EVALUASI SISTEM ZONASI PADA SMA NEGERI DI KABUPATEN TANGERANG DALAM PERSPEKTIF GEOGRAFI Muhammad Idham Akmalani [email protected] A. PENDAHULUAN Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) adalah penerimaan peserta didik untuk jenjang taman kanak-kanak, sekolah dasar, sekolah menengah pertama dan sekolah menengah atas yang dilaksanakan pada awal tahun pelajaran baru. PPDB jenjang SMA dilakukan secara online dan offline, serta seleksi dilakukan melalui sistem zonasi. Dalam penerapannya pada tahun ajaran 2019/2020, Kabupaten Tangerang mulai menerapkan sistem zonasi, yaitu sistem penerimaan peserta didik berdasarkan radius dan jarak dari sekolah ke tempat tinggal siswa. Melalui sistem zonasi ini diharapkan seluruh masyarakat Kabupaten Tangerang bisa mendapatkan pendidikan yang lokasinya dekat dengan tempat tinggal. Kelebihan sistem zonasi ini jika dilihat secara umum adalah untuk pemerataan pendidikan, mengurangi tingkat keterlambatan siswa karena jarak sekolah lebih dekat, serta mengurangi kemacetan, dan juga untuk menghilangkan presepsi tentang sekolah favorit kepada masyarakat. Namun dalam penerapannya, kebijakan PPDB di Kabupaten Tangerang menuai konflik dan protes dari masyarakat yang merasa dirugikan, baik masyarakat yang mendaftarkan anaknya ke SMA maupun penyelenggara pendidikannya, yaitu guru SMA Negeri dan Swasta. Sebagian besar SMA Negeri di Kabupaten Tangerang masih terbilang belum cukup siap dalam menerapkan sistem zonasi ini, sehingga sistem zonasi ini kurang berjalan dengan baik di Kabupaten Tangerang. Penyebab masalah dari penerapan sistem zonasi ini cukup beragam. Seperti minimnya sosialisasi tentang PPDB sistem zonasi kepada orang tua calon peserta didik baru, penyebaran sekolah di kabupaten Tangerang yang kurang merata, kesiapan saran penunjang untuk PPDB sistem zonasi yang kurang, hingga penentuan jarak atau ruang lingkup zonasi yang masih cukup sulit diterapkan di kabupaten Tangerang. Penerapan sistem zonasi ini menimbulkan masalah yang 1 cukup kompleks. Untuk itu, diperlukannya evaluasi terkait PPDB sistem zonasi ini agar PPDB sistem zonasi dapat diterpkan dengan baik sebagaimana mestinya. B. TUJUAN Tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui bagaimana sistematika dan penerapan sistem zonasi dalam perspektif geografi melalui persebaran SMA Negeri di Kabupaten Tangerang, rasio perbandingan daya tampung SMA dengan jumlah siswa SMP tahun 2018/2019 dan pemetaan zonasi. 2. Untuk mengetahui pro kontra da masalah yang terjadi akibat penerapan sistem zonasi sekolah di Kabupaten Tangerang. 3. Untuk mengetahui bagaimana evaluasi terkait sistem zonasi. C. METODE Metode penelitian yang digunakan yaitu : 1. Metode penelitian kualitatif Penelitian kualitatif adalah penelitian yang bersifat deskriptif dan cenderung menggunakan analisis. Pada metode penelitian ini, peneliti menggunakan perspektif dari partisipan sebagai gambaran yang diutamakan dalam memperoleh hasil penelitian. Penelitian kualitatif menyesuaikan pendapat antara peneliti dengan informan. Pemilihan metode ini dilakukan karena analisisnya tidak bisa dalam bentuk angka dan peneliti lebih mendeskripsikan segala fenomena yang ada dimasyarakat secara jelas. Dalam metode kualitatif, teknik pengamatan yang dipakai untuk mengumpulkan data berupa observasi, wawancara, dan studi literatur. a. Observasi Observasi adalah metode pengumpulan data dimana peneliti mencatat informasi sebagaimana yang mereka saksikan selama penelitian (W. Gulo, 2002: 116). Observasi digunakan untuk memahami pola, norma, dan makna perilaku dari informan yang diteliti. Dalam observasi ini peneliti menggunakan jenis observasi non partisipan, yaitu peneliti hanya mengamati secara langsung keadaan objek, tetapi peneliti tidak aktif dan ikut serta secara langsung (Husain Usman, 1995: 56). 