Uploaded by User53050

MAKALAH-PTK REVISI FIX.docx

advertisement
MAKALAH
VALIDITAS DAN REABILITAS DALAM PENELITIAN TINDAKAN
KELAS
Diajukan untuk memenuhi tugas terstruktur
Mata Kuliah : Penelitian Tindakan Kelas
Dosen Pengampu : Dr. Anda Juanda, M. Pd
Disusun oleh :
Kelompok V
Rika Ikramatul Atiyah (14121610723)
Reiza Fitri Yulia (14121610722)
Santi Nurwantini (14121610727)
Umi Hani (14121610730)
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI IAIN SYEKH NURJATI CIREBON
2015
DAFTAR ISI
A. Validitas dalam Penelitian Tindakan Kelas
1. Validitas dalam Penelitian Tindakan
a. Validitas Demokratik
b. Validitas Hasil
c. Validitas Proses
d. Validitas Katalitik
e. Validitas Dialogik
B. Reliabilitas dalam Penelitian Tindakan Kelas
1. Wawancara
2. Angket
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Persoalan alat ukur yang digunakan mahasiswa ketika melakukan
pencarian data penelitian sering dihadapkan pada persoalan akurasi,
konsisten dan stabilitas sehingga hasil pengukuran yang diperoleh bisa
mengukur dengan akurat sesuatu yang sedang diukur. Instrumen ini
memang harus memiliki akurasi ketika digunakan. Konsisten dan stabil
dalam arti tidak mengalami perubahan dari waktu pengukuran satu ke
pengukuran yang lain. Fenomena ini merupakan titik awal dari aksi
penelitian mahasiswa yang mau tidak mau harus dihadapi ketika
mahasiswa akan menyelesaikan tugas-tugas kuliah dalam jenjang
pendidikan Strata 1. Mereka akan berhadapan dengan cara bagaimana
membuat alat ukur, atau instrumen itu memiliki validitas dan reliabilitas
agar bisa digunakan dalam memperoleh data. Karena data yang kurang
memiliki validitas dan reliabilitas, akan menghasilkan kesimpulan yang
kurang lazim.
Data yang kurang memiliki validitas dan reliabilitas, akan
menghasilkan kesimpulan yang bias, kurang sesuai dengan yang
seharusnya, dan bahkan bisa saja bertentangan dengan kelaziman. Untuk
membuat alat ukur instrumen itu, diperlukan kajian teori, pendapat para
ahli serta pengalaman-pengalaman yang kadangkala diperlukan bila
definisi operasional variabelnya tidak kita temukan dalam teori. Alat ukur
atau instrumen yang akan disusun itu tentu saja harus memiliki validitas
dan reliabilitas, agar data yang diperoleh dari alat ukur itu bisa reliabel,
valid dan disebut dengan validitas dan reliabilitas alat ukur atau validitas
dan reliabilitas instrumen.
Sebagai sebuah penelitian, PTK perlu memenuhi persyaratan
validitas dan reliabilitas data. Validitas, yang dibutuhkan untuk
meningkatkan
objektivitas
penelitian,
dapat
ditingkatkan
melalui
trianggulasi, baik trianggulasi peneliti, trianggulasi waktu, trianggulasi
ruang, dan trianggulasi teoretis (Burns, 1999: 164).
Data mentah yang telah dikumpulkan oleh peneliti tidak akan ada
gunanya jika tidak dianalisis. Analisis data merupakan bagian yang sangat
penting dalam metode ilmiah, karena dengan dianalisislah data tersebut
dapat diberi arti dan makna yang berguna dalam memecahkan masalah
penelitian.
Instrument yang digunakan oleh peneliti misalnya soal, akan
terkumpul dalam bentuk data yang selanjutnya di uji validitas dan
reliabilitasnya. Oleh karena itu dalam makalah ini akan dijelaskan tentang
validitas dan reliabilitas dalam penelitian tindakan kelas.
B. Rumusan Masalah
1. Apakah Validitas dalam Penelitian Tindakan Kelas itu?
2. Apa sajakah Validitas dalam Penelitian Tindakan Kelas?
3. Bagaimana Realibitilitas dalam Penelitian Tindakan Kelas?
C. Tujuan
1. Memahami Validitas dalam Penelitian Tindakan Kelas
2. Membedakan macam-macam Validitas dalam Penelitian Tindakan
Kelas
3. Mengetahui Realibilitas dalam Penelitian Tindakan Kelas
BAB II
VALIDITAS DAN REABILITAS DALAM PENELITIAN
TINDAKAN KELAS
C. Validitas dalam Penelitian Tindakan Kelas
1. Validitas dalam Penelitian Tindakan Kelas
Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukan tingkat
kevalidan atau kesahihan suatuinstrumen. Prinsif validitas adalah
pengukuran atau pengamatan yang berarti prinsif keandalaninstrumen
dalam mengumpulkan data. Instrumen harus dapat mengukur apa yang
seharusnyadiukur. Jadi validitas lebih menekankan pada alat
pengukuran atau pengamatan.
