Uploaded by User57505

pertemuan 7 Jual-beli

advertisement
Jual-beli
1. Pengertian
• secara bahasa Bai’ yang artinya menjual
• Jual beli menurut bahasa adalah memberikan sesuatu
karena ada pemberian (imbalan tertentu)
• Sayyid Sabiq: Yang dimaksud jual beli menurut syari’ah,
ialah pertukaran harta dengan harta atas dasar saling
rela, atau memindahkan milik dengan ganti yang dapat
dibenarkan oleh syara’
• Muhammad bin Ismail al-Kahlani: Sesuatu pemilikan
harta dengan harta, sesuai dengan syar’i dan saling
rela.
• Syaikh Abi Yahya Zakaria al-Anshari: ‚Tukar menukar
harta dengan harta yang lain dengan cara tertentu.
2. Dasar Hukum Jual Beli
• Al-Qur’an:
ۚ ‫الربَا‬
َّ ‫• َوأ َ َح َّل‬
ِّ ‫َّللاُ ْالبَ ْي َع َو َح َّر َم‬
(Al-Baqarah ayat 275)
‫ارة ً َع ْن‬
ِّ َ‫• يَا أَيُّ َها الَّذِّينَ آ َمنُوا ََل تَأ ْ ُكلُوا أ َ ْم َوالَ ُك ْم بَ ْينَ ُك ْم ِّب ْالب‬
َ ‫اط ِّل ِّإ ََّل أ َ ْن ت َ ُكونَ تِّ َج‬
‫َّللا َكانَ بِّ ُك ْم َر ِّحي ًما‬
ٍ ‫ت َ َر‬
َ ُ‫اض ِّم ْن ُك ْم ۚ َو ََل ت َ ْقتُلُوا أ َ ْنف‬
َ َّ ‫س ُك ْم ۚ ِّإ َّن‬
(An-Nisa’ ayat 29): Hai orang-orang yang beriman, •
janganlah kamu saling memakan harta sesamamu
dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan
perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di
antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu;
sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang
kepadamu.
• Hadis:
‫ يا‬:‫• عن رفاعة بن رافع رضي هللا عنه أن النبي صلى هللا عليه وسلم سئل أي الكسب أطيب؟ قال‬
.‫رواه البزار وصححه الحاكم‬، ‫ عمل الرجل بيده وكل بيع مبرور‬: ‫قال‬
• Dari Rifa’ah bin Rafi’ radhiyallahu 'anhu, bahwa Nabi shallallahu 'alaihi
wasallam ditanya:”Apakah pekerjaan yang paling baik/afdhol?” Beliau
menjawab:”Pekerjaan seorang laki-laki dengan tangannya sendiri (hasil
jerih payah sendiri), dan setiap jual beli yang mabrur. (Hadits riwayat alBazzar dan dishahihkan oleh al-Hakim rahimahumallah)
• :‫الكسب‬mencari rizki dan mendapatkannya dengan berusaha dan kerja
keras.
: ‫أطيب‬amalan paling afdhol/utama, paling banyak barokahnya dan paling
halal untuk dimakan.
: ‫بيع‬jual beli, yaitu tukar menukar harta (barang) berdasarkan saling ridha
(menerima) dengan tujuan kepemilikan.
: ‫مبرور‬sesuatu yang tidak tercampuri dengan dosa, dusta, penipuan,
sumpah palsu dan lain-lain, akan tetapi yang terkumpul di dalamnya
(sesuatu yang mabrur) adalah kejujuran, ketulusan dan keadilan.
Ibnu Qoyyim rahimahullah:”Al-Birru (mabrur) adalah suatu kalimat yang
mencakup seluruh macam-macam kebaikan, dan kesempurnaan yang
diminta dari seorang hamba, dan lawannya adalah al-Itsmu (dosa) yaitu
kalimat yang mencakup segala macam keburukan, kehinaan dan aib.
