See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.net/publication/328403097 Ekonomi Desa: Analisa Pemberdayaan ekonomi Masyarakat Desa Book · October 2018 CITATIONS READS 0 3,137 1 author: Ar Royyan Ramly Universitas Serambi Mekkah 14 PUBLICATIONS 7 CITATIONS SEE PROFILE Some of the authors of this publication are also working on these related projects: strategi dan prinsip investasi View project MODEL DAN STRATEGI PENINGKATAN EKONOMI MASYARAKAT BERBASIS ALOKASI DANA DESA (Kajian Empiris Pelaksanaan ADD di Kec. Kuala, Kab Nagan Raya) View project All content following this page was uploaded by Ar Royyan Ramly on 20 October 2018. The user has requested enhancement of the downloaded file. ISBN 978-602-0898-83-4 Jl. Gp. Doy Ulee Kareng Banda Aceh-Aceh, 24415 Telp. 0899-2933-544 Email : naturalaceh.or.id natural aceh, natural aceh, natural aceh 9 786 025 44 053 3 (Analisa Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Desa) ISBN 978-602-0898-83-4 Ekonomi Desa Penerbit Natural Aceh Ar Royan, Dkk Desa dan masyarakat merupakan aspek penting yang tak bisa dipisahkan. Kesejahteraan masyarakat desa sangat bergantung pada sumberdaya yang dimiliki di desa tersebut. Serta pengelolaan yang baik dengan sistem yang baik merupakan sebuah dorongan bagi masyarakat untuk menjesahterakan dirinya sendiri. Istilah pemberdayaan dan pembangunan menjadi objektiο¬tas masyarakat saat ini, dimana secara mandiri masyarakat desa mampu menggerakkan potensi-potensi melalui langkah swadaya. Namun pada buku ini penulis mencoba menganalisa potensi dan arah pemberdayaan masyarakat desa, setelah adanya program pemberdayaan dan dukungan anggaran dana desa dari pemerintah. Apakah masyarakat desa mampu untuk mendongkrak secara baik pembangunan dan pemberdayaannya maupun Kendala dan hambatan-hambatan internal yang ada dalam masyarakat desa. Ekonomi Desa (Analisa Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Desa) Ar Royyan Ramli Wahyuddin Julli Mursyida Mawardati EKONOMI DESA: Analisa Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Desa Penulis: Ar Royyan Ramly Wahyuddin Julli Mursyida Mawardati i Ekonomi Desa Copy @Natural Aceh (NA) Hak cipta dilindungi oleh undang-undang. Dilarang mengutip dan memperbanyak sebagain atau isi seluruhan buku ini tanpa ada izin penulis atau penerbit Penulis : Ar Royyan, Dkk Editor : Wahyuddim Juli Mursyida Mawardati Lay out : Aiza Rafsanjani Desain Cover : AVG advertising Cetakan I, September 2018 ISBN : 978-602-0898-83-4 Ukuran: 16 x 24 cm Penerbit: Natural Aceh Jl. Tgk. Adee II No. 8, Gampong Doi, Ulee Kareng, Doi, Ulee Kareng, Kota Banda Aceh, Aceh 24415 Percetakan: AVG advertising Isi diluar Tanggung jawab percetakan ii KATA PENGANTAR Puji Syukur kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga buku ekonomi desa analisa pemberdayaan ekonomi maysarakat ini telah selesai disusun. Buku ini disusun dengan tujuan menjadi buku pegangan pembaca masyarakat, aparat desa, akademisi dan lain-lain yang berkenaan dengan pembangunan ekonomi desa, sehingga bermaksud untuk meningkatkan wawasan dan mutu pelayanan masyarakat desa di seluruh Indonesia. Potensi ekonomi yang berada di desa sangatlah begitu besar, sehingga membuka kesempatan bagi pemerintah desa dan masyarakat bersama dengan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes), dapat memanfaatkan seluruh potensi yang ada dan mengolah, mengubah, mengelola dan memasarkannya sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan masyarakat desa. Perekonomian desa saat ini telah berada pada pembangunan kolektif, dimana pemerintah memberikan wewenang khusus berskala lokal desa untuk mengatur rumah tangganya, dengan memanfaatkan potensi dan melibatkan masyarakat sebagai bentuk swadaya dan pemberdayaan masyarkat. Pembangunan desa bertujuan mewujudkan tingkat kesejahteraan masyarakat dengan penanggulangan kemiskinan dan peningkatan kualitas hidup masyarakat desa. maka demikian buku ini menggambarkan analisa pemberdayaan ekonomi masyarakat desa melalui kajian empiris-sosiologis pada masyarakat desa dan pengalaman pada daerah-daerah perkembangan di wilayah Indonesia. iii Demikian semoga buku ini dapat memberikan manfaat dan pengaruh positif bagi seluruh kalangan terutama masyarakat dan pemerintah desa. Buku ekonomi desa ini penulis kembangkan dari hasil penelitian yang dilakukan bersama tim peneliti di berbagai daerah dalam melihat penggunaan dan pengelolaan dana desa yang menjadi prioritas pemerintahan pada era ini, sehingga memuat beberapa analisis penulis yang berasal dari observasi lapangan dan telaah ilmiah yang telah dilakukan. Kami pemberdayaan menyadari ekonomi bahwa buku masyarakat ekonomi desa desa masih analisa jauh dari kesempurnaan dan masih terbuka peluang untuk terus mengalami penyesuaian dan perubahan terkait studi yangtelah dilakukan. Oleh karena itu kritik dan saran kami harapkan untuk kesempurnaan di masa yang akan datang. Banda Aceh, Tim penulis iv September 2018 SAMBUTAN Drs. ACHMAD TOHIRIN Ph.D (Ketua Program Magister Ekonomi Dan Keuangan Pascasarjana Universitas Islam Indonesia) Buku ini diterbitkan tepat pada waktunya, dimana Pemerintah menjalankan kebijakan pembangunan masyarakat desa secara lebih terstruktur dan terarah melalui penyediaan Dana Desa yang sudah berjalan beberapa tahun terakhir. Buku ini dapat memberikan tambahan wawasan yang positif bagi para pemangku kepentingan dalam pembangunan wilayah perdesaan di tanah air kita. Keberadaan buku ini dapat menjadi referensi pendamping bagi mereka yang berkepentingan dengan pembangunan masyarakat perdesaan secara umum. Kesenjangan pembangunan antar wilayah perdesaan diharapkan dapat dikurangi dengan konsep-konsep pembangunan perdesaan yang coba dibahas dalam buku ini. Pada akhirnya buku ini diharapkan dapat membantu pencapaian tujuan pembangunan masyarakat perdesaan, yaitu meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara material dan spiritual. Yogyakarta, Achmad Tohirin v September 2018 Daftar Singkatan dan Istilah ADD APBDEs APBN BPS BUMDes DAK DAU DBH DD IDM IDT IPM LSM PADes Permendagri Permendes PKT PODES RKPDes RPJMDes UU : Alokasi Dana Desa : Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa : Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara : Badan Pusat Statistik : Badan Usaha Milik Desa : Dana Alokasi Khusus : Dana Alokasi Umum : Dana Bagi Hasil : Dana Desa : Indeks Desa Membangun : Inpres Desa Tertinggal : Indeks Pembangunan Masyarakat : Lembaga Swadaya Masyarakat : Pendapatan Asli Desa : Peraturan Menteri Dalam Negeri : Peraturan Menteri Desa : Padat Karya Tunai : Potensi Desa : Rencana Kegiatan Pembangunan Desa : Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa : Undang-Undang vi Ucapan Terima Kasih Syukur Alhamdulillah senantiasa penulis panjatkan kehadirat Allah SWT. yang memiliki keistimewaan dan pemberian segala kenikmatan besar, baik nikmat iman, kesehatan dan kekuatan didalam penyusunan skripsi ini. Salawat dan salam senantiasa tercurahkan kepada Sayyidina Muhammad SAW. keluarga dan para sahabatnya dan penegak sunnah-Nya sampai kelak akhir zaman. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada Kementerian riset dan teknologi pendidikan tinggi Indonesia (Ristek DIKTI), yang telah mendukung secara material demi kelancaran penulisan buku ini. Tidak lupa pula ucapan terima kasih kepada Lembaga penelitian dan pengabdian masyarakat (LPPM) Universitas Serambi Mekkah yang mempromotori buku hasil penelitian ini, sehingga dapat diterbitkan sebagai mana kehendak penulis. Kemudian kepada Lembaga Mitra Universitas Malikul Saleh (UNIMAL) yang sudi kiranya berkonstribusi bersama-sama dalam menyelesaikan penulisan buku ini, tanpa ada konstribusi dan dukungan dari lembaga mitra ini mustahil penulisan buku ini bisa kami selesaikan. Tidak lupa pula ucapan terimakasih kami kepada sahabat-sahabat kami yang ada di program studi, dan diluar kampus yang tidak dapat kami sebutkan satu-persatu. Spesial kepada keluarga kami yang selalu mendukung tanpa henti pagi dan malam dalam penyelesaian penulisan buku ini. vii Akhirnya kepada Allah SWT jualah senantiasa penulis berharap semoga pengorbanan dan segala sesuatunya yang dengan tulus dan ikhlas telah diberikan dan penulis dapatkan akan selalu mendapat limpahan rahmat dan hidayah-Nya, Amin. Banda Aceh, September 2018 Penulis viii Daftar Isi Kata Pengantar Penulis................................................................. iii Kata Sambutan Ahli ....................................................................... v Daftar Singkatan dan Istilah ......................................................... vi Ucapan Terima Kasih .................................................................... vii Daftar isi ......................................................................................... ix Bab I. Pendahuluan ....................................................................... A. Masyarakat Desa dan Ruang Lingkup Kemasyarakatan .... B. Potensi Desa dan Sumber Daya Yang Dimiliki ................... C. Otonomi Pemerintahan Desa (Local Self Government and Self Government Community) ..................................... D. Desa Membangun, dan Membangun Desa ........................ E. Tipologi Desa...................................................................... 1 1 12 Bab II. Dana Desa dan Alokasi dana Desa ................................... A. Dasar Hukum Dana desa dan Alokasi dana desa .............. B. Kedudukan, Fungsi dan Tujuan Pemberdayaan. ................ C. Kebijakan Pengelolaan dan Pemanfaatan Dana Desa ....... 27 27 30 41 Bab III Pembagunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa .................................................................................... A. Implementasi Dana Desa dalam pemberdayaan Ekonomi.............................................................................. B. BUMDes dan Kesejahteraan Masyarakat Desa ................. C. Model Desa dan Akselerasi Pembangunan ........................ Bab IV Analisa Kesejahteraan Dan Perkembangan Ekonomi Desa ..................................................................... A. Analisa Potensi melalui dengan pemanfaatan Dana Desa.......................................................................... B. Analisa kesejahteraan dan Pengentasan Kemiskinan ix 18 21 23 46 46 51 64 74 74 Melalui Pemanfaatan Dana desa ..................................... C. Analisa Pembangunan Desa Melalui Pemanfaatan Dana Desa ........................................................................ 86 93 Bab V Penutup ............................................................................... 104 A. Kesimpulan ......................................................................... 104 B. Saran .................................................................................. 106 Daftar Rujukan Lampiran Biografi Penulis x BAB I PENDAHULUAN A. Masyarakat Desa dan Ruang Lingkup Kemasyarakatan Masyarakat desa (rural community) bagian atau kelompok yang kecil yang terdapat di wilayah hukum kebiasaan atau adat masyarakat setempat, yang aktivitasnya sesuai dengan kebutuhan dan kepentingan masyarakat yang ada di wilayah hukum tertentu. Masyarakat Desa menurut ahli seperti, Hasan Sadily . “mendefiniskan masyarakat adalah golongan besar atau kecil beberapa manusia, yang dengan pengaruh bertalian secara golongan mempunyai pengaruh kebatinan satu sama lain”. R. Linton seorang antropologi juga mengemukakan bahwa : “masyarakat adalah setiap kelompok manusia yang telah cukup lama hidup dan bekerjasama, sehingga mereka dapat mengorganisasikan dirinya berpikir tentang dirinya dalam satu kesatuan sosial dengan batas-batas tertentu”. Menurut undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 Desa adalah desa dan desa adat atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut Desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sedangkan pengertian Pemerintahan Desa adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat 1 Ar Royyan, Dkk setempat dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.1 Desa berkedudukan di wilayah kabupaten/kota. Perbandingan antara Pemerintahan Daerah dan Pemerintahan Desa disajikan dalam tabel sebagai berikut: Tabel 1.1 Perbandingan Antara Pemerintahan Desa Dan Pemerintahan Daerah URAIAN Pemilihan langsung Masa jabatan Eksekutif Legeslatif PEMERINTAHAN DAERAH PILKADA PEMERINTAHAN DESA PILKADES 5 Tahun Gub/Bupati/Walikota DPRD Perencanaan RPJM, RKPD Sumber Dana PAD, transfer (DAU, DAK, DBH, lain-lain) APBD BUMD 6 Tahun Kepala Desa BPD (Permusyawaratan) RPJM Desa, RKP Desa PAD, transfer (dana desa, ADD, lain-lain) APBDes BUMDes Anggaran Kekayaan Yang Dipisahkan Laporan-laporan Semesteran Tahunan Akhir masa jabatan Laporan kekayaan Lap. Prognosis APBD LPPD, LKPJ, info, Masyarakat LPPD, AMJ Lap. Pelaksanaan APBDes LPPD, LKPJ, info, Masyarakat desa LPPD, AMJDes Neraca Laporan Kekayaan Milik Desa Sumber : diambil dari Juklak Bimkon Keuangan Desa BPKP Badan Pengawas Keuangan dan pembangunan (BPKP), Petunjuk Pelaksanaan Bimbingan & Konsultasi Pengelolaan Keuangan Desa. Deputi Bidang Pengawasan Penyelenggaraan Keuangan Daerah, Tahun 2015, hlm. 25. 1 Ekonomi Desa 2 Maka dari tabel di atas terlihat masyarakat desa memiliki kekuatan wewenang untuk mengatur pemerintahannya sendiri. Kewenanagan ini tidak mungkin hadir sendirinya tanpa melalui proses yang panjang. Paling tidak cara pandang kita terhadap pemeritah desa dan nilai-nilai kemasyarakatan yang dianut oleh penduduk Indonesia. Pada dasarnya masyarakat kita sangat majemuk tidaklah berasal dari satu suku, ras, agama, dan bahasa. Begitu juga halnya terjadi pada masyarakat kita yang ada di desa memiliki nilai-nilai luhur yang harus dijaga. Kemajemukan juga terjadi di desa-desa melalui sederet masalah yang timbul, seperti angka kemiskinan yang tinggi, tingkat pendidikan yang rendah, keterbelakangan akses informasi, dan sebagainya. Sehingga menimbulkan keragaman sosial yang harus diatasi dan dikelola dengan baik, padahal di desa terpadapat begitu banyak potensi alam yang dimiliki, mulai dari luas wilayah pegunungan, kebun, hinggga pantai. Paradigma ini memberi gambaran bahwa desa ini wilayah yang kecil, tersudut, terpencil dan hanya tempat untuk bernaung orang-orang dikampung saja. Padahal semua kebutuhan orang-orang di kota hampir sebahagian lebih berasal dari desa. Oleh karena itu ada ada pandangan umum terhadap desa yang sering kita dengar. Pertama yang memandang desa sebagai kampung halaman. Tempat kelahiran asalnya dan bernostalgia dengan kampung halamannya bagi orang yang merantau ke daerah kota. Karenanya urbanisasi pun terjadi sehingga bias pembagunan terjadi hanya di kota bukannya di desa, sumberdaya manusia yang semula terdapat di desa beranjak ke kota dan banyak orang mencari pekerjaan di kota, sehingga desa hanya di naungi oleh orang tua, anak-anak, lansia dan orang-orang 3 Ar Royyan, Dkk yang minim pendidikannya. Kedua desa dipandang hanya sebagai wilayah administrasi tingkat paling bawah dan palig rendah dalam hirarkhi pemerintahan di Indonesia.Tata kelola desa hanya di atur oleh pemerintahan atas saja dan desa dianggap sebagai perpanjangan tangan pemerintah untuk mengeksekusi kebijakan dan mengatur rakyatnya. Ketiga memandang desa sebagai masayarakat tanpa pemerintahan. Cara pandang ini melahirkan program langsung kepada masyarakat yang diberikan kepada kelompok-kelompok masyarakat tanpa memerhatikan pemerintahan desa.2 Ciri-ciri masyarakat perdesaan yang sangat menonjol ialah memiliki pergaulan yang sangat dekat, saling kenal mengenal diantara penduduk desanya. Menurut ahli yang dikatakan desa ialah yang jumlah penduduknya kurang dari 2500 jiwa, hal ini pula diatur dalam undang undang desa tahun 2014. Oleh karenanya masyarakat desa sangat mudah bergaul dan mengenal satu sama lain. Kemudian ciri lain yang melekat ialah cara masyarakat dalam mengurus perekonomiannya, kebanyakan masyarakat kita memiliki mata pencaharian sebagai petani karena wilayah yang sangat agraris yang di pengaruhi oleh alam. Selain itu aspek yang erat dimasyarakat perdesaan ialah gotong royong yang memang sudah lama tertanam dalam jiwa masyarakat untuk saling memikul dan bekerjasama dalam segala hal yang ada dilingkungannya, seperti membersihkan parit jalan, menjaga keamanan 2 Sutoro Eko, dkk, Desa Membangun Indonesia, (Yogyakarta: Forum Pengembangan Dan Pembaharuan Desa (FPPD) dan ACCESS, 2014), hlm. 12-13. Ekonomi Desa 4 desa (ronda) dan sebagainya. Sedangkan mengenai kerja bakti ada dua macam yaitu: a) kerjasama yang timbul atas inisiatif warga itu sendiri. b) dan kerjasama yang tidak timbul dari inisiatif masyarakat itu sendiri, yang biasanya dari luar desa. Hakikat masyarakat perdesaan sebenarnya hidup saling memikul dan menjaga satu sama lain diantara warganya. Tetapi didalam masyarakat juga terdapat gejala-gejala yang membuat masyarakat perdesaan memiliki ketegangan ketegangan sosial, diantaranya: a. konflik (pertengkaran) Masyarakat di desa rupanya sering mempunyai masalah sosial yang berujung pada pertengkaran mental dan fisik. Pertengkaran ini berkisar antara masalah sehari hari rumah tangga yang sering menjalar keluar rumah dan sumber masalah terdapat pada status, gengsi dan sebagainya. b. Kontroversi (pertentangan) Pertentangan terjadi karena perubahan adat istiadat dan budaya yang ada dalam masyarakat, biasanya dalam setip desa adat istiadat ini tidaklah sama dengan desa yang lain. c. Kompetisi ( persaingan) Sudah lumrah terjadi di perdesaan pada mulanya menjadi sifat orang yang tinggal di desa untuk saling berkompetisi dengan warga dan tetangganya. Oleh karena itu wujud persaingan itu bisa berupa positif dan negatif. Positif bila persaingan wujudnya bisa menghasilkan usaha dan produktifitas meningkat bersama. Sebaliknya negatif tidak menghasilkan 5 Ar Royyan, Dkk apapun seperti sifat iri bahkan saling fitnah sehingga timbul masalah baru yaitu pertengkaran dala masyarakat. d. Kegiatan masyarakat. Masyarakat desa mempunyai aktifitas yang sangat padat dan beragam diumulai dari pagi hari hingga malam. Beragam corak aktifitas yang dilakukan masyarakat desa sehingga aktifitas ini melekat dan menunjukkan sifat masyarakat desa itu sendiri. oleh karena itu masyarakat desa juga dikenal sebagai pekerja keras dalam menciptakan bahan baku yang diperlukan di kota-kota, dengan kata lain desa merupakan sumbersumber ekonomi masyarakat. Unsur pertama yang menjadi sumber ekonomi ialah tahah (land), tanah yang dapat dijadikan lahan produktif oleh masyarakat untuk ditanami tanaman, persawahan dan didirikan bangunan untuk kebutuhan masyarakat pedesaan. Tidak hanya itu sering kali terjadi persengkataan mengenai hak kepemilikan tanah di perdesaan dan juga mengenai tanah adat. Karena tanah merupakan aset utama dalam tata kehidupan. Namun tidak semua masyarkat perdesaan memiliki tanah untuk digarapi bahkan untuk ditinggali, disinilah peran penting pemerintah desa dan masyarakat yang memiliki kepedulian untuk membantu sesama warganya. Orang yang tidak memliki tanah untuk digarapi akan biasanya menyewa tanah milik orang lain atau orang lain yang menggadaikan tanahnya. Lebih dari itu orang yang tidak memiliki tanah untuk digarapi akan menjadi buruh apa saja di dalam masyarakat. Inilah bentuk sosial yang tercipta sehingga masyarakat desa selalu tampak dibawah penduduk kota yang mampu dan memiliki akses lebih. Ekonomi Desa 6 Selanjutnya unsur penduduk, jumlah penduduk dan kepadatan penduduk, hal ini sangat berbeda kalau kita perhatikan dan bandingkan dengan perkotaan. Dimana jumlah penduduk di kota lebih besar dibandingkan jumlah penduduk desa yang kecil yang kurang dari 2500 jiwa. Pesebaran penduduk desa juga berbeda dengan kota desa sebaran penduduk lebih kecil dan tidak kelihatan padat. Selain itu mata pencaharian penduduk desa yang beragam dengan memanfaatkan lingkungan alam untuk bekerja dan berusaha memenuhi kebutuhan hidupnya. Unsur selanjutnya ialah tata kehidupan di desa dalam hal ini tata kehidupan dan seluk beluk masyarakat di desa lebih tampak dekat dan bergaul sesama (rural society). Ketiga unsur ini tidak dapat dipisahkan dalam kehidupan masyarakat pedesaan, apalagi unsur penduduk yang merupakan power man atau potensi besar untuk sumber ekonomi yang ada rumah tangga. Biasanya penduduk desa melakukan migrasi ke kota untuk memperluas mata pencaharian sehingga membentuk rural industries. Selain itu corak kehidupan masarakat desa didasarkan atas dasar kekeluargaan yang memiliki unsur kegotongroyongan yang kuat dan bersatu dalam segala urusan, senasib dan merasakan apa yang orang lain rasakan, sehingga pertalian inilah yang menjadi masyarakat di pedesaan terasa kompak dan menjadikan hubungan sosial yang akrab. Namun selain itu desa pun memiliki fungsi yang sangat besar dan berpengaruh di wilayah provinsi dan Negara Kesatuan Republik Indonesia pengaruh besar ini dilihat dari potensi yang dimiliki oleh desa, yang bedasarkan corak, struktur dan letak geografis desa yang ada di Indonesia. Kebanyakan wilayah di indonesia terdiri dari beberapa pulau7 Ar Royyan, Dkk pulau (archipelago), sehingga potensi kepulauan sangat menonjol terletak pada masyarakat pedesaan yang berada di pinggiran pantai. Masyarakat yang berada di pinggiran pantai kebanyakan mata pencahariannya adalah sebagai nelayan yang menghasilkan komoditas tangkapan ikan, udang, kepiting, dan mutiara yang menyediakan bahan pangan protein tinggi. Begitu juga dengan masyarakat yang berada pada dataran rendah, dataran tinggi dan pengungunan yang memiliki potensi yang besar pula, menghasilkan komodoti ekspor. Masyarakat di daratan kebayakan dengan mata pencaharian dari perkebunan dan pertanian yang menjadi produsen untuk komoditi ekspor. Peranan mereka meningkatkan volume ekspor dan perdagangan komoditas di pasaran global, seperti masyarakat perkebunan dengan bahan komoditi, kelapa sawit, coklat, karet, lada, kopi, teh dan sebagainya dalam mendukung peningkatan pembangunan dan pemerataan kesejahteraan yang ada di desa-desa. selama ini komoditas yang dihasilkan oleh masyarakat desa masih tergolong ke dalam komoditi mentah atau belum diolah