ekonomi dan perbankan di Provinsi Riau. Terbitan kali
ini memberikan gambaran perkembangan ekonomi dan perbankan di Provinsi Riau
pada triwulan I 2019 dengan penekanan pada kondisi ekonomi makro regional
antara lain, Asesmen Pertumbuhan Ekonomi Daerah, Asesmen Inflasi Daerah,
Asesmen Keuangan Pemerintah, Asesmen Stabilitas Keuangan Daerah dan
Pengembangan Ekonomi, Asesmen Penyelenggaraan Sistem Pembayaran dan
Pengelolaan Uang Rupiah, Asesmen Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan, serta
Prospek Perekonomian tahun 2019 berdasarkan indikator terkini. Analisis dilakukan
berdasarkan data bulanan bank umum, data ekspor-impor yang diolah oleh Kantor
Pusat Bank Indonesia, hasil survei Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau,
data perekonomian dan ketenagakerjaan yang diterbitkan Badan Pusat Statistik (BPS)
Provinsi Riau, serta data pendukung yang diperoleh dari Organisasi Perangkat Daerah
(OPD) Provinsi Riau dan instansi/lembaga lainnya, termasuk informasi anekdotal
terkait.
Tujuan dari penyusunan laporan ini adalah untuk memberikan informasi kepada
stakeholders tentang perkembangan ekonomi dan perbankan di Provinsi Riau,
dengan harapan kajian tersebut dapat dijadikan sebagai salah satu sumber referensi
bagi para pemangku kebijakan, akademisi, masyarakat, dan pihak-pihak lain dalam
pengambilan keputusan.
Pekanbaru, Mei 2019
Kepala Kantor Perwakilan
Bank Indonesia Provinsi Riau
Decymus
Direktur
iii
GE
LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI RIAU
Kata Pengantar
duduk di rumah memegang amanah
duduk di tanah memegang petuah
duduk di kampung menjadi payung
duduk di banjar bertunjuk ajar
duduk di ladang tenggang menenggang
duduk di negeri tahukan diri
duduk di dusun ia penyantun
duduk beramai elok perangai
apa tanda Melayu bertuah,
tahu berguru pada yang sudah
tahu berbuat pada yang ada
tahu memandang jauh ke muka
apa tanda Melayu terbilang,
dada lapang pandangan panjang
iv
GE
LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI RIAU
Daftar Isi
DAFTAR
ISI
HALAMAN
Kata Pengantar ......................................................................................................
iii
Daftar Isi ................................................................................................................
v
Daftar Tabel ...........................................................................................................
viii
Daftar Grafik ..........................................................................................................
ix
Daftar Gambar........................................................................................................
xii
Tabel Indikator Ekonomi Terpilih..............................................................................
xiii
RINGKASAN EKSEKUTIF .........................................................................................
1
BAB 1.
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH
1.
Kondisi Umum.........................................................................
8
2.
PDRB Sisi Penggunaan.............................................................
11
2.1
Konsumsi ......................................................................
12
2.2
Investasi (PMTB)..............................................................
13
2.3
Ekspor dan Impor ...........................................................
15
2.3.1. Ekspor .................................................................
15
2.3.2. Impor ..................................................................
16
PDRB Lapangan Usaha.............................................................
17
3.1
Sektor Pertanian, Kehutanan dan Perikanan....................
18
3.2
Sektor Pertambangan dan Penggalian ............................
20
3.3
Sektor Industri Pengolahan .............................................
21
3.4
Sektor Konstruksi...........................................................
22
3.
Boks 1
BAB 2.
Alternatif Sumber Pertumbuhan Ekonomi Baru Riau
KEUANGAN PEMERINTAH
1.
Kondisi Umum..............................................................................
24
2.
Realisasi Pendapatan Provinsi Riau.................................................
26
3.
Realisasi Belanja Provinsi Riau........................................................
28
v
LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI RIAU
Daftar Isi
BAB 3.
PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH
1.
Kondisi Umum.............................................................................
32
2.
Perkembangan Inflasi Provinsi Riau...............................................
32
2.1. Inflasi Kota............................................................................
36
2.1.1. Inflasi Kota Pekanbaru.................................................
36
2.1.2. Inflasi Kota Dumai.......................................................
39
2.1.3. Inflasi Kota Tembilahan...............................................
41
Program Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) Riau...................
43
3.
Boks 2
Indikasi Turunnya Daya Beli Dibalik Rendahnya Inflasi
BAB 4.
STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES
KEUANGAN DAN UMKM
1. Perkembangan Sistem Keuangan Riau..........................................
1.1. Ketahanan Sektor Korporasi..
2.
49
...................................
50
1.2. Kerentanan Sektor Rumah Tangga. ..................................
53
Kondisi Umum Perbankan Riau....................................................
55
2.1. Perkembangan Bank Umum..............................................
57
2.1.1. Perkembangan
2.1.3. Perkembangan Suku Bunga Bank Umum
.
57
...
59
..
59
60
BAB 5.
2.2. Perkembangan Perbankan Syariah....................................
61
2.3. Perkembangan Kinerja Bank Perkreditan Rakyat................
63
2.4. Perkembangan Kredit UMKM...........................................
64
PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG
RUPIAH
1. Kondisi Umum Sistem Pembayaran Tunai dan Non Tunai.............
67
2. Perkembangan Transaksi Pembayaran Tunai................................
68
2.1.
Aliran Uang Masuk dan Keluar (Inflow - Outflow)............
68
2.2.
Penyediaan Uang Kartal Layak Edar..................................
70
2.3.
Uang Rupiah Tidak Asli....................................................
73
3. Perkembangan Transaksi Pembayaran Non Tunai........................
74
vi
GE
LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI RIAU
Daftar Isi
BAB 6
BAB 7
Boks 3
3.1.
Transaksi Kliring..............................................................
75
3.2.
Transaksi Real Time Gross Settlement (RTGS)
76
3.3.
Transaksi Kegiatan Usa
.
76
KETENAGAKERJAAN & KESEJAHTERAAN DAERAH
1.
Kondisi Umum...........................................................................
78
2.
Ketenagakerjaan........................................................................
79
3.
Kesejahteraan Daerah................................................................
83
3.1. Penduduk Miskin Riau.......................................................
83
3.2. Garis Kemiskinan Riau.......................................................
84
3.3. Indeks Kedalaman
..............
85
3.4. Nilai Tukar Petani..............................................................
86
PROSPEK PEREKONOMIAN DAERAH
1.
Prospek Makro Regional..........................................................
87
2.
Perkiraan Inflasi.......................................................................
92
3.
Rekomendasi...........................................................................
95
Perkembangan Ekonomi Global
Daftar Istilah
xv
vii
LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI RIAU
Daftar Tabel
DAFTAR
TABEL
HALAMAN
Tabel 1.1 Pertumbuhan Ekonomi Riau Sisi Penggunaan (yoy)..................................
11
Tabel 1.2 Pertumbuhan Ekonomi Riau Sisi Sektoral Dengan Migas (yoy)..................
18
Tabel 2.1 Komponen Pendapatan Pajak
27
28
29
Tabel 3.1 Inflasi Aktual dan Historis
34
Tabel 3.2 Inflasi Aktual dan Historis
37
Tabel 3.3 Inflasi Aktual dan Historis
39
Tabel 3.4 Inflasi Aktual dan Historis
41
Tabel 4.1 Kredit Lokasi Bank Menurut Sektor Ekonomi
.........
52
Tabel 4.2 Pangsa Kredit UMKM Pulau Sumatera.....................................................
65
Tabel 5.1 Perkembangan Transaksi BI-
76
Tabel 5.2 Perkembangan Transaksi KUPVA-BB di
77
Tabel 6.1 Tingkat Pengangguran Terbuka Pulau Sumatera......................................
79
Tabel 6.2
...
80
Tabel 6.3 Garis Kemiskinan Provinsi Riau...............................................................
84
viii
LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI RIAU
Daftar Grafik
DAFTAR
GRAFIK
HALAMAN
Grafik 1.1 Pertumbuhan Ekonomi Riau dan Nasional Secara Tahunan..................
Grafik 1.2 NTP Subsektor Riau
8
..............................................
12
..............
12
Grafik 1.4 Perkembangan Kondisi Konsumen Riau..............................................
13
Grafik 1.5 Perkembangan Indeks Survei Ekspektasi Konsumen
13
Grafik 1.6 Kredit Investasi
.............................................................
14
Grafik 1.7 Kredit Konstruksi Riau........................................................................
14
Grafik 1.8 Perkembangan Nilai Realisasi PMDN di Provinsi Riau............................
14
Grafik 1.9 Perkembangan Nilai Realisasi PMA di Provinsi Riau..............................
14
Grafik 1.10 Perkembangan Volume Ekspor CPO Riau..........................................
15
Grafik 1.11 Perkembangan Volume Ekspor
.................................
15
...............................
16
Grafik 1.3
Grafik 1.12
Grafik 1.13
16
Grafik 1.14 Perkembangan Harga TBS................................................................
19
Grafik 1.15 Perkembangan Harga Bokar.............................................................
19
Grafik 1.16 SBT Sektor Pertanian dan PDRB Riau.................................................
19
Grafik 1.17 Kredit Perkebunan Sawit..................................................................
20
Grafik 1.18 Kredit Perkebunan Karet..................................................................
20
Grafik 1.19 Perkembangan Volume Lifting
...................................
21
Grafik 1.20 Perkembangan Kegiatan U
.
21
Grafik 1.21 Perkembangan Harga CPO
......................................................
22
Grafik 1.22 Perkembangan Harga Karet
....................................................
22
......................................................................
23
...............................................................
23
Grafik 1.23 Konsumsi Semen
Grafik 1.24 LS Investasi
Grafik 2.1 Perkemban
25
Grafik 2.2
25
Grafik 2.3
26
Grafik 2.4 Realisasi Pendapatan Asli Daerah
27
ix
LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI RIAU
Daftar Grafik
Grafik 2.5 Realisasi Komponen Belanja Tidak La
30
Grafik 2.6 Realisasi Pos Bel
31
Grafik 3.1 Perkembangan APBD
42
Grafik 3.2
42
Grafik 3.1 Perkembangan Inflasi Nasional, Riau dan Sumatera (yoy).....................
33
Grafik 3.2 Perkembangan Inflasi Ketiga Kota di Riau (yoy)....................................
33
Grafik 3.3 Inflasi Riau Berdasarkan Kelompok Pengeluaran (yoy)..........................
36
Grafik 3.4 Inflasi Pekanbaru Berdasarkan Kelompok Pengeluaran (yoy)................
38
Grafik 3.5 Inflasi Dumai Berdasarkan Kelompok Pengeluaran (yoy)......................
41
Grafik 3.6 Inflasi Tembilahan Berdasarkan Kelompok Pengeluaran (yoy)...............
43
Grafik 4.1 Kredit Durable Goods.........................................................................
53
Grafik 4.2
.........................................................................
53
Grafik 4.3
...........................................................
54
Grafik 4.4
...........................................................................
54
Grafik 4.5 Indeks Ekspektasi Konsumen dan Kredit Konsumsi..............................
55
Grafik 4.6 Perkembangan Aset Perbankan Riau...................................................
56
Grafik 4.7 Perkembangan DPK Provinsi Riau........................................................
56
Grafik 4.8 Perkembangan Kredit Perbankan Riau................................................
57
Grafik 4.9 Perkembangan Resiko Kredit Perbankan Riau......................................
57
Grafik 4.10 Perkembangan Aset Perbankan Syariah............................................
61
Grafik 4.11 DPK Perbankan Syariah Menurut Jenis Simpanan..............................
61
Grafik 4.12 Pertumbuhan Pembiayaan Perbankan Syariah...................................
62
Grafik 4.13 Perkembangan Aset BPR/S................................................................
63
Grafik 4.14 Perkembangan DPK BPR/S................................................................
63
Grafik 4.15 Perkembangan Kredit BPR/S.............................................................
64
Grafik 4.16 Perkembangan NPL BPR/S.................................................................
64
Grafik 4.17 Perkembangan dan Pertumbuhan Kredit UMKM...............................
65
Grafik 4.18 Perkembangan Kredit UMKM Berdasarkan Segmen..........................
66
Grafik 4.19 Perkembangan NPL Kredit UMKM
..
66
Grafik 5.1 Perkembangan Inflow dan Outflow di Provinsi Riau.............................
69
Grafik 5.2 Pergerakan Pertumbuhan Konsumsi RT (qtq) dan Outflow (qtq)...........
70
Grafik 5.3 Pergerakan Pertumbuhan Konsumsi Pemerintah dan Outflow (qtq)
70
Grafik 5.4 Perkembangan UTLE yang Dimusnahkan............................................
72
Grafik 5.5 Perkembangan
72
.......
x
LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI RIAU
Daftar Grafik
Grafik 5.6 Perkembangan Peredaran Uang Rupiah Tidak Asli di Provinsi Riau........
74
Grafik 5.7 Perkembangan Transaksi Kliring (SKNBI) di Provinsi Riau......................
75
Grafik 6.1 Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) Provinsi di Sumatera............
79
Grafik 6.2 Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Provinsi di Sumatera..................
79
Grafik 6.3 Penduduk Bekerja Menurut Lapa
80
Grafik 6.4 Penduduk Bekerja Menurut Status Pekerjaan U
81
Grafik 6.5 Jumlah Jam Kerja Per Minggu.............................................................
82
Grafik 6.6 Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan................................................
82
Grafik 6.7 Tingkat Pengangguran Terbuka Menurut Pendidikan
.......
82
Grafik 6.8 Perkembangan Penduduk Miskin Riau................................................
83
Grafik 6.9 Sebaran Penduduk Miskin Riau...........................................................
83
Grafik 6.10 Perkembangan Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) Riau....................
85
Grafik 6.11 Perkembangan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) Riau....................
85
Grafik 6.12 Perkembangan Nilai Tukar Petani......................................................
86
Grafik 7.1 Perkembangan Pertumbuhan Ekonomi Riau dan Perkiraan 2019.........
88
Grafik 7.2 Perkembangan
........
92
Grafik 7.3 Perkembangan Harga Komoditas Pangan...........................................
94
xi
LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI RIAU
DAFTAR
Daftar Gambar
GAMBAR
HALAMAN
Gambar 3.1 Inflasi Riau, Sumatera dan Nasional
Gambar 7.1 Prakiraan Sifat Hujan Musim Hujan 2019
33
..........................
xii
95
LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI RIAU
Tabel Indikator
TABEL INDIKATOR
INDIKATOR
EKONOMI TERPILIH
2017
2018
I
II
III
129.85
129.53
130.85
131.26
130.65
130.24
131.89
132.62
131.90
131.65
132.19
133.95
Laju Inflasi Tahunan (yoy, %) :
- Provinsi Riau
- Kota Pekanbaru
- Kota Dumai
- Kota Tembilahan
5.02
5.17
5.33
2.97
6.19
6.50
5.95
3.42
Pertumbuhan PDRB (yoy %, dengan migas)
2.81
Nilai Ekspor Non Migas (Juta USD)
Volume Ekspor Non Migas (ribu Ton)
Nilai Impor Non Migas (Juta USD)
Volume Impor Non Migas (ribu Ton)
Indeks Harga Konsumen*) :
- Provinsi Riau
- Kota Pekanbaru
- Kota Dumai
- Kota Tembilahan
IV
2019
I
I
II
III
IV
133.42
133.16
133.82
135.43
134.56
134.34
134.05
137.75
134.99
134.60
135.33
138.45
135.14
135.10
134.38
136.99
136.69
136.54
136.30
139.00
136.29
136.08
135.92
139.28
5.07
5.22
4.99
3.82
4.20
4.07
4.85
4.27
3.62
3.71
2.45
4.94
3.32
3.35
2.61
4.40
2.45
2.62
1.66
2.27
2.45
2.54
1.85
2.64
1.30
1.30
1.40
1.11
2.49
2.91
2.53
2.84
2.34
2.94
1.28
2.88
3,752.61
5,514.38
3,051.59
4,879.90
3,410.24
5,651.68
3,833.88
5,960.66
3,443.20
5,415.78
3,273.40
5,186.43
3,487.54
6,215.94
3,118.84
5,947.73
2,725.14
5,484.64
211.39
614.66
278.67
883.53
316.83
716.64
434.62
968.01
375.28
872.71
334.67
1,034.52
332.97
984.80
363.47
1,170.38
350.12
1,227.06
I
II
B. PERBANKAN
INDIKATOR
2017
2018
III
IV
I
II
III
IV
2019
I
Bank Umum
Total Aset (dalam Rp Juta)
97,413,710
96,800,520
103,345,237
98,443,308
94,942,058
95,727,695
98,944,416
102,498,924
100,962,242
DPK (dalam Rp Juta)
- Giro
- Tabungan
- Deposito
72,224,755
12,952,275
33,449,661
25,822,819
73,060,394
11,441,182
34,130,124
27,489,088
74,585,391
11,869,441
34,276,721
28,439,728
73,150,935
10,074,125
37,784,186
25,292,624
73,316,351
11,758,608
36,634,497
24,923,245
74,019,300
11,563,236
38,523,504
23,932,559
76,079,917
12,431,456
37,928,821
25,719,640
76,705,950
11,341,182
39,718,346
25,646,421
78,100,301
12,560,736
37,508,112
28,031,453
Kredit (dalam Rp Juta)
- Modal Kerja
- Investasi
- Konsumsi
81,675,790
27,812,278
26,877,525
26,985,987
81,377,056
25,342,238
28,239,386
27,795,433
84,102,959
26,764,841
29,186,840
28,151,278
88,784,648
28,699,385
30,709,614
29,375,649
90,306,676
28,654,574
31,595,129
30,056,974
94,890,672
31,245,285
32,868,503
30,776,883
102,416,393
34,545,295
36,278,433
31,592,665
106,679,502
37,528,287
36,648,647
32,502,568
103,998,271
33,897,763
37,350,622
32,749,886
80.14
2.88
80.69
3.02
80.12
2.70
82.86
2.11
83.04
3.15
84.14
3.09
83.24
2.73
85.20
2.62
83.89
2.12
- LDR (%)
- NPL (%)
Kredit UMKM (dalam Rp Juta)
- Mikro
- Kecil
- Menengah
NPL UMKM (%)
BPR
Total Aset (dalam Rp Juta)
DPK (dalam Rp Juta)
- Tabungan
- Deposito
Kredit (dalam Rp Juta) - berdasarkan lokasi proyek
Rasio NPL (%)
LDR (%)
20,172,660
6,191,162
7,819,176
6,162,322
6.54
20,431,064
6,470,926
7,872,233
6,087,904
6.21
21,050,432
6,564,830
7,985,290
6,500,312
5.87
22,165,379
6,704,790
8,340,728
7,119,861
5.17
21,878,938
6,961,426
8,345,315
6,572,197
5.50
22,556,794
7,170,662
8,780,340
6,605,791
5.13
23,269,388
7,417,408
9,028,948
6,823,031
4.65
23,577,134
7,430,606
9,096,846
7,049,682
4.56
23,722,752
7,662,518
9,328,304
6,731,931
4.89
1,373,214
1,015,101
372,916
642,185
952,794
14.97
93.86
1,333,780
995,342
355,491
639,851
941,160
16.23
94.56
1,381,337
1,033,906
389,333
644,573
927,734
15.66
89.67
1,410,339
1,063,512
408,247
655,265
933,614
13.42
87.79
1,405,693
1,054,088
400,586
653,502
918,603
14.17
87.15
1,387,705
1,034,321
414,674
619,647
928,536
12.37
89.77
1,396,118
1,035,572
413,843
621,729
943,568
11.72
91.12
1,382,307
1,015,182
410,502
604,680
965,389
10.65
95.10
1,377,157
1,005,729
397,979
607,750
984,982
11.61
97.94
xiii
GE
LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI RIAU
Tabel Indikator
TABEL INDIKATOR
EKONOMI TERPILIH
C. SISTEM PEMBAYARAN
INDIKATOR
2017
II
III
IV
4,965,800
(522,690) 4,765,670
1,544,600 3,279,980 1,020,195
6,510,400 2,757,290 5,785,866
2018
I
II
III
(233,402) 4,631,125
281,817
3,130,717 2,379,016 2,773,736
2,897,314 7,010,141 3,055,553
IV
3,133,880
1,793,398
4,927,278
2019
I
(333,918)
3,023,694
2,689,776
Posisi Kas Gabungan (dalam Rp Juta)
Inflow (dalam Rp Juta)
Outflow (dalam Rp Juta)
I
365,956
2,708,511
3,074,467
Pemusnahan Uang (Jutaan lembar/keping)
1,561,072
661,538
807,791
644,064
833,643
110,850
792,980
274,500
731,278
56,967
67,889
73,379
76,367
29,974
57,126
59,155
84,559
56,705
9,538
9,551
11,200
13,434
6,939
10,307
11,763
12,594
9,513
Rata-rata Harian Nominal Transaksi RTGS (Rp miliar)
922
1,103
1,191
1,239
483
1,038.65
954.11
1,342.20
914.60
Rata-rata Harian Volume Transaksi RTGS (lembar)
144
146
171
207
111.92
187.40
189.73
199.90
153.44
Nominal Transaksi RTGS (Rp miliar) *)
Volume Transaksi RTGS (lembar) *)
Nominal Transaksi Kliring (Rp miliar)
6,149
4,430
5,019
5,044
4,670
4,447
4,703
4,800
4,228
190,181
134,842
156,938
157,644
144,487
136,833
143,406
147,125
130,977
Rata-rata Harian Nominal Transaksi Kliring (Rp miliar)
99.19
71.46
80.95
81.35
75.32
80.86
75.86
76.19
68.20
Rata-rata Harian Volume Transaksi Kliring (lembar)
2,948
2,602
2,534
2,553
2,330.44
2,487.87
2,313.00
2,335.32
2,112.53
Volume Transaksi Kliring (lembar)
xiv
LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI RIAU
GE
RINGKASAN
Ringkasan Eksekutif
EKSEKUTIF
I. ASESMEN PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH
Perekonomian Riau
pada triwulan I 2019
tumbuh sebesar 2,88%
(yoy), meningkat jika
dibandingkan triwulan
IV 2018 yang tumbuh
1,28% (yoy).

Perekonomian Riau pada triwulan I 2019 tumbuh meningkat dari 1,28%
(yoy) pada triwulan IV 2018 menjadi 2,88% (yoy) pada triwulan laporan.
Apabila dilihat dari pertumbuhan ekonomi tanpa migas, pada triwulan I
2019 tercatat 4,38% (yoy), lebih tinggi dibandingkan triwulan IV 2018 yang
sebesar 2,74% (yoy). Kondisi ini sejalan dengan pertumbuhan ekonomi
Sumatera yang tumbuh meningkat dari 4,46% (yoy) pada triwulan IV 2018
menjadi 4,55% (yoy) pada triwulan laporan. Sebaliknya, pertumbuhan
ekonomi nasional tercatat melambat dari 5,18% (yoy) pada triwulan IV 2018
menjadi 5,07% (yoy) pada triwulan I 2019.
Meningkatnya
ekonomi Riau dari
sisi penggunaan
bersumber dari
investasi, konsumsi
pemerintah, dan
LNPRT

Dari sisi penggunaan, meningkatnya pertumbuhan ekonomi Riau pada
triwulan I 2019 bersumber dari investasi, konsumsi pemerintah, dan
konsumsi Lembaga Non Profit Rumah Tangga (LNPRT). Meningkatnya
pertumbuhan investasi sejalan dengan penyelesaian proyek Pemerintah
Provinsi Riau tahun 2018. Sementara itu, meningkatnya konsumsi
pemerintah dan konsumsi LNPRT didorong oleh meningkatnya intensitas
kegiatan menjelang Pemilu 2019.
Peningkatan dari sisi
lapangan usaha
bersumber dari sektor
pertanian, industri
pengolahan, dan
konstruksi.

Peningkatan dari sisi lapangan usaha didorong oleh sektor pertanian, industri
pengolahan, dan konstruksi. Meningkatnya permintaan domestik terhadap
kertas, pencetakan, dan makanan minuman mendorong meningkatnya
pertumbuhan industri pengolahan yang disertai dengan meningkatnya
permintaan bahan baku ditengah perbaikan harga komoditas turut
mendorong pertumbuhan sektor pertanian. Selain itu, carry over
penyelesaian infrastruktur utama tahun 2018 juga mendorong kenaikan
kinerja sektor konstruksi.
1
LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI RIAU
Memasuki triwulan II
2019, perekonomian
Riau diperkirakan
melambat seiring
dengan melambatnya
konsumsi pemerintah
dan investasi, serta
industri pengolahan,
konstruksi, dan
pertambangan.

Ringkasan Eksekutif
Memasuki triwulan II 2019, perekonomian Riau diperkirakan tumbuh positif,
berada pada kisaran 1,95-2,45% (yoy), melambat dibandingkan realisasi
triwulan I 2019. Perlambatan utamanya bersumber dari konsumsi
pemerintah dan investasi. Sedangkan dari sisi lapangan usaha, perlambatan
utamanya didorong oleh sektor industri pengolahan dan konstruksi, serta
kontraksi sektor pertambangan. Meredanya intensitas pengeluaran/belanja
Pemilu serta menurunnya Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD)
Provinsi Riau mendorong perlambatan konsumsi Pemerintah. Sementara itu,
telah berlalunya carry over penyelesaian 3 infrastruktur strategis Provinsi Riau
yakni: Jembatan Siak IV, Flyover SKA, dan Flyover Arengka, serta banyaknya
libur yang menyebabkan berkurangnya intensitas konstruksi menahan
pertumbuhan
investasi
dan
kinerja
sektor
konstruksi.
Selain
itu,
melambatnya pertumbuhan sektor industri pengolahan disebabkan oleh
berlalunya aktivitas Pemilu dimana pada triwulan I 2019 permintaan
produksi kertas, pencetakan, dan makanan minuman meningkat dalam
rangka persiapan Pemilu.
II. ASESMEN INFLASI DAERAH
Inflasi Provinsi
Riau pada triwulan
I 2019 tercatat
lebih rendah
dibandingkan
triwulan IV 2018.

Inflasi Riau pada triwulan I 2019 tetap terkendali pada level yang rendah dan
stabil. Rendahnya tekanan inflasi tersebut utamanya dipengaruhi oleh
menurunnya tekanan inflasi seluruh kelompok pengeluaran. Adapun
komoditas utama penyebab turunnya inflasi Riau pada triwulan I 2019
antara lain: cabai merah, daging sapi, bensin, kentang, dan minyak goreng.
Sedangkan, komoditas penahan laju inflasi yang lebih rendah antara lain:
tarif angkutan udara, rokok kretek filter, sewa rumah, beras, dan rokok
kretek. Secara spasial, inflasi Riau tertinggi terjadi di Dumai, diikuti
Pekanbaru dan Tembilahan.
Inflasi Riau pada
triwulan II 2019
diperkirakan lebih
tinggi dibandingkan
triwulan I 2019,
namun masih
didalam kisaran
sasaran inflasi
nasional sebesar 3,5
± 1% (yoy).

Inflasi Riau pada triwulan II 2019 diperkirakan berada pada kisaran 2,45 ±
0,25% (yoy), lebih tinggi jika dibandingkan triwulan I 2019 yang sebesar
1,30% (yoy). Perkiraan meningkatnya tekanan inflasi pada triwulan II 2019
terindikasi dari realisasi inflasi April 2019 yang menunjukkan peningkatan
dari 1,30% (yoy) pada bulan Maret 2019 menjadi 1,64% (yoy).
Meningkatnya inflasi tersebut utamanya bersumber dari kelompok
2
LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI RIAU
GE
Ringkasan Eksekutif
pengeluaran Bahan Makanan akibat kenaikan harga cabai merah, bawang
merah, dan bawang putih. Meningkatnya harga cabai merah disebabkan
oleh adanya petani di wilayah sentra yang mengganti tanaman cabai merah
dengan tanaman lain. Selain itu, kenaikan harga bawang merah disebabkan
oleh terbatasnya panen akibat rendahnya areal penanaman pada bulan
Januari-Februari 2019 seiring dengan tingginya curah hujan di wilayah sentra
produksi Brebes, Jawa Tengah. Sementara itu, meningkatnya harga bawang
putih disebabkan terbatasnya pasokan akibat rendahnya impor. Adanya
indikasi kenaikan inflasi, mendorong bahwa kewaspadaan perlu senantiasa
dilakukan dan koordinasi antara Bank Indonesia, Pemerintah Daerah dan
pihak terkait lainnya harus terus diperkuat.
III. ASESMEN KEUANGAN PEMERINTAH
Realisasi APBD
Provinsi Riau
hingga triwulan I
2019 tercatat
lebih tinggi
dibandingkan
tahun 2018.
 Perkembangan realisasi APBD Provinsi Riau hingga triwulan I 2019 secara
umum mengalami peningkatan dibandingkan triwulan I 2018, baik dari sisi
pendapatan maupun sisi belanja. Realisasi pendapatan Provinsi Riau hingga
triwulan I 2019 tercatat sebesar Rp1,95 triliun atau 21,35% dari pagu
anggaran, meningkat 8,03% (yoy) dibandingkan triwulan I 2018 yang
tercatat sebesar Rp1,80 triliun atau 19,53% dari pagu anggaran. Sementara
itu, realisasi belanja Provinsi Riau hingga triwulan I 2019 meningkat
dibandingkan triwulan I 2018. Realisasi belanja hingga triwulan I 2019
tercatat sebesar Rp861 miliar atau 9,38% dari pagu anggaran, meningkat
hingga 13,74% (yoy) dibandingkan triwulan I 2018 yang tercatat sebesar
Rp757 miliar atau 7,33% dari pagu anggaran. Peningkatan realisasi belanja
tersebut didorong oleh peningkatan pendapatan dana bagi hasil (DBH) SDA
yang meningkat 80,11% (yoy) dibandingkan periode yang sama tahun lalu,
sehingga pemerintah dapat melakukan belanja lebih besar dibandingkan
periode yang sama tahun lalu.
IV. ASESMEN STABILITAS KEUANGAN DAERAH DAN PENGEMBANGAN
EKONOMI
 Stabilitas Sistem Keuangan daerah Riau pada triwulan I 2019 membaik dan
terjaga di tengah meningkatnya kinerja perekonomian. Kerentanan sektor
3
LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI RIAU
Ringkasan Eksekutif
korporasi dan rumah tangga Riau pada triwulan I 2019 secara umum tetap
Tekanan stabilitas
keuangan di
Provinsi Riau
pada triwulan I
2019 masih baik
dan terjaga.
terjaga, sejalan dengan NPL sektor korporasi yang membaik di tengah kredit
korporasi dan RT yang melambat. Indikator kinerja perbankan di Riau pada
triwulan I 2019 meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya. Peningkatan
ini tercermin dari membaiknya pertumbuhan tahunan Aset dan DPK, serta
membaiknya NPL di tengah melambatnya pertumbuhan kredit dan
menurunnya LDR.
V. ASESMEN PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN DAN
PENGELOLAAN UANG RUPIAH
Perkembangan
transaksi
pembayaran
tunai di Provinsi
Riau pada
triwulan I 2019
mengalami net
inflow.

Perkembangan transaksi pembayaran tunai di Provinsi Riau pada triwulan I
2019 tercatat mengalami net inflow. Kondisi tersebut utamanya didorong
oleh seasonal factor akibat rendahnya pengeluaran pemerintah diawal tahun
anggaran serta normalisasi konsumsi masyarakat setelah berakhirnya
momentum Natal, perayaan Tahun Baru serta libur sekolah yang terjadi pada
triwulan IV 2018.
Transaksi kliring
dan BI-RTGS
tercatat menurun
baik dari sisi
nominal maupun
jumlah transaksi.

Transaksi melalui kliring dan BI-RTGS mengalami penurunan baik dari sisi
nominal maupun dari sisi jumlah warkat transaksi. Secara nominal transaksi
kliring pada triwulan I 2019 tercatat sebesar Rp4,23 triliun atau menurun
11,92% (qtq) sedangkan dari sisi jumlah warkat kliring tercatat sebanyak
131 ribu lembar atau menurun 10,98% (qtq). Sementara itu, transaksi non
tunai menggunakan BI-RTGS di Provinsi Riau juga tercatat menurun hingga
32,94% (qtq) dari Rp84,56 triliun pada triwulan IV 2018 menjadi Rp56,71
triliun pada triwulan I 2019. Sedangkan dari sisi volume transaksi juga terjadi
penurunan dari 12,594 ribu lembar pada triwulan IV 2018 menjadi 9,513
ribu lembar pada triwulan I 2019.
Bank Indonesia
secara konsisten
terus berupaya
untuk menjaga
dan meningkatkan
kualitas fisik uang
di wilayah Provinsi
Riau.

Dalam rangka menjaga dan meningkatkan kualitas fisik uang, Kantor
Perwakilan BI Provinsi Riau telah melakukan kerjasama dengan 48 Bank
Umum di Provinsi Riau untuk melayani masyarakat dalam hal penukaran
uang lusuh. Selain itu, Kantor Perwakilan BI Provinsi Riau juga selalu
berupaya untuk meningkatkan frekuensi dan jangkauan layanan kas keliling
baik secara wholesale maupun retail
ke daerah-daerah yang memiliki
peredaran uang lusuh dalam jumlah tinggi, terutama ke pasar-pasar
4
LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI RIAU
GE
Ringkasan Eksekutif
tradisional baik di dalam kota, luar kota maupun daerah remote area (daerah
terpencil) di Provinsi Riau. Upaya lain yang dilakukan untuk memenuhi
kebutuhan masyarakat terhadap uang layak edar adalah memperluas
jaringan distribusi uang dan layanan kas yang menjangkau seluruh wilayah
Provinsi Riau dengan cara membuka Kas Titipan di perbankan. Saat ini,
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau telah membuka Kas Titipan
yang tersebar di 4 titik wilayah Provinsi Riau yaitu Dumai, Pasir Pangaraian,
Selat Panjang, dan Rengat.
VI. ASESMEN KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN
Perkembangan
ketenagakerjaan
dan kesejahteraan
daerah di Provinsi
Riau terindikasi
membaik.

Perkembangan ketenagakerjaan Provinsi Riau pada bulan Februari 2019
menunjukkan perbaikan. Sejumlah indikator memperlihatkan terjadinya
peningkatan kualitas ketenagakerjaan, antara lain menurunnya angka
Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Riau dari 5,72% pada Februari 2018
menjadi 5,57% pada Februari 2019. Perkembangan kesejahteraan di
Provinsi Riau juga membaik terlihat dari penurunan persentase jumlah
penduduk miskin dibanding jumlah penduduk di Riau yakni dari 7,41% pada
September 2017 menjadi 7,21% pada September 2018. Kondisi tersebut
juga terindikasi dari tingkat kesejahteraan petani yang tercermin dari Nilai
Tukar Petani yang menunjukkan perbaikan dari 92,70 pada triwulan IV 2018
menjadi 96,41 pada triwulan I 2019.
VII. PROSPEK PEREKONOMIAN DAERAH
Ekonomi Riau pada
triwulan III 2019
relatif stabil jika
dibandingkan
perkiraan triwulan II
2019.

