Uploaded by dharmawanhutomo1996

Chapter II

advertisement
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Gaya Hidup Sehat
Gaya hidup sehat adalah suatu gaya hidup dengan memperhatikan faktorfaktor tertentu yang mempengaruhi kesehatan, antara lain makanan dan olahraga.
Selain itu gaya hidup seseorang juga mempengaruhi tingkat kesehatannya, misalnya
jika suka merokok dan minum minuman keras, tentu saja bukan pola hidup sehat
(Anne, 2010).
Menurut Health Promotion Glossary (WHO 1998) Lifestyle is a way of living
based on identifiable patterns of behaviour which are determined by the interplay
between an individual’s personal characteristics, social interactions, and
socioeconomic and environmental living condition.
Gaya hidup adalah pola hidup seseorang di dunia yang diekspresikan dalam
aktivitas, minat, dan opininya. Gaya hidup menggambarkan keseluruhan diri
seseorang dalam berinteraksi dengan lingkungannya (Kotler 2002). Mengubah gaya
hidup dengan tidak merokok, menghindari alkohol, tidur yang cukup, menurunkan
berat badan yang berlebih, mengatur pola makan, dan berolahraga yang teratur untuk
membakar lemak dan kalori yang berlebih dapat adalah gaya hidup sehat wajib
dijalani diabetesi (Tandra, 2014).
Modifikasi gaya hidup sangat penting untuk dilakukan, tidak hanya untuk
mengontrol kadar glukosa darah namun bila diterapkan secara umum diharapkan
12
Universitas Sumatera Utara
dapat menurunkan prevalensi DM baik di Indonesia maupun di dunia di masa yang
akan datang. Modifikasi gaya hidup antara lain: menurunkan berat badan,
meningkatkan aktivitas fisik, mengatur pola makan yang sehat, menghentikan
merokok dan alkohol, serta mengurangi konsumsi garam (PERKENI, 2011).
Komsumsi makanan lebih baik dan peningkatan aktivitas fisik adalah kunci
penanganan DM (Prihaningtyas, 2013).
2.1.1. Promosi Gaya Hidup Sehat
Menurut PERKENI (2011) Promosi gaya hidup sehat sehat merupakan faktor
penting pada kegiatan pelayanan kesehatan. Untuk mendapatkan hasil pengelolaan
DM yang optimal dibutuhkan perubahan perilaku. Perlu dilakukan edukasi bagi
pasien dan keluarga untuk pengetahuan dan peningkatan motivasi. Hal tersebut dapat
terlaksana dengan baik melalui dukungan tim penyuluh yang terdiri dari dokter, ahli
gizi, perawat, dan tenaga kesehatan lain. Setiap kali kunjungan diingatkan kembali
untuk selalu melakukan gaya hidup sehat. Gaya hidup sehat yang diharapkan bagi
penderita DM adalah :
a. Mengikuti pola makan sehat.
b. Meningkatkan kegiatan jasmani dan aktivitas fisik sehari hari.
c. Menggunakan obat DM dan obat-obat pada keadaan khusus secara aman dan
teratur.
d. Melakukan Pemantauan Glukosa Darah Mandiri (PGDM) dan memanfaatkan
data yang ada.
e. Melakukan perawatan kaki secara berkala
Universitas Sumatera Utara
f. Memiliki kemampuan untuk mengenal dan menghadapi keadaan sakit akut
dengan tepat
g. Mempunyai keterampilan mengatasi masalah yang sederhana dan mau
bergabung dengan kelompok penyandang diabetes serta mengajak keluarga
untuk mengerti pengelolaan penyandang diabetes
h. Mampu memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan yang ada.
2.1.2. Edukasi Perubahan Perilaku (oleh Tim Edukator Diabetes)
Dalam menjalankan tugasnya, tenaga kesehatan memerlukan landasan empati,
yaitu kemampuan memahami apa yang dirasakan oleh orang lain. Prinsip yang perlu
diperhatikan pada proses edukasi diabetes adalah:
a. Memberikan dukungan dan nasehat yang positif serta hindari terjadinya
kecemasan
b. Memberikan informasi secara bertahap, dimulai dengan hal-hal yang sederhana
c. Lakukan pendekatan untuk mengatasi masalah dengan melakukan simulasi
d. Diskusikan program pengobatan secara terbuka, perhatikan keinginan pasien.
Berikan penjelasan secara sederhana dan lengkap tentang program pengobatan
yang diperlukan oleh pasien dan diskusikan hasil pemeriksaan laboratorium
e. Lakukan kompromi dan negosiasi agar tujuan pengobatan dapat diterima
f. Berikan motivasi dengan memberikan penghargaan
g. Libatkan keluarga/pendamping dalam proses edukasi
h. Perhatikan kondisi jasmani dan psikologis serta tingkat pendidikan pasien dan
keluarganya
Universitas Sumatera Utara
i. Gunakan alat bantu audio visual edukasi dengan tujuan promosi hidup sehat,
perlu selalu dilakukan sebagai bagian dari upaya pencegahan dan merupakan
bagian
yang
sangat
penting
dari
pengelolaan
DM
secara
holistik
(PERKENI,2011).
Materi edukasi terdiri dari materi edukasi tingkat awal dan materi edukasi
tingkat lanjutan. Edukasi yang diberikan kepada pasien meliputi pemahaman tentang:
Materi edukasi pada tingkat awal adalah:
a. Materi tentang perjalanan penyakit DM
b. Makna dan perlunya pengendalian dan pemantauan DM secara berkelanjutan
c. Penyulit DM dan risikonya
d. Intervensi farmakologis dan non-farmakologis serta target pengobatan
e. Interaksi antara asupan makanan, aktivitas fisik, dan obat hipoglikemik oral atau
insulin serta obat-obatan lain
f. Cara pemantauan glukosa darah dan pemahaman hasil glukosa darah atau urin
mandiri (hanya jika pemantauan glukosa darah mandiri tidak tersedia)
g. Mengatasi sementara keadaan gawat darurat seperti rasa sakit, atau hipoglikemia
h. Pentingnya latihan jasmani yang teratur
i. Masalah khusus yang dihadapi (contoh: hiperglikemia pada kehamilan)
j. Pentingnya perawatan kaki
k. Cara mempergunakan fasilitas perawatan kesehatan.
Universitas Sumatera Utara
Materi edukasi pada tingkat lanjut adalah :
a. Mengenal dan mencegah penyulit akut DM
b. Pengetahuan mengenai penyulit menahun DM
c. Penatalaksanaan DM selama menderita penyakit lain
d. Mengurangi makan di luar rumah
e. Rencana untuk kegiatan khusus
f. Hasil penelitian dan pengetahuan masa kini dan teknologi mutakhir tentang DM
g. Pemeliharaan/perawatan kaki.
Edukasi dapat dilakukan secara individual dengan pendekatan berdasarkan
penyelesaian masalah. Seperti halnya dengan proses edukasi, perubahan perilaku
memerlukan perencanaan yang baik, implementasi, evaluasi, dan dokumentasi.
2.2. Diabetes Melitus
2.2.1. Definisi Diabetes Melitus
Menurut American Diabetes Association (ADA) dalam PERKENI (2011),
DM merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik dengan
tingginya kadar glukosa didalam darah (hiperglikemia) yang terjadi akibat gangguan
sekresi insulin, penurunan kerja insulin atau akibat dari keduanya.
DM
merupakan
penyakit
kronik,
progresif
dengan
karakteristik
ketidakmampuan tubuh dalam proses metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein,
yang menyebabkan peningkatan level gula darah (Black & Hawks, 2009).
Universitas Sumatera Utara
Soegondo dkk, (2009). DM adalah suatu kumpulan gejala yang timbul pada
seseorang yang disebabkan oleh karena peningkatan kadar glukosa darah akibat
penurunan sekresi insulin yang progresif dilatar belakangi oleh resistensi insulin.
