Penyegar Ilmu Kedokteran Diagnosis dan Penatalaksanaan Undescended Testis Firdaoessaleh Departemen Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia/ Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusomo, Jakarta Abstrak: Undescended testis (UDT) atau cryptorchidism adalah kelainan kongenital tersering yang ditemukan pada anak laki-laki. Predisposisi terjadinya UDT adalah prematuritas, berat bayi lahir rendah, kecil masa kehamilan, kehamilan kembar dan penggunakan estrogen pada trimester pertama. UDT dapat turun spontan ke testis dan yang tidak turun memerlukan bantuan tindakan medis. Kegagalan menurunkan testis dapat berakibat infertilitas dan keganasan sel germinal. Penatalaksanaan UDT menggunakan hormon hCG dan bila gagal dilanjutkan dengan pembedahan. Tindakan pembedahan meliputi mobilisasi testis dan pembuluh darah, ligasi kantong hernia dan fiksasi kuat testis pada skrotum. Komplikasi yang paling sering terjadi adalah posisi testis tidak sempurna. Kata kunci: undenscended testis, infertilitas, terapi hormonal, pembedahan Diagnosis and Treatment of Undescended Testis Firdaoessaleh Department of Surgery, Faculty of Medicine, University of Indonesia/ Dr. Cipto Mangunkusumo Hospital, Jakarta Abstract: Undescended testis (UDT) or cryptorchidism is the most common congenital anomaly found in boys. The predispositions are prematurity, low birth weight baby, small for age baby, multiple gestation and estrogen usage during the first trimester of pregnancy. UDT can descend spontaneously into the scrotum without any medical interventions. The failure of descending the testis can cause infertility and germ cell malignancy. Medical intervention for UDT is performed using hCG, but if it fails, the treatment must be continued by surgical intervention. Surgical interventions include testis and vessel mobilization, hernia sac ligation and fixation of testis in scrotum. The most complication surgical intervention is testis malposititon. Keywords: undescended testis, infertility, hormonal therapy, surgical intervention Maj Kedokt Indon, Volum: 57, Nomor: 1, Januari 2007 33 Diagnosis dan Penatalaksanaan Undescended Testis Pendahuluan Undenscended testis (UDT) atau cryptorchidism adalah kelainan genitalia kongenital tersering pada anak laki-laki. Insidensnya 3 – 6% pada bayi laki-laki yang lahir cukup bulan dan meningkat menjadi 30% pada bayi prematur. Dua pertiga kasus mengalami UDT unilateral dan UDT bilateral.1-3 Setelah 100 tahun penelitian mengenai UDT, masih terdapat beberapa aspek yang menjadi kontroversial. Faktor predisposisi terjadinya UDT adalah prematuritas, berat bayi baru lahir yang rendah, kecil untuk masa kehamilan, kembar dan pemberian estrogen pada trimester pertama.3 UDT dapat kembali turun spontan ke testis sekitar 70 – 77% pada usia 3 bulan.4 Penatalaksanaan yang terlambat pada UDT akan menimbulkan efek pada testis di kemudian hari. UDT meningkatkan risiko infertilitas dan berhubungan dengan risiko tumor sel germinal yang meningkat 3 – 10 kali. Atrofi testis terjadi pada usia 5 – 7 tahun, akan tetapi perubahan morfologi dimulai pada usia 1 – 2 tahun.5-7 Risiko kerusakan histologi testis juga berhubungan dengan letak abnormal testis. Pada awal pubertas, lebih dari 90% testis kehilangan sel germinalnya pada kasus intraabdomen, sedangkan pada kasus testis inguinal dan preskrotal, penurunan sel geminal mencapai 41% dan 20%.8 Etiologi Mekanisme terjadinya UDT berhubungan dengan banyak faktor (multifaktorial) yaitu:5 1. Perbedaaan pertumbuhan relatif tubuh terhadap funikulus spermatikus atau gubernakulum 2. Peningkatan tekanan abdomen 3. Faktor hormonal: testosteron, MIS, and extrinsic estrogen 4. Perkembangan epididimis 5. Perlekatan gubernakular 6. Genito-femoral nerve/calcitonin gene-related peptide (CGRP) 7. Sekunder pasca-operasi inguinal yang menyebabkan jaringan ikat. Diagnosis Anamnesis4,6 1. 2. 3. 