BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM LAPORAN KASUS FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA COLITIS AMOEBIC OLEH: ALYSA AHADYAH PRATAMA PUTRI 111 2019 2068 PEMBIMBING: dr. HASAN, Sp.PD DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK PADA BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA MAKASSAR 2020 i HALAMAN PENGESAHAN Yang bertanda tanda tangan di bawah ini, menyatakan bahwa : Nama : ALYSA AHADYAH PRATAMA PUTRI NIM : 111 2019 2068 Judul Case : COLITIS AMOEBIC Telah menyelesaikan tugas dalam rangka kepaniteraan klinik pada bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Muslim Indonesia. Makassar, 28 Februari 2020 Pembimbing, dr. Hasan, Sp.PD ii KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala berkah dan rahmat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan laporan kasus yang berjudul ”Colitis Amoebic”. Penulisan laporan kasus ini dibuat sebagai salah satu syarat untuk mengikuti ujian Program Studi Profesi Dokter di bagian Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam RSUD Kota Makassar. Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan laporan kasus ini terdapat banyak kekurangan, namun berkat bantuan, bimbingan, kerjasama dan berbagai pihak dan dokter dan konsulen, akhirnya penyusunan laporan kasus ini dapat terselesaikan dengan sebaik-baiknya. Untuk itu penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada dr. Hasan, Sp.PD, selaku pembimbing dalam penyusunan laporan kasus ini dalam memberikan motivasi, arahan, serta saran-saran yang berharga kepada penulis selama proses penyusunan. Terima kasih pula yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang secara langsung maupun tidak langsung turut membantu penyusunan laporan kasus ini. Makassar, 28 Februari 2020 Penulis iii DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ................................................................................................................. i HALAMAN PENGESAHAN .................................................................................................... ii KATA PENGANTAR...............................................................................................................iii DAFTAR ISI...........................................................................................................................iv PENDAHULUAN ................................................................................................................... 1 BAB II LAPORAN KASUS ....................................................................................................... 2 I. IDENTITAS PENDERITA ............................................................................................ 2 II. ANAMNESIS ............................................................................................................. 2 III. PEMERIKSAAN FISIK ............................................................................................ 3 IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG................................................................................ 4 V. DIAGNOSIS KERJA .................................................................................................... 6 VI. TERAPI ................................................................................................................. 6 VII. FOLLOW UP HARIAN ........................................................................................... 6 BAB III TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................................ 9 3. 1. DEFINISI ............................................................................................................... 9 3. 2. EPIDEMIOLOGI .................................................................................................... 9 3. 3. ETIOLOGI ............................................................................................................. 9 3. 4. PATOFISIOLOGI ................................................................................................. 10 3. 5. HISTOPATOLOGI ................................................................................................ 