Uploaded by User52758

ASPEK MATERIALISME-dikompresi

advertisement
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
HUBUNGAN ANTARA MATERIALISME DAN KECENDERUNGAN
IMPULSIVE BUYING KONSUMEN DEWASA AWAL PADA PRODUK
FASHION
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi
Program Studi Psikologi
Disusun Oleh :
Yohana Kadek Dwiastuti
NIM: 139114046
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2018
i
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING
ii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
HALAMAN PENGESAHAN SKRIPSI
iii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
HALAMAN MOTTO
Jadikanlah kegagalan di masa lalu, sebagai cerminan dan pelajaran untuk
melangkah lebih baik menuju masa depan yang cerah untuk meraih cita-cita dan
harapan hidup (Anonim)
Kegagalan adalah kesuksesan yang tertunda namun bukan kehancuran bagi
segalanya, tetapi pelajaran dan peringatan terhadap apa yang telah kita lakukan
dan apa yang akan kita lakukan nantinya (Anonim)
Segala perkara dapat kutanggung di dalam Dia yang memberi kekuatan kepadaku
(Filipi 4:13)
Terus berjuang, berkarya, dan berusaha jadikan setiap periode perjuangan
sebagai pembelajaran untuk mencapai sukses sejati (Andrie Wongso)
Jangan putus asa selama kamu masih hidup, itu artinya Tuhan masih memberikan
waktu dan kesempatan (Merry Riana)
iv
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
HALAMAN PERSEMBAHAN
Skripsi ini saya persembahkan kepada semua orang yang telah turut membantu
saya dalam bentuk doa, semangat, motivasi dan apapun:
Tuhan Yesus dan Bunda Maria yang selalu setia mendampingi, membimbing
dan memberikan jalan keluar ketika saya mengalami kesulitan dalam penyusunan
skripsi ini.
Papa, Mama, Nenek, Kakak dan Adikku yang selalu setia mendengarkan keluh
kesah saya ketika mengerjakan skripsi dan memberikan semangat, dukungan, dan
penghiburan serta selalu sabar menunggu hingga karya ini selesai dibuat.
Sahabat, teman-teman, saudara-saudara dan keluarga besar yang selalu
mendukung dan menyemangati saya sehingga karya ini dapat terselesaikan
dengan lancar.
Dosen Pembimbing, Ibu P. Henrietta P.D.A.D.S., M.A. yang tak pernah lelah
selalu mengarahkan, membimbing, memberikan waktu, dan memotivasi saya
sampai penelitian ini terselesaikan dengan lancar.
Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma sebagai tempat saya belajar dan
mendapatkan berbagai pengalaman hidup yang sangat berharga.
v
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak
memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam
kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.
Yogyakarta, 22 Januari 2018
Peneliti,
Yohana Kadek Dwiastuti
vi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
HUBUNGAN ANTARA MATERIALISME DAN KECENDERUNGAN
IMPULSIVE BUYING KONSUMEN DEWASA AWAL PADA PRODUK
FASHION
Yohana Kadek Dwiastuti
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara materialisme dan
kecenderungan impulsive buying konsumen dewasa awal pada produk fashion. Hipotesis
yang diajukan dalam penelitian ini adalah terdapat hubungan yang positif dan signifikan
antara materialisme dan kecenderungan impulsive buying konsumen dewasa awal pada
produk fashion. Subyek dalam penelitian ini adalah konsumen dewasa awal berusia 20
tahun sampai dengan 40 tahun yang berjumlah 283 konsumen dewasa awal. Alat
pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala materialisme dan skala
kecenderungan impulsive buying dalam model Likert. Skala materialisme memiliki 11 item
dengan koefisien reliabilitas sebesar 0,801 dan skala kecenderungan impulsive buying
memiliki 26 item dengan koefisien reliabilitas sebesar 0,929. Teknik analisis data yang
digunakan dalam penelitian ini adalah uji korelasi Spearman’s rho dikarenakan sebaran
data pada kedua variabel bersifat tidak normal. Penelitian ini menghasilkan nilai korelasi r
= 0,367 dan nilai signifikansi p= 0,00 < 0,05. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa
terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara materialisme dan kecenderungan
impulsive buying konsumen dewasa awal pada produk fashion. Hal ini berarti bahwa
semakin tinggi materialisme, maka kecenderungan impulsive buying konsumen dewasa
awal pada produk fashion menjadi semakin tinggi. Sebaliknya, semakin rendah
materialisme, maka kecenderungan impulsive buying konsumen dewasa awal pada produk
fashion menjadi semakin rendah.
Kata kunci: materialisme, kecenderungan impulsive buying, produk fashion, dewasa awal
vii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
THE CORRELATION BETWEEN MATERIALISM AND THE
TENDENCY OF IMPULSIVE BUYING OF EARLY ADULT
CONSUMERS OF FASHION PRODUCTS
Yohana Kadek Dwiastuti
ABSTRACT
This research was conducted to find out the correlation between materialism and the
tendency of impulsive buying of early adult consumers of fashion products. The hypothesis
of this research was that there was a positive and significant correlation between
materialism and the tendency of impulsive buying of early adult consumers of fashion
products. The subject of this research were 283 early adult consumers who were 20 to 40
years old. The instruments of this research were materialism scale and impulsive buying
tendency scale in Likert model. The materialism scale has 11 items with 0,801 reliability
coefficient and the scale of the tendency of impulsive buying which has 26 items has 0,929
reliability coefficient. The data analysis technique which is used in this research was
Spearman’s rho correlation test because the distribution of both two variables data was
not normal. This research yielded r = 0,367 correlation value and p = 0,00 < 0,05
significance value. The result of this research showed that there was a positive and
significant correlation between materialism and the tendency of impulsive buying of early
adult consumers of fashion products. It means that the higher the materialism, the higher
the tendency of impulsive buying of early adult consumers of fashion products. On the other
hand, the lower the materialism, the lower the tendency of impulsive buying of early adult
consumers of fashion products.
Keywords: materialism, impulsive buying tendency, fashion product, early adult
viii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH
UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Yang bertanda tangan dibawah ini, saya mahasiswi Universitas Sanata Dharma :
Nama
: Yohana Kadek Dwiastuti
Nomor Mahasiswa : 139114046
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan
Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, karya ilmiah yang berjudul :
HUBUNGAN MATERIALISME DAN KECENDERUNGAN IMPULSIVE
BUYING KONSUMEN DEWASA AWAL PADA PRODUK FASHION
Beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan
Kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan,
mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya di internet atau di media lain
untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta izin dari saya maupun
memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai
penulis.
Dengan demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di Yogyakarta
Pada tanggal: 22 Januari 2018
Yang menyatakan,
(Yohana Kadek Dwiastuti)
ix
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
KATA PENGANTAR
Puji syukur dan terimakasih saya ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa dan
Bunda Maria yang telah melimpahkan berkat dan memberikan bimbingan serta
pendampingan selama proses penulisan skripsi, sehingga peneliti dapat
menyelesaikan penulisan skripsi ini. Peneliti juga menyadari bahwa banyak pihak
lain yang memberikan kontribusi dalam membantu peneliti untuk menyelesaikan
skripsi ini. Oleh karena itu, peneliti mengucapkan terimakasih kepada:
1. Tuhan Yesus dan Bunda Maria yang selalu menyertai saya dari awal proses
penulisan hingga skripsi ini terselesaikan dan selalu menunjukkan jalan keluar
terbaik untuk saya.
2. Bapak Dr. Tarsius Priyo Widiyanto, M.Si. selaku Dekan Fakultas Psikologi
Universitas Sanata Dharma.
3. Bapak Paulus Eddy Suhartanto, M.Si. selaku Kepala Program Studi Fakultas
Psikologi Universitas Sanata Dharma.
4. Ibu P. Henrietta P.D.A.D.S., M.A. selaku Dosen Pembimbing Skripsi yang
selalu memberikan waktunya untuk membimbing, mengarahkan, dan
memberikan
semangat
kepada
saya
untuk
bisa
mengerjakan
dan
menyelesaikan penulisan skripsi ini. Terima kasih atas peran Ibu sebagai
pembimbing yang selalu memotivasi saya untuk selalu semangat dalam
mengerjakan skripsi.
5. Terimakasih kepada Ibu P. Henrietta P.D.A.D.S., M.A., Ibu Monica Eviandaru
M., M.App. Psych dan Bapak Paulus Eddy Suhartanto, M.Si. selaku dosen
penguji atas semua masukannya yang berupa saran untuk menyempurnakan
x
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
skripsi ini.
6. Ibu Sylvia Carolina Maria Yuniati Murtisari, M.Si.dan Bapak Minta Istono
M.Si. selaku Dosen Pembimbing Akademik yang selalu memberikan
bimbingan dalam hal akademik kemahasiswaan.
7. Seluruh Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma
yang telah mengajar, mendidik,dan memberi ilmu pengetahuan selama peneliti
menempuh studi.
8. Seluruh staff Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma: Mas Gandung,
Ibu Nanik, dan Mas Muji atas keramahannya, dukungan, dan bantuannya
dalam administasi kemahasiswaan serta selalu memberikan semangat kepada
peneliti dalam mengerjakan skripsi.
9. Seluruh subjek penelitian yang telah bersedia meluangkan waktu dan
tenaganya untuk membantu peneliti dalam pengisian skala penelitian, bantuan
yang kalian berikan sangat berarti bagi peneliti.
10. Kepada Papa H. Nyoman Rikus,S.E. dan Mama L. Nyoman Sulastri serta
Nenek saya tercinta yang selalu setia mendengarkan keluh kesah saya dan juga
selalu memberikan semangat, nasihat, doa dan dukungan ketika saya mulai
putus asa sehingga penulisan skripsi ini dapat dikerjakan dengan lancar.
Terimakasih juga atas kontribusi yang papa dan mama berikan baik secara
moral maupun materi yang sangat berarti bagi kelancaran studi saya.
11. Kepada Kakakku tersayang Agnes Ika Dewi Lestari, S.E. yang selalu setia
menemani, meluangkan waktunya untuk mendengarkan semua keluh kesah
yang saya alami selama mengerjakan skripsi ini dan selalu memberikan
xi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
dukungan, bantuan, semangat, dan doa sehingga saya dapat mengerjakan dan
menyelesaikan skripsi dengan lancar dan juga kepada adikku Yohanes Nyoman
Martin H. yang selalu memberikan semangat, dukungan, penghiburan dan doa
sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan lancar.
12. Sahabat saya Abiel, Dito, Ollyn, Angel, Winda, dan KI yang selalu
memberikan semangat, dukungan, selalu berbagi cerita, dan juga memberikan
berbagai pengalaman hidup kepada saya sehingga saya menjadi termotivasi
dan semangat dalam mengerjakan skripsi.
13. Seluruh teman-teman saya angkatan 2013 terutama teman-teman Psikologi
kelas D yang telah memberikan saya berbagai pengalaman berharga selama
kurang lebih empat tahun ini selama saya menempuh pendidikan di Fakultas
Psikologi. Semangat dan sukses untuk kita semua.
14. Teman-teman KKN angkatan 53 kelompok 34 yang selalu memberikan
semangat, doa, dukungan dan bantuannya sehingga skripsi ini dapat
terselesaikan dengan baik dan lancar serta selalu menanyakan kelulusan saya
sehingga saya menjadi termotivasi untuk segera menyelesaikan skripsi ini dan
lulus. Terimakasih juga atas pengalaman hidup yang kalian berikan dan
mengajarkan arti kekeluargaan kepada saya selama kurang lebih 25 hari hidup
bersama di Dusun Gandu.
15. Seluruh teman-teman seperjuangan bimbingan Bu Etta yang saling
menyemangati, membantu, mendukung dalam penyusunan skripsi. Mari kita
semangat dan kita akan sukses bersama.
16. Kelompok asisten Tes Kognitif (Angel, Febri, Garnis, Mega, Yudis, Maria,
xii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
dan Fendy) dan Tes Inventori (Devina, Nanda, Rizka, Chilla, Tara, Dhea,
Feliks, Depong, Chaterine, dan Vanio) yang pernah berdinamika bersama saya,
terimakasih atas dukungan, doa, semangat, dan bantuannya sehingga skripsi ini
dapat terselesaikan dengan lancar.
17. Teman-teman asisten Laboratorium Psikologi (Krisna, Dhani, Fonsa, Dewa,
Tia, dan Bella) dan Mas Muji atas kesempatan dan pengalaman yang diberikan
kepada saya untuk bisa belajar bekerjasama dan mengetahui bagaimana
gambaran dunia kerja yang akan saya hadapi ke depannya. Terimakasih juga
atas dukungan dan semangat yang kalian berikan kepada saya dalam proses
penyusunan skripsi ini. Semoga kita semua bisa sukses meraih cita-cita yang
kita harapkan.
18. Seluruh pihak lainnya yang belum peneliti sebutkan satu persatu yang juga
telah membantu, mendukung, dan memberikan semangat bagi peneliti untuk
bisa menyelesaikan skripsi ini. Tuhan memberkati kalian semua.
Peneliti menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna,
sehingga peneliti sangat mengharapkan dan terbuka untuk menerima kritik dan
saran dari pembaca untuk membantu menyempurnakan skripsi ini dan demi
perkembangan penelitian berikutnya. Peneliti berharap semoga skripsi ini
bermanfaat bagi pembaca. Akhir kata, peneliti mohon maaf apabila terdapat
kesalahan kata-kata dalam penulisan skripsi ini. Terimakasih.
Yogyakarta,
Peneliti
Yohana Kadek Dwiastuti
xiii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ............................................................................................... i
HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING ....................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN SKRIPSI ................................................................ iii
HALAMAN MOTTO ............................................................................................ iv
HALAMAN PERSEMBAHAN ..............................................................................v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ................................................................ vi
ABSTRAK ............................................................................................................ vii
ABSTRACT ........................................................................................................... viii
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI................................. ix
KATA PENGANTAR .............................................................................................x
DAFTAR ISI ........................................................................................................ xiv
DAFTAR TABEL ............................................................................................... xvii
DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... xviii
BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................1
A. Latar Belakang ............................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ...................................................................................... 17
C. Tujuan Penelitian........................................................................................ 17
D. Manfaat Penelitian...................................................................................... 17
BAB II LANDASAN TEORI ...............................................................................19
A. Impulsive Buying ........................................................................................ 19
1. Definisi Impulsive Buying ..................................................................... 19
2. Aspek Impulsive Buying ........................................................................ 23
3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Impulsive Buying ........................... 25
xiv
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
B. Materialisme ............................................................................................... 33
1. Definisi Materialisme ............................................................................ 33
2. Aspek Materialisme ............................................................................... 37
3. Dampak Materialisme............................................................................ 38
C. Produk Fashion .......................................................................................... 39
D. Dewasa Awal .............................................................................................. 41
1. Definisi Dewasa Awal ........................................................................... 41
2. Aspek-aspek Masa Dewasa Awal.......................................................... 42
E. Dinamika Hubungan Materialisme dan Kecenderungan Impulsive Buying
Konsumen Dewasa Awal pada Produk Fashion ........................................ 45
F. Skema Penelitian Hubungan antara Materialisme dan Kecenderungan
Impulsive Buying Konsumen Dewasa Awal pada Produk Fashion ........... 51
G. Hipotesis ..................................................................................................... 52
BAB III METODOLOGI PENELITIAN .............................................................53
A. Jenis Penelitian ........................................................................................... 53
B. Identifikasi Variabel Penelitian .................................................................. 54
C. Definisi Operasional ................................................................................... 54
D. Subjek Penelitian ........................................................................................ 56
E. Metode dan Alat Pengumpulan Data ......................................................... 56
F. Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur .......................................................... 62
G. Metode Analisis Data ................................................................................. 68
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ......................................71
A. Pelaksanaan Penelitian ............................................................................... 71
B. Deskripsi Subjek Penelitian ....................................................................... 71
C. Deskripsi Data Penelitian ........................................................................... 73
xv
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
D. Hasil Penelitian .......................................................................................... 76
E. Pembahasan ................................................................................................ 80
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................84
A. Kesimpulan................................................................................................. 84
B. Keterbatasan Penelitian .............................................................................. 84
C. Saran ........................................................................................................... 85
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................88
LAMPIRAN .........................................................................................................100
xvi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Sebaran Item Skala Materialisme Sebelum Uji Coba ..............................59
Tabel 2. Skor Respon pada Variabel Materialisme ................................................60
Tabel 3. Sebaran Item Skala Kecenderungan Impulsive Buying Sebelum Seleksi
Item ........................................................................................................................60
Tabel 4. Skor Respon pada Variabel Kecenderungan Impulsive Buying ..............61
Tabel 5. Sebaran Item Skala Materialisme Setelah Uji Coba ................................64
Tabel 6. Sebaran Item Skala Kecenderungan Impulsive Buying Setelah Seleksi
Item ........................................................................................................................66
Tabel 7. Deskripsi Usia Subjek ..............................................................................71
Tabel 8. Deskripsi Jenis Kelamin Subjek ..............................................................72
Tabel 9. Deskripsi Pekerjaan Subjek .....................................................................72
Tabel 10. Deskripsi Aktivitas Belanja Produk Fashion Subjek.............................72
Tabel 11. Deskripsi Pendapatan/Uang Saku Subjek Per-bulan .............................72
Tabel 12. Data Empirik Skala Materialisme ..........................................................74
Tabel 13. Hasil Uji Beda MeanTeoritis dan Mean Empiris Materialisme .............74
Tabel 14. Data Empirik Skala Kecenderungan Impulsive Buying ........................75
Tabel 15. Hasil Uji Beda Mean Teoritis dan Mean Empiris Kecenderungan
Impulsive Buying ...................................................................................................75
Tabel 16. Hasil Uji Normalitas ..............................................................................76
Tabel 17. Hasil Uji Linearitas ................................................................................78
Tabel 18. Hasil Uji Hipotesis Spearman’s rho Correlations ..................................79
xvii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR LAMPIRAN
LAMPIRAN A Skala Uji Coba .........................................................................101
LAMPIRAN B Reliabilitas Skala Impusive Buying pada Produk Fashion dan
Seleksi Item ..........................................................................................................111
LAMPIRAN C Hasil Uji Reliabilitas Setelah Seleksi Item Impulsive Buying
pada Produk Fashion ............................................................................................114
LAMPIRAN D Hasil Uji Reliabilitas Skala Materialisme ................................117
LAMPIRAN E Skala Penelitian ........................................................................119
LAMPIRAN F Hasil Uji t Mean Teoritis dan Mean Empiris............................130
LAMPIRAN G Hasil Uji Normalitas ................................................................132
LAMPIRAN H Hasil Uji Linearitas ..................................................................134
LAMPIRAN I Hasil Uji Hipotesis ....................................................................136
LAMPIRAN J Izin dari Peneliti Skala Materialisme ........................................138
LAMPIRAN K Surat Keterangan Penerjemahan Skala Materialisme ke dalam
Bahasa Indonesia ..................................................................................................140
LAMPIRAN L Surat Keterangan Penerjemahan Skala Materialisme ke dalam
Bahasa Inggris ......................................................................................................142
xviii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Aktivitas belanja merupakan suatu aktivitas yang dilakukan oleh individu
untuk mendapatkan suatu produk yang dibutuhkan. Namun, zaman sekarang
masyarakat telah mengalami perubahan pola berbelanja, yaitu individu
melakukan aktivitas berbelanja bukan hanya untuk memenuhi kebutuhan,
melainkan lebih kepada aktivitas berbelanja untuk memuaskan keinginan,
mengurangi perasaan negatif, mengungkapkan identitas, atau hanya untuk
bersenang-senang (Verplanken & Herabadi, 2001). Bahkan tak jarang individu
melakukan aktivitas belanja tanpa adanya perencanaan terlebih dahulu karena
merasakan dorongan secara tiba-tiba yang kuat untuk segera membeli suatu
produk yang sering disebut dengan impulsive buying (Kacen & Lee, 2002).
Pada tahun 2014 Creditcard.com melakukan sebuah survei yang
menghasilkan bahwa sekitar 75% orang Amerika melakukan pembelian
produk secara impulsif, bahkan 10% diantaranya menghabiskan lebih dari 13,6
juta untuk pembelian satu buah produk (Money.id, 2015). Pada tahun 2016
Creditcard.com kembali melakukan survei di Amerika yang menghasilkan
bahwa 84% dari 1003 responden menyatakan bahwa mereka pernah melakukan
impulsive buying dan 79% responden menyatakan bahwa sering melakukan
impulsive buying ketika mereka berbelanja di toko (Putri, 2017). Hal ini
menunjukkan bahwa masyarakat Amerika yang menganut budaya individualis
1
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
2
merupakan individu yang memiliki aktivitas pembelian suatu produk secara
impulsif.
Penelitian yang dilakukan oleh Kacen dan Lee (2002) menunjukkan hasil
bahwa masyarakat dengan budaya individualis seperti Amerika memiliki
kecenderungan impulsive buying lebih tinggi daripada masyarakat dengan
budaya kolektif. Hal ini disebabkan masyarakat dengan budaya kolektif telah
diajarkan sejak dini untuk mengendalikan dorongan dan mempertimbangkan
konsekuensi negatif dari tindakan yang mereka lakukan (Triandis dalam Kacen
& Lee, 2002). Selain itu, kontrol dan moderasi emosional dalam budaya
kolektif sangat ditekankan, sehingga masyarakat dengan budaya kolektif
mampu mengendalikan komponen emosional dari pengalaman pembelian
secara impulsif daripada masyarakat dengan budaya individualis (Kacen &
Lee, 2002). Penelitian yang dilakukan oleh Doran (2002) menyatakan hal yang
serupa, yaitu individu yang menganut budaya kolektif lebih mampu
mengontrol dorongan dalam dirinya terutama dorongan untuk melakukan
impulsive buying daripada individu yang menganut budaya individualis.
Penelitian yang dilakukan oleh Neilsen terhadap konsumen Indonesia
yang menganut budaya kolektif menunjukkan hasil yang berbeda dengan
pernyataan Kacen dan Lee (2002), yaitu konsumen Indonesia semakin impulsif
dalam melakukan pembelian suatu produk ataupun jasa. Penelitian ini
dilakukan dengan mewawancarai 1804 responden secara langsung pada bulan
Desember 2010 hingga Januari 2011 yang berada di Jakarta, Surabaya,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
3
Makassar, Medan, dan Bandung. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
konsumen Indonesia melakukan pembelian suatu produk semakin impulsif.
Hal ini terlihat dari hasil survei yang menunjukkan bahwa 21% responden
menyatakan bahwa mereka tidak pernah merencanakan sesuatu yang akan
mereka beli sebelum berbelanja dan terdapat 39% responden yang menyatakan
bahwa mereka selalu membeli produk tambahan meskipun mereka telah
merencanakan produk yang akan dibeli (Syafputri, 2011).
Selain itu, pada tahun 2012 riset yang dilakukan lembaga Frontier
Consulting Group menunjukkan hasil bahwa sekitar 15% hingga 20%
konsumen Indonesia melakukan impulsive buying lebih tinggi daripada
konsumen Amerika. Hal ini disebabkan konsumen Indonesia memiliki pola
belanja yang relatif tidak teratur daripada konsumen luar negeri, misalnya
konsumen Australia yang memiliki hari dan jam tertentu untuk berbelanja.
Bahkan sebagian konsumen Indonesia selalu menganggap bahwa belanja dan
rekreasi adalah dua hal yang sama (Zoel, 2012). Pada tahun 2015, Mastercard
melakukan penelitian dengan mewawancarai 2272 konsumen yang berasal dari
14 negara di Asia Pasifik diantaranya Indonesia, Hongkong, Korea Selatan,
Vietnam, dan Thailand. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sekitar 50%
konsumen Indonesia merupakan konsumen paling impulsif di Asia Pasifik,
dimana setidaknya terdapat setengah dari pembelian produk dilakukan secara
spontan atau tidak terencana, di atas rata-rata regional yaitu sekitar 26%
(Primadhyta, 2015).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
4
Peneliti juga melakukan wawancara pada tanggal 13 dan 14 September
2017 kepada sepuluh konsumen yang sebagian besar konsumennya merupakan
mahasiswa. Berdasarkan hasil wawancara diketahui bahwa terdapat delapan
konsumen yang pergi ke sebuah toko untuk melakukan aktivitas berbelanja
guna memenuhi keinginan daripada kebutuhan dasar mereka. Saat keinginan
tersebut terpenuhi, mereka merasa senang dan puas. Selain itu, terdapat enam
konsumen yang menyatakan bahwa ketika berbelanja kebutuhan, tiba-tiba
mereka merasakan dorongan yang kuat untuk membeli suatu produk yang tidak
dibutuhkan. Pada saat merasakan hal tersebut, mereka segera membeli produk
tersebut tanpa pertimbangan terlebih dahulu dan tidak memikirkan
konsekuensi jangka panjang yang akan terjadi setelah membeli produk
tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa konsumen tersebut melakukan impulsive
buying.
Berdasarkan data yang dijabarkan menunjukkan bahwa kecenderungan
impulsive buying yang dimiliki oleh konsumen Indonesia yang menganut
budaya kolektif dari tahun ke tahun semakin meningkat. Sementara, hasil studi
Kacen dan Lee (2002) mengungkapkan bahwa masyarakat dengan budaya
kolektif seperti Indonesia memiliki kecenderungan impulsive buying yang
lebih rendah daripada masyarakat dengan budaya individualis seperti Amerika.
