Uploaded by Ria Fajaryanti

PARAMETER FARMAKOKINETIK

advertisement
PARAMETER FARMAKOKINETIK
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
Farmakokinetik
RUDY SUSENO
260110140098
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS PADJADJARAN
JATINANGOR
2017
1. Kecepatan Absorbsi (Ka)
a. Definisi:
Keseluruhan laju absorbsi sistemik obat dari sediaan padat yang diberikan secara
peroral, mencakup sejumlah proses laju, termasuk pelarutan obat, moltilitas saluran
cerna, aliran darah dan transport obat melewati membran kapiler, kedalam sirkulasi
sistemik (Shargel dan Yu, 2005). Kecepatan absorbsi terutama tergantung pada
bentuk dan cara pemberian serta sifat fisik kimia dari obat. Obat yang diabsorbsi tidak
semua mencapai sirkulasi sistemik, sebagian akan dimetabolisme oleh enzim di
dinding usus atau mengalami first pas effect Yang dimaksud dengan absorpsi suatu
obat ialah pengambilan obat dari permukaan tubuh ke dalam aliran darah atau ke
dalam sistem pembuluh limfe (Tjay dan Rahadja, 2002).
b. Analisa Kuantitatif
Zero-order:
First-order:
dA
dt
dA
dt
= −k ∗
= −kA (Sunil dan Philip, 2009)
c. Contoh Soal
suatu data profil obat, dapat diketahui obat A memiliki waktu paruh (t1/2)
0.425 jam. Dari data tersebut, bagaimana cara memperoleh laju absorpsi obat
tersebut (Ka)?
0.693
πΎπ‘Ž = 0.425 π‘—π‘Žπ‘š = 1.630/π‘—π‘Žπ‘š (Jambekhar and Philip, 2009).
2. Volume Distribusi (Vd)
a. Definisi
Apabila obat mencapai pembuluh darah, obat akan ditransfer lebih lanjut
bersama aliran darah dalam sistem sirkulasi. Akibat perubahan konsentrasi
darah terhadap jaringan, bahan obat meninggalkan pembuluh darah dan
terdistribusi ke dalam jaringan (Mutscler, 1985).
Setelah distribusi sempurna (kesetimbangan atau equilibrium dicapai), maka
jumlah obat (A) di dalam tubuh berhubungan dengan konsentrasi obat di
dalam plasma (C) seperti dituliskan dalam persamaan (1) dan (2):
A = V.C ................…………….…………………..(1)
V = A/C …………………………………………....(2)
Berdasarkan persamaan (2), maka mudah dipahami bahwa volume distribusi:
Merupakan perbandingan antara jumlah obat di dalam tubuh dengan
konsentrasi di dalam plasma atau darah
Atau merupakan volume plasma atau darah yang dibutuhkan untuk
memberi gambaran distribusi obat di dalam tubuh setelah kesetimbangan
dicapai. Obat yang bersifat polar cenderung memiliki volume distribusi yang
kecil. Sebaliknya, obat yang bersifat non-polar cenderung mempunyai volume
distribusi yang besar. Semakin besar volume distribusi obat, semakin sedikit
jumlah obat yang berada di dalam plasma (Nasution, 2015).
b. Perhitungan kauntitatif
Volume Distribusi (Vd) adalah volume yang didapatkan pada saat obat
didistribusikan. Menghubungkan jumlah obat dalam tubuh dengan konsentrasi
obat ( C ) dalam darah atau plasma.
Vd = Jumlah obat di dalam tubuh / C
c. Contoh soal
Suatu obat dengan dosis 6 mg diberikan secara IV dan menghasilkan
konsentrasi dalam darah 0,4 µg/mL. Berapa volume distribusinya?
0,4 µg
6 π‘šπ‘”
=
1 π‘šπ‘™
𝑉𝑑
Vd = 6 mg π‘₯
1 π‘šπΏ
0,4 µg
π‘₯
1000µg
1 π‘šπ‘”
π‘₯
1𝐿
1000 π‘šπΏ
= 15 𝐿 (Ansel dan Shelly, 2004).
