Uploaded by Livia Nurul Izzah

Materi 11 Akuntansi Mudharabah

advertisement
AKUNTANSI SYARIAH
Resume Materi 11 “Akuntansi Mudharabah”
Disusun oleh:
 Meniek Ayu Nurfitria
(1712311072)
 Livia Nurul Izzah
(1712311092)
 Alifah Tarymahirah N.
(1712311089)
Dosen Pengampu :
Deddy Ardiansyah Suis SE.,M.Ak
Akuntansi A (Semester 5)
Fakultas Ekonomi
Universitas Bhayangkara Surabaya
BAB I
PENDAHULUAN
1. LATAR BELAKANG
Akad Mudharabah adalah akad antara pemilik modal dengan pengelola
modal, dengan ketentuan bahwa keuntungan diperoleh dua belah pihak sesuai
dengan kesepakatan. Didalam pembiayaan mudharabah pemilik dana (Shahibul
Maal) membiayai sepenuhnya suatu usaha tertentu. Sedangkan nasabah bertindak
sebagai
pengelola
usaha
(Mudharib).
Pada
prinsipnya
akad
mudharabah
diperbolehkan dalam agama Islam, karena untuk saling membantu antara pemilik
modal dengan seorang yang pakar dalam mengelola uang. Dalam sejarah Islam
banyak pemilik modal yang tidak memiliki keahlian dalam mengelola uangnya.
Sementara itu banyak pula para pakar dalam perdagangan yang tidak memiliki
modal untuk berdagang. Oleh karena itu, atas dasar saling tolong menolong, Islam
memberikan kesempatan untuk saling berkerja sama antara pemilik modal dengan
orang yang terampil dalam mengelola dan memproduktifkan modal itu.
Akad mudharabah berbeda dengan akad pembiayaan yang ada pada
perbankan pada umumnya (perbankan konvensional). Perbankan konvensional pada
umumya menawarkan pembiayaan dengan menentukan suku bunga tertentu dan
pengembalian modal yang telah digunakan mudharib dalam jangka waktu tertentu.
Namun Akad mudharabah tidak menentukan suku bunga tertentu pada mudharib
yang menggunakan pembiayaan mudharabah, melainkan mewajibkan mudharib
memberikan bagi hasil dari keuntungan yang diperoleh mudharib. Pembiayaan
mudharabah pada dasarnya diperuntukan untuk jenis usaha tertentu atau bisnis
tertentu. Oleh karena itu, kami sebagai pemakalah akan mencoba membahas
tentang mudharabah ini serta permasalahan yang ada didalamnya.
BAB II
PEMBAHASAN
1. Pengertian Mudharabah
A. Mudharabah
Mudharabah berasal dari kata adh-dharbu fil ardhi, yaitu berjalan di muka
bumi. Dan berjalan di muka bumi ini pada umumnya dilakukan dalam rangka
menjalankan suatu usaha, atau berdagang. Disebut juga qiradh yang berasal dari
kata al-qardhu yang berarti potongan, karena pemilik memotong sebagain
hartanya untuk diperdagangkan dan memperolah sebagian keuntungan. Kadangkadang juga dinamakan dengan muqaradhah yang berarti sama-sama memiliki
hak untuk mendapatkan laba karena si pemilik modal memberikan modalnya
sementara pengusaha meniagakannya dan keduanya sama-sama berbagi
keuntungan.
Sedangkan secara istilah, mudharabah adalah akad penyerahan modal oleh
pemilik modal kepada pengelola untuk diperdagangkan dan keuntungan dimiliki
bersama
antara
keduanya
sesuai
dengan
persyaratan
yang
mereka
buat. Adapun sacara teknis, Antonio (2001) mendefinisikan mudharabah sebagai
akad kerja sama usaha antara dua pihak di mana salah satu pihak menyediakan
seluruh (100%) modal, sedangkan pihak lainnya menjadi pengelola.
Kemudian berdasarkan PSAK 105 mudharabah adalah akad kerjasama
usaha antara dua pihak di mana pihak pertama (pemilik dana) menyediakan
seluruh dana, sedangkan pihak kedua (pengelola dana) bertindak selaku
pengelola, dan keuntungan dibagi di antara mereka sesuai kesepakatan
sedangkan kerugian finansial hanya ditanggung oleh pemilik dana.
