Nama :Nur faizah NIM :1906881 RESUME Ragam Perspektif Pedagogik (Tentang Makna Pendidikan, Pengajaran dan Pelatihan) A. Latar belakang Pendidikan pada hakikatnya mengandung tiga unsur, yaitu mendidik, mengajar, melatih. Ketiga istilah tersebut memiliki arti yang berbeda. Secara sepintas bagi orang awam mungkin akan dianggap sama artinya. Dalam praktik sehari-hari di lapangan, kita sering mendengar kata-kata seperti: pendidikan olahraga, pengajaran olahraga, dan latihan olahraga; pendidikan kemiliteran, pengajaran kemiliteran, latihan kemiliteran, dan lain sebagainya. (Sadulloh, Muharram, & Robandi, 2011) Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2000), pendidikan adalah: 1) Proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan; 2) Proses atau cara, perbuatan mendidik. Sedangkan menurut UU RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dalam pasal 1, pendidikan adalah “usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, akhlak mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara”. Pendidikan dapat dibagi menjadi dua sudut pandang yaitu makna pendidikan secara luas/umum dan makna pendidikan secara sempit/khusus. Pendidikan, pengajaran, dan pelatihan memiliki makna yang berbeda, akan tetapi karena ada kemiripan dalam tujuan pencapaian yang diharapkan maka akan muncul sudut pandang yang menganggap bahwa pendidikan, pengajaran, dan pelatihan itu memiliki makna yang sama. Pendidikan, pengajaran, dan pelatihan memiliki definisi, tujuan, dan maknanya masing-masing. Sehingga dikhawatirkan karena adanya suatu kesalahan pemaknaan tersebut akan menimbulkan permasalahan. Misalnya seorang guru yang seharusnya mendidik anak didiknya (mempraktikan makna pendidikan), tetapi malah mempraktikan makna pengajaran. Permasalahan yang dapat terjadi dari kesalahan tersebut yaitu ketika peserta didiknya menjadi seseorang yang memiliki kemampuan berpikir yang luar biasa, tetapi karena kemampuannya tersebut dia melakukan kejahatan pada orang lain dengan cara korupsi atau menipu. Karena pada dasarnya pengertian pendidikan itu bukan hanya menelaah objek untuk mengetahui keadaan dan hakikatnya, melainkan juga menelaah bagaimana seharusnya bertindak terhadap objek tersebut. Sedangkan pengajaran hanya menelaah objek untuk mengetahui keadaan dan hakikatnya saja. (Langeveld, MJ: 2008) B. Makna Pendidikan 1. Makna Pendididkan Secara Umum Makna pendidikan secara umum dan dalam konteks yang sangat luas ialah menyangkut kehidupan seluruh manusia untuk mencapai suatu kehidupan yang lebih baik. Selama manusia berusaha meningkatkan pengetahuannya, mengembangkan kepribadiannya serta kemampuan dan keterampilannya, baik itu secara sadar atau tidak sadar, maka selama itulah pendidikan berjalan terus menerus. (Salam, 2002: 13). Selanjutnya menurut John Dewey, (1958; 89), menyatakan bahwa pendidikan adalah pengorganisasian dan pembentukan pengalaman yang terus berlangsung. HH.Horne, (1964; 285) menyatakan bahwa pendidikan adalah proses abadi dari penyesuaian diri yang terbaik pada Tuhan, sebagai yang termanifestasikan dalam bentuk lingkungan intelektual, emosional, dan kemauan manusia, dari manusia yang telah berkembang jasmani dan rohaninya yang bebas dan sadar. Menurut Handerson (dalam Sadulloh, 2015: 4) pendidikan merupakan suatu proses pertumbuhan dan perkembangan, sebagai hasil interaksi individu dengan lingkungan sosial dan lingkungan fisik, berlangsung sepanjang hayat sejak manusia lahir. Dari pengertian tersebut