Uploaded by Aulia Febrianti

bab 4 Rifqi

advertisement
39
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Tinggi Tanaman
Panjang Batang (cm)
Grafik Pertumbuhan Tinggi Tanaman
Phaseolus radiatus Hari ke-7
15
10
5
0
1
2
3
4
5
gelap
12
10
11
10
11
sedang
9
9,5
8
8
12,5
terang
10
9,5
10
11
10
Tanaman ke-x
Gambar 4.1 Grafik Pertumbuhan Tinggi Phaseolus radiatus Pada
hari ke-7
Data yang diperoleh dari nilai tinggi adalah diukur berdasarkan
hari ke-7. Perlakuan gelap dilakukan dengan perlakuan menutup
medium tumbuh dengan menggunakan kardus. Hasil yang
didapatkan adalah mengalami pertumbuhan tinggi pada hari ke-7
adalah sebagaimana gambar 4.1. Rerata hasil adalah 10,8 cm. Hasil
pada perlakuan intensitas cahaya sedang adalah dengan
memperlakukan medium tumbuh dari tanaman Phaseolus radiatus
dengan ditutupi oleh kardus dengan diberi lubang berbentuk kotak
dengan ukuran 7 cm. Data yang diperoleh dari perlakuan ini adalah
sebagaimana gambar 4.1, dengan rerata pertumbuhan tinggi adalah
9,4 cm. Sedangkan pada perlakuan kondisi terang dihasilkan data
sebagaimana gambar 4.1, dengan rerata pertumbuhan tinggi
tanaman adalah 10,1 cm. Hal ini nampaknya kurang sesuai dengan
literatur khususnya pada hasil perlakuan cahaya sedang
40
dibandingkan dengan perlakuan cahaya terang. Rata-rata yang data
pada perlakuan cahaya sedang adalah lebih rendah daripada
perlakuan cahaya terang. Tumbuhan yang diletakkan ditempat
gelap akan tumbuh lebih cepat daripada yang diletakkan di tempat
yang terkena cahaya. Akan tetapi tumbuhan menjadi pucat karena
kekurangan klorofil, kurus, dan daun tidak berkembang.
Tumbuhan seperti itu disebut mengalami etiolasi (Maghfiroh,
2017).
Pertumbuhan batang mengalami perbedaan dari ketiga
perlakuan tersebut. Perlakuan cahaya gelap menghasilkan bentuk
batang yang kurang kuat dan kecil. Sedangkan pada perlakuan pada
cahaya sedang, terlihat arah pertumbuhan tidak lurus dan
cenderung membelok ke arah lubang yang diberikan pada kardus
pada perlakuan cahaya sedang. Sedangkan pada perlakuan cahaya
terang diketahui bahwa walaupun tinggi yang didapatkan kurang,
namun batang terlihat kokoh dan berdiameter besar. Hal ini
nampaknya sesuai dengan literatur yang menyatakan bahwa
pengaruh intensitas cahaya terhadap proses fisiologi akan terlihat
pada keadaan morfologi tanaman. Intensitas cahaya tinggi
menyebabkan sel-sel daun lebih kecil, tilakoid mengumpul, dan
klorofil lebih sedikit, sehingga ukuran daun lebih kecil dan tebal.
Selain itu jumlah daun lebih banyak dengan stomata lebih kecil
ukurannya dan tekstur daun lebih keras tanaman yang mendapat
intensitas cahaya tinggi daunnya lebih tebal, ukuran daun lebih
kecil, ruas batang lebih pendek (Buntoro dkk, 2014). Kekurangan
cahaya akan mengganggu proses fotosintesis dan pertumbuhan,
meskipun kebutuhan cahaya tergantung pada jenis tumbuhan.
Selain itu, kekurangan cahaya saat perkecambahan berlangsung
akan menimbulkan gejala etiolasi dimana batang kecambah akan
tumbuh lebih cepat namun lemah dan daunnya berukuran kecil,
tipis dan bewarna pucat (tidak hijau). Semua ini terjadi dikarenakan
tidak adanya cahaya sehingga dapat memaksimalkan fungsi auksin
untuk pemanjangan sel-sel tumbuhan. Sebaliknya, tumbuhan yang
tumbuh di tempat terang menyebabkan tumbuhan tumbuh lebih
lambat dengan kondisi relative pendek, daun berkembang baik
lebih lebar, lebih hijau, tampak lebih segar dan batang kecambah
lebih kokoh (Haryadi dkk, 2017).
