Uploaded by User55722

Buku - EKonomi Desa - Analisa Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Desa

advertisement
See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.net/publication/328403097
Ekonomi Desa: Analisa Pemberdayaan ekonomi Masyarakat Desa
Book · October 2018
CITATIONS
READS
0
3,137
1 author:
Ar Royyan Ramly
Universitas Serambi Mekkah
14 PUBLICATIONS 7 CITATIONS
SEE PROFILE
Some of the authors of this publication are also working on these related projects:
strategi dan prinsip investasi View project
MODEL DAN STRATEGI PENINGKATAN EKONOMI MASYARAKAT BERBASIS ALOKASI DANA DESA (Kajian Empiris Pelaksanaan ADD di Kec. Kuala, Kab Nagan Raya) View
project
All content following this page was uploaded by Ar Royyan Ramly on 20 October 2018.
The user has requested enhancement of the downloaded file.
ISBN 978-602-0898-83-4
Jl. Gp. Doy Ulee Kareng
Banda Aceh-Aceh, 24415
Telp. 0899-2933-544
Email : naturalaceh.or.id
natural aceh, natural aceh, natural aceh
9 786 025 44 053 3
(Analisa Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Desa)
ISBN 978-602-0898-83-4
Ekonomi Desa
Penerbit
Natural Aceh
Ar Royan, Dkk
Desa dan masyarakat merupakan aspek penting yang tak bisa
dipisahkan. Kesejahteraan masyarakat desa sangat bergantung pada
sumberdaya yang dimiliki di desa tersebut. Serta pengelolaan yang baik
dengan sistem yang baik merupakan sebuah dorongan bagi masyarakat
untuk menjesahterakan dirinya sendiri. Istilah pemberdayaan dan
pembangunan menjadi objektifitas masyarakat saat ini, dimana secara
mandiri masyarakat desa mampu menggerakkan potensi-potensi melalui
langkah swadaya. Namun pada buku ini penulis mencoba menganalisa
potensi dan arah pemberdayaan masyarakat desa, setelah adanya
program pemberdayaan dan dukungan anggaran dana desa dari
pemerintah. Apakah masyarakat desa mampu untuk mendongkrak
secara baik pembangunan dan pemberdayaannya maupun Kendala dan
hambatan-hambatan internal yang ada dalam masyarakat desa.
Ekonomi Desa
(Analisa Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Desa)
Ar Royyan Ramli
Wahyuddin
Julli Mursyida
Mawardati
EKONOMI DESA:
Analisa Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Desa
Penulis:
Ar Royyan Ramly
Wahyuddin
Julli Mursyida
Mawardati
i
Ekonomi Desa
Copy @Natural Aceh (NA)
Hak cipta dilindungi oleh undang-undang. Dilarang
mengutip dan memperbanyak sebagain atau isi
seluruhan buku ini tanpa ada izin penulis atau
penerbit
Penulis
: Ar Royyan, Dkk
Editor
: Wahyuddim
Juli Mursyida
Mawardati
Lay out
: Aiza Rafsanjani
Desain Cover
: AVG advertising
Cetakan I, September 2018
ISBN : 978-602-0898-83-4
Ukuran: 16 x 24 cm
Penerbit:
Natural Aceh
Jl. Tgk. Adee II No. 8, Gampong Doi, Ulee Kareng, Doi, Ulee
Kareng, Kota Banda Aceh, Aceh 24415
Percetakan: AVG advertising
Isi diluar Tanggung jawab percetakan
ii
KATA PENGANTAR
Puji Syukur kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan
rahmat dan karunia-Nya, sehingga buku ekonomi desa analisa
pemberdayaan ekonomi maysarakat ini telah selesai disusun. Buku ini
disusun dengan tujuan menjadi buku pegangan pembaca masyarakat,
aparat desa, akademisi dan lain-lain yang berkenaan dengan
pembangunan ekonomi desa, sehingga bermaksud untuk meningkatkan
wawasan dan mutu pelayanan masyarakat desa di seluruh Indonesia.
Potensi ekonomi yang berada di desa sangatlah begitu besar,
sehingga membuka kesempatan bagi pemerintah desa dan masyarakat
bersama dengan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes), dapat
memanfaatkan seluruh potensi yang ada dan mengolah, mengubah,
mengelola dan memasarkannya sesuai dengan kebutuhan dan
kemampuan masyarakat desa. Perekonomian desa saat ini telah berada
pada pembangunan kolektif, dimana pemerintah memberikan wewenang
khusus berskala lokal desa untuk mengatur rumah tangganya, dengan
memanfaatkan potensi dan melibatkan masyarakat sebagai bentuk
swadaya dan pemberdayaan masyarkat.
Pembangunan
desa
bertujuan
mewujudkan
tingkat
kesejahteraan masyarakat dengan penanggulangan kemiskinan dan
peningkatan kualitas hidup masyarakat desa. maka demikian buku ini
menggambarkan analisa pemberdayaan ekonomi masyarakat desa
melalui kajian
empiris-sosiologis pada
masyarakat
desa
dan
pengalaman pada daerah-daerah perkembangan di wilayah Indonesia.
iii
Demikian semoga buku ini dapat memberikan manfaat dan pengaruh
positif bagi seluruh kalangan terutama masyarakat dan pemerintah desa.
Buku ekonomi desa ini penulis kembangkan dari hasil penelitian
yang dilakukan bersama tim peneliti di berbagai daerah dalam melihat
penggunaan dan pengelolaan dana desa yang menjadi prioritas
pemerintahan pada era ini, sehingga memuat beberapa analisis penulis
yang berasal dari observasi lapangan dan telaah ilmiah yang telah
dilakukan.
Kami
pemberdayaan
menyadari
ekonomi
bahwa
buku
masyarakat
ekonomi
desa
desa
masih
analisa
jauh
dari
kesempurnaan dan masih terbuka peluang untuk terus mengalami
penyesuaian dan perubahan terkait studi yangtelah dilakukan. Oleh
karena itu kritik dan saran kami harapkan untuk kesempurnaan di masa
yang akan datang.
Banda Aceh,
Tim penulis
iv
September 2018
SAMBUTAN
Drs. ACHMAD TOHIRIN Ph.D
(Ketua Program Magister Ekonomi Dan Keuangan Pascasarjana
Universitas Islam Indonesia)
Buku ini diterbitkan tepat pada waktunya, dimana Pemerintah menjalankan
kebijakan pembangunan masyarakat desa secara lebih terstruktur dan terarah
melalui penyediaan Dana Desa yang sudah berjalan beberapa tahun terakhir.
Buku ini dapat memberikan tambahan wawasan yang positif bagi para
pemangku kepentingan dalam pembangunan wilayah perdesaan di tanah air
kita. Keberadaan buku ini dapat menjadi referensi pendamping bagi mereka
yang berkepentingan dengan pembangunan masyarakat perdesaan secara
umum. Kesenjangan pembangunan antar wilayah perdesaan diharapkan dapat
dikurangi dengan konsep-konsep pembangunan perdesaan yang coba dibahas
dalam buku ini. Pada akhirnya buku ini diharapkan dapat membantu
pencapaian tujuan pembangunan masyarakat perdesaan, yaitu meningkatkan
kesejahteraan masyarakat secara material dan spiritual.
Yogyakarta,
Achmad Tohirin
v
September 2018
Daftar Singkatan dan Istilah
ADD
APBDEs
APBN
BPS
BUMDes
DAK
DAU
DBH
DD
IDM
IDT
IPM
LSM
PADes
Permendagri
Permendes
PKT
PODES
RKPDes
RPJMDes
UU
: Alokasi Dana Desa
: Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa
: Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
: Badan Pusat Statistik
: Badan Usaha Milik Desa
: Dana Alokasi Khusus
: Dana Alokasi Umum
: Dana Bagi Hasil
: Dana Desa
: Indeks Desa Membangun
: Inpres Desa Tertinggal
: Indeks Pembangunan Masyarakat
: Lembaga Swadaya Masyarakat
: Pendapatan Asli Desa
: Peraturan Menteri Dalam Negeri
: Peraturan Menteri Desa
: Padat Karya Tunai
: Potensi Desa
: Rencana Kegiatan Pembangunan Desa
: Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa
: Undang-Undang
vi
Ucapan Terima Kasih
Syukur Alhamdulillah senantiasa penulis panjatkan kehadirat
Allah SWT. yang memiliki keistimewaan dan pemberian segala
kenikmatan besar, baik nikmat iman, kesehatan dan kekuatan didalam
penyusunan skripsi ini. Salawat dan salam senantiasa tercurahkan
kepada Sayyidina Muhammad SAW. keluarga dan para sahabatnya dan
penegak sunnah-Nya sampai kelak akhir zaman. Pada kesempatan ini
penulis menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya dan
penghargaan yang setinggi-tingginya kepada Kementerian riset dan
teknologi pendidikan tinggi Indonesia (Ristek DIKTI), yang telah
mendukung secara material demi kelancaran penulisan buku ini. Tidak
lupa pula ucapan terima kasih kepada Lembaga penelitian dan
pengabdian masyarakat (LPPM) Universitas Serambi Mekkah yang
mempromotori buku hasil penelitian ini, sehingga dapat diterbitkan
sebagai mana kehendak penulis.
Kemudian kepada Lembaga Mitra Universitas Malikul Saleh
(UNIMAL) yang sudi kiranya berkonstribusi bersama-sama dalam
menyelesaikan penulisan buku ini, tanpa ada konstribusi dan dukungan
dari lembaga mitra ini mustahil penulisan buku ini bisa kami selesaikan.
Tidak lupa pula ucapan terimakasih kami kepada sahabat-sahabat kami
yang ada di program studi, dan diluar kampus yang tidak dapat kami
sebutkan satu-persatu. Spesial kepada keluarga kami yang selalu
mendukung tanpa henti pagi dan malam dalam penyelesaian penulisan
buku ini.
vii
Akhirnya kepada Allah SWT jualah senantiasa penulis berharap
semoga pengorbanan dan segala sesuatunya yang dengan tulus dan
ikhlas telah diberikan dan penulis dapatkan akan selalu mendapat
limpahan rahmat dan hidayah-Nya, Amin.
Banda Aceh, September 2018
Penulis
viii
Daftar Isi
Kata Pengantar Penulis................................................................. iii
Kata Sambutan Ahli ....................................................................... v
Daftar Singkatan dan Istilah ......................................................... vi
Ucapan Terima Kasih .................................................................... vii
Daftar isi ......................................................................................... ix
Bab I. Pendahuluan .......................................................................
A. Masyarakat Desa dan Ruang Lingkup Kemasyarakatan ....
B. Potensi Desa dan Sumber Daya Yang Dimiliki ...................
C. Otonomi Pemerintahan Desa (Local Self Government
and Self Government Community) .....................................
D. Desa Membangun, dan Membangun Desa ........................
E. Tipologi Desa......................................................................
1
1
12
Bab II. Dana Desa dan Alokasi dana Desa ...................................
A. Dasar Hukum Dana desa dan Alokasi dana desa ..............
B. Kedudukan, Fungsi dan Tujuan Pemberdayaan. ................
C. Kebijakan Pengelolaan dan Pemanfaatan Dana Desa .......
27
27
30
41
Bab III Pembagunan dan Pemberdayaan Masyarakat
Desa ....................................................................................
A. Implementasi Dana Desa dalam pemberdayaan
Ekonomi..............................................................................
B. BUMDes dan Kesejahteraan Masyarakat Desa .................
C. Model Desa dan Akselerasi Pembangunan ........................
Bab IV Analisa Kesejahteraan Dan Perkembangan
Ekonomi Desa .....................................................................
A. Analisa Potensi melalui dengan pemanfaatan
Dana Desa..........................................................................
B. Analisa kesejahteraan dan Pengentasan Kemiskinan
ix
18
21
23
46
46
51
64
74
74
Melalui Pemanfaatan Dana desa .....................................
C. Analisa Pembangunan Desa Melalui Pemanfaatan
Dana Desa ........................................................................
86
93
Bab V Penutup ............................................................................... 104
A. Kesimpulan ......................................................................... 104
B. Saran .................................................................................. 106
Daftar Rujukan
Lampiran
Biografi Penulis
x
BAB I
PENDAHULUAN
A. Masyarakat Desa dan Ruang Lingkup Kemasyarakatan
Masyarakat desa (rural community) bagian atau kelompok yang
kecil yang terdapat di wilayah hukum kebiasaan atau adat masyarakat
setempat, yang aktivitasnya sesuai dengan kebutuhan dan kepentingan
masyarakat yang ada di wilayah hukum tertentu. Masyarakat Desa
menurut ahli seperti, Hasan Sadily .
“mendefiniskan masyarakat adalah golongan besar atau kecil
beberapa manusia, yang dengan pengaruh bertalian secara
golongan mempunyai pengaruh kebatinan satu sama lain”.
R. Linton seorang antropologi juga mengemukakan bahwa :
“masyarakat adalah setiap kelompok manusia yang telah cukup
lama hidup dan bekerjasama, sehingga mereka dapat
mengorganisasikan dirinya berpikir tentang dirinya dalam satu
kesatuan sosial dengan batas-batas tertentu”.
Menurut undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 Desa adalah desa
dan desa adat atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut
Desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah
yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan,
kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak
asal usul, dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem
pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Sedangkan
pengertian
Pemerintahan
Desa
adalah
penyelenggaraan urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat
1
Ar Royyan, Dkk
setempat dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik
Indonesia.1 Desa berkedudukan di wilayah kabupaten/kota. Perbandingan
antara Pemerintahan Daerah dan Pemerintahan Desa disajikan dalam
tabel sebagai berikut:
Tabel 1.1 Perbandingan Antara Pemerintahan Desa Dan
Pemerintahan Daerah
URAIAN
Pemilihan
langsung
Masa jabatan
Eksekutif
Legeslatif
PEMERINTAHAN
DAERAH
PILKADA
PEMERINTAHAN
DESA
PILKADES
5 Tahun
Gub/Bupati/Walikota
DPRD
Perencanaan
RPJM, RKPD
Sumber Dana
PAD, transfer (DAU,
DAK, DBH, lain-lain)
APBD
BUMD
6 Tahun
Kepala Desa
BPD
(Permusyawaratan)
RPJM Desa, RKP
Desa
PAD, transfer (dana
desa, ADD, lain-lain)
APBDes
BUMDes
Anggaran
Kekayaan Yang
Dipisahkan
Laporan-laporan
Semesteran
Tahunan
Akhir masa
jabatan
Laporan kekayaan
Lap. Prognosis APBD
LPPD, LKPJ, info,
Masyarakat
LPPD, AMJ
Lap. Pelaksanaan
APBDes
LPPD, LKPJ, info,
Masyarakat desa
LPPD, AMJDes
Neraca
Laporan Kekayaan
Milik Desa
Sumber : diambil dari Juklak Bimkon Keuangan Desa BPKP
Badan Pengawas Keuangan dan pembangunan (BPKP), Petunjuk Pelaksanaan
Bimbingan & Konsultasi Pengelolaan Keuangan Desa. Deputi Bidang Pengawasan
Penyelenggaraan Keuangan Daerah, Tahun 2015, hlm. 25.
1
Ekonomi Desa
2
Maka dari tabel di atas terlihat masyarakat desa memiliki kekuatan
wewenang untuk mengatur pemerintahannya sendiri. Kewenanagan ini
tidak mungkin hadir sendirinya tanpa melalui proses yang panjang. Paling
tidak cara pandang kita terhadap pemeritah desa dan nilai-nilai
kemasyarakatan yang dianut oleh penduduk Indonesia. Pada dasarnya
masyarakat kita sangat majemuk tidaklah berasal dari satu suku, ras,
agama, dan bahasa. Begitu juga halnya terjadi pada masyarakat kita yang
ada di desa memiliki nilai-nilai luhur yang harus dijaga. Kemajemukan juga
terjadi di desa-desa melalui sederet masalah yang timbul, seperti angka
kemiskinan yang tinggi, tingkat pendidikan yang rendah, keterbelakangan
akses informasi, dan sebagainya.
Sehingga menimbulkan keragaman sosial yang harus diatasi dan
dikelola dengan baik, padahal di desa terpadapat begitu banyak potensi
alam yang dimiliki, mulai dari luas wilayah pegunungan, kebun, hinggga
pantai. Paradigma ini memberi gambaran bahwa desa ini wilayah yang
kecil, tersudut, terpencil dan hanya tempat untuk bernaung orang-orang
dikampung saja. Padahal semua kebutuhan orang-orang di kota hampir
sebahagian lebih berasal dari desa. Oleh karena itu ada ada pandangan
umum terhadap desa yang sering kita dengar. Pertama yang memandang
desa sebagai kampung halaman.
Tempat kelahiran asalnya dan bernostalgia dengan kampung
halamannya bagi orang yang merantau ke daerah kota. Karenanya
urbanisasi pun terjadi sehingga bias pembagunan terjadi hanya di kota
bukannya di desa, sumberdaya manusia yang semula terdapat di desa
beranjak ke kota dan banyak orang mencari pekerjaan di kota, sehingga
desa hanya di naungi oleh orang tua, anak-anak, lansia dan orang-orang
3
Ar Royyan, Dkk
yang minim pendidikannya. Kedua desa dipandang hanya sebagai wilayah
administrasi tingkat paling bawah dan palig rendah dalam hirarkhi
pemerintahan di Indonesia.Tata kelola desa hanya di atur oleh
pemerintahan atas saja dan desa dianggap sebagai perpanjangan tangan
pemerintah untuk mengeksekusi kebijakan dan mengatur rakyatnya.
Ketiga memandang desa sebagai masayarakat tanpa pemerintahan. Cara
pandang ini melahirkan program langsung kepada masyarakat yang
diberikan kepada kelompok-kelompok masyarakat tanpa memerhatikan
pemerintahan desa.2
Ciri-ciri masyarakat perdesaan yang sangat menonjol ialah
memiliki pergaulan yang sangat dekat, saling kenal mengenal diantara
penduduk desanya. Menurut ahli yang dikatakan desa ialah yang jumlah
penduduknya kurang dari 2500 jiwa, hal ini pula diatur dalam undang
undang desa tahun 2014. Oleh karenanya masyarakat desa sangat
mudah bergaul dan mengenal satu sama lain. Kemudian ciri lain yang
melekat ialah cara masyarakat dalam mengurus perekonomiannya,
kebanyakan masyarakat kita memiliki mata pencaharian sebagai petani
karena wilayah yang sangat agraris yang di pengaruhi oleh alam.
Selain itu aspek yang erat dimasyarakat perdesaan ialah gotong
royong yang memang sudah lama tertanam dalam jiwa masyarakat untuk
saling memikul dan bekerjasama dalam segala hal yang ada
dilingkungannya, seperti membersihkan parit jalan, menjaga keamanan
2
Sutoro Eko, dkk, Desa Membangun Indonesia, (Yogyakarta: Forum Pengembangan
Dan Pembaharuan Desa (FPPD) dan ACCESS, 2014), hlm. 12-13.
Ekonomi Desa
4
desa (ronda) dan sebagainya. Sedangkan mengenai kerja bakti ada dua
macam yaitu:
a) kerjasama yang timbul atas inisiatif warga itu sendiri.
b) dan kerjasama yang tidak timbul dari inisiatif masyarakat itu
sendiri, yang biasanya dari luar desa.
Hakikat masyarakat perdesaan sebenarnya hidup saling memikul
dan menjaga satu sama lain diantara warganya. Tetapi didalam
masyarakat juga terdapat gejala-gejala yang membuat masyarakat
perdesaan memiliki ketegangan ketegangan sosial, diantaranya:
a.
konflik (pertengkaran)
Masyarakat di desa rupanya sering mempunyai masalah sosial
yang berujung pada pertengkaran mental dan fisik. Pertengkaran ini
berkisar antara masalah sehari hari rumah tangga yang sering menjalar
keluar rumah dan sumber masalah terdapat pada status, gengsi dan
sebagainya.
b. Kontroversi (pertentangan)
Pertentangan terjadi karena perubahan adat istiadat dan budaya
yang ada dalam masyarakat, biasanya dalam setip desa adat istiadat ini
tidaklah sama dengan desa yang lain.
c. Kompetisi ( persaingan)
Sudah lumrah terjadi di perdesaan pada mulanya menjadi sifat
orang yang tinggal di desa untuk saling berkompetisi dengan warga dan
tetangganya. Oleh karena itu wujud persaingan itu bisa berupa positif dan
negatif. Positif bila persaingan wujudnya bisa menghasilkan usaha dan
produktifitas meningkat bersama. Sebaliknya negatif tidak menghasilkan
5
Ar Royyan, Dkk
apapun seperti sifat iri bahkan saling fitnah sehingga timbul masalah baru
yaitu pertengkaran dala masyarakat.
d. Kegiatan masyarakat.
Masyarakat desa mempunyai aktifitas yang sangat padat dan
beragam diumulai dari pagi hari hingga malam. Beragam corak aktifitas
yang dilakukan masyarakat desa sehingga aktifitas ini melekat dan
menunjukkan sifat masyarakat desa itu sendiri. oleh karena itu masyarakat
desa juga dikenal sebagai pekerja keras dalam menciptakan bahan baku
yang diperlukan di kota-kota, dengan kata lain desa merupakan sumbersumber ekonomi masyarakat.
Unsur pertama yang menjadi sumber ekonomi ialah tahah (land),
tanah yang dapat dijadikan lahan produktif oleh masyarakat untuk
ditanami tanaman, persawahan dan didirikan bangunan untuk kebutuhan
masyarakat pedesaan. Tidak hanya itu sering kali terjadi persengkataan
mengenai hak kepemilikan tanah di perdesaan dan juga mengenai tanah
adat. Karena tanah merupakan aset utama dalam tata kehidupan. Namun
tidak semua masyarkat perdesaan memiliki tanah untuk digarapi bahkan
untuk ditinggali, disinilah peran penting pemerintah desa dan masyarakat
yang memiliki kepedulian untuk membantu sesama warganya. Orang yang
tidak memliki tanah untuk digarapi akan biasanya menyewa tanah milik
orang lain atau orang lain yang menggadaikan tanahnya. Lebih dari itu
orang yang tidak memiliki tanah untuk digarapi akan menjadi buruh apa
saja di dalam masyarakat. Inilah bentuk sosial yang tercipta sehingga
masyarakat desa selalu tampak dibawah penduduk kota yang mampu dan
memiliki akses lebih.
Ekonomi Desa
6
Selanjutnya unsur penduduk, jumlah penduduk dan kepadatan
penduduk, hal ini sangat berbeda kalau kita perhatikan dan bandingkan
dengan perkotaan. Dimana jumlah penduduk di kota lebih besar
dibandingkan jumlah penduduk desa yang kecil yang kurang dari 2500
jiwa. Pesebaran penduduk desa juga berbeda dengan kota desa sebaran
penduduk lebih kecil dan tidak kelihatan padat. Selain itu mata
pencaharian penduduk desa yang beragam dengan memanfaatkan
lingkungan alam untuk bekerja dan berusaha memenuhi kebutuhan
hidupnya. Unsur selanjutnya ialah tata kehidupan di desa dalam hal ini
tata kehidupan dan seluk beluk masyarakat di desa lebih tampak dekat
dan bergaul sesama (rural society). Ketiga unsur ini tidak dapat dipisahkan
dalam kehidupan masyarakat pedesaan, apalagi unsur penduduk yang
merupakan power man atau potensi besar untuk sumber ekonomi yang
ada rumah tangga. Biasanya penduduk desa melakukan migrasi ke kota
untuk memperluas mata pencaharian sehingga membentuk rural
industries.
Selain itu corak kehidupan masarakat desa didasarkan atas dasar
kekeluargaan yang memiliki unsur kegotongroyongan yang kuat dan
bersatu dalam segala urusan, senasib dan merasakan apa yang orang
lain rasakan, sehingga pertalian inilah yang menjadi masyarakat di
pedesaan terasa kompak dan menjadikan hubungan sosial yang akrab.
Namun selain itu desa pun memiliki fungsi yang sangat besar dan
berpengaruh di wilayah provinsi dan Negara Kesatuan Republik Indonesia
pengaruh besar ini dilihat dari potensi yang dimiliki oleh desa, yang
bedasarkan corak, struktur dan letak
geografis desa yang ada di
Indonesia. Kebanyakan wilayah di indonesia terdiri dari beberapa pulau7
Ar Royyan, Dkk
pulau (archipelago), sehingga potensi kepulauan sangat menonjol terletak
pada masyarakat pedesaan yang berada di pinggiran pantai. Masyarakat
yang berada di pinggiran pantai kebanyakan mata pencahariannya adalah
sebagai nelayan yang menghasilkan komoditas tangkapan ikan, udang,
kepiting, dan mutiara yang menyediakan bahan pangan protein tinggi.
Begitu juga dengan masyarakat yang berada pada dataran
rendah, dataran tinggi dan pengungunan yang memiliki potensi yang
besar pula, menghasilkan komodoti ekspor. Masyarakat di daratan
kebayakan dengan mata pencaharian dari perkebunan dan pertanian yang
menjadi produsen untuk komoditi ekspor. Peranan mereka meningkatkan
volume ekspor dan perdagangan komoditas di pasaran global, seperti
masyarakat perkebunan dengan bahan komoditi, kelapa sawit, coklat,
karet, lada, kopi, teh dan sebagainya dalam mendukung peningkatan
pembangunan dan pemerataan kesejahteraan yang ada di desa-desa.
selama ini komoditas yang dihasilkan oleh masyarakat desa masih
tergolong ke dalam komoditi mentah atau belum diolah menggunakan
kemapuan teknologi menjadi barang jadi. Maka sangat besar harapan
dalam kedepan perlu adanya teknologi yang mudah, murah, dan memadai
untuk menunjang komoditi yang dihasilkan oleh masyarakat desa memiliki
nilai tinggi, sehingga menjadi daya jual yang tinggi pula di pasaran.
Perlu adanya peningkatan pembinaan dan pendampingan bagi
masyarakat desa untuk menemukan teknologi tepat guna dalam
menunjang produk yang dihasilkan dari potensi yang dimiliki. Dalam hal ini
pemerintah mengambil pula mengambil langkah yang besar untuk
mendorong (top-down) dalam kebijakannya untuk menggali potensi desa
dalam menggunakan teknologi tepat guna. Maka keberhasilan dalam
Ekonomi Desa
8
menggali potensi desa akan memperkuat ketahanan ekonomi secara
nasional dan masyarakat pedesaan menjadi lebih sejahtera dalam
meningkatkan taraf hidupnya. Kadangkala kondisi pedesaan pun kurang
mendukung dalam memperkuat kebijakan pemerintah, artinya perlu
respon timbal balik dari bawah (bottom-up) untuk peningkatan produk dari
potensi yang dimiliki.
