MAKALAH VALIDITAS DAN REABILITAS DALAM PENELITIAN TINDAKAN KELAS Diajukan untuk memenuhi tugas terstruktur Mata Kuliah : Penelitian Tindakan Kelas Dosen Pengampu : Dr. Anda Juanda, M. Pd Disusun oleh : Kelompok V Rika Ikramatul Atiyah (14121610723) Reiza Fitri Yulia (14121610722) Santi Nurwantini (14121610727) Umi Hani (14121610730) FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI IAIN SYEKH NURJATI CIREBON 2015 DAFTAR ISI A. Validitas dalam Penelitian Tindakan Kelas 1. Validitas dalam Penelitian Tindakan a. Validitas Demokratik b. Validitas Hasil c. Validitas Proses d. Validitas Katalitik e. Validitas Dialogik B. Reliabilitas dalam Penelitian Tindakan Kelas 1. Wawancara 2. Angket BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Persoalan alat ukur yang digunakan mahasiswa ketika melakukan pencarian data penelitian sering dihadapkan pada persoalan akurasi, konsisten dan stabilitas sehingga hasil pengukuran yang diperoleh bisa mengukur dengan akurat sesuatu yang sedang diukur. Instrumen ini memang harus memiliki akurasi ketika digunakan. Konsisten dan stabil dalam arti tidak mengalami perubahan dari waktu pengukuran satu ke pengukuran yang lain. Fenomena ini merupakan titik awal dari aksi penelitian mahasiswa yang mau tidak mau harus dihadapi ketika mahasiswa akan menyelesaikan tugas-tugas kuliah dalam jenjang pendidikan Strata 1. Mereka akan berhadapan dengan cara bagaimana membuat alat ukur, atau instrumen itu memiliki validitas dan reliabilitas agar bisa digunakan dalam memperoleh data. Karena data yang kurang memiliki validitas dan reliabilitas, akan menghasilkan kesimpulan yang kurang lazim. Data yang kurang memiliki validitas dan reliabilitas, akan menghasilkan kesimpulan yang bias, kurang sesuai dengan yang seharusnya, dan bahkan bisa saja bertentangan dengan kelaziman. Untuk membuat alat ukur instrumen itu, diperlukan kajian teori, pendapat para ahli serta pengalaman-pengalaman yang kadangkala diperlukan bila definisi operasional variabelnya tidak kita temukan dalam teori. Alat ukur atau instrumen yang akan disusun itu tentu saja harus memiliki validitas dan reliabilitas, agar data yang diperoleh dari alat ukur itu bisa reliabel, valid dan disebut dengan validitas dan reliabilitas alat ukur atau validitas dan reliabilitas instrumen. Sebagai sebuah penelitian, PTK perlu memenuhi persyaratan validitas dan reliabilitas data. Validitas, yang dibutuhkan untuk meningkatkan objektivitas penelitian, dapat ditingkatkan melalui trianggulasi, baik trianggulasi peneliti, trianggulasi waktu, trianggulasi ruang, dan trianggulasi teoretis (Burns, 1999: 164). Data mentah yang telah dikumpulkan oleh peneliti tidak akan ada gunanya jika tidak dianalisis. Analisis data merupakan bagian yang sangat penting dalam metode ilmiah, karena dengan dianalisislah data tersebut dapat diberi arti dan makna yang berguna dalam memecahkan masalah penelitian. Instrument yang digunakan oleh peneliti misalnya soal, akan terkumpul dalam bentuk data yang selanjutnya di uji validitas dan reliabilitasnya. Oleh karena itu dalam makalah ini akan dijelaskan tentang validitas dan reliabilitas dalam penelitian tindakan kelas. B. Rumusan Masalah 1. Apakah Validitas dalam Penelitian Tindakan Kelas itu? 2. Apa sajakah Validitas dalam Penelitian Tindakan Kelas? 3. Bagaimana Realibitilitas dalam Penelitian Tindakan Kelas? C. Tujuan 1. Memahami Validitas dalam Penelitian Tindakan Kelas 2. Membedakan macam-macam Validitas dalam Penelitian Tindakan Kelas 3. Mengetahui Realibilitas dalam Penelitian Tindakan Kelas BAB II VALIDITAS DAN REABILITAS DALAM PENELITIAN TINDAKAN KELAS C. Validitas dalam Penelitian Tindakan Kelas 1. Validitas dalam Penelitian Tindakan Kelas Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukan tingkat kevalidan atau kesahihan suatuinstrumen. Prinsif validitas adalah pengukuran atau pengamatan yang berarti prinsif keandalaninstrumen dalam mengumpulkan data. Instrumen harus dapat mengukur apa yang seharusnyadiukur. Jadi validitas lebih menekankan pada alat pengukuran atau pengamatan. Validitas berasal dari kata validity yang mempunyai arti sejauh mana ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam melakukan