pendidikan secara umum dapat kita maknai sebagai proses alamiah pembentukan sikap dan pola pikir yang berlangsung sepanjang hayat. Pembentukan kompetensi pada pendidikan tidak hanya mencakup pembentukan kemampuan intelektual saja, tetapi juga ditekankan pada proses pembinaan kepribadian secara menyeluruh. Proses pendidikan secara umum berlangsung sepanjang hayat dan alamiah, itu artinya proses pendidikan tidak pernah berhenti dan terus dilakukan dari mulai lahir sampai meninggal, serta proses pendidikannya juga terjadi secara tidak disengaja (alamiah). Pendidikan sepanjang hayat ini merupakan bagian integral dari hidup manusia itu sendiri. Pendidikan sepanjang hayat dalam praktiknya telah lama berlangsung secara alamiah dalam kehidupan manusia. Dalam perjalanannya menjadi pudar disebabkan oleh semakin kukuhnya kedudukan sistem pendidikan persekolahan di tengah-tengah masyarakat. Dimana sistem pendidikan persekolahan membentuk masyarakat tersendiri dan memisahkan diri dari lingkungan masyarakat luas, mendindingi kelas, membatasi waktu belajarnya sampai usia tertentu dan jangka waktu tertentu. (Tirtaraharja dan La Sulo, 2005: 42) Hal ini bertumpu pada keyakinan bahwa pendidikan itu tidak identik dengan persekolahan, tetapi merupakan suatu proses kesinambungan yang berlangsung sepanjang hidup. Menurut Suhartono (2009:79) menyampaikan bahwa pendidikan adalah segala kegiatan pembelajaran yang berlangsung sepanjang zaman dalam segala situasi kegiatan kehidupan, singkatnya pendidikan merupakan sistem proses perubahan menuju pendewasaan, pencerdasan, dan pematangan diri. Dalam arti luas, pendidikan dapat diidentifikasi karakteristiknya (Suhartono, 2009:83) sebagai berikut: Pendidikan berlangsung sepanjang zaman (life long education). Pendidikan berlangsung di setiap bidang kehidupan manusia. Pendidikan berlangsung di segala tempat dimana pun Objek utama pendidikan adalah pembudayaan manusia dalam memanusiawikan diri dan kehidupannya. Selanjutnya pendidikan sepanjang hayat (PSH) didefinisikan oleh Cropley (dalam Tirtaraharja dan La Sulo, 2005: 43) sebagai: Tujuan atau ide formal untuk pengorganisasian dan penstruksturan pengalaman pendidikan. Pengorganisasiannya dan penstrukturan ini diperluas mengikuti rentang usia, dari usia yang paling muda sampai yang paling tua. Intinya, dalam arti luas pada dasarnya pendidikan adalah wajib bagi siapa saja, kapan saja, dan dimana saja, karena menjadi dewasa, cerdas, dan matang adalah hak asasi manusia pada umumnya memang harus berlangsung di setiap jenis, bentuk, dan tingkat lingkungan, mulai dari lingkungan individual, sosial keluarga, lingkungan masyarakat luas, dan berlangsung disepanjang waktu. Jadi, kegiatan pendidikan ini berlangsung dengan memadati setiap jengkel ruang lingkup kehidupan (Suhartono, 2009: 80). 2. Makna Pendidikan Secara Khusus Pendidikan secara khusus dapat kita maknai sebagai suatu proses yang dilakukan secara sistematis dalam pembentukan sikap dan pola pikir individu atau kelompok dalam upaya mencapai tujuan yang diharapkan (Purwanto, M Ngalim, 2009; Suyitno, 2009; Tirtarahaedja, Umar & S L La Sulo.2005). Manusia sangat memerlukan pendidikan untuk meningkatkan kualitas hidupnya, semakin baik pendidikan yang diperoleh semakin baik juga kualitas hidupnya. Karena di dalam pendidikan itu ada sebuah usaha yang dilakukan untuk membentuk pola pikir dan sikap menjadi lebih baik dari sebelumnya. Menurut Drijarkara (dalam Sadulloh, 2015: 4), pendidikan