BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap negara memiliki kekayaan atau sumber daya alam yang berbeda-beda satu sama lain. Dengan adanya perbedaan keunggulan komparatif di masing-masing negara, akan menciptakan pertukaran komoditi antara negara satu dan negara yang lain. Terjadilah kegiatan ekspor dan impor tiap negara. Perdagangan internasional melalui ekspor impor merupakan kegiatan yang dijalankan eksportir maupun produsen eksportir dalam transaksi jual beli suatu komoditi dengan orang asing, bangsa asing, dan negara asing. Kemudian penjual dan pembeli yang lazim disebut eksportir dan importir melakukan pembayaran dengan valuta asing. Defisit neraca perdagangan ini tertolong oleh ekspor komoditas minyak sawit Indonesia. Namun, saat ini pemulihan krisis Uni Eropa dan Amerika Serikat menunjukkan tren perbaikan yang lamban ditambah masih adanya tren penurunan harga komoditas di pasar internasional. Terbatasnya persediaan di suatu negara, kegiatan impor pun digagas. Kegiatan ekspor impor juga dapat menumbuhkan hubungan harmonis antar bangsa. Melalui perdagangan internasional ini, banyak pihak dilibatkan dan sama-sama mendapat keuntungan, baik keuntungan hasil jual maupun keuntungan atas pemenuhan kebutuhan. Ekspor impor juga merupakan salah satu lapangan pekerjaan yang besar pengaruhnya bagi para pebisnis. Pengutamaan ekspor bagi Indonesia sudah digalakkan sejak tahun 1983. Sejak saat itu, ekspor menjadi andalan dalam memacu pertumbuhan ekonomi seiring dengan berubahnya strategi industri alisasi dari penekanan pada industri substitusi impor ke industri promosi ekspor. Konsumen dalam negeri membeli barang impor atau konsumen luar negeri membeli barang domestik, menjadi sesuatu yang sangat lazim. Persaingan sangat tajam antar-berbagai produk. Selain harga, kualitas atau mutu barang menjadi faktor penentu daya saing suatu produk. Sejalan dengan target pertumbuhan ekonomi pada pemerintahan saat ini, yang diharapkan dapat mencapai 5,4% pada tahun 2017, maka kajian tentang ekspor menarik untuk diteliti, dimana ekspor merupakan salah satu faktor yang mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia. Disamping itu, dalam pengamatan empiris, perilaku ekspor Indonesia dipengaruhi oleh faktor kurs. Dari uraian tersebut, maka penelitian ini perlu dilakukan, 1 untuk menganalisis pengaruh kurs terhadap ekspor dan dampaknya bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia. I.II Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang tersebut tentang “Pengaruh Kurs dan Inflasi terhadap Net Ekspor di Indonesia Tahun 2005-2015”, beberapa hal yang perlu dirumuskan dalam penelitian ini sebagai berikut: 1. Bagaimana pengaruh Inflasi terhadap Net Ekspor di Indonesia tahun 2005 sampai dengan tahun 2015? 2. Bagaimana pengaruh Kurs terhadap Net Ekspor di Indonesia tahun 2005 sampai dengan tahun 2015? I.III. Tujuan Penelitian 1. Untuk menganalisis besarnya pengaruh nilai tukar (Rupiah/USD) terhadap volume ekspor Indonesia. 2. Untuk menganalisis besarnya pengaruh perubahan nilai tukar terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia. 3. Untuk menganalisis besarnya perubahan ekspor terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia. 4. Untuk menganalisis besarnya pengaruh langsung (direct effect) dan tidak langsung (indirect effect) perubahan nilai tukar dan perubahan ekspor terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia I.IV. Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder, yaitu data yang telah tersedia dan telah diproses oleh pihak – pihak lain sebagai hasil atas penelitian yang telah dilaksanakannya. Sumber data tersebut didapat dari BPS dan BI I.V. Metode dan Teknik Data Analisis yang dilakukan dalam makalah ini dengan metode analisis deskriptif. Deskripsi yang dilakukan atas data yang disajikan adalah hubungan antara Kurs dan inflasi terhadap Net Ekspor. 2 BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.I Inflasi Inflasi adalah kenaikan harga yang terjadi pada suatu perekonomian negara. Hal ini sesuai dengan pendapat Dornbusch et al., (2008:39) yang menyatakan bahwa “Inflation is the rate of change in prices, and the price level is the cumulation of past inflations”. Tingkat inflasi yang terjadi pada suatu negara diukur berdasarkan indikator tertentu. Indikator yang paling banyak digunakan adalah Indeks Harga Konsumen (IHK) atau Consumer Price Index (CPI) “CPI merupakan indeks harga dari barang-barang yang selalu digunakan para konsumen” (Sukirno, 2012:19). Tingkat inflasi ditentukan dengan cara membandingkan CPI yang terjadi pada tahun tertentu dengan tahun sebelumnya. inflasi dapat disebabkan oleh dua hal, yaitu tarikan permintaan (kelebihan likuiditas atau uang atau alat tukar) dan yang kedua adalah desakan(tekanan) produksi dan/atau distribusi (kurangnya produksi (product or service) dan/atau juga termasuk kurangnya distribusi). Untuk sebab pertama lebih dipengaruhi dari peran negara dalam kebijakan moneter (Bank Sentral), sedangkan untuk sebab kedua lebih dipengaruhi dari peran negara dalam kebijakan eksekutor yang dalam hal ini dipegang oleh Pemerintah (Government) seperti fiskal (perpajakan/pungutan/in;sentif/disinsentif), kebijakan pembangunan infrastruktur, regulasi, dll. Inflasi ada 3 faktor, yaitu: 1. Kenaikan harga 2. Bersifat umum 3. Berlansung terus-menerus 1. Jenis-Jenis Inflasi Inflasi dapat digolongkan menjadi empat golongan, yaitu inflasi ringan, sedang, berat, dan