fungsi ukurnya (Azwar.2003). Dalam (Suharsimi Arikunto 2006) Validitas diartikan sebagai suatu ukuran yang menunjukan tingkat-tingkat kevalitan suatu instrumen. Makna validitas dalam penelitian tindakan kelas (PTK) berbeda dengan validitas pada penelitian formal misalnya penelitian kuantitatif. Pada jenis penelitian inivaliditas lebih di tekankan pada keajekan alat ukur sebagai instrumenpenelitian. Pada penelitian tindakan kelas (PTK) validitas itu adalah keajegan proses penelitian seperti yang disayaratkan dalam penelitian kualitatif. Kriteria validitas untuk penelitian kualitatif adalah makna langsung yang di batasi oleh sudut pandang peneliti itu sendiri terhadap proses penelitian. Ada lima jenis validitas yang dapat di terapkan untuk menentukan keajegan pelaksanaan tindakan (Sujidin, 2002, dalam bukunya Manajemen Tindakan Kelas ). Setiap jenis validitas dijelaskan sebagai berikut: a. Validitas demokratik Penelitian Tindakan Kelas (PTK) adalah penelitian yang bersifat kolaboratif. Artinya dalam proses penelitian melibatkan kelompok-kelompok tertentu yang terlibat, misalnya melibatkan guru itu sendiri sebagi subjek penelitian, ahli pendidikan dari LPTK, guru lain sebagai mitra, siswa itu sendiri dan lain sebagainya. Validitas demokratik adalah validitas yang berkenaan dengan keajekan peran yang di berikan setiap kelompok yang terlibat serta berbagai saran dan pertimbangan yang di berikan oleh kelompok yang terlibat tersebut berkaitan dengan perlakuan atau tindakan yang dilakukan oleh peneliti, yaitu guru itu sendiri serta pengaruh-pengaruh yang di timbulkannya. Salah satu syarat untuk timbulnya validitas demokratik adalah keterbukaan dari guru sebagai pelaksana Penelitian Tindakan Kelas. Guru perlu menerima berbagai masukan dan saran yang diberikan oleh setiap orang yang terlibat, lebih dari itu, guru perlu mendorong agar setiap orang bicara mengemukakan pandangan dan penilaiannya secara bebas, melalui keterbukaan dari setiap orang yang terlibat, memungkinkan keajekan proses penelitian akan terjamin. (Sanjaya. W, 2009 : 41). Menurut Borg dan Gall. (2003). Validitas demokratis yaitu sejauh mana penelitian tindakan berlangsung secara kolaboratf dengan para mitra peneliti. Demokratik berkenaan dengan kadar kekolaboratifan penelitian dan pencakupan berbagai suara. Dalam PTK, idealnya guru lain/pakar sebagai kolaborator, dan muridmurid masing-masing diberi kesempatan menyuarakan apa yang dipikirkan dan dirasakan serta dialaminya selama penelitian berlangsung. Pertanyaan kunci mencakup: Apakah semua pemangku kepentingan (stakeholders) PTK (guru, kolaborator, administrator, mahasiswa, orang tua) dapat menawarkan pandangannya? Apakah solusi masalah di kelas memberikan manfaat kepada mereka? Apakah solusinya memiliki relevansi atau keterterapan pada konteks kelas? Semua pemangku kepentingan di atas diberi kesempatan dan/atau didorong lewat berbagai cara yang cocok dalam situasi budaya setempat untuk mengungkapkan pendapatnya, gagasan-gagasannya, dan sikapnya terhadap persoalan pembelajaran kelas, yang fokusnya adalah pencarian solusi untuk peningkatan praktik dalam situasi pembelajaran kelas Anda. Misalnya, dalam kasus penelitian tindakan kelas untuk meningkatkan kualitas proses pembelajaran bahasa Inggris, pada tahap refleksi awal guru-guru yang berkolaborasi untuk melakukan penelitian tindakan kelas, siswa, Kepala Sekolah, dan juga orang tua siswa, diberi kesempatan dan/atau didorong untuk mengungkapkan pandangan dan pendapatnya tentang situasi dan kondisi pembelajaran bahasa Inggris di sekolah terkait b. Validitas Hasil PTK adalah penelitian yang menekankan pada perbaikan proses pembelajaran untuk menghasilkan pencapaian tujuan yang lebih maksimal. Validitas hasil adalah validitas yang berkenaan dengan kepuasan semua pihak tentang hasil penelitian. PTK adalah penelitian yang membentuk siklus, oleh karena itu, validitas hasil juga di tandai dengan munculnya masalah baru setelah terselesaikan suatu masalah yang menjadi fokus penelitian. (Sanjaya. W, 2009 : 41). Menurut Borg dan Gall. (2003). Validitas hasil yaitu sejauh mana tindakan dilakukan untuk memecahkan masalah dan mendorong dilakukannya penelitian