2.2.2. Patogenesis Diabetes Melitus
DM merupakan penyakit yang disebabkan oleh adanya kekurangan insulin
secara relatif maupun absolut. Defesiensi insulin dapat terjadi melalui 3 jalan, yaitu;
Rusaknya sel-sel 𝛽 pankreas karena pengaruh dari luar (virus, zat kimia tertentu, dll).
Desensitas atau penurunan reseptor glukosa pada kelenjar pankreas. Desensitas/
kerusakan reseptor insulin (down regulation) di jaringan perifer (ADA, 2012).
Apabila
di
dalam
tubuh
terjadi
kekurangan
insulin,
maka
dapat
mengakibatkan menurunnya transport glukosa melalui membran sel, keadaan ini
mengakibatkan metabolisme lemak dalam tubuh. Manifestasi yang muncul adalah
penderita DM selalu merasakan lapar atau nafsu makan meningkat “ poliphagia”.
Menurunnya glikogenesis, dimana pembentukan glikogen dalam hati dan otot
terganggu (PERKENI, 2011).
Meningkatnya pembentukan glikolisis dan glukoneogenesis, karena proses ini
disertai nafsu makan meningkat atau poliphagia sehingga dapat mengakibatkan ginjal
tidak mampu lagi mengabsorsi dan glukosa keluar bersama urine, keadaan ini yang
disebut glukosuria. Manifestasi yang muncul yaitu penderita sering berkemih atau
poliuria dan selalu merasa haus atau polidipsia (Depkes RI, 2008).
Universitas Sumatera Utara
Patogenesis DM Tipe II ditandai dengan adanya resistensi insulin perifer,
gangguan hepatic glucosa production (HGP) dan penurunan fungsi sel 𝛽, yang
akhirnya akan menuju kerusakan total sel 𝛽. Mula-mula timbul resistensi insulin
kemudian disusul oleh peningkatan sekresi insulin, untuk mengkompensasi
(mengatasi kekurangan) resistensi insulin agar kadar glukosa darah tetap normal.
Lama-kelamaan sel beta tidak sanggup lagi mengkompensasikan resistensi
insulin hingga kadar glukosa darah meningkat dan fungsi sel beta semakin menurun
saat itulah diagnosa DM ditegakkan ternyata penurunan fungsi sel beta berlangsung
secara progresif sampai akhirnya sama sekali tidak mampu lagi mengekresi insulin
(ADA, 2011).
2.2.3. Gejala Diabetes Melitus
2.2.3.1. Gejala Akut Diabetes Melitus
Gejala penyakit DM dari satu penderita ke penderita lain bervariasi bahkan
mungkin tidak menunjukkan gejala apa pun sampai saat tertentu.
1. Pada permulaan gejala yang ditunjukkan meliputi serba banyak (poli), yaitu:
1) Banyak makan (poliphagia).
2) Banyak minum (polidipsia).
3) Banyak kencing (poliuria).
2. Bila keadaan tersebut tidak segera diobati, akan timbul gejala:
1) Banyak minum.
2) Banyak kencing.
Universitas Sumatera Utara
3) Nafsu makan mulai berkurang/BB turun dengan cepat (turun 5- 10 kg dalam
waktu 2 - 4 minggu).
4) Mudah lelah.
5) Bila tidak segera diobati, akan timbul rasa mual, bahkan penderita akan jatuh
koma.
2.2.3.2. Gejala Kronik Diabetes Melitus
Gejala kronik yang sering dialami oleh penderita DM adalah sebagai berikut:
1) Kesemutan.
2) Kulit terasa panas, atau seperti tertusuk-tusuk jarum.
3) Rasa tebal di kulit.
4) Kram.
5) Capai.
6) Mudah mengantuk.
7) Mata kabur, biasanya sering ganti kacamata
8) Gatal di sekitar kemaluan terutama wanita.
9) Gigi goyah mudah lepas, kemampuan seksual menurun, impotensi.
10) Para ibu hamil sering mengalami keguguran atau kematian janin dalam
kandungan, atau dengan berat lahir lebih dari 4 kg (Jhonson, 2008).
2.2.4. Diagnosis Diabetes Melitus
Klasifikasi DM yang dianjurkan oleh PERKENI adalah yang sesuai dengan
ADA dalam Standards of Medical Care in Diabetes 2011 yaitu :
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.1. Klassifikasi Etiologis Diabetes Melitus
Tipe
DiabetesTipe I
Diabetes Tipe II
Diabetes Tipe lain
DM Gestasional
Sumber: PERKENI, 2011
Keterangan
Destruksi sel beta, umumnya menjurus kedefesiensi
insulin absolute
a. Autonium,
b. Idiopatik
Bervariasi, mulai yang terutama dominan resistensi
insulin disertai defesiensi insulin relatif sampai yang
dominan defek sekresi insulin disertai resisten insulin
Defek genetik fungsi sel beta
Defek genetik fungsi insulin
Penyakit Eksokrin Pangkreas
Endokrinopati
Karena obat atau zat kimia
Infeksi
Sebab imunologi yang jarang
Sindroma genetik lain yang berkaitan dengan DM
(Klinefelter, sindrom Turner)
Diabetes karena dampak kehamilan
Kecurigaan adanya DM perlu dipikirkan apabila terdapat keluhan klasik DM
seperti tersebut di bawah ini:
a. Keluhan klasik DM berupa : banyak minum, banyak makan, banyak buang air
kecil dan penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya.
b. Keluhan lain dapat berupa : lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur disfungsi
ereksi pada pria, serta pruritus vulvae (gatal didaerah kemaluan) pada wanita.
DM karena dampak kehamilan ditegakkan hasil pemeriksaan TTGO,
dilakukan dengan memberikan beban 75 g glukosa setelah berpuasa 8-14 jam.
Kemudian dilakukan pemeriksaan glukosa darah puasa 1 jam dan 2 jam setelah
beban. DMG ditegakkan apabila ditemukan hasil pemeriksaan glukosa darah puasa
Universitas Sumatera Utara
≥95 mg/dl, 1 jam setelah beban ≥180 mg/dl dan 2 jam setelah beban ≥155 mg/dl.
Apabila hanya dapat dilakukan 1 kali pemeriksaan glukosa darah maka lakukan
pemeriksaan glukosa 2 jam setelah pembebanan, bila didapatkan hasil glukosa darah
≥155 mg/dL, sudah dapat didiagnosis Diabetes Gestasional (PERKENI, 2006).
2.2.5. Pengendalian Diabetes Melitus
Tujuan pengendalian DM dibagi menjadi tujuan jangka panjang dan tujuan
jangka pendek yaitu menghilangkan gejala/keluhan dan mempertahankan rasa
nyaman dan tercapainya target pengendalian darah.
Tujuan jangka panjang yaitu:
1) Agar penyandang DM dapat hidup lebih lama, karena kualitas hidup seseorang
menjadi kebutuhan, seseorang yang bertahan hidup tetapi dalam keadaan tidak
sehat akan mengganggu kebahagiaan dan kestabilan keluarga.
2) Untuk membantu penyandang DM agar mereka dapat membantu dirinya sendiri,
sehingga komplikasi yang mungkin timbul dapat dikurangi dan jumlah hari sakit
dapat ditekan.
3) Agar penyandang DM dapat produktif sehingga dapat berfungsi dan berperan
sebaik-baiknya didalam masyarakat.
4) Menekan biaya perawatan baik secara pribadi, asuransi maupun nasional.
Universitas Sumatera Utara
2.2.5.1. Prinsip Pengendalian DM
Prinsip Pengendalian DM meliputi 4 Pilar yaitu:
1) Penyuluhan
Tujuan penyuluhan menurut pengendalian yaitu meningkatkan pengetahuan
diabetisi tentang penyakit dan pengelolaannya dengan tujuan dapat merawat sendiri
sehingga mampu mempertahankan hidup dan mencegah komplikasi lebih lanjut
penyuluhan meliputi penyuluhan untuk pencegahan primer ditujukan untuk kelompok
risiko tinggi, penyuluhan untuk pencegahan sekunder ditujukan pada diabetisi
terutama pasien yang baru, materi yang diberikan meliputi pengertian DM, gejala,
penatalaksanaan DM, mengenal dan mencegah komplikasi akut dan kronik,
penyuluhan untuk pencegahan tersier ditujukan pada diabetisi lanjut, dan materi yang
diberikan meliputi aktivitas fisik, pola makan pengawasan kadar gula darah
(Soegondo dkk, 2009).
