Uploaded by indahsrirejeki

Bab 3 HASIL STUDI TERDAHULU

advertisement
LAPORAN PENDAHULUAN
Sertifikasi Desain Bendungan Ameroro di Kabupaten Konawe,
Provinsi Sulawesi Tenggara
BAB 3
HASIL STUDI TERDAHULU
3.1 RANGKAIAN KEGIATAN
Kronologis rangkaian kegiatan Perencanaan Bendungan Ameroro di Kabupaten Konawe secara
garis besar adalah sebagai berikut:
a) Pola Pengelolaan Sumber Daya Air Wilayah Sungai Lasolo-Konaweha, 2012
b) Penyusunan Rancangan Rencana Pengelolaan SDA Wilayah Sungai Lasolo-Konaweha
Tahap-1, 2012
c) Penyusunan Rancangan Rencana Pengelolaan SDA Wilayah Sungai Lasolo-Konaweha
Tahap-2, 2013
d) Feasibility Studi Bendungan Ameroro Kab. Konawe, 2015
e) DED Bendungan Ameroro Kab. Konawe, 2017
f) Penyelidikan Geologi Detail dan Model Tes Bendungan Ameroro Kab. Konawe, 2018
3.2 KEGIATAN SURVEY LAPANGAN YANG TELAH DILAKUKAN
3.2.1 Survey Topografi
A. Lokasi dan Batas Areal Pengukuran
Untuk rencana lokasi as Bendungan Bagong, pada kiri as bendungan merupakan daerah
perbukitan terjal dan tata guna lahan berupa hutan pada di sekitar batas area
genangannya. Demikian pula pada daerah sebelah kanan as bendungan. Area
pengukuran dibatasi dari elevasi dasar sungai sampai dengan beda tinggi/elevasi ± 140
meter atau dari elevasi +60 m dpl hingga +200 m dpl. Panjang sungai terukur dari as
bendungan ke arah hulu adalah ± 7 km dan ke arah hilir adalah 2,5 km. Bagian kiri dan
kanan sungai merupakan areal tanah kawasan kehutanan. Dengan luas area
pengukuran daerah genangan dan hulu bagian genangan sekitar 250 Ha.
B. Titik Referensi Koordinat dan Elevasi (Ketinggian)
Referensi koordinat (x, y) menggunakan BM 02-AMR dan CP 02-AMR yang sudah
terpasang di lokasi pada studi tahun 2015. Kedua patok referensi ini terletak di sebelah
kiri sungai, tepatnya ± 10 meter di sebelah hilir rencana as bendungan. Sedangkan
untuk referensi elevasi (z), dilakukan pengikatan dari BM TTG (Titik Tinggi Geodesi)
0836 yang berada di Bendung Wawotobi, terletak di perbatasan antara Kecamatan
III-1
E N G IN E E R IN G C O N S U L T A N T
LAPORAN PENDAHULUAN
Sertifikasi Desain Bendungan Ameroro di Kabupaten Konawe,
Provinsi Sulawesi Tenggara
Uepai dan Kecamatan Unaaha. Pengikatan elevasi dilakukan sejauh ± 4,0 km sampai
pada BM & CP yang tersebar di lokasi rencana Bendungan Ameroro.
Gambar 3. 1 Deskripsi BM TTG 0836 di Bendung Wawotobi (1/2)
III-2
E N G IN E E R IN G C O N S U L T A N T
LAPORAN PENDAHULUAN
Sertifikasi Desain Bendungan Ameroro di Kabupaten Konawe,
Provinsi Sulawesi Tenggara
Gambar 3. 2 Deskripsi BM TTG 0836 di Bendung Wawotobi (2/2)
III-3
E N G IN E E R IN G C O N S U L T A N T
LAPORAN PENDAHULUAN
Sertifikasi Desain Bendungan Ameroro di Kabupaten Konawe,
Provinsi Sulawesi Tenggara
C. Pemasangan Bench Mark (BM) dan Control Point (CP) Baru
Ukuran dan konstruksi patok BM yang dipasang mengikuti spesifikasi teknis yaitu 20 x
20 x 100 cm dan untuk patok CP menggunakan pipa paralon dicor ukuran 3 inchi
dengan panjang 100 cm. Total jumlah BM dan CP terpasang di lokasi bendungan bisa
dilihat pada tabel berikut ini.
Tabel 3. 1 Daftar Koordinat Patok BM dan CP Terpasang
ID
KOORDINAT (UTM)
ELEVASI
BM/CP
X (m)
Y (m)
Z (m)
BM 01-2017
391207.445
9570225.587
56.073
BM 02-2017
389984.612
9568053.783
73.615
BM 03-2017
389632.558
9567751.722
92.966
BM 04-2017
390113.473
9567719.678
100.646
CP 01-2017
391272.583
9570248.109
54.123
CP 02-2017
390010.419
9568089.801
73.575
CP 03-2017
389664.935
9567764.633
104.252
CP 04-2017
390130.946
9567743.303
86.068
BM 01-2018
389810.387
9567841.332
141.888
BM 02-2018
390099.072
9567594.223
146.885
BM 03-2018
389931.697
9567609.822
91.278
BM 04-2018
389710.492
9567868.564
173.969
CP 01-2018
389818.814
9567822.421
140.680
CP 02-2018
390087.600
9567586.751
148.641
CP 03-2018
389809.548
9568045.016
72.726
CP 04-2018
389682.686
9567888.254
175.402
BM 02-AMR
389846.962
9567828.307
135.793
CP 02-AMR
389827.919
9567839.797
136.914
D. Volume Pekerjaan Survey Pengukuran Topografi
Volume survey pengukuran topografi yang dilakukan pada tahun 2018 adalah sebagai
berikut:
1. Pengukuran dan pemetaan situasi detail dengan skala 1:2.000 dengan interval garis
ketinggian 1 meter di lokasi yang akan direncanakan bangunan bendungan.
2. Pengukuran dan pemetaan long dan cross section sungai sampai dengan batas
daerah genangan dengan profil memanjang skala 1:2.000 dan profil melintang skala
1:4.000.
3. Pengukuran situasi detail areal genangan , mulai dari rencana bendungan ke arah
hulu sampai batas elevasi +210.00 m.
