REVIEW JURNAL ORGANISME PENGGANGGU TANAMAN Oleh Rhismayanti 4411417053 JURUSAN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG 2020 JAMUR JURNAL 1 Judul Nama Jurnal Keyword Tujuan penelitian Langkah penelitian Hasil Kesimpulan Potensi Jamur Trichoderma Sp Dalam Pengendalian Phytopthora Palmivora Secara In Vitro Sinergitas Multidisiplin Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, vol. 2, 2019 Phytopthora palmivora, Trichoderma sp, interaksi, persentase penghambatan Mengetahui laju penghambatan jamur Trichoderma sp terhadap jamur Phytopthora palmivora secara in vitro 1) PERSENTASE PENGHAMBATAN. Prosedur penelitian yaitu Trichoderma sp dan Phytopthora palmivora berdiameter 3 mm diinokulasikan pada media PDA pada cawan petri dengan jarak 4 cm dengan uji dual kultur. Isolat diinkubasi di ruang gelap pada suhu ruang. Pengamatan dilakukan dengan menghitung persentase penghambatan Trichoderma sp terhadap Phytopthora palmivora yang dihitung 1 hari setelah inokulasi sampai dengan hari ke-7. 2) BENTUK INTERAKSI. Pengamatan tipe interaksi dan mekanisme antagonis dilakukan secara visual setelah inokulasi. Tipe interaksi diklasifikasikan menurut Porter (1942) dalam Nurhardina (2014). Pada penelitian terjadi perubahan warna pada media menjadi lebih kuning, diduga adanya senyawa sekunder. Salah satu indikasi munculnya senyawa sekunder ini dihasilkan oleh jamur Trichoderma sp. Metabolit sekunder bersifat antibiotik yaitu viridin dan trikomidin. Viridin dan trikomidin dapat menghambat pertumbuhan atau bahkan mematikan jamur yang lain. Metabolit sekunder Trichoderma sp sebagai salah satu sumber senyawa penting untuk pengembangan senyawa antimikrobia dalam melaksanakan pertanian berkelanjutan (Ardiansyah, 2015). Mekanisme kerja jamur Trichoderma sp terhadap jamur Phytoptora palmivora adalah kompetisi ruang yaitu memperebutkan tempat tumbuh. Hal ini sesuai dengan pendapat Baker dan Cook (1982) bahwa mekanisme pengendalian dengan agen hayati terhadap jamur pathogen tumbuhan secara umum dibagi menjadi tiga macam, yaitu kompetisi terhadap tempat tumbuh dan nutrisi, antibiosis, dan parasitisme. Potensi yang dimiliki Trichoderma sp ini menyebabkan jamur tersebut sebagai agen hayati untuk pengendalian jamur pathogen. Ini juga ditunjukkan pada penelitian Malloc (1997) bahwa Phytophthora infestans pada tanaman kentang yang berwawasan lingkungan dan berkelanjutan sangatlah penting di dalam menunjang program PHT. Selain itu Trichoderma sp juga mampu menekan intensitas serangan layu fusarium pada tanaman tomat (Ambar dkk, 2017), Trichoderma sp juga dapat menghambat pertumbuhan cendawan patogen C. capsici, Fusarium sp., dan S. rolfsii secara in vitro (Alfizar, 2013). Persentase penghambatan jamur Phytopthora palmivora dari hari ke-1 hingga hari ke-7, peningkatan terbesar terjadi pada hari ke-2 hingga hari ke-3 dan yang terkecil terjadi pada hari ke-6 hingga hari ke-7. Bentuk interaksi jamur Trichoderma sp pada jamur Phytopthora palmivora adalah terjadinya kompetisi dimana hifa jamur Trichoderma sp melilit dan menembus hifa jamur Phytopthora palmivora Sebaiknya diaplikasikan langsung dilapangan dan dilakukan