Uploaded by wulanfebriyani88

artikel

advertisement
Pada era orde baru Indonesia berhasil mencapai swasembada beras melalui program Revolusi Hijau.
Program ini bertujuan untuk mengenal dan memperluas penggunaan teknologi baru dan teknik
bertani dari tradisional menjadi bertani modern, ditemukannya bibit-bibit unggul, obat pemberantas
hama dan penyakit, pemakaian pupuk kimia, penyediaan air melalui irigasi, untuk meningkatkan
produktifitas beras secara besar-besaran.
Dalam jangka pendek upaya tersebut cukup berhasil, namun dalam jangka panjang banyak
menimbulkan masalah baru, terutama bertambahnya populasi hama yang menyebabkan semakin
seringnya gagal panen (Jhamtani, 2008).
Dilihat dari dampak yang ditimbulkan, menurut Mahra, dkk (2016:149) Bahwa kerusakan ekosistem
tanah akibat asupan bahan kimia yang berlebihan mulai dikeluhkan oleh sebagian petani, struktur
tanah pada musim kemarau akhir-akhir ini menjadi lebih keras dan lebih cepat kering karena
kelembaban tanah mudah terangkat.
Seiring berjalannya waktu kesadaran tentang bahaya yang ditimbulkan oleh pemakaian bahan kimia
sintetik dalam pertanian menjadikan pertanian organik menarik perhatian produsen maupun
konsumen. Kebanyakan konsumen akan memilih bahan pangan yang aman bagi kesehatan sehingga
mendorong meningkatnya permintaan produk organik.
Pertanian organik merupakan jawaban atas revolusi hijau yang digalakkan pada tahun 1960-an yang
menyebabkan berkurangnya kesuburan tanah dan kerusakan lingkungan akibat pemakaian pupuk
dan pestisida kimia yang tidak terkendali (Henny, 2012).
Menurut penelitian Andreas, 2008, yang dilakukan di Kecamatan Sawangan, Kabupaten Magelang
tentang pengembangan organik masih sulit dilakukan baik dari segi luasan maupun jumlah pelaku.
Keberhasilan pengembangan pertanian organik di Kabupaten Magelang belum menjadi prioritas
pengembangan dari Dinas Pertanian. Para pelaku organik belum mendapat pembinaan yang
semestinya. Maka dengan adanya perencanaan yang matang berpengaruh besar terhadap
keberhasilan suatu program.
Tubuh membutuhkan antioksidan untuk menanggulangi radikal bebas akibat pestisida kimia. Salah
satu antioksidan yang sering diukur untuk melihat dampak peningkatan radikal bebas adalah
glutation(GSH). Dalam penelitian Ain Yuanita, dkk, 2018 yang bertujuan untuk mengetahui
perbedaan efek paparan pestisida kimia dan organik terhadap kadar GSH plasma pada petani padi
menyatakan bahwa
Terdapat perbedaan yang signifikan antara kadar GSH plasma pada kelompok petani anorganik dan
kelompok petani organik. Kadar GSH plasma petani anorganik berada dibawah rentang batas normal
(29,10 ± 5,78 mg/dL) jadi lebih rendah dibandingkan dengan kadar GSH plasma petani organik masih
dalam rentang batas normal (38,03 ± 4,77 mg/dL). Maka, pestisida organik yang lebih aman baik
untuk lingkungan maupun kesehatan tubuh.
Hasil penelitian lain mengenai sistem pertanian organik lebih baik dibandingkan dengan sistem
pertanian konvensional yang menggunakan bahan-bahan kimia sintetik adalah menurut penelitian
Setia, 2013 bertujuan untuk mengetahui kemelimpahan laba-laba famili Lycosidae dan mengetahui
adanya pengaruh perbedaan pengelolaan sawah terhadap kemelimpahan laba-laba famili Lycosidae.
Menurut Barrion, 1980 (Tulung, 1999:22) laba-laba serigala dapat memangsa beberapa spesies
hama penting pada tanaman padi seperti wereng coklat, wereng hijau, hama putih, lalat padi, kepik,
jangkerik dll. Dengan demikian Lycosidae memiliki peranan yang baik dalam menjaga keseimbangan
ekosistem sawah (Tulung, 1999:104).
Kemelimpahan laba-laba famili Lycosidae bulan pertama pada sawah konvensional lebih tinggi
daripada sawah organik. Pada sawah konvensional kemelimpahan Lycosidae menurun drastis dari
bulan pertama hingga bulan ke tiga, sedangkan pada sawah organik dinamika populasi Lycosidae
relatif stabil.
