Uploaded by

ASKEP KELUARGA LANSIA

advertisement
ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK DENGAN LANSIA YANG MENGALAMI
KEHILANGAN PASANGAN / SAUDARA
( DEPRESI)
Laporan ini dijukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Komunitas II
Dosen Pengampu:
Disusun oleh:
Mahasiswa Program Studi Sarjana Keperawatan Tingkat 3A
Kelompok 2 A:
PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH TASIKMALAYA
TA 2019/2020
A. KONSEP PENYAKIT
1. Definisi Depresi
Depresi merupakan satu masa terganggunya fungsi manusia yang
berkaitan dengan alam perasaan yang sedih dan gejala penyertanya, termasuk
perubahan pada pola tidur dan nafsu makan, psikomotor, konsentrasi, anhedonia,
kelelahan, rasa putus asa dan tidak berdaya, serta keinginan bunuh diri (Kaplan
HI, Sadock BJ, 2010).
Menurut Hawari (2006) dalam (Juwita, 2013) depresi adalah gangguan
alam perasaan (mood) yang ditandai dengan kemurungan dan kesedihan yang
mendalam dan berkelanjutan sehingga hilangnya kegairahan hidup, tidak
mengalami gangguan dalam menilai realitas (Reality Testing Ability, masih baik),
kepribadian tetap utuh atau tidak mengalami keretakan kepribadian (Splitting of
personality), perilaku dapat terganggu tetapi dalam batas-batas normal.
Depresi diartikan sebagai gangguan alam perasaan yang ditandai dengan
perasaan tertekan, menderita, berkabung, mudah marah dan kecemasan (WHO,
2001). Menurut Isaacs (2001) dalam (Prasetya, 2010) depresi juga dapat
diartikan sebagai keadaan emosional yang diartikan dengan kesedihan, berkecil
hati, perasaan bersalah, penurunan harga diri, ketidakberdayaan dan
keputusasaan.
2. Epidemiologi Depresi
Prevalensi gangguan mental emosional pada penduduk Indonesia yang
berumur di atas 15 tahun adalah sebesar 11,6% berdasarkan data riset kesehatan
dasar (riskesdas) tahun 2007. Hasil Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT)
tahun 1995 oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen
Kesehatan dengan menggunakan rancangan sampel dari susenas BPS pada 65.664
rumah tangga, menunjukkan bahwa prevalensi gangguan mental emosional pada
usia 15 tahun ke atas mencapai 140 kasus per 1.000 anggota rumah tangga.
Sedangkan prevalensi gangguan mental emosional pada usia 5–14 tahun
adalah 104 per 1.000 anggota rumah tangga. Berdasarkan survei kesehatan
mental rumah tangga (SKMRT) pada tahun 1995 di 11 kota di Indonesia
menunjukkan bahwa prevalensi gejala gangguan kesehatan mental adalah
sebesar 185/1000 penduduk rumah tangga.
Prevalensi di atas 100 per 1000 anggota rumah tangga dianggap sebagai
masalah kesehatan yang perlu mendapat perhatian (Keputusan menteri
kesehatan no. 48 tahun 2006).
Orang dewasa yang berusia lebih dari 60 tahun, banyak menderita
gangguan mental atau neurologis. Sebesar 6,6% dari total cacat yang dialami oleh
lansia berusia lebih dari 60 tahun banyak dikaitkan dengan gangguan mental
maupun gangguan neurologis. Gangguan neuropsikiatri yang paling umum dari
kelompok lansia adalah demensia dan depresi. Gangguan kecemasan
mempengaruhi
3,8%
populasi
lansia,
masalah
penggunaan
narkoba
mempengaruhi hampir 1% dari total populasi lansia, dan hampir seperempat
kematian yang terjadi pada lansia dikarenakan perbuatan menyakiti diri sendiri
yang dilakukan oleh lansia (World Health Organization, 2013).
Hasil analisis lanjutan riskesdas tahun 2007 menunjukkan bahwa ada
hubungan yang kuat antara masalah gangguan mental emosional dengan lansia,
khususnya pada usia 65 tahun ke atas (Idaini et al., 2009). Lanjut usia menurut
undang-undang no. 13 tahun 1998 tentang kesejahteraan lanjut usia adalah
penduduk yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas.