perbandingan media yang sesuai untuk melakukan uji dual kultur pada kedua jamur ini. JURNAL 2 Judul Nama Jurnal Keyword Tujuan penelitian Langkah penelitian Hasil Kesimpulan Pengaruh Dosis Dan Frekuensi Aplikasi Biofungisida Trichoderma Terhadap Infeksi Rigidoporus Microporus Pada Benih Karet Journal of Industrial and Beverage Crops, Volume 5, Nomor 2, Juli 2018 Biofungisida, dosis, frekuensi aplikasi, jamur akar putih, Trichoderma Menentukan dosis dan frekuensi aplikasi biofungisida Trichoderma spp. yang efektif dalam menekan infeksi R. microporus pada benih karet. 1) PERBANYAKAN PATOGEN. Perbanyakan patogen R. microporus dilakukan dengan menggunakan media kayu karet (Suwandi, 2008) 2) PERBANYAKAN AGENS HAYATI Trichoderma spp. Biakan murni isolat antagonis T. virens dan T. amazonicum yang berumur 5 hari pada media PDA dibiakkan dalam media cair potato dextrose broth (PDB) 3) FORMULASI BIOFUNGISIDA Trichoderma spp. Mengikuti metode Sriram, Roopa, & Savitha dan Amaria et.al.(2016) 4) PENGUJIAN BIOFUNGISIDA. Percobaan menggunakan rancangan acak kelompok (RAK) dengan 14 perlakuan dan 3 ulangan. Setiap petak percobaan terdiri atas 10 benih karet. Ke- 14 perlakuan tersebut terdiri dari kombinasi 2 biofungisida isolat Trichoderma spp. (T. virens dan T. amazonicum), 3 dosis aplikasi (25, 50, dan 75 g/tanaman), 2 frekuensi aplikasi (1 dan 2 kali), dan pembanding, yaitu pembanding positif (biofungisida komersial yang mengandung T. koningii pada dosis 75 g/tanaman dengan 1 kali aplikasi) dan pembanding negatif (benih yang tidak diinokulasi Trichoderma spp.). 5) PENGAMATAN DAN ANALISIS DATA. Jumlah populasi Trichoderma spp. dalam tanah, diamati setiap 30 hari (setiap bulan) mulai dari 1 sampai 4 bulan setelah aplikasi (BSA) dengan cara mengambil sampel tanah untuk setiap unit percobaan, kemudian diisolasi di laboratorium menggunakan metode serial dilution plate pada media selektif Trichoderma. Hasil analisis menunjukkan populasi Trichoderma spp. dalam tanah pada 1–4 BSA tidak berbeda nyata antara semua perlakuan biofungisida yang diuji dengan pembanding positif (biofungisida komersial) yang berbahan aktif T. koningii. Demikian juga antar perlakuan jenis dan aplikasi biofungisida tidak menunjukkan perbedaan, kecuali biofungisida T. amazonicum dengan dosis 75 g dan 2 kali aplikasi, serta kelimpahan populasi 5,20 x 104 cfu/g tanah lebih tinggi dibandingkan dengan biofungisida yang sama pada dosis 25 g dengan 1 kali aplikasi (2,73 x 104 cfu/g tanah) dan 2 kali aplikasi (2,70 x 104 cfu/g tanah) pada 4 BSA Biofungisida berbahan aktif T. virens dan T. amazonicum dengan dosis 50 g/tanaman dalam satu kali aplikasi cukup efektif menekan infeksi R. microporus pada benih karet. Biofungisida dengan jenis, dosis, dan frekuensi aplikasi tersebut dapat meningkatkan populasi Trichoderma spp. dalam tanah dengan laju peningkatan 13,40%–16,30%/bulan, memperpanjang masa inkubasi patogen dari 48 hari menjadi 63,95–71,08 hari, menurunkan laju intensitas penyakit JAP dari 37,60%/bulan menjadi 13,50%–14,50%/bulan, dan dapat menekan serangan penyakit JAP sebesar 54,59%– 59,38%. VIRUS JURNAL 3 Judul Nama Jurnal Keyword Tujuan penelitian