Perkembangan ekonomi Riau pada triwulan III 2019 diperkirakan tumbuh
pada kisaran 2,00
2,40 %(yoy), relatif stabil dibandingkan perkiraan
pertumbuhan ekonomi Riau triwulan II 2019. Ditinjau dari sisi penggunaan,
sumber pertumbuhan diperkirakan berasal dari PMTB dan net ekspor.
Pertumbuhan PMTB diperkirakan meningkat sejalan dengan perkiraan mulai
positifnya pertumbuhan harga CPO dan karet setelah sebelumnya selalu
tumbuh negatif sejak pertengahan 2017. Membaiknya pertumbuhan harga
kedua komoditas ini menjadi insentif dunia usaha di Riau untuk menambah
investasi. Pertumbuhan ekspor luar negeri Riau pada triwulan III 2019
diperkirakan masih tetap meningkat seiring dengan penurunan tarif impor
5
LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI RIAU
Ringkasan Eksekutif
CPO dan RPO India dari 44% dan 54% menjadi 40% dan 50% dan
perkiraan mulai positifnya pertumbuhan harga CPO di tengah masih
terbatasnya ekspor CPO ke Eropa dan AS. Sementara itu, dari sisi lapangan
usaha, dorongan terhadap ekonomi Riau triwulan III 2019 utamanya berasal
dari: (i) sektor industri pengolahan dan (ii) sektor konstruksi. Dorongan
sektor industri pengolahan berasal dari penurunan tarif impor CPO dan RPO
India dari 44% dan 54% menjadi 40% dan 50%, mulai positifnya
pertumbuhan harga CPO, dan semakin meluasnya program B20 yang
digulirkan pemerintah. Sementara itu, dorongan sektor konstruksi pada
triwulan III 2019 diperkirakan sejalan dengan masih berlanjutnya konstruksi
jalan tol Pekanbaru
Dumai yang hingga kini pembangunannya telah
mencapai sekitar 46%.
Pertumbuhan
ekonomi Riau
keseluruhan tahun
2019 diperkirakan
sedikit meningkat
dibandingkan
capaian tahun 2018

Secara keseluruhan tahun 2019, pertumbuhan ekonomi Riau diperkirakan
berada pada kisaran 2,20
2,60 % (yoy), dengan tendensi meningkat
(namun terbatas) jika dibandingkan pertumbuhan ekonomi 2018.
Meningkatnya pertumbuhan ekonomi Riau untuk keseluruhan 2019
diperkirakan
bersumber
dari
meningkatnya
pertumbuhan
belanja
pemerintah dan ekspor antar daerah. Dari sisi lapangan usaha, sektor
industri pengolahan diperkirakan menjadi pendorong utama meningkatnya
ekonomi Riau untuk keseluruhan 2019. Namun, peningkatan yang lebih
tinggi tertahan oleh sektor pertambangan yang terkontraksi lebih dalam,
serta sektor pertanian, konstruksi, dan sektor perdagangan yang
diperkirakan mengalami perlambatan.
Inflasi Riau pada
triwulan III 2019
diperkirakan lebih
tinggi dibandingkan
perkiraan triwulan II
2019.

Inflasi Provinsi Riau pada triwulan III 2019 diperkirakan berada pada kisaran
2,60
3,00% (yoy). Perkiraan tersebut lebih tinggi jika dibandingkan
perkiraan inflasi triwulan II 2019 namun lebih rendah dibandingkan realisasi
inflasi triwulan III dalam 5 tahun terkahir. Secara keseluruhan tahun 2019,
tingkat inflasi diperkirakan berkisar antara 2,40 2,80% (yoy), berada dalam
target inflasi nasional 3,5 + 1% (yoy), dan sedikit lebih tinggi dibandingkan
keseluruhan
tahun
2018.
Meningkatnya
tekanan
inflasi
tersebut
diperkirakan terutama bersumber dari komoditas-komoditas yang harganya
dipengaruhi atau ditetapkan oleh kebijakan pemerintah seiring dengan
terbukanya peluang kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM), kenaikan
6
LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI RIAU
GE
Ringkasan Eksekutif
tarif Pelayanan Jasa Navigasi Penerbangan (PJNP), dan penerapan tarif bagasi
untuk seluruh maskapai kategori No Frills.
Terdapat beberapa
faktor yang
mendorong kenaikan
inflasi utamanya
terkait faktor cuaca,
permintaan,
kenaikan harga
pakan ternak, BBM,
tarif angkutan udara,
dan PJNP .