4. Realisasi total luas area genangan adalah ± 280 ha.
III-4
E N G IN E E R IN G C O N S U L T A N T
LAPORAN PENDAHULUAN
Sertifikasi Desain Bendungan Ameroro di Kabupaten Konawe,
Provinsi Sulawesi Tenggara
Gambar 3. 3 Peta Ikhtisar Hasil Pengukuran Topografi Bendungan Ameroro
III-5
E N G IN E E R IN G C O N S U L T A N T
LAPORAN PENDAHULUAN
Sertifikasi Desain Bendungan Ameroro di Kabupaten Konawe,
Provinsi Sulawesi Tenggara
E. Kurva Hubungan Elevasi, Luas Genangan dan Tampungan Waduk
Berdasarkan hasil kegiatan pengukuran 2018 didapat:
1. Genangan muka air normal di Elv + 122,50 m, seluas ± 213 ha, dengan tinggi
bendungan 82 m, menampung 43,33 juta m3, dan volume efektif tampungan untuk
pemanfaatan sebesar 28,69 juta m3.
2. Tampungan mati, untuk sedimentasi berada di Elv. + 103,00 m, seluas 101,87 ha,
dengan volume tampungan sebesar 14,75 juta m3.
Luas Genangan Waduk (Ha)
250.00
150.00
100.00
212,89 Ha
130
50.00
101,87 Ha
0.00
140
130
PUNCAK
MAN
120
Elevasi (+m)
200.00
120
110
110
MAR
100
90
100
90
43,44 juta m3
80
80
14,75 juta m3
70
60
0.00
10.00
20.00
70
30.00
40.00
50.00
60.00
70.00
60
80.00
Volume Tampungan Waduk (x juta m3)
Elevasi (+m)
300.00
140
Ketinggian Elevasi
(m)
(m)
5.00
70.00
10.00
75.00
15.00
80.00
20.00
85.00
25.00
90.00
30.00
95.00
35.00
100.00
38.00
103.00
40.00
105.00
45.00
110.00
50.00
115.00
55.00
120.00
56.00
121.00
56.50
121.50
57.00
122.00
57.50
122.50
58.00
123.00
59.00
124.00
60.00
125.00
61.00
126.00
62.00
127.00
63.00
128.00
63.50
128.50
64.00
129.00
65.00
130.00
66.00
131.00
67.00
132.00
68.00
133.00
69.00
134.00
70.00
135.00
Area
(Ha)
1.58
11.29
21.92
34.11
51.49
68.31
94.26
101.87
107.24
123.70
159.18
180.57
204.41
207.22
210.02
212.89
215.75
221.52
227.94
233.71
239.84
246.17
249.12
252.08
257.77
262.91
268.06
273.43
279.08
285.27
Tampungan
(x juta m3 )
0.03
0.36
1.21
2.60
4.75
7.65
11.81
14.75
16.84
22.60
29.93
38.38
40.31
41.34
42.38
43.44
44.51
46.69
48.94
51.25
53.62
56.05
57.29
58.54
61.09
63.69
66.35
69.05
71.82
74.64
Gambar 3. 4 Kurva Hubungan Elevasi, Luas Genangan dan Tampungan Waduk
3.2.2 Investigasi Geologi dan Geologi Teknik
A. Data Lapangan
Dari survey geologi dan geologi teknik yang dilakukan diperoleh beberapa singkapan
batuan dan tanah serta beberapa endapan alluvial. Dalam pengamatan singkapan
batuan selain dilakukan diskripsi petrologi secara megaskopis, juga dilakukan
pengukuran dan uji lapangan. Adapun pengukuran yang dilakukan adalah pengukuran
arah foliasi, struktur geologi dan perhitungan RQD dengan menggunakan scanline serta
uji kekuatan batuan dengan menggunakan schmid hammer. Selain pengamatan untuk
kondisi permukaan, dilakukan pula pemboran inti untuk mengetahui kondisi bawah
permukaan. Dalam pemboran inti ini dilakukan pula uji Standard Penetration Test (SPT)
untuk setiap kedalaman 2 m dan uji permeabilitas.
III-6
E N G IN E E R IN G C O N S U L T A N T
LAPORAN PENDAHULUAN
Sertifikasi Desain Bendungan Ameroro di Kabupaten Konawe,
Provinsi Sulawesi Tenggara
Gambar 3. 5 Peta Lokasi Pengamatan Tapak Bendungan dan Sekitarnya
B. Morfologi
Sungai Ameroro mempunyai lebar ± 15 m dengan ketinggian air rata-rata dari dasar
sungai sekitar ± 1,5 m. Sungai Ameroro mempunyai arah aliran ke arah tenggara dan
memiliki bentuk lembah sungai berbentuk ”V”. Morfologi di sekitaran daerah rencana
Bendungan Ameroro berupa perbukitan bergelombang dan perbukitan terjal. Pada
kanan dan kiri sungai Ameroro ditempati oleh pedataran banjir yang setempat-setempat
basah dengan vegetasi semak belukar. Vegetasi di sekitar bukit tumpuan kanan dan
bukit tumpuan kiri didominasi oleh semak belukar, pepohonan rimbun, kebun jati, kebun
merica dan setempat-setempat hutan.
III-7
E N G IN E E R IN G C O N S U L T A N T
LAPORAN PENDAHULUAN
Sertifikasi Desain Bendungan Ameroro di Kabupaten Konawe,
Provinsi Sulawesi Tenggara
Gambar 3. 6 Peta Geologi Tapak Bendungan Ameroro
III-8
E N G IN E E R IN G C O N S U L T A N T
LAPORAN PENDAHULUAN
Sertifikasi Desain Bendungan Ameroro di Kabupaten Konawe,
Provinsi Sulawesi Tenggara
B.1
Satuan Morfologi Pedataran Banjir
Satuan ini menempati sebelah hilir dan setempat-setempat di genangan lokasi rencana
bendungan dengan tata guna lahan setempat-setempat berupa semak belukar dan
rawa. Sudut kemiringan satuan ini berkisar antara 0°- 5°. Geologi penyusunnya berupa
satuan aluvium (Qa), satuan konglomerat (Qpa) dan satuan metamorf sekis (Tmz).
Adapun kenampakan morfologi ini di lapangan dapat dilihat pada Gambar 3.7.
Gambar 3. 7 Kenampakan Satuan Morfologi Pedataran di Hilir Daerah Dam Site
B.2
Satuan Morfologi Perbukitan bergelombang
Satuan morfologi ini terbentuk sebagai hasil proses endogen (pengangkatan) dan proses
eksogen (pelapukan dan erosi). Pembentukan utama dari morfologi ini adalah proses
tektonik dan penyusunnya adalah batuan metamorf sekis. Perbukitan yang terbentuk
menghasilkan lereng-lereng dengan kemiringan 15° – 45° Satuan ini menempati sebelah
hilir dan rencana daerah genangan lokasi rencana bendungan dengan tata guna lahan
setempat-setempat berupa semak belukar, kebun merica, kebun jati, pepohonan rimbun
dan hutan. Sudut kemiringan satuan ini berkisar antara 15° - 45°. satuan metamorf
sekis (Pzm). Adapun kenampakan morfologi ini di lapangan dapat dilihat pada Gambar
3.8.