2 Observasi dilakukan terhadap beberapa sekolah menengah atas di Kabupaten Tangerang yang menggunakan sistem zonasi dalam penerimaan siswa baru. b. Wawancara Wawancara merupakan metode pengumpulan data dengan jalan tanya jawab sepihak yang dilakukan secara sistematis dan berlandaskan kepada tujuan penelitian (Lerbin, 1992 dalam Hadi, 2007). Jenis wawancara yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara tidak terstruktur atau wawancara bebas. Peneliti tidak menggunakan pedoman wawancara yang berisi pertanyaan-pertanyaan spesifik, namun hanya memuat poin-poin penting dari masalah yang ingin digali dari responden. Dalam melakukan wawancara, peneliti mewawancarai langsung para narasumber seperti guru dan siswa di beberapa sekolah menengah atas negeri di Kabupaten Tangerang yang menggunakan sistem zonasi dalam penerimaan siswa baru. Selain itu, penelitian ini menggunakan kuisioner dalam bentuk google form sebagai bentuk wawancara secara tidak langsung, mengingat wilayah kabupaten Tangerang yang cukup luas sehingga tidak semua sekolah bisa diobservasi. Dalam wawancara dengan bentuk kuisioner online ini didapatkan 77 responden dari berbagai kalangan baik dari siswa, guru maupun masyarakat lainnya. c. Studi Literatur Studi literatur merupakan teknik pengumpulan data melalui teks-teks tertulis maupun softcopy edition, seperti buku, e-book, artikel-artikel dalam majalah, surat kabar, buletin, jurnal, laporan atau arsip organisasi, makalah, publikasi pemerintah, dan lain-lain. Bahan pustaka yang berupa softcopy edition biasanya diperoleh dari sumber-sumber internet yang dapat diakses secara online. Pada penelitian ini peneliti menggunakan dokumen Permendikbud Nomor 51 Tahun 2018, Permendikbud Nomor 20 Tahun 2019 dan jurnal-jurnal terkait dengan penerimaan siswa baru sekolah menengah atas negeri melalui sistem zonasi. Selain itu, peneliti juga menggunakan artikel berupa berita yang berhubungan dengan PPDB sistem zonasi. 2. Metode penelitian kuantitatif. Penelitian kuantitatif yaitu penelitian yang menekankan pada data-data numerikal (angka) yang diolah dengan metode statistika (Azwar, 2007: 5). Menurut Subana dan Sudrajat (2005: 25) penelitian kuantitatif dilihat dari segi tujuan, 3 penelitian ini dipakai untuk menguji suatu teori, menyajikan suatu fakta atau mendeskripsikan statistik, dan untuk menunjukkan hubungan antar variabel dan adapula yang sifatnya mengembangkan konsep, mengembangkan pemahaman atau mendiskripsikan banyak hal. Dalam metode kuantitatif, teknik pengamatan yang dipakai untuk mengumpulkan data berupa analisis data dari data jumlah siswa SMP di Kabupaten Tangerang pada tahun ajaran 2018/2019 pada laman web Data Pokok Pendidikan Dasar dan Menengah (Dapodik). D. PEMBAHASAN 1. Sistematika Penerimaan Siswa Baru SMA Negeri dengan Sistem Zonasi Menurut Permendikbud Nomor 51 Tahun 2018 Berdasarkan Permendikbud Nomor 51 Tahun 2018 Pasal 16, dengan menerapkan sistem zonasi, sekolah yang diselenggarakan oleh pemerintah daerah wajib menerima calon peserta didik yang berdomisili pada radius zona terdekat dari sekolah. Permendikbud No. 51 Tahun 2018 mulai diterapkan pada tahun ajaran baru tahun 2019/2020 yaitu pada bulan Juli, dimana SMA Negeri di Kabupaten Tangerang mulai menerapkan sistem ini. Dalam penerimaan siswa baru, siswa yang diterima melalui jalur zonasi paling sedikit 90% dari daya tampung sekolah. Kuota siswa yang ditrima melalui sistem zonasi termasuk kuota bagi peserta didik tidak mampu dan/atau anak penyandang disabilitas pada sekolah yang menyelenggarakan layanan inklusif. SMA Negeri wajib menerima peserta didik yang berasal dari keluarga tidak mampu paling sedikit 20% dari jumlah daya tampung. Gambar 1. Grafik Persentase Penerimaan Peserta Didik Baru Menurut Permendikbud Nomor 51 Tahun 2018 Sumber: Kemendikbud RI 4 Gambar 2. Grafik Persentase Penerimaan Peserta Didik Baru Jalur Zonasi Menurut Permendikbud Nomor 51 Tahun 2018 Sumber: Kemendikbud RI Seleksi calon peserta didik baru kelas 10 SMA yang menggunakan mekanisme online, dilakukan dengan memprioritaskan jarak tempat tinggal terdekat ke sekolah dalam zonasi yang ditetapkan. Jika jarak tempat tinggal calon peserta didik dengan Sekolah sama, maka yang diprioritaskan adalah peserta didik yang mendaftar lebih awal. Seleksi calon peserta didik baru kelas 10 SMA yang menggunakan mekanisme offline, dilakukan dengan memprioritaskan jarak tempat tinggal calon peserta didik yang terdekat dengan sekolah dalam zonasi yang ditetapkan. Untuk daya tampung terakhir dari sisa kuota jalur zonasi, jika terdapat calon peserta didik yang memiliki jarak tempat tinggal dengan Sekolah sama, maka dilakukan dengan memprioritaskan peserta didik yang memiliki nilai UN lebih tinggi. Pada PPDB sistem zonasi tahun 2018, Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM) menjadi keharusan bagi peserta peserta yang mengikuti PPDB 2018 lewat jalur keluarga