Uploaded by User56947

LP MASTITIS fix

advertisement
LAPORAN PENDAHULUAN
MASTITIS
DI RUANG MATERNAL
RSUD GENTENG
NAMA
NIM
PRODI
: DEVANIA FIRDHAUSYA
: 2019.04.017
: PROFESI NERS
PROGRAM STUDI PROFESI (NERS)
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BANYUWANGI
TAHUN 2020
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN PENDAHULUAN MASTITIS
DI RUANG MATERNITAS
RSUD GENTENG
DISUSUN OLEH
DEVANIA FIRDHAUSYA
2019.04.017
MENGETAHUI
PEMBIMBING INSTITUSI
PEMBIMBING RUANGAN
KEPALA RUANG
KONSEP DASAR MEDIS
MASTITIS
1. DEFINISI
Infeksi Payudara (Mastitis) adalah suatu infeksi pada jaringan payudara. Biasanya
terjadi karena adanya bakteri jenis staphylococcus aureus. Bakteri biasanya masuk melalui
puting susu yang pecah-pecah atau terluka. Pada infeksi yang berat atau tidak diobati, dapat
terbentuk abses payudara (penimbunan nanah di dalam payudara). Mastitis adalah reaksi
sistematik seperti demam, terjadi 1-3 minggu setelah melahirkan sebagai komplikasi
sumbatan saluran air susu (Masjoer, 2001).
Mastitis adalah peradangan payudara yang dapat disertai atau tidak disertai infeksi.
Penyakit ini biasanya menyertai laktasi, sehingga disebut juga mastitis laktasional atau
mastitis puerperalis. Kadang-kadang keadaan ini dapat menjadi fatal bila tidak diberikan
tindakan yang adekuat. Abses payudara, pengumpulan nanah lokal di dalam payudara,
merupakan komplikasi berat dari mastitis. Keadaan inilah yang menyebabkan beban penyakit
bertambah berat (Sally I, Severin V.X, 2003 dalam Anonim, 2013).
Sumber lain menyebutkan bahwa mastitis adalah infeksi dan peradangan pada payudara
yang terjadi melalui luka pada puting, dapat berasal dari peredaran darah. Tanda–tanda
mastitis yang dirasakan ibu adalah rasa panas dingin disertai kenaikan suhu, ibu merasa lesu,
tidak nafsu makan, payudara membesar, nyeri perabaan, mengkilat dan kemerahan pada
payudara, dan terjadi pada 3–4 minggu masa nifas. Hal ini dapat diatasi dengan
membersihkan puting sebelum dan sesudah menyusui; menyusui pada payudara yang tidak
sakit; kompres dingin sebelum menyusui;menggunakan BH untuk menyokong payudara,
berikan antibiotik dan analgetik, istirahat yang cukup dan banyak minum (USU, tanpa tahun).
Mastitis adalah infeksi yang disebabkan karena adanya sumbatan pada duktus hingga
puting susu mengalami sumbatan. Mastitis paling sering terjadi pada minggu kedua dan ketiga
pasca kelahiran.Penyebab penting dari mastitis ini adalah pengeluaran ASI yang tidak efisien
akibat teknik menyusui yang buruk.Untuk menghambat terjadinya mastitis ini dianjurkan
untuk menggunakan bra atau pakaian dalam yang memiliki penyangga yang baik pada
payudaranya (Sally I, 2003 dalam Anonim, 2013).
Berdasarkan beberapa pengertian di atas maka dapat di tarik suatu kesimpulan mastitis
adalah suatu infeksi atau peradangan pada jaringan payudara yang diakibatkan karena adanya
bakteri (staphylococcus aureus) yang masuk melalui puting susu yang pecah-pecah atau
terluka.
Mastitis diklasifikasikan menjadi 4 jenis, yaitu: mastitis puerparalis epidemic, mastitis
aninfeksosa, mastitis subklinis dan mastitis infeksiosa. Dimana keempat jenis tersebut muncul
dalam kondisi yang berbeda-beda. Diantaranya adalah sebagai berikut (Bertha, 2002 dalam
Djamudin, 2009):
1. Mastitis Puerparalis Epidemik
Mastitis puerparalis epidemic ini biasanya timbul apabila pertama kali bayi dan ibunya
terpajan pada organisme yang tidak dikenal atau verulen. Masalah ini paling sering terjadi
di rumah sakit, yaitu dari infeksi silang atau bekesinambungan strain resisten.
2. Mastitis Noninfesiosa
Mastitis moninfeksiosa terjadi apabila ASI tidak keluar dari sebagian atau seluruh
payudara, produksi ASI melambat dan aliran terhenti.Namun proses ini membutuhkan
waktu beberapa hari dan tidak akan selesai dalam 2–3 minggu. Untuk sementara waktu,
akumulasi ASI dapat menyebabkan respons peradangan.