3. Clearance (Cl)
a. Definisi
Klirens suatu obat adalah faktor yang memprediksi laju eliminasi yang
berhubungan dengan konsentrasi obat :
CL = Laju Eliminasi / C
Klirens dapat dirumuskan berkenaan dengan darah (CLb), plasma (CLp) atau
bebas dalam urin (CLu), bergantung pada konsentrasi yang diukur. Eliminasi
obat dari tubuh dapat meliputi proses-proses yang terjadi dalam ginjal, paru,
hati dan organ lainnya. Dengan membagi laju terjadi pada setiap organ dengan
konsentrasi obat yang menuju pada organ menghasilkan klirens pada masingmasing obat tersebut. Kalau digabungkan klirens-klirens yang terpisah sama
dengan klirens sistemik total (Katzung, 2001).
Klirens obat adalah suatu ukuran eliminasi obat dari tubuh tanpa
mempermasalahkan mekanisme prosesnya. Umumnya, jaringan tubuh atau
organ dianggap sebagai suatu kompartemen cairan dengan volume terbatas
(volume distribusi) dimana obat terlarut didalamnya (Shargel, 2005).
b. Pergitungan Kuantitatif
Cl = ke x Vd
Ke = Kecepatan Eliminasi
(Sipes dan Gandolfi, 1991)
Vd = Volume Distribusi
c. Contoh Soal
Bila suatu obat dengan dosis 250 mg diberikan secara intravema dan diperoleh
konsentrasi obat di dalam plasma saat t=0 adalah 25 mg/liter. Berapakah
klirens obat tersebut? (k=0.17/jam)
𝐢𝑙 = π‘˜ π‘₯ 𝑉
𝑉=
π‘‘π‘œπ‘ π‘–π‘ 
250π‘šπ‘”
=
= 10 π‘™π‘–π‘‘π‘’π‘Ÿ
πΆπ‘œ
25 π‘šπ‘”/π‘™π‘–π‘‘π‘’π‘Ÿ
𝐢𝑙 = 0.17/π‘—π‘Žπ‘š π‘₯ 10 π‘™π‘–π‘‘π‘’π‘Ÿ = 1.7 π‘™π‘–π‘‘π‘’π‘Ÿ/π‘—π‘Žπ‘š (Nasution, 2015).
4. Loading Dose
a. Definisi
Dosis awal yang dibutuhkan sehingga tercapai kadar dalam darah yang cukup
untuk menghasilkan efek terapi (Dhillon and Andrzej, 2006).
b. Perhitungan Kuantitatif
LD = Css x Vd
LD = Loading dose
Css =
konsentrasi saat steady stead
Vd =
Volume Distribusi
c. Contoh Soal
(Ansel dan Shelly, 2004)
Seorang pasien datang ke ruang UGD dan membutuhkan pertolongan secepatnya
menggunakan antibiotik. Berat badan pasien sebesar 70 kg. Volume distribusi
antibiotik sebesar 100L/70kg. Ketersediaan hayati sebesar 0,5, dan konsentrasi
tetap cairan yang diinginkan sebesar 10 µg/ml. Berapakah loading dose oral yang
dibutuhkan?
LD = (Vd x Css)/F = (100.000 ml x 10 µg/ml)/0,5
LD = 1.000.000 µg/0,5 = 1g/0,5 = 2 g (Ansel dan Shelly, 2004).
5. Maintenance Dose
a. Definisi
Dosis pemeliharaan obat untuk mempertahankan konsentrasi obat dalam darah
untuk memelihara efek terapi yang diberikan sehingga didapat efek terapi yang
konstan (Dhillon and Andrzej, 2006).
b. Perhitungan Kuantitatif
Maintenance dose = CL x Cpss
(Wiley-Blackwell, 2011).
Dimana, CL = laju Klirens
Cpss = konsentrasi saat steady stead
c. Contoh Soal
Seorang pasien dengan infeksi bakteri membutuhkan antibiotik intravena.
Antibiotik A memiliki laju klirens 70 mL/menit; volume distribusi 50 L.
Antibiotik akan diberikan secara I.V setiap 6 jam dan mencapai steady state 4
mg/L dalam darah. Tidak ada loading dose yang digunakan. Berapakah
maintenance dose yang diberikan?
