LAPORAN PENDAHULUAN Sertifikasi Desain Bendungan Ameroro di Kabupaten Konawe, Provinsi Sulawesi Tenggara BAB 3 HASIL STUDI TERDAHULU 3.1 RANGKAIAN KEGIATAN Kronologis rangkaian kegiatan Perencanaan Bendungan Ameroro di Kabupaten Konawe secara garis besar adalah sebagai berikut: a) Pola Pengelolaan Sumber Daya Air Wilayah Sungai Lasolo-Konaweha, 2012 b) Penyusunan Rancangan Rencana Pengelolaan SDA Wilayah Sungai Lasolo-Konaweha Tahap-1, 2012 c) Penyusunan Rancangan Rencana Pengelolaan SDA Wilayah Sungai Lasolo-Konaweha Tahap-2, 2013 d) Feasibility Studi Bendungan Ameroro Kab. Konawe, 2015 e) DED Bendungan Ameroro Kab. Konawe, 2017 f) Penyelidikan Geologi Detail dan Model Tes Bendungan Ameroro Kab. Konawe, 2018 3.2 KEGIATAN SURVEY LAPANGAN YANG TELAH DILAKUKAN 3.2.1 Survey Topografi A. Lokasi dan Batas Areal Pengukuran Untuk rencana lokasi as Bendungan Bagong, pada kiri as bendungan merupakan daerah perbukitan terjal dan tata guna lahan berupa hutan pada di sekitar batas area genangannya. Demikian pula pada daerah sebelah kanan as bendungan. Area pengukuran dibatasi dari elevasi dasar sungai sampai dengan beda tinggi/elevasi ± 140 meter atau dari elevasi +60 m dpl hingga +200 m dpl. Panjang sungai terukur dari as bendungan ke arah hulu adalah ± 7 km dan ke arah hilir adalah 2,5 km. Bagian kiri dan kanan sungai merupakan areal tanah kawasan kehutanan. Dengan luas area pengukuran daerah genangan dan hulu bagian genangan sekitar 250 Ha. B. Titik Referensi Koordinat dan Elevasi (Ketinggian) Referensi koordinat (x, y) menggunakan BM 02-AMR dan CP 02-AMR yang sudah terpasang di lokasi pada studi tahun 2015. Kedua patok referensi ini terletak di sebelah kiri sungai, tepatnya ± 10 meter di sebelah hilir rencana as bendungan. Sedangkan untuk referensi elevasi (z), dilakukan pengikatan dari BM TTG (Titik Tinggi Geodesi) 0836 yang berada di Bendung Wawotobi, terletak di perbatasan antara Kecamatan III-1 E N G IN E E R IN G C O N S U L T A N T LAPORAN PENDAHULUAN Sertifikasi Desain Bendungan Ameroro di Kabupaten Konawe, Provinsi Sulawesi Tenggara Uepai dan Kecamatan Unaaha. Pengikatan elevasi dilakukan sejauh ± 4,0 km sampai pada BM & CP yang tersebar di lokasi rencana Bendungan Ameroro. Gambar 3. 1 Deskripsi BM TTG 0836 di Bendung Wawotobi (1/2) III-2 E N G IN E E R IN G C O N S U L T A N T LAPORAN PENDAHULUAN Sertifikasi Desain Bendungan Ameroro di Kabupaten Konawe, Provinsi Sulawesi Tenggara Gambar 3. 2 Deskripsi BM TTG 0836 di Bendung Wawotobi (2/2) III-3 E N G IN E E R IN G C O N S U L T A N T LAPORAN PENDAHULUAN Sertifikasi Desain Bendungan Ameroro di Kabupaten Konawe, Provinsi Sulawesi Tenggara C. Pemasangan Bench Mark (BM) dan Control Point (CP) Baru Ukuran dan konstruksi patok BM yang dipasang mengikuti spesifikasi teknis yaitu 20 x 20 x 100 cm dan untuk patok CP menggunakan pipa paralon dicor ukuran 3 inchi dengan panjang 100 cm. Total jumlah BM dan CP terpasang di lokasi bendungan bisa dilihat pada tabel berikut ini. Tabel 3. 1 Daftar Koordinat Patok BM dan CP Terpasang ID KOORDINAT (UTM) ELEVASI BM/CP X (m) Y (m) Z (m) BM 01-2017 391207.445 9570225.587 56.073 BM 02-2017 389984.612 9568053.783 73.615 BM 03-2017 389632.558 9567751.722 92.966 BM 04-2017 390113.473 9567719.678 100.646 CP 01-2017 391272.583 9570248.109 54.123 CP 02-2017 390010.419 9568089.801 73.575 CP 03-2017 389664.935 9567764.633 104.252 CP 04-2017 390130.946 9567743.303 86.068 BM 01-2018 389810.387 9567841.332 141.888 BM 02-2018 390099.072 9567594.223 146.885 BM 03-2018 389931.697 9567609.822 91.278 BM 04-2018 389710.492 9567868.564 173.969 CP 01-2018 389818.814 9567822.421 140.680 CP 02-2018 390087.600 9567586.751 148.641 CP 03-2018 389809.548 9568045.016 72.726 CP 04-2018 389682.686 9567888.254 175.402 BM 02-AMR 389846.962 9567828.307 135.793 CP 02-AMR 389827.919 9567839.797 136.914 D. Volume Pekerjaan Survey Pengukuran Topografi Volume survey pengukuran topografi yang dilakukan pada tahun 2018 adalah sebagai berikut: 1. Pengukuran dan pemetaan situasi detail dengan skala 1:2.000 dengan interval garis ketinggian 1 meter di lokasi yang akan direncanakan bangunan bendungan. 2. Pengukuran dan pemetaan long dan cross section sungai sampai dengan batas daerah genangan dengan profil memanjang skala 1:2.000 dan profil melintang skala 1:4.000. 3. Pengukuran situasi detail areal genangan , mulai dari rencana bendungan ke arah hulu sampai batas elevasi +210.00 m. 4. Realisasi total luas area genangan adalah ± 280 ha. III-4 E N G IN E E R IN G C O N S U L T A N T LAPORAN PENDAHULUAN Sertifikasi Desain Bendungan Ameroro di Kabupaten Konawe, Provinsi Sulawesi Tenggara Gambar 3. 