LAPORAN PENDAHULUAN “CYSTITIS” A. Definisi Cystitis adalah inflamasi kandung kemih yang paling sering disebabkan oleh penyebaran infeksi dari uretra. Hal ini dapat disebabkan oleh aliran balik urin dari uretra ke dalam kandung kemih. (Prabowo & Pranata, 2014) Sistitits (Cystitis) adalah inflamasi akut pada mukosa kandung kemih akibat infeksi oleh bakteri. Sistitis merupakan inflamasi kandung kemih yang disebabkan oleh penyebaran infeksi dari uretra (Nursalam & Fransisca, 2009). Cystitis dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu; a. Cystitis primer Merupakan radang yang mengenai kandung kemih radang ini dapat terjadi karena penyakit lain seperti batu pada kandung kemih, divertikel, hipertropi prostat dan striktura uretra. b. Cystitis sekunder Merupakan gejala yang timbul kemudian sebagai akibat dari penyakit primer misalnya uretritis dan prostatitis B. Etiologi Penyebab dari sistitis antara lain (Lyndon Saputra, 2009) : 1. Pada wanita, kebanyakan infeksi kandung kemih diakibatkan oleh infeksi ascenden yang berasal dari uretra dan seringkali berkaitan dengan aktivitas seksual. 2. Pada pria, dapat diakibatkan infeksi ascenden dari uretra atau prostat tetapi agaknya lebih sering bersifat sekunder terhadap kelainan anatomik dari traktus urinarius. 3. Mungkin berkaitan dengan kelainan kongenital traktus genitourinarius, seperti “blader neck obstruction:, stasis urine, refluks ureter dan “neurogenic bladder”. 4. Lebih sering terjadi pada penderita diabetes. 5. Dapat meningkat pada wanita yang menggunakan kontrasepsi atau diafragma yang tidak terpasang dengan tepat. 6. Kateterisasi urine mungkin menyebabkan infeksi. Etiologi dari cystitis berdasarkan jenisnya menurut yaitu : a. Infeksi : Bakteri Kebanyakan berasal dari bakteri Escherichia coly yang secara normal terletak pada gastrointestinal. Pada beberapa kasus infeksi yang berasal dari retra dapat menuju ginjal. Bakteri lain yang bisa menyebabkan infeksi adalah Enterococcus, Klebsiella, Proteus, Pseudomonas, dan Staphylococcus. Jamur Infeksi jamur, penyebabnya misalnya Candida. Virus dan parasit Infeksi yang disebabkan olehvirus dan parasit jarang terjadi. Contohnya adalah trichomonas, parasit ini terdapat dalam vagina, juga dapat berada dalam urin. b. Non infeksi : Paparan bahan kimia, contohnya obat-obatan (misalnya cyclophosphamide /cytotaxan, Procycox). Radio terapi Reaksi imunologi, biasanya pada pasien SLE (Systemic Lupus Erytematous) C. Patofisiologi 1. Patofisiologi Chystitis merupakan infeksi saluran kemih bagian bawah yang secara umum disebabkan oleh bakteri gram negatif yaitu Escheriachia Coli peradangan timbul dengan penjalaran secara hematogen ataupun akibat obstruksi saluran kemih bagian bawah, baik akut maupun kronik dapat bilateral maupun unilateral. Kemudian bakteri tersebut berekolonisasi pada suatu tempat misalkan pada vagina atau genetalia eksterna menyebabkan organisme melekat dan berkolonisasi disuatu tempat di periutenial dan masuk ke kandung kemih. Kebanyakan saluran infeksi kemih bawah ialah oleh organisme gram negatif seperti E. Colli, Psedomonas, Klebsiela, Proteus yang berasal dari saluran intestinum orang itu sendiri dan turun melalui urethra ke kandung kencing. Pada waktu mikturisi, air kemih bisa mengalir kembali ke ureter (Vesicouretral refluks) dan membawa bakteri dari kandung kemih ke atas ke ureter dan ke pelvis renalis. Kapan saja terjadi urin statis seperti maka bakteri mempunyai kesempatan yang lebih besar untuk bertumbuh dan menjadikan media yang lebih alkalis sehingga menyuburkan pertumbuhannya. Masuknya mikroorganisme ke dalam saluran kemih dapat melalui : 1. Penyebaran endogen yaitu kontak langsung dari tempat terdekat saluran kemih yang terinfeksi. 