Langkah penelitian Hasil Kesimpulan Lima Ekstrak Tumbuhan untuk Menekan Infeksi Bean common mosaic virus pada Tanaman Kacang Panjang Jurnal Fitopatologi Indonesia, Volume 8, Nomor 6, Desember 2012, 155160 BCMV, ekstrak tanaman, kacang panjang Menguji potensi ekstrak tumbuhan bunga pagoda, bayam duri, bunga pukul empat, C. amaranticolor, dan sambiloto dalam menekan BCMV 1) PERBANYAKAN INOKULUM. Inokulum BCMV merupakan koleksi Laboratorium Virologi Tumbuhan IPB. 2) PENANAMAN KACANG PANJANG. Kacang panjang kultivar Parade ditanam dalam pot yang berisi medium tanam tanah dan pupuk kandang dengan perbandingan 2:1. 3) PEMBUATAN DAN PERLAKUAN EKSTRAK TANAMAN. Dibuat dengan menggerus daun dalam air steril (1:10 b/v) dan disaring. Ekstrak tanaman disemprot merata ke seluruh daun kacang panjang yang berumur 9 HST sehari sebelum inokulasi virus. 4) INOKULASI BCMV PADA TANAMAN KACANG PANJANG. Kacang panjang yang berumur 10 HST diinokulasi dengan BCMV secara mekanis. 5) PENGAMATAN. Pengamatan dilakukan terhadap tipe gejala, masa inkubasi (hasil rata-rata dari 10 tanaman uji), kejadian penyakit, keparahan penyakit, area under diseases progress curve (AUDPC) pada 2, 4, 6, dan 8 minggu setelah inokulasi (MSI), dan akumulasi virus. Rendahnya keparahan dan akumulasi virus pada perlakuan bunga pagoda dan C. amaranticolor menunjukkan potensi kedua tanaman sebagai penginduksi ketahanan sis-temik tanaman kacang panjang. Mekanisme induksi ketahanan sistemik kacang panjang oleh perlakuan ekstrak daun bunga pagoda dan C. amaranticolor belum diketahui dan masih perlu diteliti lebih lanjut. Namun, Verma et al. (1998) melaporkan senyawa aktif berupa protein berukuran 34 kDa dalam ekstrak daun bunga pagoda dapat menyebabkan daun tembakau menjadi imun terhadap virus. Kemampuan ekstrak daun C. amaranticolor menekan BCMV menunjukkan bahwa tanaman ini mengandung inhibitor virus dan memiliki aktivitas antivirus Ekstrak daun C. amaranticolor, bunga pagoda, bunga pukul empat, dan sambiloto merupakan ekstrak yang berpotensi sebagai penginduksi ketahanan terhadap BCMV. JURNAL 4 Judul Nama Jurnal Keyword Tujuan penelitian Langkah penelitian Hasil Kesimpulan Pengaruh Infeksi Cucumber Mosaic Virus (CMV) Terhadap Morfologi, Anatomi, dan Kadar Klorofil Daun Tembakau Cerutu Buletin Tanaman Tembakau, Volume 5(1), April 2013:11−19 Tembakau, cucumber mosaic virus, morfologi, anatomi, klorofil Mengetahui pengaruh infeksi CMV terhadap perubahan morfologi, anatomi, dan kadar klorofil daun tembakau cerutu. 1) PENGAMBILAN INOKULUM. Inokulum CMV yang diperoleh dari lapangan diuji secara hayati menggunakan ta-naman indikator yang terdiri atas C. amaranticolor, C. quinoa, dan Zucchini. 2) INOKULASI VIRUS. 3) PENGAMATAN MORFOLOGI DAN ANATOMI DAUN TEMBAKAU. Pengamatan pengaruh infeksi CMV ter-hadap morfologi, anatomi dan kadar klorofil daun tembakau cerutu dilakukan pada waktu pengamatan terakhir yaitu pada 60 hari sete-lah tanam atau 3 bulan setelah semai. 4) PENGUKURAN KANDUNGAN KLOROFIL DAUN TEMBAKAU. Analisis kandungan klorofil a, b, dan total, dilakukan dengan metode Arnon (Tanaka & Melis 1997). 