3 Peta Ikhtisar Hasil Pengukuran Topografi Bendungan Ameroro III-5 E N G IN E E R IN G C O N S U L T A N T LAPORAN PENDAHULUAN Sertifikasi Desain Bendungan Ameroro di Kabupaten Konawe, Provinsi Sulawesi Tenggara E. Kurva Hubungan Elevasi, Luas Genangan dan Tampungan Waduk Berdasarkan hasil kegiatan pengukuran 2018 didapat: 1. Genangan muka air normal di Elv + 122,50 m, seluas ± 213 ha, dengan tinggi bendungan 82 m, menampung 43,33 juta m3, dan volume efektif tampungan untuk pemanfaatan sebesar 28,69 juta m3. 2. Tampungan mati, untuk sedimentasi berada di Elv. + 103,00 m, seluas 101,87 ha, dengan volume tampungan sebesar 14,75 juta m3. Luas Genangan Waduk (Ha) 250.00 150.00 100.00 212,89 Ha 130 50.00 101,87 Ha 0.00 140 130 PUNCAK MAN 120 Elevasi (+m) 200.00 120 110 110 MAR 100 90 100 90 43,44 juta m3 80 80 14,75 juta m3 70 60 0.00 10.00 20.00 70 30.00 40.00 50.00 60.00 70.00 60 80.00 Volume Tampungan Waduk (x juta m3) Elevasi (+m) 300.00 140 Ketinggian Elevasi (m) (m) 5.00 70.00 10.00 75.00 15.00 80.00 20.00 85.00 25.00 90.00 30.00 95.00 35.00 100.00 38.00 103.00 40.00 105.00 45.00 110.00 50.00 115.00 55.00 120.00 56.00 121.00 56.50 121.50 57.00 122.00 57.50 122.50 58.00 123.00 59.00 124.00 60.00 125.00 61.00 126.00 62.00 127.00 63.00 128.00 63.50 128.50 64.00 129.00 65.00 130.00 66.00 131.00 67.00 132.00 68.00 133.00 69.00 134.00 70.00 135.00 Area (Ha) 1.58 11.29 21.92 34.11 51.49 68.31 94.26 101.87 107.24 123.70 159.18 180.57 204.41 207.22 210.02 212.89 215.75 221.52 227.94 233.71 239.84 246.17 249.12 252.08 257.77 262.91 268.06 273.43 279.08 285.27 Tampungan (x juta m3 ) 0.03 0.36 1.21 2.60 4.75 7.65 11.81 14.75 16.84 22.60 29.93 38.38 40.31 41.34 42.38 43.44 44.51 46.69 48.94 51.25 53.62 56.05 57.29 58.54 61.09 63.69 66.35 69.05 71.82 74.64 Gambar 3. 4 Kurva Hubungan Elevasi, Luas Genangan dan Tampungan Waduk 3.2.2 Investigasi Geologi dan Geologi Teknik A. Data Lapangan Dari survey geologi dan geologi teknik yang dilakukan diperoleh beberapa singkapan batuan dan tanah serta beberapa endapan alluvial. Dalam pengamatan singkapan batuan selain dilakukan diskripsi petrologi secara megaskopis, juga dilakukan pengukuran dan uji lapangan. Adapun pengukuran yang dilakukan adalah pengukuran arah foliasi, struktur geologi dan perhitungan RQD dengan menggunakan scanline serta uji kekuatan batuan dengan menggunakan schmid hammer. Selain pengamatan untuk kondisi permukaan, dilakukan pula pemboran inti untuk mengetahui kondisi bawah permukaan. Dalam pemboran inti ini dilakukan pula uji Standard Penetration Test (SPT) untuk setiap kedalaman 2 m dan uji permeabilitas. III-6 E N G IN E E R IN G C O N S U L T A N T LAPORAN PENDAHULUAN Sertifikasi Desain Bendungan Ameroro di Kabupaten Konawe, Provinsi Sulawesi Tenggara Gambar 3. 5 Peta Lokasi Pengamatan Tapak Bendungan dan Sekitarnya B. Morfologi Sungai Ameroro mempunyai lebar ± 15 m dengan ketinggian air rata-rata dari dasar sungai sekitar ± 1,5 m. Sungai Ameroro mempunyai arah aliran ke arah tenggara dan memiliki bentuk lembah sungai berbentuk ”V”. Morfologi di sekitaran daerah rencana Bendungan Ameroro berupa perbukitan bergelombang dan perbukitan terjal. Pada kanan dan kiri sungai Ameroro ditempati oleh pedataran banjir yang setempat-setempat basah dengan vegetasi semak belukar. Vegetasi di sekitar bukit tumpuan kanan dan bukit tumpuan kiri didominasi oleh semak belukar, pepohonan rimbun, kebun jati, kebun merica dan setempat-setempat hutan. III-7 E N G IN E E R IN G C O N S U L T A N T LAPORAN PENDAHULUAN Sertifikasi Desain Bendungan Ameroro di Kabupaten Konawe, Provinsi Sulawesi Tenggara Gambar 3. 6 Peta Geologi Tapak Bendungan Ameroro III-8 E N G IN E E R IN G C O N S U L T A N T LAPORAN PENDAHULUAN Sertifikasi Desain Bendungan Ameroro di Kabupaten Konawe, Provinsi Sulawesi Tenggara B.1 Satuan Morfologi Pedataran Banjir Satuan ini menempati sebelah hilir dan setempat-setempat di genangan lokasi rencana bendungan dengan tata guna lahan setempat-setempat berupa semak belukar dan rawa. Sudut kemiringan satuan ini berkisar antara 0°- 5°. Geologi penyusunnya berupa satuan aluvium (Qa), satuan konglomerat (Qpa) dan satuan metamorf sekis (Tmz). Adapun kenampakan morfologi ini di lapangan dapat dilihat pada Gambar 3.7. Gambar 3. 7 Kenampakan Satuan Morfologi Pedataran di Hilir Daerah Dam Site B.2 Satuan Morfologi Perbukitan bergelombang Satuan morfologi ini terbentuk sebagai hasil proses endogen (pengangkatan) dan proses eksogen (pelapukan dan erosi). Pembentukan utama dari morfologi ini adalah proses tektonik dan penyusunnya adalah batuan metamorf sekis. Perbukitan yang terbentuk menghasilkan lereng-lereng dengan kemiringan 15° – 45° Satuan ini menempati sebelah hilir dan rencana daerah genangan lokasi rencana bendungan dengan tata guna lahan setempat-setempat berupa semak belukar, kebun merica, kebun jati, pepohonan rimbun dan hutan. Sudut kemiringan satuan ini berkisar antara 15° - 45°. satuan metamorf sekis (Pzm). Adapun kenampakan morfologi ini di lapangan dapat dilihat pada Gambar 3.8. III-9 E N G IN E E R IN G C O N S U L T A N T LAPORAN PENDAHULUAN Sertifikasi Desain Bendungan Ameroro di Kabupaten Konawe, Provinsi Sulawesi Tenggara Gambar 3. 