tidak mampu. Kini, dengan diterbitkannya Permendikbud Nomor 51 Tahun 2018, calon peserta didik dari keluarga tidak mampu harus meminta persetujuan keikutsertaan dalam program keluarga tidak mampu dari pemerintah pusat atau daerah, dan bukan dengan SKTM. Berikut empat peraturan baru sistem zonasi pada PPDB 2019: a. Penghapusan SKTM Surat Keterangan Tidak Mampu yang diminta pada PPDB 2018 dianggap menimbulkan banyak polemik. Dalam praktiknya banyak ditemukan SKTM yang tidak sesuai dengan kondisi asli di lapangan. Oleh karena itu SKTM tidak lagi 5 digunakan di PPDB tahun 2019 ini. Selanjutnya siswa dari keluarga tidak mampu menggunakan program zonasi ditambah dengan menerima mengikuti program pemerintah pusat, seperti Kartu Indonesia Pintar (KIP), atau program pemerintah daerah untuk keluarga tidak mampu. b. Lama Domisili Pada PPDB 2018, calon peserta didik dibuktikan dengan alamat yang tertera di Kartu Keluarga (KK) yang diterbitkan minimal 6 bulan sebelumnya. Sedangkan dalam Permendikbud baru untuk PPDB 2019 berdasarkan alamat KK yang diterbitkan minimal 1 tahun sebelumnya. Perubahan pada peserta agar tidak lagi ada pada peserta yang didik yang kemudian memalsukan keterangan domisili agar diterima di sekolah yang diinginkan. Kemendikbud akan menindaklanjuti persetujuan pada penyelenggaraan PPDB 2019 ditemukan berbagai kecurangan seperti surat domisili, surat mutasi kerja fiktif, dan praktik jual-beli kursi. c. Pengumuman Daya Tampung Untuk meningkatkan persetujuan dan menghindari pelaksanaan jual-beli kursi, Permendikbud Nomor 51 Tahun 2018 ini mewajibkan setiap sekolah peserta PPDB 2019 untuk meminta jumlah daya tampung di kelas 1 SD, kelas 7 SMP dan kelas 10 SMA/SMK sesuai dengan data rombongan belajar dalam Data Pokok Pendidikan (Dapodik). Permendikbud sebelumnya (Nomor 14 Tahun 2018) belum detail perihal daya tampung ini, peraturan ini hanya memuat "daya tampung sesuai ketentuan perundangan (standar proses)". d. Prioritas Satu Zonasi Sekolah Asal Aturan PPDB 2019 ini juga mengharuskan sekolah untuk memprioritaskan peserta didik yang memiliki Kartu Keluarga (KK) atau surat keterangan domisili sesuai dengan satu wilayah (zonasi) yang sama dengan sekolah asal. Dengan begitu, jarak rumah ke sekolah menjadi pertimbangan utama dalam menentukan penerimaan calon peserta didik. Klasifikasi zonasi per sekolah bisa didasarkan pada kelurahan domisili pendaftar atau jarak tempuh per kilometer dari rumah ke sekolah. 6 2. Persebaran Sekolah Menengah Atas di Kabupaten Tangerang Dari hasil observasi lapangan, terdapat 29 SMA Negeri yang tersebar di Kabupaten Tangerang. Berikut ini merupakan peta persebaran Sekolah Menengah Atas Negeri di Kabupaten Tangerang. Gambar 3. Peta Persebaran SMA Negeri di Kabupaten Tangerang Sumber: Google Earth dan ArcGIS Dari 29 titik lokasi SMA Negeri di Kabupaten Tangerang, persebaran terjadi di sekitar dekat dengan pemukiman atau jalan, dimana dari 29 kecamatan persebaran SMA Negeri terbanyak terdapat di kecamatan Tigaraksa dan Balaraja dengan masing-masing dua SMA Negeri. namun ada kecamatan yang tidak memiliki SMA Negeri, yaitu kecamatan Sukamulya dan Mekarbaru. Berikut rekapitulasi jumlah SMA Negeri di tiap kecamatan di Kabupaten Tangerang serta lokasinya dapat di lihat pada tabel 1. Tabel 1. Jumlah SMA Negeri di tiap kecamatan dan lokasi sekolah No Jumlah SMA Negeri Lokasi 1 Balaraja Nama Kecamatan 2 Desa Talagasari dan Desa Saga 2 Cikupa 1 Desa Cikupa 3 Cisauk 1 Desa Suradita 4 Cisoka 1 Desa Cisoka 5 Curug 1 Desa Kadu 6 Gunungkaler 1 Desa Kedung 7 Jambe 1 Desa Daru 7 8 Jayanti 1 Desa Jayanti 9 Kelapa Dua 1 Kelurahan Kelapa Dua 10 Kemiri 1 Desa Kemiri 11 Kosambi 1 Kelurahan Salembaran 12 Kresek 1 Desa Patrasana 13 Kronjo 1 Desa Kronjo 14 Legok 1 Kelurahan Babakan 15 Mauk 1 Kelurahan Mauk Timur 16 Mekarbaru 0 - 17 Pagedangan 1 Desa Pagedangan 18 Pakuhaji 1 Desa Buaran Bambu 19 Panongan 1 Desa Ranca Kalapa 20 Pasarkemis 1 Kelurahan Kutabaru 21 Rajeg 1 Kelurahan Sukatani 22 Sepatan 1 Kelurahan Sepatan 23 Sepatan Timur 1 Desa Kedaung Barat 24 Sindang Jaya 1 Desa Sindang Panon 25 Solear 1 Desa Cireundeu 26 Sukadiri 1 Desa Rawa Kidang 27 Sukamulya 0 - 28 Teluknaga 1 Desa Kampung Besar 29 Tigaraksa 2 Desa Pasir Nangka dan Desa Matagara Sumber: Dapodik Kemendikbud RI 3. Analisis Data Jumlah Siswa SMP di Kabupaten Tangerang dan Rasio Perbandingan Daya Tampung SMA