menggunakan kemapuan teknologi menjadi barang jadi. Maka sangat besar harapan dalam kedepan perlu adanya teknologi yang mudah, murah, dan memadai untuk menunjang komoditi yang dihasilkan oleh masyarakat desa memiliki nilai tinggi, sehingga menjadi daya jual yang tinggi pula di pasaran. Perlu adanya peningkatan pembinaan dan pendampingan bagi masyarakat desa untuk menemukan teknologi tepat guna dalam menunjang produk yang dihasilkan dari potensi yang dimiliki. Dalam hal ini pemerintah mengambil pula mengambil langkah yang besar untuk mendorong (top-down) dalam kebijakannya untuk menggali potensi desa dalam menggunakan teknologi tepat guna. Maka keberhasilan dalam Ekonomi Desa 8 menggali potensi desa akan memperkuat ketahanan ekonomi secara nasional dan masyarakat pedesaan menjadi lebih sejahtera dalam meningkatkan taraf hidupnya. Kadangkala kondisi pedesaan pun kurang mendukung dalam memperkuat kebijakan pemerintah, artinya perlu respon timbal balik dari bawah (bottom-up) untuk peningkatan produk dari potensi yang dimiliki. Setelah adanya undang undang nomor 6 tahun 2014 tentang desa. maka memiliki nuansa dan semangat baru dalam menerjemahkan desa dan makna desa bagi masyarakat. Menurut Eko (2015), Desa memiliki masyarakat, masyarakat memiliki desa. Desa memiliki masyarakat berarti desa ditopang oleh institusi Lokal atau modal sosial. Dalam UU Desa hal ini tercermin pada asas kekeluargaan, kebersamaan dan kegotongroyongan. Sementara masyarakat memiliki desa bisa disebut juga sebagai tradisi berdesa, atau menggunakan desa sebagai arena bernegara atau berpemerintahan oleh masyarakat. Dua sisi itu penting karena akan menjadi fondasi yang kokoh bagi desa yang kuat, maju, demokratis dan mandiri. Pada level yang lebih mikro, bermasyarakat dan berdesa itu menjadi energi utama bagi desa membangun, dan sekaligus menjadi faktor penting bagi keberhasilan dan kegagalan setiap jenis program pembangunan yang bekerja di desa. Sebagai contoh konkret, Desa Ekasari di Jembrana, Bali. Desa ini inklusif (tiga komunitas Hindu, Islam dan Katotik hidup rukun dan terjadi kolektivitas) dan memiliki bangunan sosial yang kokoh, sehingga program apapun yang masuk ke desa ini selalu berhasil. Sebaliknya banyak Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) yang gagal, atau proyek-proyek sektoral yang diserahkan kepada masyarakat 9 Ar Royyan, Dkk setempat akhirnya tidak berlanjut dengan baik. Penyebabnya adalah fondasi sosial yang rapuh dan miskinnya tradisi berdesa. Tradisi berdesa mengandung unsur bermasyarakat dan bernegara di ranah desa. Desa menjadi wadah kolektif dalam bernegara dan bermasyarakat. Pertama, desa menjadi basis identitas dan basis sosial atau menjadi basis memupuk modal sosial, yakni memupuk tradisi solidaritas, kerjasama, swadaya, gotong royong secara inklusif yang melampaui batas-batas eksklusif seperti kekerabatan, suku, agama, aliran atau sejenisnya. Kedua, desa memiliki kekuasaan dan berpemerintahan, yang di dalamnya mengandung otoritas (kewenangan) dan akuntabilitas untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat. Ketika mandat dari rakyat koheren dengan otoritas dan akuntabilitas, maka legitimasi dan kepercayaan akan menguat. Desa mampu menjalankan fungsi proteksi dan distribusi pelayanan dasar kepada warga masyarakat.3 Kewenangan asal-usul dan kewenangan lokal dalam UU Desa merupakan instrumen penting untuk melembagakan masyarakat/tradisi berdesa. Melalui kewenangan itu desa mempunyai otoritas dan akuntabilitas mengatur dan mengurus barang-barang publik untuk pelayanan kepada kepentingan masyarakat setempat. APBDesa digunakan untuk membiayai kewenangan yang direncanakan. Sebaliknya masyarakat juga membiasakan diri untuk memanfaatkan Desa sebagai representasi Negara yang mengatur dan mengurus mereka, bukan hanya sebatas terlibat dalam pemilihan kepala desa, bukan juga hanya 3 Eko, S. (2015), Regulasi baru, Desa Baru, Ide, Misi, dan Semangat UU Desa. Jakarta: Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, Dan Transmigrasi RI. Hal 70. Ekonomi Desa 10 mengurus administrasi, tetapi yang lebih penting adalah memanfaatkan desa sebagai institusi yang melayani kepentingan mereka.4 Sebagai dua sisi mata uang, antara desa kuat dan desa mandiri, merupakan sebuah kesatuan organik. Dalam desa kuat terdapat kemandirian desa, dan dalam desa mandiri terdapat kandungan desa kuat. Kapasitas tentu merupakan jantung dalam desa kuat dan desa mandiri. Tetapi secara khusus dalam desa kuat terdapat dua makna penting. Pertama, desa memiliki legitimasi dimata masyarakat desa. Masyarakat menerima, menghormati dan mematuhi terhadap institusi, kebijakan dan regulasi desa. Tentu legitimasi bisa terjadi kalau desa mempunyai kinerja dan bermanfaat secara nyata bagi masyarakat, bukan hanya manfaat secara administratif, tetapi juga manfaat sosial dan ekonomi. Kedua, desa memperoleh pengakuan dan penghormatan (rekognisi) dan kepercayaan dari pihak negara (institusi negara apapun), pemerintah daerah, perusahaan, dan lembaga-lembaga lain.Jika mereka meremehkan desa, misalnya menganggap desa tidak mampu atau desa tidak siap, maka desa itu masih lemah. Rekognisi itu tidak hanya di atas kertas sebagaimana pesan UU Desa, tetapi juga diikuti dengan sikap dan tindakan konkret yang tidak meremehkan tetapi memercayai. Tipologi dan visi pembangunan desa itu lahir pada jamannya, yaitu zaman Orde Baru yang mendewakan modernisasi, seraya menghindari demokrasi dan otonomi. Kalau dibaca secara ekstrem tipologi desa itu sungguh inkonstitusional, karena tidak mengandung pengakuan dan 4 Ibid, hal 84. 11 Ar Royyan, Dkk penghormatan terhadap adat yang menjadi roh dan jati diri desa. Adat dianggap kuno dan menjadi penghambat pembangunan, sehingga harus dimodernisasi agar adat semakin longgar dan tidak mengikat sebagaimana terjadi dalam desa swasembada. Dihadapkan pada konteks kekinian, pandangan yang melemahkan adat itu tidak relevan. Di tengah globalisasi, orang juga rindu dan mencari kearifan lokal yang dihadirkan oleh adat. Adat tidak lagi dipahami sebagai kebiasaan lama yang kolot, tetapi dipahami sebagai nilai-nilai dan ke- arifan lokal serta prakarsa baru entitas lokal yang adaptif terhadap perubahan, yang di dalamnya mengandung roh dan jati diri sebagai benteng atas gempuran globalisasi.5 B. Potensi Desa dan Sumber Daya Desa Setiap desa di Indonesia memiliki potensi masing-masing, potensi ini dapat berupa potensi alam dan potensi fisik. Sesuai dengan undangundang desa setiap sumberdaya yang ada di desa merupakan milik desa dan dapat dikelola oleh pemerintah desa sebagai pemegang kewenangan berskala lokal desa, ada 7400 desa lebih yang telah masuk perhitungan pemerintah dan masih ada desa yang belum masuk pendataan yang dilakukan, serta potensi yang dimiliki. Hasil pendataan potensi desa merupakan langkah yang sangat penting dilakukan, sebabnya ini menjadi rujukan pemerintah dalam menyalurkan dana desa sesuai potensi yang dimiliki, dengan melihat : a. jumlah penduduk desa, b. tingkat kemiskinan desa, 5 Ibid, hal, 90-92. Ekonomi Desa 12 c. luas wilayah desa, dan d. tingkat kesulitan geografis desa. Pendataan ini dilakukan oleh Badan Pusat statistik (BPS) tentang potensi desa (Podes) yang dimiliki oleh setiap desa, data potensi desa (Podes) merupakan data tematik atau data yang menggambarkan kondisi wilayah yang memiliki potensi di tingkat pedesaan. Dari potensi desa yang terekam saat ini digunakan potensi desa (podes) tahun 2014, yang dapat digunakan oleh berbagai pihak yang membutuhkan sumber data berbasis wilayah. Pengumpulan data potensi desa dilakukan empat tahun sekali oleh badan pusat statistik. Maka pemutakhiran data selanjutnya untuk kepentingan dana desa akan dilakukan pada tahun 2018 mendatang dengan mendata kembali potensi desa atau wilayah setingkat desa yang ada di seluruh Indonesia.6 Potensi desa sangat berperan penting dalam mewujudkan desa yang mandiri, makmur dan sejahtera. Selain itu potensi desa ini merupakan tolak ukur pengalokasian dana desa yang ada diseluruh indonesia selain jumlah penduduk, angka kemiskinan, luas wilayah desa, dan tingkat kesulitan geografi desa yang digunakan saat ini dalam formula dana desa (DD). Potensi desa dapat berupa potensi alam atau potensi non-alam yang dimiliki oleh desa tersebut, misalnya tempat wisata, perkebunan, tambang, tempat rekreasi, dll. Oleh karenanya dapat diartikan Potensi desa ialah kemampuan, kekuatan atau sumberdaya yang dimiliki oleh suatu daerah namun belum sepenuhnya digunakan secara maksimal Tim Penulis Kolaborasi Masyarakat dan Pelayanan Untuk Kesejahteraan (KOMPAK), Analisa Kebijakan Dana Desa Dan Penanggulangan Kemiskinan, 2017, Hlm 5. 6 13 Ar Royyan, Dkk dalam suatu kesatuan masyarakat setempat serta mempunyai hak untuk mengatur rumah tangga sendiri.7 Oleh karena itu diperlukan peran dan fungsi desa dalam mengelola potensi desa baik secara fisik maupun non-fisik. Desa melalui sistem pemerintahannya memiliki peran yang besar dalam memanfaatkan potensi yang ada di desa atau wilayah hukum masing-masing potensi desa dan mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat bedasarkan prakarsa masyarakat, hak asal-usul dan/atau hak istiadat sesua dengan undang-undang desa. Kemudian dalam mengukur dan melihat potensi desa, tentu terdapat beberapa cara diantaranya dengan melihat sumber daya alam yang dimiliki atau kegiatan ekonomi yang dilakukan masyarakat setempat. Tujuan peningkatan pengelolaan potensi desa ialah guna meningkatkan taraf hidup masyarakat desa, dimana maysarakat desa mayoritas memliki tingkat kelayakan hidup rendah, sebab itu salah satu tujuan peningkatan potensi desa yang dikelola oleh desa sendiri agar dapat mengangkat taraf hidup masyarakat desa dan terbentuknya ketahanan dan kemandirian desa. selain itu peningkatan potensi desa dalam pemanfataan sumber daya alam di arahkan supaya terdapat pemeratan pendapatan masyarakat dan dikelola langsung oleh pemerintah desa selaku pemegang kekuasan di tingkat desa. Bedasarkan potensi desa di indonesia pada tahun 2014 dapat kita lihat potensi yang sangat menggembirakan dari ekonomi desa, terdapat Suprayitno. Analisis Potensi Desa Dalam Menjalankan Sistem Pemerintahan Desayang Baru Pasca Ditetapkannya UU No. 6 Tahun 2014 Tentang Desa (Studi Desa Lung Anai Kecamatan Loa Kuludan Desa Bukit Pariaman Kecamatan Tenggarong Seberang, Kabupaten Kutai Kertanegara). E-jurnal Ilmu Pemerintahan Tahun 2015, 3(4), hlm 1654. 7 Ekonomi Desa 14 potensi alam di bidang pertanian sebesar 82,7 persen, hampir seluruh wilayah di Indonesia memiliki potensi pertanian atau agribisnis yang dapat dikembangkan dan menjadi suatu usaha masyarakat kita untuk mengelola sumber pangan sendiri sehingga swasembada pangan dapat tercapai. Kemudian selain potensi pertanian ada potensi energi terbarukan yang dapat dimasnfaatkan oleh desa dari olahan alam yang dapat dipakai masyarakat dan diperbaharui kembali, potensi ini sangat besar mencapai 86,4 persen kesempatan potensi yang dapat dikembangkan, selebihnya ada 26,8 persen desa berpotensi di bidang perkebunan yang mayoritas masyarakat desa bergerak pada tanaman sawit, karet, coklat, pala, nilam, dan banyak sebagainya. Selain itu mengingat wilayah indonesia dengan struktur kepulauan yang sangat luas, tentunya memiliki potensi di bidang kelautan dan perikanan. Potensi yang dimiliki desa dalam bidang perikanan sebanyak 12.827 ribu, merupakan angka yang fantastis yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat desa dalam memanfaatkan potensi laut dan perikanan. Kemudian potensi alam ini bukan saja potensi terletak pada hasil alam saja yang dapat di eksplorasi akan tetapi dari struktur dan bentuk wilayah dapat dimanfaatkan sebagai objek wisata bagi masyarakat, hal ini terlihat begitu besar potensi untuk wisata yang dapat dikelola, potensi alam untuk menjadi desa wisata juga tergolong sangat tinggi sebesar 1.902 desa wisata yang dapat dikelola. Sementara itu dalam untuk menghidupkan aktivitas ekonomi masyarakat yang dapat dikembangkan melalui usaha kreatif masyarakat dalam menghasilkan produk unggulannya di Indonesia memiliki potensi yang sangat besar pula, dikarenakan setiap desa memiliki sumber-sumber 15 Ar Royyan, Dkk produksi dan tangan-tangan terampil yang dapat mengolah bahan baku menjadi sebuah produk unggulan di masyarakat. Sehingga kegiatan ini akan akan menambah aktivitas ekonomi dalam mata pencaharian masyarakat di desa, potensi ini dapat di kelola melalui UMKM yang ada di desa. UMKM melalui pengelolaanya dapat mendorong usaha masyarakat mulai dari usaha industri rumahan, usaha mikro dan usaha mengengah yang dapat dikembangkan. Sebesar 1,8 juta usaha UMKM yang terdapat di Indonesia yang dapat dikembangakan yang menghasilkan berbagai jenis produk unggulan. Sektor potensi desa dapat kita lihat dalam tiga bagian, pertama sektor primer, sektor primer merupakan sektor utama yang menjadi sasaran potensi desa, tanpa sektor ini desa akan kehilangan beberapa sumberdaya untuk mengembangkan kegiatan antar masyarakat desa. sektor primer terdiri atas perkebunan, pertanian dan perikanan. Seperti halnya pertanian dan perkebunan merupakan sektor potensi yang sangat banyak didapati di setiap desa karena potensi ini akan melahirkan dan menyediakan kebutuhan dan komoditas bagi masyarakat. Begitu juga dengan sektor perikanan, hampir setiap penjuru desa yang terletak di pesisir masyarakatnya memiliki mata pencaharian sebagai nelayan dan petani tambak. Kedua sektor potensi sekunder, pada sektor ini memiliki tingkatan lebih tinggi, dapat kita ketahui potensi primer merupakan potensi dasar yang memanfaatkan sumberdaya alam, sedangkan pada potensi sekunder merupakan potensi yang diolah oleh masyarakat untuk menjadikan sumberdaya tersebut menjadi sebuah produk atau komitas Ekonomi Desa 16 unggulan. Oleh karenanya potensi sekunder sebagai potensi pelengkap dapat disebut sebagai potensi di bidang pengolahan dan industri. Potensi sekunder ini sudah banyak dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar dengan memnafaatkn berbagai komoditas dan sumberdaya di sekelilingnya, maka akan lahirlah usaha-usaha kecil (mikro) atau industri rumahan (home industry) seperti kerajinan tangan, usaha makanan dan minuman di masyarakat untuk menopang kehidupan. Ketiga sektor potensi tersier, pada sektor potensi tersier dapat kita lihat sebagai potensi tingkat tinggi dimana potensi ini tidak sudah bergantung pada kepiawaian masayrakat itu sendiri dalam mengelola potensi dasar, seperti perdagangan, pemberian jasa, hotel/tempat penginapan dan sebagianya. Apabila dalam suatu desa memiliki potensi tersebut maka dapat dikatakan desa tersebut dalam kategori desa berkembang atau maju, karena pelayanan dasar dan publik di desa dapat di akses secara langsung dan cepat oleh masyarakat. Terkadang dari potensi di atas tidak semua desa mempunyai ketiga potensi, akan tetapi sebagai sektor potensi primer hampir dapat kita lihat dumiliki oleh desa, juga tergantung pada letak gegrafis desa tersebut. Sedangkan sektor sekunder dan tersier juga dapat dimiliki oleh desa yang sudah berkembang, maka sudah seharusnya potensi ini dimanfaatkan untuk pengembangan ekonomi desa dengan bentuk beberapa prioritas diantaranya dengan pengembangan BUMDes, Pasar Desa, lumbung pangan desa, tambatan perahu dll. 17 Ar Royyan, Dkk C. Otonomi Pemerintahan Desa (Local Self Goverment) Pada era reformasi secara substansial pembangunan desa lebih cenderung diserahkan kepada desa itu sendiri. Sedangkan pemerintah pusat dan pemerintah daerah cenderung mengambil posisi dan peran sebagai fasilitator, memberi bantuan dana, pembinaan dan pengawasan. Sehingga program pembangunan desa lebih bersifat bottom-up atau kombinasi buttom-up dan top-down.8 Pembangunan desa telah diatur dalam undang-undang desa, yaitu meningkatkan kesejahteraan hidup manusia serta penanggulangan kemiskinan melalui penyediaan pemenuhan kebutuhan dasar, pembangunan sarana dan prasarana desa, pengembangan potensi ekonomi lokal dan pemanfaatan sumber daya alam dan lingkungan secara berkelanjutan. Pembangunan desa dilaksanakan dengan mengedepankan semangat kebersamaan, kekeluargaan, dan kegotongroyongan guna mewujudkan perdamaian serta keadilan sosial.9 Pembangunan dapat dimaknai sebagai proses multidimensional yang melibatkan perubahan-perubahan besar dalam struktur sosial, mental dan lembaga nasional serta percepatan atau akselerasi pendapatan suatu masyarakat, mengatasi pengangguran, ketimpangan dan pemberantasan kemiskinan yang absolut.10 Selain itu dalam pembangunan desa menjadi program pemerintah yang utama, seperti yang di atur dalam Undang-Undang desa dalam pasal Azwardi & Sukanto. Efektifitas Alokasi Dana Desa (ADD) Dan Kemiskinan Di Provinsi Sumatra Selatan. Jurnal Ekonomi Pembangunan. Tahun 2014 Vol 12. No 1. Hlm 30. 9 Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia Dan Kebudayaan. Buku Bantu Pengelolaan Dan Pembangunan Desa. Jakarta: PMK, tahun 2016. Hlm. 2. 10 Annivelorita. Implementasi Alokasi Dana Desa (ADD) Dalam Meningkatkan Pembangunan Desa Liang Butan Krayan Kabupaten Nunukan. Jurnal Administrasi Negara, Tahun 2015 .3 (5) hal. 1715. 8 Ekonomi Desa 18 78 yang menyebutkan pembangunan desa bertujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa dan kualitas hidup manusia serta penanggulangan kemiskinan melalui pemenuhan kebutuhan dasar, pembangunan sarana dan prasarana desa, pengembangan ekonomi lokal, serta pemanfaatan sumberdaya alam dan lingkungan secara berkelanjutan.11 Dalam pembangunan desa hal yang paling utama adalah peningkatan kesejahteraan masyarakat desa melalui pengentasan kemiskinan dan peningkatan mutu hidup masyarakat. Oleh karenanya fokus pemerintah dalam pembangunan dan penanggulangan kemiskinan melalui program penyaluran dana desa. prinsip penggunaan dana desa memiliki skala prioritas yang diusul oleh kewenangan desa dalam program dan kegiatan di bagi menjadi dua hal yaitu pembangunan desa dan pemberdayaan masyarakat.12 Strategi penanggulangan kemiskinan dilakukan melalui perubahan perilaku masyarakat, yakni dengan pendekatan pemberdayaan atau proses pembelajaran masyarakat dan penguatan kapasitas untuk mengedepankan peran pemerintah daerah dalam mengapresiasi dan mendukung kemandirian masyarakat. Hal ini sesuai dengan pengertian pemberdayaan masyarakat sebagai upaya untuk menciptakan/meningkatkan kapasitas masyarakat, baik secara individu maupun kelompok dalam memecahkan berbagai Tim KOMPAK. Analisa Kebijakan Dana Desa dan Penanggulangan Kemiskinan. Kerjasama Kementerian PPN/Bapennas dan Australian Government, Tahun 2017. hlm. 5. 12 Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia Dan Kebudayaan. Buku Bantu Pengelolaan Dan Pembangunan Desa. Jakarta: PMK, tahun 2016. Hlm. 2. 11 19 Ar Royyan, Dkk persoalan terkait upaya peningkatan kualitas hidup, kemandirian, dan kesejahteraanya. Pemberdayaan masyarakat memerlukan keterlibatan yang lebih besar dari perangkat pemerintah daerah serta berbagai pihak untuk memberikan kesempatan dan menjamin keberlanjutan berbagai hasil yang dicapai.13 Bedasarkan UU Desa membawa misi utama bahwa negara wajib melindungi dan memberdayakan desa agar menjadi kuat, maju, mandiri dan demokratis sehingga dapat menciptakan landasan yang kuat dalam melaksanakan pemerintahan. Dengan demikian pembangunan desa diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan kualitas hidup manusia Indonesia. Pembangunan desa akan berdampak positif bagi upaya penanggulangan kemiskinan melalui penyediaan pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat, pembangunan sarana dan prasarana, pengembangan potensi ekonomi lokal dan pemanfaatan sumberdaya alam dan lingkungan secara berkelanjutan. Berdasarkan azas rekognisi dan subsidiaritas, UU Desa membawa perubahan pokok antara lain: a. Desa memiliki identitas yang mandiri sebagai self-governing community dalam tata pemerintahan di Indonesia dimana pemerintahan desa dipilih secara demokratis dan akuntabel oleh masyarakat. b. Desa menyelenggarakan pembangunannya secara partisipatif dimana desa menyusun perencanaan, prioritas belanja dan melaksanakan anggaran secara mandiri termasuk mengelola anggaran yang didapatkan secara langsung serta mendaftarkan dan mengelola aset untuk kesejahteraan masyarakat termasuk mendirikan BUMDesa. 13 Sukidjo. Strategi Pemberdayaan Pengentasan Kemiskinan Pada PNPM Mandiri. Jurnal Cakrawala Pendidikan Tahun 2009, Th. XXVIII, No. 2. Hlm 156. Ekonomi Desa 20 c) Desa memiliki wewenang untuk bekerjasama dengan desa lain untuk peningkatan pelayanan dan kegiatan ekonomi. UU Desa secara khusus meletakkan dasar bagi perubahan tata kelola desa yang dibangun di atas prinsip keseimbangan antara lembaga (check and balance), demokrasi perwakilan dan permusyawaratan serta proses pengambilan keputusan secara partisipatif melalui musyawarah desa sebagai forum pengambil keputusan tertinggi dalam perencanaan, pelaksanaan, pengawasan dan pertanggungjawaban pembangunan desa. Dengan melibatkan partisipasi berbagai kelompok kepentingan di masyarakat, Kepala Desa dan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) menyelenggarakan musyawarah desa sebagai forum pengambil keputusan tertinggi untuk menetapkan Rencana Pembangunan Jangka Menengah RPJM) Desa dan Rencana Tahunan Desa, pengelolaan aset dan BUMDesa serta keputusan-keputusan strategis lainnya.14 D. Desa Membangun, Desa Mandiri, Dan Tipologi Desa Sesuai dengan prinsip prioritas penggunaan dana desa salah satunya harus memperhatikan tipologi desa, dengan mempertimbangkan keadaan dan kenyataan karakteristik geografis, sosiologis, antropologis, ekonomi dan ekologi desa yang khas, serta perubahan dan perkembangan kemajuan desa. Dari prinsip ini dapat dinyatakan pemanfaatan dana desa ini akan meningkatkan sarana dan prasarana desa serta peningkatan sumber daya ekonomi bagi masyarakat desa. Mengingat sumber daya terbesar yang ada ini terdapat di desa seperti lahan perkebunan, sawah, ladang, industri, pabrik, dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Laporan Hasil Kajian Pengelolaan Keuangan Desa: Alokasi Dana Desa Dan Dana Desa. Tahun 2015, hal, 6. 