tindakan. Perhatian tidak hanya tertuju pada penyelesaian masalah semata, melainkan juga kepada bagaimana menyusun kerangka pemikiran dalam menyajikan masalah baru dan pertanyaan baru, Jadi kriteria ini mencakup sifat mengulang pada siklus-siklus penelitian tindakan, dan pada dua tahap penting pada bagian akhir yaitu refleksi dan menentukan tindakan lanjutan atau tindakan modifikasi dalam siklus baru c. Validitas Proses Menurut Borg dan Gall. (2003). Validitas proses yaitu memeriksa kelaikan proses yang dikembangkan dalam berbagai fase penelitian; bagaimana permasalahan disusun dan bagaimana penyelesaiannya Triangulasi data/sumber dan metode tepat untuk validitas ini. Validitas Proses berkenaan dengan ‘keterpercayaan’ dan ‘kompetensi’, yang dapat dipenuhi dengan menjawab sederet pertanyaan berikut: Mungkinkah menentukan seberapa memadai proses pelaksanaan PTK? Misalnya, apakah dan kolaborator mampu terus belajar dari proses tindakan tersebut? Artinya, dan kolaborator secara terus menerus dapat mengkritisi diri sendiri dalam situasi yang ada sehingga dapat melihat kekurangannya dan segera berupaya memperbaikinya. Apakah peristiwa atau perilaku dipandang dari perspektif yang berbeda dan melalui sumber data yang berbeda agar terjaga dari ancaman penafsiran yang ‘simplistik’ atau ‘rancu’? Menurut Madya, Swarsih. (2007). Dalam kasus penelitian tindakan kelas bahasa Inggris yang disebut di atas, para peneliti dapat menentukan indikator kelas bahasa Inggris yang aktif, mungkin dengan menghitung berapa siswa yang aktif terlibat belajar menggunakan bahasa Inggris untuk berkomunikasi lewat tugas-tugas yang diberikan guru, dan berapa banyak bahasa Inggris yang diproduksi siswa, yang bisa dihitung dari jumlah kata/kalimat yang diproduksi dan lama waktu yang digunakan siswa untuk memproduksinya, serta adanya upaya guru memfasilitasi pemelajaran siswa. Kemudian jika keaktifan siswa terlalu rendah yang tercermin dalam sedikitnya ungkapan yang diproduksi, guru secara kritis merefleksi bersama kolaborator untuk mencari sebabsebabnya dan menentukan cara-cara mengatasinya. Kalau diperlukan, siswa yang tidak aktif didorong untuk menyuarakan apa yang dirasakan sehingga mereka tidak mau aktif dan siswa yang aktif diminta mengungkapkan mengapa mereka aktif. Perlu juga ditemukan apakah ada perubahan pada diri siswa sesuai dengan indikator bahwa para siswa berubah lewat tindakan pertama berupa pemberian tugas ‘information give’ dan tindakan kedua berupa pembelakuan kriteria penilaian, dan perubahan pada diri guru dari peran pemberi pengetahuan ke peran fasilitator dan penolong. Begitu seterusnya sehingga pemantauan terhadap perubahan hendaknya dilakukan secara cermat dan disimpulkan lewat dialog reflektif yang demokratik. Anonim. (2012). Perlu dicatat bahwa kompetensi peneliti dalam bidang terkait sangat menentukan kualitas proses yang diinginkan dan tingkat kemampuan untuk melakukan pengamatan dan membuat catatan lapangan. Dalam kasus penelitian tindakan kelas bahasa yang dicontohkan di atas, misalnya, kualitas proses akan sangat ditentukan oleh wawasan, pengetahuan dan pemahaman sejati peneliti tentang (1) hakikat kompetensi komunikatif, (2) pembelajaran bahasa yang komunikatif yang mencakup pendekatan komunikatif bersama metodologi dan teknik-tekniknya, dan (3) karakteristik siswanya (intelegensi, gaya belajar, variasi kognitif, perkembangan/pemelajaran) kepribadian, dan motivasi, pengaruhnya tingkat terhadap pembelajaran bahasa asing. Jika wawasan, pengetahuan dan pemahaman tersebut kuat, maka peneliti akan dapat dengan lebih mudah menentukan perilaku-perilaku mana yang menunjang tercapainya perubahan yang diinginkan dengan indikator yang tepat, dan juga perilaku-perilaku mana yang menghambatnya. Namun demikian, hal ini masih harus didukung dengan kemampuan untuk mengumpulkan data, misalnya melakukan pengamatan dan membuat catatan lapangann dan harian. Dalam mengamati, tim peneliti dituntut untuk dapat bertindak seobjektif mungkin dalam memotret apa yang terjadi. Artinya, selama mengamati perhatiannya terfokus pada gejala yang dapat ditangkap lewat pancainderanya saja, yaitu apa yang didengar, dilihat, diraba (jika ada), dikecap (jika ada), dan tercium, yang terjadi pada semua peserta penelitian, dalam kasus di atas pada peneliti, guru dan siswa. Dalam pengamatan tersebut harus dijaga agar jangan sampai peneliti melakukan penilaian terhadap apa yang terjadi. Seperti telah diuraikan di depan, perlu dijaga agar tidak terjadi penyampuradukan antara deskripsi dan penafsiran. Kemudian, diperlukan kompetensi lain untuk membuat catatan lapangan dan harian tentang apa yang terjadi. Akan lebih baik jika para peneliti merekamnya dengan kaset audio atau audio-visual sehingga catatan lapangan dapat lengkap. Singkatnya, kompetensi peneliti dalam bidang yang diteliti dan dalam pengumpulan data lewat pengamatan partisipan sangat menentukan kualitas proses tindakan dan pengumpulan data tentang proses tersebut. d. Validitas Katalitik Menurut Borg dan Gall. (2003). Validitas katalis yaitu sejauh mana peneltian berupaya mendorong partisipan mereorientasikan, memfokuskan, dan memberi semangat untuk membuka diri terhadap transformasi visi mereka dalam menghadapi kenyataan kondisi praktek mengajar mereka seharihari. Validitas Katalitik terkait dengan kadar pemahaman yang Anda capai realitas kehidupan kelas Anda dan cara mengelola perubahan di dalamnya, termasuk perubahan pemahaman Anda dan murid-murid terhadap peran masing-masing dan tindakan yang diambil sebagai akibat dari perubahan ini. Validitas Katalitik terkait dengan kadar pemahaman yang dicapai realitas kehidupan kelas dan cara mengelola perubahan di dalamnya, termasuk perubahan pemahaman anda dan murid-murid terhadap peran masing-masing dan tindakan yang diambil sebagai akibat dari perubahan ini. Dalam kasus penelitian tindakan kelas bahasa Inggris yang dicontohkan di atas, validitas katalitik dapat dilihat dari segi peningkatan pemahaman guru terhadap faktorfaktor yang dapat menghambat dan factor-faktor yang memfasilitasi pembelajaran. Misalnya faktor-faktor kepribadian (Madya. S, 2000) seperti rasa takut salah dan malu melahirkan inhibition dan kecemasan. Sebaliknya, upaya-upaya guru untuk mengorangkan siswa dengan mempertimbangkan pikiran dan perasaan serta mengapresiasi usaha belajarnya merupakan faktor positif yang memfasilitasi proses pembelajaran. Selain itu, validitas katalitik dapat juga ditunjukkan dalam peningkatan pemahaman terhadap peran baru yang mesti dijalani guru dalam proses pembelajaran komunikatif. Peran baru tersebut mencakup peran fasilitator dan peran penolong serta peran pemantau kinerja. Validitas katalitik juga tercermin dalam adanya peningkatan pemahaman tentang perlunya menjaga agar hasil tindakan yang dilaksanakan tetap memotivasi semua yang terlibat untuk meningkatkan diri secara stabil alami dan berkelanjutan. Semua upaya memenuhi tuntutan validitas katalitik ini dilakukan melalui siklus perencanaan tindakan, pelaksanaan, observasi, dan refleksi. e. Validitas Dialogik Menurut Borg dan Gall. (2003). Validitas dialog yaitu merujuk pada dialog yang dilakukan dengan teman sejawat peneliti dalam menyusun dan mereview hasil penelitian beserta penafsirannya. Validitas Dialogik sejajar dengan proses review sejawat yang umum dipakai dalam penelitian akademik. Secara khas, nilai atau kebaikan penelitian dipantau melalui tinjauan sejawat untuk publikasi dalam jurnal akademik. Sama halnya, review sejawat dalam PTK berarti dalam PTK berarti dialog dengan guru-guru lain, bisa lewat sarasehan atau dialog reflektif dengan ‘teman yang kritis’ atau pelaku PTK lainnya, yang semuanya dapat bertindak sebagai ‘jaksa tanpa kompromi’. Menurut Madya, Swarsih. (2007). Mengatakan bahwa validitas Dialogik sejajar dengan proses review sejawat yang umum dipakai dalam penelitian akademik. Secara khas, nilai atau kebaikan penelitian dipantau melalui tinjauan sejawat untuk publikasi dalam jurnal akademik. Sama halnya, review sejawat dalam PTK berarti dialog dengan guru-guru lain, bisa lewat sarasehan atau dialog reflektif dengan ‘teman yang kritis’ atau pelaku PTK lainnya, yang semuanya dapat bertindak sebagai ‘jaksa tanpa kompromi’. Kriteria validitas dialogis ini dapat juga mulai dipenuhi ketika penelitian masih berlangsung, yaitu secara beriringan dengan pemenuhan kriteria