Beberapa faktor yang berpotensi membawa inflasi melewati batas atas
kisaran proyeksi antara lain perkiraan terjadinya musim hujan 2019 yang
mempunyai sifat hujan di bawah normal pada sebagian wilayah Riau,
sehingga berpotensi mengganggu produksi tanaman pangan. Menurut
perkiraan BMKG, sebagian wilayah Riau pada musim hujan 2018/2019
mengalami sifat hujan di bawah normal sampai normal. Beberapa wilayah
yang diperkirakan mengalami sifat hujan di bawah normal (dibandingkan
musim hujan tahun-tahun sebelumnya) antara lain sebagian Bengkalis,
sebagian Siak, sebagian Kampar, dan sebagian Pekanbaru. Adapun wilayahwilayah
Riau
lainnya diperkirakan
mengalami
sifat hujan
normal
(dibandingkan musim hujan tahun-tahun sebelumnya). Selain faktor cuaca,
lonjakan permintaan khususnya pada momentum liburan sekolah dan hari
besar keagamaan, kenaikan harga pakan ternak terutama jagung,
terhambatnya impor bawang putih, peluang kenaikan harga BBM, kenaikan
tarif angkutan udara, kenaikan tarif PJNP, dan sebagainya turut menjadi
faktor yang memberikan tekanan kenaikan inflasi.
7
LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI RIAU
Perkembangan Ekonomi Makro Daerah
Bab 1
PERKEMBANGAN
EKONOMI MAKRO DAERAH
1. KONDISI UMUM
Perekonomian Riau mengalami peningkatan. Pada triwulan I 2019, pertumbuhan
ekonomi Riau tercatat sebesar 2,88% (yoy), meningkat dibandingkan triwulan IV
2018 yang sebesar 1,28% (yoy). Peningkatan tersebut searah dengan pertumbuhan
ekonomi tanpa migas yang pada triwulan I 2019 tercatat 4,38% (yoy), lebih tinggi
dibandingkan triwulan IV 2018 yang sebesar 2,74% (yoy). Kondisi ini sejalan dengan
pertumbuhan ekonomi Sumatera yang tumbuh meningkat dari 4,46% (yoy) pada
triwulan IV 2018 menjadi 4,55% (yoy) pada triwulan laporan. Sebaliknya,
pertumbuhan ekonomi nasional tercatat melambat dari 5,18% (yoy) pada triwulan
IV 2018 menjadi 5,07% (yoy) pada triwulan I 2019 sebagaimana yang ditunjukkan
Grafik 1.1 berikut:
Grafik 1.1. Pertumbuhan Ekonomi Riau, Sumatera, Nasional Secara Tahunan (%yoy)
6.50
5.50
4.50
5.1
5.0
4.9
4.6
4.9
4.5
4.1
5.0
4.8
4.7
4.8
4.2
5.2
4.5
4.4
4.9
4.2
5.2
5.0
4.9
4.4
4.5
4.0
5.0
4.1
5.0
4.2
5.1
5.2
4.4
4.4
5.1
4.3
5.3
4.6
5.2
4.7
5.2
4.5
5.1
4.6
% yoy
3.5
3.50
2.8
3.0
3.2
2.7
2.6
2.8
2.8
2.50
0.50
2.9
2.8
2.9
2.3
1.3
1.3
0.0
I
II
III
2014
(1.50)
2.5
2.0
1.4
1.50
(0.50)
2.9
2.5
IV
I
II
III
-1.4
2015
-2.1
IV
I
II
III
IV
I
2016
Nasional
II
III
2017
Sumatera
IV
I
II
III
2018
IV
I
2019
Riau
(2.50)
Sumber: BPS
8
GE
LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI RIAU
Perkembangan Ekonomi Makro Daerah
Dari sisi penggunaan, meningkatnya pertumbuhan ekonomi Riau pada triwulan I
2019 bersumber dari investasi, konsumsi pemerintah, dan konsumsi Lembaga Non
Profit Rumah Tangga (LNPRT). Meningkatnya pertumbuhan investasi sejalan dengan
penyelesaian proyek Pemerintah Provinsi Riau tahun 2018. Sementara itu,
meningkatnya konsumsi pemerintah dan konsumsi LNPRT didorong oleh
meningkatnya intensitas kegiatan menjelang Pemilu 2019. Disisi lain, peningkatan
dari sisi lapangan usaha didorong oleh sektor pertanian, industri pengolahan, dan
konstruksi. Meningkatnya permintaan domestik terhadap kertas, pencetakan, dan
makanan minuman mendorong meningkatnya pertumbuhan industri pengolahan
yang disertai dengan meningkatnya permintaan bahan baku ditengah perbaikan
harga komoditas turut mendorong pertumbuhan sektor pertanian. Selain itu, carry
over penyelesaian infrastruktur utama tahun 2018 juga mendorong kenaikan kinerja
sektor konstruksi.
Peningkatan pertumbuhan ekonomi Riau yang lebih tinggi tertahan oleh
melambatnya konsumsi rumah tangga dan ekspor luar negeri. Melambatnya
konsumsi rumah tangga dipengaruhi oleh penurunan pendapatan petani
perkebunan terutama kelapa sawit. Selain itu, turunnya harga minyak dunia,
pemberlakuan Permendag Nomor 21 tahun 2019 dan Peraturan Menteri Energi dan
Sumber Daya Mineral (Permen ESDM) Nomor 42 tahun 2018 mengenai Prioritas
Produksi Hasil Pertambangan untuk Kebutuhan Industri Pengolahan Domestik
menjadi faktor penyebab terkontraksinya ekspor luar negeri. Adapun faktor penahan
laju pertumbuhan ekonomi Riau yang lebih tinggi dari sisi lapangan usaha bersumber
dari kontraksi pada sektor pertambangan yang terus berlanjut akibat natural
declining.
Memasuki triwulan II 2019, perekonomian Riau diperkirakan tumbuh positif, berada
pada kisaran 1,95-2,45% (yoy), melambat dibandingkan realisasi triwulan I 2019.
Perlambatan utamanya bersumber dari konsumsi pemerintah dan investasi.
Sedangkan dari sisi lapangan usaha, perlambatan utamanya didorong oleh sektor
industri pengolahan dan konstruksi, serta kontraksi sektor pertambangan.
Meredanya intensitas pengeluaran/belanja Pemilu serta menurunnya Anggaran
Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Provinsi Riau mendorong perlambatan konsumsi
Pemerintah. Sementara itu, telah berlalunya carry over penyelesaian 3 infrastruktur
strategis Provinsi Riau yakni: Jembatan Siak IV, Flyover SKA, dan Flyover Arengka,
9
LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI RIAU
Perkembangan Ekonomi Makro Daerah
serta banyaknya libur yang menyebabkan berkurangnya intensitas konstruksi
menahan pertumbuhan investasi dan kinerja sektor konstruksi. Selain itu,
melambatnya pertumbuhan sektor industri pengolahan disebabkan oleh berlalunya
aktivitas Pemilu dimana pada triwulan I 2019 permintaan produksi kertas,
pencetakan, dan makanan minuman meningkat dalam rangka persiapan Pemilu.
Perlambatan perkiraan pertumbuhan ekonomi Riau triwulan II 2019 yang lebih dalam
tertahan oleh meningkatnya konsumsi rumah tangga dan ekspor luar negeri.
Meningkatnya konsumsi rumah tangga didorong oleh kenaikan pendapatan karena
adanya kenaikan gaji Aparatur Sipil Negara (ASN) sekitar 5% per April 2019, adanya
Tunjangan Hari Raya (THR), dan pembayaran gaji ke-13 ASN. Sementara itu,
membaiknya kontraksi ekspor luar negeri didorong oleh perkiraan meningkatnya
ekspor CPO ke India seiring dengan penurunan tarif impor Crude Palm Oil (CPO) dan
Refined Palm Oil (RPO) India dari 44% dan 54% menjadi 40% dan 50%. Akselerasi
yang lebih tinggi tertahan oleh adjustment ekspor minyak bumi pasca
diberlakukannya Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 21 Tahun
2019 mengenai Prioritas Hasil Pertambangan untuk Dalam Negeri. Selain itu,
peningkatan dari sisi lapangan usaha bersumber dari sektor pertanian seiring dengan
membaiknya harga komoditas kelapa sawit, berlalunya puncak musim hujan, dan
semakin banyak intensifikasi yang dilakukan banyak perkebunan sawit antara lain
melalui mekanisasi proses panen dan pengangkutan TBS.
Melambatnya pertumbuhan ekonomi Riau diperkirakan terus terjadi hingga triwulan
III 2019, berada pada kisaran 1,90-2,40% (yoy), sedikit lebih rendah dibandingkan
perkiraan triwulan II 2019. Perlambatan dari sisi penggunaan, diperkirakan
bersumber dari konsumsi rumah tangga dan konsumsi pemerintah. Melambatnya
konsumsi rumah tangga dipengaruhi oleh tidak adanya kenaikan pendapatan dan
perkiraan kontraksi harga minyak yang lebih dalam. Sementara itu, melambatnya
konsumsi pemerintah dipengaruhi oleh turunnya APBD Pemerintah Provinsi dan
Kabupaten/Kota di Riau sekitar 2,3% dari APBD tahun 2018. Selain itu, perlambatan
dari sisi lapangan usaha bersumber dari sektor pertanian akibat puncak musim
kemarau yang berpotensi mengganggu produktivitas panen.
Perlambatan yang lebih dalam tertahan oleh meningkatnya investasi dan ekspor luar
negeri. Sedangkan dari sisi lapangan usaha peningkatan bersumber dari sektor
10
GE
LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI RIAU
Perkembangan Ekonomi Makro Daerah
konstruksi dan industri pengolahan. Secara umum, meningkatnya investasi
dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain: (i) sedikitnya tanggal merah atau hari
libur mendorong peningkatan intensitas konstruksi, (ii) semakin membaiknya harga
CPO, dan (iii) kepastian hasil Pemilu menjadi insentif dunia usaha untuk
meningkatkan investasinya. Sedangkan meningkatnya ekspor luar negeri didorong
oleh perkiraan meningkatnya ekspor CPO ke India sehingga turut mendorong
pertumbuhan sektor industri pengolahan.
2. PDRB SISI PENGGUNAAN
Pertumbuhan ekonomi Riau pada triwulan I 2019 tercatat lebih tinggi dibandingkan
triwulan IV 2018. Dari sisi penggunaan, peningkatan tersebut didorong oleh
investasi, konsumsi pemerintah, dan konsumsi LNPRT. Meningkatnya pertumbuhan
investasi sejalan dengan carry over penyelesaian proyek utama Pemerintah Provinsi
Februari 2019 antara lain: Jembatan Siak IV, Flyover
Riau 2018 pada Januari
Simpang SKA, dan Flyover Simpang Arengka. Sementara itu, meningkatnya
konsumsi pemerintah dan konsumsi LNPRT didorong oleh meningkatnya intensitas
belanja barang dan jasa untuk keperluan persiapan Pemilu 2019. Laju pertumbuhan
ekonomi Riau yang lebih tinggi tertahan oleh melambatnya konsumsi rumah tangga
dan ekspor luar negeri.
Tabel 1.1. Pertumbuhan Ekonomi Riau Sisi Penggunaan (yoy)
I
Growth (% yoy)
2018
2018
II
III
IV
1. Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga
2.72
4.15
3.06
3.31
3.31
2.25
1.00
1.51
1.07
1.20
1.20
0.85
2. Pengeluaran Konsumsi LNPRT
7.53
11.21
11.96
6.31
9.25
14.23
0.04
0.06
0.06
0.03
0.05
0.08
3. Pengeluaran Konsumsi Pemerintah
6.95
3.69
8.74 (13.11)
0.44
5.50
0.24
0.13
0.32
-0.51
0.02
0.20
4. Pembentukan Modal Tetap Bruto
6.36
7.65
3.60
1.62
4.75
1.79
2.26
2.64
1.18
0.55
1.62
0.64
5. Ekspor Luar Negeri
0.39
(3.72)
3.99
(1.94) (0.29) (27.24)
0.11
-1.00
1.19
-0.57
-0.08
-5.81
6. Impor Luar Negeri
3.74
5.33
(6.70) (0.82)
0.14 (22.74)
0.19
0.27
-0.33
-0.05
0.01
-1.08
7. Net Ekspor
(1.28) (5.66)
1.95
1.53
(0.77)
2.69
(0.29)
(1.37)
0.52
0.38
(0.19)
0.57
2.94
1.28
2.34
2.88
2.84
2.34
2.94
1.28
2.34
2.88
Komponen Penggunaan
PDRB
2.84
2.34
2019
I
Kontribusi Pertumbuhan (% yoy)
2018
2018
II
III
IV
I
2019
I
Sumber : BPS
11
LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI RIAU
Perkembangan Ekonomi Makro Daerah
2.1. Konsumsi
Konsumsi rumah tangga Provinsi Riau pada triwulan I 2019 tercatat sebesar 2,25%
(yoy), melambat jika dibandingkan triwulan IV 2018 yang sebesar 3,31% (yoy).
Perlambatan tersebut dipengaruhi oleh turunnya pendapatan petani perkebunan
yang menjadi sumber utama penghasilan masyarakat Riau. Di sisi lain, konsumsi
LNPRT dan konsumsi pemerintah menunjukkan peningkatan. Konsumsi LNPRT dan
konsumsi pemerintah pada triwulan I 2019 masing-masing tercatat tumbuh 14,23%
dan 5,50% (yoy), meningkat dibandingkan triwulan IV 2018 yang masing-masing
sebesar 6,31% dan kontraksi 13,11% (yoy). Peningkatan tersebut utamanya
didorong oleh meningkatnya intensitas belanja barang dan jasa untuk keperluan
Pemilu 2019.
Melambatnya Konsumsi Rumah Tangga sejalan dengan menurunnya pendapatan
terutama petani perkebunan rakyat (Grafik 1.2). Hal ini terlihat dari indeks yang
diterima petani perkebunan rakyat pada triwulan I 2019 yang mengalami penurunan
sebesar 8,48% (yoy). Selain itu, menurunnya konsumsi rumah tangga juga searah
dengan perkembangan kredit konsumsi di Riau (Grafik 1.3) yang pada triwulan I
2019 tercatat tumbuh 9,14% (yoy), melambat dibandingkan triwulan IV 2018 yang
sebesar 9,71% (yoy). Disamping itu, perlambatan konsumsi rumah tangga juga
tercermin dari hasil Survei Konsumen Bank Indonesia (Grafik 1.4 dan Grafik 1.5).
35,000
14
30,000
12
25,000
10
20,000
8
15,000
6
10,000
4
5,000
2
-
0
I
II
III IV
2014
I
II
III IV
2015
Kredit Konsumsi
Sumber: BPS
% yoy
Grafik 1.3. Kredit Konsumsi
Rp Miliar
Grafik 1.2. NTP Subsektor Riau
I
II
III IV
2016
I
II
III IV
2017
I
II
III IV
2018
I
2019
Growth (% yoy)
Sumber: LBU Bank Indonesia
12
GE
LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI RIAU
Grafik 1.4. Perkembangan Kondisi
Konsumen Riau
Perkembangan Ekonomi Makro Daerah
Grafik 1.5. Perkembangan Indeks Survei
Ekspektasi Konsumen Riau
140
IKK
160
140
130
120
120
100
IEK
Garis 100
110
80
100
60
90
40
I
II
III
2014
IV
I
II
III
2015
IV
I
II
III
IV
I
2016
II
III
IV
2017
I
II
III
IV
2018
I
2019
80
70
Indeks Kegiatan Usaha
Indeks Penghasilan Konsumen
Garis 100
I
II
III
2014
Sumber: Survei Konsumen Bank Indonesia
IV
I
II
III
2015
IV
I
II
III
2016
IV
I
II
III
IV
2017
I
II
III
2018
IV
I
2019
Sumber: Survei Konsumen Bank Indonesia
Ke depan, konsumsi rumah tangga pada triwulan II 2019 diperkirakan tumbuh
meningkat sejalan dengan mulai berlaku efektifnya kenaikan gaji ASN sekitar 5%
beserta rapel kenaikan yang dibayarkan pada April 2019, THR dan gaji ke-13 ASN
yang lebih tinggi dibandingkan 2018 akibat kenaikan gaji pokok, dan perkiraan
pertumbuhan harga CPO triwulan berjalan yang membaik dibandingkan
pertumbuhan harga triwulan I 2019. Sementara itu, konsumsi LNPRT dan konsumsi
pemerintah pada triwulan II 2019 diperkirakan tumbuh melambat. Kondisi tersebut
disebabkan oleh berkurangnya intensitas pengeluaran/belanja untuk Pemilu, serta
berkurangnya APBD Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota di Riau sekitar 2,3%
dibandingkan APBD 2018.
2.2. Investasi (PMTB)
Investasi Provinsi Riau tercatat tumbuh meningkat dari 1,62% (yoy) pada triwulan IV
2018 menjadi 1,79% (yoy) pada triwulan I 2019. Peningkatan tersebut sejalan
dengan carry over penyelesaian infrastruktur utama Pemerintah Provinsi Riau 2018
pada Januari-Februari 2019, antara lain: Jembatan Siak IV, Flyover SKA, dan Flyover
Arengka. Meningkatnya kinerja investasi pada triwulan laporan juga tercermin dari
perkembangan kredit investasi (Grafik 1.6) dan kredit konstruksi (Grafik 1.7) yang
masing-masing tumbuh sebesar 9,08% dan 21,96% (yoy), lebih tinggi dibandingkan
triwulan IV 2018 yang masing-masing tumbuh 5,18% dan 16,34% (yoy).
13
LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI RIAU
Grafik 1.7. Kredit Konstruksi Riau
25
17,000
20
16,500
15
16,000
10
15,500
5
15,000
0
14,500
-5
14,000
-10
13,500
-15
I
II III IV
2014
I
II III IV
2015
I
II III IV
2016
Kredit Investasi
I
II III IV
I
2017
II III IV
2018
2,500
30
25
2,000
20
15
1,500
10
% yoy
30
17,500
% yoy
18,000
Rp Miliar
Rp Miliar
Grafik 1.6. Kredit Investasi Riau
Perkembangan Ekonomi Makro Daerah
5
1,000
0
-5
500
-10
-15
-
-20
I
I
II III IV
2014
2019
I
II III IV
I
2015
II III IV
2016
Sumber: LBU Bank Indonesia
II III IV
I
2017
Kredit Konstruksi
Growth (% yoy)
I
II III IV
2018
I
2019
Growth (% yoy)
Sumber: LBU Bank Indonesia
Jika dilihat dari perkembangan data Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) dan
Penanaman Modal Asing (PMA) di Provinsi Riau, pertumbuhan investasi yang
meningkat utamanya bersumber dari perbaikan kontraksi PMA. Pada triwulan I 2019,
realisasi investasi PMA (Grafik 1.8) tercatat kontraksi 27,84% (yoy), membaik
dibandingkan triwulan sebelumnya yang kontraksi hingga 59,67% (yoy).
Membaiknya realisasi nilai investasi PMA tersebut terutama bersumber dari sektor
tersier yaitu subsektor (i) Listrik, Gas, dan Air; (ii)Transportasi, Gudang, dan
Telekomunikasi, dan (iii) Perumahan, Kawasan Industri, dan Perkantoran. Sebaliknya,
realisasi investasi PMDN (Grafik 1.9) tercatat menurun dari kontraksi 32,30% (yoy)
pada triwulan IV 2018 menjadi kontraksi 42,56% (yoy) pada triwulan I 2019.
Penurunan tersebut utamanya bersumber dari sektor primer (tanaman pangan dan
perkebunan) dan sektor sekunder (industri makanan).
Grafik 1.8. Perkembangan Nilai Realisasi
PMDN di Provinsi Riau
Rp Juta
Realisasi PMDN
4,500,000
4,000,000
3,500,000
3,000,000
2,500,000
2,000,000
1,500,000
1,000,000
500,000
-
% yoy
growth PMDN
600
500
400
300
200
100
0
-100
-200
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I
2014
2015
2016
2017
2018
2019
Sumber: Badan Koordinasi Penanaman Modal
Grafik 1.9. Perkembangan Nilai Realisasi
PMA di Provinsi Riau
Rp Juta
Realisasi PMDN
4,500,000
4,000,000
3,500,000
3,000,000
2,500,000
2,000,000
1,500,000
1,000,000
500,000
-
% yoy
growth PMDN
600
500
400
300
200
100
0
-100
-200
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I
2014
2015
2016
2017
2018
2019
Sumber: Badan Koordinasi Penanaman Modal
\
Ke depan, pertumbuhan investasi Riau pada triwulan II 2019 diperkirakan sedikit
melambat. Perlambatan tersebut sejalan dengan telah berlalunya carry over
14
LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI RIAU
Perkembangan Ekonomi Makro Daerah
penyelesaian infrastruktur strategis Provinsi Riau yaitu: Jembatan Siak IV, Flyover SKA,
dan Flyover Arengka, serta banyaknya libur sehingga intensitas konstruksi berkurang.
2.3
Ekspor dan Impor
2.3.1. Ekspor
Ekspor luar negeri pada triwulan I 2019 mengalami kontraksi sebesar 27,24% (yoy),
menurun dibandingkan triwulan IV 2018 yang kontraksi sebesar 1,94% (yoy).
Deselerasi ekspor tersebut utamanya terjadi pada komoditas migas seiring dengan
turunnya harga minyak dunia dan pemberlakuan Permendag Nomor 21 tahun 2019
dan Permen ESDM Nomor 42 tahun 2018 mengenai prioritas produksi hasil
pertambangan untuk kebutuhan industri pengolahan domestik. Turunnya ekspor
luar negeri juga terkonfirmasi dari hasil liaison Kantor Perwakilan Bank Indonesia
Provinsi Riau pada triwulan I 2019. Contact di subsektor industri pengolahan kelapa
sawit secara perlahan mengubah orientasi penjualan dari ekspor ke domestik seiring
dengan kebijakan pemerintah atas perluasan penggunaan bahan bakar biodiesel
atau B20 ke non-PSO (Public Service Obligation). Selain itu, implementasi Renewable
Energy Directive (RED) II Eropa terhadap produk turunan kelapa sawit juga menjadi
faktor penyebab turunnya ekspor CPO. Adapun peningkatan ekspor terjadi pada
subsektor industri pengolahan pulp seiring dengan meningkatnya permintaan India
dan Tiongkok.
Volume
4,000
Grafik 1.11. Perkembangan Volume
Ekspor Pulp Riau
900
growth
80
3,500
0
1,000
-20
500
0
-40
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I
2014
2015
2016
2017
2018 2019
Sumber: Dirjen Bea Cukai, diolah
ribu ton
1,500
% yoy
20
20
10
600
40
2,000
growth
700
60
3,000
2,500
Volume
800
0
500
-10
400
300
% yoy
Grafik 1.10. Perkembangan Volume
Ekspor CPO Riau
ribu ton
GE
-20
200
-30
100
0
-40
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I
2014
2015
2016
2017
2018 2019
Sumber: Dirjen Bea Cukai, diolah
Kedepan, kinerja ekspor luar negeri pada triwulan II 2019 diperkirakan meningkat.
Peningkatan tersebut utamanya didorong oleh perbaikan kontraksi ekspor luar
negeri seiring dengan perkiraan meningkatnya ekspor minyak kelapa sawit ke India
15
LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI RIAU
Perkembangan Ekonomi Makro Daerah
dan Tiongkok. Perkiraan membaiknya ekspor CPO dan RPO ke India sejalan dengan
diturunkannya tarif impor produk dimaksud dari masing-masing sebesar 44% dan
54% menjadi 40% dan 50% per Januari 2019 sehingga menyebabkan produk
tersebut semakin kompetitif dibandingkan produk minyak nabati lainnya. Selain itu,
membaiknya ekspor minyak kelapa sawit Riau ke India juga dibantu oleh
membaiknya ekspor minyak kelapa sawit Riau ke Bangladesh dan Pakistan yang
merupakan anggota SAFTA (South Asian Free Trade Area) bersama India. Adapun
prospek meningkatnya ekspor minyak kelapa sawit Riau ke Tiongkok sejalan dengan
kembali meningkatnya eskalasi perang dagang Amerika Serikat dengan Tiongkok
yang membuat Tiongkok masih menghambat impor minyak kedelai dari Amerika
Serikat. Kondisi tersebut menyebabkan impor minyak kelapa sawit Tiongkok sebagai
substitusi minyak kedelai sejak Juni 2018 menunjukkan tren peningkatan, termasuk
impor dari Riau.
2.3.2. Impor
Impor luar negeri Provinsi Riau pada triwulan I 2019 mengalami kontraksi sebesar
22,74% (yoy), menurun dibandingkan triwulan IV 2018 yang terkontraksi sebesar
0,82% (yoy). Kontraksi tersebut utamanya bersumber dari impor barang konsumsi
dan barang modal. Menurunnya impor barang konsumsi (sejalan dengan
menurunnya konsumsi rumah tangga yang terindikasi dari menurunnya pendapatan
masyarakat. Sedangkan menurunnya impor barang modal turut dipengaruhi oleh
penyelesaian proyek infrastruktur strategis di akhir tahun 2018.
Grafik 1.13. Impor Barang Modal
Grafik 1.12. Impor Barang Konsumsi
Barang Konsumsi
Ribu Ton
40
growth
% yoy
Ribu Ton
600
120
35
500
30
400
25
300
20
200
15
100
10
-
5
(100)
-
(200)
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I
2014
2015
2016
2017
2018
Sumber : Dirjen Bea Cukai, diolah
2019
Barang Modal
% yoy
growth
800
700
600
500
400
300
200
100
(100)
(200)
100
80
60
40
20
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I
2014
2015
2016
2017
2018
2019
Sumber : Dirjen Bea Cukai, diolah
16
GE
LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI RIAU
Perkembangan Ekonomi Makro Daerah
Kontraksi impor luar negeri pada triwulan II 2019 diperkirakan membaik. Perbaikan
tersebut didorong oleh akselerasi ekspor yang turut mendorong akselerasi impor
utamanya impor bahan kimia sebagai katalis produksi minyak kelapa sawit dan
turunannya.
3. PDRB LAPANGAN USAHA
Pertumbuhan ekonomi Riau pada triwulan I 2019 tercatat lebih tinggi dibandingkan
triwulan IV 2018. Dari sisi lapangan usaha, peningkatan tersebut didorong oleh
sektor pertanian, industri pengolahan, dan konstruksi. Meningkatnya permintaan
domestik terhadap kertas, pencetakan, dan makanan minuman menjelang Pemilu
2019 mendorong meningkatnya pertumbuhan industri pengolahan yang disertai
dengan meningkatnya permintaan bahan baku ditengah perbaikan harga komoditas
turut mendorong pertumbuhan sektor pertanian. Disamping itu, meningkatnya
harga dan upaya intensifikasi perusahaan perkebunan dan membaiknya harga
komoditas juga turut mendorong pertumbuhan sektor pertanian. Selain itu, carry
over penyelesaian infrastruktur utama tahun 2018 yaitu Jembatan Siak IV, Flyover
SKA, dan Flyover Arengka juga mendorong kenaikan kinerja sektor konstruksi.
Akselerasi pertumbuhan ekonomi Riau yang lebih tinggi tertahan oleh melambatnya
kontraksi pada sektor pertambangan yang terus berlanjut akibat natural declining.
Selain itu, turunnya harga minyak dunia, pemberlakuan Permendag Nomor 21 tahun
2019, dan Permen ESDM Nomor 42 tahun 2018 mengenai Prioritas Produksi Hasil
Pertambangan untuk Kebutuhan Industri Pengolahan Domestik juga turut
mempengaruhi kinerja sektor pertambangan yang didominasi oleh subsektor
pertambangan minyak dan gas bumi.
17
LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI RIAU
Perkembangan Ekonomi Makro Daerah
Tabel 1.2. Pertumbuhan Ekonomi Riau Sisi Lapangan Usaha Dengan Migas (yoy,%)
Growth (% yoy)
Komponen Sektoral
2018
Kontribusi Pertumbuhan (% yoy)
2018
2019
2018
2018
2019
I
II
III
IV
1 Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan
6.42
3.21
5.88
2.14
2 Pertambangan dan Penggalian
-4.95 -5.69 -6.15 -5.14 -5.48 -3.56
-1.33 -1.61 -1.76 -1.41 -1.52 -0.91
3 Industri Pengolahan
2.99
3.84
5.30
2.04
3.53
6.31
0.74
0.92
1.30
0.51
0.87
1.61
4 Pengadaan Listrik, Gas
1.80
5.41
5.87
1.79
3.69
7.75
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.01
5 Pengadaan Air
-1.49 -1.35
0.62
1.27 -0.23
3.10
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
4 Konstruksi
7.41
7.21
3.65
3.97
5.46
5.37
0.64
0.63
0.32
0.37
0.48
0.49
5 Perdagangan Besar, Eceran, Rep. Mobil Motor
6.87
7.34
5.83
5.87
6.47
4.80
0.66
0.74
0.56
0.58
0.63
0.49
8 Transportasi dan Pergudangan
3.47
4.26
2.81
2.58
3.27
2.05
0.03
0.04
0.02
0.02
0.03
0.02
4.37
I
I
II
III
IV
2.16
1.52
0.72
1.29
0.47
0.98
I
0.49
9 Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum
4.55
4.26
5.30
4.56
4.67
3.53
0.02
0.02
0.03
0.03
0.03
0.02
10 Informasi dan Komunikasi
5.69
5.02
5.54
6.89
5.79
5.45
0.04
0.03
0.04
0.05
0.04
0.04
11 Jasa Keuangan
0.38
5.54
7.91
4.79
4.64
2.32
0.00
0.05
0.07
0.04
0.04
0.02
12 Real Estate
3.07
4.82
3.65
4.19
3.94
3.38
0.03
0.04
0.03
0.04
0.03
0.03
13 Jasa Perusahaan
9.59
8.00
7.91
7.41
8.19
3.59
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
14 Adm Pemerintahan, Pertahanan & Jam. Sos.
1.10
3.43
0.38 -0.89
0.98
3.54
0.02
0.05
0.01 -0.01
0.01
0.05
15 Jasa Pendidikan
4.65
5.41
4.91
4.38
4.83
4.86
0.02
0.03
0.03
0.02
0.02
0.03
16 Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial
5.54
5.14
4.73
6.82
5.57
5.71
0.01
0.01
0.01
0.01
0.01
0.01
17 Jasa lainnya
9.43
8.56
7.59
9.15
8.67
8.39
0.05
0.04
0.04
0.05
0.04
0.04
2.84
2.34
2.94
1.28
2.34
2.88
2.84
2.34
2.94
1.28
2.34
2.88
PDRB
Sumber : BPS Provinsi Riau, diolah
3.1. Sektor Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan
Sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan Provinsi Riau pada triwulan I 2019
tercatat tumbuh sebesar 2,16% (yoy), sedikit meningkat jika dibandingkan dengan
pertumbuhan triwulan IV 2018 yang sebesar 2,14% (yoy). Peningkatan tersebut
dipengaruhi oleh meningkatnya permintaan bahan baku karena meningkatnya
permintaan kertas, pencetakan, dan makanan minuman menjelang Pemilu pada
tanggal 17 April 2019. Disamping itu, meningkatnya upaya intensifikasi perusahaan
perkebunan ditengah tidak diperbolehkannya ekspansi dan penanaman kembali di
area fungsi lindung ekosistem gambut sebagaimana yang diatur dalam Peraturan
Menteri (Permen) Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Nomor P.17/2017 tentang
Perubahan Atas Permen LHK Nomor P.12/2015 tentang Pengembangan Hutan
Tanaman Industri juga turut mendorong pertumbuhan sektor pertanian. Disamping
itu, perbaikan harga komoditas Tandan Buah Segar (TBS) dan karet lokal (Bokar) juga
menjadi faktor pendorong kinerja sektor ini sebagaimana yang ditunjukkan grafik
berikut:
18
LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI RIAU
Grafik 1.14. Perkembangan Harga TBS
TBS
Grafik 1.15. Perkembangan Harga Bokar
25,000
50
yoy TBS
1,900
40
1,800
30
1,700
Perkembangan Ekonomi Makro Daerah
60.00
Bokar
50.00
yoy Bokar
20,000
40.00
30.00
10
1,500
0
1,400
-10
1,300
1,200
-20
1,100
-30
1,000
15,000
20.00
10,000
-
Rp/Kg
1,600
% yoy
20
10.00
(10.00)
5,000
(20.00)
-40
I
II
II IV
2014
I
II
II IV
2015
I
II III IV
2016
I
II III IV
2017
I
II III IV
2018
%yoy
2,000
Rp/Kg
(30.00)
I
-
2019
(40.00)
I
II III IV I
II III IV I
II III IV I
II III IV I
II III IV I
2014
2015
2016
2017
2018
Sumber: Dinas Tanaman Pangan Riau
2019
Sumber : GAPKINDO
Meningkatnya pertumbuhan sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan juga
terindikasi dari Saldo Bersih Tertimbang (SBT) Survei Kegiatan Dunia Usaha (SDKU)
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau. Pada triwulan I 2019, SBT sektor
pertanian tercatat sebesar 2,74%, meningkat jika dibandingkan triwulan IV 2018
yang kontraksi 4,63%. Meningkatnya perkiraan pertumbuhan sektor ini juga sejalan
dengan meningkatnya perkiraan SBT sektor pertanian dari 2,74% pada triwulan
laporan menjadi 5,07% pada triwulan II 2019.
Grafik 1.16. SBT Sektor Pertanian dan PDRB Riau
SBT Sektor Pertanian
8.00
Growth PDRB (yoy)
5.00
6.00
4.00
4.00
3.00
2.00
2.00
1.00
0.00
%yoy
SBT
GE
0.00
-2.00
-1.00
-4.00
-2.00
-6.00
-3.00
I
II III IV I
II III IV I
II III IV I
II III IV I
II III IV I
2014
2015
2016
2017
2018
2019
Sumber : BPS dan SKDU Bank Indonesia
Selain itu, meningkatnya kinerja sektor pertanian juga tercermin dari perkembangan
kredit perkebunan kelapa sawit dan karet di Provinsi Riau. Pada triwulan I 2019,
kredit perkebunan kelapa sawit (Grafik 1.17) tumbuh sebesar 10,21% (yoy), lebih
tinggi dibandingkan pertumbuhan triwulan IV 2018 yang sebesar 9,32% (yoy).
Sementara itu, kredit perkebunan karet (Grafik 1.18) tumbuh meningkat dari
19
LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI RIAU
Perkembangan Ekonomi Makro Daerah
kontraksi 2,35% (yoy) pada triwulan IV 2018, menjadi tumbuh positif 0,15% (yoy)
pada triwulan I 2019.
500
20
10,000
15
8,000
10
6,000
5
4,000
0
30
400
Rp Miliar
12,000
40
450
% yoy
Rp Miliar
Grafik 1.18. Kredit Perkebunan Karet
25
350
20
300
10
250
200
0
150
-10
100
2,000
-5
-
-10
I
II III IV
2014
I
II III IV
2015
Kredit Perkebunan Sawit
I
II III IV
2016
I
II III IV
I
2017
II III IV
2018
I
% yoy
Grafik 1.17 Kredit Perkebunan Sawit
14,000
-20
50
-
-30
I
2019
Growth (% yoy)
Sumber: LBU Bank Indonesia
II III IV
I
2014
II III IV
2015
I
II III IV
2016
Kredit Perkebunan Karet
I
II III IV
I
2017
II III IV
2018
I
2019
Growth (% yoy)
Sumber: LBU Bank Indonesia
Perkembangan indikator terkini mengindikasikan bahwa pada triwulan II 2019
kinerja sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan Provinsi Riau meningkat jika
dibandingkan triwulan I 2019. Peningkatan tersebut sejalan dengan berlalunya
puncak musim hujan pada awal tahun 2019, serta semakin banyaknya intensifikasi
yang dilakukan perusahaan kelapa sawit melalui mekanisasi proses panen dan
pengangkutan TBS ditengah perbaikan harga komoditas.
3.2. Sektor Pertambangan dan Penggalian
Sektor pertambangan dan penggalian Riau pada triwulan I 2019 tercatat mengalami
kontraksi 3,56% (yoy), membaik jika dibandingkan kontraksi triwulan IV 2018 yang
sebesar 5,14% (yoy). Perbaikan kontraksi tersebut didorong oleh meningkatnya
lifting minyak (Grafik 1.19) yang membaik dari kontraksi 12,71% (yoy) pada triwulan
lalu menjadi kontraksi 11,03% (yoy) pada triwulan I 2019. Kondisi sektor
pertambangan yang cenderung kontraksi juga tercermin dari SKDU Kantor
Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau pada triwulan I 2019 (Grafik 1.20).
20
LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI RIAU
Lifting (LHS)
Perkembangan Ekonomi Makro Daerah
Grafik 1.20. Perkembangan Kegiatan
Usaha Sektor Pertambangan
growth (RHS)
SBT Sektor Pertambangan
Growth PDRB (yoy)
-
80.00
300.00
(2.00)
60.00
4.00
(4.00)
40.00
3.00
20.00
2.00
0.00
1.00
(10.00)
-20.00
0.00
(12.00)
-40.00
-1.00
50.00
(14.00)
-60.00
-2.00
-
(16.00)
-80.00
(6.00)
200.00
(8.00)
150.00
100.00
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I*
2014
2015
2016
2017
2018
2019
Sumber: SKK Migas, diolah
SBT
250.00
yoy,%
350.00
5.00
%yoy
Grafik 1.19. Perkembangan Volume
Lifting Minyak Riau
ribu barel/hari
GE
-3.00
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I
2014
2015
2016
2017
2018
2019
Sumber: BPS dan SKDU Bank Indonesia
Ke depan, kinerja lifting minyak bumi di Riau pada triwulan II 2019 diperkirakan
terkontraksi lebih dalam dibandingkan realisasi triwulan I 2019. Kondisi ini tersebut
sejalan dengan perkiraan melambatnya harga minyak dunia di tengah masih
terjadinya natural declining lifting minyak Riau. Adapun upaya untuk peningkatan
lifting tersebut melalui teknologi enhanced oil recovery (EOR) dengan injeksi
sulfaktan terkendala biaya investasi yang tinggi sehingga belum dilakukan.
3.3. Sektor Industri Pengolahan
Kinerja sektor industri pengolahan tercatat meningkat dari 2,13% (yoy) pada
triwulan IV 2018 menjadi 6,31% (yoy) pada triwulan I 2019. Meningkatnya
pertumbuhan sektor industri pengolahan tersebut didorong oleh meningkatnya
permintaan domestik terhadap kertas, pencetakan, dan makanan minuman
menjelang Pemilu 2019. Selain itu, membaiknya harga komoditas CPO dan karet
dunia turut mendorong kinerja sektor ini. Harga CPO (Grafik 1.21) pada triwulan lalu
tercatat kontraksi 26,72% (yoy), membaik menjadi kontraksi 18,40% (yoy) pada
triwulan I 2019. Demikian juga dengan harga karet (Grafik 1.22) yang pada triwulan
I 2019 tumbuh 12,05% (yoy), meningkat dibandingkan triwulan IV 2018 yang
kontraksi 13,79% (yoy).
21
LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI RIAU
Grafik 1.21. Perkembangan Harga CPO
CPO
1,200
3.00
yoy CPO
100.00
Karet Dunia
yoy Karet
30
80.00
2.50
20
1,000
60.00
2.00
0
600
-10
400
-20
200
-30
-
USD/Kg
10
800
% yoy
USD/MT
Grafik 1.22. Perkembangan Harga Karet
40
40.00
1.50
20.00
1.00
-
0.50
(20.00)
-40
I
II II IV I
II II IV I
II III IV I
II III IV I
II III IV I
2014
2015
2016
2017
2018
2019
%yoy
1,400
Perkembangan Ekonomi Makro Daerah
-
(40.00)
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I
2014
Sumber: Bloomberg
2015
2016
2017
2018
2019
Sumber : Bloomberg
Pertumbuhan sektor industri pengolahan pada triwulan II 2019 diperkirakan
melambat dari realisasi triwulan I 2019 seiring dengan berlalunya aktivitas Pemilu.
Pada triwulan I 2019 aktivitas pemilu mendorong permintaan produksi kertas,
pencetakan, dan makanan minuman sehingga pada triwulan II 2019 terjadi
normalisasi permintaan produk dimaksud di tengah membaiknya permintaan CPO
dari India.
3.4. Sektor Konstruksi
Kinerja sektor konstruksi pada triwulan I 2019 tercatat sebesar 5,37% (yoy),
meningkat jika dibandingkan triwulan IV 2018 yang sebesar 3,97% (yoy).
Meningkatnya kinerja konstruksi sejalan denga carry over penyelesaian infrastruktur
utama Pemerintah Provinsi Riau 2018 pada Januari
Februari 2019 antara lain:
Jembatan Siak IV, Flyover Simpang SKA, dan Flyover Simpang Arengka.
Meningkatnya pertumbuhan sektor konstruksi juga tercermin dari kenaikan
konsumsi semen (Grafik 1.23) yang pada triwulan I 2019 tumbuh 0,62% (yoy),
meningkat dibandingkan triwulan IV 2018 yang kontraksi 17,50% (yoy). Selain itu,
meningkatnya aktifitas konstruksi juga terkonfirmasi dari hasil liaison Kantor
Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau triwulan I 2019 sebagaimana likert scale
investasi pada Grafik 1.24.
22
LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI RIAU
Perkembangan Ekonomi Makro Daerah
Grafik.1.23 Konsumsi Semen
Grafik.1.24. LS Investasi Riau
1.60
Konsumsi Semen
700
g-yoy
1.40
20
1.20
15
1.00
10
0.80
400
5
0.60
300
0
500
-5
200
-10
100
-15
0
-20
I
II
III IV
2014
I
II
III IV
2015
I
II
III IV
2016
I
II
III IV
2017
I
II
III IV
2018
Sumber: Asosiasi Semen Indonesia
I
2019
%yoy
25
600
ribu ton
GE
Investasi
Perkiraan Investasi
0.40
0.20
0.00
-0.20
-0.40
I
II III IV I
II III IV I
II III IV I
II III IV I
II III IV I Apr
2014
2015
2016
2017
2018
2019
Sumber: Liaison Bank Indonesia
Memasuki triwulan II 2019, sektor konstruksi diperkirakan tumbuh melambat.
Perlambatan tersebut dipengaruhi carry over penyelesaian infrastruktur strategis
Provinsi Riau yang telah berakhir, serta banyaknya libur sehingga intensitas konstruksi
berkurang.
23
Boks 1
ALTERNATIF SUMBER PERTUMBUHAN EKONOMI BARU RIAU
Badan Pusat Statistik (BPS) pada rilis Berita Resmi Statistik tanggal 6 Mei 2019
menyatakan bahwa sejak triwulan I
2019 Riau tidak lagi merupakan provinsi dengan
Volume (size) ekonomi terbesar di luar Jawa, dengan angka PDRB (ADHB) sebesar
Rp184,51 triliun, atau sekitar 4,79% dari volume perekonomian nasional. Adapun
provinsi yang kini menduduki peringkat pertama dengan volume ekonomi terbesar di
luar Jawa adalah Sumatera Utara dengan volume ekonomi pada triwulan I 2019 sekitar
4,98% dari volume perekonomian nasional. Turunnya peringkat Riau terkait langsung
dengan perlambatan pertumbuhan ekonomi Riau dalam 10 tahun terakhir, yang apabila
tidak dikendalikan dikhawatirkan akan semakin menggerus pendapatan dan daya beli
masyarakat Riau.
Grafik B1.1
Pertumbuhan Ekonomi Riau dan Sumatera Utara
Rendahnya pertumbuhan ekonomi Riau tidak terlepas dari belum begitu beragamnya
sektor penopang pertumbuhan ekonomi di Riau. Setidaknya sekitar 74% perekonomian
Riau selama ini ditopang oleh sektor-sektor yang berbasis dan terkait erat dengan
sumber daya alam (SDA), khususnya minyak bumi dan kelapa sawit. Sektor-sektor
penopang dimaksud yaitu sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan dengan pangsa
23%, sektor pertambangan dan penggalian dengan pangsa 25%, dan sektor industri
pengolahan dengan pangsa 26%. Meskipun memiliki pangsa terbesar, industri utama
di sektor industri pengolahan umumnya masih terkait erat dengan SDA, antara lain
industri pengilangan minyak bumi, industri pengolahan minyak kelapa sawit, dan
industri pengolahan kertas dan bubur kertas (pulp).
Grafik B1.2
Kontribusi Lapangan Usaha Utama Riau 2011
Tw I 2019
Sumbangan sektor-sektor
yang berbasis dan terkait
erat dengan SDA
Terpusatnya perekonomian Riau pada sektor-sektor yang berbasis SDA tentu
menyebabkan ekonomi Riau rentan terhadap dinamika komoditas gobal, terutama
minyak bumi dan kelapa sawit. Berdasarkan data empiris, apabila nilai produksi minyak
bumi Riau dan harga minyak kelapa sawit dunia tumbuh meningkat, perekonomian Riau
juga tumbuh meningkat. Begitu pula sebaliknya, saat nilai produksi minyak bumi Riau
dan harga minyak kelapa sawit dunia tumbuh melambat, perekonomian Riau juga
cenderung untuk tumbuh melambat. Yang perlu dikhawatirkan adalah apabila kedua
komoditas ini mengalami kontraksi yang tajam, seperti yang terjadi pada tahun 2015,
dimana pada saat harga minyak dan kelapa sawit anjlok, pertumbuhan ekonomi Riau
hanya 0,2%.
Grafik B1.3
Pertumbuhan Ekonomi Riau, Dinamika Komoditas Minyak Bumi, dan Kelapa Sawit
Kedepan, dinamika kedua komoditas tersebut di pasar global diproyeksikan tidak begitu
menggembirakan, sehingga perlu segera disiapkan langkah-langkah antisipasi. Penurunan
lifting minyak bumi (natural declining) diperkirakan akan terus berlangsung di tengah
belum adanya kepastian penerapan Enhanced Oil Recovery (EOR) secara full scale menyusul
beralihnya kontrak pengelolaan blok Rokan dari perusahaan swasta ke BUMN pada 2021.
Harga minyak dunia ke depan juga diproyeksikan menurun seiring dengan perkiraan
meningkatnya produksi minyak AS dan belum pulihnya permintaan dunia, meskipun
dimitigasi oleh OPEC+ melalui pengurangan produksi. Sementara itu, peningkatan harga
CPO juga diperkirakan akan terbatas sejalan dengan melambatnya permintaan Tiongkok
dan Uni Eropa, inventory yang masih cukup tinggi, dan meningkatnya suplai minyak nabati
India. Oleh karena itu, untuk mengantisipasi rendahnya daya serap internasional,
pemerintah berupaya untuk memperluas penggunaan biodiesel di dalam negeri melalui
program B20.
Dari sisi perencanaan, kebijakan ekonomi di tingkat lokal juga perlu segera disiapkan, yakni
dengan
mengembangkan
sektor-sektor
alternatif
yang
dapat
menjadi
sumber
pertumbuhan ekonomi baru. Pengembangan sektor-sektor alternatif ini tidak dimaksudkan
untuk menggantikan peran sektor utama yang selama ini menopang ekonomi Riau,
melainkan untuk menahan perlambatan pertumbuhan ekonomi Riau. Pemetaan terhadap
sektor-sektor alternatif dimaksud dilakukan dengan menggunakan Tabel Input-Output (IO)
Provinsi Riau tahun 2015 dari BPS.1
Tabel B1.1
Angka Pengganda Nilai Tambah (Diurutkan) Sektor Ekonomi Riau
No. Sektor
1
Pengganda
Nilai Tambah
Peringkat
No. Sektor
Pengganda
Nilai Tambah
Peringkat
1
T. Perkebunan
0.998
1
20 I. Lainnya
0.980
20
2
Perdagangan
0.998
2
21 Komunikasi
0.975
21
3
Real Estate
0.997
3
22 TB Makanan
0.971
22
4
Tambang Lainnya
0.997
4
23 I. Petrokimia
0.970
23
5
Perikanan
0.996
5
24 I. Semen
0.970
24
6
I. Hasil Laut
0.996
6
25 Angkutan Air
0.970
25
7
Migas & Panas Bumi
0.995
7
26 Peternakan & Hasilnya
0.968
26
8
Kehutanan
0.995
8
27 Bangunan
0.965
27
9
Jasa Perusahaan
0.994
9
28 Hotel dan Restoran
0.962
28
10 Pemerintahan Umum
0.992
10
29 Angkutan Udara
0.950
29
11 I. Kelapa Sawit
0.992
11
30 Listrik, Gas dan Air Bersih
0.943
30
12 Pengilangan Migas
0.991
12
31 I. Tekstil
0.867
31
13 I. Pulp & Kertas
0.990
13
32 I. Alat Angkutan
0.716
32
14 I. Karet & Barang Karet
0.989
14
33 Padi
0.690
33
15 I. Kayu, Rotan & Bambu
0.989
15
34 I. Barang dari Logam
0.658
34
16 I. MaMin
0.989
16
35 I. Alas Kaki & Kulit
0.000
35
17 Jasa Keuangan dan Asuransi
0.988
17
36 I. Besi, Baja & Logam Dasar
0.000
35
18 Angkutan Darat
0.982
18
37 I. Mesin Listrik & Peralatan
0.000
35
19 Jasa-jasa lainnya
0.982
19
Pengolahan lanjutan dilakukan untuk mengetahui beberapa angka pengganda, antara lain pengganda
output, pengganda nilai tambah, pengganda pendapatan rumah tangga, dan pengganda tenaga kerja.
Khusus untuk pertumbuhan ekonomi, angka yang dipertimbangan ialah angka pengganda nilai tambah.
Dari hasil pemetaan di atas, terdapat 5 (lima) subsektor yang dapat menjadi penyumbang
nilai tambah tertinggi, dimana 2 di antaranya tidak terkait langsung dengan SDA, yaitu: (1)
perdagangan besar, eceran, dan reparasi, dan (2) real estate. Berdasarkan perhitungan,
apabila terdapat peningkatan konsumsi RT, investasi, atau pengeluaran pemerintah
sebesar Rp1,- terhadap output sektor perdagangan, PDRB Riau akan bertambah sebesar
Rp0,998 ceteris paribus. Korelasi tersebut juga terjadi pada sektor real estate, tambang
lainnya, dan perikanan yang mempunyai angka pengganda nilai tambah masing-masing
sebesar 0,997, 0,997, dan 0,996.
Sektor perdagangan besar, eceran, dan reparasi Riau dapat didorong lebih lanjut
mengingat posisi Riau yang berada di tengah pulau Sumatera, serta paling dekat dengan