Validitas berasal dari kata validity yang mempunyai arti
sejauh mana ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam
melakukan fungsi ukurnya (Azwar.2003). Dalam (Suharsimi Arikunto
2006) Validitas diartikan sebagai suatu ukuran yang menunjukan
tingkat-tingkat kevalitan suatu instrumen.
Makna validitas dalam penelitian tindakan kelas (PTK)
berbeda dengan validitas pada penelitian formal misalnya penelitian
kuantitatif. Pada jenis penelitian inivaliditas lebih di tekankan pada
keajekan alat ukur sebagai instrumenpenelitian. Pada penelitian
tindakan kelas (PTK) validitas itu adalah keajegan proses penelitian
seperti yang disayaratkan dalam penelitian kualitatif. Kriteria validitas
untuk penelitian kualitatif adalah makna langsung yang di batasi oleh
sudut pandang peneliti itu sendiri terhadap proses penelitian. Ada lima
jenis validitas yang dapat di terapkan untuk menentukan keajegan
pelaksanaan tindakan (Sujidin, 2002, dalam bukunya Manajemen
Tindakan Kelas ). Setiap jenis validitas dijelaskan sebagai berikut:
a. Validitas demokratik
Penelitian Tindakan Kelas (PTK) adalah penelitian yang
bersifat kolaboratif. Artinya dalam proses penelitian melibatkan
kelompok-kelompok tertentu yang terlibat, misalnya melibatkan
guru itu sendiri sebagi subjek penelitian, ahli pendidikan dari
LPTK, guru lain sebagai mitra, siswa itu sendiri dan lain
sebagainya. Validitas demokratik adalah validitas yang berkenaan
dengan keajekan peran yang di berikan setiap kelompok yang
terlibat serta berbagai saran dan pertimbangan yang di berikan oleh
kelompok yang terlibat tersebut berkaitan dengan perlakuan atau
tindakan yang dilakukan oleh peneliti, yaitu guru itu sendiri serta
pengaruh-pengaruh yang di timbulkannya. Salah satu syarat untuk
timbulnya validitas demokratik adalah keterbukaan dari guru
sebagai pelaksana Penelitian Tindakan Kelas. Guru perlu
menerima berbagai masukan dan saran yang diberikan oleh setiap
orang yang terlibat, lebih dari itu, guru perlu mendorong agar
setiap orang bicara mengemukakan pandangan dan penilaiannya
secara bebas, melalui keterbukaan dari setiap orang yang terlibat,
memungkinkan keajekan proses penelitian akan terjamin. (Sanjaya.
W, 2009 : 41).
Menurut Borg dan Gall. (2003). Validitas demokratis yaitu
sejauh mana penelitian tindakan berlangsung secara kolaboratf
dengan para mitra peneliti. Demokratik berkenaan dengan kadar
kekolaboratifan penelitian dan pencakupan berbagai suara. Dalam
PTK, idealnya guru lain/pakar sebagai kolaborator, dan muridmurid masing-masing diberi kesempatan menyuarakan apa yang
dipikirkan dan dirasakan serta dialaminya selama penelitian
berlangsung. Pertanyaan kunci mencakup:
Apakah semua
pemangku kepentingan (stakeholders) PTK (guru, kolaborator,
administrator,
mahasiswa,
orang
tua)
dapat
menawarkan
pandangannya? Apakah solusi masalah di kelas memberikan
manfaat kepada mereka? Apakah solusinya memiliki relevansi atau
keterterapan pada konteks kelas? Semua pemangku kepentingan di
atas diberi kesempatan dan/atau didorong lewat berbagai cara yang
cocok dalam situasi budaya setempat untuk mengungkapkan
pendapatnya,
gagasan-gagasannya,
dan
sikapnya
terhadap
persoalan pembelajaran kelas, yang fokusnya adalah pencarian
solusi untuk peningkatan praktik dalam situasi pembelajaran kelas
Anda. Misalnya, dalam kasus penelitian tindakan kelas untuk
meningkatkan kualitas proses pembelajaran bahasa Inggris, pada
tahap refleksi awal guru-guru yang berkolaborasi untuk melakukan
penelitian tindakan kelas, siswa, Kepala Sekolah, dan juga orang
tua
siswa,
diberi
kesempatan
dan/atau
didorong
untuk
mengungkapkan pandangan dan pendapatnya tentang situasi dan
kondisi pembelajaran bahasa Inggris di sekolah terkait
b. Validitas Hasil
PTK adalah penelitian yang menekankan pada perbaikan
proses pembelajaran untuk menghasilkan pencapaian tujuan yang
lebih maksimal. Validitas hasil adalah validitas yang berkenaan
dengan kepuasan semua pihak tentang hasil penelitian. PTK adalah
penelitian yang membentuk siklus, oleh karena itu, validitas hasil
juga di
tandai
dengan munculnya masalah baru setelah
terselesaikan suatu masalah yang menjadi fokus penelitian.
(Sanjaya. W, 2009 : 41).