secara prinsip adalah berlangsung dalam lingkungan keluarga. Pendidikan merupakan tanggung jawab orang tua, yakni ayah dan ibu yang merupakan figur sentral dalam pendidikan. Ayah dan ibu bertanggung jawab untuk membantu memanusiakan, membudayakan, dan menanamkan nilai-nilai terhadap anak-anaknya. Bimbingan dan bantuan ayah dan ibu tersebut akan berakhir apabila sang anak menjadi dewasa, menjadi manusia sempurna, atau manusia purnawan (dewasa). Tidak diragukan lagi bahwa pendidikan tumbuh bersamaan dengan munculnya manusia di muka bumi. Hal ini menunjukkan bahwa pendidikan merupakan suatu kebutuhan yang paling hakiki bagi berlangsungnya hidup manusia di muka bumi. Karena manusia tidak akan bisa hidup secara wajar tanpa adanya sebuah proses pendidikan. Manusia sejak lahir dalam kehidupan belum dapat menolong dirinya sendiri maupun berinteraksi dengan orang lain. Oleh karena itu, manusia membutuhkan bantuan orang lain, terutama orang tua atau orang dewasa lainnya. Dalam arti sempit, pendidikan memiliki karakteristik sebagai berikut. 1. Tujuan pendidikan dalam arti sempit ditentukan oleh pihak luar individu peserta didik. Sebagaimana kita maklumi, tujuan pendidikan suatu sekolah atau tujuan pendidikan suatu kegiatan belajar-mengajar di sekolah tidak dirumuskan dan ditetapkan oleh para siswanya. 2. Lamanya waktu pendidikan bagi setiap individu dalam masyarakat cukup bervariasi, mungkin kurang atau sama dengan enam tahun, sembilan tahun bahkan lebih dari itu. Namun demikian terdapat titik terminal pendidikan yang ditetapkan dalam satuan waktu. 3. Pendidikan berlangsung dalam lingkungan pendidikan yang diciptakan khusus untuk menyelengarakan pendidikan dan secara teknis pendidikan dilakukan di kelas. 4. Bentuk kegiatan pendidikan lebih berorientasi pada kegiatan guru sehingga guru mempunyai peranan yang sentral dalam menentukan jadwal, dan waktu pendidikan. Pendukung paham pendidikan dalam pengertian sempit yaitu kaum behavioris seperti (B. Watson, B.F Skinner, Iester Frank Ward) cenderung mendefinisikan pendidikan dalam arti sempit. Mereka mempunyai pandangan optimis terhadap peranan sekolah dalam menyelengarakan pendidikan. Dan menurut Kaum Behavioris ada tiga prinsip utama mendasari sekolah dalam menyelengarkan proses rekayasa ( pengubahan tingkah laku ) yaitu: a. Pembentukan pola tingkah laku seseorang sangat kuat di pengaruhi oleh lingkungan. b. Pendidikan di sekolah merupakan rekayasa perubahan pola tingkah laku yang terprogram secara cermat. c. Masa depan sekolah sebagai lembaga perekayasaan pola tingkah laku yang terprogram adalah cerah. Hal ini disebabkan karena lembaga mempunyai peranan yang besar dalam mencapai kemajuan dan Kaum Behavioris pun menyatakan pengaruh pengaruh lingkungan membentuk kita seperti apa yang dapat kita capai sekarang ini. Sehingga pada akhirnya kita mencapai keadaan yang lebih baik, apabila kita memahami hal tersebut. Jadi, pendidikan dalam arti khusus hanya dibatasi usaha orang dewasa untuk membimbing anak yang belum dewasa untuk mencapai kedewasaannya, setelah anak menjadi dewasa dengan segala cirinya, maka pendidikan dianggap selesai. Pendidikan dalam arti khusus ini lebih terfokus dengan pendidikan yang dilakukan di persekolahan saja antara pendidik dan peserta didik. C. Makna Pengajaran dan Orientasinya Pengajaran berasal dari kata bahasa inggris teaching, dengan kata dasar to teach, artinya mengajar. Mengajar merupakan kegiatan sentral dalam dunia pendidikan baik pendidikan