LAPORAN PENDAHULUAN MASTITIS DI RUANG MATERNAL RSUD GENTENG NAMA NIM PRODI : DEVANIA FIRDHAUSYA : 2019.04.017 : PROFESI NERS PROGRAM STUDI PROFESI (NERS) SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BANYUWANGI TAHUN 2020 LEMBAR PENGESAHAN LAPORAN PENDAHULUAN MASTITIS DI RUANG MATERNITAS RSUD GENTENG DISUSUN OLEH DEVANIA FIRDHAUSYA 2019.04.017 MENGETAHUI PEMBIMBING INSTITUSI PEMBIMBING RUANGAN KEPALA RUANG KONSEP DASAR MEDIS MASTITIS 1. DEFINISI Infeksi Payudara (Mastitis) adalah suatu infeksi pada jaringan payudara. Biasanya terjadi karena adanya bakteri jenis staphylococcus aureus. Bakteri biasanya masuk melalui puting susu yang pecah-pecah atau terluka. Pada infeksi yang berat atau tidak diobati, dapat terbentuk abses payudara (penimbunan nanah di dalam payudara). Mastitis adalah reaksi sistematik seperti demam, terjadi 1-3 minggu setelah melahirkan sebagai komplikasi sumbatan saluran air susu (Masjoer, 2001). Mastitis adalah peradangan payudara yang dapat disertai atau tidak disertai infeksi. Penyakit ini biasanya menyertai laktasi, sehingga disebut juga mastitis laktasional atau mastitis puerperalis. Kadang-kadang keadaan ini dapat menjadi fatal bila tidak diberikan tindakan yang adekuat. Abses payudara, pengumpulan nanah lokal di dalam payudara, merupakan komplikasi berat dari mastitis. Keadaan inilah yang menyebabkan beban penyakit bertambah berat (Sally I, Severin V.X, 2003 dalam Anonim, 2013). Sumber lain menyebutkan bahwa mastitis adalah infeksi dan peradangan pada payudara yang terjadi melalui luka pada puting, dapat berasal dari peredaran darah. Tanda–tanda mastitis yang dirasakan ibu adalah rasa panas dingin disertai kenaikan suhu, ibu merasa lesu, tidak nafsu makan, payudara membesar, nyeri perabaan, mengkilat dan kemerahan pada payudara, dan terjadi pada 3–4 minggu masa nifas. Hal ini dapat diatasi dengan membersihkan puting sebelum dan sesudah menyusui; menyusui pada payudara yang tidak sakit; kompres dingin sebelum menyusui;menggunakan BH untuk menyokong payudara, berikan antibiotik dan analgetik, istirahat yang cukup dan banyak minum (USU, tanpa tahun). Mastitis adalah infeksi yang disebabkan karena adanya sumbatan pada duktus hingga puting susu mengalami sumbatan. Mastitis paling sering terjadi pada minggu kedua dan ketiga pasca kelahiran.Penyebab penting dari mastitis ini adalah pengeluaran ASI yang tidak efisien akibat teknik menyusui yang buruk.Untuk menghambat terjadinya mastitis ini dianjurkan untuk menggunakan bra atau pakaian dalam yang memiliki penyangga yang baik pada payudaranya (Sally I, 2003 dalam Anonim, 2013). Berdasarkan beberapa pengertian di atas maka dapat di tarik suatu kesimpulan mastitis adalah suatu infeksi atau peradangan pada jaringan payudara yang diakibatkan karena adanya bakteri (staphylococcus aureus) yang masuk melalui puting susu yang pecah-pecah atau terluka. Mastitis diklasifikasikan menjadi 4 jenis, yaitu: mastitis puerparalis epidemic, mastitis aninfeksosa, mastitis subklinis dan mastitis infeksiosa. Dimana keempat jenis tersebut muncul dalam kondisi yang berbeda-beda. Diantaranya adalah sebagai berikut (Bertha, 2002 dalam Djamudin, 2009): 1. Mastitis Puerparalis Epidemik Mastitis puerparalis epidemic ini biasanya timbul apabila pertama kali bayi dan ibunya terpajan pada organisme yang tidak dikenal atau verulen. Masalah ini paling sering terjadi di rumah sakit, yaitu dari infeksi silang atau bekesinambungan strain resisten. 2. Mastitis Noninfesiosa Mastitis moninfeksiosa terjadi apabila ASI tidak keluar dari sebagian atau seluruh payudara, produksi ASI melambat dan aliran terhenti.Namun proses ini membutuhkan waktu beberapa hari dan tidak akan selesai dalam 2–3 minggu. Untuk sementara waktu, akumulasi ASI dapat menyebabkan respons peradangan. 3. Mastitis Subklinis Mastitis subklinis telah diuraikan sebagai sebuah kondisi yang dapat disertai dengan pengeluaran ASI yang tidak adekuat, sehingga produksi ASI sangat berkurang yaitu kirakira hanya sampai di bawah 400 ml/hari (<400 ml/hari). 