Uploaded by User55945

ajaran ilmu nafas

advertisement
AJARAN DASAR ILMU NAFAS
“Dirangkum dari status-status tentang Nafas”
Adapun Nafas yang keluar masuk, dinamakan Muhammad = Nabi
kepada kita. Kemudian yang dinamakan Muhammad itu adalah Pujian,
Ilmu Nafas itu dinamakan :
1.
Bila diluar = Ilmu Gaibul Guyub.
2.
Bila didalam = Ilmu Sirrul Asrar.
Dari Nafas itulah munculnya ibadah Muhammad.
Dari Jasad itulah munculnya ibadah Adam.
Sebagaimana yang ada di dalam Rukun Islam bahwa ibadah Muhammad
itu adalah Sholahud Da’im = Sholat yang terus-menerus tanpa henti.
.
Wahdah Fil Kasrah = Pandang satu kepada yang banyak,
.
Nafas itu yang keluar masuk dari mulut.
Nufus itu yang keluar masuk dari hidung.
Tanafas itu yang keluar masuk dari telinga.
Amfas itu yang keluar masuk dari mata
.
Maka Nafas itulah yang menuju kepada “ARASHTUL MAJID” karena
itu hendaklah kita ketahui Ilmu Nafas, yaitu Ilmu Gaibul Guyub, karena
termasuk dari ibadah Muhammad.
Ilmu Nafas harus disertai dengan ibadah praktek, akan sulit jadinya bila
hanya dengan teori.
Pahami dulu hal ini :
1. Nafas yang keluar dari lubang hidung kiri itu dinamakan Jibrill,
maka ucapannya “ALLAH”.
2. Nafas yang masuk melalui lubang hidung kanan itu dinamakan
Izraill, maka ucapannya “HU”.
Zikirullah yang 2 diatas dinamakan NUR.
Maka jadilah 2 Nur = “ALLAH” + “HU” , 2 Nur ini bertemu di atas
bibir, tidak masuk ke dalam tubuh, amalan ini sampailah ke derajatnya
yang dinamakan “Nurul Hadi”, maka ke arah itulah yang dicapai.
setelah itu Nafas naik di dalam badan dan dinamakan AHMAD,
1. Nafas yang turun dari ubun-ubun sampai kepada Jantung Nurani itu
dinamakan Izraill, ucapanya “ALLAH”.
2. Nafas yang dari jantung naik sampai ke ubun-ubun itu dinamakan
Jibrill, maka ucapannya “HU”.
Maka amalan inilah yang dinamakan :
“Syuhudul Wahdah Fil Kasrah, Syuhudul Kasrah Fil Wahdah” =
Amalan Sholeh = Pintu Makrifat
Kedua perkara diatas itu hendaklah diamalkan walau tanpa wudhu dan
jangan dikencangkan suaranya hanya kita yang dengar semata-mata
“Khafi” (lafadz di dalam hati).
Sesungguhnya yang dinamakan HATI (Qalbu) itu adalah Nur yang
memancar dari bagian bawah jantung (bagian Muhammad) ke arah
bagian atas jantung (bagian Allah).
Adapun zikir NAFAS itu adalah ketika keluar ALLAH dinamakan ABU
BAKAR,
zikirnya ketika masuk adalah HU dinamakan UMAR, letaknya NAFAS
adalah di mulut.
Adapun zikir ANFAS itu adalah ketika keluar adalah ALLAH dan ketika
masuk adalah HU, letaknya ANFAS pada hidung, dinamakan MIKAIL
dan JIBRIL.
Adapun zikir TANAFAS itu adalah tetap diam dengan “ALLAH HU”
letaknya di tengah-tengah antara dua telinga, dinamakan HAKEKAT
ISRAFIL.
Adapun zikir NUFUS adalah ketika naik HU dan ketika turun adalah
“ALLAH” letaknya di dalam jantung, Diri Nufus ini dikenal dengan
USMAN dan perkerjaanya dikenal sebagai ALI.
Sabda Nabi saw : “Barangsiapa keluar masuk nafas dengan tiada zikir,
maka sia-sialah ia”
.
Awalnya Nafas itu atas dua langkah, satu Naik dan kedua Turun.
Ketika naiknya itu sampai kepada 7 tingkat langit maka berkata :
“Wan Nuzuulu Yajrii Ilal Ardhi Fa Qoola HUWALLOH”.
Ketika turun kepada 7 lapis bumi maka nafas Nabi itu bunyinya ALLAH.
Ketika masuk pujinya HUWA.
Ketika terhenti seketika antara keluar masuk namanya Tanafas, pujinya
AH.. AH. Ketika tidur “mati” namanya Nufus “Haqqul Da’im”
.
Ingatlah olehmu dalam memelihara Nafas-mu itu, dengan menghadirkan
makna-makna diatas ini senantiasa, di dalam berdiri dan duduk dan diatas
segala aktivitas yang diperbuat hingga memberi “tanda” kepada sekalian
badan dan segala cahaya Nurul Alam atas segalanya.
.
Tetaplah “tilik” hatimu, jadilah engkau hidup di dalam Dua Negeri yakni
Dunia dan Akhirat, semoga dianugrahkan Allah bagimu pintu selamat
sejahterah Dunia dan Akhirat.
.
Semoga pula dianugerahi Allah Ta’ala bagimu sampai kepada martabat
segala Nabi dan diharamkan Allah Ta’ala tubuhmu dimakan api neraka
dan badanmu pun tiada dimakan tanah di dalam kubur.
.
Tetaplah dengan hatimu wahai saudaraku..,
janganlah engkau menjadi orang yang lupa dan lalai,
Semoga dibahagiakan Allah Ta’ala atas mu dengan “berhadapan
senantiasa”, sampai ajal menjemputmu.
.
Bahwa :
Nafas kita keluar masuk sehari semalam yaitu pada siang 12.000X dan
pada malam 12.000X karena inilah jumlah jam sehari semalam 24jam,
pada siang 12jam dan malam 12jam, demikianlah seperti huruf “Laa
Ilaaha Illallah Muhammadur Rasulullah”, masing-masing mempunyai 12
huruf berjumlah 24 huruf semuanya.
.
Barang siapa ‘mengucap’ dengan sempurna yang 7 kalimah itu, niscaya
ditutupkan Allah Ta’ala Pintu Neraka yang 7.
Barang siapa ‘mengucap’ yang 24huruf ini dengan sempurna, niscaya
diampuni Allah Ta’ala yang 24jam. Inilah persembahan kita kepada
Tuhan kita, yang tiada putus-putusnya, yang dinamai Sholahud Da’im =
Puasa melakukan nafsu dzahir dan batin.
.
Sabda Nabi saw : “Ana Min Nuurillah Wal ‘Aalami Nuurii”
Artinya : “Aku dari Cahaya Allah dan sekalian alam dari Cahayaku”
.
Sebab
itulah
dikatakan “Ahmadun
Nuurul
Arwah” artinya
“Muhammad itu bapak sekalian nyawa” dan dikatakan “Adam Abu
Basyar” artinya “Adam bapak sekalian tubuh”.
.
Adapun yang dikatakan Fardhu itu Nyawa, karena Nyawa badan kita
dapat bergerak
.
Awal Muhammad Nurani
Akhir Muhammad Rohani.
Dzahir Muhammad Insani
Batin Muhammad Robbani.
.
Awal Muhammad Nyawa kepada kita
Akhir Muhammad Rupa kepada kita,
.
Yang bernama Allah Sifatnya, sedangkan sebenar-benarnya Allah
itu “Dzat Wajibal Wujud”
Yang sebenar-benar Insan adalah manusia yang dapat berkata-kata
adanya.
.
Kita telah mendengar bahwa barang siapa yang tidak mengenal Ilmu zikir
nafas maka sudah tentu orang tersebut tidak dapat menyelami alam
hakekat Sholahud Da’im.
.
Perhatikan kembali bab-bab yang lalu, telah banyak diterangkan dengan
jelas tentang sholat, dimana pengertian sholat tersebut adalah berdiri
menyaksikan diri sendiri yaitu penyaksian kita terhadap diri dzahir dan
diri batin kita yang menjadi rahasia Allah Taala.
Pada kesempatan kali ini kita akan melanjutkan pembicaraan takrif dan
cara-cara untuk mencapai martabat atau maqam sholat da’im..
.
Sholat Daim boleh ditakrifkan sebagai sholat yang berkekalan tanpa
putus walaupun sesaat selama hidupnya, yaitu penyaksian diri sendiri
(diri batin dan diri dzahir).
.
YANG MEREKA ITU TETAP MENGERJAKAN SHOLAT (AlMakrij:23).
Di dalam sholat tugas kita adalah menumpukan sepenuh perhatian
dengan mata batin kita menilik diri batin kita dan telinga batin
menumpukan sepenuh perhatian kepada setiap bacaan oleh angota dzahir
dan batin kita disepanjang “acara” sholat tanpa menolehkan perhatian
kearah lain.
