BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Globalisasi sektor keuangan dan investasi sebagai salah satu tuntutan perkembangan perekonomian dunia memiliki andil dalam mendorong perubahan iklim investasi dan pengembangan dunia perdagangan. Meskipun pembangunan ekonomi Indonesia telah berlangsung selama bertahun-tahun, namun sampai saat ini masih belum menemukan secara struktural sistem ekonomi Indonesia yang sebenarnya, sehingga banyak muncul permasalahan. Permasalahan mulai muncul ketika terjadi krisis ekonomi di Indonesia yang mengakibatkan berkurangnya produktivitas, meningkatnya angka pengangguran serta kebutuhan barang impor meningkat baik untuk produksi maupun konsumsi. Mengamati kondisi perekonomian yang sekarang diperlukan kestabilan dan informasi harga yang cepat serta akurat (Nurbaeti, 2003:1) Dengan semakin menyatunya perekonomian nasional ke dalam tatanan ekonomi dunia, ketidakpastian usaha menjadi ciri dalam dinamika perekonomian global yang harus dihadapi oleh perekonomian Indonesia. Iklim ketidakpastian usaha tersebut antara lain dicerminkan oleh adanya gejolak perubahan harga komoditi yang semakin besar. Dalam jangka panjang, ketidakpastian dalam perkembangan harga atau yang biasa disebut dengan risiko harga ini akan menyulitkan para pelaku ekonomi, baik domestik maupun internasional, dalam upaya mereka melakukan perencanaan kegiatan produksi, konsumsi dan distribusi, yang pada akhirnya dapat menghambat pertumbuhan ekonomi. Dalam perdagangan yang semakin terbuka dan bebas, risiko yang dihadapi pun semakin beragam. Karena itu, perdagangan harus dikelola secara baik dan tepat dengan menggunakan instrumen yang telah umum digunakan 1 secara internasional. Risiko juga semakin bertambah dengan adanya pengaruh akibat perubahan kurs, tingkat suku bunga dan inflasi. Di sektor perdagangan barang dan jasa, dengan disepakatinya perjanjian perdagangan internasional oleh World Trade Organisation (WTO) sangat sulit diharapkan lagi dapat diciptakan atau dipertahankan kebijakan pemerintah yang bersifat membatasi atau menghambat arus barang dan jasa yang mengalir sejalan arus globalisasi. Bahkan berbagai pengaturan perdagangan komoditas yang dilakukan atas kesepakatan internasional tampaknya tidak bisa bertahan dan mati secara alamiah seperti International Natural Rubber Organisation (INRO), dan International Coffee Organisation (ICO) (Ridwan Kurnaen, 2001:2) Dengan hadirnya Bursa Berjangka yang memperdagangkan kontrak berbagai macam komoditas, terbentuklah harga secara efisien dan transparan. Harga yang terbentuk dapat diakses secara luas melalui berbagai sarana komunikasi seperti radio, televisi, koran dan alat komunikasi lainnya, sehingga informasi harga yang terjadi di bursa dapat diketahui oleh para petani. Atas dasar informasi tersebut, petani dapat mengendalikan usahanya dengan memutuskan akan menanam atau tidak. Apabila diputuskan untuk menanam atau memproduksi, dapat memperkirakan kapasitasnya tergantung pada trend harga yang terjadi di bursa. Para petani dalam arti luas yaitu yang bergerak di bidang tanaman pangan, perkebunan, perikanan, dan peternakan ini secara bertahap harus diberdayakan dan diperkenalkan dengan berbagai instrumen modern seperti perbankan, asuransi, dan berbagai instrumen manajemen risiko (risk management) antara lain adalah Perdagangan Berjangka Komoditi (Futures Trading). Di negara maju, risiko fluktuasi harga komoditas pertanian dapat dikelola atau dialihkan, sehingga bisa diminimalkan dengan melakukan hedging (lindung nilai) di Bursa Berjangka. Instrumen inilah yang mulai 2 diperkenalkan kepada para petani dan pelaku bisnis di Indonesia agar dapat bertahan dalam persaingan. Kehadiran perdagangan berjangka secara tidak langsung dapat memotivasi atau mengarahkan para petani untuk menghasilkan komoditas yang bermutu sesuai dengan standar komoditas yang diperdagangkan di Bursa Berjangka. Mutu komoditas yang semakin baik memungkinkan pihak pengelola gudang menyimpan dan memberikan jaminan keamanan dan terpeliharanya mutu komoditas tersebut dengan baik dalam jangka waktu yang relatif panjang. Tanda bukti penyimpanan tersebut dapat digunakan oleh petani untuk mendapat pinjaman dari bank maupun menjualnya secara langsung. Dengan demikian, petani mempunyai dua pilihan yaitu menjual atau tidak menjual secara langsung pada saat panen dengan terlebih dahulu menyimpan di gudang, karena pada umumnya pada saat panen harga komoditas turun (Ridwan Kurnaen, 2001:3) Perdagangan Berjangka Komoditi merupakan suatu model transaksi jual beli yang pembayarannya dapat ditunaikan di depan dan barangnya diserahkan kemudian (dalam waktu tertentu) berdasarkan Kontrak Berjangka. Selain itu, Perdagangan Berjangka Komoditi sebagai sarana pengalihan risiko yang diakibatkan naik turunnya harga komoditi (Ridwan Kurnaen, 2001:2). Perdagangan berjangka secara resmi mulai dilaksanakan di Indonesia pada tanggal 15 Desember 2000 yang diselenggarakan di Bursa Berjangka Jakarta (BBJ) atau dikenal juga dengan Jakarta Futures Exchange (JFX). Bursa Berjangka merupakan pasar derivatif (bayangan) dari pasar fisik (spot) yang berfungsi untuk mengatur risiko iakibat fluktuasi harga. Sumber hukum yang melegitimasi keberadaan perdagangan berjangka adalah Undang-undang (UU) No. 32 Tahun 1997 tentang Perdagangan Berjangka Komoditi. Sistem perdagangan ini diperlukan dalam mendukung modernisasi dan percepatan pertumbuhan ekonomi nasional melalui fungsi yang diembannya yaitu pembentukan harga (price discovery) yang transparan dan transfer risiko 3 melalui kegiatan lindung nilai (hedging). Harga sebagai unsur penting dalam pengambilan keputusan sangat sulit diakses oleh para petani. Para petani hanya menerima harga yang ditetapkan oleh para pedagang perantara, karena tidak adanya alternatif informasi harga, sehingga daya tawar menawar petani menjadi sangat lemah Harga merupakan suatu unsur penting sebagai dasar dalam pengambilan keputusan (Ridwan Kurnaen, 2001:3) Oleh kalangan dunia usaha, perdagangan berjangka dijadikan sebagai sarana lindung nilai (hedging) yang sangat efektif untuk menunjang kemanfaatan strategi manajemen perusahaan dari pengaruh timbulnya risiko atau kerugian yang disebabkan karena fluktuasi harga. Selain itu, perdagangan berjangka dapat digunakan sebagai sarana alternatif investasi bagi para pihak yang bermaksud untuk menanamkan (menginvestasikan) modalnya di Bursa Berjangka (Johannes A.W, 2005:XII) Sistem perdagangan berjangka mempunyai kesamaan dengan transaksi salam atau jual beli pesanan yang sudah dikenal pada masa Nabi Muhammad Saw. Mencermati pertumbuhan dan perkembangan ekonomi modern saat ini, Yusuf Qordhawi mengemukakan bahwa zaman ini penuh dengan berbagai persoalan dunia usaha (bisnis) dan persoalan-persoalan baru di bidang ekonomi dan keuangan. Bursa Berjangka sebagai persoalan perekonomian kontemporer harus dikaji dan dibahas secara komprehensif dari sudut pandang hukum Islam, agar memberikan jawaban terhadap persoalan kontemporer tersebut (Nurbaeti, 2003:11) Persoalan perekonomian kontemporer tidak banyak dibahas secara rinci dalam Al Quran dan Sunnah karena dalam Al Quran maupun Sunnah lebih banyak menyajikan ketentuan yang umum. Akan tetapi dibahas dalam sumber hukum Islam yang lain yaitu melalui ijma’ (kesepakatan para ulama) yaitu menggunakan ijtihad. Sebagian umat Islam meragukan kehalalan praktek Perdagangan Berjangka Komoditi karena khawatir mengandung gharar. Dengan pertimbangan untuk memperoleh manfaat dan menghindari mudhorot, 4 penulis merasa bahwa persoalan ini perlu dikaji secara serius dan mendalam, agar dapat dipraktekkan dengan berpegang pada aturan hukum yang ada, baik hukum nasional maupun hukum Islam, sehingga tidak ada lagi keraguan untuk melakukan bisnis ini dalam usaha menghadapi era modernisasi. Sehubungan dengan uraian diatas, penulis melakukan penelitian dalam rangka penulisan PERDAGANGAN hukum dengan BERJANGKA judul “STUDI KOMODITI KOMPARASI DALAM HUKUM POSITIF INDONESIA DENGAN TRANSAKSI SALAM DALAM HUKUM ISLAM”. B. Perumusan Masalah Bertolak dari latar belakang masalah yang dikemukakan diatas, penulis merumuskan permasalahan dalam penelitian ini sebagai berikut: 1. Bagaimana karakteristik Perdagangan Berjangka Komoditi menurut hukum positif Indonesia ? 2. Bagaimana karakteristik transaksi salam menurut hukum Islam ? C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Objektif a. Mengetahui karakteristik Perdagangan Berjangka Komoditi dalam hukum positif Indonesia. b. Mengetahui karakteristik transaksi salam dalam hukum Islam 2. Tujuan Subjektif a. Memenuhi prasyarat guna memperoleh gelar sarjana hukum b. Memperkaya khasanah ilmu pengetahuan dan wawasan penulis c. Memberikan sumbangan pemikiran secara ilmiah khususnya mengenai komparasi Perdagangan Berjangka Komoditi dalam hukum positif Indonesia dan transaksi salam dalam hukum Islam 5 D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis Secara umum, penelitian ini dapat bermanfaat memberikan sumbangan pemikiran bagi pengembangan ilmu hukum khususnya hukum dagang dan hukum Islam mengenai perbandingan karakteristik Perdagangan Berjangka Komoditi dalam hukum positif Indonesia dengan transaksi salam dalam hukum Islam. 2. Manfaat Praktis a. Untuk memberi jawaban atas permasalahan yang diteliti b. Sebagai bahan perbandingan dan informasi bagi pelaku usaha yang berkeinginan menekuni Perdagangan Berjangka Komoditi dan transaksi salam sehingga tidak ada keraguan lagi mengenai aspek hukumnya, baik hukum positif Indonesia maupun hukum Islam. E. Metode Penelitian Penelitian ilmiah dapat dipercaya kebenarannya apabila disusun dengan menggunakan suatu metode yang tepat untuk memahami objek yang menjadi sasaran dari ilmu pengetahuan yang bersangkutan. Penelitian merupakan suatu kegiatan ilmiah yang berkaitan dengan analisis dan konstruksi yang dilakukan secara metodologis, sistematis dan konsisten. Metodologis berarti sesuai dengan cara-cara tertentu, sistematis berarti berdasarkan suatu sistem, sedangkan konsisten berarti tidak adanya hal-hal yang bertentangan di dalam suatu kerangka tertentu (Soerjono Soekanto,1986:43) Adapun metode penelitian yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang penulis gunakan dalan penyusunan penulisan hukum ini adalah penelitian hukum normatif atau penelitian hukum 6 kepustakaan (library research), yaitu penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier (Triwibowo, 2003:11). Menurut Soerjono Soekanto, penelitian hukum normatif mencakup lima macam penelitian, yaitu penelitian terhadap asasasas hukum, penelitian terhadap sisitematika hukum, penelitian terhadap taraf sinkronisasi hukum, penelitian perbandingan hukum dan penelitian sejarah hukum. Apabila dikaitkan dengan pendapat Soerjono Soekanto tersebut, maka penelitian ini termasuk penelitian perbandingan hukum (comparative law) yang pada intinya adalah membandingkan sistemsistem hukum. Sedangkan menurut Black’s Law Dictionary, perbandingan hukum adalah “the study of the legal science by the comparison of various system of law”, dari perumusan tersebut menunjukkan adanya kecenderungan untuk mengkualifikasikan perbandingan hukum sebagai suatu metode (Soerjono Soekanto, 1986:258) Pada hakekatnya, yang dimaksud dengan perbandingan hukum adalah penelitian untuk mencari persamaan dan pebedaan antara dua macam hukum tentang suatu hal dari suatu sistem hukum yang berbeda yaitu hukum Islam dan hukum positif Indonesia (Indianto S, 2005:8). Titik tolak penelitian ini adalah perbandingan Perdagangan Berjangka Komoditi yang diatur dalam hukum positif Indonesia (UU No. 32 Tahun 1997) dengan transaksi salam yang diatur dalam hukum Islam. Dari pengertian di atas, ditegaskan bahwa penelitian perbandingan hukum bersasaran asas-asas hukum dengan metode komparasi (mencari persamaan atau perbedaan serta penjelasan mengapa demikian) (Indianto S, 2005:8). Kegunaan perbandingan hukum antara lain untuk memberikan pengetahuan tentang persamaan dan perbedaan antara berbagai bidang tata hukum dan pengertian dasar sistem hukum. Dengan demikian lebih mudah 7 dalam mengadakan unifikasi, kepastian hukum maupun penyederhanaan hukum (Soerjono Soekanto: 1986:263) 2. Sifat Penelitian Penelitian ini bersifat deskriptif yaitu suatu penelitian untuk memberikan data yang ada sedetail mungkin tentang manusia, keadaan, atau gejala-gejala yang terjadi. Maksudnya untuk mempertegas hipotesis-hipotesis agar dapat membantu dalam memperkuat teori lama atau dalam kerangka menyusun teori baru (Soerjono Soekanto, 1986:10) 3. Pendekatan Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian kualitatif. Pendekatan penelitian kualitatif adalah pendekatan penelitian untuk meneliti hakikat dan makna suatu hal kemudian dijelaskan dalam bentuk uraian. Dalam hal ini adalah uraian mengenai komparasi Perdagangan Berjangka Komoditi dalam hukum positif Indonesia dengan transaksi salam dalam hukum Islam. 4. Jenis Data Secara umum, dalam penelitian dibedakan antara data yang diperoleh sacara langsung dari masyarakat dan dari bahan pustaka. Data yang diperoleh dari masyarakat disebut data primer, sedangkan data yang diperoleh dari bahan pustaka disebut data sekunder (Soerjono Soekanto, 1986:51). Adapun jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yaitu sejumlah data yang diperoleh melalui studi kepustakaan yang berupa peraturan perundang-undangan, artikel dari internet, makalah seminar nasional, jurnal, dokumen, dan data-data lain yang mendukung penelitian ini. 8 Ciri-ciri umum data sekunder adalah: a). pada umumnya data sekunder dalam keadaan siap terbuat dan dapat digunakan dengan segera (ready-made) b). bentuk dan isi data sekunder telah dibentuk dan diisi oleh penelitipeneliti terdahulu c). tidak terbatas oleh waktu maupun tempat (Soerjono Soekanto & Sri Mamudji, 2001:24 ) 5. Sumber Data Dalam suatu penelitian terdapat dua sumber data yaitu data primer dan data sekunder. Sumber data yang penulis gunakan dalam penelitian hukum ini adalah sumber data sekunder, yaitu sumber data yang diperoleh dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier. Menurut Soerjono Soekanto, data sekunder (dalam hukum positif Indonesia) ditinjau dari kekuatan mengikatnya dibedakan menjadi tiga, yaitu: a). Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat, yang terdiri dari : (1) Norma (kaidah) dasar, yaitu pembukaan UUD 1945 (2) Peraturan dasar, yaitu Batang Tubuh UUD 1945 (3) Peraturan Perundang-undangan, dalam penulisan hukum ini yang penulis gunakan adalah : (a) Undang-undang No. 32 Tahun 1997 tentang Perdagangan Berjangka Komoditi (b) Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan perdagangan Berjangka Komoditi (c) Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 119 Tahun 2001 tentang Komoditi Yang Dapat Dijadikan Subjek Kontrak Berjangka (4) Bahan hukum dari zaman penjajahan yang hingga kini masih berlaku, seperti KUH Perdata. 9 b). Bahan hukum sekunder, yaitu bahan hukum yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, seperti: (1) paket peraturan Bappebti baik berupa Surat Keputusan maupun Surat Edaran Kepala Bappebti (2) hasil karya ilmiah para sarjana yaitu berupa skripsi c). Bahan hukum tersier atau penunjang, yaitu bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, misalnya kamus, ensiklopedia hukum, bahan dari internet, dan lain-lain (Soerjono Soekanto, 1986:52) Apabila sumber data dalam hukum Islam diklasifikasikan berdasarkan pendapat Soerjono Soekanto seperti tersebut diatas, maka data sekunder di bidang hukum Islam ditinjau dari kekuatan mengikatnya dibedakan menjadi sebagai berikut: a). Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat, yang terdiri dari : (1) Al Quran Al Quran yaitu sumber hukum Islam yang pertama dan utama. Al Quran memuat kaidah-kaidah hukum fundamental yang perlu dikaji dengan teliti dan dikembangkan lebih lanjut. Al Quran terdiri dari 30 juz yang terbagi dalam 144 surat dengan 6240 ayat. Secara garis besar Al Quran berisi: (a) ajaran pokok mengenai kepercayaan yang dititik beratkan pada masalah tauhid yaitu ajaran tentang keesaan Allah (b) janji dan ancaman (c) riwayat umat terdahulu (d) peraturan yang mengatur tingkah laku manusia (Indianto S, 2005:10) (2) As Sunnah As Sunnah adalah sumber hukum Islam yang kedua setelah Al Quran. Sebagai sumber hukum Islam kedua mempunyai fungsi 10 menafsirkan ayat-ayat Al Quran, penguat hukum yang sudah ada dalam Al Quran, menetapkan dan membentuk hukum yang tidak terdapat dalam Al Quran. Secara harfiah kata Sunnah berarti jalan, sedangkan menurut istilah berarti “segala sesuatu yang dinukilkan dari nabi, baik berupa perkataan, perbuatan, maupun ketetapan”. Ditinjau dari isinya, As Sunnah dibagi menjadi menjadi tiga yaitu: (a) Sunnah qauliyah yaitu ucapan Nabi Muhammad Saw yang berhubungan dengan perkara dalam agama Islam (b) Sunnah fi’liyah yaitu perbuatan atau perilaku Nabi Muhammad Saw yang berhubungan dengan perkara dalam agama Islam (c) Sunnah taqririyah yaitu ketetapan Nabi Muhammad Saw atas perikatan-perikatan atau perbuatan para sahabat yang berhubungan dengan perkara dalam agama Islam (Indianto S, 2005:11) b). Bahan hukum sekunder, yaitu bahan hukum yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, seperti pendapat para ulama, pandangan mazhab-mazhab, hasil-hasil penelitian, dan lainlain. c). Bahan hukum tersier atau penunjang, yaitu bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, misalnya kamus, ensiklopedia hukum Islam, bahan dari internet, dan lain-lain. Dalam penulisan hukum, ini bahan hukum tersier yang penulis gunakan adalah: (1) Ensiklopedi Hukum Islam Jilid III (2) Ensiklopedi Fikih Umar Bin Khatab (3) Data dari internet 6. Instrumen Pengumpul Data Dalam penelitian ini, instrumen pengumpulan data yang penulis gunakan adalah identifikasi isi. Alat pengumpul data dengan mengidentifikasi isi dari data sekunder diperoleh dengan cara membaca, 11 mengkaji, dan mempelajari bahan pustaka baik berupa peraturan perundang-undangan, artikel dari internet, makalah seminar nasional, jurnal, dokumen, dan data-data lain yang mempunyai kaitan dengan pokok permasalahan yang diteliti. 7. Teknis Analisis Data Langkah yang dilakukan setelah memperoleh data adalah menganalisis data tersebut. Analisis data mempunyai kedudukan penting dalam penelitian yaitu untuk mencapai tujuan penelitian. Teknik analisis data adalah suatu uraian tentang cara-cara analisis, yaitu kegiatan mengumpulkan data kemudian diadakan pengeditan terlebih dahulu, untuk selanjutnya dimanfaatkan sebagai bahan analisis yang sifatnya kualitatif. Dalam sebuah penelitian hukum normatif, pengolahan data hakekatnya adalah kegiatan untuk mengadakan sistematisasi terhadap bahan hukum tertulis. Sistematisasi berarti membuat klasifikasi terhadap bahan-bahan hukum tertulis tersebut, untuk memudahkan pekerjaan analisa dan konstruksi (Soerjono Soekanto, 1986:251) Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian hukum ini adalah content analysis (analisis isi) yaitu teknik yang digunakan dengan cara melengkapi analisis dari suatu data sekunder. Sedangkan menurut Krippendorf yang dimaksud content analysis (analisis isi) yaitu serangkaian metode untuk menganalisis isi segala bentuk komunikasi dengan mereduksi seluruh isi komunikasi menjadi serangkaian kategori yang mewakili hal-hal yang ingin diteliti (Triwibowo, 2003:15). Jadi, yang dimaksud content analysis dalam penelitian hukum ini adalah data dikumpulkan, disusun dan dianalisis kemudian masing-masing dijelaskan dengan cara mencari persamaan dan perbedaan antara Perdagangan Berjangka Komoditi dalam hukum positif Indonesia dengan transaksi salam dalam hukum Islam. 12 F. Sistematika Skripsi Untuk mendapatkan gambaran yang jelas mengenai keseluruhan isi, penulisan hukum ini dibagi menjadi empat bab yaitu pendahuluan, tinjauan pustaka, penelitian dan pembahasan, serta penutup dengan menggunakan sistematika sebagai berikut: Bab Pertama Berupa pendahuluan yang terdiri dari sub bab latar belakang masalah munculnya Perdagangan Berjangka Komoditi, yang dalam hukum Islam mempunyai kesamaan dengan transaksi salam. Selain itu juga menguraikan tentang perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian, dan sistematika skripsi. Bab Kedua Berupa tinjauan pustaka yang terdiri dari sub bab kerangka teori dan kerangka pemikiran dari permasalahan yang dibahas dalam penelitian hukum ini. Kerangka teori terdiri dari empat tinjauan yaitu tinjauan umum perjanjian, tinjauan umum tentang pasar, tinjauan umum Perdagangan Berjangka Komoditi dan tinjauan umum transaksi salam. Bab Ketiga Berupa penelitian dan pembahasan yang dikaitkan dengan perumusan masalah yaitu menguraikan tentang karakteristik perdagangan berjangka komoditi yang diatur dalam Undang-undang No. 32 Tahun 1997 tentang Perdagangan Berjangka Komoditi, dan karakteristik transaksi salam yang diatur dalam hukum Islam. Bab Keempat Berupa penutup yang merupakan penutup dari keseluruhan rangkaian pembahasan yang terdiri dari sub bab kesimpulan dan saran-saran yang sekiranya perlu penulis sampaikan dalam penulisan hukum ini. 13 DAFTAR PUSTAKA Berisi berbagai sumber pustaka yang dikutip dalam penulisan hukum ini LAMPIRAN-LAMPIRAN Berisi instrumen-instrumen penelitian 14 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teori 1. Tinjauan Umum Tentang Perjanjian a. Perjanjian Dalam Hukum Perdata (1) Pengertian Perjanjian Salah satu kegiatan bisnis yang amat penting adalah mengenai kontrak. Kedudukan hukum kontrak berjangka dalam Perdagangan Berjangka Komoditi erat kaitannya dengan fenomena kebebasan berkontrak, karena Perdagangan Berjangka Komoditi merupakan kegiatan jual beli komoditi berdasarkan kontrak berjangka. Perjanjian atau dalam hal ini disebut kontrak, diatur dalam KUH Perdata buku ketiga yang secara umum mengatur tentang syarat-syarat pembentukan perjanjian, cara pelaksanaan perjanjian, serta akibat hukum yang mungkin timbul dari suatu perjanjian. Hukum Perdata sebagai induk hukum perjanjian, adalah hukum yang mengatur kepentingan perseorangan berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Perjanjian menurut Pasal 1313 KUH Perdata yaitu suatu perbuatan dengan mana satu orang mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih. Konsekuensi terhadap perjanjian yang mengikat adalah para pihak yang terikat dalam perjanjian tersebut tidak dapat menarik diri secara sepihak, hal ini diatur dalam Pasal 1338 ayat (2) KUH Perdata. Pasal 1338 KUH Perdata mengandung 2 asas yakni asas ”janji itu mengikat” dan asas “kebebasan berkontrak”. Hukum perjanjian memberikan kebebasan yang seluas-luasnya bagi para pihak untuk menentukan isi dari perjanjian yang akan mereka buat dengan ketentuan tidak 15 boleh bertentangan dengan undang-undang, ketertiban umum dan kesusilaan. Dalam hukum perjanjian dikenal lima asas penting, yaitu asas kebebasan berkontrak, asas konsensualisme, asas pacta sunt servanda (kepastian hukum), asas itikad baik, dan asas kepribadian. Untuk mengetahui lebih jelas tentang kelima asas tersebut, dibawah dijelaskan lebih lanjut (a) Asas Kebebasan Berkontrak Kebebasan berkontrak adalah salah satu asas yang sangat penting dalam hukum perjanjian. Kebebasan ini adalah perwujudan dari kehendak bebas dan pancaran hak asasi manusia. Asas kebebasan berkontrak dapat dianalisis dari ketentuan Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata, yang berbunyi “Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya” . Jadi, asas ini memberikan kebebasan kepada para pihak untuk: i) membuat atau tidak membuat perjanjian ii) mengadakan perjanjian dengan siapapun iii) menentukan isi perjanjian, pelaksanaan, dan persyaratannnya iv) menentukan bentuk perjanjian (Salim H.S, 2005:9) (b) Asas Konsensualisme Asas konsensualisme dapat ditemukan dalam Pasal 1320 KUH Perdata. Dalam pasal ini ditentukan bahwa salah satu syarat sahnya perjanjian adalah adanya kesepakatan antara kedua belah pihak. Kesepakatan merupakan persesuaian antara kehendak dan pernyataan yang dibuat oleh kedua belah pihak (Salim H.S, 2055:10) (c) Asas Pacta Sunt Servanda 16 Asas pacta sunt servanda disebut juga asas kepastian hukum yang berhubungan dengan akibat perjanjian. Asas ini terdapat dalam Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata (Salim H.S, 2005:10) (d) Asas Itikad Baik Asas ini terdapat dalam Pasal 1338 ayat (3) KUH Perdata yang berbunyi “Perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik”. (e) Asas Kepribadian (Personalitas) Asas kepribadian adalah asas yang menentukan bahwa seseorang yang akan melakukan dan atau membuat kontrak hanya untuk kepentingan perseorangan saja (Salim H.S, 2005:12) Disamping kelima asas tersebut diatas, dalam Lokakarya Hukum Perikatan yang diselenggarakan oleh Badan Pembinaan Hukum Nasional pada tanggal 17 Desember 1985 berhasil merumuskan delapan (8) asas hukum perikatan nasional. Kedelapan asas hukum tersebut adalah asas kepercayaan, asas persamaaan hukum, asas keseimbangan, asas kepastian hukum, asas moral, asas kepatutan, asas kebiasaan, dan asas perlindungan (Mariam Darus B, dkk. 2001: 87) (2) Syarat Perjanjian Dengan adanya suatu perjanjian, maka akan terbentuk suatu hubungan hukum yang akan menimbulkan hak dan kewajiban bagi para pihak secara timbal balik. Agar suatu perjanjian dikatakan sah, maka harus memenuhi syarat-syarat sesuai dengan Pasal 1320 KUH Perdata yaitu : (a) sepakat bagi mereka yang mengikatkan dirinya (b) cakap untuk membuat suatu perjanjian 17 (c) suatu hal tertentu (d) suatu sebab yang halal Syarat pertama dan kedua merupakan syarat subyektif, yakni mengenai subyek atau orang-orang yang mengadakan perjanjian. Bila syarat ini tidak dipenuhi, maka perjanjian dapat dibatalkan (vernietigbaar), artinya salah satu pihak mempunyai hak untuk meminta perjanjian tersebut dibatalkan (Salim H.S, 2005:33). Sedangkan syarat ketiga dan keempat merupakan syarat obyektif, yakni berkaitan dengan perjanjian itu sendiri atau obyek dari perbuatan hukum yang dilakukan itu. Bila syarat ini tidak dipenuhi, maka perjanjian batal demi hukum (nietig), artinya sejak semula perjanjian dianggap tidak pernah ada dan tidak ada pula suatu perikatan yang timbul (Salim H.S, 2005:34) (3) Wanprestasi Dalam suatu perjanjian yang telah disepakati, maka perjanjian tersebut akan melahirkan hak dan kewajiban bagi para pihak yang membuatnya. Oleh karena itu, apabila si berutang (debitur) tidak melakukan apa yang dijanjikannya, maka dikatakan wanprestasi (Mariam Darus B, dkk. 2001: 88). Wanprestasi dapat terjadi karena alpa, lalai, atau cidera janji. Adapun mengenai wanprestasi dapat berupa empat macam yaitu: (a) tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukan (b) melaksanakan apa yang dijanjikan, tetapi tidak sebagaimana yang dijanjikan (c) melakukan apa yang dijanjikan tetapi terlambat (d) melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukannya (Soebekti, 1976:43) Atas kelalaian atau kealpaan si debitur tadi, maka sanksi yang dapat dikenakan terhadapnya adalah: 18 (1) membayar kerugian kepada kreditur atau yang disebut dengan ganti rugi (2) pembatalan perjanjian (3) peralihan risiko (4) membayar biaya perkara, bila sampai diperkarakan ke pengadilan (Soebekti, 1976:45) b. Perjanjian/akad dalam Hukum Muamalah Islam (1) Pengertian Perjanjian/Akad Dalam hukum Islam, perjanjian dikenal dengan istilah akad (al’aqd jamaknya al’uqud) secara bahasa berarti ikatan, mengikat. Menurut terminologi hukum Islam, akad dapat didefinisikan “pertalian antara ijab dan qabul yang dibenarkan oleh syara’ yang menimbulkan akibat hukum terhadap obyeknya” (Ghufron A.M, 2002: 75-76). Agar akad (perjanjian/kontrak) sah, maka harus memenuhi rukun dan syarat jual beli. Adapun rukun jual beli, menurut jumhur ulama ada empat yaitu: (a) Orang yang berakad (mu’taqidan) yaitu penjual dan pembeli Syarat orang yang berakad menurut ulama fikih antara lain : i) baligh, berakal, dan mumayyiz dan bukan termasuk golongan orang-orang yang dilarang bertindak sendiri.(misal: pemboros) ii) kerelaan melakukan akad (b) Sighat (lafal ijab dan kabul) i) orang yang melakukan ijab kabul telah baligh, berakal, dan mumayyiz ii) ada kesesuaian antara ijab dengan kabul iii) dilakukan dalam satu majelis Satu majelis tidak harus diartikan dengan sama-sama dalam satu tempat akan tetapi dapat diartikan satu situasi atau kondisi, sekalipun diantara keduanya berjauhan. Selain itu, 19 ulama fikih juga memperbolehkan adanya jual beli melalui perantara maupun media tertentu (misal: melalui telepon, surat-menyurat, dan lain-lain). perwujudan ijab kabul tidak Zaman sekarang, harus diucapkan, tetapi dilakukan dengan tindakan, pembeli mengambil barang dan membayarnya sedangkan penjual menyerahkan barang tanpa ucapan apapun, misalnya jual beli di pasar swalayan (Ensiklopedi Hukum Islam Jilid 3, 1997:830) (c) Barang yang diperjual belikan Adapun barang yang diperjual belikan harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: i) barangnya ada, apabila tidak ada di tempat pihak penjual menyatakan kesanggupan untuk mengadakan barang tersebut ii) milik seseorang iii) dapat diserahkan saat akad berlangsung, atau pada waktu yang disepakati bersama ketika transaksi berlangsung (Ensiklopedi Hukum Islam Jilid 3, 1997:830) (d) Ada nilai tukar pengganti barang (harga barang) Menurut ulama fikih ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi antara lain: (Ensiklopedi Hukum Islam Jilid 3, 1997:831) i) harga yang disepakati kedua belah pihak harus jelas jumlahnya ii) pembayarannya bisa diserahkan pada waktu akad, bila tidak maka harus jelas kapan waktu pembayarannya iii) bila jual beli barter, maka barang yang dijadikan nilai tukar adalah barang yang diperbolehkan oleh syara’ Al Quran menyatakan kewajiban moral untuk menjalankan dan memenuhi kontrak atau transaksi atau janji atau sumpah, atau 20 amanat, atau sesuatu yang berhubungan dengan kepercayaan (trust) yang telah dibuat. “Hai orang-orang yang beriman, penuhilah akad-akad itu” (Q.S Al Maidah : 1) Dan tepatilah perjanjian dengan Allah apabila kamu berjanji dan janganlah kamu membatalkan sumpahsumpah(mu) itu, sesudah meneguhkannya, sedang kamu Telah menjadikan Allah sebagai saksimu (terhadap sumpah-sumpahmu itu). Sesungguhnya Allah mengetahui apa yang kamu perbuat. (Q.S An Nahl: 91) Selain telah dijelaskan dalam Al Quran, ada sebuah hadits shahih yang mengidentifikasikan tiga ciri orang munafik atau hipokrit, dua diantaranya menyebut tentang kepercayaan (trust) yaitu jika berjanji ia iangkar dan jika diberi amanat ia khianat. 