Uploaded by User52871

LP KISTA OVARII laparatomy. SAS

advertisement
LAPORAN ASUHAN PENDAHULUAN
KISTA OVARI
TUGAS INDIVIDU
Untuk Memenuhi Tugas Pendidikan Profesi Ners Departemen Maternitas
di IRNA 3 Ruang 4 RSSA Malang
Oleh:
HENDRA SASMITA
NIM. 190070300111071
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS
JURUSAN ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2020
LAPORAN PENDAHULUAN KISTA OVARIUM/ KISTOMA OVARII
A. DEFINISI
Kista adalah kantong berisi cairan, kista seperti balon berisi air, dapat tumbuh di
mana saja dan jenisnya bermacam-macam (Jacoeb, 2017).Kista adalah suatu bentukan
yang kurang lebih bulat dengan dinding tipis, berisi cairan atau bahan setengah cair
(Soemadi, 2006). Kista ovarium merupakan suatu pengumpulan cairan yang terjadi pada
indung telur atau ovarium. Cairan yang terkumpul ini dibungkus oleh semacam selaput
yang terbentuk dari lapisan terluar dari ovarium (Agusfarly, 2008). Kista ovarium adalah
pertumbuhan sel yang berlebihan/abnormal pada ovarium yang membentuk seperti
kantong. Kista ovarium secara fungsional adalah kista yang dapat bertahan dari
pengaruh hormonal dengan siklus mentsruasi. (Lowdermilk, dkk. 2015).
B. ANATOMI
C. JENIS - JENIS KISTA OVARIUM
Menurut etiologi, kista ovarium dibagi menjadi 2, yaitu :
1. Kista non neoplasma. Disebabkan karena ketidak seimbangan hormon esterogen
dan progresterone diantaranya adalah :
 Kista non fungsional.

Kista serosa inklusi, berasal dari permukaan epitelium yang berkurang di
dalam korteks.
 Kista fungsional.

Kista folikel, disebabkan karena folikel yang matang menjadi ruptur atau
folikel yang tidak matang direabsorbsi cairan folikuler di antara siklus
menstruasi. Banyak terjadi pada wanita yang menarche kurang dari 12
tahun.

Kista korpus luteum, terjadi karena bertambahnya sekresi progesterone
setelah ovulasi.

Kista tuba lutein, disebabkan karena meningkatnya kadar HCG terdapat
pada mola hidatidosa.

Kista stein laventhal, disebabkan karena peningkatan kadar LH yang
menyebabkan hiperstimuli ovarium.
2. Kista neoplasma

Kistoma ovarii simpleks adalah suatu jenis kista deroma serosum yang
kehilangan epitel kelenjarnya karena tekanan cairan dalam kista.

Kistodenoma ovarii musinoum. Asal kista ini belum pasti, mungkin
berasal dari suatu teratoma yang pertumbuhanya I elemen mengalahkan
elemen yang lain

Kistadenoma ovarii serosum. Berasal dari epitel permukaan ovarium
(Germinal ovarium)

Kista Endrometreid. Belum diketahui penyebab dan tidak ada
hubungannya dengan endometroid

Kista dermoid. Tumor berasal dari sel telur melalui proses patogenesis
D. ETIOLOGI
Kista ovarium terbentuk oleh bermacam sebab. Penyebab inilah yang nantinya
akan menentukan tipe dari kista. Diantara beberapa tipe kista ovarium,tipe folikuler
merupakan tipe kista yang paling banyak ditemukan. Kista jenis ini terbentuk oleh karena
pertumbuhan folikel ovarium yang tidak terkontrol. Folikel adalah suatu rongga cairan
yang normal terdapat dalam ovarium. Padakeadaan normal, folikel yang berisi sel telur ini
akan terbuka saat siklus menstruasiuntuk melepaskan sel telur. Namun pada beberapa
kasus, folikel ini tidak terbuka sehingga menimbulkan bendungan carian yang nantinya
akan menjadi kista. Cairan yang mengisi kista sebagian besar berupa darah yang keluar
akibatdari perlukaan yang terjadi pada pembuluh darah kecil ovarium. Pada beberapa
kasus, kista dapat pula diisi oleh jaringan abnormal tubuh seperti rambut dan gigi.Kista
jenis ini disebut dengan Kista Dermoid.
E. PATHWAY DAN PATOFISIOLOGI
Setiap hari, ovarium normal akan membentuk beberapa kista kecil yang disebut
Folikel de Graff. Pada pertengahan siklus, folikel dominan dengan diameter lebih dari 2.8
cm akan melepaskan oosit mature. Folikel yang rupture akan menjadi korpus luteum, yang
pada saat matang memiliki struktur 1,5 – 2 cm dengan kista ditengah-tengah. Bila tidak
terjadi fertilisasi pada oosit, korpus luteum akan mengalami fibrosis dan pengerutan
secara progresif. Namun bila terjadi fertilisasi, korpus luteum mula-mula akan membesar
kemudian secara gradual akan mengecil selama kehamilan.
