Uploaded by User46321

Laporan PKPA Pedoman tentang pengadaan bila stok kosong

advertisement
GAMBARAN PENYEBAB KEKOSONGAN STOK OBAT PATEN
DAN UPAYA PENGENDALIANNYA DI GUDANG MEDIS
INSTALASI FARMASI RSUD KOTA BEKASI
PADA TRIWULAN I TAHUN 2015
SKRIPSI
Diajukan Sebagai Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat
Oleh :
AJRINA WINASARI
NIM. 1111101000046
PEMINATAN MANAJEMEN PELAYANAN KESEHATAN
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1436 H / 2015 M
i
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI JAKARTA
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
MANAJEMEN PELAYANAN KESEHATAN
SKRIPSI, DESEMBER 2015
Ajrina Winasari, NIM: 1111101000046
“Gambaran Penyebab
Kekosongan Stok Obat Paten Dan Upaya Pengendaliannya Di
Gudang Medis Instalasi Farmasi RSUD Kota Bekasi Pada Triwulan I Tahun 2015”
xii + (163) halaman, (10) tabel, (7) bagan, (12) lampiran
ABSTRAK
Latar Belakang : Instalasi farmasi bertanggung jawab untuk menjamin dan memastikan
kualitas, manfaat, keamanan serta ketersediaan obat-obatan dapat tepat jenis, tepat jumlah,
dan tepat waktu pada saat dibutuhkan. Gudang farmasi RSUD Kota Bekasi belum optimal
dalam melakukan pengelolaan obat, hal ini karena belum adanya keseimbangan antara
permintaan dan ketersediaan obat sehingga terjadi stock out dan pembelian cito. Untuk itu
perlu dilakukan analisis mengenai sistem pengelolaan obat dan diketahuinya faktor penyebab
kekosongan obat di gudang farmasi.
Metode : Jenis penelitian ini merupakan penelitian kualitatif deskriptif. Jenis data yang
digunakan dalam penelitian ini adalah data primer yang diperoleh dari wawancara mendalam,
observasi, dan telaah dokumen. Informan penelitian ini terdiri dari Kepala Instalasi Farmasi,
Wakil Kepala Instalasi Farmasi, Kepala Gudang Farmasi, Kepala UPBJ, dan Distributor.
Hasil Penelitian : Pengelolaan obat yang dilakukan di gudang farmasi RSUD Kota Bekasi
masih belum cukup efektif. Hal ini dikarenakan masih ada beberapa komponen input (SDM,
Dana, Kebijakan, Prosedur, dan Distributor), proses (Perencanaan, Pengadaan, Pengawasan
dan Pengendalian), serta output (Stock Out, Obat Kadaluarsa, dan Stock Opname) yang belum
sesuai dengan Permenkes No.58 tahun 2014 tentang standar pelayanan kefarmasian di rumah
sakit. Faktor yang mempengaruhi terjadinya kekosongan obat yaitu faktor dana dan faktor
distributor. Pengendalian persediaan obat paten di gudang farmasi dilakukan melalui stock
opname dan belum menggunakan metode pengendalian yang khusus. Upaya pengendalian
persediaan obat paten melalui analisis ABC terdapat 28 jenis obat yang tergolong kelompok
A, terdapat 30 jenis obat paten yang tergolong kelompok B, dan 70 jenis obat paten yang
tergolong kelompok C. Berdasarkan metode EOQ didapatkan jumlah pemesanan optimum
obat paten yang tergolong kelompok A berjumlah mulai dari 5-375 item. Berdasarkan metode
Reorder Point (ROP) dengan mempertimbangkan buffer stock diperoleh titik pemesanan
kembali untuk kelompok A mulai dari 34-2257 item.
Saran : Diharapkan manajemen RS lebih memperhatikan kegiatan pengendalian obat di
gudang farmasi dan menjaga ketersediaan jumlah obat agar terhindar dari kekosongan obat
yang akan mempengaruhi pelayanan dan memberikan kerugian bagi rumah sakit.
Kata Kunci
: Manajemen Persediaan, Kekosongan Obat, Analisis ABC, EOQ, ROP
Daftar Bacaan : 57 (1999-2014)
ii
STATE ISLAMIC UNIVERSITY OF JAKARTA
FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCE
PUBLIC HEALTH PROGRAM STUDY
HEALTH CARE MANAGEMENT
SKRIPSI, DECEMBER 2015
Ajrina Winasari, NIM: 1111101000046
“Causes
of Emptiness Stock Drug Patents and Effort control in Warehouse Pharmacy
Medical City Hospital Bekasi 2015”
xix + 165 pages, 10 table, 7 frame, 12 appendix
ABSTRACT
Background : Pharmacy is responsible for guarantee and ensuring the quality, benefits,
safety and availability of drugs can be the exact kind, quantity, and timely in times of need.
Hospital pharmacy warehouse of Bekasi City not optimal in managing medication, it is
because there is no balance between demand and availability of drugs resulting in stock out
and purchase cito. It is necessary for the analysis of the medication management system and
know the factors causing stock out drug in pharmaceutical warehouse.
Methods : This research is descriptive qualitative research. Data used in this research is
primary data collected from in-depth interviews, observation, and document analysis. The
informants consisted of Head of Pharmacy, the Deputy Head of Pharmacy, Head of
Warehouse, Head of the procurement unit, and distributors.
Results : Medication management is done in the pharmaceutical warehouse Bekasi City
Hospital is still not be effective. This is because there are still some components such as
inputs (human resources, budget, policies, procedures, and distributors), processes (planning,
procurement, monitoring and control), and output (stock outs, expired drugs, and stock
opname) were not in accordance with standard pharmacy services in hospitals in 2014.
Factors that cause drug empty are budget factors and distributor factors. Inventory control in
warehouses pharmaceutical patent medicine is done through stock opname and not using that
specific control methods. Patent drug supply control efforts through ABC analysis there are
28 types of drugs that are categorized as group A, there are 30 kinds of patented drugs
classified as group B, and 70 types of patent medicines that belong to a group C. Based on
EOQ method, optimum ordering quantity for 28 types of drugs that are categorized as group
A was ranged from 5-375 items. Based on reorder point (ROP) method, reorder point/reorder
time for 28 types of drugs that are categorized as group A was ranged from 34-2257 items.
Suggestion : Hospital management is expected to pay more attention to control drugs in a
pharmaceutical warehouse for avoid stock out drugs that would affect service and
disadvantages hospital.
Key Word
: Inventory Control, Stock Out, ABC Analysis, EOQ, ROP
Bibliography : 57 (1999-2014)
iii
iv
RIWAYAT HIDUP PENULIS
Nama
: Ajrina Winasari
JenisKelamin
: Perempuan
Tempat / TanggalLahir
: Jakarta, 14 Mei 1993
Alamat
: Jl. Lumbu Tengah 1E No. 113, Rawalumbu, Bekasi
Agama
: Islam
No. Telp
: 089604449808
E-mail
: [email protected]
RIWAYAT PENDIDIKAN
2011 – sekarang
: Manajemen Pelayanan Kesehatan (MPK), Kesehatan Masyarakat
UIN Syarif Hidayatulah Jakarta
2008 – 2011
: MAN 02 Kota Bekasi
2005 – 2008
: SMP Bani Saleh 2 Kota Bekasi
1999 – 2005
: SDN BJRL IX
1998 – 1999
: TK An – Nisa
RIWAYAT ORGANISASI
2006 – 2007
: PMR SMP Bani Saleh 2
2009 – 2010
: Sekretaris Pramuka MAN O2 Kota Bekasi
2013 – 2014
: Sekretaris II HACAMSA UIN Jakarta
PENGALAMAN KERJA
Januari 2014 – Maret 2014
: Pengalaman Belajar Lapangan di Kelurahan
Buaran RW 03
Januari 2015 – Maret 2015
: Praktek Kerja (Magang) di RSUD Kota Bekasi
vi
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr. Wb
Alhamdulillahirabbil’alamin. Segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat, hidayah dan karunia-Nya sehingga akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi
yang berjudul “Gambaran Penyebab Kekosongan Stok Obat Paten dan Upaya
Pengendaliannya di Gudang Farmasi RSUD Kota Bekasi tahun 2015”. Shalawat serta
salam tidak lupa penulis sampaikan pada baginda Rasullulah Muhammad SAW yang
membawa umatnya ke jalan yang diridhoi oleh Allah SWT.
Penyusunan skripsi ini merupakan salah satu persyaratan untuk menyelesaikan
program Strata Satu (S1) pada program studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran
dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Penyelesaian
skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan dukungan berbagai pihak. Pada kesempatan ini,
penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada :
1. Allah SWT yang telah memberikan nikmat sehat dan kelancaran sehingga penulis
dapat menjalankan skripsi ini dengan lancar.
2. Kedua orang tua tercinta, yaitu Bapak Arno Sugiyarno dan Ibu Dewi Panawiningsih,
saudaraku tercinta, dan adik-adik penulis yang selalu mendoakan, memberi dukungan,
semangat, serta selalu memberikan kasih sayangnya yang tiada henti kepada penulis.
3. Bapak Arif Sumantri selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
4. Ibu Fajar Ariyanti, selaku Kepala Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
5. Bapak dr. Yuli Prapancha Satar, MARS dan Ibu Catur Rosidati, MKM selaku
Pembimbing Fakultas yang telah memberikan arahan serta bimbingannya dengan
sangat baik.
6. Ibu Dwi Agus Sumarni, S.Si. Apt selaku Kepala Instalasi Farmasi RSUD Kota Bekasi
yang telah memberikan bimbingan, arahan dan perizinan dalam memberikan
informasi yang dibutuhkan selama penelitian.
7. Ibu Fadliah Bayu Adlina, S.Farm, selaku Kepala Gudang Farmasi yang telah banyak
membantu dalam memberikan informasi terkait kegiatan manajerial di instalasi
famasi. Bagian Instalasi Farmasi Rumah Sakit Umum Daerah Kota Bekasi yang telah
vii
banyak memberikan bantuan, berbagi ilmu dan pengalaman kerjanya dirumah sakit
yaitu Pak Andy, Pak Ferdy, Pak Afi, Ibu Resty, Ibu Fia, Mas Ozan dan Mas Rian.
8. Pak Tono selaku staf di instalasi Diklat yang sudah banyak membantu dalam
memberikan kemudahan perizinan dan administrasi surat di RSUD Kota Bekasi.
9. Agus Setiawan, terima kasih banyak atas seluruh dukungan, semangat, dan doanya
selama ini. Selalu mendampingi disaat kesusahan, kebosanan, dan perjuangan selama
disusunnya skripsi ini.
10. Teman-teman seperjuangan Program Studi Kesehatan Masyarakat yaitu Eka Lestari
Sitepu, Putri Anggraeni, Putri Dwi Karina khususnya Peminatan Manajemen
Pelayanan Kesehatan yaitu Anis Saputri, Nurul Ismi, Safira Hilwa, Sri Henny dan
yang tidak dapat disebutkan satu persatu, terima kasih atas semangat, doa, motivasi
dan kebersamaan kita selama ini. Senang menjadi bagian dari kalian MPK 2011.
Dan pihak-pihak lain yang secara tidak langsung juga membantu saya dalam
menyelesaikan penyusunan skripsi ini, penulis mengucapkan terima kasih. Dengan
mengirimkan doa kepada Allah SWT, penulis berharap semua kebaikan yang telah
diberikan mendapat balasan dari Allah SWT. Amin. Penulis menyadari bahwa
penyusunan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, baik dari segi materi maupun
teknik penulisan. Untuk itu, kritik dan saran yang bersifat membangun penulis
harapkan. Semoga penelitian ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan dapat
menambah pengetahuan bagi para pembaca pada umumnya serta dapat menjadi
referensi penulisan skripsi bagi mahasiswa lain.
Wassalamualaikum Wr. Wb
Bekasi,
Desember 2015
Penulis
viii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ..................................................................................................................
LEMBAR PERNYATAAN ...................................................................................................... i
ABSTRAK ................................................................................................................................ ii
ABSTRACT ............................................................................................................................. iii
PERNYATAAN PERSETUJUAN ........................................................................................ iv
LEMBAR PENGESAHAN ..................................................................................................... v
RIWAYAT HIDUP PENULIS .............................................................................................. vi
KATA PENGANTAR ............................................................................................................ vii
DAFTAR ISI ........................................................................................................................... ix
DAFTAR TABEL ................................................................................................................. xiii
DAFTAR BAGAN ................................................................................................................ xiv
DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................................................... xv
DAFTAR SINGKATAN .......................................................................................................... xvi
DAFTAR ISTILAH ................................................................................................................ xvii
BAB I PENDAHULUAN ......................................................................................................... 1
1.1. Latar Belakang ........................................................................................................ 1
1.2. Rumusan Masalah ................................................................................................. 10
1.3. Pertanyaan Penelitian ............................................................................................ 12
1.4. Tujuan Penelitian .................................................................................................. 12
1.4.1. Tujuan Umum .............................................................................................. 12
1.4.2. Tujuan Khusus ............................................................................................. 13
1.5. Manfaat Penelitian ................................................................................................ 14
1.5.1.
Bagi Peneliti ......................................................................................... 14
1.5.2.
Bagi Rumah Sakit ................................................................................ 14
1.5.3.
Bagi Program Studi Kesehatan Masyarakat ........................................ 14
1.6. Ruang Lingkup Penelitian ..................................................................................... 15
ix
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................................... 16
2.1. Manajemen Logistik
...................................................................................... 16
2.1.1. Tujuan Manajemen Logistik ................................................................... 17
2.1.2. Fungsi Manajemen Logistik ................................................................... 17
2.2. Manajemen Persediaan ....................................................................................... 22
2.2.1. Perencanaan Persediaan .......................................................................... 26
2.2.2. Pengadaan Persediaan ............................................................................. 27
2.2.3. Pengawasan Persediaan .......................................................................... 28
2.2.4. Pengendalian Persediaan......................................................................... 29
2.2.4.1. Pengendalian Persediaan dengan Analisis ABC Investasi ............ 30
2.2.4.2. Pengendalian Persediaan dengan Metode EOQ ............................ 33
2.2.4.3. Pengendalian Persediaan dengan Safety Stock .............................. 35
2.2.4.4. Pengendalian Persediaan dengan Metode ROP............................. 37
2.3. Stock Out ............................................................................................................ 39
2.4. Obat .................................................................................................................... 40
2.5. Pengertian Sistem ............................................................................................... 40
2.6. SDM ................................................................................................................... 41
2.7. Prosedur .............................................................................................................. 43
2.8. Dana .................................................................................................................... 43
2.9. Kebijakan ............................................................................................................ 44
2.10. Distributor ....................................................................................................... 44
2.11. Rumah Sakit.................................................................................................... 45
2.12. Instalasi Farmasi ............................................................................................. 47
2.13. Kerangka Teori ............................................................................................... 51
BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI ISTILAH............................................ 52
3.1. Kerangka Konsep ....................................................................................................... 52
3.2. Definisi Istilah ............................................................................................................ 56
x
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN ............................................................................ 61
4.1. Desain Penelitian ........................................................................................................ 61
4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ...................................................................................... 61
4.3. Informan Penelitian .................................................................................................... 61
4.4. Instrumen Penelitian .................................................................................................. 62
4.5. Pengumpulan Data ..................................................................................................... 62
4.6. Validitas Data ............................................................................................................ 63
4.7. Penyajian Data ........................................................................................................... 66
4.8. Pengolahan Data ........................................................................................................ 66
4.9. Analisis Data .............................................................................................................. 68
BAB V HASIL PENELITIAN .............................................................................................. 73
5.1. Gambaran Umum RSUD Kota Bekasi ....................................................................... 73
5.1.1.
Visi dan Misi RSUD Kota Bekasi .................................................................. 70
5.2. Gambaran Umum Instalasi Farmasi RSUD Kota Bekasi ........................................... 74
5.3. Input Manajemen Persediaan ...................................................................................... 75
5.3.1. Sumber Daya Manusia ..................................................................................... 76
5.3.2. Dana ............................................................................................................... 82
5.3.3. Prosedur .......................................................................................................... 84
5.3.4. Kebijakan ....................................................................................................... 88
5.3.5. Distributor ...................................................................................................... 88
5.4. Proses ......................................................................................................................... 92
5.4.1. Perencanaan Persediaan .................................................................................. 93
5.4.2. Pengadaan Persediaan ..................................................................................... 96
5.4.3. Pengawasan Persediaan ................................................................................... 99
5.4.4. Pengendalian Persediaan ............................................................................... 100
5.5. Output ...................................................................................................................... 103
5.5.1. Stock Out ....................................................................................................... 105
5.5.2. Obat Kadaluarsa ............................................................................................ 108
5.5.3. Stock Opname ................................................................................................ 109
5.6. Upaya Pengendalian Persediaan .............................................................................. 111
5.6.1. Klasifikasi ABC Investasi ............................................................................. 111
5.6.2. Pengendalian Persediaan dengan Metode EOQ ............................................ 114
5.6.3. Pengendalian Persediaan dengan Metode ROP ........................................... 118
xi
BAB VI PEMBAHASAN .................................................................................................... 121
6.1. Keterbatasan Penelitian ............................................................................................ 121
6.2. Gambaran Kekosongan Stok Obat............................................................................ 122
6.3. Gambaran Faktor Penyebab Kekosongan Stok Obat................................................ 125
6.4. Input ........................................................................................................................ 131
6.4.1. Sumber Daya Manusia ................................................................................. 131
6.4.2. Dana ............................................................................................................. 135
6.4.3. Prosedur ........................................................................................................ 137
6.4.4. Kebijakan ..................................................................................................... 140
6.4.5. Distributor .................................................................................................... 141
6.5. Proses ....................................................................................................................... 142
6.5.1. Perencanaan Persediaan ................................................................................ 142
6.5.2. Pengadaan Persediaan ................................................................................... 144
6.5.3. Pengawasan Persediaan ................................................................................. 146
6.5.4. Pengendalian Persediaan ............................................................................... 147
6.6. Output ...................................................................................................................... 149
6.6.1. Stock Out ...................................................................................................... 149
6.6.2. Obat Kadaluarsa ............................................................................................ 150
6.6.3. Stock Opname Obat ........................................................................................ 152
6.7. Upaya Pengendalian Persediaan .............................................................................. 153
6.7.1. Klasifikasi ABC Investasi ............................................................................ 154
6.7.2. Pengendalian Persediaan dengan Metode EOQ ........................................... 156
6.7.3. Pengendalian Persediaan dengan Metode ROP ........................................... 158
BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................................ 161
7.1. Kesimpulan ........................................................................................................................161
7.2. Saran ....................................................................................................................................163
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................................... xviii
LAMPIRAN ......................................................................................................................... xxii
xii
DAFTAR TABEL
Nomor
Judul Tabel
Halaman
Tabel
Tabel 4.1
Triangulasi Sumber Dilihat dari Pedoman Wawancara
64
Tabel 4.2
Triangulasi Metode Dilihat dari Pedoman Wawancara
65
Tabel 5.1
Jumlah Ketenagaan Farmasi RSUD Kota Bekasi tahun
2015
Karakteristik Informan di RSUD Kota Bekasi
76
Data Pemesanan Cito di Gudang Farmasi RSUD Kota
Bekasi pada Triwulan I Tahun 2015
Data Pemesanan Cito di Gudang Farmasi RSUD Kota
Bekasi pada Tahun 2014 dan tahun 2015
Kelompok ABC berdasarkan Nilai Investasi Obat Paten
Periode Januari-Maret tahun 2015
105
Biaya ATK dalam setiap pemesanan obat di Gudang
Farmasi RSUD Kota Bekasi
Biaya Pemesanan dalam sekali pemesanan obat di Gudang
116
Tabel 5.2
Tabel 5.3
Tabel 5.4
Tabel 5.5
Tabel 5.6
Tabel 5.7
Farmasi RSUD Kota Bekasi
xiii
79
105
113
117
DAFTAR BAGAN
Nomor Bagan
Judul Bagan
Halaman
Bagan 2.1
Siklus Manajemen Logistik
18
Bagan 2.2
Kerangka Teori
51
Bagan 3.1
Kerangka Konsep
54
Bagan 5.1
Struktur Organisasi Instalasi Farmasi RSUD Kota Bekasi
74
Bagan 5.2
Input Manajemen Persediaan
75
Bagan 5.3
Proses Manajemen Persediaan
92
Bagan 5.4
Output Manajemen Persediaan
104
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1
Pedoman Telaah Dokumen
Lampiran 2
Lembar Observasi
Lampiran 3
Matriks Wawancara
Lampiran 4
Matriks Triangulasi Sumber
Lampiran 5
Daftar Obat Kadaluarsa pada bulan Januari – Maret tahun 2015
Lampiran 6
Tabel Kelompok Obat Paten Berdasarkan Analisis ABC tahun 2015
Lampiran 7
Tabel Perhitungan EOQ Obat Paten Kelompok A tahun 2015
Lampiran 8
Tabel Perhitungan ROP dan Buffer Stock Obat Paten Kelompok A
tahun 2015
xv
DAFTAR SINGKATAN
BPJS
=
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
BPOM
=
Badan Perusahaan Obat dan Makanan
Depkes
=
Departemen Kesehatan
EOQ
=
Economic Order Quantity
IFRS
=
Instalasi Farmasi Rumah Sakit
JKN
=
Jaminan Kesehatan Nasional
NPWP
=
Nomor Pokok Wajib Pajak
PBF
=
Perusahaan Besar Farmasi
Permenkes/PMK =
Peraturan Menteri Kesehatan
ROP
=
Reorder Point
RS
=
Rumah Sakit
RSUD
=
Rumah Sakit Umum Daerah
SIUP
=
Surat Izin Usaha Perdagangan
SIPA
=
Surat Izin Praktek Apoteker
SDM
=
Sumber Daya Manusia
SOP
=
Standar Operasional Prosedur
UU
=
Undang - Undang
xvi
DAFTAR ISTILAH
Buffer Stock/Safety Stock =
Stok pengaman untuk menghindari kemungkinan
terjadinya kekurangan persediaan
Cito
=
Pemesanan dilakukan insidental dan harus dikirim saat
itu juga
Defekta
=
Pendokumentasian/pencatatan mengenai permintaan
dan pengiriman obat dari gudang farmasi ke apotek
Expired Date
=
Tanggal Kadaluarsa
E- catalogue
=
Daftar Katalog obat secara online
E-purchasing
=
Pembelian obat secara online
Formularium
=
Dokumen yang berisi daftar obat yang digunakan oleh
tenaga kesehatan dirumah sakit
Life – saving
=
Obat yang harus ada dirumah sakit sebagai obat
penyelamat hidup pasien
Lead Time
=
Waktu tunggu pemesanan obat atau waktu yang
diperlukan dari mulai pemesanan sampai obat diterima
Obat yang Fast Moving
=
Obat yang perputarannya cepat
Obat yang Slow Moving
=
Obat yang perputarannya lambat
Stock Out
=
Kekosongan Stok
Stock Opname
=
Kegiatan mencocokan jumlah fisik barang gudang
dengan kartu stok
User
=
Pengguna Obat (dokter)
xvii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Berdasarkan UU no.44 tahun 2009, Rumah Sakit adalah institusi
pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan
secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat
darurat. Salah satu kewajiban rumah sakit, yaitu membuat, melaksanakan, dan
menjaga standar mutu pelayanan kesehatan dirumah sakit sebagai acuan dalam
melayani pasien. Kewajiban ini menuntut rumah sakit untuk terus melakukan
upaya dalam memperbaiki kualitas pelayanan jasa yang diberikan.
Pelayanan kesehatan dirumah sakit memiliki 5 revenue center, diantaranya
pelayanan rawat jalan dan rawat inap, pelayanan gawat darurat, instalasi
laboratorium, instalasi radiologi dan instalasi farmasi (Suciati, 2006). Salah satu
tugas utama instalasi farmasi adalah pengelolaan, pelayanan, sampai dengan
pengendalian semua perbekalan kesehatan yang digunakan dirumah sakit (Siregar,
2004). Apabila tugas ini tidak dikelola dengan baik dan penuh tanggung jawab
maka dapat diprediksi bahwa kualitas pelayanan rumah sakit dan pemasokan RS
akan menurun.
Berdasarkan PMK no.58 tahun 2014 tentang standar pelayanan
kefarmasian dirumah sakit bahwa pelayanan kefarmasian dirumah sakit
merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari sistem pelayanan kesehatan rumah
sakit. Tuntutan pasien dan masyarakat akan peningkatan mutu pelayanan
1
kefarmasian, mengharuskan adanya perluasan dari paradigma lama yang
berorientasi kepada produk (drug oriented) menjadi paradigma baru yang
berorientasi pada pasien (patient oriented). Pelayanan yang berorientasi pada
pasien mengharuskan pelayanan kefarmasian yang dapat meningkatkan mutu
dalam pengelolaan dan kefarmasian klinis dirumah sakit.
Dalam
menjamin
mutu
pelayanan
kefarmasian
harus
dilakukan
pengendalian perbekalan farmasi yang bertanggung jawab. Menurut Permenkes
no.58 tahun 2014 bahwa pengendalian mutu kefarmasian meliputi kegiatan
monitoring dan evaluasi terhadap pelayanan yang diberikan. Kegiatan ini
bertujuan menjamin kegiatan sesuai dengan rencana, salah satunya untuk
mencegah terjadi kekosongan stok perbekalan farmasi saat dibutuhkan. Apabila
ditemukan stok obat yang kosong maka penyebabnya akan dipastikan dan diatasi
sehingga masalah tersebut dapat segera dikendalikan dan meminimalkan
kerugian.
Kekosongan stok obat dirumah sakit dapat mempengaruhi mutu pelayanan
yang diberikan. Menurut penelitian Academy of Managed Care Pharmacy
(AMCP) tentang The Reality of Drug shortages (2010) yang mayoritas
respondennya sebagian besar adalah kepala farmasi/apoteker, diperoleh hasil
bahwa kekosongan obat dapat mengakibatkan 55,5% kelalaian, 54,8% kesalahan
dosis, 34,8% kesalahan obat, 70,8% perawatan tertunda dan 38% mengakibatkan
keluhan pasien. Hasil penelitian ini menunjukkan persentase terbesar terhadap
kekosongan obat yaitu dapat menghambat dan mengakibatkan perawatan terhadap
pasien tertunda. Dari penelitian tersebut juga diketahui rumah sakit yang
2
mengalami kekurangan obat melaporkan bahwa kenaikan biaya yang dikeluarkan
rumah sakit dapat terjadi akibat adanya kekurangan obat.
Kekosongan obat juga dapat mempengaruhi perawatan pada pasien.
Berdasarkan penelitian oleh Milena, dkk (2013) di Inggris diperoleh hasil bahwa
kekurangan obat dapat memiliki efek dalam perawatan pasien karena mereka
membatasi pilihan pengobatan yang tersedia untuk resep pasien. Menanggapi
kekurangan obat, sistem kesehatan harus bertindak cepat untuk mengidentifikasi
dan mendapatkan obat/produk alternatif. Hal ini dilakukan untuk menghindari
gangguan dalam perawatan pasien dan memberikan terapi obat yang aman. Dalam
penelitian ini juga dijelaskan bahwa kekurangan obat juga dapat mempengaruhi
prosedur dan pengambilan keputusan mengenai pengadaan obat.
Akibat lain dari adanya stok yang kosong yaitu rumah sakit akan mengalami
nilai kerugian. Hasil penelitian Renie & Widodo (2013) tentang Faktor Penyebab
dan kerugian akibat Stockout dan Stagnant Obat di Unit Logistik RSU Haji
Surabaya bahwa pada bulan Januari-April 2012 terdapat 166 jenis obat yang
mengalami stock out. Dari stock out obat ini mengakibatkan RSU Haji Surabaya
memiliki total kerugian yang diperhitungkan dengan hilangnya biaya kesempatan
(peluang untuk mendapatkan keuntungan yang hilang) mencapai Rp 10.836.405.
Hasil pada penelitian tersebut juga menjelaskan bahwa faktor penyebab
dari adanya stockout obat di RSU Haji Surabaya yaitu adanya floor stock,
kurangnya tenaga kerja untuk kegiatan inventory dan perencanaan pengadaan
yang tidak akurat. Untuk itu diperlukannya manajemen pengelolaan yang baik
3
terhadap logistik obat dan perbekalan farmasi dirumah sakit agar tidak terjadi
stockout yang dapat merugikan rumah sakit.
Dari penelitian Dumbi (2012) bahwa faktor yang mempengaruhi
kekosongan obat di Instalasi Farmasi RSUD Pohuwato yaitu dana yang tersedia
tidak
mencukupi
untuk
melakukan
perencanaan
pengadaan
obat
dan
keterlambatan dalam pembayaran tagihan dimana pemesanan barang sudah
melebihi dana yang tersedia dirumah sakit. Sedangkan berdasarkan hasil
penelitian Amiati Pratiwi (2009), Stock out Obat di Gudang Perbekalan
Kesehatan Rumah Sakit Islam Jakarta Cempaka Putih pada Triwulan I tahun
2009 terdapat sebesar 5,70% jumlah permintaan obat yang tidak terlayani dari
gudang logistik ke depo farmasi dirumah sakit. Dimana permintaan yang tidak
terlayani ini disebabkan karena tidak tersedianya obat di gudang atau terjadi
kekosongan obat di gudang logistik. Barang yang diminta tersedia namun secara
kuantitas tidak dapat memenuhi permintaan atau barang tidak tersedia sama
sekali.
Berdasarkan penelitian oleh Anindita tentang Cara Pengendalian
Persediaan Obat Paten di RS Zahirah (2014), kekosongan obat juga terjadi
dimana terdapat 164 jenis obat yang pernah dibeli ke apotek luar pada triwulan I
(Januari-Maret) tahun 2014. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat 164 jenis obat
yang belum dapat disediakan dalam jumlah yang diminta pada waktu dibutuhkan
sehingga harus dibeli secara cito ke apotek luar. Hal ini tentu saja dapat
merugikan karena pembelian obat di luar rumah sakit akan lebih mahal
dibandingkan membeli ke distributor.
4
Hal serupa juga terjadi di RSUD Kota Bekasi. Berdasarkan wawancara dan
observasi, kekosongan obat yang terjadi di RSUD Kota Bekasi mengakibatkan
seringnya rumah sakit melakukan pembelian obat di apotik luar RSUD.
Pembelian ini dilakukan untuk memenuhi kebutuhan pasien walau harga
pembelian obat lebih mahal dibanding ke distributor. Banyak pasien yang
mengeluh akibat keterlambatan pengiriman dari apotik luar RSUD sehingga dapat
mempengaruhi kepuasan pasien terhadap pelayanan dan kesembuhan pasien yang
berkunjung ke rumah sakit.
Berdasarkan data perhitungan terhadap obat yang dilakukan pemesanan di
apotik luar RSUD Kota Bekasi pada tahun 2014 mencapai 208 jenis obat dari
1970 jenis obat atau mencapai 10,5% dari jumlah seluruh obat, yang terdiri dari
84 jenis obat paten, 83 obat JKN, dan 76 obat generik. Sedangkan pada triwulan I
(Januari-Maret) tahun 2015 terdapat 35 jenis obat dari 1320 jenis obat atau
mencapai 2,7% dari seluruh jumlah obat dirumah sakit, yang terdiri dari 16 obat
paten, 11 obat JKN, dan 8 obat generik. Obat paten merupakan obat yang paling
banyak dilakukan pemesanan secara cito pada tahun 2014 dan tahun 2015.
Penggunaan obat generik meningkat dengan adanya pelayanan yang
menggunakan JKN(Jaminan Kesehatan Nasional), dimana obat-obatan didalam
Formularium Nasional sebagian besar obat generik. Kementerian Kesehatan
mewajibkan seluruh fasilitas kesehatan milik pemerintah menggunakan obat
generik dalam kegiatan pelayanan kepada masyarakat. Dalam Permenkes No.68
tahun 2010 tentang kewajiban menggunakan obat generik di faskes pemerintah
menyatakan bahwa dokter wajib menulis resep obat generik bagi semua pasien.
5
Untuk itu, obat generik sangat dibutuhkan dibanyak rumah sakit pemerintah.
Penggunaan obat generik terus meningkat hingga mengakibatkan kekosongan
stok. Untuk menyiasati kekosongan itu, maka rumah sakit mengganti obat generik
dengan obat paten yang sama komponennya.
Dalam Permenkes No.68 tahun 2010 tersebut juga dijelaskan bahwa dokter
ataupun apoteker dapat mengganti obat generik dengan obat paten yang sama
komponennya. Oleh karena itu, penggunaan terhadap obat paten juga kian
meningkat hingga melakukan pembelian cito diluar rumah sakit. Hal ini
dikarenakan persediaan obat paten yang tidak mencukupi di gudang farmasi.
Tingginya penggunaan terhadap obat paten dirumah sakit belum dapat
memenuhi persediaan yang dibutuhkan pasien sehingga sering terjadi kekosongan
obat dan melakukan pemesanan cito di apotek luar rumah sakit. Besarnya nilai
investasi dan pemakaian akan obat paten cenderung meningkat setiap bulannya di
RSUD Kota Bekasi. Pemakaian obat paten pada bulan Januari sebesar 39,3%,
pada bulan Februari sebesar 41,2% dan bulan Maret mencapai 42,4% dari seluruh
persediaan obat gudang farmasi RSUD Kota Bekasi tahun 2015.
Berdasarkan data penggunaan obat paten diketahui bahwa obat paten
memiliki pemakaian yang lebih tinggi dibandingkan obat generik dan askes
(JKN), untuk itu diperlukan pengendalian terhadap persediaan obat paten dirumah
sakit. Berdasarkan data diatas adanya peningkatan terhadap penggunaan obat
paten pada bulan Januari-Maret 2015, hal ini menunjukkan bahwa ketersediaan
obat paten perlu mendapat perhatian. Jika stok obat paten mengalami kekosongan
maka akan dilakukan pemesanan cito di luar apotek rumah sakit. Biaya
6
pemesanan cito memerlukan biaya yang lebih mahal dibandingkan melakukan
pemesanan ke distributor.
Instalasi farmasi di RSUD Kota Bekasi yang telah terstandar ISO
9001:2008 tentunya akan berupaya memberikan pelayanan kefarmasian yang
bermutu kepada masyarakat. Pelayanan yang dapat memenuhi kebutuhan
perbekalan farmasi pasien sehingga meningkatkan kepuasan pasien dirumah sakit
dan efisiensi terhadap anggaran rumah sakit. Pelayanan kefarmasian di RSUD
Kota Bekasi dilakukan di depo/cabang farmasi di masing-masing unit pelayanan
dirumah sakit. Obat ataupun sediaan farmasi di depo farmasi didistribusikan dari
gudang medis RSUD Kota Bekasi. Gudang medis merupakan pusat dari kegiatan
perencanaan, penerimaan, pendistribusian, penyimpanan, dan pengendalian
sediaan farmasi dirumah sakit. Dalam mencegah kekosongan obat, petugas
gudang perlu lebih memperhatikan pengendalian terhadap obat maupun sediaan
farmasi digudang medis. Untuk itu, peran petugas di gudang medis penting dalam
bertanggung jawab terhadap pengendalian sediaan farmasi dirumah sakit.
Perusahaan barang atau jasa dalam menjalankan usahanya membutuhkan
persediaan mulai dari keperluan bahan mentah sampai pada barang jadi. Menurut
Rangkuti (2002) bahwa pendekatan manajemen persediaan dapat diterapkan pada
usaha yang membutuhkan persediaan barang-barang untuk dijual. Tujuannya
yaitu untuk membantu perusahaan dalam meningkatkan atau memberikan
pelayanan maksimal kepada konsumen. Dalam hal ini tentu saja rumah sakit
sebagai perusahaan yang menyediakan persediaan obat untuk menunjang kegiatan
7
jasa tentu memiliki visi dan misi dalam memberikan pelayanan yang sesuai
dengan keinginan dan harapan pelanggan.
Salah satu fungsi manajemen persediaan yang sangat penting adalah
pengendalian persediaan. Apabila perusahaan terlalu menggunakan banyak dana
dalam persediaan, hal ini akan menyebabkan biaya penyimpanan yang berlebihan.
Perusahaan
yang
tidak mempunyai
persediaan
yang mencukupi
dapat
mengakibatkan biaya yang timbul dari adanya kekurangan persediaan (Rangkuti,
2002). Oleh karena itu, pendekatan ini sesuai dengan kebutuhan persediaan obat
dirumah sakit yang membutuhkan pengendalian terhadap jumlah pemasukan
maupun pengeluaran barang perbekalan farmasi.
Waters (2003) mengemukakan bahwa terdapat tiga pertanyaan penting
dalam pengendalian persediaan yaitu item apa yang seharusnya disimpan,
kapankah seharusnya melakukan pemesanan, dan berapa banyak yang harus
dipesan (Nadia, 2012). Dalam menjawab tiga pertanyaan tersebut maka digunakan
metode klasifikasi ABC untuk menjawab item apa saja yang harus tersedia,
metode ROP untuk menjawab kapan seharusnya dilakukan pemesanan, dan
metode EOQ untuk menjawab berapa banyak yang harus dipesan. Metode dalam
pengendalian persediaan bertujuan menciptakan keseimbangan antara persediaan
dan permintaan (Anief, 2008). Oleh karena itu, metode pengendalian persediaan
dapat membantu dalam mencegah persediaan mengalami kekurangan atau
kelebihan.
Metode EOQ (Economic Order Point) adalah jumlah atau besarnya pesanan
yang diadakan dengan meminimalkan biaya-biaya yang timbul dalam operasional
8
persediaan. Untuk menentukan jumlah pemesanan yang ekonomis, harus berusaha
memperkecil biaya pemesanan (ordering costs) dan biaya penyimpanan (carrying
costs) (Assauri, 2008). Buffer stock adalah persediaan pengaman yang berfungsi
untuk melindungi atau menjaga kemungkinan terjadinya kekurangan barang
(stockout) karena penggunaan barang yang lebih besar dari perkiraan semula atau
keterlambatan dalam penerimaan barang yang dipesan. ROP (Reorder Point)
adalah titik pemesanan ulang yang menandakan bahwa pembelian harus segera
dilakukan untuk menggantikan persediaan yang telah digunakan (Herjanto, 2008).
Dari penelitian Amiati (2009), Dumbi (2012) dan Renie (2013)
menunjukkan beberapa penyebab kekosongan obat di gudang farmasi rumah sakit
diantaranya yaitu ketidaktelitian petugas gudang dalam pemesanan, dana yang
tersedia tidak mencukupi, kekosongan obat di distributor, perencanaan pengadaan
yang tidak akurat, dan terlambatnya petugas dalam melakukan pemesanan. Halhal ini berkaitan dengan kurangnya pengelolaan terhadap SDM, Dana,
perencanaan, pengadaan dan pengendalian persediaan obat dirumah sakit.
Diketahuinya penyebab-penyebab dari kekosongan obat ini diharapkan menjadi
bahan evaluasi bagi manajemen dalam melakukan perencanaan dan analisis
kebutuhan persediaan logistik obat.
Dengan mengetahui penyebab terjadinya stock out dapat memberikan
informasi bagi rumah sakit dalam mengendalikan kejadian stock out di gudang
medis instalasi farmasi. Diharapkan dari adanya informasi tersebut dilakukan
penerapan terhadap metode dalam pengendalian persediaan. Metode pengendalian
persediaan EOQ dan ROP dapat menjadi salah satu upaya untuk meningkatkan
9
ketersediaan obat dan menghindari pemesanan obat secara cito ke apotek di luar
rumah sakit.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, persediaan obat merupakan unit penting
dalam pelayanan kefarmasian di rumah sakit. Kewajiban bagi rumah sakit
pemerintah
untuk
menggunakan
obat
generik
mengakibatkan
tingginya
pemakaian hingga terjadi kekosongan. Oleh karena itu, rumah sakit dapat
menggantinya dengan obat paten yang sama komponennya.
Permintaan akan obat paten di RSUD Kota Bekasi tahun 2014 dan 2015
kian meningkat namun kurangnya persediaan yang mencukupi menyebabkan
kekosongan obat sehingga harus melakukan pemesanan secara cito di apotik luar
rumah sakit. Hal ini dapat merugikan rumah sakit karena pemesanan di apotek
luar membutuhkan waktu dan biaya yang lebih dibandingkan memesan langsung
kepada distributor.
Terjadinya stock out di gudang farmasi RSUD Kota Bekasi menjadi salah
satu kendala dalam memenuhi permintaan obat pasien. Hal ini menunjukkan
bahwa obat belum dapat disediakan dalam jumlah yang tepat saat dibutuhkan.
Sehingga tujuan dari pengendalian menurut Kemenkes (2014) yaitu memastikan
agar tidak terjadi kelebihan dan kekosongan sedian farmasi dirumah sakit tidak
dapat tercapai. Masalah tersebut dapat dihindari jika diketahui penyebabnya dan
mengendalikan ketersediaan obat dengan baik.
10
Oleh karena itu, diperlukan metode pengendalian yang dapat mencegah
kekosongan obat dirumah sakit. Waters (2003) mengemukakan bahwa terdapat
tiga pertanyaan penting dalam pengendalian persediaan yaitu item apa yang
seharusnya disimpan, kapankah seharusnya melakukan pemesanan, dan berapa
banyak yang harus dipesan (Nadia, 2012). Dalam menjawab tiga pertanyaan
tersebut maka digunakan metode klasifikasi ABC untuk menjawab item apa saja
yang harus tersedia, metode ROP untuk menjawab kapan seharusnya dilakukan
pemesanan, dan metode EOQ untuk menjawab berapa banyak yang harus dipesan.
Metode dalam pengendalian persediaan bertujuan menciptakan keseimbangan
antara persediaan dan permintaan (Anief, 2008). Oleh karena itu, metode
pengendalian persediaan dapat membantu dalam mencegah persediaan mengalami
kekurangan atau kelebihan.
Berdasarkan hal tersebut maka peneliti tertarik untuk mengetahui gambaran
terhadap penyebab terjadinya stock out dan melakukan perhitungan EOQ dan
ROP sebagai salah satu upaya dalam mengendalikan kekosongan obat di RSUD
Kota Bekasi. Penelitian ini berjudul “Gambaran Penyebab Kekosongan Stok Obat
Paten dan Upaya Pengendaliannya di Gudang Farmasi RSUD Kota Bekasi”,
penelitian ini difokuskan pada periode triwulan I tahun 2015 untuk mengetahui
gambaran faktor penyebab terjadinya kekosongan obat paten di rumah sakit
dengan menggunakan pendekatan sistem berupa input, proses dan output.
11
1.3. Pertanyaan Penelitian
1. Bagaimana gambaran input dari kegiatan manajemen persediaan obat
yang terdiri dari SDM, Dana, Prosedur, Distributor dan Kebijakan di
Gudang Farmasi RSUD Kota Bekasi ?
2. Bagaimana gambaran proses kegiatan manajemen persediaan obat yang
terdiri dari perencanaan persediaan, pengadaan persediaan, pengawasan
persediaan dan pengendalian persediaan di Gudang Farmasi RSUD Kota
Bekasi ?
3. Bagaimana gambaran output dari kegiatan manajemen persediaan obat
yang berupa terkendalinya obat paten di Gudang Farmasi RSUD Kota
Bekasi ?
4. Bagaimana gambaran terjadinya stock out (kekosongan stok) obat di
Gudang Farmasi RSUD Kota Bekasi ?
5. Faktor apa yang dapat menyebabkan terjadinya kekosongan stok di
Gudang Farmasi RSUD Kota Bekasi ?
6. Bagaimana upaya pengendalian terhadap obat paten agar tidak terjadi
stock out (kekosongan obat) ?
1.4. Tujuan Penelitian
1.4.1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui gambaran faktor yang menjadi penyebab terjadinya
stock out obat dan melakukan perhitungan pengendalian persediaan obat di
Gudang Farmasi RSUD Kota Bekasi.
12
1.4.2. Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui gambaran input dari kegiatan manajemen
persediaan obat yang terdiri dari SDM, Dana, Prosedur,
Distributor, dan Kebijakan di Gudang Farmasi RSUD Kota
Bekasi.
2. Untuk mengetahui gambaran proses dari kegiatan manajemen
persediaan obat yang terdiri dari perencanaan persediaan,
pengadaan
persediaan,
pengawasan
persediaan
dan
pengendalian persediaan di Gudang Farmasi RSUD Kota
Bekasi.
3. Untuk mengetahui gambaran output dari kegiatan manajemen
persediaan obat yang berupa terkendalinya obat paten di Gudang
Farmasi RSUD Kota Bekasi.
4. Untuk mengetahui gambaran terjadinya kekosongan stok (stock
out) obat di Gudang Farmasi RSUD Kota Bekasi.
5. Untuk mengetahui faktor yang dapat menyebabkan terjadinya
kekosongan stok (stock out) di Gudang Farmasi RSUD Kota
Bekasi.
6. Untuk mengetahui jumlah pemesanan yang optimal obat dengan
menggunakan metode EOQ di RSUD Kota Bekasi.
7. Untuk mengetahui waktu dalam melakukan pemesanan kembali
(ROP) agar tidak terjadi kekosongan obat.
13
1.5. Manfaat Penelitian
1.5.1. Bagi Peneliti
1. Dapat menerapkan keilmuan manajemen logistik yang diperoleh di
bangku kuliah.
2. Meningkatkan pengetahuan dan pengalaman tentang pengadaan obat
di Rumah Sakit.
1.5.2. Bagi Rumah Sakit
1. Dengan diketahui gambaran penyebab stock out obat diharapkan
petugas logistik di Gudang farmasi di RSUD Kota Bekasi dapat
melakukan pengendalian terhadap kekosongan obat.
2. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai alternatif dan masukan
dalam masalah kekosongan obat di Gudang Farmasi RSUD Kota
Bekasi.
1.5.3. Bagi Program Studi Kesehatan Masyarakat
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi bagi mahasiswa
lain mengenai penyebab kekosongan obat di Gudang Farmasi RSUD
Kota Bekasi.
14
1.6. RUANG LINGKUP PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui gambaran faktor-faktor penyebab
terjadinya stock out obat di Gudang Farmasi RSUD Kota Bekasi periode triwulan
I pada bulan Januari - Maret tahun 2015. Penelitian dilakukan selama bulan
Agustus - September 2015 dengan metode penelitian kualitatif untuk mengetahui
gambaran penyebab dari terjadinya kekosongan obat di rumah sakit dan
melakukan perhitungan untuk mengetahui jumlah pemesanan yang optimal serta
waktu pemesanan kembali persediaan obat. Jenis data yang digunakan dalam
penelitian ini adalah data primer yang diperoleh dari wawancara mendalam,
observasi, dan telaah dokumen.
15
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. MANAJEMEN LOGISTIK
Istilah manajemen logistik rumah sakit didefinisikan oleh Aditama (2007)
yaitu suatu ilmu pengetahuan atau seni serta proses mengenai perencanaan dan
penentuan kebutuhan pengadaan, penyimpanan, penyaluran, dan pemeliharaan
serta penghapusan material/alat-alat.
Sedangkan menurut Romzi (2010) dalam Ariyanti (2012), manajemen
logistik dapat didefinisikan sebagai Planning, Organizing, Staffing, Leading, dan
Controlling dalam kegiatan yang berkaitan dengan pengadaan, pendistribusian,
penggunaan, pemeliharaan, dan penghapusan barang dan jasa untuk mendukung
kegiatan fungsi-fungsi utama dalam pencapaian organisasi.
Manajemen logistik modern juga didefinisikan oleh Bowersox (2000)
sebagai proses pengelolaan yang strategis terhadap pemindahan dan penyimpanan
barang, suku cadang dan barang jadi dari para suplier, diantara fasilitas-fasilitas
perusahaan dan kepada para pelanggan. Dengan tujuan menyampaikan barang jadi
dan bermacam-macam material dalam jumlah yang tepat pada waktu yang
dibutuhkan, dalam keadaan yang dapat dipakai, ke lokasi dimana ia dibutuhkan,
dan dengan total biaya yang terendah (Maimun, 2008).
16
2.1.1. TUJUAN MANAJEMEN LOGISTIK
Tujuan manajemen logistik menurut Aditama (2007) adalah
tersedianya bahan logistik setiap saat dibutuhkan, baik mengenai jenis,
jumlah, maupun kualitas yang dibutuhkan secara efisien. Lebih spesifik
kegiatan logistik mempunyai tiga tujuan, yaitu (Henny, 2013) :
1. Tujuan Operasional, agar tersedianya barang serta bahan dalam jumlah
yang tepat dan mutu yang memadai.
2. Tujuan Keuangan, upaya operasional dapat terlaksana dengan biaya yang
serendah-rendahnya.
Nilai
persediaan
yang
sesungguhnya
dapat
tercermin didalam sistem akuntansi.
3. Tujuan Pengamanan, agar persediaan tidak terganggu oleh kerusakan,
pemborosan, penggunaan tanpa hak, pencurian, dan penyusutan yang
tidak wajar lainnya.
2.1.2. FUNGSI MANAJEMEN LOGISTIK
Dalam mengelola logistik terdapat beberapa fungsi-fungsi manajemen
yang membentuk suatu siklus kegiatan logistik. Keberhasilan dalam
mengelola logistik ditentukan oleh kegiatan dalam fungsi manajemen
logistik. Fungsi manajemen logistik menurut Aditama (2007) diantaranya
perencanaan
penyimpanan,
dan
penentuan
penyaluran,
kebutuhan,
dan
pengendalian.
17
penganggaran,
pemeliharaan,
pengadaan,
penghapusan
serta
Fungsi-fungsi manajemen logistik yang membentuk suatu siklus
kegiatan harus dijaga agar selaras, serasi dan seimbang (Seto, 2004). Siklus
logistik adalah proses dari sebelum terjadinya kegiatan logistik sampai
kegiatan itu dapat di evaluasi (Henny, 2013). Apabila salah satu fungsi
manajemen tidak diimplementasikan dengan baik maka akan mempengaruhi
suatu siklus manajemen logistik. Berikut siklus manajemen logistik, yaitu :
Bagan 2.1
Siklus Manajemen Logistik (Seto, 2004)
1. Perencanaan dan
Penentuan kebutuhan
2.Penganggaran
7. Penghapusan
Pengawasan
3. Pengadaan
6. Pemeliharaan
4. Penerimaan dan
Penyimpanan
5. Penyaluran
Siklus logistik ini didalamnya terdapat beberapa fungsi manajemen
logistik yang menunjang kegiatan pengadaan logistik di rumah sakit.
Fungsi-fungsi logistik tersebut diantaranya perencanaan dan penentuan
kebutuhan, penganggaran, pengadaan, penerimaan dan penyimpanan,
penyaluran,
pemeliharaan,
penghapusan,
serta
pengendalian
dan
pengawasan (Seto, 2004). Berikut uraian lebih jelas mengenai fungsi-fungsi
kegiatan dalam manajemen logistik, diantaranya :
18
1. Fungsi Perencanaan dan Penentuan Kebutuhan
Menurut PMK no.58 tahun 2014, perencanaan kebutuhan merupakan
kegiatan untuk menentukan jumlah dan periode pengadaan sediaan farmasi,
alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai sesuai dengan hasil kegiatan
pemilihan untuk menjamin terpenuhinya kriteria tepat jenis, tepat jumlah,
tepat waktu dan efisien.
Perencanaan dilakukan untuk menghindari kekosongan obat dengan
menggunakan metode yang dapat dipertanggungjawabkan dan dasar-dasar
perencanaan yang telah ditentukan antara lain konsumsi, epidemiologi,
kombinasi metode konsumsi dan epidemiologi serta disesuaikan dengan
anggaran yang tersedia.
2. Fungsi Penganggaran
Fungsi penganggaran merupakan usaha untuk merumuskan perincian
penentuan kebutuhan dalam suatu skala standar, yakni skala mata uang serta
jumlah biaya dengan memperhatikan pengarahan dan pembatasan yang
berlaku terhadapnya (Aditama, 2007). Menurut Seto (2004) anggaran
umumnya dipakai dalam periode satu tahun dan merupakan operasional dari
institusi yang berisi ramalan pendapatan yang akan diterima dan
pengeluaran yang terjadi pada tahun mendatang.
3. Fungsi Pengadaan
Pengadaan merupakan kegiatan yang dimaksudkan untuk merealisasikan
perencanaan
kebutuhan.
Pengadaan
yang
efektif
harus
menjamin
ketersediaan, jumlah, dan waktu yang tepat dengan harga yang terjangkau
19
dan sesuai standar mutu. Tujuan dari pengadaan yaitu mendapatkan
perbekalan farmasi dengan harga yang layak, dengan mutu yang baik,
pengiriman barang terjamin dan tepat waktu, proses berjalan lancar dan
tidak memerlukan tenaga serta waktu berlebihan. Proses pengadaan terdapat
3 elemen penting yang harus diperhatikan diantaranya (Depkes,2008) :
a. Pengadaan yang dipilih, bila tidak teliti dapat menjadikan “biaya tinggi”
b. Penyusunan dan persyaratan kontrak kerja sangat penting untuk menjaga
agar pelaksanaan pengadaan terjamin mutu
c. Order pemesanan agar barang dapat sesuai jenis, waktu dan tempat.
4. Fungsi Penyimpanan dan Distribusi
Menurut Depkes (2008) bahwa kegiatan penyimpanan merupakan
kegiatan menyimpan dan memelihara perbekalan farmasi yang diterima
pada tempat yang dinilai aman dari pencurian serta gangguan fisik yang
dapat merusak mutu obat. Tujuan dari penyimpanan obat adalah untuk
melindungi obat-obat yang disimpan dari kehilangan, kerusakan, kecurian,
terbuang sia-sia dan untuk mengatur aliran barang dari tempat penyimpanan
ke pengguna melalui suatu sistem yang terjangkau (Febriwati, 2013).
Sedangkan
kegiatan
distribusi
adalah
kegiatan
mendistribusikan
perbekalan farmasi di rumah sakit untuk pelayanan individu dalam proses
terapi bagi pasien rawat inap dan rawat jalan serta untuk menunjang
pelayanan medis. Tujuan dari pendistribusian yaitu tersedianya perbekalan
farmasi di unit-unit pelayanan secara tepat waktu, tepat jenis dan jumlah
(Depkes,2008). Faktor yang mempengaruhi pendistribusian barang antara