14 21 Ar Royyan, Dkk pertambangan yang dimiliki oleh daerah-daerah tertentu. Namun sayangnya masyarakat desa masih memiliki kesempatan akses yang sempit dan eklusif dalam perkembangan akses ekonomi. Secara sosiologis sudah seharusnya terdapat peningkatan kemakmuran dan kesejahteraan bagi masyarakat dalam pelaksanaan kebijakan dana desa. Namun dalam perkembangannya masih terdapat hambatan bagi pelaksanaan dana desa. Pembangunan desa memiliki sebuah metode pendekatan kolaborasi, yang mengintegrasikan reformasi pemerintahan lokal atas-bawah (topdown approach) dengan inisiatif masyarakat bawah-atas (bottom-up approach). 1. Pendekatan Atas-Bawah (top-down approach) untuk pemerintahan daerah yang responsif, yaitu dapat memberikan kebijakan yang tepat, sumber daya dan dukungan teknis untuk penyedia dan fasilitas pelayanan. Dengan demikian, pendekatan ini akan fokus pada peningkatan kapasitas penyedia layanan pemerintah daerah, kecamatan dan pihak berwenang desa dalam hal alokasi sumber daya dan manajemen, tata kelola, komunikasi, manajemen pelayanan, dan tugas dan fungsi sesuai dengan aturan yang berlaku. 2. Pendekatan Bawah-Atas (bottom-up approach) untuk masyarakat yang berdaya, yaitu dapat terlibat dan aktif mengambil bagian dalam perencanaan, pemantauan dan penyediaan pelayananan dasar. Dengan demikian, kegiatan ini fokus pada peningkatan kapasitas untuk perencanaan dan Ekonomi Desa 22 penganggaran desa berbasis pelayanan dasar. Serta, pengembangan mekanisme akuntabilitas sosial untuk peningkatan kemampuan masyarakat dan pengguna unit layanan dalam menyuarakan pendapatnya dan membuat rekomendasi untuk peningkatan pelayanan dasar dan alokasi penggunaan dana desa dan anggaran daerah.15 E. Tipologi desa Tanpa harus dikritik dengan perspektif adat dan kearifan lokal, tipologi desa dan visi desa swasembada sebenarnya sudah runtuh. Pada tahun 1993, ketika Inpres Desa Tertinggal diluncurkan oleh pemerintah sebagai program penanggulangan kemiskinan, tipologi desa dan imajinasi desa swasembada sudah runtuh. Program IDT mempunyai metodologi tersendiri untuk menetapkan predikat desa tertinggal (desa miskin), meskipun program ini juga tidak membuat tipologi dan visi baru untuk menggantikan visi desa swasembada. Kesenjangan antara tipologi desa dengan IDT mulai tampak ketika ternyata banyak desa swasembada yang mempunyai predikat desa tertinggal setelah dinilai dengan metodologi IDT. Sejak saat itu tipologi desa dan visi desa swasembada tidak lagi dipakai oleh pemerintah, dan pada saat yang sama pembangunan desa (yang dipimpin dan berpusat pada pemerintah) digantikan dengan penanggulangan kemiskinan melalui pemberdayaan masyarakat (yang meminggirkan pemerintah, sekaligus pemberdayaan yang digerakkan dan berpusat pada masyarakat). Kementerian PPN/Bappenas, Strategi Peningkatan Dan Perluasan Pelayanan Dasar Bagi Masyarakat Miskin Dan Rentan Strategi Lini Depan, Panduan Tahap Uji Coba, Tahun 2017, hlm, 3-4. 15 23 Ar Royyan, Dkk Sekarang di saat pemerintah meninggalkan tipologi desa, sebuah lembaga negara yang sangat konservatif, yakni Badan Pusat Statistik, sampai sekarang masih tetap menggunakan tipologi lama dan mengeluarkan data tentang jumlah desa swadaya, swakarya dan swasembada. Konsep otonomi asli juga dikenal sebagai salah satu asas pengaturan desa dalam PP No. 72/2005, turunan dari UU No. 32/2004, meskipun secara sempit hanya terbatas pada otonomi pemerintahan desa. Artinya kewenangan pemerintahan desa dalam mengatur dan mengurus masyarakat Setempat didasarkan pada hak asal usul dan nilainilai sosial budaya yang terdapat pada masyarakat setempat namun harus diselenggarakan dalam perspektif adiminstrasi pemerintahan negara yang selalu mengikuti perkembangan jaman. Namun otonomi asli yang terpusat pada susunan asli dan hak asal-usul itu di sepanjang sejarah mengalami distorsi yang serius. Pertama, negara melakukan intervensi dengan mengubah atau bahkan merampas hak asal-usul. Penyeragaman desa merupakan contoh terkemuka, yang diikuti dengan perampasan tanah-tanah adat. Di Jawa juga ada contoh kecil. Tanah bengkok, misalnya, yang merupakan hak asal-usul desa dan menjadi hak istimewa bagi kepala desa dan pamong desa, telah diubah Menjadi tanah kas desa pada tahun 1982. Kedua, otonomi asli dipraktikkan secara sempit dengan tindakan mengisolasi desa, yang menyuruh dan membiarkan desa mengelola dirinya sendiri dengan swadaya dan gotong royong. Konsep kemandirian desa atau desa mandiri yang diamanatkan UU Desa, tentu bukan hal baru. Konsep yang nonpolitis ini sudah dikenal sejak 1993, yang kemudian Ekonomi Desa 24 menjadi ikon dan gerakan mikro-lokal di berbagai tempat. Banyak institusi (pemerintah, pemerintah daerah, BUMN, perusahaan, lembaga donor, LSM, perguruan tinggi) yang ramai memperbincangkan dan menggerakkan desa mandiri. Tetapi sejauh ini tidak ada makna tunggal tentang desa mandiri, meskipun Bappenas bersama BPS telah mengukur desa mandiri dengan berbagai indikator fisik dan sektoral seperti kondisi fasilitas publik desa. Kami selalu mengingatkan bahwa kemandirian harus dibedakan dengan kesendirian dan kedirian. Kemandirian desa bukanlah kesendirian, bukan juga kedirian (autarchy). Kedirian berarti ego yang kuat sebagai respons atas intervensi pemerintah dan pihak lain yang menghormati desa. Desa mengklaim bahwa apa yang ada dalam wilayahnya merupakan miliknya secara penuh, desa tidak mau diatur oleh negara atau tidak mau berhubungan dengan pihak lain, serta menganggap warga pendatang disebut sebagai “orang lain” yang berbeda dengan “orang asli”. Sedangkan kesendirian artinya desa mengurus maupun membangun dirinya sendiri dengan sumberdaya yang dimilikinya tanpa dukungan negara. Dalam hal ini negara tidak hadir mendukung desa, atau negara melakukan isolasi terhadap desa. Kemandirian desa tentu tidak berdiri sendiri. Tetapi sangat penting untuk melihat relasi antara desa dengan negara, termasuk memperhatikan pendekatan pemerintah terhadap desa. Memang ada dilema serius kehadiran (intervensi) negara terhadap desa. Kalau negara tidak hadir salah, tetapi kalau hadir keliru. Konsep kesendirian desa menunjukkan bahwa negara tidak hadir; dalam hal ini negara melakukan isolasi terhadap desa, sehingga wajar kalau ada ribuan desa berpredikat sebagai desa tertinggal. Pada kutub yang lain, 25 Ar Royyan, Dkk kehadiran negara yang berlebihan pada ranah desa yang bisa disebut sebagai pemaksaan (imposition) justru akan melumpuhkan prakarsa lokal dan kemandirian desa. Arturo Israel (1987), misalnya, mengingatkan bahwa intervensi yang terlalu kuat pada dasarnya berkorelasi negatif dengan kinerja sebuah lembaga atau komunitas. Artinya, semakin kuat intervensi maka semakin rendah kinerja lembaga tersebut. Demikian juga, intervensi pemerintah yang terlalu kuat pada desa, malah tidak akan menciptakan kemajuan dan kemandirian desa. Karena itu, Israel menyebutkan bahwa untuk meningkatkan kapasitas dan kemandirian lembaga sangat diperlukan dukungan politik sepenuhnya oleh pengendali kekuasaan baik di dalam maupun di luar. Bentuk dukungan politik, meminjam Soedjatmoko (1987), bisa dengan pengembangan swaorganisasi (self organization) dan swakelola (self management). Karena itu kemandirian lebih baik dimaknai dalam pengertian emansipasi desa. Emansipasi pada dasarnya berbicara tentang persamaan hak dan pembebasan dari dominasi. Dengan kalimat lain, emansipasi desa berarti desa tidak menjadi obyek imposisi, dominasi dan penerima manfaat proyek, melainkan desa berdiri tegak sebagai subyek pemberi manfaat. Desa bermanfaat melayani kepentingan masyarakat setempat dan bergerak membangun ekonomi termasuk dalam kategori emansipasi itu. Ekonomi Desa 26 BAB II DANA DESA DAN ALOKASI DANA DESA A. Dasar Hukum Dana desa dan Alokasi dana desa Regulasi alokasi dana desa bedasarkan UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang desa yang bersumber dari APBN, dan aturan mengenai pengalokasian dana desa bertahap diatur dalam PP No 22 Tahun 2015 yaitu paling sedikit tiga persen pada 2015, enam persen pada 2016, dan sepuluh persen pada 2017. Selain dana desa yang bersumber dari APBN, sesuai dengan UU Nomor 6 Tahun 2014, desa juga mempunyai enam sumber pendapatan lainnya, yaitu: a. Alokasi Dana Desa (ADD) yang besarnya 10 persen dari DAU dan DBH kabupaten/kota, b. 10 persen bagi hasil pajak daerah dan retribusi daerah kabupaten/kota (bagi hasil PDRD), c. bantuan dari APBD kabupaten/kota, d. bantuan dari APBD provinsi, e. hibah dari pihak ketiga yang tidak mengikat, dan pendapatan desa yang sah lainnya. Kemudian Sumber pendapatan kedua terbesar bagi anggaran desa Adalah Alokasi Dana Desa (ADD) yang merupakan bagian dari dana perimbangan yang diterima kabupaten/kota. ADD paling sedikit 10 persen dari dana perimbangan yang diterima Kabupaten/Kota dalam APBD setelah dikurangi DAK (Kompak, 2017). Implementasi UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang desa dilatarbelakangi pertimbangan bahwa pengaturan tentang desa yang selama ini berlaku sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan kedudukan masyarakat, demokratisasi serta upaya pemerintah dalam mendorong kemajuan dan pemerataan pembangunan. Selain itu, UU 27 Ar Royyan, Dkk Desa sekaligus merupakan penegasan bahwa desa memiliki hak asal usul dan hak tradisional dalam mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat. UU Desa membawa misi utama bahwa negara wajib melindungi dan memberdayakan desa agar menjadi kuat, maju, mandiri dan demokratis sehingga dapat menciptakan landasan yang kuat dalam melaksanakan pemerintahan. Dengan demikian pembangunan desa diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan kualitas hidup manusia Indonesia. Pembangunan desa akan berdampak positif melalui penyediaan pembangunan ekonomi lokal sarana bagi upaya pemenuhan dan penanggulangan kebutuhan prasarana, kemiskinan dasar masyarakat, pengembangan potensi dan pemanfaatan sumberdaya alam dan lingkungan secara berkelanjutan (KPK, 2015). Kemudian sesuai dengan Undang-undang desa Kabupaten/Kota mempunyai wewenang untuk membina dan mengelola pengelolaan keuangan desa. Pengaturan keuangan desa meliputi, pengalokasian, penyaluran, penggunaan serta pemantauan dan evaluasi atas dana yang dialokasikan dalam APBD. Pemerintah kabupaten/kota mengalokasikan dana alokasi desa (ADD) dalam APBD setiap tahun anggaran, besaranya minimal 10% dari dana perimbangan yang diterima kabupaten/kota setelah dikurangi alokasi dana khusus. Sedangkan kecamatan merupakan perangkat daerah kabupaten/kota sebagai pelaksana teknis, sesuai dengan aturan bupati/walikota dapat mendelegasikan pelaksanaan evaluasi rancangan peraturan desa tentang APBdes kepada camat. Selain itu camat juga memiliki peran dalam hal penyampaian realisasi APBdes Ekonomi Desa 28 dan laporan pertanggungjawaban realisasi pelaksanaan kepada bupati/walikota (BPKP, 2015). Selain itu mengenai alokasi dana desa (ADD) merupakan sumber pendapatan Desa berasal wewenang dari pemerintah kabupaten/kota yang diberikan kepada desa melalui dana perimbangan setelah dikurangi DAK. Alokasi dana desa ini di atur dalam Perbup (Qanun) masing-masing Kabupaten/Kota. hal ini bedasarkan Qanun Nomor 5 Tahun 2003 tentang desa dimana desa merupakan organisasi terendah yang berada dibawah mukim dalam struktur pemerintahan. Desa mempunyai tugas untuk melaksanakan pemerintahan, melaksanakan pembangunan, dan membina masyarakat desa. Dibutuhkan regulasi yang sesuai dengan tujuan Dana Desa (DD), regulasi dana desa selalu menjadi bahan acuan dalam menjalankan pengalokasian DD, hal ini maktup dalam UU 6/2014 tentang Desa, PP 43/2014 tentang Peraturan Pelaksanaan UU 6/2014, PP 47/2015 tentang Perubahan atas PP 43 / 2014, Pp 60/2014 tentang dana desa bersumber dari APBN, PP 22/2015 tentang perubahan Atas pp 60/2014, Permendragri no. 111/2014 tentang pedoman tekhnis peraturan di Desa, Permendagri no 112/2014 tentang pemilihan Kepala Desa, Permendagri no. 113/2014 tentang pengelolaan Keuangan Desa, Permendagri no 114/2014 tentang pedoman pembanguman desa, Permendes Nomor 1/205 tentang Pedoman kewenangan lokal berskala desa, Permendes nomor 2 / 2015 tentang Musyawarah desa, Permendes no .3 / 2015 tentang pendampingan Desa, Permendes No. 4 / 2015 tentang pendirian, pengurusan, pengelolaan, dan pembubaran BUMDes, Permendes No.21/2015 tentang prioritas penggunaan dana Desa TA 2016, PMK 29 Ar Royyan, Dkk Nomor 257/PMK.07/2015 tentang tata cara penundaaan dan / atau pemotongan dana perimbangan terhadap daerah yang tidak memenuhi ADD. B. Kedudukan, Fungsi Desa dan Tujuan Pemberdayaan Istilah konsep berasal dari bahasa latin conceptum, artinya sesuatu yang dipahami. Konsep merupakan abstraksi suatu ide atau gambaran mental, yang dinyatakan dalam suatu kata atau symbol. Secara konseptual, pemberdayaan atau pemberkuasaan (empowerment), berasal dari kata power yang berarti kekuasaan atau keberdayaan. Konsep pemberdayaan berawal dari penguatan modal sosisl di masyarakat (kelompok) yang meliputi penguatan penguatan modal sosial . Apabila kita sudah mem Kepercayaan (trusts), Patuh Aturan (role), dan Jaringan (networking), modal sosial yang kuat maka kita akan mudah mengarahkan dan mengatur (direct) masyarakat serta mudah mentransfer pengetahuan kepada masyarakat. Dengan memiliki modal social yang kuat maka kita akan dapat menguatkan pengetahuan, modal (money), dan masyarakat. Konsep ini mengandung arti bahwa konsep pemberdayaan masyarakat adalah Transfer kekuasaan melalui penguatan modal sosial kelompok untuk menjadikan kelompok produktif untuk mencapai kesejahteraan social. Modal social yang kuat akan menjamin suistainable didalam membangun rasa kepercayaan di dalam masyarakat khususnya anggota kelompok (how to build thr trust). Oleh karena itu, ide utama pemberdayaan bersentuhan dengan konsep mengenai modal soaial dan kekuasaan. Kekuasaan seringkali dikaitkan dan dihubungkan dengan kemampuan individu untuk membuat Ekonomi Desa 30 individu melakukan apa yang diinginkan, terlepas dari keinginan dan minat mereka. Pada dasarnya, pemberdayaan diletakkan pada kekuatan tingkat individu dan sosial (Sipahelut, 2010). Pemberdayaan merujuk pada kemampuan orang, khususnya kelompok rentan dan lemah sehingga mereka memiliki kekuatan atau kemampuan dalam (a) memenuhi kebutuhan dasarnya sehingga mereka memiliki kebebasan (freedom), dalam arti bukan saja bebas dalam mengemukakan pendapat, melainkan bebas dari kelaparan, bebas dari kebodohan, bebas dari kesakitan; (b) menjangkau sumber-sumber produktif yang memungkinkan mereka dapat dan memperoleh meningkatkan barang-barang dan pendapatannya jasa-jasa yang mereka perlukan; dan (c) berpartisipasi dalam proses pembangunan dan keputusan keputusan yang mempengaruhi mereka (Suharto 2005). Jimmu, (2008) menyatakan bahwa pengembangan masyarakat tidak hanya sebatas teori tentang bagaimana mengembangkan daerah pedesaan tetapi memiliki arti yang kemungkinan perkembangan di tingkat masyarakat. Pembangunan masyarakat seharusnya mencerminkan tindakan masyarakat dan kesadaran atas identitas diri. Oleh karena itu, komitmen untuk pengembangan masyarakat harus mengenali keterkaitan antara individu dan masyarakat dimana mereka berada. Masyarakat adalah sebuah fenomena struktural dan bahwa sifat struktural dari kelompok atau masyarakat memiliki efek pada cara orang bertindak, merasa dan berpikir. Tapi ketika kita melihat struktur tersebut, 31 Ar Royyan, Dkk mereka jelas tidak seperti kualitas fisik dari dunia luar. Mereka bergantung pada keteraturan reproduksi sosial, masyarakat yang hanya memiliki efek pada orang-orang sejauh struktur diproduksi dan direproduksi dalam apa yang orang lakukan. Oleh karena itu pengembangan masyarakat memiliki epistemologis logis dan yang dasar dalam kewajiban sosial yang individu memiliki terhadap masyarakat yang mengembangkan bakat mereka. Jimu (2008) menunjukkan bahwa pengembangan masyarakat tidak khususnya masalah ekonomi, teknis atau infrastruktur. Ini adalah masalah pencocokan dukungan eksternal yang ditawarkan oleh agen pembangunan pedesaan dengan karakteristik internal sistem pedesaan itu sendiri. Oleh karena itu, agen pembangunan pedesaan harus belajar untuk ‘menempatkan terakhir terlebih dahulu (Jimu,2008). Secara teori, peran pemerintah pusat dan agen luar lainnya harus menginspirasi inisiatif lokal bahwa hal itu meningkatkan kesejahteraan masyarakat (jimu,2008). Dalam prakteknya, top-down perencanaan dan pelaksanaan proyek-proyek pembangunan harus memberi jalan kepada bottom-up atau partisipasi aktif masyarakat untuk mencapai apa yang disebut ‘pembangunan melalui negosiasi’. Hal ini sesuai Menurut Talcot Parsons (1991), power merupakan sirkulasi dalam subsistem suatu masyarakat, sedangkan power dalam empowerment adalah daya sehingga empowerment dimaksudkan sebagai kekuatan yang berasal dari bawah (Bottom-Up). Shucksmith, (2013) menyatakan pendekatan bottom-up untuk pembangunan pedesaan (didorong dari dalam, atau kadang-kadang Ekonomi Desa 32 disebut endogen) berdasarkan pada asumsi bahwa sumber daya spesifik daerah - alam, manusia dan budaya, memegang kunci untuk perkembangannya. Sedangkan pembangunan pedesaan top-down melihat tantangan utamanya sebagai mengatasi perbedaan pedesaan dan kekhasan melalui promosi keterampilan teknis universal dan modernisasi infrastruktur fisik, bawah ke atas Pengembangan melihat tantangan utama sebagai memanfaatkan selisih melalui memelihara khas lokal kapasitas manusia dan lingkungan itu. Model bottom-up terutama menyangkut mobilisasi sumber daya lokal dan aset. Artinya, masyarakat pembangunan harus dianggap bukan sebagai teori pembangunan, tetapi praktek pembangunan yang menekankan emansipasi dari lembaga yang tidak pantas dan setiap melemahkan situasi yang mengarah pada perias partisipasi, pengembangan masyarakat harus menjadi mekanisme untuk menarik kekuatan kolektif anggota masyarakat tertentu – yang terdiri dari laki-laki dan perempuan, kaya dan miskin, mampu dan cacat, dll – untuk mengubah di wilayah mereka. Konsep pemberdayaan menurut Friedman (1992) dalam hal ini pembangunan alternatif menekankan keutamaan politik melalui otonomi pengambilan keputusan untuk melindungi kepentingan rakyat yang berlandaskan pada sumberdaya pribadi, langsung melalui partisipasi, demokrasi dan pembelajaran sosial melalui pengamatan langsung. Menurut Chambers, (1995) pemberdayaan masyarakat adalah sebuah konsep pembangunan ekonomi yang merangkum nilai-nilai sosial. Konsep ini mencerminkan paradigma baru pembangunan, yakni yang 33 bersifat “people centred, participatory, empowering, Ar Royyan, Dkk and sustainable”. Jika dilihat dari proses operasionalisasinya, maka ide pemberdayaan memiliki dua kecenderungan, antara lain: pertama, kecenderungan primer, yaitu kecenderungan proses yang memberikan atau mengalihkan sebagian kekuasaan, kekuatan, atau kemampuan (power) kepada masyarakat atau individu menjadi lebih berdaya. Proses ini dapat dilengkapi pula dengan upaya membangun asset material guna mendukung pembangunan kemandirian mereka melalui organisasi; dan kedua, kecenderungan sekunder, yaitu kecenderungan yang menekankan pada proses memberikan stimulasi,mendorong atau memotivasi individu agar mempunyai kemampuan atau keberdayaan untuk menentukan apa yang menjadi pilihan hidupnya melalui proses dialog (Sumodiningrat, 2002). Konsep pemberdayaan menekankan bahwa orang memperoleh ketrampilan, pengetahuan, dan kekuasaan yang cukup untuk mempengaruhi kehidupannya dan kehidupan orang lain yang menjadi perhatiannya (Pearson et al, 1994). Pemahaman mengenai konsep pemberdayaan tidak bisa dilepaskan dari pemahaman mengenai siklus pemberdayaan itu sendiri, karena pada hakikatnya pemberdayaan adalah sebuah usaha berkesinambungan untuk menempatkan masyarakat menjadi lebih proaktif dalam menentukan arah kemajuan dalam komunitasnya sendiri. Artinya program pemberdayaan tidak bisa hanya dilakukan dalam satu siklus saja dan berhenti pada suatu tahapan tertentu, akan tetapi harus terus berkesinambungan dan kualitasnya terus meningkat dari satu tahapan ke tahapan berikutnya (Mubarak, 2010). Ekonomi Desa 34 Bersesuaian dengan tujuan pembangunan desa, sebagaimana dituangkan di dalam UU Desa16, adalah meningkatkan kesejahteraan hidup manusia serta penanggulangan kemiskinan melalui penyediaan pemenuhan kebutuhan dasar, pembangunan sarana dan prasarana desa, pengembangan potensi ekonomi lokal dan pemanfaatan sumber daya alam dan lingkungan secara berkelanjutan. Pembangunan desa dilaksanakan kekeluargaan, dengan dan mengedepankan semangat kebersamaan, guna mewujudkan kegotongroyongan pengarusutamaan perdamaian serta keadilan sosial.17 Pelibatan seluruh lapisan masyarakat dalam pembangunan merupakan wujud pengarusutamaan perdamaian dan keadilan sosial. Namun, dalam kenyataannya, hingga saat ini masih banyak warga masyarakat yang belum dapat dijangkau ataupun mengakses pembangunan desa pada berbagai tahapan. Mereka ini adalah kelompok masyarakat yang rentan dan terpinggirkan, di antaranya adalah anakanak, perempuan, warga lanjut usia, dan tentu saja warga berkebutuhan khusus (disabilitas), sehingga dampak pembangunan desa sama sekali tidak dirasakan manfaatnya oleh kelompok-kelompok masyarakat tersebut.18. Dana Desa yang bersumber dari APBN adalah wujud pengakuan negara terhadap kesatuan masyarakat hukum yang berwenang mengatur Buku Bantu Pengelolaan Dana Desa Buku Bantu Pengelolaan Dana Desa 18 Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia Dan Kebudayaan.Buku Bantu Pengelolaan Dana Desa. Tahun 2016. Hlm 20. 