4. Mastitis Infeksiosa Mastitis infeksiosa terjadi apabila siasis ASI tidak sembuh dan proteksi oleh faktor imun dalam ASI dan oleh respon–respon inflamasi. Secara normal, ASI segar bukan merupakan media yang baik untuk pertumbuhan bakteri. 2. ETIOLOGI Infeksi payudara biasanya disebabkan oleh bakteri yang banyak ditemukan pada kulit yang normal yaitu Staphylococcus aureus. Bakteri ini seringkali berasal dari mulut bayi yang masuk ke dalam saluran air susu melalui sobekan atau retakan di kulit pada puting susu.Mastitis biasanya terjadi pada wanita yang menyusui dan paling sering terjadi dalam waktu 1-3 bulan setelah melahirkan.Sekitar 1-3% wanita menyusui mengalami mastitis pada beberapa minggu pertama setelah melahirkan. Soetjiningsih (1997) menyebutkan bahwa peradangan pada payudara (Mastitis) di sebabkan oleh hal-hal sebagai berikut: a. Payudara bengkak yang tidak disusu secara adekuat, akhirnya tejadi mastitis. b. Puting lecet akan memudahkan masuknya kuman dan terjadi payudara bengkak. 2 c. Penyangga payudara yang terlalu ketat, mengakibatkan segmental engorgement sehingga jika tidak disusu secara adekuat bisa erjadi mastitis. d. Ibu yang memiliki diet jelek, kurang istirahat, anemia akan mempermudah terkena infeksi. Pada wanita pasca menopause, infeksi payudara berhubungan dengan peradangan menahun dari saluran air susu yang terletak di bawah puting susu. Perubahan hormonal di dalam tubuh wanita menyebabkan penyumbatan saluran air susu oleh sel-sel kulit yang mati. Saluran yang tersumbat ini menyebabkan payudara lebih mudah mengalami infeksi.Dua penyebab utama mastitis adalah stasis ASI dan infeksi.Stasis ASI biasanya merupakan penyebab primer yang dapat disertai atau berkembang menuju infeksi.Guther pada tahun 1958 menyimpulkan dari pengamatan klinis bahwa mastitis diakibatkan oleh stagnasi ASI di dalam payudara, dan bahwa pengeluaran ASI yang efisien dapat mencegah keadaan tersebut.Ia menyatakan bahwa bila terjadi infeksi, bukan primer, tetapi diakibatkan oleh stagnasi sebagai media pertumbuhan bakteri. Thomsen,dkk pada tahun 1984 menghasilkan bukti tambahan tentang pentingnya stasis ASI. Mereka menghitung leukosit dan bakteri dalam ASI dari payudara dengan tanda klinis mastitis dan mengajukan klasifikasi berikut, yaitu: a. Stasis ASI Statis ASI terjadi jika ASI tidak dikeluarkan dengan efisien dari payudara. Hal ini terjadi jika payudara terbendung segera setelah melahirkan, atau setiap saat jika bayi tidak mengisap ASI, kenyutan bayi yang buruk pada payudara, pengisapan yang tidak efektif, pembatasan frekuensi/durasi menyusui, sumbatan pada saluran ASI, suplai ASI yang sangat berlebihan dan menyusui untuk kembar dua/lebih. Statis ASI dapat membaik hanya dengan terus menyusui, tentunya dengan teknik yang benar. b. Inflamasi non infeksiosa (atau mastitis noninfeksiosa) Mastitis jenis ini biasanya ditandai dengan gejala sebagai berikut:Adanya bercak panas/nyeri tekan yang akut, bercak kecil keras yang nyeri tekan, dan tidak terjadi demam dan ibu masih merasa baik-baik saja.Mastitis non infeksiosa membutuhkan tindakan pemerasan ASI setelah menyusui. c. Mastitis infeksiosa Mastitis jenis ini biasanya ditandai dengan gejala sebagai berikut: lemah, nyeri kepala seperti gejala flu, demam suhu > 38,5 derajat celcius, ada luka pada puting payudara, kulit payudara tampak menjadi kemerahan atau mengkilat, terasa keras dan tegang, payudara membengkak, mengeras, dan teraba hangat, dan terjadi peningkatan kadar natrium sehingga bayi tidak mau menyusu karena ASI yang terasa asin. Mastitis infeksiosa hanya 3 dapat diobati dengan pemerasan ASI dan antibiotik sistemik. Tanpa pengeluaran ASI yang efektif, mastitis non infeksiosa sering berkembang menjadi mastitis infeksiosa, dan mastitis infeksiosa menjadi pembentukan abses. 