Hal ini menunjukkan bahwa adanya ketidaksesuaian hasil studi Kacen dan Lee
(2002) dengan perilaku belanja konsumen Indonesia yang dari tahun ke tahun
semakin impulsif.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
5
Impulsive buying merupakan perilaku pembelian yang dilakukan
konsumen ketika berada di dalam toko dan mengalami perasaan tiba-tiba serta
merasakan perasaan yang kuat terhadap dorongan emosional untuk membeli
suatu produk dengan segera (Shiffman & Kanuk, 2007). Rook (1987)
mendefinisikan impulsive buying sebagai perilaku pembelian yang terjadi
ketika konsumen mengalami dorongan tiba-tiba, kuat dan gigih untuk membeli
sesuatu dengan segera. Individu yang melakukan impulsive buying lebih
melibatkan emosional daripada rasional sehingga individu melakukan
pembelian secara spontan, kurang hati-hati, dan cenderung mengabaikan
dampak negatif yang akan terjadi setelah melakukan pembelian (Roberts,
Manolis, & Tanner, 2008; Rook, 1987).
Verplanken dan Herabadi (2001) menyatakan hal yang serupa bahwa
impulsive buying ditandai dengan tingginya aktivitas emosional dan rendahnya
kontrol kognitif. Aktivitas emosional yang tinggi ditunjukkan dengan
munculnya dorongan untuk segera melakukan pembelian, merasa senang dan
puas saat berbelanja atau setelah melakukan pembelian suatu produk.
Sementara
itu,
rendahnya
kontrol
kognitif
ditandai
dengan
tidak
mempertimbangkan harga maupun kegunaan dari produk yang dibeli dan tidak
melakukan perbandingan antara produk yang diinginkan dengan produk yang
dibutuhkan. Penelitian yang dilakukan oleh Shahjehan, Qureshi, Zeb, dan
Saifullah (2012) mendukung pernyataan tersebut yang menyatakan bahwa
individu yang mengalami ketidakstabilan emosi, kecemasan, kemurungan,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
6
mudah marah, dan kesedihan lebih cenderung menunjukkan perilaku impulsive
buying.
Rook (1987) menyatakan bahwa setelah melakukan impulsive buying,
konsumen akan merasakan dampak negatif dari perilaku tersebut, yaitu
konsumen mengalami masalah keuangan, munculnya perasaan bersalah,
merasa kecewa pada produk yang telah dibeli karena tidak sesuai dengan
harapan konsumen, dan adanya ketidaksetujuan dari orang-orang sekitar
terhadap barang yang telah dibeli. Hasil wawancara tanggal 13 dan 14
September 2017 yang dilakukan oleh peneliti pada sepuluh konsumen
mendukung pernyataan tersebut, diketahui bahwa dampak negatif yang
dirasakan oleh semua konsumen setelah melakukan impulsive buying, yaitu
konsumen merasa kecewa karena barang yang dibeli tidak sesuai kebutuhan,
merasa menyesal membeli produk diluar kebutuhan, dan konsumen merasa
menjadi lebih boros.
Impulsive buying juga dapat memberikan dampak positif bagi pelaku
industri. Dampak positif tersebut adalah kontribusi pendapatan karena
konsumen yang melakukan impulsive buying akan berbelanja suatu produk
melebihi dari apa yang telah direncanakan sebelumnya atau bahkan tidak
melakukan perencanaan sebelum berbelanja dan tidak mempertimbangkan
konsekuensi yang terjadi setelah melakukan pembelian (Bong, 2011). Selain
itu, dampak positif yang dirasakan konsumen adalah dapat mengurangi
perasaan negatif yang dirasakan melalui aktivitas berbelanja, merasa senang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
7
dan puas dapat membeli suatu produk yang diinginkan (Verplanken &
Herabadi, 2001).
Penelitian ini memfokuskan jenis produk yang sering dibeli secara
impulsif, yaitu produk fashion. Menurut Susan Cunningham, kontributor
Forbes untuk Asia Tenggara menyatakan bahwa pada tahun 2014 konsumen
Indonesia membelanjakan sekitar Rp 1,9 triliun untuk produk fashion.
Sementara itu, Euromonitor mengungkapkan bahwa pada tahun 2016 terjadi
peningkatan biaya belanja pada produk fashion sekitar Rp3,803 triliun (Dhani,
2016). Di samping itu, theatlantic.com (Saroh, 2016) menambahkan bahwa
produk yang paling populer di seluruh dunia dan paling banyak dibeli adalah
produk fashion. Hal ini dikarenakan berbelanja produk fashion merupakan
suatu aktivitas yang menyenangkan dan sebagian orang kaya menganggap
bahwa belanja produk fashion adalah hobi.
Produk fashion juga merupakan suatu produk yang paling favorit dan
sering dibeli oleh konsumen melalui online shop. Hal ini didukung oleh Situs
Statista (Saroh, 2016) yang melakukan pendataan pengguna internet yang
pernah membeli produk secara online pada bulan Oktober 2015. Statistik ini
mendapatkan hasil bahwa produk yang paling sering dibeli, yaitu produk
fashion yang menempati posisi pertama yang menunjukkan persentase sebesar
55% dari pengguna internet global yang pernah belanja melalui online shop,
posisi berikutnya ditempati oleh produk yang berupa buku, musik, dan alat tulis
dengan tingkat pembeliannya sebesar 50%, produk traveling mencapai sebesar
49%, tiket konser, dan barang elektronik berada di kisaran antara 43% sampai
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
8
37%. Sementara produk kecantikan, yang disukai kaum hawa, menunjukkan
tingkat pembelian sebesar 35% dari peminat online shop secara global. Pada
tahun 2016 AC Neilsen menyatakan bahwa jenis produk yang sering dibeli
konsumen melalui online shop, yaitu 69% produk fashion, 10% peralatan
rumah tangga, 7% buku, 7% tiket travel, dan 6% barang komputer (Maulana,
2016). Hal ini menunjukkan bahwa pembelian produk fashion yang dilakukan
oleh konsumen melalui online shop maupun offline shop dari tahun ke tahun
semakin meningkat.
Produk fashion merupakan suatu produk yang dapat mengkomunikasikan
berbagai makna dan membantu individu dalam meningkatkan karakteristik
pribadi, meningkatkan citra diri dan memberi individu sanksi sosial untuk
menjadi kelompok konsumen yang berprestasi dan sukses (Handa & Khare,
2011). Produk fashion juga dapat mencerminkan kepribadian individu dan
berfungsi untuk membantu individu dengan harga diri yang rendah beradaptasi
secara sosial, sementara bagi individu yang memiliki harga diri yang tinggi
menggunakan produk fashion untuk mengekspresikan diri (Creekmore, 1974
dalam Handa & Khare, 2011).
Anin, Rasimin, dan Atamimi (2008) mengungkapkan bahwa ketika
individu ingin diterima dalam kelompok dan ingin menjadi seperti orang lain
dalam kelompok tersebut maka individu tersebut akan menggunakan produk
fashion untuk mempresentasikan diri melalui penampilan mereka. Hal ini
menyebabkan individu tersebut akan lebih mudah melakukan impulsive buying
pada produk fashion yang selalu berubah setiap waktu demi mengikuti fashion
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
9
yang sedang tren dalam menunjang penampilan mereka di depan publik.
Penelitian yang dilakukan oleh Park, Kim, dan Forney (2006) menemukan
bahwa keterlibatan produk fashion memiliki pengaruh yang signifikan
terhadap impulsive buying. Hal ini dikarenakan konsumen yang melakukan
impulsive buying terhadap produk fashion memiliki kesadaran atau persepsi
terhadap fashionability yang dikaitkan dengan desain atau gaya yang inovatif.
Artinya, ketika konsumen melihat produk fashion terbaru, maka konsumen
tersebut akan membelinya karena mereka merasakan dorongan untuk membeli
produk tersebut demi memenuhi keinginannya (Han, Morgan, Kotsiopulos, &
Kang-Park, 1991).
Impulsive buying pada produk fashion dapat dipengaruhi oleh beberapa
faktor. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Khan, Hui, Chen, dan Hoe
(2016) faktor-faktor yang dapat mempengaruhi impulsive buying pada produk
fashion, yaitu faktor internal, demografi, dan eksternal. Faktor eksternal
didefinisikan sebagai stimulus yang tidak berada di bawah kendali konsumen
tetapi mempengaruhi perilaku impulsive buying secara langsung (Kacen, Hess,
& Walker, 2012). Faktor eksternal ini meliputi lingkungan toko (Karbasivar &
Yarahmadi, 2011), desain toko (Tendai & Crispen, 2009), budaya (Kacen &
Lee, 2002), stimulus pemasaran (Dawson & Kim, 2009), penampilan produk
secara fisik dan cara menampilkan produk (Verplanken & Herabadi, 2001),
serta kartu kredit (Omar, Rahim, Wel, & Alam, 2014). Sedangkan, faktor
demografi yang mempengaruhi impulsive buying, yaitu jenis kelamin,
pendapatan, pendidikan, dan usia (Khan et al., 2016).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
10
Berkaitan dengan usia, Wood (1998) dan Ghani, Imran, dan Jan (2011)
mengungkapkan bahwa individu dengan usia 18 tahun sampai 39 tahun
merupakan individu yang berpotensial dalam melakukan impulsive buying
daripada individu yang berusia di atas 39 tahun. Hal ini disebabkan individu
yang lebih tua cenderung mampu untuk mengendalikan ekspresi emosionalnya
daripada individu yang lebih muda (Chien-Huang & Chuang, 2005). Menurut
Dariyo (2008) masa perkembangan dewasa awal dimulai pada usia sekitar 20
tahun sampai 40 tahun, sehingga individu yang memiliki rentang usia sekitar
18 sampai 39 tahun termasuk dalam masa perkembangan dewasa awal.
Individu yang telah memasuki masa perkembangan dewasa awal memiliki ciriciri, yaitu tanggung jawab pada diri sendiri, mampu membuat keputusan secara
mandiri, dan mandiri secara finansial (Arnet dalam Papalia & Feldman, 2014).
Selain itu, perkembangan kognitif individu pada masa dewasa awal ditandai
dengan individu yang memiliki kemampuan berpikir reflektif yang merupakan
bentuk kompleks dari kognisi sebagai pertimbangan aktif, persisten, dan hatihati dalam membuat suatu keputusan (Dewey dalam Papalia dan Feldman,
2014). Dengan memiliki kemampuan berpikir secara reflektif seharusnya
individu pada masa dewasa awal mampu untuk mempertimbangkan keputusan
dalam melakukan pembelian suatu produk. Akan tetapi, pada penelitian yang
dilakukan oleh Mastercard pada tahun 2015 menunjukkan bahwa konsumen
dengan usia sekitar 18 sampai 39 tahun cenderung melakukan pembelian suatu
produk secara impulsif (Primadhyta, 2015).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
11
Impulsive buying tidak hanya dipengaruhi oleh faktor eksternal dan
demografi, tetapi impulsive buying juga dipengaruhi oleh faktor internal.
Menurut Khan et al. (2016) faktor internal merupakan isyarat internal dan
karakteristik dalam diri individu yang membuat individu terlibat dalam
perilaku impulsive buying. Faktor internal yang mempengaruhi impulsive
buying meliputi keadaan emosi (Verplanken & Herabadi, 2001), harga diri
(Hadjali, Salimi, Nazari, & Ardestani, 2012), kontrol diri (Baumeister, 2002) ,
kepribadian (Shahjehan et al., 2012), evaluasi normatif (Kacen & Lee, 2002)
dan materialisme (Badgaiyan & Verma, 2014).
Pada awalnya, materialisme merupakan suatu paham dalam filsafat yang
menyatakan bahwa pada dasarnya semua hal terdiri atas materi dan semua
fenomena adalah hasil interaksi material (Bagus, 2000). Secara umum,
materialisme menempatkan kepentingan yang sangat tinggi pada kepemilikan
barang-barang dan diyakini bahwa dengan memperoleh lebih banyak barang
dapat menyebabkan kebahagiaan, sehingga individu yang materialis cenderung
akan menilai keberhasilan diri sendiri dan orang lain dari segi kualitas dan
kuantitas barang yang dimiliki (Ahuvia, 1992; Richins & Dawson, 1992; Veer
& Shankar, 2011). Materialisme juga dapat meningkatkan kecenderungan
seseorang untuk memusatkan barang dalam kehidupan, keyakinan bahwa
kepemilikan merupakan tanda keberhasilan dan sumber kepuasan dalam hidup
(Richins & Dawson, 1992), serta cenderung percaya bahwa kepemilikan
barang adalah sumber kebahagiaan (Wang & Wallendorf, 2006).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
12
Sementara itu, dalam ranah Psikologi, Richins dan Dawson (1992)
mendefinisikan materialisme sebagai suatu nilai tentang pentingnya
kepemilikan dan perolehan barang-barang dalam mencapai tujuan hidup atau
kondisi yang diinginkan. Menurut Sarwono dan Meinarno (2014) peran suatu
nilai bagi individu adalah sebagai refleksi dari keyakinan yang dapat
mengarahkan individu dalam bertindak, melakukan pertimbangan dan
pengambilan keputusan sebagai proses akhir yang terjadi dalam individu.
Richins dan Dawson (1992) menambahkan bahwa suatu nilai juga dapat
berperan dalam menentukan pilihan dan perilaku individu dalam berbagai
situasi, termasuk dalam perilaku konsumsi. Menurut Belk (1985) materialisme
berkaitan erat dengan sifat posesif, kurangnya kemurahan hati, dan iri hati.
Berdasarkan uraian tersebut, materialisme dapat dinyatakan sebagai suatu nilai
mengenai pentingnya kepemilikan dan perolehan barang-barang yang diyakini
menjadi pusat dalam kehidupan, tanda kesuksesan dan kebahagiaan dalam
mencapai tujuan hidup.
Podoshen,
Andrzejewski,
dan
Hunt
(2014)
menyatakan
bahwa
materialisme dapat memberikan dampak yang negatif bagi individu yang
memprioritaskan kehidupannya lebih kepada kepemilikan dan perolehan harta
benda daripada tujuan hidup lainnya. Dampak negatif yang dapat individu
rasakan, yaitu individu akan merealisasikan diri mereka lebih buruk, seperti
individu yang merasa kurang bahagia, rendahnya kepuasan hidup, rentan
terhadap depresi, mengalami kecemasan, menunjukkan sikap yang kurang
empati terhadap orang lain (Dittmar, Bond, Hurst, & Kasser, 2014; Gregoire,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
13
2014; Shrum, Lowrey, Pandelaere, Ruvio, Gentina, Furchheim & Mandel,
2014).
Penelitian sebelumnya menambahkan bahwa konsumen materialis juga
rentan terhadap peningkatan konsumsi yang dapat ditunjukkan dengan
memiliki sikap manajemen keuangan yang buruk, cenderung mengkonsumsi
suatu produk secara berlebihan, sering membeli suatu produk tanpa
perencanaan, dan sulit untuk mengendalikan dorongan dalam diri untuk
memenuhi keinginan, sehingga dapat mengarah pada kecenderungan impulsive
buying
(Garðarsdóttir & Dittmar, 2012; Goldberg, Gorn, Peracchio &
Bamossy, 2003). Di samping itu, menurut Richins dan Rudmin (1994)
materialisme juga dapat memberikan dampak yang positif, yaitu dengan
tingginya tingkat konsumsi yang dimiliki oleh konsumen materialis dapat
meningkatkan kekayaan lembaga bisnis, meningkatkan kemampuan untuk
melakukan perbaikan modal dan berinvestasi dalam penelitian dan
pengembangan, yang pada gilirannya dapat menghasilkan produktivitas,
terobosan teknologi terbaru, dan standar kehidupan yang lebih tinggi.
Founier dan Richins (1991) mengemukakan bahwa tingkat materialisme
yang tinggi pada individu dianggap sebagai sebuah nilai yang akan memotivasi
individu tersebut untuk mengejar dan memperoleh barang-barang untuk
mencapai pemenuhan diri. Individu yang materialis juga cenderung akan
mencurahkan lebih banyak waktu dan energi yang dimiliki untuk aktivitas yang
berhubungan dengan perolehan materi. Hal ini dapat membuat individu
tersebut memiliki perilaku egois yang ditunjukkan dengan perilaku yang lebih
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
14
peduli pada diri sendiri daripada orang lain dan memiliki hubungan
interpersonal yang buruk dengan orang lain (Lertwannawit & Mandhachitara,
2012; Likitapiwat, Sereetrakul, & Wichadee, 2015). Di samping itu, individu
yang materialis percaya bahwa dengan memperoleh suatu objek yang berupa
barang maupun jasa dapat membantu mereka membangun rasa aman dan
meningkatkan kesejahteraan (Moran & Kwak, 2015). Penelitian yang
dilakukan oleh Handa dan Khare (2011) mengenai kaitan antara materialisme
dan kepemilikan produk yang meningkatkan kesejahteraan, menjelaskan
bahwa individu dengan tingkat materialisme yang tinggi akan menghubungkan
konsumsi dan kepemilikan produk dengan kepuasan dalam hidup.
Penelitian yang dilakukan oleh Arndt, Solomon, Kasser, dan Sheldon
(2004) menunjukkan bahwa orang yang rentan terhadap materialisme biasanya
tidak puas dengan produk yang mereka miliki dan akan terus mencari pilihan
produk yang lebih baik dan lebih mahal. Secara khusus, penelitian yang
dilakukan oleh Ardnt et al. (2004) mengungkapkan bahwa materialisme
berkaitan dengan produk fashion karena produk fashion memiliki makna
simbolis yang tinggi, dapat menyampaikan kesan dan citra kepada orang lain.
Pernyataan ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Browne dan
Kaldenberg (1997) yang menyatakan bahwa individu dengan materialisme
yang tinggi akan lebih tertarik dengan produk fashion karena individu tersebut
mendapatkan lebih banyak kesenangan dari produk fashion, memahami bahwa
produk fashion dapat memberikan makna simbolik, dan memandang
pembelian produk fashion sebagai hal yang penting dalam hidupnya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
15
Konsumen dengan materialisme yang tinggi akan menghabiskan uang
yang mereka miliki untuk membeli suatu produk yang relatif tidak penting
secara impulsif demi memenuhi keinginan daripada kebutuhan (Garðarsdóttir
& Dittmar, 2012), sehingga dapat menyebabkan konsumen tersebut memiliki
sifat yang boros dan memiliki banyak hutang (Watson, 2003). Di samping itu,
penelitian yang dilakukan oleh Podoshen dan Andrzejewski (2012)
mendukung pernyataan tersebut bahwa konsumen yang memiliki tingkat
materialisme yang tinggi gemar menghabiskan uang untuk memenuhi
keinginannya membeli berbagai produk. Hal ini menunjukkan bahwa ketika
suatu produk booming dipasaran dan memiliki kualitas serta citra merek yang
baik, maka konsumen tersebut akan segera membeli produk tersebut tanpa
pertimbangan maupun perencanaan terlebih dahulu, sehingga membuat
konsumen cenderung melakukan impulsive buying.
Penelitian yang dilakukan oleh Liao dan Wang (2009) menambahkan
bahwa konsumen dengan materialisme yang tinggi menjadikan kekayaan
sebagai indikator status sosial, prestasi, dan reputasi. Hal ini menunjukkan
bahwa konsumen tersebut tidak ragu untuk membeli produk yang mahal
dengan merek-merek mewah secara impulsif (Prendergast & Wong, 2003). Di
samping itu, penelitian yang dilakukan oleh Richins (2011) mengungkapkan
bahwa ketika individu yang materialis memiliki keinginan untuk mencapai
status sosial melalui kepemilikan materi, maka individu tersebut akan menjadi
impulsif dalam pembelian suatu produk dengan mengikuti dorongan yang ada
dalam dirinya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
16
Penelitian sebelumnya mengenai hubungan antara materialisme dan
impulsive buying yang dilakukan oleh Chavosh, Halimi, Namdar, Choshalyc,
dan
Abbaspour (2011) menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang
signifikan antara materialisme dan impulsive buying. Hasil ini dicurigai karena
adanya keterbatasan pada variabel impulsive buying, yaitu kurangnya
pengkhususan terhadap suatu jenis produk (Park, Kim & Forney, 2006).
Pernyataan ini didukung oleh penelitian yang dilakukan Mohan, Sivakumaran,
dan Sharma (2013) yang menyarankan untuk meneliti variabel impulsive
buying pada jenis produk tertentu.
Menurut Liao dan Wang (2009) serta Founier dan Richins (1991)
konsumen dewasa awal dengan materialisme yang tinggi cenderung akan
membeli suatu produk fashion yang dapat menunjukkan identitas, status sosial,
dan reputasi yang mereka inginkan serta termotivasi untuk memperoleh
barang-barang untuk mencapai pemenuhan diri, dan mencurahkan lebih
banyak waktu dan energi yang dimiliki untuk aktivitas yang berhubungan
dengan perolehan materi. Ketika konsumen dewasa awal memiliki keinginan
untuk mencapai hal tersebut saat melakukan aktivitas berbelanja dan melihat
suatu produk fashion yang menarik serta sesuai dengan keinginan mereka,
maka mereka akan segera membeli produk tersebut tanpa pertimbangan dan
tidak menyesuaikan dengan kebutuhan yang mereka miliki, sehingga mereka
akan cenderung melakukan impulsive buying pada produk fashion tersebut
dengan mengikuti dorongan yang ada dalam diri mereka (Richins, 2011).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
17
Konsumen dewasa awal yang memiliki materialisme yang tinggi juga
tidak ragu untuk membeli produk fashion dengan harga yang mahal dan merekmerek terkenal guna mendukung penampilan mereka dan menyampaikan
kesuksesan, dan prestige yang mereka miliki pada orang lain (Sahdev &
Gautama, 2007). Untuk memenuhi hal tersebut konsumen dewasa awal rela
menghabiskan uang yang mereka miliki untuk membeli suatu produk fashion
yang relatif tidak penting dan tidak sesuai dengan kebutuhan mereka secara
impulsif demi memenuhi keinginan mereka dan tidak memikirkan konsekuensi
yang akan terjadi (Garðarsdóttir & Dittmar, 2012). Oleh karena itu, peneliti
ingin melakukan penelitian mengenai materialisme dan impulsive buying
dengan menambahkan jenis produk fashion.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan pemaparan tersebut, maka rumusan masalah dalam penelitian
ini adalah apakah ada hubungan antara materialisme dan kecenderungan
impulsive buying konsumen dewasa awal pada produk fashion?
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk meneliti hubungan antara materialisme dan
kecenderungan impulsive buying konsumen dewasa awal pada produk fashion.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi
perkembangan ilmu pengetahuan di bidang Psikologi Konsumen dan
Psikologi Perkembangan mengenai materialisme dan kecenderungan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
18
impulsive buying konsumen dewasa awal pada produk fashion, khususnya
pada ketidaksesuaian antara hasil penelitian terdahulu dengan perilaku
belanja konsumen Indonesia yang dari tahun ke tahun semakin impulsif
serta tidak adanya hubungan yang signifikan antara materialisme dan
impulsive buying.
2. Manfaat praktis
Penelitian ini diharapkan menjadi bahan evaluasi dan refleksi diri
bagi konsumen dewasa awal yang berkaitan dengan materialisme dan
kecenderungan impulsive buying, sehingga konsumen dapat lebih
mempertimbangkan aktivitas belanja yang dilakukan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Impulsive Buying
1. Definisi Impulsive Buying
Penelitian mengenai impulsive buying dimulai pada awal tahun 1950an. Penelitian ini mengategorikan pembelian baik yang direncanakan
maupun tidak direncanakan, dimana istilah pembelian yang tidak terencana
digunakan secara bergantian dengan impulsive buying (The Du-Pont
Consumer Buying Habit Studies, 1948-1965 dalam Mittal, Sondhi, &
Chawla,
2015).
Penelitian
yang
dilakukan
oleh
Stern
(1962)
mengungkapkan bahwa ada kesalahan dalam mengasumsikan semua
pembelian yang tidak direncanakan sebagai impulsive buying. Hal ini
dikarenakan pembelian yang tidak direncanakan juga dapat terjadi bila
individu berada di toko dan ingat akan produk yang dibutuhkan atau biasa
dibeli. Impulsive buying dibedakan dari pembelian yang tidak direncanakan
dalam hal pengambilan keputusan yang cepat dan juga ditandai dengan
individu mengalami dorongan tiba-tiba, kuat, dan tak tertahankan untuk
membeli suatu produk. Di samping itu, beberapa peneliti mengungkapkan
bahwa impulsive buying merupakan subset yang lebih sempit dan lebih
spesifik daripada pembelian yang tidak direncanakan, tidak ada kebutuhan
atau keinginan serius individu untuk membeli produk dengan merek atau
kategori tertentu sebelum memasuki sebuah toko (Kollat & Willett, 1967;
Cobb & Hoyer, 1986; Bayley & Nancarrow, 1998).
