PENGARUH KOMBINASI ZAT PENGATUR TUMBUH Benzyl Amino Purin (BAP) DAN Naphthalene Acetic Acid (NAA) TERHADAP PERTUMBUHAN PULE PANDAK (Rauvolfia serpentina (L.) Benth. ex Kurz.) SECARA IN VITRO EFFECT OF GROWING COMBINATION OF GROWING SUBSTANCES Benzyl Amino Purin (BAP) AND Naphthalene Acetic Acid (NAA) ON PULE PANDAK GROWTH (Rauvolfia serpentina (L.) Benth. Ex Kurz.) IN VITRO Elfa M. Ihsan Al Aufa1, Liberty Chaidir2, Dikayani2 1 Mahasiswa Jurusan Agroteknologi, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati Bandung. 2 Dosen Jurusan Agroteknologi, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati Bandung. Korespondensi : [email protected] Diterima 28 Desember 2018 / Disetujui 14 Januari 2019 ABSTRAK Pule Pandak (Rauvolfia serpentine (L.) Benth. ex Kurz) merupakan tanaman obat yang mengandung senyawa alkaloid diantaranya reserpin, rescinamine, dan ajmalin yang berkhasiat obat. Tanaman Pule Pandak termasuk kategori tanaman langka karena dieksploitasi secara berlebihan untuk memenuhi permintaan sebagai tanaman obat. Pada umumnya Pule Pandak diperbanyak secara konvensional namun tingkat keberhasilannya masih rendah. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh Benzyl Amino Purine (BAP) dan Naphthalene Acetic Acid (NAA) terhadap perbanyakan tanaman Pule Pandak secara in vitro. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati dari bulan April sampai dengan bulan November 2018. Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif, rancangan perlakuan yang digunakan terdiri dari 2 faktor yaitu NAA (0,5 mg L -1, 0,75 mg L-1, 1 mg L-1) dan BAP (1 mg L-1, 2 mg L-1, 3 mg L-1) yang diulang sebanyak tiga kali. Hasil penelitian menunjukkan pemberian (NAA 0,75 mg L-1 + BAP 2 mg L-1) memberikan pengaruh paling baik pada pembentukkan kalus yaitu pada 14 HSK dengan jumlah kalus yang terbentuk dua eksplan. kalus yang dihasilkan berwarna kuning dengan tekstur remah. kata kunci : Benzyl Amino Purine, Pule Pandak, in vitro, kalus, Naphthalene Acetic Acid ABSTRACT Pule Pandak (Rauvolfia serpentine (L.) Benth. Ex Kurz) is a medicinal plant that contains alkaloid compounds such as reserpine, rescinamine and ajmalin which have medicinal properties. Pule Pandak plants are categorized as rare plants because they are overexploited to meet the demand for medicinal plants. In general Pule Pandak is propagated conventionally 1 but the success rate is still low. This study aims to determine the effect of Benzyl Amino Purine (BAP) and Naphthalene Acetic Acid (NAA) on the multiplication of Pule Pandak plants in vitro. This research was carried out at Sunan Gunung Djati State Islamic University Network Culture Laboratory from April to July 2018. The research method used was descriptive, the treatment design used consisted of 2 factors, namely NAA (0.5 mg L- 1, 0.75 mg L-1, 1 mg L-1) and BAP (1 mg L-1, 2 mg L-1, 3 mg L-1) repeated three times. The results showed that administration (NA 0.75 mg L-1 + BAP 2 mg L-1) gave the best effect on callus formation at 14 HSK with the number of calluses formed by two explants. The resulting callus is yellow with a crumb texture. The fastest shoot formation in the treatment (0.75 mg L-1 + BAP 1 mg L-1 NAA) is 6 HSK with one bud. keyword: Benzyl Amino Purine, Pule Pandak, in vitro, callus, Naphthalene Acetic Acid PENDAHULUAN karena mudah terdegradasi di tanah serta relatif kurang beracun terhadap parasitoid. Reserpine dari Pule Pandak dapat