Uploaded by dinafnisa

LAPORAN PENDAHULUAN STROKE

advertisement
LAPORAN PENDAHULUAN
STROKE
A. DEFINISI
Stroke merupakan penyakit neurologis yang sering dijumpai dan harus ditangani secara
cepat dan tepat. Stroke merupakan kelainan fungsi otak yang timbul mendadak yang disebabkan
karena terjadinya gangguan peredaran darah otak dan bisa terjadi pada siapa saja dan kapan saja
(Muttaqin, 2008).
Stroke hemoragik adalah pembuluh darah otak yang pecah sehingga menghambat aliran
darah yang normal dan darah merembes ke dalam suatu kawasan di otak dan kemudian
merusaknya (M. Adib, 2009).
Stroke hemoragik adalah stroke yang terjadi karena pembuluh darah di otak pecah
sehingga timbul iskhemik dan hipoksia di hilir. Penyebab stroke hemoragi antara lain: hipertensi,
pecahnya aneurisma, malformasi arteri venosa. Biasanya kejadiannya saat melakukan aktivitas
atau saat aktif, namun bisa juga terjadi saat istirahat. Kesadaran pasien umumnya menurun (Ria
Artiani, 2009)
B. KLASIFIKASI
1. Stroke dapat diklasifikasikan menurut patologi dan gejala kliniknya, yaitu: (Muttaqin, 2008)
a. Stroke Hemoragi,
Merupakan perdarahan serebral dan mungkin perdarahan subarachnoid. Disebabkan oleh
pecahnya pembuluh darah otak pada daerah otak tertentu. Biasanya kejadiannya saat melakukan
aktivitas atau saat aktif, namun bisa juga terjadi saat istirahat. Kesadaran pasien umumnya
menurun. Perdarahan otak dibagi dua, yaitu:
1) Perdarahan intraserebral
Pecahnya pembuluh darah (mikroaneurisma) terutama karena hipertensi mengakibatkan
darah masuk ke dalam jaringan otak, membentuk massa yang menekan jaringan otak, dan
menimbulkan edema otak. Peningkatan TIK yang terjadi cepat, dapat mengakibatkan kematian
mendadak karena herniasi otak. Perdarahan intraserebral yang disebabkan karena hipertensi
sering dijumpai di daerah putamen, thalamus, pons dan serebelum.
2) Perdarahan subaraknoid
Pedarahan ini berasal dari pecahnya aneurisma berry atau AVM. Aneurisma yang pecah
ini berasal dari pembuluh darah sirkulasi willisi dan cabang-cabangnya yang terdapat diluar
parenkim otak.Pecahnya arteri dan keluarnya keruang subaraknoid menyebabkan TIK meningkat
mendadak, meregangnya struktur peka nyeri, dan vasospasme pembuluh darah serebral yang
berakibat disfungsi otak global (sakit kepala, penurunan kesadaran) maupun fokal (hemiparase,
gangguan hemisensorik, dll)
b. Stroke Non Hemoragi
Dapat berupa iskemia atau emboli dan thrombosis serebral, biasanya terjadi saat setelah
lama beristirahat, baru bangun tidur atau di pagi hari. Tidak terjadi perdarahan namun terjadi
iskemia yang menimbulkan hipoksia dan selanjutnya dapat timbul edema sekunder. Kesadaran
umumnya baik.
2. Menurut perjalanan penyakit atau stadiumnya, yaitu:
a. TIA (Trans Iskemik Attack) gangguan neurologis setempat yang terjadi selama beberapa menit
sampai beberapa jam saja. Gejala yang timbul akan hilang dengan spontan dan sempurna dalam
waktu kurang dari 24 jam.
b. Stroke involusi: stroke yang terjadi masih terus berkembang dimana gangguan neurologis
terlihat semakin berat dan bertambah buruk. Proses dapat berjalan 24 jam atau beberapa hari.
c. Stroke komplit: dimana gangguan neurologi yang timbul sudah menetap atau permanen . Sesuai
dengan istilahnya stroke komplit dapat diawali oleh serangan TIA berulang
C. ETIOLOGI
Penyebab stroke menurut Arif Muttaqin (2008):
1. Thrombosis Cerebral
Thrombosis ini terjadi pada pembuluh darah yang mengalami oklusi sehingga
menyebabkan iskemi jaringan otak yang dapat menimbulkan oedema dan kongesti di sekitarnya.
Thrombosis biasanya terjadi pada orang tua yang sedang tidur atau bangun tidur. Hal ini dapat
terjadi karena penurunan aktivitas simpatis dan penurunan tekanan darah yang dapat
menyebabkan iskemi serebral. Tanda dan gejala neurologis memburuk pada 48 jam setelah
trombosis. Beberapa keadaan di bawah ini dapat menyebabkan thrombosis otak:
a. Aterosklerosis
Aterosklerosis merupakan suatu proses dimana terdapat suatu penebalan dan pengerasan
arteri besar dan menengah seperti koronaria, basilar, aorta dan arteri iliaka (Ruhyanudin, 2007).