Setelah adanya undang undang nomor 6 tahun 2014 tentang
desa. maka memiliki nuansa dan semangat baru dalam menerjemahkan
desa dan makna desa bagi masyarakat. Menurut Eko (2015), Desa
memiliki masyarakat, masyarakat memiliki desa. Desa memiliki
masyarakat berarti desa ditopang oleh institusi Lokal atau modal sosial.
Dalam UU Desa hal ini tercermin pada asas kekeluargaan, kebersamaan
dan kegotongroyongan. Sementara masyarakat memiliki desa bisa disebut
juga sebagai tradisi berdesa, atau menggunakan desa sebagai arena
bernegara atau berpemerintahan oleh masyarakat. Dua sisi itu penting
karena akan menjadi fondasi yang kokoh bagi desa yang kuat, maju,
demokratis dan mandiri. Pada level yang lebih mikro, bermasyarakat dan
berdesa itu menjadi energi utama bagi desa membangun, dan sekaligus
menjadi faktor penting bagi keberhasilan dan kegagalan setiap jenis
program pembangunan yang bekerja di desa. Sebagai contoh konkret,
Desa Ekasari di Jembrana, Bali. Desa ini inklusif (tiga komunitas Hindu,
Islam dan Katotik hidup rukun dan terjadi kolektivitas) dan memiliki
bangunan sosial yang kokoh, sehingga program apapun yang masuk ke
desa ini selalu berhasil.
Sebaliknya banyak Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) yang
gagal, atau proyek-proyek sektoral yang diserahkan kepada masyarakat
9
Ar Royyan, Dkk
setempat akhirnya tidak berlanjut dengan baik. Penyebabnya adalah
fondasi sosial yang rapuh dan miskinnya tradisi berdesa. Tradisi berdesa
mengandung unsur bermasyarakat dan bernegara di ranah desa. Desa
menjadi wadah kolektif dalam bernegara dan bermasyarakat. Pertama,
desa menjadi basis identitas dan basis sosial atau menjadi basis
memupuk modal sosial, yakni memupuk tradisi solidaritas, kerjasama,
swadaya, gotong royong secara inklusif yang melampaui batas-batas
eksklusif seperti kekerabatan, suku, agama, aliran atau sejenisnya.
Kedua, desa memiliki kekuasaan dan berpemerintahan, yang di dalamnya
mengandung otoritas (kewenangan) dan akuntabilitas untuk mengatur dan
mengurus kepentingan masyarakat setempat. Ketika mandat dari rakyat
koheren dengan otoritas dan akuntabilitas, maka legitimasi dan
kepercayaan akan menguat. Desa mampu menjalankan fungsi proteksi
dan distribusi pelayanan dasar kepada warga masyarakat.3
Kewenangan asal-usul dan kewenangan lokal dalam UU Desa
merupakan instrumen penting untuk melembagakan masyarakat/tradisi
berdesa. Melalui kewenangan itu desa mempunyai otoritas dan
akuntabilitas mengatur dan mengurus barang-barang publik untuk
pelayanan kepada kepentingan masyarakat setempat. APBDesa
digunakan untuk membiayai kewenangan yang direncanakan. Sebaliknya
masyarakat juga membiasakan diri untuk memanfaatkan Desa sebagai
representasi Negara yang mengatur dan mengurus mereka, bukan hanya
sebatas terlibat dalam pemilihan kepala desa, bukan juga hanya
3
Eko, S. (2015), Regulasi baru, Desa Baru, Ide, Misi, dan Semangat UU Desa. Jakarta:
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, Dan Transmigrasi RI. Hal 70.
Ekonomi Desa
10
mengurus administrasi, tetapi yang lebih penting adalah memanfaatkan
desa sebagai institusi yang melayani kepentingan mereka.4
Sebagai dua sisi mata uang, antara desa kuat dan desa mandiri,
merupakan sebuah kesatuan organik. Dalam desa kuat terdapat
kemandirian desa, dan dalam desa mandiri terdapat kandungan desa
kuat. Kapasitas tentu merupakan jantung dalam desa kuat dan desa
mandiri. Tetapi secara khusus dalam desa kuat terdapat dua makna
penting. Pertama, desa memiliki legitimasi dimata masyarakat desa.
Masyarakat menerima, menghormati dan mematuhi terhadap institusi,
kebijakan dan regulasi desa.
Tentu legitimasi bisa terjadi kalau desa mempunyai kinerja dan
bermanfaat secara nyata bagi masyarakat, bukan hanya manfaat secara
administratif, tetapi juga manfaat sosial dan ekonomi. Kedua, desa
memperoleh pengakuan dan penghormatan (rekognisi) dan kepercayaan
dari pihak negara (institusi negara apapun), pemerintah daerah,
perusahaan, dan lembaga-lembaga lain.Jika mereka meremehkan desa,
misalnya menganggap desa tidak mampu atau desa tidak siap, maka
desa itu masih lemah. Rekognisi itu tidak hanya di atas kertas
sebagaimana pesan UU Desa, tetapi juga diikuti dengan sikap dan
tindakan konkret yang tidak meremehkan tetapi memercayai.
Tipologi dan visi pembangunan desa itu lahir pada jamannya, yaitu
zaman Orde Baru yang mendewakan modernisasi, seraya menghindari
demokrasi dan otonomi. Kalau dibaca secara ekstrem tipologi desa itu
sungguh inkonstitusional, karena tidak mengandung pengakuan dan
4
Ibid, hal 84.
11
Ar Royyan, Dkk
penghormatan terhadap adat yang menjadi roh dan jati diri desa. Adat
dianggap kuno dan menjadi penghambat pembangunan, sehingga harus
dimodernisasi agar adat semakin longgar dan tidak mengikat
sebagaimana terjadi dalam desa swasembada. Dihadapkan pada konteks
kekinian, pandangan yang melemahkan adat itu tidak relevan. Di tengah
globalisasi, orang juga rindu dan mencari kearifan lokal yang dihadirkan
oleh adat. Adat tidak lagi dipahami sebagai kebiasaan lama yang kolot,
tetapi dipahami sebagai nilai-nilai dan ke- arifan lokal serta prakarsa baru
entitas lokal yang adaptif terhadap perubahan, yang di dalamnya
mengandung roh dan jati diri sebagai benteng atas gempuran globalisasi.5
B. Potensi Desa dan Sumber Daya Desa
Setiap desa di Indonesia memiliki potensi masing-masing, potensi ini
dapat berupa potensi alam dan potensi fisik. Sesuai dengan undangundang desa setiap sumberdaya yang ada di desa merupakan milik desa
dan dapat dikelola oleh pemerintah desa sebagai pemegang kewenangan
berskala lokal desa, ada 7400 desa lebih yang telah masuk perhitungan
pemerintah dan masih ada desa yang belum masuk pendataan yang
dilakukan, serta potensi yang dimiliki. Hasil pendataan potensi desa
merupakan langkah yang sangat penting dilakukan, sebabnya ini menjadi
rujukan pemerintah dalam menyalurkan dana desa sesuai potensi yang
dimiliki, dengan melihat :
a. jumlah penduduk desa,
b. tingkat kemiskinan desa,
5
Ibid, hal, 90-92.
Ekonomi Desa
12
c. luas wilayah desa, dan
d. tingkat kesulitan geografis desa.
Pendataan ini dilakukan oleh Badan Pusat statistik (BPS) tentang
potensi desa (Podes) yang dimiliki oleh setiap desa, data potensi desa
(Podes) merupakan data tematik atau data yang menggambarkan kondisi
wilayah yang memiliki potensi di tingkat pedesaan.
Dari potensi desa yang terekam saat ini digunakan potensi desa
(podes) tahun 2014, yang dapat digunakan oleh berbagai pihak yang
membutuhkan sumber data berbasis wilayah. Pengumpulan data potensi
desa dilakukan empat tahun sekali oleh badan pusat statistik. Maka
pemutakhiran data selanjutnya untuk kepentingan dana desa akan
dilakukan pada tahun 2018 mendatang dengan mendata kembali potensi
desa atau wilayah setingkat desa yang ada di seluruh Indonesia.6
Potensi desa sangat berperan penting dalam mewujudkan desa
yang mandiri, makmur dan sejahtera. Selain itu potensi desa ini
merupakan tolak ukur pengalokasian dana desa yang ada diseluruh
indonesia selain jumlah penduduk, angka kemiskinan, luas wilayah desa,
dan tingkat kesulitan geografi desa yang digunakan saat ini dalam formula
dana desa (DD).
Potensi desa dapat berupa potensi alam atau potensi non-alam
yang dimiliki oleh desa tersebut, misalnya tempat wisata, perkebunan,
tambang, tempat rekreasi, dll. Oleh karenanya dapat diartikan Potensi
desa ialah kemampuan, kekuatan atau sumberdaya yang dimiliki oleh
suatu daerah namun belum sepenuhnya digunakan secara maksimal
Tim Penulis Kolaborasi Masyarakat dan Pelayanan Untuk Kesejahteraan (KOMPAK),
Analisa Kebijakan Dana Desa Dan Penanggulangan Kemiskinan, 2017, Hlm 5.
6
13
Ar Royyan, Dkk
dalam suatu kesatuan masyarakat setempat serta mempunyai hak untuk
mengatur rumah tangga sendiri.7
Oleh karena itu diperlukan peran dan fungsi desa dalam
mengelola potensi desa baik secara fisik maupun non-fisik. Desa melalui
sistem pemerintahannya memiliki peran yang besar dalam memanfaatkan
potensi yang ada di desa atau wilayah hukum masing-masing potensi
desa dan mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat bedasarkan
prakarsa masyarakat, hak asal-usul dan/atau hak istiadat sesua dengan
undang-undang desa. Kemudian dalam mengukur dan melihat potensi
desa, tentu terdapat beberapa cara diantaranya dengan melihat sumber
daya alam yang dimiliki atau kegiatan ekonomi yang dilakukan masyarakat
setempat.
Tujuan peningkatan pengelolaan potensi desa ialah guna
meningkatkan taraf hidup masyarakat desa, dimana maysarakat desa
mayoritas memliki tingkat kelayakan hidup rendah, sebab itu salah satu
tujuan peningkatan potensi desa yang dikelola oleh desa sendiri agar
dapat mengangkat taraf hidup masyarakat desa dan terbentuknya
ketahanan dan kemandirian desa. selain itu peningkatan potensi desa
dalam pemanfataan sumber daya alam di arahkan supaya terdapat
pemeratan pendapatan masyarakat dan dikelola langsung oleh
pemerintah desa selaku pemegang kekuasan di tingkat desa.
Bedasarkan potensi desa di indonesia pada tahun 2014 dapat kita
lihat potensi yang sangat menggembirakan dari ekonomi desa, terdapat
Suprayitno. Analisis Potensi Desa Dalam Menjalankan Sistem Pemerintahan Desayang
Baru Pasca Ditetapkannya UU No. 6 Tahun 2014 Tentang Desa (Studi Desa Lung Anai
Kecamatan Loa Kuludan Desa Bukit Pariaman Kecamatan Tenggarong Seberang,
Kabupaten Kutai Kertanegara). E-jurnal Ilmu Pemerintahan Tahun 2015, 3(4), hlm 1654.
7
Ekonomi Desa
14
potensi alam di bidang pertanian sebesar 82,7 persen, hampir seluruh
wilayah di Indonesia memiliki potensi pertanian atau agribisnis yang dapat
dikembangkan dan menjadi suatu usaha masyarakat kita untuk mengelola
sumber pangan sendiri sehingga swasembada pangan dapat tercapai.
Kemudian selain potensi pertanian ada potensi energi terbarukan
yang dapat dimasnfaatkan oleh desa dari olahan alam yang dapat dipakai
masyarakat dan diperbaharui kembali, potensi ini sangat besar mencapai
86,4 persen kesempatan potensi yang dapat dikembangkan, selebihnya
ada 26,8 persen desa berpotensi di bidang perkebunan yang mayoritas
masyarakat desa bergerak pada tanaman sawit, karet, coklat, pala, nilam,
dan banyak sebagainya.
Selain itu mengingat wilayah indonesia dengan struktur kepulauan
yang sangat luas, tentunya memiliki potensi di bidang kelautan dan
perikanan. Potensi yang dimiliki desa dalam bidang perikanan sebanyak
12.827 ribu, merupakan angka yang fantastis yang dapat dimanfaatkan
oleh masyarakat desa dalam memanfaatkan potensi laut dan perikanan.
Kemudian potensi alam ini bukan saja potensi terletak pada hasil alam
saja yang dapat di eksplorasi akan tetapi dari struktur dan bentuk wilayah
dapat dimanfaatkan sebagai objek wisata bagi masyarakat, hal ini terlihat
begitu besar potensi untuk wisata yang dapat dikelola, potensi alam untuk
menjadi desa wisata juga tergolong sangat tinggi sebesar 1.902 desa
wisata yang dapat dikelola.
Sementara itu dalam untuk menghidupkan aktivitas ekonomi
masyarakat yang dapat dikembangkan melalui usaha kreatif masyarakat
dalam menghasilkan produk unggulannya di Indonesia memiliki potensi
yang sangat besar pula, dikarenakan setiap desa memiliki sumber-sumber
15
Ar Royyan, Dkk
produksi dan tangan-tangan terampil yang dapat mengolah bahan baku
menjadi sebuah produk unggulan di masyarakat. Sehingga kegiatan ini
akan akan menambah aktivitas ekonomi dalam mata pencaharian
masyarakat di desa, potensi ini dapat di kelola melalui UMKM yang ada di
desa. UMKM melalui pengelolaanya dapat mendorong usaha masyarakat
mulai dari usaha industri rumahan, usaha mikro dan usaha mengengah
yang dapat dikembangkan. Sebesar 1,8 juta usaha UMKM yang terdapat
di Indonesia yang dapat dikembangakan yang menghasilkan berbagai
jenis produk unggulan.
Sektor potensi desa dapat kita lihat dalam tiga bagian, pertama
sektor primer, sektor primer merupakan sektor utama yang menjadi
sasaran potensi desa, tanpa sektor ini desa akan kehilangan beberapa
sumberdaya untuk mengembangkan kegiatan antar masyarakat desa.
sektor primer terdiri atas perkebunan, pertanian dan perikanan. Seperti
halnya pertanian dan perkebunan merupakan sektor potensi yang sangat
banyak didapati di setiap desa karena potensi ini akan melahirkan dan
menyediakan kebutuhan dan komoditas bagi masyarakat. Begitu juga
dengan sektor perikanan, hampir setiap penjuru desa yang terletak di
pesisir masyarakatnya memiliki mata pencaharian sebagai nelayan dan
petani tambak.
Kedua sektor potensi sekunder, pada sektor ini memiliki tingkatan
lebih tinggi, dapat kita ketahui potensi primer merupakan potensi dasar
yang memanfaatkan sumberdaya alam, sedangkan pada potensi
sekunder merupakan potensi yang diolah oleh masyarakat untuk
menjadikan sumberdaya tersebut menjadi sebuah produk atau komitas
Ekonomi Desa
16
unggulan. Oleh karenanya potensi sekunder sebagai potensi pelengkap
dapat disebut sebagai potensi di bidang pengolahan dan industri.
Potensi sekunder ini sudah banyak dimanfaatkan oleh masyarakat
sekitar dengan memnafaatkn berbagai komoditas dan sumberdaya di
sekelilingnya, maka akan lahirlah usaha-usaha kecil (mikro) atau industri
rumahan (home industry) seperti kerajinan tangan, usaha makanan dan
minuman di masyarakat untuk menopang kehidupan.
Ketiga sektor potensi tersier, pada sektor potensi tersier dapat kita
lihat sebagai potensi tingkat tinggi dimana potensi ini tidak sudah
bergantung pada kepiawaian masayrakat itu sendiri dalam mengelola
potensi dasar, seperti perdagangan, pemberian jasa, hotel/tempat
penginapan dan sebagianya. Apabila dalam suatu desa memiliki potensi
tersebut maka dapat dikatakan desa tersebut dalam kategori desa
berkembang atau maju, karena pelayanan dasar dan publik di desa dapat
di akses secara langsung dan cepat oleh masyarakat.
Terkadang dari potensi di atas tidak semua desa mempunyai
ketiga potensi, akan tetapi sebagai sektor potensi primer hampir dapat kita
lihat dumiliki oleh desa, juga tergantung pada letak gegrafis desa tersebut.
Sedangkan sektor sekunder dan tersier juga dapat dimiliki oleh desa yang
sudah berkembang, maka sudah seharusnya potensi ini dimanfaatkan
untuk pengembangan ekonomi desa dengan bentuk beberapa prioritas
diantaranya dengan pengembangan BUMDes, Pasar Desa, lumbung
pangan desa, tambatan perahu dll.
17
Ar Royyan, Dkk
C. Otonomi Pemerintahan Desa (Local Self Goverment)
Pada era reformasi secara substansial pembangunan desa lebih
cenderung diserahkan kepada desa itu sendiri. Sedangkan pemerintah
pusat dan pemerintah daerah cenderung mengambil posisi dan peran
sebagai fasilitator, memberi bantuan dana, pembinaan dan pengawasan.
Sehingga program pembangunan desa lebih bersifat bottom-up atau
kombinasi buttom-up dan top-down.8
Pembangunan desa telah diatur dalam undang-undang desa,
yaitu meningkatkan kesejahteraan hidup manusia serta penanggulangan
kemiskinan
melalui
penyediaan
pemenuhan
kebutuhan
dasar,
pembangunan sarana dan prasarana desa, pengembangan potensi
ekonomi lokal dan pemanfaatan sumber daya alam dan lingkungan secara
berkelanjutan. Pembangunan desa dilaksanakan dengan mengedepankan
semangat kebersamaan, kekeluargaan, dan kegotongroyongan guna
mewujudkan perdamaian serta keadilan sosial.9
Pembangunan dapat dimaknai sebagai proses multidimensional
yang melibatkan perubahan-perubahan besar dalam struktur sosial,
mental dan lembaga nasional serta percepatan atau akselerasi
pendapatan suatu masyarakat, mengatasi pengangguran, ketimpangan
dan pemberantasan kemiskinan yang absolut.10
Selain itu dalam pembangunan desa menjadi program pemerintah
yang utama, seperti yang di atur dalam Undang-Undang desa dalam pasal
Azwardi & Sukanto. Efektifitas Alokasi Dana Desa (ADD) Dan Kemiskinan Di Provinsi
Sumatra Selatan. Jurnal Ekonomi Pembangunan. Tahun 2014 Vol 12. No 1. Hlm 30.
9 Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia Dan Kebudayaan. Buku Bantu
Pengelolaan Dan Pembangunan Desa. Jakarta: PMK, tahun 2016. Hlm. 2.
10 Annivelorita. Implementasi Alokasi Dana Desa (ADD) Dalam Meningkatkan
Pembangunan Desa Liang Butan Krayan Kabupaten Nunukan. Jurnal Administrasi
Negara, Tahun 2015 .3 (5) hal. 1715.
8
Ekonomi Desa
18
78 yang menyebutkan pembangunan desa bertujuan meningkatkan
kesejahteraan masyarakat desa dan kualitas hidup manusia serta
penanggulangan kemiskinan melalui pemenuhan kebutuhan dasar,
pembangunan sarana dan prasarana desa, pengembangan ekonomi lokal,
serta
pemanfaatan
sumberdaya
alam
dan
lingkungan
secara
berkelanjutan.11
Dalam pembangunan desa hal yang paling utama adalah
peningkatan kesejahteraan masyarakat desa melalui pengentasan
kemiskinan dan peningkatan mutu hidup masyarakat. Oleh karenanya
fokus pemerintah dalam pembangunan dan penanggulangan kemiskinan
melalui program penyaluran dana desa. prinsip penggunaan dana desa
memiliki skala prioritas yang diusul oleh kewenangan desa dalam program
dan kegiatan di bagi menjadi dua hal yaitu pembangunan desa dan
pemberdayaan masyarakat.12
Strategi penanggulangan kemiskinan dilakukan melalui perubahan
perilaku masyarakat, yakni dengan pendekatan pemberdayaan atau
proses pembelajaran masyarakat dan penguatan kapasitas untuk
mengedepankan peran pemerintah daerah dalam mengapresiasi dan
mendukung kemandirian masyarakat.
Hal ini sesuai dengan pengertian pemberdayaan masyarakat
sebagai upaya untuk menciptakan/meningkatkan kapasitas masyarakat,
baik secara individu maupun kelompok dalam memecahkan berbagai
Tim KOMPAK. Analisa Kebijakan Dana Desa dan Penanggulangan Kemiskinan.
Kerjasama Kementerian PPN/Bapennas dan Australian Government, Tahun 2017. hlm. 5.
12
Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia Dan Kebudayaan. Buku
Bantu Pengelolaan Dan Pembangunan Desa. Jakarta: PMK, tahun 2016. Hlm. 2.
11
19
Ar Royyan, Dkk
persoalan terkait upaya peningkatan kualitas hidup, kemandirian, dan
kesejahteraanya. Pemberdayaan masyarakat memerlukan keterlibatan
yang lebih besar dari perangkat pemerintah daerah serta berbagai pihak
untuk memberikan kesempatan dan menjamin keberlanjutan berbagai
hasil yang dicapai.13
Bedasarkan UU Desa membawa misi utama bahwa negara wajib
melindungi dan memberdayakan desa agar menjadi kuat, maju, mandiri
dan demokratis sehingga dapat menciptakan landasan yang kuat dalam
melaksanakan pemerintahan. Dengan demikian pembangunan desa
diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan kualitas
hidup manusia Indonesia. Pembangunan desa akan berdampak positif
bagi upaya penanggulangan kemiskinan melalui penyediaan pemenuhan
kebutuhan dasar masyarakat, pembangunan sarana dan prasarana,
pengembangan potensi ekonomi lokal dan pemanfaatan sumberdaya
alam dan lingkungan secara berkelanjutan. Berdasarkan azas rekognisi
dan subsidiaritas, UU Desa membawa perubahan pokok antara lain:
a. Desa memiliki identitas yang mandiri sebagai self-governing
community dalam tata pemerintahan di Indonesia dimana
pemerintahan desa dipilih secara demokratis dan akuntabel
oleh masyarakat.
b. Desa menyelenggarakan pembangunannya secara partisipatif
dimana desa menyusun perencanaan, prioritas belanja dan
melaksanakan anggaran secara mandiri termasuk mengelola
anggaran yang didapatkan secara langsung serta
mendaftarkan dan mengelola aset untuk kesejahteraan
masyarakat termasuk mendirikan BUMDesa.
13
Sukidjo. Strategi Pemberdayaan Pengentasan Kemiskinan Pada PNPM Mandiri. Jurnal
Cakrawala Pendidikan Tahun 2009, Th. XXVIII, No. 2. Hlm 156.
Ekonomi Desa
20
c) Desa memiliki wewenang untuk bekerjasama dengan desa lain
untuk peningkatan pelayanan dan kegiatan ekonomi.
UU Desa secara khusus meletakkan dasar bagi perubahan tata
kelola desa yang dibangun di atas prinsip keseimbangan antara lembaga
(check and balance), demokrasi perwakilan dan permusyawaratan serta
proses pengambilan keputusan secara partisipatif melalui musyawarah
desa sebagai forum pengambil keputusan tertinggi dalam perencanaan,
pelaksanaan, pengawasan dan pertanggungjawaban pembangunan desa.
Dengan melibatkan partisipasi berbagai kelompok kepentingan di
masyarakat, Kepala Desa dan Badan Permusyawaratan Desa (BPD)
menyelenggarakan
musyawarah
desa
sebagai forum pengambil
keputusan tertinggi untuk menetapkan Rencana Pembangunan Jangka
Menengah RPJM) Desa dan Rencana Tahunan Desa, pengelolaan aset
dan BUMDesa serta keputusan-keputusan strategis lainnya.14
D. Desa Membangun, Desa Mandiri, Dan Tipologi Desa
Sesuai dengan prinsip prioritas penggunaan dana desa salah
satunya harus memperhatikan tipologi desa, dengan mempertimbangkan
keadaan dan kenyataan karakteristik geografis, sosiologis, antropologis,
ekonomi dan ekologi desa yang khas, serta perubahan dan
perkembangan kemajuan desa. Dari prinsip ini dapat dinyatakan
pemanfaatan dana desa ini akan meningkatkan sarana dan prasarana
desa serta peningkatan sumber daya ekonomi bagi masyarakat desa.
Mengingat sumber daya terbesar yang ada ini terdapat di desa
seperti lahan perkebunan, sawah, ladang, industri, pabrik, dan
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Laporan Hasil Kajian Pengelolaan Keuangan
Desa: Alokasi Dana Desa Dan Dana Desa. Tahun 2015, hal, 6.
14
21
Ar Royyan, Dkk
pertambangan yang dimiliki oleh daerah-daerah tertentu. Namun
sayangnya masyarakat desa masih memiliki kesempatan akses yang
sempit dan eklusif dalam perkembangan akses ekonomi. Secara
sosiologis sudah seharusnya terdapat peningkatan kemakmuran dan
kesejahteraan bagi masyarakat dalam pelaksanaan kebijakan dana desa.
Namun dalam perkembangannya masih terdapat hambatan bagi
pelaksanaan dana desa.
Pembangunan desa memiliki sebuah metode pendekatan kolaborasi,
yang mengintegrasikan reformasi pemerintahan lokal atas-bawah (topdown approach) dengan inisiatif masyarakat bawah-atas (bottom-up
approach).
1.
Pendekatan Atas-Bawah (top-down approach) untuk
pemerintahan
daerah
yang
responsif,
yaitu
dapat
memberikan kebijakan yang tepat, sumber daya dan
dukungan teknis untuk penyedia dan fasilitas pelayanan.
Dengan demikian, pendekatan ini akan fokus pada
peningkatan kapasitas penyedia layanan pemerintah daerah,
kecamatan dan pihak berwenang desa dalam hal alokasi
sumber daya dan manajemen, tata kelola, komunikasi,
manajemen pelayanan, dan tugas dan fungsi sesuai dengan
aturan yang berlaku.
2.
