Jurnal Perikanan (J. Fish. Sci.) XI (2): 131-137 ISSN: 0853-6384 131 Full Paper PEMIJAHAN DAN PERKEMBANGAN EMBRIO IKAN PELANGI, Melanotaenia spp. ASAL PAPUA SPAWNING AND EMBRYONAL DEVELOPMENT OF RAINBOW FISH, Melanotaenia spp. FROM PAPUA Chumaidi1*, Bastiar Nur1, Sudarto1, Laurent Pouyaud2 dan Jacques Slembrouck2 Loka Riset Budidaya Ikan Has Air Tawar, Depok Jl. Perikanan No.13, Pancoran Mas, Depok 2 Institut de Recherché pour le Développement (IRD) Perancis Jl. Taman Kemang Selatan N0 328, Jakarta Selatan. *Penulis untuk korespondensi, E-mail: [email protected] 1 Abstract Rainbow fish (Melanoptaenia spp.) is originated from Sungai Gelap, Papua. The objective of this experiment was to observe the fecundity, hatching and embryogenesis rates of rainbow fish. Total of 50 males and females broodstock measuring 10–15 cm reared in closed recirculating water system in concrete tank until their gonad matured. One group composed of one male and two females of matured fish were transferred to 1 x 1 x 0.5 m³ concrete tank for pair breeding, the fish was sheltered with water hyacinth. Released eggs were observed in the morning and in the afternoon daily. Eggs were categorized into fertile and infertile. Some 25 eggs were incubated in plastic baskets, and observed under microscope for their embryonic development stages. The results showed that rainbow fish from Sungai Gelap produced eggs (averages) 392 per female; fertility rate was 93.74%; average hatching rate was 87.36%, and the fertilized eggs were hatched approximately 5 days incubation. Key words: breeding, embryogenesis, Melanotaenia spp., rainbow fish Pengantar Ikan pelangi (Melanotaenia spp.) merupakan salah satu ikan hias endemik asal Papua yang warnanya indah seperti pelangi yang menjadi andalan komoditas ekspor. Ikan pelangi (rainbow fish) memiliki banyak spesies tersebar di berbagai benua (Axelrod et al., 2004). Sejak tahun 1980, Dr. Gerald Allen, kurator Museum Australia Barat, telah menemukan 31 spesies baru di kawasan daratan besar New Guinea dan Australia (Sudarto & Nur, 2008), kemudian pada tahun 2007 suatu Ekspedisi Ilmiah yang digelar oleh Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP) dan Institut de Recherché pour le Développement (IRD) Perancis, menemukan pula beberapa spesies baru di kawasan kepala burung (Bird’s Head) Papua (Kadarusman et al., 2007). Ikan pelangi sebanyak 65 spesies di kawasan daratan besar New Guinea dan Australia telah dideskripsikan karakternya, dan 37 spesies diantaranya mendiami daratan Papua Indonesia (Sudarto et al., 2007). Ikan pelangi amat rentan terhadap perubahan lingkungan di habitat aslinya (Sudarto & Nur, 2008). Habitat asli ikan pelangi di Papua sering berubah karena kejadian alam maupun ulah tangan manusia yang dapat berakibat beberapa spesies ikan pelangi musnah dari daratan Papua (Kadarusman et al., 2007). Salah satu habitat ikan pelangi di Papua adalah Sungai Gelap. Ini merupakan penamaan sungai yang belum punya nama di daerah kepala burung Papua, tempat ikan pelangi dikoleksi. Koleksi beberapa spesies ikan pelangi dan spesies baru perlu dilakukan sebagai upaya menyelamatkan spesies dan budidaya. Loka Riset Budidaya Ikan Hias Air Tawar Depok telah mengoleksi 17 spesies ikan pelangi yang dianggap spesies baru atas kerjasama antara DKP dengan IRD Perancis. Spesies ikan pelangi tersebut dalam tahap adaptasi dan setelah beradaptasi dengan lingkungan budidaya serta bila ada yang matang gonad diupayakan untuk dipijahkan. Data