16 17 35 Ar Royyan, Dkk & mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa, hak asal- usul dan/atau hak tradisional19 Dana desa diperuntukkan untuk meningkatan ekonomi desa dan Pembangunan perdesaan. Adalah konsep pembangunan yang berbasis perdesaan dengan memperhatikan ciri khas sosial dan budaya masyarakat yang tinggal di kawasan perdesaan. Masyarakat perdesaan pada umumnya masih memiliki dan melestarikan kearifan lokal kawasan perdesaan yang sangat berhubungan dengan karakteristik sosial, budaya dan geografis, struktur demografi, serta kelembagaan desa. Pembangunan perdesaan dilaksanakan dalam rangka intervensi untuk mengurangi tingkat kesenjangan, kemajuan antara wilayah perdesaan dan perkotaan (urban bias). Pembangunan perdesaan diharapkan menjadi solusi bagi perubahan sosial masyarakat desa. Pada awalnya kesatuan masyarakat lokal atau adat (desa, nagari, binua, kampung, gampong, negeri, huta, sosor, marga, lembang, kuwu, pemusungan, yo, paraingu, lumban, dan lain-lain) yang tersebar di penjuru Nusantara mempunyai karakter yang hampir sama. Desa, atau nama lain, adalah kesatuan masyarakat yang tergabung berdasarkan garis keturunan (genealogi) yang mendiami wilayah (teritori) tertentu (http://relawandesa.wordpress.com). Semuanya merupakan organisasi masyarakat lokal yang mempunyai pemerintahan atau kepengurusan Kementerian Keuangan. Dana Desa Untuk Kesejahteraan Desa, Direktorat Perimbangan Keuangan Desa. Tahun 2017, hlm, 13. 19 Ekonomi Desa 36 sendiri (self governing community) yang berdasar pada adat-istiadat setempat.20 Kedudukan dan fungsi desa menggambarkan bahwa desa hanya sebagai komunitas lokal berbasis adat yang tidak mempunyai pemerintah desa seperti yang terjadi pada komunitas-komunitas lokal di kawasan Eropa dan Amerika (Eko,2005). Intinya, komunitas lokal itu memiliki organisasi lokal yang lebih menyerupai asosiasi lokal dari pada institusi pemerintah. Organisasi atau asosiasi lokal itu bukanlah bawahan struktur pemerintah yang lebih tinggi, serta tidak menjalankan tugas-tugas administrasi dan pemerintahan yang diberikan oleh pemerintah, melainkan hanya menjalankan fungsi mengurus urusan-urusan kemasyarakatan yang bersifat lokal dan sukarela. Jika model ini dipilih, maka konsekuensinya desa sebagai institusi pemerintahan lokal (local self government) dihapuskan. Arena desentralisasi dan demokrasi formal tidak lagi berada di desa, melainkan berada di level kabupaten/kota. Urusan administrasi untuk warga bisa dikurangi dan kemudian dipusatkan di level kecamatan. Pemerintah berkewajiban menyediakan layanan publik kepada masyarakat, sekaligus melancarkan pembangunan desa yang masuk ke seluruh pelosok desa. Model ini tampaknya sangat cocok diterapkan bagi masyarakat adat di banyak daerah yang selama ini termasuk gagal memadukan antara adat dan desa. Beberapa daerah seperti Papua dan Nusa Tenggara Timur sejak dulu terjadi dualisme antara desa negara dan 20 Mardeli, I (2015), Kedudukan Desa Dalam Sistem Ketatanegaraan Republik Indonesia. Artikel Tesis UAJY, Yogyakarta. Hal 20. 37 Ar Royyan, Dkk kesatuan masyarakat adat (http://relawandesa.wordpress.com). Pilihannya, pemerintah desa bentukan negara dihapuskan, sedangkan kesatuan masyarakat adat sebagai self governing community direvitalisasi untuk mengelola dirinya sendiri tanpa harus mengurus masalah administrasi pemerintahan dan tidak memperoleh beban tugas dari pemerintah. Model ini tentu akan mengakhiri dualisme antara desa dan adat, sekaligus bisa memperkuat adat sebagai basis komunitas lokal. Model ini persis dengan desa-desa di Jawa yang umumnya sudah lama berkembang sebagai institusi pemerintahan lokal modern yang meninggalkan adat. Modernisasi pemerintahan desa melalui Undangundang Nomor 5 Tahun 1979 relatif “sukses” diterapkan di Jawa. Bahkan Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 merupakan embrio bagi tumbuhnya desa-desa sebagai local self government yang tidak sama sekali meninggalkan spirit self governing community (Eko,2005: 199). Hal tersebut terlihat dengan tradisi pengelolaan pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan yang melekat di desa. Secara inkremental desa-desa di Jawa mulai memupuk kemampuan mengelola pemerintahan dan pembangunan secara baik, sementara arena demokrasi dan civil society juga mulai tumbuh.21 Berkaitan dengan dualisme model tersebut jika dilihat pengertian Desa di dalam Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 pasal 1 angka (1) yang berbunyi bahwa “ Desa adalah desa dan desa adat atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut Desa, adalah kesatuan 21 Mardeli, I (2015), kedudukan desa dalam sistem ketatanegaraan republik indonesia. Artikel tesis UAJY, Yogyakarta. Hal 23 Ekonomi Desa 38 masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia”. Berdasarkan definisi tersebut, Desa dipahami terdiri atas Desa dan Desa adat yang menjalankan dua fungsi yaitu fungsi pemerintahan (local self government) dan mengurus urusan masyarakat setempat sesuai dengan hak asal-usul dan hak tradisional (self governing community). Berkaitan dengan definisi pasal 1 angka (1) tersebut jika dikaitkan dengan dualisme model pertama “ada adat tetapi tidak ada desa” (self governing community) dan kedua, model “ada desa tanpa adat” (local self government) maka Undang- undang Nomor 6 tahun 2014 tidak menganut satupun dari model itu melainkan menggabungkan antara dualisme adat dan desa. Secara historis dan konstitusional, desa adalah organisasi kesatuan masyarakat adat (self governing communitty), bukan organisasi pemerintahan formal yang menjalankan fungsi-fungsi administrasi dari negara (local state government), bukan juga sebagai daerah otonom (local self government). UUD 1945 pada dasarnya memberikan pengakuan dan pembentukan daerah (provinsi dan kabupaten/kota) yang berkedudukan sebagai daerah otonom (local self government) melalui azas desentralisasi, dekonsentrasi dan tugas pembantuan. Ketiga azas ini tidak berlaku bagi kedudukan desa atau sebutan lain. Pasal 18 UUD 1945 menghormati dan mengakui kesatuan masyarakat hukum adat, termasuk desa, beserta hak-hak asal-usulnya sepanjang masih ada. Konsep ini 39 Ar Royyan, Dkk berarti negara memberikan penghormatan dan pengakuan terhadap desa atau sebutan-sebutan lain.22 Sebenarnya menarik kembali desa menjadi self governing community adalah kemunduruan sehingga tidak mungkin untuk dilakukan, sementara untuk membawa desa maju ke depan menjadi desa otonom atau daerah otonom tingkat III merupakan solusi yang berlebihan dan bertentangan dengan konstitusi. Pilihan solusi yang relevan adalah menyempurnakan dual positions desa, yang menempatkan secara tegas desa sebagai organisasi pemerintahan. Artinya bahwa desa bukan berada dalam subsistem pemerintahan kabupaten/kota, tetapi berada dalam wilayah kabupaten/kota, sebagaimana kabupaten/kota berada dalam wilayah provinsi, dan provinsi berada dalam wilayah NKRI. Kedudukan desa tetap berada dalam hirarkhi pusat, provinsi dan kabupaten, tetapi desa sebagai entitas berada di luar sistem pemerintahan kabupaten/kota, sehingga desa juga mempunyai otonomi. Hubungan antara kabupaten/kota dengan desa serupa dengan hubungan antara provinsi dengan kabupaten/kota. Kedudukan desa tidak lagi menjadi organisasi masyarakat (self governing community) tetapi sebagai organisasi pemerintahan. Desa tentu menjadi subyek hukum yang otonom, yang menjalankan tiga fungsi utama: public regulations, public goods dan empowerment. Konsep “bawah” berarti desa merupakan pemerintahan yang berada dalam hirarkhi paling bawah, yang memperoleh pembinaan dan pengawasan oleh pemerintah, provinsi dan kabupaten/kota. Konsep “dekat” berarti desa menyelenggarakan 22 Ibid, hal 23 Ekonomi Desa 40 pemerintahan dan pembangunan yang berhubungan secara langsung dengan masyarakat, sekaligus menyesuaikan diri dengan kondisi sosialbudaya setempat. Dengan demikian, sistem pemerintahan desa tetap mengadopsi sistem dan nilai-nilai self governing community.23 C. Kebijakan Pengelolaan dan Pemanfaatan Dana Desa Dana desa sangat membantu pemerintah desa untuk mewujudkan kebijakan dan pembangunan infrastruktur serta dapat mensejahterakan masyarakat desa yang masih jauh dari kata sejahtera bagi pemerintah pusat. Masyarakat desa secara khusus perlu diberikan perhatian khusus, terutama pada masalah-masalah yang menghambat proses perubahan masyarakat desa dalam pembangunan nasional. Adanya dana desa bisa memberi harapan yang terbuka bagi masyarakat untuk mengembangkan dan memajukan desa, terutama dalam bidang ekonomi berbasis masyarakat. Dimana dengan adanya dana desa masyarakat bisa bertahan hidup dengan mengikuti perkembangan zaman terutama dalam hal ekonomi berbasis masyarakat. Pemanfaatan dana desa untuk pembangunan dan perkembangan desa dapat didukung oleh beberapa faktor. Ada beberapa faktor-faktor yang dapat mempengaruhi tingkat dan arah perkembangan desa adalah faktor lokasi, fasilitas daerah dan infrastruktur diantaranya jalan penghubung. Dengan adanya dana desa maka faktor-faktor yang bisa mempengaruhi perkembangan desa setidaknya bisa diminimalisir, sehingga perkembangan desa bisa berjalan sesuai dengan rencana atau 23 Ibid, hal 24 41 Ar Royyan, Dkk berkembang dengan baik. Sebelum adanya dana desa, perubahanperubahan yang ada di dalam masyarakat sangat lambat terutama yang disebabkan oleh pendapatan rendah, pendidikan kurang memadai, dan juga status pekerjaan yang jauh dibatas normal. Setelah adanya pendayagunaan dana desa, prioritas tersebut menggutamakan untuk mendanai program atau kegiatan bidang pelaksanaan pembangunan desa dan pemberdayaan masyarakat desa. Hal ini telah diatur dalam Permendes yang mana “Dana desa diprioritaskan untuk membiayai pelaksanaan program dan kegiatan berskala lokal desa dibidang Pembangunan Desa dan Pemberdayaan Masyarakat Desa”. Bahwasanya pada tahun 2015 setelah adanya dana desa, jumlah penduduk usia 18-56 tahun yang bekerja tidak tentu kini menjadi 523 orang saja dibanding tahun sebelumnya sebanyak 4978 orang, dengan kata lain penduduk yang bekerja tidak tentu turun drastis sebesar 89% atau berkurang 4.455 orang. Bukti kedua, jumlah keluarga prasejahtera yang awalnya sbanyak 3271 keluarga, setelah adanya dana desa turun menjadi 1338 keluarga saja. Dana desa yang dimanfaatkan oleh Pemerintah Desa dengan baik maka akan sangat efektif untuk pembangunan desa, terutama dalam hal pengentasan kemiskinan dan pengembangan masyarakat. Prioritas penggunaan Dana Desa didasarkan pada prinsip-prinsip: pertama, keadilan, dengan menggutamakan hak atau kepentingan seluruh warga desa tanpa membeda-bedakan. Kedua, kebutuhan prioritas, dengan mendahulukan kepentingan desa yang lebih mendesak. Ketiga, tipologi desa, dengan mempertimbangkan keadaan dan kenyataan karakteristik Ekonomi Desa 42 geografis, sosiologis, antropologis, ekonomi dan ekologi desa yang khas, serta perubahan atau perkembangan kemajuan desa.24 Perwujudan dari tujuan asas, maka impimentasinya harus dijalankan melalui program Meningkatkan kesejahteraan, Pemerataan Pembangunan Desa, Peningkatan pelayanan publik, Memajukan perekonomian desa, Mengatasi kesenjangan pembangunan antar desa, Memperkuat masyarakat desa sebagai subjek dari pembangunan. Dalam meingkatkan kesejahteraan dan pemerataan pembangunan desa dapat dilihat melalui tujuan sebagai berikut: a. Peningkatan pelayanan publik di desa. b. Memajukan perekonomian desa c. Mengatasi kesenjangan pembangunan antar desa d. Memperkuat masyarakat desa sebagai subjek dari pembangunan. Oleh karena itu pemerintah melalui aturan perundang-undangan mengarahkan pemanfaatan dana desa yang diarahkan kedalam beberapa prioritas pengunaannya. Seperti peraturan pemerintah Nomor 60 Tahun 2014 tentang dana desa yang bersumber dari APBN dan dijelaskan dalam pasal 19 ayat 2: dana desa sebagaimana yang dimaksud pada ayat 1 diprioritaskan untuk membiayai pembangunan dan pemberdayaan masyarakat. Pasal 20 penggunaan dana desa mengacu pada RPJM dan RKP Desa. Kemudian Permendes PDTT Nomor 5 Tahun 2015 tentang penetapam prioritas penggunaan dana desa tahun 2015, menjelaskan 24 Atmojo, dkk (2017), Efektivitas dana desa untuk pengembangan potensi ekonomi berbasis partisipasi masyarakat di Desa Bangunjiwo. Jurnal ARIST Sosial Politik Humaniora, hal 132. 43 Ar Royyan, Dkk dalam pasal 2, dana desa yang bersumber dari APBN digunakan untuk mendanai pelaksanaan kewenagan bedasarkan hak asal usul dan kewenagan lokal berskala desa yang diatur dan di urus desa. pasal dana desa diprioritaskan untuk membiayai belanja pembangunan dan pemberdayaan masyarakat desa. Dalam peneliannya dan monitoring ada tiga indikator untuk melihat efektivitas penggunaan dana desa. Pertama, meningkatkan ekonomi desa, yaitu berkonstribusi terhadap penyerapan tenaga kerja di desa melalui pelaksanaan padat karya tunai (PKT), berkonstribusi terhadap kegiatan ekonomi ditingkat desa seperti adanya BUMDes, berkonstribusi terhadap penurunan angka kemiskinan di desa, dan terakhir menyediakan sarana dan prasarana ekonomi desa. Kedua, Meningkatkan partisipasi masyarakat desa, seperti meningkatkan keterlibatan masyarakat miskin, perempuan, penyandang disabilitas dalam penyusunan RPJMDes, RKPDes dan APBDes, dan semakin terbuka ruang masyarakat miskin, perempuan dan penyandang disabilitas dalam mengawasi pembangunan desa. Ketiga, Meningkatkan kapasitas dan kapabilitas masyarakat desa, seperti meningkatkan jumlah tenaga terampil pengelola kegiatan pembangunan di desa, Meningkatkan akses dan layanan dasar (pendidikan dan kesehatan), dan meningkatkan indeks pembangunan manusia (IPM) di desa. Ekonomi Desa 44 Gambar 3. Indikator Efektifitas Penggunaan Dana Desa Demikian indikator penggunaan dana desa berkonstribusi kedalam peningkatan pemberdayaan ekonomi desa melalui pengaktifan dan pengembangan unit bisnis BUMDesa, maka dengan adanya unit bisnis desa akan memperoleh pendapatan asli desa (PADes). Pendapatan Asli Desa dapat digunakan oleh desa kembali untuk mengembangkan bisnis desa dan juga peembangunan di desa, sebabnya dengan ada penambahan pendapatan desa akan menjadi sejahtera dan mandiri. 45 Ar Royyan, Dkk BAB III PEMBAGUNAN DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DESA A. Implementasi Dana Desa Dalam Pemberdayaan Ekonomi Implementasi kebijakan dana desa diharapkan dapat bermanfaat bagi desa yang ada di seluruh Indonesia, sesuai dengan tipologi desa salah satunya ialah meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa. ada tiga faktor yang mempengaruhi keberhasilan implementasi program alokasi dana desa, Pertama sumber daya manusia, Kedua, sosialisasi penyaluran dana, Ketiga pelaksanaan koordinasi (Agustino,2006). Dalam hal ini peran dan manfaat alokasi dana desa dan alokasi dana desa yakni peningkatan ekonomi, pendidikan, akses sebagai warga dan hubunganhubungan yang menghasilkan perilaku politik. Suparman (2014), menyebutkan pada dasarnya ADD merupakan alat untuk mempercepat proses pemberdayaan masyarakat desa agar dapat menyelesaikan berbagai masalah yang sebenarnya bisa mereka pecahkan sendiri di wilayahnya. Dengan adanya ADD masyarakat desa dapatbelajar menangani kegiatan pembangunan secara swakelola dan akhirnya merekasemakin percaya diri untuk mandiri membangun desanya. Untuk itu sudah seharusnya seluruh kegiatan yang didanai oleh ADD direncanakan, dilaksanakan dan dievaluasi secara terbuka dan diketahui oleh warga secara luas sehingga dana yang diturunkanakan mempunyai nilai guna dan bermanfaat bagi warga. Sementara beberapa desa di Indonesia Ekonomi Desa 46 dalam penyusunan program pembangunan yang diusul oleh desa dengan ber-koordinasi dengan pihak kecamatan dan pendamping desa, program yang disusun dalam anggaran pendapatan dan belanja desa (APBDes) masih diarahkan kepada pembangunan infrastruktur sejak tahun 2015 hingga tahun 2017, alasannya pembangunan infrastruktur yang bertahap ini sudah menjadi target pemerintah supaya desa lebih maksimal dalam melayani masyarakat. Pencairan dana desa dan alokasi dana desa sangat berpengaruh pada penyusunan APBDes yang diusulkan oleh masing-masing desa dan hal ini disesuaikan dengan peraturan bupati/walikota. Kemudian dalam penyusunan APBDes ada dua sumber dana yang terdapat untuk membiayai pembangunan, pertama sumber dana dari pemerintah pusat yang disalurkan kepada desa berupa alokasi dana desa. transfer dana desa dari pemerintah sebesar 10% setelah dikurangi DAU dan DBH dengan memperhatikan formula yang telah ditentukan. Kedua, dana desa berasal dari bagian dana perimbangan yang diterima kabupaten/kota setelah dikurangi DAK (Dana Alokasi Khusus). Dana yang berasal dari sharing kabupaten/kota ini yang dimaksud sebagai alokasi dana desa. Alokasi dana desa ini bertujuan untuk mendorong pelaksanaan pelayanan masyarakat di desa secara maksimal, dan diperuntukkan untuk operasional perangkat. Darmiasih, dkk (2015) menyebutkan secara umum sasaran alokasi dana desa adalah pemberdayaan alokasi dana desa adalah pemberdayaan masyarakat sebesar 70% dan biaya operasional pemerintah desa dan badan pemusyawaratan desa sebesar 30%. Selanjutnya mekanisme penyalurandan penggunaan dana desa dan ADD 47 Ar Royyan, Dkk melalui proses yang telah di atur dalam undang-undang atau Perbup/perwil. Pada awalnya desa merancang program yang akan diadakan dengan mengadakan rapat oleh badan pemusyawaratan desa (BPD). Kemudian dalam perencanaan alokasi dana desa dengan menjaring aspirasi melalui Peninjuan keadaan desa (PKD) dari masyarakat dan kebutuhan masyarakat melalui Musrenbangdes dan meingkatkan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan keuangan desa. Dalam Musyawarah diselenggarakan oleh Badan Permusyawaratan desa (BPD) dan dihadiri oleh aparat desa mulai dari Kepala Desa, sekretaris desa, Kepala Urusan desa, Bendahara desa, LPMD, juga dari perwakilan tokoh masyarakat, perwakilan perempuan, pemuka agama, masyarakat marginal, kepala dusun, dan unsur Desa lainnya. Setelah membahas program yang direncanakan kemudian dibahas dalam draf RKPDes (Rencana Kegiatan Pembangunan Desa) dan APBDes sesuai dengan hak asal usul dan kewenangan desa. perencanaan yang dilakukan di desa dapat diusulkan dalam musyawarah pembangunan desa sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Namun dalam hal ini kecamatan juga memiliki wewenang untuk memeriksa draft usulan APBDes dari setiap desa sesuai aturan yang berlaku. Dikarenakan walaupun desa memiliki kewenangan mengelola dana namun proses supervisi (pengawasan) tetap dilakukan oleh pemerintah di atasnya, baik pemerintahan di tingkat kemacamatan maupun dinas yang ada di kabupaten. Dikarenakan jumlah rasio dana desa akan semakin meningkat oleh karena itu diperlukan pendampingan bagi desa supaya lebih efektif dan efisien dalam pembangunan desa dan melayani masyarakat. Saat ini Ekonomi Desa 48 hasil survei yang diperoleh setiap kecaman memiliki rasio pendamping yang minim, satu orang pendamping desa bertugas mendampingi 3 sampai 4 desa dalam satu kecamatan mengawasi dan mengontrol pembangunan desa. Pengelolaan alokasi dana desa bersifat swakelola, pelaksanaan dana desa dilakukan melalui dua cara yaitu pertama swakelola, yaitu dengan menbggunakan tenaga kerja masyarakat desa setempat sehingga penghasilan dan peningkatan daya beli tetap terjaga. Kedua mendorong kegiatan masyarakat yang produktif secara ekonomi.25 Survei yang dilakukan menunjukkan bahwa peran dan partisipasi masyarakat sangat menentukan pembangunan dan pemberdayaan ekonomi desa, dengan memanfaatkan potensi yang ada di desa. Seharusnya dengan semakin besarnya potensi yang dimiliki oleh desa. Sementara itu fokus pemberdayaan dalam pengelolaan dana desa salah satunya ialah meningkatkan pemberdayaan ekonomi lainnya yang sesuai dengan kebutuhan desa yang ditetapkan dalam musyawarah desa. seperti peningkatan investasi melalui pengadaan alat-alat produksi, pemodalan dan peningkatan kapasitas melalui magang dan pelatihan. Melalui program ini, maka menambah dan meningkatkan asset desa dan juga potensi yang dimiliki oleh desa. Namun dalam pengelolaan potensi desa tidak semua desa mampu memanfaatkan pengelolaannya secara maksimal. Masing-masing desa masih terdapat hambatan dan tantangan. Sedangkan potensi yang dimiliki begitu besar. Seperti adanya industri pertambangan, pertokoan, area persawahan dan perkebunan 25 Aziz, N.L.L. (2016). The village Autonomy An The Effectiveness Of Village Fund. Jurnal Penelitian Politik. Vol 13. No 2. Hal 193-211. 