3. Mastitis Subklinis
Mastitis subklinis telah diuraikan sebagai sebuah kondisi yang dapat disertai dengan
pengeluaran ASI yang tidak adekuat, sehingga produksi ASI sangat berkurang yaitu kirakira hanya sampai di bawah 400 ml/hari (<400 ml/hari).
4. Mastitis Infeksiosa
Mastitis infeksiosa terjadi apabila siasis ASI tidak sembuh dan proteksi oleh faktor
imun dalam ASI dan oleh respon–respon inflamasi. Secara normal, ASI segar bukan
merupakan media yang baik untuk pertumbuhan bakteri.
2. ETIOLOGI
Infeksi payudara biasanya disebabkan oleh bakteri yang banyak ditemukan pada kulit
yang normal yaitu Staphylococcus aureus. Bakteri ini seringkali berasal dari mulut bayi yang
masuk ke dalam saluran air susu melalui sobekan atau retakan di kulit pada puting
susu.Mastitis biasanya terjadi pada wanita yang menyusui dan paling sering terjadi dalam
waktu 1-3 bulan setelah melahirkan.Sekitar 1-3% wanita menyusui mengalami mastitis pada
beberapa minggu pertama setelah melahirkan.
Soetjiningsih (1997) menyebutkan bahwa peradangan pada payudara (Mastitis) di
sebabkan oleh hal-hal sebagai berikut:
a. Payudara bengkak yang tidak disusu secara adekuat, akhirnya tejadi mastitis.
b. Puting lecet akan memudahkan masuknya kuman dan terjadi payudara bengkak.
2
c. Penyangga payudara yang terlalu ketat, mengakibatkan segmental engorgement sehingga
jika tidak disusu secara adekuat bisa erjadi mastitis.
d. Ibu yang memiliki diet jelek, kurang istirahat, anemia akan mempermudah terkena infeksi.
Pada wanita pasca menopause, infeksi payudara berhubungan dengan peradangan
menahun
dari
saluran
air
susu
yang
terletak
di
bawah
puting
susu.
Perubahan hormonal di dalam tubuh wanita menyebabkan penyumbatan saluran air susu oleh
sel-sel kulit yang mati. Saluran yang tersumbat ini menyebabkan payudara lebih mudah
mengalami infeksi.Dua penyebab utama mastitis adalah stasis ASI dan infeksi.Stasis ASI
biasanya merupakan penyebab primer yang dapat disertai atau berkembang menuju
infeksi.Guther pada tahun 1958 menyimpulkan dari pengamatan klinis bahwa mastitis
diakibatkan oleh stagnasi ASI di dalam payudara, dan bahwa pengeluaran ASI yang efisien
dapat mencegah keadaan tersebut.Ia menyatakan bahwa bila terjadi infeksi, bukan primer,
tetapi diakibatkan oleh stagnasi sebagai media pertumbuhan bakteri.
Thomsen,dkk pada tahun 1984 menghasilkan bukti tambahan tentang pentingnya
stasis ASI. Mereka menghitung leukosit dan bakteri dalam ASI dari payudara dengan tanda
klinis mastitis dan mengajukan klasifikasi berikut, yaitu:
a. Stasis ASI
Statis ASI terjadi jika ASI tidak dikeluarkan dengan efisien dari payudara. Hal ini
terjadi jika payudara terbendung segera setelah melahirkan, atau setiap saat jika bayi tidak
mengisap ASI, kenyutan bayi yang buruk pada payudara, pengisapan yang tidak efektif,
pembatasan frekuensi/durasi menyusui, sumbatan pada saluran ASI, suplai ASI yang
sangat berlebihan dan menyusui untuk kembar dua/lebih. Statis ASI dapat membaik hanya
dengan terus menyusui, tentunya dengan teknik yang benar.
b. Inflamasi non infeksiosa (atau mastitis noninfeksiosa)
Mastitis jenis ini biasanya ditandai dengan gejala sebagai berikut:Adanya bercak
panas/nyeri tekan yang akut, bercak kecil keras yang nyeri tekan, dan tidak terjadi demam
dan ibu masih merasa baik-baik saja.Mastitis
non infeksiosa membutuhkan tindakan
pemerasan ASI setelah menyusui.
c. Mastitis infeksiosa
Mastitis jenis ini biasanya ditandai dengan gejala sebagai berikut: lemah, nyeri kepala
seperti gejala flu, demam suhu > 38,5 derajat celcius, ada luka pada puting payudara, kulit
payudara tampak menjadi kemerahan atau mengkilat, terasa keras dan tegang, payudara
membengkak, mengeras, dan teraba hangat,
dan terjadi peningkatan kadar natrium
sehingga bayi tidak mau menyusu karena ASI yang terasa asin. Mastitis infeksiosa hanya
3
dapat diobati dengan pemerasan ASI dan antibiotik sistemik. Tanpa pengeluaran ASI yang
efektif, mastitis non infeksiosa sering berkembang menjadi mastitis infeksiosa, dan mastitis
infeksiosa menjadi pembentukan abses.