Negeri dengan Jumlah Siswa SMP di Kabupaten Tangerang Analisis data jumlah siswa SMP di Kabupaten Tangerang dilakukan untuk mengetahui jumlah siswa SMP pada tiap-tiap kecamatan dan untuk menentukan rasio perbandingan daya tampung SMA Negeri dengan jumlah siswa SMP di Kabupaten Tangerang. Berikut merupakan rekapitulasi jumlah siswa SMP di Kabupaten Tangerang per kecamatan pada tahun ajaran 2018/2019 yang dapat di lihat di tabel 2. Tabel 2. Data Jumlah Siswa SMP di kabupaten Tangerang tahun 2018/2019 tiap kecamatan No Kecamatan Jumlah siswa L P Jumlah 1 Kec. Balaraja 2.405 2.226 4.631 2 Kec. Cikupa 3.671 3.427 7.098 3 Kec. Cisauk 1.545 1.487 3.032 8 4 Kec. Cisoka 1.920 1.830 3.750 5 Kec. Curug 1.942 2.063 4.005 6 Kec. Gunung Kaler 835 805 1.640 7 Kec. Jambe 699 618 1.317 8 Kec. Jayanti 1.787 1.879 3.666 9 Kec. Kelapa Dua 4.006 4.015 8.021 10 Kec. Kemiri 1.324 1.175 2.499 11 Kec. Kosambi 1.990 1.719 3.709 12 Kec. Kresek 1.083 1.186 2.269 13 Kec. Kronjo 619 667 1.286 14 Kec. Legok 2.148 1.891 4.039 15 Kec. Mauk 1.320 1.367 2.687 16 Kec. Mekar Baru 762 722 1.484 17 Kec. Pagedangan 1.647 1.550 3.197 18 Kec. Pakuhaji 2.224 2.260 4.484 19 Kec. Panongan 2.367 2.198 4.565 20 Kec. Pasar Kemis 5.813 5.255 11.068 21 Kec. Rajeg 3.673 3.260 6.933 22 Kec. Sepatan 2.875 2.829 5.704 23 Kec. Sepatan Timur 1.335 1.124 2.459 24 Kec. Sindang Jaya 1.678 1.542 3.220 25 Kec. Solear 2.457 2.372 4.829 26 Kec. Sukadiri 1.140 1.010 2.150 27 Kec. Sukamulya 1.116 911 2.027 28 Kec. Teluknaga 2.640 2.469 5.109 29 Kec. Tigaraksa 3.436 3.361 6.797 Total 60.457 57.218 Sumber: Dapodik Kemendikbud RI 117.675 Dari data diatas dapat dilihat bahwa setiap kecamatan memiliki jumlah siswa SMP yang berbeda-beda. Jumlah siswa SMP tertinggi terdapat di kecamatan Pasar Kemis dengan jumlah siswa sebanyak 11.068 siswa yang terbagi menjadi 5.813 siswa laki-laki dan 5.255 siswa perempuan. Hal yang menyebabkan jumlah siswa SMP di kecamatan Pasar Kemis sangat banyak adalah karena kecamatan Pasar Kemis memilikih jumlah SMP sebanyak 36 SMP yang terdiri dari 7 SMP Negeri dan 29 SMP Swasta. Selain itu sebagian besar wilayah kecamatan Pasar Kemis merupakan wilayah pemukiman sehingga mempengaruhi jumlah siswa SMP dan jumlah SMP itu sendiri. 9 Gambar 4. Citra Satelit Kecamatan Pasar Kemis, dari gambar tersebut terlihat sebagian besar wilayahnya berupa pemukiman. Sumber: Google Earth Sedangkan jumlah siswa SMP terendah terdapat di kecamatan Kronjo dengan jumlah siswa SMP sebanyak 1.286 siswa yang terbagi menjadi 619 siswa laki-laki dan 667 siswa perempuan. Hal yang menyebabkan jumlah siswa SMP di kecamatan Pasar Kemis sangat banyak adalah karena kecamatan Pasar kemis memilikih jumlah SMP sebanyak 6 SMP yang terdiri dari 2 SMP Negeri dan 4 SMP Swasta, meskipun sebenarnya jumlah SMP di kecamatan Kronjo lebih banyak daripada di kecamatan Jambe. Selain itu sebagian besar wilayah kecamatan Kronjo masih berupa wilayah lahan terbuka dan pertanian dan pemukiman hanya sebagian kecil sehingga mempengaruhi jumlah siswa SMP dan jumlah SMP itu sendiri. Gambar 5. Citra Satelit Kecamatan Kronjo, dari gambar tersebut terlihat sebagian besar wilayahnya masih berupah lahan terbuka dan pertanian. Sumber: Google Earth Berdasarkan fakta-fakta diatas faktor yang memepengaruhi jumlah siswa SMP di Kabupaten Tangerang secara umum adalah penggunaan lahan tiap kecamatan yang berbeda-beda sehingga mempengaruhi jumlah penduduk tiap kecamatan. Selain itu, faktor yang mempengaruhi adalah jumlah SMP baik Negeri 10 maupun Swasta di tiap kecamatan yang menampung siswa SMP itu sendiri. Kesadaran masyarakat mengenai pendidikan juga menjadi faktor yang mempengaruhi jumlah siswa SMP di Kabupaten Tangerang. Rasio perbandingan daya tampung SMA Negeri dengan jumlah siswa SMP di dasari oleh daya tampung suatu SMA negeri terhadap jumlah pendaftar yaitu siswa SMP. Dalam penentuan rasio ini digunakan pemetaan menggunakan zonasi radius 5 km, yang artinya jumlah siswa SMP tidak terpaku terhadap jumlah siswa tiap kecamatan melainkan jumlah siswa dihitung dari radius 5 km. Berikut merupakan rasio perbandingan daya tampung SMA Negeri dengan jumlah siswa SMP yang dapat di lihat pada tabel 3. Tabel 3. Rasio Perbandingan Daya Tampung SMA Negeri dengan Jumlah Siswa SMP Nama Sekolah Jumlah Pendaftar 6822 Rasio SMAN 1 Kabupaten Tangerang Daya Tampung 433 SMAN 2 Kabupaten Tangerang 420 4776 