1. Konsep Ruang dan Waktu Konsep ruang dan merupakan unsur penting yang tidak dapat dipisahkan dalam suatu peristiwa dan perubahannya dalam kehidupan. Unsur manusia, unsur ruang, dan unsur waktu merupakan komponen penyusun di dalam setiap peristiwa sejarah. Setiap peristiwa sejarah pasti memiliki pelaku sejarah, tempat kejadian, dan waktu kapan peristiwa tersebut terjadi. Waktu menjadi unsur dan konsep penting dalam sejarah karena peristiwa sejarah dalam kehidupan manusia berlangsung secara kontinu. Sedangkan ruang merupakan tampat terjadinya berbagai peristiwa-peristiwa dalam perjalanan waktu. 2. Perubahan dan Keberlanjutan dalam Sejarah Konsep perubahan dan keberlanjutan dalam sejarah berkaitan antara waktu dengan peristiwa sejarah meliputi perkembangan, kesinambungan, pengulangan dan perubahan. a. Perkembangan Perkembangan masyarakat dapat terjadi ditengahnya apabila kelakuan masyarakat bergerak dengan mengubah perilaku dari satu bentuk ke bentuk yang lainnya. Sebuah perubahan dalam masyarakat akan menjadi masyarakat yang berkembang saat bentuk perilaku manusia dari bentuk yang sederhana dan bentuk yang komplek. b. Kesinambungan Proses kesinambungan terjadi di dalam masyarakat apabila suatu masyarakat tersebut mengadopsi berbagai lembaga lembaga yang telah ada sebelumnya. Peristiwa dapat disebut sebagai sebuah proses kesinambungan apabila masyarakat baru meneruskan kegiatan yang telah ada sebelumnya. c. Pengulagan Pengulangan adalah proses dimana suatu kejadian yang telah terjadi pada masa lampau terjadi kembali dimasa sekarang. Dalam konsep pengulangan dalam ilmu sejarah mengkaji terhadap kejadian kejadian penting pada masa lampau dan masa yang akan datang. Pencocokan terhadap suatu kejadian, dan memiliki kemiripan terhadap satu kejadian dengan kejadian lain menjadikan hal ini sebagai konsep pengulangan. d. Perubahan Konsep perubahan dapat terjadi apabila suatu masyarakat mengalami sebuah pergeseran yang mengikuti perkembangan. Perkembangan dapat terjadi secara besar besaran maupun kecil kecilan dengan waktu yang lama maupun singkat. Sebuah perubahan dapat terjadi karena berbagai faktor entah itu internal maupun eksternal. Di dalam konsep perubahan sangat berhubungan erat dengan salah satu unsur sejarah yaitu waktu. 3. Contoh kronologis dalam sejarah Contoh kronologi sejarah kepresidenan Pak Soeharto (kronologi Pak Soeharto mengudurkan diri kekuasaan kepresidenan): 12 Mei Tragedi Trisakti, 4 Mahasiswa Trisakti terbunuh. 13 Mei Kerusuhan Mei 1998 pecah di Jakarta. Kerusuhan juga terjadi di kota Solo. Soeharto yang sedang menghadiri pertemuan negara-negara berkembang G-15 di Kairo, Mesir, memutuskan untuk kembali ke Indonesia. Sebelumnya, dalam pertemuan tatap muka dengan masyarakat Indonesia di Kairo, Soeharto menyatakan akan mengundurkan diri dari jabatannya sebagai presiden. Etnis Tionghoa mulai eksodus meninggalkan Indonesia. 14 Mei Demonstrasi terus bertambah besar hampir di seluruh kotakota di Indonesia, demonstran mengepung dan menduduki gedung-gedung DPRD di daerah. 18 Mei Ketua MPR yang juga ketua Partai Golkar, Harmoko, meminta Soeharto untuk turun dari jabatannya sebagai presiden. 