Kista ovari yang berasal dari proses ovulasi normal disebut kista fungsional dan
selalu jinak. Kista dapat berupa folikular dan luteal yang kadang-kadang disebut kista
theca-lutein. Kista tersebut dapat distimulasi oleh gonadotropin, termasuk FSH dan HCG.
Kista fungsional multiple dapat terbentuk karena stimulasi gonadotropin atau sensitivitas
terhadap gonadotropin yang berlebih. Pada neoplasia tropoblastik gestasional
(hydatidiform mole dan choriocarcinoma) dan kadang-kadang pada kehamilan multiple
dengan diabetes, HCg menyebabkan kondisi yang disebut hiperreaktif lutein. Pasien
dalam terapi infertilitas, induksi ovulasi dengan menggunakan gonadotropin (FSH dan LH)
atau terkadang clomiphene citrate, dapat menyebabkan sindrom hiperstimulasi ovari,
terutama bila disertai dengan pemberian HCG.
Kista neoplasia dapat tumbuh dari proliferasi sel yang berlebih dan tidak
terkontrol dalam ovarium serta dapat bersifat ganas atau jinak. Neoplasia yang ganas
dapat berasal dari semua jenis sel dan jaringan ovarium. Sejauh ini, keganasan paling
sering berasal dari epitel permukaan (mesotelium) dan sebagian besar lesi kistik parsial.
Jenis kista jinak yang serupa dengan keganasan ini adalah kistadenoma serosa dan
mucinous. Tumor ovari ganas yang lain dapat terdiri dari area kistik, termasuk jenis ini
adalah tumor sel granulosa dari sex cord sel dan germ cel tumor dari germ sel primordial.
Teratoma berasal dari tumor germ sel yang berisi elemen dari 3 lapisan germinal
embrional; ektodermal, endodermal, dan mesodermal. Endometrioma adalah kista berisi
darah dari endometrium ektopik. Pada sindroma ovari pilokistik, ovarium biasanya terdiri
folikel-folikel dengan multipel kistik berdiameter 2-5 mm, seperti terlihat dalam
sonogram. Kista-kista itu sendiri bukan menjadi problem utama dan diskusi tentang
penyakit tersebut diluar cakupan artikel ini.
F. MANIFESTASI KLINIS
Sebagian besar kista ovarium tidak menimbulkan gejala, atau hanya sedikit
nyeri yang tidak berbahaya. Tetapi adapula kista yang berkembang menjadi besar dan
menimpulkan nyeri yang tajam. Pemastian penyakit tidak bisa dilihat dari gejala-gejala
saja karena mungkin gejalanya mirip dengan keadaan lain seperti endometriosis, radang
panggul, kehamilan ektopik (di luar rahim) atau kanker ovarium.
Meski demikian, penting untuk memperhatikan setiap gejala atau perubahan
ditubuh Anda untuk mengetahui gejala mana yang serius. Gejala-gejala berikut mungkin
muncul bila anda mempunyai kista ovarium :
1. Perut terasa penuh, berat, kembung
2. Tekanan pada dubur dan kandung kemih (sulit buang air kecil)
3. Haid tidak teratur
4. Nyeri panggul yang menetap atau kambuhan yang dapat menyebar ke punggung
bawah dan paha.
5. Nyeri sanggama
6. Mual, ingin muntah, atau pengerasan payudara mirip seperti pada saat hamil.
Gejala-gejala berikut memberikan petunjuk diperlukan penanganan kesehatan segera:
1. Nyeri perut yang tajam dan tiba-tiba
2. Nyeri bersamaan dengan demam
3. Rasa ingin muntah
F. PENATALAKSANAAN MEDIS
1. Pengobatan kiste ovarii yang besar biasanya adalah pengangkatan melalui
tindakan bedah. Jika ukuran lebar kiste kurang dari 5 cm dan tampak terisi oleh
cairan atau fisiologis pada pasien muda yang sehat, kontrasepsi oral dapat
digunakan untuk menekan aktivitas ovarium dan menghilangkan kiste.
2. Perawatan paska operatif setelah pembedahan serupa dengan perawatan
pembedahan abdomen. Penurukan tekanan intraabdomen yang diakibatkan
oleh pengangkatan kiste yang besar biasanya mengarah pada distensi abdomen
yang berat, komplikasi ini dapat dicegah dengan pemakaian gurita abdomen
yang ketat.