20
lain proses administrasi, proses penyampaian data/informasi, proses
pengeluaran fisik barang, proses angkutan, proses pembongkaran dan
pemuatan (Dina,2012).
5. Fungsi Pemeliharaan
Pemeliharaan diartikan sebagai kegiatan menjaga fasilitas dan peralatan
penunjang kegiatan logistik dirumah sakit agar seluruh kegiatan dapat
berjalan dengan optimal sesuai perencanaan. Fungsi pemeliharaan menurut
Seto (2004) yaitu upaya melindungi kualitas dan kuantitas obat dari faktor
panas, kelembaban, kerusakan fisik, kadaluarsa, kebersihan dari serangga
dan hama, pencuri dan bahaya api.
6. Fungsi Penghapusan
Menurut PMK no.58 tahun 2014 bahwa fungsi penghapusan/pemusnahan
dilakukan untuk sediaan farmasi, alkes dan BHP bila produk tidak
memenuhi pesyaratan mutu, telah kadaluarsa, tidak memenuhi syarat untuk
dipergunakan
dalam
pelayanan
kesehatan
atau
kepentingan
ilmu
pengetahuan dan dicabut izin edarnya. Sedangkan menurut Aditama (2007),
fungsi penghapusan yaitu usaha pembebasan barang pertanggungjawaban
yang berlaku karena kerusakan yang tidak dapat diperbaiki lagi, dinyatakan
sudah tua, kelebihan, dan hal lain menurut peraturan perundangan yang
berlaku (Herni, 2012).
7. Fungsi Pengawasan/Pengendalian
Pengawasan adalah segenap kegiatan untuk menyakinkan dan menjamin
bahwa tugas/pekerjaan telah dilakukan sesuai dengan rencana yang telah
21
ditetapkan, kebijaksanaan yang telah digariskan dan perintah (aturan) yang
diberikan. Pengawasan merupakan bagian dari fungsi manajemen,
disamping fungsi perencanaan, pengorganisasian dan pelaksanaan.
Fungsi Pengendalian menurut Subagya (1998) merupakan fungsi inti dari
pengelolaan perlengkapan yang meliputi usaha untuk memonitor dan
mengamankan keseluruhan pengelolaan logistik dimana terdapat kegiatan
pengendalian inventaris.
2.2. Manajemen Persediaan
Menurut Rangkuti (2002), persediaan merupakan sejumlah bahan-bahan
yang disediakan dan bahan dalam proses yang terdapat dalam perusahaan untuk
proses produksi serta barang-barang jadi/produk yang disediakan untuk memenuhi
permintaan dari konsumen atau langganan setiap waktu. Persediaan dapat
diminumkan dengan mengadakan perencanaan produksi yang lebih baik serta
organisasi bagian produksi yang lebih efisien. Persediaan (inventory) ditujukan
untuk mengantisipasi kebutuhan permintaan.
Menurut Priyambodo (2007) tujuan diadakannya persediaan antara lain
untuk memberikan layanan terbaik pada pelanggan, untuk memperlancar proses
produksi, untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya kekurangan persediaan
(stockout) dan untuk menghadapi fluktuasi harga.
Sistem dalam persediaan diartikan sebagai serangkaian kebijakan dan
pengendalian yang memonitor tingkat persediaan dan menentukan tingkat
persediaan yang harus dijaga, kapan persediaan harus disediakan dan berapa besar
22
pesanan yang harus dilakukan. Sistem ini bertujuan menetapkan dan menjamin
tersedianya sumber daya yang tepat, dalam kuantitas yang tepat dan pada waktu
yang tepat serta meminimumkan biaya total melalui penentuan apa, berapa, dan
kapan pesanan dilakukan secara optimal (Rangkuti, 2002).
Biaya – biaya yang timbul dari adanya persediaan, yaitu :
1. Biaya penyimpanan (holding costs atau carrying costs), yaitu terdiri atas biayabiaya yang bervariasi secara langsung dengan kuantitas persediaan. Biaya
penyimpanan per periode akan semakin besar apabila kuantitas bahan yang
dipesan semakin banyak atau rata-rata persediaan semakin tinggi. Biaya-biaya
yang termasuk sebagai biaya penyimpanan diantaranya biaya fasilitas-fasilitas
penyimpanan (termasuk penerangan, pendingin ruangan, dan sebagainya),
biaya modal (opportunity costs of capital), yaitu alternatif pendapatan atas
dana yang diinvestasikan dalam persediaan, biaya keusangan, biaya
penghitungan fisik, biaya asuransi persediaan, biaya pajak persediaan, biaya
pencurian/pengrusakan, dan biaya penanganan persediaan.
Biaya penyimpanan persediaan berkisar antara 12 sampai 40 persen dari
biaya atau harga barang. Untuk perusahaaan manufacturing biasanya, biaya
penyimpanan rata-rata secara konsisten sekitar 25 persen (Rangkuti, 2002).
2. Biaya pemesanan atau pembelian (ordering costs atau procurement costs) yaitu
biaya yang dkeluarkan berkaitan dengan pemesanan barang-barang dari
penjual, sejak dari pesanan dibuat dan dikirim ke penjual sampai barang
tersebut dikirim dan diserahkan serta diinspeksi di gudang (Assauri, 2004).
Biaya-biaya ini meliputi diantaranya pemrosesan pesanan dan biaya ekspedisi,
23
upah, biaya telepon, pengeluaran surat menyurat, biaya pengepakan dan
penimbangan, biaya pemeriksaan (inspeksi) penerimaan, biaya pengiriman ke
gudang, dan biaya utang lancar.
Pada umumnya, biaya pemesanan (di luar biaya bahan dan potongan
kuantitas) tidak naik apabila kuantitas pemesanan bertambah besar. Tetapi,
apabila semakin banyak komponen yang dipesan setiap kali pesan, jumlah
pesanan per periode turun, maka biaya pemesanan total akan turun. Ini berarti,
biaya pemesanan total per periode (tahunan) sama dengan jumlah pesanan yang
dilakukan setiap periode dikalikan biaya yang harus dikeluarkan setiap kali
pesan (Rangkuti, 2002).
1. Biaya penyiapan (manufacturing) atau set-up cost. Hal ini terjadi apabila
bahan-bahan tidak dibeli, tetapi diproduksi sendiri “dalam pabrik” perusahaan,
perusahaan menghadapi biaya penyiapan (set up cost) untuk memproduksi
komponen tertentu. Biaya-biaya ini terdiri dari biaya mesin-mesin, biaya
persiapan tenaga kerja langsung, biaya penjadwalan, dan biaya eksepedisi
(Rangkuti, 2002).
2. Biaya kehabisan atau kekurangan bahan (shortage costs) adalah biaya yang
timbul apabila persiapan tidak mencukupi adanya permintaan bahan. Biaya
kekurangan bahan sulit diukur dalam praktik, terutama karena kenyataannya
biaya ini sering merupakan opportunity costs yang sulit diperkirakan secara
objektif (Rangkuti, 2002). Menurut Assauri (2004), biaya ini timbul dari
persediaan yang lebih kecil daripada jumlah yang diperlukan seperti kerugian
24
akibat biaya tambahan karena seorang pelanggan meminta suatu barang
sedangkan barang yang dibutuhkan tidak tersedia.
Kategori jenis-jenis persediaan dibedakan dalam 5 jenis, diantaranya
(Assauri, 2008):
a. Persediaan bahan baku (raw materials stock) yaitu persediaan barangbarang berwujud yang digunakan dalam proses produksi.
b. Persediaan komponen rakitan (purchased parts), yaitu persediaan barangbarang yang terdiri atas bagian yang diterima dari perusahaan lain.
c. Persediaan bahan pembantu atau perlengkapan (supplies stock) yaitu
persediaan barang/bahan yang diperlukan dalam proses produksi untuk
membantu berhasilnya produksi.
d. Persediaan barang setengah jadi atau barang dalam proses (work in process)
yaitu persediaan barang-barang yang keluar dari tiap bagian dalam satu
pabrik tetapi perlu diproses kembali untuk kemudian menjadi barang jadi.
e. Persediaan barang jadi (finished good stock) yaitu persediaan barang-barang
yang telah selesai diproses atau diolah dalam pabrik dan siap untuk dijual
kepada pelanggan. Barang jadi ini merupakan produk selesai dan telah siap
untuk dijual.
Berdasarkan penjelasan jenis persediaan diatas, persediaan farmasi
termasuk dalam persediaan barang jadi. Menurut PMK no.58 th 2014 bahwa
sediaan farmasi adalah obat, bahan obat, obat tradisional dan kosmetika.
25
2.2.1. Perencanaan Persediaan
Perencanaan yang baik menuntut adanya sistem monitoring, evaluasi
dan pencatatan/pelaporan yang memadai dan berfungsi sebagai umpan balik
untuk tindakan pengendalian terhadap devisi yang ada. Suatu rencana harus
didukung oleh semua pihak, rencana yang dipaksakan akan sulit
mendapatkan dukungan bahkan sebaliknya akan berakibat tidak lancar
dalam pelaksanaannya.
Menurut Imron (2010), bahwa kebutuhan logistik rumah sakit
dihitung berdasarkan dari suatu analisa tentang persediaan logistik yang ada,
yang masih dapat digunakan yang masih memerlukan perbaikan atau
memang harus diganti dengan yang baru. Sifat dari kebutuhan logistik
rumah sakit diantaranya rutin, mendesak, dan periodik (Aini, 2012).
Menurut Pedoman Depkes (2008), tujuan perencanaan perbekalan
farmasi adalah untuk menetapkan jenis dan jumlah perbekalan farmasi
sesuai dengan pola penyakit dan kebutuhan pelayanan kesehatan dirumah
sakit. Adapun pendekatan perencanaan kebutuhan dapat dilakukan melalui
beberapa metode :
a. Metode konsumsi, metode ini didasarkan pada data riil konsumsi
perbekalan farmasi periode yang lalu, dengan berbagai penyesuaian dan
koreksi. Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam perhitungan jumlah
perbekalan farmasi diantaranya pengumpulan data, analisa data,
perhitungan perkiraan kebutuhan dan penyesuaian jumlah kebutuhan.
26
b. Metode morbiditas, dasar perhitungan pada metode ini yaitu jumlah
kebutuhan perbekalan perbekalan farmasi yang digunakan untuk beban
kesakitan yang harus dilayani. Metode ini berdasar pola penyakit,
kenaikan kunjungan, dan waktu tunggu.
c. Kombinasi metode konsumsi dan metode morbiditas disesuaikan dengan
anggaran yang tersedia. Acuan yang digunakan yaitu formularium RS,
rekam medik, anggaran yang tersedia, penetapan prioritas, pola penyakit,
sisa persediaan, data penggunaaan periode yang lalu, dan rencana
pengembangan.
Menurut hasil penelitian Suciati dan Adisasmito (2006) bahwa aspek
yang perlu dipertimbangkan dalam perencanaan obat di RS yaitu
standarisasi
obat
atau
formularium,
anggaran,
pemakaian
periode
sebelumnya, stok akhir dan kapasitas gudang, lead time dan stok pengaman,
jumlah kunjungan dan pola penyakit, standar terapi, serta penetapan
kebutuhan obat dengan menggunakan ABC Indeks Kritis.
2.2.2. Pengadaan Persediaan
Pengadaan merupakan kegiatan untuk merealisasikan kebutuhan yang
telah ditetapkan dan disetujui anggarannya (Febriawati, 2013). Terdapat
empat tujuan strategis dalam pengadaan farmasi menurut WHO (2001)
diantaranya, yaitu pengadaan obat dengan biaya yang efektif dan dalam
jumlah yang tepat, pilih pemasok yang memiliki produk dapat diandalkan
27
dan berkualitas tinggi, pastikan pengiriman tepat waktu, serta mencapai total
biaya serendah mungkin.
Dalam kegiatan pengadaan terdapat kegiatan pembelian, terdapat 4
kegiatan utama dalam pembelian, yaitu pemilihan supplier (pemasok),
melakukan pemantauan pengiriman, menjembatani antara supplier dengan
bagian terkait pembelian di perusahaan, dan mencari produk yang dapat
memberikan kontribusi dan keuntungan pada perusahaan.
Hal- hal yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan pengadaan antara
lain stok bahan yang ada baik bahan baku, bahan pengemas, dan produk
jadi, dan lead time (waktu yang dibutuhkan untuk pengadaan barang mulai
pemesanan sampai tiba di gudang).
2.2.3. Pengawasan Persediaan
Pengawasan adalah segenap kegiatan untuk menyakinkan dan
menjamin bahwa tugas/pekerjaan telah dilakukan sesuai dengan rencana
yang telah ditetapkan, kebijaksanaan yang telah digariskan dan perintah
(aturan) yang diberikan. Pengawasan merupakan bagian dari fungsi
manajemen,
disamping
fungsi
perencanaan,
pengorganisasian
dan
pelaksanaan.
Tujuan pengawasan sediaan farmasi adalah (Daris, 2010) melindungi
masyarakat dari sediaan farmasi yang tidak memenuhi syarat, melindungi
masyarakat dari penyalahgunaan dan salah penggunaan sediaan farmasi dan
28
alat kesehatan, dan mencegah persaingan tidak sehat antar perusahaan
farmasi.
Menurut Seto (2004), semua kegiatan dalam siklus logistik harus
selalu dilakukan pengawasan mulai dari Perencanaan, Penganggaran,
Pengadaan, Penyimpanan dan Penyaluran, Pemeliharaan dan Penghapusan.
Pengawasan/pengendalian dari siklus pengelolaan logistik mencakup
pengawasan terhadap harga barang, biaya-biaya yang dikeluarkan dalam
siklus logistik, menyangkut prosedur dalam siklus logistik, kesesuaian
barang, perhatian terhadap kualitas barang, kadaluarsa barang, serta tertib
pencatatan dan pelaporan.
Menurut Rangkuti (2002), pengawasan persediaan pada intinya adalah
menjaga jangan sampai perusahaan kehabisan persediaan, menjaga supaya
pembentukan persediaan oleh perusahaan tidak terlalu besar sehingga biaya
yang timbul tidak terlalu besar dan menjaga agar pembelian secara kecilkecilan dapat dihindari karena ini akan berakibat biaya pemesanan menjadi
besar.
2.2.4. Pengendalian Persediaan
Menurut Priyambodo (2007) bahwa pengendalian persediaan adalah
menghasilkan keputusan tingkat persediaan yang menyeimbangkan tujuan
diadakannya persediaan dengan biaya yang dikeluarkan. Dengan kata lain,
sasaran akhir dari pengendalian persediaan adalah meminimalkan total
biaya dengan perubahan tingkat persediaan.
29
Untuk mempertahankan tingkat persediaan yang optimum, diperlukan
jawaban atas dua pertanyaan mendasar yaitu kapan dilakukan pemesanan
dan berapa jumlah yang harus dipesan dan kapan harus dilakukan
pemesanan kembali. Keputusan mengenai kapan dan berapa jumlah yang
harus dipesan sangat tergantung kepada waktu dan tingkat persediaan.
Salah satu fungsi manajerial dalam manajemen persediaan yang
sangat penting adalah pengendalian persediaan. Apabila perusahaan
menanamkan terlalu banyak dananya dalam persediaan, hal ini akan
menyebabkan
biaya
penyimpanan
yang
berlebihan,
dan
mungkin
mempunyai oppurtinity cost. Demikian pula apabila perusahaan tidak
mempunyai persediaan yang mencukupi, dapat mengakibatkan biaya-biaya
dari terjadinya kekurangan bahan (stock out) (Rangkuti, 2002).
Sedangkan menurut Seto (2004), pengendalian persediaan (inventory
control)
adalah
fungsi
manajerial
yang
sangat
penting
karena
persediaan/stok obat akan memakan biaya yang melibatkan investasi yang
besar karena itu perlu dilakukan dengan efektif dan efisien. Pengendalian
persediaan yang efektif adalah mengoptimalkan dua tujuan yaitu
memperkecil total investasi pada persediaan obat dan menjual berbagai
produk yang benar untuk memenuhi permintaan konsumen.
2.2.4.1. Pengendalian Persediaan Dengan Analisis ABC Investasi
Jenis barang perbekalan farmasi dirumah sakit sangat banyak
jumlahnya yang tidak seluruhnya memiliki prioritas yang sama. Untuk
mengetahui jenis perbekalan farmasi yang harus mendapat prioritas maka
30
digunakan
analisis
ABC.
Analisis
ABC
ini
dapat
memudahkan
pengendalian persediaan perbekalan farmasi dengan mengklasifikasikan
item barang. Analisis ABC merupakan metode pembuatan grup atau
penggolongan berdasarkan peringkat nilai dari nilai tertinggi hingga
terendah, dan dibagi menjadi 3 kelompok besar yang disebut kelompok A,B
dan C (Maimun, 2008):
Menurut Assauri (2004), klasifikasi dalam analisis ABC dibagi
menjadi 3, diantaranya :
1. Kelompok A adalah inventory dengan nilai investasinya tinggi dengan
jumlah sekitar 80% dan mempunyai jumlah penggunaan tidak melebihi
10% dari total nilai inventory.
2. Kelompok B adalah inventory dengan nilai investasinya mencapai 15%
dan mempunyai jumlah penggunaan hingga 20% dari total nilai
inventory.
3. Kelompok C adalah inventory dengan nilai investasinya tidak lebih dari
15% dan mempunyai jumlah penggunaan mencapai 70% dari total nilai
inventory.
Menurut Dirjen Binakefarmasian dan Alat Kesehatan (2008)
klasifikasi persediaan berdasarkan kumulasi persennya dibagi atas 3 bagian,
yaitu :
1) Persediaan dengan persen kumulatifnya 0-70% masuk dalam kategori
kelompok A.
31
2) Persediaan dengan persen kumulatifnya 71-90% masuk dalam kategori
kelompok B.
3) Persediaan dengan persen kumulatifnya 90-100% masuk dalam kategori
kelompok C.
Menurut Priyambodo (2009), beberapa persediaan memiliki proporsi
yang relatif lebih kecil dari volume persediaan secara keseluruhan, namun
memiliki nilai (rupiah) yang relatif lebih besar.
Besarnya persentase ini adalah kisaran yang bisa berubah-ubah dan
berbeda antara perusahaan satu dengan yang lainnya. Analisis ABC adalah
analisis konsumsi obat tahunan dan biaya untuk menentukan item yang
menjelaskan proporsi terbesar dari anggaran. Analisis ABC dapat (WHO,
2003) :
a. Mengklasifikasikan item yang memiliki tingkat penggunaan yang tinggi
dan item yang memiliki biaya yang rendah.
b. Mengukur sejauh mana konsumsi obat yang sebenarnya mencerminkan
kebutuhan kesehatan masyarakat dan membandingkan konsumsi obat
pola morbiditas.
c. Mengidentifikasi pembelian untuk item di rumah sakit yang tidak masuk
dalam daftar obat esensial yaitu penggunaan obat-obatan nonformularium.
Manfaat pengendalian persediaan dengan klasifikasi ABC, yaitu
(Rangkuti, 2002) :
32
1) Membantu manajemen dalam menentukan tingkat persediaan yang
efisien.
2) Memberikan perhatian pada jenis persediaan utama yang dapat
memberikan cost benefit yang besar bai perusahaan
3) Dapat memanfaatkan modal kerja sebaik-baiknya sehingga dapat
memacu pertumbuhan perusahaan
4) Sumber-sumber daya produksi dapat dimanfaatkan secara efisien.
2.2.4.2. Pengendalian Persediaan Dengan Metode EOQ (Economic
Order Quantity)
Berawal di tahun 1913, F.W. Harris mengembangkan suatu model
dimana menjaga persediaan dalam keadaan siap digunakan, terlebih dahulu
mendefinisikan seberapa banyak suatu persediaan atau produk dipesan.
Kemudian Wilson pada tahun 1934 mengembangkan teori F.W.Harris
membuat perumusan EOQ. Metode ini tidak hanya mengetahui dan
menentukan jumlah pemesanan namun dengan metode ini diharapkan dapat
meminimalisasi total biaya operasional. Hal ini dikarenakan pada
perumusan EOQ, jumlah pemesanan diperoleh dengan mempertimbangkan
biaya pemesanan dan biaya penyimpanan sebagai variabel yang dihitung
(Nadia, 2012).
Menurut Bunawan (1996), rumus ini kemudian mencapai
pemakaian yang sangat luas dalam industri melalui upaya seorang konsultan
bernama Wilson. Maka rumus ini sering pula dinamakan EOQ Wilson yang
33
sebenarnya dikembangkan oleh Harris. Metode ini merumuskan jumlah
barang yang harus dipesan dengan meminimalkan biaya pengoperasian
persediaan.
Menurut Anief (2008), metode EOQ merupakan volume atau
jumlah pembelian yang paling ekonomis untuk dilaksanakan pada setiap
kali pembelian. Sehingga diharapkan metode ini dapat mencegah
kekosongan obat dengan mengadakan jumlah pemesanan barang.
Berikut adalah rumus untuk menentukan jumlah pemesanan
optimum menurut Heizer dan Render (2010), yaitu :
Rumus :
Q=√
Keterangan :
Q
: Jumlah pesanan
D
: Jumlah kebutuhan barang
S
: Biaya pemesanan untuk setiap pesanan
H
: Biaya penyimpanan per unit per tahun
Menurut Schroeder (2003), dalam menggunakan EOQ ada beberapa
asumsi yang digunakan :
1) Permintaan terhadap obat konstan, berulang, dan diketahui.
2) Waktu tunggu (lead time) konstan dan diketahui.
3) Tidak diperbolehkan terjadi kehabisan stok untuk menentukan dengan
pasti kapan harus memesan bahan untuk mencegah kekurangan stok.
4) Barang yang dipesan ditempatkan dalam persediaan dalam satu waktu.
34
5) Harga per unit konstan dan tidak ada diskon yang diberikan jika pesanan
dalam jumlah banyak.
6) Barang merupakan produk tunggal ,tidak ada interaksi dengan produk
lain.
2.2.4.3. Pengendalian Persediaan Dengan Safety Stock
Apabila penggunaan persediaan melebihi dari perkiraan maka terdapat
persediaan pengamanan untuk menghindari kekosongan obat inilah yang
dinamakan safety stock. Rumah sakit sering menghadapi ketidakpastian
jangka waktu pengiriman dan permintaan akan barang logistik selama
periode tertentu. Dalam hal ini rumah sakit memerlukan persediaan ekstra
yang disebut persediaan pengamanan. Safety stock bertujuan untuk
menentukan berapa besar stok yang dibutuhkan selama masa tenggang
untuk memenuhi besarnya permintaan. (Rangkuti, 2002)
Safety stock adalah persediaan tambahan yang diadakan untuk
melindungi atau menjaga kemungkinan terjadinya kekurangan persediaan
yang disebabkan karena adanya permintaan yang lebih besar dari perkiraan
semula atau karena keterlambatan barang yang dipesan sampai digudang
penyimpanan (lead time yang lebih lama dari perkiraan semula) dengan
menentukan besarnya persediaan pengaman yang kemudian diikuti dengan
jumlah pesanan tetap atau EOQ (Seto dkk, 2004). Faktor-faktor yang
mempengaruhi besar kecilnya safety stock, adalah sebagai berikut (Ristono,
2009):
35
a. Resiko kehabisan persediaan, yang biasanya ditentukan oleh :
1. Kebiasaan pihak supplier dalam pengiriman barang yang dipesan,
apakah tepat waktu atau sering kali terlambat dari waktu yang telah
ditetapkan dalam kontrak pembelian.
2. Dapat diduga atau tidaknya kebutuhan bahan baku/penolong untuk
produksi. Apabila kebutuhan bahan penolong setiap kali proses
produksi dapat diduga atau diperhitungkan secara tepat, maka
perusahaan tidak perlu memiliki persediaan yang besar.
b. Biaya simpan digudang dan biaya ekstra bila kehabisan persediaan.
Apabila dibandingkan, biaya penyimpanan digudang lebih besar dari
biaya yang dikeluarkan seandainya melakukan pesanan ekstra bila
persediaan habis,maka perusahaan tidak perlu memiliki persediaan besar.
c. Sifat persaingan. Persaingan yang terjadi antara perusahaan dapat
ditentukan dari kecepatan pelayanan pemenuhan permintaan konsumen,
maka perusahaan perlu memiliki persediaan yang besar. Namun bila
yang menjadi sifat persaingan adalah hal lain (kualitas dan harga), maka
tidak mendesak untuk memiliki persediaan yang besar.
Oleh karena itu, mengapa diperlukan perhitungan terhadap safety
stock untuk menentukan jumlah persediaan pengamanan dalam menjaga
kendali persediaan obat dirumah sakit.
Persediaan pengaman (safety stock) adalah persediaan tambahan yang
diadakan untuk melindungi atau menjaga kemungkinan terjadinya
kekurangan bahan (stockout) (Bowersox, 2002). Berikut perhitungan dalam
36
menentukan persediaan pengaman obat dirumah sakit dengan lead time
yang diketahui, permintaan bersifat konstan sehingga service level sebesar
98% (Z = 2,05) (Rangkuti, 2002) :
SS = Z x d x L
Rumus :
Keterangan :
SS
: Safety stock
Z
: Service level
d
: Rata- rata pemakaian
L
: Lead time
Tingkat pelayanan (Service level) dapat didefinisikan sebagai
probabilitas permintaan tidak akan melebihi persediaan selama waktu
tenggang.
Tingkat
pelayanan
98%
menunjukkan
bahwa
besarnya
kemungkinan permintaan tidak akan melebihi persediaan selama waktu
tenggang ialah 98%. Dengan kata lain, risiko terjadinya kekosongan stok
(stockout risk) hanya 2% (Herjanto, 2008).
2.2.4.4. Pengendalian Persediaan Dengan Metode ROP (Reorder Point)
Pemesanan terhadap persediaan obat dirumah sakit dilakukan
berulang-ulang setiap bulannya untuk memenuhi kebutuhan maka perlu
dipertimbangkan persediaan pengaman (safety stock) dan kapan waktu
pemesanan kembali (ROP) untuk menghindari kekosongan obat.
37
ROP adalah batas/titik jumlah pemesanan kembali termasuk
permintaan yang diinginkan atau dibutuhkan selama masa tenggang
(Rangkuti, 2002). Dimana dengan metode ini dapat diketahui kapan
sebaiknya waktu bagi petugas kefarmasian dalam melakukan pemesanan
kembali barang yang hampir habis ke distributor.
Pendekatan ROP menghendaki jumlah persediaan yang tetap setiap
kali melakukan pemesanan. Apabila pemesanan mencapai jumlah tertentu
maka
harus
dilakukan
pemesanan
kembali
dengan
segera
untuk
menghindari kekosongan obat. Pendekatan ROP ini mempunyai resiko
terjadi stock out jika jumlah permintaan selama waktu lead time melebihi
jumlah persediaan pengaman (buffer stock). Pendekatan ini mengharuskan
dilakukannya pengecekan kartu stok secara teratur untuk menentukan
apakah pemesanan kembali harus dilakukan (Priyambodo, 2007).
Berikut adalah rumus untuk menentukan titik pemesanan kembali
menurut Heizer dan Render (2010) dan Rangkuti (2002), yaitu :
Rumus :
ROP = ( d x L) + SS
Keterangan :
ROP
: Reorder Point
d
: permintaan harian
L
: Lead Time (waktu tunggu)
SS
: Persediaan Pengaman (safety stock)
ROP model terjadi apabila jumlah persediaan yang terdapat dalam
stok berkurang terus sehingga kita harus menentukan berapa banyak batas
38
minimal tingkat persediaan yang harus dipertimbangkan sehingga tidak
terjadi kekosongan obat (stock out) (Rangkuti, 2002).
2.3. Stock Out
Menurut Waluyo (2006), sisa obat akhir kurang dari jumlah pemakaian ratarata tiap bulan selama satu bulan disebut stockout. Sedangkan menurut Gazali
(2002) dalam Pratiwi (2009) mendefinisikan stock out adalah keadaan persediaan
obat kosong yang dibutuhkan. Stok kosong adalah jumlah akhir obat sama dengan
nol. Stok obat digudang mengalami kekosongan dalam persediaannya sehingga
bila ada permintaan tidak bisa terpenuhi.
Apabila jumlah permintaan atau kebutuhan lebih besar dari tingkat
persediaan yang ada, maka akan terjadi kekurangan persediaan atau disebut Stock
Out. Pada situasi terjadinya kekurangan persediaan, seorang pengusaha akan
menghadapi dua kemungkinan diantaranya permintaan akan dibatalkan sama
sekali dan barang yang masih kurang akan dipenuhi kemudian (Rangkuti, 2004).
Stock out disebabkan beberapa faktor antara lain demand yang fluktuasi,
peramalan yang tidak akurat, dan lead time yang bervariasi (lead time supplier
maupun lead time manufacturing). (Nova, 2013)
Menurut Prawirosentono (2000), Stock out berakibat pada kerugian berupa
tidak efisien dan terputusnya hubungan dengan konsumen. Upaya-upaya untuk
menghindari terjadinya kehabisan bahan, yaitu bisa dilakukan sebagai berikut :
a. Pembelian secara darurat, pembelian mendadak ini harus dilakukan hanya
dalam keadaan dimana persediaan bahan yang ada dalam keadaan kritis.
39
b. Mengadakan cadangan persediaan (safety stock), salah satu upaya selain
pembelian darurat yaitu mengadakan safety stock.
2.4. OBAT
Obat adalah semua bahan tunggal atau campuran yang dipergunakan oleh
semua mahluk untuk bagian dalam dan luar tubuh guna mencegah, meringankan
dan menyembuhkan penyakit. Obat paten yaitu obat jadi dengan nama dagang
yang terdaftar atas nama pembuat yang diberi kuasa dan dijual dalam bungkus asli
dari pabrik yang memproduksinya. Sedangkan obat generik yaitu obat dengan
nama resmi yang ditetapkan dalam formularium untuk zat berkhasiat yang
dikandungnya. Obat menurut bentuk sediaan obat dikelompokkan menjadi bentuk
padat (serbuk, tablet, pil, dan kapsul), bentuk setengah padat (salep, krim, gel dan
salep mata), bentuk cair (injeksi, infus, obat tetes dan sirup) serta bentuk gas
(inhalasi, spray/aerosol) (Syamsuni, 2006).
2.5. PENGERTIAN SISTEM
Sistem adalah suatu kesatuan yang utuh dan terpadu dari berbagai elemen
yang berhubungan serta saling mempengaruhi yang dengan sadar dipersiapkan
untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Sistem mempunyai tujuan atau
sasaran yang ingin dicapai, pada dasarnya tercapainya tujuan atau sasaran ini
adalah sebagai kerjasama dari berbagai subsistem yang terdapat dalam sistem
(Azwar, 1996). Sedangkan sistem menurut Indrajit (2001) yaitu kumpulan dari
komponen-komponen yang dimiliki unsur dan memiliki keterkaitan antara satu
40
dengan lainnya. Sistem terbentuk dari bagian atau elemen yang saling
berhubungan dan mempengaruhi, diantaranya (Azwar, 1996) :
1. Masukan (input) yaitu kumpulan berbagai elemen yang terdapat dalam sistem
dan yang diperlukan untuk berfungsinya sistem tersebut.
2. Proses adalah kumpulan bagian atau elemen yang terdapat dalam sistem dan
yang
berfungsi
untuk
mengubah
masukan
menjadi
keluaran
yang
direncanakan.
3. Keluaran (output) adalah kumpulan bagian atau elemen yang dihasilkan dari
berlangsungnya proses dalam sistem.
4. Dampak yaitu akibat yang dihasilkan oleh keluaran suatu sistem.
5. Umpan Balik yaitu kumpulan bagian atau elemen yang merupakan keluaran
dari sistem dan sekaligus sebagai masukan bagi sistem tersebut.
6. Lingkungan yaitu dunia diluar sistem yang tidak dikelola oleh sistem tetapi
mempunyai pengaruh besar terhadap sistem.
2.6. SDM
Sumber daya manusia menurut Sihotang (2007) adalah yang mampu bekerja
untuk menghasilkan barang dan jasa yang dapat memenuhi kebutuhan masyarakat
umum. Sumber daya manusia di instalasi farmasi sesuai dengan PMK no.58 tahun
2014 yaitu apoteker, tenaga teknis kefarmasian dan petugas penunjang lain agar
tercapai sasaran dan tujuan instalasi farmasi rumah sakit. Dalam permenkes ini
juga dijelaskan bahwa pelayanan kefarmasian dirawat jalan idealnya dibutuhkan
tenaga apoteker dengan rasio 1 apoteker untuk 50 pasien.
41
Uraian tugas tertulis dari masing-masing staf instalasi farmasi harus ada dan
sebaiknya dilakukan peninjauan kembali paling sedikit setiap tiga tahun sesuai
kebijakan dan prosedur di Instalasi Farmasi Rumah Sakit.
Berdasarkan pekerjaan yang dilakukan, kualifikasi SDM instalasi farmasi
diklasifikasikan sebagai berikut :
a) Untuk pekerjaan kefarmasian terdiri dari :
1. Apoteker
Apoteker adalah sarjana farmasi yang telah lulus sebagai apoteker dan telah
mengucapkan sumpah jabatan apoteker.
2. Tenaga Teknis Kefarmasian
Tenaga Teknis Kefarmasian adalah tenaga yang membantu apoteker dalam
menjalani Pekerjaan Kefarmasian, yang terdiri atas Sarjana Farmasi, Ahli
Madya Farmasi, Analis Farmasi, dan Tenaga Menengah Farmasi/Asisten
Apoteker.
b) Untuk pekerjaan penunjang terdiri dari:
1. Operator Komputer/Teknisi yang memahami kefarmasian
2. Tenaga Administrasi
3. Pekarya/Pembantu pelaksana
Instalasi Farmasi Rumah Sakit harus dikepalai oleh seorang apoteker yang
merupakan apoteker penanggung jawab seluruh pelayanan kefarmasian di rumah
sakit. Kepala Instalasi Farmasi Rumah Sakit diutamakan telah memiliki
pengalaman bekerja di Instalasi Farmasi Rumah Sakit minimal 3 (tiga) tahun.
42
2.7. PROSEDUR
SOP (Standard Operating Procedure) adalah suatu perangkat lunak
pengatur, yang mengatur tahapan suatu proses kerja atau prosedur kerja tertentu.
Oleh karena prosedur kerja yang dimaksud bersifat tetap, rutin, dan tidak berubahubah, prosedur kerja tersebut dibakukan menjadi dokumen tertulis yang disebut
sebagai SOP (Budiharjo, 2014).
Menurut PMK No.58 tahun 2014 bahwa penyelenggaraan pelayanan
kefarmasian di rumah sakit harus didukung oleh ketersediaan sumber daya
kefarmasian, pengorganisasian yang berorientasi kepada keselamatan pasien, dan
standar prosedur operasional.
2.8. DANA
Salah satu komponen penunjang yang sangat vital dalam pengelolaan obat
adalah ketersediaan anggaran yang memadai dan sesuai dengan kebutuhan untuk
penyediaan perbekalan farmasi dirumah sakit. Dana/Anggaran dalam pengelolaan
perbekalan farmasi dirumah sakit bertujuan agar dapat memenuhi kebutuhan obat
dirumah sakit. Kendala yang umum dijumpai dalam pengelolaan obat meliputi
beberapa aspek antara lain sumber daya manusia (SDM), sumber anggaran yang
terbatas, sarana dan prasarana (Depkes, 2008).
Sumber anggaran dapat bersumber dari pemerintah maupun pihak swasta,
diantaranya (Depkes, 2008):
3. Sumber anggaran yang berasal dari pemerintah antara lain dari APBN, APBD
dan Revolving funds (Walikota/Gubernur).
43
4. Sumber anggaran yang berasal dari swasta antara lain CSR (BUMN), donasi,
dan asuransi.
2.9. KEBIJAKAN
Kebijakan menurut Carl Friedrich (2002) adalah suatu tindakan yang
mengarah pada tujuan yang diusulkan oleh seseorang, kelompok atau pemerintah
dalam lingkungan tertentu sehubungan dengan adanya hambatan-hambatan seraya
mencari peluang-peluang untuk mencapai tujuan atau mewujudkan sasaran yang
diinginkan. Sedangkan kebijakan menurut PBB (2002) adalah suatu deklarasi
mengenai dasar pedoman untuk (bertindak) atau suatu program mengenai
aktivitas-aktivitas tertentu (Makinuddin dan Sasongko, 2006).
2.10. DISTRIBUTOR
Distributor Obat atau Pedagang Besar Farmasi yang selanjutnya disingkat
PBF adalah perusahaan berbentuk badan hukum yang memiliki izin untuk 3
pengadaan, penyimpanan, penyaluran obat dan/atau bahan obat dalam jumlah
besar sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Sedangkan PBF Cabang
adalah cabang PBF yang telah memiliki pengakuan untuk melakukan pengadaan,
penyimpanan, penyaluran obat dan/atau bahan obat dalam jumlah besar sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan (Depkes, 2011).
Dalam Permenkes no.34 tahun 2014 tentang perizinan bagi PBF dijelaskan
bahwa persyaratan administrasi dan kesesuaian dokumen yang harus dipenuhi
44
oleh distributor/PBF yaitu berupa adanya NPWP, TDP, SIUP, akta notaris dan
SIPA (surat izin praktek apoteker).
2.11. RUMAH SAKIT
Rumah sakit merupakan institusi yang memberikan pelayanan jasa kepada
pasien dalam rangka meningkatkan kesehatan pasien maupun meringankan sakit
dengan pelayanan pengobatan individu. Menurut WHO :
“hospital are health care institutions that have an organized medical and
other professional staff, and inpatient facilities, and deliver medical,
nursing and related services 24 hours per day, 7 days per week”
Berdasarkan definisi diatas bahwa rumah sakit adalah institusi pelayanan
kesehatan yang mengelola jasa kedokteran dan perawatan dengan memberikan
pelayanan selama 24 jam per hari dan 7 hari dalam satu minggu.
Menurut PMK no.340 tentang Klasifikasi Rumah Sakit, berdasarkan
fasilitas dan kemampuan pelayanannya, rumah sakit diklasifikasikan menjadi :
a. Rumah Sakit Umum Kelas A
Rumah Sakit Umum Kelas A harus mempunyai fasilitas dan kemampuan
pelayanan medik paling sedikit 4 (empat) Pelayanan Medik Spesialis Dasar, 5
(lima) Pelayanan Spesialis Penunjang Medik, 12 (dua belas) Pelayanan Medik
Spesialis Lain dan 13 (tiga belas) Pelayanan Medik Sub Spesialis serta
memiliki jumlah tempat tidur minimal 400 (empat ratus) buah.
45
b. Rumah Sakit Umum Kelas B
Rumah Sakit Umum Kelas B harus mempunyai fasilitas dan kemampuan
pelayanan medik paling sedikit 4 (empat) Pelayanan Medik Spesialis Dasar, 4
(empat) Pelayanan Spesialis Penunjang Medik, 8 (delapan) Pelayanan Medik
Spesialis Lainnya dan 2 (dua) Pelayanan Medik Subspesialis Dasar. Rumah
Sakit Umum Kelas B juga harus memiliki jumlah tempat tidur minimal 200
(dua ratus) buah.
c. Rumah Sakit Umum Kelas C
Rumah Sakit Umum Kelas C harus mempunyai fasilitas dan kemampuan
pelayanan medik paling sedikit 4 (empat) Pelayanan Medik Spesialis Dasar dan
4 (empat) Pelayanan Spesialis Penunjang Medik. Rumah Sakit Umum Kelas C
memiliki jumlah tempat tidur minimal 100 (seratus) buah.
d. Rumah Sakit Umum Kelas D
Rumah Sakit Umum Kelas D harus mempunyai fasilitas dan kemampuan
pelayanan medik paling sedikit 2 (dua) Pelayanan Medik Spesialis Dasar.
Pelayanan Medik Spesialis Dasar sekurang-kurangnya 2 (dua) dari 4 (empat)
jenis pelayanan spesialis dasar meliputi Pelayanan Penyakit Dalam, Kesehatan
Anak, Bedah, Obstetri dan Ginekologi serta memiliki jumlah tempat tidur
minimal 50 (lima puluh) buah.
46
2.12. INSTALASI FARMASI
Unit
ini merupakan unit pelaksana fungsional yang menyelenggarakan
seluruh kegiatan pelayanan kefarmasian di rumah sakit. Instalasi farmasi dipimpin
oleh seorang apoteker sebagai penanggung jawab. Instalasi Farmasi harus
melakukan pengembangan pelayanan kefarmasian sesuai dengan situasi
perkembangan kefarmasian terkini. Berikut tugas dan fungsi instalasi kefarmasian
di rumah sakit berdasarkan PMK no.58 tahun 2014 :
a) Tugas Instalasi Farmasi Rumah Sakit, meliputi:
1. Menyelenggarakan, mengkoordinasikan, mengatur dan mengawasi seluruh
kegiatan Pelayanan Kefarmasian yang optimal dan profesional serta sesuai
prosedur dan etik profesi;
2. Melaksanakan pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan
Medis Habis Pakai yang efektif, aman, bermutu dan efisien;
3. Melaksanakan pengkajian dan pemantauan penggunaan Sediaan Farmasi,
Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai guna memaksimalkan efek
terapi dan keamanan serta meminimalkan risiko;
4. Melaksanakan Komunikasi, Edukasi dan Informasi (KIE) serta memberikan
rekomendasi kepada dokter, perawat dan pasien;
5. Berperan aktif dalam Tim Farmasi dan Terapi;
6. Melaksanakan pendidikan dan pelatihan serta pengembangan Pelayanan
Kefarmasian;
7. Memfasilitasi dan mendorong tersusunnya standar pengobatan dan
formularium Rumah Sakit.
47
b) Fungsi Instalasi Farmasi Rumah Sakit, meliputi:
1. Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan Bahan Medis Habis
Pakai
a. Memilih Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai
sesuai kebutuhan pelayanan Rumah Sakit;
b. Merencanakan kebutuhan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan
Medis Habis Pakai secara efektif, efisien dan optimal;
c. Mengadakan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis
Pakai berpedoman pada perencanaan yang telah dibuat sesuai ketentuan
yang berlaku;
d. Memproduksi Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis
Pakai untuk memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan di Rumah Sakit;
e. Menerima Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis
Pakai sesuai dengan spesifikasi dan ketentuan yang berlaku;
f. Menyimpan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis
Pakai sesuai dengan spesifikasi dan persyaratan kefarmasian;
g. Mendistribusikan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis
Habis Pakai ke unit-unit pelayanan di Rumah Sakit;
h. Melaksanakan pelayanan farmasi satu pintu;
i. Melaksanakan pelayanan Obat “unit dose”/dosis sehari;
j. Melaksanakan komputerisasi pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan,
dan
Bahan
Medis
memungkinkan);
48
Habis
Pakai
(apabila
sudah
k. Mengidentifikasi, mencegah dan mengatasi masalah yang terkait dengan
Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai;
l. Melakukan pemusnahan dan penarikan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan,
dan Bahan Medis Habis Pakai yang sudah tidak dapat digunakan;
m. Mengendalikan persediaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan
Medis Habis Pakai;
n. Melakukan administrasi pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan,
dan Bahan Medis Habis Pakai.
2. Pelayanan farmasi klinik
a. Mengkaji dan melaksanakan pelayanan Resep atau permintaan Obat;
b. Melaksanakan penelusuran riwayat penggunaan Obat;
c. Melaksanakan rekonsiliasi Obat;
d. Memberikan informasi dan edukasi penggunaan Obat baik berdasarkan
Resep maupun Obat non Resep kepada pasien/keluarga pasien;
e. Mengidentifikasi, mencegah dan mengatasi masalah yang terkait dengan
Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai;
f. Melaksanakan visite mandiri maupun bersama tenaga kesehatan lain;
g. Memberikan konseling pada pasien dan/atau keluarganya;
h. Melaksanakan Pemantauan Terapi Obat (PTO) : Pemantauan efek terapi
Obat, Pemantauan efek samping Obat, dan Pemantauan Kadar Obat
dalam Darah (PKOD).
i. Melaksanakan Evaluasi Penggunaan Obat (EPO);
49
j. Melaksanakan dispensing sediaan steril : Melakukan pencampuran Obat
suntik dan Melaksanakan pengemasan ulang sediaan steril yang tidak
stabil.
k. Melaksanakan Pelayanan Informasi Obat (PIO) kepada tenaga kesehatan
lain, pasien/keluarga, masyarakat dan institusi di luar Rumah Sakit.
l. Melaksanakan Penyuluhan Kesehatan Rumah Sakit (PKRS).
Pelayanan kefarmasian merupakan kegiatan yang bertujuan untuk
mengidentifikasi, mencegah, dan menyelesaikan masalah terkait obat. Tuntutan
pasien dan masyarakat akan peningkatan mutu pelayanan kefarmasian,
mengharuskan adanya perluasan dari paradigma lama yang berorientasi kepada
produk (drug oriented) menjadi paradigma baru yang berorientasi pada pasien
(patient oriented). Untuk itu kompetensi apoteker perlu ditingkatkan secara terus
menerus agar perubahan paradigma tersebut dapat diimplementasikan.
Pelayanan kefarmasian di Rumah Sakit meliputi 2 (dua) kegiatan, yaitu
kegiatan yang bersifat manajerial berupa pengelolaan sediaan farmasi, alat
kesehatan, dan bahan medis habis pakai dan kegiatan pelayanan farmasi klinik.
Kegiatan manajerial yaitu melakukan serangkaian pengelolaan terhadap
pemilihan, perencanaan kebutuhan, pengadaan, penerimaan, penyimpanan,
pendistribusian, pemusnahan, pengendalian dan administrasi (pencatatan dan
pelaporan). Sedangkan pada kegiatan pelayanan farmasi klinik merupakan
pelayanan langsung yang diberikan apoteker kepada pasien dalam rangka
meningkatkan terapi dan meminimalkan risiko terjadinya efek samping karena
obat.
50
2.15.
Kerangka Teori
Menurut George R. Terry dalam bukunya Principle of Management
mengatakan ada enam sumber daya pokok dari manajemen, yaitu Man, Materials,
Machines, Methods, Money, dan Markets. Input ialah segala sumber daya yang
diperlukan untuk melakukan pelayanan kesehatan seperti SDM, Dana, Prosedur
dan Distributor.
Manajemen Logistik menurut Aditama (2007) yaitu suatu ilmu
pengetahuan atau seni serta proses mengenai perencanaan dan penentuan
kebutuhan pengadaan, penyimpanan, penyaluran, dan pemeliharaan serta
penghapusan material/alat-alat. Tujuan operasional dalam manajemen logistik
yaitu agar tersedianya barang serta bahan dalam jumlah yang tepat dan mutu yang
memadai. Hal ini menunjukkan bahwa pendekatan manajemen logistik dapat
membantu dalam menyediakan barang dalam jumlah yang tepat sehingga
mencegah terjadinya kekosongan obat dirumah sakit.
Bagan 2.2
Kerangka Teori
Input
SDM
Dana
Kebijakan
Prosedur
Distributor
Proses
Perencanaan
Penganggaran
Pengadaan
Penyimpanan
Penyaluran
Pengawasan
BAB III
Pengendalian
Sumber : GR. Terry, Aditama (2007) dan Seto (2004)
51
Output
Pelayanan Obat yang
tepat waktu dan sesuai
kebutuhan
BAB III
KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI ISTILAH
3.1.
Kerangka Konsep
Obat adalah bahan atau paduan bahan, termasuk produk biologi yang
digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi/patologi dalam
rangka penetapan diagnosis, pencegahan, penyembuhan, pemulihan, dan
peningkatan kesehatan untuk manusia. Banyaknya jenis dan jumlah obat dirumah
sakit maka diperlukan pengendalian persediaan obat dengan efektif dan efisien.
Kekosongan obat yang sering terjadi dirumah sakit menjadi salah satu yang
menunjukkan belum optimal dan efektifnya pengendalian persediaan dirumah
sakit.
Dari beberapa penelitian yang dilakukan sebelumnya menunjukkan
beberapa faktor penyebab terjadinya kekosongan obat di gudang farmasi rumah
sakit diantaranya yaitu tenaga SDM yang belum mencukupi, dana yang tersedia
tidak mencukupi, kekosongan obat pada distributor, perencanaan pengadaan yang
tidak akurat, ketidaktelitian petugas dalam pemesanan, terlambatnya petugas
dalam melakukan pemesanan dan keterlambatan distributor dalam mengirimkan
barang. Hal-hal ini berkaitan dengan kurangnya pengelolaan terhadap SDM, dana,
distributor, perencanaan, pengadaan dan pengendalian persediaan obat dirumah
sakit.
Dari beberapa faktor diatas menunjukkan bahwa faktor penyebab stock out
dapat diklasifikasikan berdasarkan pendekatan sistem yaitu dari input, proses dan
52
output. Variabel input terjadinya stock out adalah ketidaktelitian petugas dalam
pemesanan dan tenaga SDM yang belum mencukupi. Variabel input mencakup
sumber daya dalam kegiatan manajemen logistik dan pengendaliannya. Menurut
Kusuma (1999), sumber daya dalam pengendalian produksi yaitu tenaga kerja,
bahan baku dan fasilitas produksi. Variabel proses yang menjadi penyebab stock
out yaitu perencanaan pengadaan yang tidak akurat dan keterlambatan distributor
dalam mengirim. Faktor dalam proses ini termasuk dalam fungsi perencanaan,
pengadaan dan kurangnya kontrol dalam pengendalian persediaan.
Metode analisis ABC digunakan untuk memberikan penekanan perhatian
pada golongan atau jenis-jenis bahan yang terdapat dalam persediaan yang
mempunyai nilai penggunaan yang relatif tinggi/mahal. Metode EOQ (Economic
Order Point) adalah jumlah atau besarnya pesanan yang diadakan dengan
meminimalkan biaya-biaya yang timbul dalam operasional persediaan. Untuk
menentukan jumlah pemesanan yang ekonomis, harus berusaha memperkecil
biaya pemesanan (ordering costs) dan biaya penyimpanan (carrying costs)
(Assauri, 2008). Buffer stock adalah persediaan pengaman yang berfungsi untuk
melindungi atau menjaga kemungkinan terjadinya kekurangan barang karena
penggunaan barang yang lebih besar dari perkiraan semula atau keterlambatan
dalam penerimaan barang yang dipesan. ROP (Reorder Point) adalah titik
pemesanan ulang yang menandakan bahwa pembelian harus segera dilakukan
untuk menggantikan persediaan yang telah digunakan (Herjanto, 2008).
53
Bagan 3.1
Kerangka Konsep
INPUT
PROSES
SDM
Perencanaan Persediaan
Dana
OUTPUT
Pengadaan Persediaan
Prosedur
Terkendalinya
Persediaan Obat
Paten yang Efektif
dan Efisien
Pengawasan Persediaan
Kebijakan
Pengendalian Persediaan
Analisis ABC
Distributor
Kelompok
A
Kelompok
B
Kelompok
C
 Metode EOQ
 Metode ROP
Sumber : Heizer dan Render(2010), Kusuma (1999), Rangkuti (2002), Herjanto
(2008)
54
Pada bagan kerangka konsep yang digambarkan diatas, dapat dilihat bahwa
secara sistem terdapat tujuh variabel yang mempunyai hubungan terhadap
terjadinya stock out. Variabel input antara lain SDM, Dana, Prosedur, Kebijakan
dan Distributor. Sedangkan pada variabel proses, terdapat empat variabel antara
lain perencanaan persediaan, pengadaan persediaan, pengawasan persediaan dan
pengendalian persediaan. Dari variabel input dan proses maka dapat diketahui
output berupa terkendalinya persediaan obat paten yang efektif dan efisien di
gudang farmasi. Upaya pengendalian persediaan obat paten dengan menggunakan
metode EOQ dan metode ROP dilakukan terhadap obat paten yang tergolong
kelompok A. Hal ini dikarenakan obat yang tergolong kelompok A merupakan
prioritas obat yang harus dilakukan pengawasan dan pengendalian secara ketat.
55
3.2. Definisi Istilah
No.
Tema
Definisi
Cara Ukur
Alat Ukur
Hasil ukur
INPUT
Informasi terkait kesesuaian kuantitas SDM
dan kualitas SDM di RSUD Kota Bekasi
1.
SDM
Pedoman
dengan ketetapan menurut Dirjen Bina
Kefarmasian dan Alat Kesehatan 2008-2014,
Petugas rumah sakit yang bertugas
Wawancara mendalam,
Wawancara,
dalam pengelolaan obat di Instalasi
Observasi dan telaah
Pedoman Observasi
Farmasi RSUD Kota Bekasi.
dokumen
dan Alat Perekam
yang meliputi :
a. Kesesuaian jumlah petugas
b. Kesesuaian pengetahuan dan ketrampilan
petugas
c. Kedisplinan petugas
Informasi tentang kesesuaian penyediaan
Dana yang disediakan oleh pihak
2.
Dana
rumah sakit untuk menunjang
kegiatan pengelolaan obat di gudang
Wawancara mendalam
Pedoman Wawancara
dana dan sumber dana untuk pengelolaan
dan Alat Perekam
obat di RSUD Kota Bekasi dengan ketetapan
menurut Dirjen Bina Kefarmasian dan Alat
farmasi.
Kesehatan tahun 2008-2014.
56
3.
Prosedur
Pedoman
Informasi terkait kesesuaian prosedur
Pedoman teknis dalam menjalankan
Wawancara mendalam,
Wawancara,
kegiatan pengelolaan obat di RSUD Kota
kegiatan pengelolaan obat di rumah
observasi dan telaah
pedoman observasi
Bekasi dengan ketetapan menurut Dirjen
sakit.
dokumen
dan Alat Perekam
Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan 20082014.
Informasi daftar rekanan dan kesesuaian
Organisasi eksternal dirumah sakit
4.
Distributor
yang bertugas mengirimkan barang
Wawancara mendalam dan
Pedoman Wawancara
kegiatan proses dari rekanan di RSUD Kota
logistik obat sesuai perencanaan dan
telaah dokumen
dan Alat Perekam
Bekasi dengan ketetapan menurut Dirjen
Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan 2008-
pemesanan
2014.
Informasi kesesuaian kebijakan/peraturan
Suatu arah aturan yang mengikat
5.
Kebijakan
dalam bertindak untuk mencapai
tujuan.
Wawancara mendalam dan
Pedoman Wawancara
dalam pengelolaan persediaan obat di RSUD
telaah dokumen
dan Alat Perekam
Kota Bekasi dengan ketetapan menurut
Dirjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan
2008-2014.
PROSES
6.
Perencanaan
Kegiatan dalam menentukan jumlah
obat yang dibutuhkan rumah sakit
Pedoman
Informasi kesesuaian kegiatan proses
Wawancara mendalam,
Wawancara,
Perencanaan persediaan yang dilakukan di
Observasi dan telaah
pedoman observasi
gudang farmasi RSUD Kota Bekasi dengan
dokumen
dan Alat Perekam
ketetapan menurut Dirjen Bina Kefarmasian
dan Alat Kesehatan 2008-2014.
57
Informasi kesesuaian kegiatan proses
Kegiatan melakukan pemesanan
7.
Pengadaan
dalam rangka merealisasikan
kebutuhan sesuai perencanaan
Wawancara mendalam dan
Pedoman Wawancara
Pengadaan yang dilakukan di
telaah dokumen
dan Alat Perekam
bag.pengadaan RSUD Kota Bekasi dengan
ketetapan menurut Dirjen Bina Kefarmasian
dan Alat Kesehatan 2008-2014.
Kegiatan dalam menjamin
8.
Pengawasan
pelaksanaan teknis sesuai dengan
standar dan peraturan yang
ditetapkan
Kegiatan dalam menjaga
9.
Pengendalian
ketersediaan logistik obat di gudang
dan memastikan proses logistik dapat
berjalan sesuai tujuan
Pedoman
Informasi kesesuaian kegiatan proses
Wawancara mendalam,
Wawancara,
Pengawasan yang dilakukan di gudang
Observasi dan telaah
Pedoman Observasi
farmasi RSUD Kota Bekasi dengan
dokumen
dan Alat Perekam
ketetapan menurut Dirjen Bina Kefarmasian
dan Alat Kesehatan 2008-2014.
Pedoman
Informasi kesesuaian kegiatan proses
Wawancara mendalam,
Wawancara,
Pengendalian persediaan yang dilakukan di
Observasi dan telaah
Pedoman Observasi
gudang farmasi RSUD Kota Bekasi dengan
dokumen
dan Alat Perekam
ketetapan menurut Dirjen Bina Kefarmasian
dan Alat Kesehatan 2008-2014.
Penggolongan obat paten sesuai
10.
Metode Analisis
dengan tingkat investasinya untuk
ABC
memberikan perhatian terhadap obat
Golongan obat paten yang termasuk
Rumus ABC :
1) Kelompok
Microsoft Excel
paten yang memiliki nilai investasi
B
kumulatifnya 71-90%.
58
dengan
persen
dengan
persen
kumulatifnya 0-70%.
2) Kelompok
yang tinggi.
A
3) Kelompok
C
dengan
persen
kumulatifnya 91-100%. (Depkes, 2008).
Kelompok obat dengan persentase
11.
Kelompok A
Obat Paten yang tergolong kelompok A
Metode Analisis ABC
nilai kumulatif > 80%.
Microsoft Excel
memiliki persentasi kumulatif mencapai 070% (Depkes, 2008)
Kelompok obat dengan persentase
Obat Paten yang tergolong kelompok B
12.
Kelompok B
nilai penggunaan kumulatif
20 -
Metode Analisis ABC
Microsoft Excel
80%.
90% (Depkes, 2008)
Kelompok obat dengan persentase
13.
Kelompok C
memiliki persentasi kumulatif mencapai 71-
nilai penggunaan kumulatif < 20%.
Obat Paten yang tergolong kelompok C
Metode Analisis ABC
Microsoft Excel
memiliki persentasi kumulatif mencapai 91100% (Depkes, 2008)
Metode pengendalian persediaan
14.
Metode EOQ
Rumus EOQ :
dengan menentukan jumlah obat
paten yang akan dipesan dengan
Microsoft Excel
Q=√
Jumlah obat paten kelompok A yang harus
dipesan dengan biaya yang minimal.
biaya yang minimal.
15.
Metode ROP
Titik dalam melakukan pemesanan
Rumus ROP :
kembali obat paten.
ROP = (d x L) + SS
59
Waktu yang tepat dalam melakukan
Microsoft Excel
pemesanan ulang obat paten yang tergolong
kelompok A.
OUTPUT
Hasil pengendalian obat paten sesuai dengan
Kondisi dimana
16.
Terkendalinya persediaan
tersedianya obat di gudang
obat paten yang efektif dan
farmasi RSUD Kota Bekasi
efisien di gudang farmasi.
sesuai dengan kebutuhan
tujuan pengendalian obat yang ditetapkan
Kemenkes (2014), terdiri dari :
Wawancara mendalam dan
Pedoman Wawancara
telaah dokumen
dan Alat Perekam
meliputi tepat jumlah, tepat
1) Tidak terjadi kekosongan obat (stock out)
di gudang farmasi, obat tersedia dengan
tepat jumlah, tepat jenis dan tepat waktu.
jenis dan tepat waktu.
2) Obat Kadaluarsa
3) Stock Opname
60
BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN
4.1. Desain Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif yang bersifat
deskriptif dan menggunakan pendekatan sistem. Dalam penelitian ini peneliti
ingin mengetahui faktor penyebab terjadinya stock out (kekosongan stok) di
gudang medis instalasi farmasi RSUD Kota Bekasi dan melakukan perhitungan
pengendalian persediaan terhadap obat paten.
4.2. Lokasi Dan Waktu Penelitian
Penelitian tentang “Gambaran Penyebab Kekosongan Stok Obat Paten dan
Upaya Pengendaliaannya di Gudang Farmasi RSUD Kota Bekasi Tahun 2015”
ini dilakukan di RSUD Kota Bekasi yang beralamat di Jalan Pramuka No.55,
Bekasi pada bulan Agustus – September tahun 2015.
4.3. Informan Penelitian
Informan/sampel dalam penelitian ini diambil secara purposive sampling.
Teknik penentuan sampel secara purposive sampling didasarkan pada suatu
pertimbangan tertentu yang dibuat sendiri oleh peneliti, berdasarkan ciri atau
sifat-sifat populasi yang sudah diketahui sebelumnya (Sugiyono, 2012).
Kekosongan obat paten terkait dengan beberapa bagian yakni unit
pengadaan, gudang obat dan instalasi farmasi. Jika terjadi keterlambatan atau
61
masalah yang dapat menghambat salah satu unit, maka akan berdampak pada
semua bagian. Informan dalam penelitian Penyebab Stock Out di Gudang Farmasi
RSUD Kota Bekasi, diantaranya terdiri dari :
a. Kepala Instalasi Farmasi
b. Wakil Kepala Instalasi Farmasi
c. Kepala Gudang Farmasi
d. Ka.Bag UPBJ/Pengadaan
e. Distributor/Rekanan
Informan diatas dipilih berdasarkan kemampuan dan pengetahuan yang
dimiliki terkait seluruh kegiatan pengelolaan logistik obat di gudang farmasi.
Informan yang dipilih juga telah bekerja selama ±3 tahun di rumah sakit.
4.4. Instrumen Penelitian
Dalam penelitian kualitatif, instrumen utama penelitian adalah penulis itu
sendiri. Namun, penelitian ini juga menggunakan instrumen bantu berupa
pedoman wawancara dan alat perekam yang akan digunakan untuk mencari data
primer. Peneliti menggunakan pedoman wawancara yang disusun berdasarkan
pendekatan sistem seperti yang digambarkan dalam kerangka konsep.
4.5. Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian kualitatif ini
yaitu :
62
a. Data primer yang diperoleh dari wawancara mendalam untuk mendapatkan
informasi dari responden. Dalam penelitian ini, teknik wawancara
mendalam digunakan untuk mencari informasi terkait stock out (kekosongan
stok) obat paten di gudang farmasi RSUD Kota Bekasi. Instrumen yang
akan digunakan dalam penelitian ini adalah pedoman wawancara mendalam,
pedoman telaah dokumen, pedoman cheklist observasi dan dengan alat
pendukung yaitu alat tulis dan perekam. Pedoman indepth interview
merupakan alat ukur yang digunakan untuk mengumpulkan data secara
formal kepada responden untuk menjawab pertanyaan secara lisan.
b. Data sekunder diperoleh dari telaah dokumen rumah sakit, seperti SOP,
daftar nama obat, jumlah pemakaian obat, harga obat, daftar distributor
obat, dan kebijakan strategis kefarmasian periode triwulan I tahun 2015.
4.6. Validitas Data
Penelitian kualitatif ini dilakukan pemeriksaan keabsahan datanya dengan
menggunakan metode triangulasi. Adapun triangulasi yang dilakukan, yaitu :
a. Triangulasi Sumber
Triangulasi sumber untuk menguji kredibilitas data dilakukan dengan cara
mengecek data yang telah diperoleh melalui beberapa sumber (Sugiyono,
2012). Triangulasi sumber dilakukan peneliti dengan membandingkan dan
melakukan pemeriksaan terhadap hasil wawancara dengan menanyakan
pertanyaan yang sama kepada beberapa informan yang berbeda.
63
Triangulasi sumber didapat dari informan yang berbeda jabatannya namun
masih dalam serangkaian tupoksi dalam instalasi farmasi. Gambaran
triangulasi sumber pada pertanyaan dapat dilihat pada tabel checklist berikut
ini :
Tabel 4.1
Triangulasi Sumber Dilihat dari Pedoman Wawancara
R1
R2
R3
R4
SDM




