PEMICU 1 ETIKA GABRIELLE LIDWINA 405160170 Nov, 2019 SUMPAH DOKTER SUMPAH DOKTER Cakupan pasal: 1. Dokter lulusan Fakultas Kedokteran di Indonesia wajib melafalkan sumpah/ janji dokter sebagaimana dimaksud pada Pasal 1, di depan pimpinan fakultas kedokteran yang bersangkutan dalam suasana khidmat. 2. Dokter lulusan luar negeri dan/ atau dokter asing yang hendak melakukan pekerjaan profesi di Indonesia wajib melafalkan sumpah/ janji dokter sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 di depan pemimpin IDI dan penjabat kesehatan setempat KODEKI 2012 SUMPAH DOKTER Demi Allah saya bersumpah, bahwa : • Saya akan membaktikan hidup saya guna kepentingan perikemanusiaan. • Saya akan menjalankan tugas dengan cara yang terhormat dan bersusila sesuai dengan martabat pekerjaan saya sebagai dokter. • Saya akan memelihara dengan sekuat tenaga martabat dan tradisi luhur profesi kedokteran. • Saya akan merahasiakan segala sesuatu yang saya ketahui karena keprofesian saya. • Saya tidak akan menggunakan pengetahuan saya untuk sesuatu yang bertentangan dengan perikemanusiaan, sekalipun diancam. • Saya akan menghormati setiap hidup insani mulai saat pembuahan. • Saya akan senantiasa mengutamakan kesehatan pasien, dengan memperhatikan kepentingan masyarakat. • Saya akan berikhtiar dengan sungguh-sungguh supaya saya tidak terpengaruh oleh pertimbangan keagamaan, kebangsaan, kesukuan, gender, politik, kedudukan sosial dan jenis penyakit dalam menunaikan kewajiban terhadap pasien. • Saya akan memberi kepada guru-guru saya penghormatan dan pernyataan terima kasih yang selayaknya. • Saya akan perlakukan teman sejawat saya seperti saudara kandung. • Saya akan mentaati dan mengamalkan Kode Etik Kedokteran Indonesia. • Saya ikrarkan sumpah ini dengan sungguhsungguh dan dengan mempertaruhkankehormatan diri saya. KODEKI 2012 KODEKI KODE ETIK KEDOKTERAN INDONESIA Nilai-nilai tanggung jawab profesional profesi kedokteran yg terdapat dalam Kode Etik Kedokteran Indonesia (KODEKI), diuraikan dalam pasal-pasal berikut : • Pasal 1: Setiap dokter wajib menjunjung tinggi, menghayati dan mengamalkan sumpah dan atau janji dokter. • Pasal 2: Seorang dokter wajib selalu melakukan pengambilan keputusan profesional secara independen, dan mempertahankan perilaku profesional dalam ukuran yang tertinggi. • Pasal 3: Dalam melakukan pekerjaan kedokterannya, seorang dokter tidak boleh dipengaruhi oleh sesuatu yang mengakibatkan hilangnya kebebasan dan kemandirian profesi. • Pasal 4: Seorang dokter wajib menghindarkan diri dari perbuatan yang bersifat memuji diri. • Pasal 5: Tiap perbuatan atau nasihat dokter yang mungkin melemahkan daya tahan psikis maupun fisik, wajib memperoleh persetujuan pasien/keluarganya dan hanya diberikan untuk kepentingan dan kebaikan pasien tersebut. KODEKI 2012 KODE ETIK KEDOKTERAN INDONESIA Nilai-nilai tanggungjawab profesional profesi kedokteran yg terdapat dalam Kode Etik Kedokteran Indonesia (KODEKI), diuraikan dalam pasal-pasal berikut : • Pasal 6: Setiap dokter wajib senantiasa berhati-hati dalam mengumumkan atau menerapkan setiap penemuan teknik atau pengobatan baru yang belum diuji kebenarannya dan terhadap hal-hal yang dapat menimbulkan keresahan masyarakat. • Pasal 7: Seorang dokter wajib hanya memberi surat keterangan dan pendapat yang telah diperiksa sendiri kebenarannya. • Pasal 8: Seorang dokter wajib, dalam setiap praktik medisnya, memberikan pelayanan secara berkompeten dengan kebebasan teknis dan moral sepenuhnya, disertai rasa kasih sayang (compassion) dan penghormatan atas martabat manusia. • Pasal 9: Seorang dokter wajib bersikap jujur ketika berhubungan dengan pasien dan sejawatnya, dan berupaya untuk mengingatkan sejawatnya yang pada saat menangani pasien dia ketahui memiliki kekurangan dalam karakter atau kompetensi, atau yang melakukan penipuan atau penggelapan. • Pasal 10: Seorang dokter waijib senantiasa menghormati hak-hak pasien, teman sejawatnya, dan tenaga kesehatan lainnya, serta wajib menjada kepercayaan pasien. KODEKI 2012 KODE ETIK KEDOKTERAN INDONESIA Nilai-nilai tanggungjawab profesional profesi kedokteran yg terdapat dalam Kode Etik Kedokteran Indonesia (KODEKI), diuraikan dalam pasal-pasal berikut : • Pasal 11: Setiap dokter wajib senantiasa mengingat kewajiban dirinya dalam melindungi hidup makhluk insani. • Pasal 12: Dalam melakukan pekerjaannya seorang dokter wajib memperhatikan keseluruhan aspek pelayanan kesehatan (promotif, preventif, kuratif, rehabilitatif, dan paliatif), baik fisik maupun psikososial-kultural pasiennya, serta berusaha menjadi pendidik dan pengabdi sejati masyarakat. • Pasal 13: Setiap dokter dalam bekerjasama dengan para pejabat lintas sektoral di bidang kesehatan, bidang lainnya dan masyarakat, wajib saling menghormati. • Pasal 14: Seorang dokter wajib bersikap tulus ikhlas dan mempergunakan seluruh keilmuan dan ketrampilannya untuk kepentingan pasien, yang ketika ia tidak mampu melakukan suatu pemeriksaan/pengobatan atau demi kepentingan terbaik pasien, atas persetujuan pasien/keluarganya, ia wajib berkonsultasi/merujuk pasien kepada dokter lain yang mempunyai keahlian untuk itu. • Pasal 15: Setiap dokter wajib memberikan kesempatan pasien agar senantiasa dapat berinteraksi dengan keluarga dan penasihatnya, termasuk dalam beribadat dan/atau penyelesaian masalah pribadi lainnya. KODEKI 2012 KODE ETIK KEDOKTERAN INDONESIA Nilai-nilai tanggungjawab profesional profesi kedokteran yg terdapat dalam Kode Etik Kedokteran Indonesia (KODEKI), diuraikan dalam pasal-pasal berikut : • Pasal 16: Setiap dokter wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang seorang pasien, bahkan juga setelah pasien itu meninggal dunia. • Pasal 17: Setiap dokter wajib melakukan pertolongan darurat sebagai suatu wujud tugas perikemanusiaan, kecuali bila ia yakin ada orang lain bersedia dan mampu memberikannya. • Pasal 18: Setiap dokter wajib memperlakukan teman sejawatnya sebagaimana ia sendiri ingin diperlakukan • Pasal 19: Setiap dokter tidak boleh mengambil alih pasien dari teman sejawat, kecuali dengan persetujuan keduanya atau berdasarkan prosedur yang etis • Pasal 20: Setiap dokter wajib selalu memelihara kesehatannya, supaya dapat bekerja dengan baik KODEKI 2012 UU Praktik Kedokteran UU RI No. 29 Tahun 2004 Tentang Praktek Kedokteran BAB VI REGISTRASI DOKTER DAN DOKTER GIGI 1. 