G. KOMPLIKASI
1. Beberapa ahli mencurigai kista ovarium bertanggung jawab atas terjadinya
kanker ovarium pada wanita diatas 40 tahun. Mekanisme terjadinya kanker
masih belum jelas namun dianjurkan pada wanita yang berusia diatas 40 tahun
untuk melakukan skrining atau deteksi dini terhadap kemungkinan terjadinya
kanker ovarium.
2. Faktor resiko lain yang dicurigai adalah penggunaan kontrasepsi oral terutama
yang berfungsi menekan terjadinya ovulasi. Maka dari itu bila seorang wanita
usia subur menggunakan metode konstrasepsi ini dan kemudian mengalami
keluhan pada siklus menstruasi, lebih baik segera melakukan pemeriksaan
lengkap atas kemungkinan terjadinya kanker ovarium.
H. PENGAKAJIAN KEPERAWATAN
1. Identitas klien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, agama dan alamat,
serta data penanggung jawab
2. Keluhan klien saat masuk rumah sakit
Biasanya klien merasa nyeri pada daerah perut dan terasa ada massa di daerah
abdomen, menstruasi yang tidak berhenti-henti.
3. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat kesehatan sekarang Keluhan yang dirasakan klien adalah nyeri pada
daerah abdomen bawah, ada pembengkakan pada daerah perut, menstruasi
yang tidak berhenti, rasa mual dan muntah.
b. Riwayat kesehatan dahulu
Sebelumnya tidak ada keluhan.
c. Riwayat kesehatan keluarga
Kista ovarium bukan penyakit menular/keturunan.
d. Riwayat perkawinan
Kawin/tidak kawin ini tidak memberi pengaruh terhadap timbulnya kista
ovarium.
4. Riwayat kehamilan dan persalinan
Dengan kehamilan dan persalinan/tidak, hal ini tidak mempengaruhi untuk
tumbuh/tidaknya suatu kista ovarium.
5. Riwayat menstruasi
Klien dengan kista ovarium kadang-kadang terjadi digumenorhea dan bahkan
sampai amenorhea.
6. Pemeriksaan Fisik
Dilakukan mulai dari kepala sampai ekstremitas bawah secara sistematis.
a. Kepala
1) Hygiene rambut
2) Keadaan rambut
b. Mata
1) Sklera
: ikterik/tidak
2) Konjungtiva
: anemis/tidak
3) Mata
: simetris/tidak
c. Leher
1) pembengkakan kelenjer tyroid
2) Tekanan vena jugolaris.
d. Dada
e. Pernapasan
1) Jenis pernapasan
2) Bunyi napas
3) Penarikan sela iga
f.
Abdomen
1) Nyeri tekan pada abdomen.
2) Teraba massa pada abdomen.
g. Ekstremitas
1) Nyeri panggul saat beraktivitas.
2) Tidak ada kelemahan.
h. Eliminasi, urinasi
1) Adanya konstipasi
2) Susah BAK
7. Data Sosial Ekonomi
Kista ovarium dapat terjadi pada semua golongan masyarakat dan berbagai
tingkat umur, baik sebelum masa pubertas maupun sebelum menopause.
8. Data Spritual
Klien menjalankan kegiatan keagamaannya sesuai dengan kepercayaannya.
9. Data Psikologis
Ovarium merupakan bagian dari organ reproduksi wanita, dimana ovarium
sebagai penghasil ovum, mengingat fungsi dari ovarium tersebut sementara pada
klien dengan kista ovarium yang ovariumnya diangkat maka hal ini akan
mempengaruhi mental klien yang ingin hamil/punya keturunan.
10. Pola kebiasaan Sehari-hari
Biasanya klien dengan kista ovarium mengalami gangguan dalam aktivitas, dan
tidur karena merasa nyeri
11. Pemeriksaan Penunjang
Data laboratorium
a. Pemeriksaan Hb
b. Ultrasonografi Untuk mengetahui letak batas kista.
I.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemastian diagnosis untuk kista ovarium dapat dilakukan dengan pemeriksaan:
1. Ultrasonografi (USG) Tindakan ini tidak menyakitkan, alat peraba (transducer)
digunakan untuk mengirim dan menerima gelombang suara frekuensi tinggi
(ultrasound) yang menembus bagian panggul, dan menampilkan gambaran
rahim dan ovarium di layar monitor. Gambaran ini dapat dicetak dan dianalisis
oleh dokter untuk memastikan keberadaan kista, membantu mengenali
lokasinya dan menentukan apakah isi kista cairan atau padat. Kista berisi cairan
cenderung lebih jinak, kista berisi material padat memerlukan pemeriksaan lebih
lanjut.
