ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK DENGAN LANSIA YANG MENGALAMI KEHILANGAN PASANGAN / SAUDARA ( DEPRESI) Laporan ini dijukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Komunitas II Dosen Pengampu: Disusun oleh: Mahasiswa Program Studi Sarjana Keperawatan Tingkat 3A Kelompok 2 A: PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH TASIKMALAYA TA 2019/2020 A. KONSEP PENYAKIT 1. Definisi Depresi Depresi merupakan satu masa terganggunya fungsi manusia yang berkaitan dengan alam perasaan yang sedih dan gejala penyertanya, termasuk perubahan pada pola tidur dan nafsu makan, psikomotor, konsentrasi, anhedonia, kelelahan, rasa putus asa dan tidak berdaya, serta keinginan bunuh diri (Kaplan HI, Sadock BJ, 2010). Menurut Hawari (2006) dalam (Juwita, 2013) depresi adalah gangguan alam perasaan (mood) yang ditandai dengan kemurungan dan kesedihan yang mendalam dan berkelanjutan sehingga hilangnya kegairahan hidup, tidak mengalami gangguan dalam menilai realitas (Reality Testing Ability, masih baik), kepribadian tetap utuh atau tidak mengalami keretakan kepribadian (Splitting of personality), perilaku dapat terganggu tetapi dalam batas-batas normal. Depresi diartikan sebagai gangguan alam perasaan yang ditandai dengan perasaan tertekan, menderita, berkabung, mudah marah dan kecemasan (WHO, 2001). Menurut Isaacs (2001) dalam (Prasetya, 2010) depresi juga dapat diartikan sebagai keadaan emosional yang diartikan dengan kesedihan, berkecil hati, perasaan bersalah, penurunan harga diri, ketidakberdayaan dan keputusasaan. 2. Epidemiologi Depresi Prevalensi gangguan mental emosional pada penduduk Indonesia yang berumur di atas 15 tahun adalah sebesar 11,6% berdasarkan data riset kesehatan dasar (riskesdas) tahun 2007. Hasil Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 1995 oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan dengan menggunakan rancangan sampel dari susenas BPS pada 65.664 rumah tangga, menunjukkan bahwa prevalensi gangguan mental emosional pada usia 15 tahun ke atas mencapai 140 kasus per 1.000 anggota rumah tangga. Sedangkan prevalensi gangguan mental emosional pada usia 5–14 tahun adalah 104 per 1.000 anggota rumah tangga. Berdasarkan survei kesehatan mental rumah tangga (SKMRT) pada tahun 1995 di 11 kota di Indonesia menunjukkan bahwa prevalensi gejala gangguan kesehatan mental adalah sebesar 185/1000 penduduk rumah tangga. Prevalensi di atas 100 per 1000 anggota rumah tangga dianggap sebagai masalah kesehatan yang perlu mendapat perhatian (Keputusan menteri kesehatan no. 48 tahun 2006). Orang dewasa yang berusia lebih dari 60 tahun, banyak menderita gangguan mental atau neurologis. Sebesar 6,6% dari total cacat yang dialami oleh lansia berusia lebih dari 60 tahun banyak dikaitkan dengan gangguan mental maupun gangguan neurologis. Gangguan neuropsikiatri yang paling umum dari kelompok lansia adalah demensia dan depresi. Gangguan kecemasan mempengaruhi 3,8% populasi lansia, masalah penggunaan narkoba mempengaruhi hampir 1% dari total populasi lansia, dan hampir seperempat kematian yang terjadi pada lansia dikarenakan perbuatan menyakiti diri sendiri yang dilakukan oleh lansia (World Health Organization, 2013). Hasil analisis lanjutan riskesdas tahun 2007 menunjukkan bahwa ada hubungan yang kuat antara masalah gangguan mental emosional dengan lansia, khususnya pada usia 65 tahun ke