Aterosklerosis adalah mengerasnya pembuluh darah serta berkurangnya kelenturan atau
elastisitas dinding pembuluh darah. Manifestasi klinis atherosklerosis bermacam-macam.
Kerusakan dapat terjadi melalui mekanisme berikut:
1) Lumen arteri menyempit dan mengakibatkan berkurangnya aliran darah.
2) Oklusi mendadak pembuluh darah karena terjadi trombosis.
3) Merupakan tempat terbentuknya thrombus, kemudian melepaskan kepingan thrombus
(embolus).
4) Dinding arteri menjadi lemah dan terjadi aneurisma kemudian robek dan terjadi perdarahan.
b. Hyperkoagulasi pada polysitemia
Darah bertambah kental, peningkatan viskositas/ hematokrit meningkat dapat melambatkan
aliran darah serebral.
c. Arteritis( radang pada arteri )
d. Emboli
Emboli serebral merupakan penyumbatan pembuluh darah otak oleh bekuan darah, lemak dan
udara. Pada umumnya emboli berasal dari thrombus di jantung yang terlepas dan menyumbat
sistem arteri serebral. Emboli tersebut berlangsung cepat dan gejala timbul kurang dari 10-30
detik. Beberapa keadaan dibawah ini dapat menimbulkan emboli:
1) Katup-katup jantung yang rusak akibat Rheumatik Heart Desease (RHD).
2) Myokard infark
3) Fibrilasi. Keadaan aritmia menyebabkan berbagai bentuk pengosongan ventrikel sehingga darah
terbentuk gumpalan kecil dan sewaktu-waktu kosong sama sekali dengan mengeluarkan
embolus-embolus kecil.
4) Endokarditis oleh bakteri dan non bakteri, menyebabkan terbentuknya gumpalan-gumpalan pada
endocardium.
2. Haemorhagi
Perdarahan intrakranial atau intraserebral termasuk perdarahan dalam ruang subarachnoid
atau kedalam jaringan otak sendiri. Perdarahan ini dapat terjadi karena atherosklerosis dan
hypertensi. Akibat pecahnya pembuluh darah otak menyebabkan perembesan darah kedalam
parenkim otak yang dapat mengakibatkan penekanan, pergeseran dan pemisahan jaringan otak
yang berdekatan, sehingga otak akan membengkak, jaringan otak tertekan, sehingga terjadi
infark otak, oedema, dan mungkin herniasi otak.
3. Hipoksia Umum
Beberapa penyebab yang berhubungan dengan hipoksia umum adalah:
a. Hipertensi yang parah.
b. Cardiac Pulmonary Arrest
c. Cardiac output turun akibat aritmia
4. Hipoksia Setempat
Beberapa penyebab yang berhubungan dengan hipoksia setempat adalah:
a. Spasme arteri serebral, yang disertai perdarahan subarachnoid.
b. Vasokontriksi arteri otak disertai sakit kepala migrain.
D. MANIFESTASI KLINIS
Gejala stroke hemoragik bervariasi tergantung pada lokasi pendarahan dan jumlah
jaringan otak yang terkena. Gejala biasanya muncul tiba-tiba, tanpa peringatan, dan sering
selama aktivitas. Gejala mungkin sering muncul dan menghilang, atau perlahan-lahan menjadi
lebih buruk dari waktu ke waktu. Gejala stroke hemoragik bisa meliputi:
1. Perubahan tingkat kesadaran (mengantuk, letih, apatis, koma).
2. Kesulitan berbicara atau memahami orang lain.
3. Kesulitan menelan.
4. Kesulitan menulis atau membaca.
5. Sakit kepala yang terjadi ketika berbaring, bangun dari tidur, membungkuk, batuk, atau kadang
terjadi secara tiba-tiba.
6. Kehilangan koordinasi.
7. Kehilangan keseimbangan.
8. Perubahan gerakan, biasanya pada satu sisi tubuh, seperti kesulitan menggerakkan salah satu
bagian tubuh, atau penurunan keterampilan motorik.
9. Mual atau muntah.
10. Kejang.
11. Sensasi perubahan, biasanya pada satu sisi tubuh, seperti penurunan sensasi, baal atau
kesemutan.
12. Kelemahan pada salah satu bagian tubuh.
E. PATOFISIOLOGI
Infark serbral adalah berkurangnya suplai darah ke area tertentu di otak. Luasnya
infark bergantung pada faktor-faktor seperti lokasi dan besarnya pembuluh darah dan
adekuatnya sirkulasi kolateral terhadap area yang disuplai oleh pembuluh darah
yang tersumbat. Suplai darah ke otak dapat berubah (makin lmbat atau cepat) pada
gangguan lokal (thrombus, emboli, perdarahan dan spasme vaskuler) atau oleh karena
gangguan umum (hipoksia karena gangguan paru dan jantung). Atherosklerotik sering/
cenderung sebagai faktor penting terhadap otak, thrombus dapat berasal dari flak
arterosklerotik, atau darah dapat beku pada area yang stenosis, dimana aliran darah akan
lambat atau terjadi turbulensi.