8 Kenampakan Satuan Morfologi Perbukitan Bergelombang di Hilir Daerah Dam Site B.3 Satuan Morfologi Perbukitan Curam-Terjal Satuan ini juga terbentuk oleh proses tektonik yang kemudian dilanjutkan oleh proses eksogen (pelapukan, erosi dan pengendapan). Adapun litologi yang sangat dominan pembentuk satuan morfologi ini adal satuan batuan metamorf sekis (Pzm). Satuan ini mendominasi hampir di seluruh daerah rencana bendungan beserta genangannya. Tata guna lahan setempat-setempat berupa pepohonan rimbun dan hutan. Sudut kemiringan satuan ini > 45°, yang kenampakan morfologinya di lapangan dapat dilihat pada Gambar 3.9. III-10 E N G IN E E R IN G C O N S U L T A N T LAPORAN PENDAHULUAN Sertifikasi Desain Bendungan Ameroro di Kabupaten Konawe, Provinsi Sulawesi Tenggara Gambar 3. 9 Kenampakan Satuan Morfologi Perbukitan Curam-Terjal di Sekitaran Daerah Dam Site C. Stratigrafi Berdasarkan kegiatan pemetaan geologi pemukaan yang dilakukan, maka didapat sebaran 2 (dua) satuan batuan di daerah lokasi tapak bendungan dan sekitarnya. Pembahasan stratigrafi daerah rencana bendungan dan sekitarnya akan mulai dari batuan yang tertua kemudian dilanjutkan ke batuan yang lebih muda. C.1 Batuan Sekis (Pzm) Batuan tertua di daerah ini adalah batuan metamorf sekis dengan derajad metamorfosa sedang dan merupakan proses metamorfosa regional. Sekis adalah batuan metamorf yang terbentuk karena di pengaruhi oleh tekanan yang lebih dominan dibandingkan dengan pengaruh suhu. Namun pengaruh suhu pada sekis lebih besar daripada pada filit. Struktur yang dimiliki adalah berupa struktur foliasi yaitu schistosic, yang memperlihatkan penjajaran mineral pipih (biotit, muskovit, feldspar) lebih banyak dibandingkan mineral butiran. Tekstur yang tampak adalah tekstur kristaloblastik berupa grano-lepidoblastik, yang di cirikan kombinasi atau perselingan antara tekstur granoblastik dengan lepidoblastik. Pada lokasi pengamatan LPAF-01S1 (Gambar 3.10) secara megaskopis batuan metamorf tersebut dapat dideskripsikan sebagai berikut : Sekis, warna lapuk kuning kecoklatan, warna fresh abu – abu, keras, dengan struktur foliasi, kondisi singkapan lapuk sedikit, terdapat kekar terbuka (Gambar 4.8), berdasarkan kelas massa batuan berspasi cukup rapat dengan jarak rata-rata 12.5 cm, dengan bukaan kekar ± 1 – 5 cm, kekar setempat-setempat diisi mineral III-11 E N G IN E E R IN G C O N S U L T A N T LAPORAN PENDAHULUAN Sertifikasi Desain Bendungan Ameroro di Kabupaten Konawe, Provinsi Sulawesi Tenggara kuarsa. Arah umum jurus bidang perlapisan/foliasi N 50OE/27O, arah umum kekar : N 263OE/72O, N 19OE/69O. Gambar 3. 10 Singkapan batuan metamorf sekis dengan kondisi lapuk sedang, yang memperlihatkan struktur foliasi berupa lembaran-lembaran C.2 Aluvium (Qa) Berupa endapan lepas, berwarna coklat keabu-abuan, yang terdiri dari bongkahan batuan beku andesitis dan basaltis, sekis, kuarsit, pasir, lanau beserta lempung. Diameter maksimal bongkah ± 50 cm di dasar sungai, tebal singkapan ± 0.5 – 2 m. Satuan ini merupakan satuan termuda pada daerah penelitian dengan umur Holosen. Aluvium ini menghampar di sepanjang sungai dan pedataran banjir di sepanjang tepian Sungai Ameroro mulai dari hilir as bendungan dan berlanjut ke hulu. Pada umumnya, Aluvium memiliki tata guna lahan yang didominasi oleh semak belukar dan rawa. Singkapan satuan ini di lapangan dapat dilihat pada Gambar 3.11. III-12 E N G IN E E R IN G C O N S U L T A N T LAPORAN PENDAHULUAN Sertifikasi Desain Bendungan Ameroro di Kabupaten Konawe, Provinsi Sulawesi Tenggara Gambar 3. 11 Kenampakan Aluvium di Daerah Dam Site D. Struktur Geologi Dari pemetaan geologi, diketahui bahwa pada rencana daerah genangan waduk tidak dijumpai adanya sesar. Struktur geologi yang ditemukan adalah kekar terbuka yang berspasi jarang - rapat dengan arah umum kekar relatif baratlaut – tenggara dan utara – selatan (lihat Gambar 3.12 dan 3.13). Gambar 3. 12 Kekar Berspasi Rapat III-13 E N G IN E E R IN G C O N S U L T A N T LAPORAN PENDAHULUAN Sertifikasi Desain Bendungan Ameroro di Kabupaten Konawe, Provinsi Sulawesi Tenggara Kekar berspasi sedang Kekar berspasi rapat Gambar 3. 