BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG Ketika berbicara tentang cardiac arrest, ingatan kita tidak bisa lepas dari penyakit jantung dan pembuluh darah, karena penyebab tersering dari cardiac arrest adalah penyakit jantung koroner. WHO menerangkan bahwa penyakit jantung, bersama-sama dengan penyakit infeksi dan kanker masih tetap mendominasi peringkat teratas penyebab utama kematian di dunia. Demikian halnya di Indonesia, berdasarkan Survei Kesehatan Nasional tahun 1986 dan 1991, penyakit jantung koroner bersamadengan penyakit infeksi merupakan penyebab kematian utama di Indonesia. Cardiac arrest dapat dipulihkan jika tertangani segera dengan cardio pulmonary resuscitation dan defibrilasi untuk mengembalikan denyut jantung normal. Kesempatan pasien untuk bisa bertahan hidup berkurang 7 sampai 10 persen pada tiap menit yang berjalan tanpa cardio pulmonary resuscitation dan defibrilasi. Inti dari penanganan cardiac arrest adalah kemampuan untuk bisa mendeteksi dan bereaksi secara cepat dan benar untuk sesegera mungkin mengembalikan denyut jantung ke kondisi normal untuk mencegah terjadinya kematian otak dan kematian permanen. Penanganan secara cepat dapat diwujudkan jika terdapat tenaga yang memiliki kemampuan dalam melakukan chain of survival saat cardiac arrest terjadi. Keberadaan tenaga inilah yang selama ini menjadi masalah/ pertanyaan besar, bahkan di rumah sakit yang notabene banyak terdapat tenaga medis dan paramedis. Tenaga medis dan paramedis di Rumah Sakit sebenarnya sudah memiliki kemampuan dasar dalam melakukan life saving, akan tetapi belum semuanya dapat mengaplikasikannya secara maksimal. Dan seringkali belum terdapat pengorganisian yang baik dalam pelaksanaannya. Masalah inilah yang kemudian memunculkan terbentuknya tim reaksi cepat dalam penangananarrest segera,yang disebut Code Blue. I.2 RUMUSAN MASALAH I.2.1. Apa pengertian dari code blue dan tim code blue ? I.2.2. Bagaimana Pengorganisasian tim code blue di Rumah Sakit? I.2.3. Bagaimana perencanaan Sumberdaya manusia dan sistem komunikasi untuk tim code blue? I.2.4. Bagaimana ruang lingkup pelaksanaan code blue? I.2.5. Bagaimana sistem dan alur kerja tim Code Blue? I.2.6. Bagimana tatalaksana tim code blue? I.3 TUJUAN PENULISAN I.3.1 Tujuan Umum Makalah ini disusun agar petugas kesehatan mengetahui dan memahami serta mampu melaksanakan Konsep code blue di rumah sakit. I.3.2 Tujuan Khusus I.3.1. Memahami pengertian dari dari code blue dan tim code blue I.3.2. Mengetahui pengorganisasiantim code blue di rumah sakit I.3.3. Mengetahui perencanaan sumber daya manusia dan sistem komunikasi untuk tim code blue I.3.4. Mengetahui ruang lingkup code blue I.3.5. Mengetahui sistem dan alur kerja tim code blue I.3.6. Memahami tatalaksana ti code blue I.4 MANFAAT PENULISAN I.4.1. Bagi petugas kesehatan makalah ini dapat memberikan manfaat sebagai referensi pengetahuan tentang code blue sehingga dapat memahami dan ikut berperan dalam melaksanakan konsep code blue di tempat kerja masing-masing. I.4.2. Bagi rumah sakit dapat digunakan sebagai bahan kajian dan masukan dalam upaya penerapan konsep code blue guna peningkatan mutu pelayanan, keamanan dan keselamatan seluruh pelanggan di lingkugan rumah sakit. BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 PENGERTIAN Code Blue adalah kode isyarat yang digunakan dalam rumah sakit yang menandakan adanya seorang pasien yang sedang mengalami serangan jantung [Cardiac