Prosedur




Dana




Kebijakan




Distributor




R5
INPUT

PROSES
Perencanaan Persediaan




Pengadaan Persediaan




Pengawasan Persediaan



Pengendalian Persediaan




OUTPUT
Stock Out




Obat Kadaluarsa




Stock Opname




Keterangan:
R
R1-2
R3-4
farmasi)
R5
= Responden
= Tingkat Manajemen (Ka.Inst.Farmasi dan Ka.Bag.UPBJ)
=Tingkat Staff (Wa.Ka Inst. Farmasi dan Ka.gudang
= Distributor
64
b. Triangulasi Metode. Triangulasi metode berarti peneliti menggunakan
metode pengumpulan data yang berbeda-beda untuk mendapatkan data dari
sumber yang sama (Sugiyono, 2012). Triangulasi metode dilakukan dengan
wawancara dan telaah dokumen.
Tabel 4.2
Triangulasi Metode Dilihat dari Pedoman Wawancara
Observasi
Telaah
Dokumen


-











Stock Out
Wawancara
Mendalam
INPUT





PROSES




OUTPUT

-

Obat Kadaluarsa

-

Stock Opname


-
SDM
Prosedur
Kebijakan
Dana
Distributor
Perencanaan Persediaan
Pengadaan Persediaan
Pengawasan Persediaan
Pengendalian Persediaan
Tujuan validasi data dengan menggunakan sumber informan, data dan
metode yang beragam diharapkan mendapatkan analisis yang tepat, akurat dan
terpercaya.
65
4.7. Penyajian Data
Penyajian data dari hasil wawancara mendalam, observasi dan telaah
dokumen dilakukan dengan menggunakan bentuk narasi. Data hasil telaah
dokumen dan hasil perhitungan metode ABC, EOQ, dan ROP disajikan dalam
bentuk tabel. Penyajian data dalam narasi maupun tabel dapat memudahkan
peneliti dalam menggambarkan faktor penyebab terjadinya stock out (kekosongan
stok) obat paten di gudang farmasi RSUD Kota Bekasi.
4.8.
Pengolahan Data
Teknik pengolahan data yang dilakukan dalam penelitian kualitatif ini yaitu:
a. Data primer yang telah dikumpulkan melalui wawancara mendalam dengan
beberapa informan dicatat dan dibuat transkrip wawancara. Data yang
dianggap kurang penting dan tidak berhubungan dengan penelitian
direduksi. Kemudian hasil wawancara yang telah direduksi ditranskrip ke
dalam matriks berdasarkan pertanyaan penelitian.
b. Data sekunder yang diperoleh dari telaah dokumen rumah sakit, seperti
SOP, daftar nama obat, jumlah pemakaian obat, harga obat, daftar
distributor obat, dan kebijakan strategis kefarmasian periode triwulan I
tahun 2015. Data sekunder diolah dengan perhitungan matematis
menggunakan metode pengendalian persediaan dengan mengklasifikasikan
obat dengan analisis ABC Pemakaian, perhitungan dengan metode EOQ
(pemesanan optimal) dan ROP (titik pemesanan kembali) terhadap obat
paten. Berikut pengolahan terhadap data sekunder, yaitu :
66
1) Data mengenai daftar jenis obat paten, jumlah pemakaian obat dan harga
obat paten selama bulan Januari – Maret 2015 dikumpulkan dan diinput
menggunakan program komputer Microsoft Excel. Kemudian data obat
paten yang telah diinput diklasifikasikan berdasarkan nilai investasinya
dengan metode Klasifikasi ABC. Berikut klasifikasi ABC menurut Dirjen
Binakefarmasian dan Alat Kesehatan (2008) klasifikasi persediaan
berdasarkan persen kumulasinya dibagi atas 3 bagian, yaitu :
a. Persediaan dengan persen kumulatifnya 0-70% masuk masuk dalam
kategori kelompok A.
b. Persediaan dengan persen kumulatifnya 71-90% masuk masuk dalam
kategori kelompok B.
c. Persediaan dengan persen kumulatifnya 91-100% masuk masuk dalam
kategori kelompok C.
2) Lalu dilakukan perhitungan dengan Metode EOQ ,berikut adalah rumus
untuk menentukan jumlah pemesanan optimum menurut Herjanto (2008),
yaitu :
Rumus :
Q=√
Keterangan :
Q
: Jumlah pesanan
D
: Jumlah kebutuhan barang
S
: Biaya pemesanan untuk setiap pesanan
H
: Biaya penyimpanan per unit per tahun
67
3) Kemudian waktu pemesanan dihitung dengan metode ROP, berikut
rumus metode ROP, berikut adalah rumus untuk menentukan titik
pemesanan kembali menurut Herjanto (2008), yaitu :
Rumus
:
ROP = ( d x L) + SS
Keterangan :
4.9.
ROP
: Reorder Point
d
: permintaan harian
L
: Lead Time (waktu tunggu)
SS
: Persediaan Pengaman (safety stock)
Analisis Data
Tahapan analisis data kualitatif pada penelitian ini, yaitu :
1. Reduksi adalah proses pemilihan data secara kasar, memilah data yang
berkaitan dengan penelitian dan membuat transkrip data hasil wawancara
seperti apa adanya, adapun tujuan dari tahap ini adalah memberikan
gambaran yang lebih jelas dan mempermudah peneliti untuk mengumpulkan
pengumpulan data selanjutnya.
a. Wawancara Mendalam
Setelah melakukan wawancara, peneliti langsung merekap hasil tersebut
dalam bentuk laporan narasi untuk memudahkan analisis. Selanjutnya
hasil tersebut dirangkum (menghilangkan data yang tidak diperlukan agar
memberi kemudahan dalam penampilan, penyajian, serta untuk menarik
kesimpulan sementara) untuk mendapatkan pernyataan inti mengenai
68
faktor penyebab kekosongan obat. Setelah itu rangkuman tersebut dipilih
kesesuaiannya (melakukan proses penyuntingan, pemberian kode dan
pentabelan) dari pertanyaan penelitian untuk mendapatkan faktor
penyebab kekosongan obat di gudang farmasi. Hal ini dilakukan terusmenerus selama proses pengambilan data berlangsung.
b. Observasi
Saat
melakukan
observasi,
peneliti
melakukan
reduksi
dengan
melakukan pembatasan observasi yaitu pada kegiatan yang dilakukan
SDM, pada kegiatan perencanaan, kegiatan pengawasan dan kegiatan
pengendalian serta melakukan penyesuaian antara pedoman observasi
dengan proses pengelolaan persediaan obat yang dilakukan RSUD Kota
Bekasi.
c. Telaah Dokumen
Saat melakukan telaah dokumen, peneliti akan mengambil data dokumen
mengenai prosedur maupun kebijakan dalam melakukan proses
pengelolaan persediaan obat di Gudang farmasi yang terdapat dalam
kurun waktu 2 tahun terakhir. Hal tersebut bertujuan untuk memudahkan
peneliti menganalisis gambaran penyebab kekosongan obat paten dan
mengetahui proses pengelolaan persediaan obat paten.
Dengan mereduksi data dari 3 metode yang berbeda penulis
mengumpulkan informasi inti untuk selanjutnya dianalisis dan disajikan.
Mereduksi data bertujuan untuk memfokuskan penelitian pada proses
69
pengelolaan persediaan obat paten, agar data yang akan disajikan tidak
keluar dari topik penelitian.
2. Display data adalah teknik rancangan penyajian data dalam bentuk uraian
singkat dan tabel ini di dapatkan setelah peneliti melakukan penyusunan
data dalam bentuk transkrip data yang selanjutnya dilakukan kategorisasi
data menurut variabel yang sesuai.
a. Wawancara Mendalam
Penyajian data hasil wawancara mendalam mengenai penyebab stock out
dan pengelolaan persediaan obat paten akan dilampirkan dalam bentuk
tabel. Sedangkan hasil analisisnya akan dituangkan kedalam bentuk
narasi pada laporan penelitian.
b. Observasi
Penyajian data hasil observasi mengenai penyebab stock out dan
pengelolaan persediaan obat paten akan dilampirkan dalam bentuk narasi
dan tabel. Sedangkan hasil analisisnya akan dituangkan kedalam bentuk
pernyataan pada laporan penelitian.
c. Telaah Dokumen
Penyajian data kelengkapan dokumen mengenai penyebab stock out dan
proses persediaan obat akan dilampirkan dalam bentuk tabel cheklist.
Sedangkan hasil analisisnya akan dituangkan kedalam bentuk pernyataan
pada laporan penelitian.
Penyajian data dari 3 metode yang berbeda akan disajikan dalam
berbagai bentuk seperti narasi, pernyataan ataupun tabel. Kesesuaian
70
penyajian data akan dilakukan dengan mempertimbangkan kebutuhan
penelitian. Data yang disajikan akan dikaitkan satu sama lain guna
mendukung suatu pernyataan dalam proses analisis.
3. Analisis data pada penelitian ini menggunakan domain analysis dimana
analisis ini pada umumnya dilakukan untuk memperoleh gambaran umum
dan menyeluruh tentang situasi sosial yang diteliti atau obyek penelitian.
Hasilnya berupa gambaran umum yang diteliti, yang sebelumnya belum
pernah diketahui. Dalam analisis ini informasi diperoleh belum mendalam,
masih dipermukaan namun sudah ditemukan domain-domain atau kategori
dari situasi sosial yang diteliti (Sugiyono, 2012).
Diawali melakukan analisis taksonomi dengan menjabarkan secara rinci
tema-tema yang terdapat dalam domain input, proses dan output. Tematema dalam domain digambarkan secara umum kemudian memaknai hasil
penelitian yang didapat. Setelahnya dilakukan analisis domain dengan
menggambarkan domain-domain input, proses dan output.
Analisis domain pada hakikatnya adalah upaya peneliti untuk
memperoleh gambaran umum tentang data untuk menjawab fokus
penelitian. Hasil analisis ini berupa informasi mengenai gambaran penyebab
kekosongan obat di Gudang Farmasi RSUD Kota Bekasi. Data yang
diperoleh dari hasil wawancara mendalam, observasi dan telaah dokumen
dideskripsikan untuk mengetahui gambaran umum penyebab stock out di
gudang medis RSUD Kota Bekasi. Dengan analisis domain peneliti
mendeskripsikan unsur pada domain kegiatan pengelolaan obat mulai dari
71
input, proses dan output kemudian memaknai hasil penelitian yang didapat.
Pemaknaan hasil penelitian didasari pada kesesuaiannya dengan pedoman
maupun teori terkait pengelolaan obat di Instalasi Farmasi.
4. Verifikasi data adalah proses menyimpulkan semua hasil wawancara
mendalam dengan informan. Dengan demikian hasil dalam penelitian
dapatlah
terlihat.
Seluruh
proses
pembahasan,
dilakukan
dengan
menganalisis, membandingkan data dan teori, melihat kekurangan dan
kelebihan serta masalah yang ada. Hal tersebut bertujuan untuk saling
melengkapi data satu sama lain agar suatu informasi menjadi valid
kebenarannya dan dapat mengidentifikasi suatu masalah.
Penarikan kesimpulan dilakukan dengan merangkum hasil analisis proses
pengelolaan persediaan obat paten yang berlangsung dan pemberian saran
pada masalah yang ada mengenai proses pengelolaan hingga pengendalian
persediaan obat paten di RSUD Kota Bekasi.
72
BAB V
HASIL PENELITIAN
5.1. Gambaran Umum RSUD Kota Bekasi
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Bekasi terletak di pusat wilayah kota
Bekasi dan berada di jalan Pramuka No.55 Bekasi.
a. Visi RSUD Kota Bekasi
Dalam upaya mewujudkan pembangunan kesehatan di Kota Bekasi dan
meningkatkan kinerja pelayanan RSUD Kota Bekasi dalam kurun waktu 5
tahun, maka RSUD Kota Bekasi memiliki visi yang harus sejalan dengan visi
Kota Bekasi. Visi Kota Bekasi tahun 2013-2018 adalah “Bekasi Maju,
Sejahtera, dan Ihsan”. RSUD Kota Bekasi berperan dalam meningkatkan
derajat kesehatan masyarakat kota Bekasi, sebagaimana visi “Sejahtera” yang
diinginkan kota Bekasi maka visi RSUD Kota Bekasi yaitu :
“Menjadi Rumah Sakit Yang Unggul dengan Pelayanan Bermartabat”
Rumah sakit yang Unggul dimaksudkan menggambarkan RSUD Kota
Bekasi yang akan memberikan pelayanan terbaik dibandingkan rumah sakit
lain. Sedangkan Pelayanan Yang Bermartabat yaitu menggambarkan perilaku
pelayanan yang manusiawi, tingkat kepatuhan yang tinggi serta dilaksanakan
dengan penuh ketulusan.
73
b. Misi RSUD Kota Bekasi
Misi dalam mewujudkan visi yang diemban RSUD Kota Bekasi, yaitu
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat melalui pelayanan kesehatan
rujukan dan terjangkau oleh masyarakat, melindungi kesehatan masyarakat
dengan menjamin tersedianya pelayanan bermutu, dan menciptakan tata kelola
rumah sakit yang baik.
5.2. Gambaran Umum Instalasi Farmasi RSUD Kota Bekasi
Instalasi farmasi merupakan salah satu unit penunjang yang terdapat di
RSUD Kota Bekasi. Instalasi farmasi dalam melakukan pelayanan kefarmasian
memiliki 2 unit pelayanan yang terdiri dari unit gudang farmasi dan unit
depo/cabang farmasi rumah sakit. Adapun struktur organisasi di unit instalasi
farmasi di RSUD Kota Bekasi, yaitu :
Bagan 5.1
Struktur Organisasi Instalasi Farmasi RSUD Kota Bekasi
Ka. Instalasi
Farmasi
Ketua Litbang Diklat
Kesekretariatan
Wa.Ka. Instalasi
Farmasi
Ka. Depo
Farmasi
Rajal
Ka. Depo
Farmasi
Ranap
Ka. Depo
Farmasi
BPJS
Ka. Depo
Farmasi UGD
Ka. Depo
OK
PJ Farmasi
Klinik
Sumber : Instalasi Farmasi RSUD Kota Bekasi tahun 2014
74
Ka.
Gudang
Farmasi
5.3. Input Manajemen Persediaan
Input dalam suatu sistem merupakan sumber daya yang mendukung dalam berjalannya suatu proses kegiatan. Input dari
sistem manajemen persediaan obat di gudang farmasi terdiri dari SDM, Dana, Kebijakan, Prosedur, dan Distributor. Berikut
gambaran input dalam manajemen persediaan obat :
Bagan 5.2
Input Manajemen Persediaan
INPUT
SDM
Belum mencukupinya
tenaga SDM Kefarmasian.
Latar belakang pendidikan
SDM Kefarmasian sudah
sesuai dengan kualifikasi
SDM menurut PMK no.58 th
2014
Kurangnya Koordinasi dan
Komunikasi terhadap
ketidakhadiran petugas dalam
pelayanan kefarmasian dirumah
sakit.
Kurangnya ketelitian petugas
dalam pemesanan obat yang
tidak ada konsumsi di bulan
sebelumnya.
Dana
Sumber Dana yang
diperoleh sudah sesuai
dengan pedoman
pengelolaan perbekalan
farmasi Depkes (2008).
Kurangnya dana dalam
pembayaran ke distributor.
Prosedur
Telah terdapat SOP yang
mudah dalam pelaksanaannya
dan telah disesuaikan dengan
kegiatan rutin kefarmasian
dirumah sakit.
Kegiatan pengelolaan obat
sudah mengacu dan sesuai
dengan SOP yang ada.
SOP sudah disosialisasikan
kepada seluruh SDM di
instalasi farmasi.
Belum75
optimalnya penerapan
formularium obat oleh user.
Kebijakan
Terdapatnya kebijakan
strategis pengelolaan obat
yang diatur dalam Peraturan
Direktur no.74
/RSUD/PDMN.12.2/I. 2014
tentang Pedoman Pelayanan
Farmasi di Lingkungan
RSUD Kota Bekasi.
Adanya peraturan BPJS dan
BPOM yang membatasi
pemesanan jumlah obat
narkotika tertentu.
Distributor
Perizinan maupun
persyaratan administrasi
sudah sesuai dengan
Permenkes no.34 th 2014
tentang PBF.
Adanya kekosongan pada
distributor, terlambatnya
pengiriman dari
distributor ke gudang
farmasi.
5.3.1.
Sumber Daya Manusia
Sumber daya manusia merupakan salah satu sumber utama dalam
berlangsungnya suatu kegiatan. Kelancaran dalam proses kegiatan
manajemen persediaan obat akan berjalan baik dan optimal apabila
dilakukan oleh SDM yang berkualitas dan kuantitas yang memadai. Instalasi
farmasi di RSUD Kota Bekasi dikepalai oleh Apoteker dan adapun
penanggung jawab gudang farmasi dipegang oleh kepala gudang yang
berpendidikan S1 Farmasi.
a. Kesesuaian Jumlah Petugas
Jumlah tenaga kefarmasian dan non farmasi di unit instalasi
farmasi RSUD Kota Bekasi, diantaranya :
Tabel 5.1
Jumlah Ketenagaan Farmasi RSUD Kota Bekasi tahun 2015
Jenis Tenaga
menurut SK Menkes
2014
2015
Pendidikan
1
Apoteker
8
6
Apoteker, S2
2
3
Asisten Apoteker
Administrasi
25
5
21
5
S1, D3, SMF
SMA, D1, S1
4
Pembantu Pelaksana
3
3
SMP,SMA
TOTAL
41
35
No
Sumber : Bag.Kepegawaian RSUD Kota Bekasi tahun 2015
Berdasarkan tabel 5.2 bahwa jumlah tenaga teknis kefarmasian di
instalasi farmasi RSUD Kota Bekasi pada tahun 2015 berjumlah 35 orang
dengan tenaga apoteker berjumlah 6 orang. Jumlah tenaga ini mengalami
penurunan dari tahun sebelumnya yang berjumlah 41 orang.
76
Berdasarkan observasi dan telaah dokumen terhadap kualifikasi SDM
rumah sakit sudah sesuai dengan ketentuan Permenkes no.58 tahun 2014
bahwa rumah sakit harus memiliki petugas kefarmasian yang terdiri dari
apoteker dan tenaga teknis kefarmasian serta petugas penunjang
kefarmasian yang terdiri dari operator komputer, tenaga admin dan
pekarya/pembantu pelaksana.
Berdasarkan telaah dokumen pada bulan Agustus 2015 terdapat 27
orang jumlah tenaga kefarmasian di RSUD Kota Bekasi. Dimana tenaga
apoteker di instalasi farmasi berjumlah 6 orang dan tenaga asisten apoteker
berjumlah 21 orang. Menurut Permenkes no.58 th 2014 bahwa idealnya
rasio apoteker di rawat jalan yaitu 1 : 50 pasien. Sedangkan rasio tenaga
apoteker di RSUD Kota Bekasi yaitu 6 apoteker : 400 pasien setiap harinya
dengan estimasi rasio kefarmasian menjadi 1 apoteker : 67 pasien. Hal ini
menunjukkan bahwa rumah sakit belum memiliki tenaga apoteker yang
cukup dalam melakukan pelayanan kefarmasiannya dirumah sakit.
Berdasarkan perhitungan diatas diketahui bahwa tenaga apoteker di RSUD
Kota Bekasi masih kurang dan belum mencukupi dengan standar ideal yang
ditetapkan Kemenkes.
Sedangkan berdasarkan PMK no.56 tahun 2014 tentang Klasifikasi
dan Perizinan RS bahwa di RS tipe B harus memiliki tenaga kefarmasian
berjumlah 13 apoteker. Hal ini belum sesuai dengan data telaah dokumen
pada bulan Agustus 2015 bahwa jumlah apoteker di RSUD Kota Bekasi
berjumlah 6 orang apoteker.
77
Hal ini juga didukung berdasarkan hasil observasi oleh peneliti yang
menunjukkan bahwa jumlah SDM kefarmasian di Instalasi Farmasi RSUD
Kota Bekasi yang ada saat ini belum mencukupi untuk kegiatan pelayanan
kefarmasian. Ini terlihat dari waktu pulang petugas yang melebihi jam yang
telah ditentukan dan adanya double job bagi petugas kefarmasian.
Kurangnya tenaga SDM Kefarmasian dirumah sakit membuat waktu kerja
overtime pada petugas dan terkadang petugas sekretariat dan wakil instalasi
farmasi diminta membantu dalam pelayanan kefarmasian di depo Rawat
Inap atau depo BPJS. Hal ini mengakibatkan tugas - tugas kesekretariatan
dan wakil instalasi farmasi yang harusnya bisa diselesaikan dengan segera
menjadi tertunda dan menumpuk dikemudian harinya.
b. Kesesuaian Antara Pengetahuan dan Keterampilan
Kesesuaian antara pengetahuan dan keterampilan petugas kefarmasian
yang dimiliki sudah sesuai dengan kapasitas dalam melakukan tugasnya.
Hal ini sesuai dengan pernyataan informan berikut :
“sudah sesuai, sudah terampil dalam bekerjanya, sudah sesuai
dengan kualifikasi dan skill yang dimiliki”(Inf-2)
“secara standar sudah cukup sesuai, yang backgroundnya S1 sudah
sesuai dengan cara dia bekerja” (Inf-3)
Latar belakang dari petugas kefarmasian sudah sesuai dengan jabatan
yang dipegang oleh masing-masing SDM kefarmasian. Menurut Permenkes
no.58 th 2014 bahwa kualifikasi SDM pekerjaan kefarmasian dirumah sakit
terdiri dari apoteker dan tenaga teknis kefarmasian (S1 Farmasi, D3
78
Farmasi, atau SMF). Berikut adalah latar belakang pendidikan dari informan
dalam penelitian ini :
Tabel 5.2
Karakteristik Informan di RSUD Kota Bekasi
NO.
Jabatan
Umur
Pendidikan
1.
Kepala Instalasi Farmasi
48 th
S1 Apoteker
2.
Wakil Kepala Instalasi
48 th
S1 Farmasi
Farmasi
3.
Kepala Gudang Farmasi
33 th
S1 Farmasi
4.
Ka.UPBJ
39 th
S1 Farmasi
Sumber : Hasil Pengolahan Data Sekunder
c. Kedisplinan petugas
Kedisplinan kerja pegawai juga sudah baik dan sesuai karena datang
sudah tepat waktu. Berdasarkan jadwal kerja petugas gudang farmasi
terdapat 1 shift yang bekerja pada hari Senin hingga Sabtu mulai pukul
07.30 hingga pukul 14.00. Namun jadwal kerja tersebut tidak sesuai
berdasarkan wawancara dan observasi kepada petugas bahwa petugas
gudang terkadang overtime atau melebihi jam kerja yang sudah ditetapkan.
Hal ini dikarenakan banyaknya jumlah pasien di rawat jalan BPJS yang
harus dilayani hingga pasien habis. Hal ini berdasarkan pernyataan oleh
informan:
“kalau displin kerja SDM sudah bagus, datangnya sudah tepat waktu,
walaupun pulangnya overtime karena pasien di pelayanan apotik bpjs
pasiennya banyak, kita selesai kerjanya jam 14.00, sampai jam 14.00
pasiennya belum habis jadi overtime sampai 17.00, baru habis
pasiennya”(Inf-3)
79
“kalau datang memang tidak tepat waktu tapi kalau pulang terkadang
overtime karena faktor pekerjaannya, kalau pekerjaannya masih banyak
harus diselesaikan dahulu tidak mungkin ditinggalkan, kalau yang
dirawat jalan kalau pasien masih ada jadi diselesaikan dulu”(Inf-4)
Kendala dalam faktor SDM farmasi yang dapat menghambat kegiatan
pengelolaan obat dirumah sakit yaitu kurangnya koordinasi, komunikasi,
pengetahuan dan inisiatif pegawai. Hal ini sesuai dengan penyataan
informan melalui kutipan wawancara berikut ini :
“kurangnya komunikasi, tapi yang pasti harus koordinasi misalkan
ada pegawai yang ingin cuti berarti harus ada yang gantiin, supaya
pelayanan juga tetap jalan ke pasien, kalau lagi kejadian tiba-tiba
kosong orang jadi orang gudang kadang-kadang diambil, di bagian
penagihan stafnya diambil, jadi proses penagihan diundur 1 hari, karena
ada staf yang tidak masuk”(Inf-1)
“Pengetahuan dan inisiatif ,kalau orang yang tidak inisiatif,begitu
tahu obat kosong pasti dia diam saja, kenapa pengetahuan karena kalau
ada obat yang harus diganti dia harus tahu substitusinya apa, intinya
inisiatif, kalau pengetahuan berhubungan, kalau inisiatif dia akan
mencari kalau dia mencari pasti bertambah pengetahuannya , inisiatif
intinya menurut saya” (Inf-2)
Dari hasil penelitian yang dilakukan dengan menggunakan data
sekunder dan observasi maka dapat disimpulkan kuantitas SDM yang
tersedia di gudang farmasi RSUD Kota Bekasi saat ini memang dirasa
kurang, terlebih dengan adanya proses pengurangan jumlah SDM dari tahun
sebelumnya. Hal ini menyebabkan beban kerja SDM yang ada saat ini
menjadi bertambah karena penambahan tenaga SDM sampai saat ini belum
dilakukan.
Faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya stock out pada SDM
dapat terjadi karena kurangnya ketelitian petugas dalam pemesanan barang
80
yang sebelumnya tidak ada mutasi atau konsumsi di bulan sebelumnya.
Barang perbekalan farmasi maupun obat yang sangat dibutuhkan tertinggal
untuk direncanakan atau dipesan karena tidak ada pemasukan maupun
penggunaannya dirumah sakit. Akibatnya, barang yang dibutuhkan tersebut
kosong dan biasanya baru terdeteksi di 2 minggu setelah perencanaan.
Untuk mengatasi hal tersebut, petugas gudang dengan perizinan kepala
instalasi farmasi segera melakukan pemesanan secara cito untuk memenuhi
kebutuhan obat tersebut saat itu dan segera membuat pemesanan terhadap
obat tersebut untuk persediaan digudang farmasi. Sebagaimana pernyataan
informan berikut :
“apabila petugas kurang teliti dalam memesannya, misalnya di
DUPADA tidak ada tapi untungnya dengan orang gudang sering
langsung ketahuan dan akhirnya langsung bilang ke rekanan dan bisa
untuk langsung dipesan” (Inf-1)
“karena datanya banyak, jadi dianggap bulan ini tidak ada
pemasukan jadi tidak ada penggunaan, berarti bulan depan saya tidak
merencanakan karena sebelumnya obat tersebut kosong atau tidak ada
pemakaian sebelumnya” (Inf-2)
“karena dirumah sakit memakai sistem komputer, jadi kita lihat
dahulu riwayat pengeluaran obat sebelumnya berapa, kalau obat itu
bulan kemaren tidak datang, jadi nol mutasinya padahal kita
membutuhkan, tapi karena bulan kemarin tidak datang jadinya tidak ada
riwayat,jadi kelewat tidak dipesan,baru terlihatnya di 10 hari pertama,
lalu langsung disusulin untuk dipesan, tidak begitu sering hanya untuk
obat-obat yang kosong stok nasionalnya saja”(Inf-3)
Kurangnya jumlah apoteker yang sesuai dengan ketetapan Kemenkes
dapat menghambat kegiatan pengelolaan obat digudang farmasi. Hal ini
mengakibatkan adanya double job pada petugas gudang dan petugas di
81
instalasi farmasi, adanya overtime, beban kerja bertambah hingga kurangnya
ketelitian serta kordinasi petugas.
5.3.2.
Dana
Dana merupakan salah satu input penunjang kegiatan persediaan
obat di rumah sakit. Berdasarkan wawancara, dana yang disediakan untuk
kegiatan kefarmasian di rumah sakit, sebagaimana pernyataan informan
sebagai berikut :
“untuk anggaran obat kurang lebih sekitar ± 24 M untuk obat .Obat
itu hampir 1/3 dari seluruh anggaran rumah sakit” (Inf-4)
Adapun sumber dana yang diperoleh rumah sakit untuk kegiatan
persediaan obat berasal dari anggaran BLUD RS, APBD, dan donasi/hibah.
Hal ini sesuai dengan pernyataan informan :
“ada yang dari BLUD, APBD dan APBN, serta bantuan berasal dari
program pemerintah..” (Inf-2)
“berasal dari dana BLUD, APBD dan donasi.. “ (Inf-3)
“sumber dana dari BLUD, khusus obat PTRM, VCT itu dari APBN,
ada juga yang hibah/bantuan seperti vaksin, obat HIV ..”(Inf-4)
Hal ini telah sesuai dengan pedoman pengelolaan perbekalan
farmasi Depkes tahun 2008 bahwa sumber anggaran dapat berasal dari
pemerintah dan swasta. Sumber anggaran dari pemerintah berupa APBN
dan APBD serta sumber anggaran dari swasta berupa donasi/hibah.
Adapun faktor dana yang dapat menyebabkan stock out dan
menghambat kegiatan pengelolaan obat yaitu adanya ketidaklancaran dalam
pembayaran atau hutang. Namun ketidaklancaran ini menyebabkan
82
kekosongan pada obat yang memiliki distributor tunggal, karena obat
tersebut tidak bisa di subtitusikan dengan obat lain. Diketahui bahwa pada
bulan ini terdapat 2 distributor yang menolak untuk melakukan pengiriman
obat karena ketidaklancaran pembayaran RSUD ke distributor. Hal ini
sesuai dengan kutipan wawancara berikut :
“dari pembayaran, penyedia itu bisnis,kalau pembayarannya tidak
lancar pasti menghambatlah..pembayaran dari rumah sakit tidak lancar,
artinya kita punya hutang, distributornya tidak mau mengirim karena
pembayarannya tidak terselesaikan” (Inf-2)
“Kalau anggaran habis, ada anggaran tambahan tapi belum diacc oleh pemda, jadi tidak bisa dibayar.Distributor jadi tidak bisa
mengirim apabila rumah sakit belum bayar karena batas hutang rsud ke
distributor tsb sudah tercapai dari nominalnya atau waktunya. Kalau di
faktur itu jatuh tempo misalnya 21 hari, selama 21 hari ini rsud tidak
bisa bayar, langsung distributor tidak bisa mengirim. Kalau nominal
misal apabila sudah mencapai 100jt hutangnya maka distributor ke lock
untuk mengirim barang”(Inf-3)
“masalah pengadaan biasanya karena pembayaran, jadi jatuh tempo
pembayarannya itu melebihi batas waktu tanggal jatuh temponya
,mereka otomatis me-lock, apalagi kalau diswasta mereka langsung
melock, faktur tidak dikeluarkan akhirnya barang tidak bisa dikirim..itu
faktor utamanya dari anggarannya dan dananya..hampir rata-rata
semua distributor akan melock kalau tidak dibayar, karena itu cash
flownya mereka, karena mereka juga harus membayar ke principle
(perusahaan2 farmasi), kalau distributornya tidak dibayar mungkin 1
bulan masih bisa toleransi tapi kalau sudah terlalu lama mereka sudah
tidak bisa toleransi” (Inf-4)
Adapun menurut salah satu distributor yang diwawancarai yaitu
distributor APL bahwa seluruh rumah sakit yang menjadi pelanggan APL
diberikan limit credit dan TOP (Time of Payment) dalam melakukan
pembayaran. Distributor APL memberikan batas jumlah pembayaran dalam
melakukan kredit yaitu mencapai ±650 jt, sedangkan batas TOP (Masa
83
Berlaku Pembayaran) sampai 60 hari. Apabila pembayaran rumah sakit
melebihi batas jumlah dan waktu yang telah ditentukan maka distributor
tidak akan menyuplai barang ke rumah sakit. Hal ini seperti yang dijelaskan
oleh informan sebagai berikut :
“yang pertama semua pelanggannya APL, kita berikan yang namanya
limit credit dan ada TOP, kalau pelanggan sudah melampaui limit kredit
itu sudah tidak bisa memberikan lagi kredit..apabila pelanggan sudah
melebihi dari TOP (Time of Payment)/Masa Berlaku Pembayaran, kalau
untuk RSUD ini kita memberikan waktu 60 hari, kalau diatas 60 hari
RSUD belum melakukan pembayaran ke APL, otomatis kita tidak bisa
suplai obat” (Inf-5)
Faktor dana yang menjadi salah satu penyebab kekosongan obat
yaitu ketidaklancaran rumah sakit dalam melakukan pembayaran. Kendala
ini menghambat pelayanan dan mempengaruhi kepuasan pasien apabila obat
yang dibutuhkan tidak dikirim.
5.3.3.
Prosedur
Prosedur merupakan dasar bagi petugas kefarmasian dalam
melaksanakan seluruh kegiatan operasional di rumah sakit. Prosedur disebut
juga Standar Operasional Prosedur (SOP) yang berlaku di Instalasi Farmasi
RSUD Kota Bekasi terkait kegiatan pengelolaan obat, terdiri dari :
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
Instruksi kerja perencanaan perbekalan farmasi
Instruksi kerja pengadaan perbekalan farmasi
Instruksi kerja penerimaan perbekalan farmasi
Instruksi kerja penyimpanan perbekalan farmasi
Instruksi kerja distribusi perbekalan farmasi
Instruksi kerja stock opname perbekalan farmasi
Instruksi kerja penarikan/penghapusan perbekalan farmasi.
84
SOP kegiatan pengelolaan obat di instalasi farmasi yang digunakan
dibuat oleh Kepala Instalasi Farmasi dan ditetapkan serta di tandatangani
oleh Direktur RSUD Kota Bekasi. SOP yang berlaku pada tahun ini pada
dasarnya masih menggunakan SOP pada tahun-tahun sebelumnya yang
ditetapkan pada akreditasi ISO 9001:2008 yang diperoleh rumah sakit pada
tahun 2014.
Setiap SOP yang ada terdiri dari beberapa konten seperti
pengertian, tujuan, kebijakan, penanggung jawab, persiapan, pelaksanaan
dan unit terkait. Jika dilihat pada masing-masing SOP, dapat dikatakan
bahwa SOP yang ada cukup singkat dan jelas. Setiap konten hanya berisi
uraian singkat saja dan hanya berjumlah 2-4 halaman. Hal ini dimaksudkan
untuk mempermudah para SDM yang ada dalam mengaplikasikan setiap
SOP yang ada.
SOP yang ada sudah lengkap, mudah dalam pelaksanaannya dan
telah disesuaikan dengan kegiatan rutin kefarmasian dirumah sakit. Tidak
ada kendala ataupun hambatan dalam implementasi SOP dirumah sakit
karena prosedur telah dibuat lebih mudah dalam pengaplikasiannya. Hal ini
seperti yang dikatakan oleh informan dalam kutipan di bawah ini :
“Tidak pernah menghambat prosedur disini, karena prosedur itu ada
untuk melindungi kita dalam bekerja, itu makanya kita tidak pernah bikin
sop yang muluk-muluk dan yang ribet. “ (Inf-2)
Berdasarkan hasil observasi dan telaah dokumen dirumah sakit
bahwa proses pelaksanaan kegiatan yang meliputi kegiatan perencanaan,
pengadaan, pengawasan dan pengendalian obat di gudang farmasi sudah
85
sesuai dengan SOP terkait pengelolaan obat di Instalasi Farmasi RSUD
Kota Bekasi. SOP terkait proses perencanaan, pengadaan, pengawasan dan
pengendalian yang dibuat oleh rumah sakit ini juga telah mengacu kepada
kebijakan Kemenkes (2014) tentang standar pengelolaan sediaan farmasi
dirumah sakit.
Standar prosedur operasional tersebut juga sudah disosialisasikan
kepada seluruh SDM di instalasi farmasi. Sebagaimana pernyataan informan
sebagai berikut :
“jadi, semua prosedur dicopy dan disebar kepada SDM farmasi untuk
dipelajari dan diterapkan” (Inf-1)
“Disosialisasikan lewat rapat pasti, lalu dicopykan sesuai jumlah
sdm, nanti dibagikan dan dipelajari masing-masing, nanti kalau ada
tambahan dan dirasa perlu nanti ditambahin ke lampiran. Tapi kalau
sudah disetujui direktur sudah tidak ada tambahan lagi”(Inf-3)
Berdasarkan wawancara dan telaah dokumen juga terdapat
prosedur pemesanan cito untuk perbekalan farmasi yang mengalami
kekosongan obat di gudang farmasi RSUD Kota Bekasi. Hal ini sesuai
dengan pernyataan informan berikut :
“Ada, pelaksanaannya ketika ada kebutuhan yang cito dibikin PO nya
tapi terkadang PO itu nanti, cito itu by phone minta untuk kirim barang
dulu PO nya nanti,pas barang datang baru kita kasih POnya atau
terkadang saat mereka minta tagihan baru dia minta POnya. Hal yang
penting kesepakatan dengan kitanya dan pertanggungjawabannya
artinya ketika kita pesan sesuai dengan POnya” (Inf-2)
“Ada, di bagian farmasi..pemesanannya dari instalasi farmasi
langsung ke apotik yang sudah kerjasama dengan RSUD, lalu barang
nya dikirim, barangnya langsung dibayar,lalu dibuat tagihannya,
dikerjakan oleh pelaksana administrasi di UPBJ untuk mengganti
membayarkan penagihan yang cito..bisa dibayar langsung bisa juga
lewat kredit” (Inf-4)
86
Dari hasil penelitian yang dilakukan dengan menggunakan
wawancara dan observasi maka dapat disimpulkan bahwa SOP yang ada
terkait dengan proses pengelolaan logistik perbekalan farmasi sudah
lengkap dan baik. Setiap SOP sudah dibuat secara singkat dan jelas agar
mudah dimengerti oleh para petugas. Selain itu pengaplikasian SOP juga
sudah dapat dikatakan baik, karena semua proses yang ada sudah sesuai
dengan SOP yang ada.
Namun masih terdapat kekurangan yang berkaitan dengan
formularium rumah sakit, seperti belum optimalnya penerapan formularium
RSUD Kota Bekasi oleh user. Formularium rumah sakit merupakan daftar
kategori obat yang beredar dirumah sakit. Hal ini sesuai dengan pernyataan
informan berikut :
“kalau dirumah sakit formularium rumah sakitnya tidak terlalu jalan
jadi kalau ada obat baru, dokter akan memberikan memo kepada Ka.
Instalasi untuk menyediakan obat-obatan tsb, karena obat-obat tsb ada
pasiennya gitu“(Inf-3)
“Formularium RS belum pernah jalan, jadi kita mengacu di Fornas
saja,obat-obat yang di luar Fornas yang beredar di RS dasarnya harus
masuk Formulairum RS, tidak boleh perbekalan farmasi di RS itu kalau
tidak ada dasar pengadaannya, semua perbekalan RS itu harus ada
semua di formularium RS”(Inf-4)
Berdasarkan
wawancara
dan
observasi,
prosedur
telah
disosialisasikan keseluruh tenaga kefarmasian dan non kefarmasian dirumah
sakit serta kegiatan pengelolaan obat telah sesuai dengan prosedur yang
ditetapkan rumah sakit.
87
5.3.4.
Kebijakan
Kebijakan pengelolaan obat di RSUD Kota Bekasi diatur dalam
Peraturan Direktur RSUD Kota Bekasi no.74/RSUD/PDMN.12.2/I.2014
tentang Pedoman Pelayanan Farmasi di Lingkungan RSUD Kota Bekasi.
Berdasarkan wawancara bahwa salah satu faktor dari kebijakan yang dapat
menyebabkan kekosongan obat yaitu adanya peraturan BPOM yang
membatasi jumlah obat keras tertentu yang apabila obatnya telah mengalami
kekosongan, rumah sakit tidak bisa memesan kembali untuk memenuhi
kebutuhan pasien di bulan yang sama. Sebagaimana pernyataan informan
berikut :
“tidak ada kebijakan rs yang menghambat, kalau untuk kebijakan
nasional, ada peraturan bpom yang membatasi pembelian obat-obat
keras tertentu dari apotik walaupun untuk rs pemerintah seperti misalnya
ada obat untuk poli jiwa yang narkotika itu dibatasi pengirimannya
karena ada suatu kasus waktu itu obatnya tersebar luas, jadi kita belum
terima lagi obatnya padahal udah kosong dan banyak dibutuhin
sekarang”(Inf-3)
Kebijakan strategis terhadap pengelolaan obat dirumah sakit diatur
dalam Peraturan Direktur no.74 tahun 2014 meskipun kebijakan dalam
mengatasi kekosongan obat tidak secara langsung diatur dalam kebijakan
strategis dirumah sakit.
5.3.5.
Distributor
Distributor atau rekanan merupakan pihak luar rumah sakit yang
berperan dalam pengadaan barang-barang logistik dirumah sakit. Distributor
obat di RSUD Kota Bekasi dipilih melalui penunjukkan langsung.
88
Berdasarkan telaah dokumen terdapat 50 distributor obat yang masih
bekerja sama untuk menyuplai kebutuhan obat di RSUD Kota Bekasi.
Distributor yang terpilih harus memenuhi kriteria persyaratan dari rumah
sakit diantaranya yaitu memiliki harga yang murah, kualitas barang yang
baik dan service yang mudah serta cepat. Hal ini sesuai dengan pernyataan
yang dalam kutipan wawancara dengan informan, sebagai berikut :
“pemilihannya yang pertama harga, yang kedua kualitas barang,
yang ketiga service artinya barang cepat datang, pada saat komplain
kita cepat penanganannya” (Inf-2)
“Setelah kita compare harga mana yang lebih murah kemudian yang
kita lihat juga kemudahan pengiriman..lalu pelayanan purna jual,
artinya misalkan ada barang yang expired, ada barang yang rusak bisa
lakukan retu ke distributornya, mudah gitu”(Inf-3)
“harga, kualitas dalam speksifikasi, walau barangnya sama bisa saja
spesifikasinya berbeda, kualitasnya berbeda nanti harganya juga
berbeda dalam pengadaan” (Inf-4)
Selain itu, berdasarkan wawancara bahwa perizinan maupun
persyaratan administrasi yang harus dimiliki oleh PBF dirumah sakit yaitu
adanya NPWP (nomor pokok wajib pajak), SIUP (surat izin usaha
perdagangan), SIPA (surat izin praktek apoteker), akta notaris dan
perjanjian kerjasama. Sebagaimana pernyataan informan berikut :
“ada SIUP, ada surat izin RS, ada surat izin dari RS, trus ada
NPWP..ada NPWP, surat izin operasional RS, SIPA(Surat Izin Praktek
Apoteker), dan SIUP tapi kalau RSUD tidak ada SIUP nya”(Inf-5)
Hal ini sesuai dengan ketetapan Kemenkes dalam Permenkes no.34
tahun 2014 tentang perizinan bagi pedagang besar farmasi (PBF) bahwa
harus memenuhi persyaratan administrasi dan kesesuaian dokumen berupa
89
adanya NPWP, TDP, SIUP, akta notaris dan SIPA (surat izin praktek
apoteker).
Berdasarkan wawancara faktor dari distributor yang dapat
menyebabkan kekosongan obat diantaranya kekosongan pada distributor,
keterlambatan
pengiriman
dari
distributor
ke
gudang
farmasi,
ketidaksesuaian barang dengan yang diminta dan adanya perubahan harga.
Hal ini sesuai dengan pernyataan informan sebagai berikut :
“dari servicenya, keterlambatan pengiriman barang, kekosongan
stok, ketidaksesuaian barang dengan yang diminta, kadang kita pesen
merk A yang dikirimnya bukannya merk A atau merk A kemasannya
rusak, ada yang berdalih kalau murah pak yang seperti itu ada nya,yang
penting ada barang nya pak, nah yang seperti itu ada. Jadi kalau tidak
teliti jadi seperti itu,,atau saat dibutuhkan obatnya kosong karena
terlambat datang” (Inf-2)
“karena kosong gudang distributor, barangnya ada tapi masih
dipusat belum bisa dikirim, misalnya pusatnya jakarta, tapi belum
dikirim ke cabang-cabangnya, trus yang kedua itu kenaikan harga
misalnya ketika melakukan pemesanan, kita masih mengikuti harga
kemarin, ternyata distributor ada perubahan harga, distributor akan
akan menunda pengiriman dulu sampai deal harganya pas sama rumah
sakit perubahan harganya” (Inf-3)
Keterlambatan ini seringkali menghambat dan menganggu aktifitas
petugas kefarmasian di gudang farmasi. Masalah yang timbul dari
keterlambatan misalnya dapat merusak pola konsumsi di gudang farmasi
dan menganggu ketenangan dalam bekerja. Hal ini sesuai dengan kutipan
wawancara informan ,sebagai berikut :
“keterlambatan, hal itu dapat merusak pola konsumsi dirumah sakit,
sudah bikin pemesanan pada tanggal 30, harapannya tanggal 1-2 sudah
datang karena pasien sudah membutuhkan, begitu terlambat kirim tanpa
pemberitahuan lagi, apalagi sudah tidak kirim dan tidak memberi tahu
90
lagi, memberi tahunya telat, bahwa sudah kosong pak, sedangkan pasien
sudah butuh..ada 1-2 lah distributor yang seperti itu..tapi 1 saja sudah
membuat sulit karena merusak yang lain, merusak ketenangan bekerja
juga ,kita sudah berharap dapat memenuhi permintaan pasien” (Inf-2)
Sedangkan
menurut
distributor
keterlambatan
ini
biasanya
disebabkan karena kekosongan pada principle, bahan baku yang sulit, dan
kesalahan pemilihan distributor. Hal ini sesuai dengan kutipan wawancara
informan, sebagai berikut :
“terkadang principle itu ada produk yang bahan bakunya sulit,
biasanya itu memang dibutuhkan waktu lama, kalau kekosongan yang
biasa masa transisi seperti itu, misalnya APL sendiri stok produknya
melalui purchase, melalui rencana, kalau di APL ada istilahnya pesta
(pesanan tambahan), kita melakukan pesanan tambahan diluar purchase
tsb..biasanya kalau melebihi purchase dan ada kekosongan, biasanya itu
masalah dari bahan baku yang lama..
Apabila keterlambatan, selain kekosongan kemungkinan mengenai
approval, soal persetujuannya..contohnya saat ini produknya sanabi
ansetik, tapi didatabasenya bpjs itu masih produknya combiphar,
otomatis pada saat rumah sakit melakukan pemesanan obat itu,sudah
pasti emailnya ke combiphar,begitu combiphar melihat dan ternyata dia
tidak mempunyai produknya,otomatis diabaikan, otomatis rumah sakit
menunggu, biasanya konfirmasi dari gudang kenapa belum dikirim,
ternyata emailnya masuk ke distributor lain. Kemungkinan karena
bpjsnya belum update jadi akhirnya kita confirmasikan ke sanabe ,untuk
memastikan produk ini, jadi combiphar segera mengirimkan approve ke
APL by email, supaya APL bisa mengirimkan ke rumah sakit”(Inf-5)
91
5.4. Proses
Proses dari manajemen persediaan obat di gudang farmasi yang dapat mempengaruhi terjadinya stock out diantaranya
Perencanaan, Pengadaan, Pengawasan, dan Pengendalian. Berikut gambaran hasil dari proses dalam manajemen persediaan,
diantaranya :
Bagan 5.3
Proses Manajemen Persediaan
PROSES
1. PERENCANAAN
a. Kegiatan
perencanaan
dan
penentuan kebutuhan obat di
instalasi farmasi sudah sesuai
dengan Permenkes no.58 th 2014.
b. Pertimbangan dalam perencanaan
sudah sesuai dengan Permenkes
no.58 th 2014.
c. Adanya data stok obat yang
tertera dalam sistem informasi
gudang yang tidak terbaca apabila
stok obat kosong atau tidak
datang pada periode sebelumnya.
d. Ketidaksesuaian realisasi dengan
perencanaan dan pola konsumsi
yang berubah.
2. PENGADAAN
a. Pengadaan obat sudah menggunakan
sistem e-purchasing secara online
melalui web LKPP (Lembaga
Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa
Pemerintah) sesuai dengan Surat
Edaran Menkes/167/III/2014 tentang
Pengadaan Obat berdasarkan Katalog
Elektronik (E-catalogue).
b. Adanya
keterlambatan
dalam
pembuatan surat pemesanan (SP),
kekosongan pada distributor dan
kesalahan dalam pemesanan.
3. PENGAWASAN
4. PENGENDALIAN
a. Kegiatan
pengawasan
yang
dilakukan oleh petugas gudang
yaitu
dengan
melakukan
pencatatan
secara
teratur
terhadap obat yang keluar dan
masuk pada kartu stok dan
pencatatan terhadap tanggal
kadaluarsa obat. Pencatatan ini
telah rutin dilakukan petugas
gudang. Hal ini sesuai dengan
pedoman pengelolaan perbekalan
farmasi menurut Depkes (2008).
Kegiatan pengendalian obat yang
dilakukan oleh Instalasi farmasi
RSUD Kota Bekasi yaitu berupa
pencatatan dan pelaporan dari
kegiatan stock opname. Hal ini
sesuai dengan standar Permenkes
58 th.2014 bahwa salah satu cara
dalam mengendalikan persediaan
yaitu dengan kegiatan stock
opname.
b. Penyimpanan obat yang kurang
92
beraturan sehingga sulit untuk
melakukan pemeriksaan terhadap
ED obat.
5.4.1. Perencanaan Persediaan
Kegiatan perencanaan digudang farmasi RSUD Kota Bekasi
mengacu kepada prosedur yang telah ditetapkan. Kegiatan perencanaan dan
penentuan kebutuhan obat di instalasi farmasi menggunakan metode
konsumsi atau histori dan just in time. Metode ini digunakan karena lebih
mudah dalam penerapannya. Kegiatan perencanaan diawali dengan melihat
dan merekap stok bulan sebelumnya serta stok akhir bulan gudang.
Kemudian memprediksikan jumlah obat untuk kebutuhan dalam sebulan
dan menambahkannya dengan buffer stock sebesar 30%. Penentuan
kebutuhan ini dibuat dalam dokumen perencanaan DUPADA(Daftar Usulan
Pengadaan Barang). Hal ini sesuai dengan kutipan wawancara dengan
informan,sebagai berikut :
"metode perencanaan dengan mengambil histori data,berdasarkan
data pemakaian bulan berjalan kemudian saya prediksikan sampai akhir
bulan,ambil data tanggal 20 tapi kalau ambil sebulan hingga tanggal 30
berarti 3/2 nya ,angka mutasi dikalikan 3/2 lalu ditambahkan buffer 30%
,itu untuk mengantisipasi adanya lonjakan perubahan” (Inf-2)
“metode perencanaan dengan melihat stok akhir bulan gudang, kita
lihat mutasi sebulan untuk obat itu berapa, nah nanti ditambah sama
buffer stock, contoh Paracetamol tablet stok akhirnya 1000, lalu mutasi
keluar 3000, berarti 3000-1000 = 2000, 2000 + buffer stock sebesar 2030% dari mutasi akhir..kalau untuk obat-obat life saving atau obat yang
wajib kadang konsumsi sedikit,tapi misalkan untuk obat life saving
walaupun ada dan tidak ada kasus kita harus tetap mempunyai buffer
stock untuk itu, harus selalu tersedia. Karena itu merupakan obat wajib
dirumah sakit, tapi kalau buffer stock nya masih mencukupi berarti kita
tidak memesan”(Inf-3)
93
“metode yang digunakan dengan pola konsumsi dari bulan
sebelumnya, lalu ditambahkan 30% dari jumlah yang dipesan..stok yang
digunakan dengan melihat data komputer”(Inf-4)
Hal ini telah sesuai dengan ketentuan pedoman pengelolaan
perbekalan farmasi milik Dirjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan
tahun 2008 bahwa metode konsumsi merupakan metode yang dapat
dilakukan dalam penentuan kebutuhan dengan didasarkan pada data real
konsumsi periode sebelumnya.
Berdasarkan wawancara dengan informan bahwa dalam kegiatan
perencanaan dan penentuan kebutuhan ini terdapat beberapa hal yang harus
diperhatikan dan dipertimbangkan diantaranya dana/anggaran, stok akhir,
pertimbangan kemampuan penyedia, dan kapasitas dalam penyimpanan. Ini
sesuai dengan pernyataan yang dijelaskan oleh informan, berikut :
“Pertimbangan dalam perencanaan yaitu kemampuan penyedia untuk
menyediakan, yang kedua spesifikasi barang yang jadi pertimbangan,
yang ketiga ketepatan barang datangnya“(Inf-2)
“Pertimbangannya dengan melihat saldo yang tersisa, anggaran, dan
ketersediaan tempat penyimpanan, apabila memesannya terlalu banyak
tempatnya harus di perhatikan ,mencukupi atau tidak. Riwayat konsumsi
obat juga menjadi pertimbangan, kalau riwayat kemaren konsumsinya
sedikit, pasti tidak akan memesan banyak..”(Inf-3)
“Pertimbangan perencanaan yaitu dengan melihat dari lama
pengiriman, ketersediaan barang, dan pengiriman dari distributornya..
kalau kita sudah membuat perencanaan tapi distributornya tidak bisa
mengirim, ini akan percuma saja”(Inf-4)
Pertimbangan dalam perencanaan ini sesuai dengan ketentuan
PMK No.58 tahun 2014 bahwa perencanaan harus memperhatikan anggaran
yang tersedia, sisa persediaan, kapasitas gudang, data pemakaian periode
lalu, waktu tunggu dan penetapan prioritas.
94
Selama ini proses perencanaan obat sudah sesuai dengan prosedur
yang ada. Namun, tetap saja ada hal-hal yang dapat menghambat suatu
proses penentuan kebutuhan obat. Kendala atau hambatan dalam kegiatan
perencanaan yaitu data stok komputer yang tidak terbaca apabila stok obat
kosong atau tidak datang dan perencanaan yang tidak sesuai dengan
realisasi. Sebagaimana pernyataan informan berikut :
“Ketika petugas membuat perencanaan dengan mengambil sumber
datanya cuman bulan Juli, item tersebut bisa tidak terbawa,tidak
terpesan lagi, karena kosong di bulan Juli, nah kendalanya jadi petugas
harus mengambil data paling lama 6 bulan, supaya yang sudah tidak
datang lama itu bisa tetap terbawa datanya, pake rata-rata data
penggunaan 6 bulan konsumsi, dan dengan ditanyakan ke usernya
apakah obat tersebut masih update atau tidak itemnya, masih dibutuhkan
atau tidak” (Inf-1)
“kekhawatiran perencanaan tidak sesuai dengan realisasi,
direncanakan tapi tidak dikirim..”(Inf-2)
“kendala yang dialami yaitu apabila dalam menggunakan data dalam
sistem komputer, jadi petugas melihat riwayat pengeluaran obat pada
bulan sebelumnya, kalau obat itu bulan kemaren tidak datang, berarti
nol mutasinya padahal rumah sakit butuh, tapi karena bulan kemarin
tidak datang jadinya tidak ada riwayat, jadi kelewat untuk tidak
dipesan” (Inf-3)
Masalah yang dapat menyebabkan terjadinya stock out dalam
proses
perencanaan
diantaranya
ketidaksesuaian
realisasi
dengan
perencanaan, meningkatnya jumlah pasien dan pola konsumsi yang berubah.
Sebagaimana pernyataan informan berikut :
“Masalah yang dapat terjadi yaitu adanya ketidaksesuaian dengan
perencanaan, ketika perencanaan kita A, akhirnya pasiennya membludak
stok kita akhirnya kosong dan habis..”(Inf-2)
“Kalau fast moving kita biasanya memang pesan banyak, biasanya
obat generik, kalau yang slow moving paling kita pesennya tidak terlalu
banyak, masalah pada perencanaan juga misalnya bulan kemaren tidak
95
ada kasus, akhirnya kita tidak memesan, tapi bulan ini ada kasus
biasanya suka terjadi seperti itu biasanya untuk penyakit yang polanya
tidak menentu, akhirnya petugas pesan cito sesuai kebutuhannya”(Inf-3)
Dari hasil penelitian yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa
perencanaan di RSUD Kota Bekasi sudah sesuai dengan prosedur dan
ketetapan Depkes. Namun dalam pelaksanaannya terkadang terdapat
masalah yang berkaitan dengan data stok dalam sistem komputer yang tidak
terbaca apabila stok obat kosong atau tidak datang dan perencanaan yang
tidak sesuai dengan realisasi. Data stok yang tidak terbaca ini akan
mengakibatkan tidak dipesannya obat yang sebenarnya dibutuhkan dirumah
sakit.
5.4.2. Pengadaan Persediaan
Pengadaan
merupakan
salah
satu
kegiatan
merealisasikan
perencanaan dan penentuan kebutuhan obat dirumah sakit. Kegiatan
pengadaan di RSUD Kota Bekasi dilakukan oleh unit khusus yaitu Unit
Pengadaan Barang dan Jasa (UPBJ). Dalam pelaksanaannya, pengadaan
obat dilakukan berdasarkan ketentuan umum yang berlaku. Ketentuan yang
digunakan oleh rumah sakit untuk melakukan pengadaan barang/jasa adalah
PP no. 70 tahun 2012, PP RI no.4 tahun 2015 dan peraturan walikota bekasi
Nomor 50 tahun 2011 tentang unit pelaksana teknis layanan pengadaan
barang/jasa pemerintah kota bekasi.
Pengadaan obat di RSUD Kota Bekasi sudah menggunakan sistem
e-purchasing secara online melalui web LKPP (Lembaga Kebijakan
96
Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah). Sebagaimana pernyataan informan
berikut :
“Sekarang kegiatan pengadaan sudah melalui e-catalog, yang kedua
ada yang lelang, yang ketiga dengan penunjukkan langsung/pembelian
langsung, karena sekarang lebih mudah dengan e-catalog lewat online,
harga juga sudah sesuai, tidak perlu sulit negoisasi” (Inf-2)
“Kegiatan pengadaan dengan pembelian langsung, tender/lelang dan
e-catalogue/e-purchasing lewat online dan website lkpp, untuk obat,
alkes, bhp dan vaksin. Sekarang sudah ada amanah dari UU/permenkes
itu kita sudah wajib purchasing kalau ada barangnya di e-catalogue
wajib lewat itu, paling sering obat yang dipesan lewat e-catalog” (Inf-3)
Pengadaan obat melalui e-purchasing ini dikeluarkan pemerintah
melalui Surat Edaran Menkes/167/III/2014 tentang Pengadaan Obat
berdasarkan
Katalog
Elektronik
(E-catalogue).
Pengadaan
obat
dilaksanakan berdasarkan e-Catalogue obat dengan menggunakan metode
pembelian secara elektronik (e-Purchasing) sebagaimana tercantum dalam
e-Catalogue obat yang ditetapkan oleh Kepala LKPP. Dalam Katalog
Elektronik (e-Catalogue) telah berisi daftar harga obat, spesifikasi obat dan
penyedia obat. Salah satu kelebihan dari sistem online ini menurut informan
adalah :
“karena sekarang lebih mudah dengan e-catalog lewat online, harga
juga sudah sesuai, tidak perlu sulit negoisasi” (Inf-2)
Selain itu, untuk kekurangan yang dirasakan selama proses
pengadaan dengan menggunakan sistem online e-catalogue menurut
informan terkait adalah :
“Ketika dari pelayanan kefarmasian terdapat keluhan terhadap BHP
yang tumpul..karena melalui e-catalog berbagai distributor dapat
97
mengirimkan barangnya. Jadi e-catalog mungkin karena sudah MEA
,jadi sudah impor semua barangnya. Apabila produknya jelek terkadang
dokternya tidak bersedia memakai, seharusnya dengan harganya yang
murah tapi kualitasnya juga harus bagus” (Inf-1)
“kalau kita melakukan pemesanan dengan e-catalogue pada