3. Patofisiologi Secara garis besar, mastitis atau peradangan pada payudara dapat terjadi karena proses infeksi ataupun noninfeksi. Namun semuanya bermuara pada proses infeksi. Mastitis akibat proses noninfeksi berawal dari proses laktasi yang normal. Namun karena sebabsebab tertentu maka dapat menyebabkan terjadinya gangguan pengeluaran ASI atau yang biasa disebut sebagai stasis ASI.Hal ini membuat ASI terperangkap di dalam ductus dan tidak dapat keluar dengan lancar.Akibatnya mammae menjadi tegang.Sehingga sel epitel yang memproduksi ASI menjadi datar dan tertekan.permeabilitas jaringan ikat meningkat, beberapa komponen(terutama protein dan kekebalan tubuh dan natrium) dari plasma masuk ke dalam ASI dan jaringan sekitar sel memicu respon imun. Terjadi inflmasi hingga sehingga mempermudah terjadinya infeksi.Kondisi ini membuat lubang duktus laktiferus menjadi port de entry bakteri, terutama bakteri Staphylococcus aureus dan Strepcococcus sp. Hampir sama dengan kejadian pada mastitis noninfeksi, mastitis yang terjadi akibat proses infeksi terjadi secara langsung, yaitu saat timbul fisura/robekan/perlukaan pada puting yang terbentuk saat awal laktasi akan menjadikan port de entry/tempat masuknya bakteri. Proses selanjutnya adalah infeksi pada jaringan mammae. 4 PATHWAY Stasis ASI Fisura pada puting Jaringan mammae menjadi tegang Lubang duktus laktiferus lebih terbuka Terbukanya port de entry Bakteri masuk MASTITIS Ketegangan pada jaringan mammae Ukuran mammae membesar Gangguan citra tubuh Penekanan reseptor nyeri Laktasi terganggu Menyusui tidak efektif Proses infeksi bakteri Reaksi imun Muncul pus Nyeri akut Deficit pengetahuan Ansietas Resiko infeksi Penatalaksanaan Pemberian kompres hangat : menggunakan shower hangat atau lap yang sudah dibasahi air hangat kemudian kompreskan pada area payudara. Tindakan ini akan melebarkan pembuluh darah sehingga akan memperbaiki peredaran darah dalam jaringan tersebut. Tujuan untuk mengurangi nyeri dan menyembuhkan proses peradangan. 5 Perawatan payudara : 1. Menjaga payudara tetap bersih dan kering, terutama bagian putting 2. Apabila putting susu lecet, oleskan kolostrum atau ASI yg keluar disekitar putting setiap kali selesai menyusui 3. Apabila lecet sangat berat, dapat diistirahatkan selama 24 jam ASI dikeluarkan dan diminumkan dengan sendok 4. Manifestasi Klinis Tanda dan Gejala dari mastitis ini biasanya berupa: a. Payudara yang terbendung membesar, membengkak, keras dan kadang terasa nyeri. b. Payudara dapat terlihat merah, mengkilat dan puting teregang menjadi rata. c. ASI tidak mengalir dengan mudah, dan bayi sulit mengenyut untuk menghisap ASI sampai pembengkakan berkurang. d. Ibu akan tampak seperti sedang mengalami flu, dengan gejala demam, rasa dingin dan tubuh terasa pegal dan sakit. e. Terjadi pembesaran kelenjar getah bening ketiak pada sisi yang sama dengan payudara yang terkena. Gejala yang muncul juga hampir sama dengan payudara yang membengkak karena sumbatan saluran ASI antara lain : a. Payudara terasa nyeri b. Teraba keras c. Tampak kemerahan d. Permukaan kulit dari payudara yang terkena infeksi juga tampak seperti pecah–pecah, dan badan terasa demam seperti hendak flu, bila terkena sumbatan tanpa infeksi, biasanya di badan tidak terasa nyeri dan tidak demam. Pada payudara juga tidak teraba bagian keras dan nyeri serta merah. Namun terkadang dua hal tersebut sulit untuk dibedakan, gampangnya bila didapat sumbatan pada saluran ASI, namun tidak terasa nyeri pada payudara, dan permukaan kulit tidak pecah – pecah maka hal itu bukan mastitis. Bila terasa sakit pada payudara namun tidak disertai adanya bagian payudara yang mengeras, maka hal tersebut bukan mastitis (Pitaloka, 2001 dalam Anonim, 2013). 5. Pemeriksaan Penunjang Data yang mendukung pemeriksaan yang tidak dapat diketahui dengan pemeriksaan fisik meliputi pemeriksaan laboratorium dan rontgen. Pada ibu nifas dengan mastitis tidak dilakukan pemeriksaan laboratorium/rontgen (Wiknjosastro, 2005). Namuan World Health Organization (WHO) menganjurkan pemeriksaan kultur dan uji sensitivitas pada beberapa keadaan yaitu bila: a. pengobatan dengan antibiotik tidak memperlihatkan respons yang baik dalam 2 hari; b. terjadi mastitis berulang; c. mastitis terjadi di rumah sakit; dan d. penderita alergi terhadap antibiotik atau pada kasus yang berat. Bahan kultur diambil dari ASI pancar tengah hasil dari perahan tangan yang langsung ditampung menggunakan penampung urin steril. Puting harus dibersihkan terlebih dulu dan bibir penampung diusahakan tidak menyentuh puting untuk mengurangi kontaminasi dari kuman yang terdapat di kulit yang dapat memberikan hasil positif palsu dari kultur. 