BAB II PEMBAHASAN A. Sistem Pelayanan Kesehatan dan rujukan Negara Indonesia 1. a. Sistem pelayanan kesehatan Pengertian Pelayanan adalah setiap kegiatan yangmenguntungkan dalam suatu kumpulan atau kesatuan, dan menawarkan kepuasan meskipun hasilnya tidak terikat pada suatu produk secara fisik . Pelayanan adalah suatu kegiatan atau urutan kegiatan yang terjadi dalam interaksi langsung antar seseorang dengan orang lain atau mesin secara fisik, dan menyediakan kepuasan pelanggan (Lukman, 2000). Pelayanan Publik diartikan pemberian layanan (melayani) keperluan orang atau masyarakat yang mempunyai kepentingan pada organisasi itu sesuai dengan aturan pokok dan tata cara yang telah ditetapkan (Kurniawan, 2005). Pelayanan sebagai proses pemenuhan kebutuhan melalui aktivitas orang lain secara langsung. Pelayanan umum oleh Lembaga Administrasi Negara (1995), diartikan sebagai segala bentuk kegiatan pelayanan umum yang dilaksanakan oleh Instansi Pemerintah di Pusat, di Daerah dan di lingkungan Badan Usaha Milik Negara/Daerah dalam bentuk barang dan atau jasa baik dalam rangka upaya kebutuhan masyarakat maupun dalam rangka pelaksanaan ketentuan peraturan perundangundangan. Pelayanan publik dengan demikian dapat diartikan pemenuhan keinginan dan kebutuhan masyarakat oleh penyelenggara negara. Pada hakekatnya negara dalam hal ini pemerintah (birokrat) haruslah dapat memenuhi kebutuhan masyarakat. Kebutuhan dalam hal ini bukanlah kebutuhan secara individual, akan tetapi berbagai kebutuhan yang sesungguhnya diharapkan oleh masyarakat, misalnya kebutuhan akan kesehatan, pendidikan dan lain-lain. b. Dasar hukum Landasan hukum yang melatar belakangi Sistem Jaminan Sosial Nasional: a. UUD 1945 Pasal 28 H ayat (3) dan pasal 34 b. Undang-Undang No 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional c. Undang-Undang No 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggaraan Jaminan Sosial d. Undang-Undang No 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran e. Undang-Undang No 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan f. Undang-Undang No 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit g. Undang-Undang No 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional h. Undang-Undang No 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara i. Undang-Undang No 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah j. Undang-Undang No 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pusat dan Pemerintah Daerah k. Undang-Undang No 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara l. Peraturan Pemerintah No 38 tahun 2007 tentang Pembagian Kewenanagan Pusat dan Daerah c. Sistem Pelayanan Kesehatan Indonesia Pada dasarnya setiap manusia membutuhkan pelayanan, bahkan secara ekstrim dapat dikatakan bahwa pelayanan tidak dapat dipisahkan dengan kehidupan manusia (Sinambela, S.P., 1992). Selama hidupnya, manusia selalu membutuhkan pelayanan. Pelayanan menurutnya sesuai dengan life cycle theory of leadership (LCTL) bahwa pada awal kehidupan manusia (bayi) pelayanan secara fisik sangat tinggi, tetapi seiring dengan usia manusia pelayanan yang dibutuhkan akan semakin menurun (Rusli, 2004). Input, merupakan subsistem yang akan memberikan segala masukan untuk berfungsinya sebuah sistem.seperti sistem pelayanan kesehatan. Proses, suatu kegiatan yang berfungsi untuk mengubah sebuah masukan untuk menjadikan sebuah hasil yang di harapkan dari sebuah sistem tersebut,maka yang dimaksud proses adalah berbagai kegiatan dalam pelayanan kesehatan Output, hasil yang diperoleh dari sebuah proses,dalam sistem pelayanan kesehatanhasilnya dengan berupa pelayanan kesehatan yang berkualitas,efektif dan efisien sehingga dapat