biologi pemijahan ikan pelangi sangat penting, misalnya jumlah telur yang dihasilkan, fertilitas dan daya tetas telur, serta perkembangan embrio untuk menunjang kegiatan budidaya dan konservasi. Pengamatan jumlah telur hasil pembuahan dan fertilitas telur serta proses perkembangan embrio merupakan pengamatan tahap awal dari ikan spesies yang baru diketahui (Woynarowich & Horvath, 1980). Jumlah telur, tingkat pembuahan dan daya tetas telur sangat tergantung dari spesies dan lingkungan pemeliharaan ikan. Proses perkembangan embrio telur ikan mas (Cyprinus carpio) dari hasil pemijahan alami Copyright©2009. Jurnal Perikanan (Journal of Fisheries Sciences) All Right Reserved Chumaidi et al., 2009 132 yang biasa berlangsung malam hari kurang dari 24 jam (Huet, 1971), demikian pula embriogenesis tergantung dari spesiesnya. Menurut Arokiaraj et al. (2003), embriogenesis ikan catfish (Mystus montanus, Jerdon) berlangsung selama 22-23 jam setelah pembuahan telur. Embriogenesis pada ikan pelangi (Glossolepis incicus, WEBER, 1907) berlangsung relatif lama, yaitu 125 jam (Ferreira, 2007). Embriogenesis ikan common gudgeon (Gobio gobio L.) berlangsung lebih lama, yaitu sekitar 136 jam sejak pembuahan telur (Palikova & Krejci, 2006). Pengamatan perkembangan embrio ikan yang terkait dengan lamanya proses embriogenesis perlu dilakukan untuk mengetahui durasi tahapan perkembangan embrio hingga larva menetas. Tujuan penelitian adalah mengetahui jumlah telur yang dihasilkan, fertilitas dan daya tetas telur serta perkembangan embrio ikan pelangi asal Sungai Gelap, Papua. Bahan dan Metode Adaptasi Calon Induk Calon induk ikan pelangi sebanyak kurang lebih 50 ekor terdiri jantan dan betina asal Sungai Gelap, Papua dipelihara di dalam bak beton ukuran 2,5 x 1,0 x 1,0 m3 dengan media air yang diresirkulasi dalam ruang tertutup. Bak pemeliharaan ditutup dengan kain kasa untuk mencegah ikan melompat keluar. Pakan diberikan tiga kali per hari berupa larva Chironomus beku sebanyak 2,5% dari berat biomasa ikan. Pengamatan kematangan gonad dilakukan setiap saat dengan cara mengambil calon induk ikan menggunakan serokan besar, kemudian diamati kesiapannya untuk dipijahkan. Induk jantan matang gonad memiliki ciri bila diurut bagian perut ke belakang akan keluar sperma berwana putih susu, sedangkan induk betina matang gonad memiliki ciri bagian perut membuncit dan bila diraba terasa lembek. Induk jantan dan betina matang gonad selanjutnya dipindahkan ke dalam bak beton di luar ruangan untuk dipijahkan. Pemijahan Bak pemijahan yang digunakan berupa bak beton ukuran 1,0 x 1,0 x 0,75 m3 diisi air setinggi 0,5 m. Bak-bak pemijahan ditutup dengan kain jala agar ikan tidak melompat ke luar dan dilindungi dengan kain kasa hitam untuk mengurangi cahaya yang masuk ke dalam bak serta mencegah alga berkembang. Media air diaerasi agak kuat untuk meningkatkan kandungan oksigen terlarut. Sebagai pelindung ikan dan media untuk menempel telur bila terjadi pemijahan, ke dalam bak ditambahkan tanaman air berupa eceng gondok kira-kira sebanyak 50% dari luas permukaan air bak. Rasio jantan dan betina setiap bak pemijahan adalah satu induk jantan dan dua induk betina. Selama pemeliharaan di dalam bak pemijahan, induk ikan diberi pakan dengan jenis dan jumlah seperti saat adaptasi ikan di bak beton tertutup. Pengamatan keberhasilan ikan memijah dilakukan pada pagi dan sore. Pengamatan pagi dilakukan untuk proses pemijahan yang berlangsung pada malam hari, sedangkan pengamatan sore