menghambat proses makan hama tanaman. Kebutuhuan tanaman Pule Pandak yang tinggi ini, belum berbanding lurus dengan upaya perbanyakannya. Sulandjari (2008) mengungkapkan data Menurut the Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora (CITES) Pule Pandak termasuk Appendix II atau kategori genting dan terancam punah. Perbanyakan Tanaman Pule Pandak yang dilakukan secara konvesional melalui perbanyakan generatif dinilai tidak optimal. Pertumbuhan biji dan stek batang pada perbanyakan Pule Pandak secara konvensional menunjukkan pertumbuhan kurang dari 15%. Persentase tumbuh yang rendah ini disebabkan oleh biji bertempurung yang keras, sehingga daya kecambah yang dimiliki sangat rendah (Yunita dan Lestari, 2011). Oleh karena itu, diperlukan upaya perbanyakan yang efektif dalam perbanyakan Tanaman Pule Pandak. Salah satu teknik perbanyakan yang efektif digunakan adalah teknik kultur jaringan. Teknik kultur jaringan merupakan salah satu solusi dalam perbanyakan tanaman Pule Pandak, sebab perbanyakan tanaman Tanaman Pule Pandak (Rauvolfia serpentina (L.) Benth. ex. Kurz) adalah tanaman perdu dan salah satu anggota famili Apocynaceae varietas sumaterana yang merupakan tanaman obat potensial (Lampiran 1). Pule Pandak mengandung beberapa senyawa alkaloid diantaranya reserpin, rescinamine dan ajmalin yang digunakan sebagai obat penurun tekanan darah tinggi, tranquilizer (penenang) dan gangguan pada sistem sirkulator (Yunita dan Lestari, 2011). Pemanfaatan Pule Pandak dilakukan dengan mengekstrak bagian akarnya sebagai bahan baku simplisia Pule Pandak. Data menunjukkan bahwa penggunaan simplisia Pule Pandak dalam negeri memiliki kecenderungan pertambahan sebesar 25,89% pertahun (Yahya et al., 2002 ; Sulandjari, 2008). Kebutuhan akar untuk membuat ekstrak Pule Pandak diperkirakan hampir 650 ton per tahun (Ramawat et al., 1999 ; Aryati et al., 2005). Selain dimanfaatkan sebagai tanaman obat, kandungan reserpine dari tanaman Pule Pandak dapat dimanfaatkan untuk pembuatan insektisida alami. Subandi et al., (2018) mengungkapkan Insektisida alami dianggap lebih aman untuk lingkungan 2 dapat dilakukan dalam waktu yang relatif singkat dengan jumlah yang banyak. Keberhasilan kultur jaringan dipengaruhi oleh berbagai faktor, diantaranya adalah zat pengatur tumbuh (ZPT). Menurut Lestari (2011) zat pengatur tumbuh memiliki peranan penting dalam mengatur kecepatan pertumbuhan dari masing-masing jaringan untuk berkembang menjadi organ tanaman. Penggunaan zat pengatur tumbuh dalam kadar tertentu akan dapat mendorong, menghambat, atau secara kualitatif dapat mengubah pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Pada umumnya, ZPT yang digunakan dalam kultur jaringan terdiri dari golongan auksin dan sitokinin. Auksin dalam pertumbuhan tanaman berperan dalam inisiasi akar, pertumbuhan batang, diferensiasi jaringan vaskuler dan menghambat proses senesen pada daun (Srivastava, 2002 ; Tyas et al,. 2016), sedangkan Sitokinin berperan antara lain dalam pembentukan tunas adventif, multiplikasi tunas aksiler dan penghilang pengaruh dominasi apikal (Davies, 2004 ; Tyas et al,. 