Sholat adalah merupakan latihan diperingkat awal untuk melatih diri kita
supaya menyaksikan diri batin kita yang menjadi rahasia Allah Taala
… tetapi setelah berhasil membuat penyaksian diri diwaktu kita
menunaikan sholat, maka haruslah pula melatih diri kita supaya dapat
menyaksikan diri batin kita pada setiap saat dalam waktu 24 jam, sebab
itulah kita mengucapkan syahadah:
.
“Asyhaduanlla Ilaaha Illallah Wa Asyahadu Anna Muhammadar
Rasulullah”
Maka berarti kita berikrar dengan diri kita sendiri untuk menyaksikan diri
rahasia Allah itu pada setiap saat di dalam 24jam sehari semalam.
Oleh karena itu untuk mempraktekkan penyaksian tersebut, maka kita
haruslah mengamalkan Sholatul Da’im dalam kehidupan kita sehari-hari
sebagaiimana yang pernah dikerjakan dan diamalkan oleh Rasulullah
saw,
.
Nabi-nabi
dan
Wali-wali
Allah
yang
Agung.
Syarat mendapatkan Maqam Sholahudda’im :
.
1. Hendaklah memahami
betul
dan berpegang teguh dengan
hakekat ZIKIR NAFAS
2. Haruslah terlebih dahulu mampu mendapatkan pancaran NUR
QALBU.
lihat disini
: http://ilmuhakekat.wordpress.com/2011/11/15/pergerakannur-kalbu/
3. Telah mengalami proses pemecahan wajah KHAWAS FI AL
KHAWAS.
Lihat
di
sini
: http://ilmuhakekat.wordpress.com/2012/06/21/prosespemecahan-wajah-khawasul-qhawas/
4. Memahami dan berpegang dengan penyaksian sebenarnya SYUHUD
AL-HAQ.
Lihat
di
sini https://hukumalam.wordpress.com/2012/08/27/sholathakiki-ku/
Untuk mengamalkan dan mendapatkan maqam sholat da’im maka
sesorang itu haruslah memahami pada peringkat awalnya tentang hakekat
perlakuan zikir nafas yaitu tentang gerak-geriknya.. zikirnya.. lafadz
zikirnya…letaknya.. dan sebagainya, hal ini telah di-urai dalam bab-bab
yang lalu, oleh karena itu amalkanlah zikir nafas itu bersungguh sungguh
supaya kita mendapat QALBU yaitu pancaran Nur di dalam jantung kita
yang menjadi kuasa pemancar kepada makrifat untuk makrifat diri kita
dengan Allah Taala.
.
Sesungguhnya dengan zikir nafas sajalah gumpalan darah hitam yang
menjadi istana iblis di dalam jantung kita akan hancur dan
terpancarlah “NUR QALBU” dan kemudian terpancar pula makrifah
yang membolehkan seseorang itu memakrifatkan dirinya dengan Allah
Ta’ala dan dapatlah diri rahasia Allah yang menjadi diri batin kita
membuat hubungan dengan diri “DZATUL HAQ” Tuhan semesta
alam.
.
Latihan untuk menyaksikan diri ini hendaklah dikerjakan secara
bertahap, tahap awal yaitu melalui “acara” sholat sebagaimana yang
diterangkan di dalam bab yang lalu.. selama proses penyaksian diri
berlangsung maka orang itu akan mengalami satu proses membebaskan
diri batin “KHAWAS FI KHAWAS” dari jasad dan dengan itu maka
seseorang akan dapat melihat wajah kesatu wajah kedua seterusnya
sampailah kepada wajah kesembilan yaitu martabat yang paling tinggi di
dalam ilmu gaib… dengan mendapat pecahan wajah maka akan dapatlah
orang itu membuat suatu penyaksian yang sebenar pada setiap saat
dimasa hidupnya pada waktu “acara” ibadah ataupun keadaan biasa.
.
Pada tahapan seperti ini dinamakan martabat “BAQA BILLAH” yaitu
suatu keadaan yang kekal pada setiap pendengaran, penglihatan,
perasaan dan sebagainya, dan pada tahap ini ia adalah seperti orang awam
biasa-biasa saja, tidak nampak dan sulit untuk mengetahui derajat dirinya
disisi Allah Ta’ala..
.
Biasanya orang yang berhasil mencapai maqam Sholahud Da’im maka
dapatlah ia kembali kehadrat Allah Ta’ala dengan diri batin dan diri
dzahir tanpa terpisahkan diantara satu sama lain, ia dapat memilih hendak
mati atau hendak gaib.
KITAB
“ FATIHATUL KITAB “
Surah
Al-Fatihah dinamakan “Sab’ul
Mathani” yaitu 7
ayat yang diulang-ulang bacaannya, banyak rahasia yang
terdapat di dalamnya.diantaranya dalam surah tersebut tidak ada
tujuh huruf hijaiyah, hal ini menggambarkan keadaan manusia di
dalam neraka.
1)
Tha – yang mempunyai tiga titik artinya tiada yang wujud,
sifat dan af’al melainkan wujud Allah, sifat Allah dan af’al Allah.
Barangsiapa yang mengaku bahwa mereka yang wujud serta
mengaku dirinya yang hidup, tahu, berkuasa, berkehendak,
mendengar, melihat dan berkata-kata, maka masuklah mereka ke
pintu neraka yang pertama yaitu neraka Thawiah.
2)
Jim – maksudnya Allah ta’ala menjadikan manusia beserta
dengan hidupnya, adalah semata-mata untuk menyatakan sifat
jalal dan jamal dzatullah yang Maha Esa.
Setitik pada Jim itu ibarat tandanya hidup yang ada pada diriNya,
adalah
nyata
bagi
ke-dzahiran
sifat
kebesaran
dan
kesempurnaanNya. Barangsiapa yang tidak mengenal Allah dan
tunduk pada diriNya, maka masuklah ke dalam neraka
Jahannam..
3)
Kha – yang diartikan khaliq atau Maha Pencipta. Allah ta’ala
men-dzahirkan sifat-sifat hidupNya, tahuNya, kuasaNya dan
kehendakNya yang tajalli kepada semua makhlukNya itu adalah
semata-mata dzatullah hendak menyatakan kekuasaanNya.
Dia Maha Pencipta, janganlah kemudian tiba-tiba mengaku kita
berkuasa dengan mempunyai ikhtiar dan usaha, dan mengaku kita
yang hidup, tahu, berkehendak, mendengar, melihat dan berkatakata, jika demikian maka masuklah mereka menerusi pintu neraka
Khalidin.
4)
Zai – yang diartikan zakat atau suci yaitu sifat-sifat hidup,
tahu, berkuasa, berkehendak itu adalah sifat yang suci bagi
Dzatullah, yang tidak boleh dinodai dengan kekotoran.
Kemudian daripada sifat-sifat tersebut Allah menyatakan zakat,
dan sifat rahmanNya pada diri manusia. Jangan Lantaran kita
tidak dapat mengenaliNya dan mengaku segala amalan kita yang
punya, sehingga beramal karena pahala, bukan karena Allah,
maka masuklah mereka ke dalam neraka Zabaniyah.
5)
Syin – yang diartikan syahadah atau alam kenyataan.
Dengan maksud tiga titik itu ialah tanda ibarat Dzatullah hendak
menyatakan wujudNya, sifatNya dan af’alNya yang ada pada
langit, bumi dan di antara langit dan bumi, maka semuanya itu
menjadi syahadah wajah zat wajibal wujud.
Kemudian, barang siapa yang menafikannya atau tidak mengenal
alam syahadah’ dan tidak dapat bermusyahadah di dalamnya,
masuklah mereka ke dalam neraka Syaqawah.
6)
Dza – yang diartikan dzahir, dengan maksud wujudNya,
sifatNya, asmaNya dan af’alNya itu dzahir, dapat dilihat menerusi
‘ainul basirah’ atau ‘haqqul basirah’ atau dengan hidup, tahu,
berkuasa dan berkehendak yang ada pada diriNya. Kemudian,
dengan sifat-sifat kemuliaan ini juga, maka dzahirlah segala
kekuasaanNya dan sifat keagunganNya di dalam alam sejagat ini.
Barang siapa yang menafikan atau tidak mau mengenalNya, maka
masuklah mereka ke dalam neraka Dzulmah, yaitu senantiasa di
dalam hal kegelapan.
7)
Fa – yang diartikan dengan fana atau binasa, dengan maksud
hendaklah diri kita senantiasa di dalam keadaan fana atau yang
dikatakan ‘fana bisifatillah’ yaitu binasakan hidup kita di dalam
hidup Allah, dengan ilmu, kehendak, kuasa, mendengar, melihat
dan berkata-kata yang ada pada diri kita ini, binasakanlah ia di
dalam ‘ilmullah, qudratullah, iradatullah, sam’ullah, basrullah dan
kalamullah.
Maka barang siapa yang tidak mengenal dan tidak dapat
memfanakan dirinya sebagaimana yang telah diterangkan tadi,
masuklah mereka ke dalam neraka Firqah, yaitu ‘terpisah’ dirinya
dengan Allah.