6. Penatalaksanaan Setelah diagnosa mastitis dipastikan, hal yang harus segera dilakukan adalah pemberian susu kepada bayi dari mamae yang sakit dihentikan dan diberi antibiotik. Dengan tindakan ini terjadinya abses seringkali dapat dicegah, karena biasanya infeksi disebabkan oleh Staphylococcus aureus. Penicilin dalam dosis cukup tinggi dapat diberikan sebagai terapi antibiotik.Sebelum pemberian penicilin dapat diadakan pembiakan/kultur air susu, supaya penyebab mastitis benar-benar diketahui. Apabilaada abses maka nanah dikeluarkan,kemudian dipasang pipa ke tengah abses agar nanah dapat keluar terus. Untuk mencegah kerusakan pada duktus laktiferus, sayatan dibuat sejajar dengan jalannya duktusduktus tersebut. Prinsip-prinsip utama penanganan mastitis adalah: 1. Konseling suportif Mastitis merupakan pengalaman yang paling banyakwanita merasa sakit dan membuat frustasi.Selain dalam penanganan yang efektif dan pengendalian nyeri, wanita membutuhkan dukungan emosional. Ibu harus diyakinkan kembali tentang nilai menyusui, yang aman untuk diteruskan, bahwa ASI dari payudara yang terkena tidak akan membahayakan bayinya dan bahwa payudaranya akan pulih, baik bentuk maupun fungsinya. Klien membutuhkan bimbingan yang jelas tentang semua tindakan yang dibutuhkan untuk penanganan, dan bagaimana meneruskan menyusui/memeras ASI dari payudara yang sakit. Klien akan membutuhkan tindak lanjut untuk mendapat dukungan terus menerus dan bimbingan sampai kondisinya benar-benar pulih. 2. Pengeluaran ASI dengan efektif Hal ini merupakan bagian terapi terpenting, antara lain: a. Bantu ibu memperbaiki kenyutan bayi pada payudaranya b. Dorong untuk sering menyusui, sesering dan selama bayi menghendaki, tanpa pembatasan 7 c. Bila perlu peras ASI dengan tangan/pompa/botol panas, sampai menyusui dapat dimulai lagi 3. Terapi antibiotik Terapi antibiotik diindikasikan pada: a. Hitung sel dan koloni bakteri dan biakan yang ada serta menunjukkan infeksi b. Gejala berat sejak awal c. Terlihat puting pecah-pecah d. Gejala tidak membaik setelah 12-24 jam setelah pengeluaran ASI diperbaiki maka Laktamase harus ditambahkan agar efektif terhadap Staphylococcus aureus. Untuk organisme gram negatif, sefaleksin/amoksisillin mungkin paling tepat. Jika mungkin, ASI dari payudara yang sakit sebaiknya dikultur dan sensivitas bakteri antibiotik ditentukan. Antibiotik Dosis Eritromisin 250-500 mg setiap 6 jam Flukloksasilin 250 mg setiap 6 jam Dikloksasilin 125-250 mg setiap 6 jam per oral Amoksasilin (sic) 250-500 mg setiap 8 jam Sefaleksin 250-500 setiap 6 jam e. Pada kasus infeksi mastitis, penanganannya antara lain: 1. Berikan antibiotik Kloksasilin 500 mg per oral 4 kali sehari setiap 6 jam selama 10 hari atau eritromisin 250 mg per oral 3 kali sehari selama 10 hari. 2. Bantulah ibu agar tetap menyusui 3. Bebat/sangga payudara 4. Kompres hangat sebelum menyusui untuk mengurangi bengkak dan nyeriyaitu dengan memberikan parasetamol 500 mg per oral setiap 4 jam dan lakukan evaluasi secara rutin. Pengobatan yang tepat dengan pemberian antibiotik, mintalah pada dokter antibiotik yang baik dan aman untuk ibu yang menyusui, selain itu bila badan terasa panas, ibu dapat minum obat turun panas, kemudian untuk bagian payudara yang terasa keras dan nyeri, dapat dikompres dengan menggunakan air hangat untuk mengurangi rasa nyeri. Bila tidak tahan nyeri, dapat meminum obat penghilang rasa sakit, istirahat yang cukup amat perlu untuk mengembalikan kondisi tubuh menjadi sehat kembali. Disamping 8 itu, makan dan minum yang bergizi, minum banyak air putih juga akan membantu menurunkan