Menurut Borg dan Gall. (2003). Validitas hasil yaitu sejauh
mana tindakan dilakukan untuk memecahkan masalah dan
mendorong dilakukannya penelitian tindakan. Perhatian tidak
hanya tertuju pada penyelesaian masalah semata, melainkan juga
kepada
bagaimana
menyusun
kerangka
pemikiran
dalam
menyajikan masalah baru dan pertanyaan baru, Jadi kriteria ini
mencakup sifat mengulang pada siklus-siklus penelitian tindakan,
dan pada dua tahap penting pada bagian akhir yaitu refleksi dan
menentukan tindakan lanjutan atau tindakan modifikasi dalam
siklus baru
c. Validitas Proses
Menurut Borg dan Gall. (2003). Validitas proses yaitu
memeriksa
kelaikan proses yang dikembangkan dalam
berbagai
fase penelitian; bagaimana permasalahan disusun dan bagaimana
penyelesaiannya Triangulasi data/sumber dan metode tepat untuk
validitas ini. Validitas Proses berkenaan dengan ‘keterpercayaan’
dan ‘kompetensi’, yang dapat dipenuhi dengan menjawab sederet
pertanyaan berikut: Mungkinkah menentukan seberapa memadai
proses
pelaksanaan
PTK?
Misalnya,
apakah
dan
kolaborator mampu terus belajar dari proses tindakan tersebut?
Artinya, dan kolaborator secara terus menerus dapat mengkritisi
diri sendiri dalam situasi yang ada sehingga dapat melihat
kekurangannya dan segera berupaya memperbaikinya. Apakah
peristiwa atau perilaku dipandang dari perspektif yang berbeda dan
melalui sumber data yang berbeda agar terjaga dari ancaman
penafsiran yang ‘simplistik’ atau ‘rancu’?
Menurut Madya, Swarsih. (2007). Dalam kasus penelitian
tindakan kelas bahasa Inggris yang disebut di atas, para peneliti
dapat menentukan indikator kelas bahasa Inggris yang aktif,
mungkin dengan menghitung berapa siswa yang aktif terlibat
belajar menggunakan bahasa Inggris untuk berkomunikasi lewat
tugas-tugas yang diberikan guru, dan berapa banyak bahasa Inggris
yang diproduksi siswa, yang bisa dihitung dari jumlah kata/kalimat
yang diproduksi dan lama waktu yang digunakan siswa untuk
memproduksinya,
serta
adanya
upaya
guru
memfasilitasi
pemelajaran siswa. Kemudian jika keaktifan siswa terlalu rendah
yang tercermin dalam sedikitnya ungkapan yang diproduksi, guru
secara kritis merefleksi bersama kolaborator untuk mencari sebabsebabnya
dan
menentukan
cara-cara
mengatasinya.
Kalau
diperlukan, siswa yang tidak aktif didorong untuk menyuarakan
apa yang dirasakan sehingga mereka tidak mau aktif dan siswa
yang aktif diminta mengungkapkan mengapa mereka aktif. Perlu
juga ditemukan apakah ada perubahan pada diri siswa sesuai
dengan indikator bahwa para siswa berubah lewat tindakan
pertama berupa pemberian tugas ‘information give’ dan tindakan
kedua berupa pembelakuan kriteria penilaian, dan perubahan pada
diri guru dari peran pemberi pengetahuan ke peran fasilitator dan
penolong. Begitu seterusnya sehingga pemantauan terhadap
perubahan hendaknya dilakukan secara cermat dan disimpulkan
lewat dialog reflektif yang demokratik.
Anonim. (2012). Perlu dicatat bahwa kompetensi peneliti
dalam bidang terkait sangat menentukan kualitas proses yang
diinginkan dan tingkat kemampuan untuk melakukan pengamatan
dan membuat catatan lapangan. Dalam kasus penelitian tindakan
kelas bahasa yang dicontohkan di atas, misalnya, kualitas proses
akan
sangat
ditentukan
oleh
wawasan,
pengetahuan
dan
pemahaman sejati peneliti tentang (1) hakikat kompetensi
komunikatif, (2) pembelajaran bahasa yang komunikatif yang
mencakup pendekatan komunikatif bersama metodologi dan
teknik-tekniknya, dan (3) karakteristik siswanya (intelegensi, gaya
belajar,
variasi
kognitif,
perkembangan/pemelajaran)
kepribadian,
dan
motivasi,
pengaruhnya
tingkat
terhadap
pembelajaran bahasa asing. Jika wawasan, pengetahuan dan
pemahaman tersebut kuat, maka peneliti akan dapat dengan lebih
mudah menentukan perilaku-perilaku mana yang menunjang
tercapainya perubahan yang diinginkan dengan indikator yang
tepat, dan juga perilaku-perilaku mana yang menghambatnya.