2. Hematogen yaitu penyebaran mikroorganisme patogen yang masuk melalui darah yang terdapat kuman penyebab infeksi saluran kemih yang masuk melalui darah dari suplai jantung ke ginjal. 3. Limfogen yaitu kuman masuk melalui kelenjar getah bening yang disalurkan melalui helium ginjal. 4. Eksogen sebagai akibat pemakaian alat berupa kateter atau sistoskopi. Menurut Tiber (1994), agen infeksi kebanyakan disebabkan oleh bakteri E. coly. Tipikal ini berada pada saluran kencing dari uretra luar sampai ke ginjal melalui penyebaran hematogen, lymphogendan eksogen. Tiga faktor yang mempengaruhi terjadnya infeksi adalah virulensi (kemampuan untuk menimbukan penyakit) dari organisme, ukuran dari jumlah mikroorganisme yang masuk dalam tubuh, dan keadekuatan dari mekanisme pertahanan tubuh. Terlalu banyaknya bakteri yang menyebabkan infeksi dapat mempengaruhi pertahanan tubuh alami pasien. Mekanisme pertahanan tubuh merupakan penentu terjadinya infeksi, normalnya urin dan bakteri tidak dapat menembus dinding mukosa bladder. Lapisan mukosa bladder tersusun dari sel-sel urotenial yang memproduksi mucin yaitu unsur yang membantu mempertahankan integritas lapisan bladder dan mencegah kerusakan serta inflamasi bladder. Mucin juga mencegah bakteri melekat pada selurotelial. Selain itu pH urine yang asam dan penurunan/kenaikan cairan dari konstribusi urin dalam batas tetap, berfungsi untuk mempertahankan integritas mukosa, beberapa bakteri dapat masuk dan sistem urin akan mengeluarkannya. D. PATHWAY E. Manifestasi Klinis Pasien sistitis mengalami urgency, sering berkemih,rasa panas dan nyeri pada saat berkemih, nokturia dan nyeri atau spasme pada area kandung kemih serta suprapubis. Piuria (adanya sel darah putih dalam urine), bakteri dan sel darah merah (hematuria) ditemukan pada pemeriksaan urine. Kit kultur memberikan informasi kualitatif yang umum mengenai jumlah koloni bakteri dan mengidentifikasi apakah organisme gram negarif atau positif (Brunner & Suddarth, 2002). Tanda dan gejala (Lyndon Saputra, 2002) : 1. Disuria (nyeri saat berkemih), polakisuria (kencing sedikit-sedikit dan sering), nokturia (kencing pada malam hari), rasa tidak enak di daerah suprapubis, nyeri tekan pada palpasi di daerah suprapubis. 2. Gejala sistemik berupa pireksia, kadang-kadang menggigil, sering lebih nyata pada anak-anak, kadang-kadang tanpa gejala atau tanda-tanda infeksi lokal dari traktus urinarius. 3. Urine keruh dan mungkin berbau tidak enak dengan leukosit, eritrosit dan organisme. Menurut Taber (1994), secara umum tanda dan gejala cystitis adalah : a. Disuria. b. Rasa panas seperti terbakar saat kencing. c. Ada nyeri pada tulang punggung bagian bawah. d. Urgensi (rasa terdesak saat kencing). e. Nokturia (cenderung sering kencing pada malam hari akibat penurunan kapasitas kandung kemih). f. Pengosongan kanding kemih yang tidak sempurna. g. Inkontinensia (keluarnya urin tanpa disengaja atau sulit ditahan). h. Retensi, yaitu suatu keadaan penumpukan urin di kandung kemih dan tidak mempunyai kemampuan untuk mengosongkannya. i. Nyeri suprapubik F. Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada pasien dengan chystitis menurut Grace dan Borley (2007) yaitu : Urinalisis dengan makroskopik yaitu urin berwarna keruh dan berbau, dan dengan mikroskopik yaitu piuria, hematuria, dan bakteriuria. Leukosuria atau piuria terdapat >5/lapang pandang besar sedimen air kemih dan hematuria 5-10 eritrosit/lpb sedimen air kemih. Kultur Urin, dilakukan untuk mengetahui jenis kuman penyebab infeksi. Sistograf, dilakukan bila pada anamnesa ditemukan hematuria atau peda pemeriksaan urin ditemukan mikrohematuria, yaitu untuk mengetahui asal dari perdarahan yang ada. Pemeriksaan Darah Perifer Lengkap (DPL). Sistoskopi hanya jika terdapat hematuria, keganasan batu yang menjadi penyebab dasar. Jika terdapat obstruksi, scan ultrasonografi ginjal dan kandung kemih, IVU (kelainan struktural), dan sistoskopi. G. Penatalaksanaan 1. Farmakologi a. Uncomplicated sistitis Wanita diterapi antimikroba dosis tunggal atau jangka pendek (1-3 hari sesuai hasil kultur). Obat pilihan yang sensitif terhadap E. Coli : nitrofurantoin, trimetropimsulfametoksaksol atau ampisilin. Laki-laki diterapi selama 7-10 hari dengan antibiotik. Lakukan kultur untuk menigkatkan efektivitas terapi. Awasi efek samping mual, diare, kemerahan dan kandidiasis vagina. b. Antikolinergik (propanthelin bromide) Untuk mencegah hiperiritabilitas kandung kemih dan fenazopiridin hidroklorid sebagai antisepik pada saluran kemih. 2. Non Farmakologi a. Jus Ketimun Jus mentimun merupakan salah satu pengobatan rumah paling berguna dalam pengobatan sistitis. Ini adalah diuretik yang sangat efektif. Secangkir jus ini, dicampur dengan satu sendok teh madu dan satu sendok makan air jeruk nipis segar, harus diberikan tiga kali sehari. b. Daun Lobak Jus dari daun lobak berharga dalam sistitis. Secangkir jus ini harus diberikan sekali dalam sehari, di pagi hari, selama dua minggu. c. Bayam Sejumlah 100 ml jus bayam segar, diambil dengan kuantitas yang sama tender air kelapa dua kali sehari, dianggap bermanfaat dalam pengobatan sistitis. Bertindak sebagai diuretik yang sangat efektif dan aman karena tindakan gabungan dari kedua nitrat dan kalium. d. Lemon Lemon telah terbukti berharga dalam sistitis. Sebuah sendok teh jus lemon harus diletakkan dalam 180 ml air mendidih. Kemudian harus dibiarkan dingin dan 60 ml air ini harus dilakukan setiap dua jam dari 8 pagi sampai 12 siang untuk perawatan kondisi ini. Hal ini memudahkan sensasi terbakar dan juga menghentikan pendarahan di Sistitis e. Barley Masing-masing setengah gelas bubur gandum, dicampur dengan mentega dan jus jeruk nipis setengah, adalah diuretik yang sangat baik. Hal ini bermanfaat dalam pengobatan sistitis, dan dapat diambil dua kali sehari. f. Minyak Cendana Minyak cendana juga dianggap berharga dalam penyakit ini. Minyak ini harus diberikan dalam dosis lima tetes pada awal dan berangsur-angsur meningkat sampai sepuluh untuk 30 tetes. Kemanjuran minyak ini dapat ditingkatkan dengan penambahan satu sendok teh biji karambol dicampur dalam segelas air, atau sepuluh gram jahe dicampur dalam secangkir air. g. Komplikasi 1. Pyelonefritis (infeksi injal) 2. Infeksi darah melalui penyebaran hematogen (sepsis) 3. Pembentukan abses ginjal atau perirenal. 