2) Latihan Fisik (Olah Raga)
Olahraga teratur adalah cara terbaik untuk meningkatkan pembakaran lemak
tubuh (Tandra, 2014). Tujuan olahraga adalah untuk meningkatkan kepekaan insulin,
mencegah kegemukan, memperbaiki aliran darah, merangsang pembentukan glikogen
baru dan mencegah komplikasi lebih lanjut, olah raga meliputi empat prinsip jenis
olah raga dinamis yaitu memenuhi frekuensi, intensitas, durasi (time) dan tipe (jenis ):
Frekuensi
: jumlah olah raga perminggu sebaiknya dilakukan teratur 3-5 kali
Intensitas
: ringan dan sedang yaitu 60-70% MHR (Maximun Heart Rate)
Time
: 30-60 menit
Universitas Sumatera Utara
Tipe/Jenis
: Olahraga aerobic (endurans) untuk meningkatkan kemampuan
kardiorespirasi seperti jalan, jogging, berenang dan bersepeda.
Menurut Soegondo dkk (2009) menentukan MHR (Maksimun Heart Rate)
yaitu: 220-umur, setelah MHR didapat ditentukan THR (Target Heart Rate),
misalnya intensitas latihan yang diprogramkan bagi diabetisi umur 50 tahun sebesar
60-70%, maka THR : 60%x(220-50)=102, sedangkan THR 70% adalah:
70%x(220-50)=119, dengan demikian jika diabetesi ini akan olahraga sebaiknya
berada diantar 102-119 kali/menit, hal-hal yang perlu diperhatikan waktu olah raga
yaitu pemanasan (warm up) kegiatan ini dilakukan sebelum memasuki latihan inti
dengan tujuan untuk mempersiapkan berbagai sistem tubuh sebelum memasuki
latihan, menaikkan suhu tubuh, meningkatkan denyut nadi secara perlahan-lahan,
mengurangi kemungkinan terjadinya cedera, lama pemanasan 5-10 menit, kemudian
latihan inti (conditioning) pada tahap ini denyut nadi diusahakan mencapai THR agar
latihan benar bermanfaat.
Pendinginan (cooling-down), setelah selesai olahraga dilakukan pendinginan
untuk mencegah penumpukan asam laktat yang dapat menimbulkan rasa nyeri pada
otot sesudah berolahraga atau pusing-pusing karena darah masih terkumpul pada otot
yang aktif, contohnya bila olahraga jogging maka pendinginan dilakukan dengan
tetap jalan selama beberapa menit, bila mengayuh sepeda tetap mengayuh tanpa
beban, lama pendinginan sebaiknya dilakukan 5-10 menit peregangan (stretching) hal
ini dilakukan untuk melemaskan dan melenturkan otot-otot yang masih meregang dan
tidak elastis dan ini sangat penting bagi diabetisi usia lanjut (Soegondo dkk, 2009).
Universitas Sumatera Utara
3) Diet Diabetes Melitus
Adanya serat (sayur, buah dan kacangan) memperlambat absorbsi glukosa
sehingga dapat ikut berperan mengatur gula darah dan memperlambat kenaikan gula
darah, makanan yang cepat dirombak dan juga cepat diserap dapat meningkatkan
kadar gula darah, sedangkan makanan yang lambat dirombak dan lambat diserap
masuk ke aliran darah menurunkan gula darah (Almatsier, 2011).
Karbohidrat atau hidrat arang adalah suatu zat gizi yang fungsi utamanya
sebagai penghasil energi, dimana setiap gramnya menghasilkan 4 kalori, walaupun
lemak menghasilkan energi lebih besar, namun karbohidrat lebih banyak di konsumsi
sehari-hari sebagai bahan makanan pokok, terutama pada negara sedang berkembang,
di negara sedang berkembang karbohidrat dikonsumsi sekitar 70-80% dari total
kalori, bahkan pada daerah-daerah miskin bisa mencapai 90%, sedangkan pada
negara maju karbohidrat dikonsumsi hanya sekitar 40-60%, hal ini disebabkan
sumber bahan makanan yang mengandung karbohidrat lebih murah harganya
dibandingkan sumber bahan makanan kaya lemak maupun protein, karbohidrat
banyak ditemukan pada serealia (beras, gandum, jagung, kentang dan sebagainya),
serta pada biji-bijian (Ostman, 2001).
Penukar nasi umumnya digunakan sebagai makan pokok, satu porsi nasi
setara dengan ¾ gelas atau 100 gram, mengandung 175 kalori, 4 gram protein dan 40
gram karbohidrat, untuk menentukan berapa kebutuhan karbohidrat total perhari
dapat ditentukan dengan melihat kebutuhan energi sehari, jika energi sehari adalah
sebesar 2450 kkal, maka energi yang berasal dari karbohidrat adalah 1470-1838 kkal
Universitas Sumatera Utara
atau sekitar 368-460 g karbohidrat, 1 gram karbohidrat setara dengan 4 kkal,
kebutuhan karbohidrat 60-70% total kkal (Almatsier, 2011).
Untuk melihat bahan makanan yang berasal dari karbohidrat dapat dilihat
pada tabel dibawah ini:
Tabel 2.2. Bahan Makanan Karbohidrat
No
Bahan Makanan
1.
Bihun
2.
Biscuit
3.
Havermut
4.
Kentang
5.
Crackers
6.
Macaroni
7.
Mie Kering
8.
Mie Basah
9.
Nasi
10. Talas
11. Ubi
12. Roti Putih
Sumber : Almatsier; 2006
Ukuran Rumah Tangga
¼ gelas
4 keping
5 ½ sendok makan
2 biji sedang
5 keping
½ gelas
1 gelas
2 gelas
¼ gelas
1 potong
1 biji sedang
3 potong sedang
Berat (gr)
50
40
45
210
50
50
50
200
100
125
135
70
Sumber karbohidrat lain dapat diperoleh dari gula merupakan salah satu
sumber karbohidrat sederhana yang dicampur ke kopi, teh manis, susu dan minuman
lainnya yang banyak dikonsumsi masyarakat contohnya 1 (satu) sendok makan susu
kental manis : 71 kalori, gula termasuk dalam sumber karbohidrat tetapi bukan
sumber energi utama, Sumber energi utama adalah karbohidrat kompleks (nasi,
kentang, bihun, jagung, bihun, mie), penggunaan gula yang terlalu banyak tidak
dianjurkan gula jika dikonsumsi berlebihan bisa memicu berbagai masalah seperti
Diabetes dan kegemukan, satu sendok makan gula pasir sama dengan 10 gram
(Almatsier, 2006).
Universitas Sumatera Utara
Sebagai pedoman , dipakai 8 macam diet DM sebagai berikut :
Tabel 2.3. Jenis Diet Diabetes Melitus menurut Kandungan Energi,
Protein, Lemak dan Karbohidrat
Jenis diet
Energi kkal
I
1100
II
1300
III
1500
IV
1700
V
1900
VI
2100
VII
2300
VIII
2500
Sumber : Almatsier, 2006
Protein g
43
45
51,5
55,5
60
62
73
80
Lemak g
30
35
36,5
36,5
48
53
59
62
Karbohidrat g
172
192
235
275
299
319
369
396
4) Pengobatan
Jika telah menerapkan pengaturan makanan dan kegiatan jasmani yang teratur
namun pengendalian kadar gula darah belum tercapai maka dipertimbangkan
pemberian obat meliputi obat hipoglikemi oral (OHO) dan insulin, pemberian obat
hipoglikemi oral diberikan kurang lebih 30 menit sebelum makan, pemberian insulin
biasanya diberikan lewat penyuntikan di bawah kulit (subkutan) dan pada keadaan
khusus diberikan secara introvena (melalui vena) atau intramuslatler (melalui otot)
(Soegondo dkk, 2009).
