MAKALAH FARMASI KEMARITIMAN KERANG LAMIS (Meretrix sp. ) DAN TERIPANG GAMA (Stichopus variegates) SEBAGAI ANTIHIPERTENSI OLEH NAMA : I GUSTI KETUT PUTRA NIM : F201902006 KELAS : C5NR PROGRAM STUDI S1 FARMASI SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MANDALA WALUYA KENDARI 2019 1 DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang…………………………………………………………………. 1 1.2 Rumusan Masalah……………………………………………………………… 3 1.3 Tujuan………………………………………………………………………….. 3 BAB III PEMBAHASAN………………………………………………………... 4 2.1 Pengertian Hipertensi ………………………………………………………….. 4 2.2 Deskripsi dan Klasifikasi Kerang Lamis (Meretrix sp.) ……………………… 12 2.3 Deskripsi dan Klasifikasi Teripang Gama……………………………………... 14 2.4 Efek Antihipertensi Oleh Kerang Lamis Dan Teripang Gama……………….. 17 BAB III PENUTUP………………………………………………………………. 19 3.1 Kesimpulan……………………………………………………………………. 19 3.2 Saran…………………………………………………………………………… 20 2 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hipertensi merupakan penyakit yang sering dijumpai di masyarakat maju yang menyerang pria maupun wanita, tua maupun muda. Penyakit hipertensi merupakan faktor risiko utama dari penyebab penyakit jantung, stroke, kelainan pembuluh darah perifer, kelainan serebrovasculer, kelainan ginjal dan kelainan mata. Tinggi rendahnya tekanan darah ditentukan oleh tekanan darah sistolik (tekanan darah paling tinggi ketika jantung berkerut memompa darah ke dalam arteri) dan tekanan darah diastolik (tekanan darah ketika jantung istirahat sekejap di antara dua denyutan). . Hipertensi adalah tekanan darah persisten dimana tekanan sistolik melebihi 140 mmHg dan tekanan darah diastolik 90 mmHg. Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya hipertensi dibagi dua kelompok besar yaitu faktor yang tidak dapat diubah contohnya jenis kelamin, umur, genetik, dan faktor yang dapat diubah seperti pola makan, kebiasaan olah raga dan lain-lain. Prevalensi hipertensi di Indonesia 31,7%, artinya hampir 1 dari 3 penduduk usia 18 tahun ke atas menderita hipertensi dan setiap tahunnya 7 juta orang di seluruh dunia meninggal akibat hipertensi. Pemilihan obat-obatan hipertensi saat ini telah banyak mengalami perubahan karena perlu mempertimbangkan efek samping yang ditimbulkan, pemakaian jangka panjang dan nilai ekonomisnya. Penggunaan bahan alami untuk mengobati dan mengontrol penyakit sudah banyak dilakukan oleh masyarakat dunia. 1 Akhir-akhir ini terjadi peningkatan penelitian terhadap bahan alami untuk mengobati berbagai penyakit. Industri farmasi juga berusaha mencari peluang pemanfaatan bahan alam dan turunannya sebagai bahan untuk obat. Dibandingkan obat-obat modern, obat herbal memiliki beberapa kelebihan antara lain efek sampingnya relatif rendah, dalam suatu ramuan dengan komponen berbeda memiliki efek saling mendukung, pada satu obat herbal memiliki lebih dari satu efek farmakologi serta lebih sesuai untuk penyakit-penyakit metabolik dan degeneratif. Sudah banyak penelitian tentang obat tradisional untuk hipertensi dari berbagai hewan perairan contoh Mytilus edulis, Rhopilema esculentum, dan tuna. Hewan laut yang diduga dapat dijadikan sebagai obat tradisional untuk hipertensi adalah kerang lamis dan teripang gama. Sejauh ini kerang lamis hanya dimanfaatkan untuk konsumsi. Berdasarkan dugaan masyarakat tersebut tidak menutup kemungkinan pemanfaatan kerang lamis lebih banyak. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian mengenai komponen bioaktif yang terkandung pada kerang lamis yang memiliki aktivitas sebagai antihipertensi. Teripang gama merupakan salah satu jenis teripang yang memiliki ciri tubuh berwarna hijau tua dengan bintik-bintik kecil berwarna putih, tubuh bagian dalam berwarna abu-abu muda, memiliki panjang 20-30 cm, bertekstur kenyal, dan tubuhnya silindris memanjang. Teripang ini jumlahnya cukup melimpah akan tetapi nilai ekonomisnya masih rendah. Penelitian mengenai aktivitas penghambatan angiotensin-I converting enzyme (ACE) saat ini banyak dilakukan karena penyakit darah tinggi merupakan salah satu 2 penyakit yang berpotensi menjadi penyebab kematian terbesar dunia. Prediksi tersebut menyebabkan eksplorasi peptida bioaktif dari berbagai sumber bahan lokal Indonesia seperti kerang dan teripang merupakan hal yang menarik untuk dikaji dan diteliti. Indonesia memiliki wilayah lautan luas dengan sumber daya laut yang berlimpah. 1.2 Rumusan Masalah Rumusan masalah pada makalah ini adalah: 1. Apa yang dimaksud dengan hipertensi? 2. Bagaimana klasifikasi kerang lamis dan teripang gama? 3. Bagaimana efek antihipertensi oleh kerang lamis dan teripang gama? 1.3 Tujuan Tujuan pada makalah ini adalah: 1. Untuk mengetahui definisi dari hipertensi. 2. Mengetahui klasifikasi kerang lamis dan teripang gama. 3. Mengetahui efek antihipertensi oleh kerang lamis dan teripang gama? 3 BAB II PEMBAHASAN 2.1 Pengertian Hipertensi Klasifikasi tekanan darah menurut Khatib (2005) adalah tekanan darah normal, jika sistolik kurang atau sama dengan 140 mmHg dan diastolik kurang atau sama dengan 90 mmHg. Tekanan darah perbatasan, yaitu sistolik 141-149 mmHg dan diastolik 91-94 mmHg. Tekanan darah tinggi atau hipertensi yaitu jika sistolik lebih besar atau sama dengan 160 mmHg dan diastolik lebih besar atau sama dengan 95 mmHg. Hal-hal yang perlu diperhatikan bagi penderita hipertensi yaitu kelebihan berat badan, asupan natrium (sodium), asupan kalium (potassium), dan pembatasan konsumsi alkohol. Hipertensi sangat penting untuk diketahui mengingat banyaknya komplikasi yang ditimbulkan jika seseorang telah terbukti menderita hipertensi. Penyakit hipertensi merupakan faktor risiko utama dari perkembangan penyebab penyakit jantung dan stroke, kelainan pembuluh darah perifer, kelainan serebrovasculer, kelainan ginjal, dan kelainan mata. 2.1.1 Faktor Penyebab Hipertensi Berdasarkan penyebabnya hipertensi dibagi menjadi dua golongan yaitu hipertensi primer dan hipertensi sekunder. Hipertensi primer adalah hipertensi yang tidak diketahui penyebabnya. Hipertensi primer disebabkan berbagai faktor, yaitu genetik, umur, makanan (garam yang berlebih dapat menyebabkan terjadinya hipertensi, lemak atau protein yang berlebih menyebabkan pengentalan darah, pembuluh darah 4 menyempit sehingga tekanan darah meningkat), dan emosi. Hipertensi sekunder adalah hipertensi yang diketahui penyebabnya contohnnya kencing manis, gangguan fungsi ginjal, kehamilan, obesitas, dan hiperaldosteron. Sebanyak 95% penderita hipertensi disebabkan karena hipertensi primer dan 5% karena hipertensi sekunder.. Faktor resiko yang menyebabkan terjadinya hipertensi yaitu faktor yang tidak bisa diubah contoh genetik, jenis kelamin, dan umur dan faktor yang bisa diubah contoh natrium, obesitas, stres, alkohol, dan kolesterol. 2.1.2 Klasifikasi Hipertensi WHO mengklasifikasikan tekanan darah sistolik dan diastolik berdasarkan kategori optimal, normal, normal tinggi, hipertensi derajat 1, 2, dan 3. Klasifikasi hipertensi menurut WHO (1999) disajikan pada Tabel 1. 