demokratik. Yaitu, setelah seorang peserta mengungkapkan pandangan, pendapat, dan/atau gagasannya, dia akan meminta peserta lain untuk menanggapinya secara kritis sehingga terjadi dialog kritis atau reflektif. Dengan demikian, kecenderungan untuk terlalu subjektif dan simplistik akan dapat dikurangi sampai sekecil mungkin. Untuk memperkuat validitas dialogik, seperti telah disebut di atas, proses yang sama dilakukan dengan sejawat peneliti tindakan lainnya, yang jika memerlukan, diijinkan untuk memeriksa semua data mentah yang terkait dengan yang sedang dikritisi. D. Reliabilitas dalam Penelitian Tindakan Kelas Menurut Gronlund dan Linn (1990) Reliabilitas adalah ketepatan hasil yang diperoleh dari suatu pengukuran. Sedangkan menurut Sukadji (2000) Reliabilitas suatu tes adalah seberapa besar derajat tes mengukur secara konsisten sasaran yang diukur. Reliabilitas dinyatakan dalam bentuk angka, biasanya sebagai koefesien. Koefesien tinggi berarti reliabilitas tinggi. Anastasia dan Susana (1997) menyebutkan bahwa Reliabilitas adalah sesuatu yang merujuk pada konsistensi skor yang dicapai oleh orang yang sama ketika mereka diuji ulang dengan tes yang sama pada kesempatan yang berbeda, atau dengan seperangkat butir-butir ekuivalen (equivalent items) yang berbeda, atau di bawah kondisi pengujian yang berbeda. Lain halnya dengan Sugiono (2005) dalam Suharto (2009) yang menyebutkan bahwa Reliabilitas adalah serangkaian pengukuran atau serangkaian alat ukur yang memiliki konsistensi bila pengukuran yang dilakukan dengan alat ukur itu dilakukan secara berulang. Reliabilitas artinya keajegan, maksudnya berkali-kali untuk mengukur hasilnya ajeg (tetap) atau paling sedikit berbeda amat sedikit.Bila berkali-kali untuk mengukur bedanya banyak, maka alat ukur tersebut tidak reliabel. Untuk mengetahui sejauh mana tingkat reliabilitas penelitian, peneliti menyajikan data asli yang sesuai dengan pengamatan lapangan. Data tersebut seperti observasi, wawancara, angket, nilai dan catatan lapangan. Reliabilitas data dilakukan dengan diskusi teman sejawat untuk mengkritisi semua hasil yang diperoleh dengan tujuan meminimalkan subjektifitas. Sebagai contoh, bila meteran terbuat dari kayu atau logam, maka akan memiliki keajegan yang tinggi untuk mengukur. Sebaliknya bila meteran dibuat dari karet, maka untuk mengukur panjangnva sesuatu beberapa kali hasilnya akan berubah-ubah. Meteran dari karet seperti itu, dinamakan tidak reliable (Wardhani, I. 2007: 43-44). Data yang sesuai penelitian diantaranya sebagai berikut: 1. Wawancara (interview) Wawancara merupakan salah satu teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara mengadakan tanya jawab dengan sumber data, baik secara langsung maupun tidak langsung. Wawancara langsung diadakan dengan orang yang menjadi sumber data dan dilakukan tanpa perantara, baik tentang dirinya maupun tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan dirinya untuk mengumpulkan data yang diperlukan. Wawancara, menurut Lexy J Moleong (1991:135) dijelaskan bahwa wawancara adalah percakapan dengan maksud-maksud tertentu. Pada metode ini peneliti dan responden berhadapan langsung (face to face) untuk mendapatkan informasi secara lisan dengan tujuan mendapatkan data yang dapat menjelaskan permasalahan penelitian. Menurut Sutrisno Hadi (1989:192), wawancara, sebagai sesuatu proses tanya-jawab lisan, dalam mana dua orang atau lebih berhadap-hadapan secara fisik, yang satu dapat melihat muka yang lain dan mendengarkan dengan telinga sendiri suaranya, tampaknya merupakan alat pemgumpulan informasi yang langsung tentang beberapa jenis data social, baik yang terpendam (latent) maupun yang memanifes. Wawancara adalah alat yang sangat baik untuk mengetahui tanggapan, pendapat, keyakinan, perasaan, motivations, serta proyeksi seseorang terhadap masa depannya ; mempunyai kemampuan yang cukup besar untuk menggali masa lalu seseorang serta rahasia-rahasia hidupnya. Selain itu wawancara juga dapat digunakan untuk menangkap aksi-reaksi orang dalam bentuk ekspresi dalam pembicaraan-pembicaraan sewaktu tanya-jawab sedang berjalan. Di tangan seorang pewawancara yang mahir, wawancara merupakan alat pengumpulan data