Thrombus dapat pecah dari dinding pembuluh darah terbawa sebagai emboli
dalam aliran darah. Thrombus mengakibatkan; iskemia jaringan otak yang disuplai oleh
pembuluh darah yang bersangkutan dan edema dan kongesti disekitar area. Area edema
ini menyebabkan disfungsi yang lebih besar daripada area infark itu sendiri. Edema dapat
berkurang dalam beberapa jam atau kadang-kadang sesudah beberapa hari. Dengan
berkurangnya edema pasien mulai menunjukan perbaikan. Oleh karena thrombosis
biasanya tidak fatal, jika tidak terjadi perdarahan masif. Oklusi pada pembuluh darah
serebral oleh embolus menyebabkan edema dan nekrosis diikuti thrombosis. Jika terjadi
septik infeksi akan meluas pada dinding pembukluh darah maka akan terjadi abses atau
ensefalitis, atau jika sisa infeksi berada pada pembuluh darah yang tersumbat
menyebabkan dilatasi aneurisma pembuluh darah. Hal ini akan menyebabkan perdarahan
cerebral, jika aneurisma pecah atau ruptur.
Perdarahan pada otak lebih disebabkan oleh ruptur arteriosklerotik dan hipertensi
pembuluh darah. Perdarahan intraserebral yang sangat luas akan menyebabkan kematian
dibandingkan dari keseluruhan penyakit cerebro vaskuler, karena perdarahan yang luas
terjadi destruksi massa otak, peningkatan tekanan intracranial dan yang lebih berat dapat
menyebabkan herniasi otak.
Kematian dapat disebabkan oleh kompresi batang otak, hemisfer otak, dan
perdarahan batang otak sekunder atau ekstensi perdarahan ke batang otak. Perembesan
darah ke ventrikel otak terjadi pada sepertiga kasus perdarahan otak di nukleus kaudatus,
talamus dan pons. Jika sirkulasi serebral terhambat, dapat berkembang anoksia cerebral.
Perubahan disebabkan oleh anoksia serebral dapat reversibel untuk jangka waktu 4-6
menit. Perubahan irreversibel bila anoksia lebih dari 10 menit. Anoksia serebral dapat
terjadi oleh karena gangguan yang bervariasi salah satunya henti jantung.
Selain kerusakan parenkim otak, akibat volume perdarahan yang relatif banyak
akan mengakibatkan peningian tekanan intrakranial dan mentebabkan menurunnya
tekanan perfusi otak serta terganggunya drainase otak. Elemen-elemen vasoaktif darah
yang keluar serta kaskade iskemik akibat menurunnya tekanan perfusi, menyebabkan
neuron-neuron di daerah yang terkena darah dan sekitarnya tertekan lagi.
Jumlah darah yang keluar menentukan prognosis. Apabila volume darah lebih dari
60 cc maka resiko kematian sebesar 93 % pada perdarahan dalam dan 71 % pada
perdarahan lobar. Sedangkan bila terjadi perdarahan serebelar dengan volume antara 3060 cc diperkirakan kemungkinan kematian sebesar 75 % tetapi volume darah 5 cc dan
F.
1.
a.
b.
terdapat di pons sudah berakibat fatal. (Misbach, 1999 cit Muttaqin 2008)
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Radiologi
Menurut Muttaqin, (2008), pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan ialah sebagai berikut :
Angiografi serebral
Membantu menentukan penyebab dari stroke secara spesifik seperti perdarahan arteriovena atau
adanya ruptur dan untuk mencari sumber perdarahan seperti aneurisma atau malformasi vaskular.
Lumbal pungsi
Tekanan yang meningkat dan disertai bercak darah pada carran lumbal menunjukkan adanya
hernoragi pada subaraknoid atau perdarahan pada intrakranial. Peningkatan jumlah protein
menunjukkan adanya proses inflamasi. Hasil pemeriksaan likuor merah biasanya dijumpai pada
c.
d.
2.
a.
b.
c.
d.
perdarahan yang masif, sedangkan perdarahan yang kecil biasanya warna likuor masih normal
(xantokrom) sewaktu hari-hari pertama.
CT scan
Pemindaian ini memperlihatkan secara spesifik letak edema, posisi henatoma, adanya jaringan
otak yang infark atau iskemia, dan posisinya secara pasti. Hasil pemeriksaan biasanya didapatkan
hiperdens fokal, kadang pemadatan terlihat di ventrikel, atau menyebar ke permukaan otak.
MRI (Magnetic Imaging Resonance) menggunakan gelombang magnetik untuk menentukan
posisi dan besar/luas terjadinya perdarahan EEG
Pemeriksaan ini berturuan untuk melihat masalah yang timbul dan dampak dari jaringan yang
infark sehingga menurunnya impuls listrik dalam jaringan otak.
Pemeriksaan Laboratorium
Lumbal pungsi: pemeriksaan likuor merah biasanya dijumpai pada perdarahan yang masif,
sedangkan perdarahan yang kecil biasanya warna likuor masih normal (xantokhrom) sewaktu
hari-hari pertama.