Dalam mudharabah unsur terpenting adalah kepercayaan, yaitu kepercayaan
dari pemilik dana kepada pengelola dana. Kepercayaan itu penting karena dalam
akad mudharabah, pemilik dana tidak boleh ikut campur di dalam manajemen
perusahaan atau proyek yang dibiayai dengan dana pemilik dana tersebut.
Kecuali sebatas memberikan saran dan melakukan pengawasan pada pengelola
dana.
Sedangkan
apabila
usaha
tersebut
mengalami
kerugian
yang
mengakibatkan sebagian atau mungkin seluruh modal yang ditanam oleh pemilik
dana itu habis maka yang menanggung kerugian adalah pemilik dana. Namun
jika kerugian terjadi karena kelalaian pengelola, maka pengelola harus
menanggung sendiri.
Dari beberapa penjelasan di atas dapat kita tarik kesimpulan bahwa
mudharabah adalah akad kerja sama antara pemilik dana dan pengelola dana
dalam mendirikan usaha tertentu untuk saling menguntungkan. Di mana
besarnya proporsi bagi hasil berdasarkan kesepakatan bersama.
B. Jenis- Jenis Mudharabah

Mudharabah Muqayyadah
Mudharabah muqayyadah yaitu mudharabah yang pemilik dananya
memberikan batasan kepada pengelola dana mengenai lokasi, cara, dan atau
objek investasi atau sektor usaha. Dalam PSAK 105
par. 7 tantang
mudharabah, batasan tersebut bisa berupa:
1. Tidak mencampurkan dana yang dimiliki oleh pemilik dana dengan dana
lainnya;
2. Tidak menginvestasikan dananya pada teransaksi penjualan cicilan tanpa
penjamin atau jaminan;
Apabila pengelola dana bertindak bertentangan dengan syarat-syarat
yang diberikan oleh pemilik dana, maka pengelola dana harus bertanggung
jawab atas konsekuensi yang ditimbulkannya, termasuk konsekuensi
keuangan.
Dalam praktik perbankan mudharabah Muqqayadah terdiri atas dua
jenis
yaitu
Mudharabah
Muqqayadah
Executing
dan
Mudharabah
Muqqayadah Channeling. Pada Mudharabah Muqqayadah executing, bank
syariah sebagai pengelola menerima dana dan dari pemilik dana dengan
pembatasan dalam hal tempat, cara, dan atau objek investasi. Akan tetapi,
bank syariah memiliki kebebasan dalam melakukan seleksi terhadap calon
mudharib yang layak meneglola dana tersebut. Sementara itu, pada
Mudharabah
Muqqayadah
Channeling,
bank
syariah
tidak
memiliki
kewenangan dalam menyeleksi calon mudharib yang akan mengelola dana
tersebut.

Mudharabah Muthlaqah
Mudharabah muthlaqah adalah bentuk kerja sama antara pemilik
dana dan pengelola tanpa adanya pembatasan oleh pemilik dana dalam hal
tempat, cara, maupun objek investasi. Dalam hal ini, pemilik dana memberi
kewenangan yang sangat luas kepada mudharib untuk menggunakan dana
yang
diinvestasikan. Dalam
perbankan
syariah
kontrak
mudharabah
muthlaqah digunakan untuk tabungan maupun pembiayaan. Pada tabungan
mudharabah, penabung berperan sebagai pemilik dana, sedang bank
sebagai pengelola yang mengkontribusikan keahliannya dalam mengelola
dana penabung. Sedangkan pada investasi mudharabah, bank berperan
sebagai pemilik dana yang menginvestasikan dana yang ada padanya
kepada pihak lain yang memerlukan dana untuk keperluan usahanya.
Mudharabah mutlaqah biasa juga disebut dengan mudharabah mutlak atau
mudharabah tidak terikat.