5) DESAIN PERCOBAAN DAN ANALISIS DATA. Penelitian dilakukan dengan mengguna-kan rancangan acak kelompok dengan 3 ulang-an. Data hasil pengamatan dianalisis dengan menggunakan analisis varian. Apabila terdapat perbedaan, dilan-jutkan dengan mengguna-kan uji DMRT dengan taraf nyata 5% (Gomez & Gomez 1995). Infeksi CMV mengakibatkan kondisi tanaman sangat terganggu. Hal ini merangsang peningkatan sintesis dan pembebasan asam absisat dari selsel mesofil daun. Hormon ini membantu mempertahankan stomata tetap tertutup dengan cara bekerja pada membran sel penjaga. Absicic acid membatasi masuknya ion-ion K+ ke dalam sel penutup dan menye-babkan pembukaan channel ion K+ sehingga memungkinkan pengeluaran ion K+ dari sel penutup. Akibatnya, stomata menjadi kehi-langan turgor dan stomata menjadi menutup (Schachtman & Goodger 2008). Penutupan stomata mengakibatkan siklus CO2 terhambat, se-hingga mengakibatkan penurunan fotosintesis. Infeksi CMV berpengaruh secara nyata terhadap penurunan kadar klorofil daun ta-naman tembakau hingga 74%. Selain itu, infeksi CMV menyebabkan peru-bahan morfologi daun yaitu permukaan daun menjadi tidak rata, berubah bentuk (malfor-masi), dan kurang elastis, sehingga menye-babkan penurunan kualitas serta terjadi per-ubahan warna daun. Secara anatomi terjadi bentukan kranz (spot-spot hitam) pada berkas pembuluh daun. BAKTERI JURNAL 5 Judul Pengaruh Pemberian Pupuk Hayati Dan Mikoriza Terhadap Intensitas Serangan Penyakit Layu Bakteri (Ralstonia Solanacearum), Pertumbuhan, Dan Hasiltanaman Tomat Nama Jurnal Keyword Ziraa’ah, Volume 41 Nomor 2, Juni 2016 Halaman 250-260 Tomato, bacterial wilt, Ralstonia solanacearum, biofertilizer, mycorhiza Tujuan penelitian Mengetahui pengaruh pupuk hayati dan mikoriza serta aplikasinya yang dapat memberikan pengaruh terbaik terhadap intensitas serangan layu bakteri, pertumbuhan, dan hasil pada tanaman tomat. Langkah penelitian Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) satu faktor dengan empat perlakuan dan lima kali ulangan, sehingga dihasilkan 20 satuan percobaan. Perlakuan yang diuji yaitu: T0 = Kontrol (tanpa perlakuan), T1= Pupuk hayati, T2 = Mikoriza, dan T3= Pupuk hayati + Mikoriza. Kecepatan berbunga tanaman tomat yang mendapat perlakuan pupuk hayati + mikoriza dalam penelitian ini diikuti oleh peningkatan bobot segar buah yang terbanyak dibandingkan perlakuan lainnya. Hal ini diduga karena unsur P juga menentukan hayati dapat menyediakan unsur hara P sehingga mempercepat pembungaan tomat serta adanya mikoriza yang membantu dalam proses penyerapan unsur hara. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Afrida (2009) tentang pengaruh pemupukan P terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman pegagan (Centella asiatica (L.) Urban) di dataran tinggi Cianjur, menyatakan bahwa pemupukan P berpengaruh nyata terhadap umur berbunga tanaman pegagan. Sejalan dengan pernyataan Sutedjo (2002) bahwa P berfungsi sebagai penyusun lemak dan protein, unsur hara P merupakan pembentuk inti sel dan mempercepat proses – proses fisiologis. Fungsi dari fosfor mempercepat pertumbuhan akar, memperkuat batang tubuh tanaman, mempercepat proses pembungaan, meningkatkan produksi, pemasakan