Pendekatan Bawah-Atas (bottom-up approach) untuk
masyarakat yang berdaya, yaitu dapat terlibat dan aktif
mengambil bagian dalam perencanaan, pemantauan dan
penyediaan pelayananan dasar. Dengan demikian, kegiatan
ini fokus pada peningkatan kapasitas untuk perencanaan dan
Ekonomi Desa
22
penganggaran desa berbasis pelayanan dasar. Serta,
pengembangan mekanisme akuntabilitas sosial untuk
peningkatan kemampuan masyarakat dan pengguna unit
layanan dalam menyuarakan pendapatnya dan membuat
rekomendasi untuk peningkatan pelayanan dasar dan alokasi
penggunaan dana desa dan anggaran daerah.15
E. Tipologi desa
Tanpa harus dikritik dengan perspektif adat dan kearifan lokal,
tipologi desa dan visi desa swasembada sebenarnya sudah runtuh. Pada
tahun 1993, ketika Inpres Desa Tertinggal diluncurkan oleh pemerintah
sebagai program penanggulangan kemiskinan, tipologi desa dan imajinasi
desa swasembada sudah runtuh. Program IDT mempunyai metodologi
tersendiri untuk menetapkan predikat desa tertinggal (desa miskin),
meskipun program ini juga tidak membuat tipologi dan visi baru untuk
menggantikan visi desa swasembada.
Kesenjangan antara tipologi desa dengan IDT mulai tampak ketika
ternyata banyak desa swasembada yang mempunyai predikat desa
tertinggal setelah dinilai dengan metodologi IDT. Sejak saat itu tipologi
desa dan visi desa swasembada tidak lagi dipakai oleh pemerintah, dan
pada saat yang sama pembangunan desa (yang dipimpin dan berpusat
pada pemerintah) digantikan dengan penanggulangan kemiskinan melalui
pemberdayaan masyarakat (yang meminggirkan pemerintah, sekaligus
pemberdayaan yang digerakkan dan berpusat pada masyarakat).
Kementerian PPN/Bappenas, Strategi Peningkatan Dan Perluasan Pelayanan Dasar
Bagi Masyarakat Miskin Dan Rentan Strategi Lini Depan, Panduan Tahap Uji Coba,
Tahun 2017, hlm, 3-4.
15
23
Ar Royyan, Dkk
Sekarang di saat pemerintah meninggalkan tipologi desa, sebuah
lembaga negara yang sangat konservatif, yakni Badan Pusat Statistik,
sampai sekarang masih tetap menggunakan tipologi lama dan
mengeluarkan data tentang jumlah desa swadaya, swakarya dan
swasembada.
Konsep otonomi asli juga dikenal sebagai salah satu asas
pengaturan desa dalam PP No. 72/2005, turunan dari UU No. 32/2004,
meskipun secara sempit hanya terbatas pada otonomi pemerintahan
desa. Artinya kewenangan pemerintahan desa dalam mengatur dan
mengurus masyarakat Setempat didasarkan pada hak asal usul dan nilainilai sosial budaya yang terdapat pada masyarakat setempat namun harus
diselenggarakan dalam perspektif adiminstrasi pemerintahan negara yang
selalu mengikuti perkembangan jaman.
Namun otonomi asli yang terpusat pada susunan asli dan hak
asal-usul itu di sepanjang sejarah mengalami distorsi yang serius.
Pertama, negara melakukan intervensi dengan mengubah atau bahkan
merampas hak asal-usul. Penyeragaman desa merupakan contoh
terkemuka, yang diikuti dengan perampasan tanah-tanah adat. Di Jawa
juga ada contoh kecil. Tanah bengkok, misalnya, yang merupakan hak
asal-usul desa dan menjadi hak istimewa bagi kepala desa dan pamong
desa, telah diubah Menjadi tanah kas desa pada tahun 1982.
Kedua, otonomi asli dipraktikkan secara sempit dengan tindakan
mengisolasi desa, yang menyuruh dan membiarkan desa mengelola
dirinya sendiri dengan swadaya dan gotong royong. Konsep kemandirian
desa atau desa mandiri yang diamanatkan UU Desa, tentu bukan hal
baru. Konsep yang nonpolitis ini sudah dikenal sejak 1993, yang kemudian
Ekonomi Desa
24
menjadi ikon dan gerakan mikro-lokal di berbagai tempat. Banyak institusi
(pemerintah, pemerintah daerah, BUMN, perusahaan, lembaga donor,
LSM,
perguruan
tinggi)
yang
ramai
memperbincangkan
dan
menggerakkan desa mandiri.
Tetapi sejauh ini tidak ada makna tunggal tentang desa mandiri,
meskipun Bappenas bersama BPS telah mengukur desa mandiri dengan
berbagai indikator fisik dan sektoral seperti kondisi fasilitas publik desa.
Kami selalu mengingatkan bahwa kemandirian harus dibedakan dengan
kesendirian dan kedirian. Kemandirian desa bukanlah kesendirian, bukan
juga kedirian (autarchy). Kedirian berarti ego yang kuat sebagai respons
atas intervensi pemerintah dan pihak lain yang menghormati desa.
Desa mengklaim bahwa apa yang ada dalam wilayahnya
merupakan miliknya secara penuh, desa tidak mau diatur oleh negara
atau tidak mau berhubungan dengan pihak lain, serta menganggap warga
pendatang disebut sebagai “orang lain” yang berbeda dengan “orang asli”.
Sedangkan kesendirian artinya desa mengurus
maupun
membangun dirinya sendiri dengan sumberdaya yang dimilikinya tanpa
dukungan negara. Dalam hal ini negara tidak hadir mendukung desa, atau
negara melakukan isolasi terhadap desa. Kemandirian desa tentu tidak
berdiri sendiri. Tetapi sangat penting untuk melihat relasi antara desa
dengan
negara, termasuk memperhatikan pendekatan pemerintah
terhadap desa. Memang ada dilema serius kehadiran (intervensi) negara
terhadap desa. Kalau negara tidak hadir salah, tetapi kalau hadir keliru.
Konsep kesendirian desa menunjukkan bahwa negara tidak hadir; dalam
hal ini negara melakukan isolasi terhadap desa, sehingga wajar kalau ada
ribuan desa berpredikat sebagai desa tertinggal. Pada kutub yang lain,
25
Ar Royyan, Dkk
kehadiran negara yang berlebihan pada ranah desa yang bisa disebut
sebagai pemaksaan (imposition) justru akan melumpuhkan prakarsa lokal
dan kemandirian desa. Arturo Israel (1987), misalnya, mengingatkan
bahwa intervensi yang terlalu kuat pada dasarnya berkorelasi negatif
dengan kinerja sebuah lembaga atau komunitas.
Artinya, semakin kuat intervensi maka semakin rendah kinerja
lembaga tersebut. Demikian juga, intervensi pemerintah yang terlalu kuat
pada desa, malah tidak akan menciptakan kemajuan dan kemandirian
desa. Karena itu, Israel menyebutkan bahwa untuk meningkatkan
kapasitas dan kemandirian lembaga sangat diperlukan dukungan politik
sepenuhnya oleh pengendali kekuasaan baik di dalam maupun di luar.
Bentuk dukungan politik, meminjam Soedjatmoko (1987), bisa dengan
pengembangan swaorganisasi (self organization) dan swakelola (self
management).
Karena itu kemandirian lebih baik dimaknai dalam pengertian
emansipasi desa.
Emansipasi pada dasarnya berbicara tentang
persamaan hak dan pembebasan dari dominasi. Dengan kalimat lain,
emansipasi desa berarti desa tidak menjadi obyek imposisi, dominasi dan
penerima manfaat proyek, melainkan desa berdiri tegak sebagai subyek
pemberi manfaat. Desa bermanfaat melayani kepentingan masyarakat
setempat dan bergerak membangun ekonomi termasuk dalam kategori
emansipasi itu.
Ekonomi Desa
26
BAB II
DANA DESA DAN ALOKASI DANA DESA
A. Dasar Hukum Dana desa dan Alokasi dana desa
Regulasi alokasi dana desa bedasarkan UU Nomor 6 Tahun 2014
tentang desa yang bersumber dari APBN, dan aturan mengenai
pengalokasian dana desa bertahap diatur dalam PP No 22 Tahun 2015
yaitu paling sedikit tiga persen pada 2015, enam persen pada 2016, dan
sepuluh persen pada 2017. Selain dana desa yang bersumber dari
APBN, sesuai dengan UU Nomor 6 Tahun 2014, desa juga mempunyai
enam sumber pendapatan lainnya, yaitu: a. Alokasi Dana Desa (ADD)
yang besarnya 10 persen dari DAU dan DBH kabupaten/kota, b. 10
persen bagi hasil pajak daerah dan retribusi daerah kabupaten/kota (bagi
hasil PDRD), c. bantuan dari APBD kabupaten/kota, d. bantuan dari APBD
provinsi, e. hibah dari pihak ketiga yang tidak mengikat, dan pendapatan
desa yang sah lainnya. Kemudian Sumber pendapatan kedua terbesar
bagi anggaran desa Adalah Alokasi Dana Desa (ADD) yang merupakan
bagian dari dana perimbangan yang diterima kabupaten/kota. ADD paling
sedikit 10 persen dari dana perimbangan yang diterima Kabupaten/Kota
dalam APBD setelah dikurangi DAK (Kompak, 2017).
Implementasi UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang desa
dilatarbelakangi pertimbangan bahwa pengaturan tentang desa yang
selama ini berlaku sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan
kedudukan masyarakat, demokratisasi serta upaya pemerintah dalam
mendorong kemajuan dan pemerataan pembangunan. Selain itu, UU
27
Ar Royyan, Dkk
Desa sekaligus merupakan penegasan bahwa desa memiliki hak asal usul
dan hak tradisional dalam mengatur dan mengurus kepentingan
masyarakat setempat. UU Desa membawa misi utama bahwa negara
wajib melindungi dan memberdayakan desa agar menjadi kuat, maju,
mandiri dan demokratis sehingga dapat menciptakan landasan yang
kuat
dalam melaksanakan
pemerintahan.
Dengan
demikian
pembangunan desa diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan
masyarakat dan kualitas hidup manusia Indonesia. Pembangunan desa
akan berdampak positif
melalui
penyediaan
pembangunan
ekonomi
lokal
sarana
bagi
upaya
pemenuhan
dan
penanggulangan
kebutuhan
prasarana,
kemiskinan
dasar masyarakat,
pengembangan
potensi
dan pemanfaatan sumberdaya alam dan lingkungan
secara berkelanjutan (KPK, 2015).
Kemudian sesuai dengan Undang-undang desa Kabupaten/Kota
mempunyai wewenang untuk membina dan mengelola pengelolaan
keuangan desa. Pengaturan keuangan desa meliputi, pengalokasian,
penyaluran, penggunaan serta pemantauan dan evaluasi atas dana yang
dialokasikan dalam APBD. Pemerintah kabupaten/kota mengalokasikan
dana alokasi desa (ADD) dalam APBD setiap tahun anggaran, besaranya
minimal 10% dari dana perimbangan yang diterima kabupaten/kota
setelah dikurangi alokasi dana khusus. Sedangkan kecamatan merupakan
perangkat daerah kabupaten/kota sebagai pelaksana teknis, sesuai
dengan aturan bupati/walikota dapat mendelegasikan pelaksanaan
evaluasi rancangan peraturan desa tentang APBdes kepada camat. Selain
itu camat juga memiliki peran dalam hal penyampaian realisasi APBdes
Ekonomi Desa
28
dan
laporan
pertanggungjawaban
realisasi
pelaksanaan
kepada
bupati/walikota (BPKP, 2015).
Selain itu mengenai alokasi dana desa (ADD) merupakan sumber
pendapatan Desa berasal wewenang dari pemerintah kabupaten/kota
yang diberikan kepada desa melalui dana perimbangan setelah dikurangi
DAK. Alokasi dana desa ini di atur dalam Perbup (Qanun) masing-masing
Kabupaten/Kota. hal ini bedasarkan Qanun Nomor 5 Tahun 2003 tentang
desa dimana desa merupakan organisasi terendah yang berada dibawah
mukim dalam struktur pemerintahan. Desa mempunyai tugas untuk
melaksanakan
pemerintahan,
melaksanakan
pembangunan,
dan
membina masyarakat desa.
Dibutuhkan regulasi yang sesuai dengan tujuan Dana Desa (DD),
regulasi dana desa selalu menjadi bahan acuan dalam menjalankan
pengalokasian DD, hal ini maktup dalam UU 6/2014 tentang Desa, PP
43/2014 tentang Peraturan Pelaksanaan UU 6/2014, PP 47/2015 tentang
Perubahan atas PP 43 / 2014, Pp 60/2014 tentang dana desa bersumber
dari APBN, PP 22/2015 tentang perubahan Atas pp 60/2014,
Permendragri no. 111/2014 tentang pedoman tekhnis peraturan di Desa,
Permendagri no 112/2014 tentang pemilihan Kepala Desa, Permendagri
no. 113/2014 tentang pengelolaan Keuangan Desa, Permendagri no
114/2014 tentang pedoman pembanguman desa, Permendes Nomor
1/205 tentang Pedoman kewenangan lokal berskala desa, Permendes
nomor 2 / 2015 tentang Musyawarah desa, Permendes no .3 / 2015
tentang pendampingan Desa, Permendes No. 4 / 2015 tentang pendirian,
pengurusan, pengelolaan, dan pembubaran BUMDes, Permendes
No.21/2015 tentang prioritas penggunaan dana Desa TA 2016, PMK
29
Ar Royyan, Dkk
Nomor 257/PMK.07/2015 tentang tata cara penundaaan dan / atau
pemotongan dana perimbangan terhadap daerah yang tidak memenuhi
ADD.
B. Kedudukan, Fungsi Desa dan Tujuan Pemberdayaan
Istilah konsep berasal dari bahasa latin conceptum, artinya
sesuatu yang dipahami. Konsep merupakan abstraksi suatu ide atau
gambaran mental, yang dinyatakan dalam suatu kata atau symbol. Secara
konseptual, pemberdayaan atau pemberkuasaan (empowerment), berasal
dari kata power yang berarti kekuasaan atau keberdayaan. Konsep
pemberdayaan berawal dari penguatan modal sosisl di masyarakat
(kelompok) yang meliputi penguatan penguatan modal sosial .
Apabila
kita
sudah
mem
Kepercayaan (trusts),
Patuh
Aturan (role), dan Jaringan (networking), modal sosial yang kuat maka kita
akan mudah mengarahkan dan mengatur (direct) masyarakat serta mudah
mentransfer pengetahuan kepada masyarakat. Dengan memiliki modal
social yang kuat maka kita akan dapat menguatkan pengetahuan, modal
(money), dan masyarakat. Konsep ini mengandung arti bahwa konsep
pemberdayaan masyarakat adalah Transfer kekuasaan melalui penguatan
modal sosial kelompok untuk menjadikan kelompok produktif untuk
mencapai kesejahteraan social. Modal social yang kuat akan menjamin
suistainable didalam membangun rasa kepercayaan di dalam masyarakat
khususnya anggota kelompok (how to build thr trust).
Oleh karena itu, ide utama pemberdayaan bersentuhan dengan
konsep mengenai modal soaial dan kekuasaan. Kekuasaan seringkali
dikaitkan dan dihubungkan dengan kemampuan individu untuk membuat
Ekonomi Desa
30
individu melakukan apa yang diinginkan, terlepas dari keinginan dan minat
mereka. Pada dasarnya, pemberdayaan diletakkan pada kekuatan
tingkat individu dan sosial (Sipahelut, 2010). Pemberdayaan merujuk
pada kemampuan orang, khususnya kelompok rentan dan lemah
sehingga mereka memiliki kekuatan atau kemampuan dalam
(a)
memenuhi
kebutuhan
dasarnya
sehingga
mereka
memiliki kebebasan (freedom), dalam arti bukan saja
bebas dalam mengemukakan pendapat, melainkan bebas
dari kelaparan, bebas dari kebodohan, bebas dari
kesakitan;
(b)
menjangkau sumber-sumber produktif yang memungkinkan
mereka
dapat
dan memperoleh
meningkatkan
barang-barang
dan
pendapatannya
jasa-jasa
yang
mereka perlukan; dan
(c)
berpartisipasi dalam proses pembangunan dan keputusan
keputusan yang mempengaruhi mereka (Suharto 2005).
Jimmu, (2008) menyatakan bahwa pengembangan masyarakat
tidak hanya sebatas teori tentang bagaimana mengembangkan daerah
pedesaan tetapi memiliki arti yang kemungkinan perkembangan di tingkat
masyarakat. Pembangunan masyarakat seharusnya mencerminkan
tindakan masyarakat dan kesadaran atas identitas diri. Oleh karena itu,
komitmen untuk pengembangan masyarakat harus mengenali keterkaitan
antara individu dan masyarakat dimana mereka berada.
Masyarakat adalah sebuah fenomena struktural dan bahwa sifat
struktural dari kelompok atau masyarakat memiliki efek pada cara orang
bertindak, merasa dan berpikir. Tapi ketika kita melihat struktur tersebut,
31
Ar Royyan, Dkk
mereka jelas tidak seperti kualitas fisik dari dunia luar. Mereka
bergantung pada keteraturan reproduksi sosial, masyarakat yang hanya
memiliki efek pada orang-orang sejauh
struktur diproduksi dan
direproduksi dalam apa yang orang lakukan. Oleh karena itu
pengembangan masyarakat memiliki epistemologis logis dan yang dasar
dalam kewajiban sosial yang individu memiliki terhadap masyarakat yang
mengembangkan bakat mereka.
Jimu (2008) menunjukkan bahwa pengembangan masyarakat
tidak khususnya masalah ekonomi, teknis atau infrastruktur. Ini adalah
masalah pencocokan dukungan eksternal yang ditawarkan oleh agen
pembangunan pedesaan dengan karakteristik internal sistem pedesaan
itu sendiri. Oleh karena itu, agen pembangunan pedesaan harus belajar
untuk ‘menempatkan terakhir terlebih dahulu (Jimu,2008). Secara teori,
peran pemerintah pusat dan agen luar lainnya harus menginspirasi
inisiatif lokal bahwa hal itu meningkatkan kesejahteraan masyarakat
(jimu,2008).
Dalam prakteknya, top-down perencanaan dan pelaksanaan
proyek-proyek pembangunan harus memberi jalan kepada bottom-up
atau partisipasi aktif masyarakat untuk mencapai apa yang disebut
‘pembangunan melalui negosiasi’. Hal ini sesuai Menurut Talcot Parsons
(1991), power merupakan sirkulasi dalam subsistem suatu masyarakat,
sedangkan power dalam empowerment adalah daya sehingga
empowerment dimaksudkan sebagai kekuatan yang berasal dari bawah
(Bottom-Up).
Shucksmith, (2013) menyatakan pendekatan bottom-up untuk
pembangunan pedesaan (didorong dari dalam, atau kadang-kadang
Ekonomi Desa
32
disebut endogen) berdasarkan pada asumsi bahwa sumber daya spesifik
daerah - alam, manusia dan
budaya, memegang kunci untuk
perkembangannya.
Sedangkan pembangunan pedesaan top-down melihat tantangan
utamanya sebagai mengatasi perbedaan pedesaan dan kekhasan melalui
promosi keterampilan teknis universal dan modernisasi infrastruktur fisik,
bawah ke atas Pengembangan melihat tantangan utama sebagai
memanfaatkan selisih melalui memelihara khas lokal kapasitas manusia
dan lingkungan itu. Model bottom-up terutama menyangkut mobilisasi
sumber daya lokal dan aset. Artinya, masyarakat pembangunan harus
dianggap
bukan
sebagai
teori
pembangunan,
tetapi
praktek
pembangunan yang menekankan emansipasi dari lembaga yang tidak
pantas dan setiap melemahkan situasi yang mengarah pada perias
partisipasi, pengembangan masyarakat harus menjadi mekanisme untuk
menarik kekuatan kolektif anggota masyarakat tertentu – yang terdiri dari
laki-laki dan perempuan, kaya dan miskin, mampu dan cacat, dll – untuk
mengubah di wilayah mereka.
Konsep pemberdayaan menurut Friedman (1992) dalam hal ini
pembangunan alternatif menekankan keutamaan politik melalui otonomi
pengambilan keputusan untuk melindungi kepentingan rakyat yang
berlandaskan pada sumberdaya pribadi, langsung melalui partisipasi,
demokrasi dan pembelajaran sosial melalui pengamatan langsung.
Menurut Chambers, (1995) pemberdayaan masyarakat adalah sebuah
konsep pembangunan ekonomi yang merangkum nilai-nilai sosial.
Konsep ini mencerminkan paradigma baru pembangunan, yakni
yang
33
bersifat “people
centred,
participatory,
empowering,
Ar Royyan, Dkk
and
sustainable”. Jika dilihat dari proses operasionalisasinya, maka ide
pemberdayaan memiliki dua kecenderungan, antara lain: pertama,
kecenderungan primer, yaitu kecenderungan proses yang memberikan
atau mengalihkan sebagian kekuasaan, kekuatan, atau kemampuan
(power) kepada masyarakat atau individu menjadi lebih berdaya. Proses
ini dapat dilengkapi pula dengan upaya membangun asset material guna
mendukung pembangunan kemandirian mereka melalui organisasi; dan
kedua, kecenderungan sekunder, yaitu kecenderungan yang menekankan
pada proses memberikan stimulasi,mendorong atau memotivasi individu
agar mempunyai kemampuan atau keberdayaan untuk menentukan apa
yang menjadi pilihan hidupnya melalui proses dialog (Sumodiningrat,
2002).
Konsep pemberdayaan menekankan bahwa orang memperoleh
ketrampilan,
pengetahuan,
dan
kekuasaan
yang
cukup
untuk
mempengaruhi kehidupannya dan kehidupan orang lain yang menjadi
perhatiannya (Pearson et al, 1994). Pemahaman mengenai konsep
pemberdayaan tidak bisa dilepaskan dari pemahaman mengenai siklus
pemberdayaan itu sendiri, karena pada hakikatnya pemberdayaan adalah
sebuah usaha berkesinambungan untuk menempatkan masyarakat
menjadi lebih proaktif dalam menentukan arah kemajuan dalam
komunitasnya sendiri. Artinya program pemberdayaan tidak bisa hanya
dilakukan dalam satu siklus saja dan berhenti pada suatu tahapan
tertentu, akan tetapi harus terus berkesinambungan dan kualitasnya terus
meningkat dari satu tahapan ke tahapan berikutnya (Mubarak, 2010).
Ekonomi Desa
34
Bersesuaian dengan tujuan pembangunan desa, sebagaimana
dituangkan di dalam UU Desa16, adalah meningkatkan kesejahteraan
hidup manusia serta penanggulangan kemiskinan melalui penyediaan
pemenuhan kebutuhan dasar, pembangunan sarana dan prasarana desa,
pengembangan potensi ekonomi lokal dan pemanfaatan sumber daya
alam dan lingkungan secara berkelanjutan. Pembangunan desa
dilaksanakan
kekeluargaan,
dengan
dan
mengedepankan
semangat
kebersamaan,
guna
mewujudkan
kegotongroyongan
pengarusutamaan perdamaian serta keadilan sosial.17
Pelibatan seluruh lapisan masyarakat dalam pembangunan
merupakan wujud pengarusutamaan perdamaian dan keadilan sosial.
Namun, dalam kenyataannya, hingga saat ini masih banyak warga
masyarakat
yang
belum
dapat
dijangkau
ataupun
mengakses
pembangunan desa pada berbagai tahapan. Mereka ini adalah kelompok
masyarakat yang rentan dan terpinggirkan, di antaranya adalah anakanak, perempuan, warga lanjut usia, dan tentu saja warga berkebutuhan
khusus (disabilitas), sehingga dampak pembangunan desa sama sekali
tidak dirasakan manfaatnya oleh kelompok-kelompok masyarakat
tersebut.18.
Dana Desa yang bersumber dari APBN adalah wujud pengakuan
negara terhadap kesatuan masyarakat hukum yang berwenang mengatur
Buku Bantu Pengelolaan Dana Desa
Buku Bantu Pengelolaan Dana Desa
18 Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia Dan Kebudayaan.Buku
Bantu Pengelolaan Dana Desa. Tahun 2016. Hlm 20.
16
17
35
Ar Royyan, Dkk
& mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat
berdasarkan prakarsa, hak asal- usul dan/atau hak tradisional19
Dana desa diperuntukkan untuk meningkatan ekonomi desa dan
Pembangunan perdesaan. Adalah konsep pembangunan yang berbasis
perdesaan dengan memperhatikan ciri khas sosial dan budaya
masyarakat yang tinggal di kawasan perdesaan. Masyarakat perdesaan
pada umumnya masih memiliki dan melestarikan kearifan lokal kawasan
perdesaan yang sangat berhubungan dengan karakteristik sosial, budaya
dan
geografis,
struktur
demografi,
serta
kelembagaan
desa.
Pembangunan perdesaan dilaksanakan dalam rangka intervensi untuk
mengurangi tingkat kesenjangan, kemajuan antara wilayah perdesaan dan
perkotaan (urban bias). Pembangunan perdesaan diharapkan menjadi
solusi bagi perubahan sosial masyarakat desa.
Pada awalnya kesatuan masyarakat lokal atau adat (desa, nagari,
binua, kampung, gampong, negeri, huta, sosor, marga, lembang, kuwu,
pemusungan, yo, paraingu, lumban, dan lain-lain) yang tersebar di penjuru
Nusantara mempunyai karakter yang hampir sama. Desa, atau nama lain,
adalah kesatuan masyarakat yang tergabung berdasarkan garis keturunan
(genealogi)
yang
mendiami
wilayah
(teritori)
tertentu
(http://relawandesa.wordpress.com). Semuanya merupakan organisasi
masyarakat lokal yang mempunyai pemerintahan atau kepengurusan
Kementerian Keuangan. Dana Desa Untuk Kesejahteraan Desa, Direktorat
Perimbangan Keuangan Desa. Tahun 2017, hlm, 13.
19
Ekonomi Desa
36
sendiri (self governing community) yang berdasar pada adat-istiadat
setempat.20
Kedudukan dan fungsi desa menggambarkan bahwa desa hanya sebagai
komunitas lokal berbasis adat yang tidak mempunyai pemerintah desa
seperti yang terjadi pada komunitas-komunitas lokal di kawasan Eropa
dan Amerika (Eko,2005). Intinya, komunitas lokal itu memiliki organisasi
lokal yang lebih menyerupai asosiasi lokal dari pada institusi pemerintah.