13 Kenampakan Kekar di Daerah Dam Site pada Batuan Metamorf Sekis Formasi Malihan Paleozoikum Dari hasil pengamatan lapangan dan analisis bentang alam, maka dihasilkan peta geologi yang terdiri dari satuan batuan sekis dan endapan alluvium (Lampiran A01). E. Sifat Fisik dan Teknik Berdasarkan kegiatan pemetaan geologi teknik pemukaan yang dilakukan, maka didapat sebaran 3 (tiga) satuan yaitu tanah, batuan dan aluvium di daerah lokasi rencana bendungan dan sekitarnya. Adapun deskripsi dari masing-masing satuan batu atau tanah tersebut dapat dilihat pada Peta Geologi Teknik. Satuan yang terdapat pada peta geologi teknik daerah penelitian adalah sebagai berikut: a. Aluvium (Qa) b. Tanah Residual c. Satuan Metamorf Sekis (Pzm) E.1 Satuan Aluvium Aluvium merupakan satuan batuan yang berupa hasil dari endapan sungai pada Kala Holosen hingga Recent. Endapan aluvium merupakan material lepas yang berukuran dari lempung hingga krakal, terdapat disekitar sungai dan terditi dari: pasir, kerikil hingga kerakal dari batuan metamorf phylit, sekis, gneis dan batuan beku peridotit. Adapun tebal singkapan ± 0.5 - 2 meter. E.2 Satuan Tanah Residual Satuan ini berupa tanah berukuran lanau pasiran, berwarna kuning kecoklatan, plastisitas sedang, lunak-teguh, setempat-setempat terdapat kerikilan sekis dan material organik, yang merupakan hasil dari pelapukan batuan sekis (Pzm), tebal ± 1.5 m – 3m III-14 E N G IN E E R IN G C O N S U L T A N T LAPORAN PENDAHULUAN Sertifikasi Desain Bendungan Ameroro di Kabupaten Konawe, Provinsi Sulawesi Tenggara (Lihat Gambar 3.14). Tanah residual ini menyebar hampir seluruh daerah penelitian dengan ketebalan yang berbeda-beda. Gambar 3. 14 Kenampakan Tanah Residual di Daerah Lokasi Bendungan A.3 Satuan Beku Satuan ini didominasi oleh batuan metamorf sekis, dengan warna kuning kecoklatan pada saat lapuk dan abu-abu gelap pada kondisi segar, keras, mempunyai struktur foliasi, tersingkap dalam kondisi lapuk sedang - lapuk sedikit, terdapat kekar terbuka berspasi rapat, dengan bukaan kekar ± 0.1 – 1 cm, kekar setempat-setempat diisi kuarsit dan oksida besi, tebal singkapan > 15 m, merupakan Formasi Batuan Malihan Palezoikum. Batuan sekis yang tersingkap dibeberapa tempat menunjukan morfologi yang tinggi dan cukup curam da nada juga yang tersingkap pada dinding sungai. Disamping itu secara megaskopis terliha arah jurus dan kemiringan bidang foliasi N 335OE/50O (relatif berarah baratlaut – tenggara). Pada satuan batuan sekis yang tersingkap dilakukan pengamatan singkapan dan juga dilakukan pengukuran dengan cara scanline untuk mengetahui kelas batuan dengan menggunakan metode RMR (rock mass ratting). Scanline yang dilakukan untuk mengisi parameter parameter sebagai III-15 E N G IN E E R IN G C O N S U L T A N T LAPORAN PENDAHULUAN Sertifikasi Desain Bendungan Ameroro di Kabupaten Konawe, Provinsi Sulawesi Tenggara bahan analisis dalam menentukan kelas massa batuan dengan metode RMR (gambar 3.15). Hasil analisis kelas massa batuan dengan menggunakan RMR. Gambar 3. 15 Pengukuran Scanline pada Lokasi Pengamatan LAPF02 III-16 E N G IN E E R IN G C O N S U L T A N T LAPORAN PENDAHULUAN Sertifikasi Desain Bendungan Ameroro di Kabupaten Konawe, Provinsi Sulawesi Tenggara Gambar 3. 16 Peta Geologi Teknik Tapak Bendungan Ameroro III-17 E N G IN E E R IN G C O N S U L T A N T LAPORAN PENDAHULUAN Sertifikasi Desain Bendungan Ameroro di Kabupaten Konawe, Provinsi Sulawesi Tenggara F. Potensi Longsoran Dalam pemetaan geologi teknik di daerah lokasi rencana bendungan ditemukan tanda- tanda gerakan tanah/longsoran berupa debris slide pada bukit tumpuan kanan dengan lebar ± 80 m. Kedalaman bidang longsor diperkirakan 1 - 2 meter. Longsoran ini terjadi pada batuan metamorf sekis dan tanah residual. Longsoran ini diduga terjadi karena curah hujan yang tinggi di daerah proyek yang mengakibatkan material tersebut menjadi jenuh air. Longsoran ini berpotensi mengganggu tubuh bendungan dan bangunan pelengkapnya, maka dapat dilakukan cara penanggulangan sebagai berikut: 1. Menggali dan membuang material longsoran, kemudian permukaan batuan ditutup dengan wiremesh shotcrete. 2. Memasang sistem drainase permukaan. 3. Memasang borepile yang berfungsi sebagai struktur penahan tanah. 4. Kombinasi antara point 1 dan 2 di atas G. Potensi Rembesan Ditinjau dari aspek topografi secara umum, perbukitan di sekeliling daerah rencana genangan waduk berupa perbukitan bergelombang yang juga berlereng relatif curam- terjal. Perbukitan ini secara geologi didominasi oleh batuan metamorf sekis. Dengan pertimbangan bahwa perbukitan tersebut relatif lebar, maka potensi rembesan dinilai relatif kecil dan tidak membahayakan konstruksi bendungan. Berdasarkan data lapangan yang didapat, pada batuan di sepanjang bukit tumpuan dan area genangan, terdapat adanya penyebaran-penyebaran kekar terbuka berspasi jarang – rapat. Kekar-kekar terbuka tersebut berpotensi menimbulkan adanya rembesan air yang keluar dari sela-sela rekahan. Dengan pertimbangan bahwa perbukitan tersebut relatif lebar, maka rembesan melalui kekar/rekahan tersebut akan berpengaruh pada kenaikan muka airtanah. Dengan demikian, akan memberikan efek yang menguntungkan bagi masyarakat karena lebih mudah dalam memperoleh sumber air melalui pembuatan sumur dangkal III-18 E N G IN E E R IN G C O N S U L T A N T LAPORAN PENDAHULUAN Sertifikasi Desain Bendungan Ameroro di Kabupaten Konawe, Provinsi Sulawesi Tenggara 3.2.3 Rencana As Bendungan Gambar 3. 