11 3. 6. GAMBARAN KLINIK ........................................................................................... 12 3. 7. DIAGNOSIS ........................................................................................................ 13 3. 8. DIAGNOSIS BANDING ........................................................................................ 13 3. 9. EVALUASI........................................................................................................... 14 3. 10. PENATALAKSANAAN ..................................................................................... 15 3. 11. PROGNOSIS ................................................................................................... 16 3. 12. KOMPLIKASI .................................................................................................. 17 BAB IV PEMBAHASAN ....................................................................................................... 18 BAB V KESIMPULAN .......................................................................................................... 20 DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................. 21 iv BAB I PENDAHULUAN Amebic colitis adalah hasil dari infeksi invasif dari mukosa kolon oleh Entamoeba histolytica (E. histolytica ). Losch pertama kali melaporkan penyakit karena E. histolytica pada tahun 1875; dia menemukan amuba dalam ulkus kolon pada otopsi dan menunjukkan bahwa penyakit ini dapat secara eksperimental diinduksi in vivo dengan inokulasi dubur dengan kotoran manusia. Penelitian oleh ilmuwan lain menunjukkan bahwa amuba adalah penyebab penyakit E. histolytica memiliki distribusi di seluruh dunia tetapi tidak umum di Amerika Serikat, meskipun terjadi dengan peningkatan frekuensi pada pasien AIDS dan pria yang melakukan hubungan seks dengan pria lain. Gejala sangat bervariasi dan termasuk berikut:1 - Disentri dengan diare dan perdarahan dubur, meniru IBD - Abses hati - Massa granulomatosa kolon yang dapat menjadi karsinoma - Komplikasi meliputi perforasi kolon dan fistula atau abses hati E. histolytica dapat menyebar dengan menelan kista amuba. Kista infektif dapat terjadi pada makanan dan air yang terkontaminasi. Penularan melalui inokulasi fecal-oral juga dapat terjadi pada kontak seksual anal-oral.1 1 BAB II LAPORAN KASUS I. II. IDENTITAS PENDERITA Nama : Tn. AM Tanggal Lahir : 19/07/1973 Umur : 47 Th Jenis Kelamin : Laki-laki Pekerjaan :- Alamat : Jl. P. Kemerdekaan Tanggal Masuk : 9 Januari 2020 ANAMNESIS A. Keluhan Utama Demam 5 hari yang lalu B. Keluhan Tambahan Keluhan juga disertai dengan nyeri perut, BAB sedikit-sedikit lender (+) C. Riwayat Penyakit Sekarang Pasien datang ke instalasi gawat darurat RSUD Kota Makassar dengan keadaan sadar diantar oleh keluarganya dengan keluhan demam (+) yang dialami sejak 2 minggu yang lalu, dan memberat sejak 5 hari yang lalu. Demam dirasakan naik turun dan sering naik saat malam beberapa hari terakhir, disertai menggigil saat malam. Selain itu pasein juga mengeluh nyeri perut (+), Sakit kepala (+), Batuk (-), mual (-), muntah (-) , Nyeri dada (-), Nyeri perut ada (+) BAB sedikit-sedikit dengan konsistensi cair, warna kekuningan, lendir (+), darah (-), ampas (+). D. Riwayat Penyakit Dahulu Riwayat hipertensi disangkal Riwayat DM disangkal Riwayat alergi obat dan alergi makanan disangkal E. Riwayat Penyakit Keluarga Tidak ada keluarga yang menderita penyakit yang sama 2 F. Riwayat Pengobatan Pernah berobat di puskesmas dan mendapat vitamin dan obat batuk dan paracetamol. III. PEMERIKSAAN FISIK A. Keadaan Umum : Sakit sedang B. Kesadaran : Compos Mentis C. Vital Sign : TD = 100/70 mmHg Nadi = 92 kali/menit D. Status Gizi R = 20 kali/menit S = 38,60C : BB = 58,1 kg , TB = 160 cm 58,1 IMT = (1,6)2 = 22,69 kg/m2 E. STATUS GENERALIS 1. Kepala : Simetris, Mesocephal 2. Mata : Conjungtiva Anemis (-│-) Sklera Ikterik (-│-) Pupil Bulat Isokor ( 3 mm│3 mm ) Reflek Cahaya (+│+) 3. Hidung : Discharge (-) 4. Telinga : Simetris Kanan Kiri, discharge (-) 5. Mulut : Sianosis (-), lidah kotor (-) 6. Leher : Inspeksi Palpasi = Trakea terletak di tengah = Perbesaran kelenjar tiroid (-) Perbesaran kelenjar paratiroid (-) Perbesaran