Pemeriksaan darah rutin.
Pemeriksaan kimia darah: pada stroke akut dapat terjadi hiperglikemia. Gula darah dapat
mencapai 250 mg di dalam serum dan kemudian berangsur-angsur turun kembali.
Pemeriksaan darah lengkap: untuk mencari kelainan pada darah itu sendiri.
fast adalah sebelah sisi wajah tidk normal tidak simetris terasa baal seisi wajah
G. PENATALAKSANAAN
( Sylvia dan Lorraine, 2006 ). Penatalaksanaan penderita dengan stroke hemoragik adalah
sebagai berikut :
1. Posisi kepala dan badan atas 20 – 30 derajat, posisi miring apabila muntah dan boleh mulai
mobilisasi bertahap jika hemodinamika stabil.
2. Bebaskan jalan nafas dan pertahankan ventilasi yang adekuat, bila perlu diberikan oksigen sesuai
kebutuhan.
3. Tanda – tanda vital diusahakan stabil.
4. Bed rest.
5. Koreksi adanya hiperglikemia atau hipoglikemia.
6. Pertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit.
7. Kandung kemih yang penuh dikosongkan, bila perlu kateterisasi.
8. Pemberian cairan intravena berupa kristaloid atau koloid dan hindari penggunaan glukosa murni
atau cairan hipotonok.
9. Hindari kenaikan suhu, batuk, konstipasi, atau cairan suction berlebih yang dapat meningkatkan
TIK
10. Nutrisi peroral hanya diberikan jika fungsi menelan baik. apabila kesadaran menurun atau ada
gangguan menelan sebaiknya dipasang NGT.
11. Penatalaksanaan spesifiknya yaitu dengan pemberian obat neuroprotektor, antikoagulan,
trombolisis intraven, diuretic, antihipertensi, dan tindakan pembedahan, menurunkan TIK yang
tinggi.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
I.
H. KOMPLIKASI
Menurut Batticaca (2008)
Gangguan otak yang berat.
Kematian bila tidak dapat mengontrol respons pernafasan atau kardiovaskular
Infark Serebri
Hidrosephalus yang sebagian kecil menjadi hidrosephalus normotensif
Fistula caroticocavernosum
Epistaksis
Peningkatan TIK, tonus otot abnormal
PATHWAYS
J. FOKUS PENGKAJIAN
Menurut Muttaqin, (2008) anamnesa pada stroke meliputi:
1. Pengkajian psikososiospiritual
Pengkajian psikologis klien stroke meliputi beberapa dimensi yang memungkinkan
perawat untuk rnemperoleh persepsi yang jelas mengenai status emosi, kognitif, dan perilaku
klien. Pengkajian mekanisme koping yang digunakan klien juga penting untuk menilai respons
emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan perubahan peran klien dalam keluarga dan
masyarakat serta respons atau pengaruhnya dalam kehidupan sehari-harinya, baik dalam
keluarga ataupun dalam masyarakat. Apakah ada dampak yang timbul pada klien yaitu timbul
seperti ketakutan akan kecacatan, rasa cemas, rasa ketidakmarnpuan untuk melakukan aktivitas
secara optimal, dan pandangan terhadap dirinya yang salah (gangguan citra tubuh).Adanya
perubahan hubungan dan peran karena klien mengalami kesulitan untuk berkomunikasi akibat
gangguan bicara. Pola persepsi dan konsep diri menunjukkan klien merasa tidak berdaya, tidak
ada harapan, rnudah marah, dan tidak kooperatif. Dalam pola penanganan stres, klien biasanya
mengalami kesulitan untuk memecahkan masalah karena gangguan proses berpikir dan kesulitan
2.
a.
b.
c.
d.
e.
f.
berkomunikasi. Dalam pola rata nilai dan kepercayaan, klien biasanya jarang melakukan ibadah
spiritual karena tingkah laku yang tidak stabil dan kelemahan/kelumpuhan pada salah satu sisi
tubuh.
Pemeriksaan Fisik
Setelah melakukan anamnesis yang mengarah pada keluhan-keluhan klien, pemeriksaan fisik
sangat berguna untuk mendukung data dari pengkajian anamnesis. Pemeriksaan fisik sebaiknya
dilakukan secara per sistem (B1-B6) dengan fokus pemeriksaan fisik pada pemeriksaan B3
(Brain) yang terarah dan dihubungkan dengan keluhan-keluhan dari klien.
B1 (Breathing)
Pada inspeksi didapatkan klien batuk, peningkatan produksi sputum, sesak napas,
penggunaan otot bantu napas, dan peningkatan frekuensi pernapasan. Auskultasi bunyi napas
tambahan seperti ronkhi pada klien dengan peningkatan produksi sekret dan kemampuan batuk
yang menurun yang sering didapatkan pada klien stroke dengan penurunan tingkat kesadaran
koma.Pada klien dengan tingkat kesadaran compos mentis, pengkajian inspeksi pernapasannya
tidak ada kelainan. Palpasi toraks didapatkan taktil premitus seimbang kanan dan kiri. Auskultasi
tidak didapatkan bunyi napas tambahan.