19
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
20
Rook dan Fisher (1995) mendefinisikan impulsive buying sebagai
kecenderungan individu untuk membeli suatu produk secara spontan, tidak
reflektif, segera, dan dirangsang oleh kedekatan fisik pada produk yang
diinginkan, didominasi oleh ketertarikan emosional, dan keinginan untuk
merasakan kepuasan secara langsung pada suatu produk. Penelitian yang
dilakukan oleh Gąsiorowska (2011) menyatakan bahwa impulsive buying
mengacu pada aktivitas pembelian yang tidak diharapkan, terjadi secara
spontan dan tidak reflektif, serta diiringi dengan munculnya keinginan
mendadak untuk membeli suatu produk tertentu pada saat itu juga. Hal ini
terjadi karena kurang melibatkan unsur pikiran dan tidak melalui
pertimbangan yang matang (Rook & Fisher, 1995; Mowen & Minor, 2002).
Menurut Rook (1987) impulsive buying dapat terjadi ketika individu
mengalami dorongan tiba-tiba, sering kuat dan gigih untuk membeli suatu
produk dengan segera tanpa adanya pertimbangan terlebih dahulu.
Dorongan untuk membeli yang dirasakan oleh individu merupakan perilaku
hedonis kompleks dan dapat merangsang konflik emosional, serta rentan
terjadi sehubungan dengan berkurangnya konsekuensi yang dirasakan dari
tindakan yang dilakukan.
Individu dengan impulsive buying yang tinggi cenderung mengalami
rangsangan pembelian secara spontan, memiliki daftar belanja yang lebih
“terbuka”, lebih mudah dan cepat menerima gagasan pembelian yang baru
secara tiba-tiba dan tidak terduga (Rook & Fisher, 1995). Menurut Kacen
dan Lee (2002) individu yang mengalami impulsive buying memiliki
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
21
beberapa karakteristik, yaitu adanya perasaan untuk segera memiliki suatu
produk, keinginan untuk mengabaikan segala konsekuensi dari pembelian
sebuah produk, merasakan ketertarikan yang berlebihan pada suatu produk,
merasa puas setelah membeli produk yang diinginkan, dan terjadinya
konflik antara pengendalian dan kegemaran di dalam diri individu. Rook
(1987) serta Rook dan Hock (dalam Alauddin, Hossain, Ibrahim, & Hoque,
2015) menambahkan bahwa individu tersebut juga menunjukkan
karakteristik, yaitu memiliki keinginan tiba-tiba dan spontan untuk
bertindak, melakukan pembelian yang tidak direncanakan, perilaku sulit
dikendalikan, disertai respon emosional, dan kurangnya perhatian terhadap
konsekuensi dari impulsive buying.
Menurut Abraham dan Dameyasani (2013), dan Rook (1987)
impulsive buying lebih melibatkan emosional daripada rasional sehingga
individu melakukan tindakan pembelian berdasarkan pada respon
emosional yang sulit dikontrol. Hal senada juga diungkapkan oleh
Verplanken dan Herabadi (2001) yang menyatakan bahwa impulsive buying
merupakan perilaku pembelian yang ditandai dengan tingginya aktivitas
emosional dan rendahnya kontrol kognitif. Ketika aktivitas emosional lebih
mendominasi daripada kognitif maka individu tersebut akan menunjukkan
perilaku pembelian yang tidak mempertimbangkan harga maupun kegunaan
produk yang dibeli, tidak melakukan perbandingan antara produk yang
diinginkan dengan produk yang dibutuhkan, merasakan dorongan untuk
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
22
segera membeli suatu produk, serta merasa senang dan puas saat berbelanja
maupun setelah berbelanja.
Berdasarkan uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa impulsive
buying merupakan suatu aktivitas pembelian yang dilakukan tidak terencana
karena merasakan dorongan yang kuat secara spontan dan tiba-tiba,
sehingga individu melakukan pembelian tanpa pertimbangan dan
mengabaikan konsekuensi yang akan terjadi setelah pembelian, serta
aktivitas yang lebih didasari oleh respon emosional yang bertujuan untuk
memiliki suatu produk dengan segera demi memenuhi keinginan.
Kecenderungan impulsive buying adalah kecenderungan untuk
melakukan aktivitas pembelian yang tidak terencana karena merasakan
dorongan yang kuat secara spontan dan tiba-tiba, sehingga konsumen
melakukan pembelian tanpa pertimbangan dan mengabaikan konsekuensi
yang akan terjadi setelah pembelian, serta aktivitas yang lebih didasari oleh
respon emosional yang bertujuan untuk memiliki suatu produk dengan
segera demi memenuhi keinginan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
23
2. Aspek Impulsive Buying
Verplanken dan Herabadi (2001) menyatakan bahwa terdapat dua aspek
utama yang dapat membentuk perilaku impulsive buying, yaitu:
a. Aspek Kognitif
Menurut Verplanken dan Herabadi (2001) aspek kognitif
dalam
impulsive
buying
ditunjukkan
dengan
kurangnya
perencanaan, pertimbangan, dan membeli sesuatu secara spontan
ketika melakukan pembelian yang didasarkan pada tidak adanya
evaluasi atas konsekuensi yang akan muncul setelah melakukan
pembelian, individu cenderung enggan untuk memberikan pendapat
mengenai kualitas produk yang dibeli, dan tidak melakukan
perbandingan produk terlebih dahulu. Selain itu, menurut Dawson
dan Kim (2009) aspek kognitif mengacu pada bagaimana seseorang
memahami,
berpikir,
menafsirkan
informasi,
dan
dapat
menyebabkan impulsive buying karena kurangnya pertimbangan
dalam melakukan pembelian dan mengabaikan konsekuensi yang
akan terjadi setelah melakukan pembelian. Ketika individu kurang
memperhatikan aspek kognitif maka individu akan mengalami
dorongan yang kuat untuk membeli dan cenderung melakukan
impulsive buying (Dholakia, 2000; Rook, 1987; Youn & Faber,
2000).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
24
b. Aspek Afektif
Aspek afektif merupakan respon emosional yang muncul
terlebih dahulu, secara bersamaan, atau setelah melakukan impulsive
buying (Verplanken & Herabadi, 2001). Emosi yang paling
menonjol yang biasanya berkaitan dengan impulsive buying, yaitu
kesenangan dan kegembiraan. Menurut Verplanken dan Herabadi
(2001) individu tidak hanya merasakan perasaan senang dan
gembira saat melakukan impulsive buying tetapi sebelum individu
melakukan impulsive buying, individu mengalami perasaan tiba-tiba
dan mendesak yang tidak tertahankan untuk ingin memiliki sesuatu
dengan segera. Rasa penyesalan juga akan dirasakan individu
setelah melakukan impulsive buying ketika menyadari bahwa telah
banyak uang yang dikeluarkan untuk membeli sesuatu yang
sebenarnya tidak dibutuhkan tetapi hanya untuk memuaskan
keinginan (Dittmar & Drury, 2000). Selain itu, Coley dan Burgess
(2003) menyatakan bahwa individu akan melakukan impulsive
buying ketika individu merasa senang terhadap suatu produk,
bersemangat untuk memilikinya, serta merasa harus membeli
produk itu untuk memuaskan diri.
Berdasarkan penjelasan tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa
terdapat dua aspek yang dapat membentuk impulsive buying, yaitu aspek
kognitif dan aspek afektif. Aspek kognitif pada impulsive buying didasarkan
pada kurangnya pertimbangan, perencanaan, dan membeli sesuatu secara
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
25
spontan ketika melakukan pembelian, serta mengabaikan konsekuensi yang
akan terjadi setelah melakukan pembelian. Sementara itu, aspek afektif
dalam impulsive buying ditunjukkan dengan adanya perasaan senang dan
gembira saat melakukan pembelian sesuatu, munculnya dorongan tiba-tiba
yang tidak tertahankan untuk membeli sesuatu dengan segera, dan merasa
menyesal setelah melakukan pembelian sesuatu yang sebenarnya tidak
dibutuhkan.
3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Impulsive Buying
Impulsive buying dapat terjadi karena dipengaruhi oleh beberapa faktor.
Secara umum, impulsive buying dipengaruhi oleh faktor internal dan
eksternal.
a. Faktor internal
Faktor internal merupakan isyarat dan karakteristik internal yang
membuat individu terlibat dalam impulsive buying (Khan et al., 2016).
Penelitian
sebelumnya
menyatakan
bahwa
kepribadian
dapat
mempengaruhi impulsive buying (Shahjehan et al., 2012). Hal ini
dikarenakan kepribadian yang dimiliki oleh individu dapat memberikan
gambaran yang lebih pada perilaku impulsive buying dibandingkan sifat
lainnya dan dapat membantu dalam menentukan taraf kecenderungan
impulsive buying yang dimiliki seseorang (Beatty & Ferrell, 1998;
Rook & Fisher, 1995).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
26
Dari beberapa hasil penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa
keadaan emosi dapat mempengaruhi impulsive buying (Verplanken &
Herabadi, 2001; Kacen & Lee, 2002; Yoon, 2013; Sneath, Lacey, &
Kennett-Hensel, 2009). Hal ini menunjukkan bahwa ketika individu
lebih responsif pada keadaan afektif, seperti keadaan emosi, mood dan
perasaan diri (Youn & Faber, 2000) dan kurang responsif pada keadaan
kognitif maka individu akan mengalami dorongan yang kuat untuk
melakukan pembelian dan lebih mungkin untuk terlibat dalam
impulsive buying (Dholakia, 2000; Rook 1987; Youn & Faber, 2000).
Selain itu, Sneath et al. (2009) dan Alagöz dan Ekici (2011)
mengungkapkan bahwa individu dengan keadaan emosi yang tidak
stabil lebih cenderung akan melakukan impulsive buying. Hal tersebut
individu lakukan sebagai upaya untuk meningkatkan mood dan
menghindari persepsi psikologis negatif, seperti rendah diri dan suasana
hati yang negatif. Sebaliknya menurut Verplanken dan Herabadi (2001)
individu yang mengalami keadaan emosi yang positif akan lebih
mendorong individu untuk melakukan impulsive buying. Perasaan
positif tersebut meliputi rasa senang, semangat, dan bahagia saat
melakukan perilaku pembelian.
Evaluasi normatif merupakan salah satu faktor yang juga dapat
mempengaruhi impulsive buying (Kacen & Lee, 2002). Menurut Rook
dan Fisher (1995) evaluasi normatif adalah penilaian yang dibuat oleh
individu tentang kesesuaian impulsive buying dalam situasi pembelian
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
27
tertentu. Pada umumnya, pandangan negatif mengenai impulsive
buying cenderung muncul, seperti impulsive buying dianggap sebagai
pembelian yang tidak rasional, tidak dewasa, boros, dan beresiko (Rook
& Fisher 1995). Bahkan individu mungkin akan merasa menyesal
setelah melakukan impulsive buying (Verplanken & Herabadi, 2001).
Akan tetapi, pada kenyataannya sebagian besar individu tidak
memandang impulsive buying yang mereka lakukan sebagai perilaku
yang tidak pantas dan tidak menilai sebagai perilaku yang salah (Rook,
1987; Hausman, 2000).
Penelitian yang dilakukan oleh Hadjali, Salimi, Nazari, dan
Ardestani
(2012)
mengungkapkan
bahwa
harga
diri
dapat
mempengaruhi impulsive buying. Hal ini menunjukkan bahwa semakin
rendah tingkat harga diri yang dimiliki oleh individu maka semakin
tinggi impulsive buying yang individu lakukan dan begitu juga
sebaliknya. Selain itu, impulsive buying juga dipengaruhi oleh kontrol
diri. Baumeister (2002) mengungkapkan bahwa ketika individu
memiliki kontrol diri yang rendah maka individu tersebut menunjukkan
sikap kurang dapat menahan stimulus yang mengarahkan individu
tersebut untuk melakukan impulsive buying dan tidak dapat mengelola
diri dengan baik. Sebaliknya individu yang memiliki kontrol diri yang
baik akan melakukan perilaku pembelian suatu produk sesuai dengan
kebutuhan jangka panjangnya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
28
Menurut Kollat dan Wallet (dalam Muruganantham & Bhakat,
2013)
menemukan
bahwa
karakteristik
demografi
individu
mempengaruhi impulsive buying. Salah satu karakteristik demografi
yang dapat mempengaruhi impulsive buying adalah usia. Menurut
Wood (1998) individu dengan usia 18 tahun sampai 39 tahun
merupakan individu yang berpotensial dalam melakukan impulsive
buying daripada individu yang berusia di atas 39 tahun. Hal ini
disebabkan individu yang lebih tua cenderung mampu untuk
mengendalikan ekspresi emosional yang dimilikinya daripada individu
yang lebih muda (Chien-Huang & Chuang, 2005).
Selain
usia,
karakteristik
demografi
yang
juga
dapat
mempengaruhi impulsive buying, yaitu gender. Penelitian yang
dilakukan oleh Gąsiorowska (2011) menyatakan bahwa konsumen
perempuan memiliki tingkat impulsive buying yang lebih tinggi
dibandingkan konsumen laki-laki. Hal ini dikarenakan ketika berada di
dalam toko konsumen perempuan dapat melihat-lihat berbagai macam
produk dalam waktu yang lebih lama daripada konsumen laki-laki.
Konsumen perempuan juga memiliki kesenangan berbelanja lebih
tinggi dan menganggap bahwa berbelanja merupakan aktivitas yang
wajar dan juga merupakan sebuah hobi. Penelitian yang dilakukan oleh
Dittmar, Beattie, dan Friese (1995) juga menyatakan bahwa gender
dapat mempengaruhi impulsive buying. Hal penelitian tersebut
menemukan bahwa pria cenderung terlibat dalam impulsive buying
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
29
terhadap barang yang nyaman dan berperan penting untuk
menggambarkan
aktivitas
dan
kebebasan
mereka.
Sementara
perempuan cenderung terlibat dalam impulsive buying karena
perempuan akan membeli barang yang mampu menggambarkan diri
mereka terkait dengan penampilan dan aspek emosional diri.
Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Badgaiyan dan Verma
(2014) mengemukakan bahwa materialisme dapat mempengaruhi
impulsive buying. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat
materialisme yang dimiliki oleh individu maka individu tersebut
cenderung akan melakukan impulsive buying. Lysonski dan Durvasula
(2013), dan Dittmar dan Bond (2010) menggambarkan materialisme
sebagai suatu nilai yang mengutamakan materi dalam kehidupan
seseorang dan menemukan makna serta identitas dari kepemilikan
materi, sehingga mendorong seseorang untuk percaya bahwa akumulasi
barang yang konsumen miliki merupakan tujuan utama kehidupan dan
kunci kebahagiaan. Hal ini menunjukkan bahwa ketika individu yang
materialis menemukan keputusan pembelian mengenai suatu produk
dapat menunjukkan identitas dan status yang mereka inginkan, maka
individu tersebut akan tergoda untuk membeli suatu produk yang
mereka inginkan secara impulsif (Wu, 2006).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
30
b. Faktor Eksternal
Faktor eksternal merupakan suatu stimulus yang tidak berada di
bawah kendali konsumen tetapi mempengaruhi impulsive buying secara
langsung (Kacen et al., 2012). Selain itu, Youn dan Faber (2000)
menyatakan bahwa faktor eksternal dari impulsive buying mengacu
pada isyarat pemasaran atau rangsangan yang dikendalikan oleh
pemasar dalam usaha untuk menarik individu ke dalam impulsive
buying. Menurut Karbasivar dan Yarahmadi (2011) lingkungan toko
merupakan faktor penentu yang sangat penting dari impulsive buying.
Situasi ini terbatas pada spesifik ruang geografis di dalam toko seperti,
musik, tampilan toko, aroma, promosi di dalam toko, harga, dan
kebersihan toko. Penelitian yang dilakukan oleh Tendai dan Crispen
(2009) menambahkan bahwa pengaruh dari desain toko dapat
menyebabkan impulsive buying meningkat karena tampilan toko yang
menarik dapat memberikan daya tarik pada seseorang untuk memasuki
toko.
Penelitian yang dilakukan oleh Verplanken dan Herabadi (2001)
mengungkapkan bahwa penampilan produk secara fisik, cara
menampilkan produk, ataupun adanya tambahan seperti wewangian,
warna yang indah, dan musik yang menyenangkan akan memberikan
kenyamanan pada konsumen, sehingga dapat menyebabkan munculnya
suasana hati yang positif yang akan meningkatkan impulsive buying.
Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Dawson dan Kim (2009)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
31
menambahkan bahwa konsumen yang melakukan impulsive buying
dapat dipengaruhi oleh stimulus pemasaran, seperti iklan, elemen
visual, hadiah promosi, terikat pada pencarian di dalam toko, dan
cenderung lebih sering merespon dorongan untuk melakukan impulsive
buying.
Kacen dan Lee (2002) mengemukakan bahwa budaya dapat
mempengaruhi impulsive buying konsumen baik pada tingkat individu
maupun kolektif. Menurut Jalan (dalam Badgaiyan & Verma, 2014)
terdapat dua dimensi dari budaya, yaitu individualis dan kolektivis yang
dapat mempengaruhi impulsive buying. Berkaitan dengan budaya
kolektivis, beberapa penelitian sebelumnya menemukan bahwa
impulsive buying berkaitan dengan keinginan untuk memenuhi
kebutuhan sosial, yang berarti bahwa kehadiran anggota kelompok
dapat meningkatkan kemungkinan individu dari budaya kolektivis
terlibat dalam impulsive buying (Jalees, 2009; Abraham & Dameyasani,
2013; Hausman, 2000). Sementara itu mengenai pengaruh budaya
individualis pada impulsive buying, beberapa peneliti menemukan hasil
bahwa budaya individualis dapat mempengaruhi impulsive buying
(Kacen & Lee, 2002; Tuyet Mai, Jung, Lantz, & Loeb, 2003). Hal ini
menunjukkan
bahwa
orang-orang
yang
individualis
lebih
memperhatikan pemenuhan diri sendiri karena mereka bertindak
berdasarkan pemikiran dan perasaan mereka sendiri dan cenderung
tidak mengatur pemikiran mereka, sehingga orang-orang yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
32
individualis lebih rentan melakukan perilaku impulsive buying (Zhang
& Shrum, 2009).
Menurut Omar et al. (2014) kartu kredit dapat mempengaruhi
impulsive buying berdasarkan pada faktor eksternal. Kartu kredit
dipandang sebagai cara yang mudah untuk melakukan pembayaran
barang yang dibelanjakan dan penggunaan kartu kredit dapat
menurunkan biaya yang dirasakan. Kemudahan mengakses kartu kredit
dalam melakukan pembayaran dapat menghilangkan kegunaan uang
secara langsung untuk membeli sesuatu, sehingga menyebabkan
konsumen melakukan overspending dan mungkin mempercepat
pengembangan perilaku impulsive buying (Roberts & Jones, 2001).
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa impulsive buying dapat
dipengaruhi oleh dua faktor. Pertama faktor internal, yaitu kepribadian,
keadaan emosi, evaluasi normatif, harga diri, kontrol diri, karakteristik
demografi, dan materialisme. Kedua, faktor eksternal, yaitu lingkungan
toko, desain toko, budaya, kartu kredit, stimulus pemasaran, penampilan
produk secara fisik dan cara menampilkan produk.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
33
B. Materialisme
1. Definisi Materialisme
Materialisme adalah suatu paham dalam filsafat yang memiliki
pandangan hidup mencari dasar segala sesuatu dengan mementingkan
kebendaan semata, seperti harta dan uang sebagai tujuan utama dalam
hidupnya dengan mengesampingkan nilai-nilai rohani yang tidak mengakui
entitas-entitas non material, seperti roh, setan, dan malaikat (Bahrudin,
2013). Materialisme diperkenalkan oleh seorang filsuf yang bernama
Hobbes (dalam Mudhofir, 1996) pada abad ke-17 yang memandang konsep
manusia dari sudut pandang empirisme-Materialisme. Pandangan ini
menyatakan bahwa persepsi dan operasi mental bekerja dengan fantasi indra
dan bergantung kepada materi. Pada abad ke-18, materialisme telah
menyadari bahwa materi adalah sesuatu yang terikat oleh ruang dan waktu
sehingga materi tunduk kepada hukum-hukum alam, dan materi dapat
dipahami dengan cara mekanis yang berarti bahwa manusia dapat dijelaskan
dalam prinsip-prinsip mekanistik (Achmadi, 2010; Wiramihardja, 2009).
Terdapat juga tokoh lainnya yang mengungkapkan mengenai
materialisme dalam rahan filsafat, yaitu Marx (dalam Bagus, 2000) yang
memandang materi tidak hanya sebuah kebendaan di luar manusia
melainkan kesadaran manusia beserta pergerakan masyarakat yang dapat
dikategorikan ke dalam materi. Marx (dalam Fuadi, 2015) menambahkan
bahwa materi merupakan sesuatu yang harus dicari oleh manusia, materi
mampu menghidupkan, mengembangkan, dan membahagiakan manusia
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
34
sehingga untuk mendapatkan materi manusia harus bekerja, berkarier, dan
menciptakan suatu sistem produksi ekonomi untuk mewujudkan ekonomi
yang lebih baik.
Menurut Belk (1985) yang memandang materialisme dalam ranah
psikologi menyatakan bahwa analisis historis terkini telah banyak
menyimpulkan bahwa pola pencarian kebahagiaan melalui konsumsi harta
benda disebut dengan materialisme yang pertama kali muncul di Barat pada
abad ke-15, Eropa abad ke-16, Inggris abad ke-18, Perancis abad ke 19, dan
Amerika abad ke-20. Pada setiap era dan sejarah dunia para filsuf dan
pemimpin agama, ekonom dan politisi, dramawan dan novelis telah
mengidentifikasi materialisme, keserakahan, ketamakan, dan kepentingan
finansial sebagai karakteristik dasar manusia. Pada pertengahan tahun 1980an dan awal 1990-an, para peneliti dan psikolog konsumen mulai melakukan
proyek
kuantitatif
dan
empiris
mengenai
materialisme
dengan
mengembangkan alat untuk mengukur konstruk dan teori tentang
materialisme (Kasser, 2016).
Penelitian awal mengenai materialisme dilakukan oleh Ward dan
Wackman (1971), dan Moschis dan Churchill Jr (1978) yang
mengungkapkan bahwa materialisme merupakan orientasi individu yang
memandang harta benda dan uang sebagai jalan menuju kebahagiaan
pribadi dan kemajuan sosial. Selain itu, materialisme juga dipandang
sebagai suatu hal yang lebih berfokus pada kebutuhan individu untuk
memperoleh kenyamanan secara materi dan keselamatan fisik atas
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
35
kebutuhan yang lebih tinggi seperti ekspresi diri, kepuasan estetika, kualitas
hidup, dan kepemilikan harta benda (Inglehart, 1981, 1990). Menurut Wang
dan Wallendorf (2006) kepemilikan harta benda dapat dipergunakan oleh
individu sebagai tanda keberhasilan, sumber kepuasan dalam hidup, dan
merupakan pusat gaya hidup seseorang, serta penting bagi kebahagiaan
seseorang.
Belk (1985) mendefinisikan materialisme sebagai kepentingan
seseorang yang melekat pada kepemilikan duniawi. Menurut Belk (1985)
materialisme berasal dari sifat dasar egois dan memandang materialisme
sebagai fungsi dari ciri kepribadian seseorang. Belk (1985) juga
mengungkapkan bahwa terdapat tiga sifat dominan dalam materialisme
yang terdiri dari sifat posesif, kurangnya kemurahan hati, dan rasa iri hati.
Sifat posesif didefinisikan sebagai kekhawatiran tentang kehilangan harta
benda dan keinginan untuk mengontrol kepemilikan yang lebih besar
(Ahuvia & Wong, 1995). Kurangnya kemurahan hati didefinisikan sebagai
keengganan untuk memberi atau berbagi milik pribadi dengan orang lain,
sehingga
menyebabkan
keengganan
untuk
meminjamkan
atau
menyumbangkan barang kepada orang lain dan mendorong sifat negatif
terhadap perilaku untuk beramal. Sementara itu, rasa iri hati dipandang
sebagai keinginan kuat individu untuk memiliki barang milik orang lain.
Ahuvia dan Wong (1995) menyatakan bahwa orang yang iri cenderung
membenci orang lain yang memiliki apa yang dia inginkan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
36
Kebanyakan penelitian empiris mengenai materialisme saat ini
mengikuti Richins dan Dawson (1992), dan Kasser dan Ryan (1993, 1996)
dengan meneliti dan memahami materialisme sebagai nilai atau sasaran
yang mencerminkan sejauh mana seseorang yakin bahwa penting untuk
mendapatkan uang dan harta benda, serta memperjuangkan tujuan yang
berkaitan dengan citra diri yang menarik dan status/popularitas yang tinggi,
yang keduanya sering diungkapkan melalui uang dan harta benda.
Materialisme dipandang sebagai sistem nilai pribadi yang dimiliki
oleh individu yang mencakup serangkaian keyakinan terpusat mengenai
pentingnya kepemilikan harta benda dalam kehidupan seseorang (Founier
& Richins, 1991; Richins, 1994; Richins & Dawson, 1992; Richins, 2011).
Pernyataan
ini
serupa
dengan
pandangan
Mick
(1996)
yang
menggambarkan materialisme sebagai nilai yang mewakili pentingnya
kepemilikan dalam kehidupan individu berdasarkan jenis dan jumlah barang
yang dibeli.
