LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI RIAU LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI RIAU MEI 2019 website : www.bi.go.id LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI RIAU VISI BANK INDONESIA : bank sentral yang berkontribusi secara nyata terhadap perekonomian Indonesia dan terbaik diantara negara emerging markets MISI BANK INDONESIA : 1. Mencapai dan memelihara stabilitas nilai Rupiah melalui efektivitas kebijakan moneter dan bauran kebijakan Bank Indonesia. 2. Turut menjaga stabilitas sistem keuangan melalui efektivitas kebijakan makroprudensial Bank Indonesia dan sinergi dengan kebijakan mikroprudensial Otoritas Jasa Keuangan. 3. Turut mengembangkan ekonomi dan keuangan digital melalui penguatan kebijakan sistem pembayaran Bank Indonesia dan sinergi dengan kebijakan Pemerintah serta mitra strategis lain. 4. Turut mendukung stabilitas makroekonomi dan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan melalui sinergi bauran kebijakan Bank Indonesia dengan kebijakan fiskal dan reformasi struktural pemerintah serta kebijakan mitra strategis lain. 5. Memperkuat efektivitas kebijakan Bank Indonesia dan pembiayaan ekonomi, termasuk infrastruktur, melalui akselerasi pendalaman pasar keuangan. 6. Turut mengembangkan ekonomi dan keuangan syariah di tingkat nasional hingga di tingkat daerah. 7. Memperkuat peran internasional, organisasi, sumber daya manusia, tata kelola dan sistem informasi Bank Indonesia. NILAI-NILAI STRATEGIS ORGANISASI BANK INDONESIA : Nilai-nilai Strategis Bank Indonesia adalah: (i) kejujuran dan integritas (trust and integrity); profesionalisme (profesionalism); (ii) keunggulan (excellence); (iv) mengutamakan kepentingan umum (public interest); dan (v) koordinasi dan kerja sama tim (coordination and teamwork) yang berlandaskan keluhuran nilai-nilai agama (religi). GE LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI RIAU Kata Pengantar KATA PENGANTAR LAPORAN Perekonomian Provinsi (LPP) Riau ini merupakan kajian triwulanan yang berisi analisis perkembangan ekonomi dan perbankan di Provinsi Riau. Terbitan kali ini memberikan gambaran perkembangan ekonomi dan perbankan di Provinsi Riau pada triwulan I 2019 dengan penekanan pada kondisi ekonomi makro regional antara lain, Asesmen Pertumbuhan Ekonomi Daerah, Asesmen Inflasi Daerah, Asesmen Keuangan Pemerintah, Asesmen Stabilitas Keuangan Daerah dan Pengembangan Ekonomi, Asesmen Penyelenggaraan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang Rupiah, Asesmen Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan, serta Prospek Perekonomian tahun 2019 berdasarkan indikator terkini. Analisis dilakukan berdasarkan data bulanan bank umum, data ekspor-impor yang diolah oleh Kantor Pusat Bank Indonesia, hasil survei Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau, data perekonomian dan ketenagakerjaan yang diterbitkan Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Riau, serta data pendukung yang diperoleh dari Organisasi Perangkat Daerah (OPD) Provinsi Riau dan instansi/lembaga lainnya, termasuk informasi anekdotal terkait. Tujuan dari penyusunan laporan ini adalah untuk memberikan informasi kepada stakeholders tentang perkembangan ekonomi dan perbankan di Provinsi Riau, dengan harapan kajian tersebut dapat dijadikan sebagai salah satu sumber referensi bagi para pemangku kebijakan, akademisi, masyarakat, dan pihak-pihak lain dalam pengambilan keputusan. Pekanbaru, Mei 2019 Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau Decymus Direktur iii GE LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI RIAU Kata Pengantar duduk di rumah memegang amanah duduk di tanah memegang petuah duduk di kampung menjadi payung duduk di banjar bertunjuk ajar duduk di ladang tenggang menenggang duduk di negeri tahukan diri duduk di dusun ia penyantun duduk beramai elok perangai apa tanda Melayu bertuah, tahu berguru pada yang sudah tahu berbuat pada yang ada tahu memandang jauh ke muka apa tanda Melayu terbilang, dada lapang pandangan panjang iv GE LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI RIAU Daftar Isi DAFTAR ISI HALAMAN Kata Pengantar ...................................................................................................... iii Daftar Isi ................................................................................................................ v Daftar Tabel ........................................................................................................... viii Daftar Grafik .......................................................................................................... ix Daftar Gambar........................................................................................................ xii Tabel Indikator Ekonomi Terpilih.............................................................................. xiii RINGKASAN EKSEKUTIF ......................................................................................... 1 BAB 1. PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH 1. Kondisi Umum......................................................................... 8 2. PDRB Sisi Penggunaan............................................................. 11 2.1 Konsumsi ...................................................................... 12 2.2 Investasi (PMTB).............................................................. 13 2.3 Ekspor dan Impor ........................................................... 15 2.3.1. Ekspor ................................................................. 15 2.3.2. Impor .................................................................. 16 PDRB Lapangan Usaha............................................................. 17 3.1 Sektor Pertanian, Kehutanan dan Perikanan.................... 18 3.2 Sektor Pertambangan dan Penggalian ............................ 20 3.3 Sektor Industri Pengolahan ............................................. 21 3.4 Sektor Konstruksi........................................................... 22 3. Boks 1 BAB 2. Alternatif Sumber Pertumbuhan Ekonomi Baru Riau KEUANGAN PEMERINTAH 1. Kondisi Umum.............................................................................. 24 2. Realisasi Pendapatan Provinsi Riau................................................. 26 3. Realisasi Belanja Provinsi Riau........................................................ 28 v LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI RIAU Daftar Isi BAB 3. PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH 1. Kondisi Umum............................................................................. 32 2. Perkembangan Inflasi Provinsi Riau............................................... 32 2.1. Inflasi Kota............................................................................ 36 2.1.1. Inflasi Kota Pekanbaru................................................. 36 2.1.2. Inflasi Kota Dumai....................................................... 39 2.1.3. Inflasi Kota Tembilahan............................................... 41 Program Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) Riau................... 43 3. Boks 2 Indikasi Turunnya Daya Beli Dibalik Rendahnya Inflasi BAB 4. STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM 1. Perkembangan Sistem Keuangan Riau.......................................... 1.1. Ketahanan Sektor Korporasi.. 2. 49 ................................... 50 1.2. Kerentanan Sektor Rumah Tangga. .................................. 53 Kondisi Umum Perbankan Riau.................................................... 55 2.1. Perkembangan Bank Umum.............................................. 57 2.1.1. Perkembangan 2.1.3. Perkembangan Suku Bunga Bank Umum . 57 ... 59 .. 59 60 BAB 5. 2.2. Perkembangan Perbankan Syariah.................................... 61 2.3. Perkembangan Kinerja Bank Perkreditan Rakyat................ 63 2.4. Perkembangan Kredit UMKM........................................... 64 PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH 1. Kondisi Umum Sistem Pembayaran Tunai dan Non Tunai............. 67 2. Perkembangan Transaksi Pembayaran Tunai................................ 68 2.1. Aliran Uang Masuk dan Keluar (Inflow - Outflow)............ 68 2.2. Penyediaan Uang Kartal Layak Edar.................................. 70 2.3. Uang Rupiah Tidak Asli.................................................... 73 3. Perkembangan Transaksi Pembayaran Non Tunai........................ 74 vi GE LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI RIAU Daftar Isi BAB 6 BAB 7 Boks 3 3.1. Transaksi Kliring.............................................................. 75 3.2. Transaksi Real Time Gross Settlement (RTGS) 76 3.3. Transaksi Kegiatan Usa . 76 KETENAGAKERJAAN & KESEJAHTERAAN DAERAH 1. Kondisi Umum........................................................................... 78 2. Ketenagakerjaan........................................................................ 79 3. Kesejahteraan Daerah................................................................ 83 3.1. Penduduk Miskin Riau....................................................... 83 3.2. Garis Kemiskinan Riau....................................................... 84 3.3. Indeks Kedalaman .............. 85 3.4. Nilai Tukar Petani.............................................................. 86 PROSPEK PEREKONOMIAN DAERAH 1. Prospek Makro Regional.......................................................... 87 2. Perkiraan Inflasi....................................................................... 92 3. Rekomendasi........................................................................... 95 Perkembangan Ekonomi Global Daftar Istilah xv vii LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI RIAU Daftar Tabel DAFTAR TABEL HALAMAN Tabel 1.1 Pertumbuhan Ekonomi Riau Sisi Penggunaan (yoy).................................. 11 Tabel 1.2 Pertumbuhan Ekonomi Riau Sisi Sektoral Dengan Migas (yoy).................. 18 Tabel 2.1 Komponen Pendapatan Pajak 27 28 29 Tabel 3.1 Inflasi Aktual dan Historis 34 Tabel 3.2 Inflasi Aktual dan Historis 37 Tabel 3.3 Inflasi Aktual dan Historis 39 Tabel 3.4 Inflasi Aktual dan Historis 41 Tabel 4.1 Kredit Lokasi Bank Menurut Sektor Ekonomi ......... 52 Tabel 4.2 Pangsa Kredit UMKM Pulau Sumatera..................................................... 65 Tabel 5.1 Perkembangan Transaksi BI- 76 Tabel 5.2 Perkembangan Transaksi KUPVA-BB di 77 Tabel 6.1 Tingkat Pengangguran Terbuka Pulau Sumatera...................................... 79 Tabel 6.2 ... 80 Tabel 6.3 Garis Kemiskinan Provinsi Riau............................................................... 84 viii LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI RIAU Daftar Grafik DAFTAR GRAFIK HALAMAN Grafik 1.1 Pertumbuhan Ekonomi Riau dan Nasional Secara Tahunan.................. Grafik 1.2 NTP Subsektor Riau 8 .............................................. 12 .............. 12 Grafik 1.4 Perkembangan Kondisi Konsumen Riau.............................................. 13 Grafik 1.5 Perkembangan Indeks Survei Ekspektasi Konsumen 13 Grafik 1.6 Kredit Investasi ............................................................. 14 Grafik 1.7 Kredit Konstruksi Riau........................................................................ 14 Grafik 1.8 Perkembangan Nilai Realisasi PMDN di Provinsi Riau............................ 14 Grafik 1.9 Perkembangan Nilai Realisasi PMA di Provinsi Riau.............................. 14 Grafik 1.10 Perkembangan Volume Ekspor CPO Riau.......................................... 15 Grafik 1.11 Perkembangan Volume Ekspor ................................. 15 ............................... 16 Grafik 1.3 Grafik 1.12 Grafik 1.13 16 Grafik 1.14 Perkembangan Harga TBS................................................................ 19 Grafik 1.15 Perkembangan Harga Bokar............................................................. 19 Grafik 1.16 SBT Sektor Pertanian dan PDRB Riau................................................. 19 Grafik 1.17 Kredit Perkebunan Sawit.................................................................. 20 Grafik 1.18 Kredit Perkebunan Karet.................................................................. 20 Grafik 1.19 Perkembangan Volume Lifting ................................... 21 Grafik 1.20 Perkembangan Kegiatan U . 21 Grafik 1.21 Perkembangan Harga CPO ...................................................... 22 Grafik 1.22 Perkembangan Harga Karet .................................................... 22 ...................................................................... 23 ............................................................... 23 Grafik 1.23 Konsumsi Semen Grafik 1.24 LS Investasi Grafik 2.1 Perkemban 25 Grafik 2.2 25 Grafik 2.3 26 Grafik 2.4 Realisasi Pendapatan Asli Daerah 27 ix LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI RIAU Daftar Grafik Grafik 2.5 Realisasi Komponen Belanja Tidak La 30 Grafik 2.6 Realisasi Pos Bel 31 Grafik 3.1 Perkembangan APBD 42 Grafik 3.2 42 Grafik 3.1 Perkembangan Inflasi Nasional, Riau dan Sumatera (yoy)..................... 33 Grafik 3.2 Perkembangan Inflasi Ketiga Kota di Riau (yoy).................................... 33 Grafik 3.3 Inflasi Riau Berdasarkan Kelompok Pengeluaran (yoy).......................... 36 Grafik 3.4 Inflasi Pekanbaru Berdasarkan Kelompok Pengeluaran (yoy)................ 38 Grafik 3.5 Inflasi Dumai Berdasarkan Kelompok Pengeluaran (yoy)...................... 41 Grafik 3.6 Inflasi Tembilahan Berdasarkan Kelompok Pengeluaran (yoy)............... 43 Grafik 4.1 Kredit Durable Goods......................................................................... 53 Grafik 4.2 ......................................................................... 53 Grafik 4.3 ........................................................... 54 Grafik 4.4 ........................................................................... 54 Grafik 4.5 Indeks Ekspektasi Konsumen dan Kredit Konsumsi.............................. 55 Grafik 4.6 Perkembangan Aset Perbankan Riau................................................... 56 Grafik 4.7 Perkembangan DPK Provinsi Riau........................................................ 56 Grafik 4.8 Perkembangan Kredit Perbankan Riau................................................ 57 Grafik 4.9 Perkembangan Resiko Kredit Perbankan Riau...................................... 57 Grafik 4.10 Perkembangan Aset Perbankan Syariah............................................ 61 Grafik 4.11 DPK Perbankan Syariah Menurut Jenis Simpanan.............................. 61 Grafik 4.12 Pertumbuhan Pembiayaan Perbankan Syariah................................... 62 Grafik 4.13 Perkembangan Aset BPR/S................................................................ 63 Grafik 4.14 Perkembangan DPK BPR/S................................................................ 63 Grafik 4.15 Perkembangan Kredit BPR/S............................................................. 64 Grafik 4.16 Perkembangan NPL BPR/S................................................................. 64 Grafik 4.17 Perkembangan dan Pertumbuhan Kredit UMKM............................... 65 Grafik 4.18 Perkembangan Kredit UMKM Berdasarkan Segmen.......................... 66 Grafik 4.19 Perkembangan NPL Kredit UMKM .. 66 Grafik 5.1 Perkembangan Inflow dan Outflow di Provinsi Riau............................. 69 Grafik 5.2 Pergerakan Pertumbuhan Konsumsi RT (qtq) dan Outflow (qtq)........... 70 Grafik 5.3 Pergerakan Pertumbuhan Konsumsi Pemerintah dan Outflow (qtq) 70 Grafik 5.4 Perkembangan UTLE yang Dimusnahkan............................................ 72 Grafik 5.5 Perkembangan 72 ....... x LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI RIAU Daftar Grafik Grafik 5.6 Perkembangan Peredaran Uang Rupiah Tidak Asli di Provinsi Riau........ 74 Grafik 5.7 Perkembangan Transaksi Kliring (SKNBI) di Provinsi Riau...................... 75 Grafik 6.1 Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) Provinsi di Sumatera............ 79 Grafik 6.2 Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Provinsi di Sumatera.................. 79 Grafik 6.3 Penduduk Bekerja Menurut Lapa 80 Grafik 6.4 Penduduk Bekerja Menurut Status Pekerjaan U 81 Grafik 6.5 Jumlah Jam Kerja Per Minggu............................................................. 82 Grafik 6.6 Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan................................................ 82 Grafik 6.7 Tingkat Pengangguran Terbuka Menurut Pendidikan ....... 82 Grafik 6.8 Perkembangan Penduduk Miskin Riau................................................ 83 Grafik 6.9 Sebaran Penduduk Miskin Riau........................................................... 83 Grafik 6.10 Perkembangan Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) Riau.................... 85 Grafik 6.11 Perkembangan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) Riau.................... 85 Grafik 6.12 Perkembangan Nilai Tukar Petani...................................................... 86 Grafik 7.1 Perkembangan Pertumbuhan Ekonomi Riau dan Perkiraan 2019......... 88 Grafik 7.2 Perkembangan ........ 92 Grafik 7.3 Perkembangan Harga Komoditas Pangan........................................... 94 xi LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI RIAU DAFTAR Daftar Gambar GAMBAR HALAMAN Gambar 3.1 Inflasi Riau, Sumatera dan Nasional Gambar 7.1 Prakiraan Sifat Hujan Musim Hujan 2019 33 .......................... xii 95 LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI RIAU Tabel Indikator TABEL INDIKATOR INDIKATOR EKONOMI TERPILIH 2017 2018 I II III 129.85 129.53 130.85 131.26 130.65 130.24 131.89 132.62 131.90 131.65 132.19 133.95 Laju Inflasi Tahunan (yoy, %) : - Provinsi Riau - Kota Pekanbaru - Kota Dumai - Kota Tembilahan 5.02 5.17 5.33 2.97 6.19 6.50 5.95 3.42 Pertumbuhan PDRB (yoy %, dengan migas) 2.81 Nilai Ekspor Non Migas (Juta USD) Volume Ekspor Non Migas (ribu Ton) Nilai Impor Non Migas (Juta USD) Volume Impor Non Migas (ribu Ton) Indeks Harga Konsumen*) : - Provinsi Riau - Kota Pekanbaru - Kota Dumai - Kota Tembilahan IV 2019 I I II III IV 133.42 133.16 133.82 135.43 134.56 134.34 134.05 137.75 134.99 134.60 135.33 138.45 135.14 135.10 134.38 136.99 136.69 136.54 136.30 139.00 136.29 136.08 135.92 139.28 5.07 5.22 4.99 3.82 4.20 4.07 4.85 4.27 3.62 3.71 2.45 4.94 3.32 3.35 2.61 4.40 2.45 2.62 1.66 2.27 2.45 2.54 1.85 2.64 1.30 1.30 1.40 1.11 2.49 2.91 2.53 2.84 2.34 2.94 1.28 2.88 3,752.61 5,514.38 3,051.59 4,879.90 3,410.24 5,651.68 3,833.88 5,960.66 3,443.20 5,415.78 3,273.40 5,186.43 3,487.54 6,215.94 3,118.84 5,947.73 2,725.14 5,484.64 211.39 614.66 278.67 883.53 316.83 716.64 434.62 968.01 375.28 872.71 334.67 1,034.52 332.97 984.80 363.47 1,170.38 350.12 1,227.06 I II B. PERBANKAN INDIKATOR 2017 2018 III IV I II III IV 2019 I Bank Umum Total Aset (dalam Rp Juta) 97,413,710 96,800,520 103,345,237 98,443,308 94,942,058 95,727,695 98,944,416 102,498,924 100,962,242 DPK (dalam Rp Juta) - Giro - Tabungan - Deposito 72,224,755 12,952,275 33,449,661 25,822,819 73,060,394 11,441,182 34,130,124 27,489,088 74,585,391 11,869,441 34,276,721 28,439,728 73,150,935 10,074,125 37,784,186 25,292,624 73,316,351 11,758,608 36,634,497 24,923,245 74,019,300 11,563,236 38,523,504 23,932,559 76,079,917 12,431,456 37,928,821 25,719,640 76,705,950 11,341,182 39,718,346 25,646,421 78,100,301 12,560,736 37,508,112 28,031,453 Kredit (dalam Rp Juta) - Modal Kerja - Investasi - Konsumsi 81,675,790 27,812,278 26,877,525 26,985,987 81,377,056 25,342,238 28,239,386 27,795,433 84,102,959 26,764,841 29,186,840 28,151,278 88,784,648 28,699,385 30,709,614 29,375,649 90,306,676 28,654,574 31,595,129 30,056,974 94,890,672 31,245,285 32,868,503 30,776,883 102,416,393 34,545,295 36,278,433 31,592,665 106,679,502 37,528,287 36,648,647 32,502,568 103,998,271 33,897,763 37,350,622 32,749,886 80.14 2.88 80.69 3.02 80.12 2.70 82.86 2.11 83.04 3.15 84.14 3.09 83.24 2.73 85.20 2.62 83.89 2.12 - LDR (%) - NPL (%) Kredit UMKM (dalam Rp Juta) - Mikro - Kecil - Menengah NPL UMKM (%) BPR Total Aset (dalam Rp Juta) DPK (dalam Rp Juta) - Tabungan - Deposito Kredit (dalam Rp Juta) - berdasarkan lokasi proyek Rasio NPL (%) LDR (%) 20,172,660 6,191,162 7,819,176 6,162,322 6.54 20,431,064 6,470,926 7,872,233 6,087,904 6.21 21,050,432 6,564,830 7,985,290 6,500,312 5.87 22,165,379 6,704,790 8,340,728 7,119,861 5.17 21,878,938 6,961,426 8,345,315 6,572,197 5.50 22,556,794 7,170,662 8,780,340 6,605,791 5.13 23,269,388 7,417,408 9,028,948 6,823,031 4.65 23,577,134 7,430,606 9,096,846 7,049,682 4.56 23,722,752 7,662,518 9,328,304 6,731,931 4.89 1,373,214 1,015,101 372,916 642,185 952,794 14.97 93.86 1,333,780 995,342 355,491 639,851 941,160 16.23 94.56 1,381,337 1,033,906 389,333 644,573 927,734 15.66 89.67 1,410,339 1,063,512 408,247 655,265 933,614 13.42 87.79 1,405,693 1,054,088 400,586 653,502 918,603 14.17 87.15 1,387,705 1,034,321 414,674 619,647 928,536 12.37 89.77 1,396,118 1,035,572 413,843 621,729 943,568 11.72 91.12 1,382,307 1,015,182 410,502 604,680 965,389 10.65 95.10 1,377,157 1,005,729 397,979 607,750 984,982 11.61 97.94 xiii GE LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI RIAU Tabel Indikator TABEL INDIKATOR EKONOMI TERPILIH C. SISTEM PEMBAYARAN INDIKATOR 2017 II III IV 4,965,800 (522,690) 4,765,670 1,544,600 3,279,980 1,020,195 6,510,400 2,757,290 5,785,866 2018 I II III (233,402) 4,631,125 281,817 3,130,717 2,379,016 2,773,736 2,897,314 7,010,141 3,055,553 IV 3,133,880 1,793,398 4,927,278 2019 I (333,918) 3,023,694 2,689,776 Posisi Kas Gabungan (dalam Rp Juta) Inflow (dalam Rp Juta) Outflow (dalam Rp Juta) I 365,956 2,708,511 3,074,467 Pemusnahan Uang (Jutaan lembar/keping) 1,561,072 661,538 807,791 644,064 833,643 110,850 792,980 274,500 731,278 56,967 67,889 73,379 76,367 29,974 57,126 59,155 84,559 56,705 9,538 9,551 11,200 13,434 6,939 10,307 11,763 12,594 9,513 Rata-rata Harian Nominal Transaksi RTGS (Rp miliar) 922 1,103 1,191 1,239 483 1,038.65 954.11 1,342.20 914.60 Rata-rata Harian Volume Transaksi RTGS (lembar) 144 146 171 207 111.92 187.40 189.73 199.90 153.44 Nominal Transaksi RTGS (Rp miliar) *) Volume Transaksi RTGS (lembar) *) Nominal Transaksi Kliring (Rp miliar) 6,149 4,430 5,019 5,044 4,670 4,447 4,703 4,800 4,228 190,181 134,842 156,938 157,644 144,487 136,833 143,406 147,125 130,977 Rata-rata Harian Nominal Transaksi Kliring (Rp miliar) 99.19 71.46 80.95 81.35 75.32 80.86 75.86 76.19 68.20 Rata-rata Harian Volume Transaksi Kliring (lembar) 2,948 2,602 2,534 2,553 2,330.44 2,487.87 2,313.00 2,335.32 2,112.53 Volume Transaksi Kliring (lembar) xiv LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI RIAU GE RINGKASAN Ringkasan Eksekutif EKSEKUTIF I. ASESMEN PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH Perekonomian Riau pada triwulan I 2019 tumbuh sebesar 2,88% (yoy), meningkat jika dibandingkan triwulan IV 2018 yang tumbuh 1,28% (yoy). Perekonomian Riau pada triwulan I 2019 tumbuh meningkat dari 1,28% (yoy) pada triwulan IV 2018 menjadi 2,88% (yoy) pada triwulan laporan. Apabila dilihat dari pertumbuhan ekonomi tanpa migas, pada triwulan I 2019 tercatat 4,38% (yoy), lebih tinggi dibandingkan triwulan IV 2018 yang sebesar 2,74% (yoy). Kondisi ini sejalan dengan pertumbuhan ekonomi Sumatera yang tumbuh meningkat dari 4,46% (yoy) pada triwulan IV 2018 menjadi 4,55% (yoy) pada triwulan laporan. Sebaliknya, pertumbuhan ekonomi nasional tercatat melambat dari 5,18% (yoy) pada triwulan IV 2018 menjadi 5,07% (yoy) pada triwulan I 2019. Meningkatnya ekonomi Riau dari sisi penggunaan bersumber dari investasi, konsumsi pemerintah, dan LNPRT Dari sisi penggunaan, meningkatnya pertumbuhan ekonomi Riau pada triwulan I 2019 bersumber dari investasi, konsumsi pemerintah, dan konsumsi Lembaga Non Profit Rumah Tangga (LNPRT). Meningkatnya pertumbuhan investasi sejalan dengan penyelesaian proyek Pemerintah Provinsi Riau tahun 2018. Sementara itu, meningkatnya konsumsi pemerintah dan konsumsi LNPRT didorong oleh meningkatnya intensitas kegiatan menjelang Pemilu 2019. Peningkatan dari sisi lapangan usaha bersumber dari sektor pertanian, industri pengolahan, dan konstruksi. Peningkatan dari sisi lapangan usaha didorong oleh sektor pertanian, industri pengolahan, dan konstruksi. Meningkatnya permintaan domestik terhadap kertas, pencetakan, dan makanan minuman mendorong meningkatnya pertumbuhan industri pengolahan yang disertai dengan meningkatnya permintaan bahan baku ditengah perbaikan harga komoditas turut mendorong pertumbuhan sektor pertanian. Selain itu, carry over penyelesaian infrastruktur utama tahun 2018 juga mendorong kenaikan kinerja sektor konstruksi. 1 LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI RIAU Memasuki triwulan II 2019, perekonomian Riau diperkirakan melambat seiring dengan melambatnya konsumsi pemerintah dan investasi, serta industri pengolahan, konstruksi, dan pertambangan. Ringkasan Eksekutif Memasuki triwulan II 2019, perekonomian Riau diperkirakan tumbuh positif, berada pada kisaran 1,95-2,45% (yoy), melambat dibandingkan realisasi triwulan I 2019. Perlambatan utamanya bersumber dari konsumsi pemerintah dan investasi. Sedangkan dari sisi lapangan usaha, perlambatan utamanya didorong oleh sektor industri pengolahan dan konstruksi, serta kontraksi sektor pertambangan. Meredanya intensitas pengeluaran/belanja Pemilu serta menurunnya Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Provinsi Riau mendorong perlambatan konsumsi Pemerintah. Sementara itu, telah berlalunya carry over penyelesaian 3 infrastruktur strategis Provinsi Riau yakni: Jembatan Siak IV, Flyover SKA, dan Flyover Arengka, serta banyaknya libur yang menyebabkan berkurangnya intensitas konstruksi menahan pertumbuhan investasi dan kinerja sektor konstruksi. Selain itu, melambatnya pertumbuhan sektor industri pengolahan disebabkan oleh berlalunya aktivitas Pemilu dimana pada triwulan I 2019 permintaan produksi kertas, pencetakan, dan makanan minuman meningkat dalam rangka persiapan Pemilu. II. ASESMEN INFLASI DAERAH Inflasi Provinsi Riau pada triwulan I 2019 tercatat lebih rendah dibandingkan triwulan IV 2018. Inflasi Riau pada triwulan I 2019 tetap terkendali pada level yang rendah dan stabil. Rendahnya tekanan inflasi tersebut utamanya dipengaruhi oleh menurunnya tekanan inflasi seluruh kelompok pengeluaran. Adapun komoditas utama penyebab turunnya inflasi Riau pada triwulan I 2019 antara lain: cabai merah, daging sapi, bensin, kentang, dan minyak goreng. Sedangkan, komoditas penahan laju inflasi yang lebih rendah antara lain: tarif angkutan udara, rokok kretek filter, sewa rumah, beras, dan rokok kretek. Secara spasial, inflasi Riau tertinggi terjadi di Dumai, diikuti Pekanbaru dan Tembilahan. Inflasi Riau pada triwulan II 2019 diperkirakan lebih tinggi dibandingkan triwulan I 2019, namun masih didalam kisaran sasaran inflasi nasional sebesar 3,5 ± 1% (yoy). Inflasi Riau pada triwulan II 2019 diperkirakan berada pada kisaran 2,45 ± 0,25% (yoy), lebih tinggi jika dibandingkan triwulan I 2019 yang sebesar 1,30% (yoy). Perkiraan meningkatnya tekanan inflasi pada triwulan II 2019 terindikasi dari realisasi inflasi April 2019 yang menunjukkan peningkatan dari 1,30% (yoy) pada bulan Maret 2019 menjadi 1,64% (yoy). Meningkatnya inflasi tersebut utamanya bersumber dari kelompok 2 LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI RIAU GE Ringkasan Eksekutif pengeluaran Bahan Makanan akibat kenaikan harga cabai merah, bawang merah, dan bawang putih. Meningkatnya harga cabai merah disebabkan oleh adanya petani di wilayah sentra yang mengganti tanaman cabai merah dengan tanaman lain. Selain itu, kenaikan harga bawang merah disebabkan oleh terbatasnya panen akibat rendahnya areal penanaman pada bulan Januari-Februari 2019 seiring dengan tingginya curah hujan di wilayah sentra produksi Brebes, Jawa Tengah. Sementara itu, meningkatnya harga bawang putih disebabkan terbatasnya pasokan akibat rendahnya impor. Adanya indikasi kenaikan inflasi, mendorong bahwa kewaspadaan perlu senantiasa dilakukan dan koordinasi antara Bank Indonesia, Pemerintah Daerah dan pihak terkait lainnya harus terus diperkuat. III. ASESMEN KEUANGAN PEMERINTAH Realisasi APBD Provinsi Riau hingga triwulan I 2019 tercatat lebih tinggi dibandingkan tahun 2018. Perkembangan realisasi APBD Provinsi Riau hingga triwulan I 2019 secara umum mengalami peningkatan dibandingkan triwulan I 2018, baik dari sisi pendapatan maupun sisi belanja. Realisasi pendapatan Provinsi Riau hingga triwulan I 2019 tercatat sebesar Rp1,95 triliun atau 21,35% dari pagu anggaran, meningkat 8,03% (yoy) dibandingkan triwulan I 2018 yang tercatat sebesar Rp1,80 triliun atau 19,53% dari pagu anggaran. Sementara itu, realisasi belanja Provinsi Riau hingga triwulan I 2019 meningkat dibandingkan triwulan I 2018. Realisasi belanja hingga triwulan I 2019 tercatat sebesar Rp861 miliar atau 9,38% dari pagu anggaran, meningkat hingga 13,74% (yoy) dibandingkan triwulan I 2018 yang tercatat sebesar Rp757 miliar atau 7,33% dari pagu anggaran. Peningkatan realisasi belanja tersebut didorong oleh peningkatan pendapatan dana bagi hasil (DBH) SDA yang meningkat 80,11% (yoy) dibandingkan periode yang sama tahun lalu, sehingga pemerintah dapat melakukan belanja lebih besar dibandingkan periode yang sama tahun lalu. IV. ASESMEN STABILITAS KEUANGAN DAERAH DAN PENGEMBANGAN EKONOMI Stabilitas Sistem Keuangan daerah Riau pada triwulan I 2019 membaik dan terjaga di tengah meningkatnya kinerja perekonomian. Kerentanan sektor 3 LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI RIAU Ringkasan Eksekutif korporasi dan rumah tangga Riau pada triwulan I 2019 secara umum tetap Tekanan stabilitas keuangan di Provinsi Riau pada triwulan I 2019 masih baik dan terjaga. terjaga, sejalan dengan NPL sektor korporasi yang membaik di tengah kredit korporasi dan RT yang melambat. Indikator kinerja perbankan di Riau pada triwulan I 2019 meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya. Peningkatan ini tercermin dari membaiknya pertumbuhan tahunan Aset dan DPK, serta membaiknya NPL di tengah melambatnya pertumbuhan kredit dan menurunnya LDR. V. ASESMEN PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH Perkembangan transaksi pembayaran tunai di Provinsi Riau pada triwulan I 2019 mengalami net inflow. Perkembangan transaksi pembayaran tunai di Provinsi Riau pada triwulan I 2019 tercatat