2016). Zat pengatur tumbuh yang sering digunakan dalam kultur jaringan adalah NAA (Napthalene Acetic Acid) dan BAP (Benzyl Amino Purine). Zat tengatur tumbuh NAA berupa auksin yang berfungsi dalam pemanjangan kuncup dan BAP berupa sitokinin yang berfungsi untuk merangsang pembesaran sel, sintesis DNA (Deoxyribo Nucleic Acid) kromosom, pembentukan tunas, pembentukan batang, serta untuk merangsang pertumbuhan akar. Berdasarkan uraian tersebut, maka penelitian ini diarahkan untuk mengkaji pengaruh pemberian zat pengatur tumbuh NAA dan BAP untuk pertumbuhan eksplan Pule Pandak yang ditanam dalam media MS (Murashige and Skoog) secara in vitro. BAHAN DAN METODE Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati Bandung pada bulan April hingga November 2018. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu Eksplan berupa nodus dari planlet Pule Pandak yang berasal dari Esha Flora Bogor, Jawa Barat. Bahan untuk pembuatan media meliputi agar, aquades steril, Buffer solution, gula, media MS instan, dan ZPT NAA serta BAP. Alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu Alat pembuatan media meliputi timbangan analitik, pH meter, spatula, magnetic stirrer, batang pengaduk, gelas ukur, hot plate, gelas kimia 100 L-1, gelas kimia 100 L-1, botol kultur, karet, label, botol saus, dan autoklaf. Alat penanaman dan inkubasi meliputi pinset berbagai ukuran, pisau scalpel, plastik wrap, alumunium foil, karet, rak kultur, Laminar Air Flow Cabinet (LAFC), cawan petri, hand sprayer, Air Conditioner (AC). Penelitian ini dilakukan dengan metode deskriptif, yang dilakukan melalui pendeskripsian respon pertumbuhan eksplan tanaman Pule Pandak terhadap berbagai konsentrasi NAA dan BAP yang diberikan. Rancangan perlakuan yang digunakan terdiri dari 2 faktor yaitu NAA dan BAP yang masing-masing memiliki 3 taraf berbeda dan dikombinasikan menjadi 9 perlakuan dengan 3 kali ulangan sehingga dihasilkan 27 unit percobaan. Taraf konsentrasi perlakuan NAA dan BAP yaitu sebagai berikut: 1. Faktor NAA dengan 3 taraf konsentrasi: 3 n1 = 0,50 mg L-1 n2 = 0,75 mg L-1 n3 = 1,00 mg L-1 2. Faktor BAP dengan 3 taraf konsentrasi b1 = 1 mg L-1 b2 = 2 mg L-1 b3 = 3 mg L-1 Pelaksanaan penelitian yang dilakukan terbagi menjadi beberapa tahapan yaitu sebagai berikut: 1. Sterilisasi Ruang dan Alat Kegiatan kultur jaringan harus dilakukan dalam kondisi aseptis atau steril, sehingga ruangan yang digunakan harus steril. Ruangan kerja harus senantiasa bersih, dinding dan lantai dibersihkan dengan zat anti kuman atau desinfektan. Selain ruangan yang digunakan, alat-alat yang digunakan untuk penanaman pun harus dalam kondisi steril. Sterilisasi yang dilakukan bertujuan untuk membunuh dan menghilangkan mikroorganisme yang dapat menyebabkan kontaminasi. Sebab, mikroorganisme yang dapat menyebabkan kontaminasi dapat berada pada alat-alat ataupun di udara. Sterilisasi alat dilakukan dengan sterilisasi kering ataupun sterilisasi basah. Sterilisasi basah dilakukan dengan menggunakan autoklaf, sedangkan sterilisasi kering dilakukan dengan menggunakan oven. Alat-alat gelas dan cawan petri disterilkan dengan menggunakan autoklaf pada suhu 121°C dengan tekanan 17,5 psi dalam waktu 30 menit. Sterilisasi basah dilakukan untuk alat-alat yang akan langsung digunakan. Sedangkan sterilisasi kering dilakukan dengan menggunakan oven, botol kultur dan alat-alat tanam disterilkan dengan cara pencucian dengan detergen dan air bersih, dikeringkan lalu disimpan dalam oven selama 24 jam. Alat lain yang penting untuk disterilisasi pada proses penanaman eksplan adalah Laminar Air Flow Cabinet (LAFC). Laminar Air Flow Cabinet disterilkan dengan cara lampu Ultra Violet (UV) dihidupkan pada laminar sebelum digunakan kurang lebih selama 30-60 menit. Setelah itu, lampu UV dimatikan kemudian tutup laminar dibuka dan blower dihidupkan serta lampu dalam laminar. Setelah itu lakukan pembersihan ruangan dalam laminar dengan cara menyemprotkan alkohol 90% lalu lap dengan kapas bersih. Setelah itu, laminar telah siap untuk digunakan. 