SUBJEK PERUKYAT HILAL Dzikri Amanulloh Program Studi Ilmu Falak, Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya e-mail : [email protected] Abstrak Penentuan awal bulan Qamariah dalam Kalender Hijriah merupakan hal yang penting bagi umat agama Islam. Hal ini dikarenakan banyak kegiatan ibadah umat Islam yang pelaksanannya berkaitan erat dengan waktu-waktu tertentu, seperti Ibadah Haji, Puasa, Idul Fitri, Idul Adha, dan sebagainya. Terdapat beberapa metode untuk menentukan masuknya awal bulan Qamariah, seperti hisab dan rukyat. Hisab merupakan metode penentuan awal bulan dengan cara perhitungan. Sedangkan rukyat adalah metode penentuan awal bulan dengan cara melakukan pengamatan. Biasanya orang yang melakukan rukyat tersebut disebut dengan syahid atau subjek perukyat hilal. Kata kunci : rukyat, hilal, subjek Abstrak Determination of the beginning of the Qamariah in the Hijri Calendar is important for Muslims. This is because many Muslim worship activities are closely related to certain times, such as the Hajj, Fasting, Eid al-Fitr, Eid al-Adha, and so on. There are several methods to determine the entry of the beginning of the Qamariah, such as reckoning and rukyat. Reckoning is a method of determining the beginning of the month by means of calculations. While rukyat is a method of determining the beginning of the month by observing. Usually people who do rukyat called shaheed or the subject of hilal observer. Keywords: rukyat, hilal, subject PENDAHULUAN Penentuan awal bulan merupakan hal yang sangat penting bagi umat Islam karena sangat berkaitan erat dengan kegiatan ibadah umat Islam. Secara garis besar ada dua metode yang sering digunakan dalam menentukan masuknya awal bulan Qamariah dalam Kalender Hijriah. Dua metode tersebut yaitu hisab dan rukyat. Hisab berasal dari bahasa arab, yaitu masdar dari kata حسبyang berarti hitungan, perhitungan.1 Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) hisab berarti hitungan, perhitungan, perkiraan.2 Sehingga dapat disimpulkan bahwa hisab merupakan metode perhitungan ataupun perkiraan yang digunakan dalam menentukan masuknya awal bulan Qamariah. Rukyat berasal dari bahasa arab, yaitu ra’a, yara, ra’yan, ru’yatan yang berarti melihat, mengira, menyangka atau menduga.3 Sedangkan dalam KBBI rukyat merupakan perihal melihat bulan tanggal satu untuk menentukan hari permulaan dan penghabisan puasa Ramadhan. Dalam KBBI rukyat juga diartikan sebagai penglihatan, pengamatan.4 Sehingga dapat dikatakan bahwa rukyat merupakan metode penentuan awal bulan dengan cara melakukan pengamatan baik menggunakan alat optik maupun dengan mata telanjang. Kegiatan rukyatul hilal adalah kegiatan yang bisa dikatakan gampang-susah. Kegiatan ini dapat dikatakan gampang karena orang yang merukyat hilal hanya tinggal melihat ke ufuk barat tempat matahari tenggelam. Kegiatan ini juga dapat dikatakan susah karena memerlukan persiapan yang matang dan juga orang yang melakukan rukyat juga harus sudah dibekali ilmu tentang ini. Sehingga dapat dikatakan 1 Ahmad Warson Munawwir, Kamus al-Munawir, (Surabaya: Pustaka Progressif, 1997), hal. 261. KBBI 3 Ahmad Warson Munawwir, Kamus al-Munawir, (Surabaya: Pustaka Progressif, 1997), hal. 494 – 495. 4 KBBI 2 bahwa orang yang melakukan rukyatul hilal merupakan orang yang sudah ahli atau sudah cukup sering melakukan ini. PEMBAHASAN َ ير َمكَّةَ َخ ب ِ س ْي ِه ْب ِه ا ْل َح ِار َ عه ُح َ ط َ أ َ َّن أ َ ِم- ِم ْه َجدِيلَ ِة قَ ْي ٍس- ث ا ْل َج َد ِل ُّى لر ْؤيَ ِة فَ ِإ ْن َ ُصلَّى هللا َ َِّللا َ ََ ًِ علَ ْي ُ سلَّ َم أ َ ْن وَ ْى َّ سُ ُل ُ ث ُ َّم قَا َل ع ٍَِ َد إِلَ ْيىَا َر ُّ سكَ ِل ش ٍَا َدتِ ٍِ َما َ ِس ْكىَا ب َ لَ ْم وَ َريُ ََش ٍَِ َد شَا ٌِدَا َ َع ْد ٍل و Terjemahan : Dari Husain bin Al Harits Al Jadali yang berasal dari Jadilah Qais, bahwa Amir Mekkah telah berkhutbah, ia berkata; Rasulullah saw mengamanatkan kepada kami agar melaksanakan ibadah (haji) berdasarkan