Bahwa mengenal Allah adalah mengenal diri,.oleh karena itu, diri
kitalah yang utama yang menjadi dalil akan wujud Allah, bahwa
diri kita (jasad) dijadikan oleh Allah, asalnya dari alam yang tiada,
kemudian diadakan dan ditiupkan Ruhullah ke dalamnya beserta
dengan sifat hidupNya, ilmu, iradah, qudrah, termasuk juga sama’,
basar dan kalamNya. Hikmahnya adalah semata-mata Allah
hendak
menyatakan
kekuasaanNya.
kekayaanNya,
kemurahanNya
dan
1 ITTIHAD
Sketsa Biografi
.
Nama lengkapnya adalah Abu Yazid Taifur bin Isa Surusyan, juga
dikenal dengan Bayazid. Beliau dikenal sebagai salah seorang sufi
kenamaan Persia abad ke-III dari Bistam wilayah Qum,lahir pada tahun
874 M dan wafat pada usia 73 tahun.Ayahnya seorang pemimpin di
Bistam dan ibunya seorang yang zahid, sedangkan kakeknya seorang
Majusi yang memeluk Islam dan menganut madzhab Hanafi
Abu Yazid mengatakan “Dua belas tahun lamanya aku menjadi penempa
besi bagiku. Kulempar diriku dalam tungku riyadhah. Kubakar dengan
api mujahadah. Kuletakkan diatas alas penyesalan diri sehingga
dapatlah kujumpai sebuah cermin diriku sendiri. Lima tahun lamanya
aku menjadi cermin diriku yang selalu kukilapkan dengan bermacammacam ibadah dan ketaqwaan. Setahun lamanya aku memandang
cermin diriku dengan penuh perhatian, ternyata diriku kulihat terlilit
sabuk takabbur, kecongkaan, ujub, riya’, ketergantungan kepada
ketaatan dan membanggakan amal. Kemudian aku beramal selama lima
tahun sehingga sabuk itu putus dan aku merasa memeluk Islam kembali.
Kupandang para makhluk dan aku lihat mereka semua mati, sehingga
aku kembali dari janazah mereka semua. Aku sampai kepada Allah
dengan pertolongan-Nya tanpa perantara makhluk.
.
Konsep al-Ittihad Abu Yazid al-Bustamia. Al-Fana’ dan al-Baqa’
.
Keadaan fana’-baqa’ dan ittihad sebagaimana yang dialami oleh Abu
Yazid dalam pengalaman tasawwufnya, merupakan tiga aspek dalam
suatu pengalaman sufi yang tejadi setelah tercapainya makam ma’rifat.
Dan hal ini tidak banyak sufi yang mencapai tataran demikian, bahkan
kalaupun ada maka tidak akan pernah lepas dari dijumpainya prokontradari kalangan umat Islam sendiri, terutama dari kalangan
mutakallimun, karena perjalanan para sufi pada maqam yang setelah
mencapai tingkatan ma’rifat hampir selalu dinyatakan sebagai
bertentangan dengan ajaran islam, meskipun upaya demikian dilakukan
dalam rangka mendekatkan diri sedekat mungkin pada Sang Pencipta.
Dalam perspektif sufi hal ini sangat penting, karena salah satu inti
tasawuf adalah perasaan hilangnya seluruh sifat kemanusiaan yang
kmudian diganti dengan sifat-sifat ketuhanan. Kondisi ini tercapai
dengan sebuah keyakinan bahwa seluruh sifat kemakhlukan manusia
merupakan baying semu yang tidak tetap, sedangkan sifat-sifat tuhan
adalah permanen, yang diproses melalui penghilangan kepribadian dan
perasaan terhadap semua yang ada disekitarnya terlebih dahulu.
Dengan hilangnya semua perasaan dan kehendak pada sesuatu itu, akan
hilang pula berbagai keinginan untuk memiliki benda duniawi.
Seorang sufi yang hendak bersatu dengan tuhan;ittihad terlebih dahulu
harus melalui dengan dua keadaan yang tidak dapat dipisahkan, yaitu
keadaan fana’, yakni, kesirnaan-peleburan; penghancuran perasaan
atau kesadaran seseorang tentang dirinya dan makhluk lain
disekitarnya, dan baqa’, tetap, kekal, yakni tetap dalam kebajikan dan
kekal dalam sifat ketuhanan.
Fana’-baqa’ merupakan pengetahuan atau pengalaman yang tidak bisa
diperoleh melalui pemikiran, tetapi diberikan oleh Tuhan melalaui
penerangan yang merupakan rahasia tuhan. Dikatakan demikian karena
perjalanan ini diidentikan dengan hancurnya sifat jiwa, atau sirnanya
sifatsifat tercela, maka barang siapa fana’ dari sifat tercela, maka pada
dirinya akan muncul sifat-sifat terpuji
Fana’ dan baqa’ merupkn sesuatu yang kembar, karena ia terjadi dldm
waktu yang bersamaan, sehingga jika terjadi fana’, dimana pada waktu
kesadaran dengan diri dan alam sekelilingnya telah hilang maka
bersamaan dengan itu ia mengalami baqa’, yaitu munculnya kesadaran
akan kehadirannya disisi Tuhan.
Abu Yazid mendapatkan pengalaman ini setelah melalui perjalanan yang
sangat berat yaitu ketika beliau melakukan ibadah haji;
Aku pergi ke Makkah dan melihat sebuah rumah berdiri tersendiri, aku
berkata; hajiku tidak diterima karena aku melihat banyak batu semacam
ini, aku pergi lagi dan melihat rumah itu dan juga Tuhan rumah itu. Aku
berkata, ini masih bukan pengesahan yang hakiki. Aku pergi untuk ketiga
kalinya dan aku hanya melihat Tuhan rumah itu, kemudian suara dalam
batinku berbisik; wahai bayazid, jika engkau tidak melihat dirimu sendiri
engkau tidak akan menjadi seorang musyrik walau emgkau melihat
seluruh jagad raya. Karena engkau masih melihat dirimu sendiri, engkau
adalah seorang yang musyrik walaupun engkau buta terhadap seluruh
jagad raya. Maka aku bertobat lagi, dan tobatku kali ini adalah tobat
dari memandang wujudku sendiri
Fana’ di kalangan sufi merupakan kejadian yang temporal, tidak
berlangsung secara terus menerus, seandainya kejadian ini berlangsung
secara terus-menerus niscaya akan merusak ibadah lain yang justru
merupakan hal yang dapat mengantar keadaannya kepada tingkatan
demikian, maka dapat dikatakan bahwa hal ini akan bertentangan
dengan ajaran syar’i yang merupakan pantangan pula bagi pelaku sufi.
Abu Yazid dikenal sebagai seorang sufi yang sangat memperhatikan
syariat dan ajaran agama, meskipun beliau hampir selalu dalam
keadaan “mabuk”hingga saat shalat tiba, ketika waktu shalat telah tiba,
beliau kembali kepada kesadaran, seusai melaksanakan shalatnya,
apabila di kehendaki ia kembali kepada fana’
Dengan demikian seorang sufi tidak meninggalkan syariat agama,
bahkan ketaatan menjalankan seluruh ajaran akan senantiasa di
upayakan semaksimal mungkin dalam rangka memenuhi standar untuk
menjaga kesucian jiwanya dari sifat-sifat tercela yang akan mengganggu
kebersihan jiwanya.
.
Al-Ittihad
.
Keadaan ini merupakan suatu tingkatan dalam tasawuf, dimana seorang
sufi merasakan dirinya telah bersatu dengan Tuhan, saat yang mencintai
dan yang dicintai telah menyatu, sehingga salah satu dari mereka dapat
memanggil yang lain dengan kata “hai aku”.
Ittihad tidak muncul dengan begitu saja, tetapi harus setelah menenpuh
tingkatan fana’-baqa’ yang dapat ditempuh dengan menyadari keadaan
dirinya sebagai individu yang terpisah dari Tuhannya, dilanjutkan
dengan memperjuangkan tersingkapnya pembatas yang menghalangi
pandangan mata hatinya, dengan mengikis sifat-sifat tercela, yang
dilakukan secara terus manerus.
Setelah Abu Yazid mengalami ke-fana’an, dengan sirnanya segala
sesuatu yang selain Allah dari pandangannya, saat itu dia tidak lagi
menyaksikan selain hakikat yang satu, yaitu Allah. Bahkan dia tidak lagi
melihat dirinya sendiri karena dirinya telah terlebur dalam Dia yang
disaksikannya. Dalam keadaan yang seperti ini terjadi penyatuan
dengan Yang Maha Benar. Kondisi seperti itu telah menghilangkan batas
antara sufi dengan Tuhan, antara yang mencintai dan yang dicintai.
Pada saat seperti ini sufi dapat melihat dan merasakan rahasia Tuhan.
