A. Analisis Terhadap Putusan No. 13/Pid.Sus-TPK/2019/PT.DKI di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Tinggi DKI Jakarta Bahwa secara umum format putusan No. 13/Pid.Sus-TPK/2019/PT.DKI di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Tinggi DKI Jakarta merupakan format putusan yang baik karena memuat berbagai informasi dasar yang dibutuhkan dan dibuat sesuai dengan KUHAP, seperti tenggat waktu penyerahan memori banding sebagaimana yang diatur dalam Pasal 237 KUHAP. Bahwa selain itu putusan No. 13/Pid.Sus-TPK/2019/PT.DKI di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Tinggi DKI Jakarta memuat surat dakwaan Penuntut Umum, dimana hal tersebut merupakan hal yang fundamental karena jika melihat putusan No. 90/Pid.Sus/Tpk/2018/PN.Jkt.Pst di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Kelas 1A Khusus yang merupakan putusan tingkat pertama dalam perkara a quo, dimana putusan tersebut hanya petikan putusan yang tidak hanya lebih dari ammar putusan pengadilan tingkat pertama. Meskipun secara umum putusan tersebut dapat diakses secara digital dan dapat diminta secara langsung ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Kelas 1A Khusus, namun bagi sebagian masyarakat yang ingin mengetahui informasi mengenai perkara a quo secara digital dan terbatas jarak dengan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Kelas 1A Khusus, tentunya hal ini merugikan. B. Analisis Terhadap Surat Dakwaan Penuntut Umum dalam Putusan Putusan No. 13/Pid.SusTPK/2019/PT.DKI di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Tinggi DKI Jakarta Bahwa dalam perkara a quo, proses penuntutan dilakukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi. Secara materiil tidak ada yang berbeda antara penuntutan yang dilakukan oleh Kejaksaan Republik Indonesia dan tingkatan di bawahnya maupun yang dilakukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi. Bahwa dalam perkara a quo, Terdakwa didakwa dengan Pasal 21 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Bahwa dalam perkara a quo, Penuntut Umum mendakwakan terdakwa atas perbuatannya yang menghalangi proses penyidikan terhadap saksi Eddy Sindoro atas dugaan perkara pemberian hadiah atau janji atas pengurusan perkara pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang dilakukan sekiranya pada tahun 2016. Pada tanggal 4 Desember 2016, Terdakwa menyarankan kepada saksi Eddy Sindoro agar tidak pulang ke Indonesia untuk mengikuti proses hukum atas dugaan tindak pidana yang dilakukannya. Selain itu Terdakwa mengatur proses agar saksi Eddy Sindoro terhindar dari proses imigrasi saat tiba di Indonesia akibat dideportasi dari Malaysia setelah tertangkap menggunakan paspor palsu Republik Dominika untuk kabur ke luar negeri sehingga status kewarganegaran Indonesia saksi Eddy Sindoro terlepas, dimana ide untuk menggunakan paspor palsu berasal dari Terdakwa. Bahwa dalam melaksanakan perbuatannya, Terdakwa tidak hanya melakukannya sendirian melainkan dalam surat dakwaan tercantum perbuatan tersebut dibantu oleh saksi DINA SORAYA. Terkait siapa dan apa kapasitas dari saksi DINA SORAYA, tidak dijelaskan secara lengkap dalam surat dakwaan sehingga menurut Penulis surat dakwaan yang dibuat oleh Penuntut Umum menjadi tidak cermat yang dapat berakibat batalnya surat dakwaan. Hal ini merupakan syarat materiil suatu surat dakwaan yang tercantum dalam Pasal 143 ayat (2) huruf b KUHAP dan diperkuat dengan Surat Edaran Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor: SE-004/J.A/11/1993 tentang Pembuatan Surat