hiperinflasi. Inflasi ringan terjadi apabila kenaikan harga berada di bawah angka 10% setahun; inflasi sedang antara 10%—30% setahun; berat antara 30%—100% setahun; dan hiperinflasi atau inflasi tak terkendali terjadi apabila kenaikan harga berada di atas 100%. Menurut tingkat keparahan atau laju inflasi, meliputi: Inflasi Ringan (Creeping Inflation) Inflasi yang tingkatannya masih di bawah 10% setahun 3 Inflasi Sedang adalah Inflasi yang tingkatannya berada diantara 10% - 30% setahun Inflasi Berat adalah Inflasi yang tingkatannya berada diantara 30% - 100% setahun Hiper Inflasi adalah Inflasi yang tingkat keparahannya berada di atas 100% setahun. Hal ini pernah dialami Indonesia pada masa orde lama. 2. Jenis-jenis inflasi berdasarkan persentasi atau nominal digit inflasinya, dapat dibedakan kedalam : Moderate Low Inflation (inflasi 1 digit) misalnya 1% s.d 9%, biasanya orang masih percaya dan memiliki daya beli dan juga nilai mata uang masih berharga. Galloping Inflation (inflasi dua digit) misalnya 10% s.d 99%, dimana orang mulai ragu, daya beli menurun, nilai mata uang menjadi semakin menurun. Hyper Inflation (inflasi tinggi diatas 100%) adalah proses kenaikan harga-harga yang sangat cepat, yang menyebabkan tingkat harga menjadi dua atau beberapa kali lipat dalam jangka waktu yang singkat, keadaan seperti ini orang-orang sudah tidak percaya pada mata uang. Dimana nilai nominal uang jadi tidak berharga jika situasi ini terjadi maka pemerintah melakukan Senering yaitu pemotongan nilai uang. 3. Faktor-faktor yang mempengaruhi Inflasi Menurut Samuelson dan Nordhaus (1998:587), ada beberapa faktor yang menyebabkan timbulnya inflasi: Demand Pull Inflation adalah Timbul apabila permintaan agregat meningkat lebih cepat dibandingkan dengan potensi produktif perekonomian, menarik harga ke atas untuk menyeimbangkan penawaran dan pennintaan agregat. Cost Push Inflation or Supply Shock Inflation adalah Inflasi yang diakibatkan oleh peningkatan biaya selama periode pengangguran tinggi dan penggunaan sumber daya yang kurang efektif.Sedangkan faktor- faktor yang menyebabkan timbulnya inflasi tidak hanya dipengaruhi oleh Demand Pull Inflation dan Cost Push Inflation tetapi juga dipengaruhi oleh : Domestic Inflation adalah Tingkat inflasi yang terjadi karena disebabkan oleh kenaikan harga barang secara umum di dalam negeri. Imported Inflation adalah Tingkat inflasi yang terjadi karena disebabkan oleh kenaikan harga-harga barang. 4 4. Cara Mengatasi Inflasi Kebijakan Moneter, adalah Kebijakan ini ditempuh dengan jalan mengatur peredaran uang yang beredar. Bank sentral yang memegang otoritas pengaturan uang beredar bisa mengatur uang giral yang beredar di masyarakat dengan menggunakan instrumen berupa operasi pasar terbuka (Open Market Operation), penetapan tingkat diskonto (Discount Rate Policy), serta penetapan rasio wajib minimum (Reserve requirement). Discout rate policy merupakan kebijakan bank sentral dalam menetapkan tingkat bunga sebagai pinjaman kepada bank umum. Sedangkan yang dimakusd dengan Reserve Requirement merupakan proporsi cadangan minimum yang harus dipegang bank umum atas simpanan masyarakat yang dimiliki. Kebijakan ini meliputi: a) Politik diskonto, dengan mengurangi jumlah uang yang beredar dengan cara menaikan suku bunga bank, hal ini diharapkan permintaan kredit akan berkurang. b) Operasi pasar terbuka, mengurangi jumlah uang yang beredar dengan cara menjual SBI. c) Menaikan cadangan kas, sehingga uang yang diedarkan oleh bank umum menjadi berkurang. d) Kredit selektif, politik bank sentral untuk mengurangi jumlah uang yang beredar dengan cara memperketat pemberian kredit. e) Politik sanering, ini dilakukan bila sudah terjadi hiper inflasi. 1. Kebijakan Fiskal, Kebijakan ini ditempuh dengan cara mengatur pengeluaran pemerintah dan perpajakan. Kedua hal ini secara langsung bisa mempengaruhi permintaan total dan bisa berakibat terhadap perubahan harga yang bisa menimbulkan munculnya inflasi. Kebijakan ini dapat dilakukan dengan cara: a) Menaikkan tarif pajak, diharapkan masyarakat akan menyetor uang lebih banyak kepada pemerintah sebagai pembayaran pajak, sehingga dapat mengurangi jumlah uang yang beredar. b) Mengatur penerimaan dan pengeluaran pemerintah. c) Mengadakan pinjaman pemerintah, misalnya pemerintah memotong gaji pegawai negeri 10% untuk ditabung, ini terjadi pada masa orde lama. 2. Kebijakan Non Moneter, dapat dilakukan melalui: 5 a. Menaikan hasil produksi, Pemerintah memberikan subsidi kepada industri untuk lebih produktif dan menghasilkan output yang lebih banyak, sehingga harga akan menjadi turun. b. Kebijakan upah, pemerintah menghimbau kepada serikat buruh untuk tidak meminta kenaikan upah disaat sedang inflasi. c. Pengawasan harga, kebijakan pemerintah dengan menentukan harga maksimum bagi barang - barang tertentu. II.II Nilai Tukar Nilai tukar adalah harga dari mata uang asing yang harus dibayarkan dengan sejumlah nilai mata uang tertentu. Sejumlah nilai mata uang tertentu ini diperlukan agar mata uang tersebut dapat digunakan dalam kegiatan ekonomi. Anindita dan Reed (2008:103) menjelaskan bahwa “nilai tukar mata uang suatu negara harus ditentukan dalam sistem perekonomian”. Nilai tukar terbagi menjadi dua, yaitu nilai tukar nominal dan nilai tukar riil. Tiap negara memiliki system penentuan nilai tukar yang berbeda sesuai dengan kebijakan bank sentral dan kondisi perekonomiannya. “There are several types