2. 3. 4. 5. 6. Pasal 29 Setiap dokter dan dokter gigi yang melakukan praktik kedokteran di Indonesia wajib memiliki surat tanda registrasi dokter dan surat tanda registrasi dokter gigi. Surat tanda registrasi dokter dan surat tanda registrasi dokter gigi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterbitkan oleh Konsil Kedokteran Indonesia. Untuk memperoleh surat tanda registrasi dokter dan surat tanda registrasi dokter gigi harus memenuhi persyaratan : a. memiliki ijazah dokter, dokter spesialis, dokter gigi, atau dokter gigi spesialis; b. mempunyai surat pernyataan telah mengucapkan sumpah/janji dokter atau dokter gigi; c. memiliki surat keterangan sehat fisik dan mental; d. memiliki sertifikat kompetensi; dan e. membuat pernyataan akan mematuhi dan melaksanakan ketentuan etika profesi. Surat tanda registrasi dokter dan surat tanda registrasi dokter gigi berlaku selama 5 (lima) tahun dan diregistrasi ulang setiap 5 (lima) tahun sekali dengan tetap memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf c dan huruf d. Ketua Konsil Kedokteran dan Ketua Konsil Kedokteran Gigi dalam melakukan registrasi ulang harus mendengar pertimbangan ketua divisi registrasi dan ketua divisi pembinaan. Ketua Konsil Kedokteran dan Ketua Konsil Kedokteran Gigi berkewajiban untuk memelihara dan menjaga registrasi dokter dan dokter gigi. UU RI No. 29 Tahun 2004 Tentang Praktek Kedokteran BAB VII PENYELENGGARAAN PRAKTIK KEDOKTERAN Bagian Kesatu Surat Izin Praktik Pasal 36 Setiap dokter dan dokter gigi yang melakukan praktik kedokteran di Indonesia wajib memiliki surat izin praktik. Pasal 37 1. Surat izin praktik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 dikeluarkan oleh pejabat kesehatan yang berwenang di kabupaten/kota tempat praktik kedokteran atau kedokteran gigi dilaksanakan. 2. Surat izin praktik dokter atau dokter gigi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya diberikan untuk paling banyak 3 (tiga) tempat. 3. Satu surat izin praktik hanya berlaku untuk 1 (satu) tempat praktik. UU RI No. 29 Tahun 2004 Tentang Praktek Kedokteran BAB VII PENYELENGGARAAN PRAKTIK KEDOKTERAN Bagian Kesatu Surat Izin Praktik Pasal 38 1. Untuk mendapatkan surat izin praktik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36, dokter atau dokter gigi harus : a. b. c. memiliki surat tanda registrasi dokter atau surat tanda registrasi dokter gigi yang masih berlaku sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29, Pasal 31, dan Pasal 32; mempunyai tempat praktik; dan memiliki rekomendasi dari organisasi profesi 2. Surat izin praktik masih tetap berlaku sepanjang : a. b. surat tanda registrasi dokter atau surat tanda registrasi dokter gigi masih berlaku; dan tempat praktik masih sesuai dengan yang tercantum dalam surat izin praktik. 3. Ketentuan lebih lanjut mengenai surat izin praktik diatur dengan Peraturan Menteri. UU RI No. 29 Tahun 2004 Tentang Praktek Kedokteran Bagian Ketiga Pemberian Pelayanan Paragraf 4 Rahasia Kedokteran Pasal 48 1. Setiap dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan praktik kedokteran wajib menyimpan rahasia kedokteran. 2. Rahasia kedokteran dapat dibuka hanya untuk kepentingan kesehatan pasien, memenuhi permintaan aparatur penegak hukum dalam rangka penegakan hukum, permintaan pasien sendiri, atau berdasarkan ketentuan perundang-undangan. 3. Ketentuan lebih lanjut mengenai rahasia kedokteran diatur dengan Peraturan Menteri. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2012 TENTANG RAHASIA KEDOKTERAN BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Menteri ini, yang dimaksud dengan: 1. Rahasia kedokteran adalah data dan informasi tentang kesehatan seseorang yang diperoleh tenaga kesehatan pada waktu menjalankan pekerjaan atau profesinya. 2. Dokter atau dokter gigi adalah dokter, dokter spesialis, dokter gigi, dan dokter gigi spesialis lulusan pendidikan kedokteran/kedokteran gigi baik di dalam maupun di luar negeri yang diakui oleh Pemerintah Republik Indonesia sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan. 3. Tenaga kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan/atau keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan. 4. Pasien adalah setiap orang yang melakukan konsultasi masalah kesehatannya untuk memperoleh pelayanan kesehatan yang diperlukan, baik secara langsung maupun tidak langsung kepada tenaga kesehatan yang berwenang. 5. Rekam medis adalah berkas yang berisikan catatan dan dokumen tentang identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan, dan pelayanan lain yang diberikan kepada pasien, termasuk dalam bentuk elektronik. 6. Keluarga terdekat adalah suami atau istri, ayah atau ibu kandung, wali, anak-anak kandung yang telah dewasa, atau saudara-saudara kandung yang telah dewasa. 7. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2012 TENTANG RAHASIA KEDOKTERAN BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 2 Pengaturan rahasia kedokteran bertujuan untuk memberikan kepastian hukum dalam perlindungan, penjagaan, dan penyimpanan rahasia kedokteran. BAB II RUANG LINGKUP RAHASIA KEDOKTERAN Pasal 3 1. Rahasia kedokteran mencakup data dan informasi mengenai: a. identitas pasien; b. kesehatan pasien meliputi hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang, penegakan diagnosis, pengobatan dan/atau tindakan kedokteran; dan c. hal lain yang berkenaan dengan pasien. 