Namun demikian, hal ini masih harus didukung dengan
kemampuan untuk mengumpulkan data, misalnya melakukan
pengamatan dan membuat catatan lapangann dan harian. Dalam
mengamati, tim peneliti dituntut untuk dapat bertindak seobjektif
mungkin dalam memotret apa yang terjadi. Artinya, selama
mengamati perhatiannya terfokus pada gejala yang dapat ditangkap
lewat pancainderanya saja, yaitu apa yang didengar, dilihat, diraba
(jika ada), dikecap (jika ada), dan tercium, yang terjadi pada semua
peserta penelitian, dalam kasus di atas pada peneliti, guru dan
siswa. Dalam pengamatan tersebut harus dijaga agar jangan sampai
peneliti melakukan penilaian terhadap apa yang terjadi. Seperti
telah diuraikan di depan, perlu dijaga agar tidak terjadi
penyampuradukan antara deskripsi dan penafsiran. Kemudian,
diperlukan kompetensi lain untuk membuat catatan lapangan dan
harian tentang apa yang terjadi. Akan lebih baik jika para peneliti
merekamnya dengan kaset audio atau audio-visual sehingga
catatan lapangan dapat lengkap. Singkatnya, kompetensi peneliti
dalam bidang yang diteliti dan dalam pengumpulan data lewat
pengamatan partisipan sangat menentukan kualitas proses tindakan
dan pengumpulan data tentang proses tersebut.
d. Validitas Katalitik
Menurut Borg dan Gall. (2003). Validitas katalis yaitu
sejauh
mana
peneltian
berupaya
mendorong
partisipan
mereorientasikan, memfokuskan, dan memberi semangat untuk
membuka
diri
terhadap
transformasi
visi
mereka
dalam
menghadapi kenyataan kondisi praktek mengajar mereka seharihari. Validitas Katalitik terkait dengan kadar pemahaman yang
Anda capai realitas kehidupan kelas Anda dan cara mengelola
perubahan di dalamnya, termasuk perubahan pemahaman Anda
dan murid-murid terhadap peran masing-masing dan tindakan yang
diambil sebagai akibat dari perubahan ini.
Validitas Katalitik terkait dengan kadar pemahaman yang
dicapai realitas kehidupan kelas dan cara mengelola perubahan di
dalamnya, termasuk perubahan pemahaman anda dan murid-murid
terhadap peran masing-masing dan tindakan yang diambil sebagai
akibat dari perubahan ini. Dalam kasus penelitian tindakan kelas
bahasa Inggris yang dicontohkan di atas, validitas katalitik dapat
dilihat
dari
segi
peningkatan
pemahaman
guru
terhadap
faktorfaktor yang dapat menghambat dan factor-faktor yang
memfasilitasi pembelajaran. Misalnya faktor-faktor kepribadian
(Madya. S, 2000) seperti rasa takut salah dan malu melahirkan
inhibition dan kecemasan. Sebaliknya, upaya-upaya guru untuk
mengorangkan siswa dengan mempertimbangkan pikiran dan
perasaan serta mengapresiasi usaha belajarnya merupakan faktor
positif yang memfasilitasi proses pembelajaran. Selain itu, validitas
katalitik dapat juga ditunjukkan dalam peningkatan pemahaman
terhadap peran baru yang mesti dijalani guru dalam proses
pembelajaran komunikatif. Peran baru tersebut mencakup peran
fasilitator dan peran penolong serta peran pemantau kinerja.
Validitas katalitik juga tercermin dalam adanya peningkatan
pemahaman tentang perlunya menjaga agar hasil tindakan yang
dilaksanakan tetap memotivasi semua yang terlibat untuk
meningkatkan diri secara stabil alami dan berkelanjutan. Semua
upaya memenuhi tuntutan validitas katalitik ini dilakukan melalui
siklus perencanaan tindakan, pelaksanaan, observasi, dan refleksi.
e. Validitas Dialogik
Menurut Borg dan Gall. (2003). Validitas dialog yaitu
merujuk pada dialog yang dilakukan dengan teman sejawat peneliti
dalam
menyusun
dan
mereview
hasil
penelitian
beserta
penafsirannya. Validitas Dialogik sejajar dengan proses review
sejawat yang umum dipakai dalam penelitian akademik. Secara
khas, nilai atau kebaikan penelitian dipantau melalui tinjauan
sejawat untuk publikasi dalam jurnal akademik. Sama halnya,
review sejawat dalam PTK berarti dalam PTK berarti dialog
dengan guru-guru lain, bisa lewat sarasehan atau dialog reflektif
dengan ‘teman yang kritis’ atau pelaku PTK lainnya, yang
semuanya dapat bertindak sebagai ‘jaksa tanpa kompromi’.
Menurut Madya, Swarsih. (2007). Mengatakan bahwa
validitas Dialogik sejajar dengan proses review sejawat yang
umum dipakai dalam penelitian akademik. Secara khas, nilai atau
kebaikan penelitian dipantau melalui tinjauan sejawat untuk
publikasi dalam jurnal akademik. Sama halnya, review sejawat
dalam PTK berarti dialog dengan guru-guru lain, bisa lewat
sarasehan atau dialog reflektif dengan ‘teman yang kritis’ atau
pelaku PTK lainnya, yang semuanya dapat bertindak sebagai ‘jaksa
tanpa kompromi’. Kriteria validitas dialogis ini dapat juga mulai
dipenuhi ketika penelitian masih berlangsung, yaitu secara
beriringan dengan pemenuhan kriteria demokratik. Yaitu, setelah
seorang peserta mengungkapkan pandangan, pendapat, dan/atau
gagasannya, dia akan meminta peserta lain untuk menanggapinya
secara kritis sehingga terjadi dialog kritis atau reflektif. Dengan
demikian, kecenderungan untuk terlalu subjektif dan simplistik
akan dapat dikurangi sampai sekecil mungkin. Untuk memperkuat
validitas dialogik, seperti telah disebut di atas, proses yang sama
dilakukan dengan sejawat peneliti tindakan lainnya, yang jika
memerlukan, diijinkan untuk memeriksa semua data mentah yang
terkait dengan yang sedang dikritisi.