• Ijma’:
para ulama’ telah bersepakat bahwa jual beli
diperbolehkan dengan alasan manusia tidak
akan mampu mencukupi kebutuhan dirinya
sendiri, tanpa bantuan orang lain.
bantuan atau barang milik orang lain yang
dibutuhkannya tersebut, harus diganti dengan
barang lainnya yang sesuai.
2. Rukun jual-beli
1.
Shighat (pernyataan), yaitu ijab dan qabul (serah terima) antara
penjual dan pembeli dengan lafadz yang jelas (sarih) bukan secara
sindiran (kinayah) yang harus membutuhkan tafsiran sehingga
akan menimbulkan perbedaan.
Syarat:
a. Ijab dan qabul harus jelas maksudnya sehingga dipahami oleh
pihak yang melangsungkan akad.
b. Antara ijab dan qabul harus sesuai dan tidak diselangi dengan
kata-kata lain antara ijab dan qabul.
c. Antara ijab dan qabul harus bersambung dan berada di tempat
yang sama jika kedua pihak hadir, atau berada di tempat yang
sudah diketahui oleh keduanya. Bersambungnya akad dapat
diketahui dengan adanya sikap saling mengetahui di antara kedua
pihak yang melangsungkan akad, seperti kehadiran keduanya di
tempat berbeda, tetapi dimaklumi oleh keduanya.
2. Aqidayn (yang membuat perjanjian), yaitu penjual dan
pembeli, dengan syarat keduanya harus sudah baligh dan
berakal sehingga mengerti benar tentang hakekat barang
yang dijual.
Syarat:
a. Aqil (berakal). Karena hanya orang yang sadar dan
berakallah yang akan sanggup melakukan transaksi jual beli
secara sempurna. Karena itu anak kecil yang belum tahu
apa-apa dan orang gila tidak dibenarkan melakukan
transaksi jual beli tanpa kontrol pihak walinya, karena akan
menimbulkan berbagai kesulitan dan akibat-akibat buruk,
misalnya penipuan dan sebagainya.
b. Tamyiz (dapat membedakan). Sebagai pertanda kesadaran
untuk membedakan yang baik dan yang buruk.
c. Mukhtar (bebas atau kuasa memilih). Yaitu bebas
melakukan transaksi jual beli, lepas dari paksaan dan
tekanan,
3. Ma’qud ‘alaih, yaitu barang yang dijualbelikan.
Syaratnya harus barang yang jelas dan tidak semu.
Barang itu harus ada manfaatnya, karena Allah
mengharamkan jual beli khamr, babi dan lain-lain yang
masuk dalam hukumnya.
Syarat:
a. Suci
b. Bermanfaat
c. Milik penjual
d. Bisa diserahkan,
e. Diketahui keadaannya.
4. Ada nilai tukar pengganti barang (harga barang). Nilai
tukar barang adalah termasuk unsur yang terpenting.
Dan pada zaman sekarang ini umumnya menggunakan
mata uang sebagai alat nilai tukar barang.
Syarat harga:
a. Harga yang disepakati kedua belah pihak harus jelas
jumlahnya.
b. Dapat diserahkan pada saat waktu akad (transaksi),
sekalipun secara hukum seperti pembayaran dengan
cek atau kartu kredit. Apabila barang itu dibayar
kemudian (hutang), maka waktu pembayarannya pun
harus jelas waktunya.
c. Apabila jual beli itu dilakukan secara barter, maka
barang yang dijadikan nilai tukar, bukan barang yang
diharamkan syara’ seperti babi dan khamr, karena
kedua jenis benda itu tidak bernilai dalam pandangan
syara’.
3. Jual beli yang dilarang di dalam
Islam
1. Menjual kepada seorang yang masih menawar penjualan
orang lainnya, atau membeli sesuatu yang masih ditawar
orang lainnya. Misalnya, ‚tolaklah harga tawarannya itu,
nanti aku yang membeli dengan harga yang lebih mahal‛.