Ketika sufi telah menyatu dengan Tuhan, sering terjadi pertukaran peran
antara sufi dengan Tuhan. Saat itu sufi tidak lagi berbicara atas
namanya, melainkan atas nama Tuhan, atau Tuhan berbicara melalui
mulut sufi, yang keluar dari mulutnya ungkapan-ungkapan yang
kedengarannya ganjil, sebagaimana yang pernah diungkapkan Abu
Yazid; pada suatu ketika aku dinaikkan kehadirat Tuhan dan ia berkata
“Abu Yazid, makhluk-Ku ingin melihat engkau”, aku menjawab
“kekasihku aku tidak ingin melihat mereka, tetapi jika itu kehendak-Mu,
hiaslah aku dengan keesaan-Mu, sehingga jika makhluk-Mu melihat aku,
mereka akan berkata ‘telah kami lihat engkau’, tetapi yang mereka lihat
sebenarnya adalah Engkau, karena ketika itu aku tidak ada disana
Ketika terjadi ittihad secara utuh, Abu Yazid mengatakan dalam
syatahatnya : “Tuhan berkata ; semua mereka kecuali engakau adalah
makhluk-Ku”, akupun berkata, “Aku adalah Engkau, Engaku adalah aku
adalah Engkau”, maka pemilahanpun terputus, kata menjadi satu,
bahkan seluruhnya menjadi satu. Dia berkata, “Hai engkau”, aku
dengan perantara-Nya menjawab, “Hai aku”. Dia berkata, “Engkau
yang satu”. Aku menjawab, “Akulah yang satu”. Dia selanjutnya
berkata, “Engkau adalah engaku”. Aku menjawab, “Aku adalah aku”.
Kata aku yang diucapkan Abu Yazid bukanlah sebagai gambaran diri
Abu Yazid tetapi sebagai gambaran Tuhan, karena saat itu Abu Yazid
telah bersatu dengan Tuhan, dengan kata lain, dalam ittihad Abu Yazid
berbicara dengan nama Tuhan atau lebih tepat lagi, Tuhan berbicara
melalui lidah Abu Yazid.
Dalam peristiwa lain, Abu Yazid dikunjungi seseorang, kemudian ia
bertanya: “Siapa yang engkau cari ?”, jawabnya, jawabnya, “Abu
Yazid”, Abu Yazid mengatakan : “Pergilah, di rumah ini tak ada kecuali
Allah Yang Maha Kuasa dan Maha Tinggi”.
Dengan ucapan-ucapan yang telah dikemukakan, Abu Yazid terlihat
telah bersatu dengan Tuhan. Sehingga dia tidak sadar akan diri dan
lingkungannya karena yang ada saat itu hanya Allah semata.
Sebenarnya Abu Yazid tetap mengakui adanya wujud, Tuhan dan
Makhluk, hanya saja dia merasakan kebersatuan antara keduanya,
sedangkan masing-masing masih tetap dalam esensinya, Tuhan tetap
Tuhan, makhluk tetap makhluk. Ketika terjadinya ittihad, yang dimaksud
bersatu adalah dalam arti ruhani, bukan hakekat jazad.
Ittihad terjadi dengan perantara fana’-baqa’ sebagaimana telah
dikemukakan, digambarkan sebagai jiwa yang kehilangan semua hasrat,
perhatian dan menjadikan diri sebagai obyek Tuhan, dengan cinta di
dalam batin, pikiran sifat-sifat kebaikan yang menimbulkan kekaguman
dalam dirinya. Sebagaimana diceritakan bahwa Abu Yazid pernah
mengatakan “Aku tidak heran terhadap cintaku pada-Mu, karena aku
hanyalah hamba yang hina, tetapi aku heran terhadap cinta-Mu padaku,
karena Engkau Raya Yang Maha Kuasa”. Dia juga menyatakan,
“Manusia bertaubat dari dosa-dosa mereka, tetapi aku taubat dari
ucapanku “Tidak ada Tuhan selain Allah”, karena dalam hal ini aku
memakai alat dan huruf, sedangkan Tuhan tidak dapat dijangkau dengan
alat dan huruf”
Semakin larutnya dalam ittihad, di suatu pagi setelah shalat shubuh, Abu
Yazid pernah melafalkan kalimat sampai orang lain menganggapnya
orang gila dan menjauhinya dengan kalimat, “Sesungguhnya aku adalah
Allah, tiada Tuhan selain aku, maka sembahlah aku, maha suci aku,
maha suci aku, maha besar aku”
Ungkapan-ungkapan yang dikeluarkan oleh Abu Yazid diatas tidak dapat
dilihat secara harfiah, tetapi harus dipandang sebagai ungkapan
seorang sufi yang sedang dalam keadaan fana’, seluruh pikiran,
kehendak dan tindakannya telah baqa’ dalam Tuhan. Pada dasarnya
semua wujud, selain wujud Tuhan adalah fana’, atau segala sesuatu
selain Tuhan, dipandang dari keberadaan dirinya, sudah tidak ada fana’.
Dengan demikian satu-satunya wujud yang ada hanyalah wujud Tuhan.
Dalam pengalaman tasawuf, keadaan fana’ para sufi berbeda antara
satu dengan yang lain. Ada yang kembali kepada keadaan normal
sehingga dia tetap menganggap dualitas antara Tuhan dan alam, tetapi
ada
pula
yang
betul-betul
merasakan
fana’
yang kemudian
mengantarkan bersatu dengan Tuhan, sehingga tidak ada perbedaan
antara Tuhan, dengan alam, atau sebaliknya.
Meskipun Abu Yazid di pandang sebagai tokoh terpandang dalam
bidangnya, ternyata juga mendapat kritik, sebagai contoh adalah alThusi, yang memaparkan bahwa ittihad sebagaimana yang di lakukan
oleh Abu Yazid, yang diawali oleh keadaan fana’, patut diwaspadai
bahaya-bahaya yang akan di timbulkannya, karena menurutnya, sifatsifat kemanusiaan tidak mungkin sirna dari manusia. Oleh karena itu
persangkaan bahwa manusia bisa fana’, sehingga ia bersifat
sebagaimana sifat ketuhanan, adalah keliru. Akibat ketidak tahuannya,
pendapat itu hanya akan mengantar mereka kepada hulul atau pendapat
orang nasrani tentang Isa al-Masih.
Namun juga tidak kurang dari tokoh sufi lain yang memberikan
dukungan, sebagaimana di sampaikan oleh Al-Junaidi, yang menyatakan
dapat memahami ungkapan yang di keluarkan Abu Yazid. Bahkan Abd
alQadir al-Jailani memberikan komentar, “Terhadap apa yang di
ucapkan para sufi, tidak bisa dijatuhkan hukum, kecuali apa yang di
ungkapkannya dalam keadaan sadar karena persoalannya tidak lebih
dari psikis yang sedang dialami oleh masing-masing pelaku sufi yang
sedang melangsungkan tawajjuh dengan Allah sehingga keadaan alam
dan seisinya benar-benar tertutup dari jangkauan akal mereka.
RIWAYAT + INTI AJARAN
ABU YAZID AL-BUSTAMI
Nama kecilnya ialah Thallur
Pernah beliau berkata yang ‘ganjil’ dan dalam, yang masih sangat hati
hati memahamkannya, sebab dari mulut Beliau kerap kali keluar kata
kata yang berisi kepercayaan bahwasanya :
“HAMBA dan TUHAN sewaktu waktu BISA BERPADU MENJADI
SATU (Hulul)”.
Sampai oleh ahli Sufi yang datang dibelakang diberi misal bahwasanya
“Hulul” itu adalah seumpama Perpaduan diantara Api dengan
Besi, Sebagian dari perkataan beliau :
Tidak Ada Tuhan Melainkan Saya
Sembahlah Saya
Amat Sucilah Saya
Alangkah Besar KuasaKu
Salah satu perkataan beliau :
Pernah Tuhan mengangkat Daku, dan diletakkannya Aku dihadapannya
sendiri, Maka berkatalah Dia kepadaku “ABU YAZID” Makhlukku ingin
melihat Engkau.
Lalu Aku berkata “Hiasilah Aku dengan Wahdaniatmu, Pakaikanlah
Kepadaku Keakuanmu, Angkatlah Aku kedalam Kesatunmu, sehingga
apabila Makhluk Melihat Daku mereka akan berkata “ Kami telah
melihat Engkau, maka Engkaulah itu, Dan Aku Tidak Ada disana.
Pada akhirnya Beliau berkata :
Demi Sadarlah Aku, dan Tahulah Aku
Bahwa Sesungguhnya/bahwasanya sama sekali
Itu hanyalah Khayalan Belaka.
Kata kata yang demikian dinamai orang SYATHATHAT artinya ialah
kata kata yang penuh khayal yang tidak dapat dipegangi, dan dikenakan
hukum, karena orang yang berkata kata waktu itu sedang Mabuk, bukan
Mabuk Alkohol, Mabuk oleh tiada sadar akan dirinya lagi, sebab
tenggelam kedalam lautan tafakur, sebab itu menurut pengamatan
beliaulah yang mula mula sekali menciptakan suatu istilah Paham
Tasawuf yang bernama “ASSAKAR” artinya Mabuk, “ AL ‘ISYQ”
artinya Rindu Dendam.
YAHYA BIN MA’AZ, Pernah mengirim surat kepada Abu Yazid
Bustami, bahwasanya Dia sudah mabuk, oleh karena terlalu banyak
meminum Khamar Cinta.