of exchange rates system, fixed exchange rate system, flexible floating exchange rate system, and undermanaged floating” (Dornbusch et al., 2008:283). Indonesia menggunakan sistem nilai tukar mengambang terkendali (undermanaged floating) Sistem nilai tukar mengambang terkendali membutuhkan intervensi langsung dari pemerintah dalam pelaksananya, sehingga nilai tukar tidak ditentukan secara bebas sepenuhnya berdasarkan permintaan dan penawaran yang terjadi di pasar. Sistem nilai kurs yang dikenal ada 3 yaitu sistem tetap,sistem kurs bebas dan kurs mengambang. Didalam sistem kurs tetep pemerintah berusaha mempengaruhi pasar uang sehingga nilai kurs mata uang dalam negri tetap seperti sebelumnya.sistem kurs bebas merupakan keblikan dari sistem kurs mengambang merupakan gabungan dari kedua sistem dimana nilai kurs diserahkan pada kekuatan pemerintah dan penawaran dengan kontrol pemerintah pada batas-batas tertentu yang telah ditetapkan . Terdapat sistem kurs utama yang berlaku menurut triyono (2008), yakni: Sistem kurs mengambang, kurs ditentukan oleh mekanisme pasar dengan atau tanpa adanya campur tangan pemerintah dalam upaya stabilisasi melalui kebijakan moneter apabila ada terdapat campur tangan pemerintah maka sistem ini termasuk mengambang terkendali (managed floating exchange rate). 6 Sistem kurs tertambat merangkat, di mana negara melakukan sedikit perubahan terhadap mata uangnya secara periodik dengan tujuan untuk bergerak kearah suatu nilai tertentu dalam rentang waktu tertentu. Keuntungan utama dari sistem ini adalah negara dapat mengukur penyelesaian kursnya dalam periode yang lebih lama jika di banding dengan sistem kurs terambat. Sistem sekeranjang mata uang, keuntungannya adalah sistem ini menawarkan stabilisasi mata uang suatu negara karena pergerakan mata uangnya disebar dalam sekeranjang mata uang. Mata uang yang dimasukan dalam keranjang biasanya ditentukan oleh besarnya peranannya dalam membiayai perdagangan negara tertentu. Sistem kurs tetap, dimana negara menetapkan dan mengumumkan suatu kurs tertentu atas mata uangnya dan menjaga kurs dengan cara membeli atau menjual valas dalam jumlah yang tidak terbatas dalam kurs tersebut. Bagi negara yang sangat rentan terhadap gangguan eksternal, misalnya memiliki ketergantungan tinggi terhadap sektor luar negeri maupun gangguan internal, seperti sering mengalami gangguan alam, menetapkan kurs tetap merupakan suatu kebijakan yang beresiko tinggi. II.III Ekspor Ekspor merupakan barang dan jasa yang diproduksi di dalam negeri dan dijual secara bebas di luar negeri” (Mankiw, 2012:230). Negara yang telah menerapkan sistem perekonomian terbuka akan berinteraksi secara bebas dengan perekonomian lain di seluruh dunia. Salah satu kegiatan interaksi perekonomian secara internasional adalah dengan melakukan ekspor barang dan jasa. Ekspor pada suatu negara dapat dipengaruhi oleh beragam faktor, baik itu merupakan faktor dari dalam negeri maupun luar negeri. Sukirno (2012:205) dan Mankiw (2012:377) menjelaskan bahwa ekspor dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu: kemampuan suatu negara dalam memproduksi barang diekspor, dalam hal ini adalah mutu dan harga barang diekspor, cita rasa penduduk luar negeri, nilai tukar, pendapatan masyarakat, biaya transportasi barang, dan kebijakan pemerintah terkait dengan perdagangan internasional. Ekspor langsung adalah cara menjual barang atau jasa melalui perantara/ eksportir yang bertempat di negara lain atau negara tujuan ekspor. Penjualan dilakukan melalui distributor dan perwakilan penjualan perusahaan Keuntungannya, produksi terpusat di negara asal dan kontrol terhadap distribusi lebih baik. Kelemahannya, biaya transportasi lebih tinggi untuk produk dalam skala besar dan adanya hambatan perdagangan serta proteksionisme. 7 Ekspor tidak langsung adalah teknik dimana barang dijual melalui perantara/eksportir negara asal kemudian dijual oleh perantara tersebut. Melalui, perusahaan manajemen ekspor (export management companies) dan perusahaan pengekspor (export trading companies). Kelebihannya, sumber daya produksi terkonsentrasi dan tidak perlu menangani ekspor secara langsung. Kelemahannya, kontrol terhadap distribusi kurang dan pengetahuan terhadap operasi di negara lain kurang. Umumnya, industri jasa menggunakan ekspor langsung sedangkan industri manufaktur menggunakan keduanya. Tahap-tahap, yaitu: 1. Dalam perencanaan ekspor perlu dilakukan berbagai persiapan, berikut ini 4 langkah persiapannya Identifikasi pasar yang potensial 2. Penyesuaian antara kebutuhan pasar dengan kemampuan, SWOT analisis 3. Melakukan Pertemuan, dengan eksportir, agen, dll 4. Alokasi sumber daya. Net Ekspor Dalam N. Gregory mankiw (2006:27) ekspor neto (net export) adalah nilai barang dan jasa yang diekspor ke negara lain dikurang nilai barang dan jasa yang di impor dari negara lain. Ekspor neto bernilai positif ketika nilai ekspor lebih besar dari nilai impor dan negatif ketika nilai impor lebih besar daripada nilai ekspor. Ekspor neto menunjukkan pengeluaran neto dari luar negeri atas barang dan jasa kita, yang memberikan pendapatan bagi produsen domestik. Dalam Paul A. Samuelson (1992:83) Ekspor neto adalah selisih antara nilai ekspor dan impor suatu negara biasa disebut ekspor bersih. Dalam Paul A. Samuelson (1992:111) menyatakan bahwa Amerika serikat dan Indonesia adalah negara dengan perekonomian terbuka, yang bergerak dalam ekspor dan impor barang serta