2. Tinjauan Umum Tentang Pasar a. Pengertian Pasar Mengenai istilah pasar, mengandung beberapa pengertian yang beraneka ragam. Dalam percakapan sehari-hari istilah “pasar” ditafsirkan sebagai “sebuah gedung atau sebidang tanah dimana perniagaan (transaksi jual beli) dilaksanakan pada kesempatan tertentu”. Tafsiran tersebut merupakan tafsiran pasar dalam arti sempit, menurut Edward Niven yang dimaksud pasar adalah sebagai berikut: 21 “In economic the word (market) is used much more widely, and refers to all the person and institution cocerned in the exchange of any commodity. In this sense it can include and entire country, or even the whole world, if people buying or selling a commodity are in contract with one another over those areas. On other hand a market may mean only a handful of people if the persons in contract with one another for the purpose of exchanging some commodity are few in number”. Dari penjelasan tersebut, istilah pasar dapat dipandang dari dua sisi yaitu dalam arti sempit dan arti luas (Winardi, 1987: 318) Pasar menurut ilmu ekonomi adalah suatu kondisi atau keadaan yang ditimbulkan akibat terjadi interaksi antara penawaran dan permintaan. Jadi, yang dimaksud pasar adalah tempat dimana seseorang dapat berbelanja memenuhi kebutuhannya terutama untuk memperoleh barang berwujud dengan membayar imbalan baik secara tunai maupun kredit. Interaksi antara penawaran dan permintaan menimbulkan kondisi pasar yang bersifat monopolistik, monopsoni, oligopolistik, oligopsoni maupun pasar persaingan sempurna tergantung dari keseimbangan yang ditimbulkan (Pusat Pengkajian Kebijaksanaan Perdagangan, 2000:66) Menurut Philip Kotler, pasar terdiri dari seluruh konsumen atau langganan yang potensial yang mempunyai kebutuhan dan keinginan tertentu. Kebutuhan dan keinginan tersebut dapat dipenuhi dengan pertukaran sehingga dapat memuaskan konsumen. Faktor-faktor yang mempengaruhi potensial pasar: (1) paling sedikit dua pihak terdapat (2) masing-masing pihak melakukan sesuatu yang mungkin dapat berharga bagi pihak lain (3) masing-masing pihak mampu berkomunikasi dan menyalurkan keinginannya (4) masing-masing pihak bebas untuk menerima dan menolak penawaran dari pihak lain (Fandy Tjiptono, 1995: 54) 22 Dari beberapa pengertian diatas, yang dimaksud dengan pasar adalah arena atau tempat pertukaran yang potensial baik dalam bentuk fisik sebagai tempat berkumpul dan bertemunya para penjual dan pembeli maupun yang tidak berbentuk fisik yang memungkinkan terlaksananya pertukaran. Minat dan daya beli merupakan persyaratan pertukaran (Fandy Tjiptono, 1995: 55) b. Jenis-Jenis Pasar Tempat terjadinya interaksi antara penawaran dan permintaan adalah pasar yang dibedakan menjadi beberapa jenis yaitu: (1) Berdasarkan sifatnya, pasar dibagi menjadi dua yaitu: (a) Pasar physic/berwujud/nyata yaitu apabila para pelaku penawaran atau pembeli dan pelaku permintaan atau penjual serta barang yang diintransaksikan terlihat nyata. Misal Pasar Klewer, Beringharjo, dan lain-lain. (b) Pasar non physic/tidak berwujud/abstrak yaitu apabila para pelaku penawaran dan pelaku permintaan ataupun objek barang yang diinteraksikan tidak kelihatan. Misal pasar saham, bursa berjangka komoditi, dan lain-lain. (2) Berdasarkan luas cakupan wilayah secara geography, pasar dibedakan menjadi pasar global/internasional, regional, dalam negeri, lokal, dan desa. (3) Berdasarkan cara pengelolaan, pasar dapat dibedakan menjadi pasar modern, tradisional, inpres, induk, lelang, dial market/penjualan melalui telepon, dan lain-lain. (4) Berdasarkan legitimasi, pasar dibedakan menjadi pasar legal dan ilegal/pasar gelap (Pusat Pengkajian Kebijaksanaan Perdagangan, 2000:66) 23 Dalam referensi lain menurut barang yang diperdagangkan dan cara penyerahan barang kepada pembeli serta cara pembayaran kepada penjual, pasar dibedakan menjadi dua yaitu: (1) Pasar konkrit/nyata yaitu apabila barang yang diperjual belikan terdapat dalam pasar itu setelah jual beli barang diserahkan dengan pembayaran tunai atau kredit. (2) Pasar abstrak atau bursa yaitu apabila jual beli barang dilakukan berdasarkan contoh-contoh standar (barang fungibel), adapun pelaksanaan dan pembayaran berdasarkan contoh standar dan kontrak yang telah dibuat (Arifinal Chaniago dan Mudjihardjo, 1980: 24) 3. Tinjauan Umum Tentang Perdagangan Berjangka Komoditi a. Pengertian Perdagangan Berjangka Komoditi Mengenai istilah Perdagangan Berjangka ada beberapa pengertian antara lain: (1) Menurut UU No. 32 Tahun 1997 Pasal 1 ayat (1) tentang Perdagangan Berjangka Komoditi atau yang disebut perdagangan berjangka yaitu segala sesuatu yang berkaitan dengan jual beli komoditi dengan penyerahan kemudian berdasarkan kontrak berjangka dan opsi atas kontrak berjangka (2) Perdagangan kontrak berjangka komoditi yang selanjutnya disebut Perdagangan Berjangka Komoditi (PBK) atau commodity futures trading (CFT), adalah suatu perjanjian untuk membeli atau menjual suatu komoditi atau asset yang dijadikan sebagai subyek kontrak dengan spesifikasi yang jelas berkaitan dengan jumlah, jenis, dan mutu tertentu untuk penyerahan atau penyelesaian pada waktu tertentu di kemudian hari dengan harga yang telah disepakati di suatu bursa berjangka (www.Bappebti.go.id, 2005) (3) Futures Trading (Perdagangan Berjangka) dapat diartikan sebagai kegiatan memperjual-belikan kontrak standar suatu komoditi yang 24 penyerahannya dilakukan pada akhir jangka kontrak secara tunai. Kontrak standar tersebut merupakan ikatan perjanjian jual-beli yang telah ditetapkan sesuai dengan jenis komoditi yang diperdagangkan dengan masa penyerahan (akhir jangka kontrak) yang telah ditentukan pada harga yang terbentuk oleh mekanisme pasar di suatu bursa berjangka (www.Indofutop.com, 2005) b. Sejarah Perdagangan Berjangka Komoditi (1) Di Dunia Perdagangan berjangka (futures trading) dimulai di Amerika Serikat tepatnya di kota Chicago sekitar tahun 1800. Pada saat itu, produsen komoditi dan pengguna bersepakat memperkecil risiko yang timbul akibat perubahan harga komoditi. Pada tahun 1840, pemasaran biji-bijian (gandum, kedelai, jagung) mengalami masa yang sangat sulit. Selama beberapa saat, yaitu pada musim semi saat mulai bercocok tanam dan permintaan sedang banyak harga gandum sangat tinggi, namun pada musim panen harganya turun drastis (Johanes A.W, 2005: 1) Disamping masalah musim, jalur pendistribusianya pun lambat hal ini dikarenakan harga gandum terus berubah setiap saat sehingga mengakibatkan harga roti berubah-ubah tergantung bahan bakunya. Melihat kenyataan ini, maka pada tahun 1848 sekitar 82 bisnisman Chicago mendirikan Chicago Board of Trade (CBOT) dengan tujuan sebagai tempat untuk menukar gandum di pasar spot antara penjual dan pembeli. Forward contract untuk pertama kalinya dilakukan pada tanggal 13 maret 1851 untuk pengirimanbulan Juni 1851. Tercatat sebanyak 3000 bushels, 1 bushels setara dengan 6 liter jagung (Lie Ricky F. dkk, 2006: 17) Forward contract adalah perjanjian dan kesepakatan (komitmen) yang legal antara pembeli dan penjual dengan 25 mencantumkan komoditi secara spesifik, yang memuat jumlah, harga, waktu pengiriman, dan lokasi penerimaan di masa yang akan datang. Hal ini sangat membantu petani dan pabrikan, terutama dalam rangka penyusunan rencana jangka panjang. Akan tetapi forward contract mempunyai kelemahan yaitu dalam hal standar kualitas dan waktu pengiriman. Seringkali pembeli dan pedagang tidak menepati komitmen forward contract yang telah dibuatnya sehingga pada tahun 1865, CBOT memformulasikan standar kontrak menjadi futures contract atau yang lebih dikenal dengan futures marke/futures trading (perdagangan berjangka) (Johanes A.W, 2005: 3) Perbedaan mendasar antara forward contract dan futures market adalah masalah negosiasi harga. harga forward contract ditentukan secara pribadi antara penjual dan pembeli, sedangkan harga futures market ditentukan secara lelang terbuka dengan melibatkan pembeli dan penjual dalam jumlah banyak. Pada tahun 1900, futures market mengalami perkembangan yang pesat sehingga perlu dibuat peraturan perundang-undangan yang mengatur futures trading (Johanes A.W, 2005: 3) Pada tahun 1923 dibuat Grain Futures Act yang merupakan undang-undang pertama mengenai futures trading. Selanjutnya pada tahun 1936 dibuat Commodity Exchange Act yang memiliki kekuatan di bidang kebijakan futures trading karena di dukung Departemen Pertanian AS. Akhirnya pada tahun 1974, Commodity Exchange Act dirubah menjadi Commodity Commision Act yang dibuat oleh The Commodity Futures Trading Commision (CFTC). Para anggota bursa yang mempunyai hak dan kewajiban sesuai dengan peraturan keanggotaan, bekerjasama dengan CFTC membuat kebijakan pasar berjangka (Lie Ricky F. dkk, 2006: 19) 26 (2) Di Indonesia Pemerintah Indonesia sudah sejak lama menyadari akan pentingnya sebuah sarana lindung nilai. Hal ini dikarenakan Indonesia sebagai negara yang kaya akan Sumber Daya Alam (SDA) seperti kopi, kayu lapis, cokelat, dan lainnya sehingga potensial untuk mengadakan sistem perdagangan ini. Saat ini perdagangan komoditi di Indonesia masih bertumpu pada kegiatan pasar fisik (spot) dengan keharusan untuk menyerahkan atau menerima secara fisik pada saat jatuh tempo (Lie Ricky F. dkk, 2006: 21) Pada tahun 1991 pemerintah menganjurkan agar para pelaku pasar berbagai asosiasi komoditi memperdagangkan komoditi secara berjangka akan tetapi hanya tiga asosiasi yang bersedia memperdagangkan komoditinya di bursa. Ketiga asosiasi tersebut adalah AIMNI (Asosiasi Industri Minyak Nabati Indonesia), GAPKI (Gabungan Asosiasi Pengusaha Kopi Indonesia), dan Asosiasi Eksportir Kopi Indonesia (AEKI) (www.Jakarta Exchange.com, 2005). Futures Pada tahun 1992 pemerintah memutuskan supaya pihak swastalah yang mendirikan bursa. Menindaklanjuti hal ini dibentuklah tim yang terdiri dari utusan Federasi Asosiasi Minyak Nabati Indonesia (FAMNI) yakni gabungan dari AIMNI, GAPKI, dan AEKI yang kemudian diangkat/diresmikan dengan Surat Keputusan Menteri Perdagangangan (Lie Ricky F. dkk, 2006: 21) Pemerintah mengumpulkan dana untuk membiayai konsultan dari Australia dan Malaysia, serta membiayai studi kelayakan, rencana usaha, dan tata tertib bursa. Disamping itu, pemerintah juga mengusahakan adanya undang-undang yang mengatur perdagangan berjangka di Indonesia.Tim yang telah ditunjuk oleh 27 Meteri Perdagangan untuk mempersiapkan pendirian bursa ditolak oleh DPR, hal itu menjadi alasan penundaan diterbitkannya undang-undang tentang bursa berjangka (Lie Ricky F. dkk, 2006: 22) Berdasarkan Pasal 79 UU No. 32 Tahun 1997, sebelum dibentuk Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) secara resmi, maka tugas, fungsi, dan kewenangan Bappebti dilaksanakan oleh Badan Pelaksana Bursa Komoditi (Bapebti). Bapebti dibentuk berdasarkan Peraturan Pemerintah No.35 Tahun 1982 tentang Bursa. Secara kelembagaan, Bappebti yang ada sekarang merupakan pengalihan fungsi dari Bapebti (www.Bappebti.go.id, 2004) Pada saat krisis ekonomi sedang melanda Indonesia, keluarlah UU No. 32 Tahun 1997 tentang Perdagangan Berjangka Komoditi. Akan tetapi hingga tahun 1998, hampir tidak ada kegiatan pembentukan bursa, baru pada tanggal 27 Januari 1999 gerakan pendirian bursa dimulai lagi. AEKI dan FAMNI bekerja dengan sangat cepat melakukan rekruitmen calon pendiri yang dilakukan oleh anggota masing-masing asosiasi dan unsur dari luar asosiasi (Lie Ricky F. dkk, 2006: 22) Pada waktu itu Bappebti mengharuskan semua unsur pendiri layak dan patut sesuai dengan ketentuan UU No. 32 Tahun 1997. Setelah melalui proses pemeriksaan, ada beberapa calon yang ditolak karena dianggap tidak layak dan tidak patut menjadi pendiri bursa. Calon yang ditolak dikarenakan terafiliasi dengan organisasi lain dan ada pula yang mengundurkan diri. Satu jam sebelum pertemuan pembentukan perseroan bursa pada tanggal 19 Agustus 1999, AEKI dan FAMNI berhasil mengumpulkan 29 perusahaan 28 tidak terafiliasi berbagai jenis industri di bidang usaha kopi, sawit, keuangan, dan perdagangan (Lie Ricky F. dkk, 2006: 22) Akhirnya pada tanggal 11 Juli 2000, permohonan izin usaha bursa berjangka diserahkan kepada Bappebti. Selanjutnya pada tanggal 21 Nopember 2000, Bursa Berjangka Jakarta atau yang disingkat BBJ resmi mendapat izin dari Bappebti setelah melalui perjuangan yang panjang dan melelahkan (www.Jakarta Exchange.com, 2005). Futures Namun, perdagangan perdana baru dilakukan pada tanggal 15 Desember 2000 dengan komoditas perdagangan baru dua komoditi yaitu Kopi Robusta dan Olein. Pada tanggal 1 Februari 2002 diluncurkan komoditi emas yang dipercaya akan meramaikan perdagangan berjangka. Emas dianggap sebagai bahan yang sudah sangat terkenal di kalangan masyarakat (Lie Ricky F. dkk, 2006: 22-23) c. Landasan Hukum Perdagangan Berjangka Komoditi Pengaturan untuk menyelenggaraan Perdagangan Berjangka Komoditi di Indonesia diatur dalam UU No. 32 Tahun 1997 tentang Perdagangan Berjangka Komoditi yang dilengkapi dengan peraturan pelaksanaannya, antara lain berupa: (www.Bappebti.go.id, 2005) (1) Peraturan Pemerintah (PP) No. 9 tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Perdagangan Berjangka Komoditi (2) Peraturan Pemerintah (PP) No. 10 tahun 1999 tentang Tata Cara Pemeriksaan di bidang Perdagangan Berjangka Komoditi (3) Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 119 Tahun 2001 tentang Komoditi Yang Dapat Dijadikan Subjek Kontrak Berjangka (4) Paket peraturan Bappebti baik berupa Surat Keputusan maupun Surat Edaran Kepala Bappebti 29 4. Tinjauan Umum Tentang Transaksi Salam a. Pengertian Salam Dalam pandangan hukum Islam, perdagangan (jual beli) termasuk kegiatan muamalah. Muamalah yaitu suatu kegiatan yang menggambarkan suatu aktivitas yang dilakukan oleh beberapa orang untuk tukar menukar hak dan kewajiban, atau disebut juga hukum yang berkaitan dengan tindakan hukum manusia dalam persoalan keduniaan (Nasrun H, 2000:15). Ulama Syafi’iyah menekankan penggunaan istilah al salam dalam kalimat transaksi dengan alasan bahwa al aqd al salam adalah bay al ma’dum dengan sifat dan cara berbeda dari akad jual beli (bay) pada umumnya (Juhaya S. Praja, 2001:6) Mengenai istilah salam, ada beberapa pengertian antara lain sebagai berikut : (1 Al Salam atau salaf adalah jual beli barang secara tangguh dengan harga yang dibayarkan dimuka, atau dengan bahasa lain adalah jual beli dimana harga dibayarkan dimuka sedangkan barang dengan kriteria tertentu akan diserahkan pada waktu tertentu. Menurut ulama Malikiyah, Al Salam adalah jual beli dengan modal pokok yang dibayarkan dimuka sedangkan barangnya diakhirkan atau ditunda penyerahannya sampai batas waktu tertentu (Ghufron A.M, 2002:143-144) (2 Salam secara harfiah berarti suatu kontrak yang meliputi suatu pengiriman yang cepat dalam jarak yang cukup jauh, atau menurut bahasa hukum berarti suatu kontrak jual beli yang menghasilkan pembayaran harga suatu untuk menunda barang dengan segera dan disepakati pengiriman barangnya (Afzalur Rahman, 1995:177) (3 Salam (jual beli dengan cara memesan) adalah jual beli dimana salah satu alat tukar diberikan secara langsung dan yang satu 30 ditunda tapi dengan menyebutkan sifat-sifat dan ciri-ciri barang yang dipesan dengan memberikan jaminan (M. Rawas Q, 1999:50) (4 Bay as-Salam atau salaf yaitu penjualan dengan kriteria tertentu dengan penangguhan penyerahan tetapi menyegerakan pembayarannya (advance payment) pada saat kontrak dibuat (Iggi H.Achsien, 2003:57) (5 Salam adalah jual beli dengan ketentuan si pembeli membayar saat ini untuk barang yang akan diterimanya di masa mendatang (Adiwarman Karim , 2002:92) Dari beberapa pengertian tersebut diatas, dapat diambil kesimpulan bahwa transaksi salam atau yang dikenal dengan jual beli pesanan yaitu suatu akad jual beli, pembeli memesan barang dengan menyebut sifat barang yang dipesan dan menyerahkan harga yang telah disepakati, sedangkan penjual sepakat untuk menyerahkan barang yang dipesan setelah tiba waktu yang telah ditentukan b. Prinsip-prinsip Transaksi dalam Hukum Muamalah Islam Islam berada pada posisi yang adil dan memainkan peran secara adil dalam hubungan bisnis terhadap semua pihak dan melarang transaksi yang tidak adil serta eksploitasi terhadap manusia. Islam mendukung dan menekankan pada permainan yang adil dalam setiap hubungan bisnis. Mengenai prinsip-prinsip hukum muamalah Islam, menurut Ahmad Azhar Basyir adalah sebagai berikut: (1) Pada dasarnya segala bentuk muamalah adalah mubah, kecuali yang ditentukan lain oleh Al Quran dan sunah Rasul Sebagaimana telah dijelaskan dalam kaidah ushul fiqih yaitu : “Pada dasarnya, semua bentuk muamalah boleh dilakukan kecuali ada dalil yang mengharamkannya” (2) Muamalah dilakukan atas dasar sukarela, tanpa mengandung unsur-unsur paksaan 31 (3) Muamalah dilakukan atas dasar pertimbangan mendatangkan manfaat dan menghindarkan mafsadat dalam kehidupan bermasyarakat (4) Muamalah dilaksanakan untuk memelihara nilai keadilan, menghindarkan unsur-unsur penganiayaan dan pengambilan kesempatan dalam kesempitan (Nurbaeti, 2003:14) Prinsip-prinsip yang harus dijaga agar pelaksanaan muamalah tidak mengandung unsur-unsur sebagai berikut: (1) Prinsip larangan melakukan kegiatan yang mengandung haram dan riba, karena keduanya dilarang oleh syara’ Riba berasal dari kata r-b-w, yang bermakna tambahan. Prinsip ini dipilih sebagai dasar awal untuk memilih dan menentukan berbagai jenis perdagangan yang sesuai syariah Islam. Larangan riba dalam Al Quran diturunkan secara bertahap dan temporal, dari yang lemah menuju larangan yang tegas. Secara kronologis berdasarkan urutan waktu, tahapan pengharaman riba dalam Al Quran sebagai berikut: i). Pada periode Mekah turun firman Allah yang berbunyi: Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia bertambah pada harta manusia, Maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah. dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridhaan Allah, Maka (yang berbuat demikian) Itulah 32 orang-orang yang melipat gandakan (pahalanya).