Arrest] atau mengalami situasi gagal nafas akut [Respiratory Arrest] dan situasi darurat lainnya yang menyangkut dengan nyawa pasien. Dalam bahasa aslinya berbunyi sebagai berikut,"Code Blue is a declaration of or a state of medical emergency and call for medical personnel and equipment to attempt to resuscitate a patient especially when in cardiac arrest or respiratory distress or failure". Code blue/kode biru adalah Kondisi gawat darurat yang terjadi di rumah sakit atau suatu institusi dimana terdapat pasien yang mengalami cardiopulmonary arrest dan merupakan kata sandi yang digunakan untuk menyatakan bahwa pasien dalam kondisi gawat darurat. Code Blue Code blue adalah dan stabilisasi kondisi darurat medis yang terjadi di dalam area rumah sakit. Kondisi darurat medis ini membutuhkan perhatian segera. Sebuah code blue harus segera dimulai setiap kali seseorang ditemukan dalam kondisi cardiac atau respiratory arrest (tidak responsif, nadi tidak teraba, atau tidak bernapas) misalnya pasien yang membutuhkan resusitasi kardiopulmoner (CPR). Code Blue Team Code blue team adalah tim yang terdiri dari dokter dan paramedis yang ditunjuk sebagai "code-team", yang secara cepat ke pasien untuk melakukan tindakan penyelamatan. Tim ini menggunakan crash-cart, kursi roda/tandu, alat - alat penting seperti defibrilator, peralatan intubasi, suction, oksigen, ambubag, obat-obatan resusitasi (adrenalin, atropin, lignocaine) dan IV set untuk menstabilkan pasien. Tim Code Blue adalah Tim yang terdiri dari dokter dan paramedis yang ditunjuk sebagai Code Blue Team, yang secara cepat ke pasien untuk melakukan tindakan penyelamatan. II.2 TUJUAN Tujuan dari code blue adalah : a. Untuk memberikan resusitasi dan stabilisasi yang cepat bagi korban yang mengalami kondisi darurat cardio- respiratory arrest yang berada dalam kawasan rumah sakit. b. Untuk membentuk suatu tim yang terlatih lengkap dengan perlatan medis darurat yang dapat digunakan dengan cepat. c. Untuk memulai pelatihan keterampilan BLS dan penggunaan defibrillator eksternal otomatis (AED) untuk semua tim rumah sakit baik yang berbasis klinis maupun non klinis. d. Untuk memulai penempatan peralatan BLS di berbagai lokasi strategis di dalam kawasan rumah sakit untuk memfasilitasi respon cepat bagi keadaan darurat medis. e. Untuk membuat rumah sakit mampu menangani keadaan medis yang darurat. II.3 PENGORGANISASIAN TIM CODE BLUE II.3.1. Organisasi Organisasi Blue Team ini terdiri dari : i. Koordinator Team ii. Penanggung jawab Medis iii. Perawat Pelaksana iv. Kelompok Pendukung Bentuk contoh struktur organisasi Blue Team dibuat sesederhana mungkin sebagai berikut : Gambar 1. Contoh Struktur Organisasi Tim Code Blue II.3.2. Uraian tugas 1. Koordinator Team Dijabat oleh dokter ICU/NICU Bertugas : i. Mengkoordinir segenap anggota tim. ii. Bekerjasama dengan diklat membuat pelatihan Kegawatandaruratan yang dibutuhkan oleh anggota tim. 2. Penanggungjawab Medis Dokter Jaga / Dokter Ruangan VKOK, Ibu, Anak, Perina. Bertugas: i. Mengidentifikasi awal / triage pasien di ruang perawatan. ii. Memimpin penanggulangan pasien saat terjadi kegawatdaruratan iii. Memimpin tim dalam pelaksanaan RJP iv. Menentukan sikap selanjutnya 3. Perawat Pelaksana, Perawat PN i. Bersama dokter penanggungjawab medis mengidentifikasi/triage pasien di ruang perawatan. ii. Membantu dokter penanggungjawab medis menangani pasien gawat dan gawat darurat di ruang perawatan. 