rukyat. Jika kami tidak berhasil merukyat tetapi ada dua saksi adil (yang berhasil merukyat), maka kami melaksanakan ibadah berdasarkan kesaksian keduanya. (HR. Abu Daud No. 2338).5 Penjelasan : َ ير َم َّكةَ َخ َّ سٌ ُل س َك ُ سلَّ َم أ َ ْن نَ ْن ُ ع ِيدَ ِإلَ ْينَا َر َ ُصلََّ للا َ ب ث ُ َّم قَا َل َ ط َ ًَ علَ ْي ِو َ ِّللا َ أ َ َّن أ َ ِم لرؤْ َي ِة ُّ ِل “Amir Mekkah telah berkhutbah, ia berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi Wasallam mengamanatkan kepada kami untuk beribadah (haji) berdasarkan rukyat.” Berdasarkan pesan Nabi saw. kepada Amir Makkah (Penguasa Makah) dalam hadis diatas, yaitu mengenai penentuan hari-hari manasik haji seperti, hari 5 HR. Abu Daud no. 2338. Arafah, Idul Adha, dan hari-hari tasyriq ditetapkan berdasarkan rukyat. Rukyat yang diutamakan adalah rukyat Amir Makkah (Penguasa Makkah), sebagai penguasa wilayah di mana Ibadah Haji dilaksanakan, dan juga sekaligus memiliki otoritas dalam penetapan hari-hari manasik haji, bukan dari negeri-negeri Islam yang lain. Dan hasil rukyat yang digunakan adalah hasil rukyat pada akhir bulan sebelumnya yaitu tanggal 29 Dzulqa’dah. ش َيادَتِ ِي َما َ ِس ْكنَا ب َ ًَ ُفَإ ِ ْن لَ ْم ن ََره َ َش ِيدَ شَا ِىدَا َع ْد ٍل ن “Jika kami (Amir Makkah) tidak melihatnya sementara ada dua orang yang adil bersaksi melihatnya, maka kami beribadah karena persaksian keduanya.” Hadis pada bagian ini, menerangkan jika Amir Makkah atau pemerintah tidak berhasil merukyat (melihat hilal secara langsung), tetapi ada dua orang saksi adil yang berhasil merukyat, maka tetap dapat melaksanakan ibadah berdasarkan kesaksian keduanya. Maksud dari adil di sini yakni seseorang yang dengan keistiqomahan yang sempurna dalam berbagai bentuk dan kegiatan agama seperti menjalankan segala kewajiban, menepati segala yang diperintahkan, menjauhi hal-hal yang dilarang, bersungguh-sungguh menjalankan taqwa, selamat dari kefasikan dan menjaga ucapannya yang dapat merusak agama dan muru’ah (salah satu nilai yang berlaku di masyarakat). Intinya adalah adil menurut Islam yaitu tidak pernah melakukan dosa besar dan jarang melakukan dosa kecil. Terdapat beberapa syarat seseorang sebagai perukyat hilal yaitu, yang pertama adalah muslim yang adil, dan yang kedua adalah kesaksian seorang perukyat oleh amir makkah yang telah disepakati. Kesaksian dua saksi yang adil ialah pendapat umum para fuqaha, ada yang mengatakan kesaksian satu orang muslim yang adil sudah dapat diterima. Adapun kriteria subyek perukyat menurut Imam Hanafi, Imam Syafi’i dan Imam Hambali, serta Imam Maliki dengan penjelasan sebagai berikut : 1. Subyek Perukyat menurut Imam Hanafi Imam Hanafi menetapkan jika awan dalam keadaan cerah, maka dengan rukyat kolektif (ru’yat al-jamā’ah) dan tidak mengambil kesaksian orang per orang menurut pendapat yang rājih, dengan alasan, dalam keadaan cuaca cerah tentu tidak ada penghalang bagi seseorang untuk tidak dapat melihat hilal, sementara yang lain melihat. Tetapi jika hilal dalam keadaan tidak memungkinkan untuk dilihat, mencukupilah kesaksian satu orang dengan syarat ia beragama Islam, adil, berakal, dan dewasa.6 Imam Hanafi juga membedakan antara hilal Ramadhan dan hilal Syawal ketika keadaan cuaca tidak cerah. Hilal Ramadhan cukup dengan kesaksian dari satu orang laki-laki dan satu orang wanita dengan syarat Islam, berakal, dan adil. Sedangkan hilal Syawal harus dengan kesaksian dari dua orang laki-laki atau satu orang laki-laki dan dua orang wanita.7 2. Subyek Perukyat menurut Imam Syafi’i dan Imam Hambali Imam Syafi’i dan Imam Hambali menetapkan minimal dengan kesaksian satu orang muslim yang adil sudah dapat diterima, baik cuaca dalam keadaan cerah atau ada penghalang, dengan catatan, perukyat (alrā’ī) beragama Islam, dewasa, berakal, merdeka, laki-laki dan adil. Selanjutnya kesaksian (rukyat) tersebut harus dipersaksikan dihadapan qāḍī (Pemerintah). Hal ini bedasarkan hadis dari Ibnu Umar ra. : َّ ََّصل َّ سٌ َل ُسلَّ َم أ َ ِنّي َرأ َ ْيتُو ُ اس ْال ِي ََل َل فَأ َ ْخ َب ْرتُ َر ُ َّت َ َرا َءٍ الن َ ُّللا َ ًَ علَ ْي ِو َ ِّللا ِِ امو ِ ص َي ِ اس ِب َ َف َ َّصا َموُ ًَأ َ َم َر الن Ibnu Umar berkata, “Orang-orang berusaha melihat Hilal, maka aku mengabarkan kepada Rasulullah Shallallahu `Alaihi Wasallam bahwa aku 6 Sakirman, Menelisik Metodologi Hisab-Rukyat di Indonesia, (Semarang: PPs IAIN Walisongo, 2011), hal. 348. 