mengalami net inflow. Kondisi tersebut utamanya didorong oleh seasonal factor akibat rendahnya pengeluaran pemerintah diawal tahun anggaran serta normalisasi konsumsi masyarakat setelah berakhirnya momentum Natal, perayaan Tahun Baru serta libur sekolah yang terjadi pada triwulan IV 2018. Transaksi kliring dan BI-RTGS tercatat menurun baik dari sisi nominal maupun jumlah transaksi. Transaksi melalui kliring dan BI-RTGS mengalami penurunan baik dari sisi nominal maupun dari sisi jumlah warkat transaksi. Secara nominal transaksi kliring pada triwulan I 2019 tercatat sebesar Rp4,23 triliun atau menurun 11,92% (qtq) sedangkan dari sisi jumlah warkat kliring tercatat sebanyak 131 ribu lembar atau menurun 10,98% (qtq). Sementara itu, transaksi non tunai menggunakan BI-RTGS di Provinsi Riau juga tercatat menurun hingga 32,94% (qtq) dari Rp84,56 triliun pada triwulan IV 2018 menjadi Rp56,71 triliun pada triwulan I 2019. Sedangkan dari sisi volume transaksi juga terjadi penurunan dari 12,594 ribu lembar pada triwulan IV 2018 menjadi 9,513 ribu lembar pada triwulan I 2019. Bank Indonesia secara konsisten terus berupaya untuk menjaga dan meningkatkan kualitas fisik uang di wilayah Provinsi Riau. Dalam rangka menjaga dan meningkatkan kualitas fisik uang, Kantor Perwakilan BI Provinsi Riau telah melakukan kerjasama dengan 48 Bank Umum di Provinsi Riau untuk melayani masyarakat dalam hal penukaran uang lusuh. Selain itu, Kantor Perwakilan BI Provinsi Riau juga selalu berupaya untuk meningkatkan frekuensi dan jangkauan layanan kas keliling baik secara wholesale maupun retail ke daerah-daerah yang memiliki peredaran uang lusuh dalam jumlah tinggi, terutama ke pasar-pasar 4 LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI RIAU GE Ringkasan Eksekutif tradisional baik di dalam kota, luar kota maupun daerah remote area (daerah terpencil) di Provinsi Riau. Upaya lain yang dilakukan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat terhadap uang layak edar adalah memperluas jaringan distribusi uang dan layanan kas yang menjangkau seluruh wilayah Provinsi Riau dengan cara membuka Kas Titipan di perbankan. Saat ini, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau telah membuka Kas Titipan yang tersebar di 4 titik wilayah Provinsi Riau yaitu Dumai, Pasir Pangaraian, Selat Panjang, dan Rengat. VI. ASESMEN KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN Perkembangan ketenagakerjaan dan kesejahteraan daerah di Provinsi Riau terindikasi membaik. Perkembangan ketenagakerjaan Provinsi Riau pada bulan Februari 2019 menunjukkan perbaikan. Sejumlah indikator memperlihatkan terjadinya peningkatan kualitas ketenagakerjaan, antara lain menurunnya angka Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Riau dari 5,72% pada Februari 2018 menjadi 5,57% pada Februari 2019. Perkembangan kesejahteraan di Provinsi Riau juga membaik terlihat dari penurunan persentase jumlah penduduk miskin dibanding jumlah penduduk di Riau yakni dari 7,41% pada September 2017 menjadi 7,21% pada September 2018. Kondisi tersebut juga terindikasi dari tingkat kesejahteraan petani yang tercermin dari Nilai Tukar Petani yang menunjukkan perbaikan dari 92,70 pada triwulan IV 2018 menjadi 96,41 pada triwulan I 2019. VII. PROSPEK PEREKONOMIAN DAERAH Ekonomi Riau pada triwulan III 2019 relatif stabil jika dibandingkan perkiraan triwulan II 2019. Perkembangan ekonomi Riau pada triwulan III 2019 diperkirakan tumbuh pada kisaran 2,00 2,40 %(yoy), relatif stabil dibandingkan perkiraan pertumbuhan ekonomi Riau triwulan II 2019. Ditinjau dari sisi penggunaan, sumber pertumbuhan diperkirakan berasal dari PMTB dan net ekspor. Pertumbuhan PMTB diperkirakan meningkat sejalan dengan perkiraan mulai positifnya pertumbuhan harga CPO dan karet setelah sebelumnya selalu tumbuh negatif sejak pertengahan 2017. Membaiknya pertumbuhan harga kedua komoditas ini menjadi insentif dunia usaha di Riau untuk menambah investasi. Pertumbuhan ekspor luar negeri Riau pada triwulan III 2019 diperkirakan masih tetap meningkat seiring dengan penurunan tarif impor 5 LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI RIAU Ringkasan Eksekutif CPO dan RPO India dari 44% dan 54% menjadi 40% dan 50% dan perkiraan mulai positifnya pertumbuhan harga CPO di tengah masih terbatasnya ekspor CPO ke Eropa dan AS. Sementara itu, dari sisi lapangan usaha, dorongan terhadap ekonomi Riau triwulan III 2019 utamanya berasal dari: (i) sektor industri pengolahan dan (ii) sektor konstruksi. Dorongan sektor industri pengolahan berasal dari penurunan tarif impor CPO dan RPO India dari 44% dan 54% menjadi 40% dan 50%, mulai positifnya pertumbuhan harga CPO, dan semakin meluasnya program B20 yang digulirkan pemerintah. Sementara itu, dorongan sektor konstruksi pada triwulan III 2019 diperkirakan sejalan dengan masih berlanjutnya konstruksi jalan tol Pekanbaru Dumai yang hingga kini pembangunannya telah mencapai sekitar 46%. Pertumbuhan ekonomi Riau keseluruhan tahun 2019 diperkirakan sedikit meningkat dibandingkan capaian tahun 2018 Secara keseluruhan tahun 2019, pertumbuhan ekonomi Riau diperkirakan berada pada kisaran 2,20 2,60 % (yoy), dengan tendensi meningkat (namun terbatas) jika dibandingkan pertumbuhan ekonomi 2018. Meningkatnya pertumbuhan ekonomi Riau untuk keseluruhan 2019 diperkirakan bersumber dari meningkatnya pertumbuhan belanja pemerintah dan ekspor antar daerah. Dari sisi lapangan usaha, sektor industri pengolahan diperkirakan menjadi pendorong utama meningkatnya ekonomi Riau untuk keseluruhan 2019. Namun, peningkatan yang lebih tinggi tertahan oleh sektor pertambangan yang terkontraksi lebih dalam, serta sektor pertanian, konstruksi, dan sektor perdagangan yang diperkirakan mengalami perlambatan. Inflasi Riau pada triwulan III 2019 diperkirakan lebih tinggi dibandingkan perkiraan triwulan II 2019. Inflasi Provinsi Riau pada triwulan III 2019 diperkirakan berada pada kisaran 2,60 3,00% (yoy). Perkiraan tersebut lebih tinggi jika dibandingkan perkiraan inflasi triwulan II 2019 namun lebih rendah dibandingkan realisasi inflasi triwulan III dalam 5 tahun terkahir. Secara keseluruhan tahun 2019, tingkat inflasi diperkirakan berkisar antara 2,40 2,80% (yoy), berada dalam target inflasi nasional 3,5 + 1% (yoy), dan sedikit lebih tinggi dibandingkan keseluruhan tahun 2018. Meningkatnya tekanan inflasi tersebut diperkirakan terutama bersumber dari komoditas-komoditas yang harganya dipengaruhi atau ditetapkan oleh kebijakan pemerintah seiring dengan terbukanya peluang kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM), kenaikan 6 LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI RIAU GE Ringkasan Eksekutif tarif Pelayanan Jasa Navigasi Penerbangan (PJNP), dan penerapan tarif bagasi untuk seluruh maskapai kategori No Frills. Terdapat beberapa faktor yang mendorong kenaikan inflasi utamanya terkait faktor cuaca, permintaan, kenaikan harga pakan ternak, BBM, tarif angkutan udara, dan PJNP . Beberapa faktor yang berpotensi membawa inflasi melewati batas atas kisaran proyeksi antara lain perkiraan terjadinya musim hujan 2019 yang mempunyai sifat hujan di bawah normal pada sebagian wilayah Riau, sehingga berpotensi mengganggu produksi tanaman pangan. Menurut perkiraan BMKG, sebagian wilayah Riau pada musim hujan 2018/2019 mengalami sifat hujan di bawah normal sampai normal. Beberapa wilayah yang diperkirakan mengalami sifat hujan di bawah normal (dibandingkan musim hujan tahun-tahun sebelumnya) antara lain sebagian Bengkalis, sebagian Siak, sebagian Kampar, dan sebagian Pekanbaru. Adapun wilayahwilayah Riau lainnya diperkirakan mengalami sifat hujan normal (dibandingkan musim hujan tahun-tahun sebelumnya). Selain faktor cuaca, lonjakan permintaan khususnya pada momentum liburan sekolah dan hari besar keagamaan, kenaikan harga pakan ternak terutama jagung, terhambatnya impor bawang putih, peluang kenaikan harga BBM, kenaikan tarif angkutan udara, kenaikan tarif PJNP, dan sebagainya turut menjadi faktor yang memberikan tekanan kenaikan inflasi. 7 LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI RIAU Perkembangan Ekonomi Makro Daerah Bab 1 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH 1. KONDISI UMUM Perekonomian Riau mengalami peningkatan. Pada triwulan I 2019, pertumbuhan ekonomi Riau tercatat sebesar 2,88% (yoy), meningkat dibandingkan triwulan IV 2018 yang sebesar 1,28% (yoy). Peningkatan tersebut searah dengan pertumbuhan ekonomi tanpa migas yang pada triwulan I 2019 tercatat 4,38% (yoy), lebih tinggi dibandingkan triwulan IV 2018 yang sebesar 2,74% (yoy). Kondisi ini sejalan dengan pertumbuhan ekonomi Sumatera yang tumbuh meningkat dari 4,46% (yoy) pada triwulan IV 2018 menjadi 4,55% (yoy) pada triwulan laporan. Sebaliknya, pertumbuhan ekonomi nasional tercatat melambat dari 5,18% (yoy) pada triwulan IV 2018 menjadi 5,07% (yoy) pada triwulan I 2019 sebagaimana yang ditunjukkan Grafik 1.1 berikut: Grafik 1.1. Pertumbuhan Ekonomi Riau, Sumatera, Nasional Secara Tahunan (%yoy) 6.50 5.50 4.50 5.1 5.0 4.9 4.6 4.9 4.5 4.1 5.0 4.8 4.7 4.8 4.2 5.2 4.5 4.4 4.9 4.2 5.2 5.0 4.9 4.4 4.5 4.0 5.0 4.1 5.0 4.2 5.1 5.2 4.4 4.4 5.1 4.3 5.3 4.6 5.2 4.7 5.2 4.5 5.1 4.6 % yoy 3.5 3.50 2.8 3.0 3.2 2.7 2.6 2.8 2.8 2.50 0.50 2.9 2.8 2.9 2.3 1.3 1.3 0.0 I II III 2014 (1.50) 2.5 2.0 1.4 1.50 (0.50) 2.9 2.5 IV I II III -1.4 2015 -2.1 IV I II III IV I 2016 Nasional II III 2017 Sumatera IV I II III 2018 IV I 2019 Riau (2.50) Sumber: BPS 8 GE LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI RIAU Perkembangan Ekonomi Makro Daerah Dari sisi penggunaan, meningkatnya pertumbuhan ekonomi Riau pada triwulan I 2019 bersumber dari investasi, konsumsi pemerintah, dan konsumsi Lembaga Non Profit Rumah Tangga (LNPRT). Meningkatnya pertumbuhan investasi sejalan dengan penyelesaian proyek Pemerintah Provinsi Riau tahun 2018. Sementara itu, meningkatnya konsumsi pemerintah dan konsumsi LNPRT didorong oleh meningkatnya intensitas kegiatan menjelang Pemilu 2019. Disisi lain, peningkatan dari sisi lapangan usaha didorong oleh sektor pertanian, industri pengolahan, dan konstruksi. Meningkatnya permintaan domestik terhadap kertas, pencetakan, dan makanan minuman mendorong meningkatnya pertumbuhan industri pengolahan yang disertai dengan meningkatnya permintaan bahan baku ditengah perbaikan harga komoditas turut mendorong pertumbuhan sektor pertanian. Selain itu, carry over penyelesaian infrastruktur utama tahun 2018 juga mendorong kenaikan kinerja sektor konstruksi. Peningkatan pertumbuhan ekonomi Riau yang lebih tinggi tertahan oleh melambatnya konsumsi rumah tangga dan ekspor luar negeri. Melambatnya konsumsi rumah tangga dipengaruhi oleh penurunan pendapatan petani perkebunan terutama kelapa sawit. Selain itu, turunnya harga minyak dunia, pemberlakuan Permendag Nomor 21 tahun 2019 dan Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (Permen ESDM) Nomor 42 tahun 2018 mengenai Prioritas Produksi Hasil Pertambangan untuk Kebutuhan Industri Pengolahan Domestik menjadi faktor penyebab terkontraksinya ekspor luar negeri. Adapun faktor penahan laju pertumbuhan ekonomi Riau yang lebih tinggi dari sisi lapangan usaha bersumber dari kontraksi pada sektor pertambangan yang terus berlanjut akibat natural declining. Memasuki triwulan II 2019, perekonomian Riau diperkirakan tumbuh positif, berada pada kisaran 1,95-2,45% (yoy), melambat dibandingkan realisasi triwulan I 2019. Perlambatan utamanya bersumber dari konsumsi pemerintah dan investasi. Sedangkan dari sisi lapangan usaha, perlambatan utamanya didorong oleh sektor industri pengolahan dan konstruksi, serta kontraksi sektor pertambangan. Meredanya intensitas pengeluaran/belanja Pemilu serta menurunnya Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Provinsi Riau mendorong perlambatan konsumsi Pemerintah. Sementara itu, telah berlalunya carry over penyelesaian 3 infrastruktur strategis Provinsi Riau yakni: Jembatan Siak IV, Flyover SKA, dan Flyover Arengka, 9 LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI RIAU Perkembangan Ekonomi Makro Daerah serta banyaknya libur yang menyebabkan berkurangnya intensitas konstruksi menahan pertumbuhan investasi dan kinerja sektor konstruksi. Selain itu, melambatnya pertumbuhan sektor industri pengolahan disebabkan oleh berlalunya aktivitas Pemilu dimana pada triwulan I 2019 permintaan produksi kertas, pencetakan, dan makanan minuman meningkat dalam rangka persiapan Pemilu. Perlambatan perkiraan pertumbuhan ekonomi Riau triwulan II 2019 yang lebih dalam tertahan oleh meningkatnya konsumsi rumah tangga dan ekspor luar negeri. Meningkatnya konsumsi rumah tangga didorong oleh kenaikan pendapatan karena adanya kenaikan gaji Aparatur Sipil Negara (ASN) sekitar 5% per April 2019, adanya Tunjangan Hari Raya (THR), dan pembayaran gaji ke-13 ASN. Sementara itu, membaiknya kontraksi ekspor luar negeri didorong oleh perkiraan meningkatnya ekspor CPO ke India seiring dengan penurunan tarif impor Crude Palm Oil (CPO) dan Refined Palm Oil (RPO) India dari 44% dan 54% menjadi 40% dan 50%. Akselerasi yang lebih tinggi tertahan oleh adjustment ekspor minyak bumi pasca diberlakukannya Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 21 Tahun 2019 mengenai Prioritas Hasil Pertambangan untuk Dalam Negeri. Selain itu, peningkatan dari sisi lapangan usaha bersumber dari sektor pertanian seiring dengan membaiknya harga komoditas kelapa sawit, berlalunya puncak musim hujan, dan semakin banyak intensifikasi yang dilakukan banyak perkebunan sawit antara lain melalui mekanisasi proses panen dan pengangkutan TBS. Melambatnya pertumbuhan ekonomi Riau diperkirakan terus terjadi hingga triwulan III 2019, berada pada kisaran 1,90-2,40% (yoy), sedikit lebih rendah dibandingkan perkiraan triwulan II 2019. Perlambatan dari sisi penggunaan, diperkirakan bersumber dari konsumsi rumah tangga dan konsumsi pemerintah. Melambatnya konsumsi rumah tangga dipengaruhi oleh tidak adanya kenaikan pendapatan dan perkiraan kontraksi harga minyak yang lebih dalam. Sementara itu, melambatnya konsumsi pemerintah dipengaruhi oleh turunnya APBD Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota di Riau sekitar 2,3% dari APBD tahun 2018. Selain itu, perlambatan dari sisi lapangan usaha bersumber dari sektor pertanian akibat puncak musim kemarau yang berpotensi mengganggu produktivitas panen. Perlambatan yang lebih dalam tertahan oleh meningkatnya investasi dan ekspor luar negeri. Sedangkan dari sisi lapangan usaha peningkatan bersumber dari sektor 10 GE LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI RIAU Perkembangan Ekonomi Makro Daerah konstruksi dan industri pengolahan. Secara umum, meningkatnya investasi dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain: (i) sedikitnya tanggal merah atau hari libur mendorong peningkatan intensitas konstruksi, (ii) semakin membaiknya harga CPO, dan (iii) kepastian hasil Pemilu menjadi insentif dunia usaha untuk meningkatkan investasinya. Sedangkan meningkatnya ekspor luar negeri didorong oleh perkiraan meningkatnya ekspor CPO ke India sehingga turut mendorong pertumbuhan sektor industri pengolahan. 2. PDRB SISI PENGGUNAAN Pertumbuhan ekonomi Riau pada triwulan I 2019 tercatat lebih tinggi dibandingkan triwulan IV 2018. Dari sisi penggunaan, peningkatan tersebut didorong oleh investasi, konsumsi pemerintah, dan konsumsi LNPRT. Meningkatnya pertumbuhan investasi sejalan dengan carry over penyelesaian proyek utama Pemerintah Provinsi Februari 2019 antara lain: Jembatan Siak IV, Flyover Riau 2018 pada Januari Simpang SKA, dan Flyover Simpang Arengka. Sementara itu, meningkatnya konsumsi pemerintah dan konsumsi LNPRT didorong oleh meningkatnya intensitas belanja barang dan jasa untuk keperluan persiapan Pemilu 2019. Laju pertumbuhan ekonomi Riau yang lebih tinggi tertahan oleh melambatnya konsumsi rumah tangga dan ekspor luar negeri. Tabel 1.1. Pertumbuhan Ekonomi Riau Sisi Penggunaan (yoy) I Growth (% yoy) 2018 2018 II III IV 1. Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga 2.72 4.15 3.06 3.31 3.31 2.25 1.00 1.51 1.07 1.20 1.20 0.85 2. Pengeluaran Konsumsi LNPRT 7.53 11.21 11.96 6.31 9.25 14.23 0.04 0.06 0.06 0.03 0.05 0.08 3. Pengeluaran Konsumsi Pemerintah 6.95 3.69 8.74 (13.11) 0.44 5.50 0.24 0.13 0.32 -0.51 0.02 0.20 4. Pembentukan Modal Tetap Bruto 6.36 7.65 3.60 1.62 4.75 1.79 2.26 2.64 1.18 0.55 1.62 0.64 5. Ekspor Luar Negeri 0.39 (3.72) 3.99 (1.94) (0.29) (27.24) 0.11 -1.00 1.19 -0.57 -0.08 -5.81 6. Impor Luar Negeri 3.74 5.33 (6.70) (0.82) 0.14 (22.74) 0.19 0.27 -0.33 -0.05 0.01 -1.08 7. Net Ekspor (1.28) (5.66) 1.95 1.53 (0.77) 2.69 (0.29) (1.37) 0.52 0.38 (0.19) 0.57 2.94 1.28 2.34 2.88 2.84 2.34 2.94 1.28 2.34 2.88 Komponen Penggunaan PDRB 2.84 2.34 2019 I Kontribusi Pertumbuhan (% yoy) 2018 2018 II III IV I 2019 I Sumber : BPS 11 LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI RIAU Perkembangan Ekonomi Makro Daerah 2.1. Konsumsi Konsumsi rumah tangga Provinsi Riau pada triwulan I 2019 tercatat sebesar 2,25% (yoy), melambat jika dibandingkan triwulan IV 2018 yang sebesar 3,31% (yoy). Perlambatan tersebut dipengaruhi oleh turunnya pendapatan petani perkebunan yang menjadi sumber utama penghasilan masyarakat Riau. Di sisi lain, konsumsi LNPRT dan konsumsi pemerintah menunjukkan peningkatan. Konsumsi LNPRT dan konsumsi pemerintah pada triwulan I 2019 masing-masing tercatat tumbuh 14,23% dan 5,50% (yoy), meningkat dibandingkan triwulan IV 2018 yang masing-masing sebesar 6,31% dan kontraksi 13,11% (yoy). Peningkatan tersebut utamanya didorong oleh meningkatnya intensitas belanja barang dan jasa untuk keperluan Pemilu 2019. Melambatnya Konsumsi Rumah Tangga sejalan dengan menurunnya pendapatan terutama petani perkebunan rakyat (Grafik 1.2). Hal ini terlihat dari indeks yang diterima petani perkebunan rakyat pada triwulan I 2019 yang mengalami penurunan sebesar 8,48% (yoy). Selain itu, menurunnya konsumsi rumah tangga juga searah dengan perkembangan kredit konsumsi di Riau (Grafik 1.3) yang pada triwulan I 2019 tercatat tumbuh 9,14% (yoy), melambat dibandingkan triwulan IV 2018 yang sebesar 9,71% (yoy). Disamping itu, perlambatan konsumsi rumah tangga juga tercermin dari hasil Survei Konsumen Bank Indonesia (Grafik 1.4 dan Grafik 1.5). 35,000 14 30,000 12 25,000 10 20,000 8 15,000 6 10,000 4 5,000 2 - 0 I II III IV 2014 I II III IV 2015 Kredit Konsumsi Sumber: BPS % yoy Grafik 1.3. Kredit Konsumsi Rp Miliar Grafik 1.2. NTP Subsektor Riau I II III IV 2016 I II III IV 2017 I II III IV 2018 I 2019 Growth (% yoy) Sumber: LBU Bank Indonesia 12 GE LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI RIAU Grafik 1.4. Perkembangan Kondisi Konsumen Riau Perkembangan Ekonomi Makro Daerah Grafik 1.5. Perkembangan Indeks Survei Ekspektasi Konsumen Riau 140 IKK 160 140 130 120 120 100 IEK Garis 100 110 80 100 60 90 40 I II III 2014 IV I II III 2015 IV I II III IV I 2016 II III IV 2017 I II III IV 2018 I 2019 80 70 Indeks Kegiatan Usaha Indeks Penghasilan Konsumen Garis 100 I II III 2014 Sumber: Survei Konsumen Bank Indonesia IV I II III 2015 IV I II III 2016 IV I II III IV 2017 I II III 2018 IV I 2019 Sumber: Survei Konsumen Bank Indonesia Ke depan, konsumsi rumah tangga pada triwulan II 2019 diperkirakan tumbuh meningkat sejalan dengan mulai berlaku efektifnya kenaikan gaji ASN sekitar 5% beserta rapel kenaikan yang dibayarkan pada April 2019, THR dan gaji ke-13 ASN yang lebih tinggi dibandingkan 2018 akibat kenaikan gaji pokok, dan perkiraan pertumbuhan harga CPO triwulan berjalan yang membaik dibandingkan pertumbuhan harga triwulan I 2019. Sementara itu, konsumsi LNPRT dan konsumsi pemerintah pada triwulan II 2019 diperkirakan tumbuh melambat. Kondisi tersebut disebabkan oleh berkurangnya intensitas pengeluaran/belanja untuk Pemilu, serta berkurangnya APBD Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota di Riau sekitar 2,3% dibandingkan APBD 2018. 2.2. Investasi (PMTB) Investasi Provinsi Riau tercatat tumbuh meningkat dari 1,62% (yoy) pada triwulan IV 2018 menjadi 1,79% (yoy) pada triwulan I 2019. Peningkatan tersebut sejalan dengan carry over penyelesaian infrastruktur utama Pemerintah Provinsi Riau 2018 pada Januari-Februari 2019, antara lain: Jembatan Siak IV, Flyover SKA, dan Flyover Arengka. Meningkatnya kinerja investasi pada triwulan laporan juga tercermin dari perkembangan kredit investasi (Grafik 1.6) dan kredit konstruksi (Grafik 1.7) yang masing-masing tumbuh sebesar 9,08% dan 21,96% (yoy), lebih tinggi dibandingkan triwulan IV 2018 yang masing-masing tumbuh 5,18% dan 16,34% (yoy). 13 LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI RIAU Grafik 1.7. Kredit Konstruksi Riau 25 17,000 20 16,500 15 16,000 10 15,500 5 15,000 0 14,500 -5 14,000 -10 13,500 -15 I II III IV 2014 I II III IV 2015 I II III IV 2016 Kredit Investasi I II III IV I 2017 II III IV 2018 2,500 30 25 2,000 20 15 1,500 10 % yoy 30 17,500 % yoy 18,000 Rp Miliar Rp Miliar Grafik 1.6. Kredit Investasi Riau Perkembangan Ekonomi Makro Daerah 5 1,000 0 -5 500 -10 -15 - -20 I I II III IV 2014 2019 I II III IV I 2015 II III IV 2016 Sumber: LBU Bank Indonesia II III IV I 2017 Kredit Konstruksi Growth (% yoy) I II III IV 2018 I 2019 Growth (% yoy) Sumber: LBU Bank Indonesia Jika dilihat dari perkembangan data Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) dan Penanaman Modal Asing (PMA) di Provinsi Riau, pertumbuhan investasi yang meningkat utamanya bersumber dari perbaikan kontraksi PMA. Pada triwulan I 2019, realisasi investasi PMA (Grafik 1.8) tercatat kontraksi 27,84% (yoy), membaik dibandingkan triwulan sebelumnya yang kontraksi hingga 59,67% (yoy). Membaiknya realisasi nilai investasi PMA tersebut terutama bersumber dari sektor tersier yaitu subsektor (i) Listrik, Gas, dan Air; (ii)Transportasi, Gudang, dan Telekomunikasi, dan (iii) Perumahan, Kawasan Industri, dan Perkantoran. Sebaliknya, realisasi investasi PMDN (Grafik 1.9) tercatat menurun dari kontraksi 32,30% (yoy) pada triwulan IV 2018 menjadi kontraksi 42,56% (yoy) pada triwulan I 2019. Penurunan tersebut utamanya bersumber dari sektor primer (tanaman pangan dan perkebunan) dan sektor sekunder (industri makanan). Grafik 1.8. Perkembangan Nilai Realisasi PMDN di Provinsi Riau Rp Juta Realisasi PMDN 4,500,000 4,000,000 3,500,000 3,000,000 2,500,000 2,000,000 1,500,000 1,000,000 500,000 - % yoy growth PMDN 600 500 400 300 200 100 0 -100 -200 I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I 2014 2015 2016 2017 2018 2019 Sumber: Badan Koordinasi Penanaman Modal Grafik 1.9. Perkembangan Nilai Realisasi PMA di Provinsi Riau Rp Juta Realisasi PMDN 4,500,000 4,000,000 3,500,000 3,000,000 2,500,000 2,000,000 1,500,000 1,000,000 500,000 - % yoy growth PMDN 600 500 400 300 200 100 0 -100 -200 I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I 2014 2015 2016 2017 2018 2019 Sumber: Badan Koordinasi Penanaman Modal \ Ke depan, pertumbuhan investasi Riau pada triwulan II 2019 diperkirakan sedikit melambat. Perlambatan tersebut sejalan dengan telah berlalunya carry over 14 LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI RIAU Perkembangan Ekonomi Makro Daerah penyelesaian infrastruktur strategis Provinsi Riau yaitu: Jembatan Siak IV, Flyover SKA, dan Flyover Arengka, serta banyaknya libur sehingga intensitas konstruksi berkurang. 2.3 Ekspor dan Impor 2.3.1. Ekspor Ekspor luar negeri pada triwulan I 2019 mengalami kontraksi sebesar 27,24% (yoy), menurun dibandingkan triwulan IV 2018 yang kontraksi sebesar 1,94% (yoy). Deselerasi ekspor tersebut utamanya terjadi pada komoditas migas seiring dengan turunnya harga minyak dunia dan pemberlakuan Permendag Nomor 21 tahun 2019 dan Permen ESDM Nomor 42 tahun 2018 mengenai prioritas produksi hasil pertambangan untuk kebutuhan industri pengolahan domestik. Turunnya ekspor luar negeri juga terkonfirmasi dari hasil liaison Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau pada triwulan I 2019. Contact di subsektor industri pengolahan kelapa sawit secara perlahan mengubah orientasi penjualan dari ekspor ke domestik seiring dengan kebijakan pemerintah atas perluasan penggunaan bahan bakar biodiesel atau B20 ke non-PSO (Public Service Obligation). Selain itu, implementasi Renewable Energy Directive (RED) II Eropa terhadap produk turunan kelapa sawit juga menjadi faktor penyebab turunnya ekspor CPO. Adapun peningkatan ekspor terjadi pada subsektor industri pengolahan pulp seiring dengan meningkatnya permintaan India dan Tiongkok. Volume 4,000 Grafik 1.11. Perkembangan Volume Ekspor Pulp Riau 900 growth 80 3,500 0 1,000 -20 500 0 -40 I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I 2014 2015 2016 2017 2018 2019 Sumber: Dirjen Bea Cukai, diolah ribu ton 1,500 % yoy 20 20 10 600 40 2,000 growth 700 60 3,000 2,500 Volume 800 0 500 -10 400 300 % yoy Grafik 1.10. Perkembangan Volume Ekspor CPO Riau ribu ton GE -20 200 -30 100 0 -40 I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I 2014 2015 2016 2017 2018 2019 Sumber: Dirjen Bea Cukai, diolah Kedepan, kinerja ekspor luar negeri pada triwulan II 2019 diperkirakan meningkat. Peningkatan tersebut utamanya didorong oleh perbaikan kontraksi ekspor luar negeri seiring dengan perkiraan meningkatnya ekspor minyak kelapa sawit ke India 15 LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI RIAU Perkembangan Ekonomi Makro Daerah dan Tiongkok. Perkiraan membaiknya ekspor CPO dan RPO ke India sejalan dengan diturunkannya tarif impor produk dimaksud dari masing-masing sebesar 44% dan 54% menjadi 40% dan 50% per Januari 2019 sehingga menyebabkan produk tersebut semakin kompetitif dibandingkan produk minyak nabati lainnya. Selain itu, membaiknya ekspor minyak kelapa sawit Riau ke India juga dibantu oleh membaiknya ekspor minyak kelapa sawit Riau ke Bangladesh dan Pakistan yang merupakan anggota SAFTA (South Asian Free Trade Area) bersama India. Adapun prospek meningkatnya ekspor minyak kelapa sawit Riau ke Tiongkok sejalan dengan kembali meningkatnya eskalasi perang dagang Amerika Serikat dengan Tiongkok yang membuat Tiongkok masih menghambat impor minyak kedelai dari Amerika Serikat. Kondisi tersebut menyebabkan impor minyak kelapa sawit Tiongkok sebagai substitusi minyak kedelai sejak Juni 2018 menunjukkan tren peningkatan, termasuk impor dari Riau. 2.3.2. Impor Impor luar negeri Provinsi Riau pada triwulan I 2019 mengalami kontraksi sebesar 22,74% (yoy), menurun dibandingkan triwulan IV 2018 yang terkontraksi sebesar 0,82% (yoy). Kontraksi tersebut utamanya bersumber dari impor barang konsumsi dan barang modal. Menurunnya impor barang konsumsi (sejalan dengan menurunnya konsumsi rumah tangga yang terindikasi dari menurunnya pendapatan masyarakat. Sedangkan menurunnya impor barang modal turut dipengaruhi oleh penyelesaian proyek infrastruktur strategis di akhir tahun 2018. Grafik 1.13. Impor Barang Modal Grafik 1.12. Impor Barang Konsumsi Barang Konsumsi Ribu Ton 40 growth % yoy Ribu Ton 600 120 35 500 30 400 25 300 20 200 15 100 10 - 5 (100) - (200) I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I 2014 2015 2016 2017 2018 Sumber : Dirjen Bea Cukai, diolah 2019 Barang Modal % yoy growth 800 700 600 500 400 300 200 100 (100) (200) 100 80 60 40 20 I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I 2014 2015 2016 2017 2018 2019 Sumber : Dirjen Bea Cukai, diolah 16 GE LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI RIAU Perkembangan Ekonomi Makro Daerah Kontraksi impor luar negeri pada triwulan II 2019 diperkirakan membaik. Perbaikan tersebut didorong oleh akselerasi ekspor yang turut mendorong akselerasi impor utamanya impor bahan kimia sebagai katalis produksi minyak kelapa sawit dan turunannya. 