jasa. Komponen terakhir GNP ini yang semakin lama semakin penting pada tahuntahun belakangan ini adalah ekspor neto yaitu selisih antara ekspor dan impor barang serta jasa. Menurut N. Gregory mankiw (2000;12) ekspor neto adalah pembelian pihak asing atas berbagai barang dan jasa yang diproduksi dalam negeri (ekspor) dikurangi oleh pembelian penduduk setempat atas berbagai barang dan jasa yang diproduksi di luar negeri (impor). Setiap transaksi penjualan produk domestik kepada pihak asing, misalnya penjualan pesawat terbang buatan boeing kepada british airways, meningkatkan ekspor neto. 8 Karena pengeluaran untuk impor dimasukkan dalam pengeluaran domestik (C + I + G), dan karena barang dan jasa yang di impor dari luar negeri bukanlah bagian dari output suatu negara, maka persamaan ini harus dikurangi dengan pengeluaran untuk impor. Dengan mendefinisikan ekspor neto (net exports) sebagai ekspor dikurang impor. (NX = EX – IM) identitas tersebut menjadi Y = C + I + G + NX Ekspor neto = output – Pengeluaran Domestik Menurut William A. McEachern (2000;148) ekspor neto adalah sama demgan nilaiekspor barang dan jasa di kurangi impor barang dan jasa amerika. II.IV Inflasi dan Ekspor Inflasi dapat memberikan pengaruh yang negatif ataupun positif terhadap ekspor. Pengaruh negatif dari inflasi yaitu ketika terjadi inflasi, maka harga komoditi akan meningkat. Peningkatan harga komoditi disebabkan produksi untuk menghasilkan komoditi menghabiskan banyak biaya. Harga komoditi yang mahal akan membuat komoditi tersebut tidak bersaing di pasar global. Ball (2005:281) menyatakan bahwa ketika tingkat inflasi tinggi akan mengakibatkan harga barang dan jasa yang dihasilkan atau ditawarkan oleh suatu negara akan meningkat sehingga barang dan jasa tersebut menjadi kurang kompetitif dan ekspor akan turun. Selain memiliki pengaruh negatif, inflasi juga dapat berpengaruh positif terhadap ekspor. Pengaruh positif dari inflasi yaitu ekspor suatu negara dapat meningkat karena modal dari hutang atau pinjaman untuk menghasilkan barang dan jasa meningkat. Hal ini sesuai dengan pendapat Ball (2005:280-281), yaitu ketika inflasi tinggi maka akan mendorong dilakukannya pinjaman, pinjaman tersebut akan dibayarkan kembali dengan uang yang lebih rendah nilainya. II.V Nilai Tukar dan Ekspor Nilai tukar dapat berpengaruh positif dan negatif terhadap ekspor. Pengaruh positif terjadi ketika penguatan nilai tukar dapat mempengaruhi ekspor sehingga ekspor dapat bertambah. Nilai tukar dapat mempengaruhi harga suatu barang yang diekspor, sehingga ketika nilai tukar rupiah terhadap dollar menguat, maka harga barang ekspor akan naik. Mankiw (2012:67) menjelaskan bahwa ketika harga suatu barang naik maka jumlah barang yang diminta akan turun dan ketika 9 harga turun, maka jumlah barang yang diminta akan naik. Pengaruh negatif dari nilai tukar terjadi ketika nilai tukar mengalami pelemahan, maka ekspor naik atau bertambah. Sukirno(2012:408) menjelaskan bahwa ketika nilai rupiah turun atau terjadi devaluasi mata uang, maka ekspor akan bertambah,karena di pasaran luar negeri, ekspor negara menjadi lebih murah. 10 BAB III METODE PENELITIAN III.I. Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan pada penelitian ini adalah jenis data sekunder dan sumber data ini di peroleh dari Badan Pusat Statistik (BPS). Data-data yang digunakan dalam model adalah data tahunan dari tahun 2005 – 2015 Variabel teliti meliputi net ekspor, inflasi, dan kurs. III.II. Metode Analisis Data Model penelitian yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan analisis kuantitatif Uji Ordinary Least Square (OLS). Andaikan sebuah model memiliki persamaan seperti di bawah ini: Dimana Y = Total Ekspor Indonesia Periode 2005-2015 X1 = Nilai Inflasi Periode 2005-2015 X2 = Kurs(Rp/U$) Peride 2005-2015 Sebelum model diatas dapat diestimasi dengan menggunakan metode OLS untuk mendapatkan nilai-nilai koefisien yang menjelaskan hubungan antar variabel, data yang digunakan harus terlebih dahulu diuji apakah data tersebut melanggar asumsi-asumsi dasar seperti multikolinieritas, autokorelasi, heteroskedastisitas. Apabila menggunakan OLS multiregression atau regresi berganda dalam analisis data, maka ada asumsi-asumsi dasar yang harus dipenuhi, yaitu: 1. Komponen error sama dengan nol 2. Komponen error memiliki varians yang konstan untuk semua observasi, atau memenuhi homoskedastisitas 3. Variabel bebeas X2, X3,...,Xk adalah non stokastik 4. Tidak ada hubungan linier di antara variabel bebasnya 5. Tidak ada korelasi komponen error antar waktu, jadi komponen error pada waktu tertentu tidak berhubungan dengan komponen error pada waktu lainnya 11 6. Antara komponen error dengan variabel bebas tidak ada hubungan linier Dalam Ordinary Least Square (OLS) terdapat asumsi-asumsi klasik yang harus dipenuhi. Asumsi klasik tersebut adalah normalitas, non autokorelasi, homoskedastisitas dan non multikolinieritas. Jika semua asumsi tersebut terpenuhi maka metode OLS dapat digunakan, dimana intersep dan slope yang konstan. III.III. Analisis Regresi Analisis regresi adalah studi ketergantungan dari satu variabel tidak bebas (dependent variable) terhadap satu atau lebih variabel bebas (independent variable/Explaining variable/variabel yang menerangkan) dengan tujuan untuk memperkirakan atau meramalkan nilai rata-rata dari variabel tidak bebas apabila nilai variabel bebasnya sudah diketahui. Hubungan Dalam Regresi, yaitu: Hubungan Deterministik (hubungan non-statistik), yaitu hubungan yang tidak ada kaitannya dengan variabel gangguan random. Hubungan ini tidak akan terjadi jika kondisi ceteris paribus ditiadakan. Hubungan stokastik, yaitu hubungan yang sifatnya random (stokastik), karena ada pengaruh variabel yang tidak dimasukkan dalam model matematika dan kesalahan pengukuran yang sifatnya mengganggu, µ (error term). 