dilakukan untuk proses pemijahan pada waktu siang. Bila pada akar eceng gondok ada telur yang melekat maka eceng gondok tersebut diangkat dari media air pemijahan dan ditaruh dalam baskom yang berisi air. Akar yang terdapat telur dipotong menggunakan gunting dan dipisahkan dari pelepah daun eceng gondok. Telur yang melekat di akar eceng gondok hasil pemijahan dihitung dan dipisahkan antara telur yang berhasil dibuahi (fertile) dan telur yang tidak dibuahi (infertile). Penghitungan telur dilakukan setiap hari hingga tidak ada lagi telur yang dihasilkan. Telur yang fertile terlihat jernih seperti kaca sedangkan yang infertile terlihat keruh seperti putih susu. Jumlah telur baik yang fertile maupun infertile merupakan jumlah telur yang dihasilkan. Persentase pembuahan dihitung untuk semua telur yang dihasilkan pada pemijahan pagi maupun sore hari. Inkubasi Telur dan Pengamatan Perkembangan Embrio Telur yang fertile dipindah dan diinkubasi dalam wadah plastik ukuran 10 x 8 x 10 cm3 yang diisi air setinggi 5 cm. Media air diaerasi lemah. Basket wadah plastik diletakkan di atas meja dalam ruangan tertutup. Setiap basket diisi 25 butir telur. Selama inkubasi, telur yang menetas menjadi larva tidak diberi pakan. Air media inkubasi diganti sedikit demi sedikit dan telur yang tidak menetas atau telur yang mati diambil dan dihitung jumlahnya. Telur diamati sejak keluar dari induk betina, melekat di eceng gondok, saat inkubasi hingga telur menjadi larva. Pengamatan dilakukan dengan mikroskop dihubungkan dengan monitor komputer, sekaligus diambil gambarnya setiap ada perubahan dalam embriogenesis telur. Larva yang dihasilkan sebagai daya tetas telur dicatat dan dihitung dalam persentase dari telur (25 butir) yang diinkubasikan. Pengamatan Kualitas Air Media Pengamatan kualitas air media dilakukan sejak dari saat adaptasi calon induk, pemijahan induk dan inkubasi telur Copyright©2009. Jurnal Perikanan (Journal of Fisheries Sciences) All Right Reserved 133 Jurnal Perikanan (J. Fish. Sci.) XI (2): 131-137 ISSN: 0853-6384 hingga menetas menjadi larva. Kualitas air media yang direkam terkait dengan suhu, dan pH air serta oksigen terlarut dan daya hantar listrik (conductivity). Hasil dan Pembahasan Fekunditas dan Fertilitas Telur yang dikeluarkan dua induk betina ikan pelangi selama penelitian berjumlah 783 atau kira-kira 342 telur/induk dan fertilitas telur selama pemijahan 93,74% (Tabel 1). Tabel 1. Fekunditas dan fertilitas telur. No. 1. 2. 3. 4. 5. 5 6. 7. Pemijahan 1 (16/07/08) 2 (17/07/08) 3 (19/07/08) 4 (21/07/08) 5 (23/07/08) 5 (28/07/08) 6 (29/07/08) 7 (31/07/08) Jumlah Jumlah telur fertile Jumlah telur infertile Total Pagi Sore Fertile Infertile Fertile Infertile 69 2 2 1 77 15 91 22 154 150 114 77 91 22 643 27 734 (93,74%) 49 (6,26%) 783 (100%) Daya Tetas Telur Hasil pengamatan selama inkubasi telur di basket penetasan menunjukkan bahwa telur yang menetas menjadi larva berkisar 68-100% atau rata-rata 93,33% (Tabel 2). Daya tetas telur yang dihitung dari total jumlah larva (684) dibagi dengan total jumlah telur (783) yang dihasilkan adalah 87,36%. Perkembangan Embrio Proses perkembangan embrio ikan pelangi dapat dibagi menjadi tiga tahap yaitu pembelahan inti sel telur, pembentukan calon embrio dan perkembangan embrio hingga telur menetas (Tabel 3). Kualitas Fisika dan Kimia Air Media Pemeliharaan Kualitas fisika dan kimia air selama pemeliharaan baik di kolam induk, kolam pemijahan dan wadah penetasan disajikan pada Tabel 4. Hasil dan Pembahasan Hasil pengamatan selama pemijahan menunjukkan bahwa ikan pelangi memijah rata-rata pada waktu Tabel 2. Daya tetas telur. No. Basket Jumlah Telur Jumlah Larva Sintasan (%) 1. 