pagi/siang hari servernya tuh pasti sering error dan sibuk banget, jadi
biasanya kita melakukan pemesanan di malam hari” (Inf-2)
Berdasarkan wawancara dapat disimpulkan bahwa kelebihan dari
sistem online yaitu sistem ini lebih memudahkan bagi petugas teknis
kefarmasian dalam melakukan pemesanan obat untuk memenuhi kebutuhan
dirumah sakit. Sedangkan kekurangan dari sistem ini yaitu obat yang
dipesan karena harganya relatif murah banyak barang yang tidak terjamin
kualitasnya dan sering dikeluhkan oleh user dirumah sakit serta server ecatalogue seringkali error dalam pengoperasiannya.
Kendala yang sering ditemui dalam kegiatan pengadaan yaitu
ketersediaan anggaran yang kurang, kecepatan pengiriman dan prosedur
administrasi yang panjang. Sebagaimana pernyataan informan berikut :
“Kendala kalau dari internal yaitu ketersediaan anggaran, kalau dari
eksternal yaitu kecepatan pengiriman” (Inf-2)
“Kendala yang ditemui yaitu adanya habis anggaran, jadi
mengakibatkan kosong stok, apabila jadi masalah di perencanaan, jadi
masalah juga di pengadaan” (Inf-3)
“kendalanya lebih banyak dalam masalah dana dan prosedur
administrasinya yang panjang” (Inf-4)
Faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya stock out pada
kegiatan pengadaan diantaranya keterlambatan dalam pembuatan surat
pemesanan (SP), kekosongan pada distributor dan kesalahan dalam
pemesanan. Sebagaimana pernyataan informan berikut :
98
“Terkadang ada keterlambatan pembuatan SP dari UPBJ, terus
barang dipesan tidak dapat diantar oleh distributor. Apabila salah split,
misalnya obat A yang harusnya dipesan ke distributor B, dibuat SPnya
ke distributor C, nah dis.C tidak melakukan konfirmasi bahwa obat tsb
tidak ada, ini salah pesan distributor, pernah kejadian seperti itu
akhirnya stok out..RS menunggu padahal obatnya tidak akan dikirim,
jadi kita menunggu barangnya, gudang juga menunggu, user lebih
nungguin lagi, ternyata tidak datang, lalu ditanyakan ke UPBJ, ternyata
salah distributor, jadi akhirnya diperbaiki atau kalau tidak barangnya
tidak datang sama sekali” (Inf-3)
“distributor yang ditunjuk tidak sanggup memenuhi, karena barang
nya kosong, distributor yang kita tunjuk tidak bisa melayani,barangnya
kebutuhannya indent (ada yang harus nunggu dulu),jadi stoknya
kosong”(Inf-4)
Dari hasil wawancara dan telaah dokumen diketahui kegiatan
pengadaan dilakukan dengan penunjukkan langsung dan saat ini
pemesanannya wajib melalui e-purchasing. Kelebihan dari sistem ini yaitu
dapat memberikan kemudahan bagi petugas untuk melakukan pemesanan,
sedangkan kekurangannya terletak pada tidak terjaminnya kualitas obat
karena banyak produk yang murah dan server e-catalogue seringkali error
dalam pengoperasiannya. Sedangkan faktor yang dapat mempengaruhi
terjadinya stock out pada kegiatan pengadaan diantaranya keterlambatan
dalam pembuatan surat pemesanan (SP), kekosongan pada distributor dan
kesalahan dalam pemesanan.
5.4.3. Pengawasan Persediaan
Pengawasan persediaan obat di gudang farmasi menjadi tanggung
jawab semua petugas gudang. Berdasarkan wawancara dan observasi
kegiatan pengawasan oleh petugas gudang dilakukan dengan cara mencatat
99
secara teratur obat yang keluar dan masuk pada kartu stok dan mencatat
tanggal kadaluarsa obat. Hal ini sesuai dengan kutipan wawancara berikut :
“Pengawasan digudang tiap bulan pemeriksaan melihat expired
datenya, barang expired date dilokalisir, lalu kalau sudah mendekati
tanggal expired datenya akan diberitahukan kepada usernya” (Inf-1)
“Pengawasan dengan pencatatan yang teratur di kartu stok, setiap
ambil atau menyimpan barang selalu harus ditulis dikartu stok untuk
menghindari barang hilang. Kalau kehilangan tidak pernah kejadian,
kalau obat yang akan mendekati expired, tiap awal tahun akan
diinventaris seluruh obat di gudang farmasi,nanti dipisahkan,nanti
diberi tanda untuk didahulukan pemberiannya ke depo, kalau bulan
kadaluarsanya sudah masuk langsung ditarik semua dari depo, lalu
dilaporkan barang expired ke beberapa distributor yang bisa retur tapi
kalau sistem distributor yang pembelian putus, langsung dimusnahkan
semua, karena tidak bisa diretur” (Inf-3)
Dalam kegiatan pengawasan di gudang farmasi, kepala gudang yang
berwenang dalam pelaksanaannya dengan bertanggung jawab langsung pada
kepala instalasi farmasi. Kendala yang dapat menghambat kegiatan
pengawasan digudang yaitu penyimpanan obat yang kurang beraturan
sehingga sulit untuk melakukan pemeriksaan terhadap ED (expiry date)
obat. Oleh karena itu, setiap awal tahun petugas gudang akan melakukan
inventaris dan pencatatan terhadap tanggal kadaluarsa obat di tahun
berjalan.
5.4.4. Pengendalian Persediaan
Kegiatan pengendalian obat yang dilakukan oleh gudang farmasi
RSUD Kota Bekasi yaitu dengan kegiatan stock opname. Kegiatan stock
opname di RSUD Kota Bekasi dilakukan setiap sebulan sekali pada akhir
100
bulan di gudang farmasi untuk memeriksa kesesuaian jumlah fisik barang di
gudang dengan data jumlah barang yang ada dalam sistem komputer. Hal ini
sesuai dengan standar Permenkes 58 th.2014 bahwa salah satu cara dalam
mengendalikan persediaan yaitu dengan kegiatan stock opname.
Kendala dalam kegiatan stock opname yang biasa ditemui oleh
petugas diantaranya metode stock opname yang masih manual dan belum
didukung oleh teknologi yang modern, terdapatnya ketidaksesuaian antara
fisik barang dan data komputer serta banyaknya jenis dan jumlah barang
perbekalan farmasi. Metode dalam stock opname yang masih manual dan
banyaknya jumlah obat menyulitkan dan membutuhkan waktu yang lebih
lama bagi petugas untuk menyelesaikannya. Hal ini sebagaimana pernyataan
informan dalam kutipan wawancara berikut :
“Metode dalam stok opname masih manual..kalau ditempat swasta
yang saya tahu itu dengan sistem teknologi, jadi kita cukup masukan
nomor barcode ,kalau teknologi modern dengan nomor barcode nya di
scan, hal itu cukup dilakukan dengan 2 jam..kalau disini masih manual
jadi bisa seharian sampai 2 hari selesai stock opname” (Inf-2)
“Faktor yang menghambat itu jumlah obat yang banyak dalam
jumlah besar, sehingga sulit dan lama menghitungnya dan terpencar
tempatnya, jadi susah dan sulit dihitungnya” (Inf-3)
Kejadian seperti ini dapat mengakibatkan tidak terkontrolnya
persediaan obat dan sulit untuk menentukan waktu pemesanan karena tidak
mengetahui jumlah stok yang tersedia dan terkadang tidak terdeteksinya
tanggal ED dari suatu barang, sehingga nantinya akan dapat terjadi
kekosongan
obat.
Salah
satu
kegiatan
pengendalian
yang
dapat
menyebabkan stock out yaitu adanya barang kadaluarsa yang tidak
101
terdeteksi saat kegiatan stock opname sehingga barang sudah tidak dapat
digunakan kembali. Sebagaimana pernyataan informan berikut :
“Masalah pengendalian misalnya barangnya ED tapi dia slow
moving malah relatif death moving, jadi mati berbulan-bulan, secara
stok dia banyak tapi kita cek juga ED nya waktu stock opname ternyata
dia udah ED, stok yang di komputerna banyak jadi langsung nol, pernah
kejadian obat ciprofloxacin” (Inf-3)
Dalam kegiatan pengendalian persediaan obat di gudang farmasi
RSUD Kota Bekasi tidak menggunakan metode khusus. Hal ini sesuai
dengan hasil wawancara berikut :
“kalau metode khusus tidak ada, pengendalian hanya melalui stock
opname saja” (Inf-2)
“Tidak ada metode khusus dalam pengendalian obat digudang” (Inf-3)
Dari hasil penelitian yang dilakukan melalui wawancara dan observasi
maka dapat disimpulkan bahwa kegiatan pengendalian persediaan yang ada
di gudang RSUD Kota Bekasi sifatnya masih sederhana yaitu meliputi
kegiatan pencatatan dan pelaporan melalui kegiatan stock opname. Kegiatan
ini sudah sesuai dengan standar prosedur yang berlaku. Namun,
permasalahan yang berkaitan dengan kegiatan tersebut masih terjadi, seperti
masalah kesalahan dan ketidaktelitian petugas dalam pencatatan ataupun
saat memasukan data dalam sistem informasi gudang. Jika masalah tersebut
terjadi petugas akan langsung mencari dan mengkonfirmasi ketidaksesuaian
lalu memperbaikinya kemudian dilaporkan dalam laporan stock opname.
102
5.5. OUTPUT
Koordinasi dari unsur – unsur yang terkait pada input dan proses yang
terdapat pada manajemen persediaan obat dirumah sakit akan menghasilkan
suatu output. Output dari manajemen persediaan obat yaitu ketersediaan obat di
gudang farmasi yang ditandai dari pengendalian obat yang baik. Pengendalian
obat yang baik jika jumlah dari tiap jenis barang yang ada digudang mencukupi
untuk memenuhi kebutuhan permintaan yang ada di rumah sakit.
Ketersediaan jumlah obat dirumah sakit selalu diusahakan dalam keadaan
cukup, tidak hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan user tapi juga cukup
sebagai stok cadangan yang digunakan untuk keperluan diluar perkiraan dari
kebutuhan biasanya. Namun, dalam pengendalian obat di gudang farmasi
terkadang masih terjadi masalah seperti kekosongan stok obat.
Output dalam pengendalian obat sesuai dengan ketetapan Depkes tahun
2014 bahwa tidak terjadi kekosongan obat, tidak ada obat
yang
kadaluarsa/rusak, dan stock opname secara berkala. Berikut gambaran hasil
pada output manajemen persediaan :
103
Bagan 5.4
Output Manajemen Persediaan
OUTPUT
Stock out
Obat Kadaluarsa
Stock Opname
a. Berdasarkan
telaah
dokumen
kekosongan obat yang terjadi di
gudang farmasi RSUD Kota Bekasi
pada triwulan I tahun 2015 terdapat
35 jenis obat paten yang dilakukan
pemesanan cito karena tidak
tersedianya obat yang dibutuhkan.
Dengan total nilai mencapai Rp.
77.933.107
a. Dari hasil telaah dokumen diketahui
bahwa terdapat 6 jenis obat yang
kadaluarsa pada periode Januari –
Maret 2015 di gudang farmasi RSUD
Kota Bekasi. Kerugian yang diterima
RSUD Kota Bekasi akibat obat-obatan
yang kadaluarsa tersebut hingga bulan
Maret mencapai Rp. 2.578.296.
a. Kegiatan stock opname digudang dilakukan
sebagai bagian dari kegiatan pengawasan dan
pengendalian obat di gudang farmasi.
Kegiatan stock opname sudah rutin
dilakukan oleh petugas gudang farmasi
setiap 1 bulan sekali di minggu ketiga. Hal
ini telah sesuai dengan Permenkes no.58
tahun 2014 bahwa cara untuk mengendalikan
persediaan yaitu dengan stock opname yang
dilakukan secara periodik dan berkala.
b. Menurut informan bahwa faktor
yang
sangat
mempengaruhi
terjadinya kekosongan obat di
gudang farmasi yaitu faktor dana
dan faktor distributor.
b. Jumlah ini belum sesuai dengan standar
yang ditetapkan dalam pedoman
pengelolaan obat oleh Depkes tahun
2008 bahwa jumlah obat kadaluarsa di
gudang haruslah berjumlah 0% atau
tidak ada sama sekali.
b. Namun
104
pada pelaksanaannya harusnya
didampingi
oleh
pengawas
dari
instalasi/bagian lain yang dapat mengawasi
jalannya stock opname tidak hanya dilakukan
oleh petugas gudang. Hal ini tidak sesuai
dengan Permenkes no.58 tahun 2014 yang
menyatakan bahwa kegiatan pengendalian
harus dilakukan bersama dengan Tim
Farmasi dan Terapi (TFT) di RS.
5.5.1. Stock Out (Kekosongan Stok)
Berdasarkan telaah dokumen kekosongan obat yang terjadi di
gudang farmasi RSUD Kota Bekasi pada triwulan I tahun 2015 terdapat 35
jenis obat paten yang dilakukan pemesanan cito karena tidak tersedianya
obat yang dibutuhkan.
Tabel 5.3
Data Pemesanan Cito di Gudang Farmasi RSUD Kota Bekasi pada
Triwulan I Tahun 2015
Obat
Obat
Obat
No.
Bulan
Nilai Investasi
Paten
JKN
Generik
1.
Januari
12
11
7
Rp. 73.506.107
2.
Februari
-
-
-
-
3.
Maret
4
-
1
Rp. 4.427.000
Total Nilai
Rp. 77.933.107
Sumber : Data Primer RSUD Kota Bekasi tahun 2015
Berdasarkan tabel 5.4 menunjukkan bahwa pada bulan Januari –
Maret tahun 2015 terdapat 16 obat paten, 11 obat JKN, dan 8 obat generik
yang dilakukan pemesanan cito ke apotik luar dirumah sakit. Sedangkan
kekosongan obat yang terjadi pada tahun 2014 dan tahun 2015 mencapai
243 jenis obat dengan nilai investasi mencapai Rp. 327.604.004.
Tabel 5.4
Data Pemesanan Cito di Gudang Farmasi RSUD Kota Bekasi pada
Tahun 2014 dan tahun 2015
2014
Paten JKN
72
2015
Jumlah
Tahun
Paten Generik
Total
Total Nilai
68
68
208
11
16
8
35
Rp. 249.670.897
Rp. 77.933.107
83
84
76
243
Rp. 327.604.004
Sumber : Data Primer Bag.UPBJ RSUD Kota Bekasi tahun 2014 dan 2015
105
Berdasarkan tabel 5.5 menunjukkan bahwa tingginya penggunaan obat
paten di RSUD Kota Bekasi. Obat paten dirumah sakit digunakan sebagai
pengganti obat generik yang kosong saat dibutuhkan. Hal ini sesuai dengan
pernyataan informan berikut :
“Obat paten digunakan sebagai pengganti generik, soalnya generik
sangat dibutuhkan oleh banyak rumah sakit dalam pelayanan BPJS,
makanya diganti dan disubstitusi dengan obat paten” (Inf-1)
“Pasien BPJS yang diutamakan pasti obat generik, kalau pasien
umum yang diutamakan permintaan yang bersangkutan, kalau generik
tidak ada baru kita memakai obat paten..kalau pasien umum tentu bisa
memilih” (Inf-2)
“kalau obat generik tidak ada, kita menggantinya dengan obat paten,
terus obat paten juga untuk pasien umum di RS” (Inf-3)
“kalau produk obat generiknya kosong atau kalau dokternya
merekomendasikan untuk obat paten, tapi untuk pemakaian yang
diutamakan obat generik dulu..kalau memang obat generiknya tidak ada
baru kita pesannya obat paten” (Inf-4)
Ketersediaan obat di gudang farmasi RSUD Kota Bekasi sudah
baik dari segi kualitas tapi belum cukup baik dari segi kuantitasnya. Dilihat
dari kuantitasnya, kekurangan maupun kelebihan obat masih terjadi di
gudang farmasi. Sebagaimana pernyataan informan berikut :
“kalau dari kualitas sudah bagus, tapi kalau dari kuantitas belum
karena pasien terus meningkat jadi selalu melebihi perencanaan yang
ada..kalau kelebihan pernah, biasanya diawal tahun kalau diakhir tahun
sangat dihindari untuk terjadinya kelebihan” (Inf-3)
Masalah kekosongan obat di rumah sakit dapat menurunkan kepuasan
pasien dalam pelayanan yang diberikan. Seperti yang dinyatakan informan
dalam kutipan wawancara berikut :
“Kekosongan obat itu karena distributor utamanya tidak bisa kirim
karena ada kendala suatu lain hal, jadi kita mencari ke sub-dis, intinya
106
bagaimana caranya pelayanan tetap berjalan..kalau misalnya ada
pembengkakan anggaran itu menjadi warning belakangan, karena kalau
di rsud yang penting pelayanannya dulu, bagaimana cara memenuhi
kebutuhannya..apabila memang obatnya kosong dimana-mana,petugas
akan menyarankan pasien untuk membeli obat diluar karena harganya
relatif murah tapi kalau memang obatnya mahal saya sarankan untuk
menunggu nanti kita berusaha mengadakan, supaya untuk menjaga pola
konsumsi obatnya tidak terganggu” (Inf-2)
“Kekosongan stok itu dapat menurunkan kepuasan pasien, jadi
biasanya kita evaluasi konsisten di SP atau DUPADA dalam seminggu
pertama di awal bulan obat mana saja yang belum datang..di follow up
dan langsung ditanyakan apa bisa datang atau tidak” (Inf-3)
Menurut informan bahwa faktor yang sangat mempengaruhi
terjadinya kekosongan obat di gudang farmasi yaitu faktor dana dan faktor
distributor. Pernyataan ini berdasarkan wawancara dengan informan sebagai
berikut :
“Dana yang paling berpengaruh, yang kedua distributor yang paling
berpengaruh, tapi distributor tidak terlalu saklek,dia tau kondisinya..tapi
kalau distributor yang terlalu saklek, itu yang menjadi hal yang
menyulitkan, kita punya hutang tapi belum dibayarkan, dari
distributornya tidak bisa mengirim, hal itu yang menyulitkan bagi
petugas, obatnya tidak datang..distributor besar juga banyak yang tidak
mengirim, tapi mereka punya batasan/standarnya sendiri” (Inf-2)
“Faktor yang pertama yaitu Dana, kemudian distributor, SDM lalu
prosedur kalau prosedur kalau lebih lama dan lebih panjang jadi bisa
menyebabkan stock out” (Inf-3)
Kekosongan
persediaan
obat
dirumah
sakit
ini
dapat
mempengaruhi kepuasan pasien terhadap pelayanan dirumah sakit dan
menghambat perawatan kepada pasien.
107
5.5.2. Obat Kadaluarsa
Obat-obatan yang kadaluarsa akan didata pada saat stock opname
sedangkan untuk perbekalan farmasi yang akan mendekati waktu
kadaluarsa oleh Kepala Gudang akan didata dan ditempel sebagai
pengingat bagi petugas. Obat yang kadaluarsa di gudang farmasi
dikarenakan obat yang slow moving, pola penyakit berubah, pola
penyimpanannya dan obat yang ED (Expired Date) nya kurang dari 2
tahun. Sebagaimana pernyataan informan berikut :
“Ada obat yang kadaluarsa, tapi kita pastikan obat kadaluarsa itu
tidak pernah jatuh ke tangan pasien, jadi,obat yang kadaluarsa akan
ditarik dari depo farmasi dirumah sakit,lalu diletakkan di gudang sampai
dimusnahkan, kenapa sampai expired, hal ini dikarenakan perubahan
pola konsumsi dan kebutuhan..karena perubahan pola konsumsi dan
pemeriksaan kurang teliti..tapi yang paling sering karena perubahan
pola konsumsi” (Inf-2)
“obat ED itu biasanya karena slow moving, karena pola penyakitnya
sudah berubah dan pengadaan yang berlebihan” (Inf-3)
“Ada obat yang kadaluarsa, hal itu biasanya dikarenakan pola
penyimpanan obatnya,harusnya obatnya duluan diserahkan ini
belakangan diserahkan, bisa juga obatnya pola penyerahan
obat/pemberian obatnya,bisa juga karena obatnya sudah jarang
diresepkan sedangkan kita waktu memesan stoknya banyakkan”(Inf-4)
Dari hasil telaah dokumen diketahui bahwa terdapat 6 jenis obat
pada periode Januari – Maret 2015 di gudang farmasi RSUD Kota Bekasi.
Persentase obat kadaluarsa yang ada digudang farmasi rumah sakit adalah
sebesar 0,8%. Dengan persentase sebesar itu, diperkirakan nilai kerugian
yang diterima RSUD Kota Bekasi akibat obat-obatan yang kadaluarsa
tersebut hingga bulan ini mencapai Rp. 2.578.296.
108
Jumlah ini belum sesuai dengan standar yang ditetapkan dalam
pedoman pengelolaan obat oleh Depkes tahun 2008 bahwa jumlah obat
kadaluarsa di gudang haruslah berjumlah 0% atau tidak ada sama sekali. Hal
ini dapat mengindikasikan dari adanya permasalahan penyimpanan obat dan
kerugian akibat penyimpanan obat yang salah. Seharusnya hal ini dapat
dihindari dengan memperbaiki dan mengevaluasi proses pengelolaan obat
yang dilakukan, sehingga output yang efisien dapat tercapai.
5.5.3. Stock Opname
Kegiatan stock opname merupakan kegiatan yang dilakukan dalam
memeriksa kesesuaian antara jumlah fisik barang di gudang dengan data
jumlah barang yang ada dalam sistem komputer. Stock opname yang
digudang farmasi RSUD Kota Bekasi dilakukan setiap 1 bulan sekali di
akhir bulan.
Kegiatan yang dilakukan pada saat stock opname berdasarkan hasil
wawancara sebagai berikut :
“Stok opname dengan memeriksa kartu stok manual, memeriksa stok
dikomputer lalu menyesuaikannya dengan stok fisiknya..penyebabnya
biasanya human error, kelalaian petugas..laporannya dibuat dalam
bentuk laporan stock opname setiap bulan”(Inf-3)
Hal ini sesuai dengan ik-rsud-13-07 tentang stock opname perbekalan
farmasi bahwa TA/TT kefarmasian melakukan stok opname perbekalan
farmasi di gudang/depo tiap minggu ke-3 tiap bulan, kegiatannya
diantaranya :
109
1. Petugas akan terlebih dahulu mengumpulkan seluruh kartu stok
perbekalan farmasi di gudang
2. Setelahnya, petugas akan melakukan penyesuaian data stok komputer
dengan data pada kartu stok
3. Setelah sesuai, lalu petugas akan menghitung jumlah fisik sediaan yang
ada di rak penyimpanan
4. Setelah itu petugas akan menyesuaikan (adjustment) jumlah fisik sediaan
dengan jumlah sediaan dalam kartu stok yang telah disesuaikan dengan
data stok komputer
5. Apabila jumlahnya sesuai maka akan diberikan tanda ceklis (√) pada
kartu stok dan nama orang yang menulis kartu stok. Apabila jumlahnya
tidak sesuai maka petugas gudang akan menganalisis selisihnya.
6. Petugas akan mencari selisih yang terjadi ke depo-depo farmasi dirumah
sakit dan mengingat apabila terdapat data yang tertinggal untuk diinput.
7. Jika sudah diketahui penyebab selisihnya petugas gudang akan membuat
laporan stock opname tersebut dan menyerahkan kepada Direktur dan
Kepala Instalasi farmasi untuk diperiksa dan ditanda tangani.
Kegiatan stock opname digudang dilakukan sebagai bagian dari
kegiatan pengawasan dan pengendalian obat di gudang farmasi. Kegiatan
stock opname sudah rutin dilakukan oleh petugas gudang farmasi setiap 1
bulan sekali di minggu ketiga. Hal ini telah sesuai dengan Permenkes no.58
tahun 2014 bahwa cara untuk mengendalikan persediaan yaitu dengan stock
opname yang dilakukan secara periodik dan berkala.
110
Berdasarkan hasil wawancara dan observasi bahwa dalam kegiatan
stock opname yang terlibat hanya petugas gudang dan stafnya saja, yang
kemudian laporan stock opname nya diberikan kepada bagian keuangan.
Pada
pelaksanaannya
seharusnya
didampingi
oleh
pengawas
dari
instalasi/bagian lain yang dapat mengawasi jalannya stock opname tidak
hanya dilakukan oleh petugas gudang. Hal ini untuk menghindari adanya
kecurangan dan manipulasi data yang ada.
5.6. Upaya Pengendalian Persediaan
Pengendalian persediaan di gudang farmasi dilakukan melalui kegiatan
stock opname setiap satu bulan sekali diakhir bulan, kartu stok sebagai
pendataan terhadap keluar dan masuknya obat digudang serta buku defekta
sebagai pencatatan permintaan perbekalan farmasi dari unit lain di rumah
sakit. Seluruh permintaan sediaan farmasi dari unit lain ke gudang farmasi
dilakukan melalui sistem komputer sehingga dapat terlihat berapa jumlah sisa
stok yang tersedia. Dalam persediaan obat di gudang farmasi RSUD Kota
Bekasi, pengendalian persediaan tidak menggunakan metode khusus. Hal ini
sesuai dengan kutipan wawancara berikut:
“kalau metode khusus tidak ada, pengendalian hanya melalui stock
opname saja” (Inf-2)
“Tidak ada metode khusus dalam pengendalian obat digudang”(Inf-3)
5.6.1. Klasifikasi Obat Paten dengan ABC Investasi
Dari hasil penelitian bahwa penentuan kebutuhan obat digudang
farmasi menggunakan metode konsumsi dan metode epidemiologi. Metode
111
konsumsi didasarkan pola penggunaan obat pada periode sebelumnya.
Obat yang tergolong fast moving dengan pergerakan jumlah penggunaan
yang cepat harus disediakan lebih banyak dan obat slow moving akan
disediakan lebih sedikit untuk menghindari pemborosan. Obat yang
tergolong life-saving harus tersedia digudang farmasi walaupun tidak
memiliki kasus atau riwayat penggunaannya.
Jenis
obat
yang
disediakan
digudang
farmasi
ditentukan
berdasarkan jenis sediaan dan bentuk sediaannya. Hal ini sebagaimana
pernyataan informan berikut :
“Masih sesuai seperti yang dulu, jadi mengelompokkan sediaan
farmasi berdasarkan reagen, berdasarkan penggunaannya,atau
berdasarkan jenis sediaan” (Inf-1)
“Pengelompokkannya berdasarkan tablet, sirup, dan injeksi.” (Inf2)
“Pengelompokkan obat
berdasarkan suhu penyimpanan,
berdasarkan kelompok obat seperti oral, liqiud, tablet obat luar dan
berdasarkan bentuk sediaan serta alfabetis tapi alfabetis masih
kurang berjalan optimal” (Inf-3)
Namun selama ini RSUD Kota Bekasi belum pernah melakukan
pengelompokkan obat dengan menggunakan data real obat baik
berdasarkan pemakaian maupun nilai investasinya. Hal ini sesuai dengan
hasil wawancara dengan informan :
“Tidak pernah,berdasarkan jenis sediaan dan penggunaannya
saja” (Inf-1)
“Analisis ABC, tidak pernah melakukan, kita semua obat yang
akan dikonsumsi, baik yang sedikit konsumsinya kita himpun tapi
tidak kita kelompokkan , lalu kita alfabetis saja” (Inf-3)
112
Oleh karena itu, untuk menentukan kelompok obat, peneliti
melakukan studi analisis ABC dengan mengelompokkan obat paten
berdasarkan nilai investasinya. Berikut adalah hasil analisis ABC obat
paten berdasarkan nilai investasinya tahun 2015 :
Tabel 5.5
Kelompok ABC berdasarkan Nilai Investasi Obat Paten
Periode Januari-Maret tahun 2015
Kelompok
Jumlah
Persentase
Nilai Investasi
Persentase
Obat
Jenis Obat
Jumlah Jenis
(RP)
Nilai
Obat
Investasi
Kelompok A
28
21,87 %
Rp. 756.726.230
69,89%
Kelompok B
30
23,43 %
Rp. 216.708.576
20,01%
Kelompok C
70
54,68 %
Rp. 109.259.820
10,09%
Total
128
100%
Rp 1.082.694.626
100%
Sumber : Hasil Pengolahan Data Sekunder
Tabel 5.6 menunjukkan kelompok obat paten berdasarkan nilai
investasi. Berdasarkan tabel kelompok ABC dapat diketahui bahwa
terdapat sebanyak 28 jenis obat paten atau 21,87% dari seluruh obat paten
yang tergolong kelompok A. Nilai investasi terhadap kelompok A sebesar
Rp. 756.726.230 atau 69,89% dari total investasi obat paten di gudang
farmasi RSUD Kota Bekasi.
Obat paten kelompok B terdapat 30 jenis obat paten atau 23,43%
dari seluruh obat paten. Nilai investasi terhadap kelompok B sebesar Rp.
216.708.576 atau 20,01% dari total investasi obat paten. Sedangkan obat
paten kelompok C adalah sebanyak 70 jenis obat atau 54,68% dari seluruh
obat paten. Nilai investasi terhadap kelompok C sebesar Rp. 109.259.820
113
atau 10,09% dari total investasi obat paten di gudang farmasi RSUD Kota
Bekasi.
5.6.2. Pengendalian Persediaan dengan Metode EOQ (Economic
Order Quantity)
Dalam menentukan jumlah pemesanan obat di RSUD Kota Bekasi,
petugas tidak pernah menggunakan perhitungan khusus mengenai jumlah
pemesanan. Jumlah pesanan tergantung pada data pemakaian pada bulan
sebelumnya. Obat yang sering digunakan pada bulan sebelumnya akan
dipesan lebih banyak daripada obat yang jarang digunakan. Berikut hasil
wawancara dengan informan sebagai berikut :
“Tidak pernah ada metode khusus dalam pengendalian,apalagi
dengan metode EOQ, tidak pernah menggunakannya” (Inf-1)
“tidak pernah menggunakan metode EOQ sebelumnya..hanya
menggunakan metode konsumsi dengan perhitungan pada bulan
sebelumnya” (Inf-3)
Untuk mengetahui jumlah pemesanan yang optimum dalam setiap
kali melakukan pemesanan obat paten di RSUD Kota Bekasi, dapat
diterapkan metode EOQ. Rumus untuk menentukan jumlah pemesanan
optimum menurut Heizer dan Render (2010) adalah sebagai berikut :
Rumus :
Keterangan :
Q=√
Q
: Jumlah optimum unit per pesanan
D
: Jumlah permintaan suatu periode
S
: Biaya pemesanan untuk setiap pesanan
H
: Biaya penyimpanan per unit per tahun
114
Perhitungan EOQ merupakan perhitungan untuk menentukan
jumlah pemesanan dimana biaya pemesanan dan biaya penyimpanan
barang dipertimbangkan. Dalam perhitungan EOQ, diperlukan jumlah
permintaan pada suatu periode, biaya pemesanan dan biaya penyimpanan.
Perhitungan jumlah permintaan telah dihitung pada analisis ABC, biaya
penyimpanan dihitung sebesar 26% dari harga per item menurut Heizer
dan Render (2010), dan biaya pemesanan dilakukan dengan menghitung
komponen dalam biaya pemesanan dari Rangkuti (2007) antara lain biaya
telepon dan biaya ATK. Berikut hasil perhitungan komponen biaya
pemesanan :
1) Biaya Telepon
Biaya telepon diperoleh dari hasil perkalian waktu yang diperlukan
untuk menghubungi distributor. Dari hasil wawancara dengan petugas
pemesanan bahwa waktu yang diperlukan dalam setiap kali
melakukan pemesanan adalah 3 menit, sebagaimana pernyataan
informan berikut :
“kira-kira sampai 3menit an saja, tidak lama, kalau ada pesanan
saja” (Inf-4)
Tarif telepon lokal yang berlaku adalah Rp.250,00 per 2 menit.
Sehingga tarif telepon per menit adalah Rp. 125,00. Maka
perhitungannya adalah :
Biaya telepon
= lama pemesanan (menit) x biaya telepon/menit
Biaya telepon
= 3 menit x Rp. 125,00/menit = Rp. 375, 00
115
Jadi, biaya telepon dalam setiap melakukan pemesanan adalah Rp.
375,00.
2) Biaya ATK
ATK yang digunakan oleh bagian gudang medis adalah 1 lembar
untuk Surat Pemesanan (SP), dan 1 tinta printer untuk 2 bulan
pemakaian. Jumlah surat pesanan yang dibuat per bulan rata-rata yaitu
50 lembar surat pesanan untuk ±600 jenis obat. Hal ini sesuai dengan
pernyataan informan berikut :
“kalau di gudang farmasi untuk memesan obat hanya
menggunakan telepon, kertas dan tinta printer saja..kira-kira
3menitan, tidak lama, kalau ada pesanan saja, kalau kertas untuk
SP kira-kira ada 2 lembar dengan Dupada..Kalau tinta printer
sebulan belum habis, bisa 2 bulanan baru habis” (Inf-4)
Berikut adalah perhitungan biaya ATK dalam setiap bulan
pemesanan obat di gudang farmasi RSUD Kota Bekasi :
Tabel 5.6
Biaya ATK dalam setiap bulan pemesanan obat di
Gudang Farmasi RSUD Kota Bekasi
No.
Barang ATK
Banyak
Harga @ Jumlah
1
Kertas
SP
(Surat
50 lembar
150
750
1/2 tinta
35.000
17.500
Total Biaya
18.250
Pemesanan)
2
Tinta Printer
Sumber : Hasil Pengolahan Data Sekunder
Berdasarkan perhitungan tersebut, biaya ATK yang dibutuhkan
dalam sebulan diasumsikan adalah Rp. 18.250, sehingga biaya
pemesanan dalam 3 bulan (Januari-Maret) adalah Rp. 54.750.
Berdasarkan data yang diperoleh dari bagian pengadaan RS bahwa
116
pemesanan dilakukan sebanyak 150 kali dalam 3 bulan, maka biaya
ATK perpemesanan yaitu Rp. 365,00.
Berdasarkan data rincian biaya pemesanan yang dikeluarkan
untuk sekali pesan, adalah sebagai berikut :
Tabel 5.7
Biaya Pemesanan dalam sekali pemesanan obat
di Gudang Farmasi RSUD Kota Bekasi
No.
Barang ATK
Biaya Pemesanan (Rp)
1
Biaya Telepon
375, 00
2
Biaya ATK
365, 00
Total Biaya Pemesanan
740, 00
Sumber : Hasil Pengolahan Data Sekunder
Jadi, biaya dalam setiap kali pemesanan adalah sebesar Rp. 740.
Setelah diketahui jumlah pemakaian obat, biaya pemesanan dan
biaya penyimpanan, kemudian dilakukan perhitungan mengenai
jumlah pemesanan optimal dalam setiap kali pemesanan. Berikut ini
adalah perhitungan EOQ untuk obat yang tergolong kelompok A,
Meiact 200mg Tab :
Jumlah Pemakaian periode Januari – Maret 2015(d) = 760 tablet
Biaya Pemesanan
= Rp. 740,00
Biaya Penyimpanan
= Rp. 5.005,00
Maka Economic Order Quantity (EOQ) adalah :
Q=√
117
Q2 =√
Q= √
(
)(
)
tablet = 15 tablet
Jadi, jumlah pemesanan yang optimal dalam setiap kali
memesan obat Meiact Tab adalah 15 tablet.
Berdasarkan perhitungan diatas, dapat diketahui bahwa jumlah
pemesanan optimum obat Meiact Tab adalah 15 tablet. Dimana
artinya dengan biaya pemesanan sejumlah Rp. 740, 00 dan biaya
penyimpanan sejumlah Rp. 5.005, jumlah pemesanan obat Meiact
Tab yaitu 15 tablet.
5.6.3. Pengendalian Persediaan dengan Metode ROP (Reorder Point)
Waktu dalam melakukan pemesanan di RSUD Kota Bekasi yaitu
setiap 1 bulan sekali di akhir bulan, namun apabila ada kebutuhan
permintaan obat diluar waktu tersebut, pemesanan tetap dilakukan. Dalam
menentukan waktu pemesanan kembali obat tidak ada perhitungan khusus.
Untuk menentukan waktu pemesanan yang ideal untuk setiap jenis obat
dapat digunakan perhitungan Reorder Point (ROP).
“tidak pernah menggunakan metode ROP sebelumnya“ (Inf-2)
“oh, tidak, tidak pernah memakai metode ROP kalau di RSUD”
(Inf-3)
Berikut adalah rumus untuk menentukan titik pemesanan kembali
menurut Heizer dan Render (2010) dan Rangkuti (2002), yaitu :
Rumus
:
ROP = ( d x L) + SS
118
Keterangan :
ROP
: Reorder Point
d
: permintaan harian
L
: Lead Time (waktu tunggu)
SS
: Persediaan Pengaman (safety stock)
Dalam perhitungan ROP perlu dilakukan perhitungan mengenai
buffer stock/safety stock terlebih dahulu. Selama ini penentuan buffer stock
di gudang farmasi RSUD Kota Bekasi hanya berdasarkan perkiraan saja,
tidak ada perhitungan khusus. Berikut rumus untuk menentukan safety
stock, yaitu :
Rumus
:
SS = Z x d x L
Keterangan :
SS
: Safety stock
Z
: Service level
d
: Rata- rata pemakaian
L
: Lead time
Menurut Rangkuti (2002) dan Assauri (2004), untuk buffer stock
dengan service level 98% nilai Z adalah 2,05. Sedangkan lead time (waktu
tunggu) obat paling lama menurut informan adalah 3 hari. Berikut
merupakan hasil wawancara dengan informan :
“kalau waktu tunggu bisa sampai 2-3 hari paling” (Inf-2)
“kalau sampai obat datang 3 hari paling lama ..”(Inf-3)
Berikut ini adalah perhitungan safety stock untuk obat Meiact
200mg Tab :
Jumlah Pemakaian rata-rata (d) = Total Pemakaian/90 hari
= 760/90 = 8, 45 = 8 tablet
119
Service level (Z)
= 98% = 2, 05
Lead time
= 3 hari
Buffer Stock
=Z
d
L
= 2,05
8
3
= 51, 96 = 52 tablet
Setelah menghitung Buffer Stock, maka dilakukan perhitungan
ROP (Reorder Point). Berikut adalah perhitungan ROP untuk obat Meiact
200mg Tab :
Jumlah Pemakaian rata-rata (d) = 8, 45
Lead Time
= 3 hari
SS
= 52 tablet
ROP
= (d
= (8,45
L) + SS
3) + 52
= 77, 35 = 77 tablet
Jadi, Reorder Point (ROP) untuk obat Meiact 200mg Tab adalah 77 tablet.
Berdasarkan perhitungan tersebut, dapat diketahui bahwa jumlah
safety/buffer stock yaitu sebesar 52 tablet. Dimana artinya pada lead
time/waktu tunggu selama 3 hari dengan pemakaian rata-rata 8 tablet, obat
Meiact 200mg Tab dapat dilakukan pemesanan kembali ketika stok obat
sudah mencapai 77 tablet. Jumlah tersebut merupakan titik dimana harus
dilakukannya pemesanan ulang agar terhindar dari adanya kekurangan
stok.
120
BAB VI
PEMBAHASAN
6.1. Keterbatasan Penelitian
Penelitian dilakukan di RSUD Kota Bekasi pada bulan Januari 2015
hingga Maret 2015 di Gudang Medis Instalasi Farmasi RSUD Kota Bekasi.
Penelitian ini dilakukan dengan memberikan gambaran penyebab kekosongan
obat di gudang farmasi rumah sakit dan melakukan upaya pengendalian
persediaan obat paten menggunakan data terkait obat paten. Pada saat
melakukan penelitian, peneliti menemukan beberapa hal yang menjadi
keterbatasan. Keterbatasan dalam penelitian ini adalah :
1. Komponen biaya penyimpanan yang terdiri dari biaya gedung, biaya
pemeliharaan, biaya pencegahan kerusakan, biaya pekerja, dan biaya
investasi. Komponen ini tidak dihitung secara rinci karena data yang tidak
tersedia sehingga perhitungan biaya penyimpanan menggunakan teori
Heizer dan Render (2010) yaitu 26% dari harga barang.
2. Peneliti melakukan wawancara kepada beberapa informan di waktu pulang
kerja. Hal ini mengakibatkan selama proses wawancara terdapat beberapa
informan yang terkadang telah lelah setelah bekerja. Oleh karena itu, hal ini
sedikit banyak dapat berpengaruh terhadap proses wawancara karena dapat
mempengaruhi konsentrasi informan dalam menjawab pertanyaan.
3. Untuk proses pengadaan, peneliti tidak dapat melakukan observasi untuk
kegiatan tersebut. Hal ini dikarenakan, rumah sakit telah menggunakan
121
sistem e-purchasing dimana proses pengadaan hampir seluruhnya melalui
sistem komputer. Jadi, peneliti mengetahui proses pengadaan yang ada di
rumah sakit berdasarkan hasil wawancara mendalam dan data sekunder.
6.2. Gambaran Kekosongan Stok Obat
Kekosongan stok (stock out) atau stok kosong merupakan jumlah akhir
obat sama dengan nol. Stok obat digudang mengalami kekosongan dalam
persediaannya sehingga bila ada permintaan tidak bisa terpenuhi. Apabila
jumlah permintaan atau kebutuhan lebih besar dari tingkat persediaan yang
ada, maka akan terjadi kekurangan persediaan atau disebut Stock Out.
Kekosongan stok menjadi salah satu kendala yang dapat menurunkan kepuasan
pasien terhadap pelayanan kefarmasian dirumah sakit.
Kekosongan stok yang terjadi di gudang farmasi RSUD Kota Bekasi
pada triwulan I tahun 2015 terdapat 35 jenis obat dari 1326 jenis obat atau
2,6% dari seluruh jumlah obat yang dilakukan pemesanan cito karena tidak
tersedianya obat yang dibutuhkan. Pada bulan Januari – Maret tahun 2015
terdapat 16 obat paten, 11 obat JKN, dan 8 obat generik yang dilakukan
pemesanan cito ke apotik luar dirumah sakit dengan nilai investasi mencapai
Rp. 77.933.107.
Dalam pelayanan JKN, rumah sakit pemerintah diwajibkan menyediakan
dan memberikan obat generik kepada pasien (Kemenkes, 2014). Oleh karena
itu, penggunaan obat generik terus meningkat hingga mengakibatkan
kekosongan stok. Dalam menyiasati kekosongan itu, maka rumah sakit diberi
122
kewenangan untuk mengganti obat generik dengan obat paten yang sama
komponennya.
Obat paten merupakan obat pengganti dari adanya kekosongan obat
generik dirumah sakit. Oleh karena itu, penggunaan tehadap obat paten juga
kian meningkat hingga petugas melakukan pembelian cito diluar rumah sakit.
Hal ini dikarenakan persediaan obat paten yang tidak mencukupi digudang
farmasi. Proses awal terjadi stock out terhadap obat paten yaitu dimana terdapat
permintaan obat dari pasien ke petugas farmasi yang tidak dapat dipenuhi oleh
gudang farmasi rumah sakit. Hal ini dikarenakan, persediaan obat yang diminta
tidak tersedia secara kuantitas untuk memenuhi permintaan atau barang tidak
tersedia sama sekali.
Kekosongan obat yang terjadi tidak hanya dikarenakan persediaan obat
yang tidak mencukupi, namun juga terhadap permintaan obat baru yang
sebelumnya tidak ada riwayat penggunaannya digudang farmasi. Dalam
mengatasi kekosongan, petugas terlebih dahulu menanyakan kepada user
(dokter) terhadap permintaan obat yang tidak tersedia digudang farmasi untuk
dapat mengganti obat tersebut dengan obat yang jenisnya sama namun dengan
merk dagang yang berbeda. Apabila tidak terdapat substitusi (pengganti) obat
tersebut maka petugas gudang farmasi dan bagian pengadaan akan melakukan
pembelian cito ke apotik luar rumah sakit.
Kekosongan obat yang terjadi dirumah sakit menurut penelitian Academy
of Managed Care Pharmacy (AMCP) tentang The Reality of Drug Shortages
(2010) dapat mengakibatkan 55,5% kelalaian, 54,8% kesalahan dosis, 34,8%
123
kesalahan obat, 70,8% perawatan tertunda dan 38% mengakibatkan keluhan
pasien. Hasil penelitian ini menunjukkan persentase terbesar terhadap
kekosongan obat yaitu dapat menghambat dan mengakibatkan perawatan
terhadap pasien tertunda. Dari penelitian tersebut juga diketahui rumah sakit
yang mengalami kekurangan obat melaporkan bahwa kenaikan biaya yang
dikeluarkan rumah sakit dapat terjadi akibat adanya kekurangan obat.
Menurut penelitian Renie dan Widodo (2013) bahwa kekosongan stok
obat juga dapat menimbulkan kerugian bagi rumah sakit. Kerugian yang
ditanggung sebagai akibat stock out obat diperhitungkan dengan hilangnya
biaya kesempatan yang harusnya diperoleh rumah sakit.
Keadaan kehabisan stok harus dihindari karena dapat mengakibatkan
biaya yang tinggi, baik biaya eksternal maupun biaya internal. Biaya eksternal
misalnya pelanggan yang tidak puas sehingga dapat mengakibatkan penurunan
penjualan. Biaya internal misalnya pekerja yang menganggur, sedangkan
gajinya harus tetap dibayar. Kehabisan stok bisa terjadi karena kenaikan dalam
pemakaian barang atau keterlambatan kedatangan barang atau keduanya
sekaligus (Indrajit, 2005). Menurut Fien Zulfikarijah (2005) bahwa dimana
adanya stock out akan berakibat terganggunya pelayanan sedangkan adanya
over stock akan membengkakkan biaya persediaan (Maimun, 2008).
Pentingnya sebuah rumah sakit memiliki suatu pengendalian obat yang
baik sehingga perbekalan farmasi tidak berlebihan atau kekurangan. Kelebihan
persediaan mengakibatkan banyaknya modal yang tertanam dan tingginya
biaya yang ditimbulkan oleh persediaan. Sebaliknya jika terjadi kekurangan
124
persediaan akan mengakibatkan arus pelayanan rumah sakit terganggu antara
lain bila stok kurang sehingga membuat pasien menunggu lebih lama
(Agustina, 2011). Persediaan yang tidak mencukupi dapat menyebabkan biaya
kekurangan bahan, tertundanya keuntungan atau bahkan dapat mengakibatkan
hilangnya pelanggan (Rangkuti, 2002).
6.3. Gambaran Faktor Penyebab Kekosongan Stok Obat
Kekosongan stok menjadi salah satu kendala yang dapat menurunkan
kepuasan pasien terhadap pelayanan kefarmasian dirumah sakit. Oleh karena
itu, perlu diketahui faktor yang menjadi penyebab kekosongan obat untuk
memberikan informasi bagi rumah sakit dalam mengendalikan stock out di
gudang medis instalasi farmasi. Untuk mengetahui gambaran faktor penyebab
terjadinya kekosongan obat paten di rumah sakit digunakan pendekatan sistem
berupa input, proses dan output.
Komponen input dalam manajemen persediaan obat merupakan sumbersumber daya yang diperlukan dalam kegiatan pengelolaan obat dirumah sakit,
diantaranya SDM, dana, prosedur, kebijakan, dan distributor. Hasil penelitian
pada input pengelolaan obat di gudang medis Instalasi Farmasi RSUD Kota
Bekasi tahun 2015, secara keseluruhan diketahui masih belum mencukupi
dengan standar kefarmasian di rumah sakit menurut Permenkes no.58 th 2014.
Hal ini dikarenakan terdapat kurangnya dana dalam pengadaan obat dirumah
sakit, adanya kebijakan BPJS dan BPOM yang membatasi obat poli jiwa,
125
adanya kekosongan pada distributor, dan adanya keterlambatan pengiriman
dari distributor ke gudang farmasi.
Berdasarkan hasil penelitian menyatakan bahwa faktor input yang belum
mencukupi dapat mempengaruhi berjalannya proses kegiatan yang akan
menghasilkan kurangnya pencapaian pada output. Berdasarkan faktor input
diketahui bahwa faktor penyebab kekosongan obat yaitu faktor dana,
kebijakan, dan distributor. Ketiga faktor tersebut merupakan penyebab dari
kekosongan stok yang dapat merugikan dan menurunkan kepuasan pasien
dirumah sakit.
6.3.1. Faktor Dana
Faktor dana yaitu dimana adanya ketidaklancaran dalam pembayaran
ke distributor yang akan mengirimkan barang. Diketahui bahwa terdapat 2
distributor yang menolak untuk mengirimkan obat karena ketidaklancaran
pembayaran RSUD ke distributor. Hal ini juga terjadi dalam penelitian
Rahmi (2009) di RS As-shobirrin bahwa kekosongan obat dapat terjadi
karena keterlambatan dalam pembayaran ke distributor.
Berdasarkan
penelitian
Dumbi
(2012)
bahwa
faktor
yang
mempengaruhi kekosongan obat di Instalasi Farmasi RSUD Pohuwato yaitu
dana yang tersedia tidak mencukupi untuk melakukan perencanaan
pengadaan obat dan keterlambatan dalam pembayaran tagihan dimana
pemesanan barang sudah melebihi dana yang tersedia dirumah sakit. Hal ini
juga didukung dengan penelitian oleh Mustika dan Sulanto (2004) mereka
126
menyebutkan bahwa kekurangsesuaian dana pengadaan obat secara tidak
langsung mengakibatkan berkurangnya kesesuaian ketersediaan obat hingga
kekosongan obat.
Ketidaklancaran pembayaran ini menyebabkan tidak tersedianya obat
yang dibutuhkan bagi pasien. Rumah sakit mengatasi hal ini dengan mencari
pengganti obat tersebut dari distributor lain yang mau menerima
ketidaklancaran pembayaran dirumah sakit, melakukan pemesanan cito di
luar rumah sakit, dan apabila obat masih tidak tersedia maka petugas
kefarmasian akan meracik obat lain sesuai dengan dosis yang dibutuhkan.
Distributor memiliki batas nominal yang diberikan untuk rumah sakit
yaitu berupa limit credit dan TOP (Time of Payment) dalam melakukan
pembayaran. Distributor memberikan batas jumlah pembayaran dalam
melakukan kredit yaitu mencapai ±650 jt, sedangkan batas TOP (Masa
Berlaku Pembayaran) sampai 60 hari. Apabila pembayaran rumah sakit
melebihi batas jumlah dan waktu yang telah ditentukan maka distributor
tidak akan menyuplai barang ke rumah sakit.
Komponen input berupa kurangnya dana dalam pembayaran ke
distributor dapat mengakibatkan terhambatnya proses kegiatan perencanaan
dan pengadaan sediaan farmasi dirumah sakit. Hal ini dikarenakan beberapa
distributor tidak akan mengirim barang apabila pembayaran dari rumah sakit
masih belum diselesaikan. Perencanaan dan pengadaan terhadap obat
tersebut menjadi terhambat, akibatnya obat akan mengalami kekosongan
127
dirumah sakit sehingga rumah sakit akan melakukan pembelian cito ke
apotik diluar rumah sakit.
6.3.2. Faktor Kebijakan
Diketahui bahwa terdapat kebijakan BPJS dan BPOM yang
membatasi jumlah obat keras tertentu dapat menyebabkan kekosongan obat
dirumah sakit. Apabila obat tersebut telah mengalami kekosongan, rumah
sakit tidak bisa memesan kembali untuk memenuhi kebutuhan pasien di
bulan yang sama. Kebijakan ini terkait penggunaan obat untuk pasien di poli
jiwa. Pada Januari 2015, jatah obat untuk pasien di poli jiwa dikurangi
untuk dosis 2 minggu sisanya diminta untuk dibeli. Dampaknya apabila
penderita jika tidak mengkonsumsi obat tersebut akan menimbulkan
halusinasi bunuh diri dan penderita perlu direlaps dan diikat (Jamaludin,
2015).
Apabila dalam setiap bulan dilakukan pemesanan obat tersebut dan
dibulan yang sama obat telah habis dan mengalami kekosongan, maka
rumah sakit tidak bisa melakukan pemesanan kembali obat tersebut di bulan
yang sama. Adanya kebijakan ini dapat menghambat kegiatan perencanaan
dan pengadaan terhadap obat tersebut dirumah sakit sehingga obat
mengalami kekosongan. Akibatnya obat mengalami kekosongan padahal
obat tersebut sangat dibutuhkan bagi pasien. Sehingga pasien harus membeli
sendiri obat tersebut diluar jaminan kesehatan nasional (JKN).
128
6.3.3. Faktor Distributor
Faktor dari distributor yang dapat menyebabkan kekosongan obat di
gudang farmasi RSUD Kota Bekasi diantaranya kekosongan pada
distributor obat dan keterlambatan pengiriman dari distributor obat ke
gudang
farmasi.
Kekosongan
pada
distributor
disebabkan
adanya
kekosongan pada produsen (principle) karena adanya bahan baku yang sulit
didapat. Kekosongan pada produsen ini juga dapat menghambatnya
pengiriman ke distributor.
Hal ini juga terjadi dalam penelitian Utari (2010) yang menjelaskan
bahwa penyebab stock out di RS Zahirah dikarenakan kosongnya obat di
distributor dan tidak sesuainya permintaan obat yang biasa digunakan.
Dalam penelitian Pratiwi (2009) juga dijelaskan bahwa ketidaktepatan
dalam melakukan pengiriman dikarenakan kosongnya obat di distributor
dan ketidaktepatan kualitas barang yang diterima menjadi penyebab
kekosongan obat dirumah sakit.
Sedangkan komponen input dari faktor distributor yaitu adanya
kekosongan pada principle dan keterlambatan dalam pengiriman yang dapat
mempengaruhi proses kegiatan dalam perencanaan dan pengadaan obat
digudang farmasi. Hal ini dapat mengakibatkan obat yang dibutuhkan
mengalami kekosongan sehingga petugas harus mencari subtitusi dari obat
tersebut dan apabila tidak ada subtitusi lain dari obat tersebut maka obat
akan mengalami kekosongan dirumah sakit sehingga rumah sakit akan
melakukan pembelian cito ke apotik diluar rumah sakit. Selain itu,
129
kekosongan obat ini juga dapat mempengaruhi kegiatan perencanaan karena
dapat merusak pola konsumsi dan data stok obat pada sistem komputer.
Keterlambatan
yang
terjadi
ini
seringkali
menghambat
dan
menganggu aktifitas petugas kefarmasian di gudang farmasi. Masalah yang
timbul dari keterlambatan misalnya dapat merusak pola konsumsi di gudang
farmasi dan menganggu ketenangan petugas dalam bekerja.
Dilihat dari komponen input yang dapat mempengaruhi berjalannya proses
pada masing-masing kegiatan terdapat beberapa input/sumber daya yang perlu
ditingkatkan oleh petugas kefarmasian. Berdasarkan hasil dari input dan proses
manajemen persediaan obat yang masih belum mencukupi dan terdapat beberapa
kendala dalam pelaksanaannya maka didapatkan hasil penelitian pada output
manajemen persediaan obat yang masih belum sesuai dengan standar Kemenkes.
Hal tersebut ditunjukkan dengan rendahnya pencapaian pada komponen output,
diantaranya adanya kekosongan obat dan obat yang kadaluarsa di gudang medis
RSUD Kota Bekasi.
Rendahnya pencapaian tersebut, berkaitan dengan belum mencukupinya
input yang tersedia sehingga mengakibatkan kendala dalam kegiatan pengelolaan
obat digudang medis. Ini membuktikan bahwa kekosongan obat dan obat yang
kadaluarsa disebabkan dari input dan proses yang belum mencukupi.
Berdasarkan hasil penelitian dari ketiga komponen manajemen persediaan
obat yaitu input, proses dan output, maka diketahuilah secara keseluruhan
pengelolaan obat di gudang medis RSUD Kota Bekasi masih belum berjalan
dengan baik. Hal tersebut disebabkan oleh rendahnya pencapaian output yang
130
berupa terjadinya kekosongan obat (stock out) dan adanya obat kadaluarsa
dirumah sakit. Dari hasil penelitian diatas, dapat diketahui bahwa untuk
meningkatkan pengelolaan obat menjadi lebih baik maka perlu ditingkatkan
pencapaiannya terhadap output. Sedangkan komponen output berhubungan
dengan kegiatan pengelolaan obat (komponen proses) dirumah sakit, untuk itu
perlu diadakan pengendalian dan evaluasi secara berkala.
6.4. Input
Input dalam suatu sistem merupakan sumber daya yang mendukung
dalam berjalannya suatu proses kegiatan. Dalam mencapai suatu tujuan, input
memegang peranan penting dalam suatu sistem. Apabila input tidak berjalan
dengan baik maka dapat dipastikan proses juga tidak berjalan dengan lancar.
Dalam kegiatan pengendalian obat di suatu rumah sakit apabila input
tidak tersedia dengan baik maka akan mengakibatkan masalah terkait
ketersediaan obat yaitu adanya kekosongan maupun kelebihan obat dirumah
sakit. Menurut Permenkes No.58 tahun 2014 bahwa tujuan dari kegiatan
pengendalian adalah untuk memastikan persediaan tidak terjadi kelebihan,
kekosongan, kerusakan dan kadaluarsa Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan
Bahan Medis Habis Pakai.
6.4.1. SDM
Sumber daya manusia merupakan salah satu sumber utama dalam
berlangsungnya suatu kegiatan. Kelancaran dalam proses kegiatan
131
manajemen persediaan obat akan berjalan baik dan optimal apabila
dilakukan oleh SDM yang berkualitas dan kuantitas yang memadai. Peran
SDM sangat penting untuk kelancaran suatu proses hingga tercapainya
tujuan organisasi.
Apoteker bertanggung jawab terhadap pengelolaan sediaan farmasi,
alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai serta dapat melakukan
pelayanan farmasi klinik di rumah sakit. Apoteker bertugas menjamin
seluruh rangkaian kegiatan pengelolaan sesuai dengan ketentuan yang
berlaku serta memastikan kualitas, manfaat, dan keamanannya. Dalam
rangka meningkatkan outcome terapi dan meminimalkan risiko terjadinya
efek samping karena obat, apoteker juga wajib dalam melakukan
pelayanan farmasi klinik yaitu pelayanan langsung yang diberikan kepada
pasien (PMK no.58 th 2014).
Apoteker adalah sarjana farmasi yang telah lulus sebagai apoteker
dan telah mengucapkan sumpah jabatan apoteker. Apoteker dalam
melakukan pekerjaan kefarmasian dirumah sakit dibantu oleh tenaga teknis
kefarmasian yang terdiri atas Sarjana Farmasi, Ahli Madya Farmasi,
Analis Farmasi, dan Tenaga Menengah Farmasi/Asisten Apoteker.
Berdasarkan hasil observasi, wawancara dan telaah dokumen
diketahui bahwa instalasi farmasi di RSUD Kota Bekasi dikepalai oleh
seorang Apoteker dan adapun penanggung jawab gudang farmasi dipegang
oleh kepala gudang yang berpendidikan S1 Farmasi. Menurut Permenkes
no.58 tahun 2014 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit
132
bahwa instalasi farmasi rumah sakit harus dikepalai oleh seorang apoteker
yang merupakan
