Uploaded by aminlumanda

tafsir penciptaan langit dan bumi

advertisement
Penciptaan alam dalam al-Qur’an
Oleh:
Suhayya Bah (13010105)
Zainab (13010113)
Program Studi Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir
Mahasiswi Sekolah Tinggi Agama Islam Sunan Pandanaran
A. Pendahuluan
Alam semesta, terdapat ribuan galaksi yang dihiasi jutaan cahaya yang
bergerak dengan keteraturanya masing-masing, milyaran planet yang mengarungi
jagat raya dengan struktur pembentuknya yang di dalamnya terdapat tanda-tanda
yang membimbing manusia kepada Allah serta kegaiban dan keangungan-Nya.
Pengetahuan manusia tentang benda langit semakin luas dengan semakin majunya
teknologi yang ada. Allah yang telah menciptakan alam semesta, memberikan
isyarat kepada manusia akan tanda-tanda kebesaran-Nya di dalam al-Qur’an.
Dalam dimensi ilmu pengetahuan, al-Qur’an telah memberi ilmu mengenai
fenomena jagat raya dan membantu pikiran manusia untuk melakukan terobosan
terhadap rahasia-rahasia keseimbangan jagat raya dan planet-planet yang terdapat
di alam semesta.
Penciptaan alam yang diungkap oleh mufassir klasik tidaklah seheboh
dengan kemajuan keilmuan abad kekinian, namun dalam karya-karya mufassir
tersebut sudah menyebutkan tanda-tanda kebesaran dan keagungan terkait dengan
penciptaan alam. Padahal penemuan teori-teori tenang penciptaan alam ditemukan
jauh setelah al-Qur’an itu diturunkan. Bahkan teori-teori keilmuan terus
berkembang kemudian menemukan keserasian dengan tanda yang dintujukkan
oleh Allah, dalam hal ini adalah teori big bang yang baru muncul pada abad 19.
Terkait hal ini al-Qur’an selalu selangkah lebih dulu dari ilmu pengetahuan yang
baru.
Demikian ini penulis akan membahas dalam makalah ini, terkait
penciptaan alam dalam pandangan ahli astronomi dan ahli mufassir dari mulai
mufassir klasik hingga kontemporer.
1
B. Teori Umum tentang penciptaan alam
Sebelum melangkah lebih jauh perlu diketahui terlebih dahulu tentang
teori penciptaan alam menurut para ahli astronomi.
elkan sebagai ruang berukuran jauh lebih kecil dari realitas seharusnya.
Ukuran diameter Bumi (12.500 km) baru diketahui pada abad ke- 3 (oleh
Eratosthenes), jarak ke Bulan (384.400 km) abad ke-16 ( Tycho Brahe, 1588),
jarak ke Matahari (sekitar 150 juta km) abad ke-17 (Cassini, 1672), jarak bintang
61 Cygni abad ke-19 , jarak ke pusat Galaksi abad ke-20 (Shapley, 1918), jarak ke
galaksi-luar (1929), Quasar dan Big Bang (1965). Perjalanan panjang ini terus
berlanjut antargenerasi.1
Benda langit yang terdekat dengan bumi adalah bulan. Gaya gravitasi
bulan menggerakkan pasang surut air laut di bumi, tak henti-hentinya selama
bermiliar tahun. Karena periode orbit dan rotasi Bulan sama, manusia di Bumi tak
pernah bisa melihat salah satu sisi permukaan Bulan tanpa bantuan teknologi
untuk mengorbit Bulan. Rahasia sisi Bulan lainnya, baru didapat dengan
penerbangan Luna 3 pada tahun 1959. 2
Dari sains modern kita tahu bahwa jagat raya kita terbentuk 13,72 milyar
tahun lalu lewat apa yang dinamakan big bang, “dentuman besar”, dan hingga kini
jagat raya kita belum selesai terbentuk, masih mengalami evolusi kosmik dalam
bingkai waktu kosmik, dan hingga kini masih mengembang dengan makin cepat.