49 Ar Royyan, Dkk seperti karet, sawit dan coklat yang menjadi mata pencaharian masyarakat desa memiliki potensi utama dari perkebunan, palawija dan industri rumahan. Sedangkan desa lainnya memiliki potensi sumber daya alam yang luas pada persawahaan dan perkebunan. Hambatan dalam pemanfaatan dana desa untuk pengembangan potensi desa dapat kita analisa antara lain,Pertama kapasitas dan kapabilitas sumber daya manusia yang masih minimal atau rendah. Pada proses penyaluran dan penggunaan alokasi dana desa pada sering mengalami keterlambatan pencairan di setiap kabupaten hal ini salah satunya disebabkan lambatnya laporan realisasi akhir tahun yang dikerjakan oleh pemerintah desa yang diserahkan kepada pemerintah Kabupaten/Pusat sebagai syarat pencairan dana desa tahun selanjutnya. Selain itu juga sering lambatnya penetapan anggaran oleh pemerintah kabupaten dalam perbup dan sosialisasi perbup/perwali kepada desadesa yang menjadi hak kewengan desa yang dilimpahkan dari kabupaten/kota. Kedua, Partisipatif masyarakat, pada dasarnya masyarakat berpartisipasi dalam pembangunan desa dan juga pemberdayaan kapasitas di desa-desa, namun kendala yang dihadapi, masyarakat belum mendapat informasi yang lengkap atau sosialisasi mengenai penggunaan dan pengelolaan dana desa di desa. Hal ini disebabkan tidak ada perhatian serius pemerintah kabupaten, kecamatan dan juga desa dalam mengadakan sosialiasi atau pemberian informasi yang transpantif kepada masyarakat desa. Hal serupa juga di ungkapkan oleh Aziz (2016) dan Darmiasih,dkk (2015), masih rendahnya sumber daya aparat pemerintahan desa secara kualitas maupun kuantitas disebabkan Ekonomi Desa 50 rendahnya latar belakang pendidikan. Kemudian kurangnya sosialisai dari aparat desa terkait dengan penyaluran dana desa, sehingga masih anyak masyarakat desa tidak megetahui program ADD yang dirancang oleh desa. Terakhir Ketiga, terlambatnya pencairan anggaran alokasi dana desa, sehingga menyebabkan keterlambatan pula dalam pembangunan proyek atau menjalakan program yang telah direncanakan oleh desa. Selanjutnya keterlambatan pada pencairan alokasi dana desa dari kabupaten berdampak kepada TPK (Tim Pelaksana Kegiatan) dan juga aparat desa dalam menerima insentif/jerih. Keterlambatan ini pula disebabkan karena terlambatnya laporan pertanggungjawaban yang disiapkan oleh masing-masing desa. observasi penulis pada pelaksanaan dan pengelolaan alokasi dana desa dalam 3 tahun terakhir belum begitu efektif dan maksimal untuk mengelola potensi desa dalam potensi sumber daya alam. Akan tetapi pengelolaannya lebih diarahkan kepada pembangunan dan potensi fisik pada desa seperti pembangunan infrastruktur kantor desa, pengaspalan lorong, renovasi masjid, disebabkan program yang dirancang oleh desa harus disesuaikan dengan Perbup/perwali di Kabupaten/kota dan juga menjadi perhatian pemerintah dalam pengutamaan pembangunan infrastruktur supaya dapat memaksimalkan pelayanan kepada masyarakat. B. BUMDes dan Kesejahteraan Masyarakat Desa Dalam UU Nomor 32 tahun 2004 dan PP Nomor 72 tahun 2005 diamanatkan bahwa dalam meningkatkan pendapatan masyarakat dan desa, pemerintah desa dapat mendirikan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) sesuai dengan kebutuhan dan potensi desa. Dalam hal 51 Ar Royyan, Dkk perencanaan dan pembentukannya, BUMDes dibangun atas prakarsa (inisiasi masyarakat), serta mendasarkan pada prinsip-prinsip kooperatif, partisipatif dan emansipatif, dengan dua prinsip yang mendasari, yaitu member base dan self help. Hal ini penting mengingat bahwa profesionalime pengelolaan BUMDes benar-benar didasarkan pada kemauan (kesepakatan) masyarakat banyak (member base), serta kemampuan setiap anggota untuk mandiri dalam memenuhi kebutuhan dasarnya (self help), baik untuk kepentingan produksi (sebagai produsen) maupun konsumsi (sebagai konsumen) harus dilakukan secara professional dan mandiri.26 Seperti yang telah dikemukakan diatas bahwa berdirinya Badan Usaha Milik desa ini karena sudah diamanatkan bahwa dalam meningkatkan pendapatan masyarakat dan desa, pemerintah desa dapat mendirikan badan usaha milik desa. Pilar lembaga BUMDes ini merupakan institusi sosial ekonomi desa yang betul-betul mampu sebagai lembaga komersial yang mampu berkompetisi ke luar desa. BUMDes sebagai institusi ekonomi rakyat lembaga komersial, pertama-tama berpihak kepada pemenuhan kebutuhan (produktif maupun konsumtif) masyarakat adalah melalui pelayanan distribusi penyediaan barang dan jasa. Hal ini diwujudkan dalam pengadaan kebutuhan masyarakat yang tidak memberatkan (seperti:harga lebih murah dan mudah mendapatkannya) dan menguntungkan. Dalam hal ini, BUMDes sebagai 26 Ramadana, C.B., Ribawanto, H. dan Suwondo, Keberadaan Badan Usaha Milik Desa (Bumdes) Sebagai Penguatan Ekonomi Desa (Studi Di Desa Landungsari, Kecamatan Dau, Kabupaten Malang) . Jurnal Administrasi Publik (JAP), Vol. 1, No. 6, Hal. 10681076. Ekonomi Desa 52 institusi Komersiil, tetap memperhatikan efisiensi serta efektifitas dalam kegiatan sektor riil dan lembaga keuangan (berlaku sebagai LKM).27 Badan usaha milik desa ini usaha desa yang dibentuk/didirikan oleh pemerintah desa yang kepemilikan modal dan pengelolaan-nya dilakukan oleh pemerintah desa dan masyarakat. Pembentukan badan usaha milik desa ini juga berdasarkan pada Permendagri nomor 39 tahun 2010 pada bab II tentang pembentukan badan usaha milik desa. Pembentukan ini berasal dari pemerintah kabupaten/kota dengan menetapkan peraturan daerah tentang pedoman tata cara pembentukan dan pengelolaan bumdes. Selanjutnya pemerintah desa membentuk bumdes dengan peraturan desa yang berpedoman pada peraturan daerah. BUMDes ini diharapkan juga mampu menstimulasi dan menggerakkan roda perekonomian di pedesaan. Aset ekonomi yang ada di desa harus dikelola sepenuhnya oleh masyarakat desa. Substansi dan filosofi BUMDes harus dijiwai dengan semangat kebersamaan dan self help sebagai upaya memperkuat aspek ekonomi kelembagaannya. Pada tahap ini, BUMDes akan bergerak seirama dengan upaya meningkatkan sumber-sumber pendapatan asli desa, menggerakkan kegiatan ekonomi masyarakat di mana peran BUMDes sebagai institusi payung dalam menaungi. Upaya ini juga penting dalam kerangka mengurangi peran freerider yang seringkali meningkatkan biaya transaksi dalam kegiatan ekonomi masyarakat melalui praktek rente.28 27 Ibid, hlm 1072. 28 Nurcholis, H. (2011) Pertumbuhan dan Penyelenggaraan Pemeritahan Desa. Jakarta, Erlangga. 53 Ar Royyan, Dkk Melihat posisi badan usaha milik desa ini dalam menghadapi desakan investasi modal dari asing yang kini menjadikan desa sebagai sasaran pengembangan usaha sangat keras sekali, disamping itu badan usaha milik desa ini hanya bermodal tak seberapa jika dibandingkan dengan swasta bermodal besar maka posisi badan usaha milik desa ini tak dapat dibandingkan. Dengan sumberdaya alam yang dimiliki oleh desa, hal ini sangat rawan sekali terjadi intervensi modal dan pasar di pedesaan. Kehadiran badan usaha milik desa ini sendiri akan menjadi penangkal bagi kekuatan korporasi asing dan nasional. Diharapkan badan usaha milik desa ini mampu menggerakkan dinamika ekonomi desa, dan sebagai perusahaan desa29. Namun dalam operasionalnya BUMDes terkendala oleh modal. Melihat kondisi desa yang selama ini sangat minim anggaran maka sulit untuk merealisasikan produk-produk rencana desa sekaligus juga makin meningkatkan apatisme masyarakat. Badan Usaha Milik Desa ini awalnya dapat meminjamkan biaya kepada masyarakat desanya yang ingin mempunyai usaha. Karena memang awal berdirinya Badan Usaha Milik Desa ini mendapatkan sumbangan dari pemerintah daerah kabupaten/kota. Seiring berjalannya waktu, modal yang dimiliki semakin merosot, bahkan partisipasi masyarakat untuk meminjam dana usaha ke Badan Usaha Milik Desa ini juga semakin berkurang. Akan tetapi, masih beberapa orang saja yang mempercayakan kepada Badan ini. Seperti yang telah diketahumemang desa sangatlah minim anggaran. Keberadaan BUMDes 29 Ramadana, C.B., Ribawanto, H. dan Suwondo, Keberadaan Badan Usaha Milik Desa (Bumdes) Sebagai Penguatan Ekonomi Desa (Studi Di Desa Landungsari, Kecamatan Dau, Kabupaten Malang) . Jurnal Administrasi Publik (JAP), Vol. 1, No. 6, Hal. 1072. Ekonomi Desa 54 desa diharapkan dapat mendukung munculnya kembali demokrasi sosial didesa melalui peningkatan kapasitas masyarakat desa tentang pengelolaan BUMDes secara berkelanjutan, dan partisipasi masyarakat desa terhadap BUMDes juga tidak lagi berkurang. Di sisi lain, pemerintah desa juga mampu berpola kreatif dan inovatif dalam mendominasi kegiatan ekonomi desa melalui kepemilikan BUMDes sehingga dapat membangun perekonomian daerah yang dibutuhkan untuk menciptakan lapangan pekerjaan baru, menghasilkan barang dan jasa substitusi daerah, meningkatkan perdagangan antarpemerintah daerah dan memberikan layanan yang optimal bagi konsumen. Selanjutnya, BUMDes dapat berdiri dengan tujuan sebagai agen pembangunan daerah dan menjadi pendorong terciptanya sektor korporasi di pedesaan tetapi dengan biaya produksi dan pengelolaan tidak terlalu tinggi.30 Dari data di atas menunjukkan percepatan pembangunan desa yang diharapkan belum begitu berdampak besar bagi masyarakat baik secara ekonomi, dalam peningkatan kesejahteraan masyarakat desa. Namun perlu kita apresiasi bahwa tidak semua penggunaan dana desa tidak bermanfaat. Jelas bahwa semenjak dua tahun terakhir pemerintah menargetkan pembangunan desa dalam bentuk fisik atau infrastruktur tujuannya ialah tidak lain untuk peningkatan akses layanan bagi masyarakat desa, dengan tersedianya kantor desa masyarakat akan lebih mudah memperoleh informasi dan penyelesaian persoalan yang dialami masyarakat. Disamping itu perlu diingat bahwa dana desa dapat 30 Ibid, hlm 1703 55 Ar Royyan, Dkk dimanfaatkan untuk meningkatkan pemberdayaan mayasarakat guna menciptakan masyarakat yang kuat dan mandiri secara ekonomi31. Perlu peran pemerintah desa yang sangat besar tentunya dalam pemberdayaan masyarakat, dan juga partisipasi masyarakat itu sendiri dalam mendukung program dan kegiatan desa, menurut Peraturan Pemerintah nomor 43 tahun 2014 tentang peraturan pelaksanaan UU nomor 6 Tahun 2014 dan PP nomor 47 tahun 2015 tentang perubahan atas PP nomor 43 tahun 2014 desa dapat mengelola dana desa melalui pembentukan badan Usaha milik desa (BUMDes). Maka melalui BUMDes tentunya pemerintah desa dapat memanfaatkan dana desa dengan penambahan modal bagi BUMDes dan pengelolaan aset desa yang mengarah kepada pemberdayaan masyarakat. Pemerintah pada tahun 2017 menargetkan penggunaan dana desa ke arah pemberdayaan masyarakat, tentunya dengan memaksimalkan operasional dan fungsi BUMDes setiap desa. Bayangkan ini tidak mustahil dilakukan, dengan melihat begitu besar potensi desa yang kita miliki. Hampir setiap desa memiliki sumber daya alam yang melimpah mulai dari pertanian, perkebunan, industri kecil, dan usaha rumahan, hal ini dapat di manfaatkan oleh desa dengan mengelola potensi dengan membentuk koperasi atau lembaga swadaya masyarakat ataupun usaha-usaha kecil seperti penyewaan dan pengelolaan aset desa.32 31 Ramly, A. (2017). Akselerasi Dana Desa, Opini serambinews http://aceh.tribunnews.com/2017/09/12/akselerasi-dana-desa, Diakses, Jumat 6 Juli 2018. 32 Ibid, http://aceh.tribunnews.com/2017/09/12/akselerasi-dana-desa, Diakses, Jumat 6 Juli 2018. Ekonomi Desa 56 Demikian perlu perhatian dan kerja keras dari pemerintah desa untuk mengaktifkan BUMDes dan juga partisipasi masyarakat. Buktinya tidak semua desa di seluruh wilayah saat ini mempunyai BUMDes dan mampu mengelola aset dan potensi desa yang di miliki. Bukan tidak ada tantangan untuk mampu mengenjot potensi desa dan mengelola dana desa yang cukup besar. Hal yang utama pemerintah desa selaku pemegang otonomi pemerintahan dalam mengelola sektoral desa harus mampu memliki sumber daya manusia yang kuat dan mampu, bahkan setiap daerah saat ini terkendala dengan sumberdaya yang berkualitas, selain itu kepercayaan (trust) masyarakat yang harus dikelola sangat baik oleh pemerintah desa, setidaknya melakukan transparansi pengelolaan dana desa saat ini menjadi hal penting bagi desa, supaya masyarakat desa berpartisipasi aktif dan kolektif dalam membangun desa. Selain itu pemerintah kabupaten/kota juga turut aktif tidak hanya dalam monev (monitoring dan evaluasi) dan pengawasan bagi desa, juga dalam memberikan edukasi bagi aparat desa melaui program sosialisasi, seminar, bimtek, workshop, dll. Supaya penguatan kelembagaan desa dan ekonomi desa terdongkrak, hal ini di rasa masih sangat minim dilakukan. Dengan demikian apabila ada kerjasama antar sektor dalam peningkatan dan pemberdayaan masyarakat, maka tidak tertutup kemungkinan akselerasi atau percepatan pemanfaatan dana desa dan alokasi dana desa sangat memberi dampak yang positif demi terwujudnya masyarakat sejahtera dan makmur33 33 Ibid, http://aceh.tribunnews.com/2017/09/12/akselerasi-dana-desa, Diakses, Jumat 6 Juli 2018. 57 Ar Royyan, Dkk Seperti yang disajikan dalam bagan dibawah, modal awal pendirian BUM Desa akan berasal dari APB Desa. Sedangkan modal penyertaan usaha BUM Desa (selain bagi unit usaha yang berbentuk Lembaga Keuangan Mikro) akan berasal dari hibah, sumbangan, kerjasama usaha dan penyerahan aset desa yang disalurkan melalui mekanisme APB Desa. Hibah dan/atau kerjasama usaha dapat diperoleh dari pihak Swasta, Lembaga Sosial Ekonomi Kemasyarakatan/Lembaga Donor. Sedangkan sumbangan dapat diperoleh dari Pemerintah Pusat, Provinsi, Kabupaten/Kota; dan aset desa yang diserahkan. Hibah, sumbangan dan penyerahan aset desa akan memberikan modal usaha bagi BUM Desa tanpa penyertaan kepemilikan. Penyertaan kepemilikan mungkin terjadi pada skema kerjasama usaha yang berbentuk Perseroan Terbatas pada tingkat unit usaha di bawah BUMDesa (bukan penyertaan kepemilikan pada tingkatan BUMDes). Definisi penyertaan modal Desa yang berasal dari kerjasama usaha masih menyisakan keraguan terkait dengan frasa “kerjasama usaha yang dipastikan sebagai kekayaan kolektif Desa dan disalurkan melalui mekanisme APB Desa” pada Pasal 18 ayat 1 huruf c Permendes 4/2015, yang berbeda makna dari Pasal 14 – 15 Permendagri 39/2010. Modal usaha BUMDesa yang berasal dari penyertaan modal masyarakat Desa yang berupa tabungan/simpanan masyarakat akan menopang unit usaha BUMDesa yang memiliki jenis usaha bisnis keuangan mikro dan berbadan hukum Lembaga Keuangan Mikro dengan andil BUMDesa sebesar 60%. Kecuali untuk bentuk hukum Lembaga Keuangan Mikro, tidak terdapat skema penyertaan modal masyarakat Desa secara langsung pada BUMDesa dan unit usaha Perseroan Ekonomi Desa 58 Terbatas yang dimilikinya, walaupun masyarakat Desa secara perorangan maupun secara berkelompok dapat saja masuk ke kategori Pihak Swasta. Kepemilikan masyarakat Desa atas BUM Desa bukan didasarkan pada penyertaan modal, melainkan melalui pelibatan penuh masyarakat Desa dalam tahap pendirian dan pemantauan pengelolaan BUM Desa melalui organ Musyawarah Desa dan keterwakilan masyarakat Desa di organ Badan Permusyawaratan Desa.34 Penyertaan Modal BUMDes Badan Usaha Milik Desa Unit Usaha Unit usaha Tidak terdapat pen yertaan kepemilikan pihak ketiga, dapat hanya berbentuk unit usaha tanpa badan hukum Unit usaha Bentuk perseroan Terdapat penyertaan modal terbatas pihak ketiga (terutama pihak swasta) pada tingkat unit usaha Termporer Hibah pihak ketiga, sumbangan pemerintah, Penyerahan Aset Daerah Permanen Kerjasama Usaha Penyertaan Modal Desa Anonim, Pendekatan Utuh Penguatan Kelembagaan Ekonomi Desa, Penabulu Alliance, 2016, 34 59 Ar Royyan, Dkk Sejalan dengan tidak adanya penyertaan modal masyarakat Desa secara langsung pada BUMDesa, maka juga tidak terdapat pembagian keuntungan, hasil usaha ataupun manfaat ekonomi secara langsung bagi masyarakat Desa. Masyarakat Desa akan mendapatkan manfaat ekonomi secara tidak langsung dari operasionalisasi BUMDesa. Rantai manfaat ekonomi yang dapat diperoleh dari pendirian BUM Desa di atas, jelas terlihat betapa strategis peran BUM Desa sebagai salah satu intervensi utama Pemerintah Desa dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat Desa melalui perbaikan pelayanan umum, pertumbuhan dan pemerataan ekonomi Desa. Menyertai dukungan APBN bagi pembangunan Desa melalui Dana Desa, BUM Desa merupakan format intervensi pelengkap yang memberikan kemungkinan bagi Pemerintah Desa untuk aktif mengembangkan perekonomian lokal secara kolektif berbasis potensi dan kekuatan yang dimiliki masing-masing Desa. Konsep perekonomian Indonesia tidak dapat hanya ditopang oleh peran aktif pe begitu juga pada tingkatan pengembangan ekonomi Desa. Untuk menjamin tenya demokrasi ekonomi, kemakmuran masyarakatlah yang diutamakan, bukaorang-seorang dan perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar akekeluargaan. Pengembangan ekonomi Desa tidak dapat hanya dilandaskan pada penempatan modal/kapital semata. Produksi yang berbasis sumber daya lwajib dikerjakan oleh semua dan untuk semua di bawah kepemilikan anggot masyarakat. BUMDes hadir mewakili kepentingan Pemerintah Desa sebagai upaya peningklayanan umum bagi masyarakat, pemanfaatan aset desa, pemberian dukungan produksi masyarakat. Kelembagaan BUM Desa tidak didirikan untuk melakukan akekonomi produktif utama dalam Ekonomi Desa 60 pemanfaatan sumber daya alam lokal. Batasan peran tersebut tampak dari arahan klasifikasi jenis usaha BUM Desa sebagai berikut: Tabel di atas kembali menunjukkan bahwa BUM Desa, selain ditujukan bagi peningkatan layanan umum dan optimalisasi aset Desa, akan berperan untuk mendukung, memfasilitasi dan mengkoordinasikan upaya-upaya ekonomi produktif masyarakat Desa. BUM Desa dapat menjadi induk kegiatan ekowisata desa, atau mendirikan pabrik es yang sangat dibutuhkan oleh para nelayan tangkap, atau penyediaan sarana produksi dan pabrik pengolahan hasil pertanian setempat. BUM Desa juga berperan penting dalam penyediaan pinjaman modal usaha skala kecil 61 Ar Royyan, Dkk bagi usaha produktif masyarakat Desa. Produksi berbasis pemanfaatan Sumber daya alam akan dilakukan oleh masyarakat Desa. Selama ini pemanfaatan sumber daya alam selalu menjadi ruang kompetisi produksi berbasis modal yang sebagian besar akan dikuasai oleh kekuatan kapital dan jaringan pasar yang dimiliki pihak swasta. Keberpihakan BUMDesa pada usaha produktif masyarakat hanya dapat memberikan penguatan pada kapasitas ekonomi produktif masyarakat Desa, namun tidak dapat memberikan kunci pemenangan atas kompetisi pasar pemanfaatan sumber daya alam lokal yang selama ini terjadi. Masyarakat Desa tetap tidak akan mampu bersaing dengan pihak swasta jika tidak memperkuat kelembagaan ekonominya.35 Seperti Koperasi produksi, sebagai salah satu jenis koperasi di Indonesia, perlu dibangun bagi penguatan kelembagaan produksi masyarakat Desa. Koperasi bukan merupakan kumpulan modal belaka, koperasi merupakan kumpulan orang yang memiliki tujuan dan jenis usaha yang sama. Koperasi merupakan badan hukum yang berorientasi pada pemupukan laba dengan pembagian sisa hasil usaha bagi para anggotanya. Pada BUMDesa, masyarakat Desa tidak secara langsung melakukan penyertaan modal dan juga tidak secara langsung memperoleh keuntungan/hasil usaha. Pada Koperasi, masyarakat wajib untuk menyisihkan sebagian hartanya bagi simpanan pokok dan simpanan wajib Koperasi, terlibat langsung dalam segenap proses produksi, dandapat menikmati sisa hasil usaha pada setiap periode pembagiannya. Koperasi produksi masyarakat 35 Ibid, hal 14 Ekonomi Desa 62 Desa akan dapat menjadi lembaga produksi bersama masyarakat Desa, bersaing (ataupun berkolaborasi) dengan pihak swasta dalam pemanfaatan sumber daya alam lokal yang dimiliki masing-masing Desa. Tanpa pengembangan koperasi produksi masyarakat Desa maka penguatan BUMDesa semata tidak akan mampu menjamin peningkatan kesejahteraan masyarakat secara hakiki. Koperasi produksi masyarakat desa akan melengkapi keutuhan konsep BUMDesa yang saat ini sedang dikembangkan. Konstalasi yang tergambar pada halaman sebelumnya menunjukkan bahwa jika ruang-ruang pengambilan Posisi dan peran Dapat dipahami Dengan baik oleh setiap warga Desa, Maka masyarakatlah yang akan menjadi aktor utama perekonomian Desa. Dalam pemanfaatan sumber daya alam yang dimiliki, masyarakat Desa harus memperkuat kelembagaan produksi Kolektif melalui pengembangan bentuk koperasi produksi, sembari memaknai keterlibatannya pada siklus tata pemerintahan Desa dan dalam upaya pengembangan BUMDesa sebagai Penyedia layanan umum dan pendukung usaha produksi kelompok-kelompok masyarakat. Pengembangan serta pengelolaan BUMDesa yang tepat dan handal akan merupakan pilar akhir pendukung terbangunnya perekonomian desa yang demokratis. Ketepatan pemilihan jenis BUMDesa, jenis kegiatan usaha, struktur organisasi sesuai dengan potensi dan kebutuhan masyarakat Desa akan menjadi kunci awal bagi pencapaian manfaat sebesar-besarnya bagi masyarakat dan Pemerintah Desa. Kehandalan pengelolaan BUMDesa harus dibangun mulai dari kelengkapan AD/ART, akuntabilitas pengelolaan dan transparansi 63 Ar Royyan, Dkk pelaporan dan pertanggungjawaban. Tiga pilar yang disebutkan sebelumnya, akan turut serta mendorong keberhasilan pencapaian tujuan dari pendirian BUMDesa.36 C. Status Desa dan Akselerasi Pembangunan Pembangunan kawasan pedesaan adalah proses pertumbuhan ekonomi yang selaras dengan pelestarian lingkungan hidup dan konservasi sumber daya alam dengan memperhatikan kepentingan antar kawasan dan kepentingan umum dalam kawasan perdesaan, dan kepentingan umum dalam kawasan perdesaan secara partisipatif, produktif dan berkelanjutan dengan berbasis pemberdayaan masyarakat. Menurut Daldjoeni Pembangunan desa merupakan proses merespon tiga lingkungan desa (alam, budaya dan sosial ekonomi) dengan cara yang tepat.37 Pembangunan perdesaan merupakan bagian yang penting dari pembangunan nasional, yaitu menciptakan kemajuan sosial ekonomi secara berkesinambungan dengan prinsip keadilan bagi seluruh masyarakat. Beberapa komponen penting dari aspek pembangunan, antara lain (a) pembangunan ekonomi, (b) pembangunan fisik dan sosial, (c) pembangunan lingkungan, dan (d) pembangunan kelembagaan.38 Tujuan pembangunan desa adalah meningkatkan kesejahteraan hidup manusia serta penanggulangan kemiskinan melalui penyediaan pemenuhan kebutuhan dasar, pembangunan sarana dan prasarana desa, Ibid, Hal 17. Daldjoeni dan Suyitno.(2004). Perdesaan, Lingkungan Dan Pembangunan. Bandung: PT Alumni. 38 Adisasmita, R. (2006). Membangun Desa Partisipatif. Yogyakarta: Graha Ilmu. 36 37 Ekonomi Desa 64 pengembangan potensi ekonomi lokal dan pemanfaatan sumber daya alam dan lingkungan secara berkelanjutan. Pembangunan desa dilaksanakan dengan mengedepankan semangat kebersamaan, kekeluargaan, dan kegotongroyongan. Pasal 80 ayat 4 UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa menyebutkan bahwa prioritas, program, kegiatan, dan kebutuhan pembangunan desa dirumuskan berdasarkan penilaian terhadap kebutuhan masyarakat desa yang meliputi: 1. peningkatan kualitas dan akses terhadap pelayanan dasar; 2. pembangunan dan pemeliharaan infrastruktur dan lingkungan berdasarkan kemampuan teknis dan sumber daya lokal yang tersedia; 3. pengembangan ekonomi pertanian berskala produktif; 4. pengembangan dan pemanfaatan teknologi tepat guna untuk kemajuan ekonomi; dan 5. peningkatan kualitas ketertiban dan ketenteraman masyarakat desa berdasarkan kebutuhan masyarakat desa. Keberhasilan pembangunan juga diukur dari besarnya kemauan dan kemampuan untuk mandiri, yaitu adanya kemauan masyarakat untuk menciptakan, melestarikan, dan mengembangkan hasil hasil pembangunan.39 Pasal 1 angka 8 UU No. 6 Tahun 2014 mendefinisikan pembangunan desa sebagai upaya peningkatan kualitas hidup dan kehidupan untuk sebesar-besarnya kesejahteraan masyarakat desa. Pasal 78 ayat 1 menyebutkan bahwa Pembangunan Desa bertujuan 39 Purwaningsih, E. (2008). Partisipasi Masyarakat Dalam Pembangunan Desa. Jurnal Jantra, 3(6), 443 452. 