dijangkau oleh setiap lapisan masyarakatsehingga pasien sembuh dan sehat optimal. Dampak, merupakan akibat yang dihasilkan sebuah hasil dari sebuah sistem,yang terjadi relatif lama waktunya. Umpan balik, merupakan sebuah hasil yang sekaligus menjadi masukan dan ini terjadi dari sebuah sistem yang saling berhubungan dan saling mempengaruhi umpan balik dalam sistem pelayanan kesehatan dapat berupa kualitas tenaga kesehatan yang juga dapat menjadikan input yang selalu meningkat. Lingkungan, semua keadaan di luar sistem tetapi dapat mempengaruhi pelayanan kesehatan sebagaimana dalam sistem pelayanan kesehatan,berupa lingkungan geografis,atau situasi kondisi sosial yang ada di masyarakat seperti institusi di luar pelayanan kesehatan. Menurut pendapat Hodgetts dan Cascio (1983) ada 2 jenis pelayanan kesehatan : 1) Pelayanan kesehatan masyarakat Pelayanan kesehatan masyarakat ditandai dengan cara pengorganisasian yang ummnya secara bersama-sama dalam suatu organisasi, tujuan utamanya adalah untuk memelihara da meningkatkan kesehatan serta mencegah penyakit serta sasaran nya terutama untuk kelompok dan masyarakat. 2) Pelayanan kedokteran Pelayanan kedokteran ditandai dengan cara pengorganisasian yang dapat bersifat sendiri atau secara bersama-sama dalam suatu organisasi, tujuan utamanya untuk menyembuhkan penyakit dan memulihkan kesehatan, serta sasarannya terutama untuk perseorangan dan keluarga. System pelayanan medic contohnya seperti rumah sakit. Sementara puskesmas mencangkup system pelayanan kesehatan masyarakat dan system pelayanan medic. Syarat pokok pelayanan kesehatan: 1) Tersedia dan berkesinambungan, artinya tidak sulit ditemukan serta keberadaannya dalam masyarakat adlah pada setiap saat yang dibutuhkan. 2) Dapat diterima dan bersifat wajar, artinya tidak bertentangan dengan keyakinan masyarakat. 3) Mudah dicapai 4) Mudah dijangkau 5) Bermutu Terdapat 3 bentuk yang menjadi lingkup sistem pelayanan kesehatan : 1) Primary health care (pelayanan kesehatan tingkat pertama), Dilaksanakan pada masyarakat yang memiliki masalah kesehatan yang ringan.Sifat pelayanan kesehatan : pelayanan kesehatan dasar. Contoh : puskesmas, balai kesehatan. 2) Secondary health care(pelayanan tingkat ke dua), untuk klien yang membutuhkan perawatan rawat inap tapi tidak dilaksanakan di pelayanan kesehatan pertama,rumah sakit yang tersedia tenaga specialis. 3) Tertiary health care (pelayanan kesehatan tingkat ke tiga), tingkat pelayanan tertinggi,membutuhkan tenaga ahli atau subspecialis. (Dalam Kebijakan Kesehatan Nasional Di Indonesia oleh Meo,Maria Yulita, dkk : 2015, Makalah Universitas Diponegoro ) 2. a. Sitem Rujukan Pengertian Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 001 tahun 2012 tentang Sistem Rujukan Pelayanan Kesehatan Perorangan. Sistem rujukan pelayanan kesehatan merupakan penyelenggaraan pelayanan kesehatan yang mengatur pelimpahan tugas dan tanggung jawab pelayanan kesehatan secara timbal balik baik vertikal maupun horizontal. Pelayanan kesehatan dilaksanakan secara berjenjang sesuai kebutuhan medis, dimulai dari pelayanan kesehatan tingkat pertama. Rujukan vertikal merupakan rujukan antarpelayanan kesehatan yang berbeda tingkatan. Rujukan horizontal merupakan rujukan antar pelavanan kesehatan dalam satu tingkatan Rujukan horizontal ini dilakukan bila pelavanan kesehatan yang merujuk tidak dapat memberikan pelayanan kesehatan sesuai kebutuhan pasien karena keterbatasan fasilitas, peralatan atau ketenagaan yang sifatnya sementara atau menetap. Sistem rujukan pelayanan kesehatan merupakan wujud penyelenggaraan pelayanan kesehatan yang mengatur pelimpahan tugas-tugas dan tanggung jawab pelayanan kesehatan secara timbal balik, baik vertikal maupun horizontal, struktural maupun fungsional terhadap kasus-kasus penyakit atau masalah penyakit atau permasalahan kesehatan (Republik Indonesia., 2009) b. Dasar Hukum 1. Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 032/Birhub/72 tanggal 4 September 1972 tentang pelaksanaan Referal System. 2. Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.128 tahun 2004 tentang Kebijakan Dasar Puskesmas, dan Rencana Aksi Direktorat Jendral Bina Pelayanan Medik Departemen Kesehatan Republik Indonesia. c. Jenis Sitem Rujukan Di Indonesia Pelaksanaan sistem rujukan di indonesia telah diatur dengan bentuk bertingkat atau berjenjang, yaitu pelayanan kesehatan tingkat pertama, kedua dan ketiga, dimana dalam pelaksanaannya tidak berdiri sendiri-sendiri namun berada di suatu sistem dan saling berhubungan. Apabila pelayanan kesehatan primer tidak dapat melakukan tindakan medis tingkat primer maka ia menyerahkan tanggung jawab tersebut ke tingkat pelayanan di atasnya, demikian seterusnya. Apabila seluruh faktor pendukung (pemerintah, teknologi, transportasi) terpenuhi maka proses ini akan berjalan dengan baik dan masyarakat awam akan segera tertangani dengan tepat. Gambar 1. Bagan Sistem Rujukan Berjenjang (Sumber: Panduan Praktis Sistem Kesehatan Berjenjang BPJS Kesehatan) Gambar 2. Bagan Rujukan Upaya Kesehatan Perorangan dan Kesehatan Masyarakat (http://informasikesehatanfkmunsri.blogspot.com/2013/05/sistem-rujukan) d. Sistem Rujukan Medis dan Karakteristiknya Sweeny (1994) dalam sebuah editorial untuk British Medical Journal menyatakan secara singkat keuntungan dari sistem rujukan: “.. Sistem rujukan berkontribusi terhadap tingginya standar perawatan kesehatan dengan membatasi over-medicalisasi, dengan pendelegasian tugas yang jelas antara spesialis dan dokter umum, dan membebaskan spesialis untuk mengembangkan pengetahuan khusus mereka, dengan biaya perawatan medis yang sesuai..” Beberapa literatur menyatakan karakteristik rujukan medis adalah sebagai berikut: 1) Menurut WHO (pada Referral Health System), karakteristik rujukan medis adalah: a. Adanya kerjasama antara fasilitas pelayanan kesehatan; b. Kepatuhan terhadap SOP rujukan; c. Kelengkapan sumber daya pendukung, termasuk transportasi dan komunikasi; d. Kelengkapan formulir rujukan; e. Komunikasi pra rujukan dengan fasilitas tujuan rujukan; dan f. Ketentuan rujuk balik. 2) Menurut UNFPA (dalam The Health Referral System in Indonesia), karakteristik rujukan medis dinyatakan sebagai berikut: a. Ketepatan dalam merujuk; b. Pertimbangan kemampuan bayar pasien; c. Kelayakan dan keterjangkauan fasilitas rujukan; d. Kepatuhan terhadap kebijakan dan SOP rujukan; e. Kelengkapan fasilitas kesehatan rujukan lebih baik daripada perujuk; dan f. Melakukan rujukan balik dan juga feedback ke fasilitas perujuk. 3) Menurut KEMENKES dalam Pedoman Sistem Rujukan Nasional: a. Rujukan berdasarkan indikasi; b. Prosedur rujukan pada kasus kegawatan; c. Melakukan rujukan balik ke fasilitas perujuk; d. Keterjangkauan fasilitas rujukan; dan e. Rujukan pertama dari fasilitas primer; e. Prosedur Rujukan Pada dasarnya, prosedur fasilitas pemberi pelayanan kesehatan pengirim rujukan adalah sebagai berikut: 1) Menjelaskan kepada para pasien atau keluarganya tentang alasan rujuk; 2) Melakukan komunikasi dengan fasilitas kesehatan yang dituju sebelum merujuk; 3) Membuat surat rujukan dan juga melampirkan hasil diagnosis pasien dan catatan medisnya; 4) Mencatat pada register dan juga membuat laporan rujukan; 5) Stabilisasi keadaan umum pasien, dan dipertahankan selama dalam perjalanan; 6) Pendampingan pasien oleh tenaga kesehatan; 7) Menyerahkan surat rujukan kepada pihak-pihak yang berwenang