2. Data dan informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat bersumber dari pasien, keluarga pasien, pengantar pasien, surat keterangan konsultasi atau rujukan, atau sumber lainnya. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2012 TENTANG RAHASIA KEDOKTERAN BAB III KEWAJIBAN MENYIMPAN RAHASIA KEDOKTERAN Pasal 4 1. Semua pihak yang terlibat dalam pelayanan kedokteran dan/atau menggunakan data dan informasi tentang pasien wajib menyimpan rahasia kedokteran. 2. Pihak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. dokter dan dokter gigi serta tenaga kesehatan lain yang memiliki akses terhadap data dan informasi kesehatan pasien; b. pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan; c. tenaga yang berkaitan dengan pembiayaan pelayanan kesehatan; d. tenaga lainnya yang memiliki akses terhadap data dan informasi kesehatan pasien di fasilitas pelayanan kesehatan; e. badan hukum/korporasi dan/atau fasilitas pelayanan kesehatan; dan f. mahasiswa/siswa yang bertugas dalam pemeriksaan, pengobatan, perawatan, dan/atau manajemen informasi di fasilitas pelayanan kesehatan. 3. Kewajiban menyimpan rahasia kedokteran berlaku selamanya, walaupun pasien telah meninggal dunia. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2012 TENTANG RAHASIA KEDOKTERAN BAB IV PEMBUKAAN RAHASIA KEDOKTERAN Pasal 5 1. Rahasia kedokteran dapat dibuka hanya untuk kepentingan kesehatan pasien, memenuhi permintaan aparatur penegak hukum dalam rangka penegakan hukum, permintaan pasien sendiri, atau berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan. 2. Pembukaan rahasia kedokteran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan terbatas sesuai kebutuhan. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2012 TENTANG RAHASIA KEDOKTERAN BAB IV PEMBUKAAN RAHASIA KEDOKTERAN Pasal 6 1. Pembukaan rahasia kedokteran untuk kepentingan kesehatan pasien sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 meliputi: a.kepentingan pemeliharaan kesehatan, pengobatan, penyembuhan, dan perawatan pasien; dan b. keperluan administrasi, pembayaran asuransi atau jaminan pembiayaan kesehatan. 2. Pembukaan rahasia kedokteran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilakukan dengan persetujuan dari pasien. 3. Pembukaan rahasia kedokteran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilakukan dengan persetujuan dari pasien baik secara tertulis maupun sistem informasi elektronik. 4. Persetujuan dari pasien sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dinyatakan telah diberikan pada saat pendaftaran pasien di fasilitas pelayanan kesehatan. 5. Dalam hal pasien tidak cakap untuk memberikan persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), persetujuan dapat diberikan oleh keluarga terdekat atau pengampunya. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2012 TENTANG RAHASIA KEDOKTERAN BAB IV PEMBUKAAN RAHASIA KEDOKTERAN Pasal 7 1. Pembukaan rahasia kedokteran untuk memenuhi permintaan aparatur penegak hukum dalam rangka penegakan hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 dapat dilakukan pada proses penyelidikan, penyidikan, penuntutan, dan sidang pengadilan. 2. Pembukaan rahasia kedokteran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat melalui pemberian data dan informasi berupa visum et repertum, keterangan ahli, keterangan saksi, dan/atau ringkasan medis. 3. Permohonan untuk pembukaan rahasia kedokteran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilakukan secara tertulis dari pihak yang berwenang. 4. Dalam hal pembukaan rahasia kedokteran dilakukan atas dasar perintah pengadilan atau dalam sidang pengadilan, maka rekam medis seluruhnya dapat diberikan. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2012 TENTANG RAHASIA KEDOKTERAN BAB IV PEMBUKAAN RAHASIA KEDOKTERAN Pasal 8 1. Pembukaan rahasia kedokteran atas dasar permintaan pasien sendiri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 dapat dilakukan dengan pemberian data dan informasi kepada pasien baik secara lisan maupun tertulis. 2. Keluarga terdekat pasien dapat memperoleh data dan informasi kesehatan pasien, kecuali dinyatakan sebaliknya oleh pasien. 3. Pernyataan pasien sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diberikan pada waktu penerimaan pasien. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2012 TENTANG RAHASIA KEDOKTERAN 1. 2. 3. 4. 5. BAB IV PEMBUKAAN RAHASIA KEDOKTERAN Pasal 9 Pembukaan rahasia kedokteran berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 dilakukan tanpa persetujuan pasien dalam rangka kepentingan penegakan etik atau disiplin, serta kepentingan umum. Pembukaan rahasia kedokteran dalam rangka kepentingan penegakan etik atau disiplin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan atas permintaan tertulis dari Majelis Kehormatan Etik Profesi atau Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia. Pembukaan rahasia kedokteran dalam rangka kepentingan umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan tanpa membuka identitas pasien. Kepentingan umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi : a. auditmedis; b. ancaman Kejadian Luar Biasa/wabah penyakit menular; c. penelitiankesehatanuntukkepentingannegara; d. pendidikan atau penggunaan informasi yang akan berguna di masa yang akan datang; dan e. ancamankeselamatanoranglainsecaraindividualataumasyarakat. Dalam hal pembukaan rahasia kedokteran untuk kepentingan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf b dan huruf e, identitas pasien dapat dibuka kepada institusi atau pihak yang berwenang untuk melakukan tindak lanjut sesuai ketentuan peraturan perundang- undangan. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2012 TENTANG RAHASIA KEDOKTERAN BAB IV PEMBUKAAN RAHASIA KEDOKTERAN Pasal 10 1. Pembukaan atau pengungkapkan rahasia kedokteran dilakukan oleh penanggung jawab pelayanan pasien. 2. Dalam hal pasien ditangani/dirawat oleh tim, maka ketua tim yang berwenang membuka rahasia kedokteran. 3. Dalam hal ketua tim sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berhalangan maka pembukaan rahasia kedokteran dapat dilakukan oleh salah satu anggota tim yang ditunjuk. 4. Dalam hal penanggung jawab pelayanan pasien tidak ada maka pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan dapat membuka rahasia kedokteran. Pasal 11 • Penanggung jawab pelayanan pasien atau pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan dapat menolak membuka rahasia kedokteran apabila permintaan tersebut bertentangan dengan ketentuan peraturan perundangundangan. Pasal 12 • Pembukaan rahasia kedokteran harus didasarkan pada data dan informasi yang benar dan dapat dipertanggungjawabkan. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2012 TENTANG RAHASIA KEDOKTERAN BAB IV PEMBUKAAN RAHASIA KEDOKTERAN Pasal 13 1. Pasien atau keluarga terdekat pasien yang telah meninggal dunia yang menuntut tenaga kesehatan dan/atau fasilitas pelayanan kesehatan serta menginformasikannya melalui media massa, dianggap telah melepaskan hak rahasia kedokterannya kepada umum. 2. Penginformasian melalui media massa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memberikan kewenangan kepada tenaga kesehatan dan/atau fasillitas pelayanan kesehatan untuk membuka atau mengungkap rahasia kedokteran yang bersangkutan sebagai hak jawab. Pasal 14 • Dalam hal pihak pasien menggugat tenaga kesehatan dan/atau fasilitas pelayanan kesehatan maka tenaga kesehatan dan/atau fasilitas pelayanan kesehatan yang digugat berhak membuka rahasia kedokteran dalam rangka pembelaannya di dalam sidang pengadilan. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2012 TENTANG RAHASIA KEDOKTERAN BAB V PEMBINAAN DAN PENGAWASAN Pasal 15 1. Kementerian Kesehatan, Konsil Kedokteran Indonesia, Dinas Kesehatan Provinsi, Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, dan organisasi profesi terkait membina dan mengawasi pelaksanaan Peraturan Menteri ini sesuai dengan fungsi dan tugas masing-masing. 2. Dalam rangka melakukan pembinaan dan pengawasan, Menteri, Ketua Konsil Kedokteran Indonesia, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi, dan Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dapat mengambil tindakan administratif sesuai dengan kewenangan masing-masing. 3. Tindakan administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat berupa teguran lisan, teguran tertulis, atau pencabutan surat tanda registrasi, izin praktik tenaga kesehatan dan/atau izin fasilitas pelayanan kesehatan. UU no 29 tahun 2004 Bab VII: Penyelenggaraan Praktik Kedokteran Bagian Ketiga, Paragraf 6: Hak dan Kewajiban Dokter atau Dokter Gigi Pasal 50 • Dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan praktik kedokteran mempunyai hak : • a. memperoleh perlindungan hukum sepanjang melaksanakan tugas sesuai dengan standar profesi dan standar prosedur operasional • b. memberikan pelayanan medis menurut standar profesi dan standar prosedur operasional • c. memperoleh informasi yang lengkap dan jujur dari pasien atau keluarganya; dan • d. menerima imbalan jasa Pasal 51 • Dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan praktik kedokteran mempunyai kewajiban : • a. memberikan pelayanan medis sesuai dengan standar profesi dan standar prosedur operasional serta kebutuhan medis pasien; • b. merujuk pasien ke dokter atau dokter gigi lain yang mempunyai keahlian atau kemampuan yang lebih baik, apabila tidak mampu melakukan suatu pemeriksaan atau pengobatan; • c. merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang pasien, bahkan juga setelah pasien itu meninggal dunia; • d. melakukan pertolongan darurat atas dasar perikemanusiaan, kecuali bila ia yakin ada orang lain yang bertugas dan mampu melakukannya; dan • e. menambah ilmu pengetahuan dan mengikuti perkembangan ilmu kedokteran atau kedokteran gigi UU no 29 tahun 2004 Bab VII: Penyelenggaraan Praktik Kedokteran Bagian Ketiga, Paragraf 7: Hak dan Kewajiban Pasien Pasal 52 • Pasien, dalam menerima pelayanan pada praktik kedokteran, mempunyai hak: • a. mendapatkan penjelasan secara lengkap tentang tindakan medis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat (3); • b. meminta pendapat dokter atau dokter gigi lain; • c. mendapatkan pelayanan sesuai dengan kebutuhan medis; • d. menolak tindakan medis; dan • e. mendapatkan isi rekam medis. Pasal 53 • Pasien, dalam menerima pelayanan pada praktik kedokteran, mempunyai kewajiban : • a. memberikan informasi yang lengkap dan jujur tentang masalah kesehatannya; • b. mematuhi nasihat dan petunjuk dokter atau dokter gigi; • c. mematuhi ketentuan yang berlaku di sarana pelayanan kesehatan; dan • d. memberikan imbalan jasa atas pelayanan yang diterima. ETIKA BIOMEDIS Empat kaidah dasar moral bioetika Beneficence • Kewajiban berbuat baik terhadap manusia dan masyarakat Nonmaleficence • Kewajiban tidak menimbulkan mudarat (first do no harm) Menghormati otonomi pasien • Otonomi : menghormati hak orang untuk mengambil keputusan dan tentang dirinya sendiri • Berkata jujur(truth telling) • Menjaga kerahasiaan (konfidensialitas) • Menjaga kepercayaan, memenuhi kewajiban, menepati janji , dsb Berlaku adil (justice) • Keadilan sosial : tdk membedakan latar belakang orang • Keadilan distributif : didistributifkan sumberdaya kesehatan secara adil • Berlaku fair Beneficence • Kewajiban untuk melakukan ‘yang baik’ terhadap manusia. Asas ini adalah substansi pertama dalam Sumpah Hipokrates (460-377 SM). “Saya akan menerapkan aturan tentang makanan untuk kebaikan orang sakit menurut kemampuan dan penilaian saya; saya akan menjauhkan mereka dari cidera dan ketidakadilan.” • Beauchamp & Childress (filsuf-filsuf kontemporer) menerjemahkan asas beneficence ini utk pelayanan pasien sebagai : Kewajiban mencegah hal yang buruk (evil) atau cidera (harm) Kewajiban menghilangkan hal yang buruk atau cidera Kewajiban melakukan atau meningkatkan yang baik pada pasien Beneficence Kriteria 1. Mengutamakan altruism (menolong tanpa pamrih, rela berkorban untuk kepentingan orang lain) 2. Menjamin nilai pokok harkat dan martabat manusia 3. Memandang pasien/keluarga sebagai sesuatu yang tak hanya menguntungkan dokter 4. Mengusahakan agar kebaikan lebih banyak dibandingkan keburukannya 5. Paternalisme bertanggungjawab/berkasih sayang 6. Menjamin kehidupan baik minimal manusia 7. Pembatasan goal based (sesuai tujuan/kebutuhan pasien) 8. Maksimalisasi pemuasan kebahagiaan/preferensi pasien 9. Minimalisasi akibat buruk 10. Kewajiban menolong pasien gawat darurat 11. Menghargai hak-hak pasien secara keseluruhan 12. Tidak menarik honorarium di luar kewajaran 13. Maksimalisasi kepuasan tertinggi secara keseluruhan 14. Mengembangkan profesi secara terus menerus 15. Memberikan obat berkhasiat namun murah Nonmaleficence • Kewajiban untuk tidak melakukan hal-hal yang buruk atau merugikan terhadap manusia. Asas ini juga sudah ada dalam Sumpah Hippokrates, “Saya akan menjaga mereka terhadap bahaya dan ketidakadilan.” • Asas ini adalah ‘pelengkap’ asas pertama tadi (beneficence). • Nonmaleficence adalah kewajiban untuk tidak menimbulkan mudarat. • Asas ini diungkapkan juga dalam bahasa latin sebagai primum non nocere (pertama-tama tidak berbuat salah). • Beauchamp & Childress menerjemahkan asas nonmaleficence ini untuk pelayanan pasien sebagai : kewajiban untuk tidak menimbulkan cidera atau hal yang buruk pada pasien. • Jika diperhatikan, terjemahan Beauchamp & Childress di atas tentang asas beneficence & nonmaleficence untuk pelayanan pasien, sebenarnya 2 hal yang tidak dapat dipisahkan. • Keduanya bertujuan melakukan yang baik yang sekaligus tentu berarti mencegah atau menghilangkan yang buruk dan cidera pada pasien. • Seakan-akan 2 asas itu adalah 2 sisi dari mata uang yang sama, yang tidak dapat dipisahkan 1 dari yang lain. • Dalam ajaran Islam, 2 asas itu selalu disebut dalam 1 kalimat : Amar ma’ruf (beneficence) nahi mungkar (nonmaleficence) Non-maleficence Kriteria 1. Menolong pasien emergensi : Dengan gambaran sbb : - pasien dalam keadaan sangat berbahaya (darurat) / berisiko kehilangan sesuatu yang penting (gawat) - dokter sanggup mencegah bahaya/kehilangan tersebut - tindakan kedokteran tadi terbukti efektif - manfaat bagi pasien > kerugian 2. Mengobati pasien yang luka 3. Tidak membunuh pasien ( euthanasia ) 4. Tidak menghina/mencaci maki/ memanfaatkan pasien 5. Tidak memandang pasien hanya sebagai objek 6. Mengobati secara proporsional 7. Mencegah pasien dari bahaya 8. Menghindari misrepresentasi dari pasien 9. Tidak membahayakan pasien karena kelalaian 10. Memberikan semangat hidup 11. Melindungi pasien dari serangan Menghormati Otonomi Pasien • Otonomi = hak untuk memutuskan sendiri dalam hal-hal yang menyangkut diri sendiri • Hak otonomi pasien adalah hak pasien untuk mengambil keputusan dan menentukan sendiri tentang kesehatan, kehidupan, dan malahan secara ekstrim tentang kematiannya. • Ini berlawanan dengan budaya tradisional Hippokrates, di mana umumnya dokterlah yang menentukan apa yg dianggapnya paling baik untuk pasien. Autonomy Kriteria 1. Menghargai hak menentukan nasib sendiri, menghargai martabat pasien 2. Tidak mengintervensi pasien dalam membuat keputusan (kondisi elektif) 3. 4. 5. 6. 7. 8. Berterus terang Menghargai privasi Menjaga rahasia pasien Menghargai rasionalitas pasien Melaksanakan informed consent Membiarkan pasien dewasa dan kompeten mengambil keputusan sendiri 9. Tidak mengintervensi atau menghalangi otonomi pasien 10. Mencegah pihak lain mengintervensi pasien dalam mengambil keputusan termasuk keluarga pasien sendiri 11. Sabar menunggu keputusan yang akan diambil pasien pada kasus non emergensi 12. Tidak berbohong ke pasien meskipun demi kebaikan pasien 13. Menjaga hubungan (kontrak) Keadilan (Justice) • Asas keadilan lahir dari hak asasi manusia; setiap orang berhak untuk mendapat pelayanan kesehatan yang adil, karena kesehatan adalah hak yang sama bagi setiap warga negara. Hak ini dijamin dalam amandemen UUD 1945. • Keadilan dalam pelayanan kesehatan berarti perlakuan yang sama pada kasus yang sama, tanpa melihat latar belakang seseorang. • Dalam Lafal Sumpah Dokter Indonesia, asas keadilan terungkap sbb : Saya akan berikhtiar dengan sungguh-sungguh supaya saya tidak terpengaruh oleh pertimbangan keagamaan, kebangsaan, kesukuan, politik kepartaian, atau kedudukan sosial dalam menunaikan kewajiban terhadap penderita. • Keadilan dalam lafal sumpah di atas adalah bersikap fair dalam hubungan dokter pasien. • Keadilan dapat juga berarti keadilan distributif, yaitu keadilan dalam distribusi sumber daya kesehatan antara 1 daerah dan daerah lain. Justice Kriteria 1. Memberlakukan sesuatu secara universal 2. Mengambil porsi terakhir dari proses membagi yang telah ia lakukan 3. Memberi kesempatan yang sama terhadap pribadi dalam posisi yang sama 4. Menghargai hak sehat pasien 5. Menghargai hak hukum pasien 6. Menghargai hak orang lain 7. Menjaga kelompok yang