(Q.S Ar Rum: 39) ii). Pada periode Madinah, turun ayat yang mengharamkan riba secara jelas yaitu: Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan. (Q.S Ali Imran : 130) iii). Yang terakhir Allah berfirman 278. Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman. 279. Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), Maka Ketahuilah, bahwa Allah dan rasul-Nya akan memerangimu. dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), Maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya. (Q.S Al Baqarah: 278-279) 33 Ayat ini merupakan ayat terakhir yang berkaitan dengan masalah riba, yang mengandung penolakan terhadap anggapan bahwa riba tidak haram kecuali jika berlipat ganda, karena Allah tidak memperbolehkannya kecuali mengembalikan modal pokok tanpa ada penambahan. (Gemala Dewi, 2004:45) Beberapa hadits Rasul juga menunjukkan larangan yang kuat tentang riba antara lain : Dari Jabir r.a Rasulullah Saw bersabda “Terkutuklah orang yang menerima dan membayar riba, orang yang menulisnya, dan dua orang saksi yang menyaksikan transaksi itu, mereka semua sama (dalam berbuat dosa)” (H.R Muslim) Dalam kaitannya dengan jual beli Allah berfirman “Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba,. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan) dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang mengulangi (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka, mereka akan kekal di dalamnya” (Q.S Al Baqarah : 275 ) Dalam ilmu fiqih dikenal tiga (3) jenis riba yaitu: (a) Riba Fadhal Riba Fadhal atau disebut juga riba buyu’ yaitu riba yang timbul akibat pertukaran barang sejenis yang tidak memenuhi kriteria sama kualitasnya (mistlan bi mistlin), sama kuantitasnya (sawaan bi sawain), dan sama waktu 34 penyerahan (yadan bi yadin). Pertukaran seperti ini mengandung gharar, yaitu ketidakjelasan bagi kedua belah pihak akan nilai masing-masing barang yang dipertukarkan. Ketidakjelasan ini dapat menimbulkan tindakan zalim terhadap salah satu pihak, kedua pihak, dan pihak-pihak yang lain. Dalam transaksi salam dilakukan pelarangan terhadap pembayaran yang dilakukan dengan menggunakan barang sejenis karena hal ini termasuk riba fadhal. Untuk barang yang tidak dapat dimakan, para ulama mazhab berbeda pendapat. Ulama Malikiyah tidak memperbolehkannya, sedangkan menurut Sahnun Mudawanah, ulama Syafi’iyah memperbolehkannya (Adiwarman Karim, 2001:93). Umar ra melarang melakukan jual beli barang yang sama jenisnya, kecuali jumlah dan kualitasnya sama (Muhammad Rawas,1999: 49) (b) Riba Nasiah Riba Nasiah atau disebut riba duyun yaitu riba yang timbul akibat hutang piutang yang tidak memenuhi kriteria untung muncul bersama risiko (al ghannu bil ghurm), dan hasil usaha muncul bersama biaya (al kharajbi dhaman). Transaksi seperti ini mengandung pertukaran kewajiban menanggung beban hanya karena berjalannya waktu. Riba nasiah adalah penangguhan penyerahan atau penerimaan jenis barang ribawi yang dipertukarkan dengan jenis barang ribawi lainnya. (c) Riba Jahiliyah Riba Jahiliyah disebut juga pre Islamic riba, hal ini terjadi karena hutang dibayar lebih dari pokoknya, karena peminjam tidak mampu mengembalikan hutangnya pada waktu yang telah ditetapkan. Riba ini dilarang sesuai kaidah “kullu qardin jarra manfaah fahuwa riba” yang berarti setiap pinjaman 35 yang mengambil manfaat adalah riba (Adiwarman Karim, 2004:32-37) Secara umum terdapat beberapa prinsip untuk menentukan adanya riba dalam suatu transaksi yaitu sebagai berikut: (a) Pertukaran barang yang sama jenis dan nilainya, tetapi berbeda jumlahnya, baik secara kredit maupun tunai mengandung riba. (b) Pertukaran barang yang sama jenis dan jumlahnya, tetapi berbeda nilai atau harganya dan dilakukan secara kredit mengandung unsur riba. Pertukaran ini akan terbebas dari unsur riba apabila dilakukan secara tunai. (c) Pertukaran barang yang sama nilai atau harganya tetapi berbeda jenis dan kuantitasnya, serta dilakukan secara kredit mengandung unsur riba. Pertukaran ini akan terbebas dari unsur riba apabila dilakukan secara tunai. (d) Pertukaran barang yang berbeda jenis, nilai, dan kuantitasnya, baik secara kredit maupun tunai, terbebas dari unsur riba. (e) Dalam perekonomian yang berasaskan uang, yang harga barang ditentukan dengan standar mata uang suatu Negara, pertukaran suatu barang yang sama dengan kuantitas yang berbeda diperbolehkan (Heri Sudarsono, 2004:16) Dari beberapa ayat yang menjelaskan tentang riba, telah disepakati keharaman riba. Meskipun begitu, tidak semua tambahan diharamkan, tambahan diperbolehkan apabila: (a) tidak ditetapkan di muka oleh si pemberi hutang (b) atas prakarsa yang memiliki hutang (c) dilakukan pada waktu jatuh tempo (d) dalam jumlah yang absolut bukan prosentase yang mengikuti besarnya hutang (Nisyari P, 2005:28) 36 (2) Prinsip larangan melakukan kegiatan gharar (penipuan), maysir (judi/gambling) Seperti halnya riba, jumhur ulama sepakat bahwa segala transaksi yang mengandung gharar dan maysir dilarang. Gharar dalam bahasa Arab diartikan risiko dan ketidakpastian (uncertanity), sementara Ibn Qayyim menjelaskan bahwa gharar adalah kemungkinan ada dan tidak ada (Iggi H. Achsien, 2003:50). Selain itu, gharar dapat diartikan keraguan, tipuan, atau tindakan yang bertujuan merugikan pihak lain, suatu akad mengandung unsur penipuan karena tidak ada kepastian, baik mengenai ada atau tidak ada objek akad tersebut (Nisyari P, 2005:29) Gharar sangat terkait dengan adanya unsur judi atau gambling. Secara fiqih, perjudian diartikan sebagai permainan dengan salah satu pihak harus menanggung beban pihak lainnya sebagai akibat hasil permainan tersebut (Adiwarman Karim, 2004:206). Ajaran Islam sangat mementingkan faktor kebenaran dan kejujuran dalam suatu transaksi, sehingga segala bentuk penipuan, sikap eksploitasi, dan membuat pernyataan palsu adalah dilarang. Perdagangan yang yang semata-mata berdasarkan spekulasi yang melibatkan risiko dan ketidak pastian dilarang dalam Islam. Dasar hukum yang berkaitan dengan larangan gharar dan maysir terdapat dalam Al Quran yaitu: 37 90. Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panahadalah termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan. 91. Sesungguhnya syaitan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu lantaran (meminum) khamar dan berjudi itu, dan menghalangi kamu dari mengingat Allah dan sembahyang; Maka berhentilah kamu (dari mengerjakan pekerjaan itu).(Q.S Al Maidah:90-91) “…dan (diharamkan juga) mengundi nasib dengan anak panah, (mengundi nasib dengan anak panah itu) adalah kefasikan….”(Q.S Al Maidah:3) Ayat tersebut mengungkapkan alasan pelarangan perjudian karena dapat menimbulkan permusuhan dalam hubungan sosial. Dikaitkan dengan dunia bisnis yang mengandung risiko, maka harus terdapat kepastian batas antara gharar, risiko, dan ketidakpastian yang dapat ditolerir. Van Deer Haeidjen cukup dianggap membantu dengan kategorisasi uncertainty yang diidentifikasinya. Menurutnya, hasil masa depan yang memiliki ketidakpastian dapat digolongkan menjadi tiga yaitu risk, structural uncertainties, dan 38 unknownables. Yang pertama yaitu risk, memiliki preseden historis dan dapat dilakukan estimasi probabilitas untuk tiap hasil yang mungkin muncul. Structural uncertainty adalah kemungkinan terjadinya suatu hasil bersifat unik, tidak memiliki preseden di masa lalu, tetapi tetap terjadi dalam logika kausalitas. Yang terakhir adalah unknownables menunjukkan kejadian yang secara ekstrem kemunculannya tidak terbayangkan sebelumnya (Iggi H. Achsien, 2003:51) Sementara Al Suwailem membagi risiko dalam dua tipe yaitu risiko pasif seperti games of chance yang mengandalkan keberuntungan dan yang kedua adalah risiko responsif yang memungkinkan adanya distribusi probabilitas hasil keluaran dengan hubungan kausalitas yang logis (Iggi H. Achsien, 2003:51) Dari beberapa penjelasan tersebut, dengan tetap mengacu pada hadits, dapat ditarik benang merah bahwa sebuah transaksi yang gharar dapat timbul karena dua sebab utama. Sebab yang pertama adalah kurangnya informasi atau pengetahuan pihak yang melakukan kontrak, sedangkan yang kedua karena tidak adanya objek. Meskipun begitu, diperbolehkan melakukan transaksi dengan objek yang secara aktual belum ada, dengan syarat bahwa pihak yang melakukan transaksi memiliki kontrol untuk bisa memastikannya di masa depan. Menurut Afzalur Rahman, bentuk-bentuk transaksi yang mengandung unsur gharar dan jahalah (ketidakpastian) antara lain: i). jual beli barang yang belum dibuat ii). jual beli barang yang belum ada di tangan penjual iii). jual beli buah-buahan yang belum masak 39 iv). jual beli barang yang belum ditentukan harga, jumlah, dan kualitasnya v). jual beli barang yang menguntungkan satu pihak (Afzalur Rahman, 1995:183) Dalam Al Quran terdapat beberapa prinsip pokok mengenai perdagangan sebagai bagian dari kegiatan muamalah antara lain: (1) Perdagangan hendaknya terjadi atas dasar suka sama suka Prinsip ini terdapat dalam Q.S An Nisaa ayat 29 yang menjelaskan bahwa para pihak yang terlibat dalam perdagangan harus berdasarkan kerelaan tanpa ada yang merasa dipaksa. (2) Keseimbangan Prinsip ini terdapat dalam Q.S Ar Rahman ayat 9 yang mengandung arti bahwa para pihak yang terlibat dalam perdagangan harus merasakan nikmat yang seimbang. Tidak dibenarkan bila dalam pelaksanaan ada pihak yang menderita sementara di pihak lain memperoleh keuntungan (3) Kesetiaan memenuhi janji Prinsip ini terdapat dalam Q.S Al Maidah ayat 1 yang menjelaskan bahwa perdagangan akan berjalan lancar apabila para pihak yang terlibat dalam akad, setia untuk memenuhi janji sehingga jumlah uang yang ditentukan dalam akad dapat diserahkan dan barang yang dipesan dapat diserahkan pada waktu yang telah ditentukan dalam akad. (4) Dibuat secara tertulis Prinsip ini terdapat dalam Q.S Al Baqarah ayat 283, hal ini dimaksudkan agar tidak menimbulkan sengketa dalam pelaksanaan/pemenuhan janjinya. (5) Perdagangan harus berjalan seimbang antara biaya yang dikeluarkan dengan keuntungan yang diharapkan sebagaimana terdapat dalam Q.S Al Isra ayat 29 Selain prinsip-prinsip tersebut diatas, Islam juga menempatkan dan memberikan kebebasan 40 kepada pelaku ekonomi dalam menentukan harga pasar, karena turun naiknya harga secara secara normal ditentukan oleh mekanisme pasar (Abdur Rochim, 2001:6-7) Ciri-ciri pendekatan Islam dalam mekanisme pasar adalah sebagai berikut: i). Penyelesaian masalah ekonomi yang asasi, penggunaan, produksi dan pembagian dikenal pasti sebagai tujuan mekanisme pasar ii). Dengan berpedoman pada ajaran Islam, para konsumen diharapkan bertingkah laku sesuai yang menjadikan tercapainya tujuan mekanisme pasar iii). Jika perlu, campur tangan negara dianggap sebagai unsur penting. Peran pemerintah dalam mekanisme pasar antara lain untuk menjaga hukum dan ketertiban serta mengamankan keselamatan harta benda semua orang, menjamin berlakunya mekanisme etika bisnis, menjamin mekanisme pasar berjalan dengan efisien, menanggung beban sarana sosial dan fisik, serta mengatur sistem keamanan masyarakat (Muh. Nejatullah A, 1991:91) c. Landasan Hukum Transaksi Salam Mengenai hukum Islam yang memperbolehkan transaksi salam terdapat dalam Al Quran dan penjelasan hadits yaitu sebagai berikut: (1) Surat Al Baqarah ayat 282 yang berbunyi “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermuamalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannnya” (Al Baqarah: 282) 41 Surat Al Baqarah ayat 282 diatas menunjukkan dua hal pokok yaitu adanya transaksi yang ditangguhkan pembayarannya atau utang piutang dan anjuran untuk melakukan pengadministrasian dengan baik agar terhindar dari ketidakjelasan bagi para pihak yang terlibat. (2) Hadits Nabi yang diriwayatkan Bukhari dan Muslim dari Ibnu Abbas berbunyi “Ketika Nabi datang ke kota Madinah, beliau mendapatkan kebiasaan masyarakat suka membeli kurma dengan penyerahan barang tertunda dua atau tiga tahun, maka Nabi bersabda, “Barangsiapa yang memesan hendaklah memesan dalam takaran yang jelas, timbangan yang jelas, dan batas waktu yang jelas” Dalam kitab Budayatul Mujtahid disebutkan bahwa para ulama berijma’ (bersepakat) transaksi salam diperbolehkan berdasarkan hadist tersebut diatas (Abdur Rochim, 2001:4). Berdasarkan landasan surat Al Baqarah ayat 282 dan hadits tersebut diatas, Ibn Al Mundzir menyatakan bahwa pakar atau ahlu al ilm bersepakat bahwa al salam atau transaksi salam hukumnya boleh. Selain itu, transaksi jual beli dengan cara ini diperlukan oleh manusia berdasarkan kenyataan bahwa para petani niaga, (arbab al zuru’ wa al tsaman) dan para pemilik usaha memerlukan pembiayaan dalam pengelolaan perusahaannya sehingga dapat menghasilkan komoditas layak jual (buah dan biji sudah matang). Maka transaksi salam diizinkan berdasarkan prinsip pemenuhan kebutuhan (Daf’an Llilhajah) (Juhaya S. Praja, 2001:5-6) 42 B. Kerangka Pemikiran Jual Beli Kemasla hatan perekono mian Hukum Positif Indonesia Hukum Islam Transaksi Salam Perdagangan Berjangka Komoditi Al Qura’an Sunnah Ijtihad UU No. 32 Tahun 1997 - Pengali han risiko Persamaan Perbedaan 43 BAB III PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Perdagangan Berjangka Komoditi 1. Tujuan Perdagangan Berjangka Komoditi Setiap jenis investasi selalu mengandung risiko termasuk juga mengembangkan sektor pertanian yang berpotensi dan mempunyai keunggulan. Akan tetapi pelaksanaannya tidak mudah karena pada kenyataannya, sektor pertanian selalu dihadapkan pada masalah risiko (risk) dan ketidakpastian (uncertainty). Demikian juga dalam setiap kegiatan perdagangan, pengusaha dihadapkan pada risiko kerugian yang selalu melekat dalam kegiatan usahanya. Menurut kamus Webster’s Third News International Dictionary (1963), istilah risiko atau risk dimaksudkan pada terjadinya kemungkinan merugi atau the possibility of loss, jadi peluang akan terjadinya diketahui terlebih dahulu. Sedangkan uncertainty adalah sesuatu yang tidak bisa diramalkan sebelumnya, oleh karena itu peluang terjadinya kerugian belum diketahui sebelumnya (Soekartawi dkk, 1993: 13-14) Risiko pada umumnya berasal dari perubahan harga barang, kurs mata uang, suku bunga, inflasi dan lain sebagainya (www.Bappebti.go.id, 2005). Dikatakan risiko apabila kita tidak mengetahui berapa besarnya peluang terjadinya risiko tersebut. Sebaliknya, apabila dikatakan 44 ketidakpastian apabila peluang terjadinya risiko tersebut tidak diketahui sehingga petani atau produsen bertindak gambling (judi). Risiko dan ketidakpastian dalam usaha pertanian sering datang bersamaan. Faktor risiko dan ketidakpastian merupakan faktor eksternalitas yaitu faktor yang sulit dikendalikan oleh petani selaku produsen. Sumber ketidakpastian yang penting adalah fluktuasi produksi dan fluktuasi harga. Fluktuasi harga dapat dijadikan peluang, misalnya dengan melakukan penyimpanan dalam jangka waktu tertentu untuk mendapat harga yang lebih baik (Soekartawi dkk, 1993: 2-3) Perdagangan dan pemasaran komoditas agribisnis merupakan kegiatan yang terintegrasi dengan industri pengolahan (agroindustri). Kecenderungan