atas (Idaini et al., 2009). Lanjut usia menurut undang-undang no. 13 tahun 1998 tentang kesejahteraan lanjut usia adalah penduduk yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas. Umur Harapan Hidup (UHH) Indonesia meningkat setiap tahunnya. Berdasarkan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RJPMN), pada tahun 2009 UHH di Indonesia adalah 70,7 tahun, pada tahun 2010 meningkat menjadi 70,9 tahun. Pada tahun 2011 dan tahun 2012 UHH di Indonesia adalah sebesar 71,7 tahun (Bappenas, 2013). 3. Tanda-Tanda gejala depresi terdiri dari: 1) Perasan depresif 2) Hilangnya minat dan semangat 3) Mudah lelah dan tenaga hilang 4) Konsentrasi menurun 5) Harga diri menurun 6) Perasaan bersalah 7) Pesimistis terhadap masa depan 8) Gagasan membahayakan diri (self harm) atau bunuh diri 9) Gangguan tidur 10) Menurunnya libido 4. Sebab Depresi Mangoenprasodjo (2004) menyatakan bahwa penyebab depresi pada lanjut usia merupakan perpaduan interaksi yang unik dari berkurangnya interaksi sosial, kesepian, masalah sosial ekonomi, perasaan rendah diri karena penurunan kemampuan diri, kemandirian dan penurunan fungsi tubuh serta kesedihan ditinggal orang yang dicintai, faktor kepribadian, genetik dan faktor biologis penurunan neuron-neuron dan neurotransmiter di otak. Perpaduan ini sebagai faktor terjadinya depresi pada lanjut usia. Kompleksitasnya perubahanperubahan yang terjadi pada lanjut usia, sehingga seringkali pada lanjut usia dianggap sebagai hal wajar terjadi. 5. FAKTOR RESIKO Faktor predisposing merupakan faktor yang ada dalam diri suatu individu yang membuatnya berisiko terhadap Insomnia. Beberapa faktor predisposing yang menjadi penyebab Insomnia antara lain demografi , kondisi psikologis di mana salah satunya adalah depresi, dukungan sosial serta gaya hidup. Depresi merupakan faktor predisposing yang diteliti dalam penelitian ini. Hasil penelitian menunjukkan bahwa depresi merupakan faktor risiko Insomnia yang cukup besar. Lansia yang mengalami Insomnia sebagian besar adalah lansia yang merasakan depresi. Depresi yang paling sering dialami responden adalah tingkat ringan. Pada tingkat ringan, responden merasakan gejala-gejala depresi dengan frekuensi yang cukup jarang. Nilai OR = 22,667 menunjukkan bahwa depresi merupakan faktor risiko terjadinya Insomnia pada lansia. Hal ini kemungkinan disebabkan karena faktor depresi membuat sulitnya seseorang untuk memulai tidur karena memikirkan suatu permasalahan dalam hidupnya. Munculnya depresi, kecemasan dan stres dapat memicu sulitnya memulai tidur di malam hari. Selain itu, kesulitan dalam mempertahankan tidur bisa jadi merupakan salah satu gejala yang disebabkan adanya depresi. B. Data Fokus Tipe Keluarga Penelitian menunjukkan bahwa tipe bahwa tipe keluraga lansia di KelurahanBandengan Kabupaten Kendal, yaitu sebagian besar merupakan keluarga besar. Menurut teori dari Friedman (2010) bahwa bentuk ukuran keluarga berpengaruh terhadap pola dukungan yang diberikan oleh anggota keluarga kepada anggotanya yang lain. Lansia dengan keluarga besar akan menerima dukungan lebihbanyak dibandingkan dengan bentuk keluarga kecil. Berbeda dengan hasil penelitian ini menujukkan bahwa depresi semakin berat pada lansia yang tinggal di keluarga besar. Lansia yang tinggal bersama keluarga besar mengalami depresi ringan sebanyak 38,2%dan depresi berat sebanyak 14,5%, sedangkan lansia yang