2. Laparoskopi
Dengan laparoskopi (alat teropong ringan dan tipis dimasukkan melalui
pembedahan kecil di bawah pusar) dokter dapat melihat ovarium, menghisap
cairan dari kista atau mengambil bahan percontoh untuk biopsi.
3. Hitung darah lengkap
Penurunan Hb dapat menunjukkan anemia kronis.
J.
DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri akut b/d agen injuri fisik
2. Resiko infeksi b/d tindakan invasif dan pembedahan
3. Deficit perawatan diri b.d imobilitas (nyeri paska pembedahan)
L.
RENCANA KEPERAWATAN
Post Operasi
RENCANA KEPERAWATAN
NO
1.
DIANGOSA KEPERAWATAN
DAN KOLABORASI
TUJUAN (NOC)
Nyeri akut b.d agen injuri Setelah dilakukan asuhan keperawatan
fisik
selama 3x24 jam diharapkan nyeri pasien
berkurang
NOC :
Pain Level,
Pain control,
Comfort level
Kriteria Hasil :
Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri,
mampu menggunakan tehnik nonfarmakologi
untuk mengurangi nyeri, mencari bantuan)
Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan
menggunakan manajemen nyeri
Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas,
frekuensi dan tanda nyeri)
INTERVENSI (NIC)
Pain Management
 Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi,
karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi
 Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan
 Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk mengetahui
pengalaman nyeri pasien
 Kaji kultur yang mempengaruhi respon nyeri
 Evaluasi pengalaman nyeri masa lampau
 Evaluasi bersama pasien dan tim kesehatan lain tentang
ketidakefektifan kontrol nyeri masa lampau
 Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan menemukan
dukungan
 Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu
ruangan, pencahayaan dan kebisingan.
Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri
berkurang
Tanda vital dalam rentang normal
2.
 Kurangi faktor presipitasi nyeri
 Pilih dan lakukan penanganan nyeri (farmakologi, non farmakologi
dan inter personal)
 Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan intervensi
 Ajarkan tentang teknik non farmakologi
 Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri
 Evaluasi keefektifan kontrol nyeri
 Tingkatkan istirahat
Kolaborasi
 Kolaborasikan dengan dokter jika ada keluhan dan tindakan nyeri
tidak berhasil
Resiko infeksi b.d penurunan Setelah dilakukan asuhan keperawatan Infection Control (Kontrol infeksi)
pertahanan primer
selama 3x 24 jam diharapakan infeksi  Bersihkan lingkungan setelah dipakai pasien lain
terkontrol
 Pertahankan teknik isolasi
NOC :
 Batasi pengunjung bila perlu
Immune Status
 Instruksikan pada pengunjung untuk mencuci tangan saat
Knowledge : Infection control
berkunjung dan setelah berkunjung meninggalkan pasien
Risk control
 Gunakan sabun antimikrobia untuk cuci tangan
Kriteria Hasil :
 Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah tindakan kperawtan
Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi  Gunakan baju, sarung tangan sebagai alat pelindung
Mendeskripsikan proses penularan penyakit,  Pertahankan lingkungan aseptik selama pemasangan alat
factor yang mempengaruhi penularan serta  Ganti letak IV perifer dan line central dan dressing sesuai dengan
penatalaksanaannya,
Menunjukkan
petunjuk umum
kemampuan untuk mencegah timbulnya
infeksi
Jumlah leukosit dalam batas normal
Menunjukkan perilaku hidup sehat
 Gunakan kateter intermiten untuk menurunkan infeksi kandung
kencing
 Tingktkan intake nutrisi
 Berikan terapi antibiotik bila perlu
Infection Protection (proteksi terhadap infeksi)
 Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal
 Monitor hitung granulosit, WBC
 Monitor kerentanan terhadap infeksi
 Batasi pengunjung
 Saring pengunjung terhadap penyakit menular
 Partahankan teknik aspesis pada pasien yang beresiko
 Pertahankan teknik isolasi k/p
 Berikan perawatan kuliat pada area epidema
 Inspeksi kulit dan membran mukosa terhadap kemerahan, panas,
drainase
 Ispeksi kondisi luka / insisi bedah
 Dorong masukkan nutrisi yang cukup
 Dorong masukan cairan
 Dorong istirahat
 Instruksikan pasien untuk minum antibiotik sesuai resep
 Ajarkan pasien dan keluarga tanda dan gejala infeksi
 Ajarkan cara menghindari infeksi
 Laporkan kecurigaan infeksi
 Laporkan kultur positif
3.