Singapura dan Selat Malaka sebagai salah satu jalur perdagangan dunia. Apabila suatu
produk ingin dipasarkan di Sumatera, seharusnya pilihan utama dalam membangun
gudang ialah Riau. Begitu juga apabila terdapat produk yang akan diekspor dari Sumatera,
seharusnya sebagian produk terutama dari Sumatera bagian selatan dapat diekspor melalui
Riau, untuk selanjutnya diteruskan ke Singapura, Tiongkok, India, Eropa, maupun negaranegara utama tujuan ekspor lainnya. Oleh karena itu, beberapa hal kiranya dapat dilakukan
untuk mendorong perkembangan sektor perdagangan ini, antara lain:
1. Mengalokasikan/mendorong alokasi sebagian lahan di kawasan industri eksisting
untuk juga menjadi kawasan pergudangan/logistik;
2. Menyiapkan paket insentif dalam berinvestasi di kawasan industri dan
pergudangan (KIP) dimaksud. Misal, insentif penangguhan pajak alat-alat berat,
pajak air permukaan, dan retribusi izin kerja pada 1
2 tahun awal perusahaan
beroperasi, dan memungkinkan perusahaan melakukan cicilan dalam membayar
pajak/retribusi yang ditangguhkan dalam beberapa tahun setelahnya;
3. Bekerjasama dan mengundang perusahaan swasta nasional yang telah sukses
dalam pengembangan KIP untuk melalukan alih pengetahuan (transfer knowledge)
dan turut membantu pengembangan KIP yang diinisasi oleh pemerintah, seperti KI
Tenayan Raya, KI Tanjung Buton, dsb. Perusahaan swasta nasional tersebut dapat
diberi imbalan, misal, penyerahan beberapa persen saham kepemilikan KIP apabila
perusahaan tersebut berhasil mendatangkan sejumlah perusahaan untuk
beroperasi di KIP (perjanjian usaha berbasis kinerja);
4. Mempelajari dan mengembangkan skema Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha
(KPBU) terutama skema availability payment dalam mengembangkan infrastruktur
pendukung KIP seperti akses jalan, SPAM, perluasan dermaga pelabuhan eksisting,
jalur kereta api, dsb agar pembangunan infrastruktur tersebut dapat dilakukan
terlebih dahulu dengan pendanaan swasta sebelum pada akhirnya dibayarkan
bertahap oleh anggaran pemerintah;
5. Turut mempercepat penyelesaian pengadaan lahan untuk jalan tol yang sedang
dibangun (Pekanbaru
Dumai) dan percepatan penetapan lokasi untuk jalan tol
yang sedang dalam perencanaan, a.l. Pekanbaru
Rantau Prapat
Bukittinggi
Padang, Dumai
Tebing Tinggi, dsb.
Sektor real estate juga dapat didorong lebih lanjut sejalan dengan pertambahan penduduk
dan masih banyaknya pendatang untuk bekerja pada korporasi-korporasi besar yang
beroperasi di Riau. Selain itu, apabila sektor perdagangan semakin berkembang, dorongan
terhadap real estate juga diperkirakan meningkat sejalan dengan kebutuhan hunian
pekerja di sekitar KIP. Oleh karena itu, beberapa hal kiranya dapat dilakukan untuk
mendorong perkembangan sektor real estate ini, antara lain:
1. Inisiasi pembentukan bank tanah daerah. Hal ini sejalan dengan upaya pemerintah
pusat dalam membentuk bank tanah nasional yang substansinya disertakan dalam
RUU Pertanahan yang sedang dibahas oleh DPR RI. Bank tanah daerah ini nantinya
mengumpulkan dan mengelola tanah-tanah terlantar, tanah pelepasan kawasan
hutan, tanah bekas pertambangan, tanah hibah, bahkan tanah proses pengadaan.
Selain untuk kepentingan umum/infrastruktur, tanah yang dikelola oleh bank tanah
ini nantinya dapat dilepaskan kepada pengembang real estate swasta dengan
selisih harga untuk menutup biaya operasional bank tanah (tidak ada margin
keuntungan). Namun, pelepasan dimaksud dibarengi dengan beberapa syarat,
misal, pengembang harus mulai membangun dan memasarkan rumah maksimal 6
bulan setelah pelepasan, serta pengembang hanya dapat mendapatkan margin
keuntungan dari pembangunan rumah namun bukan dari penjualan kavling/tanah;
2. Insentif keringanan PBB pada 1
2 tahun awal dan BPHTB pasca sebuah properti
telah berpindah hak milik menjadi perseorangan. Hal ini untuk mendorong demand
masyarakat terhadap properti, sehingga menjadi daya tarik bagi pengembang
dalam mengembangkan suatu kawasan. Kemudian, PBB dan BPHTB yang
ditangguhkan dapat dilunasi dengan dicicil pada tahun-tahun setelahnya;
3. Kemudahan perizinan dan non-perizinan pengembang untuk mulai membangun.
Hal ini dapat dilakukan dengan, antara lain: mempercepat alur dan proses izin
prinsip, kemudian memperbolehkan pengembang mulai membangun suatu
kawasan apabila telah mendapatkan izin prinsip, sambil secara paralel melakukan
pengurusan izin-izin lainnya. Evaluasi juga dapat dilakukan, semisal apabila dalam
6 bulan semua izin belum lengkap, pembangunan dapat dihentikan terlebih
dahulu, hingga sanksi pencabutan izin prinsip apabila dalam 1 tahun belum
mendapatkan seluruh izin yang diperlukan.
LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI RIAU
Keuangan Pemerintah
Bab 2
KEUANGAN
PEMERINTAH
AAH
1. Kondisi Umum
Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) merupakan tolak ukur penting
keberhasilan suatu daerah dalam meningkatkan potensi perekonomian daerah.
Perkembangan realisasi APBD Provinsi Riau hingga triwulan I 2019 secara umum
mengalami peningkatan dibandingkan triwulan I 2018, baik dari sisi pendapatan
maupun sisi belanja. Realisasi pendapatan Provinsi Riau hingga triwulan I 2019
tercatat sebesar Rp1,95 triliun atau 21,35% dari pagu anggaran, meningkat 8,03%
(yoy) dibandingkan triwulan I 2018 yang tercatat sebesar Rp1,80 triliun atau 19,53%
dari pagu anggaran. Sementara itu, realisasi belanja Provinsi Riau hingga triwulan I
2019 meningkat dibandingkan triwulan I 2018. Realisasi belanja hingga triwulan I
2019 tercatat sebesar Rp861 miliar atau 9,38% dari pagu anggaran, meningkat
24
LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI RIAU
Keuangan Pemerintah
hingga 13,74% (yoy) dibandingkan triwulan I 2018 yang tercatat sebesar Rp757
miliar atau 7,33% dari pagu anggaran. Peningkatan realisasi belanja tersebut
didorong oleh peningkatan pendapatan dana bagi hasil (DBH) SDA yang meningkat
80,11% (yoy) dibandingkan periode yang sama tahun lalu, sehingga pemerintah
dapat melakukan belanja lebih besar dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
Grafik 2.1. Realisasi APBD Provinsi Riau 2016 s.d Maret 2019
Sumber : BPKAD Provinsi Riau, diolah
Berdasarkan capaian APBD 2018, Pemerintah Provinsi Riau telah mengesahkan APBD
2019 lebih rendah dibandingkan APBD 2018. Dari sisi pendapatan, Pemerintah
Provinsi Riau menetapkan pagu anggaran sebesar Rp9,13 triliun, sedikit lebih rendah
dibandingkan anggaran 2018 yang tercatat sebesar Rp9,24 triliun. Sedangkan dari
sisi belanja, pagu anggaran yang ditetapkan sebesar Rp9,18 triliun atau turun
11,11% dibandingkan APBD 2018 yang tercatat sebesar Rp10,33 triliun. Penurunan
anggaran belanja dalam APBD 2019 disebabkan oleh tidak tercapainya perkiraan
dana SILPA 2018 serta adanya tunda bayar proyek pada 2018.
Grafik 2.2. Perkembangan Pagu Anggaran APBD Provinsi Riau 2015 s.d 2018
Sumber: BPKAD Provinsi Riau, diolah
25
LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI RIAU
Keuangan Pemerintah
2. Realisasi Pendapatan Provinsi Riau Triwulan I 2019
Realisasi pendapatan Provinsi Riau triwulan I 2019 tercatat sebesar Rp1,95 triliun atau
21,35% dari pagu anggaran. Berdasarkan historis, pendapatan Pemerintah Provinsi
Riau pada periode laporan meningkat 8,03% (yoy) dibandingkan triwulan I 2018
yang mencapai Rp1,80 triliun atau 19,53% dari pagu anggaran.
Grafik 2.3. Realisasi Pendapatan Provinsi Riau Tw I 2018 & Tw I 2019
Sumber : BPKAD Provinsi Riau, diolah
Peningkatan realisasi pendapatan Provinsi Riau sepanjang triwulan I 2019 utamanya
didorong oleh peningkatan realisasi Dana Perimbangan. Dana Perimbangan
sepanjang triwulan I 2019 meningkat hingga 14,00% (yoy), yaitu dari Rp1,07 triliun
(20,30% pagu) pada triwulan I 2018, menjadi Rp1,22 triliun (22,11% pagu).
Peningkatan Dana Perimbangan utamanya didorong oleh peningkatan pendapatan
DBH SDA dan pendapatan DAU. Pendapatan DBH SDA meningkat hingga 80,11%
(yoy), dari Rp149 miliar (14,39% pagu) pada triwulan I 2018. menjadi Rp269 miliar
(23,38% pagu). Peningkatan tersebut seiring dengan sempat ditundanya penyaluran
DBH migas pada triwulan I 2018 lalu serta kenaikan DBH migas 2019 akibat
disesuaikannya asumsi harga minyak mentah dari US$ 30/barrel menjadi US$
70/barrel.
Realisasi PAD sepanjang triwulan I 2019 tercatat sebesar Rp725 miliar (20,10%
pagu). Angka tersebut menurun sekitar 1,31% (yoy) dibandingkan realisasi PAD
sepanjang triwulan I 2018 yang tercatat sebesar Rp735 triliun (18,54% pagu).
Penurunan PAD tersebut didorong oleh turunnya realisasi pendapatan pajak daerah.
Realisasi pendapatan pajak Provinsi Riau sepanjang triwulan I 2019 mengalami
26
LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI RIAU
Keuangan Pemerintah
penurunan sekitar 2,79% (yoy), yaitu dari Rp655 miliar (20,44% pagu) sepanjang
triwulan I 2018, menjadi Rp636 miliar (20,37% pagu).
Grafik 2.4. Realisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD)
Provinsi Riau Tahun 2017 & 2018
Sumber : BPKAD Provinsi Riau, diolah
Menurunnya realisasi penerimaan pajak sepanjang triwulan I 2019 didorong oleh
penurunan penerimaan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB) dan Pajak
Bahan Bakar Kendaraan Bermotor. Pendapatan BBNKB menurun 2,74% (yoy)
dibandingkan periode yang sama tahun lalu, yaitu dari Rp207,4 miliar (25,0% pagu)
menjadi Rp201,7 miliar (23,6% pagu). Penurunan ini diperkirakan didorong oleh
menurunnya penjualan kendaraan bermotor. Hal ini terindikasi dari turunnya indeks
penjualan kendaraan hasil Survei Penjualan Eceran (SPE) Kantor Perwakilan BI Provinsi
Riau triwulan laporan dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Pada triwulan I
2019, indeks penjualan kendaraan tercatat 109,88, turun dibandingkan indeks
triwulan I 2018 yang tercatat 117,34.
Tabel 2.1. Komponen Pendapatan Pajak Provinsi Riau Triwulan I 2018 & Triwulan I 2019
Triwulan I 2018
Komponen Pembentuk Pendapatan
Pajak Daerah
Pajak Kendaraan Bermotor
Pajak Kendaraan di Air
Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor
Bea Balik Nama Kendaraan di Atas Air
Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor
Pajak Air Permukaan
Pajak Rokok
Realisasi
(Rp juta)
240,520
207,356
205,224
1,654
-
%
Realisasi
24.2%
25.0%
22.8%
2.5%
-
Triwulan I 2019
Pangsa
Realisasi
(Rp juta)
36.7%
0.0%
31.7%
0.0%
31.3%
0.3%
0.0%
256,815
8
201,665
16
170,339
7,630
-
%
Realisasi
24.2%
116.2%
23.6%
21.5%
25.1%
-
Pangsa
40.3%
0.0%
31.7%
0.0%
26.8%
1.2%
0.0%
Sumber : BPKAD Provinsi Riau, diolah
27
LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI RIAU
Keuangan Pemerintah
Selain pendapatan BBNKB, juga terjadi penurunan pendapatan yang bersumber dari
Pajak Bahan Bakar Kendaraaan Bermotor sebesar 16,99% (yoy) dari Rp205,2 miliar
(22,8% pagu) pada triwulan I 2018, menjadi Rp170,3 miliar (21,5% pagu).
Penurunan ini terjadi seiring dengan penurunan harga bahan bakar non subsidi yang
ditetapkan pemerintah sejak 5 Januari 2019.
Tabel 2.2. Realisasi Pendapatan Provinsi Riau Triwulan I 2018 & Triwulan I 2019
Tw I 2018
Anggaran Realisasi
PENDAPATAN DAERAH
9237
1804
PENDAPATAN ASLI DAERAH
3964
735
Pajak Daerah
3204
655
Retribusi Daerah
16
2
Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan
218
0
Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah
527
78
DANA PERIMBANGAN
5262
1068
Pendapatan Dana Bagi Hasil Pajak
1061
180
Pendapatan Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam 1038
149
Pendapatan Dana Alokasi Umum
1434
482
Pendapatan Dana Alokasi Khusus
1729
257
Dana Penyesuaian
0
0
LAIN-LAIN PENDAPATAN DAERAH YANG SAH
10
1
Akun Anggaran (Satuan Miliar)
Tw I 2019
%
Anggaran Realisasi
19.53
9129
1949
18.54
3609
725
20.44
3125
636
13.54
19
3
0.00
138
0
14.83
327
85
20.30
5507
1218
16.96
803
175
14.39
1151
269
33.61
1549
516
14.84
2005
257
0.00
0
0
7.33
13
6
%
21.35
20.10
20.37
16.43
0.26
26.13
22.11
21.79
23.38
33.33
12.84
0.00
44.62
Sumber : BPKAD Provinsi Riau, diolah
3. Realisasi Belanja Provinsi Riau Triwulan I 2019
Realisasi belanja Provinsi Riau sepanjang triwulan I 2019 tercatat sebesar Rp861 miliar
atau 9,38% dari pagu anggaran, meningkat sekitar 13,74% (yoy) dibandingkan
periode yang sama tahun sebelumnya yang terealisasi sebesar Rp757 miliar atau
7,33% dari pagu anggaran. Peningkatan belanja terjadi pada dua pos utama, yaitu
pos belanja tidak langsung dan pos belanja langsung. Peningkatan kedua pos
tersebut terjadi baik secara nominal maupun persentase realisasi dibandingkan pagu
anggaran yang ditetapkan.
Sepanjang triwulan I 2019, realisasi pos Belanja Tidak Langsung tercatat sebesar
Rp641 miliar atau 12,66% dari pagu anggaran. Realisasi belanja tersebut meningkat
sekitar 15,84% (yoy) dibandingkan realisasi triwulan I 2018 yang mencapai Rp553
miliar atau 9,54% dari pagu anggaran. Peningkatan pada pos Belanja Tidak
Langsung terjadi utamanya pada pos Belanja Pegawai dan Belanja Bagi Hasil kepada
pemerintah kabupaten/kota. Sepanjang triwulan I 2019, belanja pegawai terealisasi
28
LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI RIAU
Keuangan Pemerintah
sebesar Rp350 miliar atau 14,49% dari pagu anggaran. Jumlah ini meningkat hingga
sekitar 5,43% (yoy) dibandingkan triwulan I 2018 yang terealisasi sebesar Rp332
miliar atau 14,12% dari pagu anggaran.
Tabel 2.3 Realisasi Belanja Provinsi Riau Triwulan I 2018 & Triwulan I 2019
Akun Anggaran (Satuan Miliar)
BELANJA DAERAH
BELANJA TIDAK LANGSUNG
Belanja Pegawai
Belanja Bunga
Belanja Subsidi
Belanja Hibah
Belanja Bantuan Sosial
Belanja Bagi Hasil
Belanja Bantuan Keuangan
Belanja Tidak Terduga
BELANJA LANGSUNG
Belanja Pegawai
Belanja Barang dan Jasa
Belanja Modal
Tw I 2018
Anggaran Realisasi
10326
757
5794
553
2351
332
0
0
0
0
1438
221
12
0
1500
0
483
0
11
0
4533
204
4
0
2726
127
1803
77
Tw I 2019
%
Anggaran Realisasi
7.33
9179
861
9.54
5058
641
14.12
2415
350
0.00
0
0
0.00
0
0
15.37
1096
222
0.00
22
0
0.00
1414
53
0.00
99
16
0.00
12
0
4.50
4121
220
6.19
0.1
0
4.65
2446
210
4.27
1675
11
%
9.38
12.66
14.49
0.00
0.00
20.25
0.00
3.74
15.86
0.00
5.35
0.00
8.57
0.65
Sumber : BPKAD Provinsi Riau, diolah
Peningkatan Belanja Tidak Langsung juga didorong oleh Belanja Bagi Hasil kepada
pemerintah kabupaten/kota. Sepanjang triwulan I 2019, belanja bagi hasil kepada
pemerintah Kabupaten/Kota terealisasi sebesar Rp53 miliar atau 3,74% dari pagu
anggaran, meningkat dibandingkan triwulan I 2018 dimana pada periode tersebut
tidak terdapat realisasi Belanja Bagi Hasil. Tidak adanya realiasai belanja Dana Bagi
Hasil seiring dengan sempat ditundanya penyaluran DBH migas oleh Pemerintah
Pusat pada triwulan I 2018 lalu.
Sejalan dengan komponen Belanja Tidak Langsung, realisasi komponen Belanja
Langsung Provinsi Riau sepanjang triwulan I 2019 meningkat dibandingkan triwulan
I 2018. Sepanjang triwulan I 2019, belanja langsung Provinsi Riau terealisasi sebesar
Rp220 miliar atau 5,35% dari pagu anggaran, meningkat sekitar 8,04% (yoy)
dibandingkan triwulan I 2018 yang terealisasi sebesar Rp204 miliar atau 4,50% dari
pagu anggaran. Peningkatan tersebut didorong oleh peningkatan pos belanja barang
dan jasa.
29
LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI RIAU
Keuangan Pemerintah
Grafik 2.5. Realisasi Komponen Belanja Tidak Langsung Tw I 2018 & Tw I 2019
Sumber : BPKAD Provinsi Riau, diolah
Sepanjang triwulan I 2019, Belanja Langsung barang dan jasa terealisasi sebesar
Rp210 miliar atau 8,57% dari pagu anggaran, meningkat sebesar 65,40% (yoy)
dibandingkan triwulan I 2018 yang terealisasi sebesar Rp127 miliar atau 4,65% dari
pagu anggaran. Peningkatan pada pos belanja langsung barang dan jasa tersebut
terjadi utamanya pada belanja makanan dan minuman, belanja perjalanan dinas, dan
belanja jasa kantor. Kenaikan belanja makanan dan minuman utamanya terjadi pada
belanja makanan dan minuman kegiatan, yang mengindikasikan meningkatnya
kegiatan pemerintah daerah selama triwulan I 2019 dibandingkan periode yang
sama tahun lalu. Sementara itu peningkatan belanja perjalanan dinas utamanya
terjadi pada perjalanan dinas luar daerah sehubungan dengan meningkatnya ratarata harga tiket angkutan udara dibandingkan triwulan I 2018. Adapun peningkatan
belanja jasa kantor utamanya didorong oleh meningkatnya belanja listrik.
Peningkatan realisasi Belanja Langsung yang lebih tinggi tertahan oleh penurunan
pada pos belanja modal. Sepanjang triwulan I 2019, belanja modal Provinsi Riau
hanya terealisasi sebesar Rp11 miliar atau 0,65% dari pagu anggaran. Kondisi ini
menurun hingga 85,95% yoy dibandingkan realisasi pada triwulan I 2018 yang
tercatat sebesar Rp77 miliar atau 4,27% dari pagu anggaran. Penurunan ini
disebabkan penurunan realisasi pada belanja modal pengadaan konstruksi jalan,
utamanya konstruksi jalan flyover sejalan dengan adanya proyek flyover simpang SKA
dan simpang Pasar Arengka yang dimulai sejak triwulan I 2018.
30
LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI RIAU
Keuangan Pemerintah
Grafik 2.6. Realisasi Pos Belanja Langsung Provinsi Riau Tw I 2018 & Tw I 2019
Sumber : BPKAD Provinsi Riau, diolah
31
LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI RIAU
Perkembangan Inflasi Daerah
Bab 3
PERKEMBANGAN
INFLASI DAERAH
1. KONDISI UMUM
Inflasi Provinsi Riau pada triwulan I 2019 tetap terkendali pada level yang rendah dan
stabil. Rendahnya tekanan inflasi tersebut utamanya dipengaruhi oleh menurunnya
tekanan inflasi seluruh kelompok pengeluaran. Adapun komoditas utama penyebab
turunnya inflasi Riau pada triwulan I 2019 antara lain: cabai merah, daging sapi,
bensin, kentang, dan minyak goreng. Sedangkan, komoditas penahan laju inflasi
yang lebih rendah antara lain: tarif angkutan udara, rokok kretek filter, sewa rumah,
beras, dan rokok kretek. Secara spasial, inflasi Riau tertinggi terjadi di Dumai, diikuti
Pekanbaru dan Tembilahan.
2. PERKEMBANGAN INFLASI PROVINSI RIAU
Inflasi Riau pada triwulan I 2019 tercatat sebesar 1,30% (yoy), lebih rendah
dibandingkan triwulan IV 2018 yang sebesar 2,45% (yoy). Kondisi tersebut searah
dengan perkembangan inflasi Nasional dan Sumatera yang pada triwulan I 2019
masing-masing tercatat sebesar 2,48% dan 1,67% (yoy), lebih rendah dibandingkan
triwulan sebelumnya yang sebesar 3,13% dan 2,40% (yoy). Di wilayah Sumatera,
Riau tercatat sebagai Provinsi dengan inflasi terendah kedua setelah Sumatera Utara
sebagaimana yang ditunjukkan Gambar 3.1.
32
LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI RIAU
Perkembangan Inflasi Daerah
Gambar 3.1. Inflasi Riau, Sumatera dan Nasional Triwulan I 2019 (%yoy)
1,82%
Aceh
Sumatera
1,67%
Nasional
2,48%
% (yoy)
Nasional
Sumatera
Riau
5.71
6.00
5.03
1,30%
4.45
Riau
1,05%
2,71%
Sumut
4.42
4.00
Kepri
3.61
3.92
3.40
3.70
3.62
1,89%
Jambi
1,94%
Sumbar
2.48
1,66%
Sumsel
2.00
1.67
1.30
2,72%
1,65%
Babel
Bengkulu
1,49%
Lampung
TW I
TW I
TW I
TW I
2016
2017
2018
2019
Sumber : BPS, diolah
Berdasarkan kota yang disurvei, inflasi tertinggi pada triwulan I 2019 terjadi di
Dumai, diikuti oleh Pekanbaru dan Tembilahan. Tekanan inflasi di ketiga kota
perhitungan inflasi tersebut tercatat menurun. Inflasi Dumai, Pekanbaru, dan
Tembilahan pada triwulan I 2019 secara berurutan tercatat sebesar 1,40%; 1,30%;
dan 1,11% (yoy), lebih rendah dibandingkan triwulan IV 2018 yang sebesar 1,85%;
2,54%; dan 2,64% (yoy) sebagaimana yang ditunjukkan Grafik 2.2.
Grafik 3.1 Perkembangan Inflasi Nasional,
Grafik 3.2 Perkembangan Inflasi Ketiga Kota
Sumatera, Riau, (yoy)
di Riau, (yoy)
% (yoy)
Nasional
7
Riau
% (yoy)
Sumatera
Pekanbaru
8
Dumai
Tembilahan
7
6
6
5
5
4
4
3
3
2
2
1
1
-
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3
2016
2017
Sumber: BPS, diolah
2018
2019
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3
2016
2017
2018
2019
Sumber: BPS, diolah
Provinsi Riau pada triwulan I 2019 mengalami penurunan tekanan inflasi. Penurunan
tersebut bersumber dari seluruh kelompok pengeluaran. Namun jika dilihat dari
berdasarkan andil terbesar inflasi Riau, penurunan tersebut utamanya bersumber dari
kelompok (i) Bahan Makanan; (ii) Makanan Jadi, Minuman, Rokok, dan Tembakau;
33
LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI RIAU
Perkembangan Inflasi Daerah
(iii) Perumahan, Air, Listrik, Gas, dan Bahan Bakar; dan (iv) Transpor, Komunikasi, dan
Jasa Keuangan.
Tabel 3.1 Inflasi Aktual dan Historis Provinsi Riau (% yoy)
%yoy
Rerata Historis
Mar 2016 - 2018
Mar-19
Arah
3.89
4.91
4.47
4.16
2.70
3.81
1.79
2.83
1.63
0.05
3.26
1.35
1.54
3.86
0.75
2.04
↓
↓
↓
↓
↓
↑
↓
↓
Inflasi Umum
Bahan Makanan
Makanan Jadi, Minuman, Rokok, dan Tembakau
Perumahan, Air, Listrik, Gas, dan Bahan Bakar
Sandang
Kesehatan
Pendidikan, Rekreasi, dan Olahraga
Transpor, Komunikasi, dan Jasa Keuangan
Sumber: BPS, diolah
Inflasi Bahan Makanan pada triwulan I 2019 tercatat deflasi 1,65% (yoy), turun
dibandingkan triwulan IV 2018 yang inflasi sebesar 1,83% (yoy). Menurunnya
tekanan inflasi kelompok Bahan Makanan tersebut disebabkan oleh koreksi harga
cabai merah, daging sapi, dan kentang. Turunnya harga cabai merah disebabkan
oleh adanya panen di wilayah sentra utamanya Sumatera Barat dan Sumatera Utara
seiring dengan semakin intensifnya upaya Pemerintah dalam mengamankan pasokan
cabai saat Natal, Tahun Baru, dan awal tahun. Sementara itu, koreksi harga
komoditas daging sapi dan kentang didorong oleh melimpahnya pasokan ditengah
normalisasi permintaan. Disisi lain, deflasi bahan makanan yang lebih rendah
tertahan oleh kenaikan harga beras, telur ayam ras, udang basah dan bawang
merah. Meningkatnya harga beras dipicu oleh belum meratanya panen di daerah
sentra produksi sehingga menyebabkan pasokan beras berkurang. Sementara itu,
kenaikan harga telur ayam ras didorong oleh naiknya harga jagung global di tengah
naiknya permintaan. Adapun peningkatan harga udang basah disebabkan oleh
gangguan pasokan dari sentra pengumpul. Selain itu, meningkatnya harga bawang
merah didorong oleh adanya bencana banjir di Kabupaten Brebes yang merupakan
daerah sentra produksi utama nasional.
Tekanan inflasi kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok, dan Tembakau tercatat
menurun dari 3,61% (yoy) pada triwulan lalu menjadi 3,38% (yoy) pada triwulan I
2019. Menurunnya tekanan inflasi tersebut didorong oleh turunnya harga gula pasir
34
LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI RIAU
Perkembangan Inflasi Daerah
ditengah moderasi permintaan dan terjaganya pasokan. Disisi lain, laju inflasi yang
lebih rendah tertahan oleh meningkatnya harga rokok kretek filter, rokok kretek, dan
ketupat/lontong sayur. Sedangkan, tekanan inflasi yang lebih rendah tertahan oleh
kenaikan harga rokok kretek filter, rokok kretek, dan ketupat/lontong sayur.
Meningkatnya harga rokok sejalan dengan kenaikan tarif cukai rokok tahunan
dengan besaran rata-rata 10,5%. Adapun kenaikan harga ketupat/lontong sayur
turut dipengaruhi oleh kenaikan harga beras yang menjadi komponen bahan baku
utama.
Pada triwulan I 2019 inflasi kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas, dan Bahan Bakar
tercatat sebesar 1,56% (yoy) lebih rendah dibandingkan triwulan IV 2018 yang
sebesar 2,04% (yoy). Menurunnya tekanan inflasi kelompok ini dipengaruhi oleh
turunnya tarif listrik sejalan dengan penurunan tarif listrik bagi pelanggan Rumah
Tangga Mampu 900 VA dari Rp1.352,-/kWh menjadi Rp1.300,-/kWh. Namun
demikian, tekanan inflasi yang lebih rendah tertahan oleh kenaikan harga sewa
rumah akibat meningkatnya permintaan pada awal tahun 2019.
Menurunnya tekanan inflasi juga terjadi pada kelompok Transpor, Komunikasi, dan
Jasa Keuangan. Kelompok tersebut pada triwulan I 2019 tercatat inflasi sebesar
1,96% (yoy), lebih rendah dibandingkan triwulan lalu yang sebesar 2,19% (yoy).
Menurunnya tekanan inflasi kelompok ini bersumber dari turunnya harga bensin
sejalan dengan penurunan harga Bahan Bakar Khusus (BBK) per 5 Januari 2019.
Penurunan tekanan inflasi yang lebih dalam pada kelompok pengeluaran ini tertahan
oleh meningkatnya tarif angkutan udara dan tarif pulsa ponsel. Meningkatnya tarif
angkutan udara disebabkan oleh adanya kebijakan salah satu maskapai yang saat ini
hanya menjual tiket pesawat economy fleksibel sehingga turut menyebabkan
kenaikan harga tiket pesawat terbang dari maskapai lainnya mengingat posisi salah
satu maskapai tersebut sebagai price maker. Sementara itu, meningkatnya tarif pulsa
ponsel merupakan dampak dari kebijakan operator jasa telekomunikasi yang
bermaksud untuk menutup biaya investasi dalam rangka mengantisipasi lonjakan
permintaan pada awal tahun 2019.
35
LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI RIAU
Perkembangan Inflasi Daerah
Grafik 3.3 Inflasi Riau Berdasarkan Kelompok Pengeluaran (%yoy)
% yoy
12
Inflasi YoY
BAHAN MAKANAN
MAKANAN JADI, MINUMAN, ROKOK & TEMBAKAU
PERUMAHAN, AIR, LISTRIK, GAS & BAHAN BAKAR
SANDANG
KESEHATAN
PENDIDIKAN, REKREASI DAN OLAH RAGA
TRANSPOR, KOMUNIKASI DAN JASA KEUANGAN
10
8
6
4
2
0
1
2
3
4
-2
5
6
7
8
9
10
11
12
1
2
3
4
5
2017
6
7
2018
8
9
10
11
12
1
2
3
4
2019
-4
Sumber: BPS, diolah
Inflasi Riau pada triwulan II 2019 diperkirakan berada pada kisaran 2,45 ± 0,25%
(yoy), lebih tinggi jika dibandingkan triwulan I 2019 yang sebesar 1,30% (yoy).
Perkiraan meningkatnya tekanan inflasi pada triwulan II 2019 sejalan dengan realisasi
inflasi April 2019 yang menunjukkan peningkatan dari 1,30% (yoy) pada bulan
Maret 2019 menjadi 1,64% (yoy). Adanya potensi peningkatan daya beli masyarakat
Riau yang didorong oleh tren membaiknya harga minyak dunia dan harga karet
dunia, serta kenaikan gaji Aparatur Sipil Negara (ASN) sebesar 5% per April 2019
dan eskalasi kampanye dalam rangka pemilu 2019 juga diperkirakan memberikan
tekanan pada inflasi triwulan II 2019. Lonjakan konsumsi seiring masuknya bulan
Ramadhan pada awal Mei dan hari raya Idul Fitri pada awal Juni 2019 diperkirakan
turut menyumbang tekanan inflasi triwulan II 2019. Adanya indikasi kenaikan inflasi,
mendorong bahwa kewaspadaan perlu senantiasa dilakukan dan koordinasi antara
Bank Indonesia, Pemerintah Daerah dan pihak terkait lainnya harus terus diperkuat.
2.1.
Inflasi Kota
2.1.1. Inflasi Kota Pekanbaru
Pada triwulan I 2019 Kota Pekanbaru mengalami inflasi sebesar 1,30% (yoy), lebih
rendah dibandingkan triwulan IV 2018 yang sebesar 2,54% (yoy). Menurunnya
tekanan inflasi di Kota Pekanbaru utamanya bersumber dari kelompok (i) Bahan
Makanan; (ii) Makanan Jadi, Minuman, Rokok, dan Tembakau; (iii) Perumahan, Air,
Listrik, Gas, dan Bahan Bakar; dan (iv) Transpor, Komunikasi, dan Jasa Keuangan.
36
LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI RIAU
Perkembangan Inflasi Daerah
Tabel 3.2 Inflasi Aktual dan Historis Kota Pekanbaru (% yoy)
%yoy
Rerata Historis
Mar 2016 - 2018
Mar-19
Arah
Inflasi Umum
Bahan Makanan
Makanan Jadi, Minuman, Rokok, dan Tembakau
Perumahan, Air, Listrik, Gas, dan Bahan Bakar
Sandang
Kesehatan
Pendidikan, Rekreasi, dan Olahraga
Transpor, Komunikasi, dan Jasa Keuangan
4.43
7.05
5.32
4.37
2.76
2.42
2.68
2.10
1.30
-1.92
3.37
1.59
1.87
4.51
0.70
2.11
↓
↓
↓
↓
↓
↑
↓
↑
Sumber: BPS, diolah
Kelompok Bahan Makanan pada triwulan I 2019 tercatat deflasi 1,92% (yoy), lebih
rendah dibandingkan triwulan IV 2018 yang inflasi sebesar 1,75% (yoy).
Menurunnya tekanan inflasi kelompok ini dipengaruhi oleh turunnya cabai merah,
daging sapi, dan kentang. Turunnya harga cabai merah disebabkan oleh
melimpahnya hasil panen di wilayah sentra utamanya Sumatera Barat dan Sumatera
Utara. Sementara itu, koreksi harga komoditas daging sapi dan kentang didorong
oleh melimpahnya pasokan ditengah normalisasi permintaan. Disisi lain, deflasi
bahan makanan yang lebih rendah tertahan oleh kenaikan harga beras, telur ayam
ras, dan daging ayam ras. Meningkatnya harga beras dipicu oleh belum meratanya
panen di daerah sentra produksi sehingga menyebabkan pasokan berkurang.
Sementara itu, kenaikan harga telur ayam ras dan daging ayam ras didorong oleh
naiknya harga jagung global di tengah naiknya permintaan.
Pada triwulan I 2019 kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok, dan Tembakau
tercatat inflasi sebesar 3,37% (yoy), lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya
yang sebesar 3,76% (yoy). Menurunnya inflasi kelompok ini berasal dari koreksi
harga gula pasir. Terkoreksinya harga gula pasir disebabkan oleh normalisasi
permintaan dan melimpahnya produksi. Disisi lain, laju inflasi yang lebih rendah
tertahan oleh meningkatnya harga rokok kretek filter, rokok kretek, dan
ketupat/lontong sayur. Meningkatnya harga rokok sejalan dengan kenaikan tarif
cukai rokok tahunan dengan besaran rata-rata 10,5%. Adapun kenaikan harga
ketupat/lontong sayur turut dipengaruhi oleh kenaikan harga beras yang menjadi
komponen bahan baku utama.
37
LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI RIAU
Perkembangan Inflasi Daerah
Tarif listrik menjadi komoditas utama yang mendorong turunnya inflasi kelompok
Perumahan, Air, Listrik, Gas, dan Bahan Bakar dari 2,15% (yoy) pada triwulan IV
2018 menjadi 1,59% (yoy) pada triwulan I 2019. Turunnya tarif listrik sejalan dengan
penurunan tarif listrik bagi pelanggan Rumah Tangga Mampu 900 VA dari Rp1.352,/kWh menjadi Rp1.300,-/kWh. Namun demikian, tekanan inflasi yang lebih rendah
tertahan oleh kenaikan harga sewa rumah dan bahan bakar rumah tangga akibat
meningkatnya permintaan pada awal tahun 2019.
Pada triwulan laporan, kelompok Transpor, Komunikasi, dan Jasa Keuangan tercatat
inflasi sebesar 2,11% (yoy), menurun dibandingkan triwulan IV 2018 yang sebesar
2,26% (yoy). Penurunan tersebut disebabkan oleh turunnya harga bensin sejalan
dengan penurunan harga Bahan Bakar Khusus (BBK) per 5 Januari 2019. Disisi lain,
tekanan inflasi yang lebih rendah tertahan oleh meningkatnya tarif angkutan udara
dan tarif pulsa ponsel. Meningkatnya tarif angkutan udara disebabkan oleh adanya
kebijakan salah satu maskapai yang saat ini hanya menjual tiket pesawat economy
fleksibel sehingga turut menyebabkan kenaikan harga tiket pesawat terbang dari
maskapai lainnya mengingat posisi salah satu maskapai tersebut sebagai price maker.
Sementara itu, meningkatnya tarif pulsa ponsel merupakan dampak dari kebijakan
operator jasa telekomunikasi yang bermaksud untuk menutup biaya investasi dalam
rangka mengantisipasi lonjakan permintaan pada awal tahun 2019.
Grafik 3.4 Inflasi Pekanbaru Berdasarkan Kelompok Pengeluaran (%yoy)
Inflasi YoY
BAHAN MAKANAN
MAKANAN JADI, MINUMAN, ROKOK & TEMBAKAU
PERUMAHAN, AIR, LISTRIK, GAS & BAHAN BAKAR
SANDANG
KESEHATAN
PENDIDIKAN, REKREASI DAN OLAH RAGA
TRANSPOR, KOMUNIKASI DAN JASA KEUANGAN
% yoy
20
15
10
5
0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4
2016
2017
2018
2019
-5
Sumber: BPS, diolah
38
LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI RIAU
Perkembangan Inflasi Daerah
2.1.2. Inflasi Kota Dumai
Inflasi Kota Dumai tercatat menurun dari 1,85% (yoy) pada triwulan IV 2018 menjadi
1,40% (yoy) pada triwulan I 2019. Menurunnya tekanan inflasi di Kota Dumai
bersumber dari kelompok (i) Bahan Makanan; (ii) Perumahan, Air, Listrik, Gas, dan
Bahan Bakar; (iii) Sandang, dan (iv) Transpor, Komunikasi, dan Jasa Keuangan. Disisi
lain, tekanan inflasi Kota Dumai yang lebih rendah tertahan oleh meningkatnya
inflasi kelompok (i) Makanan Jadi, Minuman, Rokok, dan Tembakau; (ii) Kesehatan;
dan (iii) Pendidikan, Rekreasi, dan Olahraga.
Tabel 3.3 Inflasi Aktual dan Historis Kota Dumai (% yoy)
%yoy
Rerata Historis
Mar 2016 - 2018
Mar-19
Arah
Inflasi Umum
Bahan Makanan
Makanan Jadi, Minuman, Rokok, dan Tembakau
Perumahan, Air, Listrik, Gas, dan Bahan Bakar
Sandang
Kesehatan
Pendidikan, Rekreasi, dan Olahraga
Transpor, Komunikasi, dan Jasa Keuangan
4.20
4.87
5.41
3.95
3.65
4.17
2.69
2.94
1.40
-1.22
4.36
1.05
2.39
1.49
0.84
1.98
↓
↓
↓
↓
↓
↓
↓
↓
Sumber: BPS, diolah
Kelompok Bahan Makanan pada triwulan I 2019 tercatat deflasi sebesar 1,22% (yoy),
menurun jika dibandingkan triwulan sebelumnya yang inflasi sebesar 0,58% (yoy).
Menurunnya inflasi tersebut bersumber dari turunnya harga cabai merah, minyak
goreng, dan ikan serai. Menurunnya harga cabai merah disebabkan oleh
melimpahnya hasil panen di wilayah sentra utamanya Sumatera Barat dan Sumatera
Utara. Sementara itu, koreksi harga minyak goreng dipengaruhi oleh turunnya harga
Crude Palm Oil (CPO). Adapun penurunan harga ikan serai juga disebabkan oleh
terjaganya pasokan ditengah moderasi permintaan. Disisi lain, komoditas bawang
merah dan rampela hati ayam menahan deflasi yang lebih rendah. Meningkatnya
harga bawang merah didorong oleh adanya bencana banjir di Kabupaten Brebes
yang merupakan daerah sentra produksi utama nasional. Selain itu, meningkatnya
harga rampela hati ayam dipengaruhi oleh kenaikan harga daging ayam ras akibat
tingginya harga pakan ternak yaitu jagung global.
39
LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI RIAU
Perkembangan Inflasi Daerah
Kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas, dan Bahan Bakar juga mengalami penurunan
tekanan inflasi dari 1,60% (yoy) pada triwulan IV 2018 menjadi 1,05% (yoy) pada
triwulan I 2019. Menurunnya laju inflasi tersebut bersumber dari turunnya harga
bahan bakar rumah tangga dan tarif listrik. Terkoreksinya harga bahan bakar rumah
tangga di Dumai disebabkan oleh terjaganya pasokan. Sedangkan menurunnya tarif
listrik sejalan dengan penurunan tarif listrik bagi pelanggan Rumah Tangga Mampu
900 VA dari Rp1.352,-/kWh menjadi Rp1.300,-/kWh. Namun demikian, tekanan
inflasi yang lebih rendah tertahan oleh kenaikan harga sewa rumah karena
meningkatnya permintaan di awal tahun baru.
Pada triwulan I 2019 kelompok Transpor, Komunikasi, dan Jasa Keuangan tercatat
inflasi 1,98% (yoy), lebih rendah dibandingkan triwulan IV 2018 yang sebesar 2,42%
(yoy). Turunnya inflasi tersebut dipengaruhi oleh turunnya harga bensin akibat
turunnya harga Bahan Bakar Khusus (BBK) per 5 Januari 2019. Disisi lain, tekanan
inflasi yang lebih rendah tertahan oleh meningkatnya harga mobil dan tarif pulsa
ponsel. Meningkatnya harga mobil didorong oleh kenaikan harga karet dunia yang
mulai terjadi sejak Januari 2019 disamping adanya kecenderungan kenaikan harga
mobil baru setiap awal tahun. Sementara itu, meningkatnya tarif pulsa ponsel
merupakan dampak dari kebijakan operator jasa telekomunikasi yang bermaksud
untuk menutup biaya investasi dalam rangka mengantisipasi lonjakan permintaan
pada awal tahun 2019.
Disisi lain kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok, dan Tembakau mengalami
peningkatan inflasi. Pada triwulan I 2019 kelompok ini tercatat inflasi sebesar 4,36%
(yoy), meningkat dibandingkan triwulan IV 2018 yang sebesar 3,33% (yoy). Kenaikan
tersebut utamanya bersumber dari meningkatnya harga rokok kretek filter, nasi
dengan lauk, dan rokok kretek. Meningkatnya harga rokok dipengaruhi oleh
kenaikan tarif cukai rokok tahunan dengan besaran rata-rata 10,5%. Adapun
kenaikan harga nasi dengan lauk didorong oleh kenaikan harga beras. Disisi lain, laju
inflasi yang lebih tinggi tertahan oleh koreksi harga air kemasan dan gula pasir.
Turunnya harga air kemasan disebabkan oleh melimpahnya pasokan ditengah
semakin banyaknya produk sejenis yang tidak diiringi oleh kenaikan permintaan.
Sedangkan, menurunnya harga gula pasir disebabkan oleh meningkatnya produksi
sehingga pasokan berlimpah.
40
LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI RIAU
Perkembangan Inflasi Daerah
Grafik 3.5 Inflasi Dumai Berdasarkan Kelompok Pengeluaran (%yoy)
Inflasi YoY
BAHAN MAKANAN
MAKANAN JADI, MINUMAN, ROKOK & TEMBAKAU
PERUMAHAN, AIR, LISTRIK, GAS & BAHAN BAKAR
SANDANG
KESEHATAN
PENDIDIKAN, REKREASI DAN OLAH RAGA
TRANSPOR, KOMUNIKASI DAN JASA KEUANGAN
% yoy
12
10
8
6
4
2
0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4
-2
2016
-4
2017
2018
2019
Sumber: BPS, diolah
2.1.3. Inflasi Kota Tembilahan
Inflasi Kota Tembilahan tercatat menurun dari 2,64% (yoy) pada triwulan IV 2018
menjadi 1,11% (yoy) pada triwulan I 2019. Menurunnya tekanan inflasi tersebut
utamanya bersumber dari kelompok (i) Bahan Makanan; (ii) Makanan Jadi, Minuman,
Rokok, dan Tembakau,(iii) Sandang; (iv) Kesehatan; dan (v) Transpor, Komunikasi,
dan Jasa Keuangan. Tekanan inflasi Kota Tembilahan yang lebih rendah tertahan
oleh meningkatnya inflasi kelompok (i) Perumahan, Air, Listrik, Gas, dan Bahan
Bakar; dan (ii) Pendidikan, Rekreasi, dan Olahraga.
Tabel 3.4 Inflasi Aktual dan Historis Kota Tembilahan (% yoy)
%yoy
Rerata Historis
Mar 2016 - 2018
Mar-19
Arah
Inflasi Umum
Bahan Makanan
Makanan Jadi, Minuman, Rokok, dan Tembakau
Perumahan, Air, Listrik, Gas, dan Bahan Bakar
Sandang
Kesehatan
Pendidikan, Rekreasi, dan Olahraga
Transpor, Komunikasi, dan Jasa Keuangan
3.97
5.61
2.58
4.89
2.47
3.17
3.93
1.53
1.11
0.25
1.32
2.26
0.80
1.43
1.06
0.33
↓
↓
↓
↓
↓
↓
↓
↓
Sumber: BPS, diolah
Kelompok Bahan Makanan pada triwulan I 2019 tercatat mengalami inflasi sebesar
0,25% (yoy), menurun dibandingkan triwulan IV 2018 yang mencapai 4,99% (yoy).
Penurunan tersebut utamanya disebabkan oleh koreksi harga cabai merah dan ikan
serai. Menurunnya harga cabai merah disebabkan oleh melimpahnya hasil panen di
wilayah sentra utamanya Sumatera Barat dan Sumatera Utara. Sementara itu,
41
LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI RIAU
Perkembangan Inflasi Daerah
turunnya harga ikan serai juga disebabkan oleh terjaganya pasokan ditengah
moderasi permintaan. Disisi lain, tekanan inflasi yang lebih rendah tertahan oleh
meningkatnya harga udang basah dan beras. Meningkatnya harga beras dipicu oleh
belum meratanya panen di daerah sentra produksi sehingga menyebabkan pasokan
beras berkurang. Sementara itu, kenaikan harga udang basah disebabkan oleh
gangguan pasokan dari sentra pengumpul.
Inflasi kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok, dan Tembakau pada triwulan I
2018 tercatat sebesar 1,32% (yoy), lebih rendah dibandingkan triwulan lalu yang
sebesar 2,42% (yoy). Menurunnya tekanan inflasi kelompok ini dipengaruhi oleh
koreksi harga gula pasir karena meningkatnya produksi sehingga pasokan melimpah.
Tekanan inflasi yang lebih rendah tertahan oleh kenaikan harga rokok kretek filter
dan rokok kretek. Kenaikan harga rokok tersebut dipengaruhi oleh kenaikan tarif
cukai rokok tahunan dengan besaran rata-rata 10,5%.
Pada triwulan I 2019 kelompok Sandang tercatat mengalami inflasi sebesar 0,80%
(yoy), menurun dibandingkan triwulan IV 2018 yang sebesar 1,25% (yoy). Turunnya
inflasi tersebut utamanya bersumber dari turunnya harga pakaian bayi dan celana
panjang jeans sejalan dengan moderasi permintaan masyarakat terhadap barang
tersebut. Disisi lain, tekanan inflasi yang lebih rendah tertahan oleh kenaikan harga
baju muslim di bulan Maret 2019 seiring dengan meningkatnya permintaan
menjelang Ramadhan dan Idul Fitri yang jatuh pada triwulan II 2019.
Kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas, dan Bahan Bakar tercatat mengalami
peningkatan tekanan inflasi dari 1,68% (yoy) pada triwulan IV 2018 menjadi 2,26%
(yoy) pada triwulan I 2019. Meningkatnya tekanan inflasi tersebut didorong oleh
kenaikan harga sewa rumah karena meningkatnya permintaan di awal tahun baru.
Kenaikan inflasi yang lebih tinggi tertahan oleh koreksi tarif listrik sejalan dengan
penurunan tarif listrik bagi pelanggan Rumah Tangga Mampu 900 VA dari Rp1.352,/kWh menjadi Rp1.300,-/kWh.
42
LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI RIAU
Perkembangan Inflasi Daerah
Grafik 3.6 Inflasi Tembilahan Berdasarkan Kelompok Pengeluaran (%yoy)
% yoy
14
12
Inflasi YoY
MAKANAN JADI, MINUMAN, ROKOK & TEMBAKAU
SANDANG
PENDIDIKAN, REKREASI DAN OLAH RAGA
BAHAN MAKANAN
PERUMAHAN, AIR, LISTRIK, GAS & BAHAN BAKAR
KESEHATAN
TRANSPOR, KOMUNIKASI DAN JASA KEUANGAN
10
8
6
4
2
0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4
-2
2016
2017
2018
2019
-4
Sumber: BPS, diolah
3. Program Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) Riau
Sepanjang periode laporan, sejumlah kegiatan dilakukan oleh TPID di Provinsi Riau
baik rapat koordinasi monitoring program maupun berbagai kegiatan lainnya dalam
rangka pengendalian harga. Adapun fokus pelaksanaan kegiatan tersebut mengacu
pada Roadmap Pengendalian Inflasi Provinsi Riau tahun 2019-2021.
a. Rapat Koordinasi Monitoring Program