Galaksi-galaksi sudah terbentuk dalam kurun waktu kurang lebih 500 juta tahun
setelah big bang, dan galaksi-galaksi baru terus menerus terbentuk, selain ada
sangat banyak galaksi yang bertabrakan dan dari tabrakan ini dihasilkan galaksigalaksi baru. Bintang-bintang yang meledakpun tak kalah banyak, dan zat-zat
kimawi tersebar ke dalam jagat raya lewat debu-debu supernovae. Selain itu,
dalam jagat raya kita ada banyak sistem Matahari yang bintang Mataharinya ada
lebih dari satu (2, 3, 4, dst) dalam galaksi-galaksi yang tak terhitung banyaknya,
1
2
Harun Yahya, Penciptaan Alam Semesta, Moedji Raharto (terj), edisi digital. Hal. 7.
Ibid., hal. 8.
2
dan kita berdiam di salah satu planet di dalam salah satu sistem Matahari dalam
galaksi kita, galaksi Bima Sakti.3
Penciptaan alam semesta terbentuk dengan enam
masa yaitu, masa
pertama yaitu terjadinya “dentuman besar (teori big bang), masa kedua adalah
terbentuk sup kosmos, dalam enam masapembentukan
inti-inti atom seperti:
proton, netron, meson, dan lain lain ada pada masa ketiga. Pada masa keempat,
ditahap ini ada kemungkinan terjadinya pengelompokan materi fundamental,
electron mulai terbentuk, namjun masih dalam keadaan bebas, dan belum terkait
dengan inti atom.pembentukan pada masa kelima itu terbentukanya atom-atom
yang stabil, dan pada masa ini pula terjadinya pemisahan materi dan radiasi,
sehingga alam semsta menjadi tembus cahaya. Proto-galaksi mulai terbentuk, dan
pada masa keenam, terbentuknya galaksi, bintang, tata-surya dan planet.4
C. Penciptaan Alam menurut Mufassir
Sebelum penulis paparkan terkait dengan ayat-ayat al-Qur’an yang
membahas tentang penciptaan alam dalam pandangan mufassir, perlu diketahui
bahwa ayat-ayat tersebut banyak disebutkan dalam al-Qur’an. Dalam hal ini
penulis hanya membahas pada QS. Huud: 7, al-Waqi’ah: 75-76, Fusshilat: 11 dan
al-Anbiya: 30. Terkait hal ini penulis akan menyajikan pandangan-pandangan
mufassir terkait ayat-ayat tersebut dengan mengkategorikan tiga tafsir yakni tafsir
klasik, pertengahan dan modern.
‫وهو الذي خلق السماوات واألرض في ستة أيام وكان عرشه على الماء ليبلوكم أيكم أحسن عمال‬
‫ولئن قلت إنكم مبعوثون من بعد الموت ليقولن الذين كفروا إن هذا إال سحر مبين‬
Dan Dia-lah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, dan
adalah Arasy-Nya di atas air, agar Dia menguji siapakah di antara kamu
yang lebih baik amalnya, dan jika kamu berkata (kepada penduduk
Mekah): "Sesungguhnya kamu akan dibangkitkan sesudah mati", niscaya
orang-orang yang kafir itu akan berkata: "Ini tidak lain hanyalah sihir
yang nyata".
3
Ioanes Rakhmat, Kisah Penciptaan Langit dan Bumi, Democracy Project Yayasan Abad
Demokrasi, edisi digital. Hal. 3.
4
Ibid.
3
Klasik
Muqatil bin Sulaiman5
(w. 150 H) dalam
menafsirkan ayat ini
bahwa Dialah yang
menciptakan langit dan
bumi dan segala yang
diantaranya keduanuya
dalam enam hari.
Kemudian
Dia
bersemayam di arsy,
adapun arsynya ada di
atas
air
sebelum
menciptakan langit dan
bumi
dan
segala
sesuatu yang ada.6
Dalam pandangan alThabari7 (mengambil
hadits-hadits) bahwa
penciptaan
alam
semesta terjadi selama
enam hari, bahwa
Allah
menciptakan
bumi
(permukaan
tanah) di hari sabtu,
dan
menciptakan
Pertengahan
Menurut Ibnu Asyur10 (w.
1393 H) wahuwalladzi
khalaqas samawati wal
ardha fi sittati ayyam
athof
dengan
ayat
sebelumnya, dan kata
wakana arsyuhu ‘alal
ma’ bisa merupakan hal,
bisa juga merupakan
jumlah i’tiradh antara fiil
khalaqa dan lam ta’llil.
Sedangkap
apabila
diatafkan ke kalumat wa
ma min dabbatin fil ardhi
memberu petunjuk pada
keluasan
ilmu
dan
11
kekuasaan Allah.