Mudharabah Musytarakah
Mudharabah musytarakah adalah bentuk mudharabah di mana
pengelola dana menyertakan modal atau dananya dalam kerja sama
investasi. Di awal kerja sama, akad yang disepakati adalah akad mudharabah
dengan 100% modal dari pemilik dana, setelah berjalannya operasi usaha
dengan pertimbangan tertentu dan kesepakatan dengan pemilik dana,
pengelola ikut menambahkan modalnya dalam usaha tersebut. Kemudian
akadnya disebut mudharabah musytarakah, yaitu perpaduan antara akad
mudharabah dan musyarakah.
Ketentuan bagi hasil untuk akad ini berdasarkan PSAK 105 dapat
dilakukan dengan dua pendekatan, yaitu:
a) Hasil investasi dibagi antara pengelola dana (sebagai mudharib) dan
pemilik dana sesuai dengan nisbah yang disepakati, selanjutnya
bagian hasil investasi setelah dikurangi untuk pengelola dana
(sebagai mudharib) tersebut dibagi antara pengelola dana (sebagai
musytarik) dengan pemilik dana sesuai dengan porsi modal masingmasing; atau
b) Hasil investasi dibagi antara pengelola dana (sebagai musytarik) dan
pemilik dana sesuai dengan porsi modal masing-masing, selanjutnya
bagian hasil investasi setelah dikurangi untuk pengelola dana
(sebagai musytarik) tersebut dibagi antara pengelola dana (sebagai
mudharib) dengan pemilik dana sesuai dengan nisbah yang
disepakati.
2. Prinsip Pembagian Bagi Hasil
Pembagian hasil usaha Mudharabah dapat dilakukan berdasarkan prinsip
bagi hasil atau bagi laba. Dalam prinsip bagi hasil usaha berdasarkan bagi hasil,
dasar pembagian hasil usaha adalah laba bruto (gross profit) bukan total pendapatan
usaha (omset). Sedangkan dalam prinsip bagi laba, dasar pembagian adalah laba
bersih yaitu laba bruto dikurangi beban yang berkaitan dengan pengelolaan modal
Mudharabah.
3. Akuntansi Untuk Pemilik Dana/Shahibul Maal
a. Dalam syirkah temporer yang disalurkan oleh pemilik dana diakui sebagai
investasi Mudharabah pada saat pembayaran kas atau penyerahan asset nonkas
kepada pengelola dana.
b. Pengukuran investasi Mudharabah adalah sebagai berikut :
(a) Investasi Mudharabah dalam bentuuk kas diukur sebesar jumlah dioberikan
pada saat pembayaran;
(b) Investasi Mudharabah dalam bentuk asset nonkas diukur sebesar nilai wajar
asset nonkas pada saat penyerahan :

Jika nilai wajar lebih rendah daripada nilai tercatatnya, diakui sebagai
kerugian;

Jika nilai wajar lebih tinggi daripada nilai tercatatnya diakui sebagai
keuntungan tangguhan dan diamortisasi sesuai jangka waktu akad
Mudharabah.
c. Jika nilai investasi Mudharabah turun sebelum usaha dimulai karena rusak,
hilang, atau factor lain yang bukan kelalaian pihak pengelola dana, maka
penurunan nilai tersebut diakui sebagai kerugian dan mengurangi saldo investasi
Mudharabah.
d. Jika sebagian investasi Mudharabah hilang setelah dimulainya usaha tanpa
adanya kelalaian atau kesalahan pengelola dana, maka kerugian terbut
diperhitungkan pada saat bagi hasil.
e. Usaha Mudharabah dianggap mulai berjalan sejak dana atau modal usaha
Mudharabah diterima oleh pengelola dana.
f.
Dalam investasi Mudharabah yang diberikan dalam bentuk barang (nonkas) dan
barang tersebut mengalami penurunan nilai pada saat atau setelah barang
dipergunakan secara efektif dalam kegiatan kegiatan Mudharabah, maka
kerugian tersebut
tidak
langsung
mengurangi jumlah investasi,
namun
diperhitungkan pada saat pembagian bagi hasil.
g. Kelalaian atas kesalahan pengelola dana, antara lain, ditunjukkan oleh :
1. Persyaratan yang ditentukan di dalam akad tidak dipenuhi;
2. Tidak terdapat kondisi di luar kemampuan yang lazim dan / atau yang telah
ditentukan dalam akad; atau
3. Hasil keputusan dari institusi yang berwenang.
h. Jika akad Mudharabah berakhir sebelum atau saat akad jatuh tempo dan belum
dibayar oleh pengelola dana, maka investasi Mudharabah diakui sebagai piutang
jatuh tempo.