19 Mei Soeharto berbicara di TV, menyatakan dia tidak akan turun dari jabatannya, tetapi menjanjikan pemilu baru akan dilaksanakan secepatnya. Beberapa tokoh Muslim, termasuk Nurcholis Madjid dan Abdurrahman Wahid, bertemu dengan Soeharto. 20 Mei Harmoko mengatakan Soeharto sebaiknya mengundurkan diri pada Jumat 22 Mei, atau DPR/MPR akan terpaksa memilih presiden baru. Sebelas menteri kabinet mengundurkan diri, termasuk Ginandjar Kartasasmita, milyuner kayu Bob Hasan, dan Gubernur Bank Indonesia Syahril Sabirin. 21 Mei Soeharto mengumumkan pengunduran dirinya pada pukul 9.00 WIB Wakil Presiden B.J. Habibie menjadi presiden baru Indonesia. 4. Perbedaan antara Sinkronik dan Diakronik a. Sinkronik Berasal dari bahasa yunai syn yang artinya bersama dan kronos yang artinya perjalanan waktu. Sinkronik artinya suatu peristiwa dari suatu waktu akan memunculkan satu peristiwa yang lain dalam waktu yang sama dengan kata lain peristiwa yang satu akan berhubungan atau berkaitan dengan satu sama lain dalam waktu yang sama. b. Diakronik ( kronologis ) Berasal dari bahasa yunani dia yang berarti melintas atau melewati dan khronos yang berarti perjalanan waktu. Artinya suatu peristiwa berhubungan dengan peristiwa peristiwa sebelumnya dan tidak berdiri sendiri. Peristiwa itu dapat dikaji perkembangan dari waktu ke waktu. 5. Penemuan Fosil dan kaitannya dengan Artefak a. Fosil Fosil adalah sisa-sisa dari manusia purba, hewan, maupun tumbuhan yang sudah membatu. Fosil bisa berupa tulang, gigi, kulit, bahkan mikroorganisme. b. Artefak Kalau fosil merupakan sisa-sisa makhluk hidup, lain halnya dengan artefak. Artefak adalah alat-alat yang digunakan manusia purba untuk bertahan hidup pada zaman dulu. Artefak bisa berupa alat makan, peralatan rumah tangga yang terbuat dari batu dan logam, bahkan alat navigasi. 6. Ciri Perkembangan Sosial Ekonomi Pada Masa Mesolitikum zaman mezolitikum memiliki ciri – ciri sebagai berikut ini: 1. Manusia di zaman ini sudah tidak lagi nomaden atau menetap di gua, maupun di pantai. 2. Manusia zaman ini sudah mengumpulkan makanan dan bercocok tanam. 3. Manusia zaman ini sudah bisa membuat kerajinan dari gerabah. Perkembangan pola kehidupan sosial-ekonomi pada zaman ini terlihat dari adanya manusia yang sudah adanya pola pemukiman menetap, adanya usaha penjinakan anjing, penemuan api, mulai mengenal sistem pertanian dengan cara sederhana, dan kemampuan membuat alat mulai meningkat. Ditemukan pula kebudayaan alat tulang dari zaman mesolitik. Dengan mempelajari tentang prasejarah khusunya pada zaman mesolitik, kita dapat mengetahui perkembangan kehidupan manusia dan kebudayaannya dari zaman dahulu. Manusia di zaman mesolitik memiliki tempat tinggal di gua-gua alam dan di pantai dengan sebagian ada yang menetap. Mereka mempertahankan kehidupan dengan cara memburu binatang di darat maupun binatang air seperti kerang dan ikan. Pada masa ini sudah ditemukan api. Sudah terdapat usaha menjinakkan binatang dan bertani dengan cara sederhana dengan sistem perladangan yang berpindah-pindah. 