III-9
E N G IN E E R IN G C O N S U L T A N T
LAPORAN PENDAHULUAN
Sertifikasi Desain Bendungan Ameroro di Kabupaten Konawe,
Provinsi Sulawesi Tenggara
Gambar 3. 8 Kenampakan Satuan Morfologi Perbukitan Bergelombang di Hilir
Daerah Dam Site
B.3
Satuan Morfologi Perbukitan Curam-Terjal
Satuan ini juga terbentuk oleh proses tektonik yang kemudian dilanjutkan oleh proses
eksogen (pelapukan, erosi dan pengendapan). Adapun litologi yang sangat dominan
pembentuk satuan morfologi ini adal satuan batuan metamorf sekis (Pzm). Satuan ini
mendominasi hampir di seluruh daerah rencana bendungan beserta genangannya. Tata
guna lahan setempat-setempat berupa pepohonan rimbun dan hutan. Sudut kemiringan
satuan ini > 45°, yang kenampakan morfologinya di lapangan dapat dilihat pada
Gambar 3.9.
III-10
E N G IN E E R IN G C O N S U L T A N T
LAPORAN PENDAHULUAN
Sertifikasi Desain Bendungan Ameroro di Kabupaten Konawe,
Provinsi Sulawesi Tenggara
Gambar 3. 9 Kenampakan Satuan Morfologi Perbukitan Curam-Terjal di Sekitaran
Daerah Dam Site
C. Stratigrafi
Berdasarkan kegiatan pemetaan geologi pemukaan yang dilakukan, maka didapat
sebaran 2 (dua) satuan batuan di daerah lokasi tapak bendungan dan sekitarnya.
Pembahasan stratigrafi daerah rencana bendungan dan sekitarnya akan mulai dari
batuan yang tertua kemudian dilanjutkan ke batuan yang lebih muda.
C.1
Batuan Sekis (Pzm)
Batuan tertua di daerah ini adalah batuan metamorf sekis dengan derajad metamorfosa
sedang dan merupakan proses metamorfosa regional. Sekis adalah batuan metamorf
yang terbentuk karena di pengaruhi oleh tekanan yang lebih dominan dibandingkan
dengan pengaruh suhu. Namun pengaruh suhu pada sekis lebih besar daripada pada
filit. Struktur yang dimiliki adalah berupa struktur foliasi yaitu schistosic, yang
memperlihatkan penjajaran mineral pipih (biotit, muskovit, feldspar) lebih banyak
dibandingkan mineral butiran. Tekstur yang tampak adalah tekstur kristaloblastik berupa
grano-lepidoblastik, yang di cirikan kombinasi atau perselingan antara tekstur
granoblastik dengan lepidoblastik.
Pada lokasi pengamatan LPAF-01S1 (Gambar 3.10) secara megaskopis batuan
metamorf tersebut dapat dideskripsikan sebagai berikut :
Sekis, warna lapuk kuning kecoklatan, warna fresh abu – abu, keras, dengan
struktur foliasi, kondisi singkapan lapuk sedikit, terdapat kekar terbuka (Gambar
4.8), berdasarkan kelas massa batuan berspasi cukup rapat dengan jarak rata-rata
12.5 cm, dengan bukaan kekar ± 1 – 5 cm, kekar setempat-setempat diisi mineral
III-11
E N G IN E E R IN G C O N S U L T A N T
LAPORAN PENDAHULUAN
Sertifikasi Desain Bendungan Ameroro di Kabupaten Konawe,
Provinsi Sulawesi Tenggara
kuarsa. Arah umum jurus bidang perlapisan/foliasi N 50OE/27O, arah umum kekar : N
263OE/72O, N 19OE/69O.
Gambar 3. 10 Singkapan batuan metamorf sekis dengan kondisi lapuk sedang, yang
memperlihatkan struktur foliasi berupa lembaran-lembaran
C.2
Aluvium (Qa)
Berupa endapan lepas, berwarna coklat keabu-abuan, yang terdiri dari bongkahan
batuan beku andesitis dan basaltis, sekis, kuarsit, pasir, lanau beserta lempung.
Diameter maksimal bongkah ± 50 cm di dasar sungai, tebal singkapan ± 0.5 – 2 m.
Satuan ini merupakan satuan termuda pada daerah penelitian dengan umur Holosen.
Aluvium ini menghampar di sepanjang sungai dan pedataran banjir di sepanjang tepian
Sungai Ameroro mulai dari hilir as bendungan dan berlanjut ke hulu. Pada umumnya,
Aluvium memiliki tata guna lahan yang didominasi oleh semak belukar dan rawa.
Singkapan satuan ini di lapangan dapat dilihat pada Gambar 3.11.
III-12
E N G IN E E R IN G C O N S U L T A N T
LAPORAN PENDAHULUAN
Sertifikasi Desain Bendungan Ameroro di Kabupaten Konawe,
Provinsi Sulawesi Tenggara
Gambar 3. 11 Kenampakan Aluvium di Daerah Dam Site
D. Struktur Geologi
Dari pemetaan geologi, diketahui bahwa pada rencana daerah genangan waduk tidak
dijumpai adanya sesar. Struktur geologi yang ditemukan adalah kekar terbuka yang
berspasi jarang - rapat dengan arah umum kekar relatif baratlaut – tenggara dan utara
– selatan (lihat Gambar 3.12 dan 3.13).
Gambar 3. 12 Kekar Berspasi Rapat
III-13
E N G IN E E R IN G C O N S U L T A N T
LAPORAN PENDAHULUAN
Sertifikasi Desain Bendungan Ameroro di Kabupaten Konawe,
Provinsi Sulawesi Tenggara
Kekar berspasi sedang
Kekar berspasi rapat
Gambar 3. 13 Kenampakan Kekar di Daerah Dam Site pada Batuan Metamorf Sekis
Formasi Malihan Paleozoikum
Dari hasil pengamatan lapangan dan analisis bentang alam, maka dihasilkan peta
geologi yang terdiri dari satuan batuan sekis dan endapan alluvium (Lampiran A01).
E. Sifat Fisik dan Teknik
Berdasarkan kegiatan pemetaan geologi teknik pemukaan yang dilakukan, maka didapat
sebaran 3 (tiga) satuan yaitu tanah, batuan dan aluvium di daerah lokasi rencana
bendungan dan sekitarnya. Adapun deskripsi dari masing-masing satuan batu atau tanah
tersebut dapat dilihat pada Peta Geologi Teknik. Satuan yang terdapat pada peta geologi
teknik daerah penelitian adalah sebagai berikut:
a. Aluvium (Qa)
b. Tanah Residual
c. Satuan Metamorf Sekis (Pzm)
E.1
Satuan Aluvium
Aluvium merupakan satuan batuan yang berupa hasil dari endapan sungai pada Kala
Holosen hingga Recent. Endapan aluvium merupakan material lepas yang berukuran
dari lempung hingga krakal, terdapat disekitar sungai dan terditi dari: pasir, kerikil
hingga kerakal dari batuan metamorf phylit, sekis, gneis dan batuan beku peridotit.