pandangan yang demikian menjadikan kegiatan perdagangan dan pemasaran hanya merupakan bagian lanjutan kegiatan setelah produk dihasilkan. Padahal kegiatan perdaganga dan pemasaran memiliki banyak fungsi selain fungsi menjual barang. Informasi mengenai spesifikasi dan jumlah produk yang diminta konsumen, harga dan kecendrungan perubahan jenis, serta selera konsumen merupakan beberapa contoh fungsi pemasaran yang informasinya dibutuhkan dalam pengembangan sistem dan usaha agribisnis. Mengingat hingga saat ini masih banyak dijumpai berbagai kelemahan dan distorsi dalam perdagangan dan pemasaran di dalam negeri, maka mengefektifkan diperlukan fungsi-fungsi berbagai kebijaksanaan perdagangan dan yang dapat pemasaran untuk memperlancar arus barang dan jasa. Mekanisme transparansi pembentukan harga (price discovery) merupakan salah satu pendekatan yang dapat digunakan untuk meningkatkan efisiensi pemasaran. Bentuk-bentuk pasar seperti bursa komoditi dan pasar lelang merupakan bentuk pasar yang perlu dikembangkan. Peningkatan kemampuan nilai tukar petani menjadi 45 priotitas perhatian dalam kebijaksanaan perdagangan ini (www.Bappebti.go.id, 2005) Beberapa kendala yang lazim muncul dalam pelaksanaan pembangunan pertanian yaitu: a). Kendala internal (1) Kurangnya sarana dan prasarana (2) Orientasi pada produksi bukan kebutuhan pasar Dalam hal ini masih jarang yang melakukan perencanaan berdasarkan tingkat kebutuhan sehingga sering dijumpai produksi melimpah pada saat musim panen. Akibatnya harga menjadi jatuh dan petani selaku produsen menderita kerugian (3) Tingginya biaya per unit (4) Pemusatan agroindustri yang cenderung berlokasi di daerah perkotaan b). Kendala eksternal (1) Politik atau kebijaksanaan pemerintah Sepanjang politik atau kebijaksanaan pemerintah mendukung kepentingan petani hal ini tidak menjadi masalah. Sebenarnya tidak ada kebijaksanaan pemerintah yang merugikan pihak-pihak tertentu hanya saja kebijaksanaan ini belum atau tidak berjalan sebagaimana mestinya sehingga menjadi kendala yang cukup berarti dalam usaha pertanian. (2) Kondisi pasar luar negeri Adanya kondisi pasar luar negeri (world market) yang kurang menguntungkan, kondisi ini kadang-kadang diciptakan oleh negara-negara lain bahkan oleh negara maju. Politik proteksionisme seperti yang diterapkan GATT (General Agreement on Tariff and Trade) menjadikan harga di pasar dunia tidak menentu dan untuk komoditi tertentu harganya terus menurun, 46 misalnya komoditi kopi yang harganya menurun setelah dibekukan quota (Soekartawi dkk, 1993: 5-6) Dalam mengatasi adanya fluktuasi harga, ada dua pendekatan yang dapat dilakukan yaitu: a). Instrumen pemerintah, yaitu melalui penetapan harga, buffer stock, dan buffer funds. Dampak negatif yang kemungkinan timbul antara lain dapat berupa subsidi, distorsi keputusan usaha, dan korupsi. b). Solusi pasar dilakukan dengan manajemen risiko antara lain dengan Perdagangan Berjangka Komoditi (Hasan Zein Mahmud, 2001:2) Untuk melindungi pengusaha dari risiko dapat dilakukan melalui kegiatan lindung nilai (hedging) di bursa berjangka. Dengan melakukan lindung nilai, risiko tersebut dapat dialihkan (transfer of risk) kepada investor yang mengharapkan keuntungan dari perubahan harga di bursa berjangka. Lindung nilai (hedging) adalah suatu kegiatan pengambilan posisi di pasar berjangka yang berlawanan posisinya di pasar fisik. Dengan mengambil posisi yang berlawanan antara pasar berjangka dan pasar fisik, maka kerugian yang timbul akibat fluktuasi harga di pasar fisik dapat dikurangi dengan keuntungan yang diperoleh di pasar berjangka, atau sebaliknya (www.Bappebti.go.id, 2005) Lindung nilai bukan kegiatan yang bersifat spekulasi karena untuk melakukannya membutuhkan pengetahuan yang memadai dan perhitungan yang cermat. Secara garis besar ada dua jenis lindung nilai (hedging) yaitu: (i) Lindung Nilai jual (selling hedge) Lindung nilai jual (selling hedge/short hedge) merupakan suatu tindakan mengambil posisi jual pasar berjangka untuk melindungi dari kemungkinan penurunan harga komoditi yang akan dihasilkan atau dimilikinya, seperti hasil panen akibat fluktuasi harga. Lindung nilai 47 jual pada umumnya dilakukan oleh kalangan produsen, termasuk petani. Cara ini dinamakan selling hedge karena tindakan yang dilakukan di pasar berjangka adalah menjual, sehingga kemungkinan kerugian yang diakibatkan oleh turun harga di pasar fisik dapat dikompensasi den keuntungan dari kontrak jual di pasar berjangka (Lie Ricky F. dkk, 2006: 75) (ii) Lindung Nilai Beli (buying hedge) Lindung nilai beli (buying hedge/long hedge) merupakan tindakan mengambil posisi beli di pasar berjangka untuk melindungi dari kemungkinan naiknya harga komoditi yang harus dibeli di pasar fisik. Dinamakan buying hedge karena cara yang pertama dilakukan adalah membeli, sehingga kerugian di pasar fisik dapat diimbangi dengan keuntungan di pasar berjangka. Buying hedge pada umumnya dilakukan oleh kalangan eksportir, pengolah, dan pemakai bahan baku seperti pabrikan, guna menjaga kestabilan dan kontinuitas pasokan atau persediaanya. Mereka membutuhkan bahan baku secara berkesinambungan pada harga yang wajar, namun mereka sering dihadapkan pada ketidakpastian harga pada saat melakukan pembelian bahan baku di pasar fisik (Lie Ricky F. dkk, 2006: 75-76) Lindung nilai (hedging) di bursa berjangka berbeda dengan judi. Perbedaan ini dapat digambarkan sebagai berikut: No Judi Hedging 1 Judi menciptakan risiko bagi Hedging justru merupakan para pihak yang terlibat di sarana menanggulangi risiko dalamnya, karena dengan yang sudah ada dalam bisnis. membeli suatu nomor misalnya, Petani yang menjual kontrak berarti orang menghadapkan dirinya tersebut berjangka melindungi diri dari pada risiko jatuhnya harga di masa risiko hilangnya obyek yang depan, atau pedagang yang dipertaruhkan. Apabila membeli kontrak berjangka 48 nomornya keluar memang melindungi mendapat untung, tetapi apabila kenaikan dari harga risiko yang tidak keluar maka ia mengalami menggoyahkan bisa keuangan kerugian karena risiko yang ia usahanya. ciptakan sendiri. 2 Judi tidak mempunyai fungsi Hedging mempunyai fungsi ekonomi yang berarti bagi ekonomi yang penting seperti masyarakat secara keseluruhan 3 Judi membangkitkan penciptaan harga yang stabil. angan- Dalam melakukan hedging, angan kosong pada seseorang para spekulator tidak untuk mendapatkan keuntungan menciptakan risiko melainkan melalui jalan pintas memikulnya (Syamsul Anwar, 2001:9) Dari apa yang dikemukakan diatas, antara judi dan hedging jelas berbeda. Perbedaannya dapat dilihat dari beberapa segi terutama dari dasar keadaan risiko yang dihadapi, proses pengambilan keputusan, dan manfaat ekonomi. Pada pasar berjangka, risiko yang dihadapi dunia usaha adalah risiko yang melekat (inherent) yang perlu dikelola, sementara risiko dalam kegiatan judi adalah yang diciptakan sendiri. Pada judi, keputusan untuk mengambil posisi semata-mata karena feeling atau untung-untungan, sementara pada pasar berjangka dalam pengambilan keputusan diperlukan kemampuan analisis fundamental dan atau tehnikal dari berbagai informasi atau data. Dsamping dilarang agama, judi terbukti banyak menimbulkan kerugian bagi masyarakat (www.Bappebti.go.id, 2005) 2. Mekanisme Perdagangan Berbeda dengan pengertian kontrak dalam perdagangan biasa, kontrak berjangka merupakan kontrak yang standar di mana jumlah, mutu, jenis, tempat, dan waktu penyerahannya telah ditetapkan terlebih dahulu. Karena bentuknya yang standar itu, maka yang di negosiasikan hanya 49 harganya saja. Performance atau terpenuhinya kontrak berjangka sesuai dengan spesifikasi yang tercantum dalam kontrak dijamin oleh suatu lembaga khusus yaitu Lembaga Kliring Berjangka. Mekanisme Perdagangan Berjangka Komoditi untuk lebih rincinya adalah sebagai berikut: a). Tempat Perdagangan Perdagangan berjangka dilakukan di Bursa Berjangka yang selanjutnya disebut dengan bursa. Bursa atau exchange adalah pasar tempat bertemunya pembeli dan penjual untuk melakukan transaksi yang dilengkapi dengan seperangkat peraturan yang harus dipatuhi oleh semua pihak terkait (Lie Ricky F. dkk, 2006: 23). Menurut Pasal 14 ayat (1) UU No. 32 Tahun 1997, Perdagangan berjangka dilakukan di Bursa Berjangka yang memperdagangkan kontrak berjangka berbagai komoditi. Di bursa, penjual dan pembeli bertemu satu sama lain dan melakukan transaksi untuk membeli atau menjual sejumlah komoditi untuk penyerahan di kemudian hari sesuai isi atau spesifikasi kontrak. Perdagangan Berjangka Komoditi di Indonesia pertama kali dilaksanakan di PT. Bursa Berjangka Jakarta (BBJ) atau Jakarta Futures Exchange (JFX). Bursa Berjangka sebagai suatu organisasi berdasarkan keanggotaan dan berfungsi menyediakan fasilitas untuk menyelenggarakan kegiatan kontrak berjangka sesuai dengan UU No. 32 Tahun 1997 tentang Perdagangan Berjangka Komoditi. PT. Bursa Berjangka sebagai badan hukum mempunyai peran yang berbeda dengan perseroan terbatas pada umumnya. Bursa Berjangka mempunyai misi khusus yaitu mengelola pasar berjangka dengan mengutamakan pelayanan terbaik untuk memberikan kemudahan kepada para anggota bursa ketika melakukan transaksi (Lie Ricky F. dkk, 2006: 59) 50 Berdasarkan objek yang ditransaksikan, bursa (exchange) dibagi menjadi tiga jenis yaitu: (1) Stock exchange/bursa saham yaitu sarana untuk melakukan transaksi surat-surat berharga, saham, obligasi, dan lain-lain. (2) Foreign exchange/bursa valuta asing yaitu sarana untuk melakukan transaksi kurs (nilai tukar mata uang) (3) Commodity exchange/bursa komoditi yaitu sarana untuk melakukan transaksi komoditi (barang/hasil alam) (Lie Ricky F. dkk, 2006: 23-24) Untuk menentukan harga di lantai bursa dapat dilakukan melalui dua (2) sistem yaitu: (1) Free call system yaitu sistem transaksi yang tidak terkait dengan waktu. Misal perdagangan valuta asing (2) Session call system yaitu sistem transaksi yang terkait oleh waktu. Misal perdagangan saham dan komoditi (Lie Ricky F. dkk, 2006: 26) b). Pelaku Perdagangan Bursa Berjangka tidak akan hidup atau likuid tanpa peran para pelaku bursa berjangka. Bursa Berjangka memerlukan market marker (penggerak pasar) yang dilakukan oleh pelaku Bursa Berjangka. Tujuan utamanya agar pasar bisa lebih hidup, dinamis, serta likuid. Pelaku bursa adalah mereka yang bertindak sebagai produsen, pedagang atau pemakai, baik perusahaan lokal maupun asing di bidang komoditi (Johanes A.W, 2005:21) Transaksi di Bursa Berjangka dilakukan oleh para anggota bursa, yang terdiri dari Pialang Berjangka dan Pedagang Berjangka. Para pelaku Bursa Berjangka yang terlibat dalam kegiatan Bursa Berjangka terbagi menjadi dua (2) bagian utama yaitu: (1) Hedger 51 Hedger adalah pedagang atau pengusaha yang melakukan bisnis di pasar tunai/fisik/spot atas komoditi yang kontrak berjangkanya diperdagangkan di Bursa Berjangka. Mereka menggunakan transaksi Kontrak Berjangka untuk melindungi nilai finansial komoditi terhadap risiko perubahan harga yang dapat merugikannya. Hedger menggunakan Bursa Berjangka dengan mengambil posisi yang berlawanan dengan posisi di pasar fisik. Dengan demikian, risiko kerugian akibat kemungkinan perubahan harga komoditi dapat diminimalkan. Hedging yang dilakukan di Bursa Berjangka dapat dilakukan melalui dua (2) langkah, tergantung pada situasi dan kondisi pasar fisik hedger. Kedua langkah tersebut adalah sebagai berikut: (a) Hedger pembeli (buying hedger) Hedger pembeli atau hedge long adalah hedger yang membeli komoditi di pasar fisik pada waktu yang akan datang. Untuk melindungi nilainya, hedger pembeli harus membeli Kontrak Berjangka saat ini pada posisi buy (beli). Buying hedger pada umumnya dilakukan oleh kalangan eksportir, prosesor (produsen komoditi), pemakai bahan baku seperti pabrikan untuk menjaga stabilitas dan kontuinitas persediaan pasokan. (b) Hedger penjual (selling hedger) Hedger penjual atau hedger short adalah hedger yang menjual komoditi secara fisik di pasar pada waktu yang akan datang. Untuk melindungi harga penjualan komoditinya, hedger penjual harus menjual Kontrak Berjangka dengan posisi short (jual). Selling hedger biasanya dilakukan oleh para produsen terutama petani. Tujuannya adalah untuk melindungi diri dari kemungkinan penurunan harga komoditi yang akan dihasilkan atau dimilikinya, seperti hasil panen. Selanjutnya baik hedger long maupun hedger short harus melakukan offset (menutup) kontrak yang telah diambil. Jika hedger mengambil posisi beli 52 di Bursa Berjangka, maka harus melakukan offset dengan menjual. Demikian pula sebaliknya, jika hedger mengambil posisi short di Bursa Berjangka maka dia harus menutup kontraknya dengan membeli di Bursa Berjangka (Johanes A.W, 2005:22-23) (2) Spekulator Spekulator adalah pedagang yang mengharap keuntungan terhadap perubahan harga melalui antisipasi yang tepat. Spekulator atau spekulan memainkan peran yang sangat penting dalam suatu bursa. Biasanya spekulan akan meningkatkan likuiditas pasar dengan bertindak sebagai perantara antara penjual yang ingin mendapatkan harga setinggi mungkin dan pembeli yang ingin mendapatkan harga serendah mungkin. Melakukan spekulasi di Bursa Berjangka dapat memperoleh keuntungan dan juga dapat menderita kerugian. Potensi memperoleh keuntungan dari spekulasi ini sebanding dengan risiko yang harus dihadapi oleh spekulan tergantung pada tingkat ketrampilan dalam memprediksi pergerakan (fluktuasi) harga (Lie Ricky F. dkk, 2006: 28-29) Transaksi di Bursa Berjangka mengandung risiko yang sangat besar, oleh karena itu dalam kegiatan perdagangan berjangka terdapat lembaga yang menaunginya. Lembaga tersebut adalah lembaga inti dan lembaga pendukung. Sebagaimana halnya industri perdagangan berjangka internasional pada umumnya, struktur industri Perdagangan Berjangka Komoditi di Indonesia terdiri dari lembaga inti dan lembaga pendukung yaitu: (1) Lembaga Inti (a) Badan Pengawas (Regulator) Badan Pengawas (Regulator) adalah suatu lembaga independen (biasanya instansi pemerintah) dengan tugas utama melakukan pembinaan, pengaturan, dan pengawasan kegiatan agar 53 pelaksanaan Perdagangan Berjangka Komoditi berjalan tertib, aman, efektif, dan efisien, serta terjaminnya perlindungan nasabah/masyarakat. Dalam UU No. 32 Tahun 1997, pemerintah menetapkan Badan Pengawas Pedagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) sebagai badan pengawas perdagangan berjangka. Bappebti merupakan salah satu unit eselon I yang berada di lingkungan Departemen Perindustrian dan Perdagangan (www.Bappebti.go.id, 2005) Untuk mencapai tujuan sebagai badan pengawas, Bappebti diberi kewenangan yang cukup luas. Pada dasarnya kewenangan itu diarahkan untuk menjamin terwujudnya integritas pasar, nasabah/masyarakat. melakukan keuangan Salah pemeriksaan dan satu perlindungan kewenangannya perizinan dan bagi adalah memerintahkan pemeriksaan serta penyidikan terhadap pihak yang diduga melakukan pelanggaran terhadap ketentuan perundang- undangan di bidang Perdagangan Berjangka Komoditi. (b) Lembaga Kliring Berjangka Lembaga Kliring Berjangka atau disebut Lembaga Kliring adalah suatu lembaga yang bertanggung jawab terhadap penyelesaian dan penjaminan pelaksanaan perdagangan. Jadi, fungsi Lembaga Kliring adalah menyelesaikan dan menjamin kinerja semua transaksi yang dilakukan di Bursa Berjangka yang telah didaftarkan. Selain itu, Lembaga Kliring juga bertindak sebagai penjamin atas dana nasabah khususnya bila Pialang Berjangka pailit (Lie Ricky F. dkk, 2006: 59) Lembaga Kliring merupakan salah satu Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang mendapat izin usaha dari Bappebti untuk melakukan penyelesaian dan penjaminan transaksi 54 Perdagangan Berjangka Komoditi. Oleh karena itu, Lembaga Kliring wajib memiliki kemampuan keuangan yang kuat. Untuk menjamin terlaksananya kegiatan penjaminan dan penyelesaian transaksi secara lancar dan baik, Lembaga Kliring diberi wewenang membuat peraturan tata tertib sendiri termasuk pelaporan, pemantauan, dan pemeriksaan terhadap anggotanya. Lembaga kliring pertama di Indonesia dan sampai sekarang menjalankan tugasnya sebagai pendamping PT. Bursa Berjangka Jakarta (BBJ) adalah PT. Kliring Berjangka Indonesia (KBI) (www.Bappebti.go.id, 2005) (c) Pialang Berjangka Pialang Berjangka adalah suatu perusahaan yang menerima order (amanat) nasabah untuk melakukan penjualan atau pembelian di bursa berjangka. Sebagai lembaga yang menjadi unsur utama dalam kegiatan Perdagangan Berjangka Komoditi, Pialang Berjangka mempunyai tugas yang penting yaitu sebagai perantara antara investor jual dan investor beli yang melakukan transaksi di bursa berjangka (www.Bappebti.go.id, 2005) Pialang Berjangka harus berbadan hukum perseroan terbatas (PT), selain itu sebelum melakukan kegiatan pialang berjangka harus menjadi anggota bursa dan mendapat izin usaha terlebih dahulu dari Bappebti. Untuk melindungi investor, Pialang Berjangka diwajibkan memiliki pedoman perilaku sebagaimana disyaratkan dalam Pasal 49-56 UU No. 32 Tahun 1997. (d) Pedagang Berjangka Pedagang berjangka adalah perseorangan atau perusahaan yang melakukan transaksi perdagangan berjangka hanya untuk kepentingan sendiri atau kelompok perusahaannya. 