tinggal bersama keluarga inti mengalami depresi ringan sebanyak 48,6% dan depresi berat sebanyak 5,4%. Hasil ini didukung dengan pendapat Thompson dan Shaked (2009) yang menyatakan bahwa lansia yang tinggal pada keluarga yang terlalu ramai memiliki kecenderungan menderita depresi. Tingginya kecenderungan terjadinya depresi pada lansia yang tinggal di keluarga besar disebabkan oleh karena adanya masalah antara lansia dengan menantu atau ipar Pada keluarga besar namun ekonominya kurang, biasanya keluarga lebih mengutamakan menggunakan uang untuk istri dan anak-anaknya disbanding orangtuanya hingga orang tua terabaikan dan bisa menderita depresi (Pei danHui,2009). Tahap Perkembangan Keluarga Hasil analisis yang tidak menunjukkan hubungan adalah IMT dan karakteristik terhadap gangguan mental emosional pada lansia. Kesimpulan dari penelitian ini adalah lansia mempunyai risiko untuk menderita gangguan mental emosional. Kemandirian fi sik berhubungan dengan gangguan mental emosional pada lansia. Sehingga perlu adanya perhatian yang lebih terutama dari sisi psikologis kepada lansia yang tidak memiliki kemandirian fisik. Fungsi Perawatan Terapi fisik berupa ajakan menggerakkan tubuh, kepala, tangan selama 10 detik. Kedekatan kepada Tuhan diberikan dengan pemberian pelatihan sholat dan membaca Al Quran untuk pasien yang beragama islam serta adanya renungan dan kebaktian dari pendeta setiap hari jumat dan minggu untuk pasien yang beragama Kristen. Pihak keluarga memutuskan untuk membawa lansia ke sebuah panti, padahal hal tersebut dapat memperburuk keadaan lansia terutama yang sedang mengalami depresi karena akan mempengaruhi fungsi kognitifnya (Wreksoatmodjo, 2013). Fungsi Keluarga Saputri dan Indrawati (2011) bahwa dukungan sosial yang berupa keberadaan orang lain yang dapat diandalkan untuk memberi bantuan, semangat, penerimaan dan perhatian, mampu meningkatkan kesejahteraan hidup lansia yang tinggal di Panti Wreda Wening Wardoyo Jawa Tengah. Hal ini diperkuat dengan hasil penelitian Woroasih (1999) yang mengungkapkan bahwa dukungan sosial yang tinggi mampu menurunkan depresi pada lansia. C. Diagnosa Keperawatan : Ketidakefektifan Koping(Wilkinson, 2016) 1. Definisi Ketidakefektifan koping adalah ketidakmampuan untuk melakukan penilaian yang valid terhadap stressor, ketidakadekuatan pilihan respons yang dipraktikkan, dan ketidakmampuan untuk menggunakan sumber yang tersedia. 2. Batasan karakteristik a. Subyektif 1) Perubahan pada pola komunikasi yang biasa 2) Kelelahan 3) Mengungkapkan ketidakmampuan untuk mengatasi atau untuk meminta bantuan b. Objektif 1) Penurunan penggunaan dukungan sosial 2) Perilaku merusak terhadap diri sendiri dan orang lain 3) Kesulitan dalam mengorganisir informasi, 4) Angka kesakitan tinggi, 5) Ketidakmampuan untuk mengikuti informasi, 6) Ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar 7) Ketidakmampuan untuk memenuhi harapan peran 8) Ketidakadekuatan penyelesaian masalah 9) Kurang perilaku ke arah tujuan 10) Kekurangan resolusi masalah 11) Konsentrasi buruk 12) Mengambil risiko 13) Gangguan tidur 14) Penyalahgunaan zat 15) Penggunaan bentuk koping yang menganggu perilaku adaptif 3. Faktor yang berhubungan a. Gangguan pada pola penilaian ancaman, b. Gangguan pada pola pelepasan ketegangan, c. Perbedaan jenis kelamin pada strategi koping d. Tingkat ancaman tinggi e. Ketidakmampuan untuk menyimpan energi adaptif f. Ketidakadekuatan tingkat kepercayaan diri dalam kemampuan untuk koping g. Ketidakadekuatan tingkat persepsi kendali h. Ketidakadekuatan kesempatan untuk mempersiapkan stresor i. Ketidakadekuatan ketersediaan sumber j. Ketidakadekuatan dukungan sosial yang dihasilkan dari karakteristik hubungan k. Krisis situasional atau maturasional 12) Ketidaktentuan. D. Perencanaan keperawatan pada klien ketidakefektifan koping 1. Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan lansia diharapkan dapat menunjukkan koping efektif 2. Kriteria hasil NOC : a. Menunjukkan ketertarikan dalam aktvitas yang beragam b. Memulai percakapan c. Berpartisipasi dalam AKS d. Menggunakan ekspresi verbal dan nonverbal yang dapat diterapkan dalam situasi e. Menggunakan perilaku untuk mengurangi sres f. Melaporkan pengurangan perasaan negatif E. Intervensi NIC : 1. Bimbingan Antisipasi 2. Peningkatan Koping 3. Konseling 4. Dukungan untuk mengambil keputusan 5. Bantuan emosi 6. Panduan sistem kesehatan 7. Latihan pengendalian impuls 8. Peningkatan peran 9. Peningkatan harga-diri 10. Pencegahan penggunaan zat Intervensi menurut Wilkinson(2016) : 1) Aktivitas Keperawatan Pengkajian a) Kaji konsep diri dan harga diri pasien b) Identifikasi penyebab koping tidak efektif (mis, kurangnya dukungan, krisis kehidupan, keterampilan menyelesaikan masalah yang tidak efektif) c) Pantau perilaku agresif d) Identifikasi pandangan pasien terhadap kondisinya dan kesesuaiannya dengan pandangan penyedia layanan kesehatan e) Peningkatan koping (NIC) 2) Penyuluhan untuk Pasien/Keluarga a) Berikan informasi faktual yang terkait dengan diagnosis, terapi, dan prognosis b) Anjurkan pasien untuk menggunakan teknik relaksasi, jika perlu c) Berikan pelatihan keterampilan sosial yang sesuai d) Ajarkan strategi penyelesaian masalah e) Berikan informasi mengenai sumber-sumber di komunitas 3) Aktivitas Kolaboratif a) Awali diskusi tentang perawatan pasien untuk meninjau mekanisme koping pasien dan untuk menyusun rencana perawatan b) Libatkan sumber-sumber di rumah sakit dlaam memberikan dukungan emosional untuk pasien dan keluarga c) Berperan sebagai penghubung antara pasien, penyedia layanan kesehatan lain, dan sumber komunitas (misalnya, kelompok pendukung) 4) Aktivitas Lain a) Bantu pasien dalam mengembangkan rencana untuk menerima atau mengubah situasi b) Bantu pasien dalam mengidentifikasi kekuatan personal dan menetapkan tujuan yang realistik c) Berperan sebagai penghubung antara pasien, penyedia layanan kesehatan lain, dan sumber komunitas (misalnya, kelompok pendukung) d) Dukung pasien untuk terlibat dalam perencanaan aktivitas perawatan, memulai percakapan dengan orang lain, berpartisipasi dalam aktivitas e) Minta keluarga untuk mengunjungi klien bila memungkinkan f) Dorong untuk melakukan latihan fisik, sesuai kemampuan klien g) Dorong pasien untuk mengidentifikasi penjelasan yang realistis akan perubahan dalam peran h) Gunakan pendekatan yang tenang dan meyakinkan i) Turunkan rangsangan lingkungan yang dapat disalahartikan sebagai suatu ancaman j) Ciptakan suasana penerimaan k) Hindari pengambilan keputusan pada saat pasien berada dalam stress berat l) Bantu penyaluran kemarahan dan rasa bermusuhan secara konstruktif m) Gali alasan pasien terhadap kritik diri n) Atur situasi yang mendukung otonomi pasien Bantu pasien dalam mengudentifikasi respons positif