Organisasi atau asosiasi lokal itu bukanlah bawahan struktur pemerintah
yang lebih tinggi, serta tidak menjalankan tugas-tugas administrasi dan
pemerintahan yang diberikan oleh pemerintah, melainkan hanya
menjalankan fungsi mengurus urusan-urusan kemasyarakatan yang
bersifat lokal dan sukarela.
Jika model ini dipilih, maka konsekuensinya desa sebagai institusi
pemerintahan
lokal (local self government) dihapuskan.
Arena
desentralisasi dan demokrasi formal tidak lagi berada di desa, melainkan
berada di level kabupaten/kota. Urusan administrasi untuk warga bisa
dikurangi dan kemudian dipusatkan di level kecamatan. Pemerintah
berkewajiban menyediakan layanan publik kepada masyarakat, sekaligus
melancarkan pembangunan desa yang masuk ke seluruh pelosok desa.
Model ini tampaknya sangat cocok diterapkan bagi masyarakat
adat di banyak daerah yang selama ini termasuk gagal memadukan
antara adat dan desa. Beberapa daerah seperti Papua dan Nusa
Tenggara Timur sejak dulu terjadi dualisme antara desa negara dan
20
Mardeli, I (2015), Kedudukan Desa Dalam Sistem Ketatanegaraan Republik Indonesia.
Artikel Tesis UAJY, Yogyakarta. Hal 20.
37
Ar Royyan, Dkk
kesatuan
masyarakat
adat
(http://relawandesa.wordpress.com).
Pilihannya, pemerintah desa bentukan negara dihapuskan, sedangkan
kesatuan masyarakat adat sebagai self governing community direvitalisasi
untuk mengelola dirinya sendiri tanpa harus mengurus masalah
administrasi pemerintahan dan tidak memperoleh beban tugas dari
pemerintah. Model ini tentu akan mengakhiri dualisme antara desa dan
adat, sekaligus bisa memperkuat adat sebagai basis komunitas lokal.
Model ini persis dengan desa-desa di Jawa yang umumnya sudah
lama berkembang sebagai institusi pemerintahan lokal modern yang
meninggalkan adat. Modernisasi pemerintahan desa melalui Undangundang Nomor 5 Tahun 1979 relatif “sukses” diterapkan di Jawa. Bahkan
Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 merupakan embrio bagi
tumbuhnya desa-desa sebagai local self government yang tidak sama
sekali meninggalkan spirit self governing community (Eko,2005: 199).
Hal tersebut terlihat dengan tradisi pengelolaan pemerintahan,
pembangunan dan kemasyarakatan yang melekat di desa. Secara
inkremental desa-desa di Jawa mulai memupuk kemampuan mengelola
pemerintahan dan pembangunan secara baik, sementara arena
demokrasi dan civil society juga mulai tumbuh.21
Berkaitan dengan dualisme model tersebut jika dilihat pengertian
Desa di dalam Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 pasal 1 angka (1)
yang berbunyi bahwa “ Desa adalah desa dan desa adat atau yang
disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut Desa, adalah kesatuan
21
Mardeli, I (2015), kedudukan desa dalam sistem ketatanegaraan republik indonesia.
Artikel tesis UAJY, Yogyakarta. Hal 23
Ekonomi Desa
38
masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk
mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat
setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak
tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara
Kesatuan Republik Indonesia”. Berdasarkan definisi tersebut, Desa
dipahami terdiri atas Desa dan Desa adat yang menjalankan dua fungsi
yaitu fungsi pemerintahan (local self government) dan mengurus urusan
masyarakat setempat sesuai dengan hak asal-usul dan hak tradisional
(self governing community). Berkaitan dengan definisi pasal 1 angka (1)
tersebut jika dikaitkan dengan dualisme model pertama “ada adat tetapi
tidak ada desa” (self governing community) dan kedua, model “ada desa
tanpa adat” (local self government) maka Undang- undang Nomor 6 tahun
2014 tidak menganut satupun dari model itu melainkan menggabungkan
antara dualisme adat dan desa.
Secara historis dan konstitusional, desa adalah organisasi
kesatuan masyarakat adat (self governing communitty), bukan organisasi
pemerintahan formal yang menjalankan fungsi-fungsi administrasi dari
negara (local state government), bukan juga sebagai daerah otonom (local
self government). UUD 1945 pada dasarnya memberikan pengakuan dan
pembentukan daerah (provinsi dan kabupaten/kota) yang berkedudukan
sebagai daerah otonom (local self government) melalui azas
desentralisasi, dekonsentrasi dan tugas pembantuan. Ketiga azas ini tidak
berlaku bagi kedudukan desa atau sebutan lain. Pasal 18 UUD 1945
menghormati dan mengakui kesatuan masyarakat hukum adat, termasuk
desa, beserta hak-hak asal-usulnya sepanjang masih ada. Konsep ini
39
Ar Royyan, Dkk
berarti negara memberikan penghormatan dan pengakuan terhadap desa
atau sebutan-sebutan lain.22
Sebenarnya menarik kembali desa menjadi self governing
community adalah kemunduruan sehingga tidak mungkin untuk dilakukan,
sementara untuk membawa desa maju ke depan menjadi desa otonom
atau daerah otonom tingkat III merupakan solusi yang berlebihan dan
bertentangan dengan konstitusi. Pilihan solusi yang relevan adalah
menyempurnakan dual positions desa, yang menempatkan secara tegas
desa sebagai organisasi pemerintahan. Artinya bahwa desa bukan berada
dalam subsistem pemerintahan kabupaten/kota, tetapi berada dalam
wilayah kabupaten/kota, sebagaimana kabupaten/kota berada dalam
wilayah provinsi, dan provinsi berada dalam wilayah NKRI. Kedudukan
desa tetap berada dalam hirarkhi pusat, provinsi dan kabupaten, tetapi
desa sebagai entitas berada di luar sistem pemerintahan kabupaten/kota,
sehingga desa juga mempunyai otonomi.
Hubungan antara kabupaten/kota dengan desa serupa dengan
hubungan antara provinsi dengan kabupaten/kota. Kedudukan desa tidak
lagi menjadi organisasi masyarakat (self governing community) tetapi
sebagai organisasi pemerintahan. Desa tentu menjadi subyek hukum yang
otonom, yang menjalankan tiga fungsi utama: public regulations, public
goods dan empowerment. Konsep “bawah” berarti desa merupakan
pemerintahan yang berada dalam hirarkhi paling bawah, yang
memperoleh pembinaan dan pengawasan oleh pemerintah, provinsi dan
kabupaten/kota. Konsep “dekat” berarti desa menyelenggarakan
22
Ibid, hal 23
Ekonomi Desa
40
pemerintahan dan pembangunan yang berhubungan secara langsung
dengan masyarakat, sekaligus menyesuaikan diri dengan kondisi
sosialbudaya setempat. Dengan demikian, sistem pemerintahan desa
tetap mengadopsi sistem dan nilai-nilai self governing community.23
C. Kebijakan Pengelolaan dan Pemanfaatan Dana Desa
Dana desa sangat membantu pemerintah desa untuk mewujudkan
kebijakan dan pembangunan infrastruktur serta dapat mensejahterakan
masyarakat desa yang masih jauh dari kata sejahtera bagi pemerintah
pusat. Masyarakat desa secara khusus perlu diberikan perhatian khusus,
terutama pada masalah-masalah yang menghambat proses perubahan
masyarakat desa dalam pembangunan nasional. Adanya dana desa bisa
memberi harapan yang terbuka bagi masyarakat untuk mengembangkan
dan memajukan desa, terutama dalam bidang ekonomi berbasis
masyarakat. Dimana dengan adanya dana desa masyarakat bisa bertahan
hidup dengan mengikuti perkembangan zaman terutama dalam hal
ekonomi berbasis masyarakat.
Pemanfaatan dana desa untuk pembangunan dan perkembangan
desa dapat didukung oleh beberapa faktor. Ada beberapa faktor-faktor
yang dapat mempengaruhi tingkat dan arah perkembangan desa adalah
faktor lokasi, fasilitas daerah dan infrastruktur diantaranya jalan
penghubung. Dengan adanya dana desa maka faktor-faktor yang bisa
mempengaruhi perkembangan desa setidaknya bisa diminimalisir,
sehingga perkembangan desa bisa berjalan sesuai dengan rencana atau
23
Ibid, hal 24
41
Ar Royyan, Dkk
berkembang dengan baik. Sebelum adanya dana desa, perubahanperubahan yang ada di dalam masyarakat sangat lambat terutama yang
disebabkan oleh pendapatan rendah, pendidikan kurang memadai, dan
juga status pekerjaan yang jauh dibatas normal. Setelah adanya
pendayagunaan dana desa, prioritas tersebut menggutamakan untuk
mendanai program atau kegiatan bidang pelaksanaan pembangunan desa
dan pemberdayaan masyarakat desa.
Hal ini telah diatur dalam Permendes yang mana “Dana desa
diprioritaskan untuk membiayai pelaksanaan program dan kegiatan
berskala lokal desa dibidang Pembangunan Desa dan Pemberdayaan
Masyarakat Desa”. Bahwasanya pada tahun 2015 setelah adanya dana
desa, jumlah penduduk usia 18-56 tahun yang bekerja tidak tentu kini
menjadi 523 orang saja dibanding tahun sebelumnya sebanyak 4978
orang, dengan kata lain penduduk yang bekerja tidak tentu turun drastis
sebesar 89% atau berkurang 4.455 orang. Bukti kedua, jumlah keluarga
prasejahtera yang awalnya sbanyak 3271 keluarga, setelah adanya dana
desa turun menjadi 1338 keluarga saja.
Dana desa yang dimanfaatkan oleh Pemerintah Desa dengan baik
maka akan sangat efektif untuk pembangunan desa, terutama dalam hal
pengentasan kemiskinan dan pengembangan masyarakat. Prioritas
penggunaan Dana Desa didasarkan pada prinsip-prinsip: pertama,
keadilan, dengan menggutamakan hak atau kepentingan seluruh warga
desa tanpa membeda-bedakan. Kedua, kebutuhan prioritas, dengan
mendahulukan kepentingan desa yang lebih mendesak. Ketiga, tipologi
desa, dengan mempertimbangkan keadaan dan kenyataan karakteristik
Ekonomi Desa
42
geografis, sosiologis, antropologis, ekonomi dan ekologi desa yang khas,
serta perubahan atau perkembangan kemajuan desa.24
Perwujudan dari tujuan asas, maka impimentasinya harus
dijalankan melalui program Meningkatkan kesejahteraan, Pemerataan
Pembangunan Desa, Peningkatan pelayanan publik, Memajukan
perekonomian desa, Mengatasi kesenjangan pembangunan antar desa,
Memperkuat masyarakat desa sebagai subjek dari pembangunan. Dalam
meingkatkan kesejahteraan dan pemerataan pembangunan desa dapat
dilihat melalui tujuan sebagai berikut:
a. Peningkatan pelayanan publik di desa.
b. Memajukan perekonomian desa
c. Mengatasi kesenjangan pembangunan antar desa
d. Memperkuat
masyarakat
desa
sebagai
subjek
dari
pembangunan.
Oleh karena itu pemerintah melalui aturan perundang-undangan
mengarahkan pemanfaatan dana desa yang diarahkan kedalam beberapa
prioritas pengunaannya. Seperti peraturan pemerintah Nomor 60 Tahun
2014 tentang dana desa yang bersumber dari APBN dan dijelaskan dalam
pasal 19 ayat 2: dana desa sebagaimana yang dimaksud pada ayat 1
diprioritaskan untuk membiayai pembangunan dan pemberdayaan
masyarakat. Pasal 20 penggunaan dana desa mengacu pada RPJM dan
RKP Desa. Kemudian Permendes PDTT Nomor 5 Tahun 2015 tentang
penetapam prioritas penggunaan dana desa tahun 2015, menjelaskan
24
Atmojo, dkk (2017), Efektivitas dana desa untuk pengembangan potensi ekonomi
berbasis partisipasi masyarakat di Desa Bangunjiwo. Jurnal ARIST Sosial Politik
Humaniora, hal 132.
43
Ar Royyan, Dkk
dalam pasal 2, dana desa yang bersumber dari APBN digunakan untuk
mendanai pelaksanaan kewenagan bedasarkan hak asal usul dan
kewenagan lokal berskala desa yang diatur dan di urus desa. pasal dana
desa diprioritaskan untuk membiayai belanja pembangunan dan
pemberdayaan masyarakat desa.
Dalam peneliannya dan monitoring ada tiga indikator untuk
melihat efektivitas penggunaan dana desa. Pertama, meningkatkan
ekonomi desa, yaitu berkonstribusi terhadap penyerapan tenaga kerja di
desa melalui pelaksanaan padat karya tunai (PKT), berkonstribusi
terhadap kegiatan ekonomi ditingkat desa seperti adanya BUMDes,
berkonstribusi terhadap penurunan angka kemiskinan di desa, dan
terakhir menyediakan sarana dan prasarana ekonomi desa. Kedua,
Meningkatkan partisipasi masyarakat desa, seperti meningkatkan
keterlibatan masyarakat miskin, perempuan, penyandang disabilitas dalam
penyusunan RPJMDes, RKPDes dan APBDes, dan semakin terbuka
ruang masyarakat miskin, perempuan dan penyandang disabilitas dalam
mengawasi pembangunan desa. Ketiga, Meningkatkan kapasitas dan
kapabilitas masyarakat desa, seperti meningkatkan jumlah tenaga terampil
pengelola kegiatan pembangunan di desa, Meningkatkan akses dan
layanan dasar (pendidikan dan kesehatan), dan meningkatkan indeks
pembangunan manusia (IPM) di desa.
Ekonomi Desa
44
Gambar 3. Indikator Efektifitas Penggunaan Dana Desa
Demikian indikator penggunaan dana desa berkonstribusi
kedalam peningkatan pemberdayaan ekonomi desa melalui pengaktifan
dan pengembangan unit bisnis BUMDesa, maka dengan adanya unit
bisnis desa akan memperoleh pendapatan asli desa (PADes). Pendapatan
Asli Desa dapat digunakan oleh desa kembali untuk mengembangkan
bisnis desa dan juga peembangunan di desa, sebabnya dengan ada
penambahan pendapatan desa akan menjadi sejahtera dan mandiri.
45
Ar Royyan, Dkk
BAB III
PEMBAGUNAN DAN PEMBERDAYAAN
MASYARAKAT DESA
A. Implementasi Dana Desa Dalam Pemberdayaan Ekonomi
Implementasi kebijakan dana desa diharapkan dapat bermanfaat
bagi desa yang ada di seluruh Indonesia, sesuai dengan tipologi desa
salah satunya ialah meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa. ada
tiga faktor yang mempengaruhi keberhasilan implementasi program
alokasi dana desa, Pertama sumber daya manusia, Kedua, sosialisasi
penyaluran dana, Ketiga pelaksanaan koordinasi (Agustino,2006). Dalam
hal ini peran dan manfaat alokasi dana desa dan alokasi dana desa yakni
peningkatan ekonomi, pendidikan, akses sebagai warga dan hubunganhubungan yang menghasilkan perilaku politik. Suparman (2014),
menyebutkan pada dasarnya ADD merupakan alat untuk mempercepat
proses pemberdayaan masyarakat desa agar dapat menyelesaikan
berbagai masalah yang sebenarnya bisa mereka pecahkan sendiri di
wilayahnya.
Dengan adanya ADD masyarakat desa dapatbelajar menangani
kegiatan pembangunan secara swakelola dan akhirnya merekasemakin
percaya diri untuk mandiri membangun desanya. Untuk itu sudah
seharusnya seluruh kegiatan yang didanai oleh ADD direncanakan,
dilaksanakan dan dievaluasi secara terbuka dan diketahui oleh warga
secara luas sehingga dana yang diturunkanakan mempunyai nilai guna
dan bermanfaat bagi warga. Sementara beberapa desa di Indonesia
Ekonomi Desa
46
dalam penyusunan program pembangunan yang diusul oleh desa dengan
ber-koordinasi dengan pihak kecamatan dan pendamping desa, program
yang disusun dalam anggaran pendapatan dan belanja desa (APBDes)
masih diarahkan kepada pembangunan infrastruktur sejak tahun 2015
hingga tahun 2017, alasannya pembangunan infrastruktur yang bertahap
ini sudah menjadi target pemerintah supaya desa lebih maksimal dalam
melayani masyarakat.
Pencairan dana desa dan alokasi dana desa sangat berpengaruh
pada penyusunan APBDes yang diusulkan oleh masing-masing desa dan
hal ini disesuaikan dengan peraturan bupati/walikota. Kemudian dalam
penyusunan APBDes
ada dua sumber dana yang terdapat untuk
membiayai pembangunan, pertama sumber dana dari pemerintah pusat
yang disalurkan kepada desa berupa alokasi dana desa. transfer dana
desa dari pemerintah sebesar 10% setelah dikurangi DAU dan DBH
dengan memperhatikan formula yang telah ditentukan. Kedua, dana desa
berasal dari bagian dana perimbangan yang diterima kabupaten/kota
setelah dikurangi DAK (Dana Alokasi Khusus). Dana yang berasal dari
sharing kabupaten/kota ini yang dimaksud sebagai alokasi dana desa.
Alokasi dana desa ini bertujuan untuk mendorong pelaksanaan pelayanan
masyarakat di desa secara maksimal, dan diperuntukkan untuk
operasional perangkat. Darmiasih, dkk (2015) menyebutkan secara umum
sasaran alokasi dana desa adalah pemberdayaan alokasi dana desa
adalah pemberdayaan masyarakat sebesar 70% dan biaya operasional
pemerintah desa dan badan pemusyawaratan desa sebesar 30%.
Selanjutnya mekanisme penyalurandan penggunaan dana desa dan ADD
47
Ar Royyan, Dkk
melalui proses yang telah di atur dalam undang-undang atau
Perbup/perwil.
Pada awalnya desa merancang program yang akan diadakan
dengan mengadakan rapat oleh badan pemusyawaratan desa (BPD).
Kemudian dalam perencanaan alokasi dana desa dengan menjaring
aspirasi melalui Peninjuan keadaan desa (PKD) dari masyarakat dan
kebutuhan masyarakat melalui Musrenbangdes dan meingkatkan
partisipasi masyarakat dalam pengelolaan keuangan desa. Dalam
Musyawarah diselenggarakan oleh Badan Permusyawaratan desa (BPD)
dan dihadiri oleh aparat desa mulai dari Kepala Desa, sekretaris desa,
Kepala Urusan desa, Bendahara desa, LPMD, juga dari perwakilan tokoh
masyarakat, perwakilan perempuan, pemuka agama, masyarakat
marginal, kepala dusun, dan unsur Desa lainnya.
Setelah
membahas program yang direncanakan kemudian
dibahas dalam draf RKPDes (Rencana Kegiatan Pembangunan Desa)
dan APBDes sesuai dengan hak asal usul dan kewenangan desa.
perencanaan yang dilakukan di desa dapat diusulkan dalam musyawarah
pembangunan desa sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Namun dalam
hal ini kecamatan juga memiliki wewenang untuk memeriksa draft usulan
APBDes dari setiap desa sesuai aturan yang berlaku. Dikarenakan
walaupun desa memiliki kewenangan mengelola dana namun proses
supervisi (pengawasan) tetap dilakukan oleh pemerintah di atasnya, baik
pemerintahan di tingkat kemacamatan maupun dinas yang ada di
kabupaten. Dikarenakan jumlah rasio dana desa akan semakin meningkat
oleh karena itu diperlukan pendampingan bagi desa supaya lebih efektif
dan efisien dalam pembangunan desa dan melayani masyarakat. Saat ini
Ekonomi Desa
48
hasil survei yang diperoleh setiap kecaman memiliki rasio pendamping
yang minim, satu orang pendamping desa bertugas mendampingi 3
sampai 4 desa dalam satu kecamatan mengawasi dan mengontrol
pembangunan desa.
Pengelolaan alokasi dana desa bersifat swakelola, pelaksanaan
dana desa dilakukan melalui dua cara yaitu pertama swakelola, yaitu
dengan menbggunakan tenaga kerja masyarakat desa setempat sehingga
penghasilan dan peningkatan daya beli tetap terjaga. Kedua mendorong
kegiatan masyarakat yang produktif secara ekonomi.25 Survei yang
dilakukan menunjukkan bahwa peran dan partisipasi masyarakat sangat
menentukan pembangunan dan pemberdayaan ekonomi desa, dengan
memanfaatkan potensi yang ada di desa. Seharusnya dengan semakin
besarnya potensi yang dimiliki oleh desa. Sementara itu fokus
pemberdayaan dalam pengelolaan dana desa salah satunya ialah
meningkatkan pemberdayaan ekonomi lainnya yang sesuai dengan
kebutuhan desa yang ditetapkan dalam musyawarah desa. seperti
peningkatan investasi melalui pengadaan alat-alat produksi, pemodalan
dan peningkatan kapasitas melalui magang dan pelatihan.
Melalui program ini, maka menambah dan meningkatkan asset
desa dan juga potensi yang dimiliki oleh desa. Namun dalam pengelolaan
potensi desa tidak semua desa mampu memanfaatkan pengelolaannya
secara maksimal. Masing-masing desa masih terdapat hambatan dan
tantangan. Sedangkan potensi yang dimiliki begitu besar. Seperti adanya
industri pertambangan, pertokoan, area persawahan dan perkebunan
25
Aziz, N.L.L. (2016). The village Autonomy An The Effectiveness Of Village
Fund. Jurnal Penelitian Politik. Vol 13. No 2. Hal 193-211.
49
Ar Royyan, Dkk
seperti karet, sawit dan coklat yang menjadi mata pencaharian
masyarakat desa memiliki potensi utama dari perkebunan, palawija dan
industri rumahan. Sedangkan desa lainnya memiliki potensi sumber daya
alam yang luas pada persawahaan dan perkebunan. Hambatan dalam
pemanfaatan dana desa untuk pengembangan potensi desa dapat kita
analisa antara lain,Pertama kapasitas dan kapabilitas sumber daya
manusia yang masih minimal atau rendah.
Pada proses penyaluran dan penggunaan alokasi dana desa pada
sering mengalami keterlambatan pencairan di setiap kabupaten hal ini
salah satunya disebabkan lambatnya laporan realisasi akhir tahun yang
dikerjakan oleh pemerintah desa yang diserahkan kepada pemerintah
Kabupaten/Pusat sebagai syarat pencairan dana desa tahun selanjutnya.
Selain itu juga sering lambatnya penetapan anggaran oleh pemerintah
kabupaten dalam perbup dan sosialisasi perbup/perwali kepada desadesa yang menjadi hak kewengan desa yang dilimpahkan dari
kabupaten/kota.
Kedua, Partisipatif masyarakat, pada dasarnya
masyarakat berpartisipasi dalam pembangunan desa dan juga
pemberdayaan kapasitas di desa-desa, namun kendala yang dihadapi,
masyarakat belum mendapat informasi yang lengkap atau sosialisasi
mengenai penggunaan dan pengelolaan dana desa di desa. Hal ini
disebabkan tidak ada perhatian serius pemerintah kabupaten, kecamatan
dan juga desa dalam mengadakan sosialiasi atau pemberian informasi
yang transpantif kepada masyarakat desa.
Hal serupa juga di ungkapkan oleh Aziz (2016) dan
Darmiasih,dkk
(2015),
masih
rendahnya
sumber
daya
aparat
pemerintahan desa secara kualitas maupun kuantitas disebabkan
Ekonomi Desa
50
rendahnya latar belakang pendidikan. Kemudian kurangnya sosialisai dari
aparat desa terkait dengan penyaluran dana desa, sehingga masih anyak
masyarakat desa tidak megetahui program ADD yang dirancang oleh
desa. Terakhir Ketiga, terlambatnya pencairan anggaran alokasi dana
desa, sehingga menyebabkan keterlambatan pula dalam pembangunan
proyek atau menjalakan program yang telah direncanakan oleh desa.
Selanjutnya keterlambatan pada pencairan alokasi dana desa dari
kabupaten berdampak kepada TPK (Tim Pelaksana Kegiatan) dan juga
aparat desa dalam menerima insentif/jerih. Keterlambatan ini pula
disebabkan karena terlambatnya laporan pertanggungjawaban yang
disiapkan oleh masing-masing desa. observasi penulis pada pelaksanaan
dan pengelolaan alokasi dana desa dalam 3 tahun terakhir belum begitu
efektif dan maksimal untuk mengelola potensi desa dalam potensi sumber
daya alam. Akan tetapi pengelolaannya lebih diarahkan kepada
pembangunan dan potensi fisik pada desa seperti pembangunan
infrastruktur kantor desa, pengaspalan lorong, renovasi masjid,
disebabkan program yang dirancang oleh desa harus disesuaikan dengan
Perbup/perwali di Kabupaten/kota dan juga menjadi perhatian pemerintah
dalam
pengutamaan
pembangunan
infrastruktur
supaya
dapat
memaksimalkan pelayanan kepada masyarakat.
B. BUMDes dan Kesejahteraan Masyarakat Desa
Dalam UU Nomor 32 tahun 2004 dan PP Nomor 72 tahun 2005
diamanatkan bahwa dalam meningkatkan pendapatan masyarakat dan
desa, pemerintah desa dapat mendirikan Badan Usaha Milik Desa
(BUMDes) sesuai dengan kebutuhan dan potensi desa. Dalam hal
51
Ar Royyan, Dkk
perencanaan dan pembentukannya, BUMDes dibangun atas prakarsa
(inisiasi masyarakat), serta mendasarkan pada prinsip-prinsip kooperatif,
partisipatif dan emansipatif, dengan dua prinsip yang mendasari, yaitu
member base dan self help. Hal ini penting mengingat bahwa
profesionalime pengelolaan BUMDes benar-benar didasarkan pada
kemauan
(kesepakatan) masyarakat banyak (member base), serta
kemampuan setiap anggota untuk mandiri dalam memenuhi kebutuhan
dasarnya (self help), baik untuk kepentingan produksi (sebagai produsen)
maupun konsumsi (sebagai konsumen) harus dilakukan secara
professional dan mandiri.26
Seperti yang telah dikemukakan diatas bahwa berdirinya Badan
Usaha Milik desa ini karena sudah diamanatkan bahwa dalam
meningkatkan pendapatan masyarakat dan desa, pemerintah desa dapat
mendirikan badan usaha milik desa. Pilar lembaga BUMDes ini
merupakan institusi sosial ekonomi desa yang betul-betul mampu sebagai
lembaga komersial yang mampu berkompetisi ke luar desa. BUMDes
sebagai institusi ekonomi rakyat lembaga komersial, pertama-tama
berpihak kepada pemenuhan kebutuhan (produktif maupun konsumtif)
masyarakat adalah melalui pelayanan distribusi penyediaan barang dan
jasa. Hal ini diwujudkan dalam pengadaan kebutuhan masyarakat yang
tidak
memberatkan
(seperti:harga
lebih
murah
dan
mudah
mendapatkannya) dan menguntungkan. Dalam hal ini, BUMDes sebagai
26
Ramadana, C.B., Ribawanto, H. dan Suwondo, Keberadaan Badan Usaha Milik Desa
(Bumdes) Sebagai Penguatan Ekonomi Desa (Studi Di Desa Landungsari, Kecamatan
Dau, Kabupaten Malang) . Jurnal Administrasi Publik (JAP), Vol. 1, No. 6, Hal. 10681076.
