CLINICAL ETHICS M. Jusuf Hanafiah Fakultas Kedokteran USU Medan 12/16/2019 1 Dokter yang profesional diharapkan memiliki kompetensi profesional yang terdiri dari : 1. Kompetensi konseptual ( pengetahuan dasar profesi). 2. Kompetensi teknikal ( ketrampilan dasar profesi). 3. Kompetensi integratif ( kemampuan bekerja secara efektif dan efesien). 12/16/2019 2 4. Kompetensi kontekstual ( landasan sosial, ekonomi dan budaya masyarakatnya). 5. Kompetensi adaptif ( penyesuaian diri). 6. Kompentensi interpersonal (kemampuan berkomunikasi). Disamping kompetensi tersebut diatas maka dokter yang profesional harus memiliki prilaku profesional, memegang teguh kode etik profesinya.3 12/16/2019 Fungsi kode etik profesi adalah : 1. Keputusan yang diambil anggota profesi demi kepentingan klien/ pasien. 2. Kepercayaan masyarakat terhadap profesi menjadi kuat. 3. Memberi arah moral yang benar. 4. Perilaku anggota dapat diawasi. 5. Dalam memberikan sanksi berpedoman pada kode etik dan 12/16/2019 peraturan terkait. 4 Setiap dokter harus menyadari bahwa etik merupakan komponen penting dalam pelayanan klinik yang baik. Transaksi terapetik antara pasien dan dokter didasari atas saling hormat menghormati, saling percaya mempercayai dan saling berbagi peran dalam mencapai tujuan bersama yaitu kesembuhan pasien atau mengurangi penderitaannya. 12/16/2019 5 Prinsip etik kedokteran adalah: 1.Menghormati otonomi pasien (respect for autonomy). 2. Berbuat yang terbaik (beneficence). 3. Tidak merugikan (nonmaleficence). 4. Adil (justice, fairness). 12/16/2019 6 Etika klinis (clinical ethics) merupakan etika terapan untuk mengenal, menganalisis dan menyelesaikan masalah etik dalam pelayanan klinik ( Jonsen et al, 2002). 12/16/2019 7 Setiap kasus di klinik, terutama yang menonjol aspek etiknya dianjurkan untuk dilakukan pendekatan praktis dalam mengambil keputusan segi etik, yaitu dengan menggunakan 4 topik berikut (Jonsen et al, 2002) : 12/16/2019 8 A. Indikasi medik ( medical indications) B. Kesukaan pasien (patient preference) C. Kualitas hidup (quality of life) D. Gambaran kontekstual (contextual features) 12/16/2019 9 A. Indikasi medik Prinsip-prinsip merugikan yang terbaik dan tidak 1.Apa masalah medik pasien ? Anamnesis, diagnosis, prognosis? 2.Apakah masalahnya akut, kronik, gawat, darurat, reversible ? 3.Apa tujuan pengobatan ? 4.Bagaimana tentang kemungkinan berhasil ? 5.Apa rencana berikutnya jika pengobatan gagal ? 6.Sebagai simpulan, bagaimana pasien ini dapat memanfaatkan asuhan kedokteran dan perawatan dan bagaimana menghindari kerugian bagi pasien? 12/16/2019 10 B. Pilihan pasien Prinsip menghormati otonomi 1.Apakah pasien mampu secara mental dan kompeten secara sah ? Adakah bukti-bukti tidak mampu ? 2.Kalau mampu apa kata pasien tentang pengobatan yang dipilihnya? 3.Apakah kepada pasien telah dijelaskan manfaat dan resiko, telah mengerti tentang penjelasan ini dan telah memberikan persetujuan tindakan mediknya (PTM)? 12/16/2019 11 4.Kalau tidak mampu siapa yang layak mewakilinya? Apakah wakilnya menggunakan standar yang tepat untuk mengambil keputusan ? 5.Apakah pasien sebelumnya telah mengemukakan kesukaannya dan kearah mana penanganannya ? 