2.2.6. Faktor Risiko Diabetes Melitus
Konsensus Perhimpunan Endokrinologi Indonesia (PERKENI) 2011, Dalam
hal pencegahan primer sebagai upaya yang ditujukan pada kelompok yang memiliki
faktor risiko, yakni mereka yang belum terkena, tetapi berisiko untuk mendapat DM
Universitas Sumatera Utara
dan kelompok intoleransi glukosa. pengukuran faktor risiko DM menjadi dua faktor,
yaitu :
2.2.6.1. Faktor Risiko yang Tidak Dapat Dimodifikasi
a. Ras dan Etnik
Merupakan suatu kelompok manusia yang memiliki ciri fisik bawaan yang
sama, pada dasarnya ciri fisik manusia dikelompokkan atas tiga golongan yaitu ciri
fenotipe merupakan ciri-ciri yang tampak, ciri fenotipe terdiri atas ciri kualitatif dan
kuantitatif, ciri kualitatif antara lain warna kulit, warna rambut, bentuk hidung,
bentuk dagu dan bentuk bibir sementara ciri kuantitatif antara lain tinggi badan dan
ukuran bentuk kepala, ciri filogenetif yaitu hubungan asal usul antara ras-ras dan
perkembangan sedangkan ciri getif yaitu ciri yang didasarkan pada keturunan darah
(Laning, 2009).
Etnis berarti kelompok sosial dalam sistem sosial atau kebudayaan yang
mempunyai arti atau kedudukan tertentu karena keturunan, adat, agama, bahasa, dan
sebagainya, anggota-anggota suatu kelompok etnik memiliki kesamaan dalam hal
sejarah (keturunan), bahasa, sistem nilai, serta adat-istiadat dan tradisi, penelitian
yang dilakukan oleh NHANES (National Health And Nutrition Examinations
Surveys) dari 11.090 sampel, didapati 880 yang menderita diabetes dengan sampel
ras kulit hitam dan putih usia 20-70 tahun, wanita kulit hitam mempunyai 2 kali
menderita DM dibandingkan dengan wanita kulit putih (Lipton, 1993).dan Orang
Asia lebih berisiko terkena DM (Tandra, 2014).
Universitas Sumatera Utara
b. Riwayat Keluarga dengan DM (Anak Penyandang DM)
Risiko seseorang anak mendapat DM Tipe II adalah 15% bila salah seorang
orang tuanya menderita DM dan kemungkinan 75% bila keduanya menderita DM.
Pada umumnya bila seorang menderita DM maka saudara kandungnya mempunyai
Risiko
DM sebanyak 10%. (Depkes RI,2008). Bila ada anggota keluarga yang
terkena DM maka anda berisiko menjadi diabetes (Tandra, 2014)
DM Tipe II merupakan penyakit multifaktorial dengan komponen genetik
yang akan mempercepat fenotipe diabetes, riwayat penyakit untuk timbulnya DM
Tipe II terjadi interaksi antara predisposisi genetik dan lingkungan, pada penelitian
yang dilakukan oleh The Framingham offspring of Tipe II diabetes mendapatkan
risiko DM Tipe II yaitu 3,5 kali lebih tinggi pada keturunan salah satu orang tua
diabetes, dan 6 kali lebih tinggi pada keturunan yang keduanya orang tua tersebut
menderita diabetes.
c. Umur Risiko untuk Menderita Intoleransi Glukosa Meningkat Seiring
Pertambahan Usia. Usia > 45 Tahun Harus Dilakukan Pemeriksaan DM
Perubahan metabolisme tubuh yang ditandai dengan penurunan produksi
hormon tertosteron untuk laki-laki dan oestrogen untuk perempuan biasanya
memasuki usia 45 tahun keatas, kedua hormon ini tidak hanya berperan dalam
pengaturan hormon seks, tetapi juga metabolisme pengaturan proses metabolisme
tubuh, salah satu fungsi dua hormon tersebut adalah mendistribusikan lemak
keseluruh tubuh akibatnya, lemak menumpuk diperut, batasan lingkar perut normal
untuk perempuan < 80cm dan untuk laki-laki < 90cm. Membesarnya lingkaran
Universitas Sumatera Utara
pinggang akan diikuti dengan peningkatan gula darah dan kolesterol yang akan
diikuti dengan sindroma metabolik yakni terganggunya metabolisme tubuh dari
sinilah mulai timbulnya penyakit degeneratif (Tjokroprawiro, 2007).
Prevalensi responden yang mempunyai riwayat DM cenderung meningkat
dengan bertambahnya usia, hal ini disebabkan semakin lanjut usia maka pengeluaran
insulin oleh pankreas juga semakin berkurang. Namun prevalensi pada usia 65 tahun
ke atas semakin menurun, kemungkinan pada kelompok tersebut responden DM
berkomplikasi berat sehingga tak bisa datang ketempat pemeriksaan atau
kemungkinan pada kelompok tersebut sebagian besar sudah meninggal, Usia >55
tahun memiliki risiko hiperglikemia 6,7 kali sedangkan usia 35–54 tahun 4,5 kali
dibanding usia 15–34 tahun. Jenis kelamin perempuan berisiko 2,5 kali dibanding
laki-laki, dan yang tidak minum/ injeksi obat anti diabetes berisiko 2,2 kali dibanding
yang minum/injeksi obat (Mihardja, 2009).
d. Riwayat Melahirkan Bayi dengan Berat Badan (BB) lahir >4000 gram atau
Riwayat Pernah Menderita Diabetes Gestational/Kehamilan (DMG)
Diabetes Melitus Gestational (DMG) adalah suatu bentuk diabetes yang
berkembang pada beberapa wanita selama kehamilan, Diabetes gestasional terjadi
karena kelenjar pankreas tidak mampu menghasilkan insulin yang cukup untuk
mengkontrol gula darah (glukosa) wanita hamil tersebut pada tingkat yang aman bagi
dirinya maupun janin yang dikandungnya (Jhonson, 2008).
Diagnosis ditegakkan berdasarkan pemeriksaan darah yang menunjukkan
wanita hamil tersebut mempunyai kadar gula yang tinggi dalam darahnya dimana ia
Universitas Sumatera Utara
tidak pernah menderita DM sebelum kehamilannya, DM Gestasional berbeda dengan
DM lainnya dimana gejala penyakit ini akan menghilang setelah bayi lahir di
Indonesia insiden DMG sekitar 1,9%-3,6% dan sekitar 40-60% wanita yang pernah
mengalami DMG pada pengamatan lanjut pasca persalinan akan mengidap DM atau
gangguan toleransi glukosa (Soewondo, 2006).
e. Riwayat Lahir dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) (<2,5 Kg)
Bayi yang lahir dengan berat badan rendah tentunya memiliki organ yang
internal yang kecil. Organ internal akhirnya membuat si anak tidak mampu
memenuhi kebutuhan tubuhnya. Jika berat badan kecil maka pankreasnya juga kecil
dan tidak sempurna, sehingga tidak mampu mencukupi kebutuhan insulin tubuh.
Ketika anak ini bertumbuh dan dewasa anak yang lahirnya kecil untuk jadi bertambah
besar ketika sudah masuk usia anak-anak dan remaja. Ini semakin membuat organ
tidak mampu mencukupi kebutuhan tubuhnya, akhirnya akan berisiko penyakitpenyakit berbahaya seperti diabetes (Jhonson, 2008).