4. Gagal ginjal. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN A. Pengkajian 1. Identitas a. Umur : terjadi pada semua umur b. Jenis kelamin : lebih sering terjadi pada wanita dan meningkatnya insidennya sesuai pertambahan usia dan aktivitas seksual c. Tempat tinggal : ada atau tidaknya factor predisposisi 2. Keluhan Utama a. Rasa sakit atau panas di uretra sewaktu kencing b. Urine sedikit c. Rasa tidak enak di daerah supra pubik 3. Riwayat Penyakit a. Riwayat penyakit dahulu 1) Riwayat ISK sebelumnya 2) Penah obstruksi pada saluran kemih 3) Masalah kesehatan lain, misalnya DM, Riwayat seksual b. Riwayat kesehatan sekarang 1) Mengalami obstruksi pada saluran kemih 2) Isk 4. Riwayat Kesekatan Keluarga 5. Pemeriksaan Fisik a. TTV : biasanya suhu, TD, nadi meningkat b. Biasanya Infeksi abdomen bagian bawah dan palpasi urine bledder : pengosongan tidak maksimal c. Biasanya pada pasien sistitis terjadi Inflamasi dan lesi di uretra meatus dan vagina introitus d. Kaji perkemihan : dorongan, frekuensi, disuria, bau urine yang menyengat, nyeri pada supra pubik 6. Pemeriksaan Laboratorium a. Urinalis : urin tengah Ketika infeksi terjadi, memperlihatkan bakteriuria, WBC (White Blood Cell), RBC (Red Blood Cell) dan endapan sel darah putih dengan keteribatan ginjal b. Tes sensitifitas : banyak mikroorganisme sensitive terhadap antibiotic dan antiseptic berhubungan dengan infeksi berulang c. Pengkajian radiographic Cystitis ditegakkan berdasarkan history, pemeriksaan medis dan laborat, jika terdapat retensi urine dan obstruksi aliran urine dilakukan IPV (Identivikasi perubahan dan abnormalitas structural) d. Culture : Mengidentifikasi bakteri penyebab e. Sinar X ginjal, ureter dan kandung kemih mengidentifikasi anomaly struktur nyata B. Diagnosa Keperawatan a. Resiko infeksi berhubungan dengan adanya bakteri pada kandung kemih. b. Perubahan pola eliminasi urine (disuria, dorongan, frekuensi, dan atau nokturia) yang berhubungan dengan Inflamasi pada kandung kemih. c. Nyeri akut yang berhubungan dengan proses penyakit. C. Intervensi Keperawatan 1. Resiko infeksi berhubungan dengan adanya bakteri pada kandung kemih. Tujuan: Setelah di lakukan tindakan keperawatan pasien memperlihatkan tidak adanya tanda-tanda infeksi. Kriteria Hasil: a. Tanda vital dalam batas normal b. Nilai kultur urine negative c. Urine berwarna bening dan tidak bau Intervensi: a. Kaji suhu tubuh pasien setiap 4 jam dan lapor jika suhu diatas 38,50 C. Rasional: Tanda vital menandakan adanya perubahan di dalam tubuh. b. Catat karakteristik urine. Rasional: Untuk mengetahui/mengidentifikasi indikasi kemajuan atau penyimpangan dari hasil yang diharapkan. c. Anjurkan pasien untuk minum 2 – 3 liter jika tidak ada kontra indikasi. Rasional: Untuk mencegah stasis urine. d. Monitor pemeriksaan ulang urine kultur dan sensivitas untuk menentukan respon terapi. Rasional: Mengetahui seberapa jauh efek pengobatan terhadap keadaan penderita. e. Anjurkan pasien untuk mengosongkan kandung kemih secara komplit setiap kali kemih. Rasional: Untuk mencegah adanya distensi kandung kemih f. Berikan perawatan perineal, pertahankan agar tetap bersih dan kering. Rasional: Untuk menjaga kebersihan dan menghindari bakteri yang membuat infeksi uretra. 