Pestisida kimia yang digunakan oleh petani anorganik di Desa Dawuhan Kecamatan Tenggarang
Kabupaten Bondowoso adalah insektisida golongan piretroid dan organofosfat, fungisida dan
herbisida yang penggunaannya tidak sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan. Pestisida organik
yang digunakan oleh petani organik di Desa Lombok Kulon Kecamatan Wonosari Kabupaten
Bondowoso adalah yang terbuat dari fermentasi bahan-bahan organik seperti dedaunan dan sisasisa hewan yang dibuat sendiri oleh para petani dengan penggunaan sesuai aturan.
Revolusi hijau dipercikkan oleh pencipta varietas unggul tanaman pangan pokok pada tahun 1960 -an.
yang satu ialah varietas unggul padi IR-8 hasil persilangan satu varietas pada Taiwan dan Indonesia
yang dibuat oleh Dr. Te Tzu Chang dkk, di IRRI, Filiphina (kinley, 1990). ya ng lain adalah varietas
unggul gandum yang dibat Dr. norman Borlaug dkkk di CIMMYT, Mexico (Brown 1993). dengan
revolusi hijau padi Indonesia berhasil membebaskan diri dari devisit pangan kronis.
Tekanan revolusi hijau ialah menaikkan produksi pangan . se ring dikatakan bahawa strategi revolusi
hijau adalah satu-satunya yang ada untuk meningkatkan bekalan pangan (Shiva 1993). maka varietas
unggul diciptakan yang berdaya tanggap besar terhaddap masukan. revolusi hijau padi dapat
meningkatkan produksi gabah secara dramatis di daerah-daerah yang air dapat dikendalikan atau di
irigasi. laju adopsi varietas unggul tinggi, pupuk yang bertindak cepat digunakan secara berbanyak banyak. hama dan penyakit utama di kendalikan secara kimiawi dan ketahanan varietad dan i nsentif
yang menarik berupa subsidi atau dukungan harga. dengan menanam varietas unggul berurumur pokok
dapat dilakukan monokultur (Chang 1991). menurut Shiva (1993) revolusi hijau tidak didasarkan atas
kemandirian akan tetapi ketergantungan tidak berdasar kan keanekaragaman akan tetapi keseragaman.
pertanian dikembangkan dari sudut pandang peningkatan dukungan sektor publik, yaitu kredit, subsidi,
dukungan harga, dan penyediaann prasarana dari peningkatan masukan belian (purchased inputs).
.Indonesia berhasil dengan revolusi hijau padi karena beruntungng memiliki iklim dan tanah yang
sesuai. mampu menyediakan dana cukup karena bertepatan dengan memuncaknya harga komoditas
andalan ekspor minyak bumi di pasaran dunia. dalam memasuki dua warsa revolusi hijau me ngadapi
tantangan mempertanggug jawabkan jati dirinya. muncul dua aliran pendapat yang saling bertentangan
yang sampai pada waktu ini belum mau menyurut, kebenaran revolusi hijau sebagai strategi yang tepat
bagi pengaman pangan ( food scurity).
Kontribusi sosial revolusi hijau dan orde baru
Perhatian dalam penerapan Revolusi Hijau di Indonesia adalah berbagai implikasi yang hadir
kemudian akibat digunakannya teknologi pertanian modern terutama pupuk kimia (pabrik) dan
pestisida.
Goeswono Soepardi (2000) mengatakan bahwa penggunaan pupuk pabrik untuk merangsang
lahan dalam menghasilkan zat hara secara terus-menerus mengakibatkan terjadinya “kejenuhan
lahan”. Hal tersebut kemudian berdampakpada tak optimalnya kemampuanlahan dalam
menghasilkan tanaman pangan. Begitu pula, penggunaan pestisida dalam pemberantasan hama
faktual justru mengakibatkan munculnya berbagai hama yang kian tangguh akibat mutasi yang
terjadi dengan senyawa kimia.
Secara eksplisit bahwa perspektif konstruksi sosial dalam menelaah aplikasi berikut implikasidari
konsep Revolusi Hijau di Indonesia menunjukkan berbagai kepentingan ekonomi dan politik yang
termuat di dalamnya.
Beberapa di antaranya seperti masuknya modal asing ke tanah air, serta upaya pemerintah dalam
menciptakan stabilitas sosial-politik nasional. Dalam perspektif hubungan internasional, Revolusi
Hijau dapat ditempatkan sebagai upaya asing guna mempengaruhi perekonomian Indonesia
berikut menjadikan tanah air sebagai “lumbung pangan” negara-negara maju. Pada ranah yang
berlainan, defertilisasi lahan sebagai dampak negatif diterapkannya Revolusi Hijau menunjukkan
upaya pemerintah dalam membangun konstruksi sosial bahwa alam merupakan obyek yang bebas
dieksploitasi berikut dimanipulasi demi kebaikan manusia.
Download