7. Perbandingan antara Proto dan Deutro Melayu a. Proto Melayu Ras Melayu yang datang ke wilayah nusantara sebagai gelombang pertama, yakni berkisar pada tahun 1500 SM. Sementara Deutro Melayu datang pada gelombang kedua yakni berkisar pada tahun 500 SM. Proto Melayu membawa kebudayaan Neolitikum atau Batu Muda. Sementara Deutro Melayu membawa kebudayaan Dongson atau Logam. Hasil kebudayaan Proto Melayu berupa alat-alat yang terbuat dari batu misalnya Kapak Lonjong, Kapak Persegi dan lain lain. Sementara hasil Kebudayaan Deutro Melayu berupa Kapak Corong, Kapak Sepatu, Nekara. b. Deutro Melayu Proto Melayu memasuki nusantara dengan 2 jalur yakni JALUR BARAT (Yunan – Selat Malaka – Sumatera – Jawa) dan JALUR UTARA (Yunan – Farmosa – Filipina – Sulawesi – Papua). Adapun Deutro Melayu memasuki Nusantara hanya melalui 1 Jalur saja yaitu JALUR BARAT (Teluk Tonkin – Vietnam – Semenanjung Malaka – Sumatera – Jawa). Proto Melayu membawa kebudayaan Neolitikum atau Batu Muda. Sementara Deutro Melayu membawa kebudayaan Dongson atau Logam. Keturunan Proto Melayu saat ini adalah Suku Dayak, Toraja, Sasak dan juga Suku Kubu. Sementara keturunan Deutro Melayu saat ini adalah Suku Makassar, Bugis, Melayu, Aceh, Bali, Minangkabau dan Jawa. 8. Hipotesis Masuknya Hindu ke Indonesia a. Hipotesa Waisya Hipotesis Waisya dikemukan oleh NJ. Krom. NJ. Krom menyebutkan bahwa proses masuknya kebudayaan Hindu-Budha melalui hubungan dagang antara India dan Indonesia. Para pedagang India yang berdagang di Indonesia disesuaikan dengan angin musim. Apabila angin musim tidak memungkinkan mereka untuk kembali, mereka dalam waktu tertentu menetap di Indonesia. Selama para pedagang India tersebut menetap di Indonesia, memungkinkan terjadinya perkawinan dengan perempuan-perempuan pribumi. Menurut NJ. krom, mulai dari sini pengaruh kebudayaan India menyebar dan menyerap dalam kehidupan masyarakat Indonesia. b. Hipotesa Ksatria Ada tiga pendapat mengenai proses penyebaran kebudayaan Hindu-Budha yang dilakukan oleh golongan ksatria, yaitu: C.C. Berg menjelaskan bahwa golongan ksatria yang turut menyebarkan kebudayaan HinduBudha di Indonesia. Para ksatria India ini ada yang terlibat konflik dalam masalah perebutan kekuasaan di Indonesia. Bantuan yang diberikan oleh para ksatria ini sedikit banyak membantu kemenangan bagi salah satu kelompok atau suku di Indonesia yang bertikai. Sebagai hadiah atas kemenangan itu, ada di antara mereka yang kemudian dinikahkan dengan salah satu putri dari kepala suku atau kelompok yang dibantunya. Dari perkawinannya itu, para ksatria dengan mudah menyebarkan tradisi Hindu-Budha kepada keluarga yang dinikahinya tadi. Selanjutnya berkembanglah tradisi Hindu-Budha dalam kerajaan di Indonesia. Sama seperti yang diungkap oleh C.C. Berg, Mookerji juga mengatakan bahwa golongan ksatria dari Indialah yang membawa pengaruh kebudayaan Hindu-Budha ke Indonesia. Para Ksatria ini selanjutnya membangun koloni-koloni yang berkembang menjadi sebuah kerajaan. J.L. Moens mencoba menghubungkan proses terbentuknya kerajaan-kerajaan di Indonesia pada awal abad ke-5 dengan situasi yang terjadi di India pada abad yang sama. Ternyata sekitar abad ke-5, ada di antara para keluarga kerajaan di India Selatan melarikan diri ke