I-1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pengelasan merupakan suatu proses penting di dalam dunia industri dan merupakan bagian yang tak terpisahkan dari pertumbuhan industri, karena memegang peranan utama dalam rekayasa dan reparasi produksi logam. Pengelasan adalah proses penyambungan setempat antara dua bagian logam atau lebih dengan memanfaatkan energi panas. Ervianto Sri Widharto, (2004) Dalam kenyataan cacat las seringkali muncul karena adanya kesalahan yang disebabkan oleh proses pengelasan yang muncul saat inspeksi dilakukan. Perusahaan pada dasarnya telah menyediakan prosedur Jurnal Mekanikal, pengelasan yang dikenal dengan nama WPS (Welding Procedure Specification). Dimana didalamnya terdapat aturan-aturan yang digunakan untuk standarisasi pengelasan. WPS (Welding Procedure Specification) berisi suhu maksimal, kecepatan pengelasan, besar arus listrik dan tegangan listrik yang digunakan, jenis las, spesifikasi ketebalan bahan serta heat input yang diijinkan. Kecacatan pada industry manufacture terkadang disebabkan oleh 6 (enam) kategori penyebab yaitu Machine (mesin atau teknologi), Method (metode atau proses), Material (bahan baku termasuk raw material), Man Power (tenaga kerja), Measurement (pengukuran), Mother Nature (lingkungan). Apabila terdapat ketidaksesuaian dari salah satu kategori diatas, maka akan mengakibatkan proses produksi tidak dalam keadaan terkendali dan produk yang dihasilkan tidak dapat diterima (Kusnadi, E. 2011) PT. Cladtek BI-Metal Manufacturing Batam bergerak di bidang jasa industri untuk berbagai pekerjaan mengenai material logam, khususnya proses Weld Overlay dan Lining pada pipa baja karbon untuk keperluan industri. PT Cladtek BI - Metal Manufacturing merupakan perusahaan yang memiliki kuota produksi pipa cladding terbesar di Indonesia, dan juga salah satu yang terbesar di dunia. Sebagai sebuah perusahaan manufaktur yang telah I-2 bersertifikasi ISO 9001, perusahaan telah menerapkan manajemen mutu yang baik dan sesuai dengan pedoman standar mutu yang berlaku, semua prosedur produksi sudah mempunyai struktur yang jelas, dan sudah dilaksanakan dalam proses produksi sehari-hari demi menjamin mutu dan kualitas dari produk yang dihasilkan. Pada perusahaan industri manufaktur seringkali terjadi cacat las cladding pada proses produksi. Hal ini menyebabkan menurunnya efektifitas dan efisiensi proses produksi perusahaan, karena dibutuhkan proses repair atau perbaikan pada pipa yang mengalami cacat las. Dampak yang ditimbulkan dari adanya cacat las ini sudah dirasakan terus menerus di PT Cladtek BI-Metal Manufacturing Batam, seperti adanya peningkatan biaya produksi mulai dari penambahan biaya listrik dan overhead pabrik, biaya lembur karyawan karena harus bekerja berulang kali, hingga penambahan biaya bahan baku yang harus dikeluarkan akibat penggunaan alat yang melebihi jam kerja untuk melakukan proses perbaikan pipa. Keadaan yang seperti ini tidak sehat bagi perusahaan apabila tidak ditindaklanjuti segera. Perusahaan harus menemukan cara dan metode yang mampu menekan adanya cacat las ini, sehingga dapat mengurangi biaya yang ditimbulkan oleh perbaikan cacat las tersebut. Berdasarkan data yang diperoleh dari PT. BI - Metal Manufacturing kerusakan pada cacat las pada pipa dapat dilihat pada tabel 1.1. Tabel 1.1. Data Cacat Las Periode Januari - Maret 2019 PERIOD START 01-JAN PERIOD FINISH 31-MAR Description Total Defect Persentase % Arc strike 7 0 Bad welding 27 1 Concave 399 19 Cluster porosity 2 0 Cross weld 54 3 Grinding 6 0 I-3 PERIOD START 01-JAN PERIOD FINISH 31-MAR Description Total Defect Persentase % Hump 7 0 Joint 130 6 Low clad 353 17 Linear 1 0 Lack of bonding 2 0 Over clad 35 2 Poor clad 14 1 Pin hole 557 26 Poor profile 407 19 Rounded 1 0 Spatter 10 0 Start stop 69 3 Stop welding 40 2 Worm Hole 4 0 Perusahaan mempersyaratkan bahwa standar cacat las cladding pada pipa carbon steel adalah zero defect. Dari total jumlah produksi sebanyak 12.355 meter welding pipa carbon steel pada bulan Januari, Februari dan Maret Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa PT. Cladtek telah terjadi kesalahan atau kecacatan produk yang melebihi standar perusahaan. Melihat pentingnya kelangsungan hidup perusahaan maka penulis ingin meneliti lebih lanjut mengenai faktor penyebab cacat las dan memberikan solusi atas cacat las tersebut melalui skripsi yang berjudul “Analisa penyebab cacat las cladding pada pipa carbon steel menggunakan metode fish bone di PT Caldtek Bi Metal Manufacturing. I-4 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah 1. Apa sajakah faktor penyebab terjadinya cacat las cladding pada pipa carbon steel di PT. Cladtek Bi Metal Manufacturing Batam? 2. Bagaimanakah solusi dari masalah cacat las cladding pada pipa carbon steel di PT. Cladtek Bi Metal Manufacturing Batam? 1.3 Batasan Masalah Pada penelitian ini permasalahan dilakukan dengan menganalisis faktor penyebab kerusakan produk menggunakan diagram fishbone pada proses welding pipa carbon steel pada PT. Cladtek Bi Metal Manufacturing Batam yang akan ditinjau dari aspek manusia, mesin, metode dan material. 1.4 Tujuan Penelitiaan Adapun tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui faktor penyebab terjadinya cacat las pada proses welding di PT. Cladtek Bi Metal Manufacturing Batam. 2. Memberikan solusi dari masalah cacat las pada proses welding di PT. Cladtek Bi Metal Manufacturing Batam. 1.5 Manfaat Penelitian 1. Bagi Perusahaan : Hasil penelitian ini diharapkan akan dapat memberikan sumbangan pemikiran dan menjadi salah satu referensi bagi perusahaan dalam upaya meningkatkan produktivitas perusahaan tersebut. 2. Bagi pembaca : Hasil penelitian ini diharapkan bisa menjadi pedoman bagi pihak yang membutuhkan dalam proses pengelasan cladding di perusahaan yang lain. I-5 3. Bagi Penulis : Bagi penulis sendiri merupakan suatu penambahan ilmu pengetahuan dan pengalaman dalam mengaplikasikan sebagian teori yang telah diperoleh dalam perkuliahan kedunia nyata. 1.6 Sistematika Penelitian Adapun penulisan penelitian ini memiliki langkah-langkah penulisan sebagai berikut: BAB I PENDAHULUAN Bab I ini berisikan latar belakang masalah penelitian, perumusan masalah penelitian, batasan masalah penelitian, tujuan, manfaat penelitian, serta sistematika penulisan skripsi yang penulis lakukan. BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pada bab II ini membahas tentang landasan teori tentang analisa penyebab cacat las cladding pada pipa, tinjauan pustaka ini memuat tinjauan singkat meliputi pengelasan, jenis pengelasan, penyebab cacat las, pengujian tidak merusak, dan juga menggunakan metode fishbone dan diagram pareto, hal ini yg mendasari penelitian. Untuk menyusun kerangka atau konsep yang digunakan dalam penelitian, sewaktu memilih metode, melaksanakan penelitian, mengambil penelitian terdahulu tentang pengendalian kualitas dan memuat kerangka pemikiran yang menggambarkan pola pikir dan sitematika pelaksanaan penelitian. BAB III METODE PENELITIAN Pada bab III ini akan menjelaskan mengenai langkah-langkah yang diperlukan untuk memperoleh dan mengolah data yang diperlukan, waktu dan tempat penelitan, membahas jenis data yang di kumpulkan, metode pengumpulan data, metode pengujian data, pengolahan data kerangka pemecahan masalah serta jadwal penelitian . I-6 BAB IV PENGOLAHAN DATA DAN PEMBAHASAN Bab ini akan menguraikan tentang data yang telah dikumpulan serta pengolahan data dengan menggunakan metode yang digunakan seperti yang dijelaskan pada bab 3 meliputi analisa penyebab kecacatan dengan metode pareto dan fisbhone dan cara mengendaliannya. BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Pada bab V ini akan berisikan kesimpulan serta saran saran dari penulis untuk hasil penelitian yang telah dilaksanakan. DAFTAR PUSTAKA II-1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Definisi Analisa Menurut Gorys Keraf, analisa adalah sebuah proses untuk memecahkan sesuatu ke dalam bagian-bagian yang saling berkaitan satu sama lainnya. sedangkan menurut Komarrudin mengatakan bahwa analisis merupakan suatu kegiatan berfikir untuk menguraikan suatu keseluruhan menjadi komponen sehingga dapat mengenal tanda-tanda dari setiap komponen, hubungan satu sama lain dan fungsi masing-masing dalam suatu keseluruhan yang terpadu. 