di fasilitas pelayanan kesehatan di tempat rujukan; 8) Surat rujukan pertama harus berasal dari fasilitas pelayanan kesehatan primer, kecuali dalam keadaan darurat; dan 9) Ketentuan-ketentuan yang terdapat pada Askes, Jamkesmas, Jamkesda, SKTM dan badan penjamin kesehatan lainnya tetap berlaku Adapun prosedur sarana kesehatan penerima rujukan adalah: 1) Menerima rujukan pasien dan membuat tanda terima pasien; 2) Mencatat kasus-kasus rujukan dan membuat laporan penerimaan rujukan; 3) Mendiagnosis dan melakukan tindakan medis yang diperlukan, serta melaksanakan perawatan disertai catatan medik sesuai ketentuan; 4) Memberikan informasi medis kepada pihak sarana pelayanan pengirim rujukan; 5) Membuat surat rujukan kepada sarana pelayanan kesehatan lebih tinggi dan mengirim tembusannya. kepada sarana kesehatan pengirim pertama; dan 6) Membuat rujukan balik kepada fasilitas pelayanan perujuk bila sudah tidak memerlukan pelayanan medis spesialistik atau subspesialistik dan setelah kondisi pasien (Jabar, 2011) Menurut jenis nya rujukan di bagi menjedi 2 yaitu : 1) Rujukan Horisontal Rujukan horizontal dilakukan apabila perujuk tidak dapat memberikan pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan pasien karena keterbatasan fasilitas, peralatan dan/atau ketenagaan yg sifatnya sementara atau menetap. Ketimpangan yang sering terjadi di masyarakat awam adalah pemahaman masyarakat tentang alur ini sangat rendah sehingga sebagian mereka tidak mendapatkan pelayanan yang sebagaimana mestinya. Masyarakat kebanyakan cenderung mengakses pelayanan kesehatan terdekat atau mungkin paling murah tanpa memperdulikan kompetensi institusi ataupun operator yang memberikan pelayanan (Permenkes No 001 Tahun 2012 Tentang Sistem Rujukan Pelayanan Kesehatan Perorangan) 2) Rujukan Vertikal Rujukan vertikal adalah rujukan yang dilakukan antar pelayanan kesehatan yang berbeda tingkatan, dapat dilakukan dari tingkat pelayanan yang lebih rendah ke tingkat pelayanan yang lebih tinggi atau sebaliknya. Rujukan vertikal dari tingkatan pelayanan yang lebih rendah ke tingkatan pelayanan yang lebih tinggi dilakukan apabila: a. pasien membutuhkan pelayanan kesehatan spesialistik atau subspesialistik; b. perujuk tidak dapat memberikan pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan pasien karena keterbatasan fasilitas, peralatan dan/ atau ketenagaan. Rujukan vertikal dari tingkatan pelayanan yang lebih tinggi ke tingkatan pelayanan yang lebih rendah dilakukan apabila : a. permasalahan kesehatan pasien dapat ditangani oleh tingkatan pelayanan kesehatan yang lebih rendah sesuai dengan kompetensi dan kewenangannya; b. kompetensi dan kewenangan pelayanan tingkat pertama atau kedua lebih baik dalam menangani pasien tersebut; c. pasien membutuhkan pelayanan lanjutan yang dapat ditangani oleh tingkatan pelayanan kesehatan yang lebih rendah dan untuk alasan kemudahan, efisiensi dan pelayanan jangka panjang; dan/atau d. perujuk tidak dapat memberikan pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan pasien karena keterbatasan sarana, prasarana, peralatan dan/atau ketenagaan. Gambar 3. Alur Sistem Rujukan Nasional Pada Banyak Fasilitas Pelayanan Kesehatan (Sumber: Pedoman Sistem Rujukan Nasional, Kemenkes, 2012) Pada gambar di atas, rujukan emergency akan berjalan sesuai dengan kebutuhan layanan kegawatdaruratan yang dialami pasien, sedangkan rujukan konvensional akan berlangsung secara berjenjang diikuti rujukan baliknya. Keterangan gambar: 1) Pada tingkat regional kabupaten/kota dapat dipilih 1 (satu) kecamatan untuk dapat difungsikan sebagai Pusat Rujukan Medik Spesialistik Terbatas/Pusat Rujukan Antara untuk berbagai fasilitas primer dalam 1 (satu) wilayah tangkapan sistem rujukan/khusus di kabupaten DTPK. Pusat rujukan tersebut dapat berupa RS Kelas D Pratama atau Puskesmas dengan Rawat Inap. 2) Pusat rujukan medik spesialistik di kabupaten/kota, berupa RS Kelas C atau RS Kelas D, termasuk Balai Kesehatan Masyarakat (BKM). 