Deficit personal hyegene b.d Setelah dilakukan asuhan keperawatan Personal hyegene managemen
imobilitas
(nyeri selama 3x24 jam diharapakan pasien  Kaji keterbatasan pasien dalam perawatan diri
pembedahan)
menunjukkan kebersihan diri
 Berikan kenyamanan pada pasien dengan membersihkan tubuh
NOC :
pasien (oral,tubuh,genital)
Kowlwdge : disease process
 Ajarkan kepada pasien pentingnya menjaga kebersihan diri
Kowledge : health Behavior
 Ajarkan kepada keluarga pasien dalam menjaga kebersihan pasien
Kriteria Hasil :
Pasien bebas dari bau
Pasien tampak menunjukkan kebersihan
Pasien nyaman
DAFTAR PUSTAKA
A.Price, Sylvia. 2006. Patofisiologi, kosep klinis proses-proses penyakit. Jakarta : EGC.
Lowdermil, Perta. 2005. Maternity Women’s Health Care. Seventh edit.
Mansjoer, Arief dkk. (2001). Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aesculapus.
Manuaba. (2008). Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan Keluarga Berencana. Jakarta:EGC.
Mc Closky & Bulechek. (2000). Nursing Intervention Classification (NIC). United States of
America:Mosby.
Meidian, JM. 2000. Nursing Outcomes Classification (NOC). United States of America:Mosby.
William Helm, C. Ovarian Cysts. 2005. American College of Obstetricians and Gynecologists ( cited 2005
September 16 ). Available at http://emedicine.com
Winknjosastro, Hanifa. 2005. Ilmu Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka.
http://lpkeperawatan.blogspot.com/2013/11/laporan-pendahuluan-kistaovarium.html#.VA3JO0B6PMw
LAPORAN PENDAHULUAN POST OP LAPARATOMI
A. GAMBARAN KLINIS PENYAKIT
1.
Definisi
Laparotomi adalah pembedahan yang dilakukan pada usus akibat terjadinya
perlekatan usus dan biasanya terjadi pada usus halus. (Arif Mansjoer, 2010).
Laparatomi adalah pembedahan perut, membuka selaput perut dengan operasi.
(Lakaman 2011).
2.
Etiologi
Etiologi sehingga dilakukan laparatomi adalah karena disebabkan oleh beberapa hal
(Smeltzer, 2012) yaitu:
1.
Trauma abdomen (tumpul atau tajam).
2.
Peritonitis.
3.
Perdarahan saluran cerna.
4.
Sumbatan pada usus halus dan usus besar.
5.
Massa pada abdomen
3.
Jenis-jenis Laparatomi
a.
Mid-line incision
b.
Paramedian, yaitu ; sedikit ke tepi dari garis tengah ( 2,5 cm), panjang (12,5 cm).
c.
Transverse upper abdomen incision, yaitu ; insisi di bagian atas, misalnya pembedahan
colesistotomy dan splenektomy.
d.
Transverse lower abdomen incision, yaitu; insisi melintang di bagian bawah 4cm diatas
anterior spinaliliaka, misalnya; pada operasi appendictomy. Latihan - latihan fisik seperti
latihan napas dalam, latihan batuk, menggerakan otot-otot kaki, menggerakkan otot-otot
bokong, Latihan alih baring dan turun dari tempat tidur. Semuanya dilakukan hari ke 2
post operasi.(Smeltzer, 2012).
4.
Manifestasi Klinis
a.
Nyeri tekan.
b.
Perubahan tekanan darah, nadi, dan pernafasan.
c.
Kelemahan.
d.
Gangguan integumen dan jaringan subkutan.
e.
Konstipasi.
f.
Mual dan muntah, anoreksia.
5.
Komplikasi
a.
Gangguan perfusi jaringan sehubungan dengan tromboplebitis. Tromboplebitis post
operasi biasanya timbul 7-14 hari setelah operasi. Bahaya besar tromboplebitis timbul bila
darah tersebut lepas dari dinding pembuluh darah vena dan ikut aliran darah sebagai
emboli ke paru-paru, hati, dan otak. Pencegahan tromboplebitis yaitu latihan kaki,
ambulasi dini post operasi.
b.
Infeksi, infeksi luka sering muncul pada 36-46 jam pasca operasi. Organisme yang paling
sering menimbulkan infeksi adalah stapilococus aurens, organisme gram positif.
Stapilococus mengakibatkan peranahan. Untuk menghindari infeksi luka yang paling
penting adalah perawatan luka dengan memperhatikan aseptik dan antiseptik.
c.
Kerusakan integritas kulit sehubungan dengan dehisensi luka atau eviserasi.
d.
Ventilasi paru tidak adekuat.
e.
Gangguan kardiovaskuler: hipertensi, aritmia jantung.
f.
Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit.
g.
Gangguan rasa nyaman dan kecelakaan.(Arif Mansjoer, 2012).
6.
Pathway
7.