𝑄=𝑎+𝑏𝑃+𝜇, dimana µ = error (random disturbance) Macam Regresi Dilihat Dari Data Yang Diambil: Population regression function (PRF) Menunjukkan hubungan antara nilai rata-rata dari dependent variable (Y) dengan nilai rata-rata dari independent variable dari data populasi. Sample regression funtion (SRF) Karena sulit mendapatkan data populasi maka digunakan data sampel. Model Analisis Regresi, yaitu: 1) Analisis Regresi Sederhana 12 Hubungan atau korelasi antara dua variabel (antara X dan Y) dengan menggunakan persamaan garis linear sederhana untuk meramalkan nilai variabel tidak bebas jika nilai variabel bebas sudah diketahui. 2) Model Analisis Regresi Berganda Apabila dalam persamaan regresi tercakup lebih dari dua variabel (termasuk variabel tidak bebas), maka regresi ini disebut regresi linear (multiple linear regression). Dalam regresi linear berganda variabel tak bebas Y, tergantung kepada dua atau lebih variabel bebas (independent variabel). III.IV. Uji T-Statistik Uji t dibangun oleh William S. Goossett dari Irlandia yang dipublikasikan pada tahun 1982. Distribusi ini berasal dari kekhawatirannya terhadap penggunaan s sebagai penduga akan menimbulkan ketidakcocokan ketika dihitung dengan sampel yang sangat kecil. Bentuk distribusi t lebih menyebar daripada distribusi Z sebagaimana Distribusi T dan Distribusi Z Distribusi Z Distribusi t 0 Sebagaimana distribusi Z yang didasarkan ada asumsi bahwa populasi terdistribusi secara normal, distribusi t juga didasarkan pada asumsi bahwa populasi terdistribusi secara normal, dimana distribusi t mempunyai karakteristik sebagai berikut: 1. Merupakan distribusi kontinyu dan berbentuk lonceng simetris 2. Tidak ada satu distribusi t tetapi merupakan keluarga distribusi t, dan semua distribusi t mempunyai rata-rata null, akan tetapi deviasi standar akan berbeda sesuai dengan ukuran sampel. 3. Distribusi t lebih menyebar dan lebih mendatar daripada distribusi normal standar. Semakin besar ukuran sampel, distribusi t akan semakin mendekati distribusi normal. Karena distribusi t lebih menyebar daripada distribusi Z maka titik kritis distribusi t juga semakin besar. Sebagai contoh perbandingan adalah distribusi Z dengan level signifikansi 95% dan distribusi t pada 13 jumlah sampel 8 dengan level signifikansi 95% yang digambarkan pada Gambar 5.15 dan Gambar 5.16. sebagaimana pada Gambar 8.2 titik kritis distribusi Z adalah 1,65 sedangkan distribusi t adalah 1,95. Titik Kritis Distribusi Z -1,65 1,65 Titik Kritis Distribusi t 1,95 Apabila kita lihat pada tabel distribusi Z dengan level signifikansi 95% bila jumlah n tidak terbatas maka titik kritis distribusi t melewati titik kritis distribusi Z yaitu 1,65. III.V. Uji F-Statistik Uji F-statistik ini adalah pengujian yang bertujuan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh variabel independen secara keseluruhan atau bersama-sama terhadap variabel dependen. Untuk pengujian ini digunakan hipotesis sebagai berikut : Ho : bi ≠ 𝑏2 0…………………………………bk = 0 (tidak ada pengaruh) Ha : bi = 0…………………………………i = 1 (ada pengaruh) Pengujian ini dilakukan dengan membandingkan nilai F-hitung dengan F-tabel. Jika Fhitung > F-tabel maka Ho ditolak. Yang berarti variable independen secara bersama-sama mempengaruhi variable dependen. Nilai F-hitung dapat diperoleh dengan rumus : 𝑅2/(𝑘−1) F- Hitung = (1−𝑅2)/(𝑛−𝑘) Dimana : 14 R² = Koefisien Determinasi K = Jumlah variable independen n = Jumlah sample Kriteria pengambilan keputusan : Ho : β₁ = β₂ = β₃ = 0 Ho diterima (F hitung < F table) artinya variabel independen secara parsial tidak berpengaruh nyata terhadap variabel dependen. Ha : β₁ ≠ β₂ ≠ β₃ ≠ 0 Ha diterima (F hitung > F table) artinya variabel independen secara parsial berpengaruh nyata terhadap variabel dependen. III.VI. Uji Asumsi Klasik Uji asumsi klasik adalah persyaratan statistik yang harus dipenuhi pada analisis regresi linear berganda yang berbasis ordinary least square (OLS). Jadi analisis regresi yang tidak berdasarkan OLS tidak memerlukan persyaratan asumsi klasik, misalnya regresi logistik atau regresi ordinal. Demikian juga tidak semua uji asumsi klasik harus dilakukan pada analisis regresi linear, misalnya uji multikolinearitas tidak dilakukan pada analisis regresi linear sederhana dan uji autokorelasi tidak perlu diterapkan pada data cross sectional. uji asumsi klasik juga tidak perlu dilakukan untuk analisis regresi linear yang bertujuan untuk menghitung nilai pada variabel tertentu. Misalnya nilai return saham yang dihitung dengan market model, atau market adjusted model. Perhitungan nilai return yang diharapkan dapat dilakukan dengan persamaan regresi, tetapi tidak perlu diuji asumsi klasik. Uji asumsi klasik yang sering digunakan yaitu uji multikolinearitas, uji heteroskedastisitas, uji normalitas, uji autokorelasi dan uji linearitas. Tidak ada ketentuan yang pasti tentang urutan uji mana dulu yang harus dipenuhi. Analisis dapat dilakukan tergantung pada data yang ada. Sebagai contoh, dilakukan analisis terhadap semua uji asumsi klasik, lalu dilihat mana yang tidak memenuhi persyaratan. Kemudian dilakukan perbaikan pada uji tersebut, dan setelah memenuhi persyaratan, dilakukan pengujian pada uji yang lain. 15 1. Uji Normalitas Salah satu asukmsi dalam penerapan OLS (Ordinary Least Square) dalam regresi linier klasik adalah distribusi probabilitas dari ganggu Ut memiliki rata-rata yang diharapkan sama dengan nol, tidak berkorelasi dan memiliki varian yang konstan. Untuk menguji apakah distribusi data normal dilakukan dengan Uji Jarque Bera atau J-B Test. Jika nilai J – B hitung > J – B tabel, atau bisa dilihati dari nilai probability Obs*R-Squared lebih besar dari taraf nyata 5 persen. Maka hipotesis yang menyatakan bahwa residual Ut terdistribusi normal ditolak dan sebaliknya. 