3) Pusat rujukan medik Spesialistik Regional Provinsi, berupa RS Kelas B Non Pendidikan di kabupaten/kota. 4) Pusat rujukan medik Spesialistik Umum/Khusus, di Provinsi berupa RS Kelas B Pendidikan, termasuk Balai Besar Kesehatan Masyarakat (BBKM). 5) RS Kelas A di provinsi, sebagai pusat rujukan regional. 6) Pusat rujukan medik Nasional Kelas A, Umum, dan Khusus di tingkat nasional. Gambar 4. Alur Pelayanan Kesehatan (Sumber: Panduan Praktis Sistem Kesehatan Berjenjang BPJS Kesehatan) Berikut alur sistem rujukan regional : 1) Pelayanan kesehatan rujukan menerapkan pelayanan berjenjang yang dimulai dari puskesmas, kemudian kelas C, kelas D selanjutnya rumah sakit kelas B dan akhirnya ke rumah sakit kelas A. 2) Pelayanan kesehatan rujukan dapat berupa rujukan rawat jalan dan rawat inap yang diberikan berdasarkan indikasi medis dari dokter disertai surat rujukan, dilakukan atas pertimbangan tertentu atau kesepakatan antara rumah sakit dengan pasien atau keluarga pasien. 3) Rumah sakit kelas C/D dapat melakukan rujukan ke rumah sakit kelas B atau rumah sakit kelas A antar atau lintas kabupaten/kota yang telah ditetapkan. Yang dimaksud dengan "antarkabupaten/kota" adalah pelayanan ke RS kabupaten/kota yang masih dalam satu region yang telah ditetapkan. Sedangkan yang dimaksud dengan "lintas kabupaten/kota" adalah pelayanan ke rumah sakit kabupaten/kota diluar wilayah region yang telah ditetapkan. Misalnya, RS A merujuk pasiennya ke R5 B karena pertimbangan waktu, jarak atau karena pertimbangan lainnya yang disepakati antara rumah sakit dengan pasien atau keluarga pasien. ( http://repository.uinsu.ac.id/932/9/Bab8%20Sist%20Pely%20Kes.pdf) f. Pencatatan dan Pelaporan Tanpa membedakan tingkat fasilitas kesehatannya, register rujukan akan terdiri dari register penerimaan rujukan pasien, pengiriman rujukan pasien, pengiriman rujuk balik pasien, dan penerimaan rujuk balik pasien. Setelah data yang ada tersebut diolah, data tersebut lalu dapat dijadikan sumber informasi bagi manajemen fasilitas kesehatan yang bersangkutan dalam hal pengelolaan pasien rujukan. Pelaporan dilakukan rutin setiap 3 (tiga) bulan sekali pada Dinas Kesehatan setempat sesuai jenjangnya. (Karleanne Lony Primasari, Analisis Sistem Rujukan Jaminan Kesehatan Nasional RSUD. Dr. Adjidarmo Kabupaten Lebak, Kebijakan Kesehatan Volume I nomer 2, 2005) Jurnal Administrasi B. Sistem pelayanan Kesehatan dan Rujukan Negara Thailand 1. a. Sistem Pelayanan Kesehatan Background GNI/cap - US $ 4,210 (2010) Population - 67 million Total fertility rate – 1.6 (2009) Life expectancy at birth – 74.1 years Under 5 Mortality – 14/ 1000 live births Maternal mortality – 48/100,000 live births Health Expend/cap – US $175 (2009) Physicians/cap – 4/10,000 ANC & SBA coverage - 99-100% (Health Care Delivery and Referral System in Thailand, Wilailuk Wisasa, M Econ : Bureau of Policy and Planning ,National Health Security Office ) b. Health care sistem di Thailand Infrastruktur layanan kesehatan Thailand terdiri dari tiga komponen layanan kesehatan pemerintah, organisasi kesehatan nirlaba (LSM), dan sektor medis swasta. Layanan kesehatan yang didanai pemerintah dikelola oleh Departemen Layanan Medis di Kementerian Kesehatan Masyarakat (MOPH), yang mengawasi layanan kesehatan masyarakat, rumah sakit pemerintah, dan layanan medis. Fasilitas kesehatan umum di Thailand memang menawarkan layanan medis yang baik, tetapi sebagian