Ekonomi Desa
52
institusi Komersiil, tetap memperhatikan efisiensi serta efektifitas dalam
kegiatan sektor riil dan lembaga keuangan (berlaku sebagai LKM).27
Badan usaha milik desa ini usaha desa yang dibentuk/didirikan
oleh pemerintah desa yang kepemilikan modal dan pengelolaan-nya
dilakukan oleh pemerintah desa dan masyarakat. Pembentukan badan
usaha milik desa ini juga berdasarkan pada Permendagri nomor 39 tahun
2010 pada bab II tentang pembentukan badan usaha milik desa.
Pembentukan ini berasal dari pemerintah kabupaten/kota dengan
menetapkan peraturan daerah tentang pedoman tata cara pembentukan
dan pengelolaan bumdes. Selanjutnya pemerintah desa membentuk
bumdes dengan peraturan desa yang berpedoman pada peraturan
daerah. BUMDes ini diharapkan juga mampu menstimulasi dan
menggerakkan roda perekonomian di pedesaan. Aset ekonomi yang ada
di desa harus dikelola sepenuhnya oleh masyarakat desa. Substansi dan
filosofi BUMDes harus dijiwai dengan semangat kebersamaan dan self
help sebagai upaya memperkuat aspek ekonomi kelembagaannya. Pada
tahap ini, BUMDes akan bergerak seirama dengan upaya meningkatkan
sumber-sumber pendapatan asli desa, menggerakkan kegiatan ekonomi
masyarakat di mana peran BUMDes sebagai institusi payung dalam
menaungi. Upaya ini juga penting dalam kerangka mengurangi peran freerider yang seringkali meningkatkan biaya transaksi dalam kegiatan
ekonomi masyarakat melalui praktek rente.28
27
Ibid, hlm 1072.
28
Nurcholis, H. (2011) Pertumbuhan dan Penyelenggaraan Pemeritahan Desa. Jakarta,
Erlangga.
53
Ar Royyan, Dkk
Melihat posisi badan usaha milik desa ini dalam menghadapi
desakan investasi modal dari asing yang kini menjadikan desa sebagai
sasaran pengembangan usaha sangat keras sekali, disamping itu badan
usaha milik desa ini hanya bermodal tak seberapa jika dibandingkan
dengan swasta bermodal besar maka posisi badan usaha milik desa ini
tak dapat dibandingkan. Dengan sumberdaya alam yang dimiliki oleh
desa, hal ini sangat rawan sekali terjadi intervensi modal dan pasar di
pedesaan. Kehadiran badan usaha milik desa ini sendiri akan menjadi
penangkal bagi kekuatan korporasi asing dan nasional.
Diharapkan badan usaha milik desa ini mampu menggerakkan
dinamika ekonomi desa, dan sebagai perusahaan desa29. Namun dalam
operasionalnya BUMDes terkendala oleh modal. Melihat kondisi desa
yang selama ini sangat minim anggaran maka sulit untuk merealisasikan
produk-produk rencana desa sekaligus juga makin meningkatkan
apatisme masyarakat. Badan Usaha Milik Desa ini awalnya dapat
meminjamkan biaya kepada masyarakat desanya yang ingin mempunyai
usaha. Karena memang awal berdirinya Badan Usaha Milik Desa ini
mendapatkan sumbangan dari pemerintah daerah kabupaten/kota. Seiring
berjalannya waktu, modal yang dimiliki semakin merosot, bahkan
partisipasi masyarakat untuk meminjam dana usaha ke Badan Usaha Milik
Desa ini juga semakin berkurang. Akan tetapi, masih beberapa
orang saja yang mempercayakan kepada Badan ini. Seperti yang telah
diketahumemang desa sangatlah minim anggaran. Keberadaan BUMDes
29
Ramadana, C.B., Ribawanto, H. dan Suwondo, Keberadaan Badan Usaha Milik Desa
(Bumdes) Sebagai Penguatan Ekonomi Desa (Studi Di Desa Landungsari, Kecamatan
Dau, Kabupaten Malang) . Jurnal Administrasi Publik (JAP), Vol. 1, No. 6, Hal. 1072.
Ekonomi Desa
54
desa diharapkan dapat mendukung munculnya kembali demokrasi sosial
didesa melalui peningkatan kapasitas masyarakat desa tentang
pengelolaan BUMDes secara berkelanjutan, dan partisipasi masyarakat
desa terhadap BUMDes juga tidak lagi berkurang.
Di sisi lain, pemerintah desa juga mampu berpola kreatif dan
inovatif dalam mendominasi kegiatan ekonomi desa melalui kepemilikan
BUMDes sehingga dapat membangun perekonomian daerah yang
dibutuhkan untuk menciptakan lapangan pekerjaan baru, menghasilkan
barang dan jasa substitusi daerah, meningkatkan perdagangan antarpemerintah daerah dan memberikan layanan yang optimal bagi
konsumen. Selanjutnya, BUMDes dapat berdiri dengan tujuan sebagai
agen pembangunan daerah dan menjadi pendorong terciptanya sektor
korporasi di pedesaan tetapi dengan biaya produksi dan pengelolaan tidak
terlalu tinggi.30
Dari data di atas menunjukkan percepatan pembangunan desa
yang diharapkan belum begitu berdampak besar bagi masyarakat baik
secara ekonomi, dalam peningkatan kesejahteraan masyarakat desa.
Namun perlu kita apresiasi bahwa tidak semua penggunaan dana desa
tidak bermanfaat. Jelas bahwa semenjak dua tahun terakhir pemerintah
menargetkan pembangunan desa dalam bentuk fisik atau infrastruktur
tujuannya ialah tidak lain untuk peningkatan akses layanan bagi
masyarakat desa, dengan tersedianya kantor desa masyarakat akan lebih
mudah memperoleh informasi dan penyelesaian persoalan yang dialami
masyarakat. Disamping itu perlu diingat bahwa dana desa dapat
30
Ibid, hlm 1703
55
Ar Royyan, Dkk
dimanfaatkan untuk meningkatkan pemberdayaan mayasarakat guna
menciptakan masyarakat yang kuat dan mandiri secara ekonomi31. Perlu
peran pemerintah desa yang sangat besar tentunya dalam pemberdayaan
masyarakat, dan juga partisipasi masyarakat itu sendiri dalam mendukung
program dan kegiatan desa, menurut Peraturan Pemerintah nomor 43
tahun 2014 tentang peraturan pelaksanaan UU nomor 6 Tahun 2014 dan
PP nomor 47 tahun 2015 tentang perubahan atas PP nomor 43 tahun
2014 desa dapat mengelola dana desa melalui pembentukan badan
Usaha milik desa (BUMDes).
Maka melalui BUMDes tentunya pemerintah desa dapat
memanfaatkan dana desa dengan penambahan modal bagi BUMDes dan
pengelolaan aset desa yang mengarah kepada pemberdayaan
masyarakat. Pemerintah pada tahun 2017 menargetkan penggunaan dana
desa
ke
arah
pemberdayaan
masyarakat,
tentunya
dengan
memaksimalkan operasional dan fungsi BUMDes setiap desa. Bayangkan
ini tidak mustahil dilakukan, dengan melihat begitu besar potensi desa
yang kita miliki. Hampir setiap desa memiliki sumber daya alam yang
melimpah mulai dari pertanian, perkebunan, industri kecil, dan usaha
rumahan, hal ini dapat di manfaatkan oleh desa dengan mengelola potensi
dengan membentuk koperasi atau lembaga swadaya masyarakat ataupun
usaha-usaha kecil seperti penyewaan dan pengelolaan aset desa.32
31
Ramly, A. (2017). Akselerasi Dana Desa, Opini serambinews
http://aceh.tribunnews.com/2017/09/12/akselerasi-dana-desa, Diakses, Jumat 6 Juli
2018.
32
Ibid, http://aceh.tribunnews.com/2017/09/12/akselerasi-dana-desa, Diakses, Jumat 6
Juli 2018.
Ekonomi Desa
56
Demikian perlu perhatian dan kerja keras dari pemerintah desa
untuk mengaktifkan BUMDes dan juga partisipasi masyarakat. Buktinya
tidak semua desa di seluruh wilayah saat ini mempunyai BUMDes dan
mampu mengelola aset dan potensi desa yang di miliki. Bukan tidak ada
tantangan untuk mampu mengenjot potensi desa dan mengelola dana
desa yang cukup besar. Hal yang utama pemerintah desa selaku
pemegang otonomi pemerintahan dalam mengelola sektoral desa harus
mampu memliki sumber daya manusia yang kuat dan mampu, bahkan
setiap daerah saat ini terkendala dengan sumberdaya yang berkualitas,
selain itu kepercayaan (trust) masyarakat yang harus dikelola sangat baik
oleh pemerintah desa, setidaknya melakukan transparansi pengelolaan
dana desa saat ini menjadi hal penting bagi desa, supaya masyarakat
desa berpartisipasi aktif dan kolektif dalam membangun desa. Selain itu
pemerintah kabupaten/kota juga turut aktif tidak hanya dalam monev
(monitoring dan evaluasi) dan pengawasan bagi desa, juga dalam
memberikan edukasi bagi aparat desa melaui program sosialisasi,
seminar, bimtek, workshop, dll.
Supaya penguatan kelembagaan desa dan ekonomi desa
terdongkrak, hal ini di rasa masih sangat minim dilakukan. Dengan
demikian apabila ada kerjasama antar sektor dalam peningkatan dan
pemberdayaan masyarakat, maka tidak tertutup kemungkinan akselerasi
atau percepatan pemanfaatan dana desa dan alokasi dana desa sangat
memberi dampak yang positif demi terwujudnya masyarakat sejahtera dan
makmur33
33
Ibid, http://aceh.tribunnews.com/2017/09/12/akselerasi-dana-desa, Diakses, Jumat 6
Juli 2018.
57
Ar Royyan, Dkk
Seperti yang disajikan dalam bagan dibawah, modal awal
pendirian BUM Desa akan berasal dari APB Desa. Sedangkan modal
penyertaan usaha BUM Desa (selain bagi unit usaha yang berbentuk
Lembaga Keuangan Mikro) akan berasal dari hibah, sumbangan,
kerjasama usaha dan penyerahan aset desa yang disalurkan melalui
mekanisme APB Desa. Hibah dan/atau kerjasama usaha dapat diperoleh
dari pihak Swasta, Lembaga Sosial Ekonomi Kemasyarakatan/Lembaga
Donor. Sedangkan sumbangan dapat diperoleh dari Pemerintah Pusat,
Provinsi, Kabupaten/Kota; dan aset desa yang diserahkan.
Hibah, sumbangan dan penyerahan aset desa akan memberikan
modal usaha bagi BUM Desa tanpa penyertaan kepemilikan. Penyertaan
kepemilikan mungkin terjadi pada skema kerjasama usaha yang
berbentuk Perseroan Terbatas pada tingkat unit usaha di bawah
BUMDesa (bukan penyertaan kepemilikan pada tingkatan BUMDes).
Definisi penyertaan modal Desa yang berasal dari kerjasama
usaha masih menyisakan keraguan terkait dengan frasa
“kerjasama
usaha yang dipastikan sebagai kekayaan kolektif Desa dan disalurkan
melalui mekanisme APB Desa” pada Pasal 18 ayat 1 huruf c Permendes
4/2015, yang berbeda makna dari Pasal 14 – 15 Permendagri 39/2010.
Modal usaha BUMDesa yang berasal dari penyertaan modal
masyarakat Desa yang berupa tabungan/simpanan masyarakat akan
menopang unit usaha BUMDesa yang memiliki jenis usaha bisnis
keuangan mikro dan berbadan hukum Lembaga Keuangan Mikro dengan
andil BUMDesa sebesar 60%.
Kecuali untuk bentuk hukum Lembaga
Keuangan Mikro, tidak terdapat skema penyertaan modal masyarakat
Desa secara langsung pada BUMDesa dan unit usaha Perseroan
Ekonomi Desa
58
Terbatas yang dimilikinya, walaupun masyarakat Desa secara perorangan
maupun secara berkelompok dapat saja masuk ke kategori Pihak Swasta.
Kepemilikan masyarakat Desa atas BUM Desa bukan didasarkan pada
penyertaan modal, melainkan melalui pelibatan penuh masyarakat Desa
dalam tahap pendirian dan pemantauan pengelolaan BUM Desa melalui
organ Musyawarah Desa dan keterwakilan masyarakat Desa di organ
Badan Permusyawaratan Desa.34
Penyertaan Modal BUMDes
Badan Usaha
Milik Desa
Unit Usaha
Unit usaha
Tidak terdapat pen yertaan
kepemilikan pihak ketiga,
dapat hanya berbentuk unit
usaha tanpa badan hukum
Unit usaha
Bentuk perseroan Terdapat penyertaan modal
terbatas pihak ketiga (terutama pihak
swasta) pada tingkat unit
usaha
Termporer
Hibah pihak
ketiga,
sumbangan
pemerintah,
Penyerahan
Aset Daerah
Permanen
Kerjasama
Usaha
Penyertaan
Modal Desa
Anonim, Pendekatan Utuh Penguatan Kelembagaan Ekonomi Desa, Penabulu
Alliance, 2016,
34
59
Ar Royyan, Dkk
Sejalan dengan tidak adanya penyertaan modal masyarakat Desa
secara langsung pada BUMDesa, maka juga tidak terdapat pembagian
keuntungan, hasil usaha ataupun manfaat ekonomi secara langsung bagi
masyarakat Desa. Masyarakat Desa akan mendapatkan manfaat ekonomi
secara tidak langsung dari operasionalisasi BUMDesa.
Rantai manfaat ekonomi yang dapat diperoleh dari pendirian BUM
Desa di atas, jelas terlihat betapa strategis peran BUM Desa sebagai
salah satu intervensi utama Pemerintah Desa dalam meningkatkan
kesejahteraan masyarakat Desa melalui perbaikan pelayanan umum,
pertumbuhan dan pemerataan ekonomi Desa. Menyertai dukungan APBN
bagi pembangunan Desa melalui Dana Desa, BUM Desa merupakan
format intervensi pelengkap yang memberikan kemungkinan bagi
Pemerintah Desa untuk aktif mengembangkan perekonomian lokal secara
kolektif berbasis potensi dan kekuatan yang dimiliki masing-masing Desa.
Konsep perekonomian Indonesia tidak dapat hanya ditopang oleh
peran aktif pe begitu juga pada tingkatan pengembangan ekonomi Desa.
Untuk menjamin tenya demokrasi ekonomi, kemakmuran masyarakatlah
yang diutamakan, bukaorang-seorang dan perekonomian disusun sebagai
usaha bersama berdasar akekeluargaan. Pengembangan ekonomi Desa
tidak dapat hanya dilandaskan pada penempatan modal/kapital semata.
Produksi yang berbasis sumber daya lwajib dikerjakan oleh semua dan
untuk semua di bawah kepemilikan anggot masyarakat.
BUMDes hadir mewakili kepentingan Pemerintah Desa sebagai
upaya peningklayanan umum bagi masyarakat, pemanfaatan aset desa,
pemberian dukungan produksi masyarakat. Kelembagaan BUM Desa
tidak didirikan untuk melakukan akekonomi produktif utama dalam
Ekonomi Desa
60
pemanfaatan sumber daya alam lokal. Batasan peran tersebut tampak
dari arahan klasifikasi jenis usaha BUM Desa sebagai berikut:
Tabel di atas kembali menunjukkan bahwa BUM Desa, selain
ditujukan bagi peningkatan layanan umum dan optimalisasi aset Desa,
akan berperan untuk mendukung, memfasilitasi dan mengkoordinasikan
upaya-upaya ekonomi produktif masyarakat Desa. BUM Desa dapat
menjadi induk kegiatan ekowisata desa, atau mendirikan pabrik es yang
sangat dibutuhkan oleh para nelayan tangkap, atau penyediaan sarana
produksi dan pabrik pengolahan hasil pertanian setempat. BUM Desa juga
berperan penting dalam penyediaan pinjaman modal usaha skala kecil
61
Ar Royyan, Dkk
bagi usaha produktif masyarakat Desa. Produksi berbasis pemanfaatan
Sumber daya alam akan dilakukan oleh masyarakat Desa. Selama ini
pemanfaatan sumber daya alam selalu menjadi ruang kompetisi produksi
berbasis modal yang sebagian besar akan dikuasai oleh kekuatan kapital
dan jaringan pasar yang dimiliki pihak swasta. Keberpihakan BUMDesa
pada usaha produktif masyarakat hanya dapat memberikan penguatan
pada kapasitas ekonomi produktif masyarakat Desa, namun tidak dapat
memberikan kunci pemenangan atas kompetisi pasar pemanfaatan
sumber daya alam lokal yang selama ini terjadi. Masyarakat Desa tetap
tidak akan mampu bersaing dengan pihak swasta jika tidak memperkuat
kelembagaan ekonominya.35
Seperti Koperasi produksi, sebagai salah satu jenis koperasi di
Indonesia, perlu dibangun bagi penguatan kelembagaan produksi
masyarakat Desa. Koperasi bukan merupakan kumpulan modal belaka,
koperasi merupakan kumpulan orang yang memiliki tujuan dan jenis
usaha yang sama. Koperasi merupakan badan hukum yang berorientasi
pada pemupukan laba dengan pembagian sisa hasil usaha bagi para
anggotanya. Pada BUMDesa, masyarakat Desa tidak secara langsung
melakukan penyertaan modal dan juga tidak secara langsung memperoleh
keuntungan/hasil usaha.
Pada Koperasi, masyarakat wajib untuk menyisihkan sebagian
hartanya bagi simpanan pokok dan simpanan wajib Koperasi, terlibat
langsung dalam segenap proses produksi, dandapat menikmati sisa hasil
usaha pada setiap periode pembagiannya. Koperasi produksi masyarakat
35
Ibid, hal 14
Ekonomi Desa
62
Desa akan dapat menjadi lembaga produksi bersama masyarakat
Desa, bersaing (ataupun berkolaborasi) dengan pihak swasta dalam
pemanfaatan sumber daya alam lokal yang dimiliki masing-masing Desa.
Tanpa pengembangan koperasi produksi masyarakat Desa maka
penguatan BUMDesa semata tidak akan mampu menjamin peningkatan
kesejahteraan masyarakat secara hakiki. Koperasi produksi masyarakat
desa akan melengkapi keutuhan konsep BUMDesa yang saat ini sedang
dikembangkan.
Konstalasi
yang
tergambar
pada
halaman
sebelumnya
menunjukkan bahwa jika ruang-ruang pengambilan Posisi dan peran
Dapat dipahami Dengan baik oleh setiap warga Desa, Maka
masyarakatlah yang akan menjadi aktor utama perekonomian Desa.
Dalam pemanfaatan sumber daya alam yang dimiliki, masyarakat Desa
harus memperkuat kelembagaan produksi Kolektif melalui pengembangan
bentuk koperasi produksi, sembari memaknai keterlibatannya pada siklus
tata pemerintahan Desa dan dalam upaya pengembangan BUMDesa
sebagai Penyedia layanan umum dan pendukung usaha produksi
kelompok-kelompok masyarakat.
Pengembangan serta pengelolaan BUMDesa yang tepat dan
handal
akan
merupakan
pilar
akhir
pendukung
terbangunnya
perekonomian desa yang demokratis. Ketepatan pemilihan jenis
BUMDesa, jenis kegiatan usaha, struktur organisasi sesuai dengan
potensi dan kebutuhan masyarakat Desa akan menjadi kunci awal bagi
pencapaian manfaat sebesar-besarnya bagi masyarakat dan Pemerintah
Desa. Kehandalan pengelolaan BUMDesa harus dibangun mulai dari
kelengkapan AD/ART, akuntabilitas pengelolaan dan transparansi
63
Ar Royyan, Dkk
pelaporan dan pertanggungjawaban. Tiga pilar yang disebutkan
sebelumnya, akan turut serta mendorong keberhasilan pencapaian tujuan
dari pendirian BUMDesa.36
C. Status Desa dan Akselerasi Pembangunan
Pembangunan kawasan pedesaan adalah proses pertumbuhan
ekonomi yang selaras dengan pelestarian lingkungan hidup dan
konservasi sumber daya alam dengan memperhatikan kepentingan antar
kawasan dan kepentingan umum dalam kawasan perdesaan, dan
kepentingan umum dalam kawasan perdesaan secara partisipatif,
produktif dan berkelanjutan dengan berbasis pemberdayaan masyarakat.
Menurut Daldjoeni Pembangunan desa merupakan proses merespon tiga
lingkungan desa (alam, budaya dan sosial ekonomi) dengan cara yang
tepat.37
Pembangunan perdesaan merupakan bagian yang penting dari
pembangunan nasional, yaitu menciptakan kemajuan sosial ekonomi
secara berkesinambungan dengan prinsip keadilan bagi seluruh
masyarakat. Beberapa komponen penting dari aspek pembangunan,
antara lain (a) pembangunan ekonomi, (b) pembangunan fisik dan sosial,
(c) pembangunan lingkungan, dan (d) pembangunan kelembagaan.38
Tujuan pembangunan desa adalah meningkatkan kesejahteraan
hidup manusia serta penanggulangan kemiskinan melalui penyediaan
pemenuhan kebutuhan dasar, pembangunan sarana dan prasarana desa,
Ibid, Hal 17.
Daldjoeni dan Suyitno.(2004). Perdesaan, Lingkungan Dan Pembangunan. Bandung:
PT Alumni.
38
Adisasmita, R. (2006). Membangun Desa Partisipatif. Yogyakarta: Graha Ilmu.
36
37
Ekonomi Desa
64
pengembangan potensi ekonomi lokal dan pemanfaatan sumber daya
alam dan lingkungan secara berkelanjutan. Pembangunan desa
dilaksanakan
dengan
mengedepankan
semangat
kebersamaan,
kekeluargaan, dan kegotongroyongan.
Pasal 80 ayat 4 UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa menyebutkan
bahwa prioritas, program, kegiatan, dan kebutuhan pembangunan desa
dirumuskan berdasarkan penilaian terhadap kebutuhan masyarakat desa
yang meliputi:
1. peningkatan kualitas dan akses terhadap pelayanan dasar;
2. pembangunan dan pemeliharaan infrastruktur dan lingkungan
berdasarkan kemampuan teknis dan sumber daya lokal yang
tersedia;
3. pengembangan ekonomi pertanian berskala produktif;
4. pengembangan dan pemanfaatan teknologi tepat guna untuk
kemajuan ekonomi; dan
5. peningkatan kualitas ketertiban dan ketenteraman masyarakat
desa berdasarkan kebutuhan masyarakat desa.
Keberhasilan pembangunan juga diukur dari besarnya kemauan
dan kemampuan untuk mandiri, yaitu adanya kemauan masyarakat untuk
menciptakan,
melestarikan,
dan
mengembangkan
hasil
hasil
pembangunan.39 Pasal 1 angka 8 UU No. 6 Tahun 2014 mendefinisikan
pembangunan desa sebagai upaya peningkatan kualitas hidup dan
kehidupan untuk sebesar-besarnya kesejahteraan masyarakat desa.
Pasal 78 ayat 1 menyebutkan bahwa Pembangunan Desa bertujuan
39
Purwaningsih, E. (2008). Partisipasi Masyarakat Dalam Pembangunan Desa. Jurnal
Jantra, 3(6), 443 452.
65
Ar Royyan, Dkk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa dan kualitas hidup manusia
serta penanggulangan kemiskinan melalui penyediaan pemenuhan
kebutuhan dasar, pembangunan sarana dan prasarana, pengembangan
potensi ekonomi lokal, serta pemanfaatan sumber daya alam dan
lingkungan secara berkelanjutan
Adisasmita (2006), menjelaskan secara kusus pembangunan
desa yaitu tersedianya fasilitas umum yang memadai seperti Infrasuktrur
fisik dan sosial yang mencakupi jaringan jalan, fasilitas pendidikan, dan
kesehatan yang tersebar disecara merata, tersedianya sumber-sumber
penghasilan untuk masyarakat seperti produktivitas pertanian yang
meningkat,
dan
pemanfaatan
sumber
daya
alam
yang
maksimal;kelestarian lingkungan, kesadaran masyarakat akan arti
pentinya lngkungan, adanya uapaya nyata dalam menanggulangi
kerusakn dan pencemaran lingkungan.
Dalam rangka pengelolaan keuangan daerah yang transparan,
jujur, demokratis, efektif, efisien, dan akuntabel, analisis rasio keuangan
terhadap pendapatan belanja daerah perlu dilaksanakan meskipun
terdapat perbedaan kaidah pengakuntansiannya dengan laporan
keuangan yang dimiliki perusahaan swasta. Hal ini telah dicantumkan
dalam pada pasal 1 ayat (1) UU No 6 tahun 2014 “Keuangan Desa
adalah semua hak dan kewajiban Desa yang dapat dinilai dengan uang
serta segala sesuatu berupa uang dan barang yang berhubungan dengan
pelaksanaan hak dan kewajiban Desa”.
Pengelolaan keuangan desa akan dilihat dari aspek perencanaan
penganggaran, pelaporan, akuntabilitas finansial, serta pengawasan
Ekonomi Desa
66
keuangan desa.40 Untuk menciptakan Pembangunan perdesaan yang
efektif mana haruslah menerapkan prinsip-prinsip: (1) transparansi
(terbuka), (2) partisipatif, (3) dapat dinikmati masyarakat, (4) dapat
dipertanggungjawabkan
(akuntabilitas),
dan
(5)
berkelanjutan
(sustainable).