Umur Harapan Hidup (UHH) Indonesia meningkat setiap tahunnya.
Berdasarkan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RJPMN), pada
tahun 2009 UHH di Indonesia adalah 70,7 tahun, pada tahun 2010 meningkat
menjadi 70,9 tahun. Pada tahun 2011 dan tahun 2012 UHH di Indonesia adalah
sebesar 71,7 tahun (Bappenas, 2013).
3. Tanda-Tanda gejala depresi terdiri dari:
1) Perasan depresif
2) Hilangnya minat dan semangat
3) Mudah lelah dan tenaga hilang
4) Konsentrasi menurun
5) Harga diri menurun
6) Perasaan bersalah
7) Pesimistis terhadap masa depan
8) Gagasan membahayakan diri (self harm) atau bunuh diri
9) Gangguan tidur
10) Menurunnya libido
4. Sebab Depresi
Mangoenprasodjo (2004) menyatakan bahwa penyebab depresi pada
lanjut usia merupakan perpaduan interaksi yang unik dari berkurangnya
interaksi sosial, kesepian, masalah sosial ekonomi, perasaan rendah diri karena
penurunan kemampuan diri, kemandirian dan penurunan fungsi tubuh serta
kesedihan ditinggal orang yang dicintai, faktor kepribadian, genetik dan faktor
biologis penurunan neuron-neuron dan neurotransmiter di otak. Perpaduan ini
sebagai faktor terjadinya depresi pada lanjut usia. Kompleksitasnya perubahanperubahan yang terjadi pada lanjut usia, sehingga seringkali pada lanjut usia
dianggap sebagai hal wajar terjadi.
5. FAKTOR RESIKO
Faktor predisposing merupakan faktor yang ada dalam diri suatu individu
yang membuatnya berisiko terhadap Insomnia. Beberapa faktor predisposing
yang menjadi penyebab Insomnia antara lain demografi , kondisi psikologis di
mana salah satunya adalah depresi, dukungan sosial serta gaya hidup. Depresi
merupakan faktor predisposing yang diteliti dalam penelitian ini.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa depresi merupakan faktor risiko
Insomnia yang cukup besar. Lansia yang mengalami Insomnia sebagian besar
adalah lansia yang merasakan depresi. Depresi yang paling sering dialami
responden adalah tingkat ringan. Pada tingkat ringan, responden merasakan
gejala-gejala depresi dengan frekuensi yang cukup jarang. Nilai OR = 22,667
menunjukkan bahwa depresi merupakan faktor risiko terjadinya Insomnia pada
lansia.
Hal ini kemungkinan disebabkan karena faktor depresi membuat sulitnya
seseorang untuk memulai tidur karena memikirkan suatu permasalahan dalam
hidupnya. Munculnya depresi, kecemasan dan stres dapat memicu sulitnya
memulai tidur di malam hari. Selain itu, kesulitan dalam mempertahankan tidur
bisa jadi merupakan salah satu gejala yang disebabkan adanya depresi.
B. Data Fokus
Tipe Keluarga
Penelitian menunjukkan bahwa tipe bahwa tipe keluraga lansia di
KelurahanBandengan Kabupaten Kendal, yaitu sebagian besar merupakan keluarga
besar. Menurut teori dari Friedman
(2010) bahwa bentuk ukuran keluarga
berpengaruh terhadap pola dukungan yang diberikan oleh anggota keluarga kepada
anggotanya yang lain. Lansia dengan keluarga besar akan menerima dukungan
lebihbanyak dibandingkan dengan bentuk keluarga kecil. Berbeda dengan hasil
penelitian ini menujukkan bahwa depresi semakin berat pada lansia yang tinggal di
keluarga besar.
Lansia
yang tinggal bersama keluarga besar mengalami depresi ringan sebanyak
38,2%dan depresi berat sebanyak 14,5%, sedangkan lansia yang tinggal bersama
keluarga inti mengalami depresi ringan sebanyak 48,6% dan depresi berat sebanyak
5,4%.
