Uploaded by User57413

INVENTARISASI HUTAN

advertisement
MODUL PEMBELAJARAN
Mata Kuliah :
INVENTARISASI HUTAN
Disusun oleh :
Prof. Dr. Daud Malamassam
PROGRAM STUDI KEHUTANAN
FAKULTAS KEHUTANAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
September, 2009
KATA PENGANTAR
Penyusunan Modul Pembelajaran Mata Kuliah Inventarisasi ini
merupakan
bagian
yang
tidak
terpisahkan
dari
upaya
untuk
mengoperasionalkan Student Centered Learning di Universitas Hasanuddin.
Selesainya penyusunan laporan modul pembelajaran ini tidak terlepas
dari bantuan dan dukungan dari berbagai pihak, baik secara langsung
maupun secara tidak langsung, yang penulis tidak dapat sebutkan namanya
satu persatu. Sehubungan dengan itu, maka melalui kesempatan ini penulis
ingin menyampaikan terima kasih dan penghargaan kepada pihak-pihak
termaksud.
Penulis sepenuhnya menyadari bahwa modul ini masih perlu
dsempurnakan, secara terus menerus. Sehubungan dengan itu, saran-saran
yang bersifat konstruktif dari berbagai pihak, tetap penulis nantikan. Semoga
modul ini dapat memberi kontribusi yang bermakna bagi peningkatan
efektivitas proses dan optimalisasi hasil pembelajaran dalam lingkup
Universitas Hasanuddin, dan khususnya dalam lingkup Fakultas Kehutanan,
pada masa mendatang.
Makasar, 09 September 2009
Pembuat Modul,
Prof. Dr. Daud Malamassam
ii
PETA KEDUDUKAN MODUL
Mata Kuliah Inventarisasi Hutan
SASARAN
TUJUAN
PEMBELAJARAN
BELAJAR
MODUL - 6
Riap Tegakan,
Tegakan,serta
sertaPenaksiran
Penaksiran
&
&Pemodelannya
Pemodelannya
PANDUAN
TUTOR
MODUL - 5
Tabel
Tabel Volume
Volume &&
Penggunaannya
Penggunaannya
PANDUAN
TUGAS
MODUL - 4
Metode-Metode
Metode-Metode
Sampling
Sampling
MODUL - 2
Pengukuran
Pengukuran Pohon
Pohon
dan
dan Tegakan
Tegakan
MODUL - 3
Teori Sampling dan
Penerapannya dlm IH
MODUL - 1
Pengertian dan Ruang Lingkup
iii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ...............................................................................
ii
KATA PENGANTAR ............................................................................
ii
PETA KEDUDUKAN MODUL .............................................................
iii
DAFTAR ISI ........................................................................................
iv
MODUL - 1 Pengertian, Peranan dan Ruang lingkup ....................... M1 I. Pendahuluan ............................................................
II. Materi Pembelajaran .................................................
III. Indikator Penilaian ....................................................
IV. Penutup .....................................................................
1
2
9
9
MODUL - 2 Pengukuran Pohon dan Tegakan .................................. M2 I. Pendahuluan
........................................................
1
II. Materi Pembelajaran
............................................
2
III. Indikator Penilaian ................................................
16
IV. Penutup
................................................................
16
MODUL - 3 Teori Sampling dan Penerapannya dalam Inventarisasi
Hutan .............................................................................. M3 I. Pendahuluan ............................................................
1
II. Materi Pembelajaran .................................................
2
III. Indikator Penilaian ....................................................
19
IV. Penutup ....................................................................
19
MODUL - 4 Metode-Metode Sampling .............................................. M4 4.1 Sampling Acak
.................................................. M4.1I. Pendahuluan ............................................................
1
II. Materi Pembelajaran .................................................
2
III. Indikator Penilaian ....................................................
13
IV. Penutup ....................................................................
13
4.2 Sampling Sistematik
.................................................. M4.2I. Pendahuluan ............................................................
1
II. Materi Pembelajaran .................................................
2
III. Indikator Penilaian ....................................................
7
IV. Penutup ....................................................................
7
4.3 Sampling Stratifikasi
.................................................. M4.3I. Pendahuluan ............................................................
1
II. Materi Pembelajaran .................................................
2
III. Indikator Penilaian ....................................................
12
IV. Penutup ....................................................................
12
iv
4.4 Sampling Berganda
.................................................. M4.4I. Pendahuluan ............................................................
1
II. Materi Pembelajaran .................................................
1
III. Indikator Penilaian ....................................................
10
IV. Penutup ....................................................................
10
MODUL - 5 Tabel Volume dan Penggunaannya .............................. M5 I. Pendahuluan ............................................................
1
II. Materi Pembelajaran .................................................
2
III. Indikator Penilaian ....................................................
17
IV. Penutup ....................................................................
17
MODUL - 6 Riap Tegakan Beserta Penaksiran dan Pemodelannya M6 I. Pendahuluan ............................................................
1
II. Materi Pembelajaran .................................................
2
III. Indikator Penilaian ....................................................
28
IV. Penutup ....................................................................
28
...........................................................................
TP-1
Lampiran 1. Rancangan Pembelajaran Berbasis SCL .......................
Lampiran 2. Tabel-Tabel Statistika
................................................
L-1
L-2
Tinjauan Pustaka
LAMPIRAN
v
RENCANA PEMBELAJARAN BERBASIS KOMPETENSI
MATAKULIAH : INVENTARISASI HUTAN
Kompetensi Utama
:
1.1 Mampu mendata potensi dan daya dukung lahan hutan, serta menganalisisnya untuk
kepentingan pengelolaan hutan lestari
1.2 Memahami dan mampu menerapkan teknologi komputer dan sistem informasi dalam
bidang kehutanan
(Kompetensi FHut No.10)
Kompetensi Pendukung :
2.1 Mampu menganalisis, merencanakan dan mengevaluasi program pembangunan
2.2. Mampu bekerjasama dengan orang lain
(Kompetensi FHut No.7 )
(Kompetensi FHut No.14)
Kompetensi Lainnya :
3.1 Mampu berkomunikasi, bermitra dan bersinergi dengan orang lain (masyarakat)
(Kompetensi FHut No.3 )
(Kompetensi FHut No. 9)
Sasaran Belajar : Mampu menerapkan metode penaksiran potensi hutan
Mampu menggunakan model-model pertumbuhan tegakan secara tepat
Minggu
Sasaran Pembelajaran
Materi Pembelajaran
1.
Membentuk Klp & memilih
Ketua Kelompok
Kompetensi MK No.2.2, & 3.1
2.
Pendahuluan
Mampu menjelaskan peranan
- Pengertian dan
inventarisasi dalam
Ruang lingkup
pengelolaan Hutan
Peranan
Kompetensi MK No.1.1, 2.2
Inventarisasi Hutan
Mampu melakukan
Pengukuran pohon dan
pengukuran pohon dan
tegakan
tegakan
Kompetensi MK No.1.1,
dan 2.2
3–5
Kontrak dan Rencana
Pembelajaran
Strategi
Pembelajaran
Unit Tugas
Mahasiswa
Diskusi Kelompok Kuliah Interaktif
Presentasi
Kuliah interaktif
PjBL
Eksperensial
Kriteria Penilaian
(Indikator)
Bobot
Nilai
Kerjasama kelompok
Menuliskan ulang
& mempresentasikan pengertian Ketepatan penjelasan
/ ruang lingkup,
dan peranan IH
8%
Pembuatan
Ketepatan hasil kerja
hypsometer
Keasrian hasil kerja
Pengukuran
pohon & tegakan Keaktifan individu
16%
Minggu
6–7
8 - 12
13 - 14
Sasaran Pembelajaran
Materi Pembelajaran
Mampu menjelaskan teori
sampling dan bentuk-bentuk
penerapannya dalam
inventarisasi hutan
Teori Sampling dan
Peranannya dalam
Inventarisasi Hutan
- Populasi & Contoh
Kompetensi MK No.1.1, 1,2, - Teori Pendugaan
2.1 dan 3.1 - Pengantar sampling
Metode-Metode
Sampling dalam
Invenyarisasi Hutan :
Sampling Acak
Kompetensi MK No.1.1,2.1, Sampling Sistimatik
2.2 dan 3.1 Sampling Stratifikasi
Sampling Berganda
Strategi
Pembelajaran
Kuliah Interaktif
Presentasi
Mampu merencanakan dan
menerapkan Teknik-Teknik
Sampling dalam Inventarisasi
Hutan
Kuliah Interaktif
Tebel Volume dan
Mampu menyusun Tabel
penggunaannya
Volume
Kompetensi MK No.1.1,dan
1,2
Kuliah
15-16
Mampu menjelaskan prinsipprinsip pemodelan / penaksiran
pertumbuhan tegakan
(Kompetensi MK No.1.1, 1.2,
2.1 dan 3.1)
Pertumbuhan tegakan
dan Pemodelannya
Eksperensial
PjBL
Kuliah interaktif
Tugas Kelompok
Presentasi
Unit Tugas
Mahasiswa
Kriteria Penilaian
(Indikator)
Menuliskan
ulang & mempresentasikan
Teori samping /
teori pendugaan
dengan contoh
Ketepatan penjelasan
/ ketepatan contoh
yang diberikan
melalui presentasi
Membandingkan
sampling
Ketepatan prosedur
dan perbandingan
Merancang
sampling
Ketepatan rancangan
Menganalisis
Fungsi volume
Ketepatan analisis
(prosedur
pembuatan)
Membuat Tabel
Volume
Menuliskan
ulang dan mempresentasikan
model-model
dan tahapan
pemodelan
pertumbuhan
dengan contoh
Bobot
Nilai
12%
Keaktifan individu
Ketepatan &
Kelengkapan
penjelasan
Kerjasama kelompok
34%
(10%+
8%+
8%+
8%)
12%
16%
Lampiran Tabel-Tabel Statistika
SEBARAN PELUANG BINOMIUM
Χ
Jumlah Peluang Binomium
∑ b( x; n , p)
Χ −0
p
n
r
.10
.20
.25
.30
.40
.50
.60
.70
.80
.90
1
0
1
.9000
1.0000
.8000
1.0000
.7500
1.0000
.7000
1.0000
.6000
1.0000
.5000
1.0000
.4000
1.0000
.3000
1.0000
.2000
1.0000
.9000
1.0000
2
0
1
2
.8100
.9900
1.0000
.6400
.9600
1.0000
.5625
.9375
1.0000
.4900
.9100
1.0000
.3600
.8400
1.0000
.2500
.7500
1.0000
.1600
.6400
1.0000
.0900
.5100
1.0000
.0400
.3600
1.0000
.0100
.1900
1.0000
3
0
1
2
3
.7290
.9720
.9990
1.0000
.5120
8960
.9920
1.0000
.4219
.8438
.9844
1.0000
.3430
.7840
.9730
1.0000
.2160
.6480
.9360
1.0000
.1250
.5000
.8750
1.0000
.0640
.3520
.7840
1.0000
.0270
.2160
.6570
1.0000
.0080
.1040
.4880
1.0000
.0010
.0280
.2710
1.0000
4
0
1
2
3
4
.6561
.9477
.9963
.9999
1.0000
.4096
.8192
.9728
.9984
1.0000
.3164
.7383
.9492
.9961
1.0000
.2401
.6517
.9163
.9919
1.0000
.1296
.4752
.8208
.9744
1.0000
.0625
.3125
.6875
.9375
1.0000
.0256
.1792
.5248
.8704
1.0000
.0081
.0837
.3483
.7599
1.0000
.0016
.0272
.1808
.5904
1.0000
.0001
.0037
.0523
.3439
1.0000
5
0
1
2
3
4
5
.5905
.9185
.9914
.9995
1.0000
.3277
.7373
.9421
.9933
.9997
1.0000
.2373
.6328
.8965
.9844
.9990
1.0000
.1681
.5282
.8369
.9692
.9976
1.0000
.0778
.3370
.6826
.9130
.9898
1.0000
.0312
.1875
.5000
.8125
.9688
1.0000
.0102
.0870
.3174
.6630
.9222
1.0000
.0024
.0308
.1631
.4718
.8319
1.0000
.0003
.0067
.0579
.2627
.6723
1.0000
.0000
.0005
.0086
.0815
.4095
1.0000
6
0
1
2
3
4
5
6
.5314
.8857
.9841
.9987
.9999
1.0000
.2621
.6554
.9011
.9830
.9984
.9999
1.0000
.1780
.5339
.8306
.9624
.9954
.9998
1.0000
.1176
.4202
.7443
.9295
.9891
.9993
1.0000
.0467
.2333
.5443
.8202
.9590
.9959
1.0000
.0156
.1094
.3438
.6563
.8906
.9844
1.0000
.0041
.0410
.1792
.4557
.7667
.9533
1.0000
.0007
.0109
.0705
.2557
.5798
.8824
1.0000
.0001
.0016
.0170
.0989
.3447
.7379
1.0000
.0000
.0001
.0013
.0158
.1143
.4686
1.0000
7
0
1
2
3
4
5
6
7
.4783
.8503
.9743
.9973
.9998
1.0000
.2079
.5767
.8520
.9667
.9953
.9996
1.0000
.1335
.4449
.7564
.9294
.9871
.9987
.9999
1.0000
.0824
.3294
.6471
.8740
.9712
.9962
.9998
1.0000
.0280
.1586
.4199
.7102
.9037
.9812
.9984
1.0000
.0078
.0625
.2262
.5000
.7734
.9375
.9922
1.0000
.0015
.0188
.0963
.2849
.5801
.8414
.9720
1.0000
.0002
.0038
.0288
.1260
.3529
.6706
.9176
1.0000
.0000
.0004
.0047
.0333
.1480
.4233
.7903
1.0000
.0000
.0002
.0027
.0257
.1479
.5217
1.0000
L2 - 1
SEBARAN PELUANG BINOMIUM (Sambungan)
Χ
Jumlah Peluang Binomium
∑ b( x; n , p)
Χ −0
p
n
r
.10
.20
.25
.30
.40
.50
.60
.70
.80
.90
8
0
1
2
3
4
5
6
7
8
.4305
.8131
.9619
.9950
.9996
1.0000
.1678
.5033
.7969
.9437
.9896
.9988
.9991
1.0000
.1001
.3671
.6785
.8862
.9727
.9958
.9996
1.0000
.0576
.2553
.5518
.8059
.9420
.9887
.9987
.9999
1.0000
.0168
.1064
.3154
.5941
.8263
.9502
.9915
.9993
1.0000
.0039
.0352
.1445
.3633
.6367
.8555
.9648
.9961
1.0000
.0007
.0085
.0498
.1737
.4095
.6846
.8936
.9832
1.0000
.0001
.0013
.0113
.0580
.1941
.4482
.7447
.9424
1.0000
.0000
.0001
.0012
.0104
.0563
.2031
.4967
.8322
1.0000
.0000
.0004
.0050
.0381
.1869
.5695
1.0000
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
.3874
.7748
.9470
.9917
.9991
.9999
1.0000
.1342
.4362
.7382
.9144
.9804
.9969
.9997
1.0000
.0751
.3003
.6007
.8343
.9511
.9900
.9987
.9999
1.0000
.0404
.1960
.4628
.7297
.9012
.9747
.9957
.9996
1.0000
.0101
.0705
.2318
.4826
.7334
.9006
.9750
.9962
.9997
1.0000
.0020
.0195
.0898
.2539
.5000
.7461
.9102
.9805
.9980
1.0000
.0003
.0038
.0250
.0994
.2666
.5174
.7682
.9295
.9899
1.0000
.0000
.0004
.0043
.0253
.0988
.2703
.5372
.8040
.9596
1.0000
.0000
.0003
.0031
.0196
.0856
.2618
.5638
.8658
1.0000
.0000
.0001
.0009
.0083
.0530
.2252
.6126
1.0000
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
.3478
.7748
.9470
.9917
.9991
.9999
1.0000
.1074
.3758
.6778
.8791
.9672
.9936
.9991
.9999
1.0000
.0563
.2440
.5256
.7759
.9219
.9803
.9965
.9996
1.0000
.0282
.1493
.3828
.6496
.8497
.9527
.9894
.9984
.9999
1.0000
.0030
.0464
.1673
.3823
.6331
.8338
.9452
.9877
.9983
.9999
1.0000
.0010
.0107
.0547
.1719
.3770
.6230
.8215
.9453
.9893
.9990
1.0000
.0001
.0017
.0123
.0548
.1662
.3669
.6177
.8327
.9536
.9940
1.0000
.0000
.0001
.0016
.0106
.0474
.1503
.3504
.6172
.8507
.9718
1.0000
.0000
.0001
.0009
.0064
.0328
.1209
.3222
.6242
.8926
1.0000
.0000
.0002
.0016
.0128
.0702
.2639
.6513
1.0000
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
.3138
.6974
.9104
.9815
.9972
.9997
1.0000
.0859
.3221
.6174
.8369
.9496
.9883
.9980
.9998
1.0000
.0422
.1971
.4552
.7133
.8854
.9657
.9924
.9988
.9999
1.0000
.0198
.1130
.3127
.5696
.7897
.9218
.9784
.9957
.9994
1.0000
.0036
.0302
.1189
.2963
.5328
.7535
.9006
.9707
.9941
.9993
1.0000
.0005
.0059
.0327
.1133
.2744
.5000
.7256
.8867
.9673
.9941
.9995
1.0000
.0000
.0007
.0059
.0293
.0994
.2465
.4672
.7037
.8811
.9698
.9964
1.0000
.0000
.0006
.0043
.0216
.0782
.2103
.4304
.6873
.8870
.9802
1.0000
.0000
.0002
.0020
.0117
.0504
.1611
.3826
.6779
.9141
1.0000
.0000
.0003
.0028
.0185
.0896
.3026
.6862
1.0000
9
10
11
L2 - 2
SEBARAN PELUANG BINOMIUM (Sambungan)
Χ
Jumlah Peluang Binomium
∑ b( x; n , p)
Χ −0
p
n
r
.10
.20
.25
.30
.40
.50
.60
.70
.80
.90
12
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
.2824
.6590
.8891
.9744
.9957
.9995
.9999
1.0000
.0687
.2749
.5583
.7946
.9274
.9806
.9961
.9994
.9999
1.0000
.0317
.1584
.3907
.6488
.8424
.9456
.9857
.9972
.9996
1.0000
.0138
.0850
.2528
.4925
.7237
.8821
.9614
.9905
.9983
.9998
1.0000
.0022
.0196
.0834
.2253
.4382
.6652
.8418
.9427
.9847
.9972
.9997
1.0000
.0002
.0032
.0193
.0730
.1938
.3872
.6128
.8062
.9270
.9870
.9968
.9998
1.0000
.0000
.0003
.0028
.0153
.0573
.1582
.3348
.5618
.7747
.9166
.9804
.9978
1.0000
.0000
.0002
.0017
.0095
.0386
.1178
.2763
.5075
.7472
.9150
.9862
1.0000
.0000
.0001
.0006
.0039
.0194
.0726
.2054
.4417
.7251
.9313
1.0000
.0000
.0001
.0005
.0043
.0256
.1109
.3410
.7176
1.0000
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
.2542
.6213
.8661
.9658
.9935
.9991
.9999
1.0000
.0550
.2336
.5017
.7473
.9009
.9700
.9930
.9980
.9998
1.0000
.0238
.1267
.3326
.5843
.7940
.9198
.9757
.9944
.9990
.9999
1.0000
.0097
.0637
.2025
.4206
.6543
.8346
.9376
.9818
.9960
.9993
.9999
1.0000
.0013
.0126
.0579
.1686
.3530
.5744
.7712
.9023
.9679
.9922
.9987
.9999
1.0000
.0001
.0017
.0112
.0461
.1334
.2905
.5000
.7095
.8666
.9539
.9888
.9983
.9999
1.0000
.0000
.0001
.0013
.0078
.0321
.0977
.2288
.4256
.6470
.8314
.9421
.9874
.9987
1.0000
.0000
.0001
.0007
.0040
.0812
.0624
.1654
.3457
.5794
.7975
.9363
.9903
1.0000
.0000
.0002
.0012
.0070
.0300
.0991
.2527
.4983
.7664
.9450
1.0000
.0000
.0001
.0009
.0065
.0342
.1339
.3787
.7458
1.0000
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
.2288
.5846
.8416
.9559
.9908
.9985
.9998
1.0000
.0440
.1979
.4481
.6982
.8702
.9561
.9884
.9976
.9996
1.0000
.0178
.1010
.2811
.5213
.7415
.8883
.9617
.9897
.9978
.9997
1.0000
.0068
.0475
.1608
.3552
.5842
.7805
.9067
.9685
.9917
.9983
.9998
1.0000
.0008
.0081
.0398
.1243
.2793
.4859
.6925
.8499
.9417
.9825
.9961
.9994
.9999
1.0000
.0001
.0009
.0065
.0287
.0898
.2120
.3953
.6047
.7880
.9102
.9713
.9935
.9991
.9999
1.0000
.0000
.0001
.0006
.0039
.0175
.0583
.1501
.3075
.5141
.7207
.8757
.9602
.9919
.9992
1.0000
.0000
.0002
.0017
.0083
.0315
.0933
.2195
.4158
.6448
.8392
.9525
.9932
1.0000
.0000
.0004
.0024
.0116
.0439
.1298
.3018
.5519
.8021
.9560
1.0000
.0000
.0002
.0015
.0092
.0441
.1584
.4154
.7712
1.0000
13
14
L2 - 3
SEBARAN PELUANG BINOMIUM (Sambungan)
Χ
Jumlah Peluang Binomium
∑ b( x; n , p)
Χ −0
p
n
r
.10
.20
.25
.30
.40
.50
15
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
.2059
.5490
.8159
.9444
.9873
.9978
.9997
1.0000
.0352
.1671
.3980
.6482
.8358
.9389
.9819
.9958
.9992
.9999
1.0000
.0134
.0802
.2361
.4613
.6865
.8516
.9434
.9827
.9958
.9992
.9999
1.0000
.0047
.0353
.1268
.2969
.5155
.7216
.8689
.9500
.9848
.9963
.9993
.9999
1.0000
.0005
.0052
.0271
.0905
.2173
.4032
.6098
.7869
.9050
.9662
.9907
.9981
.9997
1.0000
.0000
.0005
.0037
.0176
.0592
.1509
.3036
.5000
.6964
.8491
.9408
.9824
.9963
.9995
1.0000
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
.1853
.5147
.7892
.9316
.9830
.9967
.9995
.9999
1.0000
.0281
.1407
.3518
.5981
.7982
.9183
.9733
.9930
.9985
.9998
1.0000
.0100
.0635
.1971
.4050
.6302
.8103
.9204
.9729
.9925
.9984
.9997
1.0000
.0033
.0261
.0994
.2459
.4499
.6598
.8247
.9256
.9743
.9929
.9984
.9997
1.0000
.0003
.0033
.0183
.0651
.1666
.3288
.5272
.7161
.8577
.9417
.9809
.9951
.9991
.9999
1.0000
.0000
.0003
.0021
.0106
.0384
.1051
.2272
.4018
.5982
.7728
.8949
.9616
.9894
.9979
.9997
1.0000
16
.60
.70
.80
.90
.0000
.0003
.0019
.0094
.0338
.0951
.2131
.3902
.5968
.7827
.9095
.9729
9948
.9995
1.0000
.0000
.0001
.0007
.0037
.0152
.0500
.1311
.2784
.4845
.7031
.8732
.9647
.9953
1.0000
.0000
.0001
.0008
.0042
.0181
.0611
.1642
.3518
.6020
.8329
.9648
1.0000
.0000
.0003
.0023
.0127
.0556
.1841
.4510
.7941
1.0000
.0000
.0001
.0009
.0049
.0191
.0583
.1423
.2839
.4728
.6712
.8334
.9349
.9817
.9967
.9997
1.0000
.0000
.0003
.0016
.0071
.0257
.0744
.1753
.3402
.5501
.7541
.9006
.9739
.9967
1.0000
.0000
.0002
.0015
.0070
.0267
.0817
.2018
.4019
.6482
.8593
.9719
1.0000
.0000
.0001
.0005
.0033
.0170
.0684
.2108
.4853
.8147
1.0000
L2 - 4
SEBARAN PELUANG BINOMIUM (Sambungan)
Χ
Jumlah Peluang Binomium
∑ b( x; n , p)
Χ −0
p
n
r
.10
.20
.25
.30
.40
.50
17
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
.1668
.4818
.7618
.9174
.9779
.9953
.9992
.9999
1.0000
.0225
.1182
.3096
.5489
.7582
.8943
.9623
.9891
.9974
.9995
.9999
1.0000
.0075
.0501
.1637
.3530
.5739
.7653
.8929
.9598
.9876
.9969
.9994
.9999
1.0000
.0023
.0193
.0774
.2019
.3887
.5986
.7752
.8954
.9597
.9873
.9968
.9993
.9999
1.0000
.0002
.0021
.0123
.0464
.1260
.2639
.4478
.6405
.8011
.9081
.9652
.9894
.9975
.9995
.9999
1.0000
.0000
.0001
.0012
.0064
.0245
.0717
.1662
.3145
.5000
.6855
.8338
.9283
.9755
.9936
.9988
.9999
1.0000
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
.1501
.4503
.7338
.9018
.9718
.9936
.9988
.9998
1.0000
.0180
.0991
.2713
.5010
.7164
.8671
.9487
.9837
.9957
.9991
.9998
1.0000
.0056
.0395
.1353
.3057
.5787
.7175
.8610
.9431
.9807
.9946
.9988
.9998
1.0000
.0016
.0142
.0600
.1646
.3327
.5344
.7217
.8595
.9404
.9790
.9939
.9986
.9997
1.0000
.0001
.0013
.0082
.0328
.0942
.2088
.3743
.5634
.7368
8653
.9424
.9797
.9942
.9987
.9998
1.0000
.0000
.0001
.0007
.0038
.0154
.0481
.1189
.2403
.4037
.5927
.7597
.8811
.9519
.9846
.9962
.9993
.9999
1.0000
18
.60
.70
.80
.90
.0000
.0001
.0005
.0025
.0106
.0348
.0919
.1989
.3595
.5522
.7361
.8740
.9536
.9877
.9979
.9998
1.0000
.0000
.0001
.0007
.0032
.0127
.0403
.1046
.2248
.4032
.6113
.7981
.9226
.9807
.9977
1.0000
.0000
.0001
.0005
.0026
.0109
.0377
.1057
.2418
.4511
.6904
.8818
.9775
1.0000
.0000
.0001
.0008
.0047
.0221
.0826
.2382
.5182
.8332
1.0000
.0000
.0002
.0013
.0058
.0203
.0576
.1347
.2632
.4366
.6257
.7912
.9058
.9672
.9918
.9987
.9999
1.0000
.0000
.0003
.0014
.0061
.0210
.0596
.1407
.2783
.4656
.6673
.8354
.9400
.9858
.9984
1.0000
.0000
.0002
.0009
.0043
.0163
.0513
.1329
.2836
.4990
.7287
.9009
.9820
1.0000
.0000
.0002
.0012
.0064
.0282
.0982
.2662
.5497
.8499
1.0000
L2 - 5
SEBARAN PELUANG BINOMIUM (Sambungan)
Χ
Jumlah Peluang Binomium
∑ b( x; n , p)
Χ −0
p
n
r
.10
.20
.25
.30
.40
19
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
.1351
.4023
.7054
.8850
.9648
.9914
.9983
.9997
1.0000
.0144
.0829
.2369
.4551
.6733
.8369
.9324
.9767
.9933
.9984
.9997
.9999
1.0000
.0042
.0310
.1113
.2631
.4654
.6678
.8251
.9225
.9713
.9911
.9977
.9995
.9999
1.0000
.0011
.0104
.0462
.1332
.2822
.4739
.6655
.8180
.9161
.9674
.9895
.9972
.9994
.9999
1.0000
.0001
.0008
.0055
.0230
.0696
.1629
.3081
.4878
.6675
.8139
.9115
.9648
.9884
.9969
.9994
.9999
1.0000
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
.1216
.3917
.6769
.8670
.9586
.9887
.9976
.9996
.9999
1.0000
.0115
.0692
.2061
.4114
.6296
.8042
.9133
.9679
.9900
.9974
.9994
.9999
1.0000
.0032
.0243
.0913
.2252
.4148
.6172
.7858
.8982
.9591
.9861
.9961
.9991
.9998
1.0000
.0008
.0076
.0355
.1071
.2375
.4164
.6080
.7723
.8867
.9520
.9829
.9949
.9987
.9997
1.0000
.0000
.0005
.0036
.0160
.0510
.1256
.2500
.4159
.5956
.7553
.8725
.9435
.9790
.9935
.9984
.9997
1.0000
20
.50
.0000
.0004
.0022
.0096
.0318
.0835
.1796
.3238
.5000
.6762
.8204
.9165
.9682
.9904
.9978
.9996
1.0000
.0000
.0002
.0013
.0059
.0207
.0577
.1316
.2517
.4119
.5881
.7483
.8684
.9423
.9793
.9941
.9987
.9998
1.0000
.60
.70
.80
.90
.0000
.0001
.0006
.0031
.0116
.0352
.0885
.1861
.3325
.5122
.6919
.8371
.9304
.9770
.9945
.9992
.9999
1.0000
.0000
.0001
.0006
.0028
.0105
.0326
.0839
.1820
.3345
.5261
.7178
.8668
.9538
.9896
.9989
1.0000
.0000
.0003
.0016
.0067
.0233
.0676
.1631
.3267
.5449
.7631
.9171
.9856
1.0000
.0000
.0003
.0017
.0086
.0352
.1150
.2946
.5797
.8649
1.0000
.0000
.0003
.0013
.0051
.0171
.0480
.1133
.2277
.3920
.5836
.7625
.8929
.9645
.9924
.9992
1.0000
.0000
.0001
.0006
.0026
.0100
.0321
.0867
.1958
.3704
.5886
.7939
.9308
.9885
1.0000
.0000
.0001
.0004
.0024
.0113
.0432
.1330
.3231
.6098
.8784
1.0000
.0000
.0001
.0003
.0016
.0065
.0210
.0565
.1275
.2447
.4044
.5841
.7500
.8744
.9490
.9840
.9964
.9995
1.0000
Sumber :
L2 - 6
SEBARAN NORMAL BAKU
Wilayah Luas Di Bawah Kurva Normal
Z
- 3.4
-3.3
-3.2
-3.1
-3.0
0.00
0.0003
0.0005
0.0007
0.0010
0.0013
0.01
0.0003
0.0005
0.0007
0.0009
0.0013
0.02
0.0003
0.0005
0.0006
0.0009
0.0013
0.03
0.0003
0.0004
0.0006
0.0009
0.0012
0.04
0.0003
0.0004
0.0006
0.0008
0.0012
0.05
0.0003
0.0004
0.0006
0.0008
0.0011
0.06
0.0003
0.0004
0.0006
0.0008
0.0011
0.07
0.0003
0.0004
0.0005
0.0008
0.0011
0.08
0.0003
0.0004
0.0005
0.0007
0.0010
0.09
0.0002
0.0003
0.0005
0.0007
0.0010
-2.9
-2.8
-2.7
-2.6
-2.5
0.0019
0.0026
0.0035
0.0047
0.0062
0.0018
0.0025
0.0034
0.0045
0.0060
0.0017
0.0024
0.0033
0.0044
0.0059
0.0016
0.0023
0.0031
0.0041
0.0055
0.0016
0.0022
0.0030
0.0040
0.0054
0.0015
0.0021
0.0029
0.0039
0.0052
0.0015
0.0021
0.0028
0.0038
0.0051
0.0014
0.0020
0.0027
0.0037
0.0049
0.0014
0.0020
0.0027
0.0037
0.0049
0.0014
0.0019
0.0026
0.0036
0.0048
-2.4
-2.3
-2.2
-2.1
-2.0
0.0082
0.0107
0.0139
0.0179
0.0228
0.0080
0.0104
0.0136
0.0174
0.0222
0.0078
0.0102
0.0132
0.0170
0.0217
0.0075
0.0099
0.0129
0.0166
0.0212
0.0073
0.0096
0.0125
0.0162
0.0207
0.0071
0.0094
0.0122
0.0158
0.0202
0.0069
0.0091
0.0119
0.0154
0.0197
0.0068
0.0089
0.0116
0.0150
0.0192
0.0066
0.0087
0.0113
0.0146
0.0188
0.0064
0.0084
0.0110
0.0143
0.0183
-1.9
-1.8
-1.7
-1.6
-1.5
0.0287
0.0359
0.0446
0.0548
0.0668
0.0281
0.0352
0.0436
0.0537
0.0655
0.0274
0.0344
0.0427
0.0526
0.0643
0.0268
0.0336
0.0418
0.0516
0.0630
0.0262
0.0329
0.0409
0.0505
0.618
0.0256
0.0322
0.0401
0.0495
0.0606
0.0250
0.0314
0.0392
0.0485
0.0594
0.0244
0.0307
0.0384
0.0475
0.0582
0.0239
0.0301
0.0375
0.0465
0.0571
0.0233
0.0294
0.0367
0.0455
0.0559
-1.4
-1.3
-1.2
-1.1
-1.0
0.0808
0.0968
0.1151
0.1357
0.1587
0.0793
0.0951
0.1131
0.1335
0.1562
0.0778
0.0934
0.1112
0.1314
0.1539
0.1762
0.2033
0.2327
0.2643
0.2981
0.1736
0.2005
0.2296
0.2611
0.2946
0.1711
0.1977
0.2266
0.2578
0.2912
0.1685
0.1949
0.2236
0.2546
0.2877
0.1660
0.1922
0.2206
0.2514
0.2843
0.1635
0.1894
0.2177
0.2483
0.2810
0.1611
0.1867
0.2148
0.2451
0.2776
-0.9
-0.8
-0.7
-0.6
-0.5
0.1841
0.2119
0.2420
0.2743
0.3085
0.1814
0.2090
0.2389
0.2709
0.3050
0.1788
0.2061
0.2358
0.2676
0.3015
0.1762
0.2033
0.2327
0.2643
0.2891
0.1736
0.2005
0.2296
0.2611
0.2946
0.1711
0.1977
0.2266
0.2578
0.2912
0.1685
0.1949
0.2236
0.2546
0.2877
0.1660
0.1922
0.2206
0.2514
0.2843
0.1635
0.1894
0.2177
0.2483
0.2810
0.1611
0.1867
0.2148
0.2451
0.2776
-0.4
-0.3
-0.2
-0.1
-0.0
0.3446
0.3821
0.4207
0.4602
0.5000
0.3409
0.3783
0.4168
0.4562
0.4960
0.3372
0.3745
0.4129
0.4522
0.4920
0.3336
0.3707
0.4090
0.4483
0.4880
0.3300
0.3669
0.4052
0.4443
0.4840
0.3264
0.3632
0.4013
0.4404
0.4801
0.3228
0.3594
0.3974
0.4364
0.4761
0.3192
0.3557
0.3936
0.4325
0.4721
0.3156
0.3520
0.3897
0.4286
0.4681
0.3121
0.3483
0.3859
0.4247
0.4641
L2 - 7
SEBARAN NORMAL BAKU (Lanjutan)
Wilayah Luas Di Bawah Kurva Normal
Z
0.0
0.1
0.2
0.3
0.4
0.00
0.5000
0.5398
0.5793
0.6179
0.6554
0.01
0.5040
0.5438
0.2832
0.6217
0.6591
0.02
0.5080
0.5478
0.5871
0.6255
0.6628
0.03
0.5120
0.5517
0.5910
0.6293
0.6664
0.04
0.5160
0.5557
0.5948
0.6331
0.6700
0.05
0.5199
0.5596
0.5987
0.6368
0.6736
0.06
0.5239
0.5636
0.6026
0.6406
0.6772
0.07
0.5279
0.5675
0.6064
0.6443
0.6808
0.08
0.5319
0.5714
0.6103
0.6480
0.6844
0.09
0.5359
0.5753
0.6141
0.6517
0.6879
0.5
0.6
0.7
0.8
0.9
0.6915
0.7257
0.7580
0.7881
0.8159
0.6950
0.7291
0.7611
0.7910
0.8186
0.6985
0.7324
0.7642
0.7939
0.8212
0.7019
0.7357
0.7673
0.7967
0.8238
0.7054
0.7389
0.7704
0.7995
0.8264
0.7088
0.7422
0.7734
0.8023
0.8289
0.7123
0.7454
0.7764
0.8051
0.8315
0.7157 0.7190
0.7486 0.7517
0.7794 0.7823
0.8078 0.8106
0.8340 0..8365
0.7224
0.7549
0.7852
0.8133
0.8389
1.0
1.1
1.2
1.3
1.4
0.8413
0.8643
0.8849
0.9032
0.9192
0.8438
0.8665
0.8869
0.9049
0.9207
0.8461
0.8686
0.8888
0.9066
0.9222
0.8485
0.8708
0.8907
0.9082
0.9236
0.8508
0.8729
0.8925
0.9099
0.9251
0.8531
0.8749
0.8944
0.9115
0.9265
0.8554
0.8770
0.8962
0.9131
0.9278
0.8577
0.8790
0.8980
0.9147
0.9292
0.8599
0.8810
0.8997
0.9162
0.9306
0.8621
0.8830
0.9015
0.9177
0.9319
1.5
1.6
1.7
1.8
1.9
0.9332
0.9452
0.9554
0.9641
0.9713
0.9345
0.9463
0.9564
0.9649
0.9719
0.9357
0.9474
0.9573
0.9656
0.9726
0.9370
0.9484
0.9582
0.9664
0.9732
0.9382
0.9495
0.9591
0.9671
0.9738
0.9394
0.9505
0.9599
0.9678
0.9744
0.9406
0.9515
0.9608
0.9686
0.9750
0.9418
0.9525
0.9616
0.9693
0.9756
0.9429
0.9535
0.9625
0.9699
0.9761
0.9441
0.9545
0.9633
0.9706
0.9767
2.0
2.1
2.2
2.3
2.4
0.9772
0.9821
0.9861
0.9893
0.9918
0.9778
0.9826
0.9864
0.9896
0.9920
0.9783
0.9830
0.9868
0.9898
0.9922
0.9788
0.9834
0.9871
0.9901
0.9925
0.9793
0.9838
0.9875
0.9904
0.9927
0.9798
0.9842
0.9878
0.9906
0.9929
0.9803
0.9846
0.9881
0.9909
0.9931
0.9808
0.9850
0.9884
0.9911
0.9932
0.9812
0.9854
0.9887
0.9913
0.9934
0.9817
0.9857
0.9890
0.9916
0.9936
2.5
2.6
2.7
2.8
2.9
0.9938
0.9953
0.9965
0.9974
0.9981
0.9940
0.9955
0.9966
0.9975
0.9982
0.9941
0.9956
0.9967
0.9976
0.9982
0.9943
0.9957
0.9968
0.9977
0.9983
0.9945
0.9959
0.9969
0.9977
0.9984
0.9946
0.9960
0.9970
0.9978
0.9984
0.9948
0.9961
0.9971
0.9979
0.9985
0.9949
0.9962
0.9972
0.9979
0.9985
0.9951
0.9963
0.9973
0.9980
0.9986
0.9952
0.9964
0.9974
0.9981
0.9986
3.0
3.1
3.2
3.3
3.4
0.9987
0.9990
0.9993
0.9995
0.9997
0.9987
0.9991
0.9993
0.9995
0.9997
0.9987
0.9991
0.9994
0.9995
0.9997
0.9988
0.9991
0.9994
0.9996
0.9997
0.9988
0.9992
0.9994
0.9996
0.9997
0.9989
0.9992
0.9994
0.9996
0.9997
0.9989
0.9992
0.9994
0.9996
0.9997
0.9989
0.9992
0.9995
0.9996
0.9997
0.9990
0.9993
0.9995
0.9996
0.9997
0.9990
0.9993
0.9995
0.9997
0.9998
Sumber :
L2 - 8
SEBARAN t-STUDENT
ν
α
0.10
0.05
0.025
0.01
0.025
1
2
3
4
5
3.078
1.886
1.638
1.533
1.476
6.314
2.920
2.353
2.132
2.015
12.706
4.303
3.182
2.776
2.571
31.821
6.965
4.541
3.747
3.365
63.657
9.925
5.841
4.604
4.032
6
7
8
9
10
1.440
1.415
1.397
1.383
1.372
1.943
1.895
1.860
1.833
1.812
2.447
2.365
2.306
2.262
2.228
3.143
2.998
2.896
2.821
2.764
3.707
3.499
3.355
3.250
3.169
11
12
13
14
15
1.363
1.356
1.350
1.345
1.341
1.796
1.782
1.771
1.761
1.753
2.201
2.179
2.160
2.145
2.131
2.718
2.681
2.650
2.624
2.602
3.106
3.055
3.012
2.977
2.947
16
17
18
19
20
1.337
1.333
1.330
1.328
1.325
1.746
1.740
1.734
1.729
1.725
2.120
2.110
2.101
1.093
2.086
2.583
2.567
2.552
2.539
2.528
2.921
2.898
2.878
2.861
2.845
21
22
23
24
25
1.323
1.321
1.319
1.318
1.316
1.721
1.717
1.714
1.711
1.708
2.080
2.074
2.069
2.064
2.060
2.518
2.508
2.500
2.492
2.485
2.831
2.819
2.807
2.797
2.787
26
27
28
29
Inf
1.315
1.314
1.313
1.311
1.282
1.706
1.703
1.701
1.699
1.645
2.056
2.052
2.048
2.045
1.960
2.479
2.473
2.467
2.462
2.326
2.779
2.771
2.763
2.756
2.576
Sumber :
L2 - 9
SEBARAN F
ƒ0,05(ν1,ν2)
ν1
ν2
1
2
3
4
5
6
7
8
9
1
2
3
4
161.4
18.51
10.13
7.71
199.5
19.00
9.55
6.94
215.7
19.16
9.28
6.59
224.6
19.25
9.12
6.39
230.2
19.30
9.01
6.26
234.0
19.33
8.94
6.16
236.8
19.35
8.89
6.09
238.9
19.37
8.85
6.04
240.5
19.38
8.81
6.00
5
6
7
8
9
6.61
5.99
5.59
5.32
5.12
5.79
5.14
4.74
4.46
4.26
5.41
4.76
4.35
4.07
3.86
5.19
4.53
4.12
3.84
3.63
5.05
4.39
3.97
3.69
3.48
4.95
4.28
3.87
3.58
3.37
4.88
4.21
3.79
3.50
3.29
4.82
4.15
3.73
3.44
3.23
4.77
4.10
3.68
3.39
3.18
10
11
12
13
14
4.96
4.84
4.75
4.67
4.60
4.10
3.98
3.89
3.81
3.74
3.71
3.59
3.49
3.41
3.34
3.48
3.36
3.26
3.18
3.11
3.33
3.20
3.11
3.03
2.96
3.22
3.09
3.00
2.92
2.85
3.14
3.01
2.91
2.83
2.76
3.07
2.95
2.85
2.77
2.70
3.02
2.90
2.80
2.71
2.65
15
16
17
18
19
4.54
4.49
4.45
4.41
4.38
3.68
3.63
3.59
3.55
3.52
3.29
3.24
3.20
3.16
3.13
3.06
3.01
2.96
2.93
2.90
2.90
2.85
2.81
2.77
2.74
2.79
2.74
2.70
2.66
2.63
2.71
2.66
2.61
2.58
2.54
2.64
2.59
2.55
2.51
2.48
2.59
2.54
2.49
2.46
2.42
20
21
22
23
24
4.35
4.32
4.30
4.28
4.26
3.49
3.47
3.44
3.42
3.40
3.10
3.07
3.05
3.03
3.01
2.87
2.84
2.82
2.80
2.78
2.71
2.68
2.66
2.64
2.62
2.60
2.57
2.55
2.53
2.51
2.51
2.49
2.46
2.44
2.42
2.45
2.42
2.40
2.37
2.36
2.39
2.37
2.34
2.32
2.30
25
26
27
28
29
4.24
4.23
4.21
4.20
4.18
3.39
3.37
3.35
3.34
3.33
2.99
2.98
2.96
2.95
2.93
2.76
2.74
2.73
2.71
2.70
2.60
2.59
2.57
2.56
2.55
2.49
2.47
2.46
2.45
2.43
2.40
2.39
2.37
2.36
2.35
2.34
2.32
2.31
2.29
2.28
2.28
2.27
2.25
2.24
2.22
30
40
60
120
∞
4.17
4.08
4.00
3.92
3.84
3.32
3.23
3.15
3.07
3.00
2.92
2.84
2.76
2.68
2.60
2.69
2.61
2.53
2.45
2.37
2.53
2.45
2.37
2.29
2.21
2.42
2.34
2.25
2.17
2.10
2.33
2.25
2.17
2.09
2.01
2.27
2.18
2.10
2.02
1.94
2.21
2.12
2.04
1.96
1.88
L2 - 10
SEBARAN F (Lanjutan)
ƒ0,05(ν1,ν2)
ν2
ν1
10
12
15
20
24
30
40
60
120
∞
1
2
3
4
241.9
19.40
8.79
5.96
243.9
19.41
8.74
5.91
245.9
19.43
8.70
5.86
148.0
19.45
8.66
5.80
249.1
19.45
8.64
5.77
250.1
19.46
8.62
5.75
251.1
19.47
8.59
5.72
252.2
19.48
8.57
5.69
253.3
19.49
8.55
5.66
254.3
19.50
8.53
5.63
5
6
7
8
9
4.74
4.06
3.64
3.35
3.14
4.68
4.00
3.57
3.28
3.07
4.62
3.94
3.51
3.22
3.01
4.56
3.87
3.44
3.15
2.94
4.53
3.84
3.41
3.12
2.90
4.50
3.81
3.38
3.08
2.86
4.46
3.77
3.34
3.04
2.83
4.43
3.74
3.30
3.01
2.79
4.40
3.70
3.27
2.97
2.75
4.36
3.67
3.23
2.93
2.71
10
11
12
13
14
2.98
2.85
2.75
2.67
2.60
2.91
2.79
2.69
2.60
2.53
2.85
2.72
2.62
2.53
2.46
2.77
2.65
2.54
2.46
2.39
2.74
2.61
2.51
2.42
2.35
2.70
2.57
2.47
2.38
2.31
2.66
2.53
2.43
2.34
2.27
2.62
2.49
2.38
2.30
2.22
2.58
2.45
2.34
2.25
2.18
2.54
2.40
2.30
2.21
2.13
15
16
17
18
19
2.54
2.49
2.45
2.41
2.38
2.48
2.42
2.38
2.34
2.31
2.40
2.35
2.31
2.27
2.23
2.33
2.28
2.23
2.19
2.16
2.29
2.24
2.19
2.15
2.11
2.25
2.19
2.15
2.11
2.07
2.20
2.15
2.10
2.06
2.03
2.16
2.11
2.06
2.02
1.98
2.11
2.06
2.01
1.97
1.93
2.07
2.01
1.96
1.92
1.88
20
21
22
23
24
2.35
2.32
2.30
2.27
2.25
2.28
2.25
2.23
2.20
2.18
2.20
2.18
2.15
2.13
2.11
2.12
2.10
2.07
2.05
2.03
2.08
2.05
2.03
2.01
1.98
2.04
2.01
1.98
1.96
1.94
1.99
1.96
1.94
1.91
1.89
1.95
1.92
1.89
1.86
1.84
1.90
1.87
1.84
1.81
1.79
1.84
1.81
1.78
1.76
1.73
25
26
27
28
29
2.24
2.22
2.20
2.19
2.18
2.16
2.15
2.13
2.12
2.10
2.09
2.07
2.06
2.04
2.03
2.01
1.99
1.97
1.96
1.94
1.96
1.95
1.93
1.91
1.90
1.92
1.90
1.88
1.87
1.85
1.87
1.85
1.84
1.82
1.81
1.82
1.80
1.79
1.77
1.75
1.77
1.75
1.73
1.71
1.70
1.71
1.69
1.67
1.65
1.64
30
40
60
120
∞
2.16
2.08
1.99
1.91
1.83
2.09
2.00
1.92
1.83
1.75
2.01
1.92
1.84
1.75
1.67
1.93
1.84
1.75
1.66
1.57
1.89
1.79
1.70
1.61
1.52
1.84
1.74
1.65
1.55
1.46
1.79
1.69
1.59
1.50
1.39
1.74
1.64
1.53
1.43
1.32
1.68
1.58
1.47
1.35
1.22
1.62
1.51
1.39
1.25
1.00
L2 - 11
SEBARAN F (Lanjutan)
ƒ0,01(ν1,ν2)
ν1
ν2
1
2
3
4
1
4052
98.50
34.12
21.20
2
4999.5
99.00
30.82
18.00
3
5403
99.17
29.46
16.69
4
5625
99.25
28.71
15.98
5
5746
99.30
28.24
15.52
6
5859
99.33
27.91
15.21
7
5928
99.36
27.67
14.98
8
5981
99.37
27.49
14.80
9
60.22
99.39
27.35
14.66
5
6
7
8
9
16.26
13.75
12.25
11.26
10.56
13.27
10.92
9.55
8.65
8.02
12.06
9.78
8.45
7.59
6.99
11.39
9.15
7.85
7.01
6.42
10.97
8.75
7.46
6.63
6.06
10.67
8.47
7.19
6.37
5.80
10.46
8.26
6.99
6.18
5.61
10.29
8.10
6.84
6.03
5.47
10.16
7.98
6.72
5.91
5.35
10
11
12
13
14
10.04
9.65
9.33
9.07
8.86
7.56
7.21
6.93
6.70
6.51
6.55
6.22
5.95
5.74
5.56
5.99
5.67
5.41
5.21
5.04
5.64
5.32
5.06
4.86
4.69
5.39
5.07
4.82
4.62
4.46
5.20
4.89
4.64
4.44
4.28
5.06
4.74
4.50
4.30
4.14
4.94
4.63
4.39
4.19
4.03
15
16
17
18
19
8.68
8.53
8.40
8.29
8.18
6.36
6.23
6.11
6.01
5.93
5.42
5.29
5.18
5.09
5.01
4.89
4.77
4.67
4.58
4.50
4.56
4.44
4.34
4.25
4.17
4.32
4.20
4.10
4.01
3.94
4.14
4.03
3.93
3.84
3.77
4.00
3.89
3.79
3.73
3.63
3.89
3.78
3.68
3.60
3.52
20
21
22
23
24
8.10
8.02
7.95
7.88
7.82
5.89
5.78
5.72
5.66
5.61
4.94
4.87
4.82
4.76
4.72
4.43
4.37
4.31
4.26
4.22
4.10
4.04
3.99
3.94
3.90
3.87
3.81
3.76
3.71
3.67
3.70
3.64
3.59
3.54
3.50
3.56
3.51
3.45
3.41
3.36
3.46
3.40
3.35
3.30
3.26
25
26
27
28
29
7.77
7.72
7.68
7.64
7.60
5.57
5.53
5.49
5.45
5.42
4.68
4.64
4.60
4.57
4.54
4.18
4.14
4.11
4.07
4.04
3.85
3.82
3.78
3.75
3.73
3.63
3.59
3.56
3.53
3.50
3.46
3.42
3.39
3.36
3.33
3.32
3.29
3.26
3.23
3.20
3.22
3.18
3.15
3.12
3.09
30
40
60
120
∞
7.56
7.31
7.08
6.85
6.63
5.39
5.18
4.98
4.79
4.61
4.51
4.31
4.13
3.95
3.78
4.02
3.83
3.65
3.48
3.32
3.70
3.51
3.34
3.17
3.02
3.47
3.29
3.12
2.96
2.80
3.30
3.12
2.95
2.79
2.64
3.17
2.99
2.82
2.66
2.51
3.07
2.89
2.72
2.56
2.41
L2 - 12
SEBARAN F (Lanjutan)
ƒ0,01(ν1,ν2)
ν1
ν2
1
2
3
4
10
6056
99.40
27.23
14.55
12
6157
99.42
27.05
14.37
15
6157
99.43
26.87
14.20
20
6029
99.45
26.69
14.02
24
6235
99.46
26.60
13.93
30
6261
99.47
26.50
13.84
40
6287
99.47
26.41
13.75
60
6313
99.48
26.32
13.65
120
6339
99.49
26.22
13.56
∞
6366
99.50
26.13
13.46
5
6
7
8
9
10.05
7.87
6.62
5.81
5.26
9.89
7.72
6.47
5.67
5.11
9.72
7.56
6.31
5.52
4.96
9.55
7.40
6.16
5.36
4.81
9.47
7.31
6.07
5.28
4.73
9.38
7.23
5.99
5.20
4.65
9.29
7.14
5.91
5.12
4.57
9.20
7.06
5.82
5.03
4.48
9.11
6.97
5.74
4.95
4.40
9.02
6.88
5.65
4.86
4.31
10
11
12
13
14
4.85
4.54
4.30
4.10
3.94
4.71
4.40
4.16
3.96
3.80
4.56
4.25
4.01
3.82
3.66
4.41
4.10
3.86
3.66
3.51
4.33
4.02
3.78
3.59
3.43
4.25
3.94
3.70
3.51
3.55
4.17
3.86
3.62
3.43
3.27
4.08
3.78
3.54
3.34
3.18
4.00
3.69
3.45
3.25
3.09
3.91
3.60
3.36
3.17
3.00
15
16
17
18
19
3.80
3.69
3.59
3.51
3.43
3.67
3.55
3.46
3.37
3.30
3.52
3.41
3.31
3.23
3.15
3.37
3.26
3.16
3.08
3.00
3.29
3.18
3.08
3.00
2.92
3.21
3.10
3.00
2.92
2.84
3.13
3.02
2.92
2.84
2.76
3.05
2.93
2.83
2.75
2.67
2.96
2.84
2.75
2.66
2.58
2.87
2.75
2.65
2.57
2.49
20
21
22
23
24
3.37
3.31
3.26
3.21
3.17
3.23
3.17
3.12
3.07
3.03
3.09
3.03
2.98
2.93
2.89
2.94
2.88
2.83
2.78
2.74
2.86
2.80
2.75
2.70
2.66
2.78
2.72
2.67
2.62
2.58
2.69
2.64
2.58
2.54
2.49
2.61
2.55
2.50
2.45
2.40
2.52
2.46
2.40
2.35
2.31
2.42
2.36
2.31
2.26
2.21
25
26
27
28
29
3.13
3.09
3.06
3.03
3.00
2.99
2.96
2.93
2.90
2.87
2.85
2.81
2.78
2.75
2.73
2.70
2.66
2.63
2.60
2.57
2.62
2.58
2.55
2.52
2.49
2.54
2.50
2.47
2.44
2.41
2.45
2.42
2.38
2.35
2.33
2.36
2.33
2.29
2.26
2.23
2.27
2.23
2.20
2.17
2.14
2.17
2.13
2.10
2.06
2.03
30
40
60
120
∞
2.98
2.80
2.63
2.47
2.32
2.84
2.66
2.50
2.34
2.18
2.70
2.52
2.35
2.19
2.04
2.55
2.37
2.20
2.03
1.88
2.47
2.29
2.12
1.95
1.79
2.39
2.20
2.03
1.86
1.70
2.30
2.11
1.94
1.76
1.59
2.21
2.02
1.84
1.66
1.47
2.11
1.92
1.73
1.53
1.32
2.01
1.80
1.60
1.38
1.00
Sumber :
L2 - 13
NILAI PARAMETER SEBARAN WEIBULL
C
r1
r2
r2/r1
CVX
c
r1
r2
r2/r1
CVX
0,25
0,30
0,35
0,40
0,45
0,50
0,55
0,60
0,65
0,70
0,75
0,80
0,85
0,90
0,95
1,00
1,05
1,10
1,15
1,20
1,25
1,30
1,35
1,40
1,45
1,50
1,55
1,60
1,70
1,75
1,80
1,85
1,90
1,95
2,00
2,05
2,10
2,15
2,20
2,25
2,30
2,35
2,40
2,45
2,50
2,55
2,60
2,65
2,70
24,000
9,2605
5,0292
3,3234
2,4786
2,0000
1,7024
1,5046
1,3663
1,2658
1,1906
1,1330
1,0880
1,0522
1,0234
1,0000
0,9808
0,9808
0,9517
0,9407
0,9314
0,9236
0,9170
0,9114
0,9067
0,9027
0,8994
0,8966
0.8922
0,8906
0,8893
0,8882
0,8874
0,8867
0,8862
0,8859
0,8857
0,8856
0,8856
0,8857
0,8859
0,8862
0,8865
0,8868
0,8873
0,8877
0,8882
0,8887
0,8893
40320,0
2593,57
424,338
120,000
47,8761
24,0000
14,0893
9,2605
6,6142
5,0292
4,0122
3,3233
2,8359
2,4786
2,2088
2,0000
1,8351
1,8351
1,5941
1,5046
1,4296
1,3663
1,3122
1,2658
1,2256
1,1906
1,1600
1,1330
1,0880
1,0691
1,0522
1,0370
1,0234
1,0111
1,0000
0,9899
0,9808
0,9725
0,9649
0,9580
0,9517
0,9459
0,9407
0,9358
0,9314
0,9273
0,9236
0,9201
0,9170
70,0000
30,2431
16,7773
10,8650
7,7931
6,0000
4,8613
4,0908
3,5433
3,1387
2,8302
2,5889
2,3959
2,2388
2,1089
2,0000
1,9076
1,9076
1,7600
1,7004
1,6480
1,6017
1,5606
1,5238
1,4908
1,4610
1,4340
1,4095
1,3666
1,3478
1,3305
1,3145
1,2997
1,2860
1,2732
1,2614
1,2503
1,2399
1,2302
1,2211
1,2126
1,2045
1,1970
1,1889
1,1831
1,1767
1,1707
1,1650
1,1595
8,3066
5,4077
3,9721
3,1409
2,6064
2,2361
1,9650
1,7581
1,5948
1,4624
1,3529
1,2605
1,1815
1,1130
1,0530
1,0000
0,9527
0,9102
0,8718
0,8369
0,8050
0,7757
0,7487
0,7238
0,7006
0,6790
0,6588
0,6399
0,6055
0,5897
0,5749
0,5608
0,5475
0,5348
0,5227
0,5112
0,5003
0,4898
0,4799
0,4703
0,4611
0,4523
0,4438
0,4357
0,4204
0,4204
0,4131
0,4062
0,3994
2,75
2,80
2,85
2,90
2,95
3,00
3,05
3,10
3,15
3,20
3,25
3,30
3,35
3,40
3,45
3,50
3,55
3,60
3,65
6,70
3,75
3,80
3,85
3,90
3,95
4,00
4,05
4,10
4,15
4,20
4,25
4,30
4,35
4,40
4,45
4,50
4,55
4,60
4,65
4,70
4,75
4,80
4,85
4,90
4,95
5,00
5,05
5,10
5,15
0,8868
0,8904
0,8911
0,8917
0,8923
0,8993
0,8936
0,8943
0,8950
0,8956
0,8963
0,8970
0,8977
0,8984
0,8991
0,8997
0,9004
0,9011
0,9018
0,9024
0,9031
0,9038
0,9044
0.9051
0,9058
09064
0,9070
09077
0,9073
0,9089
09096
0,9102
0,9108
0,9114
0,9120
0,9126
0,9132
0,9137
0,9143
0,9149
0,9154
0,9160
0,9165
0,9171
0,9176
0,9182
0,9187
0,9192
0,9197
0,9358
0,9114
0,9090
0,9067
0,9046
0,9027
0,9010
0,8994
0,8979
0,8966
0,8953
0,8942
0,8932
0,8922
0,8914
0,8906
0,8899
0,8893
0.8887
0,8882
0,8878
0,8874
0,8870
0,8867
0,8864
0.8862
0,8864
0,8859
0,8859
0,8857
0,8856
0,8856
0,8856
0,8856
0,8857
0,8857
0,8858
0,8859
0,8860
0,8862
0,8863
0, 8864
0,8867
0,8868
0,8870
0,8873
0,8875
0,8877
0,8880
1,1898
1,1495
1,1448
1,1404
1,1361
1,1321
1,1282
1,1246
1,1210
1,1176
1,1144
1,1113
1,1083
1,1055
1,1028
1,1001
1,0967
1,9052
1,0929
1,0906
1,0884
1,0863
1,0843
1,0824
1,0805
1,0787
1,0770
1,0753
1,0736
1,0720
1,0705
1,0690
1,0676
1,0662
1,0649
1,0636
1,0623
1,0611
1,0598
1,0587
1,0576
1,0565
1,0555
1,0544
1,0534
1,0535
1,0515
1,0506
1,0497
0,4357
0,3866
0,3805
0,3747
0,3690
0,3634
0,3581
0,3529
0,3479
0,3430
0,3383
0,3336
0,3292
0,3248
0,3206
0,3164
0,3124
0,3085
0,3047
0,3010
0,2974
0,2938
0,2904
0,2871
0,2837
0,2806
0,2774
0,2473
0,2714
0,2684
0,2655
0,2628
0,2600
0,2573
0,2547
0,2521
0,2496
0,2471
0,2447
0,2424
0,2400
0,2377
0,2355
0,2333
0.2311
0,2290
0,2270
0,2249
0,2229
L2 - 14
NILAI PARAMETER SEBARAN WEIBULL (Lanjutan)
C
r1
r2
r2/r1
CVX
c
r1
r2
r2/r1
CVX
5,20
5,25
5,30
5,35
5,40
5,45
5,50
6,00
6,50
7,00
7,50
0,9202
0,9207
0,9213
0,9217
0,9222
0,9227
0,9232
0,9277
0,9318
0,9354
0,9387
0,8882
0,8885
0,8887
0,8890
0,8893
0,8896
0,8899
0,8929
0,8963
0,8997
0,9031
1,0488
1,0480
1,0472
1,0463
1,0456
1,0449
1,0441
1,0375
1,0324
1,0282
1,0248
0,2210
0,2191
0,2172
0,2153
0,2135
0,2117
0,2099
0,1938
0,1799
0,1680
0,1576
8,00
8,50
9,00
9,50
10,00
12,50
15,00
20,00
50,00
100,00
∞
0,9417
0,9445
0,9470
0,9492
0,9513
0,9597
0,9657
0,9735
0,9888
0,9943
1,0000
0,9064
0,9096
0,9126
0,9254
0,9182
0,9298
0,9387
0,9513
0,9784
0,9888
1,0000
1,0220
1,0997
1,0176
1,0159
1,0145
1,0095
1,0067
1,0038
1,0006
1,0001
1,0000
0,1484
0,1484
0,1328
0,1263
0,1203
0,0973
0,0818
0,0620
0,0255
0,0122
0,0000
Sumber :
L2 - 15
ANGKA ACAK
Baris
Kolom
1-5
6 - 10
11 - 15
16 - 20
21 - 25
26 - 30
31 - 35
36 - 40
1
2
3
4
5
62956
17143
99285
12940
28089
95735
50118
01369
81308
80216
70988
41681
94610
40436
08681
86027
87224
71099
82916
83524
27648
75674
69207
74245
00583
65155
43371
01999
70324
55179
46301
09846
23931
88555
31911
27217
83403
34711
82182
68484
6
7
8
9
10
78709
36009
95695
89221
91937
74747
01306
52933
34158
35854
17626
33858
39459
16364
13168
74930
96930
84218
16532
24642
41300
71087
34670
50070
22369
04858
11354
91542
78159
87396
85634
85891
02186
18445
64367
42398
52644
86134
05884
89259
11
12
13
14
15
07339
73238
87940
46904
02580
63159
34352
32625
92456
92653
94886
81004
44838
64675
33907
51002
95682
39920
66930
54380
85834
13029
57188
54980
00763
94109
76288
41771
11631
60452
56843
22054
43185
54596
18860
03769
54849
74236
50563
48829
16
17
18
19
20
86983
92604
26988
75370
18826
20150
22144
49617
38794
84055
78561
67209
87118
51939
91391
97095
88807
28108
20879
78487
15990
82087
13110
30221
07594
45947
06616
40766
73593
74994
88542
16605
21216
76238
64239
86519
95621
01567
85702
00808
21
22
23
24
25
20198
74784
08050
63096
23099
45182
75807
25691
27123
48428
09914
79881
87992
94686
16697
45305
45290
75747
39205
82597
97352
56117
55031
68047
74983
00516
39798
82704
12108
22452
56804
62617
97667
62144
46283
10931
26912
03734
31291
97617
26
27
28
29
30
84827
97965
96097
77733
73159
81473
30432
51256
98610
81085
19453
92410
61546
86615
96957
95401
42482
93683
19007
48358
01363
31448
46277
29402
90944
40795
78558
30115
26348
58155
86600
55152
37682
96477
73014
78317
27863
15694
97154
79515
31
32
33
34
35
19074
83098
10416
08693
50451
14518
95483
60700
25225
52350
91372
17986
37527
54798
37860
73333
79141
26169
60498
40950
42832
92419
07315
32060
14377
17500
36887
08340
60310
16485
91049
65473
31597
36587
62250
74510
05675
05568
30579
96104
L2 - 16
ANGKA ACAK (Lanjutan)
Baris
Kolom
1-5
6 - 10
11 - 15
16 - 20
21 - 25
26 - 30
31 - 35
36 - 40
36
37
38
39
40
73128
89677
67828
30001
14283
88097
39620
36965
63542
75479
01832
49118
63617
05680
39727
19463
49660
60332
12956
79075
28038
96852
10525
96058
87995
00222
71822
78030
80149
74464
83868
66195
06835
79950
49102
74422
28204
59222
39309
93185
41
42
43
44
45
84051
80815
28515
17402
66814
28694
60959
30696
25186
38016
03885
58747
23612
12526
61219
97247
50798
87285
19012
14760
43578
47455
96888
42374
99030
48213
18738
25681
47886
38070
97929
58154
65597
43367
81369
49951
95800
50837
61815
94157
46
47
48
49
50
49751
35597
03026
96637
34324
96432
97760
00712
00092
90440
63666
47288
49279
97446
76224
47760
34700
10272
75109
71230
70192
25569
30083
53899
92581
10367
91920
61603
93915
06794
17197
02045
26715
37789
39559
95801
24344
89026
13073
05362
Sumber :
L2 - 17
Modul Inventarisasi Hutan
MODUL - 1
PENGERTIAN, PERANAN DAN RUANG LINGKUP
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pertanyaan pertama yang pasti muncul dalam benak setiap peserta
didik, pada saat akan mempelajari suatu cabang ilmu tertentu, adalah apa
saja yang dipelajari dalam cabang ilmu itu, dan manfaat apa yang dapat
diperoleh atau apa gunanya mempelajari cabang ilmu tersebut.