Indonesia sewaktu kerajaannya mengalami kehancuran. Mereka itu nantinya mendirikan kerajaan di Indonesia. c. Hipotesis Brahmana Hipotesis ini diungkap oleh Jc.Van Leur. Dia mengatakan bahwa kebudayaan Hindu-Budha India yang menyebar ke Indonesia dibawa oleh golongan Brahmana. Pendapatnya itu didasarkan pada pengamatan terhadap sisa-sisa peninggalan kerajaan-kerajaan yang bercorak Hindu-Budha di Indonesia, terutama pada prasasti-prasasti yang menggunakan Bahasa Sansekerta dan Huruf Pallawa. Karena hanya golongan Brahmanalah yang menguasai bahasa dan huruf itu maka sangat jelas di sini adanya peran Brahmana. d. Hipotesa Indonesia Aktif Pendapat ini menjelaskan peran aktif dari orang-orang Indonesia yang mengembang kebudayaan Hindu-Budha di Indonesia. Pendapat mengenai keaktifan orang-orang Indonesia ini diungkap oleh F.D.K Bosch. Menurut Bosch, yang pertama kali datang ke Indonesia adalah orang-orang India yang memiliki semangat untuk menyebarkan Hindu-Budha. Setelah tiba di Indonesia mereka menyebarkan ajarannya. Karena pengaruhnya itu, ada di antara tokoh masyarakat yang tertarik untuk mengikuti ajarannya. Pada perkembangan selanjutnya, banyak orang Indonesia sendiri yang pergi ke India untuk berziarah dan belajar agama Hindu-Budha di India. Sekembalinya di Indonesia, merekalah yang mengajarkannya pada masyarakat Indonesia yang lain. Pendapat F.D.K Bosch ini dikenal dengan nama Teori Arus Balik. 9. Faktor Pendukung Mudahnya Islam Berkembang di Indonesia 1. syarat masuk agama Islam mudah 2. tidak mengenal sistem kasta 3. disebarkan secara damai 4. upacara sederhana dan biayanya mudah 5. aturan-aturan fleksibel dan tidak memaksa 6. runtuhnya kerajaan Majapahit abad ke-15. 10. Perbandingan Perkembangan Kerajaan Islam di Sumatra dan Jawa A. KERAJAAN ISLAM DI SUMATRA Dalam catatan Marco Polo diceritakan bahwa pada tahun 1292 penduduk Sumatra pada umumnya adalah para penyembah berhala. Akan tetapi, dengan keterlibatan pihak kerajaan, pada akhir abad XIII beberapa wilayah di Sumatra telah menjadi daerah permukiman muslim. (Komaruddin Hidayat dan Ahmad Gaus Af. 2006: halaman 80). a) Kerajaan Perlak Kerajaan yang pertama kali berdiri di Sumatara dan tanah air umumnya adalah Kerajaan Perlak (Peureula). Kerajaan Perlak ini berdiri pada pertengahan abad IX dengan raja pertamanya bernama Alauddin Syah. Perlak merupakan kota dagang penyedia lada paling terkenal. Oleh karena itu, banyak orang-orang dari luar negeri yang mendatangi daerah tersebut. Hal ini tentunya memberikan pengaruh yang positif bagi masyarakat. Penduduk Kerajaan Perlak pada umumnya merasa tercukupi sehingga kemakmuran pun dapat dirasakan oleh mereka. Sayangnya, kemakmuran dan keadilan yang dirasakan masyarakat tidak berlangsung lama. Akibat perebutan pengaruh antarpetinggi kerajaan, telah menimbulkan ketidakstabilan di tengah masyarakat. Para pedagang banyak yang mengalihkan perdagangannya ke Samudera Pasai. Pada akhir abad XII Kerajaan Perlak pun akhirnya mengalami kemunduran. b) Kerajaan Samudera Pasai Selain Perlak berdiri pula Kerajaan Samudera Pasai. Kerajaan ini berdiri pada abad XIII dan terletak di daerah pantai timur Aceh. Jika kamu