2.1.2 Pengelasan Definisi pengelasan menurut DIN (Deutsche Industrie Normen) adalah ikatan metalurgi pada sambungan logam atau logam paduan yang dilaksanakan dalam keadaan lumer atau cair. Secara umum definisi pengelasan adalah suatu cara untuk menyambung logam padat dengan cara mencairkannya melalui pemanasan [Harsono, 2000]. Ruang lingkup penggunaan teknik pengelasan dalam konstruksi sangat luas, meliputi perkapalan, jembatan, bejana tekan, pipa pesat, pipa saluran, kendaraan rel dan lain sebagainya. Prosedur pengelasan kelihatannya sangat sederhana, tetapi secara aktual di lapangan banyak masalah-masalah yang harus diatasi dimana pemecahannya memerlukan bermacam-macam pengetahuan. Karena itu dalam pengelasan, pengetahuan harus turut serta didampingi oleh praktek di lapangan. Secara lebih terperinci dapat dikatakan bahwa dalam pengelasan pada perancangan konstruksi bangunan ataupun mesin harus direncanakan pula tentang tatacara pengelasan. pemeriksaan, pemilihan jenis las dan logam yang akan disambung, berdasarkan fungsi dari bangunan atau mesin yang dirancang. bagian-bagian II-2 2.1.3 Klasifikasi Pengelasan Sampai saat ini banyak sekali cara-cara pegklasifikasin yang digunakan dalam bidang las, hal ini disebabkan karena belum adanya kesepakatan dalam hal tersebut. Beberapa contoh cara-cara pengklasifikasian tersebut diantaranya adalah klasifikasi berdasarkan sumber energi panas yang digunakan dan cara pengelasan. Perincian lebih lanjut dari beberapa contoh pengklasifikasian dapat dilihat pada gambar 2.1 [Harsono,2000]. Gambar 2.1. Klasifikasi berdasarkan cara pengelasan 2.1.4 Jenis-Jenis Pengelasan Yang Sering Digunakan Pada Umumnya Jenis-jenis pengelasan yang digunakan oleh berbagai negara sampai saat ini ada begitu banyak, namun hanya beberapa saja yang sering digunakan dari beraneka ragam jenis pengelasan yang ada. 1. Pengelasan busur logam terbungkus (SMAW) Shielded Metal Arc Welding (SMAW) adalah pengelasan yang menggunakan busur nyala listrik sebagai sumber panas pencair logam. Elektroda terbungkus yang berfungsi sebagai fluks akan cair pada waktu proses pengelasan dan gas II-3 yang terjadi akan melindungi proses pengelasan terhadap pengaruh udara luar, cairan yang terbungkus akan terapung membeku pada permukaan las yang disebut slag. Proses pengelasan elektroda terbungkus terlihat pada gambar 2.2 Sumber : Harsono (2000) Gambar 2.2 Pengelasan elektroda terbungkus 2. Pengelasan Busur Terendam (SAW) Submerged Arc Welding (SAW) adalah salah satu pengelasan dimana logam cair ditutup dengan fluks yang diatur melalui suatu penampang fluks dan elektroda yang merupakan kawat pejal diumpankan secara terus menerus, dalam pengelasan ini busur listrik nya terendam dalam fluks dapat dilihat pada Gambar 2.3. Prinsip las busur terendam ini material yang dilas adalah baja karbon rendah, dengan kadar karbon tidak lebih dari 0, 05%. Baja karbon menengah dan baja konstruksi paduan rendah dapat juga dilas dengan proses SAW, namun harus dengan perlakuan panas khusus dan elektroda khusus. II-4 Sumber : Harsono (2000) Gambar 2.3 Pengelasan Busur Terendam 3. Pengelasan busur logam Gas (GMAW) Gas Metal Arc Welding (GMAW) adala jenis pengelasan yang menggunakan busur api listrik sebagai sumber panas untuk peleburan logam, perlindungan terhadap logam cair menggunakan gas mulia (inert gas) atau CO2 merupakan elektroda terumpan yang diperlihatkan pada gambar 2.4. Proses GMAW dimodifikasikan juga dengan proses menggunakan fluks yaitu dengan penambahan fluks yang magnetik (magnetizen - fluks) atau fluks yang diberikan sebagai inti (fluks cored wire). Sumber : Harsono (2000) Gambar 2.4 Pengelasan Busur Logam Gas II-5 4. Pengelasan busur berinti fluks (FCAW) Flux Cored Arc Welding (FCAW) merupakan proses pengelasan busur listrik elektroda terumpan. Proses peleburan logam terjadi diantara logam induk dengan elektroda berbentuk turbolens yang sekaligus menjadi bahan pengisi fluks merupakan inti dari elektroda dan terbakar menjadi gas, akan melindugi proses dari udara luar, seperti gambar 2.5. Sumber : Harsono (2000) Gambar 2.5 Pengelasan busur berinti fluks 5. Pengelasan busur tungsten gas (GTAW) Gas Tungsten Arc Welding (GTAW) merupakan pengelasan dengan memakai busur nyala api yang menghasilkan elektroda tetap yang terbuat dari tungsten (wolfram), sedangkan bahan penambah terbuat dari bahan yang sama atau sejenis dengan bahan yang dilas dan terpisah dari torch, untuk mencegah oksidasi dipakai gas pelindung yang keluar dari torch biasanya berupa gas argon 99%. Pada proses pengelasan ini peleburan logam terjadi karena panas yang dihasilkan oleh busur listrik antara elektroda dan logam induk. Proses pengelasan busur tungsten gas dapat dilihat pada Gambar 2.6. II-6 Sumber : Harsono (2000) Gambar 2.6 Pengelasan busur tungsten gas 2.1.5 Definisi Cladding Cladding adalah aplikasi dari satu bahan di atas yang lain untuk memberikan kulit atau lapisan. Dalam konstruksi, kelongsong digunakan untuk memberikan tingkat isolasi termal dan tahan cuaca, dan untuk meningkatkan kualitas material. Sumber : Dokumentasi Pribadi Gambar 2.7 Proses Pengelasan Cladding II-7 2.1.6 Jenis-jenis Material Yang Digunakan 1. Carbon / besi Jenis bahan material ini karbon adalah salah satu unsur yang terdapat dialam dengan symbol dalam sistem periodik adalah “C”. Nama “carbon” berasal dari bahasa latin “carbo” yang berarti “coal” atau “charcoal”. Istilah “coal” menyatakan sediment berwarna hitam atau coklat kehitaman yang bersifat mudah terbakar dan terutama memiliki komposisi utama belerang, hydrogen, oksigen, dan nitrogen. 2. Stainless / Baja Tahan Karat Baja tahan karat adalah merupakan baja paduan yang memiliki sifat atau karakteristik khusus, ciri umum dari baja tahan karat adalah merupakan baja yang mengandung kromium (Cr) yang tinggi, tidak kurang dari 12%, pada baja unsur kromium dengan besi (Fe) membentuk suatu larutan padat , sifat paling utama dari baja tahan karat adalah memiliki ketahanan terhadap korosi yang sangat tinggi, selain itu baja tahan karat memiliki sifat ketangguhan yang tinggi, mudah di mesin, mudah dibentuk dan juga mampu dilas tinggi. 2.1.7 Penyebap Cacat Las Macam Macam Cacat las – Weld Defect atau Cacat las adalah hasil pengelasan yang tidak memenuhi syarat yang sudah dituliskan di standart (ASME IX, AWS, API, ASTM). Penyebab cacat las dapat dikarenakan adanya prosedur pengelasan yang salah, persiapan yang kurang dan juga dapat disebabkan oleh peralatan serta consumable yang tidak sesuai standar. 2.1.8 Jenis-Jenis Cacat Pada Pengelasan Pada proses pengelasan terdapat jenis-jenis cacat yang biasanya dijumpai antara lain retak (cracks), voids, inklusi , kurangnya fusi atau penetrasi (lack of fusion or penetration) dan bentuk yang tak sempurna (imperfect shape). 1. Retak Jenis cacat ini sering terjadi pada logam las (weld metal), daerah pengaruh panas (HAZ) atau pada daerah logam dasar (parent metal). Cacat retak sendiri II-8 dibagi atas retak panas dan retak dingin. Retak panas umumnya terjadi pada suhu tinggi ketika proses pembekuan berlangsung. Retak dingin umumnya terjadi dibawah suhu 2000C setelah proses pembekuan. Sedangkan bentuk retakan dapat dibagi menjadi: a. Retakan memanjang (longitudinal crack). b. Retakan melintang (transverse crack). Gambar 2.8 Cacat las retak (cracks) 2. Porositas (voids) Porositas merupakan cacat las berupa lubang-lubang halus atau pori-pori yang biasanya terbentuk di dalam logam las akibat terperangkapnya gas yang terjadi ketika proses pengelasan. Disamping itu, porositas dapat pula terbentuk akibat kekurangan logam cair karena penyusutan ketika logam membeku (shrinkage porosity). Jenis porositas dapat dibedakan menurut pori-pori yang terjadi yaitu: a. Porositas terdistribusi merata b. Porositas terlokalisasi c. Porositas linier. Gambar 2.9 Cacat las porositas (voids) Sebagai contoh dalam penelitian ini adalah cacat las yang tergolong dalam porositas yaitu pinhole. Pinhole (Gambar 2.10) adalah suatu keadaan cacat las yang disebabkan masuknya gas CO2, CO, NO2, SO2 atau udara kedalam kolom II-9 pengelasan. Akibat dari cacat las ini adalah kemungkinan bocor sangat tinggi di lokasi cacat. Gambar 2.10 Cacat las Pinhole 3. Inklusi Cacat ini disebabkan oleh pengotor (inklusi) baik berupa produk karena reaksi gas atau berupa unsur-unsur dari luar, seperti: terak, oksida, logam wolfram atau lainnya. Cacat ini biasanya terjadi pada daerah bagian logam las (weld metal). Gambar 2.11 Cacat las Inklusi 4. Kurangnya Fusi atau Penetrasi a. Kurangnya Fusi Cacat ini merupakan cacat akibat terjadinya discontinuity yaitu ada bagian yang tidak menyatu antara logam induk dengan logam pengisi. Disamping itu cacat jenis ini dapat pula terjadi pada pengelasan berlapis (multipass welding) yaitu terjadi antara lapisan las yang satu dan lapisan las yang lainnya. b. Kurangnya Penetrasi Cacat jenis ini terjadi bila logam las tidak menembus mencapai sampai ke dasar dari sambungan II-10 5. Bentuk yang tidak sempurna Jenis cacat ini memberikan geometri sambungan las yang tidak baik (tidak sempurna) seperti: undercut, underfill, overlap, excessive reinforcement dan lain-lain. Morfologi geometri dari cacat ini biasanya bervariasi. Agar lebih jelas dan paham terhadap cacat pengelasan yang biasanya sering terjadi dapat dilihat pada gambar 2.12 Gambar 2.12 Cacat las imperfect shape Cacat concave (gambar 2.13) biasanya terjadi karena beberapa hal : Sudut bukaan kampuh terlalu besar, elektroda terlalu kecil, amper capping tinggi, lajur capping belum selesai dan speed sapping terlalu tinggi Akibat dari cacat las ini adalah melemahkan sambungan, mengawali karat permukaan dan timbul displasment stress ( tegangan geser ) yang berpotensi menimbulkan retak. Gambar 2.13 Cacat las Concave II-11 Cacat las poor profile atau bulbous contour adalah jenis cacat las dengan bentuk hasil las yang tidak beraturan yang disebabkan kesalahan dalam teknik pengelasan terlalu lambat atau terlalu cepat. Gambar 2.14 Cacat las poor profile Cacat las low clad adalah adalah salah satu jenis cacat pengelasan yang disebabkan salah penyetelan (Misalignment), dan beda tebal, sehingga mengakibatkan erosi abrasi dan menghasilkan tegangan geser yang berpotensi retak yang ditunjukkan pada gambar 2.15. Gambar 2.15 Cacat las low clad II-12 2.1.9 Pengujian Tidak Merusak Non Destructive Testing (NDT) adalah aktivitas tes atau inspeksi terhadap suatu benda untuk mengetahui adanya cacat, retak, atau discontinuity lain tanpa merusak benda yang di tes atau inspeksi. Pada dasarnya, tes ini dilakukan untuk menjamin bahwa material yang kita gunakan masih aman dan belum melewati damage tolerance. NDT ini dijadikan sebagai bagian dari kendali mutu komponen. Kedua, NDT dilakukan setelah komponen digunakan dalam jangka waktu tertentu. Tujuannya adalah menemukan kegagalan parsial sebelum melampaui damage tolerance-nya. Metode utama Non Destructive Testing yang akan digunakan pada penelitian ini adalah: 1. Pengujian Amatan Sering kali metode ini merupakan langkah yang pertama kali diambil dalam NDT. Metode ini bertujuan menemukan cacat atau retak permukaan dan korosi. Dalam hal ini tentu saja adalah retak yang dapat terlihat oleh mata telanjang atau dengan bantuan lensa pembesar ataupun biroskop 2.1.10 Diagram Pareto Diagram pareto menurut Heizer dan Render (2006) adalah sebuah metode untuk mengelola kesalahan, masalah, atau cacat untuk membantu memusatkan perhatian pada usaha penyelesaian masalah. Joseph M. Juran mempopulerkan pekerjaan pareto dengan menyatakan bahwa 80% permasalahan perusahaan merupakan hasil dari penyebab yang hanya 20%. Fungsi Diagram pareto adalah untuk mengidentifikasi atau menyeleksi masalah utama untuk peningkatan kualitas dari yang paling besar ke yang paling kecil. Diagram Pareto (Gambar 2.16) adalah grafik batang yang menunjukkan masalah berdasarkan urutan banyaknya kejadian. Kegunaan dari diagram pareto adalah untuk: 1. Menunjukan masalah utama yang dominan dan perlu segera diatasi. 