Berbeda lagi dengan
penafsiran tafsir Jalalain,
bahwasanya
mengungkapkan
langit
dan bumi tercipta selama
enam hari dan diawali
dengan hari Ahad dan
diakhiri hari Jum’at, dan
5
Modern
Dalam
pandangan
Thanthawi Jauhari13 (w.
1357 H) wahuwalladzi
khalaqas samawati wal
ardha fi sittati ayyam
keterangan
mengenai
ayat ini telah disebutkan
dalam surat Yunus dan
awal surat al-An’am.
Wakana arsyuhu alal
ma’ tafsir ayat ini juga
telah disebutkan dalam
awal
surat
Yunus
bahwasanya
yang
dimaksud dengan alMa’
adalah
ilmu,
artinya kerajaan dan
singgasana Allah berdiri
di atas ilmu dan segala
selalu begitu. Bumi dan
langit
diciptakan
semata-mata
untuk
menguji
makhlukmakhluk yang memiliki
roh, mereka diuji untuk
Muqatil bin Sulaiman adalah satu lagi nama besar di kalangan para mufassirin zaman
tabi’ tabi’in. Beliau wafat pada tahun 804M / 150 H.
6
Muqatil bin Sulaiman, Tafsir Muqatil bin Sulaiman (Beirut: al-Tarikh al-‘Arabi, 2002),
hlm. 272.
7
Nama lengkapnya Abu Ja’far Muhammad Bin Jarir bin Yazid bin Katsir bin Ghalib alThabary. Beliau dilahirkan di Thabaristan pada tahun 224 H. Diusia yang masih sangat belia,
beliau keluar dari negeri kelahirannaya menuju beberapa wilayah yang menurutnya cocok untuk
menimba ilmu. Diantara negara yang pernah dijelajahinya dalam pengembaraannya menunutut
ilmu adalah; Mesir, Syam, Irak. Kemudian menghabiskan sisa usianya di Baghdad. Bapak
sejarawan ini wafat di Baghdad pada tahun 310 H atau genap usianya 76 tahun.
10
Nama lengkapnya adalah Muhammad at-Thahir Ibnu Muhammad bin Muhammad atThahir bin Muhammad bin Syekh Muhammad as-Syadzili bin al-‘Alim Abdul Qadir bin al-‘Alim
az-Zahid al-Wali as-Shalih Syekh Mahmad bin ‘Asyur Muhammad at-Tahir ibnu ‘Asyur
Dilahirkan di dekat ibu kota tunisia pada tahun 1296 H. / 1879 M. Beliau adalah keturunan
keluarga ulama besar yang dirunut akan sampai hingga ulama maliki andalusi.
11
Ibn Asyur, Al-tahwir wa al-Tanwir, Jilid I (Tunisia: al-Dar al-Tunisia, 1984), hlm. 7.
4
gunung di dalam bumi
di hari ahad, dan
menciptakan pohon di
hari
senin
dan
menciptakan musibah
di hari selasa, dan
menciptakan cahaya di
hari
rabu,
dan
menyebarkan semua
binatang di dalam
bumi, dan menciptakan
adam setelah ashar di
hari jumat dan ini
adalah
akhir
dari
penciptaan
(antara
waktu ashar sampai
malam).8
Ma’
menurutnya
adalah isi udara ‫متن‬
‫الريح‬.9
arsy
itusebelum mengetahui mana di
penciptaan langit dan antara mereka yang baik
bumi di atas punggung dan buruk.14
angin.12
Dari beberapa penafsiran tersebut terdapat perbedaan yang tampak terkait
dengan lafadh sittati ayyam, dan ma’, dalam tafsir Muqatil bin Sulaiman ia
menafsirkan sittati ayyam dengan enam hari, sedangkan Ibnu Asyur tidak
menyebutkan secara khusus terkait dengan kata tersebut dalam ayat ini. berbeda
lagi dengan tafsir Jalalain yang berlatar belakang tasawuf pengarangnya, ia
13
Thanthawi Jauhari adalah seorang cendekiawan mesir yang lahir pada tahun 1287
H/1870 M di desa Kifr Iwadillah (sebuah kota yang berada di Mesir sebelah timur). Ia adalah
seorang pembaharu yang memotivasi kaum muslimin untuk menguasai ilmu secara luas, ia juga
seorang mufassir yang luas ilmunya. Semasa kecil ia belajar di al-Ghar sambil membantu
orangtuanya sebagai petani. Karena didorong oleh keinginan orangtuanya agar kelak tanthawi
menjadi orang yang terpelajar, maka ia disuruh untuk melanjutkan studinya ke universitas alAzhar di Kairo. Disinilah ia bertemu dan berguru dengan tokoh pembaharu Mesir terkemuka yaitu
Muhammad Abduh dan Rasyid Ridha. Tanthawi wafat pada tahun 1357 H/1940 M dalam usia 70
tahun.