buah, dan biji – bijian. Kombinasi antara pupuk hayati + mikoriza diduga karena pupuk hayati dapat menyediakan unsur hara makro yaitu unsur P yang diperlukan tanaman dalam pembentukan bunga dan buah serta mikoriza mampu menguraikan unsur P yang terikat dalam tanah agar dapat diserap oleh akar tanaman, sedangkan tingginya serapan P oleh tanaman yang terinfeksi CMA disebabkan oleh hifa CMA mengeluarkan enzim fosfatase sehingga P yang terikat di dalam tanah akan terlarut dan tersedia bagi tanaman. Hal ini sesuai dengan penelitian Musfal (2010) yang menyatakan bahwa tanaman yang terinfeksi CMA mampu menyerap unsur P yang lebih tinggi dibandingkan tanaman yang tidak terinfeksi Aplikasi pupuk hayati, mikoriza, dan pupuk hayati + mikoriza memberikan pengaruh yang nyata terhadap intensitas serangan layu bakteri dan hasil pada tanaman tomat. Hasil Kesimpulan JURNAL 6 Judul Nama Jurnal Keyword Tujuan penelitian Langkah penelitian Hasil Kesimpulan Aplikasi Senyawa Aktif Bakteri Endofit Potensial dan Pupuk Terhadap Penyakit Layu Daun, Busuk Buah pada Tanaman Tomatv Jurnal Pertanian Terpadu, Volume 6(2): 1-14 Mikroba endofit, Senyawa aktif mikroba potensial,Tanaman tomat. Mengetahui pengaruh mengaplikasikan senyawa aktif bakteri endofit potensial dan pupuk pada tanaman tomat dan menguji kemampuan senyawa aktif bakteri endofit tersebut dalam memproteksi tanaman terhadap bakteri pathogen. 1) SELEKSI MEDIA PERTUMBUHAN BAKTERI ENDOFIT. Sebanyak 2 (dua) isolat mikroba endofit potensial yang terpilih ditumbuhkan pada 2 macam medium cair (media I: Nutrient broth dan media II: meat extract 5 g/l, pepton 10 g/l dan NaCl 5 g/l). 2) PRODUKSI SENYAWA AKTIF DAN EKSTRAKSI. Pemanenan kultur dilakukan pada waktu kondisi optimal untuk menghasilkan senyawa aktif yang maksimal. Ekstraksi dilakukan terhadap sample sebanyak 3 kali dengan menambahkan chloroform (1:1), ekstrak dievaporasi selama dengan fase gerak chloroform dan methanol (5:1) untuk mengkonfirmasi adanya bioaktif yang dihasilkan oleh mikroba potensial. 3) PERBANYAKAN KULTUR BAKTERI ENDOFIT TERPILIH. Bakteri endofit yang akan diaplikasikan, ditumbuhkan pada medium cair terpilih dalam Erlenmeyer dan diinkubasikan selama waktu tertentu (pertumbuhan mikroba maksimal). 4) APLIKASI KULTUR PADA TANAMAN. Aplikasi kultur bakteri endofit terhadap tanaman tomat dilakukan di Balai Penelitian Tanah, Sindang Barang, Laladon, Bogor, dengan cara: benih tomat direndam selama 1-2 jam dalam suspensi mikroba endofit potensial, kemudian ditanam/disemaikan pada tanah steril dalam pot persemaian. Pengaruh pupuk NPKS tidak berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman dan lebar kanopi tomat umur 2, 4, 6, 8 minggu setelah tanam (MST) (Tabel 4 dan 5). Buah Tomat selama penelitian dilakukan panen sebanyak 15 kali panen, kumulatif hasil panen disajikan dalam Tabel 6. Pemberian pupuk nitrogen dari sumber Urea pada 160 kg KCl dan 5 ton Pukan/ha (K2B1) secara nyata dapat meningkatkan hasil buah tomat. Bobot tomat pada perlakuan tanpa urea sebesar 75,9 gram/pot hasil tertinggi dicapai pada perlakuan N1 (67,5 kg N/ha) yaitu sebesar 403,7 g/pot.Pemberian pupuk kalium dari sumber