4. Akuntansi Untuk Pengelola Dana
a. Dana yang diterima dari pemilik dana dalam akada Mudharabah diakui sebagai
dana syirkah temporer sebesar jumlah kas atau nilai wajar asset nonkas yang
diterima. Pada akhir periode akuntansi, dana syirkah temporer diukur sebesar
nilai tercatat.
b. Jika entitas menyalurkan dana syirkah temporer mutlaqah yang diterima maka
entitas mengakui sebagai asset sesuai ketentuan pada paragraph 12-13.
c. Jika menyalurkan dana syirkah temporer muqayyadah yang diterima maka
entitas tidak mengakui sebagai asset karena entitas tidak memiliki hak untuk
menggunakan atau melepas asset tersebut kecuali sesuai dengan syarat-syarat
yang telah ditetapkan oleh pemilik dana. Bagi hasil Mudharabah dapat dilakukan
dengan menggunakan dua prinsip yaitu bagi laba atau bagi hasil seperti yang
dijelaskan pada paragraph 11.
d. Hak ihak ketiga atas bagi hasil dana syirkah temporer yang sudah diumumkan
dan belum dibagikan kepada pemilik dana diakui sebagai kewajiban sebesar
bagi hasil yang menjadi porsi hak pemilik dana.
e. Kerugian yang diakibatkan oleh kesalahan atau kelalaian pengelola dana diakui
sebagai beban pengelola dana.
5. Penyajian dan Pengungkapan Transaksi Mudharabah
A. Penyajian
1) Pemilik dana menyajikan investasi mudharabah dalam laporan keuangan
sebesar nilai tercatat
2) Pengelola dana menyajikan transaksi mudharabah laporan keunangan,
tetapi tidak terbatas, pada:
a. Dana syirkah temporer dari pemilik dana yang disajikan sebesaar jmlah
nominalnya untuk setiapa jenis mudharabah.
b. Bagi hasil dana syirkah temporer yang sudah diperhitungkan dan telah
jatuh tempo tetapi belum diserahkan kepada pemilik dana disajikan
sebagai kewajiban.
c. Bagi hasil dana syirkah temporer yang sudah diperhitungkan tetapi
beum jatuh tempo disajikan dalam pos bagi hasil yang belum dibagikan.
B. Pengungkapan
Berdasarkan PSAK 105 paragraf 38 dan PAPSI (2006) terdapat
beberapa hal yang harus diungkap dalam transaksi mudharabah. Beberapa
hal tersebut adalah sebagai berikut :
1) Isi kesepakatan utama usaha mudharabah (PSAK 105 paragaraf 38a)
2) Rincian jumlah investasi mudharabah berdasarkan jenisnya (PSAK 105
paragraf 38b)
3) Jumlah investasi mudharabah yang diberikan kepada pihak yang
mempunyai hubungan istimewa (PAPSI, 2006)
4) Jumlah investasi mudharabah yang telah direstrukturisasi dan informasi
lain tentang mudharabah yang direstrukturisasi selam periode berjalan
(PAPSI, 2006)
5) Metode yang digunakan untuk menentukan penyisihan khusus dan
umum (PAPSI, 2006)
6) Kebijakan manajemen dan pelaksanaan pengendalian resiko portofolio
investasi mudharabah (PAPSI, 2006)
7) Besarnya investasi mudharabah bermasalah dan penyisihannya untuk
setiap sektor ekonomi (PAPSI, 2006)
8) Kebijakan
dan
metode
yang
dipergunakan
dalam
penanganan
mudharabah bermasalah (PAPSI, 2006)
9) Ikhtisar investasi mudharabah yang dihapus buku (PAPSI, 2006)
10) Kerugian atas penurunan nilai investasi mudharabah (apabila ada)
(PAPSI, 2006)
6. Ilustrasi Kasus
Pengembalian modal pembiayaan mudharabah oleh mudharib dapat
dilakukan sesuai kesepakatan, secara sekaligus pada masa akhir akad atau
dilakukan secara bertahap sesuai kemampuan mudharib. Setiap pembayaran
kembali atas pembiayaan mudharabah akan mengurangi saldo pembiayaan
mudharabah.