D. Reliabilitas dalam Penelitian Tindakan Kelas
Menurut Gronlund dan Linn (1990) Reliabilitas adalah
ketepatan hasil yang diperoleh dari suatu pengukuran. Sedangkan
menurut Sukadji (2000) Reliabilitas suatu tes adalah seberapa besar
derajat tes mengukur secara konsisten sasaran yang diukur.
Reliabilitas dinyatakan dalam bentuk angka, biasanya sebagai
koefesien. Koefesien tinggi berarti reliabilitas tinggi.
Anastasia
dan
Susana
(1997)
menyebutkan
bahwa
Reliabilitas adalah sesuatu yang merujuk pada konsistensi skor
yang dicapai oleh orang yang sama ketika mereka diuji ulang
dengan tes yang sama pada kesempatan yang berbeda, atau dengan
seperangkat butir-butir ekuivalen (equivalent items) yang berbeda,
atau di bawah kondisi pengujian yang berbeda. Lain halnya dengan
Sugiono (2005) dalam Suharto (2009) yang menyebutkan bahwa
Reliabilitas adalah serangkaian pengukuran atau serangkaian alat
ukur yang memiliki konsistensi bila pengukuran yang dilakukan
dengan alat ukur itu dilakukan secara berulang.
Reliabilitas artinya keajegan, maksudnya berkali-kali untuk
mengukur hasilnya ajeg (tetap) atau paling sedikit berbeda amat
sedikit.Bila berkali-kali untuk mengukur bedanya banyak, maka
alat ukur tersebut tidak reliabel. Untuk mengetahui sejauh mana
tingkat reliabilitas penelitian, peneliti menyajikan data asli yang
sesuai dengan pengamatan lapangan. Data tersebut seperti
observasi, wawancara, angket, nilai dan catatan lapangan.
Reliabilitas data dilakukan dengan diskusi teman sejawat untuk
mengkritisi
semua
hasil
yang
diperoleh
dengan
tujuan
meminimalkan subjektifitas.
Sebagai contoh, bila meteran terbuat dari kayu atau logam, maka
akan memiliki keajegan yang tinggi untuk mengukur. Sebaliknya bila
meteran dibuat dari karet, maka untuk mengukur panjangnva sesuatu
beberapa kali hasilnya akan berubah-ubah. Meteran dari karet seperti
itu, dinamakan tidak reliable (Wardhani, I. 2007: 43-44).
Data yang sesuai penelitian diantaranya sebagai berikut:
1. Wawancara (interview)
Wawancara merupakan salah satu teknik pengumpulan data
yang dilakukan dengan cara mengadakan tanya jawab dengan
sumber data, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Wawancara langsung diadakan dengan orang yang menjadi sumber
data dan dilakukan tanpa perantara, baik tentang dirinya maupun
tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan dirinya untuk
mengumpulkan data yang diperlukan.
Wawancara, menurut Lexy J Moleong (1991:135) dijelaskan
bahwa wawancara adalah percakapan dengan maksud-maksud
tertentu. Pada metode ini peneliti dan responden berhadapan
langsung (face to face) untuk mendapatkan informasi secara lisan
dengan tujuan mendapatkan data
yang dapat menjelaskan
permasalahan penelitian.
Menurut Sutrisno Hadi (1989:192), wawancara, sebagai
sesuatu proses tanya-jawab lisan, dalam mana dua orang atau lebih
berhadap-hadapan secara fisik, yang satu dapat melihat muka yang
lain dan mendengarkan dengan telinga sendiri suaranya, tampaknya
merupakan alat pemgumpulan informasi yang langsung tentang
beberapa jenis data social, baik yang terpendam (latent) maupun
yang memanifes. Wawancara adalah alat yang sangat baik untuk
mengetahui tanggapan, pendapat, keyakinan, perasaan, motivations,
serta proyeksi seseorang terhadap masa depannya ; mempunyai
kemampuan yang cukup besar untuk menggali masa lalu seseorang
serta rahasia-rahasia hidupnya. Selain itu wawancara juga dapat
digunakan untuk menangkap aksi-reaksi orang dalam bentuk
ekspresi dalam pembicaraan-pembicaraan sewaktu tanya-jawab
sedang berjalan. Di tangan seorang pewawancara yang mahir,
wawancara merupakan alat pengumpulan data yang sekaligus dapat
mengecek dan sebagai bahan ricek ketelitian dan kemantapannya.