menyimak dalam peta, dahulu keberadaan Kerajaan Samudera Pasai terdapat di sekitar Kota Lhokseumawe. Hal ini dibuktikan dengan sumber sejarah berupa penemuan batu nisan bertuliskan Sultan Malik as-Saleh dengan angka tahun 1297. Sultan Malik as-Saleh adalah yang pertama kali memimpin Kerajaan Samudera Pasai. Kerajaan ini menjadi sangat terkenal di Kepulauan Sumatra hingga ke luar negeri. Bahkan, sumber sejarah menyebutkan bahwa kerajaan ini pernah didatangi seorang utusan dari Sultan Delhi di India bernama Ibnu Batutah. c) Kerajaan Aceh Pada tahun 1514 berdiri pula Kerajaan Aceh. Sultan Ibrahim atau Ali Mugayat Syah tercatat sebagai raja pertama kerajaan ini yang memimpin antara tahun 1514-1528 M. Kerajaan Aceh menjadi kerajaan yang sangat penting bagi para pedagang saat itu. Setelah bandar Malaka jatuh ke tangan Portugis, para pedagang banyak yang beralih ke wilayah Aceh. Puncak kejayaan Kerajaan Aceh terjadi pada masa pemerintahan Sultan Iskandar Muda. Pada saat itu wilayah kekuasaan Aceh sangat luas. Beberapa daerah di Semenanjung Malaya berada di bawah kekuasaannya. Kerajaan Aceh juga telah menjalin hubungan kerja sama dengan para pemimpin Islam di kawasan Arab. Oleh karena itu, Aceh juga dikenal dengan sebutan Serambi Mekah. Puncak hubungan ini terjadi pada masa kekhalifahan Usmaniyah. Hubungan kerja sama dengan kerajaan-kerajaan di kawasan Arab tidak hanya pada bidang perdagangan dan keagamaan, tetapi kerja sama politik dan militer. B. KERAJAAN ISLAM DI JAWA Seperti halnya di Pulau Sumatra, di Jawa juga berdiri kerajaankerajaan Islam. Misalnya, Kerajaan Demak, Pajang, Mataram, dan Banten. Kerajaan-kerajaan tersebut ada yang berdiri sepenuhnya sebagai kerajaan Islam, ada juga yang merupakan bagian wilayah kerajaan yang sudah ada kemudian memerdekakan diri. Proses islamisasi di Pulau Jawa tidak lepas dari peran serta para wali sembilan atau wali sanga. Wali adalah sebutan seorang ulama yang menyiarkan agama Islam. Ada sembilan wali yang memiliki peran penting dalam dakwah Islam di Pulau Jawa. (Komaruddin Hidayat dan Ahmad Gaus Af. 2006: halaman 93). a) Kerajaan Demak Kerajaan Demak merupakan kerajaan Islam pertama di Pulau Jawa. Kerajaan ini didirikan oleh Raden Patah pada tahun 1478. Dengan letaknya yang sangat strategis, Demak menjadi negara yang besar. Terlebih setelah keruntuhan Kerajaan Majapahit, kota-kota di wilayah pantai utara yang memberi dukungan kekuasaan. Saat itu ulama juga memegang peranan yang penting dalam pemerintahan. Terbukti dengan diangkatnya Sunan Kalijaga dan Ki Wanalapa sebagai penasihat kerajaan. Kerajaan Demak mengalami masa keemasan pada masa pemerintahan Sultan Trenggono. Ketika itu, selain menjadi kerajaan yang makmur, Demak juga dikenal memiliki kekuatan militer yang mengagumkan. Kerajaan Demak pada saat itu berhasil menghambat laju masuknya penjajah Portugis ke Pulau Jawa. Pada tahun 1527 ketika armada Portugis datang untuk mendirikan benteng di Sunda Kelapa, kerajaan Demak telah berhasil memukul mundur. Atas kemenangannya, Sunda Kelapa diubah namanya menjadi Jayakarta yang berarti ”kemenangan abadi”. Akan tetapi, kekuasaan Kerajaan Demak lambat laun mulai