55 (e) Bursa Berjangka Bursa Berjangka adalah suatu badan usaha yang menyelenggarakan dan menyediakan sistem dan/atau sarana untuk kegiatan jual beli komoditi berdasarkan Kontrak Berjangka dan opsi atas Kontrak Berjangka. Bursa Berjangka harus berbentuk badan hukum Perseroan Terbatas (PT) dengan batas minimum terdiri dari sebelas badan usaha yang tidak terafiliasi dengan yang lainnya. Akan tetapi, peran PT. Bursa Berjangka Jakarta berbeda dengan perseroan terbatas pada umumnya karena mempunyai misi khusus yaitu mengelola pasar berjangka dengan mengutamakan pelayanan terbaik dan memberikan kemudahan kepada para para anggota bursa ketika melakukan transaksi (www.Bappebti.go.id, 2005) Bursa Berjangka didirikan berdasarkan UU No. 32 Tahun 1997, dan mendapatkan izin usaha dari Bappebti. Di Indonesia dimungkinkan dibentuk beberapa bursa sesuai dengan kebutuhan dunia usaha (Lie Ricky F. dkk, 2006: 58). Untuk menghindari kepemilikan bursa dikuasai oleh satu orang/kelompok tertentu, setiap pemegang saham hanya boleh meemiliki satu saham. Jika kegiatan bursa mulai mengarah pada hal-hal yang merugikan masyarakat, kegiatan bursa dapat dihentikan. Di Indonesia, badan usaha pertama yang menjadi penyelenggara kegiatan kontrak berjangka adalah PT. Bursa Berjangka Jakarta (BBJ) atau dikenal dengan Jakarta Futures Exchange (JFX) (Lie Ricky F. dkk, 2006: 59) (2) Lembaga Pendukung (a) Penasihat Berjangka Penasihat Berjangka adalah perseorangan atau perusahaan yang berwenang menyediakan data/informasi dari hasil analisis yang 56 dapat dimanfaatkan masyarakat/nasabah untuk mengambil keputusan dalam kegiatan Perdagangan Berjangka Komoditi. Atas jasanya tersebut, penasihat berjangka mendapatkan fee tertentu (www.Bappebti.go.id, 2005) (b) Pengelola Sentra Dana Berjangka Pengelola Sentra Dana Berjangka adalah perusahaan yang dibentuk untuk menghimpun dana para nasabah yang bermodal kecil agar dapat melakukan transaksi Perdagangan Berjangka Komoditi (www.Bappebti.go.id, 2005) c). Objek Perdagangan Pada awalnya, komoditi yang kontraknya diperdagangkan dalam Bursa Berjangka dunia adalah kontrak dari produk-produk primer seperti produk pertanian, pertambangan, industri dan lain-lain. Tetapi dalam perkembangannya, komoditi yang kontraknya diperdagangkan di bursa berjangka sangat luas, mencakup berbagai produk/asset, termasuk produk finansial (suku bunga, saham, indeks, obligasi) dan bahkan produk lain seperti energi listrik (www.Bappebti.go.id, 2005) Obyek komoditi (underlying assets) yang ditransaksikan pada Bursa Berjangka terbagi dalam dua jenis yaitu: (1) Hard commodity yaitu terdiri dari hasil pertambangan seperti emas, perak, nikel, timah, dan lain-lain (2) Soft commodity yaitu terdiri dari hasil perkebunan/pertanian seperti kacang, kopi, karet, dan lain-lain (Lie Ricky F. dkk, 2006: 24) Komoditi yang dapat dijadikan sebagai obyek Kontrak Berjangka, berdasarkan UU No. 32 Tahun 1997 harus ditetapkan berdasarkan Keputusan Presiden (Keppres), kecuali untuk kegiatan penyaluran amanat luar negeri. Berdasarkan tiga (3) Keppres yang telah diterbitkan yaitu Keppres No. 12 Tahun 1999, Keppres No. 73 57 Tahun 2000, dan Keppres No. 119 Tahun 2001, telah ditetapkan dua puluh dua (22) komoditi, yaitu kopi, minyak kelapa sawit, plywood, karet, kakao, lada, gula pasir, kacang tanah, kedelai, cengkeh, udang, ikan, bahan bakar minyak, gas alam, tenaga listrik, emas, batubara, timah, pulp dan kertas, benang, semen dan pupuk (www.Bappebti.go.id, 2005) Komoditas yang layak diperdagangkan di Bursa Berjangka harus memenuhi kriteria teknis, ekonomis, dan struktur pasar. Teknis artinya komoditas tersebut memiliki standar nasional, misalnya kopi dan kelapa sawit. Faktor ekonomis mensyaratkan komoditas yang diperdagangkan tidak dikuasai oleh pemerintah. Selanjutnya, berdasarkan struktur pasar komoditas tersebut termasuk dalam produk pasar sempurna dan harganya bersifat fluktuatif, bisa naik dan turun (www.suaramerdeka online.com, 2004) d). Tata Tertib Perdagangan Tata tertib Perdagangan Berjangka Komoditi sebagaimana diatur dalam UU No. 32 Tahun 1997 adalah sebagai berikut : (1) Keanggotaan Dalam Pasal 1 poin nomor 10 UU No. 32 Tahun 1997, anggota bursa adalah pihak yang mempunyai hak untuk menggunakan sistem dan dan/atau sarana Bursa Berjangka, sesuai dengan peraturan dan tata tertib Bursa Berjangka. Dalam hal ini anggota Bursa Berjangka terdiri atas: (a) pialang (b) pedagang perusahaan (c) pedagang perseorangan Masing-masing anggota Bursa Berjangka mempunyai hak dan kewajiban antara lain sebagai berikut : (a) Hak 58 Setiap anggota Bursa Berjangka mempunyai hak menggunakan Jakarta Futures Exchange Trading System (JaFeTS) dan/atau sarana bursa (b) Kewajiban Setiap anggota Bursa Berjangka mempunyai kewajiban keuangan dan melaksanakan peraturan yang ditetapkan. (2) Kepengurusan (a) Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) diselenggarakan sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Anggaran Dasar bursa. (b) Rapat anggota bursa diselenggarakan apabila dipandang perlu oleh Direksi atau diminta oleh sekurang-kurangnya tiga puluh persen (30%) dari jumlah anggota bursa (c) Direksi (d) Komite bursa dibentuk untuk membantu dan memberikan pertimbangan dan/atau saran terhadap kebijakan Direksi. komite bursa terdiri atas : (i) Komite Keanggotaan (ii) Komite Pelaksanaan Perdagangan (iii) Komite Lantai (iv) Komite Arbitrase (v) Komite Produk Baru (vi) Komite Komoditi yang Diperdagangkan (3) Dana kompensasi Dana kompensasi menurut Pasal 1 poin nomor 18 UU No.32 Tahun 1997 merupakan dana yang digunakan untuk membayar ganti rugi kepada nasabah yang bukan anggota Bursa Berjangka karena cedera janji dan/atau kesalahan yang dilakukan oleh 59 anggota bursa berjangka dalam kedudukannya sebagai Pialang Berjangka. (4) Penegakan peraturan Dalam usaha menegakkan peraturan Bappebti sebagai pihak yang berwenang memberikan sanksi atas pelanggaran terhadap ketentuan yang berlaku yang berupa : (a) Sanksi administratif Sebagaimana diatur dalam Pasal 69 ayat (2) UU No. 32 Tahun 1997, sanksi adminitratif yang dikenakan dapat berupa : (i) peringatan tertulis (ii) denda administratif (iii) pembatasan kegiatan usaha (iv) pembekuan kegiatan usaha (v) pencabutan izin usaha (vi) pembatalan persetujuan, dan/atau (vii) pembatalan sertifikat pendaftaran (b) Sanksi pidana Sanksi pidana terhadap pelanggaran ketentuan yang berlaku sebagaimana diatur dalam Pasal 71 UU No. 32 Tahun 1997 diancam dengan ancaman pidana. Adapun ancaman pidana paling berat maksimal 8 tahun penjara dan denda Rp 10.000.000.000, sedangkan ancaman pidana paling ringan maksimal 1 tahun pidana kurungan dan denda Rp 1.500.000.000. e). Praktek Perdagangan Pelaksanaan Perdagangan Berjangka Komoditi dapat dilakukan melalui dua cara yaitu: 60 (1) Secara konvensional Perdagangan secara konvensional dilakukan secara fisik yaitu menuntut kehadiran para investor di tempat perdagangan dengan menggunakan dealing quote untuk mendapatkan harga. Dealing quote adalah komputer yang memuat informasi tentang harga komoditi yang ditransaksikan dan berita-berita yang berkaitan atau memiliki dampak pada perdagangan komoditi. Pelaksanaan jual beli dapat dilakukan secara fisik dengan hadir di dealing room, yaitu suatu tempat yang dilengkapi dengan perangkat komputer yang digunakan untuk mengakses dealing quote. Instruksi jual beli dapat dilakukan secara fisik, yaitu investor datang ke dealing room dan memasukkan order ke dealing room. Karena investor biasanya hadir secara fisik, maka perusahaan pialang biasanya menyediakan trading room bagi investor untuk melakukan transaksi yang dilengkapi dengan fasilitas screening untuk melihat pergerakan harga di komputer. (2) Secara elektronik (authomated/electronic trading system). Perdagangan secara elektronik dikenal dengan on line trading, yaitu dilakukan dengan memanfaatkan fasilitas situs internet yang dibuka oleh perusahaan pialang, sehingga pelaksanaannya dapat dilakukan kapanpun dan dimanapun sesuai dengan keinginan investor (Lie Ricky F,dkk, 2006:132-33). Dalam beberapa tahun terakhir ini, sistem perdagangan pada umumnya dilakukan secara elektronik menggunakan komputer yang memiliki akses ke komputer induk yang ada di bursa. Harga komoditi yang terbentuk di bursa, berlangsung secara transparan. Dengan demikian, harga tersebut akan mencerminkan kekuatan pasokan dan permintaan yang sebenarnya (Lie Ricky F. dkk, 2006: 133-134) Mengenai penyerahan dan tempat penyerahan, dilakukan melalui prosedur sebagai berikut: 61 (a) Tempat penyerahan terdaftar i). Ditetapkan oleh bursa untuk jangka waktu satu (1) tahun dan dapat diperpanjang ii). Surat bukti penyimpanan yang diterbitkan oleh tempat penyerahan terdaftar dapat digunakan sebagai alat bukti dalam penyelesaian Kontrak Berjangka yang harus dipindah tangankan iii). Berkewajiban menyimpan catatan, melaporkan dan memberikan izin untuk dilakukan inspeksi (b) Sertifikat pemeriksaan Bursa menolak tanggung jawab dan tuntutan ganti rugi yang diajukan atas dasar mutu, kuantitas, atau spesifikasi komiditi yang diserahkan atas dasar sertifikat mutu. (c) Penyerahan lewat lembaga kliring Semua penyerahan untuk memenuhi penyelesaian suatu Kontrak Berjangka harus dilakukan lewat Lembaga Kliring (d) Prosedur penyerahan i). Penyerahan fisik dilakukan di tempat penyerahan terdaftar ii). Pemberitahuan penyerahan iii). Pembayaran iv). Penyerahan dokumen (e) Gagal serah Hal ini dapat terjadi kerena tidak melakukan pemberitahuan penyerahan sebelum akhir sesi pertama atau tidak melakukan pembayaran sebelum akhir sesi pertama hari perdagangan berikutnya (Hasan Zein Mahmud, 2001:12-13) Dalam Perdagangan Berjangka Komoditi, yang diperdagangkan adalah kontrak atau janji atau kesepakatan untuk menyerahkan atau menerima suatu barang tertentu di kemudian hari. Walaupun dalam 62 perdagangan berjangka bukan bermaksud menyerahterimakan barang secara fisik, tetapi tidak ada larangan penyerahan barang secara fisik pada tanggal jatuh tempo. Sekitar lima persen (5 %) dari keseluruhan transaksi perdagangan berjangka diselesaikan dengan penyerahan barang. Dengan demikian, pembentukan harga di pasar berjangka tidak vakum, melainkan ada hubungannya dengan pembentukan harga di pasar tunai (spot) (www.Bappebti.go.id, 2005) Perusahaan maupun seseorang yang melakukan kegiatan dalam pasar berjangka bertujuan mengelola risiko (risk management) melalui kegiatan lindung nilai (hedging), dan bukan untuk menjual atau membeli suatu komoditi secara fisik, meskipun penyerahan atau pembelian komoditi dimungkinkan dan dijamin oleh Lembaga Kliring Berjangka. Dari perkembangan perdagangan berjangka di dunia, penyerahan fisik (physical delivery) sangat kecil (hanya berkisar 1 – 2 % dari jumlah transaksi yang terjadi) di pasar berjangka. Penjual atau pembeli dalam pasar berjangka wajib menyerahkan sejumlah dana hanya sekitar 5 – 10% dari nilai komoditi yang ditransaksikan sebagai itikad baik (good faith) yang disebut margin (www.Bappebti.go.id, 2005). Dalam UU No. 32 Tahun 1997, margin didefinisikan sebagai sejumlah uang atau surat berharga yang harus ditempatkan nasabah kepada Pialang Berjangka, Pialang Berjangka kepada Anggota Kliring Berjangka, atau Anggota Kliring Berjangka kepada Lembaga Kliring Berjangka, untuk menjamin pelaksanaan transaksi Kontrak Berjangka (Lie Ricky F,dkk, 2006:61) Menurut Prof.Dr.J.F.Haccou, transaksi jual beli komoditi yang penyerahan dilakukan kemudian, dengan pengertian jatuh tempo, tidak ada penyerahan secara fisik akan tetapi hanya melikuidasi kontrak yang bersangkutan dengan memperhitungkan selisih harga awal 63 dengan harga yang terjadi pada tanggal jatuh tempo (Lie Ricky F. dkk, 2006: 2) f). Penyelesaian Perselisihan Perdagangan Pasal 61 UU No. 32 Tahun 1997 berbunyi : “Tanpa mengurangi hak para pihak untuk menyelesaikan perselisihan perdata yang berkaitan dengan Perdagangan Berjangka di pengadilan atau melalui arbitrase, setiap perselisihan wajib diupayakan terlebih dahulu penyelesaiannya melalui : a. Musyawarah untuk mencapai mufakat diantara pihak yang berselisih, atau b. Pemanfaatan sarana yang disediakan oleh Bappebti dan/atau Bursa Berjangka apabila musyawarah untuk mecapai mufakat, sebagaimana dimaksud pada huruf a, tidak tercapai”. Pasal 61 UU No. 32 Tahun 1997 mengandung maksud bahwa perselisihan yang terjadi dalam kegiatan Perdagangan Berjangka Komoditi perlu diselesaikan dengan cepat dan murah. Maka langkah pertama yang harus ditempuh adalah musyawarah untuk mencapai mufakat. Apabila tidak tercapai mufakat, langkah berikutnya adalah menggunakan sarana yang disediakan oleh Bappebti dan/atau bursa berjangka seperti komite lantai, komite keanggotaan, dan komite pelaksanaan perdagangan (business conduct committee). Putusan yang diambil dapat berbentuk ganti rugi atau berbentuk lain sesuai dengan fakta yang ditemukan dalam proses penyelesaian tersebut. Penggunaan sarana arbitrase merupakan pilihan sukarela para pihak.