formal, non formal, maupun informal. Mengajar sebagai aktifitas guru untuk menyampaikan informasi teoritis, pengetahuan ilmiah dan pengalaman praktis pada peserta didik (siswa) agar sisiwa memiliki kecakapan ranag kognitif, afektif, maupun psikomotorik sesuai dengan tujuan pendidikan. (Dariyo, 2013: 15) Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2000), “pengajaran adalah: 1) proses, cara, perbuatan mengajar atau mengajarkan; 2) perihal mengajar; 3) segala sesuatu mengenai mengajar”. Sedangkan Tardif (1987), memberi arti pengajaran atau instruction secara lebih rinci, yaitu “a preplanned, goal directed educational proces designed to facilitate learning. Artinya adalah sebuah proses kependidikan yang sebelumnya direncanakan dan diarahkan untuk mencapai tujuan serta dirancang untuk mempermudah belajar”. Pembedaan antara pendidikan dan pengajaran hanya dilakukan untuk keperluan analisis agar masing-masing segi dapat didalami. Dalam praktek pelaksanaannya, kedua-duanya tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Semakin luas dan dalam wawasan dan pengetahuan seseorang maka semakin kokoh terbentuknya sikap dan nilai-nilai di dalamnya, sebaliknya kualitas sikap dapat mempengaruhi usaha memperluas dan memperdalam wawasan keilmuan seseorang. (Tirtaraharja dan Lasulo, 2005, hlm. 74). Pengajaran dan pendidikan dapat dibedakan sebagai berikut (Tirtaraharja dan La Sulo 2005: 74 ): Pengajaran (Instruction) a. Lebih menekankan pada penguasaan Pendidikan (Education) Lebih menekankan pada pembentukan wawasan dan pengetahuan tentang manusianya (penanaman sikap dan bidang/ program tertentu seperti nilai-nilai) pertanian, kesehatan, dan lain-lain b. Makan waktu yang relative pendek Makan waktu yang relative panjang c. Metode lebih bersifat rasional, teknis Metode lebih persifat psikologis dan praktis pendekatan manusiawi Hakikat hubungan pendidikan dengan pengajaran (Syah, 2004:36), antara lain diantaranya: 1. Antara pendidikan dengan pengajaran itu, kira-kira diibaratkan dua sisi mata uang logam yang satu sama lain saling memerlukan. 2. Antara pendidikan dengan pengajaran sebagaimana layaknya sebuah model, yang tampak berisi konsep-konsep ideal (pendidikan) dan operasional (pengajaran) yang sama-sama berfungsi sebagai alat pendetak sumber daya manusia (SDM) dan bertujuan menciptakan SDM yang berkualitas. D. Makna Pelatihan dan Dimensinya Pelatihan merupakan bagian dari suatu proses pendidikan yang tujuannya untuk meningkatkan kemampuan atau keterampilan khusus seseorang atau sekelompok orang. Dalam suatu pelatihan orientasi atau penekanannya pada tugas yang harus dilaksanakan (job orientation). Pelatihan pada umumnya menekankan pada kemampuan psikomotor, meskipun didasari dengan pengetahuan dan sikap sedangkan pendidikan ketiga area kemampuan tersebut (kognitif, afektif, dan psikomotor) memperoleh perhatian yang seimbang (Notoadmodjo, 2009: 16-17). Syah (2004: 35) dalam bukunya mengungkapkan bahwa dalam perspektif psikologi, pelatihan sebenarnya masih berada dalam ruang lingkup pengajaran. Artinya, pelatihan adalah salah satu unsur pelaksanaan proses pengajaran terutama dalam pengajaran ranah karsa. Oleh sebab itu, maka hakikatnya tujuan pelatihan adalah perumusan kemampuan yang diharapkan dari pelatihan tersebut. Karena tujuan pelatihan ini adalah perubahan kemampuan yang merupakan bagian dari perilaku, maka tujuan pelatihan dirumuskan dalam bentuk perilaku (behavior objectives). Tujuan pelatihan