2. Pembuatan Media Media yang digunakan untuk induksi tunas dalam penelitian ini adalah Media Musrashige and skoog (MS) instan. Media yang dibuat pada setiap perlakuan adalah 100 mL. Konsentrasi media MS yang digunakan yaitu 0,443 g dengan penambahan gula 3 g , agar 0,7 g dan aquades. Zat pengatur tumbuh yang digunakan adalah BAP dan NAA dengan konsentrasi sesuai perlakuan dan diaduk hingga homogen menggunakan magnetic stirrer, sedangkan untuk media awal tanpa ditambahkan ZPT. Pembuatan media dilakukan dengan pencampuran MS instan, gula, dan aquades yang dihomogenkan dengan menggunakan hot plate dan magnetic stirrer. Setelah larutan homogen, pH larutan diatur hingga 5,8. kemudian ditambahkan agar 0,7 g yang berfungsi sebagai pemadat dan ditambahkan aquades hingga volume 100 mL. Larutan yang telah bercampur kemudian dihomogenkan kembali dengan menggunakan hot plate dan magnetic stirrer hingga mendidih. Setelah itu, media dimasukkan ke dalam botol kultur dan ditutup rapat dengan alumunium foil serta diikat dengan karet gelang. Selain itu, botol 4 kultur diberi kode media sesuai dengan perlakuan dan tanggal pembuatan. Selanjutnya, media di autoklaf selama 30 menit dengan tekanan 17,5 psi. kemudian, media yang telah siap disimpan di rak kultur dan disimpan minimal 3 hari untuk melihat kontaminasi atau tidak pada media. 3. Subkultur Eksplan Subkultur eksplan merupakan tahapan dalam menetralisir pengaruh penggunaan ZPT sebelumnya pada planlet yang digunakan sebagai eksplan. Oleh karena itu, subkultur eksplan ini dilakukan diawal sebelum dilakukan penanaman pada media perlakuan. Planlet Pule Pandak disubkultur atau dipindahkan ke media MS tanpa penambahan ZPT untuk menetralkan pengaruh ZPT pada media sebelumnya. Hasil dari subkultur awal ini kemudian diamati dan dipelihara selama 2 minggu. Waktu 2 minggu ini diharapkan dapat menghilangkan pengaruh penggunaan ZPT pada media sebelumnya. Sehingga media perlakuan yang digunakan dapat lebih optimal dalam perkembangan dan pertumbuhan tanaman Pule Pandak secara in vitro. 4. Penanaman Eksplan Penanaman eksplan dilakukan di dalam LAFC yang telah disterilkan dengan penyemprotan alkohol 90% dan disinari dengan sinar Ultra Violet (UV) selama 30-60 menit. Setelah itu, lampu dan blower dihidupkan, alat yang diperlukan seperti pinset, pembakar bunsen, cawan petri, scalpel dimasukkan ke dalam LAFC. Tunas dipisahkan dan dipotong-potong menjadi beberapa tunas atau potongan tunas. Kemudian tunas-tunas tersebut ditanam pada media perlakuan.. Pada saat penanaman, kondisi mulut botol harus selalu dekat dengan Bunsen untuk memperkecil resiko kontaminasi yang terjadi. Saat eksplan telah ditanam pada media perlakuan, botol ditutup dengan alumunium foil dan dikencangkan menggunakan karet gelang. Ketika seluruh eksplan telah ditanam, pada setiap botol diberi label berupa tanggal penanaman dan perlakuan. 