Patofisiologi
Trauma adalah cedera/rudapaksa atau kerugian psikologis atau emosional (Dorland,
2011). Trauma adalah luka atau cedera fisik lainnya atau cedera fisiologis akibat gangguan
emosional yang hebat (Brooker, 2010).
Trauma adalah penyebab kematian utama pada anak dan orang dewasa kurang dari 44
tahun. Penyalahgunaan alkohol dan obat telah menjadi faktor implikasi pada trauma
tumpul dan tembus serta trauma yang disengaja atau tidak disengaja (Smeltzer, 2011).
Trauma abdomen adalah cedera pada abdomen, dapat berupa trauma tumpul dan
tembus serta trauma yang disengaja atau tidak disengaja (Smeltzer, 2011).
Trauma abdomen merupakan luka pada isi rongga perut dapat terjadi dengan atau
tanpa tembusnya dinding perut dimana pada penanganan/penatalaksanaan lebih bersifat
kedaruratan dapat pula dilakukan tindakan laparatomi. Tusukan/tembakan , pukulan,
benturan, ledakan, deselerasi, kompresi atau sabuk pengaman (set-belt) dapat
mengakibatkan terjadinya trauma abdomen sehingga harus di lakukan laparatomy.(Arif
Muttaqin, 2013).
Trauma tumpul abdomen dapat mengakibatkan individu dapat kehilangan darah,
memar/jejas pada dinding perut, kerusakan organ-organ, nyeri, iritasi cairan usus.
Sedangkan trauma tembus abdomen dapat mengakibatkan hilangnya seluruh atau
sebagian fungsi organ, respon stres simpatis, perdarahan dan pembekuan darah,
kontaminasi bakteri, kematian sel. Hilangnya seluruh atau sebagian fungsi organ dan
respon stress dari saraf simpatis akan menyebabkan terjadinya kerusakan integritas kulit,
syok dan perdarahan, kerusakan pertukaran gas, resiko tinggi terhadap infeksi, nyeri
akut.(Arif Muttaqin, 2013).
8.
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan rektum : adanya darah menunjukkan kelainan pada usus besar ;
kuldosentesi, kemungkinan adanya darah dalam lambung ; dan kateterisasi, adanya darah
menunjukkan adanya lesi pada saluran kencing.
-
Laboratorium : hemoglobin, hematokrit, leukosit dan analisis urine.
-
Radiologik : bila diindikasikan untuk melakukan laparatomi.
-
IVP/sistogram : hanya dilakukan bila ada kecurigaan terhadap trauma saluran kencing.
Parasentesis perut : tindakan ini dilakukan pada trauma tumpul perut yang diragukan
adanya kelainan dalam rongga perut atau trauma tumpul perut yang disertai dengan
trauma kepala yang berat, dilakukan dengan menggunakan jarum pungsi no 18 atau 20
yang ditusukkan melalui dinding perut didaerah kuadran bawah atau digaris tengah
dibawah pusat dengan menggosokkan buli-buli terlebih dahulu.
Lavase peritoneal : pungsi dan aspirasi/bilasan rongga perut dengan memasukkan
cairan garam fisiologis melalui kanula yang dimasukkan kedalam rongga peritonium.
Perlengkapan yang dilakukan pada pasien post laparatomy, adalah;
a. Respiratory: Bagaimana saluran pernapasan, jenis pernapasan, bunyi pernapasan.
b. Sirkulasi: Tensi, nadi, respirasi, dan suhu, warna kulit, dan refill kapiler.
c. Persarafan : Tingkat kesadaran.
d Balutan: Apakah ada tube, drainage ? Apakah ada tanda-tanda infeksi? Bagaimana
penyembuhan luka?
e. Peralatan: Monitor yang terpasang, cairan infus atau transfusi.
f. Rasa nyaman: Rasa sakit, mual, muntah, posisi pasien, dan fasilitas ventilasi.
g. Psikologis : Kecemasan, suasana hati setelah operasi.Pengkajian
B.
GAMBARAN ASUHAN KEPERAWATAN
Asuhan keperawatan adalah sesuatu bentuk pelayanan yang diberikan oleh
seseorang pasien dalam memenuhi kebutuhannya sehari-hari berupa bimbingan,
pengawasan, perlindungan. (Brunner & suddarth, 2009).
1.
Pengkajian
Pengkajian merupakan proses pengumpulan data yang dilakukan secara sistemik
mengenai kesehatan. Pasien mengelompokkan data menganalisis data tersebut sehingga
dapat pengkajian adalah memberikan gambaran secara terus menerus mengenai keadaan
pasien .Adapun tujuan utama dari pada pengkajian adalah memberikan gambaran secara
terus-menerus mengenai keadaan pasien yang mungkin perawat dapat merencanakan
asuhan keperawatan. (Arif mutaaq 2013).