2.2.6.2. Faktor Risiko yang dapat Dimodifikasi
a. Berat Badan Lebih (Indek Massa Tubuh/IMT > 25 kg/m2)
Kelebihan Berat Badan (BB) merupakan salah satu faktor risiko DM. cara
sederhana untuk mengetahui kelebihan BB adalah dengan mengukur Indeks Masa
Tubuh (IMT). Penggunaan IMT disini hanya untuk orang dewasa >18 tahun,
PERKENI (2011), Berdasarkan WHO/WPR/IASO/IOTF dalam The AsiaPacific Perspective:Redefining Obesity and its Treatment IMT berat badan seseorang
dibagi menjadi 6 kelompok yaitu BB Kurang, BB Normal, BB Lebih, BB dengan
Universitas Sumatera Utara
Risiko, Obesitas I, dan Obesitas 2. dan obesitas menunjukkan adanya penumpukan
lemak yang berlebihan didalam tubuh, ditandai dengan peningkatan nilai masa indeks
tubuh diatas normal, orang yang mengalami penumpukan lemak yang lebih banyak
dalam jangka waktu yang lama akan menjadi risiko tinggi DM Indeks Massa Tubuh
(IMT) dengan rumus : 𝐼𝑀𝑇 =
𝐡𝐡 (π‘˜π‘”)
𝑇𝐡2 (π‘š)
Depkes RI (2008), Batas Ambang IMT untuk orang Indonesia dikategorikan
merujuk FAO/WHO yang telah dimodifikasi berdasarkan pengalaman klinis dan hasil
penelitian di beberapa negara berkembang, sebagai berikut :
Tabel 2.4. Katagori Nilai IMT (Indeks Masa Tubuh) Indonesia
Katagori
Kurus
IMT
Kekurangan BB tingkat berat
< 17,0
Kekurangan BB tingkat ringan
17,0 – 18,4
Normal
18,5 -25,0
Kegemukan
Kelebihan BB tingkat ringan
>25,0 – 27,0
Kelebihan BB tingkat berat
>27,0
Sumber : Petunjuk Teknis Pengukuran Faktor Risiko DM, Depkes RI, 2008
Penelitian oleh National Health and Nutrition haminations Surveys
(NHANES) tahun 1992-2002 didapatkan 80% dari responden dengan IMT
≥
18,5
kg/m2 menderita DM dibanding dengan responden dengan IMT <18,5 kg/m2 (ADA,
2011). DM Tipe II cenderung meningkat seiring dengan peningkatan lemak yang
diukur dengan IMT, setiap peningkatan 1 kg berat badan meningkatkan risiko sebesar
4,5% untuk menderita DM tipe 2 (Webber, 2004).
Universitas Sumatera Utara
Penelitian Kaban, dkk (2005) hubungan obesitas dengan DM diperoleh nilai
(p;0,000) dengan nilai OR=4,6% yang artinya orang yang obesitas kemungkinan 4,6
kali menderita DM Tipe II dibandingkan dengan yang tidak.
b. Kurangnya Aktivitas Fisik
Kebugaran jasmani dapat mengambarkan kondisi fisik seseorang untuk
mampu melakukan kegiatan yang berhubungan dengan aktivitas sehari-hari, makin
tinggi kemampuan fisik seseorang maka makin tinggi pula produktifitasnya. Aktivitas
fisik mengakibatkan meningkatnya sensitivitas dari reseptor dan insulin semakin
meningkat sehingga glukosa darah yang dipakai untuk metabolisme energy semakin
baik. Setelah berolahraga selama 10 menit, kebutuhan glukosa darah akan meningkat
sampai 15 kali jumlah kebutuhan pada saat biasa, setelah berolahraga 60 menit
kebutuhan glukosa darah dapat meningkat sampai 35 kali (Depkes RI, 2008).
Menurut Chaveau dan kaufman dalam Depkes RI (2008), latihan
fisik/olahraga pada diabetesi dapat menyebabkan peningkatan pemakaian glukosa
darah oleh otot yang aktif sehingga latihan fisik/olahraga secara langsung dapat
menyebabkan penurunan kadar lemak tubuh, mengontrol kadar glukosa darah,
memperbaiki sensitivitas insulin, menurunkan stress dan mencegah terjadinya DM
Tipe II pada penderita gangguan toleransi glukosa.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.5. Contoh Aktivitas Fisik dan Kalori yang Dikeluarkan
No
Aktivitas Fisik
1.
Cuci Baju
2.
Mengemudi mobil
3.
Mengecat rumah
4.
Potong kayu
5.
Menyapu rumah
6.
Jalan kaki 3,5 mil/jam
7.
Membersihkan jendela
8.
Berkebun
9.
Menyeterika pakaian
Sumber : Perkeni, 2011
Kalori yang dikeluarkan
3,58 Kcal/menit
2,8 Kcal/menit
3,5 Kcal/menit
3,8 Kcal/menit
3,9 Kcal/menit
5,6-7 Kcal/menit
3,7 Kcal/menit
5,6 Kcal/menit
4,2 Kcal/menit
Aktivitas Fisik yang dianjurkan :
1. Lakukan sekurang–kurangnya 30 menit perhari secara rutin dan teratur agar
bermamfaat bagi kesehatan dan kebugaran tubuh, misalnya :
a. Turun bus lebih awal menuju tempat kerja yang kira kira menghabiskan 20
menit berjalan kaki dan saat pulang berhenti di halte yang menghabiskan
kira-kira 10 menit berjalan kaki menuju rumah.
b. Membersihkan rumah selama 10 menit dua kali dalam sehari ditambah
bersepeda selama 10 menit.
2. Lakukan secara bertahap hingga mencapai 30 menit minimal setiap harinya.
3. Lakukan dimana saja, dengan memperhatikan lingkungan yang aman dan
nyaman, bebas polusi, tidak menimbulkan cedera, misalnya di sekolah, di rumah,
di tempat kerja, taman dan tempat rekreasi.
4. Aktivitas fisik dapat dimulai dari usia muda hingga usia lanjut.
5. Olahraga sedang sebaiknya dilakukan 3-4 kali seminggu dengan durasi minimal
30 menit dan tidak berselang lebih dari 3 hari.
Universitas Sumatera Utara
Aktivitas fisik merupakan suatu kegiatan fisik yang dilakukan dengan
terencana dan terstruktur, berulang dan tujuannya memperbaiki atau menjaga
kesegaran jasmani, kesegaran jasmani berkaitan dengan kesehatan mengacu pada
beberapa aspek fungsi fisiologi dan psikologis yang dipercaya memberikan
perlindungan kepada seseorang dalam melawan beberapa tipe penyakit degeneratif
seperti penyakit jantung koroner, obesitas dan kelainan muskuloskeletal (Ganlay,
2000).
Penelitian yang dilakukan di USA pada 21.217 dokter USA selama 5 tahun
(kohort study) menemukan bahwa kasus DM Tipe II lebih tinggi pada kelompok yang
melakukan aktivitas fisik kurang dari 1 kali perminggu dibanding dengan kelompok
yang melakukan olah raga 5 kali seminggu. Penelitian lain yang dilakukan selama 8
tahun pada 87.535 perawat wanita yang melakukan olah raga ditemukan penurunan
risiko penyakit DM Tipe II sebesar 3370 orang (Soegondo dkk, 2009).
Aktivitas fisik (olahraga) sangat bermanfaat untuk meningkatkan sirkulasi
darah, menurunkan berat badan dan memperbaiki sensitivitas terhadap insulin,
sehingga akan memperbaiki kadar glukosa darah. Dengan kadar glukosa darah
terkendali maka akan mencegah komplikasi kronik DM (Niemann, 1995).
Olahraga menyebabkan sel-sel otot dan organ hati menjadi lebih sensitif
terhadap insulin, sebagai hasilnya dapat menyimpan dan menggunakan glukosa
dengan lebih efektif, sehingga dapat menurunkan kadar glukosa, keadaan ini dapat
berlanjut beberapa jam setelah melakukan olah raga.
Universitas Sumatera Utara
Lamanya manfaat olahraga akan hilang bila berhenti 3 hari, hal ini
menekankan pentingnya olahraga secara teratur dan berkesinambungan, agar benarbenar bermanfaat olahraga dilakukan 3-4 kali dalam seminggu, berkesinambungan
dan dalam jangka waktu yang panjang (Suhartono, 2004). Olahraga selama 30-40
menit dapat meningkatkan pemasukan glukosa kedalam sel sebesar 7-20 kali lipat
dibandingkan tanpa olahraga, Olahraga yang tepat untuk diabetesi adalah jalan,
jogging, renang, bersepeda aerobik (Soewondo, 2006).