4. Tentukan apakah testis pernah teraba di skrotum Riwayat operasi daerah inguinal Riwayat prenatal: terapi hormonal pada ibu untuk reproduksi, kehamilan kembar, prematuritas Riwayat keluarga: UDT, hipospadia, infertilitas, intersex, pubertas prekoks Pemeriksaan Fisik Saat pemeriksaan fisik kondisi pasien harus dalam keadaan relaksasi dan posisi seperti frog-leg atau crosslegged. Pada pasien yang terlalu gemuk, dapat dilakukan 34 dalam posisi sitting cross-legged atau baseball catcher’s. Tangan pemeriksa harus dalam keadaan hangat untuk menghindari tertariknya testis ke atas. UDT dapat diklasifikasi berdasarkan lokasinya menjadi: 1. Skrotum atas 2. Kantong inguinal superfisial 3. Kanalis inguinalis 4. Abdomen Untuk kepentingan klinis dan penatalaksanaan terapi, klasifikasi cukup dibedakan menjadi teraba atau tidak. Pemeriksaan testis kontralateral juga perlu dilakukan . Pemeriksaan fisik dimulai dari antero-superior iliac spine, meraba daerah inguinal dari lateral ke medial dengan tangan yang tidak dominan. Jika teraba testis, testis dipegang dengan tangan dominan dan ditarik ke arah skrorum Pemeriksaan skrotum untuk: hypoplastic, bifid, rugae, transposition, pigmentation. Pemeriksaan fisik juga untuk menyingkirkan ektopik testis. Angka keberhasilan pemeriksaan fisik oleh pediatric urologist mencapai 84%.5,6 Cendron dan Duckett melaporkan perbedaan letak testis saat pemeriksaan fisik dengan temuan intraoperatif. (Tabel 1)5 Tabel 1. Gambaran Hasil Pemeriksaan Fisik Pasien UDT Sebelum operasi Tidak teraba Di atas tuberkel Di tuberkel Skrotum atas Curiga ektopik Saat operasi 32.8% 11.8% 34.7% 15.3% 5.4% Intra abdominal Peeping testis Tuberkel Skrotum atas Ektopik Tidak ada atau atrofi 9% 20% 42% 8% 12% 9% Pemeriksaan Laboratorium 1. 2. Pada pasien dengan UDT unilateral atau bilateral dengan satu testis teraba, tidak diperlukan pemeriksaan lanjutan UDT bilateral dengan tanpa testis yang teraba dengan hipospadia, perlu dilakukan evaluasi kromoson dan endokrinologi. - Pada pasien usia 3 bulan atau kurang: pemeriksaan LF, FSH dan testosteron untuk menentukan ada testis atau tidak - Pasien usia > 3 bulan: dapat dilakukan tes stimulasi hCG è kegagalan kenaikan testosteron dengan peningkatan LH/FSH dapat didiagnosis dengan diagnose of anorchia.5,6 Pemeriksaan Imajing Pemeriksaan USG, CT dan MRI dapat mendeteksi testis di daerah inguinal, akan tetapi testis di daerah ini juga cukup mudah untuk dipalpasi. Akurasi USG dan CT akan menurun menjadi 0 – 50% pada kasus testis intraabdomen. Sedangkan MRI dikatakan memiliki akurasi mencapai 90%. Pemeriksaan radiologi tidak mengubah keputusan tindakan pada setiap kasus.5-9 Maj Kedokt Indon, Volum: 57, Nomor: 1, Januari 2007 Diagnosis dan Penatalaksanaan Undescended Testis Pemeriksaan Lain Saat ini pada pasien yang tidak teraba testis, pemeriksaan dilakukan dengan berbagai cara yaitu pemeriksaan dalam anestesia, eksplorasi terbuka daerah inguinal atau laparoskopi.5 Penatalaksanaan Alasan utama dilakukan terapi adalah5,6 1. 2. 3. 4. 5. Meningkatnya risiko infertilitas Meningkatnya risiko keganasan testis Meningkatnya risiko torsio testis Risiko trauma testis terhadap tulang pubis Faktor psikologis terhadap kantong skrotum yang kosong Faktor yang perlu diperhatikan dalam penatalaksanaan UDT adalah:4 1. Identifikasi yang tepat anatomi, posisi dan viabilitas testis 2. Identifikasi kemungkinan kelainan sindrom yang menyertai 3. Penempatan testis di dalam skrotum dengan baik untuk mencegah kerusakan testis terhadap fungsi infertitilitas atau endokrin. 