besar rumah sakit pemerintah seringkali cukup ramai, yang berarti bahwa waktu menunggu bisa lama. Perawatan sepenuhnya gratis untuk warga negara Thailand yang memegang kartu Kesehatan Cakupan Universal, yang dikeluarkan oleh Kantor Keamanan Kesehatan Nasional. Pada tahun 2001, Thailand memperkenalkan Skema Cakupan Universal (UCS), yang digambarkan sebagai 'salah satu reformasi kesehatan paling ambisius yang pernah dilakukan di negara berkembang.' Pendanaan publik lainnya termasuk Skema Tunjangan Kesehatan Pegawai Negeri Sipil (CSMBS), Skema Kompensasi Pekerja (WCS) dan Skema Jaminan Sosial (SSS). Namun, UCS mencakup sebagian besar populasi dengan rawat jalan, rawat inap dan perawatan darurat. Jika Anda bukan warga negara Thailand, maka Anda dapat mengharapkan untuk membayar biaya untuk layanan medis di rumah sakit pemerintah, kecuali jika memiliki asuransi atau Kartu Jaminan Sosial. Sektor medis swasta di Thailand sedang booming, dan negara ini sekarang menjadi salah satu tujuan wisata medis terkemuka di Asia. Sebagian besar rumah sakit swasta di Thailand memiliki staf yang sangat baik, fasilitas medis, dan fasilitas seperti hotel yang bisa dibilang lebih baik daripada rumah sakit umum, tetapi biayanya juga lebih mahal. Berbagai organisasi kesehatan nirlaba, seperti Palang Merah, World Vision, dan Médecins Sans Frontières, juga beroperasi di Thailand untuk membantu orang-orang yang kurang beruntung. (https://www.expat.com/en/guide/asia/thailand/8575-health-care-inthailand.html) Gambar 5. Organisasi Sektor Pelayanan Publik di Thailand Keterangan : NHSO: National Health Security Office; MOPH: Ministry of Public Health; THPF: Thai Health Promotion Foundation; NHCO: National Health Commission Office; MOI: Ministry of Interior; MONRE: Ministry of Natural Resources and Environment; FDA: Food and Drug Administration;OPS: Office of Permanent Secretary; DOH: Department of Health; DODC: Department of Disease Control;PHO: Provincial Health Office; DHO: District Health Office; RH/GH:Regional or General hospitals; DH: District hospital; PCU = primary health-care unit; HC: health centre; LHF: Local Health Fund; EPI: Expanded Programme for Immunization; MCH: maternal and child health; FP: family planning. Source: Synthesis by the Author Gambar 6. Evolusi Kesehatan di Thailand (Sumber : https://www.slideshare.net/UtaiSukviwatsirikul/1110561030show2 ) c. Public Health Services Facilities 1) Bangkok 5 rumah sakit sekolah kedokteran 29 Rumah sakit umum 19 Rumah sakit dan institusi khusus 83 pusat perawatan kesehatan masyarakat 2) Tingkat Regional 25 Rumah sakit regional 38 Rumah sakit khusus 3) Rumah Sakit Umum Tingkat Provinsi 67 rumah sakit umum (MPOH) 56 rumahsakit dibawah kementrian pertahanan 4) Tingkat Distrik 725 Rumah Sakit umum 212 pusat kesehatan kota 5) Tingkat Kecamatan (Tambon) 9.791 Puskesmas 72.192 pusat puskesmas 6) Tingkat Desa 834.711 Relawan Kesehatan Desa (Health Care Delivery and Referral System in Thailand, Wilailuk Wisasa, M Econ : Bureau of Policy and Planning ,National Health Security Office ) Gambar 7. Fasilitas Kesehatan di Thailand (Sumber: https://www.slideshare.net/UtaiSukviwatsirikul/1110561030show2) d. Health Care Delivery System 1) Pemerintah memiliki 70% Tempat Tidur 2) Fasilitas MOPH Pusat Kesehatan (tanpa Tempat Tidur) Unit Perawatan Primer (PCU) Rumah Sakit Umum (10-90 Tempat Tidur) Rumah Sakit Umum / Daerah (300-1.000 Tempat Tidur) 3) Rumah Sakit Swasta 30% Tempat Tidur not-for-profit Hospital for-profit Hospital Gambar 8. Penyebaran Pelayanan Kesehatan (Sumber : https://www.slideshare.net/UtaiSukviwatsirikul/1110561030show2) e. Layanan Kesehatan Utama di bawah tanggung jawab Kementerian Kesehatan: Pusat