Hasil penelitian Wardani (2009), aktivitas fisik rendah memiliki risiko DM
Tipe II sebanyak 3,2 kali lebih besar dari yang melakukan aktivitas fisik yang baik.
c. Tekanan Darah Tinggi ≥ 140/90 mmhg)
Tekanan darah adalah desakan darah terhadap dinding- dinding arteri ketika
darah tersebut dipompa dari jantung kejaringan, tekanan darah merupakan gaya yang
diberikan darah pada dinding pembuluh darah, tekanan ini paling tinggi ketika
ventrikel berkontraksi (tekanan sistolik) dan paling rendah ketika ventrikel
berelaksasi (tekanan diastolik) (Hull, 1996).dan dapat diukur pada arteri brachialis di
lengan atas (Depkes RI, 2008).
Ketika jantung memompa darah melewati arteri, darah menekan dinding
pembuluh darah, mereka yang menderita hipertensi mempunyai tinggi tekanan darah
yang tidak normal, penyempitan pembuluh nadi atau aterosklerosis merupakan gejala
awal yang umum terjadi pada hipertensi, karena arteri-arteri terhalang lempengan
kolesterol dalam aterosklerosis, sirkulasi darah melewati pembuluh darah menjadi
sulit, ketika arteri-arteri mengeras dan mengerut dalam aterosklerosis darah memaksa
Universitas Sumatera Utara
melewati jalan yang sempit, sebagai hasilnya tekanan darah menjadi tinggi (Hull,
1996).
Menurut JNC 7 (Joint National Commite) (2003) bila tekanan darah
≥140/90mmhg dinyatakan sebagai hipertensi, hipertensi atau darah tinggi adalah
keadaan dimana seseorang mengalami peningkatan tekanan darah diatas normal atau
kronis, hipertensi merupakan kelainan yang sulit diketahui oleh tubuh kita sendiri,
satu-satunya cara untuk mengetahui hipertensi adalah dengan mengukur tekanan
darah kita secara teratur.
Penelitian yang dilakukan oleh Rahmawati (2009) dengan kasus kontrol
study, kontribusi hipertensi dengan terjadinya DM komplikasi stroke diperoleh hasil
OR=8,574.
JNC (Joint National Commite) membuat kategori tekanan darah sebagai
berikut:
Tabel 2.6. Klasilikasi Tekanan Darah pada Dewasa menurut JNC
(Joint National Commite) VII
Kategori
Tekanan Darah Sistolik
Normal
<120 mmhg
Pre-Hipertensi
121 -139 mmhg
Stadium Satu
140- 159 mmhg
Stadium Dua
≥ 160 mmhg
Sumber: JNC-VII 2003 dalam Depkes RI 2008
Tekanan Darah Diastolik
(dan) < 80 mmhg
(atau) 81 - 90 mmhg
(atau) 91 - 99 mmhg
(atau) ≥ 100 mmhg
Belum ada penelitian yang mengatakan penyebab langsung terjadinya
hipertensi terhadap DM namun masih merupakan faktor risiko yang berpotensi
terhadap tingginya kasus DM, hipertensi sebagai faktor risiko DM artinya semakin
Universitas Sumatera Utara
tinggi angka hipertensi di suatu daerah maka semakin besar risiko untuk menjadi
penderita DM di daerah tersebut, seorang yang memiliki hipertensi maka lebih
berisiko dirinya mengalami DM dibanding orang yang tidak hipertensi, arti lainnya
juga bahwa tidak semua penderita hipertensi akan menjadi penderita DM, belum ada
teori yang benar-benar tegas menerangkan bagaimana hipertensi membuat seseorang
menjadi DM karenanya hipertensi bukan faktor penyebab tetapi adalah faktor risiko.
Terjadinya hipertensi pada penderita DM dikaitkan dan hampir sama proses
terjadi keduanya yaitu melalui suatu keadaan yang disebut sindroma metabolik satu
penelitian memperoleh hasil dimana dari sejumlah total 427 pasien hipertensi yang
diteliti, 46 persen diantaranya adalah pasien DM, pasien cenderung berusia lebih tua,
indeks masa tubuh yang lebih tinggi dan hiperlipidemia, cenderung akan mengalami
komplikasi kardiovaskular dan gagal ginjal, opname lebih lama di Rumah Sakit
(Webber, 2009).
Prevalensi hipertensi pada penderita DM secara keseluruhan adalah 70%,
Pada laki laki 32%, wanita 45% pada masyarakat India Puma sebesar 49%, pada kulit
putih sebanyak 37% dan pada orang asia sebesar 35%, hal ini menggambarkan bahwa
hipertensi pada DM akan sering ditemukan dibandingkan pada individu tanpa
diabetes (Weir et al. 1999).
Penelitian Kaban dkk (2005) disain kasus kontrol dengan sebanyak 45
responden yang diteliti hasil yang didapatkan tidak ada hubungan hipertensi dengan
kejadian DM dimana diperoleh nilai chi square nilai p=0,073 (P > 0,05).
Universitas Sumatera Utara
d. Obesitas Abdominal/Sentral (Lingkar Perut untuk Pria >90 cm, Wanita >80cm)
Pada Obesitas sentral terjadi resistensi insulin di hati yang mengakibatkan
peningkatan asam lemak bebas (FFA/Free Fatty Acid) dan oksidasinya. FFA
menyebabkan ganguan metabolisme glukosa baik secara oksidatif maupun nonoksidatif sehingga menggangu pemakaian glukosa oleh jaringan perifer. Peningkatan
jumlah lemak viseral (abdominal) mempunyai korelasi positif dengan hiperinsulin
dan berkorelasi negatif dengan sensitifitas insulin. Obesitas abdominal/sentral dapat
diketahui dengan pengukuran lingkar perut. Pada pria Asia dikatakan obesitas
abdominal bila hasil pengukuran >90 cm dan pada wanita >80 cm, Jenis obesitas ini
sangat berpengaruh terhadap kasus DM (Depkes RI, 2008).
Penelitian Kaban, dkk (2005) hubungan obesitas dengan DM diperoleh nilai
(p:0,000) dengan nilai OR= 4,6% yang artinya orang yang obesitas kemungkinan 4,6
kali menderita DM Tipe II dibandingkan dengan orang yang tidak obesitas,
Peningkatan IMT adalah membuat pertambahan jaringan lemak ditubuh, hal ini akan
membuat pankreas akan bekerja lebih banyak untuk menghasilkan insulin yang akan
diberikan bagi lemak yang bertambah, jika badan dalam keadaan berat badan normal,
insulin yang dihasilkan pankreas dapat secara normal memberikan pada jaringan
tubuh tanpa harus bekerja keras untuk menghasilkan tambahan insulin.
e. Dislipidemia, Kadar Lipid (Kolesterol HDL = 35 mg/dl dan atau Trigliserida 250
mg/dl)
Merupakan suatu keadaan dimana kadar lemak dalam darah meningkat diatas
batas normal, lemak yang mengalami peningkatan ini meliputi kolesterol, trigliserida
Universitas Sumatera Utara
salah satu partikel yang mengangkut lemak dari sekitar tubuh atau dapat keduanya,
berbagai penelitian membuktikan bahwa keadaan dislipidemia dan hiperglikemia
yang berlangsung lama merupakan faktor penting dalam terjadinya komplikasi PJK
(Penyakit Jantung Koroner) pada DM Tipe II, studi Finnish membuktikan bahwa
peningkatan kadar trigliserid dan rendahnya kolesterol HDL (High Density
Lypoprotein) merupakan faktor risiko PJK (Penyakit Jantung Koroner) pada DM
Tipe II (Niemann, 2005).