apoteker penanggung jawab seluruh pelayanan
kefarmasian di rumah sakit. Kepala IFRS diutamakan telah memiliki
pengalaman bekerja di instalasi farmasi rumah sakit minimal 3 (tiga)
tahun.
Berdasarkan kuantitas jumlah tenaga kefarmasian di RSUD Kota
Bekasi masih belum mencukupi dengan standar kefarmasian dirumah
sakit, hal ini dilihat dari kurangnya tenaga apoteker dirumah sakit. Kurang
mencukupinya SDM yang ada menyebabkan petugas kefarmasian di
gudang maupun di instalasi farmasi sering dipindahtugaskan untuk
membantu pelayanan kefarmasian di depo apotek rumah sakit. Hal ini
membuat tugas yang diemban menjadi lebih banyak dan waktu kerja
menjadi kurang ideal.
Sedangkan berdasarkan PMK no.56 tahun 2014 tentang Klasifikasi
dan Perizinan RS bahwa di RS tipe B harus memiliki tenaga kefarmasian
berjumlah 13 apoteker. Hal ini belum sesuai dengan data telaah dokumen
pada bulan Agustus 2015 bahwa jumlah apoteker di RSUD Kota Bekasi
berjumlah 6 orang apoteker.
Menurut PMK No.56 tahun 2014 tenaga kefarmasian di rumah sakit
paling sedikit terdiri dari 4 apoteker dirawat jalan, 4 apoteker dirawat inap,
1 orang apoteker di IGD, 1 orang apoteker diruang ICU, 1 orang apoteker
dipenerimaan yang dapat merangkap pada pelayanan farmasi klinik, dan 1
133
orang apoteker diproduksi yang dapat merangkap pada pelayanan farmasi
klinik.
Petugas kefarmasian sering merasa kelelahan dan menunda
pekerjaannya sehingga dapat menumpuk dikemudian harinya. Walaupun
sudah tertulis dalam SOP namun seringkali petugas gudang dan instalasi
mendapatkan tugas tambahan di luar deskripsi tugas yang tertera dalam
SOP Instalasi Farmasi RSUD Kota Bekasi. Menurut Griffin (2004),
deskripsi kerja (job description) adalah menyebutkan tugas dari suatu
pekerjaan, kondisi kerja pekerjaan, alat, bahan dan peralatan yang
digunakan untuk melaksanakan pekerjaan.
Kesesuaian pengetahuan dengan ketrampilan yang dimiliki petugas
gudang farmasi dengan pelaksanaan kegiatan pengelolaan obat dinilai
sudah sesuai. Dalam pelaksanaannya petugas gudang tidak merasa
kesulitan untuk melaksanakan tugasnya karena sudah disesuaikan dengan
kegiatan rutin kefarmasian dirumah sakit. Latar belakang pendidikan SDM
Kefarmasian juga telah sesuai dengan standar kefarmasian dirumah sakit.
Sebagaimana tertera dalam Permenkes no.58 tahun 2014 bahwa kualifikasi
SDM pekerjaan kefarmasian dirumah sakit terdiri dari Apoteker dan
Tenaga teknis kefarmasian (S1 Farmasi, D3 Farmasi, atau SMF).
Salah satu yang masih menjadi kendala dalam SDM melakukan
pengelolaan obat yaitu kurangnya koordinasi/komunikasi terhadap
ketidakhadiran petugas dipelayanan kefarmasian. Menurut Handoko
(2003) ,koordinasi adalah proses pengintegrasian tujuan dan kegiatan pada
134
satuan-satuan yang terpisah pada suatu organisasi untuk mencapai tujuan
secara efisien dan efektif. Koordinasi antar pegawai yang baik sangat
dibutuhkan dalam melakukan tugasnya sehingga dapat memperkokoh
kerjasama dan mengurangi kesalahan dalam bekerja.
Faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya stock out pada SDM
dapat terjadi karena kurangnya ketelitian petugas dalam menentukan
jumlah pemesanan barang yang sebelumnya tidak ada mutasi atau
konsumsi di bulan sebelumnya dan kurangnya tenaga dalam melakukan
pengelolaan obat dirumah sakit.
Hal ini juga sesuai dengan penelitian Mellen dan Widodo (2013) di
RSU Haji Surabaya bahwa penyebab stockout obat karena kurangnya
tenaga kerja untuk kegiatan inventory dan perencanaan pengadaan yang
tidak akurat. Dalam penelitian Jayani (2013) di RSUD Bhakti Dharma
diketahui bahwa penyebab stockout juga dikarenakan kondisi SDM yang
kurang mencukupi.
6.4.2. Dana
Dana atau anggaran merupakan penunjang dalam pengelolaan obat
dirumah sakit. Berdasarkan hasil wawancara diketahui bahwa terdapat
dana dalam pemesanan cito yang disediakan oleh rumah sakit yang
berkaitan dengan kekosongan obat. Dana ini disediakan rumah sakit untuk
membayar tagihan pembelian barang secara cito terhadap obat yang
mengalami kekosongan di gudang farmasi. Tidak tersedia obat yang
135
dibutuhkan dirumah sakit dapat menghambat kegiatan pelayanan
kefarmasian dan mempengaruhi kepuasan pasien terhadap pelayanan
dirumah sakit. Oleh karena itu, dana dalam pemesanan cito disediakan
agar pelayanan tetap dapat berjalan lancar dan optimal.
Dana yang disediakan rumah sakit dalam kegiatan pengelolaan obat
berasal dari dana BLUD rumah sakit, APBD Kota Bekasi, dan
donasi/hibah. Hal ini telah sesuai dengan pedoman pengelolaan perbekalan
farmasi Depkes (2008) bahwa sumber anggaran dapat berasal dari
pemerintah dan swasta. Sumber anggaran dari pemerintah berupa APBN
dan APBD serta sumber anggaran dari swasta berupa donasi/hibah.
Adapun faktor dana yang dapat menyebabkan stock out dan
menghambat kegiatan pengelolaan obat yaitu adanya ketidaklancaran
dalam pembayaran ke distributor yang akan mengirimkan barang.
Diketahui bahwa pada bulan ini terdapat 2 distributor yang menolak untuk
mengirimkan obat karena ketidaklancaran pembayaran RSUD ke
distributor. Hal ini juga terjadi dalam penelitian Rahmi (2009) di RS Asshobirrin bahwa kekosongan obat terjadi karena keterlambatan dalam
pembayaran ke distributor, meningkatnya jumlah permintaan, dan tidak
tersedianya produk tersebut di distributor.
Berdasarkan penelitian Dumbi (2012) bahwa faktor yang
mempengaruhi kekosongan obat di Instalasi Farmasi RSUD Pohuwato
yaitu dana yang tersedia tidak mencukupi untuk melakukan perencanaan
pengadaan obat dan keterlambatan dalam pembayaran tagihan dimana
136
pemesanan barang sudah melebihi dana yang tersedia dirumah sakit. Hal
ini juga didukung dengan penelitian oleh Mustika dan Sulanto (2004)
mereka menyebutkan bahwa kekurangsesuaian dana pengadaan obat
secara
tidak
langsung
mengakibatkan
berkurangnya
kesesuaian
ketersediaan obat hingga kekosongan obat.
Ketidaklancaran pembayaran ini menyebabkan tidak tersedianya
obat yang dibutuhkan bagi pasien. Rumah sakit mengatasi hal ini dengan
mencari pengganti obat tersebut dari distributor lain yang mau menerima
ketidaklancaran pembayaran dirumah sakit, melakukan pemesanan cito di
luar rumah sakit, dan apabila obat masih tidak tersedia maka petugas
kefarmasian akan meracik obat lain sesuai dengan dosis yang dibutuhkan.
Menurut Henni (2009), fungsi atau peran dari anggaran yang pokok
adalah sebagai pedoman kerja, sebagai alat perencanaan kerja dan
pengawasan kerja. Bila dikaitkan dengan arti dan fungsi manajemen,
nampaklah bahwa anggaran berhubungan erat dengan manajemen,
terutama yang berhubungan dengan perencanaan, pengkoordinasian dan
pengawasan kerja. Dengan demikian anggaran adalah alat bagi manajemen
untuk melaksanakan fungsi-fungsinya.
6.4.3. Prosedur
Menurut UU no.44 tentang Rumah Sakit, standar prosedur
operasional adalah suatu perangkat interaksi/langkah-langkah yang
dibakukan untuk menyelesaikan proses kerja rutin tertentu. Sudah terdapat
137
prosedur dalam pelaksanaan pengelolaan obat dirumah sakit dan sudah
disosialisasikan kepada petugas di instalasi farmasi RSUD Kota Bekasi.
Instalasi farmasi juga telah memiliki prosedur dalam melakukan
pemesanan cito untuk perbekalan farmasi yang mengalami kekosongan
obat di gudang farmasi RSUD Kota Bekasi.
Prosedur tersebut disusun dalam dokumen akreditasi ISO
9001:2008 yang berlaku pada tahun 2014 hingga sekarang. Prosedur yang
ada hanya berisi uraian singkat terkait pelaksanaan dan penanggung jawab
kegiatan pengelolaan obat dirumah sakit. Prosedur telah dibuat untuk
memudahkan SDM karena telah disesuaikan dengan kegiatan rutin
kefarmasian dirumah sakit.
Pada dasarnya SOP adalah suatu perangkat lunak pengatur, yang
mengatur tahapan suatu proses kerja atau prosedur kerja tertentu. Apabila
semua unit kerja dalam suatu organisasi sepakat untuk displin dan
konsisten dalam menerapkan SOP sesuai kebutuhan unit masing-masing
dapat dipastikan bahwa efisiensi akan dapat tercapai secara menyeluruh
dalam perusahaan tersebut (Budiharjo, 2014).
Standar operasional prosedur juga telah disosialisasikan kepada
seluruh petugas teknis kefarmasian di instalasi farmasi. Seluruh kegiatan
rutin kefarmasian telah dilakukan dengan baik oleh petugas namun
terkadang masih terdapat kendala yang ditemukan dalam kegiatan
perencanaan maupun pengendalian obat.
138
Selain itu, belum optimalnya penerapan formularium RSUD Kota
Bekasi oleh user menjadi salah satu kekurangan dalam pelaksanaan
prosedur dirumah sakit. Formularium rumah sakit merupakan daftar obat
yang disepakati staf medis, disusun oleh Tim Farmasi dan Terapi (TFT)
yang ditetapkan oleh
pimpinan rumah sakit. Evaluasi terhadap
formularium rumah sakit harus secara rutin dan dilakukan revisi sesuai
kebijakan dan kebutuhan rumah sakit
Menurut Permenkes no.58 tahun 2014, dalam rangka meningkatkan
kepatuhan terhadap formularium rumah sakit, maka rumah sakit harus
mempunyai kebijakan terkait dengan penambahan atau pengurangan obat
dalam formularium rumah sakit dengan mempertimbangkan indikasi
penggunaaan, efektivitas, risiko, dan biaya.
Menurut Dirjen Binfar dan Alkes (2013) bahwa manfaat
formularium yaitu sebagai acuan penetapan penggunaan obat dalam JKN,
serta meningkatkan penggunaan obat yang rasional, dapat juga
mengendalikan mutu dan biaya pengobatan, serta mengoptimalkan
pelayanan kepada pasien. Selain itu, formularium juga dapat memudahkan
perencanaan dan penyediaan obat, serta meningkatkan efisiensi anggaran
pelayanan kesehatan.
Apabila RS tidak memiliki formularium dan dokter tidak memiliki
panduan terapi obat-obat yang tersedia di rumah sakit. Instalasi farmasi
akan sulit menentukan obat apa yang akan disediakan. Apalagi bila
kemudian dokter menulis obat yang berbeda-beda dan mendapat
139
penawaran dari perusahaan farmasi yang begitu gencar. Risikonya adalah
akan terjadi banyak obat yang kadaluarsa, dan rumah sakit akan rugi
secara material, pelayanan pasien akan jatuh pada titik terendah karena
pengelolaan obat yang tidak bagus (Yudi, 2015).
6.4.4. Kebijakan
Berdasarkan hasil wawancara bahwa sudah terdapat kebijakan
strategis mengenai pengelolaan sediaan farmasi di RSUD Kota Bekasi.
Kebijakan tersebut diatur dalam Peraturan Direktur RSUD Kota Bekasi
no.74/RSUD/PDMN.12.2/I.2014 tentang Pedoman Pelayanan Farmasi di
Lingkungan RSUD Kota Bekasi. Kebijakan strategis ini hanya mengatur
terkait serangkaian kegiatan pengelolaan sediaan farmasi dan kegiatan
farmasi klinis di rumah sakit.
Kebijakan dalam mengatasi kekosongan obat tidak secara langsung
diatur dalam kebijakan strategis di rumah sakit. Kebijakan strategis
mengenai pengendalian sediaan farmasi hanya melalui kegiatan stock
opname saja, tidak ada metode khusus yang dilakukan dalam pengendalian
jumlah obat.
Berdasarkan wawancara yaitu adanya kebijakan BPJS dan BPOM
yang membatasi jumlah obat keras tertentu dapat menyebabkan
kekosongan obat dirumah sakit. Apabila obat tersebut telah mengalami
kekosongan, rumah sakit tidak bisa memesan kembali untuk memenuhi
kebutuhan pasien di bulan yang sama. Kebijakan ini terkait penggunaan
140
obat untuk pasien di poli jiwa. Pada Januari 2015, jatah obat untuk pasien
di poli jiwa dikurangi untuk dosis 2 minggu sisanya diminta untuk dibeli,
dampaknya penderita di poli jiwa tidak mengkonsumsi obat tersebut.
Penderita jika tidak mengkonsumsi obat tersebut akan menimbulkan
halusinasi bunuh diri dan penderita perlu direlaps dan diikat (Jamaludin,
2015).
6.4.5. Distributor
Berdasarkan
wawancara
dengan
informan
bahwa
kriteria
persyaratan menjadi distributor rumah sakit diantaranya memiliki harga
yang murah, kualitas barang yang baik dan pelayanan (service) yang
mudah serta cepat. Selain itu, perizinan maupun persyaratan administrasi
yang harus dimiliki oleh PBF dirumah sakit yaitu adanya NPWP, SIUP,
SIPA, dan surat izin operasional. Hal ini sesuai dengan ketetapan Depkes
dalam Permenkes no.34 tahun 2014 tentang perizinan bagi PBF bahwa
harus memenuhi persyaratan administrasi dan kesesuaian dokumen berupa
adanya NPWP, TDP, SIUP, akta notaris dan SIPA (surat izin praktek
apoteker).
Faktor dari distributor yang dapat menyebabkan \ di gudang farmasi
RSUD Kota Bekasi diantaranya kekosongan pada distributor obat,
keterlambatan pengiriman dari distributor obat ke gudang farmasi,
ketidaksesuaian barang dengan yang diminta dan adanya perubahan harga.
141
Kekosongan pada distributor disebabkan adanya kekosongan pada
produsen (principle) karena adanya bahan baku yang sulit didapat.
Kekosongan pada produsen ini juga dapat menghambatnya pengiriman ke
distributor. Hal ini juga terjadi dalam penelitian Utari (2010) yang
menjelaskan bahwa penyebab stock out di RS Zahirah dikarenakan
kosongnya obat di distributor dan tidak sesuainya permintaan obat yang
biasa digunakan. Dalam penelitian Pratiwi (2009) juga dijelaskan bahwa
ketidaktepatan dalam melakukan pengiriman dikarenakan kosongnya obat
di distributor dan ketidaktepatan kualitas barang yang diterima menjadi
penyebab kekosongan obat dirumah sakit.
Keterlambatan yang terjadi ini seringkali menghambat dan
menganggu aktifitas petugas kefarmasian di gudang farmasi. Masalah
yang timbul dari keterlambatan misalnya dapat merusak pola konsumsi di
gudang farmasi dan menganggu ketenangan petugas dalam bekerja.
6.5. Proses
6.5.1. Perencanaan Persediaan
Metode dalam melakukan proses perencanaan dan penentuan
kebutuhan obat di gudang farmasi RSUD Kota Bekasi menggunakan
metode konsumsi. Dimana menurut Permenkes tentang Standar Pelayanan
Kefarmasian di rumah sakit no.58 tahun 2014, kegiatan perencanaan
merupakan kegiatan untuk menentukan jumlah dan periode pengadaan
Sediaan Farmasi, alkes serta BHP sesuai dengan hasil kegiatan pemilihan
142
untuk menjamin terpenuhinya kriteria tepat jenis, tepat jumlah, tepat waktu
dan efisien. Perencanaan dilakukan untuk menghindari kekosongan obat
dengan menggunakan metode yang dapat dipertanggungjawabkan dan
dasar-dasar perencanaan yang telah ditentukan antara lain konsumsi,
epidemiologi, dan kombinasi serta disesuaikan dengan anggaran yang
tersedia.
Berdasarkan wawancara dengan informan diketahui metode ini
sesuai dengan ketetapan Kemenkes dan mudah untuk digunakan, namun
masih terdapat beberapa kekurangan dalam menerapkan metode ini.
Kekurangan metode konsumsi diantaranya data konsumsi, data obat dan
data jumlah kontak pasien kemungkinan sulit didapat, tidak dapat
dijadikan dasar dalam mengkaji penggunaan obat dan tidak dapat
diandalkan jika terjadi kekurangan stok obat (Febriwati, 2013).
Menurut Pedoman Pengelolaan Depkes (2008), metode konsumsi
merupakan metode yang kurang tepat dalam penentuan jenis dan jumlah
serta mendukung ketidakrasionalan dalam penggunaan. Untuk itu, SDM
kefarmasian dirumah sakit mengatasi hal ini dengan melakukan evaluasi
terhadap obat yang datang dan tidak datang ke gudang farmasi sebelum
melakukan perencanaan serta melakukan pemeriksaan berjenjang dalam
menentukan jenis dan jumlah obat yang akan dipesan.
Pertimbangan dalam perencanaan menurut Permenkes No.58 tahun
2014 bahwa perencanaan harus memperhatikan anggaran yang tersedia,
sisa persediaan, kapasitas gudang, data pemakaian periode lalu, waktu
143
tunggu dan penetapan prioritas. Menurut Imron, M (2010) bahwa aspekaspek yang menjadi pertimbangan dalam menentukan skala prioritas dalam
perencanaan dan penetapan kebutuhan logistik dirumah sakit diantaranya
adalah dilihat dari aspek manfaat, biaya, efisien, efektif dan urutan
kepentingan (Aini, 2012).
Faktor dari perencanaan yang dapat mempengaruhi terjadinya stock
out dalam proses perencanaan diantaranya ketidaksesuaian realisasi
dengan perencanaan, meningkatnya jumlah pasien dan pola konsumsi yang
berubah. Hal ini juga terjadi dalam penelitian Jayani (2013) di RSUD
Bhakti Dharma bahwa penyebab stockout adalah, naiknya kunjungan
pasien, kondisi gudang yang terbatas, serta kondisi SDM yang kurang
mencukupi.
6.5.2. Pengadaan Persediaan
Pengadaan
merupakan
kegiatan
yang
dimaksudkan
untuk
merealisasikan perencanaan kebutuhan. Pengadaan yang efektif harus
menjamin ketersediaan jumlah, waktu yang tepat, harga yang terjangkau
dan sesuai standar mutu (Kemenkes, 2014).
Kegiatan
pengadaan
barang/jasa
di
RSUD
Kota
Bekasi
berpedoman pada PP no.70 tahun 2012, PP RI no.4 tahun 2015 dan
Peraturan Walikota Bekasi No.50 tahun 2011 tentang Unit Pelaksana
Teknis Layanan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Kota Bekasi.
144
Pengadaan obat di RSUD Kota Bekasi sudah menggunakan sistem
e-purchasing secara online melalui web LKPP (Lembaga Kebijakan
Pengadaan
purchasing
Barang/Jasa Pemerintah). Pengadaan obat
ini
dikeluarkan
pemerintah
melalui
melalui
Surat
e-
Edaran
Menkes/167/III/2014 tentang Pengadaan Obat berdasarkan Katalog
Elektronik (E-catalogue).
Surat edaran ini dimaksudkan untuk menjamin ketersediaan dan
pemerataan obat yang aman, bermutu, dan berkhasiat untuk memenuhi
kebutuhan pelayanan kesehatan. Hal ini diperlukan untuk melaksanakan
pengadaan obat secara transparan, efektif, efisien serta hasilnya dapat
dipertanggungjawabkan.
Kelebihan dari sistem online yaitu sistem ini lebih memudahkan
bagi petugas teknis kefarmasian dalam melakukan pemesanan obat untuk
memenuhi kebutuhan dirumah sakit. Sedangkan kekurangan dari sistem ini
yaitu obat yang dipesan karena harganya relatif murah banyak barang yang
tidak terjamin kualitasnya dan sering dikeluhkan oleh user dirumah sakit
serta server e-catalogue seringkali error dalam pengoperasiannya.
Faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya stock out pada
kegiatan pengadaan diantaranya keterlambatan dalam pembuatan surat
pemesanan (SP), kekosongan pada distributor dan kesalahan dalam
pemesanan. Kesalahan dalam pemesanan ini diketahui apabila terdapat
obat atau barang yang stoknya masih kosong dan tidak kunjung datang.
145
Bagian pengadaan salah dalam menentukan distributor mana yang akan
mengirimkan obat kerumah sakit.
6.5.3. Pengawasan Persediaan
Kegiatan pengawasan yang dilakukan oleh petugas gudang yaitu
dengan melakukan pencatatan secara teratur terhadap obat yang keluar dan
masuk pada kartu stok, penyimpanan sesuai dengan ketentuan obat dan
pencatatan terhadap tanggal kadaluarsa obat. Pencatatan dilakukan untuk
persyaratan Kemenkes/BPOM, dasar akreditasi RS, dasar audit RS dan
dokumentasi farmasi (Kemenkes, 2014). Menurut pedoman pengelolaan
obat Depkes (2008) bahwa pencatatan merupakan kegiatan yang bertujuan
untuk memonitor transaksi perbekalan farmasi yang keluar masuk di
gudang farmasi. Pencatatan sebagai alat bantu kontrol bagi kepala instalasi
farmasi, sebagai bahan menyusun laporan dan perencanaan serta untuk
pertanggungjawaban bagi petugas.
Pencatatan dapat dilakukan dengan mengunakan kartu stok.
Beberapa hal-hal yang harus diperhatikan dalam pencatatan, diantaranya
pencatatan dilakukan secara rutin dari hari ke hari, setiap terjadi mutasi
perbekalan farmasi langsung dicatat didalam kartu stok, dan kartu stok
diletakkan berdekatan dengan sediaan farmasi bersangkutan. Kartu stok
berfungsi untuk (Depkes, 2008) :
146
a. Kartu stok digunakan untuk mencatat mutasi perbekkes.
b. Tiap lembar kartu stok hanya diperuntukkan mencatat data mutasi
1 perbekkes yang berasal dari 1 sumber anggaran.
c. Data pada kartu stok digunakan untuk menyusun laporan,
perencanaan, pengadaan, dan sebagai pembanding terhadap
keadaan fisik perbekkes dalam tempat penyimpanannya.
Menurut Rangkuti (2002), pengawasan persediaan pada intinya
adalah menjaga jangan sampai perusahaan kehabisan persediaan, menjaga
supaya pembentukan persediaan oleh perusahaan tidak terlalu besar
sehingga biaya yang timbul tidak terlalu besar dan menjaga agar pembelian
secara kecil-kecilan dapat dihindari karena ini akan berakibat biaya
pemesanan menjadi besar.
6.5.4. Pengendalian Persediaan
Kegiatan pengendalian di gudang farmasi RSUD Kota Bekasi yaitu
dengan kegiatan stock opname yang dilakukan di akhir bulan setiap 1
bulan sekali. Kegiatan stock opname ini dilakukan dengan memeriksa
kesesuaian jumlah fisik barang di gudang dengan data jumlah barang yang
ada dalam sistem komputer.
Berdasarkan Permenkes 58 tahun 2014 bahwa salah satu cara
dalam mengendalikan persediaan yaitu dengan kegiatan stock opname
secara periodik dan berkala. Tujuan dari pengendalian sediaan farmasi,
147
alkes dan BHP adalah untuk memastikan persediaan efektif dan efisien,
tidak terjadi kekosongan/kelebihan, kadaluarsa dan kehilangan.
Menurut Water (2003) mengemukakan bahwa pengendalian
persediaan merupakan kegiatan yang menentukan kebijakan secara
keseluruhan yang meliputi saham, bahan yang digunakan, nilai investasi,
layanan pelanggan, tingkat stok, ukuran pemesanan, dan waktu
pemesanan.
Berdasarkan wawancara, telaah dokumen dan observasi bahwa
pengendalian digudang farmasi hanya dilakukan melalui kegiatan stock
opname. Sementara itu, pengendalian yang lebih khusus yang biasanya
dilakukan untuk mengendalikan persediaan obat-obatan melalui analisis
ABC, metode EOQ (Economic Order Quantity), dan ROP (Reorder Point)
belum pernah dilakukan digudang farmasi RSUD Kota Bekasi. Selama ini,
teori pengendalian persediaan tidak pernah digunakan di gudang farmasi,
yang digunakan adalah cara pengendalian yang sifatnya umum yaitu hanya
berbentuk pencatatan dan pelaporan melalui kegiatan stock opname.
Salah satu faktor dalam pengendalian yang dapat menyebabkan
stock out yaitu adanya barang kadaluarsa yang tidak terdeteksi saat
kegiatan stock opname sehingga barang menjadi kosong dan sudah tidak
dapat digunakan kembali.
148
6.6. Output
Output dari manajemen logistik yaitu ketersediaan obat di gudang
farmasi yang ditandai dari pengendalian obat yang baik. Ketersediaan jumlah
obat dirumah sakit selalu diusahakan dalam keadaan cukup, tidak hanya cukup
untuk memenuhi kebutuhan user tapi juga cukup sebagai stok cadangan yang
digunakan untuk keperluan diluar perkiraan dari kebutuhan biasanya.
6.6.1. Stock Out Obat
Menurut Rangkuti (2004) bahwa apabila jumlah permintaan atau
kebutuhan lebih besar dari tingkat persediaan yang ada, maka akan terjadi
kekurangan persediaan atau disebut Stock Out. Pada situasi terjadinya
kekurangan persediaan, seorang pemimpin akan menghadapi dua
kemungkinan diantaranya permintaan akan dibatalkan sama sekali dan
barang yang masih kurang akan dipenuhi kemudian.
Berdasarkan telaah dokumen kekosongan obat yang terjadi di
gudang farmasi RSUD Kota Bekasi pada triwulan I tahun 2015 terdapat 35
jenis obat paten, hal ini dikarenakan tidak tersedianya obat yang
dibutuhkan. Terdapat beberapa jenis obat yang hampir setiap bulannya
dilakukan pembelian cito ke luar apotik karena stok obat yang dibutuhkan
tidak tersedia. Dengan pembelian melalui cito ke apotik luar, obat dibeli
dengan harga yang lebih tinggi dibandingkan membeli ke distributor
sehingga dapat mempengaruhi keuangan rumah sakit. Pembelian cito
149
tersebut tentunya menggunakan anggaran yang lebih tinggi karena harga
obat di apotek lain merupakan harga jual di apotek tersebut.
Dari pembelian cito tersebut, hal ini menandakan obat belum
disediakan dengan tepat jumlah dan tepat waktu di gudang farmasi.
Menurut Depkes (2008), koordinasi dan proses perencanaan untuk
pengadaan perbekalan farmasi secara terpadu diharapkan perbekalan
farmasi yang direncanakan dapat tepat jenis, tepat jumlah, tepat waktu dan
tersedia pada saat dibutuhkan.
Berdasarkan observasi, masalah dalam kekosongan obat di rumah
sakit dapat menurunkan kepuasan pasien terhadap pelayanan yang
diberikan
rumah
sakit.
Kekosongan
obat
mengakibatkan
pasien
membutuhkan waktu yang lebih lama dalam mendapatkan obat yang
dibutuhkan, menganggu waktu kerja petugas kefarmasian dan banyak
pasien dari yang menggunakan pelayanan JKN yang mengeluhkan apabila
obat kosong.
Menurut informan bahwa faktor yang sangat mempengaruhi
terjadinya kekosongan obat di gudang farmasi yaitu faktor dana dan faktor
distributor. Kedua faktor ini yang banyak memberikan pengaruh terhadap
terjadinya kekosongan obat di gudang farmasi RSUD Kota Bekasi.
6.6.2. Obat Kadaluarsa
Jumlah obat yang kadaluarsa merupakan salah satu indikator dalam
memastikan bahwa pengendalian persediaan efektif dan efisien. Jumlah
150
obat yang kadaluarsa dalam gudang farmasi rumah sakit menunjukkan
pula besarnya kerugian yang dialami oleh suatu rumah sakit (Depkes,
2008). Berdasarkan wawancara bahwa obat yang kadaluarsa di gudang
farmasi RSUD Kota Bekasi dikarenakan obat yang slow moving, pola
penyakit berubah, pola penyimpanannya dan obat yang ED (Expired Date)
nya kurang dari 2 tahun.
Dari hasil telaah dokumen diketahui bahwa terdapat 6 jenis obat
pada periode Januari – Maret 2015 di gudang farmasi RSUD Kota Bekasi.
Persentase obat kadaluarsa yang ada digudang farmasi rumah sakit adalah
sebesar 0,8%. Kerugian yang diterima RSUD Kota Bekasi akibat obatobatan yang kadaluarsa tersebut hingga bulan ini mencapai Rp. 2.578.296.
Jumlah ini belum sesuai dengan standar yang ditetapkan dalam pedoman
pengelolaan perbekalan farmasi oleh Depkes tahun 2008 bahwa idealnya
persentase nilai obat rusak dan kadaluarsa di gudang haruslah berjumlah
0% atau tidak ada sama sekali.
Dari hasil penelitian diketahui bahwa obat kadaluarsa terjadi akibat
belum adanya pemeriksaan dan pendataan obat yang mendekati kadaluarsa
secara rutin yang dilakukan oleh petugas gudang farmasi. Selain itu, obat
kadaluarsa yang terjadi juga akibat obat tidak lagi digunakan oleh dokter
dan pola konsumsi yang berubah sehingga obat menumpuk dan
kadaluarsa. Padahal jika hal ini dibiarkan terus menerus tanpa ada evaluasi
dari pihak manajemen, rumah sakit akan terus mengalami kerugian.
Menurut Pudjaningsih (1996) bahwa semakin banyak obat yang
151
mengalami kadaluarsa di suatu rumah sakit, maka akan semakin besar pula
kerugian yang diterimanya dan dapat mengurangi pendapatan rumah sakit
(Retno, 2014).
Menurut Rohayati (2008), untuk mengatasi agar stok tidak terjadi
kadaluarsa maka dilakukan beberapa cara, yaitu 1) mengganti sistem
komputerisasi yang ada dengan yang lebih baik, 2) kebijakan tentang
reward and punishment sebagai langkah meningkatkan kesadaran dan
komitmen dalam melakukan tugas dan pekerjaan, 3) membuat evaluasi
yang berkesinambungan, 4) pembinaan, pelatihan, pendidikan untuk
meningkatkan kemampuan dan ketrampilan SDM (Pratiwi, 2013).
6.6.3. Stock Opname Obat
Stock opname kegunaannya adalah untuk menghitung fisik yang
ada, memeriksa barang yang sudah rusak atau expired, memisahkan
barang-barang yang hampir kadaluarsa untuk langsung digunakan terlebih
dahulu/diutamakan untuk di operasionalkan (Febriwati, 2013). Gudang
farmasi RSUD Kota Bekasi melakukan kegiatan stock opname dengan
rutin setiap 1 bulan sekali di akhir bulan. Hal ini untuk menghindari stok
obat yang hilang/tertinggal maupun stok obat yang akan kadaluarsa.
Pelaksanaan stok obat digudang farmasi sudah baik dilakukan oleh
petugas kefarmasian walaupun terkadang ada beberapa perbekalan
kesehatan yang jumlahnya tidak sesuai dengan stok komputer ataupun stok
fisik yang ada. Apabila hal ini terjadi, petugas kefarmasian akan mendata
152
ulang data penerimaan maupun pengeluaran perbekalan kesehatan
tersebut, mengingat-ingat jumlah perbekalan kesehatan yang sudah
didistribusikan dan segera memeriksa history data perbekalan kesehatan
tersebut.
Namun pada pelaksanaan stock opname, petugas kefarmasian tidak
didampingi oleh pengawas dari instalasi/bagian lain maupun dari bagian
keuangan yang dapat mengawasi jalannya stock opname. Bagian keuangan
hanya menerima laporan stock opname setiap bulannya. Hal ini dapat
terjadi kecurangan maupun manipulasi data yang ada di gudang farmasi.
Menurut Permenkes no.58 tahun 2014 bahwa pengendalian Sediaan
Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai dapat dilakukan
oleh Instalasi Farmasi harus bersama dengan Tim Farmasi dan Terapi
(TFT) di Rumah Sakit.
Stock Opname merupakan salah satu cara dalam mengendalikan
persediaan di gudang farmasi. Oleh karena itu, hasil stock opname harus
seimbang antara data pencatatan dengan jumlah stok fisik yang ada. Jika
terdapat ketidaksesuaian harus segera dilakukan analisis untuk mengetahui
penyebab dan kerugiannya (Febriwati, 2013). Hal ini dilakukan agar
tercapai pengendalian persediaan yang efektif dan efisien.
6.5. Upaya Pengendalian Persediaan
Teknik pengendalian persediaan merupakan tindakan yang sangat penting
dalam menghitung berapa jumlah optimal tingkat persediaan yang diharuskan
153
(EOQ) serta kapan saatnya mulai mengadakan pemesanan kembali (ROP)
(Rangkuti, 2002).
6.5.1. Klasifikasi Obat Paten dengan ABC Investasi
Menurut Rangkuti (2002), analisis ABC ini sangat berguna didalam
memfokuskan perhatian manajemen terhadap penentuan jenis barang yang
paling penting dalam sistem inventori. Sehingga untuk mengetahui jenis-jenis
barang mana saja yang perlu mendapat prioritas, dapat menggunakan analisis
ABC. Analisis ABC ini dapat mengklasifikasikan seluruh jenis barang
berdasarkan tingkat kepentingannya.
Dari analisis ABC terhadap kelompok obat paten di gudang farmasi
dapat diketahui bahwa nilai investasi terhadap kelompok A sebesar Rp.
756.726.230 atau 69,89% dari total investasi obat paten di gudang farmasi
RSUD Kota Bekasi. Nilai investasi terhadap kelompok B sebesar Rp.
216.708.576 atau 20,01% dari total investasi obat paten. Sedangkan nilai
investasi obat paten kelompok C sebesar Rp. 109.259.820 atau 10,09% dari
total investasi obat paten di gudang farmasi RSUD Kota Bekasi.
Penggunaan analisis ABC ini memungkinkan teridentifikasinya barang
yang benar-benar berpengaruh pada kinerja sediaan, sehingga manajemen yang
efektif dapat berkonsentrasi pada barang yang itemnya sedikit tanpa
mengabaikan yang lain (Johns dan Harding, 2001). Oleh karena itu
pengendalian yang dapat dilakukan untuk masing-masing kelompok adalah :
154
a) Kelompok A
Persediaan obat paten di RSUD Kota Bekasi pada kelompok A terdapat 28
jenis obat paten dan pemakaian anggaran hingga sebesar 69,89%. Menurut
Heizer dan Render (2010), kelompok A merupakan barang dengan jumlah
fisik kecil dengan nilai investasi yang besar sehingga obat yang tergolong
kelompok ini harus memiliki kontrol persediaan yang lebih ketat dan secara
periodik setiap bulan serta akurasi pencatatan yang lebih sering diverifikasi.
b) Kelompok B
Persediaan obat paten di RSUD Kota Bekasi yang tergolong dalam
kelompok B berjumlah 30 jenis obat paten dan menyerap anggaran hingga
sebesar 20,01%. Kelompok B ini merupakan barang dengan jumlah fisik
dan nilai investasi yang sedang, sehingga obat paten kelompok ini
memerlukan perhatian yang cukup penting setelah kelompok A.
c) Kelompok C
Persediaan obat paten di RSUD Kota Bekasi yang tergolong dalam
kelompok C berjumlah 70 jenis obat paten dan menyerap anggaran hingga
sebesar 10,09%. Hal ini menunjukkan sebesar 54,68% obat yang beredar di
RSUD Kota Bekasi memiliki nilai investasi yang kecil, sehingga rumah
sakit harus mengetahui item obat mana yang tidak banyak dikonsumsi.
Obat-obat yang memiliki kandungan ataupun jenisnya sama dapat
dipertimbangkan untuk dihilangkan, untuk mengurangi variasi obat
sehingga dapat menghemat biaya pemesanan maupun biaya penyimpanan
obat dirumah sakit. Sehingga obat yang tergolong kelompok C cukup
155
sederhana dan tidak memerlukan pengendalian ketat seperti pada kelompok
A dan B (Heizer dan Render, 2010).
Untuk tujuan manajemen, jenis barang A harus menerima analisis yang
maksimum, dievaluasi dan dicek kembali, karena jenis barang dalam kelompok
A merupakan jenis barang yang sangat tinggi nilai penjualannya. Jenis barang
kelompok B merupakan perhatian setelahnya dan jenis barang kelompok C
harus diperhatikan satu demi satu kecenderungannya, misalnya yang cenderung
meningkat penjualannya atau memiliki tingkat persediaan yang paling banyak.
Namun secara keseluruhan jenis barang yang termasuk dalam kelompok A
harus menjadi fokus perhatian utama (Rangkuti, 2002).
6.5.2. Pengendalian Persediaan dengan Metode EOQ (Economic Order
Quantity)
Dalam melakukan pemesanan obat di RSUD Kota Bekasi menggunakan
metode konsumsi ,tidak ada perhitungan khusus mengenai jumlah pemesanan.
Jumlah pemesanan ditentukan berdasarkan data history konsumsi obat pada
bulan sebelumnya. Hal ini dapat saja meningkatkan biaya pemesanan jika
pemesanan dilakukan dalam jumlah yang sedikit atau meningkatkan biaya
penyimpanan jika jumlah pemesanan terlalu banyak. Oleh sebab itu, diperlukan
perhitungan yang tepat untuk mengetahui jumlah pemesanan optimum yaitu
dengan metode EOQ.
Diketahui
dari
hasil
penelitian
Sofia
(2003)
tentang
Analisis
Pengendalian Persediaan Obat Antibiotik di RS As-Shobirin bahwa metode
156
EOQ dapat menurunkan biaya persediaan hingga 3kali dari biaya persediaan
model rumah sakit. Dengan menerapkan metode ini diharapkan dapat
membantu manajemen untuk mengambil keputusan jumlah pemesanan agar
tidak terjadi investasi berlebihan yang tertanam dalam persediaan dan tidak
mengalami kekurangan persediaan.
Metode EOQ merupakan volume atau jumlah pembelian yang paling
ekonomis untuk dilaksanakan pada setiap kali pembelian (Sabarguna, 2004).
Sedangkan menurut Seto (2004), dalam menentukan jumlah pemesanan yang
ekonomis harus diusahakan untuk memperkecil biaya-biaya pemesanan dan
biaya penyimpanan.
Berdasarkan perhitungan EOQ terhadap obat Meiact Tab, diketahui
bahwa jumlah pemesanan yang ekonomis untuk obat ini adalah sebanyak 15
tablet setiap kali pemesanan. Jumlah ini menggunakan biaya pemesanan dan
biaya penyimpanan yang paling sedikit sehingga merupakan jumlah pemesanan
yang paling ekonomis.
Semakin banyak barang yang disimpan akan mengakibatkan semakin
besar biaya penyimpanan barang dan risiko kerusakan barang yang lebih besar.
Sebaliknya, semakin sedikit barang yang disimpan dapat menurunkan biaya
penyimpanan, tetapi menyebabkan frekuensi pembelian barang semakin besar,
yang berarti biaya total pemesanan semakin besar dan juga dapat
mengakibatkan risiko terjadinya kekurangan persediaan (stock out) (Herjanto,
2008).
157
Hal ini sejalan dengan Heizer dan Render (2010) yang menyatakan
bahwa seiring dengan meningkatnya kuantitas barang yang dipesan, maka
jumlah pemesanan pertahunnya akan menurun namun biaya penyimpanan akan
meningkat karena jumlah persediaan yang harus diurus lebih banyak. Untuk
itu, jumlah pemesanan harus dapat meminimalkan biaya pemesanan dan biaya
penyimpanan. Sehingga menurut Seto (2004), untuk menentukan jumlah
pemesanan yang ekonomis, harus diusahakan untuk memperkecil biaya-biaya
pemesanan dan biaya-biaya penyimpanan.
6.5.3. Pengendalian Persediaan dengan Metode ROP (Reorder Point)
Waktu pemesanan kembali obat di RSUD Kota Bekasi tidak
menggunakan metode khusus. Pemesanan obat dilakukan setiap 1 bulan sekali
di akhir bulan. Obat harus selalu tersedia setiap saat dibutuhkan agar pelayanan
kepada pasien tetap berjalan dengan lancar. Oleh karena itu, sebelum
persediaan habis maka pemesanan haruslah dilakukan.
ROP model terjadi apabila jumlah persediaan yang terdapat didalam stok
berkurang terus sehingga kita harus menentukan berapa banyak batas minimal
tingkat persediaan yang harus dipertimbangkan sehingga tidak terjadi
kekurangan persediaan. Jumlah yang diharapkan dihitung selama masa
tenggang, dapat juga ditambahkan dengan safety stock yang biasanya mengacu
kepada probabilitas atau kemungkinan terjadinya kekurangan stok selama masa
tenggang (Rangkuti, 2002).
158
Persediaan pengaman (safety stock) adalah persediaan tambahan yang di
adakan untuk melindungi atau menjaga kemungkinan terjadinya kekurangan
bahan (stockout) (Bowersox, 2002). Dengan adanya safety stock, dapat
menjaga persediaan selama masa tunggu (lead time). Menurut Kemenkes
(2010), lead time adalah waktu tunggu yang diperlukan mulai pemesanan
sampai obat diterima. Berdasarkan wawancara, diketahui bahwa waktu tunggu
dalam pemesanan sampai barang datang di RSUD Kota Bekasi adalah 3 hari.
Safety stock/buffer stock yang ditetapkan di RSUD Kota Bekasi hanya
berdasarkan perkiraan, tidak ada perhitungan khusus. Dari hasil wawancara,
buffer stock yang ditetapkan rumah sakit adalah 30% dari jumlah pemesanan
barang. Penentuan ini tidak mempertimbangkan adanya lead time yang
dibutuhkan, oleh karena itu banyak dari stok obat pengaman yang telah habis
sebelum obat baru datang.
Dari perhitungan buffer stock terhadap obat Meiact Tab didapatkan hasil
52 tablet untuk persediaan pengaman. Persediaan pengaman berfungsi untuk
melindungi atau menjaga kemungkinan terjadinya kekurangan barang,
misalnya karena penggunaan barang yang lebih besar dari perkiraan semula
atau keterlambatan dalam penerimaan barang yang dipesan. Persediaan
pengaman juga dimaksudkan untuk menjamin pelayanan kepada pelanggan
terhadap ketidakpastian dalam pengadaan barang (Herjanto, 2008).
Sedangkan dari perhitungan ROP terhadap obat Meiact Tab didapatkan
hasil 77 tablet untuk titik dilakukannya pemesanan kembali. Dimana artinya
pada lead time selama 3 hari, obat Meiact Tab dapat dipesan kembali ketika
159
stok obat sudah mencapai 77 tablet. Jumlah tersebut merupakan titik dimana
harus dilakukannya pemesanan ulang agar terhindar dari adanya kekurangan
stok. Titik pemesanan ulang ini menandakan bahwa pembelian harus segera
dilakukan untuk menggantikan persediaan yang telah digunakan.
Jika ROP ditetapkan terlalu rendah, persediaan akan habis sebelum
persediaan pengganti diterima sehingga permintaan pelanggan tidak dapat
dipenuhi. Namun, jika titik pemesanan ulang ditetapkan terlalu tinggi maka
persediaan baru sudah datang sementara persediaan digudang masih banyak.
Keadaan ini mengakibatkan pemborosan biaya dan investasi yang berlebihan
(Herjanto, 2008).
160
BAB VII
KESIMPULAN DAN SARAN
7.1. Kesimpulan
1. Kekosongan obat (stock out) yang terjadi di gudang farmasi RSUD Kota
Bekasi pada triwulan I tahun 2015 mencapai 35 jenis obat paten yang
dilakukan pemesanan cito.
2. Ketiga faktor dalam komponen input yang dapat menyebabkan kekosongan
stok digudang farmasi diantaranya faktor dana yaitu dimana adanya
ketidaklancaran dalam pembayaran ke distributor yang akan mengirimkan
barang. Sedangkan pada faktor kebijakan, diketahui bahwa terdapat kebijakan
BPJS dan BPOM yang membatasi jumlah obat keras tertentu dapat
menyebabkan kekosongan obat dirumah sakit. Faktor dari distributor yang
dapat menyebabkan kekosongan obat di gudang farmasi RSUD Kota Bekasi
diantaranya kekosongan pada distributor obat dan keterlambatan pengiriman
dari distributor obat ke gudang farmasi.
3. Dari komponen input berupa adanya ketidaklancaran dalam pembayaran ke
distributor dapat mengakibatkan terhambatnya proses kegiatan perencanaan
dan pengadaan sediaan farmasi dirumah sakit. Selain itu komponen input dari
adanya kebijakan BPOM dan BPJS yang membatasi obat bagi pasien poli jiwa.
Hal ini dapat menghambat kegiatan perencanaan dan pengadaan obat tersebut
dirumah sakit. Sedangkan komponen input dari faktor distributor yaitu adanya
kekosongan pada principle dan keterlambatan dalam pengiriman yang dapat
161
mempengaruhi proses kegiatan dalam perencanaan dan pengadaan obat
digudang farmasi. Akibatnya obat akan mengalami kekosongan dirumah sakit
sehingga rumah sakit akan melakukan pembelian cito ke apotik diluar rumah
sakit.
4. Upaya Pengendalian Persediaan Obat Paten di gudang farmasi RSUD Kota
Bekasi
a) Berdasarkan analisis ABC investasi, terdapat sebanyak 28 jenis (21,87%)
obat yang tergolong kelompok A, yaitu dengan penggunaan anggaran
sebesar 69,89% dari total investasi obat paten. Obat paten kelompok B
terdapat 30 jenis (23,43%) obat paten dengan penggunaan anggaran sebesar
20,01% dari total investasi obat paten. Sedangkan obat paten kelompok C
adalah sebanyak 70 (54,68%) jenis obat paten dengan penggunaan anggaran
sebesar 10,09% dari total investasi obat paten.
b) Berdasarkan metode Economic Order Quantity (EOQ), jumlah pemesanan
optimum untuk 28 obat paten yang tergolong kelompok A berjumlah mulai
dari 5-375 item. Sedangkan berdasarkan metode Reorder Point (ROP)
dengan mempertimbangkan buffer stock diperoleh titik pemesanan kembali
untuk 28 obat paten yang tergolong kelompok A mulai dari 34-2257 item.
162
7.2. Saran
1. Petugas gudang farmasi diharapkan melihat data real konsumsi obat untuk
mengetahui obat yang dibutuhkan pasien. Sehingga dapat mengurangi
kesalahan dalam penentuan kebutuhan obat dan meminimalisir tertinggalnya
obat untuk dipesan.
2. Dalam menentukan jumlah kebutuhan obat dan persediaan pengaman
(buffer stock) diharapkan petugas memperhitungkan lead time obat agar
persediaan pengaman tidak berlebih ataupun kurang.
3. Diharapkan
petugas
gudang
farmasi
dalam
melakukan
kegiatan
pengendalian didampingi oleh Komite Farmasi Terapi (KFT) untuk
membantu melakukan pengawasan agar menghindari terjadinya kecurangan
maupun manipulasi data yang ada digudang farmasi.
4. Perlu diterapkan metode analisis ABC terhadap seluruh jenis obat yang ada
digudang farmasi, sehingga bisa menentukan obat mana yang perlu
diprioritaskan. Serta diterapkan metode EOQ dan ROP untuk menghindari
terjadinya kekosongan obat dan pembelian cito.
5. Diharapkan manajemen RS dapat melakukan pelatihan bagi petugas gudang
mengenai sistem pengendalian obat dan pelatihan untuk meningkatkan
koordinasi antar petugas.
163
DAFTAR PUSTAKA
Aditama ,Tjandra Yoga. 2007. Manajemen Administrasi Rumah Sakit. UI : Depok
Ainy, Qurrotu. 2013. Analisis Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Ketersediaan Barang di
Gudang Sentral RSAB Harapan Kita Jakarta tahun 2012. FKM UI. Diakses pada 20
Januari
2015.
Sumber
:
http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/20320638-SQurrotu%20Ainy.pdf
Anief, Moch. 2008. Manajemen Farmasi. UGM : Yogyakarta
Assauri, Sofyan. 2008. Manajemen Produksi. FKM UI : Depok
Azwar, DR. Dr. Azrul. 1996. Pengantar Administrasi Kesehatan. Binarupa Aksara :
Jakarta
Azwar, Daris 2010. Pengawasan.
Diakses pada 17 Maret 2015. Sumber :
http://www.ikatanapotekerindonesia.net/articles/pharma-update/nationalpharmacy/298-p-e-n-g-a-w-a-s-a-n.html
A.Sihotang. 2007. Manajemen Sumber Daya Manusia. Paramita : Jakarta.
Badawi, Musfika Rahman. 2014. Kinerja Posyandu dalam Pelaksanaan Pembinaan Gizi
Masyarakat di Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Kembangan Jakarta Barat tahun
2014. UIN : Jakarta
BPOM. 2015. Agomelatine dan Risiko Hepatotoksisitas. Sumber :
http://pionas.pom.go.id/info-bpom/agomelatine-dan-risiko-hepatotoksisitas
Budiyanti, Herni. 2012. Penetapan Safety Stock di Gudang Farmasi RS Risa Sentra
Medika Tahun 2012. FKM UI. Diakses pada 20 Januari 2015. Sumber :
http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/20314392-T31291-Penetapan%20safety.pdf
Bunawan. 1996. Manajemen Operasi. UGM : Yogyakarta
CSR. 2015. Jatah Obat Penderita Skizofrenia Dikurangi. Sumber
http://kukarsatu.com/2015/03/12/per-januari-2015-jatah-obat-penderita-skizofreniadikurangi/
:
Depkes. 2011. Pedoman Pembinaan Pedagang Besar Farmasi
Dwi Ariyanti, Benedicta. 2012. Analisis Pengendalian Persediaan Obat dengan Analisis
ABC, EOQ, dan ROP pada Instalasi Farmasi RS X Periode Jan – Des 2011. FKM UI :
Depok
xviii
Dirjen Binakefarmasian dan Alat Kesehatan Kemenkes RI. 2008. Pedoman Pengelolaan
Perbekalan Farmasi di Rumah Sakit.
Ditjen Binfar dan Alkes. 2013. Formularium Kendalikan mutu dan biaya Pengobatan.
Sumber : http://binfar.kemkes.go.id/2013/06/formularium-nasional-kendalikan-mutudan-biaya-pengobatan/
Febriawati, Henny. 2013. Manajemen Logistik Farmasi Rumah Sakit. Gosyen Publishing :
Yogyakarta
Fadhila, Rahmi. 2013. Study Pengendalian Persediaan Obat Generik Melalui Metode
ABC, EOQ, dan ROP di Gudang Farmasi RSI Asshobirin tahun 2013. UIN : Jakarta
Griffin. Manajemen. 2004. Erlangga : Jakarta
Handoko, T.Hani. 2003. Manajemen Personalia dan Sumber Daya Manusia,
Yogyakarta:UGM
Heizer, Jay dan Render, Barry. 2010. Manajemen Operasi. Second edition. Salemba
Empat : Jakarta
Herjanto, Eddy. 2008. Manajemen Operasi. Edisi Ketiga. Grasindo : Jakarta.
Hendra, Kusuma. 1999. Manajemen Produksi : Perencanaan dan Pengendalian produksi.
Andi : Yogyakarta.
Henni. 2009. Penganggaran Rumah Sakit. Sumber : http://pustaka.unpad.ac.id/wpcontent/uploads/2009/09/sistem_penganggaran_rs.pdf
Indriyo Gitosudarmo. Manajemen Bisnis Logistik Ed. Pertama (1998)
Indrajit. Ricardo Eko. 2001. Sistem Informasi dan Teknologi Informasi. Jakarta
Gramedia
:
Ir. M. Budiharjo. 2014. Panduan Menyusun SOP. Swadaya Grup : Jakarta
Jensen, V & Rappaport, BA. 2010. The Reality of Drug shortages. New England Journal
of Medicine. Sumber : http://www.nejm.org/doi/full/10.1056/NEJMp1005849
Jayani, Siti Nur dan Pudjirahardjo, Widodo J. 2013. Faktor Penyebab Stagnant dan Stock
out Bahan Makanan Kering di Instalasi Gizi RSUD Bhakti Dharma Husada Surabaya.
FKM UNAIR : Surabaya
Maimun, Ali. 2008. Perencanaan Obat Antibiotik Berdasarkan Kombinasi Metode
Konsumsi dengan Analisis ABC dan Reorder Point Terhadap Nilai Persediaan dan
xix
Turn Over Ratio di Instalasi Farmasi RS Darul Istiqomah Kendal. Undip : Semarang.
Sumber : http://core.ac.uk/download/pdf/11716263.pdf
Makinuddin dan Sasongko. 2006. Analisis Sosial. Akatiga : Bandung. Sumber :
https://books.google.co.id/books?id=xRrOr9BPwOEC&pg=PA18&dq=kebijakan+adal
ah+menurut+frederich&hl=id&sa=X&ei=gqFeVcbqMtOQuATOv4PYBw&ved=0CBs
Q6AEwAA#v=onepage&q=kebijakan%20adalah%20menurut%20frederich&f=false
Mellen, Renie Cuyno dan J.Pudjirahardjo, Widodo. 2013. Faktor Penyebab dan Kerugian
Akibat Stockout dan Stagnant Obat di Unit Logistik RSU Haji Surabaya.
Univ.Airlangga : Surabaya. Sumber :
http://journal.unair.ac.id/filerPDF/10.%20Renie%20Cuyno_JAKIv1n1.pdf
Milena, dkk. 2013. Effects on Patient Care Caused by Drug Shortages: A Survey. Sumber
: http://www.amcp.org/JMCP/2013/Nov-Dec/17317/1033.html
Nadia, Frita. 2012. Analisis Pengendalian Persediaan Obat Antibiotik di Gudang Medik
RS Puri Cinere tahun 2011. FKM UI : Depok
Nova, Iwan, MBA, CPIM, CSCP. 2013. Memahami Safety Stock dan Menguasai
Rumusnya. Sumber :http://supplychainindonesia.com/new/memahami-safety-stockdan-menguasai-rumusnya/
Palupiningtyas, Retno. 2014. Analisis Sistem Penyimpanan Obat di Gudang Farmasi RS
Mulya Tangerang Tahun 2014. UIN : Jakarta
Pratiwi, Amiati. 2009. Stock out Obat di Gudang Perbekalan Kesehatan Rumah Sakit
Islam Jakarta Cempaka Putih. FKM UI : Depok.
Prihatiningsih, Dina. 2012. Gambaran Sistem Penyimpanan Obat di Gudang Farmasi RS
Asri tahun 2011. FKM UI : Depok
Prof. Dr. Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Alfabeta :
Bandung
PMK No.340 tentang Klasifikasi Rumah Sakit
PMK No.58 tahun 2014 tentang Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit
PMK No. 34 tahun 2014 tentang Pedagang Besar Farmasi
PP RI No.4 Tahun 2015 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah
PP RI No.51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian
xx
Priyambodo, Bambang.2007. Manajemen Farmasi Industri. Global Pustaka Utama :
Yogyakarta
Pudjitami, Sri Wahyuni dan Suryawati, Sri. 1998. Dampak Penerapan Metode Economic
Order Quantity (EOQ) Terhadap Nilai Persediaan Obat di Instalasi Farmasi RSUD
Dr. Moewardi Surakarta. FK UGM : Yogyakarta
Suciati, Suci dan Adisasmito, Wiku B.B. 2006. Analisis Perencanaan Obat Berdasarkan
ABC Indeks Kritis di Instalasi Farmasi. Jurnal Managemen Pelayanan Kesehatan. IX.
Sumber:
https://staff.blog.ui.ac.id%2Fwiku-a%2Ffiles%2F2009%2F10%2Fanalisisperencanaan-obat-berdasarkan.pdf
Rangkuti, Freddy. 2002. Manajemen Persediaan : Aplikasi di Bidang Bisnis. Rajagrafindo
: Jakarta
Schroeder. Operations management : contemporary concepts and cases. Second edition.
2003. Mcgraw Hill companies.
Seto, S., Nita. Yunita., Triana, Lily. 2004. Manajemen Farmasi. Surabaya: Airlangga
University Press.
Sulastri. 2012. Pengendalian Persediaan Obat Antibiotik dengan Metode Analisis
Pemakaian, Buffer stock dan Reorder Point di Unit Gudang Farmasi RS Haji Jakarta
tahun 2011. FKM UI : Depok
Syamsuni. 2006. Farmasetika Dasar & Hitungan Farmasi. EGC : Jakarta
Sofia, Ananda Ayu. 2003. Analisis Pengendalian Persediaan Obat di Instalasi Farmasi
RS Islam Asshobirin Tangerang tahun 2002. Tesis. FKM UI : Depok
Utari, Anindita. 2014. Cara Pengendalian Persediaan Obat Paten dengan Metode EOQ,
ROP, dan Buffer Stock di RS Zahirah. UIN : Jakarta
UU No. 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit
WHO.2001. Operational Principles For Good Pharmaceutical Procurement. Essential
Drugs and Medicines Policy Interagency Pharmaceutical Coordination Group.
Geneva. Sumber : www.who.int/3by5/en/who-edm-par-99-5.pdf
Yudihardis.
2014.
Masih
Perlukah
Formularium
RS.
http://www.kompasiana.com/yudihardis/masih-perlukah-formulariumrs_552b0b5f6ea8342c1b552cf7
xxi
Sumber
:
"Gambaran Penyebab Kekosongan Obat Paten dan Upaya Pengendaliannya
di Gudang Medis Instalasi Farmasi RSUD Bekasi
Pada Triwulan I Tahun 2015"
Oleh :
AJRINA WINASARI
NIM. 1111101000046
PEMINATAN MANAJEMEN PELAYANAN KESEHATAN
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1436 H / 2015 M
xxii
LAMPIRAN 1
PEDOMAN TELAAH DOKUMEN (check list)
No
5.
Jenis Dokumen
Profil dan Struktur Organisasi RSUD
Kota Bekasi
Struktur organisasi Instalasi Farmasi
RSUD Kota Bekasi
Uraian tugas SDM Kefarmasian dan
Bagian Pengadaan
SOP terkait kegiatan Pengelolaan
Obat dan Pemesanan Cito
SK Kegiatan Pengelolaan Obat
6.
Daftar Distributor
√
7.
DUPADA
√
√
9.
Laporan Pemakaian/ Laporan mutasi
Obat Paten pada Triwulan 1
Surat Pesanan
10.
Data Obat Kadaluarsa
√
11.
Laporan Stock Out Obat
12.
Data Pemesanan Cito
1.
2.
3.
4.
8.
Ada
Tidak
√
√
√
√
√
√
√
√
xxiii
LAMPIRAN 2
Lembar Observasi
Bagian I Komponen Input Pengelolaan Obat
1. SDM
Hasil
No
Variabel Observasi
1
Terdapat Kepala Gudang
Terdapat Staf Gudang
Terdapat Tenaga Teknis kefarmasian
SDM
Kefarmasian
berpendidikan
Apoteker/S1/D3/SMF
Petugas gudang memulai kegiatan tepat
waktu sesuai dengan jam yang telah
ditentukan.