Hasil ini didukung dengan pendapat Thompson dan Shaked (2009) yang
menyatakan bahwa lansia yang tinggal pada keluarga yang terlalu ramai memiliki
kecenderungan menderita depresi. Tingginya kecenderungan
terjadinya
depresi pada lansia yang tinggal di keluarga besar disebabkan oleh karena adanya
masalah antara lansia dengan menantu atau ipar
Pada keluarga besar namun ekonominya kurang, biasanya keluarga lebih
mengutamakan menggunakan uang
untuk istri dan anak-anaknya disbanding
orangtuanya hingga orang tua terabaikan dan bisa menderita depresi
(Pei
danHui,2009).
Tahap Perkembangan Keluarga
Hasil analisis yang tidak menunjukkan hubungan adalah IMT dan
karakteristik terhadap gangguan mental emosional pada lansia. Kesimpulan dari
penelitian ini adalah lansia mempunyai risiko untuk menderita gangguan mental
emosional. Kemandirian fi sik berhubungan dengan gangguan mental emosional
pada lansia. Sehingga perlu adanya perhatian yang lebih terutama dari sisi psikologis
kepada lansia yang tidak memiliki kemandirian fisik.
Fungsi Perawatan
Terapi fisik berupa ajakan menggerakkan tubuh, kepala, tangan selama 10
detik. Kedekatan kepada Tuhan diberikan dengan pemberian pelatihan sholat dan
membaca Al Quran untuk pasien yang beragama islam serta adanya renungan dan
kebaktian dari pendeta setiap hari jumat dan minggu untuk pasien yang beragama
Kristen.
Pihak keluarga memutuskan untuk membawa lansia ke sebuah panti, padahal
hal tersebut dapat memperburuk keadaan lansia terutama yang sedang mengalami
depresi karena akan mempengaruhi fungsi kognitifnya (Wreksoatmodjo, 2013).
Fungsi Keluarga
Saputri dan Indrawati (2011) bahwa dukungan sosial yang berupa
keberadaan orang lain yang dapat diandalkan untuk memberi bantuan, semangat,
penerimaan dan perhatian, mampu meningkatkan kesejahteraan hidup lansia yang
tinggal di Panti Wreda Wening Wardoyo Jawa Tengah. Hal ini diperkuat dengan hasil
penelitian Woroasih (1999) yang mengungkapkan bahwa dukungan sosial yang
tinggi mampu menurunkan depresi pada lansia.
C. Diagnosa Keperawatan : Ketidakefektifan Koping(Wilkinson, 2016)
1. Definisi
Ketidakefektifan koping adalah ketidakmampuan untuk melakukan penilaian
yang valid terhadap stressor, ketidakadekuatan pilihan respons yang
dipraktikkan, dan ketidakmampuan untuk menggunakan sumber yang tersedia.
2. Batasan karakteristik
a. Subyektif
1)
Perubahan pada pola komunikasi yang biasa
2)
Kelelahan
3)
Mengungkapkan ketidakmampuan untuk mengatasi atau untuk meminta
bantuan
b. Objektif
1)
Penurunan penggunaan dukungan sosial
2)
Perilaku merusak terhadap diri sendiri dan orang lain
3)
Kesulitan dalam mengorganisir informasi,
4)
Angka kesakitan tinggi,
5)
Ketidakmampuan untuk mengikuti informasi,
6)
Ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar
7)
Ketidakmampuan untuk memenuhi harapan peran
8)
Ketidakadekuatan penyelesaian masalah
9)
Kurang perilaku ke arah tujuan
10) Kekurangan resolusi masalah
11) Konsentrasi buruk
12) Mengambil risiko
13) Gangguan tidur
14) Penyalahgunaan zat
15) Penggunaan bentuk koping yang menganggu perilaku adaptif
3. Faktor yang berhubungan
a.
Gangguan pada pola penilaian ancaman,
b. Gangguan pada pola pelepasan ketegangan,
c.
Perbedaan jenis kelamin pada strategi koping
d. Tingkat ancaman tinggi
e.
Ketidakmampuan untuk menyimpan energi adaptif
f.
Ketidakadekuatan tingkat kepercayaan diri dalam kemampuan untuk koping
g.
Ketidakadekuatan tingkat persepsi kendali
h. Ketidakadekuatan kesempatan untuk mempersiapkan stresor
i.
Ketidakadekuatan ketersediaan sumber
j.