Kesehatan Unit Perawatan Primer (PCU) Layanan Kesehatan Utama di bawah tanggung jawab Bangkok Metropolitan Administration (BMA): Pusat Perawatan Kesehatan komunitas Gambar 9. Lembaga Pelayanan Kesehatan (Source: Training of Trainers (TOT) on Voluntary Counseling and Testing Course in Thailand For Vietnamese Delegates: Thailand Overview and Health Care System by Dr. Jumroon Mikhanorn, Head of HIV/AIDS Regional Coordination Center (RCC) Project) f. Private Hospitals and Clinics 436 10,819 Medical clinics 11,094 Drugstores 2,106 Traditional medicine drugstores. Private hospitals (Bangkok 115, other provinces 321) g. Population Ratios of Major Health Personnel in Thailand (2008) Gambar 10. Jumlah Tenaga kesehatan di Thailand tahun 2008 (Sumber : https://www.slideshare.net/UtaiSukviwatsirikul/1110561030show2) Gambar 11. Perbandingan Jumlah Dokter dan Perawat antar Negara ASEAN (Sumber : https://www.slideshare.net/UtaiSukviwatsirikul/1110561030show2) 2. Sistem Rujukan Thailand memulai sistem jaminan kesehatan di negaranya sejak tahun 1990an yang saat itu baru mencakup 16% dari populasi (pegawai negeri dan pekerja formal), pada tahun 2002, sudah mencakup seluruh penduduk (National Health Security) yang diperkirakan sudah mencakup 75% dari seluruh penduduk. Semenjak tahun 2002 tersebut Thailand telah mencapai Universal Health Coverage sebagai sistem kesehatan di negaranya. Sedangkan pada tahun 2009, penduduk Indonesia sebanyak 30,1% untuk mendapatkan pelayanan kesehatan masih mengeluarkan uang secara out of pocket. Thailand dalam mencapai sistem kesehatan universal health coverage, hampir setegah decade mengalami evolusi sejarah yang cukup panjang, evolusi tersebut dimulai dari sitem pembiayaan secara out of pocket sampai bertahap mencapai sistem pembiayaan di muka. Thailand telah menguji dan memperkenalkan berbagai sistem pembiayaan untuk mendapatkan pelayanan kesehatan. (Indrayathi PA, 2016) Thailand dalam mencapai sistem kesehatan UHC, masyarakatnya sebanyak 99% dilindungi dengan 3 skema, yaitu Universal Health Coverage (cakupan semesta 75%), Social Health Insurance for formal private sector (skema asuransi kesehatan untuk pegawai swasta 20%), dan Civil Servant Medical Benefit Scheme (skema asuransi kesehatan untuk PNS 5%). Strategi pembiayaan yang baik sangat dibutuhkan untuk mendukung skema tersebut. Thailand membuat salah satu strategi, yakni menghilangkan kendala keuangan, yang mana strategi tersebut mempunyai resiko yang besar untuk memperluas skema UHC bagi masyarakat yang belum memiliki asuransi kesehatan, agar dapat dengan sukarela menggabungkan kartu asuransi dengan kartu identitas lain (LIC) (Indrayathi PA, 2016). Sistem pelayanan rujukan merupakan sistem pelayanan kesehatan yang diterapkan oleh Thailand. Sistem tersebut dimulai dari primary care unit sebanyak ≤ 8000 PCU, rumah sakit distrik atau biasa disebut rumah sakit sekunder dan tersier sebanyak 800 unit di level provinsi maupun rumah sakit pendidikan. Sedangkan rumah sakit promotif dan preventif yakni merupakan PCU yang mana PCU ini harus mempunyai standard layanan minimum yang harus ditetapkan secara nasional. Pengembangan infrastruktur dibutuhkan dalam implementasi sistem UHC. Selain itu dalam pengimplementasian ini juga dibutuhkan SDM yang berkualitas serta bersedia bekerja sepenuh hati, yang mana SDM tersebut memerlukan motivasi dan passion dalam memberikan pelayanan semaksimal mungkin pada masyarakat. Thailand mempunyai health center, yang mana SDM berkualitas tersebut diletakkan di perdesaan. SDM tersebut merupakan tenaga kesehtan maupun non kesehatan yang akan dilatih dalam memberikan pelayanan yang baik bagi masyarakat (Indrayathi PA, 2016). Gambar 12. Tingkatan