Maka Abu Yazid membalas. Orang lainpun telah meminum Air
demikian, sepenuh Lautan dan Bumi, tetapi Dia belum juga merasa puas,
Dia masih tetap mengulurkan lidahnya meminta tambah lagi.
Tentu yang beliau maksud dengan orang lain itu ialah Dirinya sendiri.
Disinilah masuknya pelajaran RABI’ATUL ADAWIYAH.
Cinta sejati tidak mengenal hitung-hitungan, kalau masih ada rasa bahwa
Aku adalah Aku, dan Engkau adalah Engkau, belumlah sampai kepada
inti Cinta.
Kadang kadang tak tahulah dia, apa yang akan dibicarakannya lagi,
“tersesat”
mulutya,
sehingga
Cintanya “ANA AL-HAQ”
Dia
berkata
karena
saking
Kadang kadang kemana saja dia memandang, kekasih itu saja yang
kelihatan, ke Matahari ke Bulan Purnama Allah, ke Ombak bergulung,
ke Angin sepoi sepoi Allah, ke Tangis Anak yang baru lahir Allah, ke
Kuburan yang sunyi sepi Allah. Kadang kadang memuncaklah Cinta itu,
sehingga merasa ingin mati saja mati saja dalam Cinta”.
“LAA ANA ILLA HUWA “ Tidak ada saya selain Dia.
1 HULUL
A. Prolog
.
Manusia adalah makhluk yang paling sempurna bila dibandingkan
dengan makhluk lain. Sejak lahir, manusia telah dibekali dengan
berbagai kemampuan. Kemampuan untuk mendengarkan, melihat dan
memahami berbagai fenomena alam berdasarkan kecerdasan dengan
sarana panca indera yang sempurna. Bahkan dalam kronologi
penciptaannya, sengaja Allah memilihkan dengan prosedur (cara) yang
berbeda.
Secara umum, dalam diri manusia terdapat dua dimensi yang antara
keduanya saling mendukung. Pertama, dimensi jasmaniyah (jasad) yang
dalam kronologi penciptaannya berasal dari tanah. Fenomena ini
membangun sebuah argumentsi yang kokoh bahwa secara jasmaniyah
manusia berasal dari tanah dan yang memuaskannya, semua berasal
dari tanah serta ketika matipun, jasad dikembalikan ke tanah. Kedua,
dimensi ruhani (ruh) yang berasal dari Allah. Konsekuensi logisnya,
bahwa ruh berasal dari Allah dan yang bisa memuaskannya juga sesuatu
yang berasal dari Allah serta ketika manusia dinyatakan mati, maka ruh
kembali kepada Allah.
Dimensi jasad, mengantarkan manusia memiliki fitrah (kecenderungan)
membutuhkan sesuatu yang bersifat materi. Sebaliknya, dimensi ruh
mengantarkan manusia memiliki fitrah insting keberagaman 3, yang
cenderung bernuansa spiritualis. Antara keduanya menjadi satu
kesatuan yang utuh dalam diri manusia. Perspektif manusia seperti ini
memberikan pilihan yang bersifat probability bahwa manusia bisa
terjerumus ke dalam jurang kenistaan yang jauh dari perikemanusiaan
atau
bahkan
mampu
memahami
secara
komprehensif
dan
mengantarkannya mendapat derajat yang tinggi baik dihadapan Allah
maupun dihadapan sesama manusia.
Manusia yang mampu memahami dirinya secara utuh, maka akan
sampai pada pengetahuan kedekatannya tentang Tuhan. Artinya,
manusia yang mampu mengenal dirinya sendiri, maka sungguh ia telah
mengetahui dan mengenal Tuhannya. Pada tataran ini, tidak ada batas
dan tidak ada sesuatu yang dapat menghalangi hubungan langsung
antara manusia dengan Allah. Menurut Harun Nasution “Intisari dari
mistisme, termasuk didalamnya sufisme adalah kesadaran adanya
komunikasi dan dialog antara roh manusia dengan Tuhannya dengan
mengasingkan diri dan berkontemplasi. Kesadaran berada dekat dengan
Tuhan itu dapat mengambil bentuk ittihad bersatu dengan Tuhan. 6
Manshur al-Hallaj dalam pengalaman spiritualnya, menemukan sebuah
formulasi komunikasi ideal antara manusia dengan Tuhannya.
Formulasi ini dibangun berdasarkan persepsinya yang utuh bahwa
antara manusia dan Tuhan memiliki dua sifat yang sama, yaitu al-Lahut
dan al-Nasut. Apabila kedua sifat ini melebur jadi satu, maka berarti
antar manusia dengan Allah sebagai Tuhannya bisa menyatu.
Momentum menyatunya antara al-Lahut dan al-Nusut ini dalam teori
tasawufnya Mansur al-Hallaj disebut al-Hullul.
Abu Yazid al-Bustami dalam pengalaman spiritualnya menemukan
sebuah formulasi yang dikenal dengan istilah fana’, baqa’, dan ittihad,
istilah ini lahir setelah beliau mengungkapkan perkataan ganjilnya yang
seolah-olah
bertentangan
dengan
kebiasaan
sehari-hari
pada
pengalaman banyak orang
.
B. Konsep al-Hulul dalam teorinya Mansur al-Hallaj
.
1. Sketsa Biografi dan Bangunan Pemikiran Keagamaan Mansur alHallaj.
Manshur al-Hallaj lahir di Persia (Iran) pada tahun 224 H/858 M. Nama
lengkapnya adalah Abu al-Mughist al-Husain ibn Mansur ibn Mahma
al-Baidlawi al-Hallaj.7 Ayahnya bekerja sebagai pemital kapas.
Kakeknya yang bernama Mahma adalah seorang Majusi.8 Ketika masih
kecil, ayahnya pindah ke Tustar, kota kecil dikawasan Wasith, dekat
Baghdad.
Masa kecilnya banyak dihabiskan untuk belajar ilmu keagamaan. Sejak
kecil, al-Hallaj mulai belajar membaca al-Qur’an, sehingga berhasil
menjadi penghafal al-Qur’an (hafidz). Pemahaman tasawuf pertama kali
ia kenal dan pelajari dari seorang sufi yang bernama Sahl al-Tustari.
Karena pengembaraannya yang intens, maka ia dikenal sebagai seorang
sufi yang berkelana ke berbagai daerah. Berkelananya ke berbagai
daerah, mengantarkan ia dapat berkelana, bertmu, berteman dan bahkan
berguru kepada para sufi kenamaan pada masa itu.
Menginjak usia 20 tahun, al-Hallaj meninggalkan Tustar menuju kota
Basra dan berguru kepada Amr Makki. Untuk memperdalam
keilmuannya, seterusnya pindah ke kota Bagdad untuk menemui
sekaligus berguru kepada tokoh sufi modern yang termasyhur, yaitu alJunaid alBaghdadi. Ia digelari al-Hallaj karena penghidupannya yang
dia peroleh dari memintal wol. Dalam sumber lain dijelaskan, bahwa
disebut alHallaj karena dapat membaca pikiran-pikiran manusia yang
rahasia, maka terkenal dengan Hallaj al-Asror, penenun ilmu ghaib
Selanjutnya, al-Hallaj muda pergi ke kota Makkah. Di kota suci ini, ia
menetap selama kurang lebih satu tahun. Selama di kota suci ini ia
tinggal dan bermukim di pelataran Masjid al-Haram sambil melakukan
praktek kesufiannya. Pada situasi dan kondisi seperti inilah, ia
mengalami dan merasakan sebuah pengalaman spiritual yang tiada tara
bandingannya. Dalam sebuah pengakuannya, ia telah mengalami
pengalaman mistik yang luar biasa, yang pada wacana berikutnya
kemudian terkenal dengan istilah hulul.12
Pada ujung proses merasakan dan mengalami pengalaman spiritual
yang luar bisa tersebut, al-Hallaj memutuskan untuk kembali ke kota
Baghdad dan menetap di kota ini sambil terus menyebarkan ajaran
tasawufnya.
Namun
demikian,
keadaan
menentukan lain
dan
memaksanya menjadi rakyat yang tertindas dari kekejaman penguasa
saat itu. Pada tanggal 18 Dzulkaidah 309 H / 922 M ia ditangkap dan
dijatuhi hukuman mati oleh pengusa Dinasti Abbasiyah (Khalifah AlMuktadir Billah). Motive dan latar belakang penangkapan dan vonis
hukuman mati ini adalah bermuara dari tuduhan membawa paham hulul
yang dianggap menyesatkan ummat. Sisi lain, al-Hallaj juga dituduh
mempunyai hubungan dengan Syiah Qaramitah.
.
2. Konsep al-Hullul Mansur al-Hallaj
.
Konsep yang diusung oleh Mansur al-Hallaj dalam praktek pengalaman
tasawufnya sebenarnya berpijak dari kedekatannya dengan Tuhan.