Pertanyaan yang sama, patut diduga, akan dikemukakan oleh peserta
mata kuliah Inventarisasi Hutan, khususnya oleh mahasiswa yang
tergolong cukup kritis.
Jawaban terhadap pertanyaan ini, diharapkan dapat menjadi sumber
motivasi atau pendorong bagi mahasiswa untuk mempelajari mata kuliah
(cabang ilmu) termaksud secara lebih bersungguh-sungguh. Hanya dengan
memahami pengertian dan ruang lingkup dari ilmu yang akan dipelajarinya,
seseorang dapat memahami posisi relatif dari ilmu yang bersangkutan
dalam khasana suatu bidang ilmu tertentu.
Selanjutnya, pemahaman tentang peranan suatu cabang ilmu,
selain akan lebih memperjelas posisi relatif dari cabang ilmu tersebut
dalam khasana bidang ilmu tertentu, juga akan memberi kejelasan tentang
kontribusi cabang ilmu yang bersangkutan bagi pembangunan dan atau
bagi pendayagunaan sumberdaya alam. Modul ini berisi pembahasan
tentang hal-hal yang telah dikemukakan di atas.
B. Ruang Lingkup Isi
Isi dari modul ini secara garis besar meliputi antara lain hal-hal
sebagai berikut : (1) Pengertian Inventarisasi Hutan, (2) Peranan
Inventarisasi Hutan, (3) Ruang Lingkup Inventarisasi Hutan
C. Sasaran Pembelajaran Modul
Setelah mempelajari modul ini, mahasiswa diharapkan dapat
memiliki kompetensi yang diindikasikan oleh kemampuan dalam
menjelaskan : (1) Pengertian Inventarisasi Hutan, (2) Peranan Inventarisasi
Hutan, dan (3) Ruang Lingkup Inventarisasi Hutan.
Pendahuluan
M1 - 1
Modul Inventarisasi Hutan
II. MATERI PEMBELAJARAN
A. Pengertian
Ilmu Inventarisasi hutan adalah salah satu cabang ilmu kehutanan
yang membahas tentang metode penaksiran potensi hutan. Metode
penaksiran adalah cara pengukuran sebagian atau seluruh elemen dari
suatu obyek yang menjadi sasaran pengamatan untuk mengetahui sifatsifat dari obyek yang bersangkutan.
Potensi hutan adalah nilai kekayaan yang terkandung dalam suatu
lahan hutan, baik yang secara nyata ada pada saat pengamatan maupun
prakiraan pengembangan / pertumbuhannya pada masa mendatang.
Potensi hutan meliputi potensi fisik dan potensi hayati (biologis). Potensi
fisik terkait dengan kondisi tanah, kondisi iklim dan kondisi topografi lahan
hutan. Sedang potensi hayati meliputi stuktur dan komposisi vegetasi
(khususnya pohon), serta diversitas dan jumlah satwa dalam lahan hutan
yang bersangkutan.
Sebagai cabang ilmu, inventarisasi hutan dapat didefenisikan
sebagai suatu cabang ilmu kehutanan yang membahas tentang cara
pengukuran sebagian atau seluruh elemen-elemen dari suatu lahan hutan
untuk mengetahui sifat-sifat dan / atau nilai kekayaan yang ada di atas
lahan hutan yang bersangkutan. Istilah lain yang sama pengertiannya
dengan inventarisasi hutan antara lain adalah :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Bosch Inventarisatie (Bahasa Belanda)
Forest Inventory
Timber Cruising
Cruising
Timber Estimation
Forest Survey.
Istilah-istilah di atas identik dengan “Penaksiran Potensi Hutan”
pada saat tertentu. Khusus untuk penaksiran potensi “pertumuhan hutan”
dikenal suatu cabang ilmu kehutanan yang disebut “Growth Modeling
and Yield Simulation”. Cabang ilmu ini umumnya dipelajari pada studi
lanjutan, yaitu pada program Strata-2 dan Strata-3. Namun prisip-prinsip
dari cabang ilmu ini sudah dinilai penting untuk diberikan kepada
mahasiswa Strata-1. Hal ini didasarkan atas pertimbangan bahwa
pengelolaan hutan sudah semakin menutut peningkatan efisiensi dan
Pendahuluan
M1 - 2
Modul Inventarisasi Hutan
efektifitas, dimana hal ini hanya dimungkinkan jika tersedia informasi
tentang pertumbuhan / perkembangan hutan yang akurat.
Pemanfaatan hutan yang lestari hanya dimungkinkan, jika dan
hanya jika, jumlah potensi yang dimanfaatkan seimbang dengan potensi
pertumbuhan dari hutan yang bersangkutan. Berkaitan dengan itulah maka
pemberian pengetahuan dasar tentang “Growth modeling and Yield
Simulation” bagi mahasiswa Strata-1 diarahkan pada peningkatan
kemampuan dan keterampilan mahasiswa untuk menerapkan metodemetode pengamatan atau pendataan pertumbuhan atau perkembangan
hutan.
B. Peranan Inventarisasi Hutan
Berdasarkan pengertian Inventarisasi Hutan yang telah dipaparkan
di atas, maka secara singkat dapat dikatakan bahwa “Ílmu” Inventarisasi
Hutan adalah suatu “cabang ilmu” yang membahas tentang teori dan
metode pendataan kekayaan berupa hutan. Dengan demikian peranan
inventarisasi hutan adalah sama dengan peranan dari keberadaan atau
ketersediaan data kekayaan hutan itu sendiri.
Kekayaan hutan akan mempunyai nilai jika dapat dimanfaatkan
untuk memenuhi kebutuhan manusia. Dalam kaitan dengan pemanfaatan
inilah maka diperlukan data atau informasi yang menjadi dasar di dalam
penyusunan rencana pemanfaatan termaksud. Tanpa adanya data yang
cukup, baik dalam hal jumlah maupun dalam hal mutu, maka adalah
mustahil untuk menyusun suatu rencana yang dapat mendukung suatu
pemanfaatan ‘kekayaan berupa hutan’ secara optimum.
Sejalan dengan itu pula, pengumpulan informasi atau data harus
mempertimbangkan faktor-faktor efisiensi dan efektifitas. Efisiensi berarti
informasi dimaksud harus mempunyai nilai manfaat yang jauh lebih besar
daripada nilai pengorbanan tenaga, waktu dan biaya yang digunakan untuk
mendapatkannya. Sedang efektif bermakna bahwa keberadaan atau
ketersediaan data tersebut harus tepat waktu dan dapat menunjang
pencapaian suatu tujuan tertentu secara tepat waktu pula.
Dengan demikian, peranan Inventarisasi Hutan dapat disebutkan
sebagai berikut :
1. Inventarisasi hutan berperan dalam penyiapan data yang akurat, melalui
upaya-upaya yang efisien dan efektif
Pendahuluan
M1 - 3
Modul Inventarisasi Hutan
2. Inventarisasi hutan berperan dalam menentukan tersusunnya rencana
pemanfaatan kekayaan hutan secara optimum
3. Inventarisasi hutan berperan sebagai suatu langkah awal yang sangat
menentukan dalam pendayagunaan sumberdaya hutan secara lestari.
C. Ruang Lingkup Inventarisasi Hutan
Kekayaan yang terdapat pada suatu lahan hutan tidak hanya
dipengaruhi oleh keadaan hutan pada saat pengamatan (saat inventarisasi)
dilakukan, tetapi juga dipengaruhi oleh sejumlah faktor lain. Faktor-faktor
tersebut berperan dalam proses terciptanya keadaan hutan yang ada pada
saat pengamatan dan juga kemungkinan akan terus mempengaruhi proses
pertumbuhan / perkembangan hutan tersebut pada masa mendatang.
Keseluruhan faktor-faktor tersebut merupakan elemen-elemen yang
perlu diamati atau dicatat melalui inventarisasi hutan. Secara garis besar,
elemen-elemen tersebut dapat digolongkan atas tiga kelompok, yaitu :
1. Keadaan lahan hutan, yang antara lain meliputi jenis tanah, kondisi fisik,
biologi dan kimia tanah, kondisi iklim, serta kondisi topografi. Faktorfaktor inilah yang telah, sedang dan akan terus mempengaruhi kondisi
pertumbuhan / perkembangan vegetasi (khususnya pohon-pohon) yang
ada pada suatu lahan hutan.
2. Keadaan tegakan, antara lain meliputi : luas areal (yang produktif dan
tidak produktif), struktur tegakan dan komposisi jenis, penyebaran kelas
umur, penyebaran ukuran pohon, keadaan pertumbuhan, keadaan
permudaan, kerapatan tegakan, penyebaran kelas bonita, dan keadaan
tempat tumbuh.
3. Keterangan yang bersangkut-paut dengan pemanfaatan, yang meliputi
aksesibilitas dan kondisi sosial ekonomi masyarakat di sekitar hutan,
termasuk pola penggunaan lahan.
Pada uraian di atas, terlihat secara jelas bahwa cakupan bahasan
inventarisasi hutan tidak hanya terbatas pada masalah hutan atau pohon
saja, tetapi juga meliputi sejumlah elemen-elemen yang telah, sedang dan
akan mempengaruhi pertumbuhan atau perkembangan hutan yang
bersangkutan.
Dalam arti luas, ilmu inventarisasi hutan adalah ilmu yang
membahas teori dan metode pengumpulan dan penggunaan data /
Pendahuluan
M1 - 4
Modul Inventarisasi Hutan
informasi tentang keseluruhan elemen yang telah dipaparkan di atas, serta
keterkaitan masing-masing elemen dengan potensi hutan.
Elemen tanah misalnya, akan mempengaruhi pertumbuhan dan
perkembangan sesuatu jenis pada sesuatu lahan tertentu. Demikian pula
halnya dengan elemen iklim. Selanjutnya, pertumbuhan potensil yang
merupakan hasil dari kedua elemen tersebut akan menjadi dasar bagi
pihak pengelola dan atau pengguna hutan dalam pemilihan dan penentuan
jenis yang dapat dikembangkan, serta dalam penentuan dan pengaturan
tindakan-tindakan pembinaan yang dapat diterapkan.
Selanjutnya elemen aksesibilitas akan sangat mempengaruhi dapat
tidaknya nilai potensil hutan berubah menjadi nilai ril, yang secara langsung
akan mendukung peningkatan pendapatan pihak pengelola dan
peningkatan kesejahteraan anggota masyarakat yang terkait dengan
pendayagunaan hutan yang bersangkutan. Demikian pula halnya dengan
elemen kondisi sosial ekonomi masyarakat di sekitar hutan, tidak akan
dapat dipisahkan dengan keberhasilan dan atau kegagalan upaya
pengelolaan hutan.
Tingkat keakuratan data dan informasi dari keseluruhan elemenelemen tersebut di atas akan menentukan lengkap tidaknya gambaran
tentang
potensi
hutan
(termasuk
potensi
pengembangan
/
perkembangannya) yang dapat diperoleh untuk melandasi penyusunan
rencana pemanfaatan hutan yang bersangkutan.
Dari uraian di atas dapat dikatakan bahwa cakupan Inventarisasi
Hutan adalah cukup kompleks, sehingga sulit untuk dilaksanakan secara
tuntas dalam waktu yang relatif terbatas. Sehubungan dengan itulah, maka
dalam banyak hal inventarisasi hutan sering dilakukan dengan memberi
penekanan pada aspek-aspek tertentu yang disesuaikan dengan tujuan
pelaksanaan inventarisasi yang ingin dicapai.
Dalam pengertian sempit Inventarisasi hutan dapat diartikan
sebagai penaksiran massa tegakan atau penaksiran volume kayu yang
terdapat pada suatu lahan hutan. Pada pengertian ini, penekanan atau
perhatian hanya diarahkan pada potensi kayu yang terdapat dalam hutan
pada saat pelaksanaan pengamatan.
Berdasarkan pada tujuannya dan penekanan elemen yang diamati,
dikenal beberapa macam inventarisasi hutan, yang antara lain adalah
sebagai berikut :
Pendahuluan
M1 - 5
Modul Inventarisasi Hutan
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
Inventarisasi Hutan Nasional
Inventarisasi Pendahuluan / Pengenalan
Inventarisasi untuk Penyusunan Rencana Karya
Inventarisasi untuk penyusunan Rencana Penebangan
Inventarisasi untuk Penyusunan Rencana Pembangunan Industri Kehutanan
Inventarisasi untuk Penaksiran Nilai Tegakan
Inventarisasi untuk Penyusunan Tata Guna Lahan Hutan
Inventarisasi untuk Pembangunan Hutan Rekreasi
Inventarisasi untuk Pengelolaan Daerah Alisan Sungai (DAS)
Tabel 1.
Pendekatan relatif elemen-elemen yang diperlukan dalam Inventarisasi Hutan menurut tujuannya.
Tujuan Inventarisasi
Informasi yang diperlukan
Keadaan Lahan Kondisi Pemanfaatan Keadaan Tegakan
Luas Topografi Transportasi Sosek Volume Riap
Etat
Pendataan Hutan Nasional
2
2
2
2
2
2
2
Penyusunan Rencana Karya
1
2
2
2
1
1
1
Inventarisasi Pendahuluan
2
3
2/3
2
2 / 3
3
3
Penyusunan Rencana Pembalakan
2
1
1
3
1
3
3
Penyusunan Rencana PIK (*)
2
2
1
2
1
1
1
Penaksiran Nilai Tegakan
1
2
1
3
1
3
3
Penyusunan Tata Guna Lahan Hutan
1
1
1
1
1
2
3
Pembangunan Hutan rekreasi
2
2
1
1
3
3
3
Pengelolaan Watershed
1
1
2
1
2
2
2
Sumber : Hush (1971) dalam Simon (1993)
Keterangan : PIK(*) = Pembangunan Industri Kehutanan
1 = Sangat penting, diperlukan informasi yang akurat dan rinci
2 = Diperlukan Informasi Secara Umum
3 = Tidak terlalu penting (dapat diabaikan)
Berdasarkan tujuan dari masing-masing inventarisasi tersebut di
atas, maka dilakukan pengumpulan data tentang berbagai elemen dengan
tingkat keakuratan yang bervariasi. Untuk tujuan tertentu, diperlukan
informasi rinci tentang sesuatu elemen tertentu, sedang elemen lainnya
dapat diabaikan. Untuk pendataan potensi hutan nasional, misalnya,
diperlukan informasi tentang semua elemen, namun demikian informasi
Pendahuluan
M1 - 6
Modul Inventarisasi Hutan
tersebut semuanya bersifat umum. Sebaliknya pada inventarisasi untuk
penyusunan rencana penebangan (rencana eksploitasi) diperlukan
informasi-informasi rinci tentang kondisi topografi, kondisi prasarana dan
sarana transportasi, serta volume atau potensi kayu dalam tegakan, sedang
informasi tentang luas dapat bersifat umum dan malahan informasi tentang
elemen-elemen riap, etat dan kondisi sosial ekonomi dapat diabaikan.
Perincian tentang tingkat keakuratan data yang diperlukan untuk
masing-masing elemen, sesuai dengan tujuan inventarisasi, secara lengkap
disajikan pada Tabel 1.
Berdasarkan elemen-elemen yang menjadi cakupan Inventarisasi
Hutan dalam paparan di atas maka dapat pula dijelaskan bahwa
Inventarisasi Hutan tidak dapat dipisahkan dengan cabang-cabang ilmu
yang lain. Hubungan antara Inventarisasi Hutan dengan beberapa cabang
ilmu, yang sekaligus dapat memberi gambaran tentang posisi Inventarisasi
Hutan di dalam rumpun Ilmu-ilmu Kehutanan pada khususnya dan di dalam
konteks ilmu pengetahuan secara keseluruhan, dapat dijelaskan sebagai
berikut :
1. Perencanaan Hutan dan Manajemen Hutan : Inventarisasi Hutan dapat
dikatakan sebagai ilmu yang mendukung peletakan dasar yang kuat bagi
tersusunnya suatu rencana pemanfaatan hutan secara efisien dan efektif,
serta menjadi salah satu alat dalam upaya mewujudkan pengelolaan
hutan yang lestari. Dapat juga dikatakan bahwa Inventarisasi Hutan
adalah bagian dari dan sekaligus dasar bagi Ilmu Perencanaan Hutan
dan Ilmu Manajemen Hutan.
2. Silvikultur dan Ekologi : Inventarisasi Hutan dapat memfasilitasi tindakantindakan silvikultur guna mengakomodir kemampuan ekologis dan
mengoptimalkan pendayagunaan potensi ekologi sesuatu lahan. Dengan
kata lain, Inventarisasi Hutan dapat mendukung pengambilan keputusan
tentang tindakan-tindakan silvikultur yang tepat dan sesuai dengan
kondisi ekologis lahan hutan.
3. Ilmu Tanah dan Klimatologi : Inventarisasi Hutan juga mengakomodir
metode-metode yang dikembangkan dalam Ilmu Tanah dan Klimatologi,
khususnya yang berkaitan dengan pengumpulan data tentang kondisi
tanah dan kondisi iklim yang dapat menunjang pertumbuhan atau
perkembangan potensi hutan.
Pendahuluan
M1 - 7
Modul Inventarisasi Hutan
4. Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi : Inventarisasi Hutan mengakomodir metodemetode yang dikembangkan dalam bidang sosial ekonomi khususnya
yang bersangkut paut dengan metode pengumpulan informasi tentang
hubungan antara masyarakat dengan hutan. Pada satu pihak, hubungan
yang dimaksudkan berkenaan dengan upaya penigkatan partisipasi
masyarakat dalam mendukung upaya-upaya pengelolaan hutan. Pada
pihak lain hubungan tersebut juga meliputi upaya untuk meningkatkan
peranan hutan dalam mendukung peningkatan pendapatan dan
kesejahteraan masyarakat, khususnya masyarakat yang berdomisili di
dalam dan di sekitar kawasan hutan, langsung ataupun tidak langsung.
5. Matematika dan Statistika : Inventarisasi Hutan memanfaatkan teori dan
metode Matematika dan Statistika, terutama yang bersangkut paut
dengan teori dan metode penaksiran atau teori dan metode paramalan.
Dalam kaitan dengan hal ini, Inventarisasi Hutan dapat dianggap sebagai
salah satu cabang (atau mungkin ranting) dari Matematika Terapan.
Penggunaan rumus-rumus matematikai, secara khusus banyak dijumpai
dalam Growth Modeling dan Yield Simulation yang telah disebutkan
sebelumnya sebagai sebuah ranting dari Ilmu Kehutanan atau suatu
cabang dari Ilmu Inventarisasi Hutan.
D. Tugas dan Latihan
1. Jelaskan apa yang dimaksud dengan :
a. Inventarisasi Hutan
b. Potensi Hutan
c. Penaksiran Potensi Hutan
2. Sebutkan minimal tiga istilah lain yang sama pengertiannya dengan
Inventarisasi Hutan
3. Sebutkan ranting dari Ilmu Inventarisasi Hutan yang secara khusus
membahas tentang penaksiran perkembangan atau pertumbuhan hutan
4. Jelaskan peranan Inventarisasi Hutan dalam mendukung pendayagunaan sumberdaya hutan
5. Jelaskan tiga kelompok elemen yang menjadi sasaran pengamatan
dalam Inventarisasi Hutan
6. a. Sebutkan satu faktor sebagai contoh untuk masing-masing kelompok
elemen yang diamati dalam Inventarisasi Hutan
b. Jelaskan keterkaitan antara faktor tersebut dengan potensi hutan
Pendahuluan
M1 - 8
Modul Inventarisasi Hutan
7. a. Sebutkan tiga contoh kegiatan Inventarisasi Hutan
b. Jelaskan tingkat keakuratan untuk masing-masing elemen pada setiap
contoh kegiatan Inventarisasi yang dimaksudkan pada butir a
8. Ruang lingkup dan cakupan Inventarisasi Hutan dapat dijelaskan melalui
hubungan antara Inventarisasi Hutan dengan cabang ilmu yang lain.
Sebutkan dan jelaskan hubungan antara Inventarisasi Hutan dengan
minimal empat cabang ilmu lain.
III. INDIKATOR PENILAIAN
Melalui pemahaman tentang materi bahasan yang telah
dikemukakan di atas, setiap mahasiswa diharapkan memiliki kemampuan
atau kompetensi dalam hal-hal sebagai berikut :
• Memberi penjelasan tentang pengertian Inventarisasi Hutan
• Memberi penjelasan tentang peranan Inventarisasi Hutan, serta
• Memberi penjelasan tentang ruang lingkup Inventarisasi Hutan.
• Memberi penjelasan tentang hubungan Inventarisasi Hutan dengan
cabang ilmu yang lain
Indikator penilaian kemampuan atau kompetensi peserta didik adalah :
”ketepatan penjelasan” yang diberikan, dengan bobot nilai sebesar 8%.
Penilaian dilakukan selama proses pembelajaran berlangsung, baik pada
waktu penyelenggaraan kuliah maupun melalui laporan pelaksanaan tugas
latihan yang dilakukan oleh mahasiswa secara mandiri (perorangan
ataupun berkelompok).
IV. PENUTUP
Modul ini diharapkan dapat menjadi acuan bagi pembelajar dan
mahasiswa untuk melakukan penelusuran berbagai sumber belajar, yang
terkait dengan inventarisasi hutan, baik dalam bentuk Buku teks, Dokumendokumen atau Laporan hasil penelitian, Internet ataupun sumber-sumber
lain. Dengan mengacu pada modul ini maka proses pembelajaran
diharapkan dapat berjalan secara efisien dan efektif melalui peran aktif dari
semua pihak terkait, khususnya para pembelajar.
Pendahuluan
M1 - 9
Modul Inventarisasi Hutan
MODUL - 2
PENGUKURAN POHON DAN TEGAKAN
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada modul terdahulu telah dijelaskan bahwa Inventarisasi hutan,
secara sederhana, dapat dimaknai sebagai cabang ilmu yang membahas
tentang metode penaksiran potensi hutan. Dengan demikian pertanyaan
lanjutan ialah komponen apa saja yang harus diukur dan bagaimana
melakukan pengukuran komponen-komponen tersebut dalam rangka
penaksiran potensi hutan.
Pemahaman tentang komponen-komponen yang harus diukur serta
penguasaan cara atau metode pengukuran komponen-komponen potensi
termaksud, akan memungkinkan dilakukannya kegiatan pengukuran atau
penaksiran dengan pengorbanan tenaga, waktu dan biaya yang seminimal
mungkin, tanpa harus mengorbankan efektifitas dan ketelitian pengukuran
yang bersangkutan. Hal ini penting dipahami setiap pelaksana inventarisasi
hutan, untuk menghidari pelaksanaan kegiatan pengukuran / penaksiran
potensi hutan dengan pengorbanan (tenaga, waktu dan biaya) yang
mengambil porsi yang cukup besar dari nilai potensi hutan yang diukur.
Modul ini berisi pembahasan tentang tahapan atau prosedur
pengukuran potensi hutan, mulai dari satuan terkecil, yaitu berupa batang
atau pohon berdiri beserta komponen-komponennya (diameter dan tinggi),
satuan-satuan pengukuran yang juga merupakan kumpulan dari sejumlah
tertentu pepohonan, dan hutan secara keseluruhan.
B. Ruang Lingkup Isi
Isi dari modul ini secara garis besar meliputi antara lain hal-hal
sebagai berikut : (1) Dasar-dasar pengukuran batang, (2) Dasar-dasar
pengukuran pohon berdiri, (3) Teknik-teknik pengukuran tinggi pohon, dan
(4) Pengukuran volume tegkan.
C. Sasaran Pembelajaran Modul
Setelah mempelajari modul ini, mahasiswa diharapkan dapat
memiliki kompetensi yang diindikasikan oleh kemampuan dalam
menjelaskan : (1) Pengukuran batang, pengukuran pohon berdiri, dan
pengukuran Volume Tegakan, (2) mampu melaksanakan pengukuran
batang dan pohon, (3) mampu membuat hypsometer tepat guna.
Pengukuran Pohon dan Tegakan
M2 - 1
Modul Inventarisasi Hutan
II. MATERI PEMBELAJARAN
A. Dasar-Dasar Pengukuran Batang
Pengukuran batang pada dasarnya diarahkan pada pengukuran
diameter dan panjang batang, sedangkan besaran volume bukan hasil
langsung dari suatu pengukuran tetapi merupakan hasil perhitungan. Untuk
tujuan pengukuran tersebut dikenal beberapa alat ukur sebagai berikut :
1. Alat ukur panjang, seperti meteran atau gala (tongkat ukur) yang diberi
skala atau notasi-notasi ukuran.
2. Alat ukur diameter, yang terdiri dari meteran, pita ukur (pita pi atau pita
diameter), garpu ukur dan calipper.
Pengukuran dengan meteran biasa menghasilkan ukuran keliling,
dan diameter harus dihitung dengan menggunakan Rumus 2.1.
d = k/π atau d = k/(3,14), ……....................………....…..
2.1
dimana d dan k masing-masing adalah notasi untuk diameter dan keliling.
Pengukuran dengan pita diameter secara langsung menghasilkan
ukuran diameter oleh karena skala pada pita diameter telah disesuaikan
dengan hasil konversi dari keliling ke diameter.
Pembacaan ukuran diameter secara langsung juga diperoleh
melalui pengukuran dengan calipper dan garpu ukur. Pengukuran dilakukan
dengan jalan menjepit pohon yang diukur dengan alat ukur. Untuk jelasnya
kedua alat ukur tersebut dapat dilihat pada Gambar 2.1 dan Gambar 2.2.
Gambar 2.1. Calipper
Gambar 2.2. Garpu Ukur
Kedua alat ukur yang tersebut terakhir di atas lebih praktis
digunakan di lapangan, namun penggunaannya biasanya terbatas pada
batang-batang yang relatif kecil. Juga, penggunaan alat ini pada
Pengukuran Pohon dan Tegakan
M2 - 2
Modul Inventarisasi Hutan
pengukuran batang yang bentuknya tidak terlalu bulat memerlukan
pengukuran lebih dari satu kali, dengan mengubah posisi jepitan atau posisi
pembacaan skala pada alat ukur.
Berdasarkan hasil pengukuran diameter, dapat dihitung luas bidang
dasar atau luas penampang batang (B) dengan menggunakan Rumus 2.2.
atau B = π r2 ..………………………..…… 2.2
B = (π/4)d2
dimana B adalah luas bidang dasar, sedang d dan r masing-masing adalah
diameter dan radius penampang batang
Berhubung karena bentuk batang umumnya tidak selindris, maka
untuk perhitungan volume batang, biasanya diperlukan pengukuran
diameter pada beberapa tempat, atau paling tidak pada tiga tempat, yaitu
pada pangkal (dp), tengah (dt) dan ujung (du). Dengan demikian, dapat
diperoleh tiga nilai bidang dasar yaitu bidang dasar pangkal (Bp), bidang
dasar tengah (Bt) dan bidang dasar ujung (Bu). Selanjutnya, volume pohon
diperoleh dari hasil perkalian antara rata-rata bidang dasar pada
penampang yang diukur dengan panjang batang ( l ). Untuk jelasnya,
ukuran-ukuran batang secara skhematis diperlihatkan pada Gambar 2.3.
l
dp
Bp =
π
4
du
dt
dp
π
Bt = dt
4
2
π
Bu = du
4
2
2
Gambar 2.3 Dimensi Batang
Berdasarkan nilai-nilai hasil pengukuran yang telah disebutkan di
atas maka dapat dihitung volume batang antara lain dengan tiga rumus
pendekatan seperti yang tertera pada rumus 2.3, 2.4, dan 2.5.
½ (Bp + Bu) l ; ………..............… 2.3
1. Rumus Smallian
:
V
=
2. Rumus Huber
:
V
=
Bt l ; …………………….........….... 2.4
3. Rumus Newton
:
V
=
1/6 (Bp + 4Bt + Bu)
Pengukuran Pohon dan Tegakan
l
; …....….. 2.5
M2 - 3
Modul Inventarisasi Hutan
B. Dasar-Dasar Pengukuran Pohon Berdiri
Seperti halnya dengan pengukuran volume batang, pengukuran
volume pohon juga bukan merupakan pengukuran langsung. Besaran
volume pohon merupakan hasil perhitungan yang didasarkan atas hasil
pengukuran diameter dan tinggi pohon (sebagai pengganti panjang pada
batang). Dengan kata lain, yang dimaksudkan dengan pengukuran volume
pohon adalah pengukuran komponen-komponen penyusun volume, yaitu
diameter dan tinggi.
Pengukuran diameter pohon dilakukan dengan menggunakan alat
ukur yang sama dengan alat ukur diameter batang. Namun pengukuran
tinggi umumnya tidak dilakukan dengan pengukuran langsung seperti halnya
pada pengukuran panjang batang, tetapi dilakukan dengan pengukuran tidak
langsung, yaitu melalui penggunaan bantuan “prinsip-prinsip ilmu ukur
sudut”. Sebelum membahas lebih jauh tentang metode pengukuran tinggi,
maka terlebih dahulu akan dipaparkan tentang pengukuran / perhitungan
volume pohon.
Jika pengukuran diameter batang dengan mudah dapat dilakukan
pada beberapa tempat, maka pengukuran diameter pohon (yang masih
berdiri) cukup sulit dilakukan, kecuali jika pohon-pohon yang diukur tersebut
dipanjat satu per satu. Mudah dipahami bahwa pengukuran melalui
pemanjatan tersebut akan memerlukan waktu dan tenaga yang tidak sedikit,
sehingga pelaksanaan kegiatan pengukuran menjadi tidak efisien.
Sehubungan dengan itu maka pengukuran volume pohon umumnya hanya
dilakukan melalui pengukuran diameter pada ketinggian setinggi dada
(disingkat : diameter setinggi dada) dan tinggi. Pengukuran diameter setinggi
dada (diameter breast height) ini didasarkan pada alasan teknis semata, dan
untuk standardisasi pengukuran tersebut ditetapkan pada ketinggian 1,3
meter. Beberapa negara (diantaranya Jepang) menetapkan bahwa
ketinggian setinggi dada adalah identik dengan ketinggian 1,2 meter, sebagai
pengganti ketinggian 1,3 meter.
Pengukuran diameter atas (diameter ujung), biasanya tidak dilakukan.
Sehubungan dengan itu maka ‘angka bentuk’ hanya dapat ditentukan
melalui penaksiran atau berdasarkan pengalaman yang ada.
Selanjutnya, perhitungan volume pohon dilakukan dengan menggunakan suatu faktor pengali, yang dikenal dengan faktor bentuk atau angka
bentuk. Faktor bentuk yang dimaksudkan adalah suatu nilai yang digunakan
Pengukuran Pohon dan Tegakan
M2 - 4
Modul Inventarisasi Hutan
untuk mengoreksi volume selinder (yang berdiameter sama dengan diameter
pohon pada ketinggian setinggi dada) menjadi volume pohon yang
sebenarnya, dan lazim dituliskan dengan rumus yang tertera pada
persamaan 2.6 dan 2.7.
f =
dimana :
Vp
……………………….………………………...………… 2.6
Vs
f = Angka bentuk atau faktor bentuk, yang biasanya bernilai
lebih kecil dari 1.
Vs = Volume selinder (yang berdiameter sama dengan diameter
pohon pada ketinggian setinggi dada)
Untuk jelasnya, ukuran-ukuran pohon secara skhematis diperlihatkan pada
Gambar 2.4.
da = diameter atas
db = diiameter bawah (diameter setinggi dada)
t
= tinggi pohon
f
= Vp / Vs
Vp =
d 2a d 2b
4
2
t
Vs = π/4 (db2) t
f
=
d 2a d 2b
2d 2b
........................................... 2.7
Gambar 2.4. Dimensi pohon
Penaksiran angka bentuk dilakukan melalui pengukuran sejumlah
pohon contoh yang sengaja ditebang untuk memungkinkan pengukuran
volume aktual atau volume pohon yang sebenarnya. Untuk tujuan penelitian,
pengukuran dapat pula dilakukan dengan jalan memanjat pohon-pohon
contoh. Pengukuran (khususnya diameter atas atau diameter ujung) dapat
pula dilakukan dengan pengukuran tidak langsung dari suatu jarak tertentu,
dengan menggunakan peralatan optik.
Pengukuran Pohon dan Tegakan
M2 - 5
Modul Inventarisasi Hutan
Dalam banyak kesempatan, nilai angka bentuk hanya ditetapkan
berdasarkan pengalaman cruiser (surveyor atau pelaksana inventarisasi atau
pengukur) terdahulu. Nilai angka bentuk yang lazim digunakan, khususnya
untuk pohon-pohon hutan alam, adalah sebesar 0,7 meskipun tidak tertutup
kemungkinan bahwa pohon-pohon hutan alam tersebut banyak diantaranya
yang mempunyai angka bentuk yang lebih besar dari 0,7. Juga, tetap ada
kemungkinan bahwa sebagian dari pohon-pohon tersebut akan mempunyai
angka bentuk yang lebih kecil dari 0,7.
Pada hutan-hutan tanaman yang dikelola secara intensif, khususnya
pada tanaman yang dipangkas, nilai angka bentuk dapat mencapai 0,8 atau
lebih, sebagai akibat dari semakin selindrisnya pohon, oleh karena ukuran
diameter ujung (diameter atas) semakin mendekati ukuran diameter pangkal
(diameter bawah) pohon.
C. Teknik-Teknik Pengukuran Tinggi Pohon
Pada bagian terdahulu telah disinggung bahwa pengukuran tinggi
umumnya dilakukan secara tidak langsung melalui penerapan Prinsip-prinsip
Ilmu Ukur Sudut. Secara Skhematis prinsip-prinsip tersebut dapat
digambarkan seperti pada Gambar 2.5.
T
= tg α
J
T
= tg α
J
T =
P =
α =
T
= tg α
J
T=
t .P
t
tinggi pohon,
J = jarak antara pengukur dengan pohon
panjang alat ukur p = bagian alat ukur yang sejajar dengan ujung alat Bantu
sudut yang dibentuk oleh garis datar dengan garis bidikan ke pucuk pohon
Gambar 2.5. Skema Pengukuran Tinggi Pohon
Pengukuran Pohon dan Tegakan
M2 - 6
Modul Inventarisasi Hutan
Berdasarkan posisi pengukur terhadap kedudukan pohon maka
dapat digambarkan teknik pengukuran tinggi pohon sebagaimana yang
diperlihatkan pada Gambar 2.6.
a. T = T1 –T2
dimana :
b. T = T1 +T2
T = Tinggi pohon
T1 = Pembacaan skala pada saat membidik pucuk pohon
T2 = Pembacaan skala pada saat membidik pangkal pohon
c. T = Ta +Tm
T = Tinggi Pohon, Ta = Pembacaan skala pada alat ukur
Tm = Tinggi mata pengukur (cruiser)
Gambar 2.6. Teknik pengukuran tinggi pohon pada berbagai posisi
pengukur
Pengukuran Pohon dan Tegakan
M2 - 7
Modul Inventarisasi Hutan
Berdasarkan prinsip-prinsip kerja yang telah dipaparkan di atas maka
telah dikembangkan beberapa alat ukur tinggi, yang juga dikenal dengan
nama HYPSOMETER. Alat ukur tinggi (hypsometer) yang umumnya digunakan
antara lain adalah sebagai berikut :
1. CHRISTENS HYPSOMETER
Alat ukur tinggi Christens ini dapat dibuat dari dari bahan logam atau
kayu sepanjang 30 cm, dan dalam penggunaannya memerlukan alat bantu
berupa ‘gala’ sepanjang 4 meter, yang ditempelkan pada pohon pada saat
pengukuran. Prinsip kerja dan cara pemberian skala pada alat ukur ini dapat
dijelaskan melalui Gambar 2.7.
Tinggi Skala
4
30
5
24
6
20
8
15
10 12
S =
Tinggi Skala
12 10
16 7,5
20
6
24
5
30
4
120
4
S
;→
=
30
T
T
Gambar 2.7. Prinsip kerja dan pemberian
skala pada Christen Hypsometer
2. HAGA HYPSOMETER
Alat ukur tinggi Haga merupakan alat ukur sudut yang menggunakan
prinsip segitga siku-siku, dan untuk penggunaannya diperlukan informasi
tentang jarak antara pengukur dengan pohon yang diukur. Alat ini biasanya
sudah dilengkapi dengan skala atau nilai pengukuran untuk beberapa
alternatif jarak pengukuran, misalnya 15 m, 20 m, 25 m dan 30 m.
Pada dasarnya, faktor yang dapat terbaca (pada alat) sewaktu
pengukuran adalah sudut yang terbuat antara garis horisontal (setinggi mata
pengukur) dengan arah bidikan ke puncak pohon dan / atau pangkal pohon,
namun alat tersebut sudah dilengkapi dengan skala yang merupakan hasil
konversi dari sudut dan jarak menjadi tinggi berdasarkan Rumus 2.8.
Pengukuran Pohon dan Tegakan
M2 - 8
Modul Inventarisasi Hutan
T = J tg α
dimana :
T =
……………………………………………..…… 2.8
Tinggi bagian pohon yang berada di sebelah atas atau di
sebelah bawah dari ketinggian mata pengukur (dalam
meter)
Jarak antara pohon dengan pengukur (dalam meter)
Sudut yang terbuat antara garis horizontal (setinggi mata
pengukur) dengan arah bidikan ke puncak pohon atau
pangkal pohon (dalam derajat)
J =
α =
Teknik pengukuran secara skhematis mengikuti Gambar 2.6 yang
telah dipaparkan di atas.
3. AID SCALE
Aid scale, sama halnya dengan alat ukur Haga, menggunakan
prinsip segitiga siku-siku dan juga memerlukan informasi tentang jarak antara
pengukur dengan pohon yang diukur, namun Aid Scale ini tidak
menggunakan alat ukur sudut, tetapi sebagai penggantinya digunakan
perbandingan jarak dengan ketinggian.
Alat ini dengan mudah dibuat dari potongan kayu atau mistar ukur
dengan panjang 30 sampai 50 cm. Pemberian skala pada alat ukur
didasarkan atas Rumus 2.9.
S =T
dimana
L
J
…………………………………………………...……... 2.9
T = Tinggi bagian pohon yang berada di sebelah atas atau
sebelah bawah dari ketinggian mata pengukur (dalam meter)
J = Jarak antara pohon dengan pengukur (dalam meter)
L = Panjang lengan pengukur atau tepatnya jarak antara mata
pengukur dengan alat ukur yang digunakan.
Pada sebuah alat ’Aid Scale’, dapat dibuat beberapa macam skala
yang disesuaikan dengan jarak pengukuran yang dikehendaki (seperti
halnya pada Haga Hypsometer), misanya 15 meter, 20 meter, 25 meter
dan/atau 30 meter. Secara skhematis, pengukuran dengan aid scale
diperlihatkan pada Gambar 2.8.
Pengukuran dilakukan dengan mengikuti salah satu dari teknik yang
dinampakkan pada Gambar 2.6, tergantung pada posisi relatif pengukur
terhadap pohon yang diukur. Jika tempat berdiri pohon lebih tinggi dari
tempat berdiri pengukur, maka teknik pengukuran mengikuti Gambar 2.6a.
Pengukuran Pohon dan Tegakan
M2 - 9
Modul Inventarisasi Hutan
Jika tempat berdiri pengukur sama dengan tempat pohon berdiri maka teknik
pengukuran mengikuti Gambar 2.6c. Selanjutnya, jika tempat berdiri
pengukur lebih tinggi dari tempat pohon berdiri maka teknik pengukuran
mengikuti Gambar 2.6b. Untuk kondisi yang tersebut terakhir ini, pengukuran
bagian pohon yang berada di bawah ketinggian mata dilakukan dengan
membalik posisi Aid Scale.
Gambar 2.8. Skema teknik pengukuran dengan Aid Scale
D. Pengukuran Volume Tegakan
Tegakan adalah kumpulan dari sejumlah pohon. Dengan demikian,
pengukuran volume tegakan berarti pengukuran volume dari pohon-pohon
penyusun tegakan, yang sekaligus bermakna pengukuran diameter dan
tinggi pohon-pohon penyusun tegakan.
Berdasarkan tingkat kesaksamaan dalam pelaksanaannya, maka
pengukuran volume dapat dibedakan atas :
1. Pengukuran diameter dan tinggi semua pohon
2. Pengukuran diameter semua pohon, tetapi pengukuran tinggi hanya
dilakukan pada sejumlah pohon pewakil.
3. Pengukuran diameter dan tinggi hanya dilakukan secara terbatas pada
pohon-pohon pewakil.
Jika pengukuran diameter dan tinggi semua pohon diukur, maka
volume setiap pohon dapat dihitung dengan Rumus 2.9, sedang volume
tegakan adalah jumlah dari volume semua pohon penyusun tegakan (Rumus
2.10).
2.9
vi = bi x ti x f ; ..............................................................