Pertumbuhan tinggi tanaman tak lepas dari peran hormon
auksin. Hormon auksin yang merupakan zat pengatur tumbuh pada
tumbuhan meregulasi tentang pemanjangan sel sehingga hal
tersebut menghasilkan pertumbuhan tinggi. Zat pengatur tumbuh
golongan auksin seperti NAA, IAA, IBA, dan 2,4-D berfungsi
dalam meningkatkan tekanan osmotik, permeabilitas sel,
mengurangi tekanan pada dinding sel, meningkatkan plastisitas
dan mengembangkan dinding sel, serta meningkatkan sintesis
protein. Di samping itu auksin berperan menstimulir pemanjangan
dan pembesaran sel (Widyastoety, 2014). Pertumbuhan yang
diinduksi auksin juga telah terbukti dihambat oleh buffer netral,
selama kutikula telah dibatalkan. Fusicoccin, sebuah phytotoxin,
menstimulasi ekstrusi proton yang cepat dan pertumbuhan
sementara pada bagian-bagian batang dan koleoptil. Dan akhirnya,
protein pengungkit dinding yang disebut expansin telah
diidentifikasi di dinding sel berbagai spesies tanaman. Pada nilai
pH asam, ekspansin melonggarkan dinding sel dengan
melemahkan ikatan hidrogen antara komponen polisakarida
dinding. Hormon auksin juga mempengaruhi pembelokan yang
terjadi pada perlakuan cahaya sedang. Menurut hipotesis saat ini,
gradien dalam fosforilasi fototropin menginduksi pergerakan
auksin ke sisi teduh dari koleoptil. Setelah auksin mencapai sisi
yang teduh dari ujung, itu diangkut secara basipetal ke zona
perpanjangan, di mana ia merangsang pemanjangan sel. Akselerasi
pertumbuhan pada sisi yang teduh dan perlambatan pertumbuhan
pada sisi yang diterangi (pertumbuhan diferensial) meningkatkan
kelengkungan ke arah cahaya (Taiz and Zeiger, 2003).
40
Gambar 4.2 Bukti bahwa redistribusi lateral auksin dirangsang oleh
cahaya searah dalam coleoptiles jagung.
Pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan dipengaruhi oleh
faktor internal dan eksternal. Faktor internal meliputi faktor genetis
dan faktor fisiologis. Faktor fisiologis meliputi hormon dan
vitamin, hormon-hormon yang mempengaruhi pertumbuhan dan
perkembangan tumbuhan adalah auksin, giberelin, etilen, sitokinin,
asam abisat, kalin, dan asam traumalin. Sedangkan faktor eksternal
meliputi temperatur, cahaya matahari, air, pH, oksigen, dan nutrisi
(Somianingsih, 2018).
4.1 Jumlah Daun
Jumlah daun
Grafik Jumlah Daun Pada Tanaman
Phaseolus radiatus pada hari ke -7
5
4
3
2
1
0
1
2
3
4
5
gelap
2
2
2
2
2
sedang
2
2
2
2
2
terang
3
3
4
4
4
Tanaman ke-x
Berdasarkan data di atas, diketaui bahwa perlakuan cahaya
gelap dan cahaya sedang memiliki jumlah daun yang sama yaitu 2
buah. Sedangkan pada perlakuan cahaya terang, menghasilkan
pertumbuhan jumla daun berjumlan 3 buah dan 4 buah. Hal ini
sesuai dengan literatur yang menyatakan bahwa pertambahan dan
penurunan jumlah daun yang terjadi merupakan salah satu
pengaruh dari intensitas cahaya yang diterima oleh tanaman
sehingga hal ini berdampak pada proses fotosintesis tanaman
tersebut. Cahaya merupakan faktor yang mempengaruh suatu
tanaman karena cahaya sangat penting dalam penyediaan sumber
energi melalui proses fotosintesis untuk menghasilkan sel baru,
pertambahan bahan kering, serta perbanyakan daun disetiap
anakannya. Semakin rendah jumlah daun maka luas daun yang
didapat semakin menurun Intensitas cahaya yang rendah, tanaman
menghasilkan daun lebih besar, lebih tipis dengan lapisan
epidermis tipis, jaringan palisade sedikit, ruang antar sel lebih lebar
dan jumlah stomata lebih banyak. Sebaliknya pada tanaman yang
menerima intensitas cahaya tinggi menghasilkan daun yang lebih
kecil, lebih tebal, lebih kompak dengan jumlah stomata lebih
40
sedikit, lapisan kutikula dan dinding sel lebih tebal dengan ruang
antar sel lebih kecil dan tekstur daun keras (Widiastuti dkk, 2004).