Pembangunan perdesaan yang dilaksanakan harus sesuai
dengan masalah yang dihadapi, potensi yang dimiliki, aspirasi masyarakat
dan prioritas pembangunan perdesaan yang telah ditetapkan.41
Penggunaan ADD dilaksanakan dengan berpedoman pada PP No. 72
Tahun 2005 tentang Desa dan disalurkan bagi pembangunan desa,
pemberdayaan masyarakat, dan peningkatan pendapatan sehingga
berhasil meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa.
Namun, sejumlah hasil penelitian yang telah diangkat dalam
kajian ini telah mengungkapkan bahwa penggunaan ADD masih menemui
sejumlah hambatan/permasalahan dalam perencanaan, pelaksanaan,
kualitas pelaporan, dan lemahnya kelembagaan desa serta koordinasi
dengan pemda kotamadya/kabupaten. Berbagai hambatan tersebut perlu
diatasi agar tujuan kebijakan dana desa dalam UU No. 6 Tahun 2014
tentang Desa, yaitu pemerataan pembangunan dan kesejahteraan
masyarakat desa, dapat terwujud.42
40
Halim, A. (2004). Bunga Rampai Manajemen Keuangan Daerah. Edisi Revisi.
Yogyakarta: UPP AMP YKPN.
41 Adisasmita, R. (2006). Membangun Desa Partisipatif….
42
Abidin, M.Z (2015). Tinjauan Atas Pelaksanaan Keuangan Desa Dalam Mendukung
Kebijakan Dana Desa (Study Of Implementation Of Village Finance To Support Fund
Village Policy). Jurnal Ekonomi & Kebijakan Publik, Vol. 6 No. 1.
67
Ar Royyan, Dkk
Begitu juga Setyobakti (2017), mengatakan bahwa keadaan desa
sangat bergantung pada kualitas pelayanan pemerintah desa kepada
masyarkatnya, baik sejak dana desa ini telah dikucurkan kepada desa
dalam upaya pembangunan dan peningkatan kesejahteraan hidup
masyarakat desa. Sarana dan prasarana desa khususnya terkait dengan
pelayanan dasar telah terpenuhi, kekurangan hanya hanya perlu
optimalisasi pemanfaatan. Sedangkan potensi yang menunjang adalah
ketersediaan SDM, Pemerintah desa yang pro-aktif, kearifan lokal yang
sudah berjalan seperti pengelolaan sampah, kelembagaan ekonomi desa
berupa Bumdes yang sudah berjalan. Maka sisi lain dalam peningkatan
status desa partisipasi masyarakat sangatlah berperan penting dalam
mewujudkan desa mandiri dan sejahtera.43
Namun dapat kita lihat salah satu contoh penelitian oleh
Oktaviana dan Bachruddin (2017). Melakukan penelitian study literatur
yang berhubungan dengan program pembangunan desa atau pun
pengalaman empiris daerah lain terkait upaya peningkatan IDM. Hasil
penelitian menunjukan bahwa berdasarkan nilai IDM, lebih dari separuh
desa (74,41%) yang ada di wilayah kabupaten Lebak termasuk dalam
kategori tertinggal dan sangat tertinggal, serta 64,65% desa di wilayah
kabupaten Pandeglang termasuk kategori desa tertinggal dan sangat
tertinggal. Secara rata-rata nilai IDM provinsi Banten berada di atas
Ramly, A. dan Wahyuddin, (2017). Implementasi Kebijakan Dana Desa Dalam
Pengelolaan Dan Peningkatan Potensi Desa (Studi Kasus Kec Kuala Kabupaten Nagan
Raya), Seminar Nasional II USM 2017 Eksplorasi Kekayaan Maritim Aceh di Era
Globalisasi dalam Mewujudkan Indonesia sebagai Poros Maritim Dunia Vol. 1, 379-392.
43
Ekonomi Desa
68
nasional, namun pada nilai Indeks Ketahanan Lingkungan (IKL) masih
menunjukan nilai di bawah rata-rata nasional. Capaian Indeks Ketahanan
Ekonomi (IKE) sudah di atas nasional, namun jika melihat klasifikasi desa
berdasarkan IDM, capaian nilai tersebut (0,4963) masih tergolong dalam
klasifikasi desa tertinggal. Sesuai batas kewenangan dalam UndangUndang nomor 6 tahun 2014, pemerintah provinsi Banten perlu melakukan
intervensi kebijakan bagi agar pemerintah desa memiliki inisiatif
pembangunan sektor yang dapat meningkatkan capaian dimensi ekonomi
dan lingkungan (IKE dan IKL).
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan
Transmigrasi
melalui
Direktorat
Jenderal
Pembangunan
dan
Pemberdayaan Masyarakat Desa telah mengembangkan program
unggulan berdasar tiga (3) pendekatan yang disebut sebagai pilar Desa
Membangun Indonesia, yakni: (i) Jaring Komunitas Wiradesa; (ii)
Lumbung Ekonomi Desa; dan (iii) Lingkar Budaya Desa. Melalui tiga (3)
pilar tersebut diharapkan arah pengembangan program prioritas untuk
menguatkan langkah bagi kemajuan dan kemandirian Desa, yang juga
mampu dikembangkan sebagai daya lenting dalam peningkatan
kesejahteraan kehidupan Desa. Tiga (3)
pilar yang dimaksud dapat
dijelaskan sebagai berikut:

Jaring Komunitas Wiradesa. Memperkuat kualitas manusia
dengan memperbanyak kesempatan dan pilihan dalam upaya
penduduk Desa menegakkan hak dan martabatnya, serta
peningkatan memajukan kesejahteraan, mereka, baik sebagai
individu, keluarga maupun kolektiva warga Desa. Masalah yang
dihadapi saat ini adalah perampasan daya, yang ternyatakan
69
Ar Royyan, Dkk
pada
situasi
ketidakberdayaan
dan
marjinalisasi.
Fakta
ketidakberdayaan itu telah berkembang menjadi aspek, sebab,
dan sekaligus dampak kemiskinan, yang menghalangi manusia
warga Desa itu hidup bermartabat dan sejahtera. Kemiskinan
dalam kehidupan Desa telah berkembang dalam sifatnya yang
multidimensi dan cenderung melanggar hak asasi. Di sini, pilar
Jaring Komunitas Desa harus melakukan tindakan yang mampu
mendorong ekspansi kapabilitas dengan memperkuat daya pada
berbagai aspek
kehidupan manusia
menjangkau aspek nilai
warga Desa
yang
dan moral, serta pengetahuan lokal
Desa.

Lumbung Ekonomi Desa. Potensi sumber daya di Desa bisa
dikonversi menjadi ekonomi yang di dalamnya melibatkan adanya
modal,
organisasi
ekonomi,
ada
nilai
tambah
dan
mensejahterakan secara ekonomi. Lumbung Ekonomi Desa
bukan hanya soal dan untuk produksi, tapi dikapitalisasi memiliki
nilai tambah melalui pendayagunaan teknologi tepat guna dan
ramah lingkungan. Pengembangan
LumbungEkonomi Desa
harus mampu menjawab masalah modal, jaringan dan memiliki
informasi yang kuat dan oleh karenanya, organisasi ekonomi yang
dikembangkan haruslah kompatibel dengan hal tersebut. Dalam
konteks pelaksanaan Undang-Undang Desa misalnya, BUMDes
akan kuat jika dibangun dan dikelola orang-orang Desa yang teruji
secara nilai dan moral, serta memiliki modal sosial yang kuat,
mampu mengembangkan kreasi dan daya untuk menjangkau
modal, jaringan dan informasi.
Ekonomi Desa
70

Lingkar Budaya Desa. Gerakan sosial pembangunan Desa
tidaklah tergantung pada inisiasi orang perorang, tidak tergantung
pada insentif, tapi lebih panggilan kultural. Berdasar Lingkar
Budaya Desa, gerakan pembangunan Desa haruslah dilakukan
karena kolektivisme, di dalamnya terdapat kebersamaan,
persaudaraan dan kesadaran mau melakukan perubahan secara
kolektif. Pembangunan Desa hendaknya melampaui pamggilan
pribadi. Dana Desa dalam konteks memperkuat pembangunan
dan pemberdayaan Desa, misalnya, harus dikritisi agar tidak
menjadi bentuk ketergantungan baru. Tidak ada Dana Desa
tidaklah boleh sekali-kali dimaknakan sebagai tidak ada
pembangunan. Adanya Dana Desa haruslah menghasilkan
kemajuan, bukan kemunduran. Maka, pembangunan Desa
dimaknai sebagai kerja budaya dengan norma dan moral sebagai
pondasinya, sebagai code of conduct, dan dengan begitu perilaku
ekonomi dalam kehidupan Desa akan mampu menegakkan
martabat dan mensejahterahkan. Di sini, Lingkar Budaya Desa
bertugas memastikan itu terjadi.
Tiga pilar tersebut di atas saling terkait. Komitmen untuk
mendayagunakan
sebagai
pendekatan
diharapkan
dapat
melipatgandakan kemampuan Kementerian Desa, Pembangunan Daerah
Tertinggal, dan Transmigrasi dan K/L lainnya mencapai target dan
menghasilkan dampak yang bisa dipertahankan (sustained impact) untuk
kemajuan dan kesejahteraan kehidupan Desa.
Dalam kaitan penajaman fokus dan lokus dalam pengembangan
program prioritas (program unggulan dan kegiatan prioritas), pilar-pilar
71
Ar Royyan, Dkk
tersebut di atas dapat menjadi pijakan untuk membangun instrumen
program di mana Indeks Desa Membangun berguna untuk penetapan
lokus. Berdasar Indeks Desa Membangun dapat ditetapkan 15.000 Desa
yang menjadi lokus dari pelaksanaan program pembangunan dan
pemberdayaan masyarakat Desa, yang terdiri dari 5.000 Desa Sangat
Tertinggal, 5.000 Desa Tertinggal, 2.500 Desa Berkembang, dan 2.500
Desa Maju, yang di dalam jumlah 15.000 Desa dengan semua status
Desa itu terdapat 1.138 Desa Perbatasan.
Indeks Desa Membangun disusun dengan menggunakan data
Podes tahun 2015 yang terdiri dari 3 (tiga) dimensi yaitu: 1) sosial, 2)
ekonomi, dan 3) ekologi/budaya. Ketiga dimensi terdiri dari variabel, dan
setiap variable diturunkan menjadi indikator operasional. Jumlah variabel
dalam IDM sebanyak 22 variabel dan indikator sebanyak 52 indikator. IDM
mengklasifikasi Desa dalam lima (5) status, yakni:
1. Desa Sangat Tertinggal
(nilai IDM < 0,491),
2. Desa Tertinggal
(nilai 0,491< IDM < 0,599),
3. Desa Berkembang
(nilai 0,599 < IDM < 0,707),
4. Desa Maju
(nilai 0,707 < IDM < 0,815), dan
5. Desa Mandiri
(nilai IDM > 0,815).
Berdasarkan tinjauan atas aturan hukum di atas penggunaan
dana desa sudah diatur sedemikian rupa untuk meningkatkan
pembangunan desa dan pemberdayaan masyarakat, namun penggunaan
dana memerlukan pengawasan baik dari BPD maupun warga desa,
sehingga penggunaannya dapat memberikan manfaat nyata bagi seluruh
Ekonomi Desa
72
warga desa, baik dari segi social kemasyarakatan, kesejahteraan
ekonomi, maupun perbaikan ekologi atau lingkungan desa.44
44
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal Dan Transmigrasi. (2015) Indek
Desa Membangun 2015.
73
Ar Royyan, Dkk
BAB IV
ANALISA KESEJAHTERAAN DAN
PERKEMBANGAN EKONOMI DESA
A. Analisa Potensi Desa melalui pemanfaatan Dana Desa
Potensi desa ini merupakan tolak ukur pengalokasian dana desa
yang ada diseluruh Indonesia selain jumlah penduduk, angka kemiskinan,
luas wilayah desa, dan tingkat kesulitan geografi desa yang digunakan
saat ini dalam formula dana desa (DD) yang merupakan data dari hasil
potensi desa (Podes) yang diukur oleh badan pusat statistik. Data potensi
desa merupakan sumber data tematik berbasis luas wilayah yang mampu
menggambarkan potensi yang dimiliki oleh setiap wilayah di Indonesia.
Data potensi desa dilaksanakan setiap empat tahun sekali yang telah
dilaksanakan pada tahun 2014 dan kembali dilaksanakan pada tahun
2018 mendatang (Kompak, 2017).
Potensi desa dapat berupa potensi alam atau potensi non-alam
yang dimiliki oleh desa tersebut, misalnya tempat wisata, perkebunan,
tambang, tempat rekreasi, dll. Oleh karenanya dapat diartikan Potensi
desa ialah kemampuan, kekuatan atau sumberdaya yang dimiliki oleh
suatu daerah namun belum sepenuhnya digunakan secara maksimal
dalam suatu kesatuan masyarakat setempat serta mempunyai hak untuk
mengatur rumah tangga sendiri.
Oleh karena itu diperlukan peran dan fungsi desa dalam
mengelola potensi desa baik secara fisik maupun non-fisik. Desa melalui
sistem pemerintahannya memiliki peran yang besar dalam memanfaatkan
Ekonomi Desa
74
potensi yang ada di desa atau wilayah hukum masing-masing potensi
desa dan mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat bedasarkan
prakarsa masyarakat, hak asal-usul dan/atau hak istiadat sesua dengan
undang-undang desa. Kemudian dalam mengukur dan melihat potensi
desa, tentu terdapat beberapa cara diantaranya dengan melihat sumber
daya alam yang dimiliki atau kegiatan ekonomi yang dilakukan
masyarakat setempat.
Tujuan peningkatan pengelolaan potensi desa ialah guna
meningkatkan taraf hidup masyarakat desa, dimana maysarakat desa
mayoritas memliki tingkat kelayakan hidup rendah, sebab itu salah satu
tujuan peningkatan potensi desa yang dikelola oleh desa sendiri agar
dapat mengangkat taraf hidup masyarakat desa dan terbentuknya
ketahanan dan kemandirian desa. selain itu peningkatan potensi desa
dalam pemanfataan sumber daya alam di arahkan supaya terdapat
pemeratan pendapatan masyarakat dan dikelola langsung oleh
pemerintah desa selaku pemegang kekuasan di tingkat desa. alur
kerangka pemikiran pemanfatan dana desa untuk pengembangan potensi
dapat dilihat pada bagan dibawah ini:
Implementasi
ADD/ADG
Peran Desa
Meningkatkan
Potensi Desa
Kebijakan
Desa
75
Ar Royyan, Dkk
Sumber daya merupakan faktor penting di dalam upaya untuk
keberhasilan implementasi kebijakan dana desa, dimana apabila
kekurangan sumberdaya maka akan terdapat ketidak efektifan dan efesien
dalam melaksanakan kebijakan. Hal ini menunjukkan bahwa apabila
sumber daya manusia tingkat kemampuannya rendah, maka hasilnya pun
akan kurang memuaskan. Di samping itu apabila tidak didukung oleh
adanya sarana dan prasarana serta dana yang memadai maka akan
menyulitkan pekerjaan tersebut. Sumber daya yang penting dalam
implementasi kebijakan meliputi : (1) staf yang memadai dengan keahlian
yang diperlukan; (2) Dana, diperlukan untuk membiayai operasional
implementasi kebijakan; (3) informasi yang relevan dan cukup tentang
bagaimana cara mengimplementasikan suatu kebijakan dan dalam
penyesuaian lainnya yang terlibat di dalam implementasi; (4) wewenang
untuk meyakinkan bahwa kebijakan ini dilakukan semuanya sebagaimana
dimaksudkan; dan (5) berbagai fasilitas untuk operasionalisasi
implementasi yang meliputi sarana dan prasarana yang kesemuanya akan
memudahkan di dalam memberikan pelayanan umum dalam implementasi
kebijakan (Tuwaidan, 2014).
Selain sumber daya yang memadai, untuk meningkatkan kinerja
(peformance) pelayanan publik di desa/gampong diperlukan juga
partisipatif masyarakat, dikarenakan masyarakat yang sebahagian besar
memiliki dan memanfaatkan sumber daya alam atau potensi desa yang
ditempatinya. Tanpa partisipasi masyarakat dalam peningkatan kinerja
pelayanan publik, akan lebih sulit melakukan pemberdayaan dan
peningkatan mutu potensi desa. oleh karena itu masyarakat memjadi
Ekonomi Desa
76
sumber daya utama dalam mengolah dan memanfatkan sumber daya
yang lainnya.
Peta Nagan Raya, Aceh
Salah satu contoh di Provinsi Aceh terletak di Kabupaten Nagan
Raya, Kecamatan kuala, terdapat sumber daya alam yang besar sehingga
potensi desa juga tergolong amat besar. Mayoritas masyarakat desa di
Kecamatan kuala berprofesi sebagai petani kebun, pedagang lokal, dan
pemilik industri kecil. Namun perlu kita ketahui besarnya pengaruh
partisipatif masyarakat terhadap pembangunan desa melalui implementasi
kebijakan alokasi dana desa dan alokasi dana gampong belum begitu
maksimal. Harapannya implementasi dana desa akan berpengaruh positif
terhadap peningkatan potensi desa yang ada. Dari hasil penelitian
lapangan yang diperoleh dapat kita lihat potensi desa yang ada di
Kecamatan Kuala yang sangat beragam pada diagram dibawah ini.
77
Ar Royyan, Dkk
Potensi Desa
Perkebunan
Pertanian
20%
Industri
Usaha Kecil
6%
43%
31%
Pertumbuhan potensi desa di kecamatan kuala mengalami
peningkatan, hal ini sesuai pernyataan Camat Kuala M. Dahlan
menjelaskan potensi desa yang berada di Kecamatan Kuala ini sangatlah
besar, sebahagian perkembangannya ini dikelola oleh masyarakat dan
pihak swasta yang ada di Kecamatan Kuala, seperti sawah dan
perkebunan. Masyarakat sangat bergantung kepada dua potensi ini dan
menjadi mata pencaharian sehari-hari. Kemudian potensi yang dikelola
belum mendapatkan perhatian yang begitu besar dari pemerintah, hal ini
terdapat kendala pendanaan dan pengelolaan aset. Namun layanan yang
diberikan saat ini berupa izin usaha, dan admnistrasi lainya supaya usaha
yang dijalanlan oleh masyarakat tersebut legal (sah).
Implementasi kebijakan dana desa diharapkan dapat bermanfaat
bagi desa yang ada di seluruh Indonesia, sesuai dengan tipologi desa
salah satunya ialah meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa. ada
tiga faktor yang mempengaruhi keberhasilan implementasi program
alokasi dana desa, Pertama sumber daya manusia, Kedua, sosialisasi
Ekonomi Desa
78
penyaluran dana, Ketiga pelaksanaan koordinasi (Agustino, 2006). Dalam
hal ini peran dan manfaat alokasi dana desa dan alokasi dana gampong
yakni peningkatan ekonomi, pendidikan, akses sebagai warga dan
hubungan-hubungan yang menghasilkan perilaku politik. Penelitian yang
sama dilakukan oleh Suparman, dkk. (2014) menyebutkan pada dasarnya
ADD merupakan alat untuk mempercepat proses pemberdayaan
masyarakat desa agar dapat menyelesaikan berbagai masalah yang
sebenarnya bisa mereka pecahkan sendiri di wilayahnya. Dengan adanya
ADD masyarakat desa dapat belajar menangani kegiatan pembangunan
secara swakelola dan akhirnya mereka semakin percaya diri untuk mandiri
membangun desanya. Untuk itu sudah seharusnya seluruh kegiatan yang
didanai oleh ADD direncanakan, dilaksanakan dan dievaluasi secara
terbuka dan diketahui oleh warga secara luas sehingga dana yang
diturunkan akan mempunyai nilai guna dan bermanfaat bagi warga.
Sementara beberapa desa di Kecamatan kuala dalam
penyusunan program pembangunan yang diusul oleh masyarakat desa
dengan ber-koordinasi dengan pihak kecamatan, program yang disusun
dalam Anggaran Pendapatan Dan Belanja Desa (APBDes) masih
diarahkan kepada pembangunan infrastruktur pada desa di Kecamatan
Kuala sejak tahun 2015 hingga tahun 2017, alasannya pembangunan
infrastruktur yang bertahap ini sudah menjadi target pemerintah supaya
gampong lebih maksimal dalam melayani masyarakat. Pencairan dana
desa dan alokasi dana gampong sangat berpengaruh pada penyusunan
APBDes yang diusulkan oleh masing-masing desa dan hal ini disesuaikan
dengan qanun atau peraturan bupati.
79
Ar Royyan, Dkk
Kemudian dalam penyusunan APBG (Anggaran Pendapatan dan
Belanja Gampong) ada dua sumber dana yang terdapat untuk membiayai
pembangunan gampong di kecamatan kuala, pertama sumber dana dari
pemerintah pusat yang disalurkan kepada desa berupa alokasi dana desa.
transfer dana desa dari pemerintah sebesar 10% setelah dikurangi DAU
dan DBH dengan memperhatikan formula yang telah ditentukan. Kedua,
dana desa berasal dari bagian dana perimbangan yang diterima
kabupaten/kota setelah dikurangi DAK (Dana Alokasi Khusus). Dana yang
berasal dari Sharing kabupaten/kota ini yang dimaksud sebagai alokasi
dana gampong. Alokasi dana gampong ini bertujuan untuk mendorong
pelaksanaan pelayanan masyarakat di gampong secara maksimal, dan
diperuntukkan untuk operasional perangkat gampong. Sesuai penelitian
yang dilakukan Darmiasih, dkk (2015) secara umum sasaran alokasi dana
desa adalah pemberdayaan masyarakat sebesar 70% dan biaya
operasional pemerintah desa dan badan pemusyawaratan desa sebesar
30%.
Selanjutnya mekanisme penyaluran dan penggunaan dana desa
dan ADD yang ada di Kecamatan Kuala melalui proses yang telah di atur
dalam undang-undang atau peraturan bupati Kabupaten Nagan Raya.
Pada awalnya gampong merancang program yang akan diadakan dengan
mengadakan rapat oleh badan pemusyawaratan desa (BPD) gampong
masing-masing. Sesuai penelitian Sulumin (2015), Kemudian dalam
perencanaan alokasi dana desa dengan menjaring aspirasi dari
masyarakat dan kebutuhan masyarakat melalui musrenbang dan
meingkatkan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan keuangan desa.
Dalam rapat tersebut dihadiri oleh aparat desa mulai dari tuha peut
Ekonomi Desa
80
gampong, tuha lapan, keuchik gampong, sekretaris, bendahara, kepala
dusun, dan unsur gampong lainnya. Setelah membahas program yang
direncanakan kemudian dibahas dalam APBDes dan diusulkan ke
Kabupaten melalui dinas badan pemberdayaan masyarakat kabupaten
Nagan Raya. Namun dalam hal ini kecamatan juga memiliki wewenang
untuk memeriksa draft usulan APBG dari setiap gampong sesuai aturan
yang berlaku.
Dikarenakan walaupun desa memiliki kewenangan mengelola
dana namun proses supervisi (pengawasan) tetap dilakukan, seperti yang
disebutkan Aziz (2016), dan Sulumin (2015), pengawasan tetap dilakukan
oleh pemerintah di atasnya, baik pemerintahan di tingkat kemacamatan
maupun dinas yang ada di kabupaten. Untuk kedepan jumlah rasio dana
desa akan semakin meningkat oleh karena itu diperlukan pendampingan
bagi desa supaya lebih efektif dan efisien dalam pembangunan gampong
dan melayani masyarakat. Saat ini hasil survei yang diperoleh Kecamatan
Kuala hanya memiliki tiga orang pendamping sementara untuk mengawasi
dan mengontrol pembangunan gampong.
Pengelolaan alokasi dana desa bersifat swakelola, sesuai yang
penelitian Aziz (2016), pelaksanaan dana desa dilakukan melalui dua cara
yaitu pertama swakelola, yaitu dengan menbggunakan tenaga kerja
masyarakat desa setempat sehingga penghasilan dan peningkatan daya
beli tetap terjaga. Kedua mendorong kegiatan masyarakat yang produktif
secara ekonomi. Hasil penelitian ini menunjukkan peran dan partisipasi
masyarakat sangat menentukan pembangunan dan pemberdayaan
ekonomi desa, dengan memanfaatkan potensi yang ada di desa.
Seharusnya dengan semakin besarnya potensi yang dimiliki oleh
81
Ar Royyan, Dkk
gampong. Sementara itu fokus pemberdayaan dalam pengelolaan dana
desa salah satunya ialah meningkatkan pemberdayaan ekonomi lainnya
yang sesuai dengan kebutuhan desa yang ditetapkan dalam musyawarah
desa. seperti peningkatan investasi melalui pengadaan alat-alat produksi,
pemodalan dan peningkatan kapasitas melalui magang dan pelatihan.
Namun dalam pengelolaan potensi desa tidak semua Desa
mampu memanfaatkan pengelolaannya secara maksimal, seperti Desa
Blang Teungoh, Ujong Patihah, Alue Ie Mameh, Blang Muko, Blang Baro,
dan Purworejo. Masing-masing desa masih terdapat hambatan dan
tantangan. Sedangkan potensi yang dimiliki begitu besar. Desa Blang
teungoh bersebelahan dengan Desa simpang peut dan Ujong Patihah,
potensi yang dimiliki termasuk perluasan wilayah pasar yang ada di
simpang peut dan juga area persawahan yang luas. Kemudian Gampong
ujong patihah menjadi sentral kegiatan pemerintahan kecamatan kuala,
dengan letak strategis potensi fisik yang dimiliki rumah sakit umum
daerah, wilah perkantoran pemerintahan kecamatan kuala dan industri
batu bara terbesar di Nagan Raya, selain itu terdapat area persawahan
dan perkebunan seperti karet, sawit dan coklat yang emnjadi mata
pencaharian masyarakat Ujong Patihah.
Kemudian gampong purworejo memiliki potensi utama dari
perkebunan, palawija dan industri rumahan. Sedangkan Desa Blang
Muko, Alue Ie Mameh, dan Blang Baro memiliki potensi sumber daya alam
yang luas pada persawahaan dan perkebunan. Hambatan dalam
pemanfaatan dana desa untuk pengembangan potensi desa antara lain,
Pertama kapasitas dan kapabilitas sumber daya manusia yang masih
minimal atau rendah. Pada proses penyaluran dan penggunaan DD dan
Ekonomi Desa
82
ADD pada tahun 2017 mengalami keterlambatan pencairan disebabkan
lambatnya laporan LPJ gampong kepada pemerintah kabupaten/Pusat
dan juga lambatnya penetapan anggaran oleh pemerintah kabupaten
dalam perbup.