2. Menyatakan perbandingan masing-masing persoalan yang ada dan kumulatif secara keseluruhan. II-13 3. Menunjukan tingkat perbaikan setelah tindakan perbaikan (koreksi) dilakukan pada daerah yang terbatas. 4. Menunjukan perbandingan masing-masing persoalan sebelum dan setelah perbaikan. Sumber : Gasperz (2003) Gambar 2.16 Diagram Pareto Diagram pareto menurut Nasution (2004), Diagram pareto yang dikembangkan oleh seorang ahli ekonomi Italia yang bernama Vilfredo Pareto pada abad ke 19. Diagram pareto di gunakan untuk memperbandingkan berbagai kategori kejadian yang disusun menurut ukurannya, dari yang yang paling besar di sebelah kiri ke yang paling kecil sebelah kanan. Susunan tersebut membantu kita untuk menentukan penting prioritas kategori kejadian-kejadian atau sebab-sebab kejadian yang dikaji atau untuk mengetahui masalah utama proses. Dengan bantuan diagram pareto tersebut, kegiatan akan lebih efektif dengan memusatkan perhatian pada sebab-sebab yang mempunyai dampak paling besar terhadap kejadian daripada meninjau berbagai sebab pada suatu ketika Langkah-langkah pembuatan diagram pareto, yaitu: Langkah 1: Menentukan masalah apa yang akan diteliti, mengidentifikasi kategori-kategori atau penyebab-penyebab dari masalah yang akan diperbandingkan. Setelah melaksanakan pengumpulan data. itu, merencanakan dan II-14 Langkah 2: Membuat suatu ringkasan daftar atau tabel yang mencatat frekuensi kejadian dari masalah yang telah diteliti dengan menggunakan formulir pengumpulan data atau lembar periksa. Langkah 3: Membuat daftar masalah secara berurut berdasarkan frekuensi kejadian dari yang tertinggi sampai terendah, serta hitunglah frekuensi kumulatif, persentase dari total kejadian, dan persentase dari total kejadian secara kumulatif. Langkah 4: Menggambar 2 buah garis yaitu sebuah garis vertikal dan sebuah garis horisontal. Garis vertikal - Garis vertikal sebelah kiri: skala pada garis ini merupakan skala dari nol sampai total keseluruhan dari variabel masalah yang terjadi (misalnya total kerusakan produk). - Garis vertikal sebelah kanan: skala pada garis ini adalah skala dari 0% sampai 100%. b. Garis Horizontal Garis ini dibagi ke dalam banyaknya interval sesuai dengan banyaknya item masalah yang diklasifikasikan. Langkah 5: Membuat histogram pada diagram pareto. Langkah 6: Gambarkan kurva kumulatif serta cantumkan nilai-nilai kumulatif (total kumulatif atau persen kumulatif) di sebelah kanan atas dari interval setiap item masalah. Langkah 7: Memutuskan untuk mengambil tindakan perbaikan atas penyebab utama dari masalah yang sedang terjadi itu. Diagram Pareto terdiri dari dua jenis, yaitu: 1. Diagram Pareto Mengenai Fenomena, berkaitan dengan hasil-hasil berikut yang tidak diinginkan dan digunakan untuk mengetahui apa masalah utama yang ada. Beberapa contohnya antara lain: a. Kualitas: Kerusakan, kegagalan, keluhan, item-item yang dikembalikan, perbaikan (reparasi), dan lain-lain. b. Biaya: Jumlah kerugian, ongkos pengeluaran, dan lain-lain. II-15 c. Penyerahan (delivery): Penundaan penyerahan, keterlambatan pembayaran, kekurangan stok, dll. d. Keamanan: Kecelakaan, kesalahan, gangguan, dll. 2. Diagram Pareto Mengenai Penyebab, berkaitan dengan penyebab dalam proses dan dipergunakan untuk mengetahui apa penyebab utama dari masalah yang ada. Beberapa contohnya antara lain: a. Operator: Umur, pengalaman, keterampilan, sifat individual, pergantian kerja (shift), dan lain-lain. b. Mesin: Peralatan, mesin, instrumen, dll. c. Bahan baku: Pembuatan bahan baku, macam bahan baku, pabrik bahan baku, dll d. Metode Operasi: Kondisi operasi, metode kerja, sistem pengaturan, dll. 2.1.11 Metode Fishbone Diagram tulang ikan atau fishbone diagram adalah salah satu metode / tool di dalam meningkatkan kualitas. Sering juga diagram ini disebut dengan diagram Sebab-Akibat atau cause effect diagram. Penemunya adalah seorang ilmuwan jepang pada tahun 60-an. Bernama Dr. Kaoru Ishikawa, ilmuwan kelahiran 1915 di Tokyo Jepang yang juga alumni teknik kimia Universitas Tokyo. Sehingga sering juga disebut dengan diagram ishikawa. Metode tersebut awalnya lebih banyak digunakan untuk manajemen kualitas. Yang menggunakan data verbal (non-numerical) atau data kualitatif. Dr. Ishikawa juga sebagai orang pertama yang memperkenalkan 7 alat atau metode pengendalian kualitas (7 tools). Yakni fishbone diagram, control chart, run chart, histogram, scatter diagram, pareto chart, dan flowchart. Dikatakan Diagram Fishbone (Tulang Ikan) karena memang berbentuk mirip dengan tulang ikan yang moncong kepalanya menghadap ke kanan. II-16 Diagram ini akan menunjukkan sebuah dampak atau akibat dari sebuah permasalahan, dengan berbagai penyebabnya. Efek atau akibat dituliskan sebagai moncong kepala. Sedangkan tulang ikan diisi oleh sebab-sebab sesuai dengan pendekatan permasalahannya. Dikatakan diagram Cause and Effect (Sebab dan Akibat) karena diagram tersebut menunjukkan hubungan antara sebab dan akibat. Berkaitan dengan pengendalian proses statistikal, diagram sebab-akibat dipergunakan untuk untuk menunjukkan faktor-faktor penyebab (sebab) dan karakteristik kualitas (akibat) yang disebabkan oleh faktor-faktor penyebab itu. Kebiasaan untuk mengumpulkan beberapa orang yang mempunyai pengalaman dan keahlian memadai menyangkut masalah yang dihadapi oleh perusahaan Semua anggota tim memberikan pandangan dan pendapat dalam mengidentifikasi semua pertimbangan mengapa masalah tersebut terjadi. Kebersamaan sangat diperlukan di sini, juga kebebasan memberikan pendapat dan pandangan setiap individu. Jadi sebenarnya dengan adanya diagram ini sangatlah bermanfaat bagi perusahaan, tidak hanya dapat menyelesaikan masalah sampai akarnya namun bisa mengasah kemampuan berpendapat bagi orang – orang yang masuk dalam tim identifikasi masalah perusahaan yang dalam mencari sebab masalah menggunakan diagram tulang ikan. Fungsi dasar diagram Fishbone (Tulang Ikan)/ Cause and Effect (Sebab dan Akibat)/ Ishikawa adalah untuk mengidentifikasi dan mengorganisasi penyebab-penyebab yang mungkin timbul dari suatu efek spesifik dan kemudian memisahkan akar penyebabnya . Sering dijumpai orang mengatakan “penyebab yang mungkin” dan dalam kebanyakan kasus harus menguji apakah penyebab untuk hipotesa adalah nyata, dan apakah memperbesar atau menguranginya akan memberikan hasil yang diinginkan. Dengan adanya diagram Fishbone (Tulang Ikan)/ Cause and Effect (Sebab dan Akibat)/ Ishikawa ini memberi banyak sekali keuntungan bagi dunia bisnis. Selain memecahkan masalah kualitas yang menjadi perhatian penting perusahaan. Masalah-masalah klasik lainnya juga terselesaikan. Masalah-masalah klasik yang ada di industri manufaktur khusunya antara lain adalah: II-17 1. Keterlambatan proses produksi 2. Tingkat cacat produk yang tinggi 3. Mesin produksi yang sering mengalami trouble 4. Output lini produksi yang tidak stabil 5. Produktivitas yang tidak mencapai target 6. Complain pelanggan yang terus berulang. Pada dasarnya diagram Fishbone (Tulang Ikan)/ Cause and Effect (Sebab dan Akibat) dapat dipergunakan untuk kebutuhan-kebutuhan berikut: 1. Mengidentifikasi akar penyebab dari suatu masalah 2. Membangkitkan ide-ide untuk solusi suatu masalah 3. Membantu dalam penyelidikan atau pencarian fakta lebih lanjut 4. Mengidentifikasi tindakan untuk menciptakan hasil yang diinginkan 5. Membahas issue secara lengkap dan rapi 6. Menghasilkan pemikiran baru Cara Membuat Diagram Fishbone (Tulang Ikan)/ Cause and Effect (Sebab dan Akibat) Dalam hal melakukan Analisa Fishbone, ada beberapa tahapan yang harus dilakukan, yakni 1. Menyiapkan sesi analisa tulang ikan. 2. Mengidentifikasi akibat atau masalah. 3. Mengidentifikasi berbagai kategori sebab utama. 4. Menemukan sebab-sebab potensial dengan cara sumbang saran. 5. Mengkaji kembali setiap kategori sebab utama 6. Mencapai kesepakatan atas sebab-sebab yang paling mungkin Gambar 2.17 Diagram fishbone II-18 Faktor –faktor penyebab atau kategori-kategori dapat dikembangkan melalui brainstorming. Berikut contoh yang bisa dijadikan panduan untuk merumuskan faktor-faktor utama dalam mengawali pembuatan Diagram Cause and Effect. 1. The 4 M’s (digunakan untuk perusahaan manufaktur) a. Machine (Equipment) b. Method (Process/Inspection) c. Material (Raw,Consumables etc.) d. Man power. 