6.Apakah pasien tidak mau atau tidak mampu menerima pengobatan? Kalau ya, kenapa ? 7.Sebagai simpulan, apakah dari segi etik dan hukum hak pasien memilih telah dihormati? 12/16/2019 12 C. Kualitas Hidup Prinsip-prinsip yang terbaik, tidak merugikan dan menghormati otonomi 1.Bagaimana prospeknya dengan atau tanpa pengobatan untuk kembali ke kehidupan normal? 2.Apa kekurangan fisik, mental dan sosial yang mungkin dialami pasien kalau pengobatan berhasil? 3.Adakah bias terhadap penilaian yang diberikan penyelenggara pelayanan kesehatan terhadap kualitas hidup pasien? 12/16/2019 13 4.Apakah kondisi pasien sekarang dan yang akan datang sebegitu rupa, sehingga kehidupan selanjutnya tidak perlu dipertimbangkan lagi ? 5.Apakah rasional untuk merencanakan pengobatan selanjutnya? 6.Adakah rencana untuk membuat hidupnya pasien nyaman dan 12/16/2019memberikan asuhan paliatif? 14 D. Gambaran kontekstual (kondisi sekitar) Prinsip-prinsip keadilan 1.Adakah hal-hal dalam keluarga yang mempengaruhi keputusan akan pengobatan ? 2.Adakah hal-hal yang menyangkut penyelenggara pelayanan kesehatan (dokter, perawat) yang mungkin mempengaruhi keputusan akan pengobatan? 3.Adakah faktor biaya dan ekonomi? 4.Adakah faktor agama dan budaya? 12/16/2019 15 5.Adakah batas-batas kerahasiaan? 6.Adakah masalah alokasi sumber daya? 7.Adakah peraturan perundangundangan yang mempengaruhi keputusan akan pengobatan ? 8.Apakah penelitian klinis atau pendidikan klinis terlibat ? 9.Adakah konflik kepentingan dari penyelenggara pelayanan kesehatan atau lembaga? 12/16/2019 16 Kasus-kasus latihan Pertimbangkanlah kasus-kasus berikut dari segi etik dengan pendekatan etika klinis (Jonsen et al, 2002) 1. Seorang anak laki-laki berusia 3 tahun, kurang gizi, muntah-muntah, kadang-kadang kejang, diduga menderita meningitis. Dokter SpA merekomendasikan punksi lumbal. Orang tua anak menolak, bukan karena kekurangan biaya tetapi takut anaknya meninggal di RS. 12/16/2019 17 2. Seorang wanita berumur 36 tahun GIP0Ab0, hamil ± 36 minggu. Letak kepala Dda 148/mnt. Tensi 120/80mmHg. Pada pemeriksaan laboratorium triple test dan USG abdomen dijumpai multiple congenital anomaly. Dokter SpOG menyarankan partus pervaginam. Sedangkan pasien dan suaminya meminta dilakukan seksio sesarea 12/16/2019 18 3. Seorang laki-laki umur 40 thn, pekerjaan buruh pelabuhan menderita trauma tumpul pada perutnya. Di IGD dokter SpB menegakkan diagnosis perdarahan intraabdominal disebabkan ruptured spleen, dan memerlukan laparatomi segera. Hb 4 g%. Pasien pengikut Jehovah’s Witness, tidak setuju transfusi darah, namun setuju dilakukan pembedahan. 12/16/2019 19 4. Seorang wanita berumur 25thn, GIP0Ab0 hamil ±12 minggu menderita tachycardi, sesak nafas dan edema. Ditegakkan diagnosis hamil dengan gagal jantung. Tim dokter yang terdiri dari SpOG, SpJP dan SpAn menganjurkan terminasi kehamilan setelah keadaanya membaik. Pasien dan keluarganya menolak karena ini hamil pertama. Bagaimana sikap etis dokter? 12/16/2019 20 Pendidikan klinis 1. Perlu surat ijin menjadi subjek pendidikan. 2. Perlu diberikan informasi, bahwa : - Pertama kali diperiksa ko-asisten/ residen - Pemeriksaan dilakukan oleh lebih dari 1 (satu) peserta didik. - Kadang-kadang pemeriksaan hanya untuk tujuan pendidikan, bukan asuhan medis. 3. Pada prosedur invasif harus dihadiri konsultan (supervisor), apalagi pada tindakan pertama kali. 4. Permintaan untuk tindakan haruslah sopan. 12/16/2019 21 5. Penolakan pasien harus dihormati. Kasus-kasus dugaan pelanggaran etik dan etikolegal 12/16/2019 22 Dari pengamatan kasus-kasus dugaan pelanggaran etik kedokteran dan etikolegal (malpraktek) yang ditangani Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK) Wilayah diseluruh Indonesia, disimpulkan bahwa: 12/16/2019 23 1.Hampir semua dokter yang diadukan pasiennya adalah dokter spesialis yang langsung menangani pasien (bukan spesialis penunjang, kecuali Sp An). 2.Mereka bekerja di rumah sakit, jarang yang ditempat praktek pribadi. 3.Rata-rata mereka termasuk figur dokter yang “banyak pasiennya”, jadi cukup sibuk. 4.Pada kasus-kasus yang tidak “segera selesai” (termasuk yang masuk pengadilan) dikesankan dokter tersebut kurang baik komunikasinya, sedikit arogan, berwatak “business oriented”, namun bukan profesional sejati. 12/16/2019 24 5.Hampir semua pengadu merasa kurang dihormati hak-haknya (atas informasi) karena kekurang jelasan komunikasi (khususnya tentang komplikasi penyakit sehingga merasa dirugikan, serta merasa diperlakukan “sebagai nomor” belaka oleh dokternya. 6.Sebagian dari pengadu mengeluh tentang mahalnya pelayanan kesehatan dari dokter/rumah sakit. 7.Sebagian besar pengadu mengeluhkan kasusnya lewat pers (yang kemudian IDI tanggapi secara proaktif) dan akhir-akhir ini lewat lembaga pembela konsumen, pihak 12/16/2019 25 asuransi, dll. 8.Sebagian besar kasus diselesaikan secara musyawarah (damai) antar para pihak dengan atau tanpa IDI / jajarannya sebagai pihak penengah, dengan atau tanpa dokter membayar ganti rugi/meminta maaf kepada pihak pasien/keluarganya. 12/16/2019 26 Secara lebih spesifik juga telah dideteksi adanya sejumlah dokter bermasalah, antara lain berupa: 1. Kekurang-pengalaman dan atau tekanan kerja. 2. Konflik interpersonal atau kepribadian. 3. Kecacatan, termasuk menjadi lansia. 4. Nyata-nyata kekurangan pengetahuan atau ketrampilan (tidak profesional). 5. Perilaku jahat atau kriminal. 6. Watak yang menyebalkan (annoying). 12/16/2019 27 Professional Conduct Committee dari Inggeris mengelompokkan pelanggaran serius perilaku dokter sebagai berikut: 1. Berkaitan dengan kompetensi dan kemampuan. 2. Mengabaikan tanggung jawab profesional kepada pasien. 3. Peresepan tak bertanggung jawab. 4. Penyimpangan profesional lainnya ( rekam medik tidak lengkap, delegasi tindakan medik tidak sempurna, dll). 12/16/2019 28 5. Penyimpangan berat perilaku lainnya 6. Masalah keuangan dan ketidak jujuran lainnya 7. Perilaku seksual menyimpang 8. Kecurangan akademik 9. Pengiklanan diri 12/16/2019 29 Kasus-kasus dugaan pelanggaran etik yang muncul kepermukaan 1. Penggunaan berlebihan ( overutilisasi) alat canggih kedokteran yg didorong untuk pengembalian kredit bank. 2. Pengobatan ala kadarnya ( under-treatment, substandard) pada pasien tidak mampu atau penolakan pasien dng berbagai alasan. 3. Perpanjangan length of stay pasien VIP untuk penambahan penghasilan RS, termasuk perluasan indikasi medik/perawatan dng keinginan pasien. 12/16/2019 30 4. Pelaksanaan futilisasi medik (kesia-siaan) bagi penyakit yg tak bisa sembuh lagi. 5. Pemulangan atau pemaksaan halus untuk pulang pasien tidak mampu dari RS dlm keadaan belum stabil ke RS lain (patient damping). 6. Mempersulit atau tdk menerima pasien sakit berat yg hampir meninggal, demi mencegah kesan nama buruk penanganan pasien ( menekan angka kematian RS). 7. Menahan-nahan pasien walaupun tidak jelas diagnosisnya (tdk merujuk kefasilitas lebih tinggi) hanya untuk kepentingan 12/16/2019 31 penghasilan dokter/RS. 8. Tidak melaksanakan doktrin informed consent secara tulus ikhlas. 9. Tidak melaksanakan ketentuan rekam medis secara lege artis. 10. Dikotomi atau splitting (merujuk pasien atau melakukan tindakan medis dengan imbalan komisi dari fasilitas lain). 11. Menggunakan pengganti/assisten untuk melindungi tenaga kesehatan lain yg tdk berhak/berwenang karena sudah tua/cacat/sakit/adiksi atau berperilaku buruk 12/16/2019 32 12. Tidak mengungkapkan medical error dari teman sejawat. 13. Mempraktekan suatu kontroversi medis seperti : aborsi bukan indikasi medik menjadi menstual regulation. 14. Persaingan perebutan lahan atau kewenangan medik (antar spesialis). 15. Memperkokoh ketertutupan medis dan mempersulit sejawat lain masuk kedalam unit kerjanya. 16. Meminta honorarium tinggi dng dalih profesionalitas dan terlalu berorientasi pd waktu sebagai bisnis. 12/16/2019 33 Kasus-kasus dugaan pelanggaran etikolegal yg muncul kepermukaan 1. Saat melakukan operasi sesar, dokter lukai kepala bayi ( Bekasi). 2. Tiga tahun keteter bersarang dalam tubuh Yurah ( Jakarta). 3. Dokter SpF membuka rahasia jenazah autopsi ( Jakarta). 4. Dokter SpBD meminta imbalan jasa khusus diluar ketentuan RSAM ( 12/16/2019 34 Medan) 5. Yang sakit kaki kiri, dioperasi kaki kanan ( Manado). 6. Pasien cidera kepala meninggal karena kelalaian dokter jaga (Tegal). 7. Isteri penderita asthma tewas, benarkah akibat suntikan ? ( Samarinda). 8. Kode Etik tak mempan bendung promosi obat ( Jakarta). 12/16/2019 35 9. Aborsi ilegal ( Surabaya). 10.Tertukar bayi ( Surabaya). 11.Kematian bayi pasca persalinan ( Surabaya) 12.Bayi lahir cacat (Brachial palsy, Surabaya). 13.Buta pasca operasi mata ( Surabaya). 14.Kematian pasien pasca kuretase ( Surabaya). 12/16/2019 36 15. Surat keterangan sakit palsu ( Surabaya). 16. Anak 6 th meninggal setelah ditangani 4 dokter SpA berganti-ganti ( Jakarta). 17. Pasien meninggal setelah berganti-ganti diagnosis dirawat selama 9 hari ( Jakarta). 18. Pasien meninggal karena CO2 dalam tabung O2 (Bengkulu). 19. Tubektomi yang membawa maut (Banyuwangi). 20. Ibu lumpuh setelah persalinan dan histerektomi (Semarang). 21. Abortus spontan meninggal dirumah 12/16/2019 37 setelah pernah dirawat di RS ( Denpasar). MKEK pusat menghimbau agar keputusan (vonis) MKEK wilayah/cabang tentang sesuatu kasus pelanggaran etik atau etikolegal disampaikan kepada MKEK pusat untuk kompilasi dan dapat digunakan sebagai referensi untuk kasus yang serupa dikemudian hari. 12/16/2019 38 12/16/2019 39