2. Perubahan pola eliminasi urine (disuria, dorongan frekuensi dan atau nokturia) yang berhubungan dengan Inflamasi pada kandung kemih. Tujuan:Setelah dilakukan tindakan keperawatan klien dapat mempertahankan pola eliminasi secara adekuat. Kriteria Hasil: a. Klien dapat berkemih setiap 3 jam. b. Klien tidak kesulitan pada saat berkemih. c. Klien dapat BAK dengan berkemih. Intervensi: a. Ukur dan catat urine setiap kali berkemih. Rasional: Untuk mengetahui adanya perubahan warna dan untuk mengetahui input/out put. b. Anjurkan untuk berkemih setiap 2 – 3 jam Rasional: Untuk mencegah terjadinya penumpukan urine dalam vesika urinaria. c. Palpasi kandung kemih tiap 4 jam Rasional: Untuk mengetahui adanya distensi kandung kemih. d. Bantu klien ke kamar kecil, memakai pispot/urinal. Rasional: Untuk memudahkan klien di dalam berkemih. e. Bantu klien mendapatkan posisi berkemih yang nyaman. Rasional: Supaya klien tidak sukar untuk berkemih. 3. Nyeri akut yang berhubungan dengan proses penyakit. Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan pasien merasa nyaman dan nyerinya berkurang. Kriteria Hasil: a. Pasien mengatakan/tidak ada keluhan nyeri pada saat berkemih. b. Pasien nampak tenang. c. Ekspresi wajah tenang. Intervensi: a. Kaji intensitas, lokasi, dan factor yang memperberat atau meringankan nyeri. Rasional: Rasa sakit yang hebat menandakan adanya infeksi. b. Berikan waktu istirahat yang cukup dan tingkat aktivitas yang dapat di toleran. Rasional: Klien dapat istirahat dengan tenang dan dapat merilekskan otot-otot. c. Anjurkan minum banyak 2-3 liter jika tidak ada kontra indikasi. Rasional: Untuk membantu klien dalam berkemih. d. Berikan obat analgetik sesuai dengan program terapi. Rasional: Analgetik memblok lintasan nyeri. DAFTAR PUSTAKA Baughman, D. C., & Hackley, J. C. 2000. Keperawatan Medikal Bedah: Buku Saku dari Brunner & Suddarth. Jakarta: EGC. Behrman, Kliegman, & Arvin. 2000. Nelson: Ilmu Kesehatan Anak Edisi 15 Volume 3. Jakarta: EGC. Benson, R. C., & Pernoll, M. L. 2009. Buku Saku Obstetri dan Ginekologi Edisi 9. Jakarta: EGC. Ferdinand, F., & Ariebowo, M. 2007. Praktis Belajar Biologi: untuk Kelas XI Sekolah Menengah Atas/Madrasah Aliyah/Program Ilmu Pengetahuan Alam. Jakarta: Visindo. Grace, P. A., & Borley, N. R. 2007. At a Glance Ilmu Bedah Edisi Ketiga. Jakarta: EMS. Gupte, S. 2004. Panduan Perawatan Anak. Jakarta: Pustaka Populer Obor. Nainggolan, R. A. 2006. Sehat Alami Terapi Jus & Diet: Cara Alami Menaklukkan 99 Jenis Penyakit. Jakarta: Agro Media Pustaka. NANDA Internasional. 2012. Diagnosa Keperawatan : Definisi dan Klasifikasi. Jakarta: EGC. Sabiston, 1994. Buku Ajar Bedah Bagian 2. Jakarta: EGC. Sloane, E. 2004. Anatomi dan Fisiologi untuk Pemula. Jakarta: EGC. Suharyanto, Toto, & Madjid. A. 2008. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem Perkemihan. Jakarta: Trans Info Media. Taber, B. 1994. Kapita Selekta Kedariratan Obstetri dan Ginekologi. Jakarta: EGC. Tambayong, J. 2000. Patofisiologi untuk Keperawatan. Jakarta: EGC. Tucker, S. M., Canobbio, M. M., Paquette, E. V., & Wells, M. F. 1999. Standar Perawatan Pasien: Proses Keperawatan, Diagnosis, dan Evaluasi Edisi V Volume 4. Jakarta: EGC.