4. Tim Resusitasi Perawat terlatih dan dokter ruangan / jaga. i. Memberikan bantuan hidup dasar kepada pasien gawat / gawat darurat diruang perawatan. ii. Melakukan resusitasi jantung paru kepada pasien gawat darurat diruang perawatan. II.4 Perencanaan Sumber Daya Manusia dan Sistem Komunikasi II.4.1. Perencanaan Sumber Daya Manusia Dalam satu shift harus ada 2 3 orang perawat terlatih yang bertugas. Perencanaan SDM ditentukan berdasarkan kondisi kegawatdaruratan pasien, sebagai berikut : a. Melakukan identifikasi awal/triage pasien di ruang perawatan : Dokter ruangan /dokter jaga, Perawat Pelaksana (PN). b. Melakukan penanggulangan pasien gawat di ruang perawatan : Dokter Ruangan atau dokter jaga Perawat Terlatih 1 orang Perawat PN c. Melakukan RJP : Dokter ruangan /dokter jaga Perawat Terlatih 2 3 orang Perawat PN II.4.2. Perencanaan Komunikasi Komunikasi dalam penanganan kegawatdaruratan di rumah sakit merupakan hal yang sangat penting, untuk itu ada hal – hal yang harus dipenuhi dalam berkomunikasi, yaitu : a. Komunikasi dilakukan dengan singkat, jelas dan benar. b. Menggunakan kata sandi Kode Biru dan menyebutkan lokasi ruangan dan nomor kamar pasien. Alat–alat komunikasi yang dapat digunakan sebagai standar: Pagging, Interkom, Hand Phone. II.5. Peralatan dan Pelatihan Tim Code Blue Peralatan Tim “Code Blue”. Personal Kit : Defibrilator1 Stetoskope 1 bh Tensimeter 1 bh Senter Genggam 1 bh Emergemjncy Medical Kit Airway and Breathing Management Support Laringoskop set lengkap (untuk bayi, anak, dewasa) 1 set Suction 1 bh Ambubag (bayi, anak, dewasa) Endotracheal Tube 1 set (bayi, anak, dewasa) Orofaring tube Circulation Support Set infus mikro 1 bh Set infus makro 1 bh Needle intraosseus 1 bh Venocath 1 bh Minor Surgery Set 1 set lengkap Obat – obatan Lidokain inj. 1 bh Adrenalin inj. 1 bh Nalokson inj. 1 bh Phenobarbital inj. 1 bh Sulfas Atropin inj. 1 bh Diltiazem inj. 1 bh MgSO4 inj. 1 bh Amiodaron inj Dopamin inj Dobutamin inj Norepinephrine Pelatihan Dan Pendidikan Tim “Code Blue”. Perencanaan kegiatan Blue Tim meliputi : 1. Pelayanan Sehari – hari. Merupakan kegiatan sehari- hari dalam rangka mengidentifikasi (Triage) pasien-pasien yang ada di ruangan perawatan. Sehingga keadaan gawat / gawat darurat pasien dapat lebih dini diketahui dan ditanggulangi sehingga mencegah kematian dan kecacatan yang tidak perlu terjadi 2. Pelayanan Kegawatdaruratan Pasien Di Ruangan. Merupakan kegiatan pelayanan dalam menangani pasien gawat darurat dengan memberikan pertolongan bantuan hidup dasar dan resusitasi jantung, paru dan otak (RJP). 3. Pelatihan dan Peningkatan SDM. Guna menjaga dan meningkatkan kualitas kemampuan anggota tim, maka dibuatkan suatu pendidikan dan pelatihan meliputi teori dan praktek sesuai kebutuhan tim . 4. Evaluasi dan Kendali Mutu. Pelaksanaan kegiatan penanggulangan dan penanganan pasien gawat / gawat darurat oleh Blue Team harus dapat dievaluasi dan kendali mutu agarkesempurnaan kegiatan menjadi lebih baik.Oleh karena itulah Tim Pengendalian Mutu rumah sakit diharapkan dapat turut berperan dalam hal evaluasi dan kendali mutu Blue Taem II.6 Ruang Lingkup code blue Sistem respon cepat code blue dibentuk untuk memastikan bahwa semua kondisi darurat medis kritis tertangani dengan resusitasi dan stabilisasi sesegera mungkin. Sistem respon terbagi dalam 2 tahap yaitu: 1. Respon awal (responder pertama) berasal petugas rumah sakit yang berada di sekitarnya, dimana terdapat layanan Basic Life Support (BLS). 