Khusus untuk pembayaran modal pembiayaan mudharabah dengan system
cicilan perlu memperhatikan penurunan proporsi modal milik shohibul maal karena
penurunan modal akan membawa konsekuensi penurunan nisbah bagi hasil yang
sejalan dengan penurunan modalnya. Sebagai contoh PT. JIT sepakat melakukan
pembayaran modal pembiayaan mudharabah secara bertahap sebanyak tiga kali
dengan komposisi :
1. Akhir tahun pertama akan dikembalikan modal mudharabah sebesar Rp
250.000.000
2. Akhir tahun kedua akan dikembalikan modal mudharabah sebesar Rp
250.000.000
3. Akhir athun ketiga akan dikembalikan modal mudharabah sebesar Rp
500.00.000
Saldo
Pembayaran
pembiayaan
modal
mudharabah
Awal
Nisbah
Bank
Nasabah
Rp
tahun
Rp 0
1.000.000.000
40
60
Akhir
Rp
Rp
30
70
tahun
250.000.000
750.000.000
tahun
Rp
Rp
kedua
250.000.000
500.000.000
20
80
Rp 0
0
100
pertama
Akhir
Akhir
tahun
Rp
ketiga
500.000.000
Prinsip yang digunakan pada perhitungan adalah prinsip keadilan dimana
modal yang dikembalikan kepada shohibul maal pada dasarnya merupakan
pengurang investasinya sehingga nisbah yang menjadi hak shohibul maal juga
menurun sejalan dengan penurunan modalnya. Misalnya pada tahun ke-2 sebelum
pengembalian modal yang kedua, PT. JIT mendapatkan laba sebesar Rp
100.000.000,- maka bagian hak shohibul maal adalah 30% saja yaitu Rp
30.000.000,- karena pada akhir tahun pertama PT. JIT telah mengembalikan modal
sejumlah Rp 250.000.000.
Sedangkan untuk pencatatan dalam jurnal dalam pembayaran angsuran
pembiayaan mudharabah (pokok pembiayaan) bisa dalam bentuk uang kas/tunai
atau modal non kas. Dalam kasus diatas diilustrasikan bahwa PT. JIT
mengembalikan modal kas sebesar Rp 250.000.000,- maka jurnalnya menjadi :
(Dr) kas rekening
PT.JIT
(Kr)
Rp 250.000.000
pembiayaan
mudharabah
Rp 250.000.000
Jika PT. JIT mengembalikan 20 buah computer server senilai Rp
40.000.000,- maka jurnalnya menjadi:
(Dr) persediaan aktiva
mudharabah
(Dr)
Rp 40.000.000
kerugian
penyerahan aktiva
(Kr)
Rp 10.000.000
pembiayaan
mudharabah
Rp 50.000.000
Catatan : kerugian penyerahan aktiva dimaksudkan untuk mengeliminasi keuntungan yang
sudah diakui pada saat penyerahan awal aktiva mudharabah non kas.
Pengakuan Bagi Hasil (Profit Loss Sharing) Mudharabah
Dewan Syariah Nasional (DSN) mengeluarkan fatwa nomor 15/DSN-MUI/IX/2000
tentang prinsip distribusi hasil usaha dimana lembaga keuangan syariah boleh
menggunakan prinsip revenue sharing (bagi pendapatan) maupun profit loss sharing (bagi
untung/rugi).Menurut fatwa tersebut dilihat dari sisi kemaslahatan, pembagian hasil usaha
sebaiknya menggunakan prinsip revenue sharing.Penentuan penggunaan prinsip yang
dipilih harus disepakati pada awal akad.
