Uploaded by Bangun Fajar Baskara

290936874-KOLABORASI-DOKTER-PERAWAT

advertisement
Makalah
KOLABORASI ANTARA DOKTER DAN PERAWAT
Disusun oleh:
Lyanda watung
14202111007
Pembimbing :
dr. Ch. R. Tilaar
PASCASARJANA ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SAM RATULANGI
MANADO
2014
PENDAHULUAN
Setiap orang mendambakan hidup sehat. Masing-masing akan berusaha agar
terbebas dari penyakit. Bila sakit, setiap orang berhak mendapatkan pelayanan kesehatan.
Pelayanan kesehatan adalah setiap upaya yang diselenggarakan sendiri atau secara bersama-sama dalam suatu
organisasi untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah dan menyembuhkan penyakit serta
memulihkan kesehatan perorangan, keluarga, kelompok dan atupun masyarakat. Tim pelayanan kesehatan
interdisiplin merupakan sekelompok professional yang mempunyai aturan yang jelas, tujuan
umum dan berbeda keahlian. Tim akan berfungsi baik, jika terjadi adanya konstribusi dari
anggota tim dalam memberikan pelayanan kesehatan efektif, bertanggung jawab dan saling
menghargai sesama anggota tim. Dokter dan perawat telah lama dikenal bersama-sama
dalam memberikan layanan kesehatan bagi masyarakat. Perpaduan dalam pekerjaan
mereka diharapkan dapat memenuhi pelayanan kesehatan sambil tetap mempertahankan
otonomi pasien.
Salah satu syarat yang paling penting dalam pelayanan kesehatan adalah pelayanan
yang bermutu. Suatau pelayanan dikatakan bermutu apabila memberikan kepuasan pada
pasien. Kepuasan pada pasien dalam menerima pelayanan kesehatan mencakup beberapa
dimensi. Salah satunya adalah dimensi kelancaran komunikasi antaran petugas kesehatan
(termasuk dokter) dengan pasien. Hal ini berarti pelayanan kesehatan bukan hanya
berorientasi pada pengobatan secara medis saja, melainkan juga berorientasi pada
komunikasi karena pelayanan melalui komunikasi sangat penting dan berguna bagi pasien,
serta sangat membantu pasien dalam proses penyembuhan.
ISI
A.
Definisi Kolaborasi
Beberapa defini kolaborasi menurut para ahli :
1. Siegler dan Whitney (2000), mengutip dari National Joint Practice Commision (1977),
mengatakan bahwa tidak ada definisi yang mampu menjelaskan sekian ragam variasi
dan kompleksnya kolaborasi dalam konteks perawatan kesehatan.
1. Shortridge, et. Al., (1986) mendefinisikan kolaborasi sebagai hubungan timbal balik
dimana (pemberi pelayanan) memegang tanggung jawab paling besar untuk
perawatan pasien dalam kerangka kerja bidang respektif mereka. Praktik kolaboratif
menekankan tanggung jawab bersama dalam manajemen perawatan pasien dengan
proses pembuatan keputusan bilateral yang didasarkan pada masing-masing
pendidikan dan kemampuan praktisi.
2. Jonathan (2004) mendefinisikan kolaborasi sebagai proses interaksi di antara
beberapa orang yang berkesinambungan.
3. Menurut Kamus Heritage Amerika (2000), kolaborasi adalah bekerja bersama
khususnya dalam usaha penggabungan pemikiran.
4. Gray (1989) menggambarkan bahwa kolaborasi sebagai suatu proses berpikir dimana
pihak yang terlibat memandang aspek-aspek perbedaan dari suatu masalah serta
menemukan solusi dari perbedaan tersebut dan keterbatasan pandangan mereka
terhadap apa yang dapat dilakukan.
5. American Medical Assosiation (AMA, 1994) mendefinisikan istilah kolaborasi sebagai
sebuah proses dimana dokter dan perawat merencanakan dan praktik bersama
sebagai kolega, bekerja saling ketergantungan dalam batasan-batasan lingkup
praktik mereka dengan berbagi nilai-nilai, saling mengakui dan menghargai terhadap
setiap orang yang berkontribusi untuk merawat individu, keluarga dan masyarakat.
6. ANA (1992) menambahkan, kolaborasi hubungan kerja di antara tenaga kesehatan
dalam memberikan pelayanan kepada pasien adalah dalam melakukan diskusi
tentang diagnosa, melakukan kerjasama dalam asuhan kesehatan, saling
berkonsultasi dengan masing-masing bertanggung jawab pada pekerjaannya.