3. Patofisiologi
Secara garis besar, mastitis atau peradangan pada payudara dapat terjadi karena proses
infeksi ataupun noninfeksi. Namun semuanya bermuara pada proses infeksi. Mastitis
akibat proses noninfeksi berawal dari proses laktasi yang normal. Namun karena sebabsebab tertentu maka dapat menyebabkan terjadinya gangguan pengeluaran ASI atau yang
biasa disebut sebagai stasis ASI.Hal ini membuat ASI terperangkap di dalam ductus dan
tidak dapat keluar dengan lancar.Akibatnya mammae menjadi tegang.Sehingga sel epitel
yang memproduksi ASI menjadi datar dan tertekan.permeabilitas jaringan ikat meningkat,
beberapa komponen(terutama protein dan kekebalan tubuh dan natrium) dari plasma
masuk ke dalam ASI dan jaringan sekitar sel memicu respon imun. Terjadi inflmasi hingga
sehingga mempermudah terjadinya infeksi.Kondisi ini membuat lubang duktus laktiferus
menjadi port de entry bakteri, terutama bakteri Staphylococcus aureus dan Strepcococcus
sp. Hampir sama dengan kejadian pada mastitis noninfeksi, mastitis yang terjadi akibat
proses infeksi terjadi secara langsung, yaitu saat timbul fisura/robekan/perlukaan pada
puting yang terbentuk saat awal laktasi akan menjadikan port de entry/tempat masuknya
bakteri. Proses selanjutnya adalah infeksi pada jaringan mammae.
4
PATHWAY
Stasis ASI
Fisura pada
puting
Jaringan mammae
menjadi tegang
Lubang duktus
laktiferus lebih
terbuka
Terbukanya
port de entry
Bakteri masuk
MASTITIS
Ketegangan
pada jaringan
mammae
Ukuran
mammae
membesar
Gangguan
citra tubuh
Penekanan
reseptor nyeri
Laktasi
terganggu
Menyusui
tidak efektif
Proses infeksi
bakteri
Reaksi
imun
Muncul pus
Nyeri akut
Deficit
pengetahuan
Ansietas
Resiko
infeksi
Penatalaksanaan
Pemberian kompres hangat : menggunakan
shower hangat atau lap yang sudah dibasahi air
hangat kemudian kompreskan pada area
payudara. Tindakan ini akan melebarkan
pembuluh darah sehingga akan memperbaiki
peredaran darah dalam jaringan tersebut. Tujuan
untuk mengurangi nyeri dan menyembuhkan
proses peradangan.
5
Perawatan payudara :
1. Menjaga payudara tetap bersih dan kering,
terutama bagian putting
2. Apabila putting susu lecet, oleskan kolostrum
atau ASI yg keluar disekitar putting setiap
kali selesai menyusui
3. Apabila
lecet
sangat
berat,
dapat
diistirahatkan selama 24 jam ASI dikeluarkan
dan diminumkan dengan sendok
4. Manifestasi Klinis
Tanda dan Gejala dari mastitis ini biasanya berupa:
a. Payudara yang terbendung membesar, membengkak, keras dan kadang terasa nyeri.
b. Payudara dapat terlihat merah, mengkilat dan puting teregang menjadi rata.
c. ASI tidak mengalir dengan mudah, dan bayi sulit mengenyut untuk menghisap ASI sampai
pembengkakan berkurang.
d. Ibu akan tampak seperti sedang mengalami flu, dengan gejala demam, rasa dingin dan
tubuh terasa pegal dan sakit.
e. Terjadi pembesaran kelenjar getah bening ketiak pada sisi yang sama dengan payudara
yang terkena.
Gejala yang muncul juga hampir sama dengan payudara yang membengkak karena
sumbatan saluran ASI antara lain :
a. Payudara terasa nyeri
b. Teraba keras
c. Tampak kemerahan
d. Permukaan kulit dari payudara yang terkena infeksi juga tampak seperti pecah–pecah, dan
badan terasa demam seperti hendak flu, bila terkena sumbatan tanpa infeksi, biasanya di
badan tidak terasa nyeri dan tidak demam. Pada payudara juga tidak teraba bagian keras
dan nyeri serta merah.
Namun terkadang dua hal tersebut sulit untuk dibedakan, gampangnya bila didapat
sumbatan pada saluran ASI, namun tidak terasa nyeri pada payudara, dan permukaan kulit
tidak pecah – pecah maka hal itu bukan mastitis. Bila terasa sakit pada payudara namun
tidak disertai adanya bagian payudara yang mengeras, maka hal tersebut bukan mastitis
(Pitaloka, 2001 dalam Anonim, 2013).
5. Pemeriksaan Penunjang
Data yang mendukung pemeriksaan yang tidak dapat diketahui dengan pemeriksaan
fisik meliputi pemeriksaan laboratorium dan rontgen. Pada ibu nifas dengan mastitis tidak
dilakukan pemeriksaan laboratorium/rontgen (Wiknjosastro, 2005). Namuan World Health
Organization (WHO) menganjurkan pemeriksaan kultur dan uji sensitivitas pada beberapa
keadaan yaitu bila:
a. pengobatan dengan antibiotik tidak memperlihatkan respons yang baik dalam 2 hari;
b. terjadi mastitis berulang;
c. mastitis terjadi di rumah sakit; dan
d. penderita alergi terhadap antibiotik atau pada kasus yang berat.