Nilai merupakan suatu keyakinan mengenai apa yang penting dan
fundamental bagi individu yang terbentuk dari hasil interaksi sosial antar
masyarakat dan melalui proses belajar (Mueller & Wornhoff, 1990;
Schwartz, 2007). Mueller dan Wornhoff (1990) juga menyatakan bahwa
nilai dibagi menjadi dua jenis, yaitu nilai pribadi dan sosial. Nilai pribadi
menggambarkan apa yang orang inginkan untuk dirinya sendiri sebagai
individu, sedangkan nilai sosial menggambarkan bagaimana orang berpikir
mengenai masyarakat secara keseluruhan (Mueller & Wornhoff, 1990).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
37
Sarwono dan Meinarno (2014) menambahkan bahwa nilai dapat dipandang
sebagai refleksi dari keyakinan yang mengarahkan tindakan, pertimbangan,
dan pengambilan keputusan sebagai akhir dari proses yang terjadi dalam
individu.
Berdasarkan
penjelasan
tersebut,
dapat
disimpulkan
bahwa
materialisme adalah suatu nilai yang dimiliki oleh individu yang mengarah
pada keyakinan terpusat untuk melekatkan diri pada kepemilikan dan
perolehan harta benda sebagai tujuan untuk mencapai kebahagiaan, tanda
keberhasilan dan sumber kepuasan dalam hidup.
2. Aspek Materialisme
Richins dan Dawson (1992) mengemukakan bahwa terdapat tiga aspek
utama dari materialisme, yaitu:
a. Acquisition Centrality
Suatu nilai dari individu yang mencakup serangkaian keyakinan
bahwa kepemilikan barang dan uang adalah tujuan hidup yang paling
penting bagi individu, sehingga individu yang materialis akan
menempatkan kepemilikan dan perolehan harta benda sebagai pusat
kehidupan serta individu tersebut akan mencurahkan semua waktu dan
energinya untuk memperoleh harta benda yang mereka inginkan.
b. Acquisition as the Pursuit of Happines
Suatu nilai dari individu yang mencakup serangkaian keyakinan
bahwa barang dan uang merupakan jalan utama untuk mendapatkan
kebahagiaan pribadi, kehidupan yang lebih baik, dan dapat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
38
menunjukkan identitas diri yang lebih positif. Individu yang materialis
akan memandang kepemilikan dan perolehan harta benda sebagai hal
yang sangat penting bagi kepuasan dan kesejahteraan dalam kehidupan
mereka dibandingkan memperoleh prestasi dan pengalaman.
c. Possession-Defined Success
Suatu nilai dari individu yang mencakup serangkaian keyakinan
bahwa kepemilikan barang dan uang merupakan alat ukur untuk
mengevaluasi prestasi diri sendiri maupun prestasi yang dimiliki oleh
orang lain. Individu materialis akan cenderung menilai kesuksesan
mereka dan orang lain dari jumlah dan kualitas harta benda yang telah
mereka kumpulkan. Materialis juga memandang kesuksesan diri
mereka melalui kepemilikan barang yang dapat memproyeksikan
gambaran diri sesuai dengan keinginan mereka.
3. Dampak Materialisme
Podoshen, Andrzejewski, dan Hunt (2014) menemukan bahwa
dampak negatif materialisme konsisten dan menunjukkan bahwa semakin
tinggi prioritas orang memberikan nilai dan sasaran yang terkait dengan
kepemilikan dan perolehan harta benda dibandingkan dengan tujuan hidup
lainnya, maka semakin rendah kepuasan mereka terhadap kehidupan.
Individu yang materialis juga akan merealisasikan diri mereka lebih buruk,
seperti individu yang merasa kurang bahagia, lebih rentan terhadap depresi,
mengalami lebih banyak kecemasan, gangguan perilaku, dan bentuk-bentuk
psikopatologi lainnya (Shrum et al., 2014; Dittmar et al., 2014). Menurut
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
39
Gregoire (2014) individu yang mengejar kekayaan dan harta benda akan
selalu merasa kurang puas, lebih sedikit mengalami emosi positif, memiliki
sikap prososial yang rendah, menunjukkan sikap yang kurang empati
terhadap orang lain dan lingkungan, serta memiliki skor yang tinggi pada
narsisme. Beberapa penelitian sebelumnya menyatakan bahwa individu
yang materialis dapat mengalami konflik dengan pasangan dan memiliki
sikap yang positif terhadap perilaku peminjaman karena individu tersebut
mengalami kesulitan untuk menabung, memiliki sikap manajemen uang
yang buruk, dan selalu dihantui oleh rasa kecemasan secara finansial
(Poduska, 1992; Garðarsdóttir & Dittmar, 2012; Goldberg et al., 2003).
C. Produk Fashion
Menurut Wollen (2003) fashion berasal dari istilah bahasa asing yang
artinya adalah “busana” atau “pakaian”. Fashion (pakaian) merupakan kata
benda yang berarti suatu barang yang dapat dipakai atau digunakan oleh
manusia, seperti baju, celana, dan barang-barang lainnya yang dapat
menunjang penampilan (Kamus Besar Bahasa Indonesia). Pernyataan ini
didukung oleh Chita, David, dan Pali (2015) yang menyatakan bahwa produk
fashion adalah mode pakaian yang mencakup semua aksesoris, seperti ikat
pinggang, sepatu, topi, tas, kaos kaki, dan pakaian dalam. Menurut Jusuf (2001)
fashion dapat dipergunakan sebagai alat untuk mengidentifikasi tingkatan
sosial, ekonomi dan martabat seseorang. Fashion juga dapat digunakan sebagai
media yang efektif untuk menunjukkan status, kedudukan, kekuasaan, dan
lifestyle dari masa ke masa. Shopping termasuk dalam salah satu lifestyle yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
40
paling digemari oleh individu, untuk memenuhi lifestyle tersebut individu rela
mengorbankan
sesuatu
guna
mencapainya
dan
cenderung
dapat
mengakibatkan impulsive buying (Japarianto & Sugiharto, 2012). Menurut
Park et al., (2006) beberapa macam barang-barang yang paling sering dibeli
melalui impulsive buying, yaitu pakaian, perhiasan, atau aksesoris karena
barang-barang tersebut dekat dengan diri individu dan dapat mendukung
penampilan individu.
Menurut Handa dan Khare (2011) produk fashion merupakan suatu
produk yang dapat mengkomunikasikan berbagai makna, membantu individu
dalam meningkatkan karakteristik pribadi, meningkatkan citra diri dan
memberikan individu sanksi sosial untuk menjadi kelompok konsumen yang
berprestasi dan sukses. Park et al. (2006) mengemukakan bahwa produk
fashion berkaitan dengan impulsive buying karena konsumen yang melakukan
impulsive buying pada produk fashion memiliki kesadaran terhadap
fashionability yang dikaitkan dengan desain dan gaya yang inovatif. Hal ini
menunjukkan bahwa saat konsumen melihat produk fashion yang terbaru maka
konsumen akan membelinya karena merasakan dorongan untuk membeli
produk tersebut guna memenuhi keinginannya mengikuti tren yang ada saat ini
(Han et al., 1991). Selain itu, menurut Arndt et al., (2004) materialisme
berkaitan dengan produk fashion. Hal ini dikarenakan produk fashion memiliki
makna simbolis yang tinggi, dapat menyampaikan kesan dan citra seseorang
kepada orang lain serta dapat memberikan lebih banyak kesenangan pada
individu (Browne & Kaldenberg, 1997).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
41
D. Dewasa Awal
1. Definisi Dewasa Awal
Masa dewasa awal adalah periode perkembangan yang dimulai pada
akhir usia belasan tahun atau awal usia dua puluhan tahun dan yang berakhir
pada usia tiga puluhan tahun (Santrock, 2002). Dariyo (2008)
mengungkapkan bahwa masa perkembangan dewasa awal dimulai pada usia
sekitar 20 tahun sampai 40 tahun. Masa dewasa awal merupakan masa
pencarian kemantapan dan masa reproduktif yaitu suatu masa yang penuh
dengan masalah dan ketegangan emosional, periode isolasi sosial, periode
komitmen, masa ketergantungan, perubahan nilai-nilai, kreativitas dan
penyesuaian diri pada pola hidup yang baru (Jahja, 2011). Menurut Arnett
(dalam Papalia & Feldman, 2014) dan Santrock (2002) menyatakan bahwa
terdapat tiga kriteria yang dapat menggambarkan permulaan dari masa
dewasa awal, yaitu kemandirian ekonomi, menerima tanggung jawab akan
diri sendiri, dan kemandirian dalam membuat keputusan. Selain itu, Vaillant
(dalam Dariyo, 2008) membagi masa dewasa awal menjadi tiga tahap yaitu
usia yang mapan, usia konsolidasi dan usia transisi. Usia yang mapan
dimulai pada usia 20 hingga 30 tahun dengan tugas perkembangan individu
mulai hidup mandiri dengan memisahkan diri dari orangtua, berupaya
menemukan pasangan hidup, membentuk keluarga baru dengan pernikahan
dan mengembangkan persahabatan dalam lingkungan keluarga, pekerjaan,
dan masyarakat umum. Pada usia konsolidasi (usia 30-40 tahun) individu
berupaya membangun dan mengembangkan kehidupan karier dalam dunia
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
42
pekerjaan serta memperkuat ikatan pernikahan dengan pasangan hidup dan
membina hidup anak-anaknya, sedangkan pada usia transisi (sekitar usia 40
tahun) merupakan masa individu meninggalkan kesibukan pekerjaan dan
melakukan evaluasi terhadap hal yang telah diperoleh.
Berdasarkan uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa individu dewasa
awal adalah individu yang berada pada masa perkembangan yang dimulai
dari usia 20 tahun sampai 40 tahun. Masa perkembangan dewasa awal
ditandai dengan kemampuan individu untuk memiliki tanggung jawab
terhadap diri sendiri, mandiri secara ekonomi, dan mampu membuat
keputusan sendiri.
2. Aspek-aspek Masa Dewasa Awal
Menurut Santrock (2002) dan Papalia dan Feldman (2014) terdapat
beberapa aspek dalam perkembangan masa dewasa awal, yaitu:
a. Perkembangan Kognitif
Berdasarkan teori perkembangan kognitif Piaget (dalam
Santrock, 2002), individu pada masa remaja dan dewasa awal berpikir
dengan cara yang sama, atau berada pada tahap pemikiran operasional
formal. Ahli lain beranggapan bahwa individu dewasa awal
merencanakan dan membuat hipotesis tentang masalah-masalah
seperti remaja, tetapi menjadi lebih sistematis. Selain itu, kemampuan
kognitif pada masa dewasa awal menunjukkan adaptasi dengan aspekaspek pragmatis dari kehidupan. Maksudnya, selain membuat rencana
dan hipotesis, dalam menyelesaikan masalah individu dewasa awal
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
43
juga mempertimbangkan keterbatasan-keterbatasan yang ada dan
dampak pengambilan keputusan terhadap pihak-pihak lain (Santrock,
2002).
Menurut teori dan penelitian neo-Piagetian, individu dewasa awal
berpikir dengan reflektif. Berpikir reflektif merupakan bentuk kognisi
kompleks yang melibatkan pertimbangan aktif, terus-menerus, dan
hati-hati terhadap informasi atau kepercayaan dengan mengingat
bukti-bukti yang mendukung dan mengarahkan pada keputusan yang
dibuat (Papalia & Feldman, 2014). Piaget (dalam Papalia & Feldman
2014) menyatakan bahwa pemikiran reflektif dapat menciptakan
sistem kecerdasan kompleks yang menyatukan konflik ide-ide atau
pertimbangan
yang
muncul.
Kemampuan
berpikir
reflektif
diperkirakan muncul antara usia 20 sampai 25 tahun. Meskipun
hampir semua individu dewasa mengembangkan kemampuan berpikir
reflektif, hanya sedikit yang mencapai kecakapan yang optimal dan
menerapkannya secara konsisten pada berbagai jenis masalah (Papalia
& Feldman, 2014).
b. Perkembangan Sosioemosional
Santrock (2002) mengungkapkan bahwa terdapat dua kriteria
bagi individu untuk dapat dikatakan telah mengakhiri masa remaja
dan memasuki masa dewasa awal. Kriteria pertama adalah mandiri
secara ekonomi yang ditandai dengan didapatkannya pekerjaan
penuh waktu yang kurang lebih tetap. Kriteria kedua adalah mandiri
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
44
dalam membuat keputusan atau mandiri secara pribadi, termasuk
dalam hal karir, nilai-nilai, keluarga dan hubungan, serta gaya hidup.
Dengan
memenuhi
kriteria
tersebut,
individu
juga
mulai
menetapkan posisinya di berbagai aspek kehidupannya, termasuk
dalam hal status sosial di masyarakat (Jahja, 2011).
Banyak penyesuaian baru yang harus dihadapi individu selama
masa dewasa awal sehingga periode perkembangan ini terkadang
disebut sebagai masa yang problematik. Persoalan yang dihadapi
bermacam-macam, mulai dari memasuki dan menyelesaikan
pendidikan
tinggi
di
universitas,
mencari
pekerjaan
dan
mengembangkan karir, memilih teman hidup (menikah), memiliki
anak, dan berperan menjadi orangtua (Santrock, 2002). Banyaknya
persoalan-persoalan baru yang menuntut penyesuaian selama masa
dewasa awal, menyebabkan individu sering mengalami ketegangan
emosi pada masa ini (Jahja, 2011; Santrock, 2002). Menurut
Havighurst (dalam Hurlock, 1997), pada usia sekitar 30 tahun
individu pada umumnya telah dapat memecahkan persoalanpersoalan dan dapat mengendapkan ketegangan emosinya sehingga
dapat mencapai emosi yang lebih stabil dan tenang.
c. Perkembangan Fisik
Menurut Papalia dan Feldman (2014) masa dewasa awal
merupakan masa dimana seseorang harus memperhatikan kesehatan
dan kebugaran mereka. Hal ini dikarenakan apa yang individu
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
45
ketahui tentang kesehatan berdampak pada apa yang mereka
lakukan, apa yang mereka lakukan akan berdampak pada apa yang
mereka rasakan. Ada beberapa faktor yang berkaitan dengan gaya
hidup dan berhubungan erat dengan kesehatan dan kebugaran seperti
diet dan mengontrol berat badan, aktivitas fisik, tidur, merokok,
minum minuman beralkohol, penggunaan obat terlarang, dan stres.
E. Dinamika Hubungan Materialisme dan Kecenderungan Impulsive Buying
Konsumen Dewasa Awal pada Produk Fashion
Materialisme merupakan suatu nilai yang dimiliki oleh individu yang
mengarah pada keyakinan terpusat untuk melekatkan diri pada kepemilikan
dan perolehan harta benda sebagai tujuan untuk mencapai kebahagiaan, tanda
keberhasilan, dan sumber kepuasan dalam hidup (Fournier & Richins, 1991;
Richins & Dawson, 1992; Richins, 2011; Belk, 1985; Wang & Wallendorf,
2006). Konsumen yang materialis cenderung termotivasi untuk mengejar dan
memperoleh barang-barang untuk mencapai pemenuhan diri, menggunakan
sebagian besar waktu dan energinya untuk memperoleh, memiliki dan
memikirkan hal-hal material, menjadikan kekayaan sebagai indikator untuk
mencapai status sosial, prestasi, dan reputasi, serta cenderung menunjukkan
perilaku menghabiskan uang yang mereka miliki untuk membeli suatu produk
yang relatif tidak penting untuk memenuhi keinginan daripada kebutuhan
mereka (Garðarsdóttir & Dittmar, 2012; Founier & Richins, 1991; Liao &
Wang, 2009).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
46
Richins (1994) menambahkan bahwa konsumen yang materialis
cenderung menunjukkan perilaku menghargai suatu produk yang dikonsumsi
secara publik dan memiliki makna publik atau makna yang berkesan bagi orang
lain daripada suatu produk yang memiliki makna pribadi. Salah satu kategori
produk yang memiliki makna publik adalah produk fashion. Hal ini
dikarenakan konsumen yakin bahwa dengan membeli produk fashion, mereka
dapat memenuhi keinginan mereka untuk mengekspresikan identitas dan citra
diri, serta cara mereka untuk mengesankan orang lain (Sahdev & Gautama,
2007). Konsumen yang materialis juga cenderung akan membeli dan memiliki
suatu produk fashion dengan harga yang mahal dengan merek-merek terkenal
karena bagi mereka yang terpenting dari kepemilikan produk fashion tersebut
adalah penampilan, nilai finansial, dan kemampuan dari produk tersebut
menyampaikan status, kesuksesan, dan prestige yang mereka miliki (Sahdev &
Gautama, 2007).
Ketika konsumen yang materialis melakukan aktivitas berbelanja dan
menemukan suatu produk fashion yang dapat menunjukkan identitas dan status
yang mereka inginkan, maka konsumen tersebut cenderung akan merasakan
dorongan secara tiba-tiba dalam dirinya untuk segera membeli produk fashion
tersebut tanpa pertimbangan terlebih dahulu guna memenuhi keinginannya
(Wu, 2006). Hal ini menunjukkan bahwa konsumen tersebut mengalami
kecenderungan
impulsive
buying.
Kecenderungan
impulsive
buying
didefinisikan sebagai kecenderungan untuk melakukan aktivitas pembelian
yang tidak terencana karena merasakan dorongan yang kuat secara spontan dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
47
tiba-tiba, sehingga individu melakukan pembelian tanpa pertimbangan dan
mengabaikan konsekuensi yang akan terjadi setelah pembelian, serta aktivitas
yang lebih didasari oleh respon emosional yang bertujuan untuk memiliki suatu
produk dengan segera demi memenuhi keinginan (Rook & Fisher, 1995; Rook,
1987; Kacen & Lee, 2002; Gąsiorowska, 2011).
Kecenderungan impulsive buying sering terjadi pada produk sehari-hari
khususnya produk fashion (Setiadi & Warmika, 2015). Hal ini dikarenakan
produk fashion dapat mengkomunikasikan berbagai makna, membantu
individu dalam meningkatkan karakteristik pribadi, meningkatkan citra diri dan
memberikan individu sanksi sosial untuk menjadi kelompok konsumen yang
berprestasi dan sukses (Handa & Khare, 2011). Park et al., (2006)
menambahkan bahwa produk fashion berkaitan dengan kecenderungan
impulsive buying karena konsumen yang melakukan impulsive buying pada
produk fashion memiliki kesadaran terhadap fashionability yang dikaitkan
dengan desain dan gaya yang inovatif, sehingga saat konsumen melihat produk
fashion terbaru maka konsumen akan membelinya karena merasakan dorongan
untuk membeli produk tersebut guna memenuhi keinginannya mengikuti tren
yang ada saat ini (Han et al., 1991).
Menurut Wood (1998) individu dengan usia 18 tahun sampai 39 tahun
merupakan individu yang cenderung melakukan impulsive buying daripada
individu yang berusia di atas 39 tahun. Rentang usia ini termasuk dalam masa
perkembangan dewasa awal, dimana perkembangan masa dewasa awal
ditandai dengan individu memiliki kemampuan berpikir reflektif yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
48
merupakan bentuk kompleks dari kognisi sebagai pertimbangan aktif,
persisten, dan hati-hati dalam membuat suatu keputusan (Dewey dalam Papalia
& Feldman, 2014). Dengan memiliki kemampuan berpikir secara reflektif
seharusnya individu pada masa dewasa awal telah mampu untuk
mempertimbangkan keputusan dalam melakukan pembelian suatu produk.
Konsumen dewasa awal yang memiliki materialisme yang tinggi
cenderung akan membeli suatu produk fashion yang dapat menunjukkan
identitas, status sosial, dan reputasi yang mereka inginkan serta termotivasi
untuk memperoleh barang-barang untuk mencapai pemenuhan diri, dan
mencurahkan lebih banyak waktu dan energi yang dimiliki untuk aktivitas yang
berhubungan dengan perolehan materi (Liao & Wang, 2009; Founier &
Richins, 1991). Ketika konsumen dewasa awal memiliki keinginan untuk
mencapai hal tersebut saat melakukan aktivitas berbelanja dan melihat suatu
produk fashion yang menarik serta sesuai dengan keinginan mereka, maka
mereka akan segera membeli produk tersebut tanpa pertimbangan dan tidak
menyesuaikan dengan kebutuhan yang mereka miliki, sehingga mereka akan
cenderung melakukan impulsive buying pada produk fashion tersebut dengan
mengikuti dorongan yang ada dalam diri mereka (Richins, 2011). Konsumen
dewasa awal yang memiliki materialisme yang tinggi juga tidak ragu untuk
membeli produk fashion dengan harga yang mahal dan merek-merek terkenal
guna mendukung penampilan mereka dan menyampaikan kesuksesan, dan
prestige yang mereka miliki pada orang lain (Sahdev & Gautama, 2007). Untuk
memenuhi hal tersebut konsumen dewasa awal rela menghabiskan uang yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
49
mereka miliki untuk membeli suatu produk fashion yang relatif tidak penting
dan tidak sesuai dengan kebutuhan mereka secara impulsif demi memenuhi
keinginan mereka dan tidak memikirkan konsekuensi yang akan terjadi
(Garðarsdóttir & Dittmar, 2012).
Hal yang sebaliknya terjadi ketika konsumen dewasa awal memiliki
materialisme yang rendah mereka cenderung kurang berminat untuk membeli
suatu produk fashion yang dapat menunjukkan identitas, status sosial, dan
reputasi yang mereka inginkan serta kurang termotivasi untuk memperoleh
barang-barang untuk mencapai pemenuhan diri, dan tidak akan mencurahkan
lebih banyak waktu dan energi yang dimiliki untuk aktivitas yang berhubungan
dengan perolehan materi (Liao & Wang, 2009; Founier & Richins, 1991).
Ketika konsumen dewasa awal melakukan aktivitas berbelanja dan melihat
suatu produk fashion yang menarik serta sesuai dengan keinginan mereka,
maka mereka akan mempertimbangkan terlebih dahulu dan menyesuaikan
dengan kebutuhan yang mereka perlukan, sehingga mereka cenderung tidak
akan melakukan impulsive buying pada produk fashion tersebut karena mereka
mampu mengendalikan dorongan dalam diri mereka (Richins, 2011).
Konsumen dewasa awal yang memiliki materialisme rendah juga kurang
berminat untuk membeli produk fashion dengan harga yang mahal dan merekmerek terkenal guna mendukung penampilan mereka dan menyampaikan
kesuksesan, dan prestige yang mereka miliki pada orang lain (Sahdev &
Gautama, 2007). Hal ini dikarenakan konsumen tersebut tidak akan
menghabiskan uang yang mereka miliki untuk membeli suatu produk fashion
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
50
yang relatif tidak penting dan tidak sesuai dengan kebutuhan mereka secara
impulsif demi memenuhi keinginan mereka dan akan memikirkan konsekuensi
yang akan terjadi (Garðarsdóttir & Dittmar, 2012).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
51
F. Skema Penelitian Hubungan antara Materialisme dan Kecenderungan
Impulsive Buying Konsumen Dewasa Awal pada Produk Fashion
Materialisme
Materialisme Tinggi
1. Memiliki keinginan untuk
mencapai status sosial, prestasi,
dan
reputasi
melalui
kepemilikan materi.
2. Termotivasi
memperoleh
barang-barang untuk mencapai
pemenuhan diri.
3. Mencurahkan lebih banyak
waktu dan energi yang dimiliki
untuk
aktivitas
yang
berhubungan dengan perolehan
materi.
Materialisme Rendah
1. Tidak memiliki keinginan untuk
mencapai status sosial, prestasi,
dan reputasi melalui kepemilikan
materi.
2. Kurang termotivasi memperoleh
barang-barang untuk mencapai
pemenuhan diri.
3. Tidak mencurahkan lebih banyak
waktu dan energi yang dimiliki
untuk aktivitas yang berhubungan
dengan perolehan materi.
Konsumen melihat produk fashion
yang menarik dan sesuai dengan
keinginannya maka konsumen
akan segera membeli produk
tersebut tanpa pertimbangan dan
cenderung mengikuti dorongan
yang dirasakan dalam dirinya.
Konsumen melihat produk fashion
yang menarik dan sesuai dengan
keinginannya maka konsumen
kurang berminat untuk membeli
dan akan mempertimbangkan
terlebih dahulu manfaat dari
produk
tersebut
serta
mengendalikan dorongan yang
dirasakan dalam dirinya.
Kecenderungan Impulsive
Buying Tinggi
Kecenderungan Impulsive
Buying Rendah
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
52
G. Hipotesis
Berdasarkan penjelasan yang telah dipaparkan sebelumnya, maka
hipotesis yang dapat diajukan dalam penelitian ini adalah adanya hubungan
yang positif dan signifikan antara materialisme dan kecenderungan impulsive
buying konsumen dewasa awal pada produk fashion. Semakin tinggi
materialisme, maka kecenderungan impulsive buying konsumen dewasa awal
pada produk fashion akan semakin tinggi. Sebaliknya, semakin rendah
materialisme, maka kecenderungan impulsive buying konsumen dewasa awal
pada produk fashion akan semakin rendah.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian
kuantitatif. Penelitian kuantitatif merupakan metode penelitian yang
dimaksudkan untuk menjelaskan fenomena dengan menggunakan data-data
numerik dan dianalisis menggunakan statistik (Muijis dalam Suharsaputra,
2012). Menurut Supratiknya (2015) penelitian kuantitatif bertujuan untuk
menguji teori secara objektif dengan cara meneliti hubungan antar variabelvariabel. Creswell (2009) menambahkan bahwa jenis penelitian kuantitatif
bertujuan untuk menguji teori secara objektif dengan cara meneliti hubungan
antar variabel-variabel yang dapat diukur, sehingga data numerik yang
dihasilkan dapat dianalisis.
