PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI HUBUNGAN ANTARA MATERIALISME DAN KECENDERUNGAN IMPULSIVE BUYING KONSUMEN DEWASA AWAL PADA PRODUK FASHION SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi Program Studi Psikologi Disusun Oleh : Yohana Kadek Dwiastuti NIM: 139114046 PROGRAM STUDI PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2018 i PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING ii PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI HALAMAN PENGESAHAN SKRIPSI iii PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI HALAMAN MOTTO Jadikanlah kegagalan di masa lalu, sebagai cerminan dan pelajaran untuk melangkah lebih baik menuju masa depan yang cerah untuk meraih cita-cita dan harapan hidup (Anonim) Kegagalan adalah kesuksesan yang tertunda namun bukan kehancuran bagi segalanya, tetapi pelajaran dan peringatan terhadap apa yang telah kita lakukan dan apa yang akan kita lakukan nantinya (Anonim) Segala perkara dapat kutanggung di dalam Dia yang memberi kekuatan kepadaku (Filipi 4:13) Terus berjuang, berkarya, dan berusaha jadikan setiap periode perjuangan sebagai pembelajaran untuk mencapai sukses sejati (Andrie Wongso) Jangan putus asa selama kamu masih hidup, itu artinya Tuhan masih memberikan waktu dan kesempatan (Merry Riana) iv PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI HALAMAN PERSEMBAHAN Skripsi ini saya persembahkan kepada semua orang yang telah turut membantu saya dalam bentuk doa, semangat, motivasi dan apapun: Tuhan Yesus dan Bunda Maria yang selalu setia mendampingi, membimbing dan memberikan jalan keluar ketika saya mengalami kesulitan dalam penyusunan skripsi ini. Papa, Mama, Nenek, Kakak dan Adikku yang selalu setia mendengarkan keluh kesah saya ketika mengerjakan skripsi dan memberikan semangat, dukungan, dan penghiburan serta selalu sabar menunggu hingga karya ini selesai dibuat. Sahabat, teman-teman, saudara-saudara dan keluarga besar yang selalu mendukung dan menyemangati saya sehingga karya ini dapat terselesaikan dengan lancar. Dosen Pembimbing, Ibu P. Henrietta P.D.A.D.S., M.A. yang tak pernah lelah selalu mengarahkan, membimbing, memberikan waktu, dan memotivasi saya sampai penelitian ini terselesaikan dengan lancar. Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma sebagai tempat saya belajar dan mendapatkan berbagai pengalaman hidup yang sangat berharga. v PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PERNYATAAN KEASLIAN KARYA Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah. Yogyakarta, 22 Januari 2018 Peneliti, Yohana Kadek Dwiastuti vi PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI HUBUNGAN ANTARA MATERIALISME DAN KECENDERUNGAN IMPULSIVE BUYING KONSUMEN DEWASA AWAL PADA PRODUK FASHION Yohana Kadek Dwiastuti ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara materialisme dan kecenderungan impulsive buying konsumen dewasa awal pada produk fashion. Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara materialisme dan kecenderungan impulsive buying konsumen dewasa awal pada produk fashion. Subyek dalam penelitian ini adalah konsumen dewasa awal berusia 20 tahun sampai dengan 40 tahun yang berjumlah 283 konsumen dewasa awal. Alat pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala materialisme dan skala kecenderungan impulsive buying dalam model Likert. Skala materialisme memiliki 11 item dengan koefisien reliabilitas sebesar 0,801 dan skala kecenderungan impulsive buying memiliki 26 item dengan koefisien reliabilitas sebesar 0,929. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji korelasi Spearman’s rho dikarenakan sebaran data pada kedua variabel bersifat tidak normal. Penelitian ini menghasilkan nilai korelasi r = 0,367 dan nilai signifikansi p= 0,00 < 0,05. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara materialisme dan kecenderungan impulsive buying konsumen dewasa awal pada produk fashion. Hal ini berarti bahwa semakin tinggi materialisme, maka kecenderungan impulsive buying konsumen dewasa awal pada produk fashion menjadi semakin tinggi. Sebaliknya, semakin rendah materialisme, maka kecenderungan impulsive buying konsumen dewasa awal pada produk fashion menjadi semakin rendah. Kata kunci: materialisme, kecenderungan impulsive buying, produk fashion, dewasa awal vii PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI THE CORRELATION BETWEEN MATERIALISM AND THE TENDENCY OF IMPULSIVE BUYING OF EARLY ADULT CONSUMERS OF FASHION PRODUCTS Yohana Kadek Dwiastuti ABSTRACT This research was conducted to find out the correlation between materialism and the tendency of impulsive buying of early adult consumers of fashion products. The hypothesis of this research was that there was a positive and significant correlation between materialism and the tendency of impulsive buying of early adult consumers of fashion products. The subject of this research were 283 early adult consumers who were 20 to 40 years old. The instruments of this research were materialism scale and impulsive buying tendency scale in Likert model. The materialism scale has 11 items with 0,801 reliability coefficient and the scale of the tendency of impulsive buying which has 26 items has 0,929 reliability coefficient. The data analysis technique which is used in this research was Spearman’s rho correlation test because the distribution of both two variables data was not normal. This research yielded r = 0,367 correlation value and p = 0,00 < 0,05 significance value. The result of this research showed that there was a positive and significant correlation between materialism and the tendency of impulsive buying of early adult consumers of fashion products. It means that the higher the materialism, the higher the tendency of impulsive buying of early adult consumers of fashion products. On the other hand, the lower the materialism, the lower the tendency of impulsive buying of early adult consumers of fashion products. Keywords: materialism, impulsive buying tendency, fashion product, early adult viii PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS Yang bertanda tangan dibawah ini, saya mahasiswi Universitas Sanata Dharma : Nama : Yohana Kadek Dwiastuti Nomor Mahasiswa : 139114046 Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, karya ilmiah yang berjudul : HUBUNGAN MATERIALISME DAN KECENDERUNGAN IMPULSIVE BUYING KONSUMEN DEWASA AWAL PADA PRODUK FASHION Beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan Kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya di internet atau di media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta izin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis. Dengan demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya. Dibuat di Yogyakarta Pada tanggal: 22 Januari 2018 Yang menyatakan, (Yohana Kadek Dwiastuti) ix PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI KATA PENGANTAR Puji syukur dan terimakasih saya ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa dan Bunda Maria yang telah melimpahkan berkat dan memberikan bimbingan serta pendampingan selama proses penulisan skripsi, sehingga peneliti dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini. Peneliti juga menyadari bahwa banyak pihak lain yang memberikan kontribusi dalam membantu peneliti untuk menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu, peneliti mengucapkan terimakasih kepada: 1. Tuhan Yesus dan Bunda Maria yang selalu menyertai saya dari awal proses penulisan hingga skripsi ini terselesaikan dan selalu menunjukkan jalan keluar terbaik untuk saya. 2. Bapak Dr. Tarsius Priyo Widiyanto, M.Si. selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma. 3. Bapak Paulus Eddy Suhartanto, M.Si. selaku Kepala Program Studi Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma. 4. Ibu P. Henrietta P.D.A.D.S., M.A. selaku Dosen Pembimbing Skripsi yang selalu memberikan waktunya untuk membimbing, mengarahkan, dan memberikan semangat kepada saya untuk bisa mengerjakan dan menyelesaikan penulisan skripsi ini. Terima kasih atas peran Ibu sebagai pembimbing yang selalu memotivasi saya untuk selalu semangat dalam mengerjakan skripsi. 5. Terimakasih kepada Ibu P. Henrietta P.D.A.D.S., M.A., Ibu Monica Eviandaru M., M.App. Psych dan Bapak Paulus Eddy Suhartanto, M.Si. selaku dosen penguji atas semua masukannya yang berupa saran untuk menyempurnakan x PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI skripsi ini. 6. Ibu Sylvia Carolina Maria Yuniati Murtisari, M.Si.dan Bapak Minta Istono M.Si. selaku Dosen Pembimbing Akademik yang selalu memberikan bimbingan dalam hal akademik kemahasiswaan. 7. Seluruh Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma yang telah mengajar, mendidik,dan memberi ilmu pengetahuan selama peneliti menempuh studi. 8. Seluruh staff Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma: Mas Gandung, Ibu Nanik, dan Mas Muji atas keramahannya, dukungan, dan bantuannya dalam administasi kemahasiswaan serta selalu memberikan semangat kepada peneliti dalam mengerjakan skripsi. 9. Seluruh subjek penelitian yang telah bersedia meluangkan waktu dan tenaganya untuk membantu peneliti dalam pengisian skala penelitian, bantuan yang kalian berikan sangat berarti bagi peneliti. 10. Kepada Papa H. Nyoman Rikus,S.E. dan Mama L. Nyoman Sulastri serta Nenek saya tercinta yang selalu setia mendengarkan keluh kesah saya dan juga selalu memberikan semangat, nasihat, doa dan dukungan ketika saya mulai putus asa sehingga penulisan skripsi ini dapat dikerjakan dengan lancar. Terimakasih juga atas kontribusi yang papa dan mama berikan baik secara moral maupun materi yang sangat berarti bagi kelancaran studi saya. 11. Kepada Kakakku tersayang Agnes Ika Dewi Lestari, S.E. yang selalu setia menemani, meluangkan waktunya untuk mendengarkan semua keluh kesah yang saya alami selama mengerjakan skripsi ini dan selalu memberikan xi PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI dukungan, bantuan, semangat, dan doa sehingga saya dapat mengerjakan dan menyelesaikan skripsi dengan lancar dan juga kepada adikku Yohanes Nyoman Martin H. yang selalu memberikan semangat, dukungan, penghiburan dan doa sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan lancar. 12. Sahabat saya Abiel, Dito, Ollyn, Angel, Winda, dan KI yang selalu memberikan semangat, dukungan, selalu berbagi cerita, dan juga memberikan berbagai pengalaman hidup kepada saya sehingga saya menjadi termotivasi dan semangat dalam mengerjakan skripsi. 13. Seluruh teman-teman saya angkatan 2013 terutama teman-teman Psikologi kelas D yang telah memberikan saya berbagai pengalaman berharga selama kurang lebih empat tahun ini selama saya menempuh pendidikan di Fakultas Psikologi. Semangat dan sukses untuk kita semua. 14. Teman-teman KKN angkatan 53 kelompok 34 yang selalu memberikan semangat, doa, dukungan dan bantuannya sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik dan lancar serta selalu menanyakan kelulusan saya sehingga saya menjadi termotivasi untuk segera menyelesaikan skripsi ini dan lulus. Terimakasih juga atas pengalaman hidup yang kalian berikan dan mengajarkan arti kekeluargaan kepada saya selama kurang lebih 25 hari hidup bersama di Dusun Gandu. 15. Seluruh teman-teman seperjuangan bimbingan Bu Etta yang saling menyemangati, membantu, mendukung dalam penyusunan skripsi. Mari kita semangat dan kita akan sukses bersama. 16. Kelompok asisten Tes Kognitif (Angel, Febri, Garnis, Mega, Yudis, Maria, xii PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI dan Fendy) dan Tes Inventori (Devina, Nanda, Rizka, Chilla, Tara, Dhea, Feliks, Depong, Chaterine, dan Vanio) yang pernah berdinamika bersama saya, terimakasih atas dukungan, doa, semangat, dan bantuannya sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan lancar. 17. Teman-teman asisten Laboratorium Psikologi (Krisna, Dhani, Fonsa, Dewa, Tia, dan Bella) dan Mas Muji atas kesempatan dan pengalaman yang diberikan kepada saya untuk bisa belajar bekerjasama dan mengetahui bagaimana gambaran dunia kerja yang akan saya hadapi ke depannya. Terimakasih juga atas dukungan dan semangat yang kalian berikan kepada saya dalam proses penyusunan skripsi ini. Semoga kita semua bisa sukses meraih cita-cita yang kita harapkan. 18. Seluruh pihak lainnya yang belum peneliti sebutkan satu persatu yang juga telah membantu, mendukung, dan memberikan semangat bagi peneliti untuk bisa menyelesaikan skripsi ini. Tuhan memberkati kalian semua. Peneliti menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna, sehingga peneliti sangat mengharapkan dan terbuka untuk menerima kritik dan saran dari pembaca untuk membantu menyempurnakan skripsi ini dan demi perkembangan penelitian berikutnya. Peneliti berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi pembaca. Akhir kata, peneliti mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata dalam penulisan skripsi ini. Terimakasih. Yogyakarta, Peneliti Yohana Kadek Dwiastuti xiii PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ............................................................................................... i HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING ....................................... ii HALAMAN PENGESAHAN SKRIPSI ................................................................ iii HALAMAN MOTTO ............................................................................................ iv HALAMAN PERSEMBAHAN ..............................................................................v PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ................................................................ vi ABSTRAK ............................................................................................................ vii ABSTRACT ........................................................................................................... viii LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI................................. ix KATA PENGANTAR .............................................................................................x DAFTAR ISI ........................................................................................................ xiv DAFTAR TABEL ............................................................................................... xvii DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... xviii BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................1 A. Latar Belakang ............................................................................................. 1 B. Rumusan Masalah ...................................................................................... 17 C. Tujuan Penelitian........................................................................................ 17 D. Manfaat Penelitian...................................................................................... 17 BAB II LANDASAN TEORI ...............................................................................19 A. Impulsive Buying ........................................................................................ 19 1. Definisi Impulsive Buying ..................................................................... 19 2. Aspek Impulsive Buying ........................................................................ 23 3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Impulsive Buying ........................... 25 xiv PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI B. Materialisme ............................................................................................... 33 1. Definisi Materialisme ............................................................................ 33 2. Aspek Materialisme ............................................................................... 37 3. Dampak Materialisme............................................................................ 38 C. Produk Fashion .......................................................................................... 39 D. Dewasa Awal .............................................................................................. 41 1. Definisi Dewasa Awal ........................................................................... 41 2. Aspek-aspek Masa Dewasa Awal.......................................................... 42 E. Dinamika Hubungan Materialisme dan Kecenderungan Impulsive Buying Konsumen Dewasa Awal pada Produk Fashion ........................................ 45 F. Skema Penelitian Hubungan antara Materialisme dan Kecenderungan Impulsive Buying Konsumen Dewasa Awal pada Produk Fashion ........... 51 G. Hipotesis ..................................................................................................... 52 BAB III METODOLOGI PENELITIAN .............................................................53 A. Jenis Penelitian ........................................................................................... 53 B. Identifikasi Variabel Penelitian .................................................................. 54 C. Definisi Operasional ................................................................................... 54 D. Subjek Penelitian ........................................................................................ 56 E. Metode dan Alat Pengumpulan Data ......................................................... 56 F. Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur .......................................................... 62 G. Metode Analisis Data ................................................................................. 68 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ......................................71 A. Pelaksanaan Penelitian ............................................................................... 71 B. Deskripsi Subjek Penelitian ....................................................................... 71 C. Deskripsi Data Penelitian ........................................................................... 73 xv PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI D. Hasil Penelitian .......................................................................................... 76 E. Pembahasan ................................................................................................ 80 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................84 A. Kesimpulan................................................................................................. 84 B. Keterbatasan Penelitian .............................................................................. 84 C. Saran ........................................................................................................... 85 DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................88 LAMPIRAN .........................................................................................................100 xvi PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI DAFTAR TABEL Tabel 1. Sebaran Item Skala Materialisme Sebelum Uji Coba ..............................59 Tabel 2. Skor Respon pada Variabel Materialisme ................................................60 Tabel 3. Sebaran Item Skala Kecenderungan Impulsive Buying Sebelum Seleksi Item ........................................................................................................................60 Tabel 4. Skor Respon pada Variabel Kecenderungan Impulsive Buying ..............61 Tabel 5. Sebaran Item Skala Materialisme Setelah Uji Coba ................................64 Tabel 6. Sebaran Item Skala Kecenderungan Impulsive Buying Setelah Seleksi Item ........................................................................................................................66 Tabel 7. Deskripsi Usia Subjek ..............................................................................71 Tabel 8. Deskripsi Jenis Kelamin Subjek ..............................................................72 Tabel 9. Deskripsi Pekerjaan Subjek .....................................................................72 Tabel 10. Deskripsi Aktivitas Belanja Produk Fashion Subjek.............................72 Tabel 11. Deskripsi Pendapatan/Uang Saku Subjek Per-bulan .............................72 Tabel 12. Data Empirik Skala Materialisme ..........................................................74 Tabel 13. Hasil Uji Beda MeanTeoritis dan Mean Empiris Materialisme .............74 Tabel 14. Data Empirik Skala Kecenderungan Impulsive Buying ........................75 Tabel 15. Hasil Uji Beda Mean Teoritis dan Mean Empiris Kecenderungan Impulsive Buying ...................................................................................................75 Tabel 16. Hasil Uji Normalitas ..............................................................................76 Tabel 17. Hasil Uji Linearitas ................................................................................78 Tabel 18. Hasil Uji Hipotesis Spearman’s rho Correlations ..................................79 xvii PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI DAFTAR LAMPIRAN LAMPIRAN A Skala Uji Coba .........................................................................101 LAMPIRAN B Reliabilitas Skala Impusive Buying pada Produk Fashion dan Seleksi Item ..........................................................................................................111 LAMPIRAN C Hasil Uji Reliabilitas Setelah Seleksi Item Impulsive Buying pada Produk Fashion ............................................................................................114 LAMPIRAN D Hasil Uji Reliabilitas Skala Materialisme ................................117 LAMPIRAN E Skala Penelitian ........................................................................119 LAMPIRAN F Hasil Uji t Mean Teoritis dan Mean Empiris............................130 LAMPIRAN G Hasil Uji Normalitas ................................................................132 LAMPIRAN H Hasil Uji Linearitas ..................................................................134 LAMPIRAN I Hasil Uji Hipotesis ....................................................................136 LAMPIRAN J Izin dari Peneliti Skala Materialisme ........................................138 LAMPIRAN K Surat Keterangan Penerjemahan Skala Materialisme ke dalam Bahasa Indonesia ..................................................................................................140 LAMPIRAN L Surat Keterangan Penerjemahan Skala Materialisme ke dalam Bahasa Inggris ......................................................................................................142 xviii PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Aktivitas belanja merupakan suatu aktivitas yang dilakukan oleh individu untuk mendapatkan suatu produk yang dibutuhkan. Namun, zaman sekarang masyarakat telah mengalami perubahan pola berbelanja, yaitu individu melakukan aktivitas berbelanja bukan hanya untuk memenuhi kebutuhan, melainkan lebih kepada aktivitas berbelanja untuk memuaskan keinginan, mengurangi perasaan negatif, mengungkapkan identitas, atau hanya untuk bersenang-senang (Verplanken & Herabadi, 2001). Bahkan tak jarang individu melakukan aktivitas belanja tanpa adanya perencanaan terlebih dahulu karena merasakan dorongan secara tiba-tiba yang kuat untuk segera membeli suatu produk yang sering disebut dengan impulsive buying (Kacen & Lee, 2002). Pada tahun 2014 Creditcard.com melakukan sebuah survei yang menghasilkan bahwa sekitar 75% orang Amerika melakukan pembelian produk secara impulsif, bahkan 10% diantaranya menghabiskan lebih dari 13,6 juta untuk pembelian satu buah produk (Money.id, 2015). Pada tahun 2016 Creditcard.com kembali melakukan survei di Amerika yang menghasilkan bahwa 84% dari 1003 responden menyatakan bahwa mereka pernah melakukan impulsive buying dan 79% responden menyatakan bahwa sering melakukan impulsive buying ketika mereka berbelanja di toko (Putri, 2017). Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat Amerika yang menganut budaya individualis 1 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 2 merupakan individu yang memiliki aktivitas pembelian suatu produk secara impulsif. Penelitian yang dilakukan oleh Kacen dan Lee (2002) menunjukkan hasil bahwa masyarakat dengan budaya individualis seperti Amerika memiliki kecenderungan impulsive buying lebih tinggi daripada masyarakat dengan budaya kolektif. Hal ini disebabkan masyarakat dengan budaya kolektif telah diajarkan sejak dini untuk mengendalikan dorongan dan mempertimbangkan konsekuensi negatif dari tindakan yang mereka lakukan (Triandis dalam Kacen & Lee, 2002). Selain itu, kontrol dan moderasi emosional dalam budaya kolektif sangat ditekankan, sehingga masyarakat dengan budaya kolektif mampu mengendalikan komponen emosional dari pengalaman pembelian secara impulsif daripada masyarakat dengan budaya individualis (Kacen & Lee, 2002). Penelitian yang dilakukan oleh Doran (2002) menyatakan hal yang serupa, yaitu individu yang menganut budaya kolektif lebih mampu mengontrol dorongan dalam dirinya terutama dorongan untuk melakukan impulsive buying daripada individu yang menganut budaya individualis. Penelitian yang dilakukan oleh Neilsen terhadap konsumen Indonesia yang menganut budaya kolektif menunjukkan hasil yang berbeda dengan pernyataan Kacen dan Lee (2002), yaitu konsumen Indonesia semakin impulsif dalam melakukan pembelian suatu produk ataupun jasa. Penelitian ini dilakukan dengan mewawancarai 1804 responden secara langsung pada bulan Desember 2010 hingga Januari 2011 yang berada di Jakarta, Surabaya, PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 3 Makassar, Medan, dan Bandung. Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsumen Indonesia melakukan pembelian suatu produk semakin impulsif. Hal ini terlihat dari hasil survei yang menunjukkan bahwa 21% responden menyatakan bahwa mereka tidak pernah merencanakan sesuatu yang akan mereka beli sebelum berbelanja dan terdapat 39% responden yang menyatakan bahwa mereka selalu membeli produk tambahan meskipun mereka telah merencanakan produk yang akan dibeli (Syafputri, 2011). Selain itu, pada tahun 2012 riset yang dilakukan lembaga Frontier Consulting Group menunjukkan hasil bahwa sekitar 15% hingga 20% konsumen Indonesia melakukan impulsive buying lebih tinggi daripada konsumen Amerika. Hal ini disebabkan konsumen Indonesia memiliki pola belanja yang relatif tidak teratur daripada konsumen luar negeri, misalnya konsumen Australia yang memiliki hari dan jam tertentu untuk berbelanja. Bahkan sebagian konsumen Indonesia selalu menganggap bahwa belanja dan rekreasi adalah dua hal yang sama (Zoel, 2012). Pada tahun 2015, Mastercard melakukan penelitian dengan mewawancarai 2272 konsumen yang berasal dari 14 negara di Asia Pasifik diantaranya Indonesia, Hongkong, Korea Selatan, Vietnam, dan Thailand. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sekitar 50% konsumen Indonesia merupakan konsumen paling impulsif di Asia Pasifik, dimana setidaknya terdapat setengah dari pembelian produk dilakukan secara spontan atau tidak terencana, di atas rata-rata regional yaitu sekitar 26% (Primadhyta, 2015). PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 4 Peneliti juga melakukan wawancara pada tanggal 13 dan 14 September 2017 kepada sepuluh konsumen yang sebagian besar konsumennya merupakan mahasiswa. Berdasarkan hasil wawancara diketahui bahwa terdapat delapan konsumen yang pergi ke sebuah toko untuk melakukan aktivitas berbelanja guna memenuhi keinginan daripada kebutuhan dasar mereka. Saat keinginan tersebut terpenuhi, mereka merasa senang dan puas. Selain itu, terdapat enam konsumen yang menyatakan bahwa ketika berbelanja kebutuhan, tiba-tiba mereka merasakan dorongan yang kuat untuk membeli suatu produk yang tidak dibutuhkan. Pada saat merasakan hal tersebut, mereka segera membeli produk tersebut tanpa pertimbangan terlebih dahulu dan tidak memikirkan konsekuensi jangka panjang yang akan terjadi setelah membeli produk tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa konsumen tersebut melakukan impulsive buying. Berdasarkan data yang dijabarkan menunjukkan bahwa kecenderungan impulsive buying yang dimiliki oleh konsumen Indonesia yang menganut budaya kolektif dari tahun ke tahun semakin meningkat. Sementara, hasil studi Kacen dan Lee (2002) mengungkapkan bahwa masyarakat dengan budaya kolektif seperti Indonesia memiliki kecenderungan impulsive buying yang lebih rendah daripada masyarakat dengan budaya individualis seperti Amerika. Hal ini menunjukkan bahwa adanya ketidaksesuaian hasil studi Kacen dan Lee (2002) dengan perilaku belanja konsumen Indonesia yang dari tahun ke tahun semakin impulsif. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 5 Impulsive buying merupakan perilaku pembelian yang dilakukan konsumen ketika berada di dalam toko dan mengalami perasaan tiba-tiba serta merasakan perasaan yang kuat terhadap dorongan emosional untuk membeli suatu produk dengan segera (Shiffman & Kanuk, 2007). Rook (1987) mendefinisikan impulsive buying sebagai perilaku pembelian yang terjadi ketika konsumen mengalami dorongan tiba-tiba, kuat dan gigih untuk membeli sesuatu dengan segera. Individu yang melakukan impulsive buying lebih melibatkan emosional daripada rasional sehingga individu melakukan pembelian secara spontan, kurang hati-hati, dan cenderung mengabaikan dampak negatif yang akan terjadi setelah melakukan pembelian (Roberts, Manolis, & Tanner, 2008; Rook, 1987). Verplanken dan Herabadi (2001) menyatakan hal yang serupa bahwa impulsive buying ditandai dengan tingginya aktivitas emosional dan rendahnya kontrol kognitif. Aktivitas emosional yang tinggi ditunjukkan dengan munculnya dorongan untuk segera melakukan pembelian, merasa senang dan puas saat berbelanja atau setelah melakukan pembelian suatu produk. Sementara itu, rendahnya kontrol kognitif ditandai dengan tidak mempertimbangkan harga maupun kegunaan dari produk yang dibeli dan tidak melakukan perbandingan antara produk yang diinginkan dengan produk yang dibutuhkan. Penelitian yang dilakukan oleh Shahjehan, Qureshi, Zeb, dan Saifullah (2012) mendukung pernyataan tersebut yang menyatakan bahwa individu yang mengalami ketidakstabilan emosi, kecemasan, kemurungan, PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 6 mudah marah, dan kesedihan lebih cenderung menunjukkan perilaku impulsive buying. Rook (1987) menyatakan bahwa setelah melakukan impulsive buying, konsumen akan merasakan dampak negatif dari perilaku tersebut, yaitu konsumen mengalami masalah keuangan, munculnya perasaan bersalah, merasa kecewa pada produk yang telah dibeli karena tidak sesuai dengan harapan konsumen, dan adanya ketidaksetujuan dari orang-orang sekitar terhadap barang yang telah dibeli. Hasil wawancara tanggal 13 dan 14 September 2017 yang dilakukan oleh peneliti pada sepuluh konsumen mendukung pernyataan tersebut, diketahui bahwa dampak negatif yang dirasakan oleh semua konsumen setelah melakukan impulsive buying, yaitu konsumen merasa kecewa karena barang yang dibeli tidak sesuai kebutuhan, merasa menyesal membeli produk diluar kebutuhan, dan konsumen merasa menjadi lebih boros. Impulsive buying juga dapat memberikan dampak positif bagi pelaku industri. Dampak positif tersebut adalah kontribusi pendapatan karena konsumen yang melakukan impulsive buying akan berbelanja suatu produk melebihi dari apa yang telah direncanakan sebelumnya atau bahkan tidak melakukan perencanaan sebelum berbelanja dan tidak mempertimbangkan konsekuensi yang terjadi setelah melakukan pembelian (Bong, 2011). Selain itu, dampak positif yang dirasakan konsumen adalah dapat mengurangi perasaan negatif yang dirasakan melalui aktivitas berbelanja, merasa senang PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 7 dan puas dapat membeli suatu produk yang diinginkan (Verplanken & Herabadi, 2001). Penelitian ini memfokuskan jenis produk yang sering dibeli secara impulsif, yaitu produk fashion. Menurut Susan Cunningham, kontributor Forbes untuk Asia Tenggara menyatakan bahwa pada tahun 2014 konsumen Indonesia membelanjakan sekitar Rp 1,9 triliun untuk produk fashion. Sementara itu, Euromonitor mengungkapkan bahwa pada tahun 2016 terjadi peningkatan biaya belanja pada produk fashion sekitar Rp3,803 triliun (Dhani, 2016). Di samping itu, theatlantic.com (Saroh, 2016) menambahkan bahwa produk yang paling populer di seluruh dunia dan paling banyak dibeli adalah produk fashion. Hal ini dikarenakan berbelanja produk fashion merupakan suatu aktivitas yang menyenangkan dan sebagian orang kaya menganggap bahwa belanja produk fashion adalah hobi. Produk fashion juga merupakan suatu produk yang paling favorit dan sering dibeli oleh konsumen melalui online shop. Hal ini didukung oleh Situs Statista (Saroh, 2016) yang melakukan pendataan pengguna internet yang pernah membeli produk secara online pada bulan Oktober 2015. Statistik ini mendapatkan hasil bahwa produk yang paling sering dibeli, yaitu produk fashion yang menempati posisi pertama yang menunjukkan persentase sebesar 55% dari pengguna internet global yang pernah belanja melalui online shop, posisi berikutnya ditempati oleh produk yang berupa buku, musik, dan alat tulis dengan tingkat pembeliannya sebesar 50%, produk traveling mencapai sebesar 49%, tiket konser, dan barang elektronik berada di kisaran antara 43% sampai PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 8 37%. Sementara produk kecantikan, yang disukai kaum hawa, menunjukkan tingkat pembelian sebesar 35% dari peminat online shop secara global. Pada tahun 2016 AC Neilsen menyatakan bahwa jenis produk yang sering dibeli konsumen melalui online shop, yaitu 69% produk fashion, 10% peralatan rumah tangga, 7% buku, 7% tiket travel, dan 6% barang komputer (Maulana, 2016). Hal ini menunjukkan bahwa pembelian produk fashion yang dilakukan oleh konsumen melalui online shop maupun offline shop dari tahun ke tahun semakin meningkat. Produk fashion merupakan suatu produk yang dapat mengkomunikasikan berbagai makna dan membantu individu dalam meningkatkan karakteristik pribadi, meningkatkan citra diri dan memberi individu sanksi sosial untuk menjadi kelompok konsumen yang berprestasi dan sukses (Handa & Khare, 2011). Produk fashion juga dapat mencerminkan kepribadian individu dan berfungsi untuk membantu individu dengan harga diri yang rendah beradaptasi secara sosial, sementara bagi individu yang memiliki harga diri yang tinggi menggunakan produk fashion untuk mengekspresikan diri (Creekmore, 1974 dalam Handa & Khare, 2011). Anin, Rasimin, dan Atamimi (2008) mengungkapkan bahwa ketika individu ingin diterima dalam kelompok dan ingin menjadi seperti orang lain dalam kelompok tersebut maka individu tersebut akan menggunakan produk fashion untuk mempresentasikan diri melalui penampilan mereka. Hal ini menyebabkan individu tersebut akan lebih mudah melakukan impulsive buying pada produk fashion yang selalu berubah setiap waktu demi mengikuti fashion PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 9 yang sedang tren dalam menunjang penampilan mereka di depan publik. Penelitian yang dilakukan oleh Park, Kim, dan Forney (2006) menemukan bahwa keterlibatan produk fashion memiliki pengaruh yang signifikan terhadap impulsive buying. Hal ini dikarenakan konsumen yang melakukan impulsive buying terhadap produk fashion memiliki kesadaran atau persepsi terhadap fashionability yang dikaitkan dengan desain atau gaya yang inovatif. Artinya, ketika konsumen melihat produk fashion terbaru, maka konsumen tersebut akan membelinya karena mereka merasakan dorongan untuk membeli produk tersebut demi memenuhi keinginannya (Han, Morgan, Kotsiopulos, & Kang-Park, 1991). Impulsive buying pada produk fashion dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Khan, Hui, Chen, dan Hoe (2016) faktor-faktor yang dapat mempengaruhi impulsive buying pada produk fashion, yaitu faktor internal, demografi, dan eksternal. Faktor eksternal didefinisikan sebagai stimulus yang tidak berada di bawah kendali konsumen tetapi mempengaruhi perilaku impulsive buying secara langsung (Kacen, Hess, & Walker, 2012). Faktor eksternal ini meliputi lingkungan toko (Karbasivar & Yarahmadi, 2011), desain toko (Tendai & Crispen, 2009), budaya (Kacen & Lee, 2002), stimulus pemasaran (Dawson & Kim, 2009), penampilan produk secara fisik dan cara menampilkan produk (Verplanken & Herabadi, 2001), serta kartu kredit (Omar, Rahim, Wel, & Alam, 2014). Sedangkan, faktor demografi yang mempengaruhi impulsive buying, yaitu jenis kelamin, pendapatan, pendidikan, dan usia (Khan et al., 2016). PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 10 Berkaitan dengan usia, Wood (1998) dan Ghani, Imran, dan Jan (2011) mengungkapkan bahwa individu dengan usia 18 tahun sampai 39 tahun merupakan individu yang berpotensial dalam melakukan impulsive buying daripada individu yang berusia di atas 39 tahun. Hal ini disebabkan individu yang lebih tua cenderung mampu untuk mengendalikan ekspresi emosionalnya daripada individu yang lebih muda (Chien-Huang & Chuang, 2005). Menurut Dariyo (2008) masa perkembangan dewasa awal dimulai pada usia sekitar 20 tahun sampai 40 tahun, sehingga individu yang memiliki rentang usia sekitar 18 sampai 39 tahun termasuk dalam masa perkembangan dewasa awal. Individu yang telah memasuki masa perkembangan dewasa awal memiliki ciriciri, yaitu tanggung jawab pada diri sendiri, mampu membuat keputusan secara mandiri, dan mandiri secara finansial (Arnet dalam Papalia & Feldman, 2014). Selain itu, perkembangan kognitif individu pada masa dewasa awal ditandai dengan individu yang memiliki kemampuan berpikir reflektif yang merupakan bentuk kompleks dari kognisi sebagai pertimbangan aktif, persisten, dan hatihati dalam membuat suatu keputusan (Dewey dalam Papalia dan Feldman, 2014). Dengan memiliki kemampuan berpikir secara reflektif seharusnya individu pada masa dewasa awal mampu untuk mempertimbangkan keputusan dalam melakukan pembelian suatu produk. Akan tetapi, pada penelitian yang dilakukan oleh Mastercard pada tahun 2015 menunjukkan bahwa konsumen dengan usia sekitar 18 sampai 39 tahun cenderung melakukan pembelian suatu produk secara impulsif (Primadhyta, 2015). PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 11 Impulsive buying tidak hanya dipengaruhi oleh faktor eksternal dan demografi, tetapi impulsive buying juga dipengaruhi oleh faktor internal. Menurut Khan et al. (2016) faktor internal merupakan isyarat internal dan karakteristik dalam diri individu yang membuat individu terlibat dalam perilaku impulsive buying. Faktor internal yang mempengaruhi impulsive buying meliputi keadaan emosi (Verplanken & Herabadi, 2001), harga diri (Hadjali, Salimi, Nazari, & Ardestani, 2012), kontrol diri (Baumeister, 2002) , kepribadian (Shahjehan et al., 2012), evaluasi normatif (Kacen & Lee, 2002) dan materialisme (Badgaiyan & Verma, 2014). Pada awalnya, materialisme merupakan suatu paham dalam filsafat yang menyatakan bahwa pada dasarnya semua hal terdiri atas materi dan semua fenomena adalah hasil interaksi material (Bagus, 2000). Secara umum, materialisme menempatkan kepentingan yang sangat tinggi pada kepemilikan barang-barang dan diyakini bahwa dengan memperoleh lebih banyak barang dapat menyebabkan kebahagiaan, sehingga individu yang materialis cenderung akan menilai keberhasilan diri sendiri dan orang lain dari segi kualitas dan kuantitas barang yang dimiliki (Ahuvia, 1992; Richins & Dawson, 1992; Veer & Shankar, 2011). Materialisme juga dapat meningkatkan kecenderungan seseorang untuk memusatkan barang dalam kehidupan, keyakinan bahwa kepemilikan merupakan tanda keberhasilan dan sumber kepuasan dalam hidup (Richins & Dawson, 1992), serta cenderung percaya bahwa kepemilikan barang adalah sumber kebahagiaan (Wang & Wallendorf, 2006). PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 12 Sementara itu, dalam ranah Psikologi, Richins dan Dawson (1992) mendefinisikan materialisme sebagai suatu nilai tentang pentingnya kepemilikan dan perolehan barang-barang dalam mencapai tujuan hidup atau kondisi yang diinginkan. Menurut Sarwono dan Meinarno (2014) peran suatu nilai bagi individu adalah sebagai refleksi dari keyakinan yang dapat mengarahkan individu dalam bertindak, melakukan pertimbangan dan pengambilan keputusan sebagai proses akhir yang terjadi dalam individu. Richins dan Dawson (1992) menambahkan bahwa suatu nilai juga dapat berperan dalam menentukan pilihan dan perilaku individu dalam berbagai situasi, termasuk dalam perilaku konsumsi. Menurut Belk (1985) materialisme berkaitan erat dengan sifat posesif, kurangnya kemurahan hati, dan iri hati. Berdasarkan uraian tersebut, materialisme dapat dinyatakan sebagai suatu nilai mengenai pentingnya kepemilikan dan perolehan barang-barang yang diyakini menjadi pusat dalam kehidupan, tanda kesuksesan dan kebahagiaan dalam mencapai tujuan hidup. Podoshen, Andrzejewski, dan Hunt (2014) menyatakan bahwa materialisme dapat memberikan dampak yang negatif bagi individu yang memprioritaskan kehidupannya lebih kepada kepemilikan dan perolehan harta benda daripada tujuan hidup lainnya. Dampak negatif yang dapat individu rasakan, yaitu individu akan merealisasikan diri mereka lebih buruk, seperti individu yang merasa kurang bahagia, rendahnya kepuasan hidup, rentan terhadap depresi, mengalami kecemasan, menunjukkan sikap yang kurang empati terhadap orang lain (Dittmar, Bond, Hurst, & Kasser, 2014; Gregoire, PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 13 2014; Shrum, Lowrey, Pandelaere, Ruvio, Gentina, Furchheim & Mandel, 2014). Penelitian sebelumnya menambahkan bahwa konsumen materialis juga rentan terhadap peningkatan konsumsi yang dapat ditunjukkan dengan memiliki sikap manajemen keuangan yang buruk, cenderung mengkonsumsi suatu produk secara berlebihan, sering membeli suatu produk tanpa perencanaan, dan sulit untuk mengendalikan dorongan dalam diri untuk memenuhi keinginan, sehingga dapat mengarah pada kecenderungan impulsive buying (Garðarsdóttir & Dittmar, 2012; Goldberg, Gorn, Peracchio & Bamossy, 2003). Di samping itu, menurut Richins dan Rudmin (1994) materialisme juga dapat memberikan dampak yang positif, yaitu dengan tingginya tingkat konsumsi yang dimiliki oleh konsumen materialis dapat meningkatkan kekayaan lembaga bisnis, meningkatkan kemampuan untuk melakukan perbaikan modal dan berinvestasi dalam penelitian dan pengembangan, yang pada gilirannya dapat menghasilkan produktivitas, terobosan teknologi terbaru, dan standar kehidupan yang lebih tinggi. Founier dan Richins (1991) mengemukakan bahwa tingkat materialisme yang tinggi pada individu dianggap sebagai sebuah nilai yang akan memotivasi individu tersebut untuk mengejar dan memperoleh barang-barang untuk mencapai pemenuhan diri. Individu yang materialis juga cenderung akan mencurahkan lebih banyak waktu dan energi yang dimiliki untuk aktivitas yang berhubungan dengan perolehan materi. Hal ini dapat membuat individu tersebut memiliki perilaku egois yang ditunjukkan dengan perilaku yang lebih PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 14 peduli pada diri sendiri daripada orang lain dan memiliki hubungan interpersonal yang buruk dengan orang lain (Lertwannawit & Mandhachitara, 2012; Likitapiwat, Sereetrakul, & Wichadee, 2015). Di samping itu, individu yang materialis percaya bahwa dengan memperoleh suatu objek yang berupa barang maupun jasa dapat membantu mereka membangun rasa aman dan meningkatkan kesejahteraan (Moran & Kwak, 2015). Penelitian yang dilakukan oleh Handa dan Khare (2011) mengenai kaitan antara materialisme dan kepemilikan produk yang meningkatkan kesejahteraan, menjelaskan bahwa individu dengan tingkat materialisme yang tinggi akan menghubungkan konsumsi dan kepemilikan produk dengan kepuasan dalam hidup. Penelitian yang dilakukan oleh Arndt, Solomon, Kasser, dan Sheldon (2004) menunjukkan bahwa orang yang rentan terhadap materialisme biasanya tidak puas dengan produk yang mereka miliki dan akan terus mencari pilihan produk yang lebih baik dan lebih mahal. Secara khusus, penelitian yang dilakukan oleh Ardnt et al. (2004) mengungkapkan bahwa materialisme berkaitan dengan produk fashion karena produk fashion memiliki makna simbolis yang tinggi, dapat menyampaikan kesan dan citra kepada orang lain. Pernyataan ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Browne dan Kaldenberg (1997) yang menyatakan bahwa individu dengan materialisme yang tinggi akan lebih tertarik dengan produk fashion karena individu tersebut mendapatkan lebih banyak kesenangan dari produk fashion, memahami bahwa produk fashion dapat memberikan makna simbolik, dan memandang pembelian produk fashion sebagai hal yang penting dalam hidupnya. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 15 Konsumen dengan materialisme yang tinggi akan menghabiskan uang yang mereka miliki untuk membeli suatu produk yang relatif tidak penting secara impulsif demi memenuhi keinginan daripada kebutuhan (Garðarsdóttir & Dittmar, 2012), sehingga dapat menyebabkan konsumen tersebut memiliki sifat yang boros dan memiliki banyak hutang (Watson, 2003). Di samping itu, penelitian yang dilakukan oleh Podoshen dan Andrzejewski (2012) mendukung pernyataan tersebut bahwa konsumen yang memiliki tingkat materialisme yang tinggi gemar menghabiskan uang untuk memenuhi keinginannya membeli berbagai produk. Hal ini menunjukkan bahwa ketika suatu produk booming dipasaran dan memiliki kualitas serta citra merek yang baik, maka konsumen tersebut akan segera membeli produk tersebut tanpa pertimbangan maupun perencanaan terlebih dahulu, sehingga membuat konsumen cenderung melakukan impulsive buying. Penelitian yang dilakukan oleh Liao dan Wang (2009) menambahkan bahwa konsumen dengan materialisme yang tinggi menjadikan kekayaan sebagai indikator status sosial, prestasi, dan reputasi. Hal ini menunjukkan bahwa konsumen tersebut tidak ragu untuk membeli produk yang mahal dengan merek-merek mewah secara impulsif (Prendergast & Wong, 2003). Di samping itu, penelitian yang dilakukan oleh Richins (2011) mengungkapkan bahwa ketika individu yang materialis memiliki keinginan untuk mencapai status sosial melalui kepemilikan materi, maka individu tersebut akan menjadi impulsif dalam pembelian suatu produk dengan mengikuti dorongan yang ada dalam dirinya. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 16 Penelitian sebelumnya mengenai hubungan antara materialisme dan impulsive buying yang dilakukan oleh Chavosh, Halimi, Namdar, Choshalyc, dan Abbaspour (2011) menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara materialisme dan impulsive buying. Hasil ini dicurigai karena adanya keterbatasan pada variabel impulsive buying, yaitu kurangnya pengkhususan terhadap suatu jenis produk (Park, Kim & Forney, 2006). Pernyataan ini didukung oleh penelitian yang dilakukan Mohan, Sivakumaran, dan Sharma (2013) yang menyarankan untuk meneliti variabel impulsive buying pada jenis produk tertentu. Menurut Liao dan Wang (2009) serta Founier dan Richins (1991) konsumen dewasa awal dengan materialisme yang tinggi cenderung akan membeli suatu produk fashion yang dapat menunjukkan identitas, status sosial, dan reputasi yang mereka inginkan serta termotivasi untuk memperoleh barang-barang untuk mencapai pemenuhan diri, dan mencurahkan lebih banyak waktu dan energi yang dimiliki untuk aktivitas yang berhubungan dengan perolehan materi. Ketika konsumen dewasa awal memiliki keinginan untuk mencapai hal tersebut saat melakukan aktivitas berbelanja dan melihat suatu produk fashion yang menarik serta sesuai dengan keinginan mereka, maka mereka akan segera membeli produk tersebut tanpa pertimbangan dan tidak menyesuaikan dengan kebutuhan yang mereka miliki, sehingga mereka akan cenderung melakukan impulsive buying pada produk fashion tersebut dengan mengikuti dorongan yang ada dalam diri mereka (Richins, 2011). PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 17 Konsumen dewasa awal yang memiliki materialisme yang tinggi juga tidak ragu untuk membeli produk fashion dengan harga yang mahal dan merekmerek terkenal guna mendukung penampilan mereka dan menyampaikan kesuksesan, dan prestige yang mereka miliki pada orang lain (Sahdev & Gautama, 2007). Untuk memenuhi hal tersebut konsumen dewasa awal rela menghabiskan uang yang mereka miliki untuk membeli suatu produk fashion yang relatif tidak penting dan tidak sesuai dengan kebutuhan mereka secara impulsif demi memenuhi keinginan mereka dan tidak memikirkan konsekuensi yang akan terjadi (Garðarsdóttir & Dittmar, 2012). Oleh karena itu, peneliti ingin melakukan penelitian mengenai materialisme dan impulsive buying dengan menambahkan jenis produk fashion. B. Rumusan Masalah Berdasarkan pemaparan tersebut, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah apakah ada hubungan antara materialisme dan kecenderungan impulsive buying konsumen dewasa awal pada produk fashion? C. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk meneliti hubungan antara materialisme dan kecenderungan impulsive buying konsumen dewasa awal pada produk fashion. D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat teoritis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi perkembangan ilmu pengetahuan di bidang Psikologi Konsumen dan Psikologi Perkembangan mengenai materialisme dan kecenderungan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 18 impulsive buying konsumen dewasa awal pada produk fashion, khususnya pada ketidaksesuaian antara hasil penelitian terdahulu dengan perilaku belanja konsumen Indonesia yang dari tahun ke tahun semakin impulsif serta tidak adanya hubungan yang signifikan antara materialisme dan impulsive buying. 2. Manfaat praktis Penelitian ini diharapkan menjadi bahan evaluasi dan refleksi diri bagi konsumen dewasa awal yang berkaitan dengan materialisme dan kecenderungan impulsive buying, sehingga konsumen dapat lebih mempertimbangkan aktivitas belanja yang dilakukan. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI BAB II LANDASAN TEORI A. Impulsive Buying 1. Definisi Impulsive Buying Penelitian mengenai impulsive buying dimulai pada awal tahun 1950an. Penelitian ini mengategorikan pembelian baik yang direncanakan maupun tidak direncanakan, dimana istilah pembelian yang tidak terencana digunakan secara bergantian dengan impulsive buying (The Du-Pont Consumer Buying Habit Studies, 1948-1965 dalam Mittal, Sondhi, & Chawla, 2015). Penelitian yang dilakukan oleh Stern (1962) mengungkapkan bahwa ada kesalahan dalam mengasumsikan semua pembelian yang tidak direncanakan sebagai impulsive buying. Hal ini dikarenakan pembelian yang tidak direncanakan juga dapat terjadi bila individu berada di toko dan ingat akan produk yang dibutuhkan atau biasa dibeli. Impulsive buying dibedakan dari pembelian yang tidak direncanakan dalam hal pengambilan keputusan yang cepat dan juga ditandai dengan individu mengalami dorongan tiba-tiba, kuat, dan tak tertahankan untuk membeli suatu produk. Di samping itu, beberapa peneliti mengungkapkan bahwa impulsive buying merupakan subset yang lebih sempit dan lebih spesifik daripada pembelian yang tidak direncanakan, tidak ada kebutuhan atau keinginan serius individu untuk membeli produk dengan merek atau kategori tertentu sebelum memasuki sebuah toko (Kollat & Willett, 1967; Cobb & Hoyer, 1986; Bayley & Nancarrow, 1998). 19 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 20 Rook dan Fisher (1995) mendefinisikan impulsive buying sebagai kecenderungan individu untuk membeli suatu produk secara spontan, tidak reflektif, segera, dan dirangsang oleh kedekatan fisik pada produk yang diinginkan, didominasi oleh ketertarikan emosional, dan keinginan untuk merasakan kepuasan secara langsung pada suatu produk. Penelitian yang dilakukan oleh GÄ…siorowska (2011) menyatakan bahwa impulsive buying mengacu pada aktivitas pembelian yang tidak diharapkan, terjadi secara spontan dan tidak reflektif, serta diiringi dengan munculnya keinginan mendadak untuk membeli suatu produk tertentu pada saat itu juga. Hal ini terjadi karena kurang melibatkan unsur pikiran dan tidak melalui pertimbangan yang matang (Rook & Fisher, 1995; Mowen & Minor, 2002). Menurut Rook (1987) impulsive buying dapat terjadi ketika individu mengalami dorongan tiba-tiba, sering kuat dan gigih untuk membeli suatu produk dengan segera tanpa adanya pertimbangan terlebih dahulu. Dorongan untuk membeli yang dirasakan oleh individu merupakan perilaku hedonis kompleks dan dapat merangsang konflik emosional, serta rentan terjadi sehubungan dengan berkurangnya konsekuensi yang dirasakan dari tindakan yang dilakukan. Individu dengan impulsive buying yang tinggi cenderung mengalami rangsangan pembelian secara spontan, memiliki daftar belanja yang lebih “terbuka”, lebih mudah dan cepat menerima gagasan pembelian yang baru secara tiba-tiba dan tidak terduga (Rook & Fisher, 1995). Menurut Kacen dan Lee (2002) individu yang mengalami impulsive buying memiliki PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 21 beberapa karakteristik, yaitu adanya perasaan untuk segera memiliki suatu produk, keinginan untuk mengabaikan segala konsekuensi dari pembelian sebuah produk, merasakan ketertarikan yang berlebihan pada suatu produk, merasa puas setelah membeli produk yang diinginkan, dan terjadinya konflik antara pengendalian dan kegemaran di dalam diri individu. Rook (1987) serta Rook dan Hock (dalam Alauddin, Hossain, Ibrahim, & Hoque, 2015) menambahkan bahwa individu tersebut juga menunjukkan karakteristik, yaitu memiliki keinginan tiba-tiba dan spontan untuk bertindak, melakukan pembelian yang tidak direncanakan, perilaku sulit dikendalikan, disertai respon emosional, dan kurangnya perhatian terhadap konsekuensi dari impulsive buying. Menurut Abraham dan Dameyasani (2013), dan Rook (1987) impulsive buying lebih melibatkan emosional daripada rasional sehingga individu melakukan tindakan pembelian berdasarkan pada respon emosional yang sulit dikontrol. Hal senada juga diungkapkan oleh Verplanken dan Herabadi (2001) yang menyatakan bahwa impulsive buying merupakan perilaku pembelian yang ditandai dengan tingginya aktivitas emosional dan rendahnya kontrol kognitif. Ketika aktivitas emosional lebih mendominasi daripada kognitif maka individu tersebut akan menunjukkan perilaku pembelian yang tidak mempertimbangkan harga maupun kegunaan produk yang dibeli, tidak melakukan perbandingan antara produk yang diinginkan dengan produk yang dibutuhkan, merasakan dorongan untuk PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 22 segera membeli suatu produk, serta merasa senang dan puas saat berbelanja maupun setelah berbelanja. Berdasarkan uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa impulsive buying merupakan suatu aktivitas pembelian yang dilakukan tidak terencana karena merasakan dorongan yang kuat secara spontan dan tiba-tiba, sehingga individu melakukan pembelian tanpa pertimbangan dan mengabaikan konsekuensi yang akan terjadi setelah pembelian, serta aktivitas yang lebih didasari oleh respon emosional yang bertujuan untuk memiliki suatu produk dengan segera demi memenuhi keinginan. Kecenderungan impulsive buying adalah kecenderungan untuk melakukan aktivitas pembelian yang tidak terencana karena merasakan dorongan yang kuat secara spontan dan tiba-tiba, sehingga konsumen melakukan pembelian tanpa pertimbangan dan mengabaikan konsekuensi yang akan terjadi setelah pembelian, serta aktivitas yang lebih didasari oleh respon emosional yang bertujuan untuk memiliki suatu produk dengan segera demi memenuhi keinginan. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 23 2. Aspek Impulsive Buying Verplanken dan Herabadi (2001) menyatakan bahwa terdapat dua aspek utama yang dapat membentuk perilaku impulsive buying, yaitu: a. Aspek Kognitif Menurut Verplanken dan Herabadi (2001) aspek kognitif dalam impulsive buying ditunjukkan dengan kurangnya perencanaan, pertimbangan, dan membeli sesuatu secara spontan ketika melakukan pembelian yang didasarkan pada tidak adanya evaluasi atas konsekuensi yang akan muncul setelah melakukan pembelian, individu cenderung enggan untuk memberikan pendapat mengenai kualitas produk yang dibeli, dan tidak melakukan perbandingan produk terlebih dahulu. Selain itu, menurut Dawson dan Kim (2009) aspek kognitif mengacu pada bagaimana seseorang memahami, berpikir, menafsirkan informasi, dan dapat menyebabkan impulsive buying karena kurangnya pertimbangan dalam melakukan pembelian dan mengabaikan konsekuensi yang akan terjadi setelah melakukan pembelian. Ketika individu kurang memperhatikan aspek kognitif maka individu akan mengalami dorongan yang kuat untuk membeli dan cenderung melakukan impulsive buying (Dholakia, 2000; Rook, 1987; Youn & Faber, 2000). PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 24 b. Aspek Afektif Aspek afektif merupakan respon emosional yang muncul terlebih dahulu, secara bersamaan, atau setelah melakukan impulsive buying (Verplanken & Herabadi, 2001). Emosi yang paling menonjol yang biasanya berkaitan dengan impulsive buying, yaitu kesenangan dan kegembiraan. Menurut Verplanken dan Herabadi (2001) individu tidak hanya merasakan perasaan senang dan gembira saat melakukan impulsive buying tetapi sebelum individu melakukan impulsive buying, individu mengalami perasaan tiba-tiba dan mendesak yang tidak tertahankan untuk ingin memiliki sesuatu dengan segera. Rasa penyesalan juga akan dirasakan individu setelah melakukan impulsive buying ketika menyadari bahwa telah banyak uang yang dikeluarkan untuk membeli sesuatu yang sebenarnya tidak dibutuhkan tetapi hanya untuk memuaskan keinginan (Dittmar & Drury, 2000). Selain itu, Coley dan Burgess (2003) menyatakan bahwa individu akan melakukan impulsive buying ketika individu merasa senang terhadap suatu produk, bersemangat untuk memilikinya, serta merasa harus membeli produk itu untuk memuaskan diri. Berdasarkan penjelasan tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa terdapat dua aspek yang dapat membentuk impulsive buying, yaitu aspek kognitif dan aspek afektif. Aspek kognitif pada impulsive buying didasarkan pada kurangnya pertimbangan, perencanaan, dan membeli sesuatu secara PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 25 spontan ketika melakukan pembelian, serta mengabaikan konsekuensi yang akan terjadi setelah melakukan pembelian. Sementara itu, aspek afektif dalam impulsive buying ditunjukkan dengan adanya perasaan senang dan gembira saat melakukan pembelian sesuatu, munculnya dorongan tiba-tiba yang tidak tertahankan untuk membeli sesuatu dengan segera, dan merasa menyesal setelah melakukan pembelian sesuatu yang sebenarnya tidak dibutuhkan. 3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Impulsive Buying Impulsive buying dapat terjadi karena dipengaruhi oleh beberapa faktor. Secara umum, impulsive buying dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. a. Faktor internal Faktor internal merupakan isyarat dan karakteristik internal yang membuat individu terlibat dalam impulsive buying (Khan et al., 2016). Penelitian sebelumnya menyatakan bahwa kepribadian dapat mempengaruhi impulsive buying (Shahjehan et al., 2012). Hal ini dikarenakan kepribadian yang dimiliki oleh individu dapat memberikan gambaran yang lebih pada perilaku impulsive buying dibandingkan sifat lainnya dan dapat membantu dalam menentukan taraf kecenderungan impulsive buying yang dimiliki seseorang (Beatty & Ferrell, 1998; Rook & Fisher, 1995). PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 26 Dari beberapa hasil penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa keadaan emosi dapat mempengaruhi impulsive buying (Verplanken & Herabadi, 2001; Kacen & Lee, 2002; Yoon, 2013; Sneath, Lacey, & Kennett-Hensel, 2009). Hal ini menunjukkan bahwa ketika individu lebih responsif pada keadaan afektif, seperti keadaan emosi, mood dan perasaan diri (Youn & Faber, 2000) dan kurang responsif pada keadaan kognitif maka individu akan mengalami dorongan yang kuat untuk melakukan pembelian dan lebih mungkin untuk terlibat dalam impulsive buying (Dholakia, 2000; Rook 1987; Youn & Faber, 2000). Selain itu, Sneath et al. (2009) dan Alagöz dan Ekici (2011) mengungkapkan bahwa individu dengan keadaan emosi yang tidak stabil lebih cenderung akan melakukan impulsive buying. Hal tersebut individu lakukan sebagai upaya untuk meningkatkan mood dan menghindari persepsi psikologis negatif, seperti rendah diri dan suasana hati yang negatif. Sebaliknya menurut Verplanken dan Herabadi (2001) individu yang mengalami keadaan emosi yang positif akan lebih mendorong individu untuk melakukan impulsive buying. Perasaan positif tersebut meliputi rasa senang, semangat, dan bahagia saat melakukan perilaku pembelian. Evaluasi normatif merupakan salah satu faktor yang juga dapat mempengaruhi impulsive buying (Kacen & Lee, 2002). Menurut Rook dan Fisher (1995) evaluasi normatif adalah penilaian yang dibuat oleh individu tentang kesesuaian impulsive buying dalam situasi pembelian PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 27 tertentu. Pada umumnya, pandangan negatif mengenai impulsive buying cenderung muncul, seperti impulsive buying dianggap sebagai pembelian yang tidak rasional, tidak dewasa, boros, dan beresiko (Rook & Fisher 1995). Bahkan individu mungkin akan merasa menyesal setelah melakukan impulsive buying (Verplanken & Herabadi, 2001). Akan tetapi, pada kenyataannya sebagian besar individu tidak memandang impulsive buying yang mereka lakukan sebagai perilaku yang tidak pantas dan tidak menilai sebagai perilaku yang salah (Rook, 1987; Hausman, 2000). Penelitian yang dilakukan oleh Hadjali, Salimi, Nazari, dan Ardestani (2012) mengungkapkan bahwa harga diri dapat mempengaruhi impulsive buying. Hal ini menunjukkan bahwa semakin rendah tingkat harga diri yang dimiliki oleh individu maka semakin tinggi impulsive buying yang individu lakukan dan begitu juga sebaliknya. Selain itu, impulsive buying juga dipengaruhi oleh kontrol diri. Baumeister (2002) mengungkapkan bahwa ketika individu memiliki kontrol diri yang rendah maka individu tersebut menunjukkan sikap kurang dapat menahan stimulus yang mengarahkan individu tersebut untuk melakukan impulsive buying dan tidak dapat mengelola diri dengan baik. Sebaliknya individu yang memiliki kontrol diri yang baik akan melakukan perilaku pembelian suatu produk sesuai dengan kebutuhan jangka panjangnya. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 28 Menurut Kollat dan Wallet (dalam Muruganantham & Bhakat, 2013) menemukan bahwa karakteristik demografi individu mempengaruhi impulsive buying. Salah satu karakteristik demografi yang dapat mempengaruhi impulsive buying adalah usia. Menurut Wood (1998) individu dengan usia 18 tahun sampai 39 tahun merupakan individu yang berpotensial dalam melakukan impulsive buying daripada individu yang berusia di atas 39 tahun. Hal ini disebabkan individu yang lebih tua cenderung mampu untuk mengendalikan ekspresi emosional yang dimilikinya daripada individu yang lebih muda (Chien-Huang & Chuang, 2005). Selain usia, karakteristik demografi yang juga dapat mempengaruhi impulsive buying, yaitu gender. Penelitian yang dilakukan oleh GÄ…siorowska (2011) menyatakan bahwa konsumen perempuan memiliki tingkat impulsive buying yang lebih tinggi dibandingkan konsumen laki-laki. Hal ini dikarenakan ketika berada di dalam toko konsumen perempuan dapat melihat-lihat berbagai macam produk dalam waktu yang lebih lama daripada konsumen laki-laki. Konsumen perempuan juga memiliki kesenangan berbelanja lebih tinggi dan menganggap bahwa berbelanja merupakan aktivitas yang wajar dan juga merupakan sebuah hobi. Penelitian yang dilakukan oleh Dittmar, Beattie, dan Friese (1995) juga menyatakan bahwa gender dapat mempengaruhi impulsive buying. Hal penelitian tersebut menemukan bahwa pria cenderung terlibat dalam impulsive buying PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 29 terhadap barang yang nyaman dan berperan penting untuk menggambarkan aktivitas dan kebebasan mereka. Sementara perempuan cenderung terlibat dalam impulsive buying karena perempuan akan membeli barang yang mampu menggambarkan diri mereka terkait dengan penampilan dan aspek emosional diri. Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Badgaiyan dan Verma (2014) mengemukakan bahwa materialisme dapat mempengaruhi impulsive buying. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat materialisme yang dimiliki oleh individu maka individu tersebut cenderung akan melakukan impulsive buying. Lysonski dan Durvasula (2013), dan Dittmar dan Bond (2010) menggambarkan materialisme sebagai suatu nilai yang mengutamakan materi dalam kehidupan seseorang dan menemukan makna serta identitas dari kepemilikan materi, sehingga mendorong seseorang untuk percaya bahwa akumulasi barang yang konsumen miliki merupakan tujuan utama kehidupan dan kunci kebahagiaan. Hal ini menunjukkan bahwa ketika individu yang materialis menemukan keputusan pembelian mengenai suatu produk dapat menunjukkan identitas dan status yang mereka inginkan, maka individu tersebut akan tergoda untuk membeli suatu produk yang mereka inginkan secara impulsif (Wu, 2006). PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 30 b. Faktor Eksternal Faktor eksternal merupakan suatu stimulus yang tidak berada di bawah kendali konsumen tetapi mempengaruhi impulsive buying secara langsung (Kacen et al., 2012). Selain itu, Youn dan Faber (2000) menyatakan bahwa faktor eksternal dari impulsive buying mengacu pada isyarat pemasaran atau rangsangan yang dikendalikan oleh pemasar dalam usaha untuk menarik individu ke dalam impulsive buying. Menurut Karbasivar dan Yarahmadi (2011) lingkungan toko merupakan faktor penentu yang sangat penting dari impulsive buying. Situasi ini terbatas pada spesifik ruang geografis di dalam toko seperti, musik, tampilan toko, aroma, promosi di dalam toko, harga, dan kebersihan toko. Penelitian yang dilakukan oleh Tendai dan Crispen (2009) menambahkan bahwa pengaruh dari desain toko dapat menyebabkan impulsive buying meningkat karena tampilan toko yang menarik dapat memberikan daya tarik pada seseorang untuk memasuki toko. Penelitian yang dilakukan oleh Verplanken dan Herabadi (2001) mengungkapkan bahwa penampilan produk secara fisik, cara menampilkan produk, ataupun adanya tambahan seperti wewangian, warna yang indah, dan musik yang menyenangkan akan memberikan kenyamanan pada konsumen, sehingga dapat menyebabkan munculnya suasana hati yang positif yang akan meningkatkan impulsive buying. Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Dawson dan Kim (2009) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 31 menambahkan bahwa konsumen yang melakukan impulsive buying dapat dipengaruhi oleh stimulus pemasaran, seperti iklan, elemen visual, hadiah promosi, terikat pada pencarian di dalam toko, dan cenderung lebih sering merespon dorongan untuk melakukan impulsive buying. Kacen dan Lee (2002) mengemukakan bahwa budaya dapat mempengaruhi impulsive buying konsumen baik pada tingkat individu maupun kolektif. Menurut Jalan (dalam Badgaiyan & Verma, 2014) terdapat dua dimensi dari budaya, yaitu individualis dan kolektivis yang dapat mempengaruhi impulsive buying. Berkaitan dengan budaya kolektivis, beberapa penelitian sebelumnya menemukan bahwa impulsive buying berkaitan dengan keinginan untuk memenuhi kebutuhan sosial, yang berarti bahwa kehadiran anggota kelompok dapat meningkatkan kemungkinan individu dari budaya kolektivis terlibat dalam impulsive buying (Jalees, 2009; Abraham & Dameyasani, 2013; Hausman, 2000). Sementara itu mengenai pengaruh budaya individualis pada impulsive buying, beberapa peneliti menemukan hasil bahwa budaya individualis dapat mempengaruhi impulsive buying (Kacen & Lee, 2002; Tuyet Mai, Jung, Lantz, & Loeb, 2003). Hal ini menunjukkan bahwa orang-orang yang individualis lebih memperhatikan pemenuhan diri sendiri karena mereka bertindak berdasarkan pemikiran dan perasaan mereka sendiri dan cenderung tidak mengatur pemikiran mereka, sehingga orang-orang yang PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 32 individualis lebih rentan melakukan perilaku impulsive buying (Zhang & Shrum, 2009). Menurut Omar et al. (2014) kartu kredit dapat mempengaruhi impulsive buying berdasarkan pada faktor eksternal. Kartu kredit dipandang sebagai cara yang mudah untuk melakukan pembayaran barang yang dibelanjakan dan penggunaan kartu kredit dapat menurunkan biaya yang dirasakan. Kemudahan mengakses kartu kredit dalam melakukan pembayaran dapat menghilangkan kegunaan uang secara langsung untuk membeli sesuatu, sehingga menyebabkan konsumen melakukan overspending dan mungkin mempercepat pengembangan perilaku impulsive buying (Roberts & Jones, 2001). Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa impulsive buying dapat dipengaruhi oleh dua faktor. Pertama faktor internal, yaitu kepribadian, keadaan emosi, evaluasi normatif, harga diri, kontrol diri, karakteristik demografi, dan materialisme. Kedua, faktor eksternal, yaitu lingkungan toko, desain toko, budaya, kartu kredit, stimulus pemasaran, penampilan produk secara fisik dan cara menampilkan produk. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 33 B. Materialisme 1. Definisi Materialisme Materialisme adalah suatu paham dalam filsafat yang memiliki pandangan hidup mencari dasar segala sesuatu dengan mementingkan kebendaan semata, seperti harta dan uang sebagai tujuan utama dalam hidupnya dengan mengesampingkan nilai-nilai rohani yang tidak mengakui entitas-entitas non material, seperti roh, setan, dan malaikat (Bahrudin, 2013). Materialisme diperkenalkan oleh seorang filsuf yang bernama Hobbes (dalam Mudhofir, 1996) pada abad ke-17 yang memandang konsep manusia dari sudut pandang empirisme-Materialisme. Pandangan ini menyatakan bahwa persepsi dan operasi mental bekerja dengan fantasi indra dan bergantung kepada materi. Pada abad ke-18, materialisme telah menyadari bahwa materi adalah sesuatu yang terikat oleh ruang dan waktu sehingga materi tunduk kepada hukum-hukum alam, dan materi dapat dipahami dengan cara mekanis yang berarti bahwa manusia dapat dijelaskan dalam prinsip-prinsip mekanistik (Achmadi, 2010; Wiramihardja, 2009). Terdapat juga tokoh lainnya yang mengungkapkan mengenai materialisme dalam rahan filsafat, yaitu Marx (dalam Bagus, 2000) yang memandang materi tidak hanya sebuah kebendaan di luar manusia melainkan kesadaran manusia beserta pergerakan masyarakat yang dapat dikategorikan ke dalam materi. Marx (dalam Fuadi, 2015) menambahkan bahwa materi merupakan sesuatu yang harus dicari oleh manusia, materi mampu menghidupkan, mengembangkan, dan membahagiakan manusia PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 34 sehingga untuk mendapatkan materi manusia harus bekerja, berkarier, dan menciptakan suatu sistem produksi ekonomi untuk mewujudkan ekonomi yang lebih baik. Menurut Belk (1985) yang memandang materialisme dalam ranah psikologi menyatakan bahwa analisis historis terkini telah banyak menyimpulkan bahwa pola pencarian kebahagiaan melalui konsumsi harta benda disebut dengan materialisme yang pertama kali muncul di Barat pada abad ke-15, Eropa abad ke-16, Inggris abad ke-18, Perancis abad ke 19, dan Amerika abad ke-20. Pada setiap era dan sejarah dunia para filsuf dan pemimpin agama, ekonom dan politisi, dramawan dan novelis telah mengidentifikasi materialisme, keserakahan, ketamakan, dan kepentingan finansial sebagai karakteristik dasar manusia. Pada pertengahan tahun 1980an dan awal 1990-an, para peneliti dan psikolog konsumen mulai melakukan proyek kuantitatif dan empiris mengenai materialisme dengan mengembangkan alat untuk mengukur konstruk dan teori tentang materialisme (Kasser, 2016). Penelitian awal mengenai materialisme dilakukan oleh Ward dan Wackman (1971), dan Moschis dan Churchill Jr (1978) yang mengungkapkan bahwa materialisme merupakan orientasi individu yang memandang harta benda dan uang sebagai jalan menuju kebahagiaan pribadi dan kemajuan sosial. Selain itu, materialisme juga dipandang sebagai suatu hal yang lebih berfokus pada kebutuhan individu untuk memperoleh kenyamanan secara materi dan keselamatan fisik atas PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 35 kebutuhan yang lebih tinggi seperti ekspresi diri, kepuasan estetika, kualitas hidup, dan kepemilikan harta benda (Inglehart, 1981, 1990). Menurut Wang dan Wallendorf (2006) kepemilikan harta benda dapat dipergunakan oleh individu sebagai tanda keberhasilan, sumber kepuasan dalam hidup, dan merupakan pusat gaya hidup seseorang, serta penting bagi kebahagiaan seseorang. Belk (1985) mendefinisikan materialisme sebagai kepentingan seseorang yang melekat pada kepemilikan duniawi. Menurut Belk (1985) materialisme berasal dari sifat dasar egois dan memandang materialisme sebagai fungsi dari ciri kepribadian seseorang. Belk (1985) juga mengungkapkan bahwa terdapat tiga sifat dominan dalam materialisme yang terdiri dari sifat posesif, kurangnya kemurahan hati, dan rasa iri hati. Sifat posesif didefinisikan sebagai kekhawatiran tentang kehilangan harta benda dan keinginan untuk mengontrol kepemilikan yang lebih besar (Ahuvia & Wong, 1995). Kurangnya kemurahan hati didefinisikan sebagai keengganan untuk memberi atau berbagi milik pribadi dengan orang lain, sehingga menyebabkan keengganan untuk meminjamkan atau menyumbangkan barang kepada orang lain dan mendorong sifat negatif terhadap perilaku untuk beramal. Sementara itu, rasa iri hati dipandang sebagai keinginan kuat individu untuk memiliki barang milik orang lain. Ahuvia dan Wong (1995) menyatakan bahwa orang yang iri cenderung membenci orang lain yang memiliki apa yang dia inginkan. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 36 Kebanyakan penelitian empiris mengenai materialisme saat ini mengikuti Richins dan Dawson (1992), dan Kasser dan Ryan (1993, 1996) dengan meneliti dan memahami materialisme sebagai nilai atau sasaran yang mencerminkan sejauh mana seseorang yakin bahwa penting untuk mendapatkan uang dan harta benda, serta memperjuangkan tujuan yang berkaitan dengan citra diri yang menarik dan status/popularitas yang tinggi, yang keduanya sering diungkapkan melalui uang dan harta benda. Materialisme dipandang sebagai sistem nilai pribadi yang dimiliki oleh individu yang mencakup serangkaian keyakinan terpusat mengenai pentingnya kepemilikan harta benda dalam kehidupan seseorang (Founier & Richins, 1991; Richins, 1994; Richins & Dawson, 1992; Richins, 2011). Pernyataan ini serupa dengan pandangan Mick (1996) yang menggambarkan materialisme sebagai nilai yang mewakili pentingnya kepemilikan dalam kehidupan individu berdasarkan jenis dan jumlah barang yang dibeli. Nilai merupakan suatu keyakinan mengenai apa yang penting dan fundamental bagi individu yang terbentuk dari hasil interaksi sosial antar masyarakat dan melalui proses belajar (Mueller & Wornhoff, 1990; Schwartz, 2007). Mueller dan Wornhoff (1990) juga menyatakan bahwa nilai dibagi menjadi dua jenis, yaitu nilai pribadi dan sosial. Nilai pribadi menggambarkan apa yang orang inginkan untuk dirinya sendiri sebagai individu, sedangkan nilai sosial menggambarkan bagaimana orang berpikir mengenai masyarakat secara keseluruhan (Mueller & Wornhoff, 1990). PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 37 Sarwono dan Meinarno (2014) menambahkan bahwa nilai dapat dipandang sebagai refleksi dari keyakinan yang mengarahkan tindakan, pertimbangan, dan pengambilan keputusan sebagai akhir dari proses yang terjadi dalam individu. Berdasarkan penjelasan tersebut, dapat disimpulkan bahwa materialisme adalah suatu nilai yang dimiliki oleh individu yang mengarah pada keyakinan terpusat untuk melekatkan diri pada kepemilikan dan perolehan harta benda sebagai tujuan untuk mencapai kebahagiaan, tanda keberhasilan dan sumber kepuasan dalam hidup. 2. Aspek Materialisme Richins dan Dawson (1992) mengemukakan bahwa terdapat tiga aspek utama dari materialisme, yaitu: a. Acquisition Centrality Suatu nilai dari individu yang mencakup serangkaian keyakinan bahwa kepemilikan barang dan uang adalah tujuan hidup yang paling penting bagi individu, sehingga individu yang materialis akan menempatkan kepemilikan dan perolehan harta benda sebagai pusat kehidupan serta individu tersebut akan mencurahkan semua waktu dan energinya untuk memperoleh harta benda yang mereka inginkan. b. Acquisition as the Pursuit of Happines Suatu nilai dari individu yang mencakup serangkaian keyakinan bahwa barang dan uang merupakan jalan utama untuk mendapatkan kebahagiaan pribadi, kehidupan yang lebih baik, dan dapat PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 38 menunjukkan identitas diri yang lebih positif. Individu yang materialis akan memandang kepemilikan dan perolehan harta benda sebagai hal yang sangat penting bagi kepuasan dan kesejahteraan dalam kehidupan mereka dibandingkan memperoleh prestasi dan pengalaman. c. Possession-Defined Success Suatu nilai dari individu yang mencakup serangkaian keyakinan bahwa kepemilikan barang dan uang merupakan alat ukur untuk mengevaluasi prestasi diri sendiri maupun prestasi yang dimiliki oleh orang lain. Individu materialis akan cenderung menilai kesuksesan mereka dan orang lain dari jumlah dan kualitas harta benda yang telah mereka kumpulkan. Materialis juga memandang kesuksesan diri mereka melalui kepemilikan barang yang dapat memproyeksikan gambaran diri sesuai dengan keinginan mereka. 3. Dampak Materialisme Podoshen, Andrzejewski, dan Hunt (2014) menemukan bahwa dampak negatif materialisme konsisten dan menunjukkan bahwa semakin tinggi prioritas orang memberikan nilai dan sasaran yang terkait dengan kepemilikan dan perolehan harta benda dibandingkan dengan tujuan hidup lainnya, maka semakin rendah kepuasan mereka terhadap kehidupan. Individu yang materialis juga akan merealisasikan diri mereka lebih buruk, seperti individu yang merasa kurang bahagia, lebih rentan terhadap depresi, mengalami lebih banyak kecemasan, gangguan perilaku, dan bentuk-bentuk psikopatologi lainnya (Shrum et al., 2014; Dittmar et al., 2014). Menurut PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 39 Gregoire (2014) individu yang mengejar kekayaan dan harta benda akan selalu merasa kurang puas, lebih sedikit mengalami emosi positif, memiliki sikap prososial yang rendah, menunjukkan sikap yang kurang empati terhadap orang lain dan lingkungan, serta memiliki skor yang tinggi pada narsisme. Beberapa penelitian sebelumnya menyatakan bahwa individu yang materialis dapat mengalami konflik dengan pasangan dan memiliki sikap yang positif terhadap perilaku peminjaman karena individu tersebut mengalami kesulitan untuk menabung, memiliki sikap manajemen uang yang buruk, dan selalu dihantui oleh rasa kecemasan secara finansial (Poduska, 1992; Garðarsdóttir & Dittmar, 2012; Goldberg et al., 2003). C. Produk Fashion Menurut Wollen (2003) fashion berasal dari istilah bahasa asing yang artinya adalah “busana” atau “pakaian”. Fashion (pakaian) merupakan kata benda yang berarti suatu barang yang dapat dipakai atau digunakan oleh manusia, seperti baju, celana, dan barang-barang lainnya yang dapat menunjang penampilan (Kamus Besar Bahasa Indonesia). Pernyataan ini didukung oleh Chita, David, dan Pali (2015) yang menyatakan bahwa produk fashion adalah mode pakaian yang mencakup semua aksesoris, seperti ikat pinggang, sepatu, topi, tas, kaos kaki, dan pakaian dalam. Menurut Jusuf (2001) fashion dapat dipergunakan sebagai alat untuk mengidentifikasi tingkatan sosial, ekonomi dan martabat seseorang. Fashion juga dapat digunakan sebagai media yang efektif untuk menunjukkan status, kedudukan, kekuasaan, dan lifestyle dari masa ke masa. Shopping termasuk dalam salah satu lifestyle yang PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 40 paling digemari oleh individu, untuk memenuhi lifestyle tersebut individu rela mengorbankan sesuatu guna mencapainya dan cenderung dapat mengakibatkan impulsive buying (Japarianto & Sugiharto, 2012). Menurut Park et al., (2006) beberapa macam barang-barang yang paling sering dibeli melalui impulsive buying, yaitu pakaian, perhiasan, atau aksesoris karena barang-barang tersebut dekat dengan diri individu dan dapat mendukung penampilan individu. Menurut Handa dan Khare (2011) produk fashion merupakan suatu produk yang dapat mengkomunikasikan berbagai makna, membantu individu dalam meningkatkan karakteristik pribadi, meningkatkan citra diri dan memberikan individu sanksi sosial untuk menjadi kelompok konsumen yang berprestasi dan sukses. Park et al. (2006) mengemukakan bahwa produk fashion berkaitan dengan impulsive buying karena konsumen yang melakukan impulsive buying pada produk fashion memiliki kesadaran terhadap fashionability yang dikaitkan dengan desain dan gaya yang inovatif. Hal ini menunjukkan bahwa saat konsumen melihat produk fashion yang terbaru maka konsumen akan membelinya karena merasakan dorongan untuk membeli produk tersebut guna memenuhi keinginannya mengikuti tren yang ada saat ini (Han et al., 1991). Selain itu, menurut Arndt et al., (2004) materialisme berkaitan dengan produk fashion. Hal ini dikarenakan produk fashion memiliki makna simbolis yang tinggi, dapat menyampaikan kesan dan citra seseorang kepada orang lain serta dapat memberikan lebih banyak kesenangan pada individu (Browne & Kaldenberg, 1997). PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 41 D. Dewasa Awal 1. Definisi Dewasa Awal Masa dewasa awal adalah periode perkembangan yang dimulai pada akhir usia belasan tahun atau awal usia dua puluhan tahun dan yang berakhir pada usia tiga puluhan tahun (Santrock, 2002). Dariyo (2008) mengungkapkan bahwa masa perkembangan dewasa awal dimulai pada usia sekitar 20 tahun sampai 40 tahun. Masa dewasa awal merupakan masa pencarian kemantapan dan masa reproduktif yaitu suatu masa yang penuh dengan masalah dan ketegangan emosional, periode isolasi sosial, periode komitmen, masa ketergantungan, perubahan nilai-nilai, kreativitas dan penyesuaian diri pada pola hidup yang baru (Jahja, 2011). Menurut Arnett (dalam Papalia & Feldman, 2014) dan Santrock (2002) menyatakan bahwa terdapat tiga kriteria yang dapat menggambarkan permulaan dari masa dewasa awal, yaitu kemandirian ekonomi, menerima tanggung jawab akan diri sendiri, dan kemandirian dalam membuat keputusan. Selain itu, Vaillant (dalam Dariyo, 2008) membagi masa dewasa awal menjadi tiga tahap yaitu usia yang mapan, usia konsolidasi dan usia transisi. Usia yang mapan dimulai pada usia 20 hingga 30 tahun dengan tugas perkembangan individu mulai hidup mandiri dengan memisahkan diri dari orangtua, berupaya menemukan pasangan hidup, membentuk keluarga baru dengan pernikahan dan mengembangkan persahabatan dalam lingkungan keluarga, pekerjaan, dan masyarakat umum. Pada usia konsolidasi (usia 30-40 tahun) individu berupaya membangun dan mengembangkan kehidupan karier dalam dunia PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 42 pekerjaan serta memperkuat ikatan pernikahan dengan pasangan hidup dan membina hidup anak-anaknya, sedangkan pada usia transisi (sekitar usia 40 tahun) merupakan masa individu meninggalkan kesibukan pekerjaan dan melakukan evaluasi terhadap hal yang telah diperoleh. Berdasarkan uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa individu dewasa awal adalah individu yang berada pada masa perkembangan yang dimulai dari usia 20 tahun sampai 40 tahun. Masa perkembangan dewasa awal ditandai dengan kemampuan individu untuk memiliki tanggung jawab terhadap diri sendiri, mandiri secara ekonomi, dan mampu membuat keputusan sendiri. 2. Aspek-aspek Masa Dewasa Awal Menurut Santrock (2002) dan Papalia dan Feldman (2014) terdapat beberapa aspek dalam perkembangan masa dewasa awal, yaitu: a. Perkembangan Kognitif Berdasarkan teori perkembangan kognitif Piaget (dalam Santrock, 2002), individu pada masa remaja dan dewasa awal berpikir dengan cara yang sama, atau berada pada tahap pemikiran operasional formal. Ahli lain beranggapan bahwa individu dewasa awal merencanakan dan membuat hipotesis tentang masalah-masalah seperti remaja, tetapi menjadi lebih sistematis. Selain itu, kemampuan kognitif pada masa dewasa awal menunjukkan adaptasi dengan aspekaspek pragmatis dari kehidupan. Maksudnya, selain membuat rencana dan hipotesis, dalam menyelesaikan masalah individu dewasa awal PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 43 juga mempertimbangkan keterbatasan-keterbatasan yang ada dan dampak pengambilan keputusan terhadap pihak-pihak lain (Santrock, 2002). Menurut teori dan penelitian neo-Piagetian, individu dewasa awal berpikir dengan reflektif. Berpikir reflektif merupakan bentuk kognisi kompleks yang melibatkan pertimbangan aktif, terus-menerus, dan hati-hati terhadap informasi atau kepercayaan dengan mengingat bukti-bukti yang mendukung dan mengarahkan pada keputusan yang dibuat (Papalia & Feldman, 2014). Piaget (dalam Papalia & Feldman 2014) menyatakan bahwa pemikiran reflektif dapat menciptakan sistem kecerdasan kompleks yang menyatukan konflik ide-ide atau pertimbangan yang muncul. Kemampuan berpikir reflektif diperkirakan muncul antara usia 20 sampai 25 tahun. Meskipun hampir semua individu dewasa mengembangkan kemampuan berpikir reflektif, hanya sedikit yang mencapai kecakapan yang optimal dan menerapkannya secara konsisten pada berbagai jenis masalah (Papalia & Feldman, 2014). b. Perkembangan Sosioemosional Santrock (2002) mengungkapkan bahwa terdapat dua kriteria bagi individu untuk dapat dikatakan telah mengakhiri masa remaja dan memasuki masa dewasa awal. Kriteria pertama adalah mandiri secara ekonomi yang ditandai dengan didapatkannya pekerjaan penuh waktu yang kurang lebih tetap. Kriteria kedua adalah mandiri PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 44 dalam membuat keputusan atau mandiri secara pribadi, termasuk dalam hal karir, nilai-nilai, keluarga dan hubungan, serta gaya hidup. Dengan memenuhi kriteria tersebut, individu juga mulai menetapkan posisinya di berbagai aspek kehidupannya, termasuk dalam hal status sosial di masyarakat (Jahja, 2011). Banyak penyesuaian baru yang harus dihadapi individu selama masa dewasa awal sehingga periode perkembangan ini terkadang disebut sebagai masa yang problematik. Persoalan yang dihadapi bermacam-macam, mulai dari memasuki dan menyelesaikan pendidikan tinggi di universitas, mencari pekerjaan dan mengembangkan karir, memilih teman hidup (menikah), memiliki anak, dan berperan menjadi orangtua (Santrock, 2002). Banyaknya persoalan-persoalan baru yang menuntut penyesuaian selama masa dewasa awal, menyebabkan individu sering mengalami ketegangan emosi pada masa ini (Jahja, 2011; Santrock, 2002). Menurut Havighurst (dalam Hurlock, 1997), pada usia sekitar 30 tahun individu pada umumnya telah dapat memecahkan persoalanpersoalan dan dapat mengendapkan ketegangan emosinya sehingga dapat mencapai emosi yang lebih stabil dan tenang. c. Perkembangan Fisik Menurut Papalia dan Feldman (2014) masa dewasa awal merupakan masa dimana seseorang harus memperhatikan kesehatan dan kebugaran mereka. Hal ini dikarenakan apa yang individu PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 45 ketahui tentang kesehatan berdampak pada apa yang mereka lakukan, apa yang mereka lakukan akan berdampak pada apa yang mereka rasakan. Ada beberapa faktor yang berkaitan dengan gaya hidup dan berhubungan erat dengan kesehatan dan kebugaran seperti diet dan mengontrol berat badan, aktivitas fisik, tidur, merokok, minum minuman beralkohol, penggunaan obat terlarang, dan stres. E. Dinamika Hubungan Materialisme dan Kecenderungan Impulsive Buying Konsumen Dewasa Awal pada Produk Fashion Materialisme merupakan suatu nilai yang dimiliki oleh individu yang mengarah pada keyakinan terpusat untuk melekatkan diri pada kepemilikan dan perolehan harta benda sebagai tujuan untuk mencapai kebahagiaan, tanda keberhasilan, dan sumber kepuasan dalam hidup (Fournier & Richins, 1991; Richins & Dawson, 1992; Richins, 2011; Belk, 1985; Wang & Wallendorf, 2006). Konsumen yang materialis cenderung termotivasi untuk mengejar dan memperoleh barang-barang untuk mencapai pemenuhan diri, menggunakan sebagian besar waktu dan energinya untuk memperoleh, memiliki dan memikirkan hal-hal material, menjadikan kekayaan sebagai indikator untuk mencapai status sosial, prestasi, dan reputasi, serta cenderung menunjukkan perilaku menghabiskan uang yang mereka miliki untuk membeli suatu produk yang relatif tidak penting untuk memenuhi keinginan daripada kebutuhan mereka (Garðarsdóttir & Dittmar, 2012; Founier & Richins, 1991; Liao & Wang, 2009). PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 46 Richins (1994) menambahkan bahwa konsumen yang materialis cenderung menunjukkan perilaku menghargai suatu produk yang dikonsumsi secara publik dan memiliki makna publik atau makna yang berkesan bagi orang lain daripada suatu produk yang memiliki makna pribadi. Salah satu kategori produk yang memiliki makna publik adalah produk fashion. Hal ini dikarenakan konsumen yakin bahwa dengan membeli produk fashion, mereka dapat memenuhi keinginan mereka untuk mengekspresikan identitas dan citra diri, serta cara mereka untuk mengesankan orang lain (Sahdev & Gautama, 2007). Konsumen yang materialis juga cenderung akan membeli dan memiliki suatu produk fashion dengan harga yang mahal dengan merek-merek terkenal karena bagi mereka yang terpenting dari kepemilikan produk fashion tersebut adalah penampilan, nilai finansial, dan kemampuan dari produk tersebut menyampaikan status, kesuksesan, dan prestige yang mereka miliki (Sahdev & Gautama, 2007). Ketika konsumen yang materialis melakukan aktivitas berbelanja dan menemukan suatu produk fashion yang dapat menunjukkan identitas dan status yang mereka inginkan, maka konsumen tersebut cenderung akan merasakan dorongan secara tiba-tiba dalam dirinya untuk segera membeli produk fashion tersebut tanpa pertimbangan terlebih dahulu guna memenuhi keinginannya (Wu, 2006). Hal ini menunjukkan bahwa konsumen tersebut mengalami kecenderungan impulsive buying. Kecenderungan impulsive buying didefinisikan sebagai kecenderungan untuk melakukan aktivitas pembelian yang tidak terencana karena merasakan dorongan yang kuat secara spontan dan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 47 tiba-tiba, sehingga individu melakukan pembelian tanpa pertimbangan dan mengabaikan konsekuensi yang akan terjadi setelah pembelian, serta aktivitas yang lebih didasari oleh respon emosional yang bertujuan untuk memiliki suatu produk dengan segera demi memenuhi keinginan (Rook & Fisher, 1995; Rook, 1987; Kacen & Lee, 2002; GÄ…siorowska, 2011). Kecenderungan impulsive buying sering terjadi pada produk sehari-hari khususnya produk fashion (Setiadi & Warmika, 2015). Hal ini dikarenakan produk fashion dapat mengkomunikasikan berbagai makna, membantu individu dalam meningkatkan karakteristik pribadi, meningkatkan citra diri dan memberikan individu sanksi sosial untuk menjadi kelompok konsumen yang berprestasi dan sukses (Handa & Khare, 2011). Park et al., (2006) menambahkan bahwa produk fashion berkaitan dengan kecenderungan impulsive buying karena konsumen yang melakukan impulsive buying pada produk fashion memiliki kesadaran terhadap fashionability yang dikaitkan dengan desain dan gaya yang inovatif, sehingga saat konsumen melihat produk fashion terbaru maka konsumen akan membelinya karena merasakan dorongan untuk membeli produk tersebut guna memenuhi keinginannya mengikuti tren yang ada saat ini (Han et al., 1991). Menurut Wood (1998) individu dengan usia 18 tahun sampai 39 tahun merupakan individu yang cenderung melakukan impulsive buying daripada individu yang berusia di atas 39 tahun. Rentang usia ini termasuk dalam masa perkembangan dewasa awal, dimana perkembangan masa dewasa awal ditandai dengan individu memiliki kemampuan berpikir reflektif yang PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 48 merupakan bentuk kompleks dari kognisi sebagai pertimbangan aktif, persisten, dan hati-hati dalam membuat suatu keputusan (Dewey dalam Papalia & Feldman, 2014). Dengan memiliki kemampuan berpikir secara reflektif seharusnya individu pada masa dewasa awal telah mampu untuk mempertimbangkan keputusan dalam melakukan pembelian suatu produk. Konsumen dewasa awal yang memiliki materialisme yang tinggi cenderung akan membeli suatu produk fashion yang dapat menunjukkan identitas, status sosial, dan reputasi yang mereka inginkan serta termotivasi untuk memperoleh barang-barang untuk mencapai pemenuhan diri, dan mencurahkan lebih banyak waktu dan energi yang dimiliki untuk aktivitas yang berhubungan dengan perolehan materi (Liao & Wang, 2009; Founier & Richins, 1991). Ketika konsumen dewasa awal memiliki keinginan untuk mencapai hal tersebut saat melakukan aktivitas berbelanja dan melihat suatu produk fashion yang menarik serta sesuai dengan keinginan mereka, maka mereka akan segera membeli produk tersebut tanpa pertimbangan dan tidak menyesuaikan dengan kebutuhan yang mereka miliki, sehingga mereka akan cenderung melakukan impulsive buying pada produk fashion tersebut dengan mengikuti dorongan yang ada dalam diri mereka (Richins, 2011). Konsumen dewasa awal yang memiliki materialisme yang tinggi juga tidak ragu untuk membeli produk fashion dengan harga yang mahal dan merek-merek terkenal guna mendukung penampilan mereka dan menyampaikan kesuksesan, dan prestige yang mereka miliki pada orang lain (Sahdev & Gautama, 2007). Untuk memenuhi hal tersebut konsumen dewasa awal rela menghabiskan uang yang PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 49 mereka miliki untuk membeli suatu produk fashion yang relatif tidak penting dan tidak sesuai dengan kebutuhan mereka secara impulsif demi memenuhi keinginan mereka dan tidak memikirkan konsekuensi yang akan terjadi (Garðarsdóttir & Dittmar, 2012). Hal yang sebaliknya terjadi ketika konsumen dewasa awal memiliki materialisme yang rendah mereka cenderung kurang berminat untuk membeli suatu produk fashion yang dapat menunjukkan identitas, status sosial, dan reputasi yang mereka inginkan serta kurang termotivasi untuk memperoleh barang-barang untuk mencapai pemenuhan diri, dan tidak akan mencurahkan lebih banyak waktu dan energi yang dimiliki untuk aktivitas yang berhubungan dengan perolehan materi (Liao & Wang, 2009; Founier & Richins, 1991). Ketika konsumen dewasa awal melakukan aktivitas berbelanja dan melihat suatu produk fashion yang menarik serta sesuai dengan keinginan mereka, maka mereka akan mempertimbangkan terlebih dahulu dan menyesuaikan dengan kebutuhan yang mereka perlukan, sehingga mereka cenderung tidak akan melakukan impulsive buying pada produk fashion tersebut karena mereka mampu mengendalikan dorongan dalam diri mereka (Richins, 2011). Konsumen dewasa awal yang memiliki materialisme rendah juga kurang berminat untuk membeli produk fashion dengan harga yang mahal dan merekmerek terkenal guna mendukung penampilan mereka dan menyampaikan kesuksesan, dan prestige yang mereka miliki pada orang lain (Sahdev & Gautama, 2007). Hal ini dikarenakan konsumen tersebut tidak akan menghabiskan uang yang mereka miliki untuk membeli suatu produk fashion PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 50 yang relatif tidak penting dan tidak sesuai dengan kebutuhan mereka secara impulsif demi memenuhi keinginan mereka dan akan memikirkan konsekuensi yang akan terjadi (Garðarsdóttir & Dittmar, 2012). PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 51 F. Skema Penelitian Hubungan antara Materialisme dan Kecenderungan Impulsive Buying Konsumen Dewasa Awal pada Produk Fashion Materialisme Materialisme Tinggi 1. Memiliki keinginan untuk mencapai status sosial, prestasi, dan reputasi melalui kepemilikan materi. 