3. PDRB LAPANGAN USAHA Pertumbuhan ekonomi Riau pada triwulan I 2019 tercatat lebih tinggi dibandingkan triwulan IV 2018. Dari sisi lapangan usaha, peningkatan tersebut didorong oleh sektor pertanian, industri pengolahan, dan konstruksi. Meningkatnya permintaan domestik terhadap kertas, pencetakan, dan makanan minuman menjelang Pemilu 2019 mendorong meningkatnya pertumbuhan industri pengolahan yang disertai dengan meningkatnya permintaan bahan baku ditengah perbaikan harga komoditas turut mendorong pertumbuhan sektor pertanian. Disamping itu, meningkatnya harga dan upaya intensifikasi perusahaan perkebunan dan membaiknya harga komoditas juga turut mendorong pertumbuhan sektor pertanian. Selain itu, carry over penyelesaian infrastruktur utama tahun 2018 yaitu Jembatan Siak IV, Flyover SKA, dan Flyover Arengka juga mendorong kenaikan kinerja sektor konstruksi. Akselerasi pertumbuhan ekonomi Riau yang lebih tinggi tertahan oleh melambatnya kontraksi pada sektor pertambangan yang terus berlanjut akibat natural declining. Selain itu, turunnya harga minyak dunia, pemberlakuan Permendag Nomor 21 tahun 2019, dan Permen ESDM Nomor 42 tahun 2018 mengenai Prioritas Produksi Hasil Pertambangan untuk Kebutuhan Industri Pengolahan Domestik juga turut mempengaruhi kinerja sektor pertambangan yang didominasi oleh subsektor pertambangan minyak dan gas bumi. 17 LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI RIAU Perkembangan Ekonomi Makro Daerah Tabel 1.2. Pertumbuhan Ekonomi Riau Sisi Lapangan Usaha Dengan Migas (yoy,%) Growth (% yoy) Komponen Sektoral 2018 Kontribusi Pertumbuhan (% yoy) 2018 2019 2018 2018 2019 I II III IV 1 Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 6.42 3.21 5.88 2.14 2 Pertambangan dan Penggalian -4.95 -5.69 -6.15 -5.14 -5.48 -3.56 -1.33 -1.61 -1.76 -1.41 -1.52 -0.91 3 Industri Pengolahan 2.99 3.84 5.30 2.04 3.53 6.31 0.74 0.92 1.30 0.51 0.87 1.61 4 Pengadaan Listrik, Gas 1.80 5.41 5.87 1.79 3.69 7.75 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.01 5 Pengadaan Air -1.49 -1.35 0.62 1.27 -0.23 3.10 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 4 Konstruksi 7.41 7.21 3.65 3.97 5.46 5.37 0.64 0.63 0.32 0.37 0.48 0.49 5 Perdagangan Besar, Eceran, Rep. Mobil Motor 6.87 7.34 5.83 5.87 6.47 4.80 0.66 0.74 0.56 0.58 0.63 0.49 8 Transportasi dan Pergudangan 3.47 4.26 2.81 2.58 3.27 2.05 0.03 0.04 0.02 0.02 0.03 0.02 4.37 I I II III IV 2.16 1.52 0.72 1.29 0.47 0.98 I 0.49 9 Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 4.55 4.26 5.30 4.56 4.67 3.53 0.02 0.02 0.03 0.03 0.03 0.02 10 Informasi dan Komunikasi 5.69 5.02 5.54 6.89 5.79 5.45 0.04 0.03 0.04 0.05 0.04 0.04 11 Jasa Keuangan 0.38 5.54 7.91 4.79 4.64 2.32 0.00 0.05 0.07 0.04 0.04 0.02 12 Real Estate 3.07 4.82 3.65 4.19 3.94 3.38 0.03 0.04 0.03 0.04 0.03 0.03 13 Jasa Perusahaan 9.59 8.00 7.91 7.41 8.19 3.59 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 14 Adm Pemerintahan, Pertahanan & Jam. Sos. 1.10 3.43 0.38 -0.89 0.98 3.54 0.02 0.05 0.01 -0.01 0.01 0.05 15 Jasa Pendidikan 4.65 5.41 4.91 4.38 4.83 4.86 0.02 0.03 0.03 0.02 0.02 0.03 16 Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 5.54 5.14 4.73 6.82 5.57 5.71 0.01 0.01 0.01 0.01 0.01 0.01 17 Jasa lainnya 9.43 8.56 7.59 9.15 8.67 8.39 0.05 0.04 0.04 0.05 0.04 0.04 2.84 2.34 2.94 1.28 2.34 2.88 2.84 2.34 2.94 1.28 2.34 2.88 PDRB Sumber : BPS Provinsi Riau, diolah 3.1. Sektor Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan Sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan Provinsi Riau pada triwulan I 2019 tercatat tumbuh sebesar 2,16% (yoy), sedikit meningkat jika dibandingkan dengan pertumbuhan triwulan IV 2018 yang sebesar 2,14% (yoy). Peningkatan tersebut dipengaruhi oleh meningkatnya permintaan bahan baku karena meningkatnya permintaan kertas, pencetakan, dan makanan minuman menjelang Pemilu pada tanggal 17 April 2019. Disamping itu, meningkatnya upaya intensifikasi perusahaan perkebunan ditengah tidak diperbolehkannya ekspansi dan penanaman kembali di area fungsi lindung ekosistem gambut sebagaimana yang diatur dalam Peraturan Menteri (Permen) Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Nomor P.17/2017 tentang Perubahan Atas Permen LHK Nomor P.12/2015 tentang Pengembangan Hutan Tanaman Industri juga turut mendorong pertumbuhan sektor pertanian. Disamping itu, perbaikan harga komoditas Tandan Buah Segar (TBS) dan karet lokal (Bokar) juga menjadi faktor pendorong kinerja sektor ini sebagaimana yang ditunjukkan grafik berikut: 18 LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI RIAU Grafik 1.14. Perkembangan Harga TBS TBS Grafik 1.15. Perkembangan Harga Bokar 25,000 50 yoy TBS 1,900 40 1,800 30 1,700 Perkembangan Ekonomi Makro Daerah 60.00 Bokar 50.00 yoy Bokar 20,000 40.00 30.00 10 1,500 0 1,400 -10 1,300 1,200 -20 1,100 -30 1,000 15,000 20.00 10,000 - Rp/Kg 1,600 % yoy 20 10.00 (10.00) 5,000 (20.00) -40 I II II IV 2014 I II II IV 2015 I II III IV 2016 I II III IV 2017 I II III IV 2018 %yoy 2,000 Rp/Kg (30.00) I - 2019 (40.00) I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I 2014 2015 2016 2017 2018 Sumber: Dinas Tanaman Pangan Riau 2019 Sumber : GAPKINDO Meningkatnya pertumbuhan sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan juga terindikasi dari Saldo Bersih Tertimbang (SBT) Survei Kegiatan Dunia Usaha (SDKU) Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau. Pada triwulan I 2019, SBT sektor pertanian tercatat sebesar 2,74%, meningkat jika dibandingkan triwulan IV 2018 yang kontraksi 4,63%. Meningkatnya perkiraan pertumbuhan sektor ini juga sejalan dengan meningkatnya perkiraan SBT sektor pertanian dari 2,74% pada triwulan laporan menjadi 5,07% pada triwulan II 2019. Grafik 1.16. SBT Sektor Pertanian dan PDRB Riau SBT Sektor Pertanian 8.00 Growth PDRB (yoy) 5.00 6.00 4.00 4.00 3.00 2.00 2.00 1.00 0.00 %yoy SBT GE 0.00 -2.00 -1.00 -4.00 -2.00 -6.00 -3.00 I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I 2014 2015 2016 2017 2018 2019 Sumber : BPS dan SKDU Bank Indonesia Selain itu, meningkatnya kinerja sektor pertanian juga tercermin dari perkembangan kredit perkebunan kelapa sawit dan karet di Provinsi Riau. Pada triwulan I 2019, kredit perkebunan kelapa sawit (Grafik 1.17) tumbuh sebesar 10,21% (yoy), lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan triwulan IV 2018 yang sebesar 9,32% (yoy). Sementara itu, kredit perkebunan karet (Grafik 1.18) tumbuh meningkat dari 19 LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI RIAU Perkembangan Ekonomi Makro Daerah kontraksi 2,35% (yoy) pada triwulan IV 2018, menjadi tumbuh positif 0,15% (yoy) pada triwulan I 2019. 500 20 10,000 15 8,000 10 6,000 5 4,000 0 30 400 Rp Miliar 12,000 40 450 % yoy Rp Miliar Grafik 1.18. Kredit Perkebunan Karet 25 350 20 300 10 250 200 0 150 -10 100 2,000 -5 - -10 I II III IV 2014 I II III IV 2015 Kredit Perkebunan Sawit I II III IV 2016 I II III IV I 2017 II III IV 2018 I % yoy Grafik 1.17 Kredit Perkebunan Sawit 14,000 -20 50 - -30 I 2019 Growth (% yoy) Sumber: LBU Bank Indonesia II III IV I 2014 II III IV 2015 I II III IV 2016 Kredit Perkebunan Karet I II III IV I 2017 II III IV 2018 I 2019 Growth (% yoy) Sumber: LBU Bank Indonesia Perkembangan indikator terkini mengindikasikan bahwa pada triwulan II 2019 kinerja sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan Provinsi Riau meningkat jika dibandingkan triwulan I 2019. Peningkatan tersebut sejalan dengan berlalunya puncak musim hujan pada awal tahun 2019, serta semakin banyaknya intensifikasi yang dilakukan perusahaan kelapa sawit melalui mekanisasi proses panen dan pengangkutan TBS ditengah perbaikan harga komoditas. 3.2. Sektor Pertambangan dan Penggalian Sektor pertambangan dan penggalian Riau pada triwulan I 2019 tercatat mengalami kontraksi 3,56% (yoy), membaik jika dibandingkan kontraksi triwulan IV 2018 yang sebesar 5,14% (yoy). Perbaikan kontraksi tersebut didorong oleh meningkatnya lifting minyak (Grafik 1.19) yang membaik dari kontraksi 12,71% (yoy) pada triwulan lalu menjadi kontraksi 11,03% (yoy) pada triwulan I 2019. Kondisi sektor pertambangan yang cenderung kontraksi juga tercermin dari SKDU Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau pada triwulan I 2019 (Grafik 1.20). 20 LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI RIAU Lifting (LHS) Perkembangan Ekonomi Makro Daerah Grafik 1.20. Perkembangan Kegiatan Usaha Sektor Pertambangan growth (RHS) SBT Sektor Pertambangan Growth PDRB (yoy) - 80.00 300.00 (2.00) 60.00 4.00 (4.00) 40.00 3.00 20.00 2.00 0.00 1.00 (10.00) -20.00 0.00 (12.00) -40.00 -1.00 50.00 (14.00) -60.00 -2.00 - (16.00) -80.00 (6.00) 200.00 (8.00) 150.00 100.00 I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I* 2014 2015 2016 2017 2018 2019 Sumber: SKK Migas, diolah SBT 250.00 yoy,% 350.00 5.00 %yoy Grafik 1.19. Perkembangan Volume Lifting Minyak Riau ribu barel/hari GE -3.00 I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I 2014 2015 2016 2017 2018 2019 Sumber: BPS dan SKDU Bank Indonesia Ke depan, kinerja lifting minyak bumi di Riau pada triwulan II 2019 diperkirakan terkontraksi lebih dalam dibandingkan realisasi triwulan I 2019. Kondisi ini tersebut sejalan dengan perkiraan melambatnya harga minyak dunia di tengah masih terjadinya natural declining lifting minyak Riau. Adapun upaya untuk peningkatan lifting tersebut melalui teknologi enhanced oil recovery (EOR) dengan injeksi sulfaktan terkendala biaya investasi yang tinggi sehingga belum dilakukan. 3.3. Sektor Industri Pengolahan Kinerja sektor industri pengolahan tercatat meningkat dari 2,13% (yoy) pada triwulan IV 2018 menjadi 6,31% (yoy) pada triwulan I 2019. Meningkatnya pertumbuhan sektor industri pengolahan tersebut didorong oleh meningkatnya permintaan domestik terhadap kertas, pencetakan, dan makanan minuman menjelang Pemilu 2019. Selain itu, membaiknya harga komoditas CPO dan karet dunia turut mendorong kinerja sektor ini. Harga CPO (Grafik 1.21) pada triwulan lalu tercatat kontraksi 26,72% (yoy), membaik menjadi kontraksi 18,40% (yoy) pada triwulan I 2019. Demikian juga dengan harga karet (Grafik 1.22) yang pada triwulan I 2019 tumbuh 12,05% (yoy), meningkat dibandingkan triwulan IV 2018 yang kontraksi 13,79% (yoy). 21 LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI RIAU Grafik 1.21. Perkembangan Harga CPO CPO 1,200 3.00 yoy CPO 100.00 Karet Dunia yoy Karet 30 80.00 2.50 20 1,000 60.00 2.00 0 600 -10 400 -20 200 -30 - USD/Kg 10 800 % yoy USD/MT Grafik 1.22. Perkembangan Harga Karet 40 40.00 1.50 20.00 1.00 - 0.50 (20.00) -40 I II II IV I II II IV I II III IV I II III IV I II III IV I 2014 2015 2016 2017 2018 2019 %yoy 1,400 Perkembangan Ekonomi Makro Daerah - (40.00) I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I 2014 Sumber: Bloomberg 2015 2016 2017 2018 2019 Sumber : Bloomberg Pertumbuhan sektor industri pengolahan pada triwulan II 2019 diperkirakan melambat dari realisasi triwulan I 2019 seiring dengan berlalunya aktivitas Pemilu. Pada triwulan I 2019 aktivitas pemilu mendorong permintaan produksi kertas, pencetakan, dan makanan minuman sehingga pada triwulan II 2019 terjadi normalisasi permintaan produk dimaksud di tengah membaiknya permintaan CPO dari India. 3.4. Sektor Konstruksi Kinerja sektor konstruksi pada triwulan I 2019 tercatat sebesar 5,37% (yoy), meningkat jika dibandingkan triwulan IV 2018 yang sebesar 3,97% (yoy). Meningkatnya kinerja konstruksi sejalan denga carry over penyelesaian infrastruktur utama Pemerintah Provinsi Riau 2018 pada Januari Februari 2019 antara lain: Jembatan Siak IV, Flyover Simpang SKA, dan Flyover Simpang Arengka. Meningkatnya pertumbuhan sektor konstruksi juga tercermin dari kenaikan konsumsi semen (Grafik 1.23) yang pada triwulan I 2019 tumbuh 0,62% (yoy), meningkat dibandingkan triwulan IV 2018 yang kontraksi 17,50% (yoy). Selain itu, meningkatnya aktifitas konstruksi juga terkonfirmasi dari hasil liaison Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau triwulan I 2019 sebagaimana likert scale investasi pada Grafik 1.24. 22 LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI RIAU Perkembangan Ekonomi Makro Daerah Grafik.1.23 Konsumsi Semen Grafik.1.24. LS Investasi Riau 1.60 Konsumsi Semen 700 g-yoy 1.40 20 1.20 15 1.00 10 0.80 400 5 0.60 300 0 500 -5 200 -10 100 -15 0 -20 I II III IV 2014 I II III IV 2015 I II III IV 2016 I II III IV 2017 I II III IV 2018 Sumber: Asosiasi Semen Indonesia I 2019 %yoy 25 600 ribu ton GE Investasi Perkiraan Investasi 0.40 0.20 0.00 -0.20 -0.40 I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I Apr 2014 2015 2016 2017 2018 2019 Sumber: Liaison Bank Indonesia Memasuki triwulan II 2019, sektor konstruksi diperkirakan tumbuh melambat. Perlambatan tersebut dipengaruhi carry over penyelesaian infrastruktur strategis Provinsi Riau yang telah berakhir, serta banyaknya libur sehingga intensitas konstruksi berkurang. 23 Boks 1 ALTERNATIF SUMBER PERTUMBUHAN EKONOMI BARU RIAU Badan Pusat Statistik (BPS) pada rilis Berita Resmi Statistik tanggal 6 Mei 2019 menyatakan bahwa sejak triwulan I 2019 Riau tidak lagi merupakan provinsi dengan Volume (size) ekonomi terbesar di luar Jawa, dengan angka PDRB (ADHB) sebesar Rp184,51 triliun, atau sekitar 4,79% dari volume perekonomian nasional. Adapun provinsi yang kini menduduki peringkat pertama dengan volume ekonomi terbesar di luar Jawa adalah Sumatera Utara dengan volume ekonomi pada triwulan I 2019 sekitar 4,98% dari volume perekonomian nasional. Turunnya peringkat Riau terkait langsung dengan perlambatan pertumbuhan ekonomi Riau dalam 10 tahun terakhir, yang apabila tidak dikendalikan dikhawatirkan akan semakin menggerus pendapatan dan daya beli masyarakat Riau. Grafik B1.1 Pertumbuhan Ekonomi Riau dan Sumatera Utara Rendahnya pertumbuhan ekonomi Riau tidak terlepas dari belum begitu beragamnya sektor penopang pertumbuhan ekonomi di Riau. Setidaknya sekitar 74% perekonomian Riau selama ini ditopang oleh sektor-sektor yang berbasis dan terkait erat dengan sumber daya alam (SDA), khususnya minyak bumi dan kelapa sawit. Sektor-sektor penopang dimaksud yaitu sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan dengan pangsa 23%, sektor pertambangan dan penggalian dengan pangsa 25%, dan sektor industri pengolahan dengan pangsa 26%. Meskipun memiliki pangsa terbesar, industri utama di sektor industri pengolahan umumnya masih terkait erat dengan SDA, antara lain industri pengilangan minyak bumi, industri pengolahan minyak kelapa sawit, dan industri pengolahan kertas dan bubur kertas (pulp). Grafik B1.2 Kontribusi Lapangan Usaha Utama Riau 2011 Tw I 2019 Sumbangan sektor-sektor yang berbasis dan terkait erat dengan SDA Terpusatnya perekonomian Riau pada sektor-sektor yang berbasis SDA tentu menyebabkan ekonomi Riau rentan terhadap dinamika komoditas gobal, terutama minyak bumi dan kelapa sawit. Berdasarkan data empiris, apabila nilai produksi minyak bumi Riau dan harga minyak kelapa sawit dunia tumbuh meningkat, perekonomian Riau juga tumbuh meningkat. Begitu pula sebaliknya, saat nilai produksi minyak bumi Riau dan harga minyak kelapa sawit dunia tumbuh melambat, perekonomian Riau juga cenderung untuk tumbuh melambat. Yang perlu dikhawatirkan adalah apabila kedua komoditas ini mengalami kontraksi yang tajam, seperti yang terjadi pada tahun 2015, dimana pada saat harga minyak dan kelapa sawit anjlok, pertumbuhan ekonomi Riau hanya 0,2%. Grafik B1.3 Pertumbuhan Ekonomi Riau, Dinamika Komoditas Minyak Bumi, dan Kelapa Sawit Kedepan, dinamika kedua komoditas tersebut di pasar global diproyeksikan tidak begitu menggembirakan, sehingga perlu segera disiapkan langkah-langkah antisipasi. Penurunan lifting minyak bumi (natural declining) diperkirakan akan terus berlangsung di tengah belum adanya kepastian penerapan Enhanced Oil Recovery (EOR) secara full scale menyusul beralihnya kontrak pengelolaan blok Rokan dari perusahaan swasta ke BUMN pada 2021. Harga minyak dunia ke depan juga diproyeksikan menurun seiring dengan perkiraan meningkatnya produksi minyak AS dan belum pulihnya permintaan dunia, meskipun dimitigasi oleh OPEC+ melalui pengurangan produksi. Sementara itu, peningkatan harga CPO juga diperkirakan akan terbatas sejalan dengan melambatnya permintaan Tiongkok dan Uni Eropa, inventory yang masih cukup tinggi, dan meningkatnya suplai minyak nabati India. Oleh karena itu, untuk mengantisipasi rendahnya daya serap internasional, pemerintah berupaya untuk memperluas penggunaan biodiesel di dalam negeri melalui program B20. Dari sisi perencanaan, kebijakan ekonomi di tingkat lokal juga perlu segera disiapkan, yakni dengan mengembangkan sektor-sektor alternatif yang dapat menjadi sumber pertumbuhan ekonomi baru. Pengembangan sektor-sektor alternatif ini tidak dimaksudkan untuk menggantikan peran sektor utama yang selama ini menopang ekonomi Riau, melainkan untuk menahan perlambatan pertumbuhan ekonomi Riau. Pemetaan terhadap sektor-sektor alternatif dimaksud dilakukan dengan menggunakan Tabel Input-Output (IO) Provinsi Riau tahun 2015 dari BPS.1 Tabel B1.1 Angka Pengganda Nilai Tambah (Diurutkan) Sektor Ekonomi Riau No. Sektor 1 Pengganda Nilai Tambah Peringkat No. Sektor Pengganda Nilai Tambah Peringkat 1 T. Perkebunan 0.998 1 20 I. Lainnya 0.980 20 2 Perdagangan 0.998 2 21 Komunikasi 0.975 21 3 Real Estate 0.997 3 22 TB Makanan 0.971 22 4 Tambang Lainnya 0.997 4 23 I. Petrokimia 0.970 23 5 Perikanan 0.996 5 24 I. Semen 0.970 24 6 I. Hasil Laut 0.996 6 25 Angkutan Air 0.970 25 7 Migas & Panas Bumi 0.995 7 26 Peternakan & Hasilnya 0.968 26 8 Kehutanan 0.995 8 27 Bangunan 0.965 27 9 Jasa Perusahaan 0.994 9 28 Hotel dan Restoran 0.962 28 10 Pemerintahan Umum 0.992 10 29 Angkutan Udara 0.950 29 11 I. Kelapa Sawit 0.992 11 30 Listrik, Gas dan Air Bersih 0.943 30 12 Pengilangan Migas 0.991 12 31 I. Tekstil 0.867 31 13 I. Pulp & Kertas 0.990 13 32 I. Alat Angkutan 0.716 32 14 I. Karet & Barang Karet 0.989 14 33 Padi 0.690 33 15 I. Kayu, Rotan & Bambu 0.989 15 34 I. Barang dari Logam 0.658 34 16 I. MaMin 0.989 16 35 I. Alas Kaki & Kulit 0.000 35 17 Jasa Keuangan dan Asuransi 0.988 17 36 I. Besi, Baja & Logam Dasar 0.000 35 18 Angkutan Darat 0.982 18 37 I. Mesin Listrik & Peralatan 0.000 35 19 Jasa-jasa lainnya 0.982 19 Pengolahan lanjutan dilakukan untuk mengetahui beberapa angka pengganda, antara lain pengganda output, pengganda nilai tambah, pengganda pendapatan rumah tangga, dan pengganda tenaga kerja. Khusus untuk pertumbuhan ekonomi, angka yang dipertimbangan ialah angka pengganda nilai tambah. Dari hasil pemetaan di atas, terdapat 5 (lima) subsektor yang dapat menjadi penyumbang nilai tambah tertinggi, dimana 2 di antaranya tidak terkait langsung dengan SDA, yaitu: (1) perdagangan besar, eceran, dan reparasi, dan (2) real estate. Berdasarkan perhitungan, apabila terdapat peningkatan konsumsi RT, investasi, atau pengeluaran pemerintah sebesar Rp1,- terhadap output sektor perdagangan, PDRB Riau akan bertambah sebesar Rp0,998 ceteris paribus. Korelasi tersebut juga terjadi pada sektor real estate, tambang lainnya, dan perikanan yang mempunyai angka pengganda nilai tambah masing-masing sebesar 0,997, 0,997, dan 0,996. Sektor perdagangan besar, eceran, dan reparasi Riau dapat didorong lebih lanjut mengingat posisi Riau yang berada di tengah pulau Sumatera, serta paling dekat dengan Singapura dan Selat Malaka sebagai salah satu jalur perdagangan dunia. Apabila suatu produk ingin dipasarkan di Sumatera, seharusnya pilihan utama dalam membangun gudang ialah Riau. Begitu juga apabila terdapat produk yang akan diekspor dari Sumatera, seharusnya sebagian produk terutama dari Sumatera bagian selatan dapat diekspor melalui Riau, untuk selanjutnya diteruskan ke Singapura, Tiongkok, India, Eropa, maupun negaranegara utama tujuan ekspor lainnya. Oleh karena itu, beberapa hal kiranya dapat dilakukan untuk mendorong perkembangan sektor perdagangan ini, antara lain: 1. Mengalokasikan/mendorong alokasi sebagian lahan di kawasan industri eksisting untuk juga menjadi kawasan pergudangan/logistik; 2. Menyiapkan paket insentif dalam berinvestasi di kawasan industri dan pergudangan (KIP) dimaksud. Misal, insentif penangguhan pajak alat-alat berat, pajak air permukaan, dan retribusi izin kerja pada 1 2 tahun awal perusahaan beroperasi, dan memungkinkan perusahaan melakukan cicilan dalam membayar pajak/retribusi yang ditangguhkan dalam beberapa tahun setelahnya; 3. Bekerjasama dan mengundang perusahaan swasta nasional yang telah sukses dalam pengembangan KIP untuk melalukan alih pengetahuan (transfer knowledge) dan turut membantu pengembangan KIP yang diinisasi oleh pemerintah, seperti KI Tenayan Raya, KI Tanjung Buton, dsb. Perusahaan swasta nasional tersebut dapat diberi imbalan, misal, penyerahan beberapa persen saham kepemilikan KIP apabila perusahaan tersebut berhasil mendatangkan sejumlah perusahaan untuk beroperasi di KIP (perjanjian usaha berbasis kinerja); 4. Mempelajari dan mengembangkan skema Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU) terutama skema availability payment dalam mengembangkan infrastruktur pendukung KIP seperti akses jalan, SPAM, perluasan dermaga pelabuhan eksisting, jalur kereta api, dsb agar pembangunan infrastruktur tersebut dapat dilakukan terlebih dahulu dengan pendanaan swasta sebelum pada akhirnya dibayarkan bertahap oleh anggaran pemerintah; 5. Turut mempercepat penyelesaian pengadaan lahan untuk jalan tol yang sedang dibangun (Pekanbaru Dumai) dan percepatan penetapan lokasi untuk jalan tol yang sedang dalam perencanaan, a.l. Pekanbaru Rantau Prapat Bukittinggi Padang, Dumai Tebing Tinggi, dsb. Sektor real estate juga dapat didorong lebih lanjut sejalan dengan pertambahan penduduk dan masih banyaknya pendatang untuk bekerja pada korporasi-korporasi besar yang beroperasi di Riau. Selain itu, apabila sektor perdagangan semakin berkembang, dorongan terhadap real estate juga diperkirakan meningkat sejalan dengan kebutuhan hunian pekerja di sekitar KIP. Oleh karena itu, beberapa hal kiranya dapat dilakukan untuk mendorong perkembangan sektor real estate ini, antara lain: 1. Inisiasi pembentukan bank tanah daerah. Hal ini sejalan dengan upaya pemerintah pusat dalam membentuk bank tanah nasional yang substansinya disertakan dalam RUU Pertanahan yang sedang dibahas oleh DPR RI. Bank tanah daerah ini nantinya mengumpulkan dan mengelola tanah-tanah terlantar, tanah pelepasan kawasan hutan, tanah bekas pertambangan, tanah hibah, bahkan tanah proses pengadaan. Selain untuk kepentingan umum/infrastruktur, tanah yang dikelola oleh bank tanah ini nantinya dapat dilepaskan kepada pengembang real estate swasta dengan selisih harga untuk menutup biaya operasional bank tanah (tidak ada margin keuntungan). Namun, pelepasan dimaksud dibarengi dengan beberapa syarat, misal, pengembang harus mulai membangun dan memasarkan rumah maksimal 6 bulan setelah pelepasan, serta pengembang hanya dapat mendapatkan margin keuntungan dari pembangunan rumah namun bukan dari penjualan kavling/tanah; 2. Insentif keringanan PBB pada 1 2 tahun awal dan BPHTB pasca sebuah properti telah berpindah hak milik menjadi perseorangan. Hal ini untuk mendorong demand masyarakat terhadap properti, sehingga menjadi daya tarik bagi pengembang dalam mengembangkan suatu kawasan. Kemudian, PBB dan BPHTB yang ditangguhkan dapat dilunasi dengan dicicil pada tahun-tahun setelahnya; 3. Kemudahan perizinan dan non-perizinan pengembang untuk mulai membangun. Hal ini dapat dilakukan dengan, antara lain: mempercepat alur dan proses izin prinsip, kemudian memperbolehkan pengembang mulai membangun suatu kawasan apabila telah mendapatkan izin prinsip, sambil secara paralel melakukan pengurusan izin-izin lainnya. Evaluasi juga dapat dilakukan, semisal apabila dalam 6 bulan semua izin belum lengkap, pembangunan dapat dihentikan terlebih dahulu, hingga sanksi pencabutan izin prinsip apabila dalam 1 tahun belum mendapatkan seluruh izin yang diperlukan. LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI RIAU Keuangan Pemerintah Bab 2 KEUANGAN PEMERINTAH AAH 1. Kondisi Umum Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) merupakan tolak ukur penting keberhasilan suatu daerah dalam meningkatkan potensi perekonomian daerah. Perkembangan realisasi APBD Provinsi Riau hingga triwulan I 2019 secara umum mengalami peningkatan dibandingkan triwulan I 2018, baik dari sisi pendapatan maupun sisi belanja. Realisasi pendapatan Provinsi Riau hingga triwulan I 2019 tercatat sebesar Rp1,95 triliun atau 21,35% dari pagu anggaran, meningkat 8,03% (yoy) dibandingkan triwulan I 2018 yang tercatat sebesar Rp1,80 triliun atau 19,53% dari pagu anggaran. Sementara itu, realisasi belanja Provinsi Riau hingga triwulan I 2019 meningkat dibandingkan triwulan I 2018. Realisasi belanja hingga triwulan I 2019 tercatat sebesar Rp861 miliar atau 9,38% dari pagu anggaran, meningkat 24 LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI RIAU Keuangan Pemerintah hingga 13,74% (yoy) dibandingkan triwulan I 2018 yang tercatat sebesar Rp757 miliar atau 7,33% dari pagu anggaran. Peningkatan realisasi belanja tersebut didorong oleh peningkatan pendapatan dana bagi hasil (DBH) SDA yang meningkat 80,11% (yoy) dibandingkan periode yang sama tahun lalu, sehingga pemerintah dapat melakukan belanja lebih besar dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Grafik 2.1. Realisasi APBD Provinsi Riau 2016 s.d Maret 2019 Sumber : BPKAD Provinsi Riau, diolah Berdasarkan capaian APBD 2018, Pemerintah Provinsi Riau telah mengesahkan APBD 2019 lebih rendah dibandingkan APBD 2018. Dari sisi pendapatan, Pemerintah Provinsi Riau menetapkan pagu anggaran sebesar Rp9,13 triliun, sedikit lebih rendah dibandingkan anggaran 2018 yang tercatat sebesar Rp9,24 triliun. Sedangkan dari sisi belanja, pagu anggaran yang ditetapkan sebesar Rp9,18 triliun atau turun 11,11% dibandingkan APBD 2018 yang tercatat sebesar Rp10,33 triliun. Penurunan anggaran belanja dalam APBD 2019 disebabkan oleh tidak tercapainya perkiraan dana SILPA 2018 serta adanya tunda bayar proyek pada 2018. Grafik 2.2. Perkembangan Pagu Anggaran APBD Provinsi Riau 2015 s.d 2018 Sumber: BPKAD Provinsi Riau, diolah 25 LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI RIAU Keuangan Pemerintah 2. Realisasi Pendapatan Provinsi Riau Triwulan I 2019 Realisasi pendapatan Provinsi Riau triwulan I 2019 tercatat sebesar Rp1,95 triliun atau 21,35% dari pagu anggaran. Berdasarkan historis, pendapatan Pemerintah Provinsi Riau pada periode laporan meningkat 8,03% (yoy) dibandingkan triwulan I 2018 yang mencapai Rp1,80 triliun atau 19,53% dari pagu anggaran. Grafik 2.3. Realisasi Pendapatan Provinsi Riau Tw I 2018 & Tw I 2019 Sumber : BPKAD Provinsi Riau, diolah Peningkatan realisasi pendapatan Provinsi Riau sepanjang triwulan I 2019 utamanya didorong oleh peningkatan realisasi Dana Perimbangan. Dana Perimbangan sepanjang triwulan I 2019 meningkat hingga 14,00% (yoy), yaitu dari Rp1,07 triliun (20,30% pagu) pada triwulan I 2018, menjadi Rp1,22 triliun (22,11% pagu). Peningkatan Dana Perimbangan utamanya didorong oleh peningkatan pendapatan DBH SDA dan pendapatan DAU. Pendapatan DBH SDA meningkat hingga 80,11% (yoy), dari Rp149 miliar (14,39% pagu) pada triwulan I 2018. menjadi Rp269 miliar (23,38% pagu). Peningkatan tersebut seiring dengan sempat ditundanya penyaluran DBH migas pada triwulan I 2018 lalu serta kenaikan DBH migas 2019 akibat disesuaikannya asumsi harga minyak mentah dari US$ 30/barrel menjadi US$ 70/barrel. Realisasi PAD sepanjang triwulan I 2019 tercatat sebesar Rp725 miliar (20,10% pagu). Angka tersebut menurun sekitar 1,31% (yoy) dibandingkan realisasi PAD sepanjang triwulan I 2018 yang tercatat sebesar Rp735 triliun (18,54% pagu). Penurunan PAD tersebut didorong oleh turunnya realisasi pendapatan pajak daerah. Realisasi pendapatan pajak Provinsi Riau sepanjang triwulan I 2019 mengalami 26 LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI RIAU Keuangan Pemerintah penurunan sekitar 2,79% (yoy), yaitu dari Rp655 miliar (20,44% pagu) sepanjang triwulan I 2018, menjadi Rp636 miliar (20,37% pagu). Grafik 2.4. Realisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD) Provinsi Riau Tahun 2017 & 2018 Sumber : BPKAD Provinsi Riau, diolah Menurunnya realisasi penerimaan pajak sepanjang triwulan I 2019 didorong oleh penurunan penerimaan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB) dan Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor. Pendapatan BBNKB menurun 2,74% (yoy) dibandingkan periode yang sama tahun lalu, yaitu dari Rp207,4 miliar (25,0% pagu) menjadi Rp201,7 miliar (23,6% pagu). Penurunan ini diperkirakan didorong oleh menurunnya penjualan kendaraan bermotor. Hal ini terindikasi dari turunnya indeks penjualan kendaraan hasil Survei Penjualan Eceran (SPE) Kantor Perwakilan BI Provinsi Riau triwulan laporan dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Pada triwulan I 2019, indeks penjualan kendaraan tercatat 109,88, turun dibandingkan indeks triwulan I 2018 yang tercatat 117,34. Tabel 2.1. Komponen Pendapatan Pajak Provinsi Riau Triwulan I 2018 & Triwulan I 2019 Triwulan I 2018 Komponen Pembentuk Pendapatan Pajak Daerah Pajak Kendaraan Bermotor Pajak Kendaraan di Air Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor Bea Balik Nama Kendaraan di Atas Air Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor Pajak Air Permukaan Pajak Rokok Realisasi (Rp juta) 240,520 207,356 205,224 1,654 - % Realisasi 24.2% 25.0% 22.8% 2.5% - Triwulan I 2019 Pangsa Realisasi (Rp juta) 36.7% 0.0% 31.7% 0.0% 31.3% 0.3% 0.0% 256,815 8 201,665 16 170,339 7,630 - % Realisasi 24.2% 116.2% 23.6% 21.5% 25.1% - Pangsa 40.3% 0.0% 31.7% 0.0% 26.8% 1.2% 0.0% Sumber : BPKAD Provinsi Riau, diolah 27 LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI RIAU Keuangan Pemerintah Selain pendapatan BBNKB, juga terjadi penurunan pendapatan yang bersumber dari Pajak Bahan Bakar Kendaraaan Bermotor sebesar 16,99% (yoy) dari Rp205,2 miliar (22,8% pagu) pada triwulan I 2018, menjadi Rp170,3 miliar (21,5% pagu). Penurunan ini terjadi seiring dengan penurunan harga bahan bakar non subsidi yang ditetapkan pemerintah sejak 5 Januari 2019. Tabel 2.2. Realisasi Pendapatan Provinsi Riau Triwulan I 2018 & Triwulan I 2019 Tw I 2018 Anggaran Realisasi PENDAPATAN DAERAH 9237 1804 PENDAPATAN ASLI DAERAH 3964 735 Pajak Daerah 3204 655 Retribusi Daerah 16 2 Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan 218 0 Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah 527 78 DANA PERIMBANGAN 5262 1068 Pendapatan Dana Bagi Hasil Pajak 1061 180 Pendapatan Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam 1038 149 Pendapatan Dana Alokasi Umum 1434 482 Pendapatan Dana Alokasi Khusus 1729 257 Dana Penyesuaian 0 0 LAIN-LAIN PENDAPATAN DAERAH YANG SAH 10 1 Akun Anggaran (Satuan Miliar) Tw I 2019 % Anggaran Realisasi 19.53 9129 1949 18.54 3609 725 20.44 3125 636 13.54 19 3 0.00 138 0 14.83 327 85 20.30 5507 1218 16.96 803 175 14.39 1151 269 33.61 1549 516 14.84 2005 257 0.00 0 0 7.33 13 6 % 21.35 20.10 20.37 16.43 0.26 26.13 22.11 21.79 23.38 33.33 12.84 0.00 44.62 Sumber : BPKAD Provinsi Riau, diolah 3. Realisasi Belanja Provinsi Riau Triwulan I 2019 Realisasi belanja Provinsi Riau sepanjang triwulan I 2019 tercatat sebesar Rp861 miliar atau 9,38% dari pagu anggaran, meningkat sekitar 13,74% (yoy) dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yang terealisasi sebesar Rp757 miliar atau 7,33% dari pagu anggaran. Peningkatan belanja terjadi pada dua pos utama, yaitu pos belanja tidak langsung dan pos belanja langsung. Peningkatan kedua pos tersebut terjadi baik secara nominal maupun persentase realisasi dibandingkan pagu anggaran yang ditetapkan. Sepanjang triwulan I 2019, realisasi pos Belanja Tidak Langsung tercatat sebesar Rp641 miliar atau 12,66% dari pagu anggaran. Realisasi belanja tersebut meningkat sekitar 15,84% (yoy) dibandingkan realisasi triwulan I 2018 yang mencapai Rp553 miliar atau 9,54% dari pagu anggaran. Peningkatan pada pos Belanja Tidak Langsung terjadi utamanya pada pos Belanja Pegawai dan Belanja Bagi Hasil kepada pemerintah kabupaten/kota. Sepanjang triwulan I 2019, belanja pegawai terealisasi 28 LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI RIAU Keuangan Pemerintah sebesar Rp350 miliar atau 14,49% dari pagu anggaran. Jumlah ini meningkat hingga sekitar 5,43% (yoy) dibandingkan triwulan I 2018 yang terealisasi sebesar Rp332 miliar atau 14,12% dari pagu anggaran. Tabel 2.3 Realisasi Belanja Provinsi Riau Triwulan I 2018 & Triwulan I 2019 Akun Anggaran (Satuan Miliar) BELANJA DAERAH BELANJA TIDAK LANGSUNG Belanja Pegawai Belanja Bunga Belanja Subsidi Belanja Hibah Belanja Bantuan Sosial Belanja Bagi Hasil Belanja Bantuan Keuangan Belanja Tidak Terduga BELANJA LANGSUNG Belanja Pegawai Belanja Barang dan Jasa Belanja Modal Tw I 2018 Anggaran Realisasi 10326 757 5794 553 2351 332 0 0 0 0 1438 221 12 0 1500 0 483 0 11 0 4533 204 4 0 2726 127 1803 77 Tw I 2019 % Anggaran Realisasi 7.33 9179 861 9.54 5058 641 14.12 2415 350 0.00 0 0 0.00 0 0 15.37 1096 222 0.00 22 0 0.00 1414 53 0.00 99 16 0.00 12 0 4.50 4121 220 6.19 0.1 0 4.65 2446 210 4.27 1675 11 % 9.38 12.66 14.49 0.00 0.00 20.25 0.00 3.74 15.86 0.00 5.35 0.00 8.57 0.65 Sumber : BPKAD Provinsi Riau, diolah Peningkatan Belanja Tidak Langsung juga didorong oleh Belanja Bagi Hasil kepada pemerintah kabupaten/kota. Sepanjang triwulan I 2019, belanja bagi hasil kepada pemerintah Kabupaten/Kota terealisasi sebesar Rp53 miliar atau 3,74% dari pagu anggaran, meningkat dibandingkan triwulan I 2018 dimana pada periode tersebut tidak terdapat realisasi Belanja Bagi Hasil. Tidak adanya realiasai belanja Dana Bagi Hasil seiring dengan sempat ditundanya penyaluran DBH migas oleh Pemerintah Pusat pada triwulan I 2018 lalu. Sejalan dengan komponen Belanja Tidak Langsung, realisasi komponen Belanja Langsung Provinsi Riau sepanjang triwulan I 2019 meningkat dibandingkan triwulan I 2018. Sepanjang triwulan I 2019, belanja langsung Provinsi Riau terealisasi sebesar Rp220 miliar atau 5,35% dari pagu anggaran, meningkat sekitar 8,04% (yoy) dibandingkan triwulan I 2018 yang terealisasi sebesar Rp204 miliar atau 4,50% dari pagu anggaran. Peningkatan tersebut didorong oleh peningkatan pos belanja barang dan jasa. 29 LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI RIAU Keuangan Pemerintah Grafik 2.5. Realisasi Komponen Belanja Tidak Langsung Tw I 2018 & Tw I 2019 Sumber : BPKAD Provinsi Riau, diolah Sepanjang triwulan I 2019, Belanja Langsung barang dan jasa terealisasi sebesar Rp210 miliar atau 8,57% dari pagu anggaran, meningkat sebesar 65,40% (yoy) dibandingkan triwulan I 2018 yang terealisasi sebesar Rp127 miliar atau 4,65% dari pagu anggaran. Peningkatan pada pos belanja langsung barang dan jasa tersebut terjadi utamanya pada belanja makanan dan minuman, belanja perjalanan dinas, dan belanja jasa kantor. Kenaikan belanja makanan dan minuman utamanya terjadi pada belanja makanan dan minuman kegiatan, yang mengindikasikan meningkatnya kegiatan pemerintah daerah selama triwulan I 2019 dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Sementara itu peningkatan belanja perjalanan dinas utamanya terjadi pada perjalanan dinas luar daerah sehubungan dengan meningkatnya ratarata harga tiket angkutan udara dibandingkan triwulan I 2018. Adapun peningkatan belanja jasa kantor utamanya didorong oleh meningkatnya belanja listrik. Peningkatan realisasi Belanja Langsung yang lebih tinggi tertahan oleh penurunan pada pos belanja modal. Sepanjang triwulan I 2019, belanja modal Provinsi Riau hanya terealisasi sebesar Rp11 miliar atau 0,65% dari pagu anggaran. Kondisi ini menurun hingga 85,95% yoy dibandingkan realisasi pada triwulan I 2018 yang tercatat sebesar Rp77 miliar atau 4,27% dari pagu anggaran. Penurunan ini disebabkan penurunan realisasi pada belanja modal pengadaan konstruksi jalan, utamanya konstruksi jalan flyover sejalan dengan adanya proyek flyover simpang SKA dan simpang Pasar Arengka yang dimulai sejak triwulan I 2018. 