demam, biasanya rasa demam dan nyeri itu akan hilang dalam dua atau tiga hari dan ibu akan mampu beraktivitas seperti semula 4. Terapi simtomatik Nyeri sebaiknya diterapi dengan analgesik. Ibuprofen dipertimbangkan sebagai obat yang paling efektif dan dapat membantu mengurangi inflamasi dan nyeri. Parasetamol merupakan alternatif yang paling tepat. Istirahat sangat penting, karena tirah baring dengan bayinya dapat meningkatkan frekuensi menyusui, sehingga dapat memperbaiki pengeluaran susu. Tindakan lain yang dianjurkan adalah penggunaan kompres hangat pada payudara yang akan menghilangkan nyeri dan membantu aliran ASI, dan yakinkan bahwa ibu cukup minum cairan. Dilakukan pengompresan hangat pada payudara selama 15-20 menit, 4 kali/hari. Diberikan antibiotik dan untuk mencegah pembengkakan, sebaiknya dilakukan pemijatan dan pemompaan air susu pada payudara yang terkena. a. Mastitis (Payudara tegang / indurasi dan kemerahan) Berikan klosasilin 500 mg setiap 6 jam selama 10 hari. Bila diberikan sebelum terbentuk abses biasanya keluhannya akan berkurang. Sangga payudara. Kompres dingin. Bila diperlukan berikan Parasetamol 500 mg per oral setiap 4 jam. Ibu harus didorong menyusui bayinya walau ada PUS. Ikuti perkembangan 3 hari setelah pemberian pengobatan. b. Abses Payudara (Terdapat masa padat, mengeras di bawah kulit yang kemerahan). Diperlukan anestesi umum. Insisi radial dari tengah dekat pinggir aerola, ke pinggir supaya tidak mendorong saluran ASI. Pecahkan kantung PUS dengan klem jaringan (pean) atau jari tangan. Pasang tampon dan drain, diangkat setelah 24 jam. Berikan Kloksasilin 500 mg setiap 6 jam selama 10 hari. Sangga payudara. Kompres dingin. Berikan parasetamol 500 mg setiap 4 jam sekali bila diperlukan. Ibu dianjurkan tetap memberikan ASI walau ada pus. Lakukan follow up setelah peberian pengobatan selama 3 hari. 9 1) Jika terjadi abses, biasanya dilakukan penyayatan dan pembuangan nanah, serta dianjurkan untuk berhenti menyusui.Untuk mengurangi nyeri dapat diberikan obat pereda nyeri (misalnya acetaminophen atau ibuprofen).Kedua obat tersebut aman untuk ibu menyusui dan bayinya. 7. Komplikasi Berikut beberapa komplikasi yang dapat muncul karena mastitis. a. Abses payudara Abses payudaramerupakan komplikasi mastitis yang biasanya terjadi karena pengobatan terlambat atau tidak adekuat. Bila terdapat daerah payudara teraba keras, merah dan tegang walaupun ibu telah diterapi, maka kita harus memikirkan kemungkinan terjadinya abses. Kurang lebih 3% dari kejadian mastitis berlanjut menjadi abses.Pemeriksaan USG payudara diperlukan untuk mengidentifikasi adanya cairan yang terkumpul. Cairan ini dapat dikeluarkan dengan aspirasi jarum halus yang berfungsi sebagai diagnostik sekaligus terapi, bahkan mungkin diperlukan aspirasi jarum secara serial/berlanjut. Pada abses yang sangat besar terkadang diperlukan tindakan bedah. Selama tindakan ini dilakukan, ibu harus mendapatkan terapi medikasi antibiotik. ASI dari sekitar tempat abses juga perlu dikultur agar antibiotik yang diberikan sesuai dengan jenis kumannya. b. Mastitis berulang/kronis Mastitis berulang biasanya disebabkan karena pengobatan terlambat atau tidak adekuat. Ibu harus benar-benar beristirahat, banyak minum, mengonsumsi makanan dengan gizi berimbang, serta mengatasi stress. Pada kasus mastitis berulang karena infeksi bakteri biasanya diberikan antibiotik dosis rendah (eritromisin 500 mg sekali sehari) selama masa menyusui. c. Infeksi jamur Komplikasi sekunder pada mastitis berulang adalah infeksi oleh jamur seperti candida albicans.Keadaan ini sering ditemukan setelah ibu mendapat terapi antibiotik.Infeksi jamur biasanya didiagnosis berdasarkan nyeri berupa rasa terbakar yang menjalar di sepanjang saluran ASI. Diantara waktu menyusui permukaan payudara terasa gatal. Puting mungkin tidak nampak kelainan. Pada kasus ini, ibu dan bayi perlu mendapatkan pengobatan. Pengobatan terbaik adalah mengoles nistatin krim yang juga mengandung kortison ke puting dan areola setiap selesai bayi