Jenis penelitian yang digunakan adalah jenis penelitian korelasional.
Penelitian korelasional adalah penelitian yang bertujuan untuk menentukan ada
tidaknya hubungan atau sejauh mana hubungan atau keterkaitan antara dua
variabel (yang dapat diukur) atau lebih berdasarkan koefisien korelasi
(Sumanto, 2014; Azwar, 2012). Menurut Creswell (2014) dalam penelitian
kuantitatif korelasional, peneliti menggunakan statistik korelasional untuk
mendeskripsikan dan mengukur tingkat atau taraf hubungan skor antara dua
atau lebih variabel yang akan diteliti. Penelitian ini bertujuan untuk melihat
hubungan antara materialisme dan kecenderungan impulsive buying konsumen
dewasa awal pada produk fashion.
53
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
54
B. Identifikasi Variabel Penelitian
Penelitian korelasional memerlukan beberapa variabel yang akan dicari
hubungan diantara variabel-variabel tersebut. Menurut Sarwono (2006)
variabel adalah suatu konsep yang memiliki nilai yang berbeda atau bervariasi.
Penelitian ini menggunakan dua variabel, yaitu variabel bebas dan variabel
tergantung.
a. Variabel Bebas
Variabel bebas merupakan variabel yang menyebabkan munculnya
variabel lain atau dapat dikatakan sebagai variabel yang mempengaruhi
variabel lain (Sarwono, 2006). Variabel bebas dalam penelitian ini adalah
materialisme.
b. Variabel Tergantung
Variabel tergantung adalah variabel yang dipengaruhi oleh variabel
lainnya atau variabel yang memberikan respon/reaksi terhadap variabel
bebas jika kedua variabel dihubungkan (Sarwono, 2006). Variabel
tergantung dalam penelitian ini adalah kecenderungan impulsive buying.
C. Definisi Operasional
Definisi operasional merupakan definisi dari variabel yang ditulis pada
tingkat operasional dan praktis, serta dapat diterapkan dengan bahasa yang lebih
spesifik untuk memahami hubungan antar variabel (Creswell, 2014). Definisi
operasional dalam penelitian ini, yaitu:
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
55
1. Kecenderungan Impulsive Buying
Kecenderungan impulsive buying adalah kecenderungan untuk
melakukan aktivitas pembelian yang tidak terencana karena merasakan
dorongan yang kuat secara spontan dan tiba-tiba, sehingga konsumen
dewasa awal melakukan pembelian tanpa pertimbangan dan mengabaikan
konsekuensi yang akan terjadi setelah pembelian, serta aktivitas yang lebih
didasari oleh respon emosional yang bertujuan untuk memiliki suatu produk
dengan segera demi memenuhi keinginan. Kecenderungan impulsive buying
akan diukur menggunakan skala yang terdiri dari dua aspek, yaitu aspek
kognitif dan aspek afektif. Semakin tinggi skor yang diperoleh subjek dalam
skala tersebut akan menunjukkan bahwa subjek memiliki kecenderungan
impulsive buying
yang tinggi. Sebaliknya, semakin rendah skor yang
diperoleh subjek dalam skala tersebut akan menunjukkan bahwa subjek
memiliki kecenderungan impulsive buying yang rendah.
2. Materialisme
Materialisme adalah suatu nilai yang dimiliki oleh konsumen dewasa
awal yang mengarah pada keyakinan terpusat untuk melekatkan diri pada
kepemilikan dan perolehan harta benda sebagai tujuan untuk mencapai
kebahagiaan, tanda keberhasilan dan sumber kepuasan dalam hidup.
Materialisme akan diukur menggunakan skala materialisme milik Richins
& Dawson (1992). Skala tersebut disusun berlandaskan pada tiga aspek
yaitu, acquisition centrality, acquisition as the pursuit of happiness, dan
possession-defined success. Semakin tinggi skor yang diperoleh subjek
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
56
dalam skala tersebut akan menunjukkan bahwa semakin tinggi pula nilai
materialisme yang dimiliki subjek. Sebaliknya, semakin rendah skor yang
diperoleh subjek dalam skala tersebut akan menunjukkan bahwa semakin
rendah pula nilai materialisme yang dimiliki subjek.
D. Subjek Penelitian
Subjek penelitian adalah orang-orang yang menjadi sumber data dari
penelitian, memiliki karakteristik yang sesuai variabel penelitian dan pada
dasarnya yang dikenai kesimpulan hasil penelitian (Azwar, 2011). Subjek yang
digunakan dalam penelitian ini adalah konsumen dewasa awal dengan rentang
usia 20 tahun sampai 40 tahun.Teknik sampling yang digunakan untuk
menentukan sampel dalam penelitian ini adalah convenience sampling.
Convenience sampling adalah pemilihan sampel yang dilakukan berdasarkan
pada ketersediaan sampel dan kemudahan sampel untuk diperoleh (Creswell,
2014).
E. Metode dan Alat Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data adalah proses yang dilakukan dalam suatu
penelitian, untuk mengumpulkan data primer dan sekunder (Siregar, 2013).
Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
penyebaran skala. Penyebaran skala merupakan metode yang berbentuk
laporan diri sendiri berisi daftar kumpulan pernyataan yang harus dijawab oleh
individu sebagai subjek penelitian (Azwar, 2012).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
57
Jenis skala yang digunakan pada setiap item untuk mengukur kedua
variabel pada penelitian ini adalah skala Likert. Skala Likert adalah skala yang
dipergunakan untuk mengukur sikap, pendapat, dan persepsi seseorang atau
kelompok orang mengenai suatu gejala atau fenomena (Sumanto, 2014).
Dengan menggunakan skala Likert, subjek diminta untuk menyatakan
kesetujuan-ketidaksetujuan dalam sebuah kontinum yang terdiri dari empat
jenis respon, yaitu Sangat Tidak Setuju, Tidak Setuju, Setuju, Sangat Setuju.
Peneliti tidak menggunakan pilihan respon Netral karena peneliti ingin
menghindari adanya central tendency pada subjek penelitian (Supratiknya,
2014). Model penskalaan ini bertujuan untuk mengungkap sikap pro dan
kontra, positif dan negatif, serta mengungkap kesetujuan dan ketidaksetujuan
seseorang terhadap suatu objek sosial (Azwar, 2012). Penelitian ini akan
menggunakan skala, yaitu skala materialisme dan skala kecenderungan
impulsive buying produk fashion.
1. Skala Materialisme
Instrument yang digunakan untuk mengumpulkan data materialisme
dalam penelitian ini adalah skala adaptasi dari Richins dan Dawson (1992),
yaitu skala Material Values Scale (MVS). Skala ini disusun berlandaskan
pada tiga aspek, yaitu acquisition centrality, acquisition as the pursuit of
happiness, dan possession-defined succes. Skala MVS merupakan model
skala Likert yang digunakan untuk melihat kecenderungan materialisme
yang dimiliki seseorang. Sebelum mengadaptasi skala, peneliti sudah
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
58
memperoleh izin dari pihak atau peneliti-peneliti yang berkaitan langsung
dengan skala (terlampir).
Peneliti mengadaptasi skala MVS dengan menterjemahkan skala
tersebut dari Bahasa Inggris ke Bahasa Indonesia. Kemudian mencari ahli
bahasa dan mendiskusikannya dengan Dosen Pembimbing untuk
mengkoreksi terjemahan peneliti. Metode yang digunakan dalam proses
penerjemahan skala adalah metode back-translation. Back-translation
merupakan suatu metode dengan melibatkan pengambilan protokol dari
sebuah penelitian dalam bahasa tertentu. Protokol tersebut akan
diterjemahkan ke dalam bahasa lain, kemudian meminta orang lain untuk
menerjemahkan kembali ke bahasa aslinya untuk menekan kemunculan bias
yang dapat terjadi (Matsumoto & Juang, 2008).
Setelah mendapatkan izin dari peneliti yang berkaitan langsung dengan
skala, kemudian skala materialisme diterjemahkan dari bahasa Inggris ke
bahasa Indonesia dengan melibatkan Lembaga Bahasa Universitas Sanata
Dharma. Selanjutnya, peneliti mendiskusikan dengan dosen pembimbing
untuk mengoreksi terjemahan tersebut. Setelah itu, skala materialisme
diterjemahkan kembali dari bahasa Indonesia ke bahasa Inggris dengan
melibatkan Dosen Pendidikan Bahasa Inggris Universitas Sanata Dharma
dan mendiskusikan kembali dengan dosen pembimbing untuk mengoreksi
terjemahan tersebut. Ketika skala materialisme sudah dinyatakan baik, maka
peneliti segera melakukan uji coba skala tersebut.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
59
Tabel 1. Sebaran Item Skala Materialisme Sebelum Uji Coba
Variabel
Materialisme
Aspek
Favorable
Unfavorable
Total
Possession-Defined
Success
1, 2, 4, 5
3,6
6
Acquisition
Centrality
10, 11, 12
7, 8, 9, 13
7
Acquisition as the
Pursuit of Happines
15, 17, 18
14,16
5
10
8
18
Total
Skala ini terdiri dari 18 pernyataan mengenai masing-masing aspek
dalam variabel materialisme. Jawaban subjek atas setiap pernyataan
merupakan respon atas pengalaman subjek. Item di dalam instrument terdiri
dari 2 jenis yaitu favorable yang bersifat mendukung, memihak, atau
menunjukkan ciri variabel yang diukur, dan unfavorable merupakan item
yang bersifat tidak mendukung atau tidak memihak ciri variabel yang diukur
(Supratiknya, 2014).
Skala yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan pernyataan
dengan alternatif jawaban Sangat Setuju (SS), Setuju (S), Tidak Setuju (TS),
dan Sangat Tidak Setuju (STS). Penggunaan empat kategori respon tanpa
adanya kategori respon “Netral” digunakan dengan pertimbangan bahwa
penyajian titik tengah hanya memberikan kemudahan bagi subjek yang
tidak bersedia mengerjakan tugas dengan serius dalam menunjukkan
karakteristik pribadinya (Friedenberg, 1995).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
60
Pernyataan favorable skor tinggi mengindikasikan bahwa subjek
memiliki nilai materialisme yang tinggi, sedangkan pernyataan unfavorable
skor tinggi mengindikasikan bahwa subjek memiliki nilai materialisme yang
rendah.
Tabel 2. Skor Respon pada Variabel Materialisme
Respon Subjek
Sangat Setuju
Setuju
Tidak Setuju
Sangat Tidak Setuju
Favorable
4
3
2
1
Unfavorable
1
2
3
4
2. Skala Kecenderungan Impulsive Buying
Skala yang digunakan untuk mengumpulkan data kecenderungan
impulsive buying dalam penelitian ini adalah skala yang disusun oleh
peneliti. Skala ini disusun berlandaskan pada dua aspek, yaitu aspek kognitif
dan aspek afektif. Skala ini merupakan model skala Likert yang digunakan
untuk melihat kecenderungan impulsive buying yang dimiliki seseorang.
Tabel 3. Sebaran Item Skala Kecenderungan Impulsive Buying
Sebelum Seleksi Item
Variabel
Aspek
Aspek
Afektif
Kecenderungan
Impulsive Buying
Total
Aspek
Kognitif
Favorable
Unfavorable
Total
1, 2, 4, 5,10, 12,
16, 26, 34, 38
3, 14, 18, 21,
25, 28, 31, 32,
35, 36
20
8, 19, 22, 23, 27,
29, 30, 33, 37,
40
6, 7, 9, 11, 13,
15, 17, 20, 24,
39
20
20
20
40
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
61
Skala ini terdiri dari 40 pernyataan mengenai masing-masing aspek
dalam variabel kecenderungan impulsive buying. Jawaban subjek atas setiap
pernyataan merupakan respon atas pengalaman subjek. Item di dalam
instrument terdiri dari 2 jenis yaitu favorable yang bersifat mendukung,
memihak, atau menunjukkan ciri variabel yang diukur, dan unfavorable
merupakan item yang bersifat tidak mendukung atau tidak memihak ciri
variabel yang diukur (Supratiknya, 2014).
Skala yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan pernyataan
dengan alternatif jawaban Sangat Setuju (SS), Setuju (S), Tidak Setuju (TS),
dan Sangat Tidak Setuju (STS). Penggunaan empat kategori respon tanpa
adanya kategori respon “Netral” digunakan dengan pertimbangan bahwa
penyajian titik tengah hanya memberikan kemudahan bagi subjek yang
tidak bersedia mengerjakan tugas dengan serius dalam menunjukkan
karakteristik pribadinya (Friendenberg, 1995).
Tingginya skor favorable pada skala ini menunjukkan tingginya
tingkat kecenderungan impulsive buying yang dimiliki oleh subjek,
sedangkan tingginya skor unfavorable pada skala ini menunjukkan
rendahnya tingkat kecenderungan impulsive buying yang dimiliki oleh
subjek.
Tabel 4. Skor Respon pada Variabel Kecenderungan Impulsive Buying
Respon Subjek
Sangat Setuju
Setuju
Tidak Setuju
Sangat Tidak Setuju
Favorable
4
3
2
1
Unfavorable
1
2
3
4
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
62
F. Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur
1. Validitas
Validitas merupakan suatu indeks yang menunjukkan alat ukur yang
digunakan benar-benar mengukur apa yang seharusnya diukur (Noor, 2011).
Suatu alat ukur akan dinyatakan memiliki validitas yang tinggi apabila alat
ukur tersebut mampu memberikan hasil ukur yang sesuai dengan tujuan
dalam penelitian (Azwar, 2011). Pengujian validitas yang digunakan pada
alat ukur penelitian ini adalah validitas isi. Menurut Azwar (2011) validitas
isi adalah salah satu jenis validitas yang diperoleh dari hasil analisis rasional
terhadap isi tes dan juga berdasarkan penelitian oleh expert judgement yang
bersifat subjektif. Skala MVS yang diadaptasi dari Richins dan Dawson
(1992) tidak menjelaskan secara rinci mengenai validitas yang digunakan,
sehingga peneliti mencoba untuk menterjemahkan skala tersebut yang
dibantu oleh ahli bahasa, selanjutnya dikonsultasikan kepada Dosen
Pembimbing Skripsi. Peneliti juga berkonsultasi kepada Dosen Pembimbing
Skripsi sebagai ahli mengenai skala kecenderungan impulsive buying yang
dibuat sendiri oleh peneliti, kemudian skala kecenderungan impulsive
buying diujicobakan dan dianalisis dengan analisis item (Sugiyono, 2013).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
63
2. Seleksi Item
Seleksi item digunakan untuk menguji karakteristik item-item yang
akan digunakan sebagai suatu alat ukur dalam penelitian (Azwar, 2011).
Sebelum proses seleksi item, peneliti melakukan uji validitas isi (content
validity) oleh dosen pembimbing skripsi sebagai expert judgement, dan
melakukan uji coba skala (try out). Hal ini dilakukan untuk menguji tingkat
ketepatan skala yang akan digunakan dalam pengukuran atribut sesuai
dengan tujuan penggunaan. Hasil uji coba skala digunakan untuk melakukan
seleksi item. Seleksi item dilakukan dengan cara mengkorelasikan masingmasing item dengan skor total dan menghitung proporsi subjek yang
memilih jawaban. Menurut Supratiknya (2014) cara ini mampu menjamin
homogenitas skala sebagai kesatuan dengan cara menunjukkan item-item
yang paling baik mengukur konstruk yang sedang diukur.
Setelah melakukan uji coba skala, peneliti melakukan diskriminasi
item dengan menghitung korelasi antara distribusi skor per item dengan
distribusi skor skala untuk memilih item yang baik. Dalam diskriminasi
item, peneliti melihat besarnya koefisien korelasi item total yang berada
pada kisaran -1.00 sampai dengan +1.00 (Supratiknya, 2014). Semakin baik
daya diskriminasi item maka koefisien korelasinya semakin mendekati
angka 1,00. Koefisien yang kecil mendekati angka 0 atau yang memiliki
tanda negatif mengindikasikan bahwa item yang bersangkutan tidak
memiliki daya diskriminasi (Azwar, 2012). Pengujian korelasi item total
akan menghasilkan koefisien korelasi item total (rix). Kriteria pemilihan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
64
item berdasarkan pada perolehan skor korelasi dari item total dengan
batasan rix ≥ 0,30 (Azwar, 2009). Dengan demikian, jika item mencapai rix
minimal 0,30, maka item tersebut memiliki daya beda yang tinggi.
Sebaliknya, jika item mencapai rix < 0,30, maka item tersebut memiliki daya
beda yang rendah dan harus digugurkan.
Uji coba skala dilaksanakan pada tanggal 29 November 2017 hingga
tanggal 2 Desember 2017 dengan responden sejumlah 73 orang. Hasil uji
coba skala dianalisis dengan menggunakan program SPSS for Windows
versi 22. Hasil uji coba skala adalah sebagai berikut:
a. Skala Materialisme
Pada skala materialisme dengan item sejumlah 18 buah, didapatkan
5 item yang menunjukkan nilai rix < 0,30 yaitu, item 2, 9, 14, 16, dan 17.
Hal tersebut berarti item-item tersebut memiliki daya beda yang rendah
tetapi tidak digugurkan. Tabel skala materialisme setelah dilakukan uji
coba adalah sebagai berikut:
Tabel 5. Sebaran Item Skala Materialisme Setelah Uji Coba
Variabel
Materialisme
Aspek
Favorable
Unfavorable
Total
Possession-Defined
Success
1, 2*, 4, 5
3,6
6
Acquisition
Centrality
10, 11, 12
7, 8, 9*, 13
7
15, 17*,
18
14*,16*
5
10
8
18
Acquisition as the
Pursuit of Happines
Total
Keterangan: * = item yang memiliki rix < 0,30. Pada skala materialisme,
peneliti tidak menggugurkan item.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
65
b. Skala Kecenderungan Impulsive Buying
Hasil uji coba skala kecenderungan impulsive buying yang
memiliki item berjumlah 40 buah menunjukkan bahwa terdapat 32 item
yang dinyatakan lolos dan 8 item dinyatakan gugur karena memiliki rix
< 0,30. Menurut Azwar (2012) untuk mencukupi jumlah item yang
diinginkan, maka perlu dilakukan penurunan standar minimal korelasi
item-total dari rix ≥ 0,30 menjadi rix ≥ 0,25. Peneliti menurunkan standar
minimal korelasi item-total dari rix ≥ 0,30 menjadi rix ≥ 0,25, karena
terdapat satu item yang memiliki rix mendekati 0,30, yaitu item nomor
25. Hal ini peneliti lakukan untuk mencukupi jumlah item yang
diinginkan. Ketika standar minimal korelasi item-total diturunkan
menjadi menjadi rix ≥ 0,25, item nomor 25 dinyatakan lolos, sehingga
terdapat 33 item yang lolos dan 7 item dinyatakan gugur. Tujuh item
yang dinyatakan gugur ternyata item yang berasal dari aspek afektif,
sehingga membuat komposisi item menjadi tidak seimbang. Kemudian
peneliti memutuskan untuk sengaja menggugurkan 7 item dari aspek
kognitif supaya komposisi item menjadi seimbang, sehingga didapatkan
hasil bahwa terdapat 26 item yang dinyatakan lolos dan 14 item yang
dinyatakan gugur. Tabel skala kecenderungan impulsive buying setelah
dilakukan seleksi item adalah sebagai berikut:
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
66
Tabel 6. Sebaran Item Skala Kecenderungan Impulsive Buying
Setelah Seleksi Item
Variabel
Kecenderungan
Impulsive
Buying
Aspek
Favorable
Unfavorable
Aspek
Afektif
1*, 2, 4*, 5,
10, 12, 16,
26*, 34, 38*
3, 14*, 18*,
21, 25, 28,
31*, 32, 35, 36
13
Aspek
Kognitif
8, 19, 22,
(23), 27, 29,
30, 33, 37,
40
(6), 7,(9), 11,
(13), 15, (17),
20, (24), (39)
13
15
11
26
Total
Keterangan :
* = item yang gugur
Total
() = item yang sengaja digugurkan
3. Reliabilitas
Salah satu syarat tes yang baik adalah memiliki reliabilitas yang tinggi
(Supratiknya, 2014). Reliabilitas adalah konsistensi hasil pengukuran jika
prosedur pengetesannya dilakukan secara berulang kali terhadap suatu
populasi individu atau kelompok (Supratiknya, 2014). Menurut Azwar
(2012) alat ukur yang reliabel atau dapat dipercaya merupakan alat ukur
yang mampu menghasilkan skor yang sama ketika digunakan untuk
mengukur atribut yang sama dan pada subjek yang sama. Reliabilitas tes
penting untuk dilakukan dan diketahui karena jika pengukuran tidak
reliabel, maka skor yang dihasilkan juga tidak dapat dipercaya.
Reliabilitas dalam penelitian ini diukur dalam bentuk koefisien
reliabilitas, yaitu koefisien konsistensi internal. Koefisien konsistensi
internal merupakan koefisien yang didasarkan pada hubungan antar skor
masing-masing item dalam tes. Data koefisien ini diperoleh dari satu kali
pengadministrasian tes pada sekelompok subjek. Data ini dianalisis dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
67
dihitung menggunakan koefisien Alpha Cronbach (α) untuk menghasilkan
estimasi konsistensi internal item skala (Supratiknya, 2014). Menurut
Azwar (2009) nilai reliabilitas yang dihasilkan berada pada rentang 0
sampai 1. Reliabilitas yang baik ditunjukkan dengan skor yang semakin
mendekati 1. Sebaliknya, reliabilitas yang kurang baik ditunjukkan dengan
skor yang semakin mendekati 0. Koefisien minimum yang dipandang
memuaskan untuk reliabilitas adalah ≥ 0,70; jika koefisien minimum kurang
dari 0,70 alat ukur dipandang kurang memadai karena menunjukkan bahwa
inkonsistensi alat ukur sedemikian besar, sehingga interpretasi skor menjadi
meragukan (Supratiknya, 2014). Seluruh penghitungan reliabilitas ini
dilakukan dengan menggunakan program SPSS for Windows versi 22.
a. Skala Materialisme
Reliabilitas pada skala materialisme asli mencapai nilai koefisien
alpha untuk 18 item sebesar 0,87 (Richins & Dawson, 1992).
Reliabilitas skala materialisme pada penelitian ini menunjukkan nilai
koefisien alpha untuk 18 item sebesar 0,801. Jika item 2, 9, 14, 16, dan
17 digugurkan, maka reliabilitas skala materialisme meningkat menjadi
0,826. Hal tersebut menunjukkan bahwa skala materialisme tergolong
reliabel.
b. Skala Kecenderungan Impulsive Buying
Reliabilitas pada skala kecenderungan impulsive buying untuk 40
item sebelum diseleksi pada penelitian ini menunjukkan nilai koefisien
alpha sebesar 0,895. Setelah dilakukan seleksi pada item dengan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
68
menggugurkan item 1, 4, 6, 9, 13, 14, 17, 18, 23, 24, 26, 31, 38, dan 39
reliabilitas skala kecenderungan impulsive buying menjadi 0,929. Hal
tersebut menunjukkan bahwa skala kecenderungan impulsive buying
tergolong reliabel.
G. Metode Analisis Data
1. Uji Asumsi
a. Uji Normalitas
Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah sebaran data
dalam penelitian yang dilakukan terdistribusi normal atau tidak
(Kasmadi & Sunariah, 2013). Jika data yang diuji memiliki nilai p >
0,05, maka data yang diuji memiliki distribusi normal. Sebaliknya,
jika data yang diuji memiliki nilai p < 0,05, maka data yang diuji
memiliki distribusi yang tidak normal (Santoso, 2010). Penelitian ini
menggunakan uji normalitas Kolmogorov-Smirnov untuk mengetahui
normalitas distribusi sebaran data.
b. Uji Linearitas
Uji linearitas digunakan untuk mengetahui apakah hubungan
antarvariabel yang hendak dianalisis mengikuti garis lurus atau tidak,
sehingga peningkatan atau penurunan kuantitas di satu variabel akan
diikuti secara linear oleh peningkatan atau penurunan kuantitas di
variabel lainnya (Santoso, 2010). Suatu hubungan variabel dapat
dikatakan linear jika memiliki nilai p < 0,05. Sementara itu, jika nilai
p > 0,05 menunjukkan bahwa hubungan antar variabel tidak linear.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
69
Uji linearitas pada penelitian ini dilakukan menggunakan test of
linierity dalam program IBM SPSS Statistic 22.
2. Uji Hipotesis
Uji hipotesis dilakukan bukan untuk menguji kebenaran hipotesis awal,
melainkan untuk menguji dapat diterima atau ditolaknya hipotesis awal
tersebut (Gulӧ, 2002). Penelitian ini menggunakan metode analisis Product
Moment Pearson jika data yang diperoleh berdistribusi normal. Akan tetapi,
jika hasil uji normalitas menunjukkan sebaran data tidak normal maka
pengujian hipotesis menggunakan teknik Spearmen’s Rho Correlation.