Hal ini dilarang karena akan menyakitkan orang lain.
2. Membeli dengan tawaran harga yang sangat tinggi, tetapi
sebetulnya dia tidak menginginkan benda tersebut,
melainkan hanya bertujuan supaya orang lain tidak berani
membelinya.
3. Membeli sesuatu sewaktu harganya sedang naik dan
sangat dibutuhkan oleh masyarakat, kemudian barang
tersebut disimpan dan kemudian dijual setelah harganya
melambung tinggi.
5. Mencegat atau menghadang orang-orang yang
datang dari desa di luar kota, lalu membeli
barangnya sebelum mereka sampai ke pasar dan
sewaktu mereka belum mengetahui harga pasar.
Hal ini tidak diperbolehkan karena dapat
merugikan orang desa yang datang, dan
mengecewakan gerakan pemasaran karena barang
tersebut tidak sampai di pasar.
6. Membeli barang yang sudah dibeli orang lain yang
masih dalam masa khiyar.
7. Jual beli secara ‘arbun, yaitu membeli barang
dengan membayar sejumlah harga lebih dahulu,
sendirian, sebagai uang muka. Kalau tidak jadi
diteruskan pembelian, maka uang itu hilang,
dihibahkan kepada penjual.
8. Jual beli secara najasy (propaganda palsu), yaitu menaikkan
harga bukan karena tuntutan semestinya, melainkan hanya
semata-mata untuk mengelabui orang lain (agar mau
membeli dengan harga tersebut).
9. Menjual sesuatu yang haram adalah haram. Misalnya jual
beli babi, khamr, makanan dan minuman yang diharamkan
secara umum, juga patung, lambang salib, berhala dan
sejenisnya. Pembolehan dalam menjual dan
memperdagangkannya berarti mendukung praktek maksiat,
merangsang orang untuk melakukannya, atau
mempermudah orang untuk melakukannya, sekaligus
mendekatkan mereka kepadanya.
10. Jual beli barang yang masih belum jelas kualitasnya,
misalnya jual beli sistem ijon, jual beli janin binatang, dll.
5. Hak Khiyar
• Khiyar dalam arti bahasa berasal dari akar kata:
khara-yakhiru-khairan-wa khiyaratan
• artinya” memberikan kepadanya sesuatu yang
lebih baik baginya”
• Menurut istilah kalangan ulama fikih yaitu
mencari yang baik dari dua urusan baik berupa
meneruskan akad atau membatalkannya.
• Sayyid Sabiq: khiyar adalah menuntut yang
terbaik dari dua perkara, berupa meneruskan
(akad jual beli) atau membatalkannya
• khiyar adalah pilihan untuk melanjutkan jual beli
atau membatalkannya, karena terdapat cacat
terhadap barang yang dijual, atau ada perjanjian
pada waktu akad, atau karena sebab yang lain.
• Tujuan khiyar adalah untuk mewujudkan
kemaslahatan bagi kedua belah pihak sehingga
tidak ada rasa menyesal setelah akad selesai,
karena mereka sama-sama rela atau setuju.
• Dasar hukum:
hadis yang diriwaytkan oleh AlBukhari dari Abdullah bin
Al-Harits:
Dari Abdullah bin al-harits ia berkata: saya mendengar
Hakim bin Hizam r.a dari Nabi saw beliau bersabda: “
penjual dan pembeli boleh melakukan khiyar selama
mereka berdua belum berpisah. Apabila mereka
berdua benar dan jelas, maka mereka berdua diberi
keberkahan didalam jual beli mereka, dan apabila
mereka berdua berbohong dan merahasiakan, maka
dihapuslah keberkahan jual beli mereka berdua. ( HR.
Al-Bukhari).
6. Macam khiyar
1. Khiyar Majelis
– adalah khiyar yang ditetapkan oleh syara‟ bagi
setiap pihak yang melakukan transaksi, selama
para pihak masih berada di tempat transaksi.