5. Pemeliharaan Tanaman Pemeliharaan dilakukan dengan membersihkan lingkungan sekitar kultur dengan penyemprotan alkohol 70% secara rutin. Pemeliharaan ini penting untuk menjaga kultur tidak terkontaminasi. Selain itu, suhu didalam ruangan juga harus diperhatikan. Kisaran suhu yang optimal adalah 230C. Pemeliharaan lainnya dilakukan untk menjaga kebersihan lingkungan ruang kultur dari debu dan kotoran yang dapat menjadi sumber kontaminasi. HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Lingkungan Ruang Inkubasi Berdasarkan hasil pengamatan, pada penelitian yang dilakukan di laboratorium kultur jaringan Agroteknologi Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati Bandung didapatkan suhu harian dalam kisaran 2223°C. suhu yang didapatkan meski relatif lebih rendah dari suhu optimum 25°C, namun masih dalam rentang suhu optimum. Kisaran suhu ini masih sesuai untuk pertumbuhan eksplan Pule Pandak. Menurut basri (2016), suhu ruang kultur yang berada di bawah suhu optimum akan membuat pertumbuhan dan perkembangan eksplan semakin lambat, begitu juga ketika suhu ruang kultur di atau suhu optimum, hal tersebut akan membuat pertumbuhan eksplan menjadi lambat karena laju respirasi yang tinggi. 5 Pengamatan yang dilakukan terhadap kelembaban relatif di Lingkungan ruang inkubasi, didapatkan nilai kelembaban 8990%. Kelembaban relatif di dalam botol kultur umumnya adalah antara 80-90%. Sedangkan kelembaban relatif di ruang kultur umumnya adalah 70%. Kelembaban relatif di ruang kultur akan mempengaruhi kelembaban relatif di dalam botol kultur. Semakin lembab ruang kultur akan membuat semakin lembab kondisi di dalam botol kultur. Kelembaban udara di dalam botol kultur yang terlalu tinggi dapat menyebabkan tanaman tumbuh abnormal yaitu daun lemah, mudah patah, tanaman kecil-kecil namun terlampau sukulen. Kondisi tanaman demikian disebut vitrifikasi atau hiperhidrocity. Pengukuran intensitas cahayadalam penelitian ini dengan menggunakan luxmeter didapatkan hasil berupa bagian yang paling jauh dari sumber cahaya memiliki intensitas 183 lux, sedangkan yang terdekat dengan sumber cahaya memiliki intensitas 723 lux. Perbedaan intensitas ini disebabkan perbedaan letak botol kultur dengan sumber cahaya. Eksplan yang memiliki intensitas cahaya rendah cenderung mengalami stagnasi ataupun tidak tumbuh dengan optimal. sedangkan pada eksplan yang mendapatkan intensitas cahaya cukup terjadi respon pertumbuhan berupa kalus dan tunas. Hal ini menandakan pengaruh intensitas cahaya terhadap pertumbuhan atau morfogenesis eksplan. planlet Pule Pandak. Hal ini bertujuan untuk mengurangi pengaruh ZPT sebelumnya pada planlet Pule Pandak. Subkultur awal ke media tanpa ZPT ini diharapkan mampu menghilangkan pengaruh ZPT pada media perlakuan sebelumnya, sehingga perlakuan yang diberikan dapat bekerja lebih optimal. Pertumbuhan Kalus Pada Eksplan Kalus yang terbentuk pada teknik kultur jaringan adalah indikator dari eksplan yang tumbuh dan berkembang. Menurut Rahayu dan Mardini (2015) bahwa Kalus merupakan salah satu indikator adanya pertumbuhan eksplan dalam kultur in vitro. Respon yang terjadi pada eksplan terhadap ZPT yang diberikan berupa pembentangan ataupun pembengkakan pada eksplan yang kemudian diikuti dengan terbentuknya kalus pada bekas irisan. Pada penelitian ini, respon pembentukan kalus pada eksplan diawali dengan pembengkakan dan kumpulan sel yang belum memiliki bentuk atau belum terdiferensiasi. Hal ini sesuai dengan pernyataan Ajijah et al., (2010) yang mengatakan bahwa pembengkakan pada eksplan adalah tahap awal pembentukan kalus yang mengindikasikan adanya aktifitas sel pada eksplan. Respon pembengkakan terjadi diduga karena adanya interaksi antara eksplan terhadap