Pengukuran Pohon dan Tegakan
M2 - 10
Modul Inventarisasi Hutan
V
dimana : V
= ∑ vi ; ..........................................................................
2.10
3
= Volume tegakan (m )
vi
= Volume pohon ke i (m3)
bi
= Luas bidang dasar pohon ke i (m2)
ti
= Tinggi pohon ke i (m)
f
= Angka bentuk pohon, yang dalam hal ini biasanya
digunakan angka bentuk rata-rata.
Selain melalui perhitungan, penetapan volume pohon dapat pula ditetapkan
dengan menggunakan Tabel Volume atau Tarif Volume. Tabel volume
adalah tabel yang memuat hubungan antara volume dengan diameter dan
tinggi. Sedang Tarif Volume atau biasa juga disebut Tabel Volume Lokal
(karena penggunaannya bersifat lokal) adalah tabel yang menggambarkan
hubungan antara Volume dan Diameter pohon. Pembahasan tentang hal ini
secara lebih rinci dapat dilihat pada Modul ‘Penyusunan Tabel Volume’.
Untuk kondisi dimana pengukuran diameter dan tinggi hanya
dilakukan secara terbatas pada pohon-pohon pewakil, maka perhitungan
volume tegakan dilakukan dengan tahapan-tahapan sebagai berikut :
a. Perhitungan tinggi rata-rata untuk setiap kelas diameter.
b. Perhitungan volume untuk setiap kelas diameter dengan rumus :
vk =
nk x bk x tk x f ……………………………..…………
2.11
c. Perhitungan volume tegakan dengan rumus :
V = ∑ vk ; ………………………………………………………..
2.12
dimana : vk = Volume pohon-pohon untuk kelas diameter tertentu
bk = Jumlah luas bidang dasar pohon-pohon untuk kelas diameter
tertentu (∑bki)
tk = Tinggi rata-rata dari pohon-pohon untuk kelas diameter
tertentu
f = Angka bentuk pohon, yang dalam hal ini biasanya digunakan
angka bentuk rata-rata, tetapi tidak jarang pula dipakai angka
bentuk yang berbeda untuk masing-masing kelas diameter,
jika informasi tentang hal ini tersedia.
Selanjutnya, pada kondisi dimana pengukuran diameter dan tinggi
hanya dilakukan secara terbatas pada pohon-pohon pewakil, panaksiran
volume tegakan dilakukan dengan terlebih dahulu menghitung volume
pohon-pohon pewakil. Jika luas seluruh tegakan adalah A, luas areal dimana
pohon-pohon pewakil adalah a, dan volume pohon-pohon pewakil adalah v,
Pengukuran Pohon dan Tegakan
M2 - 11
Modul Inventarisasi Hutan
maka volume keseluruhan pohon dalam tegakan (V) dapat ditaksir dengan
rumus :
A
V = × v ……………………..…………………………… 2.13
a
Pengukuran pohon-pohon pewakil ini biasanya dilakukan pada
sejumlah satuan contoh (sampling unit), sehingga dapat dihitung nilai volume
untuk masing-masing satuan contoh. Nilai-nilai tersebut akan bervariasi
(berbeda satu sama lainnya). Jadi mudah dipahami bahwa nilai yang
diperoleh dari perhitungan dengan menggunakan Rumus 2.13, dapat
berbeda dengan volume atau potensi hutan yang sebenarnya, tergantung
dari ketepatan dalam pemilihan satuan-satuan contoh atau pewakil yang
diukur. Berdasarkan kenyataan inilah maka nilai yang diperoleh melalui
penggunaan Rumus 2.13, perlu dikoreksi dengan suatu bilangan yang
merupakan taksiran kesalahan yang mungkin terjadi. Pembahasan lebih jauh
tentang hal ini diberikan dalam Modul-3.
Pada Tabel 2.1. diberikan contoh hasil pengukuran diameter dan
tinggi semua pohon, dan pada Tabel 2.2 dipaparkan contoh hasil
pengukuran pohon yang dirinci menurut kelas diameter, sedang hasil
pengukuran diameter dan tinggi secara terbatas pada pohon-pohon pewakil,
diberikan pada Modul lain.
Tabel 2.1. Hasil pengukuran diameter dan tinggi pohon, serta hasil perhitungan volumenya.
No.
Diameter
(cm)
Tinggi
(m)
Volume
(m3)
No.
Diameter
(cm)
Tinggi
(m)
Volume
(m3)
1.
34
16
1,02
9.
53
22
3,40
2.
49
18
2,37
10.
32
17
0,96
3.
43
19
1,93
11.
41
21
1,94
4.
38
15
1,19
12.
55
21
3,49
5.
45
20
2,23
13.
36
16
1,14
6.
58
23
4,25
14.
57
20
3,57
7.
35
16
1,08
15.
52
19
2,82
8.
47
17
2,06
16.
56
22
3,79
Pengukuran Pohon dan Tegakan
M2 - 12
Modul Inventarisasi Hutan
Tabel 2.2. Rekapitulasi hasil pengukuran tegakan yang dirinci menurut
kelas diameter.
Nomor
Kelas Diameter (cm)
Jumlah Pohon
Tinggi, tk (m)
Volume, Vk (m3)
1.
30 – 40
5
16
5,38
2.
40 – 50
5
19
10,58
3.
50 - 60
5
21
17,46
15
56
33,42
Jumlah
Keterangan :
π
2
dk
Vk = ×
t k n k 0,7
4 10 . 000
E. Bentuk dan Luas Satuan Contoh
Satuan-satuan pengukuran contoh yang digunakan dalam
pengukuran atau tepatnya penaksiran volume tegakan dapat berupa :
1. Petak Ukur, yang menurut bentuknya dibedakan atas
a. Petak Ukur Bujur Sangkar
b. Petak Ukur Lingkaran
c. Petak Ukur Empat Persegi Panjang
2. Jalur Ukur
3. Jalur berpetak, yang merupakan kombinasi antara (1) dan (2) dimana jalur
ukur tidak diamati secara keseluruhan tetapi didalamnya dibuat petakpetak ukur dan pohon-pohon dalam petak inilah yang diukur untuk
menjadi dasar penaksiran volume tegakan secara keseluruhan.
Penyebaran satuan-satuan contoh dalam tegakan dapat bersifat
teratur (sistematik), tetapi dapat pula bersifat tidak teratur (random atau
acak).
Luas petak ukur yang lazim digunakan adalah :
1. 0,04 Ha (20 m x 20 m) untuk petak bujur sangkar
2. 0,1 Ha (20 m x 50 m) untuk petak empat persegi panjang
3. 0,1 Ha (jari-jari 17,8 m) untuk petak lingkaran.
Untuk satuan contoh berupa jalur, digunakan ukuran lebar jalur
sebesar 20 meter, sedang luasnya akan bervariasi sesuai dengan lebar
Pengukuran Pohon dan Tegakan
M2 - 13
Modul Inventarisasi Hutan
hutan. Secara skhematis ‘petak ukur dan jalur ukur’ diperlihatkan pada
Gambar 2.3.
a. Petak ukur dan penyebarannya
b. Jalur ukur dan penyebarannya
Gambar 2.3. Skhema bentuk dan penyebaran satuan-satuan contoh untuk
penaksiran volume tegakan
F. Tugas Latihan
1. Pada ketinggian berapakah diameter pohon diukur. Jelaskan secara
singkat alasan penentuan ketinggian termaksud.
2. Sebutkan dan jelaskan (jika perlu dengan bantuan gambar) alat ukur
diameter batang dan diameter pohon.
3. Sebuah batang mempunyai diameter pangkal, tengah dan ujung masingmasing sebesar 50 cm, 40 cm, dan 30 cm. Jika diketahui panjang batang
10 meter, hitunglah volume batang termaksud dengan menggunakan
Rumus Smallian, Huber, dan Newton.
4. Menurut pendapat saudara, diantara ketiga hasil perhitungan pada no.3 di
atas manakah yang paling tepat.
5. Dengan menggunakan hasil yang dimaksud pada soal No.3, hitunglah
angka bentuk dari batang yang bersangkutan.
6. Sebatang pohon mempunyai keliling pada ketinggian tertentu sebesar 110
cm. Berapakah diameter batang pada ketinggian termaksud.
7. Apakah nama dari alat ukur tinggi pohon. Sebutkan pula beberapa alat
ukur tinggi yang saudara ketahui.
8. Dengan mengacu pada prinsip-prinsip yang mendasari pengukuran tinggi
pohon, bagaimanakah pohon yang condong atau miring seharusnya
diukur.
Pengukuran Pohon dan Tegakan
M2 - 14
Modul Inventarisasi Hutan
9. Seseorang bermaksud mengukur pohon setinggi 25,6 m dengan
menggunakan Aid Scale sepanjang 50 cm (tidak termasuk bagian yang
berada di sebelah bawah tempat pegangan). Jika orang tersebut
mempunyai ketinggian mata 1,6 m dan jarak antara mata dengan alat ukur
adalah 50 cm, serta pengukuran dilakukan dari tempat kedudukan yang
lebih tinggi 2 meter di atas tempat berdiri pohon, maka pada jarak berapa
meterkah dari pohon pengukuran seharusnya dilakukan.
10. Pada jarak berapa meterkah dari pangkal (bawah) angka atau skala 40
harus dituliskan pada sebuah alat ukur Christens sepanjang 32 cm, jika
alat termaksud dalam penggunaannya menggunakan alat bantu gala
sepanjang 5 meter. ( Catatan : Angka atau skala 40 tersebut akan tepat
sejajar dengan ujung gala jika pohon yang diukur mempunyai tinggi 40
meter).
11. Jika pada pengukuran tinggi pohon dengan menggunakan alat ukur Haga,
diketahui bahwa sudut arah bidikan ke puncak pohon dan pangkal pohon
masing-masing adalah 45o dan 15o, sedang pengukuran dilakukan pada
jarak 20 meter dari tempat kedudukan pohon, maka berapakah tinggi
pohon tersebut.
12. Berdasarkan tingkat kesaksamaan dalam pelaksanaannya, pengukuran
volume tegakan dapat dibedakan atas tiga cara. Jelaskan secara singkat
ketiga cara pengukuran termaksud.
13. Pengukuran volume tegakan antara lain dapat dilakukan melalui
pengukuran sejumlah satuan-satuan pengukuran sebagai pewakil.
Sebutkan bentuk satuan-satuan pengukuran termaksud.
14. Dengan pertimbangan kepraktisan penerapannya di lapangan, menurut
saudara bentuk satuan pengukuran manakah yang paling baik (paling
praktis) untuk digunakan.
Pengukuran Pohon dan Tegakan
M2 - 15
Modul Inventarisasi Hutan
III. INDIKATOR PENILAIAN
Melalui
pemahaman
tentang
materi
bahasan
yang
telah
dikemukakan di atas, setiap mahasiswa diharapkan memiliki kemampuan
atau kompetensi dalam hal-hal sebagai berikut :
1. Menjelaskan cara pengukuran batang
2. Menjelaskan cara pengukuran pohon berdiri
3. Membuat alat ukur tinggi pohon yang praktis
4. Menjelaskan cara-cara pengukuran volume tegakan berdasarkan tingkat
kesaksamaannya
Indikator penilaian kemampuan atau kompetensi peserta didik adalah :
ketepatan penjelasan (bobot nilai sebesar 5%), keasrian atau kerapihan
hypsometer (alat ukur tinggi) yang dibuat (bobot nilai sebesar 8%), dan
keaktifan individu (bobot nilai sebesar 3%). Jumlah bobot nilai untuk semua
kompetensi capaian melalui pembelajaran modul ini adalah sebesar 16%.
Penilaian dilakukan selama proses pembelajaran berlangsung, baik pada
waktu penyelenggaraan kuliah maupun melalui laporan pelaksanaan tugas
latihan yang dilakukan oleh mahasiswa secara mandiri (perorangan ataupun
berkelompok).
IV. PENUTUP
Modul ini diharapkan dapat menjadi acuan bagi pembelajar dan
mahasiswa untuk melakukan penelusuran berbagai sumber belajar, baik
dalam bentuk Buku teks, Dokumen-dokumen atau Laporan hasil penelitian,
Internet ataupun sumber-sumber lain. Dengan mengacu pada modul ini
maka proses pembelajaran diharapkan dapat berjalan secara efisien dan
efektif melalui peran aktif dari semua pihak terkait, khususnya mahasiswa.
Pengukuran Pohon dan Tegakan
M2 - 16
Modul Inventarisasi Hutan
MODUL - 3
TEORI SAMPLING DAN PENERAPANNYA
DALAM INVENTARISASI HUTAN
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Inventarisasi hutan pada umumnya dilakukan melalui pengamatan
sebagian dari tegakan hutan untuk menjelaskan sifat-sifat dari keseluruhan
hutan yang menjadi obyek pengamatan. Seperti telah dikemukakan di
depan, cara pengamatan demikian ini disebut sampling, sedang bagian
hutan yang diamati disebut sampel (contoh), dan totalitas obyek
pengamatan disebut populasi. Sehubungan dengan itu, prosedur
inventarisasi hutan harus diawali dengan pemberian batasan secara jelas
terhadap populasi yang menjadi obyek yang diamati (termasuk batasan
unit populasi yang akan digunakan), dan pemilihan atau penentuan contoh
(bagian populasi yang akan diamati). Selanjutnya, dilakukan pendugaan
terhadap ukuran-ukuran yang menyatakan sifat populasi berdasarkan hasil
pengamatan terhadap ukuran-ukuran yang menyatakan sifat contoh.
Modul ini berisi pembahasan tentang batasan populasi tegakan
hutan, sampling beserta alasan dan prinsip-prinsip pelaksanaannya, serta
teori pendugaan dan penerapannya dalam inventarisasi hutan. Disamping
itu juga dipaparkan tentang prinsip-prinsip kerja dari beberapa metode
sampling yang umum digunakan dalam inventarisasi hutan.
B. Ruang Lingkup Isi
Isi dari modul ini secara garis besar meliputi antara lain hal-hal
sebagai berikut : (1) Populasi dan contoh, (2) Sampling, (3) Teori
pendugaan dan penerapannya dalam inventarisasi hutan, serta (4)
Pengantar Metode-Metode Sampling.
C. Sasaran Pembelajaran Modul
Setelah mempelajari modul ini, mahasiswa diharapkan dapat
memiliki kompetensi yang diindikasikan oleh kemampuan dalam hal : (1)
Menjelaskan batasan populasi dan contoh, (2) Menjelaskan alasan
dilakukannya sampling, (3) Menjelaskan prinsip-prinsip sampling dan
merencanakan sampling, (4) Menjelaskan teori pendugaan dengan contohcontoh penerapannya dalam inventarisasi hutan, dan (5) Menjelaskan
perbedaan prinsip antara metode-metode sampling yang umum digunakan
dalam inventarisasi hutan.
Teori Sampling dan Penerapannya dalam Inventarisasi Hutan
M3 - 1
Modul Inventarisasi Hutan
II. MATERI PEMBELAJARAN
A. Populasi dan Contoh
Pada bab terdahulu telah diuraikan bahwa penaksiran volume
tegakan dapat dilakukan melalui pohon-pohon pewakil pada sejumlah
satuan contoh. Sehubungan dengan hal maka diperlukan adanya
pemahaman tentang pengertian contoh dan populasi dalam inventarisasi
hutan.
Dalam statistika, populasi adalah salah satu dari tiga hal yang
didefinisikan sebagai berikut :
1. Kumpulan individu atau unit
2. Kumpulan nilai-nilai kuantitatif dari sifat individu
3. Kumpulan hasil suatu percobaan yang dapat dinyatakan secara
kuantitatif
Selanjutnya, contoh dapat didefinisikan sebagai : bagian dari populasi
yang diamati untuk menjelaskan sifat-sifat populasi.
Berdasarkan hal tersebut
inventarisasi hutuan dapat berupa :
di
atas
maka
populasi
dalam
1. Kumpulan pohon-pohon atau kumpulan satuan-satuan luasan tertentu.
Jika dalam suatu tegakan terdapat 10.000 pohon, maka dapat dikatakan
bahwa ukuran populasi tegakan tersebut adalah 10.000 pohon. Akan
tetapi , jika tegakan tersebut menempati areal seluas 500 Ha dan
luasan tersebut dibagi menjadi satuan-satuan pengukuran seluas 0,1
Ha, maka ukuran populasi tegakan adalah 500/0,1 = 5.000 satuan luas,
dimana masing-masing satuan mempunyai luas sebesar 0,1 Ha.
2. Kumpulan nilai kuantitatif sifat tegakan.
Jika sifat tegakan yang diamati adalah umur , maka populasinya adalah
jumlah kelas umur. Jika sifat tegakan yang diamati adalah besar
kecilnya kayu dalam tegakan maka populasinya adalah kumpulan
angka-angka yang menyatakan ukuran diameter dalam tegakan atau
kumpulan angka-angka yang menyatakan ukuran tinggi pohon-pohon
dalam tegakan. Jika yang diamati adalah tingkat kesuburan tegakan
maka populasinya dapat berupa jumlah jumlah dan penyebaran kelas
bonita yang ada dalam tegakan.
3. Kumpulan nilai-nilai taksiran pertumbuhan tanaman / tegakan atau
kumpulan dan penyebaran nilai-nilai taksiran kelas diameter atau kelas
tinggi pohon-pohon dalam tegakan.
Teori Sampling dan Penerapannya dalam Inventarisasi Hutan
M3 - 2
Modul Inventarisasi Hutan
Dalam inventarisasi hutan, populasi tegakan lebih banyak diartikan
sebagai kumpulan satuan-satuan luasan dari suatu tegakan. Berkaitan
dengan itu pula, maka secara umum pengambilan contoh dalam
inventarisasi hutan adalah pengamatan terhadap sejumlah satuan luas
sebagai pewakil untuk menjelaskan atau menaksir potensi hutan atau
tegakan yang bersangkutan. Untuk tujuan-tujuan khusus, pelaksanaan
inventarisasi hutan menjadikan kumpulan pohon-pohon sebagai populasi
yang menjadi objek pengamatan, dan dalam hal ini yang menjadi satuan
pengamatan adalah individu-individu pohon dalam tegakan yang
bersangkutan.
B. Sampling
B1. Alasan Sampling
Di depan telah disinggung bahwa pengamatan yang dilakukan
untuk mengetahui sifat-sifat dari suatu populasi umumnya tidak dilakukan
terhadap semua anggota populasi secara penuh, tetapi hanya dilakukan
terhadap sebagian anggota populasi yang terpilih sebagai pewakil.
Demikian pula halnya dengan pengamatan potensi hutan, umumnya
dilakukan pada sejumlah satuan pewakil atau contoh, dimana satuan
tersebut dapat berupa pohon tetapi dapat pula berupa satuan luas.
Proses pemilihan, penetapan dan pengamatan contoh yang
mewakili populasi disebut sampling. Terdapat beberapa alasan sehingga
pengamatan melalui sampling dilakukan, antara lain sebagai berikut :
1. Alasan efisiensi waktu dan biaya;
Pengamatan secara penuh terhadap seluruh objek pengamatan
(populasi) umumnya memerlukan waktu yang cukup lama di satu pihak,
sedang pada pihak lain, kebutuhan akan informasi yang diperoleh melalui
pengamatan termaksud biasanya sangat mendesak untuk kepentingan
penyusunan rencana pendayagunaan obyek yang bersangkutan. Juga
mudah dipahami bahwa pengamatan akan membutuhkan biaya yang tidak
sedikit, padahal pengamatan hanya merupakan salah satu tahap awal dari
rangkaian sejumlah tahapan kegiatan yang kesemuanya memerlukan
biaya. Melalui sampling, dapat diperoleh informasi dalam waktu yang relatif
terbatas dengan pengerahan dana yang terbatas pula.
2. Alasan adanya resiko kerusakan yang dapat timbul dalam pelaksanaan
pengamatan;
Teori Sampling dan Penerapannya dalam Inventarisasi Hutan
M3 - 3
Modul Inventarisasi Hutan
Terdapat beberapa macam pengamatan yang hanya dapat
dilakukan melalui pengrusakan obyek yang diamati. Pengamatan biomas
tanaman, misalnya hanya dapat dilakukan jika obyek atau tanamannya
dicabut dan dikeringkan untuk seterusnya ditimbang. Pengamatan untuk
mengetahui angka bentuk pohon, misalnya juga hanya dapat dilakukan
secara saksama jika pohonnya ditebang untuk pengukuran volume pohon
yang sebenarnya (bukan volume taksiran). Dengan demikian bisa
dibayangkan, jika dilakukan pengamatan secara penuh dan bukan dengan
sampling, maka untuk kepentingan pengamatan termaksud semua
tanaman harus dicabut, dan semua pohon harus ditebang. Selanjutnya
akan menyusul sebuah pertanyaan mengenai tujuan dan manfaat
dilakukannya pengamatan tersebut, jika semua tanamannya sudah dicabut
atau semua pohonnya sudah ditebang.
3. Alasan ketelitian dalam pelaksanaan pengamatan;
Suatu pengamatan memerlukan suatu konsentrasi khusus untuk
menjamin ketelitian pengamatan tersebut. Mudah dipahami bahwa
konsentrasi akan sangat dipengaruhi oleh kondisi fisik ‘pengamat’,
misalnya kecapekan. Semakin banyak obyek yang diamati berarti semakin
banyak waktu dan tenaga yang dihabiskan. Hal ini lambat laun akan
menyebabkan menurunnya kondisi fisik dan stamina pengamat yang
selanjutnya dapat berdampak pada semakin buyarnya konsentrasi
pengamat dan semakin menurunnya tingkat ketelitian pengamatan yang
dilakukan.
Melalui sampling pengamatan dapat dilakukan terhadap jumlah obyek
(pewakil) yang lebih terbatas, sehingga pengamatan tersebut diharapkan
dapat dilakukan dengan tingkat ketelitian yang masih realtif stabil.
Pengamatan sejumlah kecil anggota populasi secara teliti akan dapat
memberi hasil yang lebih baik untuk menjadi dasar dalam menjelaskan
sifat-sifat populasi daripada hasil yang diperoleh melalui pengamatan
terhadap semua anggota populasi yang dilaksanakan secara kurang atau
tidak teliti.
4. Alasan ekonomi atau nilai manfaat
Pengamatan umumnya dilakukan untuk mendapatkan informasi
yang akan digunakan dalam penyusunan rencana pendayagunaan
sesuatu obyek atau sumberdaya, yang tentunya memerlukan pengerahan
waktu, tenaga dan biaya. Mudah dipahami bahwa biaya yang dialokasikan
untuk pelaksanaan pengamatan ini hanya sebagian kecil dari total biaya
Teori Sampling dan Penerapannya dalam Inventarisasi Hutan
M3 - 4
Modul Inventarisasi Hutan
yang dibutuhkan dalam upaya pendayagunaan sumberdaya termaksud.
Pengamatan terhadap semua anggota populasi secara penuh akan
memerlukan biaya yang cukup besar, dan untuk hal-hal tertentu dapat
menyamai dan bahkan melebihi nilai informasi yang akan diperoleh melalui
pengamatan termaksud. Pengamatan melalui sampling diharapkan dapat
meminimalkan biaya pengamatan tanpa mengabaikan faktor ketelitian
hasil pengamatan.
B2. Prinsip dan Perencanaan Sampling
Prinsip yang paling utama dalam sampling adalah keterwakilan,
yaitu bahwa anggota-anggota populasi yang terpilih sebagai contoh harus
dapat mewakili populasi yang menjadi obyek pengamatan. Contoh yang
diyakini mewakili populasi disebut contoh yang representatif. Hanya
melalui pemilihan contoh yang representatif inilah dapat dijamin bahwa
ukuran-ukuran atau nilai statistik yang diperoleh akan merupakan penduga
tak bias bagi parameter sebagaimana yang telah disinggung di depan.
Contoh yang representatif adalah contoh yang dipilih dengan cara
yang seobyektif mungkin yang antara lain dapat dilakukan melalui
pemberian kemungkinan yang sama bagi setiap anggota populasi untuk
terpilih sebagai contoh atau sampel. Sampling dengan cara ini disebut
Random Sampling atau Pengambilan Contoh Acak. Sampling ini biasanya
dilakukan dengan cara pengundian atau melalui penggunaan Tabel
Bilangan Acak (Lampiran 3), setelah penomoran setiap individu anggota
populasi atau satu satuan populasi diberi nomor mulai dari nomor 1 sampai
N (nomor paling terakhir), dan penentuan jumlah contoh yang akan
diamati. Jumlah unit contoh ini biasanya dituliskan dengan lambang ‘n’,
sedang perbandingan antara n dan N atau (n/N).100% disebut Intensitas
Sampling atau Intensitas Pengambilan Contoh.
Prinsip kedua, yang juga berkaitan dengan intensitas sampling
adalah ketelitian. Ukuran ketelitian dapat digambarkan melalui Rumus 4.1
berikut ini.
............................................……..
1
3.1
2
Rumus 3.1. menunjukkan bahwa nilai dugaan bagi parameter µ akan
semakin teliti jika selisih nilai yang membatasinya, yaitu x1 dan x2 semakin
kecil dan hal tersebut dapat diperoleh jika e atau kesalahan pengambilan
contoh mempunyai nilai yang kecil. Nilai e dapat diperoleh dengan rumus :
Teori Sampling dan Penerapannya dalam Inventarisasi Hutan
M3 - 5
Modul Inventarisasi Hutan
e = tα/2.
S
n
;
……………………………………………..
3.2
Dari rumus 3.2. terlihat bahwa ketelitian pendugaan parameter akan
ditentukan oleh keragaman (S) dan jumlah contoh (n). Untuk mendapatkan
suatu tingkat ketelitian tertentu, maka populasi yang heterogen atau
populasi yang tingkat keragamannya besar memerlukan jumlah contoh
yang besar pula, sedang populasi yang relatif homogen membutuhkan
jumlah contoh yang lebih terbatas.
Prinsip lain yang sering diberi perhatian khusus dalam
pelaksanaan sampling adalah kepraktisan, dimana pemilihan unit-unit
contoh cenderung dilakukan secara subyektif, yaitu dengan mengandalkan
pengalaman dari pelaksana. Pengambilan contoh yang demikian ini
disebut Purposive Sampling, atau Pengambilan Contoh dengan
Pertimbangan. Bagi pelaksana yang sudah berpengalaman dan paling tidak
sudah mempunyai pemahaman secara umum tentang populasi yang akan
diamati, sampling pertimbangan ini tetap dapat memberikan nilai dugaan
parameter yang tidak bias dengan suatu tingkat ketelitian yang memadai.
Namun bagi para pelaksana yang belum atau masih kurang
berpengalaman, penggunaan sampling pertimbangan ini tidak dianjurkan.
Berdasarkan uraian di atas maka secara ringkas dapat dikatakan
bahwa prinsip-prinsip yang perlu diperhatiakan dalam sampling adalah :
1. Ketewakilan (representativeness), yang artinya contoh yang dipilih harus
dapat mewakili semua unsur atau kelompok yang ada dalam populasi
secara proporsional
2. Ketelitian (accuracy), yang artinya selang taksiran bagi parameter
sedapat mungkin tidak melampaui batas-batas tertentu yang ditetapkan
sebelumnya, dimana hal tersebut akan dipengaruhi oleh tingkat
keragaman populasi dan jumlah contoh atau intensitas sampling
3. Kepraktisan (efficiency), yang bermakna tentang perlunya diupayakan
untuk memperoleh suatu tingkat ketelitian tertentu, dengan
pengorbanan waktu, tenaga dan biaya yang minimal.
Berdasarkan prinsip-prinsip tersebut di atas, maka perencanaan
sampling dapat dilakukan dengan tahapan-tahapan sebagai berikut :
1. Perumusan tujuan pengamatan (tujuan dilakukannya sampling), beserta
penentuan arspek-aspek yang ingin diketahui
2. Penentuan batasan populasi beserta unit-unitnya
Teori Sampling dan Penerapannya dalam Inventarisasi Hutan
M3 - 6
Modul Inventarisasi Hutan
3. Pengumpulan informasi pendahuluan atau gambaran umum populasi
(khususnya mengenai keragamannya), baik melalui pengamatan
langsung maupun melalui referensi-referensi yang ada
4. Penentuan jumlah unit contoh yang akan diamati berdasarkan tingkat
ketelitian yang diinginkan
5. Penentuan metode sampling yang akan digunakan
6. Penentuan faktor atau peubah yang akan diukur, beserta cara
pengukuran dan alat ukur yang akan digunakan
7. Penentuan metode analisis yang akan digunakan
8. Penentuan personil pelaksana, perencanaan kebutuhan biaya dan
penyusunan jadwal pelaksanaan.
C. Teori Pendugaan dan Penerapannya dalam Inventarisasi Hutan
Penaksiran atau pendugaan dapat didefinisikan sebagai sampel
untuk mengetahui sifat dari populasi. Populasi adalah keseluruhan objek
yang menjadi sasaran pengukuran, sedang sampel atau contoh adalah
sedang bagian populasi yang secara kebetulan terpilih untuk diukur atau
diamati. Proses pemilihan dan penetapan contoh disebut sampling.
Sedang perbandingan antara ukuran contoh dan ukuran populasi disebut
intensitas sampling.
Melalui pengukuran contoh, dapat diketahui ukuran-ukuran yang
menyatakan sifat dari contoh. Ukuran-ukuran ini dikenal dengan nama
statistik. Dilain pihak, ukuran-ukuran yang menyatakan sifat populasi
(secara keseluruhan) disebut Parameter. Nilai parameter umumnya tidak
diketahui secara pasti (kecuali melalui pengukuran populasi secara
keseluruhan), tetapi biasanya diduga berdasarkan nilai statistik.
Nilai-nilai statistik yang umum digunakan adalah nilai tengah
contoh ( X ) dan galat baku ( S x ) serta nilai proporsi contoh (p) dan galat
bakunya (Sp). Sedang parameter yang secara umum menjadi sasaran
pendugaan adalah nilai tengah populasi (µ) dan nilai proporsi poulasi ( π ).
Mekanisme pendugaan secara skhematis dapat dilihat pada Gambar 3.1.
Statistik X pada Gambar 3.1. disebut sebagai penduga tak bias
bagi parameter µ, sedang statistik p disebut sebagai penduga tak bias bagi
parameter π (pada pembahasan selanjutnya µ dan π dituliskan dengan
Θ)
Teori Sampling dan Penerapannya dalam Inventarisasi Hutan
M3 - 7
Modul Inventarisasi Hutan
POPULASI
CONTOH
CONTOH
Parameter
Pendugaan
Statistik
µ,
,
π, σp
p, Sp
Gambar 3.1. Skhema Mekanisme Penaksiran
Dalam kaitan dengan pendugaan, selain dipersyaratkan bahwa
penduga parameter haruslah merupakan penduga tak bias, juga perlu
diupayakan penduga yang paling efisien diantara sejumlah penduga tak
bias yang mungkin dapat diperoleh. Secara skhematis, penduga tak bias
dan penduga paling efisien diperlihatkan pada Gambar 3.2.
Gambar 3.2. Penduga tak bias dan penduga paling efisien.
Keterangan : Θ3 merupakan penduga bias bagi Θ
Θ1 dan Θ2 adalah merupakan penduga tak bias bagi Θ
Θ1 merupakan penduga paling efisien bagi Θ
Teori Sampling dan Penerapannya dalam Inventarisasi Hutan
M3 - 8
Modul Inventarisasi Hutan
Penduga memiliki beberapa sifat sebagai berikut :
1. Penduga tidak memiliki suatu nilai yang pasti dan akan berubah-ubah
tergantung pada contoh yang diamati.
2. Sehubungan dengan itu maka nilai-nilai penduga sering dinyatakan
dalam bentuk selang dan dituliskan :
3.3
Θ1 ≤ Θ ≤ Θ2 ; …………………….......................…….
3. Nilai penduga Θ akan mengikuti suatu sebaran penarikan contoh dan
untuk tingkat peluang tertentu dapat ditentukan nilai yang membatasi
selang dugaan yang dituliskan sebagai berikut :
P(Θ1 ≤ Θ ≤ Θ2) = 1 - α ; ……………...........…………
3.4
Nilai (1-α)100%, sering pula dituliskan dengan τ, merupakan
ukuran ketelitian suatu nilai dugaan dan disebut sebagai taraf
kepercayaan. Sedang nilai α dikenal sebagai taraf nyata. Nilai taraf
kepercayaan yang umum digunakan adalah 95% atau 99%, yang masingmasing berkaitan dengan taraf nyata (α) sebesar 0,05 dan 0,01.
Bila µ merupakan pusat selang taksiran bagi x , maka dikatakan
bahwa x menduga µ tanpa galat, dimana nilai galat adalah sebesar |µ- x |.
Taraf kepercayaan sebesar 99% artinya 99% dapat diyakini bahwa |µ- x |
tidak akan melebihi Z(0,01/2).σ/√n, dimana 0,01 adalah α atau (1 - 99%),
sedang n adalah jumlah unit contoh yang diamati.
Pendugaan Nilai Tengah
Bila dari suatu populasi normal dengan nilai tengah µ diambil
contoh (secara acak), maka akan diperoleh nilai tengah contoh x dengan
sebaran yang berpusat di µ.
Penaksiran selang taksiran bagi µ dapat dilakukan dengan terlebih
dahulu menghitung ragam (σ2) dan galat baku σ x , dengan rumus :
σ x2 =
{
}
1
2
Σx 2 − (Σx ) / n
n −1
……………….……………….
3.5
⎛σ 2 ⎞ σ
σ x = ⎜⎜ ⎟⎟ =
…….………………………..………
3.6
n
⎝ n ⎠
Berdasarkan nilai x , µ, σx2 maka sebaran nilai-nilai x dapat diubah
menjadi sebaran normal baku atau sebaran Z, dengan menggunakan
rumus sebagai berikut :
x−µ
Z=
…..…………………………….......………….
3.7
σ/ n
Teori Sampling dan Penerapannya dalam Inventarisasi Hutan
M3 - 9
Modul Inventarisasi Hutan
Dengan demikian, peluang terdapatnya nilai µ diantara dua nilai (x1 dan x2)
pada taraf kepercayaan tertentu dapat dituliskan sebagai berikut :
P(x1 ≤ µ ≤ x2) = P(-Z1 ≤ µ ≤ Z2) = 1 - α ; …….......…......
3.8
Nilai -Z1 dan Z2 dapat diperoleh dari Tabel Z atau Tabel Normal Baku
(Lampiran 1), yang masing-masing mempunyai nilai sebesar -Zα/2 dan Zα/2.
Selanjutnya, berdasarkan rumus 3.7 dan rumus 3.8 dapat
dituliskan rumus 3.9 sebagai berikut :
x−µ
P ( -Zα/2. ≤
≤ Zα/2. ) =1- α ……….............…....
3.9
σ/ n
Untuk sejumlah unit contoh yang lebih kecil dari 30, sebaran nilai
hasil transformasi x (nilai rata-rata peubah) berdasarkan persamaan 3.7,
tidak lagi mengikuti sebaran normal baku (sebaran Z) tetapi akan
mengikuti sebaran peluang t-Student. Untuk kondisi ini, ragam populasi σ2
diganti dengan S2 dan Zα/2 harus diganti dengan tα/2. Sebaran peluang tstudent ini sangat dipengaruhi oleh jumlah unit contoh (n) yang diamati,
dan dituliskan seperti yang tertera pada Persamaan 3.10, dan selanjutnya
Persamaan 3.9 berubah menjadi persamaan 3.11.
x−µ
…………….......…….……………............……. 3.10
t=
S/ n
P( X - tα / 2 σ/√n ≤ µ ≤ X + tα / 2 σ/√n) = 1 - α …........... 3.11
Teladan 3.1.
Melalui pengukuran pada 10 buah petak ukur masing-masing
dengan luas 0,1 Ha, pada suatu areal hutan yang luasnya 100 Ha,
diperoleh data volume pohon dalam setiap petak ukur sebagai berikut :
No. Petak Ukur
1
Volume pohon/ 4,1
Petak ukur (m3)
2
3
4
5
6
7
8
9
10
4,0
3,8
3,5
4,0
3,2
3,1
3,7
3,8
3,6
Dari data di atas dapat diperoleh :
Volume rata-rata per petak ukur
(4,1 + 4,0 + ...... + 3,6
ΣVi
=
n
10
= 36,8 / 10 = 3,68 m3
=
3,68
Taksiran volume rata-rata per Ha = Volume / petak ukur =
= 36,8 m3
0,1
Luas Petak Ukur
Teori Sampling dan Penerapannya dalam Inventarisasi Hutan
M3 - 10
Modul Inventarisasi Hutan
Nilai-nilai di atas ini adalah nilai statistik untuk 10 unit tegakan
masing-masing dengan luas 0,1 Ha yang secara kebetulan terpilih sebagai
contoh. Jika kita melakukan pada 10 unit contoh yang lain maka kita akan
mendapatkan nilai-nilai yang berbeda. Sehubungan dengan itu, maka kita
tidak dapat menyatakan bahwa volume rata-rata per Ha untuk seluruh
tegakan adalah sama dengan 36,8 m3.
Namun dengan mengacu pada teori penaksiran yang telah
dipaparkan di atas maka dapat dikatakan bahwa pada tingkat kepercayaan
tertentu volume rata-rata per Ha untuk keseluruhan tegakan akan berada
di sekitar nilai 36,8 m3. Tahapan perhitungan nilai taksiran adalah sebagai
berikut :
(4,1 + 4,0 + ...... + 3,6) − 36,8 2
ΣVi 2 − (ΣVi) 2 / n
=
10 − 1
n −1
Simpangan baku (Standard deviation), S = √ S2 = √ 0,1129 = 0,336
Ragam (variance), S2
=
Galat baku (Standard error), SV =
S
n
(1 −
10
n
0,336
=
= 0,106
(1 −
N
1000
10
Kesalahan pengambilan contoh (Sampling error)
= tα/2. SV
= 2,262 x 0,106 = 0,239 m3
Nilai 2,62 adalah tα/2 untuk taraf kepercayaan 95% dan derajat bebas 9
atau
n – 1, dimana dalam hal ini n = 10.
Dengan menggunakan Rumus 3.9 di atas, maka dapat dihitung
volume rata-rata dan volume total tegakan (untuk tingkat populasi) pada
taraf kepercayaan 95% sebagai berikut :
1) Taksiran volume rata-rata tegakan (m3) per petak ukur :
3,68
0,239
3,68
0,239
2) Taksiran volume rata-rata tegakan (m3) per Ha adalah :
1
3,68 0,239
3,68 0,239
0,1
34,41 3
39,19 3
3) Jumlah volume untuk keseluruhan tegakan seluas 100 Ha adalah :
Taksiran minimum
: 100 x 34,41 = 3411 m3
Taksiran maksimum : 100 x 39,19 = 3919 m3
4) Kesalahan taksiran (galat) dalam prosen adalah :
0,239
100%
100% 6,49%
3,68
Teori Sampling dan Penerapannya dalam Inventarisasi Hutan
M3 - 11
Modul Inventarisasi Hutan
Pendugaan Proporsi
Untuk tujuan-tujuan tertantu, inventarisasi hutan sering pula
diarahkan pada penaksiran proporsi potensi-potensi khusus dari suatu
kawasan huutan beserta masyarakat yang ada di sekitarnya, misalnya :
1. Proporsi potensi jenis komersil dalam suatu hutan (baik jumlah pohon
maupun volume),
2. Proporsi atau prosebtase benih yang berkecambah dalam suatu upaya
pembibitan.
3. Proporsi atau prosentase jumlah tanaman yang mati pada suatu
kegiatatan reboasasi,
4. Proporsi masyarakat di sekitar hutan yang memiliki sifat tertentu (tingkat
pendidikan, tingkat pendapatan, tingkat kesadaran untuk mendukung
program, dan lain-lain) dalam penelitian sosial-ekonomi kehutanan.
Secara skhematis penaksiran proporsi diperlihatkan pada Gambar
3.2. Pada gambar tersebut diperlihatkan suatu populasi yang berukuran N,
dimana X anggotanya memiliki sifat khusus (sifat tertentu). Dari populasi
ini, sebanyak n anggotanya dipilih dan diamati sebagai contoh atau
pewakil, dimana x diantaranya memiliki sifat khusus atau sifat tertentu.
Dengan demikian proporsi contoh (statistik, p) dan proporsi
populasi (Parameter, π ), masing-masing dapat dihitung berdasarkan
Rumus 3.10 sedang ragam p atau σp2 dapat dihitung dengan Rumus 3.11.
p =
x / n ; dan
π =
X / N ; ……………………………….
3.10
2
σp =
p.q / n ; ……………………………….
3.11
dimana :
q = 1 – p.
P0PUPASI
Sampling
Parameter
Pendugaan
Contoh
Statistik
,
µ,
π, σp
p, Sp
Gambar 3.2. Skhema penaksiran proporsi
Teori Sampling dan Penerapannya dalam Inventarisasi Hutan
M3 - 12
Modul Inventarisasi Hutan
Seperti halnya pada pendugaan nilai tengah, parameter π
umumnya juga tidak dapat diketahui secara pasti, kecuali jika diadakan
pengamatan penuh atau sensus terhadap semua anggota populasi.
Parameter termaksud hanya dapat diduga atau ditaksir berdasarkan nilai
statistik, p. Dalam pendugaan mengenai pengambilan contoh kita hanya
dapat mengatakan bahwa pada taraf kepercayaan tertentu, nilai π akan
berada di antara dua nilai sekitar nilai p. Dapat pula dikatakan bahwa p
adalah merupakan penduga tidak bias bagi π, sehingga π akan merupakan
pusat selang taksiran bagi p.
Sebaran nilai-nilai p mengikuti suatu sebaran yang dinamakan
sebaran binomium yang mempunyai nilai tengah π dan ragam (σp2)
sebesar p.q / n, dimana q = (1 – p).
Sebaran binomium ini dapat dikonversi menjadi sebaran normal
baku, Z dengan menggunakan Rumus 3.12.
Z =
x − np
npq
= atau Z =
p −π
pq / n
; ………...………………. 3.12
dimana x adalah jumlah anggota contoh yang memiliki sifat khusus yang
menjadi perhatian dalam pengamatan
p adalah proporsi x terhadap n atau jumlah contoh
q adalah proporsi bukan x terhadap n.
Bila π merupakan pusat selang taksiran bagi p, maka dikatakan
bahwa p menduga π tanpa galat, dimana nilai galat adalah sebesar ⏐π p⏐. taraf kepercayaan sebesar 95% artinya 95% dapat diyakini bahwa ⏐π p⏐ tidak akan melebihi Z(0,05/2)σ atau (1 - 95%), n adalah jumlah unit contoh
yang diamati, sedang σp/√n merupakan galat baku bagi π dengan nilai
sebesar p.q /√n.
Selang taksiran (1 - α) bagi π dapat dituliskan seperti pada
persamaan atau Rumus 3.13.
P(p1 ≤ π ≤ p2)
=
P(-Z1 ≤ Z ≤ Z2) = 1 - α ;
………………………
3.13
Nilai -Z1 dan Z2 dapat diperoleh dari Tabel Z atau Tabel Normal Baku (lihat
Lampiran), yang masing-masing mempunyai nilai sebesar -Zα/2 dan Zα/2.
Dengan mensubsitusi nilai Z pada Rumus 3.13 dengan π berdasarkan
Teori Sampling dan Penerapannya dalam Inventarisasi Hutan
M3 - 13
Modul Inventarisasi Hutan
Rumus 3.12, maka taksiran bagi π (proporsi populasi) dapat diperoleh
dengan pada Rumus 3.14.
p −π
P ( -Zα/2 ≤
≤ Zα/2) = 1 - α atau
pq / n
P {p - Zα/2 √(pq/n) ≤ π ≤ p + Zα/2 √(pq/n)} = 1 - α ; ……... 3.14
dimana : Zα/2√(pq/n) adalah kesalahan taksiran (galat) atau sampling
error atau sering juga disebut bound of error yang biasa
dituliskan sebagai b atau e
Teladan 3.2.
Hasil perhitungan jumlah pohon dalam tegakan pada salah satu bagian
dari tegakan (yang dianggap dapat mewakili kondisi seluruh tegakan)
menunjukkan bahwa diantara 300 pohon yang berdiameter ≥50 cm, 240
pohon merupakan jenis komersil. Hitunglah taksiran proporsi pohon
komersil yang berdiameter ≥ 50 cm dalam tegakan tersebut pada taraf
kepercayaan 95%.
Penyelesaian :
p = 240/300 = 0,8
Dari Tabel Z diperoleh Zα/2 = Z0,025 = 1,96
e = Zα/2√(pq/n) = 1,96 √(0,8 x 0,2/300) = 0,045
Taksiran proporsi jumlah jenis pohon komersil berdiameter ≥50 cm untuk
tingkat populasi (π) pada taraf kepercayaan 95% adalah :
0,8 – 0,045 < π < 0,8 + 0,045, atau 0,755 < π < 0,845
Dengan kata lain, pada taraf kepercayaan 95% dapat diyakini bahwa
proporsi jumlah jenis pohon komersil berdiameter ≥50 cm dalam tegakan
yang diamati akan berkisar antara 75,5% sampai 84,5%.
D. Pengantar Metode-Metode Sampling
Sebelum membahas lebih jauh tentang penerapan metode
sampling dalam Inventarisasi Hutan, maka akan bermanfaat jika terlebih
dahulu diulas secara sepintas tentang sejumlah metode sampling yang
umum digunakan.
Berdasarkan ada / tidaknya kemungkinan bagi semua anggota
populasi untuk terpilih lebih dari satu kali, dikenal :
Teori Sampling dan Penerapannya dalam Inventarisasi Hutan
M3 - 14
Modul Inventarisasi Hutan
1. Sampling tanpa pemulihan, yaitu sampling dimana setiap anggota
populasi hanya mempunyai kemungkinan satu kali untuk terpilih sebagai
contoh.
2. Sampling dengan pemulihan, yaitu sampling dimana setiap anggota
populasi dapat terpilih lebih dari satu kali. Melalui pemulihan, maka
suatu populasi terhingga dapat dipandang sebagai populasi tak
terhingga. Dalam kaitan dengan sampling ini pula, populasi tidak
terhingga diberi suatu pengertian atau batasan yang bersifat relatif.
Suatu sampling dianggap dilakukan pada populasi tak terhingga jika
perbandingan ukuran contoh (n) dengan ukuran populasi (N) ≤ 5%.
Sebaliknya jika n/N >5% maka dikatakan bahwa sampling diperoleh dari
suatu populasi terhingga. Untuk populasi terhingga, rumus yang
digunakan dalam penaksiran nilai kesalahan pengambilan contoh
(sampling error), e adalah seperti yang tertera pada Rumus 3.15.
e = tα/2
Nilai
1−
n
N
S
n
1−
n
N
…………………………………...
3.15
pada Rumus 3.15 akan mendekati 0 untuk populasi tak
terhinggga.
Berdasarkan obyektivitas / subyektivitas dalam sampling dikenal :
1. Sampling Acak (Random Sampling), yaitu sampling dimana semua
anggota populasi diberi kesempatan yang sama untuk terpilih sebagai
contoh. Hal ini juga bermakna bahwa bila populasi terdiri dari sejumlah
kelompok maka kelompok yang jumlah anggotanya lebih besar akan
mempunyai jumlah pewakil yang lebih besar pula. Seperti telah
dikemukakan pada bagian terdahulu, unit-unit pengamatan dalam
random sampling ini dipilih dengan cara undian atau menggunakan
Tabel Bilangan Acak. Random sampling inilah yang merupakan dasar
dari semua metode sampling yang ada.
2. Sampling Pertimbangan (Purposive Sampling), yaitu sampling yang
dilakukan berdasarkan pertimbangan subjektivitas dari pelaksananya.
Secara statistika, tingkat ketelitian dari sampling pertimbangan ini sulit
diukur, namun kadang-kadang digunakan untuk tujuan-tujuan tertentu,
misalnya pada pengumpulan informasi yang bersifat umum.
Berdasarkan keteraturan-keteraturan unit-unit contoh yang terpilih,
sampling dapat dibedakan atas :
Teori Sampling dan Penerapannya dalam Inventarisasi Hutan
M3 - 15
Modul Inventarisasi Hutan
1. Sampling Acak (random sampling), yaitu sampling yang unit-unit
pengamatannya menyebar secara tidak teratur, baik dilihat dari nomor
urut penetapannya, maupun penyebaran unit contohnya di lapangan.
Hal ini merupakan konsekuensi logis dari cara pemilihan contoh, baik
melalui pengundian maupun melalui penggunaan Tabel Bilangan Acak
seperti telah disinggung di atas.
2. Sampling Sistematik (Systematic Sampling), yaitu sampling yang
dilakukan menurut suatu pola tertentu atau pola sistematis, sehingga
urutan nomor dan / atau penyebaran unit-unit contoh yang diamati akan
terpola dengan suatu interval yang sistematis.
Berdasarkan ada / tidaknya perlakuan pendahuluan berupa pengelompokan populasi sebelum pemilihan unit-unit contoh, dikenal :
1. Sampling Sederhana (simple sampling), yaitu sampling yang tidak
didahului oleh perlakuan pengelompokan. Sampling ini biasanya
dilakukan pada populasi-populasi yang dianggap relatif homogen.
2. Sampling Stratifikasi atau Sampling Berlapis (Stratified Sampling), yaitu
sampling yang didahului oleh pengelompokan populasi ke dalam subsub populasi. Sampling ini dilakukan pada populasi yang heterogen.
Selain metode sampling yang disebutkan di atas, masih terdapat
sejumlah metode sampling lain, dimana dua diantaranya yang kadangkadang digunakan dalam inventarisasi hutan adalah Sampling Berganda
dan Sampling Gerombol. Penggunaan sampling ini biasanya dilakukan
untuk tujuan efisiensi melalui pemanfaatan sarana-sarana atau informasi
pendahuluan yang sudah ada.
Sampling berganda (Double Sampling), yaitu sampling yang
dilakukan melalui dua tahapan. Pada tahapan pertama umumnya diamati
peubah-peubah yang lebih mudah diukur dengan jumlah unit pengamatan
yang relatif besar. Misalkan yang diukur adalah peubah X dengan jumlah
unit pengamatan n. Pada tahapan kedua dipilih m buah unit pengamatan,
yang merupakan bagian dari n unit pengamatan pertama, untuk
pengamatan peubah Y (dimana peubah Y inilah yang sebenarnya
merupakan sasaran akhir pengamatan). Dengan memanfaatkan hubungan
antara Y dan X pada m unit pengamatan, maka nilai Y untuk keseluruhan
n unit pengamatan dan selanjutnya untuk keseluruhan populasi dapat
ditaksir.
Sampling Gerombol (Cluster Sampling) yaitu sampling yang
tidak melakukan pemilihan unti-unit contoh secara langsung, akan tetapi
Teori Sampling dan Penerapannya dalam Inventarisasi Hutan
M3 - 16
Modul Inventarisasi Hutan
dimulai dengan pemilihan kelompok. Dengan demikian unit-unit contoh
atau unit pengamatan akan tampak bergerombol dalam beberapa
kelompok, yaitu pada bagian populasi yang kelompoknya terpilih. Misalkan
jika kita ingin megetahui potensi DESA di Sulawesi Selatan ini dengan
sampling gerombol, maka prosedur samplingnya dapat dimulai dengan
pemilihan ‘kabupaten contoh’. Selanjutnya dalam kabupaten-kabupaten
contoh tersebut dipilih ‘kecamatan-kecamatan contoh’ dan terakhir
dilakukan pemilihan ‘desa-desa contoh’ untuk diamati.
Jika seandainya terpilih tiga ‘kabupaten contoh’, dan pada setiap
kabupaten terpilih dua ‘kecamatan contoh’ maka desa-desa contoh akan
mengelompok dalam keenam kecamatan yang telah terpilih pada tahapan
pemilihan sebelumnya. Mudah dipahami bahwa statistik yang diperoleh
kemungkinan tidak merupakan penduga terbaik bagi parameter populasi,
yang dalam hal ini potensi desa-desa se-Sulawesi Selatan. Namun, dari
segi kepraktisan dan efisiensi, metode ini sangat praktis dan sangat efisien
oleh karena pelaksana hanya mendatangi enam kecamatan yang terdapat
di dalam dua wilayah kabupaten.
E. Tugas dan Latihan
1. Apa yang dimaksud dengan populasi. Jelaskan dan beri contoh,
khususnya yang berkaitan dengan hutan dan kehutanan.
2. Apa pula yang dimaksud dengan parameter dan statistik.
3. Jelaskan pengertian penaksiran dan mengapa penaksiran dilakukan.
4. Apa yang dimaksud dengan penduga tak bias. Apa pula yang dimaksud
dengan penduga paling efisien.
5. Suatu tegakan mempunyai luas 5.000 Ha ingin diinventarisasi melalui
pengukuran-pengukuran petak ukur yang luasnya 0,4 ha. Berapakah
ukuran dari populasi tersebut.
Berapa pula contoh yang harus diamati jika ditetapkan bahwa intensitas
sampling yang akan digunakan adalah 12%.
6. Bila suatu tegakan memiliki lebar (searah garis kontur) 10 km, ingin
diinventarusasi melalui pengukuran jalur-jalur ukur selebar 20 m,
berapakah ukuran dari populasi tersebut.
Berapa pula contoh yang harus diamati jika ditetapkan bahwa intensitas
sampling yang akan digunakan adalah 2%.