Adapun tebal singkapan ± 0.5 - 2 meter.
E.2
Satuan Tanah Residual
Satuan ini berupa tanah berukuran lanau pasiran, berwarna kuning kecoklatan,
plastisitas sedang, lunak-teguh, setempat-setempat terdapat kerikilan sekis dan material
organik, yang merupakan hasil dari pelapukan batuan sekis (Pzm), tebal ± 1.5 m – 3m
III-14
E N G IN E E R IN G C O N S U L T A N T
LAPORAN PENDAHULUAN
Sertifikasi Desain Bendungan Ameroro di Kabupaten Konawe,
Provinsi Sulawesi Tenggara
(Lihat Gambar 3.14). Tanah residual ini menyebar hampir seluruh daerah penelitian
dengan ketebalan yang berbeda-beda.
Gambar 3. 14 Kenampakan Tanah Residual di Daerah Lokasi Bendungan
A.3
Satuan Beku
Satuan ini didominasi oleh batuan metamorf sekis, dengan warna kuning kecoklatan
pada saat lapuk dan abu-abu gelap pada kondisi segar, keras, mempunyai struktur
foliasi, tersingkap dalam kondisi
lapuk sedang - lapuk sedikit, terdapat kekar terbuka
berspasi rapat, dengan bukaan kekar ± 0.1 – 1 cm, kekar setempat-setempat diisi
kuarsit dan oksida besi, tebal singkapan > 15 m, merupakan Formasi Batuan Malihan
Palezoikum. Batuan sekis yang tersingkap dibeberapa tempat menunjukan morfologi
yang tinggi dan cukup curam da nada juga yang tersingkap pada dinding sungai.
Disamping itu secara megaskopis terliha arah jurus dan kemiringan bidang foliasi N
335OE/50O (relatif berarah baratlaut – tenggara). Pada satuan batuan sekis yang
tersingkap dilakukan pengamatan singkapan dan juga dilakukan pengukuran dengan
cara scanline untuk mengetahui kelas batuan dengan menggunakan metode RMR (rock
mass ratting). Scanline yang dilakukan untuk mengisi parameter parameter sebagai
III-15
E N G IN E E R IN G C O N S U L T A N T
LAPORAN PENDAHULUAN
Sertifikasi Desain Bendungan Ameroro di Kabupaten Konawe,
Provinsi Sulawesi Tenggara
bahan analisis dalam menentukan kelas massa batuan dengan metode RMR (gambar
3.15). Hasil analisis kelas massa batuan dengan menggunakan RMR.
Gambar 3. 15 Pengukuran Scanline pada Lokasi Pengamatan LAPF02
III-16
E N G IN E E R IN G C O N S U L T A N T
LAPORAN PENDAHULUAN
Sertifikasi Desain Bendungan Ameroro di Kabupaten Konawe,
Provinsi Sulawesi Tenggara
Gambar 3. 16 Peta Geologi Teknik Tapak Bendungan Ameroro
III-17
E N G IN E E R IN G C O N S U L T A N T
LAPORAN PENDAHULUAN
Sertifikasi Desain Bendungan Ameroro di Kabupaten Konawe,
Provinsi Sulawesi Tenggara
F. Potensi Longsoran
Dalam pemetaan geologi teknik di daerah lokasi rencana bendungan ditemukan tanda-
tanda gerakan tanah/longsoran berupa debris slide pada bukit tumpuan kanan dengan
lebar ± 80 m. Kedalaman bidang longsor diperkirakan 1 - 2 meter. Longsoran ini terjadi
pada batuan metamorf sekis dan tanah residual. Longsoran ini diduga terjadi karena
curah hujan yang tinggi di daerah proyek yang mengakibatkan material tersebut
menjadi jenuh air. Longsoran ini berpotensi mengganggu tubuh bendungan dan
bangunan pelengkapnya, maka dapat dilakukan cara penanggulangan sebagai berikut:
1. Menggali dan membuang material longsoran, kemudian permukaan batuan ditutup
dengan wiremesh shotcrete.
2. Memasang sistem drainase permukaan.
3. Memasang borepile yang berfungsi sebagai struktur penahan tanah.
4. Kombinasi antara point 1 dan 2 di atas
G. Potensi Rembesan
Ditinjau dari aspek topografi secara umum, perbukitan di sekeliling daerah rencana
genangan waduk berupa perbukitan bergelombang yang juga berlereng relatif curam-
terjal. Perbukitan ini secara geologi didominasi oleh batuan metamorf sekis. Dengan
pertimbangan bahwa perbukitan tersebut relatif lebar, maka potensi rembesan dinilai
relatif kecil dan tidak membahayakan konstruksi bendungan.
Berdasarkan data lapangan yang didapat, pada batuan di sepanjang bukit tumpuan dan
area genangan, terdapat adanya penyebaran-penyebaran kekar terbuka berspasi jarang
– rapat. Kekar-kekar terbuka tersebut berpotensi menimbulkan adanya rembesan air
yang keluar dari sela-sela rekahan. Dengan pertimbangan bahwa perbukitan tersebut
relatif lebar, maka rembesan melalui kekar/rekahan tersebut akan berpengaruh pada
kenaikan
muka
airtanah.
Dengan
demikian,
akan
memberikan
efek
yang
menguntungkan bagi masyarakat karena lebih mudah dalam memperoleh sumber air
melalui pembuatan sumur dangkal
III-18
E N G IN E E R IN G C O N S U L T A N T
LAPORAN PENDAHULUAN
Sertifikasi Desain Bendungan Ameroro di Kabupaten Konawe,
Provinsi Sulawesi Tenggara
3.2.3 Rencana As Bendungan
Gambar 3. 17 Penampang Memanjang As Bendungan Ameroro
Dalam penampang dapat dibagi menjadi dasar tapak bendungan, tumpuan kanan
bendungan dan tumpuan kiri bendungan. Litologi penyusun pada lokasi bendungan
adalah batuan sekis dengan kondisi lapuk sedang (moderatly weathered) hingga lapuk
kuat (highly weathered) menurut ISRM, 1980. Dari data bor BHT-3, BA.7, BHT-6, BA.2,
BHT-5 dan BA.3, terlihat ketebalan tanah penutup (top soil) berkisar antara 1,5 – 4
meter. Sedangkan tingkat pelapukan batuan dasar (bed rock) mempunyai 3 tingkat
pelapukan yang dibagi berdasarkan derajat tingkat pelapukan dari ISRM (1980).