7 Muhammad Zaenuri, Skripsi: Uji kelayakan tempat pengamatan hilal di Yayasan Lajnah Falakiyah Al Husiniyah Cakung Jakarta Timur, (Semarang: IAIN Walisongo, 2013), hal. 32. telah melihatnya. Maka beliau shaum karena hal itu, dan beliau memerintahkan orang-orang untuk shaum.” (HR. Abu Daud No. 1995).8 Sedangkan untuk hilal Syawal Imam Syafi’i dan Imam Hambali berpendapat bahwa untuk menetapkan hilal Syawal minimal kesaksian dari dua orang laki-laki. 3. Subyek Perukyat menurut Imam Maliki Adapun Imam Maliki menetapkan dengan tiga kriteria, yaitu yang pertama rukyat kolektif (banyak orang). Yang kedua rukyat satu orang adil dengan memberi tahu kepada Imam supaya orang lain dapat melihat bersamanya sehingga baru boleh di tetapkan berdasarkan kesaksian tersebut, tetapi jika orang lain tidak bisa melihatnya, maka Imam menolak kesaksiannya. Yang ketiga adalah rukyat oleh dua orang laki-laki yang adil, merdeka, baligh, berakal, tidak berbuat maksiat (dosa) besar, tidak terus menerus melakukan maksiat kecil, dan tidak melakukan perbuatan yang menciderai kepribadiannya.9 Kemudian dalam penentuan awal bulan Ramadhan dan Idul Fitri, Imam Malik berpendapat bahwa untuk menentukan puasa dan hari raya minimal dengan kesaksian dua orang yang adil.10 Di Indonesia sendiri juga memiliki kriteria atau syarat agar seseorang bisa menjadi syahid atau perukyat hilal. Beberapa syarat untuk menjadi seorang perukyat hilal yaitu sebagai berikut: a. Aqil baligh atau sudah dewasa. b. Beragama Islam. c. Laki-laki atau perempuan. d. Sehat akalnya. 8 HR. Abu Daud no. 1995. Sakirman, Menelisik Metodologi Hisab-Rukyat di Indonesia, (Semarang, PPs IAIN Walisongo 2011) , hal. 350. 10 Muhammad Zainul Mushthofa, Skripsi: Uji kelayakan Pantai Kartini Jepara sebagai tempat rukyat al-hilal, (Semarang: IAIN Walisongo, 2013), hal. 28. 9 e. Mampu melakukan rukyat. f. Jujur, adil dan dapat dipercaya. g. Jumlah perukyat lebih dari satu orang. h. Mengucapkan sumpah kesaksian rukyat al-hilal. i. Sumpah kesaksian rukyat hilal di depan sidang Pengadilan Agama/Mahkamah Syar’iyah dan dihadiri oleh dua orang saksi. KESIMPULAN Dalam penentuan awal bulan Qamariyah dalam Kalender Hijriah, para ulama memiliki berbagai macam pendapat yang berbeda-beda. Tetapi dari penjelasan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa terdapat satu kesamaan yaitu bahwa dalam menentukan hari raya Idul Fitri hanya dapat diterima persaksian dari dua orang laki-laki. Kemudian Indonesia sendiri juga memiliki kriteria sendiri yang dibuat oleh Pemerintah. Hal ini dikarenakan kriteria yang ditetapkan oleh para Fuqaha sulit untuk dilakukan di zaman sekarang, misalnya kriteria orang yang adil. Orang yang adil menurut Fuqaha yaitu tidak pernah melakukan dosa besar dan jarang melakukan dosa kecil. Di zaman sekarang ini untuk memenuhi kriteria tersebut hampir tidak bisa dilakukan. Oleh karena itu Pemerintah harus ikut andil dalam hal ini agar bisa tetap menentukan awal bulan tanpa harus melanggar aturan tersebut. DAFTAR PUSTAKA Zaenuri, Muhammad. 2013. “Uji kelayakan tempat pengamatan hilal di Yayasan Lajnah Falakiyah Al Husiniyah Cakung Jakarta Timur”. Skripsi. FSEI. Ilmu Falak. IAIN Walisongo, Semarang. Mushtofa, Muhammad Zainul. 2013. “Uji kelayakan Pantai Kartini Jepara sebagai tempat rukyat al-hilal”. Skripsi. FSEI. Ilmu Falak. IAIN Walisongo, Semarang. Sakirman. 2011. Menelisik Metodologi Hisab-Rukyat di Indonesia. PPs IAIN Walisongo, Semarang. HR. Abu Daud Kamus Besar Bahasa Indonesia