Untuk melakukan uji hipotesis, uji asumsi linearitas harus terpenuhi karena
teknik korelasi didasarkan pada asumsi bahwa terdapat hubungan yang
linear antar variabel (Santoso, 2010). Metode analisis tersebut digunakan
sebagai uji korelasi untuk menentukan hubungan antar variabel bebas dan
variabel tergantung (Sarwono, 2006). Besarnya nilai korelasi (r) adalah -1
hingga +1. Apabila nilai r adalah -1, maka dapat dinyatakan bahwa
hubungan antara kedua variabel negatif (ada hubungan yang bertolak
belakang antara kedua variabel). Apabila nilai r adalah +1, maka dapat
dinyatakan bahwa hubungan antara kedua variabel positif (ada hubungan
searah antara kedua variabel). Taraf nilai signifikan (p) berkisar 0,05. Jika
nilai p < 0,05, maka H0 ditolak dan Ha diterima, artinya ada hubungan yang
signifikan antara variabel bebas dan variabel tergantung. Sebaliknya, jika
nilai p > 0,05, maka H0 diterima dan Ha ditolak, artinya tidak ada hubungan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
70
yang signifikan antara variabel bebas dan variabel tergantung (Siregar,
2013).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Pelaksanaan Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 4 Desember 2017 sampai dengan
11 Desember 2017. Peneliti melakukan pengambilan data dengan dua skala
yang dibuat menggunakan Google Forms dan dalam bentuk hardcopy. Skala
disebarkan dengan dua cara, yaitu membagikan skala hardcopy secara
langsung kepada subjek yang ditemui dan secara online dengan cara
memberikan link skala kepada subjek. Peneliti menyebarkan link skala melalui
beberapa media sosial, seperti LINE, Whatapps, BBM, dan Facebook kepada
konsumen dewasa awal. Cara ini dilakukan karena media sosial memiliki
jangkauan yang lebih luas dalam memperoleh subjek. Dari proses tersebut,
peneliti mendapatkan subjek sebanyak 283 orang.
B. Deskripsi Subjek Penelitian
Subjek dalam penelitian ini adalah konsumen dewasa awal berusia 20
tahun sampai 40 tahun. Jumlah total subjek yang terlibat dalam penelitian ini
adalah 283 orang. Data demografi subjek yang terlibat dalam penelitian ini
dapat dideskripsi sebagai berikut:
Tabel 7. Deskripsi Usia Subjek
Usia
20 – 26 tahun
27 – 33 tahun
34 – 40 tahun
Total
Jumlah
240
33
10
283
71
Persentasi
84,8 %
11,7 %
3,5 %
100 %
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
72
Tabel 8. Deskripsi Jenis Kelamin Subjek
Jenis Kelamin
Laki-laki
Perempuan
Total
Jumlah
67
216
283
Persentasi
23,7 %
76,3 %
100 %
Tabel 9. Deskripsi Pekerjaan Subjek
Pekerjaan
Mahasiswa
Guru
Karyawan
Wirausaha
Pekerja Seni
Tidak Bekerja
Total
Jumlah
157
19
72
17
5
13
283
Persentasi
55.5 %
6.7 %
25.4 %
6,0 %
1.8 %
4.6 %
100 %
Tabel 10. Deskripsi Aktivitas Belanja Produk Fashion Subjek
Aktivitas Belanja
Online
Offline
Online dan Offline
Total
Jumlah
14
123
146
283
Persentasi
4,9 %
43,5 %
51,6 %
100 %
Tabel 11. Deskripsi Pendapatan/Uang Saku Subjek Per-bulan
Pendapatan/Uang Saku Per-Bulan
< Rp. 1000.000
Rp. 1.000.000 – Rp. 3.000.000
Rp. 3.000.000 – Rp. 5.000.000
>Rp. 5.000.000
Total
Jumlah
77
153
38
15
283
Persentasi
27,2 %
54,1 %
13,4 %
5,3 %
100 %
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
73
C. Deskripsi Data Penelitian
Deskripsi data penelitian bertujuan untuk mengetahui tinggi rendahnya
materialisme dan kecenderungan impulsive buying. Deskripsi data dilakukan
dengan cara mencari mean empiris dan mean teoritis. Mean teoritis merupakan
hasil perhitungan manual berdasarkan skor terendah dan skor tertinggi yang
dapat diraih dalam sebuah skala. Hal itu dapat dirumuskan sebagai berikut:
Mean Teoritis =
(Skor terendah × jumlah item ) +(Skor tertinggi × jumlah item)
2
Mean empiris merupakan rata-rata dari skor yang dimiliki oleh subjek
penelitian. Mean empiris yang lebih tinggi dari mean teoritis menunjukkan
bahwa subjek dalam penelitian ini memiliki tingkat materialisme dan
kecenderungan impulsive buying yang cenderung tinggi. Sebaliknya mean
empiris yang lebih rendah dari mean teoritis menunjukkan bahwa subjek dalam
penelitian ini memiliki tingkat materialisme dan kecenderungan impulsive
buying yang rendah. Selain itu, deskripsi data pada penelitian ini juga
menggunakan uji One-Sample Test yang bertujuan untuk mengetahui apakah
ada perbedaan yang signifikan antara mean teoritis dan mean empiris. Skor
empiris dan uji One-Sample Test didapatkan dengan menggunakan SPSS for
Windows versi 22.
Berdasarkan skala penelitian yang digunakan, maka didapatkan hasil
perhitungan mean teoritis dan mean empiris materialisme sebagai berikut:
Mean Teoritis =
(1 ×18 ) +(4 ×18)
2
=
90
2
= 45
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
74
Tabel 12. Data Empirik Skala Materialisme
Materialisme
N
283
One-Sample Statistics
Mean
Std. Deviation Std. Error Mean
39.54
6.196
.368
Tabel 13. Hasil Uji Beda MeanTeoritis dan Mean Empiris Materialisme
One-Sample Test
Test Value = 45
Materialisme
95% Confidence
Interval of the
Difference
Sig. (2Mean
t
df tailed) Difference Lower
Upper
-14.822 282
.000
-5.459 -6.18
-4.73
Pada tabel hasil uji beda mean One-Sample Test skala materialisme
(Tabel 13) memperoleh nilai signifikansi sebesar 0,000. Nilai tersebut
menunjukkan bahwa terdapat perbedaaan yang signifikan antara mean teoritis
dan mean empiris dari skala materialisme. Mean teoritis pada skala
materialisme sebesar 45 dan mean empiris sebesar 39,54 (SD = 6,196). Hasil
ini menunjukkan bahwa mean empiris secara signifikan lebih rendah daripada
mean teoritis, sehingga dapat disimpulkan bahwa subjek dalam penelitian ini
memiliki nilai materialisme yang cenderung rendah.
Berdasarkan skala penelitian yang digunakan, maka didapatkan hasil
perhitungan mean teoritis dan mean empiris kecenderungan impulsive buying
sebagai berikut:
Mean Teoritis =
(1 ×26 ) +(4 ×26)
2
=
130
2
= 65
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
75
Tabel 14. Data Empirik Skala Kecenderungan Impulsive Buying
One-Sample Statistics
N
Mean
Std. Deviation
Kecenderungan
Impulsive Buying
283
55.48
Std. Error Mean
10.433
.620
Tabel 15. Hasil Uji Beda Mean Teoritis dan Mean Empiris
Kecenderungan Impulsive Buying
One-Sample Test
Test Value = 65
t
Kecenderungan
Impulsive Buying
-15.343
df
282
Sig. (2tailed)
.000
95%
Confidence
Interval of the
Difference
Mean
Difference Lower Upper
-9.516
-10.74
-8.30
Pada tabel hasil uji beda mean One-Sample Test skala kecenderungan
impulsive buying (Tabel 15) memperoleh nilai signifikansi sebesar 0,000. Nilai
tersebut menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara mean
teoritis dan mean empiris dari skala kecenderungan impulsive buying. Mean
teoritis pada skala kecenderungan impulsive buying sebesar 65 dan mean
empiris sebesar 55,48 (SD = 10,433). Hasil ini menunjukkan bahwa mean
empiris secara signifikan lebih rendah daripada mean teoritis, sehingga
mengindikasikan bahwa subjek dalam penelitian ini memiliki kecenderungan
impulsive buying yang rendah.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
76
D. Hasil Penelitian
1. Uji Asumsi
Uji asumsi dilakukan untuk melihat apakah data penelitian memenuhi
syarat untuk dianalisis menggunakan teknik analisis korelasi tertentu. Uji
asumsi dalam penelitian ini meliputi uji normalitas dengan menggunakan
Kolmogorov-Smirnov dan uji linearitas dengan menggunakan test for
linearity dengan bantuan SPSS for Windows versi 22.
a. Uji Normalitas
Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah sebaran data
dalam penelitian yang dilakukan terdistribusi normal atau tidak
(Kasmadi & Sunariah, 2013). Jika data yang diuji memiliki nilai p >
0,05, maka data yang diuji memiliki distribusi normal. Sebaliknya, jika
data yang diuji memiliki nilai p < 0,05, maka data yang diuji memiliki
distribusi yang tidak normal (Santoso, 2010). Hasil uji normalitas
menggunakan Lilliefors Significance Correction pada KolmogorovSmirnov melalui SPSS for Windows versi 22 dapat dilihat pada tabel
berikut:
Tabel 16. Hasil Uji Normalitas
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova
Statistic
df
Sig.
Kecenderungan
.072
Impulsive Buying
Materialisme
.065
a. Lilliefors Significance Correction
283
.001
283
.005
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
77
Berdasarkan hasil uji normalitas, didapatkan hasil bahwa data
penelitian skala materialisme (p = 0,005) memiliki nilai signifikansi
lebih kecil dari 0,05, sehingga dapat diasumsikan bahwa data penelitian
pada skala materialisme memiliki distribusi yang tidak normal. Pada
data penelitian skala kecenderungan impulsive buying (p = 0,001)
memiliki nilai signifikansi lebih kecil dari 0,05. Hal ini menunjukkan
bahwa data penelitian pada skala kecenderungan impulsive buying juga
memiliki distribusi yang tidak normal. Dengan demikian, uji hipotesis
pada penelitian ini akan menggunakan teknik korelasi non-parametrik
Spearman’s rho.
b. Uji Linearitas
Uji linearitas digunakan untuk mengetahui apakah hubungan
antarvariabel yang hendak dianalisis mengikuti garis lurus atau tidak,
sehingga peningkatan atau penurunan kuantitas di satu variabel akan
diikuti secara linear oleh peningkatan atau penurunan kuantitas di
variabel lainnya (Santoso, 2010). Suatu hubungan variabel dapat
dikatakan linear jika memiliki nilai p < 0,05. Sementara itu, jika nilai p >
0,05 menunjukkan bahwa hubungan antar variabel tidak linear. Hasil uji
linearitas dapat dilihat pada tabel berikut:
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
78
Tabel 17. Hasil Uji Linearitas
ANOVA Table
Sum of
Square
s
df
Between (Combined) 11105.
32
Kecenderungan Groups
374
Impulsive
Linearity
6112.6
1
Buying *
37
Materialisme
Deviation
4992.7
from
31
37
Linearity
Within Groups
19591.
250
305
Total
30696.
282
678
Mean
Square F
Sig.
347.04
4.429 .000
3
6112.6 78.00
.000
37
2
161.05
2.055
6
.001
78.365
Berdasarkan hasil uji linearitas, diketahui bahwa data penelitian
memiliki pola hubungan yang linear (lurus) karena nilai signifikansi
kurang dari 0,05 (p = 0,000). Hal ini menunjukkan bahwa materialisme
memiliki hubungan yang linear dengan kecenderungan impulsive buying,
sehingga pengolahan data dapat dilanjutkan pada uji hipotesis.
2. Uji Hipotesis
Berdasarkan hasil uji asumsi, diketahui bahwa skala materialisme dan
kecenderungan impulsive buying tidak terdistribusi secara normal.
Berdasarkan hal tersebut, maka pengujian hipotesis dalam penelitian ini
dilakukan dengan menggunakan teknik korelasi Spearman’s rho dengan taraf
signifikansi sebesar 0,05 dan menggunakan program SPSS for Windows versi
22. Hasil pengujian hipotesis dapat dilihat pada tabel berikut:
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
79
Tabel 18. Hasil Uji Hipotesis Spearman’s rho Correlations
Kecenderungan
Materialisme
Impulsive Buying
Spearman's Kecenderungan Correlation
1.000
rho
impulsive buying Coefficient
Sig. (1.
tailed)
N
283
Materialisme
Correlation
.367**
Coefficient
Sig. (1.000
tailed)
N
283
**. Correlation is significant at the 0.01 level (1-tailed).
.367**
.000
283
1.000
.
283
Berdasarkan hasil uji hipotesis dengan teknik korelasi Spearman’s rho,
diketahui bahwa materialisme dan kecenderungan impulsive buying memiliki
koefisien korelasi sebesar 0,367 dengan nilai signifikansi sebesar 0,000 (p <
0,05). Hasil tersebut menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang positif dan
signifikan antara materialisme dan kecenderungan impulsive buying secara
keseluruhan. Jadi, semakin tinggi materialisme, maka kecenderungan
impulsive buying konsumen dewasa awal pada produk fashion akan semakin
tinggi. Sebaliknya, semakin rendah materialisme, maka kecenderungan
impulsive buying konsumen dewasa awal pada produk fashion akan semakin
rendah. Dengan demikian, maka hipotesis dalam penelitian ini dinyatakan
diterima.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
80
E. Pembahasan
Penelitian ini dilaksanakan dengan tujuan untuk mengetahui hubungan
antara materialisme dan kecenderungan impulsive buying konsumen dewasa
awal pada produk fashion. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa
materialisme dan kecenderungan impulsive buying memiliki hubungan yang
positif dan signifikan (r = 0,367; p = 0,000). Hasil penelitian yang diperoleh
menunjukkan bahwa semakin tinggi materialisme, maka kecenderungan
impulsive buying yang dilakukan konsumen dewasa awal pada produk fashion
menjadi semakin tinggi. Sebaliknya semakin rendah materialisme, maka
kecenderungan impulsive buying yang dilakukan konsumen dewasa awal pada
produk fashion menjadi semakin rendah. Hasil ini sesuai dengan hipotesis yang
telah diajukan peneliti yaitu, materialisme dan kecenderungan impulsive
buying konsumen dewasa awal pada produk fashion memiliki hubungan yang
positif dan signifikan.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang positif
dan signifikan antara materialisme dan kecenderungan impulsive buying
konsumen dewasa awal pada produk fashion. Hal tersebut mendukung hasil
penelitian yang telah dilakukan sebelumnya. Hasil penelitian sebelumnya
menyatakan bahwa konsumen dewasa awal yang memiliki tingkat
materialisme yang tinggi, akan menjadikan kekayaan sebagai indikator status
sosial, prestasi, dan reputasi. Ketika konsumen tersebut memiliki keinginan
untuk mencapai status sosial, prestasi, dan reputasi melalui kepemilikan materi
maka konsumen tersebut akan menjadi impulsif dalam pembelian suatu produk
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
81
terutama produk fashion dengan mengikuti dorongan yang ada dalam dirinya
(Richins, 2011). Bahkan konsumen dewasa awal yang materialis juga tidak
ragu untuk melakukan impulsive buying dalam membeli produk fashion yang
mahal dengan merek-merek mewah guna mencapai status sosial yang mereka
inginkan (Prendergast & Wong, 2003). Selain itu, konsumen dewasa awal yang
materialis cenderung akan menunjukkan perilaku menghabiskan uang yang
mereka miliki untuk membeli suatu produk fashion yang relatif tidak penting
secara impulsif demi memenuhi keinginan daripada kebutuhan (Garðarsdóttir
& Dittmar, 2012).
Materialisme merupakan suatu nilai yang mengarah pada keyakinan
konsumen dewasa awal bahwa penggunaan suatu produk dapat digunakan
untuk menyampaikan kesan mengenai identitas dan status sosial yang dimiliki
oleh konsumen dewasa awal pada orang lain (Wang & Wallendorf, 2006; Wu,
2006). Konsumen dewasa awal yang materialis juga menunjukkan perilaku
menghargai suatu produk yang dikonsumsi secara publik dan memiliki makna
publik atau makna yang berkesan bagi orang lain daripada suatu produk yang
memiliki makna pribadi (Richins, 1994). Salah satu kategori produk yang
memiliki makna publik adalah produk fashion. Hal ini dikarenakan konsumen
dewasa awal yakin bahwa dengan membeli produk fashion, mereka dapat
memenuhi keinginan mereka untuk mengekspresikan identitas dan citra diri,
serta cara mereka untuk mengesankan orang lain (Sahdev & Gautama, 2007).
Konsumen yang materialis cenderung akan membeli dan memiliki suatu
produk fashion dengan harga yang mahal dengan merek-merek terkenal karena
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
82
bagi mereka yang terpenting dari kepemilikan produk fashion tersebut adalah
penampilan, nilai
finansial,
dan
kemampuan dari produk
tersebut
menyampaikan status, kesuksesan, dan prestige yang mereka miliki (Sahdev &
Gautama, 2007).
Produk fashion dapat berkaitan dengan kecenderungan impulsive buying
karena konsumen dewasa awal yang memiliki kecenderungan impulsive buying
pada produk fashion memiliki kesadaran terhadap fashionability yang
dikaitkan dengan desain dan gaya yang inovatif (Park et al., 2006). Hal ini
terjadi karena ketika konsumen dewasa awal melihat produk fashion terbaru
dan sesuai dengan tren yang ada saat ini maka konsumen tersebut merasakan
dorongan yang tidak tertahankan untuk segera memiliki produk fashion
tersebut guna memenuhi keinginannya mengikuti tren saat ini (Han, Morgan,
Kotsiopulos & Kang-Park, 1991). Setelah merasakan dorongan tersebut
mereka akan segera membeli produk fashion yang mereka inginkan tanpa
mempertimbangkan apakah produk tersebut akan berguna atau tidak bagi
mereka, yang terpenting ketika mereka telah memiliki produk tersebut mereka
akan merasa puas dan senang karena mereka telah mampu memiliki produk
sesuai dengan tren yang ada.
Ketika konsumen dewasa awal yang materialis menemukan keputusan
pembelian mengenai suatu produk fashion dapat menunjukkan identitas dan
status yang mereka inginkan, maka konsumen tersebut akan tergoda untuk
melakukan impulsive buying pada produk – produk fashion yang mereka
inginkan (Wu, 2006). Hal ini terjadi dikarenakan mereka percaya bahwa
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
83
produk fashion tersebut memiliki makna simbolis yang dapat menyampaikan
kesan mengenai identitas yang mereka miliki pada orang lain, membantu
mereka meningkatkan karakteristik pribadi dan citra diri. Selain itu, produk
fashion dapat juga memberikan sanksi sosial bagi konsumen dewasa awal
untuk mampu menjadi kelompok konsumen yang berprestasi dan sukses
(Setiadi & Warmika, 2015; Handa & Khare, 2011).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah diperoleh, dapat disimpulkan
bahwa terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara materialisme dan
kecenderungan impulsive buying konsumen dewasa awal pada produk fashion
(r = 0,367; p = 0,000). Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi
materialisme, maka kecenderungan impulsive buying yang dilakukan
konsumen dewasa awal pada produk fashion menjadi semakin tinggi.
Sebaliknya semakin rendah materialisme, maka kecenderungan impulsive
buying yang dilakukan konsumen dewasa awal pada produk fashion menjadi
semakin rendah.
B. Keterbatasan Penelitian
1. Pada skala materialisme terdapat 5 item yang memiliki kualitas item
kurang baik karena memiliki skor rix < 0,30. Meskipun Azwar (2009)
menyatakan bahwa item yang memiliki skor rix < 0,30 harus digugurkan,
namun peneliti tidak menggugurkan item-item tersebut karena skala
materialisme yang digunakan dalam penelitian ini merupakan skala
adaptasi yang ketika digunakan dalam suatu penelitian, harus digunakan
secara utuh (Supratiknya, 2015).
2. Setelah dilakukan uji coba pada skala kecenderungan impulsive buying
produk fashion ditemukan bahwa item-item dari aspek afektif sekitar 7
item memiliki skor rix < 0,25 sehingga item-item tersebut harus
84
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
85
digugurkan, akan tetapi item-item dari aspek kognitif tidak ada item yang
memiliki skor rix < 0,25. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat
ketidakseimbangan antara item-item dari aspek afektif dan kognitif,
sehingga peneliti harus menggugurkan beberapa item dari aspek kognitif
supaya jumlah item yang mengukur kecenderungan impulsive buying
produk fashion memiliki proporsi yang seimbang (Supratiknya, 2014).
3. Penelitian ini tidak mencantumkan manfaat yang akan diperoleh subjek
jika terlibat dalam penelitian. Hal ini membuat subjek menjadi kurang
memahami bahwa sebenarnya hasil penelitian ini sangat bermanfaat bagi
mereka sehingga subjek kurang memiliki antusiasme dalam pengisian
kuesioner.
C. Saran
1.
Bagi Subjek
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa materialisme memiliki
hubungan yang signifikan dengan kecenderungan impulsive buying pada
produk fashion, maka bagi konsumen dewasa awal diharapkan dapat
mengevaluasi kembali perilaku belanja yang mereka miliki dengan
mengembangkan kemampuan berpikir secara reflektif supaya tidak
mengarah pada impulsive buying ketika melakukan aktivitas berbelanja
produk fashion dan mampu mempertimbangan dengan baik kegunaan dari
produk yang dibeli serta memikirkan konsekuensi yang akan terjadi ketika
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
86
melakukan aktivitas belanja secara spontan yang lebih memenuhi
keinginan daripada kebutuhan yang lebih penting.
Konsumen dewasa awal juga diharapkan dapat lebih memahami
dampak dari materialisme dan menjadikan hasil penelitian ini sebagai
bahan refleksi untuk tidak selalu mengutamakan kepemilikan harta benda
sebagai suatu hal yang mampu menunjukkan kesuksesan dan kebahagiaan
dalam kehidupan, karena kesuksesan dan kebahagiaan tidak hanya dapat
dari kepemilikan harta benda tetapi bisa juga dari prestasi ataupun
hubungan interpersonal dengan orang lain.
2. Bagi Peneliti Selanjutnya
Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa skala penelitian ini
terdistribusi secara tidak normal, sehingga data yang dihasilkan ini tidak
dapat digeneralisasikan kepada seluruh populasi. Oleh karena itu untuk
penelitian selanjutnya, peneliti menyarankan supaya subjek yang
dilibatkan dalam penelitian diperluas sehingga dapat semakin mewakili
jumlah populasi. Selain itu, penelitian selanjutnya juga disarankan untuk
membuat item pool yang lebih memadai dalam hal kualitas item untuk
mengantisipasi banyaknya item yang gugur pada skala penelitian selama
proses uji coba skala.
Penelitian selanjutnya disarankan untuk mencantumkan manfaat
yang akan diperoleh subjek jika bersedia terlibat dalam penelitian.
Pernyataan yang berisi manfaat untuk subjek dapat dicantumkan di bagian
awal kuesioner. Hal ini akan membuat subjek merasa lebih antusias
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
87
terlibat dalam penelitian karena hasilnya menyangkut keadaan diri
mereka. Subjek yang merasa mendapatkan manfaat dari penelitian akan
bersungguh-sungguh dalam memahami item, sehingga respon yang
muncul pun akan lebih tepat.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR PUSTAKA
Abraham, J., & Dameyasani, A. W. (2013). Impulsive buying, cultural values
dimensions, and symbolic meaning of money: A study on college students in
Indonesia’s capital city and its surrounding. International Journal of
Research Studies in Psychology, 2(3), 35–52.
Achmadi, A. (2010). Filsafat Umum. Jakarta: Rajawali Pers.
Ahuvia, A. (1992). For the love of money: Materialism and product love.
Association for Consumer Research, 8, 188–198.
Ahuvia, A., & Wong, N. (1995). Materialism: Origins and implications for personal
well-being. European Advances in Consumer Research, 2, 172–178.
Alagöz, S., & Ekici, N. (2011). Impulse purchasing as a purchasing behaviour and
research on Karaman. International Research Journal of Finance &
Economics, 66, 172–180.
Alauddin, M., Hossain, M. M., Ibrahim, M., & Hoque, M. A. (2015). Perceptions
of consumer impulse buying behavior in the super store: A case study of some
selected super store in Bangladesh. Asian Social Science, 11(9), 68–76.
Anin, A., Rasimin, B. S., & Atamimi, N. (2008). Hubungan self monitoring dengan
impulsive buying terhadap produk fashion pada remaja. Jurnal Psikologi,
35(2), 181–193.
Arndt, J., Solomon, S., Kasser, T., & Sheldon, K. M. (2004). The urge to splurge:
A terror management account of materialism and consumer behavior. Journal
of Consumer Psychology, 14(3), 198–212.
Azwar, S. (2009). Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Azwar, S. (2011). Reliabilitas dan Validitas. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Azwar, S. (2012). Penyusunan Skala Psikologi (2 ed.). Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Badgaiyan, A. J., & Verma, A. (2014). Intrinsic factors affecting impulsive buying
behaviour—Evidence from India. Journal of Retailing and consumer
services, 21(4), 537–549.
Bagus, L. (2000). Kamus Filsafat. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Bahrudin. (2013). Dasar-dasar Filsafat. Bandar Lampung: Haraksindo.
88
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
89
Baumeister, R. F. (2002). Yielding to temptation: Self-control failure, impulsive
purchasing, and consumer behavior. Journal of consumer Research, 28(4),
670–676.