𝑀𝐷 = 𝐢𝑙 π‘₯ 𝐢𝑠𝑠
𝑀𝐷 = 70 π‘₯
𝑀𝐷 = 0.28
6. Waktu Paruh (t½)
a. Definisi
4
π‘šπ‘”
= 0.28
1000
π‘šπ‘’π‘›π‘–π‘‘
π‘šπ‘”
π‘₯ 60 π‘šπ‘’π‘›π‘–π‘‘ π‘₯ 6 π‘—π‘Žπ‘š = 100.8 π‘šπ‘”
π‘šπ‘’π‘›π‘–π‘‘
Waktu paruh dalam plasma adalah waktu dimana konsentrasi obat dalam darah
(plasma) menurun hingga separuh dari nilai seharusnya. Pengukuran t½
memungkinkan perhitungan konstanta laju eliminasi (Nasution, 2015).
b. Perhitungan Kuantitatif
Kel = 0,693 / t½
t½ = 0,693 / k
(Persky, 2013).
Dimana t½ adalah waktu paruh dan Kel adalah konstanta laju Eliminasi obat.
c. Contoh Soal
Suatu obat dieliminasi dari tubuh melalui proses metabolisme (km = 0.2/jam)
dan melalui renal (kr = 0.15/jam). Hitunglah t1/2
π‘˜π‘‘π‘œπ‘‘π‘Žπ‘™ = π‘˜π‘š + π‘˜π‘Ÿ = 0.2 + 0.15 = 0.35/π‘—π‘Žπ‘š
𝑑1
2
=
0.693
π‘˜
0.693
= 0.35/π‘—π‘Žπ‘š = 1.9 π‘—π‘Žπ‘š (Nasution, 2015).
7. Kecepatan Eliminasi
a. Definisi
Kecepatan eliminasi adalah fraksi obat yang ada pada suatu waktu yang akan
tereliminasi dalam satu satuan waktu. Tetapan kecepatan eliminasi
menunjukkan laju penurunan kadar obat setelah proses kinetik mencapai
keseimbangan (Neal, 2006).
b. Perhitungan Kuantitatif
ln C = ln C0 – K . t
(Persky, 2013)
Keterangan :
k = kecepatan eliminasi
dA/dt = perubahan jumlah obat/waktu (klirens)
A = jumlah obat dalam tubuh
c. Contoh Soal
Promethazine digunakan secara luas sebagai antihistamin, antiemetik, dan
sedatif. Dosis tablet yang banyak di pasaran adalah 25 mg atau 50 mg. Dari
suatu hasil studi didapatkan laju klirens dari dosis 25 mg sebesar 2.5 L/jam
sedangkan dosis 50 mg sebesar 3 L/jam. Hitung kecepatan eliminasi dari
kedua dosis obat tersebut.
a. Dosis 25 mg
𝐾=
𝐢𝑙
𝐴
𝐾=
2.5
25
= 0.1/π‘—π‘Žπ‘š
b. Dosis 50 mg
3
𝐾 = 25 = 0.12/π‘—π‘Žπ‘š (Jambekhar and Philip, 2009).
8. Ketersediaan Hayati
a. Definisi
Bioavailabilitas dari suatu sediaan obat adalah persentase obat yang secara utuh
mencapai sirkulasi umum untuk melakukan kerjanya. Selama proses absorpsi
dapat terjadi kehilangan zat aktif akibat tidak dibebaskannya dari sediaan
pemberiannya. Atau pula karena penguraian didalam usus atau dindingnya dalam
hati salama peredaran pertama disistem porta sebelum tiba diperedaran darah.
Karena Firs Fass Effect (FPE) ini, maka bio-availability obat menjadi rendah dari
pada persentase yang sebenarnya diabsorpsi (Tjay dan Rahardja, 2002).
b. Perhitungan Kuantitatif
Ketersediaan hayati (F) per oral merupakan fraksi obat yang masuk ke dalam
sirkulasi sistemik setelah diberikan dengan dosis tertentu per oral dibandingkan
dengan fraksi yang masuk ke dalam sirkulasi sitemik setelah diberikan secara
intravena dengan dosis yang sama. Nilai F dapat dihitung persamaan berikut:
F = AUCpo/AUCiv (Gibaldi, 1984)
AUCpo = Area under the concentration-time curve atau luas daerah di bawah
kurva setelah diberikan per oral.
AUCiv = Area under the concentration-time curve atau luas daerah di bawah
kurva setelah diberikan intravena.