Kedua, Partisipatif masyarakat, pada dasarnya masyarakat
berpartisipasi dalam pembangunan desa dan juga pemberdayaan
kapasitas di gampong-gampong, namun kendala yang dihadapi,
masyarakat belum mendapat informasi yang lengkap atau sosialisasi
mengenai penggunaan dan pengelolaan dana desa dan juga ADG di
gampong pada kecamatan kuala. Hal ini disebabkan belum ada perhatian
serius pemerintah kabupaten, dan juga gampong dalam mengadakan
sosialiasi atau pemberian informasi yang transpantif kepada masyarakat
desa. Hal serupa juga di ungkapkan oleh Aziz (2016), Annivelorita (2015),
Tuwaidan (2014), Siddik (2015), Darmiasih,dkk (2015), masih rendahnya
sumber daya aparat pemerintahan desa secara kualitas maupun kuantitas
disebabkan rendahnya latar belakang pendidikan. Kemudian kurangnya
sosialisai dari aparat gampong terkait dengan penyaluran dana desa,
sehingga masih anyak masyarakat desa tidak megetahui program ADD
yang dirancang oleh desa.
Ketiga, terlambatnya pencairan anggaran alokasi dana desa dan
alokasi dana desa, sehingga menyebabkan keterlambatan pula dalam
pembangunan proyek atau menjalakan program yang telah direncanakan
oleh desa. Selanjutnya keterlambatan pada pencairan ADD berdampak
kepada TPK (Tim Pelaksana Kegiatan) dan juga aparat gampong dalam
menerima insentif/jerih. Keterlambatan ini pula disebabkan karena
terlambatnya laporan pertanggungjawaban yang disiapkan oleh masing83
Ar Royyan, Dkk
masing desa
di kecamatan kuala. Hasil temuan penulis pada
pelaksanaan dan pengelolaan alokasi dana desa dari tahun 2015 sampai
2017 belum begitu dimanfaatkan untuk mengelola potensi desa dalam
potensi sumber daya alam. Akan tetapi pengelolaannya lebih diarahkan
kepada pembangunan dan potensi fisik pada gampong seperti
pembangunan infrastruktur kantor keuchik, pengaspalan lorong, renovasi
masjid/meunasah, disebabkan program yang dirancang oleh gampong
harus disesuaikan dengan pebup/qanun Kabupaten Nagan Raya dan juga
menjadi perhatian pemerintah dalam pengutamaan pembangunan
infrastruktur
supaya
dapat
memaksimalkan
pelayanan
kepada
masyarakat.
Keempat, tumpang tindih regulasi menyangkut dana desa dan
alokasi dana desa, sehingga pemerintah desa merasa kebingunan dalam
mengelola dana desa (Kompas, 2017). hal lain pelaksanaan pengawasan
penatausahaan keuangan desa dan pelaporan desa, sejak tahun 2015
hingga sekarang belum begitu maksimal pengawasan terhadap
penggunaan dana desa. Kabupaten Nagan Raya saat ini masih
menggunakan pelaopran anggaran berbasis aplikasi kabupaten yang
belum terintegrasi dengan kementerian keuangan, saat ini diharapkan
pada tahun 2018 akan dilakukan integrasi secara serentak pelaporan
penggunaan dana desa kedalam sistem keuangan desa (Siskeudes).
Sehingga tidak ada pelaporan keuangan yang bersifat manual yang dapat
dimanfaatkan oleh masyarakat.
Oleh karena itu pengelolaan dana desa untuk meningkatkan
potensi desa masih begitu rumit, karena masih banyak sisi yang harus
dikaji, seperti mengarahkan penggunaan dana desa hanya pada sisi
Ekonomi Desa
84
pembangunan, padahal pemerintah menargetkan empat prioritas dalam
pemanfaatan dana desa yaitu pembangunan desa, penyelenggaraan
pemerintah desa, pemberdayaan masyarakat desa, dan pembinaan
masyarakat.
Laju pertumbuhan ekonomi di kabupaten Nagan Raya meningkat
pada awal-awal 2015. Namun menurun beberapa angka di tahun 2016
dan 2017, laju pertumbuhan eknomi seharusnya pada tahun-tahun berikut
bisa terdorong dengan adanya alokasi dana desa. baik dalam dalam
bidang pemberdayaan maupun pembangunan. Akan tetapi hal ini
diperparah karena pemerintah desa belum mampu mengelola dana desa
secara baik sesuai tuntutan program dan regulasi yang berlaku. Seperti
pemberdayaan masyarakat dengan memanfaatkan sumber dana desa ini
dapat diarahkan kedalam bentuk peningkatan ekonomi kawasan
pedesaan seperti adanya lumbung padi, saluran irigasi, dan embung desa.
Bentuk pemberdayaan masyarakat yang lainnya berupa fasilitasi paralegal
85
Ar Royyan, Dkk
untuk memberikan bantuan hukum kepada warga masyarakat desa
misalnya dengan cara kemudahan pemberian ijin usaha kepada warga
pribumi bila ingin membuka usaha di desanya sendiri. Pemerintah Desa
seharusnya sangat mendukung kepada warganya yang aktif untuk
membuka usaha diantaranya dibidang perdagangan, pengrajin seni, home
industry, dan lain-lain, karena desa ingin memberdayakan masyarakatnya
sendiri yang ingin bekerja di desanya sendiri.
Sesuai dengan amanat PermenDes Nomor 5 tahun 2014,
pemberdayaan masyarakat juga harus memenuhi kebutuhan sarana dan
prasarana supaya masyarakat semakin terfasilitasi dengan baik. Selain itu
pemberdayaan dapat berupa ide dan gagasan yakni kemampuan
mengekspresikan dan menyumbangkan gagasan dalam suatu forum atau
diskusi secara bebas dan tanpa tekanan.
Misalnya, membuat ide atau gagasan tentang BUMDesa demi
memajukan perekonomian desa, ide untuk memperbaiki infrastruktur desa
seperti jalan desa, jalan usaha tani, sanitasi lingkungan, air bersih
berskala desa, serta sarana dan prasarana produksi di desa.
Pemberdayaan masyarakat ini akan terlihat ketika aktifitas ekonomi
berjalan dengan lancar atau tersendat. Aktifitas ekonomi inilah yang
nantinya akan memberikan feedback kepada pemberdayaan masyarakat
desa.
B. Analisa kesejahteraan dan pengentasan kemiskinan melalui
Pemanfaatan Dana desa
Perekonomian pedesaan semakin membaik sebagai akibat dari
adanya program Alokasi Dana Desa. Pencapaian perekonomian yang
Ekonomi Desa
86
semakin membaik di tiga desa penelitian diharapkan oleh masyarakat,
yang sejalan dengan keberadaan program Alokasi Dana Desa, yaitu;
memberikan keleluasaan bagi desa dalam mengelola persoalan
pemerintahan, pembangunan serta sosial kemasyarakatan desa;
mendorong terciptanya demokrasi desa. Kemajuan perekonomian
pedesaan harus dikembangkan agar dapat meningkatkan kesejahteraan
ekonomi masyarakat secara merata. Dengan adanya tujuan untuk
meningkatkan kesejahteraan ekonomi masyarakat secara merata, secara
khusus sesuai dengan keberadaan program Alokasi Dana Desa yang
menyatakan keberadaan program Alokasi Dana Desa dalam bentuk
Alokasi Dana Desa Minimal dan Alokasi Dana Desa Proporsional untuk
meningkatkan pendapatan dan pemerataannya dalam rangka mencapai
kesejahteraan masyarakat desa.
Kemajuan
perekonomian
pedesaan
yang
satu
dengan
perekonomian pedesaan yang lain sangat berhubungan, sehingga
diperlukan upaya nyata dalam rangka memajukan perekonomian
pedesaan. Upaya nyata perlu dengan cepat dan tepat dilakukan sehingga
dapat menciptakan akselerasi kemajuan perekonomian di tiga desa
penelitian. Salah satu bentuk upaya yang dilakukan adalah dengan
memanfaatkan program Alokasi Dana Desa dalam bentuk Alokasi Dana
Desa Minimal dan Alokasi Dana Desa Proporsional. Upaya ini sejalan
dengan maksud dari program Alokasi Dana Desa, yaitu memperkuat
kemampuan keuangan desa (APBDesa). Dengan demikian sumber
APBDesa terdiri dari PADesa ditambah Alokasi Dana Desa, dan
meningkatkan pendapatan dan pemerataannya dalam rangka mencapai
kesejahteraan masyarakat desa. Program Alokasi Dana Desa akan
87
Ar Royyan, Dkk
memberikan manfaat, sehingga desa dapat menangani permasalahan
desa secara cepat tanpa harus lama menunggu datangnya program dari
Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota.
Desa juga tidak lagi hanya tergantung pada swadaya masyarakat
dalam mengelola persoalan pemerintahan, pembangunan serta sosial
kemasyarakatan desa. Dapat mendorong terciptanya demokrasi di desa.
Alokasi Dana Desa dapat melatih masyarakat dan pemerintah desa untuk
bekerjasama, memunculkan kepercayaan antar pemerintah desa dengan
masyarakat desa untuk membangun dan memelihara desanya. Belum
optimalnya
tujuan
Alokasi
Dana
Desa
terhadap
kemajuan
perekonomiapedesaan menjadi perhatian penting dalammerancang
kebijakan yang ditujukan untuk mempercepat kemajuan perekonomian
pedesaan.45
Menurut (Soegijoko, 1997), Terdapat tiga pendekatan dalam
pemberdayaan masyarakat miskin: Pertama, pendekatan yang terarah,
artinya pemberdayaan masyarakat harus terarah yakni berpihak kepada
orang miskin; Kedua, pendekatan kelompok, artinya secara bersamasama untuk memudahkan pemecahan masalah yang dihadapi, dan;
Ketiga, pendekatan pendampingan, artinya selama proses pembentukan
dan penyelenggaraan kelompok masyarakat miskin perlu didampingi oleh
pendamping yang profesional sebagai fasilitator, komunikator, dan
dinamisator terhadap kelompok untuk mempercepat tercapainya
kemandirian.
45
Bempah, R (2013), Analisis Alokasi Dana Desa dalam Meningkatkan Pendapatan
Penduduk Miskin di Kecamatan Poso Pesisir Kabupaten Poso, e-Jurnal Katalogis,
Volume I Nomor 2, hlm 64.
Ekonomi Desa
88
Menguatnya kemampuan masyarakat miskin untuk meningkatkan
taraf hidupnya adalah hasil atau dampak dari semua aktivitas program
penanggulangan kemiskinan. Penguatan masyarakat tersebut dapat
dilihat dari dimensi pemberdayaan masyarakat miskin, dimensi
terwujudnya kemandirian masyarakat miskin; dan dimensi perekonomian
rakyat. Dimensi pemberdayaan masyarakat perlu diarahkan terutama
dalam rangka pengembangan kegiatan sosial ekonominya. Dimensi
kemandirian masyarakat dapat dicapai melalui asas gotong royong,
keswadayaan dan partisipasi. Sedang dimensi perekonomian rakyat dapat
ditandai oleh tersedianya dana untuk modal usaha guna dikembangkan
oleh masyarakat miskin itu sendiri.
Untuk ini perlu adanya keterpaduan antar kelembagaaan di
kabupaten/kota hingga tingkat desa yaitu: antara kelembagaan
pemerintah-politik, kelembagaan ekonomi dunia usaha/swasta dan
kelembagaan
masyarakat.
Kelembagaan
pemerintah,
bagaimana
kebijakan dan program pemerintah dapat diarahkan pada pemberdayaan
ekonomi rakyat, sehingga masyarakat memiliki Akses dan kontrol
terhadap sumberdaya setempat dan dalam sistem pengambilan
keputusan. Kelembagaan ekonomi, didorong untuk menciptakan sistem
ekonomi yang kondusif bagi tumbuh dan berkembangnya usaha ekonomi
produktif bagi kelompok msikin. Sementara itu, kelembagaan masyarakat
ditunjukkan untuk memperkuat kelembagaan sosial-ekonomi yang tumbuh
dan berkembang. 46
46
Sofyan, A. (2015), Dana Desa dan Pemberdayaan Masyarakat,
http://aceh.tribunnews.com/2015/08/25/dana-desa-dan-pemberdayaan-masyarakat. Di
akses jumat 6 Juli 2018
89
Ar Royyan, Dkk
Untuk mengukur kemiskinan, BPS menggunakan konsep
kemampuan memenuhi kebutuhan dasar (basic needs approach). Dengan
pendekatan ini, kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi
ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan
yang diukur dari sisi pengeluaran. Metode yang digunakan adalah
menghitung Garis Kemiskinan (GK), yang terdiri daridua komponen yaitu
Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan NonMakanan(GKNM). Penghitungan Garis Kemiskinan dilakukan secara
terpisah untuk daerah perkotaan dan perdesaan. Penduduk miskin adalah
penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di
bawah Garis Kemiskinan. Garis Kemiskinan Makanan (GKM) merupakan
nilai pengeluaran kebutuhan minimum makanan yang disetarakan dengan
2.100 kkalori per kapita per hari. Garis Kemiskinan Non-Makanan (GKNM)
adalah kebutuhan minimum untuk perumahan, sandang, pendidikan,
kesehatan, dan kebutuhan dasar lainnya.
Ukuran Kemiskinan dapat di ukur melalui beberapa cara, Pertama
Head Count Index (HCI-P) adalah persentase penduduk miskin yang
berada di bawah Garis Kemiskinan (GK). Kedua, Indeks Kedalaman
Kemiskinan (Poverty Gap Index-P) merupakan ukuran rata-rata
kesenjangan pengeluaran masing-masing penduduk miskin terhadap garis
kemiskinan.
Semakin tinggi nilai indeks, semakin jauh rata-rata pengeluaran
penduduk dari garis kemiskinan. Ketiga. Indeks Keparahan Kemiskinan
(Poverty Severity Index-P) memberikan gambaran mengenai penyebaran
pengeluaran di antara penduduk miskin. Semakin tinggi nilai indeks,
semakin tinggi ketimpangan pengeluaran di antara penduduk miskin.
Ekonomi Desa
90
Foster-Greer-Thorbecke (1984) merumuskan suatu ukuran yang
digunakan untuk mengukur tingkat kemiskinan sebagai berikut:
dimana:
a =
z =
𝑦𝑖 =
π‘ƒπ‘Ž=1π‘Žπ‘žπ‘›∑[𝑖=1𝑧 - 𝑦𝑖𝑧]
0, 1, 2
Garis kemiskinan
Rata-rata pengeluaran perkapita sebulan penduduk yang
berada di bawah garis kemiskinan
(i =
1,2,…,q), 𝑦 < z
Q=
Banyaknya penduduk yang 𝑖berada di bawah garis
kemiskinan
n=
Jumlah penduduk
Jika a=0, diperoleh Head Count Index (P0), jika a=1 diperoleh
indeks kedalaman kemiskinan (Poverty Gap Index-P1) dan jika a=2
disebut indeks keparahan kemiskinan (Poverty Severity Index-P2).47
47
BPS, Kabupaten Nagan Raya Dalam Angka 2018, hal 57-59.
91
Ar Royyan, Dkk
Empat tahun terakhir jumlah pentduduk miskin untuk kasus di
kabupaten Nagan Raya dapat kita lihat tabel dibawah ini:
Dari kurva di atas dapat kita perhatikan mulai tahun 2014 jumlah
penduduk miskin di Nagan Raya berkisar antara 31700 jiwa, dan menurun
hingga ke titik 30000 pada tahun 2016. Kemudian trend kemiskinan di
kabupaten nagan raya meningkat kembali pada tahun 2017 mencapai
31000 jiwa. Secara statistik angka ini menunjukkan peningkatan
kemiskinan di daerah tersebut, sehingga gap kemiskinan dan
kesejahteraan semakin terbuka dan melebar.
Sedangkan pada tahun 2016 Persentase penduduk miskin pada
tahun
2016
sebesar
16,73
persen,menurun
sebesar
0,35
persendibandingkan dengan tahun 2015. Persentase penduduk miskin
lebih banyak di pedesaan sebesar 19,11 persen, sedangkan di perkotaan
hanya sebesar 10,82 persen.48
48
BPS, Provinsi Aceh Dalam Angka 2017. Badan Pusat Statistik, hal, 36.
Ekonomi Desa
92
C. Analisa Pembangunan Desa Melalui Pemanfaatan Dana Desa
Menurut Sundrianmunawar Haryono (2002) Pembangunan adalah
suatu konsep perubahan sosial yang berlangsung terus menerus menuju
kearahperkembangan dan kemajuan dan memerlukan masukan-masukan
yangmenyeluruh dan berkesimbungan dan merupakan usaha usaha yang
dilakukanoleh pemerintah dan masyarakat untuk mencapai tujuan negara.
Oleh karena itupembangunan dapat diartikan suatu usaha perubahan
untuk menujukeadaan lebihbaik berdasarkan kepada norma-norma
tertentu, perencanaan pemberdayagunaanpotensi alam, manusia dan
sosial budaya inilah yang disebut denganpembangunan.
Pemanfaatan dana desa untuk pembangunan dan perkembangan
desa dapat didukung oleh beberapa faktor. Ada beberapa faktor-faktor
yang dapat mempengaruhi tingkat dan arah perkembangan desa adalah
faktor lokasi, fasilitas daerah dan infrastruktur diantaranya jalan
penghubung. Dengan adanya dana desa maka faktor-faktor yang bisa
mempengaruhi perkembangan desa setidaknya bisa diminimalisir,
sehingga perkembangan desa bisa berjalan sesuai dengan rencana atau
berkembang dengan baik. Sebelum adanya dana desa, perubahanperubahan yang ada di dalam masyarakat sangat lambat terutama yang
disebabkan oleh pendapatan rendah, pendidikan kurang memadai, dan
juga status pekerjaan yang jauh dibatas normal. Setelah adanya
pendayagunaan dana desa, prioritas tersebut menggutamakan untuk
mendanai program atau kegiatan bidang pelaksanaan pembangunan desa
dan pemberdayaan masyarakat desa.
Hal ini telah diatur dalam Permendes yang mana “Dana desa
diprioritaskan untuk membiayai pelaksanaan program dan kegiatan
93
Ar Royyan, Dkk
berskala lokal desa dibidang Pembangunan Desa dan Pemberdayaan
Masyarakat Desa”.
Terbukti bahwa pada tahun 2015 setelah adanya Prioritas
penggunaan Dana Desa didasarkan pada prinsip-prinsip: pertama,
keadilan, dengan menggutamakan hak atau kepentingan seluruh warga
desa tanpa membeda-bedakan. Kedua, kebutuhan prioritas, dengan
mendahulukan kepentingan desa yang lebih mendesak. Ketiga, tipologi
desa, dengan mempertimbangkan keadaan dan kenyataan karakteristik
geografis, sosiologis, antropologis, ekonomi dan ekologi desa yang khas,
serta perubahan atau perkembangan kemajuan desa. Dana desa sangat
membantu pemerintah desa
untuk mewujudkan
kebijakan dan
pembangunan infrastruktur serta dapat mensejahterakan masyarakat desa
yang masih jauh dari kata sejahtera bagi pemerintah pusat.
Masyarakat desa secara khusus perlu diberikan perhatian khusus,
terutama pada masalah-masalah yang menghambat proses perubahan
masyarakat desa dalam pembangunan nasional. Adanya dana desa bisa
memberi harapan yang terbuka bagi masyarakat untuk mengembangkan
dan memajukan desa, terutama dalam bidang ekonomi berbasis
masyarakat. Dimana dengan adanya dana desa masyarakat bisa bertahan
hidup dengan mengikuti perkembangan zaman terutama dalam hal
ekonomi berbasis masyarakat.49
Perubahan
paradigma
pembangunan
dari
mengutamakan
indikator kuantitatif kepada keseimbangan dengan indikator kualitatif.
49
Atmojo, M.E, dkk (2017), Efektivitas dana desa untuk pengembangan potensi ekonomi
berbasis partisipasi masyarakat di Desa Bangunjiwo. Jurnal Sosial Politik Humaniora. Hal
130.
Ekonomi Desa
94
Kegagalan pembangunan berbasis pertumbuhan, menciptakan paradigma
baru yang meyakini bahwa pembangunan harus diarahkan kepada
terjadinya
pemerataan
(equity),
pertumbuhan
(eficiency),
dan
keberlanjutan (sustainability) yang berimbang dalam pembangunan
ekonomi.
Mengubah prinsip pertumbuhan semata menjadi prinsip
pemerataan (equity), pertumbuhan
(eficiency) dan keberlanjutan
(sustainability) menjadi sangat penting bagi pembangunan desa masa kini.
Todaro telah menyatakan bahwa pembangunan harus dipandang
sebagai suatu proses multidimensional yang mencakup berbagai
perubahan mendasar atau struktur sosial, sikap-sikap masyarakat, dan
institusi-institusi
nasional,
disamping
Tetap
mengejar
akselerasi
pertumbuhan ekonomi, maka perlu melibatkan segenap stakeholder yang
saling bekerjasama.
Pembangunan desa merupakan proses merespon tiga lingkungan
desa (alam, budaya dan sosial ekonomi) dengan cara yang tepat, maka
dalam pembangunan harus diperhatikan unsur lingkungan tersebut.50.
Oleh karena itu proses pembangunan desa melalui dana desa dapat kita
analisa dan lakukan sesuai beberapa langkah di bawah ini:
1. Perencanaan
Berdasarkan dari hasil penelitian dapat diketahui bahwa
Perencanaan pengelolaan Alokasi Dana Desa (ADD) dalam
pembangunan fisik Desa KrayanMakmur dapat dilihat dari
prosedur perencanaannya yang melibatkan masyarakatdan
tokoh masyarakat diikut sertakan dalam perencanaan, dengan
Suharyanto & Arif Sofianto (2012). Innovative Model Of Integrated Rural Development
In Central Java. Jurnal Bina Praja Volume 4 No. 4. hal. 257.
50
95
Ar Royyan, Dkk
diberikannyawewenang
kepada
masyarakat
untuk
memberikan ide/pemikiran untukmenentukan pembangunan,
seperti
pembangunan
gedung
serbaguna,
poros,drainase, pagar sekolah,
jalan
yang mengutamakan
kepentingan masyarakat terlebih dahulu untuk pengelolaan
Alokasi Dana Desa (ADD) dapat dilakukan denganbaik.
Dengan demikian perencanaan pengelolaan Alokasi Dana
Desa (ADD) dalam pembangunan fisik tetap berjalan dengan
baik. Proses perencanaan yang ada telah dilaksanakan
sebagaimana mestinya dalam hal ini pemerintah desa
melibatkan seluruh elemen masyarakat yang ada di desa
yang berpengaruh di desa seperti tokoh-tokoh masyarakat,
perwakilan perempuan, lembaga adat, tokoh agama, dan
masyarakat dalam hal menyumbang
ide, pemikiran dan
tenaga sehingga proses perecanaan tersebut dapat berjalan
sesuai dengan aspirasi masyarakat.
2. Pelaksanaan
Dilihat dari hasil penelitianPelaksanaan pengelolaan Alokasi
Dana Desa (ADD) dalam Pembangunan fisik desa dapat
dilihat bahwa pengelolaan yang dilakukan di tahun 20152016 sudah berjalan dengan baik dan sesuai dengan
perencanaan yang dimusyawarahkan, namun permasalahan
yang
ada
adalah
kurangnya
pengawasan
terhadap
pengelolaan Alokasi Dana Desa (ADD) dalam pembangunan
fisik yang sudah sesuai dengan tahap perencanaan awal yang
telah dimusyawarahkan bersama seperti pembangunan jalan,
Ekonomi Desa
96
gedung serbaguna,drainase, dan lain lain, yang seharusnya
dilakukan pengewasan dalam setiap kegiatan yang ada di
desa. Pelaksanaan dalam pengelolaan Alokasi Dana desa
(ADD) dalam pembangunan fisik sudah dilakukannya dengan
baik, dalam pelaksanaan atau program yang telah ditetapkan
oleh pemerintah desa harus sejalan dengan kondisi yang ada
dan perencanaan awal, meskipun danay ang dimiliki oleh
pemerintah desa sangat terbatas sehingga mengakibatkan
tidak optimalnya pembangunan yang ada di Desa, apa lagi
dalam hal pelaksanaannya masih terdapat kecurangankecurangan yang dilakukan oleh sopir pengangkut material
dikarenakan minimnya pengawasan yang dillakukan olehTim
Pelaksanaan Kegiatan (TPK), sehingga di harapkan Tim TPK
dapat lebihmengoptimalkan dalam hal pengawasan agar tidak
terdapat kecurangan-kecurangan yang dapat merugikan
Desa.
3. Penatausahaan
Berdasarkan dari hasil penelitian yang sesuai dengan PP 43
2014 tentang Pemerintah Desa Penatausahaan pengelolaan
Alokasi Dana Desa (ADD) dalam pembangunan fisik Desa
sudah berdasarkan prosedur dan aturan pemerintah untuk
setiap kegiatan yang dikelola oleh pemerintah desa harus ada
hasil pencatatan sehingga pengelolaan ADD dapat dilakukan
dengan baik, dan sesuai dengan hasil kegiatan perencanaan
dan pelaksanaan yang telah dilakukan. Kemudian dari hasil
pengarsipan ini akan dilaporkan kepada kepala desa dan
97
Ar Royyan, Dkk
masyarakat, Untuk masyarakat ketahui biaya anggaran
pengelolaan pembangunan Desa yang sudah secara terinci
diarsipkan oleh pemerintah desa. Bahwa bukti dengan adanya
penatausahaan
masyarakat
tersebut
sangat
mempermudahkan
untuk mengetahui apakah
tidak adanya
penyelewengan dari dana yang begitu besar dipegang atau
dikelola oleh pemerintah desa, untuk pembangunan fisik Desa
demi meningkatkan kualitas pemberdayaan masyarakat
sebagai Apresiasi dari pemerintah menjadi pembuktian akan
hal itu. Dalam penatausahaan keuangan desa maka
pemerintah desa harus benar-benar mengawasi melaui dari
tahap pencairan, penyerahan kepada TPK dan dana yang
dibelanjakan
apakah
sudah
sesuai
dengan
rincian
penggunaan dana.