Keterangan-keterangan verbal dicek dengan ekspresi-ekspresi muka
serta gerak-gerik tubuh, sedangkan ekspresi dan gerak-gerik dicek
dengan pertanyaan-verbal.
Menurut Denzin & Lincoln (1994:353) interview merupakan
suatu percakapan, seni tanya jawab dan mendengarkan. Ini bukan
merupakan suatu alat yang netral, pewawancara menciptakan situasi
tanya jawab yang nyata. Dalam situasi ini jawaban-jawaban
diberikan. Maka wawancara menghasilkan pemahaman yang
terbentuk oleh situasi berdasarkan peristiwa-peristiwa interaksional
yang khusus. Metoda tersebut dipengaruhi oleh karakteristik
individu pewawancara, termasuk ras, kelas, kesukuan, dan gender.
(“The interview is a conversation, the art of asking questions and
listening. It is not neutral tool, for the interviewer creates the reality
of the interview situation. In this situation answers are given. Thus
the interview produces situated understandings grounded in specific
interactional episodes. This method is influenced by the personal
characteristies of the interviewer, including race, class, ethnicity,
and gender”).
Wawancara tidak langsung dilakukan terhadap seseorang
yang dimintai keterangan tentang kegiatan yang dilakukan orang
lain, misalnya tentang kegiatan belajar-mengajar guru. Teknik
wawancara mempunyai kelebihan dan kekurangan,yaitu:
a. Kelebihan Teknik wawancara:
1) Wawancara dapat dilaksanakan kepada setiap individu
tanpa dibatasi oleh faktor usia maupunkemampuan
membaca;
2) Data yang diperoleh langsung diketahui objektivitasnya
,karena dilaksanakan secara “hubungan tatap muka”;
3) Dapat dilaksanakan langsung kepada responden yang
diduga sebagai sumber data (dibandingkan dengan
angket yang mempunyai kemungkinan diisi oleh orang
lain);
4) Dapat dilaksanakan dengan tujuan mamperbaiki hasil
yang diperoleh baik melalui observasi terhadap objek
manusia maupun bukan dan juga hasil yang diperoleh
melalui angket;
5) Pelaksanaan dapat lebih fleksibel dan dinamis,karena
dilakukan
secara
memungkinkan
hubungan
diberikannya
langsung,
sehingga
penjelasan
kepada
responden bila suatupertanyaankurang dapat dimengerti.
b. Kekurangan Teknik Wawancara:
1) Wawancara biasanya dilakukan secara perseorangan,
maka pelaksanaannya menuntut banyak waktu, tenaga,
dan biaya terutama bila ukuran sampel cukup besar;
2) Faktor bahasa, baik dari pewawancara maupun
dari
responden sangat mempengaruhi hasil ataudata yang
diperoleh;
3) Sering
terjadi
wawancara
dilakukan
secara
berkepanjangan;
4) Wawancara
menuntut
kerelaan
dan
kesediaan
responndenuntuk menerima dan kerjasama yang baik
denganpewawancara;
5) Wawancara menuntut penyesuaian diri secaraemosional
atau
mental-psikis
antara
pewawancara
dengan
responden;
6) Hasil wawancara banyak tergantung kepadakemampuan
pewawancara
dalam
menggali,
mencatat,
dan
menafsirkan setiap jawaban.
Agar wawancara dapat dijadikan teknik pengumpul data yang efektif,
hendaknya disusun lebih dahulu pedoman wawancara.Pedoman wawancara ini
merupakan instrumen dalam teknik wawancara.Pedoman wawancara memuat
pokok-pokok pertanyaan yang akan diajukan sesuai dengan masalah yang
akan diteliti.
Bentuk-bentuk pertanyaan wawancara adalah:
a. Pertanyaaan Terstruktur atau Pertanyaan Tertutup
Pertanyaan terstruktur atau tertutup adalah pertanyaan yang
memberi struktur kepada responden dalam menjawabnya.Pertanyaan
semacam ini dibuat sehingga responden dituntut untuk menjawab
sesuai dengan apa yang terkandung dalam pertanyaan. Contoh:
Bentuk soal apakah yang paling seringAnda gunakan dalam
penilaian?
b. Pertanyaan Tak Berstruktur atau Pertanyaan Terbuka
Pertanyaan tak berstruktur memberi kebebasan kepada responden
untuk menjawab pertanyaan. Contoh: Mengapa Anda sering
menggunakanmetode demonstrasi dalampembelajaransains?
c. Pertanyaan Campuran, yaitu:
1) Jenis pertanyaan ini merupakan campuran dari pertanyaan
berstruktur dan pertanyaan tak berstruktur
2) Langkah-langkah dalam penyusunan
3) Membuat kisi-kisi pedoman wawancara, yang berisikan
tujuan penelitian, pokok penelitian, dan butir-butir pertanyaan
4) Memilih pertanyaan yang relevan.
5) Dari butir-butir pertanyaan yang disusun, dipilih yang paling
relevan dengan data yang diperlukan.