8
Ibn Jarir Al-Thabari, Jami’ al-Bayan ‘an Ta’wil ayy al-Qur’an, Juz , edisi syakir
(Kairo: Dar ar-Rayyan li at-turats, 1987), hlm. 328-330.
9
Ibid., hlm. 331.
12
Jalaluddin iamm Ahmad bin Muhammad al-Mahalli dan Abdurrahman bin Abu Bakar
as-Suyuthi, Tafsir al-Imammain al-Jalalain, terj. Najib Junaidi (surabaya: eLBA, 2011), hlm. 7374.
14
Thanthawi Jauhari, jawahir fi Tafsir al-Qur’an, hlm. 128-129.
5
mengatakan bahwa kata tersebut mempunyai makna enam hari dimulai dari hari
Ahad dan diakhiri dengan hari Jum’at, tentu mempunyai makna tersendiri
mengapa diberikan penafsiran hari-hari tersebut.
Demikian yang dilakukan oleh Thanthawi Jauhari sama halnya dengan
Ibnu Asyur, ia tidak menjelaskan sama sekali terkait kata sittati ayyam dalam ayat
ini. ia hanya mengatakan terkait potongan ayat ini sudah dijelaskan di surat
Yunus. Namun, penulis menemukan penafsirannya yang sangat menarik dalam
QS. al-A’raf: 54, ia mengatakan bahwasanya banyak literatur tafsir yang
membahas terkait dengan kata tersebut, tafsir sittatu ayyam sebagaimana telah
disebutkan dalam hadits. Bahwasanya penciptaan terjadi dalam enam masa yang
masing masing masa memiliki rentang waktu tertentu. Dikatakan bahwasanya
yang pertama kali Allah ciptakan adalah qalam, kemudian lauh sehingga Ia
menulis apa yang telah tercipta dan apa yang akan diciptakan sampai nanti hari
kiamat.15
Kemudian menciptakan kegelapan dan cahaya, kemudian menciptakan
arsy kemudian menciptakan langit dari sebuah biji putih, kemudian menciptakan
debu kemudian menciptkan langit, bintang, matahari , bulan dan segala isinya,
kemudian menciptakan bumi dan membentangkannya dari tanah yang telah
diciptakan lebih dahulu. Kemudian menciptakan pepohonan, tetumbuhan, hewanhewan dan sebagainya. Kemudian menciptakan adam dan makhluk lainnya di
penghujung waktu di hari Jumat. Sehingga sempurnalah seluruh penciptaan dalam
enam hari yang setiap harinya adalah seperti 1000 hari manusia biasa.
Thantawi Jauhari menafsirkan hadits tersebut dengan pendapat lain.
Penciptaan langit dari sebuah biji putih bisa berarti isyarat bahwasnya
bahwasanya langit diciptakan dari sesuatu yang tidak nampak. Sedangkan
perkataan hadits “kemudian menciptakan tanah/debu” adalah petunjuk dari
terpisahnya/pecahnya planet-planet dari bintang-bintang setelah dalam masa
tertentu. Sehingga kandungan unsur-unsur yang ada dalam planet dan bintang
memiliki
15
kesamaan.
Kemudan
hadits
Ibid, hlm. 173.
6
tersebut
mengatakan
“kemudian
menciptakan langit, bintang, matahari, bulan dll adalah petunjuk pada keteraturan
benda-benda langit tersebut titik porosnya masing-masing. Demikian seterusnya.16
Zaghlul an-Najjar terkait hal ini tidak menafsirkan, namun ia menafsirkan
terkait kata sittati ayyam dalam ayat lain, yaitu QS. al-A’raf: 54, ia menafsirkan
dalam kata tersebut terkait bagaimana mekanisme terjadinya hari yang
diakibatkan oleh rotasi bumi. Dalam hal ini Zaghlul menjelaskan menggunakan
ilmu astronomi. Bahkan ia menjelaskan fenomena hari yang terjadi dari planet
lain. kemudian terkait dengan enam hari tersebut, ia mengatakan bahwasanya
penciptaan langit dan bumi terbagi atas enam fase dengan menggunakan pendapat
para ilmuwan.17 Begitu juga dengan Achmad ia menafsirkan terkait dengan sittati
ayyam sama halnya dengan Zaghlul an-Najjar, memaknai kata tersebut dengan
menggunakan pendekatan ilmu astronomi. Dalam hal ini kata sittati ayyam
dimaknai
dengan
berbagai
macam
yang
setiap
masanya
mengalami
perkembangan-perkembangan pemaknaan.