Bahan kultur diambil dari ASI pancar tengah hasil dari perahan tangan yang langsung
ditampung menggunakan penampung urin steril. Puting harus dibersihkan terlebih dulu
dan bibir penampung diusahakan tidak menyentuh puting untuk mengurangi kontaminasi
dari kuman yang terdapat di kulit yang dapat memberikan hasil positif palsu dari kultur.
6. Penatalaksanaan
Setelah diagnosa mastitis dipastikan, hal yang harus segera dilakukan adalah pemberian
susu kepada bayi dari mamae yang sakit dihentikan dan diberi antibiotik. Dengan tindakan ini
terjadinya abses seringkali dapat dicegah, karena biasanya infeksi disebabkan oleh
Staphylococcus aureus. Penicilin dalam dosis cukup tinggi dapat diberikan sebagai terapi
antibiotik.Sebelum pemberian penicilin dapat diadakan pembiakan/kultur air susu, supaya
penyebab
mastitis
benar-benar
diketahui.
Apabilaada
abses
maka
nanah
dikeluarkan,kemudian dipasang pipa ke tengah abses agar nanah dapat keluar terus. Untuk
mencegah kerusakan pada duktus laktiferus, sayatan dibuat sejajar dengan jalannya duktusduktus tersebut.
Prinsip-prinsip utama penanganan mastitis adalah:
1. Konseling suportif
Mastitis merupakan pengalaman yang paling banyakwanita merasa sakit dan
membuat frustasi.Selain dalam penanganan yang efektif dan pengendalian nyeri, wanita
membutuhkan dukungan emosional. Ibu harus diyakinkan kembali tentang nilai menyusui,
yang aman untuk diteruskan, bahwa ASI dari payudara yang terkena tidak akan
membahayakan bayinya dan bahwa payudaranya akan pulih, baik bentuk maupun
fungsinya. Klien membutuhkan bimbingan yang jelas tentang semua tindakan yang
dibutuhkan untuk penanganan, dan bagaimana meneruskan menyusui/memeras ASI dari
payudara yang sakit. Klien akan membutuhkan tindak lanjut untuk mendapat dukungan
terus menerus dan bimbingan sampai kondisinya benar-benar pulih.
2. Pengeluaran ASI dengan efektif
Hal ini merupakan bagian terapi terpenting, antara lain:
a. Bantu ibu memperbaiki kenyutan bayi pada payudaranya
b. Dorong untuk sering menyusui, sesering dan selama bayi menghendaki, tanpa
pembatasan
7
c. Bila perlu peras ASI dengan tangan/pompa/botol panas, sampai menyusui dapat dimulai
lagi
3. Terapi antibiotik
Terapi antibiotik diindikasikan pada:
a. Hitung sel dan koloni bakteri dan biakan yang ada serta menunjukkan infeksi
b. Gejala berat sejak awal
c. Terlihat puting pecah-pecah
d. Gejala tidak membaik setelah 12-24 jam setelah pengeluaran ASI diperbaiki maka
Laktamase harus ditambahkan agar efektif terhadap Staphylococcus aureus. Untuk
organisme gram negatif, sefaleksin/amoksisillin mungkin paling tepat. Jika mungkin,
ASI dari payudara yang sakit sebaiknya dikultur dan sensivitas bakteri antibiotik
ditentukan.
Antibiotik
Dosis
Eritromisin
250-500 mg setiap 6 jam
Flukloksasilin
250 mg setiap 6 jam
Dikloksasilin
125-250 mg setiap 6 jam per oral
Amoksasilin (sic)
250-500 mg setiap 8 jam
Sefaleksin
250-500 setiap 6 jam
e. Pada kasus infeksi mastitis, penanganannya antara lain:
1. Berikan antibiotik Kloksasilin 500 mg per oral 4 kali sehari setiap 6 jam selama 10
hari atau eritromisin 250 mg per oral 3 kali sehari selama 10 hari.
2. Bantulah ibu agar tetap menyusui
3. Bebat/sangga payudara
4. Kompres hangat sebelum menyusui untuk mengurangi bengkak dan nyeriyaitu
dengan memberikan parasetamol 500 mg per oral setiap 4 jam dan lakukan evaluasi
secara rutin.
Pengobatan yang tepat dengan pemberian antibiotik, mintalah pada dokter
antibiotik yang baik dan aman untuk ibu yang menyusui, selain itu bila badan terasa panas,
ibu dapat minum obat turun panas, kemudian untuk bagian payudara yang terasa keras dan
nyeri, dapat dikompres dengan menggunakan air hangat untuk mengurangi rasa nyeri.