Pelapukan yang ada pada lokasi as bendungan adalah:
Lapuk kuat (completely weathered – CW)
Lapuk kuat (highly weathered – HW)
Lapuk sedang (moderately weathered – MW)
A. Dasar Pondasi Tapak Bendungan
Dari hasil analisis derajat tingkat pelapukan maka dapat dibuat batas pengupasan
berupa material yang telah mengalami pelapukan kuat (HW) akan dikupas hingga batas
material dengan tingkat pelapukan sedang (MW). Hal tersebut dapat dilihat pada
III-19
E N G IN E E R IN G C O N S U L T A N T
LAPORAN PENDAHULUAN
Sertifikasi Desain Bendungan Ameroro di Kabupaten Konawe,
Provinsi Sulawesi Tenggara
gambar 4.17 yang memperlihatkan kondisi geologi teknik bawah permukaan
berdasarkan korelasi log bor.
Gambar 3. 18 Kondisi Geologi Teknik Bawah Permukaan Penampang As Bendungan
Dari penampang terlihat ketebalan tanah penutup (residual soil) berkisar antara 1 – 3
meter pada bagian kaki lereng, sedangkan pada lereng yang agak terjal pada bagian
atas tanah mempunyai ketebalan tanah yang tipis berkisar anatara 0,8 – 1,2 meter.
Pada palung sungai ketebalan endapan aluvial mencapai kedalaman ± 12 meter dan di
bawah dari endapan aluvial tersebut adalah batuan sekis dengan kondisi lapuk kuat
(HW) hingga kedalaman 16 meter, kemudian dilanjutkan dengan batuan sekis lapuk
sedang (MW). Dari hasil analisis inti (core) yang tertuang dalam log bor, dapat
dikatakan bahwa pada log bor BA.2, BHT-5 dan BA.1 diperoleh hasil uji SPT yang
memperlihatkan kekerasan tanah pada kedalaman 12 – 16 meter yang ditunjukan oleh
nilai SPT > 60. Hanya pada BA.2 yang menunjukkan nilai SPT > 60 berada pada
kedalaman 16 meter. Hal ini disebabkan karena berada pada palung sungai yang
mempunyai endapan alluvial yang cukup dalam.
III-20
E N G IN E E R IN G C O N S U L T A N T
LAPORAN PENDAHULUAN
Sertifikasi Desain Bendungan Ameroro di Kabupaten Konawe,
Provinsi Sulawesi Tenggara
B. Tumpuan Kanan Bendungan
Pada tumpuan kanan bendungan tersusun oleh soil dengan ketebalan 1,5 meter pada
bagian atas dan 2 meter pada bagian bawah. Dari pengamatan lapangan terdapat
bekas-bekas longsor dengan jenis longsoran debris slide. Di bawah soil terdapat batuan
sekis dengan kondisi lapuk sedang (MW), dimana sebagian tersingkap pada bagian atas.
Pada bagian bawah kedalaman batuan sekis dengan lapuk sedang (MW) mencapai
kedalaman 19 meter. Pada tumpuan kanan terhadap batuan yang tersingkap
dipermukaan dilakukan analisis kelas massa batuan dengan menggunakan RMR.
Sedangkan untuk mengisi parameter dari RMR dilakukan pengukuran dengan metode
scanline pada di dinding batuan sekis yang tersingkap. Dari hasil pengukuran dan
perhitungan dengan metoda RMR diperoleh hasil bahwa nilai RMR berkisar antara 48 –
64 dengan kelas batuan pada umumnya masuk dalam kelas III (sedang), seperti yang
terlihat pada Tabel 4.2.
Tabel 3. 2 Nilai RMR dan Kelas Batuan pada Tumpuan Kanan
No.
1
2
3
4
5
6
7
Lokasi
Pengamatan
LPAF03
LPAF04
LPAF05
LPAF06
LPAF07
LPAF08
LPAF09
Nilai
RMR
48
49
58
58
61
64
57
Kelas Massa
Batuan
III
III
III
III
II
III
III
sedang
sedang
sedang
sedang
baik
sedang
sedang
C. Tumpuan Kiri Bendungan
Tumpuan kiri rencana Bendungan Ameroro ini mempunyai kelerengan yang cukup terjal
dengan dicirikan banyaknya batuan sekis yang tersingkap seperti yang terlihat pada
Gambar 4.3. Dari hasil perhitungan dan analisis kelas batuan maka diperoleh nilai RMR
(Rock Mass Ratting) antara 53 – 61. Berdasarkan Bieniawski (1989) maka diketahui
kelas batuan dari III hingga II yang ditentukan oleh nilai RMR-nya. Hal tersebut dapat
dilihat pada Tabel 4.3 yang mempunyai rata-rata nilai RMR adalah 58 dengan kelas
batuan adalah III (sedang). Dengan demikian kelas massa batuan pada tumpuan kiri
adalah kelas III (sedang).
Tabel 3. 3 Nilai RMR dan Kelas Batuan pada Tumpuan Kiri
No.
1
Lokasi
Pengamatan
LPAF13
Nilai
RMR
54
II
I
Kelas Massa
Batuan
sedang
III-21
E N G IN E E R IN G C O N S U L T A N T
LAPORAN PENDAHULUAN
Sertifikasi Desain Bendungan Ameroro di Kabupaten Konawe,
Provinsi Sulawesi Tenggara
2
LPAF14
4
LPAF17
3
5
LPAF15
LPAF18
61
61
60
53
II
II
II
I
II
I
baik
baik
sedang
sedang
3.2.4 Bangunan Pelimpah (Spillway)
Pada bagunan pelimpah ini menempati lokasi dengan topografi yang cukup tinggi, di
mana juga dijumpai singkapan batuan sekis yang cukup lebar. Untuk mengetahui
kondisi bawah permukaan dilakukan korelasi antar titik bor dengan menggunakan hasil
analisis inti bor (core) yang tertuang dalam log bor. Dari hasil korelasi pada penampang
antar titik bor sepanjang bangunan pelimpah (Gambar 4.18) diperoleh hasil berupa tebal
lapisan tanah penutup (residual soil) antara 0,8 – 2 meter. Di bawahnya berada lapisan
batuan sekis lapuk kuat (HW) dengan kedalaman antara 9 – 14 meter. Selanjutnya di
bawahnya adalah lapisan batuan sekis dengan lapuk sedang (MW). Berdasarkan uji SPT
yang dilakukan pada titik bor BHT-3, BHT-2 dan BHT-1, diperoleh hasil sebagai berikut:
Pada titik bor BHT-3 nilai SPT N > 60 diperoleh pada kedalaman 8 meter.