lingkungan tumbuh dan zat pengatur tumbuh melalui penyerapan nutrisi yang dilakukan oleh eksplan. Kalus pada penelitian ini terbentuk ratarata pada 14 Hari setelah Kultur (HSK), yaitu pada perlakuan (n3b3(3)), (n2b2(2)), dan (n2b2(3)). Kalus yang terbentuk dapat dilihat pada Gambar 1. Subkultur Eksplan Pada penelitian ini, subkultur dilakukan di awal penelitian sebelum penanaman pada media perlakuan. Planlet Pule Pandak dipisah-pisahkan kemudian di subkultur ke media MS tanpa ZPT selama dua minggu. Setiap media MS tanpa ZPT disubkultur satu 6 a b putih, putih kekuningan, dan kuning. Variasi warna kalus dalam terlihat dalam Gambar 3. Sorentina et al.,(2013) mengungkapkan bahwa Warna kalus putih kekuningan merupakan warna kalus yang baik karena menandakan sel kalus masih aktif membelah. Selain warna kuning atau putih kekuningan, terdapat pula eksplan kalus yang berwarna putih. Secara umum, kalus berwarna putih biasanya adalah kalus muda. Namun, hingga 7 MSK perlakuan n3b3 memiliki kalus berwarna putih, hal ini dapat menandakan pertumbuhan yang lambat ataupun kalus yang tidak berkembang. Kalus yang terbentuk pada penelitian ini memiliki tekstur yang kompak dan remah. Menurut Shofyani dan Purnawanto (2017) Pembentukan kalus yang remah terbentuk karena pertumbuhan yang mengarah pada pembentukan sel-sel yang berukuran kecil dan memiliki ikatan yang longgar. Sedangkan tekstur kalus yang kompak menurut Mahadi et al., (2016) disebabkan karena kalus mengalami pembentukan lignifikasi yang membuat kalus tersebut mempunyai tekstur yang keras, dan ini merupakan efek dari sitokinin yang berperan dalam transport zat hara. Pada penelitian ini, kalus yang terbentuk dengan struktur dan tekstur yang remah mengalami regenerasi serta diferensiasi sel menjadi tunas. Hal ini sesuai dengan pernyataan Suhesti et al., (2015) yang mengungkapkan bahwa kalus dengan struktur dan tekstur yang remah dan berwarna putih kekuningan cenderung bersifat embriogenik sehingga lebih mudah diregenerasikan dibanding dengan tekstur dan struktur kalus yang kompak dan basah. Pada penelitian ini, terdapat empat eksplan yang mengalami pembentukan kalus, seperti pada Gambar 3. c Gambar 1. Respon pembentukan kalus. a) perlakuan n2b2(2) b) perlakuan n2b2(3) c) perlakuan n3b3(3) Kalus mengalami perkembangan yang cukup baik dengan penambahan ukuran kalus secara visual. Hal ini menandakan adanya perkembangan kalus dan menunjukkan pertumbuhan kalus masih berada pada fase eksponensial ketika laju pembelahan sel mengalami peningkatan. Hal ini dapat dilihat dari perkembangan kalus dengan perlakuan n2b2 pada Gambar 2. a b c d e f g h Gambar 2. Perkembangan kalus pada perlakuan NAA 0,75 mg/L-1 dan BAP 2 mg/L-1(a, b, c, d) Kondisi Eksplan pada 1, 2, 3, 4 MSK (e, f, g, h) Kondisi Eksplan pada 5, 6, 7, 8 MSK Warna dan Tekstur Kalus Warna kalus merupakan indikasi dari kondisi kalus, yaitu baik atau tidaknya kualitas kalus. Warna kalus mengindikasikan kandungan klorofil yang ada di dalam eksplan. Perbedaan warna kalus yang terjadi disebabkan perkembangan yang berbeda pada eksplan. Jaringan kalus yan dihasilkan dari suatu eksplan biasanya menimbulkan warna yang berbeda-beda. Pada penelitian ini, warna kalus diamati secara visual dengan melihat langsung kondisi fisik kalus. Warna kalus yang terbentuk pada penelitian ini berwarna 7 a b c d serpentina (L.) Bentham ex Kurz. ] secara In Vitro. Biofarmasi 3 (2): 52-56, Agustus 2005, ISSN: 16932242 