Teori Sampling dan Penerapannya dalam Inventarisasi Hutan
M3 - 17
Modul Inventarisasi Hutan
7. Hasil pengamatan terhadap 15 petak ukur yang luasnya masing-masing
sebesar 0,04 Ha diketahui bahwa volume rata-rata tegakan adalah 48,6
m3 dengan simpangan baku sebesar 7,29 m3 per petak ukur. Hitunglah
nilai taksiran volume rata-rata tegakan per Ha, dan nilai taksiran volume
total tegakan yang bersangkutan jika diketahui bahwa luas hutan adalah
10.000 Ha.
8. Seorang mahasiswa mengadakan penelitian mengenai perkecambahan
benih Sengon yang dibeli dari masyarakat. Jika melalui penelitian
tersebut diketahui bahwa dari 200 benih yang dikecambahkan hanya
116 benih diantaranya yang berkecambah.
Berapakah taksiran persentase perkecambahan benih sengon
9. Seorang mahasiswa yang sama juga mengencambahkan benih yang
disalurkan oleh Balai Sertifikasi Benih dan ternyata bahwa dari 200
benih yang dikecambahkan 170 diantaranya yang dapat berkecambah.
Berapakah taksiran persentase perkecambahan benih sengon yang
dijual oleh Balai Sertifikasi Benih termaksud.
10. Jelaskan apa yang dimaksud dengan sampling
11. Paling tidak terdapat empat alasan kenapa sampling diperlukan.
Sebutkan dan jelaskan secara singkat alasan-alasan termaksud.
12. Dalam pelaksanaan sampling terdapat tiga prinsip yang harus diperhatikan. Jelaskan secara singkat prinsip-prinsip yang dimaksud.
13. Jelaskan tahapan-tahapan yang perlu dilakukan dalam suatu perencanaan sampling.
14. Ketelitian sampling antara lain dipengaruhi oleh dua faktor utama.
Sebutkan kedua faktor yang dimaksudkan dan jelaskan secara singkat
tentang pengaruh dari masing-masing faktor yang bersangkutan.
15. Jelaskan secara singkat apa yang dimaksud dengan :
a. Sampling acak
d. Sampling sederhana f. Sampling berganda
b. Sampling sistimatik e. Sampling stratifikasi
g. Sampling gerombol
c. Sampling purposif
Teori Sampling dan Penerapannya dalam Inventarisasi Hutan
M3 - 18
Modul Inventarisasi Hutan
III. INDIKATOR PENILAIAN
Melalui
pemahaman
tentang
materi
bahasan
yang
telah
dikemukakan di atas, setiap mahasiswa diharapkan memiliki kemampuan
atau kompetensi dalam hal-hal sebagai berikut :
1. Menjelaskan batasan populasi dan contoh dalam inventarisasi hutan
2. Menjelaskan alasan-alasan dilakukannya sampling
3. Menjelaskan perencanaan sampling dalam inventarisasi hutan
4. Menjelaskan teori pendugaan dengan contoh-contoh penerapannya
dalam inventarisasi hutan
5. Menjelaskan perbedaan prinsip antara metode-metode sampling yang
umum digunakan.
Indikator penilaian kemampuan atau kompetensi peserta didik
adalah : ketepatan penjelasan dan ketepatan contoh-contoh yang
diberikan (bobot nilai 10%), dan keaktifan individu (bobot nilai 4%). Jumlah
bobot nilai untuk semua kompetensi capaian melalui pembelajaran modul
ini adalah sebesar 14%. Penilaian dilakukan selama proses pembelajaran
berlangsung, baik pada waktu penyelenggaraan kuliah maupun melalui
laporan pelaksanaan tugas latihan yang dilakukan oleh mahasiswa secara
mandiri (perorangan ataupun berkelompok).
IV. PENUTUP
Modul ini diharapkan dapat menjadi acuan bagi pembelajar dan
mahasiswa untuk melakukan penelusuran berbagai sumber belajar, yang
terkait dengan inventarisasi hutan, khususnya yang terkait dengan teknik
sampling atau teknik pengambilan contoh, baik dalam bentuk Buku teks,
Dokumen-dokumen atau Laporan hasil penelitian, Internet ataupun
sumber-sumber lain. Dengan mengacu pada modul ini maka proses
pembelajaran diharapkan dapat berjalan secara efisien dan efektif melalui
peran aktif dari semua pihak terkait, khususnya mahasiswa.
Teori Sampling dan Penerapannya dalam Inventarisasi Hutan
M3 - 19
Modul Inventarisasi Hutan
MODUL - 4
METODE-METODE SAMPLING
4.1. PEMILIHAN CONTOH ACAK
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pemilihan contoh acak (Complete Random Sampling atau Simple
Random Sampling) merupakan pemilihan contoh yang paling obyektif. Pada
pemilihan contoh acak, semua anggota populasi (atau lebih tepatnya semua
himpunan bagian dari populasi) diberi kesempatan yang sama untuk terpilih
sebagai pewakil populasi yang akan diamati untuk mendasari pendugaan sifatsifat dari populasi yang menjadi obyek pengamatan.
Pemilihan contoh acak juga merupakan dasar dari semua metode
sampling yang ada. Sehubungan dengan itu, pemahaman tentang sampling
acak ini akan lebih memudahkan seseorang untuk memahami metode
sampling yang lain. Modul ini berisi pembahasan tentang prinsip kerja dan
prosedur pelaksanaan sampling acak.
B. Ruang Lingkup Isi
Isi dari modul ini secara garis besar meliputi antara lain hal-hal
sebagai berikut :
(1) Prosedur pemilihan satuan contoh,
(2) Analisis data, dan
(3) Penentuan jumlah satuan contoh, dalam sampling acak.
C. Sasaran Pembelajaran Modul
Setelah mempelajari modul ini, mahasiswa diharapkan dapat memiliki
kompetensi yang diindikasikan oleh kemampuan merancang, melaksanakan
dan menganalisis data hasil sampling acak.
Pemilihan Contoh Acak
M4.1 - 1
Modul Inventarisasi Hutan
II. MATERI PEMBELAJARAN
A. Prosedur Pemilihan Satuan Contoh
Pada bagian terdahulu telah disebutkan bahwa pemilihan contoh acak
(random sampling) dilakukan dengan cara pengundian atau dengan
menggunakan bantuan Tabel Bilangan Acak. Misalkan, jika ditetapkan
bahwa satuan pengukuran yang akan digunakan adalah petak, dan ingin
dipilih n buah petak contoh dari N buah petak keseluruhan anggota populasi
maka pemilihan petak-petak contoh dengan menggunakan Tabel Bilangan
Acak dengan tahapan prosedur sebagai berikut :
1. Pemberian nomor bagi semua anggota populasi mulai 1 sampai N
2. Penyiapan tabel atau daftar bilangan acak
3. Pemilihan (penunjukan) salah satu angka yang terdapat pada tabel
bilangan acak dengan mata tertutup dan menggunakan pensil runcing
4. Angka-angka yang terpilih adalah angka yang tertunjuk oleh pensil dan
semua jajaran angka yang berada di sebelah kanannya. Contoh : angka
yang terpilih adalah; 846085558151927808294948115999209, dst.
5. Angka-angka dikelompokkan berdasarkan jumlah digit nomor anggota
populasi terbesar.
Misalkan nomor anggota yang terbesar adalah 112, seperti yang
tertera pada Gambar 4.1, maka angka-angka yang terpilih dikelompokkan
menjadi angka-angka yang terdiri dari tiga digit. Jika ditetapkan bahwa
intensitas sampling adalah 10% maka jumlah petak yang akan diamati adalah
10% x 112 =11,2 atau 11 buah.
Berdasarkan angka acak yang terpilih, dapat ditentukan nomor petak,
dengan cara ; Nomor petak = ( angka acak - kN ) dimana k adalah angka
yang memberikan nilai kN sebagai kelipatan terbesar dari N yang nilainya
masih lebih kecil dari angka bilangan acak terpilih. Dalam contoh ini nilai N
adalah 112, sehingga berdasarkan angka-angka acak yang tertulis pada butir
4 di atas, dapat diperoleh nomor petak terpilih sebagai berikut :
ANGKA ACAK
NOMOR PETAK
:
:
864 085 558 151 927 808 294 948 115 999 209
80 85 110 39 31 24 74 52
3 90 97
Penyebaran petak-petak contoh dapat dilihat pada Gambar 4.1.
Pemilihan Contoh Acak
M4.1 - 2
Modul Inventarisasi Hutan
8
7
6
5
4
3
2
1
9
10
11
12
13
14
15
16
24
23
22
21
20
21
18
17
25
26
27
28
29
30
31
32
40
39
38
37
36
35
34
33
41
42
43
44
45
44
47
48
56
55
54
53
52
51
50
49
57
58
59
60
61
60
63
64
72
71
70
69
68
67
66
65
73
74
75
76
77
75
79
80
88
87
86
85
84
83
82
81
89
90
91
92
93
94
95
96
104
103
102
101
100
99
98
97
105
106
107
108
109
110
111
112
Gambar 4.1. Skhema penyebaran petak-petak Contoh Acak, yang ditetapkan melalui pemilihan nomor petak secara langsung
Jika anggota populasi (N) cukup besar, maka pemilihan nomor-nomor
petak yang akan diamati memerlukan jajaran angka yang cukup panjang.
Untuk mengatasi hal ini, maka pemilihan petak contoh dilakukan dengan dua
tahap, yaitu masing-masing satu kali untuk pemilihan nomor absis dan satu
kali untuk pemilihan nomor ordinat (lihat Gambar 4.2 ).
Misalkan untuk pemilihan nomor absis diperoleh angka acak sebagai
berikut : 4750469302947665594027, dan seterusnya. Sedangkan untuk
pemilihan nomor ordinat diperoleh angka-angka acak sebagai berikut :
69285245863, dan seterusnya.
Tabel 4.1. Hasil Konversi angka acak menjadi koordinat petak-petak contoh
No
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
Angka Acak
Absis
47
50
46
93
02
94
76
65
59
40
27
Pemilihan Contoh Acak
Ordinat
6
9
2
8
5
2
4
5
8
6
3
Hasil Konversi Angka Acak
Absis
5
8
4
9
2
10
6
9
3
12
13
Ordinat
6
1
2
8
5
2
4
5
8
6
3
Koordinat
Petak Contoh
5
8
4
9
2
10
6
9
3
12
13
,
,
,
,
,
,
,
,
,
,
,
6
1
2
8
5
2
4
5
8
6
3
M4.1 - 3
Modul Inventarisasi Hutan
Berhubung karena angka terbesar dari nomor absis terdiri dari dua
digit, yaitu 14, maka angka acak untuk pemilihan nomor absis dikelompokan
menjadi angka-angka yang terdiri dari dua digit. Di lain pihak, angka-angka
acak untuk pemilihan nomor ordinat secara langsung dapat digunakan (satu
digit) oleh karena nomor terbesar dari ordinat terdiri dari satu digit, yaitu 8.
Dengan demikian, angka-angka acak yang terpilih dapat dikonversi
menjadi nomor-nomor petak contoh, seperti yang terdapat pada Tabel 5.1.
Ordinat
8
7
6
5
4
3
2
1
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
Absis
Gambar 4.2. Skhema penyebaran petak-petak Contoh Acak, yang ditetapkan
melalui pemilihan absis dan ordinat petak
Uraian di atas menunjukkan bahwa untuk penerapan sampling
khususnya dalam inventarisasi hutan, diperlukan suatu peta kerja yang
menggambarkan areal hutan yang akan diinventarisasi. Secara teoritis peta ini
harus dibagi ke dalam petak-petak yang luasnya sama dengan satuan petak
contoh yang akan diamati. Untuk areal hutan yang tidak terlalu luas hal ini
dapat dilakukan, namun untuk areal hutan yang luas, hal ini sulit dilakukan.
Sebagai contoh, jika luas hutan yang akan diinventarisasi adalah 10.000 Ha,
dan luas petak pengamatan adalah 0,1 Ha maka petak-petak yang ada dalam
hutan termaksud (yang juga merupakan ukuran populasi, N) berjumlah
100.000 unit.
Pembuatan 100.000 unit petak di atas sebuah peta kerja bukanlah
merupakan suatu hal yang gampang dan kalaupun peta kerja tersebut dapat
Pemilihan Contoh Acak
M4.1 - 4
Modul Inventarisasi Hutan
dibuat ukurannya mungkin sangat besar sehingga kurang praktis untuk
dibawa ke lapangan pada waktu pengukuran. Dengan pertimbangan
kepraktisan maka penomoran dan pemilihan petak untuk areal hutan yang
cukup luas tidak langsung pada petak-petak seluas petak ukur, tetapi
penomoran dan pemilihan dapat dilakukan pada petak dengan luas yang lebih
besar. Namun, pengukuran tetap dilakukan pada petak yang luasnya sama
dengan petak ukur yang direncanakan semula dan merupakan bagian dari
petak yang terpilih.
Selain berbentuk petak, satuan contoh dapat juga berbentuk jalur.
Pemilihan satuan contoh yang berbentuk jalur relatif lebih muda karena
biasanya jumlah satuan contoh yang dipilih jauh lebih sedikit bila dibandingkan
dengan jumlah satuan petak contoh. Seperti halnya pada pemilihan satuan
petak contoh, pemilihan satuan jalur contoh ini didahului dengan pembagian
populasi (areal yang akan diinventarisasi) ke dalam satuan-satuan yang sama
dengan satuan pengukuran, yaitu jalur selebar 20 meter.
Tahapan selanjutnya adalah penomoran setiap satuan atau anggota
populasi mulai dari nomor 1 sampai dengan N, dimana untuk contoh yang
diperlihatkan pada Gamabr 4.3, N mempunyai nilai 36. Selanjutnya dilakukan
pemilihan nomor-nomor satuan atau anggota populasi yang akan menjadi
contoh untuk diamati sampai jumlahnya sesuai dengan intensitas sampling
yang dikehendaki.
Jika Gambar 4.3, dianggap sebagai suatu populasi tegakan hipotesis
yang akan diinventarisasi dengan intensitas sampling sebesar 10%, maka
jumlah jalur yang harus dipilih untuk diamati sebagai contoh adalah empat
buah. Misalkan angka acak yang terpilih adalah : 5899180698109, maka
angka ini dikelompokkan menjadi angka-angka yang terdiri dari 2 digit, karena
nomor terbesar dari satuan populasi, yaitu 36 terdiri dari 2 digit. Dengan
demikian diperoleh angka-angka 58, 99, 18, 06, dan seterusnya. Hal ini berarti
jalur yang akan terpilih sebagai contoh untuk diamati adalah jalur-jalur nomor
: 22, 27, 18, dan 06.
Pemilihan Contoh Acak
M4.1 - 5
Modul Inventarisasi Hutan
Gambar 4.3. Skhema penyebaran jalur-jalur contoh Acak
B. Analisis Data
Setelah unit-unit contoh terpilih diplotkan atau diproyeksikan di atas
peta kerja, maka pelaksana (surveyors ata cruisers) berangkat ke lapangan
untuk melaksanakan pengukuran. Faktor-faktor yang diukur secara langsung
adalah diameter (d) dan tinggi pohon (t), sedang volume pohon (V) dihitung
dengan menggunakan rumus : V = ¼π d2tf, dimana f adalah angka bentuk
pohon yang dalam hal ini sering digunakan angka 0,7.
Jika satuan pengamatan adalah pohon, maka analisis diarahkan pada
pehitungan volume rata-rata per pohon, beserta jumlah volume semua pohon.
Namun, secara umum inventarisasi hutan lebih banyak diarahkan pada
perhitungan :
1. Volume rata-rata tegakan per petak ukur,
2. Volume rata-rata tegakan per satuan luas (dalam hal ini per Ha), dan
3. Volume total tegakan.
Berkaitan dengan tujuan termaksud di atas, maka hasil pengukuran
pada setiap unit pengamatan biasanya disajikan dalam bentuk volume ratarata per satuan pengukuran, yang juga dilengkapi dengan ukuran
keragamannya, yaitu S2 (ragam) atau S (simpangan baku).
Pemilihan Contoh Acak
M4.1 - 6
Modul Inventarisasi Hutan
Teladan 4.1.
Rekapitulasi hasil perhitungan volume tegakan yang diperoleh melalui
pengukuran 15 satuan pengamatan masing-masing seluas 0,1 Ha adalah
sebagai berikut :
No. Petak Ukur
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10 11 12 13 14 15
Volume Pohon per 5,7 5,2 4,2 6,4 7,1 2,1 4,8 7,7 2,9 5,6 8,4 3,5 5,1 6,3 5,4
petak ukur (m3)
Berdasarkan data di atas dapat dihitung :
(5,7+ 5,2+ …+ 6,3+ 5,4)
ΣVi
Volume rata-rata per petak ukur =
=
15
n
= 80,42/15 = 5,36 m3
Taksiran volume rata-rata per Ha =
Volume / petak ukur
=
Luas Petak Ukur
5,36
= 53,6 m3
0,1
2
2
Ragam (variance), S
ΣVi − (ΣVi ) 2 / n (5,7 2 + 5,2 2 +…+ 5,4 2) - (80,42)2 / 15
=
=
n −1
15 − 1
= 2,984
Simpangan baku (Standar deviation), S
=
√ S2
= √ 2,984
= 1,727
Jika seandainya, data di atas merupakan hasil pengamatan pada petakpetak contoh dari suatu tegakan yang luasnya 1.000 Ha (N = 10.000), maka
selanjutnya dapat pula dihitung :
Galat baku (Standar error),
Galat baku (Standar error),
SV
SV
=
=
S
n
1,727
15
(1 −
n
)
N
(1 −
15
) = 0,446
10.000
Kesalahan pengambilan contoh (Sampling Error) = tα/2 SV = 2,14 x 0,446 = 0,954
Nilai 2,14 adalah tα/2 untuk taraf kepercayaan 95% dan derajat bebas 14 atau
n – 1, dimana dalam hal ini n = 15.
Pemilihan Contoh Acak
M4.1 - 7
Modul Inventarisasi Hutan
Selanjutnya dapat dihitung volume rata-rata dan volume total tegakan
seluas 1.000 Ha, untuk tingkat kepercayaan 95% sebagai berikut :
(1) Taksiran Volume rata-rata tegakan per petak ukur :
v - tα/2. S V
dan
v + tα/2. SV ,
atau
{5,36 – 0.954 ≤ ( v / pu) ≤ 5,36 + 0,954} m3, atau
4,396 m3
≤ ( v / pu) ≤
6,314 m3
(2) Taksiran Volume rata-rata tegakan per Ha
1
{4,396 ≤ ( v / ha) ≤ 6,314} m3 atau 43,96 m3 ≤ ( v / ha) ≤ 63,14 m3
0,1
(3) Jumlah volume untuk keseluruhan tegakan seluas 1.000 Ha adalah :
Taksiran minimum
= 1.000 x 43,96 = 43.960 m3
Taksiran maksimum
= 1.000 x 63,14 = 63.140 m3
(4) Kesalahan taksiran (galat) dalam prosen adalah :
t .S v
0,954
× 100% =
× 100% = 17,8%
v
5,36
Teladan 4.2.
Suatu tegakan yang mempunyai lebar searah kontur 1,0 km, akan
diinventarisasi dengan intensitas sampling sebesar 2%. Berapa banyak
satuan contoh dalam bentuk jalur yang harus diamati, jika jalur-jalur contoh
yang dimaksudkan mempunyai lebar 20 meter. (Catatan tambahan untuk
diingat : arah jalur-jalur dalam inventarisasi hutan biasanya diupayakan tegak
lurus pada arah garis kontur yang dominan).
Jawab : Jumlah anggota populasi, N = 5 km : 20 m = 5.000/20 = 250 jalur
Jadi jumlah jalur contoh, n = 2% x 250 jalur = 5 jalur.
Teladan 4.3
Hitunglah taksiran potensi tegakan (volume rata-rata per Ha dan volume total
tegakan) yang termaksud pada Teladan 4.2 , jika panjang setiap jalur ukur dan
rekapitulasi hasil perhitungan volume per jalur ukur adalah sebagai berikut :
Pemilihan Contoh Acak
M4.1 - 8
Modul Inventarisasi Hutan
No. Jalur
1
2
3
4
5
2,1
2,0
1,7
1,9
1,8
174,72
147,60
162,52
133,76
163,44
Panjang Jalur (km)
Volume (m3)
Penyelesaian :
Untuk mengetahui volume rata-rata per Ha maka terlebih dahulu perlu
dihitung luas setiap jalur (panjang jalur x lebar jalur). Hasil perhitungan adalah
sebagai beriku :
No Jalur
Luas Jalur (Ha)
Volume (m3)
Volume per Ha (m3)
1
2
3
4
5
4,2
4,0
3,4
3,8
3,6
Σ x = 19,0
Σ x2 = 72,6
174,72
147,60
162,52
133,76
163,44
Σ y = 782,04
Σ y2 = 123.329,96
41,6
36,9
47,8
35,2
45,4
Σ(y/x) = 206,9
Σ xy = 2.973,464
Jumlah
Berdasarkan angka-angka di atas diperoleh :
Σy
782,04
1. Volume rata-rata contoh per hektar v =
=
= 41,16 m3
Σx
19,0
2. Ragam x , Sx2 =
Σxi 2 − (Σxi) 2 / n (72,6 - (19 2 /4)
=
= 0,1
n −1
4
Σyi 2 − (Σyi) 2 / n
= ( 123.329,96 - 782,042/5) = 253,162
n −1
4
Σxy − ΣxΣy / n
Peragam xy, Sxy2 =
= (2.973,464 - 19 × 782,04/5) = 0,428
n −1
4
Ragam y, Sy2 =
3. Simpangan baku, S =
=
2
1 2 ⎡ S y S x2 2Sxy ⎤
v ⎢ +
+
⎥
n − 1 ⎣⎢ y 2 x 2
x. y ⎦⎥
⎡ 253,16
1
0,1
2 × 0,428 ⎤
× 41,16 2 ⎢
+ 2 +
2
4
3,8 156,408 × 3,8 ⎥⎦
⎣156,408
= √ (7,9259)
Pemilihan Contoh Acak
= 2,815
M4.1 - 9
Modul Inventarisasi Hutan
4. Galat baku,
SV
=
S
n
(1 −
2,815
5
n
(1 −
=
) = 1,246
250
N
5
5. Taksiran volume rata-rata per Ha pada taraf kepercayaan 95% untuk
seluruh tegakan (tα/2 = 2,78 yang diperoleh dari Tabel t), dapat diperoleh
sebagai berikut:
µV
= v ± tα/2 x SV
= 41,46 ± 2,78 x 1,246 = 41,46 ± 3.464, atau
( 37,996 ≤ µV ≤ 44,924) m3
6. Jumlah volume untuk keseluruhan tegakan adalah :
Taksiran minimum : 250/5 x (37,996) = 1.899,8 m3
Taksiran maksimum : 250/5 x (44,924) = 2.246,2 m3
Kesalahan taksiran (galat) dalam prosen adalah :
t.SV
3,464
x 100% =
x 100% = 8,42%
41,160
V
Angka-angka pada butir 4 dan 5 di atas menjadi indikator tingkat
ketelitian suatu pendugaan. Semakin kecil selisih antara nilai taksiran
maksimum dan nilai taksiran minimum, berarti semakin teliti pendugaan. Hal
yang sama juga diperlihatkan oleh nilai prosentase galat pada butir 6.
Semakin kecil nilai ini semakin teliti pula nilai dugaan yang diperoleh. Nilai
galat yang lebih kecil termaksud dapat diperoleh dengan memperbesar jumlah
contoh yang diamati.
C. Penentuan Jumlah Satuan Contoh
Ketelitian pendugaan pada dasarnya dapat ditingkatkan dengan jalan
memperbanyak jumlah contoh. Dengan demikian dapat pula dikatakan bahwa
jumlah contoh yang harus diamati dapat ditentukan berdasarkan tingkat
ketelitian yang diinginkan. Hal ini dapat dengan jelas dilihat melalui rumus
perhitungan galat yang dituliskan sebagai berikut :
S
n
b
= t . SV = t. V √ (1 –
)
N
n
2
SV
n
2
2
atau
b
= t
√ (1 –
)
n
N
Pemilihan Contoh Acak
M4.1 - 10
Modul Inventarisasi Hutan
Berdasarkan rumus di atas maka dapat dituliskan rumus untuk
penentuan atau perhitungan jumlah contoh, n sebagai berikut :
nb 2 = t 2 ( S v − nS v / N )
2
2
nb 2 N + nt 2 S v = N t 2 S v
2
2
Æ
nb 2 = t 2 ( NS v − nS v ) / N
Æ
(b 2 N + t 2 S v ) n = N t 2 S v
2
2
2
2
2
N . t 2 . Sv
n= 2
2
b N + t 2 Sv
Dengan demikian :
Untuk populasi tidak terbatas, dimana n/N relatif kecil sehingga faktor
koreksi populasi terbatas menjadi tidak berpengaruh, rumus perhitungan n
menjadi lebih sederhana, yang dapat dituliskan sebagai berikut :
b
2
=t
2
Sv
n
t 2 Sv
n= 2
b
2
Æ
2
Jika jumlah contoh untuk populasi tidak terbatas dilambangkan
dengan no, maka jumlah contoh untuk populasi terbatas dapat diperoleh
n0
dengan rumus : n =
1 + n0/N
Teladan 4.4.
Jika pengamatan pada Teladan 4.1. baru merupakan sampling
pendahuluan (untuk mengetahui tingkat keragaman populasi), maka
berapakah jumlah contoh yang harus diambil supaya kesalahan pengambilan
contohnya tidak lebih dari 10%.
Penyelesaian : Dari teladan 4.1. diperoleh bahwa :
v = 5,36 m3 per petak ukur
Simpangan baku, S v = 1,727 m3 per petak ukur
Volume rata-rata,
b% = 10%; b = 10% x 5,36 = 0,536 m3
n = (t 2 S v ) / b 2
2
= (2,14 2 + 1,727) / 0,536 2 = 27 buah
Jadi untuk mendapatkan tingkat kesalahan yang tidak lebih dari 10%
dalam penaksiran potensi tegakan yang dimaksudkan pada Teladan di atas,
diperlukan jumlah satuan contoh (satuan pengamatan) minimal sebanyak 27
petak ukur.
Pemilihan Contoh Acak
M4.1 - 11
Modul Inventarisasi Hutan
D. Tugas Latihan
1. Jelaskan secara singkat tentang prosedur pemilihan satuan pengamatan
dalam sampling acak.
2. Rekapitulasi hasil perhitungan volume tegakan yang diperoleh melalui
pengukuran 12 satuan pengamatan masing-masing seluas 0,1 Ha adalah
sebagai berikut :
No. Petak Ukur
Volume Pohon per
Petak Ukur (m3)
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10 11 12
6,8 5,1 7,7 8,5 2,5 5,8 9,2 3,5 6,7 4,2 7,6 6,5
a. Hitunglah taksiran volume rata-rata tegakan per petak ukur pada taraf
kepercayaan 95%
b. Hitunglah taksiran volume rata-rata tegakan per Ha pada taraf
kepercayaan 95%
c. Hitunglah taksiran volume total jika intensitas sampling sebesar 2%.
3. Suatu tegakan diinventarisasi dengan intensitas sampling sebesar 5% dan
satuan contoh yang digunakan adalah jalur selebar 20 meter.
Rekapitulasi hasil pengukuran dan perhitungan volume adalah sebagai
berikut :
No. Jalur
Panjang Jalur (km)
Volume (m3)
1
2
3
4
5
4,2
5,0
3,4
2,8
2,3
131,04
138,40
122,06
95,48
60,72
a. Hitunglah taksiran volume rata-rata tegakan per Ha pada taraf
kepercayaan 95%
b. Hitung taksiran volume total tegakan pada taraf kepercayaan 95%
Pemilihan Contoh Acak
M4.1 - 11
Modul Inventarisasi Hutan
4. Gambar di bawah ini menunjukkan penyebaran potensi suatu kawasan
hutan hipotetis. Angka-angka di dalam setiap kotak menunjukkan volume
(m3 per Ha) dari bagian hutan yang bersangkutan.
Sebaran Potensi Tegakan Hipotetis (m3/Ha)
10
18,6 19,2 23,3 10,8 16,4 27,8 11,9 18,5 21,5 16,2 58,2 61,1 57,2 63,5 62,0
9
16,6 15,9 10,0 11,7 13,0 10,2 11,0 25,8 17,3 24,7 22,3 55,1 55,3 64,8 61,1
8
24,1 11,0 19,0 12,1 25,7 17,3 25,5 14,9 20,0 16,1 58,3 59,0 59,3 54,0 57,4
7
15,9 14,0 27,7 26,6 26,3 26,7 21,4 16,7 13,0 10,4 60,8 52,7 53,1 62,8 54,1
6
29,7 14,8 13,0 19,0 22,3 84,6 81,3 93,4 80,2 92,0 56,3 58,9 52,9 59,2 57,3
5
29,2 20,8 14,3 24,4 18,3 84,5 86,8 85,3 87,8 91,0 60,4 60,3 52,6 54,2 51,5
4
18,6 24,3 15,2 17,9 11,4 93,4 84,9 88,9 90,1 94,6 88,9 90,3 90,1 91,5 94,7
3
29,5 17,2 24,3 16,4 16,0 90,8 90,4 94,0 80,5 81,2 85,7 87,1 87,8 89,6 91,3
2
24,3 15,6 24,4 13,9 15,2 92,6 93,7 88,2 88,7 86,9 87,0 83,0 90,9 87,4 80,5
1
20,8 20,2 24,8 28,0 25,8 87,3 92,6 88,5 95,0 90,3 91,0 94,3 92,8 89,5 87,1
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11 12
13 14
15
Gambar L4-1. Sebaran potensi sebuah ‘tegakan hipotetis’
a. Pilihlah contoh acak dari populasi termaksud dengan intensitas sampling
10%
b. Hitunglah volume rata-rata tegakan berdasarkan contoh yang terpilih
c. Buatlah taksiran volume rata-rata untuk keseluruhan tegakan pada taraf
kepercayaan 95%
d. Buatlah taksiran volume rata-rata dan volume total tegakan pada taraf
kepercayaan 95%
e. Hitunglah volume rata-rata dan volume total tegakan (dengan
menggunakan semua angka yang terdapat pada Gambar) dan
bandingkan dengan nilai yang diperoleh pada butir c di atas. Jelaskan
hasil perbandingan tersebut.
Pemilihan Contoh Acak
M4.1 - 12
Modul Inventarisasi Hutan
III. INDIKATOR PENILAIAN
Melalui pemahaman tentang materi bahasan yang telah dikemukakan
di atas, setiap mahasiswa diharapkan memiliki kemampuan atau kompetensi
dalam merancang, melaksanakan dan menganalisis data hasil sampling acak.
Indikator penilaian kemampuan atau kompetensi peserta didik adalah
ketepatan rancangan dan ketepatan prosedur dengan bobot nilai sebesar 8%.
Penilaian dilakukan selama proses pembelajaran berlangsung, baik pada
waktu penyelenggaraan kuliah maupun melalui laporan pelaksanaan tugas
latihan yang dilakukan oleh mahasiswa secara mandiri (perorangan ataupun
berkelompok).
IV. PENUTUP
Modul ini diharapkan dapat menjadi acuan bagi pembelajar dan
mahasiswa untuk melakukan penelusuran berbagai sumber belajar, yang
terkait dengan inventarisasi hutan, khususnya yang terkait sampling acak, baik
dalam bentuk Buku teks, Dokumen-dokumen atau Laporan hasil penelitian,
Internet ataupun sumber-sumber lain. Dengan mengacu pada modul ini maka
proses pembelajaran diharapkan dapat berjalan secara efisien dan efektif
melalui peran aktif dari semua pihak terkait, khususnya mahasiswa.
Pemilihan Contoh Acak
M4.1 - 13
Modul Inventarisasi Hutan
MODUL - 4
METODE-METODE SAMPLING
4.2. PEMILIHAN CONTOH SISTEMATIK
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pemilihan contoh sistematik (Systematik Sampling) adalah pemilihan
contoh dengan penyebaran unit-unit contoh yang berpola teratur atau
sistematik. Pada sampling sistematik ini, semua anggota populasi (atau
lebih tepatnya semua himpunan bagian dari populasi) tidak mempunyai
kesempatan yang sama untuk terpilih sebagai contoh (pewakil populasi)
yang diamati untuk mendasari pendugaan sifat-sifat populasi.
Hal ini terjadi oleh karena hanya unit contoh pertama yang dipilih
secara acak (Systematic Sampling with Random Start), sedang pemilihan unit
contoh kedua dan seterusnya ditentukan pada interval tertentu dari unit
contoh sebelumnya. Penyebaran unit contoh yang berpola sistematik
menyebabkan sampling sistematik, secara umum, lebih praktis
dilaksanakan di lapangan. Modul ini berisi pembahasan tentang prinsip
kerja dan prosedur pelaksanaan sampling sistematik.
B. Ruang Lingkup Isi
Isi dari modul ini secara garis besar meliputi antara lain hal-hal
sebagai berikut :
(1) Prosedur pemilihan satuan contoh,
(2) Analisis data, dan
(3) Penentuan jumlah satuan contoh, dalam sampling sistematik.
C. Sasaran Pembelajaran Modul
Setelah mempelajari modul ini, mahasiswa diharapkan dapat
memiliki kompetensi yang diindikasikan oleh kemampuan merancang,
melaksanakan dan menganalisis data hasil sampling sistematik.
Pemilihan Contoh Sistematik
M4.2 - 1
Modul Inventarisasi Hutan
II. MATERI PEMBELAJARAN
A. Prosedur Pemilihan Satuan Contoh
Pengambilan / Pemilihan Contoh Sistematik (Systemtic Sampling)
dilakukan dengan mengikuti suatu pola tertentu yang sistematik. Akibatnya
satuan-satuan contoh yang terpilih mempunyai jarak atau interval yang
beragam, maksudnya jarak antara contoh pertama dengan contoh kedua
sama dengan jarak antara contoh kedua dengan contoh ketiga, dan
demikian pula halnya untuk satuan-satuan contoh selanjutnya.
Sampling sistematik ini cukup praktis, namun dapat menghasilkan
pendugaan yang bias, khususnya pada populasi-populasi yang memiliki
pola penyebaran yang sistematis. Salah satu upaya yang dilakukan untuk
mengurangi atau mengatasi terjadinya hal termaksud adalah dengan
melakukan pemilihan contoh pertama secara acak, sedang contoh-conoth
selanjutnya ditentukan dengan jarak tertentu dari contoh yang terpilih
sebelumnya.
Secara ringkas prosedur pemilihan satuan contoh sistemtik adalah
sebagai berikut :
1. Identifikasi batasan dan ukuran atau jumlah anggota populasi
2. Penentuan ukuran contoh (intensitas sampling) yang akan digunakan.
3. Perhitungan jarak antara dua unit contoh yang berdekatan, yang
biasanya dilambangkan dengan k, yang nilainya diperoleh dari N/n atau
kebalikan intensitas sampling. Nilai k juga menyatakan jumlah anggota
populasi yang diwakili oleh setiap satuan contoh.
4. Pemilihan contoh yang pertama, yang dapat dilakukan secara acak,
tetapi dapat pula dilakukan secara purposif. Sampling sistematik yang
contoh pertamanya dipilih secara acak disebut systematic sampling
with random start, sedang sampling sistematik yang pemilihan contoh
pertamanya dilakukan secara purposif dinamakan systematic sampling
with purposive start.
5. Pemilihan contoh kedua dengan jarak k dari contoh pertama, pemilihan
ketiga dengan jarak k dari contoh kedua, dan demikian seterusnya
hingga pemilihan contoh ke n (contoh terakhir) berjarak k dari contoh ke
n-1.
Pemilihan Contoh Sistematik
M4.2 - 2
Modul Inventarisasi Hutan
Penyebaran petak-petak contoh dan jalur-jalur contoh sistematik, masingmasing dapat dilihat pada Gambar 4.4 dan Gambar 4.5
Pada Gambar 4.4. terlihat bahwa terdapat 15 x 9 atau 135 satuan
populasi. Gambar tersebut meperlihatkan bahwa sampling dilakukan
dengan intensitas sampling sebesar 6,67%, yang bermakna bahwa setiap
15 satuan populasi diwakili oleh satu unit contoh. Pemilihan diawali dengan
pemilihan contoh pertama pada kelompok pertama (yang diberi lambang I).
Sedang pemilihan contoh yang kedua sampai contoh yang ke 15 dipilih
dengan memperhatikan posisi dan jarak dari contoh sebelumnya.
Pemilihan dapat juga dilakukan dengan jalan memberi nomor pada
setiap satuan populasi mulai dari nomor 1 sampai dengan nomor 135.
Kemudian dilakukan pemilihan contoh pertama diantara satuan contoh yang
bernomor 1 sampai dengan nomor 15 (disarankan pemilihan dilakukan
dengan cara acak).
9
8
7
II
II
II
II
II
6
II
II
II
II
II
5
II
II
II
II
II
4
I
I
I
I
I
3
I
I
I
I
I
2
I
I
I
I
I
1
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14 15
Gambar 4.4. Skhema Penyebaran Petak-Petak Contoh Sistematik.
Jika seandainya nomor yang terpilih adalah nomor 18, 33, 48, 63,
78, 93, 108, dan terakhir nomor 123. Namun jika penomoran yang demikian
ini dilakukan tanpa memperhatikan tata letak satuan-satuan pengukuran
dengan bantuan peta atau sketsa, maka ada kemungkinan bahwa dalam
Pemilihan Contoh Sistematik
M4.2 - 3
Modul Inventarisasi Hutan
penerapannya di lapangan penyebaran satuan-satuan contoh menjadi tidak
sistematis.
Pada pihak lain Gambar 4.5 memperlihatkan bahwa terdapat 35
satuan populasi yang merupakan jalur-jalur (dalam inventarisasi hutan, jalur
yang digunakan biasanya selebar 20 meter). Gambar tersebut
memperlihatkan bahwa sampling dilakukan dengan intensitas sampling
20%, yang artinya setiap 5 satuan populasi diwakili oleh satuan contoh yang
akan diamati.
Gambar 4.5. Skhema Penyebaran Jalur-jalur Contoh Sistematis.
Dengan demikian, pemilihan satuan contoh pertama dipilih diantara
satuan populasi yang bernomor 1 sampai 5, sedang satuan-satuan contoh
selanjutnya ditetapkan dengan interval 5 satuan dari contoh sebelumnya.
Untuk teladan di atas, satuan populasi (jalur) yang terpilih pertama adalah
jalur yang bernomor 3 (tiga), dengan demikian satuan-satuan pengukuran
kedua sampai ketujuh adalah nomor-nomor 8, 13, 18, 23, 28 dan terakhir
nomor 33.
B. Analisis Data
Metode yang digunakan untuk menganalisis data hasil pengukuran
melalui sampling sistematik, dapat mengikuti metode yang digunakan pada
sampling acak. Tahapan-tahapan adalah sebagai berikut :
Pemilihan Contoh Sistematik
M4.2 - 4
Modul Inventarisasi Hutan
1. Rekapitulasi data dan perhitungan nilai rata-rata (khususnya volume)
beserta ragam (S2), simpangan baku (S) dan galat baku ( S v ).
2. Penaksiran nilai rata-rata dan nilai total peubah untuk tingkat populasi.
Pengukuran dengan menggunakan jalur sebagai satuan
pengukuran, yang kemudian dibagi ke dalam petak-petak (yang biasanya
berukuran 20 m x 20 m) untuk keepentingan pencatatan, memungkinkan
dilakukannya penggambaran perubahan kondisi tegakan dari petak yang
satu ke petak lainnya dalam setiap jalur. Kondisi tersebut tidak hanya
menyangkut potensi tegakan pada saat pengukuran, tetapi juga mencakup
keterangan-keterangan habitat lainnya yang berkaitan dengan produktivitas
dan upaya-upaya pengembangan pada masa mendatang. Lengkap
tidaknya pendiskripsian yang termaksud terakhir ini akan sangat tergantung
pada kemampuan dan kejelian pelaksana serta tingkat kematangan
persiapan atau perencanaan yang dilakukan sebelum pelaksanaan
inventarisasi itu sediri.
C. Tugas Latihan
1. Jelaskan secara ringkas prosedur pemilihan satuan pengamatan dalam
sampling sistematik.
2. Dibanding dengan sampling acak, apakah kelebihan dari sampling
sistematik ini. Apa pula kelemahannya. Jelaskan jawaban saudara
secara singkat.
3. Gambar L4-2 menunjukkan penyebaran potensi suatu kawasan hutan
hipotetis, dimana angka-angka di dalam setiap kotak menunjukkan
volume (dalam m3/Ha).
a. Pilihlah contoh sistematik dari polulasi termaksud dengan intensitas
samping 10%
b. Hitunglah volume rata-rata tegakan berdasarkan contoh yang terpilih
c. Buatlah taksiran volume rata-rata untuk seluruh tegakan pada taraf
kepercayaan 95%
d. Buatlah taksiran volume total tegakan pada taraf kepercayaan 95%
Pemilihan Contoh Sistematik
M4.2 - 5
Modul Inventarisasi Hutan
e. Hitunglah volume rata-rata dan volume total tegakan yang sebenarnya
( µ v dan V total) dengan mengunakan semua angka yang terdapat
pada Gambar L4-2. Bandingkan hasil ini dengan hasil yang diperoleh
pada soal butir (c) dan butir (d) di atas. Jelaskan secara singkat
perbandingan hasil tersebut.
Sebaran Potensi Tegakan Hipotetis (m3/Ha)
I
12 18,6 19,2 23,3 10,8 16,4 27,8 11,9 18,5 21,5 16,2 58,2 61,1 52,2 63,5 62,0
11 16,6 15,9 10,0 11,7 13,0 10,2 11,0 25,8 17,3 24,7 22,3 55,1 55,3 64,8 61,1
10 24,1 11,0 19,0 12,1 25,7 17,3 25,5 14,9 20,0 16,1 58,3 59,0 59,3 54,0 57,4
9
15,9 14,0 27,7 26,6 26,3 26,7 27,4 16,7 13,0 10,4 60,8 52,7 53,1 62,8 54.1
8
29,7 14,8 13,0 19,0 22,3 84,6 81,3 93,4 80,2 92,0 56,3 58,9 52,9 59,2 57,3
7
29,2 20,8 14,3 24,4 18,3 84,5 86,8 85,3 87,8 91,0 60,4 60,3 52,6 54,2 51,5
6
18,6 24,3 15,2 17,9 11,4 93,4 84,9 88,9 90,1 94,6 88,9 90,3 90,1 91,5 94,7
5
29,5 17,2 24,3 16,4 16,0 90,8 90,4 94,0 80,5 81,2 85,7 87,1 87,8 89,6 91,3
4
24,3 15,6 24,4 13,9 15,2 92,6 93,7 88,2 88,7 86,9 87,0 83,0 90,9 87,4 80,5
3
20,8 20,2 24,8 28,0 25,8 87,3 92,6 88,5 95,0 90,3 91,0 94,3 92,8 89,5 87,1
2
16,4 24,6 12,4 22,9 26,2 81,6 84,7 97,2 99,7 95,9 98,0 92,0 81,9 96,4 91,5
1
18,1 10,2 18,8 17,0 15,8 96,3 83,6 99,5 86,0 82,3 85,0 83,3 86,8 99,5 97,1
j
Æ
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
Gambar L4-2. Sebaran Potensi Sebuah Tegakan Hipotesis
Pemilihan Contoh Sistematik
M4.2 - 6
Modul Inventarisasi Hutan
III. INDIKATOR PENILAIAN
Melalui pemahaman tentang materi bahasan yang telah
dikemukakan di atas, setiap mahasiswa diharapkan memiliki kemampuan
atau kompetensi dalam merancang, melaksanakan dan menganalisis data
hasil sampling sistematik.
Indikator penilaian kemampuan atau kompetensi peserta didik
adalah ketepatan rancangan dan ketepatan prosedure pelaksanaan,
dengan bobot nilai sebesar 6%. Penilaian dilakukan selama proses
pembelajaran berlangsung, baik pada waktu penyelenggaraan kuliah
maupun melalui laporan pelaksanaan tugas latihan yang dilakukan oleh
mahasiswa secara mandiri (perorangan ataupun berkelompok).
IV. PENUTUP
Modul ini diharapkan dapat menjadi acuan bagi pembelajar dan
mahasiswa untuk melakukan penelusuran berbagai sumber belajar, yang
terkait dengan inventarisasi hutan, khususnya yang terkait dengan sampling
sistematik beserta penerapannya dalam inventarisasi hutan, baik dalam
bentuk Buku teks, Dokumen-dokumen atau Laporan hasil penelitian,
Internet ataupun sumber-sumber lain. Dengan mengacu pada modul ini
maka proses pembelajaran diharapkan dapat berjalan secara efisien dan
efektif melalui peran aktif dari semua pihak terkait, khususnya mahasiswa.
Pemilihan Contoh Sistematik
M4.2 - 7
Modul Inventarisasi Hutan
MODUL - 4
METODE-METODE SAMPLING
4.3. PEMILIHAN CONTOH STRATIFIKASI
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pemilihan contoh stratifikasi (Stratified Sampling) adalah pesanding
atau ‘lawan’ dari pemilihan contoh sederhana (simple sampling). Pada
sampling stratifikasi ini, pemilihan unit-unit contoh didahului pembagian
populasi ke dalam sub-sub populasi. Sub-sub populasi ini disebut sebagai
strata dan proses pembagian populasi ke dalam sub-sub populasi disebut
stratifikasi. Dengan demikian, sampling stratifikasi adalah pemilihan contoh
yang didahului dengan stratifikasi populasi, yang umumnya diberlakukan
pada populasi-populasi yang heterogen atau populasi-populasi yang
memiliki batas-batas antar sub populasi yang jelas. Stratifikasi dimaksudkan
untuk : (1) meningkatkan ketelitian sampling, (2) memperoleh informasi
tentang sifat-sifat sub-populasi disamping sifat-sifat populasi secara
keseluruhan.
Setelah stratifikasi, pemilihan unit-unit contoh (pewakil populasi)
dapat dilakukan secara acak (Stratified Random Sampling) ataupun secara
sistematik (Stratified Systematic Sampling. Modul ini berisi pembahasan tentang
prinsip kerja dan prosedur pelaksanaan sampling stratifikasi.
B. Ruang Lingkup Isi
Isi dari modul ini secara garis besar meliputi antara lain hal-hal
sebagai berikut :
(1) Prosedur pemilihan satuan contoh,
(2) Analisis data, dan
(3) Penentuan jumlah satuan contoh, dalam sampling stratifikasi.
C. Sasaran Pembelajaran Modul
Setelah mempelajari modul ini, mahasiswa diharapkan dapat
memiliki kompetensi yang diindikasikan oleh kemampuan merancang,
melaksanakan dan menganalisis data hasil sampling stratifikasi.
Pemilihan Contoh Stratifikasi
M4.3 - 1
Modul Inventarisasi Hutan
II. MATERI PEMBELAJARAN
A. Prosedur Pemilihan Satuan Contoh
Pengambilan atau pemilihan contoh stratifikasi adalah pengambilan
contoh yang didahului dengan pengelompokan populasi ke dalam beberapa
sub-populasi. Metode sampling stratifikasi terutama dilakukan pada populasi
yang mempunyai keragaman yang besar atau populasi yang relatif
heterogen. Pengelompokan dimaksudkan untuk memperoleh sub-sub
populasi atau srata dengan anggoto-anggota yang relative homogen.
Melalui stratitifikasi tersebut diharapkan dapat diperoleh nilai dugaan
parameter populasi dengan tingkat ketelitian yang lebih tinggi. Selain itu,
stratifikasi juga memungkinkan diperolehnya informasi secara lebih rinci
untuk masing-masing sub-populasi.
Dalam kaitan dengan investasi hutan, pengelompokan dapat
dilakukan berdasarkan : (1) kelas umur, (2) jenis tegakan, (3) tipe hutan, (4)
kelas bonita, (5) kelas potensi hutan, (6) type perlakuan atau tindakan
pemeliharaan yang diberlakukan pada tanaman, dan lain-lain.
Prosedur pelaksanaan sampling stratifikasi secara ringkas dapat
dituliskan sebagai berikut :
1. Pembagian atau stratifikasi populasi ke dalam beberapa sub-populasi
sesuai dengan kondisi populasi yang bersangkutan, dimana batas-batas
pemisah antara masing-masing sub-populasi atau stratum, harus jelas.
2. Penentuan jumlah satuan contoh yang akan diamati ( intesitas sampling ),
berdasarkan tingkat ketelitian yang diinginkan dan alokasi waktu dan
biaya yang tersedia.
3. Pengalokasian jumlah contoh kedalam masing-masing stratum. Untuk
pengalokasian ini dikenal beberapa cara, yaitu :
(a) Alokasi sama rata, yaitu dengan membagi jumlah contoh secara
merat pada setiap stratum
(b) Alokasi proporsi, yaitu alokasi jumlah cotoh yang mempertimbangkan
ukuran sub-populasi atau stratum. Stratum yang besar diberi alokasi
contoh yang besar pula.
(c) Alokasi optimum, yaitu alokasi jumlah contoh pada setiap stratum
dilakukan dengan mempertimbangkan ukuran stratum dan
keragaman setiap stratum. Semakin besar ukuran stratum dan
semakin beragam stratum, maka semakin besar pula jumlah contoh
yang dialokasikan pada stratum yang nersangkutan.
Pemilihan Contoh Stratifikasi
M4.3 - 2
Modul Inventarisasi Hutan
(d) Alokasi optimum untuk biaya pengambilan contoh yang bervariasi,
yaitu alokasi jumlah contoh, yang selain mempertimbangkan ukuran
dan keragaman masing-masing stratum, juga memperhitungkan biaya
penarikan contoh pada masing-masing stratum, dalam rangka
efisiensi biaya. Stratum yang biaya penarikan per satuan contohnya
yang lebih besar diberi alokasi jumlah contoh yang lebih kecil.
4. Pemilihan contoh pada masing-masing stratum , dapat dilakukan secara
acak ataupun secara sistematik. Jika pemilihan contoh pada setiap
stratum dilakukan secara acak, maka sampling ini disebut stratified
random sampling. Jika pemilihan contoh pada setiap stratum, dilakukan
secara sistematik maka sampling ini disebut stratified systematic
sampling.
Gambar 4.6 memperlihatkan sketsa penarikan contoh stratifikasi
(stratified sampling) pada suatu populasi yang terdiri dari tiga sub populasi
atau stratum ( misalnya tegakan akasia, eukaliptus, dan albizia ) dengan
2.000 satuan atau unit. Stratum I terdiri atas 570 satuan, stratum II terdiri
atas 450 satuan, stratum III terdiri atas 980 satuan.
Misalkan pengamatan akan dilakukan dengan intesitas sampling
sebesar 6%. Hal ini berarti bahwa akan dipilih untuk diamati satuan contoh
sebanyak 6% x 2.000 satuan = 120 satuan. Jumlah satuan contoh sebanyak
120 satuan ini harus dialokasikan pada tiga stratum yang ada dengan
mengikuti salah satu dari empat cara atau metode alokasi yang telah
disebutkan di atas.
Pada alokasi sama rata, jumlah contoh yang dialokasikan untuk
setiap stratum (ni) ditentukan dengan rumus :
ni = n/L ;
……….....……………………………. 4.1.
dimana L adalah jumlah stratum atau sub populasi yang ada, sedang n
adalah jumlah keseluruhan unit contoh yang akan diamati.
Dengan demikian, untuk contoh di atas, setiap stratum memperoleh alokasi
satuan sebanyak 120/3 atau 40 satuan ( sama untuk semua stratum ).
Pada alokasi proporsi, jumlah contoh yang dialokasikan untuk setiap
stratum (ni) ditentukan dengan rumus :
ni =
Ni
n ; ........………..……...................……..…... 4.2
N
Dengan demikian, untuk contoh di atas jumlah alokasi contoh untuk masingmasing stratum dapat dihitung sebagai berikut :
Pemilihan Contoh Stratifikasi
M4.3 - 3
Modul Inventarisasi Hutan
n1 =
( 570/2.000 ) x 120
=
34,2 ≈
34 satuan
n2 =
( 450/2.000 ) x 120
=
27,0 ≈
27 satuan
n3 =
( 980/2.000) x 120
=
58,8 ≈
59 satuan.
Pada alokasi optimum, jumlah contoh yang dialokasikan untuk
setiap stratum (ni) ditentukan dengan rumus :
ni =
N i .S i
n;
∑ N i Si
………………......................………………... 4.3
Pada alokasi optimum dengan biaya penarikan contoh yang
bervariasi, jumlah contoh yang dialokasikan untuk setiap stratum (ni)
ditentukan dengan rumus :
ni =
N i S i / ci
∑N S
i
i
/ ci
n …...................……………….....…………. 4.4
Untuk penerapan kedua metode alokasi contoh yang tersebut terkhir
di atas diperlukan informasi tambahan berupa simpangan baku (Si) yang
merupakan ukuran keragaman setiap stratum dan biaya pengambilan /
pengamatan setiap satuan contoh (ci) pada masing-masing stratum atau
sub-populasi. Informasi tambahan yang dimaksudkan di atas, biasanya
diperoleh melalui pengamatan atau sampling pendahuluan, dengan
intensitas sampling yang kecil; ataukah diperoleh dari data sekunder yang
sumbernya dapat dipercaya atau dapat dijamin.