2. Uji Multikolinearitas Merupakan untuk melihat ada atau tidaknya korelasi yang tinggi antara variabel-variabel bebas dalam suatu model regresi linear berganda. Jika ada korelasi yang tinggi di antara variabelvariabel bebasnya, maka hubungan antara variabel bebas terhadap variabel terikatnya menjadi terganggu. Sebagai ilustrasi, adalah model regresi dengan variabel bebasnya motivasi, kepemimpinan dan kepuasan kerja dengan variabel terikatnya adalah kinerja. Logika sederhananya adalah bahwa model tersebut untuk mencari pengaruh antara motivasi, kepemimpinan dan kepuasan kerja terhadap kinerja. Jadi tidak boleh ada korelasi yang tinggi antara motivasi dengan kepemimpinan, motivasi dengan kepuasan kerja atau antara kepemimpinan dengan kepuasan kerja. Beberapa alternatif cara untuk mengatasi masalah multikolinearitas adalah sebagai berikut: 1. Mengganti atau mengeluarkan variabel yang mempunyai korelasi yang tinggi. 2. Menambah jumlah observasi. 3. Mentransformasikan data ke dalam bentuk lain, misalnya logaritma natural, akar kuadrat atau bentuk first difference delta. Cara mendeteksi adanya Multikolinearitas, yaitu: 1. R2 cukup tinggi (0,7 – 1,0) tetapi uji-tnya untuk masing-masing koefisien regresinya menunjukkan tidak signifikan. 16 2. Tingginya nilai R2 merupakan syarat yang cukup (sufficient) akan tetapi bukan merupakan syarat yang penting untuk terjadinya multikorelineartitas, sebab pada R2 yang rendah (<5%) bisa juga terjadi multikolinearitas. 3. Meregresikan variabel independent X dengan variabel independent variabel-variabel lain, kemudian dihitung R2-nya yaitu dengan uji F (uji signifikansi). Jika F* adalah F hitung maka: Jika F* > F tabel, artinya Ho ditolak; Ha diterima, ada multikolinearitas Jika F* < F tabel, artinya Ho diterima; Ha diterima, tidak ada multikolinearitas 4. Menggunakan Matriks Korelasi (Correlation Matrix) Cara menanggulangi multikolinearitas : 1. Menambah jumlah data / observasi Misalkan : Y = b1 + b2 X2 + b3 X3 + e Dimana : Y = konsumsi X2 = pendapatan X3 = harga barang itu sendiri Pendapatan dan harga barang itu sendiri merupakan dua variabel yang saling mempengaruhi sehingga mengakibatkan terjadinya Multikolinearitas. Penambahan data baru dapat menghilangkan Multikolinearitas yang tidak begitu serius. 2. Salah satu cara utnuk menghilangkan multikolinearitas adalah menghilangkan satu atau lebih variabel bebas yang mempunyai kolinearitas tinggi, yang setelah itu diuji dengan menggunakan Uji Wald. 3. Uji Heteroskedastisitas Salah satu penting dalam regresi linier klasik adalah bahwa gangguang yang muncul dalam regresi populasi adalah homoskedastisitas, yaitu semua gangguan memiliki varians yang sama atau varian setiap gangguang yang dibatasi untuk nilai tertentu mengenai pada variabel-variabel independen berbentuk nilai konstan yang sama dengan. Dan jika suatu populasi yang dianalisis memiliki gangguan yang variansnya tidak sama maka mengindikasikan terjadinya kasus heteroskedastisitas. 17 Hal tersebut dikarenakan beberapa hal, yaitu : 1. Error Learning Model Sebagaimana adanya proses perbaikan yang dilakukan unit-unit ekonomi, maka perilaku kesalahan menjadi lebih kecil dengan bertambahnya waktu. 2. Perbaikan Dalam Pengumpulan Data Jadi sebuah bank yang mempunyai peralatan pemrosesan data yang canggih cenderung melakukan kesalahan yang lebih sedikit pada laporan bulanan atau kuartalan dibandingkan bank tanpa fasilitas tersebut. 3. Kesalahan spesifikasi model Salah satu asumsi dalam analisis regresi adalah model dispesifikasi secara benar. Jika satu variabel yang semestinya harus dimasukkan, tetapi karena suatu hal variabel tersebut tidak dimasukkan, hal itu 18 akan menyebabkan residual dari regresi akan memberikan hasil yang berbeda dengan benar dan varians dari kesalahan tidak konstan. Cara mendeteksi adanya Heteroskedastisitas, yaitu: 1) Menggunakan Uji Park jika ada heteroskedasitas dalam data maka hipotesis pengujian heteroskedasitas ialah: H0 : Tidak ada heteroskedastisitas Ha : Ada heteroskedastisitas 2) Menggunakan Uji GOLDFELD-QUANT TEST F hitung > F tabel, maka ada heteroskedasitas F hitung < F tabel, maka tidak ada heteroskedasitas Uji Goldfeld-Quant ini sangat tepat untuk sampel besar ( n > 30). Seandainya tidak ada data yang dibuang (d = 0) tes masih berlaku tetapi kemampuan untuk mendeteksi adanya heteroskedasitas agak berkurang. 3) Menggunakan Uji White Kriteria uji White adalah jika : Prob Obs* R square < 0.05, maka ada heteroskedasitas Prob Obs* R square > 0.05, maka tidak ada heteroskedastisitas Cara menanggulangi Heteroskedastisitas, ialah: 1) Transformasi Logaritma Natural Transformasi dalam bentuk logaritma akan memperkecil skala dari observasi dan kemungkinan besar varians juga akan semakin mengecil dan ada kemungkinan homoskedastisitas terpenuhi. 