1:11 SMAN 3 Kabupaten Tangerang 498 4005 1:8 SMAN 4 Kabupaten Tangerang 357 7098 1:20 SMAN 5 Kabupaten Tangerang 374 3709 1:10 SMAN 6 Kabupaten Tangerang 445 6797 1:15 SMAN 7 Kabupaten Tangerang 349 2269 1:7 SMAN 8 Kabupaten Tangerang 314 3750 1:12 SMAN 9 Kabupaten Tangerang 415 2276 1:5 SMAN 10 Kabupaten Tangerang 176 1317 1:7 SMAN 11 Kabupaten Tangerang 514 5704 1:11 SMAN 12 Kabupaten Tangerang 494 5109 1:10 SMAN 13 Kabupaten Tangerang 314 3220 1:10 SMAN 14 Kabupaten Tangerang 282 6933 1:25 SMAN 15 Kabupaten Tangerang 253 4565 1:18 SMAN 16 Kabupaten Tangerang 275 3666 1:13 SMAN 17 Kabupaten Tangerang 377 4039 1:11 SMAN 18 Kabupaten Tangerang 284 6695 1:24 SMAN 19 Kabupaten Tangerang 350 3112 1:9 SMAN 20 Kabupaten Tangerang 382 4484 1:12 SMAN 21 Kabupaten Tangerang 231 2150 1:9 SMAN 22 Kabupaten Tangerang 271 3197 1:12 SMAN 23 Kabupaten Tangerang 177 8021 1:45 SMAN 24 Kabupaten Tangerang 495 16812 1:34 SMAN 25 Kabupaten Tangerang 303 2459 1:8 SMAN 26 Kabupaten Tangerang 212 2499 1:12 1:16 11 SMAN 27 Kabupaten Tangerang 503 4829 1:10 SMAN 28 Kabupaten Tangerang 384 3032 1:8 SMAN 29 Kabupaten Tangerang 133 2134 1:16 Sumber: Dapodik Kemendikbud RI Dari data diatas diketahui bahwa tiap sekolah memiliki rasio yang berbedabeda. Faktor yang mempengaruhinya adalah jumlah siswa SMP yang mendaftar dan daya tampung SMA Negeri. Selain itu juga SMA Swasta juga bisa mempengaruhi rasio penerimaan SMA Negeri. Presepsi masyarakat mengenai SMA Negeri juga bisa mempengaruhi rasio. Sebagai contoh, di kecamatan Kelapa Dua SMA didominasi oleh SMA Swasta dan kebanyakan siswa SMP mendaftar ke SMA Swasta sehingga SMA Negeri dapat mengurangi daya tampung siswa baru. 4. Pemetaan Jarak Radius pada Sistem Zonasi Dari hasil observasi, jarak radius rumah siswa baru ke SMA negeri terbagi dalam lima bentuk yaitu dalam radius 1,5 km; 2 km; 3 km; 4 km; 5 km. Beragamnya jarak radius pada tiap sekolah dipengaruhi oleh bebrapa faktor, baik dari sekolah maupun masyarakatnya. Berikut hasil pemetaan jarak radius zonasi SMA negeri di Kabupaten Tangerang. a. Zonasi SMA Negeri dalam radius 1,5 km Pada jarak zonasi 1,5 km terlihat bahwa jarak radius zonasi sekolah sangat pendek, dimana sekolah sangat kurang menjangkau daerah-daerah yang diluar zonasi. Pada peta juga terlihat ada dua SMA negeri yang berdekatan sehingga jarak radius zonasinya saling berpotongan. Hal ini cukup menguntungkan bagi siswa yang rumahnya terletak pada radius zonasi tersebut, karena siswa tersebut bisa memilih salah satu dari dua sekolah yang berada dekat dengan rumahnya yang masih dalam jangkauan radius. Faktor yang menyebabkan jarak radius sekolah sebesar 1,5 km di sekitar dekat sekolah banyak sekali pemukiman dan masyarakat yang dekat dengan sekolah rata-rata baru lulus dari SMP/MTS. Selain itu daya tampung sekolah sedikit dan adanya SMA swasta di dekat dengan SMA negeri dapat mempengaruhi jarak radius zonasi. Contoh sekol ah yang menggunakan jarak radius sebesar 1,5 km adalah SMA Negeri 4 Kabupaten Tangerang yang terletak di kecamatan Cikupa. 12 Gambar 6. Peta Zonasi SMA Negeri di Kabupaten Tangerang dalam Radius 1,5 km Sumber: Google Earth dan ArcGIS Gambar 7. Lokasi SMAN 4 Kabupaten Tangerang dan wilayah yang masuk dalam radius zonasi Sumber: Google Earth dan ArcGIS b. Zonasi SMA Negeri dalam radius 2 km Pada jarak zonasi 2 km terlihat bahwa jarak radius zonasi sekolah cukup pendek. Sekolah sudah mulai menjangkau daerah-daerah yang diluar zonasi, meskipun dampak secara langsung belum terlalu terasa. Dari peta juga terlihat dua SMA negeri yang berdekatan jarak radius zonasi saling berpotongan, bahkan ada tiga sekolah yang jarak radius zonasinya saling berpotongan. Hal ini cukup 13 menguntungkan bagi siswa yang rumahnya terletak pada radius zonasi tersebut, karena siswa tersebut bisa memilih salah satu dari dua bahkan tiga sekolah yang berada dekat dengan rumahnya yang masih dalam jangkauan radius. Gambar 8. Peta Zonasi SMA Negeri di Kabupaten Tangerang dalam Radius 2 km Sumber: Google Earth dan ArcGIS Faktor yang menyebabkan jarak radius sekolah sebesar 2 km sebenarnya sama dengan sekolah yang jarak radiusnya sebesar 1,5 km, yaitu di sekitar dekat sekolah banyak sekali pemukiman dan masyarakat yang dekat dengan sekolah ratarata baru lulus dari SMP/MTS. Namun pada jarak radius 2 km, daya tampung sekolah mulai ditambah untuk memenuhi penerimaan siswa baru sehingga mempengaruhi jarak radius zonasi. Contoh sekolah yang menggunakan jarak radius sebesar 2 km adalah SMA Negeri 1 Kabupaten Tangerang yang terletak di kecamatan Balaraja. 