7. Kolaborasi merupakan proses kompleks yang membutuhkan sharing pengetahuan
yang direncanakan yang disengaja, dan menjadi tanggung jawab bersama untuk
merawat pasien, dan kadangkala itu terjadi dalam hubungan yang lama antara
tenaga profesional kesehatan (Lindeke dan Sieckert, 2005).
Kolaborasi merupakan istilah umum yang sering digunakan untuk menggambarkan suatu
hubungan kerja sama yang dilakukan pihak tertentu. Sekian banyak pengertian dikemukakan dengan
sudut pandang beragam namun didasari prinsip yang sama yaitu mengenai kebersamaan, kerja
sama, berbagi tugas, kesetaraan, tanggung jawab dan tanggung gugat. Namun demikian kolaborasi
sulit didefinisikan untuk menggambarkan apa yang sebenarnya yang menjadi esensi dari kegiatan
ini. Seperti yang dikemukakan National Joint Practice Commision (1977) yang dikutip Siegler dan
Whitney (2000) bahwa tidak ada definisi yang mampu menjelaskan sekian ragam variasi dan
kompleknya kolaborasi dalam kontek perawatan kesehatan.
Apapun bentuk dan tempatnya, kolaborasi meliputi suatu pertukaran pandangan atau ide
yang memberikan perspektif kepada seluruh kolaborator. Efektifitas hubungan kolaborasi
profesional membutuhkan mutual respek baik setuju atau ketidaksetujuan yang dicapai dalam
interaksi tersebut. Partnership kolaborasi merupakan usaha yang baik sebab mereka menghasilkan
outcome yang lebih baik bagi pasien dalam mecapai upaya penyembuhan dan memperbaiki kualitas
hidup. Menurut Carpenter (1990), kolaborasi mempunyai 8 karakteristik, yaitu:
1. Partisipasi tidak dibatasi dan tidak hirarkis.
2. Partisipan bertanggung jawab dalam memastikan pencapaian kesuksesan.
3. Adanya tujuan yang masuk akal.
4. Ada pendefinisian masalah.
5. Partisipan saling mendidik atau mengajar satu sama lain.
6. Adanya identifikasi dan pengujian terhadap berbagi pilihan.
7. Implementasi solusi dibagi kepada beberapa partisipan yang terlibat.
8. Partisipan selalu mengetahui perkembangan situasi.
B.
Manfaat Kolaborasi
1. Memberikan pelayanan kesehatan yang berkualitas dengan menggabungkan
keahlian unik profesional.
2. Memaksimalkan produktivitas serta efektivitas dan efesiensi sumber daya.
3. Meningkatkan profesionalisme, loyalitas, dan kepuasan kerja.
4. Meningkatkan kohesivitas antar tenaga kesehatan profesional
5. Memberikan kejelasan peran dalam berinteraksi antar tenaga kesehatan profesional,
C.
Elemen-elemen kolaborasi
1. Struktur
Praktik kolaborasi mengganti pendekatan pengelompokan hirarkis dengan
pendekatan yang mendorong interaksi antara sesama anggota. Model hirarkis
menekankan komunikasi satu arah, terdapat tokoh yang dominan. Model praktik
kolaboratif menekankan komunikasi dua arah, tetapi tetap menempatkan salah satu
tokoh pada posisi utama. Model melingkar menekankan kontinuitas, kondisi timbal
balik satu dengan yang lain dan tak ada satu pemberi pelayanan yang mendominasi
terus menerus.
2. Proses
Ruble dan Thomas (1976) dalam jurnal Organizational Behavior and Human
Performance telah mengembangkan suatu ilustrasi yang dapat membantu
interpretasi hubungan kolaborasi. Gambar di bawah ini memperlihatkan bagaimana
struktur dan proses saling memperkuat.
3. Hasil akhir
Hasil akhir merupakan penentu alasan kolaborasi, sulit mengatakan kolaborasi
apabila tidak ada hasilnya. Dengan meneliti hasil akhir yang tercapai, maka mereka
yang membentuk atau mengevaluasi suatu praktik dapat mengevaluasi proses
lainnya.
D.
Dasar-dasar Komperensi Kolaborasi

Komunikasi :
Komunikasi
sangat
dibutuhkan
dalam
berkolaborasi,
karena
kolaborasi
membutuhkan pemecahan masalah yang lebih komplek, dibutuhkan komunikasi
efektif yang dapat dimengerti oleh semua anggota tim.