30 LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI RIAU Keuangan Pemerintah Grafik 2.6. Realisasi Pos Belanja Langsung Provinsi Riau Tw I 2018 & Tw I 2019 Sumber : BPKAD Provinsi Riau, diolah 31 LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI RIAU Perkembangan Inflasi Daerah Bab 3 PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH 1. KONDISI UMUM Inflasi Provinsi Riau pada triwulan I 2019 tetap terkendali pada level yang rendah dan stabil. Rendahnya tekanan inflasi tersebut utamanya dipengaruhi oleh menurunnya tekanan inflasi seluruh kelompok pengeluaran. Adapun komoditas utama penyebab turunnya inflasi Riau pada triwulan I 2019 antara lain: cabai merah, daging sapi, bensin, kentang, dan minyak goreng. Sedangkan, komoditas penahan laju inflasi yang lebih rendah antara lain: tarif angkutan udara, rokok kretek filter, sewa rumah, beras, dan rokok kretek. Secara spasial, inflasi Riau tertinggi terjadi di Dumai, diikuti Pekanbaru dan Tembilahan. 2. PERKEMBANGAN INFLASI PROVINSI RIAU Inflasi Riau pada triwulan I 2019 tercatat sebesar 1,30% (yoy), lebih rendah dibandingkan triwulan IV 2018 yang sebesar 2,45% (yoy). Kondisi tersebut searah dengan perkembangan inflasi Nasional dan Sumatera yang pada triwulan I 2019 masing-masing tercatat sebesar 2,48% dan 1,67% (yoy), lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar 3,13% dan 2,40% (yoy). Di wilayah Sumatera, Riau tercatat sebagai Provinsi dengan inflasi terendah kedua setelah Sumatera Utara sebagaimana yang ditunjukkan Gambar 3.1. 32 LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI RIAU Perkembangan Inflasi Daerah Gambar 3.1. Inflasi Riau, Sumatera dan Nasional Triwulan I 2019 (%yoy) 1,82% Aceh Sumatera 1,67% Nasional 2,48% % (yoy) Nasional Sumatera Riau 5.71 6.00 5.03 1,30% 4.45 Riau 1,05% 2,71% Sumut 4.42 4.00 Kepri 3.61 3.92 3.40 3.70 3.62 1,89% Jambi 1,94% Sumbar 2.48 1,66% Sumsel 2.00 1.67 1.30 2,72% 1,65% Babel Bengkulu 1,49% Lampung TW I TW I TW I TW I 2016 2017 2018 2019 Sumber : BPS, diolah Berdasarkan kota yang disurvei, inflasi tertinggi pada triwulan I 2019 terjadi di Dumai, diikuti oleh Pekanbaru dan Tembilahan. Tekanan inflasi di ketiga kota perhitungan inflasi tersebut tercatat menurun. Inflasi Dumai, Pekanbaru, dan Tembilahan pada triwulan I 2019 secara berurutan tercatat sebesar 1,40%; 1,30%; dan 1,11% (yoy), lebih rendah dibandingkan triwulan IV 2018 yang sebesar 1,85%; 2,54%; dan 2,64% (yoy) sebagaimana yang ditunjukkan Grafik 2.2. Grafik 3.1 Perkembangan Inflasi Nasional, Grafik 3.2 Perkembangan Inflasi Ketiga Kota Sumatera, Riau, (yoy) di Riau, (yoy) % (yoy) Nasional 7 Riau % (yoy) Sumatera Pekanbaru 8 Dumai Tembilahan 7 6 6 5 5 4 4 3 3 2 2 1 1 - 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 2016 2017 Sumber: BPS, diolah 2018 2019 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 2016 2017 2018 2019 Sumber: BPS, diolah Provinsi Riau pada triwulan I 2019 mengalami penurunan tekanan inflasi. Penurunan tersebut bersumber dari seluruh kelompok pengeluaran. Namun jika dilihat dari berdasarkan andil terbesar inflasi Riau, penurunan tersebut utamanya bersumber dari kelompok (i) Bahan Makanan; (ii) Makanan Jadi, Minuman, Rokok, dan Tembakau; 33 LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI RIAU Perkembangan Inflasi Daerah (iii) Perumahan, Air, Listrik, Gas, dan Bahan Bakar; dan (iv) Transpor, Komunikasi, dan Jasa Keuangan. Tabel 3.1 Inflasi Aktual dan Historis Provinsi Riau (% yoy) %yoy Rerata Historis Mar 2016 - 2018 Mar-19 Arah 3.89 4.91 4.47 4.16 2.70 3.81 1.79 2.83 1.63 0.05 3.26 1.35 1.54 3.86 0.75 2.04 ↓ ↓ ↓ ↓ ↓ ↑ ↓ ↓ Inflasi Umum Bahan Makanan Makanan Jadi, Minuman, Rokok, dan Tembakau Perumahan, Air, Listrik, Gas, dan Bahan Bakar Sandang Kesehatan Pendidikan, Rekreasi, dan Olahraga Transpor, Komunikasi, dan Jasa Keuangan Sumber: BPS, diolah Inflasi Bahan Makanan pada triwulan I 2019 tercatat deflasi 1,65% (yoy), turun dibandingkan triwulan IV 2018 yang inflasi sebesar 1,83% (yoy). Menurunnya tekanan inflasi kelompok Bahan Makanan tersebut disebabkan oleh koreksi harga cabai merah, daging sapi, dan kentang. Turunnya harga cabai merah disebabkan oleh adanya panen di wilayah sentra utamanya Sumatera Barat dan Sumatera Utara seiring dengan semakin intensifnya upaya Pemerintah dalam mengamankan pasokan cabai saat Natal, Tahun Baru, dan awal tahun. Sementara itu, koreksi harga komoditas daging sapi dan kentang didorong oleh melimpahnya pasokan ditengah normalisasi permintaan. Disisi lain, deflasi bahan makanan yang lebih rendah tertahan oleh kenaikan harga beras, telur ayam ras, udang basah dan bawang merah. Meningkatnya harga beras dipicu oleh belum meratanya panen di daerah sentra produksi sehingga menyebabkan pasokan beras berkurang. Sementara itu, kenaikan harga telur ayam ras didorong oleh naiknya harga jagung global di tengah naiknya permintaan. Adapun peningkatan harga udang basah disebabkan oleh gangguan pasokan dari sentra pengumpul. Selain itu, meningkatnya harga bawang merah didorong oleh adanya bencana banjir di Kabupaten Brebes yang merupakan daerah sentra produksi utama nasional. Tekanan inflasi kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok, dan Tembakau tercatat menurun dari 3,61% (yoy) pada triwulan lalu menjadi 3,38% (yoy) pada triwulan I 2019. Menurunnya tekanan inflasi tersebut didorong oleh turunnya harga gula pasir 34 LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI RIAU Perkembangan Inflasi Daerah ditengah moderasi permintaan dan terjaganya pasokan. Disisi lain, laju inflasi yang lebih rendah tertahan oleh meningkatnya harga rokok kretek filter, rokok kretek, dan ketupat/lontong sayur. Sedangkan, tekanan inflasi yang lebih rendah tertahan oleh kenaikan harga rokok kretek filter, rokok kretek, dan ketupat/lontong sayur. Meningkatnya harga rokok sejalan dengan kenaikan tarif cukai rokok tahunan dengan besaran rata-rata 10,5%. Adapun kenaikan harga ketupat/lontong sayur turut dipengaruhi oleh kenaikan harga beras yang menjadi komponen bahan baku utama. Pada triwulan I 2019 inflasi kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas, dan Bahan Bakar tercatat sebesar 1,56% (yoy) lebih rendah dibandingkan triwulan IV 2018 yang sebesar 2,04% (yoy). Menurunnya tekanan inflasi kelompok ini dipengaruhi oleh turunnya tarif listrik sejalan dengan penurunan tarif listrik bagi pelanggan Rumah Tangga Mampu 900 VA dari Rp1.352,-/kWh menjadi Rp1.300,-/kWh. Namun demikian, tekanan inflasi yang lebih rendah tertahan oleh kenaikan harga sewa rumah akibat meningkatnya permintaan pada awal tahun 2019. Menurunnya tekanan inflasi juga terjadi pada kelompok Transpor, Komunikasi, dan Jasa Keuangan. Kelompok tersebut pada triwulan I 2019 tercatat inflasi sebesar 1,96% (yoy), lebih rendah dibandingkan triwulan lalu yang sebesar 2,19% (yoy). Menurunnya tekanan inflasi kelompok ini bersumber dari turunnya harga bensin sejalan dengan penurunan harga Bahan Bakar Khusus (BBK) per 5 Januari 2019. Penurunan tekanan inflasi yang lebih dalam pada kelompok pengeluaran ini tertahan oleh meningkatnya tarif angkutan udara dan tarif pulsa ponsel. Meningkatnya tarif angkutan udara disebabkan oleh adanya kebijakan salah satu maskapai yang saat ini hanya menjual tiket pesawat economy fleksibel sehingga turut menyebabkan kenaikan harga tiket pesawat terbang dari maskapai lainnya mengingat posisi salah satu maskapai tersebut sebagai price maker. Sementara itu, meningkatnya tarif pulsa ponsel merupakan dampak dari kebijakan operator jasa telekomunikasi yang bermaksud untuk menutup biaya investasi dalam rangka mengantisipasi lonjakan permintaan pada awal tahun 2019. 35 LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI RIAU Perkembangan Inflasi Daerah Grafik 3.3 Inflasi Riau Berdasarkan Kelompok Pengeluaran (%yoy) % yoy 12 Inflasi YoY BAHAN MAKANAN MAKANAN JADI, MINUMAN, ROKOK & TEMBAKAU PERUMAHAN, AIR, LISTRIK, GAS & BAHAN BAKAR SANDANG KESEHATAN PENDIDIKAN, REKREASI DAN OLAH RAGA TRANSPOR, KOMUNIKASI DAN JASA KEUANGAN 10 8 6 4 2 0 1 2 3 4 -2 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 2017 6 7 2018 8 9 10 11 12 1 2 3 4 2019 -4 Sumber: BPS, diolah Inflasi Riau pada triwulan II 2019 diperkirakan berada pada kisaran 2,45 ± 0,25% (yoy), lebih tinggi jika dibandingkan triwulan I 2019 yang sebesar 1,30% (yoy). Perkiraan meningkatnya tekanan inflasi pada triwulan II 2019 sejalan dengan realisasi inflasi April 2019 yang menunjukkan peningkatan dari 1,30% (yoy) pada bulan Maret 2019 menjadi 1,64% (yoy). Adanya potensi peningkatan daya beli masyarakat Riau yang didorong oleh tren membaiknya harga minyak dunia dan harga karet dunia, serta kenaikan gaji Aparatur Sipil Negara (ASN) sebesar 5% per April 2019 dan eskalasi kampanye dalam rangka pemilu 2019 juga diperkirakan memberikan tekanan pada inflasi triwulan II 2019. Lonjakan konsumsi seiring masuknya bulan Ramadhan pada awal Mei dan hari raya Idul Fitri pada awal Juni 2019 diperkirakan turut menyumbang tekanan inflasi triwulan II 2019. Adanya indikasi kenaikan inflasi, mendorong bahwa kewaspadaan perlu senantiasa dilakukan dan koordinasi antara Bank Indonesia, Pemerintah Daerah dan pihak terkait lainnya harus terus diperkuat. 2.1. Inflasi Kota 2.1.1. Inflasi Kota Pekanbaru Pada triwulan I 2019 Kota Pekanbaru mengalami inflasi sebesar 1,30% (yoy), lebih rendah dibandingkan triwulan IV 2018 yang sebesar 2,54% (yoy). Menurunnya tekanan inflasi di Kota Pekanbaru utamanya bersumber dari kelompok (i) Bahan Makanan; (ii) Makanan Jadi, Minuman, Rokok, dan Tembakau; (iii) Perumahan, Air, Listrik, Gas, dan Bahan Bakar; dan (iv) Transpor, Komunikasi, dan Jasa Keuangan. 36 LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI RIAU Perkembangan Inflasi Daerah Tabel 3.2 Inflasi Aktual dan Historis Kota Pekanbaru (% yoy) %yoy Rerata Historis Mar 2016 - 2018 Mar-19 Arah Inflasi Umum Bahan Makanan Makanan Jadi, Minuman, Rokok, dan Tembakau Perumahan, Air, Listrik, Gas, dan Bahan Bakar Sandang Kesehatan Pendidikan, Rekreasi, dan Olahraga Transpor, Komunikasi, dan Jasa Keuangan 4.43 7.05 5.32 4.37 2.76 2.42 2.68 2.10 1.30 -1.92 3.37 1.59 1.87 4.51 0.70 2.11 ↓ ↓ ↓ ↓ ↓ ↑ ↓ ↑ Sumber: BPS, diolah Kelompok Bahan Makanan pada triwulan I 2019 tercatat deflasi 1,92% (yoy), lebih rendah dibandingkan triwulan IV 2018 yang inflasi sebesar 1,75% (yoy). Menurunnya tekanan inflasi kelompok ini dipengaruhi oleh turunnya cabai merah, daging sapi, dan kentang. Turunnya harga cabai merah disebabkan oleh melimpahnya hasil panen di wilayah sentra utamanya Sumatera Barat dan Sumatera Utara. Sementara itu, koreksi harga komoditas daging sapi dan kentang didorong oleh melimpahnya pasokan ditengah normalisasi permintaan. Disisi lain, deflasi bahan makanan yang lebih rendah tertahan oleh kenaikan harga beras, telur ayam ras, dan daging ayam ras. Meningkatnya harga beras dipicu oleh belum meratanya panen di daerah sentra produksi sehingga menyebabkan pasokan berkurang. Sementara itu, kenaikan harga telur ayam ras dan daging ayam ras didorong oleh naiknya harga jagung global di tengah naiknya permintaan. Pada triwulan I 2019 kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok, dan Tembakau tercatat inflasi sebesar 3,37% (yoy), lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar 3,76% (yoy). Menurunnya inflasi kelompok ini berasal dari koreksi harga gula pasir. Terkoreksinya harga gula pasir disebabkan oleh normalisasi permintaan dan melimpahnya produksi. Disisi lain, laju inflasi yang lebih rendah tertahan oleh meningkatnya harga rokok kretek filter, rokok kretek, dan ketupat/lontong sayur. Meningkatnya harga rokok sejalan dengan kenaikan tarif cukai rokok tahunan dengan besaran rata-rata 10,5%. Adapun kenaikan harga ketupat/lontong sayur turut dipengaruhi oleh kenaikan harga beras yang menjadi komponen bahan baku utama. 37 LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI RIAU Perkembangan Inflasi Daerah Tarif listrik menjadi komoditas utama yang mendorong turunnya inflasi kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas, dan Bahan Bakar dari 2,15% (yoy) pada triwulan IV 2018 menjadi 1,59% (yoy) pada triwulan I 2019. Turunnya tarif listrik sejalan dengan penurunan tarif listrik bagi pelanggan Rumah Tangga Mampu 900 VA dari Rp1.352,/kWh menjadi Rp1.300,-/kWh. Namun demikian, tekanan inflasi yang lebih rendah tertahan oleh kenaikan harga sewa rumah dan bahan bakar rumah tangga akibat meningkatnya permintaan pada awal tahun 2019. Pada triwulan laporan, kelompok Transpor, Komunikasi, dan Jasa Keuangan tercatat inflasi sebesar 2,11% (yoy), menurun dibandingkan triwulan IV 2018 yang sebesar 2,26% (yoy). Penurunan tersebut disebabkan oleh turunnya harga bensin sejalan dengan penurunan harga Bahan Bakar Khusus (BBK) per 5 Januari 2019. Disisi lain, tekanan inflasi yang lebih rendah tertahan oleh meningkatnya tarif angkutan udara dan tarif pulsa ponsel. Meningkatnya tarif angkutan udara disebabkan oleh adanya kebijakan salah satu maskapai yang saat ini hanya menjual tiket pesawat economy fleksibel sehingga turut menyebabkan kenaikan harga tiket pesawat terbang dari maskapai lainnya mengingat posisi salah satu maskapai tersebut sebagai price maker. Sementara itu, meningkatnya tarif pulsa ponsel merupakan dampak dari kebijakan operator jasa telekomunikasi yang bermaksud untuk menutup biaya investasi dalam rangka mengantisipasi lonjakan permintaan pada awal tahun 2019. Grafik 3.4 Inflasi Pekanbaru Berdasarkan Kelompok Pengeluaran (%yoy) Inflasi YoY BAHAN MAKANAN MAKANAN JADI, MINUMAN, ROKOK & TEMBAKAU PERUMAHAN, AIR, LISTRIK, GAS & BAHAN BAKAR SANDANG KESEHATAN PENDIDIKAN, REKREASI DAN OLAH RAGA TRANSPOR, KOMUNIKASI DAN JASA KEUANGAN % yoy 20 15 10 5 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 2016 2017 2018 2019 -5 Sumber: BPS, diolah 38 LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI RIAU Perkembangan Inflasi Daerah 2.1.2. Inflasi Kota Dumai Inflasi Kota Dumai tercatat menurun dari 1,85% (yoy) pada triwulan IV 2018 menjadi 1,40% (yoy) pada triwulan I 2019. Menurunnya tekanan inflasi di Kota Dumai bersumber dari kelompok (i) Bahan Makanan; (ii) Perumahan, Air, Listrik, Gas, dan Bahan Bakar; (iii) Sandang, dan (iv) Transpor, Komunikasi, dan Jasa Keuangan. Disisi lain, tekanan inflasi Kota Dumai yang lebih rendah tertahan oleh meningkatnya inflasi kelompok (i) Makanan Jadi, Minuman, Rokok, dan Tembakau; (ii) Kesehatan; dan (iii) Pendidikan, Rekreasi, dan Olahraga. Tabel 3.3 Inflasi Aktual dan Historis Kota Dumai (% yoy) %yoy Rerata Historis Mar 2016 - 2018 Mar-19 Arah Inflasi Umum Bahan Makanan Makanan Jadi, Minuman, Rokok, dan Tembakau Perumahan, Air, Listrik, Gas, dan Bahan Bakar Sandang Kesehatan Pendidikan, Rekreasi, dan Olahraga Transpor, Komunikasi, dan Jasa Keuangan 4.20 4.87 5.41 3.95 3.65 4.17 2.69 2.94 1.40 -1.22 4.36 1.05 2.39 1.49 0.84 1.98 ↓ ↓ ↓ ↓ ↓ ↓ ↓ ↓ Sumber: BPS, diolah Kelompok Bahan Makanan pada triwulan I 2019 tercatat deflasi sebesar 1,22% (yoy), menurun jika dibandingkan triwulan sebelumnya yang inflasi sebesar 0,58% (yoy). Menurunnya inflasi tersebut bersumber dari turunnya harga cabai merah, minyak goreng, dan ikan serai. Menurunnya harga cabai merah disebabkan oleh melimpahnya hasil panen di wilayah sentra utamanya Sumatera Barat dan Sumatera Utara. Sementara itu, koreksi harga minyak goreng dipengaruhi oleh turunnya harga Crude Palm Oil (CPO). Adapun penurunan harga ikan serai juga disebabkan oleh terjaganya pasokan ditengah moderasi permintaan. Disisi lain, komoditas bawang merah dan rampela hati ayam menahan deflasi yang lebih rendah. Meningkatnya harga bawang merah didorong oleh adanya bencana banjir di Kabupaten Brebes yang merupakan daerah sentra produksi utama nasional. Selain itu, meningkatnya harga rampela hati ayam dipengaruhi oleh kenaikan harga daging ayam ras akibat tingginya harga pakan ternak yaitu jagung global. 39 LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI RIAU Perkembangan Inflasi Daerah Kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas, dan Bahan Bakar juga mengalami penurunan tekanan inflasi dari 1,60% (yoy) pada triwulan IV 2018 menjadi 1,05% (yoy) pada triwulan I 2019. Menurunnya laju inflasi tersebut bersumber dari turunnya harga bahan bakar rumah tangga dan tarif listrik. Terkoreksinya harga bahan bakar rumah tangga di Dumai disebabkan oleh terjaganya pasokan. Sedangkan menurunnya tarif listrik sejalan dengan penurunan tarif listrik bagi pelanggan Rumah Tangga Mampu 900 VA dari Rp1.352,-/kWh menjadi Rp1.300,-/kWh. Namun demikian, tekanan inflasi yang lebih rendah tertahan oleh kenaikan harga sewa rumah karena meningkatnya permintaan di awal tahun baru. Pada triwulan I 2019 kelompok Transpor, Komunikasi, dan Jasa Keuangan tercatat inflasi 1,98% (yoy), lebih rendah dibandingkan triwulan IV 2018 yang sebesar 2,42% (yoy). Turunnya inflasi tersebut dipengaruhi oleh turunnya harga bensin akibat turunnya harga Bahan Bakar Khusus (BBK) per 5 Januari 2019. Disisi lain, tekanan inflasi yang lebih rendah tertahan oleh meningkatnya harga mobil dan tarif pulsa ponsel. Meningkatnya harga mobil didorong oleh kenaikan harga karet dunia yang mulai terjadi sejak Januari 2019 disamping adanya kecenderungan kenaikan harga mobil baru setiap awal tahun. Sementara itu, meningkatnya tarif pulsa ponsel merupakan dampak dari kebijakan operator jasa telekomunikasi yang bermaksud untuk menutup biaya investasi dalam rangka mengantisipasi lonjakan permintaan pada awal tahun 2019. Disisi lain kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok, dan Tembakau mengalami peningkatan inflasi. Pada triwulan I 2019 kelompok ini tercatat inflasi sebesar 4,36% (yoy), meningkat dibandingkan triwulan IV 2018 yang sebesar 3,33% (yoy). Kenaikan tersebut utamanya bersumber dari meningkatnya harga rokok kretek filter, nasi dengan lauk, dan rokok kretek. Meningkatnya harga rokok dipengaruhi oleh kenaikan tarif cukai rokok tahunan dengan besaran rata-rata 10,5%. Adapun kenaikan harga nasi dengan lauk didorong oleh kenaikan harga beras. Disisi lain, laju inflasi yang lebih tinggi tertahan oleh koreksi harga air kemasan dan gula pasir. Turunnya harga air kemasan disebabkan oleh melimpahnya pasokan ditengah semakin banyaknya produk sejenis yang tidak diiringi oleh kenaikan permintaan. Sedangkan, menurunnya harga gula pasir disebabkan oleh meningkatnya produksi sehingga pasokan berlimpah. 40 LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI RIAU Perkembangan Inflasi Daerah Grafik 3.5 Inflasi Dumai Berdasarkan Kelompok Pengeluaran (%yoy) Inflasi YoY BAHAN MAKANAN MAKANAN JADI, MINUMAN, ROKOK & TEMBAKAU PERUMAHAN, AIR, LISTRIK, GAS & BAHAN BAKAR SANDANG KESEHATAN PENDIDIKAN, REKREASI DAN OLAH RAGA TRANSPOR, KOMUNIKASI DAN JASA KEUANGAN % yoy 12 10 8 6 4 2 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 -2 2016 -4 2017 2018 2019 Sumber: BPS, diolah 2.1.3. Inflasi Kota Tembilahan Inflasi Kota Tembilahan tercatat menurun dari 2,64% (yoy) pada triwulan IV 2018 menjadi 1,11% (yoy) pada triwulan I 2019. Menurunnya tekanan inflasi tersebut utamanya bersumber dari kelompok (i) Bahan Makanan; (ii) Makanan Jadi, Minuman, Rokok, dan Tembakau,(iii) Sandang; (iv) Kesehatan; dan (v) Transpor, Komunikasi, dan Jasa Keuangan. Tekanan inflasi Kota Tembilahan yang lebih rendah tertahan oleh meningkatnya inflasi kelompok (i) Perumahan, Air, Listrik, Gas, dan Bahan Bakar; dan (ii) Pendidikan, Rekreasi, dan Olahraga. Tabel 3.4 Inflasi Aktual dan Historis Kota Tembilahan (% yoy) %yoy Rerata Historis Mar 2016 - 2018 Mar-19 Arah Inflasi Umum Bahan Makanan Makanan Jadi, Minuman, Rokok, dan Tembakau Perumahan, Air, Listrik, Gas, dan Bahan Bakar Sandang Kesehatan Pendidikan, Rekreasi, dan Olahraga Transpor, Komunikasi, dan Jasa Keuangan 3.97 5.61 2.58 4.89 2.47 3.17 3.93 1.53 1.11 0.25 1.32 2.26 0.80 1.43 1.06 0.33 ↓ ↓ ↓ ↓ ↓ ↓ ↓ ↓ Sumber: BPS, diolah Kelompok Bahan Makanan pada triwulan I 2019 tercatat mengalami inflasi sebesar 0,25% (yoy), menurun dibandingkan triwulan IV 2018 yang mencapai 4,99% (yoy). Penurunan tersebut utamanya disebabkan oleh koreksi harga cabai merah dan ikan serai. Menurunnya harga cabai merah disebabkan oleh melimpahnya hasil panen di wilayah sentra utamanya Sumatera Barat dan Sumatera Utara. Sementara itu, 41 LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI RIAU Perkembangan Inflasi Daerah turunnya harga ikan serai juga disebabkan oleh terjaganya pasokan ditengah moderasi permintaan. Disisi lain, tekanan inflasi yang lebih rendah tertahan oleh meningkatnya harga udang basah dan beras. Meningkatnya harga beras dipicu oleh belum meratanya panen di daerah sentra produksi sehingga menyebabkan pasokan beras berkurang. Sementara itu, kenaikan harga udang basah disebabkan oleh gangguan pasokan dari sentra pengumpul. Inflasi kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok, dan Tembakau pada triwulan I 2018 tercatat sebesar 1,32% (yoy), lebih rendah dibandingkan triwulan lalu yang sebesar 2,42% (yoy). Menurunnya tekanan inflasi kelompok ini dipengaruhi oleh koreksi harga gula pasir karena meningkatnya produksi sehingga pasokan melimpah. Tekanan inflasi yang lebih rendah tertahan oleh kenaikan harga rokok kretek filter dan rokok kretek. Kenaikan harga rokok tersebut dipengaruhi oleh kenaikan tarif cukai rokok tahunan dengan besaran rata-rata 10,5%. Pada triwulan I 2019 kelompok Sandang tercatat mengalami inflasi sebesar 0,80% (yoy), menurun dibandingkan triwulan IV 2018 yang sebesar 1,25% (yoy). Turunnya inflasi tersebut utamanya bersumber dari turunnya harga pakaian bayi dan celana panjang jeans sejalan dengan moderasi permintaan masyarakat terhadap barang tersebut. Disisi lain, tekanan inflasi yang lebih rendah tertahan oleh kenaikan harga baju muslim di bulan Maret 2019 seiring dengan meningkatnya permintaan menjelang Ramadhan dan Idul Fitri yang jatuh pada triwulan II 2019. Kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas, dan Bahan Bakar tercatat mengalami peningkatan tekanan inflasi dari 1,68% (yoy) pada triwulan IV 2018 menjadi 2,26% (yoy) pada triwulan I 2019. Meningkatnya tekanan inflasi tersebut didorong oleh kenaikan harga sewa rumah karena meningkatnya permintaan di awal tahun baru. Kenaikan inflasi yang lebih tinggi tertahan oleh koreksi tarif listrik sejalan dengan penurunan tarif listrik bagi pelanggan Rumah Tangga Mampu 900 VA dari Rp1.352,/kWh menjadi Rp1.300,-/kWh. 42 LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI RIAU Perkembangan Inflasi Daerah Grafik 3.6 Inflasi Tembilahan Berdasarkan Kelompok Pengeluaran (%yoy) % yoy 14 12 Inflasi YoY MAKANAN JADI, MINUMAN, ROKOK & TEMBAKAU SANDANG PENDIDIKAN, REKREASI DAN OLAH RAGA BAHAN MAKANAN PERUMAHAN, AIR, LISTRIK, GAS & BAHAN BAKAR KESEHATAN TRANSPOR, KOMUNIKASI DAN JASA KEUANGAN 10 8 6 4 2 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 -2 2016 2017 2018 2019 -4 Sumber: BPS, diolah 3. Program Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) Riau Sepanjang periode laporan, sejumlah kegiatan dilakukan oleh TPID di Provinsi Riau baik rapat koordinasi monitoring program maupun berbagai kegiatan lainnya dalam rangka pengendalian harga. Adapun fokus pelaksanaan kegiatan tersebut mengacu pada Roadmap Pengendalian Inflasi Provinsi Riau tahun 2019-2021. a. Rapat Koordinasi Monitoring Program Pada tanggal 17 Januari 2019 diselenggarakan Rapat Koordinasi TPID Provinsi Riau. Rapat tersebut dipimpin oleh Kepala Biro Ekonomi Provinsi Riau dan dihadiri oleh seluruh OPD (Organisasi Perangkat Daerah) terkait. Tujuan dilaksanakannya rapat koordinasi tersebut utamanya adalah untuk finalisasi Roadmap TPID Provinsi Riau Tahun 2019-2021.Dalam pertemuan tersebut, seluruh OPD menyampaikan program dan kegiatan terkait dengan pengendalian inflasi yang akan dilaksanakan dalam kurun waktu 2019-2021. Program yang disusun mencakup 4 (empat) kunci strategis yaitu keterjangkauan harga, ketersediaan pasokan, kelancaran distribusi, dan komunikasi efektif. Program tersebut telah disertai dengan target pencapaian yang terukur dan terarah. Dalam rapat koordinasi juga dilakukan evaluasi terhadap roadmap tahun 2015-2018. Hal ini dilakukan untuk melihat tingkat keberhasilan dan efektifitas program yang telah 43 LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI RIAU Perkembangan Inflasi Daerah disusun periode sebelumnya. Selain itu, juga dilakukan identifikasi isu, permasalahan, dan risiko perekonomian ke depan yang perlu diwaspadai agar program yang telah disusun dapat berjalan optimal untuk menjaga inflasi Riau di tingkat yang stabil dan dalam sasaran yang sudah ditetapkan. Pada tanggal 27 Februari 2019 diselenggarakan High Level Meeting (HLM) TPID Provinsi Riau. HLM dihadiri oleh seluruh anggota TPID Provinsi Riau dan TPID dari 12 Kabupaten/Kota di Provinsi Riau, serta instansi terkait, termasuk Bulog Divre Riau-Kepri, Satgas Pangan Polda Riau. Dalam pertemuan tersebut dibahas hasil evaluasi perkembangan inflasi selama periode 2018 dan fokus program pengendalian inflasi tahun 2019, serta faktor risiko yang perlu di waspadai. Adapun hal yang menjadi perhatian ke depan utamanya adalah tingginya biaya distribusi ke daerah pedesaan akibat keterbatasan infrastruktur mendorong tingginya harga komoditas. Beberapa hal yang mengemuka dalam pembahasan antara lain sebagai berikut: 1. Tingginya biaya distribusi ke pedesaan akibat keterbatasan infrstruktur menyebabkan tingginya harga komoditas. Terkait hal tersebut, pemerintah daerah telah melakukan perbaikan jalan dari Kota Pekanbaru menuju Tembilahan. Ke depan, perbaikan jalan dan jembatan di kawasan daerah sentra produksi akan menjadi concern utama pemerintah. 2. Terkait dengan kebijakan pemerintah pusat terkait Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT), terdapat potensi hilangnya tugas Bulog dalam penyaluran rastra dan beralih menjadi BPNT. Dalam hal ini, Bulog Divre Riau-Kepri telah melakukan MoU dengan pemerintah Kota Pekanbaru terkait penyaluran beras (eks rasta) sehingga dapat memenuhi ketersediaan beras di masyarakat. Bulog juga menghimbau kepada pemerintah kabupaten/kota untuk dapat melakukan MoU serupa yaitu dalam bentuk kerjasama dengan koperasi Pemkab/Pemko dan instansi yang ada di wilayah tersebut. 44 LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI RIAU Perkembangan Inflasi Daerah 3. Satgas pangan yang dipimpin oleh Polda Riau akan terus melakukan upaya pengendalian stok pangan terutama menjelang Hari Besar Keagamaan Nasional (HBKN), salah satunya melalui kegiatan sidak pasar dan gudang distributor secara berkala. Polda Riau juga memberikan masukan kepada TPID untuk dapat lebih mengoptimalkan peran satgas pangan baik dalam kegiatan monitoring stok maupun melakukan penindakan pada pihak yang menimbun stok bahan pangan. 4. Hingga bulan April 2019, harga BBM bersubsidi tidak mengalami perubahan, sedangkan untuk BBM non subsidi mengalami penurunan harga sejak bulan November 2018 mengikuti tren harga minyak dunia. 5. BPS mengharapkan setiap kabupaten/kota di Provinsi Riau dapat melakukan perhitungan inflasi melalui kerjasama dengan kantor BPS setempat. Hal ini untuk mendukung proses pengambilan kebijakan oleh pemerintah daerah dalam program pengendalian inflasi. Pada tanggal 12 Maret 2019 dilaksanakan Rapat Koordinasi TPID Dumai. Rapat tersebut dipimpin oleh Asisten II Bidang Ekonomi Kota Dumai. Rapat ini bertujuan untuk mengevaluasi pencapaian inflasi Kota Dumai selama tahun 2018, sekaligus membahas rencana kebijakan pengendalian inflasi di tahun 2019. Adapun beberapa program pengendalian inflasi yang menjadi fokus TPID Kota Dumai dalam menjaga kestabilan inflasi sesuai dengan roadmap 2019 2021 yaitu: 1. Mendirikan Toko Pangan Kita (TPK) dan Rumah Pangan Kita (RPK) yang berfungsi sebagai penyedia barang pokok masyarakat seperti beras, gula, minyak goreng dan tepung terigu. Di tahun 2019, telah dibentuk 3 (tiga) unit TPK, 1 (satu) unit di Jalan Merdeka dan 2 (dua) unit di Pasar Pulau Payung Kota Dumai. 