Pada tanggal 17 Januari 2019 diselenggarakan Rapat Koordinasi
TPID Provinsi Riau. Rapat tersebut dipimpin oleh Kepala Biro Ekonomi
Provinsi Riau dan dihadiri oleh seluruh OPD (Organisasi Perangkat
Daerah) terkait. Tujuan dilaksanakannya rapat koordinasi tersebut
utamanya adalah untuk finalisasi Roadmap TPID Provinsi Riau Tahun
2019-2021.Dalam pertemuan tersebut, seluruh OPD menyampaikan
program dan kegiatan terkait dengan pengendalian inflasi yang akan
dilaksanakan dalam kurun waktu 2019-2021. Program yang disusun
mencakup 4 (empat) kunci strategis yaitu keterjangkauan harga,
ketersediaan pasokan, kelancaran distribusi, dan komunikasi efektif.
Program tersebut telah disertai dengan target pencapaian yang
terukur dan terarah. Dalam rapat koordinasi juga dilakukan evaluasi
terhadap roadmap tahun 2015-2018. Hal ini dilakukan untuk
melihat tingkat keberhasilan dan efektifitas program yang telah
43
LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI RIAU
Perkembangan Inflasi Daerah
disusun periode sebelumnya. Selain itu, juga dilakukan identifikasi
isu, permasalahan, dan risiko perekonomian ke depan yang perlu
diwaspadai agar program yang telah disusun dapat berjalan optimal
untuk menjaga inflasi Riau di tingkat yang stabil dan dalam sasaran
yang sudah ditetapkan.

Pada tanggal 27 Februari 2019 diselenggarakan High Level Meeting
(HLM) TPID Provinsi Riau. HLM dihadiri oleh seluruh anggota TPID
Provinsi Riau dan TPID dari 12 Kabupaten/Kota di Provinsi Riau, serta
instansi terkait, termasuk Bulog Divre Riau-Kepri, Satgas Pangan
Polda Riau. Dalam pertemuan tersebut dibahas hasil evaluasi
perkembangan inflasi selama periode 2018 dan fokus program
pengendalian inflasi tahun 2019, serta faktor risiko yang perlu di
waspadai. Adapun hal yang menjadi perhatian ke depan utamanya
adalah tingginya biaya distribusi ke daerah pedesaan akibat
keterbatasan infrastruktur mendorong tingginya harga komoditas.
Beberapa hal yang mengemuka dalam pembahasan antara lain
sebagai berikut:
1. Tingginya biaya distribusi ke pedesaan akibat keterbatasan
infrstruktur menyebabkan tingginya harga komoditas. Terkait
hal tersebut, pemerintah daerah telah melakukan perbaikan
jalan dari Kota Pekanbaru menuju Tembilahan. Ke depan,
perbaikan jalan dan jembatan di kawasan daerah sentra
produksi akan menjadi concern utama pemerintah.
2. Terkait dengan kebijakan pemerintah pusat terkait Bantuan
Pangan Non Tunai (BPNT), terdapat potensi hilangnya tugas
Bulog dalam penyaluran rastra dan beralih menjadi BPNT. Dalam
hal ini, Bulog Divre Riau-Kepri telah melakukan MoU dengan
pemerintah Kota Pekanbaru terkait penyaluran beras (eks rasta)
sehingga dapat memenuhi ketersediaan beras di masyarakat.
Bulog juga menghimbau kepada pemerintah kabupaten/kota
untuk dapat melakukan MoU serupa yaitu dalam bentuk
kerjasama dengan koperasi Pemkab/Pemko dan instansi yang
ada di wilayah tersebut.
44
LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI RIAU
Perkembangan Inflasi Daerah
3. Satgas pangan yang dipimpin oleh Polda Riau akan terus
melakukan
upaya
pengendalian
stok
pangan
terutama
menjelang Hari Besar Keagamaan Nasional (HBKN), salah
satunya melalui kegiatan sidak pasar dan gudang distributor
secara berkala. Polda Riau juga memberikan masukan kepada
TPID untuk dapat lebih mengoptimalkan peran satgas pangan
baik dalam kegiatan monitoring stok maupun melakukan
penindakan pada pihak yang menimbun stok bahan pangan.
4. Hingga bulan April 2019, harga BBM bersubsidi tidak mengalami
perubahan, sedangkan untuk BBM non subsidi mengalami
penurunan harga sejak bulan November 2018 mengikuti tren
harga minyak dunia.
5. BPS mengharapkan setiap kabupaten/kota di Provinsi Riau dapat
melakukan perhitungan inflasi melalui kerjasama dengan kantor
BPS setempat. Hal ini untuk mendukung proses pengambilan
kebijakan oleh pemerintah daerah dalam program pengendalian
inflasi.