Respek dan kepercayaan :
Respek dan kepercayaan dapat disampaikan secara verbal maupun non verbal serta
dapat dilihat dan dirasakan dalam penerapannya sehari-hari.

Memberikan dan menerima feed back :
Feed back dipengaruhi oleh persepsi seseorang, pola hubungan, harga diri,
kepercayaan diri, emosi, lingkungan serta waktu, feed back juga dapat bersifat
negatif maupun positif.

Pengambilan keputusan
Dalam pengambilan keputusan dibutuhkan komunikasi untuk mewujudkan
kolaborasi yang efektif guna menyatukan data kesehatan pasien secara komperensip
sehingga menjadi sumber informasi bagi semua anggota tim.

Manajemen konflik
Untuk menurunkan komplik maka masing-masing anggota harus memahami peran
dan fungsinya, melakukan klarifikasi persepsi dan harapan, mengidentifikasi
kompetensi, mengidentifikasi tumpang tindih peran serta melakukan negosiasi peran
dan tanggung jawabnya.
E.
Hubungan Dokter, Perawat dan Pasien
Perawat, pasien, dan dokter adalah tiga unsur manusia yang saling berhubungan
selama mereka terkait dalam hubungan timbal balik pelayanan kesehatan. Hubungan
perawat dengan dokter telah terjalin seiring perkembangan kedua kedua profesi ini, tidak
terlepas dari sejarah, sifat ilmu atau pendidikan, latar belakang personal dan lain- lain.
Kedokteran dan keperawatan, walaupun kedua disiplin ilmu ini sama- sama berfokus pada
manusia, mempunyai beberapa perbedaan. Kedokteran lebih bersifat paternalistik, yang
mencerminkan figur seorang bapak, pemimpin dan pembuat keputusan (judgment).
Sedangkan keperawatan lebih bersifat motehernalistik, yang mencerminkan figur seorang
ibu dalam memberikan asuhan keperawatan, kasih sayang, dan bantuan (helping
relationship).
Berbagai model hubungan antara perawat, dokter dan pasien telah dikembangkan
oleh Szasz dan Hollander. Mereka mengembangkan tiga model hubungan dokter, perawat,
dimana model ini terjadi pada semua hubungan antar manusia, termasuk hubungan antar
perawat dan dokter.
1. Model aktivitas- pasivitas : Suatu model dimana perawat dan dokter berperan aktif
dan pasien berperan pasif. Model ini tepat untuk bayi, pasien koma, pasien dibius,
dan pasien dalam keadaan darurat. Dokter berada pada posisi mengatur semuanya,
merasa mempunyai kekuasaan, dan identitas pasien kurang diperhatikan. Model ini
bersifat otoriter dan paternalistic.
2. Model hubungan membantu : Merupakan dasar untuk sebagian besar dari praktik
keperawatan atau praktik kedokteran. Model ini terdiri dari pasien yang mempunyai
gejala mencari bantuan dan perawat atau dokter yang mempunyai pengetahuan
terkait dengan kebutuhan pasien. Perawat dan dokter memberi bantuan dalam
bentuk perlakuan/ perawatan atau pengobatan. Timbal baliknya pasien diharapkan
bekerja sama dengan mentaati anjuran perawat atau dokter. Dalam model ini,
perawat dan dokter mengetahui apa yang terbaik bagi pasien, memegang apa yang
diminati pasien dan bebas dari prioritas yang lain. Model ini bersifat paternalistik
walau sedikit lebih rendah.
3. Model partisipasi mutual : Model ini berdasarkan pada anggapan bahwa hak yang
sama atau kesejahteraan antara umat manusia merupakan nilai yang tinggi, model
ini mencerminkan asumsi dasar dari proses demokrasi. Interaksi, menurut model ini,
menyebutkan kekuasaan yang sama, saling membutuhkan, dan aktivitas yang
dilakukan akan memberikan kepuasan kedua pihak. Model ini mempunyai ciri bahwa
setiap pasien mempunyai kemampuan untuk menolong dirinya sendiri yang
merupakan aspek penting pada layanan kesehatan saat ini. Peran dokter dalama
model ini adalah membantu pasien menolong dirinya sendiri.
F.
Trend dan Issue dalam Hubungan Dokter Perawat
Hubungan perawat-dokter adalah satu bentuk hubungan interaksi yang telah cukup
lama dikenal ketika memberikan bantuan kepada pasien. Perspektif yang berbeda dalam
memandang pasien, dalam
prakteknya menyebabkan munculnya hambatan-hambatan
teknik dalam melakukan proses kolaborasi. Kendala psikologis keilmuan dan individual,
factor sosial, serta budaya menempatkan kedua profesi ini memunculkan kebutuhan akan
upaya kolaborasi yang dapat menjadikan keduanya lebih solid dengan semangat
kepentingan pasien.