Nilai F biasanya lebih kecil dari satu.
c. Contoh Soal
Nilai AUC dari penisilin administrasi i.v 50 mg dan administrasi tablet oral 100
mg adalah 70 dan 90. Hitung :
-
Bioavailabilitas absolut penisilin
-
Bioavailabilitas relatif penisilin tablet berdasarkan suspensi penisilin 100 mg
dengan AUC 95
π΅π‘–π‘œπ‘Žπ‘£π‘Žπ‘–π‘™π‘Žπ‘π‘–π‘™π‘–π‘‘π‘Žπ‘  π‘Žπ‘π‘ π‘œπ‘™π‘’π‘‘ (𝐹) =
[π΄π‘ˆπΆ]π‘œπ‘Ÿπ‘Žπ‘™ π‘₯ 𝐷𝑖𝑣
π‘₯ 100
[π΄π‘ˆπΆ]𝑖𝑣 π‘₯ π·π‘œπ‘Ÿπ‘Žπ‘™
90 π‘₯ 50
π‘₯ 100 = 64%
70 π‘₯ 100
[π΄π‘ˆπΆ]π‘‘π‘Žπ‘π‘™π‘’π‘‘ π‘₯ π·π‘ π‘œπ‘™π‘’π‘‘π‘–π‘œπ‘›
π΅π‘–π‘œπ‘Žπ‘£π‘Žπ‘–π‘™π‘Žπ‘π‘–π‘™π‘–π‘‘π‘Žπ‘  π‘Ÿπ‘’π‘™π‘Žπ‘‘π‘–π‘“ (πΉπ‘Ÿπ‘’π‘™) =
π‘₯ 100
[π΄π‘ˆπΆ]π‘ π‘œπ‘™π‘’π‘‘π‘–π‘œπ‘› π‘₯ π·π‘‘π‘Žπ‘π‘™π‘’π‘‘
𝐹=
𝐹=
(Jambekhar and Philip, 2009).
90 π‘₯ 50
π‘₯ 100 = 47.36%
95 π‘₯ 100
DAFTAR PUSTAKA
Ansel, H.C. dan Shelly J. Prince. 2004. Kalkulasi Farmasetik: Panduan untuk Apoteker.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Dhillon, S and Andrzej, K. 2006. Clinical Pharmacokinetics. London : Pharmaceutical Press.
Gibaldi, M. 1984. Biopharmaceutics and Clinical Pharmacokinetics. 3rd Edition.
Philadephia: Lea and Febiger.
Holford, N.H. 1998. Farmakokinetik dan Farmakodinamik: Pemilihan Dosis yang Rasional
dan Waktu Kerja Obat. Dalam Farmakologi Dasar dan Klinik. Edisi IV. Penerjemah:
Bagian Farmakologi FKUA. Jakarta: Penerbit Salemba Medika.
Jambekhar, S.S and Philip, J.B. 2009. Basic Pharmacokinetics. London : Pharmaceutical
Press.
Katzung, B.G 2002. Farmakologi Dasar dan Klinik Edisi ke-8. Penerjemah: Bagian
Farmakologi FKUA. Jakarta: Penerbit Salemba Medika.
Mutschler, E. 1991. Dinamika Obat Edisi V. Bandung: Penerbit ITB.
Nasution, A. Farmakokinetik Klinis. Medan: Universitas Sumatera Utara Press.
Neal, M.J. 2006. At a Glance Farmakologi Medis Edisi Kelima. Jakarta : Penerbit Erlangga.
Persky, A.M. 2013. Foundation in Pharmacokinetics. Carolina Utara: UNC Eshelman Press.
Shargel, L. dan Yu. 2005. Biofarmasetika dan Farmakokinetika Terapan. Edisi Kedua.
Surabaya: UNAIR Press.
Sipes, I.G. dan Gandolfi A.J. 1991. Toxicology, The Basic Science pf Poisons:
Biotransformation of Toxicants. 4th Edition. New York: Pergamon Press.
Sunil, J. dan Philip J. Breen. 2009. Basic Pharmacokinetics. First Edition. London:
Pharmaceutical Press.
Tjay, T.H., dan Rahardja, K. 2002. Obat-Obat Penting. Edisi kelima. Cetakan ke-2. Jakarta:
Penerbit PT. Elex Media Komputindo.
Wiley-Blackwell.
2011.
Clinical
Pharmacokinetics.
Available
online
at
http://www.blackwellpublishing.com/content/BPL_Images/Content_store/Sample_Cha
pter/9781405150460/9781405150460_4_001.pdf [diakses online 13 Maret 2017; 13.37
WIB].
Download