4. Laporan dan Pertanggung jawaban
Berdasarkan hasil penelitian Laporan pengelolaan Alokasi
Dana Desa (ADD) dalam pembangunan fisik Desa sudah
dilaporkan kepada masyarakat dan BPD untuk kemudian
dapat dipertanggung jawabkan hasil dari seluruh kegiatan
pengelolaan Alokasi Dana Desa dalam pembangunan fisik
oleh pemerintah desa. Dilihat dari hasil observasi
pertanggungjawaban pengelolaan Alokasi Dana Desa(ADD)
dalam pembangunan fisik di desa berdasarkan hasil dari
keseluruhan kegiatan pengelolaan Alokasi Dana Desa (ADD),
Ekonomi Desa
98
yang kemudian dapat dipertanggung jawabkan oleh
pemerintah desa kepada masyarakat dengan baik.51
5. Kejujuran Dalam Pengelolaan Alokasi Dana Desa
Kejujuran dalam pengelolaan alokasi dana desa berarti
pertanggung jawaban pemerintah desa dalam keuangan
desa sesuai dengan amanah dankepercayaan yang diberikan
kepadanya. bertanggung jawab artinya mengelolakeuangan
dengan baik, kejujuran. tidak melakukan penyelewengan.
Kejujuran artinya pemerintah desa mengelola keuangan
secara terbukasebab keuangan itu di pergunakan untuk
memajukan pembangunan yang ada didesa sehingga
pemerintah desa wajib menyampaikan informasi secara
terbuka danjujur maka akan mengatakan kepercayaan dan
penghormatan masyarakat terhadappemerintah desa.
6. Penggunaan Alokasi Dana Desa
Penggunaan alokasi dana desa merupakan bagian yang
tidak terpisahkan dari pengunaan keuangan desa, maka
seluruh kegiatan yang didanai oleh ADD direncanakan,
dilaksanakan dan dievaluasi secara terbuka dangan prinsip
dari,olehdan untuk rakyat. Dalam rangka mendukung
pelaksanaan kelancaran dalam penggunaanalokasi dana
desa dibentuk pelaksana kegiatan tingkat desa , tim
pendamping dari kecamatan dan tim Tenaga Ahli dari tingkat
51
Abu Ranum, (2015). Pengelolaan Alokasi Dana Desa (ADD) Dalam pembangunan
Fisik Desa Rayan makmur Kecamatan Long Ikis Kabupaten Paser. Jurnal Ilmu
Pemerintahan, hal. 1630-1633.
99
Ar Royyan, Dkk
kabupaten untuk meningkatkan sarana dan pelayanan
masyarakat berupa pemenuhan kebutuhan dasar, penguatan
kelembagaan desa dan kegiatan lainnya yang dibutuhkan
masyarakat desa yang diputuskan dalam musyawarah desa.
a. Faktor Penghambat Rendahnya kemampuan sumber daya
manusia.
Kemampuan merupakan kapasitas seseorsang dalam mengerjakan
berbagai tugas dalam suatu pekerjaan. kemampuan manusia tersusun
dalam dua faktor yakni kemampuan intelektual merupakan kemampuan
untuk menjalankan kegiatan mental sedangkan kemampuan fisik
merupakan kemampuan yang diperlukan untuk melakukan tugas-tugas
yang menuntut stamina, kecekatan, dan bakat-bakat sejenis. oleh karena
itu peningkatan kemampuan sumber daya manusia sangat mutlak
diperlukan karena untuk melakukan tugas-tugas dalam meningkatkan
pengelolaan secara efisien dan efektif yang tinggi untuk mencapai
berbagai tujuan yang ingin dicapai.
b. Rendahnya Partisipasi Masyarakat.
Partisipasi masyarakat merupakan suatu alat guna memperoleh
informasi mengenai kondisi,kebutuhan, dan masyarakat setempat yang
tanpa kehadirannya program pembangunan serta proyek-proyek akan
gagal. oleh karena itu masyarakat lebih mempercayai proyek atau
program pembangunan jika merasa dilibatkan dalam proses persiapan
perencanaanya,karena mereka akan lebih mengetahui seluk-beluk proyek
tersebut dan akan mempunyai rasa memiliki terhadap proyek tersebut
Ekonomi Desa
100
karena itu merupakan hak masyarakat untuk terlibat langsung dalam
pembangunan masyarakat itu sendiri. Mengenai partisipasi masyarakat
dalam penelitian ini dapat dilihat dalam berbagai tahap yang meliputi:
1. Partisipasi masyarakat dalam proses pembuatan keputusan
Partisipasi masyarakat dalam membuat keputusan sangat
kurang, karena masyarakat tidak mau ikut campur dengan
urusan kebijakan
membantu
pemerintah, padahal kebijakan ini untuk
masyarakat
terutama
dalam
memperoleh
kebutuhan dalam hidup sehari-hari.
2. Partisipasi dalam pelaksanaan. Peran serta masyarakat dalam
penggunaan dana ADD mengacu pada kegiatan-kegiatan yang
telah disepakati dalam musyawarah desa yang akan di danai
dari ADD. Masyarakat tidak begitu aktif dalam pelaksanaan
ADD ini disebabkan bahwa mereka lebih mementingkan
mencari kebutuhan sehari-hari. Partisipasi masyarakat dalam
pelaksanaan ADD ini sangat kurang, sekalipun ada, yang aktif.
3. Partisipasi dalam memanfaatkan hasil. Partisipasi masyarakat
dalam memanfaatkan hasil dari pembangunan yang bersumber
dari dana ADD masyarakat dapat menikmati dari hasil
pembangunan yang telah dibuat. Namun didalam pemanfaatan
hasil dari pelaksanaan dana ADD ini, masyarakat semua ikut
tetapi
dalam
pengasuhannya
atau
menjaga
kondisi
pembangunan sangat sedikit masyarakat yang aktif agar
terlaksananya pemanfaatan Dana ADD yang sesuai dengan
keinginan masyarakat banyak.
101
Ar Royyan, Dkk
4. Partisipasi dalam evaluasi. Masyarakat diberikan kesempatan
untuk menilai baik dan buruknya hasil pembangunan yang
telah dicapai. Masukan dapat disampaikan dalam musyawarah
desa baik oleh masyarakat secara langsung maupun melalui
BPD selaku institusi perwakilan masyarakat. Partisipasi
masyarakat dalam evaluasi program ini sangat aktif.52
c. Rendahnya kemampuan pelaksanaan kebijakan ADD
Kemampuan dalam pelaksanaan alokasi dana desa (ADD) yang
di canangkan oleh Pemerintah menjadi tantangan tersendiri bagi
pemerintah desa, ADD tersebut masih bisa dikatakan kecil dalam
pembangunan fisik meski ditunjang berbagai swadaya masyarakat, hal ini
menjadi perhatian pemerintah desa sebagai pengambil kebijakan adalah
bagaimana menerapkan agar program Alokasi Dana Desa (ADD) ini
sebagai langkah dalam usaha pemberdayaan masyarakat untuk
memenuhi sarana dan prasarana desa.
d. Kurangnya Koordinasi Para Pelaksana Tugas Kebijakan
Keberhasilan dalam pengelolaan alokasi dana desa (ADD) sangat
ditentukan oleh dukungan dan peran
serta semua pihak khususnya
instansi pengelola alokasi dana desa mulai dari tingkat kabupaten,
kecamatan dan tim pengelola tingkat desa melalui pelaksanaan tugas dan
fungsi masing-masing. Kegiatan ini dapat dijadikan sebagai media
koordinasi khususnya bagi pengelolaan alokasi dana desa di tingkat desa.
52
Haryati (2015). Efektivitas Pemanfaatan Alokasi Dana Desa (ADD) Di Desa Rambah
Jaya Kecamatan Bangun Purba Kabupaten Rokan Hulu. Jurnal JOM FISIP Volume 2 No.
1 hal. 12.
Ekonomi Desa
102
untuk, mewujudkan tujuan pengelolaan alokasi dana desa setidaknya
mengacu pada prinsip keterbukaan dengan melibatkan seluruh
masyarakat desa baik dalam proses perencanaan,pelaksanaan, maupun
evaluasi serta dapat bertanggung jawab secara administrasi teknis dan
hukum.53
53
Prabawa (2015). Pengelolaan Alokasi Dana Desa Dalam Pembangunandi Desa Loa
Lepu Kecamatantenggarong Seberang Kabupaten Kutai Kartanegara. jurnal ilmu
pemerintahan. hal 234.
103
Ar Royyan, Dkk
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dalam Upaya pemberdayaan masyarakat merupakan jalan yang
masih panjang dan masih penuh tantangan. Hanya dengan komitmen
yang kuat dan keberpihakan yang tulus, serta upaya yang sungguhsungguh, pemberdayaan masyarakat petani dapat diwujudkan. Terlebih
dalam menghadapi tantangan di era globalisasi membutuhkan komitmen
yang kuat dari pemerintah, para pelaku ekonomi, rakyat, lembaga
pendidikan, organisasi profesi dan organisasi-organisasi non-pemerintah
lainnya. Komitmen ini dapat diwujudkan dalam bentuk memberikan
kepercayaan berkembangnya kemampuan-kemampuan lokal atas dasar
kebutuhan setempat (daerahnya sendiri).
Penguatan peran serta masyarakat petani sebagai pelaku
pembangunan, harus didorong seluas-luasnya melalui program-program
pendampingan menuju suatu kemandirian mereka. Disamping itu pula,
perlu pengembangan organisasi, ekonomi jaringan dan faktor-faktor
pendukung lainnya. Dengan usaha pemberdayaan masyarakat yang
demikian, mudah-mudahan dapat membebaskan mereka dari kemiskinan
dan keterbelakangan untuk menuju kehidupan yang lebih baik.
Pemberdayaan tersebut diupayakan melaaui peningkatan kapasitas SDM
(Sumber Daya Manusia) agar dapat bersaing memasuki pasar tenaga
kerja dan kesempatan berusaha yang dapat menciptakan dan
meningkatkan pendapatan rumah tangga.
Ekonomi Desa
104
Proses pemberdayaan tersebut tidak lagi menganut pola serapan, tetapi
didesentralisasikan sesuai potensi dan keragaman sumber daya wilayah.
Demikian pula kesempatan berusaha tidak harus selalu pada usaha tani
padi (karena dengan luas lahan sempit tidak mungkin dapat meningkatkan
kesejahterannya), tetapi juga pada usaha tani non padi perlu
dikembangkan. Dalam kaitannya dengan itu, upaya peningkatan
ketahanan pangan tidak terlalu fokus pada pengembangan pertanian
(dalam arti primer), tetapi juga diarahkan pada sistem dan usaha
agribisnis yang berdaya saing, berkelanjutan, berkerakyatan dan
terdesentralisasi.
Pemberdayaan masyarakat merupakan suatu proses yang pada
hakikatnya bertujuan untuk terwujudnya perubahan. Pemberdayaan
masyarakat merupakan suatu upaya untuk memberikan kemampuan
sekaligus kesempatan kepada masyarakat untuk ikut berperan aktif dalam
pembangunan. Salah satu dampak positif pelaksanaan program
pemberdayaan masyarakat, yaitu masyarakat mampu mengambil
tanggungjawab terhadap pekerjaan mereka. Dari hasil penelitian dan
pembahasan di atas dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut:
Pelaksanaan alokasi dana desa di kecamatan Kuala Nagan Raya
masih belum maksimal dalam memanfaatkan potensi desa, karena
program diarahkan untuk pembangunan infrastruktur, sedangkan
pengelolaan potensi peningkatan ekonomi masyarakat belum maksimal.
Menjawab pertanyaan tentang masalah pemanfaatan ekonomi desa,
pemerintah harus sangat peduli tentang pelaporan dan akuntabilitas
pendanaan desa. pengunaan dana desa tidak hanya di arahkan kepada
sisi pembangunan fisik, namun kepada beberapa prioritas lainnya seperti
105
Ar Royyan, Dkk
peningkatan pemberdayaan masyarakat melalui penciptaan kelompok
pemberdayaan dan
Badan Usaha Milik desa, selain itu pembinaan
msyarakat seperti adanya pengembangan pendidikan anak usia dini,
kelompok kesenian di desa dan juga sarana olahraga bagi pemuda.
Menurut filosofi, dasar hukum dan tujuan dasar dari alokasi dana desa,
kabupaten Nagan Raya memiliki potensi desa besar dari sumber daya
alam.
Desa-desa
potensial
memainkan
peran
penting
dalam
melaksanakan program pemberdayaan ekonomi masyarakat. Alokasi
dana
desa
harus
diarahkan
untuk
mendorong
pengembangan
masyarakat, keterampilan pelatihan, pemberdayaan usaha milik desa
(BUMG) melalui potensi desa, dengan harapan masyarakat akan
mendapatkan pendidikan ekonomi sehingga terwujudnya program
peningkatan ekonomi. dapat diimplementasikan secara maksimal.
Disamping itu pemerintah juga harus meningkatkan pengawasan di
berbagai sektor terhadap penggunaan dana desa, seperti pelaporan
penggunaan anggaran yang terintegrasi dengan pemerintah pusat.
semoga hasil dari penelitian ini adalah penelitian yang dilakukan
pemerintah, akademisi, dan masyarakat.
B. Saran
1. Peningkatan dalam pemberdayaan masyarakat harus lebih
dioptimalkan lagi, agar program pemberdayaan masyarakat yang
ada di desa semakinberkembang dan agar warga masyarakat
desa lebih berdaya dalam tatanan sosial, politik, dan ekonomi.
2. Meningkatkan keterlibatan masyarakat tidak hanya sebagai
obyek dan pelakudalam pemberdayaan masyarakat, tetapi juga
Ekonomi Desa
106
melibatkan masyarakat dalammenentukan dan membuat program
pemberdayaan masyarakat.
3. Perlu di tingkatkan dalam penyusunan kegiatan perencanaan
pembangunansecara partisipatif dengan melibatkan masyarakat,
agar masyarakat dapatterlibat aktif dalam program pembangunan.
4. Perlu adanya dukungan serta keterlibatan pemerintah daerah
Kabupaten Nagan Raya Kecamatan Kuala dalam memberi
pelatihan kepada Kepala Desa agar Kepala Desa dapat
menjalankan tugas dan fungsinya di bidang Pengelolaan
alokasidana desa yang efektif dan efisien.
Menggali dan memanfaatkan potensi sumberdaya yang ada untuk
kepentingan pembangunan di Desa hal ini sangat berpengaruh dalam
mewujudkan
kemandirian
masyarakat,
agar
masyarakat
dapat
mengembangkan potensi sumberdaya yang ada padanya, oleh karena itu
perlu adanya optimalisasi kegiatan yang dilakukan Kepala Desa serta
dukungan dari berbagai pihak juga perlu agar dapat terwujudnya
kesejahteraan masyarakat dan tercapainya tujuan yang di inginkan.
107
Ar Royyan, Dkk
DAFTAR RUJUKAN
Abidin, M.Z (2015). Tinjauan Atas Pelaksanaan Keuangan Desa Dalam
Mendukung Kebijakan Dana Desa (Study Of Implementation Of
Village Finance To Support Fund Village Policy). Jurnal Ekonomi
& Kebijakan Publik, Vol. 6 No. 1.
Abu Ranum, (2015). Pengelolaan Alokasi Dana Desa (ADD) Dalam
pembangunan Fisik Desa Rayan makmur Kecamatan Long Ikis
Kabupaten Paser. Jurnal Ilmu Pemerintahan, hal. 1630-1633.
Adisasmita, R. (2006). Membangun Desa Partisipatif. Yogyakarta: Graha
Ilmu.
Annivelorita. (2015). Implementasi Alokasi Dana Desa (ADD) Dalam
Meningkatkan Pembangunan Desa Liang Butan Krayan
Kabupaten Nunukan. Jurnal Administrasi Negara,.3 (5) hal. 17121726.
Atmojo, M.E, dkk (2017), Efektivitas dana desa untuk pengembangan
potensi ekonomi berbasis partisipasi masyarakat di Desa
Bangunjiwo. Jurnal Sosial Politik Humaniora.
Azwardi & Sukanto. (2014). Efektifitas Alokasi Dana Desa (ADD) Dan
Kemiskinan Di Provinsi Sumatra Selatan. Jurnal Ekonomi
Pembangunan. Vol 12. No 1. Hlm 29-41.
Badan Pengawas Keuangan dan pembangunan (BPKP). (2015). Petunjuk
Pelaksanaan Bimbingan & Konsultasi Pengelolaan Keuangan
Desa. Deputi Bidang Pengawasan Penyelenggaraan Keuangan
Daerah.
Bempah, R (2013), Analisis Alokasi Dana Desa dalam Meningkatkan
Pendapatan Penduduk Miskin di Kecamatan Poso Pesisir
Kabupaten Poso, e-Jurnal Katalogis, Volume I Nomor 2.
Ekonomi Desa
108
BPS. (2015). Kecamatan Kuala Dalam Angka. Badan Pusat Statistik
Nagan Raya.
BPS. (2016). Kecamatan Kuala Dalam Angka. Badan Pusat Statistik
Nagan Raya.
BPS. (2016). Luas Kabupaten Nagan Raya Bedasarkan Kecamatan 20112015. Badan Pusat Statistik Kabupaten Nagan Raya.
BPS. (2017). Distribusi Luas Kabupaten Nagan Raya Menurut Kecamatan
2011-2015. Badan Pusat Statistik Kabupaten Nagan Raya.
Chambers, R. 1985. Rural Development : Putting The Last First. London ;
New York
Daldjoeni dan Suyitno. (2004). Perdesaan,
Pembangunan. Bandung: PT Alumni.
Lingkungan
Dan
Darmiasih, N.K. Sulindawati, N.L.G.E. & Darmawan, N.A.S. (2015).
Analisis Mekanisme Penyaluran Dana Desa Pada Pemerintah
Desa (Studi Kasus Pada Desa Tribuana, Kec. Sidemen, Kab.
Karangasem). E-Jurnal Akutansi Vol 1. No. 3. Hal 1-12.
Deputi PPKD. (2015). Petunjuk Pelaksanaan Bimbingan dan Konsultasi
Pengelolaan Keuangan Desa. Badan Pengawasan Keuangan Dan
Pembangunan (BPKP).
Direktorat Jendral Perimbangan Keuangan RI, Kebijakan Dana Desa
Tahun 2016. Kementrian Keuangan Republik Indonesia.
Dura, J. (2016). Pengaruh Akuntabilitas Pengelolaan Keuangan Alokasi
Dana Desa, Kebijakan Desa, dan Kelembagaan Desa Terhadap
Kesejahteraan Masyarakat (Studi Kasus Pada Desa Gubugklakah
Kecamatan Poncosukmono Kabupaten Malang). Jurnal JIBEKA,
Vol 10. No 1.
Eko, S. (2015), Regulasi baru, Desa Baru, Ide, Misi, dan Semangat UU
Desa. Jakarta: Kementerian Desa, Pembangunan Daerah
Tertinggal, Dan Transmigrasi Republik Indonesia.
109
Ar Royyan, Dkk
Friedman, John. 1992. Empowerment The Politics of Alternative
Development. Blackwell Publishers, Cambridge, USA.
Halim, A. (2004). Bunga Rampai Manajemen Keuangan Daerah. Edisi
Revisi. Yogyakarta: UPP AMP YKPN.
Haryati (2015). Efektivitas Pemanfaatan Alokasi Dana Desa (ADD) Di
Desa Rambah Jaya Kecamatan Bangun Purba Kabupaten Rokan
Hulu. Jurnal JOM FISIP Volume 2 No. 1.
Jasper, James M. 2010. Social Movement Theory Today: Toward a
Theory of Action?. Sociology Compass 4/11 (2010): pp.,965976, 10.1111/j.9020.2010.000329.x,.New York: Graduate Center
of the City University of New York.
Jimu, M.I. 2008. Community Development. Community Development:A
Cross-Examination of Theory and Practice Using Experiences in
Rural Malawi. Africa Development,Vol. XXXIII, No. 2, 2008, pp.
23–3.
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal Dan Transmigrasi.
(2015) Indek Desa Membangun 2015.
Kementerian Keuangan, (2017). Dana Desa Untuk Kesejahteraan Desa,
Direktorat Perimbangan Keuangan Desa.
Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia Dan
Kebudayaan. (2016). Buku bantu pengelolaan dan pembangunan
desa.
Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia
Kebudayaan. (2016). Buku Bantu Pengelolaan
Pembangunan Desa
Dan
Dan
Kementerian PPN/Bappenas, (2017). Strategi Peningkatan Dan Perluasan
Pelayanan Dasar Bagi Masyarakat Miskin Dan Rentan Strategi
Lini Depan, Panduan Tahap Uji Coba.
Ekonomi Desa
110
KPK, (2015). Laporan Hasil Pengelolaan Keuangan Desa: Alokasi Dana
Desa Dan Dana Desa.
Mardeli, I (2015), Kedudukan Desa Dalam Sistem Ketatanegaraan
Republik Indonesia. Artikel tesis UAJY, Yogyakarta.
Mubarak, Z. 2010. Evaluasi Pemberdayaan Masyarakat Ditinjau Dari
Proses Pengembangan Kapasitas Pada Program PNPM Mandiri
Perkotaan Di Desa Sastrodirjan Kabupaten Pekalongan. Tesis.
Program Studi Magister Teknik Pemberdayaan Wilayah Dan Kota.
Undip. Semarang.
Nurcholis, H. (2011) Pertumbuhan dan Penyelenggaraan Pemeritahan
Desa. Jakarta, Erlangga.
Pearsons, Talcot. 1991. The Social System. Routledge is an imprint of
Taylor & Francis, an informa company.
Prabawa (2015). Pengelolaan Alokasi Dana Desa Dalam Pembangunan di
Desa Loa Lepu Kecamatantenggarong Seberang Kabupaten Kutai
Kartanegara. jurnal ilmu pemerintahan.
Purwaningsih, E. (2008). Partisipasi Masyarakat Dalam Pembangunan
Desa. Jurnal Jantra, 3(6), 443 452.
Ramadana, C.B., Ribawanto, H. dan Suwondo, Keberadaan Badan
Usaha Milik Desa (Bumdes) Sebagai Penguatan Ekonomi Desa
(Studi Di Desa Landungsari, Kecamatan Dau, Kabupaten Malang)
. Jurnal Administrasi Publik (JAP), Vol. 1, No. 6, Hal. 1068-1076
Ramly, A. (2017). Akselerasi Dana Desa, Opini serambinews
http://aceh.tribunnews.com/2017/09/12/akselerasi-dana-desa,
Selasa 12 september 2017. Diakses pada hari Jumat 6 Juli 2018.
Ramly, A. dan Wahyuddin, (2017). Implementasi Kebijakan Dana Desa
Dalam Pengelolaan Dan Peningkatan Potensi Desa (Studi Kasus
Kec Kuala Kabupaten Nagan Raya), Seminar Nasional II USM 2017
Eksplorasi Kekayaan Maritim Aceh di Era Globalisasi dalam
111
Ar Royyan, Dkk
Mewujudkan Indonesia sebagai Poros Maritim Dunia Vol. 1, 379-392.
Rusmanto, Joni. 2013. Gerakan Sosial Sejarah Perkembangan Teori
Kekuatan dan Kelemahannya. Zifatama Publishing. Sidoarjo.
Setyobakti, H. M. (2017). Identifikasi masalah dan Potensi Desa Berbasis
Indek Desa Membangun (IDM) di Desa Gondowangi Kecamatan
Wagir Kabupaten Malang. Jurnal Penelitian Ilmu Ekonomi WIGA, 7,
1–14.
Shucksmith, Mark. 2013. Future Direction in Rural Development. Carnegie
UK Trust. England.
Sipahelut, M. (2010). Analisis Pemberdayaan Masyarakat Nelayan Di
Kecamatan Tobelo Kabupaten Halmahera Utara. Tesis. IPB.
Bogor.
Suharto E. 2005. Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat.
Kajian Strategi Pembangunan Kesejahteraan Sosial dan
Pekerjaan Sosial. Bandung: PT Refika Aditama.
Suharyanto & Arif Sofianto (2012). Innovative Model Of Integrated Rural
Development In Central Java. Jurnal Bina Praja Volume 4 No. 4.
Sukidjo. (2009). Strategi Pemberdayaan Pengentasan Kemiskinan Pada
PNPM Mandiri. Jurnal Cakrawala Pendidikan Th. XXVIII, No. 2.
155-164.
Sulumin, H.H. (2015). Pertanggungjawaban Penggunaan Alokasi Dana
Desa Pada Pemerintahan Desa Di Kabupaten Donggala. E-jurnal
Katalogis, Vol 3 Nomor 1, hlm 43-53.
Suparman, Kusnadi, D. & Haryono, D. (2014). Implementasi Program
Alokasi Dana Desa di Kecamatan Sukadana Kabupaten Kayong
Utara. Jurnal PMIS-UNTAN-PSIAN, hlm 1-20.
Ekonomi Desa
112
Sutoro Eko, dkk. Desa Membangun Indonesia, Yogyakarta: Forum
Pengembangan Dan Pembaharuan Desa (FPPD) dan ACCESS,
2014.
Tim KOMPAK (2017). Analisa Kebijakan Dana Desa dan Penanggulangan
Kemiskinan. Kerjasama Kementerian PPN/Bapennas dan
Australian Government.
Wilson, Terry. 1996. The Empowerment Mannual, London: Grower
Publishing Company.
113
Ar Royyan, Dkk
LAMPIRAN
Foto Kegiatan Masyarakat Dan Observasi Penulis
Ekonomi Desa
114
BIODATA PENULIS
Ar Royyan Ramly lahir di Meulaboh pada tanggal 2
Oktober 1990. Menamatkan Madrasah Aliyah
Negeri Meulaboh Tahun 2008, dan melanjutkan
Studi jurusan Syariah Muamalah wa Iqtishad IAIN
Ar-Raniry
Tamat
Pada Tahun
2013,
serta
melanjutkan studi Magister Ekonomi dan Keuangan Islam pada
pascasarjana FE UII Tamat Tahun 2015. Penulis memiliki beberapa
pengalaman organisasi pernah aktif di ISKADA cabang Meulaboh,
Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Banda Aceh, dan organisasi
intenal kampus BEM Fakultas Syariah tahun 2011. Sekarang penulis
mengajar di Universitas Serambi mekkah pada Fakultas Agama Islam
jurusan Perbankan Syariah. Serta menjadi dosen luar biasa UIN Ar-Raniry
Banda Aceh, STAIN Dirundeng Meulaboh, STIS NU Mahyal Ulum Aziziyah
Sibreh. Penulis juga aktif menulis bebrapa Opini, Jurnal Internasional dan
aktif mengikuti konferensi dan seminar.
115
View publication stats
Ar Royyan, Dkk
Download