2. Respon kedua (responder kedua) merupakan tim khusus dan terlatih yang berasal dari departemen yang ditunjuk oleh pihak rumah sakit. Sistem respon dilakukan dengan waktu respon tertentu berdasarkan standar kualitas pelayanan yang telah ditentukan oleh rumah sakit. Untuk menunjang hal tersebut yang dilakukan adalah : 1. Semua personil di rumah sakit harus dilatih dengan keterampilan BLS untuk menunjang kecepatan respon untuk BLS di lokasi kejadian. 2. Peralatan BLS harus ditempatkan di lokasi yang strategis dalam kawasan rumah sakit, misalnya lobi rumah sakit, ruang tunggu poliklinik dan ruang rawat inap, dimana peralatan dapat dipindah atau dibawa untuk memungkinkan respon yang cepat. Tabel 1. Contoh Tim Code Blue / Asal Ruangan dan Area Cakupan No Tim Code Blue Primer (Koordinator) Area Cakupan 1 Gawat Darurat dan Trauma Area gawat darurat, rekam medis, area parker depan, lobi, PMI, Depo farmasi. 2 Tim orthopedic Bangunan utama 3 Tim Poliklinik 4 Tim Medikal Bangunan poliklinik Rawat inap penyakit dalam 5 Tim Bedah 6 Tim Imaging dan Diagnostik Rawat inap bedah Radiology, gizi, Laboratorium 7 Tim Forensik Bagian Forensik (Saed & Amin, 2011) II.7 Tata Laksanan sistem Code Blue Sebuah respon code blue untuk seluruh daerah Rumah Sakit tidak dapat ditangani oleh Unit Gawat Darurat (UGD) sendiri karena kesulitan jarak dan lokasi yang tidak terjangkau padahal idealnya waktu antara aktivasi code blue sampai kedatangan code blue Team adalah 5 menit. Sehingga diharapkan setiap regio rumah sakit mempunyai tim yang dapat melakukan BLS awal sambil menunggu kedatangan tim code blue rumah sakit untuk meningkatkan harapan hidup pasien. Tim dibentuk dengan ketentuan tiap tim terdiri dari 3 sampai 5 anggota yang terlatih dalam BLS. Peralatan resusitasi darurat yang mudah untuk dibawa, harus ditempatkan di lokasi strategis di seluruh kawasan rumah sakit terutama di daerah di mana probabilitas tinggi terjadi kondisi darurat medis atau di mana tim rumah sakit telah dilatih dalam keterampilan BLS. Setidaknya satu kit resusitasi dasar harus ditempatkan di setiap area kerja satu departemen sehingga tim dapat dengan cepat memobilisasi dan memanfaatkan peralatan resusitasi. Jika tersedia peralatan resusitasi yang lebih maka efektifitas dan waktu respon dari Code Blue Tim akan lebih baik dan harapan hidup pasien meningkat. Hal ini sama pentingnya bahwa semua personil rumah sakit, terutama tenaga nondokter dan non-medis, dilatih BLS sehingga mereka juga dapat memberikan resusitasi awal kehidupan (CPR) di lokasi kejadian sambil menunggu respon primer atau Code Blue tiba, dengan demikian juga meningkatkan kemungkinan hasil yang baik bagi para korban darurat medis. Pelatihan tim rumah sakit dalam keterampilan BLS dan penggunaan AED juga dapat dilakukan oleh ETD. II.7.1 Fase Pelaksanaan Code Blue 1. Alert System Harus ada sistem yang baik dan terkoordinasi di tempat yang digunakan untuk mengaktifkan peringatan terjadinya keadaan darurat medis dalam lingkup rumah sakit kepada anggota tim code blue. Sistem telepon yag ada akan digunakan. Jika terjadi keadaan darurat medis, personil rumah sakit di mana saja dalam lingkup rumah sakit tersebut dapat mengktifkan respon dari code blue lewat telepon untuk bantuan dan pengaktifan: a) Local Alert : tergantung pada mekanisme yang dibuat oleh Zone Coordinator, contoh: 1) Pengumuman melalui sistem PA 2) Menampilkan nama-nama tim code blue primer di