2. The 8 P’s (digunakan pada industri jasa) a. People b. Process c. Policies d. Procedures e. Price f. Promotion g. Place/Plant h. Product 3. The 4 S’s (digunakan pada industri jasa) a. Surroundings b. Suppliers c. Systems d. Skills 4. P (pendekatan manajemen pemasaran) a. Price b. Product c. Place d. Promotion II-19 2.2 Penelitian Terdahulu Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu Peneliti Tahun Judul Decky Antony Kiffta 2016 Analisa defect rate pengelasan dan penannggulangannya dengan metode six sigma dan fmea di PT. Profab Indonesia Darsono 2013 Analisis Pengendalian Kualitas Produksi dalam Upaya Mengendalikan Tingkat Kerusakan Produk Syarifah Labibah Khodijah 2015 Analisis Faktor-Faktor Penyebab Kerusakan Produk pada Proses Cetak Produk Hasil Penelitian Perusahaan berhasil menurunkan defect rate dari 15,5% di bulan Oktober - Nopember 2015 menjadi 2,63% di bulan Juni 2016. Hal ini juga sekaligus meningkatkan kinerja prosesnya yaitu dari ratarata nilai Sigma 3,32 menjadi Sigma 4,10. Dengan menurunnya defect rate dan meningkatnya nilai Sigma memungkinkan perusahaan untuk terus berkembang dan mencapai sasaran mutu yang diinginkan yaitu kepuasan pelanggan. Tingkat kerusakan / broken rata – rata hasil produksi pada PT. Albata Semarang selama bulan Januari – Maret 2011 sebesar 1.80 % , tingkat kerusakan tersebut tidak melampui standar yang ditetapkan perusahaan yaitu sebesar 2 % dari total volume produksi. Hasil penelitian diperoleh faktorfaktor yang mempengaruhi kerusakan produk pada proses cetak produk. 1. Faktor Keberlangsungan Kerja Mesin 2. Faktor Pengendalian Kesiapan Metode/Sistem Kerja. 3. Faktor Kendali Proses 4. Faktor Kedisiplinan Kerja 5. Faktor Dukungan Penyelia 6. Faktor yang mendominasi adalah faktor Keberlangsungan Kerja Mesin yang mempunyai nilai eigen values sebesar 6.446 dengan presentase varians 32.230%. II-20 2.3 Kerangka Pemikiran Kerangka pemikiran yang digunakan dalam penelitian ini untuk menggambarkan bagaimana mengidentifikasi penyebab cacat las untuk kemudian ditelusuri solusi penyelesaian masalah tersebut sehingga menghasilkan usulan/ rekomendasi perbaikan kualitas produksi dimasa mendatang. Berdasarkan tinjauan landasan teori, maka dapat disususn kerangka dalam penelitian sebagai berikut. Gambar 2.18 Kerangka Pemikiran Pada penelitian ini penyebab kecacatan pada pengelasan dianalisa menggunakan diagram fishbone untuk mengetahui apa penyebab cacat lasan dan cara menanggulangi cacat lasan hasil inspeksi visual. Penelitian ini juga termasuk penelitian studi kasus, dimana salah satu kekhususan dalam penelitian ini adalah pada tujuannya. Penelitian studi kasus adalah bagian dari metode kualitatif yang hendak mendalami suatu kasus tertentu secara lebih mendalam dengan melibatkan pengumpulan beraneka sumber informasi (Raco, 2010). II-21 Penelitian ini didasari oleh sebuah fenomena yang terjadi, dan dianggap sebagai sebuah kasus yang membutuhkan pemecahan masalah. Maka penelitian ini berfokus untuk menjawab butir-butir dari rumusan masalah yang ada. III-1 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian Tugas Akhir (skripsi) ini dilakukan mulai dari awal bulan Mei sampai bulan September 2019. Lokasi penelitian dilakukan di PT. Cladtek Bi Metal Manufacturing, Batu Ampar Kota Batam. Table 3.1 Rencana Pelaksanaan Penelitian Tugas Akhir Mei - Juni 2019 Tahapan No Kegiatan I 1 Identifikasi Masalah 2 Pembuatan Proposal 3 Bimbingan dan Revisi Proposal Pengumpul an Syarat Seminar Proposal Seminar Proposal 4 5 6 Revisi Proposal 7 Observasi lapangan Pengolahan Data 8 9 10 Sidang Akhir Skripsi Wisuda II III IV Jul - Agustus 2019 I II III IV Sept - Okt 2019 I II III IV Jan - Feb 2020 I II III Maret - Mei 2020 IV I II III IV III-2 3.2 Jenis dan Sumber Data 3.2.1 Jenis Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data yang diperoleh berupa data kuantitatif dan data kualitatif. Data kuantitatif yaitu data jumlah produksi, jumlah pengelasan yang mengalami kecacatan dan presentase cacat las pada bulan Januari sampai dengan Maret 2019 di PT. Caldtek Bi Metal Manufacturing. Data kualitatif yaitu data yang berupa informasi mengenai jenis cacat las, penyebab terjadinya cacat las, proses las yang digunakan dan bahan baku yang digunakan. 3.2.2 Sumber Data Sumber data secara keseluruhan diperoleh dari institusi yang menjadi tempat penelitian. Data yang bersifat kuantitatif diperoleh dari dokumen/arsip bagian quality control dan bagian quality assurance. Sedangkan data yang bersifat kualitatif diperoleh dari wawancara dan pengamatan secara langsung di perusahaan. 3.3 Populasi dan Sampel Penelitian 3.3.1 Populasi Penelitian ini menggunakan keseluruhan data populasi dari semua produk pengelasan yang dilakukan dengan inspeksi visual menggunakan alat borescope yang dicatat oleh departemen production. Fokus penelitian dalam penelitian ini adalah proses welding yang dilaksanakan oleh QC PT Cladtek Bi Metal Manufacturing Batam. Quality Control merupakan sebuah proses yang dilakukan oleh unit kerja yang bertujuan untuk mengidentifikasi kemungkinan cacat atau adanya kerusakan yang tidak sesuai dengan kriteria penerimaan produk 3.3.2 Sampel Penelitian Sampel pada penelitian ini adalah pipa carbon steel sudah melewati proses Quality Control melalui Inspeksi visual mulai dari bulan Januari s/d Maret 2019. Narasumber pada penelitian ini adalah teknisi pada unit kerja yang bertugas pada proses QC di PT Caldtek Bi Metal Manufacturing Batam dan operator pada III-3 bagian Production yang bertanggungjawab pada proses pengelasan (welding). Untuk menghitung jumlah responden yang menjadi sampel digunakan rumus Slovin sebagai berikut: Rumus Slovin Dimana: n = ukuran sampel keseluruhan N = ukuran populasi e = persen kelonggaran ketidaktelitian karena salah Operator bagian produksi dan QC berjumlah 310 dan 150 orang. Dalam menentukan jumlah sampel yang akan dipilih, penulis menggunakan tingkat kesalahan sebesar 10%. Jumlah sampel yang diperoleh dengan perhitungan di atas pada bagian produksi sebanyak 76 responden. =75,6 3.4 Variabel Penelitian dan Defenisi Operasional Penelitian ini menggunakan dua macam variabel yaitu variabel bebas dan variabel terikat. a. Variabel bebas adalah variabel yang mempengaruhi, yang menyebabkan timbulnya atau berubahnya variable terikat. Variabel bebas yang digunakan dalam penelitian ini adalah Machine (mesin), Material (bahan baku), Manpower (tenaga kerja) dan Methode (Metode). b. Variabel terikat yaitu variabel yang ditentukan dan dipengaruhi oleh variabel bebas yaitu dalam hal ini adalah cacat las cladding pada pipa III-4 Tabel 3.2 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Variabel Penelitian Machine (mesin) Material (bahan baku) Manpower (tenaga kerja) Method (Metode). Cacat las Definisi Operasional Indikator Berkaitan dengan tidak ada 1. Kerusakan mesin system preventif terrhadap 2. Ketersediaan mesin yang memadai/sesuai mesin produksi, termasuk kebutuhan fasilitas dan peralatan lain operator tidak sesuai dengan 3. Kemampuan spesifikasi tugas dalam mengoperasikan mesin (Gasperz,2002) 4. Sistem kontrol pada saat proses Berkaitan dengan ketiadaan 1. Penyimpanan bahan baku spesifikasi kualitas dari bahan 2. Kuantitas bahan baku sesuai dengan kebutuhan baku dan bahan penolong yang ditetapkan, ketiadaan 3. Kualitas bahan baku penanganan yang efektif sesuai dengan standar terhadap bahan baku dan 4. Pemesanan bahan baku bahan penolong, dll tepat waktu (Gasperz,2002) Berkaitan dengan kekurangan 1. Kedisiplinan tenaga kerja dalam pengetahuan, 2. Keahlian tenaga kerja kekurangan dalam 3. Kerjasama antar tenaga keterampilan dasar yang kerja berkaitan dengan mental dan 4. Jumlah tenaga kerja fisik, kelelahan, stress, sesuai dengan kebutuhan ketidakpedulian, dll (Gasperz,2002) Berkaitan dengan tidak 1. Perbedaan jadwal dalam adanya prosedur dan metode penyelesaisan pekerjaan kerja yang benar, tidak jelas, 2. Identifikasi kualitas tidak diketahui, tidak desain terstandarisasi, tidak cocok 3. Perbaikan hasil dll. pekerjaan yang tidak benar 4. Kesalahan dalam metode pelaksanaan kerja Hasil pengelasan yang tidak memenuhi syarat yang sudah dituliskan di standart (ASME IX, AWS, API, ASTM) III-5 3.5 Metode Pengumpulan Data Dalam upaya memperoleh data yang memberikan gambaran permasalahan secara keseluruhan digunakan metode pengumpulan data sebagai berikut: 1. Wawancara Proses tanya dan jawab secara langsung kepada pihak PT Caldtek Bi Metal Manufacturing Batam agar mendapatkan data yang lengkap sehubungan masalah yang akan diteliti. 2. Observasi Observasi adalah cara pengumpulan data dengan cara melakukan pencatatan secara cermat dan sistematik (Soeratno dan Arsyad, 2008), jadi observasi penelitian ini melakukan pengamatan secara langsung ke perusahaan dengan melihat proses pengelasan secara teliti atas permasalahan yang sedang diteliti pada PT Caldtek Bi Metal Manufacturing Batam. 3. Studi Dokumentasi Dokumentasi ditujukan untuk memperoleh data langsung dari tempat penelitian, meliputi buku-buku yang relevan, peraturan, laporan kegiatan, fotofoto dan data yang relevan (Riduwan, 2008). Dengan metode penelitian ini dapat memperoleh data dengan mengetahui proses pengelasan, permasalahan yang terjadi, mengenai cacat las pada pipa pada proses welding. 3.6 Metode Pengolahan Data Proses pengolahan data dimulai dengan tahap pengumpulan data, yaitu data sekunder berupa dokumen yang diperoleh dari perusahaan. Data ini berupa worksheet (lembar kerja) pada proses welding yang menyajikan jenis cacat las cladding pada pipa. Dari data ini dapat diambil informasi banyaknya produk yang cacat setelah melewati proses welding dan jenis-jenis cacat atau defect yang teridentifikasi dalam proses inspeksi visual menggunakan alat borescope. Metode pengolahan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah diagram pareto dan diagram fishbone. III-6 1. Diagram Pareto Diagram pareto adalah grafik batang yang menunjukkan masalah berdasarkan urutan banyaknya kejadian (Vincent Garpersz, 2012). Diagram pareto dapat digunakan sebagai alat interpretasi untuk menentukan frekuensi relatif penyebab penyebab dari masalah yang ada. Pada penelitian ini, diagram pareto digunakan untuk menemukan masalah atau penyebab yang merupakan kunci dalam penyelesaian masalah dan perbandingan terhadap keseluruhan. Dengan mengetahui penyebab-penyebab yang dominan (yang seharusnya pertama kali diatasi) sehingga dapat menetapkan prioritas perbaikan. Diagram pareto akan membantu mengidentifikasi faktor penyebab dari cacat las yang terjadi pada proses welding pipa di PT Caldtek Bi Metal Manufacturing Batam. Setelah mendapatkan hasil dengan diagram pareto berupa banyaknya tipe defect yang terjadi, peneliti kemudian melaksanakan wawancara pada narasumber mengenai tipe defect yang teridentifikasi dan faktor apa saja yang mungkin menyebabkan repair tersebut. Lalu hasil dari wawancara ini dipetakan dalam diagram fishbone. 