menyusu dan bayi juga harus diberi nistatin oral pada saat yang sama. 10 KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN 1. Pengkajian Keperawatan a. Identitas klien : Nama : jelas dan lengkap, jika perlu tanyakan nama panggilan sehari-harinya agar tidak salah pasien ketika memberikan perawatan. Umur : wanita yang berumur 21-35 tahun lebih sering mengalami mastitis daripada wanita yang berumur dibawah 21 tahun dan di atas 35 tahun. Umur <21 tahun diperkirakan bahwa alat-alat reproduksinya masih belum matang, mental dan psikisnya juga belum siap. Sedangkan umur >35 tahun akan rentan sekali untuk terjadi perdarahan dalam masa nifas. Hal tersebut akan memicu terjadinya mastitis ini. Suku : berpengaruh pada adat istiadat/kebiasaan sehari-hari, khususnya dalam hal teknik menyusui dan perawatan payudara. Agama : untuk mengetahui keyakinan pasien sehingga dalam membimbing dan mengarahkannya lebih mudah. Pendidikan : biasanya wanita yang status pendidikannya rendah akan banyak yang mengalami penyakit ini dikarenakan mereka tidak mengetahui tentang penyakit serta pengobatan dan teknik perawatan payudara yang benar untuk kesehatan. Selain itu aspek pendidikan juga akan mempengaruhi dalam tindakan keperawatan yang akan diberikan, sehingga perawat dapat memberi asuhan keperawatan dan konseling yang sesuai dengan kondisi pasien. Pekerjaan : wanita yang bekerja di luar rumah (sebagai wanita karier) saat mempunyai kewajiban untuk menyusui anaknya adalah termasuk kelompok yang berisiko tinggi mengalami mastitis. Hal itu disebabkan oleh kesibukan kerjanya ini akan menjadi penghambat pengeluaran ASI sehingga menimbulkan terjadinya stasis ASI yang dapat menjadi salah satu pencetus penyakit mastitis ini. Selain itu juga aspek pekerjaan ini untuk mengetahui dan mengukur tingkat sosial ekonomi pasien, karena hal itu dimungkinkan dapat mempengaruhi dalam pemenuhan gizi pasien yang memungkinkan timbulnya penyakit mastitis ini. Alamat : perlu ditanyakan apabila pasien dirasa memerlukan kunjungan rumah post perawatan 11 b. Riwayat kesehatan 1. Riwayat kesehatan dahulu Kemungkinan wanita yang mengalami mastitis ini karena adanya faktor-faktor predisposisi seperti faktor kekebalan ASI yang rendah, sehingga dapat dengan mudah mengalami infeksi utamanya pada payudara (mastitis). Asupan nutrisi yang tidak adekuat dan lebih banyak mengandung garam dan lemak juga dapat memicu terjadinya mastitis, adanya riwayat trauma pada payudara juga dapat menjadi penyebab terjadinya mastitis karena adanya kerusakan pada kelenjar dan saluran susu. Selain itu juga dengan adanya faktor penyebab yang pasti seperti stasis ASI karena bayi yang susah menyusu, adanya luka lecet di area puting susu dan penggunaan bra yang tidak tepat/teralalu ketat juga dapat menjadi penyebab terjadinya mastitis, dimana hal-hal tersebut kemungkinan besar adalah merupakan hal yang sering sekali diabaikan oleh wanita. Infeksi mammae pada kehamilan sebelumnya juga dapat menjadi penyebab terjadinya mastitis. 2. Riwayat kesehatan sekarang Pasien biasanya kelihatan lemah, suhu tubuh meningkat (>38 derajat celcius), tidak ada nafsu makan, nyeri pada daerah mammae, bengkak dan merah pada mammae. Jika tidak mendapatkan pengobatan yang adekuat, maka dapat timbul berbagai komplikasi seperti abses payudara, infeksi berulang dan infeksi jamur. Oleh sebab itu, perlu dilakukan tindakan pencegahan yang tepat, misalnya memberikan info tentang perawatan payudara, teknik menyusui yang benar, dsb. 3. Riwayat kesehatan keluarga Faktor herediter tidak mempengaruhi kejadian mastitis. c. Pengkajian Keperawatan 1. Persepsi dan Pemeliharaan Kesehatan Persepsi: masih banyak masyarakat yang menganggap bahwa nyeri yang sering muncul saat masa menyusui adalah hal yang normal, dimana tidak perlu mendapatkan perhatian khusus untuk penanganannya. Pasien dengan mastitis biasanya kebersihan badannya kurang terjaga terutama pada area payudara dan lingkungan yang kurang bersih. 