14 Gambar 9. Lokasi SMAN 1 Kabupaten Tangerang dan wilayah yang masuk dalam radius zonasi Sumber: Google Earth dan ArcGIS c. Zonasi SMA Negeri dalam radius 3 km Pada jarak zonasi 3 km terlihat bahwa jarak radius zonasi sekolah mulai memanjang dan radius mulai meluas. Sekolah sudah mulai menjangkau daerah-daerah yang diluar zonasi, dampak secara langsung mulai terasa. Dari peta juga terlihat dua SMA negeri yang berdekatan jarak radius zonasi saling berpotongan. Gambar 10. Peta Zonasi SMA Negeri di Kabupaten Tangerang dalam Radius 3 km Sumber: Google Earth dan ArcGIS 15 Faktor yang menyebabkan jarak radius sekolah sebesar 3 km, yaitu di sekitar dekat sekolah pemukiman agak jarang, meskipun dekat dengan sekolah masyarakat yang dekat dengan sekolah yang baru lulus dari SMP/MTS jumlahnya cukup sedikit. Selain itu daya tampung sekolah cukup banyak sehingga mempengaruhi jarak radius zonasi. Pada jarak 3 km, kompetisi antar siswa baru mulai berkurang meskipun masih tergolong tinggi. Contoh sekolah yang menggunakan jarak radius sebesar 3 km adalah SMA Negeri 3 Kabupaten Tangerang yang terletak di kecamatan Curug. Gambar 11. Lokasi SMAN 3 Kabupaten Tangerang dan wilayah yang masuk dalam radius zonasi Sumber: Google Earth dan ArcGIS d. Zonasi SMA Negeri dalam radius 4 km Pada jarak zonasi 4 km terlihat bahwa jarak radius zonasi sekolah mulai memanjang dan radius mulai melebar. Sekolah sudah mulai menjangkau daerahdaerah yang diluar zonasi, dampak secara langsung agak terasa. Dari peta juga terlihat dua SMA negeri yang berdekatan jarak radius zonasi saling berpotongan. Faktor yang menyebabkan jarak radius sekolah sebesar 4 km, yaitu di sekitar dekat sekolah pemukiman agak jarang, meskipun dekat dengan sekolah masyarakat yang dekat dengan sekolah yang baru lulus dari SMP/MTS jumlahnya cukup sedikit. Selain itu daya tampung sekolah cukup banyak sehingga mempengaruhi jarak radius zonasi. Contoh sekolah yang menggunakan jarak radius sebesar 4 km adalah SMA Negeri 14 Kabupaten Tangerang yang terletak di kecamatan Rajeg. 16 Gambar 12. Peta Zonasi SMA Negeri di Kabupaten Tangerang dalam Radius 4 km Sumber: Google Earth dan ArcGIS Gambar 13. Lokasi SMAN 14 Kabupaten Tangerang dan wilayah yang masuk dalam radius zonasi Sumber: Google Earth dan ArcGIS e. Zonasi SMA Negeri dalam radius 5 km Pada jarak zonasi 5 km terlihat bahwa jarak radius zonasi sekolah mulai memanjang dan radius melebar. Sekolah sudah mulai menjangkau daerah-daerah yang diluar zonasi, dampak secara langsung sangat terasa. Dari peta juga terlihat dua SMA negeri yang berdekatan jarak radius zonasi saling berpotongan. 17 Gambar 14. Peta Zonasi SMA Negeri di Kabupaten Tangerang dalam Radius 5 km Sumber : Google Earth dan ArcGIS Faktor yang menyebabkan jarak radius sekolah sebesar 5 km, yaitu di sekitar dekat sekolah pemukiman agak jarang, meskipun dekat dengan sekolah masyarakat yang dekat dengan sekolah yang baru lulus dari SMP/MTS jumlahnya cukup sedikit. Selain itu daya tampung sekolah cukup banyak sehingga mempengaruhi jarak radius zonasi. SMA negeri di kabupaten Tangerang menggunakan jarak radius 5 km sebagai jarak maksimum untuk penerimaan siswa baru melalui sistem zonasi. 5. Pro Kontra dan Masalah yang Terjadi Akibat Penerapan Sistem Zonasi Sekolah di Kabupaten Tangerang Dalam penerapannya, sistem zonasi di kabupaten Tangerang menuai pro dan kontra. Jika dilihat dari sudut pandang geografi, masalah sistem zonasi ini ada pada jarak tempat tinggal siswa terhadap SMA negeri, dimana prioritas jarak sebagai penentu utama PPDB masih sulit diterapkan mengingat jumlah lulusan sekolah dengan ketersediaan sekolah untuk semua daerah belum seimbang. Akibatnya beberapa SMA negeri mengalami kekurangan calon siswa, sedangkan ada SMA negeri yang jumlah pendaftarnya melebihi daya tampung karena berlokasi di daerah padat penduduk. Seperti SMAN 24 Kabupaten Tangerang yang 18 berlokasi di daerah pemukiman padat sehingga jarak radius zonasi menjadi kecil karena harus menyesuaikan dengan jumlah penduduk di sekitar SMA negeri. Prioritas jarak sebagai penentu utama PPDB sebenarnya bertujuan untuk meratakan sekolah negeri sehingga ke depan tidak ada lagi