Bayley, G., & Nancarrow, C. (1998). Impulse purchasing: A qualitative exploration
of the phenomenon. Qualitative Market Research: An International Journal,
1(2), 99–114.
Beatty, S. E., & Ferrell, M. E. (1998). Impulse buying: Modeling its precursors.
Journal of retailing, 74(2), 169–191.
Belk, R. W. (1985). Materialism: Trait aspects of living in the material world.
Journal of Consumer research, 12(3), 265–280.
Bong, S. (2011). Pengaruh in-store stimuli terhadap impulse buying behavior
konsumen Hypermarket di Jakarta. Ultima Manajemen, 3(1), 31-52.
Browne, B. A., & Kaldenberg, D. O. (1997). Conceptualizing self-monitoring:
Links to materialism and product involvement. Journal of Consumer
Marketing, 14(1), 31–44.
Chavosh, A., Halimi, A. B., Namdar, J., Choshalyc, S. H., & Abbaspour, B. (2011).
The contribution of product and consumer characteristics to consumer’s
impulse purchasing behaviour in Singapore. International Conference on
Social Science and Humanity, 5, 248-252.
Chien-Huang, L., & Chuang, S.-C. (2005). The effect of individual differences on
adolescents’ impulsive buying behavior. Adolescence, 40(159), 551.
Chita, R., David, L., & Pali, C. (2015). Hubungan antara self-control dengan
perilaku konsumtif online shopping produk fashion pada mahasiswa fakultas
kedokteran Universitas Sam Ratulangi angkatan 2011. Jurnal e-Biomedik,
3(1), 297–302.
Cobb, C. J., & Hoyer, W. D. (1986). Planned versus impulse purchase behavior.
Journal of retailing, 62(4), 384–409.
Coley, A., & Burgess, B. (2003). Gender differences in cognitive and affective
impulse buying. Journal of Fashion Marketing and Management: An
International Journal, 7(3), 282–295.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
90
Creswell, J. W. (2009). Research Design: Qualitative, Quantitative, and Mixed
Methods Approaches (3 ed.). California: Sage.
Creswell, J. W. (2014). Research Design: Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif, dan
Mixed (3 ed.). Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Dariyo, A. (2008). Psikologi Perkembangan Dewasa Muda. Jakarta: Grasindo.
Dawson, S., & Kim, M. (2009). External and internal trigger cues of impulse buying
online. Direct Marketing: An International Journal, 3(1), 20–34.
Dhani. (2016). Gila Belanja di Dunia Maya. Diambil 16 Oktober 2017, dari
https://tirto.id/gila-belanja-di-dunia-maya-b9tj
Dholakia, U. M. (2000). Temptation and resistance: An integrated model of
consumption impulse formation and enactment. Psychology & Marketing,
17(11), 955–982.
Dittmar, H., Beattie, J., & Friese, S. (1995). Gender identity and material symbols:
Objects and decision considerations in impulse purchases. Journal of
economic psychology, 16(3), 491–511.
Dittmar, H., & Bond, R. (2010). I want it and I want it now: Using a temporal
discounting paradigm to examine predictors of consumer impulsivity. British
Journal of Psychology, 101(4), 751–776.
Dittmar, H., Bond, R., Hurst, M., & Kasser, T. (2014). The relationship between
materialism and personal well-being: A meta-analysis. Journal of Personality
and Social Psychology, 5 (107), 879-924.
Dittmar, H., & Drury, J. (2000). Self-image–is it in the bag? A qualitative
comparison between “ordinary” and “excessive” consumers. Journal of
economic psychology, 21(2), 109–142.
Doran, K. (2002). Lessons learned in cross-cultural research of Chinese and North
American consumers. Journal of Business Research, 55(10), 823–829.
Founier, S., & Richins, M. L. (1991). Some theoretical and popular notions
concerning materialism. Journal of Social Behavior and Personality, 6(6),
403 - 414.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
91
Founier, S., & Richins, M. L. (1991b). Some theoretical and popular notions
concerning materialism. Journal of Social Behavior and Personality, 6(6),
403–414.
Friedenberg, L. (1995). Psychological testing: Design, Analysis, and use. USA:
Library of Congress Cataloging-in-Publication Data.
Fuadi. (2015). Metode historis: Suatu kajian filsafat materialisme Karl Marx.
Substantia, 17(2), 219–230.
Garðarsdóttir, R. B., & Dittmar, H. (2012). The relationship of materialism to debt
and financial well-being: The case of Iceland’s perceived prosperity. Journal
of
Economic
Psychology,
33(3),
471–481.
https://doi.org/10.1016/j.joep.2011.12.008
Gąsiorowska, A. (2011). Gender as a moderator of temperamental causes of
impulse buying tendency. Journal of Customer Behaviour, 10(2), 119–142.
Ghani, U., Imran, M., & Jan, F. A. (2011). The impact of demographic
Characteristics on impulse buying behaviour of urban consumers in
Peshawar. International Journal of Academic Research, 3(5), 286–289.
Goldberg, M. E., Gorn, G. J., Peracchio, L. A., & Bamossy, G. (2003).
Understanding materialism among youth. Journal of Consumer Psychology,
13(3), 278–288.
Gregoire, C. (2014). The psychology of materialism,and why it’s making you
unhappy.
The
Huffington
Post.
Diambil
dari
https://www.huffingtonpost.com/2013/12/15/psychologymaterialism_n_4425982.html
Gulӧ, W. (2002). Metodelogi Penelitian. Jakarta: Grasindo.
Hadjali, H. R., Salimi, M., Nazari, M., & Ardestani, M. S. (2012). Exploring main
factors affecting on impulse buying behaviors. Journal of American Science,
8(1), 245–251.
Han, Y. K., Morgan, G. A., Kotsiopulos, A., & Kang-Park, J. (1991). Impulse
buying behavior of apparel purchasers. Clothing and Textiles Research
Journal, 9(3), 15–21.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
92
Handa, M., & Khare, A. (2011). Gender as a moderator of the relationship between
materialism and fashion clothing involvement among Indian youth.
International Journal of Consumer Studies, 37(1), 112–120.
Hausman, A. (2000). A multi-method investigation of consumer motivations in
impulse buying behavior. Journal of consumer marketing, 17(5), 403–426.
Hurlock, E. B. (1997). Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang
Kehidupan, terj. Jakarta: Erlangga.
Inglehart, R. (1981). Post-materialism in an environment of insecurity. American
Political Science Review, 75(4), 880–900.
Inglehart, R. (1990). Culture shift in advanced industrial society. Princeton
University Press.
Jahja, Y. (2011). Psikologi perkembangan. Jakarta: Prenada Media Grup.
Jalees, T. (2009). An empirical analysis of impulsive buying behavior in Pakistan.
Journal of Management,Business, & Econimics, 5(3), 298–308.
Japarianto, E., & Sugiharto, S. (2012). Pengaruh shopping life style dan fashion
involvement terhadap impulse buying behavior masyarakat high income
Surabaya. Jurnal Manajemen Pemasaran, 6(1), 32–41.
Jusuf, H. (2001). Pakaian sebagai penanda: Kajian teoretik tentang fungsi dan jenis
pakaian dalam konteks semiotika. Jurnal Seni Rupa dan Desain, 1(3), 1–12.
Kacen, J. J., Hess, J. D., & Walker, D. (2012). Spontaneous selection: The influence
of product and retailing factors on consumer impulse purchases. Journal of
Retailing and Consumer Services, 19(6), 578–588.
Kacen, J. J., & Lee, J. A. (2002). The influence of culture on consumer impulsive
buying behavior. Journal of consumer psychology, 12(2), 163–176.
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI). Definisi Pakaian. Diambil pada 23
Oktober 2017, dari www.kbbi.wed.id
Karbasivar, A., & Yarahmadi, H. (2011). Evaluating effective factors on consumer
impulse buying behavior. Asian Journal of Business Management Studies,
2(4), 174–181.
Kasmadi, & Sunariah, N. S. (2013). Panduan Modern Penelitian Kuantitatif.
Bandung: Alfabeta.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
93
Kasser, T. (2016). Materialistic values and goals. Annual Review of Psychology, 67,
489–514.
Kasser, T., & Ryan, R. M. (1993). A dark side of the American dream: correlates
of financial success as a central life aspiration. Journal of personality and
social psychology, 65(2), 410-422.
Kasser, T., & Ryan, R. M. (1996). Further examining the American dream:
Differential correlates of intrinsic and extrinsic goals. Personality and social
psychology bulletin, 22(3), 280–287.
Khan, N., Hui, L. H., Chen, T. B., & Hoe, H. Y. (2016). Impulse buying behaviour
of generation Y in fashion retail. International Journal of Business and
Management, 11(1), 144–151.
Kollat, D. T., & Willett, R. P. (1967). Customer impulse purchasing behavior.
Journal of marketing research, 21–31.
Lertwannawit, A., & Mandhachitara, R. (2012). Interpersonal effects on fashion
consciousness and status consumption moderated by materialism in
metropolitan men. Journal of Business Research, 65(10), 1408–1416.
Liao, J., & Wang, L. (2009). Face as a mediator of the relationship between material
value and brand consciousness. Psychology & Marketing, 26(11), 987–1001.
Likitapiwat, T., Sereetrakul, W., & Wichadee, S. (2015). Examining materialistic
values of university students in Thailand. International Journal of
Psychological Research, 8(1), 109–118.
Lysonski, S., & Durvasula, S. (2013). Consumer decision making styles in retailing:
evolution of mindsets and psychological impacts. Journal of Consumer
Marketing, 30(1), 75–87.
Matsumoto, D., & Juang, L. (2008). Culture and Psychology (4 ed.). Canada:
Nelson Education.
Maulana, A. (2016). Nilai Transaksi E-commerce di Indonesia Menggiurkan.
Diambil
25
Oktober
2017,
https://www.cnnindonesia.com/teknologi/20160122170755-185106096/nilai-transaksi-e-commerce-di-indonesia-menggiurkan
dari
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
94
Mick, D. G. (1996). Are studies of dark side variables confounded by socially
desirable responding? The case of materialism. Journal of consumer
research, 23(2), 106–119.
Mittal, S., Sondhi, N., & Chawla, D. (2015). Impulse buying behaviour: an
emerging market perspective. International Journal of Indian Culture and
Business Management, 11(1), 1–22.
Mohan, G., Sivakumaran, B., & Sharma, P. (2013). Impact of store environment on
impulse buying behavior. European Journal of Marketing, 47(10), 1711–
1732.
Money.id. (2015). Ini Penyebab Kenapa Anda Gila Belanja Saat Lihat Diskon |
Money.id. Diambil dari https://m.money.id/news/ini-penyebab-kenapa-andagila-belanja-saat-lihat-diskon-151125t.html
Moran, B., & Kwak, L. E. (2015). Effect of stress, materialism and external stimuli
on online impulse buying. Journal of Research for Consumers, (27), 26–51.
Moschis, G. P., & Churchill Jr, G. A. (1978). Consumer socialization: A theoretical
and empirical analysis. Journal of marketing research, 15(4), 599–609.
Mowen, J. C., & Minor, M. (2002). Perilaku konsumen. Jakarta: Erlangga.
Mudhofir, A. (1996). Kamus Teori dan Aliran dalam Filsafat dan Teologi.
Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
Mueller, D. J., & Wornhoff, S. A. (1990). Distinguishing personal and social values.
Educational and Psychological Measurement, 50(3), 691–699.
Muruganantham, G., & Bhakat, R. S. (2013). A review of impulse buying behavior.
International Journal of Marketing Studies, 5(3), 149-160.
Noor, J. (2011). Metode Penelitian: Skripsi, Tesis, Disertasi & Karya Ilmiah.
Jakarta: Prenada Media.
Omar, N. A., Rahim, R. A., Wel, C. A. C., & Alam, S. S. (2014). Compulsive
buying and credit card misuse among credit card holders: The roles of selfesteem, materialism, impulsive buying and budget constraint. Intangible
Capital, 10(1), 52–74.
Papalia, D. E., & Feldman, R. D. (2014). Menyelami perkembangan manusia.
Jakarta: Salemba.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
95
Park, E. J., Kim, E. Y., & Forney, J. C. (2006). A structural model of fashionoriented impulse buying behavior. Journal of Fashion Marketing and
Management: An International Journal, 10(4), 433–446.
Podoshen, J. S., & Andrzejewski, S. A. (2012). An Examination of the relationships
between materialism, conspicuous consumption, impulse buying, and brand
loyalty. Journal of Marketing Theory and Practice, 20(3), 319–334.
Podoshen, J. S., Andrzejewski, S. A., & Hunt, J. M. (2014). Materialism,
conspicuous consumption, and American hip-hop subculture. Journal of
International Consumer Marketing, 26(4), 271–283.
Poduska, B. (1992). Money, marriage, and Maslow’s hierarchy of needs. American
Behavioral Scientist, 35(6), 756–770.
Prendergast, G., & Wong, C. (2003). Parental influence on the purchase of luxury
brands of infant apparel: an exploratory study in Hong Kong. Journal of
Consumer Marketing, 20(2), 157–169.
Primadhyta, S. (2015). Generasi Millenial RI Paling Impulsif Belanja Barang
Mewah.
Diambil
24
Agustus
2017,
dari
https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20151102182452-9288999/generasi-millenial-ri-paling-impulsif-belanja-barang-mewah/.
Putri, A. A. (2017). Ada Jurusnya Berkelit dari Godaan Belanja Barang Diskon!
Diambil
16
September
2017,
dari
http://female.kompas.com/read/2017/01/31/093200420/ada.jurusnya.berkeli
t.dari.godaan.belanja.barang.diskon.
Richins, M. L. (1994). Special possessions and the expression of material values.
Journal of consumer research, 21(3), 522–533.
Richins, M. L. (2011). Materialism, transformation expectations, and spending:
Implications for credit use. Journal of Public Policy & Marketing, 30(2),
141–156.
Richins, M. L., & Dawson, S. (1992). A consumer values orientation for
materialism and its measurement: Scale development and validation. Journal
of consumer research, 19(3), 303–316.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
96
Richins, M. L., & Rudmin, F. W. (1994). Materialism and economic psychology.
Journal of Economic Psychology, 15, 217–231.
Roberts, J. A., & Jones, E. (2001). Money attitudes, credit card use, and compulsive
buying among American college students. Journal of Consumer Affairs,
35(2), 213–240.
Roberts, J. A., Manolis, C., & Tanner Jr, J. F. (2008). Interpersonal influence and
adolescent materialism and compulsive buying. Social Influence, 3(2), 114–
131.
Rook, D. W. (1987). The buying impulse. Journal of consumer research, 14(2),
189–199.
Rook, D. W., & Fisher, R. J. (1995). Normative influences on impulsive buying
behavior. Journal of consumer research, 22(3), 305–313.
Sahdev, A., & Gautama, P. (2007). Are consumer perceptions of brand affected by
materialism? International Marketing Conference on Marketing & Society.
Santoso, A. (2010). Statistik untuk Psikologi dari Blog Menjadi Buku. Yogyakarta:
Universitas Sanata Dharma.
Santrock, J. W. (2002). Life-span development (Perkembangan masa hidup) (5 ed.).
Jakarta: Erlangga.
Saroh, M. (2016). Barang-barang yang Populer di Online Shop. Diambil 16 Oktober
2017, dari https://tirto.id/barang-barang-yang-populer-di-online-shop-b9tE
Sarwono, J. (2006). Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif. Yogyakarta:
Graha Ilmu.
Sarwono, S. W., & Meinarno, E. A. (2014). Psikologi Sosial. Jakarta: Salemba
Humanika.
Schwartz, S. H. (2007). Universalism values and the inclusiveness of our moral
universe. Journal of Cross-Cultural Psychology, 38(6), 711–728.
Setiadi, I., & Warmika, I. (2015). Pengaruh fashion involvement terhadap impulse
buying konsumen fashion yang dimediasi positive emotion di Kota Denpasar.
E-Jurnal Manajemen Universitas Udayana, 4(6), 1684–1700.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
97
Shahjehan, A., Qureshi, J. A., Zeb, F., & Saifullah, K. (2012). The effect of
personality on impulsive and compulsive buying behaviors. African Journal
of Business Management, 6(6), 2187–2194.
Shiffman, L. G., & Kanuk, L. L. (2007). Perilaku Konsumen (Edisi ketujuh).
Jakarta: Indeks.
Shrum, L. J., Lowrey, T. M., Pandelaere, M., Ruvio, A. A., Gentina, E., Furchheim,
P., & Mandel, N. (2014). Materialism: the good, the bad, and the ugly.
Journal of Marketing Management, 30(17–18), 1858–1881.
Siregar,
S.
(2013).
Metode
Penelitian
Kuantitatif:
Dilengkapi
dengan
Perbandingan Perhitungan Manual & SPSS. Jakarta: Kencana.
Sneath, J. Z., Lacey, R., & Kennett-Hensel, P. A. (2009). Coping with a natural
disaster: Losses, emotions, and impulsive and compulsive buying. Marketing
Letters, 20(1), 45–60.
Stern, H. (1962). The significance of impulse buying today. The Journal of
Marketing, 26 (2) 59–62.
Sugiyono, P. D. (2013). Metode Penelitian Manajemen. Bandung: CV. Alfabeta.
Suharsaputra, U. (2012). Metode Penelitian: Kuantitatif, Kualitatif, dan Tindakan.
Bandung: PT. Refika Aditama.
Sumanto. (2014). Teori dan Aplikasi Metode Penelitian: Psikologi, Pendidikan,
Ekonomi Bisnis, dan Sosial. Yogyakarta: Center of Academic Publishing
Service.
Supratiknya, A. (2014). Pengukuran Psikologis. Yogyakarta: Universitas Sanata
Dharma.
Supratiknya, A. (2015). Metodologi Penelitian Kuantitatif & Kualitatif dalam
Psikologi. Yogyakarta: Universitas Sanata Dharma.
Syafputri, E. (2011). Pebelanja Indonesia Makin Impulsif. Diambil 8 Agustus 2017,
dari /berita/264058/pebelanja-indonesia-makin-impulsif
Tendai, M., & Crispen, C. (2009). In-store shopping environment and impulsive
buying. African Journal of Marketing Management, 1(4), 102–108.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
98
Tuyet Mai, N. T., Jung, K., Lantz, G., & Loeb, S. G. (2003). An exploratory
investigation into impulse buying behavior in a transitional economy: A study
of urban consumers in Vietnam. Journal of International Marketing, 11(2),
13–35.
Veer, E., & Shankar, A. (2011). Forgive me, Father, for I did not give full
justification for my sins: How religious consumers justify the acquisition of
material wealth. Journal of Marketing Management, 27(5–6), 547–560.
Verplanken, B., & Herabadi, A. (2001). Individual differences in impulse buying
tendency: Feeling and no thinking. European Journal of personality, 15(1),
71–83.
Wang, J., & Wallendorf, M. (2006). Materialism, status signaling, and product
satisfaction. Journal of the Academy of Marketing Science, 34(4), 494–505.
Ward, S., & Wackman, D. (1971). Family and media influences on adolescent
consumer learning. American Behavioral Scientist, 14(3), 415–427.
Watson, J. J. (2003). The relationship of materialism to spending tendencies,
saving, and debt. Journal of economic psychology, 24(6), 723–739.
Wiramihardja, S. A. (2009). Pengantar Filsafat: Sistematika dan Sejarah
Epistemologi, Metafisika, dan Filsafat Manusia. Balikpapan: Refika
Aditama.
Wollen, P. (2003). The concept of fashion in the arcades project. Boundary 2, 30(1),
131–142.
Wood, M. (1998). Socio-economic status, delay of gratification, and impulse
buying. Journal of economic psychology, 19(3), 295–320.
Wu, L. (2006). Excessive buying: the construct and a causal model. Georgia
Institute of Technology.
Yoon, S-J. (2013). Antecedents and consequences of in-store experiences based on
an experiential typology. European Journal of Marketing, 47(5/6), 693–714.
Youn, S., & Faber, R. J. (2000). Impulse buying: its relation to personality traits
and cues. Advances in Consumer Research, 27, 179-185.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
99
Zhang, Y., & Shrum, L. J. (2009). The influence of self-construal on impulsive
consumption.
Journal
of
Consumer
Research,
35(5),
838–850.
https://doi.org/10.1086/593687
Zoel. (2012). Maybe Yes! Maybe No! Diambil 19 Agustus 2017, dari
http://www.marketing.co.id/maybe-yes-maybe-no/
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
LAMPIRAN
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
101
LAMPIRAN A
Skala Uji Coba
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
102
SKALA UJI COBA
Sebagai bagian dalam Penyusunan Skripsi
Program Studi Psikologi
Disusun oleh :
Yohana Kadek Dwiastuti
139114046
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
2017
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
103
Yogyakarta, 29 November 2017
Kepada
Yth. Saudara/Saudari yang ikut berpartisipasi dalam penelitian ini
Dengan hormat,
Dengan ini saya:
Nama : Yohana Kadek Dwiastuti
Kontak : 085737164524 ([email protected])
Institusi : Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma
Dalam rangka menyelesaikan tugas akhir sebagai mahasiswa, maka peneliti mohon
kesediaan saudara/i membantu serta berpartisipasi untuk memberikan tanggapan pada
pernyataan-pernyataan yang telah peneliti susun dalam skala penelitian ini.
Saat merespon pernyataan-pernyataan tersebut, saudara/i diharapkan dapat mengisi
dengan jawaban yang sesuai dengan keadaan dan kondisi saudara/i dalam kehidupan seharihari. Pada skala ini, tidak ada penilaian benar atau salah. Data yang diberikan oleh saudara/i
sangat terjaga kerahasiannya. Pada saat mengisi skala ini, mohon untuk selalu memperhatikan
petunjuk pengerjaan dan instruksi yang diberikan, karena hasil dari pengisian skala ini akan
digunakan untuk kepentingan akademik.
Peneliti mengucapkan terimakasih atas waktu dan kesediaan saudara/i untuk berpartisipasi
dalam penelitian ini.
Hormat saya,
(Peneliti)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
104
PERNYATAAN KESEDIAAN
Dengan ini saya menyatakan kesediaan saya untuk mengisi skala ini tanpa adanya paksaan
ataupun tekanan dari pihak manapun. Saya bersedia mengisi skala ini dengan sukarela, demi
membantu terlaksananya penelitian ilmiah ini.
Semua respon yang saya berikan dalam skala ini, benar-benar mewakili apa yang saya
alami dalam kehidupan sehari-hari dan bukan atas pandangan masyarakat pada umumnya.
Saya juga memberikan izin agar jawaban saya dapat digunakan sebagai data untuk penelitian
ilmiah ini.
Yogyakarta, .................................. 2017
Menyetujui,
........................................
(Tanda Tangan)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
105
IDENTITAS RESPONDEN
Usia :
Jenis Kelamin : L/P (Lingkari salah satu yang sesuai)
Pekerjaan :
Sering melakukan aktivitas berbelanja produk fashion secara (lingkari salah satu yang sesuai):
a. Online
b. Offline
c. Online dan Offline
Pendapatan/uang saku per-bulan:
a. < Rp.1.000.000
b. Rp. 1.000.000 – Rp 3.000.000
c. Rp. 3.000.000 – Rp. 5.000.000
d. > Rp. 5.000.000
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
106
1.
2.
3.
4.
PETUNJUK PENGISIAN SKALA
Bacalah setiap pernyataan dengan seksama
Tentukan pilihan jawaban yang sungguh-sungguh menggambarkan diri Anda yang
sebenarnya dengan memberikan tanda silang (X) pada pilihan jawaban yang meliputi:
SS (Sangat Setuju)
: Apabila Anda merasa “SANGAT SESUAI” dengan diri Anda.
S (Setuju)
: Apabila Anda merasa “SESUAI” dengan diri Anda.
TS (Tidak Setuju)
: Apabila Anda merasa “TIDAK SESUAI” dengan diri Anda.
STS (Sangat Tidak Setuju)
: Apabila Anda merasa “SANGAT TIDAK SESUAI”
dengan diri Anda.
Pada setiap pernyataan hanya dapat memilih satu jawaban. Tidak ada jawaban yang salah,
semua jawaban adalah benar. Hasil dari skala ini tidak akan mempengaruhi apapun yang
terkait dengan diri Anda. Kerahasiaan data dijamin dan hanya dapat diakses oleh peneliti
untuk kepentingan akademik.
Contoh pengisian
Pernyataan
Saya suka membeli novel bertema persahabatan
SS
S
X
TS
STS
Jika Anda merasa jawaban Anda kurang mencerminkan diri Anda dan ingin
mengganti jawabannya, maka Anda dapat mengganti pilihan jawaban Anda dengan cara
memberikan tanda garis dua pada jawaban sebelumnya (=) kemudian memberikan
tanda silang (X) pada jawaban yang sesuai.
Pernyataan
Saya suka membeli novel bertema persahabatan
SS
S
X
TS
STS
X
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
107
SKALA BAGIAN PERTAMA
Pastikan tidak ada jawaban yang terlewatkan! Selamat Mengerjakan!
No.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
Pernyataan
Saya mengagumi orang-orang yang memiliki
rumah, mobil dan pakaian yang mahal.
Beberapa pencapaian terpenting dalam hidup
saya adalah memiliki harta benda.