Pada tanggal 12 Maret 2019 dilaksanakan Rapat Koordinasi TPID
Dumai. Rapat tersebut dipimpin oleh Asisten II Bidang Ekonomi Kota
Dumai. Rapat ini bertujuan untuk mengevaluasi pencapaian inflasi
Kota Dumai selama tahun 2018, sekaligus membahas rencana
kebijakan pengendalian inflasi di tahun 2019. Adapun beberapa
program pengendalian inflasi yang menjadi fokus TPID Kota Dumai
dalam menjaga kestabilan inflasi sesuai dengan roadmap 2019
2021 yaitu:
1. Mendirikan Toko Pangan Kita (TPK) dan Rumah Pangan Kita
(RPK)
yang
berfungsi
sebagai
penyedia
barang
pokok
masyarakat seperti beras, gula, minyak goreng dan tepung
terigu. Di tahun 2019, telah dibentuk 3 (tiga) unit TPK, 1 (satu)
unit di Jalan Merdeka dan 2 (dua) unit di Pasar Pulau Payung
Kota Dumai.
45
LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI RIAU
Perkembangan Inflasi Daerah
2. Melakukan gerakan konsumsi pangan lokal secara masif melalui
kegiatan sosialisasi kepada anak-anak sekolah sekaligus
pemberian makanan olahan lokal sebagai makanan tambahan.
3. Melakukan upaya peningkatan produksi melalui (i) Peningkatan
luas tanam padi menjadi 2.500 ha dan cabai merah menjadi 100200 ha yang terletak di Bukit Kapur dan Sungai Sembilan, (ii)
Pembinaan kelompok dengan pendekatan inti-plasma ayam ras
dengan target populasi 450 ribu ekor di tahun 2019 yang
tersebar di 7 (tujuh) kecamatan di Kota Dumai, dan (iii)
Melakukan pengembangan bibit sapi dengan target populasi
sebanyak 5.300 ekor.
4. Melakukan perbaikan dan pemeliharaan jalan dalam rangka
menjaga kelancaran jalur distribusi barang, serta melakukan
renovasi dan optimalisasi penggunaan bandara Kota Dumai
bekerjasama
dengan
menginvestasikan
PT.
dana
Pelita
sebesar
yang
Rp26
telah
bersedia
miliar
untuk
pengembangan fasilitas bandara.
5. Melakukan revitalisasi Pasar Pulau Payung dan Pasar Kelakap
Tujuh
untuk
mengoptimalkan
pemanfaatan
pasar
dan
memindahkan pedagang yang saat ini berjualan di pinggiran
Jalan Ombak.
b. Kunjungan ke Kabupaten Brebes dalam Rangka Mendorong Kerjasama
Antar Daerah
Pada tanggal 13-15 Maret 2019, TPID Provinsi Riau telah melakukan
kunjungan ke Kabupaten Brebes. Kegiatan yang difasilitasi oleh KPw. Bank
Indonesia Provinsi Riau ini bertujuan untuk mendorong Pemerintah Provinsi
Riau dalam melakukan kerjasama antar daerah dengan Kabupaten Brebes.
Dalam
kegiatan
tersebut,
KPw.
Bank
Indonesia
Provinsi
Riau
mengikutsertakan perwakilan dari TPID Provinsi Riau (Biro Ekonomi Provinsi
Riau, Biro Humas dan Kerjasama Provinsi Riau, Dinas Perdagangan Provinsi
Riau), TPID Kota Pekanbaru (Dinas Perdagangan Kota Pekanbaru), Bulog
Divre Riau, dan pelaku usaha UMKM perdagangan bawang merah. Dari hasil
kunjungan, diketahui bahwa sampai dengan bulan Februari 2019,
46
LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI RIAU
Perkembangan Inflasi Daerah
Kabupaten Brebes menghasilkan 9,7 ton bawang merah dengan produksi
terbesar di bulan Februari 2019 sebesar 6,7 ton. Sementara kebutuhan lokal
Kabupaten Brebes hanya sebesar 20 ton per tahun atau rata-rata sekitar 1,6
ton per bulannya. Mempertimbangkan tingginya tingkat produksi bawang
merah di Kabupaten Brebes, hal ini menjadi peluang bagi Pemerintah
Provinsi Riau untuk menjalin kerjasama antar daerah guna memenuhi
kebutuhan konsumsi bawang merah di Riau yang cukup tinggi.
c. Kegiatan Pengendalian Harga Menjelang Ramadhan dan Idul Fitri
Pada tanggal 24 April 2019, TPID Provinsi Riau dipimpin oleh Gubernur Riau
bersama dengan Forum Komunikasi Pimpinan Daerah Riau serta Satgas
Pangan melakukan kunjungan langsung ke Pasar Sukaramai, Pasar Cik Puan,
Retail Lotte Mart, serta Gudang Bulog dan gudang distributor swasta.
Kunjungan ke pasar tradisional dan retail modern bertujuan untuk
mendapatkan informasi secara langsung mengenai kondisi harga terkini
bahan pokok menjelang periode Bulan Ramadhan. Sedangkan kunjungan ke
gudang Bulog dan distributor swasta dilakukan untuk melihat ketersediaan
jumlah bahan pangan menghadapi Bulan Ramadhan 1440 H, kunjungan ke
gudang distributor swasta juga dilakukan untuk memastikan tidak adanya
penimbunan bahan pangan yang dilakukan menjelang Bulan Ramadhan.
Selanjutnya, kegiatan kunjungan dilanjutkan dengan penyelenggaraan
Rapat Koordinasi dalam rangka menjaga ketersediaan pasokan dan upaya
stabilisasi harga. Rapat koordinasi yang dipimpin oleh Sekretaris Daerah
Provinsi Riau, turut dihadiri oleh Kementerian Perdagangan Republik
Indonesia, Bank Indonesa, DPRD Provinsi Riau, Danlanud Riau, Danrem Riau,
serta Satgas Pangan (Polda Riau) dan Kajati Riau yang memiliki peran penting
untuk menindak kejahatan seperti penimbunan stok bahan pangan yang
mempengaruhi harga di pasar. Beberapa hal yang dilakukan oleh Pemerintah
Provinsi Riau dalam menghadapi Bulan Ramadhan 1440 H adalah sebagai
berikut :
1. Pemantauan dan monitoring stok kebutuhan pokok pada distributor
di Kota Pekanbaru serta melakukan koordinasi dengan instansi terkait.
47
LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI RIAU
Perkembangan Inflasi Daerah
2. Melakukan koordinasi dengan Dinas Perdagangan Kabupaten/Kota di
Provinsi Riau mengenai langkah-langkah antisipasi menyambut Bulan
Ramadhan.
3. Mengintensifkan pemantauan harga barang kebutuhan pokok di
tingkat konsumen dan stok pada pasar pantauan untuk memastikan
stok.
4. Bersama dengan Satgas pangan melakukan monitoring pengamanan
kelancaran distribusi dalam menjaga stabilitas harga bahan kebutuhan
pokok masyarakat.
5. Membuat Surat edaran untuk melaksanakan Harga Eceran Tertinggi
(HET) dan pertemuan dengan pelaku usaha (distributor, agen, dan
pengecer.
6. Melaksanakan pasar murah di sebanyak 8 lokasi di Kota Pekanbaru.
Dalam rapat koordinasi tersebut Kementerian Perdagangan Republik
Indonesia menyampaikan amanah presiden terkait pengendalian harga di
daerah antara lain adalah : i) stabilitas harga dan ketersediaan bahan pokok
serta menggunakan penyerapan produksi dalam negeri, ii) meningkatkan
ekspor dan menjaga neraca perdagangan, iii) membangun dan merevitalisasi
pasar rakyat. Kementerian Dalam Negeri RI mengharapkan Pemerintah
Daerah dapat mengedukasi masyarakat untuk dapat melakukan pemantauan
harga dari aplikasi yang dapat diakses di smartphone antara lain aplikasi Pusat
Informasi Harga Pangan Strategis (PIHPS) dan aplikasi pemantauan harga
miliki Kementerian Perdagangan RI. Selain itu, Kementerian Perdagangan RI
juga mengingatkan kembali pelaksanaan Permendag 59/2018 mengenai
kewajiban pedagang beras mencantumkan label pada kemasan beras yang
akan wajib berlaku pada November 2019. DPRD Provinsi Riau dalam rapat
koordinasi menyoroti kemungkinan adanya kolaborasi data yang dimiliki oleh
Pemerintah Provinsi Riau dengan PIHPS yang dikembangkan oleh Bank
Indonesia.
48
Boks 2
INDIKASI TURUNNYA DAYA BELI DIBALIK RENDAHNYA INFLASI
Sejak tahun 2014, inflasi Riau berada dalam tren menurun. Rata-rata historis inflasi Riau
selama tahun 2014-2018 tercatat sebesar 4,40% (yoy). Pada bulan April 2019, inflasi
Riau tercatat sebesar 1,64% (yoy), lebih rendah dibandingkan rata-rata historisnya
dalam kurun waktu 5 (lima) tahun terakhir, serta lebih rendah jika dibandingkan inflasi
Sumatera dan Nasional yang masing-masing sebesar 2,29% dan 2,83% (yoy).
Grafik B2.1
Perkembangan Inflasi Riau, Sumatera, dan Nasional
10.0
Riau
Sumatera
Indonesia
9.0
8.0
7.0
6.0
5.0
4.0
3.0
2.0
1.0
%yoy
Riau
I
II
III
2009
IV
I
II
III
2010
IV
I
II
III
2011
IV
I
II
III
2012
IV
I
II
III
2013
IV
I
II
III
IV
2014
I
II
III
2015
IV
I
II
III
2016
IV
I
II
III
2017
IV
I
II
III
2018
IV
I
Apr
2019
7.6 3.5 2.3 1.7 2.1 4.7 4.5 7.3 7.9 5.5 6.0 4.7 3.9 5.4 4.0 3.3 5.4 5.6 7.7 8.7 7.7 6.5 5.8 8.6 6.1 7.3 5.7 2.6 4.4 1.9 3.2 4.0 5.0 6.1 5.0 4.2 3.6 3.3 2.4 2.4 1.3 1.6
Sumatera 8.0 3.0 3.3 2.4 3.3 5.8 5.2 7.7 7.4 5.4 6.0 3.9 3.7 4.9 3.3 3.4 4.8 5.4 8.0 8.7 7.2 5.9 4.6 8.6 6.1 7.7 6.7 3.0 5.7 3.7 4.2 4.5 3.9 4.6 3.6 3.3 3.7 3.3 2.5 2.4 1.6 2.2
Indonesia 7.9 3.6 2.8 2.8 3.4 5.0 5.8 6.9 6.6 5.5 4.6 3.7 3.9 4.5 4.3 4.3 5.9 5.9 8.4 8.3 7.3 6.6 4.5 8.3 6.3 7.2 6.8 3.3 4.4 3.4 3.0 3.0 3.6 4.3 3.7 3.6 3.4 3.1 2.8 3.1 2.4 2.8
Sumber : BPS (diolah)
Berdasarkan uji kausalitas Granger, terdapat hubungan yang kuat (co-movement) antara
inflasi, konsumsi rumah tangga, dan harga minyak kelapa sawit. Berdasarkan uji
tersebut, dinamika konsumsi rumah tangga Riau akan mempengaruhi dinamika inflasi
Riau sekitar 2 (dua) triwulan setelahnya. Sedangkan, dinamina harga minyak kelapa
sawit yang merupakan sumber pendapatan utama masyarakat Riau akan mempengaruhi
dinamika inflasi Riau sekitar 1 (satu) triwulan setelahnya. Terjadinya co-movement antar
variabel tersebut mengindikasikan bahwa tren penurunan inflasi Riau dalam jangka
panjang secara fundamental lebih disebabkan oleh perlambatan daya beli masyarakat.
Grafik B2.2
Inflasi vs Konsumsi RT
%yoy
Inflasi - MA (3)
Grafik B2.3
Inflasi vs Harga CPO
%yoy
10.0
9.0
8.0
7.0
6.0
5.0
4.0
3.0
2.0
1.0
0.0
g Konsumsi RT - MA (3), rhs
12.0
10.0
8.0
6.0
4.0
2.0
0.0
%yoy
13.0
2010
2011
2012
2013
2014
2015
2016
2017
%yoy
80.0
g Harga CPO - MA (3), rhs
11.0
60.0
9.0
40.0
7.0
20.0
5.0
0.0
3.0
-20.0
1.0
-40.0
I III I III I III I III I III I III I III I III I III I III I
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I
2009
Inflasi - MA (3)
2009
2018 2019
2010
2011
2012
2013
2014
2015
2016
2017
2018 2019
Sumber : BPS, Bloomberg (diolah)
Indikasi penurunan daya beli yang mempengaruhi turunnya inflasi di Riau sejak 2014
diperkuat dengan co-movement inflasi bahan makanan dan inflasi makanan jadi dengan
konsumsi rumah tangga sejak 2014, dimana pada kondisi penurunan daya beli
pengeluaran untuk kebutuhan primer (dalam hal ini bahan makanan dan makanan jadi)
juga ikut melambat. Berdasarkan uji kausalitas Granger, dinamika konsumsi rumah
tangga Riau akan mempengaruhi dinamika inflasi kelompok bahan makanan Riau sekitar
1 (satu) triwulan setelahnya. Sedangkan, dinamina konsumsi rumah tangga Riau akan
mempengaruhi dinamika inflasi kelompok makanan jadi Riau sekitar 2 (satu) triwulan
setelahnya.
Grafik B2.4
Inflasi Bahan Makanan vs Konsumsi RT
%yoy
Inflasi Bahan Makanan - MA (3)
g Konsumsi RT - MA(3), rhs
Grafik B2.5
Inflasi Makanan Jadi vs Konsumsi RT
%yoy
10.0
%yoy
16.0
9.0
14.0
9.0
12.0
8.0
10.0
7.0
8.0
6.0
6.0
5.0
3.0
4.0
4.0
2.0
2.0
25.0
8.0
20.0
7.0
15.0
Inflasi Makanan Jadi - MA (3)
%yoy
10.0
g Konsumsi RT - MA(3), rhs
6.0
5.0
10.0
4.0
5.0
0.0
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I
2009
2010
2011
2012
2013
2014
2015
2016
2017
2018 2019
3.0
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I
2009
2010
2011
2012
2013
2014
2015
2016
2017
2018 2019
Sumber : BPS (diolah)
Adanya indikasi penurunan daya beli masyarakat dibalik rendahnya inflasi sejalan dengan
kondisi kesejahteraan petani yang tercermin dari Nilai Tukar Petani (NTP). Rata-rata NTP
Riau tahun 2014-2018 tercatat sebesar 96,41. Angka NTP dibawah 100 mengindikasikan
kesejahteraan petani kurang menggembirakan. Hal tersebut diperkuat dengan indikator
garis kemiskinan Riau yang terus mengalami peningkatan. Artinya, semakin tinggi garis
kemiskinan, maka akan semakin banyak penduduk yang tergolong sebagai penduduk
miskin. Demikian juga dengan Indeks kedalaman kemiskinan (P1) dan keparahan
kemiskinan (P2) Riau yang menunjukkan tren menurun. Kondisi ini mengindikasikan
bahwa pengeluaran penduduk miskin semakin mendekati garis kemiskinan dan
ketimpangan pengeluaran penduduk miskin semakin menyempit.
Grafik B2.6
Inflasi Bahan Makanan vs Konsumsi RT
%yoy
Inflasi
NTP,rhs
10.00
Tabel B2.1
Garis Kemiskinan di Provinsi Riau
110.00
Daerah
9.00
8.00
7.00
6.00
5.00
4.00
3.00
2.00
1.00
-
105.00 Perkotaan
Sep-15
Sep-16
100.00
Sep-17
Sep-18
95.00 Perdesaan
Sep-15
Sep-16
90.00
Sep-17
Sep-18
85.00 Kota + Desa
I II IIIIV I II IIIIV I II IIIIV I II IIIIV I II IIIIV I II IIIIV I II IIIIV I II IIIIV I II IIIIV I II IIIIV I
Sep-15
Sep-16
2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019
Sep-17
Sep-18
Grafik B2.7
Indeks Kedalaman Kemiskinan
2.00
1.80
1.60
1.40
1.20
1.00
0.80
0.60
0.40
0.20
0.00
Garis Kemiskinan (Rp/Kapita/Bln)
Bukan
Makanan
Total
Makanan
288,596
301,570
327,480
350,004
128,812
137,972
147,147
149,398
417,408
439,542
474,627
499,402
318,195
333,174
350,965
358,620
98,585
100,786
106,403
119,824
416,780
433,960
457,368
478,444
306,835
321,762
342,348
355,412
110,329
115,497
122,833
131,734
417,164
437,259
465,181
487,146
Grafik B2.8
Inflasi Bahan Makanan vs Konsumsi RT
0.70
0.60
1.36
1.45
1.20
0.40
0.50
0.96
1.05
0.45
0.40
0.30 0.29
0.19
0.24
0.20
0.10
0.00
Sep-14
Sep-15
Kota
Sep-16
Desa
Sep-17
Sep-18
Sep-14
Sep-15
Kota
Riau
Sumber : BPS (diolah)
Sep-16
Desa
Sep-17
Riau
Sep-18
LAPORAN PEREKONOMIAN PROVNDI RIAU
Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM
Bab 4
STABILITAS KEUANGAN DAERAH,
PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN
DAN UMKM
Stabilitas Sistem Keuangan daerah Riau pada triwulan I 2019 membaik dan terjaga
di tengah meningkatnya kinerja perekonomian.

Kerentanan sektor korporasi dan rumah tangga Riau pada triwulan I 2019
secara umum tetap terjaga, sejalan dengan NPL sektor korporasi yang
membaik di tengah kredit korporasi dan RT yang melambat.