f. Diet Tidak Seimbang (Unhealthy Diet) dengan Tinggi Gula dan Rendah Serat
Depkes RI (2008), Konsumsi makanan yang tidak seimbang, tinggi gula dan
rendah serat juga merupakan faktor risiko DM, perencanaan makanan yang
dianjurkan seimbang dengan komposisi energi yang dihasilkan oleh karbohidrat,
protein, dan lemak adalah 45-65% : 10-20% : 20-25%. Secara sederhana dapat diukur
dengan food model atau makanan dalam piring. Dengan prinsipnya adalah makan
yang teratur dalam Jadwal, Jumlah dan Jenisnya (3J). Contoh ini dapat dilihat di
puskesmas sedangkan contoh proporsi makanan dalam bentuk tabel dan piramida
dapat dilihat bawah ini :
Tabel 2.7. Contoh Gizi Seimbang
Bahan Makanan
Makanan Pokok
Kebutuhan
3-4 porsi
Lauk pauk
Hewani
2-3 porsi
-
Keterangan 1 Porsi
¾ gelas sedang nasi (100 gr), atau
1 gelas mie kering (50 gr), atau
3 iris roti putih (70 gr)
1 potong sedang daging sapi (30 gr), atau
1 butir telur ayam kampung (55 gr), atau
1 ekor sedang ikan segar ( 40 gr)
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.7 (Lanjutan)
Bahan Makanan
Lauk pauk nabati
Kebutuhan
2-3 porsi
Sayur-sayuran
3-4 porsi
Buah- buahan
3-5 porsi
Gula Pasir
2-3 porsi
Minyak
5-6 porsi
Garam
1 porsi
Air minum
2 liter
Sumber : Depkes RI, 2008
-
Keterangan 1 Porsi
2 potong sedang tempe (50 gr), atau
1 potong besar tahu (110 gr), atau
2 sendok makan kacang tanah ( 15 gr)
1 gelas setelah dimasak dan ditiriskan
(100gr)
1 buah kecil pisang ambon (50 gr), atau
1 buah sedang jeruk garut(115 gr), atau
1 potong besar pepaya ( 190 gr)
1 sendok makan
1 sendok the
1 sendok the
= 8 gelas
Tingginya serat dalam makanan menimbulkan turunnya absorsi beberapa
elemen mineral (Mg, Ca, Zn dan Fe). Terdapat batasan pemberian serat maksimal 2030 g per hari untuk meminimalkan reaksi samping, karena bila kelebihan atau
kekurangan serat dalam makanan yang dikonsumsi menyebabkan ganguan proses
pencernaan serta pembentukan feases (Departemen Gizi dan Kes Mas UI, 2012)
Penelitian Hartati (2004) yang dilakukan di RSUD Tugurejo Semarang
menjelaskan ada pengaruh asupan serat makanan terhadap kadar gula darah DM Tipe
II dengan hasil nilai p value < 0,005, hasil penelitian Riskesdas (2007) faktor risiko
DM yang makan buah dan sayur pada kelompok umur 25-64 tahun responden
terhadap terjadinya DM mempunyai nilai odd rasio 1,04 kali dari yang tidak makan
buah dan sayur (Balitbang, Kemenkes RI, 2013).
Faktor lain yang mempengaruhi tingginya gula darah adalah Indeks Glikemik
yaitu ukuran kecepatan makanan diserap menjadi gula darah, semakin tinggi indeks
Universitas Sumatera Utara
glikemik suatu makanan, semakin cepat dampaknya terhadap kenaikan gula darah,
Indeks glikemik di atas 70 termasuk tinggi, antara 56 sampai dengan 69 sedang dan
55 ke bawah adalah rendah (Ostman, 2001).
Makanan yang sedikit atau tidak mengandung karbohidrat seperti daging,
keju, memiliki indeks glikemik mendekati nol. Selain GI dilihat juga Glycemic Load
(GL) berbeda dengan GI, GL tidak hanya menilai seberapa cepat glukosa dari suatu
makan memasuki peredaran darah tetapi juga menilai seberapa banyak glukosa yang
terkandung dari makanan tersebut sehingga GL lebih menilai secara keseluruhan (the
whole package), semakin rendah GL semakin kecil suatu makanan yang disajikan
memicu peningkatan gula darah secara berlebih, berikut parameter dari GL: Tinggi
GL 20 atau lebih, sedang GL I l-19 dan rendah GL l0 atau kurang (Ostman, 2001).
GL dapat dihitung dengan cara mengkalikan GI dengan jumlah karbohidrat
yang terkandung dari suatu makanan lalu dibagi seratus, sebagai contoh kita ambil
wortel, wortel sebanyak 50 gram memiliki kandungan 5,3 gram karbohidrat (telah
diketahui di atas bahwa GI wortel adalah 7l), jadi nilai GL nya adalah: (71 x 5.3):100
=3,76 Jadi wortel yang dikatakan memiliki GI yang tinggi ternyata memiliki GL yang
rendah (Thompson, 2006).
Karbohidrat setiap gramnya menghasilkan 4 kalori, karbohidrat lebih banyak
dikonsumsi sehari-hari sebagai bahan makanan pokok, satu porsi nasi setara dengan
¾ gelas atau 100 gram, 1 gram karbohidrat menghasilkan 4 kkal, kebutuhan kalori
berbeda dilihat dari jenis kelamin dan usia, untuk wanita usia 40-45 tahun 2200 kkal,
usia 46-59 tahun 2100 kkal, 60 tahun keatas 1850 kkal sedangkan untuk jenis kelamin
Universitas Sumatera Utara
pria usia 40-45 tahun 2800 kkal, usia 46-59 tahun 2500 kkal dan usia diatas 60 tahun
2200 kkal, sedangkan kebutuhan karbohidrat adalah 60-70% dari energi total
(Almatsier, 2006).
Penelitian Nyoman (2009) di Tanaban Bali yang meneliti konsumsi
karbohidrat mendapatkan hasil p value 0.000 menyatakan ada pengaruh bermakna
konsumsi karbohidrat dengan kejadian DM Tipe II dengan hasil OR 10,8.
g. Memiliki Riwayat Toleransi Glukosa Terganggu (TGT) setelah Pemeriksaan
TTGO didapatkan Glukosa Plasma 2 jam setelah Pembebanan Glukosa antara
140-199 mg/dl atau Gula Darah Puasa Terganggu (GDPT 100-125 mg/dl)
Seseorang dengan TGT atau GDPT juga disebut sebagai gangguan intoleransi
glukosa atau prediabetes yang merupakan tahapan sementara menuju DM. orang
dengan prediabetes mempunyai kadar glukosa darah puasa dan atau glukosa 2 jam
setelah pembebanan glukosa (TTGO standar) melebihi normal, namun belum masuk
kategori DM.
h. Merokok
Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar 2013 faktor risiko seperti merokok,
polusi udara di dalam maupun di luar ruangan merupakan onset (awal terjadinya
penyakit) biasanya pada usia pertengahan dan tidak hilang dengan pengobatan, Rerata
batang rokok yang dihisap per hari per orang di Indonesia adalah 12,3 batang (setara
satu bungkus). Proporsi terbanyak perokok aktif setiap hari pada umur 30-34 tahun
sebesar 33,4 persen, umur 35-39 tahun 32,2 persen, sedangkan proporsi perokok
setiap hari pada laki-laki lebih banyak di bandingkan perokok perempuan (47,5%
Universitas Sumatera Utara
banding 1,1%). Berdasarkan jenis pekerjaan, petani/nelayan/buruh adalah proporsi
perokok aktif setiap hari yang terbesar (44,5%) dibandingkan kelompok pekerjaan
lainnya. Proporsi perokok setiap hari tampak cenderung menurun pada kuintil indeks
kepemilikan yang lebih tinggi.
Konsumsi rokok dan tembakau merupakan salah satu faktor risiko utama
terjadinya berbagai penyakit tidak menular seperti kardiovaskuler, stroke, kanker,
kelainan kehamilan dan merupakan penyebab kematian utama didunia temasuk
negara kita Indonesia (Depkes RI, 2008).
Sebatang rokok dapat menurunkan khasiat insulin tubuh berkurang sampai
15% dan setelah 10-12 jam baru bisa pulih seperti semula (Tandra, 2014). Kebiasaan
merokok menyebabkan gangguan metabolisme glukosa dan peningkatan resistensi
insulin yang menyebabkan peningkatan risiko terkena DM (Wicaksono, 2011).
