Awareness: Butir-butir Mutiara Pencerahan oleh Antony de Mello SJ 4 Januari 2008 oleh djuni 1 Vote Awareness: Butir-butir Mutiara Pencerahan Judul: Awareness; Butir-butir Mutiara Kesadaran Penulis: Antony de Mello SJ Penyunting: J Francis Stroud SJ Alih Bahasa: Paulus Hidayat Penerbit: PT Gramedia Pustaka Utama Edisi: Keempat, Maret 2000 Tebal: 416 halaman. BAGI para penjelajah spiritual, bagi orang-orang yang mencari kebahagiaan, Awareness adalah buku penting untuk diselami. Antony de Mello memaparkannya dengan gaya bahasa yang ringan dan mudah dimengerti. Terkadang menyentak jiwa-jiwa yang lalai untuk menyadari bahwa kebahagiaan yang didambakan setiap insan adalah cahaya lilin yang menerangi jalan setapak dalam dirinya. Orang yang tidak bahagia adalah ia yang melemparkan lilin itu ke dasar jurang ketidaksadaran, membiarkannya tinggal redup, tetapi mencari-cari sumber cahaya yang lain di luar dirinya. Dalam butir-butir pencerahannya, De Mello mengajak pembacanya mengembara di padang perumpamaan ketika kalimat-kalimatnya lebih menarik untuk diungkapkan tidak secara verbal. Misalnya, kisah burung rajawali yang menetas dari eraman seekor ayam. Rajawali itu lalu mengira bahwa dirinya adalah ayam dan berperilaku layaknya seekor ayam. Ketika melihat ke angkasa ia takjub, seekor rajawali terbang dengan gagahnya. Ia berandai-andai kalau bisa terbang seperti rajawali itu. Apa yang ingin disampaikan De Mello adalah bagaimana seseorang menyadari jati dirinya, menyadari keadaan yang berlaku di luar diri dan menempatkan dirinya pada kapasitas sebagai bagian dari realita. Tidak ilusif menghadapi realita, tanpa memaksakan apa yang tertera di kepala dipaksakan harus sesuai dengan apa yang dihadapi. Realita adalah air sungai, dan ketika kita menyadari bahwa air itu kini berada dalam sebuah ember maka ia bukan lagi air sungai. Begitu pula realita, bila kita coba mereduksinya ke dalam konsep-konsep maka ia menjadi air dalam ember yang mati, tak mengalir. Realita tak pernah berhenti mengalir, selalu berubah. Sedangkan konsep berhenti pada satu titik, sebentar kemudian ditinggalkan sang kala. Hal ini sebenarnya yang menyebabkan orang tidak dapat merasakan kebahagiaan. Kalaupun ada hanya kebahagiaan semu, karena segala sesuatu dikembalikan kepada konsep-konsep ideal yang menjadi rujukan. Dan ketika sesuatu yang diharapkan dan dicita-citakan itu melenceng dari konsep ideal yang sudah ditetapkannya ia menjadi kecewa, tidak mau menerima bahkan putus asa. Ia mencari kebahagiaan dari luar diri, menggantungkan kebahagiaannya kepada sesuatu di luar dirinya. Menyadari realita sebagai sesuatu yang patut diterima dengan lapang dada adalah modal dasar untuk mengecap kebahagiaan yang hakiki. Walaupun kebahagiaan dalam buku ini hanya sebagian topik yang dibahas penulisnya, bukan berarti memparalelkan spiritualitas dengan an sich kebahagiaan. De Mello memberikan resep bagaimana manusia dapat menuju kebijaksanaan. Bijaksana terhadap diri sendiri, bijaksana terhadap keadaan sekitar sebagai langkah awal menuju kebahagiaan. Kebahagiaan yang mewujud dalam hati setiap orang. Ada empat langkah yang perlu dilalui, pertama, mengenal perasaan negatif yang ada dalam diri. Banyak orang yang mempunyai perasaan negatif tetapi mereka tidak menyadarinya. Apakah yang dimaksud dengan perasaan negatif? De Mello mencontohkan kemurungan misalnya. Kita merasa murung dan cemas, lalu membenci diri sendiri dan merasa bersalah. Kita merasa hidup tidak mempunyai tujuan, tidak bermakna, terluka, gelisah dan tegang. Tahap pertama adalah mengenali perasaan-perasaan negatif itu. Langkah kedua adalah memahami bahwa perasaan negatif itu ada di dalam diri dan bukan dalam realitas. Ketika perasaan negatif itu ada, maka usaha untuk selalu mengubah kenyataan, mengubah orang lain menjadi pekerjaan yang sia-sia. Kita tidak perlu mengubah apa pun. Perasaan negatif itu ada di dalam diri kita. Tidak ada kondisi, kejadian, situasi, atau orang yang dapat menyebabkan kita terganggu. Kita sendiri yang menyebabkan perasaan negatif itu muncul. Langkah yang ketiga adalah tidak mengindentifikasi diri dengan perasaan-perasaan negatif itu. Perasaan yang tidak ada sangkut-pautnya dengan jati diri. Perasaan itu bukanlah jati diri. Perasaan yang akan berlalu dan hilang dari diri kita seperti awan mendung di udara yang sebentar kemudian cerah kembali. Langkah yang keempat, bagaimana kita mengubah keadaan di sekeliling kita, bagaimana kita mengubah diri kita sendiri. Seperti yang dikatakan Deepak Copra, “Bila Anda dapat mengubah diri Anda, maka Anda dapat mengubah dunia.” Dengan demikian, butir-butir pencerahan yang dipaparkan De Mello sangat gamblang mengantarkan orang meniti jalan ke dalam dirinya. Memahami jati diri dan meletakkan jati diri itu dalam aliran realita dengan sikap menerima yang lahir dari dalam dirinya membuat orang sadar untuk melulu tidak mengurusi kesalahan orang lain. Kemampuan memisahkan kesedihan, kekecewaan, kepahitan, dan rasa marah dari identitas jati dirinya adalah bukti keberhasilan menapak satu langkah ke dalam diri menuju kebahagiaan. Hanya menyaksikan awan mendung dan noda hitam pada udara yang sebentar lagi pergi, hilang lenyap. Dan udara kembali bersih, putih. Sebagai jalan spiritual seyogianya buku ini dilihat dengan kacamata universalitas. Sebab tanpa paradigma yang universal butir-butir pencerahan yang dipaparkan Antony de Mello ini hanya akan menjadi bahan polemik yang akan menghabiskan energi, sedangkan gerakan kesadaran ini harus segera kita tanamkan dalam diri masing-masing, agar pencerahan membumi tidak sekadar tinggal dalam dunia wacana. (M Afdhal, anggota Komunitas Sastra Altar Ciputat, Alumnus Fakultas Adab IAIN Jakarta) Kompas, Sabtu, 7 Juli 2001