Gambar 4.6. Sketsa Suatu Populasi yang memiliki tiga strata
Pemilihan Contoh Stratifikasi
M4.3 - 4
Modul Inventarisasi Hutan
Misalkan melalui suatu survei (sampling pendahuluan diperoleh
informasi tentang Simpangan Baku (Si) dan biaya pengambilabn /
pengamatan setiap satuan contoh (ci) pada masing-masing stratum atau
sub populasi, seperti pada tabel berikut :
Stratum
Simpangan Baku
(m3 per Ha)
Biaya per Satuan Contoh
(Rp)
I
20
20.000
II
25
15.000
III
15
10.000
Berdasarkan informasi pada tabel di atas, maka dapat dihitung
jumlah contoh setiap stratum (ni) dengan alokasi optimum sebagai berikut :
Σ (Ni.Si)
=
(570 x 20) + (450 x 25) + (980 x 15)
=
11.400 + 11.250 + 14.700
=
37.350
n1 =
N 1S1
11 . 400
n=
120 = 36 , 6 ≈ 37 satuan
37 . 350
∑ N iSi
n2 =
N 2S2
11 . 250
n=
120 = 36 ,1 ≈ 36 satuan
37 . 350
∑ N iSi
n3 =
N 3S3
14 .700
n=
120 = 47 , 2 ≈ 47 satuan
∑ N i S i 37 .350
Demikian pula halnya untuk alokasi optimum dengan biaya penarikan
contoh yang bervariasi, dapat dihitung jumlah contoh untuk setiap stratum
(ni) sebagai berikut :
Σ (Ni.Si/√ci)
= (570 x 20) /√20000 + (450 x 25) /√15000 + (980 x 15)/ √10000
= 11.400 + 11.250 + 14.700
n1 =
N 1 S1 / c1
∑N S
i
n2 =
i
N 2 S 2 / c2
∑N S
i
n3 =
/ ci
i
/ ci
N 3 S 3 / c3
∑N S
i
i
Pemilihan Contoh Stratifikasi
/ ci
= 37.350
n=
80,6102
120 = 30,28 ≈ 30 satuan
319,466
n=
91,8558
120 = 34,50 ≈ 35 satuan
319,466
n=
147,000
120 = 55,22 ≈ 55 satuan
319,466
M4.3 - 5
Modul Inventarisasi Hutan
B. Analisis Data
Analisis data yang diperoleh melalui sampling stratifikasi, yang biasa
pula disebut sampling berlapis, pada dasarnya juga diawali dengan
perhituingan nilai rata-rata dan ragam atau simpangan baku. Tahapantahapannya adalah sebagai berikut :
1. Rekapitulasi data dan perhitungan nilai rata-rata (khususnya volume)
beserta ragam (S2) atau simpangan baku (S). Perhitungan dilakukan
secara terpisah untuk masing-masing stratum, sehingga diperoleh :
¾ Nilai rata-rata untuk setiap stratum , Vi
¾ Nilai ragam (Si2) dan simpangan baku (Si) untuk setiap stratum
2. Perhitungan nilai rata-rata untuk keseluruhan contoh, dengan rumus :
∑N v
; dimana N = ∑ N i ........................
N
Perhitungan galat baku nilai taksiran dengan rumus :
VSt =
S v.st =
i i
1
N2
⎧ N i2 S i
∑⎨ n
⎩ i
⎛
n ⎞⎫
⎜⎜1 − i ⎟⎟⎬ ............................
N i ⎠⎭
⎝
4.5
4.6
3. Penaksiran nilai rata-rata dan nilai total populasi dihitung dengan rumus
sebagai berikut :
µst = Vst
± t. Sv.st
..............................
4.7
Teladan 4.5
Hasil pengamatan pada suatu tegakan yang terdiri dari tiga strata
(hutan Mahoni, Pinus dan Akasia), pada sejumlah petak ukur dengan luas
0,04 Ha adalah sebagai berikut :
Lapisan/
Stratum
Luas Stratum
I
240 Ha
7,1
8,0 6,0 7,2 6,4 7,4 5,4
II
460 Ha
6,5
8,9 9,6 10,5 7,9 9,5 11,2 10,1 10,8 7,3
III
500 Ha
5,3
2,6 3,6 4,4 6,8 2,3 3,3
Data Pengamatan (m3/0,04 Ha)
7,5
4,0
9,8 8,8
3,4 2,5
Berdasarkan data pada tabel di atas, maka dapat dilakukan perhitungan
sebagai berikut :
Pemilihan Contoh Stratifikasi
M4.3 - 6
Modul Inventarisasi Hutan
Vi
= 73,6 / 10 = 7,36
S12 =
1
{ Σ V12 - (ΣVi )2 / n }
n −1
{556,86 – 736,62 / 10 }/ 9 = 1,685
Vi
= 92,3 / 10 = 9,23
S12 =
{873,91 – 92,32 / 10 }/ 9 = 2,442
Vi
= 38,2 / 10 = 3,82
S12 =
{163,40 – 38,22 / 10 }/ 9 = 1,942
S12 =
Vi = (ΣVi) / n ;
V st =
∑N
i
N
vi
=
(240 × 7 ,36 ) + (460 × 9 , 23 ) + (500 × 3,82 )
240 + 460 + 500
= 7922,2 / 1200 = 6,60 m3 per petak ukur
N i2 S i2 ⎛
n ⎞
∑ n ⎜⎜1 − Ni ⎟⎟
i
i ⎠
⎝
2 2
N 1 S1 ⎛
n1 ⎞ 240 2 × 1,685
⎜
−
1
∑ N 2 n ⎜ N ⎟⎟ = 1200 2 × 10 × 1 = 0,0067
1 ⎠
1 ⎝
S v.st =
1
N2
N 22 S 22 ⎛
n2 ⎞ 460 2 × 2,442
⎜
−
1
∑ N 2 n ⎜ N ⎟⎟ = 1200 2 × 10 × 1 = 0,0359
2 ⎠
2 ⎝
2 2
N 3 S3 ⎛
n3 ⎞ 500 2 × 1,942
⎜
1
−
∑ N 2 n ⎜ N ⎟⎟ = 1200 2 × 10 × 1 = 0,0337
3 ⎠
3 ⎝
S v.st = 0,0067 + 0,0359 + 0,0337 = 0,0763 = 0,276
Dengan demikian untuk taraf nyata 5% pada derajat bebas 9, yaitu 10 – 1,
dapat diperoleh hasil akhir analisis sebagai berikut :
1. Taksiran volume tegakan rata-rata per petak ukur :
Vst
±
t½ . Sv. st
=
( 6,6 ± 2,26 x 0,276 ) m3, atau
( 5,976 ≤ Vst per petak ukur ≤ 7,224 ) m3
2. Taksiran volume tegakan rata-rata per Ha :
Vst
per Ha = 1/0,04 ( 6,6 ± 2,26 x 0,276 ) m3 , atau
( 149,40 ≤ Vst per Ha ≤ 180,6 ) m3
3. Taksiran volume total tegakan, yaitu untuk areal seluas 1200 Ha :
Vtotal = (1200/0,04) x ( 6,6 ± 2,26 x 0,276 ) m3
= ( 198.000 ± 18.720 ) m3 ,
atau
( 179.280 ≤ Vtotal ≤ 216.720 ) m3
4. Prosentase Kesalahan Pengambilan Contoh (Sampling Error) adalah
2,26 × 0,276
SE% atau b% =
x 100% = 9,45%
6,6
Pemilihan Contoh Stratifikasi
M4.3 - 7
Modul Inventarisasi Hutan
Catatan : N1, N2, N3, dan N, seharusnya Luas Areal dibagi Luas Petak
Ukur. Namun karena koversi tersebut akan berpengaruh sama
terhadap pembilang dan penyebut, maka pada perhitungan di
atas tidak dilakukan konversi.
Berhubung karena nilai n/N sangat kecil maka faktor koreksi
populasi terbatas (1 - n/N) akan mempunyai nilai ≈ 1.
Jika data di atas dikumpulkan melalui Sampling Acak maka dapat
ditaksir potensi tegakan dengan tahapan sebagai berikut :
1. Volume rata-rata petak ukur contoh adalah :
V = ( Σ Vi) / n
=
204,1 / 30 = 6,8
2. Ragam (S2) dan Galat Baku (Sv) ;
1
2
S2 =
Vi 2 − (∑ Vi ) / n = {1594,17 – 204,12/30} = 7,09
∑
n −1
[
Sv
=
S
1−
]
n
=
N
7,09
= 0,486
30
n
Kesalahan Pengambilan Contoh, Se = 2,04 x 0,486 = 0,991
( 2,04 adalah nilai ttabel pada taraf nyata 0,05 dan derajat bebas 29 )
3. Taksiran volume rata-rata keseluruhan tegakan per petak ukur;
V
atau
± t . Sv = (6,8 ± 0,991 ) m3
( 5,81 ≤ V per petak ukur ≤ 7,79 ) m3
4. Taksiran volume tegakan rata-rata per Ha adalah :
V per Ha = ( 1 / 0,04 ) ( 6,8 ± 0,991 ) m3
atau
(145,23 ≤ V per Ha ≤ 194,78 ) m3
5. Taksiran volume total tegakan, yaitu untuk areal seluas 1200 Ha adalah
sebagai berikut :
Vtotal
= (1200/0,04) x ( 6,8 ± 0,991 ) m3
(204.000 ± 29.730 ) m3
atau
( 174.270 ≤ Vtotal ≤ 233.730 ) m3
6. Prosentase Kesalahan Pengambilan Contoh (Sampling Error) adalah :
0,991
x 100% = 14,57 %
Se % atau b % =
6,8
Pemilihan Contoh Stratifikasi
M4.3 - 8
Modul Inventarisasi Hutan
Hasil analisis yang dipaparkan di atas menunjukkan bahwa sampling
stratifikasi dapat memperkecil nilai prosentase kesalahan pengambilan
contoh (Se%) dari 14,57 menjadi hanya 9,45%. Sejalan dengan itu dapat
pula dilihat bahwa selang nilai taksiran yang diperoleh pada sampling acak
relatif lebih lebar dari selang taksiran yang diperoleh pada sampling
stratifikasi, yang menunjukkan bahwa sampling stratifikasi memberikan hasil
taksiran yang lebih teliti.
C. Penentuan Jumlah Contoh
Seperti telah diaparkan di depan bahwa jumlah contoh dalam
sampling, akan ditentukan oleh keragaman populasi yang akan diamati dan
tingkat ketelitian yang dikehendaki atau tingkat kesalahan yang
diperkenankan. Untuk sampling stratifikasi hal tersebut dapat dilihat pada
rumus berikut ini :
b = SE = t . Sv.st atau b2 = t2 . Sv.st2
dimana :
1
N2
S v.st =
⎧ N i2 S12
∑⎨ n
⎩ i
⎛
n ⎞⎫
⎜⎜1 − i ⎟⎟⎬
⎝ N i ⎠⎭
dengan demikian :
⎧ N i2 .S i2 ⎛
n ⎞⎫
∑ ⎨ n ⎜⎜1 − Ni ⎟⎟⎬
i ⎠⎭
⎩ i ⎝
2
2
2 2
N .S
N .b
= ∑ i i − ∑ N i .S i2
2
ni
t
b2 = t 2
∑
1
N2
N i2 .S i2 N 2 .b 2
=
− ∑ N i .S i2
2
ni
t
t 2 .N i2 .S i2
∑ n / L = N 2 .b 2 − t 2 ∑ N i .S i2 ……………….....…………… 4.8
Untuk alokasi sama rata, persamaan 7.8 menjadi :
t 2 N i2 S i2
∑ n / L = N2.b2 - t2 Σ (Ni.Si2)
( L/n ) . Σ (t2.Ni2.Si2) = N2.b2 - t2 Σ(Ni.Si2)
n =
L. t2 . Σ (Ni2.Si2)
N2. b2 - t2 Σ (Ni.Si2)
Pemilihan Contoh Stratifikasi
;
…………………............……… 4.9
M4.3 - 9
Modul Inventarisasi Hutan
Untuk alokasi sebanding, persamaan 7.8 menjadi :
`
Σ
t2. Ni2.Si2
n.Ni/L
= N2.b2 - t2 Σ (Ni.Si2)
(N.t2/n).Σ(Ni.Si2) = N2.b2 - t2 Σ(Ni.Si2)
n =
t2.N. Σ(Ni2.Si2)
; ……………………………… 4.10
N2.b2 - t2 Σ(Ni.Si2)
Untuk alokasi optimum persamaan 7.8 menjadi :
Σ
t2.Ni2.Si2
n.Ni.Si /
Σ(Ni.Si2)
= N2.b2 - t2 Σ (Ni.Si2)
(t2/n ) . Σ( Ni.Si)2 = N2.b2 - t2Σ (Ni.Si2)
n =
t2 . Σ (Ni.Si)2
N2.b2 - t2Σ(Ni.Si2)
; …….............……….....…………… 4.11
Untuk alokasi optimum dengan biaya penarikan contoh yang bervariasi
persamaan 7.8 menjadi :
Σ
t2. Ni2.Si2.Σ (Ni.Si) / √ci
n.Ni.Si / √ci
= N2.b2 - t2 Σ(Ni.Si2)
(t /n).Σ{(Ni.Si).√ci}. Σ(Ni.Si).√ci = N2.b2 - t2 Σ(Ni.Si2)
2
n =
(t2/n). Σ{(Ni.Si).√ci}.Σ(Ni.Si) .√c
N2.b2 - t2 Σ(Ni.Si2)
;
…………...........…… 4.12
Jika nilai n/N cukup kecil, maka faktor penyebut untuk keempat
persamaan di atas (persamaan 7.9 sampai 7.12) menjadi lebih sederhana
yaitu hanya N2b2 saja, karena unsur bagian kanan yang menjadi faktor
pengurang akan mempunyai nilai yang mendekati 0.
D. Tugas dan Latihan
1. Pada kondisi populasi yang bagaimanakah, sampling stratifikasi cocok
untuk diterapkan.
2. Jelaskan secara ringkas prosedur pemilihan satuan pengamatan dalam
sampling stratifikasi.
Pemilihan Contoh Stratifikasi
M4.3 - 10
Modul Inventarisasi Hutan
3. Dibanding dengan sampling sederhana (tanpa stratifikasi), apakah
kelebihan dari sampling stratifikasi.
4. Hasil inventarisasi dari suatu tegakan hutan seluas 3200 Ha yang terdiri
dari tiga strata adalah sebagai berikut :
Stratum
Nomor Petak Ukur (masing-masing dengan luas 0,1 Ha)
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
Albizia
16,0 17,9 13,4 15,7 14,3 16,5 18,8 16,8 21,8 19,6 24,2
Leda
14,6 17,6 22,7 19,9 21,3 24,1 21,6 24,9
Acasia
11,8
5,0
5,6
5,9
7,3
9,0
15,1 76,6
-
-
-
9,8
8,1
-
a. Hitunglah taksiran volume rata-rata untuk masing-masing tipe tegakan
(stratum)
b. Hitunglah taksiran volume rata-rata tegakan untuk keseluruhan
tegakan
c. Jika dianggap bahwa tidak ada stratifikasi, lakukan perhitungan yang
sama dengan bagian a dan b di atas
d. Bandingkan kedua hasil perhitungan tersebut.
5. Jika pengambilan contoh yang dimaksudkan pada soal no. 4 di atas
masih merupakan pengambilan contoh pendahuluan dan diketahui pula
bahwa masing-masing stratum menempati areal seluas 1200 Ha untuk
akasia, 600 Ha untuk albizia dan sisanya 1400 Ha untuk leda, maka :
a. Tentukanlah jumlah contoh yang harus diamati, untuk masing-masing
metode alokasi (alokasi sama rata, alokasi sebanding, dan alokasi
optimum) pada tingkat kesalahan dugaan yang tidak lebih dari 5%
b. Lanjutkan pula pengalokasian jumlah contoh tersebut ke dalam
masing-masing stratum
6. Gambar L4-3 menunjukkan penyebaran potensi suatu kawasan hutan,
yang dapat dikelompokkan ke dalam beberapa strata. Angka-angka di
dalam setiap kotak menunjukkan volume (m3 per Ha) dari bagian tegakan
yang bersangkutan.
a. Buatlah stratifikasi dan lakukan pengambilan contoh pada masingmasing stratum dengan intensitas sampling 10%
b. Hitunglah volume rata-rata tegakan berdasarkan contoh yang terpilih
c. Buatlah taksiran taksiran volume rata-rata untuk keseluruhan tegakan
pada taraf kepercayaan 95%
Pemilihan Contoh Stratifikasi
M4.3 - 11
Modul Inventarisasi Hutan
18,6 19,2 23,3 10,8 16,4 27,8 11,9 18,5 21,5 16,2 58,2 61,1 57,2 63,5 62,0
1
16,6 15,9 10,0 11,7 13,0 10,2 11,0 25,8 17,3 24,7 22,3 55,1 55,3 64,8 61,1
2
24,1 11,0 19,0 12,1 25,7 17,3 25,5 14,9 20,0 16,1 58,3 59,0 59,3 54,0 57,4
3
15,9 14,0 27,7 26,6 26,3 26,7 21,4 16,7 13,0 10,4 60,8 52,7 53,1 62,8 54,1
4
29,7 14,8 13,0 19,0 22,3 84,6 81,3 93,4 80,2 92,0 56,3 58,9 52,9 59,2 57,3
5
29,2 20,8 14,3 24,4 18,3 84,5 86,8 85,3 87,8 91,0 60,4 60,3 52,6 54,2 51,5
6
18,6 24,3 15,2 17,9 11,4 93,4 84,9 88,9 90,1 94,6 88,9 90,3 90,1 91,5 94,7
7
29,5 17,2 24,3 16,4 16,0 90,8 90,4 94,0 80,5 81,2 85,7 87,1 87,8 89,6 91,3
8
24,3 15,6 24,4 13,9 15,2 92,6 93,7 88,2 88,7 86,9 87,0 83,0 90,9 87,4 80,5
9
20,8 20,2 24,8 28,0 25,8 87,3 92,6 88,5 95,0 90,3 91,0 94,3 92,8 89,5 87,1 10
16,4 24,6 12,4 22,9 26,2 81,6 84,7 97,2 99,7 95,9 98,0 92,0 81,9 96,4 91,5 11
18,1 10,2 11,8 17,0 15,8 96,3 83,6 99,5 86,0 82,3 85,0 83,3 86,8 99,5 97,1 12
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
12
13
14
15
16
Gambar L4-3. Pola Penyebaran Potensi Suatu Tegakan Hipotesis
III. INDIKATOR PENILAIAN
Melalui pemahaman tentang materi bahasan yang telah
dikemukakan di atas, setiap mahasiswa diharapkan memiliki kemampuan
atau kompetensi dalam merancang, melaksanakan dan menganalisis data
hasil sampling stratifikasi.
Indikator penilaian kemampuan atau kompetensi peserta didik
adalah
ketepatan rancangan dan ketepatan prosedure pelaksanaan,
dengan bobot nilai sebesar 8%. Penilaian dilakukan selama proses
pembelajaran berlangsung, baik pada waktu penyeleng-garaan kuliah
maupun melalui laporan pelaksanaan tugas latihan yang dilakukan oleh
mahasiswa secara mandiri (perorangan ataupun berkelompok).
IV. PENUTUP
Modul ini diharapkan dapat menjadi acuan bagi pembelajar dan
mahasiswa untuk melakukan penelusuran berbagai sumber belajar yang
terkait dengan inventarisasi hutan, khususnya yang terkait dengan
pengambilan contoh stratifikasi beserta penerapannya dalam inventarisasi
hutan, baik dalam bentuk Buku teks, Dokumen-dokumen atau Laporan hasil
penelitian, Internet ataupun sumber-sumber lain. Dengan mengacu pada
modul ini maka proses pembelajaran diharapkan dapat berjalan secara
efisien dan efektif melalui peran aktif dari semua pihak terkait, khususnya
para pembelajar.
Pemilihan Contoh Stratifikasi
M4.3 - 12
Modul Inventarisasi Hutan
MODUL - 4
METODE-METODE SAMPLING
4.4. PEMILIHAN CONTOH BERGANDA
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pemilihan contoh berganda (Double Sampling) atau sampling dua
tahap merupakan salah satu pemilihan contoh yang mencoba memaksimalkan penerapan ilmu statistika, khususnya melalui pemanfaatan
hubungan fungsional ataupun hubungan korelasional antara peubah-peubah
(variabel-variabel) yang datanya tersedia, baik berupa data hasil
pengamatan sendiri, maupun data yang disediakan oleh pihak lain.
Pemanfaatan hubungan yang dimaksudkan di atas, bertujuan untuk
meningkatkan efisiensi pelaksanaan sampling, baik dari segi waktu maupun
dari segi biaya, tanpa harus mengorbankan tingkat ketelitian sampling.
Efisiensi termaksud dimungkinkan dicapai oleh karena ‘peubah’ yang menjadi
indikator sifat populasi yang ingin diketahui dan biasanya lebih sulit diukur (diamati)
dapat dipermudah dengan mendekatinya melalui pengamatan ‘peubah lain’
yang lebih mudah diukur, sepanjang kedua pubah tersebut memiliki hubungan
yang nyata. Modul ini berisi pembahasan tentang prinsip kerja dan prosedur
pelaksanaan sampling berganda.
B. Ruang Lingkup Isi
Isi dari modul ini secara garis besar meliputi antara lain hal-hal
sebagai berikut :
(1) Prosedur pemilihan satuan contoh,
(2) Analisis data, dan
(3) Penentuan jumlah satuan contoh dalam sampling berganda.
C. Sasaran Pembelajaran Modul
Setelah mempelajari modul ini, mahasiswa diharapkan dapat
memiliki kompetensi yang diindikasikan oleh kemampuan merancang,
melaksanakan dan menganalisis data hasil sampling berganda.
Pemilihan Contoh Berganda
M4.4 - 1
Modul Inventarisasi Hutan
II. MATERI PEMBELAJARAN
A. Prosedur Pemilihan Satuan Contoh
Pengambilan atau pemilihan Contoh Berganda adalah salah satu
pemilihan contoh yang bermaksud untuk lebih meningkatkan efisiensi waktu
dan biaya pengamatan dengan jalan memanfaakan hubungan antara dua
peubah. Peubah pertama umumnya lebih muda diukur, atau bisa juga
merupakan hasil pengukuran yang sudah tersedia. Sedang peubah kedua,
yang merupakan sasaran akhir sampling biasanya lebih sulit diukur atau
merupakan peubah yang baru akan dicari atau diamati.
Individu atau anggota populasi yang diamati pada pengukuran
peubah pertama berjumlah lebih banyak. Sedang pengukuran peubah
kedua disasrkan pada satuan pengamatan yang berjumlah lebih sedikit
untuk efisiensi yang dimaksud di atas.
Contoh-contoh berikut ini diharapkan dapat membantu untuk lebih
memahami pengertian dan prosedur sampling berganda.
1. Pengukuran diameter sejumlah besar pohon (misalkan n), dan
pengukuran tinggi pohon dilakukan secara terbatas pada m batang
pohon, dimana m pohon yang tersebut terakhir merupakan bagian dari n
pohon yang tersebut pertama. Selanjutnya hubungan antara diameter dan
tinggi pohon, dipakai untuk menaksir tinggi semua pohon-pohon yang
belum atau tidak diukur. Dengan demikian informasi tentang tinggi pohon,
yang secara teknis relative lebih sulit untuk diukur langsung di lapangan,
dapat diperoleh dengan mudah melalui pengorbanan waktu, tenaga dan
biaya yang lebih terbatas.
2. Pengukuran diameter tajuk terhadap sejumlah besar (misalkan, n batang)
pohon pada potret udara, di laboratorium dan pengukuran diameter
(mungkin juga volume) terhadap pohon-pohon yang jumlahnya lebih
terbatas (misalnya m batang) di lapangan. Selanjutnya diameter (atau
volume ) kieseluruhan pohon di lapangan dapat ditaksir berdasarkan
hubungan antara diameter tajuk di potret dengan diameter (atau volume)
pohon di lapangan. Dengan demikian diameter (atau volume) pohon di
lapangan dapat diketahui melalui alokasi waktu, tenaga dan biaya yang
relative terbatas untuk pelaksanaan pengukuran secara langsung di
lapangan.
Pemilihan Contoh Berganda
M4.4 - 2
Modul Inventarisasi Hutan
3. Pada suatu saat (tahun) tertentu dilakukan pengukuran potensi tegakan
pada sejumlah besar (n) pada suatu saat tertentu. Setelah berselang
beberapa tahun (misalkan 5 sampai 10 tahun kemudian), dipilih sebanyak
m diantara n buah petak ukur untuk diamati kembali. Selanjutnya potensi
n buah petak ukur (dan juga potensi keseluruhanh tegakan) pada saat
pengukuran kedua dapat ditaksir berdasarkan hubungan antara hasil
pengukuran pertama dan pengukuran kedua pada m petak ukur. Dengan
cara ini dapat pula diketahui perkembangan atau pertumbuhan selama
periode waktu antara saat pengukuran kedua dan saat pengukuran
pertama, tanpa harus mengukur seluruh n petak ukur pada saat
pengukuran kedua.
Metode ini sering digunakan dalam upaya penaksiran pertumbuhan atau
riap tegakan dalam suatu periode, melalui inventarisasi berulang yang
dikenal dengan nama Continous Forest Inventory with Partial
Replacement.
Secara ringkas tahapan dalam sampling berganda dapat disebutkan
sebagai berikut :
1. Pemilihan n buah contoh untuk pengukuran atau pengamatan peubah X
2. Pemilihan m buah contoh yang merupakan bagian (Sub-sampling) dari n
buah contoh yangf termaksud pada butir 1, untuk pengukuran peubah Y.
3. Analisis hubungan antara X dan Y dengan menggunakan analisis regresi,
dengan model :
sehingga
0
1
0
1
; ………...............………………….. 4.13
4. Penaksiran nilai X untuk n buah contoh , berdasarkan model pada butir 3
di atas yang dapat dituliskan sebaga berikut :
Yni = bo + b1Xni + ei dan
sehingga
0
0
1
;
..............….........…………………
4.14
1
B. Analisis Data
Analisis data yang diperoleh melalui sampling berganda pada
dasarnya juga diarahkan pada perhitungan ukuran keragaman populasi dan
kesalahan baku atau galat baku, disamping nilai tengahnya. Nilai-nilai hasil
perhitungan ini selanjutnya diapaki untuk menaksir nilai tengah populasi.
Pemilihan Contoh Berganda
M4.4 - 3
Modul Inventarisasi Hutan
Tahapan analisis ini adalah sebagai berikut :
Ym , Xm , dan Xn
1. Perhitungan nilai rata-rata peubah, yaitu
2. regresi,, yaitu b1 dengan rumus sebagai berikut :
;
Dimana :
.............................. 4.15
JHKXY adalah jumlah hasil kali X dan Y, yang juga sering
dituliskan sebagai SPxy
JKX adalah jumlah kuadrat X yang juga sering dituliskan
sebagai SSx.
3. Perhitungan atau penaksiran nilai rata-rata
, dengan rumus :
4. Perhitungan galat baku (Syn), dengan rumus :
2
SY2
Xm
Xn
1
2
.............. 4.16
1
................................................... 4.17
2
1
SY2
1
dimana : Sy2x = Ragam Sisa = {JK(Y) – b1.JHK(XY)} / (n – 2)
Sy2 = Ragam Y atau
r2
{ Σy2 – (Σy)2 / n } / (n – 1 )
= Koefisien Determinasi, yang diperoleh dengan rumus :
2
²
∑
2
∑
∑
∑
²/
∑ /
∑ 2
²
∑
²
²/
2 2
Penarikan nilai rata-rata peubah Y untuk n unit populasi, dengan rumus :
.
………………………......................... 4.18
Teladan 4.6.
Hasil invenarisasi 5 tahun yang lalu pada suatu kawasan hutan yang
luasnya 300 Ha melalui pengukuran 60 petak ukur msing-masing dengan
luas 0,1 Ha menunjukkan bahwa volume rata-rata petak ukur adalah 10,4
m3. Dari 60 petak ukur contoh tersebut diatas dipilih 20 petak dan
Pemilihan Contoh Berganda
M4.4 - 4
Modul Inventarisasi Hutan
diinventarisasi ulang pada tahun ini dengan hasil pengamatan pada kedua
saat pengukuran untuk ke 20 petak yang pengukurannya dua kali di sajikan
pada Tabel 8.1.
Tabel 8.1. Hasil Pengamatan
No.
Pengamatan
I
II
No.
Pengamatan
I
II
No.
Pengamatan
I
II
No.
Pengamatan
I
II
1.
7,8
10,4
6.
11,2
12,9
11.
6,7
8,1
16.
10,6
13,4
2.
11,5
14,6
7.
9,8
12,0
12.
10,1
13,7
17.
10,9
14,0
3.
10,9
14,8
8.
13,4
17,9
13.
6,2
9,2
18.
14,6
18,5
4.
7,6
8,7
9.
13,4
15,1
14.
9,5
11,3
19.
11,8
16,2
5.
10,1
12,6
10.
6,4
7,6
15.
9,8
12,0
20.
9,0
10,7
Ditanyakan :
a. Volume rata-rata tegakan pada saat pengukuran kedua berdasarkan data
pada tabel diatas.
b. Selang taksiran bagi volume rata-rata yang termaksud pada butir (a)
untuk taraf kepercayaan 95%.
c. Bandingkan selang taksiran pada butir (b) dengan selang taksiran jika
tidak ada inventarisasi lima tahun yang lalu.
Penyelesaian :
Dari data di atas siperoleh dari : m = 20,
n = 60,
dan N = 3.000
Σxm
Σym
= 201,3
= 253,7
JKX
=
Σxm2 - (Σxm)2 / m = 2129,43 - 201,32 / 20 = 103,3455
JKY
=
Σym2 - (Σym)2 / m = 3395,77 - 253,72 / 20 = 177,5855
Xm = 10,065
Ym = 12,685
JHKXY = Σxy - (ΣxΣy) / m
Xn = 10,4
Σym2 = 3395,77
= 2683,47 - (201,3 x 253,7) / 20
Sy2
Sx2
=
=
JKY / (m -1)
JKX / (m -1)
Syx2
=
[ JKY – (JHKXY)2 / JKX ] / (m–2)
=
[177,5855 – {129,9795}2 / 103,3455] / 18
1
= 29,9795
= 177,5855 / 19 = 9,347
= 103,3455 / 19 = 5,439
129,9795
103,3455
Pemilihan Contoh Berganda
Σxy = 2683,47
Σxm2 = 229,43
= 0,7838
1,257
M4.4 - 5
Modul Inventarisasi Hutan
Dengan demikian :
Yn
= bo + b1 ( X n – X m )
= 12,685 + 1,2577 (10,4 - 10,065)
= 13,106
Selanjutnya dapat dihitung galat baku (SYn), sebagai berikut :
2
1
0,7838
SY2
1
1
20
10,4 10,065
103,3455
2
1
1
20
60
9,347
1
60
60
3000
0,1805 = 0,4248
Jadi selang taksiran pada taraf kepercayaan 95% bagi potensi tegakan pada
saat pengukuran kedua adalah :
µy =
Yn ± t. Syn = (13,106 ± 2,09 x 0,4248) m3 per petak ukur,
atau 12,218 m3 ≤ (µy per petak ukur) ≤ 13,994 m3
Sehingga selang taksiran potensi tegakan rata-rata per hektar adalah :
(122,18 m3 ≤ µy per Ha ≤ 139,94 m3)
Jika penaksiran pada pengukuran kedua dilakukan tanpa memanfaatkan
informasi pengukuran pertama maka diperoleh :
2
12,685
/
9,347/20
0,648
Dengan demikian selang taksiran pada taraf kepercayaan 95% bagi potensi
tegakan pada saat pengukuran kedua adalah :
12,685
atau
2,09 0,684
3
11,255 m3 ≤ (µy per petak ukur) ≤ 14,115 m3
Dengan demikian selang taksiran potensi tegakan rata-rata per Ha adalah :
112,55 m3 ≤ µy per Ha ≤ 141,15 m3
Besarnya kesalahan pengambilan contoh jika inormasi pengukuran
pertama dimanfaatkan adalah : 2,09 x 0,1344 = 0,28 m3 per petak atau
2,14%. Sedang apabila informasi tersebut tidak dimanfaatkan nilai
kesalahan pengambilan contoh yang mungkin terjadi adalah 2,09 x 0,684
atau 1,430 m3 per petak atau 11,27%.
Pemilihan Contoh Berganda
M4.4 - 6
Modul Inventarisasi Hutan
D. Penentuan Jumlah Contoh
Serbagaimana pada sampling-sampling sebelumnya, penentuan
jumlah contoh dalam sampling berganda ini ditentukan dengan tingkat
ketelitian atau tingkat keragaman nilai taksiran yang diinginkan. Namun
untuk sampling berganda ini terdapat satu factor lain yang menjadi dasar
pertimbangan, yaitu tentang perlu adanya proporsi yang optimum antara
jumlah contoh pada tahapan pertama (n) dan jumlah contoh pada tahap
kedua (m). Kedua dasar pertimbangan tersebut dituliskan dalam notasi
matematis sebagai berikut :
= nC1 + mC2, dan
C
2
2
2
1
2
sehingga
2
1
0
Proses optimalisasi dapat dilakukan, melalui penggabungan kedua fungsi di
atas, dengan menambahkan suatu tetapan Langrange (λ), sehingga
diperoleh suatu fungsi objektif sebagai berikut :
⎫⎪
⎧⎪⎡ S 2 ⎛ n − m 2 ⎞⎤
Z = nC1 + mC2 + λ ⎨⎢ y ⎜1 −
⋅ r ⎟⎥ − E ⎬
n
⎠⎦⎥
⎪⎭
⎪⎩⎣⎢ m ⎝
Dari fungsi objektif di atas dapat diperoleh turunan parsial ∂Z/∂n,
∂Z/∂m dan ∂Z/dλ, diamana Z akan optimum jika turunan partsial ini bernilai
0. Adapun turunan partsial tersebut adalah sebagai berikut :
∂Z
1
2
= C1 − 2 ⋅ Sy ⋅ r 2 ⋅ λ = 0
∂n
n
λ
∂Z
1
2
2
= C 2 − 2 ⋅ Sy ⋅ λ + 2 ⋅ Sy ⋅ r 2 = 0 ; dan
∂m
m
m
1
∂Z 1
1
2
2
2
= ⋅ Sy - ⋅ S y ⋅ r 2 - ⋅ S y ⋅ r 2 − E = 0
m
∂λ m
n
Berdasarkan ketiga persamaan di atas dapat diperoleh nilai n dan m,
masing-masing dengan rumus sebagai berikut :
Sy ⋅ r 2 + Sy
2
n=
n
)
{(c
Sy 1 − r + Sy
2
m=
(
2
2
1
E
2
(
c2 )⋅ r 2 ⋅ 1 − r 2
{(c
1
(
)}
c2 )⋅ r 2 ⋅ 1 − r 2
)}
E
= Jumlah unit contoh pada pengambilan contoh tahap pertama
Pemilihan Contoh Berganda
M4.4 - 7
Modul Inventarisasi Hutan
m
c1
c2
E
Sy2
r2
=
=
=
=
=
=
Jumlah unit contoh pada pengambilan contoh tahap kedua
Biaya (waktu) pengamatan tiap unit pada tahap pertama
Biaya (waktu) pengamatan tiap unit pada tahap kedua
Keragaman nilai taksiran yang diinginkan
Ragam nilai pengamatan pada tahap kedua
Koefisien determinasi antara Ym dan Xm
Teladan 4.7.
Jika sampling pada teladan 8.1, masih merupakan sampling
pendahuluan, maka tentukanlah jumlah contoh yang optimum, jika
dikehendaki Sampling Error (kesalahan penarikan contoh) sebesar 0,1 m3
dan perbandingan biaya pengambilan contoh pada tahap pertama dan
kedua adalah 1 : 5.
Dari teladan 8.1. diketahui bahwa : n = 60 dan m = 20
Sxy = 6,841
Sy2 = 9,347 ; Sx2 = 5,439 ;
r2 = (Sxy)2/Sy2.Sx2) = 0,9206 ;
Yn = 13,106
Selanjutnya diketahui pula bahwa : c1 : c2 = 1 : 8 dan E = 0,2 m3
dengan demikian :
Sy ⋅ r 2 + Sy
2
n =
n=
m=
{(c
1
E
{
9,347 ⋅ 0,9206 +
(
c2 )⋅ r 2 ⋅ 1 − r 2
)}
(8 × 0,9206 × 0,0794)}
0,1
(
)
Sy 1 − r 2 + Sy
2
m=
2
{
2
9,347 ⋅ 0,0794 +
Pemilihan Contoh Berganda
{(c
1
(
c2 )⋅ r 2 ⋅ 1 − r 2
= 157,5 = 158
)}
E
(0,2 × 0,9206 × 0,0794)}
0,1
= 18,7 = 19
M4.4 - 8
Modul Inventarisasi Hutan
E Tugas dan Latihan
1. Jelaskan secara singkat pengertian sampling berganda. Lengkapi
dengan contoh-contoh penerapannya dalam Inventarisasi Hutan.
2. Untuk penerapan sampling berganda, diperlukan suatu kondisi tertentu,
karena tidak semua kondisi peubah populasi memungkinkan penerapan
sampling berganda, Pada kondisi bagaimanakah penerapan sampling
berganda dapat diterapkan?
3. Penerapan jumlah contoh yang optimum pada sampling berganda
dipengaruhi oleh dua factor.Sebutkan dan jelaskan secara singkat
kedua factor termaksud.
4. Melalui pengkuran diameter tajuk pohon dipotret terhadap 100 pohon,
diketahui bahwa diameter rata-rata tajuk adalah sebesar 7,33cm.
selanjutnya melalui pengkuran llangsung dilapangan diperoleh pula
informasi tentang volume dari 28 pohon.hasil lengkap hasil pengukuran
diameter tajuk dan volume dari ke-28 pohon yang termaksud terakhir
adalah sebagai berikut :
Hasil pengukuran dimeter tajuk (dti) dipotret dan volume pohon (Vi) di
lapangan.
No.
dti
cm
vi
m3
No.
dti
cm
vi
m3
No.
dti
cm
vi
m3
No.
dti
cm
vi
m3
1.
7,3
3,66
8.
10,0
5,67
15.
9,0
4,93
22.
10,6
5,49
2.
12,3
6,08
9.
13,5
7,93
16.
10,1
6,91
23.
7,9
5,82
3.
8,3
4,45
10.
6,0
3,20
17.
5,5
3,34
24.
14,6
9,83
4.
7,5
3,90
11.
4,0
2,48
18.
4,0
1,39
25.
5,8
3,62
5.
14,1
8,66
12.
6,0
4,23
19.
9,8
5,68
26.
9,0
5,47
6.
4,0
1,88
13.
5,5
3,12
20.
12,8
7,53
27.
11,8
7,63
7.
6,5
3,16
14.
9,4
5,97
21.
11,3
6,47
28.
8,7
5,17
Ditanyakan:
a. Volume rata-rata pohon berdasarkan data pada tabel diatas.
b. Selang taksiran bagi volume rata-rata pohon pada butir (a) untuk taraf
kepercayaan 95%.
c. Bandingkan selang taksiran pad butir (b) dengan selang taksiran volume
jika tidak ada informasi tentang diameter tajuk.
Pemilihan Contoh Berganda
M4.4 - 9
Modul Inventarisasi Hutan
III. INDIKATOR PENILAIAN
Melalui pemahaman tentang materi bahasan yang telah
dikemukakan di atas, setiap mahasiswa diharapkan memiliki kemampuan
atau kompetensi dalam merancang, melaksanakan dan menganalisis data
hasil sampling berganda.
Indikator penilaian kemampuan atau kompetensi peserta didik
adalah ketepatan rancangan dam ketepatan prosedur pelaksanaan, dengan
bobot nilai sebesar 8%. Penilaian dilakukan selama proses pembelajaran
berlangsung, baik pada waktu penyelenggaraan kuliah maupun melalui
laporan pelaksanaan tugas latihan yang dilakukan oleh mahasiswa secara
mandiri (perorangan ataupun berkelompok).
IV. PENUTUP
Modul ini diharapkan dapat menjadi acuan bagi pembelajar dan
mahasiswa untuk melakukan penelusuran berbagai sumber belajar, yang
terkait dengan inventarisasi hutan, khususnya yang terkait dengan pemilihan
contoh berganda beserta penerapannya dalam inventarisasi hutan, baik
dalam bentuk Buku teks, Dokumen-dokumen atau Laporan hasil penelitian,
Internet ataupun sumber-sumber lain. Dengan mengacu pada modul ini
maka proses pembelajaran diharapkan dapat berjalan secara efisien dan
efektif melalui peran aktif dari semua pihak terkait, khususnya mahasiswa.
Pemilihan Contoh Berganda
M4.4 - 10
Modul Inventarisasi Hutan
MODUL - 5
TABEL VOLUME DAN PENGGUNAANNYA
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tabel volume (Volume Table) merupakan suatu alat bantu yang
digunakan dalam pengolahan data hasil inventarisasi. Tabel volume adalah
tabel yang menyajikan nilai-nilai volume pohon yang sesuai dengan
diameter dan tinggi pohonnya. Nilai-nilai volume pohon tersebut diperoleh
berdasarkan suatu fungsi volume yaitu fungsi yang menyatakan hubungan
antara volume dengan diameter dan tinggi pohon. Dipahami pula bahwa
fungsi volume termaksud secara implisit telah mengakomodir adanya
perbedaan angka bentuk (faktor bentuk) diantara pohon-pohon, khususnya
yang memiliki nilai diameter dan atau nilai tinggi yang berbeda.
Dengan dukungan peralatan komputer yang sudah sangat meluas
saat ini, tabel volume dalam bentuk fisik mungkin tidak terlalu diperlukan
lagi, tetapi cukup dalam bentuk fungsi volumenya saja. Nilai volume dan
bahkan hasil rekapitulasinya dapat langsung dan mudah diperoleh dengan
meng-input fungsi volume dan data diameter dan tinggi pohon ke dalam
komputer. Namun untuk kepentingan pembelajaran masih tetap dinilai
penting untuk menyajikan Tabel Volume melalui modul ini, termasuk prinsip
kerja serta prosedur dan persyaratan-persyaratan penyusunannya.
B. Ruang Lingkup Isi
Isi dari modul ini secara garis besar meliputi antara lain hal-hal
sebagai berikut :
(1) Pengertian dan landasan pemikiran,
(2) Fungsi-fungsi volume dan metode kuadrat terkecil, dan
(3) Penyusunan tabel volume.
C. Sasaran Pembelajaran Modul
Setelah mempelajari modul ini, mahasiswa diharapkan dapat
memiliki kompetensi yang diindikasikan oleh kemampuan menyusunan tabel
volume.
Tabel Volume dan Penggunaannya
M5 - 1
Modul Inventarisasi Hutan
II. MATERI PEMBELAJARAN
A. Pengertian dan Landasan Pemikiran
Tabel volume adalah suatu tabel yang memuat tentang hubungan
antara volume dengan peubah-peubah pohon lainnya, seperti diameter dan
tinggi pohon. Tabel volume termaksud merupakan suatu sarana atau alat
bantu untuk mengetahui volume pohon berdiri secara praktis tanpa harus
menghitung, karena nilai volume sacara langsung dapat terbaca pada tabel,
berdasarkan nilai hasil pengukuran diameter dan volume.
Pada kondisi tertentu terdapat Tabel Volume yang memuat
hubungan antara volume dengan diameter tanpa memuat (tanpa tinggi).
Tabel yang demikian ini disebut sebagai Tabel Volume Lokal, yang
sekaligus memberi indikasi bahwa penggunaan tabel ini harus dibatasi pada
tempat atau tegakan yang menjadi dasar penyusunannya.
Seperti telah dipaparkan pada Modul-2, bahwa untuk mengetahui
volume pohon berdiri, maka disamping informasi tentang diameter dan tinggi
diperlukan juga informasi tentang unsur yang ketiga, yaitu faktor bentuk
atau angka bentuk. Diantara ketiga unsur atau peubah tersebut, factor
bentuk merupakan unsure yang secara teknis paling sulit diukur, oleh
karena informasi tentang unsur ini justru baru dapat diketahui setelah
volume pohon yang sebenarnya diketahui/diukur terlebih dahulu.
Sehubungan dengan itulah maka dalam praktek, sering digunakan suatu
tetapan yang diberlakukan pada semua pohon dalam suatu tegakan.
Mudah dipahami bahwa pemakaian suatu angka bentuk yang sama
untuk semua pohon dalam tegakan, kemungkinan akan memberikan nilai
taksiran volume pohon yang kurang/tidak tepat. Hal ini dikemukakan dengan
alas an bahwa angka bentuk individu pohon dalam tegakan akan bervariasi
sebagai akibat dari berbagai faktor (baik faktor genetik maupun faktor
lingkungan, termasuk factor persaingan dengan pohon-pohon yang ada di
sekelilingnya), yang mempengaruhi perkembangan atau pertumbuhan
pohon sepanjang umurnya.
Dengan asumsi bahwa resultante dari semua faktor tersebut akan
terjelma dalam pertumbuhan diameter dan tinggi, maka dapat pula
diasumsikan bahwa angka bentuk tersebut akan bervariasi (menurut ukuran
diameter dan/atau tinggi) pohon. Dengan demikian pengaruh atau peranan
angka bentuk dalam menentukan nilai volume dapat dinyatakan melalui
diameter dan/atau tinggi.
Tabel Volume dan Penggunaannya
M5 - 2
Modul Inventarisasi Hutan
Uraian di atas menunjukkan bahwa pemanfaatan hubungan antara
volume dengan diameter dan tinggi dalam penaksiran volume dalam pohon
berdiri diharapkan dapat memberikan nilai yang lebih mendekati volume
setiap individu pohon yang sebenarnya, daripada pemanfaatan angka
bentuk rata-rata pohon.
Berkaitan dengan paparan diatas, maka suatu hal yang perlu dicatat
ialah bahwa Tabel Volume yang dibuat berdasarkan data yang diperoleh
dari sutu tegakan tertenti tidak dapat dipakai dalam penaksiran volume
tegakan di tempat lain, kecuali jika kondisi pertumbuhan tegakan yang akan
ditaksir volumenya sama dengan kondisi pertumbuhan.
B. Fungsi-Fungsi Volume dan Metode Kuadrat Terkecil
Diatas telah disebutkan bahwa Tabel Volume adalah suatu tabel
yang menyatakan hubungan antara volume dengan diameter dan tinggi,
atau mungkin volume dengan diameter saja (tanpa tinggi). Hubungan
tersebut didasarkan atas hasil analisis data pengukuran diameter, tinggi dan
volume dari sejumlah pohon-pohon contoh yang dinilai dapat mewakili
semua kelas ukuran phohn dalam tegakan. Analisis dapat dilakukan dengan
menggunakan sejumlah fungsi-fungsi volume, dimana untuk setiap tegakan
dari jenis tertentu dan pada kondisi pertumbuhan tertentu akan terdapat
salah satu fungsi yang paling sesuai. Adapun funsi-fungsi volume yang
dimaksudkan antara lainseperti yang tertera pada Tabel 5.1.
Dari Ke-13 fungsi yang terdapat pada Tabel 5.1, dua diantaranya
yang digunakan secara meluas adalah Fungsi Berkhout (fungsi nomor 2)
dan Fungsi Schumacher (fungsi nomor 13). Tabel yang dibuat berdasarkan
Fungsi Berkhoat adalah Tabel Volume Lokal. Jika berdasarkan hasil
analisis, ternyata bahwa fungsi ini cukup baik untuk digunakan dalam
penaksiran volume jenis tegakan pada kondisi pertumbuhan tertentu, maka
itu berarti bahwa penaksiran volume dapat dilakukan tanpa perlu mengukur
tinggi. Hal yang demikian ini bisa terjadi karena dua alasan yaitu :
1. Tinggi pohon dalam tegakan relative seragam, meskipun diameternya
cukup bervariasi
2. Terdapat hubungan yang erat antara diameter dan tinggi sehingga
peranan tinggi dalam menentukan volume dapat digantikan oleh
diameter.
Tabel Volume dan Penggunaannya
M5 - 3
Modul Inventarisasi Hutan
Tabel 5.1. Beberapa Fungsi Volume Pohon Berdiri
No.
V = bo Db1 ;
1.
2.
Penulis /
Pengguna
Persamaan
…….....…………………….... Berkhout
Log V = bo + b1 log D ; …….....…………. …... Berkhout
3.
V = bo + b1 D2 ;
4.
V = bo + b1 D + b2 D2 ; …….....…………..... Hohenadl-Krenn
5.
V = b1 D2 H; ……………...……………........ S p u r r
6.
V = bo + b1 D2 T ; …………………………... S p u r r
7.
Log V = bo + b1 log (D2 T) ; ………......……..... S p u r r
………….....…………..... Kopezky-Gehrhart
V = (bo + b1 T). D2 ;
8.
2
9.
…………….....……... Ogaya
2
V = bo + b1 D + b2 D T + b3T; ….....……. Stoate
10.
V = D2 H / (bo + b1 D) ;
11.
V = b1 D2 + b2 D2 T + b3 DT2 + b4 T2; …...… Naslud
12.
V = bo + b1 D + b2 D T + b3 D2 + b4 D2T; ..... Meyer
13.
………….....……. Takata
Log V = bo + b1 log D + b2 log T) ;
Keterangan :
................ Schumacher
V= Volume, T = Tinggi, D = Diameter
Bo, b1, b2, b3, b4 adalah parameter
Beberapa diantara fungsi-fungsi volume yang telah di atas
merupakan fungsi atau persamaan regresi linier sederhana (Simple Linier
Regression), yang bentuk umumnya adalah sebagai berikut :
Model Populasi
:
Yi = βo + β1 Xi + εi ,
dengan model dugaan (model contoh)
:
Yi = bo + b1 xi + εi ,
sehingga
:
℮i = yi – (bo + b1xi),
Dengan menggunakan data hasil pengamatan/pengukuran, maka
dapat diperoleh nilai-nilai taksiran koefisien regresi bo dan b1, metode yang
digunakan untuk maksud tersebut dikenal dengan nama Metode Kuadrat
Terkecil, yaitu dengan nilai Σ(℮i)2 menjadi minimum, yang penyelesaiannya
adalah sebagai berikut :
Σ(℮i)2
= Q = Σ {yi – (bo + b1xi)}2
= Σ yi2 – Σ(bo)2 – Σ(b1xi)2 + 2. Σ(bo.b1.xi)
= Σ yi2 – n.bo2 – b12 Σxi2 + 2.bo.b1. Σxi
Tabel Volume dan Penggunaannya
M5 - 4
Modul Inventarisasi Hutan
Nilai Q yang minimum diperoleh jika δQ/δbo = 0 dan δQ/δb1 = 0, atau
δQ
2
= 2n.bo + 2b1 .Σxi − 2Σy i = 0
δbo
δQ
= 2bo xi + 2b1 .Σxi − 2Σxi y i = 0
δb1
Dengan demikian :
n.bo + b1 Σxi = Σyi
bo Σxi + b1 Σxi2 = Σxiyi
Persamaan diatas disebut Persamaan Kuadrat Terkecil, yang dalam catatan
matriks dan vector dituliskan sebagai berikut :
⎡ n Σxi ⎤ ⎡bo ⎤
⎡ Σy i ⎤
⎢Σx Σx 2 ⎥ ⎢ b ⎥ = ⎢Σx y ⎥
⎣ i i ⎦ ⎣ 1⎦
⎣ i i⎦
⎡ n Σx i ⎤
⎡bo ⎤
⎢ b ⎥ = ⎢ Σx Σx 2 ⎥
⎣ 1⎦
⎣ i i ⎦
b1 =
bo =
−1
2
⎡ Σy i ⎤ ⎡ Σxi − Σxi ⎤ ⎡ Σy i ⎤
⎥⎢
⎢Σ x y ⎥ = ⎢
⎥
⎣ i i ⎦ ⎣− Σxi n ⎦ ⎣Σx i y i ⎦
nΣxi y i − Σxi Σy i
2
nΣ x i − ( Σ x i )
2
=
Σxi Σy i − Σxi Σxi y i
2
nΣxi − (Σxi )
Σx i y i − Σx i Σy i / n
2
Σxi − (Σxi ) 2 / n
=
2
= JHK(xy) / JK(x)
Σx i Σy i / n − Σx i Σx i y i / n
2
nΣxi − (Σxi ) 2 / n
2
bo =
y.Σxi − y.(Σxi ) 2 / n + x.(Σxi ) 2 / n − x.Σxi y i
2
nΣ x i − ( Σ x i ) 2 / n
2
bo =
y.{Σxi − (Σxi ) 2 / n} + x.(Σxi ) 2 / n − x.Σxi y i
2
nΣ x i − ( Σ x i ) 2 / n
bo = y − b1 x
Dengan cara yang sama , maka untuk model regresi berganda, yang
memiliki dua peubah bebas dengan model popuilasi dan model contoh :
Model Populasi
: Yi = βo + β1 X1i + β2 X2i + εi ; dan
model contoh
: Yi = bo + b1 x1i + b2 x2i + εi ; atau
sehingga
: ℮i = yi – (bo + b1x2i+ b2 x2i);
Dapat diperoleh persamaan kuadrat terkecil sebagai berikut :
Σ x 1i
Σ x 2i ⎤
⎡b0 ⎤
⎡ n
⎢b ⎥ = ⎢ Σ x Σ x 2 Σ x x ⎥
1i
1i 2 i ⎥
⎢ 1⎥
⎢ 1i
⎢⎣b2 ⎥⎦
⎢⎣ Σ x 2 i Σ x 1 i x 2 i Σ x 2 i 2 ⎥⎦
Tabel Volume dan Penggunaannya
−1
⎡ Σyi
⎢Σx y
1i
i
⎢
⎢⎣ Σ x 2 i y i
⎤
⎥
⎥
⎥⎦
M5 - 5
Modul Inventarisasi Hutan
Atau
⎡ JK ( x1 ) JHK ( x1 x 2 )⎤
⎡ b1 ⎤
⎢b ⎥ = ⎢ JHK ( x x ) JK ( x ) ⎥
1 2
2
⎣
⎦
⎣ 2⎦
−1
⎡ JHK ( x1 y ) ⎤
⎢ JHK ( x y )⎥
2
⎣
⎦
⎡ b1 ⎤ ⎡ JK( x2 ) − JHK( x1 x2 )⎤ ⎡ JHK ( x1 y ) ⎤
⎢b ⎥ = ⎢− JHK( x x ) JK(x ) ⎥ ⎢ JHK ( x y )⎥
2
1 2
1
⎦
⎦ ⎣
⎣ 2⎦ ⎣
Sehingga :
b1 =
JK ( x 2 ).JHK ( x1 y ) − JHK ( x 2 y ).JHK ( x1 x 2 )
JK ( x1 ).JK ( x 2 ) − JHK ( x1 x 2 ) 2
b2 =
JK ( x1 ).JHK ( x 2 y ) − JHK ( x1 y ).JHK ( x1 x 2 )
JK ( x1 ).JK ( x 2 ) − JHK ( x1 x 2 ) 2
bo = y − b1 x1 − b2 x 2
Dimana : JHK ( x1 y ) = Σx1i y i − Σx1i Σy i / n ;
2
JK ( x1 ) = Σx1i − (Σx1i ) 2 / n
2
JHK ( x 2 y ) = Σx 2i y i − Σx 2i Σy i / n ; JK ( x 2 ) = Σx 2i − (Σx 2i ) 2 / n
JHK ( x1 x 2 ) = Σx1i x 2i − Σx1i Σx 2i / n
Persamaan yang telah diperoleh melalui analisis yang telah
diuraikan di atas tidak secara otomatis langsung digunakan sebagai dasar
dalam penggambaran hubungan antara peubah-peubah bebas dengan
peubah tidak bebas, tetapi yang dipakai dalam menentukan dapat tidaknya
suatu persamaan digunakan sebagai dasardalam penyusunan Tabel
Volume, adalah :
1. Nilai Koefisien Determinasi, yaitu suatu nilai yang menyatakan seberapa
jauh suatu model dapat menjelaskan keragaman peubah tidak bebas (y),
Koefisien Determinasi dituliskan dengan notasi r2 (untuk persamaan linier
sederhana, yang hanya mempunyai satu peubah bebas) atau R2 (untuk
persamaan linier berganda yang mempunyai dua atau lebih peubah
bebas). Nilai R2 dapat dihitung/diperoleh dengan rumus :
R2 =
Σbi .JHK ( x I y )
JK (Regresi)
atau
JK ( y )
JK (Total )
2. Nilai koefisien korelasi, yaitu nilai yang menyatakan keeratan hubungan
antara peubah atau peubah-peubah bebas dengan peubah tidak bebas.