65 Ar Royyan, Dkk meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa dan kualitas hidup manusia serta penanggulangan kemiskinan melalui penyediaan pemenuhan kebutuhan dasar, pembangunan sarana dan prasarana, pengembangan potensi ekonomi lokal, serta pemanfaatan sumber daya alam dan lingkungan secara berkelanjutan Adisasmita (2006), menjelaskan secara kusus pembangunan desa yaitu tersedianya fasilitas umum yang memadai seperti Infrasuktrur fisik dan sosial yang mencakupi jaringan jalan, fasilitas pendidikan, dan kesehatan yang tersebar disecara merata, tersedianya sumber-sumber penghasilan untuk masyarakat seperti produktivitas pertanian yang meningkat, dan pemanfaatan sumber daya alam yang maksimal;kelestarian lingkungan, kesadaran masyarakat akan arti pentinya lngkungan, adanya uapaya nyata dalam menanggulangi kerusakn dan pencemaran lingkungan. Dalam rangka pengelolaan keuangan daerah yang transparan, jujur, demokratis, efektif, efisien, dan akuntabel, analisis rasio keuangan terhadap pendapatan belanja daerah perlu dilaksanakan meskipun terdapat perbedaan kaidah pengakuntansiannya dengan laporan keuangan yang dimiliki perusahaan swasta. Hal ini telah dicantumkan dalam pada pasal 1 ayat (1) UU No 6 tahun 2014 “Keuangan Desa adalah semua hak dan kewajiban Desa yang dapat dinilai dengan uang serta segala sesuatu berupa uang dan barang yang berhubungan dengan pelaksanaan hak dan kewajiban Desa”. Pengelolaan keuangan desa akan dilihat dari aspek perencanaan penganggaran, pelaporan, akuntabilitas finansial, serta pengawasan Ekonomi Desa 66 keuangan desa.40 Untuk menciptakan Pembangunan perdesaan yang efektif mana haruslah menerapkan prinsip-prinsip: (1) transparansi (terbuka), (2) partisipatif, (3) dapat dinikmati masyarakat, (4) dapat dipertanggungjawabkan (akuntabilitas), dan (5) berkelanjutan (sustainable). Pembangunan perdesaan yang dilaksanakan harus sesuai dengan masalah yang dihadapi, potensi yang dimiliki, aspirasi masyarakat dan prioritas pembangunan perdesaan yang telah ditetapkan.41 Penggunaan ADD dilaksanakan dengan berpedoman pada PP No. 72 Tahun 2005 tentang Desa dan disalurkan bagi pembangunan desa, pemberdayaan masyarakat, dan peningkatan pendapatan sehingga berhasil meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa. Namun, sejumlah hasil penelitian yang telah diangkat dalam kajian ini telah mengungkapkan bahwa penggunaan ADD masih menemui sejumlah hambatan/permasalahan dalam perencanaan, pelaksanaan, kualitas pelaporan, dan lemahnya kelembagaan desa serta koordinasi dengan pemda kotamadya/kabupaten. Berbagai hambatan tersebut perlu diatasi agar tujuan kebijakan dana desa dalam UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa, yaitu pemerataan pembangunan dan kesejahteraan masyarakat desa, dapat terwujud.42 40 Halim, A. (2004). Bunga Rampai Manajemen Keuangan Daerah. Edisi Revisi. Yogyakarta: UPP AMP YKPN. 41 Adisasmita, R. (2006). Membangun Desa Partisipatif…. 42 Abidin, M.Z (2015). Tinjauan Atas Pelaksanaan Keuangan Desa Dalam Mendukung Kebijakan Dana Desa (Study Of Implementation Of Village Finance To Support Fund Village Policy). Jurnal Ekonomi & Kebijakan Publik, Vol. 6 No. 1. 67 Ar Royyan, Dkk Begitu juga Setyobakti (2017), mengatakan bahwa keadaan desa sangat bergantung pada kualitas pelayanan pemerintah desa kepada masyarkatnya, baik sejak dana desa ini telah dikucurkan kepada desa dalam upaya pembangunan dan peningkatan kesejahteraan hidup masyarakat desa. Sarana dan prasarana desa khususnya terkait dengan pelayanan dasar telah terpenuhi, kekurangan hanya hanya perlu optimalisasi pemanfaatan. Sedangkan potensi yang menunjang adalah ketersediaan SDM, Pemerintah desa yang pro-aktif, kearifan lokal yang sudah berjalan seperti pengelolaan sampah, kelembagaan ekonomi desa berupa Bumdes yang sudah berjalan. Maka sisi lain dalam peningkatan status desa partisipasi masyarakat sangatlah berperan penting dalam mewujudkan desa mandiri dan sejahtera.43 Namun dapat kita lihat salah satu contoh penelitian oleh Oktaviana dan Bachruddin (2017). Melakukan penelitian study literatur yang berhubungan dengan program pembangunan desa atau pun pengalaman empiris daerah lain terkait upaya peningkatan IDM. Hasil penelitian menunjukan bahwa berdasarkan nilai IDM, lebih dari separuh desa (74,41%) yang ada di wilayah kabupaten Lebak termasuk dalam kategori tertinggal dan sangat tertinggal, serta 64,65% desa di wilayah kabupaten Pandeglang termasuk kategori desa tertinggal dan sangat tertinggal. Secara rata-rata nilai IDM provinsi Banten berada di atas Ramly, A. dan Wahyuddin, (2017). Implementasi Kebijakan Dana Desa Dalam Pengelolaan Dan Peningkatan Potensi Desa (Studi Kasus Kec Kuala Kabupaten Nagan Raya), Seminar Nasional II USM 2017 Eksplorasi Kekayaan Maritim Aceh di Era Globalisasi dalam Mewujudkan Indonesia sebagai Poros Maritim Dunia Vol. 1, 379-392. 43 Ekonomi Desa 68 nasional, namun pada nilai Indeks Ketahanan Lingkungan (IKL) masih menunjukan nilai di bawah rata-rata nasional. Capaian Indeks Ketahanan Ekonomi (IKE) sudah di atas nasional, namun jika melihat klasifikasi desa berdasarkan IDM, capaian nilai tersebut (0,4963) masih tergolong dalam klasifikasi desa tertinggal. Sesuai batas kewenangan dalam UndangUndang nomor 6 tahun 2014, pemerintah provinsi Banten perlu melakukan intervensi kebijakan bagi agar pemerintah desa memiliki inisiatif pembangunan sektor yang dapat meningkatkan capaian dimensi ekonomi dan lingkungan (IKE dan IKL). Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi melalui Direktorat Jenderal Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa telah mengembangkan program unggulan berdasar tiga (3) pendekatan yang disebut sebagai pilar Desa Membangun Indonesia, yakni: (i) Jaring Komunitas Wiradesa; (ii) Lumbung Ekonomi Desa; dan (iii) Lingkar Budaya Desa. Melalui tiga (3) pilar tersebut diharapkan arah pengembangan program prioritas untuk menguatkan langkah bagi kemajuan dan kemandirian Desa, yang juga mampu dikembangkan sebagai daya lenting dalam peningkatan kesejahteraan kehidupan Desa. Tiga (3) pilar yang dimaksud dapat dijelaskan sebagai berikut: ο§ Jaring Komunitas Wiradesa. Memperkuat kualitas manusia dengan memperbanyak kesempatan dan pilihan dalam upaya penduduk Desa menegakkan hak dan martabatnya, serta peningkatan memajukan kesejahteraan, mereka, baik sebagai individu, keluarga maupun kolektiva warga Desa. Masalah yang dihadapi saat ini adalah perampasan daya, yang ternyatakan 69 Ar Royyan, Dkk pada situasi ketidakberdayaan dan marjinalisasi. Fakta ketidakberdayaan itu telah berkembang menjadi aspek, sebab, dan sekaligus dampak kemiskinan, yang menghalangi manusia warga Desa itu hidup bermartabat dan sejahtera. Kemiskinan dalam kehidupan Desa telah berkembang dalam sifatnya yang multidimensi dan cenderung melanggar hak asasi. Di sini, pilar Jaring Komunitas Desa harus melakukan tindakan yang mampu mendorong ekspansi kapabilitas dengan memperkuat daya pada berbagai aspek kehidupan manusia menjangkau aspek nilai warga Desa yang dan moral, serta pengetahuan lokal Desa. ο§ Lumbung Ekonomi Desa. Potensi sumber daya di Desa bisa dikonversi menjadi ekonomi yang di dalamnya melibatkan adanya modal, organisasi ekonomi, ada nilai tambah dan mensejahterakan secara ekonomi. Lumbung Ekonomi Desa bukan hanya soal dan untuk produksi, tapi dikapitalisasi memiliki nilai tambah melalui pendayagunaan teknologi tepat guna dan ramah lingkungan. Pengembangan LumbungEkonomi Desa harus mampu menjawab masalah modal, jaringan dan memiliki informasi yang kuat dan oleh karenanya, organisasi ekonomi yang dikembangkan haruslah kompatibel dengan hal tersebut. Dalam konteks pelaksanaan Undang-Undang Desa misalnya, BUMDes akan kuat jika dibangun dan dikelola orang-orang Desa yang teruji secara nilai dan moral, serta memiliki modal sosial yang kuat, mampu mengembangkan kreasi dan daya untuk menjangkau modal, jaringan dan informasi. Ekonomi Desa 70 ο§ Lingkar Budaya Desa. Gerakan sosial pembangunan Desa tidaklah tergantung pada inisiasi orang perorang, tidak tergantung pada insentif, tapi lebih panggilan kultural. Berdasar Lingkar Budaya Desa, gerakan pembangunan Desa haruslah dilakukan karena kolektivisme, di dalamnya terdapat kebersamaan, persaudaraan dan kesadaran mau melakukan perubahan secara kolektif. Pembangunan Desa hendaknya melampaui pamggilan pribadi. Dana Desa dalam konteks memperkuat pembangunan dan pemberdayaan Desa, misalnya, harus dikritisi agar tidak menjadi bentuk ketergantungan baru. Tidak ada Dana Desa tidaklah boleh sekali-kali dimaknakan sebagai tidak ada pembangunan. Adanya Dana Desa haruslah menghasilkan kemajuan, bukan kemunduran. Maka, pembangunan Desa dimaknai sebagai kerja budaya dengan norma dan moral sebagai pondasinya, sebagai code of conduct, dan dengan begitu perilaku ekonomi dalam kehidupan Desa akan mampu menegakkan martabat dan mensejahterahkan. Di sini, Lingkar Budaya Desa bertugas memastikan itu terjadi. Tiga pilar tersebut di atas saling terkait. Komitmen untuk mendayagunakan sebagai pendekatan diharapkan dapat melipatgandakan kemampuan Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi dan K/L lainnya mencapai target dan menghasilkan dampak yang bisa dipertahankan (sustained impact) untuk kemajuan dan kesejahteraan kehidupan Desa. Dalam kaitan penajaman fokus dan lokus dalam pengembangan program prioritas (program unggulan dan kegiatan prioritas), pilar-pilar 71 Ar Royyan, Dkk tersebut di atas dapat menjadi pijakan untuk membangun instrumen program di mana Indeks Desa Membangun berguna untuk penetapan lokus. Berdasar Indeks Desa Membangun dapat ditetapkan 15.000 Desa yang menjadi lokus dari pelaksanaan program pembangunan dan pemberdayaan masyarakat Desa, yang terdiri dari 5.000 Desa Sangat Tertinggal, 5.000 Desa Tertinggal, 2.500 Desa Berkembang, dan 2.500 Desa Maju, yang di dalam jumlah 15.000 Desa dengan semua status Desa itu terdapat 1.138 Desa Perbatasan. Indeks Desa Membangun disusun dengan menggunakan data Podes tahun 2015 yang terdiri dari 3 (tiga) dimensi yaitu: 1) sosial, 2) ekonomi, dan 3) ekologi/budaya. Ketiga dimensi terdiri dari variabel, dan setiap variable diturunkan menjadi indikator operasional. Jumlah variabel dalam IDM sebanyak 22 variabel dan indikator sebanyak 52 indikator. IDM mengklasifikasi Desa dalam lima (5) status, yakni: 1. Desa Sangat Tertinggal (nilai IDM < 0,491), 2. Desa Tertinggal (nilai 0,491< IDM < 0,599), 3. Desa Berkembang (nilai 0,599 < IDM < 0,707), 4. Desa Maju (nilai 0,707 < IDM < 0,815), dan 5. Desa Mandiri (nilai IDM > 0,815). Berdasarkan tinjauan atas aturan hukum di atas penggunaan dana desa sudah diatur sedemikian rupa untuk meningkatkan pembangunan desa dan pemberdayaan masyarakat, namun penggunaan dana memerlukan pengawasan baik dari BPD maupun warga desa, sehingga penggunaannya dapat memberikan manfaat nyata bagi seluruh Ekonomi Desa 72 warga desa, baik dari segi social kemasyarakatan, kesejahteraan ekonomi, maupun perbaikan ekologi atau lingkungan desa.44 44 Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal Dan Transmigrasi. (2015) Indek Desa Membangun 2015. 73 Ar Royyan, Dkk BAB IV ANALISA KESEJAHTERAAN DAN PERKEMBANGAN EKONOMI DESA A. Analisa Potensi Desa melalui pemanfaatan Dana Desa Potensi desa ini merupakan tolak ukur pengalokasian dana desa yang ada diseluruh Indonesia selain jumlah penduduk, angka kemiskinan, luas wilayah desa, dan tingkat kesulitan geografi desa yang digunakan saat ini dalam formula dana desa (DD) yang merupakan data dari hasil potensi desa (Podes) yang diukur oleh badan pusat statistik. Data potensi desa merupakan sumber data tematik berbasis luas wilayah yang mampu menggambarkan potensi yang dimiliki oleh setiap wilayah di Indonesia. Data potensi desa dilaksanakan setiap empat tahun sekali yang telah dilaksanakan pada tahun 2014 dan kembali dilaksanakan pada tahun 2018 mendatang (Kompak, 2017). Potensi desa dapat berupa potensi alam atau potensi non-alam yang dimiliki oleh desa tersebut, misalnya tempat wisata, perkebunan, tambang, tempat rekreasi, dll. Oleh karenanya dapat diartikan Potensi desa ialah kemampuan, kekuatan atau sumberdaya yang dimiliki oleh suatu daerah namun belum sepenuhnya digunakan secara maksimal dalam suatu kesatuan masyarakat setempat serta mempunyai hak untuk mengatur rumah tangga sendiri. Oleh karena itu diperlukan peran dan fungsi desa dalam mengelola potensi desa baik secara fisik maupun non-fisik. Desa melalui sistem pemerintahannya memiliki peran yang besar dalam memanfaatkan Ekonomi Desa 74 potensi yang ada di desa atau wilayah hukum masing-masing potensi desa dan mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat bedasarkan prakarsa masyarakat, hak asal-usul dan/atau hak istiadat sesua dengan undang-undang desa. Kemudian dalam mengukur dan melihat potensi desa, tentu terdapat beberapa cara diantaranya dengan melihat sumber daya alam yang dimiliki atau kegiatan ekonomi yang dilakukan masyarakat setempat. Tujuan peningkatan pengelolaan potensi desa ialah guna meningkatkan taraf hidup masyarakat desa, dimana maysarakat desa mayoritas memliki tingkat kelayakan hidup rendah, sebab itu salah satu tujuan peningkatan potensi desa yang dikelola oleh desa sendiri agar dapat mengangkat taraf hidup masyarakat desa dan terbentuknya ketahanan dan kemandirian desa. selain itu peningkatan potensi desa dalam pemanfataan sumber daya alam di arahkan supaya terdapat pemeratan pendapatan masyarakat dan dikelola langsung oleh pemerintah desa selaku pemegang kekuasan di tingkat desa. alur kerangka pemikiran pemanfatan dana desa untuk pengembangan potensi dapat dilihat pada bagan dibawah ini: Implementasi ADD/ADG Peran Desa Meningkatkan Potensi Desa Kebijakan Desa 75 Ar Royyan, Dkk Sumber daya merupakan faktor penting di dalam upaya untuk keberhasilan implementasi kebijakan dana desa, dimana apabila kekurangan sumberdaya maka akan terdapat ketidak efektifan dan efesien dalam melaksanakan kebijakan. Hal ini menunjukkan bahwa apabila sumber daya manusia tingkat kemampuannya rendah, maka hasilnya pun akan kurang memuaskan. Di samping itu apabila tidak didukung oleh adanya sarana dan prasarana serta dana yang memadai maka akan menyulitkan pekerjaan tersebut. Sumber daya yang penting dalam implementasi kebijakan meliputi : (1) staf yang memadai dengan keahlian yang diperlukan; (2) Dana, diperlukan untuk membiayai operasional implementasi kebijakan; (3) informasi yang relevan dan cukup tentang bagaimana cara mengimplementasikan suatu kebijakan dan dalam penyesuaian lainnya yang terlibat di dalam implementasi; (4) wewenang untuk meyakinkan bahwa kebijakan ini dilakukan semuanya sebagaimana dimaksudkan; dan (5) berbagai fasilitas untuk operasionalisasi implementasi yang meliputi sarana dan prasarana yang kesemuanya akan memudahkan di dalam memberikan pelayanan umum dalam implementasi kebijakan (Tuwaidan, 2014). Selain sumber daya yang memadai, untuk meningkatkan kinerja (peformance) pelayanan publik di desa/gampong diperlukan juga partisipatif masyarakat, dikarenakan masyarakat yang sebahagian besar memiliki dan memanfaatkan sumber daya alam atau potensi desa yang ditempatinya. Tanpa partisipasi masyarakat dalam peningkatan kinerja pelayanan publik, akan lebih sulit melakukan pemberdayaan dan peningkatan mutu potensi desa. oleh karena itu masyarakat memjadi Ekonomi Desa 76 sumber daya utama dalam mengolah dan memanfatkan sumber daya yang lainnya. Peta Nagan Raya, Aceh Salah satu contoh di Provinsi Aceh terletak di Kabupaten Nagan Raya, Kecamatan kuala, terdapat sumber daya alam yang besar sehingga potensi desa juga tergolong amat besar. Mayoritas masyarakat desa di Kecamatan kuala berprofesi sebagai petani kebun, pedagang lokal, dan pemilik industri kecil. Namun perlu kita ketahui besarnya pengaruh partisipatif masyarakat terhadap pembangunan desa melalui implementasi kebijakan alokasi dana desa dan alokasi dana gampong belum begitu maksimal. Harapannya implementasi dana desa akan berpengaruh positif terhadap peningkatan potensi desa yang ada. Dari hasil penelitian lapangan yang diperoleh dapat kita lihat potensi desa yang ada di Kecamatan Kuala yang sangat beragam pada diagram dibawah ini. 77 Ar Royyan, Dkk Potensi Desa Perkebunan Pertanian 20% Industri Usaha Kecil 6% 43% 31% Pertumbuhan potensi desa di kecamatan kuala mengalami peningkatan, hal ini sesuai pernyataan Camat Kuala M. Dahlan menjelaskan potensi desa yang berada di Kecamatan Kuala ini sangatlah besar, sebahagian perkembangannya ini dikelola oleh masyarakat dan pihak swasta yang ada di Kecamatan Kuala, seperti sawah dan perkebunan. Masyarakat sangat bergantung kepada dua potensi ini dan menjadi mata pencaharian sehari-hari. Kemudian potensi yang dikelola belum mendapatkan perhatian yang begitu besar dari pemerintah, hal ini terdapat kendala pendanaan dan pengelolaan aset. Namun layanan yang diberikan saat ini berupa izin usaha, dan admnistrasi lainya supaya usaha yang dijalanlan oleh masyarakat tersebut legal (sah). Implementasi kebijakan dana desa diharapkan dapat bermanfaat bagi desa yang ada di seluruh Indonesia, sesuai dengan tipologi desa salah satunya ialah meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa. ada tiga faktor yang mempengaruhi keberhasilan implementasi program alokasi dana desa, Pertama sumber daya manusia, Kedua, sosialisasi Ekonomi Desa 78 penyaluran dana, Ketiga pelaksanaan koordinasi (Agustino, 2006). Dalam hal ini peran dan manfaat alokasi dana desa dan alokasi dana gampong yakni peningkatan ekonomi, pendidikan, akses sebagai warga dan hubungan-hubungan yang menghasilkan perilaku politik. Penelitian yang sama dilakukan oleh Suparman, dkk. (2014) menyebutkan pada dasarnya ADD merupakan alat untuk mempercepat proses pemberdayaan masyarakat desa agar dapat menyelesaikan berbagai masalah yang sebenarnya bisa mereka pecahkan sendiri di wilayahnya. Dengan adanya ADD masyarakat desa dapat belajar menangani kegiatan pembangunan secara swakelola dan akhirnya mereka semakin percaya diri untuk mandiri membangun desanya. Untuk itu sudah seharusnya seluruh kegiatan yang didanai oleh ADD direncanakan, dilaksanakan dan dievaluasi secara terbuka dan diketahui oleh warga secara luas sehingga dana yang diturunkan akan mempunyai nilai guna dan bermanfaat bagi warga. Sementara beberapa desa di Kecamatan kuala dalam penyusunan program pembangunan yang diusul oleh masyarakat desa dengan ber-koordinasi dengan pihak kecamatan, program yang disusun dalam Anggaran Pendapatan Dan Belanja Desa (APBDes) masih diarahkan kepada pembangunan infrastruktur pada desa di Kecamatan Kuala sejak tahun 2015 hingga tahun 2017, alasannya pembangunan infrastruktur yang bertahap ini sudah menjadi target pemerintah supaya gampong lebih maksimal dalam melayani masyarakat. Pencairan dana desa dan alokasi dana gampong sangat berpengaruh pada penyusunan APBDes yang diusulkan oleh masing-masing desa dan hal ini disesuaikan dengan qanun atau peraturan bupati. 79 Ar Royyan, Dkk Kemudian dalam penyusunan APBG (Anggaran Pendapatan dan Belanja Gampong) ada dua sumber dana yang terdapat untuk membiayai pembangunan gampong di kecamatan kuala, pertama sumber dana dari pemerintah pusat yang disalurkan kepada desa berupa alokasi dana desa. transfer dana desa dari pemerintah sebesar 10% setelah dikurangi DAU dan DBH dengan memperhatikan formula yang telah ditentukan. Kedua, dana desa berasal dari bagian dana perimbangan yang diterima kabupaten/kota setelah dikurangi DAK (Dana Alokasi Khusus). Dana yang berasal dari Sharing kabupaten/kota ini yang dimaksud sebagai alokasi dana gampong. Alokasi dana gampong ini bertujuan untuk mendorong pelaksanaan pelayanan masyarakat di gampong secara maksimal, dan diperuntukkan untuk operasional perangkat gampong. Sesuai penelitian yang dilakukan Darmiasih, dkk (2015) secara umum sasaran alokasi dana desa adalah pemberdayaan masyarakat sebesar 70% dan biaya operasional pemerintah desa dan badan pemusyawaratan desa sebesar 30%. Selanjutnya mekanisme penyaluran dan penggunaan dana desa dan ADD yang ada di Kecamatan Kuala melalui proses yang telah di atur dalam undang-undang atau peraturan bupati Kabupaten Nagan Raya. Pada awalnya gampong merancang program yang akan diadakan dengan mengadakan rapat oleh badan pemusyawaratan desa (BPD) gampong masing-masing. Sesuai penelitian Sulumin (2015), Kemudian dalam perencanaan alokasi dana desa dengan menjaring aspirasi dari masyarakat dan kebutuhan masyarakat melalui musrenbang dan meingkatkan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan keuangan desa. Dalam rapat tersebut dihadiri oleh aparat desa mulai dari tuha peut Ekonomi Desa 80 gampong, tuha lapan, keuchik gampong, sekretaris, bendahara, kepala dusun, dan unsur gampong lainnya. Setelah membahas program yang direncanakan kemudian dibahas dalam APBDes dan diusulkan ke Kabupaten melalui dinas badan pemberdayaan masyarakat kabupaten Nagan Raya. Namun dalam hal ini kecamatan juga memiliki wewenang untuk memeriksa draft usulan APBG dari setiap gampong sesuai aturan yang berlaku. Dikarenakan walaupun desa memiliki kewenangan mengelola dana namun proses supervisi (pengawasan) tetap dilakukan, seperti yang disebutkan Aziz (2016), dan Sulumin (2015), pengawasan tetap dilakukan oleh pemerintah di atasnya, baik pemerintahan di tingkat kemacamatan maupun dinas yang ada di kabupaten. Untuk kedepan jumlah rasio dana desa akan semakin meningkat oleh karena itu diperlukan pendampingan bagi desa supaya lebih efektif dan efisien dalam pembangunan gampong dan melayani masyarakat. Saat ini hasil survei yang diperoleh Kecamatan Kuala hanya memiliki tiga orang pendamping sementara untuk mengawasi dan mengontrol pembangunan gampong. Pengelolaan alokasi dana desa bersifat swakelola, sesuai yang penelitian Aziz (2016), pelaksanaan dana desa dilakukan melalui dua cara yaitu pertama swakelola, yaitu dengan menbggunakan tenaga kerja masyarakat desa setempat sehingga penghasilan dan peningkatan daya beli tetap terjaga. Kedua mendorong kegiatan masyarakat yang produktif secara ekonomi. Hasil penelitian ini menunjukkan peran dan partisipasi masyarakat sangat menentukan pembangunan dan pemberdayaan ekonomi desa, dengan memanfaatkan potensi yang ada di desa. Seharusnya dengan semakin besarnya potensi yang dimiliki oleh 81 Ar Royyan, Dkk gampong. Sementara itu fokus pemberdayaan dalam pengelolaan dana desa salah satunya ialah meningkatkan pemberdayaan ekonomi lainnya yang sesuai dengan kebutuhan desa yang ditetapkan dalam musyawarah