Indikator kinerja perbankan di Riau pada triwulan I 2019 meningkat
dibandingkan triwulan sebelumnya. Peningkatan ini tercermin dari
membaiknya pertumbuhan tahunan Aset dan DPK, serta membaiknya NPL
di tengah melambatnya pertumbuhan kredit dan menurunnya LDR.
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau
49
LAPORAN PEREKONOMIAN PROVNDI RIAU
Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM
1. Kondisi Umum Ketahanan Korporasi dan Rumah Tangga
Kerentanan sektor korporasi dan rumah tangga Riau pada triwulan I 2019 secara
umum tetap terjaga. Penyaluran kredit korporasi yang berlokasi di Provinsi Riau pada
triwulan I 2019 mencapai sekitar Rp71,25 triliun, menurun dibandingkan triwulan
sebelumnya yang tercatat Rp74,18 triliun. Sejalan dengan penurunan outstanding,
pertumbuhan tahunan kredit korporasi pada triwulan laporan mengalami
perlambatan dibandingkan triwulan sebelumnya, yaitu dari 24,86% (yoy) menjadi
18,26% (yoy). NPL sektor korporasi Riau pada triwulan laporan tercatat 2,36%,
membaik dibandingkan NPL triwulan sebelumnya yang mencapai 3,13%. Sementara
itu, pertumbuhan tahunan kredit konsumsi rumah tangga pada triwulan I 2019 tetap
kuat, yakni mencapai 8,96% (yoy), meskipun melambat dibandingkan triwulan
sebelumnya yang tercatat 10,64% (yoy), namun dengan NPL yang sedikit meningkat
dari 1,44% menjadi 1,60%.
1.1. Ketahanan Sektor Korporasi 1
Kredit korporasi pada triwulan I 2019 mencapai sekitar Rp71,25 triliun, menurun
dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat Rp74,18 triliun. Sejalan dengan
penurunan outstanding, pertumbuhan tahunan kredit korporasi pada triwulan
laporan mengalami perlambatan dibandingkan triwulan sebelumnya, yaitu dari
24,86% (yoy) menjadi 18,26% (yoy). Berdasarkan sektornya, penyerapan kredit
korporasi di Provinsi Riau pada triwulan I 2019 didominasi oleh tiga sektor: (i) sektor
pertanian, kehutanan, dan perikanan dengan pangsa 23,2%, (ii) sektor
perdagangan, restoran, dan perhotelan dengan pangsa 13,1%, serta (iii) sektor
industri pengolahan dengan pangsa 12,3%. Penyaluran kredit di sektor pertanian
masih didominasi oleh kredit subsektor perkebunan kelapa sawit, dengan pangsa
83,62% dari total kredit sektor pertanian. Sementara itu, Penyaluran kredit kepada
sektor perdagangan, restoran, dan perhotelan masih didominasi oleh subsektor
perdagangan eceran makanan, minuman dan tembakau dengan pangsa 14,60%
dari total kredit sektor perdagangan. Adapun penyaluran kredit korporasi sektor
Sejak KEKR edisi Februari 2019, pembahasan mengenai kredit sektor korporasi ditinjau
berdasarkan penyaluran kredit yang lokasi kegiatannya berada di Provinsi Riau. Adapun
bank/sumber kreditnya mungkin saja berasal dari luar Provinsi Riau.
1
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau
50
LAPORAN PEREKONOMIAN PROVNDI RIAU
Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM
industri pengolahan didominasi oleh subsektor industri pulp (bubur kertas), kertas,
dan karton dengan pangsa 23,48% dari total kredit sektor industri pengolahan.
Penyaluran kredit korporasi sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan Riau pada
triwulan I 2019 baik secara outstanding maupun pertumbuhan tahunan mengalami
peningkatan dibandingkan triwulan sebelumnya. Penyaluran kredit korporasi sektor
pertanian, kehutanan, dan perikanan pada triwulan laporan mencapai Rp24,13
triliun, lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat Rp23,70 triliun;
atau mengalami pertumbuhan tahunan meningkat dari 9,04% (yoy) menjadi
13,06% (yoy). Peningkatan ini didorong utamanya oleh harga CPO dan karet dunia
yang menunjukkan peningkatan. Secara rata-rata harga CPO dunia pada triwulan I
2019 sekitar US$ 490,6/MT, meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya yang
tercatat US$ 460,5/MT. Sementara itu, rata-rata harga karet dunia pada triwulan I
2019 tercatat sekitar US$ 2,03/kg, meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya
yang mencapai US$ 1,63/kg. Peningkatan ini tentunya menjadi insentif bagi
korporasi perkebunan terutama kelapa sawit dan karet untuk menambah investasi
melalui kredit baru.
Penyaluran kredit korporasi di sektor perdagangan, restoran, dan perhotelan Riau
pada triwulan I 2019 secara outstanding mengalami penurunan dibandingkan
triwulan sebelumnya, yaitu dari Rp13,86 triliun menjadi Rp13,62 triliun. Meskipun
secara outstanding mengalami penurunan, pertumbuhan tahunan kredit sektor ini
meningkat dari 0,004% (yoy) menjadi 2,12% (yoy). Meningkatnya pertumbuhan
kredit korporasi di sektor ini didorong utamanya oleh realisasi penyaluran kredit
modal kerja dan investasi baru kepada perusahaan swasta di subsektor perdagangan
kelapa dan kelapa sawit, perdagangan dalam negeri minyak kelapa sawit,
perdagangan eceran perlengkapan rumah tangga, dan perdagangan eceran bahan
konstruksi dengan keseluruhannya mencapai Rp670,6 miliar. Meningkatnya
pertumbuhan kredit di sektor perdagangan sejalan dengan membaiknya SBT
perdagangan dari SKDU Kantor Perwakilan BI Provinsi Riau dari -0,68 pada triwulan
IV 2018, menjadi -0,60.
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau
51
LAPORAN PEREKONOMIAN PROVNDI RIAU
Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM
Tabel 4.1. Kredit Lokasi Proyek Menurut Sektor Ekonomi di Provinsi Riau (Rp Triliun)
RpTriliun
Pertanian
Pertambangan
Perindustrian
Listrik, gas dan air
Konstruksi
Perdagangan, restoran dan hotel
Pengangkutan, pergudangan
Jasa
Rumah Tangga dan Lainnya
Total
I
22.63
0.60
8.16
1.50
1.78
13.70
1.43
4.69
27.10
81.60
2017
II
III
19.88
21.91
0.79
0.74
8.92
9.20
1.50
1.50
1.95
2.08
13.92
14.02
1.54
1.63
4.87
4.66
27.91
28.27
81.29
84.02
IV
21.73
0.77
11.34
1.51
3.60
13.86
1.83
4.66
29.49
88.78
I
21.35
3.79
9.86
1.52
3.46
13.34
1.80
5.01
30.18
90.31
2018
II
III
24.61
24.14
4.37
8.13
9.45
12.16
1.52
1.71
3.71
4.17
13.66
13.77
1.82
1.74
4.95
4.97
30.80
31.62
94.89 102.42
IV
23.70
9.73
13.56
2.69
3.58
13.86
1.91
5.12
32.53
106.68
2019
I
24.13
5.56
12.75
2.57
4.92
13.62
1.97
5.70
32.77
104.00
Pangsa
23.21
5.35
12.26
2.47
4.73
13.10
1.89
5.49
31.51
100.00
%yoy
13.06
46.68
29.26
68.96
42.20
2.12
9.42
13.94
8.57
15.16
Sumber : Bank Indonesia
Sementara itu, penyaluran kredit korporasi di sektor industri pengolahan Riau pada
triwulan I 2019 mengalami pertumbuhan tahunan yang meningkat dibandingkan
triwulan sebelumnya, meskipun secara outstanding menunjukkan penurunan.
Berdasarkan outstanding, penyaluran kredit sektor ini mencapai Rp12,75 triliun,
menurun dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat Rp13,56 triliun; namun
secara tahunan mengalami pertumbuhan meningkat dari 19,58% (yoy) menjadi
29,26% (yoy). Meningkatnya pertumbuhan tahunan kredit sektor ini didorong oleh
realisasi kredit investasi baru perseorangan di subsektor industri barang dari kertas
lainnya senilai sekitar Rp2,23 triliun. Meningkatnya pertumbuhan kredit di sektor
industri pengolahan sejalan dengan membaiknya SBT industri pengolahan dari SKDU
Kantor Perwakilan BI Provinsi Riau dari -3,28 pada triwulan IV 2018, menjadi -2,38.
NPL sektor korporasi Riau pada triwulan laporan tercatat 2,36%, membaik
dibandingkan NPL triwulan sebelumnya yang mencapai 3,13%. Secara sektoral, NPL
di sektor pertanian Riau pada triwulan I 2019 berada pada level 2,02%, meningkat
jika dibandingkan triwulan IV 2018 yang tercatat 1,73%. NPL sektor perdagangan,
restoran, dan perhotelan Riau pada triwulan I 2019 juga tercatat meningkat
dibandingkan triwulan IV 2018, yaitu dari 4,37% menjadi 4,62%. NPL sektor industri
pengolahan Riau pada triwulan laporan juga tercatat meningkat, namun masih relatif
rendah, yaitu dari 0,51% menjadi 0,57%. Adapun membaiknya NPL sektor korporasi
pada triwulan laporan didorong utamanya oleh perbaikan NPL sektor konstruksi dan
peningkatan kredit yang membaik dari 3,86% menjadi 3,03%. Meskipun level NPL
rata-rata keseluruhan sektor ekonomi di Riau masih berada di bawah threshold yang
ditetapkan oleh Bank Indonesia yaitu 5%, perbankan dihimbau untuk selalu
berpedoman pada prinsip kehati-hatian dalam menyalurkan kredit.
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau
52
LAPORAN PEREKONOMIAN PROVNDI RIAU
Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM
1.2. Ketahanan Sektor Rumah Tangga2
Pertumbuhan tahunan kredit konsumsi rumah tangga di Provinsi Riau pada triwulan
I 2019 mencapai 8,96% (yoy), melambat dibandingkan triwulan IV 2018 yang
tercatat tumbuh 10,64% (yoy). Meskipun mengalami perlambatan pertumbuhan
tahunan, outstanding kredit konsumsi triwulan I 2019 mengalami sedikit
peningkatan dibandingkan triwulan sebelumnya, yaitu dari Rp32,50 triliun menjadi
Rp32,75 triliun. Adapun NPL kredit rumah tangga di Provinsi Riau pada triwulan
laporan mengalami peningkatan dari 1,44% menjadi 1,60%.
Melambatnya pertumbuhan kredit konsumsi terjadi pada seluruh kredit konsumsi RT,
dengan perlambatan paling besar terjadi pada kredit kepemilikan durable goods.
Pertumbuhan tahunan kredit kepemilikan durable goods pada triwulan I 2019
mengalami perlambatan dibandingkan triwulan sebelumnya, yaitu dari 28,97% (yoy)
menjadi negatif 2,46% (yoy). Perlambatan ini utamanya didorong oleh melambatnya
pertumbuhan kredit: (i) kepemiikan komputer dan alat komunikasi dan (ii)
kepemilikan TV, radio, dan alat elektronik. Secara outstanding, penyaluran kredit
kepemilikan durable goods pada triwulan laporan juga mengalami perlambatan dari
Rp220,27 miliar menjadi Rp191,10 miliar.
Grafik 4.1. Kredit Durable Goods
Sumber : Bank Indonesia
Grafik 4.2. Kredit Perumahan
Sumber : Bank Indonesia
Pada triwulan I 2019, kredit perumahan tercatat mengalami pertumbuhan tahunan
11,35% (yoy), melambat dibandingkan triwulan IV 2018 yang tercatat tumbuh
11,80% (yoy). Perlambatan penyaluran kredit perumahan ini terutama didorong oleh
melambatnya pertumbuhan tahunan kredit konstruksi rumah sederhana bank yang
Sejak KEKR edisi Februari 2019, pembahasan mengenai kredit sektor rumah tangga ditinjau
berdasarkan penyaluran kredit yang lokasi kegiatannya berada di Provinsi Riau. Adapun
bank/sumber kreditnya mungkin saja berasal dari luar Provinsi Riau.
2
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau
53
LAPORAN PEREKONOMIAN PROVNDI RIAU
Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM
terkontraksi hingga 27,18% (yoy), lebih dalam dibandingkan triwulan IV 2018 yang
terkontraksi sebesar 12,80% (yoy). Perlambatan ini masih merupakan dampak
lanjutan dari sempat ditundanya subsidi uang muka program rumah bersubsidi
Kementerian PU-PR sebesar Rp4 juta sejalan dengan rencana penerbitan aturan baru
harga rumah subsidi. Meskipun pertumbuhan secara tahunan melambat,
outstanding kredit perumahan pada triwulan laporan mengalami peningkatan
dibandingkan triwulan sebelumnya, yaitu dari Rp10,58 triliun menjadi Rp10,71
triliun.
Penyaluran kredit Kepemilikan Kendaraan Bermotor (KKB) pada triwulan I 2019
secara tahunan tumbuh 12,12% (yoy), melambat dibandingkan pertumbuhan
tahunan triwulan sebelumnya yang mencapai 21,39% (yoy). Melambatnya
pertumbuhan tahunan kredit KKB di Riau pada triwulan laporan didorong utamanya
oleh melambatnya pertumbuhan tahunan kredit kepemilikan sepeda motor dari
55,12% (yoy) pada triwulan IV 2018 menjadi 17,65% (yoy). Secara outstanding,
penyaluran KKB pada triwulan laporan mengalami sedikit peningkatan dari Rp3,90
triliun menjadi Rp3,91 triliun.
Pertumbuhan tahunan kredit multiguna di Riau pada triwulan I 2019 juga
menunjukkan perlambatan dibandingkan triwulan sebelumnya. Pertumbuhan kredit
multiguna Riau pada triwulan I 2019 tercatat melambat dari 9,20% (yoy) menjadi
7,77% (yoy), meskipun secara outstanding meningkat dari Rp16,43 triliun menjadi
Rp16,59 triliun.
Grafik 4.3. Kredit Kendaraan Bermotor
Sumber : Bank Indonesia
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau
Grafik 4.4. Kredit Multiguna
Sumber : Bank Indonesia
54
LAPORAN PEREKONOMIAN PROVNDI RIAU
Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM
Melambatnya pertumbuhan total kredit konsumsi rumah tangga di Riau pada
triwulan I 2019 tercermin dari menurunnya Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK)3 satu
hingga dua triwulan yang lalu. IEK untuk triwulan laporan yang disurvei pada
triwulan IV 2018 mencapai 99,2 atau menurun 2,1 poin dari triwulan sebelumnya
yang tercatat 101,3.
Grafik 4.5. Indeks Ekspektasi Konsumen dan Kredit Konsumsi
Sumber : Bank Indonesia
2. Kondisi Umum Perbankan Riau
Indikator kinerja perbankan di Riau pada triwulan I 2019 meningkat dibandingkan
triwulan sebelumnya. Peningkatan ini tercermin dari membaiknya pertumbuhan
tahunan Aset dan DPK, serta membaiknya NPL di tengah melambatnya pertumbuhan
kredit dan menurunnya LDR.
Aset perbankan di Provinsi Riau pada triwulan I 2019 tumbuh meningkat, meskipun
nilainya mengalami penurunan. Pertumbuhan tahunan aset perbankan Riau pada
triwulan I 2019 mencapai 6,34% (yoy), meningkat dibandingkan triwulan IV 2018
yang tumbuh sebesar 4,12% (yoy). Berdasarkan nilai, total aset bank umum di Riau
pada triwulan I 2019 mencapai Rp100,96 triliun, menurun dibandingkan triwulan
sebelumnya yang tercatat Rp102,50 triliun. Meningkatnya pertumbuhan tahunan
Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK) merupakan ekspektasi/perkiraan konsumen rumah tangga
terhadap penghasilan, ketersediaan lapangan kerja, dan kegiatan usaha dalam jangka waktu 3
6 bulan (1 2 kuartal) yang akan datang.
3
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau
55
LAPORAN PEREKONOMIAN PROVNDI RIAU
Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM
aset terutama dipengaruhi oleh peningkatan pertumbuhan surat berharga dan aset
lainnya, termasuk aset antar kantor.
Jika dilihat per kelompok Bank, meningkatnya pertumbuhan aset perbankan di Riau
pada triwulan I 2019 didorong oleh meningkatnya pertumbuhan aset bank BUMN/D
(pangsa 71,63%). Pertumbuhan tahunan aset bank BUMN/D pada triwulan I 2019
mencapai 7,29% (yoy), meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat
tumbuh 3,86% (yoy). Berdasarkan jenis kegiatan bank, meningkatnya pertumbuhan
aset disumbang oleh bank konvensional (pangsa 92,17%) dengan pertumbuhan
5,72% (yoy), meningkat dari triwulan sebelumnya yang tercatat tumbuh 3,17%
(yoy).
Grafik 4.6. Perkembangan Aset Perbankan Riau
Grafik 4.7. Perkembangan DPK Perbankan Riau
Sumber : Bank Indonesia
Sumber : Bank Indonesia
Pertumbuhan tahunan DPK perbankan di Riau pada triwulan I 2019 meningkat. Pada
triwulan I 2019, DPK perbankan di Riau tumbuh 6,53% (yoy), meningkat
dibandingkan triwulan IV 2018 yang tumbuh sebesar 4,86% (yoy). Posisi DPK pada
triwulan laporan juga tercatat meningkat, yaitu dari Rp76,71 triliun menjadi Rp78,10
triliun. Komposisi DPK Riau relatif tidak banyak berubah dalam kurun waktu lima
tahun terakhir, dengan porsi utama berupa tabungan (pangsa 48,03%), diikuti oleh
deposito (pangsa 35,89%) dan giro (pangsa 16,08%).
Penyaluran kredit perbankan berdasarkan lokasi4 kredit di Riau mengalami
perlambatan. Pada triwulan I 2019, kredit perbankan Riau tumbuh 15,16% (yoy),
melambat dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 20,16% (yoy).
Secara outstanding, total kredit perbankan Riau pada triwulan I 2019 tercatat sebesar
Sejak KEKR edisi Februari 2019, pembahasan mengenai kredit perbankan ditinjau berdasarkan
penyaluran kredit yang lokasi kegiatannya berada di Provinsi Riau. Adapun bank/sumber
kreditnya mungkin saja berasal dari luar Provinsi Riau.
4
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau
56
LAPORAN PEREKONOMIAN PROVNDI RIAU
Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM
Rp104,00 triliun, melambat dibandingkan outstanding kredit triwulan IV 2018 yang
tercatat Rp106,68 triliun. Pangsa terbesar kredit Riau pada triwulan laporan masih
didominasi oleh bank BUMN/D sebesar 62,30%.
Grafik 4.8. Perkembangan Kredit
Perbankan Riau
Grafik 4.9. Perkembangan Risiko Kredit
Perbankan Riau
Sumber : Bank Indonesia
Sumber : Bank Indonesia
Melambatnya penyaluran kredit perbankan Riau diiringi oleh meningkatnya kualitas
kredit. Pada triwulan I 2019, Non-Performing Loan (NPL) berada pada level 2,12%,
atau turun dibandingkan NPL triwulan IV 2018 yang tercatat sebesar 2,62%.
Loan to deposit ratio (LDR) perbankan berlokasi di Riau pada triwulan I 2019
menurun. LDR pada triwulan laporan tercatat sebesar 83,89%, lebih rendah
dibandingkan triwulan IV 2018 yang tercatat sebesar 85,20%. Penurunan LDR ini
dipengaruhi oleh kenaikan outstanding penyaluran kredit perbankan Riau yang lebih
kecil dibandingkan kenaikan posisi DPK.
2.1 Perkembangan Bank Umum
2.1.1. Perkembangan Penghimpunan DPK
Peningkatan pertumbuhan tahunan DPK perbankan di Riau pada triwulan I 2019
didorong oleh pertumbuhan deposito. Pertumbuhan tahunan deposito Riau pada
triwulan I 2019 tercatat 12,47% (yoy), membaik dibandingkan triwulan sebelumnya
yang tumbuh 1,40% (yoy). Membaiknya pertumbuhan tahunan deposito Riau
didorong oleh membaiknya deposito pemerintah. Deposito milik pemerintah, yang
memiliki pangsa 19,93% dari total deposito, pada triwulan laporan tercatat tumbuh
sebesar 74,68% (yoy), meningkat dibandingkan triwulan IV 2018 yang tumbuh
sebesar 8,71% (yoy). Membaiknya pertumbuhan tahunan deposito pemerintah ini
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau
57
LAPORAN PEREKONOMIAN PROVNDI RIAU
Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM
didorong oleh membaiknya pertumbuhan tahunan deposito BUMN. Selain itu,
pertumbuhan tahunan deposito swasta dan perorangan juga tercatat membaik.
Pertumbuhan tahunan deposito swasta pada triwulan I 2019 mengalami perbaikan,
yaitu dari negatif 18,02%(yoy) pada triwulan IV 2018 menjadi negatif 2,04% (yoy),
yang didorong utamanya oleh membaiknya pertumbuhan tahunan deposito
perusahaan swasta dan asuransi. Pertumbuhan deposito perorangan juga
menunjukkan perbaikan, yaitu
tumbuh
sebesar 4,58% (yoy), meningkat
dibandingkan pertumbuhan tahunan triwulan IV 2018 yang mencapai 3,51% (yoy).
Pertumbuhan tahunan giro perbankan Riau pada triwulan I 2019 tercatat mengalami
perlambatan dibandingkan triwulan sebelumnya, yaitu dari 12,58% (yoy), menjadi
6,82% (yoy). Melambatnya pertumbuhan tahunan giro pada triwulan laporan
terutama didorong oleh melambatnya pertumbuhan tahunan giro pemerintah dan
swasta. Sementara itu, pertumbuhan tahunan penghimpunan tabungan perbankan
Riau juga mengalami perlambatan pada triwulan laporan. Pertumbuhan tahunan
tabungan pada triwulan laporan tercatat sebesar 2,38% (yoy), melambat
dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 5,12% (yoy). Perlambatan
terutama disumbang oleh melambatnya pertumbuhan tahunan tabungan milik
perorangan dan swasta.
Secara total, berdasarkan kepemilikan, meningkatnya pertumbuhan tahunan DPK
pada triwulan I 2019 terutama didorong oleh membaiknya pertumbuhan tahunan
DPK pemerintah. DPK pemerintah, yang memiliki pangsa 13,22% dari keseluruhan
DPK, tumbuh 49,29% (yoy), membaik dibandingkan triwulan sebelumnya yang
tumbuh 28,29% (yoy). DPK sektor swasta yang memiliki pangsa 14,42% terhadap
total DPK mengalami pertumbuhan tahunan yang membaik dibandingkan triwulan
sebelumnya, yaitu dari negatif 2,53% (yoy) menjadi negatif 1,18% (yoy). Adapun
DPK sektor perorangan yang merupakan pangsa terbesar DPK Riau (sebesar 72,36%)
juga mengalami pertumbuhan tahunan yang melambat dibandingkan triwulan
sebelumnya, yaitu dari 4,40% (yoy) menjadi 2,82% (yoy).
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau
58
LAPORAN PEREKONOMIAN PROVNDI RIAU
Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM
2.1.2. Penyaluran Kredit5
Melambatnya pertumbuhan tahunan kredit pada triwulan I 2019 terjadi pada sektor:
(i) pertambangan dan (ii) listrik, gas, dan air bersih. Penyumbang utama melambatnya
pertumbuhan tahunan kredit pada triwulan I 2019 adalah kredit sektor
pertambangan, yang tumbuh melambat dari 1.156,20% (yoy) pada triwulan
sebelumnya menjadi 46,68% (yoy). Perlambatan ini sejalan dengan penurunan
outstanding kredit6 modal kerja salah satu BUMN pertambangan migas berlokasi
proyek di Kota Dumai sebesar Rp3,29 triliun yang dilakukan pada Januari dan Maret
2019. Selain itu, terdapat pula penurunan outstanding kredit7 perusahaan swasta
bidang pertambangan dan jasa pertambangan migas dengan total Rp904,59 miliar
yang dilakukan pada Februari
Maret 2019. Melambatnya pertumbuhan tahunan
kredit juga disumbang oleh melambatnya pertumbuhan tahunan penyaluran kredit
ke sektor listrik, gas, dan air (LGA). Kredit sektor LGA secara tahunan tumbuh sebesar
68,96% (yoy) pada triwulan laporan, melambat dibandingkan triwulan IV 2018 yang
tercatat tumbuh 78,43% (yoy).
Apabila ditinjau berdasarkan penggunaannya, penyaluran kredit pada triwulan
laporan didominasi oleh kredit investasi dengan pangsa 35,91%. Sementara itu,
kredit modal kerja dan konsumsi menempati urutan kedua dan ketiga dengan
pangsa masing-masing sebesar 32,59% dan 31,49% dari total kredit.
2.1.3. Perkembangan Suku Bunga Bank Umum
Suku bunga simpanan di bank umum Riau pada triwulan I 2019 secara rata-rata
tertimbang masih mengalami tren peningkatan sejalan dengan peningkatan suku
bunga kebijakan Bank Indonesia. Suku bunga simpanan dalam bentuk deposito naik
pada triwulan laporan menjadi 6,86%, dari 6,68% pada triwulan IV 2018.
Peningkatan suku bunga deposito terjadi pada hampir seluruh tenor, kecuali tenor
12
18 bulan, tenor 24
36 bulan, dan lebih dari 36 bulan. Suku bunga tabungan
masih relatif sama dengan triwulan sebelumnya, yaitu 1,27%. Akan tetapi, beberapa
Sejak KEKR edisi Februari 2019, pembahasan mengenai kredit perbankan ditinjau berdasarkan
penyaluran kredit yang lokasi kegiatannya berada di Provinsi Riau. Adapun bank/sumber
kreditnya mungkin saja berasal dari luar Provinsi Riau.
6
Penurunan outstanding kredit dapat berupa, a.l. pelunasan keseluruhan, pelunasan sebagian,
maupun pemindahan pinjaman ke lokasi proyek di provinsi lain.
5
7
Ibid.
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau
59
LAPORAN PEREKONOMIAN PROVNDI RIAU
Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM
tenor telah menunjukkan kenaikan, dimana kenaikan tertinggi ialah tabungan
berdurasi 3
6 bulan. Suku bunga giro pada triwulan laporan juga menunjukkan
peningkatan, yaitu dari 2,09% pada triwulan IV 2018, naik menjadi 2,22%.
Berbeda dengan suku bunga simpanan, suku bunga pinjaman bank umum di Riau
pada triwulan I 2019 secara umum masih berada dalam tren penurunan. Penurunan
terjadi pada suku bunga kredit investasi dan kredit konsumsi. Suku bunga kredit
investasi pada triwulan laporan tercatat sebesar 10,97%, menurun dibandingkan
triwulan IV 2018 yang tercatat 11,34%. Suku bunga kredit konsumsi juga
mengalami penurunan dari 10,97% pada triwulan IV 2018 menjadi 10,86% pada
triwulan laporan. Adapun suku bunga kredit modal kerja pada triwulan laporan
tercatat sebesar 11,26%, meningkat dibandingkan triwulan IV 2018 yang tercatat
11,11%.
Ditinjau berdasarkan sektor ekonomi, penurunan suku bunga pinjaman bank umum
di Riau pada triwulan I 2019 terjadi pada sebagian besar sektor. Suku bunga kredit
sektor konstruksi mengalami penurunan, dari 11,12% pada triwulan IV 2018,
menjadi 10,85% pada triwulan laporan. Suku bunga kredit sektor pertanian pada
triwulan I 2019 juga menurun dibandingkan triwulan IV 2018, yakni dari 10,37%
menjadi 10,26%. Adapun sektor yang mengalami kenaikan suku bunga pinjaman
antara lain: (i) sektor listrik, gas, dan air yang meningkat dari 9,85% pada triwulan
IV 2018, menjadi 10,04%, (ii) sektor transportasi dan pergudangan, yang meningkat
dari 10,92% menjadi 11,02%, dan (iii) sektor industri pengolahan, yang meningkat
dari 10,44% menjadi 10,46%.
2.1.4. Kualitas Penyaluran Kredit/Pembiayaan Bank Umum 8
Kualitas kredit pada triwulan I 2019 membaik dibandingkan triwulan sebelumnya,
dan masih dalam batas aman. Non Performing Loan (NPL) sebagai indikator kualitas
kredit yang disalurkan perbankan pada triwulan laporan tercatat sebesar 2,12%,
membaik dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 2,62%. Tingkat
NPL ini masih berada di bawah threshold yang ditetapkan Bank Indonesia yaitu
Sejak KEKR edisi Februari 2019, pembahasan mengenai kualitas penyaluran kredit bank umum
ditinjau berdasarkan kualitas penyaluran kredit yang lokasi kegiatannya berada di Provinsi Riau.
Adapun lokasi bank/sumber kreditnya mungkin saja berasal dari luar Provinsi Riau.
8
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau
60
LAPORAN PEREKONOMIAN PROVNDI RIAU
Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM
sebesar 5%. Prinsip kehatian-hatian dalam penyaluran kredit perlu selalu
dikedepankan agar tingkat NPL senantiasa membaik.
Ditinjau berdasarkan sektor ekonomi, membaiknya kualitas kredit pada triwulan I
2019 disumbang utamanya oleh sektor konstruksi dan sektor pengangkutan. NPL
sektor konstruksi pada triwulan laporan tercatat sebesar 3,03%, membaik dari
triwulan IV 2018 yang tercatat 3,86%. Sementara itu, NPL sektor pengangkutan
mencapai 2,20% atau membaik dari triwulan IV 2018 yang tercatat 2,32%.
2.2 Perkembangan Perbankan Syariah
Kinerja industri perbankan syariah di Riau pada triwulan I 2019 tetap terjaga, yang
ditunjukkan dengan meningkatnya pertumbuhan tahunan pembiayaan dan
meningkatnya FDR di tengah pertumbuhan tahunan aset dan DPK yang mengalami
perlambatan, serta kualitas kredit yang mengalami penurunan. Pertumbuhan
tahunan aset perbankan syariah Riau pada triwulan I 2019 tercatat sebesar 14,23%
(yoy), melambat dibandingkan pertumbuhan tahunan aset triwulan IV 2018 yang
tercatat 16,20% (yoy). Pertumbuhan tahunan aset perbankan syariah yang
melambat juga sejalan dengan nilai aset perbankan syariah Riau yang mengalami
penurunan dibandingkan triwulan sebelumnya, yaitu dari Rp8,31 triliun menjadi
Rp7,94 triliun.
Grafik 4.10. Perkembangan Aset Perbankan
Syariah
Grafik 4.11. DPK Perbankan Syariah Menurut
Jenis Simpanan
Sumber : Bank Indonesia
Sumber : Bank Indonesia
Laju pertumbuhan tahunan DPK perbankan syariah Riau pada triwulan I 2019
mengalami perlambatan dibandingkan laju pertumbuhan tahunan triwulan
sebelumnya. DPK perbankan syariah Riau mencatatkan pertumbuhan tahunan
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau
61
LAPORAN PEREKONOMIAN PROVNDI RIAU
Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM
sebesar 11,04% (yoy) atau melambat dibandingkan triwulan sebelumnya yang
tercatat 17,85% (yoy). Secara outstanding, DPK perbankan syariah Riau pada
triwulan I 2019 juga melambat dibandingkan triwulan sebelumnya, yaitu dari Rp6,32
triliun menjadi Rp6,05 triliun. Tabungan masih mendominasi struktur DPK perbankan
Syariah dengan pangsa 50,84%, disusul oleh Deposito dan Giro dengan pangsa
masing-masing sebesar 39,78% dan 9,38%.
Pembiayaan perbankan syariah Riau secara tahunan tumbuh sebesar 19,72% (yoy),
meningkat dibandingkan pertumbuhan tahunan triwulan sebelumnya yang tercatat
14,82% (yoy). Pembiayaan modal kerja (pangsa 13,95%) mengalami pertumbuhan
tahunan meningkat, yaitu 5,92% (yoy), lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan
tahunan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 0,51% (yoy). Pembiayaan
Investasi (pangsa 19,70%) mengalami pertumbuhan tahunan meningkat, yaitu dari
tumbuh negatif 6,84% (yoy) pada triwulan IV 2018 menjadi positif 8,12% (yoy) pada
triwulan laporan. Adapun pembiayaan jenis konsumsi (pangsa terbesar, yaitu
66,35%) mengalami laju pertumbuhan tahunan 27,26% (yoy) pada triwulan I 2019,
melambat dibandingkan laju pertumbuhan tahunan triwulan sebelumnya yang
mencapai 28,20% (yoy). Secara outstanding, pembiayaan perbankan syariah
mengalami peningkatan dari Rp5,99 triliun pada triwulan IV 2018, menjadi Rp6,18
triliun.
Grafik 4.12. Pertumbuhan Pembiayaan Perbankan Syariah
Berdasarkan Jenis Penggunaan
Sumber : Bank Indonesia
Meningkatnya pertumbuhan
tahunan pembiayaan
syariah
diiringi
dengan
meningkatnya Non Performing Financing (NPF) dari 2,39% pada triwulan IV 2018
menjadi 2,76% pada triwulan laporan. Sejalan dengan perlambatan pertumbuhan
tahunan DPK dan peningkatan pertumbuhan tahunan pembiayaan, angka Financing
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau
62
LAPORAN PEREKONOMIAN PROVNDI RIAU
Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM
to Deposit Ratio (FDR) perbankan syariah Riau pada triwulan I 2019 mengalami
peningkatan ke level 102,28%, dari 94,79% di triwulan IV 2018.
2.3 Perkembangan Kinerja Bank Perkreditan Rakyat (BPR)
Pertumbuhan tahunan aset BPR di Provinsi Riau pada triwulan I 2019 mengalami
perbaikan dibandingkan triwulan sebelumnya. Pertumbuhan tahunan aset BPR di
Riau pada triwulan laporan tercatat tumbuh negatif 1,13% (yoy), membaik
dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh negatif 1,99% (yoy). Nilai aset BPR
di Riau pada triwulan laporan tercatat melambat dari Rp1,38 triliun menjadi Rp1,37
triliun.
Sejalan dengan melambatnya aset BPR di Riau, pertumbuhan tahunan DPK BPR Riau
pada triwulan I 2019 juga mengalami perbaikan dibandingkan triwulan sebelumnya.
Pertumbuhan tahunan DPK BPR pada triwulan laporan tercatat negatif 3,54% (yoy),
membaik dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh negatif 4,54% (yoy).
Secara outstanding, DPK BPR di Riau pada triwulan I 2019 mengalami penurunan
dari Rp1,02 triliun menjadi Rp1,01 triliun. Membaiknya pertumbuhan tahunan DPK
BPR didorong terutama oleh komponen deposito (pangsa 60,43%) yang mengalami
pertumbuhan tahunan negatif 4,90% (yoy), membaik dibandingkan pertumbuhan
tahunan triwulan sebelumnya yang tumbuh negatif 7,72% (yoy).
Grafik 4.13. Perkembangan Aset BPR/S
Grafik 4.14. Perkembangan DPK BPR/S
Sumber : Bank Indonesia
Sumber : Bank Indonesia
Di sisi penyaluran kredit, pertumbuhan tahunan kredit BPR di Riau pada triwulan I
2019 mengalami peningkatan. Pertumbuhan tahunan kredit BPR pada triwulan
laporan tercatat 7,23% (yoy), membaik dari pertumbuhan tahunan triwulan
sebelumnya yang sebesar 3,40% (yoy). Secara outstanding, kredit BPR di Riau juga
mengalami peningkatan dibandingkan triwulan sebelumnya, yaitu dari Rp965,4
miliar menjadi Rp984,9 miliar. Peningkatan pertumbuhan tahunan kredit tersebut
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau
63
LAPORAN PEREKONOMIAN PROVNDI RIAU
Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM
disumbang utamanya oleh meningkatnya pertumbuhan tahunan kredit modal kerja.
Pertumbuhan tahunan kredit modal kerja BPR Riau (pangsa 57,02%) pada triwulan
laporan tercatat 16,03% (yoy), meningkat dari pertumbuhan tahunan triwulan
sebelumnya yang tercatat 7,81% (yoy).
Grafik 4.15. Perkembangan Kredit BPR/S
Grafik 4.16. Perkembangan NPL BPR/S
Sumber : Bank Indonesia
Sumber : Bank Indonesia
Bila ditinjau berdasarkan sektor ekonominya, meningkatnya pertumbuhan tahunan
kredit BPR di Riau pada triwulan laporan utamanya disumbang oleh meningkatnya
pertumbuhan tahunan kredit sektor perdagangan sebagai salah satu kredit sektoral
dominan (pangsa 24,26%). Penyaluran kredit kepada sektor perdagangan secara
tahunan tumbuh mencapai 12,07% (yoy), meningkat dibandingkan pertumbuhan
tahunan triwulan IV 2018 yang tercatat 8,56% (yoy).
NPL BPR di Riau pada triwulan I 2019 tercatat meningkat dibandingkan triwulan
sebelumnya. Pada triwulan laporan NPL BPR di Riau tercatat sebesar 11,61%, lebih
tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya yang mencapai level 10,65%. Sementara
itu, indikator Loan to Deposit Ratio (LDR) BPR Riau pada triwulan laporan juga
menunjukan peningkatan dari triwulan sebelumnya yang sebesar 95,10%, menjadi
97,94% pada triwulan laporan. Peningkatan rasio tersebut disebabkan oleh
meningkatnya pertumbuhan kredit melebihi membaiknya pertumbuhan DPK.
2.4 Perkembangan Kredit Usaha Mikro, Kecil, Menengah (UMKM)
Peran perbankan dalam membiayai kegiatan UMKM di Riau pada triwulan I 2019
secara outstanding sedikit meningkat dibandingkan triwulan IV 2018, sejalan dengan
pertumbuhan tahunannya yang menunjukkan perlambatan. Outstanding kredit
UMKM di Riau pada triwulan I 2019 tercatat Rp23,72 triliun, meningkat
dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat Rp23,58 triliun. Sejalan dengan
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau
64
LAPORAN PEREKONOMIAN PROVNDI RIAU
Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM
outstanding, pertumbuhan tahunan kredit UMKM Provinsi Riau pada triwulan
laporan tercatat tumbuh 8,43% (yoy), meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya
yang tumbuh sebesar 6,37% (yoy). Hingga triwulan I 2019, Riau merupakan provinsi
dengan pangsa penyaluran kredit UMKM terbesar ketiga di Sumatera yaitu sebesar
12,47%, setelah Sumatera Utara dan Sumatera Selatan dengan pangsa masingmasing sebesar 31,35% dan 13,74%.
Grafik 4.17. Perkembangan dan Pertumbuhan
Kredit UMKM
Tabel 4.2. Pangsa Kredit UMKM Pulau
Sumatera
Sumber : Bank Indonesia
Sumber : Bank Indonesia
Berdasarkan kategori debitur, penyaluran kredit UMKM perbankan Riau pada
triwulan I 2019 relatif seimbang, dengan penyaluran terbesar kepada usaha Kecil
dengan pangsa 39,32% dari total kredit yang disalurkan kepada UMKM. Sementara
itu, kredit yang disalurkan kepada usaha mikro dan usaha menengah memiliki
pangsa masing-masing sebesar 32,30% dan 28,38%. Pertumbuhan tahunan kredit
yang disalurkan kepada usaha mikro pada triwulan I 2019 tercatat 10,07% (yoy),
melambat dibandingkan pertumbuhan tahunan triwulan sebelumnya yang tercatat
10,83% (yoy), meskipun secara outstanding mengalami peningkatan dari Rp7,43
triliun menjadi Rp7,66 triliun. Pertumbuhan tahunan penyaluran kredit kepada usaha
kecil pada triwulan laporan tercatat 11,78% (yoy), meningkat dibandingkan
pertumbuhan tahunan triwulan sebelumnya yang tumbuh 9,07% (yoy), sejalan
dengan outstanding yang juga mengalami peningkatan dari Rp9,10 triliun menjadi
Rp9,33 triliun. Pertumbuhan tahunan kredit kepada usaha menengah pada triwulan
I 2019 juga meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya, yaitu dari negatif -0,99%
(yoy) menjadi positif 2,43% (yoy), meskipun secara outstanding melambat dari
Rp7,05 triliun menjadi Rp6,73 triliun.
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau
65
LAPORAN PEREKONOMIAN PROVNDI RIAU
Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM
Berdasarkan sektor usahanya, meningkatnya pertumbuhan tahunan kredit UMKM
Riau pada triwulan I 2019 terutama disumbang oleh meningkatnya pertumbuhan
tahunan kredit UMKM sektor perdagangan (pangsa 41,27% kredit UMKM).
Pertumbuhan tahunan kredit UMKM sektor perdagangan pada triwulan laporan
tercatat 5,00% (yoy), meningkat dibandingkan pertumbuhan tahunan triwulan
sebelumnya yang tercatat 3,33% (yoy).
Kualitas kredit UMKM pada triwulan I 2019 menurun dibandingkan triwulan
sebelumnya. Non Performing Loan (NPL) kredit UMKM di Riau pada triwulan laporan
tercatat sebesar 4,89%, membaik dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat
4,56%. Angka tersebut lebih tinggi dibandingkan NPL kredit UMKM nasional dan
Sumatera yang masing-masing tercatat 3,41% dan 4,28%.
Grafik 4.18. Perkembangan Kredit UMKM
Berdasarkan Segmen
Grafik 4.19. Perkembangan NPL Kredit
UMKM
Sumber : Bank Indonesia
Sumber : Bank Indonesia
Bila ditinjau berdasarkan pangsanya, porsi kredit UMKM di Riau terhadap total kredit
yang disalurkan pada triwulan I 2019 menunjukkan peningkatan, dari 36,08% pada
triwulan IV 2018, menjadi 36,21%. Penyaluran kredit UMKM di Riau pada triwulan I
2019 mayoritas ditujukan kepada sektor perdagangan (41,27%), diikuti sektor
pertanian (38,48%), dan sektor jasa (8,95%).
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau
66
LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI RIAU
Penyelenggaraan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang Rupiah
Bab 5
PENYELENGGARAAN
SISTEM PEMBAYARAN DAN
]
PENGELOLAAN UANG RUPIAH
1. Kondisi Umum Sistem Pembayaran Tunai dan Non Tunai
Perkembangan transaksi pembayaran tunai di Provinsi Riau pada triwulan I 2019
tercatat mengalami net inflow sebesar Rp334 miliar, hal tersebut menandakan
jumlah uang yang masuk ke Bank Indonesia melalui perbankan (inflow) lebih besar
dibandingkan jumlah uang yang disalurkan oleh Bank Indonesia kepada masyarakat
(outflow). Pada triwulan I 2019 jumlah nominal inflow tercatat sebesar Rp3,02
triliun atau naik sebesar 68,60% (qtq) dibandingkan triwulan sebelumnya yang
tercatat sebesar Rp1,79 triliun. Sementara itu, nominal outflow tercatat sebesar
Rp2,69 triliun atau turun sebesar 45,41% (qtq) dibandingkan triwulan sebelumnya
67
LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI RIAU
Penyelenggaraan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang Rupiah
yang tercatat sebesar Rp4,93 triliun. Kondisi net inflow tersebut utamanya
didorong oleh seasonal factor akibat rendahnya pengeluaran pemerintah diawal
tahun anggaran serta normalisasi konsumsi masyarakat setelah berakhirnya
momentum Natal, perayaan Tahun Baru serta libur sekolah yang terjadi pada
triwulan IV 2018.
Disisi lain, transaksi non tunai melalui kliring dan BI-RTGS juga mengalami
penurunan baik dari sisi nominal maupun dari sisi jumlah warkat transaksi. Secara
nominal transaksi kliring pada triwulan I 2019 tercatat sebesar Rp4,23 triliun atau
menurun 11,92% (qtq) sedangkan dari sisi jumlah warkat kliring tercatat sebanyak
131 ribu lembar atau menurun 10,98% (qtq). Sementara itu, transaksi non tunai
menggunakan BI-RTGS di Provinsi Riau juga tercatat menurun hingga 32,94% (qtq)
dari Rp84,56 triliun pada triwulan IV 2018 menjadi Rp56,71 triliun pada triwulan I
2019. Sedangkan dari sisi volume transaksi juga terjadi penurunan dari 12,594 ribu
lembar pada triwulan IV 2018 menjadi 9,513 ribu lembar pada triwulan I 2019
(-24,46%,qtq).
2. Perkembangan Transaksi Pembayaran Tunai
Transaksi pembayaran tunai di Bank Indonesia dapat dipantau melalui beberapa
indikator, seperti jumlah aliran uang keluar dari Bank Indonesia ke masyarakat
melalui perbankan (outflow), jumlah aliran uang masuk dari masyarakat ke Bank
Indonesia melalui perbankan (inflow), serta kegiatan pemusnahan Uang Tidak
Layak Edar (UTLE) dan penemuan uang tidak asli. Di wilayah Provinsi Riau,
pengelolaan uang rupiah dilaksanakan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia
Provinsi Riau.
2.1. Aliran Uang Masuk dan Keluar ( Inflow
Outflow )
Pada triwulan I 2019, di Provinsi Riau terjadi peningkatan jumlah aliran inflow
sebesar 68,60% (qtq) dari Rp1,79 triliun pada triwulan IV 2018 menjadi Rp3,02
triliun pada triwulan I 2019. Kondisi ini disertai dengan penurunan jumlah aliran
uang keluar atau outflow sebesar 45,41% (qtq) dari Rp4,93 triliun pada triwulan IV
2018 menjadi Rp2,69 triliun pada triwulan I 2019. Hal ini terjadi seiring dengan
efek seasonal masih rendahnya konsumsi pemerintah di awal tahun anggaran serta
normalisasi konsumsi masyarakat setelah berakhirnya perayaan hari Natal, Tahun
68
LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI RIAU
Penyelenggaraan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang Rupiah
Baru serta hari libur sekolah yang terjadi pada triwulan IV 2018. Kondisi aliran
inflow yang lebih besar dibandingkan aliran outflow menjadikan Provinsi Riau pada
triwulan berjalan mengalami net inflow sebesar Rp334 miliar.
Grafik 5.1. Perkembangan Inflow dan Outflow di Provinsi Riau
Sumber: Bank Indonesia
Apabila dilihat dari sisi permintaan, aktivitas ekonomi masyarakat dapat terpantau
dari indikator aliran uang masuk/keluar melalui Bank Indonesia. Sesuai dengan
polanya, permintaan uang sangat dipengaruhi oleh pengeluaran konsumsi entitas
ekonomi seperti pemerintah dan rumah tangga. Terlihat pada grafik 5.2, yang
menggambarkan pertumbuhan permintaan uang yang direpresentasikan oleh
aliran outflow secara historis selama tiga tahun terakhir dimana pergerakannya
searah dengan pertumbuhan pengeluaran entitas ekonomi rumah tangga pada
umumnya. Pada triwulan I 2019 terjadi penurunan pertumbuhan aliran outflow
dibandingkan triwulan IV 2018 hingga mencapai Rp2,24 triliun atau -45,41% (qtq).
Penurunan nilai outflow tersebut sejalan dengan penurunan tingkat pengeluaran
konsumsi rumah tangga yang pada triwulan berjalan sebesar -1,48% (qtq), lebih
rendah dibandingkan triwulan IV 2018 yang mengalami pertumbuhan hingga
0,86% (qtq). Kondisi tersebut disebabkan pola belanja masyarakat yang cenderung
mengurangi belanja di awal tahun untuk menyeimbangkan kondisi finansialnya
setelah berbelanja relatif tinggi di akhir tahun serta menahan konsumsi dalam
rangka persiapan konsumsi ke depannya, yakni puasa, lebaran dan tahun ajaran
baru.
69
LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI RIAU
Penyelenggaraan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang Rupiah
Grafik 5.2. Pertumbuhan Konsumsi Rumah Tangga & Outflow (qtq)
Sumber: Bank Indonesia
Pada grafik 5.3 juga terlihat bahwa pola yang terbentuk dari tingkat pengeluaran
konsumsi pemerintah searah dengan tingkat aliran uang keluar (outflow) di Provinsi
Riau. Pada triwulan I 2019 terjadi penurunan tingkat pengeluaran konsumsi
pemerintah menjadi -10,01% (qtq) dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh
sebesar 1,75% (qtq).
Grafik 5.3. Pertumbuhan Konsumsi Pemerintah & Outflow (qtq)
Sumber: Bank Indonesia
2.2. Penyediaan Uang Kartal Layak Edar
Dalam melaksanakan fungsi dan wewenang mengeluarkan dan mengedarkan uang
Rupiah di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, Bank Indonesia senantiasa
70
LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI RIAU
Penyelenggaraan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang Rupiah
berupaya untuk memenuhi kebutuhan uang kartal di masyarakat dalam jumlah
nominal yang cukup, jenis pecahan yang sesuai serta tepat waktu dan layak edar
(fit for circulation). Oleh sebab itu secara berkala Kantor Perwakilan Bank Indonesia
Provinsi Riau melakukan pelayanan uang kartal kepada masyarakat baik secara
langsung maupun tidak langsung (melalui perbankan). Pelayanan secara langsung
dilakukan dalam bentuk penukaran langsung, kas keliling dalam kota dan luar kota
serta kas titipan.
Bank Indonesia senantiasa menjaga kualitas uang yang beredar melalui kebijakan
clean money policy, yang salah satunya secara rutin melakukan kegiatan
pemusnahan Uang Tidak Layak Edar (UTLE) yang diterima dari setoran bank
maupun penukaran uang dari masyarakat secara langsung. Pada triwulan laporan,
terjadi arus balik uang masuk ke Bank Indonesia dari masyarakat melalui perbankan
yang merupakan efek seasonal setelah Natal, Tahun Baru dan libur sekolah serta
peningkatan pengeluaran belanja pemerintah diakhir tahun menyebabkan total
UTLE yang dimusnahkan pada triwulan I 2019 di Provinsi Riau mengalami
peningkatan. Pemusnahan UTLE yang dilakukan Bank Indonesia pada triwulan I
2019 mencapai Rp731 miliar, meningkat hingga 166,40% (qtq). Apabila
dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun sebelumnya, pemusnahan
UTLE yang dilakukan Bank Indonesia Provinsi Riau mengalami penurunan mencapai
Rp102 miliar atau menurun 12,28% (yoy).
Seiring dengan peningkatan inflow 68,60% (qtq), rasio UTLE terhadap total inflow
pada triwulan I 2019 tercatat sebesar 24,18% meningkat dibandingkan triwulan IV
2018 yang tercatat sebesar 15,31%. Namun lebih rendah apabila dibandingkan
dengan rasio UTLE terhadap inflow pada triwulan I 2018 yang tercatat sebesar
26,63%. Kondisi ini menandakan terjadi perbaikan kualitas uang yang beredar di
Provinsi Riau pada triwulan laporan dibandingkan periode yang sama pada tahun
sebelumnya.
71
LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI RIAU
Penyelenggaraan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang Rupiah
Grafik 5.4. Perkembangan UTLE yang Dimusnahkan
Sumber: Bank Indonesia
Grafik 5.5. Perkembangan Rasio UTLE terhadap Total Inflow
Sumber: Bank Indonesia
Dalam rangka menjaga dan meningkatkan kualitas fisik uang di wilayah Provinsi
Riau, Kantor Perwakilan BI Provinsi Riau telah melakukan kerjasama dengan 48
Bank Umum di Provinsi Riau untuk melayani masyarakat dalam hal penukaran uang
Rupiah yang dicabut dan ditarik dari peredaran serta uang tidak layak edar (uang
rupiah lusuh, uang rupiah cacat, uang rupiah rusak). Adapun total penukaran uang
yang telah dilayani selama triwulan I 2019 adalah sebesar Rp3,36 miliar. Kantor
Perwakilan BI Provinsi Riau juga selalu berupaya untuk meningkatkan frekuensi dan
jangkauan layanan kas keliling baik secara wholesale maupun retail ke daerahdaerah yang memiliki peredaran uang lusuh dalam jumlah tinggi, terutama ke
pasar-pasar tradisional baik di dalam kota, luar kota maupun daerah remote area
(daerah terpencil) di Provinsi Riau. Selama triwulan I 2019, kegiatan kas keliling
72
LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI RIAU
Penyelenggaraan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang Rupiah
kepada masyarakat yang telah dilakukan oleh Bank Indonesia Provinsi Riau adalah
ke pulau Rupat yang merupakan salah satu pulau terluar di Provinsi Riau.
Upaya lain yang dilakukan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat terhadap uang
layak edar adalah memperluas jaringan distribusi uang dan layanan kas yang
menjangkau seluruh wilayah Provinsi Riau dengan cara membuka Kas Titipan di
perbankan. Kas Titipan diharapkan dapat membantu Bank Indonesia untuk
mendukung penyebaran uang layak edar agar dapat didistribusikan hingga ke
pelosok-pelosok daerah dalam jumlah cukup dengan kondisi layak edar dan waktu
yang lebih cepat serta tepat. Saat ini, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi
Riau telah membuka Kas Titipan yang tersebar di 4 titik wilayah Provinsi Riau yaitu
di Kota Dumai, Pasir Pangaraian-Kabupaten Rokan Hulu, Selat Panjang dan kas
titipan di Kabupaten Rengat. Terkait dengan adanya kas titipan tersebut, selama
triwulan I 2019 dalam rangka memenuhi kebutuhan Rupiah di Kas Titipan yang
ditunjuk, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau telah menyalurkan uang
layak edar sebesar Rp502,8 miliar.
2.3. Uang Rupiah Tidak Asli
Bank Indonesia terus berupaya untuk mengantisipasi penggunaan dan peredaran
uang Rupiah tidak asli melalui koordinasi yang intensif dan rutin dengan berbagai
pihak (termasuk kepolisian). Selama triwulan I 2019, penemuan uang tidak asli di
Provinsi Riau baik melalui perbankan maupun berdasarkan laporan masyarakat
tercatat sebanyak 139 lembar, meningkat sebanyak 18 lembar atau 14,88% (qtq)
dibandingkan triwulan IV 2018. Menjelang pelaksanaan Pemilihan Presiden dan
Pemilihan Legislatif pada tanggal 17 April 2019 menjadi momentum bagi para
pelaku tindak pidana pemalsuan uang untuk mengedarkan uang rupiah tidak asli.
Namun apabila dibandingkan dengan triwulan I 2018, total penemuan uang tidak
asli mengalami penurunan hingga 21,91% (yoy) dari 178 lembar menjadi 139
lembar. Uang Rupiah tidak asli yang dikonfirmasi oleh Kantor Perwakilan Bank
Indonesia Provinsi Riau selama triwulan I 2019 terdiri dari : 48 lembar menyerupai
pecahan Rp100 ribu, 74 lembar menyerupai pecahan Rp50 ribu, 13 lembar
menyerupai pecahan Rp20 ribu, 3 lembar menyerupai pecahan Rp10 ribu dan 1
lembar menyerupai pecahan Rp5 ribu.
73
LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI RIAU
Penyelenggaraan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang Rupiah
Grafik 5.6. Perkembangan Peredaran Uang Rupiah Tidak Asli di Provinsi Riau
Sumber : Bank Indonesia
Adanya laporan temuan uang tidak asli oleh masyarakat di Provinsi Riau
dipengaruhi oleh gencarnya upaya Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau
untuk meningkatkan kesadaran masyarakat dalam mengidentifikasi keaslian uang
Rupiah. Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau secara rutin melakukan
sosialisasi mengenai ciri-ciri keaslian uang Rupiah kepada masyarakat di beberapa
daerah termasuk kalangan perbankan melalui prinsip 3D (Dilihat, Diraba,
Diterawang). Selama triwulan I 2019, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi
Riau telah melakukan sosialisasi Ciri Keaslian Uang Rupiah (CIKUR) dan Gerakan
Nasional Non Tunai (GNNT) Di Kantor Camat Rupat Utara. Selain itu mengunjungi
Politeknik Negeri Bengkalis dan menerima kunjungan dari PAUD AL-Fatih, SMK
Akbar, SMK Keuangan, SMK Bina Profesi, MAN 2 Pekanbaru, STAI Lukman Edy,
dan UMRI untuk diberikan pengetahuan terkait Ciri-Ciri Keaslian Uang Rupiah.
3. PERKEMBANGAN TRANSAKSI PEMBAYARAN NON TUNAI
Salah satu indikator yang dapat digunakan untuk melihat aktivitas ekonomi di
suatu daerah selain melalui peredaran uang tunai juga dapat melalui transaksi non
tunai yang tercatat di daerah tersebut seperti transaksi kliring dan BI-RTGS yang
merupakan transaksi non tunai bernilai kecil dan besar yang diselenggarakan oleh
Bank Indonesia.
74
LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI RIAU
Penyelenggaraan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang Rupiah
3.1. Transaksi Kliring
Bank Indonesia memiliki SKNBI (Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia) sebagai
sarana transfer dana non tunai secara ritel baik yang dilakukan oleh Bank Indonesia
maupun penyelenggara kliring lokal yang ditunjuk oleh Bank Indonesia dengan
nominal transaksi yang lebih kecil yakni dengan nilai di bawah Rp100 juta.
Berdasarkan pencatatan yang dilakukan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia
Provinsi Riau, pada triwulan I 2019 transaksi non tunai dengan menggunakan
sistem kliring di Provinsi Riau secara umum mengalami penurunan, baik dari segi
nominal transaksi maupun jumlah warkat yang digunakan. Pada triwulan I 2019
transaksi non tunai yang tercermin melalui SKNBI secara nominal dan volume
menurun secara berurutan sebesar 11,92% dan 10,98% (qtq). Nilai transaksi
kliring pada triwulan I 2019 tercatat sebesar Rp4,23 triliun dengan volume transaksi
mencapai 131 ribu lembar, menurun jika dibandingkan triwulan IV 2018 yang
nilainya tercatat sebesar Rp4,80 triliun dengan volume transaksi 147 ribu lembar.
Penurunan tersebut disebabkan oleh beberapa faktor (i) penurunan aktivitas
ekonomi di awal tahun dimana terjadinya penurunan kinerja pengeluaran konsumsi
pemerintah dan (ii) seasonal factor menurunnya konsumsi masyarakat sebagai
normalisasi pengeluaran setelah liburan Natal dan Tahun Baru dan penghematan
menjelang pengeluaran untuk puasa, lebaran dan tahun ajaran baru. Penurunan
tersebut sejalan dengan penurunan aktivitas ekonomi di triwulan I 2019 yang salah
satunya ditunjukkan oleh pertumbuhan sektor perdagangan besar dan eceran yang
tercatat terkontraksi hingga -2,81% (qtq) pada triwulan I 2019 menurun
dibandingkan triwulan IV 2018 yang tumbuh hingga 2,04% (qtq).
Grafik 5.7. Perkembangan Transaksi Kliring (SKNBI) di Provinsi Riau
Sumber: Bank Indonesia
75
LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI RIAU
Penyelenggaraan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang Rupiah
3.2. Transaksi Real Time Gross Settlement (RTGS)
Sistem BI-RTGS adalah sistem transfer dana elektronik yang penyelesaian setiap
transaksinya dilakukan dalam waktu seketika. BI-RTGS berperan penting dalam
aktivitas transaksi pembayaran, khususnya untuk memproses transaksi pembayaran
yang termasuk High Value Payment System (HVPS) atau transaksi bernilai besar
yaitu transaksi Rp100 juta atau lebih. Transaksi HPVS saat ini mencapai 90% dari
seluruh transaksi pembayaran di Indonesia, sehingga dapat dikategorikan sebagai
sistem pembayaran nasional yang memiliki peran signifikan.
Pada triwulan I 2019, transaksi non tunai menggunakan BI-RTGS di Provinsi Riau
tercatat menurun dari sisi nominal maupun volume. Secara nominal, total transaksi
BI-RTGS pada triwulan I 2019 tercatat sebesar Rp56,70 triliun atau menurun hingga
Rp27,85 triliun (32,94%, qtq) dibandingkan triwulan IV 2018. Sedangkan dari sisi
volume transaksi juga terjadi penurunan dari 12,594 ribu lembar pada triwulan IV
2018 menjadi 9,513 ribu lembar pada triwulan I 2019 (24,46%, qtq). Penurunan
ini sejalan dengan penurunan pada transaksi kliring yang disebabkan oleh
melambatnya aktivitas ekonomi akibat seasonal factor.
Tabel 5.1. Perkembangan Transaksi BI-RTGS di Provinsi Riau
RpMiliar
Nilai Transaksi (Rp miliar)
Volume Transaksi (lembar)
I
56.967
9.538
2017
II
III
67.889
73.379
9.551
11.200
IV
76.367
13.434
I
43.370
10.642
2018
II
57.126
10.307
III
59.155
11.763
IV
84.559
12.594
2019
I
56.705
9.513
Sumber: Bank Indonesia
3.3. Pemeriksaan Kegiatan Usaha Penukaran Valuta Asing (KUPVA)
Untuk mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah
serta menjaga
kelangsungan ekonomi nasional, dibutuhkan dukungan pasar keuangan termasuk
pasar valuta asing domestik yang sehat. Oleh karena itu, melalui Peraturan Bank
Indonesia (PBI) Nomor 18/20/PBI/2016 tentang Kegiatan Usaha Penukaran Valuta
Asing Bukan Bank, Bank Indonesia memiliki wewenang untuk mengatur dan
mengawasi transaksi valuta asing terhadap rupiah antara penyelenggara kegiatan
usaha penukaran valuta asing bukan bank dengan pihak lain. Pengawasan juga
dilakukan untuk mencegah kegiatan penukaran valuta asing yang dimanfaatkan
untuk pencucian uang, pendanaan terorisme atau kejahatan lainnya, sekaligus
76
LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI RIAU
Penyelenggaraan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang Rupiah
untuk meningkatkan profesionalisme penyelenggara KUPVA Bukan Bank (KUPVABB) dalam memberikan pelayanan terhadap masyarakat.
Di Provinsi Riau, jumlah KUPVA-BB yang telah mendapatkan izin dari Bank
Indonesia hingga triwulan laporan adalah sebanyak 16 KUPVA yang tersebar di
Kapubaten/Kota Provinsi Riau. Nominal transaksi KUPVA-BB di Provinsi Riau pada
triwulan I 2019 tercatat Rp67,26 miliar atau menurun sebesar 4,7% (qtq)
dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar Rp70,57 miliar untuk transaksi
beli. Sedangkan untuk transaksi jual juga mengalami penurunan dari Rp73,93
miliar pada triwulan IV 2018 menjadi Rp65,62 miliar pada triwulan I 2019 (11,2%
qtq).
Tabel 5.2. Perkembangan Transaksi KUPVA-BB di Provinsi Riau
2017
RpMiliar
Transaksi Pembelian
Transaksi Penjualan
2018
I
II
III
IV
I
53,63
62,54
57,21
71,94
72,71
52,01
62,90
59,31
73,30
70,54
II
III
IV
67,39
66,97
70,57
67,26
68,93
66,89
73,93
65,62
2017
Growth - qtq
2019
2018
I
2019
I
II
III
IV
I
II
III
IV
I
Transaksi Pembelian
-25,0%
16,6%
-8,5%
25,7%
1,1%
-7,3%
-0,6%
5,4%
-4,7%
Transaksi Penjualan
-28,5%
20,9%
-5,7%
23,6%
-3,8%
-2,3%
-3,0%
10,5%
-11,2%
Sumber : LKPBU
77
LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI RIAU
Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan Daerah
Bab 6
KETENAGAKERJAAN DAN
KESEJAHTERAAN DAERAH
MONETER, PERBANKAN
1. KONDISI UMUM
Kondisi ketenagakerjaan dan kesejahteraan di Provinsi Riau pada bulan Februari
2019 menunjukkan perbaikan. Sejumlah indikator memperlihatkan terjadinya
peningkatan kualitas ketenagakerjaan, antara lain menurunnya angka Tingkat
Pengangguran Terbuka (TPT) Riau dari 5,72% pada Februari 2018 menjadi 5,57%
pada Februari 2019. Perkembangan kesejahteraan di Provinsi Riau juga membaik
terlihat dari penurunan persentase jumlah penduduk miskin dibanding jumlah
penduduk di Riau yakni dari 7,41% pada September 2017 menjadi 7,21% pada