dari orang lain o) Dukung penggunaan mekanisme pertahanan yangs sesuai p) Dukung pengungkapan secara verbal tentang perasaan, persepsi, dan ketakutan q) Bantu pasien untuk mengklarifikasi sistem pendukung yang tersedia r) Hargai dan diskusikan respon alternatif terhadap situasi Intervensi lain mengurangi depresi 1) Senam Bugar Lansia a) Definisi Senam Bugar Lansia adalah senam aerobic low impact yang dikeluarkan PERWOSI khusus bagi lanjut usia. b) Manfaat Senam Bugar Lansia Perbaikan dalam derajat kesehatan, kebugaran jasmani, kemandirian. c) Prosedur Senam Bugar Lansia (1) Latihan kepala dan leher (a) Lihat keatap kemudian menunduk sampai dagu ke dada (b) Putar kepala dengan melihat bahu sebelah kanan lalu sebelah kiri (c) Miringkan kepala ke bahu sebelah kanan lalu kesebelah kiri (2) Latihan bahu dan lengan (a) Angkat kedua bahu ke atas mendekati telinga, kemudian turunkan kembali perlahan-lahan (b) Tepukan kedua telapak tangan dan renggangkan lengan kedepan lurus dengan bahu. Pertahankan bahu tetap lurus dan kedua tangan bertepuk kemudian angkat lengan keatas kepala. (c) Satu tangan menyentuh bagian belakang dari leher kemudian raihlah punggung sejauh mungkin yang dapat dicapai. Bergantian tangan kanan dan kiri (d) Letakan tangan di punggung kemudian coba meraih keatas sedapatnya. (3) Latihan tangan (a) Letakan telapak tangan di atas meja. Lebarkan jari-jarinya dan tekan kemeja. (b) Baliklah telapak tangan. Tariklah ibu jari melintasi permukaan telapak tangan untuk menyentuh jari kelingking. Kemudian tarik kembali (c) Lanjutkan dengan menyentuh tiap-tiap jari dengan ibu jari dan kemudiansetelah menyentuh tiap jari (d) Kepalkan tangan sekuatnya kemudian renggangkan jari-jari selurus mungkin. (5) Latihan punggung (a) Dengan tangan disamping bengkokan badan kesatu sisi kemudian kesisi yang lain. (b) Letakan tangan dipinggang dan tekan kedua kaki, putar tubuh dengan melihat bahu ke kiri dan ke kanan.. (c) Tepukan kedua tangan dibelakang dan regangkan kedua bahu kebelakang. (6) Latihan pernafasan (a) Duduklah di kursi dengan punggung bersandar dan bahu relaks. (b) Letakkan kedua telapak tangan pada tulang rusuk. Tarik nafas dalamdalam maka terasa dada mengambang (c) Sekarang keluarkan nafas perlahan-lahan sedapatnya. Terasa tangan akan menutup kembali. d) Frekuensi dan waktu Senam Bugar Lansia Pelaksanaan senam bugar lansia dengan durasi senam kurang lebih 30 menit dengan 5 menit latihan pemanasan, 20 menit latihan inti dan 5 menit pendinginan. e) Hasil penelitian terdahulu Terjadi perubahan pola aktivitas lansia, perubahan pola ini membawa pengaruh pada perubahan irama sirkadian tubuh dalam mensekresi hormon endorphin (Moh Soleh, 2006). Rangsangan pada amigdala berpengaruh pada peningkatan respon emosional positif terhadap situasi lingkungan di sekitarnya.Perasaan bosan telah tereliminasi dari dalam diri sebab sekarang responden telah memiliki aktivitas rekreatif di sore hari, yang tidak dilakukan oleh lansia lainnya di panti (Agustin & Ulliya, 2014). 