Dalam pembagian hasil usaha mempergunakan prinsip revenue sharing, shohibul
maal tidak pernah mengalami kerugian kecuali usaha mudharib dililuidasi dimana jumlah
aktiva lebih kecil dari kewajibannya.Dengan prinsip ini belum pernah terjadi pendapatan
yang negative karena sekecil-kecilnya pendapatan adalah nol (tidak ada pendapatan),
sehingga apabila hal tersebut terjadi maka modal yang dikembalikan sejumlah modal awal
yang diberikan (tidak ada penambahan modal).
Sedangkan prinsip profit/loss sharing dilakukan dengan menggunakan perhitungan
kinerja secara berkala untuk memperhitungkan pendapatan yang dikurangi biaya-biaya
sehingga menghasilkan keuntungan atau kerugian tergantung mana yang lebih besar. Untuk
mendukung hal ini, mudharib perlu menyusun laporan pengelolaan dana mudharabah jika
ternyata modal yang digunakan oleh mudharib tidak berasal dari satu unsur saja sehingga
perlu memisahkan porsi alokasi penggunaan dana mudharabah. Dalam praktiknya tidak
mudah bagi mudharib menyusun laporan ini secara berkala karena melibatkan beberapa
variable dan tidak mudah juga bagi shohibul maal untuk melakukan pengawasan untuk
memastikan beban-beban yang dialokasikan untuk pengelolaan dana mudharabah. Prinsip
profit/loss sharing memerlukan kejujuran diantara kedua belah pihak., lebih khusus bagi
mudharib selaku pengelola dana sehingga tidak banyak perbankan syariah yang
menggunakan prinsip ini untuk mengadakan pembiayaan mudharabah.
Dalam pembiayaan mudharabah melewati satu periode pelaporan.Laba pembiayaan
mudharabah diakui dalam periode terjadinya hak bagi hasil sesuai dengan nisbah sesuai
yang disepakati; dan rugi yang terjadi diakui dalam periode terjadinya rugi tersebut dan
mengurangi saldo pembiayaan mudharabah. Pengakuan laba/rugi mudharabah dalam
praktinya dapat diketahui berdasarkan laporan bagi hasil dari pengelola dana yang diterima
shohibul maal.
Hal mendasar yang perlu diketahui tentang pembagian laba atau rugi mudharabah,
sesuai dengan prinsip mudharabah adalah pembagian laba yang dilakukan antara shohibul
maal dan mudharib sesuai dengan nisbah yang disepakati sedangkan kerugian yang bukan
kelalaian mudharib merupakan tanggungan shohibul maal.Sebaliknya jika kerugian akibat
kelalaian mudharib merupakan tanggungan shohibul maal.Sebaliknya jika kerugian akibat
kelalaian mudharib, maka kerugian dibebankan kepada mudharib tanpa mengurangi modal
mudharabah milik shohibul maal.
Sebagaimana telah dijelaskan di atas, namun dalam pelaksanaannya tidak mudah
memutuskan bahwa mudharib lalai atau tidak dalam kasus kerugian pengelolaan
mudharabah. Paling tidak, untuk menentukan derajat kesalahan maupun kelalaiaan
mudharib perlu diperkuat dengan fakta-fakta sebagai berikut :
1. Tidak terpenuhinya persyaratan yang ditentukan dalam akad
2. Tidak terdapat kondisi diluar kemapuan (force major) yang lazim dan/atau telah
ditentukan dalam akad; atau
3. Hasil keputusan dari badan arbitrase syariah atau pengadilan agama setempat
1) Kasus Pengakuan Laba
Kasus ini menggunakan informasi yang terdapat dalam ilustrasi 1 akad
mudharabah antara bank syariah IQTISADUNA dan PT. jogja information technology
(JIT) dengan pembiayaan sebesar Rp 10.000.000,- dan nisbah 40:60. Atas
pengelolaan dana mudharabah tersebut PT. JIT mencatat laba bersih sebesar Rp
10.000.000,- pada tahun pertama dan segera dibagihasilkan kepada bank syariah
IQTISADUNA pada awal tahun kedua akad. Adapun pembagian porsi untuk masingmasing pihak adalah sebagai berikut :
Shohibul
maal
(bank)
=
40%xRp100.000.000
Mudharib
(PT.