B2 (Blood)
Pengkajian pada sistem kardiovaskular didapatkan renjatan (syok hipovolemik) yang sering
terjadi pada klien stroke. Tekanan darah biasanya terjadi peningkatan dan dapat terjadi hipertensi
masif (tekanan darah >200 mmHg).
B3 (Brain)
Stroke menyebabkan berbagai defisit neurologis, bergantung pada lokasi lesi (pembuluh
darah mana yang tersumbat), ukuran area yang perfusinya tidak adekuat, dan aliran darah
kolateral (sekunder atau aksesori). Lesi otak yang rusak tidak dapat membaik sepenuhnya.
Pengkajian B3 (Brain) merupakan pemeriksaan fokus dan lebih lengkap dibandingkan
pengkajian pada sistem lainnya.
B4 (Bladder)
Setelah stroke klien mungkin mengalami inkontinensia urine sementara karena konfusi,
ketidakmampuan mengomunikasikan kebutuhan, dan ketidakmampuan untuk mengendalikan
kandung kemih karena kerusakan kontrol motorik dan postural. Kadang kontrol sfingter urine
eksternal hilang atau berkurang. Selama periode ini, dilakukan kateterisasi intermiten dengan
teknik steril. Inkontinensia urine yang berlanjut menunjukkan kerusakan neurologis luas.
B5 (Bowel)
Didapatkan adanya keluhan kesulitan menelan, nafsu makan menurun, mual muntah pada
fase akut. Mual sampai muntah disebabkan oleh peningkatan produksi asam lambung sehingga
menimbulkan masalah pemenuhan nutrisi. Pola defekasi biasanya terjadi konstipasi akibat
penurunan peristaltik usus. Adanya inkontinensia alvi yang berlanjut menunjukkan kerusakan
neurologis luas.
B6 (Bone)
Stroke adalah penyakit saraf motorik atas (UMN) dan mengakibatkan kehilangan kontrol
volunter terhadap gerakan motorik. Oleh karena neuron motor atas menyilang, gangguan kontrol
motor volunter pada salah satu sisi tubuh dapat menunjukkan kerusakan pada neuron motor atas
pada sisi yang berlawanan dari otak. Disfungsi motorik paling umum adalah hemiplegia
g.
h.
i.
j.
(paralisis pada salah satu sisi) karena lesi pada sisi otak yang berlawanan. Hemiparesis atau
kelemahan salah satu sisi tubuh, adalah tanda yang lain. Pada kulit, jika klien kekurangan 02
kulit akan tampak pucat dan jika kekurangan cairan maka turgor kulit akan buruk. Selain itu,
perlu juga dikaji tanda-tanda dekubitus terutama pada daerah yang menonjol karena klien stroke
mengalami masalah mobilitas fisik.Adanya kesulitan untuk beraktivitas karena kelemahan,
kehilangan sensori atau paralise/ hemiplegi, serta mudah lelah menyebabkan masalah pada pola
aktivitas dan istirahat.
Pengkajian Tingkat Kesadaran
Kualitas kesadaran klien merupakan parameter yang paling mendasar dan parameter yang
paling penting yang membutuhkan pengkajian. Tingkat keterjagaan klien dan respons terhadap
lingkungan adalah indikator paling sensitif untuk disfungsi sistem persarafan. Beberapa sistem
digunakan untuk membuat peringkat perubahan dalam kewaspadaan dan keterjagaan.Pada
keadaan lanjut tingkat kesadaran klien stroke biasanya berkisar pada tingkat letargi, stupor, dan
semikomatosa. Jika klien sudah mengalami koma maka penilaian GCS sangat penting untuk
menilai tingkat kesadaran klien dan bahan evaluasi untuk pemantauan pemberian asuhan.
Status Mental
Observasi penampilan, tingkah laku, nilai gaya bicara, ekspresi wajah, dan aktivitas motorik
klien. Pada klien stroke tahap lanjut biasanya status mental klien mengalami perubahan.
Fungsi Intelektual
Didapatkan penurunan dalam ingatan dan memori, baik jangka pendek maupun jangka
panjang. Penurunan kemampuan berhitung dan kalkulasi. Pada beberapa kasus klien
mengalami brain damage yaitu kesulitan untuk mengenal persamaan dan perbedaan yang tidak
begitu nyata.