4. Fiksasi permanen testis pada posisi normal dalam skrotum yang memudahkan pemeriksaan palpasi 5. Perlindungan kerusakan testis lebih lanjut akibat terapi Terapi Hormonal Terapi hormonal primer lebih banyak digunakan di Eropa. Hormon yang diberikan adalah hCG, gonadotropinreleasing hormone (GnRH) atau LH-releasing hormone (LHRH). Terapi hormonal meningkatkan produksi testosteron dengan menstimulasi berbagai tingkat jalur hipotalamus-pituitary-gonadal. Terapi ini berdasarkan observasi bahwa proses turunnya testis berhubungan dengan androgen. Tingkat testosteron lebih tinggi bila diberikan hCG dibandingkan GnRH. Semakin rendah letak testis, semakin besar kemungkinan keberhasilan terapi hormonal.4-6 International Health Foundation menyarankan dosis hCG sebanyak 250 IU/ kali pada bayi, 500 IU pada anak sampai usia 6 tahun dan 1000 IU pada anak lebih dari 6 tahun. Terapi diberikan 2 kali seminggu selama 5 minggu. Angka keberhasilannya 6 – 55%. Secara keseluruhan, terapi hormon efektif pada beberapa kelompok kasus, yaitu testis yang terletak di leher skrotum atau UDT bilateral. Efek samping adalah peningkatan rugae skrotum, pigmentasi, rambut pubis dan pertumbuhan penis. Pemberian dosis lebih dari 15000 IU dapat menginduksi fusi epiphyseal plate dan mengurangi pertumbuhan somatik.5,6,10 Pembedahan Prinsip dasar orchiopexy adalah6 : Maj Kedokt Indon, Volum: 57, Nomor: 1, Januari 2007 1. 2. 3. Mobilisasi yang cukup dari testis dan pembuluh darah Ligasi kantong hernia Fiksasi yang kuat testis pada skrotum Testis sebaiknya direlokasi pada subkutan atau subdartos pouch skrotum. Tindakan operasi sebaiknya dilakukan sebelum pasien usia 2 tahun, bahkan beberapa penelitian menyarankan pada usia 6 – 12 bulan. Penelitian melaporkan spermatogonia akan menurun setelah usia 2 tahun.10 Indikasi absolut dilakukan operasi pembedahan primer adalah 1. kegagalan terapi hormonal 2. testis ektopik 3. terdapat kelainan lain seperti hernia dengan atau tanpa prosesus vaginalis yang terbuka9 Berbagai teknik operasi pada testis yang tidak teraba dapat dilakukan, seperti berikut (Tabel 2.)5: Tabel 2. Jenis Tindakan Pembedahan pada Kelaianan UDT dan Tingkat Keberhasilannya 5 Teknik operasi Orchiopexy abdominal standard (extended inguinal dan insisi abdomen) Orchiopexy 2 tahap Fowler – Stephens : 1 tahap Fowler – Stephens : 2 tahap Orchiopexy per laparoskopi Mikrovaskular orchiopexy Angka keberhasilan 82% 73% 67% 77% 100% 84% Komplikasi Orchiopexy4,6 1. Posisi testis yang tidak baik karena diseksi retroperitoneal yang tidak komplit (10% kasus) 2. Atrofi testis karena devaskularisasi saat membuka funikulus (5% kasus) 3. Trauma pada vas deferens ( 1–2% kasus) 4. Pasca-operasi torsio 5. Epididimoorkhitis 6. Pembengkakan skrotum Penutup Penegakkan diagnosis UDT harus dapat dilakukan lebih awal sehingga penatalaksanaan baik hormonal atau pembedahan dapat dilakukan lebih awal. Dengan penatalaksanaan lebih awal, diharapkan terjadi penurunan risiko yang terjadi pada testis terutama risiko infertilitas. Daftar Pustaka 1. 2. 3. Berkowitz GSl. Prevalence and natural history of cryptorchidism. Paediatrics 1993;92:44-7. Barthold JS, Gonzales R. The epidemiology of congenital cryptorchidism, testicular ascent and orchiopexy. J Urol 2003;170 (6):2396-01. Kaplan GW. The undescended testis: changes over the past several decandes. BJU Int 2003;92:12-4. 35 Diagnosis dan Penatalaksanaan Undescended Testis 4. 5. 6. 7. 36 Schneck FX, Bellinger MF. Abnormalities of the testes and scrotum and their surgical management. Dalam: Walsh PC. Campbell‘s Urology Vol 1. 8th edition. Philadelphia: WB Saunders Company. 2000. Kolon. TF, Patel RP, Huff DS, Cryptorchidism: diagnosis, treatment, and long term prognosis. Urol Clin North Am 2004; 31:718. Kolon TF. Cryptorchidism. 2002. Diunduh dari http://www. emedicine.com/med/topic2707.html. Tomiyama H, Sasaki Y, Huynh J, Yong E, Ting A, Hutson JM. Testicular descent, cryptorchidism and inguinal hernia: the melbourne perspective. J P Urol 2005;1:11-26. 8. Kogan SJ. Pediatric Andrology. In: Gillenwater JY, Grayhack JT, Howards SS, Mitchell ME, editors. Adult and pediatrics urology. 4th ed. Philadelphia: Lippincott William & Wilkins; 2002. 9. Riedmiller H, Androulakakis P, Beurton D, Kocvara R, Kohl U. Guidelines on paediatric urology. European Association of Urology, 2005. 10. Hutson JM, Hasthorpe S, Heyns CF. Anatomical and functional aspects of testicular descent and cryptorchidism. Endocrine Reviews 1997,18(2); 259-80. SS Maj Kedokt Indon, Volum: 57, Nomor: 1, Januari 2007