2. Diagram Fishbone Diagram fishbone adalah diagram yang menunjukkan sebab dan akibat. Diagram ini digunakan untuk menunjukkan faktor-faktor penyebab (sebab) dan karakteristik kualitas (penyebab) yang disebabkan oleh faktor penyebab itu (Vincent Garpersz, 2012). Dalam penelitian ini, diagram sebab akibat (fishbone) digunakan untuk memetakan faktor mendasar yang mempengaruhi atau memicu defect yang terjadi pada proses welding di PT Caldtek Bi Metal Manufacturing Batam. Data yang digunakan pada pembuatan diagram fishbone adalah hasil wawancara dari narasumber mengenai cacat las dan penyebabnya. Wawancara yang dilakukan kepada narasumber di unit kerja production dan maintenance seputar masalah cacat las, dan wawancara dengan operator lebih mengarah pada penyebab dari cacat las tersebut. III-7 3.7 Kerangka Pemecahan Masalah Kerangka pemecahan masalah dibuat dalam bentuk diagram alur penelitian pada Gambar 3.1 di bawah dan untuk memperjelas diagram tersebut maka diberikan keterangan sebagai berikut: 1. Memulai Penelitian Langkah awal penelitian dimulai dari penentuan topik penelitian dan mencari literature, jurnal dan bahan-bahan pustaka yang berhubungan dengan topik penelitian. 2. Penentuan Topik Penelitian Pada tahap ini adalah langkah brainstorming masalah yang menarik dengan urgensi yang tinggi untuk mendapatkan solusinya dalam bentuk tugas akhir (skripsi) ini yaitu apa faktor penyebab cacat las pipa carbon steel dan bagaimana solusi yang dibutuhkan untuk mengurangi cacat dari hasil pengelasan di PT Cladtek Bi Metal Manufacturing. 3. Mencari Literatur Langkah selanjutnya adalah mencari literatur-literatur dan bahan-bahan pustaka yang berhubungan dengan metode analisa yang akan dipakai untuk menemukan faktor-faktor mendasar yang berhubungan langsung dengan kejadian cacat las (Man, Machine, Method dan Material). 4. Mencari Dasar Teori Dengan mempelajari dasar-dasar teori yang mendukung penelitian maka akan didapat cara untuk menentukan tujuan penelitian. Dasar-dasar teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah penggunaan diagram pareto dan diagram fishbone dalam memetakan masalah mendasar penyebab terjadinya cacat las cladding pada pipa carbon steel. 5. Menentukan Tujuan Penelitian. Tujuan penelitian adalah menentukan faktor-faktor penyebab cacat las dan solusi perbaikan (improvement) yang dibutuhkan. 6. Menentukan Lingkup Penelitian. Ruang lingkup dalam penelitian ini adalah hasil inspeksi visual dengan alat borescope pengelasan di PT. Cladtek Bi Metal Manufacturing dan studi kasus III-8 penyebab cacat las dan hasil wawancara dengan narasumber yaitu teknisi pada unit kerja yang bertugas pada proses QC di PT Caldtek Bi Metal Manufacturing Batam dan operator pada bagian Production yang bertanggungjawab pada proses pengelasan (welding). 7. Tahap Analisis (Analyze) Pada tahap ini dilakukan upaya memahami mengapa terjadi penyimpangan dan mencari alasan-alasan yang mengakibatkan terjadinya cacat las. Analisis dilakukan dari data yang telah dikumpulkan dengan menggunakan alat bantu kualitas yaitu diagram pareto dan diagram sebab akibat untuk mendapatkan penyebab-penyebab dari permasalahan. 8. Rekomendasi Pada tahap akhir ini, penyebab atau faktor –faktor mendasar cacat las cladding pipa carbon steel di analisa untuk menentukan solusi yang diharapkan dapat memitigasi atau menurunkan potensi kesalahan dalam proses welding. 9. Kesimpulan Penelitian Kesimpulan penelitian akan menjadi akhir dari keseluruhan laporan tugas akhir (skripsi) ini. Kesimpulan penelitian akan menjawab tujuan dari penelitian ini yaitu penentuan faktor-faktor penyebab cacat las dan solusi perbaikan (improvement) yang dibutuhkan. III-9 MULAI Menentukan topik permasalahan Mencari literatur yang akan diangkat dalam terkait analisis faktor penyebab penelitian cacat las Mencari Dasar Teori terkait analisis dengan diagram pareto dan fishbone Menentukan Tujuan Penelitian menentukan faktor-faktor penyebab cacat las dan solusi perbaikan (improvement) yang dibutuhkan Menentukan Lingkup Penelitian Mengumpulkan Data Penelitian Mengolah Data Penelitian Tahap Analisis Identifikasi Masalah Rekomendasi Solusi untuk mitigasi penyebab cacat las dan improvement SELESAI Gambar 3.2 Proses penelitian IV-1 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Perusahaan 4.1.1 Sejarah dan Perkembangan Perusahaan PT Cladtek BI Metal Manufacturing bergerak di bidang jasa industri untuk berbagai pekerjaan mengenai material logam, khususnya proses Weld Overlay dan Lining pada pipa baja karbon untuk keperluan industri. PT Cladtek merupakan perusahaan yang memiliki kuota produksi pipa cladding terbesar di Indonesia dan juga salah satu yang terbesar di dunia. Cladtek International Pty. Ltd. PT Cladtek BI Metal Manufacturing Batam merupakan salah satu perusahaan internasional yang telah memiliki sertifikasi internasional API5LD, API5LC, API 6A-1877, API 6D-1694, ASME U, ISO 9001:2000, ISO/TS 29001, ISO 14001, OSHA 18001. Untuk meningkatkan dan melayani permintaan pasar dan untuk lebih meningkatkan kualitas teknologi portofolio produk, maka dibentuk Cladtek International yang menyediakan spesialis penjualan dan layanan pemasaran kepala Weld Overlay Cladding dan industri. Perusahaan berlokasi di Timur Tengah dan Asia Tenggara dengan kantor pusat 06-02 King’s Centre, 390 Havelock Road Singapore 169662. PT Cladtek BI Metal pembuatan pipa berlapis terletak di Pulau Batam, Indonesia dengan fasilitas pelapisan pipa. Cladtek mampu melayani kebutuhan semua klien di seluruh dunia dalam hal kualitas, logistik, ukuran dan tanpa pengaruh negatif pada biaya. PT Cladtek tidak hanya berlokasi di Batam saja, melainkan juga berdiri di beberapa negara diantaranya yaitu: 1. Cladtek Dammam Saudi Arabia 2. Cladtek DO berlokasi di Rio De Janeiro Brazil. 3. Cladtek BI Metal Manufacturing berlokasi di Batam, Indonesia. PT Cladtek BI Metal Manufacturing pertama kali beroperasi di Pulau Batam pada tanggal 12 April 2007 yang beralamat di Jalan Bawal Kav. V, IV-2 Kelurahan Batu Merah, Kecamatan Batu Ampar, Batam, Indonesia. Pada tanggal 05 Oktober 2010 perusahaan yang bergerak di bidang manufaktur ini pindah lokasi ke Jalan Tenggiri No 1 Kecamatan Batu Ampar, Batam, Indonesia. PT Cladtek BI Metal Perusahaan ini memiliki karyawan sebanyak lebih kurang 800 orang terhitung sampai bulan Agustus 2019. 4.1.2 Struktur Organisasi Gambar 4.1 Struktur Organisasi Perusahaan dipimpin oleh seorang General Manager yang langsung membawahi Manager HSE (Healthy, Safety and Environment) dan Manager Production Planner. Kemudian diikuti oleh Manager Human and Resources (HR), Manager Quality, GM Project, PM Fitting, PM WO dan Facilities Manager. 4.1.3 Ruang Lingkup Usaha Kebanyakan proyek yang ditangani merupakan jasa cladding (pelapisan) pipa dengan material anti karat, karena produk yang ditangani oleh PT Cladtek Bi Metal seperti pipa digunakan di bawah laut sehingga dengan adanya pelapisan pipa akan mencegah terjadinya korosi (pengaratan). Ditambah dengan adanya spooling (penyambungan) pipa. Spooling biasanya menyambung pipa dan produk IV-3 lainnya seperti fitting, elbow atau tee sehingga akan membentuk sesuai dengan pesanan dari client. 4.1.4 Proses Bisnis PT Cladtek BI Metal bergerak dibidang cladding (pelapisan) dan spooling (penyambungan) pipa. Produk utamanya adalah pipa, elbow, tee, dan beberapa peralatan yang digunakan untuk keperluan perkapalan dan pengeboran minyak lepas pantai. Proses bisnisnya berlangsung berdasarkan proyek yang diterima dari client dan langsung melaksanakan pengiriman barang setelah produk selesai dikerjakan. Berikut skema proses bisnis perusahaan: Gambar 4.2 Proses Bisnis Perusahaan 1. Setelah PT Cladtek menandatangani kontrak kerja dengan klien, maka proyek dinyatakan dimulai pengerjaannya setelah melalui penerimaan bahan baku dan produk sudah berada di workshop kerja, serta siap untuk dikerjakan. 2. Proses pengerjaan produk harus mengikuti seluruh prosedur yang terdapat di PT Cladtek BI Metal Manufacturing Batam, dari awal pengerjaan hingga selesai pengerjaan. 3. Setelah seluruh produk selesai, maka dokumen pendukung setiap produk akan dikumpulkan dan disiapkan sebelum pengiriman produk. 4. Proses pengiriman produk dan dilanjutkan dengan pembayaran produk yang sudah jadi. Bagaimana mekanisme perjanjian pembayaran hanya diketahui oleh departement purchasing (pembelian) dan department project (Proyek). 5. Proyek dinyatakan selesai setelah seluruh dokumen dan produk diterima dengan baik oleh klien, dan dinyatakan closed (selesai) IV-4 4.2 Hasil Penelitian 4.2.1 Deskripsi Data Data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini adalah data kuantitatif dan data kualitatif. Data kuantitatif yaitu data jumlah produksi, jumlah pengelasan yang mengalami kecacatan dan presentase cacat las pada bulan Januari sampai dengan Maret 2019 di PT. Caldtek Bi Metal Manufacturing. Data kualitatif yaitu data yang berupa informasi mengenai jenis cacat las, penyebab terjadinya cacat las proses las yang digunakan dan bahan baku yang digunakan. Data kuantitatif mengenai jumlah cacat las dapat dilihat pada tabel 4.1 dibawah ini. Tabel 4.1 Data Cacat Las Periode Januari – Maret 2019 PERIOD START PERIOD FINISH 01-JAN 31-MAR Description Total Defect Arc strike Bad welding Concave Cluster porosity Cross weld Grinding Hump Joint Low clad Linear Lack of bonding Over clad Poor clad Pin hole Poor profile Rounded Spatter Start stop Stop welding Worm Hole 7 27 399 2 54 6 7 130 353 1 2 35 14 557 407 1 10 69 40 4 Persentase % 0 1 19 0 3 0 0 6 17 0 0 2 1 26 19 0 0 3 2 0 IV-5 4.2.2 Analisis Data Hasil Penelitian Setelah proses pengumpulan data dan melakukan analisis data, kemudian data disajikan dalam dua bentuk metode analisis, yaitu diagram pareto dan diagram fishbone. 