Kedekatan berikut dengan segala atribut nuansa spiritualnya bertumpu
pada konsep teologi yang masih dalam koridor spiritualitas Islam
(Islamic Spirituality). Spiritualitas Islam14 yang senantiasa identik
dengan upaya menyaksikan Yang Satu, mengungkap Yang Satu, dan
mengenali Yang Satu, Tuhan dalam kemutlakan Realitas-Nya yang
melampaui segala manifestasi dan determinasi, Sang Tunggal yang
ditegaskan dalam al-Qur’an dengan nama Allah.
Ajaran tasawuf al-Hallaj yang terkenal adalah konsep hulul. Tuhan
dipahami mengambil tempat dalam tubuh manusia tertentu setelah
manusia tersebut betul-betul berhasil melenyapkan sifat kemanusiaan
yang ada dalam tubuhnya.
Menurut al-Hallaj bahwa Tuhan mempunyai dua sifat dasar, yaitu allahut (sifat ketuhanan) dan al-nasut (sifat kemanusiaan). Demikian juga
manusia juga memiliki dua sifat dasar yang sama. Oleh karena itu,
antara Tuhan dan manusia terdapat kesamaan sifat. Argumentasi
pemahaman ini dibangun berdasarkan kandungan makna dari sebuah
hadits yang mengatakan bahwa: “Sesungguhnya Allah menciptakan
Adam sesuai dengan bentukNya” sebagaimana diriwayatkan oleh
Bukhari, Muslim, dan Ahamad bin Hambal atau Imam Hambali. Hadits
ini memberikan wawasan bahwa di dalam diri Adam as terdapat bentuk
Tuhan yang disebut al-lahut. Sebaliknya di dalam diri Tuhan terdapat
bentuk manusia yang disebut al-nasut.
Berdasarkan pemahaman adanya sifat antara Tuhan dan manusia
tersebut, maka integrasi atau persatuan antara Tuhan dan manusia
sangat mungkin terjadi. Proses bersatunya antara Tuhan dn manusia
dalam pemahaman ini adalah dalam bentuk hulul.
Bersatunya antara Tuhan dan manusia harus melalui proses bersyarat,
dimana manakala manusia berkeinginan menyatu dengan
Tuhannya, maka ia harus mampu melenyapkan sifat al-nasutnya.
Lenyapnya sifat al-nasut, maka secara otomatis akan dibarengi dengan
munculnya sifat al-lahut dan dalam keadaan seperti inilah terjadi
pengalaman hulul.
Untuk melenyapkan sifat al-nasut, seorang hamba harus memperbanyak
ibadah. Dengan membersihkan diri melalui ibadah dan berhasil
usahanya melenyapkan sifat ini, maka yang tinggal dalam dirinya hanya
sifat al-lahut. Pada saat itulah sifat al-nasut Tuhan turun dan masuk ke
dalam tubuh seorang Sufi, sehingga terjadilah hulul 19, dan peristiwa ini
terjadi hanya sesaat.
Pernyataan al-Hallaj bahwa dirinya tetap ada, yang terjadi adalah
bersatunya sifat Tuhan di dalam dirinya, sebagaimana ungkapan
syairnya :
“aha suci zat yang sifat kemanusiaan-Nya membukakan rahasia
ketuhanan-Nya yang gemilang. Kemudian kelihatan bagi makhluknya
dengan nyata dalam bentuk manusia yang makan dan minum”.
Dalam syair di atas tampak Tuhan mempunyai dua sifat dasar keTuhanan, yaitu “Lahut” dan “Nasut”.
Dua istilah ini oleh al-Hallaj diambil dari falsafah Kristen yang
mengatakan bahwa Nasut Allah mengandung tabiat kemanusiaan di
dalamnya.
Dalam konsep hulul al-Hallaj dimana Tuhan dengan sifat ketuhanan
menyatu dalam dirinya, berbaur sifat Tuhan itu dengan sifat
kemanusiaan.
Penyatuan antara roh Tuhan dengan roh manusia dilukiskan oleh alHallaj didalam syairnya sebagai berikut :
“JiwaMu disatukan dengan jiwaku, sebagaimana anggur dicampur
dengan air suci. Dan jika ada sesuatu yang menyentuh Engkau, ia
menyentuh aku pula dan ketika itu dalam setiap keadaaan Engkau
adalah aku”
Bahkan didalam syairnya yang lain, al-Hallaj melukiskan dengan
sangat jelas bahwa :
“Aku adalah Dia yang kucintai dan Dia yang kucinta adalah aku. Kami
adalah dua roh yang bersatu dalam satu tubuh. Jika engkau lihat aku,
engkau lihat Dia, dan jika engkau lihat Dia, engkau lihat kami”.
Tatkala peristiwa hulul sedang berlangsung, keluarlah syatahat (katakata aneh) dari lidah al-Hallaj yang berbunyi Ana al-Haqq (Aku adalah
Yang Maha Benar). Kata al-Haq dalam istilah tasawuf, berarti Tuhan.
Sebagian masyarakat saat itu menganggap al-Hallaj telah kafir, karena
ia mengaku dirinya sebagai Tuhan. Padahal yang sebenarnya, dengan
segala kearifan dan kerendahan hati spiritualnya, al-Hallaj tidak
mengaku demikian. Perspektif ini dibangun berdasarkan ungkapan
syairnya yang lain dengan mengatakan bahwa :
“Aku adalah Rahasia Yang Maha Benar, dan bukanlah Yang Maha
Benar itu aku, aku hanya satu dari yang benar, dibedakanlah antara
kami atau aku dan Dia Yang Maha Benar”.
Dalam pengertian lain dapat diungkapkan bahwa syatahat yang keluar
dari mulut al-Hallaj tidak lain adalah ucapan Tuhan melalui lidahnya.
Dengan ungkapan ini, semakin tidak mungkin untuk memahami bahwa
maksud al-Hallaj dengan hululnya dalam berbagai syairnya adalah
dirinya al-Haq. Jadi karena sangat cintanya kepada Allah menjadikan
tidak ada pemisah antara dirinya dengan kehendak Allah, seolah-olah
dirinya dan Tuhan adalah satu. Sebagaimana diungkapkan dalam
syairnya : “Aku adalah Dia yang kucintai dan Dia yang kucintai adalah
aku”.
Seandainya apa yang dikemukakan oleh Harun Nasution, tentang
tafsiran al-Hallaj mengenai perintah Tuhan agar sujud kepada Adam
(QS. 2 : 34) adalah pendapat yang sebenarnya yang dimaksud oleh alHallaj, tentu ini pandangan yang sesat. Karena apabila masuk ke jiwa
seseorang misalnya Isa, maka jadilah Tuhan semisal Isa, ini
bertentangan dengan firman Allah “Laisa kamitslihi syaiun”. Apabila
dengan masuknya Tuhan ke dalam diri manusia tidak dengan tidak
mengurangi keberadaan Tuhan, maka berarti ada dua Tuhan atau
sekurang-kurangnya belahan Tuhan yang dapat dinamakan dengan anak
Tuhan sebagaimana yang disebut penganut Kristen sekarang, tentu ini
sangat bertentangan dengan Al-Qur’an Surat Al-Ikhlash.
Namun pendapat al-Hallaj bahwa dalam diri manusia terdapat sifat
ketuhanan itu akan masuk ke dalam diri manusia dengan jalan fana’
yaitu dengan menghilangkan sifat kemanusiaan, hal ini dapat diterima.
Sebagaimana menurut al-Hallaj ia bukanlah Yang Maha Benar, tetapi
hanyalah satu dari yang benar. Jadi menurutnya, ia bukan Tuhan. Oleh
karena itu yang lebih tepat dalam manafsirkan atau memahami ajaran
alHallaj adalah bahwa menurutnya, Tuhan mengisi diri manusiamanusia tertentu dengan sifat ketuhanan, maka jadilah manusia itu satu
dari yang benar, dialah manusia yang memiliki / dikaruniai sifat Tuhan
NUR MUHAMMAD
NUR MUHAMAD
Beliaulah yang mula mula sekali menyatakan bahwasanya kejadian
Alam ini pada mulanya ialah dari pada “HAKIKATUL
MUHAMMADIYAH” atau Nur Muhammad. Nur Muhammad itulah
asal segala kejadian. Hampir samalah perjalanan persamaannya itu
dengan renungan Ahli Filsafat yang mengatakan bahwa mulai terjadi
ialah “AKAL PERTAMA”. Menurut katanya Nabi Muhammad itu
terjadinya dua rupa. Rupa yang Qadim dan Rupa yang Azali. Dia telah
terjadi sebelum terjadinya seluruh yang ada, Dari padanya diserah Ilmu
dan dirfan. Kedua ialah rupanya sebagai manusia, sebagai seorang rasul
dan Nabi diutus Tuhan. Rupa yang sebagai Manusia itu menempuh
Maut, tetapi rupanya yang Qadim tetap ada meliputi Alam. Maka dari
Nur rupanya yang Qadim itulah diambil segala Nur buat menciptakan
segala Nabi nabi dan Rasul rasul dan Aulia. Cahaya segala Kenabian
dari pada Nur lah menyata dan Cahaya mereka dari pada Cahayanyalah
mengambil, tidaklah ada suatu cahaya yang bercahaya, dan lebihnya
yang lebih Qadim dari cahaya yang Qadim itu yang mendahului Cahaya
Beliau yang mulia.