2) Aktivitas Spiritual Menurut Meckley, et.al (1992) yang dikutip dalam (Yuningsih, 2013). Menguraikan spiritual sebagai suatu yang multi dimensi yaitu dimensi eksitensial dan deminsi agama.Dimensi eksitensi berfokus pada tujuan dan arti kehidupan, sedangkan dimensi agama lebih berfokus pada hubungan seseorang dengan Tuhan Yang Maha Kuasa. Spiritual sebagai konsep dua dimensi, dimensi vertical sebagai hubungan dengan Tuhan atau Yang Maha Kuasa yang menuntun kehidupan seseorang, sedangkan dimensi horizontal adalah hubungan diri sendiri dengan orang lain. Menunjukan bahwa ada hubungan yang sangat kuat antara aktivitas spiritual dengan tingkat depresi pada lansia, hal ini dikarenakan pihak panti memberikan kegiatan pembinaan mental maupun fisik yang dapat mempengaruhi spiritual lansia. Peneliti berpendapat bahwa semakin banyak aktivitas, terlebih aktivitas spiritual yang dilakukan, dapat menurangi tingkat depresi pada lansia.Dari hasil yang didapat diatas terlihat bahwa aktivitas spiritual mempengaruhi tingkat depresi pada lansia mernurut Rahman (2010) dikutip dalam Cahyono (2013) apabila seseorang semakin tumbuh dan semakin dewasa maka pengalaman dan pengetahuan spiritual tersebut semakin berkembang karena spiritual berkaitan erat dengan kehidupan sehari-hari seorang individu. Teknik (prosedur) aktivitas spiritual berupa kegiatan pembinaan mental maupun fisik yang dapat mempengaruhi spiritual lansia (Gultom, Bidjuni, & Kallo, 2016). F. Implementasi Keperawatan Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh perawat untuk membantu klien dari masalah status kesehatan yang dihadapi ke status kesehatan yang lebih baik yang menggambarkan kriteria hasil yang diharapkan (Gordon, 1994 dalam potter dan pery, 1997) dalam (Marfuah, 2014). G. Evaluasi Keperawatan Evaluasi adalah membandingkan efek atau hasil suatu tindakan keperawatan dengan norma atau kriteria tujuan yang sudah dibuat (Gordon, 1994 dalam Potter dan Pery, 1997) dalam (Marfuah, 2014). Dibuktikan dengan menunjukkan koping efektif dan menunjukkan penurunan depresi (Wilkinson, 2016). 1. Evaluasi formatif yaitu tipe evaluasi dari proses keperawatan dan hasil kualitas pelayanan tindakan keperawatan. Evaluasi harus dilakukan segera setelah perencanaan keperawatan dilaksklienan yang berguna untuk membantu keefektifan terhadap tindakan. Format penulisan pada tahap evaluasi ini menggunakan format “SOAP” . 2. Evaluasi sumatif adalah evaluasi terhadap perubahan prilaku atau status kesehatan klien pada akhir tindakan perawatan klien. Tipe evaluasi ini dilaksakan pada akhir tindakan keperawatan. Menurut Wong D.L, (2004:596-610) hasil yang diharapkan pada klien leukemia adalah . Senam Bugar Lansia dan Aktivitas Spiritual Daftar pustaka Prapti Madyo Ratri, 2016. PUBLIKASI ILMIAH Penanganan Depresi Pada Lansia Di Panti Griya Sehat Bahagia Karanganyar Nabilah Qonitah, dkk, Jurnal Berkala Epidemiologi, Vol. 3, No. 1 Januari 2015: 1– 12Hubungan Antara Imt Dan Kemandirian Fisik Dengan Gangguan Mental Emosional Pada Lansia Tuti Pahria, dkk. JPKI 2019 volume 5 no. 2. Hubungan Beban dengan Depresi Keluarga yang Merawat Pasien Stroke di Rumah Sakit Al-Islam Bandung. Margarita M. Maramis, Jurnal Widya Medika Surabaya Vol.2 No.1 April 2014, DEPRESI PADA LANJUT USIA* SUYOKO,2012. Skripsi FAKTOR-FAKTOR RISIKO YANG BERHUBUNGAN DENGAN GANGGUAN MENTAL EMOSIONAL PADA LANSIA DI DKI JAKARTA Nurinda Fitra Ayu Lestari, Laporan Tugas Akhir Asuhan Keperawatan Gerontik pada klien ny. m dan tn.k dengan depresi yang mengalami masalah keperawatan ketidakefektifan koping di UPT pelayananan Sosial Tresna Werdha Jember tahun 2019 Syaifuddin Kurnianto, dkk, Jurnal Ners Vol. 6 No. 2 Oktober 2011: 156163, Penurunan Tingkat DepresI pada lansia dengan Pendekatan Bimbingan Spiritual