Kemampuan Bahasa
Penurunan kemampuan bahasa tergantung daerah lesi yang memengaruhi fungsi dari
serebral. Lesi pada daerah hemisfer yang dominan pada bagian posterior dari girus temporalis
superior (area Wernicke) didapatkan disfasia reseptif, yaitu klien tidak dapat memahami bahasa
lisan atau bahasa tertulis. Sedangkan lesi pada bagian posterior dari girus frontalis inferior (area
Broca) didapatkan disfagia ekspresif, yaitu klien dapat mengerti, tetapi tidak dapat menjawab
dengan tepat dan bicaranya tidak lancar. Disartria (kesulitan berbicara), ditunjukkan dengan
bicara yang sulit dimengerti yang disebabkan oleh paralisis otot yang bertanggung jawab untuk
menghasilkan bicara. Apraksia (ketidakmampuan untuk melakukan tindakan yang dipelajari
sebelumnya), seperti terlihat ketika klien mengambil sisir dan berusaha untuk menyisir
rambutnya.
k. Lobus Frontal
Kerusakan fungsi kognitif dan efek psikologis didapatkan jika kerusakan telah terjadi pada
lobus frontal kapasitas, memori, atau fungsi intelektual kortikal yang lebih tinggi mungkin rusak.
Disfungsi ini dapat ditunjukkan dalam lapang perhatian terbatas, kesulitan dalam pemahaman,
lupa, dan kurang motivasi, yang menyebabkan klien ini menghadapi masalah frustrasi dalam
program rehabilitasi mereka. Depresi umum terjadi dan mungkin diperberat oleh respons alamiah
klien terhadap penyakit katastrofik ini. Masalah psikologis lain juga umum terjadi dan
dimanifestasikan oleh emosi yang labil, bermusuhan, frustrasi, dendam, dan kurang kerja sama.
3. Pengkajian Saraf Kranial
Menurut Muttaqin, (2008) Pemeriksaan ini meliputi pemeriksaan saraf kranial I-X11.
a. Saraf I: Biasanya pada klien stroke tidak ada kelainan pada fungsi penciuman.
b. Saraf II. Disfungsi persepsi visual karena gangguan jaras sensori primer di antara mata dan
korteks visual. Gangguan hubungan visual-spasial (mendapatkan hubungan dua atau lebih objek
dalam area spasial) sering terlihat pada Mien dengan hemiplegia kiri. Klien mungkin tidak dapat
memakai pakaian tanpa bantuan karena ketidakmampuan untuk mencocokkan pakaian ke bagian
tubuh.
c. Saraf III, IV, dan VI. Jika akibat stroke mengakibatkan paralisis, padasatu sisi otot-otot okularis
didapatkan penurunan kemampuan gerakan konjugat unilateral di sisi yang sakit.
d. Saraf V. Pada beberapa keadaan stroke menyebabkan paralisis saraf trigenimus, penurunan
kemampuan koordinasi gerakan mengunyah, penyimpangan rahang bawah ke sisi ipsilateral,
serta kelumpuhan satu sisi otot pterigoideus internus dan eksternus.
e. Saraf VII. Persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah asimetris, dan otot wajah tertarik ke
bagian sisi yang sehat.
f. Saraf VIII. Tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli persepsi.
g. Saraf IX dan X. Kemampuan menelan kurang baik dan kesulitan membuka mulut.
h. Saraf XI. Tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan trapezius.
i. Saraf XII. Lidah simetris, terdapat deviasi pada satu sisi dan fasikulasi, serta indra pengecapan
normal.
4. Pengkajian Sistem Motorik
a. Inspeksi Umum.Didapatkan hemiplegia (paralisis pada salah satu sisi) karena lesi pada sisi otak
yang berlawanan. Hemiparesis atau kelemahan salah satu sisi tubuh adalah tanda yang lain.
b. Fasikulasi.Didapatkan pada otot-otot ekstremitas.
c. Tonus Otot.Didapatkan meningkat.
5. Pengkajian Sistem Sensorik
Dapat terjadi hemihipestesi. Pada persepsi terdapat ketidakmampuan untuk
menginterpretasikan sensasi. Disfungsi persepsi visual karena gangguan jaras sensori primer di
antara mata dan korteks visual.
K. DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL
1. Ketidakefektifan perfusi jaringan cerebral berhubungan dengan gangguan aliran darah,
perdarahan, vasospasme serebral, edema serebral.