Hormon auksin memiliki peran dalam hal pembentukan
jumlah daun. Ternyata pengaruh auksin terhadap pertumbuhan
jumlah daun memiliki hubungan yang positif. Semakin banyak
kadar auksin yang mencapai batas maksimum maka daun akan
mengalami pertambahan jumlah. Namun ketika terjadi deetiolasi,
maka membuat jumlah daun semakin sedikit karena sebagian
jumlah auksin ditransportasikan menuju ke zona permanjangan sel.
Percobaan menghasilkan data bahwa pemaparan auksin dengan
waktu lama akan menghasilkan jumla daun yang tumbuh semakin
banyak (Purwanti dkk, 2014). Selain intensitas cahaya, jumlah
daun juga dipengaruhi oleh jumlah nutrisi yang diberikan (Malik,
2015).
4.1 Warna Batang dan Daun
Gambar 4.3. Foto tanaman dengan perlakuan cahaya gelap.
Gambar 4.5 Foto tumbuan dengan perlakuan cahaya sedang.
Gambar 4.6 Foto tumbuhan dengan perlakuan cahaya terang.
40
Tabel 4.1 Warna Batang dan Daun Tumbuan Phaseolus radiatus
No
Perlakuan
Tanaman ke1
2
3
4
5
1
Gelap
hijau
hijau
hijau
hijau
Hijau
2
Sedang
Hijau
hijau
hijau
hijau
hijau
3
Terang
hijau
hijau
Hijau
hijau
hijau
Berdasarkan data pada tabel 4.1 diketaui bahwa semua
parameter memiliki warna daun dan batang hijau. Hal ini kurang
sesuai dengan literatur yang menyatakan bahwa Kekurangan
cahaya akan mengganggu proses fotosintesis dan pertumbuhan,
meskipun kebutuhan cahaya tergantung pada jenis tumbuhan.
Selain itu, kekurangan cahaya saat perkecambahan berlangsung
akan menimbulkan gejala etiolasi dimana batang kecambah akan
tumbuh lebih cepat namun lemah dan daunnya berukuran kecil,
tipis dan bewarna pucat (tidak hijau) (Haryadi dkk, 2017). Akibat
kekurangan cahaya tumbuhan menjadi pucat karena kekurangan
klorofil, kurus, dan daun tidak berkembang. Tumbuhan seperti itu
disebut mengalami etiolasi (Maghfiroh, 2017).
Ketidaksesuaian data yang didapatkan dikarenakan faktor
cahaya yang mengenai tumbuhan. Cahaya yang mengenai
tumbuhan berasal dari perlakuan penyiraman yang terlalu lama
sehingga adaptasi tumbuan untuk membentu klorofil menjadi lebih
lama. Sehingga pembentuan pigmen klorofil mengakibatkan warna
daun dan batang menjadi hijau (Taiz and Zeiger, 2003).
4.1 Transduksi Sinyal Fototropisme
Transduksi sinyal fototropisme meliputi kinerja dari protein
fototropin. Phototropin adalah protein kinase autofosforilasi yang
aktivitasnya dirangsang oleh cahaya biru. Spektrum aksi untuk
aktivasi cahaya-biru dari aktivitas kinase sangat cocok dengan
spektrum aksi untuk fototropisme, termasuk beberapa puncak di
wilayah biru. Phototropin 1 menampilkan gradien lateral dalam
fosforilasi selama paparan cahaya biru unilateral dengan fluensi
rendah (Taiz and Zeiger, 2003).