kelenjar limfe (-) 7. Thorax : Jantung Inspeksi : Ictus Cordis tak tampak Palpasi : Ictus Cordis teraba di IC IV Perkusi : Redup 3 Auskultasi : S1 & S2 tunggal, reguler, bising (-) Paru – Paru Inspeksi : Simetris, retraksi (-), ketinggalan gerak (-) Palpasi : Vokal fremitus kanan kiri sama, Ketinggalan gerak (-) Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru – paru Auskultasi : Vesikuler (+│+), Ronkhi (-│-), Wheezing (-│-) 8. Abdomen Inspeksi : Supel, Distensi (-) Auskultasi : Peristaltik (+) kesan meningkat Perkusi : Timpani (+), Pekak alih (-) Palpasi : Hepar & Lien tak teraba, Nyeri tekan (-), Massa(-) 9. Ekstremitas : Superior = Akral hangat (+│+), Edema (-│-) Inferior = Akral hangat (+│+), Edema (-│-) IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG Laboratorium 1. Darah Lengkap (09 Januari 2020) Hb : 16,5 [12 - 16] g% RBC : 5,81 [ 4,10 – 5,50 ] ribu/ ul WBC : 23,45 [4 - 11] ribu/ul Neutrofil : 17,6 [2 - 7] ribu/ul HCT : 52,2 [35 - 52] % MCV : 89,9 [ 77 – 96 ] fL MCH : 28,4 [ 27 – 32 ] pg MCHC : 31,6 [ 32 -36 ] g/Dl PLT : 412 [ 150-450 ] ribu/ul Eosinofil : 3,1 [2 - 5] % Basofil : 0,1 [0 - 1] % Limfosit : 13,9 [19 - 48] % 4 Monosit : 9,7 [3 - 7] % 2. Darah Lengkap (17 Januari 2020) Hb : 10,2 [12 - 16] g/dl RBC : 3,38 [ 4,10 – 5,50 ] ribu/ ul WBC : 18,78 [4 - 11] ribu/ul Neutrofil : 11,43 [2 - 7] ribu/ul HCT : 31,6 [35 - 52] % MCV : 93,5 [ 77 – 96 ] fL MCH : 30,1 [ 27 – 32 ] pg MCHC : 32,2 [ 32 -36 ] g/Dl PLT : 474 [ 150-450 ] ribu/ul Eosinofil : 7,5 [2 - 5] % Basofil : 0,0 [0 - 1] % Limfosit : 13,9 [19 - 48] % Monosit : 14,2 [3 - 7] % 3. Kimia Darah (15 Januari 2020) GDS : 317 [<200] mg/dl 4. Kimia Darah (17 Januari 2020) GDP : 181 [ 60 – 126 ] mg/dL 5. Imunologi (09 Januari 2020) Widal S.typhi OD 1/20 S.typhi HD 1/160 S.paratyphy AH 1/80 S.paratyphy BH 1/80 4. Urinalisa (14 Januari 2020) Makroskopis : Warna : Kuning tua [Kuning] Glukosa Urin : (+) 4 [Negatif] Protein Urin : Negatif [Negatif] Bilirubin [Negatif] : Negatif Urobilinogen : Positif [Normal] <0,1 5 Sedimen V. pH : 6.5 [4,5-8,0] Berat jenis : 1.015 [1,000-1,030] Eritrosit : Negatif [Negatif] Keton : Negatif [Negatif] Nitrit : Negatif [Negatif] Leukosit : Negatif [Negatif] Eritrosit sedimen : 1-3 Leukosit sedimen : 1-3 Sel Epitel : 1-3 Bakteri :- Lain-lain :- DIAGNOSIS KERJA Amoebic Colitis VI. TERAPI Inf RL 28 tpm Antrain 1 amp/ 8 jam/ IV Inj. Ranitidin 1 amp/8jam Metronidazole 3x500mg Loperamide 2x1 PCT 3x1 Kloramfenikol 4x 500mg VII. FOLLOW UP HARIAN Tanggal 09 Januari 2020 Follow Up Terapi Pasien datang ke instalasi gawat darurat Inf RL 28 tpm RSUD Kota Makassar dengan keadaan Paracetamol 3x1 sadar diantar oleh keluarganya dengan Inj. Ranitidin keluhan demam (+) yang dialami sejak 4 1A/8jam hari yang lalu, demam dirasakan naik Kloramfenikol turun, Selain itu pasein juga mengeluh 4x500mg nyeri perut (+), BAB sedikit-sedikit dengan konsistensi cair, warna PL : cek DR kekuningan, lendir (-), darah (-), ampas (+). KU : Lemas, CM 6 13 Januari 2020 TD : 110/60 mmHg Nadi : 100 kali/menit Respirasi : 22 kali/menit Suhu : 38,70C D/ Febris pro evaluasi Pasien demam (+) naik turun dirasakan lebih berat pada malam hari, BAB belum sejak 2 hari, BAK alancar, mual (+), muntah (-), KU : Lemas, CM TD : 120/80 mmHg Nadi : 80 kali/menit Respirasi : 20 kali/menit Suhu : 36,60C Inf RL 28 tpm Inj. Paracetamol /8j/drips Inj. Ranitidin 1A/12jam Thiamfenikol 3x500 Widal : S.thyphi HD 1/160 DR : WBC 23,45, HB 16,5, PLT 412.000 14 Januari 2020 15 Januari 2020 D/ Demam thypoid Pasien mengeluh nyeri perut (+) menurun KU : Lemas, CM TD : 120/80 mmHg Nadi : 80 kali/menit Respirasi : 20 kali/menit Suhu : 36,60C D/ Amoebic Colitis Pasien mengeluh nyeri perut menurun (+) KU : Baik, CM TD : 110/80 mmHg Nadi : 80 kali/menit Respirasi : 20 kali/menit Suhu : 37,10C 16 Januari 2020 Pasien mengeluh nyeri perut (-) KU : Baik, CM TD : 110/80 mmHg Nadi : 78 kali/menit Respirasi : 20 kali/menit Suhu : 37,00C 17 Januari Pasien mengeluh nyeri perut (-) Inf RL 28 tpm Inj. Ranitidin 1A/12jam Loperamide 2x1 Metronidazole 3x500mg Inf RL 28 tpm Inj antrain 1 amp/ 12 jam/ IV Metronidazole 3x500mg Loperamide 2x1 Natrium diclofenac 2x1 Inf RL 28 tpm Novomix 10-0-10 IU Metronidazole 3x500mg Natrium diclofenac 2x1 Amoxcicilin 3 x 500 mg Inf RL 28 tpm (stop) 7 2020 KU : Baik, CM TD : 120/80 mmHg Nadi : 78 kali/menit Respirasi : 18 kali/menit Suhu : 36,80C Novomix 10-0-10 UI Natrium diclofenac 2x1 Amoxcicilin 3 x 500 mg - Pasien pulang- 8 BAB III TINJAUAN PUSTAKA 3. 