Kehendaknya mendahului segala kehendak, Ujudnya mendahului segala
yang Adam. Namanya mendahului akan Kalampun sendiri. Karena dia
telah terjadi sebelum terjadi apa yang terjadi. Lautan Ilmunya diatas
megah mengguruh, dibawah kilat menyinar dan memancar,
menurunkan hujan dan memberikan subur, Segala Ilmu adalah setetes
dari air lautan. Segala Hikmat hanyalah satu piala dari Sungainya,
Seluruh Zaman hanyalah satu sa’at Kecil dari Masanya yang jauh.
Dalam hal kejadian Dialah yang Awal, Dalam Kenabian dialah yang
Akhir “ALHAK” adalah dengan dia, dan dengan dialah HAKIKAT, Dia
yang pertama dalam hubungan, Dia yang Akhir dalam Kenabian, Dan
Dia yang Bathin dalam HAKIKAT, dan Dialah yang lahir dalam
MA’RIFAT.
Pendeknya Nur Muhammad itulah pusat kesatuan Alam, dan Pusat
Kesatuan Nubuat segala Nabi. Dan Nabi Nabi itu Nubuatnya, ataupun
Dirinya hanyalah sebagian saja dari pada Cahayanya “NUR
MUHAMMAD” itu. Segala macam Ilmu Hikmat dan Nubuat adalah
Pancaran belaka dari Sinarnya.\
AL- HAKIKATUL MUHAMMADIYAH
Tuhan Allah adalah suatu dan satu, Dialah wujud yang Mutlak. Maka
Nur (cahaya) Allah itu sebagian dari pada Dirinya. Itulah Dia Hakikat
“MUHAMMADIYAH” itulah kenyataan yang pertama dalam
ULUBIYAH. Dari padanyalah terjadi segala Alam dalam setiap
tingkatannya. Seumpama Alam Jabarut, Alam Malakut, Alam Misal,
Alam Ajsam, Alam Arwah, Dia segenap kesempurnaan Ilmu dan Amal.
Yang ternyata pada Nabi, sejak Adam sampai Muhammad, dan sampai
kepada Wali wali dan segala Tubuh Insan yang Kamil. Nur Muhammad
atau Hakikat Muhammadiyah itu Qadim pula, sebab Dia sebagian dari
pada AHADIYAH. Sebagian dari suatu dan satu, Dia tetap ada, Hakikat
Muhammadiyah itulah memenuhi Tubuh Adam dan tubuh Muhammad.
Dan apa bila Muhammad telah Mati sebagai tubuh, namun Nur
Muhammad atau Hakikat Muhammadiyah itu tetaplah ada, sebab dia
sebagian dari Tuhan. Jadi Allah, Adam, Muhammad adalah satu, dan
Insan Kamilpun adalah Allah dan Adam juga pada Hakikatnya.
PASAL KEJADIAN NUR MUHAMMAD
Ini asalnya kejadian Nur yang bermula mengambil keterangan yang
aglir dari pada :
Pertama : Didalam Kitab yang bernama Hadis Qudsy BAYANULLAH.
Kedua : Bernama Kitab Hadis Qudsy BAYANU INSAAN
Ketiga : Bernama Kitab Hadis Qudsy BAYANULLAH KURRU
BIYIN.
Untuk menyempurnakan asal kejadian diri kita, atau asal kejadian dari
pada agama Nabi kita Muhammad SAW. Dan asal kejadian dari pada
mengenal diri/mengenal Allah. Maka barang siapa tidak mengetahui
asalnya kejadian diri, tidaklah syah sekalian Amal Ibadahnya, dan sia
sia belaka perbuatannya, maka sabda Nabi Muhammad SAW “
WUJUDUKA ZUMBUN’ADJIM” artinya Diri Anak Adam itu Dosa
yang Besar, melainkan mereka yang mengetahui.
Dengan adanya inilah yang diwajibkan untuk mengetahui asal kejadian
Diri. Wahai sekalian Saudaraku, tuntutlah benar benar dan bersungguh
sungguh Ilmu kesempurnaan ini, supaya Amal Ibadahnya sempurna.
Barang siapa menyembah Allah dan ia tidak mengetahui yang empunya
nama Allah maka hukumlah bagi merekan itu, seperti menyembah
nama saja, adalah terburu buru “BAYA TULLAH” artinya menyembah
tempat dan menyembah nama saja, bukan menyembah yang empunya
nama, karena inilah sabda Nabi kita Muhammad SAW “MAN’ABDA
ISMA’U’NAL MA’NA FAHUWA KAFIRUN” artinya Barang siapa
menyembah nama, tiada mengetahui yang empunya nama, maka orang
itu kafir lagi jahil. Dan “MAN ZAKARAL ISMA’U’ NAL MA’NA
FAHUWA BATHILUN” artinya Barang siapa menyembah nyembah
nama Allah tetapi tiada mengetahui yang Empunya nama, maka yaitu
dihukumkan bathal perkataan, yaitu sia sia sahaja.
Dengan keterangan ini bukannya mengenal Agama saja, atau namanya
melainkan yang lebih perlu adalah empunya nama, artinya : Barang
siapa tidak mengenal Allah dari awalnya dan barng siapa tidak
mengenal Allah dari akhirnya, dan barang siapa tidak mengenal Allah
dari Dunia dan barang siapa tiada mengenal Akhirat dari hidupnya
…………… ?
Bermula ini kami mulailah asal kejadian NUR MUHAMMAD itu di
dalam Kosong : “NUR QUN HU DZULLLAH” artinya Didalam
Kandungan Qun Nur Muhammad dari pada Zatnya.
Dan menurut keterangan Allah didalam Hadis Qudsy “ WAMA
KHALAK TUKA ILA JALIKA FII SYAIAN KABLAHU NUR
MUHAMMADIN FII ZADTULLAH” artinya Sebelumnya ada yang
terlebih dahulu dijadikan dari pada sesuatu juapun, maka Nur
Muhammad dijadikan dari pada Zat Allah.
Maka sewaktu Allah menjadikan Nur Muhammad dari pada Nur Zatnya
didalam Alam SATIYAARILGOIB – SATIYAULBUHTI artinya Pada
sesuatu itu dizahirkan Nur Muhammad didalam Alam dihari Ghaib, dan
Alam hari Zat “DZATTUL BUHTI” artinya pada waktu itu Nur
Muhammad dizahirkan bukannya di Alam bumi ini, melainkan di Alam
yang bernama “NUURUL BUHTI MU’ALLATI” dan artinya
dizahirkan Nur Muhammad di Alam sebelum adanya Nama : “ALLAH
ZAT WAJIBAL WUJUD”. Demikianlah sesudahnya Nur Muhammad
dizahirkan di RAHSIAN : “NUU RUL BUHTI MU’ALLATI”. Dan
diturunkan lagi di Alam SIR ZATTULBUHTI adanya, artinya di Alam
RAHASIA dibahagian bagi DIRINYA, sebelum bernama Allah. Dan
untuk namanya itu masih tersembunyi, sebahagian lagi lagi
NurMuhammad diturunkan kepada Alam Ilmu artinya di Alam
pengetahuan. Dan sesudah itu diturunkan lagi Nur Muhammad di Alam
Nur duniaartinya merupakan : NUR MUHAMMAD adanya.
Cahaya dunia berupa Zat (Zat Wajibal Wujud), diturunkan Nur
Muhammad di cahaya dunia itu, diturunkan seperti burung TA’US
maka pada suatu Nur Muhammad hanya sendirian saja, tiada yang lain,
maka Nur Muhammad pada waktu itu mengenal suatu kalimah yang
bunyinya “HU ZAATULLAH” Ini syahadat Nur Muhammad di Alam
ZATUL BUHTI: “ASYHADU ALLA ILAHA IL LALLAH” Maka
sesudah Nur Muhammad mengata sesuatu kalimah perkataan tersebut
diatas, maka Nur Muhammad berkata pula “Hai segala pohon kayu dan
batu, langit dan bumi, maka dari pada sekalian sedang berada pada
waktu itu, berkatalah Nur Muhammad “Tunduklah engkau sekalian
pohon kayu, batu dan langit ber A’jdinlah Ia dan pada saat itulah Zat
Wajibal Wujud berkata dan menyatakan Nur Muhammad itu bahwa
dijadikan dari pada NUR ZATNYA maka menyahut Zat Wajibal Wujud
dengan satu kalimah menyatakan pada Nur Muhammad “WA
ASYHADU ANNA MUHAMMADDARASULULLAH” artinya
Syahadat Zat Wajibal Wujud dan sesudahnya itu Zat Allah menyebut
dengan satu kalimah Rasul. Maka firman Allah kepada Nur Muhammad
“YA MUHAMMAD ENGKAU ITU KU JADIKAN DARI PADA
ZATKU, DAN SEMESTA SEKALIAN JADI DARI PADA ENGKAU
NUR HAKMU.
Maka terkejutlah Nur Muhammad setelah mendengar perkataan Zat
Allah dan Nur Muhammad telah berkata : Bahwasanya adalah yang
terlebih dahulu dari pada Diriku.