lokasi strategis di zona mereka 3) Setelah kasus code blue terjadi, Tim Primer harus meninggalkan pekerjaannya dan mengambil tas code blue dan bergegas ke lokasi dan memulai CPR / BLS. b) Hospital Alert : Nomor telepon code blue -> Pusat Panggilan Kegawatdaruatan Medis: 1) Prioritas 1: Untuk mengaktifkan team code blue sekunder dari ETD 2) Prioritas 2: Untuk memeriksa (sebagai jaring pengaman kedua) pengaktifan team code blue primer. Anggota tim respon code blue primer yang telah ditentukan di sekitar tempat terjadinya kegawatdaruatan medis akan menanggapi situasi code blue sesegera mungkin. Anggota tim akan memobilisasi alat resusitasi mereka dan bergegas ke lokasi darurat medis. Tim ETD code blue juga akan menanggapi situasi code blue. Jika semua tim tidak yakin apakah lokasi darurat medis tersebut tercakup di daerah cakupan mereka, mereka tetap harus merespon alarm 'code blue'. Standar layanan untuk durasi waktu yang dibutuhkan antara menerima pesan 'code blue' (code blue aktivasi) dan kedatangan tim code blue di lokasi kejadian adalah 5 sampai 10 menit. Standar layanan akan diberi batas waktu & dikaji kinerja dan pemeriksaan jaminan kualitas untuk menentukan ‘perangkap’ dalam sistem peringatan dan menjaga efisiensi dan penyebaran cepat dari tim code blue. Tanggung jawab dari Medical Emergency Call Center (MECC) terhadap Code Blue line : a. Anggap setiap panggilan di code blue line adalah code blue kasus yang sebenarnya (sampai bisa dibuktikan) b. Panggilan code blue harus dijawab secepatnya (< 3 kali dering) c. Informasi vital adalah: 1) Nama dan nama orang/ tim rumah sakit/ paramedis/ dokter tertentu 2) Lokasi pasti 3) Trauma atau kasus medis 4) Dewasa atau anak-anak d. Pengumuman kepada ETD tim code blue- CODE BLUE 3x di area cakupan e. Tim code blue harus meninggalkan pekerjaannya dan berlari dengan membawa perlengkapan jika zona ETD bisa dijangkau dengan jalan kaki. f. Rekaman dan dokumen dalam sensus code blue 2. Intervensi Segera di Tempat Kejadian Tim di tempat kejadian darurat medis (pasien tidak sadar atau dalam cardiac dan respiratory arrest) telah terjadi memiliki tanggung jawab untuk meminta bantuan lebih lanjut, memulai resusitasi menggunakan pedoman Basic Life Support (BLS) dan keterampilan ALS dan peralatan jika cukup terlatih dan lengkap. a. Nomor tim code blue Rumah Sakit/ nomor MECC ditempatkan di bangsal, departemen, divisi, unit, kantor, lobi lift, koridor, kantin, taman, tempat parkir, dll trotoar dan lokasi lain di dalam halaman rumah sakit. b. Personil rumah sakit yang menemukan korban harus mengaktifkan pemberitahuan lokal untuk tim code blue primer atau seseorang menginstruksikkan mereka untuk melakukannya, mereka juga harus meminta bantuan lebih lanjut dari tim terdekat jika tersedia. c. Pada saat yang sama, aktivasi pemberitahuan rumah sakit harus dilakukan dengan menghubungi nomor code blue rumah sakit. d. Pihak yang bertanggung jawab atau bertanggung jawab atas daerah tertentu (misalnya dari ruangan lain) juga harus diberitahu untuk datang ke lokasi segera. e. Sementara menunggu kedatangan tim utama menanggapi code blue, jika tersedia tim yang terlatih untuk BLS, mereka harus memulai BLS (posisi airway, bantuan pernapasan, kompresi dada dll). f. Jika tidak ada tim yang terlatih BLS, tim yang ditempat kejadian harus menunggu bantuan yang berpengalaman dan menjaga lokasi dari kerumunan orang. g. Jika monitor jantung, defibrillator manual atau defibrillator