Rp 40.000.000
JIT)
=
60%xRp
100.000.000
Rp 60.000.000
Jumlah yang dibuat oleh bank sayriah IQTISADUNA pada saat menerima
bagi hasil tersebut adalah sebagai berikut :
Rp
(Dr) kas/rekening PT JIT
(Cr)
pendapatan
mudharabah
bagi
40.000.000
hasil
Rp
40.000.000
2) Kasus Pengakuan Rugi
Jika PT. JIT mengalami kerugian pada tahun pertama sebesar Rp
100.000.000,- dan berdasarkan fakta yang disepakati antara kedua belah pihak
terungkap bahwa kerugian terjadi karena bencana alam sehingga mengakibatkan
rusaknya sebagian aktiva mudharabah dan diluar kemampuan mudharib untuk
menghindarinya, maka jurnal yang dibuat bank syariah IQTISADUNA atas kejadian
tersebut adalah :
1. Pada saat pembentukan cadangan kerugian pembiayaan mudharabah
(Dr)
beban
kerugian
penyisihan
pembiayaan
mudharabah
Rp 100.000.000
(Cr) penyisihan kerugian
mudharabah
Rp 100.000.000
2. Pada saat penghapusbukuan pembiayaan mudharabah
(Dr)
penyisihan
pembukuan mudharabah
(Cr)
pembiayaan
mudharabah
Rp 100.000.000
Rp
100.000.000
3. Pada saat kerugian diakibatkan kesalahan/kelalaian dari PT. JIT
Bank syariah IQTISADUNA tidak mencatat kejadian ini dalam jurnal
karena kerugian yang diakibatkan oleh pengelola dana (mudharib ) menjadi
beban dari pengelola dana tanpa mengurangi investasi mudharabah bank
syariah IQTISADUNA.
Kerugian yang diakibatkan penghentian pembiayaan mudharabah
yang terjadi sebelum masa akad berakhir, maka kerugian tersebut diakui
sebagai
pengurang
pengelolaan
yang
pembiayaan
timbul
akibat
mudharabah.
Sedangkan
kelalaian/kesalahan
kerugian
mudharib
akan
dibebankan kepada pengelola dana (mudharib). Pengurang pembiayaan
mudharabah dapat dilakukan dengan metode langsung yaitu mengurangi
saldo perkiraan pembiayaan mudharabah atau dapat juga dilakukan secara
tidak langsung yaitu dengan cara pembentukan cadangan penghapusan
pembiayaan mudharabah yang merupakan perkiraan pengurang (contra
account) dari pembiayaan tersebut.
3) Kasus Bagi Hasil Belum Direalisasikan
Jika PT. JIT mengakui adanya keuntungan dalam pengelolaan pembiayaan
mudharabah sebesar Rp 100.000.000,- dan sampai saat yang ditentukan ternyata
PT. JIT belum membayarkan bagian bagi hasil yang menjadi hak bank syariah
IQTISADUNA sebesar Rp 40.000.000,- maka bank syariah IQTISADUNA akan
mengakui kejadian tersebut dalam jurnal sebagai berikut :
(Dr)
piutang
kepada
mudharib
(Cr)
mudharabah
Rp 40.000.000
pendapatan
Rp 40.000.000
Penyelesaian Akad Mudharabah Sebelum Jatuh Tempo
Mudharabah akan diakhiri baik dengan perjanjian diantara kedua belah pihak,
karena keinginan kedua belah pihak atau dengan alas an force majour seperti
kerugian karena bencana alam atau kematian salah satu pihak. Beberapa hal yang
diatur dalam hal ini adalah sebagai berikut :
1) Mudharib harus mengembaliakn modal kepada pemilik dana dan apabila
mudharib tidak melaksanakannya maka mudharib tersebut dianggap melanggar
akad. Jumlah dana yang menjadi saldo pembiayaan mudharabah akan berubah
menjadi “piutang jatuh tempo mudharib”.