45 LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI RIAU Perkembangan Inflasi Daerah 2. Melakukan gerakan konsumsi pangan lokal secara masif melalui kegiatan sosialisasi kepada anak-anak sekolah sekaligus pemberian makanan olahan lokal sebagai makanan tambahan. 3. Melakukan upaya peningkatan produksi melalui (i) Peningkatan luas tanam padi menjadi 2.500 ha dan cabai merah menjadi 100200 ha yang terletak di Bukit Kapur dan Sungai Sembilan, (ii) Pembinaan kelompok dengan pendekatan inti-plasma ayam ras dengan target populasi 450 ribu ekor di tahun 2019 yang tersebar di 7 (tujuh) kecamatan di Kota Dumai, dan (iii) Melakukan pengembangan bibit sapi dengan target populasi sebanyak 5.300 ekor. 4. Melakukan perbaikan dan pemeliharaan jalan dalam rangka menjaga kelancaran jalur distribusi barang, serta melakukan renovasi dan optimalisasi penggunaan bandara Kota Dumai bekerjasama dengan menginvestasikan PT. dana Pelita sebesar yang Rp26 telah bersedia miliar untuk pengembangan fasilitas bandara. 5. Melakukan revitalisasi Pasar Pulau Payung dan Pasar Kelakap Tujuh untuk mengoptimalkan pemanfaatan pasar dan memindahkan pedagang yang saat ini berjualan di pinggiran Jalan Ombak. b. Kunjungan ke Kabupaten Brebes dalam Rangka Mendorong Kerjasama Antar Daerah Pada tanggal 13-15 Maret 2019, TPID Provinsi Riau telah melakukan kunjungan ke Kabupaten Brebes. Kegiatan yang difasilitasi oleh KPw. Bank Indonesia Provinsi Riau ini bertujuan untuk mendorong Pemerintah Provinsi Riau dalam melakukan kerjasama antar daerah dengan Kabupaten Brebes. Dalam kegiatan tersebut, KPw. Bank Indonesia Provinsi Riau mengikutsertakan perwakilan dari TPID Provinsi Riau (Biro Ekonomi Provinsi Riau, Biro Humas dan Kerjasama Provinsi Riau, Dinas Perdagangan Provinsi Riau), TPID Kota Pekanbaru (Dinas Perdagangan Kota Pekanbaru), Bulog Divre Riau, dan pelaku usaha UMKM perdagangan bawang merah. Dari hasil kunjungan, diketahui bahwa sampai dengan bulan Februari 2019, 46 LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI RIAU Perkembangan Inflasi Daerah Kabupaten Brebes menghasilkan 9,7 ton bawang merah dengan produksi terbesar di bulan Februari 2019 sebesar 6,7 ton. Sementara kebutuhan lokal Kabupaten Brebes hanya sebesar 20 ton per tahun atau rata-rata sekitar 1,6 ton per bulannya. Mempertimbangkan tingginya tingkat produksi bawang merah di Kabupaten Brebes, hal ini menjadi peluang bagi Pemerintah Provinsi Riau untuk menjalin kerjasama antar daerah guna memenuhi kebutuhan konsumsi bawang merah di Riau yang cukup tinggi. c. Kegiatan Pengendalian Harga Menjelang Ramadhan dan Idul Fitri Pada tanggal 24 April 2019, TPID Provinsi Riau dipimpin oleh Gubernur Riau bersama dengan Forum Komunikasi Pimpinan Daerah Riau serta Satgas Pangan melakukan kunjungan langsung ke Pasar Sukaramai, Pasar Cik Puan, Retail Lotte Mart, serta Gudang Bulog dan gudang distributor swasta. Kunjungan ke pasar tradisional dan retail modern bertujuan untuk mendapatkan informasi secara langsung mengenai kondisi harga terkini bahan pokok menjelang periode Bulan Ramadhan. Sedangkan kunjungan ke gudang Bulog dan distributor swasta dilakukan untuk melihat ketersediaan jumlah bahan pangan menghadapi Bulan Ramadhan 1440 H, kunjungan ke gudang distributor swasta juga dilakukan untuk memastikan tidak adanya penimbunan bahan pangan yang dilakukan menjelang Bulan Ramadhan. Selanjutnya, kegiatan kunjungan dilanjutkan dengan penyelenggaraan Rapat Koordinasi dalam rangka menjaga ketersediaan pasokan dan upaya stabilisasi harga. Rapat koordinasi yang dipimpin oleh Sekretaris Daerah Provinsi Riau, turut dihadiri oleh Kementerian Perdagangan Republik Indonesia, Bank Indonesa, DPRD Provinsi Riau, Danlanud Riau, Danrem Riau, serta Satgas Pangan (Polda Riau) dan Kajati Riau yang memiliki peran penting untuk menindak kejahatan seperti penimbunan stok bahan pangan yang mempengaruhi harga di pasar. Beberapa hal yang dilakukan oleh Pemerintah Provinsi Riau dalam menghadapi Bulan Ramadhan 1440 H adalah sebagai berikut : 1. Pemantauan dan monitoring stok kebutuhan pokok pada distributor di Kota Pekanbaru serta melakukan koordinasi dengan instansi terkait. 47 LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI RIAU Perkembangan Inflasi Daerah 2. Melakukan koordinasi dengan Dinas Perdagangan Kabupaten/Kota di Provinsi Riau mengenai langkah-langkah antisipasi menyambut Bulan Ramadhan. 3. Mengintensifkan pemantauan harga barang kebutuhan pokok di tingkat konsumen dan stok pada pasar pantauan untuk memastikan stok. 4. Bersama dengan Satgas pangan melakukan monitoring pengamanan kelancaran distribusi dalam menjaga stabilitas harga bahan kebutuhan pokok masyarakat. 5. Membuat Surat edaran untuk melaksanakan Harga Eceran Tertinggi (HET) dan pertemuan dengan pelaku usaha (distributor, agen, dan pengecer. 6. Melaksanakan pasar murah di sebanyak 8 lokasi di Kota Pekanbaru. Dalam rapat koordinasi tersebut Kementerian Perdagangan Republik Indonesia menyampaikan amanah presiden terkait pengendalian harga di daerah antara lain adalah : i) stabilitas harga dan ketersediaan bahan pokok serta menggunakan penyerapan produksi dalam negeri, ii) meningkatkan ekspor dan menjaga neraca perdagangan, iii) membangun dan merevitalisasi pasar rakyat. Kementerian Dalam Negeri RI mengharapkan Pemerintah Daerah dapat mengedukasi masyarakat untuk dapat melakukan pemantauan harga dari aplikasi yang dapat diakses di smartphone antara lain aplikasi Pusat Informasi Harga Pangan Strategis (PIHPS) dan aplikasi pemantauan harga miliki Kementerian Perdagangan RI. Selain itu, Kementerian Perdagangan RI juga mengingatkan kembali pelaksanaan Permendag 59/2018 mengenai kewajiban pedagang beras mencantumkan label pada kemasan beras yang akan wajib berlaku pada November 2019. DPRD Provinsi Riau dalam rapat koordinasi menyoroti kemungkinan adanya kolaborasi data yang dimiliki oleh Pemerintah Provinsi Riau dengan PIHPS yang dikembangkan oleh Bank Indonesia. 48 Boks 2 INDIKASI TURUNNYA DAYA BELI DIBALIK RENDAHNYA INFLASI Sejak tahun 2014, inflasi Riau berada dalam tren menurun. Rata-rata historis inflasi Riau selama tahun 2014-2018 tercatat sebesar 4,40% (yoy). Pada bulan April 2019, inflasi Riau tercatat sebesar 1,64% (yoy), lebih rendah dibandingkan rata-rata historisnya dalam kurun waktu 5 (lima) tahun terakhir, serta lebih rendah jika dibandingkan inflasi Sumatera dan Nasional yang masing-masing sebesar 2,29% dan 2,83% (yoy). Grafik B2.1 Perkembangan Inflasi Riau, Sumatera, dan Nasional 10.0 Riau Sumatera Indonesia 9.0 8.0 7.0 6.0 5.0 4.0 3.0 2.0 1.0 %yoy Riau I II III 2009 IV I II III 2010 IV I II III 2011 IV I II III 2012 IV I II III 2013 IV I II III IV 2014 I II III 2015 IV I II III 2016 IV I II III 2017 IV I II III 2018 IV I Apr 2019 7.6 3.5 2.3 1.7 2.1 4.7 4.5 7.3 7.9 5.5 6.0 4.7 3.9 5.4 4.0 3.3 5.4 5.6 7.7 8.7 7.7 6.5 5.8 8.6 6.1 7.3 5.7 2.6 4.4 1.9 3.2 4.0 5.0 6.1 5.0 4.2 3.6 3.3 2.4 2.4 1.3 1.6 Sumatera 8.0 3.0 3.3 2.4 3.3 5.8 5.2 7.7 7.4 5.4 6.0 3.9 3.7 4.9 3.3 3.4 4.8 5.4 8.0 8.7 7.2 5.9 4.6 8.6 6.1 7.7 6.7 3.0 5.7 3.7 4.2 4.5 3.9 4.6 3.6 3.3 3.7 3.3 2.5 2.4 1.6 2.2 Indonesia 7.9 3.6 2.8 2.8 3.4 5.0 5.8 6.9 6.6 5.5 4.6 3.7 3.9 4.5 4.3 4.3 5.9 5.9 8.4 8.3 7.3 6.6 4.5 8.3 6.3 7.2 6.8 3.3 4.4 3.4 3.0 3.0 3.6 4.3 3.7 3.6 3.4 3.1 2.8 3.1 2.4 2.8 Sumber : BPS (diolah) Berdasarkan uji kausalitas Granger, terdapat hubungan yang kuat (co-movement) antara inflasi, konsumsi rumah tangga, dan harga minyak kelapa sawit. Berdasarkan uji tersebut, dinamika konsumsi rumah tangga Riau akan mempengaruhi dinamika inflasi Riau sekitar 2 (dua) triwulan setelahnya. Sedangkan, dinamina harga minyak kelapa sawit yang merupakan sumber pendapatan utama masyarakat Riau akan mempengaruhi dinamika inflasi Riau sekitar 1 (satu) triwulan setelahnya. Terjadinya co-movement antar variabel tersebut mengindikasikan bahwa tren penurunan inflasi Riau dalam jangka panjang secara fundamental lebih disebabkan oleh perlambatan daya beli masyarakat. Grafik B2.2 Inflasi vs Konsumsi RT %yoy Inflasi - MA (3) Grafik B2.3 Inflasi vs Harga CPO %yoy 10.0 9.0 8.0 7.0 6.0 5.0 4.0 3.0 2.0 1.0 0.0 g Konsumsi RT - MA (3), rhs 12.0 10.0 8.0 6.0 4.0 2.0 0.0 %yoy 13.0 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 %yoy 80.0 g Harga CPO - MA (3), rhs 11.0 60.0 9.0 40.0 7.0 20.0 5.0 0.0 3.0 -20.0 1.0 -40.0 I III I III I III I III I III I III I III I III I III I III I I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I 2009 Inflasi - MA (3) 2009 2018 2019 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 Sumber : BPS, Bloomberg (diolah) Indikasi penurunan daya beli yang mempengaruhi turunnya inflasi di Riau sejak 2014 diperkuat dengan co-movement inflasi bahan makanan dan inflasi makanan jadi dengan konsumsi rumah tangga sejak 2014, dimana pada kondisi penurunan daya beli pengeluaran untuk kebutuhan primer (dalam hal ini bahan makanan dan makanan jadi) juga ikut melambat. Berdasarkan uji kausalitas Granger, dinamika konsumsi rumah tangga Riau akan mempengaruhi dinamika inflasi kelompok bahan makanan Riau sekitar 1 (satu) triwulan setelahnya. Sedangkan, dinamina konsumsi rumah tangga Riau akan mempengaruhi dinamika inflasi kelompok makanan jadi Riau sekitar 2 (satu) triwulan setelahnya. Grafik B2.4 Inflasi Bahan Makanan vs Konsumsi RT %yoy Inflasi Bahan Makanan - MA (3) g Konsumsi RT - MA(3), rhs Grafik B2.5 Inflasi Makanan Jadi vs Konsumsi RT %yoy 10.0 %yoy 16.0 9.0 14.0 9.0 12.0 8.0 10.0 7.0 8.0 6.0 6.0 5.0 3.0 4.0 4.0 2.0 2.0 25.0 8.0 20.0 7.0 15.0 Inflasi Makanan Jadi - MA (3) %yoy 10.0 g Konsumsi RT - MA(3), rhs 6.0 5.0 10.0 4.0 5.0 0.0 I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 3.0 I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 Sumber : BPS (diolah) Adanya indikasi penurunan daya beli masyarakat dibalik rendahnya inflasi sejalan dengan kondisi kesejahteraan petani yang tercermin dari Nilai Tukar Petani (NTP). Rata-rata NTP Riau tahun 2014-2018 tercatat sebesar 96,41. Angka NTP dibawah 100 mengindikasikan kesejahteraan petani kurang menggembirakan. Hal tersebut diperkuat dengan indikator garis kemiskinan Riau yang terus mengalami peningkatan. Artinya, semakin tinggi garis kemiskinan, maka akan semakin banyak penduduk yang tergolong sebagai penduduk miskin. Demikian juga dengan Indeks kedalaman kemiskinan (P1) dan keparahan kemiskinan (P2) Riau yang menunjukkan tren menurun. Kondisi ini mengindikasikan bahwa pengeluaran penduduk miskin semakin mendekati garis kemiskinan dan ketimpangan pengeluaran penduduk miskin semakin menyempit. Grafik B2.6 Inflasi Bahan Makanan vs Konsumsi RT %yoy Inflasi NTP,rhs 10.00 Tabel B2.1 Garis Kemiskinan di Provinsi Riau 110.00 Daerah 9.00 8.00 7.00 6.00 5.00 4.00 3.00 2.00 1.00 - 105.00 Perkotaan Sep-15 Sep-16 100.00 Sep-17 Sep-18 95.00 Perdesaan Sep-15 Sep-16 90.00 Sep-17 Sep-18 85.00 Kota + Desa I II IIIIV I II IIIIV I II IIIIV I II IIIIV I II IIIIV I II IIIIV I II IIIIV I II IIIIV I II IIIIV I II IIIIV I Sep-15 Sep-16 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 Sep-17 Sep-18 Grafik B2.7 Indeks Kedalaman Kemiskinan 2.00 1.80 1.60 1.40 1.20 1.00 0.80 0.60 0.40 0.20 0.00 Garis Kemiskinan (Rp/Kapita/Bln) Bukan Makanan Total Makanan 288,596 301,570 327,480 350,004 128,812 137,972 147,147 149,398 417,408 439,542 474,627 499,402 318,195 333,174 350,965 358,620 98,585 100,786 106,403 119,824 416,780 433,960 457,368 478,444 306,835 321,762 342,348 355,412 110,329 115,497 122,833 131,734 417,164 437,259 465,181 487,146 Grafik B2.8 Inflasi Bahan Makanan vs Konsumsi RT 0.70 0.60 1.36 1.45 1.20 0.40 0.50 0.96 1.05 0.45 0.40 0.30 0.29 0.19 0.24 0.20 0.10 0.00 Sep-14 Sep-15 Kota Sep-16 Desa Sep-17 Sep-18 Sep-14 Sep-15 Kota Riau Sumber : BPS (diolah) Sep-16 Desa Sep-17 Riau Sep-18 LAPORAN PEREKONOMIAN PROVNDI RIAU Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM Bab 4 STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM Stabilitas Sistem Keuangan daerah Riau pada triwulan I 2019 membaik dan terjaga di tengah meningkatnya kinerja perekonomian. Kerentanan sektor korporasi dan rumah tangga Riau pada triwulan I 2019 secara umum tetap terjaga, sejalan dengan NPL sektor korporasi yang membaik di tengah kredit korporasi dan RT yang melambat. Indikator kinerja perbankan di Riau pada triwulan I 2019 meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya. Peningkatan ini tercermin dari membaiknya pertumbuhan tahunan Aset dan DPK, serta membaiknya NPL di tengah melambatnya pertumbuhan kredit dan menurunnya LDR. Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau 49 LAPORAN PEREKONOMIAN PROVNDI RIAU Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM 1. Kondisi Umum Ketahanan Korporasi dan Rumah Tangga Kerentanan sektor korporasi dan rumah tangga Riau pada triwulan I 2019 secara umum tetap terjaga. Penyaluran kredit korporasi yang berlokasi di Provinsi Riau pada triwulan I 2019 mencapai sekitar Rp71,25 triliun, menurun dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat Rp74,18 triliun. Sejalan dengan penurunan outstanding, pertumbuhan tahunan kredit korporasi pada triwulan laporan mengalami perlambatan dibandingkan triwulan sebelumnya, yaitu dari 24,86% (yoy) menjadi 18,26% (yoy). NPL sektor korporasi Riau pada triwulan laporan tercatat 2,36%, membaik dibandingkan NPL triwulan sebelumnya yang mencapai 3,13%. Sementara itu, pertumbuhan tahunan kredit konsumsi rumah tangga pada triwulan I 2019 tetap kuat, yakni mencapai 8,96% (yoy), meskipun melambat dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat 10,64% (yoy), namun dengan NPL yang sedikit meningkat dari 1,44% menjadi 1,60%. 1.1. Ketahanan Sektor Korporasi 1 Kredit korporasi pada triwulan I 2019 mencapai sekitar Rp71,25 triliun, menurun dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat Rp74,18 triliun. Sejalan dengan penurunan outstanding, pertumbuhan tahunan kredit korporasi pada triwulan laporan mengalami perlambatan dibandingkan triwulan sebelumnya, yaitu dari 24,86% (yoy) menjadi 18,26% (yoy). Berdasarkan sektornya, penyerapan kredit korporasi di Provinsi Riau pada triwulan I 2019 didominasi oleh tiga sektor: (i) sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan dengan pangsa 23,2%, (ii) sektor perdagangan, restoran, dan perhotelan dengan pangsa 13,1%, serta (iii) sektor industri pengolahan dengan pangsa 12,3%. Penyaluran kredit di sektor pertanian masih didominasi oleh kredit subsektor perkebunan kelapa sawit, dengan pangsa 83,62% dari total kredit sektor pertanian. Sementara itu, Penyaluran kredit kepada sektor perdagangan, restoran, dan perhotelan masih didominasi oleh subsektor perdagangan eceran makanan, minuman dan tembakau dengan pangsa 14,60% dari total kredit sektor perdagangan. Adapun penyaluran kredit korporasi sektor Sejak KEKR edisi Februari 2019, pembahasan mengenai kredit sektor korporasi ditinjau berdasarkan penyaluran kredit yang lokasi kegiatannya berada di Provinsi Riau. Adapun bank/sumber kreditnya mungkin saja berasal dari luar Provinsi Riau. 1 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau 50 LAPORAN PEREKONOMIAN PROVNDI RIAU Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM industri pengolahan didominasi oleh subsektor industri pulp (bubur kertas), kertas, dan karton dengan pangsa 23,48% dari total kredit sektor industri pengolahan. Penyaluran kredit korporasi sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan Riau pada triwulan I 2019 baik secara outstanding maupun pertumbuhan tahunan mengalami peningkatan dibandingkan triwulan sebelumnya. Penyaluran kredit korporasi sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan pada triwulan laporan mencapai Rp24,13 triliun, lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat Rp23,70 triliun; atau mengalami pertumbuhan tahunan meningkat dari 9,04% (yoy) menjadi 13,06% (yoy). Peningkatan ini didorong utamanya oleh harga CPO dan karet dunia yang menunjukkan peningkatan. Secara rata-rata harga CPO dunia pada triwulan I 2019 sekitar US$ 490,6/MT, meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat US$ 460,5/MT. Sementara itu, rata-rata harga karet dunia pada triwulan I 2019 tercatat sekitar US$ 2,03/kg, meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya yang mencapai US$ 1,63/kg. Peningkatan ini tentunya menjadi insentif bagi korporasi perkebunan terutama kelapa sawit dan karet untuk menambah investasi melalui kredit baru. Penyaluran kredit korporasi di sektor perdagangan, restoran, dan perhotelan Riau pada triwulan I 2019 secara outstanding mengalami penurunan dibandingkan triwulan sebelumnya, yaitu dari Rp13,86 triliun menjadi Rp13,62 triliun. Meskipun secara outstanding mengalami penurunan, pertumbuhan tahunan kredit sektor ini meningkat dari 0,004% (yoy) menjadi 2,12% (yoy). Meningkatnya pertumbuhan kredit korporasi di sektor ini didorong utamanya oleh realisasi penyaluran kredit modal kerja dan investasi baru kepada perusahaan swasta di subsektor perdagangan kelapa dan kelapa sawit, perdagangan dalam negeri minyak kelapa sawit, perdagangan eceran perlengkapan rumah tangga, dan perdagangan eceran bahan konstruksi dengan keseluruhannya mencapai Rp670,6 miliar. Meningkatnya pertumbuhan kredit di sektor perdagangan sejalan dengan membaiknya SBT perdagangan dari SKDU Kantor Perwakilan BI Provinsi Riau dari -0,68 pada triwulan IV 2018, menjadi -0,60. Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau 51 LAPORAN PEREKONOMIAN PROVNDI RIAU Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM Tabel 4.1. Kredit Lokasi Proyek Menurut Sektor Ekonomi di Provinsi Riau (Rp Triliun) RpTriliun Pertanian Pertambangan Perindustrian Listrik, gas dan air Konstruksi Perdagangan, restoran dan hotel Pengangkutan, pergudangan Jasa Rumah Tangga dan Lainnya Total I 22.63 0.60 8.16 1.50 1.78 13.70 1.43 4.69 27.10 81.60 2017 II III 19.88 21.91 0.79 0.74 8.92 9.20 1.50 1.50 1.95 2.08 13.92 14.02 1.54 1.63 4.87 4.66 27.91 28.27 81.29 84.02 IV 21.73 0.77 11.34 1.51 3.60 13.86 1.83 4.66 29.49 88.78 I 21.35 3.79 9.86 1.52 3.46 13.34 1.80 5.01 30.18 90.31 2018 II III 24.61 24.14 4.37 8.13 9.45 12.16 1.52 1.71 3.71 4.17 13.66 13.77 1.82 1.74 4.95 4.97 30.80 31.62 94.89 102.42 IV 23.70 9.73 13.56 2.69 3.58 13.86 1.91 5.12 32.53 106.68 2019 I 24.13 5.56 12.75 2.57 4.92 13.62 1.97 5.70 32.77 104.00 Pangsa 23.21 5.35 12.26 2.47 4.73 13.10 1.89 5.49 31.51 100.00 %yoy 13.06 46.68 29.26 68.96 42.20 2.12 9.42 13.94 8.57 15.16 Sumber : Bank Indonesia Sementara itu, penyaluran kredit korporasi di sektor industri pengolahan Riau pada triwulan I 2019 mengalami pertumbuhan tahunan yang meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya, meskipun secara outstanding menunjukkan penurunan. Berdasarkan outstanding, penyaluran kredit sektor ini mencapai Rp12,75 triliun, menurun dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat Rp13,56 triliun; namun secara tahunan mengalami pertumbuhan meningkat dari 19,58% (yoy) menjadi 29,26% (yoy). Meningkatnya pertumbuhan tahunan kredit sektor ini didorong oleh realisasi kredit investasi baru perseorangan di subsektor industri barang dari kertas lainnya senilai sekitar Rp2,23 triliun. Meningkatnya pertumbuhan kredit di sektor industri pengolahan sejalan dengan membaiknya SBT industri pengolahan dari SKDU Kantor Perwakilan BI Provinsi Riau dari -3,28 pada triwulan IV 2018, menjadi -2,38. NPL sektor korporasi Riau pada triwulan laporan tercatat 2,36%, membaik dibandingkan NPL triwulan sebelumnya yang mencapai 3,13%. Secara sektoral, NPL di sektor pertanian Riau pada triwulan I 2019 berada pada level 2,02%, meningkat jika dibandingkan triwulan IV 2018 yang tercatat 1,73%. NPL sektor perdagangan, restoran, dan perhotelan Riau pada triwulan I 2019 juga tercatat meningkat dibandingkan triwulan IV 2018, yaitu dari 4,37% menjadi 4,62%. NPL sektor industri pengolahan Riau pada triwulan laporan juga tercatat meningkat, namun masih relatif rendah, yaitu dari 0,51% menjadi 0,57%. Adapun membaiknya NPL sektor korporasi pada triwulan laporan didorong utamanya oleh perbaikan NPL sektor konstruksi dan peningkatan kredit yang membaik dari 3,86% menjadi 3,03%. Meskipun level NPL rata-rata keseluruhan sektor ekonomi di Riau masih berada di bawah threshold yang ditetapkan oleh Bank Indonesia yaitu 5%, perbankan dihimbau untuk selalu berpedoman pada prinsip kehati-hatian dalam menyalurkan kredit. Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau 52 LAPORAN PEREKONOMIAN PROVNDI RIAU Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM 1.2. Ketahanan Sektor Rumah Tangga2 Pertumbuhan tahunan kredit konsumsi rumah tangga di Provinsi Riau pada triwulan I 2019 mencapai 8,96% (yoy), melambat dibandingkan triwulan IV 2018 yang tercatat tumbuh 10,64% (yoy). Meskipun mengalami perlambatan pertumbuhan tahunan, outstanding kredit konsumsi triwulan I 2019 mengalami sedikit peningkatan dibandingkan triwulan sebelumnya, yaitu dari Rp32,50 triliun menjadi Rp32,75 triliun. Adapun NPL kredit rumah tangga di Provinsi Riau pada triwulan laporan mengalami peningkatan dari 1,44% menjadi 1,60%. Melambatnya pertumbuhan kredit konsumsi terjadi pada seluruh kredit konsumsi RT, dengan perlambatan paling besar terjadi pada kredit kepemilikan durable goods. Pertumbuhan tahunan kredit kepemilikan durable goods pada triwulan I 2019 mengalami perlambatan dibandingkan triwulan sebelumnya, yaitu dari 28,97% (yoy) menjadi negatif 2,46% (yoy). Perlambatan ini utamanya didorong oleh melambatnya pertumbuhan kredit: (i) kepemiikan komputer dan alat komunikasi dan (ii) kepemilikan TV, radio, dan alat elektronik. Secara outstanding, penyaluran kredit kepemilikan durable goods pada triwulan laporan juga mengalami perlambatan dari Rp220,27 miliar menjadi Rp191,10 miliar. Grafik 4.1. Kredit Durable Goods Sumber : Bank Indonesia Grafik 4.2. Kredit Perumahan Sumber : Bank Indonesia Pada triwulan I 2019, kredit perumahan tercatat mengalami pertumbuhan tahunan 11,35% (yoy), melambat dibandingkan triwulan IV 2018 yang tercatat tumbuh 11,80% (yoy). Perlambatan penyaluran kredit perumahan ini terutama didorong oleh melambatnya pertumbuhan tahunan kredit konstruksi rumah sederhana bank yang Sejak KEKR edisi Februari 2019, pembahasan mengenai kredit sektor rumah tangga ditinjau berdasarkan penyaluran kredit yang lokasi kegiatannya berada di Provinsi Riau. Adapun bank/sumber kreditnya mungkin saja berasal dari luar Provinsi Riau. 2 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau 53 LAPORAN PEREKONOMIAN PROVNDI RIAU Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM terkontraksi hingga 27,18% (yoy), lebih dalam dibandingkan triwulan IV 2018 yang terkontraksi sebesar 12,80% (yoy). Perlambatan ini masih merupakan dampak lanjutan dari sempat ditundanya subsidi uang muka program rumah bersubsidi Kementerian PU-PR sebesar Rp4 juta sejalan dengan rencana penerbitan aturan baru harga rumah subsidi. Meskipun pertumbuhan secara tahunan melambat, outstanding kredit perumahan pada triwulan laporan mengalami peningkatan dibandingkan triwulan sebelumnya, yaitu dari Rp10,58 triliun menjadi Rp10,71 triliun. Penyaluran kredit Kepemilikan Kendaraan Bermotor (KKB) pada triwulan I 2019 secara tahunan tumbuh 12,12% (yoy), melambat dibandingkan pertumbuhan tahunan triwulan sebelumnya yang mencapai 21,39% (yoy). Melambatnya pertumbuhan tahunan kredit KKB di Riau pada triwulan laporan didorong utamanya oleh melambatnya pertumbuhan tahunan kredit kepemilikan sepeda motor dari 55,12% (yoy) pada triwulan IV 2018 menjadi 17,65% (yoy). Secara outstanding, penyaluran KKB pada triwulan laporan mengalami sedikit peningkatan dari Rp3,90 triliun menjadi Rp3,91 triliun. Pertumbuhan tahunan kredit multiguna di Riau pada triwulan I 2019 juga menunjukkan perlambatan dibandingkan triwulan sebelumnya. Pertumbuhan kredit multiguna Riau pada triwulan I 2019 tercatat melambat dari 9,20% (yoy) menjadi 7,77% (yoy), meskipun secara outstanding meningkat dari Rp16,43 triliun menjadi Rp16,59 triliun. Grafik 4.3. Kredit Kendaraan Bermotor Sumber : Bank Indonesia Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau Grafik 4.4. Kredit Multiguna Sumber : Bank Indonesia 54 LAPORAN PEREKONOMIAN PROVNDI RIAU Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM Melambatnya pertumbuhan total kredit konsumsi rumah tangga di Riau pada triwulan I 2019 tercermin dari menurunnya Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK)3 satu hingga dua triwulan yang lalu. IEK untuk triwulan laporan yang disurvei pada triwulan IV 2018 mencapai 99,2 atau menurun 2,1 poin dari triwulan sebelumnya yang tercatat 101,3. Grafik 4.5. Indeks Ekspektasi Konsumen dan Kredit Konsumsi Sumber : Bank Indonesia 2. Kondisi Umum Perbankan Riau Indikator kinerja perbankan di Riau pada triwulan I 2019 meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya. Peningkatan ini tercermin dari membaiknya pertumbuhan tahunan Aset dan DPK, serta membaiknya NPL di tengah melambatnya pertumbuhan kredit dan menurunnya LDR. Aset perbankan di Provinsi Riau pada triwulan I 2019 tumbuh meningkat, meskipun nilainya mengalami penurunan. Pertumbuhan tahunan aset perbankan Riau pada triwulan I 2019 mencapai 6,34% (yoy), meningkat dibandingkan triwulan IV 2018 yang tumbuh sebesar 4,12% (yoy). Berdasarkan nilai, total aset bank umum di Riau pada triwulan I 2019 mencapai Rp100,96 triliun, menurun dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat Rp102,50 triliun. Meningkatnya pertumbuhan tahunan Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK) merupakan ekspektasi/perkiraan konsumen rumah tangga terhadap penghasilan, ketersediaan lapangan kerja, dan kegiatan usaha dalam jangka waktu 3 6 bulan (1 2 kuartal) yang akan datang. 3 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau 55 LAPORAN PEREKONOMIAN PROVNDI RIAU Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM aset terutama dipengaruhi oleh peningkatan pertumbuhan surat berharga dan aset lainnya, termasuk aset antar kantor. Jika dilihat per kelompok Bank, meningkatnya pertumbuhan aset perbankan di Riau pada triwulan I 2019 didorong oleh meningkatnya pertumbuhan aset bank BUMN/D (pangsa 71,63%). Pertumbuhan tahunan aset bank BUMN/D pada triwulan I 2019 mencapai 7,29% (yoy), meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat tumbuh 3,86% (yoy). Berdasarkan jenis kegiatan bank, meningkatnya pertumbuhan aset disumbang oleh bank konvensional (pangsa 92,17%) dengan pertumbuhan 5,72% (yoy), meningkat dari triwulan sebelumnya yang tercatat tumbuh 3,17% (yoy). Grafik 4.6. Perkembangan Aset Perbankan Riau Grafik 4.7. Perkembangan DPK Perbankan Riau Sumber : Bank Indonesia Sumber : Bank Indonesia Pertumbuhan tahunan DPK perbankan di Riau pada triwulan I 2019 meningkat. Pada triwulan I 2019, DPK perbankan di Riau tumbuh 6,53% (yoy), meningkat dibandingkan triwulan IV 2018 yang tumbuh sebesar 4,86% (yoy). Posisi DPK pada triwulan laporan juga tercatat meningkat, yaitu dari Rp76,71 triliun menjadi Rp78,10 triliun. Komposisi DPK Riau relatif tidak banyak berubah dalam kurun waktu lima tahun terakhir, dengan porsi utama berupa tabungan (pangsa 48,03%), diikuti oleh deposito (pangsa 35,89%) dan giro (pangsa 16,08%). Penyaluran kredit perbankan berdasarkan lokasi4 kredit di Riau mengalami perlambatan. Pada triwulan I 2019, kredit perbankan Riau tumbuh 15,16% (yoy), melambat dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 20,16% (yoy). Secara outstanding, total kredit perbankan Riau pada triwulan I 2019 tercatat sebesar Sejak KEKR edisi Februari 2019, pembahasan mengenai kredit perbankan ditinjau berdasarkan penyaluran kredit yang lokasi kegiatannya berada di Provinsi Riau. Adapun bank/sumber kreditnya mungkin saja berasal dari luar Provinsi Riau. 4 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau 56 LAPORAN PEREKONOMIAN PROVNDI RIAU Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM Rp104,00 triliun, melambat dibandingkan outstanding kredit triwulan IV 2018 yang tercatat Rp106,68 triliun. Pangsa terbesar kredit Riau pada triwulan laporan masih didominasi oleh bank BUMN/D sebesar 62,30%. Grafik 4.8. Perkembangan Kredit Perbankan Riau Grafik 4.9. Perkembangan Risiko Kredit Perbankan Riau Sumber : Bank Indonesia Sumber : Bank Indonesia Melambatnya penyaluran kredit perbankan Riau diiringi oleh meningkatnya kualitas kredit. Pada triwulan I 2019, Non-Performing Loan (NPL) berada pada level 2,12%, atau turun dibandingkan NPL triwulan IV 2018 yang tercatat sebesar 2,62%. Loan to deposit ratio (LDR) perbankan berlokasi di Riau pada triwulan I 2019 menurun. LDR pada triwulan laporan tercatat sebesar 83,89%, lebih rendah dibandingkan triwulan IV 2018 yang tercatat sebesar 85,20%. Penurunan LDR ini dipengaruhi oleh kenaikan outstanding penyaluran kredit perbankan Riau yang lebih kecil dibandingkan kenaikan posisi DPK. 2.1 Perkembangan Bank Umum 2.1.1. Perkembangan Penghimpunan DPK Peningkatan pertumbuhan tahunan DPK perbankan di Riau pada triwulan I 2019 didorong oleh pertumbuhan deposito. Pertumbuhan tahunan deposito Riau pada triwulan I 2019 tercatat 12,47% (yoy), membaik dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh 1,40% (yoy). Membaiknya pertumbuhan tahunan deposito Riau didorong oleh membaiknya deposito pemerintah. Deposito milik pemerintah, yang memiliki pangsa 19,93% dari total deposito, pada triwulan laporan tercatat tumbuh sebesar 74,68% (yoy), meningkat dibandingkan triwulan IV 2018 yang tumbuh sebesar 8,71% (yoy). Membaiknya pertumbuhan tahunan deposito pemerintah ini Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau 57 LAPORAN PEREKONOMIAN PROVNDI RIAU Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM didorong oleh membaiknya pertumbuhan tahunan deposito BUMN. Selain itu, pertumbuhan tahunan deposito swasta dan perorangan juga tercatat membaik. Pertumbuhan tahunan deposito swasta pada triwulan I 2019 mengalami perbaikan, yaitu dari negatif 18,02%(yoy) pada triwulan IV 2018 menjadi negatif 2,04% (yoy), yang didorong utamanya oleh membaiknya pertumbuhan tahunan deposito perusahaan swasta dan asuransi. Pertumbuhan deposito perorangan juga menunjukkan perbaikan, yaitu tumbuh sebesar 4,58% (yoy), meningkat dibandingkan pertumbuhan tahunan triwulan IV 2018 yang mencapai 3,51% (yoy). Pertumbuhan tahunan giro perbankan Riau pada triwulan I 2019 tercatat mengalami perlambatan dibandingkan triwulan sebelumnya, yaitu dari 12,58% (yoy), menjadi 6,82% (yoy). Melambatnya pertumbuhan tahunan giro pada triwulan laporan terutama didorong oleh melambatnya pertumbuhan tahunan giro pemerintah dan swasta. Sementara itu, pertumbuhan tahunan penghimpunan tabungan perbankan Riau juga mengalami perlambatan pada triwulan laporan. Pertumbuhan tahunan tabungan pada triwulan laporan tercatat sebesar 2,38% (yoy), melambat dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 5,12% (yoy). Perlambatan terutama disumbang oleh melambatnya pertumbuhan tahunan tabungan milik perorangan dan swasta. Secara total, berdasarkan kepemilikan, meningkatnya pertumbuhan tahunan DPK pada triwulan I 2019 terutama didorong oleh membaiknya pertumbuhan tahunan DPK pemerintah. DPK pemerintah, yang memiliki pangsa 13,22% dari keseluruhan DPK, tumbuh 49,29% (yoy), membaik dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh 28,29% (yoy). DPK sektor swasta yang memiliki pangsa 14,42% terhadap total DPK mengalami pertumbuhan tahunan yang membaik dibandingkan triwulan sebelumnya, yaitu dari negatif 2,53% (yoy) menjadi negatif 1,18% (yoy). Adapun DPK sektor perorangan yang merupakan pangsa terbesar DPK Riau (sebesar 72,36%) juga mengalami pertumbuhan tahunan yang melambat dibandingkan triwulan sebelumnya, yaitu dari 4,40% (yoy) menjadi 2,82% (yoy). Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau 58 LAPORAN PEREKONOMIAN PROVNDI RIAU Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM 2.1.2. Penyaluran Kredit5 Melambatnya pertumbuhan tahunan kredit pada triwulan I 2019 terjadi pada sektor: (i) pertambangan dan (ii) listrik, gas, dan air bersih. Penyumbang utama melambatnya pertumbuhan tahunan kredit pada triwulan I 2019 adalah kredit sektor pertambangan, yang tumbuh melambat dari 1.156,20% (yoy) pada triwulan sebelumnya menjadi 46,68% (yoy). Perlambatan ini sejalan dengan penurunan outstanding kredit6 modal kerja salah satu BUMN pertambangan migas berlokasi proyek di Kota Dumai sebesar Rp3,29 triliun yang dilakukan pada Januari dan Maret 2019. Selain itu, terdapat pula penurunan outstanding kredit7 perusahaan swasta bidang pertambangan dan jasa pertambangan migas dengan total Rp904,59 miliar yang dilakukan pada Februari Maret 2019. Melambatnya pertumbuhan tahunan kredit juga disumbang oleh melambatnya pertumbuhan tahunan penyaluran kredit ke sektor listrik, gas, dan air (LGA). Kredit sektor LGA secara tahunan tumbuh sebesar 68,96% (yoy) pada triwulan laporan, melambat dibandingkan triwulan IV 2018 yang tercatat tumbuh 78,43% (yoy). Apabila ditinjau berdasarkan penggunaannya, penyaluran kredit pada triwulan laporan didominasi oleh kredit investasi dengan pangsa 35,91%. Sementara itu, kredit modal kerja dan konsumsi menempati urutan kedua dan ketiga dengan pangsa masing-masing sebesar 32,59% dan 31,49% dari total kredit. 2.1.3. Perkembangan Suku Bunga Bank Umum Suku bunga simpanan di bank umum Riau pada triwulan I 2019 secara rata-rata tertimbang masih mengalami tren peningkatan sejalan dengan peningkatan suku bunga kebijakan Bank Indonesia. Suku bunga simpanan dalam bentuk deposito naik pada triwulan laporan menjadi 6,86%, dari 6,68% pada triwulan IV 2018. Peningkatan suku bunga deposito terjadi pada hampir seluruh tenor, kecuali tenor 12 18 bulan, tenor 24 36 bulan, dan lebih dari 36 bulan. Suku bunga tabungan masih relatif sama dengan triwulan sebelumnya, yaitu 1,27%. Akan tetapi, beberapa Sejak KEKR edisi Februari 2019, pembahasan mengenai kredit perbankan ditinjau berdasarkan penyaluran kredit yang lokasi kegiatannya berada di Provinsi Riau. Adapun bank/sumber kreditnya mungkin saja berasal dari luar Provinsi Riau. 6 Penurunan outstanding kredit dapat berupa, a.l. pelunasan keseluruhan, pelunasan sebagian, maupun pemindahan pinjaman ke lokasi proyek di provinsi lain. 5 7 Ibid. Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau 59 LAPORAN PEREKONOMIAN PROVNDI RIAU Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM tenor telah menunjukkan kenaikan, dimana kenaikan tertinggi ialah tabungan berdurasi 3 6 bulan. Suku bunga giro pada triwulan laporan juga menunjukkan peningkatan, yaitu dari 2,09% pada triwulan IV 2018, naik menjadi 2,22%. Berbeda dengan suku bunga simpanan, suku bunga pinjaman bank umum di Riau pada triwulan I 2019 secara umum masih berada dalam tren penurunan. Penurunan terjadi pada suku bunga kredit investasi dan kredit konsumsi. Suku bunga kredit investasi pada triwulan laporan tercatat sebesar 10,97%, menurun dibandingkan triwulan IV 2018 yang tercatat 11,34%. Suku bunga kredit konsumsi juga mengalami penurunan dari 10,97% pada triwulan IV 2018 menjadi 10,86% pada triwulan laporan. Adapun suku bunga kredit modal kerja pada triwulan laporan tercatat sebesar 11,26%, meningkat dibandingkan triwulan IV 2018 yang tercatat 11,11%. Ditinjau berdasarkan sektor ekonomi, penurunan suku bunga pinjaman bank umum di Riau pada triwulan I 2019 terjadi pada sebagian besar sektor. Suku bunga kredit sektor konstruksi mengalami penurunan, dari 11,12% pada triwulan IV 2018, menjadi 10,85% pada triwulan laporan. Suku bunga kredit sektor pertanian pada triwulan I 2019 juga menurun dibandingkan triwulan IV 2018, yakni dari 10,37% menjadi 10,26%. Adapun sektor yang mengalami kenaikan suku bunga pinjaman antara lain: (i) sektor listrik, gas, dan air yang meningkat dari 9,85% pada triwulan IV 2018, menjadi 10,04%, (ii) sektor transportasi dan pergudangan, yang meningkat dari 10,92% menjadi 11,02%, dan (iii) sektor industri pengolahan, yang meningkat dari 10,44% menjadi 10,46%. 2.1.4. Kualitas Penyaluran Kredit/Pembiayaan Bank Umum 8 Kualitas kredit pada triwulan I 2019 membaik dibandingkan triwulan sebelumnya, dan masih dalam batas aman. Non Performing Loan (NPL) sebagai indikator kualitas kredit yang disalurkan perbankan pada triwulan laporan tercatat sebesar 2,12%, membaik dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 2,62%. Tingkat NPL ini masih berada di bawah threshold yang ditetapkan Bank Indonesia yaitu Sejak KEKR edisi Februari 2019, pembahasan mengenai kualitas penyaluran kredit bank umum ditinjau berdasarkan kualitas penyaluran kredit yang lokasi kegiatannya berada di Provinsi Riau. Adapun lokasi bank/sumber kreditnya mungkin saja berasal dari luar Provinsi Riau. 8 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau 60 LAPORAN PEREKONOMIAN PROVNDI RIAU Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM sebesar 5%. Prinsip kehatian-hatian dalam penyaluran kredit perlu selalu dikedepankan agar tingkat NPL senantiasa membaik. Ditinjau berdasarkan sektor ekonomi, membaiknya kualitas kredit pada triwulan I 2019 disumbang utamanya oleh sektor konstruksi dan sektor pengangkutan. NPL sektor konstruksi pada triwulan laporan tercatat sebesar 3,03%, membaik dari triwulan IV 2018 yang tercatat 3,86%. Sementara itu, NPL sektor pengangkutan mencapai 2,20% atau membaik dari triwulan IV 2018 yang tercatat 2,32%. 2.2 Perkembangan Perbankan Syariah Kinerja industri perbankan syariah di Riau pada triwulan I 2019 tetap terjaga, yang ditunjukkan dengan meningkatnya pertumbuhan tahunan pembiayaan dan meningkatnya FDR di tengah pertumbuhan tahunan aset dan DPK yang mengalami perlambatan, serta kualitas kredit yang mengalami penurunan. Pertumbuhan tahunan aset perbankan syariah Riau pada triwulan I 2019 tercatat sebesar 14,23% (yoy), melambat dibandingkan pertumbuhan tahunan aset triwulan IV 2018 yang tercatat 16,20% (yoy). Pertumbuhan tahunan aset perbankan syariah yang melambat juga sejalan dengan nilai aset perbankan syariah Riau yang mengalami penurunan dibandingkan triwulan sebelumnya, yaitu dari Rp8,31 triliun menjadi Rp7,94 triliun. Grafik 4.10. Perkembangan Aset Perbankan Syariah Grafik 4.11. DPK Perbankan Syariah Menurut Jenis Simpanan Sumber : Bank Indonesia Sumber : Bank Indonesia Laju pertumbuhan tahunan DPK perbankan syariah Riau pada triwulan I 2019 mengalami perlambatan dibandingkan laju pertumbuhan tahunan triwulan sebelumnya. DPK perbankan syariah Riau mencatatkan pertumbuhan tahunan Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau 61 LAPORAN PEREKONOMIAN PROVNDI RIAU Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM sebesar 11,04% (yoy) atau melambat dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat 17,85% (yoy). Secara outstanding, DPK perbankan syariah Riau pada triwulan I 2019 juga melambat dibandingkan triwulan sebelumnya, yaitu dari Rp6,32 triliun menjadi Rp6,05 triliun. Tabungan masih mendominasi struktur DPK perbankan Syariah dengan pangsa 50,84%, disusul oleh Deposito dan Giro dengan pangsa masing-masing sebesar 39,78% dan 9,38%. Pembiayaan perbankan syariah Riau secara tahunan tumbuh sebesar 19,72% (yoy), meningkat dibandingkan pertumbuhan tahunan triwulan sebelumnya yang tercatat 14,82% (yoy). Pembiayaan modal kerja (pangsa 13,95%) mengalami pertumbuhan tahunan meningkat, yaitu 5,92% (yoy), lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan tahunan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 0,51% (yoy). Pembiayaan Investasi (pangsa 19,70%) mengalami pertumbuhan tahunan meningkat, yaitu dari tumbuh negatif 6,84% (yoy) pada triwulan IV 2018 menjadi positif 8,12% (yoy) pada triwulan laporan. Adapun pembiayaan jenis konsumsi (pangsa terbesar, yaitu 66,35%) mengalami laju pertumbuhan tahunan 27,26% (yoy) pada triwulan I 2019, melambat dibandingkan laju pertumbuhan tahunan triwulan sebelumnya yang mencapai 28,20% (yoy). Secara outstanding, pembiayaan perbankan syariah mengalami peningkatan dari Rp5,99 triliun pada triwulan IV 2018, menjadi Rp6,18 triliun. Grafik 4.12. Pertumbuhan Pembiayaan Perbankan Syariah Berdasarkan Jenis Penggunaan Sumber : Bank Indonesia Meningkatnya pertumbuhan tahunan pembiayaan syariah diiringi dengan meningkatnya Non Performing Financing (NPF) dari 2,39% pada triwulan IV 2018 menjadi 2,76% pada triwulan laporan. Sejalan dengan perlambatan pertumbuhan tahunan DPK dan peningkatan pertumbuhan tahunan pembiayaan, angka Financing Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau 62 LAPORAN PEREKONOMIAN PROVNDI RIAU Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM to Deposit Ratio (FDR) perbankan syariah Riau pada triwulan I 2019 mengalami peningkatan ke level 102,28%, dari 94,79% di triwulan IV 2018. 2.3 Perkembangan Kinerja Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Pertumbuhan tahunan aset BPR di Provinsi Riau pada triwulan I 2019 mengalami perbaikan dibandingkan triwulan sebelumnya. Pertumbuhan tahunan aset BPR di Riau pada triwulan laporan tercatat tumbuh negatif 1,13% (yoy), membaik dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh negatif 1,99% (yoy). Nilai aset BPR di Riau pada triwulan laporan tercatat melambat dari Rp1,38 triliun menjadi Rp1,37 triliun. Sejalan dengan melambatnya aset BPR di Riau, pertumbuhan tahunan DPK BPR Riau pada triwulan I 2019 juga mengalami perbaikan dibandingkan triwulan sebelumnya. Pertumbuhan tahunan DPK BPR pada triwulan laporan tercatat negatif 3,54% (yoy), membaik dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh negatif 4,54% (yoy). Secara outstanding, DPK BPR di Riau pada triwulan I 2019 mengalami penurunan dari Rp1,02 triliun menjadi Rp1,01 triliun. Membaiknya pertumbuhan tahunan DPK BPR didorong terutama oleh komponen deposito (pangsa 60,43%) yang mengalami pertumbuhan tahunan negatif 4,90% (yoy), membaik dibandingkan pertumbuhan tahunan triwulan sebelumnya yang tumbuh negatif 7,72% (yoy). Grafik 4.13. Perkembangan Aset BPR/S Grafik 4.14. Perkembangan DPK BPR/S Sumber : Bank Indonesia Sumber : Bank Indonesia Di sisi penyaluran kredit, pertumbuhan tahunan kredit BPR di Riau pada triwulan I 2019 mengalami peningkatan. Pertumbuhan tahunan kredit BPR pada triwulan laporan tercatat 7,23% (yoy), membaik dari pertumbuhan tahunan triwulan sebelumnya yang sebesar 3,40% (yoy). Secara outstanding, kredit BPR di Riau juga mengalami peningkatan dibandingkan triwulan sebelumnya, yaitu dari Rp965,4 miliar menjadi Rp984,9 miliar. Peningkatan pertumbuhan tahunan kredit tersebut Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau 63 LAPORAN PEREKONOMIAN PROVNDI RIAU Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM disumbang utamanya oleh meningkatnya pertumbuhan tahunan kredit modal kerja. Pertumbuhan tahunan kredit modal kerja BPR Riau (pangsa 57,02%) pada triwulan laporan tercatat 16,03% (yoy), meningkat dari pertumbuhan tahunan triwulan sebelumnya yang tercatat 7,81% (yoy). Grafik 4.15. Perkembangan Kredit BPR/S Grafik 4.16. Perkembangan NPL BPR/S Sumber : Bank Indonesia Sumber : Bank Indonesia Bila ditinjau berdasarkan sektor ekonominya, meningkatnya pertumbuhan tahunan kredit BPR di Riau pada triwulan laporan utamanya disumbang oleh meningkatnya pertumbuhan tahunan kredit sektor perdagangan sebagai salah satu kredit sektoral dominan (pangsa 24,26%). Penyaluran kredit kepada sektor perdagangan secara tahunan tumbuh mencapai 12,07% (yoy), meningkat dibandingkan pertumbuhan tahunan triwulan IV 2018 yang tercatat 8,56% (yoy). NPL BPR di Riau pada triwulan I 2019 tercatat meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya. Pada triwulan laporan NPL BPR di Riau tercatat sebesar 11,61%, lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya yang mencapai level 10,65%. Sementara itu, indikator Loan to Deposit Ratio (LDR) BPR Riau pada triwulan laporan juga menunjukan peningkatan dari triwulan sebelumnya yang sebesar 95,10%, menjadi 97,94% pada triwulan laporan. Peningkatan rasio tersebut disebabkan oleh meningkatnya pertumbuhan kredit melebihi membaiknya pertumbuhan DPK. 2.4 Perkembangan Kredit Usaha Mikro, Kecil, Menengah (UMKM) Peran perbankan dalam membiayai kegiatan UMKM di Riau pada triwulan I 2019 secara outstanding sedikit meningkat dibandingkan triwulan IV 2018, sejalan dengan pertumbuhan tahunannya yang menunjukkan perlambatan. Outstanding kredit UMKM di Riau pada triwulan I 2019 tercatat Rp23,72 triliun, meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat Rp23,58 triliun. Sejalan dengan Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau 64 LAPORAN PEREKONOMIAN PROVNDI RIAU Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM outstanding, pertumbuhan tahunan kredit UMKM Provinsi Riau pada triwulan laporan tercatat tumbuh 8,43% (yoy), meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 6,37% (yoy). Hingga triwulan I 2019, Riau merupakan provinsi dengan pangsa penyaluran kredit UMKM terbesar ketiga di Sumatera yaitu sebesar 12,47%, setelah Sumatera Utara dan Sumatera Selatan dengan pangsa masingmasing sebesar 31,35% dan 13,74%. Grafik 4.17. Perkembangan dan Pertumbuhan Kredit UMKM Tabel 4.2. Pangsa Kredit UMKM Pulau Sumatera Sumber : Bank Indonesia Sumber : Bank Indonesia Berdasarkan kategori debitur, penyaluran kredit UMKM perbankan Riau pada triwulan I 2019 relatif seimbang, dengan penyaluran terbesar kepada usaha Kecil dengan pangsa 39,32% dari total kredit yang disalurkan kepada UMKM. Sementara itu, kredit yang disalurkan kepada usaha mikro dan usaha menengah memiliki pangsa masing-masing sebesar 32,30% dan 28,38%. Pertumbuhan tahunan kredit yang disalurkan kepada usaha mikro pada triwulan I 2019 tercatat 10,07% (yoy), melambat dibandingkan pertumbuhan tahunan triwulan sebelumnya yang tercatat 10,83% (yoy), meskipun secara outstanding mengalami peningkatan dari Rp7,43 triliun menjadi Rp7,66 triliun. Pertumbuhan tahunan penyaluran kredit kepada usaha kecil pada triwulan laporan tercatat 11,78% (yoy), meningkat dibandingkan pertumbuhan tahunan triwulan sebelumnya yang tumbuh 9,07% (yoy), sejalan dengan outstanding yang juga mengalami peningkatan dari Rp9,10 triliun menjadi Rp9,33 triliun. Pertumbuhan tahunan kredit kepada usaha menengah pada triwulan I 2019 juga meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya, yaitu dari negatif -0,99% (yoy) menjadi positif 2,43% (yoy), meskipun secara outstanding melambat dari Rp7,05 triliun menjadi Rp6,73 triliun. Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau 65 LAPORAN PEREKONOMIAN PROVNDI RIAU Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM Berdasarkan sektor usahanya, meningkatnya pertumbuhan tahunan kredit UMKM Riau pada triwulan I 2019 terutama disumbang oleh meningkatnya pertumbuhan tahunan kredit UMKM sektor perdagangan (pangsa 41,27% kredit UMKM). Pertumbuhan tahunan kredit UMKM sektor perdagangan pada triwulan laporan tercatat 5,00% (yoy), meningkat dibandingkan pertumbuhan tahunan triwulan sebelumnya yang tercatat 3,33% (yoy). Kualitas kredit UMKM pada triwulan I 2019 menurun dibandingkan triwulan sebelumnya. Non Performing Loan (NPL) kredit UMKM di Riau pada triwulan laporan tercatat sebesar 4,89%, membaik dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat 4,56%. Angka tersebut lebih tinggi dibandingkan NPL kredit UMKM nasional dan Sumatera yang masing-masing tercatat 3,41% dan 4,28%. Grafik 4.18. Perkembangan Kredit UMKM Berdasarkan Segmen Grafik 4.19. Perkembangan NPL Kredit UMKM Sumber : Bank Indonesia Sumber : Bank Indonesia Bila ditinjau berdasarkan pangsanya, porsi kredit UMKM di Riau terhadap total kredit yang disalurkan pada triwulan I 2019 menunjukkan peningkatan, dari 36,08% pada triwulan IV 2018, menjadi 36,21%. Penyaluran kredit UMKM di Riau pada triwulan I 2019 mayoritas ditujukan kepada sektor perdagangan (41,27%), diikuti sektor pertanian (38,48%), dan sektor jasa (8,95%). Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau 66 LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI RIAU Penyelenggaraan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang Rupiah Bab 5 PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN DAN ] PENGELOLAAN UANG RUPIAH 1. Kondisi Umum Sistem Pembayaran Tunai dan Non Tunai Perkembangan transaksi pembayaran tunai di Provinsi Riau pada triwulan I 2019 tercatat mengalami net inflow sebesar Rp334 miliar, hal tersebut menandakan jumlah uang yang masuk ke Bank Indonesia melalui perbankan (inflow) lebih besar dibandingkan jumlah uang yang disalurkan oleh Bank Indonesia kepada masyarakat (outflow). Pada triwulan I 2019 jumlah nominal inflow tercatat sebesar Rp3,02 triliun atau naik sebesar 68,60% (qtq) dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar Rp1,79 triliun. Sementara itu, nominal outflow tercatat sebesar Rp2,69 triliun atau turun sebesar 45,41% (qtq) dibandingkan triwulan sebelumnya 67 LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI RIAU Penyelenggaraan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang Rupiah yang tercatat sebesar Rp4,93 triliun. Kondisi net inflow tersebut utamanya didorong oleh seasonal factor akibat rendahnya pengeluaran pemerintah diawal tahun anggaran serta normalisasi konsumsi masyarakat setelah berakhirnya momentum Natal, perayaan Tahun Baru serta libur sekolah yang terjadi pada triwulan IV 2018. Disisi lain, transaksi non tunai melalui kliring dan BI-RTGS juga mengalami penurunan baik dari sisi nominal maupun dari sisi jumlah warkat transaksi. Secara nominal transaksi kliring pada triwulan I 2019 tercatat sebesar Rp4,23 triliun atau menurun 11,92% (qtq) sedangkan dari sisi jumlah warkat kliring tercatat sebanyak 131 ribu lembar atau menurun 10,98% (qtq). Sementara itu, transaksi non tunai menggunakan BI-RTGS di Provinsi Riau juga tercatat menurun hingga 32,94% (qtq) dari Rp84,56 triliun pada triwulan IV 2018 menjadi Rp56,71 triliun pada triwulan I 2019. Sedangkan dari sisi volume transaksi juga terjadi penurunan dari 12,594 ribu lembar pada triwulan IV 2018 menjadi 9,513 ribu lembar pada triwulan I 2019 (-24,46%,qtq). 2. Perkembangan Transaksi Pembayaran Tunai Transaksi pembayaran tunai di Bank Indonesia dapat dipantau melalui beberapa indikator, seperti jumlah aliran uang keluar dari Bank Indonesia ke masyarakat melalui perbankan (outflow), jumlah aliran uang masuk dari masyarakat ke Bank Indonesia melalui perbankan (inflow), serta kegiatan pemusnahan Uang Tidak Layak Edar (UTLE) dan penemuan uang tidak asli. Di wilayah Provinsi Riau, pengelolaan uang rupiah dilaksanakan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau. 2.1. Aliran Uang Masuk dan Keluar ( Inflow Outflow ) Pada triwulan I 2019, di Provinsi Riau terjadi peningkatan jumlah aliran inflow sebesar 68,60% (qtq) dari Rp1,79 triliun pada triwulan IV 2018 menjadi Rp3,02 triliun pada triwulan I 2019. Kondisi ini disertai dengan penurunan jumlah aliran uang keluar atau outflow sebesar 45,41% (qtq) dari Rp4,93 triliun pada triwulan IV 2018 menjadi Rp2,69 triliun pada triwulan I 2019. Hal ini terjadi seiring dengan efek seasonal masih rendahnya konsumsi pemerintah di awal tahun anggaran serta normalisasi konsumsi masyarakat setelah berakhirnya perayaan hari Natal, Tahun 68 LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI RIAU Penyelenggaraan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang Rupiah Baru serta hari libur sekolah yang terjadi pada triwulan IV 2018. Kondisi aliran inflow yang lebih besar dibandingkan aliran outflow menjadikan Provinsi Riau pada triwulan berjalan mengalami net inflow sebesar Rp334 miliar. Grafik 5.1. Perkembangan Inflow dan Outflow di Provinsi Riau Sumber: Bank Indonesia Apabila dilihat dari sisi permintaan, aktivitas ekonomi masyarakat dapat terpantau dari indikator aliran uang masuk/keluar melalui Bank Indonesia. Sesuai dengan polanya, permintaan uang sangat dipengaruhi oleh pengeluaran konsumsi entitas ekonomi seperti pemerintah dan rumah tangga. Terlihat pada grafik 5.2, yang menggambarkan pertumbuhan permintaan uang yang direpresentasikan oleh aliran outflow secara historis selama tiga tahun terakhir dimana pergerakannya searah dengan pertumbuhan pengeluaran entitas ekonomi rumah tangga pada umumnya. Pada triwulan I 2019 terjadi penurunan pertumbuhan aliran outflow dibandingkan triwulan IV 2018 hingga mencapai Rp2,24 triliun atau -45,41% (qtq). Penurunan nilai outflow tersebut sejalan dengan penurunan tingkat pengeluaran konsumsi rumah tangga yang pada triwulan berjalan sebesar -1,48% (qtq), lebih rendah dibandingkan triwulan IV 2018 yang mengalami pertumbuhan hingga 0,86% (qtq). Kondisi tersebut disebabkan pola belanja masyarakat yang cenderung mengurangi belanja di awal tahun untuk menyeimbangkan kondisi finansialnya setelah berbelanja relatif tinggi di akhir tahun serta menahan konsumsi dalam rangka persiapan konsumsi ke depannya, yakni puasa, lebaran dan tahun ajaran baru. 69 LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI RIAU Penyelenggaraan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang Rupiah Grafik 5.2. Pertumbuhan Konsumsi Rumah Tangga & Outflow (qtq) Sumber: Bank Indonesia Pada grafik 5.3 juga terlihat bahwa pola yang terbentuk dari tingkat pengeluaran konsumsi pemerintah searah dengan tingkat aliran uang keluar (outflow) di Provinsi Riau. Pada triwulan I 2019 terjadi penurunan tingkat pengeluaran konsumsi pemerintah menjadi -10,01% (qtq) dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 1,75% (qtq). Grafik 5.3. Pertumbuhan Konsumsi Pemerintah & Outflow (qtq) Sumber: Bank Indonesia 2.2. Penyediaan Uang Kartal Layak Edar Dalam melaksanakan fungsi dan wewenang mengeluarkan dan mengedarkan uang Rupiah di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, Bank Indonesia senantiasa 70 LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI RIAU Penyelenggaraan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang Rupiah berupaya untuk memenuhi kebutuhan uang kartal di masyarakat dalam jumlah nominal yang cukup, jenis pecahan yang sesuai serta tepat waktu dan layak edar (fit for circulation). Oleh sebab itu secara berkala Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau melakukan pelayanan uang kartal kepada masyarakat baik secara langsung maupun tidak langsung (melalui perbankan). Pelayanan secara langsung dilakukan dalam bentuk penukaran langsung, kas keliling dalam kota dan luar kota serta kas titipan. Bank Indonesia senantiasa menjaga kualitas uang yang beredar melalui kebijakan clean money policy, yang salah satunya secara rutin melakukan kegiatan pemusnahan Uang Tidak Layak Edar (UTLE) yang diterima dari setoran bank maupun penukaran uang dari masyarakat secara langsung. Pada triwulan laporan, terjadi arus balik uang masuk ke Bank Indonesia dari masyarakat melalui perbankan yang merupakan efek seasonal setelah Natal, Tahun Baru dan libur sekolah serta peningkatan pengeluaran belanja pemerintah diakhir tahun menyebabkan total UTLE yang dimusnahkan pada triwulan I 2019 di Provinsi Riau mengalami peningkatan. Pemusnahan UTLE yang dilakukan Bank Indonesia pada triwulan I 2019 mencapai Rp731 miliar, meningkat hingga 166,40% (qtq). Apabila dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun sebelumnya, pemusnahan UTLE yang dilakukan Bank Indonesia Provinsi Riau mengalami penurunan mencapai Rp102 miliar atau menurun 12,28% (yoy). Seiring dengan peningkatan inflow 68,60% (qtq), rasio UTLE terhadap total inflow pada triwulan I 2019 tercatat sebesar 24,18% meningkat dibandingkan triwulan IV 2018 yang tercatat sebesar 15,31%. Namun lebih rendah apabila dibandingkan dengan rasio UTLE terhadap inflow pada triwulan I 2018 yang tercatat sebesar 26,63%. Kondisi ini menandakan terjadi perbaikan kualitas uang yang beredar di Provinsi Riau pada triwulan laporan dibandingkan periode yang sama pada tahun sebelumnya. 71 LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI RIAU Penyelenggaraan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang Rupiah Grafik 5.4. Perkembangan UTLE yang Dimusnahkan Sumber: Bank Indonesia Grafik 5.5. Perkembangan Rasio UTLE terhadap Total Inflow Sumber: Bank Indonesia Dalam rangka menjaga dan meningkatkan kualitas fisik uang di wilayah Provinsi Riau, Kantor Perwakilan BI Provinsi Riau telah melakukan kerjasama dengan 48 Bank Umum di Provinsi Riau untuk melayani masyarakat dalam hal penukaran uang Rupiah yang dicabut dan ditarik dari peredaran serta uang tidak layak edar (uang rupiah lusuh, uang rupiah cacat, uang rupiah rusak). Adapun total penukaran uang yang telah dilayani selama triwulan I 2019 adalah sebesar Rp3,36 miliar. Kantor Perwakilan BI Provinsi Riau juga selalu berupaya untuk meningkatkan frekuensi dan jangkauan layanan kas keliling baik secara wholesale maupun retail ke daerahdaerah yang memiliki peredaran uang lusuh dalam jumlah tinggi, terutama ke pasar-pasar tradisional baik di dalam kota, luar kota maupun daerah remote area (daerah terpencil) di Provinsi Riau. Selama triwulan I 2019, kegiatan kas keliling 72 LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI RIAU Penyelenggaraan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang Rupiah kepada masyarakat yang telah dilakukan oleh Bank Indonesia Provinsi Riau adalah ke pulau Rupat yang merupakan salah satu pulau terluar di Provinsi Riau. Upaya lain yang dilakukan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat terhadap uang layak edar adalah memperluas jaringan distribusi uang dan layanan kas yang menjangkau seluruh wilayah Provinsi Riau dengan cara membuka Kas Titipan di perbankan. Kas Titipan diharapkan dapat membantu Bank Indonesia untuk mendukung penyebaran uang layak edar agar dapat didistribusikan hingga ke pelosok-pelosok daerah dalam jumlah cukup dengan kondisi layak edar dan waktu yang lebih cepat serta tepat. Saat ini, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau telah membuka Kas Titipan yang tersebar di 4 titik wilayah Provinsi Riau yaitu di Kota Dumai, Pasir Pangaraian-Kabupaten Rokan Hulu, Selat Panjang dan kas titipan di Kabupaten Rengat. Terkait dengan adanya kas titipan tersebut, selama triwulan I 2019 dalam rangka memenuhi kebutuhan Rupiah di Kas Titipan yang ditunjuk, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau telah menyalurkan uang layak edar sebesar Rp502,8 miliar. 2.3. Uang Rupiah Tidak Asli Bank Indonesia terus berupaya untuk mengantisipasi penggunaan dan peredaran uang Rupiah tidak asli melalui koordinasi yang intensif dan rutin dengan berbagai pihak (termasuk kepolisian). Selama triwulan I 2019, penemuan uang tidak asli di Provinsi Riau baik melalui perbankan maupun berdasarkan laporan masyarakat tercatat sebanyak 139 lembar, meningkat sebanyak 18 lembar atau 14,88% (qtq) dibandingkan triwulan IV 2018. Menjelang pelaksanaan Pemilihan Presiden dan Pemilihan Legislatif pada tanggal 17 April 2019 menjadi momentum bagi para pelaku tindak pidana pemalsuan uang untuk mengedarkan uang rupiah tidak asli. Namun apabila dibandingkan dengan triwulan I 2018, total penemuan uang tidak asli mengalami penurunan hingga 21,91% (yoy) dari 178 lembar menjadi 139 lembar. Uang Rupiah tidak asli yang dikonfirmasi oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau selama triwulan I 2019 terdiri dari : 48 lembar menyerupai pecahan Rp100 ribu, 74 lembar menyerupai pecahan Rp50 ribu, 13 lembar menyerupai pecahan Rp20 ribu, 3 lembar menyerupai pecahan Rp10 ribu dan 1 lembar menyerupai pecahan Rp5 ribu. 73 LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI RIAU Penyelenggaraan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang Rupiah Grafik 5.6. Perkembangan Peredaran Uang Rupiah Tidak Asli di Provinsi Riau Sumber : Bank Indonesia Adanya laporan temuan uang tidak asli oleh masyarakat di Provinsi Riau dipengaruhi oleh gencarnya upaya Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau untuk meningkatkan kesadaran masyarakat dalam mengidentifikasi keaslian uang Rupiah. Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau secara rutin melakukan sosialisasi mengenai ciri-ciri keaslian uang Rupiah kepada masyarakat di beberapa daerah termasuk kalangan perbankan melalui prinsip 3D (Dilihat, Diraba, Diterawang). Selama triwulan I 2019, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau telah melakukan sosialisasi Ciri Keaslian Uang Rupiah (CIKUR) dan Gerakan Nasional Non Tunai (GNNT) Di Kantor Camat Rupat Utara. Selain itu mengunjungi Politeknik Negeri Bengkalis dan menerima kunjungan dari PAUD AL-Fatih, SMK Akbar, SMK Keuangan, SMK Bina Profesi, MAN 2 Pekanbaru, STAI Lukman Edy, dan UMRI untuk diberikan pengetahuan terkait Ciri-Ciri Keaslian Uang Rupiah. 3. PERKEMBANGAN TRANSAKSI PEMBAYARAN NON TUNAI Salah satu indikator yang dapat digunakan untuk melihat aktivitas ekonomi di suatu daerah selain melalui peredaran uang tunai juga dapat melalui transaksi non tunai yang tercatat di daerah tersebut seperti transaksi kliring dan BI-RTGS yang merupakan transaksi non tunai bernilai kecil dan besar yang diselenggarakan oleh Bank Indonesia. 