17 Penampang Memanjang As Bendungan Ameroro Dalam penampang dapat dibagi menjadi dasar tapak bendungan, tumpuan kanan bendungan dan tumpuan kiri bendungan. Litologi penyusun pada lokasi bendungan adalah batuan sekis dengan kondisi lapuk sedang (moderatly weathered) hingga lapuk kuat (highly weathered) menurut ISRM, 1980. Dari data bor BHT-3, BA.7, BHT-6, BA.2, BHT-5 dan BA.3, terlihat ketebalan tanah penutup (top soil) berkisar antara 1,5 – 4 meter. Sedangkan tingkat pelapukan batuan dasar (bed rock) mempunyai 3 tingkat pelapukan yang dibagi berdasarkan derajat tingkat pelapukan dari ISRM (1980). Pelapukan yang ada pada lokasi as bendungan adalah: Lapuk kuat (completely weathered – CW) Lapuk kuat (highly weathered – HW) Lapuk sedang (moderately weathered – MW) A. Dasar Pondasi Tapak Bendungan Dari hasil analisis derajat tingkat pelapukan maka dapat dibuat batas pengupasan berupa material yang telah mengalami pelapukan kuat (HW) akan dikupas hingga batas material dengan tingkat pelapukan sedang (MW). Hal tersebut dapat dilihat pada III-19 E N G IN E E R IN G C O N S U L T A N T LAPORAN PENDAHULUAN Sertifikasi Desain Bendungan Ameroro di Kabupaten Konawe, Provinsi Sulawesi Tenggara gambar 4.17 yang memperlihatkan kondisi geologi teknik bawah permukaan berdasarkan korelasi log bor. Gambar 3. 18 Kondisi Geologi Teknik Bawah Permukaan Penampang As Bendungan Dari penampang terlihat ketebalan tanah penutup (residual soil) berkisar antara 1 – 3 meter pada bagian kaki lereng, sedangkan pada lereng yang agak terjal pada bagian atas tanah mempunyai ketebalan tanah yang tipis berkisar anatara 0,8 – 1,2 meter. Pada palung sungai ketebalan endapan aluvial mencapai kedalaman ± 12 meter dan di bawah dari endapan aluvial tersebut adalah batuan sekis dengan kondisi lapuk kuat (HW) hingga kedalaman 16 meter, kemudian dilanjutkan dengan batuan sekis lapuk sedang (MW). Dari hasil analisis inti (core) yang tertuang dalam log bor, dapat dikatakan bahwa pada log bor BA.2, BHT-5 dan BA.1 diperoleh hasil uji SPT yang memperlihatkan kekerasan tanah pada kedalaman 12 – 16 meter yang ditunjukan oleh nilai SPT > 60. Hanya pada BA.2 yang menunjukkan nilai SPT > 60 berada pada kedalaman 16 meter. Hal ini disebabkan karena berada pada palung sungai yang mempunyai endapan alluvial yang cukup dalam. III-20 E N G IN E E R IN G C O N S U L T A N T LAPORAN PENDAHULUAN Sertifikasi Desain Bendungan Ameroro di Kabupaten Konawe, Provinsi Sulawesi Tenggara B. Tumpuan Kanan Bendungan Pada tumpuan kanan bendungan tersusun oleh soil dengan ketebalan 1,5 meter pada bagian atas dan 2 meter pada bagian bawah. Dari pengamatan lapangan terdapat bekas-bekas longsor dengan jenis longsoran debris slide. Di bawah soil terdapat batuan sekis dengan kondisi lapuk sedang (MW), dimana sebagian tersingkap pada bagian atas. Pada bagian bawah kedalaman batuan sekis dengan lapuk sedang (MW) mencapai kedalaman 19 meter. Pada tumpuan kanan terhadap batuan yang tersingkap dipermukaan dilakukan analisis kelas massa batuan dengan menggunakan RMR. Sedangkan untuk mengisi parameter dari RMR dilakukan pengukuran dengan metode scanline pada di dinding batuan sekis yang tersingkap. Dari hasil pengukuran dan perhitungan dengan metoda RMR diperoleh hasil bahwa nilai RMR berkisar antara 48 – 64 dengan kelas batuan pada umumnya masuk dalam kelas III (sedang), seperti yang terlihat pada Tabel 4.2. Tabel 3. 2 Nilai RMR dan Kelas Batuan pada Tumpuan Kanan No. 1 2 3 4 5 6 7 Lokasi Pengamatan LPAF03 LPAF04 LPAF05 LPAF06 LPAF07 LPAF08 LPAF09 Nilai RMR 48 49 58 58 61 64 57 Kelas Massa Batuan III III III III II III III sedang sedang sedang sedang baik sedang sedang C. Tumpuan Kiri Bendungan Tumpuan kiri rencana Bendungan Ameroro ini mempunyai kelerengan yang cukup terjal dengan dicirikan banyaknya batuan sekis yang tersingkap seperti yang terlihat pada Gambar 4.3. Dari hasil perhitungan dan analisis kelas batuan maka diperoleh nilai RMR (Rock Mass Ratting) antara 53 – 61. Berdasarkan Bieniawski (1989) maka diketahui kelas batuan dari III hingga II yang ditentukan oleh nilai RMR-nya. Hal tersebut dapat dilihat pada Tabel 4.3 yang mempunyai rata-rata nilai RMR adalah 58 dengan kelas batuan adalah III (sedang). Dengan demikian kelas massa batuan pada tumpuan kiri adalah kelas III (sedang). Tabel 3. 