Nikotin merupakan komponen utama rokok, terbukti meningkatkan
vasopressin dan hormon adrenokortikotropik. Nikotin mempunyai efek langsung
meningkatkan pelepasan katekolamin dari tempat penyimpanannya di jantung, juga
meningkatkan pelepasan epinefrin dari medulla adrenal. Epinefrin disimpan dalam
granula kromafin dan dilepaskan sebagai respon terhadap hipoglikemi, stress dan
faktor lainnya (Dorlan, 1995).
Jumlah rokok yang dihisap dapat dalam satuan batang, bungkus, pak perhari,
terbagi kedalam tiga kelompok, yaitu :
1. Perokok Ringan, apabila seorang menghisap kurang dari 10 batang rokok perhari
2. Perokok Sedang, apabila seseorang menghisap 10-20 batang rokok perhari
Universitas Sumatera Utara
3. Perokok Berat, apabila seseorang merokok lebih dari 20 batang rokok perhari
(Bustan, 2007).
Depkes RI, (2008), Nikotin dapat menyebabkan pengurangan sensitivitas
insulin dan meningkatkan terjadinya resistensi insulin, pada kondisi hiperglikemi
nikotin dan karbonmonoksida mempercepat terjadinya pengumpalan darah sebagai
faktor penyebab sumbatan pada pembuluh darah.
Merokok menyebabkan kekejangan dan penyempitan pembuluh darah. Para
peneliti menyatakan bahwa merokok juga dapat menyebabkan kondisi yang tahan
terhadap insulin. Orang yang merokok≥ 20 batang/hari memiliki insidens DM lebih
tinggi dibandingkan yang tidak merokok dengan OR 2,66 (Gabrielle, Capri, et.al,
dalam Widiastuty 2013), dan Penelitian yang dilakukan Widiastuty didapat hubungan
antara merokok dengan kejadian DM dengan OR 3,54. (Widiastuty, 2013).
Universitas Sumatera Utara
2.3. Landasan Teori
Pendekatan akan timbulnya Kasus Diabetes Melitus dilakukan dengan
menggunakan bagan kerangka teori menurut PERKENI (2011), Depkes RI (2008),
yaitu sebagai berikut:
Faktor Risiko yang tidak dapat Dimodifikasi:
1. Ras/Suku/Etnik
2. Riwayat keluarga dengan DM
3. Umur
4. Jenis kelamin
5. Riwayat melahirkan bayi > 4 kg
6. Riwayat lahir dengan berat badan lahir rendah
< 2,5 kg
Faktor Risiko yang dapat Dimodifikasi:
1. Berat Badan Lebih (IMT >25kg/m2
2. Kurangnya aktivitas fisik/olahraga
3. Tekanan darah tinggi (>140/90mmhg)
4. Dislipidemia (<35 mg dan atau Trigliserida >
250 mg/dl)
5. Diet yang tidak sehat (unhealthy Diet)
6. Prediabetes
7. Obesitas abdominal/sentral
8. Kebiasaan merokok
Kasus
Diabetes Melitus
Faktor Lain yang Terkait dengan Risiko DM
1. Penderita Polycystic Ovary Syndrome (PCOS)
atau penderita resistensi insulin
2. Penderita sindrom metabolik memiliki riwayat
toleransi glukosa tergangu (TGT) atau glukosa
darah puasa tergangu (GDPT) sebelumnya.
3. Riwayat penyakit kardiovaskuler, (stroke,PJK,
atau PAD)
4. Faktor sosial ekonomi, budaya, politik, dan
lingkungan seperti perkembangan pasar,
kebijakan public, sarana/prasarana yankes.
Gambar 2.1. Kerangka Teori Penelitian
Sumber: PERKENI, 2011; Depkes RI (2008)
Universitas Sumatera Utara
Kerangka teori diatas mengambarkan 3 faktor risiko yang memengaruhi
terjadinya kasus DM yaitu :
1. Faktor Risiko yang tidak dapat di modifikasi, yaitu :
a. Ras/Suku/Etnik
b. Riwayat keluarga dengan DM
c. Umur, risiko untuk menderita intoleransi glukosa meningkat seiring dengan
meningkatnya usia.
d. Jenis kelamin
e. Riwayat melahirkan bayi >4 kg atau riwayat pernah menderita DM
Gestational (DMG)
f. Riwayat lahir dengan berat badan lahir rendah <2,5 kg mempunyai risiko
lebih tinggi dibanding bayi lahir dengan BB normal.
2. Faktor Risiko yang dapat dimodifikasi, yaitu :
a. Berat Badan Lebih (IMT >25 kg/m2), merupakan salah satu faktor risiko
terjadinya DM yang diakibatkan oleh kelebihan cadangan lemak dalam tubuh
akibat dari ketidakseimbangan asupan dengan kebutuhan energi tubuh.
b. Aktivitas fisik/Olahraga memberikan efek peningkatan pemakaian glukosa
darah oleh otot yang aktif, sehingga secara langsung dapat mengontrol kadar
glukosa darah, penurunan kadar lemak tubuh dan peningkatan sensitifitas
insulin serta mencegah DM Tipe II.
c. Tekanan darah tinggi (>140/90mmhg).
d. Dislipidemia (<35 mg dan atau Trigliserida > 250 mg/dl).
Universitas Sumatera Utara
e. Diet yang tidak sehat (unhealthy diet) diet dengan tinggi tinggi gula dan
rendah serat akan meningkatkan risiko menderita pradiabetes/intoleransi
glukosa dan DM Tipe II.
f. Obesitas abdominal/sentral menyebabkan terjadinya resistensi insulin di hati
yang meningkatkan asam lemak bebas dan oksidasinya, asam lemak bebas
menyebabkan gangguan metabolisme glukosa baik secara oksidatif maupun
non oksidatif.
g. Kebiasaan
merokok,
kandungan
nikotin
dalam
rokok
menyebabkan
pengurangan sensitivitas insulin dan meningkatkan terjadinya resistensi
insulin.
3. Faktor lain yang terkait dengan risiko DM, yaitu :
a. Penderita Polycystic Ovary Syndrome (PCOS) atau penderita resistensi
insulin.
b. Penderita sindrom metabolik memiliki riwayat toleransi glukosa terganggu
(TGT) atau glukosa darah puasa terganggu (GDPT) sebelumnya.
c. Riwayat penyakit kardiovaskuler (stroke, PJK, atau PAD (Peripheral Arterial
Diseases).
d. Faktor sosial ekonomi, budaya, politik, dan lingkungan seperti perkembangan
pasar, kebijakan publik, sarana/prasarana yankes.
Dalam penelitian ini dari faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi peneliti
hanya mengkaji variavel umur, jenis kelamin dan riwayat keluarga, dari faktor risiko
yang dapat dimodifikasi yaitu variable Indek Massa Tubuh (IMT), aktivitas fisik,
Universitas Sumatera Utara
tekanan darah tinggi, pola makan dan kebiasaan merokok dan variabel dari faktor
yang mendukung yaitu riwayat penyakit kardiovaskuler dan akses ke sarana dan
prasarana kesehatan.
2.4. Kerangka Konsep
Berdasarkan landasan teori diatas, selanjutnya kerangka konsep dapat
digambarkan sebagai berikut:
Variabel Independen
Variabel Dependen
Faktor Risiko yang tidak dapat
Dimodifikasi :
1. Umur
2. Jenis kelamin
3. Riwayat keluarga dengan DM
Faktor Risiko yang dapat Dimodifikasi:
1. Indek massa tubuh
2. Aktivitas fisik
3. Tekanan darah tinggi
4. Pola makan
5. Kebiasaan merokok
Kasus
Diabetes Melitus
Tipe II
Faktor lain yang terkait dengan Risiko
DM:
1. Riwayat penyakit kardiovaskuler
(stroke, PJK atau PAD)
2. Faktor budaya
3. Akses sarana/prasarana yankes
Gambar 2.2. Kerangka Konsep Penelitian
Universitas Sumatera Utara
Download