2.1.3 Komplikasi Hipertensi Hipertensi merupakan suatu keadaan terjadinya peningkatan darah yang memberi gejala berlanjut pada suatu target organ tubuh sehingga dapat menyebabkan 5 kerusakan lebih berat seperti stroke (terjadi pada otak dan berdampak pada kematian yang tinggi), penyakit jantung koroner (terjadi pada kerusakan pembuluh darah jantung) serta penyempitan vertikel kiri atau bilik kiri (terjadi pada otot jantung). Risiko penyakit kardiovaskuler pada pasien hipertensi ditentukan tidak hanya tingginya tekanan darah tetapi juga telah atau belum adanya kerusakan organ target serta faktor risiko lain, contoh diabetes mellitus. Komplikasi yang terjadi pada hipertensi yaitu terjadinya kelainan pada mata, jantung, serebrovaskuler, dan ginjal. Kelainan pada mata berupa retinopati yaitu terlihat adanya perdarahan dengan atau tanpa edema papil. Kelainan terhadap jantung merupakan kelainan yang sering ditemukan pada hipertensi berat dan dapat diketahui dari pemeriksaan. Pengaruh hipertensi pada otak bisa disebabkan oleh akibat meningkatnya tekanan darah yang mengakibatkan perdarahan, atau akibat adanya accelerated atherosclerosis dengan penyakit serebrovaskuler. Kelainan pada ginjal mula-mula dengan adanya penebalan dasar arteriosklerosis dan penyumbatan (obliterasi), selanjutnya terjadi perubahan berat pada parenkim ginjal. 2.1.4 Mekanisme Hipertensi Mekanisme patofisiologi yang berhubungan dengan peningkatan hipertensi primer antara lain: 1) Curah jantung dan tahanan perifer: Keseimbangan curah jantung dan tahanan perifer sangat berpengaruh terhadap kenormalan tekanan darah. Pada sebagian besar kasus hipertensi esensial curah jantung biasanya normal tetapi tahanan perifernya meningkat. Tekanan darah 6 ditentukan oleh konsentrasi sel otot halus yang terdapat pada arteriol kecil. Peningkatan konsentrasi sel otot halus akan berpengaruh pada peningkatan konsentrasi kalsium intraseluler. Peningkatan konsentrasi otot halus ini semakin lama akan mengakibatkan penebalan pembuluh darah arteriol yang mungkin dimediasi oleh angiotensin yang menjadi awal meningkatnya tahanan perifer yang irreversible 2) Sistem saraf otonom Sirkulasi sistem saraf simpatetik dapat menyebabkan vasokonstriksi dan dilatasi arteriol. Sistem saraf otonom ini mempunyai peran yang penting dalam mempertahankan tekanan darah. Hipertensi dapat terjadi karena interaksi antara sistem saraf otonom dan sistem renin-angiotensin bersama-sama dengan faktor lain termasuk natrium, volume sirkulasi, dan beberapa hormon (Hernawati 2008). 3) Sistem renin-angiotensin Ginjal mengontrol tekanan darah melalui pengaturan volume cairan ekstraseluler dan sekresi renin. Sistem renin-angiotensin merupakan sistem endokrin yang penting dalam pengontrolan tekanan darah. Renin disekresi oleh juxtaglomerulus aparatus ginjal sebagai respon penurunan asupan garam, ataupun respon dari sistem saraf simpatetik (Hernawati 2008) Mekanisme terjadinya hipertensi adalah melalui terbentuknya angiotensin II dari angiotensin I oleh angiotensin I-converting enzyme (ACE). ACE memegang peranan fisiologis penting dalam mengatur tekanan darah. Darah mengandung angiotensinogen yang diproduksi hati, yang oleh hormon renin (diproduksi oleh 7 ginjal) akan diubah menjadi angiotensin I (dekapeptida yang tidak aktif). Oleh ACE yang terdapat di paru-paru, angiotensin I diubah menjadi ngiotensin II (oktapeptida yang sangat aktif). Angiotensin II berpotensi besar meningkatkan tekanan darah karena bersifat sebagai vasoconstrictor melalui dua jalur yaitu: a. Meningkatkan sekresi hormon antidiuretik (ADH) dan rasa haus. Antidiuretik hormon diproduksi di hipotalamus (kelenjar pituitari) dan bekerja pada ginjal untuk mengatur osmolalitas dan volume urin. Dengan meningkatnya ADH, sangat sedikit urin yang diekskresikan ke luar tubuh (antidiuresis) sehingga urin menjadi pekat dan tinggi osmolalitasnya. Untuk mengencerkan, volume cairan ekstraseluler akan ditingkatkan dengan cara menarik cairan dari bagian instraseluler. Akibatnya volume darah meningkat sehingga meningkatkan tekanan darah. b Menstimulasi sekresi aldosteron dari korteks adrenal. Aldosteron merupakan hormon steroid yang berperan penting pada ginjal. Pengaturan volume cairan ekstraseluler dilakukan aldosteron dengan cara mengurangi ekskresi NaCl (garam) melalui reabsorpsi dari tubulus ginjal. Konsentrasi NaCl yang meningkat akan diencerkan kembali dengan cara meningkatkan volume cairan ekstraseluler yang pada gilirannya akan meningkatkan volume dan tekanan darah. 