sekolah dengan predikat unggulan dan non-unggulan. Selain itu, sistem zonasi mendekatkan anak dengan lingkungan keluarganya. Hal ini akan memberikan pengaruh baik bagi siswa. Dengan demikian, persoalan utama dalam penerapan sistem zonasi PPDB sebenarnya bukan jarak antara tempat tinggal dengan sekolah tetapi lebih pada pemerataan kualitas pendidikan. Jika dilihat secara geografis, data lokasi sekolah di kabupaten Tangerang menunjukkan bahwa sekolah negeri tidak tersebar secara merata jika dibandingkan dengan persebaran tempat tinggal calon siswa. Selain itu, jumlah SMA negeri di kabupaten Tangerang cukup kurang jika dilihat dari jumlah pendaftar calom peserta didik baru. Dalam PPDB zonasi, kondisi ini merugikan calon peserta didik yang domisilinya relatif jauh dengan sekolah negeri di sekitarnya. Satu-satunya peluang lain bagi calon siswa tersebut untuk terdaftar di sekolah negeri adalah dengan mengejar kuota jalur prestasi yang paling banyak hanya 5% dari total kuota. Kesiapan beberapa SMA negeri di kabupaten Tangerang juga masih kurang sehingga PPDB sistem zonasi banyak mengalami masalah. Selain prioritas jarak dan jumlah sekolah, masalah lainnya ada pada prosedur PPDB sistem zonasi itu sendiri. Banyak pihak yang belum mengetahui bagaimana pelaksanaan sistem zonasi ini. Minimnya sosialisasi kepada masyarakat juga membuat penerapan sistem ini semakin bermasalah. Sosialisasi yang dimaksud meliputi regulasi dan petunjuk teknis pelaksanaan. Pelaksanaan yang mendadak juga membuat banyak siswa dan orang tua tidak memiliki persiapan seandainya anak mereka tidak diterima di sekolah negeri yang dituju. PPDB sistem zonasi juga dalam penerapannya terlalu digeneralisasi untuk semua daerah. dalam penerapannya, semua daerah dianggap sama namun dalam mutu sekolah dan akademisnya, bukan dari kondisi geografi sekitar sekolah. Sehingga dalam penerapan di lapangan jadi tidak efektif karena tidak menyesuaikan kondisi sekitar sekolah. 19 Selain itu, persepsi masyarakat mengenai sekolah favorit masih cukup tinggi. Anggapan sekolah favorit yang merupakan warisan masa lalu yang mengidolakan sekolah-sekolah unggulan. Meskipun sudah diterapkan sistem zonasi, tetap saja orang tua merasa bahwa sekolah A lebih bagus dari B di daerahnya sendiri. sehingga penerapan sistem zonasi ini menjadi masalah tersendiri. 6. Evaluasi Terkait Sistem Zonasi Berdasarkan masalah-masalah yang terjadi di lapangan, Kemendikbud akhirnya mulai mengevaluasi kebijakan ini, yaitu merubah jumlah kuota penerimaan siswa baru. Perubahan kuota penerimaan siswa baru ini tercantum dalam Permendikbud Nomor 20 Tahun 2019. Dalam Peraturan Menteri ini, terdapat beberapa hal yang diatur sebagai berikut: 1. Daya tampung peserta didik baru pada jalur zonasi yang semula paling sedikit 90% dari daya tampung sekolah menjadi paling sedikit 80% dari daya tampung sekolah; 2. Daya tampung peserta didik baru pada jalur prestasi yang semula paling banyak 5% dari daya tampung sekolah menjadi paling banyak 15% dari daya tampung sekolah; dan 3. Dihapusnya sanksi berupa pengurangan bantuan pemerintah pusat dan/atau realokasi dana bantuan sekolah. Dalam Permendikbud Nomor 20 Tahun 2019, jumlah kuota siswa baru melalui sistem zonasi berubah dari minimal 90% menjadi minimal 80%. Kuota untuk jalur prestasi juga berubah dari maksimal 5% menjadi maksimal 15%. Gambar 14. Grafik Persentase Penerimaan Peserta Didik Baru Menurut Permendikbud Nomor 20 Tahun 2019 Sumber: Kemendikbud RI 20 Selain mengubah jumlah kuota penerimaan siswa baru, pemerintah juga harus mempertimbangkan ketersediaan jumlah sekolah di setiap zona. Saat ini jumlah SMA negeri antara satu wilayah dengan lainnya belum merata. Ada satu zona yang terdapat banyak SMA negeri, tetapi zona lain kekurangan SMA negeri. Oleh karena itu, pemerintah harus mengevaluasi kembali proyeksi lulusan sekolah. Dari data ini akan terlihat perbandingan jumlah lulusan sekolah dan ketersediaan sekolah yang akan digunakan untuk menentukan zonasi. Apabila ditemukan jumlah lulusan sekolah lebih sedikit dibandingkan ketersediaan penerimaan, maka sebaiknya dilakukan pelebaran daerah zonasi. Dengan cara ini, calon peserta didik yang saat ini masih berada di area blank spot akan teratasi. Selain ketersediaan jumlah sekolah, Pemerintah harus memberikan keleluasaan pada daerah untuk menyesuaikan kondisinya. karena setiap daerah