1. DEFINISI Kolitis amuba adalah jenis kolitis infeksi, lebih sering terjadi di daerah tropis dan subtropis. Agen penyebab adalah bentuk trofozoit dari Entamoeba histolytica protozoa. Dalam kebanyakan kasus penularan, bentuk kista hidup di usus besar sebagai komensal dan pasien tetap tanpa gejala. Seringkali penyakit berjalan secara kronis dengan pemburukan intens secara berkala. Penyakit ini berlaku di seluruh dunia, namun lebih khas di lingkungan yang hangat dan kondisi yang tidak higienis. Penyakit ini berjalan ringan dengan gejala utama seperti kram perut dan diare. Namun demikian, infeksi berat dapat menyebabkan disentri amuba dengan gejala sakit perut, darah dan lendir di tinja, dan demam. Hanya 10% dari orang yang terinfeksi yang terserang penyakit, sementara sisanya amuba hidup secara tersembunyi dan mengeluarkan kista dalam tinja. 2 3. 2. EPIDEMIOLOGI Entamoeba histolytica mempengaruhi sekitar 10% populasi global, dengan lebih dari 100.000 kematian / tahun akibat disentri amuba dan / atau abses hati. Ini paling lazim di negara-negara berkembang tetapi diketahui terjadi di negaranegara barat, terutama di antara imigran baru, wisatawan yang kembali dari daerah endemis, pria yang berhubungan seks dengan pria, dan individu yang mengalami gangguan kekebalan. Infeksi kista parasit Entamoeba histolytica terjadi melalui asupan makanan atau air yang terkontaminasi oleh kotoran manusia karena sanitasi lingkungan yang buruk atau kebersihan pribadi.3 3. 3. ETIOLOGI Kolitis amuba, yang disebabkan oleh Entamoeba histolytica adalah tantangan diagnostik yang muncul untuk gastroenterologis di negara maju.4 9 Gambar 1. Entamoeba hystolytica Karena kesamaan gejala dan temuan endoskopi, dapat dengan mudah salah didiagnosis sebagai penyakit radang usus (IBD) dengan hasil yang berpotensi menghancurkan terutama jika pasien menerima imunosupresi.4 3. 4. PATOFISIOLOGI Asam lambung dan pelindung mukus usus berfungsi sebagai mekanisme perlindungan yang mencegah kista Entameba histolytica dari kontak dengan epitel usus. Terjadi enkripsi di terminal ileum atau usus besar, yang menghasilkan trofozoit yang dilepaskan ke dalam lumen usus. Alasan mengapa beberapa orang mengembangkan infeksi amuba invasif di antara mereka yang terpapar dianggap karena interaksi antara faktor pertahanan inang dan faktor virulensi parasit. Tiga faktor virulensi utama yang diketahui memengaruhi patogenisitas adalah: 1. Lektin penghambat N-acetylgalactosamine, yang bertanggung jawab untuk mengikat mucin kolon dan adhesi sel inang. 2. Amebapore yang merupakan peptida kecil yang memfasilitasi pembunuhan sel inang. 3. Protein sistin; ini memfasilitasi lisis matriks ekstraseluler inang. Ketika patologi berkembang, mukosa kolon menjadi meradang secara difus, edematosa, disertai nekrosis dan kadang-kadang perforasi dinding usus.5 10 3. 5. HISTOPATOLOGI Gambaran endoskopi klasik adalah daerah ulserasi diskrit yang ditutupi oleh eksudat, dengan mukosa intervensi normal; Namun, banyak kasus berangkat dari uraian ini. Amebiasis mungkin melibatkan bagian usus mana pun, tetapi memiliki kecenderungan untuk sekum dan usus besar yang naik. Dalam beberapa kasus, ada keterlibatan seluruh usus besar, dan bahkan mungkin ada perpanjangan ke ileum terminal. Perforasi terjadi pada 5% hingga 10% dari kasus. Tampilan mikroskopis dari biopsi rektal agak tidak spesifik, meskipun kekurangan relatif sel-sel inflamasi di bawah ulkus dan bentuk labu dari ulkus itu sendiri harus mengingatkan patolog untuk mempertimbangkan diagnosis ini. Konfirmasi bertumpu pada identifikasi trofozoit dari Entamoeba histolytica, yang terlihat dalam slide H&E. Biasanya, ukuran parasit 6 sampai 40 nm, bulat atau bulat telur, dan mungkin menunjukkan halo di sekitarnya; mereka mengandung sitoplasma yang melimpah dan vakuola dengan nuklei kecil dan membran nuklir yang menonjol. Dalam pewarnaan trikoma, sitoplasma organisme