eksternal otomatis (AED) tersedia, peralatan ini harus melekat kepada pasien untuk menentukan kebutuhan defibrilasi; fase ini dilakukan oleh tim yang berpengalaman atau tim terlatih dalam Alert Cardiac Life Support (ACLS). h. Setiap departemen, divisi, atau unit bangsal harus berusaha untuk memastikan bahwa tim mereka dilatih dalam setidaknya keterampilan BLS dan mereka dilengkapi dengan resusitasi kit atau troli, setidaknya peralatan resusitasi dasar dan ditempatkan di lokasi strategis. i. Tim dari masing-masing ruangan akan bertanggung jawab untuk pemeliharaan resusitasi kit mereka. j. Jika korban berhasil disadarkan/dihidupkan kembali sambil menunggu kedatangan tim respon code blue, tim dilokasi harus menempatkan pasien dalam posisi pemulihan dan monitor tanda-tanda vital. k. Semua kasus code blue harus mengirim ke ETD untuk evaluasi lebih lanjut dan manajemen terlepas hasilnya. 3. Kedatangan Team Code Blue a. Setelah anggota tim code blue menerima aktivasi code blue, mereka harus menghentikan tugas mereka saat ini, mengambil resusitasi kit (tas peralatan) mereka dan bergegas ke lokasi darurat medis dengan berjalan kaki. b. Mereka harus mengerahkan diri mereka sendiri dengan cepat dan lancar dan menggunakan rute terpendek yang tersedia. c. Waktu respon (layanan standar) dari waktu dari code blue call / aktivasi kedatangan tim Code blue di tempat kejadian akan disimpan. d. Akan ada saat ketika ETD / Kedatangan Sekunder tim code blue adalah penundaan karena berbagai alasan, sehingga kebutuhan untuk tim Code blue untuk tidak hanya terdiri dari tim ETD tetapi juga tim dari departemen yang lebih strategis atau dekat. Selanjutnya, sangat penting bahwa setiap tenaga medis di lokasi kejadian mulai langkah BLS. e. Jika korban masih dalam cardiac atau respiratory arrest ketika tim respon code blue tiba di lokasi, tim akan mengambil alih tugas resusitasi; tim di lokasi kejadian harus tinggal di sekitar untuk memberikan bantuan tambahan jika diperlukan. f. Setiap kasus code blue akan kirim ke ETD terlepas kondisi pasien baik untuk mempertahankan kembalinya sirkulasi spontan (ROSC) atau tidak. Dalam disposisi, ETD pasien akan diputuskan setelah integrasi pasca perawatan serangan jantung. 4. Perawatan Definitif a. Keadaan darurat medis yang terjadi di setiap daerah baik klinis atau non-klinis dan baik melibatkan rawat inap atau rawat jalan (umum) akan dihadiri oleh para tim tanggap code blue, pasien ini akan diangkut ke ETD untuk resusitasi lanjut dan perawatan definitif dimana tempat-tempat ini biasanya tidak memiliki infrastruktur yang memadai dan peralatan untuk perawatan lanjutan. b. Jika resusitasi tidak berhasil (korban meninggal di TKP), korban masih perlu ditransfer ke ETD untuk dokumentasi lebih lanjut atau konfirmasi kematian. c. Setiap kasus code blue akan menerima perawatan definitif setelah perawatan pasca integrasi serangan jantung dan diskusi dalam ETD. 5. Peralatan dan pelatihan a. Semua tingkat tim rumah sakit harus cukup terlatih setidaknya dalam BLS dan penggunaan AED. b. AED dan resusitasi kit dasar harus ditempatkan di berbagai daerah di dalam halaman rumah sakit dan mudah diakses bagi tenaga medis dan tim Code Blue untuk digunakan. c. Lokal / code blue primer (zona risiko rendah) tim peralatan: 1. Sarung tangan 2. Pocket mask 3. Guerdel / jalan napas orofaringeal 4. Tas / kotak pertama bantuan d. Dasar peralatan resusitasi kit yang dibutuhkan oleh code blue team Dasar