Menurut hipotesis saat ini, gradien dalam fosforilasi
fototropin menginduksi pergerakan auksin ke sisi teduh dari
koleoptil. Setelah auksin mencapai sisi yang teduh dari ujung, itu
diangkut secara basipetal ke zona perpanjangan, di mana ia
merangsang pemanjangan sel. Akselerasi pertumbuhan pada sisi
yang teduh dan perlambatan pertumbuhan pada sisi yang diterangi
(pertumbuhan diferensial) meningkatkan kelengkungan ke arah
cahaya (Taiz and Zeiger, 2003).
Gambar 4.7 Mekanism aktivasi expansin (Taiz and Zeiger, 2003).
Fitokrom dan kriptokrom mengatur pemanjangan sel terutama
melalui dua kelas faktor transkripsi yang memiliki fungsi
40
berlawanan. Fakta berinteraksi fitokrom ,. (PIN, kelas faktor halixloop-helix (bHLH) dasar, adalah regulator positif utama dari
pemanjangan sel tunas. Phyto-chromes yang diaktifkan foto
menonaktifkan PIF dengan menghambat aktivitas pengikatan
DNA mereka dan mempromosikan fosforilasi, ubiquitinalion, dan
degradasi) Beberapa PIF juga tidak aktif oleh interaksi langsung
dengan kriptokrom. Hipokotil memanjang (HY5), GATA2 / 4, dan
faktor beta-kotak termasuk BZS1 adalah regulator negatif dari
pemanjangan sel, dan mereka terdegradasi dalam gelap melalui E3
ubiquitin ligase fotomorfogenik konstitutif fotomorfogenik.
(CON), yang dinonaktifkan oleh phythochromes dan
cryptochromes (Chaiwanon dkk, 2016).
Gambar 4.8 Tranduksi sinyal elongasi sel (Caiwanon, 2016).
Daftar Pustaka
Buntoro, B. H., Rogomulyo, R., & Trisnowati, S. (2014). Pengaruh
Takaran Pupuk Kandang dan Intensitas Cahaya Terhadap
Pertumbuhan dan Hasil Temu Putih (Curcuma zedoaria L.).
Vegetalika, 3(4), 29-39.
Chaiwanon, J., Wang, W., Zhu, J. Y., Oh, E., & Wang, Z. Y.
(2016). Information integration and communication in plant
growth regulation. Cell, 164(6), 1257-1268.
Haryadi, R., Darmiyana, D., Asih, E. E. S., Masitoh, E. S.,
Afriyanti, I. N., Anggriani, N. D., & Wijayanti, F. (2017).
KARAKTERISTIK
CABAI
MERAH
YANG
DIPENGARUHI CAHAYA MATAHARI. Gravity: Jurnal
Ilmiah Penelitian dan Pembelajaran Fisika, 3(1).
Maghfiroh, J. 2017. Pengaru Intensitas Cahaya Terhadap
Pertumbuhan Tanaman. Prosiding Seminar Nasional
Pendidikan Biologi dan Biologi
Malik, N. (2015). PERTUMBUHAN JUMLAH DAUN
TANAMAN SAMBILOTO (Andrographis paniculata.
Ness) HASIL PEMBERIAN PUPUK DAN INTENSITAS
CAHAYA MATAHARI YANG BERBEDA. Jurnal
BioWallacea, 2(1).
Purwanti, G., Manurung, T. F., & Darwati, H. (2014). Pengaruh
Auksin terhadap Pertumbuhan Bibit Cabutan Alam Gaharu
(Aquilaria Malaccensis Lamk). Jurnal Hutan Lestari, 2(1).
Somianingsih, M.G. 2018. Pengaruh Penyinaran Gelombang
Elektromaknetik Terhadap Pertumbuhan Kacang Hijau
(Vigna radiata). Faktor Exacta 11 (3): 235-239.
Taiz, L., Zeiger, E. (2002). Plant Physiology, 3rd ed. Sunderland:
Sinauer.
Widiastoety, D. (2016). Pengaruh auksin dan sitokinin terhadap
pertumbuhan planlet anggrek Mokara. Jurnal Hortikultura,
24(3), 230-238.
Widiastuti, L., & Tohari, E. S. (2004). Pengaruh intensitas cahaya
dan kadar daminosida terhadap iklim mikro dan
40
pertumbuhan tanaman krisan dalam pot. Ilmu pertanian,
11(2004).
Download