Pada titik bor BHT-2 nilai SPT N > 60 diperoleh pada kedalaman 8 meter.
Pada titik bor BHT-1 nilai SPT N > 60 dijumpai pada kedalaman 10 meter.
Hal ini menunjukan kekerasan tanah pada kedalaman tersebut sudah cukup baik.
III-22
E N G IN E E R IN G C O N S U L T A N T
LAPORAN PENDAHULUAN
Sertifikasi Desain Bendungan Ameroro di Kabupaten Konawe,
Provinsi Sulawesi Tenggara
Tabel 3. 4 Penampang Kondisi Tingkat Pelapukan pada Bangunan Pelimpah
3.2.5 Bangunan Pengelak (Conduit)
Rencana bangunan ini diletakkan pada tumpuan kanan bendungan kemudian
memanjang kearah hilir (down stream). Adapun kondisi tanah/batuan pada rencana
bangunan tersebut adalah pada bagian permukaan merupakan tanah residual dan di
beberapa tempat terdapat endapan aluvial. Berdasarkan analisis data inti bor (core)
yang tertuang pada log bor, dapat diinformasikan kondisi geologi teknik bawah
permukaan dengan menggunakan korelasi antar titik bor. Titik bor yang dapat
dikorelasikan terkait dengan bangunan pengelak adalah titik BHT-4, BHT-5 dan BA.5.
Titik-titik bor tersebut akan dikorelasikan dengan menggunakan penampang memanjang
bangunan pengelak seperti yang terlihat pada Gambar 4.19. Pada penampang terlihat
bahwa bagian atas lapisan tersusun oleh tanah (residual soil) dengan ketebalan antara 3
– 6 meter. Di bawahnya terdapat batuan sekis lapuk sangat kuat (CW) pada kedalaman
3 – 11 meter dan selanjutnya adalah batuan sekis lapuk kuat (HW) pada kedalaman 6 –
18 meter, serta selanjutnya adalah batuan sekis dengan lapuk sedang (MW) yang
berada pada kedalaman 18 – 30 meter. Berdasarkan nilai SPT dihasilkan nilai sebagai
berikut:
Pada titik BHT-4 nilai SPT pada kedalaman 10 meter nilainya adalah >60.
III-23
E N G IN E E R IN G C O N S U L T A N T
LAPORAN PENDAHULUAN
Sertifikasi Desain Bendungan Ameroro di Kabupaten Konawe,
Provinsi Sulawesi Tenggara
Pada titik BHT-5 nilai SPT N > 60 terdapat pada kedalaman 15 meter.
Pada titik BA.5 nilai SPT N > 60 terdapat pada kedalaman 4 meter.
Tabel 3. 5 Kondisi Bawah Permukaan Berdasarkan Tingkat Pelapukan pada
Penampang Bangunan Pengelak (Conduit)
3.2.6 Permeabilitas
Untuk mengetahui permeabilitas dilakukan uji permeabilitas langsung pada saat
pemboran pada setiap titik bor. Hasil permeabilitas pada titik bor dapat dilihat pada
gambarl 3.19 berikut ini.
III-24
E N G IN E E R IN G C O N S U L T A N T
LAPORAN PENDAHULUAN
Sertifikasi Desain Bendungan Ameroro di Kabupaten Konawe,
Provinsi Sulawesi Tenggara
Gambar 3. 19 Penampang Permebilitas As Bendungan Ameroro
3.3 KEGIATAN ANALISIS DAN DESAIN
3.3.1 Analisis Hidrologi
A. Ketersediaan Data Hidrologi
Data hujan yang berhasil dikumpulkan adalah data hujan harian dari stasiun hujan yang
berada di sekitar DTA Ameroro. Data hujan ini digunakan sebagai masukan dan kalibrasi
dari model hujan-aliran (rainfall-runoff model). Dari sekian banyak pos hujan, sebagian
besar berada di bagian hilir atau relatif jauh dari rencana Bendungan Ameroro,
sedangkan di bagian hulu maupun daerah yang dekat dengan lokasi studi, pos hujan
yang bisa dianggap mewakili adalah Pos Hujan Sta.Abuki, Sta.Mowewe, dan
Sta.Lambuya dimana Pos Hujan Mowewe yang terletak di daerah aliran sungai lokasi
studi dapat membantu dalam perhitungan hujan wilayah. Panjang data hujan yang
berhasil dikumpulkan bervariasi dari tahun 1990-2016 (27 tahun.
Data curah hujan yang digunakan untuk analisis hidrologi adalah data curah hujan dari
Stasiun Bendungan. Hal ini disebabkan karena letak 2 stasiun hujan lainya berada relatif
jauh dari DTA rencana Bendungan Ameroro.
III-25
E N G IN E E R IN G C O N S U L T A N T
LAPORAN PENDAHULUAN
Sertifikasi Desain Bendungan Ameroro di Kabupaten Konawe,
Provinsi Sulawesi Tenggara
Tabel 3. 6 Ketersediaan Data Stasiun Curah Hujan
No.
Nama Stasiun
1
Mowewe
2
Lambuya
3
Abuki
Sumber : Balai Wilayah Sungai Sulawesi IV
Ketersediaan data Curah Hujan Harian
Januari 1995 – Desember 2016
Januari 1991 – Desember 2016
Januari 1990 – Desember 2016
Tabel 3. 7 Data Curah Hujan Bulanan dan Harian Maksimum Sta. Bendungan
NoStasiun Hujan 1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
1 Mowewe
80 64
65
55
40
40 45 60
60 45 60 62.5
60 50 55
2 Lambuya
64 50.4
46 72 95 171
67 69 53 100 85 77 91 113 138 96 135 77 61 71
3 Abuki
45
60
63
80
64 67 70 73 62 84 50.9 70 110 57 86 98.7
2
Luas DTA = 367,76 km
Gambar 3. 20 Peta DTA dan Stasiun Curah Hujan Rencana Bendungan Ameroro
B. Analisis Curah Hujan Rancangan
Analisa curah hujan di dilakukan dengan probabilitas kala ulang 2, 5, 10, 25, 50, 100,
200, 1000 dan PMP.