3 Nilai RMR dan Kelas Batuan pada Tumpuan Kiri No. 1 Lokasi Pengamatan LPAF13 Nilai RMR 54 II I Kelas Massa Batuan sedang III-21 E N G IN E E R IN G C O N S U L T A N T LAPORAN PENDAHULUAN Sertifikasi Desain Bendungan Ameroro di Kabupaten Konawe, Provinsi Sulawesi Tenggara 2 LPAF14 4 LPAF17 3 5 LPAF15 LPAF18 61 61 60 53 II II II I II I baik baik sedang sedang 3.2.4 Bangunan Pelimpah (Spillway) Pada bagunan pelimpah ini menempati lokasi dengan topografi yang cukup tinggi, di mana juga dijumpai singkapan batuan sekis yang cukup lebar. Untuk mengetahui kondisi bawah permukaan dilakukan korelasi antar titik bor dengan menggunakan hasil analisis inti bor (core) yang tertuang dalam log bor. Dari hasil korelasi pada penampang antar titik bor sepanjang bangunan pelimpah (Gambar 4.18) diperoleh hasil berupa tebal lapisan tanah penutup (residual soil) antara 0,8 – 2 meter. Di bawahnya berada lapisan batuan sekis lapuk kuat (HW) dengan kedalaman antara 9 – 14 meter. Selanjutnya di bawahnya adalah lapisan batuan sekis dengan lapuk sedang (MW). Berdasarkan uji SPT yang dilakukan pada titik bor BHT-3, BHT-2 dan BHT-1, diperoleh hasil sebagai berikut: Pada titik bor BHT-3 nilai SPT N > 60 diperoleh pada kedalaman 8 meter. Pada titik bor BHT-2 nilai SPT N > 60 diperoleh pada kedalaman 8 meter. Pada titik bor BHT-1 nilai SPT N > 60 dijumpai pada kedalaman 10 meter. Hal ini menunjukan kekerasan tanah pada kedalaman tersebut sudah cukup baik. III-22 E N G IN E E R IN G C O N S U L T A N T LAPORAN PENDAHULUAN Sertifikasi Desain Bendungan Ameroro di Kabupaten Konawe, Provinsi Sulawesi Tenggara Tabel 3. 4 Penampang Kondisi Tingkat Pelapukan pada Bangunan Pelimpah 3.2.5 Bangunan Pengelak (Conduit) Rencana bangunan ini diletakkan pada tumpuan kanan bendungan kemudian memanjang kearah hilir (down stream). Adapun kondisi tanah/batuan pada rencana bangunan tersebut adalah pada bagian permukaan merupakan tanah residual dan di beberapa tempat terdapat endapan aluvial. Berdasarkan analisis data inti bor (core) yang tertuang pada log bor, dapat diinformasikan kondisi geologi teknik bawah permukaan dengan menggunakan korelasi antar titik bor. Titik bor yang dapat dikorelasikan terkait dengan bangunan pengelak adalah titik BHT-4, BHT-5 dan BA.5. Titik-titik bor tersebut akan dikorelasikan dengan menggunakan penampang memanjang bangunan pengelak seperti yang terlihat pada Gambar 4.19. Pada penampang terlihat bahwa bagian atas lapisan tersusun oleh tanah (residual soil) dengan ketebalan antara 3 – 6 meter. Di bawahnya terdapat batuan sekis lapuk sangat kuat (CW) pada kedalaman 3 – 11 meter dan selanjutnya adalah batuan sekis lapuk kuat (HW) pada kedalaman 6 – 18 meter, serta selanjutnya adalah batuan sekis dengan lapuk sedang (MW) yang berada pada kedalaman 18 – 30 meter. Berdasarkan nilai SPT dihasilkan nilai sebagai berikut: Pada titik BHT-4 nilai SPT pada kedalaman 10 meter nilainya adalah >60. III-23 E N G IN E E R IN G C O N S U L T A N T LAPORAN PENDAHULUAN Sertifikasi Desain Bendungan Ameroro di Kabupaten Konawe, Provinsi Sulawesi Tenggara Pada titik BHT-5 nilai SPT N > 60 terdapat pada kedalaman 15 meter. Pada titik BA.5 nilai SPT N > 60 terdapat pada kedalaman 4 meter. Tabel 3. 5 Kondisi Bawah Permukaan Berdasarkan Tingkat Pelapukan pada Penampang Bangunan Pengelak (Conduit) 3.2.6 Permeabilitas Untuk mengetahui permeabilitas dilakukan uji permeabilitas langsung pada saat pemboran pada setiap titik bor. Hasil permeabilitas pada titik bor dapat dilihat pada gambarl 3.19 berikut ini. III-24 E N G IN E E R IN G C O N S U L T A N T LAPORAN PENDAHULUAN Sertifikasi Desain Bendungan Ameroro di Kabupaten Konawe, Provinsi Sulawesi Tenggara Gambar 3. 19 Penampang Permebilitas As Bendungan Ameroro 3.3 KEGIATAN ANALISIS DAN DESAIN 3.3.1 Analisis Hidrologi A. Ketersediaan Data Hidrologi Data hujan yang berhasil dikumpulkan adalah data hujan harian dari stasiun hujan yang berada di sekitar DTA Ameroro. Data hujan ini digunakan sebagai masukan dan kalibrasi dari model hujan-aliran (rainfall-runoff model). Dari sekian banyak pos hujan, sebagian besar berada di bagian hilir atau relatif jauh dari rencana Bendungan Ameroro, sedangkan di bagian hulu maupun daerah yang dekat dengan lokasi studi, pos hujan yang bisa dianggap mewakili adalah Pos Hujan Sta.Abuki, Sta.Mowewe, dan Sta.Lambuya dimana Pos Hujan Mowewe yang terletak di daerah aliran sungai lokasi studi dapat membantu dalam perhitungan hujan wilayah. Panjang data hujan yang berhasil dikumpulkan bervariasi dari tahun 1990-2016 (27 tahun. Data curah hujan yang digunakan untuk analisis hidrologi adalah data curah hujan dari Stasiun Bendungan. Hal ini disebabkan karena letak 2 stasiun hujan lainya berada relatif jauh dari DTA rencana Bendungan Ameroro. III-25 E N G IN E E R IN G C O N S U L T A N T LAPORAN PENDAHULUAN Sertifikasi Desain Bendungan Ameroro di Kabupaten Konawe, Provinsi Sulawesi Tenggara Tabel 3. 6 Ketersediaan Data Stasiun Curah Hujan No. Nama Stasiun 1 Mowewe 2 Lambuya 3 Abuki Sumber : Balai Wilayah Sungai Sulawesi IV Ketersediaan data Curah Hujan Harian Januari 1995 – Desember 2016 Januari 1991 – Desember 2016 Januari 1990 – Desember 2016 Tabel 3. 7 Data Curah Hujan Bulanan dan Harian Maksimum Sta. Bendungan NoStasiun Hujan 1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 1 Mowewe 80 64 65 55 40 40 45 60 60 45 60 62.5 60 50 55 2 Lambuya 64 50.4 46 72 95 171 67 69 53 100 85 77 91 113 138 96 135 77 61 71 3 Abuki 45 60 63 80 64 67 70 73 62 84 50.9 70 110 57 86 98.7 2 Luas DTA = 367,76 km Gambar 3. 