6) Melakukan uji coba, untuk mengetahui kelemahan dan
keefektifan instrumen.
7) Membuat pedoman wawancara, yaitu daftar pertanyaan
disertai tempat kosong yang diisi oleh pewawancara mengenai
ringkasan jawaban yang diperoleh dari responden.
2. Angket (Quesioner)
Angket adalah teknik pengumpulan data yang banyak
kesamaannya dengan wawancara, bedanya angket dilaksanakan
secara tertulis sedangkan wawancara dilaksanakan secara lisan.
Menurut Arikunto (2006:151). Angket adalah pernyataan tertulis
yang digunakan untuk memperoleh informasi dari responden dalam
arti laporan tentang pribadi atau hal-hal yang ia ketahui. Sedangkan
menurut Sutoyo, anwar (2009:168). Angket atau kuisioner
merupakan sejumlah pertanyaan atau pernyataan tertulis tentang
data faktual atau opini yang berkaitan dengan diri responden,yang
dianggap fakta atau kebenaran yang diketahui dan perlu dijawab
oleh responden. Gantina komalasari, dkk. (2011:81). Mengatakan
bahwa Angket sebagai suatu alat pengumpul data dalam assessment
non tes,berupa serangkaian yang diajukan kepada responden
(peserta didik,orang tua atau masyarakat). Angket juga dikenal
dengan sebuah kuisioner, alat ini secara besar terdiri dari tiga bagian
yaitu:judul angket.pengantar yang berisi tujuan,atau petunjuk
pengisian angket,dan item-item pertanyaan yang berisi opini atau
pendapat dan fakta.
Kelebihan Angket Yaitu:
a. Dapat digunakan untuk mengumpulkan data sejumlah besar
responden yang menjadi sampel;
b. Responden lebih leluasa karena tidak dipengaruhi sikap mental
hubungan antara peneliti dg responden
c. Setiap jawaban dapat difikirkan dahulu, karena tidak terikat oleh
cepatnya waktu yang diberikan kepada responden untuk
menjawab pertanyaan;
d. Dataterkumpul lebih mudah dianalisis, karena per-tanyaan yang
diajukan kpd.setiap responden sama.
Kekurangan Angket Yaitu:
a. Pemakaian
terbatas pada pengumpulan pendapat atau fakta
yang diketahui responden yang tidak dapat diperoleh dengan
jalan lain;
b. Sering terjadi, angket diisi oleh orang lain (bukan responden
yang sebenarnya), karena dilakukan tidak secara langsung
berhadapan muka antara peneliti dengan responden;
c. Angket diberikan terbatas kepada orang yang dapat membaca.
Angket
berstruktur
menyediakan
mempunyai bentuk sebagai berikut:
kemungkinan
jawaban,
1) Bentuk jawaban tertutup yaitu angket yang pada setiap
butirnya tersedia berbagai alternatif jawaban
2) Bentuk jawaban tertutup, namun pada bagian akhir
kemungkinan jawaban disediakan jawaban bebas, sehingga
memberi
kesempatan kepada responden memberikan
jawaban secara bebas di samping kemungkinan jawaban
yang sudah disediakan;
3) Bentuk jawaban bergambar, yaitu angket yang kemungkinan
jawabannya dibuat bentuk gambar.
Angket tak berstruktur adalah angket yang tidak menyediakan
kemungkinan jawaban. Di lakukan dengan cara:
1) Pengumpulan data dilakukan baik melalui pos ataupun cara
lain yang dipandang cepat dalam proses pengiriman.
2) Memungkinkan
tertjangkaunya
responden
yang cukup
banyak dalam waktu yang relatif cepat dengan biaya yang
relatif ringan.
Angket banyak digunakan sebagai suatu alat pengumpul data,
terutama bila ukuran sampel besar atau menyebar di tempat yang
relatif jauh.Agar pengumpulan data
dapat mencapai target, baik
jumlah yang terisi maupun objektivitas pengisiannya, dapat dilakukan
usaha berikut:
1) Dengan menggunakan double sampling, bila pengembalian angket
terisi tidak mencapai target sampel yang ditetapkan, peneliti
mengirim kembali angket yang sama kepada subjek lain sebanyak
jumlah responden yang tidak mengembalikan;
2) Menggunakan wawancara atau observasi untuk membandingkan
apakah jawaban yang diberikan melalui angket sesuai dengan
kenyataan, dapat dibandingkan dengan jawaban yang diberikan
melalui wawancara atau jawaban observasi.
3) Penyusunan angket mengikuti langkah-langkah berikut:
a. Menyusun kisi-kisi, yang formatnya sama dengan format
wawancara;
b. Membuat
kerangka
pertanyaan,
dengan
mengingat
pertanyaannya berstruktur atau tak berstruktur.
c. Menyusun urutan pertanyaan;
d. Membuat format;
e. Membuat petunjuk pengisian angket;
f. Melakukan uji coba;
g. Melakukan revisi;
h. Memperbanyak angket.