yang sekaligus dapat mengecek dan sebagai bahan ricek ketelitian dan kemantapannya. Keterangan-keterangan verbal dicek dengan ekspresi-ekspresi muka serta gerak-gerik tubuh, sedangkan ekspresi dan gerak-gerik dicek dengan pertanyaan-verbal. Menurut Denzin & Lincoln (1994:353) interview merupakan suatu percakapan, seni tanya jawab dan mendengarkan. Ini bukan merupakan suatu alat yang netral, pewawancara menciptakan situasi tanya jawab yang nyata. Dalam situasi ini jawaban-jawaban diberikan. Maka wawancara menghasilkan pemahaman yang terbentuk oleh situasi berdasarkan peristiwa-peristiwa interaksional yang khusus. Metoda tersebut dipengaruhi oleh karakteristik individu pewawancara, termasuk ras, kelas, kesukuan, dan gender. (“The interview is a conversation, the art of asking questions and listening. It is not neutral tool, for the interviewer creates the reality of the interview situation. In this situation answers are given. Thus the interview produces situated understandings grounded in specific interactional episodes. This method is influenced by the personal characteristies of the interviewer, including race, class, ethnicity, and gender”). Wawancara tidak langsung dilakukan terhadap seseorang yang dimintai keterangan tentang kegiatan yang dilakukan orang lain, misalnya tentang kegiatan belajar-mengajar guru. Teknik wawancara mempunyai kelebihan dan kekurangan,yaitu: a. Kelebihan Teknik wawancara: 1) Wawancara dapat dilaksanakan kepada setiap individu tanpa dibatasi oleh faktor usia maupunkemampuan membaca; 2) Data yang diperoleh langsung diketahui objektivitasnya ,karena dilaksanakan secara “hubungan tatap muka”; 3) Dapat dilaksanakan langsung kepada responden yang diduga sebagai sumber data (dibandingkan dengan angket yang mempunyai kemungkinan diisi oleh orang lain); 4) Dapat dilaksanakan dengan tujuan mamperbaiki hasil yang diperoleh baik melalui observasi terhadap objek manusia maupun bukan dan juga hasil yang diperoleh melalui angket; 5) Pelaksanaan dapat lebih fleksibel dan dinamis,karena dilakukan secara memungkinkan hubungan diberikannya langsung, sehingga penjelasan kepada responden bila suatupertanyaankurang dapat dimengerti. b. Kekurangan Teknik Wawancara: 1) Wawancara biasanya dilakukan secara perseorangan, maka pelaksanaannya menuntut banyak waktu, tenaga, dan biaya terutama bila ukuran sampel cukup besar; 2) Faktor bahasa, baik dari pewawancara maupun dari responden sangat mempengaruhi hasil ataudata yang diperoleh; 3) Sering terjadi wawancara dilakukan secara berkepanjangan; 4) Wawancara menuntut kerelaan dan kesediaan responndenuntuk menerima dan kerjasama yang baik denganpewawancara; 5) Wawancara menuntut penyesuaian diri secaraemosional atau mental-psikis antara pewawancara dengan responden; 6) Hasil wawancara banyak tergantung kepadakemampuan pewawancara dalam menggali, mencatat, dan menafsirkan setiap jawaban. Agar wawancara dapat dijadikan teknik pengumpul data yang efektif, hendaknya disusun lebih dahulu pedoman wawancara.Pedoman wawancara ini merupakan instrumen dalam teknik wawancara.Pedoman wawancara memuat pokok-pokok pertanyaan yang akan diajukan sesuai dengan masalah yang akan diteliti. Bentuk-bentuk pertanyaan wawancara adalah: a. Pertanyaaan Terstruktur atau Pertanyaan Tertutup Pertanyaan terstruktur atau tertutup adalah pertanyaan yang memberi struktur kepada responden dalam menjawabnya.Pertanyaan semacam ini dibuat sehingga responden dituntut untuk menjawab sesuai dengan apa yang terkandung dalam pertanyaan. Contoh: Bentuk soal apakah yang paling seringAnda gunakan dalam penilaian? b. Pertanyaan Tak Berstruktur atau Pertanyaan Terbuka Pertanyaan tak berstruktur memberi kebebasan kepada responden untuk menjawab pertanyaan. Contoh: Mengapa Anda sering menggunakanmetode demonstrasi dalampembelajaransains? c. Pertanyaan Campuran, yaitu: 1) Jenis pertanyaan ini merupakan campuran dari pertanyaan berstruktur dan pertanyaan tak berstruktur 2) Langkah-langkah dalam penyusunan 3) Membuat kisi-kisi pedoman wawancara, yang berisikan tujuan penelitian, pokok penelitian, dan butir-butir pertanyaan 4) Memilih pertanyaan yang relevan. 