Pengkajian pada laparatomu meliputi identitas klien keluhan utama, riwayat penyakit
sekarang, riwayat penyakit dahulu, riwayat penyakit keluarga, riwayat penyakit
psikososial.
a.
Identitas klien
Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis kelamin, pendidikan,
alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan MRS, nomor register, dan diagnosis
medis.
2.
Keluhan Utama
Sering menjadi alasan klien untuk meminta pertolongan kesehatan adalah nyeri
pada abdomen.
3.
Riwayat Kesehatan
a.
Riwayat kesehatan sekarang
Kapan nyeri pertama kali dirasakan dan apa tindakan yang telah diambil sebelum akhirnya
klien dibawa ke rumah sakit untuk mendapatkan penanganan secara medis.
b.
Riwayat kesehatan dahulu
Adanya riwayat penyakit terdahulu sehingga klien dirawat di rumah sakit.
c.
Riwayat kesehatan keluarga
Bisanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi,diabetes melitus,atau adanya
riwayat stroke dari generasi terdahulu.
d.
Riwayat psikososial dan spiritual
Peranan pasien dalam keluarga status emosional meningkat, interaksi meningkat,
interaksi sosial terganggu, adanya rasa cemas yang berlebihan, hubungan dengan
tetangga tidak harmonis, status dalam pekerjaan. Dan apakah klien rajin dalam
melakukan ibadah sehari-hari.
4.
Aktivitas sehari-hari (sebelum dan selama sakit)
a.
Pola Nutrisi
b.
Pola Eliminasi
c.
Pola Personal Hygiene
d.
Pola Istirahat dan Tidur
e.
Pola Aktivitas dan Latihan
f.
Seksualitas/reproduksi
g.
Peran
h.
Persepsi diri/konsep diri
i.
Kognitif diri/konsep diri
j.
Kognitif perceptual
Auskultasi
5.
Pemeriksaan Fisik
1.
Kepala
pasien pernah mengalami trauma kepala, adanya hematoma atau riwayat operasi.
2.
Mata
penglihatan adanya kekaburan, akibat akibat adanya gangguan nervus optikus (nervus II),
gangguan dalam mengangkat bola mata (nervus III), gangguan dalam memutar bola mata
(nervus IV) dan gangguan dalam menggerakkan boal mata kalateral (nervus VI).
3.
Hidung
Adanya gangguan pada penciuman karna terganggu pada nervus olfatorius (nervus I).
4.
Mulut
Adanya gangguan pengecapan (lidah ) akibat kerusakan nervus vagus adanya kesulitan
dalam menelan.
5.
Dada
Inspeksi
:kesimetrisan bentuk, dan kembang kempih dada.
Palpasi
:ada tidaknya nyeri tekan dan massa.
Perkusi
:mendengar bunyi hasil perkusi.
:mengetahui suara nafas, cepat dan dalam.
6.
7.
Abdomen
Inspeksi
: bentuk, ada tidaknya pembesaran.
Auskultasi
: mendengar bising usus.
Perkusi
: mendengar bunyi hasil perkusi.
Palpasi
: ada tidaknya nyeri tekan pasca operasi.
Ekstremitas
Pengukuran otot menurut (Arif Mutaqqin, 2012)
a.
Nilai 0: bila tidak terlihat kontraksi sama sekali.
b.
Nilai 1: Bila terlihat kontraksi dan tetapi tidak ada gerakan pada sendi.
c.
Nilai 2: Bila ada gerakan pada sendi tetapi tidak bisa melawan grafitasi.
d.
Nilai 3: Bila dapat melawan grafitasi tetapi tidak dapat melawan tekanan pemeriksaan.
e.
Nilai 4: Bila dapat melawan tahanan pemeriksaan tetapi kekuatanya berkurang.
f.
Nilai 5: bila dapat melawan tahanan pemeriksaan dengan kekuatan penuh.
Diagnosa Keperawatan (NANDA, 2015)
a.
Nyeri akut berhubungan dengan dilakukannya tindakan insisi bedah.
b.
Resiko infeksi berhubungan dengan adanya sayatan / luka operasi laparatomi.
c.
Gangguan imobilisasi berhubungan dengan pergerakan terbatas dari anggota
tubuh.
9.
Intervensi Keperawatan
No.
Diagnosa
Tujuan dan kriteria hasil
intervensi
Keperawatan
1.
Nyeri akut
NOC
NIC
berhubungan
Ansiety
Anxiety Reduction
dengan
Fear leavel
(penurunan kecemasan)
dilakukannya
Sleep deprivation
tindakan insisi
Comfort, readines for
bedah.
enchanced
1.