tampak bersih dan bebas dari bakteri dan vakuola yang tertelan. Kromatin nuklir granular halus, menunjukkan distribusi merata pada membran nuklir, dan karyosom pusat kecil, menodai warna ungu-merah tua. RBC yang dicerna adalah diagnostik untuk trhozoit E. histolytica tetapi biasanya tidak ada. Organisme ini juga dapat dideteksi dengan pewarnaan asam-Schiff (PAS) dan imunoperoksidase periodik.5 Gambar 2. (A) Gambar endoskopi dari daerah rectosigmoid mengungkapkan beberapa permukaan ulserasi dalam dengan beberapa eksudat kekuningan. (B) Gambar endoskopi dari sekum dan usus besar yang meninggi 6 bulan setelah keluar mengungkapkan beberapa ulser scaring. 11 Gambar 3. Pemeriksaan histologis dengan pewarnaan asam-Schiff (PAS) periodik mengkonfirmasi adanya trofozoit amoebik (panah) hemofagositosis bersama dengan perubahan inflamasi kronis. 3. 6. GAMBARAN KLINIK Sekitar 9 dari 10 orang yang terinfeksi E. histolytica tidak memiliki gejala. Jika infeksi memang menyebabkan gejala, mereka mungkin disebabkan oleh: Parasit E. histolytica dapat menyebabkan peradangan pada lapisan usus Anda. Kondisi ini dikenal sebagai kolitis amuba. 'Colitis' adalah istilah umum yang digunakan untuk radang selaput usus besar (usus besar). 'Amoebik' mengacu pada fakta bahwa kolitis disebabkan oleh amuba E. histolytica . Penyakit ini sering ringan dan dapat menyebabkan sakit perut dan diare. Namun, peradangan yang lebih parah dengan ulserasi lapisan usus dapat terjadi pada beberapa orang dan apa yang disebut 'disentri amuba' dapat terjadi. (Disentri adalah infeksi pada usus, menyebabkan diare parah dengan darah dan lendir.) 4,11,12 Kolitis amuba muncul dengan nyeri perut dan disentri. Manifestasi kolon terdiri dari spektrum penyakit, termasuk: proctocolitis akut (disentri), ulserasi perianal, fulminant colitis yang menyebabkan perforasi dinding kolon, megacolon beracun, kolitis kronis (nondisenterik) dan ameboma.6 12 3. 7. DIAGNOSIS Amoebiasis dapat didiagnosis ketika E. histolytica terlihat di tinja Anda (feses) setelah sampel tinja dikirim ke laboratorium dan diperiksa di bawah mikroskop. Idealnya, tiga spesimen tinja dari hari yang berbeda harus diperiksa. Namun, pada banyak orang dengan abses hati amuba, E. histolytica mungkin tidak terlihat pada tinja mereka. Kadang-kadang parasit dapat dilihat ketika cairan diambil dari abses hati dan diperiksa di bawah mikroskop. Sebuah jarum melewati kulit Anda ke dalam abses, biasanya menggunakan pemindaian ultrasound untuk memandu orang yang melakukan prosedur.5 Metode lain untuk mendeteksi E. histolytica di tinja Anda juga telah dikembangkan, termasuk deteksi antigen tinja (mencari protein E. histolytica di tinja Anda). Infeksi juga dapat didiagnosis menggunakan tes darah yang mencari bukti infeksi E. histolytica dalam darah Anda. (Jika Anda memiliki infeksi, antibodi terhadap E. histolytica biasanya ditemukan dalam darah Anda. Ini adalah jenis protein lain yang dibuat sebagai respons terhadap antigen E. histolytica .) Kadang-kadang kolonoskopi dilakukan jika Anda mengalami diare berdarah dan tes lainnya negatif. Kolonoskopi adalah prosedur yang menggunakan teleskop tipis dan fleksibel melewati bagian belakang (anus) ke usus besar Anda untuk memungkinkan pemeriksaan usus besar Anda. Sampel jaringan (biopsi) yang diambil pada kolonoskopi dan diperiksa di bawah mikroskop dapat menunjukkan parasit - makhluk hidup yang hidup di, atau pada, organisme hidup lainnya - di lapisan usus Anda. Pemindaian ultrasound hati atau CT scan hati Anda dapat menunjukkan abses hati. Tes lain juga dapat dilakukan jika Anda menderita kolitis amuba atau abses hati amuba; misalnya, tes darah untuk melihat fungsi hati Anda, tes darah untuk mencari anemia, dll.5 3. 8. DIAGNOSIS BANDING Diagnosis banding meliputi radang usus buntu, penyakit radang usus (IBD), kolitis pseudomembran, dan TBC. E. histolytica jarang dapat 13 mempengaruhi usus buntu, yang sering merupakan perpanjangan dari infeksi usus besar sebelah kanan. IBD khas tidak menunjukkan bahan fibrinous yang mengandung organisme. Kolitis ulseratif secara khas menunjukkan keterlibatan kolon yang lebih difus dengan distorsi mukosa dan infiltrasi sel plasma basal lamina propria. Penyakit Crohn mungkin menunjukkan ulserasi mukosa yang tambal sulam tetapi dapat dibedakan dengan ulkus mirip fisura daripada ulserasi berbentuk labu; ulkus penyakit Crohn sebagian besar horizontal sedangkan ulkus amuba tumbuh tegak lurus terhadap sumbu panjang usus. 7 3. 