1. Diagram Pareto Diagram pareto digunakan untuk membantu mengidentifikasi frekuensi kejadian dari setiap tipe cacat las yang terjadi pada periode bulan Januari sampai dengan Maret 2019. Untuk mendapatkan hasil diagram pareto, dilakukan beberapa tahapan, sebagai berikut: a. Data hasil inspeksi visual dengan alat Borescope disajikan dalam bentuk tabel. b. Peneliti menggunakan Microsoft Excel untuk menginput jenis cacat las yang berjumlah 20 (dua puluh), yaitu Arc strike, Bad welding, Concave, Cluster porosity, Cross weld, Grinding, Hump, Joint, Low clad, Linear, Lack of Bonding, Over clad, Poor clad, Pin hole, Poor profile, Rounded, Spatter, Start stop, Stop welding dan Worm hole. c. Setiap tipe cacat las yang terjadi pada setiap worksheet dihitung per frekuensi kejadian. d. Setelah mendapatkan jumlah frekuensi kejadian dari setiap jenis cacat las, kemudian diagram paretonya berdasarkan jumlah frekuensi tertinggi hingga terendah. Pada tabel 4.2 dibawah ini disajikan hasil perhitungan frekuensi terjadinya cacat las dengan jumlah frekuensi terbanyak (>10%) yaitu cacat las Pin hole, Poor profile, Concave dan Low clad serta others yang merupakan akumulasi dari jenis cacat las lainnya dengan jumlah frekuensi kejadian < 10%. IV-6 Tabel 4.2 Data Cacat Las Periode Januari – Maret 2019 Berdasarkan Jumlah Frekuensi Kejadian Description Pin hole Poor profile Concave Low clad Joint Start stop Cross weld Stop welding Over clad Bad welding Poor clad Spatter Arc strike Hump Grinding Worm Hole Cluster porosity Lack of bonding Linear Rounded ∑ Absolute Frequency 557 407 399 353 130 69 54 40 35 27 14 10 7 7 6 4 2 2 1 1 Unit relative frequency (%) 26.2% 19.2% 18.8% 16.6% 6.1% 3.2% 2.5% 1.9% 1.6% 1.3% 0.7% 0.5% 0.3% 0.3% 0.3% 0.2% 0.1% 0.1% 0.0% 0.0% 2125 100.0% Cumulated relative frequency (%) 26.2% 45.4% 64.1% 80.8% 86.9% 90.1% 92.7% 94.5% 96.2% 97.5% 98.1% 98.6% 98.9% 99.2% 99.5% 99.7% 99.8% 99.9% 100.0% 100.0% 100.0% e. Menyajikan diagram pareto berdasarkan jumlah frekuensi kejadian yang terjadi. Setelah mendapatkan hasil frekuensi dalam tabel diatas, kemudian data disajikan dalam bentuk diagram pareto untuk melihat jenis cacat las yang paling banyak terjadi selama waktu penelitian berlangsung. IV-7 Gambar 4.3 Diagram Pareto Analisis Cacat Las Dari gambar 4.3 diatas, dapat diketahui bahwa jenis cacat las terbanyak yang terjadi pada proses welding di PT. Cladtek Bi Metal Manufacturing selama periode Januari sampai dengan Maret 2019 adalah tipe Pin hole yang memiliki frekuensi terjadi tertinggi yaitu sebanyak 557 kali atau 26,2% dari total cacat pengelasan yang terjadi. Kemudian di posisi kedua adalah tipe Poor profile yang terjadi sebanyak 407 kali atau 19,2 %, posisi ketida tipe cacat las Concave terjadi 399 kali atau 18,8 % dan terakhir Low clad yang terjadi sebanyak 353 kali atau 16.6% dari total seluruh cacat las cladding pipa carbon steel pada kurun waktu tersebut sedangkan 16 jenis cacat lainnya memiliki frekuensi kejadian dibawah 10%. IV-8 2. Diagram Fishbone Setelah mendapatkan hasil pada diagram pareto dalam bentuk frekuensi kejadian setiap cacat las dan dalam bentuk persentase, kemudian dilakukan analisis menggunakan diagram fishbone atau yang dikenal juga dengan diagram tulang ikan. Diagram sebab akibat memperlihatkan hubungan antara permasalahan yang dihadapi dengan kemungkinan penyebabnya serta faktor-faktor yang mempengaruhinya. Pada diagram ini dipetakan faktor apa saja yang memicu terjadinya cacat las cladding pipa carbon steel di PT. Cladtek Bi Metal Manufacturing. Peneliti memetakan diagram fishbone berdasarkan hasil dari wawancara dengan narasumber terkait yaitu operator pada bagian Production yang berjumlah 76 orang yang didapat dari perhitungan dengan rumus slovin. Hasil wawancara kemudian dipetakan sesuai dengan faktor 4M (Man, Machine, Method dan Material) untuk melihat faktor penyebab paling dominan. Tabel 4.3 Data Hasil Penilaian Kuesioner Penyebab Cacat Las Concave Low Clad Pin Hole Poor Profile ∑ % Man 23 3 13 6 45 15% Machine 51 37 11 18 117 38% Method 2 36 17 17 72 24% Material 0 0 35 35 70 23% Dari tabel 4.3 diatas diketahui hasil wawancara disimpulkan bahwa faktor terbesar yang menyebabkan cacat las cladding pada pipa carbon steel di PT. Cladtek Bi Metal Manufacturing Batam periode produksi bulan januari sampai dengan maret 2019 adalah faktor mesin sebesar 38 %, kemudian faktor kesalahan dalam penggunaan metode yang tidak sesuai dengan WPS (Welding Procedure Specification) sebesar 24 % , dan faktor penggunaan material yang tidak standar sebesar 23 % serta faktor penyebab cacat las terkecil adalah manusia sebesar 15 %. Apabila dirinci berdasarkan jenis cacat las dengan jumlah frekuensi kejadian tertinggi penyebab cacat las dapat dilihat pada gambar 4.4 dibawah ini. IV-9 Gambar 4.4 Grafik Penyebab Cacat Las Berdasarkan Jenis Cacat Las Berdasarkan grafik 4.4 di atas dapat diketahui penyebab cacat las yang paling mendominasi pada masing-masing cacat las yang berbeda yaitu a. Concave Faktor yang mendominasi terjadinya cacat las concave berdasarkan hasil wawancara dengan responden adalah Mesin yang dijawab oleh 51 orang responden atau 67%, kemudian faktor manusia atau operator welding yang dijawab oleh 23 orang responden (30%), 2 orang (3%) menjawab faktor kesalahan metode dan tidak ada yang menjawab cacat las concave disebabkan faktor ketidaksesuian material welding. b. Low Clad Menurut 76 responden yang di lakukan wawancara faktor penyebab cacat las yang paling dominan adalah faktor mesin yang dijawab oleh 37 (49%) responden, kemudian 36 (47%) responden menyatakan faktor penggunaan metode yang tidak sesuai dengan WPS, 3 (4%) responden menjawab penyebab cacat las tipe low clad disebabkan faktor man power dan tidak ada responden yang menjawab cacat las low clad disebabkan faktor ketidaksesuian material welding. IV-10 c. Pinhole Faktor yang mendominasi terjadinya cacat las pinhole menurut responden adalah faktor penggunaan material yang tidak sesuai dengan yang dipersyaratkan pada WPS dijawab oleh 35 responden (46%), kemudian penggunaan metode yang tidak memenuhi standar juga mempengaruhi terjadinya cacat las pinhole yaitu sebesar 22 % dan faktor manusia atau operator welding berpengaruh sebesar 17 % terhadap cacat las pinhole. d. Poor profile Faktor yang mendominasi terjadinya cacat las poor profile hampir sama dengan cacat las pinhole yaitu penggunaan material yang tidak sesuai standar yang dijawab oleh 35 responden (46%), penggunaan metode yang tidak sesuai standar sebesar 22 % serta faktor mesin dan manusia yang masing-masing sebesar 24 % dan 8 % menjadi faktor penyebab cacat las poor profile. Penjelasan selanjutnya dirincikan kedalam diagram fishbone, dalam gambar 4.5 yang memetakan jenis penyebab cacat las concave, low clad, pin hole dan poor profile secara umum atau keseluruhan. Gambar 4.5 Diagram Fishbone Penyebab Cacat Las IV-11 Diagram fishbone dipetakan dalam 4 (empat) kategori sebab utama yang dapat mengorganisasikan sebab sedemikian rupa sehingga didapat faktor penyebabnya. Gazperz dalam bukunya yang berjudul All-in-One Management Toolbook (2012) menyatakan ada empat kategori yang digunakan dalam mengorganisasikan penyebab masalah, yaitu: a. Materials (bahan baku), berkaitan dengan ketiadaan spesifikasi kualitas dari bahan baku yang digunakan, ketidaksesuaian dengan spesifikasi kualitas bahan baku dan penyimpanan bahan baku yang tidak memadai. b. Methods (metode kerja), berkaitan dengan kesalahan dalam metode pelaksanaan kerja, tidak ada prosedur dan metode kerja yang benar, tidak jelas, tidak diketahui, tidak terstandarisasi, tidak cocok dan perbaikan hasil pekerjaan yang tidak benar. c. Machines (mesin kerja), berkaitan dengan tidak ada sistem perawatan preventif terhadap mesin-mesin produksi, termasuk fasilitas dan peralatan lain, tidak sesuai dengan spesifikasi tugas, terlalu panas dan lain lain. d. Manpower (tenaga kerja), berkaitan dengan kekurangan pengetahuan (tidak terlatih, tidak berpengalaman), kekurangan dalam keterampilan dasar yang berkaitan dengan mental dan fisik, kelelahan, stress, ketidakpedulian dan lain lain. Dari diagram fishbone juga dapat dilihat bahwa faktor mesin memiliki penyebab paling banyak, yang kemudian dianggap sebagai masalah utama yang menjadi penyebab adanya cacat las. Berikut penjelasan dari keempat kategori yang dipetakan dalam diagram fishbone pada gambar 4.5. A. Materials Dalam kategori material, didapat dua penyebab yaitu: 1. Permukaan pipa tidak bersih Hal ini disebabkan oleh adanya kotoran yang menempel dipermukaan pipa yang hendak di las. Apabila kotoran seperti minyak dan debu yang tidak dibersihkan terlebih dahulu menyatu dengan pengelasan, maka menyebabkan pengelasan tidak menyatu sempurna. Permukaan yang lembab/basah juga menjadikan pengelasan dapat tidak menyatu dan IV-12 dapat menyebabkan pengelasan cacat. Permukaan tidak bersih ini dipicu karena pekerja tidak melakukan pengecekan sebelum melakukan pekerjaan. Dalam hal ini pekerja menganggap permukaan pipa yang hendak dilas sudah bersih tanpa melakukan pengecekan sendiri secara manual dan menyeluruh. 