Tabel 3. 8 Rekapitulasi Curah Hujan Rancangan seluruh stasiun hujan
III-26
E N G IN E E R IN G C O N S U L T A N T
LAPORAN PENDAHULUAN
Sertifikasi Desain Bendungan Ameroro di Kabupaten Konawe,
Provinsi Sulawesi Tenggara
Period
Ulang
(%)
n (mm)
Panjang Data
Probabilitas
No
Luas DAS
367.76
Mowewe
15.00
HULU
147.10
0.40
Nama Stasiun Hujan
Lambuya
20.00
HULU
123.24
0.34
Log
Pearson III
2
13.55
26.70
36.27
43.17
52.55
60.05
67.98
98.40
Gumbel
1
2
3
4
5
6
7
8
99.01
50.00
20.00
10.00
4.00
2.00
1.00
0.10
1
13.84
21.82
26.60
29.76
33.76
36.72
39.67
49.39
1.01
2
5
10
25
50
100
1000
Abuki
16.00
HULU
97.42
0.26
Log Pearson
III
3
11.08
18.26
22.33
24.93
28.12
30.46
32.78
40.51
Jumlah
38.48
66.78
85.20
97.86
114.43
127.23
140.42
188.30
Tabel 3. 9 Perhitungan Hujan PMP Menggunakan Peta Isohit
PERHITUNGAN HUJAN R.PMP DARI ISOHIT
Tinggi
Stasiun Curah
Hujan
No.
Hujan
R (mm)
1
Isohit 460-470
465
A (m2)
16,017,864
3
71,350,160
2
Isohit 450-460
455
4
Isohit 430-440
435
5
Isohit 440-450
Isohit 420-430
PMP Hujan Area
445
425
PMP Areal DAS (mm) =
Luas
PMP Stasiun Curah
Hujan
7,448,306,732
28,173,443
12,818,916,738
197,510,249
85,916,958,206
54,706,052
367,757,768
31,750,821,258
23,250,072,126
161,185,075,060
438.29
Faktor Korelasi 24 jam RSNI : T-02-2004, Hal. 7 & 15
1.13
Hujan 24 jam setelah di koreksi 1.13
495.27
Faktor Reduksi Luas DPS
Penyesuaian Periode Waktu Pengamatan
Hujan PMP Terkoreksi (mm)
84.04 %
100.60 %
413.73
C. Rekap Analisis Debit Banjir Rancangan
Berdasarkan hasil analisis untuk debit banjir rancangan diperoleh hasil sebagai berikut:
Tabel 3. 10 Rekap Analisis Debit Rencana Bendungan Ameroro
Periode Ulang
(n)
1.01
2
Gama I
m3/det
103.66
179.18
Snyder
m3/det
96.53
166.80
ITB-1
ITB-2
m3/det
m3/det
161.69
125.64
93.58
72.81
SCS
m3/det
27.80
75.60
III-27
E N G IN E E R IN G C O N S U L T A N T
LAPORAN PENDAHULUAN
Sertifikasi Desain Bendungan Ameroro di Kabupaten Konawe,
Provinsi Sulawesi Tenggara
Periode Ulang
Gama I
(n)
m3/det
10
262.09
5
25
50
100
1000
PMF ISOHIT
228.33
306.32
340.46
375.66
503.40
1,104.87
Snyder
m3/det
212.53
ITB-1
ITB-2
SCS
m3/det
m3/det
m3/det
236.47
183.64
152.20
206.02
243.95
285.11
276.36
316.88
307.15
349.63
338.89
468.50
454.09
1,028.19
996.54
160.02
214.57
238.46
263.08
352.43
773.17
152.20
201.70
243.60
289.90
475.80
1,679.90
Gambar 3. 21 Rekap Analisis Debit Rencana Bendungan Ameroro
Dari hasil analisis debit banjir, maka dari ketiga metode tersebut, hasil hitungan dengan
Metode SCS.
Tabel 3. 11 Rekap Routing Pelimpah Bendungan Ameroro
Luas Genangan Normal
= 213
Elevasi MAN (Mercu Pelimpah)
= + 122.50 m
Lebar Pelimpah
Elevasi Puncak Bendungan
Ha
= 80.00 m
= + 128.50
III-28
E N G IN E E R IN G C O N S U L T A N T
LAPORAN PENDAHULUAN
Sertifikasi Desain Bendungan Ameroro di Kabupaten Konawe,
Provinsi Sulawesi Tenggara
Kala Ulang
Debit Inflow
T
(tahun)
Q2
Q5
Q25
Q50
Q100
Q1000
1/2 QPMF
QPMF
m3/det
118.30
152.20
201.70
243.60
289.90
475.80
558.50
1,679.90
Qinf
Debit
Outflow
Qout
m3/det
93.33
123.77
168.53
206.94
250.68
425.00
506.14
1,606.50
3.3.2 Perencanaan Tubuh Bendungan
Elevasi MA
Banjir (MAB)
Hf
(m)
+ 123.27
+ 123.42
+ 123.62
+ 123.77
+ 123.93
+ 124.49
+ 124.72
+ 126.98
Tinggi MAB di atas
Pelimpah
He
(m)
0.77
0.92
1.12
1.27
1.43
1.99
2.22
4.48
Sisa
Jagaan
fb
(m)
5.23
5.08
4.88
4.73
4.57
4.01
3.78
1.52
Dari kriteria perencanaan bendungan urugan, maka tubuh bendungan direncanakan
dengan menggunakan tipe urugan zonal dengan inti tegak di tengah.
A. Tinggi dan Elevasi Bendungan
Berdasarkan hasil perhitungan elevasi puncak bendungan, kebutuhan tinggi bendungan
ditentukan pada elevasi El. +122,50 m, dengan total tinggi bendungan 82 m dari dasar
pondasi.
B. Panjang dan Lebar Puncak Bendungan
Berdasarkan RSNI T-01-2002, Tabel 2, hal.10, untuk tinggi bendungan 61 s/d 90 meter,
lebar puncak bendungan ditentukan minimal 10,5 m, sehingga lebar puncak Bendungan
Bagong diambil 12.00 meter, sesuai dengan standar tersebut. Dan panjang tubuh
bendungan total 320 meter.
C. Material Penyusun Tubuh Bendungan
Bendungan Bagong merupakan bendungan urugan random dengan tipe zonal yang
terdiri dari beberapa zonal yaitu :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Zona-1
Zona-2
Zona-3
Zona-4
Zona-4R
Zona-5
:
:
:
:
:
:
material inti kedap air (impervious core)
material filter (filter)
material transisi (rip-rap bedding)
material random (random fill) dari Borrow Area
material random (random fill) dari hasil galian konstruksi
lapisan pelindung (rip-rap)
III-29
E N G IN E E R IN G C O N S U L T A N T
LAPORAN PENDAHULUAN
Sertifikasi Desain Bendungan Ameroro di Kabupaten Konawe,
Provinsi Sulawesi Tenggara
Gambar 3. 22 Denah dan Tata Letak Bendungan
Zona
Zona
Zona
Zona
Zona
Zona
1
2
3
4
5
6
:
:
:
:
:
:
Inti kedap air (lempung)
Filter halus
Filter kasar
Random
Rockfill
Rip-rap
III-30
E N G IN E E R IN G C O N S U L T A N T
LAPORAN PENDAHULUAN
Sertifikasi Desain Bendungan Ameroro di Kabupaten Konawe,
Provinsi Sulawesi Tenggara
Gambar 3. 23 Tipikal Melintang dan Memanjang Bendungan Ameroro
3.3.3 Perencanaan Pelimpah
A. Umum
Untuk debit rencana Pelimpah Langsung digunakan debit rencana Q1000 dan dikontrol
dengan debit outflow QPMF, tinggi jagaan 1.52 m. Untuk tinggi dinding penahan dan
peredam energi (stilling basin) digunakan debit rencana Q100 (minimal 25% x QPMF).