meredup. Khususnya ketika terjadi perebutan kekuasaan di kalangan keluarga kerajaan sendiri. Ketika kekuasaan kerajaan dipegang oleh Jaka Tingkir, pusat pemerintahannya dipindah dari Demak menuju Pajang. b) Kerajaan Pajang Kerajaan Pajang merupakan kelanjutan dari Kerajaan Demak. Kerajaan Pajang dipimpin oleh Jaka Tingkir yang merupakan menantu Sultan Trenggono, Raja Demak, dan diberi wilayah kekuasaan di Pajang. Lambat laun, Pajang memiliki pengaruh yang sangat kuat hingga Jaka Tingkir sendiri menobatkan dirinya sebagai Sultan Pajang dengan gelar Sultan Adiwijaya. Setelah Sultan Adiwijaya wafat, pemerintahan dilanjutkan oleh Arya Pangiri yang bukan anaknya sendiri. Pangeran Benowo yang merupakan anak Adiwijaya, cukup diangkat sebagai adipati saja. Keadaan ini pun memicu masalah. Pangeran Benowo tidak menerima keputusan ini. Ia akhirnya bersekutu dengan Sutawijaya untuk menggulingkan pemerintahan. Usaha ini pun berhasil. Selanjutnya, Pangeran Benowo diangkat sebagai Sultan Pajang, tetapi tetap berada di bawah kekuasaan Mataram. c) Kerajaan Mataram Islam Pada tahun 1586 berdirilah Kerajaan Mataram Islam. Kerajaan Mataram didirikan oleh Sutawijaya yang memiliki gelar Panembahan Senopati Ing Alaga Sayidin Panatagama. Pada masa kekuasaanya, Mataram diliputi sejumlah pemberontakan dari berbagai wilayah kerajaan. Para bupati yang semula tunduk pada kekuasaan Pajang, secara serentak menolak Mataram. Akan tetapi, masalah ini dapat segera diatasi. Pemberontakan-pemberontakan yang terjadi berhasil dipadamkan. Kerajaan Mataram mencapai masa kejayaan pada masa kekuasaan Sultan Agung Hanyakrakusumah yang bergelar Sultan Agung Senopati Ing Aloga Ngabdurrahman Khalifatullah. Saat itu kekuasaan Mataram sangat luas dan seluruhnya berhasil disatukan. d. Kerajaan Banten Kerajaan Islam lain yang penting untuk kita ketahui adalah Kerajaan Banten. Setelah Fatahilah atau Sunan Gunung Jati berhasil menaklukkan Portugis di Sunda Kelapa, Banten dikembangkan sebagai pusat perdagangan sekaligus tempat penyiaran agama. Bahkan, Kerajaan Banten ini selanjutnya berhasil merdeka dan melepaskan diri dari Kerajaan Demak. Setelah merdeka dari Kerajaan Demak, Sultan Hasanuddin yang merupakan anak dari Sultan Fatahillah, diangkat sebagai raja (1552-1570). Kerajaan Banten mengalami kemajuan yang sangat penting pada masa kekuasaan Sultan Ageng Tirtayasa. Akan tetapi, kemajuan Kerajaan Banten semakin melemah, ketika Sultan Ageng Tirtayasa ditangkap oleh VOC. 11. Hasil Akulturasi Budaya Islam dan Pra Islam di Indonesia A. Seni Bangunan Seni dan arsitektur bangunan Islam di Indonesia sangat unik, menarik dan akulturatif. Seni bangunan yang menonjol di zaman perkembangan Islam ini terutama masjid, menara serta makam. a) Masjid dan Menara Dalam seni bangunan di zaman perkembangan Islam, nampak ada perpaduan antara unsur Islam dengan kebudayaan praIslam yang telah ada sebelumnya. Beberapa contoh seni bangunan Islam yang menonjol adalah masjid yang berfungsi sebagai tempat beribadah bagi orang Islam. Bangunan masjid-masjid kuno di Indonesia memiliki ciri-ciri sebagai berikut: Atapnya berbentuk tumpang yaitu atap yang bersusun semakin ke