4) Disfungsi endothelium Sel endotel adalah lapisan yang meliputi permukaan dalam pembuluh darah yang berfungsi sebagai membrane selektif yang membatasi darah dengan jaringan sekitar pembuluh darah. Sel endotel berperan penting dalam mempertahankan fungsi homeostasis sistim kardiovaskuler. Sel endotel bertanggung jawab dalam 8 mempertahankan permeabilitas serta pertukaran zat antara darah dan jaringan sekitarnya, menghasilkan zat vasoaktif dan proses angiogenesis, juga berfungsi sebagai tromboresisten. 5) Substansi vasoaktif Sebuah konsep yang telah berkembang dalam patofisiologi hipertensi adalah kontribusi perubahan struktur vaskuler (remodeling vaskuler). Sekarang telah diketahui tonus dapat berubah melalui proses akut dan pembuluh darah dapat merubah strukturnya melalui proses kronik sebagai respon terhadap kondisi tertentu. Remodeling vaskuler biasanya adalah suatu proses adaptif sebagai respon erhadap perubahan kronik pada kondisi hemodinamik dan atau faktor hormonal. Ada kemungkinan bahwa substrat vasoaktif sendiri berperan langsung dalam remodeling vaskuler. Hipotesis sebelumnya, kebanyakan vasokonstriktif endogen adalah promoter pertumbuhan dan vasodilator endogen adalah inhibitor pertumbuhan. Substansi vasoaktif dapat meregulasi homeostasis vaskuler melalui efek jangka pendek pada tonus vaskuler dan efek jangka panjang pada struktur vaskuler. Ketidakseimbangan kadua hal inilah yang menimbulkan vasokonstriksi dan hipertrofi vaskuler sehingga timbul hipertensi. 6) Hiperkoagulasi Pasien dengan hipertensi memperlihatkan ketidaknormalan dari dinding pembuluh darah (disfungsi endotelium atau kerusakan sel endotelium), ketidaknormalan faktor homeostasis, platelet, dan fibrinolisis. Diduga hipertensi dapat menyebabkan protrombotik dan hiperkoagulasi yang semakin lama akan semakin parah dan 9 merusak organ target. Beberapa keadaan dapat dicegah dengan pemberian obat antihipertensi. 7) Disfungsi diastolik Disfungsi diastolik sering terjadi pada penderita hipertensi, dan terkadang disertai hipertrofi ventrikel kiri. Hal ini disebabkan oleh peningkatan tekanan afterload, penyakit arteri koroner, penuaan, disfungsi sistolik, dan fibrosis. Hipertropi ventrikel kiri menyebabkan ventrikel tidak dapat beristirahat ketika terjadi tekanan diastolik Hal ini untuk memenuhi peningkatan kebutuhan input ventrikel, terutama pada saat olahraga terjadi peningkatan tekanan atrium kiri melebihi normal, dan penurunan tekanan ventrikel. 2.1.5 Antihipertensi Dari Alam Obat untuk hipertensi semakin berkembang dari tahun ke tahun. Penelitianpenelitian untuk menemukan obat dengan efektifitas yang lebih baik dan efek samping seminimal mungkin terus berlanjut. Di sisi lain secara turun temurun sebenarnya telah dikenal pengobatan tradisional untuk mengatasi hipertensi. Pengobatan tradisional sudah cukup luas dan diakui secara empiris banyak membantu mengurangi keluhan penderita hipertensi. Obat tradisional adalah obat jadi atau ramuan bahan alam yang berasal dari tumbuhan, hewan, mineral, sediaan galenik atau campuran bahan-bahan tersebut yang secara tradisional telah digunakan untuk pengobatan berdasarkan pengalaman. Bahan obat alam yang berasal dari tumbuhan porsinya lebih besar dibandingkan yang berasal dari hewan atau mineral, sehingga sebutan obat tradisional (OT) hampir selalu 10 identik dengan tanaman obat (TO) karena sebagian besar OT berasal dari TO. Obat tradisional ini (baik berupa jamu maupun TO) masih