2
3
4
5
6
Ya
√
√
√
Tidak
√
√
Petugas gudang pulang tepat waktu
sesuai dengan jam yang telah ditentukan
Petugas tidak menunda pekerjaan
Petugas
melaksanakan
kegiatan
pengelolaan obat sesuai dengan SOP
yang berlaku :
 Perencanaan Obat
 Pengadaan Obat
 Pengawasan Obat
 Pengendalian Obat
Keterangan
√
terkadang mengalami
overtime
dan
mengalami
double
job
√
√
√
√
√
2. Prosedur / SOP
No
1
2
3
4
5
6
7
Hasil
Variabel Observasi
Ya
Deskripsi
Kerja
SDM
Kefarmasian
Prosedur Perencanaan Obat
Prosedur Pengadaan Obat
Prosedur Pengawasan Obat
Prosedur Pengendalian Obat
Prosedur Stock Opname
Prosedur Pemesanan Cito
xxiv
√
√
√
√
√
√
√
Tidak
Keterangan
Bagian II Komponen Proses Pengelolaan Obat
1. Perencanaan kebutuhan Obat
No
1
2
3
4
5
Variabel Observasi
Petugas mengevaluasi obat yang datang dan
tidak datang di gudang farmasi
Petugas merekap dan menghitung jumlah obat
yang dikonsumsi selama 1 bulan
Petugas menentukan jumlah kebutuhan obat
yang akan dipesan
Petugas menentukan distributor yang akan
mengirimkan obat
Petugas membuat Surat Pemesanan Obat ke
distributor
Hasil
Ya
√
Tidak
Keterangan
√
√
√
√
2. Pengawasan
No
1
2
3
4
Variabel Observasi
Petugas melakukan pencatatan secara teratur
terhadap obat yang masuk pada kartu stok
Petugas melakukan pencatatan secara teratur
terhadap obat yang keluar pada kartu stok
Petugas melakukan pengaturan suhu udara di
gudang
Petugas mencatat dan memeriksa tanggal
kadaluarsa obat
Hasil
Ya
√
Tidak
Keterangan
√
√
√
3. Pengendalian
No
1
2
3
Variabel Observasi
Petugas melakukan stock opname secara
periodik dan berkala
Petugas melakukan evaluasi persediaan yang
tidak di gunakan (death stock)
Petugas melakukan evaluasi persediaan yang
jarang digunakan (slow moving)
xxv
Hasil
Ya
Tidak
√
√
√
Keterangan
LAMPIRAN 3
Matriks Wawancara
NO.
Pertanyaan
Informan 1
(Ka.Inst.Farmasi)
1.
Bagaimana
menurut pendapat
bapak/ibu
mengenai
kecukupan jumlah
SDM farmasi di
rumah sakit?
cukup
si,kalau
dengan
jumlahnya ..hanya saja harus
disesuaikan juga dengan BOR
RS apabila BOR nya meningkat
tentu jumlah tenaga juga harus
ditambah harusnya..disesuaikan
juga dengan jumlah kunjungan
pasien..
2.
Bagaimana
kesesuaian antara
pengetahuan dan
ketrampilan yang
dimiliki
SDM
Farmasi
dgn
pekerjaannya ?
sudah sesuai si, sudah terampil
dalam bekerjanya, sudah sesuai
dengan kualifikasi dan skill
yang dimiliki..
Jawaban
Informan 2
(Wa.Ka Inst.farmasi)
SDM
kalau dari standar menurut Permenkes si
menurut
saya,
cukup..tidak,dibilang
kekurangan si gak,jadi di lapangan si saling
memanfaatkan ya, ada lah yang bilang
kurang SDM nya, tapi kalo kenyataan di
lapangan mereka menunjukkan sendiri kalo
ternyata bukan kurang SDM nya tapi
kekompakan timnya yang kurang terjaga,
gitu ..tapi memang keliatan nya beban nya
agak berat, tapi masih bisa disiasati
lah..karena company culture di PNS sama di
swasta kan beda yah,kalo menurut saya si ya
kemampuan adaptasinya yang cenderung
lambat si ya, kalo masalah pengetahuan bisa
dikejar..
kalo secara standar si sudah cukup sesuai si
ya, yang background nya S1 sudah sesuai
dengan cara dia bekerja, ya itu tadi pengaruh
ke inisiatif ,ya yang dibutuhin tuh yang
inisiatif gak yang teoritis, ada juga yang
berpikir dengan uang, kalo ga ada uang ga
mau bekerja, bukannya tidak ada uang, tapi
uang yang ada tidak sesuai dengan standar
yang dibayangkan..
iv
Informan 3
(Ka.Gudang)
Informan 4
(Ka.UPBJ)
Sudah cukup ya, jumlahnya ada 11
Apoteker, 21 TTK, dan 4 Admin melayani
300 bed rawat inap dan poli-poli. Menurut
saya, sudah cukup kecuali kalau kita ingin
melakukan pengembangan pelayanan seperti
mau buka farmasi per ruangan atau buka
depo farmasi per gedung/lantai itu kurang..
Menurut saya si kurang ya, kalau
dari jumlah si menurut saya
kurang sekali..jadi kalau untuk
pekerjaan kefarmasian itu kan ada
standar pelayanan farmasi dari
Kemenkes,
yang
untuk
melakukan standar pelayanan
minimal aja itu kita kurang..dari
analisa tenaga kita untuk standar
dasar aja menurut saya masih
kurang untuk tenaga di depo2..
Sudah cukup memadai, soalnya kita sudah
melakukan pelatihan dalam 1 tahun sekali.
Kalau disini latar belakangnya disini S2 ada
3 orang itu udah farmasi klinis menurut saya
sudah sesuai tuh,terus kalau apoteker kan
farmasi tuh ada 8 orang, S1 farmasi ada 6
orang dan D3 sama SMF, nah kalo tenaga
kesehatan itu kan sekarang ga boleh SMF,
yang SMF itu lagi mau di upgrade sesuai
peraturan yang berlaku jadi harus kuliah lagi
minimal D3. Kalau saat bekerja si kita tiap
hari udah begini, kita learning by doing si
biasanya. Biasanya kalau ada obat baru, baru
kita searching dan pelajari.
sesuai si, karena tenaga farmasi
kan tenaga fungsional ,nah
persyaratan untuk tenaga ini kan
ada
pendidikan
tertentunya
,menurut saya si sudah sesuai
hanya jumlah tenaga nya aja yang
kurang..karena pekerjaan seorang
apoteker
nya
menjadi
merangkap,yang
harusnya
dilakukan oleh tenaga teknis
kefarmasian/asisten apoteker jadi
apoteker yang melakukan, kan
ada
grade/tingkatannya
kan..mereka merangkap apoteker
dan asisten apoteker juga karena
3.
Bagaimana displin
kerja SDM dalam
melaksanakan
tugasnya ?
4.
Bagaimana apabila
anda
melakukan
kesalahan dalam
pengelolaan obat
dirumah sakit?
kalau masalah displin si,ya tidak
terlalu tepat waktu si kalo untuk
petugas farmasi, dateng pas apel
si dateng ya tapi biasanya
apoteker
langsung
operan
langsung pada rapih2 in
deponya, gitu si, saya juga
masih memperbaiki kalau untuk
ketepatan waktu si ya, ya 50% si
pada apel, 50% nya lagi pada
beresin depo,ada punya kerjaan
laporan
langsung
kerjain
laporan..
yang pasti si pengelolaan obat
itukan mulai dari seleksi ya, jadi
prosesnya kan banyak tuh ya
mulai dari seleksi di KFT, lalu
perencanaan,pengadaan,
pemeriksaan
barang,
penerimaan, penyimpanan di
gudang sampai distribusi ke
depo hingga pelayanan yang
bersifat klinis maupun non
klinis , nah kesalahannya kita
harus tau ada di siklus mana
yang salah, nah pernah itu
dalam perencanaan ,kan ada
data komputerisasi nah dari situ
kita lihat stok mutasinya lalu
kita bikin DUPADA kan,nah itu
terkadang saya ttd tanpa melihat
wah itu mah relatif ya, saya sendiri juga gak
tepat waktu si kalo dateng, tapi ya ada
beberapa yang tepat waktu datang dan tepat
waktu juga pulang, tapi ada juga yang
terlambat datang tapi pulangnya pas juga
ada, tapi ada juga yang modelnya terlambat
tapi dia tau diri ,ah saya pulang nya sore ah
tanpa menuntut lemburan, ada juga yang
ngulur2 waktu biar diitung lemburan, tapi
kerjanya gak bener..
salah dalam perencanaan, misalkan salah
apabila ada item yang tidak ikut perencanaan
bia kita susulkan, atau salah apabila
bilangannya terlalu banyak ya tinggal kita
revisi, kalo ada penyedia yang tidak bisa
direvisi yasudah oh ternyata ini penyedia
yang begini ya sudah berarti tidak ada
tenggang rasanya,ya jadi distributor itu ya
kayak model bisnis lah, ya pada akhirnya
kita saling membutuhkan,ya kita pernah
mengalami salah perencanaan, karena satu
hal item ini kelewat, saya tinggal telpon ke
distributor untuk ditambahkan nanti kita
revisi SP nya..kalo dibilang sering si ga, tapi
pasti aja ada karena itu kan berhubungan
dengan metode yang kita gunakan ,yang
pernah saya bilang metode kita kan
historical(pola konsumsi) jadi berdasarkan
v
kalau displin kerja SDM si udah bagus,
datengnya udah tepat waktu, pulangnya
malah suka overtime karena pasien di
pelayanan apotik BPJS kan pasiennya
banyak banget, nah kan kita selesai kerjanya
jam 14.00, nah itu sampai 14.00 pasiennya
belum abis masih suka overtime sampai
17.00, sampai habis pasien, karena kalau
kita suruh pulang pasien, pasti mereka akan
pakai ongkos lagi, pakai tenaga lagi, kalau
ada yang nganter, kalau ga ada kan kasihan
lagi. Misalnya ada kelebihan jam kerja nanti
diajukan ke keuangan untuk dibayarkan.
kalau melakukan kesalahan misalnya
kesalahan dalam perencanaan maupun
penentuan jumlah pesanan biasanya kita bisa
memperbaiki dengan cara retur,misalnya
salah pesan itu tetap komunikasi dengan
distributor daripada tetap kita terima trus
nanti ga jalan dengan baik mending kita
retur aja gitu.
tenaganya kurang,,di farmasi itu
kan ada 2 ,tenaga farmasi dan non
farmasi ,jadi tenaga non farmasi
itu bisa juru racik, juru resep jadi
cuman bantu kerjaan tenaga
farmasi ,tapi kalau tenaga farmasi
nya memang harus sesuai
pendidikannya ..
karena berdasarkan shift kerja ya
..kalau datang si memang tidak
tepat waktu tapi kalau pulang
suka lebih soalnya kan faktor
pekerjaannya
,
kalau
pekerjaannya masih banyak ya
harus diselesaikan dahulu tidak
mungkin ditinggalin, kalau yang
dirawat jalan kalo pasien masih
ada ya di selesain dulu..
jarang ada kesalahan si, soalnya
kalau perencanaan itu berdasar
kebutuhan dari user RS..biasanya
kalo kurang perencanaannya si ya
kalo barang nya tidak dikirim
,jadi barang kosong..jadi barang
yang dikirimkan/dibutuhkan itu
tidak sesuai dengan perencanaan..
dengan lebih teliti obat apa saja
yang akan dipesan, nah udah
kayak gitu tiba2 di SP
ada,padahal kalau dilihat track
recordnya ada beberapa obat
yang ternyata tidak pernah
dipake, ya tapi saya si sebelum
menyalahkan
ke
orang,
instropeksi diri dulu, human
error.. biasanya juga dilihat
cepezet di SP ada tapi ko di
Dupada nya tidak ada, yaudah
akhirnya mau gak mau diretur
aja.
Karena
alhamdullilah
petugas gudang nya itu update
info, mba ko pesen ini, oiya ini
kan barang nya gak ini ni bisa
expired,,gitu contohnya jadi
biasanya
langsung
disambungkan rekanan nya
langsung diretur.
5.
Faktor apa saja
dari faktor SDM
yang
dapat
menghambat
kegiatan
operasional
pengelolaan
logistik obat di
rumah sakit?
Mungkin kurangnya komunikasi
kali, tapi yang pasti si harus
koordinasi si misalkan ada
pegawai yang ingin cuti berarti
harus ada yang gantiin, supaya
pelayanan juga tetap jalan ke
pasien, ya kalau lagi kejadian
tiba2 kosong orang gitu jadi
orang gudang kadang2 diambil,
di bag.penagihan staf nya
diambil, jadi kan proses
penagihan diundur 1 hari,
karena ada staf yang gak masuk.
histori data, jadi data itu pemakaian bulan
kemarin kita prediksikan sampai pemakaian
bulan berjalan dijumlahkan sampai akhir
bulan, lalu kita tambahkan buffer 10-30%
biasanya itu untuk menjaga keterlambatan
pengiriman,itu kan teorinya tuh,tapi
kenyataan apa kenapa meleset, 1)misalkan
ada perubahan pola konsumsi obat ,2) ada
keterlambatan
pengiriman,
3)ada
kekosongan barang ,artinya merusak
polanya,nah kalo itu terjadi biasanya obat itu
yang kita biasanya gunakan tapi ada salah
satu terjadi misalkan kekosongan obat,
akhirnya kan data kita gak punya histori,nah
ketika saya ambil data historinya bulan
kemarin yang ada kekosongan dia gak ikut
datanya, kita kan item nya banyak jadi saya
kan gak bisa liat satu2 ,jadi saya kan pake
metode excel aja itungnya, saya filter data
yang saya butuhkan tapi untuk memperkecil
kesalahan tuh saya pasti koordinasikan
dengan gudang, nah kadang kan ka.gudang
suka nambahin/kurangin,nah nanti terakhir
ke
ka.instalasi,
jadi
ada
filtrasi
berjenjang,saling
melengkapi,nah
dari
ka.instalasi baru UPBJ untuk dijadikan SP
Pengetahuan dan inisiatif ,kalo orang yang
tidak inisiatif,begitu tau obat kosong pasti
dia diem aja, kenapa pengetahuan yaitu
dukungan kalo ada obat yang harus diganti
dia harus tau substitusinya apa, intinya si
inisiatif
ya,
kalo
pengetahuan
ya
berhubungan,kalo inisiatif ya dia kan
mencari kalo dia mencari kan pasti nambah
pengetahuan kan gitu, inisiatif si intinya
menurut saya begitu..
vi
Paling salah pemberian obat paling
ya,kelalaian dalam pemberian obat seperti
obat LASA, jadi rupa nya mirip tapi
dosisnya beda atau ada obat yang tercampur
itu kadang salah pemberian,makanya suka
dipisahin, kalau mencegah salah pemberian
pada obat high alert tuh bakal fatal apabila
salah, tuh kita pisahkan penempatannya.
Kelalaian juga bisa disebabkan kalau banyak
personil yang ga masuk, beban kerja kan jadi
nambah jadi ketelitian seseorang berkurang
jadi lalai. .
ya biasanya pegawai baru yang
kurang pengetahuannya gitu si
..tapi lama kelamaan dia belajar
dari atasannya..
6.
Masalah apa pada
faktor SDM yang
sering
terjadi
dalam
kegiatan
pengelolaan obat
yang
dapat
menyebabkan
terjadinya
stock
out
?
Kapan
masalah terjadi ?
Mengapa masalah
itu
terjadi
?
Bagaimana
masalah
itu
terjadi? Apa yang
dilakukan
untuk
menyelesaikan
masalah tsb?
ya, itu tadi yaa kalau kita kurang
teliti dalam memesan nya
,misalnya di DUPADA tidak
ada tapi untungnya sama orang
gudang
sering
langsung
ketauan, dan akhirnya langsung
bilang ke rekanan dan bisa
untuk langsug dipesan..
tidak si ya..kalo dari kita relatif gak ya, ya
kalo stok obatnya kosong kalo dari sisi data
itu selama ada mutasi pasti ikut ,kecuali data
nya udah saya masukin ke perencanaan ni
misalnya 3000 dengan buffer menjadi
5000,ini tidak datang jadi kan 0 tuh, nah
waktu ambil histori data nya ini jadi gak
ikut,karena data nya kan banyak tuh,
dianggap bulan ini tidak ada pemasukan jadi
tidak ada penggunaan, berarti bulan depan
saya tidak merencanakan dong,nah itu lebih
kesitu, jadi kalo sdm menurut saya si tidak
ada..
1.
Berapa
jumlah
anggaran
yang
disediakan untuk
kegiatan
pengelolaan obat
dirumah sakit ?
atau berapa persen
anggaran
obat
dalam
perincian
anggaran?
kalau itu kan,sebelumnya ada
usulan dari perencanaan, jadi
kita terima jadi si, paling saya
tinggal
koordinasi
si
ke
keuangan minta tolong bu ini
obat ini pasiennya udah sering
dateng tapi distributor ini udah
ke lock gak bisa kirim barang,
kan sering ya pasien dijanjiin
obat,pasiennya udah banyak
bgt,minta tolong yang ini diberi
kebijakan untuk dibayar terlebih
dahulu supaya pasien gak
teriak2, kan kebanyakan pasien
BPJS..
kalo jumlah anggaran si tidak akan pernah
cukup ya, kita memaksimalkan anggaran
yang ada saja, jangan sampai anggaran besar
dibuat untuk anggaran yang tidak perlu,
kalau anggaran nya sedikit ya kita
cukup2kan, tapi udah cukup si tapi ya
seiring waktu ya pasti berkurang karena
pengembangan, konsumsi meningkat, pasien
bertambah pasti berkurang, jadi anggaran
dicukupkan kalau bicara kurang,ya kurang,
bisa jadi tidak efisien disitu hanya
menghabiskan anggaran..Kalau nominalnya
si saya tidak tahu ya. Biasanya keuangan
yang lebih tau, dan bag.perencanaan.
tidak ada si, biasanya dari faktor eksternal
kalau stock out si ..
ya memang pengaruh juga si dari
SDM nya, misalnya dalam
pemesanan obat yang branded
,trus ga ada obatnya,kalau gak tau
pengganti obatnya jadi tar dikira
obatnya kosong padahal ada merk
lain..bisa aja di ganti kan asal
komposisi nya sama, tapi merk
nya
aja
yang
ga
ada..
ketidaktelitian si juga pernah,
salah pengetikan misalnya kita
tidak tau jumlah perkemasan nya
berapa,pernah si kita kelebihan
dan
kekurangan
pemesanan,
soalnya kita kan per satuan kalo
pemesanan..karena
perencanan
kita
pake
histori,lalu
di
komputernya tidak pernah ada
pemakaian/pegeluaran akhirnya
tidak
kita
pesen
padahal
sebenernya obat itu masih
dibutuhkan,gitu..
Dana
vii
ooh, kalau anggaran saya tidak tau...
± 24 M untuk obat
Obat paling besar ya, itu hampir
1/3 dari seluruh anggaran RS ..
2.
3.
4.
Berasal darimana
sumber anggaran
untuk
kegiatan
pengelolaan obat
dirumah sakit?
Apakah terdapat
anggaran khusus
untuk pemesanan
obat secara cito
atau obat yang
mengalami stock
out ?
anggaran BLUD dari rumah
sakit si ya..
ada yang dari BLUD, APBD dan APBN,
bantuan bisa dari program pemerintah,
sebenernya ada nilainya, tapi saya tahunya
nol.
berasal dari dana BLUD, APBD dan donasi.
sumber dana dari BLUD , khusus
obat PTRM, VCT itu dari APBN,
ada juga yang hibah/bantuan
seperti vaksin, obat HIV ..
ada, anggaran nya jadi obat
yang sudah dipesan cito di buat
SPJ nya dulu baru ditagihkan ke
keuangan..
ada, anggaran dan peraturan untuk
pemesanan cito. Iya, jadi obat yang cito
diberikan kuintansinya ke keuangan, baru
dibayarkan.
tidak ada deh, jadi kita pesen aja
nanti baru diganti oleh keuangan
..dulu pernah mengajukan dana
darurat gitu tapi tidak disetujuin
,jadi tidak ada si ..
Faktor apa
dari
faktor dana yang
dapat menghambat
kegiatan
operasional
pengelolaan
logistik obat di
rumah sakit?
ketersediaan anggaran si ,kalau
anggaran nya kurang ya pasti
perencanaan obat juga pasti
otomatis terhambat..
setau saya ada, itu order by phone ,kalo
anggarannya tidak terlalu dimasalahkan
yang penting ada barangnya dulu..untuk
menekan
anggaran
juga
jadi
gak
sembarangan apotik,pasti klo apotik lebih
mahal,tapi kalo diluar apotik yang belum
kerjasama lebih liar lagi harganya.Kalo di
apotik tidak ada juga ,kita hanya bisa
meminta tolong pasien meninggalkan nomor
telp. Jadi bpom membatasi pembeliannya,
jadi kita kosong sekarang,kalo pasien kan
kadang kita nyaranin kalo gak keberatan si
ya silakan beli diluar,dari sisi value kan
murah, cuman kalo mereka ga mau ya gak
salah mereka kan punya hak, kita yang
punya kewajiban,tapi kita kan tetep berusaha
,ada yang marah2 ya ada..
ya ada lah ya, ya dari pembayaran ,penyedia
itu kan bisnis ,ya kalo pembayarannya ga
lancar ya pasti menghambatlah..
misalnya kalau ada hutang, apabila ada
distributor A sudah kirim barang namun
belum dibayar oleh RS, belum dibayar ini
bisa dikarenakan kurang lengkap berkas atau
anggaran habis. Kalau kurang lengkap bisa
dikarenakan distributor A belum melengkapi
administrasi yang harus dilengkapi dari
sebuah distributor untuk mendapatkan
pembayaran dari RS seperti faktur pajak,
npwp, dll. Jadi distributor tsb ke-lock(tidak
bisa mengirim) untuk mengirim barang ke
RSUD. Kalau anggaran habis, ada anggaran
tambahan tapi belum di-acc oleh pemda, jadi
gak bisa dibayar. Distributor jdi tidak bisa
mengirim apabila rs belum bayar karena
ambang hutang rsud ke distributor tsb sudah
tercapai entah nominalnya atau waktunya.
ya anggarannya habis, makanya
pembayarannya
yang
bikin
pengadaan nya terhambat kan
,karena anggarannya belum cair,
awal tahun/akhir tahun anggaran
udah abis..
viii
5.
Masalah apa pada
faktor dana yang
menyebabkan
terjadinya
stock
out
?
kapan
masalah terjadi ?
mengapa masalah
itu
terjadi
?
Bagaimana
masalah
itu
terjadi? Apa yang
dilakukan
untuk
menyelesaikan
masalah tsb?
ya itu tadi si, kurangnya dana
dalam pembayaran ke RSUD,
distributor jadi tidak mengirim
barang
kalau
tidak
ada
pembayaran..
ya cashflownya RS ada atau tidak ,misalkan
ada tapi kalau belum disahkan ,RS punya
dana darimana. Artinya kan pembayaran kita
tidak lancar, artinya kita punya hutang, ya
distributornya tidak mau mengirim ya
karena pembayaran nya tidak terselesaikan,
ya gitu si setau saya.
1.
Apakah
selama
pelaksanaan
kegiatan
pengelolaan obat
yang
dilakukan
sudah mengacu dan
sesuai standar SOP
yang ada? Jika
iya sudah sesuai sih ya, kita kan
pake yang prosedur dari ISO itu
ya, jadi udah dilakuin semua..
sudah sesuai si menurut saya. .
Kalau di faktur itu jatuh tempo misalnya 21
hari, selama 21 hari ini rsud tidak bisa bayar,
langsung distributor tidak bisa mengirim.
Kalau nominal misal apabila sudah
mencapai 100jt hutangnya maka distributor
ke lock untuk mengirim barang.Sampai
sekarang ni ada 2 distributor yang ke-lock
yaitu ada Enseval dan Tiara Kencana karena
belum ada pembayaran.
ya hutang itu si ya, menurut saya ..
Anggarannya terbatas, jatohnya
hutang, jadi dibayar anggaran
tahun berikutnya, ,
ada beberapa distributor yang
fleksibel ya, kayak merk BUMN
dan pemerintah soalnya mereka
kan lebih fleksibel,kalau swasta
atau RS kecil biasanya langsung
di lock tidak bisa ngirim
barangnya..sering,
masalah
pengadaan ya biasanya karena
pembayaran, jadi jatuh tempo
pembayarannya itu melebihi batas
waktu tanggal jatuh temponya
,mereka otomatis me-lock,itu
faktor utamanya si anggaran nya
dan dananya.. hampir rata2 semua
distributor bakal ngelock kalau
tidak dibayar, soalnya kan itu
cash flownya mereka.
Prosedur
Sudah sesuai dengan sop semua kita. .
ix
kalau SOP Pengadaan si menurut
saya sudah, soalnya kalau RS
Pemerintah kan mengacu pada
Peraturan Pengadaan Barang dan Jasa
Pemerintah Perpres no.4 th 2015
yang terbaru, tapi karena RSUD
Bekasi ini BLUD ya jadi ada
fleksibilitasnya, jadi dasarnya itu kita
tidak, Mengapa dan
bagaimana hal itu
dapat terjadi?
2.
Apakah
terdapat
kendala
atau
hambatan
dalam
pelaksanaan
prosedur
persediaan obat ?
tidak ada si , semua lancar
alhamdullilah..
kalau prosedur si ya enggak seperti itu2 aja,
tapi ya mungkin itu realisasi nya si, tapi gak
pernah menghambat si prosedur disini.
karena prosedur itu ada kan untuk
melindungi kita dalam bekerja ya,itu
makanya kita tidak pernah bikin sop yang
muluk2, dan yang ribet. Istilahnya SP kan
tulis apa yang kamu kerjakan, kerjakan apa
yang kamu tulis, kamu yang tulis ,kamu juga
yang menjalankan ,jangan ampe dibikin
repot gitu kan,karena kan kamu yang
mengerjakan juga.
tidak ada, selama ini koordinasi baik dan
lancar. .
3.
Siapa sajakah yang
menetapkan
prosedur kerja tsb ?
kemaren si Ka.instalasi dan
Wa.Ka instalasi, baru disetujui
Direktur..
Ka.
Instalasi
farmasi
disetujui/disahkan oleh Direktur..
4.
Bagaimana
sosialisasi prosedur
pengelolaan obat
kepada SDM ?
jadi, semua prosedur dicopy dan
sebar kepada SDM farmasi
untuk dipelajari dan diterapkan..
kalo untuk farmasi ya Ka.instalasi farmasi,
kalo prosedur yang berhubungan dengan
UPBJ, ya Ka.UPBJ, dengan berkoordinasi
juga dengan bagian terkait,artinya dalam kita
membuat prosedur seperti ini, ka.instalasi
memberitahu ke unit terkait ,biar unit lain
tahu bahwa prosedur kita kayak gini, artinya
biar sinkron kan tidak saling tolak-menolak..
SOP dibagikan dan dipelajari masingmasing, sebenernya prosedur itu kan apa
yang kita kerjakan sehari2 bukan apa yang
ada di awang2..ya walau kegiatan sehari2
terkadang masih ada kesalahan2 kecil yang
dilakukan makanya dilindungi oleh prosedur
ya tujuannya itu, bahwa yang kita kerjakan
itu ya sesuai SOP..
5.
Apakah
ada
prosedur
tentang
kekosongan obat
dan pemesanan cito
Ada, ada SOP nya ko, ada di
gudang farmasi..
langkah-langkahnya : jadi pas
kita memesan di jalur online
Ada ko, pelaksanaanya ya ketika ada
kebutuhan yang cito ya kita bikinkan PO nya
tapi terkadang PO itu nanti, cito itu kan by
phone minta untuk kirim barang dulu PO
x
dan
disosialiasasikan lewat rapat pastinya,
lalu dicopy kan ke sesuai jumlah SDM,
nanti dibagikan dan dipelajari masing2,
nanti kalau ada tambahan dan dirasa
perlu nanti ditambahin ke lampiran. Tapi
kalau sudah disetujui direktur si sudah
tidak ada tambahan, tapi pernah juga
prosedur di rapat in dulu bersama baru
disetujui Direktur.
Ada, dan sudah berjalan sesuai dengan
prosedurnya. .
mengacu pada Kepwal dasarnya
Pengadaannya, ini yang terakhir
Kepwal
445/th
2015
tentang
Pengadaan Barang dan Jasa..
kalau untuk pengadaan obat si
prosedurnya sudah mudah dan
fleksibilitas jadi tidak ada hambatan
berarti, kalau kendala si paling di
pembayaran dan distributor yang
tidak mengirim aja..Formularium RS
belum pernah jalan si, jadi kita
mengacu di Fornas saja, obat2 yang
yang di luar Fornas yang beredar di
RS harusnya dasarnya kan masuk
Formulairum RS, tidak
boleh
perbekalan farmasi di RS itu kalau
tidak ada dasar pengadaannya..
Kalau prosedur pengadaan yang bikin
UPBJ, kalo prosedur perencanaan
nya sesuai masing2 kebutuhan
unitnya,kalo kebutuhan farmasi yang
bikin farmasi..
di UPBJ itu status pegawainya ada 2,
1)
statusnya
sebagai
pejabat
pengadaan, pejabat pengadaan harus
mengetahui
aturan2
terkait
pengadaan, sedangkan 2)pelaksana
administrasi hanya mengerjakan
prosedur yang harus mereka ketahui
itu
tentang
pelaksanan
administrasinya..
Ada, di bag.farmasi ..pemesanannya
dari instalasi farmasi langsung ke
apotik yang sudah kerjasama dengan
RSUD, lalu barang nya dikirim,
6.
di gudang farmasi ?
bagaimana
pelaksanaan
terhadap prosedur
tersebut di gudang
farmasi ?
Faktor apa saja dari
faktor
prosedur
yang
dapat
menghambat
kegiatan
operasional
pengelolaan
logistik obat di
rumah sakit?
tidak datang, jalur offline juga
tdk datang , reguler juga tidak
datang, jadi akhirnya kita cito
ke apotek..
tidak ada si, prosedur disini
sudah sesuai dengan standar jadi
penerapannya
juga
memudahkan petugas..
nya nanti,pas barang dateng baru kita kasih
POnya atau terkadang saat mereka minta
tagihan baru dia minta PO nya. Yang
penting kan kesepakatan dengan kitanya dan
pertanggung jawabannya artinya ketika kita
pesen sesuai dengan PO.
tidak ada si ..
Kosong stok dari rekanan si biasanya ..
kalau dari prosedur si , tidak ada ya.
.prosedur disini sudah memudahkan sih
7.
Masalah apa pada
faktor
prosedur
yang
menyebabkan
terjadinya stock
out ?
tidak ada si kayaknya ya..
tidak ada si , prosedur kita ringkas ko, gak
aneh2 ...
8. 1.
Apakah
ada
kebijakan strategis
tertentu
yang
mengatur
pengelolaan
persediaan obat di
gudang farmasi ?
jika ada, kebijakan
yang pasti si BPJS nya aja suruh
tepat waktu dalam melakukan
pembayaran, dari tagihan bulan
September loh 7bulan, padahal
tagihannya udah dibuat untuk
obat
kronis,jadi
tinggal
dibayarkan,
tapi
sampai
sekarang tidak dibayarkan, nah
setau saya SK itu ada si ya, tapi Ka.instalasi
yang tau. .
barangnya langsung dibayar, lalu
kita buatkan tagihannya, dikerjakan
oleh pelaksanan administrasi di UPBJ
untuk
mengganti
membayarkan
penagihan yang cito..
kalau prosedur pengadaan si di
administrasinya, kalau di swasta itu
kalau pengadaan kan gak mau ribet
ya, kalau RS.pemerintah itu kan
harus ada proses administrasinya
yang panjang.. kalau swasta kita
tinggal milih barang nya lalu nego
harga
,kemudian
dibayarkan..biasanya penyedia juga
gak mau ribet dan agak males untuk
kerjasama dgn RSUD dengan
masalah
administrasi
di
RS.pemerintah yang panjang..untuk
pembayarannya jadi lama, dengan
administrasi
yang
lama,
pembayarannya juga belum tentu
tepat waktu ..
ya itu si prosedur administrasi nya
yang panjang..
Kebijakan
xi
Ada kebijakan rumah sakit terkait
pengelolaan sediaan farmasi, trus ada
juga SOP. SK Pengelolaan farmasi tahun
2013.
tidak ada si ..
apa
saja
?
bagaimana
kebijakan tersebut
diterapkan?
untuk distributor yang online
dan besar masih mau untuk
mengirim barang walau belum
dibayar,kalo yg offline juga
walau kehalang omset dia masih
tetap
buka
aja,jadi
kita
manfaatkan sebaik2nya..
tidak ada si yaa..
9. 2.
Faktor apa saja
dari
kebijakan
yang
dapat
menghambat
kegiatan
operasional
logistik obat ?
10.3.
Masalah apa pada
kebijakan
yang
menyebabkan
terjadinya
stock
out ?
tidak ada si yaa..
ya ada, ya contohnya masalah ketersediaan
barang, pasien meningkat tapi ketersediaan
barang nya kurang, contohnya BPJS di ecatalog obat ini belinya di ini kan, yang
harganya murah tapi nyatanya kan tidak
sanggup menyediakan barang yang ada,
artinya ada ketidaksesuaian dengan rencana
dengan realisasinya ada yang kayak gitu atau
pengirimannya lambat.
11.1.
Ada berapa jumlah
distributor
di
RSUD Bekasi ?
apakah
ada
datanya
?
Bagaimana
pertimbangan
dalam pemilihan
distributor?
kalau jumlahnya saya kurang
update ya mba..data nya ada ko
digudang..
kurang lebih 20an penyedia lah..
pemilihannya yang pertama ya Harga, yang
kedua kualitas barang, yang ketiga service
artinya barang cepat datang , pada saat
komplain kita cepat penanganan ..
kayaknya gak ada si, kebijakan itu kan untuk
mempermudah pelayanan kan ,kebijakan
sering kali kan bisa mencakup prosedur
tidak ada, kalau untuk kebijakan nasional
, ada peraturan bpom yang membatasi
pembelian obat-obat keras ttt dari apotik
walaupun untuk rs pemerintah seperti
misalnya ada obat untuk poli jiwa yang
narkotik itu dibatasi pengirimannya
karena ada suatu kasus waktu itu obatnya
tersebar luas, jadi kita belum terima lagi
obatnya padahal udah kosong dan
banyak dibutuhin sekarang..
ya, itu si ya dari kebijakan nasional aja..
tidak ada si ..
ada sekitar 10 distributor utama.. ada
beberapa obat yang harus distributor
tunggal,, yg kedua apabila ada produk
obat yang sama biasanya generik kita
pilih yang harga nya lebih murah.
Setelah kita compare harga mana yang
lebih murah kemudian yang ketiga kita
lihat kemudahan pengiriman, terus
pelayanan purna jual, artinya misalkan
ada barang kita yang expired ada barang
kita yang rusak kita bisa lakukan retur,
distributor obat dan BHP itu kurang
lebih 53 sudah termasuk subdis dan
lab dan radiologi ..
apotik yang kerjasama ada 2 si ..
itu mereka pertama harus distributor
utama, kedua masalah harga, harga
barang, dan izin itu harus memenuhi
izin.. itu saya ambil distributor utama
dulu, kalau tidak ada ke dis. lain
,kalau tidak ada baru ke sub-dis.. kalo
harga itu bisa di negoisasi lah,,
tidak ada si yaa..
Distributor
pemilihan dstributor semenjak
ada e-catalogue jadi kacau ,
maksudnya kacau dalam arti
kata entah itu obat punya
distributor siapa itu bisa dateng,
,bukan kacau juga si jadi lebih
banyak distributor yang kesini
xii
12.2.
Bagaimana proses
distributor/PBF
dalam
mendapatkan izin
dirumah sakit ?
13.3.
Faktor apa saja
dari
distributor
yang
dapat
menghambat
kegiatan
operasional
logistik obat ?
karena ada e-catalogue itu jadi
otomatis
distributor
telah
memenuhi standar di inginkan
oleh user yaitu pihak N-user
(yang langsung bersentuhan
dengan
barang
yang
digunakan)misalnya contohnya
disposible ada yang kurang
tajam tapi kalau dia udah masuk
e-catalogue kan mau gak mau
kan walaupun kita gak kenal dia
ya..akhirnya semua lewat epurchasing kadang N-user nya
kalau gak bersedia pakai dan
produknya jelek kasihan nusernya kan ,memang si
harganya murah tapi kualitas
nya juga gak begitu bagus
kalo distributor persyaratannya
saya ga tau ya, yang pasti dari
pengalaman si yang baik dan
bisa terus mengirim tnpa ada
hambatan,kalo yang lain si
legowo aja, kalo ada yg bisa
kirim ya langsung kirim ..
aku gak tau , yang pasti itu bisa
jadi yang kata mas andy bilang
menentukan akhir SP itu
seminggu katanya si dari
distributornya , ya kalo cuman
7hari tujuan si baik si kalo dis
tidak bisa kirim kita langsung
bisa cari dis lain, lebih awal.
mudah gitu. Karena ada beberapa
distributor yang sistem pembelian nya
putus gitu, artinya kalau udah dibeli mau
rusak kek, mau kurang kek, dia gak mau
peduli, itu sistem beli putus namanya.
Yang kita harapkan adalah distributor
yang bisa memberikan purna jual..
ya cukup ini aja company profile, dan kartu
penawaran.
ke UPBJ itu mah nanyanya ...
jadi mereka daftar ,menyiapkan
dokumen kelengkapan perusahaan,
dan harus sesuai dengan standar
persyaratan penyedia ..
ya service tadi ,keterlambatan pengiriman
barang kekosongan stok, ketidaksesuaian
barang dengan yang diminta, kadang kan
orang gitu ,kadang kita pesen merk A nya
yang dikirimnya bukannya merk A, atau
merk A kemasannya rusak,ada yang berdalih
kan murah pak yang kayak gitu ada,yang
penting kan ada barang nya pak yang gitu
ada. Jadi kalo gak jeli ya kayak gitu,,jadi
saat dibutuhkan obatnya kosong karena
terlambat datang
kosong gudang distributor , barang nya
ada tapi masih dipusat belum bisa
dikirim, misalnya pusatnya jakarta, nah
disini kan ada cabang2 nya tuh, trus yang
kedua itu kenaikan harga misalnya kita
pesen ni,kita masih ikutin harga kemarin,
ternyata dia ada perubahan harga, dia
akan menunda pengiriman dulu sampai
deal harga nya pas sama kita perubahan
harganya , gitu... bisa 3-4x itu kenaikan
harga dalam 1tahun. . yaa itu sih tadi
yaa, dia harus dapat operan dari cabang
lain, nah itu kan butuh waktu , trus harga
baru, udah itu aja ..
paling kalau distributor itu , paling
barang kosong..selain tidak dikirim
karena di lock ya.. jadi kita alihkan
ke distributor lain akhirnya ..
xiii
14.4.
Masalah apa pada
distributor
yang
menyebabkan
terjadinya
stock
out ? mengapa
masalah itu terjadi
?
Bagaimana
masalah
itu
terjadi? Apa yang
dilakukan untuk
menyelesaikan
masalah tsb?
obat ditarik dari peredaran,
distributornya di audit BPOM,
perpanjangan kredit misalnya
selama 6bulan kan distributor
tidak dibayar..
15.
Bagaimana
apabila distributor
terlambat dalam
mendistribusikan
obat ? Apakah ada
denda/pemutusan
kontrak
bagi
distributor?
Apakah ada biaya
tambahan
yang
dikeluarkan
apabila
ada
keterlambatan?
seharusnya ada tuh, kan di
perpres no. 4 th 2015 ttg
pengadaan barang dan jasa
,kalau tidak mengirim barang
harusnya bisa tuh ada denda
500% dari nilai omset, banyak
yang
kayak
gitu,bilangnya
dateng,pesen di e-catalogue
udah, harganya memang murah
,tapi ga dateng ,pesan offline ga
ada juga stok nya,akhirnya cito,
kan bisa berapa kali lipat
mahalnya
kan..ya
biaya
tambahan misalnya pasien jadi
bolak balik mengecek obat, ada
beberapa operasi yang tertunda
kalau
tidak
koordinasi
sebelumnya loh ketika kita
pesen kassa di e-catalog gak
dateng2, ketika mau pesen yang
manual dia udah gak nyiapin
kassa lagi karena tidak ada
orderan kan dari RS,jadi
akhirnya cito juga ke apotik..
1.
ya keterlambatan , keterlambatan gitu kan
merusak pola konsumsi saya,saya sudah
bikin pemesanann tgal 30, harapannya tgal
1-2 udah dateng karena pasien udah butuh,
begitu terlambat kirim tanpa pemberitahuan
lagi ,aplg udah gak kirim ga ngasih tau lagi,
ngasih tau telat, sudah kosong pak, wah itu
gimana coba sedangkan pasien udah butuh..
ada 1-2 lah distributor yang kayak gitu..tapi
1 aja kan bikin nyelekit gitu karena merusak
yang lain, merusak ketenangan bekerja juga
,ya pemecahannya pada akhirnya kita
mencari penyedia lain, dan kita beri catetan
ke penyedia yang tadi, jadi warninglah
ternyata pelayanan dia kurang baik lah.
kalo denda bukan kewenangan saya si yaa,
ya sejauh ini saya cuman cukup tau, jadi
milih2 lagi, dan berpikir ulang kalo ke
penyedia yang begitu. Tidak ada perjanjian
si, ya itu sebelumnya memang harus
diketahui kedua belah pihak, apabila dia
mau kerja lama dengan kita ya pasti dia
tidak ingin hit and run gitu kan, mereka
tidak berusaha menjaga hubungan untuk
kerjasama yang baik, saling membutuhkan
saja sebenernya ..
xiv
ga ada sih yaa, ya itu tadi karena kosong
di gudang distributor jadi mereka
terlambat dalam pengiriman ke rs, karena
kita butuh, yaa tetap kita harus
nunggu,ya
itu
kan
artinya
keterlambatan,tapi dia ga dapet denda
atau apa, jadi kita yang harus nunggu.
Tidak ada biaya yang keluar selama
distributor
terlambat
melakukan
pengiriman.
kekosongan dari stok distributornya
si ..
tidak si ya kayaknya, kurang tau juga
saya kalo itu ..
tidak ada si .. tapi biasanya produk2
dari e-catalog ada ketentuannya , tapi
gak kita jalankan si, biasanya
produk2 dari e-catalog ada yang
memberlakukan itu, kalau tidak bisa
memenuhi kebutuhan barang itu
bakal di black list..
tidak ada biaya tambahan si ..
Perencanaan Persediaan
16.1.
Bagaimana proses
perencanaan
persediaan
dan
penentuan
kebutuhan obat di
instalasi farmasi ?
metode apa yang
digunakan dalam
perencanaan
?
apakah
ada
metode
khusus
dlm menentukan
jumlah pemesanan
? Siapa saja yang
terlibat
dalam
penentuan
kebutuhan?
Bikin Dupada dulu kan lewat
gudang
farmasi
,pake
metodenya metode perencanaan
yang ada, metode konsumsi
,metode just in time untuk obatobat yang sangat mahal ketika
ada kebutuhan baru dipesen,
sama pola penyakit paling..
tidak ada metode khusus si,
paling kalau misalnya ada
perubahan jenis obat misalnya
mau make obat ttt kita rapatin
aja dengan instalasi terkait
supaya pas perencanaan bisa
diajukan..
dengan metode mengambil histori data
,berdasarkan data pemakaian bulan berjalan
kemudian saya prediksikan sampai akhir
bulan, kita ambil data tgal 20 tapi kalo ambil
sebulan hingga tgal 30 kan berarti 3/2
nya,angka mutasi dikalikan 3/2 lalu
ditambahkan
buffer
30%,itu
untuk
mengantisipasi ada nya lonjakan perubahan,
harapannya kan barang dateng persis tgal 12 kan, ternyata dia dateng tidak tanggal 1
misalkan ,misalkan dateng tgal 10, barang
sudah habis tgal 3, nah sampe tgal 20 itu kan
ada konsumsi kan, otomatis konsumsi
kurang kan, itu kenapa merusak pola
perencanaan ..metode khusus, paling untuk
obat baru ada rekomendasi khusus dari
(user) dokter..
yaa dari depo-depo yang
mengusulkan pemesanan ke
gudang dengan melihat record
konsumsi obat sebelumnya,
merekomendasi ni dokter ini
suka pake obat ini tolong
dipesankan ya mba,gitu..
xv
jadi, kita lihat stok akhir bulan gudang,
kita lihat mutasi sebulan untuk obat itu
berapa, nah nanti ditambah sama buffer
stock, contoh Paracetamol tablet stok
akhir nya 1000 , lalu mutasi keluar 3000,
berarti 3000-1000 = 2000, 2000 + buffer
stock , kalau kita biasa pake 20-30% dari
mutasi akhir. Metodenya pake metode
konsumsi,,
Kalau metode khusus, paling untuk obatobat yang donasi itu kan kita gak pakai
konsumsi, jadi kita lihat kalau stok habis
baru kita minta ke dinas,kalau untuk
obat-obat life saving obat2 yang wajib
ada itu,kadang konsumsi sedikit, tapi kita
untuk mencapai buffer stock itu kita
penuhin aja sesuai buffer stock itu. Jadi
misalkan untuk obat life saving walaupun
ada dan tidak ada kasus kita harus tetap
punya buffer stock untuk itu, harus
tersedia. Karena obat wajib dirumah
sakit itu, tapi kalau buffer stock nya
masih mencukupi berarti kita gak pesan.
.Dan ada juga memo dari dokter, jadi
gini misalkan ada obat baru, kan
harusnya masuk KFT dahulu untuk
masuk formularium rumah sakit baru
dipesan,
nah
kalau
dikita
kan
formularium RS nya gak terlalu jalan
jadi kalau ada obat baru si dokter ini
memberikan memo kepada Ka. Instalasi
untuk menyediakan obat-obatan tsb,
karena obat2 tsb ada pasiennya gitu, nah
nanti ka.instalasi nya akan menambahkan
obat tsb dalam daftar pengadaan,
walaupun belum ada konsumsi pada
bulan sebelumnya..
biasanya si dari pola konsumsi dari
bulan sebelumnya aja,lalu ditambahin
30% dari jumlah yang dipesan..dari
komputernya
aja
si
lihat
stoknya..yang terlibat itu biasanya
usernya dan dari unit pelayanannya
misalnya dari depo farmasi ada
permintaan, dari ruangan juga
mengajukan mereka butuhnya berapa
baru diajukan ke bag.perencanaan di
instalasi farmasi..itu datanya udah
real, sementara kalau petugas
perencana hanya melihat stok data
komputer sementara data di komputer
itu tidak mencerminkan kebutuhan
sebenarnya
untuk
membuat
perencanaan..
17.2.
Apa saja hal-hal
yang
harus
dipertimbangkan
ketika membuat
perencanaan
kebutuhan obat di
gudang farmasi ?
Berapa lead time
dari
waktu
pemesanan obat
sampai
obat
datang di gudang
farmasi ?
kondisi
penyimpanan
si,
kapasitasnya
dalam
penyimpanan gitu, dan sisa
stock paling..
pertimbangan ya itu kemampuan penyedia
untuk menyediakan, yang kedua spesifikasi
barang yang jadi pertimbangan, yang ketiga
ketepatan barang datang,seperti itu. .
biasanya si SP berlaku 7-10
hari, kalo sampai barang datang
si 3-7 hari lah, kalo lebih dari 710 hari kan baru SP nya diganti
lagi..
kalo dari pemesanan hingga obat datang itu
biasanya , 2-3 hari si paling ..
19.4.
Berapa biaya yang
harus dikeluarkan
dalam melakukan
pemesanan
?
Kapan
jadwal
pembelian
atau
pemesanan obat
dilakukan
di
gudang farmasi ?
kalau yang online iya di telefon,
ngprint juga , sekarang 50%50% si ..
kalau itu si gak dihitung, kalo telepon si
jarang ya, kebanyakan rekanan yang kesini
untuk ambil SP nya, kalo mereka yang ambil
sendiri kan mereka yang aktif kalo minta
tambah ini, atau kurang ini..jadwal si
biasanya saya pesan di akhir bulan, setiap
sebulan sekali..kalo ada cito ya dipesan by
phone..
20.5.
kendala apa saja
yang
dapat
menghambat
proses
Yang pasti ketika bulan Juli
misalkan ada obat yang tidak
datang
,pas
mau
bikin
perencanaan itu kalau kita ambil
kekhawatiran perencanaan tidak sesuai
dengan realisasi, direncanakan tidak dikirim,
pasien udah teriak-teriak, lalu ada negoisasi ,
lalu distribusi tidak konfirmasi mau kirim
18.3.
xvi
saldo yang tersisa, anggaran, dan
ketersediaan tempat penyimpanan, kalau
pesannya banyak2 banget kan tempatnya
harus di perhatikan ,muat atau gak..Sama
riwayat konsumsi obat ,kalau riwayat
kemaren konsumsinya sedikit,masa iya
kita pesen nya banyak.
biasanya kita kasih SP itu diakhir bulan
nanti dia biasanya kita kasih waktu 2
minggu pertama, nanti 2 minggu dia gak
dateng2 nanti kita alih in, kalau
distributor besar otomatis dia kirim 2-3
hari. Biasanya kalau 2minggu itu waktu
terakhir ya, masih ada yang 2minggu
karena biasanya disananya kosong..
biaya pemesanan = oooh, ga ada diitung ,
biasanya rekanan yang dateng untuk
ambil SP , tapi biasanya juga kita telepon
atau sms, pak nih ada SP, bpak ambil ya,
gitu.. pemesanan obat sebulan sekali
setiap akhir bulan, kecuali cito yaa..
kendala, kan gini kita pakai sistem
komputer, jadi kita lihat tuh riwayat
pengeluaran obat kemaren2 kan berapa,
kalau obat itu bulan kemaren tidak
lama
pengiriman,
ketersediaan
barang, dan
pengiriman dari
distributornya..kalau kita udah bikin
perencanaan tapi distributornya tidak
bisa mengirim ya percuma..
kalau sampai obat dateng si 3 hari lah
paling lama ..
tidak ada si..biasanya si mereka
langsung dateng si distributornya..
kalau gudang untuk memesan obat si
cuman pake telepon, kertas dan tinta
printer doang paling.. kira2 3menit an
aja si, gak lama, kalo ada pesanan
saja, kalau kertas si untuk SP kira2
ada 2 lembar dengan Dupada.. Kalau
tinta printer sebulan belum abis, bisa
2 bulanan baru abis ..” setiap akhir
bulan atau sesuai kebutuhannya ,jadi
kalau ada kebutuhannya tapi barang
habis, bisa langsung dipesan,, gak
perlu nunggu akhir bulan, karena
obatnya sering disubtitusi kan..itu
secara sistem ga terdeteksi kan kalau
mau liat realnya kan kita harus liat
lembar resepnya kan, apa si yang
dibutuhkan oleh pasien..karena secara
sistem tu tidak terdeteksi kan
masalah stok yang tidak terbaca aja
si, jadi obat yang sebenarnya
dibutuhin tapi tidak ikut dipesan
karena obat tersebut tidak ada
perencanaan obat
di gudang?
21.
Masalah apa pada
fungsi
perencanaan yang
menyebabkan
terjadinya
stock
out
?
kapan
masalah itu terjadi
?
mengapa
masalah itu terjadi
?
Bagaimana
mengatasinya?
22.
Bagaimana proses
pengadaan
dilakukan
?
metode apa yang
digunakan dalam
pengadaan?
sumber datanya cuman bulan
Juli bisa tidak terbawa item itu
,tidak terpesan lagi, karena
kosong di bulan Juli, nah
kendalanya itu jadi kita harus
ambil data paling lama 6 bulan
lah, supaya yang udah tidak
datang lama itu bisa tetap
kebawa datanya ,pake rata-rata
data penggunaan 6 bulan
konsumsi, sambil ditanyain ke
user nya apa masih update atau
tidak itemnya
tidak ada si .. yang pasti si
sekarang kan udah dibuka pintu
,Dupada itu gak harus sebulan,
kalo ada obat yang kosong dan
butuh yaudah pesen, iya sekrang
sudah tidak sebulan sekali, yah
sudah dari 2 bulan yang lalu
lah.. Sejak susah banget ecatalog gak ada yang dateng.
atau tidak..
datang, kan nol mutasinya padahal kita
butuh, tapi karena bulan kemarin tidak
datang jadinya gak ada riwayat, nah jadi
kelewat tidak dipesan..jadi kelewat tidak
dipesan, jadi sadar2 nya, di 10 hari
pertama , nah nanti disusulin itu bisa, gak
begitu sering hanya untuk obat2 yang
kosong stok nasional aja..
konsumsi di bulan sebelumnya..
ketidaksesuaian dengan perencanaan ,ketika
perencanaan kita A, akhirnya pasiennya
membludak ya stok kita kan akhirnya
kosong, habis..
Kalau fast moving kita biasanya memang
pesan banyak,biasanya obat generik,
kalau yang slow moving paling kita
pesennya gak terlalu banyak,masalah
pada perencanaan juga misalnya bulan
kemaren tidak ada kasus, kita ga pesen
akhirnya, nah tapi bulan ini ada kasus,
biasanya suka terjadi seperti itu biasanya
untuk penyakit yang polanya
tidak
menentu, akhirnya kita pesen saat cito ke
distributor sesuai kebutuhannya aja..kita
gak pernah dapet ini malah barang kita
sempat expired nih, karena jarang ada
kasus , eh tiba2 ada kasus akhirnya kan
stok kita kosong kan, nah akhirnya kita
cito
jumlahnya, kemudian item barang
tidak teridentifikasi , kemudian
karena pengirimannya ,
Yaa metodenya sesuai dengan
Perpres no.4 dan perpres no.70
th 2012 tentang Pengadaan
Barang dan Jasa.
sekarang si kita karena ada e-catalog ,kita
pake e-catalog yang jelas, yang kedua juga
ada yang lelang, yang ketiga juga ada
dengan penunjukkan langsung/pembelian
langsung,, karena sekarang si lebih enak
dengan e-catalog lewat online, harga juga
udah sesuai, ga perlu repot2 negoisasi
Pengadaan Persediaan
xvii
pembelian langsung, tender/lelang dan ecatalogue /e-purchasing lewat online dan
website lkpp, untuk obat, alkes, bhp dan
vaksin. Sekarang sudah ada amanah dari
UU/permenkes itu kita sudah wajib
purchasing kalau ada barang nya di ecatalogue wajib lewat itu, paling sering
obat si yang dipesan.
kalo di bagian farmasi si pake metode
penunjukkan langsung, jadi gini
metode pengadaan itu kan ada
penunjukkan
langsung,
ada
pengadaan langsung dan ada lelang
ya..kalo obat tidak pakai pengadaan
langsung pakainya penunjukkan
langsung ...
23.
Apa saja yang halhal yang harus
diperhatikan
dalam
kegiatan
pengadaan obat?
kepastian kapan dia mau kirim
barangnya, ketika kita buat SP
itu jadi ada kepastian, kapan
kebutuhan yang akan kita
butuhkan itu akan dikirim. .
kesesuaian spekifikasi ya, yang diinginkan,
jadi pada saat mengadakan barang itu yang
harus
diperhatikan
adalah
kejelasan
spek.yang diinginkan,dari bag.pengadaan
harus mencantumkan dengan jelas yang
diinginkan..pernah
kejadian
sudah
dicantumkan spek nya yang jelas tapi ada
juga yg lolos dari pemeriksa, jadi harus
dikasih tau juga pemeriksanya,kalau harus
sesuai dengan isi dokumennya,baru boleh
terima
kalo dari internal si ketersediaan anggaran ,
kalo dari eksternal si ya itu kecepatan
pengiriman..
24.
Kendala apa yang
ditemui
dalam
kegiatan
pengadaan ?
saya tidak tahu si yaa, bag.upbj
si itu yang tau..
25.
Faktor apa saja
yang
dapat
menghambat
proses pengadaan
obat di gudang?
oh, kalau itu tanya saja ke UPBJ
..
yang lebih tau bagian UPBJ si yaa, paling
pas pengadaan tuh sistem online nya yang
kadang error si ..
26.
Masalah apa pada
fungsi pengadaan
yang
menyebabkan
terjadinya
stock
out
?
kapan
masalah itu terjadi
?
mengapa
masalah itu terjadi
tidak si ya kayaknya.. udah lama
ga ngecek pengadaan si ya..
kalau apabila SP telat si gak masalah ya,
mereka masih bisa ngirim lalu SP nya
menyusul..
kalau kita melakukan pemesanan dengan ecatalogue pada pagi/siang hari servernya tuh
pasti sering error dan sibuk banget, jadi
biasanya kita melakukan pemesanan di
malam hari..
xviii
Pemilihan distributor , harga , dan
kualitas.
ya harga, kualitas dalam speksifikasi,
walau barangnya sama bisa aja
spek.nya berbeda kan, kualitas nya
berbeda nanti harganya juga berbeda
kan dalam pengadaan..
kendala yang ditemui yaitu habis
anggaran si, jadi balik lagi si kosong stok
lagi, rantai gitu kan ya, kalau jadi
masalah di perencanaan, jadi masalah
juga di pengadaan
terkadang
si
ada
keterlambatan
pembuatan SP dari UPBJ, terus barang
dipesan tidak dapat diantar oleh
distributor.
lebih banyak si dalam masalah dana
dan prosedur administrasinya yang
panjang aja si..
salah split, misalnya obat A yang
harusnya dipesan ke distributor B, dibuat
SP nya ke distributor C, nah dis.C tidak
melakukan konfirmasi bahwa obat tsb
tidak ada, ini salah pesan distributor,
pernah itu kejadian kayak gitu akhirnya
stok out..jadi RS itu nunggu2 padahal
obatnya gak bakal dikirim,itu terakhir
beberapa bulan yang lalu lah kejadian
distributor yang ditunjuk tidak
sanggup memenuhi karena barang
nya kosong, barang nya kebutuhan
nya indent (ada yang harus nunggu
dulu), jadi stoknya kosong,
kalau kosong semua ya kita alternatif
ke obat merk lain, biasanya dari
dokternya obat apa yang bisa jadi
pengganti, kalau memang kosong..
kan ada stok kosong nasional
,biasanya yang banyak kosong itu
generik tapi karena stok paten nya
juga sedikit ,kan terbatas, paten juga
tidak sebanyak produksi generik kan..
kesalahan distributor si pernah, jadi
salah pemesanan yang harusnya
dipesan ke dis.A ternyata dia udah
lama gak ada barangnya,kosong, tapi
dia gak konfirmasi, jadi gak ketauan
sama kita, akhirnya karena gak
dateng2 baru ketauan ,baru ganti
distrbutor ..
?
Bagaimana
mengatasinya?
kayak
gitu,jadi
kita
nungguin
barangnya,gudang nungguin,user lebih
nungguin lagi kan, ternyata gak dateng2,
lalu kita tanya ke UPBJ, ini pesan
kemana ya, kesini, ooh salah distributor
ini mah gak punya barang, jadi akhirnya
diperbaiki sih atau kalau gak barang nya
gak dateng sama sekali..UPBJ nya
langsung lebih proaktif lagi, untuk
meminta,kan klo distributornya gak
ngasih kabar kan kita yang nanya
akhirnya, lebih proaktif gitu..Kalau sama
sekali tidak dikirim kita harus cari
distributor lain, biasanya di pertengahan
bulan.
Pengawasan Persediaan
27.1.
Bagaimana proses
pengawasan obat
dilakukan
digudang?
2.
28.
Siapa
yang
berwenang dalam
melaksanakan
kegiatan
pengawasan
?
Berapa
kali
kalau kita si di gudang tiap
bulan pemeriksaan ngelihat ED
nya, stok stagnasi nya berapa
banyak, stagnasi di atas 1 bulan,
3 bulan, dan 6 bulan. Barang2
ED di lokalisir ,ntar kalo udah
mau ED kan tinggal kasih tau
usernya..
Pengawasan yang saya tau si, disimpan di
tempat tertutup ya, ada kuncinya, trus ada
pemilahan mana obat yang mahal masuk
brankas, ditata sesuai alfabetis, ada kartu
stoknya, itu sii..
Kepala Gudang si ..
Kepala Gudang si, kalo di Depo si Kepala
Depo.. tapi semua tetap bertanggung jawab
ke Ka.Instalasi ..
Setiap hari si,ya yang dilakukan si apabila
tidak ada orang ya harus terkunci..
sebulan
opname
sekali
untuk
stock
xix
ya paling dengan pencatatan yang teratur di kartu stok, setiap
ambil atau menyimpan barang selalu harus ditulis dikartu stok
untuk menghindari barang hilang. .Kalau kehilangan si gak
pernah kejadian, kalau expired kita si selalu tiap awal tahun
itu kita inventaris seluruh obat di gudang farmasi yang
expirednya tahun berjalan, nanti dipisahkan, nanti diberi tanda
untuk didahulukan pemberian nya ke depo, nah kalau bulan ed
nya udah masuk kita tarik semua dari depo nanti kita laporkan
barang expired nah ada beberapa dis. yang bisa retur tapi
kalau sistem distributor yang pembelian putus, langsung kita
musnahkan semua. Biasanya kita info dulu ke dis nya kalau
pelayanan purna jualnya aktif kita gak banyak rugi tapi kalau
sistem beli putus contoh ke sub-dis, apotik itu sistem beli
putus semua., gak bisa diretur..Kalau distributor2 besar si
kebanyakan purna jual , nah kalo sub-dis kebanyakan sistem
beli putus..
Yang berwenang itu ka.instalasi, nanti ka.gudang melaporkan
stoknya dan bertanggung jawab ke ka.instalasi..