Saya tidak terlalu menekankan jumlah materi
yang dimiliki oleh orang lain sebagai tanda
kesuksesan.
Barang-barang yang saya miliki menunjukkan
seberapa sukses hidup saya.
Saya suka memiliki barang-barang yang
mengesankan orang lain.
Saya tidak terlalu memperhatikan objek-objek
materi milik orang lain.
Saya biasanya hanya membeli barang yang
saya butuhkan.
Saya mencoba membuat hidup saya sederhana,
sejauh mempertimbangkan barang-barang
yang saya miliki.
Barang-barang yang saya miliki tidak
seluruhnya penting bagi saya.
Saya menikmati membelanjakan uang untuk
hal-hal yang tidak praktis/berguna
Membeli barang-barang memberikan saya
banyak kesenangan.
Saya suka kemewahan dalam hidup saya.
Saya tidak terlalu menekankan pada hal-hal
materi daripada kebanyakan orang yang saya
kenal.
Saya memiliki semua hal yang benar-benar
saya butuhkan untuk menikmati hidup.
Hidup saya akan lebih baik jika saya memiliki
barang-barang yang tidak saya miliki.
Saya belum tentu akan lebih bahagia jika saya
memiliki hal-hal yang lebih baik.
Saya akan lebih bahagia jika saya mampu
untuk membeli lebih banyak barang.
Terkadang saya sedikit terganggu ketika saya
tidak mampu untuk membeli semua barang
yang saya suka.
SS
S
TS
Silahkan periksa kembali jawaban Anda, jangan sampai ada yang terlewatkan.
STS
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
108
SKALA BAGIAN KEDUA
Pastikan tidak ada jawaban yang terlewatkan! Selamat Mengerjakan!
No.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
Pernyataan
Saya merasa senang ketika membeli produk
fashion yang saya inginkan.
Saya membeli produk fashion, karena saya
menyukainya,
bukan
karena
membutuhkannya.
Saya bisa menahan keinginan untuk membeli
produk fashion yang menarik perhatian saya.
Saya merasa menyesal telah membeli produk
fashion di luar kebutuhan saya dan sering tidak
bermanfaat.
Saya langsung membeli produk fashion yang
saya inginkan, ketika ada diskon.
Saya selalu membeli produk fashion sesuai
kebutuhan saya
Saya biasanya berpikir hati-hati dalam
menentukan produk fashion yang akan saya
beli.
Saya memutuskan untuk langsung membeli
produk fashion yang sedang diskon pada saat
itu juga.
Saya terbiasa membeli produk fashion sesuai
dengan perencanaan sebelumnya.
Ketika saya memiliki uang, saya tidak dapat
menahan keinginan untuk menghabiskannya
membeli produk fashion.
Saya bukan tipe orang yang suka membeli
produk fashion melebihi apa yang telah saya
rencanakan.
Saya sering merasakan dorongan di dalam diri
saya untuk berbelanja produk fashion yang
saya sukai.
Saya tidak harus membeli produk fashion yang
saya sukai.
Saya tidak pernah merasa kecewa dengan
produk fashion yang telah saya beli.
Saya selalu mempertimbangkan manfaat dari
produk fashion yang akan saya beli.
SS
S
TS
STS
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
109
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
23.
24.
25.
26.
27.
28.
29.
30.
31.
Saya memiliki keinginan yang kuat untuk
segera membeli produk fashion yang menarik
perhatian saya.
Ketika membeli suatu produk fashion, saya
akan mempertimbangkan dengan matang
sebelum saya memutuskan untuk membelinya.
Saya tidak pernah merasa bersalah karena telah
menghabiskan banyak uang untuk membeli
produk fashion yang tidak dibutuhkan.
Saya harus segera memiliki produk fashion
yang saya sukai.
Ketika membeli produk fashion di luar
kebutuhan,
saya
selalu
memikirkan
konsekuensi yang akan terjadi.
Saya mampu menahan diri untuk tidak tergoda
dan langsung membeli produk fashion yang
saya sukai.
Saya memutuskan membeli produk fashion
yang saya inginkan tanpa menyesuaikan
dengan kebutuhan saya.
Saya tidak pernah membuat perencanaan
ketika akan membeli produk fashion.
Saya tidak akan langsung membeli ketika saya
menemukan produk fashion yang saya sukai.
Ketika saya memiliki uang, saya lebih suka
menabung uang saya daripada membeli produk
fashion yang saya inginkan.
Terkadang saya merasa bersalah setelah
membeli produk fashion tanpa pertimbangan.
Saya sering membeli produk fashion melebihi
apa yang telah saya rencanakan sebelumnya.
Saya hanya membeli produk fashion, ketika
saya benar-benar membutuhkan-nya.
Saya tidak pernah berpikir dengan cermat
dalam menentukan produk fashion yang akan
saya beli.
Saya mengabaikan konsekuensi yang akan
terjadi setelah membeli produk fashion.
Saya merasa sangat sedih ketika tidak
mendapatkan produk fashion yang ingin saya
beli.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
110
32.
33.
34.
35.
36.
37.
38.
39.
40.
Ketika melihat produk fashion yang menarik,
saya merasa biasa saja ketika tidak
membelinya.
Saya suka membeli produk fashion tanpa
berpikir panjang terlebih dahulu.
Saya senang membeli produk fashion yang
menarik walaupun tidak dibutuhkan.
Saya mampu menunda untuk membeli produk
fashion yang saya inginkan, walaupun sedang
ada diskon.
Saya kurang suka membeli produk fashion
yang tidak saya butuhkan.
Saya terbiasa membeli produk fashion secara
spontan.
Saya merasa sangat gembira ketika melihat
produk fashion yang menarik.
Saya pikir produk fashion yang sedang diskon
tidak harus dibeli saat itu juga.
Saya tidak pernah mempertimbangkan dengan
matang produk fashion yang akan saya beli.
Silahkan periksa kembali jawaban Anda, jangan sampai ada yang terlewatkan.
TERIMA KASIH
Peneliti mengucapkan terimakasih atas kontribusi Anda dalam membantu peneliti
menyelesaikan penyusunan skripsi. Peneliti tidak dapat memberikan imbalan apapun, namun
peneliti percaya bahwa saat kita membantu orang lain, maka bantuan juga akan datang saat kita
butuhkan. Sekali lagi, peneliti mengucapkan terimakasih atas bantuan Anda.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
111
LAMPIRAN B
Reliabilitas Skala Impusive Buying
pada Produk Fashion dan Seleksi Item
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
112
Reliabilitas Skala Impusive Buying pada Produk Fashion dan Seleksi Item
Case Processing Summary
N
%
Cases Valid
73
100.0
a
Excluded
0
.0
Total
73
100.0
a. Listwise deletion based on all
variables in the procedure.
Reliability Statistics
Cronbach's
Alpha
N of Items
.895
40
Item-Total Statistics
Scale Mean
Scale
Corrected
if Item
Variance if
Item-Total
Deleted
Item Deleted Correlation
IB1
IB2
IB3
IB4
IB5
IB6
IB7
IB8
IB9
IB10
IB11
IB12
IB13
IB14
IB15
IB16
IB17
IB18
IB19
IB20
IB21
IB22
83.90
84.64
85.42
84.36
84.64
85.38
85.51
85.12
85.26
85.19
85.27
84.47
85.19
84.68
85.37
84.63
85.51
84.00
85.16
85.38
85.34
85.25
170.782
162.427
162.248
170.260
158.482
162.406
161.865
158.526
162.195
159.352
158.174
162.225
159.879
170.358
161.903
158.931
163.003
179.722
157.695
161.073
160.728
160.022
-.034
.413
.488
-.015
.491
.493
.526
.600
.417
.508
.668
.386
.494
-.018
.512
.511
.453
-.452
.711
.603
.653
.616
Cronbach's
Alpha if Item
Deleted
.898
.892
.892
.899
.891
.892
.891
.889
.892
.891
.889
.893
.891
.899
.891
.891
.892
.906
.888
.890
.890
.890
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
113
IB23
IB24
IB25
IB26
IB27
IB28
IB29
IB30
IB31
IB32
IB33
IB34
IB35
IB36
IB37
IB38
IB39
IB40
85.26
85.15
85.18
84.21
84.93
85.25
85.14
85.16
84.53
84.97
85.29
85.12
85.22
85.07
84.93
84.23
85.34
85.26
159.640
162.852
165.148
176.166
157.592
159.994
159.037
157.528
183.141
163.110
158.013
154.471
160.646
162.426
156.231
167.264
160.395
159.390
.574
.484
.283
-.322
.606
.544
.613
.679
-.554
.402
.670
.732
.507
.447
.586
.141
.527
.588
.890
.892
.894
.903
.889
.890
.889
.888
.909
.893
.889
.887
.891
.892
.889
.897
.891
.890
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
114
LAMPIRAN C
Hasil Uji Reliabilitas Setelah Seleksi Item
Impulsive Buying pada Produk Fashion
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
115
Hasil Uji Reliabilitas Setelah Seleksi Item Impulsive Buying pada Produk
Fashion
Case Processing Summary
N
%
Cases Valid
73
100.0
a
Excluded
0
.0
Total
73
100.0
a. Listwise deletion based on all
variables in the procedure.
Reliability Statistics
Cronbach's
Alpha
N of Items
.929
26
IB2
IB3
IB5
IB7
IB8
IB10
IB11
IB12
IB15
IB16
IB19
IB20
IB21
IB22
IB25
IB27
IB28
IB29
IB30
IB32
IB33
Scale Mean
if Item
Deleted
51.16
51.95
51.16
52.03
51.64
51.71
51.79
50.99
51.89
51.15
51.68
51.90
51.86
51.77
51.70
51.45
51.77
51.66
51.68
51.49
51.81
Item-Total Statistics
Scale
Corrected
Cronbach's
Variance if
Item-Total Alpha if Item
Item Deleted Correlation
Deleted
124.917
.392
.929
123.941
.524
.927
121.584
.467
.928
124.694
.483
.927
121.566
.576
.926
121.680
.520
.927
120.888
.668
.925
123.903
.415
.928
124.099
.515
.927
120.213
.584
.926
120.024
.741
.924
123.227
.618
.926
122.787
.680
.925
122.126
.643
.925
126.658
.304
.930
120.334
.607
.925
122.709
.528
.927
122.201
.576
.926
120.274
.682
.924
124.198
.468
.927
120.463
.688
.924
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
116
IB34
IB35
IB36
IB37
IB40
51.64
51.74
51.59
51.45
51.78
116.677
122.640
124.745
119.529
121.812
.788
.531
.437
.566
.596
.922
.927
.928
.926
.926
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
117
LAMPIRAN D
Hasil Uji Reliabilitas Skala
Materialisme
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
118
Hasil Uji Reliabilitas Skala Materialisme
Case Processing Summary
N
%
Cases Valid
73
100.0
Excludeda
0
.0
Total
73
100.0
a. Listwise deletion based on all
variables in the procedure.
Reliability Statistics
Cronbach's
Alpha
N of Items
.801
18
M1
M2
M3
M4
M5
M6
M7
M8
M9
M10
M11
M12
M13
M14
M15
M16
M17
M18
Scale Mean
if Item
Deleted
39.48
39.30
39.86
39.66
39.56
39.70
40.07
40.04
39.30
39.82
39.34
39.60
39.85
39.85
39.62
39.67
39.59
39.45
Item-Total Statistics
Scale
Corrected
Cronbach's
Variance if
Item-Total Alpha if Item
Item Deleted Correlation
Deleted
41.142
.509
.784
44.297
.215
.803
40.787
.575
.780
42.034
.422
.790
41.277
.525
.783
40.936
.567
.780
43.259
.325
.796
43.012
.440
.789
45.686
.100
.809
42.037
.411
.790
42.423
.414
.790
40.771
.481
.785
41.769
.583
.782
45.880
.083
.809
42.351
.459
.788
44.668
.193
.804
43.440
.274
.800
42.390
.358
.794
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
119
LAMPIRAN E
Skala Penelitian
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
120
SKALA PENELITIAN
Sebagai bagian dalam Penyusunan Skripsi
Program Studi Psikologi
Disusun oleh :
Yohana Kadek Dwiastuti
139114046
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
2017
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
121
Yogyakarta, 6 Desember 2017
Kepada
Yth. Saudara/Saudari yang ikut berpartisipasi dalam penelitian ini
Dengan hormat,
Dengan ini saya:
Nama : Yohana Kadek Dwiastuti
Kontak : 085737164524 ([email protected])
Institusi : Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma
Dalam rangka menyelesaikan tugas akhir sebagai mahasiswa, maka peneliti
mohon kesediaan saudara/i membantu serta berpartisipasi untuk memberikan
tanggapan pada pernyataan-pernyataan yang telah peneliti susun dalam skala penelitian
ini.
Saat merespon pernyataan-pernyataan tersebut, saudara/i diharapkan dapat
mengisi dengan jawaban yang sesuai dengan keadaan dan kondisi saudara/i dalam
kehidupan sehari-hari. Pada skala ini, tidak ada penilaian benar atau salah. Data yang
diberikan oleh saudara/i sangat terjaga kerahasiannya. Pada saat mengisi skala ini,
mohon untuk selalu memperhatikan petunjuk pengerjaan dan instruksi yang diberikan,
karena hasil dari pengisian skala ini akan digunakan untuk kepentingan akademik.
Peneliti mengucapkan terimakasih atas waktu dan kesediaan saudara/i untuk
berpartisipasi dalam penelitian ini.
Hormat saya,
(Peneliti)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
122
PERNYATAAN KESEDIAAN
Dengan ini saya menyatakan kesediaan saya untuk mengisi skala ini tanpa adanya
paksaan ataupun tekanan dari pihak manapun. Saya bersedia mengisi skala ini dengan
sukarela, demi membantu terlaksananya penelitian ilmiah ini.
Semua respon yang saya berikan dalam skala ini, benar-benar mewakili apa yang
saya alami dalam kehidupan sehari-hari dan bukan atas pandangan masyarakat pada
umumnya. Saya juga memberikan izin agar jawaban saya dapat digunakan sebagai data
untuk penelitian ilmiah ini.
Yogyakarta, .................................. 2017
Menyetujui,
........................................
(Tanda Tangan)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
123
IDENTITAS RESPONDEN
Usia :
Jenis Kelamin : L/P (Lingkari salah satu yang sesuai)
Pekerjaan :
Sering melakukan aktivitas berbelanja produk fashion secara (lingkari salah satu yang
sesuai):
a. Online
b. Offline
c. Online dan Offline
Pendapatan/uang saku per-bulan:
a. < Rp.1.000.000
b. Rp. 1.000.000 – Rp 3.000.000
c. Rp. 3.000.000 – Rp. 5.000.000
d. > Rp. 5.000.000
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
124
1.
2.
3.
4.
PETUNJUK PENGISIAN SKALA
Bacalah setiap pernyataan dengan seksama
Tentukan pilihan jawaban yang sungguh-sungguh menggambarkan diri Anda yang
sebenarnya dengan memberikan tanda silang (X) pada pilihan jawaban yang
meliputi:
SS (Sangat Setuju)
: Apabila Anda merasa “SANGAT SESUAI” dengan
diri Anda.
S (Setuju)
: Apabila Anda merasa “SESUAI” dengan diri Anda.
TS (Tidak Setuju)
: Apabila Anda merasa “TIDAK SESUAI” dengan
diri Anda.
STS (Sangat Tidak Setuju) : Apabila Anda merasa “SANGAT TIDAK SESUAI”
dengan diri Anda.
Pada setiap pernyataan hanya dapat memilih satu jawaban. Tidak ada jawaban
yang salah, semua jawaban adalah benar. Hasil dari skala ini tidak akan
mempengaruhi apapun yang terkait dengan diri Anda. Kerahasiaan data dijamin
dan hanya dapat diakses oleh peneliti untuk kepentingan akademik.
Contoh pengisian
Pernyataan
Saya suka
persahabatan
membeli
SS
novel
bertema
S
TS
STS
X
Jika Anda merasa jawaban Anda kurang mencerminkan diri Anda dan ingin
mengganti jawabannya, maka Anda dapat mengganti pilihan jawaban Anda
dengan cara memberikan tanda garis dua pada jawaban sebelumnya (=)
kemudian memberikan tanda silang (X) pada jawaban yang sesuai.
Pernyataan
SS
Saya suka
persahabatan
membeli
novel
bertema
S
X
TS
STS
X
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
125
SKALA BAGIAN PERTAMA
Pastikan tidak ada jawaban yang terlewatkan! Selamat Mengerjakan!
No.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
Pernyataan
Saya mengagumi orang-orang yang memiliki
rumah, mobil dan pakaian yang mahal.
Beberapa pencapaian terpenting dalam hidup
saya adalah memiliki harta benda.
Saya tidak terlalu menekankan jumlah materi
yang dimiliki oleh orang lain sebagai tanda
kesuksesan.
Barang-barang
yang
saya
miliki
menunjukkan seberapa sukses hidup saya.
Saya suka memiliki barang-barang yang
mengesankan orang lain.
Saya tidak terlalu memperhatikan objekobjek materi milik orang lain.
Saya biasanya hanya membeli barang yang
saya butuhkan.
Saya mencoba membuat hidup saya
sederhana,
sejauh
mempertimbangkan
barang-barang yang saya miliki.
Barang-barang yang saya miliki tidak
seluruhnya penting bagi saya.
Saya menikmati membelanjakan uang untuk
hal-hal yang tidak praktis/berguna
Membeli barang-barang memberikan saya
banyak kesenangan.
Saya suka kemewahan dalam hidup saya.
Saya tidak terlalu menekankan pada hal-hal
materi daripada kebanyakan orang yang saya
kenal.
Saya memiliki semua hal yang benar-benar
saya butuhkan untuk menikmati hidup.
Hidup saya akan lebih baik jika saya
memiliki barang-barang yang tidak saya
miliki.
Saya belum tentu akan lebih bahagia jika
saya memiliki hal-hal yang lebih baik.
Saya akan lebih bahagia jika saya mampu
untuk membeli lebih banyak barang.
SS
S
TS
STS
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
126
18.
Terkadang saya sedikit terganggu ketika saya
tidak mampu untuk membeli semua barang
yang saya suka.
Silahkan periksa kembali jawaban Anda, jangan sampai ada yang terlewatkan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
127
SKALA BAGIAN KEDUA
Pastikan tidak ada jawaban yang terlewatkan! Selamat Mengerjakan!
No.
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Pernyataan
Saya sering membeli produk fashion
melebihi apa yang telah saya rencanakan
sebelumnya.
Saya memiliki keinginan yang kuat untuk
segera membeli produk fashion yang
menarik perhatian saya.
Ketika saya memiliki uang, saya lebih
suka menabung uang saya daripada
membeli produk fashion yang saya
inginkan.
Saya bukan tipe orang yang suka membeli
produk fashion melebihi apa yang telah
saya rencanakan.
Ketika melihat produk fashion yang
menarik, saya merasa biasa saja ketika
tidak membelinya.
Saya mengabaikan konsekuensi yang akan
terjadi setelah membeli produk fashion.
Ketika saya memiliki uang, saya tidak
dapat
menahan
keinginan
untuk
menghabiskannya
membeli
produk
fashion.
Ketika membeli produk fashion di luar
kebutuhan, saya selalu memikirkan
konsekuensi yang akan terjadi.
Saya terbiasa membeli produk fashion
secara spontan.
Saya kurang suka membeli produk fashion
yang tidak saya butuhkan.
SS
S
TS
STS
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
128
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
Saya membeli produk fashion, karena
saya menyukainya, bukan karena
membutuhkannya.
Saya memutuskan membeli produk
fashion yang saya inginkan tanpa
menyesuaikan dengan kebutuhan saya.
Saya tidak pernah mempertimbangkan
dengan matang produk fashion yang akan
saya beli.
Saya bisa menahan keinginan untuk
membeli produk fashion yang menarik
perhatian saya.
Saya langsung membeli produk fashion
yang saya inginkan, ketika ada diskon.
Saya selalu mempertimbangkan manfaat
dari produk fashion yang akan saya beli.
Saya mampu menahan diri untuk tidak
tergoda dan langsung membeli produk
fashion yang saya sukai.
Saya biasanya berpikir hati-hati dalam
menentukan produk fashion yang akan
saya beli.
Saya senang membeli produk fashion
yang menarik walaupun tidak dibutuhkan.
Saya mampu menunda untuk membeli
produk fashion yang saya inginkan,
walaupun sedang ada diskon.
Saya tidak pernah berpikir dengan cermat
dalam menentukan produk fashion yang
akan saya beli.
Saya suka membeli produk fashion tanpa
berpikir panjang terlebih dahulu.
Saya hanya membeli produk fashion,
ketika
saya
benar-benar
membutuhkannya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
129
24
25
26
Saya sering merasakan dorongan di dalam
diri saya untuk berbelanja produk fashion
yang saya sukai.
Saya harus segera memiliki produk
fashion yang saya sukai.
Saya memutuskan untuk langsung
membeli produk fashion yang sedang
diskon pada saat itu juga.
Silahkan periksa kembali jawaban Anda, jangan sampai ada yang terlewatkan.
TERIMA KASIH
Peneliti mengucapkan terimakasih atas kontribusi Anda dalam membantu peneliti
menyelesaikan penyusunan skripsi. Peneliti tidak dapat memberikan imbalan apapun,
namun peneliti percaya bahwa saat kita membantu orang lain, maka bantuan juga akan
datang saat kita butuhkan. Sekali lagi, peneliti mengucapkan terimakasih atas bantuan
Anda.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
130
LAMPIRAN F
Hasil Uji t Mean Teoritis
dan Mean Empiris
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
131
Hasil Uji t Mean Teoritis dan Mean Empiris
One-Sample Statistics
N
Mean
Std. Deviation Std. Error Mean
283
39.54
6.196
.368
Materialisme
One-Sample Test
Test Value = 45
Materialisme
95% Confidence
Interval of the
Difference
Sig. (2Mean
df
tailed) Difference Lower
Upper
282
.000
-5.459 -6.18
-4.73
t
-14.822
One-Sample Statistics
N
Mean Std. Deviation Std. Error Mean
Kecenderungan Impulsive
Buying
283
55.48
10.433
.620
One-Sample Test
Test Value = 65
t
Kecenderungan
Impulsive Buying
-15.343
df
282
Sig. (2tailed)
.000
95%
Confidence
Interval of the
Difference
Mean
Difference Lower Upper
-9.516 -10.74
-8.30
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
132
LAMPIRAN G
Hasil Uji Normalitas
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
133
Hasil Uji Normalitas
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova
Statistic
df
Kecenderungan Impulsive
Buying
Materialisme
a. Lilliefors Significance Correction
Sig.
.072
283
.001
.065
283
.005
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
134
LAMPIRAN H
Hasil Uji Linearitas
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
135
Hasil Uji Linearitas
ANOVA Table
Sum of
Squares
Kecenderung Betwee (Combined) 11105.374
an Impulsive n
Linearity
6112.637
Buying *
Groups
Materialisme
Deviation
from
Linearity
Within Groups
Total
4992.737
Mean
df Square
F
Sig.
32 347.043 4.429 .000
6112.63 78.00
1
.000
7
2
31 161.056 2.055
19591.305 250
30696.678 282
78.365
.001
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
136
LAMPIRAN I
Hasil Uji Hipotesis
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
137
Hasil Uji Hipotesis
Correlations
Kecenderungan
Impulsive Buying Materialisme
Spearman's rho Kecenderungan
Impulsive Buying
Correlation
Coefficient
Sig. (1tailed)
N
Materialisme
Correlation
Coefficient
Sig. (1tailed)
N
**. Correlation is significant at the 0.01 level (1-tailed).
1.000
.367**
.
.000
283
283
.367**
1.000
.000
.
283
283
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
138
LAMPIRAN J
Izin dari Peneliti Skala
Materialisme
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
139
Izin dari Peneliti Skala Materialisme
dwiastuti yohana <[email protected]>
Kepada: [email protected]
1 November 2017 20.31
Dear Mr./Mrs. Richins
Hello, my name is Yohana. I'm writing a thesis about Relationship between
Materialism and Impulsive Buying of Early Adult Consumers on Fashion
Products.
Mr./Mrs. Richins, I want to ask permission to adapted your scale which in the
journal entitled "A Consumer Values Orientation for Materialism and Its
Measurement: Scale Development and Validation as a publised in Journal of
Consumer Research, 1992, Vol 19 for the purpose of my thesis.
Thank you very much for your kind attention. I hope we could have a good
communication
Sincerely yours,
Yohana Kadek Dwiastuti
Faculty of Psychology, Sanata Dharma University, Yogyakarta, Indonesia..
Richins, Marsha L. <[email protected]>
Kepada: dwiastuti yohana <[email protected]>
3 November 2017 20.47
Yes, you may use that measure in your research. The attached information may
be useful. Please don’t ask me for more information, as that is all I have besides
what’s been published in journal articles.
MVS.doc
41K
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
140
LAMPIRAN K
Surat Keterangan Penerjemahan
Skala Materialisme ke dalam
Bahasa Indonesia
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
141
Surat Keterangan Penerjemahan Skala Materialisme ke dalam Bahasa
Indonesia
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
142
LAMPIRAN L
Surat Keterangan Penerjemahan
Skala Materialisme ke dalam
Bahasa Inggris
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Surat Keterangan Penerjemahan Skala Materialisme ke dalam Bahasa Inggris
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Download