desa. seperti peningkatan investasi melalui pengadaan alat-alat produksi, pemodalan dan peningkatan kapasitas melalui magang dan pelatihan. Namun dalam pengelolaan potensi desa tidak semua Desa mampu memanfaatkan pengelolaannya secara maksimal, seperti Desa Blang Teungoh, Ujong Patihah, Alue Ie Mameh, Blang Muko, Blang Baro, dan Purworejo. Masing-masing desa masih terdapat hambatan dan tantangan. Sedangkan potensi yang dimiliki begitu besar. Desa Blang teungoh bersebelahan dengan Desa simpang peut dan Ujong Patihah, potensi yang dimiliki termasuk perluasan wilayah pasar yang ada di simpang peut dan juga area persawahan yang luas. Kemudian Gampong ujong patihah menjadi sentral kegiatan pemerintahan kecamatan kuala, dengan letak strategis potensi fisik yang dimiliki rumah sakit umum daerah, wilah perkantoran pemerintahan kecamatan kuala dan industri batu bara terbesar di Nagan Raya, selain itu terdapat area persawahan dan perkebunan seperti karet, sawit dan coklat yang emnjadi mata pencaharian masyarakat Ujong Patihah. Kemudian gampong purworejo memiliki potensi utama dari perkebunan, palawija dan industri rumahan. Sedangkan Desa Blang Muko, Alue Ie Mameh, dan Blang Baro memiliki potensi sumber daya alam yang luas pada persawahaan dan perkebunan. Hambatan dalam pemanfaatan dana desa untuk pengembangan potensi desa antara lain, Pertama kapasitas dan kapabilitas sumber daya manusia yang masih minimal atau rendah. Pada proses penyaluran dan penggunaan DD dan Ekonomi Desa 82 ADD pada tahun 2017 mengalami keterlambatan pencairan disebabkan lambatnya laporan LPJ gampong kepada pemerintah kabupaten/Pusat dan juga lambatnya penetapan anggaran oleh pemerintah kabupaten dalam perbup. Kedua, Partisipatif masyarakat, pada dasarnya masyarakat berpartisipasi dalam pembangunan desa dan juga pemberdayaan kapasitas di gampong-gampong, namun kendala yang dihadapi, masyarakat belum mendapat informasi yang lengkap atau sosialisasi mengenai penggunaan dan pengelolaan dana desa dan juga ADG di gampong pada kecamatan kuala. Hal ini disebabkan belum ada perhatian serius pemerintah kabupaten, dan juga gampong dalam mengadakan sosialiasi atau pemberian informasi yang transpantif kepada masyarakat desa. Hal serupa juga di ungkapkan oleh Aziz (2016), Annivelorita (2015), Tuwaidan (2014), Siddik (2015), Darmiasih,dkk (2015), masih rendahnya sumber daya aparat pemerintahan desa secara kualitas maupun kuantitas disebabkan rendahnya latar belakang pendidikan. Kemudian kurangnya sosialisai dari aparat gampong terkait dengan penyaluran dana desa, sehingga masih anyak masyarakat desa tidak megetahui program ADD yang dirancang oleh desa. Ketiga, terlambatnya pencairan anggaran alokasi dana desa dan alokasi dana desa, sehingga menyebabkan keterlambatan pula dalam pembangunan proyek atau menjalakan program yang telah direncanakan oleh desa. Selanjutnya keterlambatan pada pencairan ADD berdampak kepada TPK (Tim Pelaksana Kegiatan) dan juga aparat gampong dalam menerima insentif/jerih. Keterlambatan ini pula disebabkan karena terlambatnya laporan pertanggungjawaban yang disiapkan oleh masing83 Ar Royyan, Dkk masing desa di kecamatan kuala. Hasil temuan penulis pada pelaksanaan dan pengelolaan alokasi dana desa dari tahun 2015 sampai 2017 belum begitu dimanfaatkan untuk mengelola potensi desa dalam potensi sumber daya alam. Akan tetapi pengelolaannya lebih diarahkan kepada pembangunan dan potensi fisik pada gampong seperti pembangunan infrastruktur kantor keuchik, pengaspalan lorong, renovasi masjid/meunasah, disebabkan program yang dirancang oleh gampong harus disesuaikan dengan pebup/qanun Kabupaten Nagan Raya dan juga menjadi perhatian pemerintah dalam pengutamaan pembangunan infrastruktur supaya dapat memaksimalkan pelayanan kepada masyarakat. Keempat, tumpang tindih regulasi menyangkut dana desa dan alokasi dana desa, sehingga pemerintah desa merasa kebingunan dalam mengelola dana desa (Kompas, 2017). hal lain pelaksanaan pengawasan penatausahaan keuangan desa dan pelaporan desa, sejak tahun 2015 hingga sekarang belum begitu maksimal pengawasan terhadap penggunaan dana desa. Kabupaten Nagan Raya saat ini masih menggunakan pelaopran anggaran berbasis aplikasi kabupaten yang belum terintegrasi dengan kementerian keuangan, saat ini diharapkan pada tahun 2018 akan dilakukan integrasi secara serentak pelaporan penggunaan dana desa kedalam sistem keuangan desa (Siskeudes). Sehingga tidak ada pelaporan keuangan yang bersifat manual yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat. Oleh karena itu pengelolaan dana desa untuk meningkatkan potensi desa masih begitu rumit, karena masih banyak sisi yang harus dikaji, seperti mengarahkan penggunaan dana desa hanya pada sisi Ekonomi Desa 84 pembangunan, padahal pemerintah menargetkan empat prioritas dalam pemanfaatan dana desa yaitu pembangunan desa, penyelenggaraan pemerintah desa, pemberdayaan masyarakat desa, dan pembinaan masyarakat. Laju pertumbuhan ekonomi di kabupaten Nagan Raya meningkat pada awal-awal 2015. Namun menurun beberapa angka di tahun 2016 dan 2017, laju pertumbuhan eknomi seharusnya pada tahun-tahun berikut bisa terdorong dengan adanya alokasi dana desa. baik dalam dalam bidang pemberdayaan maupun pembangunan. Akan tetapi hal ini diperparah karena pemerintah desa belum mampu mengelola dana desa secara baik sesuai tuntutan program dan regulasi yang berlaku. Seperti pemberdayaan masyarakat dengan memanfaatkan sumber dana desa ini dapat diarahkan kedalam bentuk peningkatan ekonomi kawasan pedesaan seperti adanya lumbung padi, saluran irigasi, dan embung desa. Bentuk pemberdayaan masyarakat yang lainnya berupa fasilitasi paralegal 85 Ar Royyan, Dkk untuk memberikan bantuan hukum kepada warga masyarakat desa misalnya dengan cara kemudahan pemberian ijin usaha kepada warga pribumi bila ingin membuka usaha di desanya sendiri. Pemerintah Desa seharusnya sangat mendukung kepada warganya yang aktif untuk membuka usaha diantaranya dibidang perdagangan, pengrajin seni, home industry, dan lain-lain, karena desa ingin memberdayakan masyarakatnya sendiri yang ingin bekerja di desanya sendiri. Sesuai dengan amanat PermenDes Nomor 5 tahun 2014, pemberdayaan masyarakat juga harus memenuhi kebutuhan sarana dan prasarana supaya masyarakat semakin terfasilitasi dengan baik. Selain itu pemberdayaan dapat berupa ide dan gagasan yakni kemampuan mengekspresikan dan menyumbangkan gagasan dalam suatu forum atau diskusi secara bebas dan tanpa tekanan. Misalnya, membuat ide atau gagasan tentang BUMDesa demi memajukan perekonomian desa, ide untuk memperbaiki infrastruktur desa seperti jalan desa, jalan usaha tani, sanitasi lingkungan, air bersih berskala desa, serta sarana dan prasarana produksi di desa. Pemberdayaan masyarakat ini akan terlihat ketika aktifitas ekonomi berjalan dengan lancar atau tersendat. Aktifitas ekonomi inilah yang nantinya akan memberikan feedback kepada pemberdayaan masyarakat desa. B. Analisa kesejahteraan dan pengentasan kemiskinan melalui Pemanfaatan Dana desa Perekonomian pedesaan semakin membaik sebagai akibat dari adanya program Alokasi Dana Desa. Pencapaian perekonomian yang Ekonomi Desa 86 semakin membaik di tiga desa penelitian diharapkan oleh masyarakat, yang sejalan dengan keberadaan program Alokasi Dana Desa, yaitu; memberikan keleluasaan bagi desa dalam mengelola persoalan pemerintahan, pembangunan serta sosial kemasyarakatan desa; mendorong terciptanya demokrasi desa. Kemajuan perekonomian pedesaan harus dikembangkan agar dapat meningkatkan kesejahteraan ekonomi masyarakat secara merata. Dengan adanya tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi masyarakat secara merata, secara khusus sesuai dengan keberadaan program Alokasi Dana Desa yang menyatakan keberadaan program Alokasi Dana Desa dalam bentuk Alokasi Dana Desa Minimal dan Alokasi Dana Desa Proporsional untuk meningkatkan pendapatan dan pemerataannya dalam rangka mencapai kesejahteraan masyarakat desa. Kemajuan perekonomian pedesaan yang satu dengan perekonomian pedesaan yang lain sangat berhubungan, sehingga diperlukan upaya nyata dalam rangka memajukan perekonomian pedesaan. Upaya nyata perlu dengan cepat dan tepat dilakukan sehingga dapat menciptakan akselerasi kemajuan perekonomian di tiga desa penelitian. Salah satu bentuk upaya yang dilakukan adalah dengan memanfaatkan program Alokasi Dana Desa dalam bentuk Alokasi Dana Desa Minimal dan Alokasi Dana Desa Proporsional. Upaya ini sejalan dengan maksud dari program Alokasi Dana Desa, yaitu memperkuat kemampuan keuangan desa (APBDesa). Dengan demikian sumber APBDesa terdiri dari PADesa ditambah Alokasi Dana Desa, dan meningkatkan pendapatan dan pemerataannya dalam rangka mencapai kesejahteraan masyarakat desa. Program Alokasi Dana Desa akan 87 Ar Royyan, Dkk memberikan manfaat, sehingga desa dapat menangani permasalahan desa secara cepat tanpa harus lama menunggu datangnya program dari Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota. Desa juga tidak lagi hanya tergantung pada swadaya masyarakat dalam mengelola persoalan pemerintahan, pembangunan serta sosial kemasyarakatan desa. Dapat mendorong terciptanya demokrasi di desa. Alokasi Dana Desa dapat melatih masyarakat dan pemerintah desa untuk bekerjasama, memunculkan kepercayaan antar pemerintah desa dengan masyarakat desa untuk membangun dan memelihara desanya. Belum optimalnya tujuan Alokasi Dana Desa terhadap kemajuan perekonomiapedesaan menjadi perhatian penting dalammerancang kebijakan yang ditujukan untuk mempercepat kemajuan perekonomian pedesaan.45 Menurut (Soegijoko, 1997), Terdapat tiga pendekatan dalam pemberdayaan masyarakat miskin: Pertama, pendekatan yang terarah, artinya pemberdayaan masyarakat harus terarah yakni berpihak kepada orang miskin; Kedua, pendekatan kelompok, artinya secara bersamasama untuk memudahkan pemecahan masalah yang dihadapi, dan; Ketiga, pendekatan pendampingan, artinya selama proses pembentukan dan penyelenggaraan kelompok masyarakat miskin perlu didampingi oleh pendamping yang profesional sebagai fasilitator, komunikator, dan dinamisator terhadap kelompok untuk mempercepat tercapainya kemandirian. 45 Bempah, R (2013), Analisis Alokasi Dana Desa dalam Meningkatkan Pendapatan Penduduk Miskin di Kecamatan Poso Pesisir Kabupaten Poso, e-Jurnal Katalogis, Volume I Nomor 2, hlm 64. Ekonomi Desa 88 Menguatnya kemampuan masyarakat miskin untuk meningkatkan taraf hidupnya adalah hasil atau dampak dari semua aktivitas program penanggulangan kemiskinan. Penguatan masyarakat tersebut dapat dilihat dari dimensi pemberdayaan masyarakat miskin, dimensi terwujudnya kemandirian masyarakat miskin; dan dimensi perekonomian rakyat. Dimensi pemberdayaan masyarakat perlu diarahkan terutama dalam rangka pengembangan kegiatan sosial ekonominya. Dimensi kemandirian masyarakat dapat dicapai melalui asas gotong royong, keswadayaan dan partisipasi. Sedang dimensi perekonomian rakyat dapat ditandai oleh tersedianya dana untuk modal usaha guna dikembangkan oleh masyarakat miskin itu sendiri. Untuk ini perlu adanya keterpaduan antar kelembagaaan di kabupaten/kota hingga tingkat desa yaitu: antara kelembagaan pemerintah-politik, kelembagaan ekonomi dunia usaha/swasta dan kelembagaan masyarakat. Kelembagaan pemerintah, bagaimana kebijakan dan program pemerintah dapat diarahkan pada pemberdayaan ekonomi rakyat, sehingga masyarakat memiliki Akses dan kontrol terhadap sumberdaya setempat dan dalam sistem pengambilan keputusan. Kelembagaan ekonomi, didorong untuk menciptakan sistem ekonomi yang kondusif bagi tumbuh dan berkembangnya usaha ekonomi produktif bagi kelompok msikin. Sementara itu, kelembagaan masyarakat ditunjukkan untuk memperkuat kelembagaan sosial-ekonomi yang tumbuh dan berkembang. 46 46 Sofyan, A. (2015), Dana Desa dan Pemberdayaan Masyarakat, http://aceh.tribunnews.com/2015/08/25/dana-desa-dan-pemberdayaan-masyarakat. Di akses jumat 6 Juli 2018 89 Ar Royyan, Dkk Untuk mengukur kemiskinan, BPS menggunakan konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar (basic needs approach). Dengan pendekatan ini, kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran. Metode yang digunakan adalah menghitung Garis Kemiskinan (GK), yang terdiri daridua komponen yaitu Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan NonMakanan(GKNM). Penghitungan Garis Kemiskinan dilakukan secara terpisah untuk daerah perkotaan dan perdesaan. Penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di bawah Garis Kemiskinan. Garis Kemiskinan Makanan (GKM) merupakan nilai pengeluaran kebutuhan minimum makanan yang disetarakan dengan 2.100 kkalori per kapita per hari. Garis Kemiskinan Non-Makanan (GKNM) adalah kebutuhan minimum untuk perumahan, sandang, pendidikan, kesehatan, dan kebutuhan dasar lainnya. Ukuran Kemiskinan dapat di ukur melalui beberapa cara, Pertama Head Count Index (HCI-P) adalah persentase penduduk miskin yang berada di bawah Garis Kemiskinan (GK). Kedua, Indeks Kedalaman Kemiskinan (Poverty Gap Index-P) merupakan ukuran rata-rata kesenjangan pengeluaran masing-masing penduduk miskin terhadap garis kemiskinan. Semakin tinggi nilai indeks, semakin jauh rata-rata pengeluaran penduduk dari garis kemiskinan. Ketiga. Indeks Keparahan Kemiskinan (Poverty Severity Index-P) memberikan gambaran mengenai penyebaran pengeluaran di antara penduduk miskin. Semakin tinggi nilai indeks, semakin tinggi ketimpangan pengeluaran di antara penduduk miskin. Ekonomi Desa 90 Foster-Greer-Thorbecke (1984) merumuskan suatu ukuran yang digunakan untuk mengukur tingkat kemiskinan sebagai berikut: dimana: a = z = π¦π = ππ=1πππ∑[π=1π§ - π¦ππ§] 0, 1, 2 Garis kemiskinan Rata-rata pengeluaran perkapita sebulan penduduk yang berada di bawah garis kemiskinan (i = 1,2,…,q), π¦ < z Q= Banyaknya penduduk yang πberada di bawah garis kemiskinan n= Jumlah penduduk Jika a=0, diperoleh Head Count Index (P0), jika a=1 diperoleh indeks kedalaman kemiskinan (Poverty Gap Index-P1) dan jika a=2 disebut indeks keparahan kemiskinan (Poverty Severity Index-P2).47 47 BPS, Kabupaten Nagan Raya Dalam Angka 2018, hal 57-59. 91 Ar Royyan, Dkk Empat tahun terakhir jumlah pentduduk miskin untuk kasus di kabupaten Nagan Raya dapat kita lihat tabel dibawah ini: Dari kurva di atas dapat kita perhatikan mulai tahun 2014 jumlah penduduk miskin di Nagan Raya berkisar antara 31700 jiwa, dan menurun hingga ke titik 30000 pada tahun 2016. Kemudian trend kemiskinan di kabupaten nagan raya meningkat kembali pada tahun 2017 mencapai 31000 jiwa. Secara statistik angka ini menunjukkan peningkatan kemiskinan di daerah tersebut, sehingga gap kemiskinan dan kesejahteraan semakin terbuka dan melebar. Sedangkan pada tahun 2016 Persentase penduduk miskin pada tahun 2016 sebesar 16,73 persen,menurun sebesar 0,35 persendibandingkan dengan tahun 2015. Persentase penduduk miskin lebih banyak di pedesaan sebesar 19,11 persen, sedangkan di perkotaan hanya sebesar 10,82 persen.48 48 BPS, Provinsi Aceh Dalam Angka 2017. Badan Pusat Statistik, hal, 36. Ekonomi Desa 92 C. Analisa Pembangunan Desa Melalui Pemanfaatan Dana Desa Menurut Sundrianmunawar Haryono (2002) Pembangunan adalah suatu konsep perubahan sosial yang berlangsung terus menerus menuju kearahperkembangan dan kemajuan dan memerlukan masukan-masukan yangmenyeluruh dan berkesimbungan dan merupakan usaha usaha yang dilakukanoleh pemerintah dan masyarakat untuk mencapai tujuan negara. Oleh karena itupembangunan dapat diartikan suatu usaha perubahan untuk menujukeadaan lebihbaik berdasarkan kepada norma-norma tertentu, perencanaan pemberdayagunaanpotensi alam, manusia dan sosial budaya inilah yang disebut denganpembangunan. Pemanfaatan dana desa untuk pembangunan dan perkembangan desa dapat didukung oleh beberapa faktor. Ada beberapa faktor-faktor yang dapat mempengaruhi tingkat dan arah perkembangan desa adalah faktor lokasi, fasilitas daerah dan infrastruktur diantaranya jalan penghubung. Dengan adanya dana desa maka faktor-faktor yang bisa mempengaruhi perkembangan desa setidaknya bisa diminimalisir, sehingga perkembangan desa bisa berjalan sesuai dengan rencana atau berkembang dengan baik. Sebelum adanya dana desa, perubahanperubahan yang ada di dalam masyarakat sangat lambat terutama yang disebabkan oleh pendapatan rendah, pendidikan kurang memadai, dan juga status pekerjaan yang jauh dibatas normal. Setelah adanya pendayagunaan dana desa, prioritas tersebut menggutamakan untuk mendanai program atau kegiatan bidang pelaksanaan pembangunan desa dan pemberdayaan masyarakat desa. Hal ini telah diatur dalam Permendes yang mana “Dana desa diprioritaskan untuk membiayai pelaksanaan program dan kegiatan 93 Ar Royyan, Dkk berskala lokal desa dibidang Pembangunan Desa dan Pemberdayaan Masyarakat Desa”. Terbukti bahwa pada tahun 2015 setelah adanya Prioritas penggunaan Dana Desa didasarkan pada prinsip-prinsip: pertama, keadilan, dengan menggutamakan hak atau kepentingan seluruh warga desa tanpa membeda-bedakan. Kedua, kebutuhan prioritas, dengan mendahulukan kepentingan desa yang lebih mendesak. Ketiga, tipologi desa, dengan mempertimbangkan keadaan dan kenyataan karakteristik geografis, sosiologis, antropologis, ekonomi dan ekologi desa yang khas, serta perubahan atau perkembangan kemajuan desa. Dana desa sangat membantu pemerintah desa untuk mewujudkan kebijakan dan pembangunan infrastruktur serta dapat mensejahterakan masyarakat desa yang masih jauh dari kata sejahtera bagi pemerintah pusat. Masyarakat desa secara khusus perlu diberikan perhatian khusus, terutama pada masalah-masalah yang menghambat proses perubahan masyarakat desa dalam pembangunan nasional. Adanya dana desa bisa memberi harapan yang terbuka bagi masyarakat untuk mengembangkan dan memajukan desa, terutama dalam bidang ekonomi berbasis masyarakat. Dimana dengan adanya dana desa masyarakat bisa bertahan hidup dengan mengikuti perkembangan zaman terutama dalam hal ekonomi berbasis masyarakat.49 Perubahan paradigma pembangunan dari mengutamakan indikator kuantitatif kepada keseimbangan dengan indikator kualitatif. 49 Atmojo, M.E, dkk (2017), Efektivitas dana desa untuk pengembangan potensi ekonomi berbasis partisipasi masyarakat di Desa Bangunjiwo. Jurnal Sosial Politik Humaniora. Hal 130. Ekonomi Desa 94 Kegagalan pembangunan berbasis pertumbuhan, menciptakan paradigma baru yang meyakini bahwa pembangunan harus diarahkan kepada terjadinya pemerataan (equity), pertumbuhan (eficiency), dan keberlanjutan (sustainability) yang berimbang dalam pembangunan ekonomi. Mengubah prinsip pertumbuhan semata menjadi prinsip pemerataan (equity), pertumbuhan (eficiency) dan keberlanjutan (sustainability) menjadi sangat penting bagi pembangunan desa masa kini. Todaro telah menyatakan bahwa pembangunan harus dipandang sebagai suatu proses multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atau struktur sosial, sikap-sikap masyarakat, dan institusi-institusi nasional, disamping Tetap mengejar akselerasi pertumbuhan ekonomi, maka perlu melibatkan segenap stakeholder yang saling bekerjasama. Pembangunan desa merupakan proses merespon tiga lingkungan desa (alam, budaya dan sosial ekonomi) dengan cara yang tepat, maka dalam pembangunan harus diperhatikan unsur lingkungan tersebut.50. Oleh karena itu proses pembangunan desa melalui dana desa dapat kita analisa dan lakukan sesuai beberapa langkah di bawah ini: 1. Perencanaan Berdasarkan dari hasil penelitian dapat diketahui bahwa Perencanaan pengelolaan Alokasi Dana Desa (ADD) dalam pembangunan fisik Desa KrayanMakmur dapat dilihat dari prosedur perencanaannya yang melibatkan masyarakatdan tokoh masyarakat diikut sertakan dalam perencanaan, dengan Suharyanto & Arif Sofianto (2012). Innovative Model Of Integrated Rural Development In Central Java. Jurnal Bina Praja Volume 4 No. 4. hal. 257. 50 95 Ar Royyan, Dkk diberikannyawewenang kepada masyarakat untuk memberikan ide/pemikiran untukmenentukan pembangunan, seperti pembangunan gedung serbaguna, poros,drainase, pagar sekolah, jalan yang mengutamakan kepentingan masyarakat terlebih dahulu untuk pengelolaan Alokasi Dana Desa (ADD) dapat dilakukan denganbaik. Dengan demikian perencanaan pengelolaan Alokasi Dana Desa (ADD) dalam pembangunan fisik tetap berjalan dengan baik. Proses perencanaan yang ada telah dilaksanakan sebagaimana mestinya dalam hal ini pemerintah desa melibatkan seluruh elemen masyarakat yang ada di desa yang berpengaruh di desa seperti tokoh-tokoh masyarakat, perwakilan perempuan, lembaga adat, tokoh agama, dan masyarakat dalam hal menyumbang ide, pemikiran dan tenaga sehingga proses perecanaan tersebut dapat berjalan sesuai dengan aspirasi masyarakat. 