Begitu juga dengan kata ma’, Muqatil bin Sulaiman memaknai dengan air,
berbeda dengan Ibnu Asyur memaknai kata ma’ ditafsirkan dengan disertai hadits
dari Razz bin Uqaily r.a bahwasanya “aku berkata wahai rasulullah, dimanakah
Tuhan kita sebelum Dia menciptakan makhluk-makhluknya. Rasulullah bersabda,
Dia ada di awan (imaa’), yang di atas dan dibawahnya adalah angin. ia
mengaitkan penafsirannya dengan hadits tersebut.18
Berbeda lagi dengan Thanthawi Jauhari yang berpahaman bahwa ilmu
pengetahuan adalah sumber dari segala isi yang di dunia, ia memaknai kata ma’
dengan ilmu, sehingga kerajaan dan singgasana Allah berdiri di atas ilmu.
Kemudian bumi langit diciptakan semata-mata untuk menguji makhluk-makhluk
yang memiliki roh, mereka diuji untuk mengetahui mana diantara mereka yang
baik dan mana yang buruk.
16
Ibid.
Zaghlul An-Najjar, al-Ayat al-Kauniyah fi al-Qur’an al-Karim (Kairo: al-Syarauq
Dauliyah, 2009), hlm. 128-129.
18
Ibn Asyur, Al-tahwir wa al-Tanwir, Jilid 6, hlm. 128
17
7
Dalam hal ini, Zaghlul berpendapat berbeda lagi terkait hal ini, meskipun ia tidak
menjelaskan secara khusus, namun dalam bukunya Pembentukan Sains dalam
Sunah ia bahkan mengaitkan dengan hadits Rasulullah:
‫كان الكعبة خشعة على الماء فدد حيت منه األرض‬
Dahulu Ka’bah adalah bukit kecil diatas air kemudian dibentangkanlah
bumi dari (bawah)nya.
Menurutnya hadits ini terkandung fakta ilmiah bahwasanya penciptaan
bumi penuh dengan air sampai tidak ada kawasan yang kering yang tampak
sedikitpun. Dalam hal ini tentu berkaitan antara ayat tersebut dengan hadits ini.19
Sedangkan menurut Achmad Baiquni kata ma’ bukan berarti air namun zat
alir, karena menurutnya dalam fase penciptaan alam itu air yang terdiri dari atom
oksigen dan atom-atom hidrogen belum dapat berbentuk, maka ia mengambil
makna zat alir. Dan karena pada saat itu isi alam semesta yakni radiasi dan materi
yang pada suhu sangat tinggi itu wujudnya lain daripada yang didapat ketika
ditemui di dunia sekarang ini, dan menurutnya menggunakan sitilah sup kosmos
tidaklah terlalu aneh apabila untuk menafsirkan kata ini.20
Dari penafsiran-penafsiran tesebut sangat terlihat, bagaimana mufassir
klasik memaknai kata sittati ayyam dan ma’, yang mana ilmu pengetahuan terus
berkembang hinnga saat ini.
QS. Al-Anbiya’: 30
‫أولم ير الذين كفروا أن السماوات واألرض كانتا رتقا ففتقناهما وجعلنا من الماء كل شيء حي أفال‬
‫يؤمنون‬
Dan apakah orang-orang yang kafir tidak mengetahui bahwasanya langit
dan bumi itu keduanya dahulu adalah suatu yang padu, kemudian Kami
pisahkan antara keduanya. Dan dari air Kami jadikan segala sesuatu
yang hidup. Maka mengapakah mereka tiada juga beriman?
19
Zaghlul An-Najjar, Pembuktian sains dalam Sunah, terj. M. Lukman, Jakarta: Amzah,
hlm.152-153.