74 LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI RIAU Penyelenggaraan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang Rupiah 3.1. Transaksi Kliring Bank Indonesia memiliki SKNBI (Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia) sebagai sarana transfer dana non tunai secara ritel baik yang dilakukan oleh Bank Indonesia maupun penyelenggara kliring lokal yang ditunjuk oleh Bank Indonesia dengan nominal transaksi yang lebih kecil yakni dengan nilai di bawah Rp100 juta. Berdasarkan pencatatan yang dilakukan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau, pada triwulan I 2019 transaksi non tunai dengan menggunakan sistem kliring di Provinsi Riau secara umum mengalami penurunan, baik dari segi nominal transaksi maupun jumlah warkat yang digunakan. Pada triwulan I 2019 transaksi non tunai yang tercermin melalui SKNBI secara nominal dan volume menurun secara berurutan sebesar 11,92% dan 10,98% (qtq). Nilai transaksi kliring pada triwulan I 2019 tercatat sebesar Rp4,23 triliun dengan volume transaksi mencapai 131 ribu lembar, menurun jika dibandingkan triwulan IV 2018 yang nilainya tercatat sebesar Rp4,80 triliun dengan volume transaksi 147 ribu lembar. Penurunan tersebut disebabkan oleh beberapa faktor (i) penurunan aktivitas ekonomi di awal tahun dimana terjadinya penurunan kinerja pengeluaran konsumsi pemerintah dan (ii) seasonal factor menurunnya konsumsi masyarakat sebagai normalisasi pengeluaran setelah liburan Natal dan Tahun Baru dan penghematan menjelang pengeluaran untuk puasa, lebaran dan tahun ajaran baru. Penurunan tersebut sejalan dengan penurunan aktivitas ekonomi di triwulan I 2019 yang salah satunya ditunjukkan oleh pertumbuhan sektor perdagangan besar dan eceran yang tercatat terkontraksi hingga -2,81% (qtq) pada triwulan I 2019 menurun dibandingkan triwulan IV 2018 yang tumbuh hingga 2,04% (qtq). Grafik 5.7. Perkembangan Transaksi Kliring (SKNBI) di Provinsi Riau Sumber: Bank Indonesia 75 LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI RIAU Penyelenggaraan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang Rupiah 3.2. Transaksi Real Time Gross Settlement (RTGS) Sistem BI-RTGS adalah sistem transfer dana elektronik yang penyelesaian setiap transaksinya dilakukan dalam waktu seketika. BI-RTGS berperan penting dalam aktivitas transaksi pembayaran, khususnya untuk memproses transaksi pembayaran yang termasuk High Value Payment System (HVPS) atau transaksi bernilai besar yaitu transaksi Rp100 juta atau lebih. Transaksi HPVS saat ini mencapai 90% dari seluruh transaksi pembayaran di Indonesia, sehingga dapat dikategorikan sebagai sistem pembayaran nasional yang memiliki peran signifikan. Pada triwulan I 2019, transaksi non tunai menggunakan BI-RTGS di Provinsi Riau tercatat menurun dari sisi nominal maupun volume. Secara nominal, total transaksi BI-RTGS pada triwulan I 2019 tercatat sebesar Rp56,70 triliun atau menurun hingga Rp27,85 triliun (32,94%, qtq) dibandingkan triwulan IV 2018. Sedangkan dari sisi volume transaksi juga terjadi penurunan dari 12,594 ribu lembar pada triwulan IV 2018 menjadi 9,513 ribu lembar pada triwulan I 2019 (24,46%, qtq). Penurunan ini sejalan dengan penurunan pada transaksi kliring yang disebabkan oleh melambatnya aktivitas ekonomi akibat seasonal factor. Tabel 5.1. Perkembangan Transaksi BI-RTGS di Provinsi Riau RpMiliar Nilai Transaksi (Rp miliar) Volume Transaksi (lembar) I 56.967 9.538 2017 II III 67.889 73.379 9.551 11.200 IV 76.367 13.434 I 43.370 10.642 2018 II 57.126 10.307 III 59.155 11.763 IV 84.559 12.594 2019 I 56.705 9.513 Sumber: Bank Indonesia 3.3. Pemeriksaan Kegiatan Usaha Penukaran Valuta Asing (KUPVA) Untuk mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah serta menjaga kelangsungan ekonomi nasional, dibutuhkan dukungan pasar keuangan termasuk pasar valuta asing domestik yang sehat. Oleh karena itu, melalui Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 18/20/PBI/2016 tentang Kegiatan Usaha Penukaran Valuta Asing Bukan Bank, Bank Indonesia memiliki wewenang untuk mengatur dan mengawasi transaksi valuta asing terhadap rupiah antara penyelenggara kegiatan usaha penukaran valuta asing bukan bank dengan pihak lain. Pengawasan juga dilakukan untuk mencegah kegiatan penukaran valuta asing yang dimanfaatkan untuk pencucian uang, pendanaan terorisme atau kejahatan lainnya, sekaligus 76 LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI RIAU Penyelenggaraan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang Rupiah untuk meningkatkan profesionalisme penyelenggara KUPVA Bukan Bank (KUPVABB) dalam memberikan pelayanan terhadap masyarakat. Di Provinsi Riau, jumlah KUPVA-BB yang telah mendapatkan izin dari Bank Indonesia hingga triwulan laporan adalah sebanyak 16 KUPVA yang tersebar di Kapubaten/Kota Provinsi Riau. Nominal transaksi KUPVA-BB di Provinsi Riau pada triwulan I 2019 tercatat Rp67,26 miliar atau menurun sebesar 4,7% (qtq) dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar Rp70,57 miliar untuk transaksi beli. Sedangkan untuk transaksi jual juga mengalami penurunan dari Rp73,93 miliar pada triwulan IV 2018 menjadi Rp65,62 miliar pada triwulan I 2019 (11,2% qtq). Tabel 5.2. Perkembangan Transaksi KUPVA-BB di Provinsi Riau 2017 RpMiliar Transaksi Pembelian Transaksi Penjualan 2018 I II III IV I 53,63 62,54 57,21 71,94 72,71 52,01 62,90 59,31 73,30 70,54 II III IV 67,39 66,97 70,57 67,26 68,93 66,89 73,93 65,62 2017 Growth - qtq 2019 2018 I 2019 I II III IV I II III IV I Transaksi Pembelian -25,0% 16,6% -8,5% 25,7% 1,1% -7,3% -0,6% 5,4% -4,7% Transaksi Penjualan -28,5% 20,9% -5,7% 23,6% -3,8% -2,3% -3,0% 10,5% -11,2% Sumber : LKPBU 77 LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI RIAU Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan Daerah Bab 6 KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN DAERAH MONETER, PERBANKAN 1. KONDISI UMUM Kondisi ketenagakerjaan dan kesejahteraan di Provinsi Riau pada bulan Februari 2019 menunjukkan perbaikan. Sejumlah indikator memperlihatkan terjadinya peningkatan kualitas ketenagakerjaan, antara lain menurunnya angka Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Riau dari 5,72% pada Februari 2018 menjadi 5,57% pada Februari 2019. Perkembangan kesejahteraan di Provinsi Riau juga membaik terlihat dari penurunan persentase jumlah penduduk miskin dibanding jumlah penduduk di Riau yakni dari 7,41% pada September 2017 menjadi 7,21% pada September 2018. Kondisi tersebut juga terindikasi dari tingkat kesejahteraan petani yang tercermin dari Nilai Tukar Petani yang menunjukkan perbaikan dari 92,70 pada triwulan IV 2018 menjadi 96,41 pada triwulan I 2019. 78 LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI RIAU Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan Daerah 2. KETENAGAKERJAAN Grafik 6.1. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) Provinsi di Sumatera Grafik 6.2. Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Provinsi di Sumatera 68.26 Riau Kepulauan Riau Sumatera Barat Bangka Belitung Kepulauan Riau Lampung 69.32 Indonesia Bengkulu Bangka Belitung Sumatera Selatan Jambi Jambi Lampung Riau Sumatera Utara Sumatera Barat Bengkulu Sumatera Utara Sumatera Selatan Aceh 62.00 5.01 Indonesia Aceh 64.00 66.00 68.00 70.00 72.00 74.00 76.00 5.57 - Sumber : BPS, diolah 1.00 2.00 3.00 4.00 5.00 6.00 7.00 Sumber : BPS, diolah Kondisi ketenagakerjaan Provinsi Riau pada periode Februari 2019 menunjukkan bahwa 3,11 juta dari 4,83 juta jiwa penduduk Riau dengan usia 15 tahun ke atas merupakan angkatan kerja (Grafik 6.1). Angka Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) mengalami penurunan dari 5,72% pada periode Februari 2018 menjadi 5,57% pada periode laporan (Grafik 6.2). Tren penurunan TPT Riau searah dengan pergerakan TPT nasional yang tercatat 5,13% pada Februari 2018 turun menjadi 5,01% di Februari 2019, sehingga mengindikasikan terjadinya peningkatan kualitas ketenagakerjaan secara nasional (Tabel 6.1). Pada tingkat regional, Riau merupakan provinsi dengan angka TPT tertinggi kedua di Sumatera, dengan Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) yang cukup rendah dibandingkan provinsi-provinsi lainnya. Tabel 6.1 Tingkat Pengangguran Terbuka Pulau Sumatera (%) Provinsi Feb 2015 Agt 2015 Feb 2016 Agt 2016 Feb 2017 Agt 2017 Feb 2018 Agt 2018 Feb 2019 Aceh 7.73 9.93 8.13 7.57 7.39 6.57 6.55 6.36 5.53 Sumut 6.39 6.71 6.49 5.84 6.41 5.60 5.59 5.56 5.56 Sumbar 5.99 6.89 5.81 5.09 5.80 5.58 5.55 5.55 5.29 Riau 6.72 7.83 5.94 7.43 5.76 6.22 5.72 6.20 5.57 Jambi 2.73 4.34 4.66 4.00 3.67 3.87 3.65 3.86 3.62 Sumsel Bengkulu Lampung Babel 5.03 3.21 3.44 3.35 6.07 4.91 5.14 6.29 3.94 3.84 4.54 6.17 4.31 3.30 4.62 2.60 3.80 2.81 4.43 4.46 4.39 3.74 4.33 3.78 4.02 2.70 4.33 3.61 4.23 3.51 4.06 3.65 3.99 2.50 3.96 3.39 Kepri 9.05 6.20 9.03 7.69 6.44 7.16 6.43 7.12 6.41 Sumber: BPS, diolah 79 LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI RIAU Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan Daerah Tabel 6.2 Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas yang Bekerja Menurut Lapangan Pekerjaan Utama Lapangan Pekerjaan Utama Februari 2018 4.01 1.78 4.07 4.72 4.82 6.13 7.05 7.27 17.97 38.45 2.15 100.00 2017 4.05 1.46 4.31 4.49 5.33 5.30 6.10 7.07 17.38 40.56 1.76 100.00 Jasa Lainnya Jasa Kesehatan Transportasi dan Pergudangan Konstruksi Penyedia Akomodasi Administrasi Pemerintah Industri Pengolahan Jasa Pendidikan Perdagangan Pertanian Lainnya Total 2019 3.23 2.08 4.29 5.22 5.90 4.66 8.48 6.91 15.72 38.34 2.51 100.00 Sumber: BPS Provinsi Riau, diolah Berdasarkan sektor ekonomi, penyerapan tenaga kerja di Riau masih didominasi oleh sektor pertanian yaitu mencapai 38,34% dari total tenaga kerja, diikuti oleh sektor perdagangan dengan pangsa 15,72%, serta industri pengolahan dengan pangsa penyerapan tenaga kerja sebesar 8,48% (Tabel 6.2). Persentase penyerapan tenaga kerja pada sektor pertanian dan perdagangan tersebut menurun jika dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yang masing-masing sebesar 38,45% dan 17,97%. Sebaliknya, penyerapan tenaga kerja pada sektor industri pengolahan meningkat dari 7,05% pada periode Februari 2018 (Grafik 6.3). Grafik 6.3 Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas yang Bekerja Menurut Lapangan Pekerjaan Utama Lainnya Pertanian Perdagangan Jasa Pendidikan Industri Pengolahan Administrasi Pemerintah Penyedia Akomodasi Konstruksi Transportasi dan Pergudangan Jasa Kesehatan Jasa Lainnya 2018 2019 10 20 30 40 Persen (%) Sumber: BPS Provinsi Riau, diolah 80 LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI RIAU Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan Daerah Sebagian besar penduduk di Provinsi Riau memiliki status pekerjaan sebagai buruh/karyawan, yang pada Februari 2019 memiliki pangsa sebesar 43,53%. Angka ini meningkat dibandingkan periode Februari 2018 yang sebesar 40,94%. Sebaliknya persentase penduduk yang berusaha sendiri dan berusaha dibantu butuh tidak tetap/buruh tidak dibayar menurun dari masing-masing sebesar 19,61% dan 13,95% pada Februari 2018 menjadi 19,57% dan 10,58%. Demikian juga dengan penduduk pekerja tidak dibayar yang pada periode Februari 2019 tercatat sebesar 11,44% menurun dibandingkan periode yang sama tahun 2018 yang mencapai 12,35% (Grafik 6.4). Grafik 6.4 Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas yang Bekerja Menurut Status Pekerjaan Utama Berusaha Sendiri 11.44 Berusaha Dibantu Buruh Tidak Tetap / Buruh Tidak Dibayar 19.57 9.33 10.58 5.55 43.53 Berusaha Dibantu Buruh Tetap / Buruh Dibayar Buruh / Karyawan Pekerja Bebas Pekerja tidak dibayar Sumber : BPS Provinsi Riau, diolah Dilihat dari jumlah jam kerja per minggu, mayoritas tenaga kerja di Provinsi Riau merupakan pekerja penuh*1 yang menghabiskan waktu jam kerja 35 jam atau lebih dalam seminggu dengan pangsa 66,59%. Sedangkan 24,47% lainnya bekerja paruh waktu atau kurang dari 35 jam seminggu dan masih mencari pekerjaan atau masih bersedia menerima pekerjaan. Sisanya sebanyak 8,95% disebut pekerja setengah pengangguran yaitu mereka yang bekerja kurang dari 35 jam seminggu tetapi tidak mencari pekerjaan atau tidak bersedia menerima pekerjaan lain (Grafik 6.5). Hal ini sejalan dengan status pekerja di Riau yang mayoritas berprofesi sebagai buruh/karyawan. Sementara pekerja tidak penuh di 1 Termasuk penduduk yang sementara tidak bekerja 81 LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI RIAU Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan Daerah Riau didominasi oleh pekerja yang berprofesi sebagai wirausaha, pekerja keluarga dan buruh bebas. Grafik 6.5. Jumlah Jam Kerja per Minggu Grafik 6.6. Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan 14.40 SD kebawah Pekerja Paruh Waktu 24.47 34.70 Pekerja Setengah Pengangguran 66.59 8.95 SMP ke bawah SMA / SMK Pendidikan Tinggi 33.92 Pekerja Penuh 16.99 Sumber : BPS Provinsi Riau, diolah Sumber : BPS Provinsi Riau, diolah Tingkat pendidikan tenaga kerja di Provinsi Riau tergolong rendah. Mayoritas pendidikan yang ditamatkan penduduk 15 tahun ke atas yang bekerja pada periode Februari 2019 adalah SMP ke bawah dengan persentase sebesar 51,69%. Kondisi ini sedikit menurun jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya yang mencapai 55,33% dari total angkatan kerja yang bekerja. Sementara itu, pekerja yang menamatkan tingkat pendidikan SMA/SMK sederajat pada periode Februari 2019 tercatat sebesar 33,92%, meningkat dibandingkan Februari 2018 yang sebesar 32,07%. Adapun pekerja dengan tingkat pendidikan tinggi yaitu Diploma dan Universitas hanya mencapai 14,40%, mengalami peningkatan dibandingkan tahun lalu yang sebesar 12,59% (Grafik 6.6). Grafik 6.7 Tingkat Pengangguran Terbuka Menurut Tingkat Pendidikan yang Ditamatkan 17.48 15.17 12.47 12.92 4.94 4.86 4.24 2.18 SD kebawah SMP Feb-2018 SMA / SMK Pendidikan Tinggi Feb-2019 Sumber : BPS Provinsi Riau, diolah 82 LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI RIAU Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan Daerah Jika dilihat dari tingkat pendidikan yang ditamatkan, TPT terbesar periode Februari 2019 berada pada kelompok penduduk dengan tingkat pendidikan SMA/SMK sederajat dan Pendidikan Tinggi dengan persentase masing-masing sebesar 17,48% dan 12,92%. TPT pada kelompok Pendidikan Tinggi ini meningkat dibandingkan angka TPT Februari 2018 yang masing-masing sebesar 15,17% dan 12,47%. Di sisi lain, TPT dengan tingkat pendidikan SMP ke bawah tercatat sebesar 7,04%, lebih rendah dibandingkan tahun lalu yang sebesar 9,18% (Grafik 6.7). Kondisi ini menunjukkan bahwa pada periode ini, jenis lapangan kerja yang tersedia di Provinsi Riau lebih optimal untuk menyerap tenaga kerja dengan tingkat pendidikan rendah dibandingkan tenaga kerja dengan tingkat pendidikan menengah dan tinggi. 3. KESEJAHTERAAN DAERAH 3.1 Penduduk Miskin Riau Jumlah penduduk miskin di Riau pada September 2018 sebesar 494.260 orang atau 7,21% dari jumlah penduduk Riau. Jumlah ini menurun sebanyak 2.130 jiwa jika dibandingkan dengan penduduk miskin pada September 2017 yang berjumlah 496.390 orang atau 7,41% dari jumlah penduduk Riau (Grafik 6.8). Grafik 6.8. Perkembangan Penduduk Miskin Riau (%) (Ribu) 580 560 Grafik 6.9. Sebaran Penduduk Miskin Riau 8.82 7.99 7.67 7.41 7.21 540 520 500 480 460 440 2014 2015 2016 Jumlah Penduduk Miskin (dalam ribu) 2017 10.00 9.00 8.00 7.00 6.00 5.00 4.00 3.00 2.00 1.00 0.00 35% 65% 2018 % Penduduk Miskin Sumber : BPS Provinsi Riau, diolah Kota Desa Sumber : BPS Provinsi Riau, diolah Penduduk miskin Riau pada September 2018 yang tinggal di daerah pedesaan maupun perkotaan tercatat menurun jika dibandingkan September 2017. Jumlah penduduk miskin di daerah pedesaan pada September 2018 tercatat sebesar 322.050 orang, turun sekitar 13.980 orang atau 4,16% (yoy) dibandingkan 83 LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI RIAU Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan Daerah September 2017 yang tercatat sekitar 336.030 orang. Sementara jumlah penduduk miskin yang tinggal di daerah perkotaan pada September 2018 sebesar 178.580 orang, turun sekitar 6.370 orang atau sebesar 3,57% (yoy) dibandingkan September 2017 yang tercatat sebesar 178.580 orang (Grafik 6.9). 3.2 Garis Kemiskinan Riau Penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di bawah Garis Kemiskinan (GK). Semakin tinggi angka GK, maka akan semakin banyak penduduk yang tergolong sebagai penduduk miskin (Tabel 6.3). Tabel 6.3 Garis Kemiskinan Provinsi Riau Daerah Perkotaan Sep-15 Sep-16 Sep-17 Sep-18 Perdesaan Sep-15 Sep-16 Sep-17 Sep-18 Kota + Desa Sep-15 Sep-16 Sep-17 Sep-18 Garis Kemiskinan (Rp/Kapita/Bln) Makanan Bukan Makanan Total 288,596 301,570 327,480 350,004 128,812 137,972 147,147 149,398 417,408 439,542 474,627 499,402 318,195 333,174 350,965 358,620 98,585 100,786 106,403 119,824 416,780 433,960 457,368 478,444 306,835 321,762 342,348 355,412 110,329 115,497 122,833 131,734 417,164 437,259 465,181 487,146 Sumber : BPS Provinsi Riau, diolah GK Riau pada periode September 2017 hingga September 2018 mencapai angka Rp487.146 per kapita/bulan, atau meningkat 4,72% (yoy) dari periode sebelumnya yang tercatat Rp465.181 per kapita/bulan. Jika dilihat per komponen GK yang terdiri dari Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Non Makanan (GKNM), terlihat bahwa komoditas makanan memiliki peranan yang jauh lebih besar dibandingkan komoditas bukan makanan (perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan). Peranan GKM terhadap GK pada September 2018 mencapai 72,96%, sementara peranan GKNM terhadap GK hanya 27,04%. Peningkatan GK di daerah perdesaan pada September 2018 mencapai 4,61% (yoy) sementara peningkatan GK di daerah perkotaan mencapai 5,22% (yoy). Ini menggambarkan bahwa GK di daerah perkotaan mengalami peningkatan yang lebih 84 LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI RIAU Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan Daerah besar dibandingkan perdesaan, sehingga mengakibatkan jumlah peningkatan penduduk miskin di daerah perkotaan di Riau relatif lebih cepat bertambah. 3.3 Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Keparahan Kemiskinan (P2) Riau Indeks kedalaman kemiskinan (P1) pada September 2018 menunjukkan tren meningkat. Indeks kedalaman kemiskinan naik dari 0,96 pada September 2017 menjadi 1,05 pada September 2018. Kondisi tersebut terjadi searah dengan melemahnya harga komoditas unggulan Riau sehingga turut mempengaruhi tingkat pendapatan masyarakat (Grafik 6.10). Grafik 6.10. Perkembangan Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) Riau Grafik 6.11. Perkembangan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) Riau 0.70 2.00 0.60 1.50 1.36 1.45 1.20 1.00 0.40 0.50 0.96 1.05 0.45 0.40 0.30 0.29 0.20 0.50 0.19 0.24 0.10 0.00 0.00 Sep-14 Sep-15 Sep-16 Kota Desa Sep-17 Sep-18 Riau Sumber : BPS Provinsi Riau, diolah Sep-14 Sep-15 Sep-16 Kota Desa Sep-17 Sep-18 Riau Sumber : BPS Provinsi Riau, diolah Apabila dilihat secara terpisah, tingkat kedalaman kemiskinan di daerah perkotaan mengalami penurunan dari 0,97 pada September 2017 menjadi 0,86 pada September 2018. Sebaliknya, tingkat kedalaman kemiskinan di daerah perdesaan sedikit meningkat yaitu dari 0,95 pada September 2017 menjadi 1,17 pada September 2018. Ini mengindikasikan bahwa rata-rata pengeluaran penduduk miskin terutama di daerah perkotaan cenderung mendekati garis kemiskinan. Kondisi yang sama juga terjadi pada Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) Riau yang menunjukkan tren meningkat, yaitu dari 0,19 pada September 2017 menjadi 0,24 pada September 2018 (Grafik 6.11). Meningkatnya indeks ini mengindikasikan bahwa ketimpangan pengeluaran penduduk miskin semakin besar atau mengalami peningkatan. Jika dibandingkan antara daerah perkotaan dan perdesaan, tercatat bahwa Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) di daerah perkotaan mengalami 85 LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI RIAU Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan Daerah penurunan dari 0,19 pada September 2017 menjadi 0,16 pada September 2018, sedangkan di daerah perdesaan tingkat keparahan kemiskinan tercatat meningkat dari 0,18 pada September 2017 menjadi 0,29 pada September 2018. Kondisi tersebut mengindikasikan terjadinya peningkatan ketimpangan pengeluaran penduduk miskin khususnya di daerah pedesaan. 3.4 Nilai Tukar Petani Nilai Tukar Petani (NTP) tercatat meningkat dari 92,70 pada triwulan IV 2018 menjadi 96,41 pada triwulan I 2019. Peningkatan NTP tersebut disebabkan oleh lebih tingginya peningkatan indeks yang diterima dibandingkan indeks yang dibayar petani. Adapun subsektor utama yang mendorong kenaikan NTP adalah subsektor Tanaman Perkebunan Rakyat. Namun demikian, angka NTP Riau pada triwulan I 2019 masih berada dibawah 100 yang berarti bahwa kesejahteraan petani di Riau masih dalam keadaan yang kurang menggembirakan (Grafik 6.12). Grafik 6.12. Perkembangan Nilai Tukar Petani 140 135 130 125 120 115 110 105 100 95 90 Des 2014 Mar Juni Sep 2015 Tanaman Pangan Peternakan Indeks yang dibayar Des Mar Jun Sept Des 2016 Hortikultura Perikanan Nilai Tukar Petani Mar Jun Sept Des 2017 Mar Jun Sept Des 2018 Tanaman Perkebunan Rakyat Indeks yang diterima Sumber : BPS Provinsi Riau, diolah Nilai Tukar Usaha Rumah Tangga Pertanian (NTUP), yang lebih mencerminkan kemampuan produksi petani karena hanya membandingkan produksi dengan biaya produksi, mengalami peningkatan dari 104,59 pada triwulan IV 2018 menjadi 108,68 pada triwulan I 2019. NTUP tertinggi masih dicatatkan oleh subsektor perikanan sebesar 120,94 dengan rincian subsektor perikanan tangkap 129,70 dan subsektor perikanan budidaya sebesar 108,13. Disisi lain, NTUP terendah dialami oleh subsektor tanaman perkebunan rakyat yang sebesar 107,07. 86 GE LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI RIAU Prospek Perekonomian Daerah Bab 7 PROSPEK PEREKONOMIAN DAERAH 1. PROSPEK MAKROREGIONAL Perkembangan ekonomi Riau pada triwulan III 2019 diperkirakan tumbuh positif dan berada pada kisaran 2,00 2,40 %(yoy), relatif stabil dibandingkan perkiraan pertumbuhan ekonomi Riau triwulan II 2019. Ditinjau dari sisi penggunaan, sumber pertumbuhan diperkirakan berasal dari PMTB dan net ekspor. Pertumbuhan PMTB diperkirakan meningkat sejalan dengan perkiraan mulai positifnya pertumbuhan harga CPO dan karet setelah sebelumnya selalu tumbuh negatif sejak pertengahan 2017. Membaiknya pertumbuhan harga kedua komoditas ini menjadi insentif dunia usaha di Riau untuk menambah investasi. Pertumbuhan ekspor luar negeri Riau pada triwulan III 2019 diperkirakan masih tetap meningkat seiring dengan penurunan tarif impor CPO dan RPO India dari 44% dan 54% menjadi 40% dan 50% dan perkiraan 87 LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI RIAU Prospek Perekonomian Daerah mulai positifnya pertumbuhan harga CPO di tengah masih terbatasnya ekspor CPO ke Eropa dan AS. Sementara itu, dari sisi sektoral, dorongan terhadap ekonomi Riau triwulan III 2019 utamanya berasal dari: (i) sektor industri pengolahan dan (ii) sektor konstruksi. Dorongan sektor industri pengolahan berasal dari penurunan tarif impor CPO dan RPO India dari 44% dan 54% menjadi 40% dan 50%, mulai positifnya pertumbuhan harga CPO, dan semakin meluasnya program B20 yang digulirkan pemerintah. Sementara itu, dorongan sektor konstruksi pada triwulan III 2019 diperkirakan sejalan dengan masih berlanjutnya konstruksi jalan tol Pekanbaru Dumai yang hingga kini pembangunannya telah mencapai sekitar 46%. Secara keseluruhan tahun 2019, pertumbuhan ekonomi Riau diperkirakan berada pada kisaran 2,20 2,60 % (yoy), dengan tendensi meningkat (namun terbatas) jika dibandingkan pertumbuhan ekonomi 2018. Meningkatnya pertumbuhan ekonomi Riau untuk keseluruhan 2019 diperkirakan bersumber dari meningkatnya pertumbuhan belanja pemerintah dan ekspor antar daerah. Dari sisi sektoral, sektor industri pengolahan diperkirakan menjadi pendorong utama meningkatnya ekonomi Riau untuk keseluruhan 2019. Namun, peningkatan yang lebih tinggi tertahan oleh sektor pertambangan yang terkontraksi lebih dalam, serta sektor pertanian, konstruksi, dan sektor perdagangan yang diperkirakan mengalami perlambatan. Grafik 7.1. Perkembangan Pertumbuhan Ekonomi Riau Aktual dan Prakiraan Pertumbuhan Ekonomi Riau Tahun 2019 (% yoy) *Proyeksi Bank Indonesia Dari sisi eksternal, meningkatnya pertumbuhan ekonomi Riau untuk keseluruhan 2019 didorong utamanya oleh perkiraan masih sedikit meningkatnya perekonomian 88 GE LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI RIAU Prospek Perekonomian Daerah India dan membaiknya harga komoditas minyak kelapa sawit dan karet, meskipun perbaikannya terbatas. Adapun perekonomian dunia pada 2019 diperkirakan tumbuh melambat dibandingkan 2018. Melambatnya pertumbuhan ekonomi dunia pada 2019 didorong oleh pertumbuhan ekonomi AS yang diperkirakan melambat sejalan dengan konsumsi yang tertahan, melambatnya investasi, kondisi tenaga kerja yang semakin ketat, serta terbatasnya dukungan fiskal. Pertumbuhan ekonomi Tiongkok pada 2019 diperkirakan sedikit melambat sejalan dengan rebalancing yang tengah dilakukan, dimana ekspor semakin melambat di tengah investasi yang sudah bottoming out dan arah kebijakan counter-cyclical yang dilakukan oleh otoritas Tiongkok. Adapun ekonomi Eropa dan Jepang pada 2019 diperkirakan melambat seiring dengan terbatasnya dorongan sektor eksternal, terbatasnya ruang fiskal, lemahnya permintaan domestik, dan permasalahan struktural tenaga kerja (termasuk aging population) yang memicu lemahnya produktivitas. Sementara itu, harga komoditas non-migas pada 2019, terutama CPO dan karet, diperkirakan membaik dibandingkan 2018. Meskipun harga CPO diperkirakan masih akan terkontraksi di 2019, namun tidak sedalam kontraksi yang terjadi pada 2018. Membaiknya harga CPO sejalan dengan meningkatnya demand India dan perkiraan meningkatnya konsumsi minyak kelapa sawit Tiongkok imbas perang dagang dengan AS. Sementara itu, perbaikan harga karet sejalan dengan pemangkasan pasokan dari Indonesia, Malaysia, dan Thailand sebagai produsen utama karet global. Adapun harga minyak dunia 2019 diperkirakan melambat dibandingkan 2018 sejalan dengan meningkatnya suplai minyak AS. Dari sisi sektoral, pertumbuhan sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan Riau untuk keseluruhan tahun 2019 diperkirakan melambat dibandingkan 2018. Perlambatan sejalan dengan tidak diperbolehkannya perusahaan-perusahaan perkebunan dan hutan tanaman industri untuk melakukan ekspansi dan penanaman kembali (replanting) di lahan-lahan perkebunan yang berada di area fungsi lindung ekosistem gambut sesuai dengan Permen LHK No. P.17/2017. Akan tetapi, perlambatan yang lebih besar tertahan oleh semakin banyaknya tanaman replanting (kelapa sawit dan karet) yang memasuki usia panen dan intensifikasi yang dilakukan banyak perusahaan perkebunan sawit a.l. melalui mekanisasi proses panen dan pengangkutan TBS. 89 LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI RIAU Prospek Perekonomian Daerah Pertumbuhan sektor industri pengolahan Riau untuk keseluruhan 2019 diperkirakan meningkat dibandingkan 2018. Peningkatan diperkirakan didorong oleh tiga hal. Pertama, terus didorongnya kebijakan mandatori campuran biodiesel ke dalam bahan bakar nabati oleh pemerintah (B20). Pada 2019, pemerintah berencana untuk mengalokasikan sekitar 6,19 juta KL biodiesel. Alokasi ini meningkat sekitar 78% dibandingkan penyaluran biodiesel sepanjang 2018 yang tercatat sekitar 3,47 juta KL Riau sebagai provinsi penghasil minyak kelapa sawit terbesar direncanakan mendapat alokasi sekitar 2,28 juta KL pada 2019, dimana alokasi tersebut baru sekitar 50,4% kapasitas aktif industri bahan bakar nabati Riau yang diperkirakan mencapai 4,52 juta KL. Kedua, perkiraan membaiknya ekspor CPO, RPO dan produk berbasis minyak kelapa sawit lainnya ke India sejalan dengan diturunkannya tarif impor produk dimaksud, sehingga produk tersebut semakin kompetitif dibandingkan produk minyak nabati lainnya. Tarif impor CPO dan RPO India per Januari 2019 diturunkan dari 44% dan 54% menjadi 40% dan 50%. Langkah penurunan tersebut diambil India sejalan dengan negosiasi eksportir dan produsen CPO besar dari Malaysia dan Indonesia, serta tidak mencukupinya produksi minyak nabati dalam negeri meskipun beberapa kebijakan telah diterapkan dalam rangka mendorong produksi lokal. Rabobank dalam sebuah riset pada tahun 2018 memperkirakan bahwa pada 2030, konsumsi minyak nabati India akan mencapai sekitar 34 juta ton, dimana produksi lokal hanya dapat mencukupi 9 juta ton (atau sekitar 26,5%). Konsumsi yang besar ini didorong utamanya oleh jumlah penduduk India yang besar. Selain itu, membaiknya ekspor minyak kelapa sawit Riau ke India juga dibantu oleh membaiknya ekspor minyak kelapa sawit Riau ke Bangladesh dan Pakistan yang merupakan anggota SAFTA (South Asian Free Trade Area) bersama India. Ketiga, prospek meningkatnya ekspor minyak kelapa sawit Riau ke Tiongkok. Hal ini sejalan dengan kembali meningkatnya eskalasi perang dagang AS-Tiongkok yang membuat Tiongkok masih menghambat impor minyak kedelai dari AS. Seiring dengan menurunnya impor minyak kedelai dari AS akibat naiknya tarif impor, impor minyak kelapa sawit Tiongkok sebagai substitusi minyak kedelai sejak Juni 2018 menunjukkan tren peningkatan, termasuk impor dari Riau. 90 GE LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI RIAU Prospek Perekonomian Daerah Pertumbuhan industri pengolahan Riau yang lebih tinggi pada 2019 tertahan oleh beberapa faktor, antara lain: (i) Mulai berlakunya phasing out Uni Eropa atas minyak kelapa sawit pasca penerapan Renewable Energy Directive II (RED II) yang mengkategorikan minyak kelapa sawit sebagai faktor penyebab konversi lahan dan berisiko terhadap keberlanjutan lingkungan; (ii) Berlaku efektifnya suspend GSP (Generalised Scheme of Preferences) oleh Uni Eropa atas Indonesia sejak 1 Januari 2018, sehingga tarif impor minyak kelapa sawit dari Indonesia tidak lagi Dengan kata lain, tarif impor minyak kelapa sawit Eropa dari Indonesia meningkat dari 6,10% menjadi 9,60%; dan (iii) Dinaikkannya Bea Masuk Anti-Dumping (BMAD) produk biodiesel dari Indonesia oleh AS menjadi 127% 341%. Sektor pertambangan dan penggalian migas masih cenderung melanjutkan tren kontraktif. Lifting minyak bumi Riau dalam lima tahun terakhir turun 5-10% per tahun sejalan dengan banyaknya sumur yang tua. Telah ditetapkannya PT Pertamina menjadi kontraktor KKS blok Rokan pada 2021 mendatang menggantikan PT. Chevron Pacific Indonesia (CPI) semakin mempertegas bahwa pengembangan Enhance Oil Recovery (EOR) secara full scale tidak akan begitu signifikan setidaknya hingga 2021. Kinerja sektor konstruksi untuk keseluruhan 2019 diperkirakan sedikit mengalami perlambatan