2. Pelaksanaan Dilihat dari hasil penelitianPelaksanaan pengelolaan Alokasi Dana Desa (ADD) dalam Pembangunan fisik desa dapat dilihat bahwa pengelolaan yang dilakukan di tahun 20152016 sudah berjalan dengan baik dan sesuai dengan perencanaan yang dimusyawarahkan, namun permasalahan yang ada adalah kurangnya pengawasan terhadap pengelolaan Alokasi Dana Desa (ADD) dalam pembangunan fisik yang sudah sesuai dengan tahap perencanaan awal yang telah dimusyawarahkan bersama seperti pembangunan jalan, Ekonomi Desa 96 gedung serbaguna,drainase, dan lain lain, yang seharusnya dilakukan pengewasan dalam setiap kegiatan yang ada di desa. Pelaksanaan dalam pengelolaan Alokasi Dana desa (ADD) dalam pembangunan fisik sudah dilakukannya dengan baik, dalam pelaksanaan atau program yang telah ditetapkan oleh pemerintah desa harus sejalan dengan kondisi yang ada dan perencanaan awal, meskipun danay ang dimiliki oleh pemerintah desa sangat terbatas sehingga mengakibatkan tidak optimalnya pembangunan yang ada di Desa, apa lagi dalam hal pelaksanaannya masih terdapat kecurangankecurangan yang dilakukan oleh sopir pengangkut material dikarenakan minimnya pengawasan yang dillakukan olehTim Pelaksanaan Kegiatan (TPK), sehingga di harapkan Tim TPK dapat lebihmengoptimalkan dalam hal pengawasan agar tidak terdapat kecurangan-kecurangan yang dapat merugikan Desa. 3. Penatausahaan Berdasarkan dari hasil penelitian yang sesuai dengan PP 43 2014 tentang Pemerintah Desa Penatausahaan pengelolaan Alokasi Dana Desa (ADD) dalam pembangunan fisik Desa sudah berdasarkan prosedur dan aturan pemerintah untuk setiap kegiatan yang dikelola oleh pemerintah desa harus ada hasil pencatatan sehingga pengelolaan ADD dapat dilakukan dengan baik, dan sesuai dengan hasil kegiatan perencanaan dan pelaksanaan yang telah dilakukan. Kemudian dari hasil pengarsipan ini akan dilaporkan kepada kepala desa dan 97 Ar Royyan, Dkk masyarakat, Untuk masyarakat ketahui biaya anggaran pengelolaan pembangunan Desa yang sudah secara terinci diarsipkan oleh pemerintah desa. Bahwa bukti dengan adanya penatausahaan masyarakat tersebut sangat mempermudahkan untuk mengetahui apakah tidak adanya penyelewengan dari dana yang begitu besar dipegang atau dikelola oleh pemerintah desa, untuk pembangunan fisik Desa demi meningkatkan kualitas pemberdayaan masyarakat sebagai Apresiasi dari pemerintah menjadi pembuktian akan hal itu. Dalam penatausahaan keuangan desa maka pemerintah desa harus benar-benar mengawasi melaui dari tahap pencairan, penyerahan kepada TPK dan dana yang dibelanjakan apakah sudah sesuai dengan rincian penggunaan dana. 4. Laporan dan Pertanggung jawaban Berdasarkan hasil penelitian Laporan pengelolaan Alokasi Dana Desa (ADD) dalam pembangunan fisik Desa sudah dilaporkan kepada masyarakat dan BPD untuk kemudian dapat dipertanggung jawabkan hasil dari seluruh kegiatan pengelolaan Alokasi Dana Desa dalam pembangunan fisik oleh pemerintah desa. Dilihat dari hasil observasi pertanggungjawaban pengelolaan Alokasi Dana Desa(ADD) dalam pembangunan fisik di desa berdasarkan hasil dari keseluruhan kegiatan pengelolaan Alokasi Dana Desa (ADD), Ekonomi Desa 98 yang kemudian dapat dipertanggung jawabkan oleh pemerintah desa kepada masyarakat dengan baik.51 5. Kejujuran Dalam Pengelolaan Alokasi Dana Desa Kejujuran dalam pengelolaan alokasi dana desa berarti pertanggung jawaban pemerintah desa dalam keuangan desa sesuai dengan amanah dankepercayaan yang diberikan kepadanya. bertanggung jawab artinya mengelolakeuangan dengan baik, kejujuran. tidak melakukan penyelewengan. Kejujuran artinya pemerintah desa mengelola keuangan secara terbukasebab keuangan itu di pergunakan untuk memajukan pembangunan yang ada didesa sehingga pemerintah desa wajib menyampaikan informasi secara terbuka danjujur maka akan mengatakan kepercayaan dan penghormatan masyarakat terhadappemerintah desa. 6. Penggunaan Alokasi Dana Desa Penggunaan alokasi dana desa merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pengunaan keuangan desa, maka seluruh kegiatan yang didanai oleh ADD direncanakan, dilaksanakan dan dievaluasi secara terbuka dangan prinsip dari,olehdan untuk rakyat. Dalam rangka mendukung pelaksanaan kelancaran dalam penggunaanalokasi dana desa dibentuk pelaksana kegiatan tingkat desa , tim pendamping dari kecamatan dan tim Tenaga Ahli dari tingkat 51 Abu Ranum, (2015). Pengelolaan Alokasi Dana Desa (ADD) Dalam pembangunan Fisik Desa Rayan makmur Kecamatan Long Ikis Kabupaten Paser. Jurnal Ilmu Pemerintahan, hal. 1630-1633. 99 Ar Royyan, Dkk kabupaten untuk meningkatkan sarana dan pelayanan masyarakat berupa pemenuhan kebutuhan dasar, penguatan kelembagaan desa dan kegiatan lainnya yang dibutuhkan masyarakat desa yang diputuskan dalam musyawarah desa. a. Faktor Penghambat Rendahnya kemampuan sumber daya manusia. Kemampuan merupakan kapasitas seseorsang dalam mengerjakan berbagai tugas dalam suatu pekerjaan. kemampuan manusia tersusun dalam dua faktor yakni kemampuan intelektual merupakan kemampuan untuk menjalankan kegiatan mental sedangkan kemampuan fisik merupakan kemampuan yang diperlukan untuk melakukan tugas-tugas yang menuntut stamina, kecekatan, dan bakat-bakat sejenis. oleh karena itu peningkatan kemampuan sumber daya manusia sangat mutlak diperlukan karena untuk melakukan tugas-tugas dalam meningkatkan pengelolaan secara efisien dan efektif yang tinggi untuk mencapai berbagai tujuan yang ingin dicapai. b. Rendahnya Partisipasi Masyarakat. Partisipasi masyarakat merupakan suatu alat guna memperoleh informasi mengenai kondisi,kebutuhan, dan masyarakat setempat yang tanpa kehadirannya program pembangunan serta proyek-proyek akan gagal. oleh karena itu masyarakat lebih mempercayai proyek atau program pembangunan jika merasa dilibatkan dalam proses persiapan perencanaanya,karena mereka akan lebih mengetahui seluk-beluk proyek tersebut dan akan mempunyai rasa memiliki terhadap proyek tersebut Ekonomi Desa 100 karena itu merupakan hak masyarakat untuk terlibat langsung dalam pembangunan masyarakat itu sendiri. Mengenai partisipasi masyarakat dalam penelitian ini dapat dilihat dalam berbagai tahap yang meliputi: 1. Partisipasi masyarakat dalam proses pembuatan keputusan Partisipasi masyarakat dalam membuat keputusan sangat kurang, karena masyarakat tidak mau ikut campur dengan urusan kebijakan membantu pemerintah, padahal kebijakan ini untuk masyarakat terutama dalam memperoleh kebutuhan dalam hidup sehari-hari. 2. Partisipasi dalam pelaksanaan. Peran serta masyarakat dalam penggunaan dana ADD mengacu pada kegiatan-kegiatan yang telah disepakati dalam musyawarah desa yang akan di danai dari ADD. Masyarakat tidak begitu aktif dalam pelaksanaan ADD ini disebabkan bahwa mereka lebih mementingkan mencari kebutuhan sehari-hari. Partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan ADD ini sangat kurang, sekalipun ada, yang aktif. 3. Partisipasi dalam memanfaatkan hasil. Partisipasi masyarakat dalam memanfaatkan hasil dari pembangunan yang bersumber dari dana ADD masyarakat dapat menikmati dari hasil pembangunan yang telah dibuat. Namun didalam pemanfaatan hasil dari pelaksanaan dana ADD ini, masyarakat semua ikut tetapi dalam pengasuhannya atau menjaga kondisi pembangunan sangat sedikit masyarakat yang aktif agar terlaksananya pemanfaatan Dana ADD yang sesuai dengan keinginan masyarakat banyak. 101 Ar Royyan, Dkk 4. Partisipasi dalam evaluasi. Masyarakat diberikan kesempatan untuk menilai baik dan buruknya hasil pembangunan yang telah dicapai. Masukan dapat disampaikan dalam musyawarah desa baik oleh masyarakat secara langsung maupun melalui BPD selaku institusi perwakilan masyarakat. Partisipasi masyarakat dalam evaluasi program ini sangat aktif.52 c. Rendahnya kemampuan pelaksanaan kebijakan ADD Kemampuan dalam pelaksanaan alokasi dana desa (ADD) yang di canangkan oleh Pemerintah menjadi tantangan tersendiri bagi pemerintah desa, ADD tersebut masih bisa dikatakan kecil dalam pembangunan fisik meski ditunjang berbagai swadaya masyarakat, hal ini menjadi perhatian pemerintah desa sebagai pengambil kebijakan adalah bagaimana menerapkan agar program Alokasi Dana Desa (ADD) ini sebagai langkah dalam usaha pemberdayaan masyarakat untuk memenuhi sarana dan prasarana desa. d. Kurangnya Koordinasi Para Pelaksana Tugas Kebijakan Keberhasilan dalam pengelolaan alokasi dana desa (ADD) sangat ditentukan oleh dukungan dan peran serta semua pihak khususnya instansi pengelola alokasi dana desa mulai dari tingkat kabupaten, kecamatan dan tim pengelola tingkat desa melalui pelaksanaan tugas dan fungsi masing-masing. Kegiatan ini dapat dijadikan sebagai media koordinasi khususnya bagi pengelolaan alokasi dana desa di tingkat desa. 52 Haryati (2015). Efektivitas Pemanfaatan Alokasi Dana Desa (ADD) Di Desa Rambah Jaya Kecamatan Bangun Purba Kabupaten Rokan Hulu. Jurnal JOM FISIP Volume 2 No. 1 hal. 12. Ekonomi Desa 102 untuk, mewujudkan tujuan pengelolaan alokasi dana desa setidaknya mengacu pada prinsip keterbukaan dengan melibatkan seluruh masyarakat desa baik dalam proses perencanaan,pelaksanaan, maupun evaluasi serta dapat bertanggung jawab secara administrasi teknis dan hukum.53 53 Prabawa (2015). Pengelolaan Alokasi Dana Desa Dalam Pembangunandi Desa Loa Lepu Kecamatantenggarong Seberang Kabupaten Kutai Kartanegara. jurnal ilmu pemerintahan. hal 234. 103 Ar Royyan, Dkk BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Dalam Upaya pemberdayaan masyarakat merupakan jalan yang masih panjang dan masih penuh tantangan. Hanya dengan komitmen yang kuat dan keberpihakan yang tulus, serta upaya yang sungguhsungguh, pemberdayaan masyarakat petani dapat diwujudkan. Terlebih dalam menghadapi tantangan di era globalisasi membutuhkan komitmen yang kuat dari pemerintah, para pelaku ekonomi, rakyat, lembaga pendidikan, organisasi profesi dan organisasi-organisasi non-pemerintah lainnya. Komitmen ini dapat diwujudkan dalam bentuk memberikan kepercayaan berkembangnya kemampuan-kemampuan lokal atas dasar kebutuhan setempat (daerahnya sendiri). Penguatan peran serta masyarakat petani sebagai pelaku pembangunan, harus didorong seluas-luasnya melalui program-program pendampingan menuju suatu kemandirian mereka. Disamping itu pula, perlu pengembangan organisasi, ekonomi jaringan dan faktor-faktor pendukung lainnya. Dengan usaha pemberdayaan masyarakat yang demikian, mudah-mudahan dapat membebaskan mereka dari kemiskinan dan keterbelakangan untuk menuju kehidupan yang lebih baik. Pemberdayaan tersebut diupayakan melaaui peningkatan kapasitas SDM (Sumber Daya Manusia) agar dapat bersaing memasuki pasar tenaga kerja dan kesempatan berusaha yang dapat menciptakan dan meningkatkan pendapatan rumah tangga. Ekonomi Desa 104 Proses pemberdayaan tersebut tidak lagi menganut pola serapan, tetapi didesentralisasikan sesuai potensi dan keragaman sumber daya wilayah. Demikian pula kesempatan berusaha tidak harus selalu pada usaha tani padi (karena dengan luas lahan sempit tidak mungkin dapat meningkatkan kesejahterannya), tetapi juga pada usaha tani non padi perlu dikembangkan. Dalam kaitannya dengan itu, upaya peningkatan ketahanan pangan tidak terlalu fokus pada pengembangan pertanian (dalam arti primer), tetapi juga diarahkan pada sistem dan usaha agribisnis yang berdaya saing, berkelanjutan, berkerakyatan dan terdesentralisasi. Pemberdayaan masyarakat merupakan suatu proses yang pada hakikatnya bertujuan untuk terwujudnya perubahan. Pemberdayaan masyarakat merupakan suatu upaya untuk memberikan kemampuan sekaligus kesempatan kepada masyarakat untuk ikut berperan aktif dalam pembangunan. Salah satu dampak positif pelaksanaan program pemberdayaan masyarakat, yaitu masyarakat mampu mengambil tanggungjawab terhadap pekerjaan mereka. Dari hasil penelitian dan pembahasan di atas dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut: Pelaksanaan alokasi dana desa di kecamatan Kuala Nagan Raya masih belum maksimal dalam memanfaatkan potensi desa, karena program diarahkan untuk pembangunan infrastruktur, sedangkan pengelolaan potensi peningkatan ekonomi masyarakat belum maksimal. Menjawab pertanyaan tentang masalah pemanfaatan ekonomi desa, pemerintah harus sangat peduli tentang pelaporan dan akuntabilitas pendanaan desa. pengunaan dana desa tidak hanya di arahkan kepada sisi pembangunan fisik, namun kepada beberapa prioritas lainnya seperti 105 Ar Royyan, Dkk peningkatan pemberdayaan masyarakat melalui penciptaan kelompok pemberdayaan dan Badan Usaha Milik desa, selain itu pembinaan msyarakat seperti adanya pengembangan pendidikan anak usia dini, kelompok kesenian di desa dan juga sarana olahraga bagi pemuda. Menurut filosofi, dasar hukum dan tujuan dasar dari alokasi dana desa, kabupaten Nagan Raya memiliki potensi desa besar dari sumber daya alam. Desa-desa potensial memainkan peran penting dalam melaksanakan program pemberdayaan ekonomi masyarakat. Alokasi dana desa harus diarahkan untuk mendorong pengembangan masyarakat, keterampilan pelatihan, pemberdayaan usaha milik desa (BUMG) melalui potensi desa, dengan harapan masyarakat akan mendapatkan pendidikan ekonomi sehingga terwujudnya program peningkatan ekonomi. dapat diimplementasikan secara maksimal. Disamping itu pemerintah juga harus meningkatkan pengawasan di berbagai sektor terhadap penggunaan dana desa, seperti pelaporan penggunaan anggaran yang terintegrasi dengan pemerintah pusat. semoga hasil dari penelitian ini adalah penelitian yang dilakukan pemerintah, akademisi, dan masyarakat. B. Saran 1. Peningkatan dalam pemberdayaan masyarakat harus lebih dioptimalkan lagi, agar program pemberdayaan masyarakat yang ada di desa semakinberkembang dan agar warga masyarakat desa lebih berdaya dalam tatanan sosial, politik, dan ekonomi. 2. Meningkatkan keterlibatan masyarakat tidak hanya sebagai obyek dan pelakudalam pemberdayaan masyarakat, tetapi juga Ekonomi Desa 106 melibatkan masyarakat dalammenentukan dan membuat program pemberdayaan masyarakat. 3. Perlu di tingkatkan dalam penyusunan kegiatan perencanaan pembangunansecara partisipatif dengan melibatkan masyarakat, agar masyarakat dapatterlibat aktif dalam program pembangunan. 4. Perlu adanya dukungan serta keterlibatan pemerintah daerah Kabupaten Nagan Raya Kecamatan Kuala dalam memberi pelatihan kepada Kepala Desa agar Kepala Desa dapat menjalankan tugas dan fungsinya di bidang Pengelolaan alokasidana desa yang efektif dan efisien. Menggali dan memanfaatkan potensi sumberdaya yang ada untuk kepentingan pembangunan di Desa hal ini sangat berpengaruh dalam mewujudkan kemandirian masyarakat, agar masyarakat dapat mengembangkan potensi sumberdaya yang ada padanya, oleh karena itu perlu adanya optimalisasi kegiatan yang dilakukan Kepala Desa serta dukungan dari berbagai pihak juga perlu agar dapat terwujudnya kesejahteraan masyarakat dan tercapainya tujuan yang di inginkan. 107 Ar Royyan, Dkk DAFTAR RUJUKAN Abidin, M.Z (2015). Tinjauan Atas Pelaksanaan Keuangan Desa Dalam Mendukung Kebijakan Dana Desa (Study Of Implementation Of Village Finance To Support Fund Village Policy). Jurnal Ekonomi & Kebijakan Publik, Vol. 6 No. 1. Abu Ranum, (2015). Pengelolaan Alokasi Dana Desa (ADD) Dalam pembangunan Fisik Desa Rayan makmur Kecamatan Long Ikis Kabupaten Paser. Jurnal Ilmu Pemerintahan, hal. 1630-1633. Adisasmita, R. (2006). Membangun Desa Partisipatif. Yogyakarta: Graha Ilmu. Annivelorita. (2015). Implementasi Alokasi Dana Desa (ADD) Dalam Meningkatkan Pembangunan Desa Liang Butan Krayan Kabupaten Nunukan. Jurnal Administrasi Negara,.3 (5) hal. 17121726. Atmojo, M.E, dkk (2017), Efektivitas dana desa untuk pengembangan potensi ekonomi berbasis partisipasi masyarakat di Desa Bangunjiwo. Jurnal Sosial Politik Humaniora. Azwardi & Sukanto. (2014). Efektifitas Alokasi Dana Desa (ADD) Dan Kemiskinan Di Provinsi Sumatra Selatan. Jurnal Ekonomi Pembangunan. Vol 12. No 1. Hlm 29-41. Badan Pengawas Keuangan dan pembangunan (BPKP). (2015). Petunjuk Pelaksanaan Bimbingan & Konsultasi Pengelolaan Keuangan Desa. Deputi Bidang Pengawasan Penyelenggaraan Keuangan Daerah. Bempah, R (2013), Analisis Alokasi Dana Desa dalam Meningkatkan Pendapatan Penduduk Miskin di Kecamatan Poso Pesisir Kabupaten Poso, e-Jurnal Katalogis, Volume I Nomor 2. Ekonomi Desa 108 BPS. (2015). Kecamatan Kuala Dalam Angka. Badan Pusat Statistik Nagan Raya. BPS. (2016). Kecamatan Kuala Dalam Angka. Badan Pusat Statistik Nagan Raya. BPS. (2016). Luas Kabupaten Nagan Raya Bedasarkan Kecamatan 20112015. Badan Pusat Statistik Kabupaten Nagan Raya. BPS. (2017). Distribusi Luas Kabupaten Nagan Raya Menurut Kecamatan 2011-2015. Badan Pusat Statistik Kabupaten Nagan Raya. Chambers, R. 1985. Rural Development : Putting The Last First. London ; New York Daldjoeni dan Suyitno. (2004). Perdesaan, Pembangunan. Bandung: PT Alumni. Lingkungan Dan Darmiasih, N.K. Sulindawati, N.L.G.E. & Darmawan, N.A.S. (2015). Analisis Mekanisme Penyaluran Dana Desa Pada Pemerintah Desa (Studi Kasus Pada Desa Tribuana, Kec. Sidemen, Kab. Karangasem). E-Jurnal Akutansi Vol 1. No. 3. Hal 1-12. Deputi PPKD. (2015). Petunjuk Pelaksanaan Bimbingan dan Konsultasi Pengelolaan Keuangan Desa. Badan Pengawasan Keuangan Dan Pembangunan (BPKP). Direktorat Jendral Perimbangan Keuangan RI, Kebijakan Dana Desa Tahun 2016. Kementrian Keuangan Republik Indonesia. Dura, J. (2016). Pengaruh Akuntabilitas Pengelolaan Keuangan Alokasi Dana Desa, Kebijakan Desa, dan Kelembagaan Desa Terhadap Kesejahteraan Masyarakat (Studi Kasus Pada Desa Gubugklakah Kecamatan Poncosukmono Kabupaten Malang). Jurnal JIBEKA, Vol 10. No 1. Eko, S. (2015), Regulasi baru, Desa Baru, Ide, Misi, dan Semangat UU Desa. Jakarta: Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, Dan Transmigrasi Republik Indonesia. 109 Ar Royyan, Dkk Friedman, John. 1992. Empowerment The Politics of Alternative Development. Blackwell Publishers, Cambridge, USA. Halim, A. (2004). Bunga Rampai Manajemen Keuangan Daerah. Edisi Revisi. Yogyakarta: UPP AMP YKPN. Haryati (2015). Efektivitas Pemanfaatan Alokasi Dana Desa (ADD) Di Desa Rambah Jaya Kecamatan Bangun Purba Kabupaten Rokan Hulu. Jurnal JOM FISIP Volume 2 No. 1. Jasper, James M. 2010. Social Movement Theory Today: Toward a Theory of Action?. Sociology Compass 4/11 (2010): pp.,965976, 10.1111/j.9020.2010.000329.x,.New York: Graduate Center of the City University of New York. Jimu, M.I. 2008. Community Development. Community Development:A Cross-Examination of Theory and Practice Using Experiences in Rural Malawi. Africa Development,Vol. XXXIII, No. 2, 2008, pp. 23–3. Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal Dan Transmigrasi. (2015) Indek Desa Membangun 2015. Kementerian Keuangan, (2017). Dana Desa Untuk Kesejahteraan Desa, Direktorat Perimbangan Keuangan Desa. Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia Dan Kebudayaan. (2016). Buku bantu pengelolaan dan pembangunan desa. Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia Kebudayaan. (2016). Buku Bantu Pengelolaan Pembangunan Desa Dan Dan Kementerian PPN/Bappenas, (2017). Strategi Peningkatan Dan Perluasan Pelayanan Dasar Bagi Masyarakat Miskin Dan Rentan Strategi Lini Depan, Panduan Tahap Uji Coba. Ekonomi Desa 110 KPK, (2015). Laporan Hasil Pengelolaan Keuangan Desa: Alokasi Dana Desa Dan Dana Desa. Mardeli, I (2015), Kedudukan Desa Dalam Sistem Ketatanegaraan Republik Indonesia. Artikel tesis UAJY, Yogyakarta. Mubarak, Z. 2010. Evaluasi Pemberdayaan Masyarakat Ditinjau Dari Proses Pengembangan Kapasitas Pada Program PNPM Mandiri Perkotaan Di Desa Sastrodirjan Kabupaten Pekalongan. Tesis. Program Studi Magister Teknik Pemberdayaan Wilayah Dan Kota. Undip. Semarang. Nurcholis, H. (2011) Pertumbuhan dan Penyelenggaraan Pemeritahan Desa. Jakarta, Erlangga. Pearsons, Talcot. 1991. The Social System. Routledge is an imprint of Taylor & Francis, an informa company. Prabawa (2015). Pengelolaan Alokasi Dana Desa Dalam Pembangunan di Desa Loa Lepu Kecamatantenggarong Seberang Kabupaten Kutai Kartanegara. jurnal ilmu pemerintahan. Purwaningsih, E. (2008). Partisipasi Masyarakat Dalam Pembangunan Desa. Jurnal Jantra, 3(6), 443 452. Ramadana, C.B., Ribawanto, H. dan Suwondo, Keberadaan Badan Usaha Milik Desa (Bumdes) Sebagai Penguatan Ekonomi Desa (Studi Di Desa Landungsari, Kecamatan Dau, Kabupaten Malang) . Jurnal Administrasi Publik (JAP), Vol. 1, No. 6, Hal. 1068-1076 Ramly, A. (2017). Akselerasi Dana Desa, Opini serambinews http://aceh.tribunnews.com/2017/09/12/akselerasi-dana-desa, Selasa 12 september 2017. Diakses pada hari Jumat 6 Juli 2018. Ramly, A. dan Wahyuddin, (2017). Implementasi Kebijakan Dana Desa Dalam Pengelolaan Dan Peningkatan Potensi Desa (Studi Kasus Kec Kuala Kabupaten Nagan Raya), Seminar Nasional II USM 2017 Eksplorasi Kekayaan Maritim Aceh di Era Globalisasi dalam 111 Ar Royyan, Dkk Mewujudkan Indonesia sebagai Poros Maritim Dunia Vol. 1, 379-392. Rusmanto, Joni. 2013. Gerakan Sosial Sejarah Perkembangan Teori Kekuatan dan Kelemahannya. Zifatama Publishing. Sidoarjo. Setyobakti, H. M. (2017). Identifikasi masalah dan Potensi Desa Berbasis Indek Desa Membangun (IDM) di Desa Gondowangi Kecamatan Wagir Kabupaten Malang. Jurnal Penelitian Ilmu Ekonomi WIGA, 7, 1–14. Shucksmith, Mark. 2013. Future Direction in Rural Development. Carnegie UK Trust. England. Sipahelut, M. (2010). Analisis Pemberdayaan Masyarakat Nelayan Di Kecamatan Tobelo Kabupaten Halmahera Utara. Tesis. IPB. Bogor. Suharto E. 2005. Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat. Kajian Strategi Pembangunan Kesejahteraan Sosial dan Pekerjaan Sosial. Bandung: PT Refika Aditama. Suharyanto & Arif Sofianto (2012). Innovative Model Of Integrated Rural Development In Central Java. Jurnal Bina Praja Volume 4 No. 4. Sukidjo. (2009). Strategi Pemberdayaan Pengentasan Kemiskinan Pada PNPM Mandiri. Jurnal Cakrawala Pendidikan Th. XXVIII, No. 2. 155-164. Sulumin, H.H. (2015). Pertanggungjawaban Penggunaan Alokasi Dana Desa Pada Pemerintahan Desa Di Kabupaten Donggala. E-jurnal Katalogis, Vol 3 Nomor 1, hlm 43-53. Suparman, Kusnadi, D. & Haryono, D. (2014). Implementasi Program Alokasi Dana Desa di Kecamatan Sukadana Kabupaten Kayong Utara. Jurnal PMIS-UNTAN-PSIAN, hlm 1-20. Ekonomi Desa 112 Sutoro Eko, dkk. Desa Membangun Indonesia, Yogyakarta: Forum Pengembangan Dan Pembaharuan Desa (FPPD) dan ACCESS, 2014. Tim KOMPAK (2017). Analisa Kebijakan Dana Desa dan Penanggulangan Kemiskinan. Kerjasama Kementerian PPN/Bapennas dan Australian Government. Wilson, Terry. 1996. The Empowerment Mannual, London: Grower Publishing Company. 113 Ar Royyan, Dkk LAMPIRAN Foto Kegiatan Masyarakat Dan Observasi Penulis Ekonomi Desa 114 BIODATA PENULIS Ar Royyan Ramly lahir di Meulaboh pada tanggal 2 Oktober 1990. Menamatkan Madrasah Aliyah Negeri Meulaboh Tahun 2008, dan melanjutkan Studi jurusan Syariah Muamalah wa Iqtishad IAIN Ar-Raniry Tamat Pada Tahun 2013, serta melanjutkan studi Magister Ekonomi dan Keuangan Islam pada pascasarjana FE UII Tamat Tahun 2015. Penulis memiliki beberapa pengalaman organisasi pernah aktif di ISKADA cabang Meulaboh, Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Banda Aceh, dan organisasi intenal kampus BEM Fakultas Syariah tahun 2011. Sekarang penulis mengajar di Universitas Serambi mekkah pada Fakultas Agama Islam jurusan Perbankan Syariah. Serta menjadi dosen luar biasa UIN Ar-Raniry Banda Aceh, STAIN Dirundeng Meulaboh, STIS NU Mahyal Ulum Aziziyah Sibreh. Penulis juga aktif menulis bebrapa Opini, Jurnal Internasional dan aktif mengikuti konferensi dan seminar. 115 View publication stats Ar Royyan, Dkk