– Ketika jual beli telah berlangsung, masing-masing
pihak berhak melakukan khiyar antara
membatalkan atau meneruskan akad hingga
mereka berpisah atau menentukan pilihan.
– Pada prinsipnya khiyar majlis berakhir dengan
adanya dua hal: 1. Keduanya memilih akan
terusnya akad, 2. Di antara keduanya terpisah dari
tempat jual beli.
2. Khiyar Syarat
– khiyar syarat adalah suatu khiyar dimana seseorang
membeli sesuatu dari pihak lain dengan ketentuan dia
boleh melakukan khiyar pada masa atau waktu
tertentu, walaupun waktu tersebut lama, apabila ia
menghendaki maka ia bisa melangsungkan jual beli
dan apabila ia mengendaki ia bisa membatalkannya.
– suatu bentuk khiyar dimana para pihak yang
melakukan akad jual beli memberikan persyaratan
bahwa dalam waktu tertentu mereka berdua atau
salah satunya boleh memilih antara meneruskan jual
beli atau membatalkannya.
3. Khiyar Aib
– Khiyar aib merupakan hak pembatalan jual beli dan
pengembalian barang akibat adanya cacat dalam suatu
barang yang belum diketahui, baik aib itu ada pada
waktu transaksi atau baru terlihat setelah transaksi
selesai disepakati sebelum serah terima barang.
– khiyar ‘aib bisa dijalankan dengan syarat:
a.
b.
c.
d.
e.
Cacat sudah ada ketika atau setelah akad dilakukan sebelum
terjadi serah terima, jika „aib muncul setelah serah terima
maka tidak ada khiyar.
Aib tetap melekat pada obyek setelah diterima oleh pembeli.
Pembeli tidak mengetahui adanya „aib atas obyek transaksi,
baik ketika melakukan akad atau setelah menerima barang.
Jika pembelimengetahui sebelumnya, maka tidak ada khiyar
karena itu berarti telah meridhoinya.
Tidak ada persyaratan bara‟ah (cuci tangan) dari „aib dalam
kontrak jual beli, jika dipersyaratkan, maka hak khiyar gugur.
Aib masih tetap sebelum terjadinya pembatalan akad.
4. Khiyar Ru‟yah
Khiyar ru‟yah adalah hak pembeli untuk membatalkan akad atau tetap
melangsungkannya ketika ia melihat obyek akad dengan syarat ia
belum melihatnya ketika berlangsung akad atau sebelumnya ia
pernah melihatnya dalam batas waktu yang memungkinkan telah
jadi batas perubahan atasnya.
Syarat:
a. Barang yang akan ditransaksikan berupa barang yang secara fisik
ada dan dapat dilihat berupa harta tetap atau harta bergerak.
b. Barang dagangan yang ditransaksikan dapat dibatalkan dengan
mengembalikan saat transaksi.
c. Tidak melihat barang dagangan ketika terjadi transaksi atau
sebelumnya, sedangkan barang dagangan tersebut tidak berubah.
Jual Beli yang Terlarang
1. Menjual di atas jualan saudaranya
semisal seseorang yang telah membeli sesuatu dan masih dalam
tenggang khiyar (bisa memutuskan melanjutkan transaksi atau
membatalkannya), lantas transaksi ini dibatalkan. Si penjual kedua
mengiming-imingi, “Mending kamu batalkan saja transaksimu dengan
penjual pertama tadi. Saya jual barang ini padamu (sama dengan barang
penjual pertama tadi), namun dengan harga lebih murah.”
si pembeli kedua berkata pada si penjual yang masih berada dalam
tenggang khiyar dengan pembeli pertama, “Mending kamu batalkan saja
transaksimu dengan pembeli pertama tadi. Saya bisa beli dengan harga
lebih tinggi dari yang ia beli.” Si pembeli dalam kondisi ini berani membayar
dengan harga lebih tinggi sehingga penjual berani membatalkan transaksi
dengan pembeli pertama.