dibedakan menjadi dua, yakni (Notoadmodjo, 2009: 22): a. Tujuan umum, yakni rumusan tentang kemampuan umum yang akan dicapai oleh pelatihan tersebut. Misalnya: setelah pelatihan ini peserta pelatihan mampu melakukan deteksi dini kehamilan beresiko. b. Tujuan khusus, yakni rincian kemampuan yang dirumuskan dalam tujuan umum ke dalam kemampuan khusus. Misalnya: tujuan umum dalam contoh tersebut ke dalam kemampuan kemampuan khusus, yakni: kemampuan mengenal tanda-tanda kehamilan beresiko, kemampuan diagnosis kehamilan beresiko. KESIMPULAN Dalam arti luas pada dasarnya pendidikan adalah wajib bagi siapa saja, kapan saja, dan dimana saja, karena menjadi dewasa, cerdas, dan matang adalah hak asasi manusia pada umumnya memang harus berlangsung di setiap jenis, bentuk, dan tingkat lingkungan, mulai dari lingkungan individual, sosial keluarga, lingkungan masyarakat luas, dan berlangsung disepanjang waktu. Sedangkan pendidikan dalam arti khusus hanya dibatasi usaha orang dewasa untuk membimbing anak yang belum dewasa untuk mencapai kedewasaannya, setelah anak menjadi dewasa dengan segala cirinya, maka pendidikan dianggap selesai. Selanjutnya pembahasan dalam makalah ini membahas mengenai pengajaran. Istilah pengajaran dan pendidikan memang sulit dipisahkan, keduanya memiliki objek yang sama yaitu peserta didik. Pengajaran merupakan bagian dari pendidikan. Pengajaran lebih menekankan kepada aspek pengetahuan yang lebih menekankan kepada penguasaan wawasan atau pengetahuan terhadap bidang tertentu. Pengajaran adalah sebuah proses kependidikan yang sebelumnya direncanakan dan diarahkan untuk mencapai tujuan serta dirancang untuk mempermudah belajar. Setelah pengajaran, fokus pembahasan selanjutnya adalah pelatihan. Pelatihan sebenarnya masih berada dalam ruang lingkup pengajaran. Artinya, pelatihan adalah salah satu unsur pelaksanaan proses pengajaran terutama dalam pengajaran ranah karsa. Dari uraian pembahasan mengenai pendidikan, pengajaran. dan pelatihan yang telah dibahas panjang lebar oleh pemakalah dalam bagian Bab II pembahasan. Maka dapat disimpulkan bahwa antara pendidikan, pengajaran, dan pelatihan adalah satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan antara satu sama lainnya. Jika diibaratkan suatu sistem, maka pendidikan, pengajaran, dan pelatihan adalah satu rangkaian yang terhubung antara satu dan lainnya yang menjadi satu kesatuan yang utuh. DAFTAR PUSTAKA Balai Pustaka. (2000). Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga. Jakarta: Balai Langeveld, M J. 2009. Pedagogik Theoritis-Sistematis, (Editor : Y Suyitno). FIP, UPI Bandung. Notoadmodjo, S. 2009. Pengembangan Sumber Daya Manusia. Jakarta: Rineka Cipta Purwanto, M Ngalim. 2009. Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis. Bandung: PT Remaja Pustaka. Sadulloh, U. dkk. 2015. Pedagodik (Ilmu Mendidik). Bandung: Alfabeta. Sadulloh, Uyoh, dkk. (2011). Pedagogik. Bandung: Alfabeta. Salam, B. 2002. Pengantar pedagogik Dasar-dasar Ilmu Mendidik. Bandung: Rineka Cipta Suhartono. 2009. Filsafat Pendidikan. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media. Suyitno. 2009. Landasan Filosofis Pendidikan (Materi Bahan Ajar). Upi Bandung Syah, Muhibbin. 2004. Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru. Edisi Revisi. Bandung: Remaja Rosdakarya Tirtarahaedja, Umar & S L La Sulo. 2005. Pengantar Pendidikan. Jakarta: PT. Rhineka Cipta. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Bandung: Fokus Media.