5) Dari butir-butir pertanyaan yang disusun, dipilih yang paling relevan dengan data yang diperlukan. 6) Melakukan uji coba, untuk mengetahui kelemahan dan keefektifan instrumen. 7) Membuat pedoman wawancara, yaitu daftar pertanyaan disertai tempat kosong yang diisi oleh pewawancara mengenai ringkasan jawaban yang diperoleh dari responden. 2. Angket (Quesioner) Angket adalah teknik pengumpulan data yang banyak kesamaannya dengan wawancara, bedanya angket dilaksanakan secara tertulis sedangkan wawancara dilaksanakan secara lisan. Menurut Arikunto (2006:151). Angket adalah pernyataan tertulis yang digunakan untuk memperoleh informasi dari responden dalam arti laporan tentang pribadi atau hal-hal yang ia ketahui. Sedangkan menurut Sutoyo, anwar (2009:168). Angket atau kuisioner merupakan sejumlah pertanyaan atau pernyataan tertulis tentang data faktual atau opini yang berkaitan dengan diri responden,yang dianggap fakta atau kebenaran yang diketahui dan perlu dijawab oleh responden. Gantina komalasari, dkk. (2011:81). Mengatakan bahwa Angket sebagai suatu alat pengumpul data dalam assessment non tes,berupa serangkaian yang diajukan kepada responden (peserta didik,orang tua atau masyarakat). Angket juga dikenal dengan sebuah kuisioner, alat ini secara besar terdiri dari tiga bagian yaitu:judul angket.pengantar yang berisi tujuan,atau petunjuk pengisian angket,dan item-item pertanyaan yang berisi opini atau pendapat dan fakta. Kelebihan Angket Yaitu: a. Dapat digunakan untuk mengumpulkan data sejumlah besar responden yang menjadi sampel; b. Responden lebih leluasa karena tidak dipengaruhi sikap mental hubungan antara peneliti dg responden c. Setiap jawaban dapat difikirkan dahulu, karena tidak terikat oleh cepatnya waktu yang diberikan kepada responden untuk menjawab pertanyaan; d. Dataterkumpul lebih mudah dianalisis, karena per-tanyaan yang diajukan kpd.setiap responden sama. Kekurangan Angket Yaitu: a. Pemakaian terbatas pada pengumpulan pendapat atau fakta yang diketahui responden yang tidak dapat diperoleh dengan jalan lain; b. Sering terjadi, angket diisi oleh orang lain (bukan responden yang sebenarnya), karena dilakukan tidak secara langsung berhadapan muka antara peneliti dengan responden; c. Angket diberikan terbatas kepada orang yang dapat membaca. Angket berstruktur menyediakan mempunyai bentuk sebagai berikut: kemungkinan jawaban, 1) Bentuk jawaban tertutup yaitu angket yang pada setiap butirnya tersedia berbagai alternatif jawaban 2) Bentuk jawaban tertutup, namun pada bagian akhir kemungkinan jawaban disediakan jawaban bebas, sehingga memberi kesempatan kepada responden memberikan jawaban secara bebas di samping kemungkinan jawaban yang sudah disediakan; 3) Bentuk jawaban bergambar, yaitu angket yang kemungkinan jawabannya dibuat bentuk gambar. Angket tak berstruktur adalah angket yang tidak menyediakan kemungkinan jawaban. Di lakukan dengan cara: 1) Pengumpulan data dilakukan baik melalui pos ataupun cara lain yang dipandang cepat dalam proses pengiriman. 2) Memungkinkan tertjangkaunya responden yang cukup banyak dalam waktu yang relatif cepat dengan biaya yang relatif ringan. Angket banyak digunakan sebagai suatu alat pengumpul data, terutama bila ukuran sampel besar atau menyebar di tempat yang relatif jauh.Agar pengumpulan data dapat mencapai target, baik jumlah yang terisi maupun objektivitas pengisiannya, dapat dilakukan usaha berikut: 1) Dengan menggunakan double sampling, bila pengembalian angket terisi tidak mencapai target sampel yang ditetapkan, peneliti mengirim kembali angket yang sama kepada subjek lain sebanyak jumlah responden yang tidak mengembalikan; 2) Menggunakan wawancara atau observasi untuk membandingkan apakah jawaban yang diberikan melalui angket sesuai dengan kenyataan, dapat dibandingkan dengan jawaban yang diberikan melalui wawancara atau jawaban observasi. 3) Penyusunan angket mengikuti langkah-langkah berikut: a. Menyusun kisi-kisi, yang formatnya sama dengan format wawancara; b. Membuat kerangka pertanyaan, dengan mengingat pertanyaannya berstruktur atau tak berstruktur. c. Menyusun urutan pertanyaan; d. Membuat format; e. Membuat petunjuk pengisian angket; f. Melakukan uji coba; g. Melakukan revisi; h. Memperbanyak angket. 