Ketidakadekuatan dukungan sosial yang dihasilkan dari karakteristik
hubungan
k. Krisis situasional atau maturasional 12) Ketidaktentuan.
D. Perencanaan keperawatan pada klien ketidakefektifan koping
1. Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan lansia diharapkan dapat
menunjukkan koping efektif
2. Kriteria hasil NOC :
a.
Menunjukkan ketertarikan dalam aktvitas yang beragam
b. Memulai percakapan
c.
Berpartisipasi dalam AKS
d. Menggunakan ekspresi verbal dan nonverbal yang dapat diterapkan dalam
situasi
e.
Menggunakan perilaku untuk mengurangi sres
f.
Melaporkan pengurangan perasaan negatif
E. Intervensi NIC :
1.
Bimbingan Antisipasi
2.
Peningkatan Koping
3.
Konseling
4.
Dukungan untuk mengambil keputusan
5.
Bantuan emosi
6.
Panduan sistem kesehatan
7.
Latihan pengendalian impuls
8.
Peningkatan peran
9.
Peningkatan harga-diri
10. Pencegahan penggunaan zat
Intervensi menurut Wilkinson(2016) :
1) Aktivitas Keperawatan Pengkajian
a) Kaji konsep diri dan harga diri pasien
b) Identifikasi penyebab koping tidak efektif (mis, kurangnya dukungan, krisis
kehidupan, keterampilan menyelesaikan masalah yang tidak efektif)
c) Pantau perilaku agresif
d) Identifikasi pandangan pasien terhadap kondisinya dan kesesuaiannya
dengan pandangan penyedia layanan kesehatan
e) Peningkatan koping (NIC)
2) Penyuluhan untuk Pasien/Keluarga
a) Berikan informasi faktual yang terkait dengan diagnosis, terapi, dan prognosis
b) Anjurkan pasien untuk menggunakan teknik relaksasi, jika perlu
c) Berikan pelatihan keterampilan sosial yang sesuai
d) Ajarkan strategi penyelesaian masalah
e) Berikan informasi mengenai sumber-sumber di komunitas
3) Aktivitas Kolaboratif
a) Awali diskusi tentang perawatan pasien untuk meninjau mekanisme koping
pasien dan untuk menyusun rencana perawatan
b) Libatkan sumber-sumber di rumah sakit dlaam memberikan dukungan
emosional untuk pasien dan keluarga
c) Berperan sebagai penghubung antara pasien, penyedia layanan kesehatan lain,
dan sumber komunitas (misalnya, kelompok pendukung)
4) Aktivitas Lain
a) Bantu pasien dalam mengembangkan rencana untuk menerima atau
mengubah situasi
b) Bantu pasien dalam mengidentifikasi kekuatan personal dan menetapkan
tujuan yang realistik
c) Berperan sebagai penghubung antara pasien, penyedia layanan kesehatan lain,
dan sumber komunitas (misalnya, kelompok pendukung)
d) Dukung pasien untuk terlibat dalam perencanaan aktivitas perawatan,
memulai percakapan dengan orang lain, berpartisipasi dalam aktivitas
e) Minta keluarga untuk mengunjungi klien bila memungkinkan
f) Dorong untuk melakukan latihan fisik, sesuai kemampuan klien
g) Dorong pasien untuk mengidentifikasi penjelasan yang realistis akan
perubahan dalam peran
h) Gunakan pendekatan yang tenang dan meyakinkan
i) Turunkan rangsangan lingkungan yang dapat disalahartikan sebagai suatu
ancaman
j) Ciptakan suasana penerimaan
k) Hindari pengambilan keputusan pada saat pasien berada dalam stress berat
l) Bantu penyaluran kemarahan dan rasa bermusuhan secara konstruktif
m) Gali alasan pasien terhadap kritik diri
n) Atur situasi yang mendukung otonomi pasien
Bantu pasien dalam mengudentifikasi respons positif dari orang lain
o) Dukung penggunaan mekanisme pertahanan yangs sesuai
p) Dukung pengungkapan secara verbal tentang perasaan, persepsi, dan
ketakutan
q) Bantu pasien untuk mengklarifikasi sistem pendukung yang tersedia
r) Hargai dan diskusikan respon alternatif terhadap situasi
Intervensi lain mengurangi depresi
1) Senam Bugar Lansia
a) Definisi
Senam Bugar Lansia adalah senam aerobic low impact yang dikeluarkan
PERWOSI khusus bagi lanjut usia.