September 2018. Kondisi tersebut juga terindikasi dari tingkat kesejahteraan petani
yang tercermin dari Nilai Tukar Petani yang menunjukkan perbaikan dari 92,70 pada
triwulan IV 2018 menjadi 96,41 pada triwulan I 2019.
78
LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI RIAU
Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan Daerah
2. KETENAGAKERJAAN
Grafik 6.1. Tingkat Partisipasi Angkatan
Kerja (TPAK) Provinsi di Sumatera
Grafik 6.2. Tingkat Pengangguran
Terbuka (TPT) Provinsi di Sumatera
68.26
Riau
Kepulauan Riau
Sumatera Barat
Bangka Belitung
Kepulauan Riau
Lampung
69.32
Indonesia
Bengkulu
Bangka Belitung
Sumatera Selatan
Jambi
Jambi
Lampung
Riau
Sumatera Utara
Sumatera Barat
Bengkulu
Sumatera Utara
Sumatera Selatan
Aceh
62.00
5.01
Indonesia
Aceh
64.00
66.00
68.00
70.00
72.00
74.00
76.00
5.57
-
Sumber : BPS, diolah
1.00
2.00
3.00
4.00
5.00
6.00
7.00
Sumber : BPS, diolah
Kondisi ketenagakerjaan Provinsi Riau pada periode Februari 2019 menunjukkan
bahwa 3,11 juta dari 4,83 juta jiwa penduduk Riau dengan usia 15 tahun ke atas
merupakan angkatan kerja (Grafik 6.1). Angka Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT)
mengalami penurunan dari 5,72% pada periode Februari 2018 menjadi 5,57% pada
periode laporan (Grafik 6.2). Tren penurunan TPT Riau searah dengan pergerakan
TPT nasional yang tercatat 5,13% pada Februari 2018 turun menjadi 5,01% di
Februari
2019, sehingga
mengindikasikan
terjadinya peningkatan
kualitas
ketenagakerjaan secara nasional (Tabel 6.1). Pada tingkat regional, Riau merupakan
provinsi dengan angka TPT tertinggi kedua di Sumatera, dengan Tingkat Partisipasi
Angkatan Kerja (TPAK) yang cukup rendah dibandingkan provinsi-provinsi lainnya.
Tabel 6.1 Tingkat Pengangguran Terbuka Pulau Sumatera (%)
Provinsi
Feb 2015
Agt 2015
Feb 2016
Agt 2016
Feb 2017
Agt 2017
Feb 2018
Agt 2018
Feb 2019
Aceh
7.73
9.93
8.13
7.57
7.39
6.57
6.55
6.36
5.53
Sumut
6.39
6.71
6.49
5.84
6.41
5.60
5.59
5.56
5.56
Sumbar
5.99
6.89
5.81
5.09
5.80
5.58
5.55
5.55
5.29
Riau
6.72
7.83
5.94
7.43
5.76
6.22
5.72
6.20
5.57
Jambi
2.73
4.34
4.66
4.00
3.67
3.87
3.65
3.86
3.62
Sumsel Bengkulu Lampung Babel
5.03
3.21
3.44
3.35
6.07
4.91
5.14
6.29
3.94
3.84
4.54
6.17
4.31
3.30
4.62
2.60
3.80
2.81
4.43
4.46
4.39
3.74
4.33
3.78
4.02
2.70
4.33
3.61
4.23
3.51
4.06
3.65
3.99
2.50
3.96
3.39
Kepri
9.05
6.20
9.03
7.69
6.44
7.16
6.43
7.12
6.41
Sumber: BPS, diolah
79
LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI RIAU
Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan Daerah
Tabel 6.2 Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas yang Bekerja
Menurut Lapangan Pekerjaan Utama
Lapangan Pekerjaan Utama
Februari
2018
4.01
1.78
4.07
4.72
4.82
6.13
7.05
7.27
17.97
38.45
2.15
100.00
2017
4.05
1.46
4.31
4.49
5.33
5.30
6.10
7.07
17.38
40.56
1.76
100.00
Jasa Lainnya
Jasa Kesehatan
Transportasi dan Pergudangan
Konstruksi
Penyedia Akomodasi
Administrasi Pemerintah
Industri Pengolahan
Jasa Pendidikan
Perdagangan
Pertanian
Lainnya
Total
2019
3.23
2.08
4.29
5.22
5.90
4.66
8.48
6.91
15.72
38.34
2.51
100.00
Sumber: BPS Provinsi Riau, diolah
Berdasarkan sektor ekonomi, penyerapan tenaga kerja di Riau masih didominasi oleh
sektor pertanian yaitu mencapai 38,34% dari total tenaga kerja, diikuti oleh sektor
perdagangan dengan pangsa 15,72%, serta industri pengolahan dengan pangsa
penyerapan tenaga kerja sebesar 8,48% (Tabel 6.2). Persentase penyerapan tenaga
kerja pada sektor pertanian dan perdagangan tersebut menurun jika dibandingkan
periode yang sama tahun sebelumnya yang masing-masing sebesar 38,45% dan
17,97%. Sebaliknya, penyerapan tenaga kerja pada sektor industri pengolahan
meningkat dari 7,05% pada periode Februari 2018 (Grafik 6.3).
Grafik 6.3 Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas yang Bekerja
Menurut Lapangan Pekerjaan Utama
Lainnya
Pertanian
Perdagangan
Jasa Pendidikan
Industri Pengolahan
Administrasi Pemerintah
Penyedia Akomodasi
Konstruksi
Transportasi dan Pergudangan
Jasa Kesehatan
Jasa Lainnya
2018
2019
10
20
30
40
Persen (%)
Sumber: BPS Provinsi Riau, diolah
80
LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI RIAU
Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan Daerah
Sebagian besar penduduk di Provinsi Riau memiliki status pekerjaan sebagai
buruh/karyawan, yang pada Februari 2019 memiliki pangsa sebesar 43,53%. Angka
ini meningkat dibandingkan periode Februari 2018 yang sebesar 40,94%. Sebaliknya
persentase penduduk yang berusaha sendiri dan berusaha dibantu butuh tidak
tetap/buruh tidak dibayar menurun dari masing-masing sebesar 19,61% dan
13,95% pada Februari 2018 menjadi 19,57% dan 10,58%. Demikian juga dengan
penduduk pekerja tidak dibayar yang pada periode Februari 2019 tercatat sebesar
11,44% menurun dibandingkan periode yang sama tahun 2018 yang mencapai
12,35% (Grafik 6.4).
Grafik 6.4 Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas yang Bekerja
Menurut Status Pekerjaan Utama
Berusaha Sendiri
11.44
Berusaha Dibantu Buruh Tidak Tetap /
Buruh Tidak Dibayar
19.57
9.33
10.58
5.55
43.53
Berusaha Dibantu Buruh Tetap / Buruh
Dibayar
Buruh / Karyawan
Pekerja Bebas
Pekerja tidak dibayar
Sumber : BPS Provinsi Riau, diolah
Dilihat dari jumlah jam kerja per minggu, mayoritas tenaga kerja di Provinsi Riau
merupakan pekerja penuh*1 yang menghabiskan waktu jam kerja 35 jam atau
lebih dalam seminggu dengan pangsa 66,59%. Sedangkan 24,47% lainnya
bekerja paruh waktu atau kurang dari 35 jam seminggu dan masih mencari
pekerjaan atau masih bersedia menerima pekerjaan. Sisanya sebanyak 8,95%
disebut pekerja setengah pengangguran yaitu mereka yang bekerja kurang dari
35 jam seminggu tetapi tidak mencari pekerjaan atau tidak bersedia menerima
pekerjaan lain (Grafik 6.5). Hal ini sejalan dengan status pekerja di Riau yang
mayoritas berprofesi sebagai buruh/karyawan. Sementara pekerja tidak penuh di
1
Termasuk penduduk yang sementara tidak bekerja
81
LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI RIAU
Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan Daerah
Riau didominasi oleh pekerja yang berprofesi sebagai wirausaha, pekerja keluarga
dan buruh bebas.
Grafik 6.5. Jumlah Jam Kerja per Minggu
Grafik 6.6. Pendidikan Tertinggi yang
Ditamatkan
14.40
SD kebawah
Pekerja Paruh Waktu
24.47
34.70
Pekerja Setengah Pengangguran
66.59
8.95
SMP ke bawah
SMA / SMK
Pendidikan Tinggi
33.92
Pekerja Penuh
16.99
Sumber : BPS Provinsi Riau, diolah
Sumber : BPS Provinsi Riau, diolah
Tingkat pendidikan tenaga kerja di Provinsi Riau tergolong rendah. Mayoritas
pendidikan yang ditamatkan penduduk 15 tahun ke atas yang bekerja pada periode
Februari 2019 adalah SMP ke bawah dengan persentase sebesar 51,69%. Kondisi ini
sedikit menurun jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya
yang mencapai 55,33% dari total angkatan kerja yang bekerja. Sementara itu,
pekerja yang menamatkan tingkat pendidikan SMA/SMK sederajat pada periode
Februari 2019 tercatat sebesar 33,92%, meningkat dibandingkan Februari 2018
yang sebesar 32,07%. Adapun pekerja dengan tingkat pendidikan tinggi yaitu
Diploma dan Universitas hanya mencapai 14,40%, mengalami peningkatan
dibandingkan tahun lalu yang sebesar 12,59% (Grafik 6.6).
Grafik 6.7 Tingkat Pengangguran Terbuka
Menurut Tingkat Pendidikan yang Ditamatkan
17.48
15.17
12.47 12.92
4.94 4.86
4.24
2.18
SD kebawah
SMP
Feb-2018
SMA / SMK
Pendidikan Tinggi
Feb-2019
Sumber : BPS Provinsi Riau, diolah
82
LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI RIAU
Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan Daerah
Jika dilihat dari tingkat pendidikan yang ditamatkan, TPT terbesar periode Februari
2019 berada pada kelompok penduduk dengan tingkat pendidikan SMA/SMK
sederajat dan Pendidikan Tinggi dengan persentase masing-masing sebesar 17,48%
dan 12,92%. TPT pada kelompok Pendidikan Tinggi ini meningkat dibandingkan
angka TPT Februari 2018 yang masing-masing sebesar 15,17% dan 12,47%. Di sisi
lain, TPT dengan tingkat pendidikan SMP ke bawah tercatat sebesar 7,04%, lebih
rendah dibandingkan tahun lalu yang sebesar 9,18% (Grafik 6.7). Kondisi ini
menunjukkan bahwa pada periode ini, jenis lapangan kerja yang tersedia di Provinsi
Riau lebih optimal untuk menyerap tenaga kerja dengan tingkat pendidikan rendah
dibandingkan tenaga kerja dengan tingkat pendidikan menengah dan tinggi.
3. KESEJAHTERAAN DAERAH
3.1 Penduduk Miskin Riau
Jumlah penduduk miskin di Riau pada September 2018 sebesar 494.260 orang atau
7,21% dari jumlah penduduk Riau. Jumlah ini menurun sebanyak 2.130 jiwa jika
dibandingkan dengan penduduk miskin pada September 2017 yang berjumlah
496.390 orang atau 7,41% dari jumlah penduduk Riau (Grafik 6.8).
Grafik 6.8. Perkembangan Penduduk
Miskin Riau
(%)
(Ribu)
580
560
Grafik 6.9. Sebaran Penduduk Miskin
Riau
8.82
7.99
7.67
7.41
7.21
540
520
500
480
460
440
2014
2015
2016
Jumlah Penduduk Miskin (dalam ribu)
2017
10.00
9.00
8.00
7.00
6.00
5.00
4.00
3.00
2.00
1.00
0.00
35%
65%
2018
% Penduduk Miskin
Sumber : BPS Provinsi Riau, diolah
Kota
Desa
Sumber : BPS Provinsi Riau, diolah
Penduduk miskin Riau pada September 2018 yang tinggal di daerah pedesaan
maupun perkotaan tercatat menurun jika dibandingkan September 2017. Jumlah
penduduk miskin di daerah pedesaan pada September 2018 tercatat sebesar
322.050 orang, turun sekitar 13.980 orang atau 4,16% (yoy) dibandingkan
83
LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI RIAU
Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan Daerah
September 2017 yang tercatat sekitar 336.030 orang. Sementara jumlah penduduk
miskin yang tinggal di daerah perkotaan pada September 2018 sebesar 178.580
orang, turun sekitar 6.370 orang atau sebesar 3,57% (yoy) dibandingkan September
2017 yang tercatat sebesar 178.580 orang (Grafik 6.9).
3.2 Garis Kemiskinan Riau
Penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita
per bulan di bawah Garis Kemiskinan (GK). Semakin tinggi angka GK, maka akan
semakin banyak penduduk yang tergolong sebagai penduduk miskin (Tabel 6.3).
Tabel 6.3 Garis Kemiskinan Provinsi Riau
Daerah
Perkotaan
Sep-15
Sep-16
Sep-17
Sep-18
Perdesaan
Sep-15
Sep-16
Sep-17
Sep-18
Kota + Desa
Sep-15
Sep-16
Sep-17
Sep-18
Garis Kemiskinan (Rp/Kapita/Bln)
Makanan
Bukan Makanan
Total
288,596
301,570
327,480
350,004
128,812
137,972
147,147
149,398
417,408
439,542
474,627
499,402
318,195
333,174
350,965
358,620
98,585
100,786
106,403
119,824
416,780
433,960
457,368
478,444
306,835
321,762
342,348
355,412
110,329
115,497
122,833
131,734
417,164
437,259
465,181
487,146
Sumber : BPS Provinsi Riau, diolah
GK Riau pada periode September 2017 hingga September 2018 mencapai angka
Rp487.146 per kapita/bulan, atau meningkat 4,72% (yoy) dari periode sebelumnya
yang tercatat Rp465.181 per kapita/bulan. Jika dilihat per komponen GK yang terdiri
dari Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Non Makanan (GKNM),
terlihat bahwa komoditas makanan memiliki peranan yang jauh lebih besar
dibandingkan komoditas bukan makanan (perumahan, sandang, pendidikan, dan
kesehatan). Peranan GKM terhadap GK pada September 2018 mencapai 72,96%,
sementara peranan GKNM terhadap GK hanya 27,04%.
Peningkatan GK di daerah perdesaan pada September 2018 mencapai 4,61% (yoy)
sementara peningkatan GK di daerah perkotaan mencapai 5,22% (yoy). Ini
menggambarkan bahwa GK di daerah perkotaan mengalami peningkatan yang lebih
84
LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI RIAU
Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan Daerah
besar dibandingkan perdesaan, sehingga mengakibatkan jumlah peningkatan
penduduk miskin di daerah perkotaan di Riau relatif lebih cepat bertambah.
3.3 Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Keparahan Kemiskinan
(P2) Riau
Indeks kedalaman kemiskinan (P1) pada September 2018 menunjukkan tren
meningkat. Indeks kedalaman kemiskinan naik dari 0,96 pada September 2017
menjadi 1,05 pada September 2018. Kondisi tersebut terjadi searah dengan
melemahnya harga komoditas unggulan Riau sehingga turut mempengaruhi tingkat
pendapatan masyarakat (Grafik 6.10).
Grafik 6.10. Perkembangan Indeks
Kedalaman Kemiskinan (P1) Riau
Grafik 6.11. Perkembangan Indeks
Keparahan Kemiskinan (P2) Riau
0.70
2.00
0.60
1.50
1.36
1.45
1.20
1.00
0.40
0.50
0.96
1.05
0.45
0.40
0.30 0.29
0.20
0.50
0.19
0.24
0.10
0.00
0.00
Sep-14
Sep-15
Sep-16
Kota
Desa
Sep-17
Sep-18
Riau
Sumber : BPS Provinsi Riau, diolah
Sep-14
Sep-15
Sep-16
Kota
Desa
Sep-17
Sep-18
Riau
Sumber : BPS Provinsi Riau, diolah
Apabila dilihat secara terpisah, tingkat kedalaman kemiskinan di daerah perkotaan
mengalami penurunan dari 0,97 pada September 2017 menjadi 0,86 pada
September 2018. Sebaliknya, tingkat kedalaman kemiskinan di daerah perdesaan
sedikit meningkat yaitu dari 0,95 pada September 2017 menjadi 1,17 pada
September 2018. Ini mengindikasikan bahwa rata-rata pengeluaran penduduk
miskin terutama di daerah perkotaan cenderung mendekati garis kemiskinan.
Kondisi yang sama juga terjadi pada Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) Riau yang
menunjukkan tren meningkat, yaitu dari 0,19 pada September 2017 menjadi 0,24
pada September 2018 (Grafik 6.11). Meningkatnya indeks ini mengindikasikan
bahwa ketimpangan pengeluaran penduduk miskin semakin besar atau mengalami
peningkatan. Jika dibandingkan antara daerah perkotaan dan perdesaan, tercatat
bahwa Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) di daerah perkotaan mengalami
85
LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI RIAU
Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan Daerah
penurunan dari 0,19 pada September 2017 menjadi 0,16 pada September 2018,
sedangkan di daerah perdesaan tingkat keparahan kemiskinan tercatat meningkat
dari 0,18 pada September 2017 menjadi 0,29 pada September 2018. Kondisi
tersebut mengindikasikan terjadinya peningkatan ketimpangan pengeluaran
penduduk miskin khususnya di daerah pedesaan.
3.4 Nilai Tukar Petani
Nilai Tukar Petani (NTP) tercatat meningkat dari 92,70 pada triwulan IV 2018 menjadi
96,41 pada triwulan I 2019. Peningkatan NTP tersebut disebabkan oleh lebih
tingginya peningkatan indeks yang diterima dibandingkan indeks yang dibayar
petani. Adapun subsektor utama yang mendorong kenaikan NTP adalah subsektor
Tanaman Perkebunan Rakyat. Namun demikian, angka NTP Riau pada triwulan I
2019 masih berada dibawah 100 yang berarti bahwa kesejahteraan petani di Riau
masih dalam keadaan yang kurang menggembirakan (Grafik 6.12).
Grafik 6.12. Perkembangan Nilai Tukar Petani
140
135
130
125
120
115
110
105
100
95
90
Des
2014
Mar Juni
Sep
2015
Tanaman Pangan
Peternakan
Indeks yang dibayar
Des
Mar
Jun
Sept Des
2016
Hortikultura
Perikanan
Nilai Tukar Petani
Mar
Jun
Sept Des
2017
Mar
Jun
Sept Des
2018
Tanaman Perkebunan Rakyat
Indeks yang diterima
Sumber : BPS Provinsi Riau, diolah
Nilai Tukar Usaha Rumah Tangga Pertanian (NTUP), yang lebih mencerminkan
kemampuan produksi petani karena hanya membandingkan produksi dengan biaya
produksi, mengalami peningkatan dari 104,59 pada triwulan IV 2018 menjadi
108,68 pada triwulan I 2019. NTUP tertinggi masih dicatatkan oleh subsektor
perikanan sebesar 120,94 dengan rincian subsektor perikanan tangkap 129,70 dan
subsektor perikanan budidaya sebesar 108,13. Disisi lain, NTUP terendah dialami
oleh subsektor tanaman perkebunan rakyat yang sebesar 107,07.
86
GE
LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI RIAU
Prospek Perekonomian Daerah
Bab 7
PROSPEK PEREKONOMIAN
DAERAH
1. PROSPEK MAKROREGIONAL
Perkembangan ekonomi Riau pada triwulan III 2019 diperkirakan tumbuh positif dan
berada pada kisaran 2,00
2,40 %(yoy), relatif stabil dibandingkan perkiraan
pertumbuhan ekonomi Riau triwulan II 2019. Ditinjau dari sisi penggunaan, sumber
pertumbuhan diperkirakan berasal dari PMTB dan net ekspor. Pertumbuhan PMTB
diperkirakan meningkat sejalan dengan perkiraan mulai positifnya pertumbuhan
harga CPO dan karet setelah sebelumnya selalu tumbuh negatif sejak pertengahan
2017. Membaiknya pertumbuhan harga kedua komoditas ini menjadi insentif dunia
usaha di Riau untuk menambah investasi. Pertumbuhan ekspor luar negeri Riau pada
triwulan III 2019 diperkirakan masih tetap meningkat seiring dengan penurunan tarif
impor CPO dan RPO India dari 44% dan 54% menjadi 40% dan 50% dan perkiraan
87
LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI RIAU
Prospek Perekonomian Daerah
mulai positifnya pertumbuhan harga CPO di tengah masih terbatasnya ekspor CPO
ke Eropa dan AS. Sementara itu, dari sisi sektoral, dorongan terhadap ekonomi Riau
triwulan III 2019 utamanya berasal dari: (i) sektor industri pengolahan dan (ii) sektor
konstruksi. Dorongan sektor industri pengolahan berasal dari penurunan tarif impor
CPO dan RPO India dari 44% dan 54% menjadi 40% dan 50%, mulai positifnya
pertumbuhan harga CPO, dan semakin meluasnya program B20 yang digulirkan
pemerintah. Sementara itu, dorongan sektor konstruksi pada triwulan III 2019
diperkirakan sejalan dengan masih berlanjutnya konstruksi jalan tol Pekanbaru
Dumai yang hingga kini pembangunannya telah mencapai sekitar 46%.
Secara keseluruhan tahun 2019, pertumbuhan ekonomi Riau diperkirakan berada
pada kisaran 2,20
2,60 % (yoy), dengan tendensi meningkat (namun terbatas) jika
dibandingkan pertumbuhan ekonomi 2018. Meningkatnya pertumbuhan ekonomi
Riau untuk keseluruhan 2019 diperkirakan bersumber dari meningkatnya
pertumbuhan belanja pemerintah dan ekspor antar daerah. Dari sisi sektoral, sektor
industri pengolahan diperkirakan menjadi pendorong utama meningkatnya ekonomi
Riau untuk keseluruhan 2019. Namun, peningkatan yang lebih tinggi tertahan oleh
sektor pertambangan yang terkontraksi lebih dalam, serta sektor pertanian,
konstruksi, dan sektor perdagangan yang diperkirakan mengalami perlambatan.
Grafik 7.1. Perkembangan Pertumbuhan Ekonomi Riau Aktual dan
Prakiraan Pertumbuhan Ekonomi Riau Tahun 2019 (% yoy)
*Proyeksi Bank Indonesia
Dari sisi eksternal, meningkatnya pertumbuhan ekonomi Riau untuk keseluruhan
2019 didorong utamanya oleh perkiraan masih sedikit meningkatnya perekonomian
88
GE
LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI RIAU
Prospek Perekonomian Daerah
India dan membaiknya harga komoditas minyak kelapa sawit dan karet, meskipun
perbaikannya terbatas. Adapun perekonomian dunia pada 2019 diperkirakan
tumbuh melambat dibandingkan 2018. Melambatnya pertumbuhan ekonomi dunia
pada 2019 didorong oleh pertumbuhan ekonomi AS yang diperkirakan melambat
sejalan dengan konsumsi yang tertahan, melambatnya investasi, kondisi tenaga kerja
yang semakin ketat, serta terbatasnya dukungan fiskal. Pertumbuhan ekonomi
Tiongkok pada 2019 diperkirakan sedikit melambat sejalan dengan rebalancing yang
tengah dilakukan, dimana ekspor semakin melambat di tengah investasi yang sudah
bottoming out dan arah kebijakan counter-cyclical yang dilakukan oleh otoritas
Tiongkok. Adapun ekonomi Eropa dan Jepang pada 2019 diperkirakan melambat
seiring dengan terbatasnya dorongan sektor eksternal, terbatasnya ruang fiskal,
lemahnya permintaan domestik, dan permasalahan struktural tenaga kerja (termasuk
aging population) yang memicu lemahnya produktivitas. Sementara itu, harga
komoditas non-migas pada 2019, terutama CPO dan karet, diperkirakan membaik
dibandingkan 2018. Meskipun harga CPO diperkirakan masih akan terkontraksi di
2019, namun tidak sedalam kontraksi yang terjadi pada 2018. Membaiknya harga
CPO sejalan dengan meningkatnya demand India dan perkiraan meningkatnya
konsumsi minyak kelapa sawit Tiongkok imbas perang dagang dengan AS.
Sementara itu, perbaikan harga karet sejalan dengan pemangkasan pasokan dari
Indonesia, Malaysia, dan Thailand sebagai produsen utama karet global. Adapun
harga minyak dunia 2019 diperkirakan melambat dibandingkan 2018 sejalan dengan
meningkatnya suplai minyak AS.
Dari sisi sektoral, pertumbuhan sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan Riau
untuk keseluruhan tahun 2019 diperkirakan melambat dibandingkan 2018.
Perlambatan sejalan dengan tidak diperbolehkannya perusahaan-perusahaan
perkebunan dan hutan tanaman industri untuk melakukan ekspansi dan penanaman
kembali (replanting) di lahan-lahan perkebunan yang berada di area fungsi lindung
ekosistem gambut sesuai dengan Permen LHK No. P.17/2017. Akan tetapi,
perlambatan yang lebih besar tertahan oleh semakin banyaknya tanaman replanting
(kelapa sawit dan karet) yang memasuki usia panen dan intensifikasi yang dilakukan
banyak perusahaan perkebunan sawit a.l. melalui mekanisasi proses panen dan
pengangkutan TBS.
89
LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI RIAU
Prospek Perekonomian Daerah
Pertumbuhan sektor industri pengolahan Riau untuk keseluruhan 2019 diperkirakan
meningkat dibandingkan 2018. Peningkatan diperkirakan didorong oleh tiga hal.
Pertama, terus didorongnya kebijakan mandatori campuran biodiesel ke dalam
bahan bakar nabati oleh pemerintah (B20). Pada 2019, pemerintah berencana untuk
mengalokasikan sekitar 6,19 juta KL biodiesel. Alokasi ini meningkat sekitar 78%
dibandingkan penyaluran biodiesel sepanjang 2018 yang tercatat sekitar 3,47 juta
KL Riau sebagai provinsi penghasil minyak kelapa sawit terbesar direncanakan
mendapat alokasi sekitar 2,28 juta KL pada 2019, dimana alokasi tersebut baru
sekitar 50,4% kapasitas aktif industri bahan bakar nabati Riau yang diperkirakan
mencapai 4,52 juta KL.
Kedua, perkiraan membaiknya ekspor CPO, RPO dan produk berbasis minyak kelapa
sawit lainnya ke India sejalan dengan diturunkannya tarif impor produk dimaksud,
sehingga produk tersebut semakin kompetitif dibandingkan produk minyak nabati
lainnya. Tarif impor CPO dan RPO India per Januari 2019 diturunkan dari 44% dan
54% menjadi 40% dan 50%. Langkah penurunan tersebut diambil India sejalan
dengan negosiasi eksportir dan produsen CPO besar dari Malaysia dan Indonesia,
serta tidak mencukupinya produksi minyak nabati dalam negeri meskipun beberapa
kebijakan telah diterapkan dalam rangka mendorong produksi lokal. Rabobank
dalam sebuah riset pada tahun 2018 memperkirakan bahwa pada 2030, konsumsi
minyak nabati India akan mencapai sekitar 34 juta ton, dimana produksi lokal hanya
dapat mencukupi 9 juta ton (atau sekitar 26,5%). Konsumsi yang besar ini didorong
utamanya oleh jumlah penduduk India yang besar. Selain itu, membaiknya ekspor
minyak kelapa sawit Riau ke India juga dibantu oleh membaiknya ekspor minyak
kelapa sawit Riau ke Bangladesh dan Pakistan yang merupakan anggota SAFTA
(South Asian Free Trade Area) bersama India.
Ketiga, prospek meningkatnya ekspor minyak kelapa sawit Riau ke Tiongkok. Hal ini
sejalan dengan kembali meningkatnya eskalasi perang dagang AS-Tiongkok yang
membuat Tiongkok masih menghambat impor minyak kedelai dari AS. Seiring
dengan menurunnya impor minyak kedelai dari AS akibat naiknya tarif impor, impor
minyak kelapa sawit Tiongkok sebagai substitusi minyak kedelai sejak Juni 2018
menunjukkan tren peningkatan, termasuk impor dari Riau.
90
GE
LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI RIAU
Prospek Perekonomian Daerah
Pertumbuhan industri pengolahan Riau yang lebih tinggi pada 2019 tertahan oleh
beberapa faktor, antara lain: (i) Mulai berlakunya phasing out Uni Eropa atas minyak
kelapa sawit pasca penerapan Renewable Energy Directive II (RED II) yang
mengkategorikan minyak kelapa sawit sebagai faktor penyebab konversi lahan dan
berisiko terhadap keberlanjutan lingkungan; (ii) Berlaku efektifnya suspend GSP
(Generalised Scheme of Preferences) oleh Uni Eropa atas Indonesia sejak 1 Januari
2018, sehingga tarif impor minyak kelapa sawit dari Indonesia tidak lagi
Dengan kata lain, tarif impor minyak kelapa sawit Eropa dari Indonesia meningkat
dari 6,10% menjadi 9,60%; dan (iii) Dinaikkannya Bea Masuk Anti-Dumping (BMAD)
produk biodiesel dari Indonesia oleh AS menjadi 127%
341%.
Sektor pertambangan dan penggalian migas masih cenderung melanjutkan tren
kontraktif. Lifting minyak bumi Riau dalam lima tahun terakhir turun 5-10% per
tahun sejalan dengan banyaknya sumur yang tua. Telah ditetapkannya PT Pertamina
menjadi kontraktor KKS blok Rokan pada 2021 mendatang menggantikan PT.
Chevron Pacific Indonesia (CPI) semakin mempertegas bahwa pengembangan
Enhance Oil Recovery (EOR) secara full scale tidak akan begitu signifikan setidaknya
hingga 2021.
Kinerja sektor konstruksi untuk keseluruhan 2019 diperkirakan sedikit mengalami
perlambatan dibandingkan 2018. Perlambatan didorong oleh telah selesainya
beberapa proyek infrastruktur strategis provinsi pada awal 2019 seperti Flyover
simpang SKA, Flyover simpang pasar pagi Arengka, dan Jembatan Siak IV. Namun
perlambatan sektor ini tidak begitu dalam seiring dengan masih berlanjutnya proyek
strategis nasional seperti jalan tol Pekanbaru
Kandis
Dumai sepanjang 135 Km
yang perkembangannya hingga kini mencapai sekitar 46%.
Sektor perdagangan besar, eceran, dan reparasi juga diperkirakan melambat untuk
keseluruhan 2019. Perlambatan tersebut didorong oleh perkiraan melambatnya
konsumsi rumah tangga dan PMTB pada 2019. Akan tetapi, perlambatan sektor ini
tidak begitu dalam seiring dengan kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) Riau,
kenaikan dan rapel gaji ASN, momentum pemilu 2019, serta peningkatan nominal
bantuan sosial PKH dan BPNT.
91
LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI RIAU
Prospek Perekonomian Daerah
Meskipun demikian, kondisi perekonomian ke depan dibayangi beberapa risiko yang
dapat mendorong pertumbuhan ekonomi Riau lebih rendah dari perkiraan (downside
risk), di antaranya diperkirakan berasal dari: (i) kepastian pertumbuhan ekonomi dan
perdagangan dunia yang masih menunjukkan tren bias ke bawah dari perkiraan
semula; (ii) perbaikan harga komoditas yang masih terbatas, terutama harga minyak
dunia yang masih melambat sejalan dengan belum pastinya rencana penurunan
produksi OPEC+; (iii) parlemen Eropa masih tetap akan melakukan pemberhentian
penggunaan minyak sawit dalam biodiesel secara bertahap mulai 2020 menyusul
disepakatinya RED II; (iv) belum pastinya negosiasi dagang antara Tiongkok dan AS,
salah satunya mengenai impor kedelai Tiongkok dari AS juga turut menjadi risiko
bagi pergerakan harga CPO dunia; (v) aksi wait and see dunia usaha untuk
menambah investasi di tengah kepastian hasil pemilu, pileg, dan perekonomian
dunia ke depan; dan (vi) potensi terganggunya produksi sektor perkebunan sebagai
dampak bencana asap yang masih membayangi perkembangan ekonomi Riau.
2. PERKIRAAN INFLASI
Inflasi Provinsi Riau triwulan III 2019 diperkirakan berada pada kisaran 2,60
3,00%
(yoy). Perkiraan tersebut lebih tinggi jika dibandingkan perkiraan inflasi triwulan II
2019 namun lebih rendah dibandingkan realisasi inflasi triwulan III dalam 5 tahun
terkahir. Secara keseluruhan tahun 2019, tingkat inflasi diperkirakan berkisar antara
2,40
2,80% (yoy), berada dalam target inflasi nasional 3,5 + 1% (yoy), dan sedikit
lebih tinggi dibandingkan keseluruhan tahun 2018.
Grafik 7.2. Perkembangan Inflasi Riau Aktual dan
Prakiraan Inflasi Riau Tahun 2019 (% yoy)
*Proyeksi Bank Indonesia
92
GE
LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI RIAU
Prospek Perekonomian Daerah
Meningkatnya tekanan inflasi tersebut diperkirakan terutama bersumber dari
komoditas-komoditas yang harganya dipengaruhi atau ditetapkan oleh kebijakan
pemerintah seiring dengan terbukanya peluang kenaikan harga bahan bakar minyak
(BBM), kenaikan tarif Pelayanan Jasa Navigasi Penerbangan (PJNP), dan penerapan
tarif bagasi untuk seluruh maskapai kategori No Frills.
Sumber tekanan inflasi juga diperkirakan berasal dari komoditas-komoditas bahan
pangan akibat masih tingginya ketergantungan Provinsi Riau terhadap pasokan dari
luar daerah. Komoditas-komoditas dimaksud antara lain: (i) beras, dengan
kebutuhan dari luar Riau sekitar 69,4% konsumsi Riau, (ii) telur ayam ras, dengan
kebutuhan dari luar Riau sekitar 98,9% konsumsi Riau, (iii) daging ayam ras, dengan
kebutuhan luar Riau sekitar 81,7% konsumsi Riau, (iv) cabai merah, dengan
kebutuhan sekitar 24,8%, (v) bawang merah, dengan kebutuhan sekitar 91,5%, (vi)
daging sapi, sebesar 79,3%, dan (vii) bawang putih, yang hampir 100% berasal dari
luar Riau. Ketergantungan terhadap komoditas tersebut tentunya sangat rentan
terhadap gejolak harga. Sementara itu, harga jagung global yang masih terus
menguat mendorong potensi inflasi daging dan telur ayam ras. Selain itu, terdapat
kemungkinan intensitas musim hujan yang di bawah normal pada 2019 di sebagian
wilayah Riau. Di sisi lain, tekanan inflasi untuk komoditas secara umum selain bahan
pangan dan yang harganya diatur pemerintah masih relatif stabil meskipun
menunjukkan tendensi sedikit meningkat seiring dengan perkiraan melonjaknya
tekanan permintaan sejalan dengan penyelenggaraan pemilu 2019.
Memasuki pertengahan triwulan II atau pekan ketiga Mei 2019, harga rata-rata
beberapa komoditas bahan pangan tercatat lebih tinggi dibandingkan pada tahun
2016, 2017, dan 2018 sehingga perlu menjadi perhatian. Komoditas tersebut antara
lain daging ayam ras dan bawang putih. Selain itu beberapa komoditas juga perlu
mendapat perhatian dikarenakan secara historis tren harganya mengalami kenaikan
pada triwulan III dibandingkan triwulan II, seperti daging ayam ras, telur ayam ras,
dan bawang merah. Beberapa komoditas secara historis menunjukkan kenaikan
harga menjelang bulan Ramadhan dan Idul Fitri, antara lain daging ayam ras, telur
ayam ras, cabai merah besar, dan bawang merah.
93
LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI RIAU
Prospek Perekonomian Daerah
Grafik 7.3. Perkembangan Harga Komoditas Pangan 2016, 2017, 2018, dan 2019
Sumber: SPH Bank Indonesia
Beberapa faktor yang berpotensi membawa inflasi melewati batas atas kisaran
proyeksi antara lain perkiraan terjadinya musim hujan 2019 yang mempunyai sifat
hujan di bawah normal pada sebagian wilayah Riau, sehingga berpotensi
mengganggu produksi tanaman pangan. Menurut perkiraan BMKG, sebagian
wilayah Riau pada musim hujan 2018/2019 mengalami sifat hujan di bawah normal
sampai normal. Beberapa wilayah yang diperkirakan mengalami sifat hujan di bawah
normal (dibandingkan musim hujan tahun-tahun sebelumnya) antara lain sebagian
Bengkalis, sebagian Siak, sebagian Kampar, dan sebagian Pekanbaru. Adapun
wilayah-wilayah Riau lainnya diperkirakan mengalami sifat hujan normal
(dibandingkan musim hujan tahun-tahun sebelumnya). Selain faktor cuaca, lonjakan
94
GE
LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI RIAU
Prospek Perekonomian Daerah
permintaan khususnya pada momentum liburan sekolah dan hari besar keagamaan,
kenaikan harga pakan ternak terutama jagung, terhambatnya impor bawang putih,
peluang kenaikan harga BBM, kenaikan tarif angkutan udara, kenaikan tarif PJNP,
dan sebagainya turut menjadi faktor yang memberikan tekanan kenaikan inflasi.
Gambar 7.1. Prakiraan Sifat Hujan Musim Hujan Riau 2018/2019 dibandingkan
Keadaan Normal
Sumber: BMKG
3. REKOMENDASI
Pada tingkat regional, koordinasi aktif Tim Pengendalian Inflasi Daerah terus
ditingkatkan baik di tingkat Provinsi maupun Kabupaten/Kota, dengan upaya
prioritas pengendalian inflasi antara lain:
1. Mendorong percepatan pelaksanaan kerjasama antar daerah terutama
untuk komoditas bahan pangan yang rentan bergejolak dengan andil inflasi
terbesar di Riau. Kegiatan-kegiatan kerjasama ini mencakup antara lain,
namun tidak terbatas pada: (i) kerjasama antara Perum Bulog dengan 7
daerah utama produksi beras: Sulsel, NTB, Jateng, Jatim, Jabar, Sumsel, dan
Lampung; (ii) kerjasama dengan daerah sumber bibit ternak (NTB), dan
perluasan kerjasama dengan Jawa Timur untuk komoditas sapi Madura; (iii)
mendorong kesepakatan bersama Forum APPSI (Asosiasi Pemerintah Provinsi
95
LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI RIAU
Prospek Perekonomian Daerah
Seluruh Indonesia) dan gubernur se-Sumatera dalam penyediaan bahan
pangan; (iv) memfasilitasi kerjasama B to B (Gapoktan dengan Pelaku Usaha).
2. Memperkuat kelembagaan yang terkait dengan pengendalian inflasi
terutama bahan pangan, antara lain melalui: (i) pembinaan sistem
pembiayaan, manajemen usaha, dan kemitraan usaha, salah satunya dengan
mengembangkan AUTSK (Asuransi Usaha Ternak Sapi dan Kerbau); (ii)
pelatihan petani, kelompok tani, dan pelaku agribisnis tanaman pangan dan
hortikultura; (iii) pengembangan Lembaga Ekonomi Masyarakat (LEM); dan
(iv) pemberdayaan Toko Tani Indonesia.
3. Memitigasi gangguan distribusi dan konektivitas, antara lain dengan: (i)
kerjasama khususnya dengan pihak Kepolisian terutama untuk antisipasi
tindakan spekulasi dan penimbunan, (ii) mengusulkan alokasi anggaran
untuk pembuatan sistem informasi neraca pangan yang terintegrasi dari
tingkat desa hingga provinsi (data produksi dan data pasar), (iii)
mengoptimalkan pemanfaatan jembatan timbang untuk mengetahui arus
keluar masuk bahan pangan, (iv) percepatan pembangunan pasar induk, dan
(v) mendorong konektivitas dan kualitas infrastruktur jalan terutama dari
sentra produksi.
4. Terus melakukan serangkaian kegiatan untuk menjangkar ekspektasi
masyarakat agar bijak dalam berbelanja dan update terhadap harga terkini
melalui berbagai media massa serta mendorong pemanfaatan Pusat
Informasi Harga Pangan Strategis (PIHPS) dalam bentuk digital display di titiktitik keramaian.
Adapun dalam upaya peningkatan pertumbuhan ekonomi, diusulkan hal-hal sebagai
berikut:
1. Jangka pendek
a. Membangun
persepsi
positif
terhadap
iklim
investasi
melalui
peningkatkan ease of doing business melalui deregulasi dan
debirokratisasi
perizinan
investasi,
disertai
dengan
peningkatan
informasi terkait kebijakan-kebijakan di daerah yang memberikan
insentif khusus bagi dunia usaha di Provinsi Riau.
96
GE
LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI RIAU
Prospek Perekonomian Daerah
b. Peningkatan alokasi belanja modal, terutama infrastruktur, yang
dimonitor dan dievaluasi secara intensif. Selain itu, demi terlaksananya
realisasi anggaran sesuai peruntukan, perlu dikembangkan mekanisme
punishment bagi Organisasi Perangkat Daerah (OPD) yang tidak dapat
merealisasikan anggaran sesuai dengan apa yang telah direncanakan.
c. Mendorong kerjasama dengan masyarakat/asosiasi usaha di bidang
pariwisata serta korporasi perkebunan untuk mengembangkan berbagai
kegiatan/event dan paket wisata berbasis alam/perkebunan yang tidak
terlalu membutuhkan usaha yang begitu besar (low hanging fruit),
seperti wisata petik durian asli Bangkinang dan Bengkalis, wisata
persawahan di Bungaraya, wisata edukasi perkebunan dan pengolahan
kelapa sawit, wisata edukasi perkebunan karet, dsb. Kegiatan tersebut
dikembangkan sejalan dengan berbagai event pariwisata/budaya
berskala nasional dan internasional yang telah ada saat ini seperti Bakar
Tongkang, Pacu Jalur, dsb. Branding kegiatan-kegiatan perlu diperkuat
agar
ingatan
masyarakat
terhadap
komoditas
agrowisata
dan
perkebunan tersebut lekat dengan Riau. Semisal, apabila ingin wisata
Durian, Riaulah yang menjadi tujuannya; apabila ingin wisata edukasi
kelapa sawit, Riaulah yang menjadi tujuan utamanya.
d. Mendorong penyusunan standar tahapan elektronifikasi transaksi
pemerintah daerah serta penyusunan peraturan daerah terkait
elektronifikasi meliputi roadmap serta instrumen elektronifikasi.
2. Jangka Menengah Panjang
a. Percepatan proyek pembangunan infrastruktur, terutama jalan dan
jembatan, kelistrikan, pelabuhan, serta pengembangan kawasan industri
dan logistik yang sinergis dan terarah dengan pengembangan sektor
prioritas di provinsi Riau. Selain itu, dukungan terhadap Proyek Strategis
Nasional (PSN) yang akan dibangun di Riau juga diperlukan, seperti
penetapan lokasi (Penlok) dan dukungan pembebasan lahan trase jalan
tol Padang
Bukittinggi
kereta api Rantau Prapat
Pekanbaru, Dumai
Duri
Rantau Prapat, dan rel
Pekanbaru.
97
LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI RIAU
Prospek Perekonomian Daerah
b. Dalam hal pengembangan kawasan industri terutama kawasan industri
yang diinisiasi oleh pemerintah daerah, dapat dilakukan beberapa hal,
antara lain: (i) mengalokasikan/mendorong alokasi sebagian lahan di
kawasan
industri
eksisting
untuk
juga
menjadi
kawasan
pergudangan/logistik; (ii) menyiapkan paket insentif dalam berinvestasi
di kawasan industri dan pergudangan tersebut; (ii) bekerjasama dan
mengundang perusahaan swasta nasional yang telah sukses dalam
pengembangan kawasan industri untuk turut serta membantu
pengembangan kawasan dimaksud dengan imbalan, misal, kepemilikan
beberapa persen saham kawasan apabila perusahaan tersebut berhasil
mendatangkan sejumlah perusahaan/industri untuk beroperasi di
kawasan dimaksud (perjanjian usaha berbasis kinerja), (iii) mempelajari
dan mengembangkan skema pendanaan availability payment dalam
mengembangkan infrastruktur pendukung kawasan industri seperti
akses jalan, SPAM, perluasan dermaga pelabuhan eksisting, jalur kereta
api, dsb.
c. Mendorong pengembangan sektor real estate terutama di daerah
perkotaan di Riau sebagai salah satu sumber alternatif pertumbuhan
ekonmi baru, antara lain melalui: (i) inisiasi pembentukan bank tanah
daerah untuk penyediaan tanah yang terjangkau bagi pengembang,
namun dengan syarat harus segera dibangun pemukiman dan
dipasarkan (pengembangn tidak boleh menumpuk lahan); (ii) insentif
keringanan PBB pada 1 2 tahun awal dan BPHTB pasca sebuah properti
telah berpindah hak milik menjadi perseorangan; (iii) kemudahan
perizinan dan non-perizinan pengembang untuk mulai membangun.
d. Perlunya penyusunan roadmap hilirisasi produk berbasis minyak kelapa
sawit sebagai pedoman jangka panjang kebijakan daerah dalam
mengembangkan industri hilir berbasis kelapa sawit. Jika dimungkinkan,
roadmap tersebut dapat menjadi pelengkap RPJMD ataupun RPJPD.
e. Perluasan pembayaran pajak dan retribusi melalui e-commerce dan
financial technology serta mendorong BPD untuk pengembangan
produk CMS (Cash Management System ).
98
GE
LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI RIAU
f.
Prospek Perekonomian Daerah
Mengoptimalkan pengembangan potensi wisata Riau, baik wisata
budaya, religi, dan sejarah maupun wisata berbasis alam dan
perkebunan, antara lain melalui percepatan perbaikan infrastruktur,
peningkatan fasilitas pendukung dan kondisi akomodasi agar lebih
memadai, promosi dan buku panduan, serta penguatan Sumber Daya
Manusia di sektor Pariwisata dan Jasa Pendukung.
99
Boks 3
PERKEMBANGAN EKONOMI GLOBAL
Perekonomian global diperkirakan semakin melambat. Perlambatan terutama
bersumber dari Kawasan Eropa, India, serta negara-negara Amerika Latin, Timur Tengah,
dan Afrika Utara. Sejalan dengan pertumbuhan ekonomi dunia yang melambat, volume
perdagangan dan harga komoditas global menurun, kecuali harga minyak yang naik
karena faktor geopolitik. Sementara itu, ketidakpastian pasar keuangan global
berkurang seiring dengan respons kebijakan moneter global yang tidak seketat
perkiraan semula dan ketegangan hubungan dagang AS-Tiongkok yang mereda.
Perkembangan ekonomi dan keuangan global tersebut di satu sisi memberikan
tantangan dalam mendorong ekspor, namun di sisi lain berdampak positif bagi aliran
masuk modal asing ke negara berkembang, termasuk Indonesia.
Grafik B3.1
Pertumbuhan Ekonomi Global
Sumber : Bloomberg
Ekonomi AS 2019 diperkirakan mulai tumbuh melambat. Pertumbuhan ekonomi AS
terkonfirmasi menurun, dipengaruhi oleh menurunnya pendapatan dan keyakinan
pelaku usaha, terbatasnya stimulus fiskal pasca berakhirnya dampak penurunan pajak
korporasi, serta berlanjutnya permasalahan struktural di pasar tenaga kerja. Berdasarkan
komponennya, perlambatan ekonomi AS tersebut terutama didorong perlambatan
konsumsi dan investasi. Konsumsi diperkirakan melambat sejalan dengan perlambatan
personal income karena turunnya kompensasi akibat melambatnya kinerja saham dan
permasalahan struktural tenaga kerja (partisipasi tenaga kerja yang rendah dan
stagnansi produktivitas). Investasi juga diperkirakan melambat seiring berlalunya
dampak penurunan corporate tax rate dan ketegangan hubungan dagang AS-Tiongkok.
Perbaikan ekspor juga masih tertahan akibat perlambatan ekonomi negara mitra dagang
utama (Uni Eropa dan Tiongkok). Impor juga tertahan karena ekspektasi pelemahan
permintaan domestik. Sementara itu, indikator produksi juga masih dalam tren
melambat.
Tekanan inflasi AS masih rendah disertai dengan ekspektasi inflasi yang menurun.
Penurunan inflasi jasa menjadi faktor yang mendorong turunnya tekanan inflasi. Inflasi
Personal Consumption Expenditures (PCE) dan PCE inti pada Januari 2019 menurun
menjadi masing-masing sebesar 1,4% dan 1,8% atau di bawah kisaran target The Fed.
Turunnya inflasi PCE ini terutama karena inflasi service ex-shelter seiring melambatnya
personal income. Inflasi inti CPI pada Maret 2019 juga turun ke 2,0% didorong oleh
penurunan tekanan inflasi healthcare. Ke depan, inflasi inti diperkirakan masih akan
melambat seiring penyesuaian ketentuan Affordable Care Act (ACA)
penurunan
tingkat reimbursement rumah sakit dan Medicare Access and CHIP Reauthorization
(MARCA)
penurunan jasa physician. Ekspektasi inflasi juga diperkirakan menurun
seiring dengan perkiraan ekonomi yang melambat.
Grafik B3.2
Kontribusi Pertumbuhan Ekonomi AS
Grafik B3.3
Inflasi AS
Sumber : Bloomberg
Ekonomi Tiongkok diperkirakan tumbuh melambat, meskipun telah dilakukan
ekspansi
fiskal
melalui
pemotongan
pajak
dan
pembangunan
infrastruktur.
Pertumbuhan ekonomi tahun 2019 diperkirakan lebih rendah, terutama karena
perlambatan ekspor dan konsumsi. Ekspor mengalami penurunan, terutama ke negara
AS, yang dipengaruhi oleh tarif impor yang masih berlaku hingga September 2019.
Pelemahan permintaan eksternal juga tercermin dari penurunan Prompt Manufacturing
Index (PMI) berbagai negara tujuan utama ekspor Tiongkok. Konsumsi juga
mengindikasi perlambatan sebagaimana tercermin dari penurunan penjualan kendaraan
bermotor, kinerja sektor property, kredit rumah tangga jangka pendek, dan beban utang
mortgage yang terus meningkat. Pengurangan pajak pendapatan belum terlihat
memberikan dampak signifikasi pada peningkatan konsumsi. Sementara itu, kinerja
investasi membaik seiring dengan stimulus dari pemerintah. Hal tersebut tercermin dari
peningkatan state investment. Akselerasi penerbitan Local Government Special Bond
mendukung implementasi stimulus pembangunan infstruktur berjalan sesuai rencana.
Sejalan dengan hal tersebut, Fixed Asset Investment juga meningkat didorong oleh
peningkatan investasi pemerintah di tengah perlambatan investasi swasta.
Inflasi Tiongkok menurun, terutama dipengaruhi oleh penurunan inflasi pangan.
Inflasi IHK Tiongkok pada Februari 2019 tercatat sebesar 1,5% (yoy), lebih rendah
dibandingkan dengan inflasi bulan sebelumnya sebesar 1,9% (yoy). Inflasi Tiongkok
tersebut dalam tren menurun sejak 4 bulan lalu. Penurunan inflasi tersebut terutama
dipengaruhi oleh inflasi pangan yang tercatan menurun menjadi 0,7% (yoy). Sementara
itu, inflasi inti relatif stabil. Sejalan dengan hal tersebut, inflasi PPI juga tetap rendah
karena pelemahan eksternal dan permintaan domestik yang terbatas.
Grafik B3.4
Pertumbuhan Ekonomi Tiongkok
Grafik B3.5
Inflasi Tiongkok
Sumber : Bloomberg
Perlambatan ekonomi Kawasan Euro diperkirakan lebih dalam dibandingkan dengan
perkiraan sebelumnya. Perbaikan ekonomi Eropa diperkirakan lebih lambat akibat
melemahnya ekspor dan belum selesainya permasalahan di sektor keuangan serta
berlanjutnya tantangan structural terkait kondisi aging population. Ekspor masih
melambat karena belum terdapat perbaikan permintaan mitra dagang utama. Impor juga
masih melambat seiring dengan melambatnya konsumsi dan investasi. Ekspor neto
diperkirakan melambat seiring dengan perlambatan ekspor yang diperkirakan lebih
dalam dibandingkan perlambatan impor. Selain itu, konsumsi tumbuh melambat
tercermin dari indeks kepercayaan konsumen dan indeks perdagangan ritel di negara
kontributor utama (Jerman, Perancis, dan Italia) yang melambat. Pertumbuhan
pendapatan konsumen negara-negara Eopa juga melambat. Investasi juga masih dalam
tren melambat sejalan dengan sentiment investor yang masih menurun disertai dengan
produksi manufaktur yang masih terganggu. Perlambatan di sektor manufaktur
disebabkan oleh kebijakan emisi mobil dan pengaruh ketegangan hubungan dagang ASTiongkok.
Tekanan inflasi di Kawasan Euro tetap rendah dengan ekspektasi inflasi yang
semakin menurun. Inflasi inti masih tetap terjaga di kisaran rendah, pada Februari 2019
turun menjadi 1,0%. Rendahnya inflasi inti tersebut tidak terlepas dari perlambatan
konsumsi dan akselerasi pertumbuhan upah yang tertahan. Di sisi lain, inflasi IHK
mengalami peningkatan dari 1,4% (yoy) pada bulan Januari 2019 menjadi 1,5% (yoy)
pada bulan Februari 2019. Inflasi IHK yang relatif rendah juga turut dipengaruhi oleh
koreksi harga minyak. Tekanan inflasi yang lebih rendah tercermin dari proyeksi inflasi
ECB yang direvisi ke bawah.
Grafik B3.6
Kontribusi Pertumbuhan Ekonomi Eropa
Grafik B3.7
Inflasi Eropa
Sumber : Bloomberg
Perekonomian Jepang pada 2019 diperkirakan tumbuh lebih lambat dibandingkan
dengan perkiraan sebelumnya. Konsumsi Jepang masih dalam tren melambat tercermin
dari penjualan ritel yang masih menurun. Sejalan dengan hal tersebut, investasi juga
masih melambat. Indikator PMI baik manufaktur maupun servis menunjukkan tren
penurunan. Net ekspor juga masih melambat seiring berlanjutnya konsolidasi fiskal dan
perlambatan ekonomi mitra dagang. Produk Domestik Bruto (PDB) Jepang diperkirakan
melambat menuju pertumbuhan PDB potensial sebesar 0,8%.
Inflasi Jepang masih berada jauh di bawah target BOJ sebesar 2%. Pada Februari
2019, inflasi IHK tercatat sebesar 0,2% (yoy). Inflasi inti kembali menurun seiring koreksi
harga bensin dan telekomunikasi. Ekspektasi inflasi dalam jangka menengah diperkirakan
meningkat menuju target, didukung oleh faktor adaptif yakni realisasi inflasi yang
meningkat dan forward looking.
Grafik B3.8
Pertumbuhan Ekonomi Jepang
Grafik B3.9
Inflasi Jepang
Sumber : Bloomberg
Perekonomian India pada 2019 diperkirakan lebih rendah dibandingkan dengan
perkiraan semula. Hal ini didorong oleh faktor konsolifasi fiskal Pemerintah yang
mendorong rendahnya pengeluaran di tengah konsumsi rumah tangga yang melambat
dan kinerja ekspor neto yang turun lebih dalam. Selain itu, faktor revisi metode
perhitungan PDB India juga mendorong bias ke bawah PDB India 2019. Asesmen terkini
mengkonfirmasi perlambatan konsumsi dan perlambatan ekspor neto. Perlambatan
konsumsi tercermin dari penjualan otomotif dan impor barang non-oil dan non-emas yang
turut dipengaruhi oleh likuiditas ketat Non-Bank Financial Company (NBFC). Perlambatan
net ekspor terjadi karena perlambatan perekonomian global. Sementara itu, siklus bisnis
yang positif dan ekspektasi peningkatan pengeluaran pemerintah karena Pemilu
diperkirakan mampu menopang perekonomian India. Inflasi IHK India diperkirakan masih
berada dalam kisaran target inflasi 4 ± 2%. Inflasi IHK India pada Maret 2019 tercatat
sebesar 2,9% (yoy), sedikit meningkat dibandingkan dengan inflasi bulan sebelumnya yang
sebesar 2,6% (yoy).
Grafik B3.10
Probabilitas Kenaikan FFR
Grafik B3.11
Kontribusi Inflasi India
Sumber : Bloomberg
Risiko ketidakpastian pasar keuangan global berkurang, meskipun masih tetap perlu
diwaspadai. Hal tersebut sejalan dengan perkiraan bahwa The Fed akan mempertahankan
Fed Funds Rate (FFR) sepanjang 2019 dan 2020, serta respons kebijakan moneter global
yang tidak seketat perkiraan awal. Meskipun demikian, beberapa risiko masih tetap perlu
diwaspadai, termasuk penyelesaian ketegangan perdagangan AS-Tiongkok, berlanjutnya
ketidakpastian masalah Brexit, dan perlambatan ekonomi global yang lebih dalam.
Ketidakpastian global yang berkurang mendorong aliran modal ke Emerging Market (EM),
termasuk Indonesia.
Grafik B3.12
Economic Policy Uncertainty (EPU) AS
Grafik B3.13
Probabilitas Kenaikan FFR
Sumber : Bloomberg
Sejalan dengan perlambatan pertumbuhan ekonomi global, volume perdagangan
dunia mengalami penurunan. Penurunan volume perdagangan dunia juga dipengaruhi
oleh penetapan tarif impor AS kepada Tiongkok. Aktivitas ekspor dan impor di negara maju
juga terus mengalami penurunan sejalan dengan rendahnya pertumbuhan ekonomi
negara maju. Aktivitas ekspor-impor negara berkembang terkoreksi, setelah peningkatan
ekspor dan impor yang cukup tinggi karena aksi frontloading Tiongkok. Ke depan,
perdagangan dunia diperkirakan membaik seiring dengan ketegangan perdagangan ASTiongkok yang diperkirakan mereda dan perbaikan permintaan dari Tiongkok seiring
dengan adanya stimulus fiskal.
Sejalan dengan melambatnya pertumbuhan volume perdagangan dunia, harga
komoditas global juga diperkirakan menurun, kecuali harga minyak yang meningkat
karena faktor geopolitik. Penurunan harga komoditas tercermin dari penurunan Indeks
Harga Komoditas Ekspor Indonesia (IHKEI) hingga triwulan I 2019. Penurunan harga terjadi
di hampir seluruh komoditas seiring dengan perlambatan perekonomian dunia. Harga batu
bara masih rendah seiring dengan peningkatan produksi batu bara Tiongkok dan
Indonesia. Penurunan harga minyak dunia hingga awal 2019 dipengaruhi oleh
implementasi OPEC + cut yang belum sepenuhnya memenuhi komitmen. Pada kondisi
terkini, harga minyak menunjukkan kenaikan karena faktor geopolitik, antara lain krisis
politik dan ekonomi di Venezuela serta krisis politik dan perang di Libya yang berdampak
pada berlanjutnya gangguan produksi minyak. Ke depan, harga minyak diperkirakan
meningkat seiring dengan OPEC + cut yang mulai berjalan efektif.
Grafik B3.14
Alian Modal
Sumber : EPFR
Grafik B3.15
Perkembangan Harga Minyak
Sumber : Bloomberg
LAPORAN PEREKOMONIAN PROVINSI RIAU
Daftar Istilah
DAFTAR
ISTILAH
Aktiva Produktif
Adalah penanaman atau penempatan yang dilakukan oleh bank dengan tujuan
menghasilkan penghasilan/pendapatan bagi bank, seperti penyaluran kredit,
penempatan pada antar bank, penanaman pada Sertifikat Bank Indonesia (SBI),
dan surat-surat berharga lainnya.
Aktiva Tertimbang Menurut Resiko (ATMR)
Adalah pembobotan terhadap aktiva yang dimiliki oleh bank berdasarkan risiko
dari masing-masing aktiva. Semakin kecil risiko suatu aktiva, semakin kecil
bobot risikonya. Misalnya kredit yang diberikan kepada pemerintah mempunyai
bobot yang lebih rendah dibandingkan dengan kredit yang diberikan kepada
perorangan.
Kualitas Kredit
Adalah penggolongan kredit berdasarkan prospek usaha, kinerja debitur dan
kelancaran pembayaran bunga dan pokok. Kredit digolongkan menjadi 5
kualitas yaitu Lancar, Dalam Perhatian Khusus (DPK), Kurang Lancar, Diragukan
dan Macet.
Capital Adequacy Ratio (CAR)
Adalah rasio antara modal (modal inti dan modal pelengkap) terhadap Aktiva
Tertimbang Menurut Resiko (ATMR).
Dana Pihak Ketiga (DPK)
Adalah dana yang diterima perbankan dari masyarakat, yang berupa giro,
tabungan atau deposito.
xv
LAPORAN PEREKOMONIAN PROVINSI RIAU
Daftar Istilah
Financing to Deposit Ratio (FDR)
Adalah rasio antara pembiayaan yang diberikan oleh bank syariah terhadap
dana yang diterima. Konsep ini sama dengan konsep LDR pada bank umum
konvensional.
Inflasi
Kenaikan harga barang secara umum dan terus menerus (persistent).
Inflasi Administered Price
Inflasi yang terjadi pergerakan harga barang-barang yang termasuk dalam
kelompok barang yang harganya diatur oleh pemerintah (misalnya bahan
bakar).
Inflasi Inti
Inflasi yang terjadi karena adanya gap penawaran agregat and permintaan
agregrat dalam perekonomian, serta kenaikan harga barang impor dan
ekspektasi masyarakat.
Inflasi Volatile Food
Inflasi yang terjadi karena pergerakan harga barang-barang yang termasuk
dalam kelompok barang yang harganya bergerak sangat volatile (misalnya
beras).
Kliring
Adalah pertukaran warkat atau Data Keuangan Elektronik (DKE) antar peserta
kliring baik atas nama peserta maupun atas nama nasabah peserta yang
perhitungannya diselesaikan pada waktu tertentu.
Kliring Debet
Adalah kegiatan kliring untuk transfer debet antar bank yang disertai dengan
penyampaian fisik warkat debet seperti cek, bilyet giro, nota debet kepada
penyelenggaran kliring lokal (unit kerja di Bank Indonesia atau bank yang
memperoleh persetujuan Bank Indonesia sebagai penyelenggara kliring lokal)
xvi
LAPORAN PEREKOMONIAN PROVINSI RIAU
Daftar Istilah
dan hasil perhitungan akhir kliring debet dikirim ke Sistem Sentral Kliring (unit
kerja yang menangani SKNBI di KP Bank Indonesia) untuk diperhitungkan secara
nasional.
Kliring Kredit
Adalah kegiatan kliring untuk transfer kredit antar bank yang dikirim langsung
oleh bank peserta ke Sistem Sentral Kliring di KP Bank Indonesia tanpa
menyampaikan fisik warkat (paperless).
Loan to Deposit Ratio (LDR)
Adalah rasio antara jumlah kredit yang disalurkan terhadap dana yang diterima
(giro, tabungan dan deposito).
Net Interest Income (NII)
Adalah antara pendapatan bunga dikurangi dengan beban bunga.
Non Core Deposit (NCD)
Adalah dana masyarakat yang sensitif terhadap pergerakan suku bunga. Dalam
laporan ini, NCD diasumsikan terdiri dari 30% giro, 30% tabungan dan 10%
deposito berjangka waktu 1-3 bulan.
Non Performing Loans/Financing (NLPs/Ls)
Adalah kredit/pembiayaan yang termasuk dalam kualitas Kurang Lancar,
Diragukan dan Macet
Penyisihan Pengghapusan Aktiva Produktif (PPAP)
Adalah suatu pencadangan untuk mengantisipasi kerugian yang mungkin
timbul dari tidak tertagihnya kredit yang diberikan oleh bank. Besaran PPAP
ditentukan dari kualitas kredit. Semakin buruk kualitas kredit, semakin besar
PPAP yang dibentuk. Misalnya, PPAP untuk kredit yang tergolong Kurang Lancar
adalah 15% dari jumlah kredit Kurang Lancar (setelah dikurangi agunan),
sedangkan untuk kredit Macet, PPAP yang harus dibentuk adalah 100% dari
total kredit macet (setelah dikurangi agunan).
xvii
LAPORAN PEREKOMONIAN PROVINSI RIAU
Daftar Istilah
Rasio Non Performing Loans/Financing (NPLs/Fs)
Adalah rasio kredit/pembiayaan yang tergolong NPLs/Fs terhadap total
kredit/pembiayaan. Rasio ini juga sering disebut rasio NPLs/Fs gross . Semakin
rendah rasio NPLs/Fs, semakin baik kondisi bank yang bersangkutan.
Rasio Non Performing Loans (NPLs)
Net
Adalah rasio kredit yang tergolong NPLs, setelah dikurangi pembentukan
Penyisihan Pengghapusan Aktiva Produktif (PPAP), terhadap total kredit
Sistem Bank Indonesia Real Time Settlement (BI RTGS)
Adalah proses penyelesaian akhir transaksi pembayaran yang dilakukan seketika
(real time) dengan mendebet maupun mengkredit rekening peserta pada saat
bersamaan sesuai perintah pembayaran dan penerimaan pembayaran.
Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKN-BI)
Adalah sistem kliring Bank Indonesia yang meliputi kliring debet dan kliring
kredit yang penyelesaian akhirnya dilakukan secara nasional.
Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK)
Adalah persentase jumlah angkatan kerja terhadap penduduk usia kerja.
Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT)
Adalah persentase jumlah pengangguran terhadap jumlah angkatan kerja.
xviii
Download