di zona risiko tinggi dan ETD / sekunder tim tanggap : 1. Oksigen tabung dan pipa 2. Masker 3. Pocket mask 4. Bag-valve mask 5. Pedoman defibrilator atau AED (ke dalam disiplin lain ETD dan KIV) 6. Sekali pakai sarung tangan steril 7. Oro-faring dan naso-faring saluran udara 8. Extraglottic perangkat (LMA / LT) 9. Kursi roda atau tandu 10. Stetoskop 11. Alat suntik dan jarum 12. Infus set (termasuk semangat usap, branula dan plester) 13. Glucometer 14. Obat-Dextrose 50%, Dekstrosa 10%, Normal saline / Hartmann 's, Adrenalin, Atropin, Amiodarone, Diazepam, GTN Tab dan Aspirin 15. Sphygmomanometer 16. Obor cahaya e. Lanjutan pelatihan BLS dapat diperoleh melalui komite CPR Gambar 2. Alur pengaktifan MECC (Medical Emergency Call Center) Ketika muncul code blue, tim dokter dan paramedis yang ditunjuk sebagai "codeteam", bergegas ke pasien untuk melakukan tindakan penyelamatan. Tim ini menggunakan crash-cart, kursi roda / tandu, yang berisi alat - alat penting seperti defibrilator, peralatan intubasi, suction, oksigen, ambubag, obat-obatan resusitasi (adrenalin, atropin, lignocaine) dan IV set untuk menstabilkan pasien. Tim akan mempraktekkan keterampilan BLS dan Advanced Cardiac Life Support (ACLS) untuk resusitasi pasien. Peralatan resusitasi diletakkan di area yang sering membutuhkan bantuan resusitasi sehingga bila code blue muncul tim yang ditunjuk sebagai code blue Tim akan segera dapat mengakses peralatan tersebut. Jika code blue disebut di suatu daerah tanpa crash-cart, tim yang ditunjuk code blue akan membawa crash-cart atau kit resusitasi. II.7.2 Komunikasi Tersedia Medical Emergency Call Centre (MECC) yaitu panggilan khusus yang mengaktifkan tim Code Blue Respon Primer II.7.3 Koordinasi dengan ruangan lain Panggilan akan diperoleh dari ruangan lain yang tidak memiliki tim tanggap darurat. Jika tidak ada rencana tanggap darurat di tempat, ETD akan mendapatkan panggilan mengenai kebutuhan mereka untuk perawatan medis darurat dan berkoordinasi dengan mereka tentang bagaimana untuk mendirikan tanggap darurat medis menggunakan sistem code blue . II.7.3 Algoritma Code Blue Algoritma code blue tersaji dalam gambar 2. di bawah. Gambar 3. Algoritma code blue BAB III PENUTUP III.1. KESIMPULAN Konsep code blue merupakan suatu upaya dalam hal penanggulangan pasien gawat / gawat darurat di linkungan rumah sakit oleh semua personil rumah sakit. Keberhasilan dari kegiatan penanggulangan kegawatdaruratan pasien di rumah sakit ini bergantung dari besarnya dukungan seluruh personil rumah sakit, karena Blue Team adalah suatu tim yang terdiri dari sekelompok orang dari berbagai unsur di rumah sakit. III.2. SARAN Sebagai perawat professional harus mengerti, memahami dan mampu ikut berperan dalam pelaksanaan code blue di rumah sakit. Hendaknya setiap rumah sakit menerapkan konsep code blue ini dan memberikan pelatihan bagi tim code blue secara periodik dalam bentuk simulasi praktik. DAFTAR PUSTAKA Institute For Clinical Systems Improvement. 2011. Health Care Protocol: Rapid Response Team. http://www.icsi.org/rapid response team protocol/rapid response team protocol with order set pdf.html. Diakses tanggal 18 Juni 2012 Royal Brisbance & Women’s Hospital Health Service District. 2007. Code Blue Manual. http://www.sasvrc.qld.gov.au/SASVRC/Assets/document/codeblue 0207.pdf. Diakses tanggal 20 Juni 2016 Saed, MD & Amin, Mohd. 2011. Code Blue System. http://www.hsajb.moh.gov. Diakses tanggal 18 Juni 2016.