banyak digunakan oleh masyarakat, terutama dari kalangan menengah kebawah. Obat tradisional mengalami perkembangan yang semakin meningkat, terlebih dengan munculnya isu kembali ke alam (back to nature) serta krisis yang berkepanjangan. Penelitian akan tanaman obat ini telah berkembang luas di beberapa negara seperti China, India, Thailand, Korea dan Jepang. Contoh tanaman obat yang dapat digunakan sebagai obat hipertensi adalah belimbing wuluh, baroco, ketepeng kecil, mindi kecil, murbei, pulai, pule pandak, sambiloto, sambung nyawa, dan tempuyung. Tanaman obat memiliki kelebihan dalam pengobatan hipertensi karena umumnya tanaman obat memiliki fungsi selain mengobati hipertensi juga mengobati penyakit penyerta atau penyakit komplikasi sebagai akibat tekanan darah tinggi. Faktor pendorong lain terjadinya peningkatan obat herbal di negara maju adalah usia harapan hidup yang lebih panjang pada saat prevalensi penyakit kronik meningkat, adanya kegagalan penggunaan obat modern untuk penyakit tertentu diantaranya kanker serta semakin luas akses informasi mengenai obat herbal di seluruh dunia. 11 2.2 Deskripsi dan Klasifikasi Kerang Lamis (Meretrix sp.) Kerang lamis adalah kerang yang hidup pada kedalaman 0 sampai 20 meter yang dapat ditemukan di daerah pasang surut di pasir atau di lumpur (FAO 2006). Klasifikasi kerang lamis (Meretrix sp.) (FAO 2006) adalah sebagai berikut: Filum : Moluska Kelas : Bivalvia Subklas : Heterodanta Ordo : Veneroida Famili : Veneridae Genus : Meretrix Spesies : Meretrix sp. Ciri morfologi Meretrix sp. yang digunakan dalam penelitian ini adalah cangkang tipis, licin, berkilap, tubuh berbentuk seperti telur, ujung belakang panjang, dan beberapa datar. Umbo besar, menggembung pada bagian tengah anterior dan ramping dibagian depannya, permukaan halus, palial sinus dalam, warna bervariasi ada yang kuning keunguan sampai kuning kecoklatan, dan bagian anterior berwarna putih. 12 Potensi ekstrak kerang lamis sebagai antihipertensi aktivitas antihipertensi senyawa bioaktif hewan dari filum Molusca telah dilaporkan oleh Je et al. (2005). Senyawa metabolit sekunder hasil pengujian fitokimia yang terdapat pada ekstrak kerang lamis mengandung alkaloid, steroid, saponin. Senyawa alkaloid, steroid, dan saponin dapat meningkatkan aktivitas ekstrak secara keseluruhan (sinergi). Penurunan tekanan darah dapat terjadi karena efek diuretik dari ekstrak tersebut. Ada tiga faktor yang dapat mempengaruhi tekanan darah, antara lain kapasitas kerja jantung, elastisitas pembuluh darah dan faktor darah itu sendiri, misal viskositas dan volume darah (Siska et al. 2010). Salah satu efek yang terjadi setelah hipertensi adalah menggumpalnya (koagulan) darah. Jung et al. (2002) telah meneliti protein antikoagulan dari kerang jenis Scapharca broughtonii. Komposisi asam amino dari protein antikoagulan dari S. brougtonii adalah aspargin, threonin, serin, glutamin, prolin, glisin, alanin, sistein, valin, methionin, lisin, leusin, fenilalanin, histidin, arginin, sehingga diduga kerang lamis pun memiliki protein antikoagulan. Mekanisme terjadinya hipertensi adalah melalui terbentuknya angiotensin II dari angiotensin I oleh angiotensin I-converting enzyme (ACE). ACE memegang peranan fisiologis penting dalam mengatur tekanan darah. Angiotensin II berpotensi besar meningkatkan tekanan darah karena bersifat sebagai vasoconstrictor melalui dua jalur yaitu meningkatkan sekresi hormon antidiuretik (ADH) dan rasa haus dan menstimulasi sekresi aldosteron dari korteks adrenal. 