Basri, A. H. H. 2016. Kajian Pemanfaatan Kultur Jaringan dalam Perbanyakan Tanaman Bebas Virus. Agrica Ekstensia. Vol. 10 No. 1 Juni 2016: 64-73 Mahadi, I., Wan S., dan Yeni S. 2016. Induksi Kalus Jeruk Kasturi (Citrus microcarpa) Menggunakan Hormon 2,4-D dan BAP dengan Metode in vitro. Jurnal Ilmu Pertanian Indonesia (JIPI), Agustus Gambar 3. Visual kalus pada beberapa eksplan saat 8 MSK. a) perlakuan n2b2(2) b) perlakuan n2b2(3) c) perlakuan n3b1(1) d) perlakuan n3b3(3) SIMPULAN Konsentrasi yang optimal memberikan pengaruh terbaik dalam pertumbuhan eksplan Pule Pandak adalah perlakuan NAA 0,75 mg L-1 + BAP 2 mg L-1, menghasilkan rata-rata muncul kalus 14 HSK dengan jumlah kalus yang terbentuk dua eksplan. 0853-4217 EISSN 2443-3462 Mardini, Ucik. 2015. Pengaruh Kombinasi 2,4 – D dan BAP terhadap Induksi Kalus Eksplan Daun dan Batang Tanaman Binahong (Anredera cordifolia (Ten.) Steenis) secara In Vitro.Universitas Muhammadiyyah Surakarta: Artikel Publikasi Ilmiah. SARAN Adapun saran yang disampaikan yaitu perlu dilakukannya penelitian lebih lanjut mengenai penggunaan zat pengatur tumbuh yang sesuai untuk pertumbuhan tunas adventif pada eksplan tanaman Pule Pandak dan pengaruh penggunaan sitokinin secara tunggal pada pertumbuhan tunas adventif. Lestari, E. G. dan Rossa Y. 2008. Induksi Kalus dan Regenerasi Tunas Padi Varietas Fatmawati. Bul. Agron. (36) (2) 106 – 110 (2008) Lestari, E. G. 2011. Peranan Zat Pengatur Tumbuh dalam Perbanyakan Tanaman melalui Kultur Jaringan. Jurnal AgroBiogen 7(1):63-68. DAFTAR PUSTAKA Ajijah, N., Darwati, I., Yudiwanti., Roostika. (2010). Pengaruh suhu inkubasi terhadap pertumbuhan dan perkembangan embrio somatik Purwoceng (Pimpinella pruatjan Molk.). Jurnal Littri. 16(2): 56-63. Aryati, H., E. Anggarwulan, dan Solichatun. 2005. Pengaruh Penambahan DLTriptofan terhadap Pertumbuhan Kalus dan Produksi AlkaloidReserpin Pule Pandak [Rauvolfia Lestari, E. G. 2012. Regenerasi Tanaman secara in vitro dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi. BB Biogen, Bogor – http://biogen.litbang.deptan.go.id Subandi, M., Dikayani, dan Efrin F. 2018. Production of reserpine of rauwolfia serpentina [L] kurz ex benth through in vitro culture 8 enriched with plant growth regulators of NAA and kinetin. International Journal of Engineering & Technology, 7 [2.29] [2018] 274-278 Shofyani, A. dan A. M. Purnawanto. 2017. Pertumbuhan Kalus Kencur (Kaemferia galangal L.) pada Komposisi Media dengan Perlakuan Sukrosa dan Zat Pengatir Tumbuh (2,4 – D dan Benzil Amino Purine). AGRITECH : Vol. XIX No. 1 Juni 2017 : 55-64. ISSN : 1411-1063 Suhesti, S., Nurul K., G. A. Wattimena, M. Syukur A., Endang H., dan RR. Sri Hartati. 2015. Induksi Kalus dan Regenerasi Dua Varietas Tebu (Saccharum officinarum L.) through in vitro. Jurnal Littri 21 (2) , Juni 2015 Hlm. 77-88. ISSN 08538212. Sorentina, M. S. M., Haliani, Muslimin, dan I Nengah S. 2013. Induksi Kalus Bawang Merah (Allium ascalonicum L.) Lokal Palu Pada Medium MS Dengan Penambahan 2,4-D (2,4-Asam Dikloropenoksi Asetat) dan Air Kelapa. Online Jurnal of Natural Science, Agustus 2013. Vol. 2 (2): 55-63. ISSN: 23380950. Sorentina, M. S. M., Haliani, Muslimin, dan I Nengah S. 2013. Induksi Kalus Bawang Merah (Allium ascalonicum L.) Lokal Palu Pada Medium MS Dengan Penambahan 2,4-D (2,4-Asam Dikloropenoksi Asetat) dan Air Kelapa. Online Jurnal of Natural Science, Agustus 2013. Vol. 2 (2): 55-63. ISSN: 23380950. 9