2. Pola Nutrisi / Metabolik Asupan garam yang terlalu tinggi juga dapat memicu terjadinya mastitis. Dengan adanya asupan garam yang terlalu tinggi maka akan menyebabkan terjadinya 12 peningkatan kadar natrium dalam ASI, sehingga bayi tidak mau menyusu pada ibunya karena ASI yang terasa asin. Hal ini akan mengakibatkan terjadinya penumpukan ASI dalam payudara (Stasis ASI) yang dapat memicu terjadinya mastitis. Wanita yang mengalami anemia juga akan beresiko mengalami mastitis karena kurangnya zat besi dalam tubuh, sehingga hal itu akan memudahkan tubuh mengalami infeksi (mastitis). Pemenuhan nutrisi juga seringkali menurun akibat dari penurunan nafsu makan karena nyeri dan peningkatan suhu tubuh. 3. Pola Eliminasi Secara umum pada pola eliminasi tidak mengalami gangguan yang spesifik akibat terjadinya mastitis. a. Tidak ada nyeri saat berkemih b. Konsistensi dan warna normal c. Jumlah dan frekuensi berkemih normal. 4. Pola Aktivitas dan Latihan Pola aktivitas terganggu akibat peningkatan suhu tubuh (hipertermi : >38 derajat celcius) dan nyeri. Sehingga biasanya pasien akan mengalami penurunan aktivitas karena lebih fokus pada gejala yang muncul. 5. Pola Tidur dan Istirahat Pola tidur terganggu karena kurang nyaman saat tidur, mengeluh nyeri. Pasien akan lebih fokus pada gejala yang muncul pula. 6. Pola Kognitif dan Perseptual Kurang mengetahui kondisi yang dialami, anggapan yang ada hanya nyeri biasa.Pasien merasa biasa dan jika ada orang lain yang mengetahui dapat terjadi penurunan harga diri. 7. Pola Persepsi Diri Tidak ada gangguan. 8. Pola Seksual dan Reproduksi Biasanya seksualitas terganggu akibat adanya penurunan libido dan pasien pasti akan lebih fokus pada gejala yang muncul sehingga untuk pemenuhan kebutuhan seksualitas ini sudah tidak lagi menjadi prioritas. 9. Pola Peran dan Hubungan Ada gangguan, lebih banyak untuk istirahat karena nyeri. 10. Pola Manajemen Koping-Stress Pasien terlihat tidak banyak bicara, banyak istirahat. 13 11. Sistem Nilai dan Keyakinan Biasanya akan mengalami gangguan, namun hal itu juga tergantung pada masingmasing individu, kadangkala ada individu yang lebih rajin ibadah dan mendekatkan diri kepada Tuhan.namun di lain sisi juga ada individu yang karena sakit itu, ia malah menyalahkan dan menjauh dari Tuhan. d. Pengkajian Fisik 1. Keadaan Umum a) Keadaan Umum: pada ibu dengan mastitis keadaan umumnya baik. b) Derajat kesadaran : pada ibu dengan mastitis derajat kesadarannya adalah compos mentis. c) Derajat gizi : pada ibu dengan mastitis derajat gizinya cukup. 2. Pemeriksaan Fisik Head to too a) Tanda-tanda Vital - Tekanan darah: pada ibu dengan mastitis TD dalam keadaan normal 120/80 mmHg - Nadi: pada ibu dengan mastitis nadi mengalami penaikan 90-110/menit. Dimna normalnya 60-80/menit. - Frekuensi Pernafasan: pada ibu dengan mastitis frekuensi pernafasan mengalami peningkatan 30x/menit. Dimana normalnya 16-20x/menit. - Suhu: suhu tubuh waniti setelah partus dapat terjadi peningkatan suhu badan yaitu tidak lebih dari 37,2ᵒ C dan pada ibu dengan mastitis, suhu mengalami peningkatan sampai 39,5ᵒ C. b) Kulit Tidak ada gangguan, kecuali pada area panyudara sehingga perlu pemeriksaan fisik yang terfokus pada panyudara. c) Kepala Pada area ini tidak terdapat gangguan. Namun biasanya ibu dengan mastitis mengeluh nyeri kepala seperti gejala flu. d) Wajah Wajah terlihat meringis kesakitan. e) Mata Pada ibu dengan mastitis konjungtiva terlihat anemis. Dimana anemia merupakan salah satu faktor predisposisi terjadinya mastitis, karena seseorang dengan anemis akan mudah mengalami infeksi. f) Hidung 14 Napas cuping hidung (-), sekret (-/-), darah (-/-), deviasi (-/-). Tidak ada gangguan pada area ini. g) Mulut Mukosa basah (+), sianosis (-), pucat (-), kering (-). Tidak ada gangguan pad area ini. h) Telinga Daun telinga dalam batas normal, sekret (-). Tidak ada gangguan ada area ini. i) Tenggorokan Uvula di tengah, mukosa pharing hiperemis (-), tonsil T1 - T1. Tidak ada gangguan pada area ini. j) Leher Pada area leher tidak di temukan adanya gangguan atau perubahan fisik. k) Kelenjar getah