13 Menurut Je et al. (2005) kerang jenis Mytilus edulis mampu menghambat pembentukan angiotensin II, sehingga diduga kerang lamis juga mampu menghambat pembentukan angiotensin II. 2.3 Deskripsi dan Klasifikasi Teripang Gama Teripang merupakan salah satu anggota hewan berkulit duri (Echinodermata) tapi tidak semua memiliki duri. Duri tersebut sebenarnya merupakan rangka (skeleton) yang tersusun dari zat kapur yang terbenam di dalam kulit. Di antara 3 famili teripang, hanya famili Holothuroidea dan Stichopodidea saja yang dapat dimakan dan bernilai ekonomis (Martoyo et al. 2000). Tubuh teripang pada umumnya berbentuk bulat dengan panjang sekitar 10-30 cm. Mulutnya ada pada salah satu ujung dan duburnya berada di ujung lain. Tubuh teripang silindris memanjang seperti mentimun. Oleh sebab itu teripang sering disebut dengan istilah mentimun laut. Gerakannya sangat lamban sehingga hampir seluruh hidupnya berada di dasar perairan. Warna tubuh teripang bermacammacam ada yang hitam pekat, coklat, abu-abu, dan ada juga yang merah tua dan orange. Teripang banyak ditemukan di dasar perairan yang jernih dengan kedalaman 1-40 m. makanan utama teripang adalah organisme kecil, detritus, rumput laut, lamun, diatom, protozoa, dan nematoda (Widodo 2011). Ukuran tubuh teripang berbeda-beda antar spesies misalnya jenis Actinophyga mauritidna memiliki panjang 30 cm dengan berat 2.8 kg, sedangkan jenis Holothuria scabra dengan panjang 25-35 cm memiliki berat antara 0.25-0.35 kg. Di Indonesia terdapat sekitar 23 spesies yang telah teridentifikasi (Sendih dan Gunawan 2006). 14 Genus teripang yang banyak ditemukan di Indonesia dan memiliki nilai ekonomis ada 3 yaitu Holothuria, Muelleria, dan Stichopus. Spesies dari genus Holothuria diantaranya Holothuria scabra, Holothuria vacabunda, Holothuria edulis, dan Holothuria marmorata. Spesies dari genus Muelleria hanya satu yaitu Muelleria lecanora sedangkan spesies dari genus Stichopus diantaranya Stichopus vastus, Stichopus cloronotus, Stichopus quadrifascinatus, dan Stichopus variegatus (Setyastuti dan Purwati 2015). Teripang gama merupakan nama lokal untuk spesies Stichopus variegatus. Teripang ini memiliki warna tubuh kuning agak hijau tua kehitaman dengan bintikbintik kecil berwarna putih di seluruh tubuh sedangkan tubuh bagian dalam berwarna abu-abu muda. Tubuhnya dipenuhi oleh duri-duri halus, bertekstur kenyal, silindris memanjang dan berlendir. Teripang dewasa memiliki berat 500-1000 gram per ekor. Teripang gama banyak ditemukan di perairan dangkal Provinsi Lampung dan Nusa Tenggara (Colin dan Arneson 1995). 15 Gambar teripang gama disajikan pada Gambar 1. Secara taksonomi, teripang gama diklasifikasikan sebagai berikut (WoRMS 2012) : Phylum : Echinodermata Class : Holothuroidea Ordo : Aspidochirota Family : Stichopodidae Genus : Stichopus Spesies : Stichopus variegates Teripang kering memiliki kandungan gizi tinggi yang kaya akan kandungan protein, asam lemak tidak jenuh (omega 3), mineral (magnesium, fosfor, sodium, potassium, seng, tembaga), vitamin B kompleks (tiamin, riboflavin, niasin), dan beberapa senyawa bioaktif seperti lektin, glukosamin, kondroitin sulfat, mukopolisakarida, dan saponin glikosida (Kordi 2010). Teripang memiliki kandungan protein yang tinggi sekitar 72 % dan telah banyak dimanfaatkan dalam bidang farmasi dan medis. 70 % dari total kandungan protein tersebut merupakan protein jenis kolagen (Saito et al. 2002). 