atas semakin kecil dari tingkatan paling atas berbentuk limas. Jumlah atapnya ganjil 1, 3 atau 5. Dan biasanya ditambah dengan kemuncak untuk memberi tekanan akan keruncingannya yang disebut dengan Mustaka. Tidak dilengkapi dengan menara, seperti lazimnya bangunan masjid yang ada di luar Indonesia atau yang ada sekarang, tetapi dilengkapi dengan kentongan atau bedug untuk menyerukan adzan atau panggilan sholat. Bedug dan kentongan merupakan budaya asli Indonesia. Letak masjid biasanya dekat dengan istana yaitu sebelah barat alun-alun atau bahkan didirikan di tempat-tempat keramat yaitu di atas bukit atau dekat dengan makam. Ciri-ciri dari wujud akulturasi pada bangunan makam terlihat dari: Makam-makam kuno dibangun di atas bukit atau tempat-tempat yang tinggi. Makamnya terbuat dari bangunan batu yang disebut dengan Jirat atau Kijing, nisannya juga terbuat dari batu. Di atas jirat biasanya didirikan rumah tersendiri yang disebut dengan cungkup atau kubba. Dilengkapi dengan tembok atau gapura yang menghubungkan antara makam dengan makam atau kelompok-kelompok makam. Di dekat makam biasanya dibangun masjid, maka disebut masjid makam dan biasanya makam tersebut adalah makam para wali atau raja. Contohnya masjid makam Sendang Duwur di Tuban. Makam-makam yang terletak di tempat-tempat tinggi menunjukkan kesinambungan tradisi yang merupakan pengejawantahan pendirian punden-punden berundak pada masa Megalitik. b) Seni Ukir seni pahat atau seni ukir terus berkembang dalam bentuk seni hias dan seni ukir dengan motif daun-daunan dan bunga-bungaan seperti yang telah dikembangkan sebelumnya. Kemudian juga ditambah seni hias dengan huruf Arab (kaligrafi). Bahkan muncul kreasi baru, yaitu kalau terpaksa ingin melukiskan makluk hidup, akan disamar dengan berbagai hiasan, sehingga tidak lagi jelas-jelas berwujud binatang atau manusia. Banyak sekali bangunan-bangunan Islam yang dihiasi dengan berbagai motif ukir-ukiran. Misalnya, ukir-ukiran pada pintu atau tiang pada bangunan keraton ataupun masjid, pada gapura atau pintu gerbang. Dikembangkan juga seni hias atau seni ukir dengan bentuk tulisan Arab yang dicampur dengan ragam hias yang lain. Bahkan ada seni kaligrafi yang membentuk orang, binatang, atau wayang. c) Aksara dan Seni Sastra Tersebarnya agama Islam ke Indonesia maka berpengaruh terhadap bidang aksara atau tulisan, yaitu masyarakat mulai mengenal tulisan Arab, bahkan berkembang tulisan Arab Melayu atau biasanya dikenal dengan istilah Arab gundul yaitu tulisan Arab yang dipakai untuk menuliskan bahasa Melayu tetapi tidak menggunakan tanda-tanda a, i, u seperti lazimnya tulisan Arab. Seni sastra yang berkembang pada awal periode Islam adalah seni sastra yang berasal dari perpaduan sastra pengaruh Hindu-Budha dan sastra Islam. Wujud akulturasi dalam seni sastra tersebut terlihat dari tulisan/ aksara yang dipergunakan yaitu menggunakan huruf Arab Melayu (Arab Gundul) dan isi ceritanya juga ada yang mengambil hasil sastra yang berkembang pada jaman Hindu. d) Kesenian Permainan debus, tarian ini diawali dengan pembacaan ayat-ayat dalam Al Quran dan salawat nabi. Tarian ini terdapat di Banten dan