KCl pada 135 Kg N dan 5 ton Pukan (K2B1) secara nyata dapat meningkatkan hasil buah tomat. Bobot tomat pada perlakuan tanpa K sebesar 261 gram/pot hasil tertinggi dicapai pada perlakuan K (240 kg KCl/ha) yaitu sebesar 574,7 g/pot. Pemberian bahan organik dari pupuk kandang tidak meningkatkan bobot tomat, demikian juga tanaman tomat memberikan efek yang sama antar sumber N, baik urea dan ZA. Mikroba endofit yang hidup di dalam jaringan tanaman mampu menghambat pertumbuhan mikroba patogen tanaman (Xanthomonas campestris, Pseudomonas solanacearum, Colletotricum gloeosporioides dan Fusarium oxysporum). Ekstrak dari bakteri endofit terseleksi menunjukkan adanya senyawa aktif antibakteri. Perendaman biji tomat dalam kultur bakteri endofit sebelum disemai dan pemberian kultur bakteri endofit pada tanaman setelah ditanam dalam polybag, cukup efektif dapat memproteksi tanaman terhadap bakteri P. solanacearum, namun hal ini perlu ditunjang dengan pemberian pupuk N, K dan pupuk organik yang tepat (135 kg /ha N, 160 kg /ha KCl dan pukan 5 ton/ha). HAMA JURNAL 7 Judul Nama Jurnal Keyword Tujuan penelitian Langkah penelitian Hasil Kesimpulan Keefektifan Insektisida BPMC dan Ekstrak Daun Suren terhadap Hama Wereng Batang Coklat (Nilaparvata lugens Stal.) dan Populasi Musuh Alami pada Padi Varietas Ciherang Jurnal Agrikultura, 2016, 27 (3): 160-166 Kunci: Insektisida BPMC, Musuh alami, Suren, Wereng Mengetahui Keefektifan Insektisida BPMC dan Ekstrak Daun Suren terhadap Hama Wereng Batang Coklat (Nilaparvata lugens Stal.) dan Populasi Musuh Alami pada Padi Varietas Ciherang 1) PENGUJIAN. Metode pengujian menggunakan metode eksperimen dengan Rancangan Acak Kelompok (RAK) terdiri atas 7 perlakuan yaitu 3 perlakuan ekstrak daun suren dengan konsentrasi 50 g/l, 100 g/l, dan 150 g/l, serta 3 perlakuan insektisida BPMC konsentrasi 0,5 ml/l, 1,0 ml/l dan 1,5 ml/l, dan perlakuan kontrol yang masing-masing diulang 4 kali. 2) PENGAPLIKASIAN. Aplikasi insektisida BPMC dan ekstrak daun suren dilakukan setiap 2 minggu sekali yaitu pada saat umur padi 21 hari setelah tanam (HST), 35 HST dan 49 HST dengan menggunakan knapsack sprayer. 3) ANALISIS DATA. Analisis beda nyata diuji lanjut dengan menggunakan metode uji Duncan dan uji Dunnett. Dari semua perlakuan setelah aplikasi ketiga menunjukkan bahwa pada petak kontrol setiap minggunya populasi WBC terus bertambah. Akan tetapi pada perlakuan ekstrak daun suren 50 g/l setelah aplikasi ketiga populasi WBC tidak ditemukan. Hal itu menunjukkan ekstrak daun suren 50 g/l dapat menekan populasi WBC. Pada perlakuan ekstrak daun suren 100 g/l setelah aplikasi ketiga ditemukan rata-rata populasi WBC 0,25 ekor per petak, sedangkan pada perlakuan ekstrak daun suren 150 g/l setelah aplikasi ketiga populasi WBC tidak ditemukan. Dengan demikian, pestisida nabati ekstrak daun suren cukup selektif dan efekif dalam menekan populasi WBC. Sementara itu, hasil pada perlakuan insektisida BPMC 1,5 ml/l setelah aplikasi ketiga populasi WBC dengan perlakuan BPMC 1,5 ml/l tidak ditemukan. Insektisida BPMC dan ekstrak daun suren dapat menekan hama WBC dan berpengaruh terhadap hasil produksi padi varietas