kegiatan
pengawasan
dilakukan
di
gudang farmasi ?
29.3. Faktor apa saja
dapat
menghambat
kegiatan
pengawasan
logistik obat ?
30.4.
Masalah apa pada
fungsi
pengawasan yang
menyebabkan
terjadinya stock
out
?
kapan
masalah itu terjadi
?
mengapa
masalah itu terjadi
?
1. Bagaimana
saja
31.
cara pengendalian
obat yang dilakukan
untuk
menjaga
ketersediaan obat di
gudang
farmasi?
ya itu kalo SDM , kalo SDM
nya ada yang begitu kan, ga
tanggung jawab/amanah , ya itu
kan repot..
gudang nanti akan rekonsiliasi
ya
ma
pelayanan,,
kalo
digudang si ga pernah hilang,
paling penyebab cuman salah
kirim biasanya, yang minta depo
A dikirimnya ke depo B, gitu,
nanti tinggal dilurusin yaudah
diambil dari B dikirim ke depo
A.
pada saat stock opname, pernah
barang nya ada yang murah eh
ga taunya ED nya dibawah 1
tahun, jdi udah kadaluarsa
semua, padahal barang ecatalog itu, langsung yang ED
langsung minta diretur ke
distributornya..
selisih barang si, kalo ilang si tidak pernah
ya, soalnya kalo barang datang kan selalu
diperiksa sebelum masuk gudang..
kalo selisih tuh gini, karena ada kemasan
yang tidak benar ,kita biasa kemasan itu kan
genap, seperti 50,100,jadi pas pengeluaran
ketika ada permintaan 200 kita keluarkan per
kemasan 200, yang jadi permasalahan
apabila kemasannya ganjil, ya paling salah
di input aja si,kalo biasanya 200,ga tau nya
240 isi tabletnya,nah pas stock opname baru
ketauan, oh ini jadi kurang input 40, jadi
selisih, nah kalo kayak gitu,ya dikejar
datanya,jadi kesalahannya bisa karena
kurang
data
atau
kurang
ngasih
barang,gitu..tinggal disinkronkan aja,itu
dilakukan pas stock opname ..
biasanya karena ilangnya ketuker, atau
tertinggal atau terbawa dalam proses
kegiatan.. bukan hilang karena maling yaa..
paling stock opname, nanyain ke depo2,
paling di hemodialisa si ,itu kan jauh, tapi
kata UPBJ si item hemodialisa si bukan
tanggung jawab dan kapasitas farmasi lagi
kan, ya jadi gak kekontrol, tapi ya karena
identik dengan farmasi jadi dikira tanggung
Pengawasan itu lewat stock opname yaah, yaa paling sebulan
sekali lah evaluasi paling cek stock yang ED, bersamaan
dengan stock opname..
Menghambat yaitu penyimpanan nya kurang beraturan
misalnya kayak BHP2 yang volumenya kecil itu kadang
keselip2 , nah itu kita agak susah..