b) Manfaat Senam Bugar Lansia
Perbaikan dalam derajat kesehatan, kebugaran jasmani, kemandirian.
c) Prosedur Senam Bugar Lansia
(1) Latihan kepala dan leher
(a) Lihat keatap kemudian menunduk sampai dagu ke dada
(b) Putar kepala dengan melihat bahu sebelah kanan lalu sebelah kiri
(c) Miringkan kepala ke bahu sebelah kanan lalu kesebelah kiri
(2) Latihan bahu dan lengan
(a) Angkat kedua bahu ke atas mendekati telinga, kemudian turunkan
kembali perlahan-lahan
(b) Tepukan kedua telapak tangan dan renggangkan lengan kedepan
lurus
dengan bahu. Pertahankan bahu tetap lurus dan kedua tangan
bertepuk kemudian angkat lengan keatas kepala.
(c) Satu tangan menyentuh bagian belakang dari leher kemudian raihlah
punggung sejauh mungkin yang dapat dicapai. Bergantian tangan kanan dan
kiri
(d) Letakan tangan di punggung kemudian coba meraih keatas
sedapatnya.
(3) Latihan tangan
(a) Letakan telapak tangan di atas meja. Lebarkan jari-jarinya dan tekan
kemeja.
(b) Baliklah telapak tangan. Tariklah ibu jari melintasi permukaan telapak
tangan untuk menyentuh jari kelingking. Kemudian tarik kembali
(c) Lanjutkan dengan menyentuh tiap-tiap jari dengan ibu jari dan
kemudiansetelah menyentuh tiap jari
(d) Kepalkan tangan sekuatnya kemudian renggangkan jari-jari selurus
mungkin.
(5) Latihan punggung
(a) Dengan tangan disamping bengkokan badan kesatu sisi kemudian
kesisi yang lain.
(b) Letakan tangan dipinggang dan tekan kedua kaki, putar tubuh dengan
melihat bahu ke kiri dan ke kanan..
(c) Tepukan kedua tangan dibelakang dan regangkan kedua bahu
kebelakang.
(6) Latihan pernafasan
(a) Duduklah di kursi dengan punggung bersandar dan bahu relaks.
(b) Letakkan kedua telapak tangan pada tulang rusuk. Tarik nafas
dalamdalam maka terasa dada mengambang
(c) Sekarang keluarkan nafas perlahan-lahan sedapatnya. Terasa tangan
akan menutup kembali.
d) Frekuensi dan waktu Senam Bugar Lansia
Pelaksanaan senam bugar lansia dengan durasi senam kurang lebih 30 menit
dengan 5 menit latihan pemanasan, 20 menit latihan inti dan 5 menit
pendinginan.
e) Hasil penelitian terdahulu
Terjadi perubahan pola aktivitas lansia, perubahan pola ini membawa pengaruh
pada perubahan irama sirkadian tubuh dalam mensekresi hormon endorphin
(Moh Soleh, 2006). Rangsangan pada amigdala berpengaruh pada peningkatan
respon emosional positif terhadap situasi lingkungan di sekitarnya.Perasaan
bosan telah tereliminasi dari dalam diri sebab sekarang responden telah
memiliki aktivitas rekreatif di sore hari, yang tidak dilakukan oleh lansia lainnya
di panti (Agustin & Ulliya, 2014).
2) Aktivitas Spiritual
Menurut Meckley, et.al (1992) yang dikutip dalam (Yuningsih, 2013).