2. Jarum / tungsten tumpul Hal ini disebabkan pada saat proses welding atau pengelasan, jarak jarum/tungsten yang terlalu dekat dengan material pada saat mesin mulai beroperasi sehingga mengakibatkan defect atau cacat las. Jarum tumpul mengakibatkan terdispersinya titik api (bunga api) jatuh dan masuk sehingga dapat mengkontaminasi kolom pengelasan. B. Method (metode kerja) Dalam kategori metode kerja ini disebabkan operator tidak mengikuti prosedur. Setiap produk yang ditangani oleh perusahaan sudah memiliki prosedur dan spesifikasi tersendiri yang dinamakan dengan WPS. WPS adalah Welding Procedure Specification, yaitu dokumen yang berisi setiap informasi detail tentang produk. Dalam dokumen ini dijelaskan bagaimana produk itu dibuat, bahan baku / material produk, panjang produk, kemudian bagaimana setiap tahapan pekerjaan akan dijalankan, dan masih banyak lagi yang mendukung pekerjaan agar produk yang dihasilkan sempurna. Namun yang terjadi adalah banyaknya ditemui pekerja yang mengabaikan wps dari produk yang sedang dikerjakan. Adanya wps yang diabaikan ini dapat memicu cacat las, karena kemungkinan tidak sesuai dengan spesifikasi yang harusnya dikerjakan. Prosedur yang diabaikan ini dipicu oleh beberapa hal, yaitu: 1. Menyepelekan prosedur 2. Menganggap sudah benar metodenya Dua faktor diatas sangat sering terjadi di lapangan kerja, karena tidak adanya kepatuhan pada wps yang telah ada. Banyak pekerja yang cenderung IV-13 mengira-ngira pada saat mengerjakan produk sehingga mengabaikan wps dan menganggap sudah benar metodenya C. Machine (mesin) Pada kategori ini, didapat dua penyebab utama yang mungkin menjadi pemicu adanya cacat las, yaitu: 1. Gas tidak stabil Pada saat melakukan proses pengelasan, gas menjadi salah satu hal yang penting selain bahan baku dan proses pengelasan. Pemakaian gas akan disesuaikan dengan kriteria dan ketentuan yang terdapat pada produk, meliputi tipe gas, persentase gas, dan tekanan gas saat melakukan pengelasan. Ketika gas tersendat saat melakukan pengelasan, akan terjadi pendinginan secara tiba-tiba dan memungkinkan adanya udara lain yang masuk dalam area pengelasan. Masuknya udara ini dapat menyebabkan adanya gelembung udara yang ikut masuk dalam area pengelasan sehingga memungkinkan terjadinya defect berupa gas yang terperangkap dalam produk yang dilas. Tersendatnya gas yang digunakan biasanya terjadi karena nozzle gas kotor. Nozzle gas adalah salah satu alat pengelasan yang digunakan untuk mengalirkan gas dari tabung gas ke area pengelasan. Ketika nozzle yang digunakan mungkin kotor karena tersumbat oleh kotoran, seperti debu dan partikel lainnya akan menyebabkan aliran gas tidak berjalan baik, sehingga gas tersendat ketika digunakan dalam proses pengelasan. 2. Kerusakan pada mesin Kerusakan pada mesin terjadi karena kurangnya perawatan atau maintainance. Perawatan di definisikan sebagai pemeriksaan terhadap unit instalasi yang dilakukan secara teratur mengikuti pola jadwal terrtentu. Jadwal dibuat berdasarkan pertimbangan antara lain : a) pengalaman; b) sifat operasi yang dapat menimbulkan kerusakan setelah mesin beroperasi daam selang waktu tertentu; c) Rekomendasi dari pabrik pembuat mesin. Apabila pekerja melupakan perawatan mesin IV-14 sesuai dengan jadwal pertimbangan, maka bisa terjadi pekerjaan yang dikerjakan tidak sesuai dengan pengaturan kerja yang sudah ditentukan. Karena setiap pipa dan pengelasan memiliki pengaturan dan tata cara tersendiri, maka perawatan atau proses maintanance dibutuhkan untuk memastikan setiap peralatan dan perlengkapan yang digunakan sudah sesuai dengan yang tertera pada peraturan pekerjaan. Perawatan terhadap peralatan biasanya baru mendapat perhatian setelah peralatan tersebut mengalami kerusakan, karena tidak pernah mendapat perhatian yang layak. Beberapa kerusakan pada peralatan produksi tidak hanya berakibat terhentinya sebagian alat produksi tetapi seluruh peralatan produksi lainnya juga akan ikut berhenti. D. Manpower Dalam kategori ini, ditemukan sebuah penyebab tunggal yaitu : Pengelasan tidak menyatu sempurna. Hal ini berlaku untuk pengelasan yang dilakukan secara manual oleh pekerja (welder). Ada beberapa hal yang memicu ketidaksempurnaan pada pengelasan yang disebabkan oleh pekerjanya, sebagai berikut: a. Kurang terampil, hal ini mungkin terjadi karena pekerja adalah pekerja baru dan belum terlalu terampil dalam melakukan pengelasan pada produk yang ditangani sendiri. Penggunaan mesin yang kurang tepat/benar dapat menyebabkan cacat las. Seperti kecepatan mesin las yang tidak wajar (terlalu tinggi) dan pengaturan arus yang terlalu rendah. Kecepatan dan arus yang tidak benar akan membuat material yang seharusnya tersambung rapat menjadi renggang karena arusnya yang terlalu rendah tapi kecepatan tinggi. Akibatnya material akan mudah keropos. Pembersihan kampuh las yang tidak benar juga dapat menyebabkan keropos. b. Terburu-buru, keadaan ini adalah dimana pekerja terburu-buru mengerjakan pengelasan sehingga hasilnya tidak maksimal dan mungkin menyebabkan adanya cacat las. Pengerjaan yang terburu IV-15 buru mungkin dipicu oleh beberapa hal, seperti barang/produknya sudah mendesak harus diselesaikan sehingga pengelasannya dipercepat kecepatannya, atau pula karena pekerja sudah mau pulang atau memasuki waktu istirahat. Ketika sudah hampir waktunya pulang atau istirahat, sedangkan pekerja masih dalam proses pengelasan, mungkin saja pekerja mempercepat pengelasan agar cepat selesai. c. Kurang telitinya operator ketika bekerja menyebabkan penyetelan las kurang tepat. Selain itu kebiasaan bekerja sambil berbicara dengan rekan kerja lain, sehingga tidak fokus pada pekerjaannya. d. Kelelahan. Ketika seorang operator yang terus menerus melakukan pekerjaan secara berulang ulang akan merasakan kelelahan baik lelah mata maupun lelah pada tangannya. Selain menyajikan penyebab-penyebab yang dianggap sebagai faktor pemicu terjadinya cacat las dalam diagram fishbone seperti pada gambar 4.7, disajikan pula beberapa diagram fishbone yang memetakan penyebab cacat las berdasarkan tipe cacat las yang telah dibahas sebelumnya. Adapun tipe cacat las yang dibahas dalam penelitian ini adalah concave, low clad, pin hole dan poor profile. Pemetaan diagram fishbone berdasarkan tipe cacat las bertujuan untuk membantu perusahaan dalam menemukan akar masalah berdasarkan 4 tipe cacat las yang terdeteksi melalui proses inspeksi visual dengan alat boroscope. Jenis penyebab dipilih berdasarkan kemungkinan terbesar dan merupakan penyebab dengan tingkat pengaruh paling tinggi terhadap kejadian masing-masing tipe cacat las. Berikut adalah pemetaan diagram fishbone berdasarkan tipe defect yang dibahas: a. Tipe cacat las concave Berdasarkan hasil wawancara penyebab pada tipe cacat las concave, disimpulkan penyebabnya adalah yang berkaitan dengan 3 faktor yaitu, Mesin, Man dan Method. Faktor penyebab yang mendapat respon tertinggi adalah faktor mesin rusak dan jarum/tungsten yang tumpul, kemudian IV-16 faktor manusia yang dianggap sebagai penyebab cacat las, yaitu karena operator lalai dalam proses pengelasan mengakibatkan sambungan las tidak menyatu sempurna, selain itu pekerja tidak mengikuti prosedur yang telah ada (tidak mengikuti WPS yang digunakan). Gambar 4.6 Diagram Fishbone Cacat Las Concave b. Tipe cacat las low clad Pada tipe cacat las low clad didapat beberapa faktor utama yang dianggap sebagai penyebab cacat, yaitu karena pekerja tidak mengikuti prosedur yang telah ada (tidak mengikuti wps yang digunakan) yang mengakibatkan kesalahan penyetelan (missalignmnet), wire yang bermasalah saat melakukan pengelasan, api dan gas yang tidak stabil saat pengaliran ke weld pool (area pengelasan) dan mengakibatkan cacat las low clad. Gambar 4.7 Diagram Fishbone Cacat Las Low Clad IV-17 c. Tipe cacat las pinhole Pada tipe cacat pin hole didapat beberapa faktor utama yang dianggap sebagai penyebab cacat las, yaitu faktor material yang kotor, permukaan pipa yang kotor dan prosedur pembersihan yang kurang memadai juga menjadi faktor penyebab terjadinya cacat las pinhole. Selain itu metode kerja yang dilakukan kurang tepat yang dapat menimbulkan Pinhole pada hasil pengelasan, yaitu terjadi pada saat operator mengelas material, kemudian pada saat yang bersamaan udara masuk ke dalam kampuh las akibatnya permukaan las menjadi berlubang kecil dan menembus ke dalam kolom pengelasan, , gas yang mungkin tersendat saat pengaliran ke weld pool (area pengelasan) mengakibatkan pengelasan yang tidak menyatu sempurna. Gambar 4.8 Diagram Fishbone Cacat Las Pinhole d. Tipe cacat las poor profile Pada tipe cacat las poor profile, didapat beberapa faktor utama yang dianggap sebagai penyebab cacat las, yaitu faktor mesin dan material. Mesin yang sering rusak dan jarum dan tungsten tumpul pada saat digunakan dapat menyebabkan cacat las dengan bentuk hasil las yang tidak beraturan yang disebabkan kesalahan dalam teknik pengelasan IV-18 terlalu lambat atau terlalu cepat. Hal ini disebabkan karena pekerja tidak mengikuti prosedur yang telah ada (tidak mengikuti wps yang digunakan) dan mengabaikan prosedur pembersihan permukaan pipa saat sebelum, saat dan setelah melakukan pengelasan. Gambar 4.9 Diagram Fishbone Cacat Las Poor Profile 4.3 Pembahasan Hasil Penelitian a. Penelitian ini bertujuan untuk menemukan faktor apa saja yang menjadi penyebab terjadinya cacat las cladding pada pipa carbon steel di PT Cladtek Bi Metal Manufacturing Batam. Setelah mendapatkan hasil berupa penyebab-penyebab yang dianggap sebagai faktor pemicu terjadinya cacat las, kemudian direrekomendasikan saran-saran yang membangun untuk membantu perusahaan menekan angka