9. EVALUASI Gold standart untuk diagnosis kolitis amuba adalah deteksi trofozoit E. histolytica dalam pemeriksaan mikroskopis biopsi kolonoskopi atau lebih jarang dalam pemeriksaan tinja segar. Pasien dengan diare kemungkinan besar memiliki trofozoit di dalam tinja, yang dapat terlihat pada tunggangan basah langsung atau apusan trichrome bernoda. Secara klasik sekum dan kolon asenden terpengaruh, yang menunjukkan beberapa ulkus punctata dengan jaringan normal yang campur tangan. Ulkus pada pemeriksaan histologis biasanya berbentuk labu. Pada kasus kolitis amebik yang parah, bisul mungkin menyatu sehingga terlihat mirip dengan kolitis ulserativa.3 Aspirasi abses selanjutnya dapat mengungkapkan trofozoit motil dan bahan nekrotik yang terdiri dari sel lisis. Metode serologis untuk mendeteksi antibodi terhadap E. histolytica tersedia; hasilnya positif pada lebih dari 90% pasien dengan penyakit ekstraintestinal. Tingkat antibodi ini naik setelah invasi jaringan tetapi tidak protektif. Namun demikian, tes untuk antibodi tidak berguna dalam membedakan antara infeksi masa lalu dan saat ini, karena antibodi dapat bertahan selama bertahun-tahun setelah infeksi telah sembuh. Juga, tes ini memberikan informasi terbatas pada pasien dari daerah endemik. Tes yang mendeteksi antigen E. histolytica dalam tinja memberikan bukti infeksi saat ini. Tes titik perawatan menggunakan teknik imunokromatografi sedang dikembangkan untuk membantu diagnosis cepat infeksi E. histolytica .8 14 3. 10.PENATALAKSANAAN Kolitis amebik membutuhkan pengobatan dengan terapi kombinasi, dan pilihan pengobatan termasuk agen luminal yang dikombinasikan dengan amebisida jaringan. Amebisida luminal termasuk iodoquinol, diloxanide furoate, dan paromomycin. Amebisida jaringan termasuk nitroimidazole (metronidazole), nitazoxanide, erythromycin, dan chloroquine. Pembedahan diperlukan dalam situasi ketika ada abses hati terkait yang membutuhkan drainase, atau pasien muncul sebagai keadaan darurat dengan megakolon toksik dengan perforasi yang akan datang atau bebas.9 Kolitis invasif diobati dengan metronidazole (atau obat-obatan alternatif termasuk tinidazole dan nitazoxanide), diikuti oleh agen luminal (seperti paromomycin, diiodohydroxyquin) untuk membunuh kista intraluminal. Metronidazole 10 hari menghilangkan infeksi intraluminal dalam banyak kasus, tetapi agen kedua masih diperlukan. Regimen metronidazole yang direkomendasikan untuk pengobatan kolitis amebik adalah 500 hingga 750 mg tiga kali / hari pada orang dewasa dan 30 hingga 50 mg / kg per hari selama lima hingga sepuluh hari pada anak-anak. Regimen alternatif dapat berupa 2 g dosis tunggal tinidazole oral setiap hari pada orang dewasa selama 3 hari, dan 50 mg / kg oral per hari dalam dosis tunggal pada anak-anak selama 3 hari.10 Jika Anda tidak memiliki gejala tetapi ditemukan memiliki E. histolytica dalam spesimen feses, biasanya disarankan bahwa Anda harus dirawat dengan obat-obatan untuk membunuh parasit. Obat diloxanide furoate umumnya digunakan. Pengobatan disarankan karena Anda masih dapat menularkan infeksi kepada orang lain meskipun Anda tidak memiliki gejala. Amuba masih akan ada pada tubuh anda. Selain itu, Anda mungkin masih mengalami gejala pada tahap selanjutnya.5 Pengobatan amoebiasis simptomatik tergantung pada gejala Anda. Obatobatan yang disebut antibiotik diperlukan untuk mengobati kolitis amuba. 