Ciherang. Perlakuan ekstrak daun suren 50 g/l dapat menekan hama WBC karena setelah aplikasi ketiga tidak ditemukan populasi WBC. Perlakuan insektisida BPMC 1,5 ml/l menghasilkan produksi bobot basah gabah tertinggi dengan rata-rata produksi 37,80 kg/petak dibandingkan dengan pada perlakuan kontrol yang merupakan produksi bobot basah gabah terendah yaitu 32,63 kg/petak. JURNAL 8 Judul Nama Jurnal Keyword Tujuan penelitian Langkah penelitian Hasil Kesimpulan Potensi Parasitoid Telur dalam Mengendalikan Hama Wereng Batang Cokelat (Nilaparvata lugens Stal.) Pasca Terjadinya Ledakan di Kabupaten Banyumas Jurnal Perlindungan Tanaman Indonesia, Vol. 22, No. 2, 2018: 132–142 Gonatocerus sp., Nilaparvata lugens, Oligosita sp., parasitoid Mengetahui jenis dan potensi parasitoid telur dalam mengendalikan hama wereng batang cokelat di Kabupaten Banyumas pasca terjadinya ledakan. 1) PERSIAPAN BIBIT PADI. Tanaman padi yang digunakan adalah varietas Cilamaya Muncul. Benih direndam dalam air selama semalam, kemudian ditiriskan selama 24 jam. 2) PERSIAPAN N. LUGENS DAN PENGHITUNGAN TINGKAT PEMARASITAN PARASITOID TELUR TERHADAP TELUR WERENG BATANG COKELAT. Tanaman perangkap berumur 2 minggu diletakkan di persawahan dengan tanaman padi stadia vegetatif. Tanaman perangkap ditanam di dalam ember dan diberi ajir sebagai tanda agar tidak disemprot saat petani menyemprot insektisida. Wereng batang cokelat merupakan hama utama tanaman padi. Keberadaannya di alam secara alami dikendalikan oleh musuh alaminya. Salah satu musuh alaminya adalah parasitoid telur. Parasitoid telur ini hidup menumpang di dalam telur wereng batang cokelat, setelah dewasa parasitoid akan hidup bebas dan memanfaatkan nektar dari gulma berbunga untuk makanannya. Berdasarkan hasil pengamatan dan identifikasi, di wilayah Kabupaten Banyumas yang ditemukan parasitoid telur Gonatocerus sp. dan Oligosita sp. Pemarasitan parasitoid Gonatocerus sp. terhadap telur wereng batang cokelat berkisar 26,8– 64,73%, sedangkan parasitoid Oligosita sp. sebesar 1,82–31,40 %. Total pemarasitan telur wereng batang cokelat oleh kedua parasitoid tersebut berkisar 4124–70,84%. Parasitoid Anagrus sp. tidak ditemukan di Kabupaten Banyumas, diduga parasitoid tersebut relatif peka terhadap insektisida yang diaplikasikan oleh petani. Petani di Kabupaten Banyumas kebanyakan menggunakan insektisida berbahan aktif klorpirifos, imidakloprid, dan tiametoksam (Tabel 6). Hal ini sesuai dengan pendapat Wang et al. (2008) yang melaporkan bahwa klorpirifos memiliki toksisitas tertinggi terhadap Anagrus nilaparvatae dan imidakloprid adalah insektisida yang paling beracun kedua, sementara insect growth regulators (IGR) memiliki toksisitas terendah. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa parasitoid yang ditemukan di Kabupaten Banyumas adalah Gonatocerus sp. dan Oligosita sp. dengan kemampuan memarasit sebesar 26,8− 64,73%, dan 1,82−31,40 %. Keberadaan parasitoid berpotensi menekan intensitas serangan hama wereng batang cokelat pada fase vegetatif. Intensitas serangan berkisar antara 6,96−23,58%, dan populasi wereng batang cokelat berkisar 0,84−27,36 individu per rumpun.