2) Transformasi Dengan Membagi Persamaan Dengan Variabel Bebas Jika model regresi yang telah diuji terdapat heteroskedastisitas maka salah satu penanggulangannya dapat dilakukan dengan membagi persamaan regresi tersebut dengan variabel bebas (independen) yang mengandung heteroskedastisitas. Variabel bebas 19 (independen) yang mengandung heteroskedastisitas tersebut diperoleh dari pengujian White-Test. 4. Uji Autokorelasi Uji autokorelasi adalah untuk melihat apakah terjadi korelasi antara suatu periode t dengan periode sebelumnya (t -1). Secara sederhana adalah bahwa analisis regresi adalah untuk melihat pengaruh antara variabel bebas terhadap variabel terikat, jadi tidak boleh ada korelasi antara observasi dengan data observasi sebelumnya. Sebagai contoh adalah pengaruh antara tingkat inflasi bulanan terhadap nilai tukar rupiah terhadap dollar. Pengaruh adanya Autokorelasi, yaitu Dengan adanya autokorelasi dengan dugaan parameter OLS masih “UNBIASED” Dan “CONSISTENT” tetapi standar error dari dugaan parameter regresi adalah bias, sehingga mengakibatkan uji statistik menjadi tidak tepat dan interval kepercayaan menjadi bias (biased confidence intervals). Cara mendeteksi adanya Autokorelasi, yaitu: 1) Uji Durbin – Watson 2) Uji Langrange Multiplier (LM TEST) Jika R2 (T-1) > X2 atau probabilitas R2 (T-1) < 0.05, maka ada autokorelasi Jika R2 (T-1) < X2 atau probabilitas R2 (T-1) > 0.05, maka tidak ada autokorelasi Cara menanggulangi Autokorelasi, yaitu: 1) Dengan menggunakan “COCHRANE – ORCUTT PROCEDURE” 20 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Teori ekonomi yang mendasari penelitian ini adalah : Net Ekspor= f(inf, kurs), artinya, Net Ekspor dipengaruhi oleh Inflasi, Kurs. α = 0.05% 1) Uji Regresi Awal Uji Regresi Berganda Dependent Variable: NETEKSPOR Method: Least Squares Date: 06/30/18 Time: 11:49 Sample: 2005 2015 Included observations: 11 Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C INFLASI KURS 89369.25 669.7911 -7.435924 27076.83 1164.466 2.895492 3.300580 0.575192 -2.568104 0.0108 0.5810 0.0332 R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic) 0.480791 0.350988 12978.38 1.35E+09 -118.0383 3.704021 0.072673 Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat 16611.55 16109.95 22.00696 22.11547 21.93855 1.314476 Interpretasi: Estimation Command: ========================= LS NETEKSPOR C INFLASI KURS Estimation Equation: 21 ========================= NETEKSPOR = C(1) + C(2)*INFLASI + C(3)*KURS Substituted Coefficients: ========================= NETEKSPOR = 89369.2536228 + 669.79114846*INFLASI - 7.43592367564*KURS Hipotesa H0 = bahwa Kurs dan Inflasi TIDAK memiliki pengaruh yang signifikan terhadap Net Ekspor Ha = bahwa Kurs dan Inflasi memiliki pengaruh yang signifikan terhadap Net Ekspor INFLASI nilai sebesar 0.5810 > 0.05, maka INFLASI tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap NET EKSPOR KURS nilai sebesar 0.0332 < 0.05, maka KURS memiliki pengaruh signifikan terhadap NET EKSPOR Uji signifikansi dengan menggunakan Uji-F dengan 0.05%. Maka tidak terdapat satu variabel Kurs dan Inflasi memiliki pengaruh terhadap Net Ekspor. Dilihat dari hasil regresi, nilai dari R-SQUARED sebesar 0.350988. menandakan bahwa variabel independen yaitu variabel inflasi dapat menjelaskan variabel Net Ekspor sebesar 35,09% sisanya sebesar 64,91% dijelaskan oleh variabel lain. Dengan persamaan: NETEKSPOR = 89369.2536228 + 669.79114846*INFLASI - 7.43592367564*KURS 2) Uji Asumsi Klasik Normalitas 22 4 Series: Residuals Sample 2005 2015 Observations 11 3 2 Mean Median Maximum Minimum Std. Dev. Skewness Kurtosis 1.16e-12 -2329.280 14684.36 -26540.96 11608.21 -0.856277 3.524678 Jarque-Bera Probability 1.470391 0.479412 1 0 -30000 -20000 -10000 0 23 10000 Interpretasi Hipotesa: • Ho = data distribusi normal • Ha = data tidak distribusi normal Syarat: • If Prob. JB-Stat < 0,05 → Ho ditolak, Ha diterima • If Prob. JB-Stat > 0,05 → Ho diterima, Ha ditolak Uji Normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi variable pengganggu atau residual memiliki distribusi normal atau tidak. 0.479412 > 0,05 → Ho diterima, Ha ditolak Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa nilai Jarque – Bera adalah sebesar 1.470391 dengan signifikansi sebesar 0.479412 ; nilai signifikansi yang lebih besar dari 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa model regresi ini mempunyai residual yang terdistribusi normal. Dengan demikian asumsi normalitas data terpenuhi. Multikoliniearitas INFLASI KURS INFLASI 1 0.5231723090326294 KURS 0.5231723090326294 1 Interpretasi: Dalam sebuah model regresi ada interkorelasi atau kolinearitas antar variabel bebas. Interkorelasi adalah hubungan yang linear atau hubungan yang kuat antara satu variabel bebas atau variabel prediktor dengan variabel prediktor lainnya di dalam sebuah model regresi. Hasil dari analisis matriks korelasi bahwa data dari variable INFLASI dan KURS memiliki korelasi yang signifikan. Dari tabel dibawah menunjukan bahwa nilai korelasi antara variable INFLASI dan KURS adalah sebesar 0.523172. Sehingga, INFLASI dan KURS tidak memiliki multikolinearitas yang kuat. Heteroskedastisitas 24 Heteroskedasticity Test: White F-statistic Obs*R-squared Scaled explained SS 8.263666 9.812565 6.551688 Prob. F(5,5) Prob. Chi-Square(5) Prob. Chi-Square(5) 0.0184 0.0807 0.2562 Test Equation: Dependent Variable: RESID^2 Method: Least Squares Date: 06/30/18 Time: 12:47 Sample: 2005 2015 Included observations: 11 Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C KURS^2 KURS*INFLASI KURS INFLASI^2 INFLASI -2.60E+09 6.972151 -62286.82 255850.0 20067144 3.90E+08 5.28E+09 60.57644 31156.67 1104465. 