15 Metronidazole adalah antibiotik biasa yang digunakan tetapi tinidazole mungkin merupakan alternatif yang baik. Obat kedua, biasanya diloxanide furoate, kemudian digunakan untuk menyingkirkan parasit yang mungkin masih hidup di usus Anda. Setelah pengobatan selesai, pengujian sampel tinja tindak lanjut disarankan untuk memastikan bahwa parasit telah dibersihkan.5 Jika Anda menderita kolitis amuba, Anda berisiko mengalami dehidrasi. Dehidrasi berarti kekurangan cairan dalam tubuh Anda. Ini dapat terjadi jika air dan garam yang hilang di tinja Anda tidak diganti dengan Anda minum cairan yang cukup. Karena itu, minum banyak cairan sangat penting jika Anda menderita kolitis amuba. Dokter Anda akan memberi tahu Anda tentang berapa banyak cairan dan jenis cairan apa yang harus Anda minum. Anda dapat diberikan minuman rehidrasi khusus.5 Jika Anda mengalami dehidrasi parah, Anda mungkin perlu masuk ke rumah sakit sehingga Anda dapat diberikan cairan melalui vena (intravena). Kadang-kadang, seseorang yang menderita kolitis fulminan atau lubang (perforasi) di usus mereka mungkin perlu operasi untuk mengangkat bagian usus mereka.5 3. 11.PROGNOSIS Pengobatan awal akan menyembuhkan amebiasis dalam beberapa minggu. Amebiasis usus bisa berakibat fatal di negara-negara berkembang di kalangan anak-anak, terutama mereka yang berusia di bawah 5 tahun. Di seluruh dunia, amebiasis adalah penyebab kematian paling umum ketiga karena infeksi parasit setelah malaria dan schistosomiasis, dengan setidaknya lima kematian per tahun di Amerika Serikat.5 Kebanyakan orang yang menderita kolitis amuba atau abses hati amuba dapat berhasil diobati dengan obat-obatan untuk membunuh parasit dan menghilangkannya dari usus (usus). Kadang-kadang, pengobatan dengan obat- 16 obatan tidak menghilangkan parasit sepenuhnya dan gejalanya dapat muncul kembali (kambuh).5 Dalam kasus yang jarang, kolitis fulminan dapat berkembang dan ini menyebabkan penyakit parah dan membawa pandangan yang lebih buruk. Jika abses amuba pecah, atau infeksi menyebar ke sistem saraf pusat, sekali lagi ini memiliki prognosis yang lebih buruk.5 Jika langkah-langkah kebersihan yang ketat tidak dilakukan dan tindakan pencegahan tidak digunakan ketika bepergian ke daerah 'berisiko', infeksi ulang dapat terjadi.5 3. 12. KOMPLIKASI Komplikasi kolitis amebik meliputi kolitis fulminan atau nekrotikans, megakolon toksik, perforasi usus, peritonitis, perdarahan, pembentukan striktur, atau obstruksi. Kolitis fulminan terjadi pada 0,5% kasus dan pasien datang dengan disentri, demam, leukositosis, dan nyeri perut samar; mukosa usus dapat mengalami nekrosis yang menyebabkan perforasi transmural dan selanjutnya peritonitis. Pengobatan dengan nitroimidazole dan manajemen bedah dini diperlukan; dalam kasus perforasi usus, antibiotik spektrum luas adalah terapi pilihan. Megakolon toksik, terlihat pada sekitar 0,5% kasus dan berhubungan dengan angka kematian yang tinggi, biasanya memerlukan intervensi bedah. Tampak sebagai dilatasi kolon non-obstruktif total atau segmental ditambah toksisitas sistemik. Abses hati amebik telah dilaporkan bervariasi antara 3 hingga 9% dari semua kasus amebiasis. Amebiasis pleuropulmonary juga dapat terjadi, yang merupakan manifestasi amebiasis ekstra intestinal kedua yang paling sering setelah abses hati amuba.5 17 BAB IV PEMBAHASAN Amoebic colitis adalah penyakit dengan manifestasi klinis yang beragam yang sering menyebabkan kebingungan dengan kolitis jenis lain. Ketika salah didiagnosis sebagai UC, hasil yang tidak diinginkan dapat terjadi dari penggunaan steroid, termasuk kolektomi atau bahkan kematian. Dokter harus mengingat amoebiasis dalam diagnosis banding pasien yang diduga menderita penyakit UC atau Crohn. Sebuah studi baru-baru ini di Turki menunjukkan bahwa infeksi amuba pada pasien dengan IBD, terutama yang dengan UC, lebih banyak terjadi daripada populasi normal. Dengan perjalanan udara yang lebih sering, kolitis amuba adalah diagnosis "jangan sampai terlewatkan" yang penting bahkan di negara maju. Namun, perlu dicatat bahwa amoebiasis dapat dikontrak oleh orangorang, terutama anak-anak, yang belum pernah ke luar negeri. Mikroskopi feses adalah metode yang relatif buruk untuk mendiagnosis amoebiasis usus karena memakan waktu, melelahkan, dan membutuhkan keahlian khusus. Metode kultur sering tidak menguntungkan, dengan sensitivitas hanya sekitar 50%. Namun, antibodi monoklonal yang secara spesifik mengenali strain E. histolytica patogen tetapi bukan E. dispar non-pathogen dalam feses dan serum tersedia secara komersial. Kit pendeteksian antigen menggunakan enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA), radioimmunoassay, atau immunofluorescence telah