Minangkabau. Seudati berasal dan kata syaidati yang artinya permainan orang-orang besar. Seudati sering disebut saman artinya delapan. Para pemain menyanyikan lagu yang isinya antara lain salawat nabi Wayang, termasuk wayang kulit. Pertunjukan wayang sudah berkembang sejak zaman Hindu, akan tetapi, pada zaman Islam terus dikembangkan. Kemudian berdasarkan cerita Amir Hamzah dikembangkan pertunjukan wayang golek. e) Sistem Pemerintahan Sebelum Islam masuk Indonesia, sudah berkembang pemerintahan yang bercorak Hindu Budha, tetapi setelah Islam masuk, maka kerajaan-kerajaan yang bercorak Hindu/Budha mengalami keruntuhannya dan digantikan peranannya oleh kerajaan-kerajaan yang bercorak Islam seperti Samudra Pasai, Demak, Malaka dan sebagainya. Sistem pemerintahan yang bercorak Islam, rajanya bergelar Sultan atau Sunan seperti halnya para wali dan apabila rajanya meninggal tidak lagi dimakamkan dicandi/dicandikan tetapi dimakamkan secara Islam. f) Sistem Kalender Menjelang tahun ketiga pemerintahan Khalifah Umar bin Khattab, beliau berusaha membenahi kalender Islam. Perhitungan tahun yang dipakai atas dasar peredaran bulan (komariyah). Umar menetapkan tahun 1 H bertepatan dengan tanggal 14 September 622 M, sehingga sekarang kita mengenal tahun Hijriyah. Sebelum budaya Islam masuk ke Indonesia, masyarakat Indonesia sudah mengenal Kalender Saka (kalender Hindu) yang dimulai tahun 78M. Dalam kalender Saka ini ditemukan nama-nama pasaran hari seperti legi, pahing, pon, wage dan kliwon. Setelah berkembangnya Islam Sultan Agung dari Mataram menciptakan kalender Jawa, dengan menggunakan perhitungan peredaran bulan (komariah) seperti tahun Hijriah (Islam). Pada kalender Jawa, Sultan Agung melakukan perubahan pada nama-nama bulan seperti Muharram diganti dengan Syuro, Ramadhan diganti dengan Pasa. Sedangkan nama-nama hari tetap menggunakan hari-hari sesuai dengan bahasa Arab. Dan bahkan hari pasaran pada kalender saka juga dipergunakan. Kalender Sultan Agung tersebut dimulai tanggal 1 Syuro 1555 Jawa, atau tepatnya 1 Muharram 1053 H yang bertepatan tanggal 8 Agustus 1633 M. 12. Konsep Kronologis dan anakronisme A. Kronologis catatan peristiwa yang dimulai dari awal sampai akhir dan mengikuti urutan waktu di mana hal tersebut terjadi. Bisa pula didefinisikan sebagai ilmu untuk menentukan waktu terjadinya tempat dan suatu peristiwa secara tepat berdasarkan urutan waktu. B. Anakronisme penulisan sejarah yang urutan waktunya tak sesuai atau rancu, sebagai akibatnya timbul penafsiran atau pemahaman yang keliru terhadap suatu peristiwa sejarah. 13. Alasan Masih Adanya Hasil Budaya Praaksara di Lingkungan terdekat Di Indonesia, masih banyak terdapat peninggalan kebudayaan dari zaman prasejarah yang masih bisa dijumpai bahkan masih digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Kebudayaan pemujaan dan peringatan akan roh nenek moyang yang masih dilakukan oleh sebagian masyarakat kini dengan pendirian tiang yang dahulu disebut menhir Kebudayaan pembuatan dan penggunaan alat-alat dari logam seperti saat masa perundagian Budaya mengenakan pakaian dan perhiasan-perhiasan yang terjadi di masa praaksara hingga sekarang