Pelayanan Kesehatan (Sumber :https://www.slideshare.net/UtaiSukviwatsirikul/health-system-in-thailand-wilawansenaratana) Pemerintah Thailand juga memberikan kesempatan bagi kader-kader tenaga kesehatan untuk membuka lowongan tenaga kesehatan yang akan mengabdi di perdesaan. Selain itu, pemerintah juga memberikan putra daerah kesempatan untuk menyekolahkan mereka di fakultas kesehatan yang mana kedepannya putra daerah tersebut akan ditempatkan di daerah asalnya sebagai tenaga kesehatan dan akan diberikan dukungan seperti insentif yang memadai. pemerintah Thailand juga mempersiapkan kader-kader tenaga kesehatan dengan membuka lowongan tenaga kesehatan untuk bekerja di pedesaan dan menyekolahkan putra daerah di fakultas-fakultas kesehatan. Nantinya, putra daerah ini diminta untuk mengabdi sebagai tenaga kesehatan di daerah asalnya dan pemerintah menyediakan insentif yang memadai sebagai bentuk dukungan (Indrayathi PA, 2016). Jumlah dokter di Thailand sudah sangat banyak dibandingkan dengan Indonesia. Sementara persentase tenaga kesehatan (bidan, perawat) Indonesia jauh lebih banyak dari Thailand. Terdapat 20 bidan di Indonesia per 100.000 penduduk, sementara di Thailand hanya 1 bidan per 100.000 penduduknya. Dapat diasumsikan bahwa Indonesia masih memprioritaskan pelayanan di tingkat pertama untuk menjangkau masyarakat di daerah-daerah, sedangkan Thailand sudah tidak mempunyai masalah akses layanan tingkat pertama, sehingga lebih memprioritaskan di layanan tingkat lanjut (penyediaan layanan rumah sakit dan dokter). (Indrayathi PA, 2016) Keberhasilan Thailand dengan mutu pelayanan rumah sakitnya dapat dilihat juga dari salah satu Rumah Sakit Internasional di Bangkok “Bumrungrad International Hospital” menjadi salah satu tujuan wisata kesehatan. Mengusung tema serupa dengan hotel bintang 5, RS ini mendesain interiornya bernuansa modern tanpa ada aroma obat yang menyengat. Perawat dan para dokter dilatih dengan prosedur internasional, dengan perawatan yang menggunakan peralatan sangat canggih. Terutama pusat-pusat medis dengan spesialisasi sebagai berikut, kardiologi (jantung), onkologi (kanker), neurologi (sistem saraf) / neonatal (bayi), GI (penyakit pencernaan), ortopedi (tulang, otot, ligamen), hingga optometry (mata). (Futuready, 2016) Model on Referral System Development Gambar 13. Model sitem Rujukan Negara Thailand Thailand sesungguhnya juga menginginkan model yang sama dengan yang ada di tiga negara itu. Sistem pembayar tunggal itu sudah ada undangundangnya. Hanya saja, sekarang sistem JKN di Thailand masih terpecah tiga bagian. Pegawai negeri punya sistem sendiri yang sepenuhnya didanai APBN. Pegawai swasta wajib beriuran 4,5 persen dari upahnya untuk jaminan kesehatan. Uniknya, iuran itu ditanggung bersama pekerja, pemberi kerja, dan pemerintah, masing-masing 1,5 persen. Jaminannya komprehensif, penyakit apa pun dijamin. Biaya manajemen iuran juga ditanggung dari APBN. Hanya saja, anggota keluarga pegawai swasta tidak dijamin. Penduduk di sektor informal dan anggota keluarga pegawai swasta dijamin pemerintah dengan besaran iuran 2.546 baht (sekitar Rp 700.000) pada 2010 per orang per bulan. Bandingkan dengan Jamkesmas yang hanya Rp 6.000 per orang per bulan. Layanan dikontrakkan ke klinik swasta, rumah sakit publik, dan rumah sakit swasta serta berlaku nasional. Jangan heran, karena bagusnya komitmen Pemerintah Thailand membangun sumber daya manusia Thailand yang sehat, pemerintah siap merogoh 13,1 persen APBN untuk kesehatan. Setelah ada JKN, angka Sumber kemiskinan di seluruh Thailand menurun drastis. : https://lifestyle.kompas.com/read/2011/04/29/06312335/jaminan.kesehatan.di.beberapa.negara. tetangga?page=all.