dibandingkan 2018. Perlambatan didorong oleh telah selesainya beberapa proyek infrastruktur strategis provinsi pada awal 2019 seperti Flyover simpang SKA, Flyover simpang pasar pagi Arengka, dan Jembatan Siak IV. Namun perlambatan sektor ini tidak begitu dalam seiring dengan masih berlanjutnya proyek strategis nasional seperti jalan tol Pekanbaru Kandis Dumai sepanjang 135 Km yang perkembangannya hingga kini mencapai sekitar 46%. Sektor perdagangan besar, eceran, dan reparasi juga diperkirakan melambat untuk keseluruhan 2019. Perlambatan tersebut didorong oleh perkiraan melambatnya konsumsi rumah tangga dan PMTB pada 2019. Akan tetapi, perlambatan sektor ini tidak begitu dalam seiring dengan kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) Riau, kenaikan dan rapel gaji ASN, momentum pemilu 2019, serta peningkatan nominal bantuan sosial PKH dan BPNT. 91 LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI RIAU Prospek Perekonomian Daerah Meskipun demikian, kondisi perekonomian ke depan dibayangi beberapa risiko yang dapat mendorong pertumbuhan ekonomi Riau lebih rendah dari perkiraan (downside risk), di antaranya diperkirakan berasal dari: (i) kepastian pertumbuhan ekonomi dan perdagangan dunia yang masih menunjukkan tren bias ke bawah dari perkiraan semula; (ii) perbaikan harga komoditas yang masih terbatas, terutama harga minyak dunia yang masih melambat sejalan dengan belum pastinya rencana penurunan produksi OPEC+; (iii) parlemen Eropa masih tetap akan melakukan pemberhentian penggunaan minyak sawit dalam biodiesel secara bertahap mulai 2020 menyusul disepakatinya RED II; (iv) belum pastinya negosiasi dagang antara Tiongkok dan AS, salah satunya mengenai impor kedelai Tiongkok dari AS juga turut menjadi risiko bagi pergerakan harga CPO dunia; (v) aksi wait and see dunia usaha untuk menambah investasi di tengah kepastian hasil pemilu, pileg, dan perekonomian dunia ke depan; dan (vi) potensi terganggunya produksi sektor perkebunan sebagai dampak bencana asap yang masih membayangi perkembangan ekonomi Riau. 2. PERKIRAAN INFLASI Inflasi Provinsi Riau triwulan III 2019 diperkirakan berada pada kisaran 2,60 3,00% (yoy). Perkiraan tersebut lebih tinggi jika dibandingkan perkiraan inflasi triwulan II 2019 namun lebih rendah dibandingkan realisasi inflasi triwulan III dalam 5 tahun terkahir. Secara keseluruhan tahun 2019, tingkat inflasi diperkirakan berkisar antara 2,40 2,80% (yoy), berada dalam target inflasi nasional 3,5 + 1% (yoy), dan sedikit lebih tinggi dibandingkan keseluruhan tahun 2018. Grafik 7.2. Perkembangan Inflasi Riau Aktual dan Prakiraan Inflasi Riau Tahun 2019 (% yoy) *Proyeksi Bank Indonesia 92 GE LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI RIAU Prospek Perekonomian Daerah Meningkatnya tekanan inflasi tersebut diperkirakan terutama bersumber dari komoditas-komoditas yang harganya dipengaruhi atau ditetapkan oleh kebijakan pemerintah seiring dengan terbukanya peluang kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM), kenaikan tarif Pelayanan Jasa Navigasi Penerbangan (PJNP), dan penerapan tarif bagasi untuk seluruh maskapai kategori No Frills. Sumber tekanan inflasi juga diperkirakan berasal dari komoditas-komoditas bahan pangan akibat masih tingginya ketergantungan Provinsi Riau terhadap pasokan dari luar daerah. Komoditas-komoditas dimaksud antara lain: (i) beras, dengan kebutuhan dari luar Riau sekitar 69,4% konsumsi Riau, (ii) telur ayam ras, dengan kebutuhan dari luar Riau sekitar 98,9% konsumsi Riau, (iii) daging ayam ras, dengan kebutuhan luar Riau sekitar 81,7% konsumsi Riau, (iv) cabai merah, dengan kebutuhan sekitar 24,8%, (v) bawang merah, dengan kebutuhan sekitar 91,5%, (vi) daging sapi, sebesar 79,3%, dan (vii) bawang putih, yang hampir 100% berasal dari luar Riau. Ketergantungan terhadap komoditas tersebut tentunya sangat rentan terhadap gejolak harga. Sementara itu, harga jagung global yang masih terus menguat mendorong potensi inflasi daging dan telur ayam ras. Selain itu, terdapat kemungkinan intensitas musim hujan yang di bawah normal pada 2019 di sebagian wilayah Riau. Di sisi lain, tekanan inflasi untuk komoditas secara umum selain bahan pangan dan yang harganya diatur pemerintah masih relatif stabil meskipun menunjukkan tendensi sedikit meningkat seiring dengan perkiraan melonjaknya tekanan permintaan sejalan dengan penyelenggaraan pemilu 2019. Memasuki pertengahan triwulan II atau pekan ketiga Mei 2019, harga rata-rata beberapa komoditas bahan pangan tercatat lebih tinggi dibandingkan pada tahun 2016, 2017, dan 2018 sehingga perlu menjadi perhatian. Komoditas tersebut antara lain daging ayam ras dan bawang putih. Selain itu beberapa komoditas juga perlu mendapat perhatian dikarenakan secara historis tren harganya mengalami kenaikan pada triwulan III dibandingkan triwulan II, seperti daging ayam ras, telur ayam ras, dan bawang merah. Beberapa komoditas secara historis menunjukkan kenaikan harga menjelang bulan Ramadhan dan Idul Fitri, antara lain daging ayam ras, telur ayam ras, cabai merah besar, dan bawang merah. 93 LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI RIAU Prospek Perekonomian Daerah Grafik 7.3. Perkembangan Harga Komoditas Pangan 2016, 2017, 2018, dan 2019 Sumber: SPH Bank Indonesia Beberapa faktor yang berpotensi membawa inflasi melewati batas atas kisaran proyeksi antara lain perkiraan terjadinya musim hujan 2019 yang mempunyai sifat hujan di bawah normal pada sebagian wilayah Riau, sehingga berpotensi mengganggu produksi tanaman pangan. Menurut perkiraan BMKG, sebagian wilayah Riau pada musim hujan 2018/2019 mengalami sifat hujan di bawah normal sampai normal. Beberapa wilayah yang diperkirakan mengalami sifat hujan di bawah normal (dibandingkan musim hujan tahun-tahun sebelumnya) antara lain sebagian Bengkalis, sebagian Siak, sebagian Kampar, dan sebagian Pekanbaru. Adapun wilayah-wilayah Riau lainnya diperkirakan mengalami sifat hujan normal (dibandingkan musim hujan tahun-tahun sebelumnya). Selain faktor cuaca, lonjakan 94 GE LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI RIAU Prospek Perekonomian Daerah permintaan khususnya pada momentum liburan sekolah dan hari besar keagamaan, kenaikan harga pakan ternak terutama jagung, terhambatnya impor bawang putih, peluang kenaikan harga BBM, kenaikan tarif angkutan udara, kenaikan tarif PJNP, dan sebagainya turut menjadi faktor yang memberikan tekanan kenaikan inflasi. Gambar 7.1. Prakiraan Sifat Hujan Musim Hujan Riau 2018/2019 dibandingkan Keadaan Normal Sumber: BMKG 3. REKOMENDASI Pada tingkat regional, koordinasi aktif Tim Pengendalian Inflasi Daerah terus ditingkatkan baik di tingkat Provinsi maupun Kabupaten/Kota, dengan upaya prioritas pengendalian inflasi antara lain: 1. Mendorong percepatan pelaksanaan kerjasama antar daerah terutama untuk komoditas bahan pangan yang rentan bergejolak dengan andil inflasi terbesar di Riau. Kegiatan-kegiatan kerjasama ini mencakup antara lain, namun tidak terbatas pada: (i) kerjasama antara Perum Bulog dengan 7 daerah utama produksi beras: Sulsel, NTB, Jateng, Jatim, Jabar, Sumsel, dan Lampung; (ii) kerjasama dengan daerah sumber bibit ternak (NTB), dan perluasan kerjasama dengan Jawa Timur untuk komoditas sapi Madura; (iii) mendorong kesepakatan bersama Forum APPSI (Asosiasi Pemerintah Provinsi 95 LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI RIAU Prospek Perekonomian Daerah Seluruh Indonesia) dan gubernur se-Sumatera dalam penyediaan bahan pangan; (iv) memfasilitasi kerjasama B to B (Gapoktan dengan Pelaku Usaha). 2. Memperkuat kelembagaan yang terkait dengan pengendalian inflasi terutama bahan pangan, antara lain melalui: (i) pembinaan sistem pembiayaan, manajemen usaha, dan kemitraan usaha, salah satunya dengan mengembangkan AUTSK (Asuransi Usaha Ternak Sapi dan Kerbau); (ii) pelatihan petani, kelompok tani, dan pelaku agribisnis tanaman pangan dan hortikultura; (iii) pengembangan Lembaga Ekonomi Masyarakat (LEM); dan (iv) pemberdayaan Toko Tani Indonesia. 3. Memitigasi gangguan distribusi dan konektivitas, antara lain dengan: (i) kerjasama khususnya dengan pihak Kepolisian terutama untuk antisipasi tindakan spekulasi dan penimbunan, (ii) mengusulkan alokasi anggaran untuk pembuatan sistem informasi neraca pangan yang terintegrasi dari tingkat desa hingga provinsi (data produksi dan data pasar), (iii) mengoptimalkan pemanfaatan jembatan timbang untuk mengetahui arus keluar masuk bahan pangan, (iv) percepatan pembangunan pasar induk, dan (v) mendorong konektivitas dan kualitas infrastruktur jalan terutama dari sentra produksi. 4. Terus melakukan serangkaian kegiatan untuk menjangkar ekspektasi masyarakat agar bijak dalam berbelanja dan update terhadap harga terkini melalui berbagai media massa serta mendorong pemanfaatan Pusat Informasi Harga Pangan Strategis (PIHPS) dalam bentuk digital display di titiktitik keramaian. Adapun dalam upaya peningkatan pertumbuhan ekonomi, diusulkan hal-hal sebagai berikut: 1. Jangka pendek a. Membangun persepsi positif terhadap iklim investasi melalui peningkatkan ease of doing business melalui deregulasi dan debirokratisasi perizinan investasi, disertai dengan peningkatan informasi terkait kebijakan-kebijakan di daerah yang memberikan insentif khusus bagi dunia usaha di Provinsi Riau. 96 GE LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI RIAU Prospek Perekonomian Daerah b. Peningkatan alokasi belanja modal, terutama infrastruktur, yang dimonitor dan dievaluasi secara intensif. Selain itu, demi terlaksananya realisasi anggaran sesuai peruntukan, perlu dikembangkan mekanisme punishment bagi Organisasi Perangkat Daerah (OPD) yang tidak dapat merealisasikan anggaran sesuai dengan apa yang telah direncanakan. c. Mendorong kerjasama dengan masyarakat/asosiasi usaha di bidang pariwisata serta korporasi perkebunan untuk mengembangkan berbagai kegiatan/event dan paket wisata berbasis alam/perkebunan yang tidak terlalu membutuhkan usaha yang begitu besar (low hanging fruit), seperti wisata petik durian asli Bangkinang dan Bengkalis, wisata persawahan di Bungaraya, wisata edukasi perkebunan dan pengolahan kelapa sawit, wisata edukasi perkebunan karet, dsb. Kegiatan tersebut dikembangkan sejalan dengan berbagai event pariwisata/budaya berskala nasional dan internasional yang telah ada saat ini seperti Bakar Tongkang, Pacu Jalur, dsb. Branding kegiatan-kegiatan perlu diperkuat agar ingatan masyarakat terhadap komoditas agrowisata dan perkebunan tersebut lekat dengan Riau. Semisal, apabila ingin wisata Durian, Riaulah yang menjadi tujuannya; apabila ingin wisata edukasi kelapa sawit, Riaulah yang menjadi tujuan utamanya. d. Mendorong penyusunan standar tahapan elektronifikasi transaksi pemerintah daerah serta penyusunan peraturan daerah terkait elektronifikasi meliputi roadmap serta instrumen elektronifikasi. 2. Jangka Menengah Panjang a. Percepatan proyek pembangunan infrastruktur, terutama jalan dan jembatan, kelistrikan, pelabuhan, serta pengembangan kawasan industri dan logistik yang sinergis dan terarah dengan pengembangan sektor prioritas di provinsi Riau. Selain itu, dukungan terhadap Proyek Strategis Nasional (PSN) yang akan dibangun di Riau juga diperlukan, seperti penetapan lokasi (Penlok) dan dukungan pembebasan lahan trase jalan tol Padang Bukittinggi kereta api Rantau Prapat Pekanbaru, Dumai Duri Rantau Prapat, dan rel Pekanbaru. 97 LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI RIAU Prospek Perekonomian Daerah b. Dalam hal pengembangan kawasan industri terutama kawasan industri yang diinisiasi oleh pemerintah daerah, dapat dilakukan beberapa hal, antara lain: (i) mengalokasikan/mendorong alokasi sebagian lahan di kawasan industri eksisting untuk juga menjadi kawasan pergudangan/logistik; (ii) menyiapkan paket insentif dalam berinvestasi di kawasan industri dan pergudangan tersebut; (ii) bekerjasama dan mengundang perusahaan swasta nasional yang telah sukses dalam pengembangan kawasan industri untuk turut serta membantu pengembangan kawasan dimaksud dengan imbalan, misal, kepemilikan beberapa persen saham kawasan apabila perusahaan tersebut berhasil mendatangkan sejumlah perusahaan/industri untuk beroperasi di kawasan dimaksud (perjanjian usaha berbasis kinerja), (iii) mempelajari dan mengembangkan skema pendanaan availability payment dalam mengembangkan infrastruktur pendukung kawasan industri seperti akses jalan, SPAM, perluasan dermaga pelabuhan eksisting, jalur kereta api, dsb. c. Mendorong pengembangan sektor real estate terutama di daerah perkotaan di Riau sebagai salah satu sumber alternatif pertumbuhan ekonmi baru, antara lain melalui: (i) inisiasi pembentukan bank tanah daerah untuk penyediaan tanah yang terjangkau bagi pengembang, namun dengan syarat harus segera dibangun pemukiman dan dipasarkan (pengembangn tidak boleh menumpuk lahan); (ii) insentif keringanan PBB pada 1 2 tahun awal dan BPHTB pasca sebuah properti telah berpindah hak milik menjadi perseorangan; (iii) kemudahan perizinan dan non-perizinan pengembang untuk mulai membangun. d. Perlunya penyusunan roadmap hilirisasi produk berbasis minyak kelapa sawit sebagai pedoman jangka panjang kebijakan daerah dalam mengembangkan industri hilir berbasis kelapa sawit. Jika dimungkinkan, roadmap tersebut dapat menjadi pelengkap RPJMD ataupun RPJPD. e. Perluasan pembayaran pajak dan retribusi melalui e-commerce dan financial technology serta mendorong BPD untuk pengembangan produk CMS (Cash Management System ). 98 GE LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI RIAU f. Prospek Perekonomian Daerah Mengoptimalkan pengembangan potensi wisata Riau, baik wisata budaya, religi, dan sejarah maupun wisata berbasis alam dan perkebunan, antara lain melalui percepatan perbaikan infrastruktur, peningkatan fasilitas pendukung dan kondisi akomodasi agar lebih memadai, promosi dan buku panduan, serta penguatan Sumber Daya Manusia di sektor Pariwisata dan Jasa Pendukung. 99 Boks 3 PERKEMBANGAN EKONOMI GLOBAL Perekonomian global diperkirakan semakin melambat. Perlambatan terutama bersumber dari Kawasan Eropa, India, serta negara-negara Amerika Latin, Timur Tengah, dan Afrika Utara. Sejalan dengan pertumbuhan ekonomi dunia yang melambat, volume perdagangan dan harga komoditas global menurun, kecuali harga minyak yang naik karena faktor geopolitik. Sementara itu, ketidakpastian pasar keuangan global berkurang seiring dengan respons kebijakan moneter global yang tidak seketat perkiraan semula dan ketegangan hubungan dagang AS-Tiongkok yang mereda. Perkembangan ekonomi dan keuangan global tersebut di satu sisi memberikan tantangan dalam mendorong ekspor, namun di sisi lain berdampak positif bagi aliran masuk modal asing ke negara berkembang, termasuk Indonesia. Grafik B3.1 Pertumbuhan Ekonomi Global Sumber : Bloomberg Ekonomi AS 2019 diperkirakan mulai tumbuh melambat. Pertumbuhan ekonomi AS terkonfirmasi menurun, dipengaruhi oleh menurunnya pendapatan dan keyakinan pelaku usaha, terbatasnya stimulus fiskal pasca berakhirnya dampak penurunan pajak korporasi, serta berlanjutnya permasalahan struktural di pasar tenaga kerja. Berdasarkan komponennya, perlambatan ekonomi AS tersebut terutama didorong perlambatan konsumsi dan investasi. Konsumsi diperkirakan melambat sejalan dengan perlambatan personal income karena turunnya kompensasi akibat melambatnya kinerja saham dan permasalahan struktural tenaga kerja (partisipasi tenaga kerja yang rendah dan stagnansi produktivitas). Investasi juga diperkirakan melambat seiring berlalunya dampak penurunan corporate tax rate dan ketegangan hubungan dagang AS-Tiongkok. Perbaikan ekspor juga masih tertahan akibat perlambatan ekonomi negara mitra dagang utama (Uni Eropa dan Tiongkok). Impor juga tertahan karena ekspektasi pelemahan permintaan domestik. Sementara itu, indikator produksi juga masih dalam tren melambat. Tekanan inflasi AS masih rendah disertai dengan ekspektasi inflasi yang menurun. Penurunan inflasi jasa menjadi faktor yang mendorong turunnya tekanan inflasi. Inflasi Personal Consumption Expenditures (PCE) dan PCE inti pada Januari 2019 menurun menjadi masing-masing sebesar 1,4% dan 1,8% atau di bawah kisaran target The Fed. Turunnya inflasi PCE ini terutama karena inflasi service ex-shelter seiring melambatnya personal income. Inflasi inti CPI pada Maret 2019 juga turun ke 2,0% didorong oleh penurunan tekanan inflasi healthcare. Ke depan, inflasi inti diperkirakan masih akan melambat seiring penyesuaian ketentuan Affordable Care Act (ACA) penurunan tingkat reimbursement rumah sakit dan Medicare Access and CHIP Reauthorization (MARCA) penurunan jasa physician. Ekspektasi inflasi juga diperkirakan menurun seiring dengan perkiraan ekonomi yang melambat. Grafik B3.2 Kontribusi Pertumbuhan Ekonomi AS Grafik B3.3 Inflasi AS Sumber : Bloomberg Ekonomi Tiongkok diperkirakan tumbuh melambat, meskipun telah dilakukan ekspansi fiskal melalui pemotongan pajak dan pembangunan infrastruktur. Pertumbuhan ekonomi tahun 2019 diperkirakan lebih rendah, terutama karena perlambatan ekspor dan konsumsi. Ekspor mengalami penurunan, terutama ke negara AS, yang dipengaruhi oleh tarif impor yang masih berlaku hingga September 2019. Pelemahan permintaan eksternal juga tercermin dari penurunan Prompt Manufacturing Index (PMI) berbagai negara tujuan utama ekspor Tiongkok. Konsumsi juga mengindikasi perlambatan sebagaimana tercermin dari penurunan penjualan kendaraan bermotor, kinerja sektor property, kredit rumah tangga jangka pendek, dan beban utang mortgage yang terus meningkat. Pengurangan pajak pendapatan belum terlihat memberikan dampak signifikasi pada peningkatan konsumsi. Sementara itu, kinerja investasi membaik seiring dengan stimulus dari pemerintah. Hal tersebut tercermin dari peningkatan state investment. Akselerasi penerbitan Local Government Special Bond mendukung implementasi stimulus pembangunan infstruktur berjalan sesuai rencana. Sejalan dengan hal tersebut, Fixed Asset Investment juga meningkat didorong oleh peningkatan investasi pemerintah di tengah perlambatan investasi swasta. Inflasi Tiongkok menurun, terutama dipengaruhi oleh penurunan inflasi pangan. Inflasi IHK Tiongkok pada Februari 2019 tercatat sebesar 1,5% (yoy), lebih rendah dibandingkan dengan inflasi bulan sebelumnya sebesar 1,9% (yoy). Inflasi Tiongkok tersebut dalam tren menurun sejak 4 bulan lalu. Penurunan inflasi tersebut terutama dipengaruhi oleh inflasi pangan yang tercatan menurun menjadi 0,7% (yoy). Sementara itu, inflasi inti relatif stabil. Sejalan dengan hal tersebut, inflasi PPI juga tetap rendah karena pelemahan eksternal dan permintaan domestik yang terbatas. Grafik B3.4 Pertumbuhan Ekonomi Tiongkok Grafik B3.5 Inflasi Tiongkok Sumber : Bloomberg Perlambatan ekonomi Kawasan Euro diperkirakan lebih dalam dibandingkan dengan perkiraan sebelumnya. Perbaikan ekonomi Eropa diperkirakan lebih lambat akibat melemahnya ekspor dan belum selesainya permasalahan di sektor keuangan serta berlanjutnya tantangan structural terkait kondisi aging population. Ekspor masih melambat karena belum terdapat perbaikan permintaan mitra dagang utama. Impor juga masih melambat seiring dengan melambatnya konsumsi dan investasi. Ekspor neto diperkirakan melambat seiring dengan perlambatan ekspor yang diperkirakan lebih dalam dibandingkan perlambatan impor. Selain itu, konsumsi tumbuh melambat tercermin dari indeks kepercayaan konsumen dan indeks perdagangan ritel di negara kontributor utama (Jerman, Perancis, dan Italia) yang melambat. Pertumbuhan pendapatan konsumen negara-negara Eopa juga melambat. Investasi juga masih dalam tren melambat sejalan dengan sentiment investor yang masih menurun disertai dengan produksi manufaktur yang masih terganggu. Perlambatan di sektor manufaktur disebabkan oleh kebijakan emisi mobil dan pengaruh ketegangan hubungan dagang ASTiongkok. Tekanan inflasi di Kawasan Euro tetap rendah dengan ekspektasi inflasi yang semakin menurun. Inflasi inti masih tetap terjaga di kisaran rendah, pada Februari 2019 turun menjadi 1,0%. Rendahnya inflasi inti tersebut tidak terlepas dari perlambatan konsumsi dan akselerasi pertumbuhan upah yang tertahan. Di sisi lain, inflasi IHK mengalami peningkatan dari 1,4% (yoy) pada bulan Januari 2019 menjadi 1,5% (yoy) pada bulan Februari 2019. Inflasi IHK yang relatif rendah juga turut dipengaruhi oleh koreksi harga minyak. Tekanan inflasi yang lebih rendah tercermin dari proyeksi inflasi ECB yang direvisi ke bawah. Grafik B3.6 Kontribusi Pertumbuhan Ekonomi Eropa Grafik B3.7 Inflasi Eropa Sumber : Bloomberg Perekonomian Jepang pada 2019 diperkirakan tumbuh lebih lambat dibandingkan dengan perkiraan sebelumnya. Konsumsi Jepang masih dalam tren melambat tercermin dari penjualan ritel yang masih menurun. Sejalan dengan hal tersebut, investasi juga masih melambat. Indikator PMI baik manufaktur maupun servis menunjukkan tren penurunan. Net ekspor juga masih melambat seiring berlanjutnya konsolidasi fiskal dan perlambatan ekonomi mitra dagang. Produk Domestik Bruto (PDB) Jepang diperkirakan melambat menuju pertumbuhan PDB potensial sebesar 0,8%. Inflasi Jepang masih berada jauh di bawah target BOJ sebesar 2%. Pada Februari 2019, inflasi IHK tercatat sebesar 0,2% (yoy). Inflasi inti kembali menurun seiring koreksi harga bensin dan telekomunikasi. Ekspektasi inflasi dalam jangka menengah diperkirakan meningkat menuju target, didukung oleh faktor adaptif yakni realisasi inflasi yang meningkat dan forward looking. Grafik B3.8 Pertumbuhan Ekonomi Jepang Grafik B3.9 Inflasi Jepang Sumber : Bloomberg Perekonomian India pada 2019 diperkirakan lebih rendah dibandingkan dengan perkiraan semula. Hal ini didorong oleh faktor konsolifasi fiskal Pemerintah yang mendorong rendahnya pengeluaran di tengah konsumsi rumah tangga yang melambat dan kinerja ekspor neto yang turun lebih dalam. Selain itu, faktor revisi metode perhitungan PDB India juga mendorong bias ke bawah PDB India 2019. Asesmen terkini mengkonfirmasi perlambatan konsumsi dan perlambatan ekspor neto. Perlambatan konsumsi tercermin dari penjualan otomotif dan impor barang non-oil dan non-emas yang turut dipengaruhi oleh likuiditas ketat Non-Bank Financial Company (NBFC). Perlambatan net ekspor terjadi karena perlambatan perekonomian global. Sementara itu, siklus bisnis yang positif dan ekspektasi peningkatan pengeluaran pemerintah karena Pemilu diperkirakan mampu menopang perekonomian India. Inflasi IHK India diperkirakan masih berada dalam kisaran target inflasi 4 ± 2%. Inflasi IHK India pada Maret 2019 tercatat sebesar 2,9% (yoy), sedikit meningkat dibandingkan dengan inflasi bulan sebelumnya yang sebesar 2,6% (yoy). Grafik B3.10 Probabilitas Kenaikan FFR Grafik B3.11 Kontribusi Inflasi India Sumber : Bloomberg Risiko ketidakpastian pasar keuangan global berkurang, meskipun masih tetap perlu diwaspadai. Hal tersebut sejalan dengan perkiraan bahwa The Fed akan mempertahankan Fed Funds Rate (FFR) sepanjang 2019 dan 2020, serta respons kebijakan moneter global yang tidak seketat perkiraan awal. Meskipun demikian, beberapa risiko masih tetap perlu diwaspadai, termasuk penyelesaian ketegangan perdagangan AS-Tiongkok, berlanjutnya ketidakpastian masalah Brexit, dan perlambatan ekonomi global yang lebih dalam. Ketidakpastian global yang berkurang mendorong aliran modal ke Emerging Market (EM), termasuk Indonesia. Grafik B3.12 Economic Policy Uncertainty (EPU) AS Grafik B3.13 Probabilitas Kenaikan FFR Sumber : Bloomberg Sejalan dengan perlambatan pertumbuhan ekonomi global, volume perdagangan dunia mengalami penurunan. Penurunan volume perdagangan dunia juga dipengaruhi oleh penetapan tarif impor AS kepada Tiongkok. Aktivitas ekspor dan impor di negara maju juga terus mengalami penurunan sejalan dengan rendahnya pertumbuhan ekonomi negara maju. Aktivitas ekspor-impor negara berkembang terkoreksi, setelah peningkatan ekspor dan impor yang cukup tinggi karena aksi frontloading Tiongkok. Ke depan, perdagangan dunia diperkirakan membaik seiring dengan ketegangan perdagangan ASTiongkok yang diperkirakan mereda dan perbaikan permintaan dari Tiongkok seiring dengan adanya stimulus fiskal. Sejalan dengan melambatnya pertumbuhan volume perdagangan dunia, harga komoditas global juga diperkirakan menurun, kecuali harga minyak yang meningkat karena faktor geopolitik. Penurunan harga komoditas tercermin dari penurunan Indeks Harga Komoditas Ekspor Indonesia (IHKEI) hingga triwulan I 2019. Penurunan harga terjadi di hampir seluruh komoditas seiring dengan perlambatan perekonomian dunia. Harga batu bara masih rendah seiring dengan peningkatan produksi batu bara Tiongkok dan Indonesia. Penurunan harga minyak dunia hingga awal 2019 dipengaruhi oleh implementasi OPEC + cut yang belum sepenuhnya memenuhi komitmen. Pada kondisi terkini, harga minyak menunjukkan kenaikan karena faktor geopolitik, antara lain krisis politik dan ekonomi di Venezuela serta krisis politik dan perang di Libya yang berdampak pada berlanjutnya gangguan produksi minyak. Ke depan, harga minyak diperkirakan meningkat seiring dengan OPEC + cut yang mulai berjalan efektif. Grafik B3.14 Alian Modal Sumber : EPFR Grafik B3.15 Perkembangan Harga Minyak Sumber : Bloomberg LAPORAN PEREKOMONIAN PROVINSI RIAU Daftar Istilah DAFTAR ISTILAH Aktiva Produktif Adalah penanaman atau penempatan yang dilakukan oleh bank dengan tujuan menghasilkan penghasilan/pendapatan bagi bank, seperti penyaluran kredit, penempatan pada antar bank, penanaman pada Sertifikat Bank Indonesia (SBI), dan surat-surat berharga lainnya. Aktiva Tertimbang Menurut Resiko (ATMR) Adalah pembobotan terhadap aktiva yang dimiliki oleh bank berdasarkan risiko dari masing-masing aktiva. Semakin kecil risiko suatu aktiva, semakin kecil bobot risikonya. Misalnya kredit yang diberikan kepada pemerintah mempunyai bobot yang lebih rendah dibandingkan dengan kredit yang diberikan kepada perorangan. Kualitas Kredit Adalah penggolongan kredit berdasarkan prospek usaha, kinerja debitur dan kelancaran pembayaran bunga dan pokok. Kredit digolongkan menjadi 5 kualitas yaitu Lancar, Dalam Perhatian Khusus (DPK), Kurang Lancar, Diragukan dan Macet. Capital Adequacy Ratio (CAR) Adalah rasio antara modal (modal inti dan modal pelengkap) terhadap Aktiva Tertimbang Menurut Resiko (ATMR). Dana Pihak Ketiga (DPK) Adalah dana yang diterima perbankan dari masyarakat, yang berupa giro, tabungan atau deposito. xv LAPORAN PEREKOMONIAN PROVINSI RIAU Daftar Istilah Financing to Deposit Ratio (FDR) Adalah rasio antara pembiayaan yang diberikan oleh bank syariah terhadap dana yang diterima. Konsep ini sama dengan konsep LDR pada bank umum konvensional. Inflasi Kenaikan harga barang secara umum dan terus menerus (persistent). Inflasi Administered Price Inflasi yang terjadi pergerakan harga barang-barang yang termasuk dalam kelompok barang yang harganya diatur oleh pemerintah (misalnya bahan bakar). Inflasi Inti Inflasi yang terjadi karena adanya gap penawaran agregat and permintaan agregrat dalam perekonomian, serta kenaikan harga barang impor dan ekspektasi masyarakat. Inflasi Volatile Food Inflasi yang terjadi karena pergerakan harga barang-barang yang termasuk dalam kelompok barang yang harganya bergerak sangat volatile (misalnya beras). Kliring Adalah pertukaran warkat atau Data Keuangan Elektronik (DKE) antar peserta kliring baik atas nama peserta maupun atas nama nasabah peserta yang perhitungannya diselesaikan pada waktu tertentu. Kliring Debet Adalah kegiatan kliring untuk transfer debet antar bank yang disertai dengan penyampaian fisik warkat debet seperti cek, bilyet giro, nota debet kepada penyelenggaran kliring lokal (unit kerja di Bank Indonesia atau bank yang memperoleh persetujuan Bank Indonesia sebagai penyelenggara kliring lokal) xvi LAPORAN PEREKOMONIAN PROVINSI RIAU Daftar Istilah dan hasil perhitungan akhir kliring debet dikirim ke Sistem Sentral Kliring (unit kerja yang menangani SKNBI di KP Bank Indonesia) untuk diperhitungkan secara nasional. Kliring Kredit Adalah kegiatan kliring untuk transfer kredit antar bank yang dikirim langsung oleh bank peserta ke Sistem Sentral Kliring di KP Bank Indonesia tanpa menyampaikan fisik warkat (paperless). Loan to Deposit Ratio (LDR) Adalah rasio antara jumlah kredit yang disalurkan terhadap dana yang diterima (giro, tabungan dan deposito). Net Interest Income (NII) Adalah antara pendapatan bunga dikurangi dengan beban bunga. Non Core Deposit (NCD) Adalah dana masyarakat yang sensitif terhadap pergerakan suku bunga. Dalam laporan ini, NCD diasumsikan terdiri dari 30% giro, 30% tabungan dan 10% deposito berjangka waktu 1-3 bulan. Non Performing Loans/Financing (NLPs/Ls) Adalah kredit/pembiayaan yang termasuk dalam kualitas Kurang Lancar, Diragukan dan Macet Penyisihan Pengghapusan Aktiva Produktif (PPAP) Adalah suatu pencadangan untuk mengantisipasi kerugian yang mungkin timbul dari tidak tertagihnya kredit yang diberikan oleh bank. Besaran PPAP ditentukan dari kualitas kredit. Semakin buruk kualitas kredit, semakin besar PPAP yang dibentuk. Misalnya, PPAP untuk kredit yang tergolong Kurang Lancar adalah 15% dari jumlah kredit Kurang Lancar (setelah dikurangi agunan), sedangkan untuk kredit Macet, PPAP yang harus dibentuk adalah 100% dari total kredit macet (setelah dikurangi agunan). xvii LAPORAN PEREKOMONIAN PROVINSI RIAU Daftar Istilah Rasio Non Performing Loans/Financing (NPLs/Fs) Adalah rasio kredit/pembiayaan yang tergolong NPLs/Fs terhadap total kredit/pembiayaan. Rasio ini juga sering disebut rasio NPLs/Fs gross . Semakin rendah rasio NPLs/Fs, semakin baik kondisi bank yang bersangkutan. Rasio Non Performing Loans (NPLs) Net Adalah rasio kredit yang tergolong NPLs, setelah dikurangi pembentukan Penyisihan Pengghapusan Aktiva Produktif (PPAP), terhadap total kredit Sistem Bank Indonesia Real Time Settlement (BI RTGS) Adalah proses penyelesaian akhir transaksi pembayaran yang dilakukan seketika (real time) dengan mendebet maupun mengkredit rekening peserta pada saat bersamaan sesuai perintah pembayaran dan penerimaan pembayaran. Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKN-BI) Adalah sistem kliring Bank Indonesia yang meliputi kliring debet dan kliring kredit yang penyelesaian akhirnya dilakukan secara nasional. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) Adalah persentase jumlah angkatan kerja terhadap penduduk usia kerja. Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Adalah persentase jumlah pengangguran terhadap jumlah angkatan kerja. xviii