3. Pengamatan atau Observasi
Penelitian yang dilakukan dengan cara mengadakan
pengamatan terhadap objek, baik secara langsung maupun tidak
langsung menggunakan teknik pengamatan atau observasi.Teknik
ini banyak digunakan, baik dalam penelitian sejarah, deskriptif,
maupun ekperimen, karena dengan pengamatan memungkinkan
gejala-gejala penelitian dapat diamati dari dekat.Pengamatan
menempuh tiga cara, yaitu:
a. Pengamatan langsung (direct observation), dilaku-kan tanpa
perantara terhadap objek yang diteliti, seperti mengadakan
pengamatan langsung terhadap proses belajar-mengajar di kelas,
pelaksanaan praktikum di laboratorium, dsb;
b. Pengamatan tak langsung (indirect observation), dilakukan
terhadap suatu objek melalui peranta-raan suatu alat atau cara,
baik
dilaksanakan
dalam
buatan.Contoh:Pengamatan
situai
pengaruh
sebenarnya
maupun
hukuman
terhadap
suasana kejiwaan peserta didik melalui permainan peran (role
playing);
c. Partisipasi, yaitu pengamatan yang dilakukan dengan ikut ambil
bagian atau melibatkan diri dalam situasi objek yang diteliti.
Contoh: Pengamatan terhadap mekanisme hubungan manusiawi
antara guru dengan kepala sekolah. Pengamatan dilakukan
dengan ikut ambil bagian sebagai guru, dan mengamati setiap
gejala yang menjadi objek penelitian.
Alat yang digunakan untuk pengamatan adalah:
1) Daftar cek (chek list).
Pada suatu daftar cek, semua gejala yang akan atau
mungkin akan muncul pada suatu subjek yang menjadi
objek penelitian, didaftar secermat mungkin sesuai dengan
masalah yang diteliti. Disediakan kolom cek yang digunakan
selama mengadakan pengamatan.Berdasarkan butir yang ada
pada daftar cek, bila suatu gejala muncul dibubuhkan tanda
cek (V) pada kolom yang tersedia.
2) Daftar isian.
Daftar isian memuat daftar butir yang diamati dan
kolom tentang keadaan atau gejala tentang butir-butir
tersebut.
Langkah-langkah mencari reliabilitias :
Langkah 1 :Mencari varians tiap butir soal
Langkah 2 :Mencari varians total skor
Langkah 3 :Mencari nilai koefisien reliabilitas
Langkah 4 :Interpretasi nilai koefisien reliabilitas
DAFTAR PUSTAKA
Anastasi, Anne & Urbina, Susana. (1997). Psychological testing
(7th ed.). New. Jersey: Prentice-Hall, Inc.
Aqib, Zainal (2008). Penelitian tindakan kelas. Bandung: Y
pramawidya.
Arikunto, Suharsimi. 2006. Metodelogi penelitian. Yogyakarta:
Bina Aksara.
Azwar, Saifuddin. 2003. Reliabilitas dan Validitas. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar
Burns, Anne. 1999. Collaborative AR for English Teachers.
Cambridge, UK: Cambridge University Press.
Campion, M.A., Campion, J.E., & Hudson, J.P., Jr. “Structured
Interviewing: A Note on Incremental Validity and Alternative
Question Types”,Journal of Applied Psychology, 79, 9981002, 1994
Denzin, N.K dan Lincoln, Y.S. 1994. Handbook Qualitative.
London: SAGE Publications.
Foddy, William. 1993. Constructing Questions for Interviews.
Cambridge University Press.
Gall, M.D. dan Borg, W. R. 2003. Education Research. New York
: Allyn and Bacon.
Gronlund, N.E & Linn, R.L. 1990. Measurement and evalution in
teaching. New York: memillan publishing company
Hadi, Sutrisno. 1989. Metodologi Research Jilid I & II. Yogyakarta
: Andi Offset
Komalasari, G. dkk. 2011. Asesmen Teknik Non Tes Perspektif BK
Komprehensif. Jakarta: PT. Indeks
Lexy,
J.M. 1991. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung:
Rosda Karya
Madya, Suawarsih.2007. Penelitian Tindakan: Action Reseach,
Bandung: Alfabeta.
Mulyasa E (2005). Kurikulum berbasis kompetensi. Bandung:
Rosda Karya
Sanjaya,wina (2005). Strategi pembelajaran berorientasi standar
proses pendidikan. Jakarta: prenada media
Sudijin, dkk. 2000. Manajemen Penelitian Tindakan Kelas. Intan
Cendekia
Sugiono, dkk. 1998. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Proyek
PGSM
Sutoyo, Anwar, 2009, Bimbingan dan Konseling Islami, Teori dan
Praktik, Semarang: Widya Pratama
Wrdhi IGAK, dkk (2007) penelitian tindakan kelas. Jakarta:
Universitas Terbuka
Anonim. 2012. Validitas dan reliabilitas dalam PTK. Online.
[tersedia]. http://forumgurunusantara.blogspot.co.id/2012/10/
Madya, Swarsih. 2000. Penelitian Tindakan Kelas. Online
[tersedia]. http://saidnazulfiqar.files.wordpress.com
Download