Menguraikan spiritual sebagai suatu yang multi dimensi yaitu dimensi eksitensial
dan deminsi agama.Dimensi eksitensi berfokus pada tujuan dan arti kehidupan,
sedangkan dimensi agama lebih berfokus pada hubungan seseorang dengan Tuhan
Yang Maha Kuasa. Spiritual sebagai konsep dua dimensi, dimensi vertical sebagai
hubungan dengan Tuhan atau Yang Maha Kuasa yang menuntun kehidupan
seseorang, sedangkan dimensi horizontal adalah hubungan diri sendiri dengan
orang lain. Menunjukan bahwa ada hubungan yang sangat kuat antara aktivitas
spiritual dengan tingkat depresi pada lansia, hal ini dikarenakan pihak panti
memberikan kegiatan pembinaan mental maupun fisik yang dapat mempengaruhi
spiritual lansia. Peneliti berpendapat bahwa semakin banyak aktivitas, terlebih
aktivitas spiritual yang dilakukan, dapat menurangi tingkat depresi pada
lansia.Dari hasil yang didapat diatas terlihat bahwa aktivitas spiritual
mempengaruhi tingkat depresi pada lansia mernurut Rahman (2010) dikutip
dalam Cahyono (2013) apabila seseorang semakin tumbuh dan semakin dewasa
maka pengalaman dan pengetahuan spiritual tersebut semakin berkembang
karena spiritual berkaitan erat dengan kehidupan sehari-hari seorang individu.
Teknik (prosedur) aktivitas spiritual berupa kegiatan pembinaan mental
maupun fisik yang dapat mempengaruhi spiritual lansia (Gultom, Bidjuni, & Kallo,
2016).
F. Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh
perawat untuk membantu klien dari masalah status kesehatan yang dihadapi ke
status kesehatan yang lebih baik yang menggambarkan kriteria hasil yang diharapkan
(Gordon, 1994 dalam potter dan pery, 1997) dalam (Marfuah, 2014).
G. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi adalah membandingkan efek atau hasil suatu tindakan keperawatan
dengan norma atau kriteria tujuan yang sudah dibuat (Gordon, 1994 dalam Potter dan
Pery, 1997) dalam (Marfuah, 2014). Dibuktikan dengan menunjukkan koping efektif
dan menunjukkan penurunan depresi (Wilkinson, 2016).
1. Evaluasi formatif yaitu tipe evaluasi dari proses keperawatan dan hasil kualitas
pelayanan tindakan keperawatan. Evaluasi harus dilakukan segera setelah
perencanaan keperawatan dilaksklienan yang berguna untuk membantu
keefektifan terhadap tindakan. Format penulisan pada tahap evaluasi ini
menggunakan format “SOAP” .
2. Evaluasi sumatif adalah evaluasi terhadap perubahan prilaku atau status
kesehatan klien pada akhir tindakan perawatan klien. Tipe evaluasi ini dilaksakan
pada akhir tindakan keperawatan. Menurut Wong D.L, (2004:596-610) hasil yang
diharapkan pada klien leukemia adalah . Senam Bugar Lansia dan Aktivitas
Spiritual
Daftar pustaka
Prapti Madyo Ratri, 2016. PUBLIKASI ILMIAH Penanganan Depresi Pada Lansia Di Panti
Griya Sehat Bahagia Karanganyar
Nabilah Qonitah, dkk, Jurnal Berkala Epidemiologi, Vol. 3, No. 1 Januari 2015: 1–
12Hubungan Antara Imt Dan Kemandirian Fisik Dengan Gangguan Mental
Emosional Pada Lansia
Tuti Pahria, dkk. JPKI 2019 volume 5 no. 2. Hubungan Beban dengan Depresi Keluarga
yang Merawat Pasien Stroke di Rumah Sakit Al-Islam Bandung.
Margarita M. Maramis, Jurnal Widya Medika Surabaya Vol.2 No.1 April 2014, DEPRESI
PADA LANJUT USIA*
SUYOKO,2012. Skripsi FAKTOR-FAKTOR RISIKO YANG BERHUBUNGAN DENGAN
GANGGUAN MENTAL EMOSIONAL PADA LANSIA DI DKI JAKARTA
Nurinda Fitra Ayu Lestari, Laporan Tugas Akhir Asuhan Keperawatan Gerontik pada
klien ny. m dan tn.k dengan depresi yang mengalami masalah keperawatan
ketidakefektifan koping di UPT pelayananan Sosial Tresna Werdha Jember
tahun 2019
Syaifuddin Kurnianto, dkk, Jurnal Ners Vol. 6 No. 2 Oktober 2011: 156–163, Penurunan
Tingkat DepresI pada lansia dengan Pendekatan Bimbingan Spiritual
Download