memiliki kondisi geografis yang berbeda-beda. Karena masalah yang terjadi adalah PPDB sistem zonasi ini terlalu digeneralisasi, dimana semua daerah dianggap sama, namun dalam mutu sekolahnya bukan dalam kondisi geografis sekitar sekolah tersebut. Oleh karena itu, perlunya tiap daerah diberi keleluasaan dalam menerapkan sistem zonasi ini agar penerapannya bisa efektif. Persepsi orang tua tentang sekolah favorit harus mulai diubah, bahwa ke depan semua sekolah dengan predikat unggulan tidak ada lagi seiring diberlakukannya sistem zonasi PPDB. Hali ini juga harus didukung dengan peningkatan kualitas sekolah seperti peningkatan sarana dan prasarana pendukung pendidikan. Peningkatan mutu guru juga harus diperbaiki, sehingga persepsi mengenai sekolah favorit bisa perlahan menghilang. E. KESIMPULAN Meskipun sistem zonasi menimbulkan berbagai pro dan kontra, sebenarnya sistem zonasi di kabupaten Tangerang bisa dibilang cukup efektif, karena dengan adanya sistem zonasi tidak ada yang namanya sekolah favorit, semua sekolah dianggap sama dalam hal kemampuan akademik siswanya. Namun, yang membuat sistem zonasi kurang efektik diberlakukan di Kabupaten Tangerang adalah karena persebaran SMA negeri di kabupaten Tangerang sangat tidak merata. Jumlah SMA negeri tidak sebanding dengan jumlah pendaftar yang ingin masuk ke SMA negeri. 21 Selain itu, banyak daerah yang belum terakses ke SMA negeri sehingga banyak calon peserta didik baru yang tidak bisa masuk ke SMA negeri. Selain itu persepsi masyarakat mengenai sekolah favorit mempengaruhi penerapan sistem zonasi. Hal yang harus diperhatikan jika sistem zonasi tetap diberlakukan adalah dengan meningkatkan sarana dan prasarana pendidikan pada tiap SMA negeri dan peningkatan mutu guru sebagai bentuk peningkatan mutu sekolah. Jumlah SMA negeri ditambah untuk menyesuaikan dengan jumlah calon peserta didik yang ada atau menanbah daya tamping siswa terhadap sekolah yang ada, atau bisa dengan memperlebar jamgkauan radius zonasi. Presentase penerimaan perserta didik baru juga perlu dievaluasi kembali, seperti menambah kuota untuk penerimaan peserta didik baru melalui jalur prestasi. F. DAFTAR RUJUKAN Indonesia.go.id. 2019. Aturan Baru Sistem Zonasi PPDB 2019. (Online). (https://indonesia.go.id/layanan/pendidikan/ekonomi/aturan-barusistem-zonasi-ppdb-2019). Diakses pada 2 Desember 2019. Kementrian Pendidikan dan Kebudayan. 2019. Kemendikbud Kokohkan Sistem Zonasi Untuk Pemerataan Layanan dan Mutu Pendidikan. (Online)(https://www.kemdikbud.go.id/main/blog/2019/01/kemendikbu d-kokohkan-sistem-zonasi-untuk-pemerataan-layanan-dan-mutupendidikan), diakses 12 November 2019. Permendikbud Nomor 51 Tahun 2018 Tentang Penerimaan Peserta Didik Baru Pada Taman Kanak-Kanak, Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama, Sekolah Menengah Atas, dan Sekolah Menengah Kejuruan. 2018. Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 1918. Salinan dari dokumen asli. Permendikbud Nomor 20 Tahun tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 51 Tahun 2018 Tentang Penerimaan Peserta Didik Baru Pada Taman Kanak-Kanak, Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama, Sekolah Menengah Atas, dan Sekolah Menengah Kejuruan. 2019. Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 669. Salinan dari dokumen asli. Perdana, Novrian S. 2019. Implementasi PPDB Zonasi dalam Upaya Pemerataan Akses dan Mutu Pendidikan. Jurnal Pendidikan Glasser. 3(1), 78-92. Purwanti, Dian; Irawati, Ira; dan Adiwisastra, Josy. 2018. Efektivitas Kebijakan Penerimaan Peserta Didik Baru Sistem Zonasi Bagi Siswa Rawan 22 Melanjutkan Pendidikan. Dinamika : Jurnal Ilmiah Ilmu Administrasi Negara. 5(4), 1-7. Setiawan, Riyan. 2019. Mendikbud Evaluasi Sistem Zonasi untuk PPDB Tahun Depan. (Online). (https://tirto.id/mendikbud-evaluasi-sistem-zonasiuntuk-ppdb-tahun-depan-edSK). Diakses 30 November 2019. Wulandari, Desi; Hasyim, Adelina, dan Nurmalisa, Yunisca. 2018. Pengaruh Penerimaan Peserta Didik Baru Melalui Sistem Zonasi Terhadap Prestasi Belajar Siswa. Jurnal Kultur Demokrasi. 5(9), 1-15. Wulandari, Desi. 2018. Pengaruh Penerimaan Peserta Didik Baru Melalui Sistem Zonasi Terhadap Prestasi Belajar Siswa Kelas VII di SMPN 1 Labuhan Ratu Lampung Timur Tahun Pelajaran 2017/2018. Skripsi tidak diterbitkan. Bandarlampung : Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung. 23