Dakwaan. Bahwa menurut Penulis, perbuatan Terdakwa memberikan ide kepada saksi Eddy Sindoro untuk tidak pulang dan melepaskan status kewarganegaraan Indonesia agar terlepas dari proses hukum yang dilakukan KPK menjadikan Terdakwa sebagai actor intelectualis dalam perkara a quo. Hal tersebut dapat dilihat dengan besarnya peran Terdakwa dalam menghalangi proses penyidikan terhadap saksi Eddy Sindoro dengan memberikan berbagai ide dan mengatur berbagai urusan terkait agar saksi Eddy Sindoro dapat menghindari imigrasi di Bandara Soekarno Hatta. C. D. E. Analisis Terhadap Tuntutan Penuntut Umum dalam Putusan No. 13/Pid.Sus-TPK/2019/PT.DKI di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Tinggi DKI Jakarta Bahwa dalam perkara a quo, Penuntut Umum menuntut Terdakwa dengan 12 (dua belas) tahun pidana penjara dan pidana denda sejumlah Rp. 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah) dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar diganti dengan pidana kurungan selama 6 (enam) bulan. Bahwa Penulis kesulitan menemukan dokumen surat tuntutan atas nama Terdakwa dalam laman milik KPK. Sehingga analisis tidak dapat dilakukan secara komprehensif. Analisis Terhadap Pertimbangan Hakim dalam Putusan No. 13/Pid.Sus-TPK/2019/PT.DKI di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Tinggi DKI Jakarta Bahwa yang paling mencolok dalam pertimbangan hakim pada perkara a quo mengenai penurunan vonis pidana penjara yang semula 7 (tujuh) tahun menjadi 5 (lima) tahun dengan melihat vonis perkara Eddy Sindoro yang hanya 4 (empat) tahun. Bahwa hakim mendasarkan pertimbangan tersebut dengan menganggap saksi Eddy Sindoro selaku pleger dan Terdakwa selaku medepleger dalam perkara a quo. Bahwa menurut Penulis pertimbangan tersebut tidak memiliki korelasi. Hal ini berdasarkan bahwa masing-masing tindak pidana yang dilakukan oleh Eddy Sindoro dan Terdakwa berdiri sendiri tidak ada kaitan subtansial yang erat. Perbuatan Eddy Sindoro yang memberikan hadiah atau janji terkait perkara pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dan perbuatan Terdakwa yang menghalangi proses penyidikan tindak pidana yang dilakukan oleh Terdakwa. Selain itu dengan melihat surat dakwaan Penuntut Umum, tidak ada sama sekali mencantumkan Eddy Sindoro sebagai penyertaan dalam tindak pidana yang dilakukan oleh Terdakwa. Bahwa berdasarkan analisis diatas, Penulis berpendapat ada kekeliruan pada pertimbangan hakim dalam perkara a quo. Dokumen yang Digunakan dalam Menganalisis Putusan No. 13/Pid.Sus-TPK/2019/PT.DKI di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Tinggi DKI Jakarta 1. Putusan Nomor 13/Pid.Sus-TPK/2019/PT.DKI yang diakses dari laman https://putusan.mahkamahagung.go.id/putusan/180f0b0c225605641145225d7542d4bd pada tanggal 17 November 2019, pukul 12.00 WIB 2. Putusan Nomor 90/Pid.Sus-TPK/2018/PN.Jkt.Pst yang diakses dari laman https://putusan.mahkamahagung.go.id/putusan/3a7e463d14f39b91c31190532a5ad0b2 pada tanggal 17 November 2019, pukul 12.10 WIB 3. Pembahasan mengenai “Perbedaan Turut Melakukan dengna Membantu Melakukan Tindak Pidana” pada laman https://www.hukumonline.com/klinik/detail/ulasan/lt519a34bca3574/perbedaan-turutmelakukan-dengan-membantu-melakukan-tindak-pidana/ yang diakses pada tanggal 17 November 2019, pukul 13.00 WIB 4. Surat Edaran Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor: SE-004/J.A/11/1993 tentang Pembuatan Surat Dakwaan pada laman https://www.kejaksaan.go.id/upldoc/produkhkm/SE-004-JA-11-1993.pdf yang diakses pada 17 November 2019, pukul 13.20 WIB