Koefisien korelasi dituliskan dengan notasi r atau R, dan dihitung dengan
rumus :
R = √R2
Koefisien korelasi dapat mempunyai nilai antara -1 dan +1, jika nilai R
semakin mendekati -1 atau +1, maka semakin erat hubungan antara
Tabel Volume dan Penggunaannya
M5 - 6
Modul Inventarisasi Hutan
peubah(peubah-peubah) bebas X, dengan peubah tidak bebas Y. Jika
nilai R bertanda minus maka dikatakan bahwa terdapat korelasi negative
antara X dan Y, dengan makna nilai X yang besar akan berasosiasi
dengan nilai Y yang kecil. Sebaliknya, jika nilai R bertanda positif maka
hal itu bermakna bahwa nilai X yang besar akan berasosiasi dengan nilai
Y yang juga besar, atau semakin besar X akan menyebabkan /
menghasilkan Y yang juga semakin besar.
3. Hasil Pengujian Hipotesis (Uji t atau Uji F)
Dalam pengujian hipotesis ini yang diuji adalah :
H0 : βi = 0
Dengan hipotesis tandingan
H1 : minimal 1 diantara βi ≠ 0
Kriteria pengujian :
Jika F-hitung ≤ F-tabel, maka H0 diterima, yang berarti bahwa terdapat
hungan yang tidak nyata antara peubah (peubah-peubah) bebas x
dengan peubah tidak bebas y.
Dalam kaitan dengan penyusunan Tabel Volume, diterimanya H0
mempunyai makna bahwa model yang dianalisis tidak dapat dipakai
sebagai dasar penyusunan Tabel Volume. Tetapi jika sebaliknya H1 yang
diterima maka berarti bahwa model yang dianalisis dapat dipakai sebagai
dasar penyusunan Tabel Volume.
F-hitung diperoleh dengan rumus : F =
JK (Regresi) / db(Regresi)
JK ( Sisa ) / db( Sisa )
=
KT (Regresi)
KT ( Sisa )
dimana : JK = Jumlah Kuadrat dan db = derajat bebas
KT = Kuadrat Tengah atau Ragam = JK / db
db(Regresi)
= jumlah peubah bebas dalam model
db(Sisa)
= n – 1 – db (Regresi)
JK(Regresi)
= Σbi.JHK(xiy)
JK (sisa)
= JK (Total) – JK (Regresi)
Pengujian dapat dilanjutkan untuk mengetahui bahwa apakah
keberadaan kedua peubah bebas dalam persamaan di atas mempunyai
makna yang nyata. Sebagaimana telah disebutkan di atas bahwa jika H1
diterima maka berarti bahwa minimal 1 diantara βi ≠ 0. Jadi masih ada
kemungkinan bahwa terdapat βi
yang bernilai 0. Peubah yang
koefisiennya bernilai 0 ini, perlu dicari untuk selanjutnya dikeluarkan dari
Tabel Volume dan Penggunaannya
M5 - 7
Modul Inventarisasi Hutan
model oleh karena keberadaannya dalam model tidak mempunyai makna,
yang artinya pengeluaran peubah tersebut dari model tidak akan
menyebabkan penurunan ketelitian model secara nyata.
Pengujian dilakukan dengan uji t, dimana:
t-hitung = bi / Sbi
Sbi = √{KT(Sisa).
1
JK ( xi )(1 − R
2
xj , x1, x 2 ,... xj −1, xj +1..., xk
)
}
Dimana R 2 xj , x1, x 2,... xj −1, xj +1..., xk = Σ{b.JHK(xjxi)}
Untuk k = 2, R2x1,x2 =
b.JHK(x 1 x 2 )
JK(x 1 ) . JK (x 2 )
Jika t-hitung ≤ t-tabel, maka keberadaan peubah dalam model itu todak
bermakna, dan sebaliknya jika t-hitung > t-tabel maka keberadaan
peubah dalam model berpengaruh nyata. Peubah yang tidak bermakna
dapat dikeluarkan dari model sedang peubah yang berpengaruh nyata,
harus tetap dipertahankan.
C. Penyusunan Tabel Volume
Tahapan-tahapan penyusunan tabel volume secara ringkas dapat
disebutkan sebagai berikut :
1. Pemilihan dan pengukuran sejumlah pohon contoh yang mewakili semua
kelas ukuran pohon dalam tegakan
2. Pengolahan atau analisis data, untuk mengetahui dapat tidaknya sesuatu
fungsi atau persamaan untuk digunakan sebagai dasar penyusunan tabel
volume. Jika digunakan analisis dengan menggunakan lebih dari satu
model, maka penyusunan tabel volume didasarkan pada fungsi atau
persamaan yang dinilai terbaik. Analisis dilakukan dengan Analisis
Regresi, dengan satu metode yang dikenal sebagai Metode Kuadrat
Terkecil (Least Square Method)
3. Berdasarkan persamaan terbaik yang diperoleh maka dapat dihitung nilai
taksiran volume, dan untuk selanjutnya disajikan dalam bentuk tabel
dimana tabel inilah yang dikenal sebagai Tabel Volume.
Untuk lebih jelasnya maka pada bagian berikut ini dipaparkan
prosedur analisis yang dilakukan berdasarkan contoh data hasil pengukuran
diameter, tinggi dan volume pohon-pohon pewakil yang tercantum pada
Tabel 5.2.
Tabel Volume dan Penggunaannya
M5 - 8
Modul Inventarisasi Hutan
Tabel 5.2. Contoh Hasil Pengukuran Diameter, Tinggi Dan Volume Pohon
No.
D (cm)
T (m)
V (m3)
No.
D (cm)
T (m)
V (m3)
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
22,5
24,5
26,5
28,5
30,0
36,5
37,0
33,5
31,5
32,5
46,3
46,5
46,2
57,2
59,0
56,3
59,5
54,2
56,0
52,3
11,0
10,6
10,0
9,7
16,0
16,5
14,0
14,5
15,8
10,2
17,8
15,0
15,5
16,2
20,0
24,5
19,5
20,3
21,0
16,7
0,286
0,363
0,383
0,469
0,726
1,102
0,984
0,845
0,769
0,559
2,050
1,657
1,877
2,753
3,910
4,310
3,876
3,205
3,280
2,561
21.
22.
23.
24.
25.
26.
27.
28.
29.
30.
31.
32.
33.
34.
35.
36.
37.
38.
39.
40.
68,5
65,5
61,5
64,5
63,0
79,1
74,5
76,8
72,5
74,5
82,5
82,6
84,4
89,8
87,8
86,5
93,9
96,5
98,5
95,6
20,3
19,8
24,0
23,0
19,0
22,0
19,0
18,4
26,5
23,2
28,0
23,4
19,5
16,8
26,0
26,0
25,0
23,5
26,5
26,0
5,464
4,714
4,560
4,609
3,983
7,5057
5,947
5,955
7,439
6,781
9,661
8,567
7,797
7,411
11,306
13,184
12,202
11,752
14,280
14,207
Keterangan :
D
=
Diameter; T = Tinggi
V
=
Volume (diperoleh melalui pengukuran pohon, setelah pohon atau
batang dibagi menjadi beberapa potongan dengan mengikuti
perubahan bentuk batang)
Dengan menggunakan data pada Tabel 5.2, maka dapat dianalisis
hubungan antara volume dengan diameter dan tinggi pohon, baik dengan
menggunakan data tersebut secara langsung , maupun setelah terlebih
dahulu mentransformasi data tersebut ke dalam nilai logaritmanya.
Dalam persoalan ini, volume merupakan peubah tidak bebas yang
umumnya dituliskan dengan notasi Y, sedang diameter dan tinggi, masingmasing merupakan peubah tidak bebas X1 dan X2. Nilai-nilai yang diperoleh
dari data di atas digunakan dalam analisis sebagai berikut :
Σ x1i
Σ x 2i ⎤
⎡ 40
⎡ n
⎢ Σ x Σ x 2 Σ x x ⎥ = ⎢2445,0
1i
1i 2 i ⎥
⎢ 1i
⎢
⎢⎣ Σ x 2 i Σ x 1 i x 2 i Σ x 2 i 2 ⎥⎦
⎢⎣ 770,7
⎡ Σyi
⎢Σx y
1i
i
⎢
⎢⎣ Σ x 2 i y i
⎤
⎥
⎥
⎥⎦
Tabel Volume dan Penggunaannya
=
2445,0
170319,5
50960,10
770,7 ⎤
50960,10⎥⎥
15868,37 ⎥⎦
⎡ 203,3 ⎤
⎢16010,12 ⎥
⎥
⎢
⎢⎣4611,475⎥⎦
M5 - 9
Modul Inventarisasi Hutan
⎡ JK ( x1 ) JHK ( x1 x 2 )⎤
⎡20868,84
⎢ JHK ( x x ) JK ( x ) ⎥ = ⎢3851,063
⎣
1 2
2
⎣
⎦
⎡ JHK ( x1 y ) ⎤
⎢ JHK ( x y )⎥
2
⎦
⎣
3851,063⎤
1018,908 ⎥⎦
⎡3582,248⎤
⎢694,0263⎥
⎣
⎦
=
Dengan demikian :
⎡b1⎤
⎡20868,84
⎢b2⎥ = ⎢3851,063
⎣ ⎦
⎣
−1
3851,063⎤ ⎡3582,248⎤
1018,908 ⎥⎦ ⎢⎣694,0263⎥⎦
b1
= 0,1519 ; b2 = 0,1070
b0
= y − b1 x1 − b2 x 2
b0
= 5,0825 – (0,1519 x 61,125) – (0,1070 x 19,27) = -6,2638
Berdasarkan hasil ini maka hubungan antara volume dengan diameter dapat
dituliskan sebagai berikut :
V = -6,2638 + 0,1519 D + 0,107 T
Nilai koefisien determinasi (R2) dari persamaan ini adalah :
R2 =
0,1519 × 3582,248 + 0,107 × 694,0263
= 0,907
681,711
Nilai ini menunjukkan bahwa melalui penggunaan model di atas, maka
peubah-peubah dapat
menjelaskan 90,7% keragaman peubah tidak
bebas Y.
Pengujian hipotesis H0 = 0, dilakukan dengan terlebih dahulu
menghitung besaran-besaran berikut ini :
JK (Regresi) = 0,1519 x 3582,248 + 0,107 x 694,0263 = 618,40
JK (Sisa)
= JK (Total) – JK(Regresi) = 681,71 – 618,4 = 63,31
= ( 618,4 / 2 ) / (63,31 / 37) = 180,704
FHitung
= 4,36 (diperoleh dari Tabel F, pada derajat bebas 2,37 dan
Ftabel
taraf nyata 0,01)
Nilai FHitung yang diperoleh di atas jauh lebih besar dari nilai FTabel,
sehingga H0 ditolak dan H1 diterima. Hal ini berarti terdapat hubungan yang
sangat nyata antara peubah (peubah-peubah) bebas X dengan peubah tidak
bebas Y. Dengan kata lain, nilai peubah Y dapat ditaksir berdasarkan nilai
peubah-peubah bebas X, dengan menggunakan persamaan :
V = -6,2638 + 0,1519 D + 0,107 T.
Tabel Volume dan Penggunaannya
M5 - 10
Modul Inventarisasi Hutan
Selanjutnya untuk mengetahui peranan dari masing-masing peubah
dalam model maka dilakukan uji t dimana :
t-hitung = bi / Sbi
Sbi = √{KT(Sisa).
1
JK ( xi )(1 − R
Dimana R 2 xj , x1, x 2,... xj −1, xj +1..., xk
2
xj , x1, x 2 ,... xj −1, xj +1..., xk
)
}
= 3851,0632 / (20868,54 x 1018,908)
= 0,6975
1
= 0,0165
20868,84 × (1 − 0,6975)
Dengan demikian : Sb1 = √(1,711) =
Dengan demikian : Sb2 = √(1,711)
1
1018,908 × (1 − 0,6975)
t1
= (01519 / 0,0165)
t2
= (0,1070 / 0,0745) = 1,4362
= 0,0745
= 9,2061
Untuk db = 37 dan taraf nyata 0,05, t-Tabel = 2,02
Untuk db = 37 dan taraf nyata 0,01, t-Tabel = 2,72
Nilai t-hitung yang diperoleh di atas mempunyai makna bahwa peubah yang
berperan nyata dalam model hanya peubah X1 atau diameter, sedang
peubah X2 berperan tidak nyata. Dengan demikian pengeluaran X2 tidak
akan mempengaruhi tingkat ketelitian model secara nyata.
Hasil diatas memberi indikasi bahwa dapat dibuat Tabel Volume Lokal
dengan menggunakan Persamaan Kudrat Terkecil :
⎡ n Σxi ⎤ ⎡bo ⎤
⎡ Σy i ⎤
⎢ Σ x Σx 2 ⎥ ⎢ b ⎥ = ⎢ Σ x y ⎥
⎣ i i ⎦ ⎣ 1⎦
⎣ i i⎦
Diperoleh persamaan : V = -5,4095 + 0,1717 D
Persamaan ini mempunyai koefisien determinasi r2 sebesar 0,895 yang
mana tidak terlalu berbeda dengan koefisien determinasi R2 dari persamaan
regresi berganda yang dibahas terdahulu. Yaitu sebesar 0,907.
Hasil analisis di atas biasanya disajikan dalam bentuk tabel yang dinamakan
Tabel Sidik Ragam atau Tabel Analisis Keragaman, sebagai berikut :
Tabel Volume dan Penggunaannya
M5 - 11
Modul Inventarisasi Hutan
a. Tabel Sidik Ragam untuk fungsi V = -6,456 + 0,149 D + 0,129 T.
Sumber Keragaman
Regresi
Sisa
Total (terkoreksi)
Peubah
Jumlah Kuadrat
db
610,013
2
305,007
71.557
37
1,934
681,570
39
Koefisien Regresi
Kuadrat Tengah
Galat Baku (Sbi)
t (db = 37)
F-hitung
157,710
Peluang
D
0,149
0,018
8,422
0,000
T
0,129
0,079
1,642
0,109
Konstant (b0)
-6,456
Galat baku Nilai Taksiran, Sy.x = 1,390
Koefisien Determinasi,
R2 = 0,895
Koefisien Korelasi,
R = 0,946
b. Tabel Sidik Ragam untuk finsi V = -5,436 + 0,173 D
Sumber Keragaman
Regresi
Sisa
Total (terkoreksi)
Peubah
Jumlah Kuadrat
db
604,802
1
604,802
76,768
38
2,020
681,570
39
Koefisien Regresi
D
0,173
Konstant (b0)
-5,436
Kuadrat Tengah
Galat Baku (Sbi)
0,010
t (db = 37)
17,302
F-hitung
299,375
Peluang
0,0000
Galat baku Nilai Taksiran, Sy.x = 1,421
Koefisien Determinasi,
R2 = 0,887
Koefisien Korelasi,
R = 0,942
Keterangan : Peluang yang tercantum pada tabel di atas juga biasa disebut sebagai taraf
nyata atau α.
Suatu Peubah dianggap mempunayi peranan dalam model jika nilai α atau
peluangnya ≤ 0,05.
Berdasarkan persamaan atau fungsi V = -5,436 + 0,173 D maka dapat
disusun Tabel Volume Lokal seperti yang tertera pada Tabel 5.3
Tabel Volume dan Penggunaannya
M5 - 12
Modul Inventarisasi Hutan
Tabel 5.3. Tabel Volume Lokal Jenis Krk, di Areal HPH PT. XYZ
No.
Diameter (cm)
Volume (m3)
No.
Diameter (cm)
Volume (m3)
1.
34
0,446
18.
68
6,328
2.
36
0,792
19.
70
6,674
3.
38
1,138
20.
72
7,020
4.
40
1,484
21.
74
7,366
5.
42
1,830
22.
76
7,712
6.
44
2,176
23.
78
8,058
7.
46
2,522
24.
80
8,404
8.
48
2,868
25.
82
8,750
9.
50
3,214
26.
84
9,096
10.
52
3,560
27.
86
9,442
11.
54
3,906
28.
88
9,788
12.
56
4,252
29.
90
10,134
13.
58
4,598
30.
92
10,480
14.
60
4,944
31.
94
10,826
15.
62
5,290
32.
96
11,172
16.
64
5,636
33.
98
11,518
17.
66
5,982
34.
100
11,864
Keterangan : Tabel disusun berdasarkan persamaan :
V = -5,436 + 0,173 D;
Galat Baku Nilai Taksiran, Sy.x = 1,421
Koefisien determinasi R = 0,942
Pada Tabel 5.3 terlihat bahwa nilai diameter terkecil yang disajikan adalah
34, meskipun data yang menjadi dasar nilai analisis terdapat nilai diameter
22,5 cm. Nilai taksiran volume untuk diameter ≤ 32 cm tidak dipaparkan
karena bernilai negatif, yang sekaligus menunjukkan bahwa nilai taksiran
pohon-pohon yang berdiameter ≤ 32 cm ini adalah sangat jauh dengan nilai
volume yang sebenarnya. Dengan kata lain, penaksiran volume untuk
pohon-pohon termaksud berdasarkan model :
V = -5,436 + 0,173 D ;
akan memberikan kesalahan nilai taksiran yang besar. Dalam kaitan dengan
hal ini, suatu catatan yang perlu diingat adalah bahwa kesalahan atau
Tabel Volume dan Penggunaannya
M5 - 13
Modul Inventarisasi Hutan
penyimpangan nilai taksiran adalah berbanding lurus dengan jarak nilai yang
ditaksir terhadap nilai rata-rata data yang digunakan dalam analisis, dan
khususnya bila model yang digunakan adalah model linier.
Untuk menjadi bahan pertimbangan berikut ini disajikan hasil analisis dan
Tabel Volume yang dibuat berdasarkan model logaritmik, yaitu model
fungsi : log V = b0 + b1 log D + b2 log T
Tabel Sidik Ragam Fungsi : log V = b0 + b1 log D + b2 log T
Sumber Keragaman
Jumlah Kuadrat
db
Kuadrat Tengah
Regresi
9,450
2
4,725
Sisa
0,024
37
0,00065
Total (terkoreksi)
9,475
39
Peubah
Koefisien Regresi
Galat Baku (Sbi)
t (db = 37)
F-hitung
7179,548
Peluang
log D
2,119
0,045
47,565
0,000
log T
0,876
0,065
13,503
0,000
Konstant (b0)
-4,317
Galat baku Nilai Taksiran, Sy.x
Koefisien Determinasi,
R2
Koefisien Korelasi,
R
= 0,0256
= 0,997
= 0,999
Nilai-nilai Sy.x, peluang dan koefisien determinasi pada tabel di atas
memperlihatkan bahwa penggunaan model logaritmik ini akan memberikan
nilai taksiran yang jauh lebih teliti jika dibandingkan dengan model linier
yang disajikan terdahulu. Pada tabel juga terlihat bahwa peubah log (D) dan
log (T) sama-sama mempunayi peranan yang nyata, sehingga keduaduanya dapat dipertahankan dalam model.
Berdasarkan model logaritmik yang tertera pada tabel, yaitu :
log V = - 4,317 + 2,119 log D + 0,876 log T
maka dapat disusun Tabel Volume Pohon sebagaimana yang tertera pada
Tabel 5.4.
Tabel Volume dan Penggunaannya
M5 - 14
Modul Inventarisasi Hutan
Tabel 5.4. Tabel Volume Lokal Jenis Krk, di Areal HPH PT. XYZ.
22
24
26
28
30
8
0,208
0,250
0,297
0,347
0,402
10
0,253
0,305
0,361
0,422
0,489
12
0,297
0,357
0,423
0,495
0,573
Tinggi (meter)
14
16
0,340
0,382
0,409
0,460
0,485
0,545
0,567
0,637
0,656
0,738
18
0,424
0,510
0,604
0,707
0,818
20
0,465
0,559
0,662
0,775
0,897
22
0,505
0,608
0,720
0,842
0,975
32
34
36
38
40
0,461
0,524
0,591
0,663
0,739
0,560
0,637
0,719
0,806
0,899
0,657
0,747
0,844
0,946
1,055
0,752
0,855
0,966
1,083
1,207
0,846
0,962
1,085
1,217
1,357
0,938
1,066
1,203
1,350
1,504
1,028
1,169
1,320
1,480
1,650
1,118
1,271
1,435
1,609
1,794
42
44
46
38
50
0,820
0,905
0,994
0,663
1,186
0,997
1,100
1,209
0,806
1,443
1,170
1,291
1,418
0,946
1,692
1,339
1,477
1,623
1,083
1,937
1,505
1,661
1,825
1,217
2,177
1,668
1,841
2,023
1,350
2,414
1,830
2,019
2,219
1,480
2,647
1,989
2,195
2,412
1,609
2,878
52
54
56
58
60
1,289
1,397
1,508
1,625
1,746
1,568
1,698
1,834
1,976
2,123
1,839
1,992
2,152
2,318
2,490
2,105
2,280
2,463
2,653
2,850
2,366
2,563
2,768
2,982
3,204
2,623
2,842
3,069
3,306
3,552
2,877
3,116
3,366
3,626
3,896
3,127
3,388
3,659
3,942
4,235
62
64
66
68
70
1,871
2,002
2,137
2,276
2,420
2,276
2,434
2,598
2,767
2,943
2,670
2,855
3,048
3,247
3,452
3,056
3,268
3,488
3,716
3,952
3,435
3,674
3,921
4,177
4,442
3,808
4,073
4,347
4,631
4,925
4,176
4,467
4,768
5,079
5,401
4,540
4,856
5,183
5,521
5,871
72
74
76
78
80
2,569
2,723
2,881
3,044
3,212
3,124
3,311
3,503
3,701
3,905
3,665
3,884
4,110
4,342
4,582
4,195
4,445
4,704
4,970
5,244
4,715
4,997
5,288
5,587
5,895
5,228
5,540
5,862
6,194
6,535
5,733
6,076
6,429
6,793
7,167
6,232
6,605
6,989
7,384
7,791
82
84
86
88
90
3,384
3,562
3,744
3,931
4,122
4,115
4,331
4,552
4,779
5,012
4,828
5,081
5,340
5,607
5,880
5,526
5,815
6,112
6,418
6,731
6,211
6,537
6,871
7,214
7,566
6,886
7,247
7,618
7,998
8,388
7,552
7,948
8,354
8,771
9,199
8,210
8,640
9,082
9,535
10,000
92
94
96
98
100
4,319
4,520
4,726
4,938
5,154
5,251
5,496
5,747
6,004
6,266
6,161
6,448
6,742
7,043
7,351
7,051
7,380
7,717
8,062
8,414
7,926
8,296
8,674
9,062
9,458
8,788
9,198
9,617
10,047
10,486
9,638
10,087
10,547
11,018
11,500
10,477
10,965
11,466
11,978
12,502
Diameter
(cm)
Keterangan : Tabel disusun berdasarkan persamaan :
log V = - 4,317 + 2,119 log D + 0,876 log T
Galat Baku,Sy.x = 0,0256, Koefisien determinasi R2 = 0,997
Tabel Volume dan Penggunaannya
M5 - 15
Modul Inventarisasi Hutan
D. Tugas dan Latihan
1. a. Jelaskan apa yang dimaksud dengan Tabel Volume
b. Jelaskan pula manfaat dari tabel volume termaksud
2. Jelaskan secara singkat syarat-syarat penggunaan suatu Tabel Volume.
3. Jelaskan secara singkat tahapn-tahap pembuatan/penyusunan suatu Tabel
Volume.
4. Untuk menentukan dapat tidaknya suatu model fungsi) dipakai sebagai
dasar penyusunan Tabel Volume, digunakan beberapa ukuran. Sebutkan
dan jelaskan secara singkat pengertian dari masing-masing ukuran yang
dimaksud.
5. Penyusunan Tabel Volume tidak jarang hanya dilakukan berdasarkan
hubungan antara dan diameter saja (tanpa tinggi)
a. Pada kondisi yang bagaimanakah hal tersebut dapat terjadi
b. Dosebut apakah tabel yang disusun berdasarkan hubungan antara
diameter dan volume termaksud.
c. Sebutkan kelemahan dan kelebihan dari tabel yang dimaksudkan pada
butir b.
6. Dengan menggunakan data pada Tabel 5.2, lakukanlah analisis berdasarkan fungsi-fungsi berikut ini :
a. V
=
b0 + b1 D + b2D2
b. V
=
b 0 + b1 D 2 t
c. V
= b0 + b1 D2 + b2D2T = b3 T
d. log V = b0 + b1log(D)
e. log V = b0 + b1log(D) + b2log(D)
7. Susunlah suatu Tabel Volume berdasarkan persamaan terbaik diperoleh
pada soal no. 6
Tabel Volume dan Penggunaannya
M5 - 16
Modul Inventarisasi Hutan
III. INDIKATOR PENILAIAN
Melalui pemahaman tentang materi bahasan yang telah
dikemukakan di atas, setiap mahasiswa diharapkan memiliki kemampuan
atau kompetensi dalam melakukan analisis hubungan antara volume
dengan diameter dan tinggi pohon, dan menyusun tabel volume.
Indikator penilaian kemampuan atau kompetensi peserta didik
adalah ketepatan analisis yang mendasari penyusunan tabel volume,
dengan bobot nilai sebesar 12%. Penilaian dilakukan selama proses
pembelajaran berlangsung, baik pada waktu penyeleng-garaan kuliah
maupun melalui laporan pelaksanaan tugas latihan yang dilakukan oleh
mahasiswa secara mandiri (perorangan ataupun berkelompok).
IV. PENUTUP
Modul ini diharapkan dapat menjadi acuan bagi pembelajar dan
mahasiswa untuk melakukan penelusuran berbagai sumber belajar, yang
terkait dengan inventarisasi hutan, khususnya yang terkait dengan tabel
volume, baik dalam bentuk Buku teks, Dokumen-dokumen atau Laporan
hasil penelitian, Internet ataupun sumber-sumber lain. Dengan mengacu
pada modul ini maka proses pembelajaran diharapkan dapat berjalan secara
efisien dan efektif melalui peran aktif dari semua pihak terkait, khususnya
mahasiswa.
Tabel Volume dan Penggunaannya
M5 - 17
Modul Inventarisasi Hutan
MODUL - 6
RIAP TEGAKAN BESERTA PENAKSIRAN DAN PEMODELANNYA
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Informasi tentang riap atau pertumbuhan tegakan, termasuk faktorfaktor yang mempengaruhinya, merupakan hal yang sangat penting bagi
upaya pelestarian sumberdaya hutan. Jika tindakan-tindakan pengelolaan
hutan (meliputi tata waktu, frekuensi dan intensitas dari setiap jenis
tindakan) didasarkan atas data atau informasi tentang pertumbuhan
tegakan, maka optimalisasi produktivitas tegakan hutan akan dapat
diwujudkan yang pada gilirannya akan lebih menjamin upaya pelestarian
sumberdaya hutan.
Informasi tentang riap yang dimaksudkan di atas seharusnya
merupakan informasi yang benar, yang diperoleh melalui metode pendataan
dan metode analisis ataupun metode pemodelan yang tepat. Modul ini berisi
pembahasan tentang riap beserta faktor-faktor yang mempengaruhinya,
metode penaksirannya dan pemodelannya.
B. Ruang Lingkup Isi
Isi dari modul ini secara garis besar meliputi antara lain hal-hal
sebagai berikut :
(1) Pengertian dan jenis-jenis riap,
(2) Faktor-faktor yang mempengaruhi riap atau pertumbuhan tegakan,
(3) Metode-metode penaksiran riap, dan
(4) Model-model pertumbuhan tegakan
C. Sasaran Pembelajaran Modul
Setelah mempelajari modul ini, mahasiswa diharapkan mampu
menjelaskan :
(1) Pengertian riap dan manfaat pengetahuan tentang riap
(2) Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan tegakan,
(3) Penerapan metode-metode penaksiran riap, dan
(4) Model-model pertumbuhan tegakan
Riap Tegakan beserta Penaksiran dan Pemodelannya
M6 - 1
Modul Inventarisasi Hutan
II. MATERI PEMBELAJARAN
A. Pengertian dan Jenis-Jenis Riap
Riap atau pertumbuhan pohon didefinisikan sebagai pertambahan
dimensi pohon (diameter, tinggi, bidang dasar dan volume) dalam suatu
periode waktu tertentu. Dari sudut pandang finansil riap identik dengan
bunga modal yang ditanamkan dalam suatu pengusahaan hutan. Riap akan
menentukan besar-kecilnya dan cepat-lambatnya pengembalian modal yang
diinvestasikan dalam suatu pengusahaan hutan. Sehubungan dengan itulah,
maka riap merupakan salah satu faktor utama yang harus dipertimbangkan
dalam penyusunan rencana pengelolaan hutan dan pendayagunaan
potensinya.
Pengetahuan tentang riap akan memungkinkan pengelola hutan
untuk menetapkan prakiraan luas tebangan dan volume produksi secara
lebih tepat. Selain itu, informasi riap atau pertumbuhan merupakan dasar
dalam penentuan frekuensi dan intensitas tindakan-tindakan pengelolaan
hutan, khususnya kegiatan penebangan, secara tepat dalam rangka lebih
mengoptimumkan hasil dan manfaat hutan.
Dikenal beberapa istilah terkait dengan riap, seperti : total riap, riap
rata-rata tahunan, riap setahun dan persen riap.
1. Total riap atau jumlah riap; adalah pertumbuhan yang dicapai oleh pohon
atau tegakan sampai pada umur tertentu. Total riap secara umum
dituliskan dengan notasi : Gt.
2. Riap rata-rata tahunan atau riap rata-rata; adalah riap rata-rata per tahun
dari pohon atau tegakan sampai pada umur tertentu. Dengan kata lain,
riap rata-rata adalah total riap pohon atau tegakan sampai pada umur
tertentu dibagi umurnya. Riap rata-rata tahunan, dituliskan dengan notasi:
MAIt, yaitu singkatan dari Mean Annual Increment, yang dapat dihitung
dengan rumus : MAIt = Gt / t
3. Riap jalan atau riap setahun; adalah pertumbuhan pohon atau tegakan
dari tahun ke tahun. Riap jalan atau riap setahun, dituliskan dengan
notasi : CAIt, yaitu singkatan dari Current Annual Increment, dan dapat
dihitung dengan rumus : CAIt = Gt – Gt-1. Jika fungsi Gt diketahui maka
CAI merupakan turunan pertama dari fungsi tersebut (CAI = ∂Gt / ∂t).
4. Riap periodik; adalah riap atau pertumbuhan pohon selama periode
tertentu, misalnya selama periode lima tahunan atau sepuluh tahunan.
Berhubung karena pertumbuhan pohon atau tegakan sangat lambat,
Riap Tegakan beserta Penaksiran dan Pemodelannya
M6 - 2
Modul Inventarisasi Hutan
maka dalam praktek pengukuran riap biasanya ditujukan pada
pengukuran riap periodik (Periodic Increment) untuk tenggang waktu lima
atau sepuluh tahunan. Dengan demikian riap periodik (PI) dapat diperoleh
dengan rumus :
PI5 = Gt - Gt-5 dan PAI10 = Gt - Gt-10.
5. Riap rata-rata dalam suatu periode (Periodic annual increment) adalah
riap yang diperoleh dari riap periodik dibagi dengan selang waktu antara
awal dan akhir periode.
PAI10 = {Gt - Gt-10}/10.
PI5 = {Gt - Gt-5}/5 dan
Dalam kaitan dengan penentuan waktu penebangan atau daur
tegakan, perlu dicatat bahwa pohon-pohon, secara umum akan mengawali
pertumbuhannya dengan suatu tingkat pertumbuhan yang relatif kecil.
Sejalan dengan pertambahan umurnya tingkat pertumbuhan tersebut akan
semakin besar sampai pada suatu umur tertentu, dan pada umur-umur
selanjutnya akan kembali menurun secara perlahan-lahan hingga mencapai
suatu kondisi dimana pohon atau tegakan tidak bertumbuh lagi.
Kondisi termaksud di atas secara diagramatik dapat dilihat pada
Gambar 6.1, dimana pada taraf awal, riap jalan (CAI) lebih besar dai riap
rata-rata (MAI). Juga dapat dilihat bahwa riap jalan mencapai nilai
maksimum pada usia yang lebih muda. Pada saat riap jalan sudah mulai
menurun, riap rata-rata masih terus mengalami peningkatan, hingga
keduanya berpotongan pada saat riap rata-rata mencapai nilai maksimum.
Perpotongan antara kurva riap jalan dan riap rata-rata, mempunyai
makna khusus dan sangat penting bagi pengusahaan hutan, karena pada
saat inilah produksi maksimum dapat dicapai. Daur atau umur pemanenan
tegakan yang ditetapkan sama dengan saat terjadinya perpotongan antara
CAI dan MAI disebut daur produksi maksimum.
Di atas telah dikemukakan bahwa riap identik dengan bunga modal
yang ditanamkan dalam pengusahaan hutan, karena itu seperti halnya
dengan bunga modal, riap-pun dapat dinyatakan dalam nilai prosentase.
Nilai prosentase riap (r%), khususnya riap volume , antara lain dapat
ditentukan berdasarkan perhitungan bunga mejemuk sebagai berikut :
Jika volume awal dinyatakan sebagai V0 dan volume pada umur tertentu
dinyatakan sebagai Vt, maka terdapat hubungan Vt dan V0 yang dituliskan
sebagai berikut :
Vt = V0(1 + r%)t atau Vt = V0(1 + 0,0p)t
Riap Tegakan beserta Penaksiran dan Pemodelannya
M6 - 3
Modul Inventarisasi Hutan
Dengan demikian :
1 + 0,0r = (Vt/V0)(1/t) Æ 0,0r = (Vt/V0)(1/t) – 1
r = 100 {(Vt/V0)(1/t) – 1}
Selain dari cara di atas, Pressler menyatakan prosentase riap (r%)
sebagai prsentase riap rata-rata tahunan terhadap nilai tengah riap
sepanjang umur pohon atau tegakan, dimana :
Riap volume rata-rata tahunan = (Vt – V0) / t
Nilai tengah riap volume
= (Vt + V0) / 2
Dengan demikian :
0
0
/
/2
100
200
0
0
PERTUMBUHAN (RIAP)
UMUR POHON DAN TEGAKAN
Gambar 6.1. Diagram Pertumbuhan Pohon / Tegakan
Riap tegakan tidak selamanya sama dengan jumlah riap dari
individu-individu pohon penyusun tegakan yang bersangkutan. Riap
tegakan merupakan resultante dari tiga unsur yaitu :
1. Pertumbuhan (tambah-tumbuh) individu-individu pohon penyusun tegakan
2. Ingrowth, yaitu pohon-pohon yang semula (pada awal pengamatan)
belum diperhitungkan karena belum termasuk kelas ukuran, tetapi
bertumbuh menjadi lebih besar selama periode pengamatan sehingga
memenuhi atau bahkan melebihi kelas ukuran minimum pada akhir
pengamatan.
3. Mortality, pohon-pohon yang mati selama pengelolaan berlangsung.
4. Tebangan, pohon-pohon yang dipanen (misalnya melalui penjarangan
komersil) selama periode pengelolaan.
Riap Tegakan beserta Penaksiran dan Pemodelannya
M6 - 4
Modul Inventarisasi Hutan
Dengan demikian pertumbuhan tegakan antara dua waktu pengamatan
dapat dituliskan sebagai berikut :
Riap = Tambah Tumbuh + Ingrowth + Panenan – Mortality
Dalam pengertian sehari-hari, pertumbuhan dan riap biasanya
dianggap sama, tetapi ada pula beberapa pihak yang membedakannya.
Pertumbuhan merupakan terminologi yang bersifat umum dan dianggap
sinonim dengan perkataan Growth, sedangkan riap bersifat lebih khusus.
Total riap biasanya dianggap sinonim dengan pertumbuhan, sedang riap
adalah pertumbuhan dalam suatu satuan waktu tertentu. Riap sering pula
dipakai untuk menyatakan pertambahan nilai tegakan.
B. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Riap
Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan pohon secara garis
besar dapat digolongkan atas :
1. Faktor genetik atau faktor keturunan
2. Faktor lingkungan yang meliputi : tanah, iklim, topografi dan persaingan
(adanya pohon-pohon atau vegetasi lain yang menjadi pesaing).
3. Faktor pengelola.
Pada hutan-hutan alam yang belum dikelola, faktor genetik dan
faktor lingkungan mempunyai peranan yang sangat dominan. Namun pada
hutan-hutan tanaman faktor pengelola dapat berperan secara dominan.
Dengan kemampuan teknologi yang dimilikinya, pengelola dapat berperan
dalam rekayasa genetik untuk menghasilkan jenis-jenis unggul dan produktif
atau jenis-jenis yang memiliki riap yang tinggi. Kemampuan dan kesaksamaan pengelola dalam memilih jenis serta penentuan frekuensi dan
intensitas tindakan-tindakan silvikultur juga dapat berperan dalam
mengoptimal riap. Dalam kaitan dengan hal ini, pengelola harus pandaipandai dalam menyesuaikan diri dengan faktor lingkungan yang ada, sambil
tetap berupaya untuk mengatur pendayagunaan faktor-faktor termaksud
sesuai dengan kemampuan teknologi yang dimilikinya.
Dalam bidang kehutanan, resultante dari semua faktor tempat
tumbuh (khususnya tanah dan iklim) dinyatakan sebagai BONITA, atau kelas
kualitas tempat tumbuh. Bonita suatu lahan hutan diukur berdasarkan
peninggi (tinggi pohon-pohon dominan), dengan pertimbangan bahwa
pertumbuhan tinggi pohon-pohon dominan inilah yang kurang dipengaruhi
oleh campur tangan manusia. Beberapa Negara menggunakan INDEKS
TEMPAT TUMBUH, untuk menyatakan kelas kualitas tempat tumbuh. Indeks
tempat tumbuh adalah pertumbuhan peninggi yang dapat dicapai oleh suatu
Riap Tegakan beserta Penaksiran dan Pemodelannya
M6 - 5
Modul Inventarisasi Hutan
tegakan pada suatu umur standar. Secara prinsip kedua ukuran termaksud
tidak berbeda, namun indeks tempat tumbuh lebih bersifat kuantitatif
(berskala rasio), sedang bonita masih bersifat kategorial (berskala ordinal
atau interval) . (dikenal : Bonita rendah, sedang dan tinggi atau Bonita I, II,
III, IV dan seterusnya).
Pengelola dapat berperan dalam mempengaruhi dan atau mengoptimalkan riap tegakan, antara lain melalui :
1. Pemilihan benih dan atau bibit yang unggul dan sehat.
2. Penguasaan teknik-teknik untuk menemukenali kemampaun lahan dan
pemilihan jenis yang sesuai dikembangkan pada lahan yang dikelola.
3. Pengaturan frekuensi dan intensitas tindakan-tindakan pengelolaan,
khususnya penjarangan atau pengaturan kerapatan tegakan sepanjang
umur tegakan yang bersangkutan.
Pengaturan kerapatan tegakan didasarkan pada adanya kenyataan
bahwa setiap individu pohon dalam tegakan akan memerlukan ruang
tumbuh yang semakin besar, sejalan dengan pertambhan umurnya. Dalam
kaitan dengan hal ini, suatu hal yang patut dicatat ialah bahwa
pengalokasian ruang tumbuh yang lebih besar sampai pada suatu tingkat
tertentu akan menyebabkan meningkatnya pertumbuhan diameter individuindividu pohon penyusun tegakan. Namun pengalokasian ruang yang terlalu
besar dan melebihi kebutuhan, disamping tidak akan berpengaruh lagi bagi
pertumbuhan juga akan mengakibatkan adanya bagian lahan yang tidak
dimanfaatkan. Dengan kata lain, setiap individu pohon dari setiap jenis pada
umur tertentu akan memerlukan suatu ruang tumbuh tertentu untuk
menunjang pertumbuhan optimumnya. Dalam konteks tegakan, ruang
tumbuh ini lebih lazim dinyatakan sebagai kerapatan (jumlah pohon per
satuan luas), dan ruang tumbuh optimum lebih lazim disebut sebagai
kerapatan optimum.
Jika tujuan pengelolaan adalah untuk menghasilkan volume kayu
dalam jumlah maksimum, maka hutan harus dikelola pada kondisi kerapatan
optimum. Namun pada kenyataannya pengelolaan hutan tidak selamanya
dapat dilaksanakan pada kondisi tingkat kerapatan optimum, karena dua
alasan. Alasan yang pertama adalah karena belum diketahuinya tingkat
kerapatan optimum yang dimaksudkan. Sedang alasan yang kedua ialah
karena adanya tujuan-tujuan khusus yang ingin dicapai. Misalnya, dari suatu
lahan hutan dengan luas tertentu ingin dihasilkan kayu-kayu yang
berdiameter besar, maka tegakan harus dikelola pada kondisi tingkat
kerapatan yang rendah. Sebaliknya jika yang ingin diproduksi adalah kayu-
Riap Tegakan beserta Penaksiran dan Pemodelannya
M6 - 6
Modul Inventarisasi Hutan
kayu yang berdiameter kecil dalam jumlah yang banyak maka tegakan harus
dikelola pada kondisi tingkat kerapatan yang tinggi.
C. Metode-metode Penaksiran Riap
Penaksiran riap dapat dilakukan melalui 3 (tiga) metode, yaitu : (1)
penggunaan tabel tegakan, (2) pelaksanaan inventarisasi berulang dan (3)
pemanfaatan lingkaran tahun.
1. Penaksiran Riap berdasarkan Tabel Tegakan
Metode atau cara ini hanya dapat digunakan pada tegakan seumur
yang sudah memiliki tabel tegakan. Dalam tabel tegakan ini tercantum data
pertumbuhan tegakan normal, yang merupakan nilai-nilai taksiran
berdasarkan hasil analisis dan hasil pemodelan pertumbuhan tegakan yang
dilakukan sebelumnya. Tabel tegakan antara lain memuat : umur, jumlah
pohon dan persen sela (S%), peninggi, tinggi rata-rata, diameter rata-rata,
bidang dasar per hektar, volume per hektar dan juga riap rata-rata (MAI)
serta riap jalan (CAI), untuk berbagai kelas bonita.
Pertumbuhan tegakan yang menjadi obyek pengamatan dapat
diperoleh dengan jalan mengalikan suatu faktor, yang disebut derajat
kesempurnaan terhadap nilai yang tercantum pada tabel tegakan. Nilai
derajat kesempurnaan adalah hasil perkalian antara nilai kerapatan bidang
dasar dengan angka kualitas batang pohon dalam tegakan.
Nilai kerapatan adalah hasil perbandingan bidang dasar hasil
pengukuran dengan nilai bidang dasar yang tercantum pada tabel untuk
tegakan dengan kelas bonita dan umur yang sama. Sedang angka kualitas
batang adalah nilai perbandingan bagian volume batang yang dapat dipanen
atau dimanfaatkan dengan total volume batang.
Teladan :
Hasil pengamatan pada petak contoh menunjukkan bahwa bidang dasar
suatu tegakan adalah 60,8 m2 per Ha, dan angka kualitas batangnya adalah
0,75. Selanjutnya, dari tabel tegakan diperoleh bahwa bidang dasar, volume
dan MAI-volume dari tegakan yang mempunyai bonita dan umur yang sama
dengan tegakan obyek pengamatan adalah masing-masing sebesar 80 m2,
520 m3, dan 78 m3 per Ha. Berdasarkan data / informasi ini dapat dihitung :
Kerapatan tegakan
= 60,8 / 80 = 0,76
Derajat kesempurnaan = 0,75 x 0,76 = 0,57
Volume tagakan
= 0,57 x 520 = 296,4 m3
MAI Volume tegakan = 0,57 x 78 = 44,46
Riap Tegakan beserta Penaksiran dan Pemodelannya
M6 - 7
Modul Inventarisasi Hutan
2. Penaksiran Riap melalui Inventarisasi Berulang
Penaksiran riap melalui inventarisasi berulang sebenarnya sudah
disinggung di depan, karena hal ini berkaitan erat dengan riap periodik.
Informasi yang secara langsung diperoleh dari inventarisasi berulang ini
adalah riap periodik, yaitu selisih antara hasil pengukuran kedua dengan
hasil pengukuran pertama.
Dalam pelaksanaannya, inventarisasi berulang mempunyai beberapa
variasi yaitu sebagai berikut :
a. Pengukuran dilakukan pada petak-petak ukur yang sama dari waktu ke
waktu. Petak-petak ini dikenal dengan nama Petak Ukur Permanen
(Permanent Sample Plots). Inventarisasi yang dilakukan dengan cara
demikian ini dikenal dengan nama Continuous Forest Inventory (CFI).
b. Pengukuran dilakukan pada petak-petak yang berbeda dari waktu ke
waktu. Metode ini identik dengan pengukuran petak-petak contoh dari
kelas umur yang berbeda pada tegakan-tegakan seumur. Untuk
menyiapkan informasi pertumbuhan dalam waktu yang relatif terbatas,
metode ini cukup ampuh, asalkan tersedia tegakan dengan jumlah kelas
umur yang cukup banyak dan bervariasi.
c. Pengukuran dilakukan pada petak-petak yang sebagian diantaranya
merupakan petak permanen tetapi sebagiannya lagi merupakan petakpetak temporer. Hal ini didasarkan pada pertimbangan bahwa
pemeliharaan petak-petak permanen dalam jumlah yang banyak akan
memerlukan biaya yang cukup besar. Selain itu, penggunaan metode
satistika sebagaimana telah disajikan pada pembahasan Sampling
Berganda akan dapat membantu peningkatan ketelitian taksiran, yaitu
dengan jalan memanfaatkan hubungan antara hasil pengukuran pertama
dan kedua pada petak-petak permanen. Inventarisasi yang dilakukan
dengan cara ini dikenal dengan nama Continuous Forest Inventory with
Partial Replacement.
Jika inventarisasi berulang ini dilakukan berkali-kali, misalnya lebih
dari 10 kali, maka disamping dapat diperoleh riap periodik pada setiap
interval waktu diantara dua waktu pengamatan yang berdekatan, juga akan
dapat dibuat model pertumbuhan tegakan yang sekaligus dapat dipakai
sebagai dasar dalam penyusunan Tabel Tegakan empiris.
3. Penaksiran Riap Melalui Pengukuran Lingkaran Tahunan
Metode ini hanya dimungkinkan jika pohon-pohon yang diamati
mempunyai lingkaran tahun yang jelas. Hal yang demikian ini hanya dapat
Riap Tegakan beserta Penaksiran dan Pemodelannya
M6 - 8
Modul Inventarisasi Hutan
dijumpai pada daerah-daerah yang memiliki kondisi iklim tahunan yang
dapat dibedakan atas :
(a Kondisi yang memungkinkan pohon-pohon dapat bertumbuh, dan
(b) Kondisi dimana pohon-pohon tidak dapat bertumbuh tetapi hanya
mengalami penebalan sel. Sel-sel yang mengalami penebalan inilah
yang terlihat sebagai lingkaran tahun. Kondisi yang dimaksudkan di
atas dapat dijumpai pada wilayah-wilayah sub tropis. Sebaliknya pada
wilayah tropis seperti di Indonesia hal seperti ini sulit ditemukan.
Pada pohon-pohon yang memiliki lingkaran tahun, riap diameter
pada ketinggian dada, secara langsung dapat diukur dengan bor riap,
(Increment borer), sedang ukuran tinggi dan volume hanya dapat diperoleh
melalui analisis batang (stem analysis), yaitu melalui pembacaan lingkaran
tahun pada berbagai ketinggian (biasanya pada setiap interval 1 meter)
terhadap sejumlah pohon-pohon pewakil.
D. Model-model Pertumbuhan Tegakan
1. Dasar-dasar Pemodelan Pertumbuhan Tegakan
Di depan telah dikemukakan bahwa pohon-pohon, secara umum
akan mengawali pertumbuhannya dengan suatu tingkat pertumbuhan yang
relatif kecil. Sejalan dengan pertambahan umurnya, tingkat pertumbuhan
tersebut akan semakin besar sampai pada suatu umur tertentu, dan pada
umur-umur selanjutnya akan kembali menurun secara perlahan-lahan
hingga mencapai suatu kondisi dimana pohon atau tegakan tidak bertumbuh
lagi (riap = 0).
Berdasarkan gambaran di atas, maka dapat dibayangkan bahwa
pertumbuhan pohon tersebut akan berbentuk Sigmoid. Namun, tidak
tertutup kemungkinan bahwa pertumbuhan pohon dapat digambarkan
dengan model logaritmik ataupun linier, khususnya bila pertumbuhan yang
dimaksudkan hanya mencakupi selang waktu (umur) yang relatif terbatas.
Untuk penggambaran pertumbuhan pohon secara komprehensip,
diperlukan data pertumbuhan pohon dari berbagai kelas umur, mulai dari
data pohon yang berumur satu atau dua tahun sampai dengan data pohon
yang sudah berumur tua, atau lebih tepatnya data ukuran pohon yang tidak
lagi mengalami pertumbuhan karena faktor umur. Namun, data yang
lengkap umumnya tidak dapat diperoleh, sedang penggambaran
pertumbuhan sangat diperlukan untuk kepentingan perencanaan.
Berkaitan dengan hal termaksud di atas inilah maka penggambaran
pertumbuhan sering dilakukan dengan beberapa asumsi untuk tujuan
penyederhanaan persoalan. Pertumbuhan (total riap), kompnen-komponen
Riap Tegakan beserta Penaksiran dan Pemodelannya
M6 - 9
Modul Inventarisasi Hutan
pohon ( tinggi, diameter, bidang dasar dan volume) sering diasumsikan
sebagai fungsi dari waktu atau umur. Pada pihak lain, riap atau tingkat
pertambahan atau tingkat perubahan dimensi pohon sampai pada umur
tertentu, diasumsikan sebagai fungsi dari umurnya dan atau pertumbuhan
yang sudah dicapai sampai pada umur yang termaksud.
Secara matematis, tingkat pertumbuhan pohon (∂Y/∂t) dapat
mengikuti salah satu dari fungsi differensial sebagai berikut :
∂Y/dt = f(t); ………….....……...............………………. 6.1
∂Y/dt = g(Y); …………......................………………… 6.2
∂Y/dt = h(Y,t); ………........................………………… 6.3
dimana t dan Y adalah umur dan pertumbuhan yang dicapai pada umur t
yang bersangkutan.