20 Peta DTA dan Stasiun Curah Hujan Rencana Bendungan Ameroro B. Analisis Curah Hujan Rancangan Analisa curah hujan di dilakukan dengan probabilitas kala ulang 2, 5, 10, 25, 50, 100, 200, 1000 dan PMP. Tabel 3. 8 Rekapitulasi Curah Hujan Rancangan seluruh stasiun hujan III-26 E N G IN E E R IN G C O N S U L T A N T LAPORAN PENDAHULUAN Sertifikasi Desain Bendungan Ameroro di Kabupaten Konawe, Provinsi Sulawesi Tenggara Period Ulang (%) n (mm) Panjang Data Probabilitas No Luas DAS 367.76 Mowewe 15.00 HULU 147.10 0.40 Nama Stasiun Hujan Lambuya 20.00 HULU 123.24 0.34 Log Pearson III 2 13.55 26.70 36.27 43.17 52.55 60.05 67.98 98.40 Gumbel 1 2 3 4 5 6 7 8 99.01 50.00 20.00 10.00 4.00 2.00 1.00 0.10 1 13.84 21.82 26.60 29.76 33.76 36.72 39.67 49.39 1.01 2 5 10 25 50 100 1000 Abuki 16.00 HULU 97.42 0.26 Log Pearson III 3 11.08 18.26 22.33 24.93 28.12 30.46 32.78 40.51 Jumlah 38.48 66.78 85.20 97.86 114.43 127.23 140.42 188.30 Tabel 3. 9 Perhitungan Hujan PMP Menggunakan Peta Isohit PERHITUNGAN HUJAN R.PMP DARI ISOHIT Tinggi Stasiun Curah Hujan No. Hujan R (mm) 1 Isohit 460-470 465 A (m2) 16,017,864 3 71,350,160 2 Isohit 450-460 455 4 Isohit 430-440 435 5 Isohit 440-450 Isohit 420-430 PMP Hujan Area 445 425 PMP Areal DAS (mm) = Luas PMP Stasiun Curah Hujan 7,448,306,732 28,173,443 12,818,916,738 197,510,249 85,916,958,206 54,706,052 367,757,768 31,750,821,258 23,250,072,126 161,185,075,060 438.29 Faktor Korelasi 24 jam RSNI : T-02-2004, Hal. 7 & 15 1.13 Hujan 24 jam setelah di koreksi 1.13 495.27 Faktor Reduksi Luas DPS Penyesuaian Periode Waktu Pengamatan Hujan PMP Terkoreksi (mm) 84.04 % 100.60 % 413.73 C. Rekap Analisis Debit Banjir Rancangan Berdasarkan hasil analisis untuk debit banjir rancangan diperoleh hasil sebagai berikut: Tabel 3. 10 Rekap Analisis Debit Rencana Bendungan Ameroro Periode Ulang (n) 1.01 2 Gama I m3/det 103.66 179.18 Snyder m3/det 96.53 166.80 ITB-1 ITB-2 m3/det m3/det 161.69 125.64 93.58 72.81 SCS m3/det 27.80 75.60 III-27 E N G IN E E R IN G C O N S U L T A N T LAPORAN PENDAHULUAN Sertifikasi Desain Bendungan Ameroro di Kabupaten Konawe, Provinsi Sulawesi Tenggara Periode Ulang Gama I (n) m3/det 10 262.09 5 25 50 100 1000 PMF ISOHIT 228.33 306.32 340.46 375.66 503.40 1,104.87 Snyder m3/det 212.53 ITB-1 ITB-2 SCS m3/det m3/det m3/det 236.47 183.64 152.20 206.02 243.95 285.11 276.36 316.88 307.15 349.63 338.89 468.50 454.09 1,028.19 996.54 160.02 214.57 238.46 263.08 352.43 773.17 152.20 201.70 243.60 289.90 475.80 1,679.90 Gambar 3. 21 Rekap Analisis Debit Rencana Bendungan Ameroro Dari hasil analisis debit banjir, maka dari ketiga metode tersebut, hasil hitungan dengan Metode SCS. Tabel 3. 11 Rekap Routing Pelimpah Bendungan Ameroro Luas Genangan Normal = 213 Elevasi MAN (Mercu Pelimpah) = + 122.50 m Lebar Pelimpah Elevasi Puncak Bendungan Ha = 80.00 m = + 128.50 III-28 E N G IN E E R IN G C O N S U L T A N T LAPORAN PENDAHULUAN Sertifikasi Desain Bendungan Ameroro di Kabupaten Konawe, Provinsi Sulawesi Tenggara Kala Ulang Debit Inflow T (tahun) Q2 Q5 Q25 Q50 Q100 Q1000 1/2 QPMF QPMF m3/det 118.30 152.20 201.70 243.60 289.90 475.80 558.50 1,679.90 Qinf Debit Outflow Qout m3/det 93.33 123.77 168.53 206.94 250.68 425.00 506.14 1,606.50 3.3.2 Perencanaan Tubuh Bendungan Elevasi MA Banjir (MAB) Hf (m) + 123.27 + 123.42 + 123.62 + 123.77 + 123.93 + 124.49 + 124.72 + 126.98 Tinggi MAB di atas Pelimpah He (m) 0.77 0.92 1.12 1.27 1.43 1.99 2.22 4.48 Sisa Jagaan fb (m) 5.23 5.08 4.88 4.73 4.57 4.01 3.78 1.52 Dari kriteria perencanaan bendungan urugan, maka tubuh bendungan direncanakan dengan menggunakan tipe urugan zonal dengan inti tegak di tengah. A. Tinggi dan Elevasi Bendungan Berdasarkan hasil perhitungan elevasi puncak bendungan, kebutuhan tinggi bendungan ditentukan pada elevasi El. +122,50 m, dengan total tinggi bendungan 82 m dari dasar pondasi. B. Panjang dan Lebar Puncak Bendungan Berdasarkan RSNI T-01-2002, Tabel 2, hal.10, untuk tinggi bendungan 61 s/d 90 meter, lebar puncak bendungan ditentukan minimal 10,5 m, sehingga lebar puncak Bendungan Bagong diambil 12.00 meter, sesuai dengan standar tersebut. Dan panjang tubuh bendungan total 320 meter. C. Material Penyusun Tubuh Bendungan Bendungan Bagong merupakan bendungan urugan random dengan tipe zonal yang terdiri dari beberapa zonal yaitu : 1. 2. 3. 4. 5. 6. Zona-1 Zona-2 Zona-3 Zona-4 Zona-4R Zona-5 : : : : : : material inti kedap air (impervious core) material filter (filter) material transisi (rip-rap bedding) material random (random fill) dari Borrow Area material random (random fill) dari hasil galian konstruksi lapisan pelindung (rip-rap) III-29 E N G IN E E R IN G C O N S U L T A N T LAPORAN PENDAHULUAN Sertifikasi Desain Bendungan Ameroro di Kabupaten Konawe, Provinsi Sulawesi Tenggara Gambar 3. 