2. Termotivasi memperoleh barang-barang untuk mencapai pemenuhan diri. 3. Mencurahkan lebih banyak waktu dan energi yang dimiliki untuk aktivitas yang berhubungan dengan perolehan materi. Materialisme Rendah 1. Tidak memiliki keinginan untuk mencapai status sosial, prestasi, dan reputasi melalui kepemilikan materi. 2. Kurang termotivasi memperoleh barang-barang untuk mencapai pemenuhan diri. 3. Tidak mencurahkan lebih banyak waktu dan energi yang dimiliki untuk aktivitas yang berhubungan dengan perolehan materi. Konsumen melihat produk fashion yang menarik dan sesuai dengan keinginannya maka konsumen akan segera membeli produk tersebut tanpa pertimbangan dan cenderung mengikuti dorongan yang dirasakan dalam dirinya. Konsumen melihat produk fashion yang menarik dan sesuai dengan keinginannya maka konsumen kurang berminat untuk membeli dan akan mempertimbangkan terlebih dahulu manfaat dari produk tersebut serta mengendalikan dorongan yang dirasakan dalam dirinya. Kecenderungan Impulsive Buying Tinggi Kecenderungan Impulsive Buying Rendah PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 52 G. Hipotesis Berdasarkan penjelasan yang telah dipaparkan sebelumnya, maka hipotesis yang dapat diajukan dalam penelitian ini adalah adanya hubungan yang positif dan signifikan antara materialisme dan kecenderungan impulsive buying konsumen dewasa awal pada produk fashion. Semakin tinggi materialisme, maka kecenderungan impulsive buying konsumen dewasa awal pada produk fashion akan semakin tinggi. Sebaliknya, semakin rendah materialisme, maka kecenderungan impulsive buying konsumen dewasa awal pada produk fashion akan semakin rendah. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kuantitatif. Penelitian kuantitatif merupakan metode penelitian yang dimaksudkan untuk menjelaskan fenomena dengan menggunakan data-data numerik dan dianalisis menggunakan statistik (Muijis dalam Suharsaputra, 2012). Menurut Supratiknya (2015) penelitian kuantitatif bertujuan untuk menguji teori secara objektif dengan cara meneliti hubungan antar variabelvariabel. Creswell (2009) menambahkan bahwa jenis penelitian kuantitatif bertujuan untuk menguji teori secara objektif dengan cara meneliti hubungan antar variabel-variabel yang dapat diukur, sehingga data numerik yang dihasilkan dapat dianalisis. Jenis penelitian yang digunakan adalah jenis penelitian korelasional. Penelitian korelasional adalah penelitian yang bertujuan untuk menentukan ada tidaknya hubungan atau sejauh mana hubungan atau keterkaitan antara dua variabel (yang dapat diukur) atau lebih berdasarkan koefisien korelasi (Sumanto, 2014; Azwar, 2012). Menurut Creswell (2014) dalam penelitian kuantitatif korelasional, peneliti menggunakan statistik korelasional untuk mendeskripsikan dan mengukur tingkat atau taraf hubungan skor antara dua atau lebih variabel yang akan diteliti. Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara materialisme dan kecenderungan impulsive buying konsumen dewasa awal pada produk fashion. 53 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 54 B. Identifikasi Variabel Penelitian Penelitian korelasional memerlukan beberapa variabel yang akan dicari hubungan diantara variabel-variabel tersebut. Menurut Sarwono (2006) variabel adalah suatu konsep yang memiliki nilai yang berbeda atau bervariasi. Penelitian ini menggunakan dua variabel, yaitu variabel bebas dan variabel tergantung. a. Variabel Bebas Variabel bebas merupakan variabel yang menyebabkan munculnya variabel lain atau dapat dikatakan sebagai variabel yang mempengaruhi variabel lain (Sarwono, 2006). Variabel bebas dalam penelitian ini adalah materialisme. b. Variabel Tergantung Variabel tergantung adalah variabel yang dipengaruhi oleh variabel lainnya atau variabel yang memberikan respon/reaksi terhadap variabel bebas jika kedua variabel dihubungkan (Sarwono, 2006). Variabel tergantung dalam penelitian ini adalah kecenderungan impulsive buying. C. Definisi Operasional Definisi operasional merupakan definisi dari variabel yang ditulis pada tingkat operasional dan praktis, serta dapat diterapkan dengan bahasa yang lebih spesifik untuk memahami hubungan antar variabel (Creswell, 2014). Definisi operasional dalam penelitian ini, yaitu: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 55 1. Kecenderungan Impulsive Buying Kecenderungan impulsive buying adalah kecenderungan untuk melakukan aktivitas pembelian yang tidak terencana karena merasakan dorongan yang kuat secara spontan dan tiba-tiba, sehingga konsumen dewasa awal melakukan pembelian tanpa pertimbangan dan mengabaikan konsekuensi yang akan terjadi setelah pembelian, serta aktivitas yang lebih didasari oleh respon emosional yang bertujuan untuk memiliki suatu produk dengan segera demi memenuhi keinginan. Kecenderungan impulsive buying akan diukur menggunakan skala yang terdiri dari dua aspek, yaitu aspek kognitif dan aspek afektif. Semakin tinggi skor yang diperoleh subjek dalam skala tersebut akan menunjukkan bahwa subjek memiliki kecenderungan impulsive buying yang tinggi. Sebaliknya, semakin rendah skor yang diperoleh subjek dalam skala tersebut akan menunjukkan bahwa subjek memiliki kecenderungan impulsive buying yang rendah. 2. Materialisme Materialisme adalah suatu nilai yang dimiliki oleh konsumen dewasa awal yang mengarah pada keyakinan terpusat untuk melekatkan diri pada kepemilikan dan perolehan harta benda sebagai tujuan untuk mencapai kebahagiaan, tanda keberhasilan dan sumber kepuasan dalam hidup. Materialisme akan diukur menggunakan skala materialisme milik Richins & Dawson (1992). Skala tersebut disusun berlandaskan pada tiga aspek yaitu, acquisition centrality, acquisition as the pursuit of happiness, dan possession-defined success. Semakin tinggi skor yang diperoleh subjek PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 56 dalam skala tersebut akan menunjukkan bahwa semakin tinggi pula nilai materialisme yang dimiliki subjek. Sebaliknya, semakin rendah skor yang diperoleh subjek dalam skala tersebut akan menunjukkan bahwa semakin rendah pula nilai materialisme yang dimiliki subjek. D. Subjek Penelitian Subjek penelitian adalah orang-orang yang menjadi sumber data dari penelitian, memiliki karakteristik yang sesuai variabel penelitian dan pada dasarnya yang dikenai kesimpulan hasil penelitian (Azwar, 2011). Subjek yang digunakan dalam penelitian ini adalah konsumen dewasa awal dengan rentang usia 20 tahun sampai 40 tahun.Teknik sampling yang digunakan untuk menentukan sampel dalam penelitian ini adalah convenience sampling. Convenience sampling adalah pemilihan sampel yang dilakukan berdasarkan pada ketersediaan sampel dan kemudahan sampel untuk diperoleh (Creswell, 2014). E. Metode dan Alat Pengumpulan Data Metode pengumpulan data adalah proses yang dilakukan dalam suatu penelitian, untuk mengumpulkan data primer dan sekunder (Siregar, 2013). Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah penyebaran skala. Penyebaran skala merupakan metode yang berbentuk laporan diri sendiri berisi daftar kumpulan pernyataan yang harus dijawab oleh individu sebagai subjek penelitian (Azwar, 2012). PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 57 Jenis skala yang digunakan pada setiap item untuk mengukur kedua variabel pada penelitian ini adalah skala Likert. Skala Likert adalah skala yang dipergunakan untuk mengukur sikap, pendapat, dan persepsi seseorang atau kelompok orang mengenai suatu gejala atau fenomena (Sumanto, 2014). Dengan menggunakan skala Likert, subjek diminta untuk menyatakan kesetujuan-ketidaksetujuan dalam sebuah kontinum yang terdiri dari empat jenis respon, yaitu Sangat Tidak Setuju, Tidak Setuju, Setuju, Sangat Setuju. Peneliti tidak menggunakan pilihan respon Netral karena peneliti ingin menghindari adanya central tendency pada subjek penelitian (Supratiknya, 2014). Model penskalaan ini bertujuan untuk mengungkap sikap pro dan kontra, positif dan negatif, serta mengungkap kesetujuan dan ketidaksetujuan seseorang terhadap suatu objek sosial (Azwar, 2012). Penelitian ini akan menggunakan skala, yaitu skala materialisme dan skala kecenderungan impulsive buying produk fashion. 1. Skala Materialisme Instrument yang digunakan untuk mengumpulkan data materialisme dalam penelitian ini adalah skala adaptasi dari Richins dan Dawson (1992), yaitu skala Material Values Scale (MVS). Skala ini disusun berlandaskan pada tiga aspek, yaitu acquisition centrality, acquisition as the pursuit of happiness, dan possession-defined succes. Skala MVS merupakan model skala Likert yang digunakan untuk melihat kecenderungan materialisme yang dimiliki seseorang. Sebelum mengadaptasi skala, peneliti sudah PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 58 memperoleh izin dari pihak atau peneliti-peneliti yang berkaitan langsung dengan skala (terlampir). Peneliti mengadaptasi skala MVS dengan menterjemahkan skala tersebut dari Bahasa Inggris ke Bahasa Indonesia. Kemudian mencari ahli bahasa dan mendiskusikannya dengan Dosen Pembimbing untuk mengkoreksi terjemahan peneliti. Metode yang digunakan dalam proses penerjemahan skala adalah metode back-translation. Back-translation merupakan suatu metode dengan melibatkan pengambilan protokol dari sebuah penelitian dalam bahasa tertentu. Protokol tersebut akan diterjemahkan ke dalam bahasa lain, kemudian meminta orang lain untuk menerjemahkan kembali ke bahasa aslinya untuk menekan kemunculan bias yang dapat terjadi (Matsumoto & Juang, 2008). Setelah mendapatkan izin dari peneliti yang berkaitan langsung dengan skala, kemudian skala materialisme diterjemahkan dari bahasa Inggris ke bahasa Indonesia dengan melibatkan Lembaga Bahasa Universitas Sanata Dharma. Selanjutnya, peneliti mendiskusikan dengan dosen pembimbing untuk mengoreksi terjemahan tersebut. Setelah itu, skala materialisme diterjemahkan kembali dari bahasa Indonesia ke bahasa Inggris dengan melibatkan Dosen Pendidikan Bahasa Inggris Universitas Sanata Dharma dan mendiskusikan kembali dengan dosen pembimbing untuk mengoreksi terjemahan tersebut. Ketika skala materialisme sudah dinyatakan baik, maka peneliti segera melakukan uji coba skala tersebut. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 59 Tabel 1. Sebaran Item Skala Materialisme Sebelum Uji Coba Variabel Materialisme Aspek Favorable Unfavorable Total Possession-Defined Success 1, 2, 4, 5 3,6 6 Acquisition Centrality 10, 11, 12 7, 8, 9, 13 7 Acquisition as the Pursuit of Happines 15, 17, 18 14,16 5 10 8 18 Total Skala ini terdiri dari 18 pernyataan mengenai masing-masing aspek dalam variabel materialisme. Jawaban subjek atas setiap pernyataan merupakan respon atas pengalaman subjek. Item di dalam instrument terdiri dari 2 jenis yaitu favorable yang bersifat mendukung, memihak, atau menunjukkan ciri variabel yang diukur, dan unfavorable merupakan item yang bersifat tidak mendukung atau tidak memihak ciri variabel yang diukur (Supratiknya, 2014). Skala yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan pernyataan dengan alternatif jawaban Sangat Setuju (SS), Setuju (S), Tidak Setuju (TS), dan Sangat Tidak Setuju (STS). Penggunaan empat kategori respon tanpa adanya kategori respon “Netral” digunakan dengan pertimbangan bahwa penyajian titik tengah hanya memberikan kemudahan bagi subjek yang tidak bersedia mengerjakan tugas dengan serius dalam menunjukkan karakteristik pribadinya (Friedenberg, 1995). PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 60 Pernyataan favorable skor tinggi mengindikasikan bahwa subjek memiliki nilai materialisme yang tinggi, sedangkan pernyataan unfavorable skor tinggi mengindikasikan bahwa subjek memiliki nilai materialisme yang rendah. Tabel 2. Skor Respon pada Variabel Materialisme Respon Subjek Sangat Setuju Setuju Tidak Setuju Sangat Tidak Setuju Favorable 4 3 2 1 Unfavorable 1 2 3 4 2. Skala Kecenderungan Impulsive Buying Skala yang digunakan untuk mengumpulkan data kecenderungan impulsive buying dalam penelitian ini adalah skala yang disusun oleh peneliti. Skala ini disusun berlandaskan pada dua aspek, yaitu aspek kognitif dan aspek afektif. Skala ini merupakan model skala Likert yang digunakan untuk melihat kecenderungan impulsive buying yang dimiliki seseorang. Tabel 3. Sebaran Item Skala Kecenderungan Impulsive Buying Sebelum Seleksi Item Variabel Aspek Aspek Afektif Kecenderungan Impulsive Buying Total Aspek Kognitif Favorable Unfavorable Total 1, 2, 4, 5,10, 12, 16, 26, 34, 38 3, 14, 18, 21, 25, 28, 31, 32, 35, 36 20 8, 19, 22, 23, 27, 29, 30, 33, 37, 40 6, 7, 9, 11, 13, 15, 17, 20, 24, 39 20 20 20 40 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 61 Skala ini terdiri dari 40 pernyataan mengenai masing-masing aspek dalam variabel kecenderungan impulsive buying. Jawaban subjek atas setiap pernyataan merupakan respon atas pengalaman subjek. Item di dalam instrument terdiri dari 2 jenis yaitu favorable yang bersifat mendukung, memihak, atau menunjukkan ciri variabel yang diukur, dan unfavorable merupakan item yang bersifat tidak mendukung atau tidak memihak ciri variabel yang diukur (Supratiknya, 2014). Skala yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan pernyataan dengan alternatif jawaban Sangat Setuju (SS), Setuju (S), Tidak Setuju (TS), dan Sangat Tidak Setuju (STS). Penggunaan empat kategori respon tanpa adanya kategori respon “Netral” digunakan dengan pertimbangan bahwa penyajian titik tengah hanya memberikan kemudahan bagi subjek yang tidak bersedia mengerjakan tugas dengan serius dalam menunjukkan karakteristik pribadinya (Friendenberg, 1995). Tingginya skor favorable pada skala ini menunjukkan tingginya tingkat kecenderungan impulsive buying yang dimiliki oleh subjek, sedangkan tingginya skor unfavorable pada skala ini menunjukkan rendahnya tingkat kecenderungan impulsive buying yang dimiliki oleh subjek. Tabel 4. Skor Respon pada Variabel Kecenderungan Impulsive Buying Respon Subjek Sangat Setuju Setuju Tidak Setuju Sangat Tidak Setuju Favorable 4 3 2 1 Unfavorable 1 2 3 4 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 62 F. Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur 1. Validitas Validitas merupakan suatu indeks yang menunjukkan alat ukur yang digunakan benar-benar mengukur apa yang seharusnya diukur (Noor, 2011). Suatu alat ukur akan dinyatakan memiliki validitas yang tinggi apabila alat ukur tersebut mampu memberikan hasil ukur yang sesuai dengan tujuan dalam penelitian (Azwar, 2011). Pengujian validitas yang digunakan pada alat ukur penelitian ini adalah validitas isi. Menurut Azwar (2011) validitas isi adalah salah satu jenis validitas yang diperoleh dari hasil analisis rasional terhadap isi tes dan juga berdasarkan penelitian oleh expert judgement yang bersifat subjektif. Skala MVS yang diadaptasi dari Richins dan Dawson (1992) tidak menjelaskan secara rinci mengenai validitas yang digunakan, sehingga peneliti mencoba untuk menterjemahkan skala tersebut yang dibantu oleh ahli bahasa, selanjutnya dikonsultasikan kepada Dosen Pembimbing Skripsi. Peneliti juga berkonsultasi kepada Dosen Pembimbing Skripsi sebagai ahli mengenai skala kecenderungan impulsive buying yang dibuat sendiri oleh peneliti, kemudian skala kecenderungan impulsive buying diujicobakan dan dianalisis dengan analisis item (Sugiyono, 2013). PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 63 2. Seleksi Item Seleksi item digunakan untuk menguji karakteristik item-item yang akan digunakan sebagai suatu alat ukur dalam penelitian (Azwar, 2011). Sebelum proses seleksi item, peneliti melakukan uji validitas isi (content validity) oleh dosen pembimbing skripsi sebagai expert judgement, dan melakukan uji coba skala (try out). Hal ini dilakukan untuk menguji tingkat ketepatan skala yang akan digunakan dalam pengukuran atribut sesuai dengan tujuan penggunaan. Hasil uji coba skala digunakan untuk melakukan seleksi item. Seleksi item dilakukan dengan cara mengkorelasikan masingmasing item dengan skor total dan menghitung proporsi subjek yang memilih jawaban. Menurut Supratiknya (2014) cara ini mampu menjamin homogenitas skala sebagai kesatuan dengan cara menunjukkan item-item yang paling baik mengukur konstruk yang sedang diukur. Setelah melakukan uji coba skala, peneliti melakukan diskriminasi item dengan menghitung korelasi antara distribusi skor per item dengan distribusi skor skala untuk memilih item yang baik. Dalam diskriminasi item, peneliti melihat besarnya koefisien korelasi item total yang berada pada kisaran -1.00 sampai dengan +1.00 (Supratiknya, 2014). Semakin baik daya diskriminasi item maka koefisien korelasinya semakin mendekati angka 1,00. Koefisien yang kecil mendekati angka 0 atau yang memiliki tanda negatif mengindikasikan bahwa item yang bersangkutan tidak memiliki daya diskriminasi (Azwar, 2012). Pengujian korelasi item total akan menghasilkan koefisien korelasi item total (rix). Kriteria pemilihan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 64 item berdasarkan pada perolehan skor korelasi dari item total dengan batasan rix ≥ 0,30 (Azwar, 2009). Dengan demikian, jika item mencapai rix minimal 0,30, maka item tersebut memiliki daya beda yang tinggi. Sebaliknya, jika item mencapai rix < 0,30, maka item tersebut memiliki daya beda yang rendah dan harus digugurkan. Uji coba skala dilaksanakan pada tanggal 29 November 2017 hingga tanggal 2 Desember 2017 dengan responden sejumlah 73 orang. Hasil uji coba skala dianalisis dengan menggunakan program SPSS for Windows versi 22. Hasil uji coba skala adalah sebagai berikut: a. Skala Materialisme Pada skala materialisme dengan item sejumlah 18 buah, didapatkan 5 item yang menunjukkan nilai rix < 0,30 yaitu, item 2, 9, 14, 16, dan 17. Hal tersebut berarti item-item tersebut memiliki daya beda yang rendah tetapi tidak digugurkan. Tabel skala materialisme setelah dilakukan uji coba adalah sebagai berikut: Tabel 5. Sebaran Item Skala Materialisme Setelah Uji Coba Variabel Materialisme Aspek Favorable Unfavorable Total Possession-Defined Success 1, 2*, 4, 5 3,6 6 Acquisition Centrality 10, 11, 12 7, 8, 9*, 13 7 15, 17*, 18 14*,16* 5 10 8 18 Acquisition as the Pursuit of Happines Total Keterangan: * = item yang memiliki rix < 0,30. Pada skala materialisme, peneliti tidak menggugurkan item. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 65 b. Skala Kecenderungan Impulsive Buying Hasil uji coba skala kecenderungan impulsive buying yang memiliki item berjumlah 40 buah menunjukkan bahwa terdapat 32 item yang dinyatakan lolos dan 8 item dinyatakan gugur karena memiliki rix < 0,30. Menurut Azwar (2012) untuk mencukupi jumlah item yang diinginkan, maka perlu dilakukan penurunan standar minimal korelasi item-total dari rix ≥ 0,30 menjadi rix ≥ 0,25. Peneliti menurunkan standar minimal korelasi item-total dari rix ≥ 0,30 menjadi rix ≥ 0,25, karena terdapat satu item yang memiliki rix mendekati 0,30, yaitu item nomor 25. Hal ini peneliti lakukan untuk mencukupi jumlah item yang diinginkan. Ketika standar minimal korelasi item-total diturunkan menjadi menjadi rix ≥ 0,25, item nomor 25 dinyatakan lolos, sehingga terdapat 33 item yang lolos dan 7 item dinyatakan gugur. Tujuh item yang dinyatakan gugur ternyata item yang berasal dari aspek afektif, sehingga membuat komposisi item menjadi tidak seimbang. Kemudian peneliti memutuskan untuk sengaja menggugurkan 7 item dari aspek kognitif supaya komposisi item menjadi seimbang, sehingga didapatkan hasil bahwa terdapat 26 item yang dinyatakan lolos dan 14 item yang dinyatakan gugur. Tabel skala kecenderungan impulsive buying setelah dilakukan seleksi item adalah sebagai berikut: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 66 Tabel 6. Sebaran Item Skala Kecenderungan Impulsive Buying Setelah Seleksi Item Variabel Kecenderungan Impulsive Buying Aspek Favorable Unfavorable Aspek Afektif 1*, 2, 4*, 5, 10, 12, 16, 26*, 34, 38* 3, 14*, 18*, 21, 25, 28, 31*, 32, 35, 36 13 Aspek Kognitif 8, 19, 22, (23), 27, 29, 30, 33, 37, 40 (6), 7,(9), 11, (13), 15, (17), 20, (24), (39) 13 15 11 26 Total Keterangan : * = item yang gugur Total () = item yang sengaja digugurkan 3. Reliabilitas Salah satu syarat tes yang baik adalah memiliki reliabilitas yang tinggi (Supratiknya, 2014). Reliabilitas adalah konsistensi hasil pengukuran jika prosedur pengetesannya dilakukan secara berulang kali terhadap suatu populasi individu atau kelompok (Supratiknya, 2014). Menurut Azwar (2012) alat ukur yang reliabel atau dapat dipercaya merupakan alat ukur yang mampu menghasilkan skor yang sama ketika digunakan untuk mengukur atribut yang sama dan pada subjek yang sama. Reliabilitas tes penting untuk dilakukan dan diketahui karena jika pengukuran tidak reliabel, maka skor yang dihasilkan juga tidak dapat dipercaya. Reliabilitas dalam penelitian ini diukur dalam bentuk koefisien reliabilitas, yaitu koefisien konsistensi internal. Koefisien konsistensi internal merupakan koefisien yang didasarkan pada hubungan antar skor masing-masing item dalam tes. Data koefisien ini diperoleh dari satu kali pengadministrasian tes pada sekelompok subjek. Data ini dianalisis dan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 67 dihitung menggunakan koefisien Alpha Cronbach (α) untuk menghasilkan estimasi konsistensi internal item skala (Supratiknya, 2014). Menurut Azwar (2009) nilai reliabilitas yang dihasilkan berada pada rentang 0 sampai 1. Reliabilitas yang baik ditunjukkan dengan skor yang semakin mendekati 1. Sebaliknya, reliabilitas yang kurang baik ditunjukkan dengan skor yang semakin mendekati 0. Koefisien minimum yang dipandang memuaskan untuk reliabilitas adalah ≥ 0,70; jika koefisien minimum kurang dari 0,70 alat ukur dipandang kurang memadai karena menunjukkan bahwa inkonsistensi alat ukur sedemikian besar, sehingga interpretasi skor menjadi meragukan (Supratiknya, 2014). Seluruh penghitungan reliabilitas ini dilakukan dengan menggunakan program SPSS for Windows versi 22. a. Skala Materialisme Reliabilitas pada skala materialisme asli mencapai nilai koefisien alpha untuk 18 item sebesar 0,87 (Richins & Dawson, 1992). Reliabilitas skala materialisme pada penelitian ini menunjukkan nilai koefisien alpha untuk 18 item sebesar 0,801. Jika item 2, 9, 14, 16, dan 17 digugurkan, maka reliabilitas skala materialisme meningkat menjadi 0,826. Hal tersebut menunjukkan bahwa skala materialisme tergolong reliabel. b. Skala Kecenderungan Impulsive Buying Reliabilitas pada skala kecenderungan impulsive buying untuk 40 item sebelum diseleksi pada penelitian ini menunjukkan nilai koefisien alpha sebesar 0,895. Setelah dilakukan seleksi pada item dengan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 68 menggugurkan item 1, 4, 6, 9, 13, 14, 17, 18, 23, 24, 26, 31, 38, dan 39 reliabilitas skala kecenderungan impulsive buying menjadi 0,929. Hal tersebut menunjukkan bahwa skala kecenderungan impulsive buying tergolong reliabel. G. Metode Analisis Data 1. Uji Asumsi a. Uji Normalitas Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah sebaran data dalam penelitian yang dilakukan terdistribusi normal atau tidak (Kasmadi & Sunariah, 2013). Jika data yang diuji memiliki nilai p > 0,05, maka data yang diuji memiliki distribusi normal. Sebaliknya, jika data yang diuji memiliki nilai p < 0,05, maka data yang diuji memiliki distribusi yang tidak normal (Santoso, 2010). Penelitian ini menggunakan uji normalitas Kolmogorov-Smirnov untuk mengetahui normalitas distribusi sebaran data. b. Uji Linearitas Uji linearitas digunakan untuk mengetahui apakah hubungan antarvariabel yang hendak dianalisis mengikuti garis lurus atau tidak, sehingga peningkatan atau penurunan kuantitas di satu variabel akan diikuti secara linear oleh peningkatan atau penurunan kuantitas di variabel lainnya (Santoso, 2010). Suatu hubungan variabel dapat dikatakan linear jika memiliki nilai p < 0,05. Sementara itu, jika nilai p > 0,05 menunjukkan bahwa hubungan antar variabel tidak linear. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 69 Uji linearitas pada penelitian ini dilakukan menggunakan test of linierity dalam program IBM SPSS Statistic 22. 2. Uji Hipotesis Uji hipotesis dilakukan bukan untuk menguji kebenaran hipotesis awal, melainkan untuk menguji dapat diterima atau ditolaknya hipotesis awal tersebut (GulÓ§, 2002). Penelitian ini menggunakan metode analisis Product Moment Pearson jika data yang diperoleh berdistribusi normal. Akan tetapi, jika hasil uji normalitas menunjukkan sebaran data tidak normal maka pengujian hipotesis menggunakan teknik Spearmen’s Rho Correlation. Untuk melakukan uji hipotesis, uji asumsi linearitas harus terpenuhi karena teknik korelasi didasarkan pada asumsi bahwa terdapat hubungan yang linear antar variabel (Santoso, 2010). Metode analisis tersebut digunakan sebagai uji korelasi untuk menentukan hubungan antar variabel bebas dan variabel tergantung (Sarwono, 2006). Besarnya nilai korelasi (r) adalah -1 hingga +1. Apabila nilai r adalah -1, maka dapat dinyatakan bahwa hubungan antara kedua variabel negatif (ada hubungan yang bertolak belakang antara kedua variabel). Apabila nilai r adalah +1, maka dapat dinyatakan bahwa hubungan antara kedua variabel positif (ada hubungan searah antara kedua variabel). Taraf nilai signifikan (p) berkisar 0,05. Jika nilai p < 0,05, maka H0 ditolak dan Ha diterima, artinya ada hubungan yang signifikan antara variabel bebas dan variabel tergantung. Sebaliknya, jika nilai p > 0,05, maka H0 diterima dan Ha ditolak, artinya tidak ada hubungan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 70 yang signifikan antara variabel bebas dan variabel tergantung (Siregar, 2013). PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Pelaksanaan Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 4 Desember 2017 sampai dengan 11 Desember 2017. Peneliti melakukan pengambilan data dengan dua skala yang dibuat menggunakan Google Forms dan dalam bentuk hardcopy. Skala disebarkan dengan dua cara, yaitu membagikan skala hardcopy secara langsung kepada subjek yang ditemui dan secara online dengan cara memberikan link skala kepada subjek. Peneliti menyebarkan link skala melalui beberapa media sosial, seperti LINE, Whatapps, BBM, dan Facebook kepada konsumen dewasa awal. Cara ini dilakukan karena media sosial memiliki jangkauan yang lebih luas dalam memperoleh subjek. Dari proses tersebut, peneliti mendapatkan subjek sebanyak 283 orang. B. Deskripsi Subjek Penelitian Subjek dalam penelitian ini adalah konsumen dewasa awal berusia 20 tahun sampai 40 tahun. Jumlah total subjek yang terlibat dalam penelitian ini adalah 283 orang. Data demografi subjek yang terlibat dalam penelitian ini dapat dideskripsi sebagai berikut: Tabel 7. Deskripsi Usia Subjek Usia 20 – 26 tahun 27 – 33 tahun 34 – 40 tahun Total Jumlah 240 33 10 283 71 Persentasi 84,8 % 11,7 % 3,5 % 100 % PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 72 Tabel 8. Deskripsi Jenis Kelamin Subjek Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan Total Jumlah 67 216 283 Persentasi 23,7 % 76,3 % 100 % Tabel 9. Deskripsi Pekerjaan Subjek Pekerjaan Mahasiswa Guru Karyawan Wirausaha Pekerja Seni Tidak Bekerja Total Jumlah 157 19 72 17 5 13 283 Persentasi 55.5 % 6.7 % 25.4 % 6,0 % 1.8 % 4.6 % 100 % Tabel 10. Deskripsi Aktivitas Belanja Produk Fashion Subjek Aktivitas Belanja Online Offline Online dan Offline Total Jumlah 14 123 146 283 Persentasi 4,9 % 43,5 % 51,6 % 100 % Tabel 11. Deskripsi Pendapatan/Uang Saku Subjek Per-bulan Pendapatan/Uang Saku Per-Bulan < Rp. 1000.000 Rp. 1.000.000 – Rp. 3.000.000 Rp. 3.000.000 – Rp. 5.000.000 >Rp. 5.000.000 Total Jumlah 77 153 38 15 283 Persentasi 27,2 % 54,1 % 13,4 % 5,3 % 100 % PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 73 C. Deskripsi Data Penelitian Deskripsi data penelitian bertujuan untuk mengetahui tinggi rendahnya materialisme dan kecenderungan impulsive buying. Deskripsi data dilakukan dengan cara mencari mean empiris dan mean teoritis. Mean teoritis merupakan hasil perhitungan manual berdasarkan skor terendah dan skor tertinggi yang dapat diraih dalam sebuah skala. Hal itu dapat dirumuskan sebagai berikut: Mean Teoritis = (Skor terendah × jumlah item ) +(Skor tertinggi × jumlah item) 2 Mean empiris merupakan rata-rata dari skor yang dimiliki oleh subjek penelitian. Mean empiris yang lebih tinggi dari mean teoritis menunjukkan bahwa subjek dalam penelitian ini memiliki tingkat materialisme dan kecenderungan impulsive buying yang cenderung tinggi. Sebaliknya mean empiris yang lebih rendah dari mean teoritis menunjukkan bahwa subjek dalam penelitian ini memiliki tingkat materialisme dan kecenderungan impulsive buying yang rendah. Selain itu, deskripsi data pada penelitian ini juga menggunakan uji One-Sample Test yang bertujuan untuk mengetahui apakah ada perbedaan yang signifikan antara mean teoritis dan mean empiris. Skor empiris dan uji One-Sample Test didapatkan dengan menggunakan SPSS for Windows versi 22. Berdasarkan skala penelitian yang digunakan, maka didapatkan hasil perhitungan mean teoritis dan mean empiris materialisme sebagai berikut: Mean Teoritis = (1 ×18 ) +(4 ×18) 2 = 90 2 = 45 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 74 Tabel 12. Data Empirik Skala Materialisme Materialisme N 283 One-Sample Statistics Mean Std. Deviation Std. Error Mean 39.54 6.196 .368 Tabel 13. Hasil Uji Beda MeanTeoritis dan Mean Empiris Materialisme One-Sample Test Test Value = 45 Materialisme 95% Confidence Interval of the Difference Sig. (2Mean t df tailed) Difference Lower Upper -14.822 282 .000 -5.459 -6.18 -4.73 Pada tabel hasil uji beda mean One-Sample Test skala materialisme (Tabel 13) memperoleh nilai signifikansi sebesar 0,000. Nilai tersebut menunjukkan bahwa terdapat perbedaaan yang signifikan antara mean teoritis dan mean empiris dari skala materialisme. Mean teoritis pada skala materialisme sebesar 45 dan mean empiris sebesar 39,54 (SD = 6,196). Hasil ini menunjukkan bahwa mean empiris secara signifikan lebih rendah daripada mean teoritis, sehingga dapat disimpulkan bahwa subjek dalam penelitian ini memiliki nilai materialisme yang cenderung rendah. Berdasarkan skala penelitian yang digunakan, maka didapatkan hasil perhitungan mean teoritis dan mean empiris kecenderungan impulsive buying sebagai berikut: Mean Teoritis = (1 ×26 ) +(4 ×26) 2 = 130 2 = 65 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 75 Tabel 14. Data Empirik Skala Kecenderungan Impulsive Buying One-Sample Statistics N Mean Std. Deviation Kecenderungan Impulsive Buying 283 55.48 Std. Error Mean 10.433 .620 Tabel 15. Hasil Uji Beda Mean Teoritis dan Mean Empiris Kecenderungan Impulsive Buying One-Sample Test Test Value = 65 t Kecenderungan Impulsive Buying -15.343 df 282 Sig. (2tailed) .000 95% Confidence Interval of the Difference Mean Difference Lower Upper -9.516 -10.74 -8.30 Pada tabel hasil uji beda mean One-Sample Test skala kecenderungan impulsive buying (Tabel 15) memperoleh nilai signifikansi sebesar 0,000. Nilai tersebut menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara mean teoritis dan mean empiris dari skala kecenderungan impulsive buying. Mean teoritis pada skala kecenderungan impulsive buying sebesar 65 dan mean empiris sebesar 55,48 (SD = 10,433). Hasil ini menunjukkan bahwa mean empiris secara signifikan lebih rendah daripada mean teoritis, sehingga mengindikasikan bahwa subjek dalam penelitian ini memiliki kecenderungan impulsive buying yang rendah. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 76 D. Hasil Penelitian 1. Uji Asumsi Uji asumsi dilakukan untuk melihat apakah data penelitian memenuhi syarat untuk dianalisis menggunakan teknik analisis korelasi tertentu. Uji asumsi dalam penelitian ini meliputi uji normalitas dengan menggunakan Kolmogorov-Smirnov dan uji linearitas dengan menggunakan test for linearity dengan bantuan SPSS for Windows versi 22. a. Uji Normalitas Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah sebaran data dalam penelitian yang dilakukan terdistribusi normal atau tidak (Kasmadi & Sunariah, 2013). Jika data yang diuji memiliki nilai p > 0,05, maka data yang diuji memiliki distribusi normal. Sebaliknya, jika data yang diuji memiliki nilai p < 0,05, maka data yang diuji memiliki distribusi yang tidak normal (Santoso, 2010). Hasil uji normalitas menggunakan Lilliefors Significance Correction pada KolmogorovSmirnov melalui SPSS for Windows versi 22 dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 16. Hasil Uji Normalitas Tests of Normality Kolmogorov-Smirnova Statistic df Sig. Kecenderungan .072 Impulsive Buying Materialisme .065 a. Lilliefors Significance Correction 283 .001 283 .005 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 77 Berdasarkan hasil uji normalitas, didapatkan hasil bahwa data penelitian skala materialisme (p = 0,005) memiliki nilai signifikansi lebih kecil dari 0,05, sehingga dapat diasumsikan bahwa data penelitian pada skala materialisme memiliki distribusi yang tidak normal. Pada data penelitian skala kecenderungan impulsive buying (p = 0,001) memiliki nilai signifikansi lebih kecil dari 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa data penelitian pada skala kecenderungan impulsive buying juga memiliki distribusi yang tidak normal. Dengan demikian, uji hipotesis pada penelitian ini akan menggunakan teknik korelasi non-parametrik Spearman’s rho. b. Uji Linearitas Uji linearitas digunakan untuk mengetahui apakah hubungan antarvariabel yang hendak dianalisis mengikuti garis lurus atau tidak, sehingga peningkatan atau penurunan kuantitas di satu variabel akan diikuti secara linear oleh peningkatan atau penurunan kuantitas di variabel lainnya (Santoso, 2010). Suatu hubungan variabel dapat dikatakan linear jika memiliki nilai p < 0,05. Sementara itu, jika nilai p > 0,05 menunjukkan bahwa hubungan antar variabel tidak linear. Hasil uji linearitas dapat dilihat pada tabel berikut: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 78 Tabel 17. Hasil Uji Linearitas ANOVA Table Sum of Square s df Between (Combined) 11105. 32 Kecenderungan Groups 374 Impulsive Linearity 6112.6 1 Buying * 37 Materialisme Deviation 4992.7 from 31 37 Linearity Within Groups 19591. 250 305 Total 30696. 282 678 Mean Square F Sig. 347.04 4.429 .000 3 6112.6 78.00 .000 37 2 161.05 2.055 6 .001 78.365 Berdasarkan hasil uji linearitas, diketahui bahwa data penelitian memiliki pola hubungan yang linear (lurus) karena nilai signifikansi kurang dari 0,05 (p = 0,000). Hal ini menunjukkan bahwa materialisme memiliki hubungan yang linear dengan kecenderungan impulsive buying, sehingga pengolahan data dapat dilanjutkan pada uji hipotesis. 2. Uji Hipotesis Berdasarkan hasil uji asumsi, diketahui bahwa skala materialisme dan kecenderungan impulsive buying tidak terdistribusi secara normal. Berdasarkan hal tersebut, maka pengujian hipotesis dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan teknik korelasi Spearman’s rho dengan taraf signifikansi sebesar 0,05 dan menggunakan program SPSS for Windows versi 22. Hasil pengujian hipotesis dapat dilihat pada tabel berikut: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 79 Tabel 18. Hasil Uji Hipotesis Spearman’s rho Correlations Kecenderungan Materialisme Impulsive Buying Spearman's Kecenderungan Correlation 1.000 rho impulsive buying Coefficient Sig. (1. tailed) N 283 Materialisme Correlation .367** Coefficient Sig. (1.000 tailed) N 283 **. Correlation is significant at the 0.01 level (1-tailed). .367** .000 283 1.000 . 283 Berdasarkan hasil uji hipotesis dengan teknik korelasi Spearman’s rho, diketahui bahwa materialisme dan kecenderungan impulsive buying memiliki koefisien korelasi sebesar 0,367 dengan nilai signifikansi sebesar 0,000 (p < 0,05). Hasil tersebut menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara materialisme dan kecenderungan impulsive buying secara keseluruhan. Jadi, semakin tinggi materialisme, maka kecenderungan impulsive buying konsumen dewasa awal pada produk fashion akan semakin tinggi. Sebaliknya, semakin rendah materialisme, maka kecenderungan impulsive buying konsumen dewasa awal pada produk fashion akan semakin rendah. Dengan demikian, maka hipotesis dalam penelitian ini dinyatakan diterima. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 80 E. Pembahasan Penelitian ini dilaksanakan dengan tujuan untuk mengetahui hubungan antara materialisme dan kecenderungan impulsive buying konsumen dewasa awal pada produk fashion. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa materialisme dan kecenderungan impulsive buying memiliki hubungan yang positif dan signifikan (r = 0,367; p = 0,000). Hasil penelitian yang diperoleh menunjukkan bahwa semakin tinggi materialisme, maka kecenderungan impulsive buying yang dilakukan konsumen dewasa awal pada produk fashion menjadi semakin tinggi. Sebaliknya semakin rendah materialisme, maka kecenderungan impulsive buying yang dilakukan konsumen dewasa awal pada produk fashion menjadi semakin rendah. Hasil ini sesuai dengan hipotesis yang telah diajukan peneliti yaitu, materialisme dan kecenderungan impulsive buying konsumen dewasa awal pada produk fashion memiliki hubungan yang positif dan signifikan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara materialisme dan kecenderungan impulsive buying konsumen dewasa awal pada produk fashion. Hal tersebut mendukung hasil penelitian yang telah dilakukan sebelumnya. Hasil penelitian sebelumnya menyatakan bahwa konsumen dewasa awal yang memiliki tingkat materialisme yang tinggi, akan menjadikan kekayaan sebagai indikator status sosial, prestasi, dan reputasi. Ketika konsumen tersebut memiliki keinginan untuk mencapai status sosial, prestasi, dan reputasi melalui kepemilikan materi maka konsumen tersebut akan menjadi impulsif dalam pembelian suatu produk PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 81 terutama produk fashion dengan mengikuti dorongan yang ada dalam dirinya (Richins, 2011). Bahkan konsumen dewasa awal yang materialis juga tidak ragu untuk melakukan impulsive buying dalam membeli produk fashion yang mahal dengan merek-merek mewah guna mencapai status sosial yang mereka inginkan (Prendergast & Wong, 2003). Selain itu, konsumen dewasa awal yang materialis cenderung akan menunjukkan perilaku menghabiskan uang yang mereka miliki untuk membeli suatu produk fashion yang relatif tidak penting secara impulsif demi memenuhi keinginan daripada kebutuhan (Garðarsdóttir & Dittmar, 2012). Materialisme merupakan suatu nilai yang mengarah pada keyakinan konsumen dewasa awal bahwa penggunaan suatu produk dapat digunakan untuk menyampaikan kesan mengenai identitas dan status sosial yang dimiliki oleh konsumen dewasa awal pada orang lain (Wang & Wallendorf, 2006; Wu, 2006). Konsumen dewasa awal yang materialis juga menunjukkan perilaku menghargai suatu produk yang dikonsumsi secara publik dan memiliki makna publik atau makna yang berkesan bagi orang lain daripada suatu produk yang memiliki makna pribadi (Richins, 1994). Salah satu kategori produk yang memiliki makna publik adalah produk fashion. Hal ini dikarenakan konsumen dewasa awal yakin bahwa dengan membeli produk fashion, mereka dapat memenuhi keinginan mereka untuk mengekspresikan identitas dan citra diri, serta cara mereka untuk mengesankan orang lain (Sahdev & Gautama, 2007). Konsumen yang materialis cenderung akan membeli dan memiliki suatu produk fashion dengan harga yang mahal dengan merek-merek terkenal karena PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 82 bagi mereka yang terpenting dari kepemilikan produk fashion tersebut adalah penampilan, nilai finansial, dan kemampuan dari produk tersebut menyampaikan status, kesuksesan, dan prestige yang mereka miliki (Sahdev & Gautama, 2007). Produk fashion dapat berkaitan dengan kecenderungan impulsive buying karena konsumen dewasa awal yang memiliki kecenderungan impulsive buying pada produk fashion memiliki kesadaran terhadap fashionability yang dikaitkan dengan desain dan gaya yang inovatif (Park et al., 2006). Hal ini terjadi karena ketika konsumen dewasa awal melihat produk fashion terbaru dan sesuai dengan tren yang ada saat ini maka konsumen tersebut merasakan dorongan yang tidak tertahankan untuk segera memiliki produk fashion tersebut guna memenuhi keinginannya mengikuti tren saat ini (Han, Morgan, Kotsiopulos & Kang-Park, 1991). Setelah merasakan dorongan tersebut mereka akan segera membeli produk fashion yang mereka inginkan tanpa mempertimbangkan apakah produk tersebut akan berguna atau tidak bagi mereka, yang terpenting ketika mereka telah memiliki produk tersebut mereka akan merasa puas dan senang karena mereka telah mampu memiliki produk sesuai dengan tren yang ada. Ketika konsumen dewasa awal yang materialis menemukan keputusan pembelian mengenai suatu produk fashion dapat menunjukkan identitas dan status yang mereka inginkan, maka konsumen tersebut akan tergoda untuk melakukan impulsive buying pada produk – produk fashion yang mereka inginkan (Wu, 2006). Hal ini terjadi dikarenakan mereka percaya bahwa PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 83 produk fashion tersebut memiliki makna simbolis yang dapat menyampaikan kesan mengenai identitas yang mereka miliki pada orang lain, membantu mereka meningkatkan karakteristik pribadi dan citra diri. Selain itu, produk fashion dapat juga memberikan sanksi sosial bagi konsumen dewasa awal untuk mampu menjadi kelompok konsumen yang berprestasi dan sukses (Setiadi & Warmika, 2015; Handa & Khare, 2011). PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah diperoleh, dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara materialisme dan kecenderungan impulsive buying konsumen dewasa awal pada produk fashion (r = 0,367; p = 0,000). Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi materialisme, maka kecenderungan impulsive buying yang dilakukan konsumen dewasa awal pada produk fashion menjadi semakin tinggi. Sebaliknya semakin rendah materialisme, maka kecenderungan impulsive buying yang dilakukan konsumen dewasa awal pada produk fashion menjadi semakin rendah. B. Keterbatasan Penelitian 1. Pada skala materialisme terdapat 5 item yang memiliki kualitas item kurang baik karena memiliki skor rix < 0,30. Meskipun Azwar (2009) menyatakan bahwa item yang memiliki skor rix < 0,30 harus digugurkan, namun peneliti tidak menggugurkan item-item tersebut karena skala materialisme yang digunakan dalam penelitian ini merupakan skala adaptasi yang ketika digunakan dalam suatu penelitian, harus digunakan secara utuh (Supratiknya, 2015). 2. Setelah dilakukan uji coba pada skala kecenderungan impulsive buying produk fashion ditemukan bahwa item-item dari aspek afektif sekitar 7 item memiliki skor rix < 0,25 sehingga item-item tersebut harus 84 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 85 digugurkan, akan tetapi item-item dari aspek kognitif tidak ada item yang memiliki skor rix < 0,25. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat ketidakseimbangan antara item-item dari aspek afektif dan kognitif, sehingga peneliti harus menggugurkan beberapa item dari aspek kognitif supaya jumlah item yang mengukur kecenderungan impulsive buying produk fashion memiliki proporsi yang seimbang (Supratiknya, 2014). 3. Penelitian ini tidak mencantumkan manfaat yang akan diperoleh subjek jika terlibat dalam penelitian. Hal ini membuat subjek menjadi kurang memahami bahwa sebenarnya hasil penelitian ini sangat bermanfaat bagi mereka sehingga subjek kurang memiliki antusiasme dalam pengisian kuesioner. C. Saran 1. Bagi Subjek Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa materialisme memiliki hubungan yang signifikan dengan kecenderungan impulsive buying pada produk fashion, maka bagi konsumen dewasa awal diharapkan dapat mengevaluasi kembali perilaku belanja yang mereka miliki dengan mengembangkan kemampuan berpikir secara reflektif supaya tidak mengarah pada impulsive buying ketika melakukan aktivitas berbelanja produk fashion dan mampu mempertimbangan dengan baik kegunaan dari produk yang dibeli serta memikirkan konsekuensi yang akan terjadi ketika PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 86 melakukan aktivitas belanja secara spontan yang lebih memenuhi keinginan daripada kebutuhan yang lebih penting. Konsumen dewasa awal juga diharapkan dapat lebih memahami dampak dari materialisme dan menjadikan hasil penelitian ini sebagai bahan refleksi untuk tidak selalu mengutamakan kepemilikan harta benda sebagai suatu hal yang mampu menunjukkan kesuksesan dan kebahagiaan dalam kehidupan, karena kesuksesan dan kebahagiaan tidak hanya dapat dari kepemilikan harta benda tetapi bisa juga dari prestasi ataupun hubungan interpersonal dengan orang lain. 2. Bagi Peneliti Selanjutnya Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa skala penelitian ini terdistribusi secara tidak normal, sehingga data yang dihasilkan ini tidak dapat digeneralisasikan kepada seluruh populasi. Oleh karena itu untuk penelitian selanjutnya, peneliti menyarankan supaya subjek yang dilibatkan dalam penelitian diperluas sehingga dapat semakin mewakili jumlah populasi. Selain itu, penelitian selanjutnya juga disarankan untuk membuat item pool yang lebih memadai dalam hal kualitas item untuk mengantisipasi banyaknya item yang gugur pada skala penelitian selama proses uji coba skala. Penelitian selanjutnya disarankan untuk mencantumkan manfaat yang akan diperoleh subjek jika bersedia terlibat dalam penelitian. Pernyataan yang berisi manfaat untuk subjek dapat dicantumkan di bagian awal kuesioner. Hal ini akan membuat subjek merasa lebih antusias PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 87 terlibat dalam penelitian karena hasilnya menyangkut keadaan diri mereka. Subjek yang merasa mendapatkan manfaat dari penelitian akan bersungguh-sungguh dalam memahami item, sehingga respon yang muncul pun akan lebih tepat. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI DAFTAR PUSTAKA Abraham, J., & Dameyasani, A. W. (2013). Impulsive buying, cultural values dimensions, and symbolic meaning of money: A study on college students in Indonesia’s capital city and its surrounding. International Journal of Research Studies in Psychology, 2(3), 35–52. Achmadi, A. (2010). Filsafat Umum. Jakarta: Rajawali Pers. Ahuvia, A. (1992). For the love of money: Materialism and product love. Association for Consumer Research, 8, 188–198. Ahuvia, A., & Wong, N. (1995). Materialism: Origins and implications for personal well-being. European Advances in Consumer Research, 2, 172–178. Alagöz, S., & Ekici, N. (2011). Impulse purchasing as a purchasing behaviour and research on Karaman. International Research Journal of Finance & Economics, 66, 172–180. Alauddin, M., Hossain, M. M., Ibrahim, M., & Hoque, M. A. (2015). Perceptions of consumer impulse buying behavior in the super store: A case study of some selected super store in Bangladesh. Asian Social Science, 11(9), 68–76. Anin, A., Rasimin, B. S., & Atamimi, N. (2008). Hubungan self monitoring dengan impulsive buying terhadap produk fashion pada remaja. Jurnal Psikologi, 35(2), 181–193. Arndt, J., Solomon, S., Kasser, T., & Sheldon, K. M. (2004). The urge to splurge: A terror management account of materialism and consumer behavior. Journal of Consumer Psychology, 14(3), 198–212. Azwar, S. (2009). Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Azwar, S. (2011). Reliabilitas dan Validitas. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Azwar, S. (2012). Penyusunan Skala Psikologi (2 ed.). Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Badgaiyan, A. J., & Verma, A. (2014). Intrinsic factors affecting impulsive buying behaviour—Evidence from India. Journal of Retailing and consumer services, 21(4), 537–549. Bagus, L. (2000). Kamus Filsafat. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Bahrudin. (2013). Dasar-dasar Filsafat. Bandar Lampung: Haraksindo. 88 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 89 Baumeister, R. F. (2002). Yielding to temptation: Self-control failure, impulsive purchasing, and consumer behavior. Journal of consumer Research, 28(4), 670–676. Bayley, G., & Nancarrow, C. (1998). Impulse purchasing: A qualitative exploration of the phenomenon. Qualitative Market Research: An International Journal, 1(2), 99–114. Beatty, S. E., & Ferrell, M. E. (1998). Impulse buying: Modeling its precursors. Journal of retailing, 74(2), 169–191. Belk, R. W. (1985). Materialism: Trait aspects of living in the material world. Journal of Consumer research, 12(3), 265–280. Bong, S. (2011). Pengaruh in-store stimuli terhadap impulse buying behavior konsumen Hypermarket di Jakarta. Ultima Manajemen, 3(1), 31-52. Browne, B. A., & Kaldenberg, D. O. (1997). Conceptualizing self-monitoring: Links to materialism and product involvement. Journal of Consumer Marketing, 14(1), 31–44. Chavosh, A., Halimi, A. B., Namdar, J., Choshalyc, S. H., & Abbaspour, B. (2011). The contribution of product and consumer characteristics to consumer’s impulse purchasing behaviour in Singapore. International Conference on Social Science and Humanity, 5, 248-252. Chien-Huang, L., & Chuang, S.-C. (2005). The effect of individual differences on adolescents’ impulsive buying behavior. Adolescence, 40(159), 551. Chita, R., David, L., & Pali, C. (2015). Hubungan antara self-control dengan perilaku konsumtif online shopping produk fashion pada mahasiswa fakultas kedokteran Universitas Sam Ratulangi angkatan 2011. Jurnal e-Biomedik, 3(1), 297–302. Cobb, C. J., & Hoyer, W. D. (1986). Planned versus impulse purchase behavior. Journal of retailing, 62(4), 384–409. Coley, A., & Burgess, B. (2003). Gender differences in cognitive and affective impulse buying. Journal of Fashion Marketing and Management: An International Journal, 7(3), 282–295. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 90 Creswell, J. W. (2009). Research Design: Qualitative, Quantitative, and Mixed Methods Approaches (3 ed.). California: Sage. Creswell, J. W. (2014). Research Design: Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif, dan Mixed (3 ed.). Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Dariyo, A. (2008). Psikologi Perkembangan Dewasa Muda. Jakarta: Grasindo. Dawson, S., & Kim, M. (2009). External and internal trigger cues of impulse buying online. Direct Marketing: An International Journal, 3(1), 20–34. Dhani. (2016). Gila Belanja di Dunia Maya. Diambil 16 Oktober 2017, dari https://tirto.id/gila-belanja-di-dunia-maya-b9tj Dholakia, U. M. (2000). Temptation and resistance: An integrated model of consumption impulse formation and enactment. Psychology & Marketing, 17(11), 955–982. Dittmar, H., Beattie, J., & Friese, S. (1995). Gender identity and material symbols: Objects and decision considerations in impulse purchases. Journal of economic psychology, 16(3), 491–511. Dittmar, H., & Bond, R. (2010). I want it and I want it now: Using a temporal discounting paradigm to examine predictors of consumer impulsivity. British Journal of Psychology, 101(4), 751–776. Dittmar, H., Bond, R., Hurst, M., & Kasser, T. (2014). The relationship between materialism and personal well-being: A meta-analysis. Journal of Personality and Social Psychology, 5 (107), 879-924. Dittmar, H., & Drury, J. (2000). Self-image–is it in the bag? A qualitative comparison between “ordinary” and “excessive” consumers. Journal of economic psychology, 21(2), 109–142. Doran, K. (2002). Lessons learned in cross-cultural research of Chinese and North American consumers. Journal of Business Research, 55(10), 823–829. Founier, S., & Richins, M. L. (1991). Some theoretical and popular notions concerning materialism. Journal of Social Behavior and Personality, 6(6), 403 - 414. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 91 Founier, S., & Richins, M. L. (1991b). Some theoretical and popular notions concerning materialism. Journal of Social Behavior and Personality, 6(6), 403–414. Friedenberg, L. (1995). Psychological testing: Design, Analysis, and use. USA: Library of Congress Cataloging-in-Publication Data. Fuadi. (2015). Metode historis: Suatu kajian filsafat materialisme Karl Marx. Substantia, 17(2), 219–230. Garðarsdóttir, R. B., & Dittmar, H. (2012). The relationship of materialism to debt and financial well-being: The case of Iceland’s perceived prosperity. Journal of Economic Psychology, 33(3), 471–481. https://doi.org/10.1016/j.joep.2011.12.008 GÄ…siorowska, A. (2011). Gender as a moderator of temperamental causes of impulse buying tendency. Journal of Customer Behaviour, 10(2), 119–142. Ghani, U., Imran, M., & Jan, F. A. (2011). The impact of demographic Characteristics on impulse buying behaviour of urban consumers in Peshawar. International Journal of Academic Research, 3(5), 286–289. Goldberg, M. E., Gorn, G. J., Peracchio, L. A., & Bamossy, G. (2003). Understanding materialism among youth. Journal of Consumer Psychology, 13(3), 278–288. Gregoire, C. (2014). The psychology of materialism,and why it’s making you unhappy. The Huffington Post. Diambil dari https://www.huffingtonpost.com/2013/12/15/psychologymaterialism_n_4425982.html GulÓ§, W. (2002). Metodelogi Penelitian. Jakarta: Grasindo. Hadjali, H. R., Salimi, M., Nazari, M., & Ardestani, M. S. (2012). Exploring main factors affecting on impulse buying behaviors. Journal of American Science, 8(1), 245–251. Han, Y. K., Morgan, G. A., Kotsiopulos, A., & Kang-Park, J. (1991). Impulse buying behavior of apparel purchasers. Clothing and Textiles Research Journal, 9(3), 15–21. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 92 Handa, M., & Khare, A. (2011). Gender as a moderator of the relationship between materialism and fashion clothing involvement among Indian youth. International Journal of Consumer Studies, 37(1), 112–120. Hausman, A. (2000). A multi-method investigation of consumer motivations in impulse buying behavior. Journal of consumer marketing, 17(5), 403–426. Hurlock, E. B. (1997). Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang Kehidupan, terj. Jakarta: Erlangga. Inglehart, R. (1981). Post-materialism in an environment of insecurity. American Political Science Review, 75(4), 880–900. Inglehart, R. (1990). Culture shift in advanced industrial society. Princeton University Press. Jahja, Y. (2011). Psikologi perkembangan. Jakarta: Prenada Media Grup. Jalees, T. (2009). An empirical analysis of impulsive buying behavior in Pakistan. Journal of Management,Business, & Econimics, 5(3), 298–308. Japarianto, E., & Sugiharto, S. (2012). Pengaruh shopping life style dan fashion involvement terhadap impulse buying behavior masyarakat high income Surabaya. Jurnal Manajemen Pemasaran, 6(1), 32–41. Jusuf, H. (2001). Pakaian sebagai penanda: Kajian teoretik tentang fungsi dan jenis pakaian dalam konteks semiotika. Jurnal Seni Rupa dan Desain, 1(3), 1–12. Kacen, J. J., Hess, J. D., & Walker, D. (2012). Spontaneous selection: The influence of product and retailing factors on consumer impulse purchases. Journal of Retailing and Consumer Services, 19(6), 578–588. Kacen, J. J., & Lee, J. A. (2002). The influence of culture on consumer impulsive buying behavior. Journal of consumer psychology, 12(2), 163–176. Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI). Definisi Pakaian. Diambil pada 23 Oktober 2017, dari www.kbbi.wed.id Karbasivar, A., & Yarahmadi, H. (2011). Evaluating effective factors on consumer impulse buying behavior. Asian Journal of Business Management Studies, 2(4), 174–181. Kasmadi, & Sunariah, N. S. (2013). Panduan Modern Penelitian Kuantitatif. Bandung: Alfabeta. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 93 Kasser, T. (2016). Materialistic values and goals. Annual Review of Psychology, 67, 489–514. Kasser, T., & Ryan, R. M. (1993). A dark side of the American dream: correlates of financial success as a central life aspiration. Journal of personality and social psychology, 65(2), 410-422. Kasser, T., & Ryan, R. M. (1996). Further examining the American dream: Differential correlates of intrinsic and extrinsic goals. Personality and social psychology bulletin, 22(3), 280–287. Khan, N., Hui, L. H., Chen, T. B., & Hoe, H. Y. (2016). Impulse buying behaviour of generation Y in fashion retail. International Journal of Business and Management, 11(1), 144–151. Kollat, D. T., & Willett, R. P. (1967). Customer impulse purchasing behavior. Journal of marketing research, 21–31. Lertwannawit, A., & Mandhachitara, R. (2012). Interpersonal effects on fashion consciousness and status consumption moderated by materialism in metropolitan men. Journal of Business Research, 65(10), 1408–1416. Liao, J., & Wang, L. (2009). Face as a mediator of the relationship between material value and brand consciousness. Psychology & Marketing, 26(11), 987–1001. Likitapiwat, T., Sereetrakul, W., & Wichadee, S. (2015). Examining materialistic values of university students in Thailand. International Journal of Psychological Research, 8(1), 109–118. Lysonski, S., & Durvasula, S. (2013). Consumer decision making styles in retailing: evolution of mindsets and psychological impacts. Journal of Consumer Marketing, 30(1), 75–87. Matsumoto, D., & Juang, L. (2008). Culture and Psychology (4 ed.). Canada: Nelson Education. Maulana, A. (2016). Nilai Transaksi E-commerce di Indonesia Menggiurkan. Diambil 25 Oktober 2017, https://www.cnnindonesia.com/teknologi/20160122170755-185106096/nilai-transaksi-e-commerce-di-indonesia-menggiurkan dari PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 94 Mick, D. G. (1996). Are studies of dark side variables confounded by socially desirable responding? The case of materialism. Journal of consumer research, 23(2), 106–119. Mittal, S., Sondhi, N., & Chawla, D. (2015). Impulse buying behaviour: an emerging market perspective. International Journal of Indian Culture and Business Management, 11(1), 1–22. Mohan, G., Sivakumaran, B., & Sharma, P. (2013). Impact of store environment on impulse buying behavior. European Journal of Marketing, 47(10), 1711– 1732. Money.id. (2015). Ini Penyebab Kenapa Anda Gila Belanja Saat Lihat Diskon | Money.id. Diambil dari https://m.money.id/news/ini-penyebab-kenapa-andagila-belanja-saat-lihat-diskon-151125t.html Moran, B., & Kwak, L. E. (2015). Effect of stress, materialism and external stimuli on online impulse buying. Journal of Research for Consumers, (27), 26–51. Moschis, G. P., & Churchill Jr, G. A. (1978). Consumer socialization: A theoretical and empirical analysis. Journal of marketing research, 15(4), 599–609. Mowen, J. C., & Minor, M. (2002). Perilaku konsumen. Jakarta: Erlangga. Mudhofir, A. (1996). Kamus Teori dan Aliran dalam Filsafat dan Teologi. Yogyakarta: Gajah Mada University Press. Mueller, D. J., & Wornhoff, S. A. (1990). Distinguishing personal and social values. Educational and Psychological Measurement, 50(3), 691–699. Muruganantham, G., & Bhakat, R. S. (2013). A review of impulse buying behavior. International Journal of Marketing Studies, 5(3), 149-160. Noor, J. (2011). Metode Penelitian: Skripsi, Tesis, Disertasi & Karya Ilmiah. Jakarta: Prenada Media. Omar, N. A., Rahim, R. A., Wel, C. A. C., & Alam, S. S. (2014). Compulsive buying and credit card misuse among credit card holders: The roles of selfesteem, materialism, impulsive buying and budget constraint. Intangible Capital, 10(1), 52–74. Papalia, D. E., & Feldman, R. D. (2014). Menyelami perkembangan manusia. Jakarta: Salemba. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 95 Park, E. J., Kim, E. Y., & Forney, J. C. (2006). A structural model of fashionoriented impulse buying behavior. Journal of Fashion Marketing and Management: An International Journal, 10(4), 433–446. Podoshen, J. S., & Andrzejewski, S. A. (2012). An Examination of the relationships between materialism, conspicuous consumption, impulse buying, and brand loyalty. Journal of Marketing Theory and Practice, 20(3), 319–334. Podoshen, J. S., Andrzejewski, S. A., & Hunt, J. M. (2014). Materialism, conspicuous consumption, and American hip-hop subculture. Journal of International Consumer Marketing, 26(4), 271–283. Poduska, B. (1992). Money, marriage, and Maslow’s hierarchy of needs. American Behavioral Scientist, 35(6), 756–770. Prendergast, G., & Wong, C. (2003). Parental influence on the purchase of luxury brands of infant apparel: an exploratory study in Hong Kong. Journal of Consumer Marketing, 20(2), 157–169. Primadhyta, S. (2015). Generasi Millenial RI Paling Impulsif Belanja Barang Mewah. Diambil 24 Agustus 2017, dari https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20151102182452-9288999/generasi-millenial-ri-paling-impulsif-belanja-barang-mewah/. Putri, A. A. (2017). Ada Jurusnya Berkelit dari Godaan Belanja Barang Diskon! Diambil 16 September 2017, dari http://female.kompas.com/read/2017/01/31/093200420/ada.jurusnya.berkeli t.dari.godaan.belanja.barang.diskon. Richins, M. L. (1994). Special possessions and the expression of material values. Journal of consumer research, 21(3), 522–533. Richins, M. L. (2011). Materialism, transformation expectations, and spending: Implications for credit use. Journal of Public Policy & Marketing, 30(2), 141–156. Richins, M. L., & Dawson, S. (1992). A consumer values orientation for materialism and its measurement: Scale development and validation. Journal of consumer research, 19(3), 303–316. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 96 Richins, M. L., & Rudmin, F. W. (1994). Materialism and economic psychology. Journal of Economic Psychology, 15, 217–231. Roberts, J. A., & Jones, E. (2001). Money attitudes, credit card use, and compulsive buying among American college students. Journal of Consumer Affairs, 35(2), 213–240. Roberts, J. A., Manolis, C., & Tanner Jr, J. F. (2008). Interpersonal influence and adolescent materialism and compulsive buying. Social Influence, 3(2), 114– 131. Rook, D. W. (1987). The buying impulse. Journal of consumer research, 14(2), 189–199. Rook, D. W., & Fisher, R. J. (1995). Normative influences on impulsive buying behavior. Journal of consumer research, 22(3), 305–313. Sahdev, A., & Gautama, P. (2007). Are consumer perceptions of brand affected by materialism? International Marketing Conference on Marketing & Society. Santoso, A. (2010). Statistik untuk Psikologi dari Blog Menjadi Buku. Yogyakarta: Universitas Sanata Dharma. Santrock, J. W. (2002). Life-span development (Perkembangan masa hidup) (5 ed.). Jakarta: Erlangga. Saroh, M. (2016). Barang-barang yang Populer di Online Shop. Diambil 16 Oktober 2017, dari https://tirto.id/barang-barang-yang-populer-di-online-shop-b9tE Sarwono, J. (2006). Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif. Yogyakarta: Graha Ilmu. Sarwono, S. W., & Meinarno, E. A. (2014). Psikologi Sosial. Jakarta: Salemba Humanika. Schwartz, S. H. (2007). Universalism values and the inclusiveness of our moral universe. Journal of Cross-Cultural Psychology, 38(6), 711–728. Setiadi, I., & Warmika, I. (2015). Pengaruh fashion involvement terhadap impulse buying konsumen fashion yang dimediasi positive emotion di Kota Denpasar. E-Jurnal Manajemen Universitas Udayana, 4(6), 1684–1700. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 97 Shahjehan, A., Qureshi, J. A., Zeb, F., & Saifullah, K. (2012). The effect of personality on impulsive and compulsive buying behaviors. African Journal of Business Management, 6(6), 2187–2194. Shiffman, L. G., & Kanuk, L. L. (2007). Perilaku Konsumen (Edisi ketujuh). Jakarta: Indeks. Shrum, L. J., Lowrey, T. M., Pandelaere, M., Ruvio, A. A., Gentina, E., Furchheim, P., & Mandel, N. (2014). Materialism: the good, the bad, and the ugly. Journal of Marketing Management, 30(17–18), 1858–1881. Siregar, S. (2013). Metode Penelitian Kuantitatif: Dilengkapi dengan Perbandingan Perhitungan Manual & SPSS. Jakarta: Kencana. Sneath, J. Z., Lacey, R., & Kennett-Hensel, P. A. (2009). Coping with a natural disaster: Losses, emotions, and impulsive and compulsive buying. Marketing Letters, 20(1), 45–60. Stern, H. (1962). The significance of impulse buying today. The Journal of Marketing, 26 (2) 59–62. Sugiyono, P. D. (2013). Metode Penelitian Manajemen. Bandung: CV. Alfabeta. Suharsaputra, U. (2012). Metode Penelitian: Kuantitatif, Kualitatif, dan Tindakan. Bandung: PT. Refika Aditama. Sumanto. (2014). Teori dan Aplikasi Metode Penelitian: Psikologi, Pendidikan, Ekonomi Bisnis, dan Sosial. Yogyakarta: Center of Academic Publishing Service. Supratiknya, A. (2014). Pengukuran Psikologis. Yogyakarta: Universitas Sanata Dharma. Supratiknya, A. (2015). Metodologi Penelitian Kuantitatif & Kualitatif dalam Psikologi. Yogyakarta: Universitas Sanata Dharma. Syafputri, E. (2011). Pebelanja Indonesia Makin Impulsif. Diambil 8 Agustus 2017, dari /berita/264058/pebelanja-indonesia-makin-impulsif Tendai, M., & Crispen, C. (2009). In-store shopping environment and impulsive buying. African Journal of Marketing Management, 1(4), 102–108. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 98 Tuyet Mai, N. T., Jung, K., Lantz, G., & Loeb, S. G. (2003). An exploratory investigation into impulse buying behavior in a transitional economy: A study of urban consumers in Vietnam. Journal of International Marketing, 11(2), 13–35. Veer, E., & Shankar, A. (2011). Forgive me, Father, for I did not give full justification for my sins: How religious consumers justify the acquisition of material wealth. Journal of Marketing Management, 27(5–6), 547–560. Verplanken, B., & Herabadi, A. (2001). Individual differences in impulse buying tendency: Feeling and no thinking. European Journal of personality, 15(1), 71–83. Wang, J., & Wallendorf, M. (2006). Materialism, status signaling, and product satisfaction. Journal of the Academy of Marketing Science, 34(4), 494–505. Ward, S., & Wackman, D. (1971). Family and media influences on adolescent consumer learning. American Behavioral Scientist, 14(3), 415–427. Watson, J. J. (2003). The relationship of materialism to spending tendencies, saving, and debt. Journal of economic psychology, 24(6), 723–739. Wiramihardja, S. A. (2009). Pengantar Filsafat: Sistematika dan Sejarah Epistemologi, Metafisika, dan Filsafat Manusia. Balikpapan: Refika Aditama. Wollen, P. (2003). The concept of fashion in the arcades project. Boundary 2, 30(1), 131–142. Wood, M. (1998). Socio-economic status, delay of gratification, and impulse buying. Journal of economic psychology, 19(3), 295–320. Wu, L. (2006). Excessive buying: the construct and a causal model. Georgia Institute of Technology. Yoon, S-J. (2013). Antecedents and consequences of in-store experiences based on an experiential typology. European Journal of Marketing, 47(5/6), 693–714. Youn, S., & Faber, R. J. (2000). Impulse buying: its relation to personality traits and cues. Advances in Consumer Research, 27, 179-185. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 99 Zhang, Y., & Shrum, L. J. (2009). The influence of self-construal on impulsive consumption. Journal of Consumer Research, 35(5), 838–850. https://doi.org/10.1086/593687 Zoel. (2012). Maybe Yes! Maybe No! Diambil 19 Agustus 2017, dari http://www.marketing.co.id/maybe-yes-maybe-no/ PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI LAMPIRAN PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 101 LAMPIRAN A Skala Uji Coba PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 102 SKALA UJI COBA Sebagai bagian dalam Penyusunan Skripsi Program Studi Psikologi Disusun oleh : Yohana Kadek Dwiastuti 139114046 FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS SANATA DHARMA 2017 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 103 Yogyakarta, 29 November 2017 Kepada Yth. Saudara/Saudari yang ikut berpartisipasi dalam penelitian ini Dengan hormat, Dengan ini saya: Nama : Yohana Kadek Dwiastuti Kontak : 085737164524 ([email protected]) Institusi : Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma Dalam rangka menyelesaikan tugas akhir sebagai mahasiswa, maka peneliti mohon kesediaan saudara/i membantu serta berpartisipasi untuk memberikan tanggapan pada pernyataan-pernyataan yang telah peneliti susun dalam skala penelitian ini. Saat merespon pernyataan-pernyataan tersebut, saudara/i diharapkan dapat mengisi dengan jawaban yang sesuai dengan keadaan dan kondisi saudara/i dalam kehidupan seharihari. Pada skala ini, tidak ada penilaian benar atau salah. Data yang diberikan oleh saudara/i sangat terjaga kerahasiannya. Pada saat mengisi skala ini, mohon untuk selalu memperhatikan petunjuk pengerjaan dan instruksi yang diberikan, karena hasil dari pengisian skala ini akan digunakan untuk kepentingan akademik. Peneliti mengucapkan terimakasih atas waktu dan kesediaan saudara/i untuk berpartisipasi dalam penelitian ini. Hormat saya, (Peneliti) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 104 PERNYATAAN KESEDIAAN Dengan ini saya menyatakan kesediaan saya untuk mengisi skala ini tanpa adanya paksaan ataupun tekanan dari pihak manapun. Saya bersedia mengisi skala ini dengan sukarela, demi membantu terlaksananya penelitian ilmiah ini. Semua respon yang saya berikan dalam skala ini, benar-benar mewakili apa yang saya alami dalam kehidupan sehari-hari dan bukan atas pandangan masyarakat pada umumnya. Saya juga memberikan izin agar jawaban saya dapat digunakan sebagai data untuk penelitian ilmiah ini. Yogyakarta, .................................. 2017 Menyetujui, ........................................ (Tanda Tangan) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 105 IDENTITAS RESPONDEN Usia : Jenis Kelamin : L/P (Lingkari salah satu yang sesuai) Pekerjaan : Sering melakukan aktivitas berbelanja produk fashion secara (lingkari salah satu yang sesuai): a. Online b. Offline c. Online dan Offline Pendapatan/uang saku per-bulan: a. < Rp.1.000.000 b. Rp. 1.000.000 – Rp 3.000.000 c. Rp. 3.000.000 – Rp. 5.000.000 d. > Rp. 5.000.000 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 106 1. 2. 3. 