9100564. 1.83E+08 -0.492560 0.115097 -1.999149 0.231651 2.205044 2.133144 0.6432 0.9128 0.1021 0.8260 0.0786 0.0861 R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic) 0.892051 0.784103 94855187 4.50E+16 -213.3183 8.263666 0.018445 Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat 1.23E+08 2.04E+08 39.87605 40.09309 39.73924 2.342274 Interpretasi: Uji heteroskedastisitas digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya penyimpangan asumsi klasik heteroskedastisitas yaitu adanya ketidaksamaan varian dari residual untuk semua pengamatan pada model regresi. Heteroskedastisitas merupakan salah satu faktor yang menyebabkan model regresi linier sederhana tidak efisien dan akurat, juga mengakibatkan penggunaan metode kemungkinan maksimum dalam mengestimasi parameter (koefisien) regresi akan terganggu. Prob Obs* R square = 0.0807 Prob Obs* R square > 0.05,maka TIDAK ada heteroskedastisitas Hasil dari uji heteroskedastisitas melalui Uji White, yaitu bila dilihat dari hasil Obs*R-squared sebesar 0.0807 dengan probabilita sebesar > 0.05 yang artinya dari data tersebut tidak terdapat heteroskedastisitas atau tidak terdapat ketidaksamaan varian dari residual untuk semua pengamatan pada model regresi linier. 25 Autokorelasi Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test: F-statistic Obs*R-squared 0.881466 1.230244 Prob. F(1,7) Prob. Chi-Square(1) 0.3791 0.2674 Test Equation: Dependent Variable: RESID Method: Least Squares Date: 06/30/18 Time: 12:51 Sample: 2005 2015 Included observations: 11 Presample missing value lagged residuals set to zero. Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C KURS INFLASI RESID(-1) -14022.60 1.630904 -367.3869 0.404111 31100.75 3.395216 1236.728 0.430425 -0.450877 0.480353 -0.297064 0.938864 0.6657 0.6456 0.7750 0.3791 R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic) 0.111840 -0.268799 13075.61 1.20E+09 -117.3859 0.293822 0.828887 Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat -1.32E-12 11608.21 22.07017 22.21486 21.97897 1.991733 Interpretasi: Uji Autokorelasi adalah sebuah analisis statistik yang dilakukan untuk mengetahui adakah korelasi variabel yang ada di dalam model prediksi dengan perubahan waktu. Oleh karena itu, apabila asumsi autokorelasi terjadi pada sebuah model prediksi, maka nilai disturbance tidak lagi berpasangan secara bebas, melainkan berpasangan secara autokorelasi. Lihat hasil print-outnya, dimana : Jika R2 (T-1) > X2 atau probabilitas R2 (T-1) < 0.05, maka ada autokorelasi Jika R2 (T-1) < X2 atau probabilitas R2 (T-1) > 0.05, maka tidak ada autokorelasi Hasil dari uji autokolerasi melalui uji LM Test dilihat dari hasil diatas menunjukan bahwa nilai dari Obs*R-squared sebesar 0.2674 dengan probabilitas > 0.05 maka tidak terdapat autokorelasi pada data tersebut. Pengujian Hipotesis 1) Uji Koefisien Determinasi 26 Dari hasil regresi yang telah dilakukan terlihat nilai R-squared sebesar 0.350988. hal ini menunjukkan bahwa sebesar 35 persen variabel dependen dapat dijelaskan oleh variabel independen. Sedangkan 65 persen lainnya dijelaskan oleh variabel-variabel lain diluar model. Dari nilai R-squared terlihat bahwa ada hubungan yang kuat antara variabel independen dan variabel dependen dalam model. Artinya model dalam penelitian ini dapat digunakan. 2) Uji Pengaruh Simultan Berdasarkan hasil Uji F yang dilakukan dalam model terlihat bahwa nilai F statistik sebesar 0.072673. nilai F statistik tersebut lebih besar dari 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa inflasi dan kurs tidak mempengaruhi Net Ekspor. 3) Uji signifikan parameter individual Uji t yang diperoleh berdasarkan hasil output regresi menggunakan eviews nilai probabilitasnya sebesar 0,0000 untuk koefisien yang artinya signifikan . Karena nilainya kurang dari alpha 0,05 begitu pula untuk variabel KURS sebesar 0,033, sisanya INFLASI sebesar 0.5810 yang artinya tidak signifikan terhadap variable Net Ekspor. 27 BAB V PENUTUP 1) Nilai dari variable INFLASI sebesar 669.7911 menunjukan bahwa apabila terjadi peningkatan INFLASI sebesar 1 satuan, maka nilai INFLASI akan mengalami peningkatan sebesar 669.7911 satuan, yang artinya variable INFLASI memiliki hubungan yang positif dan tidak signifikan dengan variable Net Ekspor. 2) Nilai dari variable KURS sebesar -7.435924 menunjukan bahwa apabila terjadi penurunan KURS sebesar 1 satuan, maka KURS akan mengalami penurunan sebesar 7.435924 satuan, yang artinya variable KURS memiliki hubungan yang negative dan signifikan dengan variable Net Ekspor. 28 DAFTAR PUSTAKA Data Inflasi. https://www.bps.go.id/linkTabelStatis/view/id/901 . Diakses pada 30 Juni 2018. Data Net Ekspor. https://www.bps.go.id/statictable/2014/09/08/1002/nilai-ekspor-dan-impor-juta-us---1975-2016.html . Diakses pada 30 Juni 2018. Data Kurs. https://www.bps.go.id/dynamictable/2015/09/29%2000:00:00/952/kurs-tengahbeberapa-mata-uang-asing-terhadap-rupiah-di-bank-indonesia-dan-harga-emas-di-jakartarupiah-2000-2017.html . Diakses pada 30 Juni 2018. Gujarati, D. 2005. Ekonomi Dasar. Jakarta: Erlangga. Gujarati, D. Dasar-Dasar Ekonometrika. Jakarta: Erlangga 29