2. Ketidakefektifan bersihan jalan napas b.d kerusakan batuk, ketidakmampuan mengatasi lender.
3. Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan penurunan sirkulasi ke otak, kelemahan
umum
4. Defisit perawatan diri: makan, mandi, berpakaian, toileting berhubungan kerusakan
neurovaskuler, menurunnya kekuatan otot dan daya tahan, kehilangan control otot, gangguan
kognitif
5. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan, parestesia paralisis
6. Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan immobilisasi fisik
7. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan suplai O2 inadekuat
8. Resiko jatuh berhubungan dengan mobilisasi fisik
L. FOKUS INTERVENSI
DX
TUJUAN DAN KRITERIA
HASIL
1
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama ….. jam,
diharapkan perfusi jaringan
cerebral adekuat, dengan K.H :
Tissue Perfusion : Cerebral
(0406)
- Fungsi neurologis meningkat
- Tidak ada kelemahan
- Tidak ada pusing
- Tidak ada gelisah
INTERVENSI
Neurologic Monitoring (2620)
- Monitor kesadaran,orientasi, GCS, dan memori
- Monitor peningkatan kemampuan motorik, persepsi
sensori
- Monitor tanda-tanda vital
- Monitor keluhan nyeri kepala, mual,dan muntah
- Observasi kondisi fisik klien
Cerebral Perfusion Promotion (2550)
- Konsultasi dengan dokter untuk menentukan posisi
kepala yang optimal dengan penempatan tempat
Neurological Status (0909)
tidur yang sesuai dan pantau respon pasien terhadap
- Tanda vital stabil ( TD 120/80 posisi kepala
mmHg)
- Beri terapi vasopressin,sesuai yang dianjurkan
- Fungsi motorik meningkat
- Beri dan pantau terapi yang mempengaruhi osmotic
- Komunikasi baik
dan loop-aktif diuretic dan kortikosteroid
- Tidak ada sakit kepala
- Beri obat nyeri, jika perlu
- Beri dan pantau efek samping pemberian terapi
Neurological Status : Central antikoagulan, sesuai anjuran
Motor Control (0911)
- Beri terapi antiplatelet dan thrombolitik, sesuai
- Postur tubuh seimbang
anjuran
- Pantau tanda-tanda perdarahan
- Pantau status neurologi
- Hitung dan pantau tekanan perfusi serebral
2
a.
b.
c.
d.
a. Kaji dan pantau pernapasan, reflek batuk dan
sekresi
b. Posisikan tubuh dan kepala lebih tiinggi
menghindari obstruksi jalan napas dan memberikan
pengeluaran sekresi yang optimal
c. Lakukan penghisapan sekresi
d. Auskultasi dada untuk mendengarkan bunyi jalan
napas setiap 4 jam
e. Berikan oksigenasi sesuai advis
f.Pantau BGA dan Hb sesuai indikasi
Siapkan intubasi jika ada indikasi
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan bersihan jalan
napas klien kembali efektif
dengan KH :
Pasien memperlihatkan
kepatenan jalan napas
Ekspansi dada simetris
Bunyi napas bersih saat
auskultasi
Tidak terdapat tanda distress
pernapasan
GDS dan tanda vital dalam
Exercise Therapy : Joint Mobility (0224)
batas normal
3
-
-
-
4
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selam …. jam,
diharapkan
adanya
peningkatan mobilitas fisik,
dengan K.H :
Mobility (0208)
Peningkatan
fungsi
dan
kekuatan otot
ROM aktif/pasif meningkat
Perubahan posisi adekuat
Fungsi motorik meningkat
Join Movement (0206)
Jari, pergelangan tangan, siku,
lengan kanan dapat digerakkan
Jari, lutut dan pergelangan
kaki kanan dapat digerakkan
Transfer Performance (0210)
Memverbalisasikan perasaan
dalam meningkatkan kekuatan
dan kemampuan berpindah
Self-care
:
Instrumental
Activity of Daily Living
(ADL) (0306)
Aktifitas fisik meningkat
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama …. jam,
diharapkan
dapat
berkomunikasi
kembali,
dengan K. H :
- Gambarkan keterbatasan pergerakan sendi dan
efeknya terhadap fungsi
- Kolaborasi dengan fisioterapi untuk program latihan
- Monitor lokasi nyeri selama latihan
- Bantu pasien untuk mengoptimalkan gerak sendi
pasif/aktif
- Dorong latihan ROM aktif sesuai program
- Beri reinforcement positif setiap kemajuan
Exercise Therapy : Ambulation (0221)
- Monitoring vital sign sebelum/sesudah latihan
- Kaji kemampuan pasien dalam mobilisasi
- Latih pasien dalam pemenuhan kebutuhan ADL
secara mandiri sesuai kemampuan
- Damping dan bantu pasien saat mobilisasi dan bantu
penuhi kebutuhan ADL pasien
- Ajarkan pasien bagaimana merubah posisi dan beri
bantuan jika diperlukan
Communication Enhancement : Speech Deficit
(4978)
- Gunakan penerjemah, jika diperlukan
- Beri satu kalimat simple setiap bertemu, jika
diperlukan
- Konsultasikan dengan dokter kebutuhan terapi
wicara
- Dorong pasien untuk berkomunikasi secara perlahan
dan untuk mengulangi permintaan
- Dengarkan dengan penuh perhatian
- Berdiri didepan pasien ketika berbicara
- Gunakan kartu baca, kertas, pensil, bahasa tubuh,
gambar, daftar kosakata bahasa asing, dan lain-lain
untuk memfasilitasi komunikasi dua arah yang
optimal
- Anjurkan kunjungan keluarga secara teratur untuk