Sesudah itu Nur Muhammad mencita citakan/ munajad kepada Zat
Allah, lalu ia mengata Zikir Awal namanya Nur Muhammad dan
Salawat Awal Nur Muhammad, maka Nur Muhammad sebagai
meminta Do’a kepada Zat Allah “LAA ILAHA ILLALLAHU
MUHAMMAD WUJUDULLAH” artinya Tiada Tuhan yang disembah
melainkan Allah, Hai Tuhanku bahwasanya Diriku ini dari pada Ujud
DiriMu.
“LA ILAHA ILLALLAH …. NURIHAQQULLAH “ artinya Tiada
yang disembah melainkan Allah, Hai Tuhanku bahwasanya Diriku ini
dari pada Air Noktah Cahaya Dirimu.
“LA ILAHA ILLALLAHU MUHAMMAD ASTAGFIRULLAH”
artinya Tiada Tuhan yang disembah melainkan Allah, Hai Tuhanku
bahwasanya Aku meminta ampun, bertaubatlah kepada Engkau yang
tlah Engkau terima.
“KUN SALLI’ALA MUHAMMAD” Jadi Kun Jadilah.
Hai Tuhanku Engkau jadikan Diriku olehmu yang Engkau kehendaki
serta engkau jadikan pada dari kami.
Maka Firman Zal Allah kepada Nur Muhammad “Engkau ketahuilah
bahwasanya Aku jadikan Zatku menjadi Nyawa kepada Engkau, dan
Aku jadikan SifatKu kepada Engkau menjadi Tubuh Engkau, dan Aku
jadikan Af’alku ini menjadi Kelakuan Engkau.
Maka berfirman lagi Zat Allah kepada Nur Muhammad : Ya
Muhammad, asalnya Kujadikan Dirimu itu dari pada ZatKU, dan asal
kejadian Dirimu itu dijadikan segala umat Engkau, dan daripada hak
Engkau.
Maka berfirman lagi Zat Allah kepada Nur Muhammad : “ Ya
Muhammad Aku bepesan kepada Engkau, dan bahwasanya Engkau
jadikan Nyawa Engkau menjadi Rahasia kepada Umat Engkau, dan
Tubuh Engkau itu menjadi Ruh kepada kepada umat Engkau, dan Aku
jadikan Ilmu Engkau itu adalah menjadi Iman kepada Umat Engkau dan
engkau jadikanlah Kelakukan engkau itu menjadi hati kepada Umat
Engkau, dan apa bila Aku Muliakan atas Diri Engkau melainkan Aku
Muliakan juga atas Umat Engkau, dan Apa bila Aku kehendaki Diri
Engkau buat mengenal IA akan Dikau muliakan , Aku kehendaki jika
atas mengenal IA akan Dikau serta Umat Engkau.
Maka berfirman lagi Zat Allah kepada Nur Muhammad : “ Ya
Muhammad Aku wajibkan Umat Engkau itu mengenal IA dari pada
asal kejadian dirinya, dan Aku wajibkan kepada Umat Engkau
mengenal IA dari pada AgamaKU, dan Aku wajibkan kepada Umat
Engkau itu mengenal diri bersungguh-sungguh, niscaya mengenal ia
pada awalnya dan barang siapa tiada mengenal IA pada akhirnya, dan
barang siapa tiada mengenal pada Dunianya, dan barang siapa tiada
mengenal IA pada zahirnya, dan barang siapa tiada mengenal IA pada
bathinnya, dan barang siapa tiada mengenal akhirn Kalamnya, maka
tidaklah mengenal kepada Negeri Akhirat.
Sesudah itu Zat Allah menerangkan kepada Nur Muhammad dengan
beberapa keterangan yang tiada kekurangan. Maka berfirman lagi Zat
Allah : “ Ya Muhammad Engkau titikkan Air Nuktah Engkau buat
menjadi Malaikat yang empat, maka apabila Engkau menitikkan yang
pertama bernama Nur Mada, dan apabila Engkau menitikkan yang
kedua bernama Nur Madi, dan apabila Engkau menitikkan yang ketiga
bernama Nur Mani, dan apabila Engkau menitikkan yang keempat yaitu
bernama Nur Manikam, dan apabila Engkau mengata IYAKUN KUN
JADI JIBROIL, maka jadilah JIBROIL, dan apabila Engkau mengata
IYAKUN PAYAKUN JADILAH MIKAIL, maka jadilah MIKAIL, dan
apabila Engkau mengata IYAKUN PAYAKUN JADILAH ISROPIL,
maka jadilah ISRAPIL , dan apabila Engkau mengata IYAKUN
PAYAKUN JADILAH IZROIL maka jadilah IZROIL.
Dan berfirman lagi Zat Allah kepada Nur Muhammad : “Engkau
perintahkan kepada malaikat Jibroil dan Engkau jadikan dari pada
Anasarnya Jibroil yaitu Bumi, dan Engkau jadikan daripada Anasarnya
Mikail yaitu Air, dan Engkau jadikan daripada Anasarnya Isropil yaitu
Angin, dan Engkau jadikan dari pada Anasarnya Izroil Api, dan Engkau
perintahkan Ya Muhammad Jiboil buat mengambil tanah ditempat di
Alam Akbar, dan supaya memperbuat lembangan Adam dan Engkau
perintah Mikail supaya mengambil Air di Alam Mualam, dan supaya
memperbuat lembangan Adam, dan engkau perintahkan kepada Isropil
supaya mengambil Angin di Alam Izzati supaya memperbuat
lembangan Adam, dan Engkau perintahkan kepada Izroil supaya
mengambil Api di Alam Amarah dan supaya memperbuat lembangan
Adam.
Maka sesudah itu berfirman lagi Zat Allah kepada Nur Muhammad : “
Ya Muhammad, Aku ghaibkanlah Diriku ini dengan kehendaKU ini,
dan sesudah itu ghaiblah Nur Muhammad kepada Alam Sir, dan kepada
Alam Ruh, dan kepada Alam Nur.
Maka sesudah itu lalu dijadikan Dunia ini dan masih belum ada isinya,
dan sesudah itu dijadikanlah Jasad Adam di Alam Dunia ini dengan
hidup menunduk sendirinya saja, dan tiadalah mahluk yang lainnya.
Lalu dinamai Dunia ini Alam Jisim dan Alam Insan dan Alam Ruh dan
terhimpunlah namanya kepada Alam Anasarnya Adam dan dinamai
Dunia ini Tubuh Anasarnya Adam.
PASAL TENTANG ANASIR
ANASIR
Anasir ALLAH
Anasir MUHAMMAD
: Dzat, Sifat, Asma, Af’’al
: Awal, Akhir, Dzahir, Batin
Anasir HAMBA
: Rahasia, Nyawa, Hati, Tubuh
Anasir ADAM
: Api, Angin, Air, Tanah
Anasir BAPAK
: Urat, Tulang, Otak, Sumsum
Anasir IBU
: Bulu, Kulit, Darah, Daging
MENG-ESA-KAN ALLAH DALAM RAGAM DIRI
Awal Muhammad itu Nurnya
Akhir Muhammad itu Ruhaninya
Dzahir Muhammad itu Rupanya
Batin Muhammad itu Dzatnya
URAIAN
Rahasia hamba itu Batin Muhammad
Batin Muhammad itu Dzat Allah
Dzat Allah itu Rahasia hamba
Nyawa hamba itu Awal Muhammad
Awal Muhammad itu Sifat Allah
Sifat Allah itu Nyawa hamba
Hati hamba itu Akhir Muhammad
Akhir Muhammad itu Asma Allah
Asma Allah itu Hati hamba
Tubuh hamba itu Dzahir Muhammad
Dzahir Muhammad itu Af’’al Allah
Af’’al Allah itu Tubuh hamba
Dengan kaitkata rahasia
29 AGUSTUS 2012
BERLAYAR
Bila takut gelombang, mengapa berlayar …..? bila takut berkata cinta
mengapa berikrar..
yakin, sebelum datang ragu, sebagaimana engkau berikrar padaNya,
sesungguhnya
shalat,
milikMu… yaa Allah..
ibadah,
hidup
dan
matiku
adalah
inilah cinta yang sesungguhnya, yang sanggup arungi gelombang
kehidupan menuju pantai kedamaian.
yang tiada panas tiada pula dingin..
Perahu adalah jasadmu, layar adalah iktiarmu, kuatkan tiang
layarmu. mohon padaNya kekuatan, tuk arungi lautan kehidupan ini.
Jangan… perahumu tenggelam, menabrak karang nafsumu, berupa
angan-angan dalam akal khayalmu, penyesalanpun tiada arti lagi.
Yakinlah padaNya, sesungguhnya hidup dan mati ada dalam
genggamannya, bersujud kening cium bumi ketulusan, senantiasa
bumi memberi meski dihina dan dicaci, ibu bagi ragaku karena tanah
asal daripadaNya.
Innalillahi wainnaillaihi rojiun
DariMu aku berasal , dariMu aku kembali
Download