1 25 19 76 2. 2 25 25 100 3. 3 25 25 100 4. 4 25 25 100 5. 5 25 19 76 6. 6 25 25 100 7. 7 25 18 72 8. 8 25 25 100 9. 9 25 19 76 10. 10 25 20 80 11. 11 25 25 100 12. 12 25 25 100 13. 13 25 25 100 14. 14 25 25 100 15. 15 25 25 100 16. 16 25 25 100 17. 17 25 18 72 18. 18 25 25 100 19. 19 25 25 100 20. 20 25 17 68 21. 21 25 25 100 22. 22 25 25 100 23. 23 25 24 96 24. 24 25 25 100 25. 25 25 22 88 26. 26 25 25 100 27. 27 25 24 96 28. 28 25 25 100 29. 29 25 25 100 30. 30 9 9 100 Total Rata-rata 734 684 24,57 22,8 93,33 malam, ditandai dengan hampir semua telur yang didapat pada waktu pengamatan pagi hari walaupun ada ikan yang memijah pada waktu siang atau telur didapat pada sore hari (Tabel 1). Seperti ikan air tawar pada umumnya pemijahan berlangsung pada malam hari. Pemijahan berlangsung selama 15 hari dengan mendapatkan telur yang melekat di eceng gondok sebanyak 7 kali. Jumlah telur yang dikeluarkan merupakan kemampuan induk betina menghasilkan telur. Menurut Crowley & Ivanstsoff (1982) Ikan rainbow Australia Melanotaenia nigrans dan Melanotaenia inornata yang dipijahkan di akuarium mengeluarkan telur pada substrat berlangsung pada pagi hari dan biasanya berlanjut hingga sore hari. Copyright©2009. Jurnal Perikanan (Journal of Fisheries Sciences) All Right Reserved Chumaidi et al., 2009 134 Fertilitas telur yang tinggi menunjukkan kualitas zigot yang sangat baik dan akan mempengaruhi daya tetas telurnya. Daya tetas telur ialah kemampuan dalam proses embriogenesis hingga telur menetas. Daya tetas telur yang cukup tinggi tersebut terkait dengan kandungan asam amino dan asam lemak. Menurut Lochmann (2004), asam amino seperti Asam Glutamat, Alanin dan Leusin berperan dalam kematangan gonad ikan. Asam lemak terutama Asam Linoleat dan Linolenat berperan dalam pembentukan vitellogenin dari sel telur (Takeuchi, 1997). Pakan yang diberikan berupa larva Chironomus mengandung Alanin (4,13%), Asam Glutamat (6,99%) dan Leusin (3,12%), Asam Linoleat (1,97%) dan Asam Linolenat (1,10%) (Chumaidi et al., 2007). Menurut Takeuchi (1997) kekurangan kedua asam lemak ini mengakibatkan terganggunya proses embrional telur dan tingginya abnormalitas larva (larva bengkok). Selama pengambilan telur untuk diamati proses embriogenesis tidak pernah menemukan inti telur tahap paling awal atau sebelum pembelahan dan selalu hanya mendapatkan inti telur telah membelah dua sel. Tahapan perkembangan telur baik yang diambil pada pagi maupun sore hari tidak ada perbedaan ditinjau dari waktu tahapan embriogenesis telur. Diperkirakan tahap awal proses fertilisasi telur, inti telur belum membelah hingga pembelahan dua sel berlangsung 33-40 menit (Crowley & Ivantsoff, 1982). Proses perkembangan embrio telur ikan pelangi asal Sungai Gelap tersebut berlangsung relatif lebih lama yaitu mencapai 127 jam 4 menit atau kira-kira lima hari (Tabel 3). Tabel 3. Perkembangan embrio ikan pelangi asal Sungai Gelap Papua. Tahap Perkembangan Karakteristik Perkembangan Durasi Perkembangan (menit) Pembelahan pertama inti telur membentuk 2 sel. Butiran minyak berada pada bidang sisi telur antara kutub anima dan kutub vegetatif 0 Pembelahan kedua inti telur membentuk 4 sel. Butiran minyak bergerak kebawah menuju kutub vegetatif 61 Pembelahan ketiga inti telur membentuk 8 sel.Butiran minyak telah berada pada kutub