Berbagai penelitian menunjukan bahwa banyak aspek positif yang dapat timbul jika
hubungan kolaborasi dokter-perawat berlangsung baik. American Nurses Credentialing
Center (ANCC) melakukan risetnya pada 14 rumah sakit melaporkan bahwa hubungan
dokter-perawat bukan hanya mungkin dilakukan, tetapi juga berdampak langsung pada hasil
yang dialami pasien (Kramer dan Schamalenberg, 2003). Terdapat hubungan korelasi positif
antara kualitas hubungan dokter-perawat dengan kualitas hasil yang didapatkan pasien.
Hambatan kolaborasi dokter dan perawat sering dijumpai pada tingkat profesional
dan institusional. Perbedaan status dan kekuasaan tetap menjadi sumber utama
ketidaksesuaian yang membatasi pendirian profesional dalam aplikasi kolaborasi. Dokter
cenderung pria, dari tingkat ekonomi lebih tinggi dan biasanya fisik lebih besar dibanding
perawat, sehingga iklim dan kondisi sosial masih medukung dominasi dokter. Inti
sesungguhnya dari konflik perawat dan dokter terletak pada perbedaan sikap profesional
mereka terhadap pasien dan cara berkomunikasi diantara keduanya.
Isu-isu tersebut jika tidak ditanggapi dengan benar dan proporsional dikhawatirkan
dapat menghambat upaya melindungi kepentingan pasien dan masyarakat yang
membutuhkan jasa pelayanan kesehatan, serta menghambat upaya pengembangan dari
keperawatan sebagai profesi.
G.
Pemahaman Kolaborasi
Pemahaman mengenai prinsip kolaborasi dapat menjadi kurang berdasar jika hanya
dipandang dari hasilnya saja. Pembahasan bagaimana proses kolaborasi itu terjadi justru menjadi
point penting yang harus disikapi. Bagaimana masing-masing profesi memandang arti kolaborasi
harus dipahami oleh kedua belah pihak sehingga dapat diperoleh persepsi yang sama.
Dokter memiliki peran utama dalam mendiagnosis, mengobati dan mencegah penyakit.
Pada situasi ini dokter menggunakan modalitas pengobatan seperti pemberian obat dan
pembedahan. Mereka sering berkonsultasi dengan anggota tim lain sebagai membuat relevan
pemberian pengobatan. Sedangkan perawat memfasilitasi dan membantu pasien untuk
mendapatkan pelayanan kesehatan dari praktek profesi kesehatan lain. Perawat berperan
sebagai penghubung penting antara pasien dan pemberi pelayanan kesehatan. Pemberian
layanan oleh dokter maupun perawat membentuk suatu unit kesatuan kerja yang bernaung
dalam tim pelayanan kesehatan.
Tim pelayanan kesehatan interdisiplin merupakan sekolompok profesional yang mempunyai
aturan yang jelas, tujuan umum dan berbeda keahlian. Tim akan berfungsi baik jika terjadi adanya
konstribusi dari anggota tim dalam memberikan pelayanan kesehatan terbaik. Anggota tim
kesehatan meliputi : pasien, perawat, dokter, fisioterapi, pekerja sosial, ahli gizi, manager, dan
apoteker. Oleh karena itu tim kolaborasi hendaknya memiliki komunikasi yang efektif, bertanggung
jawab dan saling menghargai antar sesama anggota tim serta mampu bekerja sama.
Kerjasama adalah menghargai pendapat orang lain dan bersedia untuk memeriksa beberapa
alternatif pendapat dan perubahan kepercayaan. Asertifitas penting ketika individu dalam tim
mendukung pendapat mereka dengan keyakinan. Tindakan asertif menjamin bahwa pendapatnya
benar-benar didengar dan konsensus untuk dicapai. Tanggung jawab, mendukung suatu keputusan
yang diperoleh dari hasil konsensus dan harus terlibat dalam pelaksanaannya. Komunikasi artinya
bahwa setiap anggota bertanggung jawab untuk membagi informasi penting mengenai perawatan
pasien dan issu yang relevan untuk membuat keputusan klinis. Otonomi mencakup kemandirian
anggota tim dalam batas kompetensinya. Kordinasi adalah efisiensi organisasi yang dibutuhkan
dalam perawatan pasien, mengurangi duplikasi dan menjamin orang yang berkualifikasi dalam
menyelesaikan permasalahan.