(www.Bappebti.go.id, 2005) Pada dasarnya penyelesaian perselisihan dalam Perdagangan Berjangka Komoditi dapat di bagi menjadi dua yaitu: (1) Penyelesaian perselisihan antar anggota bursa - secara musyawarah untuk mencapai mufakat 64 - secara mediasi melalui komite lantai atau Komite Pelaksanaan Perdagangan - penyelesaian perselisihan melalui arbitrase - penolakan putusan atau tidak memenuhi putusan menyebabkan hak keanggotaan bursanya (2) Penyelesaian perselisihan antara nasabah dengan anggota bursa - secara musyawarah untuk mencapai mufakat - secara mediasi melalui komite lantai dan komite pelaksanaan perdagangan - nasabah dapat mengajjukan tuntutan terhadap dana kompensasi - penyelesaian perselisihan melalui arbitrase mempunyai sifat putusan yang final dan mengikat (Hasan Zein Mahmud, 2001:11-12) Tugas Komite Arbitrase adalah membuat daftar arbiter untuk menyelesaikan perselisihan di bidang Perdagangan Berjangka Komoditi yang terjadi di bursa. Penyelesaian perselisihan melalui arbitrase dilakukan dengan tahapan sebagai berikut: (1) Rujukan pada majelis arbitrase Baik pihak yang menuntut maupun yang dituntut masing-masing menunjuk seorang Anggota Majelis dari daftar arbiter yang ada pada komite perselisihan dan arbitrase. (2) Membayar biaya administrasi yang ditentukan oleh direksi. (3) Yurisdiksi Setiap Anggota Bursa atau Nasabah yang menyerahkan tuntutan dianggap bersedia menerima secara sukarela semua keputusan. (4) Batas waktu Setiap perselisihan yang terjadi harus diserahkan untuk diputuskan dalam forum alternatif penyelesaian sengketa dan arbitrase dalam jangka waktu tiga (3) bulan dari tanggal pihak yang berselisih 65 mengetahui atau sepatutnya mengetahui adanya perselisihan (Hasan Zein Mahmud, 2001:12) 3. Manfaat Perdagangan Berjangka Komoditi Perdagangan Berjangka Komoditi dapat memberikan beberapa manfaat bagi perekonomian, diantaranya ada tiga (3) manfaat yang paling penting yaitu: a). Sebagai sarana pengelolaan resiko (risk management) melalui kegiatan lindung nilai (hedging) Komoditi primer sering mengalami fluktuasi harga karena tergantung pada beberapa faktor seperti pergantian musim, bencana alam, dan lain-lain. Dengan adanya kegiatan lindung nilai (hedging) melalui Kontrak Berjangka diharapkan dapat menekan risiko yang ada sekecil mungkin akibat fluktuasi harga. Dalam hal ini maka Bursa Berjangka bermanfaat bagi produsen, eksportir atau pedagang sebagai alat untuk melindungi dirinya dari risiko fluktuasi harga. Bursa Berjangka menjanjikan kestabilan pendapatan bagi produsen karena harga komoditinya dapat diprediksi dan dikunci dengan baik (www.Bappebti.go.id, 2005) Dengan memanfaatkan Kontrak Berjangka, produsen komoditi dapat menjual komoditi yang akan mereka panen beberapa bulan kemudian, pada harga yang telah dipastikan atau dikunci sekarang (sebelum panen). Dengan demikian, mereka dapat memperoleh jaminan harga karena tidak terpengaruh oleh kenaikan dan penurunan harga jual di pasar tunai atau pasar fisik. Manfaat yang sama juga dapat diperoleh pihak lain seperti eksportir yang harus melakukan pembelian komoditi di masa yang akan datang, pada saat harus 66 memenuhi kontraknya dengan pembeli di luar negeri. Selain itu juga bermanfaat bagi pengolah yang melakukan pembelian komoditi secara berkesinambungan. b). Sarana pembentukan harga yang transparan (price discovery) Perdagangan Berjangka Komoditi dapat dimanfaatkan sebagai sarana pembentukan harga (price discovery) yang transparan dan wajar, yang mencerminkan kondisi pasokan dan permintaan komoditi yang sebenarnya. Hal ini dimungkinkan, karena transaksi hanya dilakukan oleh/melalui anggota bursa, baik untuk dirinya sendiri maupun untuk mewakili nasabah. Harga yang terjadi di bursa pada umumnya dijadikan sebagai harga acuan (reference price) oleh dunia usaha, termasuk petani dan produsen, dan pengusaha kecil bila akan melakukan transaksi di pasar fisik (www.Bappebti.go.id, 2005) Bursa Berjangka bermanfaat bagi petani produsen dan pihakpihak yang memerlukan harga sebagai referensi untuk kepentingan usahanya. Dengan demikian, dengan adanya perdagangan berjangka dapat meningkatkan stabilitas harga komoditi sehingga dapat memberikan keuntungan bagi masyarakat. Karena masyarakat dapat memperoleh komoditi yang diperlukan dengan harga yang lebih stabil sepanjang tahun (www.Sinar Harapan.com, 2005) c). Sebagai alternatif investasi (investment enhancement) Perdagangan Berjangka Komoditi menjadi salah satu alternatif investasi yang dapat memperkaya khasanah dunia investasi di Indonesia. Hal ini dikarenakan Indonesia mempunyai keanekaragaman hayati (biodiversity) dan memiliki banyak komoditi pertanian yang berpotensi bagus (Lie Ricky F. dkk, 2006: xvi). Kehadiran Bursa 67 Berjangka dapat dimanfaatkan oleh mereka yang berani mengambil risiko dan mengharapkan keuntungan dari perubahan harga. Keberadaan Bursa Berjangka yang sehat dan bergairah sangat membantu pengembangan agribisnis komoditi tersebut. Sampai saat ini masih sedikit investor yang mengetahui prospek investasi di Perdagangan Berjangka Komoditi. Pada umumnya, investasi yang dilakukan masih bersifat konvensional seperti membeli tanah, rumah, menyimpan uang di bank atau menginvestasikan uang dalam bentuk reksadana maupun saham (www.Bappebti.go.id, 2005) Selain manfaat perdagangan berjangka secara umum tersebut diatas, ada beberapa keuntungan yang dapat diperoleh penjual/produsen komoditi maupun pembeli/konsumen komoditi antara lain: a). Keuntungan yang dapat diperoleh penjual/konsumen komoditi yaitu sebagai berikut: (1) tidak perlu memilki lahan tanaman yang luas (2) tidak perlu pusing dengan hasil tanaman (3) tidak diperlukan modal yang besar yang tersimpan tanpa dapat ditarik segera (4) tidak perlu menanggung risiko serangan hama dan bencana alam (5) tidak perlu menyediakan gudang penyimpanan pada saat panen tiba (6) tidak perlu khawatir akan turunnya harga pada saat panen b). Keuntungan yang dapat diperoleh pembeli/konsumen komoditi yaitu sebagai berikut: (1) tidak perlu khawatir akan kecukupan komoditi (2) tidak perlu khawatir akan mutu komoditi (3) tidak perlu khawatir akan kenaikan harga pada masa yang akan datang (Lie Ricky F. dkk, 2006: 70) B. Karakteristik Transaksi Salam 68 1. Tujuan Transaksi Salam Tujuan sistem ekonomi Islam menurut pendapat jumhur ulama adalah mempromosikan sistem nilai dan etika Islam, syariah dan tradisinya ke dalam lingkungan ekonomi. Dengan berdasarkan etika ini, maka kegiatan bisnis perdagangan dan keuangan Islam bagi sebagian umat Islam bukan sekedar sistem transaksi komersial. Persepsi Islam dalam transaksi finansial dipandang oleh kalangan muslim sebagai kewajiban agamis. Berkaitan dengan transaksi salam, Islam melarang praktek perdagangan sistem ijon karena dalam sistem ijon tidak ada kejelasan mengenai kuantitas, kualitas, maupun waktu penyerahan objek atau barang yang diperjualbelikan (Adiwarman Karim, 2001:93). Di beberapa daerah masih lazim ditemui perdagangan dengan sistem ijon, yaitu menjual hasil perkebunan maupun maupun hasil pertanian yang belum ada hasilnya. Jual beli ini dilarang dalam Islam karena tidak jelas berapa kuantitas maupun kualitas barang yang diperjualbelikan. Pada prinsipnya Islam melarang jual beli yang barangnya belum ada. Kalaupun ada pengecualiannya adalah bay (jual beli) salam dengan batasan-batasan tertentu. Semua rumusan sistem hukum Islam termasuk aturan transaksi salam, menurut Ibn Rusyd senantiasa dilatarbelakangi pemikiran filosofis atau prinsip-prinsip mashalah dan keadilan (Chuzaimah T.Yanggo dan Hafiz Anshori, 1997:9). Dalam kaitannya dengan adanya dalil tentang diperbolehkannya transaksi salam, terkandung beberapa alasan yang mendasarinya antara lain: a). Dalam transaksi salam terdapat adanya unsur yang sejalan dengan upaya merealisasikan kemaslahatan perekonomian b). Transaksi salam merupakan rukhsah (suatu dispensasi atau sesuatu yang meringankan) bagi manusia c). Transaksi salam memberikan kemudahan bagi manusia (Juhaya S.Praja, 2001:6) 69 2. Mekanisme Transaksi Salam a). Tempat Transaksi Salam Seperti halnya perdagangan pada umumnya, dalam melakukan transaksi salam baik penjual maupun pembeli dapat melakukannya di pasar fisik maupun tempat lain tergantung kehendak dari kedua belah pihak. Dalam hal ini tidak ada ketentuan dalam Al Quran maupun hadits mengenai tempat pelaksanaan transaksi salam. Pada dasarnya semua tempat diperbolehkan digunakan sebagai tempat pelaksanaan transaksi salam. b). Pelaku Transaksi Salam Mengenai ketentuan pelaku yang dapat melakukan transaksi salam, hukum muamalah Islam tidak menjelaskan secara rinci. Dalam hukum muamalah Islam hanya menjelaskan mengenai para pihak yang dapat melakukan akad/perjanjian dalam jual beli pada umumnya. Adapun mengenai para pihak yang dapat melakukan akad/perjanjian jual beli adalah harus memenuhi syarat sebagai berikut: b. Baligh c. Mumayyiz dan bukan termasuk golongan orang-orang yang dilarang bertindak sendiri d. Mukhtar, yaitu orang yang bebas dari paksaan atau dengan kata lain kerelaan melakukan akad (Karnaen Perwaatmaja, dkk., 2005:118) c). Objek Transaksi Salam Secara umum, hukum Islam mengakui adanya jenis transaksi barang yang bersifat fisik, seperti transaksi hasil tanaman, ternak, barang tambang, kerajinan tangan, hasil industri, dan lain-lain. Disamping itu juga terdapat transaksi jasa yang berifat non fisik (abstrak) seperti upah-mengupah dan sewa-menyewa. Benda-benda 70 yang memiliki menghadirkan nilai ekonomi barangnya dalam dapat diperdagangkan majelis akad maupun dengan tanpa menghadirkan barangnya sepanjang benda yang dipesan itu kongkrit sifat-sifatnya (Chuzaimah T.Yanggo dan Hafiz anshori, 1997:9) Dalam sebuah riwayat dijelaskan bahwa transaksi salam kebanyakan dilakukan untuk memenuhi kebutuhan antara para petani dan pedagang. Ketika pengaruh Islam semakin meluas di jazirah Arab dan wilayah lainnya, kebutuhan transaksi salam berkembang untuk barang-barang lain di luar hasil pertanian. Sejalan dengan perkembangan ini, para ulama mazhab memperbolehkan transaksi salam untuk barang apapun selama memenuhi batasan yang diatur dalam hukum Islam. Dalam perkembangannya, transaksi salam tidak hanya berlaku untuk hasil pertanian sehingga jangka waktu penyerahannya pun dapat lebih singkat. Bila pada zaman Rasulullah Saw, jangka waktu penyerahannya dua atau tiga tahun, maka sesuai jenis barangnya jangka waktu penyerahannya adalah waktu minimal untuk mengirim barang dari satu pasar ke pasar lainnya (Adiwarman Karim, 2001:23) Adapun barang yang dapat dijadikan objek transaksi salam harus memenuhi syarat sebagai berikut: (1) Harus tepat gambarannya Hal ini terutama dilakukan terhadap hal-hal yang menyebabkan perbedaan harga, berkenaan dengan kriteria umum yang menjadi kebiasaaan orang banyak. Jangan sampai manipulasi dengan barang sejenis, demi mencegah terjadinya pembelian kucing dalam karung yang sering menimbulkan percekcokan dan menyebabkan perjanjian menjadi rusak. Segala barang yang mungkin didetailkan kriterianya dapat dijadikan objek transaksi salam. (2) Barang tersebut menjadi hutang dalam kepemilikan 71 Bila barang yang menjadi objek transaksi sudah ada di lokasi transaksi, jual beli menjadi tidak sah karena dikhawatirkan terjadi penipuan. (3) Waktu penyerahan sudah diketahui secara jelas Hal ini dilakukan untuk mencegah ketidakjelasan yang berakibat pertikaian dan perselisihan. (4) Barang tersebut harus bisa diserah terimakan Hendaknya barang yang menjadi objek transaksi salam ada ketika terjadi transaksi. Apabila transaksi dilakukan terhadap barang yang tidak mungkin diserahkan pada saat serah terima dilakukan, maka perjanjian jual beli ini tidak sah. (5) Tidak diberlakukan riba fadhal atau riba nasiah Perlindungan terhadap hakekat barang yang diperdagangkan dari kemungkinan cacat atau sifat-sifat yang ditentukan dalam majelis akad, seperti perlindungan terhadap kepentingan konsumen agar tidak dirugikan dan tidak terjadi kekecewaan di kemudian hari, amat dipertimbangkan dalam hukum Islam. Besarnya harga ditentukan kedua belah pihak dalam majelis akad, selain itu diperlukan adanya bukti tertulis, persaksian, dan jaminan (Adiwarman Karim, 2001:23) d). Tata Tertib Transaksi Salam Sebagaimana dalam surat Al Baqarah ayat 282 telah dijelaskan bahwa transaksi yang melibatkan pembayaran tunda atau pertimbangan-pertimbangan untuk masa yang akan datang harus dengan kesepakatan yang dibuat pada waktu terjadi akad. Berdasarkan fatwa yang dikeluarkan oleh DSN-MUI No.05/DSN-MUI/IV/2000 tentang Jual Beli Salam, maka barang yang menjadi objek transaksi salam harus memenuhi ketentuan sebagai berikut: a. harus jelas ciri-cirinya dan dapat diakui sebagai hutang b.harus dapat dijelaskan spesifikasinya 72 c. penyerahannya dilakukan kemudian d.waktu dan tempat penyerahan barang harus ditetapkan berdasarkan kesepakatan e. pembeli tidak boleh menjual barang sebelum menerimanya f. tidak boleh menukar barang, kecuali dengan barang sejenis sesuai kesepakatan (DSN MUI, 2003:34) Beberapa persyaratan yang harus dipenuhi dalam melakukan transaksi salam sebagai upaya menghilangkan unsur jahalah (ketidakpastian) diantaranya adalah: (1) Persyaratan menyangkut objek transaksi, yaitu mengenai: (a) Jenis Kontrak jual beli dinyatakan sah dan valid apabila objek atau barang yang diperjual belikan ditentukan pada saat terjadinya kontrak penjualan berikut mengenai kuantitas dan kualitasnya atau standar yang dikenal secara umum. (b) Ukuran/kadar Transaksi salam dinyatakan halal untuk semua jenis barang yang diukur dengan berat, isi (volume). Namun, dalam transaksi salam tidak seluruh uang dibayarkan artinya dapat dengan uang panjar. Penentuan spesifikasi objek transaksi merupakan tuntutan agar terhindar dari kecurangan. Dalam sebuah riwayat Abdullah bin Auf dan Abdur Rahman bin Aliza menyatakan “Kita bisa memperoleh banyak barang rampasan sewaktu kita bersama Rasulullah Saw dan ketika para petani Syam (Syiria) datang kepada kami, kami biasa melakukan pembayaran di muka dengan harga yang telah ditentukan terhadap gandum, buah anggur, dan minyak yang harus dikirim pada waktu yang telah ditentukan” (Afzalur Rahman, 1995:177) 73 Dalam riwayat lain Ibnu Umar bin Jabir bin Abdullah meriwayatkan bahwa mereka biasa membeli setumpuk gandum dari para pengendara kuda tanpa menimbang beratnya serta takarannya, dan saat itulah Rasulullah Saw melarang berbuat demikian. Imam Ahmad dan Bukhari telah menyatakan bahwa Rasulullah Saw mengatakan kepada Ustman “Apabila kamu membeli suatu barang, takar dan timbanglah bertanya, begitu juga sebaliknya jika kamu menjual suatu barang”. Dan Rasulullah bersabda “Timbanglah gandummu karena yang demikian itu akan mendapatkan rahmat” (Afzalur Rahman, 1995:177) (c) Jangka waktu penyerahan dan tempat penyerahan Nabi memperbolehkan transaksi salam dengan ketentuan harus menentukan secara pasti dan jelas waktu dan tempat penyerahan. Ketidakjelasan mengenai waktu penyerahan akan menimbulkan unsur ketidakpastian sehingga tidak diperbolehkan dalam hukum Islam. Akad transaksi salam dinyatakan sah karena masalah syarat dan waktu pembayaran disebutkan secara jelas. Jika masalah barang dan ketentuan waktu pembayaran tidak disebutkan secara jelas, maka kontrak tersebut dianggap tidak sah (Juhaya S.Praja , 2001:7) (2) Harga tukar Beberapa persyaratan yang harus dipenuhi dalam kaitannya dengan harga tukar (al tsaman) yaitu: (a) Kejelasan jenis alat tukar, yaitu dirham, dinar, rupiah, dolar, atau lainnya. Dalam prakteknya, pembayaran dalam transaksi salam tidak selalu dalam bentuk uang, akan tetapi dapat berupa barang. (b) Kejelasan kualitas objek transaksi 74 (c) Kejelasan jumlah harga tukar e). Praktek Transaksi Salam Pada umumnya, syariat Islam dalam bidang muamalah hanya memberikan petunjuk-petunjuk dan prinsip-prinsip yang sifatnya umum dan mendasar. Hal yang rinci, detail, dan teknis tidak diatur, tetapi diserahkan kepada manusia melalui proses ijtihad. Nabi Saw bersabda “Antum a’lamu bi umuuri dunyakum” yang artinya “kalian lebih mengetahui urusan dunia kalian”. Dengan latar belakang diatas, para ulama telah merumuskan suatu kaidah dasar muamalah atau yang disebut hukum asal muamalah. Hukum asal muamalah menyatakan bahwa “segala sesuatunya diperbolahkan, kecuali ada larangan dalam Al Quran dan sunnah” (Adiwarman Karim, 2004:9) Praktek transaksi salam dilakukan sebagaimana transaksi jual beli pada umumnya, yaitu dilakukan secara konvensional. Jadi, antara penjual dan pembeli bertemu secara langsung. Berdasarkan fatwa yang dikeluarkan oleh DSN-MUI No.05/DSN-MUI/IV/2000 tentang Jual Beli Salam, maka ketentuan tentang pembayaran dalam transaksi salam adalah sebagai berikut: (1) Alat bayar harus diketahui jumlah dan bentuknya, baik berupa uang, barang, atau manfaat (2) Pembayaran harus dilakukan pada saat kontrak disepakati (3) Pembayaran tidak boleh dalam bentuk pembebasan hutang (DSN MUI, 2003:33) Berdasarkan fatwa yang dikeluarkan oleh DSN-MUI No.05/DSN-MUI/IV/2000 tentang Jual Beli Salam, maka ketentuan 75 tentang penyerahan barang yang menjadi objek transaksi salam adalah sebagai berikut: (1) Penjual harus menyerahkan barang tepat pada waktunya dengan kualitas dan jumlah yang telah disepakati (2) Jika penjual menyerahkan barang dengan kualitas lebih tinggi, penjual tidak boleh meminta tambahan harga (3) Jika penjual menyerahkan barang dengan kualitas yang lebih rendah, dan pembeli rela menerimanya, maka ia tidak boleh menuntut pengurangan harga (diskon) (4) Penjual dapat menyerahkan barang lebih cepat dari waktu yang disepakati dengan syarat