Fungsi yang paling umum digunakan dalam penggambaran
pertumbuhan pohon adalah fungsi 6.2 dengan beberapa variasi bentuk
beserta namanya sebagai berikut :
g = a (A - Y)
; Mithcherlich ……...................…… 6.2a
g = aYln(A - Y) ; Gomperts …….....................…….. 6.2b
g = aY2 + bY ; Logisitcs ………....................……. 6.2c
; Richardz ………..................…….. 6.2d
g = aYc + bY
Selanjutnya salah satu bentuk dari fungsi 6.3, yang juga sering
digunakan dalam pemodelan pertumbuhan pohon adalah fungsi Weibull,
yang dituliskan sebagai berikut :
h = B.c.tc-1.(A - Y); ……..................………………….. 6.3a
Bentuk integral dari fungsi-fungsi di atas masing-masing dapat
dituliskan sebagai berikut :
Y = A{1-B.exp(kt)};
Mithcherlich ….............…… 6.4
Y = A.exp{-B.exp(-kt)}; Gomperts …….............…… 6.5
Y = A/{1+B.exp(-kt)};
Logisitcs ……..............…… 6.6
1/1-m
Y = A{1-B.exp(kt)}
; Richardz ……...............…… 6.7
Y = A{1- exp(ktc)};
Weibull …................……… 6.8
Dalam praktek model-model di atas, lebih banyak digunakan untuk
pemodelan pertumbuhan individu pohon, meskipun tidak jarang juga
digunakan dalam pemodelan tegakan. Fungsi-fungsi di atas menunjukkan
bahwa pertumbuhan merupakan fungsi dari umur. Juga terlihat bahwa
pertumbuhan yang dicapai di sepanjang umur pohon mempunyai nilai yang
proporsional terhadap nilai maksimum yang dapat dicapai, yang disimbolkan
dengan A. Dengan kata lain, kemungkinan terjadinya kenaikan tingkat
pertumbuhan sebagai akibat dari adanya perlakuan (seperti penjarangan
dan/atau pemangkasan) tidak diperlihatkan pada model-model di atas.
Riap Tegakan beserta Penaksiran dan Pemodelannya
M6 - 10
Modul Inventarisasi Hutan
Sehubungan dengan hal inilah maka model-model tersebut
umumnya hanya dipakai dalam pemodelan pertumbuhan pohon pada tahap
awal dan atau penyusunan model dasar tegakan, khususnya untuk
menyatakan pertumbuhan peninggi atau pertumbuhan tinggi pohon-pohon
dominan, yang sekaligus menjadi dasar dalam penentuan bonita atau indeks
tempat tumbuh pada suatu lahan hutan.
Selain pemodelan pertumbuhan peninggi, pemodelan tingkat
penurunan jumlah pohon sejalan dengan pertambahan umurnya, juga
merupakan model dasar dalam pemodelan pertumbuhan tegakan. Model
dasar yang dimaksudkan disini adalah model untuk tegakan tanpa perlakuan
pejarangan dan atau tanpa pemangkasan, yang sering diistilahkan sebagai
Model Penjarangan Alami. Salah satu model yang umum digunakan untuk
menyatakan penjarangan alami adalah sebagai berikut :
W.N1,5 = K1 ; Yoda
……………................………………
6.9
dimana W adalah biomassa, N adalah jumlah pohon per satuan luas,
sedang k adalah tetapan.
Dengan anggapan bahwa tinggi adalah sebanding dengan 1/3 biomassa
maka diperoleh suatu rumus yang menyatakan hubungan antara peninggi
(H) dengan N, yang dituliskan sebagai berikut :
HN0,5 = K2 ;
Yoda
………........................……………
6.10
Model lain yang dapat digunakan untuk menyatakan fenomena
penjarangan alami adalah :
Nt = NA(N0/NA)exp{-a(h-to)} ; Khilmi
…………......………..
6.11
Berdasarkan kedua model tersebut di atas, Malamassam (1987)
mengemukakan suatu model Hibrida yang dituliskan sebagai berikut:
St = SA(S0/SA) exp{-a(Ht-Ho)} ;
Malamassam ……….......….
6.12
dimana : St = Nt0,5.Ht ; SA = NA0,5.HA ;
S0 = H00,5.H0 ;
HA adalah peninggi maksimum atau nilai asimptotik peninggi
NA adalah jumlah pohon per hektar pada saat HA tercapai.
N0 dan Nt adalah jumlah pohon per hektar, masing-masing pada kondisi
awal (pada saat persaingan antar pohon mulai terjadi) dan pada umur t.
H0 dan Ht adalah nilai peninggi, masing-masing pada saat persaingan
antara pohon mulai terjadi dan pada umur t, yang sekaligus merupakan
pengganti t0 dan t pada Rumus Khilmi, sedang a adalah parameter.
S adalah kerapatan relatif (Relative spacing ratio), yang sering dinyatakan
dalam nilai prosentase (S x 100%) dan lazim disebut sebagai S%
Riap Tegakan beserta Penaksiran dan Pemodelannya
M6 - 11
Modul Inventarisasi Hutan
Berdasarkan kedua model dasar tersebut di atas, maka modelmodel pertumbuhan komponen tegakan lainnya, seperti perkembangan
tajuk, pertumbuhan tinggi dan diameter (baik nilai rata-rata maupun
keragamannya), serta pertumbuhan bidang dasar dan pertumbuhan volume
tegakan per satuan luas, dapat dibuat dengan memasukkan faktor-faktor
perlakuan berupa tindakan penjarangan dan atau pemangkasan.
Dalam kaitan dengan pertumbuhan atau perkembangan nilai ratarata komponen tegakan, perlu diingat dan dipahami bahwa pertumbuhan
nilai rata-rata tersebut disebabkan oleh dua faktor yaitu :
(1) Bertumbuhnya individu-individu pohon penyusun tegakan
(2) Matinya pohon-pohon yang kalah dalam persaingan.
Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, dan khususnya hal yang
dimaksud pada butir (2), maka penaksiran pertumbuhan yang didasarkan
pada model pertumbuhan tinggi rata-rata dan atau diameter rata-rata,
berpotensi menghasilkan nilai-nilai taksiran yang lebih besar dari keadaan
yang sebenarnya.
2. Klasifikasi Model-Model Pertumbuhan
Model pertumbuhan pohon dan tegakan secara garis besar dapat
dibedakan atas :
a. Model-model yang menggambarkan volume tegakan (per satuan luas)
sebagai fungsi dari umur dan indeks tempat tumbuh, baik dengan
maupun tanpa peubah kerapatan.
b. Model-model yang menggambarkan pertumbuhan rata-rata setiap kelas
diameter dalam tegakan.
c. Model-model yang menggambarkan pertumbuhan individu-individu pohon
penyusun tegakan.
Di atas telah diungkapkan bahwa model pertumbuhan tegakan (per
satuan luas) dapat dibedakan atas model-model yang mencantumkan
peubah kerapatan dan model-model yang tidak memasukkan peubah
kerapatan. Tabel Hasil, baik Tabel Hasil Normal maupun Tabel Hasil
Empirik, dibuat berdasarkan model tanpa peubah kerapatan. Perkataan
normal pada Tabel Hasil Normal, bermakna bahwa nilai-nilai pertumbuhan
atau hasil yang tercantum pada tabel berlaku untuk tegakan yang berada
pada suatu tingkat kerapatan yang maksimum. Pada pihak lain perkataan
empirik pada Tabel Hasil Empirik bermakna bahwa nilai-nilai pertumbuhan
atau hasil yang tercantum pada tabel berlaku untuk tegakan yang berada
pada suatu kondisi kerapatan rata-rata.
Riap Tegakan beserta Penaksiran dan Pemodelannya
M6 - 12
Modul Inventarisasi Hutan
Model-model pertumbuhan dengan peubah kerapatan dibedakan
atas model yang digunakan dalam memprediksi volume saat ini (awal
periode pengamatan dan pertumbuhan atau volume pada akhir periode
pengamatan. Model yang digunakan dalam memprediksi volume pada awal
pengamatan dibedakan atas Model-model Ekplisit dan Model-model Implisit.
Model-model ekplisit adalah model-model yang secara langsung dapat
digunakan untuk menaksir volume tegakan. Sedang Model-model Implisit
adalah model yang tidak langsung menggambarkan volume tegakan, tetapi
terlebih dahulu menggambarkan fungsi distribusi diameter. Selanjutnya
volume pohon digambarkan sebagai fungsi diameter, dan volume tegakan
diperoleh dari hasil penjumlahan volume pohon.
Model-model yang digunakan dalam memprediksi volume pada
akhir pengamatan juga dibedakan atas Model Eksplisit dan Model Implisit.
Model eksplisit dibedakan lagi atas : Model yang secara langsung memodel
pertumbuhan volume tegakan, dan Model yang diawali dengan pemodelan
kerapatan tegakan, kemudian volume tegakan dinyatakan sebagai fungsi
dari kerapatan. Sementara itu, Model Implisit tidak menampakkan volume
dalam model, tetapi terlebih dahulu memprediksi kerapatan, kemudian
distribusi diamater, sedang volume tegakan diperoleh sebagai hasil
perhitungan atau hasil penjumlahan dari volume pohon-pohon penyusun
tegakan.
Model-model kelas diameter menyatakan pertumbuhan pada setiap
kelas diameter dengan jalan menghitung volume dan pertumbuhan pohon
rata-rata dalam setiap kelas diameter dan mengalikannya dengan jumlah
pohon dalam tiap kelas diameter yang bersangkutan. Selanjutnya volume
tegakan dapat diperoleh dengan jalan menjumlahkan volume semua kelas
diameter yang ada dalam tegakan.
Model-model kelas diameter dibedakan atas model yang
menggunakan data riap radial (riap diameter) hasil pengukuran langsung
terhadap tegakan yang diamati dan model yang menggunakan nilai taksiran
riap diameter berdasarkan fungsi pertumbuhan hasil penelitian terdahulu.
Model-model individu pohon merupakan model yang paling
kompleks, yang memodel setiap pohon yang terdaftar sebagai pohon-pohon
contoh. Model-model individu pohon umumnya menghitung dan menggunakan Indeks Kompetisi Tajuk (Crown Competition Index, disingkat CCI)
untuk setiap individu pohon dan menggunakannya dalam penentuan apakah
suatu pohon akan mati sebelum akhir periode pengamatan ataukah terus
hidup, dan sekaligus menentukan pertumbuhan (diameter, tinggi dan ukuran
Riap Tegakan beserta Penaksiran dan Pemodelannya
M6 - 13
Modul Inventarisasi Hutan
tajuk) bagi pohon-pohon yang diperkirakan akan tetap hidup sampai akhir
periode pengamatan.
Penggolongan model-model individu pohon dibedakan berdasarkan
cara perhitungan CCI. Jika CCI dihitung berdasarkan jarak antara pohon
yang diamati dengan semua pohon yang berada dalam lingkup
persaingannya, maka modelnya disebut Model dengan peubah jarak.
Sebaliknya, jika CCI hanya didasarkan atas sifat-sifat pohon yang diamati
dan sifat-sifat umum tegakan (umur dan indeks tempat tumbuhnya) dimana
pohon tersebut berada maka modelnya disebut Model bebas jarak atau
Model tanpa peubah jarak.
Rumus matematis dari masing-masing model yang telah dipaparkan
di atas disajikan pada Tabel 6.1.
Tabel 6.1. Klasifikasi Model Pertumbuhan Tegakan
No.
Jenis Model
I. MODEL PERTUMBUHAN TEGAKAN
A Model Tanpa Faktor Kerapatan
1. Tabel Hasil Nomal
2. Tabel Hasil Empirik untuk Kondisi Ratarata Tegakan
B
Model dengan Faktor Kerapatan
1. Model utk Penaksiran Volume Sekarang, V1
a. Model-model Eksplisit
b. Model-model Implisit (Distribusi diameter)
Bentuk Hubungan (Fungsi)
VA = f (A,S)
VA = f (A,S)
V1 = f (A,S,D)
f (di) = f (A,S,D) ; Vi = f(di)
Vi = Σ(Vi.ndi)
2. Model untuk Penaksiran Pertumbuhan (g12) dan volume mendatang (V2)
a. Model-model Eksplisit
i. Penaksiran Pertumbuhan secara langsung g12 = f (S,A,D)
; V2 = V1 + g12
ii. Penaksiran Kerapatan Tegakan
b.
II.
Model-model Implisit (distribusi Diameter)
MODEL-MODEL KELAS DIAMETER
A.
Projeksi Tabel Tegakan Empirik
B.
Model-model pertumbuhan Kelas Diameter
III.
D2 = f (S,A1,A2,D1)
V2 = f (S, A2,D2) ;
D2 = f (S,A1,A2,D1) ;
f(di)2 = f (S, A2,D2) ;
g12 = V2 – V1
V2 = Σ(Vi.ndi)2
g12 = V2 – V1
(nd1)2 = f [(nd1)1 . INCRi
; g12 = V2 – V1
V2 = Σ(Vi.ndi)2
(nd1)2 = f [(nd1)1 . S. P12. D]
; Vi = f(di)
V2 = Σ(Vi.ndi)2
; g12 = V2 – V1
V2 = Σ(Vi.ndi)2
MODEL-MODEL IINDIVIDU POHON
A
Model yang memasukkan faktor jarak/kerapatan
B
Model yg tdk dimasukkan faktor jarak/kerapatan
CCIk = f [DISTk. D1.S(dk.hk.Ck)1]
(dk.hk.Ck)2 = f [CCIk.D1.S.P12.(dk.hk.Ck)1}
Vk = f (dk.hk); V2 = Σ (Vk)2 ; g12 = V2 – V1
CCIk = f (D.S.(dk. hk. Ck)
Sumber : Davis, L.S., and K.N. Johnson (1987). Forest Management
Riap Tegakan beserta Penaksiran dan Pemodelannya
M6 - 14
Modul Inventarisasi Hutan
Keterangan :
P12
f (di)
VA
V1
V2
g12
Vi
(ndi)1
(ndi)2
INCRi
dk,hk ,ck
DISTk
(dk ,hk,ck)1
(dk,hk,ck)2
=
=
=
=
=
=
=
=
=
=
=
=
=
=
Periode pengamatan pertumbuhan
S = Indeks tempat tumbuh ;
Fungsi distribusi diameter
A = Umur tegakan
Volume tegakan pada umur A tahun
i = Kelas diameter
Volume tagakan saat pengukuran awal
D = Kerapatan tegakan
Volume tegakan pada akhir periode pertumbuhan
k = Pohon ke-k
Pertumbuhan tegakan selama periode pengamatan
Vk = Volume pohon ke-k
Rata-rata volume/pohon dalam kelas diameter ke-i
Jumlah pohon dalam kelas diameter ke-i pada awal periode pengamatan pertumbuhan
Jumlah pohon dalam kelas diameter ke-i pada akhir periode pengamatan pertumbuhan
Hasil pengukuran pertumbuhan periodik untuk kelas diameter ke-i
diameter, tinggi dan ukuran tajuk ke-k;
CCIk = Indeks kompetisi tajuk pohon ke-k
Jarak pohon ke-k terhadap pohon-pohon pesaingnya
Diameter, tinggi & ukuran tajuk pohon ke-k, pd awal periode pengukuran pertumbuhan
Diameter, tinggi & ukuran tajuk pohon ke-k, pd akhir periode pengukuran pertumbuhan
3. Beberapa Contoh Penerapan Model Tegakan
MODEL TEGAKAN
Pemodelan tegakan suatu jenis tertentu dapat dilakukan
berdasarkan data pertumbuhan volume jenis yang bersangkutan dari
sejumlah petak ukur yang mewakili berbagai umur dan kualitas tempat
tumbuh, dengan diagram pencar yang tertera pada Gambar 6.2. Hal yang
dapat dilihat pada Gambar 6.2 ialah bahwa nilai rata-rata volume beserta
keragamannya akan meningkat sejalan dengan pertambahan umur tegakan,
dimana kelas kualitas tempat tumbuh yang lebih baik akan menghasilkan
tingkat pertumbuhan yang juga lebih baik. Keragaman pertumbuhan tegakan
tersebut, disamping disebabkan oleh adanya perbedaan faktor genetik, juga
oleh adanya perbedaan kerapatan dan proses perkembangan tegakan yang
diakibatkan oleh pengaruh sejumlah faktor lingkungan. Adanya kebakaran
hutan, serangan hama dan penyakit serta penebangan yang frekuensi dan
intensitasnya berbeda pada setiap tapak, mengakibatkan struktur dan
tingkat kerapatan pada setiap bagian tegakan hutan yang berbeda.
Dalam penggambaran model perkembangan tegakan, umumnya
tidak digunakan data contoh acak, tetapi sebaliknya digunakan data yang
secara sengaja dipilih dari tegakan-tegakan yang tumbuh sehat dengan
kerapatan maksimum dan memperlihatkan pertumbuhan yang terbaik.
Tegakan-tegakan yang termaksud inilah yang dikenal sebagai tegakan
normal yang pertumbuhannya ditunjukkan oleh kurva A dan C dan tabel
hasilnya disebut sebagai Tabel Hasil Normal. Pada pihak lain, pertumbuhan
tegakan secara rata-rata sebagaimana ditunjukkan oleh kurva B dan D
merupakan model pertumbuhan empiris dan tabel hasilnya dikenal sebagai
Tabel Hasil Empiris.
Riap Tegakan beserta Penaksiran dan Pemodelannya
M6 - 15
Modul Inventarisasi Hutan
Analisis model dapat dilakukan dengan menggunakan salah satu
diantara persamaan 6.4 sampai 6.8. Jika masing-masing kelompok data
yang dianggap mewakili kelas kualitas tempat tumbuh tertentu dilakukan
analisis secara terpisah maka akan diperoleh sejumlah model yang
bentuknya berbeda satu sama lain dan disebut sebagai Model-model
Polymorphic (Gambar 6.3a)
Pada pihak lain beberapa peneliti melakukan analisis berdasarkan
semua data yang mewakili berbagai kelas bonita dengan tujuan untuk
mendapatkan suatu model umum yang menyatakan kondisi pertumbuhan
rata-rata semua kelas bonita yang ada. Selanjutnya kurva pertumbuhan
untuk masing-masing kelas bonita diperoleh dengan menggunakan nilai
taksiran ragam (S2) atau simpangan baku (S) dan indeks tempat tumbuh
(SI). Nilai taksiran S diperoleh berdasarkan suatu fungsi yang menyatakan
hubungan antara simpangan baku atau ragam dengan umur (A), yang
dituliskan dengan notasi fungsi sebagai berikut : S2 = f (A) atau S = f (A).
Dengan cara demikian akan didapatkan kurva-kurva atau modelmodel pertumbuhan tegakan untuk masing-masing kelas kualitas tempat
tumbuh yang bentuknya kurang lebih seragam dan dikenal sebagai ModelModel Monomorphic (Gambar 6.3b).
VOLUME (M3/HA)
UMUR POHON/TEGAKAN
Gambar 6.2. Diagram pencar data pertumbuhan tegakan
Riap Tegakan beserta Penaksiran dan Pemodelannya
M6 - 16
Modul Inventarisasi Hutan
VOLUME (M3/HA)
VOLUME (M3/HA)
UMUR POHON (TAHUN)
UMUR POHON (TAHUN)
a. Model-model Polymorphic
b. Model-model Monomorphic
Gambar 10.3. Model Polymorphic dan Monomorphic
Analisis terhadap model-model tersebut di atas (untuk mendapatkan
koefisien-koefisien model) dilakukan dengan Metode Kuadrat Terkecil
Demming (Demming’s Least Square Method). Namun pembahasan
terhadap metode ini tidak akan diberikan secara tuntas di sini, tetapi secara
langsung disajikan hasilnya dalam bentuk contoh Tabel Hasil, seperti pada
Tabel 6.2.
Tabel 6.2. Tabel Hasil Tegakan Albizia falcataria (Cuplikan)
Tegakan Tetap (TT)
Penjarangan (TP)
Volume
Bonita / Peninggi
CAI
MAI
Volume
Bidang
Diameter
(TT+TP)
Umur
Volume Volume Komulatif
Jumlah S%(%) Tinggi
3
3
(m)
Dasar
Rata-rata
Rata3/Ha) (m3/Ha)
3/Ha) (m /Ha) (m /Ha)
(Tahun)
Phn/Ha
(m
(m
(cm) (m2/Ha)
rata (m)
(m3/Ha)
Bonita I
2
4,1
1,240
67,8
2,4
5,3
2,7
5
-
-
2
2,5
17
3
8,6
995
39,6
6,7
8,1
5,2
20
2
2
22
7,3
4
12,4
790
30,8
10,8
10,7
7,3
38
8
10
48
12,0
26
5
15,9
610
27,5
14,4
13,8
9,1
60
15
25
85
17,0
37
6
19,1
465
25,8
17,8
16,9
10,4
82
24
49
131
21,8
46
7
21,9
360
25,6
20,8
19,9
11,2
102
36
85
187
26,7
56
8
24,0
280
26,4
23,2
23,1
11,7
119
46
131
250
31,2
63
9
25,7
230
27,2
25,0
25,8
12,0
132
50
181
313
34,8
63
10
27,2
190
28,6
26,6
28,7
12,3
144
53
234
378
37,8
65
11
28,4
170
29,0
27,8
30,9
12,8
152
54
288
440
40,0
62
12
29,4
160
28,9
28,6
32,5
13,3
161
53
341
502
41,8
62
Sumber : Vadamecum Kehutanan Indonesia, 1976
Riap Tegakan beserta Penaksiran dan Pemodelannya
M6 - 17
Modul Inventarisasi Hutan
MODEL PERTUMBUHAN TEGAKAN DENGAN PEUBAH KERAPATAN
Kerapatan tegakan umumnya dinyatakan dengan nilai bidang dasar
per satuan luas, tetapi tidak jarang pula dinyatakan dengan volume tegakan
per satuan luas atau jumlah pohon per satuan luas.
Dengan menggunakan bidang dasar, umur dan indeks tempat
tumbuh, Buckman (1982) dalam Davis (1987), menuliskan model penaksiran
riap bidang dasar (Y) untuk Red Pine sebagai berikut :
Y = b0 + b1 BA2 + b3 A + b4A2 + b5 S, …………...…………
6.13
dimana :
Y
= Riap periodik bidang dasar
BA = Bidang dasar (Basal Area) dalam m3/Ha
A
= Umur Tegakan (Age) dalam tahun
S
= Indeks tempat Tumbuh (Site index)
Selanjutnya penaksiran pertumbuhan volume dilakukan dengan
mengkombinasikan : (1) persamaan pertumbuhan bidang dasar, (2)
persamaan pertumbuhan tinggi dan (3) persamaan volume tegakan, yang
dituliskan sebagai berikut :
V = f (k, BA, H)
dimana : V
= Volume tegakan (m3 per Ha)
k
= Rata-rata angka bentuk pohon dalam tegakan
BA = Bidang dasar (Basal Area) dalam m3 per Ha
H
= Rata-rata tinggi pohon dominan dan kodominan (meter)
Brender dan Clutter (1970) dalam Davis (1987) melakukan analisis
berdasarkan data hasil inventarisasi berulang terhadap 119 tegakan Loblolly
Pine dan mendapatkan persamaan untuk pendugaan pertumbuhan tegakan
sebagai berikut :
Log V2 = b0 + b1S + b2 (1/A2) + b3 (1 – A1/A2) + b4 log B1 (A1/A2) .............. 6.14
Jika A1 dan A2 dianggap sama maka persamaan untuk V1 menjadi :
Log V1 = b0 + b1S + b2 (1/A2) + b4 log B; …………..............…………
6.15
dimana : V1 = Volume sekarang
V2 = Taksiran volume setelah beberapa tahun mendatang
S = Indeks tempat tumbuh, A1 = Umur tegakan sekarang
A2 = Umur tegakan setelah beberapa tahun mendatang
B = B1 = Bidang dasar tegakan pada saat sekarang
B2 = Bidang dasar tegakan setelah beberapa tahun mendatang
Jika model-model di atas dipakai untuk menaksir volume tegakan
dan pertumbuhannya, maka Model Distribusi Diameter dapat digunakan
untuk menggambarkan secara lebih rinci tentang struktur kelas diameter,
Riap Tegakan beserta Penaksiran dan Pemodelannya
M6 - 18
Modul Inventarisasi Hutan
yang selanjutnya dapat menjadi pertimbangan dalam perancanaan dan
penaksiran nilai kayu yang akan dihasilkan.
Pemodelan ini didasarkan pada suatu anggapan bahwa pohonpohon dalam tegakan akan berdistribusi menurut suatu fungsi matematis
yang menghasilkan frekuensi pohon dalam masing-masing kelas diameter
yang dituliskan sebagai berikut : F(di) = f (n,A,H)
dimana : f(di) = Frekuensi kelas diameter ke-i
n
= Jumlah pohon dalam tegakan
A
= Umur tegakan (tahun)
H
= Peninggi atau rata-rata tinggi pohon dominan dan
kodominan (dalam meter)
Salah satu fungsi yang dapat digunakan untuk menaksir distribusi
diameter dalam suatu tegakan adalah Fungsi Distribusi Weibull yang
dituliskan sebagai berikut :
f(xi) = (wc/b)(xi/b)c-1.exp{-(xi/b)c,
…………………
6.16
dimana : xi = kelas peubah Weibull X yang ke-i, dan merupakan hasil
transpormasi dari kelas diameter ke-i
w = Interval kelas
b dan c adalah parameter Weibull
Parameter Weibull dapat diperoleh dari Tabel Distribusi Weibull,
setelah terlebih dahulu menghitung koefisien variasi X berdasarkan koefisien
keragaman diameter dengan rumus sebagai berikut :
CVx = CVd {d/(d-a)} = CVd (d/x)
dimana : CVx = Koefisien keragaman peubah weibull, X,
CVd = Koefisien variasi diameter
D dan x, masing-masing nilai rata-rata peubah x dan diameter.
b
= x/Γ1, c dan Γ1, dibaca langsung pada Tabel Distribusi
Weibull berdasarkan nilai CVx
a
= adalah nilai diameter terkecil.
Teladan :
Melalui pengambilan contoh diketahui bahwa rata-rata dan koefisien variasi
diameter suatu tegakan masing-masing adalah sebesar 50 cm dan 0,168
cm. Selanjutnya diketahui pula bahwa nilai minimal diameter adalah 36 cm,
dan jumlah pohon dalam tegakan adalah 600 batang.
Berdasarkan informasi tersebut di atas dapat diketahui :
x = 50 - 36 = 14; CVx = CVd{50/(14)} = 0,60
Selanjutnya dari Tabel Distribusi Weibull diperoleh :
c = 1,7 dan Γ1 = 0,8992
Riap Tegakan beserta Penaksiran dan Pemodelannya
M6 - 19
Modul Inventarisasi Hutan
Nilai b dihitung dengan rumus : b = x/ Γ1 = 14/0,8922 = 15,69
Dengan menggunakan interval kelas w = 4, maka berdasarkan persamaan
6.16, diperoleh distribusi frekuensi kelas diameter pohon dalam tegakan
seperti pada Tabel 6.3.
Tabel 6.3. Taksiran distribusi diameter berdasarkan Ditribusi Weibull
No.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
xi
1
5
9
13
17
21
25
29
33
37
Jumlah
di
37,5
41,5
45,5
49,5
53,5
57,5
61,5
65,5
69,5
73,5
p(xi) = p(di)
0,0625
0,1687
0,1991
0,1838
0,1457
0,1030
0,0660
0,0389
0,0212
0,0107
0,9995 ≈ 1,0
N(xi) = N(di)
38
101
119
110
87
62
40
23
13
6
600
Dengan menggunakan Fungsi Distribusi Weibull, maka riap atau
pertumbuhan pohon dalam setiap kelas diameter pada beberapa tahun
mendatang dapat ditaksir jika tersedia model dugaan atau model prediksi
bagi rata-rata dan koefisien keragaman diameter (ataupun peubah pohon
lainnya) serta taksiran ukuran pohon yang terkecil dan taksiran jumlah
pohon dalam tegakan pada tahun yang bersangkutan.
Beberapa persamaan yang digunakan oleh Moser (1972) dalam
Davis (1987) untuk menyatakan dinamika pertumbuhan hutan alam jenis
daun lebar seperti pada Tabel 6.4.
Tabel 6.4. Model beberapa komponen pertumbuhan jenis daun lebar di pada
hutan alam
No. Peubah yang dimodel Komponen Pertumbuhan
Bentuk Model
1.
Jumlah pohon (N)
a. Mortality (M)
b. Ingrowth ( I )
∂NMt /∂t = a.Nt
∂NIt /∂t = a.exp{b.(Bt / Nt)}
2.
Bidang dasar (B)
a. Mortality (M)
b. Ingrowth ( I )
c. Pertumbuhan pohon
∂NMt /∂t = a.Nt {b.log(x)-c}
∂NIt /∂t = a.exp{b.(Bt / Nt)}
∂Gt /∂t = a.Btb + c.Bt
MODEL-MODEL KELAS DIAMETER
Model-model kelas diameter pada dasarnya adalah model-model
yang digunakan untuk memprediksi perubahan komposisi kelas diameter
beserta pertumbuhan pohon dalam setiap kelas diameter. Hal ini mudah
dipahami melalui perincian komponen-komponen pertumbuhan dalam setiap
kelas diameter yang terdiri atas :
Riap Tegakan beserta Penaksiran dan Pemodelannya
M6 - 20
Modul Inventarisasi Hutan
1. Jumlah pohon dalam setiap kelas diameter pada awal periode
pengamatan (Ni,t1)
2. Jumlah pohon yang bertambah ke dalam kelas diameter yang termasuk
hitungan, yang disebut sebagai Ingrowth (Ii)
3. Jumlah pohon yang bertumbuh dan berpindah ke kelas diameter yang
lebih besar, yang disebut sebagai Upgrowth (Ui).
4. Jumlah pohon yang mati dalam setiap kelas diameter selama periode
pengamatan (Mi)
5. Jumlah pohon yang tertebang selama periode pengamatan (Ci)
Berdasarkan komponen komponen tersebut di atas maka jmlah
pohon dalam setiap kelas diameter pada saat akhir periode pengamatan (t2)
dapat dituliskan sebagai berikut :
Ni,t2 = Ni,t1 + Ii - Ui - Mi + Ci ; …….......……………………. 6.17
Hamilton (1974) dalam Davis (1987), mengemukakan suatu
persamaan untuk menyatakan peluang kematian dalam suatu kelas
diameter (mi) sebagai berikut :
1
; …..............……………………………….. 6.18
m=
1 + exp( x)
dimana X adalah suatu fungsi pohon dan karakteristik tegakan, seperti
indeks tempat tumbuh dan bidang dasar.
Salah satu fungsi lain yang juga pernah digunakan untuk menyatakan
prosentase jumlah pohon yang mati dalam suatu kelas diameter tertentu (Pi)
adalah sebagai berikut :
Pi = a – b.Di ; …….........…………………………………… 6.19
dimana Di adalah nilai tengah kelas diameter, sedang a dan b adalah
koefisien atau tetapan.
Adam dan Ek (dalam Davis, 1987) menggunakan beberapa fungsi
untuk menghitung komponen pertumbuhan tegakan selama periode lima
tahunan, sebagai berikut :
1. Ingrowth, jumlah pohon yang bertumbuh dan masuk ke dalam kelas
diameter yang terhitung / terukur ;
⎡ b .n + b 2 .n 2 + ... + b k .n k ⎤
I= a0⎢ 1 1
⎥
n 1 + n 2 + ... + n k
⎣
⎦
a1
; …….....……..
6.20
2. Upgrowth, jumlah pohon yang beralih dari kelas diameter i ke kelas
diameter (i + 1);
Ui = a1(ni)p1(S)(di)p2 exp[-a2.(b1n1 + b2n2 + bknk)] ; …...….
Riap Tegakan beserta Penaksiran dan Pemodelannya
6.21
M6 - 21
Modul Inventarisasi Hutan
3. Mortality, jumlah pohon yang mati dalam setiap kelas diameter,
M = a.n ; ……………...……………………………………..
6.22
Dengan menggunakan fungsi-fungsi tersebut di atas, selanjutnya
dapat ditentukan jumlah pohon dalam setiap kelas diameter pada akhir
periode pengamatan t, berdasarkan kondisi awal pada saat t-1 sebagai
berikut :
(1) Untuk kelas diameter terkecil,
n1(t) = n1(t-1) + I - M1 - U1; …………........................... 6.23
(2) Untuk kelas diameter yang lain,
n1(t) = n1(t-1) + Ui-1 - Mi - Ui; ………………….............. 6.24
untuk i = 1 sampai k
(3) Untuk kelas-kelas diameter terbesar,
nk+1(t) = Uk ; ………..............…………………………... 6.25
dimana :
I =
Ui =
Mi =
k =
Ingrowth, dihitung berdasarkan persamaan 6.20
Upgrowth, dihitung berdasarkan persamaan 6.21
Mortality, dihitung berdasarkan persamaan 6.22
Kelas diameter terbesar pada saat t - 1
Selanjutnya volume dalam setiap kelas diameter (vi) dihitung dengan
menggunakan rumus sebagai berikut :
Vi = a0(di)p1(S)p2 ni – a1ni ; ………………….............………….
dimana : a0, a1, p1, p2 adalah tetapan-tatapan
6.26
Di dan ni adalah nilai tengah kelas dan jumlah pohon yang terdapat
dalam kelas-kelas diameter ke i
MODEL-MODEL INDIVIDU POHON
Pemodelan individu pohon dilakukan dengan jalan meniru perkembangan diameter, tinggi dan tajuk dari setiap individu pohon serta penentuan
apakah suatu pohon tertentu akan tetap bertahan hidup sampai akhir suatu
periode tertentu ataukah akan mati sebelum akhir periode termaksud.
Selanjutnya untuk pohon-pohon yang hidup dilakukan perhitungan volume
serta pertumbuhannya, dan pertumbuhan individu-individu pohon dalam
luasan yang bersangkutan.
Penentuan apakah suatu pohon tertentu dapat tetap bertahan hidup
atau akan mati dan perhitungan tingkat perkembangan / pertumbuhannya
dilakukan melalui penilaian terhadap posisi pohon yang bersangkutan dalam
persaingan yang didasarkan atas ukuran relatif dan/atau jarak pohon
tersebut dengan pohon-pohon lain yang ada di sekitarnya.
Riap Tegakan beserta Penaksiran dan Pemodelannya
M6 - 22
Modul Inventarisasi Hutan
Sebagaimana telah disinggung di depan bahwa model-model
individu pohon dapat digolongkan ke dalam dua kelompok, yaitu :
1. Model-model tanpa peubah jarak, yang memodel setiap pohon secara
terpisah melalui penentuan posisi kompetisi setiap pohon berdasarkan
perbandingan diameter, tinggi dan ukuran tajuk pohon dengan peubah
tegakan seperti : bidang dasar dan diameter rata-rata. Dalam pemodelan
ini diasumsikan bahwa semua jenis-jenis dan ukuran pohon akan
berdistribusi dengan jarak yang relatif seragam dalam seluruh tegakan.
2. Model-model dengan peubah jarak, yaitu model yang selain memasukkan
peubah-peubah diameter, tinggi dan peubah tegakan lain, yang telah
digunakan dalam kelompok model-model yang telah disebutkan pertama
di atas, juga memetakan jarak setiap pohon dengan pohon-pohon
pesaing yang ada di sekitarnya beserta ukuran dari pohon-pohon pesaing
tersebut. Mudah dipahami bahwa kelompok model dengan peubah jarak
ini, akan dapat menggambarkan secara lebih teliti mengenai potensi
persaingan suatu pohon tertentu dengan pohon-pohon pesaingnya dalam
hal mendapatkan ruang, mineral dan air tanah untuk menunjang
pertumbuhannya secara lebih optimum
Pemodelan individu pohon pada umumnya diamati dengan
perhitungan Pertumbuhan Potensil atau pertumbuhan pohon-pohon yang
tumbuh secara bebas tanpa persaingan dan selanjutnya pertumbuhan
setiap pohon dinyatakan secara proporsional terhadap nilai potensi
pertumbuhan tersebut dengan jalan mengalikan suatu faktor atau indeks
persaingan.
Perincian pertumbuhan potensil, beserta dasar penaksirannya
adalah seperti pada Tabel 6.5.
Tabel 6.5. Potensi pertumbuhan tegakan beserta dasar penaksirannya
Peubah Pohon
Defenisi
∆h∗
Potensi pertumbuhan tinggi pohonpohon bebas persaingan (freegrowing trees)
Kurva indeks tempat tumbuh,
Analisis batang pohon contoh
∆d∗
Potensi pertumbuhan diameter
pohon-pohon bebas persaingan
(free-growing trees)
Data riap dari pohon-pohon
dominan yang bebas
persaingan.
∆c∗
Potensi perkembangan tajuk pohonpohon bebas persaingan (freegrowing trees)
Hasil pengukuran tajuk pohonpohon contoh yang bebas
persaingan
Riap Tegakan beserta Penaksiran dan Pemodelannya
Sumber atau dasar penaksiran
M6 - 23
Modul Inventarisasi Hutan
Kemampuan persaingan dari setiap pohon dapat dihitung dengan
bebagai cara, tatapi umumnya dilakukan dengan menggunakan faktor atau
indeks pengali, yang bernilai 0 sampai 100, terhadap pertumbuhan pohonpohon yang bebas persaingan. Juga bisa digunakan suatu faktor pengali k
dengan kisaran 0 sampai 1. Dengan demikian pertumbuhan setiap individu
pohon dituliskan sebagai berikut :
∆h = k1 .∆h*
Pertumbuhan tinggi
:
Pertumbuhan diameter : ∆d = k2 .∆d*
Perkembangan tajuk
: ∆c = k3 .∆c*
Pendekatan di atas dilakukan dengan dua tahap, yaitu pada tahap
pertama dilakukan perhitungan pertumbuhan potensi atau pertumbuhan
pohon-pohon yang bebas persaingan dan pada tahap kedua dilakukan
penaksiran terhadap pengaruh persaingan.
Pendekatan lainnya melakukan pemodelan tanpa perhitungan
potensil secara terpisah, tetapi langsung mengembangkan persamaan yang
didalamnya tercakup indeks persaingan, misalnya :
∆h = f (tinggi, indeks tempat tumbuh, kerapatan tegakan, tinggi
rata-rata tegakan, indeks persaingan,…).
Selanjutnya, tingkat kematian (mortality) dalam kedua pendekatan
pemodelan tersebut di atas biasanya ditaksir berdasarkan fungsi distribusi
dan dituliskan dengan fungsi :
Prob (m) = f (indeks persaingan, ukuran pohon, peubah tegakan).
Dua diantara indeks persaingan (CCI) yang sering digunakan dalam
pemodelan tanpa peubah jarak adalah sebagai berikut :
CCI = bi /bq ; ………………………………………………….. 6.27
CCI = BALi ; …………………………………………………… 6.28
dimana : bi = bidang dasar dai pohon tertentu (pohon yang diamati)
bq = bidang dasar pohon rata-rata
BALi = Jumlah bidang dasar pohon-pohon yang lebih besar dari
pohon yang diamati
Salah satu indeks kompetisi tajuk lainnya, dikemukakan oleh
Krumland (1982) dalam Davis (1987) yang didasarkan pada ukuran tajuk.
Indeks kompetisi ini dikembangkan dengan dasar pertimbangan bahwa jika
jumlah luas penampang tajuk semua pohon dalam tegakan pada ketinggian
2/3 di atas tajuk-hidup dari pohon yang diamati bernilai kecil, maka pohon
yang diamati tersebut mempunyai tajuk yang berada pada lapisan atas.
Dengan perkataan lain, pohon yang diamati merupakan pohon dominan
Riap Tegakan beserta Penaksiran dan Pemodelannya
M6 - 24
Modul Inventarisasi Hutan
yang bertumbuh secara bebas. Pertimbangan yang sama juga digunakan
pada penetapan indeks BALi yang telah disebutkan di atas, hanya saja
faktor yang digunakan disini adalah bidang dasar tajuk, sebagai pengganti
dari bidang dasar batang.
Indeks kompetisi yang dimaksudkan terakhir dituliskan sebagai berikut :
CC66i = Prosentase luas penutupan tajuk yang diukur pada
ketinggian 66% di atas tajuk hidup dari pohon yang
diamati.
Dapat dibayangkan bahwa pemodelan pertumbuhan dengan
menggunakan CC66i ini adalah cukup kompleks karena setiap tajuk pohon
dalam petak contoh harus diukur pada berbagai ketinggian. Namun
demikian dengan bantuan sarana komputer pemodelan yang demikian ini
dapat dilakukan dengan mudah, apalagi jika bentuk dan ukuran tajuk
terlebih dahulu dinyatakan dalam suatu model matematis.
Selanjutnya, dapat pula dikemukakan tiga contoh diantara indeks
kompetisi untuk kelompok model yang menggunakan peubah jarak adalah
sebagai berikut :
; Indeks Staebler ……......………..
CIi = Σ(dijCRi /2)
CIi = Σ{(Di /Dj).(1/Lij) ; Indeks Hegyi ………...........……..
CIi = Σ{(Oij/Aj).(Dik/Dij) ; Indeks Bella ...………….....…….
6.29
6.30
6.31
dimana : CIi = Indeks kompetisi pohon ke j yang diamati
dij = Lebar wilayah tumpang tindih proyeksi tajuk pohon ke j
yang diamati dengan proyeksi tajuk pohon pesaing ke i.
CRj = Radius tajuk pohon ke j yang diamati
Dj = Diameter tajuk pohon ke j yang diamati
Di = Diameter tajuk pesaing pohon yang ke i
Lij = Jarak antara pohon ke j yang diamati dengan pohon
pesaingnya yang ke i
Oij = Luas wilayah tumpang tindih proyeksi tajuk proyeksi ke j
yang diamati dengan proyeksi tajuk pohon pesaing ke i
Aj = Luas proyeksi tajuk pohon ke j yang diamati
k = Suatu faktor atau tetapan, dan i = 1 sampai n, yaitu jumlah
pohon pesaing.
Untuk Indeks Staebler, n = jumlah pohon di sekeliling pohon yang diamati
Untuk Indeks Hegyi,
n = jumlah pohon yang terpotong oleh alat ukur
prisma dengan faktor bidang dasar 10
Untuk Indeks Bella,
n = jumlah pohon yang tajuknya tumpang tindih
dengan pohon yang diamati.
Riap Tegakan beserta Penaksiran dan Pemodelannya
M6 - 25
Modul Inventarisasi Hutan
E. Tugas dan Latihan
1. Jelaskan secara singkat tentang apa yang dimaksud dengan :
(a) Riap
(b) Riap Total
(c) Riap rata-rata (d) Riap Jalan (e) Riap Periodik
2. Jelaskan secara singkat apa yang dimaksud dengan Persen Riap, dan
jelaskan pula bagaimana cara perhitungannya.
3. Jelaskan secara singkat (dengan bantuan gambar) hubungan antara MAI,
CAI dan Total Riap (G).
4. Sebutkan dan jelaskan unsur-unsur yang menentukan riap tegakan.
5. Faktor-faktor apa sajakah yang dapat mempengaruhi pertumbuhan pohon
atau tegakan. Jelaskan jawaban saudara secara singkat.
6. Jelaskan tentang apa yang dimaksud dengan bonita.
7. Jelaskan secara singkat tentang hal-hal yang dapat dilakukan oleh pihak
pengelola untuk mempengaruhi / meningkatkan riap pohon/tegakan.
8. Sebutkan metode-metode penaksiran riap.
9. Jelaskan apa yang dimaksud dengan :
a. Kerapatan Bidang Dasar
b. Tabel Tegakan
c. Derajat Kesempurnaan
d. Continuous Forest Inventory.
10. Untuk penaksiran riap hutan alam di wilayah tropis, metode apakah yang
paling cocok digunakan? Jelaskan secara singkat jawaban saudara.
11. Untuk penaksiran riap hutan pada wilayah sub-tropis, metode apakah
yang dapat digunakan? Jelaskan secara singkat jawaban saudara.
12. Penaksiran riap dapat juga dilakukan melalui penerapan Sampling
Berganda (Double Sampling). Jelaskan secara singkat tahapan-tahapan
penerapan Sampling Berganda dalam penaksiran riap tegakan.
13. Pertumbuhan pohon umumnya berbentuk sigmoid. Jelaskan secara
singkat apa yang dimaksud sigmoid ini.
14. Kurva pertumbuhan peninggi (tinggi rata-rata pohon dominan) umumnya
dipakai sebagai dasar penentuan kualitas tempat tumbuh pada suatu
lahan hutan. Jelaskan secara singkat alasan pemakaian peninggi
termaksud.
15. Model pertumbuhan peninggi (H) dan penurunan jumlah pohon (N) pada
suatu tegakan, masing-masing dapat dinayatakan dengan fungsi sebagai
berikut :
H = 23,28 {1 – 2.715.exp(-0,065 A)
N½.Ht = 1.479 {0,5026exp(-0,122Ht – 1,366)}
Berdasarkan kedua fungsi tersebut di atas susunlah tabel yang memuat
pertumbuhan peninggi dan perubahan tingkat kerapatan tegakan mulai
dari umur 5 tahun sampai 60 tahun (gunakan interval 5 tahunan)
Riap Tegakan beserta Penaksiran dan Pemodelannya
M6 - 26
Modul Inventarisasi Hutan
16. Model pertumbuhan tegakan secara garis besar dapat dibedakan dalam
tiga kelompok. Sebutkan ketiga kelompok yang dimaksudkan.
17. Jelaskan secara singkat tentang apa yang dimaksud dengan Tabel hasil
Normal dan Tabel Hasil Empirik.
18. Jelaskan apa yang dimaksud dengan CCI dan jelaskan pula cara
penentuannya.
19. Jelaskan apa yang dimaksud dengan model-model polimorfik dan apa
pula yang dimaksud dengan model-model monomorfik.
20. Hasil inventarisasi sebuah tegakan menunjukkan bahwa peninggi dari
tegakan tersebut adalah 24 m pada umur 8 tahun, sedang bidang
dasarnya adalah 10 m2 per Ha. Berapakah taksiran volume tegakan
yang bersangkutan pada umur 12 tahun (lihat Tabel 6.2). Berapa pula
taksiran riap rata-rata tahunannya selama periode pengamatan tersebut.
21. Melalui pengukuran terhadap suatu tegakan yang mempunyai indeks
tempat tumbuh 30 pada umur 25 tahun diketahui bahwa bidang dasar
tegakan tersebut adalah 43 m3/Ha. Selain itu diketahui pula
(berdasarkan hasil penelitian) bahwa fungsi volume tegakan ini adalah
sebagai berikut :
Log V2 = 1,45 + 0,0025 S – 5,345 (1/A2) + 1,681 (1-A1/A2) + 0,684 log B1(A1/A2)
22.
23.
24.
25.
26.
Berapa taksiran volume tegakan yang bersangkutan setelah 10 tahun
mendatang, dan berapa pula riap rata-rata tahunan selama periode 10
tahun tersebut.
Melalui pengamatan sejumlah petak contoh diketahui bahwa nilai ratarata dan simpangan baku diameter tegakan, masing-masing adalah 80
cm dan 13,44 cm. Juga diketahui bahwa jumlah pohon dalam tegakan
tersebut adalah 1.200 batang dan pohon terkecil berdiameter dengan
interval 4 cm.
Pemodelan pertumbuhan pada hutan alam dilakukan melalui pemodelan
komponen-komponen yang menyusun pertumbuhan tegakan yang
bersangkutan. Sebutkan dan jelaskan secara singkat komponenkomponen yang dimaksudkan.
Salah satu tipe model pertumbuhan adalah Model kelas Diameter. Jika
ingin ditaksir pertumbuhan yang terjadi dalam setiap kelas diameter
maka komponen-komponen pertumbuhan apa sajakah yang harus
diamati untuk seterusnya mendasari penyusunan model matematis
pertumbuhan untuk tagakan yang diamati.
Pemodelan pertumbuhan tegakan, juga dapat dilakukan melalui
pemodelan individu-individu pohon penyusun tegakan, yang menurut
cara pendekatannya dibedakan atas dua kelompok. Sebutkan dan
jelaskan kedua kelompok yang dimaksudkan.
Pemodelan pertumbuhan individu pohon biasanya dilakukan dengan
mengacu pada Pertumbuhan Potensil. Jelaskan apa yang dimaksud
dengan pertumbuhan potensil tersebut.
Riap Tegakan beserta Penaksiran dan Pemodelannya
M6 - 27
Modul Inventarisasi Hutan
III. INDIKATOR PENILAIAN
Melalui pemahaman tentang materi bahasan yang telah
dikemukakan di atas, setiap mahasiswa diharapkan mampu menjelaskan :
(1) pengertian riap serta manfaat pengetahuan tentang riap, (2) upayaupaya yang dapat dilakukan untuk yang mempengaruhi (mengoptimumkan)
pertumbuhan tegakan, (3) penerapan metode-metode penaksiran riap, dan
(4) model-model pertumbuhan tegakan
Indikator penilaian kemampuan atau kompetensi peserta didik
adalah keakuratan atau ketepatan penjelasan (6%), kelengkapan penjelasan
(6%) dan kerjasama kelompok (4%). Jumlah bobot nilai untuk semua
kompetensi capaian melalui pembelajaran modul ini adalah sebesar 16%.
Penilaian dilakukan selama proses pembelajaran berlangsung, baik pada
waktu penyeleng-garaan kuliah maupun melalui laporan pelaksanaan tugas
latihan yang dilakukan oleh mahasiswa secara mandiri (perorangan ataupun
berkelompok).
IV. PENUTUP
Modul ini diharapkan dapat menjadi acuan bagi pembelajar dan
mahasiswa untuk melakukan penelusuran berbagai sumber belajar yang
terkait dengan inventarisasi hutan, khususnya yang terkait dengan riap dan
pertumbuhan pohon, baik dalam bentuk Buku teks, Dokumen-dokumen atau
Laporan hasil penelitian, Internet ataupun sumber-sumber lain. Dengan
mengacu pada modul ini maka proses pembelajaran diharapkan dapat
berjalan secara efisien dan efektif melalui peran aktif dari semua pihak
terkait, khususnya mahasiswa.
Riap Tegakan beserta Penaksiran dan Pemodelannya
M6 - 28
DAFTAR PUSTAKA
Anonimous, 1993. Pedoman dan Petunjuk Teknis Tebang Pilih Tanam Indonesia
(TPTI). Ditjen Pengusahaan Hutan, Departemen Kehutanan RI
Davis, L.S., and K.N. Johnson, 1987. Forest Management. Third Edition.
Mc.Graw-Hill Book Company.
Hitam H., 1980. Dasar-dasar Teori dan Teknik Pengambilan Contoh dalam
Inventarisasi Hutan. Pradnya Paramita.
Husch, B., 1963. Forest Mensuration. The Ronald Press Company.
Narioadiredjo, 1979. Ilmu Ukur Kayu II. Fakultas Kehutanan Institut Pertanian
Bogor.
Setyarso, A. dan S.Hardjosudiro, 1989. Perencanaan Hutan (Terjemahan dari
Planning a Forest Inventory oleh Spurr, S.H., 1962) UI Press.
Simon, H. dan A. Setyarso, 1978. Manual Inventore Hutan (Terjemahan dari
Lanley, J.P., 1973) UI Press.
Simon, H., 1993. Metode Inventore Hutan. Aditya Media.
Sudjana, 1991. Teknik Analisis Regresi dan Korelasi. Penerbit Tarsito.