Bila tidak tahan nyeri, dapat meminum obat penghilang rasa sakit, istirahat yang
cukup amat perlu untuk mengembalikan kondisi tubuh menjadi sehat kembali. Disamping
8
itu, makan dan minum yang bergizi, minum banyak air putih juga akan membantu
menurunkan demam, biasanya rasa demam dan nyeri itu akan hilang dalam dua atau tiga
hari dan ibu akan mampu beraktivitas seperti semula
4. Terapi simtomatik
Nyeri sebaiknya diterapi dengan analgesik. Ibuprofen dipertimbangkan sebagai obat
yang paling efektif dan dapat membantu mengurangi inflamasi dan nyeri. Parasetamol
merupakan alternatif yang paling tepat. Istirahat sangat penting, karena tirah baring dengan
bayinya dapat
meningkatkan frekuensi menyusui, sehingga dapat
memperbaiki
pengeluaran susu. Tindakan lain yang dianjurkan adalah penggunaan kompres hangat pada
payudara yang akan menghilangkan nyeri dan membantu aliran ASI, dan yakinkan bahwa
ibu cukup minum cairan. Dilakukan pengompresan hangat pada payudara selama 15-20
menit, 4 kali/hari. Diberikan antibiotik dan untuk mencegah pembengkakan, sebaiknya
dilakukan pemijatan dan pemompaan air susu pada payudara yang terkena.
a. Mastitis (Payudara tegang / indurasi dan kemerahan)
 Berikan klosasilin 500 mg setiap 6 jam selama 10 hari. Bila diberikan sebelum
terbentuk abses biasanya keluhannya akan berkurang.
 Sangga payudara.
 Kompres dingin.
 Bila diperlukan berikan Parasetamol 500 mg per oral setiap 4 jam.
 Ibu harus didorong menyusui bayinya walau ada PUS.
 Ikuti perkembangan 3 hari setelah pemberian pengobatan.
b. Abses Payudara (Terdapat masa padat, mengeras di bawah kulit yang kemerahan).
 Diperlukan anestesi umum.
 Insisi radial dari tengah dekat pinggir aerola, ke pinggir supaya tidak mendorong
saluran ASI.
 Pecahkan kantung PUS dengan klem jaringan (pean) atau jari tangan.
 Pasang tampon dan drain, diangkat setelah 24 jam.
 Berikan Kloksasilin 500 mg setiap 6 jam selama 10 hari.
 Sangga payudara.
 Kompres dingin.
 Berikan parasetamol 500 mg setiap 4 jam sekali bila diperlukan.
 Ibu dianjurkan tetap memberikan ASI walau ada pus.
 Lakukan follow up setelah peberian pengobatan selama 3 hari.
9
1) Jika terjadi abses, biasanya dilakukan penyayatan dan pembuangan nanah, serta
dianjurkan untuk berhenti menyusui.Untuk mengurangi nyeri dapat diberikan obat
pereda nyeri (misalnya acetaminophen atau ibuprofen).Kedua obat tersebut aman
untuk ibu menyusui dan bayinya.
7. Komplikasi
Berikut beberapa komplikasi yang dapat muncul karena mastitis.
a. Abses payudara
Abses payudaramerupakan komplikasi mastitis yang biasanya terjadi karena
pengobatan terlambat atau tidak adekuat. Bila terdapat daerah payudara teraba keras,
merah dan tegang walaupun ibu telah diterapi, maka kita harus memikirkan
kemungkinan terjadinya abses. Kurang lebih 3% dari kejadian mastitis berlanjut
menjadi abses.Pemeriksaan USG payudara diperlukan untuk mengidentifikasi adanya
cairan yang terkumpul. Cairan ini dapat dikeluarkan dengan aspirasi jarum halus yang
berfungsi sebagai diagnostik sekaligus terapi, bahkan mungkin diperlukan aspirasi
jarum secara serial/berlanjut. Pada abses yang sangat besar terkadang diperlukan
tindakan bedah. Selama tindakan ini dilakukan, ibu harus mendapatkan terapi medikasi
antibiotik. ASI dari sekitar tempat abses juga perlu dikultur agar antibiotik yang
diberikan sesuai dengan jenis kumannya.
b.
Mastitis berulang/kronis
Mastitis berulang biasanya disebabkan karena pengobatan terlambat atau tidak
adekuat. Ibu harus benar-benar beristirahat, banyak minum, mengonsumsi makanan
dengan gizi berimbang, serta mengatasi stress. Pada kasus mastitis berulang karena
infeksi bakteri biasanya diberikan antibiotik dosis rendah (eritromisin 500 mg sekali
sehari) selama masa menyusui.
c. Infeksi jamur
Komplikasi sekunder pada mastitis berulang adalah infeksi oleh jamur seperti
candida albicans.Keadaan ini sering ditemukan setelah ibu mendapat terapi
antibiotik.Infeksi jamur biasanya didiagnosis berdasarkan nyeri berupa rasa terbakar
yang menjalar di sepanjang saluran ASI. Diantara waktu menyusui permukaan payudara
terasa gatal. Puting mungkin tidak nampak kelainan. Pada kasus ini, ibu dan bayi perlu
mendapatkan pengobatan. Pengobatan terbaik adalah mengoles nistatin krim yang juga
mengandung kortison ke puting dan areola setiap selesai bayi menyusu dan bayi juga
harus diberi nistatin oral pada saat yang sama.