Ketidak sesuaian stok komputer dengan stok fisik , misal kan
stok komputernya lebih banyak, ternyata komputernya error
misalkan fisik nya udah ga ada pas dicari2 ga nemu barangnya
ga taunya udah barangnya stock out.

Pengendalian Persediaan
yang paling penting si harus menjaga
kesesuaian antara data di stok komputer dengan
data fisik, bagaimana menjaganya ya pada saat
barang datang dan barang keluar itu harus sesuai
jadi stok tuh update yang di komputer, jadi pada
saat obat kosong bisa kita koreksi, intinya si
xx
Kalau udah kosong digudang berarti di depo
masih ada, kalau udah kosong digudang kita
langsung melakukan usulan perencanaan,
selama nunggu dateng nah kita bisa
memanfaatkan stock yang didepo2, gitu.
Tidak ada metode khusus si dalam

Apakah ada metode
khusus
dalam
pengendalian obat ?
2. Siapa bertanggung
32.
jawab dlm stock
opname ? Kapan
saja pelaksanaan ?
Bagaimana proses ?
3. Bagaimana dengan
33.
pelayanan kepada
pasien
apabila
terdapat
kekosongan obat?
4. kendala apa saja
34.
yang
dapat
menghambat proses
pengendalian obat
di gudang?
5. Masalah apa pada
35.
pengendalian yang
menyebabkan
terjadinya stock out
?
jawab farmasi. Nah ketika ada barang
hemodialisa berlebih ampe berantakan ke
luar gudang jadi ya kalo ada apa2 org diluar
sanah kan tau nya itu dibawah farmasi, ini
lalai ni,gitu kan..Kalo dia bilg karena SP, ya
kita perbaiki SP nya dibuat jgn sekaligus
memesannya disesuaikan dengan kondisi
penyimpanan.
Ka. Gudang si ya..
seperti itu si..kalau metode khusus yaa tidak ada
si, pengendalian lewat stock opname saja
pengendalian obat digudang...
Ka. Gudang dan ka.depo masing2.. di setiap
akhir bulan ..
Ka.gudang yang bertanggung jawab dalam
stock opname, proses stock opname yaitu
dengan menyesuaikan stok fisik dengan stok
komp. dan kartu stok manual.

Kita janjiin si ya, kapan dikasih obat nya,
melalui pembelian cito tadi, dicoba
manualnya,
lewat
sub-distributor
–
distributor lain, ya kalo tidk ada melalui cito
itu.. jadi ya kalo gak ada sama sekali walau
lewat cito jadi pasien si biasanya beli sendiri
di luar,di sms in kalo barang nya gak ada,
kalo pasien nya sabar si, ya dia nunggu,,
tidak ada si..
kita informasikan dan kita janjikan, kalo
teknisnya si ya kita jelaskan kondisinya ,lalu
kita minta nomr teleponnya, kalau ada dengan
cito ya langsung kita pesankan ,kalau tidak ada
ya tetap kita infokan..
Nanti kita meminta dia meninggalkan no.tlp,
nanti kalau udah dateng obatnya nanti kita
hubungi, kalau sama sekali kosong paling tar
dijanjiin aja , ya sekitar 2-3 obat lah yang
kosong banget jadi kita tidak bisa memberikan
pelayanan kepada pasien.

metodenya, metode kita dalam stok opname
masih manual.. kalo di tempat swasta yang saya
tau itu dengan sistem teknologi, jadi kita cukup
masukan nomor barcode ,kalo teknologi modern
ya, saya pernah ,dengan nomor barcode nya di
scan,dan itu cukup dilakukan dengan 2
jam..kalau disini masih manual si, bisa seharian
sampai 2 hari selesai stock opname ..biasanya si
karena human error aja salah memasukan data..
Adanya selisih pencatatan, kartu stok kurang
update,
Faktor yang menghambat itu jumlah obat yang
banyak dalam jumlah besar , sehingga sulit
dan lama menghitungnya dan terpencar2
tempatnya gitu.. susah dan sulit dihitung tapi
bisa ..

tidak ada si..
ya ketidak sesuaian itu si, kita hanya dikasih
toleransi untuk kehilangan 1% dari omset/aset..
tapi tetap jadi warning bagi RS ,kalo kehilangan
makin berkurang berarti jadi prestasi bagi rs ni
bahwa pengendaliannya dilakukan dengan baik..
Masalah pengendalian misalnya barang nya
ED tapi dia slow moving malah relatif death
moving, jadi mati berbulan2 gitu, secara stok
kan dia banyak tapi kita kan cek juga ED nya
waktu stock opname ternyata dia udah ED,
stok yang di komp. Itu banyak langsung nol,
pernah itu kejadian ciprofloxacin

xxi
Pengelompokkan obat = berdasarkan suhu
penyimpanan, berdasarkan kelompok obat
seperti oral, liqiud, tablet obat luar,, dan
berdasarkan bentuk sediaan , sama alfabetis
tapi alfabetis mah kurang berjalan optimal,
Analisis ABC, tidak pernah melakukan, kita
semua obat mau banyak konsumsinya mau yg
dikit konsumsinya kita himpun tapi gak kita
kelompokkan , kita alfabetis aja..Kendala =
dalam pengelompokkan , tidak ada sih mba ,
semua kan sudah tertera untuk suhu , jumlah
dosis itu kan semua ada di kemasan..

ooh, tidak si tidak pernah ..
tidak pernah menggunakan metode EOQ
sebelumnya..

tidak si, kita hanya sebulan sekali dalam
memesan, dan apabila ada obat yang sudah
kosong di pertengahan bulan terkadang juga
langsung dipesan.
tidak si tidak pernah ..
Tidak pernah dengan metode ROP si ..

buffer stock untuk 3-10 hari ya, 30% dari
jumlah yang akan dipesan, tidak ada rumus
khusus si ya..
kalau buffer stock yang saya pelajari ya 30% si
yaa.. itu si tidak jadi kendala si ya, misalnya kita
ada kekhawatiran overload ,ya gak masalah
Buffer stock selalu ditambahkan dengan 2030% yang dikalikan dengan mutasi keluar,,

6. Bagaimana
36.
pengelompokkan
obat di RS?
masih sesuai kayak yang dulu si, jadi
mengelompokkan berdasarkan reagen, atau
berdasarkan penggunaannya, berdasarkan
jenis sediaan..
berdasarkan tablet, sirup, injeksi ,berdasarkan
itu pengelompokkannya si ..
7. Apakah melakukan
37.
analisis ABC dalam
pengelompokkan
obat ? jika ya,
bagaimana
prosesnya
?
Bagaimana kendala
dalam menentukan
jenis persediaan di
gudang farmasi ?
apakah
pernah
menggunakan
metode ABC?
8. Apakah
pernah
38.
dilakukan
perhitungan jumlah
pemesanan
persediaan
obat
dengan
metode
EOQ ? Jika iya,
bagaimana
prosesnya ?
9. Apakah
pernah
39.
dilakukan
perhitungan ROP
dalam menentukan
waktu pemesanan ?
jika iya, bagaimana
proses
pelaksanaannya ?
10. Apakah
dalam
40.
menentukan jumlah
persediaan
,
Tidak si , berdasarkan jenis sediaan dan
penggunaannya aja..
ya paling kalau obat mahal di taro di lemari atau
brangkas, kalo obat yang agak murah ya
ditempatkan sesuai suhunya..
kalo di perencanaan si saya gak pake ABC si ya,
kalau pake analisis ABC kan kalau obat yang
harganya mahal direncanakan dulu, gitu..kalau
saya enggak apapun itu kalo menunjang
pelayanan ya tetap kita perhatikan...tidak ada
kendala si
Tidak pernah ada metode khusus si .. apalagi
dengan metode EOQ, tidak pernah
menggunakannya
xxii

menentukan buffer
stock ? bagaimana
cara
menentukan
nya ?
41.
42.
43.
misalnya kita overload bulan ini ,ya berarti
akhir bulan nya tidak saya pesan,tapi kalau ada
terjadi penurunan atau perubahan pola konsumsi
ya gapapa artinya kita tidak usah pesan lagi
,artinya kita mempersepsikan bulan ini sama
dengan bulan kemarin jadi bulan sebelumnya
lah yang menentukan apabila bulan kemarin
konsumsinya kecil otomatis kita pemesanan nya
juga kecil dong karena stoknya masih banyak
Output
kalau kualitas dan kuantitas si sudah sesuai sih
ya obat paten.. untk sekarang si karena sudah
ada e-catalog jadi kebanyakan obat generik
yang biasa kosong,.. kosong pernah , lebih juga
pernah, ya selama expirednya masih jauh ya gak
masalah, kecuali kalau ada pola konsumsi yang
menjadikan obat itu tidak dipakai berturut2
hingga expired nah itu yang jadi masalah ,jadi
nambah kerjaan, untuk meminta penyedia untuk
diretur kalau tidak bisa mau tidak mau ya
dimusnahkan
Bagaimana
gambaran
ketersediaan obat paten di
gudang farmasi rumah
sakit sudah sesuai dengan
kebutuhan pelayanan baik
dari
kualitas
maupun
kuantitasnya?
apakah
terjadi
kekosongan
ataupun kelebihan obat di
gudang ? Masalah apa saja
yang berkaitan dengan
ketersediaan
obat
di
gudang farmasi ?
Kapan
waktu
dalam
penggunaan obat paten di
rumah sakit ?
jadi, obat yang ada di e-catalog itu
kebanyakan obat paten ,kita kan gak
bisa nolak, kan beli nya online gitu
.. ya akhirnya paten2 yang masuk..
tidak ada kelebihan dan kekurangan
si ya, masih sesuai lah, kan kalo
masih banyak gak diorder untuk
bulan berikutnya, yang pasti ya itu
e-catalog itu obat2 paten semua..
kalo dia masuk e-catalog yasudah,
kalo BPJS bilang bisa ditagih ya
kita kasih, rata2 obat paten buat
penyakit kronis, ,
Ada juga yang pengganti generik,
soalnya generik itu ditekan banget
sampai BPJS nya ngos-ngosan kali ,
makanya diganti paten..
ya sesuai pemakaiannya aja, tergantung
permintaan usernya saja, kalo pasien BPJS ya
kita utamakan generik, kalo pasien umum ya
kita utamakan permintaan yang bersangkutan,
kalau generik tidak ada baru kita pakai obat
paten..kalau pasien umum tentu bisa memilih
,tapi harga kita masih jauh lebih murah dari
harga swasta..
kalau obat generik tidak ada,
kita menggantinya dengan
obat paten, terus obat paten
juga untuk pasien umum di
RS..
Bagaimana masalah stock
out obat di gudang farmasi
rumah sakit ? Alternatif
penanganan masalah apa
yang sudah dilakukan untk
mengatasi kekosongan?
ya paling pemesanan cito ya, ama
itu pemesanannya tidak dibuka
sebulan
sekali,
jadi
pasien
menunggu kan sampai datang, jadi
misal metformin di e-catalog ga
dateng, reguler juga terhambat
kita lihat dulu kekosongan nya karena apa,
kalau stok out nya karena sudah lama tidak kita
gunakan ya gak masalah, tapi kalau obat kosong
yang kita butuhkan karena obat nya kosong
pengiriman, ya itu kita ada alternatif
pengadaan..tapi karena kekosongan obat nya itu
kekosongan stok itu dapat
menurunkan kepuasan pasien
ya, jadi biasanya kita evaluasi
konsisten
di
SP
atau
DUPADA dalam seminggu
pertama di awal bulan obat
xxiii
kalau dari kualitas si sudah
yaa, tapi kalau dari kuantitas
belum karena pasien terus
meningkat jadi selalu melebihi
perencanaan yang ada..
kalau
kelebihan
pernah
,biasanya di awal tahun kalau
di akhir tahun malah sangat
dihindari untuk terjadinya
kelebihan.
kalau sekarang obat paten yang
lebih banyak kita punya,
dibanding generik, harusnya kan
generik yang lebih banyak,
karena itu kan dalam pengadaan
distributor banyak obat paten
karena kebijakannya BPJS kan
harus obat generik atau obat
yang sudah masuk dalam ecatalog, karena distirbutor nya
tidak bisa mengirim dan di lock
,akhirnya kita cari distributor
yang bisa kirim.
yaa
kalau
produk
obat
generiknya kosong, atau kalau
dokternya merekomendasikan
untuk obat paten, tapi untuk
pemakaian yang diutamakan
obat
generik
dulu..kalau
memang obat generiknya tidak
ada baru kita pesennya obat
branded-paten ..
sebenernya kalau masalah stock
out itu, memang ya sistemnya
harus tim gitu.. dari bagian tim
pemilihan, perencanaan obat,
sampai pengadaan obat, sampai
ke
keuangannya
bagian
pembayaran ,ya kalo akhir bulan
kan dia kan butuh omset, kita butuh
obatnya, ya kalo dua ini ketemu ya
lancar aja pasti
karena distributor utamanya itu tidak bisa kirim
karena ada kendala suatu lain hal, ya kita
mencari ke sub-dis, intinya gimana caranya
pelayanan itu jalan deh..kalau misalnya ada
pembengkakan anggaran itu menjadi warning
belakangan, karena kalau di RSUD kan yang
penting pelayanan dulu, gimana cara memenuhi
kebutuhan..maka saya sarankan beli diluar
untuk menjaga pola konsumsi obat dia tidak
terganggu,tapi kalau harganya mahal,saya minta
ke dokternya lagi untuk minta alternatif
pengganti obatnya siapa tau kita punya, artinya
kita berusahalah demi kebaikan pasien.
mana saja yang belum
datang..di follow up dan
langsung ditanyakan apa bisa
datang atau tidak..
sekarang dengan adanya e-catalogue mereka
juga kesulitan untuk menjual obat paten, karena
era BPJS kan ada e-catalog ada fornas, kalo ecatalog itu kan daftar e-catalog yang memasok
obat2 an plus harganya, ada obat paten tapi dia
beda harganya dengan yang diluar maksudnya
diluar itu yang reguler yang tidak masuk ecatalog, seiring waktu ternyata obat paten juga
kesulitan karena bpjs sekarang kan sudah mulai
berkembang ,pangsa pasar di rsud itu kan
meningkat di swasta menurun artinya konsumsi
obat2 paten yang mungkin dulu di swasta bebas
sekarang berkurang artinya mereka menawarkan
dengan harga e-catalog jadi obat paten dengan
harga generik, nah dari sisi pengadaan itu
sebenernya menguntungkan..
Ada pencatatan nya, pelaporannya itu setiap
bulan dilaporkan ..namanya itu laporan stock
opname setiap akhir bulan ..
Kendali obat paten , biasanya
si kita minta ke distributor
gimana ni obat paten biar bisa
dipake untuk pasien BPJS,
kita biasanya minta diskon
atau harga nya disamain
dengan harga e-catalogue gitu
..Masalah kendali obat paten =
jumlah item obat paten lebih
banyak dari generik.
44.
Bagaimana kendali obat
paten di gudang farmasi ?
Masalah apa saja yang
berkaitan dengan kendali
obat paten di gudang
farmasi ?
ya lebih mahal dikit lagi, ya harga
nya bersaing si, ya rata2 obat
patennya kan dari e-catalog, ya
masih 50% lebih murah lah si setau
saya gitu..
45.
Bagaimana proses kegiatan
stock opname , kegiatan
apa saja yang dilakukan?
Apa penyebab apabila ada
ketidaksesuian antara stok
fisik dengan komputer ?
bagaimana
pelaporan/pencatatan hasil
Kepala Gudang si yang lebih tau ya
..
xxiv
ya stok opname itu dengan
mengecek kartu stok manual,
mengecek stok dikomputer
lalu menyesuaikannya dengan
stok fisiknya.. penyebabnya
biasanya human error ya,
kelalaian petugas.. laporan
dibuat dalam bentuk laporan
pembayarannya, harusnya itu
pelaksananannya dalam bentuk
tim,
jadi
ada
koordinasinya..paling
kita
menginfokan dari distributor
kalau obatnya kosong, nanti bisa
kita alihkan ke distributor
lain..jadi waktu kita order, kita
tanya dulu stok nya ada atau
tidak, stoknya bisa dikirim apa
ga..jadi kita menghindari jangan
sampai terjadi kekosongan kita
pesen ke distributor lain yang
mungkin punya produk yang
sama..
pengendaliannya si,obat paten
itu
kan
tergantung
perencanaannya ,kalau memang
mau
lebih
banyak
obat
generiknya ya patennya hanya
untuk kondisi ttt aja, kalau
memang generiknya kosong
aja,atau
distributor
obat
generiknya tidak bisa melayani
baru ,atau memang obat
patennya
sudah
direkomendasiin
dokternya
kalau memang harus pake yang
paten,,
kalau stock opname juga
dilakukan oleh unit masing2..
kalau di gudang, ya orang
gudang..
tapi
sebenernya
prosedur sebenarnya bukan
mereka sendiri yang melakukan
stock opname, mereka hanya
mengawasi, harusnya unit lain,
stock
opname
yang
dilakukan di gudang?
stock opname setiap bulan..
46.
Apakah ada obat yang
kadaluarsa?
mengapa
ditemukan obat kadaluarsa
di gudang ?
yang pertama ,obat dateng ternyata
ED nya gak sampai 1 tahun ,itu 2
item saya temuin, baru dipesen
bulan Oktober tahun kemaren masa
bulan Agustus sudah Expired,, terus
yang kedua itu metode FIFO nya
gimana, gudang belum pakai sistem
FIFO/FEFO juga si ya.. tanya
Ka.gudang si itu ya.. ya walau obat
yang ED bisa diretur si ya , tapi kan
ada biaya2 lagi gitu kan..
sedapat mungkin kita zero fault, tapi ya
namanya sebuah sistem kan tidak mungkin zero
fault ,pasti ada lah..yang penting bagaimana
cara mengatasinya ..ada obat yang kadaluarsa,
tapi kita pastikan obat kadaluarsa itu tidak
pernah jatuh ke tangan pasien, kadaluarsa nya
karena ditarik dari depo, ada yang kita taro di
gudang sampai expired, kenapa sampai expired
karena perubahan pola konsumsi dan
kebutuhan,karena pemeriksaan kurang teliti,
bisa jadi ada ..tapi yang paling sering si karena
perubahan
pola
konsumsi..bisa
dari
historynya,bisa si dikejar, bisa jadi human error.
obat ED itu biasanya karena
slow moving , karena pola
penyakit nya udah berubah,
dan
pengadaaan
yang
berlebihan..
47.
Diantara
faktor-faktor
diatas, baik input, proses,
menurut anda mana yang
paling
berpengaruh
terhadap kekosongan obat
di gudang farmasi ?
Urutkan
berdasarkan
prioritas ?
yang pasti apabila salah memesan si
bisa dikembaliin ya ,
ya mungkin Dana ya, ya kan
perusahaan gimana caranya untung
ya kan .. ya selama pembayaran nya
masih kayak gini ya, kita ikutin aja
BPJS, Bayarannya melonjak tapi
BPJS nya begitu, yang pasti dia bisa
komitmen kan kalo ada epurchasing dia pasti akan kirim
barang,
Dana lah yang paling berpengaruh, yang kedua
distributor lah yang paling berpengaruh, tapi
distributor tidak terlalu saklek lah ,dia tau
kondisinya..adakalanya
distributor
tuh
memandang rsud tuh sebagai aset ,artinya kita
punya omset tuh bagus gak masalah ,pasti
dibayar cuman maslaah waktu ,kejelian dia
dalam menghitung membuat mereka tidak
mempermaslahakan masalah dana, dibayar
kapan ya gapapa, toh nanti itung2 an secara
bisnis dia masih menguntungkan, tapi kalo
distributor yang terlalu saklek, itu yang repot
,kita punya utang tapi belum dibayar ,dari
distributornya gak bisa kirim, nah itu yang repot
yang pertama si Dana,
kemudian distributor, SDM
lalu prosedur kalau prosedur
kalau lebih lama aja lebih
panjang
jadi
bisa
menyebabkan stock out ..
xxv
kalau mereka sendiri kan
takutnya bisa aja dimanipulasiin
datanya
kan
..kalau
ketidaksesuaian bisa dari data
komputernya data nya error,
bisa juga kehilangan, atau
selisih waktu pengiriman atau
salah penyerahan jumlahnya
waktu penginputan data obatnya
kan, bisa juga waktu entry
datanya salah ,gitu si..
ada,,pola penyimpanan obatnya
,harusnya obat nya duluan
diserahkan
ini
belakangan
diserahkan, bisa juga obatnya
pola penyerahan obat/pemberian
obatnya,bisa
juga
karena
obatnya sudh jarang diresepkan
sedangkan kita waktu memesan
stoknya banyak kan,seharusnya
waktu stok opname itu ada
laporannya, jadi barang tuh
diliat barang expirednya atau
waktu penyerahan obat itu diliat
..
yaa faktor Dana si, setelah itu
Distributor
ya
mungkin
perencanaannya..
No.
1.
2.
Pertanyaan
Bagaimana proses distributor/PBF
dalam mendapatkan izin dirumah
sakit ?
Faktor apa saja dari distributor
yang dapat menghambat kegiatan
operasional logistik obat ?
Informan 5
ada NPWP, surat izin operasional RS, SIPA(Surat Izin Praktek Apoteker), dan SIUP tapi kalau RSUD si ga ada SIUP ya, ,
yang pertama semua pelanggannya APL, kita berikan yang namanya limit credit dan ada TOP, kalau pelanggan sudah melampaui
limit kredit itu kita tidak bisa memberikan lagi kredit..apabila pelanggan sudah melebihi dari TOP (Time of Payment)/Masa
Berlaku Pembayaran, kalau untuk RSUD ini kita memberikan waktu 60 hari, kalau diatas 60 hari RSUD belum melakukan
pembayaran ke APL, otomatis kita tidak bisa suplai ..sebenarnya itu kebijakannya ya, tapi kenyataannya sampai 65-70 hari pun
masih kita suplai .. selain itu karena kita melayaninya produk BPJS yang melalui online/e-purchasing ..kendala lainnya adalah
approval dari principle, karena itu dari principle dlu, kalo APL kan distribusi, nah kan ada pabrikan2 nya..nah RSUD kan minta
approval dlu ke pabrikan tsb apa mereka sudah setuju ,tapi rata2 mereka sudah setuju kan, cuman masalahnya kalau kita gak suplai
karena obat kosong itu biasanya cuman karena keterlambatan biasanya cuman beberapa hari/minggu lagi setelah produk masuk ke
APL, pasti langsung dikirim,,kalau dari limit credit seperti RSUD Ini biasanya ±650jt ..
3.
Masalah apa pada distributor yang
menyebabkan terjadinya stock out ?
mengapa masalah itu terjadi ?
Bagaimana masalah itu terjadi?
Apa
yang dilakukan
untuk
menyelesaikan masalah tsb?
ya masalahnya juga karena stok kita dari principle/pabrikan obat yang tidak dikirim.. kalau APL sendiri kan sudah komitmen kalau
kita hanya melayani yang BPJS, kalau diluar BPJS kita gak bisa melayani, itiu udah kesepakatannya, jadi udah pasti kalau produk
BPJS udah pasti kita kirim, kecuali produk kosong..walaupun produk BPJS pembayaran nya masih tersendat RSUD ,sepertinya
kita masih belum nge-lock ,masih bisa kita suplai..
untuk reguler/paten kita gak suplai..karena kendalanya macam2, kalo yang reguler itu kendalanya macem2, karena kalo yang obat
paten/reguler itu sistem TOP nya itu COD, jadi barang dateng langsung bayar, jadi terkendala sekali disini, di RSUD tidak bisa
COD..
kalau di sini kita belum ada kontrak dengan pihak RS, artinya keterlambatan produk kan karena ordernya melalui elektronik.epurchasing..kalo di e-purchasing itu si tidak ada pembicaraan mengenai denda..
tidak ada biaya tambahan..
kosong yang dikatakan kan bermacam2 juga,mba ..kadang principle itu ada produk yang bahan bakunya sulit, biasanya itu
memanga agak makan waktu lama, kalau kekosongan yang biasa masa transisi gitu ya,misalnya APL sendiri kan stok produknya
kan melalui purchase,melalui rencana, kalau penjualannya melebihi dari purchase kan kita keteter gitu kan..kalau di APL ada
istilahnya pesta(pesta tambahan), kita melakukan pesanan tambahan di luar purchase tsb..biasanya di akhir bulan itu kita
melakukan estimasi, itu si tugasnya supervisor si ya..saya kurang tau, biasanya kalau melebihi purchase kan ada kekosongan, ada
delay gitu ,tapi gak lama .. biasanya yang lama itu si masalah bahan baku
gak pernah, SP kan tidak di jadwal juga..itu tergantung pengadaan kapan mau belanja nya si, karena pesan nya lewat online
ituprosesnya kalau di akhir bulan bisa proses cepat, karena biasanya yang approve-nya itu stand by di tempat yang bagian
menyetujui order tsb, karena tanpa approval itu kita gak bisa proses..
4.
Bagaimana apabila distributor
terlambat dalam mendistribusikan
obat
?
Apakah
ada
denda/pemutusan kontrak bagi
distributor? Apakah ada biaya
tambahan yang dikeluarkan apabila
ada keterlambatan?
5.
Kendala apa yang ditemui dalam kalau dari BPJS si hampir tidak ada, semua udah on sistem si mba, jadi kita tinggal aprrove dan konfirmasi ..mungkin dalam
xxvi
kegiatan pengadaan ?
pembayaran dari rumah sakit aja si mba yang bisa menghambat pengadaan obatnya .
Lampiran 4
MATRIKS TRIANGULASI SUMBER
NO.
Data
Observasi
1.
2.
Telaah Dokumen
a. Jumlah
SDM
Terdapat Kepala gudang, terdapat
staf gudang dan terdapat tenaga
teknis kefarmasian
1 orang Kepala gudang yang berwenang,
2 orang staf gudang, 6 orang tenaga
apoteker dan terdapat tenaga teknis
kefarmasian dalam membantu kegiatan
pelayanan kefarmasian.
Berdasarkan data jumlah tenaga
farmasi terdiri dari 6 apoteker dan 29
tenaga teknis kefarmasian di depo
farmasi.
b. Kesesuaian
Pengetahuan
dan
Ketrampilan
Petugas tidak mengalami kesulitan
dalam melakukan tugasnya.
Pendidikan terakhir petugas gudang
adalah S1 Farmasi dan ketrampilan
petugas sudah sesuai dengan latar
belakang pendidikannya sehingga tidak
merasa kesulitan terhadap tugasnya.
c. Kedisplinan
SDM
Petugas datang 15menit sebelum
jam kerjanya. Petugas langsung
bekerja secara aktif tanpa
menunda pekerjaannya.
Apabila pasien meningkat,
petugas gudang diminta untuk
membantu tenaga kefarmasian lain
dipelayanan.
Petugas gudang sering tidak mengikuti
kegiatan upacara karena harus langsung
menyiapkan pelayanan untuk konsumen.
Petugas sering tidak pulang melebihi
batas jam kerja.
Berdasarkan data latar belakang
pendidikan bahwa terdapat 2 petugas
gudang yang merupakan S1 farmasi
non apoteker. Kepala farmasi berlatar
belakang S2 Apoteker dan Wakil
farmasi S1 farmasi non apoteker.
Berdasarkan SOP Instalasi Farmasi
bahwa : Petugas gudang farmasi harus
bekerja mulai dari pukul 07.30 –
14.00.
Dana
-
3.
Sumber Data
Wawancara
Sumber Daya Manusia
Prosedur
Telah terdapat uraian kerja bagi
SDM. Kegiatan pengelolaan obat
sudah sesuai dengan prosedur
- Tersedia anggaran dalam pemesanan
cito.
- Kurangnya ketersediaan anggaran
dapat menyebabkan kekosongan obat
digudang.
- Sumber dana berasal dari pemerintah,
swasta dan BLUD.
Kegiatan rutin yang dilakukan sudah
sesuai dengan prosedur. Prosedur sudah
disosialisasikan kepada seluruh petugas
xxvii
-
terdapat seluruh prosedur yang
mengatur kegiatan pengelolaan obat
dan pengadaan secara cito.
Hasil
Jumlah tenaga apoteker dirasa masih
kurang mencukupi untuk melaksanakan
kegiatan pengelolaan dan pelayanan
kefarmasian. Dikarenakan adanya double
job pada petugas dan jam kerja yang
overtime.
SDM Kefarmasian sudah memiliki
ketrampilan dan pengetahuan yang
cukup berkaitan dengan kegiatan
pengelolaan obat, meskipun masih
membutuhkan pelatihan terkait
pengendalian obat.
Dilihat dari jam kedatangan petugas,
petugas selalu datang tepat waktu.
Adanya double job membuat jam pulang
overtime dan terkadang menunda
pekerjaannya untuk melakukan
pelayanan.
Terdapat anggaran dalam pengadaan
obat secara cito untuk menghindari
kekosongan obat. Sumber dana berasal
dari pemerintah, swasta dan BLUD.
Prosedur sudah sesuai dan
disosialisasikan kepada seluruh SDM.
4.
5.
rumah sakit.
rumah sakit.
-
Terdapat kebijakan strategis yang
menjadi pedoman dalam melakukan
kegiatan kefarmasian.
Kebijakan
Distributor
-
6.
Perencanaan
7.
Pengadaan
kegiatan perencanaan sudah sesuai
dengan prosedur rumah sakit
tentang perencanaan kebutuhan
obat dirumah sakit. Kegiatan
perencanaan diawali dengan:
1. mengevaluasi data obat pada
bulan sebelumnya
2. lalu
menghitung
jumlah
kebutuhan dengan ditambahkan
buffer stock sebanyak 30%.
3. Petugas menentukan distributor
yang akan mengirim obat
4. Petugas membuat SP ke
distributor
-
8.
Pengawasan
Kegiatan pengawasan dilakukan
dengan pencatatan secara teratur
di kartu stok pada masing-masing
perbekalan farmasi.
- Distributor
harus
memenuhi
persyaratan apabila ingin kerjasama
dengan rumah sakit
- Kekosongan pada produsen dan
keterlambatan dalam pengiriman
menyebabkan kosongnya stok obat
yang dibutuhkan.
Kebijakan strategis terhadap
pengelolaan obat dirumah sakit diatur
dalam Peraturan Direktur no.74 tahun
2014
terdapat 50 distributor dirumah sakit
dan persyaratan administrasi harus
sesuai dengan ketetapan rumah sakit
Terdapat peraturan direktur dalam
pengelolaan obat dirumah sakit.
Distributor harus memenuhi persyaratan
administrasi dan kesesuaian dokumen
perizinan sesuai dengan ketetapan rumah
sakit dan Permenkes no.34 tahun 2014
tentang perizinan bagi PBF. Kekosongan
pada distributor menyebabkan seringnya
gudang farmasi mengalami kekosongan
obat.
Kegiatan perencanaan obat dan
penentuan kebutuhan obat yang
dilakukan menggunakan metode
konsumsi yang telah sesuai dengan
ketentuan pedoman pengelolaan
perbekalan farmasi tahun 2008
kegiatan perencanaan dilakukan dengan
menggunakan metode konsumsi.
Kegiatan perencanaan obat dan
penentuan kebutuhan obat yang
dilakukan menggunakan metode
konsumsi,dengan data kebutuhan
pada bulan lalu yang telah dievaluasi
kegiatan pengadaan dilakukan apabila
DUPADA dalam menentukan kebutuhan
obat sudah dibuat, lalu bag.pengadaan
akan membuat dokumen SP, dan
melakukan pemesanan ke distributor
obat melalui sistem online.
Kegiatan pengawasan yang dilakukan
oleh petugas gudang yaitu dengan
melakukan pencatatan secara teratur
terhadap obat yang keluar dan masuk
Kegiatan pengadaan dilakukan
dengan membuat Surat Pemesanan
(SP) dan melakukan pemesanan ke
distributor dengan e-purchasing.
Pengadaan obat sudah menggunakan
sistem e-purchasing secara online
melalui web LKPP.
kegiatan pengawasan dilakukan
melalui pencatatan rutin yang dapat
dilihat di kartu stok, buku defekta dan
sistem komputer
Kegiatan pengawasan yang dilakukan
oleh petugas gudang yaitu dengan
melakukan pencatatan rutin setiap obat
yang akan keluar dan masuk pada kartu
xxviii
9.
Pengendalian
10.
Stock Out
kegiatan pengendalian dilakukan
melalui kegiatan menyesuaikan
stok fisik barang dengan stok
dalam sistem komputer. Namun
kegiatan ini tidak didampingi oleh
komite farmasi terapi untuk
menghindari manipulasi data.
-
11.
Obat
Kadaluarsa
-
12.
Stock Opname
kegiatan stock opname merupakan
kegiatan pemeriksaan dengan
menyesuaikan jumlah fisik obat
dengan pencatatan yang ada.
Dilakukan oleh kepala gudang.
pada kartu stok dan pencatatan terhadap
tanggal kadaluarsa obat
Kegiatan pengendalian obat yang
dilakukan petugas gudang farmasi yaitu
berupa pencatatan dan pelaporan dari
kegiatan stock opname.
faktor yang sangat mempengaruhi
kekosongan obat digudang farmasi yaitu
faktor dana dan faktor distributor.
masih terdapatnya obat kadaluarsa di
gudang farmasi, menurut informan hal
ini dikarenakan pola konsumsi yang
berubah dirumah sakit.
kegiatan dalam memeriksa kesesuaian
jumlah dan jenis barang yang ada
dengan jumlah barang dalam pencatatan
sistem komputer maupun dalam kartu
stok.
xxix
stok.
kegiatan stock opname dilakukan
dengan menyesuaikan stok fisik
barang dengan stok dalam sistem
komputer.
kgiatan stock opname sudah sesuai
dengan SOP, namun pelaksanaannya
belum didampingi oleh KFT rumah sakit.
Kekosongan obat (stock out) yang
terjadi di gudang farmasi pada
triwulan I tahun 2015 mencapai 35
jenis obat paten yang dilakukan
pemesanan cito karena tidak
tersedianya obat yang dibutuhkan
obat kadaluarsa digudang farmasi
pada bulan Januari – Maret 2015 yaitu
terdapat 6 jenis obat dengan jumlah
mencapai 1071 obat di gudang
farmasi RSUD Kota Bekasi.
kekosongan obat sering terjadi dirumah
sakit yang mengakibatkan obat yang
dibutuhkan tidak tersedia sehingga harus
dilakukan pemesanan cito ke apotik
diluar rumah sakit.
-
Persentase obat kadaluarsa yang ada
digudang farmasi rumah sakit adalah
sebesar 0,8%.
pelaksanaan stock opname sudah sesuai
dengan SOP yang ditetapkan dan sudah
rutin dilakukan setiap 1 bulan sekali.
Namun pelaksanannya belum didampingi
oleh KFT rumah sakit untuk
menghindari manipulasi data.
Lampiran 5
Daftar Obat Kadaluarsa pada bulan Januari – Maret 2015
No.
Bulan
Januari
Nama Obat
T. Scrub KF
Glycerin Liquid
Dextrose 5%
Kalxetin 10 mg Tab
Jumlah
35
1000
11
10
Harga
Rp.11.000
Rp. 61
Rp. 9.546
Rp. 4.069
Total
Rp. 385.000
Rp. 61.000
Rp. 105.006
Rp. 40.690
1.
2
Maret
Cefpirome Inj 1 gr
10
Rp. 143.000
Rp. 1.430.000
Kalbamin 500ml
5
Rp. 111.320
Rp. 556.600
1071
TOTAL
Perhitungan Persentase Obat Kadaluarsa
Rp. 2.578.296
=
x 100%
iv
=
x 100% = 0,8 %
Lampiran 6
Tabel Kelompok Obat Paten berdasarkan Analisis ABC Investasi pada Triwulan 1 Tahun 2015
NO
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
23.
24.
Nama Obat
Anbacim 500 mg Tab
Rifamtibi 450mg
Ikalep Cap
Prostam 0,4mg SR
Nitral Tab
Gliabetes
Nitrokaf Retard Tab
Vostem Plus
Merimac 600mg
Fepiram 3 GR
Rifamtibi 600mg
Nitrokaf Retard Forte
Calporosis
Megabal 500
Prolic 300mg
HP Pro
Ursolic 250mg
Liproqy Caps
Sporetik 100mg
Meiact 200mg
Evothyl 300mg
Bamgetol Tab
Mefinal 500mg
Mestinon Tab
Jumlah
Pemakaian
7560
12700
10590
6030
21960
7230
20000
332
6900
490
4300
10000
22200
11000
2500
3120
1920
2400
810
760
1440
8900
10600
1950
Harga Obat
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Nilai Investasi
20.416
4.175
4.744
6.600
1.500
4.525
1.493
81.180
3.872
50.408
5.407
2.171
894
1.606
6.980
5.489
8.910
6.683
19.168
19.250
9.900
1.584
1.287
6.952
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
iv
154.344.960
53.022.500
50.238.960
39.798.000
32.940.000
32.715.750
29.860.000
26.951.760
26.716.800
24.699.920
23.250.100
21.710.000
19.846.800
17.666.000
17.450.000
17.125.680
17.107.200
16.039.200
15.526.080
14.630.000
14.256.000
14.097.600
13.642.200
13.556.400
Persentase
14,26%
4,90%
4,64%
3,68%
3,04%
3,02%
2,76%
2,49%
2,47%
2,28%
2,15%
2,01%
1,83%
1,63%
1,61%
1,58%
1,58%
1,48%
1,43%
1,35%
1,32%
1,30%
1,26%
1,25%
Persentase
Kumulatif
14,26%
19,16%
23,80%
27,47%
30,52%
33,54%
36,30%
38,78%
41,25%
43,53%
45,68%
47,69%
49,52%
51,15%
52,76%
54,34%
55,92%
57,41%
58,84%
60,19%
61,51%
62,81%
64,07%
65,32%
Klasifikasi
Obat
A
A
A
A
A
A
A
A
A
A
A
A
A
A
A
A
A
A
A
A
A
A
A
A
25.
26.
27.
28.
29.
30.
31.
32.
33.
34.
35.
36.
37.
38.
39.
40.
41.
42.
43.
44.
45.
46.
47.
48.
49.
50.
51.
52.
53.
54.
Neulin PS Tab
Zibramax 500
Baquinor Forte Tab
Gabexal 100mg
Lapifed
Glauseta
Pehadoxin Tab
Neurosanbe 5000
Sanfuliq
Nolipo 500
Pectocil Tab
Myonep Tab
Rinvox Tab
Plasminex Tab
Herbesser 100
Santibi 500mg
Yalon Tab
Anadium Tab
Miniaspi 80mg
Ostelox 7,5mg
Stelosi 5mg
Trichodazol 500
Cerini Cap
Amoxan 500 mg Cap
Sanmol Tab
Clopine 25mg
Zac Kap
Urispas Tab
Provelyn 75mg
Cardura 2mg
1140
378
900
2970
6400
2700
31500
4700
2280
2300
3900
2400
400
3257
2100
8200
3800
960
20900
1140
13700
3600
1680
1700
20000
1000
990
1170
602
950
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
11.261
33.000
13.536
4.054
1.870
4.367
371
2.299
4.736
4.604
2.695
3.740
22.000
2.624
3.667
935
1.980
7.260
322
5.484
440
1.579
3.328
3.240
275
5.500
5.500
4.620
8.769
5.499
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
v
12.837.540
12.474.000
12.182.400
12.040.380
11.968.000
11.790.900
11.686.500
10.805.300
10.798.080
10.589.200
10.510.500
8.976.000
8.800.000
8.546.368
7.700.700
7.667.000
7.524.000
6.969.600
6.729.800
6.251.760
6.028.000
5.684.400
5.591.040
5.508.000
5.500.000
5.500.000
5.445.000
5.405.400
5.278.938
5.224.050
1,19%
1,15%
1,13%
1,11%
1,11%
1,09%
1,08%
1,00%
1,00%
0,98%
0,97%
0,83%
0,81%
0,79%
0,71%
0,71%
0,69%
0,64%
0,62%
0,58%
0,56%
0,53%
0,52%
0,51%
0,51%
0,51%
0,50%
0,50%
0,49%
0,48%
66,51%
67,66%
68,79%
69,90%
71,00%
72,09%
73,17%
74,17%
75,17%
76,14%
77,12%
77,94%
78,76%
79,55%
80,26%
80,97%
81,66%
82,30%
82,93%
83,50%
84,06%
84,59%
85,10%
85,61%
86,12%
86,63%
87,13%
87,63%
88,12%
88,60%
A
A
A
A
B
B
B
B
B
B
B
B
B
B
B
B
B
B
B
B
B
B
B
B
B
B
B
B
B
B
55.
56.
57.
58.
59.
60.
61.
62.
63.
64.
65.
66.
67.
68.
69.
70.
71.
72.
73.
74.
75.
76.
77.
78.
79.
80.
81.
82.
83.
84.
Acran Tab 150
Hemafort Tab
Procur plus Cap
Rimstar 4-FDC
Flamicort 10mg
Neurosanbe Tab
Erysanbe 500mg
Epexol 30mg
Pehadoxin Forte
Lapibal 500mg
Fepiram 1200mg
Biosanbe
Cobazym 1000
Thyrozol 10mg
Simarc 2
Renoguard
Concor 2,5mg
Bio ATP Tab
Sanexon
Tradosik Cap
Ketese 25 tab
Euthyrox
Trovensis 4mg
Flamicort 40mg
Crome 10mg
Mersikol 300mg
Cester
Cepezet Tab
Revolan 800mg
Sporetik 50mg
1020
6500
800
690
42
3900
1400
4300
5000
1500
630
3100
1300
2500
1600
400
3500
1100
1200
800
300
2800
200
26
1100
2700
840
4257
550
210
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
4.752
726
5.830
6.179
98.753
1.062
2.585
803
660
2.035
4.719
957
2.237
1.135
1.771
6.600
746
2.356
2.123
3.069
8.140
850
11.853
88.825
1.902
766
2.420
472
3.641
9.158
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
vi
4.847.040
4.719.000
4.664.000
4.263.510
4.147.626
4.141.800
3.619.000
3.452.900
3.300.000
3.052.500
2.972.970
2.966.700
2.908.100
2.837.500
2.833.600
2.640.000
2.611.000
2.591.600
2.547.600
2.455.200
2.442.000
2.380.000
2.370.600
2.309.450
2.092.200
2.068.200
2.032.800
2.009.304
2.002.550
1.923.180
0,45%
0,44%
0,43%
0,39%
0,38%
0,38%
0,33%
0,32%
0,30%
0,28%
0,27%
0,27%
0,27%
0,26%
0,26%
0,24%
0,24%
0,24%
0,24%
0,23%
0,23%
0,22%
0,22%
0,21%
0,19%
0,19%
0,19%
0,19%
0,18%
0,18%
89,05%
89,48%
89,91%
90,31%
90,69%
91,07%
91,41%
91,73%
92,03%
92,31%
92,59%
92,86%
93,13%
93,39%
93,65%
93,90%
94,14%
94,38%
94,61%
94,84%
95,07%
95,29%
95,50%
95,72%
95,91%
96,10%
96,29%
96,47%
96,66%
96,84%
B
B
B
C
C
C
C
C
C
C
C
C
C
C
C
C
C
C
C
C
C
C
C
C
C
C
C
C
C
C
85.
86.
87.
88.
89.
90.
91.
92.
93.
94.
95.
96.
97.
98.
99.
100.
101.
102.
103.
104.
105.
106.
107.
108.
109.
110.
111.
112.
113.
114.
Tebokan Tab
Interdoxin 50mg
Erysanbe 200mg
Merimac 450mg
Becom C Tab
Tebokan forte
Bufect
Somerol 4mg
Losartan K 50mg
Govazol 150mg
Elkana Tab
Retivit
Santa E 400mg
Rimcur PAED
Tebokan special
Folavit 1000mcg Tab
Neurosanbe Plus
Astharol 4mg Tab
Premaston 5mg
Sanazet Tab
Cafergot
Biothicol 500 mg
F.G.Troches
Heplav 100mg Tab
Cardisan 5mg
Prenamia
Cardisan 10mg
Santesar Tab
Ethimox 500mg cap
Rifastar Tab
300
460
1100
600
1200
90
2400
500
270
18
1600
300
300
240
90
600
1000
800
240
700
100
200
640
300
100
500
50
60
200
90
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
5.841
3.713
1.540
2.772
1.287
17.123
616
2.860
4.620
68.750
715
3.680
3.586
4.400
11.715
1.694
1.001
1.100
3.630
1.221
7.879
3.520
941
2.000
5.467
1.051
9.713
8.067
2.420
4.510
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
vii
1.752.300
1.707.980
1.694.000
1.663.200
1.544.400
1.541.070
1.478.400
1.430.000
1.247.400
1.237.500
1.144.000
1.104.000
1.075.800
1.056.000
1.054.350
1.016.400
1.001.000
880.000
871.200
854.700
787.900
704.000
602.240
600.000
546.700
525.500
485.650
484.020
484.000
405.900
0,16%
0,16%
0,16%
0,15%
0,14%
0,14%
0,14%
0,13%
0,12%
0,11%
0,11%
0,10%
0,10%
0,10%
0,10%
0,09%
0,09%
0,08%
0,08%
0,08%
0,07%
0,07%
0,06%
0,06%
0,05%
0,05%
0,04%
0,04%
0,04%
0,04%
97,00%
97,16%
97,31%
97,47%
97,61%
97,75%
97,89%
98,02%
98,14%
98,25%
98,36%
98,46%
98,56%
98,65%
98,75%
98,85%
98,94%
99,02%
99,10%
99,18%
99,25%
99,32%
99,37%
99,43%
99,48%
99,53%
99,57%
99,62%
99,66%
99,70%
C
C
C
C
C
C
C
C
C
C
C
C
C
C
C
C
C
C
C
C
C
C
C
C
C
C
C
C
C
C
115.
116.
117.
118.
119.
120.
121.
122.
123.
124.
125.
126.
127.
128.
Sanprima forte
Interhistin
Apazol 1 Tab
Cardura 1mg
Anemolat Tab
Stoblet Cap
Neuralgin Tab
Cortidex Tab
B-beta Tab
Alganax 0,25 Tab
Sanprima Tab
Ocuson Tab
Lasmalin 2,5 mg
Vit A 20.000
200
600
500
100
1500
32
500
900
30
120
200
100
100
200
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
1.876
620
700
3.480
204
8.250
462
242
6.364
1.540
836
1.254
1.100
330
Jumlah
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
375.200
372.000
350.000
348.000
306.000
264.000
231.000
217.800
190.920
184.800
167.200
125.400
110.000
66.000
0,03%
0,03%
0,03%
0,03%
0,03%
0,02%
0,02%
0,02%
0,02%
0,02%
0,02%
0,01%
0,01%
0,01%
99,73%
99,77%
99,80%
99,83%
99,86%
99,88%
99,91%
99,93%
99,94%
99,96%
99,98%
99,99%
100,00%
100,00%
C
C
C
C
C
C
C
C
C
C
C
C
C
C
Rp 1.082.694.626
Hasil Analisis ABC Berdasarkan Nilai Investasi Obat Paten Periode Triwulan I Tahun 2015
Kelompok Obat
Jumlah Jenis Obat
Kelompok A
Kelompok B
Kelompok C
Total
28
30
70
128
Persentase Jumlah Jenis
Obat
21,87 %
23,43 %
54,68 %
100%
viii
Nilai Investasi
(RP)
Rp. 756.726.230
Rp. 216.708.576
Rp. 109.259.820
Rp 1.082.694.626
Persentase Nilai Investasi
69,89%
20,01%
10,09%
100%
Lampiran 7
Tabel Perhitungan EOQ Obat Paten Kelompok A Periode Januari-Maret Tahun 2015
NO.
Nama Obat
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
Anbacim 500 mg Tab
Rifamtibi 450mg
Ikalep Cap
Prostam 0,4mg SR
Nitral Tab
Gliabetes
Nitrokaf Retard Tab
Vostem Plus
Merimac 600mg
Fepiram 3 GR
Rifamtibi 600mg
Nitrokaf Retard Forte
Calporosis
Megabal 500
Prolic 300mg
HP Pro
Ursolic 250mg
Liproqy Caps
Sporetik 100mg
Meiact 200mg
Evothyl 300mg
Bamgetol Tab
Mefinal 500mg
Mestinon Tab
Neulin PS Tab
Zibramax 500
Baquinor Forte Tab
Gabexal 100mg
Harga Obat
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
20.416
4.175
4.744
6.600
1.500
4.525
1.493
81.180
3.872
50.408
5.407
2.171
894
1.606
6.980
5.489
8.910
6.683
19.168
19.250
9.900
1.584
1.287
6.952
11.261
33.000
13.536
4.054
Total
Pemakaian
7560
12700
10590
6030
21960
7230
20000
332
6900
490
4300
10000
22200
11000
2500
3120
1920
2400
810
760
1440
8900
10600
1950
1140
378
900
2970
ix
Biaya Penyimpanan
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
5.308
1.086
1.233
1.716
390
1.177
388
21.107
1.007
13.106
1.406
564
232
418
1.815
1.427
2.317
1.738
4.984
5.005
2.574
412
335
1.808
2.928
8.580
3.519
1.054
Biaya
Pemesanan
740
740
740
740
740
740
740
740
740
740
740
740
740
740
740
740
740
740
740
740
740
740
740
740
740
740
740
740
EOQ
46
132
113
72
289
95
276
5
101
7
67
162
376
197
45
57
35
45
16
15
29
179
217
40
24
8
19
65
Lampiran 8
Tabel Perhitungan ROP dan Buffer Stock Obat Paten Kelompok A Periode Januari-Maret Tahun 2015
NO.
Nama Obat
Total Pemakaian
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
Anbacim 500 mg Tab
Rifamtibi 450mg
Ikalep Cap
Prostam 0,4mg SR
Nitral Tab
Gliabetes
Nitrokaf Retard Tab
Vostem Plus
Merimac 600mg
Fepiram 3 GR
Rifamtibi 600mg
Nitrokaf Retard Forte
Calporosis
Megabal 500
Prolic 300mg
HP Pro
Ursolic 250mg
Liproqy Caps
Sporetik 100mg
Meiact 200mg
Evothyl 300mg
Bamgetol Tab
Mefinal 500mg
Mestinon Tab
Neulin PS Tab
Zibramax 500
Baquinor Forte Tab
Gabexal 100mg
7560
12700
10590
6030
21960
7230
20000
332
6900
490
4300
10000
22200
11000
2500
3120
1920
2400
810
760
1440
8900
10600
1950
1140
378
900
2970
Total Pemakaian/90 Hari
(d)
84
141
118
67
244
80
222
4
77
5
48
111
247
122
28
35
21
27
9
8
16
99
118
22
13
4
10
33
x
Lead Time
(L)
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
Service Level
(Z)
2,05
2,05
2,05
2,05
2,05
2,05
2,05
2,05
2,05
2,05
2,05
2,05
2,05
2,05
2,05
2,05
2,05
2,05
2,05
2,05
2,05
2,05
2,05
2,05
2,05
2,05
2,05
2,05
Buffer
Stock
517
868
724
412
1501
494
1367
23
472
33
294
683
1517
752
171
213
131
164
55
52
98
608
724
133
78
26
62
203
ROP
769
1291
1077
613
2233
735
2033
34
702
50
437
1017
2257
1118
254
317
195
244
82
77
146
905
1078
198
116
38
92
302
iv
Download