Bentuk puncak ambang Pelimpah tersebut direncanakan dengan “Tipe Ogee”.
Sedangkan bentuk peredam energi pada akhir saluran peluncuran bentuk kolam olakan
datar tipe III (Stilling Basin USBR Tipe III, dari hasil perhitungan).
B. Kapasitas Debit Pelimpah
Dari hasil penelusuran banjir kapasitas pelimpah, dengan lebar pelimpah 30 m, didapat:
Tabel 3. 12 Periode Ulang dan Besarnya Debit Banjir
n
Inflow
m /det
3
Outflow
m /det
3
Elevasi
M
Q100
289.90
250.68
+123.93
Q1000
475.80
425.00
124.49
QPMF
1,679.90
1,606.50
126.98
Berikut gambar denah dan potongan memanjang dari rencana pelimpah overflow.
III-31
E N G IN E E R IN G C O N S U L T A N T
LAPORAN PENDAHULUAN
Sertifikasi Desain Bendungan Ameroro di Kabupaten Konawe,
Provinsi Sulawesi Tenggara
Gambar 3. 24 Denah dan Potongan Memanjang dari Pelimpah Overflow
3.3.4 Desain Pengelak
Perhitungan kapasitas pengaliran pengelak dihitung sebagai aliran terbuka dan tertekan.
Besarnya debit yang melewati pengelak tergantung pada muka air waduk, panjang dan luas
potongan dan bangunan-bangunan lainnya yang dikonstruksi di sepanjang tersebut. Prinsip
penelusuran banjir melalui pengelak, sama seperti pelimpah, yang membedakan adalah
tekanan air tertutup dan terbuka pada saluran.
Dalam hal ini, dimensi pengelak harus mampu mengalirkan debit desain kala ulang Q25=
553,25 m3/dt, dengan memperhatikan topografi dan geologi, sehingga untuk Bendungan
Ameroro tipe pengelak konduit dengan dimensi semi-sirkular 5.0 x 5.0 m, 2 channel..
Data teknis pengelak, sebagai berikut:
1. Tipe
= konduit
3. Debit banjir rencana keluar Q25
= 517,05 m3/dt
2. Debit banjir rencana masuk Q25
4. Elevasi Muka Air Banjir
= 553,25 m3/dt
= El 89,72 m
5. Elevasi Main Cofferdam
= El. 92,00 m
7. Dimensi Saluran, H = D
= 5,00 x 5,00 m
6. Bentuk Potongan
= Semi-sirkular
III-32
E N G IN E E R IN G C O N S U L T A N T
LAPORAN PENDAHULUAN
Sertifikasi Desain Bendungan Ameroro di Kabupaten Konawe,
Provinsi Sulawesi Tenggara
8. Koef. Kekasaran Manning, n
= 0.015
10. Elevasi dasar saluran Hulu/inlet (El.1)
= 71.00 m
9. Kemiringan
11. Elevasi dasar saluran Hilir (El.2)
12. Panjang konduit (L)
13. Panjang saluran muka
= 0.0044
= 69.00 m
= 380.00 m
= 5.00 m
Bentuk
= trapesium, miring dinding 1V : 1H
Tipe lining
= pasangan batu dan bronjong
Lebar dasar
= 4.50 m
Fungsi dan peranan volume (kapasitas) sungai sangat penting kaitannya sebagai retensi dalam
mengalirkan debit yang masuk kedalam pengelak. Semakin besar tampungan, semakin besar
retensi yang bisa diberikan, sehingga elevasi/tinggi cofferdam tidak terlalu tinggi. Berikut
kapasitas sungai di as bendungan untuk penelusuran pengelak Bendungan Ameroro.
Gambar 3. 25 Potongan Memanjang dan Tipikal Potongan Melintang Bangunan
Pengelak (Konduit)
3.3.5 Rencana Anggaran Biaya
Rencana anggaran biaya pekerjaan konstruksi Bendungan Ameroro tediri dari:
III-33
E N G IN E E R IN G C O N S U L T A N T
LAPORAN PENDAHULUAN
Sertifikasi Desain Bendungan Ameroro di Kabupaten Konawe,
Provinsi Sulawesi Tenggara
1. Pekerjaan Persiapan
2. Pekerjaan Jalan Akses
3. Pekerjaan Bangunan Pengelakan
4. Pekerjaan Bendungan Utama
5. Pekerjaan Bangunan Pelimpah
6. Pekerjaan Bangunan Pengambilan
7. Pekerjaan Hidromekanikal
8. Pekerjaan Bangunan Fasilitas
9. Pekerjaan Lain-lain
III-34
E N G IN E E R IN G C O N S U L T A N T
LAPORAN PENDAHULUAN
Sertifikasi Desain Bendungan Ameroro di Kabupaten Konawe,
Provinsi Sulawesi Tenggara
Tabel 3. 13 Rekapitulasi Rencana Anggaran Biaya Bendungan Ameroro
NO.
1
2
3
4
5
6
7
8
URAIAN PEKERJAAN
PEKERJAAN PERSIAPAN
JALAN AKSES
BANGUNAN PENGELAKAN
BENDUNGAN UTAMA
BANGUNAN PELIMPAH
BANGUNAN PENGAMBILAN
PEKERJAAN HIDROMEKANIKAL
BANGUNAN FASILITAS
JUMLAH
5,778,012,000
20,515,869,452
191,185,135,556
472,508,628,458
492,091,947,399
17,570,674,498
22,213,197,530
9,151,771,904
9
PEKERJAAN LAIN-LAIN
A
JUMLAH BIAYA
1,236,464,930,977
C
TOTAL BIAYA = (A + B)
1,360,111,424,075
B
D
PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN = 10% X (A))
TOTAL BIAYA (PEMBULATAN)
Terbilang:
5,449,694,179
123,646,493,098
1,360,111,000,000
## Satu Trilyun Tiga Ratus Enam Puluh Milyar Seratus Sebelas Juta Rupiah ##
III-35
E N G IN E E R IN G C O N S U L T A N T
Download