22 Denah dan Tata Letak Bendungan Zona Zona Zona Zona Zona Zona 1 2 3 4 5 6 : : : : : : Inti kedap air (lempung) Filter halus Filter kasar Random Rockfill Rip-rap III-30 E N G IN E E R IN G C O N S U L T A N T LAPORAN PENDAHULUAN Sertifikasi Desain Bendungan Ameroro di Kabupaten Konawe, Provinsi Sulawesi Tenggara Gambar 3. 23 Tipikal Melintang dan Memanjang Bendungan Ameroro 3.3.3 Perencanaan Pelimpah A. Umum Untuk debit rencana Pelimpah Langsung digunakan debit rencana Q1000 dan dikontrol dengan debit outflow QPMF, tinggi jagaan 1.52 m. Untuk tinggi dinding penahan dan peredam energi (stilling basin) digunakan debit rencana Q100 (minimal 25% x QPMF). Bentuk puncak ambang Pelimpah tersebut direncanakan dengan “Tipe Ogee”. Sedangkan bentuk peredam energi pada akhir saluran peluncuran bentuk kolam olakan datar tipe III (Stilling Basin USBR Tipe III, dari hasil perhitungan). B. Kapasitas Debit Pelimpah Dari hasil penelusuran banjir kapasitas pelimpah, dengan lebar pelimpah 30 m, didapat: Tabel 3. 12 Periode Ulang dan Besarnya Debit Banjir n Inflow m /det 3 Outflow m /det 3 Elevasi M Q100 289.90 250.68 +123.93 Q1000 475.80 425.00 124.49 QPMF 1,679.90 1,606.50 126.98 Berikut gambar denah dan potongan memanjang dari rencana pelimpah overflow. III-31 E N G IN E E R IN G C O N S U L T A N T LAPORAN PENDAHULUAN Sertifikasi Desain Bendungan Ameroro di Kabupaten Konawe, Provinsi Sulawesi Tenggara Gambar 3. 24 Denah dan Potongan Memanjang dari Pelimpah Overflow 3.3.4 Desain Pengelak Perhitungan kapasitas pengaliran pengelak dihitung sebagai aliran terbuka dan tertekan. Besarnya debit yang melewati pengelak tergantung pada muka air waduk, panjang dan luas potongan dan bangunan-bangunan lainnya yang dikonstruksi di sepanjang tersebut. Prinsip penelusuran banjir melalui pengelak, sama seperti pelimpah, yang membedakan adalah tekanan air tertutup dan terbuka pada saluran. Dalam hal ini, dimensi pengelak harus mampu mengalirkan debit desain kala ulang Q25= 553,25 m3/dt, dengan memperhatikan topografi dan geologi, sehingga untuk Bendungan Ameroro tipe pengelak konduit dengan dimensi semi-sirkular 5.0 x 5.0 m, 2 channel.. Data teknis pengelak, sebagai berikut: 1. Tipe = konduit 3. Debit banjir rencana keluar Q25 = 517,05 m3/dt 2. Debit banjir rencana masuk Q25 4. Elevasi Muka Air Banjir = 553,25 m3/dt = El 89,72 m 5. Elevasi Main Cofferdam = El. 92,00 m 7. Dimensi Saluran, H = D = 5,00 x 5,00 m 6. Bentuk Potongan = Semi-sirkular III-32 E N G IN E E R IN G C O N S U L T A N T LAPORAN PENDAHULUAN Sertifikasi Desain Bendungan Ameroro di Kabupaten Konawe, Provinsi Sulawesi Tenggara 8. Koef. Kekasaran Manning, n = 0.015 10. Elevasi dasar saluran Hulu/inlet (El.1) = 71.00 m 9. Kemiringan 11. Elevasi dasar saluran Hilir (El.2) 12. Panjang konduit (L) 13. Panjang saluran muka = 0.0044 = 69.00 m = 380.00 m = 5.00 m Bentuk = trapesium, miring dinding 1V : 1H Tipe lining = pasangan batu dan bronjong Lebar dasar = 4.50 m Fungsi dan peranan volume (kapasitas) sungai sangat penting kaitannya sebagai retensi dalam mengalirkan debit yang masuk kedalam pengelak. Semakin besar tampungan, semakin besar retensi yang bisa diberikan, sehingga elevasi/tinggi cofferdam tidak terlalu tinggi. Berikut kapasitas sungai di as bendungan untuk penelusuran pengelak Bendungan Ameroro. Gambar 3. 25 Potongan Memanjang dan Tipikal Potongan Melintang Bangunan Pengelak (Konduit) 3.3.5 Rencana Anggaran Biaya Rencana anggaran biaya pekerjaan konstruksi Bendungan Ameroro tediri dari: III-33 E N G IN E E R IN G C O N S U L T A N T LAPORAN PENDAHULUAN Sertifikasi Desain Bendungan Ameroro di Kabupaten Konawe, Provinsi Sulawesi Tenggara 1. Pekerjaan Persiapan 2. Pekerjaan Jalan Akses 3. Pekerjaan Bangunan Pengelakan 4. Pekerjaan Bendungan Utama 5. Pekerjaan Bangunan Pelimpah 6. Pekerjaan Bangunan Pengambilan 7. Pekerjaan Hidromekanikal 8. Pekerjaan Bangunan Fasilitas 9. Pekerjaan Lain-lain III-34 E N G IN E E R IN G C O N S U L T A N T LAPORAN PENDAHULUAN Sertifikasi Desain Bendungan Ameroro di Kabupaten Konawe, Provinsi Sulawesi Tenggara Tabel 3. 13 Rekapitulasi Rencana Anggaran Biaya Bendungan Ameroro NO. 1 2 3 4 5 6 7 8 URAIAN PEKERJAAN PEKERJAAN PERSIAPAN JALAN AKSES BANGUNAN PENGELAKAN BENDUNGAN UTAMA BANGUNAN PELIMPAH BANGUNAN PENGAMBILAN PEKERJAAN HIDROMEKANIKAL BANGUNAN FASILITAS JUMLAH 5,778,012,000 20,515,869,452 191,185,135,556 472,508,628,458 492,091,947,399 17,570,674,498 22,213,197,530 9,151,771,904 9 PEKERJAAN LAIN-LAIN A JUMLAH BIAYA 1,236,464,930,977 C TOTAL BIAYA = (A + B) 1,360,111,424,075 B D PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN = 10% X (A)) TOTAL BIAYA (PEMBULATAN) Terbilang: 5,449,694,179 123,646,493,098 1,360,111,000,000 ## Satu Trilyun Tiga Ratus Enam Puluh Milyar Seratus Sebelas Juta Rupiah ## III-35 E N G IN E E R IN G C O N S U L T A N T