3. Pengamatan atau Observasi Penelitian yang dilakukan dengan cara mengadakan pengamatan terhadap objek, baik secara langsung maupun tidak langsung menggunakan teknik pengamatan atau observasi.Teknik ini banyak digunakan, baik dalam penelitian sejarah, deskriptif, maupun ekperimen, karena dengan pengamatan memungkinkan gejala-gejala penelitian dapat diamati dari dekat.Pengamatan menempuh tiga cara, yaitu: a. Pengamatan langsung (direct observation), dilaku-kan tanpa perantara terhadap objek yang diteliti, seperti mengadakan pengamatan langsung terhadap proses belajar-mengajar di kelas, pelaksanaan praktikum di laboratorium, dsb; b. Pengamatan tak langsung (indirect observation), dilakukan terhadap suatu objek melalui peranta-raan suatu alat atau cara, baik dilaksanakan dalam buatan.Contoh:Pengamatan situai pengaruh sebenarnya maupun hukuman terhadap suasana kejiwaan peserta didik melalui permainan peran (role playing); c. Partisipasi, yaitu pengamatan yang dilakukan dengan ikut ambil bagian atau melibatkan diri dalam situasi objek yang diteliti. Contoh: Pengamatan terhadap mekanisme hubungan manusiawi antara guru dengan kepala sekolah. Pengamatan dilakukan dengan ikut ambil bagian sebagai guru, dan mengamati setiap gejala yang menjadi objek penelitian. Alat yang digunakan untuk pengamatan adalah: 1) Daftar cek (chek list). Pada suatu daftar cek, semua gejala yang akan atau mungkin akan muncul pada suatu subjek yang menjadi objek penelitian, didaftar secermat mungkin sesuai dengan masalah yang diteliti. Disediakan kolom cek yang digunakan selama mengadakan pengamatan.Berdasarkan butir yang ada pada daftar cek, bila suatu gejala muncul dibubuhkan tanda cek (V) pada kolom yang tersedia. 2) Daftar isian. Daftar isian memuat daftar butir yang diamati dan kolom tentang keadaan atau gejala tentang butir-butir tersebut. Langkah-langkah mencari reliabilitias : Langkah 1 :Mencari varians tiap butir soal Langkah 2 :Mencari varians total skor Langkah 3 :Mencari nilai koefisien reliabilitas Langkah 4 :Interpretasi nilai koefisien reliabilitas DAFTAR PUSTAKA Anastasi, Anne & Urbina, Susana. (1997). Psychological testing (7th ed.). New. Jersey: Prentice-Hall, Inc. Aqib, Zainal (2008). Penelitian tindakan kelas. Bandung: Y pramawidya. Arikunto, Suharsimi. 2006. Metodelogi penelitian. Yogyakarta: Bina Aksara. Azwar, Saifuddin. 2003. Reliabilitas dan Validitas. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Burns, Anne. 1999. Collaborative AR for English Teachers. Cambridge, UK: Cambridge University Press. Campion, M.A., Campion, J.E., & Hudson, J.P., Jr. “Structured Interviewing: A Note on Incremental Validity and Alternative Question Types”,Journal of Applied Psychology, 79, 9981002, 1994 Denzin, N.K dan Lincoln, Y.S. 1994. Handbook Qualitative. London: SAGE Publications. Foddy, William. 1993. Constructing Questions for Interviews. Cambridge University Press. Gall, M.D. dan Borg, W. R. 2003. Education Research. New York : Allyn and Bacon. Gronlund, N.E & Linn, R.L. 1990. Measurement and evalution in teaching. New York: memillan publishing company Hadi, Sutrisno. 1989. Metodologi Research Jilid I & II. Yogyakarta : Andi Offset Komalasari, G. dkk. 2011. Asesmen Teknik Non Tes Perspektif BK Komprehensif. Jakarta: PT. Indeks Lexy, J.M. 1991. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Rosda Karya Madya, Suawarsih.2007. Penelitian Tindakan: Action Reseach, Bandung: Alfabeta. Mulyasa E (2005). Kurikulum berbasis kompetensi. Bandung: Rosda Karya Sanjaya,wina (2005). Strategi pembelajaran berorientasi standar proses pendidikan. Jakarta: prenada media Sudijin, dkk. 2000. Manajemen Penelitian Tindakan Kelas. Intan Cendekia Sugiono, dkk. 1998. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Proyek PGSM Sutoyo, Anwar, 2009, Bimbingan dan Konseling Islami, Teori dan Praktik, Semarang: Widya Pratama Wrdhi IGAK, dkk (2007) penelitian tindakan kelas. Jakarta: Universitas Terbuka Anonim. 2012. Validitas dan reliabilitas dalam PTK. Online. [tersedia]. http://forumgurunusantara.blogspot.co.id/2012/10/ Madya, Swarsih. 2000. Penelitian Tindakan Kelas. Online [tersedia]. http://saidnazulfiqar.files.wordpress.com