Kolaborasi adalah suatu proses dimana praktisi keperawatan atau perawat klinik bekerja
dengan dokter untuk memberikan pelayanan kesehatan dalam lingkup praktek profesional
keperawatan, dengan pengawasan dan supervisi sebagai pemberi petunjuk pengembangan
kerjasama atau mekanisme yang ditentukan oleh peraturan suatu negara dimana pelayanan
diberikan. Perawat dan dokter merencanakan dan mempraktekan bersama sebagai kolega, bekerja
saling ketergantungan dalam batas-batas lingkup praktek dengan berbagi nilai-nilai dan
pengetahuan serta respek terhadap orang lain yang berkontribusi terhadap perawatan individu,
keluarga dan masyarakat.
Berkaitan dengan issue kolaborasi dan soal menjalin kerja sama kemitraan dengan dokter,
perawat perlu mengantisipasi konsekuensi perubahan dari vokasional menjadi profesional. Status
yuridis seiring perubahan perawat dari perpanjangan tangan dokter menjadi mitra dokter sangat
kompleks. Tanggung jawab hukum juga akan terpisah untuk masing-masing kesalahan atau kelalaian
yaitu malpraktik medis, dan malpraktik keperawatan. Demi menghindari kesalahan dan kelalaian
kerjasama dokter perawat menjadi kunci utama sehingga menciptakan kolaborasi kerja yang
bermutu untuk menunjang pelayanan kesehatan.
PENUTUP
Untuk mencapai pelayanan yang efektif maka perawat, dokter dan tim kesehatan
harus berkolaborasi satu dengan yang lainnya. Tidak ada kelompok yang dapat menyatakan
lebih berkuasa diatas yang lainnya. Masing-masing profesi memiliki kompetensi profesional
yang berbeda sehingga ketika digabungkan dapat menjadi kekuatan untuk mencapai tujuan
yang diharapkan. Banyaknya faktor yang berpengaruh seperti kerjasama, sikap saling
menerima, berbagi tanggung jawab, komunikasi efektif sangat menentukan bagaimana
suatu tim berfungsi.
Kolaborasi yang efektif antara anggota tim kesehatan memfasilitasi terselenggaranya
pelayanan pasien yang berkualitas. Kolaborasi dokter dan perawat di tempat kerja dapat
diwujudkan melalui komunikasi yang baik serta menghormati profesi satu sama lain. Pengambilan
keputusan dilakukan dengan saling bekerja sama dalam kelompok sehingga akan menciptakan
sebuah tim kerja yang baik yang akhirnya memiliki komitmen bersama untuk menyediakan layanan
yang komprehensif.
Selain itu penerapan kolaborasi dokter dan perawat perlu dilakukan bersama dari kedua
belah pihak agar dapat meningkatkan mutu pelayanan dimana mereka bekerja. Peningkatan
pendidikan perawat dan komunikasi yang baik antara tim dan pasien untuk bekerja, dan untuk
meningkatkan praktik kolaborasi perlu menjadi komitmen bersama antara pemimpin (struktural)
dan fungsional (profesi kesehatan).
DAFTAR PUSTAKA
1. Cox J. R.W., Mann L., and Samson D.,Benchmarking As a Mixed
Metaphor;Disentangling Assumitions of Competition and Collaboration, Journal of
Management Studies, 1997;34:2
2. Dochterman, Joanne McCloskey PhD, RN, FAAN, 2001 Current Issue in Nursing. 6th
Editian Mosby Inc.USA
3. Siegler, Eugenia L, MD and Whitney Fay W, PhD,RN.,FAAN, alih bahasa Indraty
Secillia, 2000. Kolaborasi Perawat-Dokter;Perawatan Orang Dewasa dan Lansia, EGC.
Jakarta
4. Warelow P.J., and Psych A.f., Nurse-Doctor Relationships in Multidisciplinary Teams:
Ideal or Real, International Journal of Nursing Practice, 1996;2:117-23.
5. Aminah, S., dan Husni. (2007). “Kajian Pengembangan Kerangka Kerja Kolaborasi
Evaluasi dengan Pendekatan Collaborative Business Process Management.”
http://journal.uii.ac.id/index.php/Snati/article/viewFile/1712/1493
6. http://www.unpad.ac.id/2012/10/pengembangan-komunikasi-kesehatan-perluditingkatkan
7. http://rossisanusi.wordpress.com/2012/07/10/kurikulum-antar-profesi-kesehatan
Download