memberi stimulus komunikasi
- Anjurkan ekspresi diri dengan cara lain dalam
menyampaikan informasi (bahasa isyarat)
Anxiety Self Control (1402)
- Mampu mengontrol respon
ketakutan dan kecemasan
terhadap
ketidakmampuan
berbicara
Neurological Status : Cranial
Sensory/Motor
Function
(0913)
- Bicara jelas
Support System Enhancement (5440)
- Tidak ada pelo
- Identifikasi tingkat dukungan keluarga
- Dorong pasien untuk berpartisipasi dalam kegiatan
sosial dan masyarakat
5
- Nilai kecukupan sumber daya masyarakat untuk
mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan
- Sediakan layanan dengan cara yang penuh perhatian
Setelah dilakukan tindakan
dan mendukung
keperawatan selama ….. jam,
- Libatkan keluarga / orang lain yang signifikan /
diharapkan dapat melakukan
teman dalam perawatan dan perencanaan
perawatan diri secara mandiri,
dengan K. H :
Self-Care Assistence (1800)
Self-Care: Activities of Daily - Bantu ADL klien selagi klien belum mampu berdiri
living (ADL) (0300)
- Pahami semua kebutuhan ADL klien
- Dapat melakukan aktivitas - Pahami bahasa-bahasa atau pengungkapan non
dengan
mandiri verbal klien akan kebutuhan ADL
(makan,berpakaian, toileting, - Libatkan klien dalam pemenuhan ADL
mandi,
berhias,
hygiene, - Ajari klien untuk melakukan self care secara
kebersihan mulut, berpindah)
bertahap
- Evaluasi kemampuan klien untuk melakukan self
care di RS
- Ajari penggunaan terapi modalitas dan bantuan
mobilisasi secara aman
-
6
7
Pressure Management (3500)
Rubah posisi tiap 2 jam
Gunakan bantal air atau pengganjal yang lunak di
bawah daerah-daerah yang menonjol
Lakukan masase pada daerah yang menonjol yang
baru mengalami tekanan pada waktu berubah posisi
Observasi terhadap eritema dan kepucatan dan
palpasi area sekitar terhadap kehangatan dan
pelunakan jaringan tiap merubah posisi
Jaga kebersihan kulit dan seminimal mungkin
hindari trauma, panas terhadap kulit
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama ….. jam,
diharapkan tidak ada risiko
kerusakan integritas kulit,
dengan K. H :
Tissue Integrity: Skin and
Mucous Membranes (1101)
- Klien
mau
berpartisipasi Airway Management (3140)
terhadap pencegahan luka
- Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
- Klien mengetahui penyebab - Keluarkan secret dengan batuk efektif atau suction
dan cara pencegahan luka
- Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan
- Tidak
ada
tanda-tanda - Monitor respirasi dan status O2
kemerahan atau luka
- Atur intake untuk cairan mengoptimalkan
keseimbangan
Oxygen Therapy (3320)
- Pasang terapi oksigen lengkap dengan tabung
Setelah dilakukan tindakan humidifier dan atur sesuai dosis
keperawatan selama ….. jam, - Monitor keefektifan pemberian terapi oksigen
diharapkan pola nafas kembali Medication Administration: inhalation (2311)
- Bantu pasien gunakan alat pengisap (inhaler) sesuai
baik, dengan K. H :
8
Respiratory status: Airway dosis
Patency (0410)
- Bantu pasien cara menggunakan inhaler pada mulut
- Tidak ada sesak nafas
atau hidung
- RR dbn (16-20 x/menit)
- Suara nafas vesikuler
- Tidak ada sesak nafas saat
istirahat
- Bernafas
normal
(tidak
menggunakan
otot
bantu
pernafasan)
Respiratory
status:
Gas Environment Management (6480)
- Sediakan lingkungan yang aman untuk pasien
exchange (0402)
- Identifikasi kebutuhan keamanan pasien, sesuai
- Tidak ada sianosis
dengan kondisi fisik dan fungsi kognitif pasien dan
Vital sign (0802)
riwayat penyakit terdahulu pasien
- TD dbn (120/80 mmHg)
- Menghindari lingkungan yang berbahaya
- Menempatkan saklar lampu di tempat yang mudah
dijangkau pasien
- Menyediakan tempat tidur yang nyaman dan bersih
- Memindahkan barang-barang yang membahayakan
-
-
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama ….. jam,
diharapkan tidak ada risiko
cidera, dengan K. H :
Risk Control (1902)
Pasien terbebas dari cidera
Pasien mampu menjelaskan
cara/ metode untuk mencegah
cidera
Pasien mampu menjelaskan
faktor risiko dari lingkungan
Mampu memodifikasi gaya
hidup untuk mencegah cidera
DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddarth 2008, Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8, Jakarta:EGC.
Mansjoer, arif, dkk 2009, Kapita Selekta Kedokteran Edisi ketiga Jilid Pertama, Jakarta:Media
Aesculapius Fakultas Kedokteran UI.
Muttaqin, Arif 2008, Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Persyarafan, Jakarta:Salemba Medika.
Nurarif & Kusuma 2015, Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis dan NANDA
Nic-Noc, Yogyakarta:Mediaction.
Sylvia, A. Alih bahasa Adji Dharma. 2009. Patofisiologi, konsep klinik proses- proses penyakit ed. 4.
Jakarta : EGC.
Wijaya dan Putri 2013, Keperawatan Medikal Bedah, Keperawatan Dewasa Teori dan Contoh
Askep, Yogyakatra:Nuha Medika.
Download