16 Manfaat kolagen dalam tubuh diantaranya sebagai agen antipenuaan, memelihara kesehatan sendi dan tulang, serta mampu mempercepat penyembuhan luka. Asam lemak omega 3 mampu menurunkan kadar trigliserida dan kolesterol di dalam darah, mempercepat penyembuhan luka dan menghalangi pembentukan prostaglandin penyebab radang. Lektin dari ekstrak teripang mampu menghambat pertumbuhan sel kanker dan memiliki efek positif terhadap perlawanan virus HIV. Glukosamin mampu meningkatkan sistem imun, mencegah terjadinya gangguan persendian, antiinflamasi, dan juga dapat menurunkan resiko terkena aterosklerosis (Sendih dan Gunawan 2006). Kondroitin sulfat memiliki manfaat dapat mencegah pengeroposan sendi, memperbaiki jaringan tulang rawan, dan sebagai suplemen yang dapat meningkatkan stamina tubuh. Saponin glikosida memiliki struktur yang sama dengan senyawa ganoderma pada gingseng laut. Senyawa ini dilaporkan mampu menghambat pertumbuhan sel kanker dan sebagai tonik suplemen gizi. 2.4 Efek Antihipertensi Oleh Kerang Lamis Dan Teripang Gama Pengujian aktivitas antihipertensi pada ekstrak kerang lamis belum pernah dilakukan sebelumnya. Senyawa metabolit sekunder hasil pengujian fitokimia yang terdapat pada ekstrak kerang lamis mengandung alkaloid, steroid, saponin. Senyawa alkaloid, steroid, dan saponin dapat meningkatkan aktivitas ekstrak secara keseluruhan (sinergi). Ekstrak metanol tunggal mengandung senyawa aktif alkaloid, steroid, dan saponin, sedangkan ekstrak metanol bertingkat mengandung alkaloid dan 17 saponin. Ekstrak metanol tunggal yang mengandung senyawa steroid memiliki aktivitas antihipertensi. Secara umum, aktivitas penghambatan ACE oleh kerang gama memiliki 2 mekanisme yaitu bersifat kompetitif dan nonkompetitif. Penghambat kompetitif ini mampu masuk kedalam molekul protein ACE kemudian berinteraksi dengan sisi aktif enzim dan menghalangi pengikatan substrat. Aktivitas penghambatan ACE terbaik terdapat pada peptida kolagen yang dihasilkan dari hidrolisis. Perbedaan lama waktu hidrolisis memberikan pengaruh yang berbeda secara nyata terhadap persen penghambatan ACE. 18 BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan Kesimpulan yang dapat diambil pada makalah ini adalah: 1. Hipertensi adalah tekanan darah persisten dimana tekanan sistolik melebihi 140 mmHg dan tekanan darah diastolik 90 mmHg. Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya hipertensi dibagi dua kelompok besar yaitu faktor yang tidak dapat diubah contohnya jenis kelamin, umur, genetik, dan faktor yang dapat diubah seperti pola makan, kebiasaan olah raga dan lain-lain. 2. Kerang lamis adalah kerang yang hidup pada kedalaman 0 sampai 20 meter yang dapat ditemukan di daerah pasang surut di pasir atau di lumpur. Teripang merupakan salah satu anggota hewan berkulit duri (Echinodermata) tapi tidak semua memiliki duri. Duri tersebut sebenarnya merupakan rangka (skeleton) yang tersusun dari zat kapur yang terbenam di dalam kulit. 3. Kerang jenis Mytilus edulis mampu menghambat pembentukan angiotensin II, sehingga diduga kerang lamis juga mampu menghambat pembentukan angiotensin II. Aktivitas penghambatan ACE oleh kerang gama memiliki 2 mekanisme yaitu bersifat kompetitif dan nonkompetitif . Penghambat kompetitif ini mampu masuk kedalam molekul protein ACE kemudian berinteraksi dengan sisi aktif enzim dan menghalangi pengikatan substrat. 19 3.2 Saran Saran yang diberikan oleh penulis pada makalah ini adalah perlu dilakukan penelitian lebih mendalam untuk mengetahui khasiat kerang lamis dan teripang gama sebagai alternatif pengobatan untuk hipertensi. 20 DAFTAR PUSTAKA Khirzin M, Habbib, 2015, Aktivitas Inhibitor Enzim Pengubah Angiotensin (ACE) dan Antioksidan Peptida Kolagen dari Teripang Gama (Stichopus variegatus), Jurnal Pascapanen dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan, Vol.10 No.1. Jakaria, C., 2013, Aktivitas Ekstrak Metanol dari Kerang Lamis (Meretrix sp.) sebagai Antihipertensi, Jurnal Pascapanen dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan Lee SH, Qian Zj, Kim SK, 2010, A novel angiotensin I converting enzyme inhibitory peptide from tuna frame protein hydrolysate and its antihypertensive effect in spontaneously hypertensive rats, Food Chemistry, 118: 96–102. 21