bening Inspeksi : kulit area sekitar sama Palpasi : pada kelanjar getah bening ketiak pada sisi yang sama dengan payudara yang terkena mastitis terdapat benjolan keras. Perkusi : tidak ada nyeri tekan l) Panyudara Inspeksi : kulit kemerahan, mengkilat, gambaran pembuluh darah terlihat jelas di permukaan kulit. Terdapat lesi atau luka pada putting payudara dan payudara terlihat bengkak. Palpasi : payudara teraba keras dan tegang, payudara teraba hangat dan saat di palpasi keluar pus m) Toraks Bentuk: normochest, retraksi (-), gerakan dinding dada simetris. Tidak ada gangguan pada derah toraks. Cordis: 1) Inspeksi: iktus kordis tidak tampak 2) Palpasi : iktus kordis tidak kuat angkat 3) Perkusi : batas jantung kesan tidak melebar 4) Auskultasi : BJ I-II intensitas normal, reguler, bising (-) Pulmo: 1) Inspeksi : Pengembangan dada kanan = kiri 2) Palpasi : Fremitus raba dada kanan = kiri 3) Perkusi : Sonor di seluruh lapang paru 15 4) Auskultasi : Suara dasar vesikuler (+/+) Suara tambahan: (-/-) n) Abdomen 1) Inspeksi: dinding perut lebih tinggi dari dinding dada karena post partum sehingga pembesaran fundus masih terlihat. 2) Auskultasi: bising usus (+) normal 3) Perkusi: tympani 4) Palpasi: supel, hepar dan lien tidak teraba 2. Diagnosis Keperawatan Berikut adalah diagnosis keperawatan yang muncul pada pasien dengan mastitis. 1. Nyeri akut b.d. agen pencedera fisiologis d.d tampak meringis, gelisah, frekunsi nadi meningkat, sulit tidur. 2. Menyusui tidak efektif b.d. payudara bengkak d.d nyeri dan/lecet terus menerus setelah minggu kedua, ASI tidak menetes/memancar. 3. Gangguan citra tubuh b.d perubahan struktur/bentuk tubuh d.d fungsi/struktur tubuh berubah/hilang. 4. Deficit pengetahuan b.d kurang terpapar informasi d.d mennyakan masalah yang dihadapi. 5. Ansietas b.d. kurang terpapar informasi d.d merasa bingung, tampak gelisah, sulit tidur, diaphoresis. 6. Resiko infeksi d.d kerusakan integritas kulit. 3. Intervensi Keperawatan Nyeri akut b.d. agen pencedera fisiologis d.d tampak meringis, gelisah, frekunsi nadi meningkat, sulit tidur. Definisi: Pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan kerusakan jaringan actual atau fungsional, dengan onset mendadak atau lambat dan berintensitas ringan hingga berat yang berlangsung kurang dari 3 bulan. Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam, maka nyeri menurun, dengan kriteria hasil : Kriteria Hasil Intervensi 16 Tingkat nyeri : Manajemen nyeri : 1. Keluhan nyeri (menurun) Observasi 2. Meringis (menurun) 1. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, 3. Gelisah (menurun) kualitas, intensitas nyeri. 4. Kesulitan tidur (menurun) 2. Identifikasi skala nyeri 5. Frekuensi nadi (membaik) 3. Identifikasi repons nyeri non verbal 6. Pola napas (membaik) Terapeutik 7. Pola tidur (membaik) 1. Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri (mis. TENS, hypnosis, akupresur, terapi music, kompres hangat/dingin) 2. Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri (mis. suhu ruangan, pencahayaan, kebisingan) 3. Fasilitasi istirahat dan tidur Edukasi 1. Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri 2. Jelaskan strategi meredakan nyeri 3. Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri Kolaborasi 1. Kolaborasi pemberian analgetik 17 DAFTAR PUSTAKA Carpenito, Moyet, Lynda Juall. 2006. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Jakarta: EGC. Mansjoer,A.dkk. 2001. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aesculapius. Prawirohadjo, S. 2001. Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta: YBP Djamudin, syahrul. 2009. Askep Nifas Pada Ibu Dengan Infeksi Payudara. [serial online]. http://healthycaus..com/ (4 Februari 2014). Prasetyo, Doddy Yuman, 2010. Asuhan Keperawatan Mastitis. [serial online]. http://doddyy.askepmastitis.com/2010/06/askep-mastitis.pdf (04 Februasy 2014) USU. Tanpa Tahun. Bab II Tinjauan Teori. [ serial online http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/24253/4/Chapter%20II.pdf. Februari 2014). 18 ]. (4