20
Achmad baiqun, Al-Qur’an dan Ilmu Pengetahuan Kealaman, Yogyakarta: PT. Dana
Bhakti Prima Yasa, 1997, hlm. 52.
8
Periode Klasik
Periode Pertengahan
Periode Kontemporer
Muqotil bin Sulaiman
Bahwasanya, kedaunya
(langit dan bumi) adalah
dua hal yang padu, dua
hal
yang
saling
menempel.
Kemudian
Allah menjadikan dari
uap air tersebut tujuh
langit sehingga keduanya
terpisah.21
al-Zamakhsyari 22
Thanthawi Jauhari
bahwasanya samawat dan
Al-Thabari
Bahwasanya langit dan
bumi keduanya adalah
sesuatu
yang
padu,
kedaunya tidak memiliki
lubang, tetapi keduanya
merupakan dua esensi
yang
masing-masing
padu dan melekat.
Dalam ayat ini, alZamkhsyari
mengacu
pada kata ratqan pada
mulanya langit dan bumi
adalah kesatuan yang
saling melekat, artinya,
langit itu padamulanya
menempel dengan bumi
hingga sama sekali tidak
ada ruang antara langit
dan bumi.23
ardh,
bumi,
matahari,
bintang-bintang
dan
semua yang ada dalam
ruang
angkasa,
pada
adalah
satu
mulanya
kesatuan.24
Fakhr al-Din al-Razi 25
Yang
digaris
bawahi
dalam ayat ini adalah
kata
yarau
(melihat).
Dalam
pandangan
Razi,
kita
mungkin
al-
tidaklah
menyaksikan
dengan mata kepala kita
perpaduan antara langit
21
Tafsir muqotil, jilid III, hal. 76-77.
Al-Zamakhsyari, Abu Qasim Mahmud bin Umar, al-Kasysyaf, (Riyadh: Maktabah alAbikan, 1998), hlm. 140-141.
23
Zamakhsyari kemudian menemukan dua persoalan terkait pernyataan al-Qur’an ini,
dari segi bahasa, al-Qur’an menggunakan kata Kanata alih-alih kunna (padahal terdapat kata
samawat yang berbentuk plural) hal ini mengindikasikan bahwasanya samawat adalah nama
sebuah kesatuan dan begitupun juga ‘ardh. Dari situ bias dilihat, bagaiman mungkin langit dan
bumi ini menjadi sebuah kesatuan? Ada dua pendapat. Pertama, itu adalah pernyataan yang
gambling dari al-Qur’an, sehingga meskipun bagi Zamakhsyari tidak masuk akal, bagi dia, itu
adalah mukjizat al-Qur’an. Kedua, kesatuan langit dan bumi kemudian pemisahan keduanya itu
masuk akal, dan ini adalah salah satu kejadian yang khusus. Tafsir al-Kasyaf,
24
Bagi Thanthawi jauhari, ini adalah satu aspek kemukjizatan al-Qur’an karena
pengetahuan ini baru diketahui dunia pada masa-masa terakhir (bandingkan dengan teori big bang
yang muncul pada tahun 1920).
25
Fakhr al-Din al-Razi, Mafatih al-Ghaib (Kairo: Dar al-Fikr, 1981), hlm. 161.
22
9
dan bumi, oleh karena
perlu dilacak dengan ilmu
pengetahuan.26
Dari pemaparan diatas, mufassir dari tiga mengatakan bahwasanya
padamulanya bumi dan langit adalah satu kesatuan yang padu, diantaranya tidak
ada celah. Namun beda halnya dengan Achmad Baiquni, ia menatakan bahwa
tidak bias dikatakan bahwasanya “ardh” muncul dalam bentuk bumi yang
sekarang, sebab wujud bumi yang kita kenal ini adalah hasil dari evolusi sekitar
empat milyar tahun dari bentuk benda yang menyala-nyala, yang terjadi
sebelumnya dari merapatnya materi antar-bintang. Jadi, bukan bumi tetapi
materilah ayng tercipta waktu itu.27
Achmad Baiquni menafsirkan kata sama’ tidak sebagai bola super raksasa
yang dindingnya ditempeli bintang-bintang, galaksi-galaksi dan lain-lainya.