1
SEBARAN PELUANG BINOMIUM
Χ
Jumlah Peluang Binomium
∑ b( x; n , p )
Χ −0
p
n
r
.10
.20
.25
.30
.40
.50
.60
.70
.80
.90
1
0
1
.9000
1.0000
.8000
1.0000
.7500
1.0000
.7000
1.0000
.6000
1.0000
.5000
1.0000
.4000
1.0000
.3000
1.0000
.2000
1.0000
.9000
1.0000
2
0
1
2
.8100
.9900
1.0000
.6400
.9600
1.0000
.5625
.9375
1.0000
.4900
.9100
1.0000
.3600
.8400
1.0000
.2500
.7500
1.0000
.1600
.6400
1.0000
.0900
.5100
1.0000
.0400
.3600
1.0000
.0100
.1900
1.0000
3
0
1
2
3
.7290
.9720
.9990
1.0000
.5120
8960
.9920
1.0000
.4219
.8438
.9844
1.0000
.3430
.7840
.9730
1.0000
.2160
.6480
.9360
1.0000
.1250
.5000
.8750
1.0000
.0640
.3520
.7840
1.0000
.0270
.2160
.6570
1.0000
.0080
.1040
.4880
1.0000
.0010
.0280
.2710
1.0000
4
0
1
2
3
4
.6561
.9477
.9963
.9999
1.0000
.4096
.8192
.9728
.9984
1.0000
.3164
.7383
.9492
.9961
1.0000
.2401
.6517
.9163
.9919
1.0000
.1296
.4752
.8208
.9744
1.0000
.0625
.3125
.6875
.9375
1.0000
.0256
.1792
.5248
.8704
1.0000
.0081
.0837
.3483
.7599
1.0000
.0016
.0272
.1808
.5904
1.0000
.0001
.0037
.0523
.3439
1.0000
5
0
1
2
3
4
5
.5905
.9185
.9914
.9995
1.0000
.3277
.7373
.9421
.9933
.9997
1.0000
.2373
.6328
.8965
.9844
.9990
1.0000
.1681
.5282
.8369
.9692
.9976
1.0000
.0778
.3370
.6826
.9130
.9898
1.0000
.0312
.1875
.5000
.8125
.9688
1.0000
.0102
.0870
.3174
.6630
.9222
1.0000
.0024
.0308
.1631
.4718
.8319
1.0000
.0003
.0067
.0579
.2627
.6723
1.0000
.0000
.0005
.0086
.0815
.4095
1.0000
6
0
1
2
3
4
5
6
.5314
.8857
.9841
.9987
.9999
1.0000
.2621
.6554
.9011
.9830
.9984
.9999
1.0000
.1780
.5339
.8306
.9624
.9954
.9998
1.0000
.1176
.4202
.7443
.9295
.9891
.9993
1.0000
.0467
.2333
.5443
.8202
.9590
.9959
1.0000
.0156
.1094
.3438
.6563
.8906
.9844
1.0000
.0041
.0410
.1792
.4557
.7667
.9533
1.0000
.0007
.0109
.0705
.2557
.5798
.8824
1.0000
.0001
.0016
.0170
.0989
.3447
.7379
1.0000
.0000
.0001
.0013
.0158
.1143
.4686
1.0000
7
0
1
2
3
4
5
6
7
.4783
.8503
.9743
.9973
.9998
1.0000
.2079
.5767
.8520
.9667
.9953
.9996
1.0000
.1335
.4449
.7564
.9294
.9871
.9987
.9999
1.0000
.0824
.3294
.6471
.8740
.9712
.9962
.9998
1.0000
.0280
.1586
.4199
.7102
.9037
.9812
.9984
1.0000
.0078
.0625
.2262
.5000
.7734
.9375
.9922
1.0000
.0015
.0188
.0963
.2849
.5801
.8414
.9720
1.0000
.0002
.0038
.0288
.1260
.3529
.6706
.9176
1.0000
.0000
.0004
.0047
.0333
.1480
.4233
.7903
1.0000
.0000
.0002
.0027
.0257
.1479
.5217
1.0000
2
SEBARAN PELUANG BINOMIUM (Sambungan)
Χ
Jumlah Peluang Binomium
∑ b( x; n , p )
Χ −0
p
n
r
.10
.20
.25
.30
.40
.50
.60
.70
.80
.90
8
0
1
2
3
4
5
6
7
8
.4305
.8131
.9619
.9950
.9996
1.0000
.1678
.5033
.7969
.9437
.9896
.9988
.9991
1.0000
.1001
.3671
.6785
.8862
.9727
.9958
.9996
1.0000
.0576
.2553
.5518
.8059
.9420
.9887
.9987
.9999
1.0000
.0168
.1064
.3154
.5941
.8263
.9502
.9915
.9993
1.0000
.0039
.0352
.1445
.3633
.6367
.8555
.9648
.9961
1.0000
.0007
.0085
.0498
.1737
.4095
.6846
.8936
.9832
1.0000
.0001
.0013
.0113
.0580
.1941
.4482
.7447
.9424
1.0000
.0000
.0001
.0012
.0104
.0563
.2031
.4967
.8322
1.0000
.0000
.0004
.0050
.0381
.1869
.5695
1.0000
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
.3874
.7748
.9470
.9917
.9991
.9999
1.0000
.1342
.4362
.7382
.9144
.9804
.9969
.9997
1.0000
.0751
.3003
.6007
.8343
.9511
.9900
.9987
.9999
1.0000
.0404
.1960
.4628
.7297
.9012
.9747
.9957
.9996
1.0000
.0101
.0705
.2318
.4826
.7334
.9006
.9750
.9962
.9997
1.0000
.0020
.0195
.0898
.2539
.5000
.7461
.9102
.9805
.9980
1.0000
.0003
.0038
.0250
.0994
.2666
.5174
.7682
.9295
.9899
1.0000
.0000
.0004
.0043
.0253
.0988
.2703
.5372
.8040
.9596
1.0000
.0000
.0003
.0031
.0196
.0856
.2618
.5638
.8658
1.0000
.0000
.0001
.0009
.0083
.0530
.2252
.6126
1.0000
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
.3478
.7748
.9470
.9917
.9991
.9999
1.0000
.1074
.3758
.6778
.8791
.9672
.9936
.9991
.9999
1.0000
.0563
.2440
.5256
.7759
.9219
.9803
.9965
.9996
1.0000
.0282
.1493
.3828
.6496
.8497
.9527
.9894
.9984
.9999
1.0000
.0030
.0464
.1673
.3823
.6331
.8338
.9452
.9877
.9983
.9999
1.0000
.0010
.0107
.0547
.1719
.3770
.6230
.8215
.9453
.9893
.9990
1.0000
.0001
.0017
.0123
.0548
.1662
.3669
.6177
.8327
.9536
.9940
1.0000
.0000
.0001
.0016
.0106
.0474
.1503
.3504
.6172
.8507
.9718
1.0000
.0000
.0001
.0009
.0064
.0328
.1209
.3222
.6242
.8926
1.0000
.0000
.0002
.0016
.0128
.0702
.2639
.6513
1.0000
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
.3138
.6974
.9104
.9815
.9972
.9997
1.0000
.0859
.3221
.6174
.8369
.9496
.9883
.9980
.9998
1.0000
.0422
.1971
.4552
.7133
.8854
.9657
.9924
.9988
.9999
1.0000
.0198
.1130
.3127
.5696
.7897
.9218
.9784
.9957
.9994
1.0000
.0036
.0302
.1189
.2963
.5328
.7535
.9006
.9707
.9941
.9993
1.0000
.0005
.0059
.0327
.1133
.2744
.5000
.7256
.8867
.9673
.9941
.9995
1.0000
.0000
.0007
.0059
.0293
.0994
.2465
.4672
.7037
.8811
.9698
.9964
1.0000
.0000
.0006
.0043
.0216
.0782
.2103
.4304
.6873
.8870
.9802
1.0000
.0000
.0002
.0020
.0117
.0504
.1611
.3826
.6779
.9141
1.0000
.0000
.0003
.0028
.0185
.0896
.3026
.6862
1.0000
9
10
11
3
SEBARAN PELUANG BINOMIUM (Sambungan)
Χ
Jumlah Peluang Binomium
∑ b( x; n , p )
Χ −0
p
n
r
.10
.20
.25
.30
.40
.50
.60
.70
.80
.90
12
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
.2824
.6590
.8891
.9744
.9957
.9995
.9999
1.0000
.0687
.2749
.5583
.7946
.9274
.9806
.9961
.9994
.9999
1.0000
.0317
.1584
.3907
.6488
.8424
.9456
.9857
.9972
.9996
1.0000
.0138
.0850
.2528
.4925
.7237
.8821
.9614
.9905
.9983
.9998
1.0000
.0022
.0196
.0834
.2253
.4382
.6652
.8418
.9427
.9847
.9972
.9997
1.0000
.0002
.0032
.0193
.0730
.1938
.3872
.6128
.8062
.9270
.9870
.9968
.9998
1.0000
.0000
.0003
.0028
.0153
.0573
.1582
.3348
.5618
.7747
.9166
.9804
.9978
1.0000
.0000
.0002
.0017
.0095
.0386
.1178
.2763
.5075
.7472
.9150
.9862
1.0000
.0000
.0001
.0006
.0039
.0194
.0726
.2054
.4417
.7251
.9313
1.0000
.0000
.0001
.0005
.0043
.0256
.1109
.3410
.7176
1.0000
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
.2542
.6213
.8661
.9658
.9935
.9991
.9999
1.0000
.0550
.2336
.5017
.7473
.9009
.9700
.9930
.9980
.9998
1.0000
.0238
.1267
.3326
.5843
.7940
.9198
.9757
.9944
.9990
.9999
1.0000
.0097
.0637
.2025
.4206
.6543
.8346
.9376
.9818
.9960
.9993
.9999
1.0000
.0013
.0126
.0579
.1686
.3530
.5744
.7712
.9023
.9679
.9922
.9987
.9999
1.0000
.0001
.0017
.0112
.0461
.1334
.2905
.5000
.7095
.8666
.9539
.9888
.9983
.9999
1.0000
.0000
.0001
.0013
.0078
.0321
.0977
.2288
.4256
.6470
.8314
.9421
.9874
.9987
1.0000
.0000
.0001
.0007
.0040
.0812
.0624
.1654
.3457
.5794
.7975
.9363
.9903
1.0000
.0000
.0002
.0012
.0070
.0300
.0991
.2527
.4983
.7664
.9450
1.0000
.0000
.0001
.0009
.0065
.0342
.1339
.3787
.7458
1.0000
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
.2288
.5846
.8416
.9559
.9908
.9985
.9998
1.0000
.0440
.1979
.4481
.6982
.8702
.9561
.9884
.9976
.9996
1.0000
.0178
.1010
.2811
.5213
.7415
.8883
.9617
.9897
.9978
.9997
1.0000
.0068
.0475
.1608
.3552
.5842
.7805
.9067
.9685
.9917
.9983
.9998
1.0000
.0008
.0081
.0398
.1243
.2793
.4859
.6925
.8499
.9417
.9825
.9961
.9994
.9999
1.0000
.0001
.0009
.0065
.0287
.0898
.2120
.3953
.6047
.7880
.9102
.9713
.9935
.9991
.9999
1.0000
.0000
.0001
.0006
.0039
.0175
.0583
.1501
.3075
.5141
.7207
.8757
.9602
.9919
.9992
1.0000
.0000
.0002
.0017
.0083
.0315
.0933
.2195
.4158
.6448
.8392
.9525
.9932
1.0000
.0000
.0004
.0024
.0116
.0439
.1298
.3018
.5519
.8021
.9560
1.0000
.0000
.0002
.0015
.0092
.0441
.1584
.4154
.7712
1.0000
13
14
4
SEBARAN PELUANG BINOMIUM (Sambungan)
Χ
Jumlah Peluang Binomium
∑ b( x; n , p )
Χ −0
p
n
r
.10
.20
.25
.30
.40
.50
15
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
.2059
.5490
.8159
.9444
.9873
.9978
.9997
1.0000
.0352
.1671
.3980
.6482
.8358
.9389
.9819
.9958
.9992
.9999
1.0000
.0134
.0802
.2361
.4613
.6865
.8516
.9434
.9827
.9958
.9992
.9999
1.0000
.0047
.0353
.1268
.2969
.5155
.7216
.8689
.9500
.9848
.9963
.9993
.9999
1.0000
.0005
.0052
.0271
.0905
.2173
.4032
.6098
.7869
.9050
.9662
.9907
.9981
.9997
1.0000
.0000
.0005
.0037
.0176
.0592
.1509
.3036
.5000
.6964
.8491
.9408
.9824
.9963
.9995
1.0000
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
.1853
.5147
.7892
.9316
.9830
.9967
.9995
.9999
1.0000
.0281
.1407
.3518
.5981
.7982
.9183
.9733
.9930
.9985
.9998
1.0000
.0100
.0635
.1971
.4050
.6302
.8103
.9204
.9729
.9925
.9984
.9997
1.0000
.0033
.0261
.0994
.2459
.4499
.6598
.8247
.9256
.9743
.9929
.9984
.9997
1.0000
.0003
.0033
.0183
.0651
.1666
.3288
.5272
.7161
.8577
.9417
.9809
.9951
.9991
.9999
1.0000
.0000
.0003
.0021
.0106
.0384
.1051
.2272
.4018
.5982
.7728
.8949
.9616
.9894
.9979
.9997
1.0000
16
.60
.70
.80
.90
.0000
.0003
.0019
.0094
.0338
.0951
.2131
.3902
.5968
.7827
.9095
.9729
9948
.9995
1.0000
.0000
.0001
.0007
.0037
.0152
.0500
.1311
.2784
.4845
.7031
.8732
.9647
.9953
1.0000
.0000
.0001
.0008
.0042
.0181
.0611
.1642
.3518
.6020
.8329
.9648
1.0000
.0000
.0003
.0023
.0127
.0556
.1841
.4510
.7941
1.0000
.0000
.0001
.0009
.0049
.0191
.0583
.1423
.2839
.4728
.6712
.8334
.9349
.9817
.9967
.9997
1.0000
.0000
.0003
.0016
.0071
.0257
.0744
.1753
.3402
.5501
.7541
.9006
.9739
.9967
1.0000
.0000
.0002
.0015
.0070
.0267
.0817
.2018
.4019
.6482
.8593
.9719
1.0000
.0000
.0001
.0005
.0033
.0170
.0684
.2108
.4853
.8147
1.0000
5
SEBARAN PELUANG BINOMIUM (Sambungan)
Χ
Jumlah Peluang Binomium
∑ b( x; n , p )
Χ −0
p
n
r
.10
.20
.25
.30
.40
.50
17
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
.1668
.4818
.7618
.9174
.9779
.9953
.9992
.9999
1.0000
.0225
.1182
.3096
.5489
.7582
.8943
.9623
.9891
.9974
.9995
.9999
1.0000
.0075
.0501
.1637
.3530
.5739
.7653
.8929
.9598
.9876
.9969
.9994
.9999
1.0000
.0023
.0193
.0774
.2019
.3887
.5986
.7752
.8954
.9597
.9873
.9968
.9993
.9999
1.0000
.0002
.0021
.0123
.0464
.1260
.2639
.4478
.6405
.8011
.9081
.9652
.9894
.9975
.9995
.9999
1.0000
.0000
.0001
.0012
.0064
.0245
.0717
.1662
.3145
.5000
.6855
.8338
.9283
.9755
.9936
.9988
.9999
1.0000
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
.1501
.4503
.7338
.9018
.9718
.9936
.9988
.9998
1.0000
.0180
.0991
.2713
.5010
.7164
.8671
.9487
.9837
.9957
.9991
.9998
1.0000
.0056
.0395
.1353
.3057
.5787
.7175
.8610
.9431
.9807
.9946
.9988
.9998
1.0000
.0016
.0142
.0600
.1646
.3327
.5344
.7217
.8595
.9404
.9790
.9939
.9986
.9997
1.0000
.0001
.0013
.0082
.0328
.0942
.2088
.3743
.5634
.7368
8653
.9424
.9797
.9942
.9987
.9998
1.0000
.0000
.0001
.0007
.0038
.0154
.0481
.1189
.2403
.4037
.5927
.7597
.8811
.9519
.9846
.9962
.9993
.9999
1.0000
18
.60
.70
.80
.90
.0000
.0001
.0005
.0025
.0106
.0348
.0919
.1989
.3595
.5522
.7361
.8740
.9536
.9877
.9979
.9998
1.0000
.0000
.0001
.0007
.0032
.0127
.0403
.1046
.2248
.4032
.6113
.7981
.9226
.9807
.9977
1.0000
.0000
.0001
.0005
.0026
.0109
.0377
.1057
.2418
.4511
.6904
.8818
.9775
1.0000
.0000
.0001
.0008
.0047
.0221
.0826
.2382
.5182
.8332
1.0000
.0000
.0002
.0013
.0058
.0203
.0576
.1347
.2632
.4366
.6257
.7912
.9058
.9672
.9918
.9987
.9999
1.0000
.0000
.0003
.0014
.0061
.0210
.0596
.1407
.2783
.4656
.6673
.8354
.9400
.9858
.9984
1.0000
.0000
.0002
.0009
.0043
.0163
.0513
.1329
.2836
.4990
.7287
.9009
.9820
1.0000
.0000
.0002
.0012
.0064
.0282
.0982
.2662
.5497
.8499
1.0000
6
SEBARAN PELUANG BINOMIUM (Sambungan)
Χ
Jumlah Peluang Binomium
∑ b( x; n , p )
Χ −0
p
n
r
.10
.20
.25
.30
.40
19
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
.1351
.4023
.7054
.8850
.9648
.9914
.9983
.9997
1.0000
.0144
.0829
.2369
.4551
.6733
.8369
.9324
.9767
.9933
.9984
.9997
.9999
1.0000
.0042
.0310
.1113
.2631
.4654
.6678
.8251
.9225
.9713
.9911
.9977
.9995
.9999
1.0000
.0011
.0104
.0462
.1332
.2822
.4739
.6655
.8180
.9161
.9674
.9895
.9972
.9994
.9999
1.0000
.0001
.0008
.0055
.0230
.0696
.1629
.3081
.4878
.6675
.8139
.9115
.9648
.9884
.9969
.9994
.9999
1.0000
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
.1216
.3917
.6769
.8670
.9586
.9887
.9976
.9996
.9999
1.0000
.0115
.0692
.2061
.4114
.6296
.8042
.9133
.9679
.9900
.9974
.9994
.9999
1.0000
.0032
.0243
.0913
.2252
.4148
.6172
.7858
.8982
.9591
.9861
.9961
.9991
.9998
1.0000
.0008
.0076
.0355
.1071
.2375
.4164
.6080
.7723
.8867
.9520
.9829
.9949
.9987
.9997
1.0000
.0000
.0005
.0036
.0160
.0510
.1256
.2500
.4159
.5956
.7553
.8725
.9435
.9790
.9935
.9984
.9997
1.0000
20
.50
.0000
.0004
.0022
.0096
.0318
.0835
.1796
.3238
.5000
.6762
.8204
.9165
.9682
.9904
.9978
.9996
1.0000
.0000
.0002
.0013
.0059
.0207
.0577
.1316
.2517
.4119
.5881
.7483
.8684
.9423
.9793
.9941
.9987
.9998
1.0000
.60
.70
.80
.90
.0000
.0001
.0006
.0031
.0116
.0352
.0885
.1861
.3325
.5122
.6919
.8371
.9304
.9770
.9945
.9992
.9999
1.0000
.0000
.0001
.0006
.0028
.0105
.0326
.0839
.1820
.3345
.5261
.7178
.8668
.9538
.9896
.9989
1.0000
.0000
.0003
.0016
.0067
.0233
.0676
.1631
.3267
.5449
.7631
.9171
.9856
1.0000
.0000
.0003
.0017
.0086
.0352
.1150
.2946
.5797
.8649
1.0000
.0000
.0003
.0013
.0051
.0171
.0480
.1133
.2277
.3920
.5836
.7625
.8929
.9645
.9924
.9992
1.0000
.0000
.0001
.0006
.0026
.0100
.0321
.0867
.1958
.3704
.5886
.7939
.9308
.9885
1.0000
.0000
.0001
.0004
.0024
.0113
.0432
.1330
.3231
.6098
.8784
1.0000
.0000
.0001
.0003
.0016
.0065
.0210
.0565
.1275
.2447
.4044
.5841
.7500
.8744
.9490
.9840
.9964
.9995
1.0000
Sumber :
7
SEBARAN NORMAL BAKU
Wilayah Luas Di Bawah Kurva Normal
Z
- 3.4
-3.3
-3.2
-3.1
-3.0
0.00
0.0003
0.0005
0.0007
0.0010
0.0013
0.01
0.0003
0.0005
0.0007
0.0009
0.0013
0.02
0.0003
0.0005
0.0006
0.0009
0.0013
0.03
0.0003
0.0004
0.0006
0.0009
0.0012
0.04
0.0003
0.0004
0.0006
0.0008
0.0012
0.05
0.0003
0.0004
0.0006
0.0008
0.0011
0.06
0.0003
0.0004
0.0006
0.0008
0.0011
0.07
0.0003
0.0004
0.0005
0.0008
0.0011
0.08
0.0003
0.0004
0.0005
0.0007
0.0010
0.09
0.0002
0.0003
0.0005
0.0007
0.0010
-2.9
-2.8
-2.7
-2.6
-2.5
0.0019
0.0026
0.0035
0.0047
0.0062
0.0018
0.0025
0.0034
0.0045
0.0060
0.0017
0.0024
0.0033
0.0044
0.0059
0.0016
0.0023
0.0031
0.0041
0.0055
0.0016
0.0022
0.0030
0.0040
0.0054
0.0015
0.0021
0.0029
0.0039
0.0052
0.0015
0.0021
0.0028
0.0038
0.0051
0.0014
0.0020
0.0027
0.0037
0.0049
0.0014
0.0020
0.0027
0.0037
0.0049
0.0014
0.0019
0.0026
0.0036
0.0048
-2.4
-2.3
-2.2
-2.1
-2.0
0.0082
0.0107
0.0139
0.0179
0.0228
0.0080
0.0104
0.0136
0.0174
0.0222
0.0078
0.0102
0.0132
0.0170
0.0217
0.0075
0.0099
0.0129
0.0166
0.0212
0.0073
0.0096
0.0125
0.0162
0.0207
0.0071
0.0094
0.0122
0.0158
0.0202
0.0069
0.0091
0.0119
0.0154
0.0197
0.0068
0.0089
0.0116
0.0150
0.0192
0.0066
0.0087
0.0113
0.0146
0.0188
0.0064
0.0084
0.0110
0.0143
0.0183
-1.9
-1.8
-1.7
-1.6
-1.5
0.0287
0.0359
0.0446
0.0548
0.0668
0.0281
0.0352
0.0436
0.0537
0.0655
0.0274
0.0344
0.0427
0.0526
0.0643
0.0268
0.0336
0.0418
0.0516
0.0630
0.0262
0.0329
0.0409
0.0505
0.618
0.0256
0.0322
0.0401
0.0495
0.0606
0.0250
0.0314
0.0392
0.0485
0.0594
0.0244
0.0307
0.0384
0.0475
0.0582
0.0239
0.0301
0.0375
0.0465
0.0571
0.0233
0.0294
0.0367
0.0455
0.0559
-1.4
-1.3
-1.2
-1.1
-1.0
0.0808
0.0968
0.1151
0.1357
0.1587
0.0793
0.0951
0.1131
0.1335
0.1562
0.0778
0.0934
0.1112
0.1314
0.1539
0.1762
0.2033
0.2327
0.2643
0.2981
0.1736
0.2005
0.2296
0.2611
0.2946
0.1711
0.1977
0.2266
0.2578
0.2912
0.1685
0.1949
0.2236
0.2546
0.2877
0.1660
0.1922
0.2206
0.2514
0.2843
0.1635
0.1894
0.2177
0.2483
0.2810
0.1611
0.1867
0.2148
0.2451
0.2776
-0.9
-0.8
-0.7
-0.6
-0.5
0.1841
0.2119
0.2420
0.2743
0.3085
0.1814
0.2090
0.2389
0.2709
0.3050
0.1788
0.2061
0.2358
0.2676
0.3015
0.1762
0.2033
0.2327
0.2643
0.2891
0.1736
0.2005
0.2296
0.2611
0.2946
0.1711
0.1977
0.2266
0.2578
0.2912
0.1685
0.1949
0.2236
0.2546
0.2877
0.1660
0.1922
0.2206
0.2514
0.2843
0.1635
0.1894
0.2177
0.2483
0.2810
0.1611
0.1867
0.2148
0.2451
0.2776
-0.4
-0.3
-0.2
-0.1
-0.0
0.3446
0.3821
0.4207
0.4602
0.5000
0.3409
0.3783
0.4168
0.4562
0.4960
0.3372
0.3745
0.4129
0.4522
0.4920
0.3336
0.3707
0.4090
0.4483
0.4880
0.3300
0.3669
0.4052
0.4443
0.4840
0.3264
0.3632
0.4013
0.4404
0.4801
0.3228
0.3594
0.3974
0.4364
0.4761
0.3192
0.3557
0.3936
0.4325
0.4721
0.3156
0.3520
0.3897
0.4286
0.4681
0.3121
0.3483
0.3859
0.4247
0.4641
8
SEBARAN NORMAL BAKU (Lanjutan)
Wilayah Luas Di Bawah Kurva Normal
Z
0.0
0.1
0.2
0.3
0.4
0.00
0.5000
0.5398
0.5793
0.6179
0.6554
0.01
0.5040
0.5438
0.2832
0.6217
0.6591
0.02
0.5080
0.5478
0.5871
0.6255
0.6628
0.03
0.5120
0.5517
0.5910
0.6293
0.6664
0.04
0.5160
0.5557
0.5948
0.6331
0.6700
0.05
0.5199
0.5596
0.5987
0.6368
0.6736
0.06
0.5239
0.5636
0.6026
0.6406
0.6772
0.07
0.5279
0.5675
0.6064
0.6443
0.6808
0.08
0.5319
0.5714
0.6103
0.6480
0.6844
0.09
0.5359
0.5753
0.6141
0.6517
0.6879
0.5
0.6
0.7
0.8
0.9
0.6915
0.7257
0.7580
0.7881
0.8159
0.6950
0.7291
0.7611
0.7910
0.8186
0.6985
0.7324
0.7642
0.7939
0.8212
0.7019
0.7357
0.7673
0.7967
0.8238
0.7054
0.7389
0.7704
0.7995
0.8264
0.7088
0.7422
0.7734
0.8023
0.8289
0.7123
0.7454
0.7764
0.8051
0.8315
0.7157 0.7190
0.7486 0.7517
0.7794 0.7823
0.8078 0.8106
0.8340 0..8365
0.7224
0.7549
0.7852
0.8133
0.8389
1.0
1.1
1.2
1.3
1.4
0.8413
0.8643
0.8849
0.9032
0.9192
0.8438
0.8665
0.8869
0.9049
0.9207
0.8461
0.8686
0.8888
0.9066
0.9222
0.8485
0.8708
0.8907
0.9082
0.9236
0.8508
0.8729
0.8925
0.9099
0.9251
0.8531
0.8749
0.8944
0.9115
0.9265
0.8554
0.8770
0.8962
0.9131
0.9278
0.8577
0.8790
0.8980
0.9147
0.9292
0.8599
0.8810
0.8997
0.9162
0.9306
0.8621
0.8830
0.9015
0.9177
0.9319
1.5
1.6
1.7
1.8
1.9
0.9332
0.9452
0.9554
0.9641
0.9713
0.9345
0.9463
0.9564
0.9649
0.9719
0.9357
0.9474
0.9573
0.9656
0.9726
0.9370
0.9484
0.9582
0.9664
0.9732
0.9382
0.9495
0.9591
0.9671
0.9738
0.9394
0.9505
0.9599
0.9678
0.9744
0.9406
0.9515
0.9608
0.9686
0.9750
0.9418
0.9525
0.9616
0.9693
0.9756
0.9429
0.9535
0.9625
0.9699
0.9761
0.9441
0.9545
0.9633
0.9706
0.9767
2.0
2.1
2.2
2.3
2.4
0.9772
0.9821
0.9861
0.9893
0.9918
0.9778
0.9826
0.9864
0.9896
0.9920
0.9783
0.9830
0.9868
0.9898
0.9922
0.9788
0.9834
0.9871
0.9901
0.9925
0.9793
0.9838
0.9875
0.9904
0.9927
0.9798
0.9842
0.9878
0.9906
0.9929
0.9803
0.9846
0.9881
0.9909
0.9931
0.9808
0.9850
0.9884
0.9911
0.9932
0.9812
0.9854
0.9887
0.9913
0.9934
0.9817
0.9857
0.9890
0.9916
0.9936
2.5
2.6
2.7
2.8
2.9
0.9938
0.9953
0.9965
0.9974
0.9981
0.9940
0.9955
0.9966
0.9975
0.9982
0.9941
0.9956
0.9967
0.9976
0.9982
0.9943
0.9957
0.9968
0.9977
0.9983
0.9945
0.9959
0.9969
0.9977
0.9984
0.9946
0.9960
0.9970
0.9978
0.9984
0.9948
0.9961
0.9971
0.9979
0.9985
0.9949
0.9962
0.9972
0.9979
0.9985
0.9951
0.9963
0.9973
0.9980
0.9986
0.9952
0.9964
0.9974
0.9981
0.9986
3.0
3.1
3.2
3.3
3.4
0.9987
0.9990
0.9993
0.9995
0.9997
0.9987
0.9991
0.9993
0.9995
0.9997
0.9987
0.9991
0.9994
0.9995
0.9997
0.9988
0.9991
0.9994
0.9996
0.9997
0.9988
0.9992
0.9994
0.9996
0.9997
0.9989
0.9992
0.9994
0.9996
0.9997
0.9989
0.9992
0.9994
0.9996
0.9997
0.9989
0.9992
0.9995
0.9996
0.9997
0.9990
0.9993
0.9995
0.9996
0.9997
0.9990
0.9993
0.9995
0.9997
0.9998
Sumber :
9
SEBARAN t-STUDENT
ν
α
0.10
0.05
0.025
0.01
0.025
1
2
3
4
5
3.078
1.886
1.638
1.533
1.476
6.314
2.920
2.353
2.132
2.015
12.706
4.303
3.182
2.776
2.571
31.821
6.965
4.541
3.747
3.365
63.657
9.925
5.841
4.604
4.032
6
7
8
9
10
1.440
1.415
1.397
1.383
1.372
1.943
1.895
1.860
1.833
1.812
2.447
2.365
2.306
2.262
2.228
3.143
2.998
2.896
2.821
2.764
3.707
3.499
3.355
3.250
3.169
11
12
13
14
15
1.363
1.356
1.350
1.345
1.341
1.796
1.782
1.771
1.761
1.753
2.201
2.179
2.160
2.145
2.131
2.718
2.681
2.650
2.624
2.602
3.106
3.055
3.012
2.977
2.947
16
17
18
19
20
1.337
1.333
1.330
1.328
1.325
1.746
1.740
1.734
1.729
1.725
2.120
2.110
2.101
1.093
2.086
2.583
2.567
2.552
2.539
2.528
2.921
2.898
2.878
2.861
2.845
21
22
23
24
25
1.323
1.321
1.319
1.318
1.316
1.721
1.717
1.714
1.711
1.708
2.080
2.074
2.069
2.064
2.060
2.518
2.508
2.500
2.492
2.485
2.831
2.819
2.807
2.797
2.787
26
27
28
29
Inf
1.315
1.314
1.313
1.311
1.282
1.706
1.703
1.701
1.699
1.645
2.056
2.052
2.048
2.045
1.960
2.479
2.473
2.467
2.462
2.326
2.779
2.771
2.763
2.756
2.576
Sumber :
10
SEBARAN F
ƒ0,05(ν1,ν2)
ν1
ν2
1
2
3
4
5
6
7
8
9
1
2
3
4
161.4
18.51
10.13
7.71
199.5
19.00
9.55
6.94
215.7
19.16
9.28
6.59
224.6
19.25
9.12
6.39
230.2
19.30
9.01
6.26
234.0
19.33
8.94
6.16
236.8
19.35
8.89
6.09
238.9
19.37
8.85
6.04
240.5
19.38
8.81
6.00
5
6
7
8
9
6.61
5.99
5.59
5.32
5.12
5.79
5.14
4.74
4.46
4.26
5.41
4.76
4.35
4.07
3.86
5.19
4.53
4.12
3.84
3.63
5.05
4.39
3.97
3.69
3.48
4.95
4.28
3.87
3.58
3.37
4.88
4.21
3.79
3.50
3.29
4.82
4.15
3.73
3.44
3.23
4.77
4.10
3.68
3.39
3.18
10
11
12
13
14
4.96
4.84
4.75
4.67
4.60
4.10
3.98
3.89
3.81
3.74
3.71
3.59
3.49
3.41
3.34
3.48
3.36
3.26
3.18
3.11
3.33
3.20
3.11
3.03
2.96
3.22
3.09
3.00
2.92
2.85
3.14
3.01
2.91
2.83
2.76
3.07
2.95
2.85
2.77
2.70
3.02
2.90
2.80
2.71
2.65
15
16
17
18
19
4.54
4.49
4.45
4.41
4.38
3.68
3.63
3.59
3.55
3.52
3.29
3.24
3.20
3.16
3.13
3.06
3.01
2.96
2.93
2.90
2.90
2.85
2.81
2.77
2.74
2.79
2.74
2.70
2.66
2.63
2.71
2.66
2.61
2.58
2.54
2.64
2.59
2.55
2.51
2.48
2.59
2.54
2.49
2.46
2.42
20
21
22
23
24
4.35
4.32
4.30
4.28
4.26
3.49
3.47
3.44
3.42
3.40
3.10
3.07
3.05
3.03
3.01
2.87
2.84
2.82
2.80
2.78
2.71
2.68
2.66
2.64
2.62
2.60
2.57
2.55
2.53
2.51
2.51
2.49
2.46
2.44
2.42
2.45
2.42
2.40
2.37
2.36
2.39
2.37
2.34
2.32
2.30
25
26
27
28
29
4.24
4.23
4.21
4.20
4.18
3.39
3.37
3.35
3.34
3.33
2.99
2.98
2.96
2.95
2.93
2.76
2.74
2.73
2.71
2.70
2.60
2.59
2.57
2.56
2.55
2.49
2.47
2.46
2.45
2.43
2.40
2.39
2.37
2.36
2.35
2.34
2.32
2.31
2.29
2.28
2.28
2.27
2.25
2.24
2.22
30
40
60
120
∞
4.17
4.08
4.00
3.92
3.84
3.32
3.23
3.15
3.07
3.00
2.92
2.84
2.76
2.68
2.60
2.69
2.61
2.53
2.45
2.37
2.53
2.45
2.37
2.29
2.21
2.42
2.34
2.25
2.17
2.10
2.33
2.25
2.17
2.09
2.01
2.27
2.18
2.10
2.02
1.94
2.21
2.12
2.04
1.96
1.88
11
SEBARAN F (Lanjutan)
ƒ0,05(ν1,ν2)
ν2
ν1
10
12
15
20
24
30
40
60
120
∞
1
2
3
4
241.9
19.40
8.79
5.96
243.9
19.41
8.74
5.91
245.9
19.43
8.70
5.86
148.0
19.45
8.66
5.80
249.1
19.45
8.64
5.77
250.1
19.46
8.62
5.75
251.1
19.47
8.59
5.72
252.2
19.48
8.57
5.69
253.3
19.49
8.55
5.66
254.3
19.50
8.53
5.63
5
6
7
8
9
4.74
4.06
3.64
3.35
3.14
4.68
4.00
3.57
3.28
3.07
4.62
3.94
3.51
3.22
3.01
4.56
3.87
3.44
3.15
2.94
4.53
3.84
3.41
3.12
2.90
4.50
3.81
3.38
3.08
2.86
4.46
3.77
3.34
3.04
2.83
4.43
3.74
3.30
3.01
2.79
4.40
3.70
3.27
2.97
2.75
4.36
3.67
3.23
2.93
2.71
10
11
12
13
14
2.98
2.85
2.75
2.67
2.60
2.91
2.79
2.69
2.60
2.53
2.85
2.72
2.62
2.53
2.46
2.77
2.65
2.54
2.46
2.39
2.74
2.61
2.51
2.42
2.35
2.70
2.57
2.47
2.38
2.31
2.66
2.53
2.43
2.34
2.27
2.62
2.49
2.38
2.30
2.22
2.58
2.45
2.34
2.25
2.18
2.54
2.40
2.30
2.21
2.13
15
16
17
18
19
2.54
2.49
2.45
2.41
2.38
2.48
2.42
2.38
2.34
2.31
2.40
2.35
2.31
2.27
2.23
2.33
2.28
2.23
2.19
2.16
2.29
2.24
2.19
2.15
2.11
2.25
2.19
2.15
2.11
2.07
2.20
2.15
2.10
2.06
2.03
2.16
2.11
2.06
2.02
1.98
2.11
2.06
2.01
1.97
1.93
2.07
2.01
1.96
1.92
1.88
20
21
22
23
24
2.35
2.32
2.30
2.27
2.25
2.28
2.25
2.23
2.20
2.18
2.20
2.18
2.15
2.13
2.11
2.12
2.10
2.07
2.05
2.03
2.08
2.05
2.03
2.01
1.98
2.04
2.01
1.98
1.96
1.94
1.99
1.96
1.94
1.91
1.89
1.95
1.92
1.89
1.86
1.84
1.90
1.87
1.84
1.81
1.79
1.84
1.81
1.78
1.76
1.73
25
26
27
28
29
2.24
2.22
2.20
2.19
2.18
2.16
2.15
2.13
2.12
2.10
2.09
2.07
2.06
2.04
2.03
2.01
1.99
1.97
1.96
1.94
1.96
1.95
1.93
1.91
1.90
1.92
1.90
1.88
1.87
1.85
1.87
1.85
1.84
1.82
1.81
1.82
1.80
1.79
1.77
1.75
1.77
1.75
1.73
1.71
1.70
1.71
1.69
1.67
1.65
1.64
30
40
60
120
∞
2.16
2.08
1.99
1.91
1.83
2.09
2.00
1.92
1.83
1.75
2.01
1.92
1.84
1.75
1.67
1.93
1.84
1.75
1.66
1.57
1.89
1.79
1.70
1.61
1.52
1.84
1.74
1.65
1.55
1.46
1.79
1.69
1.59
1.50
1.39
1.74
1.64
1.53
1.43
1.32
1.68
1.58
1.47
1.35
1.22
1.62
1.51
1.39
1.25
1.00
12
SEBARAN F (Lanjutan)
ƒ0,01(ν1,ν2)
ν1
ν2
1
2
3
4
1
4052
98.50
34.12
21.20
2
4999.5
99.00
30.82
18.00
3
5403
99.17
29.46
16.69
4
5625
99.25
28.71
15.98
5
5746
99.30
28.24
15.52
6
5859
99.33
27.91
15.21
7
5928
99.36
27.67
14.98
8
5981
99.37
27.49
14.80
9
60.22
99.39
27.35
14.66
5
6
7
8
9
16.26
13.75
12.25
11.26
10.56
13.27
10.92
9.55
8.65
8.02
12.06
9.78
8.45
7.59
6.99
11.39
9.15
7.85
7.01
6.42
10.97
8.75
7.46
6.63
6.06
10.67
8.47
7.19
6.37
5.80
10.46
8.26
6.99
6.18
5.61
10.29
8.10
6.84
6.03
5.47
10.16
7.98
6.72
5.91
5.35
10
11
12
13
14
10.04
9.65
9.33
9.07
8.86
7.56
7.21
6.93
6.70
6.51
6.55
6.22
5.95
5.74
5.56
5.99
5.67
5.41
5.21
5.04
5.64
5.32
5.06
4.86
4.69
5.39
5.07
4.82
4.62
4.46
5.20
4.89
4.64
4.44
4.28
5.06
4.74
4.50
4.30
4.14
4.94
4.63
4.39
4.19
4.03
15
16
17
18
19
8.68
8.53
8.40
8.29
8.18
6.36
6.23
6.11
6.01
5.93
5.42
5.29
5.18
5.09
5.01
4.89
4.77
4.67
4.58
4.50
4.56
4.44
4.34
4.25
4.17
4.32
4.20
4.10
4.01
3.94
4.14
4.03
3.93
3.84
3.77
4.00
3.89
3.79
3.73
3.63
3.89
3.78
3.68
3.60
3.52
20
21
22
23
24
8.10
8.02
7.95
7.88
7.82
5.89
5.78
5.72
5.66
5.61
4.94
4.87
4.82
4.76
4.72
4.43
4.37
4.31
4.26
4.22
4.10
4.04
3.99
3.94
3.90
3.87
3.81
3.76
3.71
3.67
3.70
3.64
3.59
3.54
3.50
3.56
3.51
3.45
3.41
3.36
3.46
3.40
3.35
3.30
3.26
25
26
27
28
29
7.77
7.72
7.68
7.64
7.60
5.57
5.53
5.49
5.45
5.42
4.68
4.64
4.60
4.57
4.54
4.18
4.14
4.11
4.07
4.04
3.85
3.82
3.78
3.75
3.73
3.63
3.59
3.56
3.53
3.50
3.46
3.42
3.39
3.36
3.33
3.32
3.29
3.26
3.23
3.20
3.22
3.18
3.15
3.12
3.09
30
40
60
120
∞
7.56
7.31
7.08
6.85
6.63
5.39
5.18
4.98
4.79
4.61
4.51
4.31
4.13
3.95
3.78
4.02
3.83
3.65
3.48
3.32
3.70
3.51
3.34
3.17
3.02
3.47
3.29
3.12
2.96
2.80
3.30
3.12
2.95
2.79
2.64
3.17
2.99
2.82
2.66
2.51
3.07
2.89
2.72
2.56
2.41
13
SEBARAN F (Lanjutan)
ƒ0,01(ν1,ν2)
ν1
ν2
1
2
3
4
10
6056
99.40
27.23
14.55
12
6157
99.42
27.05
14.37
15
6157
99.43
26.87
14.20
20
6029
99.45
26.69
14.02
24
6235
99.46
26.60
13.93
30
6261
99.47
26.50
13.84
40
6287
99.47
26.41
13.75
60
6313
99.48
26.32
13.65
120
6339
99.49
26.22
13.56
∞
6366
99.50
26.13
13.46
5
6
7
8
9
10.05
7.87
6.62
5.81
5.26
9.89
7.72
6.47
5.67
5.11
9.72
7.56
6.31
5.52
4.96
9.55
7.40
6.16
5.36
4.81
9.47
7.31
6.07
5.28
4.73
9.38
7.23
5.99
5.20
4.65
9.29
7.14
5.91
5.12
4.57
9.20
7.06
5.82
5.03
4.48
9.11
6.97
5.74
4.95
4.40
9.02
6.88
5.65
4.86
4.31
10
11
12
13
14
4.85
4.54
4.30
4.10
3.94
4.71
4.40
4.16
3.96
3.80
4.56
4.25
4.01
3.82
3.66
4.41
4.10
3.86
3.66
3.51
4.33
4.02
3.78
3.59
3.43
4.25
3.94
3.70
3.51
3.55
4.17
3.86
3.62
3.43
3.27
4.08
3.78
3.54
3.34
3.18
4.00
3.69
3.45
3.25
3.09
3.91
3.60
3.36
3.17
3.00
15
16
17
18
19
3.80
3.69
3.59
3.51
3.43
3.67
3.55
3.46
3.37
3.30
3.52
3.41
3.31
3.23
3.15
3.37
3.26
3.16
3.08
3.00
3.29
3.18
3.08
3.00
2.92
3.21
3.10
3.00
2.92
2.84
3.13
3.02
2.92
2.84
2.76
3.05
2.93
2.83
2.75
2.67
2.96
2.84
2.75
2.66
2.58
2.87
2.75
2.65
2.57
2.49
20
21
22
23
24
3.37
3.31
3.26
3.21
3.17
3.23
3.17
3.12
3.07
3.03
3.09
3.03
2.98
2.93
2.89
2.94
2.88
2.83
2.78
2.74
2.86
2.80
2.75
2.70
2.66
2.78
2.72
2.67
2.62
2.58
2.69
2.64
2.58
2.54
2.49
2.61
2.55
2.50
2.45
2.40
2.52
2.46
2.40
2.35
2.31
2.42
2.36
2.31
2.26
2.21
25
26
27
28
29
3.13
3.09
3.06
3.03
3.00
2.99
2.96
2.93
2.90
2.87
2.85
2.81
2.78
2.75
2.73
2.70
2.66
2.63
2.60
2.57
2.62
2.58
2.55
2.52
2.49
2.54
2.50
2.47
2.44
2.41
2.45
2.42
2.38
2.35
2.33
2.36
2.33
2.29
2.26
2.23
2.27
2.23
2.20
2.17
2.14
2.17
2.13
2.10
2.06
2.03
30
40
60
120
∞
2.98
2.80
2.63
2.47
2.32
2.84
2.66
2.50
2.34
2.18
2.70
2.52
2.35
2.19
2.04
2.55
2.37
2.20
2.03
1.88
2.47
2.29
2.12
1.95
1.79
2.39
2.20
2.03
1.86
1.70
2.30
2.11
1.94
1.76
1.59
2.21
2.02
1.84
1.66
1.47
2.11
1.92
1.73
1.53
1.32
2.01
1.80
1.60
1.38
1.00
Sumber :
14
NILAI PARAMETER SEBARAN WEIBULL
C
r1
r2
r2/r1
CVX
c
r1
r2
r2/r1
CVX
0,25
0,30
0,35
0,40
0,45
0,50
0,55
0,60
0,65
0,70
0,75
0,80
0,85
0,90
0,95
1,00
1,05
1,10
1,15
1,20
1,25
1,30
1,35
1,40
1,45
1,50
1,55
1,60
1,70
1,75
1,80
1,85
1,90
1,95
2,00
2,05
2,10
2,15
2,20
2,25
2,30
2,35
2,40
2,45
2,50
2,55
2,60
2,65
2,70
24,000
9,2605
5,0292
3,3234
2,4786
2,0000
1,7024
1,5046
1,3663
1,2658
1,1906
1,1330
1,0880
1,0522
1,0234
1,0000
0,9808
0,9808
0,9517
0,9407
0,9314
0,9236
0,9170
0,9114
0,9067
0,9027
0,8994
0,8966
0.8922
0,8906
0,8893
0,8882
0,8874
0,8867
0,8862
0,8859
0,8857
0,8856
0,8856
0,8857
0,8859
0,8862
0,8865
0,8868
0,8873
0,8877
0,8882
0,8887
0,8893
40320,0
2593,57
424,338
120,000
47,8761
24,0000
14,0893
9,2605
6,6142
5,0292
4,0122
3,3233
2,8359
2,4786
2,2088
2,0000
1,8351
1,8351
1,5941
1,5046
1,4296
1,3663
1,3122
1,2658
1,2256
1,1906
1,1600
1,1330
1,0880
1,0691
1,0522
1,0370
1,0234
1,0111
1,0000
0,9899
0,9808
0,9725
0,9649
0,9580
0,9517
0,9459
0,9407
0,9358
0,9314
0,9273
0,9236
0,9201
0,9170
70,0000
30,2431
16,7773
10,8650
7,7931
6,0000
4,8613
4,0908
3,5433
3,1387
2,8302
2,5889
2,3959
2,2388
2,1089
2,0000
1,9076
1,9076
1,7600
1,7004
1,6480
1,6017
1,5606
1,5238
1,4908
1,4610
1,4340
1,4095
1,3666
1,3478
1,3305
1,3145
1,2997
1,2860
1,2732
1,2614
1,2503
1,2399
1,2302
1,2211
1,2126
1,2045
1,1970
1,1889
1,1831
1,1767
1,1707
1,1650
1,1595
8,3066
5,4077
3,9721
3,1409
2,6064
2,2361
1,9650
1,7581
1,5948
1,4624
1,3529
1,2605
1,1815
1,1130
1,0530
1,0000
0,9527
0,9102
0,8718
0,8369
0,8050
0,7757
0,7487
0,7238
0,7006
0,6790
0,6588
0,6399
0,6055
0,5897
0,5749
0,5608
0,5475
0,5348
0,5227
0,5112
0,5003
0,4898
0,4799
0,4703
0,4611
0,4523
0,4438
0,4357
0,4204
0,4204
0,4131
0,4062
0,3994
2,75
2,80
2,85
2,90
2,95
3,00
3,05
3,10
3,15
3,20
3,25
3,30
3,35
3,40
3,45
3,50
3,55
3,60
3,65
6,70
3,75
3,80
3,85
3,90
3,95
4,00
4,05
4,10
4,15
4,20
4,25
4,30
4,35
4,40
4,45
4,50
4,55
4,60
4,65
4,70
4,75
4,80
4,85
4,90
4,95
5,00
5,05
5,10
5,15
0,8868
0,8904
0,8911
0,8917
0,8923
0,8993
0,8936
0,8943
0,8950
0,8956
0,8963
0,8970
0,8977
0,8984
0,8991
0,8997
0,9004
0,9011
0,9018
0,9024
0,9031
0,9038
0,9044
0.9051
0,9058
09064
0,9070
09077
0,9073
0,9089
09096
0,9102
0,9108
0,9114
0,9120
0,9126
0,9132
0,9137
0,9143
0,9149
0,9154
0,9160
0,9165
0,9171
0,9176
0,9182
0,9187
0,9192
0,9197
0,9358
0,9114
0,9090
0,9067
0,9046
0,9027
0,9010
0,8994
0,8979
0,8966
0,8953
0,8942
0,8932
0,8922
0,8914
0,8906
0,8899
0,8893
0.8887
0,8882
0,8878
0,8874
0,8870
0,8867
0,8864
0.8862
0,8864
0,8859
0,8859
0,8857
0,8856
0,8856
0,8856
0,8856
0,8857
0,8857
0,8858
0,8859
0,8860
0,8862
0,8863
0, 8864
0,8867
0,8868
0,8870
0,8873
0,8875
0,8877
0,8880
1,1898
1,1495
1,1448
1,1404
1,1361
1,1321
1,1282
1,1246
1,1210
1,1176
1,1144
1,1113
1,1083
1,1055
1,1028
1,1001
1,0967
1,9052
1,0929
1,0906
1,0884
1,0863
1,0843
1,0824
1,0805
1,0787
1,0770
1,0753
1,0736
1,0720
1,0705
1,0690
1,0676
1,0662
1,0649
1,0636
1,0623
1,0611
1,0598
1,0587
1,0576
1,0565
1,0555
1,0544
1,0534
1,0535
1,0515
1,0506
1,0497
0,4357
0,3866
0,3805
0,3747
0,3690
0,3634
0,3581
0,3529
0,3479
0,3430
0,3383
0,3336
0,3292
0,3248
0,3206
0,3164
0,3124
0,3085
0,3047
0,3010
0,2974
0,2938
0,2904
0,2871
0,2837
0,2806
0,2774
0,2473
0,2714
0,2684
0,2655
0,2628
0,2600
0,2573
0,2547
0,2521
0,2496
0,2471
0,2447
0,2424
0,2400
0,2377
0,2355
0,2333
0.2311
0,2290
0,2270
0,2249
0,2229
15
NILAI PARAMETER SEBARAN WEIBULL (Lanjutan)
C
r1
r2
r2/r1
CVX
c
r1
r2
r2/r1
CVX
5,20
5,25
5,30
5,35
5,40
5,45
5,50
6,00
6,50
7,00
7,50
0,9202
0,9207
0,9213
0,9217
0,9222
0,9227
0,9232
0,9277
0,9318
0,9354
0,9387
0,8882
0,8885
0,8887
0,8890
0,8893
0,8896
0,8899
0,8929
0,8963
0,8997
0,9031
1,0488
1,0480
1,0472
1,0463
1,0456
1,0449
1,0441
1,0375
1,0324
1,0282
1,0248
0,2210
0,2191
0,2172
0,2153
0,2135
0,2117
0,2099
0,1938
0,1799
0,1680
0,1576
8,00
8,50
9,00
9,50
10,00
12,50
15,00
20,00
50,00
100,00
∞
0,9417
0,9445
0,9470
0,9492
0,9513
0,9597
0,9657
0,9735
0,9888
0,9943
1,0000
0,9064
0,9096
0,9126
0,9254
0,9182
0,9298
0,9387
0,9513
0,9784
0,9888
1,0000
1,0220
1,0997
1,0176
1,0159
1,0145
1,0095
1,0067
1,0038
1,0006
1,0001
1,0000
0,1484
0,1484
0,1328
0,1263
0,1203
0,0973
0,0818
0,0620
0,0255
0,0122
0,0000
Sumber :
16
ANGKA ACAK
Baris
Kolom
1-5
6 - 10
11 - 15
16 - 20
21 - 25
26 - 30
31 - 35
36 - 40
1
2
3
4
5
62956
17143
99285
12940
28089
95735
50118
01369
81308
80216
70988
41681
94610
40436
08681
86027
87224
71099
82916
83524
27648
75674
69207
74245
00583
65155
43371
01999
70324
55179
46301
09846
23931
88555
31911
27217
83403
34711
82182
68484
6
7
8
9
10
78709
36009
95695
89221
91937
74747
01306
52933
34158
35854
17626
33858
39459
16364
13168
74930
96930
84218
16532
24642
41300
71087
34670
50070
22369
04858
11354
91542
78159
87396
85634
85891
02186
18445
64367
42398
52644
86134
05884
89259
11
12
13
14
15
07339
73238
87940
46904
02580
63159
34352
32625
92456
92653
94886
81004
44838
64675
33907
51002
95682
39920
66930
54380
85834
13029
57188
54980
00763
94109
76288
41771
11631
60452
56843
22054
43185
54596
18860
03769
54849
74236
50563
48829
16
17
18
19
20
86983
92604
26988
75370
18826
20150
22144
49617
38794
84055
78561
67209
87118
51939
91391
97095
88807
28108
20879
78487
15990
82087
13110
30221
07594
45947
06616
40766
73593
74994
88542
16605
21216
76238
64239
86519
95621
01567
85702
00808
21
22
23
24
25
20198
74784
08050
63096
23099
45182
75807
25691
27123
48428
09914
79881
87992
94686
16697
45305
45290
75747
39205
82597
97352
56117
55031
68047
74983
00516
39798
82704
12108
22452
56804
62617
97667
62144
46283
10931
26912
03734
31291
97617
26
27
28
29
30
84827
97965
96097
77733
73159
81473
30432
51256
98610
81085
19453
92410
61546
86615
96957
95401
42482
93683
19007
48358
01363
31448
46277
29402
90944
40795
78558
30115
26348
58155
86600
55152
37682
96477
73014
78317
27863
15694
97154
79515
31
32
33
34
35
19074
83098
10416
08693
50451
14518
95483
60700
25225
52350
91372
17986
37527
54798
37860
73333
79141
26169
60498
40950
42832
92419
07315
32060
14377
17500
36887
08340
60310
16485
91049
65473
31597
36587
62250
74510
05675
05568
30579
96104
17
ANGKA ACAK (Lanjutan)
Baris
Kolom
1-5
6 - 10
11 - 15
16 - 20
21 - 25
26 - 30
31 - 35
36 - 40
36
37
38
39
40
73128
89677
67828
30001
14283
88097
39620
36965
63542
75479
01832
49118
63617
05680
39727
19463
49660
60332
12956
79075
28038
96852
10525
96058
87995
00222
71822
78030
80149
74464
83868
66195
06835
79950
49102
74422
28204
59222
39309
93185
41
42
43
44
45
84051
80815
28515
17402
66814
28694
60959
30696
25186
38016
03885
58747
23612
12526
61219
97247
50798
87285
19012
14760
43578
47455
96888
42374
99030
48213
18738
25681
47886
38070
97929
58154
65597
43367
81369
49951
95800
50837
61815
94157
46
47
48
49
50
49751
35597
03026
96637
34324
96432
97760
00712
00092
90440
63666
47288
49279
97446
76224
47760
34700
10272
75109
71230
70192
25569
30083
53899
92581
10367
91920
61603
93915
06794
17197
02045
26715
37789
39559
95801
24344
89026
13073
05362
Sumber :
18
19
Download