bentuk serupa yang terlarang yang diistilahkan dengan “saum”. Bentuknya
adalah ada dua orang yang tawar menawar, penjual menawarkan
barangnya dengan harga tertentu dan pembeli pertama sudah ridho
dengan harga tersebut kemudian datanglah pembeli kedua, ia pun
melakukan tawaran. Akhirnya, pembeli kedua yang diberi barang dengan
harga lebih atau dengan harga yang sama seperti pembeli pertama. Lantas
kenapa pembeli kedua yang diberi? Karena pembeli kedua adalah orang
terpandang. Sehingga ini yang membuat si penjual menjualkan barangnya
pada pembeli kedua karena ia lebih terpandang.
2. Jual beli najasy
adalah seseorang sengaja membuat harga barang naik
padahal ia tidak bermaksud membeli dan dia
mendorong yang lain untuk membelinya, akhirnya pun
membeli atau ia memuji barang yang dijual sehingga
orang lain membeli padahal tidak sesuai kenyataan.
jumhur (mayoritas) ulama memandang bahwa jual beli
najesy tetap sah karena najesy dilakukan oleh orang
yang ingin menaikkan harga barang –namun tidak
bermaksud untuk membeli- sehingga tidak
mempengaruhi rusaknya akad.
3. Talaqqil jalab atau talaqqi rukban
Jalab adalah barang yang diimpor dari tempat lain.
rukban yang dimaksud adalah pedagang dengan menaiki
tunggangan.
Adapun yang dimaksud talaqqil jalab atau talaqqi
rukban adalah sebagian pedagang menyongsong
kedatangan barang dari tempat lain dari orang yang
ingin berjualan di negerinya, lalu ia menawarkan harga
yang lebih rendah atau jauh dari harga di pasar
sehingga barang para pedagang luar itu dibeli sebelum
masuk ke pasar dan sebelum mereka mengetahui
harga sebenarnya.
4. Jual beli hadir lil baad, menjadi calo untuk orang desa (pedalaman)
bai’ hadir lil baad adalah orang kota yang menjadi calo untuk orang
pedalaman atau bisa jadi bagi sesama orang kota. Calo ini
mengatakan, “Engkau tidak perlu menjual barang-barangmu
sendiri. Biarkan saya saja yang jualkan barang-barangmu, nanti
engkau akan mendapatkan harga yang lebih tinggi”.
syarat terlarang:
a.
b.
c.
Barang yang ia tawarkan untuk dijual adalah barang yang umumnya
dibutuhkan oleh orang banyak, baik berupa makanan atau yang
lainnya. Jika barang yang dijual jarang dibutuhkan, maka tidak
termasuk dalam larangan.
Jual beli yang dimaksud adalah untuk harga saat itu. Sedangkan jika
harganya dibayar secara diangsur, maka tidaklah masalah.
Orang desa tidak mengetahui harga barang yang dijual ketika sampai
di kota. Jika ia tahu, maka tidaklah masalah.
5. Menimbun Barang
Imam An-Nawawi berkata, “Hikmah
terlarangnya menimbun barang karena dapat
menimbulkan mudhorot bagi khalayak ramai.
6. Jual beli dengan penipuan
Contoh bentuk jual beli ini adalah jual beli yang dilakukan
dengan mendiskripsikan barang melalui gambar, audio
atau tulisan dan digambarkan seolah-olah barang
tersebut memiliki harga yang tinggi dan menarik,
padahal ini hanyalah trik untuk mengelabui pembeli.
Termasuk pula adalah jual beli dengan menyembunyikan
‘aib barang dan mengatakan barang tersebut bagus dan
masih baru, padahal sudah rusak dan sudah sering
jatuh berulang kali.
setiap tindak penipuan dalam jual beli menjadi terlarang.
Download