4. PETUNJUK PENGISIAN SKALA Bacalah setiap pernyataan dengan seksama Tentukan pilihan jawaban yang sungguh-sungguh menggambarkan diri Anda yang sebenarnya dengan memberikan tanda silang (X) pada pilihan jawaban yang meliputi: SS (Sangat Setuju) : Apabila Anda merasa “SANGAT SESUAI” dengan diri Anda. S (Setuju) : Apabila Anda merasa “SESUAI” dengan diri Anda. TS (Tidak Setuju) : Apabila Anda merasa “TIDAK SESUAI” dengan diri Anda. STS (Sangat Tidak Setuju) : Apabila Anda merasa “SANGAT TIDAK SESUAI” dengan diri Anda. Pada setiap pernyataan hanya dapat memilih satu jawaban. Tidak ada jawaban yang salah, semua jawaban adalah benar. Hasil dari skala ini tidak akan mempengaruhi apapun yang terkait dengan diri Anda. Kerahasiaan data dijamin dan hanya dapat diakses oleh peneliti untuk kepentingan akademik. Contoh pengisian Pernyataan Saya suka membeli novel bertema persahabatan SS S X TS STS Jika Anda merasa jawaban Anda kurang mencerminkan diri Anda dan ingin mengganti jawabannya, maka Anda dapat mengganti pilihan jawaban Anda dengan cara memberikan tanda garis dua pada jawaban sebelumnya (=) kemudian memberikan tanda silang (X) pada jawaban yang sesuai. Pernyataan Saya suka membeli novel bertema persahabatan SS S X TS STS X PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 107 SKALA BAGIAN PERTAMA Pastikan tidak ada jawaban yang terlewatkan! Selamat Mengerjakan! No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. Pernyataan Saya mengagumi orang-orang yang memiliki rumah, mobil dan pakaian yang mahal. Beberapa pencapaian terpenting dalam hidup saya adalah memiliki harta benda. Saya tidak terlalu menekankan jumlah materi yang dimiliki oleh orang lain sebagai tanda kesuksesan. Barang-barang yang saya miliki menunjukkan seberapa sukses hidup saya. Saya suka memiliki barang-barang yang mengesankan orang lain. Saya tidak terlalu memperhatikan objek-objek materi milik orang lain. Saya biasanya hanya membeli barang yang saya butuhkan. Saya mencoba membuat hidup saya sederhana, sejauh mempertimbangkan barang-barang yang saya miliki. Barang-barang yang saya miliki tidak seluruhnya penting bagi saya. Saya menikmati membelanjakan uang untuk hal-hal yang tidak praktis/berguna Membeli barang-barang memberikan saya banyak kesenangan. Saya suka kemewahan dalam hidup saya. Saya tidak terlalu menekankan pada hal-hal materi daripada kebanyakan orang yang saya kenal. Saya memiliki semua hal yang benar-benar saya butuhkan untuk menikmati hidup. Hidup saya akan lebih baik jika saya memiliki barang-barang yang tidak saya miliki. Saya belum tentu akan lebih bahagia jika saya memiliki hal-hal yang lebih baik. Saya akan lebih bahagia jika saya mampu untuk membeli lebih banyak barang. Terkadang saya sedikit terganggu ketika saya tidak mampu untuk membeli semua barang yang saya suka. SS S TS Silahkan periksa kembali jawaban Anda, jangan sampai ada yang terlewatkan. STS PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 108 SKALA BAGIAN KEDUA Pastikan tidak ada jawaban yang terlewatkan! Selamat Mengerjakan! No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. Pernyataan Saya merasa senang ketika membeli produk fashion yang saya inginkan. Saya membeli produk fashion, karena saya menyukainya, bukan karena membutuhkannya. Saya bisa menahan keinginan untuk membeli produk fashion yang menarik perhatian saya. Saya merasa menyesal telah membeli produk fashion di luar kebutuhan saya dan sering tidak bermanfaat. Saya langsung membeli produk fashion yang saya inginkan, ketika ada diskon. Saya selalu membeli produk fashion sesuai kebutuhan saya Saya biasanya berpikir hati-hati dalam menentukan produk fashion yang akan saya beli. Saya memutuskan untuk langsung membeli produk fashion yang sedang diskon pada saat itu juga. Saya terbiasa membeli produk fashion sesuai dengan perencanaan sebelumnya. Ketika saya memiliki uang, saya tidak dapat menahan keinginan untuk menghabiskannya membeli produk fashion. Saya bukan tipe orang yang suka membeli produk fashion melebihi apa yang telah saya rencanakan. Saya sering merasakan dorongan di dalam diri saya untuk berbelanja produk fashion yang saya sukai. Saya tidak harus membeli produk fashion yang saya sukai. Saya tidak pernah merasa kecewa dengan produk fashion yang telah saya beli. Saya selalu mempertimbangkan manfaat dari produk fashion yang akan saya beli. SS S TS STS PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 109 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. 30. 31. Saya memiliki keinginan yang kuat untuk segera membeli produk fashion yang menarik perhatian saya. Ketika membeli suatu produk fashion, saya akan mempertimbangkan dengan matang sebelum saya memutuskan untuk membelinya. Saya tidak pernah merasa bersalah karena telah menghabiskan banyak uang untuk membeli produk fashion yang tidak dibutuhkan. Saya harus segera memiliki produk fashion yang saya sukai. Ketika membeli produk fashion di luar kebutuhan, saya selalu memikirkan konsekuensi yang akan terjadi. Saya mampu menahan diri untuk tidak tergoda dan langsung membeli produk fashion yang saya sukai. Saya memutuskan membeli produk fashion yang saya inginkan tanpa menyesuaikan dengan kebutuhan saya. Saya tidak pernah membuat perencanaan ketika akan membeli produk fashion. Saya tidak akan langsung membeli ketika saya menemukan produk fashion yang saya sukai. Ketika saya memiliki uang, saya lebih suka menabung uang saya daripada membeli produk fashion yang saya inginkan. Terkadang saya merasa bersalah setelah membeli produk fashion tanpa pertimbangan. Saya sering membeli produk fashion melebihi apa yang telah saya rencanakan sebelumnya. Saya hanya membeli produk fashion, ketika saya benar-benar membutuhkan-nya. Saya tidak pernah berpikir dengan cermat dalam menentukan produk fashion yang akan saya beli. Saya mengabaikan konsekuensi yang akan terjadi setelah membeli produk fashion. Saya merasa sangat sedih ketika tidak mendapatkan produk fashion yang ingin saya beli. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 110 32. 33. 34. 35. 36. 37. 38. 39. 40. Ketika melihat produk fashion yang menarik, saya merasa biasa saja ketika tidak membelinya. Saya suka membeli produk fashion tanpa berpikir panjang terlebih dahulu. Saya senang membeli produk fashion yang menarik walaupun tidak dibutuhkan. Saya mampu menunda untuk membeli produk fashion yang saya inginkan, walaupun sedang ada diskon. Saya kurang suka membeli produk fashion yang tidak saya butuhkan. Saya terbiasa membeli produk fashion secara spontan. Saya merasa sangat gembira ketika melihat produk fashion yang menarik. Saya pikir produk fashion yang sedang diskon tidak harus dibeli saat itu juga. Saya tidak pernah mempertimbangkan dengan matang produk fashion yang akan saya beli. Silahkan periksa kembali jawaban Anda, jangan sampai ada yang terlewatkan. TERIMA KASIH Peneliti mengucapkan terimakasih atas kontribusi Anda dalam membantu peneliti menyelesaikan penyusunan skripsi. Peneliti tidak dapat memberikan imbalan apapun, namun peneliti percaya bahwa saat kita membantu orang lain, maka bantuan juga akan datang saat kita butuhkan. Sekali lagi, peneliti mengucapkan terimakasih atas bantuan Anda. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 111 LAMPIRAN B Reliabilitas Skala Impusive Buying pada Produk Fashion dan Seleksi Item PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 112 Reliabilitas Skala Impusive Buying pada Produk Fashion dan Seleksi Item Case Processing Summary N % Cases Valid 73 100.0 a Excluded 0 .0 Total 73 100.0 a. Listwise deletion based on all variables in the procedure. Reliability Statistics Cronbach's Alpha N of Items .895 40 Item-Total Statistics Scale Mean Scale Corrected if Item Variance if Item-Total Deleted Item Deleted Correlation IB1 IB2 IB3 IB4 IB5 IB6 IB7 IB8 IB9 IB10 IB11 IB12 IB13 IB14 IB15 IB16 IB17 IB18 IB19 IB20 IB21 IB22 83.90 84.64 85.42 84.36 84.64 85.38 85.51 85.12 85.26 85.19 85.27 84.47 85.19 84.68 85.37 84.63 85.51 84.00 85.16 85.38 85.34 85.25 170.782 162.427 162.248 170.260 158.482 162.406 161.865 158.526 162.195 159.352 158.174 162.225 159.879 170.358 161.903 158.931 163.003 179.722 157.695 161.073 160.728 160.022 -.034 .413 .488 -.015 .491 .493 .526 .600 .417 .508 .668 .386 .494 -.018 .512 .511 .453 -.452 .711 .603 .653 .616 Cronbach's Alpha if Item Deleted .898 .892 .892 .899 .891 .892 .891 .889 .892 .891 .889 .893 .891 .899 .891 .891 .892 .906 .888 .890 .890 .890 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 113 IB23 IB24 IB25 IB26 IB27 IB28 IB29 IB30 IB31 IB32 IB33 IB34 IB35 IB36 IB37 IB38 IB39 IB40 85.26 85.15 85.18 84.21 84.93 85.25 85.14 85.16 84.53 84.97 85.29 85.12 85.22 85.07 84.93 84.23 85.34 85.26 159.640 162.852 165.148 176.166 157.592 159.994 159.037 157.528 183.141 163.110 158.013 154.471 160.646 162.426 156.231 167.264 160.395 159.390 .574 .484 .283 -.322 .606 .544 .613 .679 -.554 .402 .670 .732 .507 .447 .586 .141 .527 .588 .890 .892 .894 .903 .889 .890 .889 .888 .909 .893 .889 .887 .891 .892 .889 .897 .891 .890 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 114 LAMPIRAN C Hasil Uji Reliabilitas Setelah Seleksi Item Impulsive Buying pada Produk Fashion PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 115 Hasil Uji Reliabilitas Setelah Seleksi Item Impulsive Buying pada Produk Fashion Case Processing Summary N % Cases Valid 73 100.0 a Excluded 0 .0 Total 73 100.0 a. Listwise deletion based on all variables in the procedure. Reliability Statistics Cronbach's Alpha N of Items .929 26 IB2 IB3 IB5 IB7 IB8 IB10 IB11 IB12 IB15 IB16 IB19 IB20 IB21 IB22 IB25 IB27 IB28 IB29 IB30 IB32 IB33 Scale Mean if Item Deleted 51.16 51.95 51.16 52.03 51.64 51.71 51.79 50.99 51.89 51.15 51.68 51.90 51.86 51.77 51.70 51.45 51.77 51.66 51.68 51.49 51.81 Item-Total Statistics Scale Corrected Cronbach's Variance if Item-Total Alpha if Item Item Deleted Correlation Deleted 124.917 .392 .929 123.941 .524 .927 121.584 .467 .928 124.694 .483 .927 121.566 .576 .926 121.680 .520 .927 120.888 .668 .925 123.903 .415 .928 124.099 .515 .927 120.213 .584 .926 120.024 .741 .924 123.227 .618 .926 122.787 .680 .925 122.126 .643 .925 126.658 .304 .930 120.334 .607 .925 122.709 .528 .927 122.201 .576 .926 120.274 .682 .924 124.198 .468 .927 120.463 .688 .924 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 116 IB34 IB35 IB36 IB37 IB40 51.64 51.74 51.59 51.45 51.78 116.677 122.640 124.745 119.529 121.812 .788 .531 .437 .566 .596 .922 .927 .928 .926 .926 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 117 LAMPIRAN D Hasil Uji Reliabilitas Skala Materialisme PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 118 Hasil Uji Reliabilitas Skala Materialisme Case Processing Summary N % Cases Valid 73 100.0 Excludeda 0 .0 Total 73 100.0 a. Listwise deletion based on all variables in the procedure. Reliability Statistics Cronbach's Alpha N of Items .801 18 M1 M2 M3 M4 M5 M6 M7 M8 M9 M10 M11 M12 M13 M14 M15 M16 M17 M18 Scale Mean if Item Deleted 39.48 39.30 39.86 39.66 39.56 39.70 40.07 40.04 39.30 39.82 39.34 39.60 39.85 39.85 39.62 39.67 39.59 39.45 Item-Total Statistics Scale Corrected Cronbach's Variance if Item-Total Alpha if Item Item Deleted Correlation Deleted 41.142 .509 .784 44.297 .215 .803 40.787 .575 .780 42.034 .422 .790 41.277 .525 .783 40.936 .567 .780 43.259 .325 .796 43.012 .440 .789 45.686 .100 .809 42.037 .411 .790 42.423 .414 .790 40.771 .481 .785 41.769 .583 .782 45.880 .083 .809 42.351 .459 .788 44.668 .193 .804 43.440 .274 .800 42.390 .358 .794 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 119 LAMPIRAN E Skala Penelitian PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 120 SKALA PENELITIAN Sebagai bagian dalam Penyusunan Skripsi Program Studi Psikologi Disusun oleh : Yohana Kadek Dwiastuti 139114046 FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS SANATA DHARMA 2017 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 121 Yogyakarta, 6 Desember 2017 Kepada Yth. Saudara/Saudari yang ikut berpartisipasi dalam penelitian ini Dengan hormat, Dengan ini saya: Nama : Yohana Kadek Dwiastuti Kontak : 085737164524 ([email protected]) Institusi : Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma Dalam rangka menyelesaikan tugas akhir sebagai mahasiswa, maka peneliti mohon kesediaan saudara/i membantu serta berpartisipasi untuk memberikan tanggapan pada pernyataan-pernyataan yang telah peneliti susun dalam skala penelitian ini. Saat merespon pernyataan-pernyataan tersebut, saudara/i diharapkan dapat mengisi dengan jawaban yang sesuai dengan keadaan dan kondisi saudara/i dalam kehidupan sehari-hari. Pada skala ini, tidak ada penilaian benar atau salah. Data yang diberikan oleh saudara/i sangat terjaga kerahasiannya. Pada saat mengisi skala ini, mohon untuk selalu memperhatikan petunjuk pengerjaan dan instruksi yang diberikan, karena hasil dari pengisian skala ini akan digunakan untuk kepentingan akademik. Peneliti mengucapkan terimakasih atas waktu dan kesediaan saudara/i untuk berpartisipasi dalam penelitian ini. Hormat saya, (Peneliti) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 122 PERNYATAAN KESEDIAAN Dengan ini saya menyatakan kesediaan saya untuk mengisi skala ini tanpa adanya paksaan ataupun tekanan dari pihak manapun. Saya bersedia mengisi skala ini dengan sukarela, demi membantu terlaksananya penelitian ilmiah ini. Semua respon yang saya berikan dalam skala ini, benar-benar mewakili apa yang saya alami dalam kehidupan sehari-hari dan bukan atas pandangan masyarakat pada umumnya. Saya juga memberikan izin agar jawaban saya dapat digunakan sebagai data untuk penelitian ilmiah ini. Yogyakarta, .................................. 2017 Menyetujui, ........................................ (Tanda Tangan) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 123 IDENTITAS RESPONDEN Usia : Jenis Kelamin : L/P (Lingkari salah satu yang sesuai) Pekerjaan : Sering melakukan aktivitas berbelanja produk fashion secara (lingkari salah satu yang sesuai): a. Online b. Offline c. Online dan Offline Pendapatan/uang saku per-bulan: a. < Rp.1.000.000 b. Rp. 1.000.000 – Rp 3.000.000 c. Rp. 3.000.000 – Rp. 5.000.000 d. > Rp. 5.000.000 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 124 1. 2. 3. 4. PETUNJUK PENGISIAN SKALA Bacalah setiap pernyataan dengan seksama Tentukan pilihan jawaban yang sungguh-sungguh menggambarkan diri Anda yang sebenarnya dengan memberikan tanda silang (X) pada pilihan jawaban yang meliputi: SS (Sangat Setuju) : Apabila Anda merasa “SANGAT SESUAI” dengan diri Anda. S (Setuju) : Apabila Anda merasa “SESUAI” dengan diri Anda. TS (Tidak Setuju) : Apabila Anda merasa “TIDAK SESUAI” dengan diri Anda. STS (Sangat Tidak Setuju) : Apabila Anda merasa “SANGAT TIDAK SESUAI” dengan diri Anda. Pada setiap pernyataan hanya dapat memilih satu jawaban. Tidak ada jawaban yang salah, semua jawaban adalah benar. Hasil dari skala ini tidak akan mempengaruhi apapun yang terkait dengan diri Anda. Kerahasiaan data dijamin dan hanya dapat diakses oleh peneliti untuk kepentingan akademik. Contoh pengisian Pernyataan Saya suka persahabatan membeli SS novel bertema S TS STS X Jika Anda merasa jawaban Anda kurang mencerminkan diri Anda dan ingin mengganti jawabannya, maka Anda dapat mengganti pilihan jawaban Anda dengan cara memberikan tanda garis dua pada jawaban sebelumnya (=) kemudian memberikan tanda silang (X) pada jawaban yang sesuai. Pernyataan SS Saya suka persahabatan membeli novel bertema S X TS STS X PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 125 SKALA BAGIAN PERTAMA Pastikan tidak ada jawaban yang terlewatkan! Selamat Mengerjakan! No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. Pernyataan Saya mengagumi orang-orang yang memiliki rumah, mobil dan pakaian yang mahal. Beberapa pencapaian terpenting dalam hidup saya adalah memiliki harta benda. Saya tidak terlalu menekankan jumlah materi yang dimiliki oleh orang lain sebagai tanda kesuksesan. Barang-barang yang saya miliki menunjukkan seberapa sukses hidup saya. Saya suka memiliki barang-barang yang mengesankan orang lain. Saya tidak terlalu memperhatikan objekobjek materi milik orang lain. Saya biasanya hanya membeli barang yang saya butuhkan. Saya mencoba membuat hidup saya sederhana, sejauh mempertimbangkan barang-barang yang saya miliki. Barang-barang yang saya miliki tidak seluruhnya penting bagi saya. Saya menikmati membelanjakan uang untuk hal-hal yang tidak praktis/berguna Membeli barang-barang memberikan saya banyak kesenangan. Saya suka kemewahan dalam hidup saya. Saya tidak terlalu menekankan pada hal-hal materi daripada kebanyakan orang yang saya kenal. Saya memiliki semua hal yang benar-benar saya butuhkan untuk menikmati hidup. Hidup saya akan lebih baik jika saya memiliki barang-barang yang tidak saya miliki. Saya belum tentu akan lebih bahagia jika saya memiliki hal-hal yang lebih baik. Saya akan lebih bahagia jika saya mampu untuk membeli lebih banyak barang. SS S TS STS PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 126 18. Terkadang saya sedikit terganggu ketika saya tidak mampu untuk membeli semua barang yang saya suka. Silahkan periksa kembali jawaban Anda, jangan sampai ada yang terlewatkan. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 127 SKALA BAGIAN KEDUA Pastikan tidak ada jawaban yang terlewatkan! Selamat Mengerjakan! No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Pernyataan Saya sering membeli produk fashion melebihi apa yang telah saya rencanakan sebelumnya. Saya memiliki keinginan yang kuat untuk segera membeli produk fashion yang menarik perhatian saya. Ketika saya memiliki uang, saya lebih suka menabung uang saya daripada membeli produk fashion yang saya inginkan. Saya bukan tipe orang yang suka membeli produk fashion melebihi apa yang telah saya rencanakan. Ketika melihat produk fashion yang menarik, saya merasa biasa saja ketika tidak membelinya. Saya mengabaikan konsekuensi yang akan terjadi setelah membeli produk fashion. Ketika saya memiliki uang, saya tidak dapat menahan keinginan untuk menghabiskannya membeli produk fashion. Ketika membeli produk fashion di luar kebutuhan, saya selalu memikirkan konsekuensi yang akan terjadi. Saya terbiasa membeli produk fashion secara spontan. Saya kurang suka membeli produk fashion yang tidak saya butuhkan. SS S TS STS PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 128 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 Saya membeli produk fashion, karena saya menyukainya, bukan karena membutuhkannya. Saya memutuskan membeli produk fashion yang saya inginkan tanpa menyesuaikan dengan kebutuhan saya. Saya tidak pernah mempertimbangkan dengan matang produk fashion yang akan saya beli. Saya bisa menahan keinginan untuk membeli produk fashion yang menarik perhatian saya. Saya langsung membeli produk fashion yang saya inginkan, ketika ada diskon. Saya selalu mempertimbangkan manfaat dari produk fashion yang akan saya beli. Saya mampu menahan diri untuk tidak tergoda dan langsung membeli produk fashion yang saya sukai. Saya biasanya berpikir hati-hati dalam menentukan produk fashion yang akan saya beli. Saya senang membeli produk fashion yang menarik walaupun tidak dibutuhkan. Saya mampu menunda untuk membeli produk fashion yang saya inginkan, walaupun sedang ada diskon. Saya tidak pernah berpikir dengan cermat dalam menentukan produk fashion yang akan saya beli. Saya suka membeli produk fashion tanpa berpikir panjang terlebih dahulu. Saya hanya membeli produk fashion, ketika saya benar-benar membutuhkannya. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 129 24 25 26 Saya sering merasakan dorongan di dalam diri saya untuk berbelanja produk fashion yang saya sukai. Saya harus segera memiliki produk fashion yang saya sukai. Saya memutuskan untuk langsung membeli produk fashion yang sedang diskon pada saat itu juga. Silahkan periksa kembali jawaban Anda, jangan sampai ada yang terlewatkan. TERIMA KASIH Peneliti mengucapkan terimakasih atas kontribusi Anda dalam membantu peneliti menyelesaikan penyusunan skripsi. Peneliti tidak dapat memberikan imbalan apapun, namun peneliti percaya bahwa saat kita membantu orang lain, maka bantuan juga akan datang saat kita butuhkan. Sekali lagi, peneliti mengucapkan terimakasih atas bantuan Anda. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 130 LAMPIRAN F Hasil Uji t Mean Teoritis dan Mean Empiris PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 131 Hasil Uji t Mean Teoritis dan Mean Empiris One-Sample Statistics N Mean Std. Deviation Std. Error Mean 283 39.54 6.196 .368 Materialisme One-Sample Test Test Value = 45 Materialisme 95% Confidence Interval of the Difference Sig. (2Mean df tailed) Difference Lower Upper 282 .000 -5.459 -6.18 -4.73 t -14.822 One-Sample Statistics N Mean Std. Deviation Std. Error Mean Kecenderungan Impulsive Buying 283 55.48 10.433 .620 One-Sample Test Test Value = 65 t Kecenderungan Impulsive Buying -15.343 df 282 Sig. (2tailed) .000 95% Confidence Interval of the Difference Mean Difference Lower Upper -9.516 -10.74 -8.30 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 132 LAMPIRAN G Hasil Uji Normalitas PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 133 Hasil Uji Normalitas Tests of Normality Kolmogorov-Smirnova Statistic df Kecenderungan Impulsive Buying Materialisme a. Lilliefors Significance Correction Sig. .072 283 .001 .065 283 .005 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 134 LAMPIRAN H Hasil Uji Linearitas PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 135 Hasil Uji Linearitas ANOVA Table Sum of Squares Kecenderung Betwee (Combined) 11105.374 an Impulsive n Linearity 6112.637 Buying * Groups Materialisme Deviation from Linearity Within Groups Total 4992.737 Mean df Square F Sig. 32 347.043 4.429 .000 6112.63 78.00 1 .000 7 2 31 161.056 2.055 19591.305 250 30696.678 282 78.365 .001 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 136 LAMPIRAN I Hasil Uji Hipotesis PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 137 Hasil Uji Hipotesis Correlations Kecenderungan Impulsive Buying Materialisme Spearman's rho Kecenderungan Impulsive Buying Correlation Coefficient Sig. (1tailed) N Materialisme Correlation Coefficient Sig. (1tailed) N **. Correlation is significant at the 0.01 level (1-tailed). 1.000 .367** . .000 283 283 .367** 1.000 .000 . 283 283 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 138 LAMPIRAN J Izin dari Peneliti Skala Materialisme PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 139 Izin dari Peneliti Skala Materialisme dwiastuti yohana <[email protected]> Kepada: [email protected] 1 November 2017 20.31 Dear Mr./Mrs. Richins Hello, my name is Yohana. I'm writing a thesis about Relationship between Materialism and Impulsive Buying of Early Adult Consumers on Fashion Products. Mr./Mrs. Richins, I want to ask permission to adapted your scale which in the journal entitled "A Consumer Values Orientation for Materialism and Its Measurement: Scale Development and Validation as a publised in Journal of Consumer Research, 1992, Vol 19 for the purpose of my thesis. Thank you very much for your kind attention. I hope we could have a good communication Sincerely yours, Yohana Kadek Dwiastuti Faculty of Psychology, Sanata Dharma University, Yogyakarta, Indonesia.. Richins, Marsha L. <[email protected]> Kepada: dwiastuti yohana <[email protected]> 3 November 2017 20.47 Yes, you may use that measure in your research. The attached information may be useful. Please don’t ask me for more information, as that is all I have besides what’s been published in journal articles. MVS.doc 41K PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 140 LAMPIRAN K Surat Keterangan Penerjemahan Skala Materialisme ke dalam Bahasa Indonesia PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 141 Surat Keterangan Penerjemahan Skala Materialisme ke dalam Bahasa Indonesia PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 142 LAMPIRAN L Surat Keterangan Penerjemahan Skala Materialisme ke dalam Bahasa Inggris PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Surat Keterangan Penerjemahan Skala Materialisme ke dalam Bahasa Inggris PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI