Keterkaitan Cuaca di Indonesia dengan Fenomena Bintik Matahari

advertisement
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sinar matahari yang sampai di bumi
merupakan sumber utama energi yang
menimbulkan segala macam kegiatan
atmosfer seperti hujan, angin, siklon tropis,
musim panas, musim dingin, pola iklim di
suatu wilayah dan berbagai pengaruhnya
seperti pertumbuhan tanaman, penyediaan
air tanah dan sebagainya.
Untuk mengukur banyaknya energi
sinar yang sampai di bumi digunakan
besaran yang disebut “tetapan matahari”
atau solar constant, yaitu banyaknya energi
sinar yang jatuh pada bidang mendatar
secara tegak lurus di puncak atmosfer tiap
satuan waktu tiap satuan luas bidang
tersebut dengan meniadakan penyerapan
oleh atmosfer. Besarnya tetapan matahari
dinyatakan dengan satuan Watt m-2. Ratarata besar tetapan matahari antar Matahari
dan Bumi yaitu sekitar 1 1/3 Watt m-2 (Lean
and Rind, 1996)
Menurut Chapman dalam Yatini (2004)
mengungkapkan bahwa besarnya solar
constant antara siklus matahari minimum
dan maksimum adalah sekitar 0.1%.
Menurut Donal dalam Susanto (2003)
fluktuasi tersebut antara lain disebabkan
oleh perubahan jarak antara matahari dan
bumi karena lintasan bumi mengelilingi
matahari tidak merupakan lingkaran tetapi
berbentuk ellips dengan matahari terletak
pada salah satu titik apinya. Penyebab kedua
terjadinya perubahan fluktuasi tetapan
matahari ternyata berasal dari bintik
matahari (sunspot). Di samping itu pada
setiap ledakan matahari dikeluarkan
sejumlah sinar ultraviolet yang dapat
menambah energi sinar matahari dalam
daerah gelombang sinar tersebut.
Pengaruh bintik matahari terhadap
cuaca sulit dijelaskan daripada pengaruh
bintik matahari terhadap iklim, karena cuaca
merupakan keadaan sesaat dari atmosfer
sedangkan iklim merupakan keadaan ratarata dari cuaca dalam suatu kurun waktu
yang panjang.
Berdasarkan hasil penelitian tentang
sunspot, menyimpulkan bahwa di daerah
tropika, suhu udara rata-rata lebih rendah
selama periode sunspot maksimum dan lebih
tinggi dari nilai normal selama periode
sunspot minimum. Keadaan yang sama juga
berlaku bagi daerah lintang
sedang,
tetapi justru kebalikannya bagi daerah
subtropika yang kering. (Susanto, 2003)
Hasil penelitian Christiani (2004)
menyimpulkan bahwa pengaruh sunspot
terhadap keadaan curah hujan dan radiasi
harian di beberapa tempat di Indonesia
menunjukkan perbedaan yang sangat
signifikan, dimana sunspot mempunyai
pengaruh yang nyata terhadap keadaan curah
hujan dan radiasi harian, maka dengan ini
penelitian ini perlu dilakukan.
1.2 Tujuan
Tujuan penelitian ini adalah untuk
mengetahui pengaruh siklus bintik matahari
(sunspot) terhadap perubahan radiasi, suhu
dan RH di Indonesia.
1.3 Manfaat
Manfaat dari penelitian adalah :
1. Dapat digunakan sebagai prediksi
tentang cuaca di bumi berdasarkan
hasil
pemantauan
aktivitas
permukaan matahari khususnya
sunspot
2. Sebagai bahan masukan bagi
pengetahuan
Meteorologi
khususnya Meteorologi Fisik
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Bintik Matahari (Sunspot)
Sunspot (bintik/noda matahari) adalah
daerah
di
lapisan
fotosfer
yang
temperaturnya lebih rendah (4000 – 4500 K)
daripada daerah di sekelilingnya (6000 K).
Itu disebabkan oleh turunnya suhu
dipermukaan matahari. Kecermelangannya
kira-kira seperlima fotosfer normal. Sunspot
nampak sebagai noda-noda gelap, biasanya
muncul di daerah sekitar ekuator matahari
(antara lintang -30° dan +30°). Noda-noda
gelap, dan daerah-daerah aktif yang dikenal
dengan nama faculae. (Elliyati, 2001)
Bintik matahari sebenarnya adalah
badai massa gas elektrik yang berpusat
suram. Dalam gerakannya melintasi
permukaan matahari, bintik tersebut
menciptakan kegaduhan magnetik yang
besar dan mempengaruhi peralatan elektrik
dan
magnetik
di
Bumi.
Bintik
matahari memiliki ukuran yang besar dan
jumlahnya berubah-ubah dalam daur
sepanjang 11 tahun dan berpengaruh
terhadap kegiatan matahari.
Gambar 1. Mekanisme terbentuknya Sunspot
Sumber: http://www.windows.ucar.edu/tour/link=/sun/atmosphere/sunspot_magnetism.html
Menurut Hathaway, Wilson dan
Reichmann (2002) Jumlah bilangan sunspot
yang muncul dinyatakan dalam bilangan
sunspot yang di hitung berdasarkan
perhitungan secara empiris dan tidak persis
tepat keseluruhan permukaan matahari.
Perhitungannya
dikemukakan
dan
dirumuskan oleh R. Wolf pada tahun 1948
sebagai berikut
R = K (10 g + f) ….…………...(1)
di mana
R = bilangan sunspot
K = faktor reduksi yang bergantung
pada metode pengamatan dan
teleskop
yang
digunakan
(untuk
perhitungan
Wolf
digunakan f=1)
f = total bilangan sunspot yang
tampak pada matahari
g = jumlah grup sunspot
Menurut Elliyati (2001) ada dua jenis
pengelompokan sunspot, yaitu Klasifikasi
Zurich dan Klasifikasi Mount Wilson. Pada
dasarnya
sunspot
dikelompokkan
berdasarkan polaritasnya (unipolar/bipolar)
dan kekompleksannya (apakah mempunyai
penumbra atau tidak, banyak/sedikitnya titik
sunspot dalam satu grup).
Data sunspot ditampilkan sebagai
Bilangan Wolf (Wolf Number), yaitu jumlah
grup sunspot dengan titik-titik sunspot
secara keseluruhan, dikali suatu konstanta.
Bilangan Wolf (harian maupun hasil
perataan setiap bulan) digunakan sebagai
parameter aktivitas matahari.
Meskipun penentuan bilangan sunspot
tersebut bukan berdasarkan pengamatan
total permukaan matahari, tetapi cukup
mewakili variasi perubahan aktivitas
matahari dari tahun ke tahun. Rata-rata
periode sunspot adalah 11.1 tahun yang
merupakan hasil rata-rata pengamatan
selama 80-90 tahun, dimana periode satu
siklus sunspot bervariasi antara 9-14 tahun.
(Hathaway, et al 2003)
Sunspot terbentuk akibat adanya
aktivitas magnetik di dalam matahari. Rotasi
matahari di khatulistiwa lebih cepat dari
pada di daerah kutub, sehingga garis
magnetik mengalami pembelokan akibat
adanya gaya koriolis. Dengan terjadinya
pembelokan garis magnetik tersebut maka
akan terbentuk sebuah bidang magnetik
yang lebih besar. Bidang magnetik ini
menyebabkan peredaran bahang terhambat
dan memunculkan bintik pada matahari.
Bintik pada matahari ini terbentuk
berpasangan dan memiliki kutub yang
berbeda, bintik satu mempunyai sifat
Gambar 2. Diagram kupu-kupu bintik matahari (sunspot)
Sumber : Hathawa, et al. 2003
magnetik utara dan yang satu lagi bersifat
magnetik selatan (Gambar 1).
Sunspot tidak hanya periodik dalam hal
bilangan (jumlah), tetapi juga dalam hal
posisi lintang serta memiliki periode waktu.
Pada awal siklus baru, sunspot mulai muncul
dan tampak pada sabuk 300 LU dan 300 LS
permukaan matahari. Sabuk ini kemudian
bergerak menuju daerah ekuator. Sunspot
akan mulai tumbuh dan tampak jelas serta
mencapai ukuran maksimum disekitar sabuk
160 LU dan 160 LS (Gambar 1). Kemudian
sabuk terus bergerak menuju ekuator
matahari. Akan tetapi, aktivitas sunspot
menghilang disekitar 80 LU dan 80 LS.
(Hathaway and Wilson 2004)
Siklus bintik matahari dapat diketahui
dari perubahan jumlah bintik matahari dari
waktu ke waktu. Selain itu digambarkan
pula dalam diagram kupu-kupu (Gambar 2).
Diagram yang eksotis ini melukiskan variasi
posisi bintik matahari dalam lintang utara
dan selatan matahari terhadap waktu. Awal
siklus ditandai dengan munculnya bintik
matahari pada lintang 40° - 50°. Tidak
pernah ditemukan bintik matahari pada
lintang tinggi. Seiring dengan perjalanan
waktu, kelompok bintik matahari berikutnya
muncul pada lintang yang lebih rendah. Pola
kenampakan ini berlanjut sampai satu
periode
siklus
11
tahun.
(The
SunspotCycle:http://science.nasa.gov/solar/s
unspots.htm)
2.2 Cuaca
Cuaca dikenal sebagai nilai sesaat dari
atmosfer, serta perubahan dalam waktu
jangka pendek (kurang dari satu jam sampai
24 jam) disuatu tempat tertentu di bumi.
Keadaan
sesaat
dari
cuaca
serta
perubahannya dapat dirasakan (kualitatif)
dan diukur (kuantitatif) berdasarkan peubah
fisika, yang dinamai dengan unsur cuaca.
Adapun unsur-unsur pembentuk cuaca
adalah penerimaan radiasi surya, suhu udara,
kelembaban udara, tekanan udara, kecepatan
angin, arah angin, dan penutupan langit oleh
awan. (Nasir, 1993)
2.2.1
Radiasi
Radiasi merupakan suatu bentuk energi
yang dipancarkan oleh setiap benda yang
memiliki suhu diatas nol mutlak. Sedangkan
radiasi surya merupakan gelombang
elektromagnetik yang dibangkitkan dari
proses fusi nuklir yang dapat mengubah
hidrogen menjadi helium. Dengan suhu
permukaan matahari 6000 K, radiasi yang
dipancarkan
berupa
gelombang
elektromagnetik sebesar 73.5 juta Watt tiap
m2 permukaan matahari.
Radiasi yang dipancarkan oleh suatu
permukaan berbanding lurus dengan pangkat
empat suhu mutlak permukaannya (Hukum
Stefan-Boltman). Berdasarkan persamaan 2
di bawah, dinyatakan bahwa semakin tinggi
suhu permukaan maka pancaran radiasinya
semakin besar. Pancaran radiasi tersebut
dijabarkan dalam persamaan berikut:
F = ε σ T4
.............................(2)
dimana
F : pancaran radiasi (W m-2)
ε : emisivitas permukaan, bernilai
satu untuk benda hitam (black
body radiation), sedangkan
untuk benda-benda alam
berkisar 0.9-1.0
σ : tetapan Stefan-Boltzman (5.67
10-8 W m-2)
T : suhu permukaan (K)
Dengan jarak rata-rata matahari bumi
sejauh 150 juta km, radiasi yang sampai
dipuncak atmosfer rata-rata sebesar 1360 W
m-2. sedangkan yang sampai di permukaan
bumi (daratan dan lautan) sekitar setengah
dari yang diterima dipuncak atmosfer. Hal
ini disebabkan karena sebagian akan diserap
dan dipantulkan kembali ke angkasa oleh
atmosfer khususnya oleh awan.
Penerimaan radiasi surya di permukaan
bumi sangat bervariasi menurut tempat dan
waktu.
Menurut
tempat
khususnya
disebabkan oleh perbedaaan letak lintang
serta keadaan atmosfer terutama awan.
Menurut waktu, perbedaan radiasi terjadi
dalam sehari (dari pagi sampai sore hari)
maupun secara Musiman (dari hari kehari).
Penerimaan radiasi surya yang diterima oleh
permukaan bumi dipengaruhi oleh beberapa
faktor yaitu: jarak antara matahari dan bumi,
panjang hari dan sudut datang, dan pengaruh
atmosfer bumi.
2.2.2
Suhu Udara
Secara umum, pada lapisan troposfer
suhu makin rendah dengan bertambahnya
ketinggian. Hal ini disebabkan oleh sifat
udara yang merupakan penyimpan panas
terburuk, sehingga suhu udara sangat
dipengaruhi oleh permukaan bumi yang
merupakan tempat persentuhan antara udara
dengan daratan dan lautan. Lautan
mempunyai luas serta kapasitas panas yang
lebih besar dari pada daratan. Meskipun
daratan merupakan penyimpan panas yang
buruk, tetapi karena udara bercampur secara
dinamis, maka pengaruh permukaan lautan
secara vertikal akan lebih dominan.
Akibatnya suhu akan semakin turun dengan
bertambahnya ketinggian, baik di atas lautan
maupun daratan. (Handoko, 1993)
Di daerah tropika, suhu udara rata-rata
lebih rendah selama periode sunspot
maksimum dan lebih tinggi dari harga
normal selama periode sunspot minimum.
Keadaan yang sama juga berlaku bagi
daerah lintang sedang, tetapi justru
kebalikannya bagi daerah subtropika yang
kering. (Susanto, 2003)
2.2.3
Kelembaban udara (RH)
Kelembaban udara menggambarkan
kandungan uap air di udara, dan dapat
dinyatakan sebagai kelembaban mutlak,
kelembaban nisbi (relatif) maupun defisit
tekanan
uap.
Kelembaban
mutlak
merupakan kandungan uap air per satuan
volume, dimana kandungan uap airnya
dinyatakan dalam massa uap air atau
tekanannya.
Kelembaban
nisbi
membandingkan antara kandungan/tekanan
uap air aktual dengan jenuhnya atau
kapasitas udara untuk menampung uap air.
Kapasitas udara untuk menampung uap air
tersebut ditentukan oleh suhu udara.
Sedangkan defisit uap air merupakan selisih
antara tekanan uap air jenuh dengan tekanan
aktual. (Handoko, 1993)
Karena
kapasitas
udara
untuk
menampung uap air (es) semakin tinggi
dengan naiknya suhu udara maka pada
tekanan uap aktual (ea) yang relatif tetap
pada siang hari dan malam hari. Hal ini
mengakibatkan RH akan lebih rendah pada
siang hari dan tetap lebih tinggi pada malam
hari.
Kelembaban nisbi pada suatu tempat
tergantung pada suhu yang menentukan
kapasitas udara untuk menampung uap air
serta kandungan uap air aktual di tempat
tersebut.
2.3 Aktivitas Matahari dan Efeknya
terhadap Bumi
Aktivitas matahari berhubungan dengan
aktivitas cuaca dan iklim dalam skala yang
luas. Emisi gelombang pendek yang berasal
dari letusan di permukaan matahari mampu
mempengaruhi tingkat pemanasan pada
atmosfer bumi hanya dalam jangka waktu
relaif singkat, kemudian secara tidak
langsung akan mempengaruhi pola sirkulasi
atmosfer ke arah kutub pada daerah lintang
tinggi, atau dengan kata lain bahwa kenaikan
tekanan paras muka laut kearah kutub
bertambah besar dari daerah lintang yang
mendapatkan suplai panas maksimum
(ekuator). Berdasarkan pemikiran inilah
dapat disimpulkan bahwa salah satu factor
yang mempengaruhi indeks / karakter
distribusi tekanan zonal terhadap pola
sirkulasi global atmosfer adalah adanya
gangguan yang bersifat spontan dari
aktivitas matahari.
Gambar 3. Aktivitas matahari dan efeknya terhadap bumi
Sumber: http://www.xradiograph.com/blog/2003_11_01_xradiograph_archive.html
Salah satu aktivitas matahari yaitu
terjadinya ledakan dipermukaan matahari
disekitar wilayah sunspot. Ledakan ini
mnghembuskan serangkaian badai dan
menghamburkan gas-gas dan radiasi yang
panasnya mencapai jutaan derajat serta
milyaran ton partikel ke angkasa luar.
Radiasi dan badai yang terhempas ke
angkasa luar khususnya bumi, akan
menimbulkan gangguan-gangguan terhadap
bumi, seperti rusaknya satelit-satelit,
terganggunya
komunikasi
radio,serta
matinya jaringan listrik (Gambar 3).
Berdasarkan pengamatan yang telah
dilakukan oleh para ahli bahwa efek yang
ditimbulkan oleh aktivitas matahari terhadap
permukaaan bumi tidak bersifat langsung.
Akan tetapi, atmosfer adalah bagian bumi
yang pertama sekali menerima efek dari
perubahan yang terjadi di permukaaan
matahari (aktivitas matahari). Efek yang
ditimbulkan berbeda tiap lapisan atmosfer.
`Bagian atmosfer atas yang banyak kita
kenal sebagai lapisan ionosfer (merupakan
lapisan mesosfer dan termosfer) merupakan
lapisan yang banyak mengandung elektronelektron bebas. pada ketinggian sekitas 225
km, daerah ini mengalami densitas electron
yang bervariasi secara harian, musiman dan
bergantung terhadap ketinggian / posisi
matahari, serta dipengaruhi juga oleh adanya
fenomena siklus 11-tahunan sunspot.
Salah satu unsur cuaca yang seringkali
menjadi bahan dalam penelitian yang
menghubungkan antara antivitas matahari
dengan cuaca adalah suhu. Terdapat
beberapa pendapat ilmuan dunia tentang
hubungan antivitas matahari dan suhu antara
lain adalah:
1. Terjadi perubahan suhu permukaan
global di bumi akibat respon dari
aktivitas matahari yaitu sekitar
0.045-0.060C dengan selang waktu
8-24 bulan
2. Walaupun hubungan aktivitas
matahari dengan suhu permukaaan
sulit
diinterpretasikan
dengan
korelasi secara langsung, perubahan
suhu permukaan rata-rata global
berkorelasi sangat baik dengan
pangjang siklus aktivitas matahari
bukan dengan bilangan bintik
matahari.
Download