dikembangkan. Serologi juga berguna untuk mendiagnosis amoebiasis. Infeksi E. histolytica menghasilkan pengembangan antibodi, sedangkan infeksi E. dispar tidak. Antibodi biasanya dapat dideteksi dalam lima hingga tujuh hari setelah infeksi akut dan dapat bertahan selama bertahun-tahun. Hingga 25% orang yang tidak terinfeksi di daerah endemis memiliki antibodi anti-amuba karena infeksi E. histolytica yang sebelumnya sering tidak terdiagnosis. Sigmoidoskopi dan /atau kolonoskopi dapat dilakukan untuk mendiagnosis amoebiasis atau untuk menyingkirkan penyebab lain dari gejala pasien. Mikroskopi dapat mengungkapkan kista atau trofozoit dalam kerokan atau biopsi, yang paling baik diambil dari tepi borok. Lesi kolon pada kisaran disentri amuba dari penebalan dan peradangan mukosa spesifik ke ulkus amuba klasik 18 flaskshaped. Namun, kolonoskopi tidak direkomendasikan sebagai pendekatan diagnostik rutin karena ulserasi amuba usus meningkatkan kemungkinan perforasi selama berangsur-angsur udara untuk memperluas usus besar. Pembawa tanpa gejala E. histolytica harus diobati dengan agen luminal untuk meminimalkan penyebaran penyakit dan risiko mengembangkan penyakit invasif. Obat yang direkomendasikan untuk pengobatan penyakit usus simtomatik dan untuk abses hati adalah metronidazole dan tinidazole. Obat-obatan ini mungkin tidak menghilangkan kista intraluminal, dan karena itu mereka harus segera diikuti dengan pengobatan dengan iodoquinol, paromomycin, atau diloxanide furoate. 19 BAB V KESIMPULAN 5. 1. Kesimpulan E. histolytica terus menjadi sumber penyakit penting di seluruh dunia. Ini adalah penyebab utama disentri amuba di negara berkembang. Kolitis amuba perlu diingat dalam diagnosis banding penyakit radang usus, terutama pada individu yang berisiko tinggi. Diagnosis dan pengobatan dini dengan metronidazole atau tinidazole harus disegerakan setelah dicurigai terdapat kolitis amuba akut. Kami percaya bahwa remisi dari kasus yang disajikan adalah karena pengobatan infeksi amuba. Kami menyarankan bahwa amoebiasis harus dicari dan diobati pada setiap pasien dengan kolitis ulserativa. 20 DAFTAR PUSTAKA 1. Roure S, Valerio L, Soldevila L, Salvador F, Fernández-Rivas G, Sulleiro E, Mañosa M, Sopena N, Mate JL, Clotet B. Approach to amoebic colitis: Epidemiological, clinical and diagnostic considerations in a non-endemic context (Barcelona, 2007-2017). PLoS ONE. 2019;14(2):e0212791. [PMC free article] [PubMed] 2. Haque R, Huston CD, Hughes M, Houpt E, Petri WA. Amebiasis. The New England journal of medicine. 348 (16): 1565- 73. doi:10.1056/NEJMra022710Pubmed 3. Domazetovska A, Lee R, Adhikari C, Watts M, Gilroy N, Stark D, Sivagnanam S. A 12-Year Retrospective Study of Invasive Amoebiasis in Western Sydney: Evidence of Local Acquisition. Trop Med Infect Dis. 2018 Jun 26;3(3) [PMC free article] [PubMed] 4. Q Tufail, D O’Meara, A Thi, F Lim, C Richards, P853 Amoebic colitis mimicking inflammatory bowel disease: a report of four cases, Journal of Crohn's and Colitis, Volume 14, Issue Supplement_1, January 2020, Pages S656–S657, https://doi.org/10.1093/ecco-jcc/jjz203.981 5. Mehran Taherian; Shabnam Samankan; Burt Cagir, Amebic Colitis, The National Center for Biotechnology Information (NCBI), August 28, 2019. 6. Stanley SL Jr. Amoebiasis. Lancet (London, England). 361 (9362): 102534. doi:10.1016/S0140-6736(03)12830-9 - Pubmed 7. Gajendran M, Loganathan P, Jimenez G, Catinella AP, Ng N, Umapathy C, Ziade N, Hashash JG. A comprehensive review and update on ulcerative colitis. Dis Mon. 2019 Dec;65(12):100851. [PubMed] 8. Tachibana H, Kakino A, Kazama M, Feng M, Asai S, Umezawa K, Nozaki T, Makiuchi T, Kamada T, Watanabe H, Horiki N, Cheng X, Masuda G. Development of a sensitive immunochromatographic kit using fluorescent 21 silica nanoparticles for rapid serodiagnosis of amebiasis. Parasitology. 2018 Dec;145(14). 9. Prakash V, Jackson-Akers JY, Oliver TI. StatPearls [Internet]. StatPearls Publishing; Treasure Island (FL): Nov 7, 2019. Amebic Liver Abscess. [PubMed] 10. Gonzales MLM, Dans LF, Sio-Aguilar J. Antiamoebic drugs for treating amoebic colitis. Cochrane Database Syst Rev. 2019 Jan 09;1:CD006085.[PMC free article] [PubMed] 22