10
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian Keperawatan
a. Identitas klien :
Nama
: jelas dan lengkap, jika perlu tanyakan nama panggilan sehari-harinya
agar tidak salah pasien ketika memberikan perawatan.
Umur
: wanita yang berumur 21-35 tahun lebih sering mengalami mastitis
daripada wanita yang berumur dibawah 21 tahun dan di atas 35 tahun.
Umur <21 tahun diperkirakan bahwa alat-alat reproduksinya masih belum
matang, mental dan psikisnya juga belum siap. Sedangkan umur >35 tahun
akan rentan sekali untuk terjadi perdarahan dalam masa nifas. Hal tersebut
akan memicu terjadinya mastitis ini.
Suku
: berpengaruh pada adat istiadat/kebiasaan sehari-hari, khususnya dalam hal
teknik menyusui dan perawatan payudara.
Agama
: untuk mengetahui keyakinan pasien sehingga dalam membimbing dan
mengarahkannya lebih mudah.
Pendidikan : biasanya wanita yang status pendidikannya rendah akan banyak yang
mengalami penyakit ini dikarenakan mereka tidak mengetahui tentang
penyakit serta pengobatan dan teknik perawatan payudara yang benar
untuk kesehatan. Selain itu aspek pendidikan juga akan mempengaruhi
dalam tindakan keperawatan yang akan diberikan, sehingga perawat dapat
memberi asuhan keperawatan dan konseling yang sesuai dengan kondisi
pasien.
Pekerjaan
: wanita yang bekerja di luar rumah (sebagai wanita karier) saat
mempunyai kewajiban untuk menyusui anaknya adalah termasuk
kelompok yang berisiko tinggi mengalami mastitis. Hal itu disebabkan
oleh kesibukan kerjanya ini akan menjadi penghambat pengeluaran ASI
sehingga menimbulkan terjadinya stasis ASI yang dapat menjadi salah satu
pencetus penyakit mastitis ini.
Selain itu juga aspek pekerjaan ini untuk mengetahui dan mengukur
tingkat sosial ekonomi pasien, karena hal itu dimungkinkan dapat
mempengaruhi dalam pemenuhan gizi pasien yang memungkinkan
timbulnya penyakit mastitis ini.
Alamat
: perlu ditanyakan apabila pasien dirasa memerlukan kunjungan rumah
post perawatan
11
b.
Riwayat kesehatan
1. Riwayat kesehatan dahulu
Kemungkinan wanita yang mengalami mastitis ini karena adanya faktor-faktor
predisposisi seperti faktor kekebalan ASI yang rendah, sehingga dapat dengan mudah
mengalami infeksi utamanya pada payudara (mastitis). Asupan nutrisi yang tidak
adekuat dan lebih banyak mengandung garam dan lemak juga dapat memicu
terjadinya mastitis, adanya riwayat trauma pada payudara juga dapat menjadi
penyebab terjadinya mastitis karena adanya kerusakan pada kelenjar dan saluran
susu. Selain itu juga dengan adanya faktor penyebab yang pasti seperti stasis ASI
karena bayi yang susah menyusu, adanya luka lecet di area puting susu dan
penggunaan bra yang tidak tepat/teralalu ketat juga dapat menjadi penyebab
terjadinya mastitis, dimana hal-hal tersebut kemungkinan besar adalah merupakan
hal yang sering sekali diabaikan oleh wanita. Infeksi mammae pada kehamilan
sebelumnya juga dapat menjadi penyebab terjadinya mastitis.
2. Riwayat kesehatan sekarang
Pasien biasanya kelihatan lemah, suhu tubuh meningkat (>38 derajat celcius), tidak
ada nafsu makan, nyeri pada daerah mammae, bengkak dan merah pada mammae.
Jika tidak mendapatkan pengobatan yang adekuat, maka dapat timbul berbagai
komplikasi seperti abses payudara, infeksi berulang dan infeksi jamur. Oleh sebab
itu, perlu dilakukan tindakan pencegahan yang tepat, misalnya memberikan info
tentang perawatan payudara, teknik menyusui yang benar, dsb.
3. Riwayat kesehatan keluarga
Faktor herediter tidak mempengaruhi kejadian mastitis.
c.
Pengkajian Keperawatan
1. Persepsi dan Pemeliharaan Kesehatan
Persepsi: masih banyak masyarakat yang menganggap bahwa nyeri yang sering
muncul saat masa menyusui adalah hal yang normal, dimana tidak perlu
mendapatkan perhatian khusus untuk penanganannya. Pasien dengan mastitis
biasanya kebersihan badannya kurang terjaga terutama pada area payudara dan
lingkungan yang kurang bersih.