rentan 8. Tidak melakukan penyalahgunaan 9. Bijak dalam makro alokasi 10. Memberikan kontribusi yang relative sama dengan kebutuhan pasien 11. Meminta partisipasi pasien sesuai kemampuannya 12. Kewajiban mendistribusikan keuntungan dan kerugian (biaya, beban, sanksi) secara adil 13. Mengembalikan hak kepada pemiliknya pada saat yang tepat dan kompeten 14. Tidak member beban berat secara tidak merata tanpa alas an tepat/sah 15. Menghormati hak populasi yang sama-sama rentan penyakit/gangguan kesehatan 16. Tidak membedakan pelayanan pasien atas dasar SARA, status social, dsb Kaidah Bioetika • Non Maleficence / Tidak Merugikan • Menghindari apa yang dapat membahayakan pasien atau apa yang melawan keinginan pasien • Tidak melukai pasien atau menyebabkan rasa sakit yang tidak perlu • Beneficence / Berbuat Baik • Melakukan hal yang terbaik dan sesuai dengan keinginan pasien • Wajib dilakukan apabila mampu melakukannya • Autonomy • Setiap orang memiliki hak untuk membuat keputusan mereka sendiri dan mengembangkan rencana hidup mereka • Jangan melakukan tindakan pada pasien tanpa persetujuan dari pasien sendiri atau walinya (pasien maupun wali harus kompeten dan bebas dari ancaman apapun) Beauchamp and Childress, Principles of Biomedical Ethics • Justice • Mendistribusikan baik barang maupun jasa dengan adil • Umum keadilan menururt kehendak undang-undang, yang harus ditunaikan demi kepentingan umum • Distributif keadilan yang memberikan kepada masing-masing orang apa yang menjadi haknya, dimana yang jadi subjek hak adalah individu, sedangkan subjek kewajiban adalah masyarakat (antar individu/masyarakat dengan negara) • Komutatif keadilan yang memberikan kepada masing-masing orang apa yang jadi bagiannya, yang diutamakan adalah objek tertentu yang merupakan hak dari seseorang (antar individu) Erlanger Medical Ethics Orientation Manual Beauchamp and Childress, Principles of Biomedical Ethics SURAT KETERANGAN DOKTER Pedoman memberikan surat keterangan • BAB I Pasal 7 KODEKI: “Seorang dokter hanya memberi keterangan dan pendapat yang telah diperiksa sendiri kebenarannya” • BAB II Pasal 12 KODEKI: “Setiap dokter wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang seorang pasien bahkan juga setelah pasien meninggal dunia” • Paragrap 4, Pasal 48 UU No.29/2004 tentang Paraktik Kedokteran: Kepentingan kesehatan pasien, rahasia kedoteran hanya dapat dibuka untuk memenuhi permintaan aparatur penegak hukum, atas permintaan pasien atau berdasarkan ketentuan perundangundangan Jenis-jenis Surat Keterangan (SK) Dokter • Surat Keterangan Lahir • Surat Keterangan Meninggal • • Surat Keterangan Sehat (untuk asuransi jiwa, SIM, • menikah, lamaran kerja, Pendidikan, dsb) • Surat Keterangan Sakit untuk • Istirahat Kesehatan Surat Keterangan Cuti Melahirkan Surat Keterangan Ibu Hamil Bepergian dengan Pesawat Udara Visum et Repertum (perkosaan, pembunuhan, trauma, autopsy forensic, • Surat Keterangan Cacat dsb) • Surat Keterangan Pelayanan • Laporan Penyakit Menular Medis untuk Penggantian Biaya dari Asuransi • Kuitansi Surat Keterangan Lahir • SK Kelahiran berisi waktu (tanggal & jam) lahirnya bayi, jenis kelamin, berat badan dan nama orangtua • SK kelahiran wajib diisi sesuai keadaan sebenarnya • Kadang pasien meminta agar anak adopsi diberikan SK kelahiran sebagai anak kandungnya sendiri, atau anak yg lahir diluar negeri diminta SK kelahiran di Indonesia untuk alasan kewarganegaraan Surat Keterangan Meninggal a. SK untuk keperluan penguburan: perlu dicantumkan identitas jenazah, tempat & waktu meninggal b. SK (laporan) kematian • Perlu dicantumkan sebab kematian sesuai pengetahuan dokter, karena bedah mayat klinik blm bisa dilakukan, maka dicantumkan penyebab kematian klinik saja • Perlu dicantumkan lama menderita sakit hingga meninggal dunia • Jika jenazah akan diangkat keluar daerah atau keluar negeri, perlu diperhatikan apakah terdapat kematian karena penyakit menular atau tidak Surat Keterangan Sehat Untuk Asuransi Jiwa Dalam menulis SK untuk asuransi jiwa sebaiknya diperhatikan: • Laporan harus objektif, tidak dipengaruhi keinginan calon nasabah atau agen asuransi jiwa yang bersangkutan • Sebaiknya jangan menguji kesehatan calon nasabah yg masih atau pernah menjadi pasien sendiri untuk menghindari kesulitan mempertahankan kerahasiaan pasien. • Jangan beritahu calon ttg hasil pemeriksaan, langsung serahkan pada perusahaan asuransi Untuk memperoleh SIM Darat, Laut, Udara • Pengujian kesehatan untuk memperoleh SIM penting untuk mengetahui apakah menderita penyakit yg membahayakan, misalnya epilepsy • Bagi supir-supir taksi, bus umum, masinis kereta api dan pilot pesawat udara tidak hanya perlu sehat fisik, tetapi juga perlu diperiksa status mental Untuk Menikah • Di negara maju lazim dilakukan premarital counselling untuk membicarakan masalah yg akan dihadapi suami istri, baik mengenai pekerjaan, kegiatan social dan KB. Dokter juga memberikan edukasi reproduksi & pendidikan seks • Dokter wajib merahasiakan hasil pemeriksaan. Misal jika saat pemeriksaan dokter mendapatkan suami menderita TB paru/ azoospermia atau istri dengan aplasia uteri, dokter hanya memberikan hasil pemeriksaan pada mereka masing-masing, selanjutnya terserah calon suami istri apakah akan memberitahukan hal tsb kepada pasangannya Surat Keterangan Sakit untuk Istirahat • Dokter harus berhati-hati memberikan SK sakit karena bisa saja pasien menyalahgunakannya • Misalnya untuk mengunjungi keluarga, menghindari sidang peradilan, menambah masa cuti tahunan, dsb • SK cuti sakit palsu dapat menyebabkan dokter dituntut menurut pasal 263 dan 267 KUHP Surat Keterangan Cacat • Dokter harus waspada terhadap simulasi atau agravasi saat memberikan SK tingkat cacat seorang pekerja