kecacatan dimasa yang akan datang. b. Dari hasil analisis data menggunakan diagram pareto, didapatkan jenis cacat las dengan frekuensi kejadian tertinggi ke rendah yang terdeteksi melalui proses Inspeksi Visual dengan alat borescope antara lain cacat las Arc strike, Bad welding, Concave, Cluster porosity, Cross weld, IV-19 Grinding, Hump, Joint, Low clad, Linear, Lack of Bonding, Over clad, Poor clad, Pin hole, Poor profile, Rounded, Spatter, Start stop, Stop welding dan Worm hole. c. Diagram pareto membantu mengurutkan tipe cacat las dari yang paling besar (dengan frekuensi kejadian paling tinggi), hingga pada tipe cacat las yang paling rendah, selama masa penelitian berlangsung yaitu pinhole, poor profile, concave dan low clad. Didapatkan dari diagram pareto bahwa tipe cacat las yang paling banyak terjadi selama masa penelitian berlangsung yaitu pada bulan Januari s.d Maret 2019 adalah tipe cacat las pinhole dengan persentase 26%, kemudian tipe cacat las poor profile sebesar 19%, lalu concave dengan persentase 18% dan low clad sebanyak 16% yang kemudian menjadi fokus penelitian untuk menjawab penyebab cacat las yang paling dominan. d. Untuk memetakan penyebab-penyebab yang mungkin menjadi faktor pemicu terjadinya cacat las, digunakanlah diagram fishbone yang membantu mengidentifikasi jenis penyebab cacat las yang dianggap mungkin. Tidak hanya menyajikan diagram fishbone dalam penyebab cacat las secara keseluruhan. disajikan pula diagram fishbone berisi penyebab-penyebab cacat las berdasarkan tipe cacat lasnya, yaitu pinhole, poor profile, concave dan low clad. Dari diagram fishbone didapatkan hasil bahwa faktor penyebab yang paling banyak menyebabkan cacat las selama masa penelitian berlangsung adalah mesin yang digunakan pada saat pengelasan mengalami kendala seperti rusak, komponen yang tidak dalam kondisi optimal, api dan gas yang tidak stabil yaitu sebesar 38% (tiga puluh delapan persen), kemudian karena tidak atau mengabaikan WPS (Welding Procedure Specification) 24% (dua puluh empat persen), material yang digunakan pada saat pengelasan belum memenuhi standar yang diperlukan sebesar 23% dan faktor keahlian, kelalaian, kecermatan operator sebesar 15 %. IV-20 Dari hasil wawancara dengan narasumber, peneliti menyimpulkan ada beberapa rekomendasi yang dapat membantu perusahaan dalam menangani permasalahan cacat las ini berdasarkan faktor 4 M (Man, Machine, Method dan Material). Adapun beberapa rekomendasi yang dapat diberikan kepada perusahaan adalah sebagai berikut: A. Faktor manusia a. Harus diadakan pengawasan langsung lebih ketat pada saat pengelasan berlangsung. Selain itu juga terapkan sistem pemberian reward dan punishment. b. Harus ditanamkan kedisiplinan agar fokus pada pekerjaannya dan tidak lalai sewaktu bekerja dan hendaknya mempekerjakan operator yang berkualifikasi agar tidak terjadi kesalahan, misalnya dalam hal penyetelan alat-alat las. c. Untuk mencegah kelelahan sebaiknya diterapkan peregangan ditempat kerja yaitu gerakan aktif dinamis sekitar 3 menit. Hal ini sejalan dengan amanat UU No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan yaitu upaya kesehatan kerja wajib diselenggarakan pada setiap tempat kerja sehingga diharapkan dapat membuat semua pekerja menjadi sehat dan bugar sehingga menunjang produktivitas kerja. B. Faktor metode kerja: dilakukan pengontrolan secara rutin oleh supervisor untuk menjaga agar tahapan kerja dapat berjalan dengan baik dan sesuai dengan WPS (Welding Procedure Spesification). Menerapkan pentingnya bekerja dengan prosedur, harus disadari oleh setiap pihak yang berkaitan dengan proses produksi. Peran atasan atau supervisor diperlukan dalam melakukan pengawasan berkala dan tidak henti mengingatkan pekerja untuk mengikuti prosedur yang berlaku. Banyaknya cacat las yang disebabkan oleh faktor prosedur, perusahaan kemudian harus benar-benar menjamin prosedur dilaksanakan sesuai dengan peraturan yang berlaku sehingga dapat mengurangi cacat yang terjadi C. Faktor mesin harus disetting dengan benar dan harus dibersihkan, demikian pula dengan pengaturan kecepatan dan arus yang benar pada saat IV-21 pengelasan membuat sambungan pengelasan menjadi rapat. Mesin harus dilakukan perawatan secara berkala. Dengan meningkatnya persaingan yang cukup ketat dalam bidang industri, jelas perhatian akan ditujukan kepada hal-hal yang menyangkut usaha-usaha untuk dapat meningkatkan produktifitas, meningkatkan kualitas dan menurunkan biaya operasi produksi dengan segala cara yang memungkinkan. Dalam hal ini adalah mengarah kepada peningkatan efektifitas perawatan peralatan dengan cara yang lebih ilmiah yang dikenalkan dengan perawatan terencana (planned maintenance). Dalam perawatan terencana suatu peralatan akan mendapat giliran perbaikan sesuai dengan interval waktu atau disebut siklus perbaikan (repair cycle) yang telah ditentukan sengan demikian kerusakan yang lebih besar dapat dihindari. Interval waktu perbaikan ini dapat ditentukan berdasarkan beban dan derajat kerumitan (repair complexity) dari peralatan yang bersangkutan. D. Faktor material: Pada analisis dengan diagram fishbone diketahui bahwa penyebab terjadinya cacat las di karenakan material atau pipa yang digunakan pada saat akan dilakukan pengelasan kotor. Operator welding harus memastikan kembali sebelum melakukan pekerjaan bahwa material welding telah layak digunakan. Selain itu penyimpanan material harus di simpan pada fasilitas dan kondisi yang memadai untuk menghindari cacat las dikemudian hari. V-1 BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Berdasarkan data yang telah dianalisis beserta pembahasan yang telah diuraikan pada bab-bab sebelumnya, maka penulis menarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Faktor penyebab yang paling banyak menyebabkan cacat las selama masa penelitian berlangsung adalah mesin yang digunakan pada saat pengelasan mengalami kendala seperti rusak, komponen yang tidak dalam kondisi optimal, api dan gas yang tidak stabil yaitu sebesar 38% (tiga puluh delapan persen), kemudian karena mengabaikan WPS (Welding Procedure Specification) 24% (dua puluh empat persen), material yang digunakan pada saat pengelasan belum memenuhi standar yang dibutuhkan sebesar 23% (dua puluh tiga persen) dan faktor keahlian, kelalaian, kecermatan operator sebesar 15 % (lima belas persen). 5.2 Saran Dari hasil pembahasan dan kesimpulan penelitian di atas, maka penulis memberikan saran sebagai berikut: 1. Rekomendasi terhadap cacat las yang sering terjadi antara lain : A. Faktor manusia a. Dilakukan pengawasan langsung lebih ketat dan menerapkan sistem pemberian reward dan punishment. b. Menanmkan kedisiplinan agar fokus pada pekerjaan dan tidak lalai sewaktu bekerja serta mempekerjakan operator yang berkualifikasi. c. Untuk mencegah kelelahan diterapkan peregangan ditempat kerja yaitu gerakan aktif dinamis sekitar 3 menit. Hal ini sejalan dengan amanat UU No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan yaitu Upaya Kesehatan Kerja dan Produktivitas Kerja. V-2 B. Faktor metode kerja: Dilakukan pengontrolan secara rutin oleh supervisor untuk menjaga agar tahapan kerja dapat berjalan dengan baik dan sesuai dengan WPS (Welding Procedure Spesification). C. Faktor mesin: Dilakukan perawatan terencana (preventive maintenance) terjadwal yang meliputi inspection (inspeksi), small repair (perbaikan kecil), medium repair (perbaikan sedang) dan overhaull (pengulangan semua tindakan perawatan) D. Faktor material: Memastikan kembali sebelum melakukan pekerjaan bahwa material welding telah layak digunakan dan memastikan material di simpan pada fasilitas dan kondisi yang memadai. 2. Penelitian ini dilakukan dengan metode diagram fishbone untuk memperdalam penemuan penyebab mendasar cacat las cladding pada pipa carbon steel, dan memberikan rekomendasi dalam rangka continues improvement namun rekomendasi yang diberikan belum dapat peneliti evaluasi keberhasilannya dalam meminimalisir frekuensi kejadian cacat las. Sehingga peneliti menyarankan untuk dilakukan penelitian lebih lanjut terkait evaluasi keberhasilan dari saran perbaikan terus-menerus. V-3 DAFTAR PUSTAKA Darsono. 2013. Analisis Pengendalian Kualitas Produksi dalam Upaya Mengendalikan Tingkat Kerusakan Produk. Jurnal Ekonomi Manajemen Akuntansi Vol 10 No 35 Oktober 2013 Gaspersz, Vincent. 2003. Total Quality Management. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama Harsono, Okumura. 2000. Teknologi Pengelasan Logam. Jakarta : PT. Pradnya Paramita Keraf, Gorys. 2007. Diksi dan Gaya Bahasa. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama Kifta, Decky Antony. 2016. Analisa Defect Rate Pengelasan dan Penannggulangannya dengan Metode Six Sigma Dan FMEA Di PT.Profab Indonesia. Jurnal Teknik Industri Vol 2 No 1 April 2017 Khodijah, Syarifah Labibah dan Susilo Toto Rahardjo. Analisis Faktor-Faktor Penyebab Kerusakan Produk pada Proses Cetak Produk. Jurnal Manajemen Vol 4 No 3 Tahun 2015 Mustofa, Heri Murnawan. 2014. Perencanaan Produktivitas Kerja dari Hasil Evaluasi Produktivitas dengan Metode Fishbone di Perusahaan Percetakan Kemasan PT.X . Jurnal Teknik Industri Heuristic Vol 11 No 1 April 2014 Nasution, M, N. 2005. Manajemen Mutu Terpadu.Jakarta : PT. Ghalia Indonesia. Raco. 2010. Metode Penelitian Kualitatif Jenis, Karakteristik dan Keunggulannya. Jakarta : PT. Gramedia Widiasarana Indonesia Russell, Roberta S. and Taylor III, Bernard W.2003. Operations Management. Prentice Hall, Inc.: Upper Saddle River, New Jersey. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan Warsiman, Riduwan. 2008. Skala Pengukuran Variabel-Variabel Penelitian. Bandung : Alfabeta Widharto, Sri. 2004. Inspeksi Teknik. Jakarta : PT. Pradnya Paramita