2. Pola Nutrisi / Metabolik
Asupan garam yang terlalu tinggi juga dapat memicu terjadinya mastitis. Dengan
adanya asupan garam yang terlalu tinggi maka akan menyebabkan terjadinya
12
peningkatan kadar natrium dalam ASI, sehingga bayi tidak mau menyusu pada
ibunya karena ASI yang terasa asin. Hal ini akan mengakibatkan terjadinya
penumpukan ASI dalam payudara (Stasis ASI) yang dapat memicu terjadinya
mastitis.
Wanita yang mengalami anemia juga akan beresiko mengalami mastitis karena
kurangnya zat besi dalam tubuh, sehingga hal itu akan memudahkan tubuh
mengalami infeksi (mastitis). Pemenuhan nutrisi juga seringkali menurun akibat dari
penurunan nafsu makan karena nyeri dan peningkatan suhu tubuh.
3. Pola Eliminasi
Secara umum pada pola eliminasi tidak mengalami gangguan yang spesifik akibat
terjadinya mastitis.
a. Tidak ada nyeri saat berkemih
b. Konsistensi dan warna normal
c. Jumlah dan frekuensi berkemih normal.
4. Pola Aktivitas dan Latihan
Pola aktivitas terganggu akibat peningkatan suhu tubuh (hipertermi : >38 derajat
celcius) dan nyeri. Sehingga biasanya pasien akan mengalami penurunan aktivitas
karena lebih fokus pada gejala yang muncul.
5. Pola Tidur dan Istirahat
Pola tidur terganggu karena kurang nyaman saat tidur, mengeluh nyeri. Pasien akan
lebih fokus pada gejala yang muncul pula.
6. Pola Kognitif dan Perseptual
Kurang mengetahui kondisi yang dialami, anggapan yang ada hanya nyeri
biasa.Pasien merasa biasa dan jika ada orang lain yang mengetahui dapat terjadi
penurunan harga diri.
7. Pola Persepsi Diri
Tidak ada gangguan.
8. Pola Seksual dan Reproduksi
Biasanya seksualitas terganggu akibat adanya penurunan libido dan pasien pasti akan
lebih fokus pada gejala yang muncul sehingga untuk pemenuhan kebutuhan
seksualitas ini sudah tidak lagi menjadi prioritas.
9. Pola Peran dan Hubungan
Ada gangguan, lebih banyak untuk istirahat karena nyeri.
10. Pola Manajemen Koping-Stress
Pasien terlihat tidak banyak bicara, banyak istirahat.
13
11. Sistem Nilai dan Keyakinan
Biasanya akan mengalami gangguan, namun hal itu juga tergantung pada masingmasing individu, kadangkala ada individu yang lebih rajin ibadah dan mendekatkan
diri kepada Tuhan.namun di lain sisi juga ada individu yang karena sakit itu, ia
malah menyalahkan dan menjauh dari Tuhan.
d.
Pengkajian Fisik
1. Keadaan Umum
a) Keadaan Umum: pada ibu dengan mastitis keadaan umumnya baik.
b) Derajat kesadaran : pada ibu dengan mastitis derajat kesadarannya adalah
compos mentis.
c) Derajat gizi : pada ibu dengan mastitis derajat gizinya cukup.
2. Pemeriksaan Fisik Head to too
a) Tanda-tanda Vital
- Tekanan darah: pada ibu dengan mastitis TD dalam keadaan normal 120/80
mmHg
- Nadi: pada ibu dengan mastitis nadi mengalami penaikan 90-110/menit. Dimna
normalnya 60-80/menit.
- Frekuensi Pernafasan: pada ibu dengan mastitis frekuensi pernafasan mengalami
peningkatan 30x/menit. Dimana normalnya 16-20x/menit.
- Suhu: suhu tubuh waniti setelah partus dapat terjadi peningkatan suhu badan
yaitu tidak lebih dari 37,2ᵒ C dan pada ibu dengan mastitis, suhu mengalami
peningkatan sampai 39,5ᵒ C.
b) Kulit
Tidak ada gangguan, kecuali pada area panyudara sehingga perlu pemeriksaan
fisik yang terfokus pada panyudara.
c) Kepala
Pada area ini tidak terdapat gangguan. Namun biasanya ibu dengan mastitis
mengeluh nyeri kepala seperti gejala flu.
d) Wajah
Wajah terlihat meringis kesakitan.
e) Mata
Pada ibu dengan mastitis konjungtiva terlihat anemis. Dimana anemia
merupakan salah satu faktor predisposisi terjadinya mastitis, karena seseorang
dengan anemis akan mudah mengalami infeksi.
f) Hidung
14
Napas cuping hidung (-), sekret (-/-), darah (-/-), deviasi (-/-). Tidak ada
gangguan pada area ini.
g) Mulut
Mukosa basah (+), sianosis (-), pucat (-), kering (-). Tidak ada gangguan pad
area ini.
h) Telinga
Daun telinga dalam batas normal, sekret (-). Tidak ada gangguan ada area ini.
i) Tenggorokan
Uvula di tengah, mukosa pharing hiperemis (-), tonsil T1 - T1. Tidak ada
gangguan pada area ini.
j) Leher
Pada area leher tidak di temukan adanya gangguan atau perubahan fisik.
k) Kelenjar getah bening
Inspeksi : kulit area sekitar sama
Palpasi : pada kelanjar getah bening ketiak pada sisi yang sama dengan
payudara yang terkena mastitis terdapat benjolan keras.