Identifikasi tingkat
kecemsan
2.
Bantu klien mengenal
Kriteria Hasil:
situasi yang menimbulkan
Mampu mengontrol
kecemasan
kecemasan
Mengontrol nyeri
3.
Kaji karakteristik nyeri
Kualitas tidur dan istirahat4.
Instruksikan pasien
adekuat
menggunakan tehnik
Status kenyamanan
rekasasi
meningkat
5.
Berikan posisi nyaman
sesuai kebutuhan
6.
Kolaborasi pemberian
obat analgetik
2.
Resiko infeksi
NOC
NIC
berhubungan
Immune status
Infection Control (kontrol
dengan adanya
Knowledge : infection
infeksi)
sayatan / luka
control
operasi laparatomi.
Risk control
Kriteria hasil
1.
infeksi sistemik dan lokal
2.
Klien bebas dari tanda dan3.
gejala infeksi
Bersihkan luka
Ajarkan cara menghindari
infeksi
Menunjukkan kemampuan4.
Instruksikan pasien untuk
untuk mencegah timbulnya
minum obat antibiotik
infeksi
sesuai resep
Jumlah leukosit dalam
3.
Monitor tanda dan gejala
5.
Berikan terapi antibiotik
batas normal
IV bila perlu
Gangguan
NOC
NIC
imobilisasi
Joint movement : active
Exercise therapy :
berhubungan
Mobility level
ambulation
dengan pergerakan
Self care : ADLs
terbatas dari
Transfer performance
1.
anggota tubuh.
Kriteria hasil
sebelum/sesudah latihan
Klien meningkjat dalam
dan lihat respon pasien
aktivits fisik
saat latihan
Mengerti dari tujuan dari 2.
Monitor vital sign
Latih pasien dalam
peningkatan mobilitas
pemenuhan kebutuhan
Memeragakan penggunaan
ADLs secara mandiri sesuai
alat
kebutuhan
Bantu untuk mobilisasi
3.
(walker)
Kaji kemampuan pasien
dalam mobilisasi
4.
Konsultasi dengan terapi
fisik tentang rencana
ambulasi sesuai
kebutuhan
5.
Ajarkan pasien
bagaimana merubah posisi
dan berikan bantuan jika
diperlukan
10. Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh
perawat untuk membantu klien dari masalah status kesehatan yang dihadapi kestatus
kesehatan yang baik yang menggambarkan kriteria hasil yang diharapkan (Potter & Perry,
2011).
11. Evaluasi Keperawatan
Menurut Craven dan Hirnle (2011) evaluasi didefenisikan sebagai keputusan dari
efektifitas asuhan keperawatan antara dasar tujuan keperawatan klien yang telah
ditetapkan dengan respon prilaku klien yang tampil.
Tujuan evaluasi antara lain :
a.
Untuk menentukan perkembangan kesehatan klien.
b.
Untuk menilai efektifitas, efisiensi, dan produktifitas dari tindakan keperawatan yang
telah diberikan.
c.
Untuk menilai pelaksanaan asuhan keperawatan.
d.
Mendapatkan umpan balik
e.
Sebagai tanggung jawab dan tanggunggugat dalam pelaksanaan pelayanan
keperawatan.
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, S. 2002. Prosedur Suatu Penelitian: Pendekatan Praktek. Edisi Revisi
Kelima. Penerbit Rineka Cipta. Jakarta.
Brunner and suddart. (2011). Textbook of Medical Surgical Nursing. Sixth Edition. J.B.
Lippincott Campany, Philadelpia.
Brooker, Christine. 2001. Kamus Saku Keperawatan Ed.31. EGC : Jakarta.
Doenges, Marilynn E. (2011). Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta: EGC
Dorland, W. A. Newman. 2002. Kamus Kedokteran. EGC : Jakarta.
Mansjoer, Arif. 2012. Capita ,Selekta Kedokteran. Bakarta :Media Aesculapius.
Muttaqin, Arif. 2014. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Pencernaan.
Jakarta: Salemba Medika
NANDA. 2015. Diagnosis Keperawatan NANDA : Masalah Yang Lazim Muncul
Nazir, Moh. 2011. Metode Penelitian. Ghalia Indonesia. Jakarta.
Nursalam. 2010. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan, Edisi II.
Salemba Medika. Jakarta
Prasetyo, S. N. 2010. Konsep dan Proses Keperawatan Nyeri. Yogyakarta : Graha Ilmu.
Soeparman, dkk. 2010. Ilmu Penyakit Dalam : Balai Penerbit FKUI, Jakarta
Smeltzer, Suzanne C. 2010. Keperawatan Medikal-Bedah Brunner and Suddarth Ed.8
Vol.3. EGC : Jakarta
Download