akibat kecelakaan di tempat kerja • Jumlah tunjangan yg akan diberikan kepada pekerja tsb tergantung dari hasil pemeriksaan oleh dokter ttg cacatnya Surat Keterangan Pelayanan Medis untuk Penggantian Biaya dari Asuransi Kesehatan • Berisi identitas pasien & pernyataan pemberian kuasa pasien/ wali pasien kepada dokter, untuk memberikan data medisnya kepada perusahaan asuransi bersangkutan • Dalam formulir klaim asuransi perlu dicantumkan pernyataan pasien/ wali sebagai berikut Dengan ini, saya yang bertanda tangan dibawah ini, sebagai pasien/ wali pasien yang sah, memberi izin pada pihak penyedia pelayanan kesehatan untuk menjelaskan semua tindakan yang diperlukan, demi kesehatan saya kepada PT asuransi X untuk mendapatkan semua informasi lain yang diperlukan bagi penyedia layanan kesehatan atau pihak lain sehubungan dengan verifikasi dan penggantian biaya dari pelayanan kesehatan yang diberikan kepada saya atau pasien yang saya walikan Surat Keterangan Cuti Melahirkan • Hak cuti melahirkan ibu adalah 3 bulan, yaitu 1 bulan sebelum dan 2 bulan sesudah melahirkan • Tujuannya agar ibu cukup istirahat dan mempersiapkan dirinya dalam mempersiapkan proses persalinan, dan mulai bekerja kembali setelah habis masa nifas Surat Keterangan Ibu Hamil Bepergian dengan Pesawat Udara • Sesuai peraturan International Aviation, Ibu hamil tidak dibenarkan bepergian dengan peswat udara jika: a. Hiperemis atau emesis gravidarum b. Hamil dengan komplikasi (perdarahan, preeklamsia, dsb) c. Hamil 36 minggu atau lebih d. Hamil dengan penyakit-penyakit lain yang berisiko Visum et Repertum (VeR) • VeR merupakan surat yang dikeluarkan dokter untuk polisi dan pengadilan • VeR berisi laporan tertulis ttg apa yang dilihat dan ditemukan dari bendabenda/ korban yg diperiksa VeR dapat diminta untuk orang hidup, misal korban luka akibat kekerasan, keracunan, perkosaan dan kasus psikiatri. • Kasus perkosaan: terdapat kesulitan jika korban dikirim terlambat krn hasil pemeriksaan tdk menunjukkan keadaan sebenarnya, missal luka pada tubuh/ genitalia sudah sembuh atau semen (-), dsb • Bedah mayat kedokteran kehakiman: Harus objektif, dengan istilah yang mudah dipahami, berdasarkan apa yg dilihat & ditemukan, sehingga tidak dipanggil berulang kali untuk keterangan tambahan Laporan Penyakit Menular • Kewajiban mengatur penyakit menular di Indonesia diatur dalam UU No. 6 tahun 1962 tentang Wabah • Dalam hal ini, kepentingan umum harus diutamakan • Pasal 50 KUHP berbunyi: Tiada boleh dihukum barang siapa melakukan perbuatan untuk menjalankan undang-undang • Bila penganut aliran mutlak untuk tidak membuka rahasia jabatan taat pada pendiriannya, maka ia melanggar pasal tersebut dan membahayakan masyarakat karena membiarkan penyakit menular berlangsung tanpa tindakan yg diperlukan Kuitansi Masalah yg dapat timbul, misalnya: • Perusahaan menggganti biaya pengobatan sebesar 50%. Pasien meminta agar di kuitansi ditulis 2x lipat agar seluruh biaya pengobatan ditanggung perusahaan • Pasien meminta agar imbalan jasa dokter dinaikkan dari imbalan jasa sebenarnya, serta dibagi 50-50% anta dokter & pasien • Pasien meminta biaya transportasi dimasukkan dalam kuitansi berobat Sanksi Hukum • Seorang dokter seharusnya mengeluarkan SK berdasarkan keadaan sebenarnya dan dapat dibuktikan kebenarannya • Penyimpangan dalam pembuatan SK selain tidak etis juga melanggar • Pasal 267 KUHP: 1. Seorang dokter yang dengan sengaja memberikan surat keterangan palsu tentang ada atau tidaknya penyakit, kelemahan atau cacat diancam dengan hukuman penjara paling lama empat tahun 2. Jika keterangan diberikan dengan maksud untuk memasukkan seseorang kedalam rumah sakit gila atau untuk menahannya disitu, dijatuhkan hukuman penjara paling lama delapan tahun enam bulan 3. Diancam dengan pidana yang sama, barangsiapa dengan sengaja memberikan surat keterangan palsu itu seolah-olah isinya sesuai dengan kebenaran • Pasal 179 KUHP 1. Setiap orang yang diminta pendapatnya sebagai ahli kedokteran kehakiman atau dokter atau ahli lainnya wajib memberikan keterangan ahli demi keadilan 2. Semua ketentuan tersebut diatas untuk saksi berlaku juga bagi mereka yang memberikan keterangan ahli, dengan ketentuan bahwa mereka mengucapkan sumpah atau janji akan memberikan keterangan yang sebaik-baiknya dan sebenar-benarnya menurut pengetahuan dalam bidang keahliannya Kasus Dokter A • Berpraktik di 3 tempat dengan 3 SIP berbeda PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2052/MENKES/PER/X/2011 Pasal 4 (1) SIP Dokter dan Dokter Gigi diberikan paling banyak untuk 3 (tiga) tempat praktik, baik pada fasilitas pelayanan kesehatan milik pemerintah, swasta, maupun praktik perorangan. (2) SIP 3 (tiga) tempat praktik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berada dalam kabupaten/kota yang sama atau berbeda di provinsi yang sama atau provinsi lain. Dokter dan dokter gigi yang memiliki SIP, tidak perlu mendapat SIP setempat untuk memberikan pelayanan kedokteran atau konsultasi dalam hal: A. Diminta o/ suatu faskes dalam rangka pemenuhan pelayanan kedokteran yang bersifat khusus, yang tidak terus menerus atau tidak berjadwal tetap B. Dalam rangka bakti sosial/kemanusiaan C. Dalam rangka tugas kenegaraan D. Dalam rangka melakukan penanganan bencana atau pertolongan darurat lainnya E. Dalam rangka memberikan pertolongan pelatanan kedokteran kepada keluarga, tetangga, teman, pelayanan kunjungan rumah dan pertolongan masyarakat tidak mampu yang sifatnya insidentil Jasa konsultasi online • UU 29 thn 2004 Pasal 35 • (1) Dokter atau dokter gigi yang telah memiliki surat tanda registrasi mempunyai wewenang melakukan praktik kedokteran sesuai dengan pendidikan dan kompetensi yang dimiliki, yang terdiri atas : • • • • • • • • • • mewawancarai pasien memeriksa fisik dan mental pasien menentukan pemeriksaan penunjang menegakkan diagnosis menentukan penatalaksanaan dan pengobatan pasien melakukan tindakan kedokteran atau kedokteran gigi menulis resep obat dan alat kesehatan menerbitkan surat keterangan dokter atau dokter gigi menyimpan obat dalam jumlah dan jenis yang diizinkan; dan meracik dan menyerahkan obat kepada pasien, bagi yang praktik di daerah terpencil yang tidak ada apotek. • KODEKI Pasal 8 : Profesionalisme • Seorang dokter wajib, dalam setiap praktik medisnya, memberikan pelayanan secara berkompeten dengan kebebasan teknis dan moral sepenuhnya, disertai rasa kasih sayang (compassion) dan penghormatan atas martabat manusia. • Cakupan pasal: • (1) Seorang dokter yang akan menjalankan praktek wajib memiliki kompetensi dan kewenangan sesuai ketentuan yang berlaku sebagai prasyarat sekaligus kesinambungan profesionalisme. • (2) Setiap dokter seharusnya menyadari bahwa penyimpangan etika sudah dimulai sejak dirinya menjadi dokter bermasalah. • (3) Setiap dokter bermasalah wajib memahami bahwa kekurangan tanggungjawab dirinya berpeluang menjadi konflik etikolegal dengan teman sejawat sesama profesional di fasilitas pelayanan kesehatan UU no 29 tahun 2004 Bab VII Penyelenggaraan Praktik Kedokteran Pasal 50 • Dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan praktik kedokteran mempunyai hak : • b. memberikan pelayanan medis menurut standar profesi dan standar prosedur operasional Pasal 51 • Dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan praktik kedokteran mempunyai kewajiban : • a. memberikan pelayanan medis sesuai dengan standar profesi dan standar prosedur operasional serta kebutuhan medis pasien; • c. merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang pasien, bahkan juga setelah pasien itu meninggal dunia; • e. menambah ilmu pengetahuan dan mengikuti perkembangan ilmu kedokteran atau kedokteran gigi Menyebarkan kasus kesembuhan pasien • Dalam Pasal 16 Kode Etik Kedokteran Indonesia disebutkan bahwa: • Setiap dokter wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang seorang pasien, bahkan juga setelah pasien itu meninggal dunia. • Pasal 48 UU Praktik Kedokteran: • Setiap dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan praktik kedokteran wajib menyimpan rahasia kedokteran. • Rahasia kedokteran dapat dibuka hanya untuk kepentingan kesehatan pasien, memenuhi permintaan aparatur penegak hukum dalam rangka penegakan hukum, permintaan pasien sendiri, atau berdasarkan ketentuan perundangundangan. • Ketentuan lebih lanjut mengenai rahasia kedokteran diatur dengan Peraturan Menteri. Pasal 10 ayat (2) Permenkes 269/2008: • Informasi tentang identitas, diagnosis, riwayat penyakit, riwayat pemeriksaan, dan riwayat pengobatan dapat dibuka dalam hal: • untuk kepentingan kesehatan pasien; • memenuhi permintaan aparatur penegak hukum dalam rangka penegakan hukum atas perintah pengadilan; • permintaan dan/atau persetujuan pasien sendiri; • permintaan institusi/lembaga berdasarkan ketentuan perundang-undangan; dan • untuk kepentingan penelitian, pendidikan, dan audit medis, sepanjang tidak menyebutkan identitas pasien. • Pasal 4 : Memuji diri • Setiap dokter wajib menghindarkan diri dari perbuatan yang bersifat memuji diri. Surat keterangan sakit • Pasal 267 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana • Seorang dokter yang dengan sengaja memberikan surat keterangan palsu tentang ada atau tidaknya penyakit, kelemahan atau cacat, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun. • Jika keterangan diberikan dengan maksud untuk memasukkan seseorang ke dalam rumah sakit jiwa atau untuk menahannya di situ, dijatuhkan pidana penjara paling lama delapan tahun enam bulan. • Diancam dengan pidana yang sama, barang siapa dengan sengaja memakai surat keterangan palsu itu seolah-olah isinya sesuai dengan kebenaran. • Pasal 7 Kode Etik Kedokteran Indonesia • karena seorang dokter wajib hanya memberikan surat keterangan dan pendapat yang telah diperiksa sendiri kebenarannya. UU 36 thn 2000 Pasal 57 • (1) Setiap orang berhak atas rahasia kondisi kesehatan pribadinya yang telah dikemukakan kepada penyelenggara pelayanan kesehatan. • (2) Ketentuan mengenai hak atas rahasia kondisi kesehatan pribadi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku dalam hal: • a. perintah undang-undang • b. perintah pengadilan • c. izin yang bersangkutan • d. kepentingan masyarakat; atau • e.kepentingan orang tersebut. Pasal 7 KODEKI disebutkan contoh surat keterangan dokter, antara lain adalah: • surat keterangan sakit atau sehat (fisik dan mental); • surat keterangan kelahiran atau kematian; • surat keterangan cacat (disabilitas); • surat keterangan gangguan jiwa/demensia; • surat keterangan untuk asuransi jiwa, untuk perkawinan, bepergian ke luar negeri, telah imunisasi, dan lain-lain; • surat keterangan laik diwawancara, disidangkan, dihukum (kaitan dengan perkara pidana); • surat keterangan pengidap (untuk rehabilitasi) atau bebas narkotika /psikotropika; • visum et repertum. Endorse produk • Pasal 3 : Kemandirian Profesi • Dalam melakukan pekerjaan kedokterannya, seorang dokter tidak boleh dipengaruhi oleh sesuatu yang mengakibatkan hilangnya kebebasan dan kemandirian profesi • (5) Dalam kehadirannya pada temu ilmiah, setiap dokter dilarang mengikatkan diri untuk mempromosikan/meresepkan barang/produk dan jasa tertentu, apapun bentuk bantuan sponsorshipnya. Sumpah Dokter Indonesia • Lafal sumpah dokter Indonesia sesuai dengan PP No. 26 tahun 1960 diperbaharui dengan SK Menkes RI No. 434/Menkes/SK/X/1983 • Sumpah dokter Indonesia berdasarkan Sumpah Hippocrates dan Deklarasi Jenewa dari WMA 1948