2) Jika akad mudharabah berakhir dan masih terdapat beberapa modal non kas
berupa barang yang memiliki nilai jual tertentu, maka kedua belah pihak berhak
untuk menjual dan membagi hasil penjualan menurut proporsi yang disepakati
bersama dengan tetap menghitung saldo pembiayaan serta keuntungan atau
kerugian yang ditanggung dari pelaksanaan akad mudharabah tersebut.
3) Apabila salah satu pihak meminta berhenti dari akad mudharabah dan
digantikan dengan pihak lain yang disepakati kedua belah pihak, maka perlu
dilakukan perhitungan terhadap status saldo pembiayaan, hak shohibul maal
dan mudharib, maupun keuntungan dan kerugian untuk menghasilkan suatu
proporsi baru antara kedua belah yang akan memperbaharui akad.
4) Dalam hal kedua belah pihak sepakat untuk melakukan pengembalian modal,
maka proporsi keuntungan atau kerugian harus dihitung secara pasti pada setiap
pembayaran.
Jika terdapat pertimbangan tertentu misalnya mudharib sudah tidak dapat
dipercaya lagi atau mudharib banyak melakukan pelanggaran akad, maka shohibul
maal dapat menghentikan pembiayaan mudharabah baik pada saat akad sudah
jatuh tempo. Status saldo pembiayaan mudharabah akan diakui sebagai piutang
jatuh tempo kepada mudharib.
Contoh kasus misalnya terjadi perubahan peraturan pemerintah yang
berakibat pada penghentian kegiatan PT. JIT apdahal akad mudharabah belum jatuh
tempo, maka bank syariah IQTISADUNA segera menghitung saldo pembiayaan dan
meminta laporan keuangan terakhir dari PT. JIT. Saldo pembiayaan mudharabah
yang dicatat oleh bank adalah sebesar Rp 300.000.000,- sedangkan PT. JIT
melaporkan kerugian untuk periode berjalan sebesar Rp 50.000.000,-. Sisa
pembiayaan tidak dapat diselesaikan oleh PT. JIT sehingga bank syariah
IQTISADUNA mencatatnya dalam jurnal sebagai berikut :
(Dr) piutang mudharib
Rp 250.000.000
(Dr) penyisihan kerugian
pembiayaan
mudharabah
(Cr)
Rp 50.000.000
pembiayaan
mudharabah
Rp 300.000.000
Pada saat pembentukan penyisihan pembiayaan mudharabah
(Dr)
beban
pembiayaan
penyisihan
pembiayaan
mudharabah
(Cr)
penyisihan
akumulasi
pembiayaan
mudharabah
Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif (PPAP)
PSAK 59 paragraf 150 menyatakan bahwa penyisihan kerugian aktiva produktif dan
piutang yang timbul dari transaksi aktiva produktif dibentuk sebesar estimasi kerugian aktiva
produktif dan piutang yang tidak dapat ditagih sesuai dengan denominasi mata uang aktiva
produktif dan piutang yang diberikan. Standar ini adalah merujuk pada peraturan bank
Indonesia yaitu tentang kualitas aktiva produktif (KAP) bagi bank syariah (PBI No.
5/7/PBI/2003 tanggal 19 mei 2003) dan penyisihan penghapusan aktiva produktif (PPAP)
bagi bank syariah (PBI o. 5/7/PBI/2003 tanggal 19 Mei 2003).
Setelah dianalisis oleh perusahaan appraisal, ditentukan bahwa porsi yang harus
disisihkan untuk penyisihan mudharabah PT. JIT adalah Rp. 240.000.000,- setiap tahunnya.
Jurnal yang dibuat oleh bank syariah IQTISADUNA adalah sebagai berikut :
(Dr)
beban
penyisihan
kerugian mudharabah
Rp 240.000.000
(Cr) penyisihan kerugian
Rp
mudharabah
240.000.000
Pada saat piutang dianggap non-performing
(Dr)
penyisihan
kerugian mudharabah
(Cr)
piutang
Rp 230.000.000
Rp 230.000.000
mudharabah
Pada saat penghapusan sisa penyisihan penyisihan :
(Dr) penyisihan kerugian
mudharabah
Rp 10.000.000
(Cr) beban penyisihan
kerugian mudharabah
Rp 10.000.000
Download