vegetatif 73 Pembelahan keempat inti telur membentuk 16 sel 77 Copyright©2009. Jurnal Perikanan (Journal of Fisheries Sciences) All Right Reserved 135 Jurnal Perikanan (J. Fish. Sci.) XI (2): 131-137 ISSN: 0853-6384 (Lanjutan Tabel 3) Tahap Perkembangan Karakteristik Perkembangan Durasi Perkembangan (menit) Pembelahan kelima inti telur membentuk 32 sel 142 Pembelahan keenam inti telur membentuk 64 sel 147 Pembelahan ketujuh inti telur membentuk banyak sel 234 Morula, sel-sel inti telur mulai bergerak ke bawah melingkupi kuning telur 658 Blastula, sel-sel inti telur telah melingkupi ½ kuning telur 781 Gastrula sel-sel inti telur telah melingkupi ⅔ kuning telur 1.024 Neurula calon embrio sudah terbentuk, beberapa somit sudah terlihat. 1.177 Copyright©2009. Jurnal Perikanan (Journal of Fisheries Sciences) All Right Reserved Chumaidi et al., 2009 136 (Lanjutan Tabel 3) Tahap Perkembangan Karakteristik Perkembangan Durasi Perkembangan (menit) Embrio awal. Embrio membentuk huruf C dan terbentuk calon mata 1.310 Embrio akhir. Bintik mata sudah terlihat dan somit-somit mulai terlihat jelas 1.466 Telur menetas menjadi larva 8.660 Tabel 4. Kualitas fisika dan kimia air media pemeliharaan. No. 1 2 3 Tempat Kolam Induk Kolam Pemijahan Wadah Penetasan Suhu (ºC) 27,2 – 27,3 26,0 – 26,1 25,8 – 26,0 Embriogenesis Australian Rainbow fish (Melanotaenia splendid) berlangsung 151-152 jam dan Melanotaenia nigrans berlangsung 155-159 jam pada suhu inkubasi 25-27°C (Crowley & Ivantsoff, 1982). Hampir dalam tiga tahapan proses embriogenesis relatif lebih lambat dibanding dengan proses embriogenesis dari telur ikan air tawar lainnya. Lamanya waktu pembelahan inti sel dari dua hingga banyak sel pada ikan pelangi asal Sungai Gelap, Papua berlangsung cukup lama, yaitu 234 menit atau hampir 4 jam. Proses embriogenesis ikan pelangi asal Sungai Sawiat, Papua berlangsung cukup lama pula, yaitu 142 jam 59 menit pada suhu inkubasi 27,6-28,3°C (Nur et al., 2009). Pada pembentukan calon embrio ikan pelangi berlangsung cukup lama, yaitu 1,177 menit atau hampir 20 jam. Pada tingkat neurula calon embrio sudah terbentuk. Perkembangan embrio awal dimulai setelah embrio berbentuk seperti huruf C pH 8,0 – 8,2 7,8 – 8,0 7,9 – 8,3 Parameter DO (mg/l) 7,67 – 7,86 7,67 – 8,75 7,37 – 7,69 Konduktivitas (µS) 176,1 – 184,0 147,1 – 155,8 258,1 – 264,8 dan terbentuk calon mata dan berlangsung selama 1,310 menit dari saat pembuahan telur. Selama proses pembelahan inti sel hingga telur akan menetas terlihat butiran minyak yang letaknya berseberangan dari inti sel telur awal membelah. Butiran minyak ini terlihat pula pada telur spesies ikan pelangi lainnya (Ferreira, 2007). Pengamatan kualitas air media baik di kolam induk, kolam pemijahan dan basket penetasan menunjukkan masih dalam kriteria yang layak untuk masing-masing kegiatan (Tabel 4). Menurut Huet (1971), suhu optimal untuk kehidupan ikan berkisar 22-28oC. Habitat ikan pelangi di Australia pada kisaran pH 3,9-6,8 dan daya hantar listrik 50-350 µS (Tappin, 2005). Menurut Kadarusman et al. (2007), suhu di habitat ikan pelangi di danau dan sungai Papua berkisar 25-26°C dan daya hantar listrik 300 µS, sedangkan pH air sangat netral untuk kehidupan ikan berkisar 6,5-9,0 (Boyd, 1982). Copyright©2009. Jurnal Perikanan (Journal of Fisheries Sciences) All Right Reserved 137 Jurnal Perikanan (J. Fish. Sci.) XI (2): 131-137 ISSN: 0853-6384 Kesimpulan Fekunditas ikan pelangi asal Sungai Gelap, Papua sebanyak 392 per ekor, fertilitas 93,74%, daya tetas telur 87,30%, dan telur menetas setelah 127 jam 4 menit atau 5 hari pasca pembuahan. Saran Butiran minyak yang ada di dalam dinding telur perlu diteliti lebih lanjut untuk mengetahui pengaruhnya terhadap proses embriogenesis pada telur ikan pelangi. Daftar Pustaka Arockiaraj, A.J., M.A. Hanifa, S. Seetharaman & S.K. Singh. 