kualitas dan jumlah barang sesuai dengan kesepakatan, dan ia tidak boleh menuntut tambahan harga (5) Jika semua atau sebagaian barang tidak tersedia pada waktu penyerahan, atau kualitasnya lebih rendah dan pembeli tidak rela menerimanya, maka ia memiliki dua pilihan yaitu: (a) membatalkan kontrak dan menerima kembali uangnya (b) menunggu sampai barang tersedia (DSN MUI, 2003:34-35) f). Penyelesaian Perselisihan Transaksi Salam Berdasarkan fatwa yang dikeluarkan oleh DSN-MUI No.05/DSN-MUI/IV/2000 tentang Jual Beli Salam, apabila terjadi perselisihan maka penyelesaiannya dilakukan melalui Badan Arbitrase Syariah apabila melalui musyawarah tidak tercapai kesepakatan (DSN MUI, 2003:35) 3. Manfaat Transaksi Salam Menjalankan sistem transaksi salam termasuk diantara sarana yang efektif untuk menggabungkan dua unsur asasi mencapai kesuksesan, yakni modal dan usaha melalui cara yang benar yang menjamin terealisasikannya kepentingan kedua belah pihak (Abdullah Al Musah dan 76 Sholah Ash Shawi, 2004: 48). Pihak penjual melalui perjanjian usaha ini mendapat beberapa manfaat yaitu mendapatkan dana yang lazim untuk melancarkan usahanya. Penjualan yang segera terhadap berbagai produk yang dimiliki sehingga tidak perlu bersusah payah dalam mencari kesempatan untuk memasarkan produk tersebut di masa mendatang. Dengan transaksi salam pihak pembeli akan mendapatkan barang dengan harga pantas karena pada umumnya dalam transaksi ini barang dijual dengan harga relatif lebih murah (Abdullah Al Musah dan Sholah Ash Shawi, 2004: 52) Sebagaimana para produsen dapat mengfungsikan transaksi salam, para eksportir juga dapat mengfungsikannya sehingga memperoleh kemudahan membeli barang dengan jumlah besar dari produsennya. Bagi masyarakat awam, transaksi salam dapat bermanfaat untuk memenuhi kebutuhan yang bersifat mendadak, sehingga orang yang membutuhkan dana bisa menjualnya dengan segera, kemudian menyerahkannya pada waktu penyerahan. Hal ini menjadi pengganti dari berbagai cara yang sering menjerumuskan orang ke dalam lembah riba. Transaksi salam dapat difungsikan dalam berbagai proyek pengembangan modal kolektif sebagai pengganti usaha simpan pinjam berbasis riba. Melalui transaksi ini, kaum muslimin bisa memenuhi kebutuhan hidupnya tanpa harus mengadakan hubungan perdagangan berbasis riba yang diharamkan dalam Islam (Abdullah Al Musah dan Sholah Ash Shawi, 2004: 55) 77 BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan khususnya mengenai karakteristik Perdagangan Berjangka Komoditi yang diatur dalam hukum positif Indonesia dan transaksi salam yang diatur dalam hukum Islam, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Karakteristik Perdagangan Berjangka Komoditi a). Tujuan Perdagangan Berjangka Komoditi Pengembangan agribisnis melalui pendekatan konvensional yang lebih menekankan pada peningkatan kualitas produksi semata tidak dapat dipertahankan lagi. Pengembangan agribisnis di bidang komoditi pertanian sangat akrab dengan risiko karena sifatnya yang musiman (seasonal) dan mudah rusak (perishable). Karena itu dalam dunia usaha Indonesia, termasuk produsen baik yang besar ataupun yang kecil dan kelompok petani, harus mampu mencari, mendalami, dan meningkatkan aktivitas pengelolaan risiko agar terlindung dari risiko yang dapat merugikan mereka dalam hal ini ditempuh melalui kegitan lindung nilai menggunakan Perdagangan Berjangka Komoditi. Dengan adanya instrumen Perdagangan Berjangka Komoditi diharapkan dapat membantu Indonesia dalam menghadapi persaingan usaha dengan negara lain dalam era globalisasi seperti sekarang ini. b). Mekanisme Perdagangan Berjangka Komoditi Perdagangan Berjangka Komoditi merupakan kegiatan perdagangan yang dilakukan berdasarkan Kontrak Berjangka dan opsi atas Kontrak 78 Berjangka. Kontrak Berjangka berbeda dengan kontrak pada umumnya karena merupakan kontrak standar yang berkaitan dengan jumlah, jenis, mutu, tempat, penyerahan pada waktu tertentu dengan harga yang telah disepakati terlebih dahulu. Adapun mekanisme perdagangan yang diterapkan meliputi beberapa hal yaitu sebagai berikut: (1) Tempat perdagangan Kegiatan Perdagangan Berjangka Komoditi sampai dengan saat ini hanya dapat dilakukan di bursa yang disebut PT. Bursa Berjangka Jakarta (BBJ) atau yang dikenal dengan Jakarta Futures Exchange (JFX). Di BBJ terdapat berbagai pasar berjangka sesuai dengan banyaknya komoditi yang diperdagangkan. Bursa tidak menetapkan harga komoditi yang diperdagangkan, karena bursa hanya menyediakan fasilitas perdaganan sedangkan kekuatan pasar yang membentuk harga secara efektif. Bursa Berjangka adalah pasar primer, karena harga ditentukan oleh komoditi atau asset yang kontraknya di perjualbelikan di bursa. Dilihat dari sistem pemasarannya yang kompetitive dan transparan, pasar berjangka dapat dikatakan pasar yang paling mendekati kesempurnaan suatu pasar. Karena sifatnya yang internasional, pasar berjangka merupakan pusat pengumpulan dan penyebarluasan informasi tentang pasar yang dapat membantu tercapainya efisiensi pasar secara umum. Pasar berjangka diselenggarakan dengan tujuan untuk pengalihan risiko dari fluktuasi harga sehingga perusahaan dapat menyusun perencanaan jangka panjang. (2) Pelaku perdagangan Pelaku bursa adalah mereka yang berkegiatan sebagai produsen, pedagang atau pemakai, baik perusahaan lokal maupun asing di bidang komoditi. Pelaku utama perdagangan ini dibagi menjadi dua yaitu hedger dan spekulator yang telah memenuhi persyaratan sebagaimana Perdagangan ditetapkan Berjangka Badan Pengawas Komoditi dan (Bappebti). Pelaksana Hedger 79 menggunakan Kontrak Berjangka untuk mengurangi risiko, sedangkan spekulator mencari keuntungan dari adanya fluktuasi harga. Spekulator biasanya membeli kontrak berjangka pada saat harga rendah dan menjualnya pada saat harga naik, atau sebaliknya menjual kontrak berjangka pada saat harga diperkirakan akan mengalami penurunan dan membelinya kembali pada saat harga rendah. (3) Objek perdagangan Objek komoditi (underlying assets) yang diperdagangkan di PT. BBJ terbagi dalam dua jenis yaitu Hard commodity yang terdiri dari hasil pertambangan seperti emas, perak, nikel, timah, dan lainlain; dan Soft commodity yang terdiri dari hasil perkebunan/pertanian seperti kacang, kopi, karet, dan lain-lain. Berdasarkan UU No. 32 Tahun 1997 harus ditetapkan oleh Keputusan Presiden (Keppres. Berdasarkan 3 Keppres yang telah diterbitkan yaitu Keppres No. 12 Tahun 1999, Keppres No. 73 Tahun 2000, dan Keppres No. 119 Tahun 2001, telah ditetapkan 22 komoditi. Komoditas yang layak diperdagangkan harus memenuhi kriteria teknis, ekonomis, dan struktur pasar. Teknis artinya komoditas tersebut memiliki standar nasional, misalnya kopi dan kelapa sawit, sedangkan ekonomis mensyaratkan komoditas yang diperdagangkan tidak dikuasai oleh pemerintah. (4) Tata tertib perdagangan Tata tertib yang berlaku dalam Perdagangan Berjangka Komoditi sudah sangat rinci pengaturannya yaitu meliputi keanggotaan, kepengurusan, dana kompensasi, penegakan peraturan/penerapan sanksi, dan penyerahan barang, hal ini dimaksudkan sebagai upaya perlindungan terhadap dana nasabah mengingat tingginya risiko perdagangan ini. (5) Pelaksanaan perdagangan 80 Perdagangan Berjangka Komoditi tidak selalu ada penyerahan secara fisik karena hanya melikuidasi kontrak yang bersangkutan dengan memperhitungkan selisih harga awal dengan harga yang terjadi pada tanggal jatuh tempo. Penyerahan fisik (physical delivery) sangat kecil (hanya berkisar 1 – 2 % dari jumlah transaksi yang terjadi) di pasar berjangka. Dalam Perdagangan Berjangka Komoditi, yang diperdagangkan adalah kontrak atau kesepakatan untuk menyerahkan atau menerima suatu barang tertentu di kemudian hari. (6) Penyelesaian perselisihan Dalam setiap kegiatan khususnya perdagangan, kadangkala terjadi perselisihan antara para pihak, demikian juga dengan Perdagangan Berjangka Komoditi dalam hal ini dapat diselesaikan melalui musyawarah untuk mencapai mufakat, atau pemanfaatan sarana yang disediakan oleh Bappebti dan/atau Bursa Berjangka apabila musyawarah tidak tercapai yaitu melalui arbitrase. c). Manfaat Perdagangan Berjangka Komoditi Kehadiran Bursa Berjangka memberikan multiplier effects bagi sektor pertanian dan subsektornya (perkebunan, peternakan, perikanan, kehutanan). Sebab ada korelasi yang erat antara Bursa Berjangka komoditi dengan sektor pertanian secara makro. Beberapa manfaat yang akan diperoleh sektor tersebut antara lain: Pertama, para petani secara periodik akan memperoleh pedoman harga (price discovery) dan ekspektasinya di masa mendatang. Kepastian tentang pedoman harga ini diharapkan dapat meningkatkan posisi tawar (bargaining position) para petani (produsen) dalam pemasaran dan distribusi hasil usahanya. Kedua, memperbaiki standarisasi produk komoditas, adanya gudang bursa dengan fasilitas yang memadai menciptakan insentif yang kuat bagi para petani untuk meng-upgrade kualitas produk komoditas ke tingkat yang diterima oleh bursa. Hal ini akan 81 mempermudah standarisasi perdagangan komoditas. Ketiga, penyebaran risiko harga dapat diperlebar ke banyak pelaku pasar, tidak semata ditanggung oleh petani produsen, tetapi sekaligus pedagang pengumpul, pedagang besar, dan bahkan pedagang bursa (pialang) dan konsumen. Keempat, sektor perbankan dan lembaga perkreditan lainnya dapat lebih percaya diri (confident) dalam memberikan kredit kepada sektor agribisnis dan agroindustri. Kelima, pengusaha kecil, kelompok usaha bersama, dan koperasi dapat melindungi harga produknya dari goncangan pasar fisik yang fluktuatif dengan melakukan hedging (proteksi terhadap risiko). 2. Karakteristik transaksi salam a). Tujuan transaksi salam Tujuan sistem ekonomi Islam menurut pendapat jumhur ulama adalah mempromosikan sistem nilai dan etika Islam, demikian juga dengan transaksi salam, dalam hal ini khususnya untuk kemaslahatan perekonomian umat. Islam memperbolehkan transaksi ini karena memandang dari segi pemenuhan kebutuhan yang kadangkala tidak terduga dalam hal ini masalah uang. Adapun transaksi yang dilarang apabila menggunakan spekulasi dan sistem ijon, karena mengandung eksploitasi dan tipuan dari satu pihak ke pihak lain. Selain itu, sifat transaksi menjadi tidak seimbang karena pembeli mempunyai kekuatan bargaining yang lebih tinggi sehingga penjual tereksploitasi dengan harga jual yang relatif lebih murah. b). Mekanisme transaksi salam Pada umumnya, syariat Islam dalam bidang muamalah hanya memberikan petunjuk-petunjuk dan prinsip-prinsip yang sifatnya umum dan mendasar. Hal yang rinci, detail, dan teknis tidak diatur, tetapi diserahkan kepada manusia melalui proses ijtihad demikian halnya dengan transaksi salam. Nabi Saw bersabda “Antum a’lamu bi 82 umuuri dunyakum” yang artinya “kalian lebih mengetahui urusan dunia kalian”. Para ulama berijtihad mengenai transaksi salam antara lain terdapat dalam fatwa DSN-MUI No.05/DSN-MUI/IV/2000. Fatwa ini dijadikan pedoman bagi lembaga keuangan syariah karena saat ini transaksi salam telah banyak digunakan dengan melibatkan pihak perbankan. Adapun makanisme transaksi salam meliputi beberapa hal antara lain: (1) Tempat transaksi Pelaksanaan transaksi dapat dilakukan dimanapun sesuai kehendak dan kesepakatan para pihak. (2) Pelaku transaksi Dalam hukum Islam, pada dasarnya siapapun diperbolehkan melakukan tindakan hukum dalam hal ini melakukan akad transaksi salam dengan ketentuan harus memenuhi rukun dan syarat yang ditetapkan oleh syara’. (3) Objek transaksi Menurut Syamsul Anwar, menjelaskan pendapat Ibn al-Qayyim, Causa legis atau ilat mengenai sunah tentang larangan menjual barang yang belum ada, bukan ada atau tidak adanya barang melainkan karena gharar. Gharar adalah ketidakpastian tentang apakah barang yang di perjualbelikan itu dapat di serahkan atau tidak. Jadi, meskipun pada waktu akad barangnya tidak ada, namun ada kepastian diadakan pada waktu diperlukan sehingga bisa diserahkan kepada pembeli, maka jual beli tersebut sah. Sebaliknya, kendati barangnya sudah ada tapi karena satu dan lain hal tidak mungkin diserahkan kepada pembeli, maka jual beli itu tidak sah. Benda atau barang yang dapat dijadikan objek dalam transaksi salam harus memenuhi persyaratan yaitu harus tepat gambarannya, barang tersebut menjadi hutang dalam kepemilikan, waktu penyerahan sudah diketahui secara jelas, barang tersebut 83 harus bisa di serahterimakan, tidak diberlakukan riba fadhal dan riba nasiah. (4) Tata tertib transaksi Hukum muamalah Islam tidak pernah mengatur secara rinci tata cara melakukan kegiatan bermuamalah. Sehingga setiap kegiatan mumalah termasuk transaksi salam, tata tertib pelaksanaannya hanya secara umum idak ada tata tertib yang bersifat baku sebatas tidak melanggar syara’. Dalam hal ini meliputi berbagai persyaratan yang harus dipenuhi dalam melakukan transaksi salam sebagai upaya menghilangkan unsur jahalah (ketidakpastian) diantaranya adalah: (a) Persyaratan menyangkut objek transaksi, yaitu mengenai: jenis, ukuran/kadar, dan tepat serta waktu penyerahan (b) Harga tukar (al tsaman) Beberapa persyaratan yang harus dipenuhi dalam kaitannya dengan harga tukar (al tsaman) yaitu kejelasan jenis alat tukar, kejelasan kualitas objek transaksi, dan kejelasan jumlah harga tukar. (5) Pelaksanaan transaksi Transaksi salam dilaksanakan secara konvensional sebagaimana pelaksanaan perdagangan pada umumnya. Jadi, baik penjual maupun pembeli bertemu secara langsung pada suatu tempat yang telah disepakati kedua belah pihak. Karena zaman sudah maju, tidak menutup kemungkinan dalam pelaksanaannya dapat dilakukan melalui sarana teknologi, misal lewat telepon. (6) Penyelesaian perselisihan Berdasarkan fatwa DSN-MUI No.05/DSN-MUI/IV/2000 tentang Jual Beli Salam, apabila terjadi perselisihan maka penyelesaiannya dapat dilakukan melalui musyawarah untuk mencapai mufakat atau Badan Arbitrase Syariah apabila melalui musyawarah tidak tercapai kesepakatan. 84 c). Manfaat transaksi salam Transaksi salam dapat dimanfaatkan dalam berbagai proyek pengembangan modal kolektif sebagai pengganti usaha simpan pinjam berbasis riba. Melalui transaksi ini, kaum muslimin diharapkan dapat memenuhi kebutuhan hidupnya tanpa harus mengadakan hubungan perdagangan berbasis riba yang diharamkan dalam Islam. B. Saran-saran 1. Bursa Berjangka Komoditi belum banyak dipahami dan diminati oleh pelaku bisnis khususnya masyarakat Indonesia yang notabennya Indonesia adalah negara agraris padahal telah ada payung hukum yang melegitimasi keberadaannya yaitu UU No. 32 Tahun 1997, oleh karena itu perlu ada sosialisasi dan edukasi mengenai Perdagangan Berjangka Komoditi secara masif. 2. Perdagangan Berjangka Komoditi merupakan salah satu alternatif investasi (investment enchancment) bagi perorangan dan perusahaan yang mempunyai kebebasan finansial untuk berinvestasi. Selama ini pamor investasi pada komoditi kalah dibandingkan investasi dengan jenis lain seperti saham, obligasi, properti, emas, valuta asing dan sebagainya. Ciri khas perdagangan di Bursa Berjangka Komoditi adalah pergerakan harga yang fluktuatif dan perkembangan trend harga yang mengikuti pola tertentu, sehingga menarik untuk dimasuki dan dilakukan oleh para investor. 3. Sistem usaha yang mengandung unsur riba hendaknya segera ditinggalkan karena dalam Al Quran maupun hadits telah secara jelas pelarangannya, mulailah beralih pada sistem usaha dengan transaksi salam sebagai salah satu alternatif pilihan pengganti dari berbagai sistem usaha yang dapat menjerumuskan ke dalam lembah riba. 4. Hendaknya lembaga yang berwenang menangani permasalahan hukum Islam khususnya di Indonesia, segera memberi tuntunan tentang tata cara melakukan transaksi salam karena sampai dengan saat ini belum ada tata 85 cara baku dan rinci, padahal transaksi salam bertujuan untuk kemaslahatan perekonomian umat sehingga dari kalangan umat Islam sendiri dapat dengan mudah memanfaatkannya. 86