Kerena secara eksperimental dapat dibuktikan bahwa ruang serta waktu
merupakan satu kesatuan, dan dari situ Achmad Baiquni menggunakan istilah
ruang-waktu sebagai ganti “ruang”28
Kata ardh bumi atau tanah, karena bumi baru berbentuk sekitar 4.5 miliyar
tahun yang lalu disekitar matahari, dan tanah sekitar 3 miliyar tahun yang lalu
karak diatas magma. Dan dari sisnilah Achmad Baiquni mengartikan kata ardh
dengan istilah materi, yakni bakal bumi, yang sudah ada sesaat setelah Allah
menciptakan jagat raya. Dan karena setelah terbukti bahwa materi dan energy
setara dan dapat berubah dari yang satu menjadi yang lain, maka dari sinilah
Baiquni menggunakan kedua istilah ini adalah energi materi.29
26
Al-Razi mengajukan dua jawaban, pertama, sama hal nya seperti al-Zamkhsyari, itu adalah
aspek kemukjizatan al-Qur’an atau mungkin saja suatu kejadian yang husus. Kedua, mengutip
pendapat orang-orang Yahudi dan Nasrani, al-Razi mengungkapkan bahwasanya mereka telah
mengetahui hal ini, dan telah disebutkan dalam Taurat bahwasanya Allah mula-mula menciptakan
jauharah (mutiara), kemudian Allah menatapnya dengan tatapan kemuliaan dan jadilah ia air,
kemudian menciptakan langit dan bumi darinya kemudian memisahkannya. Lihat Ibid.
27
Achmad Baiquni, Al-Qur’an dan Ilmu Pengetahuan Kealaman, hlm. 228.
28
Ibid., hlm. 52.
29
Ibid.
10
QS. Al-Fushilat: 11
‫ثم استوى إلى السماء وهي دخان فقال لها ولألرض ائتيا طوعا أو كرها قالتا أتينا طائعين‬
Kemudian Dia menuju langit dan langit itu masih merupakan asap, lalu
Dia berkata kepadanya dan kepada bumi: "Datanglah kamu keduanya
menurut perintah-Ku dengan suka hati atau terpaksa". Keduanya
menjawab: "Kami datang dengan suka hati".
Periode Klasik
Periode Pertengahan
Periode Kontemporer
Tafsir jalalaian
(Kemudian Dia menuju)
bermaksud
kepada
(penciptaan langit dan
langit
itu
masih
merupakan asap) masih
berbentuk asap yang
membumbung
tinggi
(lalu
Dia
berfirman
kepadanya dan kepada
bumi, "Datanglah kamu
keduanya)
menurut
perintah-Ku (dengan suka
hati atau terpaksa") kedua
lafal ini berkedudukan
sama dengan Hal, yakni
baik dalam keadaan
senang hati atau terpaksa
(keduanya
menjawab,
"Kami datang) beserta
makhluk yang ada pada
kami (dengan suka hati)
di dalam ungkapan ini
diprioritaskan
Dhamir
Mudzakkar lagi Aqil;
atau khithab kepada
keduanya
disamakan
dengan jamak.
Ibnu ‘Asyur
Quraisy Shihab
Addukhon adalah asap
yang keluar dari bahan
bakar. Dikhon sekedar
perumpamaan,
bahwasanya ia seperti
asap.
Kekuasaan-Nya
kemudian tertuju kepada
penciptaan langit yang
pada saat itu berujud
asap, dan langit itu pun
tercipta. Penciptaan langit
dan
bumi
menurut
kehendak-Nya itu adalah
mudah, yaitu seperti
orang yang mengatakan
kepada
sesuatu,
"Datanglah, suka atau
tidak suka!" Sesuatu itu
pun kemudian menurut."
11
Kesimpulan
Penciptaan alam dengan menggunakan teori big bang muncul di abad 19,
dalam hal ini al-Qur’an muncul di abad 7 sudah membahas terkait dengan
penciptaan alam yang awalnya padu. dalam hal ini al-Qur’an telah membicarakan
lebih dahulu daripada ilmuwan-ilmuwan. Namun di era setelah al-Qur’an turun
para mufassir menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an belum terpengaruhi oleh ilmu
pengetahuan. Dalam hal ini antara al-Qur’an dengan ilmu pengetahuan tetap
memiliki keserasian. Namun yang terpenting al-Qur’an bukanlah kitab ilmu
pengetahuan, namun di dalamnya terdapat tanda-tanda ilmu pengetahuan. Berikut
semakin
berkembangnya
zaman
mufassir-mufassir
penafsirannya dengan menggunakan pendekatan ilmiah.
12
semakin
berkembang
Download