Perkusi : tidak ada nyeri tekan
l) Panyudara
Inspeksi : kulit kemerahan, mengkilat, gambaran pembuluh darah terlihat jelas
di permukaan kulit. Terdapat lesi atau luka pada putting payudara
dan payudara terlihat bengkak.
Palpasi : payudara teraba keras dan tegang, payudara teraba hangat dan saat di
palpasi keluar pus
m) Toraks
Bentuk: normochest, retraksi (-), gerakan dinding dada simetris. Tidak ada
gangguan pada derah toraks.
 Cordis:
1) Inspeksi: iktus kordis tidak tampak
2) Palpasi : iktus kordis tidak kuat angkat
3) Perkusi : batas jantung kesan tidak melebar
4) Auskultasi : BJ I-II intensitas normal, reguler, bising (-)
 Pulmo:
1) Inspeksi : Pengembangan dada kanan = kiri
2) Palpasi : Fremitus raba dada kanan = kiri
3) Perkusi : Sonor di seluruh lapang paru
15
4) Auskultasi : Suara dasar vesikuler (+/+) Suara tambahan: (-/-)
n) Abdomen
1) Inspeksi: dinding perut lebih tinggi dari dinding dada karena post partum
sehingga pembesaran fundus masih terlihat.
2) Auskultasi: bising usus (+) normal
3) Perkusi: tympani
4) Palpasi: supel, hepar dan lien tidak teraba
2. Diagnosis Keperawatan
Berikut adalah diagnosis keperawatan yang muncul pada pasien dengan mastitis.
1. Nyeri akut b.d. agen pencedera fisiologis d.d tampak meringis, gelisah, frekunsi nadi
meningkat, sulit tidur.
2. Menyusui tidak efektif b.d. payudara bengkak d.d nyeri dan/lecet terus menerus
setelah minggu kedua, ASI tidak menetes/memancar.
3. Gangguan citra tubuh b.d perubahan struktur/bentuk tubuh d.d fungsi/struktur tubuh
berubah/hilang.
4. Deficit pengetahuan b.d kurang terpapar informasi d.d mennyakan masalah yang
dihadapi.
5. Ansietas b.d. kurang terpapar informasi d.d merasa bingung, tampak gelisah, sulit
tidur, diaphoresis.
6. Resiko infeksi d.d kerusakan integritas kulit.
3. Intervensi Keperawatan
Nyeri akut b.d. agen pencedera fisiologis d.d tampak meringis, gelisah, frekunsi nadi
meningkat, sulit tidur.
Definisi:
Pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan kerusakan jaringan actual atau
fungsional, dengan onset mendadak atau lambat dan berintensitas ringan hingga berat yang
berlangsung kurang dari 3 bulan.
Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam, maka nyeri menurun, dengan
kriteria hasil :
Kriteria Hasil
Intervensi
16
Tingkat nyeri :
Manajemen nyeri :
1. Keluhan nyeri (menurun)
Observasi
2. Meringis (menurun)
1. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,
3. Gelisah (menurun)
kualitas, intensitas nyeri.
4. Kesulitan tidur (menurun)
2. Identifikasi skala nyeri
5. Frekuensi nadi (membaik)
3. Identifikasi repons nyeri non verbal
6. Pola napas (membaik)
Terapeutik
7. Pola tidur (membaik)
1. Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi
rasa nyeri (mis. TENS, hypnosis, akupresur, terapi
music, kompres hangat/dingin)
2. Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri
(mis. suhu ruangan, pencahayaan, kebisingan)
3. Fasilitasi istirahat dan tidur
Edukasi
1. Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
2. Jelaskan strategi meredakan nyeri
3. Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi
rasa nyeri
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian analgetik
17
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, Moyet, Lynda Juall. 2006. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Jakarta: EGC.
Mansjoer,A.dkk. 2001. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aesculapius.
Prawirohadjo, S. 2001. Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta: YBP
Djamudin, syahrul. 2009. Askep Nifas Pada Ibu Dengan Infeksi Payudara. [serial online].
http://healthycaus..com/ (4 Februari 2014).
Prasetyo,
Doddy
Yuman,
2010.
Asuhan
Keperawatan
Mastitis.
[serial
online].
http://doddyy.askepmastitis.com/2010/06/askep-mastitis.pdf (04 Februasy 2014)
USU.
Tanpa
Tahun.
Bab
II
Tinjauan
Teori.
[
serial
online
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/24253/4/Chapter%20II.pdf.
Februari 2014).
18
].
(4
Download
Study collections