2003. Early development of a threaetened freshwater catfish Mystus montanus (Jerdon). Acta Zoologica Taiwanica 14(1):23-32. Axelrod, H.R., G.S. Axelrod, W. B. Burgess, N. Pronek, B.M. Scott & J.G. Wall. 2004. Atlas of Freshwater Aquarium Fishes 10th ed. TFH Publication, FFH Plaza. Neptune City, NJ 07753. 1158 p. Boyd, E.C. 1982. Water Quality Management for Rational Effluent and Stream. Standart of Trapical Countries, AIT, Bangkok. 59 p. Chumaidi, Y. Suryanti & A. Priyadi. 2007. Pematangan awal gonad ikan botia (Chromobotia macracanta BLKR) menggunakan pakan buatan dan pakan hidup (Larva Chironomus sp) Dalam: Perkembangan Teknologi Budidaya Perikanan. Achmad, Haryanti, N. A. Giri, G. Sumiarsa, Rachmansyah dan I. Insan (Eds.), Balai Besar Riset Budidaya Perikanan Laut. Pusat Riset Perikanan Budidaya. 116-121. Crowley, L.E.L.M. & W. Ivanstoff. 1982. Reproduction and early stage of development in two species of Australian Rainbowfish, Melanotaenia nigrans (Richadson) and Melanotaenia splendid inornata (Castelnau) Aust. Zool. 21(1):85-95. Ferreirera, A.V. 2007. Ontogenia inicial e consume de vitelo em embrioes de melatnotaenia maca (Glossolepis imcisus, WEBER, 1907). Universidade estadual do norte fluminencse darcy ribero-UENF campos dos gytacazes-RJFevereiro (Abstract). Huet, M. 1971. Texbook of Fish Cuilture and Cultivation of Fish Fishing. New Book Ltd. England,436 p. Kadarusman, L. Pouyaud, J. Slembrouck & Sudarto. 2007. Studi Pendahuluan Diversitas Jenis, Habitat, Domestikasi dan Konservasi Ex-Situ Ikan Rainbow; Melanotaenia di Kawasan Vogelkop Papua. APSOR-IRD-LRBIHAT. Tidak dipublikasikan. 12 p. Lochmann,R. 2004. Spawning and grow-out of Colossoma macropomum and/or Piaratus brachypomus. PD/A CRSP Nineteenth Annual Tecchnical Report.http://pdacrsp.oregonstate. edu/pubs/technical/19tchhtml/9NS3A.html. Diakses 3 Februari 2006. Nur, B., Chumaidi, Sudarto, L. Pouyoud & J. Slembrouck. 2009. Pemijahan dan perkembangan embrio ikan pelangi (Melanotania spp.) asal Sungai Sawiat, Papua. Jurnal Riset Akuakultur 4(2): 147-156. Palikova, M. & R. Krejci. 2006. Arttificial stripping and development of the common gudgeon (Gobio gobio L.) and its use in embryo-larval testy- a pilot study. Czech J. Anim. Sci. 51(4): 174-180. Sudarto, Kadarusman & L. Pouyaud. 2007. Project FISH-DIVA, Freshwater Fish Diversity in South East Asia. Biannual Report 2006-2007. LORIBIHAT-APSOR-IRD. FISH-DIVA Program. p: 69-94. Sudarto & B. Nur. 2008. Biodiversitas Ikan Pelangi (Rainbow Fish) Asal Indonesia Bagian Timur dalam Suriyadi H.,A. Hanafi, A.H.Kristanto, Chumaidi, A. Mustafa, Imron & I. Insan. Tehnologi Perikanan Budidaya. Pusat Riset Perikanan Budidaya.Hal. 455-462. Takeuchi, T. 1997. Essensiel fatty acid requirements in carp. Arch Anim. Nutr. (49):23-32. Tappin, A.R. 2005. Natural Habitat. RainbowFish Habitat. http://member.optusnet.com.au/aquatichabitats/ habitat.html. Diakses 04 Juni 2008. 8p Woynarovich, E. & L. Hovarth. 1980. The Artificial Propagation of Warm Water Finfish. A Manual for Extention, FAO Fisheries Technical Paper. Rome. 201. Copyright©2009. Jurnal Perikanan (Journal of Fisheries Sciences) All Right Reserved